The Interpreter Movie Review

11
The Interpreter (2005) Introduction : Film ini sangat bagus dan kontroversial bagi saya mengingat sudut pandang yang diambil salah satunya dari suatu negara yang mengalami genosida yang dipimpin oleh presidennya sendiri. Seorang presiden yang seharusnya menjamin keamanan serta kesejahteraan rakyatnya, didalam film ini malah diceritakan dia sebagai dalang gerakan genosida yang membantai hampir separuh dari rakyatnya dengan hanya alasan politik dan kekuasaan. Sebuah perlindungan HAM yang harusnya di peroleh oleh masyarakat di negara republik matobo yang pada saat film itu dibuat yakni pada tahun 2005 organisasi perdamaian dunia PBB telah berdiri. Film ini begitu kental akan fenomena- fenomena komunikasi yang bisa kita temukan. Propaganda, dan pelanggaran HAM terhadap identitas diri manusia akan memenuhi isi dari film The Interpreter dan pihak media. Selain itu, film ini tanpa kita sadari telah membentuk persepsi kita mengenai orang-orang berkulit hitam dan berkulit putih. Orang kulit hitam seperti presiden matobo, media menggambarkan bahwa dia presiden yang tidak memiliki adab kemanusiaan, dia hanya memikirkan kekuasaan. Selain presiden matobo, rakyat matobo juga digambarkan oleh media seperti orang yang tidak memiliki kekuatan sama sekali, lemah, dan hanya bisa mendapat perlindungan dari orang kulit putih. Silvia Broome, seorang wanita kelahiran Afrika berkulit putih digambarkan media adalah seorang wanita yang tangguh dan peduli terhadap kedamian. Perjuangan dalam menegakkan hukum pada kasus pelanggaran HAM terutama genosida di suatu negara sudah diperjuangkan sejak

description

The Intrepreter is a good movie

Transcript of The Interpreter Movie Review

The Interpreter (2005)Introduction :Film ini sangat bagus dan kontroversial bagi saya mengingat sudut pandang yang diambil salah satunya dari suatu negara yang mengalami genosida yang dipimpin oleh presidennya sendiri. Seorang presiden yang seharusnya menjamin keamanan serta kesejahteraan rakyatnya, didalam film ini malah diceritakan dia sebagai dalang gerakan genosida yang membantai hampir separuh dari rakyatnya dengan hanya alasan politik dan kekuasaan. Sebuah perlindungan HAM yang harusnya di peroleh oleh masyarakat di negara republik matobo yang pada saat film itu dibuat yakni pada tahun 2005 organisasi perdamaian dunia PBB telah berdiri. Film ini begitu kental akan fenomena-fenomena komunikasi yang bisa kita temukan. Propaganda, dan pelanggaran HAM terhadap identitas diri manusia akan memenuhi isi dari film The Interpreter dan pihak media. Selain itu, film ini tanpa kita sadari telah membentuk persepsi kita mengenai orang-orang berkulit hitam dan berkulit putih. Orang kulit hitam seperti presiden matobo, media menggambarkan bahwa dia presiden yang tidak memiliki adab kemanusiaan, dia hanya memikirkan kekuasaan. Selain presiden matobo, rakyat matobo juga digambarkan oleh media seperti orang yang tidak memiliki kekuatan sama sekali, lemah, dan hanya bisa mendapat perlindungan dari orang kulit putih. Silvia Broome, seorang wanita kelahiran Afrika berkulit putih digambarkan media adalah seorang wanita yang tangguh dan peduli terhadap kedamian.Perjuangan dalam menegakkan hukum pada kasus pelanggaran HAM terutama genosida di suatu negara sudah diperjuangkan sejak berakhirnya perang dunia ke II yang disebut sebagai puncak dari perang di dunia. Sehingga kemudian terbentuklah PBB pada 24 Oktober 1945 (sumber : makalah PBB; SMKN 1 Gegerbitung Sukabumi; 2011). Kemudian didalam film the interpreter diceritakan bahwa republik matobo merupakan negara anggota PBB yang mana berhak mendapat perlindungan PPB dari segala macam bentuk pemberontakan yang berlawanan dengan perdamaian termasuk gerkan genosida yang sudah menewaskan hampir setengah dari penduduk daerah Matobo. Pada film the interpreter tersirat bahwa seorang kulit hitam memiliki sifat pemberontak dan tidak berperi kemanusiaan, hal ini lah yang ingin dibentuk oleh media (film) agar masyarakat mempunyai presepsi demikian. Sehingga permasalahan yang ingin saya angkat dari film ini yaitu isu mengenai pelanggaran HAM terhadap identitas diri manusia oleh media. Selain itu disini juga diterangkan bahwa pemberantasan terhadap gerakan yang melawan kedamaian disuatu negara yang meruapakan negara peserta dari badan PBB pada tahun 2005 dimana pada saat itu sudah disetujui sebuah resolusi Majelis Umum 260 A (HI) mengenai pencegahan dan penghukuman terhadap kejahatan genosida sejak 9 Desember 1948. Sebagai mahasiswa di jurusan komunikasi, saya juga mengkritisi rasisme yang dilakukan media dengan cara mempropaganda publik dengan cara pemberian label buruk atau name calling kepada presiden matobo atau ras kulit hitam. Tentunya hal ini termasuk dalam pelanggaran ham terhadap identitas diri manusia. Background paragraph :Sesuatu hal yang bersifat melanggar HAM harus segera diadili karena jika tidak segera diadili maka kejahatan akan berdampak pada perampasan HAM yang mencakup area lebih luas lagi. Terlebih lagi gerakan genosida yang sudah ditetapkan sebagai kejahatan yang menurut hukum internasional bertentangan dengan jiwa dan tujuan-tujuan PBB dan dikutuk oleh dunia yang beradab (sumber : deklarasi oleh Majelis Umum PBB dalam resolusi 96 (1) tertanggal 11 Desember 1946). Berdasarkan konvensi PBB pada tahun 1949, pelanggaran terhadap kasus genosida harus diadili dalam sebuah pengadilan internasional. Didalam film The Interpreter, terlihat banyak yang perlu dikritisi dari peran PBB yang terkesan sangat lambat untuk mengadili kasus genosida yang terjadi di Republik Matobo. Hal ini terlihat dari jumlah korban tewas yang mencapai setengan dari penduduk Matobo. Terlebih lagi banyak spekulasi yang mengatakan bahwa pelakunya adalah sang presiden. Hal lain yang perlu dikritisi yaitu keberadaan film ini pada tahun 2005, dimana ketika itu sudah banyak badan-badan pelindung HAM dalam skala internasional. Sehingga seharusnya PBB segera menyikapi ini dengan melakukan penyelidikan terhadap pihak-pihak tertuduh sebelum korban menjadi setengah dari jumlah penduduk di Matobo.Disisi lain karena secara tidak langsung di film ini mengenai pembentukan identitas diri seperti yang terkutip di introduction bahwa orang kulit hitam memiliki karakter yang pemberontak (kebanyakan dai mereka adalah seorang teroris). Secara tidak langsung film ini menanamkan nilai tersebut kepada penonton. Tentunya ini akan termasuk kedalam pelanggaran HAM kaum kulit hitam, dimana presepsi dibentuk sedemikian rupa sehingga masyarakat beranggapan bahwa kaum kulit hitam benar-benar memiliki sifat yang seperti itu.

Supporting evidence #1:Genosida adalah sebuah kejahatan yang tergolong sebagai salah satu dari empat pelanggaran HAM berat sesuai dengan yang tertera pada yurisdiksi International Criminal Court, karena genosida membantai seluruh atau sebagian ras/kelompok/suku bangsa begitu saja tanpa suatu alasan yang jelas atau hanya dilatarbelakangi alasan pribadi atau kekuasaan. Dimana kejahatan genosida meggoncang nurani umat manusia dan menjadi musuh seluruh umat manusia. Bayangkan saja tubuh dan nyawa manusia yang sudah tidak lagi berharga dan dengan gampangnya dibantai. Oleh karenanya Genosida juga digolongkan kedalam pelanggaran HAM berat dan kejahatan yang luar biasa karena dilakukan dengan cara-cara yang sistematis, meluas yang merupakan kelanjutan dari kebijakan negara atau organisasi (sumber : makalah hukum dan ham : HAM dan Genosida; Universitas Negeri Makassar; 2013). Selain itu genosida harusnya menjadi kebiadaban masa lampau yang tidak perlu terjadi lagi saat ini dan masa-masa mendatang. Seharusnya kejahatan genosida di masa lalu dapat menjadi sebuah sejarah kelam yang tidak boleh terulang kembali. Karena dampak dari kejahatan genosida tidak hanya sebatas pada kekerasan secara fisik yang diterima oleh korbannya namun juga gangguan mental dari lingkungan disekitar area dimana genosida terjadi. Gangguan mental yang mereka alami pun tidak terjadi sebentar melainkan seumur hidup mereka akan dihantui ketakutan akan seseorang yang akan merampas nyawanya dan haknya sebagai seorang manusia.

Supporting evidence #2:Sebelum tahun 2005 telah banyak kasus pelanggaran HAM yang termasuk dalam pelanggaran berat genosida. Kasus-kasus tersebut diantaranya pembantaian bangsa armenia oleh beberapa kelompok Turki pada akhir perang dunia I, pembantaian suku bangsa Slavia oleh kaum nazi di jerman pada perang dunia II, pembantaian lebih dari dua juta jiwa rakyat oleh rezim Khmer pada kahir 1970-an, pembantaian bangsa Kurdi oleh rezim Saddam Husein di Irak pada tahun 1980-an dan masih banyak yang lainnya (sumber : Armenian Genocide-Sejarah yang Terlupakan by : Rizky Amelia; Politeknik Negeri Malang). Kasus-kasus inilah yang diantaranya mendorong PBB untuk membentuk Konvensi Genosida pada tahun 1948 yang melarang segala bentuk genosida di dunia. Dari data-data tersebut terlihat bahwa sebelum film The Interpreter dibuat, sudah banyak kejadian pelanggaran genosida yang terjadi. Kasus-kasus yang terjadi di masa lampau tersebut seharusnya menjadikan suatu gambaran penindakan tegas terhadap pelaku pergerakan genosida untuk meminimalisir kejadian tersebut terulang lagi di masa mendatang juga menimbulkan efek jera terhadap si pelaku. Dalam hal ini kredibilitas sebuah lembaga internasional penegak kedamaian dunia juga menjadi taruhannya. Apakah organisasi tersebut berjalan sebagaimana peran fungsinya atau tidak.

Supporting evidence #3:PBB sebagai badan internasional yang bertugas mengakkan perdamaian di dunia harus melakukan pergerakan cepat dan tegas terhadap penanganan kasus genosida yang banyak terjadi khususnya di negara-negara benua afrika. Genosida di negara-negara tersebut banyak dilatarbelakangi oleh perbedaan suku/ras, agama dan kekuasaan. Pada dasarnya penyebab pelanggaran ini terjadi salah satunya dipicu oleh tidak ada atau lemahnya Undang-Undang yang berfungsi melindungi Hak Asasi Manusia. Meskipun telah lahir deklarasi HAM sedunia pada 10 Desember 1948 yang diharapkan keadilan di dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat dunia dapat ditegakkan, namun kenyataannya penyelesaian kasus-kasus genosida yang terjadi kurang mengalami tindakan yang menjadikan dunia belum dapat dikatakan damai dan menjunjung Hak Asasi Manusia. Hal ini juga terbukti dari kejahatan genosida yang masih terus menerus terjadi dengan berbagai alasan dan masih banyak negara yang juga mengalami genosida. Banyak nyawa melayang, banyak generasi muda yang menderita secara fisik maupun mental dan yang menyedihan pelanggaran HAM yang berat ini seolah-olah terjadi begitu saja, menjadi sebuah hal yang sudah biasa terjadi. Namun akan berbeda lagi hasilnya ketika penanganan kasus genosida ini cepat dan tepat sasaran. Tentu saja angka pergerakan genosida didunia tidak tinggi, banyaknya korban yang tewas pun juga dapat dikurangi. Sehingga perdamaian dunia yang diimpikan oleh seluruh negara akan segera menjadi kenyataan.

Counterargument :Semakin banyaknya korban yang berjatuhan seharusnya tidak hanya menjadi tanggung jawab dari negara yang mengalami genosida saja, namun juga bagi masyarakat dunia. Karena pelanggaran HAM berat ini sudah termasuk hukum internasional yang diatur oleh Konvensi Genosida yang dikeluarkan oleh PBB. Kembali lagi pada tujuan utama pembentukan PBB yaitu untuk memelihara perdamaian dan keamanan internasional dengan mengambil langkah-langkah bersama secara efektif dalam mencegah dan menghindari ancaman agresi atau pelanggaran lain terhadap perdamaian dan mengusahakn penyelesaian melalui cara-cara damai, sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan dan hukum internasional (sumber : pasal 1 ayat 1 piagam PBB). Sehingga sudah jelas bahwa masalah pelanggaran ini harusnya dapat dikritisi bersama oleh masyarakat dunia. Dalam hal ini perwakilan PBB yaitu dewan keamanan yang merupakan bagian khusus dari PBB yang harus berfungsi setiap waktu dan berhak menentukan aturan dan tata cara sendiri. (sumber : Suryokusumo, Sumaryo. 1987. Organisasi Internasional, Jakarta : Universitas Indonesia). Selain itu dewan yang menangani masalah perdamaian internasional di PBB yaitu Majelis Umum dan Sekertaris Jendral. Peranan dari Majelis Umum menurut pasal 10 piagam PBB majelis umum dapat membahas semua persoalan atau hal-hal yang termasuk dalam kerangka piagam atau yang berhubungan dengan kekuasaan dan fungsi salah satu organ yang tercantum dalam piagam ... dan membuat rekomendasi-rekomendasi kepada anggota-anggota PBB atau ke Dewan Keamanan. Sedangan peran Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-bangsa dalam Proses Penyelesaian Konflik Internasional Peranan Majelis dalam pemeliharaan perdamaian terdapat dalam pasal 11 ayat 2 piagam PBB yang menyatakan bahwa. Majelis dapat membahas dan membuat rekomendasi-rekomendasi mengenai semua persoalan yang berhubungan dengan pemeliharaan keamanan internasional yang diajukan oleh salah satu anggota PBB atau Dewan Keamanan atau oleh satu negara bukan anggota PBB.Dari beberapa sumber diatas dapat dikatakan bahwa kejahatan genosida adalah hal yang harus ditindak cepat dan tidak boleh dibiarkan berlarut-larut. Karena jika dibiarkan beralrut-larut akan terdapat kesan bahwa pelanggaran HAM bukanlah hal yang serius. Selain itu pelanggaran HAM internasional harusnya menjadi perhatian PBB yang mempunyai banyak aturan hukum yang berhak untuk mengadili pelanggaran tersebut. Didalam film The Interpreter menunjukkan bahwa pada tahun 2005 kejahatan genosida masih ada dan terjadi begitu saja. Bahkan hampir lepas dari pengawasan PBB, ketika sang presiden yang didalam kasus ini adalah pelaku kejahatan genosida berusaha membela diri dengan melakukan drama pembunuhan terhadap dirinya sendiri agar terbebas dari tuduhan dunia.Sum up conclusions :Dari film The Interpreter dapat disimpulkan bahwa kejahatan genosida masih kurang mendapat perhatian dari masyarakat dunia khususnya dewan PBB sebagai badan penegak perdamaian dunia. Serta dampak yang bisa ditimbulkan dari kejahatan genosida yang dibiarkan berlarut-larut terjadi diantaranya yaitu banyak nyawa yang menjadi korban, kerusakan fisik, bahkan gangguan mental dan psikis dari korban yang melihat kejadian pembantaian tersebut di depan matanya. Hal ini adalah hal keji dan harusnya membuka mata kita untuk menjadi lebih kritis tentang apa saja yang terjadi di sekitar kita. Tidak hanya di dalam negeri sendiri namun juga di luar negeri yang rawan terjadi pemberontakan akibat perbedaan suku/ras, agama dan kebudayaan suatu bangsa yang perlu mendapat perhatian dari kita dan dunia. Saya sebagai mahasiswa sangat prihatin dengan apa yang digambarkan pada film ini. Pada tahun 2005 dimana PBB sudah lama terbentuk dan konvensi mengenai genosida pun sudah disepakati sejak beberapa tahun yang lalu namun masih saja terjadi kejahatan yang merampas hak-hak manusia untuk hidup. Hak yang diberikan oleh Tuhan sebagai pencipta dunia dirampas begitu saja oleh manusia. Hal yang tidak pantas mengingat telah lama perang dunia ke II telah berakhir. Seharusnya kejahatan-kejahatan yang seperti ini juga sudah tidak ada dan tidak lagi terulang. Pemberian hukuman yang tegas terhadap orang yang melanggar pun seharusnya benar-benar diterapkan. Seperti pengadilan internasional oleh dewan PBB terhadap negara yang terbukti membiarkan kejahatan genosida ini berlangsung.

So what conclusions :Jika memang ingin sebuah perubahan yang berarti bagi dunia, sebaiknya diawali dari hal-hal kecil. Contohnya saya sebagai mahasiswa menentang keras hal ini dan terus menjaga kerukunan antar sesama warga negara, menghormati segala perbedaan yang ada, baik itu adalah perbedaan suku, agama, kebudayaan dan bangsa. Karena Tuhan menciptakan perbedaan tidak untuk dimusnahkan melainkan untuk hidup berdampingan dan saling menghargai keberagaman yang diciptakan tersebut. Salah satu hal yang bisa saya lakukan adalah menghormati teman-teman saya yang beragama lain dan memberikan mereka kesempatan untuk menjalankan ibadahnya dan merayakan hari raya. Hal tersebut memang sebuah hal yang kecil, namun akan sangat berarti jika hal tersebut dilanggar, karena bisa menimbulkan motif kejahatan genosida terhadap suatu kaum. Jika sudah terjadi maka siapa yang mau mengadili ? apakah PBB ? saya juga tidak tahu karena selama ini apa yang seharusnya menjadi tugas mereka tidak semua mereka laksanakan dengan hasil memuaskan. Terlihat dari masih adanya pelanggaran HAM yang masih terjadi bahkan pada tahun 2014 ini. Dengan pengadilan yang terlihat tidak tegas dari pihak PBB, kejadian tersebut seolah-olah menjadi suatu kejadian biasa yang wajar terjadi. Sehingga berdampak pada kurang terjaminnya keamanan bahkan hak asasi manusia di dunia. Karena ketika kita menyelidiki lebih lanjut terdapat indikasi bahwa mereka yang sedang duduk di PBB adalah orang-orang yang mungkin saja terlibat atau menjadi dalang dibalik sebuah kejahatan genosida. Namun semua kebenaran kita kembalikan lagi kepada masyarakat yang menilai dan membaca tulisan saya ini. Bagaimana mungkin sebuah organisasi internasional seperti PBB yang beranggotakan lebih dari 192 negara yang berasal hampir dari seluruh dunia dan memiliki asas untuk menyelesaikan sengketa secara damai terlihat lambat dalam menangani sebuah kasus genosida dalam suatu negara. Tentunya ada banyak penyebab yang memicu hal ini. Sama seperti sebuah pepatah lama yang kurang lebih menyatakan bahwa tidak akan ada asap jika tidak ada api.