THE RELATIONSHIP OF SOCIAL SUPPORT AND RESILIENCY...
-
Upload
nguyentruc -
Category
Documents
-
view
213 -
download
0
Transcript of THE RELATIONSHIP OF SOCIAL SUPPORT AND RESILIENCY...
HUBUNGAN DUKUNGAN SOSIAL DAN RESILIENSI TERHADAP MOTIVASI
BERPRESTASI SISWA PASCA ERUPSI MERAPI
NASKAH PUBLIKASI
THE RELATIONSHIP OF SOCIAL SUPPORT AND RESILIENCY AGAINST
ACHIEVEMENT MOTIVATION OF STUDENTS AFTER MERAPI
ERUPTION
Oleh:
SRI HARMI
NIM : S.300090033
PROGRAM MAGISTER SAINS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2012
PENELITIAN
THE RELATIONSHIP OF SOCIAL SUPPORT AND RESILIENCY AGAINST ACHIEVEMENT MOTIVATION OF STUDENTS AFTER MERAPI
ERUPTION
Sri Harmi
ABSTRACT
The object of this research is for knowing the relationship between social support and resiliency against achievement motivation of survivor students after Merapi eruption. Hypothesis that is proposed in this research such as : 1) There’s a positive relationship between social support and resiliency against achievement motivation of survivor students after Merapi eruption; 2) There’s a positive relationship between social support and achievement motivation of survivor students after Merapi eruption; and 3) There’s a positive relationship between resiliency and achievement motivation of survivor students after Merapi eruption. Observational method is used in this research is statistic parametric. Data analysis method is used is analysis double regression. Base on observational result can be known such as: (1) Correlation coefficient (r) between social support and resiliency against achievement motivation of survivor students after Merapi eruption is 0,245 with p = 0,000. It means there’s a positive relationship between social support and resiliency against achievement motivation of survivor students after Merapi eruption; (3) Correlation coefficient (p) between resiliency and achievement motivation of survivor students after Merapi eruption is 0,235 with p = 0,000. It means there’s a positive relationship between resiliency and achievement motivation of survivor students after Merapi eruption; (4) Effective contribution of social support and resiliency variables against achievement motivation of survivor students after Merapi eruption is 8,3%. Key word : social support, resiliency, achievement motivation
1
RINGKASAN TESIS
HUBUNGAN DUKUNGAN SOSIAL DAN RESILIENSI TERHADAP
MOTIVASI BERPRESTASI SISWA PASCA ERUPSI MERAPI
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia termasuk salah satu negara yang rawan dengan terjadinya erupsi
merapi. Menurut hasil catatan direktorat Vulkanologi dan Bencana Geologi (DVMBG)
Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral menunjukkan ada 28 wilayah di
Indonesia yang rawan gunung berapi, diantaranya (Gunung Bromo, Krakatau, Kerinci),
Sumatra Utara, Sumatera Barat, Jateng dan DIY (Daerah Istimewa Yogyakarta) bagian
selatan, Jatim bagian selatan, NTT, Sulut, Sulteng dan Sulsel, Biak Yapen, dan Fak-Fak
di Papua serta Balikpapan, Kaltim. Fenomena ini dibuktikan dengan terjadinya erupsi
merapi beberapa bulan lalu. Misalnya saja di Klaten, Yogyakarta (DIY) dan Klaten
Jawa Tengah (Muzli, 2006).
Erupsi merapi yang terjadi di Klaten pada tanggal 26 oktober 2010 yang terjadi
pada pukul 05.30 menimbulkan banyak korban dan kerusakan yang cukup besar dan
terjadi secara merata, mulai dari kabupaten Cangkringan Klaten Jawa Tengah,
Yogyakarta, daerah Klaten di provinsi Jawa Tengah. Tercatat sebanyak 40 orang
meninggal dunia dan 810 orang mengalami luka-luka. Selain itu jumlah rumah yang
mengalami kerusakan mencapai 151 rumah dan yang mengalami rusak ringan sebanyak
151.
Di samping bangunan rumah penduduk yang banyak hancur dan rusak parah, sarana
infrastruktur juga mengalami kerusakan berat, seperti sekolah, rumah sakit, dan kantor
2
pemerintahan juga banyak yang rusak. Gedung sarana pendidikan dari pendidikan
Anak Usia Dini (PAUD), TK, SD, SMP mengalami kerusakan akibat erupsi merapi,
mulai dari kerusakan ringan.Data di SMPN 2 Kemalang kebanyakan orang tua siswa
berprofesi sebagai penambang pasir dan petani. Rumah mereka tegalan dan semua
tanaman rusak kena lahar erupsi merapi.Maka sangat berpengaruh sekali terhadap
pembelajaran siswa. Disamping itu siswa juga biasanya bekerja sepulang sekolah
sebagai penambang pasir untuk membantu orangtua untuk meringankan beban orang
tua,membayar sekolahnya sendiri serta uang sakunya.Sekarang mereka tidak ada lagi
penghasilan.Bahkan dari 181 siswa SMPN 2 Kemalang ada 11 siswa sampai sekarang
belum masuk sekolah khususnya kelas 8 alasannya mereka kehilangan buku pelajaran
serta peralatan belajar lainnya.maka sangat tidak mustahil bila mereka mengalami
penurunan motivasi berprestasinya,karena dilihat dari keadaan lingkungan mereka
sampai sekarang yang belum menghasilkan apa-apa dan orang tua belum punya
penghasilan.
Hal ini ditunjukan dengan siswa malas mengerjakan tugas dari guru,sering
nongkrong (membolos) ketika jam pelajaran berlangsung,pulang sebelum jamnya dan
siswa sering melakukan tes ulang,karena nilai kurang memenuhi standar.Menurut para
guru,penyebabnya adalah kurangnya dukungan dari orang tua.Misal,jika orangtua
mendapat surat panggilan dari pihak sekolah terkait dengan perkembangan prestasi
anaknya,orang tua jarang datang dan kurang menghiraukan panggilan
tersebut.Sementara penyebab secara umum siswa masih mengalami rasa takut,khawatir
dengan datangnya bencana merapi susulan.Terkait dengan dukungan sosial yang
diberikan oleh pihak luar,memang banyak dukungan yang berupa materi,berupa
3
bantuan untuk pembanguna,bantuan alat tulis,bantuan dana belajar. Adapun bantuan
yang non materi tidak lewat sekolah bertujuan untuk mengembalikan pikiran positif
siswa,tetapi tidak ada feed back lagi , sehingga pelatihan-pelatihan tersebut di anggap
kurang maksimal.
Berdasarkan data di atas dan permasalahan di lapangan,maka penulis ingin
meneliti apakah dukungan sosial dan resiliensi mempengaruhi motivasi berprestasi
siswa pasca bencana erupsi merapi
Dari data Barkonas Klaten jumlah korban dan kerusakan yang dapat dilihat
bahwa bencana erupsi merapi tersebut membawa dampak yang cukup besar, baik
secara fisik maupun secara psikis. Diantara dampak kerusakan secara fisik berupa
banyaknya kerusakan sarana dan prasarana yang ditimbulkan, sebanyak 151 jumlah
rumah yang rusak baik mengalami rusak parah ataupun rusak ringan. Secara psikis
berkaitan dengan kondisi kejiwaan korban yang selamat, yakni banyaknya gangguan
psikologis yang dialami oleh para survivor erupsi merapi, diantaranya trauma, depresi,
stress, ketakutan, kecemasan dan lain sebagainya. Menurut hasil laporan, jumlah pasien
di rumah sakit jiwa meningkat drastis hingga 400 persen setelah terjadinya erupsi
merapi. Dari yang biasanya 60-70 orang perhari meningkat menjadi 269 pasien.
Tekanan akibat erupsi merapi juga membuat orang melakukan bunuh diri. “Mayoritas
korban erupsi mengalami gangguan jiwa karena erupsi merapi yang luar biasa”
(Setiawan, 2007).
Terkait dengan korban erupsi merapi, ada beberapa kelompok yang
dikategorikan rentan, diantaranya orang miskin, perempuan, lansia, dan anak. Anak dan
remaja juga mengalami kecemasan, ketegangan seperti yang dirasakan oleh orang
4
dewasa di sekitarnya. Seperti orang dewasa, anak mengalami perasaan yang tidak
berdaya dan tidak dapat mengontrol stress yang ditimbulkan oleh bencana. Tetapi tidak
seperti orang dewasa, anak dan remaja mempunyai pengalaman yang sedikit untuk
membantu mereka meletakkan situasi ke dalam kondisi yang positif (Setiawan, 2007).
Pada umumnya kerentanan anak dan remaja mengalami Post Traumatic Stress
Disorder (PTSD), gangguan emosional, kecemasan, keluhan somatis, cacat, luka, dan
masih banyak lagi. Pernyataan ini diperkuat dari hasil penelitian yang dilakukan oleh
Frank dkk (2006) bahwa bencana banyak menimbulkan dampak psikologis, khususnya
terjadi pada anak-anak dan remaja. Gejala yang mereka alami rata-rata trauma,
gangguan emosional, dan depresi. Frank dkk (2006) mengungkapkan bahwa penyebab
dampak yang paling besar dialami oleh anak dan remaja karena mereka belum
mempunyai banyak pengalaman tentang musibah dan kesulitan hidup.
Hasil penelitian Susan dan Becker (2007) menemukan bahwa di India akibat
bencana mengakibatkan banyaknya penduduk yang mengalami gangguan psikologis
yang berupa panik, shock, kecemasan, adanya ketidak percayaan. Kejadian ini akan
berlangsung lama jika masyarakat yang ada di sekitarnya juga mengalami hal yang
sama. Gangguan psikologis post traumatic stress disorder (PTSD) juga banyak terjadi
pada korban bencana, setelah terjadinya bencana banyak gejala psikologis terutama
pada anak. Sekitar 264 anak dan remaja awal yang tinggal di daerah sekitar tempat
bencana, yakni Srilanka, menurut hasil diagnosa korban menderita gangguan post
trumatic stress disorder (PTSD). Gejala yang muncul ini menurut hasil assesmen 14%
sampai 39% berhubungan dengan bencana yang telah terjadi terutama korban yang
5
kehilangan orangtuanya, kehilangan tempat tinggalnya dan terhentinya kegiatan
belajarnya (Frank dkk, 2006).
Selanjutnya, dampak tersebut tidak hanya terkait dengan gangguan psikologis
para survivor bencana, tetapi juga merambah ke masalah pendidikan. Karena anak
ataupun remaja korban bencana yang mengalami gangguan psikologis juga terkait
dalam proses belajar siswa. Di sekolah, siswa lebih merasa ketakutan, mengalami
ketidaktenangan dalam belajar, lebih sulit bersosialisasi, lebih pendiam, dan sulit untuk
berkonsentrasi, sehingga gejala-gejala tersebut berakibat pada motivasi siswa (Donna,
2006).
Rusell dan Brenda (2008) menyatakan kondisi siswa yang belajar di tempat
yang mengalami bencana, penuh dengan konflik dan wilayah yang pernah terkena
bencana mengalami kondisi rasa tidak aman, penuh dengan ketakutan, kehawatiran
serta kurang konsentrasi terhadap materi yang disampaikan, semua gejala tersebut
diprediksikan dapat menyebabkan menurunnya motivasi khususnya motivasi
berprestasi siswa.
Berdasarkan beberapa penelitian dan pendapat para ahli di atas, menunjukkan
bahwa kondisi motivasi berprestasi siswa setelah mengalami bencana erupsi atau
mengalami pengalaman negatif terjadi penurunan, hal ini disebabkan siswa masih
merasa khawatir dan takut jika bencana tersebut terulang kembali.
Berliner dkk (2003) mengungkapkan untuk merespon fenomena tersebut perlu
adanya perhatian secara khusus dan penanganan yang mampu mengembalikan ke
suasana belajar seperti semula. Diantaranya, perlu adanya pemulihan pemikiran positif
terlebih dahulu terhadap anak-anak, remaja dan adanya dukungan dari orang yang ada
6
di sekitarnya, misalnya pendampingan guru, keluarga dan lingkungan sekitar secara
intensif untuk memahami emosi yang dirasakan individu serta untuk meningkatkan
proses pembelajaran siswa kembali.
Dukungan sosial baik dari masyarakat maupun segala bentuk perhatian yang
diberikan oleh orangtua, merupakan salah satu faktor pendukung kesuksesan prestasi
dan mampu meningkatkan motivasi berprestasi siswa dalam proses belajar (Narulita,
2005; Burger, 1997). Selain mampu membantu meningkatkan prestasi belajar dan
motivasi berprestasi dukungan sosial juga mampu mereduksi stress pada individu.
Heejung, David dan Taylor (2008) melaporkan bahwa dukungan sosial merupakan
salah satu faktor penting yang bisa dijadikan sebagai bentuk untuk mereduksi tingkat
stress dan emosi negatif seseorang.
Karena dengan dukungan dari lingkungan yang ada di sekitarnya individu yang
mengalami stress merasa mendapat perhatian serta individu mampu mengurangi
bebannya dengan bercerita terhadap orang yang menolongnya.
Lebih jauh lagi You Huey (2002) mengungkapkan hasil penelitiannya bahwa
individu mampu bangkit dari keterpurukan dan mampu memicu motivasinya kembali
melalui dukungan keluarga yang selalu mendampingi dan menerima keluhan dari
individu. Dukungan tersebut bisa berbentuk: (a) perhatian dan mendengarkan setiap
keluhan individu, (b) mendukung dan membantu setiap permasalahan yang
diungkapkan oleh individu.
Dalam menghadapi situasi buruk atau ditimpa musibah, individu mempunyai
karakteristik yang berbeda-beda (individual differrences). Ada inidividu yang langsung
merasa sedih, depresi berat, stress, bahkan ada yang melakukan percobaan bunuh diri.
7
Namun ada juga individu yang merasa bahwa dengan pengalaman buruk yang
dialaminya justru semakin tegar dan mengambil kejadian buruk tersebut sebagai
sesuatu yang positif, dan inilah yang disebut sebagai resiliensi.
Bonanno (2005) menyatakan bahwa resiliensi merupakan kondisi seseorang
yang tabah, memiliki tingkat depresi dan trauma yang rendah ketika mendapatkan
bencana. Artinya resiliensi sangat dibutuhkan oleh setiap individu untuk menghadapi
setiap situasi buruk, termasuk semangat untuk membangun motivasi kembali setelah
individu mengalami kondisi terpuruk dan mengalami kejadian yang distress. Individu
dengan resiliensi tinggi mampu mengelola emosi secara sehat, meskipun individu
berhak untuk merasa sedih, marah, merasa kehilangan, sakit hati, dan tertekan.
Perbedaanya adalah individu tidak membiarkan perasaan sedih dan negatif itu menetap
dalam waktu lama. Individu mampu melakukan adaptasi secara cepat dari perasaan
negatif, sehingga tumbuh motivasi yang membantunya bangkit menjadi orang yang
lebih kuat.
Berkaitan dengan pendidikan, penelitian yang dilakukan oleh Steinhardt dan
Dolbier (2008) dengan subjek mahasiswa jurusan pilot ditemukan bahwa intervensi
resiliensi terhadap mahasiswa dapat dijadikan sebagai manajemen stress dan strategi
untuk menangani stress yang dialaminya. Semakin tinggi resiliensi yang dimiliki oleh
mahasiswa semakin tinggi pula tingkat kemampuannya dalam melakukan problem
solving dan self-esteem. Dengan demikian mahasiswa dapat termotivasi kembali untuk
melakukan kegiatan yang lebih menantang.
Smith, Vitaliano dan Yi (2005) juga menemukan bahwa resiliensi
sebagai prediktor positif yang mampu membangkitkan motivasi berprestasi pada atlit
8
wanita mudah ketika meng hadapi perlombaan.Karena dengan sifat resiliensi yang
dimilikinya individu mampu bangkit dari kegagalan yang pernah dialaminya dan
menjadikannya sebagai sumber motivasi untuk meraih kesuksesan selanjutnya.
Landasan Teori
Berbagai kajian teoritis dan beberapa hasil penelitian diperoleh data bahwa
motivasi berprestasi siswa survisor bencana atau siswa yang pernah mengalami
pengalaman negatif dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik faktor dari dalam maupun
faktor dari luar individu.
Di antara beberapa faktor yang dianggap mempengaruhi motivasi berprestasi
siswa adalah dukungan sosial dan resiliensi. Motivasi berprestasi itu sendiri dikenal
sebagai istilah motivasi berprestasi instrinsik dan motivasi berprestasi ekstrinsik.
Motivasi berprestasi instrinsik merupakan motivasi, keinginan, harapan dan usaha yang
berasal dari dalam diri individu itu sendiri, sedangkan motivasi berprestasi ekstrinsik
adalah tumbuhnya motivasi berprestasi tersebut dipengaruhi oleh dari faktor luar.
Faktor ekstrinsik inilah yang kemudian melibatkan dukungan pihak lain untuk
menumbuhkan motivasi berprestasi siswa. Dukungan sosial yang diberikan keluarga
dan pihak sekolah atau guru dianggap sebagai faktor ekstrinsik yang mampu
meningkatkan motivasi berprestasi siswa.
Dukungan sosial merupakan segala bentuk dukungan yang diberikan oleh orang
lain kepada individu sebagai bentuk interaksi sosial. Dukungan sosial yang diberikan
bisa berupa bantuan materi sesuai dengan yang dibutuhkan oleh individu, dapat
berbentuk perhatian, ataupun kasih sayang. Berdasarkan dari beberapa hasil penelitian
yang sudah dilakukan dukungan sosial ini sangat berguna untuk menolong dan
9
mendukung individu yang sedang terpuruk. Karena dengan dukungan sosial yang
diberikan oleh orang lain kepada dirinya maka individu merasa lebih mudah menjalani
kesulitan dan merasa tidak sendiri.
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa dukungan sosial mampu membantu
siswa untuk mencapai prestasi yang tinggi dan mampu meningkatkan motivasi
berprestasinya, terutama siswa yang pernah mengalami kejadian traumatis. Misalnya
siswa yang daerahnya terkena erupsi merapi, suasana yang menimbulkan traumatis,
stress, depresi dan suasana yang menakutkan ini menimbulkan siswa mengalami
penurunan prestasi. Pada saat seperti inilah dukungan sosial yang diberikan oleh
keluarga, pihak, sekolah ataupun pihak luar lainnya dibutuhan, untuk membantu
mengembalikan kondisi siswa dalam keadaan semula.
B.Rumusan Masalah
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa motivasi berprestasi siswa
dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik secara internal maupun secara eksternal. Faktor-
faktor yang diasumsikan mempengaruhi motivasi berprestasi siswa survivor bencana
adalah dukungan sosial dan resiliensi. Akan tetapi asumsi ini hanya bersifat hipotetik
dan membutuhkan pembuktian secara empirik. Adapun rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah “Apakah ada hubungan dukungan sosial dan resiliensi terhadap
motivasi berprestasi pada siswa survivor bencana erupsi merapi.
C.Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji hubungan dukungan sosial dan
resiliensi terhadap motivasi berprestasi siswa survivorerupsi merapi.
10
D.Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat terhadap siswa survivor
erupsi merapi, pihak sekolah, guru dan lingkungan sekitarnya. Terciptanya motivasi
berprestasi yang tinggi dipengaruhi oleh dukungan sosial dan resiliensi. Oleh karena
itu, bagi para guru, orang tua, dan lingkungan sekitar memberikan dukungan sosial
kepada siswa erupsi merapi secara maksimal, agar siswa mampu meningkatkan
motivasi berprestasinya, terutama terhadap siswa yang mengalami cacat akibat erupsi
merapi. Karena secara psikologis, siswa tersebut lebih mengalami dampak negatif yang
lebih mendalam. Begitu juga dengan siswa bisa meningkatkan resiliensinya terhadap
dampak erupsi merapi, karena dengan memiliki resiliensi tinggi siswa bisa adaptasi
secara positif dari bencana erupsi merapi yang menimpanya dan mampu meningkatkan
motivasi berprestasinya.
D. Hipotesis
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan, maka hipotesis yang diajukan
dalam penelitian ini adalah :
Hipotesis mayor
1. Ada hubungan posistif dukungan sosial dengan resiliensi terhadap
motivasi berprestasi siswa erupsi merapi
Hoptesis minor
2. Ada hubungan positif dukungan sosial dengan motivasi brepretasi siswa
erupsi merapi
3. Ada hubungan positif resiliensi dengan motivasi berprestasi siswa
erupsi merapi
11
B. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yaitu metode kuantitatif, dengan menggunakan
pengukuran skala.
Alasan peneliti menggunakan skala mengacu pada pendapat Azwar (2007),
yakni:
a. Subjek adalah orang yang paling tahu tentang keadaan dirinya sendiri.
b. Apa yang dinyatakan oleh subjek kepada penyelidik adalah benar dan dapat
dipercaya.
c. Interpretasi subjek tentang pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepadanya adalah
sama dengan apa yang dimaksud oleh peneliti.
Menurut Azwar (2003) skala memiliki karakteristik khusus yang membedakan
dari berbagai bentuk alat pengumpulan data yang lain. Beberapa karakteristik skala
sebagai berikut:
a. Stimulusnya berupa pertanyaan atau pernyataan yang tidak langsung mengungkap
atribut yang hendak diukur, melainkan mengungkap indikator prilaku dari atribut
yang bersangkutan, sehingga jawaban yang diberikan akan sangat tergantung pada
interpretasi subjek dan bersifat proyektif.
b. Skala psikologis selalu berisi banyak butir, karena indikator prilaku diterjemahkan
dalam bentuk butir-butir.
c. Respon subjek tidak diklasifikasikan sebagai jawaban benar atau salah. Semua
jawaban diterima sepanjang diberikan secara jujur dan sungguh-sungguh.
Adapun skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala dukungan sosial,
skala resiliensi dan skala motivasi berprestasi.
12
a. Skala Dukungan Sosial
Skala dukungan sosial dalam penelitian ini yang terdiri dari empat aspek dukungan
sosial, yaitu: (1) dukungan emosional, dukungan ini berkaitan dengan kondisi manusia
yang membutuhkan perhargaan, perhatian dan kepercayaan, pengertian, kasih sayang,
dan keterbukaan, (2) dukungan informasional adalah dukungan yang berupa informasi,
nasihat, pengarahan, atau hanya pemberitahuan semata, (3) dukungan instrumental,
berkaitan dengan bantuan sarana dan prasarana untuk keluar dari permasalahannya,
berupa barang dan jasa seperti tempat tinggal, kebutuhan pangan, uang, transportasi
maupun suasana yang mendukung individu dan (4) dukungan penilaian, berupa
penilaian positif yang akan membantu individu untuk meningkatkan pengembangan
kepribadiannya Biasanya berupa kritik penilaian, pujian dan respon dari keluhan-
keluhan permasalahan yang dihadapinya.
Aspek-aspek tersebut merupakan dasar dalam menyusun aitem-aitem skala
dukungan sosial, dengan memperhatikan sifat favorable (mendukung) dan unfavorable
(tidak mendukung). Setiap aitem memiliki empat pilihan jawaban yakni sangat sesuai
(SS), sesuai (S), tidak sesuai (TS), dan sangat tidak sesuai (STS). Skor untuk aitem
favorable (mendukung) adalah SS = 4, S = 3, TS = 2 dan STS = 1. Sebaliknya skor
untuk aitem unfavorable (tidak mendukung) adalah STS = 4, TS = 3, S = 2, SS = 1.
Skor total yang diterima menunjukkan tinggi-rendahnya tingkat dukungan sosial
subjek. Semakin tinggi skor yang diperoleh subjek menunjukkan bahwa dukungan
sosial yang diterima semakin tinggi, demikian juga sebaliknya semakin rendah skor
yang diperoleh subjek menunjukkan rendahnya dukungan sosial yang diterima.
13
Tabel 1
Skala Dukungan Sosial
No. Aspek-aspek
Dukungan Sosial
Favorable Unfavorable Jumlah
1. Dukungan emosional 1, 4, 6, 8, 10, 15, 16,
20, 31, 35, 51
7, 30, 39,
43,49,54,56,58
19
2. Dukungan
informasional
2, 5, 12, 18, 24, 32,
55
34,
36,40,44,50
12
3. Dukungan
instrumental
3, 11, 14,26, 27,
29, 46, 48, 52
19,23,33
38,41,42
15
4. Dukungan penilaian 9, 21, 22, 47, 53, 59
13,17, 25, 28,
37,45, 57
13
Jumlah 32 27 59
b. Skala Resiliensi
Skala resiliensi dalam penelitian ini. Aspek-aspek yang ukuran adalah: (1) kompetensi
pribadi, yakni standar yang tinggi pada seseorang untuk kuat dan bertahan pada tujuan
yang sudah ditetapkan oleh dirinya, meskipun berbagai rintangan dan kejadian
traumatik dialaminya, (2) kepercayaan seseorang pada naluri, memiliki toleransi pada
pengaruh negatif, yakni memiliki kekuatan diri untuk menghadapi dari pengaruh stress.
Aspek ini lebih memfokuskan pada ketenangan dan ketepatan waktu ketika
menyesuaikan diri dengan stress, (3) penerimaan diri yang positif terhadap perubahan
dan mempunyai hubungan yang baik dengan orang lain, hal ini ditunjukkan dengan
kemampuan adaptasi secara positif terhadap perubahan-perubahan yang ada. Pada
aspek ini, resiliensi seseorang juga melibatkan kemampuannya berhubungan dengan
lingkungan, (4) kemampuan kontrol seseorang pada tujuan untuk mendapatkan
14
dukungan dari orang lain, dan (5) adanya pengaruh spiritual, kepercayaan seseorang
terhadap takdir Tuhan.
Aspek-aspek tersebut merupakan dasar dalam menyusun aitem-aitem skala resiliensi,
dengan memperhatikan sifat favorable (mendukung) dan unfavorable (tidak
mendukung). Setiap aitem memiliki empat pilihan jawaban yakni sangat sesuai (SS),
sesuai (S), tidak sesuai (TS), dan sangat tidak sesuai (STS). Skor untuk aitem favorable
adalah SS = 4, S = 3, TS = 2 dan STS = 1. Sebaliknya skor untuk aitem unfavorable
adalah STS = 4, TS = 3, S = 2, SS = 1. Skor total yang diterima menunjukkan tinggi-
rendahnya tingkat resiliensi subjek. Semakin tinggi skor yang diperoleh subjek
menunjukkan bahwa resiliensi yang dimiliki individu semakin tinggi, demikian juga
sebaliknya semakin rendah skor yang diperoleh subjek menunjukkan rendahnya
resiliensi yang dimiliki.
Tabel 2
Skala Resiliensi
No. Aspek-aspek Resiliensi Favorable Unfavorable Jumlah
1. Kompetensi pribadi 1, 8, 10,
11, 12, 15,
30, 32,16, 22,
33
11
2. Kepercayaan nurani, tolerasi
pada pengaruh negatif,
memiliki kekuatan untuk
menghadapi dari pengaruh
stress
5, 7, 14,
20
18, 29 6
3. Penerimaan diri yang positif
terhadap perubahan dan
mempunyai hubungan yang
baik dengan orang lain
2, 4, 6, 21, 25,27 6
4. Kontrol terhadap tujuan dan
usaha memperoleh dukungan
13, 23, 24
17, 19, 28, 35 7
5. Pengaruh spiritual 3, 9, 34
26, 31 5
Jumlah 19 16 35
15
a. Skala Motivasi Berprestasi
Skala motivasi dalam penelitian ini diadaptasi dari Haryu (2004) yang disusun
berdasarkan teori Rohwer (1980), yakni motivasi berprestasi instrinsik dan ekstrinsik.
Aspek instrinsik terdiri dari: (1) dorongan rasa ingin tahu, (2) tingkat aspirasi, (3)
keinginan mencapai keberhasilan secara berkesinambungan, (4) kecemasan dalam
berpestasi. Adapun aspek ekstrinsik adalah: (1) pencapaian tujuan dari faktor luar, (2)
standar hasil ditentukan dari faktor luar dan (3) keinginan untuk mencapai keberhasilan
karena pengaruh orang lain.
Aspek-aspek tersebut merupakan dasar dalam menyusun aitem-aitem motivasi
berprestasi, dengan memperhatikan sifat favorable dan unfavorable. Setiap aitem
memiliki empat pilihan jawaban yakni sangat setuju (SS), sesuai (S), tidak sesuai (TS),
dan sangat tidak sesuai (STS). Skor untuk aitem favorable adalah SS = 4, S = 3, TS = 2
dan STS = 1. Sebaliknya skor untuk aitem unfavorable adalah STS = 4, TS = 3, S = 2,
SS = 1. Skor total yang diterima menunjukkan tinggi-rendahnya motivasi berprestasi
siswa. Semakin tinggi skor yang diperoleh subjek menunjukkan bahwa motivasi
berprestasi siswa semakin tinggi, demikian juga sebaliknya semakin rendah skor yang
diperoleh subjek menunjukkan rendahnya motivasi berprestasi yang dimiliki.
Tabel 3
Skala Motivasi Berprestasi
Sumber
Motivasi
Aspek Favorable Unfavorable Jumlah
Intrinsik Dorongan rasa
ingin tahu
1, 9 17, 18 4
Tingkat aspirasi 2, 3, 11,
12, 21, 27
15, 25 8
Keinginan
mencapai
keberhasilan secara
4, 6, 10,
29, 30
7, 31 7
16
berkesinambungan
Kecemasan dalam
berprestasi
20, 28, 36 8, 22 5
Ekstrinsik Pencapaian tujuan
dari faktor luar
5, 23, 37 16 4
Standar hasil
ditentukan oleh
faktor luar
32, 33, 38 19, 26 5
Keinginan untuk
mencapai
keberhasilan karena
pengaruh orang lain
14, 34, 35 13, 24 5
Jumlah 25 13 38
17
C. Hasil Analisis Data Penelitian
a. Deskripsi Data Penelitian
Analisis data deskriptif dilakukan untuk memperoleh gambaran secara umum
dari keadaan data penelitian. Deskripsi tersebut dapat dilihat pada tabel 13 berikut:
Tabel. 13
DeskripsiData Penelitian
No Variabel Mean SD
1 Dukungan Sosial 129,9778 9,02632
2 Resiliensi 78,2000 4,68493
3 Motivasi Berprestasi 83,5111 4,11088
Menurut Azwar (2002) terdapat beberapa kategorisasi subjek secara normatif
guna memberikan interpretasi terhadap skor skala, yaitu kategorisasi berdasarkan
distribusi normal, kategorisasi berdasarkan signifikan perbedaan, dan kategorisasi
berdasarkan pertimbangan eror standar dalam pengukuran. Dalam penelitian ini
menggunakan kategorisasi berdasarkan mode distribusi normal, yaitu kategori jenjang.
Distribusi normal terbagi dalam enam bagian deviasi standar, tiga bagian disebelah kiri
adalah mean yang bertanda negatif dan tiga bagian disebelah kanan adalah mean yang
bertanda positif. Pada penelitian ini penggolongan kedalam 3 kategori diagnosis tingkat
dari masing-masing variabel, maka keenam satuan deviasi standar tersebut dibagi
menjadi 3 bagian yaitu:
X <( - 1.0) = rendah
( - 1.0) < X < ( +1.0) = sedang
( + 1.0) < X = tinggi
Dengan perumusan yang dipergunakan tersebut diperoleh kriteria skor dukungan sosial,
Resiliensi dan motivasi berprestasi dalam tiga kategori yaitu rendah, sedang, dan tinggi.
18
Kriteria yang digunakan dengan rumus tersebut didasarkan pada asumsi bahwa skor
populasi subjek memiliki distribusi normal dan kriteria tersebut adalah acuan untuk
mengelompokkan keadaan subjek penelitian setelah diperoleh data empirik di lapangan
(Azwar, 1999).Deskripsi data yang telah diperoleh tersebut kemudian dibuat suatu
kriteria kategorisasi sehingga dapat diketahui bagaimana tingkat dukungan sosial
subjek penelitian.Kategori dukungan sosial dapat dilihat pada Tabel 14 sebagai berikut.
Tabel.14
Hasil Kategorisasi Skor Skala Dukungan Sosial
No Kategorisasi Skor Frekuensi Persentase
1 Tinggi X 130 99 55 %
2 Sedang 121<X<130 58 32,2 %
3 Rendah X <121 23 12,8 %
D. Pembahasan
Hasil yang telah dikemukakan di atas, perlu dibahas lebih lanjut.Pembahasan ini
lebih menitikberatkan pada hasil pengujian hipotesis yang merupakan laporan secara
empiris di lapangan dan keterkaitannya dengan teori yang ada.Penelitian ini dilakukan
untuk mengetahui hubungan antara dukundan sosial dengan motivasi berprestasi.
Secara empiris berdasarkan analisis statistik terbukti bahwa ada hubungan positif antara
dukungan sosial dengan motivasi berprestasi yang ditunjukkan dengan nilai koefisien
korelasi ( r ) = 0,250 dan p = 0,000. Hal ini berarti semakin tinggidukungan sosial maka
semakin tinggi motivasi berprestasi mereka. Sebaliknya semakin rendah dukungan
sosial maka akansemakin rendah pula motivasi berprestasinya.
Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapatNarulita ( 2005) dan Burger
(1997)yang menyatakan bahwa Dukungan sosial baik dari masyarakat maupun segala
19
bentuk perhatian yang diberikan oleh orangtua, merupakan salah satu faktor pendukung
kesuksesan prestasi dan mampu meningkatkan motivasi berprestasi siswa dalam proses
belajar. Dukungan yang diperoleh individu dari seseorang yang mempunyai kelekatan
emosional dan hubungan yang lebih dekat, maka dukungan tersebut sangat berarti.
Johnson dan Johnson (1991) menyatakan bahwa dukungan sosial bersumber dari
orang-orang dekat dengan kehidupannya sehari-hari akan lebih mudah diterima oleh
individu sebagai bentuk bantuan yang efektif. dukungan sosial yang diberikan oleh
orang-orang yang berarti (significant others) akan lebih berarti dibandingkan dengan
dukungan yang diberikan oleh orang yang tidak berarti bagi individu tersebut.
Significant others menurut Cohen dan Syme (1985) bisa diberikan oleh pasangan,
kerabat, teman dekat, guru, atasan, ataupun tetangga.
Berdasarkan data yang terkumpul juga dapat diketahui mean empiris yang
menunjukkan rata-rata skor yang berhasil dicapai subjek. Melalui mean empiris ini
dapat diketahui rata-rata tingkat motivasi berprestasi dan dukungan social siswa
survivorerupsi. Berdasarkan hasil kategorisasi skor skala dukungan sosial dapat
diketahui bahwa dari 180 siswa survivorerupsi merapi yang di ambil sampel dalam
penelitian ini terdapat 99 siswa atau 55 % memiliki dukungan sosial dalam kategori
tinggi dan hanya 23 orang siswa yang termasuk dalam kategori rendah. Demikianpula
halnya dengan hasil kategorisasi skor skala motivasi berprestasi terdapat 38 siswa atau
21,1 % memiliki motivasi berprestasi tinggi dan hanya 17 orang siswa yang termasuk
dalah ketegori rendah. Ini berarti walaupun mereka adalah siswa survivorerupsi merapi
yang berada di daerah yang rawan bencana tetapi mereka tetap memiliki motivasi
berprestasi dalam belajar.Hal ini tentu saja di dukung oleh dukungan social yang
20
mereka dapatkan.Para siswa survivorerupsi merapi mendapatkan dukungan social yang
positif dari lingkungan sekitar, yang tentu saja sangat mendukung dalam keberhasilan
belajar siswa. Sehingga dimungkinkan siswa akan sukses dalam melaksanakan proses
pembelajarannya dan mampu meningkatkan prestasi dan motivasi berprestasinya.
E. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis dan pengujian hipotesis sebagaimana yang telah diuraikan
pada bab 4, maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Terdapat hubungan positif yang sangat signifikan antara dukungan sosial dan
resiliensi dengan motivasi berprestasi siswa pasca erupsi merapi (F= 8,054,
R=0,245, dan p= 0,000). Hal inimenunjukkan bahwa hipotesis pertama yang
berbunyi ada hubungan antara dukungan sosial dan resiliensi dengan motivasi
berprestasi siswa pascaerupsi merapi terbukti kebenarannya.
2. Terdapat hubungan positif yang sangat signifikan antara dukungan sosial dengan
motivasi berprestasisiswa pasca erupsi merapi (r = 0,250 dan p = 0,000). Hal ini
menunjukkan bahwa hipotesis kedua yangberbunyi ada hubunganpositif antara
dukungan sosial dengan motivasi berprestasi siswa pasca erupsi merapi
terbuktikebenarannya.
3. Terdapat hubungan positif yang sangat signifikan antara resiliensi dan motivasi
berprestasi siswa pascaerupsi merapi (r = 0,235 dan p = 0,000). Hal ini menunjukkan
bahwa hipotesis ketiga yangberbunyi ada hubungan positif antara resiliensi dan
motivasi berprestasi siswa pascaerupsi merapi terbukti kebenarannya.
21
F. SARAN
Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan yang diperoleh dalam penelitian
ini, penulis mengajukan beberapa saran, sebagai berikut:
1. Bagi Pihak Sekolah
Hasil penelitian menyatakan ada hubungan yang positif antara dukungan sosial dan
resiliensi terhadap motivasi berprestasi siswa survivor erupsi merapi. Oleh karena
itu diharapkan pihak sekolah baik itu guru, kepala sekolah dan karyawan yang ada
di lingkungan sekolah untuk tetap memberikan dukungan sosial kepada siswa
survivor erupsi merapi. Dukungan sosial yang diberikan bisa dalam bentuk
dukungan moril ataupun materil. Sehingga dengan mendapatkan dukungan sosial
dari pihak sekolah siswa survivor erupsi merapi, motivasi berprestasinya tetap ada
walaupun mereka adalah siswa survivor erupsi merapi.
2. Bagi Pihak Keluarga
Dukungan sosial dari pihak keluarga akan sangat membantu menumbuhkan
motivasi berprestasi bagi siswa survivor erupsi merapi. Orangtua, kerabat, tetangga
dapat memberikan dukungan sosial dalam bentuk perhatian, memotivasi anaknya,
kerabatnya, tetangganya agar tetap sekolah walaupun dalam keadaan bencana.
Sehingga dengan demikian siswa tetap bersemangat untuk sekolah, hal itu tentu
saja akan berpengaruh pada motivasiberprestasinya. Walaupun mereka adalah
siswa survivor erupsi merapi mereka tetap memiliki motivasi berprestasi belajar
yang tinggi.
22
3. Bagi Siswa
Siswa diharapkan dapat mempertahankan resiliensinya dalam menghadapi bencana.
Sehingga walaupun mereka dalam keadaan bencana mereka tidak larut dalam duka
bencana. Siswa dapat bangkit dari bencana yang menimpanya dan tetap
bersemangat untuk sekolah, sehingga motivasi berprestasi belajar siswa survivor
erupsi merapi tetap tinggi untuk meraih cita-cita yang diimpikan.
4. Bagi Peneliti Selanjutnya
Pelaksanaan penelitian ini masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu, pada
peneliti selanjutnya diharapkan untuk dapat menggali lebih banyak lagi variabel-
variabel lainnya yang berhubungan dengan motivasi berprestasi siswa survivor
erupsi merapi, misalnya: pendapatan orang tua, jenis kelamin, nilai raport, cita-cita
mengingat sumbangan efektif dukungan sosial dan resiliensi terhadap motivasi
berprestasi siswa survivor erupsi merapi hanya sebesar 8,3 %. Hal ini berarti masih
ada 91,7 % faktor-faktor lain yang mempengaruhi motivasi berprestasi siswa
survivor erupsi merapi diluar variabel dukungan sosial dan resiliensi.
23
DAFTAR PUSTAKA
Astuti,R.(2008).Resilien pada Dukuh Pasca Gempa Bumi di Yogyakarta.Skripsi (tidak
diterbitkan). Yogyakarta : Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada.
Atkinson,A.(1974).Motivation in Fantacy Action and Society.Englewood Cliffs New
Jersy : D.Vanostrand.
Azwar,S.(2007). Metode Penelitian (Edisi ke-1,Cetakan I). Yogyakarta: Pustaka
Pelajar Offset.
Azwar,S.(2003). Penyusun Skala Psikologi (Edisi ke-1,Cetakan VI). Yogyakarta:
Pustaka Pelajar Offset.
Bargeman,C.S.,Bisconti,L.,& Wallace,S. (2006).Psychological Resilience,Positive
Emotion and Succesfull Adaptation Stress in Latter Life.Journal of Personality
and Social Psychology, 91 (4),730-749.
Berliner,L., Hyman, I., Thomas,A.,& Fitzgerald,M.(2003).Children’s Memory for
Trauma and Positive Exprinces.Journal of Traumatic Stress, 16 (3), 229-236.
Beyer,S. (1995).Maternal Employment and Children’s Motivation Avhievement :
Parenting Style as a Mediating Variable.Development Journal, 15,212-153.
Bonanno, G. A. (2004). Loss, Trauma,and Human Resilience: Have We
Underestimated the Human Capcity to Thrive after Extremely Aversive
Events.American Psychologist Association,59 (1),20-28.
Bonanno, G. A. (2005). Resilience in the Face of Potential Trauma. Current Directions
in Psychological Science Journal, 14,135-138.
Bonanno, G. A., Galea, S., & David, V. (2007). What Predicts Psycological Resilience
after Disarter? The Role of Demographics, Resources, and Life Stress. Journal
of consulting and Clinical Psycology, 75 (5), 671-6892.
Bondy, E., Ross, D., Gallingane, C., & Hambacher, E (2007). Creating Environment of
success and Resilience Culturally Responsive Clasroom Management and
More. Education Journal, 42 (4), 326-348.
Brooks, R., & Goldstein, S. (2008) The Mindset of Teachers Capagble of Fostering
resilience in students. Canadian Journal of School Psycology, 23, (1), 114-126.
Burger, J. M. (1997). Personality Improving Achievement. The American School Board
Journal, 186, 34 – 37.
24
Calhoun, F., & Acocella, J. R. (1990). Psikologi Tentang Penyesuaian dan Hubungan
kemanusiaan (edisi ketiga). Semarang: IKIP semarang Press.
Cobb, S. (1979). Social support as a Mediator of Life Stress. Psychosomatic Medicine
Journal, 38, 300 – 314.
Cohen, S., & syme, S.L. (1985). Social Support and Health. London: Academic Press,
Inc.
Dalgard, O.S., & Haheim, L. L. (1998). Psychosocial Risk Factor Andmortality: A
Prospective Study with Spesial Focus on Social Support, Social Participation,
and Locus of Control in Norwa, Journal of Epidemiology and Community
Heath, 52, 476-481.
Dewi, C. M. (2006)Pengaruh Pembelajaran Ekonomi di SMA dengan Metode Jigsaw
terhadap Motivasi Berprestasi dan Prestasi Belajar Siswa. Tesis (tidak
ditertibkan). Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada.
Donna, G.A. (2006). The Aftermath of Disater: Cgildren in Crisis. Journal Of Clinical
Psychology: In Session, 62(8), 1001 – 1016.
Eccles, J. S., & Harold, R. D. (1993). Parent-School Involment during Adolescence:
The Esrly Adolescence Year. Teachers College, 94 (3), 568 – 588.
Everal, D. R., Althrows, J. L., & Paulson, L.B. (2006). Creating a Future: a study of
Resilience in suicidal Female Adolescence. Journal of Counseling &
Develpoment, 84, 461 – 470.
Feldman, L., & Fernald, P. S. (1999). Introduction to Psychology ( Edition). India:
A. I. T. B. S. Publisher & Distributor.
Frank, S., Claudia, C., Martina, R., & Thomas K. (2006). Post-tsunami Stress: A Study
of Psottraumatic Stress disorder in Children Living in Three Severely Affected
Regions in Sri Lanka. Journal of Traumatic Stress, 19 (3), 339 – 347.
Ghozali, I. (2001). Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Semarang:
Badan penerbit Universitas Diponegoro.
Goodenow, C. (1994). Clasroom Belonging among Esrly Adolescent Students:
Relationships to Motivation and Achievement. Journal of Early Adolescence,
13, 21 – 29.
Green, C. L., & Walker, J. M. (2007) Parent’ Motivations for Involvement and
childern’s Education: An Empirical Test of a Theritical Model of Parental
Involment. Journal of Educational Psychology, 99, 532 – 544.
25
Grotberg, E. (1995). A Gide to Promoting Resilience in Childern: Strengthening the
Human spirit. London: New Harbinner Publication Inc.
Gunarsa, S. D & Gunarsa, s. D. (1995). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja.
Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia.
Hadi, S. (1996). Metode Riset (Jilid 2). Yogyakarta: Andi Offset.
Haryu, S. (2004). Hubungan antara Pengasuhan Islami dengan Self – Regulated
Learning, Motivasi Berprestasi dan Prestasi Belajar. Tesis (tidak diterbitkan).
Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
Hasanah, N. (2008). Dinamika Dukungan Sosial Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe II.
Skripsi (tidak diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gadjah
Mada.
Hoge, A. E., Austin, D. E., & Pollack, H. M. (2007). Resilience, Research Evidence
and Conceptual for Postraumatic Stress Disorder. American Educational
Research Journal, 29, 239 – 152.
Hossler, D., & Stage, F. K. (1992). Fa,ily and High school Experience Influence on
Postsecondary Educational Plan of Grade student. American Educational
Research Journal, 29, 425 – 451.
Hurlock, E. B. (1999). Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang
Kehidupan (Edisi Kelima). Jakarta: Erlangga.
Jonshon, D. W., & Johnson, F.P. (1991). Joining Together; Group Theory and Group
skill. New Jersey: Prentice Hall, Inc.
Kaplan, H. I., Sadock, B. J., & Grebb, J. A. (1997). Sinposis Psikiatri, Ilmu
Pengetahuan Prilaku Psikiatri Klinis (Edisi ke-7, Jilid ke-1), Terjemahan.
Jakarta: Binarupa Aksara.
Kobasa, S.C. (1979). Stressfull Life event, personality and Health: An Inquary into
Hardiness. Journal of Personality and social Psychology. 37, 1 – 11.
Layne, C. M., Pynoos, R. S., Saltzman, W. R., Arslanagi, B., Savjak, N., & Popovi, T.
(2001). Trauma/Grief-Focused Group Psychotherapy: School-Based Postwar
Intervention With Traumatize Bosnian Adolescents. Group Dynamics Journal,
5, 277 – 290.
Lundeto, A. (2007). Motivasi Belajar, Motivasi berprestasi siswa. UNM: Jurnal Iqro’.
26
Luthar, S. (1993). Methodological and Conceptual Issues in Researh on Childhoop
Resillience. Journal of Chil psychology and psychiatry. 34 (4), 234 – 244.
Mackay, K., & Iwasaky, Y. (2005). Building Strengths and Resillience: Leisue as a
Stress Survival Strategy. Journal of Guidance & Counselling, 33 (1), 1469 –
2534.
Mancini, A., & Bonanno, G. A. (2006). Resllience in the Face of Potential Trauma:
Clinical Practices an Ilustrations. Journal of Clinical Psychology, 6 (8), 971 –
985.
Marjoribanks, K. (1986). A Longitudinal study of Adolescents’ Aspirations Asassessed
by Seginer’s Model. Merril - Palmer Quarterly Journal, 32, 211 – 229.
Mau, W. C., & Bikos, L. H. (2000). Educational and Vocational Aspirations of
Minority and Female Students: A Longitudinal Study. Journal of counseling
and Development, 78, (2), 186 – 194.
McClelland, D. C. (1987). Human Motivation. New York: The Press Syndicate of The
University of Chambridge.
Miller, G. (2005). The tsunami’s Psycholgyal Aftermath. Science Journal, 309 (37),
1030 – 1033.
Milner, R., & Woolfolk, A. (2002). Respect, Social Support, and Teacher Efficacy: a
Case Study. Education Journal, 3, 26 – 65.
Morgan, T., Richard, A., John R., Weissz, J., & Schopler, R. (1986). Introduction to
Psychology. Toronto: Mc Graw-Hill.
Mouton, S., & Hawkins, J. (1996). School Attachment: Perspective of Low- Attached
High school Students. Education Psychology, 16 (3), 297 – 305.
Munauwarah, S. (2008). Tipe Kepribadian Tangguh, Harga diri, Dukungan Sosial dan
Resiliensi Pada remaja Penyintas Bencana Gempa Bumi di Yogyakarta. Tesis
(tidak diterbitkan). Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
Muzli. (2006). Laporan Berita Gempa Bumi Yogyakarta 27 Mei 2006 dan sekilas
tentang Gempa Bumi. Diunduh dari http://drmunz.com/SMIJG.index-
Dateien/Gempabumi.ppt pada tanggal 27 Januari 2009.
Narulita, M. F. (2005). Hubungan Antara Self-Regulated Learning dan Presepsi
Dukungan Sosial dengan Prestasi Akademik Mahasiswa. Tesis (tidak
diterbitkan). Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
27
Nettles, M., Mucherah, S., & Dana, S. (2000). Understanding Resillience: The role of
Social Resources. Journal Of education for Student Placed At Risk, 5 (1&2), 47
– 60.
Niaz, U. (2006). Role of Faith and Resillience in Recovery from Psychotrauma.
Pakistan. Journal of Medical Science, 22, 204 – 207.
Ninawati. (2002). Moyivasi Berprestasi. Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan. 4 (8), 77 –
78.
Nisa, H. (2008). Pelatihan Manajemen stress untuk Meningkatkan resiliensi Remaja
Penyintas Gempa dan Tsunami di Naggroe Aceh Darussalam. Tesis (tidak
diterbitka). Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada.
Parasuraman, S., greenhouse, J. H., & Granrose, S. C. (2002). Role stressor, Social
Support, and well-Being among Two-Career Couples. Journal of organizational
and behavior, 13, 339 – 356.
Quaglia, R. J., & Cobb, C. S. (1996). Toward a Theory of Student Aspirations. Journal
of Research in Rural Education, 12 (3), 127 – 132.
Rahmawati. (1991). Hubungan antara Dukungan Sosial dengan Prestasi Belajar pada
siswa Negeri IV Yogyakarta. Skripsi (tidak diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas
Psikologi Universitas Gadjah Mada.
Rinaldi. (2008). Resiliensi pada Masyarakat Kota Padang Ditinjau Dari jenis kelamin
dan Usia Tesis (tidak diterbitkan). Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
Rini, S. (2001). Hubungan Antara Dukungan Sosial dengan Penyesuaian dirri pada
Masa Pensiun. Skripsi (tidak diterbitkan). Yogyakarta: Universitas Gadjah
Mada.
Robin, S. P. (1996). Perilaku Organisasi, Konsep, Kontroversi, Aplikasi, (edisi bahasa
Indonesia). Jakarta: PT. Prenhallindo.
Robbins, T. W. (2005). Controlling Stress. How the Brain Protects it self from
Depression: Nature Neuroscience. Psyciatry Journal, 8, 261 – 262.
Rohwer, W. D. (1980). Educational Psychology. New York: Holt and Witson.
Rola, F. (2006). Hubungan antar Konsep Diri dengan Motivasi Berprestasi Pada
Remaja. Skripsi (tidak diterbitkan). Medan: USU.
Rosmalia. (2006). Hubungan antara Persepsi Remaja Mengenai Keterlibatan Ayah
dalam Pengasuhan dengan Motivasi Berprestasi dalam Pelajaran Bahasa
28
Inggris. Ringkasan Skripsi (tidak diterbitkan). Yogyakarta: Universitas Gadjah
Mada.
Rusell, W., & brendia, A. (2008). Understanding and Adressing The California Latino
Achievment Gap in Early Ementary School. Journal of Education, 41, 456 –
471.
Saliyo. (2003). Hubungan antara Motivasi Berprestasi dengan Prestasi Belajar. Tesis
(tidak diterbitkan). Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
Salovey, P., & Sluyter, D. J. (1997). Emotional Development and Emotional
Intelligence: educational Implications. New York: Basic Books.
Safarino, E. P. (1998). Health Psychology: Biopsychosocial Interraction ( Edition).
New York: John Wiley & Sons, Inc.
Setiawan, B. (2007). Pelajaran dari Yogya dan Aceh. Yogyakarta: Partnership for
Governance Reform.
Sheri, C. L., & Radmaker, S. A. (1992). Healt Psychology: Challenging the Biomedical
Model. Singapore: John Wiley and Sona, Inc.
Shofiah, V. (2002). Hubungan Kepercayaan Diri dan Motivasi Berprestasi dengan
Prestasi Belajar pada Mahasiswa Universitas Islam Batik Surakarta Tahun
akdemik 2000/2001. Tesis (tidak diterbitkan). Yogyakarta: Universitas Gadjah
Mada.
Smith, R. Vitaliano, E., & Yi, J. P. (2005). Stress- Resilience, Illness, and Coping: A
Person-Focused Investigation of Young Women Athetes. Journal of Behavioral
Medicine, 28, 257-265.
Snyder, C. R., & Lopez, C. (2007). Positive Psycyhology in Scientic and Practical
Exploration of Human strength. London: Sage Publication.
Steinhardt, M., & Dolbier, C. (2008). Evaluation of a Resilience Intervention to
Enchance Coping Strategies and Protective Factors and Decrease Symptology.
Journal of American College Health, 56 (4), 214-225.
Sudjiono, A. (2003). Hubungan Kecerdasan emosi, Kebiasaan Belajar dan Motivasi
Berprestasi dengan Prestasi Belajar Matematika Siswa Kelas 3 SLTP Negeri
Kota Surabaya Tahun. Tesis (tidak diterbitkan). Yogyakarta: Universitas Gadjah
Mada.
Sulaiman, W. (2004). Analisis Regresi Menggunakan SPSS: Contoh Kasus &
Pemecahannya. Yogyakarta: Penerbit Andi.
29
Supriyanto, A. (2003). Hubungan Motivasi Berprestasi dan Peranan Layanan
Bimbingan Konseling dengan Penyesuaian Diri Siswa di SMU Muh. 1 Kota
Magelang. Tesis (tidak diterbitkan). Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
Suryabrata, S. (2000). Pengembangan Alat Ukur Psikologis. Yogyakarta: Penerbit
Andi.
Syah, M. (2000). Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung:
Rosdakoemar.
Triton, P. B. (2006). SPSS 13.0 Terapan: Riset Statistik Parametrik. Yogyakarta:
Penerbit Andi.
Tusaie, K., & Dyer, J. (2004). Resilience: A Historical Review of the Construct.
Holistic Nursing Practive Journal, 7, 3-10.
Utamingsih, D. (2002). Hubungan Dukungan Sosial dan Optimisme dengan
Penggunaan Emotional Focused Coping. Skripsi (tidak diterbitkan) Yogyakarta:
Universitas Gadjah Mada.
Winkel, W. S. (1986). Psikoli Pendidikan dan Evaluasi Belajar. Jakarta: Gramedia.
Wuryani, W. E. (2006). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Gramedia.
You Huey, J. (2002). Stress, Health and reciprority and Sufficiency of Social
Psycholoy, 14 (3), 353-370.
Yu, D. F., Lee, D. F., & Woo, J. (2004). Psychometric Testing of the Chinese Version
of the medical Outcomes study social Support Survey (MOS- SSS-C). Research
in Nursing and Health, 27, 135-143.
Yu, X., & Zhang, J. (2007) Factor Analisys and Psychotometrics Evaluation of
Connor-Davidson Resillience Scale (Cd.Risc) with Chinese People. Social
Behavior personality, 35 (1), 19-30.
Zakiyatul, F. (1997). Evektifitas Pelatihan Berpikir Positif untuk Meningkatkan
motivasi berprestasi Siswa SMA. Tesis (tidak diterbitkan). Yogyakarta:
Universitas Gadjah Mada.