repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · The Indeginous...

188

Transcript of repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/... · The Indeginous...

ABSTRACT

The Indeginous tribe is a minority tribe in Jambi. They have animism and

dynamism beliefs that are hereditary in herited. In its development the

Indeginous tribe, they have left their and cestors‟ beliefs and preferred to

embrace Islam. The process of trasfering faith is obtained at the instigation of

the preacher.

The first question in this research is, how are the da‟wah strategies by

applying the principles of Islamic Communication, tablîgh, taghyîr, takwîn al-

ummah/amar makruf nahi munkar, dan khairiyah al-ummah/akhlâq as an effort

to spread the religion of Islam in the Indeginous tribe?. While the second

question is, what are the obstacles of da‟wah faced by preachers in spreding

Islam in the Indeginous tribe?

The main theory used in this research is the theory of Islamic

communication by Andi Faisal Bakti (2010) and Edi Amin (2017). The theory

says that da‟wah is done by four stages, namely tablîgh, taghyîr, takwîn al-

ummah/amar makruf nahi munkar, dan khairiyah al-ummah/akhlâq. While the

supporting theory used is attribution theory by Fretz Heider (1958) to know the

obstacles of da‟wah, namely ecological, psychological, and semantic.

The results of this research indicate that da‟wah done in the Indeginous

tribe were in accordance with the stages of the islamic communication theory.

Da‟wah was done with a long proccess so that it changed. The changes

occurred at the encouragement of culture and religions. The changes contineles

to achieve physical and non-physical development, the peak of the Indeginous

tribe formed the communities which religions values were well guided in

da‟wah, there were several obstacles, both internally and externally. Internal

obstacles were influenced by semantic factor, while external obstacles were

influenced by ecological and psychological faktors.

The colclusion is the proccess of da‟wah in the Indeginous tribe were in

accordance with the stages of the islamic communication theory. There was a

change both physically and non-physically in the Indeginous tribe into a

positive and constructive directions. The external obstacles were more

dominant such as environmental ecological than psychological and semantic.

Keywords: Da’wah, Indeginous tribe, Islamic Communication (da’wah)

i

ABSTRAK

Suku Anak Dalam merupakan suku minoritas yang ada di Jambi. Mereka

memiliki kepercayaan animisme dan dinamisme yang turun menurun

diwariskan oleh nenek moyang. Dalam perkembangan Suku Anak Dalam

sudah mulai meninggalkan kepercayaan nenek moyang dan lebih memilih

memeluk agama Islam. Proses perpindahan keyakinan di peroleh atas dorongan

dari pendakwah.

Pertanyaan pertama dalam penelitian ini, yaitu bagaimana metode

dakwah dengan menerapkan prinsip komunikasi Islam (Dakwah), tablîgh,

taghyîr, takwîn al-ummah/amar makruf nahi munkar, dan khairiyah al-

ummah/akhlâq sebagai upaya menyebarkan agama Islam di Suku Anak

Dalam?. Sedangkan pertanyaan kedua Apa hambatan-hambatan dakwah yang

dihadapi pendakwah dalam menyebarkan agama Islam di Suku Anak Dalam?

Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori Komunikasi Islam

oleh Andi Faisal Bakti (2010) dan Edi Amin (2017). Teori ini mengatakan

bahwa dakwah dilakukan dalam empat tahapan, yaitu tablîgh, taghyîr, takwîn

al-ummah/amar makruf nahi munkar, dan khairiyah al-ummah/akhlâq.

sedangkan teori pendukung mengunakan teori atribusi Fretz Heider (1958),

untuk mengetahui hambatan-hambatan dakwah, yaitu: hambatan ekologi,

hambatan psikologi dan hambatan semantik.

Penelitian ini menunjukan bahwa dakwah yang dilakukan di Suku Anak

Dalam sudah sesuai dengan tahapan teori komunikasi Islam. Dakwah yang

dilakukan dengan proses yang sangat panjang sehingga mengalami perubahan.

Perubahan terjadi atas dorongan budaya dan agama. Perubahan berlanjut

hingga mencapai pembangunan secara fisik dan nonfisik puncaknya Suku

Anak Dalam membentuk komunitas yang mana nilai-nilai agama dipedomani

dengan baik. Dalam melakukan dakwah terjadi beberapa hambatan, baik secara

internal dan ekternal. Hambatan internal dipengaruhi faktor semantik,

sedangkan hambatan eksternal di pengaruhi faktor ekologi dan psikologi.

Kesimpulannya, proses dakwah yang dilakukan pada Suku Anak Dalam

telah berjalan sesuai dengan tahapan teori komunikasi Islam. Terjadi perubahan

baik fisik maupun non fisik pada Suku Anak Dalam ke arah yang positif dan

konstruktif. Hambatan ekternal lebih dominan seperti hambatan ekologi

lingkungan dibandingkan hambatan psikologi dan hambatan semantik.

Kata Kunci : Dakwah, Suku Anak Dalam, Komunikasi Islam (Dakwah).

ii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillaahi robbil „aalamiin.

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat beserta

nikmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian

dan penulisan tesis yang berjudul “Metode Dakwah Pada Suku

Anak Dalam (SAD) Jambi”. Salawat serta salam semoga selalu

tercurah kepada Nabi Muhammad SAW.

Penyusunan tesis ini bertujuan untuk memenuhi salah satu

syarat guna memperoleh gelar Magister Sosial (M.Sos) pada

Program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI) Fakultas

Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi (FIDKOM) Universitas

Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam proses

penelitian dan menyusunan tesis ini, penulis mendapat bantuan

dari berbagai pihak. Karenanya penulis ingin mengucapkan

terima kasih, kepada:

1. Prof. Dr. Amany Lubis, MA., Rektor UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. Suparto, S.Ag. M.Ed., Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan

Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3. Dr. Tantan Hermansah, M.Si, Kepala Program Studi

Magister KPI sekaligus penguji dan pembimbing

menyempurnakan tesis ini.

4. Kiky Rizky, M.Si, Sekretaris Program Studi Magister KPI.

5. Dr. Edi Amin. MA, dosen pembimbing, yang tidak pernah

letih membimbing penulis.

6. Dr. Syamsul Yakin, MA, selaku penguji dan sekaligus

pembimbing penyempurnaan tesis.

iii

7. Kedua orang tua penulis tercinta dan tersayang Maimunah

dan Ahmad Saliman, yang selalu mendo‟akan, membimbing

dan mendukung penulis.

8. Kepada istri tercinta Siti Nurmala, S.Hum, yang selalu

mendo‟akan dan menjadi motivasi penulis.

9. Ketiga kakak penulis Achmad Hairuddin, Umi Kalsum dan

Hidayah Astuti. Ketiga iparku Susi Hartini, Anwar dan

Sucipto. Serta ketujuh ponakanku, yang selalu memberikan

semangat kepada penulis.

10. Seluruh dosen di Prodi Magister KPI yang telah mengajar,

membimbing, dan memberikan ilmunya dengan penuh

keikhlasan kepada penulis selama masa perkuliahan.

11. Staf dan karyawan di Perpustakaan Pusat UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta dan Perpustakaan FIDKOM yang telah

membantu penulis dalam peminjaman referensi.

12. Teman-teman magister angkatan 2017: Anton, Eka, Marini,

Novia, Wahab, Iim, Fahmi, Reda, Desi dan Fitri, semoga

silaturahmi kita tetap terjaga dimanapun kita berada nanti.

13. Semua pihak yang telah membantu dalam penelitian tesis ini.

Akhirnya, terima kasih atas semua dukungannya yang tak

dapat disebutkan satu per satu. Mohon maaf apabila ada

kekeliruan dalam penyusunan tesis ini, dan penulis berharap

semoga tesis ini tidak hanya bermanfaat untuk penulis, tetapi

untuk berbagai pihak, aamiin ya rabbal‟alamiin.

Jakarta, 10 Desember 2019

Penulis,

M. Hambali

iv

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

PENGESAHAN

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN

PERNYATAAN KEASLIAN

PERNYATAAN BEBAS PALGIASI

ABSTRCT

ABSTRAK ...................................................................................... .i

KATA PENGANTAR .................................................................... ii

DAFTAR ISI ................................................................................... iv

TRANSLITERASI ......................................................................... vii

DAFTAR TABEL .......................................................................... viii

DAFTAR GAMBAR ...................................................................... ix

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah .................................................. 1

B. Batasan Masalah .............................................................. 9

C. Rumusan Masalah ............................................................ 10

D. Thesis Statement .............................................................. 10

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ........................................ 11

F. Tinjauan Kajian Terdahulu .............................................. 12

G. Metodologi Penelitian ..................................................... 15

1. Paradima Penelitian ..................................................... 15

2. Metode Penelitian ........................................................ 16

3. Konsep Penelitian ........................................................ 17

4. Prosedur Pengambilan Data ........................................ 19

5. Teknik Analisis Data ................................................... 22

v

6. Kredibilitas Data .......................................................... 25

H. Sistematika Penulisan ...................................................... 25

BAB II TEORI DAN KERANGKA BERFIKIR

A. Landasan Teori ............................................................... 27

1. Teori Komunikasi Islam (Dakwah) .......................... 27

a. Tablîgh (Informasi) ............................................... 30

b. Taghyîr (Change) ................................................. 32

c. Takwîn al-Ummah (Development) ........................ 34

d. Khairiyah al-Ummah (Ethics) .............................. 36

2. Teori Atribusi ........................................................... 37

3. Hambatan-Hambatan Komunikasi ........................... 40

a. Hambatan Ekologis ............................................... 43

b. Hambatan Psikologis ............................................ 43

c. Hambatan Semantik .............................................. 44

B. Kerangka Berfikir ........................................................... 45

1. Strategi Komunikasi ................................................. 45

2. Antrapologi Dakwah ................................................ 52

BAB III GAMBARAN UMUM SUKU ANAK DALAM

A. Historis Asal Usul Suku Anak Dalam ........................... 57

B. Wilayah dan Sebaran Suku Anak Dalam ....................... 61

C. Pembangunan Sosial Ekonomi Suku Anak Dalam ......... 67

BAB IV DATA DAN TEMUAN PENELITIAN

A. Data Penelitian Suku Anak Dalam ................................. 85

B. Dakwah di Suku Anak Dalam.. ...................................... 91

1. Proses Tablîgh di Suku Anak Dalam .......................... 91

2. Proses Taghyîr di Suku Anak Dalam .......................... 97

3. Proses Takwîn al-Ummah di Suku Anak Dalam ......... 102

vi

4. Proses Khairiyah al-Ummah di Suku Anak Dalam ..... 118

C. Hambatan-Hambatan Dakwah di Suku Anak Dalam ..... 111

1. Hambatan Ekologis/Fisik dalam Proses Dakwah ........ 112

2. Hambatan Psikologis dalam Proses Dakwah .............. 114

3. Hambatan Semantik dalam Proses Dakwah ................ 116

BAB V PEMBAHASAN

A. Analisis Metode Dakwah di Suku Anak Dalam ............... 119

B. Analisis Hambatan Dakwah di Suku Anak Dalam ........... 140

BAB VI PENUTUP

A. Kesimpulan ....................................................................... 148

B. Implikasi............................................................................ 150

DAFTAR PUSTAKA .................................................................... 152

LAMPIRAN-LAMPIRAN

vii

PEDOMAN TRANSLITERASI

Huruf

Arab

Huruf

Latin

Keterangan

Tidak dilambangkan ا

b Be ب

t Te ت

ts te dan es ث

j Je ج

h h dengan garis bawah ح

kh ka dan ha خ

d De د

dz de dan zet ذ

r Er ر

z Zet ز

s Es س

sy es dan ye ش

s es dengan garis di bawah ص

d de dengan garis di bawah ض

t te dengan garis di bawah ط

Z zet dengan garis di bawah ظ

koma terbalik di atas hidup „ ع

gh ge dan ha غ

f Ef ف

q Ki ق

k Ka ك

l El ل

m Em م

n En ن

w We و

h Ha ه

Apostrof ׳ ء

y Ye ي

viii

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Bagan Konseptual ................................................................. 18

Tabel 3.1 Wilayah dan Persebaran Suku Anak Dalam ..................... 65

Tabel 3.2 Suku Anak Dalam Kategori Melangun .............................. 71

Tabel 3.3 Suku Anak Dalam Kategori Menetap

Sementara ................................................................................................ 72

Tabel 3.4 Suku Anak Dalam Kategori Menetap ................................ 73

Tabel 4.1 Persebaran Suku Anak Dalam di Muaro Jambi ................ 86

ix

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Peta Wilayah Persebaran Suku Anak Dalam ................ ..67

Gambar 4.1 Pemukiman Suku Anak Dalam ....................................... ..87

Gambar 4.2 Proses pembaiatan Suku Anak Dalam ........................... ..97

Gambar 4.3 Perempuan Suku Anak Dalam Mengenakan Jilbab ..... 101

Gambar 4.4 Pembinaan Dakwah di Majelis Taklim .......................... 107

Gambar 4.5 Balai Pertemuan di Perkampungan Suku Anak

Dalam ....................................................................................................... 115

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Di Sumatera terdapat sejumlah suku-suku besar yang

mempunyai ciri khas tradisional. Suku yang terkenal antara lain

Aceh, Batak, Minangkabau, dan Melayu. Selain itu terdapat pula

beberapa suku minoritas yang mendiami beberapa daerah di

Sumatera, terutama di daerah hutan luas, sungai-sungai besar,

rawa-rawa, maupun di pulau-pulau lepas pantai. Salah satu suku

minoritas tersebut adalah Suku Anak Dalam.1 Suku Anak Dalam

adalah salah satu suku bangsa minoritas yang hidup di Provinsi

Jambi dan Sumatera Selatan. Sejak ratusan tahun yang lalu,

daerah Jambi telah dihuni oleh Suku Kerinci, Suku Melayu dan

Suku Anak Dalam.2

Suku Anak Dalam adalah salah satu suku tertua yang

ada di Provinsi Jambi karena mereka telah menetap sejak zaman

nenek moyang ratusan tahun yang lalu.3 Mereka mendiami

tempat-tempat pemukiman yang masih terisolir dan sulit

dijangkau. Secara umum, Suku Anak Dalam hidup dengan

budaya berburu dan meramu, mereka sangat terampil berburu

dengan menggunakan alat tradisional seperti tombak, kujur, dan

1Robert Aritonang, Pengetahuan Lokal Orang Rimba dan

Implikasinya Pada Strategi Berburu dan Meramu (Jakarta: Kementrian

Lingkungan Hidup, 2004), 122. 2Fachruddin Saudagar, Masyarakat Kubu di Jambi”, lihat Suwardi,

Profil Masyarakat Hukum Adat Tradisional di Nusantara dari Aceh sampai

Papua (Pekanbaru: Alaf, 2011), 97. 3Budhi Vrihaspathi Jauhari & Arislan Said, Jejak Peradaban Suku

Anak Dalam (Bangko: Lembaga Swadaya Masyarakat kelompok Peduli Suku

Anak Dalam, 2012), 16.

2

anak panah. Sejak ratusan tahun suku primitif ini disebut Suku

Kubu, yang belakangan lebih dikenal dengan Suku Anak Dalam.4

Kehidupan Suku Anak Dalam yang demikian maka

pemerintah menerapkan Program Trans Sosial bagi Suku Anak

Dalam yang bertujuan agar kehidupan mereka lebih baik daripada

yang dulu. Suku Anak Dalam memandang hutan sebagai tempat

tinggal mereka. Mereka mempunyai persepsi bahwa hutan adalah

milik bersama, sehingga siapapun boleh memanfaatkannya. Suku

Anak Dalam tidak ingin hutan musnah karena hutan itu sendiri

adalah rumah mereka.

Dulu, Suku Anak Dalam takut untuk bertemu dengan

Masyarakat Terang. Mereka beranggapan bahwa Masyarakat

Terang itu pemakan manusia, sehingga mereka tidak mau

bertemu dengan Masyarakat Terang. Saat Suku Anak Dalam

keluar dari hutan, mereka membuka hutan dan menjadikan lahan

untuk mereka. Suku Anak Dalam tinggal di sekitar lahan mereka

tersebut dengan mendirikan sudung5 untuk menjadi rumah

mereka. Apabila ada keluarga mereka yang meninggal, atau

wilayahnya sudah sulit dengan binatang buruan pasti mereka

berpindah tempat. Budaya ini disebut dengan budaya melangun,

begitulah kehidupan mereka seterusnya. Komunitas Suku Anak

Dalam ini pada umumnya masih memegang teguh adat dan

4Budhi Vrihaspathi Jauhari dan Arislan Said, Jejak Peradaban Suku

Anak Dalam, 17. 5Sudung sebutan rumah pangung Suku Anak Dalam.

3

budayanya sendiri, serta cenderung tertutup, dalam artian kurang

bisa menerima budaya yang berasal dari luar kelompoknya.6

Dalam hal sistem kepercayaan, Suku Anak Dalam

mempercayai bahwa bukit adalah tempat para dewa, setan dan jin

berada. Kepercayan mereka terhadap dewa dengan istilah dewo-

dewo atau kepercayaan tentang suatu kekuatan di luar mereka

atau animisme dan dinamisme, yaitu percaya terhadap roh

sebagai suatu kekuatan gaib. Bagi mereka dewa bisa

mendatangkan kebajikan dan bisa mendatangkan petaka jika

tidak menjalankan aturan sesuai dengan adat istiadat. Ini

tercermin dalam seloka mantera mereka yang memiliki “Sumpah

Dewo Tunggal” yang sangat mempengaruhi kehidupan mereka,

yaitu kepercayaan terhadap makhluk dan kekuatan supernatural

yang menaruh perhatian pada kehidupan manusia, dan sebagai

tempat mereka bermohon.7

Dengan masuknya pengaruh luar dan adanya interaksi

sosial dengan masyarakat pendatang serta semakin massif

terutama sejak program transmigrasi yang dijalankan pemerintah

di awal tahun 1980-an, mempunyai pengaruh dalam proses difusi

kebudayaan terutama kehadiran industri perkebunan telah

menghapuskan pranata sosial komunitas Suku Anak Dalam

6Koespramoedyo, “Kajian Perbandingan Program Pemberdayaan

Komunitas Adat Terpencil dan Program Pengembangan Wilayah Terpadu

(Jakarta: Direktorat Pengembangan Kawasan Khusus dan Tertinggal

BAPPENAS, 2004). 7Muntholib Soetomo, “Orang Rimbo: Kajian Struktural-Fungsional

Masyarakat Terasing di Makekal Propinsi Jambi”. (Disertasi Doktoral,

Universitas Padjajaran, Bandung, 1995), 261.

4

tersebut ke arah kemunduran dan marjinalisasi.8 Agama

tampaknya memang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan

manusia, begitu pun pada kehidupan Suku Anak Dalam.

Pengingkaran masyarakat Suku Anak Dalam terhadap

kepercayaannya disebabkan oleh lingkungan sekitar tempat

tinggal mereka serta kebutuhan-kebutuhan dalam diri yang

mendorong mereka untuk menganut agama.9

Namun sekarang seiring berjalannya waktu sudah ada

diantara mereka menganut agama tertentu seperti Islam atau

Kristen. Demikian juga mengenal agama yang wajib mereka

patuhi selain animisme, yaitu agama nenek moyang mereka,

dengan perkembangan zaman yang kian canggih keberadaan

Suku Anak Dalam menarik simpati dunia untuk mengetahui

keberadaannya, mengetahui adat serta kebudayaan mereka,

pendidikan mereka, cara mereka memperlakukan keluarga serta

lain sebagainya. Sehingga memancing para da‟i untuk berdakwah

kepada Suku Anak Dalam dan mengenalkannya dengan ajaran

Islam, begitu juga dengan para missioanaris masuk kesuku Anak

Dalam dan mengenalkannya dengan ajaran Kristen.

Sangat menarik, mengapa? sekelompok Suku Anak Dalam

yang hidup terasing dan berdampingan dengan hutan sebagiannya

sudah memilih agama sebagai bagian yang terpenting dalam

kehidupan mereka, yang secara tidak langsung mampu mengikat

8Rian Hidayat, “Perubahan Sosial Komunitas Suku Anak Dalam Batin

Sembilan di Batin Bahar, Kabupaten Batanghari dan Muaro Jambi”,

(Proceeding The First International Conference on Jambi Studies (ICJS 1) ,

2013), 480. 9Jalaluddin, Psikologi Agama (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,

2011), 165.

5

mereka dengan ikatan syariah agama dan tuntunan yang tertulis

didalam kitab. Esensi Tuhan bagi suku anak dalam ialah sebagai

pencipta alam seisinya. Untuk mengenal esensi tuhan yang

sebenarnya dan sebagai pengetahuan kepada Suku Anak Dalam

perlu adanya metode dakwah.

Metode diartikan sebagai cara atau prosedur yang harus di

tempuh dalam melaksanakan sesuatu untuk mencapai tujuan.10

Metode juga digunakan untuk melaksanakan strategi, dalam

penerapan metode, dibutuhkan beberapa teknik.11

Sedangkan arti

dakwah menurut Bakhial Khauli yang di kutip oleh Munir,

dakwah adalah satu proses menghidupkan peraturan-peratuuran

Islam dengan maksud memindahkan umat dari satu keadaan

kepada keadaan lain.12

Dakwah juga didefinisikan oleh Sayyid Qutb yang dikutip

oleh Wahyu Ilahi, memberi batasan dengan “mengajak” atau

“menyeru” kepada orang lain masuk ke dalam sabil Allah SWT,

buka untuk mengikuti da‟i atau kelompok orang.13

Dakwah

merupakan proses penyampaian nilai-nilai Islam yang

menghendaki terjadinya perubahan pada diri individu, kelompok

atau masyarakat yang menjadi sasaran dakwah. Hal ini berdasar

pada definisi dakwah sebagai suatu usaha memindahkan umat

dari satu situasi ke situasi yang lainnya, yakni dari situasi negatif

ke situasi positif, dari kekufuran menjadi beriman dan dari

10

Abdullah, Ilmu Dakwah Kajian Ontologi, Epistimologi, Aksiologi dan

Aplikasi Dakwah (Depok: Rajawali Pers, 2018), 44. 11

Moh.Ali Aziz, Ilmu Dakwah (Jakarta: Kencana, 2004), 357. 12

M. Munir, Metode Dakwah (Jakarta: Prenadamedia Grup, 2014), 7. 13

Wahyu Ilahi, Komunikasi Dakwah (Bandung: Remaja Rosdakarya,

2010), 14.

6

kemaksiatan kepada ketaatan kepada hukum Tuhan untuk

mencapai keridhaan Allah swt.14

Metode dakwah menurut Bayanuni yang di kutip Ali Azis,

yaitu cara-cara yang di tempuh oleh pendakwah dalam

berdakwah atau cara menerapkan strategi dakwah.15

Metode

dakwah adalah cara-cara tertentu yang dilakukan oleh seorang

da‟i (komunikator) kepada mad‟u untuk mencapai suatu tujuan

atas dasar hikmah dan kasih sayang. Hal ini mengandung arti

bahwa pendekatan dakwah harus bertumpu pada suatu pandangan

human oriented menempatkan penghargaan yang mulia atas diri

manusia.16

Manusia sebagai mitra dakwah selalu di pandang sama baik

sebagai muslim maupun non muslim. Masing-masing memiliki

hak untuk menerima dakwah. Islam tidak membedakan manusia

dari etnis (kesukuan), bahasa, warna kulit, dan aspek lahiriah

lainnya. Dakwah berusaha menyebarkan dan meratakan rahmat

Allah SWT. Bagi seluruh penghuni alam raya, tanpa kecuali.

Dalam Islam, manusia di ukur kemuliaan dari sudut pandang

iman. Iman setiap orang dapat berubah, bisa bertambah dan bisa

juga berkurang.17

Iman perlu di perkuat dengan selalu

menerapkan nilai-nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari.

Misi Islam sebagai rahmat bagi semesta alam seperti yang

dijelaskan pada ayat tersebut hanya akan terwujud dengan jalan

dakwah. Karena dakwah merupakan denyut nadi Islam.

14

Malik Idris, Strategi Dakwah Kontemporer (Makassar: Sarwah Press,

2007), 12. 15

Moh.Ali Aziz, Ilmu Dakwah, 357. 16

M. Munir, Metode Dakwah, 7. 17

Moh.Ali Aziz, Ilmu Dakwah, 104-105.

7

Keberadaan dakwah sebagai denyut nadi Islam dikarenakan

dakwah merupakan sarana dalam menyebarkan ajaran Islam.

Tanpa dakwah, Islam sebagai petunjuk dan pedoman hidup bagi

umat manusia, berupa ajaran-ajaran kebaikan tidak mustahil akan

hilang. Sebaliknya kemaksiatan, serta berbagai macam ajaran

sesat dapat tersiar dan membudaya dalam masyarakat jika

didakwahkan secara berkesinambungan.18

Sementara itu di sisi lain, masyarakat sebagai sasaran

dakwah (mad‟u) sangatlah majemuk, mereka terdiri dari kalangan

intelektual, pejabat, pengusaha sampai rakyat jelata. Ada laki-

laki, perempuan, orang tua, remaja, dan anak-anak, masyarakat

kota (urban) dan masyarakat desa (rural), di samping

masyarakat pinggiran (marginal) yang sering terlupakan, dengan

berbagai problem kehidupan yang mereka hadapi. Padahal dalam

konteks ini, dakwah mestinya bisa memberi jawaban dan solusi

jitu atas aneka persoalan yang melanda kehidupan masyarakat.

Dakwah hendaklah berorientasi pada pembebaskan manusia

dari aneka problem kehidupan mereka. Di mana, sebagai salah

satu model gerakan perubahan sosial, dakwah sejatinya tidak

melulu menangani masalah ceramah agama lewat mimbar atau

pidato di depan audiennya. Karena itu, mestilah dipahami bahwa

kegiatan dakwah meliputi seluruh bidang kehidupan, tidak saja

pada dimensi ritual (ibadah mahdhoh), tetapi juga pada dimensi

sosial (muamalah, hablumminannas) yang meliputi kehidupan

18

Nurhidayat Muhammad Said, Dakwah & Efek Globalisasi Informasi

(Makassar: Alauddin University, 2011), 59.

8

sosial, ekonomi, politik, budaya, lingkungan hidup dan semua

bidang kehidupan manusia yang lain.

Esensi dakwah perlu ada metode dalam menyampaikan

tablîgh kemudian mengadakan dan memberikan arah perubahan

(taghyîr). Membangun (development) kondisi sosial dan budaya

dari kezaliman ke arah keadilan, kebodohan ke arah kemajuan-

kecerdasan, kemiskinan ke arah kemakmuran, keterbelakangan ke

arah kemajuan. Karenanya dakwah harus selalu mengandung

dimensi perubahan, peningkatan dan takwîn al-ummah. Hal ini

sejalan dengan sejarah kelahiran Islam, dengan dakwahnya

Rasulullah mampu menggerakkan perubahan sosial secara

mendasar dari zaman jahiliyah ke zaman Islam dengan segala

dinamika perabannya sehingga puncaknya terbentuk nilai-nilai

khairiyah al-ummah/akhlâq di masyarakat.

Pada bulan Maret 2018 yang lalu, sebanyak 150 orang Suku

Anak Dalam di Nyogan menyatakan diri menjadi muallaf dan

masuk Islam.19

Melalui dakwah yang panjang dilakukan oleh

Ustad Asman Hatta dan Ustad Hariyanto selama 17 tahun.

Mereka bersyahadat di bawah bimbingan ormas Front Pembela

Islam. Suku Anak Dalam masuk islam karena proses dakwah

yang dilakukan ustad kepada mereka.

Dalam kaitan esensi kepercayaan Suku Anak Dalam, di

bagi dalam dua ketegori: kategori pertama: tidak

menetap/melangun Selama 2-4 tahun peserta melangun seluruh

anggota keluarga dan famili, jangkauan mengembara 75 km,

19

Lihat https://www.panjimas.com/news/2018/03/23/alhamdulillah-

proses-pensyahadatan-180-orang-suku-anak-dalam-berjalan-lancar/, di akses

tanggal 10/10/2018.

9

mereka memiliki kepercayaan Animisme, dinamisme, dan

polytheisme. Ketegori kedua: menetap sementara selama 3-6

bulan, peserta seluruh anggota keluarga radius +25 km, mereka

memiliki kepercayaan Animisme, dinamisme, sebagian Islam.20

Sedangkan menurut kajian Dinas KSPM Propinsi Jambi

menambahkan Suku Anak Dalam yang menetap di

perkampungan bersama masyarakat biasa.21

Saat ini Suku Anak Dalam yang termasuk kategori menetap

sudah mengalami perpindahan agama, dari animisme dan

dinamisme berpindah memeluk agama Islam. Seperti, Suku Anak

Dalam di Desa Nyogan, Pelempang, Tanjung Lebar dan

markading di kabupaten Muaro Jambi, juga di Desa Air Hitam

Kabupaten Sarolangun, serta di kawasan Jebak, Batu Hampar,

Singkawang Baru dan Mersam untuk Kabupaten Batang Hari.22

Seperti Suku Anak Dalam di Nyogan Dusun Segandi semua

beragama Islam. Pembangunan dalam bidang keagamaan sudah

dilakukan. Jauh sebelum mereka tinggal di perkampungan yang

di bangun oleh pemerintah pada tahun 2003. Dalam hal ini,

usaha-usaha dakwah tersebut tidak semata faktor agama, tetapi

juga pembangunan di bidang pendidikan, ekonomi, kesehatan dan

fasilitas lainnya. Seperti, pembangunan Sekolah, balai dan

masjid.23

20

Muntholib Soetomo, Orang Rimbo: Kajian Struktural dan Fungsional

Masyarakat Terasing di Makekal Propinsi Jambi (UNPAD: Disertasi

Doktoral, 1995). 21

Tim Universitas Jambi bekerjasama dengan Dinas KSPM Jambi,

2005. 22

Dinas KSPM Propinsi Jambi, Profil Komunitas Adat Terpencil (KAT)

dan Program Pemberdayaan di Propinsi Jambi (2009), 13. 23

Observasi di perkampungan SAD Segandi, pada 18 Desember 2018.

10

Dari hal-hal yang telah di bahas, peneliti tertarik meneliti

metode dakwah pada Suku Anak Dalam (SAD) Jambi, yang

terjadi di dusun Segandi Kabupaten Muaro Jambi. Dikarenakan

beberapa alasan, yaitu; (1) Suku Anak Dalam mengalami

ketertingalan terhadap perkembangan informasi. (2) Berpegang

teguh kepada adat istiadat dan budaya yang telah diwariskan

secara turun menurun. (3) Tertinggalnya pembangunan di

kelompok Suku Anak Dalam. (4) Memilih hidup berkelompok

dan menutup diri dari masyarakat umumnya.

B. Batasan Masalah

Persebaran Suku Anak Dalam di Provinsi Jambi sangat

luas, meliputi Kabupaten Sarolangun, Batanghari dan Muaro

Jambi. Untuk menghindari terjadinya perluasan terhadap

penelitian ini, maka penelitian ini memfokuskan hanya pada Suku

Anak Dalam di Dusun Segandi, Desa Nyogan, Kecamatan

Mestong, Kabupaten Muaro Jambi.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, rumusan masalah

dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana metode dakwah dengan menerapkan prinsip

komunikasi Islam (Dakwah), tablîgh, taghyîr, takwîn al-

ummah/amar makruf nahi munkar, dan khairiyah al-

ummah/akhlâq sebagai upaya menyebarkan agama Islam di

Suku Anak Dalam ?

2. Apa hambatan-hambatan dakwah yang dihadapi pendakwah

dalam menyebarkan agama Islam di Suku Anak Dalam?

11

D. Thesis Statement

Perpindahan keyakinan Suku Anak Dalam menjadi

beragama Islam dimulai dengan acara tabligh akbar dan

pembaiatan 150 orang Suku Anak Dalam di Segandi, yang

kemudian pendakwah sebagai pemeran utama. Jika di kaitkan

dengan Teori Komunikasi Islam, terlihat bahwa proses tablîgh

merupakan proses yang memberikan pengaruh besar dalam

merubah keyakinan Suku Anak Dalam, karena proses ini menjadi

elemen pertama untuk mendukung proses taghyîr, takwîn al-

ummah/amar makruf nahi munkar, dan khairiyah al-

ummah/akhlâq.

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Dalam sebuah penelitian, pasti terdapat suatu tujuan

penelitian yang jelas. Adapun tujuan dari penelitian ini sebagai

berikut:

a. Untuk mengetahui metode dakwah dengan

menerapkan prinsip komunikasi Islam (Dakwah),

tablîgh, taghyîr, takwîn al-ummah/amar makruf nahi

munkar, dan khairiyah al-ummah/akhlâq sebagai

upaya menyebarkan agama Islam di Suku Anak

Dalam.

b. Untuk mengetahui hambatan-hambatan yang dihadapi

pendakwah dalam menyebarkan agama Islam di Suku

Anak Dalam.

2. Manfaat Penelitian

a. Manfaat Teoritis

12

Manfaat penelitian ini bisa memberikan sumbangan

pemikiran akademis yang konstuktif kepada semua pihak,

yang berkaitan dengan bidang studi dakwah, tentang

metode dakwah menurut teori komunikasi Islam oleh Andi

Faisal Bakti: tablîgh, taghyîr, takwîn al-ummah/amar

makruf nahi munkar, dan khairiyah al-ummah/akhlâq,24

dan dikembangkan oleh Edi amin.25

Kemudian dapat dikaji

dari berbagai disiplin ilmu, seperti agama, sosial budaya,

ekonomi, bahasa dan lainnya.

b. Manfaat Praktis

Manfaat secara praktis diharapkan menjadi

referensi bagi masyarakat agar lebih cermat, dalam melihat

Suku Anak Dalam, dan tidak serta memberikan perbedaan

sosial kepada mereka. Selain itu, penelitian ini juga

diharapkan memberikan kesadaran masyarakat Islam untuk

terus melakukan pendampingan terhadap Suku Anak

Dalam.

F. Tinjauan Kajian Terdahulu

Mila Wahyuni, melakukan penelitian berjudul: Strategi

Komunikasi Islam dalam Pembinaan Agama Pada Suku Anak

Dalam Bukit Duo Belas Kecamatan Pauh Kabupaten Sarolangun

Provinsi Jambi. Penelitian tersebut mengunakan teori komunikasi

Islam approach dengan pendekatan Hikmah, Mauidhah Hasanah

24

Andi Faisal Bakti, “The Contribution of Dakwah to Communication

Studies: Risale-i Nur Collection Perspective, International Bediuzzaman

Symposium, Knowledge, Faith, Morality and the Future oh Humanity (Istanbul

: September 2010), 196. 25

Edi Amin, Dakwah Komunitarian Ummatic Transnasional: Studi

Konsepsi Dakwah Said Nursi dan Penerapannya di Indonesia (Jakarta:

Transwacana Press, 2017), 49.

13

dan Mujadalah. Dalam penelitian tersebut mengunakan penelitian

lapangan field research dengan metode kualitatif, yang

menyimpulkan bahwa komunikasi Islam mampu mempengaruhi

Suku Anak Dalam untuk dapat memilih Islam sebagai keyakinan

baru dan meninggalkan animisme. Perpindahan agama mendapat

perhatian khusus dari pemerintah, hal yang paling mengesankan

selain dapat membawa kehidupan yang lebih baik bagi mereka,

keluarga serta keturunannya, sehingga mereka hidup

berdampingan rukun dengan lingkungan masyarakat setempat.26

Persamaan antara penelitian yang dilakukan Mila Wahyuni

dengan penelitian ini adalah pada objeknya yaitu, Suku Anak

Dalam. Tetapi perbedaannya terletak pada teori yang digunakan,

yaitu teori komunikasi Islam Andi Faisal Bakti, tablîgh, taghyîr,

takwîn al-ummah dan khairiyah al-ummah/akhlâq.

Edi Amin, melakukan penelitian yang berjudul: Dakwah

Komunitarian Ummatic Transnasional: Studi Konsepsi Dakwah

Said Nursi dan Penerapannya di Indonesia. Dalam penelitiannya

mengunakan teori komunikasi Islam Andi Faisal Bakti, teori

community development Henderson dan Ilona Vercseg dan teori

resource mobilization Quintan Wiktorowicz. Dalam penelitian

tersebut mengunakan metode kualitatif fenomenologi. Penelitian

tersebut menyimpulkan bahwa kajian dakwah komunitarian

transnasional dengan konsep dakwah said nursi dan gerakan

dakwah Nur di Indonesia. Dakwah Nursi dalam teks Risale-i Nur

26

Mila Wahyuni, “Strategi Komunikasi Islam dalam Pembinaan Agama

Pada Suku Anak Dalam Bukit Duo Belas Kecamatan Pauh Kabupaten

Sarolangun Provinsi Jambi” (Tesis Magister, Universitas Islam Negeri

Sumatera Utara, 2016).

14

sebagai acuan gerakan dan semakin patuh pada nilai-nilai

kebajikan yang terkandung dalam teks panduan gerakan,

sehingga semakin baik gerakan tersebut dalam membangun

komunitas.27

Persamaan dengan penelitian yang dilakukan Edi

Amin yaitu, teori komunikasi Islam Andi Faisal Bakti: tablîgh,

taghyîr, takwîn al-ummah dan khairiyah al-ummah/akhlâq. Akan

tetapi, perbedaannya terletak pada substansi dan objeknya ialah

Suku Anak Dalam.

Zulfahmi, melakukan penelitian yang berjudul: Gerakan

Damai Fethullah Gulen Menghadapi Kemiskinan dan Kekerasan

di Turki. Dalam penelitiannya mengunakan teori komunikasi

Islam Andi Faisal Bakti, bina damai dan development. Penelitian

kualitatif ini membahas mengenai gerakan damai Fethullah Gulen

dalam memperjuangkan kedamaian di Turki terhadap kekerasan

dan kemiskinan.28

Persamaannya ialah terletak pada teori yang

digunakan adalah teori komunikasi Islam Andi Faisal Bakti:

tablîgh, taghyîr, takwîn al-ummah dan khairiyah al-

ummah/akhlâq. Tetapi perbedaannya terletak pada substansi dan

objek penelitian yaitu Suku Anak Dalam.

Zulfa Jamalie, melakukan penelitian yang berjudul: Pola

Dakwah Pada Masyarakat Suku Terasing di Kalimantan Selatan.

Dalam penelitiannya mengunakan teori yang digagas Syukriadi

Sambas, yakni tabligh dan ta‟lim, irsyad, tadbir dan tathwir.

Dalam penelitian kualitatif ini membahas program yang terarah

27

Edi Amin, “Dakwah Komunitarian Ummatic Transnasional: Studi

Konsepsi Dakwah Said Nursi dan Penerapannya di Indonesia”, (Disertasi

Doktoral, SPS Syarif Hidayatullah Jakarta, 2017). 28

Zulfahmi, Gerakan Damai Fethullah Gulen Menghadapi Kemiskinan

dan Kekerasan di Turki (Kudus: Paradigma Institut, 2013), 37.

15

dan kebijakan yang proporsional dan model dakwah yang tepat,

suatu komunitas masyarakat sesederhana apapun yang

mempunyai kemampuan internal untuk berkembang secara

mandiri dalam menyelesaikan persoalannya di Suku Dayak

Kalimantan Selatan.29

Persamaan antara penelitian yang

dilakukan oleh Zulfa Jamalie dengan penelitian ini adalah pada

sustansinya yang sama-sama membahas Komunitas Adat

Terpencil/Terasing dengan metode penelitian kualitatif.

Sedangkan perbedaan pada teori dan objeknya yaitu, teori

komunikasi Islam Andi Faisal Bakti: tablîgh, taghyîr, takwîn al-

ummah dan khairiyah al-ummah/akhlâq, dan objeknya Suku

Anak Dalam.

G. Metodologi Penelitian

1. Paradigma Penelitian

Penelitian ini mengunakan paradigma fenomenologik.

Paradigma ini di sebut juga paradigma antropologik atau

etnometodologik, yang berupaya membangun teori dengan

cara tidak memisahkan antara subyek dan objek. Ilmu yang di

bangun atas dasar paradigma ini akan menghasilkan ilmu yang

bersifat ideografis, yaitu ilmu yang bersifat informatif yang

terjadi hanya sekali dan bersifat khusus.30

Penelitian yang berjudul “Metode Dakwah Pada Suku

Anak Dalam (SAD) Jambi”, dengan fokus penelitian yaitu

29

Zulfa Jamalie, “Pola Dakwah Pada Masyarakat Suku Terasing Di

Kalimantan Selatan”, Jurnal Dakwah IAIN Antasari Banjarmasin, vol. XVI

no. 1, 2015. 30

Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah (Jakarta: Amzah, 2009), 33.

16

“Metode dakwah” ini adalah penelitian kualitatif, yang

mengunakan paradigma fenomenologik.

Paradigma ini dapat digunakan untuk membangun

ilmu dakwah seperti dalam penelitian tentang sistem

inkulturasi dan sosialisasi ajaran Islam pada masyarakat

tertentu. Perencanaan dakwah pada lembaga-lembaga dakwah

di daerah tertentu. Informasi dari penelitian dengan metode

paradigma fenomenologik sangat berguna bagi perkembangan

manajemen dakwah.31

2. Metode Pendekatan Penelitian

Penelitian ini mengunakan pendekatan antrapologi

agama, sosial-budaya dan pendidikan. Peneliti menyusuri

antrapologi budaya agama dan pendidikan yang terjadi dalam

proses dakwah di Suku Anak Dalam. Kemudian Penelitian ini

adalah penelitian kualitatif dimana penelitian kualitatif sebagai

metode ilmiah sering digunakan dan dilaksanakan oleh

sekelompok peneliti dalam bidang ilmu sosial, termasuk juga

ilmu pendidikan.

Pendekatan penelitian kualitatif adalah suatu proses

penelitian dan pemahaman yang berdasarkan pada metode

yang menyelidiki suatu fenomena sosial dan masalah

manusia.32

Metode penelitian kualitatif disebut juga metode

penelitian naturalistik karena penelitiannya dilakukan pada

kondisi yang alamiah (natural setting), penelitian yang

31

Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah, 33-34. 32

Iskandar, Metodologi Penelitian Kualitatif (Jakarta: Gaung Persada,

2009), 11.

17

dilakukan pada objek yang alamiah yakni objek yang

berkembang apa adanya, tidak dimanipulasi oleh peneliti.33

Penelitian kualitatif, dengan prosedur data penelitian

yang dikumpulkan dalam bentuk data deskriptif berupa kata-

kata dan gambar yang tertulis atau lisan dari perilaku orang-

orang yang di amati, data tersebut meliputi wawancara,

observasi dan dokumentasi terkait. Penelitian ini bersifat

deskriptif kualitatif. Artinya, penulis menganalisis dan

menggambarkan hasil penelitian secara objektif dan mendetail

untuk mendapatkan hasil yang akurat.34

Menurut Creswell, metode kualitatif dibagi menjadi

lima macam yaitu phenomenological research, grounded

theory, ethnography, case study, and narrative research.35

Jenis penelitian yang penulis gunakan adalah case study.

Penelitian melalui studi kasus (case study), yaitu

unsur salah satu perusahaan yang terkait dengan populasi

tertentu. Kesimpulan studi kasus tersebut yang di ambil tidak

berlaku secara umum, tetapi hanya terbatas pada suatu kasus-

kasus tertentu yang sedang di teliti pada objek tertentu atau di

perusahaan bersangkutan.36

Studi kasus membantu peneliti

untuk melakukan eksplorasi mendalam terkait metode dakwah

di Suku Anak Dalam.

33

Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan; Pendekatan Kuantitatif,

Kualitatif, dan R&D (Bandung: Alfabeta, 2010), 15.

34Asep Saeful Muhtadi dan Agus Ahmad Safii, Metode Penelitian

Dakwah (Bandung: Pustaka Setia, 2003), 15. 35

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Kombinasi

(Bandung: CV. Alfabeta, 2016), 14.

36Rosady Ruslan, Metode Penelitian Public Relations dan Komunikasi

(Jakarta: Raja Grafindo, 2006), 33.

18

3. Konsep Penelitian

Konsep penelitian atau konsep metodologis yaitu

memuat unsur-unsur konsep penting yang berkaitan tentang

metode komunikasi Islam (dakwah) yang terjadi di Suku Anak

Dalam. Unsur tablîgh, taghyîr, takwîn al-ummah/amar makruf

nahi munkar, dan khairiyah al-ummah/akhlâq yang akan

menjadi uraian lapangan bagi teori yang digunakan. Kemudian

dari teori yang lain digunakan teori atribusi yang akan

menjawab hambatan dakwah ekologi, psikologi dan semantik.

Tabel 1.1 Bagan Konseptual

Bagan konseptual di atas menjelaskan bahwa metode

yang digunakan dalam melakukan dakwah berdasarkan teori

Komunikasi Islam yang digagas oleh Andi Faisal Bakti (2010)

yaitu, tablîgh, taghyîr, takwîn al-ummah/amar makruf nahi

munkar, dan khairiyah al-ummah/akhlâq.37

Dan kemudian

37

Andi Faisal Bakti, “The Contribution of Dakwah to Communication

Studies: Risale-i Nur Collection Perspective, International Bediuzzaman

Symposium, Knowledge, Faith, Morality and the Future oh Humanity

(Istanbul: 2010), 196.

Metode Dakwah di Kalangan SAD

Teori Atribusi

Hambatan Ekologi

Hambatan Psikologi

Hambatan Semantik

Komunikasi Islam

Tablîgh

Taghyîr

Takwîn al-ummah

Khairiyah al-ummah

19

dikembangkan oleh Edi Amin (2017).38

Konsep tablîgh atau

menyampaikan informasi yang dilakukan da‟i kepada mad‟u,

setelah informasi diberikan kepada mad‟u, maka akan

mengalami taghyîr atau perubahan dalam diri. Perubahan itu

membuat mereka selalu mengerjakan amr makruf dan

menjauhi nahy munkar dalam kehidupanya, serta terbentuknya

akhlâq yang baik dalam kehidupan sosial masyarakat.

Adapun untuk menjelaskan hambatan dakwah

berdasarkan teori atribusi oleh Fretz Heider (1958) Ada dua

jenis atribusi umum yang dibuat: atribusi disposisi, yang

menganggap perilaku seseorang dengan faktor internal seperti

sifat kepribadian, motivasi, atau kemampuan, dan atribusi

situasional, yang menghubungkan perilaku seseorang dengan

faktor eksternal seperti peralatan atau pengaruh sosial.39

Teori

ini digunakan sebagai analisis hambatan ekologi, hambatan

psikologi dan hambatan semantik dalam proses dakwah di

Suku Anak Dalam.

4. Prosedur Pengambilan Data

Prosedur pengumpulan data atau teknik pengumpulan

data merupakan langkah yang paling utama dalam penelitian,

karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data.

Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka peneliti

tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standar data

38

Edi Amin, Dakwah Komunitarian Ummatic Transnasional: Studi

Konsepsi Dakwah Said Nursi dan Penerapannya di Indonesia (Jakarta:

Transwacana Press, 2017), 49 39

Fritz Heider, The Psychologi of Interpersonal Relation (Amerika:

Third Printing, 1958), 164.

20

yang ditetapkan.40

Dalam penelitian ini, peneliti

menggunakan tiga macam teknik pengumpulan data, yaitu

observasi, wawancara, dan dokumentasi.

a. Obsevasi

Observasi adalah pengamatan yang dilakukan secara

sengaja dan sistematis mengenai fenomena sosial dengan

gejala-gejala psikis dan sikap serta tindakan atau gerak

manusiawi yang kemudian dilakukan pencatatan.41

Dalam

melakukan penelitian ini peneliti memerlukan waktu 2

bulan. Peneliti mengunjungi perkampungan Suku Anak

Dalam pada tanggal 22 November 2018 untuk mengamati

hubungan sosial masyarakat, fasilitas yang tersedia dan

sarana ibadah. Peneliti juga menemukan pernikahan antara

Bobi berasal dari Suku Anak Dalam dan Ida berasal dari

Suku Banjar.

Pada tanggal 18 Desember 2018 peneliti

mendampingi ustad Asman Hatta untuk mengamati proses

tabligh dengan mengajarkan shalat kepada anak-anak di

perkampungan Suku Anak Dalam. kemudian peneliti

mengamati balai yang digunakan untuk melakukan proses

dakwah sudah mengalami kerusakan. Begitu juga dengan

rumah yang di tempati oleh keluarga Suku Anak Dalam

juga banyak mengalami kerusakan. Di sini juga berdiri

sekolah dasar, dan proses pendirian masjid. Peneliti juga

40

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Kombinasi,

308.

41Joko Subagyo, Metode Penelitian dalam Teori dan Prakteknya

(Jakarta: Rineka Cipta,1991), 63

21

mengamati Suku Anak Dalam sudah memakai pakaian

seperti masyarakat umumnya.

b. Wawancara

Wawancara merupakan salah satu teknik

pengumpulan data dalam metode survei melalui daftar

pertanyaan yang diajukan secara lisan terhaddap responden

(subjek). Biasanya data yang dikumpulkan bersifat

kompleks, sensitif, dan kontroversial sehingga

menyebabkan kurang mendapat respon dari subjeknya,

apalagi kalau responden tidak dapat membaca dan manulis

atau kurang memahami daftar pertanyaan yang diajukan

tersebut .42

Adapun dalam penelitian ini, peneliti melakukan

wawancara dengan para da‟i yang melakukan dakwah di

perkampungan Suku Anak Dalam, yaitu ustad Asman Hatta

wawancara dilakukan pada hari selasa, 4 Desember 2018.

Ustad Hariyanto wawancara dilakukan pada hari sabtu, 15

Desember 2018. Ustad Safren wawancara dilakukan pada

hari senin, 31 Desember 2018. Habib Taufiq Baragbah

wawancara dilakukan pada hari senin, 10 Desember 2018.

Selain itu wawancara juga dilakukan dengan Iyat Khubung

yang menjadi pemimpin/tumenggung di Suku Anak Dalam

di Segandi pada hari jum‟at, 28 Desember 2018. Hal ini

bertujuan untuk mengumpulkan data-data terkait penelitian

dan untuk menjawab poin-poin dalam rumusan masalah.

42

Rosady Ruslan, Metode Penelitian Public Relations dan Komunikasi,

23.

22

c. Dokumentasi

Teknik pengumpulan data melalui dokumentasi

merupakan pelengkap dari penggunaan teknik observasi

dan wawancara dalam penelitian kualitatif. Dokumentasi

adalah cara mendapatkan data dengan mempelajari dan

mencatat buku-buku, arsip atau dokumen, daftar statistik

dan hal-hal yang terkait dengan penelitian.43

Peneliti mengunakan teknik pengumpulan data ini,

sebagai pelengkap dalam mengumpulkan data-data

penelitian. Dengan mengali dan mengumpulkan informasi

sebanyak-banyaknya yang berkaitan dengan dokumentasi

berupa dokumen, gambar maupun rekaman yang berkaitan

dengan Suku Anak Dalam, yang kemudian disusun menjadi

serangkaian data sebagai bahan kajian dalam penelitian ini.

5. Teknik Analisis Data

Analisis data adalah proses mencari dan menyusun

secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara,

catatan lapangan dan dokumentasi dengan cara

mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke

dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola,

memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari dan

membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri

sendiri maupun orang lain.44

43

A. Kadir Ahmad, Dasar-dasar Metodologi Penelitian Kualitatif

(Makasar: Indobis Media Center, 2003), 106.

44Sugiono, Memahami Penelitian Kualitatif (Bandung: Alfabeta,

2013), 89.

23

Adapun data-data yang dikumpulkan itu berupa data

primer dan data sekunder. Data perimer yaitu berupa data yang

didapat dari hasil wawancara bersama da‟i dan

pemimpin/tumenggung Suku Anak Dalam. sedangkan data

sekundernya yaitu berupa data yang didapat dari buku,

dokumen-dokumen yang menunjang data primer.

Adapun metode yang peneliti gunakan dalam teknik

analisis data dalam penelitian ini adalah model interaktif Miles

dan Huberman dikutip oleh Sugiono yakni, analisis data

dilakukan saat pengumpulan data berlangsung dan setelah

pengumpulan data dalam periode tertentu.45

Teknik analisis

data tersebut dijelaskan sebagai berikut:

a. Reduksi Data

Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal

yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting,

dicari tema dan polanya. Dengan demikian data yang telah

direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan

mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data

selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan. Reduksi data

dapat dibantu dengan peralatan elektronik seperti komputer

mini, dengan memberikan kode pada aspek-aspek

tertentu.56

Reduksi data yang dilakukan oleh peneliti untuk

membantu selama proses penelitian ialah dengan membuat

abstraksi atau dengan merangkum pokok-pokok inti seperti

45

Sugiono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D (Jakarta:

Penerbit Alfabeta, 2015), 246.

24

pernyataan dari narsumber. Selain itu juga, peneliti dibantu

oleh alat perekam suara untuk mempermudah dalam

membuat abstraksi.

b. Penyajian Data

Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya

adalah mendisplaykan data. Dalam penelitian kualitatif,

penyajian data bisa dilakukan dalam uraian singkat, bagan,

hubungan antar kategori, flowchart dan sejenisnya. Dalam

hal ini Miles and Huberman menyatakan yang paling sering

digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian

kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif.46

c. Verifikasi dan kesimpulan

Dari data yang diperoleh peneliti mencoba

mengambil kesimpulan yang masih sangat tentative, kabur,

diragukan, tetapi dengan bertambahnya data, maka di

simpulan. Jadi kesimpulan senantiasa harus diverifikasi

selama penelitian berlangsung. Penarikan kesimpulan dan

verifikasi adalah sebagian dari satu kegiatan konfigurasi

yang utuh. Oleh karena itu, menyimpulkan dan verifikasi

dengan data baru yang memungkinkan diperoleh keabsahan

hasil penelitian.47

Kesimpulan dalam penelitian kualitatif merupakan

temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada. Temuan

dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu obyek yang

46

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Kombinasi, 339.

47Dewi Sadiah, Metode Penelitian Dakwah (Bandung: Remaja

Rosdakarya, 2015), 93.

25

sebelumnya masih gelap sehingga setelah diteliti menjadi

jelas, dapat berupa hubungan kausal atau interaktif,

hipotesis atau teori.48

6. Kredibilitas Data

Kredibilitas data atau biasa yang disebut keabsahan

data merupakan suatu cara untuk mengecek keabsahan atau

kredibilitas dari data-data penelitian. Dalam hal ini peneliti

menggunakan beberapa cara yaitu: a. Pengoptimalan waktu

penelitian, yang berguna untuk meminimalkan jarak antara

peneliti dengan informan/narasumber. b. Peneliti

menggunakan teknik triangulasi, yaitu teknik pemeriksaan

keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar

data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding

terhadap data itu.49

c. Pembuktian ialah dengan cara yang

ditempuh peneliti guna membuktikan bukti atau dukungan

terhadap data yang diperoleh. Hal ini bertujuan untuk

mengatasi keterbatasan daya ingat, penglihatan, dan

pendengaran peneliti dalam proses penelitian, sehingga

digunakan instrument bantu/penunjang seperti perekam suara

(voice recorder) dan foto.

H. Sistematika Penulisan

Bab I Pendahuluan: Dalam bab ini peneliti menguraikan

pendahuluan dan memaparkan tentang; (a) latar belakang

48

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Kombinasi, 343.

49Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT.

Remaja Rosdakarya, 2001), 178.

26

masalah, (b) batasan masalah, (c) rumusan masalah, (d) thesis

stagment, (e) tujuan dan manfaat penelitian, pembahasan manfaat

akademis dan teoritis, (f) tinjauan kajian terdahulu, (g)

metodologi penelitian, membahas paradigma penelitian,

pendekatan penelitian, metode pendekatan penelitian, subjek dan

objek penelitian, tahapan penelitian dan prosedur penelitian, (h)

sistematika penulisan.

Bab II teori dan kerangka berfikir: Pada bagian ini,

peneliti menuliskan hal-hal yang berkaitan dengan membahas; (a)

komunikasi Islam (dakwah), (b) teori atribusi, (c) Hambatan-

hambatan komunikasi, (d) strategi komunikasi, (e) antrapologi

dakwah

Bab III Gambaran umum penelitian: Pada bab ini

peneliti akan membahas; (a) historis asal usul Suku Anak Dalam,

(b) wilayah dan persebaran Suku Anak Dalam, (c) pembangunan

sosial ekonomi Suku Anak Dalam (struktur sosial, pemukiman,

pendidikan, ekonomi, kesehatan, kepercayaan dan ritual

pengobatan tradisional).

Bab IV Data dan temuan penelitian: Bab ini merupakan

inti dari penelitian yang akan membahas mengenai data dan

temuan penelitian; (a) data penelitian Suku Anak Dalam, (b)

dakwah di Suku Anak Dalam, (c) hambatan-hambatan dakwah di

Suku Anak Dalam.

Bab V Pembahasan: Pada Bab ini peneliti akan

menguraikan hasil temuan data yang dikaitkan dengan latar

belakang dan teori; (a) Analisis data di Suku Anak Dalam dan (b)

Analisis hambatan dakwah di Suku Anak Dalam.

27

Bab VI Kesimpulan dan rekomendasi: Pada bagian ini

peneliti akan menguraikan terkait dengan (a) simpulan dan (b)

rekomendasi sehingga memiliki manfaat secara teoritis dan

praktis.

28

BAB II

TEORI DAN KERANGKA BERFIKIR

A. Landasan Teori

1. Teori Komunikasi Islam (Dakwah)

Perkembangan ilmu komunikasi sangat pesat sehingga

banyak definisi yang telah dibuat oleh para pakar menurut

bidang. Hal ini banyak disiplin ilmu yang telah memberi

masukan terhadap perkembangan ilmu komunikasi, misalnya

psikologi, sosiologi, antropologi, matematika, ilmu elektronika

dan sebagainya.1

Jika kita melihat bagaimana proses komunikasi,

hakikatnya tidak ada yang berbeda antara komunikasi Islami

(dakwah) dan non-Islami (sekuler) dalam hal model (pola),

proses, dan efeknya. Yang membedakan hanyalah pada

landasan filosofinya. Ketika kita berbicara pada landasan

filosofi, Islam jelas menggunakan Al-Quran, Hadits dan

pendapat ulama.2

Tujuan komunikasi pada umumnya yaitu mengharapkan

partisipasi dari komunikan atas ide-ide atau pesan-pesan yang

disampaikan oleh pihak komunikator sehingga pesan-pesan

yang disampaikan tersebut terjadilah perubahan sikap dan

tingkah laku yang diharapkan.3

1Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi (Jakarta: PT. Raja

Grafindo Persada, 2000), 17. 2Andi Faisal Bakti dan Venny Eka Meidasari, “Trendsetter Komunikasi

Era Digital: Tantangan dan Peluang Pendidikan Komunikasi dan Penyiaran

Islam”, Jurnal Komunikasi Islam, vol. 02 no 01, juni 2012, 21-22. 3Ahmad Atabik, “Konsep Komunikasi Dakwah Persuasif dalam

Perspektif Al-Qur‟an”, Jurnal Komunikasi Penyiaran Islam, 2016, 121.

29

Komunikasi Islam adalah komunikasi yang dibangun di

atas prinsip-prinsip Islam yang memiliki roh kedamaian,

keramahan, dan keselamatan. Berdasarkan informasi dari al-

Qur‟an dan As-Sunnah ditemukan bahwa komunikasi Islam

adalah komunikasi yang berupaya untuk membangun

hubungan dengan diri sendiri, dengan Sang Pencipta, serta

dengan sesama untuk menghadirkan kedamaian, keramahan,

dan keselamatan buat diri dan lingkungan dengan cara tunduk

dengan perintah Allah dan Rasul-Nya.4

Dakwah Islam yang senantiasa berhubungan dengan

transformasi sosial dan budaya dihadapkan pada

permasalahan, yaitu adanya kekosongan pemikiran dakwah

sebagai ilmu, sehingga mengakibatkan kerangka teori dakwah

sesuai tuntutan keadaan. Permasalahan fundamental ini

akhirnya melahirkan masalah dalam penyusunan metode

dakwah dalam rangka memecahkan masalah yang semakin

kompleks tanpa memiliki wawasan teoritis secara memadai.

Teknik dakwah akan kehilangan efesiensinya dalam merealisir

Islam dalam semua dimensi tanpa berangkat dari strategi yang

jelas.5

Dakwah secara bahasa diartikan sebagai mengajak,

menyeru dan memanggil. Dalam hal ini Andi Faisal Bakti

memiliki konsep tersendiri mengenai kata dakwah yang di

maknai sebagai komunikasi Islam. Komunikasi Islam menitik

4Harjani Hefni, Komunikasi Islam (Jakarta: Kencana Prenadamedia

Group, 2015), 40. 5Amrullah Achmad, Dakwah Islam dan Perubahan Sosial: Suatu

Kerangka Pendekatan dan Permasalahan (Jakarta: PLP2M, 1990), 3.

30

beratkan terhadap unsur nilai ke-Islaman dari komunikator

(da‟i) kepada komunikan (mad‟u) yang sesuai dengan Al-

Qur‟an dan Hadits.6

Dalam persektif komunikasi harus dikembangkan

melalui Islam Word View yang selanjutnya menjadi asas

pembentukan teori komunikasi Islam. Seperti, aspek

kekuasaan mutlak milik Allah serta peranan istitusi dan masjid

sebagai penyambung komunikasi dan ada pengawas syariah

yang menjadi penunjang kehidupan muslim. Ini juga di topang

oleh kedua tokoh Tehranian dan Mawlana yang keduanya

berusaha mengintegrasikan antara Islam dan komunikasi.7

Bakti mengaitkan dakwah beserta elemannya tersebut

dengan teori komunikasi barat (secular communication).

Komunikasi dalam perspektif Islam yang sepadan dengan

elemen komunikasi yang dikembangkan teori komunikasi

konvensional.8

Komunikasi dalam kacamata Islam (Islamic

Comunication) memiliki kesamaan makna dengan pengertian

yang dikandung oleh dakwah itu sendiri. Menurut teori

komunikasi Islam yang digagas oleh Andi Faisal Bakti (2010),

6Andi Faisal Bakti, “The Contribution of Dakwah to Communication

Studies: Risale-i Nur Collection Perspective, International Bediuzzaman

Symposium, Knowledge, Faith, Morality and the Future oh Humanity (Istanbul

: September 2010), 196. 7Lihat Andi Faisal Bakti dan Venny Eka Meidasari, “Trendsetter

Komunikasi Era Digital: Tantangan dan Peluang Pendidikan Komunikasi dan

Penyiaran Islam, 23. 8Andi Faisal Bakti, “The Contribution of Dakwah to Communication

Studies: Risale-i Nur Collection Perspective, International Bediuzzaman

Symposium, Knowledge, Faith, Morality and the Future oh Humanity

(Istanbul: 2010).

31

bahwa dakwah dibangun atas empat elemen yaitu: tablîgh,

taghyîr, takwîn al-ummah/ amar makruf nahi munkar, dan

khairiyah al-ummah/akhlâq,9 dan dikembangkan oleh Edi

Amin (2017).10

Untuk dapat mengetahui mendalam mengenai

teori komunikasi Islam (Islamic Comunication) dan

komunikasi barat (secular communication), penulis akan

mengulas dan memaparkan.

a. Tablîgh (Informasi)

Informasi merupakan eleman keempat dari teori

komunikasi, yaitu fungsi intruksi atau komando, fungsi

memengaruhi, fungsi integrasi dan fungsi informasi.11

Arus

informasi berkembang sangat cepat. Informasi yang cepat dan

akurat menjadi kebutuhan yang menjadi kunci keberhasilan

seorang, dengan informasi yang diperoleh dengan cepat maka

seorang dapat mengambil keputusan dengan cepat pula.

Adanya informasi yang valid dari sumber terpercaya akan

bermanfaat untuk menilai setiap pendapat yang dikemukakan

di ruang publik apakah sesuai dengan informasi tersebut.

Teori informasi dalam komunikasi di sejajarkan Bakti

dengan tablîgh. Dari informasi inilah seorang pengirim pesan

9Andi Faisal Bakti, “The Contribution of Dakwah to Communication

Studies: Risale-i Nur Collection Perspective, International Bediuzzaman

Symposium, Knowledge, Faith, Morality and the Future oh Humanity (Istanbul

: September 2010), 196. 10

Edi Amin, Dakwah Komunitarian Ummatic Transnasional: Studi

Konsepsi Dakwah Said Nursi dan Penerapannya di Indonesia (Jakarta:

Transwacana Press, 2017), 49. 11

Zulfahmi, Gerakan Damai Fethullah Gulen Menghadapi Kemiskinan

dan Kekerasan di Turki (Kudus: Paradigma Institut, 2013), 37.

32

(da‟i/sender) menyampaikan pesannya kepada penerima pesan

(mad‟u/receiver).12

Sesuai dengan ayat Al-Qur‟an:

تمىن

كبدون وما ت

م ما ت

يعل ه

غ واللبل

ال

سىل ال ى الس

ما عل

Artinya: “Kewajiban Rasul tidak lain hanyalah

menyampaikan, dan Allah mengetahui apa yang kamu

lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan”. (Q.S Al-

Maa‟idah 5: 99).13

Proses penyampaian informasi dalam komunikasi

konvensional menurut bakti merupakan proses tablîgh dalam

komunikasi Islam, di mana komunikan (da‟i) menyampaikan

pesan (message) kepada penerima pesan (receiver), sebagai

sebuah pengetahuan. Sedangakan informasi ajaran Islam dapat

diartikan sebagai materi dakwah.14

Dalam komunikasi perlu pendekatan yang berbasis

pengetahuan (science) agar transformasi pesan

(message/mâddah) bisa konstektual. Model komunikasi

(sender, message, chanel, receiver) yang muncul perang dunia

II menghendaki adanya hubungan yang kemudian

memunculkan model Effect, yang mana pengaruh pesan lebih

penting dari materi yang disampaikan. Model ini masih lemah

sehingga muncul model converge yang memberi nilai kepada

penerima pesan, ini pun masih memiliki kelemahan hingga

muncul model Active Reception atau penerima pesan aktif

12

Edi Amin, Dakwah Komunitarian Ummatic Transnasional: Studi

Konsepsi Dakwah Said Nursi dan Penerapannya di Indonesia, 50. 13

Kementerian Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya (Bogor: Unit

Percetakan Al-Qur‟an, 2018), 179. 14

Andi Faisal Bakti, “The Contrbution of Dakwah to Communication

Studies: Risale-I Nur Collection Perspective, International Bediuzzaman

Symposium, Knowledge, Faint, Morality and the Future oh Humanity, 87.

33

dalam manfaat dan kepuasan (uses and gratification) untuk

mengoreksi model effect.15

Model penerima pesan aktif (aktive reception/AR)

sejalan dengan konsep tablîgh yang menyatakan sender hanya

sebagai penyampai pesan saja, bukan penentu komunikasi

(dakwah). Tablîgh harus memainkan peranan penting bagi

kehidupan, pada tingkat individu dan sosial bersifat mendasar

bagi berfungsinya ummah, karena hal itu menopang dan

mendorong hubungan yang integral dan selaras antara Tuhan,

individu dan masyarakat.16

Dengan demikian target utama tablîgh adalah ranah

kognitif (pemahaman dan pemikiran), bukan ranah afektif

(sikap) maupun behavioral (perilaku) mitra dakwah.17

b. Taghyîr (Change)

Dakwah pada dasarnya adalah bersifat taghyîr/change

(mengadakan perubahan) dari realitas sosial yang belum

ilahiah menjadi berkondisi atau berwatak ilahiah. Menurut

Amrullah Ahmad sebagaimana dikutip Zulfahmi, eksistensi

dakwah Islam selain berperan sebagai pengubah terhadap

realitas sosial yang ada kepada realitas sosial yang baru, juga

sesungguhnya dipengaruhi oleh perubahan sosial-kultural yang

terjadi.18

15

Edi Amin, Dakwah Komunitarian Ummatic Transnasional: Studi

Konsepsi Dakwah Said Nursi dan Penerapannya di Indonesia, 51. 16

Edi Amin, Dakwah Komunitarian Ummatic Transnasional: Studi

Konsepsi Dakwah Said Nursi dan Penerapannya di Indonesia, 53. 17

Moh. Ali Azis, Ilmu Dakwah (Jakarta: Kencana, 2009), 23. 18

Zulfahmi, Gerakan Damai Fathul Gülen Mengahadapi Kekerasan

dan Kemiskinan di Turki (Kudus: Parist, 2013), 39.

34

Dengan demikian, dakwah perlu mengenal dan

memahami perubahan-perubahan itu, sehingga metode dan

materi dakwah dapat diselaraskan dengan suasana dan keadaan

masyarakat yang berubah. Perubahan yang dilakukan sesuai

dengan ayat Al-Qur‟an:

فسهمه

روا ما با ي

ى يغ ىم حته

ى ق

عمها عل

و

ا

عمة

را و ي

م يك مغ

ل ه

ن الللك با

ذ

سميع عليم هن الل

وا

Artinya: “(Siksaan) yang demikian itu adalah karena

sesungguhnya Allah sekali-kali tidak akan merubah

sesuatu nikmat yang telah dianugerahkan-Nya kepada

suatu kaum, hingga kaum itu merubah apa-apa yang ada

pada diri mereka sendiri, dan sesungguhnya Allah Maha

Mendengar lagi Maha Mengetahui”. (Q.S Al-Anfaal 8:

53).19

Perubahan yang terjadi pada masyarakat Islam tidak

terlepas dari spirit ajarannya. Dalam setiap perubahan tersebut

juga terdapat berbagai konsekuensi, bahkan dapat berujung

krisis. Krisis tersebut disebabkan karena dalam setiap

perubahan ada nilai-nilai dalam masyarakat yang terkikis.20

Munculnya perubahan komunikasi terkait modernisasi

(modernnization) merupakan akibat dominasi ilmu

pengetahuan dan teknologi Barat. Tergerusnya budaya dan

kearifan lokal karena munculnya budaya baru dari Barat.

Kemudian model dependensi (dependency) mengoreksi

kelemahan model modernisasi, yakni model ini memiliki

19

Kementerian Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, 270. 20

Edi Amin, Dakwah Komunitarian Ummatic Transnasional: Studi

Konsepsi Dakwah Said Nursi dan Penerapannya di Indonesia, 53.

35

motivasi mensejajarkan ilmu pengetahuan dan teknologi barat

dengan jalan penguatan pembelajaran dan pendidikan.

Kemudian muncul model multiplicity, yang menyatakan

bahwa perubahan bisa terjadi karena adanya aturan yang

berhubungan dengan faktor lain seperti budaya, politik, agama

dan ekonomi.21

Model perubahan yang bersandar pada kesadaran diri

(self button-up) diharapkan mampu mendapatkan perubahan

yang positif yang tidak hanya berujung pada kepuasan, namun

juga kebahagiaan. Perubahan (taghyîr) dalam pandangan

komunikasi Islam (dakwah) adalah proses perubahan menuju

kehidupan yang lebih baik dan tercapainya kepuasan seperti

dalam model yang dikenal dengan uses and gratification

(manfaat dan kepuasan).22

Model ini, perubahan tidak hanya

menyajikan keuntungan berupa kehidupan yang lebih baik

secara materi tapi juga dalam bentuk psikologis berupa

kepuasan masyarakat seperti kenyamanan (ecology), rasa

aman (security), ketenangan batin (sprituality).

c. Takwîn al-Ummah (Development)

Takwîn al-Ummah/Amar ma‟ruf nahi munkar

merupakan usaha merealisasikan kebaikan dan usaha menjauhi

kemungkaran dan kebatilan. Prinsip ini menurut Hamid

21

Edi Amin, Dakwah Komunitarian Ummatic Transnasional: Studi

Konsepsi Dakwah Said Nursi dan Penerapannya di Indonesia, 55. Lihat Andi

Faisal Bakti, “The Contrbution of Dakwah to Communication Studies: Risale-I

Nur Collection Perspective, International Bediuzzaman Symposium,

Knowledge, Faint, Morality and the Future oh Humanity, 201-205. 22

Andi Faisal Bakti, “The Contrbution of Dakwah to Communication

Studies: Risale-I Nur Collection Perspective, International Bediuzzaman

Symposium, Knowledge, Faint, Morality and the Future of Humanity, 203.

36

Mawlana merupakan penegasan tentang tanggung jawab

individual dan kelompok dalam menyiapkan generasi penerus

untuk menerima ajaran-ajaran Islam dan mengambil manfaat

darinya. Tanggung jawab dan bimbingan tersebut juga terkait

dengan individu dan lembaga-lembaga dalam penyiaran

dakwah Islam. Termasuk di dalamnya adalah institusi

komunikasi sosial seperti pers, radio dan televisi.23

Konsep takwîn al-ummah/amar ma‟ruf dan nahi

munkar merupakan inti kegiatan dakwah. Pada prinsip Amar

ma‟ruf nahi munkar ini, Bakti memiliki pemahaman yang

lebih bervariasi, menurutnya konsep amar ma‟ruf nahi munkar

dapat disetarakan dengan konsep pembangunan (development).

Konsep ini berdasarkan ayat Al-Qur‟an:

حس

تي هي ا

هم بال

حسىة وجادل

ة ال

ىعظ

مة وال

حك

ك بال ى سبيل زب

دع ال

ا

هتدي م بال

عل

سبيله وهى ا ضل ع م بم

عل

ك هى ا ان زب

Artinya:

“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan

hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka

dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah

yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari

jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-

orang yang mendapat petunjuk”. (Q.S An-Nahl 16:

125).24

Konsep development terfokus dalam pembangunan

negara maju. Konsep ini digagas dan dikembangkan oleh

akademisi barat sebagai persyaratan menjadi negara maju

23

Edi Amin, Dakwah Komunitarian Ummatic Transnasional: Studi

Konsepsi Dakwah Said Nursi dan Penerapannya di Indonesia, 56. 24

Kementerian Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, 421.

37

(developed country) dengan teori pembangunan. Kemajuan

barat (developed country) tidak lepas dari penemuan-

penemuan baru di bidang teknologi. Sehingga hal tersebut

harus ditransfer ke negara berkembang (developing countries)

untuk membantu mereka mampu mengikuti kemajuan yang

dinikmati barat. Model yang cocok mengambarkan hal ini

adalah difusi penemuan/teknologi (diffusion of innovation).

Disini dibutuhkan social marketing dan participatory

approach untuk menumbuhkan self reliance (kemampuan

untuk mandiri). Akhirnya terbangun self-help, kemandirian

individu dan bangsa, swasembada dalam semua aspek

kehidupan sebagai persyaratan menuju negara maju.25

d. Khairiyah al-Ummah (Ethics)

Pembenahan Khairiyah al-Ummah/akhlâq adalah misi

utama diutusnya Rasulullah SAW, akhlâq juga sering diartikan

sebagai etika. Etika berasal dari bahasa latin, “ethic” atau

bahasa yunani ethicos, yang diartikan sebagai, a body of moral

principles or values. Secara langkap etika merupakan ilmu

yang membicarakan tingkah laku manusia sehingga mampu

membedakan antara yang baik dengan yang buruk.26

Menurut Bakti, dalam persektif komunikasi Islam,

interaksi sesama manusia haruslah dilandaskan pada etika

yang baik (akhlak karimah) karena tujuan dari komunikasi

adalah membangun kesejahteraan, produktivitas, dan

25

Andi Faisal Bakti, “The Contrbution of Dakwah to Communication

Studies: Risale-I Nur Collection Perspective, International Bediuzzaman

Symposium, Knowledge, Faint, Morality and the Future oh Humanity, 207. 26

Nurudin, Pengantar Komunikasi Masa (Jakarta: PT. Raja Grafindo

Persada, 2007), 242.

38

persyaratan lainnya menuju perubahan (change) dan

pembangunan (development) umat. Hal ini tersebut

(development dan change) hanya dapat terwujud dengan

kesetaraan (equality), persaudaraan (fraternity) dan solidaritas

(solidarity).27

Konsep masyarakat madani atau civil society,

ataupun civil community ini dijelaskan pula dalam ayat-ayat

Alquran, yaitu di antaranya:

ومىرزي سي

ن مبش بي الى ه

الل

بعث ف

احدة و

ة م

اس ا ان الى

ك

Artinya: “Manusia itu adalah umat yang satu. (Setelah

timbul perselisihan), Allah mengutus para nabi sebagai

pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan…” (Q.S

Al-Baqarah 2: 213).28

Konsep akhlâq dalam konteks dakwah mencakup al-

mauizah, al-hikmah, ahsan al-mujâdalah, al-karîmah, lâ

fitnah, lâ zan, ta‟âwun, mushâwarah/shŭra. Konsep ta‟âwun

ia samakan dengan sikap koperatif antara angota komunitas.

Sikap persamaan dan kesejajaran dalam memutuskan

persoalan (mushâwarah/shŭra) sejajar dengan konsep

demokrasi yang di perkenalkan barat. Sedangkan al-hikmah ia

sejajarkan dengan ilmu, sains dan filsafat.29

2. Teori Atribusi

Manusia senantiasa berusaha memaknai keadaan diri dan

lingkungannya. Salah satu cara yang lazim untuk mamaknai

27

Andi Faisal Bakti, “The Contrbution of Dakwah to Communication

Studies: Risale-I Nur Collection Perspective, International Bediuzzaman

Symposium, Knowledge, Faint, Morality and the Future oh Humanity, 209. 28

Kementerian Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, 51. 29

Edi Amin, Dakwah Komunitarian Ummatic Transnasional: Studi

Konsepsi Dakwah Said Nursi dan Penerapannya di Indonesia, 59.

39

pengalaman adalah dengan melakukan atribusi atau atribusi

kausal, yaitu menjelaskan sebab dari berbagai tindakan atau

peristiwa yang menimpa diri dan orang lain. Sebab adalah

jawaban terhadap pertanyaan mengapa tentang kejadian atau

pengalaman tertentu. Sebab lebih merupakan hasil konstrusi

subjektif perseptor untuk menjelaskann kaitan antara suatu

tindakan dan hasilnya.30

Heider dikenal sebagai bapak teori atribusi. Heider

percaya, bahwa orang itu seperti ilmuwan amatir, berusaha untuk

mengerti tingkah laku orang lain dengan mengumpulkan dan

memadukan potongan-potongan informasi sampai mereka tiba-

tiba pada sebuah penjelasan masuk akal tentang sebab-sebab

orang lain bertingkah laku tertentu.31

Atribusi merujuk hanya pada bagaimana orang

menjelaskan penyebab orang lain atau perilaku mereka sendiri.

Seperti teori kesetaraan, ini adalah proses kognitif di mana orang

menarik kesimpulan tentang faktor-faktor yang memengaruhi,

atau masuk akal, perilaku satu sama lain. Ada dua jenis atribusi

umum yang dibuat orang: atribusi disposisi, yang menganggap

perilaku seseorang dengan faktor internal seperti sifat

kepribadian, motivasi, atau kemampuan, dan atribusi situasional,

yang menghubungkan perilaku seseorang dengan faktor eksternal

seperti peralatan atau pengaruh sosial. dari orang lain. Dalam

beberapa tahun terakhir, teori atribusi telah memainkan peran

30

Supratiknya, “Menjelaskan Keberhasilan dan Kegagalan,” Jurnal

Psikologi Fakultas psikologi UGM, vol. 32 no. 1, 2005, 1. 31

Sarlito W Sarwono, Psikologi Sosial, (Jakarta: Penerbit Salemba

Humanika, 2009), 31.

40

yang semakin penting dalam perilaku organisasi dan manajemen

sumber daya manusia. Pemeriksaan berbagai teori, jenis, dan

kesalahan atribusi dapat berkontribusi pada pemahaman sebagai

motivasi kerja dan perilaku organisasi secara umum.32

Haider mengatakan, jika anda melihat perilaku orang lain,

maka anda juga harus melihat sebab tindakan. Dengan demikian

anda sebagai pihak yang memulai komunikasi harus mempunyai

kemampuan untuk memprediksi perilaku tersebut seperti yang

tampak didepan anda. Ada dua jenis atribusi, yaitu atribusi

kausalitas dan atribusi kejujuran.33

Dalam atribusi kausal yang

hendak di pahami adalah mengapa suatu tindakan menghasilkan

akibat tertentu. Sebab berbeda dengan alasan, yaitu pembenaran

atas suatu tindakan.

Ada dua motivasi yang mendorong manusia melakukan

atribusi kausal. Pertama, prinsip kompetensi atau mastery.

Manusia butuh meningkatkan kemampuan untuk berinterasi

secara efektif dengan lingkungannya. Oleh karena itu ia perlu

memahami lingkungan termasuk dirinya sendiri, lewat atribusi

kausal. Kedua, fungsionalisme atau hedoneisme. Berdasarkan

pengetahuan tentang sebab dari aneka peristiwa yang dialami atau

disaksikannya manusia bisa mengatur agar tingkah lakunya lebih

efektif di masa mendatang. Dalam hal ini atribusi kausal

32

Fred Luthans, Organizational Behavior An Evidence-Based Approach

(United States: McGraw-Hill/Irwin, 2011), 171. 33

Alo Liliweri, Komunikasi Antarpribadi (Bandung: Citra Aditya Bakti,

1997), 52.

41

berfungsi sebagai sarana untuk mencapai aneka tujuan hidup

secara lebih efektif.34

Teori atribusi digunakan untuk menganalisa hambatan-

hambatan dakwah. Hambatan dakwah yang terjadi di pengaruhi

oleh faktor internal dan faktor eksternal. Baik berupa hambatan

ekologis, hambatan psikologis dan hambatan semantik.

3. Hambatan-Hambatan Komunikasi

Komunikasi manusia tidak selalu lancar karena ada

kalanya mengalami hambatan, gangguan, atau distorsi.

Mengingat perkembangan model awal komunikasi berbasis pada

teknik matematika, Shannon dan Weaver mengartikan konsep

noise sebagai “kebisingan”.35

Seringkali, komunikasi antar

individu mengalamai hambatan yang disebabkan tidak adanya

pengetahuan yang mendalam mengenai perbedaan latar belakang

budaya pihak lain.36

Karenanya komunikasi sangat berhubungan

erat dengan perilaku manusia. Menurut Lewin dikutip oleh

Jalaluddin Rakhmat, perilaku merupakan hasil interaksi yang

menarik antara keunikan individual yang ada pada diri manusia

dengan keumuman situasional dalam lingkungannya.37

Sedangkan Rogers dan Shoemaker mendefinisikan perilaku

sebagai wujud dari tindakan dan sikap, sedangkan sikap

34

Alimatus Sahrah, “Pengaruh Atribusi Kesuksesan Terhadap

Ketakutan untuk Sukses Pada Wanita Karir,” Jurnal Psycho Idea, tahun 9 no.

2, (Juli 2011), 15. 35

Suryanto, Pengantar Ilmu Komunikasi (Bandung: Pustaka Setia,

2015), 66. 36

Anwar Arifin, Ilmu Komunikasi: Sebuah Pengantar Ringkas (Jakarta:

PT Raja Grafindo Persada, 2006), 32. 37

Jalaludin Rakhmat, Psikologi Komunikasi (Bandung: PT Remaja

Rosdakarya, 1999), 27.

42

dipengaruhi oleh persepsi, dan persepsi dipengaruhi oleh

karakteristik individu. Perilaku komunikasi merupakan suatu

kebiasaan dari individu atau kelompok didalam menerima atau

menyampaikan pesan yang diindikasikan dengan adanya

partisipasi, hubungan dengan sistem sosial, kekosmopolitan,

hubungan dengan agen pembaharu, keaktifan mencari informasi

serta pengetahuan mengenai hal-hal yang baru.38

Mengenali beberapa penghambat yang lazim dapat

membantu anda menghindarinya atau setidak-tidaknya

menanggulangi akibatnya. Komunikasi tentu saja menghadapi

hambatan dan masalah yang sama seperti yang dihadapi oleh

bentuk-bentuk komunikasi yang lain.39

Dalam proses komunikasi dakwah seringkali banyak terjadi

hambatan yang kadang-kadang bisa kita duga atau kita ramalkan,

karena obyek dakwah sifatnya dinamis selalu berubah, begitu

pula sering terjadi factor-faktor lain seperti misalnya, cuaca,

kondisi tempat, suasana lingkungan dan lain sebagainya.

Hambatan komunikasi dakwah dapat mempengaruhi tujuan dan

harapan yang diinginkan oleh komunikator, oleh karena itu untuk

memperkecil kegagalan komunikasi, para juru dakwah sebaiknya

terlebih dahulu memahami dan mengantisipasi beberapa faktor

yang menjadi hambatan komunikasi.40

38

Rogers dan Shoemaker, Comunication of Innovations (New York:

The Free Press, 1981), 107. 39

Joseph DeVito, Komunikasi Antarmanusia (Pamulang: Karisma

Publishing, 2011), 545. 40

Sami‟an Hadisaputra, “Problematika Komunikasi Dakwah dan

Hambatannya (Prespektif Teoritis dan Fenomologis), Jurnal Adzikra, vol. 03

no. 1, Januari-Juni 2012, 70-71.

43

Hambatan komunikasi dapat terjadi pada semua unsur

komunikasi, baik pada komunikator, pesan, media, komunikan

ataupun yang lainnya. Seperti halnya yang terjadi pada

komunikator, ketika ia berdiri dan berbicara di depan orang

banyak, tiba-tiba semua yang sudah disiapkan hilang semua.

Seperti yang dikemukakan Dale Carnegie dikutip oleh

Roudhonah “ketika saya disuruh berdiri di depan umum untuk

berbicara, saya menjadi amat sadar akan diri sendiri amat takut

hingga tidak bisa berpikir dengan jelas, tidak bisa

mengosentrasikan diri, tidak bisa mengingat kembali apa yang

ingin saya katakan”, hal ini menjadi hambatan-hambatan

komunikasi.41

Tidak seperti halnya pada kegagalan, hambatan tidak

menyebabkan komunikasi berhenti, tetapi ia menahan

(menimbulkan kesulitan pada) aliran pesan itu. Beberapa pesan

“dibendung” dan tidak dapat melampaui hambatan itu. Lainnya

seperti halnya dengan air yang „meluber‟, dapat sampai kepada si

penerima. Akan tetapi, karakter pesan ini dapat berubah dalam

proses peluberan melewati penghalang tersebut. pesan itu

mungkin akan seragam, tercemar dan seterusnya.42

Hambatan-hambatan komunikasi yang terjadi dari pengirim

pesan, misalnya pesan yang akan di sampaikan belum jelas bagi

dirinya atau pengirim pesan, hambatan dalam penyandian/simbol

artinya bahasa yang digunakan tidak jelas dan sulit dipahami,

hambatan media artinya terjadi dalam pengunaan media

41

Roudhonah, Ilmu Komunikasi (Depok: Raja Grafika Persada, 2019),

113. 42

Roudhonah, Ilmu Komunikasi, 113-114.

44

komunikasi, hambatan dalam bahasa sandi, hambatan dari

penerima pesan dan hambatan dalam memberi balikan.43

Menurut Marhaeni Fajar dalam buku “Ilmu Komunikasi:

Teori dan Praktek” menjelaskan, hambatan-hambatan komunikasi

antara lain:

a. Hambatan Ekologis

Hambatan ekologis atau hambatan fisik dapat

mengganggu komunikasi yang efektif, cuaca gangguan alat

komunikasi, misalnya: Gangguan kesehatan karena banyaknya

masyarakat menjadi korban baik luka berat maupun ringan

akibat tertimpa reruntuhan serta kondisi mereka yang masih

berada di tenda-tenda darurat sehingga keadaan fisik mereka

tidak terjamin.44

b. Hambatan Psikologis

Hambatan psikologis dan sosial kadang-kadang

mengganggu komunikasi. Dalam musibah ini komunikan

masih trauma dengan musibah yang menimpa mereka.

Bencana yang telah mengambil keluarga dan harta benda

mereka menimbulkan dampak traumatik yang sangat tinggi

sehingga pada saat diajak untuk berkomunikasi menjadi „tidak

nyambung‟ bahkan ketidak mampuan mereka dalam

menghadapi bencana ini menimbulkan stress yang

berkepanjangan. Faktor psikis komunikan ini yang membuat

proses rekonstruksi menjadi sulit.45

43

Marhaeni Fajar, Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktek (Jakarta:

Universitas Mascu Buana, 2009), 62-63. 44

Marhaeni Fajar, Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktek, 63. 45

Marhaeni Fajar, Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktek, 64.

45

Hambatan Psikologi sama dengan prasangka yang

disebabkan oleh aspek antropologis dan sosiologis, dapat

terjadi terhadap ras, bangsa, suku bangsa, agama, partai

politik, kelompok dan apa saja yang bagi seseorang

merupakan suatu perangsang disebabkan dalam

pengalamannya pernah diberi kesan yang tidak enak.46

Demikian juga hambatan komunikasi itu bersifat psikologis

yang terdapat dalam kemampuan kognitif dan afektif

individualnya dalam menyandi dan mengalih sandi pesan.

Karena itu, hambatan komunikasi terdapat secara lebih luas

dalam perspektif psikologi.47

Kondisi psikologis memiliki kekuatan untuk

mempengaruhi secara positif dan negatif terhadap berjalannya

proses komunikasi. Perasaan lelah, mengantuk, marah, rasa

lapar, rasa takut, pikiran kacau, kondisi berduka cita dan

sebagainya, secara negatif bisa menghambat, bahkan

menggagalkan komunikasi.48

c. Hambatan Semantik

Semantik adalah pengetahuan tentang pengertian atau

makna yang sebenarnya.49

kata-kata yang dipergunakan dalam

komunikasi kadang-kadang mempunyai arti mendua yang

berbeda, tidak jelas atau berbelit-belit antara pemberi pesan

dan penerimanya, dengan kata lain bahasa yang digunakan

46

Onong Uchjana Effendy, Dinamika Komunikasi ( Bandung: Remaja

Rosdakarya, 2004), 14. 47

Roudhonah, Ilmu Komunikasi, 118. 48

M. Shoelhi, Komunikasi Lintas Budaya, 17. 49

M. Shoelhi, Komunikasi Lintas Budaya, 17.

46

berbeda.50

Gangguan semantik terjadi dalam salah pengertian

karena dalam mengartikan kalimat, kadang-kadang seseorang

mengunakan kata-kata disebabkan latar belakang dan

pengalaman seseorang.51

Hambatan ini muncul dari diri komunikator dalam hal

ini juru dakwah (mubaligh), yaitu adanya gangguan dalam

penggunaan bahasa, misalnya dalam pengucapan kalimat,

kurang fasih, ketidak-tepatan dalam menggunakan bahasa

asing. Hambatan semantik ini bila tidak dihilangkan akan

mengakibatkan dan menimbulkan kesalahan pengertian,

kesalahan tafsir (misunderstanding dan mis-interpretation)

yang pada akhirnya menimbulkan communication

breakdown.52

Salah komunikasi atau mis communication ada

kalanya disebabkan oleh pemilihan kata yang tidak tepat, kata-

kata yang sifatnya konotatif . dalam komunikasi bahasa yang

sebaiknya dipergunakan dengan kata-kata yang konotatif,

semestinya dijelaskan apa yang dimaksud sebenarnya,

sehingga tidak terjadi salah tafsir.53

B. Kerangka Berfikir

1. Strategi Komunikasi

Strategi berasal dari bahasa Yunani: Strategia yang

berarti kepemimpinan atas pasukan atau seni memimpin

pasukan. Kata strategia bersumber dari kata strategos yang

50

Marhaeni Fajar, Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktek, 63. 51

Roudhonah, Ilmu Komunikasi, 114. 52

Arifin, Psikologi Dakwah Suatu Pengantar (Jakarta: Bumi Aksara,

2004), 80. 53

Onong Uchjana Effendy, Dinamika Komunikasi, 14.

47

berkembang dari dari kata stratus (tentara) dan kata agein

(memimpin).54

Istilah strategi dipakai dalam kontek militer sejak

zaman kejayaan Yunan-Romawi sampai masa awal

industrialisasi. Kemudian istilah strategi meluas ke berbagai

aspek kegiatan masyarakat, termasuk dalam bidang

komunikasi dan dakwah. Hal ini penting karena dakwah

bertujuan melakukan perubahan terencana dalam

masyarakat.55

Kata strategi dibedakan dari kata taktik. Webster‟s New

Twentieth Century Dictionary menyatakan bahwa taktik

menunjukkan hanya pada kegiatan mekanik saat

menggerakkan benda-benda, sedangkan strategi adalah cara

pengaturan untuk melaksanakan taktik itu.56

Bisa juga berarti

kemampuan yang terampil dalam menangani dan

merencanakan sesuatu.57

Menurut Ali Moertopo pendekatan strategi pada

hakekatnya mempunyai lima ciri-ciri berikut:

a. Memusatkan perhatian pada kekuatan, kepada power.

Kekuatan adalah bagaikan fokus pokok di dalam

pendekatan strategis.

54

Ali Moertopo, Strategi Kebudayaan (Jakarta: CSIS, 1978), 7. 55

Anwar Arifin, Dakwah Kontemporer: Sebuah Studi Komunikasi

(Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011), 227. 56

Kustadi Suhandang, Retorika: Strategi, Teknik dan Taktik Berpidato

(Bandung: Penerbit Nuansa, 2009), 90. 57

Syukriadi Sambas & Acep Aripudin, Dakwah Damai: Pengantar

Dakwah Antar budaya (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007), 138.

48

b. Memusatkan perhatian kepada analisa dinamik, analisa

gerak dan analisa aksi.

c. Strategi memusatkan perhatian kepada analisa yang ingin

dicapai serta gerak untuk mencapai tujuan tersebut.

d. Strategi memperhitungkan faktor-faktor waktu (sejarah:

masa lampau, masa kini dan terutama masa depan) dan

faktor lingkungan.

e. Strategi berusaha menemukan masalah-masalah yang

terjadi dari peristiwa-peristiwa yang ditafsirkan

berdasarkan konteks kekuatan, kemudian mengadakan

analisa mengenai kemungkinan-kemungkinan serta

memperhitungkan pilihan-pilihan dan langkah-langkah

yang dapat diambil, dalam rangka bergerak menuju

kepada tujuan itu.58

Istilah strategi (strategy) oleh manajer diartikan sebagai

rencana skala besar yang berorientasi jangka panjang untuk

berinteraksi dengan lingkungan yang akan dilakukan oleh

perusahaan. Sebuah strategi merupakan rencana permainan

yang akan dilakukan oleh perusahaan.59

Azis berpendapat bahwa strategi adalah rencana

tindakan (rangkaian kegiatan) termasuk pengunaan metode

dan pemanfaatan berbagai sumber daya atau kekuatan. Dengan

58

Ali Moertopo, Strategi Kebudayaan, 8-9. 59

John Pearce dan Richard Robinson, Manajemen Strategis Strategic

Manajemen-Formulasi, Implementasi and Control, terj. Nia Pramita Sari

(Jakarta: Salemba Empat, 2013), 4.

49

demikian, strategi merupakan proses penyusupan rencana

kerja, belum sampai pada tindakan.60

Ali Moertopo mengatakan strategi adalah hal yang

berkenaan dengan cara dan usaha menguasai dan

mendayagunakan segala sumber daya suatu masyarakat, suatu

bangsa untuk mencapai suatu tujuan.61

Definisi strategi

menurut Stephenie K. Marrus dikutip oleh Husen Umar adalah

suatu proses penentuan rencana para pemimpin puncak yang

berfokus pada tujuan jangka panjang organisasi, disertai

penyusunan suatu cara atau upaya bagaimana agar tujuan

tersebut dapat dicapai.62

Ada pendapat dari Hamel dikutip oleh Husen Umar yang

mengatakan strategi merupakan tindakan yang bersifat

incremental (senantiasa meningkat) dan terus-menerus, serta

dilakukan berdasarkan sudut pandang tentang apa yang

diharapkan oleh para pelanggan di masa depan. Dengan

demikian, strategi hampir selalu dimulai dari apa yang dapat

terjadi dan bukan dimulai dari apa yang terjadi.63

Komunikasi merupakan suatu hal yang sangat mendasar

dalam kehidupan manusia, bahkan komunikasi telah menjadi

fenomena bagi terbentuknya suatu masyarakat atau komunitas

yang terintegrasi oleh informasi, dimana masing-masing

individu di dalam masyarakat itu sendiri saling berbagi

informasi (information sharing) untuk mencapai tujuan

60

Moh. Ali Azis, Ilmu Dakwah (Jakarta: Kencana, 2015), 350. 61

Ali Moertopo, Strategi Kebudayaan, 8. 62

Husein Umar, Strategic Management In Action (Jakarta: Gramedia

Pustaka Utama, 2001), 31. 63

Husein Umar, Strategic Management In Action, 31.

50

bersama. Secara sederhana komunikasi dapat terjadi apabila

ada kesamaan antara penyampaian pesan dan orang yang

menerima pesan.64

Terminologi komunikasi berasal dari bahasa latin yakni

Comminico yang artinya membagi, dan communis yang berarti

membangun kebersamaan antara dua orang atau lebih. Sebagai

ilmu multidiplin, definisi komunikasi telah banyak di buat oleh

para pakar dari disiplin ilmu.65

Menurut Stephen Littlejohn dikutip oleh Morissan

mengatakan, communication is difficult to define. The word is

abstrak and, like most term, posses numerous meanings

(komunikasi sulit untuk didefinisikan. Kata “komunikasi”

bersifat abstrak, seperti kebanyakan istilah, memiliki banyak

arti).66

Steven dikutip oleh Hafied Cangara berpendapat bahwa

komunikasi terjadi kapan saja suatu organisme memberi reaksi

terhadap suatu objek atau stimuli, apakah itu berasal dari

seseorang atau lingkungan sekitar.67

Menurut Rogers dikutip

oleh Hafied Cangara komunikasi adalah suatu proses di mana

dua orang atau lebih membentuk atau melakukan pertukaran

64

Syaiful Rohim, Teori Komunikasi Perspektif, Ragam dan Aplikasi

(Jakarta: Rineka Cipta, 2016), 9. Lihat juga, Stephen W. Littlejohn, Theories of

Human Communication (New Mexico: Wadsworth Publishing Company,

1999), 6. 65

Hafied Cangara, Komunikasi Politik Konsep, Teori dan Strategi

(Jakarta: Rajawali Pers, 2014), 13. 66

Morissan, Teori Komunikasi Individu Hingga Massa (Jakarta:

Kencana, 2013), 8. 67

Hafied Cangara, Komunikasi Politik Konsep, Teori dan Strategi, 14.

51

informasi dengan satu sama lainnya, yang pada gilirannya

akan tiba pada saling pengertian yang mendalam.68

Hovland dikutip oleh Dani Vardiansyah mendefinisikan

komunikasi sebagai proses yang melaluinnya seseorang

(komunikator) menyampaikan stimulus (biasanya dalam

bentuk kata-kata) dengan tujuan mengubah atau membentuk

prilaku orang lain (khalayak).69

Berelson dikutip oleh Dani Vardiansyah mengatakan

bahwa komunikasi adalah proses penyampaian informasi,

gagasan, emosi, keahlian, dan lain-lain melalui pengunaan

simbol-simbol seperti kata-kata, gambar, angka, dan lain-

lain.70

Definisi-definisi yang dikemukakan di atas tentu belum

mewakili semua definisi komunikasi yang telah dibuat oleh

banyak pakar, namun sedikit banyaknya kita telah dapat

memperoleh gambaran seperti apa yang diungkapkan oleh

Shannon dikutip oleh Hafied Cangara bahwa komunikasi

adalah bentuk interaksi manusia yang saling pengaruh

mempengaruhi satu sama lainnya, sengaja atau tidak sengaja.

Tidak terbatas pada bentuk komunikasi menggunakan bahasa

verbal, tetapi juga daalam hal ekspresi muka, lukisan, seni dan

teknologi.71

68

Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi (Jakarta: Rajawali Pers,

2011), 20. 69

Dani Vardiansyah dan Erna Febriani, Filsafat Ilmu Komunikasi

Pengantar Ontologi, Epistimologi, Aksiologi (Jakarta: Indeks, 2018), 35. 70

Dani Vardiansyah dan Erna Febriani, Filsafat Ilmu Komunikasi

Pengantar Ontologi, Epistimologi, Aksiologi, 36. 71

Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi, 21.

52

Judy C. Pearson dan Paul E. Nelson dikutip oleh Deddy

Mulyana mengemukakan bahwa komunikasi mempunyai dua

fungsi umum. Pertama, untuk kelangsungan hidup diri sendiri

yang meliputi, keselamatan fisik, meningkatkan kesadaran

pribadi, menampilkan diri kita sendiri kepada orang lain dan

mencapai ambisi pribadi. Kedua, untuk kelangsungan hidup

masyarakat, tepatnya untuk memperbaiki hubungan sosial dan

mengembangkan keberadaan suatu masyarakat.72

Strategi komunikasi di definisikan oleh Middletton

dikutip oleh Hafied Cangara sebagai kombinasi yang terbaik

dari semua elemen komunikasi mulai dari komunikator, pesan,

saluran (media), penerima sampai pada pengaruh (efek) yang

dirancang untuk mencapai tujuan komunikasi yang optimal.73

Strategi komunikasi merupakan panduan perencanaan

komunikasi (communication planning) dengan manajemen

komunikasi (communication management) untuk mencapai

tujuan yang telah ditetapkan. Strategi komunikasi ini harus

mampu menunjukan bagaimana operasionalnya secara praktis

harus dilakukan, dalam arti kata bahwa pendekatan (approach)

bisa berbeda-beda bergantung pada situasi dan kondisi.74

Menurut Wayne Peace, tujuan strategi komunikasi terdiri

atas empat tujuan, yaitu:

72

Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar (Bandung:

Remaja Rosdakarya, 2010), 5. Lihat juga, Larry A. Samavar dan Richard E.

Porter, Communication Betwen Cultures (California: Wedsworth, 1991) 179. 73

Hafied Cangara, Perencanaan & Strategi Komunikasi (Jakarta: Raja

Grafindo, 2013), 61. 74

Onong Uchyana Effendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek

(Bandung: Remaja Rosdakarya, 2003), 32.

53

a. To secure understanding. Strategi komunikasi bertujuan

untuk memastikan terciptanya saling pengertian dalam

berkomunikasi dan untuk memberikan pengaruh kepada

komunikan melalui pesan-pesan yang disampaikan untuk

mencapai tujuan tertentu dari organisasi.

b. To establish acceptance. Strategi komunikasi disusun agar

saling pengertian dan penerimaan tersebut terus dibina

dengan baik.

c. To motive action. Strategi komunikasi memberikan

dorongan, memotivasi perilaku atau aksi. Komunikasi

selalu memberi pengertian yang diharapkan dapat

memengaruhi atau mengubah perilaku komunikan agar

sesuai dengan keinginan komunikator.

d. To reach the goals which the communicator sought to

achieve. Strategi komunikasi memberikan gambaran cara

bagaimana mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh

pihak komunikator dari proses komunikasi tersebut.75

2. Antrapologi Agama

Antrapologi adalah ilmu pengetahuan yang

mempelajari umat manusia sebagai makhluk masyarakat.

Perhatian ilmu pengetahuan ini ditunjukan kepada sifat-sifat

khusus badani dan cara-cara produksi, tradisi-tradisi dan nilai-

nilai yang membuat pergaulan hidup yang satu berbeda dari

pergaulan hidup lainnya.76

Antropologi melihat manusia

secara ilmiah, sehingga ditemukan berbagai indikator yang

75

Wayne Peace, Brent Peterson, Dallas Burnet, Techniques for Effective

Communication (Massachusetts: Addison-Wastley), 128. 76

Harsojo, Pengantar Aantropologi (Bandung: Binacipta, 1967), 13.

54

menjelaskan awal manusia hidup dan cara-cara

mempertahankan kehidupannya di muka bumi. Di samping

dapat dilihat secara ilmiah, manusia dapat dilihat pula secara

religius, karena kelahirannya berhubungan erat dengan tuhan

sebagai pencipta.77

Antropologi sebagai disiplin ilmu yang berdiri sendiri,

masa perkembangannya sebagaimana disebutkan

Koentjaraningrat berawal dari kedatangan orang-orang Eropa

ke Benua Afrika, Asia dan Antartika, sebelum abad ke 18 M,

hasil perjalanan mereka menuju berbagai wilayah dengan

berbagai misi perjalanan yang terdiri dari para musafir, pelaut,

pendeta, penyiar agama dan pegawai pemerintah jajahan mulai

dikumpulkan dalam himpunan buku besar yang memuat

deskripsi adat istiadat, susunan masyarakat, bahasa dan ciri-

ciri fisik berbagai warna suku bangsa.78

Di Indonesia sekarang

telah mulai dikembangkan suatu ilmu antrapologi yang khas

Indonesia. Sehingga, kita belum terikat oleh suatu tradisi

sehingga kita masih dapat memilih serta mengkombinasikan

berbagai unsur dari aliran yang paling sesuai yang telah

berkembang di negara-negara lain, dan diselaraskan dengan

masalah kemasyarakatan di Indonesia.79

Pada permulaan abad ke 19, perhatian terhadap

pengetahuan tentang adat istiadat susunan masyarkat dan ciri-

ciri fisik masyarakat diluar bangsa Eropa menjadi sangat

77

Beni Ahmad Saebani, Pengantar Antropologi (Bandung: Pustaka

Setia, 2012), 15. 78

Koentjaraningrat, Pengantar Antropologi, 1-5. 79

Koentjaraningrat, Pengantar Antrapologi 1 (Jakarta: Rineka Cipta,

2011), 6.

55

besar, dan pada pertengahan abad ke 19 muncul berbagai buku

karangan yang berisi etnografi berdasarkan evolusi

masyarakat. Dengan munculnya berbagai karangan yang

mengklarifikasikan bentuk warna kehidupan diseluruh dunia

pada tahun 1860-an maka lahirlah ilmu antropologi yang

bersifat akademikal.

Pada fase berikutnya, pada permulaan abad ke 20,

Antropologi menjadi sangat penting bagi bangsa Eropa, bagi

kepentingan jajahan, dan terutama di Inggris pada fase ini

antropologi menjadi ilmu praktis. Pada fase tahun 1930-an

ilmu Antropologi berkembang demikian luasnya baik dalam

bahan kajian maupun metodologinya. Apabila sejarah lahirnya

antropologi ini dibandingkan dengan perjalanan seorang

filosof muslim yang dikenal dengan nama Al-Biruni ( 973-

1048 M), yang telah melakukan perjalanan ke Asia Selatan,

anak benua mendampingi Sultan Mahmud Al-Faznawi, selama

di India lebih kurang 13 tahun.80

Pada dasarnya studi Agama telah dimulai sejak masa

sebelum masehi, sebagaimana diungkapkan oleh Mircea

Aliade. Di era Yunani pra Sokrates sudah lahir catatan dan

laporan mengenai kehidupan keagamaan masyarakat Yunani.

Namun secara aklamatif diakui bahwa studi agama modern

didirikan oleh Friedrich Max Muller (1823-1900), yang

memunculkan kajian metode perbandingan terhadap agama-

80

Ahmad Amin Husyain, Seratus Tokoh Dalam Sejarah Islam

(Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2001), 164.

56

agama yang kemudian dijadikan sebagai tonggak berdirinya

studi agama sebagai sebuah disiplin keilmuan modern.81

Tradisi yang muncul dari kajian-kajian agama Muller,

memiliki arah dua sisi ; pertama, kajian terhadap data sejarah

agama-agama, dan kedua, kecendrungan kearah kajian struktur

atau muatan dari kehidupan keagamaan itu sendiri.

Perkembangan berbagai kajian terhadap agama-agama

memunculkan berbagai persoalan, salah satunya adalah

tentang defenisi agama itu sendiri. Adanya perbedaan

pendapat tentang defenisi agama melahirkan munculnya

perbedaan pendekatan dalam upaya mengkaji dan meneliti

tentang agama, bagi kelompok yang berpandangan bahwa

aktivitas atau ekspresi keagamaan dipandang sebagai bentuk-

bentuk dorongan fisiko-kultural manusia, melakukan

pengkajian dengan pendekatan antropologi, hal ini karena

antropologi merupakan ilmu yang mengkaji bentuk- bentuk

kebudayaan manusia dalam pemikiran, tindakan maupun

benda-benda.82

Dalam fase perkembangannya, antropologi agama

terbagi pada beberapa aliran, diantaranya, aliran fungsional,

aliran struktural dan aliran historis.83

Aliran fungsional atau

fungsionalisme dengan tokohnya Brosnilaw Kacper (1884-

1942) berpendapat bahwa suatu aspek kebudayaan, termasuk

model-model keagamaan mempunyai fungsi dalam kaitannya

81

Ahmad Norma Permata, Metodologi Studi Agama (Yogyakarta :

Pustaka Pelajar, 2000), 46. 82

Ahmad Norma Permata, Metodologi Studi Agama, 22. 83

Herman Beck, Metode Penelitian Agama (Yogyakarta : Pasca Sarjana

IAIN Sumatera Utara Kalijaga, 1990), 65.

57

dengan aspek lain sebagai kesatuan, dan juga berkeyakinan

bahwa institusi-institusi atau lembaga-lembaga kebudayaan

dan keagamaan mempunyai fungsi yang sangat penting dalam

kehidupan masyarakat.Penelitian dalam aliran fungsionalis ini

bersifat longitudinal, bahkan bias bertahun-tahun.84

Aliran struktural dengan tokohnya Clauda Levi Strauss

(1908-1975), tidak begitu banyak melakukan penelitian

lapangan, namun ia menganjurkan adanya distansi, yakni

mengambil jarak dari objek. Aliran historis, dengan tokohnya

E.Evans Pritchard (1902-1973), mencirikan penggunaan

hermeneutik, yakni melakukan penafsiran terhadap kata-kata

dan istilah- istilah bahasa bangsa yang ditelitinya, disamping

watak diakronisnya. Ciri-ciri antropologi historisnya adalah :

Seperti halnya sejarah, berusaha mengerti, memahami ciri

penting suatu kebudayaan dan selanjutnya menerjemahkan

ciri-ciri itu kedalam kata-kata atau istilah-istilah bahasa

peneliti sendiri. Berusaha menemukan struktur yang mendasari

masyarakat dan kebudayaannya dengan analisis-analisis yang

dinamakan analisis struktural.85

84

Herman Beck, Metode Penelitian Agama, 66-67. 85

Herman Beck, Metode Penelitian Agama, 69-70.

58

BAB III

GAMBARAN UMUM SUKU ANAK DALAM

A. Historis Asal Usul Suku Anak Dalam

Suku Anak Dalam adalah salah satu suku tertua yang ada

di daerah Jambi. Beberapa keterangan dari buku sejarah

menyebutkan bahwa Suku Anak Dalam merupakan hasil

pencampuran antara Suku Weda dengan Suku Negrito yang

dalam perjalanan sejarah kemudian disebut Suku Weddoid.

Adapun ciri-ciri Suku Weddoid adalah rambut keriting, kulit

sawo matang, mata terletak agak menjorok ke dalam, badan kecil,

dan kepala berukuran sedang. Ciri-ciri ini sebagian besar

memiliki kesamaan dengan Suku Anak Dalam.

Secara umum, Suku Anak Dalam hidup dengan budaya

berburu dan meramu, mereka sangat terampil berburu dengan

menggunakan alat tradisional seperti tombak, kujur, dan anak

panah. Sejak ratusan tahun suku primitif ini disebut suku Kubu

atau suku rimba. Ada beberapa istilah lain yang dilekatkan

terhadap Suku Anak Dalam seperti Komunitas Adat Terpencil,1

Orang Kubu2, dan Orang Rimba.

3

1Penyebutan ini istilah dari Dinas KSPM Provinsi Jambi karena

Suku Anak Dalam mempunyai masalah yang spesifik jika dibandingkan

dengan masyarakat terasing lainnya dalam, “Profil Komunitas Adat Terpencil

(KAT) dan Program Pemberdayaan di Propinsi Jambi (2009), 4. 2Orang kubu adalah istilah dan stereotype yang sangat terkenal

digunakan oleh orang Melayu yang konotasinya terkadang berarti bodoh, kotor

dan menjijikkan. Lihat Mailinar & Bahren Nurdin, “Kehidupan Keagamaan

Suku Anak Dalam di Dusun Senami Iii Desa Jebak Kabupaten Batanghari

Jambi, Vol. 28, No. 2, (2013): 142. 3 Mailinar & Bahren Nurdin, “Kehidupan Keagamaan Suku Anak

Dalam di Dusun Senami Iii Desa Jebak Kabupaten Batanghari Jambi, 142.

Lihat Butet Manurung, Sokola Rimba, Pengalaman belajar bersama Orang

Rimba (Yogyakarta: INSIST, 2007), 9.

59

Berdasarkan cerita tutur setiap kelompok, ada berbagai

versi cerita yang berkaitan dengan asal-usul Suku Anak Dalam

atau Sungai Mekekal mengaku bernenek moyang yang sama

dengan orang Melayu di Tanah Garo, yaitu berasal dari buah

gelumpang.4 Suku Anak Dalam Air Hitam mengatakan sebagai

keturunan orang-orang desa yang lari ke dalam hutan. Sementara

itu Suku Anak Dalam yang berada di barat Provinsi Jambi

mengaku berasal dari Suku Anak Dalam di Sumatera Selatan

(Musi Rawas) yang mempunyai sejarah asal-usul sama dengan

orang Melayu yang melarikan diri ke dalam hutan karena

penjajahan.5

Asal usul keturunan Suku Anak Dalam yang berasal dari

keturunan 9 (Sembilan) bersaudara yang merupakan anak dari

Raden Ontar. Raden Ontar anak dari Pangeran Nagosari dan cucu

dari Maruhum Sungsang Romo yang berdarah Mataram Hindu

yang menikah dengan Putri Bayan Lais. Putri bayan Lais adalah

putri dari Pangeran Bagas Gayur yang berasal dari Kerajaan

Pagaruyung yang menikah dengan Putri Berdarah Putih yang

berasal dari Gunung Kembang (Kabupaten Sarolangun).6

Suku Anak Dalam yang ada di Jambi memiliki asal-usul

keturunan yang sama, yakni dari sisa-sisa prajurit Kerajaan

Sriwijaya yang kalah dalam peperangan melawan Kerajaan Chola

dari India (Abad ke 11 atau sekitar tahun 1030). Karena tak ingin

4Wawancara dengan Muhammad Zuhdi, Direktur Cappa, pada 22

November 2018. 5Wawancara dengan Bobi, pemuda Suku Anak Dalam Segandi, pada 22

November 2018. 6Wawancara dengan Iyat Khubung, Tumenggung Segandi, pada 2

Desember 2018.

60

dijajah oleh Kerajaan Chola, sisa pasukan Kerajaan Sriwijaya

memilih menyingkir masuk ke daerah pedalaman.7

Menurut data yang dikumpulkan Yayasan Agraphana

Bhumi Indonesia, bahwa Suku Anak Dalam adalah suku melayu

Jambi, yang hidup nomadent berkelompok yang mendiami hutan-

hutan yang berada di bukit XII dan fakta sejarah mereka

keturunan langsung dari Raja Jambi, yaitu Sultan Thaha

Saifuddin dan laskar-laskar pengikutnya yang berjuang melawan

penjajah.8

Adapun Suku Anak Dalam yang berada di kawasan Taman

Nasional Bukit Tiga puluh mengatakan mereka berasal dari Suku

Anak Dalam Kuamang Kuning dan Rimbo Bujang, daerah Jambi

yang berbatasan dengan Sumatera Barat.9 Apabila ditelisik,

berbagai versi cerita tersebut memiliki kesamaan tentang asal

usul Suku Anak Dalam, yakni mereka berasal dari suku bangsa

lain, baik suku bangsa Melayu maupun suku bangsa

Minangkabau.10

Menurut sejarah lisan, yang hidup di Taman Nasional Bukit

Dua belas, berasal dari kerajaan Pagaruyung yang merantau ke

Jambi. Temenggung Tarib menjelaskan bahwa dia bisa

menceritakan silsilah keluarga sampai kepada 6 generasi yang

7Wawancara dengan Arfan Azis, Akademisi UIN STS Jambi, pada 10

November 2018. 8Wawancara dengan Baya, anggota Yayasan Agraphana Bhumi

Indonesia, pada 3 Desember 2018. 9Adi Prasetijo, Serah Jajah dan Perlawanan yang Tersisa: Etnografi di

Jambi (Jakarta: Wesatama Widya Sastra, 2011), 46. 10

Takiddin, Nilai-Nilai Kearifan Budaya Lokal (Studi pada Suku

Minoritas Rimba di Kecamatan Air Hitam Provinsi Jambi), vol. 1 no. 2

(2018): 162.

61

lalu.11

Ahli antropolog Jambi menjelaskan bahwa Suku Anak

Dalam memiliki sejarah lisan dalam jangka 300 sampai 500 tahun

atau kurang lebih dari abad k-16 atau ke-17.12

Secara ekologis, Suku Anak Dalam hidup tersebar di tiga

wilayah berbeda, yaitu: (1) Bagian barat Provinsi Jambi (sekitar

jalan lintas timur Sumatera), (2) Kawasan Taman Nasional (TN)

Bukit Dua belas, dan (3) Bagian utara Provinsi Jambi terutama di

Taman Nasional Bukit Tiga puluh (berada di perbatasan Riau dan

Jambi).13

Suku Anak Dalam yang hidup di kawasan Bukit Dua

belas berdiam dan mengembara di hutan dataran rendah antara

sungai Batanghari dan Sungai Tembesi. Mereka hidup di antara

anak sungai yang ada di kawasan Bukit Dua belas tersebut.14

Suku Anak Dalam atau asal Jambi tersebar dikawasan

Taman Nasional Bukit Dua Belas yang luasnya lebih dari 60.000

hektar15

yang telah dilindungi dan ditetapkan sebagai kawasan

hidup melalui Surat Usulan Gubernur Jambi No

522/51/1973/1984.16

11

Johan, “Organisasi Sosial dan Kebudayaan Kelompok Minoritas

Indonesia” (Makalah pada Program Studi Indonesia Kerjasama Pendidikan

Tersier Indonesia – Australia Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, 2003),

39. 12

Johan, “Organisasi Sosial dan Kebudayaan Kelompok Minoritas

Indonesia” (Makalah pada Program Studi Indonesia Kerjasama Pendidikan

Tersier Indonesia – Australia Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, 2003),

39. 13

Adi Prasetijo, Serah Jajah dan Perlawanan yang Tersisa: Etnografi

di Jambi (Jakarta: Wesatama Widya Sastra, 2011), 49. 14

Rian Hidayat, Membangkitkan Batang Terendam Sejarah Asal Usul,

Kebudayaan dan Perjuangan Hak SAD Batin 9 (Jambi: Yayasan Stara, 2012), 15

Butet Manurung, Sokola Rimba, Pengalaman belajar bersama

(Yogyakarta: INSIST, 2007), 9. 16

Adi Prasetijo, Serah Jajah dan Perlawanan yang Tersisa:

Etnografi di Jambi, 24.

62

B. Wilayah dan Sebaran Suku Anak Dalam

Pada zaman kesultanan Jambi, Sultan Jambi membagi

wilayah kesultanan menjadi Kalbu atau Bathin. Setiap Kalbu

mempunyai hak dan kewajiban masing-masing kepada

kesultanan. Setiap Kalbu juga mempunyai wilayah masing-

masing yang kemudian dibagi dalam beberapa Dusun atau

Kampung. Setiap Dusun memiliki dan mengetahui Dusun

induknya (tempat mereka pertama kali menyebar). Kalbu

dipimpin oleh seorang pemimpin Dusun yang bergelar Lurah,

Kedemang, dan Tumenggung.17

Wilayah Suku Anak Dalam batin

9 kemudian menjadi bagian dari wilayah Kesultanan Jambi.

Ketika Belanda menguasai Jambi di Tahun 1906,

kesultanan Jambi dibubarkan Belanda dan wilayah Jambi dibagi

menjadi 12 (Dua Belas) marga (onderdistrict) berdasarkan

hukum adat. Setiap marga dipimpin oleh ketua yang dinamakan

pesirahan. Dasar hukum pembagian itu adalah IGOB (Inlandsche

Gemente Ordonatie Buitengewesten) yang mengatur bentuk

pemerintahan Hindia Belanda diluar pulau Jawa. Marga-marga

tersebut antara lain Onderdistrict Sarolangun (Sarolangun,

Pelawan, dan Batin VIII), Onderdistrict Limun (Cermin nan

Gedang, Datuk nan Tigo, dan Bukit Bulan), Onderdistrict

Batangasai (Batangasai, Batang Hungemban, dan Sungai

17

Adi Prasetijo, Sejarah Jajah dan Perlawanan yang Tersisa: Etnografi

di Jambi, 32.

63

Pinang), dan Onderdistrict Pauh (Batin VI, Simpang III, dan Air

Hitam).18

Sejak pembubaran kesultanan, di Jambi berlaku dua macam

hukum tata negara yang berbeda satu sama lain, yaitu hukum atas

dasar kehidupan yang mengatur hubungan kesultanan dengan

pemerintah Belanda seperti bentuk dan besaran pajak serta

hukum adat yang mengatur pemerintahan kesultanan yang hanya

berlaku di dalam Kesultanan Jambi.19

Artinya, pada masa ini ada

dua hukum yang berlaku. Untuk hal yang berkaitan dengan

keputusan politik dan administrasi Negara menggunakan hukum

Belanda, sementara untuk pengaturan kehidupan sosial

masyarakat masih dipergunakan hukum adat yang berlaku

ditengah masyarakat.

Sejak dikeluarkannya Undang-Undang No. 5 tahun 1979

tentang Pemerintahan Desa, Dusun-dusun yang merupakan

tempat bermukimnya Suku Anak Dalam kemudian disatukan ke

dalam satu wilayah administrasi Desa. Perubahan struktur

adminitrasi pemerintahan yang tidak berdasarkan pemerintahan

adat seperti di masa lalu menimbulkan konsekuensi.

Pimpinan adat seperti Tuo Tengganai tidak lagi punya

kewenangan untuk mengontrol dan mengatur seluruh warganya

karena harus mengikuti pola birokrasi pemerintahan Desa, begitu

juga dengan aturan-aturan adat yang kemudian tidak lagi

mengikat masyarakat karena harus mengikuti pola pemerintahan

18

Adi Prasetijo, Sejarah Jajah dan Perlawanan yang Tersisa (Etnografi

di Jambi), 34. 19

Adi Prasetijo, Sejarah Jajah dan Perlawanan yang Tersisa (Etnografi

di Jambi), 35.

64

yang baru. Begitu juga dampak dari pembangunan dan

pengembangan industri yang massif menyebabkan komunitas

Suku Anak Dalam tercerai berai. Kesemuanya telah

menghancurkan sistem sosial masyarakat Suku Anak Dalam

termasuk juga terhadap hak pengelolaan sumber-sumber

kekayaan alam yang kemudian dikuasai secara utuh oleh negara.

Wilayah Suku Anak Dalam sangat luas dan masing-masing

Batin dipimpin oleh seorang Patih.20

Berdasarkan batas

administratif pemerintahan sekarang, wilayah Suku Anak Dalam

yang berdasarkan anak sungai tersebut berada di Kabupaten

Batang Hari, Kabupaten Sarolangun dan Kabupaten Muaro

Jambi. Berdasarkan sejarah lisan dari semua sungai yang dikuasai

oleh Suku Anak Dalam, hanya Sungai Bulian yang dari muaro

sampai dengan ulu menjadi wilayah kekuasaan Suku Anak

Dalam, sedangkan sungai-sungai lainnya hanya bagian tengah

sampai dengan ulu yang dikuasai.21

Dalam kosmologi Suku Anak Dalam, tinggal di wilayah

yang semakin menjorok ke pedalaman atau semakin jauh ke

pedalaman maka sumber penghidupan yang terletak di dalam

hutan semakin mudah untuk di jangkau. Dalam

perkembangannya, wilayah yang dekat dengan muara sungai

tersebut dikuasai oleh masyarakat lain atau suku bangsa lainnya.

Dari ke 9 (Sembilan) anak sungai yang dikuasai oleh Suku Anak

Dalam, hanya Batin Singoan yang berada di sebelah utara aliran

20

Wawancara dengan Iyat Khubung, tumenggung Suku Anak Dalam,

pada 2 Desember 2018. 21

Wawancara dengan Riko, pengamat Suku Anak Dalam, pada 4

Desember 2018.

65

sungai Batang Hari sedangkan wilayah adat Batin yang lain

berada di sebelah selatan aliran Sungai Batang Hari.22

Aliran kesembilan anak sungai dan nama-nama tempat

yang dialiri oleh anak sungai tersebut dan sekaligus menjadi

bagian dari wilayah kekuasaan Suku Anak Dalam di masa lalu.

Selain Sungai Bulian, anak sungai yang dikuasai oleh Suku Anak

Dalam tidak ada yang sampai di muara sungai. Karena

penguasaan aliran sungai yang mencapai Muara Sungai Batang

Hari, Suku Anak Dalam yang berada di wilayah Batin Bulian

memungkinkan untuk lebih berinteraksi dengan masyarakat lain

melalui jalur perdagangan yang di masa lalu mengandalkan

transportasi air yang melewati sungai-sungai besar seperti Sungai

Batang Hari.

Tabel 3. 1 Wilayah dan Persebaran Suku Anak Dalam23

Nama

Batin

Dusun Lamo Wilayah

Administrasi

Sekarang

Kabupaten

Bulian Dusun

Singkawang

Kel. Bulian, Kel

Sridadi, Kel.Pasar

baru, Desa Kilangan,

Kel. Rengas

Condong, Desa

Singkawang, Desa

Sungkai, Kel.

Bajubang, Desa

Petajin, Desa Batin

Batang Hari

Jebak Dusun Jebak Tanjung Merwo,

Desa Jebak

Batang Hari

Pemusiran Dusun Desa Pemusiran, Sarolangun

22

Budhi Vrihaspathi Jauhari & Arislan Said, Jejak Peradaban Suku

Anak Dalam (Bangko: Lembaga Swadaya Masyarakat kelompok Peduli Suku

Anak Dalam, 2012), 34. 23

Dokumentasi yayasan Cappa Keadilan Ekologi Jambi.

66

Pemusiran Dusun Baru

Singoan Dusun

Semeguk,

Dusun sialang

Pungguk

Dusun Sialang

Pungguk, Desa Tidar

Kerangi, Desa

Bulian Jaya

Batang Hari

Jangga Dusun Jangga

Aur

Desa jangga Baru,

Desa Jangga Aur,

Desa Meranti Baru,

Desa Buntang Baru,

Desa Terentang Baru

Batang Hari

Burung

Antu

Dusun Burung

Antu

Trans Ketalo Sarolangun

Sekamis Dusun

Sekamis,Dusu

n TanahRubuh

Desa Taman

Bandung,

sebagian daerah

Trans Ketalo

Sarolangun

Bahar Dusun Pinang

Tinggi, Dusun

Padang Salak,

Dusun Tanah

Menang,

Dusun

Mengkanding,

Dusun

Tanjung

Lebar

Desa Pelempang,

Desa Nyogan,Desa

Penyerukan, Desa

Tanjung lebar,

Tanjung Pauh Ilir,

Ladang Peris, Sungai

Landai, Dusun Baru,

Desa Bungku, desa-

desa transmigrasi

di kabupaten Muaro

Jambi

Muaro

Jambi –

Batang Hari

Telisak DusunTelisak,

DusunLamban

Sigatal, Dusun

LamoSepintun

, Dusun Lubuk

Batu

Desa Lamban

Sigatal, Lubuk

Napal, Trans

Mandiri Teladan

Batin 9, Desa

Sepintun

Sarolangun

Sangat sulit untuk menggambarkan secara persis batas-

batas wilayah adat Suku Anak Dalam dimasa lalu. Sebagai

kelompok masyarakat yang telah bercampur baur dengan suku

bangsa lainnya, wilayah-wilayah tersebut tentu saja secara

67

administratif telah dikuasai oleh pemerintah dan atau masyarakat

diluar Suku Anak Dalam.

Gambar 3. 1 Peta Wilayah Persebaran Suku Anak Dalam24

Gambar ini merupakan peta indikasi yang menunjukkan

wilayah adat Suku Anak Dalam dan juga menunjukkan

persebaran Suku Anak Dalam saat ini. Warna hijau tua

merupakan wilayah adat dan persebaran Suku Anak Dalam yang

pada saat ini sudah dipecah berdasarkan struktur adminstratif

pemerintahan yang berlaku.

Pada saat ini, tidak hanya Suku Anak Dalam saja yang

mendiami wilayah tersebut, tetapi terdapat suku bangsa lain yang

menetap dan kini telah bercampur dan membaur dengan

kehidupan orang Suku Anak Dalam.25

Sebagai contoh, proses

akulturasi dan asimilasi kebudayaan Suku Anak Dalam yang

tinggal di Desa Singkawang, Bajubang, Desa Jebak, Desa

24

Dokumentasi Yayasan SETARA Jambi. 25

Adi Prasetijo, Sejarah Jajah dan Perlawanan yang Tersisa (Etnografi

di Jambi), 35.

68

Lamban Sigatal, dusun Nebang Parah, Sungai Segandi dengan

kebudayaan suku bangsa lain telah berlangsung sedemikian rupa.

Terjadinya pernikahan antara Suku Anak Dalam dengan suku

bangsa lain yang telah berlangsung sejak lama dan juga

kebudayaan Melayu yang lekat dalam kehidupan Suku Anak

Dalam menunjukkan bahwa kehidupan keseharian Suku Anak

Dalam tiada berbeda dengan kehidupan suku bangsa lainnya yang

tinggal menetap dalam suatu wilayah/Desa yang sama.

C. Pembangunan Sosial Ekonomi Suku Anak Dalam

1. Struktur Sosial Suku Anak Dalam

Struktur sosial yang ada di Suku Anak Dalam tidak

terlalu jelas dan runut. Suku Anak Dalam mengenal sistem

pangkat dan gelar dalam kehidupan sosial sehari-hari. Sistem

pangkat atau kepangkatan dalam struktur sosial Suku Anak

Dalam berkaitan dengan status sosial seseorang berdasarkan

kedudukannya sebagai penguasa atas suatu wilayah.

Sedangkan gelar hanya mempunyai fungsi sosial dalam

mengatur keseharian hidup. Pangkat tertinggi dalam struktur

sosial Suku Anak Dalam adalah Patih dan istilah ini

mendapatkan awalan De, sehingga menjadi Depati ketika

pemerintah Kolonial Belanda berkuasa di Jambi.26

Istilah Patih digunakan oleh Suku Anak Dalam untuk

menyebut seseorang yang menjadi pimpinan atau penguasa

dari suatu wilayah Batin. Di setiap dusun dalam jajaran batin

di pimpin oleh seorang kepala dusun atau Pesirah . Istilah

26

Budhi Vrihaspathi Jauhari & Arislan Said, Jejak Peradaban Suku

Anak Dalam, 24.

69

Patih sebenarnya lebih merujuk pada struktur sosial yang

terdapat dalam Kesultanan Melayu Jambi, begitu juga dengan

istilah Pesirah yang sebenarnya merujuk pada struktur

pemerintahan yang digunakan oleh Belanda ketika berkuasa di

Jambi.27

Berdasarkan cerita dari pengurus Himpunan Masyarakat

Adat Suku Anak Dalam, dalam kehidupan sosial terdapat

empat gelar tertinggi, yaitu:

a. Tuo Datuk, yakni orang tua yang dianggap memiliki

kebijaksanaan dalam urusan sosial.

b. Tuo Tahu, yakni orang yang secara usia relatif muda tapi

mempunyai pengetahuan yang luas.

c. Tuo Khusyuk, yakni orang yang dianggap paham soal

agama atau kepercayaan

d. Tuo Tengganai, yakni orang yang disegani dan biasanya

paham soal hukum-hukum adat yang berlaku dalam

jajaran Batin.28

Orang-orang yang diberikan gelar seperti diatas sejatinya

adalah pimpinan adat secara kolektif yang dipimpin oleh Tuo

Tengganai. Artinya, apabila ada suatu perkara adat yang harus

diputuskan maka harus dimusyawarahkan secara bersama.

Pemberian gelar diatas ditentukan dalam musyawarah adat

dengan meminta pertimbangan dari Ninik Mamak dan Datuk-

datuk (orang tua).

27

Budhi Vrihaspathi Jauhari & Arislan Said, Jejak Peradaban Suku

Anak Dalam, 26. 28

Wawancara dengan Iyat Khubung, tumenggung Suku Anak Dalam,

pada 2 Desember 2018.

70

Pergantian pimpinan adat dimungkinkan apabila ada

yang meninggal atau sudah tidak sanggup lagi menjalankan

fungsi pimpinan adat (sakit dan sebagainya). Dalam

penelusuran dibeberapa tempat yang menjadi sebaran Suku

Anak Dalam, 4 (empat) gelar di dalam struktur sosial Suku

Anak Dalam seperti diatas tidak banyak diketahui dan dikenal

oleh masyarakat.

Selain itu, ada juga istilah Temenggung yang digunakan

untuk menyebut seseorang yang pemberani dan tidak

mengenal rasa takut . Biasanya Temenggung membawahi atau

memimpin satu kelompok yang ada di setiap wilayah Batin.

Berbeda dengan istilah Temenggung dalam struktur sosial

adalah pimpinan tertinggi dalam setiap rombong. Ada juga

sebutan Debalang Batin untuk orang-orang yang menjaga

keamanan dusun.29

Struktur kepemimpinan adat seperti halnya diatas sudah

tidak ada lagi dalam kehidupan Suku Anak Dalam. Walaupun

sebutan gelar diatas masih ada dan diberikan kepada

seseorang, tapi sudah tidak lagi berfungsi sebagai pimpinan

adat. Kehidupan Suku Anak Dalam saat ini sudah tidak lagi

terikat dengan aturan-aturan adat yang berlaku seperti dimasa

lalu.

Tampaknya pembagian wilayah serta struktur kekuasaan

berdasarkan adiministrasi pemerintahan hari ini menyebabkan

struktur adat tersebut sudah tidak lagi digunakan untuk

memimpin dan mengatur kehidupan sehari-hari Suku Anak

29

Wawancara dengan Bobi, 22 November 2018.

71

Dalam. Sekalipun demikian, dalam memutuskan suatu perkara

yang menyangkut kehidupan banyak orang, pendapat dari

Ninik Mamak, Tuo Tengganai serta orang-orang tua masihlah

dibutuhkan/digunakan.

2. Pemukiman Suku Anak Dalam

Hidup dalam kelompok-kelompok kecil yang disebut

dengan rombong dan bermukim di sekitar dan didalam Taman

Nasional Bukit Dua Belas dan Taman Nasional Bukit Tiga

Puluh dengan pola hidup yang berpindah-pindah (semi

nomaden) karena tradisi melangun, dengan batas batas tertentu

yang telah di sepakati oleh setiap kelompok. Mereka

menempati pondok-pondok yang disebut dengan sudung.

Aktivitas berburu dan memanfaatkan hasil hutan seperti

mencari jernang dan mengambil madu di dalam hutan tidak

lagi menjadi sumber mata pencarian utama Suku Anak Dalam.

Bisa dilihat dari tabel di bawah ini, mengenai

kehidupan Suku Anak Dalam ada yang hidupnya melangun,

menetap sementara dan menetap, berdasarkan pada

kelompoknya masing-masing.

Tabel 3. 2 Suku Anak Dalam Kategori Melangun30

No KATEGORI CIRI-CIRI

1 Melangun/Mengembara Selama 2-4 tahun peserta

melangun/mengembara

seluruh anggota keluarga dan

famiili, jangkauan

30

Mailinar & Bahren Nurdin, “Kehidupan Keagamaan Suku Anak

Dalam di Dusun Senami Iii Desa Jebak Kabupaten Batanghari Jambi, Vol. 28,

No. 2, (2013): 143. Lihat Muntholib Soetomo, “Orang Rimbo: Kajian

Struktural dan Fungsional Masyarakat Terasing di Makekal Propinsi Jambi

(Disertasi Doktoral, Universtas Padjajaran, Bandung, 1995), 43.

72

mengembara 75 km

2 Pemimpin Tradisional Temenggung, depati,

Mangku, Menti, dan

debalang Batin

3 Basale Dipandang sebagi upacara

keramat, dipertahankan dan

tidak mau ditonton orang

luar

4 Ladang/huma Tidak berladang, tidak punya

budaya mengolah tanah

5 Tempat tinggal Pantang/ tidak hidup

berdusun tidak punya rumah

tatap

6 Rumah/sadung Sangat sederhana, sebagai

tempat berteduh

7 Kelompok Kelempok kecil berdasarkan

geneologi

8 Mata Pencaharian Berburu, meramu,

mengumpul

9 Interaksi Sosial Terbatas dan tertutup,

memlaui jenang atau induk

semang

10 Kekayaan Kain sarung, tombak dan

golok

11 Kepercayan Animisme, dinamisme,

polytheisme

Tabel 3. 3 Suku Anak Dalam Kategori Menetap

Sementara31

No KATEGORI CIRI-CIRI

1 Melangun/Mengembara Selama 3-6 bulan, peserta

seluruh anggota keluarga

radius +25 km

31

Mailinar & Bahren Nurdin, “Kehidupan Keagamaan Suku Anak

Dalam di Dusun Senami Iii Desa Jebak Kabupaten Batanghari Jambi, 144.

Lihat Muntholib Soetomo, “Orang Rimbo: Kajian Struktural dan Fungsional

Masyarakat Terasing di Makekal Propinsi Jambi (Disertasi Doktoral,

Universitas Padjajaran, Bandung, 1995), 45.

73

2 Pemimpin Tradisional Sebagian Struktur sudah

hilan

3 Basale Tidak dikeramatkan,

dipertahankan dan dapat

ditonton orang luar

4 Ladang/huma Mulai membuka ladang, luas

ladang/huma + ¼ ha

5 Tempat tinggal Mulai menetap dalam waktu

tertentu, lokasi di huma/

lading

6 Rumah/sadung Sangat sederhana, sebagai

tempat berteduh

7 Kelompok Kelempok besar dan mulai

bergabung dengan etnis lain

8 Mata Pencaharian Ladang,kebun karet, berburu

dan mengumpul

9 Interaksi Sosial Terbuka

10 Kekayaan Rumah, kebun kendaraan

11 Kepercayan Animisme, dinamisme,

sebagian Islam

Tabel 3. 4 Suku Anak Dalam Kategori Menetap32

No KATEGORI CIRI-CIRI

1 Melangun/Mengembara Tidak Melangun

2 Pemimpin Tradisional Sebagian Struktur sudah

hilan

3 Basale Tidak dikeramatkan,

dipertahankan dan dapat

ditonton orang lain

4 Ladang/huma Memiliki kebun karet dan

sawit

5 Tempat tinggal Menetap didalam

pemukiman, Desa/ Dusun

6 Rumah/sadung Beraneka ragam

7 Kelompok Kelempok besar dan mulai

bergabung dengan etnis lain

32

Dinas KSPM Propinsi, Profil Komunitas Adat Terpencil (KAT) dan

Program Pemberdayaan di Propinsi Jambi (2009).

74

8 Mata Pencaharian Ladang,kebun karet, kerja

upah, kuli motong ( nyadap

karet )

9 Interaksi Sosial Terbuka

10 Kekayaan Rumah, kebun kendaraan

11 Kepercayan Islam

Sebagian dari mereka mulai menetap di rumah-rumah

yang merupakan bantuan dari Dinas Sosial Propinsi Jambi

melalui program Pemukiman Kembali Masyarakat Terasing

(PKMT) yang terletak di desa-desa sekitar Taman Nasional

Bukit Dua Belas. Tapi banyak juga program PKMT milik

Dinas Sosial Propinsi Jambi yang gagal.

Banyak yang kembali masuk ke dalam hutan karena

disanalah sumber penghidupan mereka sedangkan di tempat

yang baru mereka tidak memiliki lahan sebagai alat produksi

utama untuk dijadikan sandaran kehidupan. Selain ruang hidup

yang semakin sempit akibat dominasi kekuasaan negara atas

penguasaan hutan (Taman Nasional Bukit Dua Belas), taraf

pengetahuan yang masih rendah menjadi salah satu persoalan

yang juga menghambat kemajuan .33

Pola hidup Suku Anak Dalam adalah menetap. Mereka

menempati rumah-rumah panggung yang terletak di sepanjang

aliran sungai yang terhubung dengan sungai-sungai lainnya

dan bermuara di sungai -sungai besar seperti sungai Batang

Hari dan Sungai Batang Tembesi. Seluruh rumah berada

didalam Dusun sebagai satuan tempat pemukiman.

Dusun Pinang Tinggi merupakan salah satu Dusun yang

ramai, bahkan terdapat beberapa rumah milik orang Belanda di

33

Wawancara dengan Iyat Khubung, pada 2 Desember 2018.

75

dalam Dusun tersebut. Jalur pipa minyak yang melintasi

Dusun Pinang Tinggi merupakan salah satu alasan kenapa

kemudian Belanda membangun pemukiman di wilayah Dusun

Pinang Tinggi. Jalan-jalan dibuat lebar yang sekaligus menjadi

jalur transportasi darat dan merupakan jalur perlintasan kuda

milik orang -orang Belanda. Masyarakat Dusun biasa

menyebut jalan itu dengan sebutan Jalan Kudo.34

Menurut cerita, layaknya rumah-rumah Orang Melayu,

rumah Suku Anak Dalam adalah rumah panggung yang

mempunyai ciri beratap ijuk dibagian depan dan atap rumah

dibagian belakang terbuat dari mengkuang (sejenis daun

pandan besar). Terdapat kandang untuk hewan ternak yang

beratap daun rumbai di rumah Suku Anak Dalam. Seperti

itulah ciri khas rumah Suku Anak Dalam di masa lalu seperti

yang disampaikan.35

Kondisi rumah orang-orang Suku Anak Dalam telah

berubah dan mengikuti perkembangan zaman. Saat ini, orang-

orang Suku Anak Dalam tidak sepenuhnya mempertahankan

model rumah panggung sebagai tempat tinggal. Dibanyak

tempat, rumah-rumah Suku Anak Dalam kini beravariasi.

Selain bentuk rumah yang bukan merupakan rumah panggung,

dinding rumah pun sudah terbuat dari beton dan berlantai

semen. Bagi yang memiliki sumber pendapatan yang relatif

baik, rumah-rumah sudah diisi dengan peralatan elektronik

seperti televisi dengan antena parabola dan seperangkat alat-

34

Wawancara dengan Asrul, Kepala Desa Nyogan, pada 23 November

2018. 35

Wawancara dengan Iyat Khubung, 2 Desember 2018.

76

alat elektronik lainnya. Kondisi seperti ini bisa kita temukan di

banyak Desa dimana Suku Anak Dalam bermukim, seperti

Desa Kilangan, Desa Nyogan, Desa Sungai Landai, Desa

Pelempang, Desa Singkawang, Desa Bungku, Desa Lamban

Segatal dan dibanyak desa yang lainnya. Sebagian lagi tinggal

di perumahan trans social bantuan dari pemerintah melalui

program PKMT (Pemukiman Kembali Masyarakat Terasing).

3. Pendidikan

Suku Anak Dalam sangat sulit menerima pendidikan.

Bukan karena mereka bodoh melainkan karena menurut

mereka, pendidikan tidak ada di dalam adat Suku Anak

Dalam.36

Melanggar adat, merubah halom, tidak ada

gunannya, demikian alasan Suku Anak Dalam ketika

pendidikan ditawarkan kepada mereka. Suku Anak Dalam

berkeyakinan bahwa apa yang dilakukan orang luar adalah

tabu untuk kehidupan mereka, termasuk dalam hal

mendapatkan pendidikan. Hal inilah yang menyebabkan

sebagian besar Suku Anak Dalam masih buta aksara. Kita

tidak bisa menyalahkan begitu saja keyakinan tersebut.

Pendidikan sempat menjadi momok yang menakutkan

bagi para orang tua. Pada awalnya para orang tua khawatir jika

anak mereka diberi pendidikan, kelak mereka akan menjadi

pintar, terpengaruh dunia luar dan meninggalkan adat istiadat

36

Acmanto Mendatu, “Orang Rimba Menantang Zaman,

www.Goodreads.com, di akses 22 Oktober 2018.

77

rimba serta tidak menghormati orang tua mereka yang tidak

mengenyam pendidikan.37

Pelayanan pendidikan yang diperoleh Suku Anak

Dalam terdiri dari pelayanan pendidikan formal dan non

formal. Sebagian besar Suku Anak Dalam yang mendapat

pelayanan pendidikan memilih untuk mengikuti pendidikan

non formal. Anak-anak Suku Anak Dalam sulit mengikuti

pendidikan formal karena belum biasanya komunitas luar

menerima anak-anak Suku Anak Dalam di tengah mereka.

Mereka sering menerima ejekan yang sangat mempengaruhi

psikologi anak mereka.38

Usaha pemerintah untuk pendidikan bagi masyarakat

Suku Anak Dalam di Desa Nyogan telah dilaksanakan oleh

Kementerian Sosial bersamaan dengan pelaksanaan program

untuk membangun masyarakat tersebut. Pelaksanaan program

pendidikan yang dilaksanakan adalah pendidikan formal yang

disesuaikan dengan kurikulum yang ada. Terdapat sebuah

sekolah dasar (SD) saja di Sungai Segandi, Desa Nyogan,

yaitu SD No. 238/IX Sungai Segandi dan baru mempunyai dua

lokal.39

4. Ekonomi

Secara ekonomi Suku Anak Dalam telah masuk

tahapan yang lebih baik, hal ini bisa dilihat dari aset atau

kekayaan yang dimiliki, hal ini disebabkan proses modernisasi

37

Butet Manurung, Sokola Rimba, Pengalaman belajar bersama Orang

Rimba, 24. 38

Wawancara dengan Asman Hatta, pada 4 Desember 2018. 39

Wawancara dengan Hasan, kepala sekolah, pada 24 Desember 2018.

78

dan masuknya teknologi baru ke desa-desa terdekat. Teknologi

tersebut bisa dijadikan sebagai alat untuk membantu dalam

membawa atau menjual hasil mata pencarianya. Seriring

dengan perkembangan zaman, berbagai mesin telah menjadi

harta pribadi yang dimiliki Suku Anak Dalam, misalnya

gergaji mesin, motor dan Alat elektronik berupa radio-tape dan

televisi.40

Mereka memiliki harta benda itu di peroleh dengan

bekerja sebagai mata pencarian, seperti:

a. Berburu

Kegiatan berburu adalah kegiatan mencari

binatang buruan untuk pemenuhan konsumsi protein.

Kegiatan berburu dilaksanakan secara bersama-sama atau

sendiri dengan membawa anjing, alat yang digunakan

adalah Tombak dan Parang. Di samping itu untuk

mendapatkan binatang buruan juga menggunakan sistem

perangkap dan jerat di dalam hutan yang dipandang banyak

dilalui binatang seperti babi maupun rusa. Binatang yang

sering menjadi sasaran buruan adalah Babi, Ular, Labi-labi,

Rusa, Kijang dan berbagai jenis unggas. Penggunaan kujur

(tombak) biasanya dilakukan pada saat musim-musim

hujan. Pada saat itu binatang-binatang buruan banyak yang

membentuk seperti terowongan (jermon). Pada saat itulah

babi di tombak (di-kujur). 41

Kegiatan berburu tidak hanya dilakukan di dalam

hutan tetapi juga turun ke desa di antara tanaman sawit atau

40

Budhi Vrihaspathi Jauhari & Arislan Said, Jejak Peradaban Suku

Anak Dalam, 56. 41

Wawancara dengan Asman Hatta, 4 Desember 2018.

79

sungai sungai besar di desa. Pada saat itu tombak tidak lagi

dipandang efektif dalam mendapatkan binatang buruan,

kontak sosial yang sering terjadi telah mengalihkan

teknologi berburu kearah lebih efektif. Senjata api rakitan

atau yang lebih dikenal kecepak lebih efektif untuk berburu

babi, kijang atau kancil sebagai pengganti dari kujur.

Sementara alat tradisional yang saat ini masih dipakai

adalah teru untuk menangkap kura-kura, serampang untuk

menombak ikan di sungai sungai serta jenis-jenis tuba

(racun) tanaman yang digunakan untuk meracun ikan

seperti tuba besisil, tuba gantung (keduanya berasal dari

kulit pohon), yang diperoleh dari jenis tanaman di dalam

hutan. Hasil buruannya kemudian di jual kepada toke

(pengepul) untuk mendapatkan uang. Aktivitas berburu atau

menjerat binatang memang masih dilakukan oleh Suku

Anak Dalam, tapi tidak sebagai mata pencaharian utama

sejak mereka mengenal dan memiliki pengetahuan tentang

nilai ekonomi.42

b. Bercocok Tanam

Walaupun Suku Anak Dalam dikenal sebagai

masyarakat dengan pola hidup yang nomaden, bertani

adalah bagian penting yang saat ini mereka kembangkan.

Tentunya ada banyak yang melatar belakangi lahirnya

aktifitas pertanian mereka. Untuk saat ini pergerakan

perladangan dari dusun dengan cara pembukaan hutan dan

42

Hartono Dkk, Profil Suku Anak Dalam Hasil Sensus 2010 (Jambi:

BPS Perss, 2011), 72.

80

maraknya illegal loging yang berkembang pesat

menyebabkan Suku Anak Dalam lebih bersifat aktif dalam

pemanfaatan hutan yang intinya ditujukan untuk

menghambat pergerakan perladangan dan illegal logging

lebih jauh ke dalam hutan.43

Kegiatan pertanian yang dilakukan saat ini adalah

menaman padi, ubi, cabai sebagai pemenuhan kebutuhan

harian, dan juga karet sebagai pemenuhan kebutuhan

ekonomi jangka panjang. Suku Anak Dalam sejak tahun

1990an mulai mengenal tanaman perkebunan seperti karet

dan menanamnya diatas lahan yang mereka miliki. Pada

awalnya, pohon karet yang ditanam hanya untuk “penanda”

bahwa lahan tersebut telah mempunyai pemilik.44

Karena

dianggap menguntungkan, awal tahun 2000, semakin

banyak Suku Anak Dalam yang membuka hutan dan

menanaminya dengan tanaman karet.

Penanaman karet adalah sebagai hompongon yaitu

pagar atau pembatas gerak orang dusun merambah jauh ke

dalam hutan dilakukan di kawasan-kawasan yang

berbatasan langsung dengan desa. Karet yang ditanam

adalah karet hutan atau karet kampong yang dipahami

memiliki ketahanan terhadap penyakit. Walaupun panen

baru dapat dilakukan setelah usia karet 9 tahun tetapi yang

utama adalah pencegahan terhadap maraknya pembukaan

bahkan penjualan lahan hutan masyarakat dusun secara

43

Hartono Dkk, Profil Suku Anak Dalam Hasil Sensus 2010, 73. 44

Wawancara dengan Bobi, 22 November 2018.

81

besar-besaran terlebih lagi kuatnya arus illegal logging.45

Seperti hasil-hasil hutan lainnya, getah karet juga di jual

kepada toke-toke yang berada di desa, terutama kepada para

jenang di dusun, orang yang dianggap memiliki kekuatan

hukum dan kekuasaan oleh Suku Anak Dalam.

c. Mengumpulkan Hasil Hutan

Untuk mendapatkan penghasilan berupa uang,

Suku Anak Dalam mencari rotan-rotan hutan dan jernang,

hasil-hasil hutan ini di jual ke toke di desa sekitar hutan.

Disamping itu ada juga madu. Musim madu terjadi antara

1-2 tahun sekali.46

Pada saat itu mengambil atau mencari

madu adalah aktifitas yang begitu menyenangkan.

Disamping bisa dimanfaatkan untuk konsumsi sendiri,

tetapi banyak juga orang-orang desa yang selalu memesan

madu kepada Suku Anak Dalam. Jadi sudah terlihat adanya

sistem perdagangan yang lebih baik dikalangan Suku Anak

Dalam. Pada masa-masa lampau perdagangan Suku Anak

Dalam dengan orang luar lingkungan mereka hanya bersifat

barter, tetapi untuk saat ini uang telah dijadikan sebagai alat

tukar yang sah.

Hasil mata pencaharian tersebut selain untuk

konsumsi sendiri, ada juga yang diperdagangkan dengan

masyarakat desa, salah satu tempat yang sering digunakan

untuk bertransaksi adalah pasar dimana Suku Anak Dalam

berbaur dengan penduduk desa. Meskipun jarang sekali ada

45

Hartono Dkk, Profil Suku Anak Dalam Hasil Sensus 2010, 73. 46

Wawancara dengan Bobi, 22 November 2018.

82

percakapan yang terjadi, akan tetapi mereka benar-benar

menyatu di dalam pasar, proses jual beli bisa melalui toke

(pedagang pengumpul) maupun langsung kepada

masyarakat desa.

d. Meramu

Meramu adalah aktivitas Suku Anak Dalam dalam

mencari berbagai jenis tanaman baik untuk obat-obatan

maupun untuk dikonsumsi atau dijual ke desa-desa sekitar

hutan. Tanaman yang hanya digunakan untuk konsumsi

sendiri seperti mencari gadung (gedung). Ini adalah jenis

tanaman umbi-umbian yang beracun. Dengan pengelolaan

yang panjang, rumit dan penuh kehati hatian gedung dapat

dikonsumsi sendiri. Jenis tanaman lainnya adalah tanaman-

tanaman obat seperti pasak bumi (sempedu tano).47

Jenis

tanaman ini berfungsi untuk mengobati penyakit malaria

maupun demam.

5. Kesehatan

Budaya lebih memberikan tekanan terhadap usaha

pencegahan dibanding pengobatan. Untuk pencegahan

terhadap penularan penyakit ada perilaku unik dan agaknya

berlebihan di lingkungan , seperti berkomunikasi dalam jarak

yang berjauhan ± 10 meter dari masing-masing mereka. Selain

itu mereka yang merasakan dirinya sehat (bungaron) tidak

akan melintasi jalan yang dilintasi orang yang bercenenggo

demikian juga sebaliknya. Walaupun jalan di hutan hanya ada

47

Budhi Vrihaspathi Jauhari & Arislan Said, Jejak Peradaban Suku

Anak Dalam, 68.

83

satu jalan, maka yang mereka lakukan adalah menerobos

semak belukar yang ada kalanya banyak ditumbuhi tanaman

berduri ataupun rawa.

Perilaku seperti ini disebabkan adanya pandangan

bahwa jalan-jalan yang dilintasi orang yang bercenenggo

tersebut sudah dihinggapi penyakit sehingga dapat menular

kepada orang yang melintas di atas jalan tersebut. Jalan akan

dianggap steril dari penyakit dan dapat dilintasi kembali

setelah adanya hujan karena penyakit-penyakit tadi telah

hanyut terbawa air ke hilir, atau paling lambat adalah 5 hari

setelah dilintasi orang yang bercenenggo.48

Orang atau kelompok yang bercenenggo wajib

memberitahukan kepada anggota kelompoknya atau kepada

lain yang dikunjunginya dengan harapan ia bisa mendapatkan

bantuan selama menjalani sakit, baik makanan ataupun

pengobatan. Tidak adanya pemberian kabar tentang

kondisinya yang sakit merupakan suatu pelanggaran terhadap

adat. Jika kelak ada yang tahu tentang kondisinya dan penyakit

tersebut menyebabkan penularan kepada orang lain, maka ia

dihukum denda dengan membayar 2 helai kain panjang.

Apabila akibat dari penularan penyakitnya telah menyebabkan

kematian maka dihukum denda sebanyak 500 helai kain

panjang atau yang disebut dengan istilah bayar bangun.49

Secara tradisional mengobati penyakit dengan berbagai

ramuan dari tumbuhan berkhasiat obat dan dari bagian-bagian

48

Wawancara dengan Iyat Khubung, 8 Desember 2018. 49

Wawancara dengan Iyat Khubung, pada 8 Desember 2018.

84

tertentu organ binatang. Beberapa organ binatang yang

berkhasiat diantaranya empedu beruang untuk menurunkan

panas dan duri landak yang dikerik untuk meredakan demam.

Mereka mengenal puluhan, bahkan ratusan tumbuhan

berkhasiat obat.50

Hampir setiap penyakit yang mereka derita

telah ada penawarnya bahkan terkadang mereka melakukan

ritual pengobatan yang dikenal dengan nama besale.

Basale adalah upacara ritual yang dilakukan oleh Suku

Anak Dalam memohon kepada yang maha kuasa agar anggota

komunitas Suku Anak Dalam yang sakit diberi kesehatan.51

Basale juga merupakan ritual dalam rangka mengucapkan

terima kasih kepada Tuhan atau bernazar.

Seiring dengan makin kerapnya interaksi dengan orang

luar, juga semakin kerap menggunakan obat-obatan dari luar.

Mereka biasa membeli obat sakit kepala ataupun obat sakit

gigi. Menurut mereka obat-obatan itu sangat praktis dan tidak

membuat mereka repot. Agaknya perlahan mulai

meninggalkan berbagai pengobatan tradisional mereka.

Sekarang ini mereka mulai tidak enggan memeriksakan diri ke

puskesmas apabila sakit. Bahkan beberapa diantara keluarga

Suku Anak Dalam diberi kartu sehat sebagai fasilitas berobat

gratis ke puskesmas.52

50

Wawancara dengan Iyat Khubung, pada 8 Desember 2018. 51

Fachruddin Saudagar, Upacara Basale Pengobatan; Ritual Magis

Suku Anak Dalam (Jambi: Yayasan Forkkat, 2007), 20. 52

Hartono Dkk, Profil Suku Anak Dalam Hasil Sensus 2010, 65.

85

6. Kepercayaan Suku Anak Dalam

Sebagai bagian dari unsur kebudayaan, sistem

kepercayaan mencerminkan banyak hal yang berkaitan dengan

kehidupan tradisi suatu kelompok masyarakat. Kepercayaan

adalah nilai-nilai kehidupan yang abstrak yang mengatur

hubungan manusia dengan sang pencipta, hubungan manusia

dengan alam semesta, hubungan manusia dengan tumbuhan,

hubungan manusia dengan hewan dan hubungan manusia

dengan sesama manusia.

Kepercayaan terhadap datangnya sumber penyakit

yang berasal dari gangguan jahat roh halus atau makhluk gaib

seperti jin dan setan, masih melekat dalam kehidupan sebagian

Suku Anak Dalam. Praktek pengobatan tradisional besale

dengan semua perangkatnya merupakan salah satu wujud

keyakinan Suku Anak Dalam bahwa penyakit yang terdapat di

dalam tubuh manusia bisa saja berasal dari gangguan roh halus

atau makhluk gaib yang jahat dan tidak akan bisa di

sembuhkan oleh Dokter. Karena itu, besale harus dilaksanakan

agar jin dan setan yang ada di tubuh orang yang sakit bisa

dikeluarkan. Ritual memanjat sialang juga sarat dengan nilai -

nilai mistik yang sampai saat ini masih dijalankan oleh Suku

Anak Dalam.53

53

Mahmud MY dan Edi Kusnadi, “Pembangunan Sosial Masyarakat

Terasing di Era Otonomi Daerah”, vol 25, no 4, (2010), 338.

86

BAB IV

DATA DAN TEMUAN PENELITIAN

Dalam penelitian kualitatif analisis data merupakan tahap

yang bermanfaat untuk menelah data yang telah diperoleh dari

beberapa informan yang telah dipilih selama penelitian

berlangsung. Selain itu berguna untuk menjelaskan dan

memastikan kebenaran temuan penelitian. Analisis data telah

dilakukan sejak awal dan bersamaan dengan proses pengumpulan

data lapangan.

A. Data Penelitian Suku Anak Dalam

Persebaran Suku Anak Dalam di Jambi, Palembang dan

Sumatera Barat masih begitu dengan perkiraan jumalah populasi

sekitar 200.000 jiwa.1 Mereka tersebar dibeberapa kabupaten

dengan jumlah yang variasi, karena dari mereka hidupnya masih

berpindah-pindah. Suku Anak Dalam di Kabupaten Muaro Jambi

tersebar di kecamatan Mestong dan Kecamatan Sungai Bahar.

Tabel 4.1 Persebaran Suku Anak Dalam di Muaro Jambi2

No Desa Dusun KK Jumlah

1 Pelempang Lubuk Kayu Aro

Skaladi

25 KK 63 Orang

2 Nyogan Segandi

Selapik

48 KK 122 Orang

3 Tanjung Lebar Sungai beruang 89 KK 207 Orang

1Wikipedia bebas diakses melalui, http://id.m.wikipedia.org, pada 22

Desember 2018. 2Dokumen Bapeda Kabupaten Muaro Jambi 2016, diperoleh pada

tanggal 20 Desember 2018.

87

Sungai buian

Penyerokan

4 Markading Merkading Tuo

Sai Kilat

Biawak Air

Sewalan

55 KK 146 Orang

Gambar 4.1 Pemukiman Suku Anak Dalam3

1. Pemukiman Suku Anak Dalam

Desa Nyogan dusun Segandi kecamatan Mestong

Kabupaten Muaro Jambi. Merupakan salah satu daerah tempat

pemukiman Suku Anak Dalam yang berada di provinsi Jambi.

Suku Anak Dalam yang ada di dusun Segandi merupakan

salah satu suku yang menjadi perhatian bagi pemerintah pusat.

Hal ini dapat dilihat adanya pemukiman yang

didirikan oleh Kementerian Sosial pada tahun 2003. Dusun

Segandi telah didirikan pemukiman yang dikenal dengan

Trans Sosial yang berjumlah 66 rumah hunian dan 1 balai

3Dokumentasi diperoleh dari Ustad Asman Hatta, pada 4 Desember

2018.

88

pertemuan yang lebih di khususkan untuk masyarakat Suku

Anak Dalam.4 Di pemukiman Suku Anak Dalam Segandi juga

telah berdiri SD Negeri 238/IX Nyogan pada tahun 2010, yang

memiliki 2 kelas, 1 guru PNS dan 4 guru honorer. Jumlah

murid yang belajar di sana sebanyak hampir 30 orang.5 Pada

tahun 2018 juga telah didirikan masjid bagi Suku Anak Dalam.

Suku Anak Dalam di Nyogan dipimpin oleh

tumengung Iyan Khubung. Suku Anak Dalam Segandi terdiri

dari 48 Kepala Keluarga dengan jumlah 122 orang.6 Lokasi

pemukiman berada di dekat Sungai Bahar, tempat yang

menjadi sumber penghidupan mereka. Suku Anak Dalam di

Segandi mayoritas tidak mempunyai pekerjaan tetap, hampir

dari mereka berpenghasilan mencari ikan.

2. Profil da‟i di Suku Anak Dalam

Banyak pendakwah yang melakukan aktivitas dakwah

di Suku Anak Dalam Segandi, mereka memulai dakwah dari

tahun 2002 sampai sekarang.

a. Asman Hatta

Asman Hatta adalah da‟i yang tinggal di desa

Sungai Landai Kecamatan Mestong Kabupaten Muaro

Jambi. Ia menyelesaikan pendidikannya di STAI Ma‟arif

Jambi tahun 2015. Berdakwah di Suku Anak Dalam dari

tahun 2002 sampai sekarang dan saat ini tergabung di

4Wawancara Iyan Khubung, Tumengung Suku Anak Dalam Segandi,

pada 2 Desember 2018. 5Wawancara dengan bapak Hasan, Kepala Sekolah SDN. 238/IX

Nyogan, pada 24 Desember 2018. 6Data dari Pendamping Keluarga Harapan (PKH) Kecamatan Mestong,

di ambil 24 Februari 2019.

89

organisasi Pembinaan Suku Anak Dalam Jambi. Dengan

semangat pembinaan dan pendampingan untuk

menyebarkan dakwah kepada komunitas terpingirkan,

terutama Suku Anak Dalam. Pada tahun 2018 Asman Hatta

mendapat penghargaan dari DT peduli, sebagai guru

ispiratif, karena kepedulian dan dedikasinya sebagai da‟i di

Suku Anak Dalam.

b. Hariyanto

Hariyanto adalah da‟i yang tinggal di Kelurahan

Kebon Bohok kecamatan Jambi Selatan Kota Jambi. Da‟i

kelulusan Ushuluddin IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi

dan sekarang sedang melanjutkan studi strata dua di

Universitas Jambi ini mulai berdakwah di kalangan Suku

Anak Dalam tahun 2002. Berawal ketika di masa Kuliah

Kerja Nyata di Nyogan dan melihat kondisi Suku Anak

Dalam yang saat itu memperihatinkan. Niatnya dijalankan

setelah menikah dengan perempuan di desa tersebut. Da‟i

yang mempunyai tugas untuk mencari bantuan dan donatur

untuk membantu Suku Anak Dalam dan mendirikan

organisasi Pembinaan Suku Anak Dalam Jambi.

c. Safren

Safren adalah da‟i yang tinggal di Desa Nyogan

Kecamatan Mestong Kabupaten Muaro Jambi. Da‟i

mendapatkan tugas dari KUA kecamatan mestong sebagai

Kwaket yang secara khusus menikahkan Suku Anak Dalam

Segandi. Safren mulai berdakwah di Suku Anak Dalam

pada 2012 sampai sekarang. Sebagai da‟i yang

90

mendapatkann tugas khusus, ia juga melakukan pembinaan

rutin kepada Suku Anak Dalam.

d. Habib Taufiq Baragbah

Habib Taufiq adalah da‟i yang tinggal di Kelurahan

Eka Jaya Kecamatan Paal Merah Kota Jambi. Da‟i

kelulusan Syariah IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi ini

aktif berdakwah terhadap Suku Anak Dalam pada tahun

2014. Habib juga aktif di Front Pembela Islam sebagai

ketua dan pada tahun 2018 yang lalu, ia mengadakan

Tablîgh Akbar dan pembaiatan Suku Anak Dalam dan di

hadiri langsung oleh FPI pusat.

3. Missionaris Kristen di Suku Anak Dalam

Sebelum dakwah Islam masuk, tahun 2002 sudah ada

missionaris yang masuk ke Suku Anak Dalam, seorang laki-

laki bernama Roy. Dengan menikahi perempuan asli

masyarakat Nyogan dan tinggal beberapa lama di sana, dia

mencalonkan diri sebagai kepala desa nyogan. Ketika terpilih

menjadi kepala desa Nyogan, Roy sering masuk ke Komunitas

Suku Anak Dalam. Ketika tahun baru Roy selalu memberikan

Suku Anak Dalam dan mengajak menyembelih Anjing hitam

dan makan bersama-sama.

Selain itu juga Roy memberi bantuan dalam bentuk

sembako dan makanan untuk Suku Anak Dalam, padahal Roy

sendiri mengaku beragama Islam. Roy sedikit demi sedikit

memberi pengaruh ke Suku Anak Dalam dan mengajak

91

beragama Kristen. Setelah agenda yang dilakukan Roy

diketahui oleh masyarakat maka dia di usir dari Nyogan.7

Pada tahun 2016 pendeta masuk ke Suku Anak Dalam

dengan membagi-bagikan sembako dalam bentuk bingkisan,

ternyata bukan hanya sembako saja yang diberikan, mereka

juga memberikan berupa atribut kristiani di bingkisan tersebut.

setelah mereka sadar, mereka berbondong-bondong menolak

bingkisan dan bantuan tersebut.8

4. Pemberdayaan Suku Anak Dalam

Selain oleh tokoh agama, ada juga pendampingan yang

dilakukan Non Government Organization (NGO). Pada tahun

2011 NGO Pundi Sumatera mulai masuk ke wilayah Suku

Anak Dalam yang dimulai dengan penjajakan awal,

melakukan penelitian dan melakukan survey dengan membuat

assessment. Tujuan dari pembuatan assessment ini adalah

mendapati kesepakatan antara pundi sumatera dengan Suku

Anak Dalam dalam hal pendampingan pemberdayaan.

Pada tahun 2012, kegiatan pendampingan

pemberdayaan mulai efektif dilakukan. Pundi Sumatera

berfokus pada Suku Anak Dalam yang berada di jalur tengah

lintas sumatera, dimana Suku Anak Dalam ini sudah lama

keluar dari kawasan hutan. Adapun kegiatan pendampingan

yang dilakukan yaitu:

a. Fasilitas dokumen kependudukan,

b. Layanan pendidikan,

7Wawancara dengan Hariyanto, pada 15 Desember 2018.

8Wawancara dengan Asman Hatta, pada 4 Desember 2018.

92

c. Layanan kesehatan yang bekerja sama dengan

Puskesmas, Rumah Sakit dan Dinas Kesehatan

Kabupaten

d. Pengembangan sumber daya ekonomi kreatif.9

B. Dakwah di Suku Anak Dalam

1. Proses tablîgh di Suku Anak Dalam

Informasi merupakan pengetahuan yang di sampaikan

dengan berisikan pesan-pesan yang di bawa sehingga sampai

kepada penerima pesan. Dalam komunikasi Islam disebut

dengan tablîgh, artinya da‟i menyampaikan pesan dakwah

yang di terima langsung oleh mad‟u.

Menurut Ali Azis dakwah adalah kata tablîgh

(menyampaikan ajaran Islam), khutbah (pidato), nashihah

(menyampaikan suatu ucapan kepada orang lain), fatwa

(pemberian uraian keagamaan), washilah (pesan perintah

tentang sesuatu), tausiyah (kegiatan menyampaikan washilah),

tabshir (kabar gembira) dan tanzhir (peringatan).10

Para da‟i menyampaikan tablîgh ke Suku Anak Dalam

yang mudah dipahami dan tidak langsung merubah kebiasaan

mereka. Apalagi pesan yang disampaikan berasal dari orang

yang baru dikenal. Pesan yang disampaikan tidak langsung

dapat diterima, jika pesan tersebut bertentangan dengan

kebiasaan yang mereka yakini. Seperti wawancara bersama

ustad Asman Hatta, selaku da‟i di Suku Anak Dalam:

9Eliza, Febi Rizka, M. Ridwan dan Dwi Noerjoedianto. “Peran

Pemerintah Terhadap Program Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil Suku

Anak Dalam (SAD) Di Provinsi Jambi tahun 2018”. Jurnal Kesmas Jambi,

Vol. 2, no.1 (2018): 48. 10

Moh.Ali Aziz, Ilmu Dakwah (Jakarta: Kencana, 2009), 20-42.

93

“Tidak semua dakwah bisa diterima sama mereka, saya

mulai memperkenalkan dakwah ketika saat itu mereka

masih dihutan, mereka membakar dan memakan ular

sebagai santapan. Saat itulah saya juga membakar ikan

lele, sebelum saya bakar saya bumbuin lele tersebut

sehingga rasanya lezat. Setelah mereka memakan lele

tadi mereka merasa suka, saat itulah saya sampaikan

bahwa lele ini lebih lezat dan sehat, lele juga banyak

mengandung gizi yang baik untuk tubuh. Ikan lele lebih

halal dan ular haram di makan. Saya juga sampaikan

bahwa hewan yang tidak boleh dikonsumsi itu memiliki

taring dan hidup didua alam, seperti ular”.11

Berdasarkan wawancara tersebut disimpulkan bahwa

ustad Asman Hatta menyampaikan pesan dakwah dengan cara

melakukan perbuatan yang tidak biasa dan memberikan.

Seperti memperkenalkan makanan yang halal dan haram,

tetapi dengan contoh membuat makanan ikan lele lebih nikmat

dan lezat, sehingga Suku Anak Dalam tertarik untuk

mengikutinya dan tidak memakan ular. Melakukan dakwah di

hutan tempat dimana Suku Anak Dalam dulu tinggal.

Cara menyampaikan dakwah setiap da‟i beragam, sesuai

dengan kondisi mad‟u. Seperti halnya informasi mengenai

ibadah sangat penting untuk disampaikan da‟i. Mengajarkan

ibadah kepada Allah kewajiban setiap muslim, apalagi

mengajarkan kepada mualaf. Seperti halnya da‟i yang terus

memperkenalkan dan mengajarkan ibadah kepada Suku Anak

Dalam, seperti wawancara bersama Ustad Asman Hatta:

“Saya menyampaikan dakwah di balai tentang sholat.

Mereka kan mualaf, jadi belum tahu sholat. Bahwa

sholat sebagai kewajiban yang tidak boleh ditingalkan.

Sholat adalah kewajiban yang harus dilaksanakan oleh

11

Wawancara ustad dengan Asman Hatta, pada 4 Desember 2018.

94

orang Islam, sebagai bentuk ketaatan kita terhadap

Allah. Sholat dilaksanakan sehari semalam sebanyak 5

kali, diawali dengan sholat subuh di pagi hari sebelum

matahari terbit, Sholat zuhur di siang hari, sholat asar

sore hari, sholat magrib di saat matahari tengelam dan

sholat isya di malam hari, dan dalam menjalankan sholat

tidak boleh kentut dan berbicara”.12

Berdasarkan wawancara tersebut dapat disimpulkan

ustad Asman Hatta menyampaikan materi tentang sholat.

Materi ini disampaikan karena Suku Anak Dalam semuanya

mualaf. Suku Anak Dalam belum mengetahui tentang sholat.

Sholat yang dilakukan sebagai kewajiban orang Islam, sebagai

bentuk pengabdian kepada Allah. Ustad Asman Hatta yang

selalu mendampingi Suku Anak Dalam, dan sering

menyampaikan dakwah. Tempat yang tersedia di balai

pertemuan.

Ustad Asman Hatta mengajarkan anak-anak Suku Anak

Dalam belajar bacaan sholat, di balai pertemuan. Ada 6 anak

terdiri 4 laki-laki dan 2 perempuan yang terlihat membaca

ayat-ayat sholat dengan suara keras. Anak laki-laki megunakan

celana panjang dan songkok. Sedangkan anak perempuan

mengunakan jilbab.13

Pesan dakwah yang disampaikan bukan hanya berkaitan

dengan ibadah, tapi juga pesan yang berkaitan dengan

hubungan sosial sesama manusia. Berkaitan dengan hubungan

sesama manusia yang lebih luas, supaya tidak membatasi diri

12

Wawancara dengan ustad Asman Hatta, pada 4 Desember 2018. 13

Observasi di Suku Anak Dalam Segandi, pada 18 Desember 2018.

95

dengan komunitasnya saja. Sebagaimana wawancara dengan

ustad Hariyanto selaku da‟i Suku Anak Dalam:

“saya mas berdakwah ke mereka itu di balailah yang

ada, saya sampaikan pentingnya menjaga silaturahmi

sesama manusia dan menjaga persaudaraan. Manusia

sebagai mahluk sosial yang saling membutuhkan satu

dengan lain. Kalo menurut hadis itu, silaturahmi

menambah rizqi dan memperpanjang umur. Makanya

pesan silaturahmi disampaikan supaya Suku Anak

Dalam tidak hanya bergaul bersama komunitasnya saja,

tetapi bergaul kepada masyarakat yang lebih luas.

Menjaga persaudaraan dan berkasih sayang sesama

manusia adalah tugas kita bersama”.14

Berdasarkan wawancara tersebut disimpulkan Ustad

Hariyanto menyampaikan pesan dakwah mengenai pentingnya

menjaga tali silaturahmi, persaudaraan dan menjauhkan dari

permusuhan adalah tugas bersama sebagai mahluk sosial.

banyak manfaat yang diperoleh dengan menjaga silaturahmi

seperti, menambah rizqi dan memperpanjang umur. Hal ini

dilakukan supaya Suku Anak Dalam tidak menjadi suku

terpencil dan mempunyai hak yang sama sebagai warga

negara. Pesan ini disampaikan di balai untuk mengingatkan

dan menyadarkan bahwa Suku Anak Dalam harus mau

menerima informasi yang datang dari luar.

Dakwah bukan hanya disampaikan pada hari-hari biasa,

tapi dakwah juga disampaikan menyambut hari besar

keagamaan, agenda rutin yang dilaksanakan sebagai upaya

memperingati hari bersejarah dalam Islam. Seperti, maulid

nabi, isra mi‟raj, tahun baru Islam dan hari besar lainnya.

14

Wawancara dengan ustad Hariyanto, 15 Januari 2019.

96

Seperti wawancara bersama ustad Safren, da‟i Suku Anak

Dalam,

“Saya biasanya mengisi acara hari besar Islam, seperti

maulid Nabi Muhammad SAW. Disana saya

menyampaikan tentang kelahiran Nabi di tahun Gajah,

tahun dimana tentara bergajah berupaya menghancurkan

ka‟bah, namun tentara bergajah kalah. Saya juga

sampaikan bahwa nabi dilahirkan di Makah dari seorang

ibu bernama Aminah. Semasa kecil nabi mengembala

domba dan berdagang sampai nabi menikah dengan

seorang wanita bernama Khotijah, nabi diangkat menjadi

Rasul dan wafat”.15

Dari wawancara tersebut disimpulkan ustad Safren

menyampaikan pesan dan pemahaman tentang sejarah

Rasulullah kepada Suku Anak Dalam sangat penting, supaya

mereka mengatahui dan mencintai nabinya. Sejarah kelahiran

yang diiringi dengan kejadian penghancuran tentara bergajah

oleh Allah. Mengetahui nabinya ketika kecil mengembala dan

berdagang. Sampai diangkat menjadi rasul, yang membawa

risalah kebenaran bagi manusia. Pesan ini disampaikan pada

peringatan hari besar Islam supaya Suku Anak Dalam bisa

meneladani apa yang Rasulullah kerjakan.

Proses menyampaikan materi dakwah kepada Suku

Anak Dalam bukan hanya dilakukan antara da‟i dan mereka

saja, tetapi proses dakwah tersebut melibatkan masyarakat

sekitar. Seperti tablîgh akbar dan pembaiatan Suku Anak

Dalam di Segandi.

15

Wawancara dengan Safren, pada 31 Desember 2018.

97

Gambar 4. 2 Proses pembaiatan Suku Anak Dalam16

Dari gambar ini dapat dilihat proses pembaiatan suku

anak dalam sebagai upaya ulang untuk memperbaiki syahadat

yang Suku Anak Dalam sudah ikrarkan bersama da‟i. Proses

syahadat ini dilakukan Front Pembela Islam sebagai upaya

tablîgh terhadap mereka. Prosesi ini yang diikuti oleh 180

orang. 17

Memperkenalkan agama Islam kepada Suku Anak

Dalam, upaya mengajak mereka dari ketertinggalan. Mengerti

Islam secara menyeluruh dan memperkenalkan Islam sebagai

agama yang damai dan memberikan kesejukan kepada semua

manusia. Sebagaimana wawancara bersama Habib Taufiq,

Ketua Front Pembela Islam Jambi,

“Kalau waktu itu saya ngisi dakwah di balai saya

sampaikan ke suku SAD bahwa Islam itu rahmatan

lil 'alamin, artinya Islam mengajarkan kedamaian,

toleransi dan kasih sayang sesama. Islam tidak

mengajarkan kekerasan, permusuhan dan menebar

kebencian. Dalam menjaga Islam penting juga untuk

menjaga aqidah dari masuknya missionaris, yang selalu

berupaya untuk mengajak Suku Anak Dalam pindah ke

agama mereka. Karena menjaga aqidah itu sangat berat

16

Dokumentasi dari Habib Taufiq Baragbah, pada 10 Desember 2018. 17

Data https://ummatpos.com/19261/fpi-dan-drp-islamkan-180-orang-

suku-anak-dalam-jambi/, diakses 16 November 2018.

98

jangan sampai kita mau menukar aqidah kita dengan

bantuan-bantuan yang sedikit, yang hanya memberikan

manfaat sebentar”.18

Dari wawancara tersebut menyimpulkan Habib Taufiq

menyampaikan pesan dakwah bahwa Agama Islam sebagai

rahmatan lil 'alamin yang memberikan kedamaian bagi semua.

Membentengi aqidah dari kepentingan sesaat yang selalu

datang untuk merubah keyakinan. Banyaknya bantuan yang

diberikan oleh lembaga yang mempunyai kepentingan, oleh

karena itu perlu ada penguatan dalam diri mad‟u untuk

menjaganya. Pesan yang disampaikan Habib Taufiq di balai

pertemuan kepada Suku Anak Dalam karena posisi sebagai

ketua ormas FPI yang selalu menegakan amar ma‟ruf dan nahi

munkar.

2. Proses taghyîr di Suku Anak Dalam

Akan tetapi, Andi Faisal Bakti memandang taghyîr

(perubahan) dari sisi komunikasi Islam mengarah pada makna

yang positif atau perubahan ke arah yang lebih baik.

Perubahan hanya dapat terjadi jika penerima atau komunikan

menginginkan dan mencoba dengan sepenuh hati untuk

mengubah diri mereka ke arah yang lebih baik.19

Hidup Suku Anak Dalam lebih nomaden (berpindah-

pindah). Suku Anak Dalam mencari penghidupan di dalam

hutan dan dekat dengan sungai. Mereka lebih sering membuat

18

Wawancara dengan Habib Taufiq Baragbah, pada 10 Desember 2018. 19

Andi Faisal Bakti, The Contribution of Dakwah to Communication

Studies,” Risale-I Nur Collection Perspective,” Proceedings, Istanbul

Foundation for Science and Culture (Istanbul : The Istanbul Foundation for

Science and Cuture 2010), 7.

99

sudung yang tidak jauh dari sungai. Suku Anak Dalam percaya

bahwa hutan adalah sumber kehidupan yang harus dijaga

kelestariannya. Berbeda dengan Suku Anak Dalam yang lebih

memilih menetap di perkampungan. Seperti wawancara

dengan Habib Taufiq, Ketua Front Pembela Islam Jambi:

“Mereka sekarang sudah tinggal menetap di rumah

yang lebih baiklah, rumah bantuan pemerintah tahun

2003 yang lalu. Walaupun belum ada bantuan

perbaikan lagi dari pemerintah. Kalo dulu mereka

hidupnya melangun dari wilayah yang jaraknya jauh,

kalo di tempat mereka ada yang meninggal maka

mereka pindah lagi membawa keluarga mencari

tempat yang baru, mereka berpendapat bahwa kalo

ada yang meninggal berarti rumah itu mendapatkan

sial.”20

Dari wawancara tersebut disimpulkan Habib Taufiq

merasakan perubahan yang terlihat sekarang ini. Suku Anak

Dalam yang dahulu hidup di hutan, sekarang lebih memilih

hidup di perkampungan secara menetap. Walaupun rumah

yang Suku Anak Dalam tempati saat ini bantuan dari

pemerintah pada tahun 2003 yang lalu. Perubahan yang

dilakukan atas keinginan Suku Anak Dalam untuk hidup lebih

sejahtera dengan banyak memperoleh informasi.

Saat ini Suku Anak Dalam tinggal di rumah yang

dibangun oleh pemerintah. Belum ada perbaikan sama sekali

yang mereka lakukan. Seperti dinding yang terbuat dari papan

sudah lapuk, atap yang terbuat dari seng sudah mulai bolong.

Lantai yang terbuat dari semen sudah banyak yang rusak.

20

Wawancara dengan Habib Taufiq, pada 10 Desember 2018.

100

Mereka tetap bertahan, karena mereka sudah lama mendiami

rumah tersebut.21

Aktivitas yang tidak biasa Suku Anak Dalam lakukan

bisa memberi perubahan terhadap mereka. Seperti pentingnya

pendidikan sebagai modal utama untuk mengetahui informasi

yang berkembang saat ini. Informasi baru bisa mereka

dapatkan dengan sekolah. Seperti wawancara dengan

tumenggung Iyan Khubung, pimpinan adat Suku Anak Dalam

Segandi,

“Sebenanyo kamiko hidup kan dak dewean, semenjak

ustad tu datang ohang kito dah mulai berkembang.

Sanak-sanak lah banyak pulo yang sekolah dan sudah

ado yang nasibnyo jadi tentara. Uwong tuo-tuo bengin

kami ngajari kito harus biso belajar dari alam dan kito

jugo biso mengolah hasil alam untuk hidup kito. Kami

dak pernah nak beli ikan, kalo nak makan ikan kito

ngambek be ikannyo di sungai.22

Dari wawancara tersebut disimpulkan tumenggung Iyan

Khubung merasa ada perubahan yang dirasakan oleh diri dan

saudara-saudara Suku Anak Dalam lainnya. Perubahan ini

muncul atas keinginan anak-anak dan orang tua Suku Anak

Dalam untuk lebih baik dengan melanjutkan pendidikan

supaya mendapatkan pengetahuan. Pendidikan diberikan untuk

menghilangkan kebodohan pada diri. Dengan pendidikan yang

dijalani merubah nasib Suku Anak Dalam saat ini.

Berpakaian merupakan perubahan yang terjadi di Suku

Anak Dalam, dulu mengenakan kain yang hanya menutupi

kemaluan mereka saja. Kebiasaan itu menyebabkan mereka

21

Observasi di Suku Anak Dalam Segandi, pada 18 Desember 2018. 22

Wawancara dengan Iyan Khubung, 28 Desember 2018

101

merasa kurang percaya diri untuk bertemu dengan masyarakat

umum, sehingga mereka diangap suku yang tertinggal, dengan

perubahan yang terjadi. Seperti wawancara dengan ustad

Hariyanto, da‟i Suku Anak Dalam:

“Kalo mereka itu sekarang sudah maulah memakai

pakaian untuk menutup aurat mereka. Kalo dulu mereka

hanya pake kain untuk menutup aurat, kain yang dililit di

bagian kemaluan saja. mereka mengatakan lebih nyaman

walaupun belum terlalu terbiasa. Terkadang

perempuannya juga sudah mau juga pake jilbab,

seringnya mereka pakai kalo ada acara pengajian.”23

Dari wawancara tersebut disimpulkan ustad Hariyanto

merasakan perubahan ke arah modern. Suku Anak Dalam

sudah menutup aurat dengan pakaian yang dimiliki. Suku

Anak Dalam tidak merasa terpingirkan lagi, setelah

mengenakan pakaian seperti masyarakat umumnya. Dengan

menutup aurat Suku Anak Dalam mendapatkkan kenyaman,

ketenangan dan tidak malu ketika bertemu dengan masyarakat

umumnya.

Gambar 4. 3 Perempuan Suku Anak Dalam Mengenakan

Jilbab24

23

Wawancara dengan ustad Hariyanto, pada 15 Desember 2018. 24

Dokumentasi diambil pada 24 Februari 2019.

102

Gambar diatas menjelaskan perempuan Suku Anak

Dalam mengenakan jilbab dalam acara pengajian dan

santunan. acara yang bertujuan untuk memberikan bantuan

kepada Suku Anak Dalam Segandi.

Suku anak dalam segandi sudah mengenakan pakaian

seperti masyarakat biasa, baik laki-laki maupun perempuan.

Dan anak-anak juga mengenakan pakaian ketika sekolah.

Melihat Suku Anak Dalam saat ini seperti melihat masyarakat

umum.25

Rutinitas perubahan yang terjadi dan merubah kebiasaan

mereka adalah ibadah. Ibadah yang Suku Anak Dalam lakukan

sebagai muslim adalah Sholat. Seperti wawancara dengan

ustad Asman Hatta, da‟i Suku Anak Dalam:

“Suku Anak Dalam sudah mau mengerjakan sholat

walaupun belum seluruhnya dikerjakan. Mereka sudah

hafal juga bacaan dan gerakannya, seperti orang

umumnya. Kalo yang sering itu sholat magrib berjamaah

di balai, tapi laki-laki saja. Kalo berjamaah kadang-

kadang dak terlalu banyak, kebanyakan mereka sholat

dirumah. Tapi kalo sholat Jum‟at mereka kerjakan juga

walaupun jarak ke masjidnya lumayan jauh, mereka

sholat jum‟at bersama masyarakat Nyogan”.26

Dari wawancara disimpulkan ustad Asman Hatta melihat

Suku Anak Dalam sudah merubah dirinya menjadi lebih baik.

Suku Anak Dalam mau mempelajari sholat sebagai bentuk

pengabdian kepada tuhannya. Tidak ada paksaan dalam

menjalankan ibadah tersebut. Suku Anak Dalam menjalankan

dengan kesadaran yang dimiliki dengan kemauan untuk belajar

25

Observasi di Suku Anak Dalam Segandi, pada 18 Desember 2018. 26

Wawancara dengan ustad Asman Hatta, pada 4 Desember 2018.

103

dan mengejar ketertingalannya saat ini. Berkumpul dan

bersoasialisasi kepada masyarakat umum.

Suku Anak Dalam terus melakukan perbaikan terhadap

kondisi saat ini. Perubahan terjadi karena keingian mereka

belajar mengaji Al-Qur‟an. Sebagaimana wawancara dengan

ustad Safren, da‟i Suku Anak Dalam:

“Sejauh ini perubahannya sudah lumayan, mereka sudah

mau menjalankan sholat dan mengaji, mengaji kadang

seminggu sekalilah kalo pas saya masuk, kebanyakan

anak-anak sih yang belajar ngaji. Kalo yang dewasa

lebih kurang aktif 1, 2 oranglah yang mau mengaji dan

sudah bisa baca Al-Qur‟an. Kalo anak-anak ngaji iqro,

kadang juga diajarin sama mereka yang sudah bisa baca

Al-Qur‟an dan sekolah juga mereka diajarkan iqro”.27

Dari wawancara disimpulkan keinginan Suku Anak

Dalam mengali pengetahuan begitu besar. Suku Anak Dalam

belajar mengaji kitab Al-Qur‟an sebagai petunjuk orang

beriman. Mengali informasi dan mengenali sumber hukum

sebagai dasar perubahan Suku Anak Dalam. Semangat anak-

anak untuk mempelajari Al-Qur‟an sebagai generasi penerus

yang akan memberikan pengetahuan kepada generasi

selanjutnya.

3. Proses Takwîn al-Ummah di Suku Anak Dalam

Sebagai bentuk metode dakwah yang dilakukan

adalah dengan pembangunan umat untuk mengamalkan segala

bentuk dakwah dan pembangunan yang menyentuh

keperibadian mad‟u dan perbaikan prasarana untuk

27

Wawancara dengan Sapren, pada 31 Desember 2018.

104

kepentingan bersama. Pembangunan bukan hanya sampai di

diri mad‟u saja.

Teori pembangunan (development), teori ini telah

menyibukkan banyak pemimpin di negara-negara yang kurang

berkembang, sebagai akibat dari tantangan negara-negara

maju. Masalah yang difokuskan adalah mengidentifikasi cara

mengembangkan negara-negara tersebut dengan menggunakan

proses yang diikuti oleh negara-negara maju. Hal ini biasanya

mempromosikan: „komunikasi untuk pengembangan‟ atau

„pengembangan yang mendukung komunikasi.28

Pembangunan fasilitas sangat diperlukan sebagai bentuk

membangun kebersamaan diantara Suku Anak Dalam, satu

dengan lainnya. Sebagai tempat da‟i untuk membangun dan

membina Suku Anak Dalam. Seperti fasilitas sekolah, masjid

dan balai pertemuan. Sebagaimana wawancara dengan ustad

Safren, da‟i Suku Anak Dalam:

“Di suku Suku Anak Dalam Nyogan sudah berdiri

sekolah dan balai untuk pertemuan. Sekarang, sudah

dipondasi untuk pendirian masjid juga. Semua fasilitas

ini diharapkan untuk mempermudah kami untuk

berdakwah. Dengan seringnya masuk ke dalam untuk

memberikan nasehat-nasehat dan motivasi supaya

menjadi lebih baik”.29

Dari wawancara tersebut disimpulkan bahwa

pembangunan fasilitas sebagai faktor penunjang dalam

melakukan dakwah. memberi wawasan dan pengetahuan

28

Andi Faisal Bakti, The Contribution of Dakwah to Communication

Studies,” Risale-I Nur Collection Perspective,” Proceedings, Istanbul

Foundation for Science and, 9. 29

Wawancara dengan ustad Safren, pada 31 Desember 2019.

105

menjadi lebih moderen. Pembinaan terus dilakukan dengan

memberikan nasehat-nasehat dan motivasi untuk memperbaiki

diri menjadi lebih baik. Fasilitas digunakan untuk

menyebarkan informasi dan memotivasi dan memberikan

pesan-pesan yang baik.

Perkampungan Suku Anak Dalam berdiri Sekolah Dasar,

Balai dan sedang pembangunan masjid yang berukuran 4x6

Meter. Bangunan ini masih berbentuk pondasi dengan

kerangka besi. Ada tiga orang yang bekerja terdiri dari 2

tukang dan 1 pekerja, yang sedang menyelesaikan bangunan

tersebut.30

Pembinaan Suku Anak Dalam juga dilakukan secara

individu. Da‟i juga menyiapkan generasi penerus yang akan

melanjutkan dakwah. Proses pembinaan dilakukan sebagai

kader masa depan yang menjadi pendamping generasi Suku

Anak Dalam. Sebagaimana wawancaara dengan ustad

Heriyanto, da‟i Suku Anak Dalam:

“Saya sudah menyekolahkan Suku Anak Dalam

namanya Manto, dia sekolah dari SD, SMP sampai

Aliyah. Sekarang dia sudah menjadi guru untuk Suku

Anak Dalam untuk ngajarin baca, tulis dan ngaji. Ada

namanya Suwandi, dia ketua pemuda di Segandi kadang

jadi Imam sholat untuk Suku Anak Dalam, seringnya sih

kalo sholat magrib. Mereka semua tu pemuda Suku

Anak Dalam yang pertama belajar dengan saya”.31

Dari wawancara disimpulkan ustad Hariyanto sudah

menyiapkan generasi penerus yang akan melanjutkan dakwah.

generasi diciptakan sebagai pembinaan yang berkelanjutan dan

30

Observasi di Suku Anak Dalam Segandi, pada 18 Desember 2018. 31

Wawancara dengan ustad Hariyanto, pada 15 Desember 2018.

106

pendampingan. Supaya Suku Anak Dalam tidak kembali lagi

kepada kebiasaannya yang dulu. Pembinaan dan menyiapkan

generasi penerus dengan cara menyekolahkan sehingga

memiliki pengetahuan yang bisa disampaikan pada

komunitasnya Suku Anak Dalam.

Pembinaan untuk memberikan informasi terus

dilakukan. Cara yang dilakukan dengan mendirikan majelis

taklim sebagai wadah pemersatu mereka dalam mendengarkan

motivasi yang baik. Pembinaan yang dilakukan secara

kelompok memberikan dampak langsung bagi mad‟u. Mereka

bisa sama-sama belajar terhadap apa yang belum mereka

ketahui. Seperti wawancara dengan ustad Asman Hatta, da‟i

Suku Anak Dalam:

“Saya sering mengisi pengajian yang dilakukan

seminggu sekali pada hari sabtu. Majelis taklim ini

berdiri sebagai tempat menghimpun Suku Anak Dalam

untuk belajar agama. Yang hadir banyak laki-laki,

perempuan dan anak-anak Suku Anak Dalam. Bukan

hanya dari Segandi saja, kadang malahan dari tempat

lain jugo banyak yang hadir. Saya jugo membina orang

batak yang tinggal disekitaran kebon sawit, mereka jugo

kadang ikut belajar.”32

Dari wawancara tersebut disimpulkan ustad Asman

Hatta melakukan pembinaan dengan majelis taklim.

Pembinaan ini menyiapkan kader-kader Suku Anak Dalam

yang memiliki pengetahuan. bentuk majelis taklim yang ustad

Asman lakukan untuk memberikan nasehat-nasehat dan

motivasi kepada Suku Anak Dalam untuk mengerjakan amar

32

Wawancara dengan ustad Asman Hatta, pada 4 Desember 2018

107

ma‟ruf dan meningalkan nahi munkar. Majelis taklim menjadi

wadah Suku Anak Dalam untuk bisa hidup mandiri.

Gambar 4. 4 Pembinaan Dakwah di Majelis Taklim33

Gambar diatas menjelaskan proses pembinaan di majelis

taklim yang diisi oleh ustad Asman Hatta dan di hadiri Habib

Taufiq. Pengajian dilaksanakan pada hari sabtu siang dan

dihadiri oleh laki-laki dan perempuan serta beberapa anak-

anak Suku Anak Dalam yang serius mendengarkan dakwah

yang disampaikan ustad Asman Hatta.

Pembinaan yang dilakukan kepada Suku Anak Dalam

bukan terbatas oleh perseorangan tetapi melibatkan kelompok.

Seperti halnya dakwah yang dilakukan Front Pembela Islam di

Segandi. Seperti wawancara dengan Habib Taufiq, Ketua FPI

Jambi:

“Secara rutin belum terlalu sering masuk ke Suku Anak

Dalam, karena kesibukan saya. Kadang-kadang ustad

Hatta ngundang untuk ngisi pengajian di majelis

minguan Suku Anak Dalam. Belum lama ini juga, kami

mengadakan tablîgh akbar disana. Digagas oleh Front

Pembela Islam dan langsung diisi dengan Habib Sobri

33

Dokumentasi diambil di Segandi, pada 29 Desember 2018.

108

Lubis ketua Umum FPI Pusat. Kami juga memberi

bantuan kepada Suku Anak Dalam dan sedang proses

pembangunan masjid di Segandi.”34

Dari wawancara tersebut disimpulkan Habib Taufiq

berupaya untuk terus memberikan motivasi dan pesan-pesan

dakwah yang baik. Untuk terus memperbaiki diri berbuat amar

ma‟ruf dan meningalkan nahi munkar. Pembinaan yang

dilakukan bukan hanya memberikan motivasi, tetapi

melakukan pembangunan dengan mendirikan fasilitas umum

sebagai tempat dakwah untuk kemandirian Suku Anak Dalam.

masjid sebagai pusat peradaban sehingga menjadi tempat

untuk perbaikan umat. Pembangunan Suku Anak Dalam

dilakukan oleh organisasi masyarakat Front Pembela Islam.

Pembinaan sudah dirasakan oleh Suku Anak Dalam di

Segandi. Mereka melakukan pengajian rutin yang disampaikan

oleh da‟i yang berdakwah. Seperti wawancara dengan

tumenggung Iyat Khubung:

“Pengajian yang blom lamo di siko adolah, tabligh akbar

samo FPI yang datang pun banyak. Kalo rutin biasonyo

samo ustad Hatta, kareno dio yang rajin nemuin kami di

siko. Kami jugo sudah banyak yang ngerti dan sudah

jalani apo yang di perintah agama kami Islam”.35

Dari wawancara disimpulkan, bahwa bimbingan yang

berkelanjutan sebagai upaya membina umat untuk lebih baik.

Pembinaan memberikan kesadaran dan kemandirian bagi Suku

Anak Dalam, dalam menjalani aspek kehidupan. Menjadi lebih

mandiri dan berwawasan luas.

34

Wawancara dengan Habib Taufiq, pada 10 Desember 2018 35

Wawancara dengan Iyan Khubung, 20 Desember 2019.

109

4. Proses Khairiyah al-Ummah di Suku Anak Dalam

Seperti halnya yang terjadi di masyarakat biasa,

seorang yang sudah menerima dakwah kemudian dakwah

tersebut diterima, dan memberikan motivasi kepada diri untuk

terus berbuat baik, maka akhirnya akan memberikan

perubahan kepada diri mad‟u. Perubahan menjadi diri lebih

baik, sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung di dalam

Islam. Pembangunan dan pembinaan yang berkesinambungan

akan memberikan dampak pada akhlâq yang baik.

Perubahan khairiyah al-ummah/akhlâq sudah mulai

membaik terhadap kelompok Suku Anak Dalam. Mereka

sudah mulai berinteraksi kepada masyarakat umumnya, tanpa

ada perbedaan satu sama lainnya. Terciptanya hubungan

masyarakat madani sebagai upaya perbaikan terhadap pribadi

dan komunitas mereka. Hubungan civil society sebagai upaya

terciptanya masyarakat yang berkemajuan.

Kekompakan yang dilakukan oleh Suku Anak Dalam

dalam menjaga silaturahmi semakin baik. Suku Anak Dalam

tidak membatasi dirinya dengan masyarakat umumnya.

Mereka memiliki jiwa sosial yang tinggi dan saling membantu

dalam setiap kesulitan. Seperti wawancara dengan ustad

Asman Hatta, da‟i Suku Anak Dalam:

“Sekarang Suku Anak Dalam lebih kompak, rukun satu

sama lainnya. Mereka sudah mau membaur dengan

masyarakat umum tanpa ada perbedaan, satu sama

lainnya. Nampaklah perubahannya saat ini, bahkan

berubah lebih baik dari yang dulu primitif.”36

36

Wawancara dengan ustad Asman Hatta, pada 4 Desember 2018.

110

Dari wawancara tersebut disimpulkan ustad Asman

Hatta mengatakan hubungan yang terjalin antara Suku Anak

Dalam untuk bersosialisasi dan membaur kepada masyarakat.

Suku Anak Dalam sudah kompak dan saling menghargai satu

dengan yang lainnya. Akhlâq terbentuk atas kesadaran dan

pengetahuan yang sudah mereka miliki dengan informasi yang

dilakukan da‟i selama ini.

Nilai moral yang Suku Anak Dalam patuhi sangat tinggi.

Mereka selalu menjaga adab ketika bertemu dengan siapa saja,

baik ada secara kelakuan, berbicara dan mendengar. Secara

tata krama yang mereka yakini bahwa apabila kita baik kepada

alam, maka semua akan baik kepada kita. Seperti wawancara

dengan ustad Safren, da‟i Suku Anak Dalam:

“Kalo Suku Anak dalam, sebenarnya mereka punya

tingkah laku yang baik, mereka selalu menjaga adat

istiadat mereka. Seperti tidak berludah di depan orang.

Mereka merasa kalo berludah di depan orang tidak sopan

dan merasa menghina mereka. Mereka selalu

menjunjung nilai-nilai kesopanan. Mereka dilarang

mencuri walaupun mereka memiliki kesempatan.

Malahan mereka menjaga apa yang dimiliki saudaranya

sebagai bagian darinya.”37

Dari wawancara tersebut disimpulkan ustad Safren

menjelaskan adab yang terbentuk di Suku Anak Dalam sudah

baik. Suku Anak Dalam menjunjung nilai-nilai moral yang

tinggi. Hubungan saling menghargai sesama manusia dan

menjaga adab dalam tingkah laku. Tata krama itu seperti adab

meludah, mereka memiliki aturan bahwa meludah di depan

orang tidak sopan, apalagi didepan Suku Anak Dalam sendiri.

37

Wawancara dengan ustad Safren, pada 31 Desember 2019.

111

Mereka memiliki aturan dilarang mencuri, bahkan apa yang

dimiliki saudara mereka harus dijaga.

Sikap perbaikan akhlâq juga terlihat ketika dalam proses

pegajian. Suku Anak Dalam lebih memilih diam dan

mendengarkan tas apa yang disampaikan da‟i. Seperti

wawancara dengan Habib Taufiq, ketua Front Pembela Islam

Jambi:

“Waktu saya mengisi pengajian di Suku Anak Dalam

mereka diam mendengarkan apa yang saya sampaikan.

Mereka juga mulai baik bertutur kata. Saya pun menjaga

sopan santun sehingga dia pun segan. Jadi kalo Suku

Anak Dalam itu sudah senang sama orang, dia akan baik

juga. Pokoknya lebih sopanlah akhlaq mereka.”38

Dari wawancara tersebut disimpulkan Habib Taufiq

mengatakan sopan santun dan akhlâq yang terbentuk dari Suku

Anak Dalam. Dalam menghargai terhadap orang yang

berbicara. Hubungan dengan masyarakat sekitar berjalan

dengan baik. Hubungan yang dijalani Suku Anak Dalam sudah

tidak ada perbedaan lagi. Mereka sudah terbuka dan menyatu

dengan masyarakat luar. Hingga ada pernikahan antara Suku

Anak Dalam dan masyarakat sekitar. Seperti wawancara

dengan ustad Hariyanto, da‟i Suku Anak Dalam:

“Suku Anak Dalam saat ini banyak yang menikah

dengan dengan masyarakat sekitar, seperti suku Jawa,

Medan, Melayu dan Banjar. Suku Anak Dalam yang

sudah menikah dengan masyarakat umum, mereka lebih

memilih tinggal di luar Trans Sosial. Mereka yang sudah

membaur ke masyarakat, selalu mengikuti aktivitas

38

Wawancara dengan Habib Taufiq, pada 10 Desember 2018

112

keagamaan masyarakat sekitar dan tidak terkesan

menutup diri.”39

Dari wawancara tersebut disimpulkan ustad Hariyanto

mengatakan hubungan kemasyarakatan Suku Anak Dalam

sudah terbuka. Suku Anak Dalam sudah menerima orang dari

luar. Hubugan itu terlihat dengan adanya perkawinan antara

Suku Anak Dalam dan masyarakat sekitar. Sikap persaudaraan

dan kesetaraan tumbuh menjadi

Terjalinnya hubungan yang baik antara Suku Anak

Dalam dan masyarakat sekitar bentuk mereka mengalami

modernisasi dari primitif mereka yang lalu. Seperti terjadi

pernikahan antara Suku Anak Dalam dan suku Jawa di desa

Nyogan. Walaupun sudah tidak bertempat tingal di

pemukiman Trans Sosial, tetapi identitas Suku Anak Dalam

tetap melekat pada diri mereka.

Pernikahan Suku Anak Dalam dan suku Banjar terjadi

disini. laki-laki Suku Anak Dalam menikah dengan wanita

Suku Banjar, sekarang kelurga tersebut sudah dikaruniai 2

orang anak perempuan yang berumur, 3 tahun dan 1 tahun.

Hubungan mereka baik-baik saja sampai saat ini. Mereka

tinggal di dusun Selapik RT 03, berdekatan dengan orang tua

perempuan.40

C. Hambatan-hambatan Dakwah di Suku Anak Dalam

Hambatan dakwah mengakibatkan proses dakwah tidak

berlangsung sebagaimana yang diharapkan oleh da‟i dan mad‟u.

Menurut Shannon dan Weaver, gangguan atau hambatan

39

Wawancara dengan ustad Hariyanto, pada 15 Januari 2019. 40

Observasi di dusun Selapik, pada 18 Desember 2018.

113

komunikasi terjadi jika terdapat intervensi yang mengganggu

salah satu elemen komunikasi, sehingga proses komunikasi tidak

dapat berlangsung secara efektif.41

1. Hambatan Ekologis/Fisik dalam Proses Dakwah

Suku Anak Dalam Segandi tinggal jauh dari

perkampungan masyarakat sekitar. Lokasi yang jauh serta

jalan yang dilewati juga sangat sulit. Jalan yang dilewati masih

jalan tanah. Lokasi ini melewati kebun sawit milik masyarakat,

yang dilalui sepanjang 4 kilo meter dari perkampungan

msyarakat. Pemukiman Suku Anak Dalam yang jauh menjadi

penghambat terjadinya proses komunikasi.42

Hambatan

ekologis terjadi disebabkan oleh gangguan lingkungan

terhadap proses berlangsungnya komunikasi, jadi datangnya

dari lingkungan.43

Menjadi penghambat dalam melakukan dakwah, karena

lokasi pemukiman Suku Anak Dalam yang sangat jauh dari

perumahan masyarakat pada umumnya. Sebagaimana

wawancara dengan Tumenggung Iyan Khubung, pemimpin

Suku Anak Dalam:

“Perkampungan kami ko jauh dari rumah wargo, kami

hidup di perkampungan yang dibangun pemerintah

itulah. Kami ko bertahan disiko kareno sudah dak mau

lagi melangun, apolagi kondisi hutan disiko sudah dak

ado lagi. Hutan disiko sudah banyak di tebang dan

dikuasai dengan perusahaan. Kalo dulu tu kami sering

41

Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi (Jakarta: Rajagrafindo,

2008), 153. 42

Observasi di Suku Anak Dalam Segandi, pada 18 Desember 2018. 43

Onong Uchyana Effendy, Ilmu, teori dan filsafat komunikas

(Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2000), 16.

114

melangun, hidup di hutan yang kami gunakan sebagai

tempat tinggal kami”.44

Berdasarkan wawancara tersebut di simpulkan bahwa

letak pemukiman Suku Anak Dalam sangat jauh dari

perkampungan. Pemukiman yang dibangun pemerintah masih

mereka tempati. Suku Anak Dalam sudah tidak memiliki

keinginan untuk melangun lagi, karena hutan yang sudah

berubah menjadi kebun-kebun yang dikuasai perusahaan.

Hutan yang menjadi tempat tinggal merekaa sudah berubah

dan alih fungsi.

Proses dakwah yang dilakukan antara da‟i dan Suku

Anak Dalam terjadi di balai pertemuan. Balai yang berdiri dari

sudah lama dan kondisi yang juga memperihatinkan.

Berdasarkan wawancara dengan ustad Asman Hatta, da‟i Suku

Anak Dalam:

“Biasanya saya menyampaikan dakwah di Balai

pertemuan. Balai yang digunakan untuk melakukan

dakwah di Suku Anak Dalam. sebenarnya balai itu sudah

banyak yang bolong lantainya, dan dindingnya juga

sudah mulai rapuh.itu masih kami gunakan karena

masjid yang di bangun belum selesai di bangun.”45

Berdasarkan wawancara tersebut disimpulkan bahwa

proses dakwah yang dilakukan da‟i kepada Suku Anak Dalam

di balai pertemuan. Balai yang sudah lama dibangun dan

memiliki beberapa kerusakan di beberapa bentuk fisiknya.

Balai ini tetap digunakan karena memiliki tempat yang cukup

luas, untuk menampung jama‟ah. Saat ini balai masih tetap

44

Wawancara dengan tumenggung Iyan Khubung, pada 28 Desember

2019. 45

Wawancara dengan ustad Asman Hatta, pada 4 Desember 2018.

115

digunakan karena masjid yang dibangun belum selesai

pembangunannya.

Gambar 4. 5 Balai Pertemuan di Perkampungan Suku Anak

Dalam

Dari gambar ini dijelaskan balai berukuran 4x6 meter

yang digunakan sebagai sarana dakwah dan tempat pertemuan.

Bangunan yang telah lama berdiri ini belum pernah mengalami

perbaikan. Kerusakan yang dilihat dari bentuk bangunan fisik

seperti kayu penyangga yang mulai mengalami kerusakan.

Balai yang didirikan panggung ini mengunakan lantai kayu

yang sudah mengalami kerapuhan dan beberapa lantainya

bolong. Penutup yang terbuat dari papan juga mengalami

kerusakan dibeberapa tempat. Atap yang terbuat dari seng juga

mengalami beberapa kerusakan dan bolong.46

2. Hambatan Psikologis dalam Proses Dakwah

Faktor Psikologis sering menjadi penghambat dalam

komunikasi. Hal ini umumnya disebabkan komunikator

sebelum melancarkan komunikasinya tidak mengkaji dari

komunikan. Komunikasi sulit untuk berhasil apabila

komunikan sedang sedih, bingung, marah, merasa kecewa,

46

Observasi di Suku Anak Dalam Segandi, pada 18 Desember 2018.

116

merasa iri hati, dan kondisi psikologis lainnya, juga jika

komunikasi menaruh prasangka (prejudice) kepada

komunikator.47

Perasaan yang dimiliki mad‟u berbeda beda. Ada

kalanya persepsi muncul karena adanya kesan yang tidak

sesuai dengan yang diharapkan. Seperti wawancara dengan

tumenggung Iyan Khubung, pemimpin Suku Anak Dalam:

“Kito dulunyo yo dak mau nerimo orang asing. bagi

kami tu orang asing akan menganggu kami. Apolagi

dulu banyak yang masuk dah tu foto-foto kami, katonyo

buat bantuan. Dah tu dak adolagi mereka kesini.

Makanyo kami dak mau sebenarnyo nerimo orang baru.

Kalo ustad Hatta itu sudah sering kami tolak datang”.48

Berdasarkan wawancara tersebut disimpulkan bahwa

perasaan yang yang muncul dari diri Suku Anak Dalam karena

mendapatkan kekecewaan. Kekecewaan yang pernah

didapatkan dengan menerima orang asing dan bukan dari

kelompok mereka. Janji yang diberikan orang tersebut menjadi

penyebab timbulnya persepsi yang berbeda.

Perasaan kecewa membuat mad‟u memiliki persepsi

yang berbeda dengan da‟i. Sehingga pesan dakwah yang

disampaikan da‟i mengalami banyak hambatan. Seperti

wawancara dengan Tumenggung Iyan Khubung, pemimpin

Suku Anak Dalam:

“Waktu Ustad ko datang dan kasih dakwah, kami banyak

yang dak mau denger. Karena dakwah itu menjadikan

kami berubah nantinyo. Kami ko jadi jauh dari alam,

taulah kan kalo yang diajarkan ustad tu banyak

47

Onong Uchyana Effendy, Ilmu, teori dan filsafat komunikasi, 12. 48

Wawancara dengan tumenggung Iyan Khubung, pada 28 Desember

2018.

117

aturannyo. Sedangkan kami punyo aturan dewek dari

nenek moyang kami ko”.49

Berdasarkan wawancara tersebut disimpulkan perasaan

yang timbul karena persepsi yang berbeda mad‟u menjadikan

pesan yang disampaikan mengalami kendala. Baik karena

persepsi ketika mereka dakwah akan meninggalkan kebiasaan

yang dulu mereka jalani.

3. Hambatan Semantik dalam Proses Dakwah

Faktor semantik menyangkut bahasa yang digunakan

komunikator sebagai “alat” untuk menyalurkan fikiran dan

persamaanya kepada komunikasn. Demi kelancaran

komunikasinya seorang komunikator harus benar-benar

memperhatikan gangguan semantis ini, sebab salah ucap atau

salah tulis dapat menimbulkan salah pengertian

(misunderstanding) atau salah tafsir (misinterpretation), yang

pada gilirannya bisa menimbulkan salah komunikasi

(miscommunication).50

Perbedaan bahasa yang digunakan antara da‟i dan Suku

Anak Dalam menjadi kendala dalam menyampaikan pesan

dakwah. pesan dakwah yang dilakukan dengan perbedaan

bahasa yang kurang difahami mad‟u akan menjadi

penghambatnya, seperti wawancara dengan ustad Asman

Hatta, da‟i Suku Anak Dalam:

“Pertama saya ketemu Suku Anak Dalam, saya banyak

mengalami kesulitan. Kesulitan yang saya rasakan harus

49

Wawancara dengan tumenggung Iyan Khubung, pada 28 Desember

2018. 50

Onong Uchyana Effendy, Dinamika Komunikasi (Bandung: Remaja

Roosdakarya, 2004), 14.

118

menentukan metode-metode yang bisa difahami oleh

Suku Anak Dalam. Ada beberapa kosa kata yang

mengalami perbedaan. Kosa kata yang dimiliki saya

belum tentu dapat di pahami oleh Suku Anak Dalam.

Terkadang ketika Suku Anak Dalam mendengarkan

pesan saya perlu mereka hanya diam. Sehingga bahasa

yang saya gunakan menyesuaikan dengan mereka, hanya

saja saya yang perlu belajar. Suku Anak Dalam itu kalo

tersinggung dari bahasa kita mereka akan pergi dan tidak

akan mau lagi mendengar apa yang saya sampaikan”.51

Berdasarkan wawancara tersebut disimpulkan hambatan

yang terjadi dalam proses dakwah adanya kurang mengerti

mad‟u denga pesan yang disampaikan. Kata-kata yang

digunakan da‟i harus sesuai dengan bahasa yang Suku Anak

Dalam mengerti. Apabila dalam penyampaian dakwah yang

dilakukan bahasa ada yang menyinggung perasaan mad‟u

maka menimbulkan penolakan.

Perbedaan bahasa dan dialek kata juga sebagai kendala

dalam menyampaikan dakwah. Sebagaimana wawancara

dengan ustad Hariyanto, da‟i Suku Anak Dalam:

“Perbedaan bahasa dengan Suku Anak Dalam

mengalami kendala. Ketika saya menyampaikan dakwah

banyak yang hanya diam. Mereka banyak juga tidak

mengerti dengan apa yang saya sampaikan. Jadi saya

harus mengulanginya berkali-kali supaya mereka

mengerti dengan yang aya sampaikan. Kadang juga

bahasa ilmiah sering saya gunakan, atau bahasa-bahasa

arab yang buat mereka tidak mengerti. Apalagi ketika

saya berdakwah dan mereka diam, sehingga saya harus

bertanya supaya mereka tidak hanya diam.”52

51

Wawancara dengan ustad Asman Hatta, pada 4 Desember 2018. 52

Wawancara dengan ustad Hariyanto, pada 15 Desember 2018.

119

Berdasarkan wawancara tersebut disimpulkan bahwa

kendala pengunaan bahasa yang disampaikan dalam dakwah

menjadi penghambat dalam proses dakwah. perlu adanya

wawasan yang luas dari da‟i untuk memberikan pesan

sehingga tersampaikan. Pengetahuan bahasa juga menjadi

penting untuk da‟i, sehingga dakwah yang disampaikan

mendapatkan umpan balik dari mad‟u.

Ketika ustad Asman Hatta menyampaikan dakwah yang

di hadiri oleh Suku Anak Dalam laki-laki dan perempuan yang

berjumlah 15 orang. bahasa yang digunakan ustad Asman

Hatta lebih dekat dengan bahasa melayu, bahasa khas Jambi.53

53

Observasi di Suku Anak Dalam Segandi, pada 18 Desember 2018.

120

BAB V

PEMBAHASAN

A. Analisis Metode Dakwah di Suku Anak Dalam

Metode dakwah adalah jalan atau cara untuk mencapai

tujuan dakwah yang dilaksanakan secara efektif dan efisien.1

Menurut Said bin Ali Al-Qahthani yang dikutip oleh Ali Azis,

metode dakwah adalah ilmu yang mempelajari bagaimana cara

berkomunikasi secara langsung dan mengatasi kendala-

kendalanya.2 Ada tiga karakter yang melekat dalam metode

dakwah:

1. Metode dakwah merupakan cara-cara sistematis yang

menjelaskan arah strategi dakwah yang telah ditetapkan.

2. Karena menjadi bagian dari strategi dakwah yang masih

berupa konseptual, metode dakwah bersifat lebih konkret

dan praktis.

3. Arah metode dakwah tidak hanya meningkatkan efektivitas

dakwah, melainkan pula bisa menghilangkan hambatan-

hambatan dakwah.3

Di dalam melaksanakan suatu kegiatan dakwah diperlukan

metode penyampaian yang tepat agar tujuan dakwah tercapai.

Metode dalam kegiatan dakwah adalah suatu cara yang

dipergunakan oleh subyek dakwah dalam menyampaikan materi

atau pesan-pesan dakwah.4

1Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah (Jakarta: Amzah, 2009), 95-96.

2Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah (Jakarta: Kencana, 2009), 357.

3Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah, 358

4Bahri Ghazali, Dakwah Komunikatif Membangun Kerangka Dasar

Ilmu Komunikasi Dakwah (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1997), 24.

121

Dakwah merupakan upaya menyampaikan informasi yang

dilakukan da‟i kepada mad‟u. Untuk mengajak mad‟u mengikuti

informasi yang disampaikan sebagai upaya dakwah.

Penyampaian dakwah yang dilakukan da‟i perlu adanya metode

dakwah, seperti halnya dakwah yang dilakukan Rasulullah

kepada umatnya. metode dakwah yang dilakukan da‟i

mempunyai tahapan-tahapan seperti teori komunikasi Islam yang

dikemukakan oleh Andi Faisal Bakti (2010) dengan tahapan-

tahapan: Pertama, tablîgh. Kedua, taghyîr. Ketiga, takwîn al-

Ummah/ amar makruf nahi munkar dan Keempat, khairiyah al-

ummah/ akhlâq.5

Secara umum, teori yang digunakan adalah komunikasi

Islam. Tablîgh atau menyampaikan informasi yang dilakukan da‟i

kepada mad‟u, setelah informasi diberikan kepada mad‟u, maka

akan mengalami taghyîr atau perubahan dalam diri. Perubahan itu

membuat mereka selalu mengerjakan amr makruf dan menjauhi

nahy munkar dalam kehidupanya, serta terbentuknya akhlâq yang

baik dalam kehidupan sosial masyarakat.

1. Analisis Metode Tablîgh di Suku Anak Dalam

Tablîgh menurut Amrullah Ahmad dikutip oleh Ali Azis

adalah usaha menyampaikan dan menyiarkan pesan Islam

yang dilakukan oleh individu maupun kelompok baik secara

lisan maupun tulisan.6 Menurut Muhammad Abu al-Fath al-

Bayanuni dikutip oleh Ali Azis meletakan tablîgh pada

5Andi Faisal Bakti, “The Contribution of Dakwah to Communication

Studies: Risale-i Nur Collection Perspective, International Bediuzzaman

Symposium, Knowledge, Faith, Morality and the Future oh Humanity (Istanbul

: September 2010), 196. 6Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah (Jakarta: Kencana, 2009), 21.

122

tahapan awal dakwah.7 Proses tablîgh adalah proses

menyampaikan informasi. Teori tablîgh merupakan proses

dakwah pertama dalam komunikasi Islam. Andi Faisal Bakti

menyamakan tablîgh dengan informasi.8 Tablîgh disampaikan

da‟i (sender) melalui media (chanel) kepada mad‟u (receiver)

sebagai ilmu pengetahuan (science). Sedangakan informasi

ajaran Islam dapat diartikan sebagai materi dakwah.9

Informasi positif yang disampaikan pengirim pesan

kepada penerima pesan diharapkan berdampak paralel dan

simetris dengan pesan yang diinformasikan. Namun jika

pengirim pesan atau pesan yang disampaikan „meragukan‟,

maka penerima pesan hendaklah bersikap kritis dengan

melakukan tabayyun (klarifikasi),10

demikian ungkap Bakti

dengan mengutip ayat Al-Qur‟an:

تصبحىا ة ف

بجهال

ىما

صيبىا ق

ن ت

ا ا

ىى تبي

با ف

بي

اسق

م ف

ءك

ان جا

تم هدمين عل

ى ما ف

عل

Artinya: “Jika seorang yang fasik datang kepadamu

dengan membawa suatu berita (informasi), maka telitilah

7Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah, 20.

8Andi Faisal Bakti, “The Contribution of Dakwah to Communication

Studies: Risale-i Nur Collection Perspective, International Bediuzzaman

Symposium, Knowledge, Faith, Morality and the Future oh Humanity

(Istanbul: 2010), 87. 9Andi Faisal Bakti, “The Contrbution of Dakwah to Communication

Studies: Risale-I Nur Collection Perspective, International Bediuzzaman

Symposium, Knowledge, Faint, Morality and the Future oh Humanity, 87. 10

Edi Amin, Dakwah Komunitarian Ummatic Transnasional: Studi

Konsepsi Dakwah Said Nursi dan Penerapannya di Indonesia (Jakarta:

Transwacana Press, 2017), 102. Lihat Andi Faisal Bakti, “The Contrbution of

Dakwah to Communication Studies: Risale-I Nur Collection Perspective,

International Bediuzzaman Symposium, Knowledge, Faint, Morality and the

Future oh Humanity, 200.

123

kebenaranya, agar kamu tidak mencelakakan sesuatu

kaum karena keboddohan (kecerobohan), yang akhirnya

kamu menyesali perbuatan itu.” (Q. S. Al-Hujurat 49:

6).11

Materi dakwah adalah pesan-pesan dakwah Islam atau

segala sesuatu yang harus disampaikan oleh subyek kepada

obyek dakwah yaitu keseluruhan ajaran Islam yang terdapat

dalam kitabullah maupun sunnah Rasulullah. Materi dakwah

atau pesan dakwah merupakan isi dakwah yang berupa kata,

gambar, lukisan dan sebagainya yang diharapkan dapat

memberikan pemahaman bahkan perubahan sikap dan perilaku

mitra dakwah.

Menurut H.Hamzah Ya‟kub seperti dikutip Muliadi,

materi dakwah memiliki cakupan yang sangat luas yang

intinya meliputi akidah Islam, tauhid dan keimanan,

pembentukan pribadi yang sempurna, pembangunan

masyarakat yang adil dan makmur, serta kemakmuran dan

kesejahteraan dunia. Materi ini secara global terdiri atas `tiga

hal pokok yaitu akidah, syari‟ah dan akhlak.12

Materi dakwah yang disampaikan tentang pentingnya

menjaga akidah Islam dari missionaris yang berupaya untuk

mengajak dan mempengaruhi Suku Anak Dalam berpindah

dan mengikuti agama Kristen.13

Pesan akidah ini disampaikan

oleh Habib Taufiq, karena memiliki latar belakang sebagai

ketua Ormas Front Pembela Islam. FPI mempunyai misi

11

Kementerian Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya (Bogor: Unit

Percetakan Al-Qur‟an, 2018), 846. 12

Muliadi, Dakwah Efektif: Prinsip, Metode, dan Aplikasinya (Makasar:

Alauddin Press, 2012), 77. 13

Pengolahan wawancara dengan informan.

124

menegakan amar ma‟ruf dan nahy munkar sebagai metode

dakwah yang dijalankan. Sebagai mualaf Suku Anak Dalam

penting untuk diberikan materi tentang akidah. Akidah materi

untuk mengenal tuhannya, untuk memberikan pengetahuan

dan keyakinan yang semakin kuat. Dalam memberikan materi

ini habib Taufiq merujuk pada rukun iman14

Selain pesan akidah disampaikan, pesan syari‟ah

menjadi petunjuk yang harus disampaikan. Seperti dakwah

yang dilakukan dengan perbuatan yang bisa diikuti oleh Suku

Anak Dalam dan mendapat perhatian, dengan membakar Ikan

Lele sebagai santapan yang halal dan nikmat sehingga untuk

menganti memakan ular sebagai santapan kebiasaan Suku

Anak Dalam.15

Metode tablîgh ini contohkan oleh ustad

Asman Hatta, dengan maksud menyampaikan pesan syari‟ah

tentang hukum makanan halal dan makanan haram.16

Menyampaikan materi dakwah dengan perbuatan mampu di

pahami dan di ikuti oleh Suku Anak Dalam. Materi syari‟ah

diberikan sebagai bentuk memahami kewajiban-kewajiban

setiap muslim dan sebagai penuntun setiap muslim untuk

menjalani kehidupan. Metode dakwah yang dilakukan ustad

Asman Hatta di peroleh dari dakwah Drs. Ibnu Hajat tahun

14

Hasil wawancara elektronik dengan Habib Taufiq, pada 25 Agustus

2019. 15

Pengolahan wawancara dengan informan. 16

Makanan halal adalah segala makanan yang baik dan lezat, sedangkan

makanan haram adalah makanan yang berasal dari barang-barang jelek

berdasarkan ayat Al-Qur‟an: “Allah menghalalkan bagi mereka barang-barang

yang baik dan lezat, dan mengharamkan atas mereka barang barang jelek (Q.S.

Al-A‟raf: 157). Lihat Moh. Rifai, Ilmu Fiqih Islam Lengkap (Semarang: Toha

Putra, 1978), 435.

125

1973 yang melakukan dakwah di Suku Anak Dalam Sugai

Rengas kabupaten Batang Hari.17

Pesan dakwah tentang ibadah shalat disampaikan

sebagai bentuk pengabdian diri kepada sang pencipta sebagai

bentuk ketaatan. Shalat yang dilaksanakan 5 kali sehari

semalam. Sesuai dengan syarat dan rukun shalat. Materi ini

memberikan pengetahuan mengenai ibadah shalat yang di

laksanakan.18

Materi syari‟ah ini disampaikan oleh ustad

Asman Hatta, bertujuan memberikan pengetahuan tentang

kewajiban sebagai seorang muslim. Informasi yang diajarkan

oleh ustad Asman Hatta bersumber dari buku Fiqih Islam.19

Bersumber dari buku Fiqih Islam ini ustad Asman Hatta

menyampaikan metode dakwah dengan gerakan badan, bacaan

dengan pengetahuan syarat dan rukun shalat. Metode tablîgh

ini digunakan untuk memberikan pemahaman kepada Suku

Anak Dalam untuk menyalankan syariat Islam tentang ibadah

shalat. Pesan yang disampaikan da‟i berkaitan dengan ibadah

sholat. Ibadah shalat sebagai ibadah yang wajib dilaksanakan

oleh setiap umat Islam. Shalat adalah tiang utama agama,

merupakan ibadah (pengabdian kepada Allah) yang utama dan

merupakan wujud kepatuhan yang tinggi.20

Dengan tablîgh ini

memberikan pemahaman dan perubahan kepada Suku Anak

Dalam untuk menjalankan syariah Islam dengan ibadah shalat.

17

Wawancara ustad dengan Asman Hatta, pada 4 Desember 2018. 18

Pengolahan wawancara dengan informan. 19

Observasi pada 18 Desember 2018. 20

Al-Ghazali, Menangkap Kedalaman Rohaniah Peribadatan Islam

(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995), 2.

126

Ibadah shalat adalah bentuk pengabdian yang dilakukan

hamba kepada tuhan-nya. Sedangkan akhlak adalah menjaga

hubungan kepada manusia. Meneladani akhlak yang baik

harus bersandar kepada Nabi Muhammad dengan memahami

sejarahnya sebagai upaya menyampaikan tablîgh. Target

utama disampaikan tablîgh mengenai sejarah Nabi

Muhammad dan meneladani untuk memberikan pemahaman

dan pemikiran bagi mad‟u.21

Pesan ini bersumber dari hadis

yang mengatakan:

لاق

خازم الأ

م مك م

تت لأ

ما بعث إه

Artinya: “Sesungguhnya aku diutus hanya untuk

menyempurnakan keshalihan akhlak.” (HR. Al-

Baihaqi).22

Pesan ini diharapkan memberikan perubahan kepada

Suku Anak Dalam untuk terciptanya akhlak yang mulia.

Sehingga terjadinya aktif (aktive reception/AR), untuk

memberikan manfaat dan kepuasan (uses and gratification)23

dan terciptanya akhlak yang mulia.

Sebagaimana penjelasan dari ustad Hariyanto, bahwa

proses menyampaikan materi akhlak tentang menyambung tali

silaturahmi dan menjaga persaudaraan sesama manusia.

Silaturahmi tidak hanya terjadi dalam ras, agama dan golongan

yang sama saja, tetapi silaturahmi terjalin kepada semua

manusia. Persaudaraan tidak boleh terputus sehingga

21

Moh. Ali Azis, Ilmu Dakwah, 23. 22

Mâlik Ibn Anas, Al-Muwatta‟ (Beirut: Dâr Ihyâ al-turâs al-„Arabi,

1985), 904. 23

Edi Amin, Dakwah Komunitarian Ummatic Transnasional: Studi

Konsepsi Dakwah Said Nursi dan Penerapannya di Indonesia, 51.

127

menimbulkan permusuhan, kebencian, iri dan dengki. Menjaga

silaturahmi sama saja menjaga pesan Nabi Muhammad untuk

terus menjaga ukhwah Islamiah sesama manusia.24

Informasi yang disampaikan ustad Hariyanto sesuai

dengan kondisi Suku Anak Dalam yang cenderung memilih

menutup diri dari dunia luar dan hidup terpencil. Da‟i berharap

pesan (message/mâddah) yang disampaikan sebagai

pengetahuan (science) sehingga tranformasi menjadi

konsektual bagi mad‟u.25

Menjaga silaturahmi dan tali persaudaraan juga

disampaikan pada hari besar keagamaan Islam seperti Maulid

Nabi Muhammad SAW. Materi yang disampaikan ustad

Safren menjelaskan sejarah kelahiran Nabi, ketika dilahirkan

dalam keadaan yatim. Kejadian bersejarah yang menyambut

kelahiran Nabi adalah hancurnya tentara bergajah yang akan

menyerang ka‟bah. Allah menyelamatkan ka‟bah dengan

mengutus burung Ababil dengan melemparkan batu ke tentara

Abrahah. Masa kecil Nabi yang sudah bekerja sebagai

pengembala dan pedagang dan akhirnya menjadi pedagang

sukses dan menikah serta diangkat menjadi Rasul sampai

wafat.26

Materi akhlak ini disampaikan kepada Suku Anak

Dalam, supaya dapat memahami dan mendapatkan manfaat

dari cerita tersebut dan menjadi sumber suri tauladan yang

baik dalam kehidupan sosial.

24

Pengolahan wawancara dengan informan. 25

Edi Amin, Dakwah Komunitarian Ummatic Transnasional: Studi

Konsepsi Dakwah Said Nursi dan Penerapannya di Indonesia, 51. 26

Pengolahan wawancara dengan informan.

128

Tablîgh yang disampaikan sebagai upaya menjalankan

metode dakwah. Metode tablîgh da‟i (sender) untuk

menyampaikan pesan (message) berkaitan dengan akhlak yang

bertujuan memberikan pengetahuan (scince) kepada mad‟u

(recever). Materi akhlak disampaikan dengan maksud

terciptanya hubungan yang baik di masyarakat. Setelah itu

terciptanya hubungan yang baik dengan Allah dengan

menjalankan ibadah sholat sebagai kewajiban dan ketaatan,

sehingga dapat mengenal Allah dengan aqidah yang dimiliki.,

sehingga metode tablîgh dapat berjalan secara efektif dan

menciptakan perubahan (taghyîr). Tablîgh harus memainkan

peranan pada tingkat individu dan sosial, karena hal itu

menopang dan mendorong hubungan yang integral dan selaras

antara Tuhan, individu dan masyarakat.27

2. Analisis Metode Taghyîr di Suku Anak Dalam

Andi Faisal Bakti memandang taghyîr28

(perubahan) dari

sisi komunikasi Islam mengarah pada makna yang positif atau

perubahan ke arah yang lebih baik. Sehingga, perubahan hanya

dapat terjadi jika penerima atau komunikan menginginkan dan

mencoba dengan sepenuh hati untuk mengubah diri mereka ke

arah yang lebih baik dengan temuan-temuan dan inovasi dalam

27

Edi Amin, Dakwah Komunitarian Ummatic Transnasional: Studi

Konsepsi Dakwah Said Nursi dan Penerapannya di Indonesia, 51. 28

Andi Faisal Bakti menyebutkan bahwa perubahan (change) terbagi atas dua faktor: faktor dari luar (outside) di mana perubahan dipengaruhi oleh unsur modernisasi, dependensi, dan keseberagaman (multiplicity). Sedangkan faktor dari dalam (inside), di mana perubahan dipengaruhi oleh self-help yaitu perubahan hanya akan terjadi jika diri sendiri mau mengubahnya. Lihat Andi Faisal Bakti, “The Contrbution of Dakwah to Communication Studies: Risale-I Nur Collection Perspective, International Bediuzzaman Symposium, Knowledge, Faith, Morality and the Future of Humanity”, 8-10.

129

bidang ilmu pengetahuan dan teknologi.29

Perubahan bisa

terjadi karena adanya aturan yang berhubungan dengan faktor

lain seperti budaya, politik, agama dan ekonomi.30

Perubahan hidup Suku Anak Dalam di Segandi yang

sudah tinggal menetap. Mereka tinggal di rumah yang

dibangun oleh pemerintah, sebagai bentuk perhatian

pemerintah kepada Suku Anak Dalam. Pemukiman berbeda

seperti yang dilakukan nenek moyang yang selalu hidup

berpindah-pindah. hijrah yang dilakukan Suku Anak Dalam

dari hutan ke perkampungan adalah cara mereka merubah

hidup dan memudahkan mendapatkan informasi.31

Menurut

ustad Asman Hatta, bahwa Suku Anak Dalam memiliki

budaya hidup nomaden (berpindah-pindah) di hutan untuk

tinggal dan mencari makan.32

Perubahan (change) budaya

yang terjadi di Suku Anak Dalam dari yang berpindah-pindah

menuju mukim adalah bentuk modernisasi (modernization).33

Perubahan budaya menjadi lebih modern dan maju

terlebih dahulu di lakukan oleh Nabi Muhammad ketika hijrah

dari kota Mekah ke Madinah. Pasca hijrah Nabi Muhammad

membangun kota Madinah sebagai pusat peradapan Islam

29

Andi Faisal Bakti, “The Contrbution of Dakwah to Communication Studies: Risale-I Nur Collection Perspective, International Bediuzzaman Symposium, Knowledge, Faith, Morality and the Future of Humanity”, 7.

30Edi Amin, Dakwah Komunitarian Ummatic Transnasional: Studi

Konsepsi Dakwah Said Nursi dan Penerapannya di Indonesia, 55. Lihat Andi

Faisal Bakti, “The Contrbution of Dakwah to Communication Studies: Risale-I

Nur Collection Perspective, International Bediuzzaman Symposium,

Knowledge, Faint, Morality and the Future oh Humanity, 201-205. 31

Pengolahan wawancara dengan informan. 32

Wawancara dengan ustad Asman Hatta, pada 4 Desember 2018. 33

Edi Amin, Dakwah Komunitarian Ummatic Transnasional: Studi

Konsepsi Dakwah Said Nursi dan Penerapannya di Indonesia, 53.

130

yang maju. Suasana yang kondusif bagi dakwah Islam pasca

hijrah tidak terlepas dari usaha Nabi dalam memimpin dan

mengkonsolidasikan masyarakat Madinah saat itu.34

Perubahan untuk menjadi lebih baik, bisa terjadi apabila pada

diri mad‟u mempunyai keinginan berubah. Sesuai dengan ayat

Alquran:

فسهم ه

روا ما با ي

ى يغ ىم حته

ر ما بق ي

يغ

ل ه

ان الل

Artinya: “Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan

sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang

ada pada diri mereka sendiri” (Q.S. Al-Ra‟d 13: 11).35

Perubahan terjadi karena adanya faktor budaya.36

budaya

bisa terjadi dengan pendidikan untuk merubah pola fikir Suku

Anak Dalam supaya lebih berwawasan luas. Memperoleh

pendidikan hak setiap orang dan begitu juga Suku Anak

Dalam. Dengan pendidikan yang baik mereka bisa meraih cita-

cita. Pengetahuan yang miliki dapat merubah hidup mereka

menjadi lebih baik.37

Budaya pendidikan Suku Anak Dalam

dahulu lebih memilih belajar dengan alam dengan segala

kekayaan dan dimanfaatkan untuk kebutuhan sehari-hari.38

34

Edi Amin, Dakwah Komunitarian Ummatic Transnasional: Studi

Konsepsi Dakwah Said Nursi dan Penerapannya di Indonesia, 53. 35

Kementerian Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, 370. 36

Andi Faisal Bakti, “The Contrbution of Dakwah to Communication

Studies: Risale-I Nur Collection Perspective, International Bediuzzaman

Symposium, Knowledge, Faint, Morality and the Future oh Humanity, 201. 37

Pengolahan wawancara dengan informan. 38

Mailinar & Bahren Nurdin, “Kehidupan Keagamaan Suku Anak

Dalam di Dusun Senami Iii Desa Jebak Kabupaten Batanghari Jambi, Jurnal

Kontekstualita. Vol. 28, No. 2, (2013): 147.

131

Selain faktor budaya, perubahan dapat terjadi karena

adanya faktor agama.39

Agama Islam mengajarkan untuk

menjalankan ibadah shalat sebagai bentuk pengabdian kita

kepada Allah, hal ini juga dilakukan Suku Anak Dalam.

Mereka sudah memahami shalat sebagai kewajiban yang

dilakukan setiap muslim.40

Perubahan oleh faktor agama juga terjadi dengan

mempelajari Al-Qur‟an sebagai petunjuk bagi umat Islam.

Suku Anak Dalam mempelajari sedikit demi sedikit dan

merubah kebiasaan mereka. Bahkan sudah ada yang dari

mereka membaca Al-Qur‟an. Mereka melakukan dengan

keinginan untuk mengetahui Islam lebih jauh dengan Al-

Qur‟an untuk memperoleh ketenangan dan kenyamanan.41

Faktor agama juga membuat Suku Anak Dalam

mengalami perubahan kebiasaan dengan menutup aurat.

Kebiasaan yang mereka lakukan ketika dulu dengan hanya

menutup kemaluan dengan kain, kemudian mengalami

perubahan ke arah yang lebih baik. Mereka sudah memakai

pakaian yang masyarakat umumnya.42

Perubahan (taghyîr)

terjadi karena adanya informasi yang sampai ke mad‟u.

Informasi ini muncul karena adanya (multiplicity), yang

39

Andi Faisal Bakti, “The Contrbution of Dakwah to Communication

Studies: Risale-I Nur Collection Perspective, International Bediuzzaman

Symposium, Knowledge, Faint, Morality and the Future oh Humanity, 202. 40

Pengolahan wawancara dengan informan. 41

Pengolahan wawancara dengan informan. 42

Pengolahan wawancara dengan informan.

132

menyatakan perubahan bisa terjadi karena faktor lain seperti

budaya, politik, agama dan ekonomi.43

Perubahan (taghyîr) yang dialami Suku Anak Dalam

menjadi diri lebih baik adalah bentuk dari metode dakwah.

Perubahan yang terjadi pada mad‟u, setelah menerima tablîgh.

Perubahan terjadi karena ajaran-ajaran yang disampaikan

dapat mereka pahami. Menunjukan dakwah yang dilakukan

berjalan efektif. Dakwah yang efektif apabila disampaikan dan

memberikan perubahan kepada penerima pesan (mad‟u).

Perubahan yang didasari pembentukan (bina‟ al-afrâad)44

oleh adanya kesadaran dari diri sendiri (self button-up).45

Perubahan atas adanya aturan yang terjadi yaitu, agama dan

budaya. Sehingga menjadikan Suku Anak Dalam berubah.

Setelah dakwah disampaikan terjadi perubahan menurut da‟i

terjadi karena faktor budaya dan agama. Perubahan budaya

adalah mukim dan pendidikan. sedangkan perubahan agama

menjalankan shalat dan membaca Al-Qur‟an. Perubahan

(taghyîr) ini sebagai upaya untuk membentuk takwîn al-

ummah (pembinaan yang berkelanjutan).

3. Analisis Metode Takwîn al-Ummah di Suku Anak Dalam

Menurut Mowlana dikutip oleh Edi Amin doktrin amr

bi al-ma'ruf wa nahy'an al munkar adalah prinsip kedua yang

menunjukkan batasan etika tabligh dalam Islam. Implisit dan

43

Edi Amin, Dakwah Komunitarian Ummatic Transnasional: Studi

Konsepsi Dakwah Said Nursi dan Penerapannya di Indonesia, 53. 44

Awaludin Pimay, “Strategi dan Metode Dakwah KH. Saifuddin Zuhri

(Disertasi Program Pascasarjana, IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2001),

107. 45

Edi Amin, Dakwah Komunitarian Ummatic Transnasional: Studi

Konsepsi Dakwah Said Nursi dan Penerapannya di Indonesia, 55.

133

eksplisit dalam prinsip ini adalah gagasan tanggung jawab

individu dan kelompok untuk mempersiapkan generasi

penerus dalam menerima ajaran Islam dan memanfaatkannya.

Muslim memiliki tanggung jawab untuk membimbing satu

sama lain, dan setiap generasi memiliki tanggung jawab untuk

membimbing yang berikutnya.46

Makna pembangunan (Development) yang seutuhnya

selain tercapainya kesejahteraan fisik (materi) adalah

tercapainya kebahagiaan nonfisik (intelektual, mental, moral

dan spiritual).47

Takwîn al-ummah relevan dengan Al-Qur‟an:

س

ىك ٱل عسوف وينهىن ع

مسون بٱل

ير ويأ

خ

ى ٱل

يدعىن إل

ة م

م أ

ىك م

تك

ول

فلحىن ك هم ٱل ٮ

ـول

وأ

Artinya: “Dan hendaklah diantara kamu ada sebagian

umat yang menyeru kepada kebajikan dan mencegah

kemunkaran, merekalah orang-orang yang beruntung”.

(Q.S Ali-Imron 3:104).48

Pembangunan fisik adalah pembangunan yang

berhubungan dengan pembangunan bentuk dan yang dapat

dimanfaatkan. Pembangunan fisik dibangun melibatkan

pemerintah dan masyarakat. Pembangunan secara fisik di

46

Edi Amin, Dakwah Komunitarian Ummatic Transnasional: Studi

Konsepsi Dakwah Said Nursi dan Penerapannya di Indonesia, 56. 47

Edi Amin, Dakwah Komunitarian Ummatic Transnasional: Studi

Konsepsi Dakwah Said Nursi dan Penerapannya di Indonesia,108. lihat

Mulyadi kertanegara, Etika: The Art of Living dalam Menembus Batas Waktu,

Panorama Filsafat Islam (Bandung: Mizan, 2002), 67-84. 48

Kementerian Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, 93.

134

butuhkan untuk mendukung kegiatan sosial yang lebih luas,

seperti pembangunan fisik di perkampungan Suku Anak.

Bangunan secara fisik yang ada di lingkungan Suku

Anak Dalam ada, sekolah, balai pertemuan, dan pendirian

masjid. Semua yang ada sebagai fasilitas yang menunjang

untuk menyampaikan pesan dakwah. pembangunan fisik

memiliki dampak untuk Suku Anak Dalam untuk sarana

memperbaiki diri lebih baik. Sehingga, fasilitas itu semua

mendukung proses dakwah.49

Pembangunan (Development) secara fisik yang ada di

perkampungan Suku Anak Dalam, adalah fasilitas-fasilitas

umum yang menjadi faktor pendukung untuk terciptanya

dakwah yang efektif, seperti: Pertama, Sekolah Dasar nomor

238/IX Segandi didirikan pada tahun 2010. Kedua, balai

didirikan pada tahun 2003. Ketiga, Pendirian masjid yang

prosesnya dimulai pada tahun 2018. Pembanguan fisik ini

bertujuan sebagai masa depan Islam (materil) yang akan

memimpin.50

Metode dakwah yang dilakukan da‟i dengan

adanya fasilitas yang akan menjadi pusat dakwah.

Sebagaimana ketika Nabi Muhammad membangun Masjid

Nabawi di Madinah yang menjadi pusat dakwah Islam.51

Pembangunan secara intelektual sebagai upaya

menciptakan komunitas yang unggul. Membangun intelektual

bisa dilakukan secara individu ataupun secara kelompok.

49

Pengolahan wawancara dengan informan. 50

Edi Amin, Dakwah Komunitarian Ummatic Transnasional: Studi

Konsepsi Dakwah Said Nursi dan Penerapannya di Indonesia,108 51

Wahyu Ilahi dan Harjani Hefni, Pengantar Sejarah Dakwah ( Jakarta:

Kencana, 2007), 56.

135

Pembangunan yang hendak dicapai da‟i adalah kesadaran

Suku Anak Dalam atas perintah Allah dan Rasulnya.

Kebahagian hanya dapat diperoleh dengan kesadaran untuk

mengikuti segala ajaran yang konsisten.

Menyiapkan generasi penerus untuk melanjutkan proses

dakwah yang berkelanjutan adalah tugas pendakwah. Begitu

perlunya membina Suku Anak Dalam sehingga mampu

memberikan bimbingan kepada generasinya. Pembangunan

sumber daya manusia secara nonfisik agar mereka kuat

menjalani tantangan kedepan, sehingga lebih mandiri.52

Pembinaan umat dengan mengadakan majelis-majelis

taklim sebagai proses dakwah. Pembinaan Suku Anak Dalam

dilakukan secara bersama-sama dengan memberikan motivasi

yang memberi pengetahuan untuk selalu mengerjakan amr

ma‟ruf dan meninggalkan nahy munkar. Pembinaan umat

dengan majelis taklim memberikan dampak untuk perbaikan

Suku Anak Dalam. Menjadikan Suku Anak Dalam sebagai

agen pembangunan untuk generasi penerusnya.53

Muslim memiliki tanggung jawab untuk saling

membimbing, dan setiap generasi memiliki tanggung jawab

untuk membimbing generasi berikutnya.54

Pembangunan

nonfisik intelektual, mental, moral dan spiritual) yang

dijalankan da‟i di Suku Anak Dalam Segandi, adalah:

Pertama, terselengaranya kajian majelis taklim yang rutin

52

Pengolahan wawancara dengan informan. 53

Pengolahan wawancara dengan informan. 54

Edi Amin, Dakwah Komunitarian Ummatic Transnasional: Studi

Konsepsi Dakwah Said Nursi dan Penerapannya di Indonesia,107

136

dilakukan pada hari sabtu dan majelis taklim sudah

dilaksanakan dari tahun 2015. Kedua, peringatan hari besar

Islam, seperti peringatan Maulid Nabi Muhammad dan Isra

mi‟raj, dimulai pada tahun 2017. Ketiga, acara tablîgh akbar

yang dilaksanakan Front Pembela Islam pada tahun 2018.

Keempat, memberikan pendidikan kepada Suku Anak Dalam.

Pembangunan masyarakat (bina‟ al-mujtama‟)55

akan

tercipta apabila da‟i menyiapkan generasi penerus yang akan

memberikan pembinaan dan bimbingan untuk tercapainya

takwîn al-Ummah. Pembinaan yang dilakukan da‟i untuk

menyampaikan pesan untuk menjalankan amr makruf dan

meninggalkan nahy munkar.

Pembangunan fisik dan nonfisik diharapkan mampu

menjadi difusi penemuan (diffusi of innovation) bagi Suku

Anak Dalam (mad‟u). Bangunan fisik dan nonfisik dibutuhkan

untuk menjalin hubungan sosial (social marketing) dan

pendekatan (participatori approach) sehingga menumbuhkan

self reliance (kemampuan untuk mandiri). Sehingga terbangun

self-help, kemandirian individu dan komunitas yang maju

dalam segala aspek kehidupan.56

Pembangunan (Development) yang maju dalam segala

aspek sebagai metode dakwah yang dilakukan. Pembangunan

yang efektif sehingga terbentuknya takwîn al-Ummah untuk

55

Awaludin Pimay, “Strategi dan Metode Dakwah KH. Saifuddin Zuhri

(Disertasi Program Pascasarjana, IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2001),

107. 56

Andi Faisal Bakti, “The Contrbution of Dakwah to Communication

Studies: Risale-I Nur Collection Perspective, International Bediuzzaman

Symposium, Knowledge, Faint, Morality and the Future oh Humanity”, 207.

137

memberikan pembinaan dan bimbingan menjalankan amr

makruf dan meninggalkan nahy munkar, sehingga membentuk

akhlâq yang baik di masyarakat (civil society).

4. Analisis Metode Khairiyah al-Ummah di Suku Anak Dalam

Pembangunan yang utuh hingga melahirkan

kemandirian, memerlukan konsep etika guna acuan standar

moral.57

Akhlâq yang terbangun untuk saling bekerjasama

dalam menyelesaikan persoalan. Memiliki hak yang sama

tanpa ada perbedaan. Pergaulan yang terjadi antara Suku Anak

Dalam dan masyarakat pada umumnya memberikan

pemahaman bahwa konsep khairiyah al-ummah berjalan.

Metode yang di lakukan da‟i untuk merubah mad‟u untuk

memiliki kesadaran berbuat baik dan menjaga etika dan moral.

Konsep etika (akhlâq) sebagai perwujudan khairiyah

al-ummah hendaklah melandasi setiap aktifitas komunikasi.58

Konsep ini sesuai dengan ayat al-Qur‟an:

س

ىك ال نهىن ع

عسوف وت

مسون بال

أ

اس ت سجت للى

خ

ة ا م

ير ا

ىتم خ

ك

ه

مىىن بالل

ؤ وت

Artinya: “Kamu adalah umat yang terbaik yang

dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang

ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman

kepada Allah”. (Q.S Al-Imron [3]: 110).

Hubungan manusia yang baik sudah terjadi di Suku

Anak Dalam. Mereka sudah lebih kompak, rukun dan bergaul

dengan masyarakat sekitar. Akhlâq yang berubah menjadikan

57

Edi Amin, Dakwah Komunitarian Ummatic Transnasional: Studi

Konsepsi Dakwah Said Nursi dan Penerapannya di Indonesia, 58. 58

Edi Amin, Dakwah Komunitarian Ummatic Transnasional: Studi

Konsepsi Dakwah Said Nursi dan Penerapannya di Indonesia, 58.

138

mereka sudah di terima oleh masyarakat sekitar. Suku Anak

Dalam mendapatkan kedudukan yang sama dengan

masyarakat pada umumnya.59

Memiliki akhlâq yang baik di dapatkan dari informasi

yang baik juga. Memiliki etika yang baik menjadikan

khairiyah al-ummah kedepannya. Mempunyai akhlaq yang

baik menjadikan mereka dapat diterima oleh semua kalangan.

Terbentuknya akhlâq yang baik memiliki keinginan untuk

berkerjasama dan bergotong royong, sehingga memberikan

rasa kasih sayang dan saling memiliki sehingga menimbulkan

hubungan yang baik di masyarakat. Akhlâq yang baik

mendapat tekanan dan prioritas penting dalam Islam. ia hadir

dalam setiap aktivitas seorang muslim, baik terbangun maupun

tertidur.60

Nilai moral yang dimiliki adalah wujudnya pengetahuan

yang dimiliki berjalan baik. Dengan ilmu pengetahuan yang

dimiliki mad‟u akan memiliki akhlâq yang baik juga. Ilmu

pengetahuan mengajarkan seorang untuk berbuat baik. Dengan

ilmu yang dimiliki akan terbentuk khairiyah al-ummah dalam

masyarakat. Nilai etika memiliki kedududkan yang tinggi,

karena akan memberikan perubahan kepada mad‟u untuk

selalu mengerjakan amr ma‟ruf dan nahy munkar.

Tata krama yang dimiliki Suku Anak Dalam sangat

tinggi. Mereka melarang orang lain berludah di depan mereka,

begitu juga sebaliknya. Karena perbuatan itu tidak sopan dan

59

Pengolahan wawancara dengan informan. 60

Edi Amin, Dakwah Komunitarian Ummatic Transnasional: Studi

Konsepsi Dakwah Said Nursi dan Penerapannya di Indonesia, 58

139

terkesan menghina mereka. Suku Anak Dalam selalu menjaga

nilai-nilai kebaikan, seperti menjaga barang orang lain yang

barang itu milik komunitasnya.61

Akhlâq yang terbentuk di Suku Anak Dalam lebih baik.

Mereka lebih menjaga sopan santun terhadap orang yang

menyampaikan informasi. Dan dalam bertutur kata dan

berkomunikasi mereka sudah baik dan banyak perubahan.

Mereka hormat kepada orang yang menjaga sopan santun.

Sopan santun terbentuk karena mereka mempunyai kesetaraan

dengan masyarakat umumnya.62

Nilai tata krama terbentuk karena pengetahuan yang

dimiliki, sehingga mengajarkan dan membimbing baik dan

buruk. Dakwah yang baik akan terbentuk dengan adanya

kesamaan antara da‟i, pesan yang disampaikan dan mad‟u,

sehingga memberikan perbaikan akhlâq pada diri mad‟u.

Strategi dakwah yang menjadi tujuan da‟i adalah terciptanya

mad‟u yang berbudi pekerti yang baik. Nilai-nilai kebaikan

dalam usaha mewujudkan komunitas yang unggul (khairiyah

al-ummah) sebagaimana Fazlur Rahman dikutip oleh Edi

Amin mengatakan usaha yang perlu dibangun dan dibina

secara berkesinambungan.63

Dakwah yang baik akan memberikan perubahan yang

baik. Dengan penyampaian pesan dakwah yang dapat merubah

61

Pengolahan wawancara dengan informan. 62

Pengolahan wawancara dengan informan. 63

Edi Amin, Dakwah Komunitarian Ummatic Transnasional: Studi

Konsepsi Dakwah Said Nursi dan Penerapannya di Indonesia, 111.

140

mad‟u untuk terus mengerjakan amr ma‟ruf nahy munkar,

sehingga mencapai puncak terciptanya akhlâq yang baik.64

Suku Anak Dalam mempunyai kedudukan yang sama

sebagai masyarakat. Mereka sudah ada yang menikah dengan

suku di luar mereka. Suku di luar mereka menerima tanpa ada

pandangan negatif tentang Anak Dalam. mereka mendapatkan

kesetaraan saat ini. Etika yang dimiliki dengan masyarakat

luar ketika mereka menikah dengan suku tersebut.65

Dengan perubahan etika dan hubungan masyarakat (civil

society) yang baik, merubah pandangan masyarakat tentang

Suku Anak Dalam saat ini. Akhlâq yang dimiliki Suku Anak

Dalam menjadikan perkawinan antara Suku Anak Dalam dan

masyarakat sekitar. Seperti halnya perkawinan yang terjadi

antara Bobi berasal dari Suku Anak Dalam dan Ida berasal dari

Suku Banjar, perkawinan yang sudah terjadi selama 5 tahun

dan memiliki 2 orang anak. Pernikahan ini terjadi karena

akhlâq yang dimiliki Suku Anak Dalam sudah berubah

menjadi lebih baik.66

Dalam persektif Komunikasi Islam, interaksi sesama

manusia haruslah dilandaskan pada etika yang baik (akhlak

karimah).67

Perubahan akhlâq yang baik adalah metode

dakwah yang dilakukan. Seperti yang di contohkan da‟i

memberikan perubahan kepada Suku Anak Dalam, antara lain:

64

Hasil wawancara dengan Edi Amin, pada 26 Oktober 2019. 65

Pengolahan wawancara dengan informan. 66

Hasil observasi pada 18 Desember 2018. 67

Andi Faisal Bakti, “The Contrbution of Dakwah to Communication

Studies: Risale-I Nur Collection Perspective, International Bediuzzaman

Symposium, Knowledge, Faint, Morality and the Future oh Humanity”, 207.

141

Pertama, memiliki hubungan yang baik dengan masyarakat

sekitar (civil society). Kedua, memiliki sopan santun dan tata

krama. Ketiga, saling menghargai dan bekerja sama. Keempat,

pernikahan.

Khairiyah al-ummah tercipta karena adanya akhlâq yang

baik dalam berkomunikasi. Informasi yang diberikan da‟i

tercipta hubungan yang baik antara Suku Anak Dalam dan

masyarakat (civil society). Sehingga melahirkan kebijaksanaan

(wisdon) yang baik di Suku Anak Dalam. Kebijaksanaan

(wisdon) akan memberikan ruang terbuka (public sphare)

yang lebih luas untuk berkomunikasi dan berdiskusi.

B. Analisis Hambatan Dakwah di Suku Anak Dalam

Dalam melakukan analisis hambatan-hambatan dakwah,

teori yang digunakan adalah teori atribusi. Menurut Heider, ada

dua sumber atribusi terhadap tingkah laku. Pertama, adalah

atribusi internal atau disposisional. Kedua, adalah atribusi

eksternal atau lingkungan.68

Dalam hambatan dakwah yang

terjadi di Suku Anak Dalam ada tiga hambatan: hambatan

Ekologi, Hambatan Psikologi dan hambatan semantik.69

1. Analisis Hambatan Ekologi dalam Dakwah

Hambatan Ekologi atau lingkungan berkaitan dengan

kekuatan-kekuatan ekternal yang mempengaruhi peserta

komunikasi. Lingkungan sosial, seperti perbedaan tingkat

sosial ekonomi, bisa menimbulkan dampak yang kurang

68

Fred Luthans, Organizational Behavior An Evidence-Based Approach

(United StatesThe McGraw-Hill Companies, 2011), 173. 69

Marhaeni Fajar, Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktek (Jakarta:

Universitas Mascu Buana, 2009), 61.

142

menguntungkan dalam komunikasi. Begitu juga dengan

kondisi lingkungan alam sekitar.70

Lokasi perkampungan Suku Anak Dalam yang jauh

dan terletak di hutan. Suku Anak Dalam tinggal di tempat

yang disediakan oleh pemerintah. Pemerintah menyediakan

rumah, balai dan segala fasilitas lainnya. Kondisi lingkungan

yang jauh tersebut menjadi penghambat da‟i untuk melakukan

dakwah. da‟i mengalami kesulitan untuk menjalankan dakwah,

apabila kondisi jalan yang rusak. Hambatan juga dirasakan

apabila da‟i ketika mengalami hambatan dengan turunnya

hujan yang menyebabkan kondisi jalan menjadi licin.71

Perkampungan Suku Anak Dalam yang jauh dengan

akses jalan raya menjadi penghambat da‟i untuk berdakwah.

Menyampaikan dakwah kepada Suku Anak Dalam dilakukan

di balai pertemuan. Balai yang digunakan sebagai tempat

berkumpul dan bersosialisasi. Balai ini digunakan karena

kurang ketersedian tempat yang lebih luas. Balai yang

dibangun oleh pemerintah ini masih tetap aktiv digunakan.

Walaupun ketika acara majelis taklim sering mengalami

kebocoran ketika hujan. Faktor tempat yang kurang

mendukung menjadi kendala berdakwah.72

Balai yang dibangun panggung sejak tahun 2003 yang

lalu mengalami beberapa kerusakan secara fisik. Kerusakan itu

terjadi di tiang penyangga, lantai, dinding dan atap. Kerusakan

70

M. Shoelhi, Komunikasi Lintas Budaya (Bandung: Simbiosa

Rekatama Media, 2015), 17. 71

Pengolahan wawancara dengan informan. 72

Pengolahan wawancara dengan informan.

143

fisik ini menjadi kendala dalam dakwah. kondisi balai yang

sewaktu-waktu bisa roboh dan juga terjadi kebocoran ketika

turun hujan. Kenyamanan tempat yang digunakan menjadi

kendala da‟i menyampaikan dakwah.73

Keadaan lingkungan itu dapat mengubah jarak antara

tujuannya, dan dengan demikian memengaruhinya keinginan

dan kesenangan.74

Dengan kata lain, faktor eksternal berkaitan

dengan lingkungan sekitar75

, seperti yang terjadi pada

hambatan ekologis yaitu kondisi balai yang mengalami

beberapa kerusakan yang menjadi hambatan apabila roboh dan

ketika terjadi hujan akan mengalami kebocoran. Kondisi

pemukiman Suku Anak Dalam dan jalan rusak menjadi

penghambat da‟i untuk hadir dan berdakwah.

2. Analisis Hambatan Psikologi dalam Dakwah

Psikologi banyak membahas tentang personalitas dan

perbedaan individu, suatu topik yang berkaitan, tetapi tidak

identik. Personalitas membahas tentang watak manusia,

sedangkan individu biasa disebut psikolog diferensial fokus

pada analisis tentang cara mengapa tampilan individu berbeda.

Perilaku sosial mencakup perbedaan individual dalam

intelektual, psikomotorik, persepsi, dan tampilan

kognitifnya.76

73

Observasi di Suku Anak Dalam Segandi, pada 18 Desember 2018. 74

Fritz Heider, The Psychologi of Interpersonal Relation (Amerika:

Third Printing, 1958), 164. 75

Fred Luthans, Organizational Behavior An Evidence-Based

Approach, 173. 76

Bambang S. Ma‟arif, Psikologi Komunikasi Dakwah (Bandung:

Simbiosa Rekatama Media, 2015), 6

144

Dalam pembahasan psikologi dakwah masalah tingkah

laku manusia dilihat dari segi interaksi dan interelasi serta

interkomunikasinya dengan manusia lain dalam hidup

kelompok sosial di samping masalah hidup individual dengan

kelainan-kelainan watak dan personalitasnya, mendapat

tekanan-tekanan analisis yang mendasar dan menyeluruh, oleh

karena manusia adalah makhluk sosial dan makhluk

individual.77

Sebagaimana ayat Al-Qur‟an yang berbunyi:

ىه

ل ويسـ

ليلا

ق

م ال

عل

ال

وتيتم م ا

ي وما مس زب

ا وح م ل الس

وح ق الس ك ع

Artinya: “Dan mereka bertanya kepadamu (Muhammad)

tentang ruh. Katakanlah, “Ruh itu termasuk urusan

Tuhanku, sedangkan kamu diberi pengetahuan hanya

sedikit”. (Q.S. Al- Isra‟ 17: 58).78

Hambatan dakwah yang terjadi, karena adanya persepsi

yang timbul dari mad‟u. Persepsi menjadikan kendala dalam

menyampaikan pesan dakwah. persepsi yang muncul karena

ada perasaan yang tidak sesuai dengan keadaan yang

dirasakan. Adanya kecewa yang mendalam yang terjadi pada

mad‟u sehingga terjadinya predice kepada da‟i.

Persepsi yang muncul ketika ada masyarakat biasa

masuk ke momunitasnya adalah trauma. Trauma yang muncul

dikarenakan ada orang asing yang berjumpa dengan mereka

kemudian memfoto segala aktivitasnya dengan janji untuk

memberi bantuan. Ternyata tidak pernah terwujud sampai saat

ini. Kecewa yang muncul karena janji yang tidak ditepati

77

Arifin, Psikologi Dakwah Suatu Pengantar (Jakarta: Bumi Aksara,

2004), 16 78

Kementerian Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, 432.

145

orang asing tersebut menjadi membekas di hati Suku Anak

Dalam.79

Umumnya hambatan psikologis disebabkan

komunikator dalam melancarkan komunikasi tidak mengkaji

dulu diri dari komunikan.80

Perasaan kecewa menjadi penghambatnya. Hambatan ini

terjadi karena da‟i tidak mengkaji diri mad‟u. Dakwah ini akan

sulit berhasil apabila perasaan mad‟u tidak berubah. Sehingga

menimbulkan persepsi yang tidak baik terhadap mad‟u.

Hambatan seperti ini sulit untuk diatasi. Karena perbedaan

budaya juga mempengaruhi. Ketakutan yang dialami ketika

dakwah disampaikan sehingga mengubah tradisi dan kebiasaan

mereka. Tradisi ini akan hilang dengan adanya dakwah yang

disampaikan secara terus menerus.

Perasaan kecewa yang dialami Suku Anak Dalam

menyebabkan terjadi penolakan terhadap dakwah yang

disampaikan. Perasaan kecewa yang muncul menjadikan

trauma dan menjadi lebih waspada. Perasaan menjadikan

gangguan yang mengubah persepsi Suku Anak Dalam kepada

orang asing. Apalagi dakwah yang disampaikan menjadikan

perubahan terhadap adat istiadat yang mereka yakini. Adat

yang diwariskan oleh leluhurnya secara turun menurun.81

Perasaan yang dialami mad‟u menjadi faktor

penghambat dakwah yang disampaikan. Hambatan ini terjadi

karena faktor eksternal. Karena hambatan atas persepsi yang

79

Pengolahan wawancara dengan informan. 80

Cut Alma Nuraflah, “Hambatan Komunikasi Antarbudaya”. Majalah

Ilmiah Politeknik Mandiri Bina Prestasi. Vol. 6, no. 2 (Desember 2017): 151. 81

Pengolahan wawancara dengan informan.

146

dirasakan mad‟u sehingga pesan yang disampaikan da‟i tidak

sampai.

Sikap trauma dan kekecewaan yang dirasakan oleh Suku

Anak Dalam terhadap masyarakat asing yang masuk ke

perkampungan mereka, sudah mulai hilang. Dengan proses

dakwah yang dilakukan secara terus-menerus dan konsisten

dengan proses yang sangat panjang dilakukan para da‟i

sehingga menghilangkan rasa trauma yang pernah terjadi dan

sekarang sudah terbuka dan bisa menerima terhadap informasi

dari masyarakat luar.

Dalam psikologi naif semua reaksi ini disebut perasaan

atau emosi, menyatakan bahwa terjadi dalam diri seseorang

dan dialami secara langsung saja olehnya. Namun kita tidak

perlu bertanya kepada seseorang bagaimana perasaannya

untuk tahu bahwa dia bahagia atau sedih, simpatik atau iri

hati.82

Faktor eksternal lain terlihat pada hambatan

psikologis,83

yaitu kecendrungan Suku Anak Dalam yang

memiliki kekecewaan dan pengalaman buruk mengenai

hadirnya orang asing.

3. Analisis Hambatan Semantik dalam Dakwah

Gangguan semantik adalah gangguan komunikasi yang

disebabkan karena kesalahan pada bahasa yang digunakan.

Gangguan semantik atau antropologis ini bisa muncul karena

beberapa hal yaitu :

82

Fritz Heider, The Psychologi of Interpersonal Relation, 278. 83

Fred Luthans, Organizational Behavior An Evidence-Based

Approach, 174.

147

1. Kata-kata yang digunakan terlalu banyak memakai

jargon bahasa asing sehingga sulit dimengerti oleh

khalayak tertentu.

2. Bahasa yang digunakan pembicara berbeda dengan

bahasa yang digunakan oleh penerima.

3. Struktur bahasa yang digunakan tidak sebagaimana

mestinya, sehingga membingungkan penerima pesan

4. Latar belakang budaya yang menyebabkan salah

persepsi terhadap simbol-simbol bahasa yang

digunakan.84

Perbedaan bahasa yang digunakan dalam melakukan

dakwah, menjadi penghambat komunikasi yang disampaikan.

Adanya kesulitan dalam menentukan metode-metode yang

digunakan dan memilih kosa kata yang disampaikan. Sehingga

tidak terjadi bias terhadap pesan yang disampaikan. Perlunya

wawasan yang dibutuhkan da‟i sebagai upaya mengefektifkan

terhadap pesan yang di sampaikan. Kekurangan pengetahuan

da‟i terhadap bahasa yang digunakan menjadikan da‟i hanya

diam. Dia memahami terhadap pesan yang disampaikan85

Bahasa yang tidak sama menjadikan mad‟u hanya diam.

Ketidak fahaman mad‟u terhadap pesan yang disampaikan

menjadikan pesan yang disampaiakan harus berulang-ulang.

Terjadi hambatan komunikasi yang terjadi antara da‟i dan

mad‟u. Hambatan juga terjadi dengan dialek yang berbeda

antara da‟i. Pengunaan bahasa ilmiah juga menjadi

84

Sami‟an Hadisaputra, “Problematika Komunikasi Dakwah dan

Hambatannya”, Jurnal Adzikra, Vol. 03, No. 1, Januari-Juni 2012, 71. 85

Pengolahan wawancara dengan informan

148

penghambat, seperti pengunaan bahasa arab dalam dakwah.

perbedaan bahasa ini menjadi faktor utama penghambat

komunikasi.86

Hambatan semantik terjadi karena perbedaan bahasa

yang digunakan dan di pahami antara da‟i dan mad‟u.

Perbedaan bahasa yang terjadi antara da‟i dan Suku Anak

Dalam sudah saling di mengerti. Komunikasi yang terjalin

secara terus menerus dan konsisten memberikan pemahaman

kepada da‟i untuk menyesuaikan bahasa yang Suku Anak

Dalam mengerti dan pahami.

Konsep ini juga berlaku untuk tindakan sendiri, tetapi

penekanan utama kami adalah pada tindakan dalam hubungan

interpersonal. Kita juga akan mengeksplorasi konsekuensi dari

kognisi-bagaimana kita memanfaatkan pengetahuan konstituen

dasar tindakan dalam menafsirkan tindakan dan dalam

memprediksi dan mengendalikannya.87

Menurut Heider ada

dua kekuatan: kekuatan internal (pribadi atribut seperti

kemampuan, usaha, dan kelelahan) dan kekuatan eksternal

(atribut lingkungan seperti aturan dan cuaca) bergabung untuk

menentukan perilaku.88

Hambatan semantik adalah faktor Internal berasal dari

da‟i itu sendiri, adanya da‟i yang kurang memahami karakter

bahasa mad‟u, sehingga terjadi miss disini, akhirnya da‟i

menyampaikan dakwah tidak maksimal. Jadi, ketika

86

Pengolahan wawancara dengan informan 87

Fritz Heider, The Psychologi of Interpersonal Relation, 79. 88

Fred Luthans, Organizational Behavior An Evidence-Based

Approach, 174.

149

komunikator menyampaikan suatu pesan, komunikan tidak

hanya mendengarkan pesan tersebut, tetapi ia juga

memperhatikan siapa yang menyampaikannya.89

89

Sumadi Dila, Komunikasi Pembangunan (Pendekatan Terpadu)

(Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2007), 143.

150

BAB VI

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Metode dakwah yang dilakukan di Suku Anak Dalam,

dengan tahapan-tahapan:

a. Tablîgh, dakwah/informasi yang disampaikan da‟i

kepada Suku Anak Dalam berdasarkan ajaran Islam yang

terdapat dalam kitabullah dan sunah Rasulullah. pesan

yang disampaikan membahas materi tentang akhlak dan

syariah dan akidah. Pesan akhlak yang disampaikan

mengenai, pentingnya menjaga persaudaraan dengan

memberi gambaran tentang Rasulullah, dan menjauhi

permusuhan. Materi syariah, yang disampaikan tentang

ibadah sholat. Sedangkan materi aqidah tentang rukun

iman dan penjelasan.

b. Taghyîr, perubahan yang terjadi dari perilaku budaya

dan agama di Suku Anak Dalam. Perubahan budaya

seperti mukim dan pendidikan. Sedangkan, perubahan

agama seperti melaksanakan sholat dan membaca Al-

Qur‟an.

c. Takwîn al-Ummah/ amar makruf nahi munkar, terjadi

karena adanya tanggung jawab terhadap pembangunan

fisik (materi) maupun pembangunan nonfisik

(intelektual, mental, moral dan spiritual). Pembangunan

fisik berupa bangunan sekolah, balai dan masjid.

Sedangkan bangunan nonfisik berupa terselengaranya

kajian majelis taklim, peringatan hari besar Islam,

151

tabligh akbar dan memberikan pendidikan di Suku Anak

Dalam.

d. Khairiyah al-ummah/ akhlâq, perubahan sikap berupa

perubahan akhlâq. Da‟i menjadi teladaan yang diikuti

oleh komunitas Suku Anak Dalam, dalam penerapan dan

pemahaman keagamaan. Akhlâq yang baik menimbulkan

hubungan yang baik pula terhadap orang lain, seperti

menjaga sopan santun, saling menghargai, bekerjasama

dan terjadinya pernikahan.

2. Hambatan dakwah yang terjadi di Suku Anak Dalam adalah:

a. Hambatan ekologi, hambatan yang terjadi karena faktor

ekternal. Kendala terjadi adanya faktor lingkungan.

Seperti lokasi pemukiman Suku Anak Dalam yang jauh

di akses dan mengalami banyak kerusakan di jalan dan

kondisi balai sebagai tempat yang digunakan proses

dakwah sudah mengalami banyak kerusakan dari bentuk

fisik.

b. Hambatan psikologis, adalah hambatan eksternal yang

dialami mad‟u secara psikologi, sehingga menimbulkan

persepsi yang tidak baik sebelum proses dakwah terjadi.

Seperti, persepsi yang muncul karena kekecewaan Suku

Anak Dalam terhadap orang yang baru dikenal dan yang

disampaikan sehingga merubah adat istiadat yang

mereka yakini.

c. Hambatan semantik, hambatan yang terjadi pada da‟i

sebagai faktor internal. Hambatan yang terjadi

disebabkan perbedaan bahasa yang disampaikan, pesan

152

yang disampaikan mengalami perbedaan dan kurang

fahamnya da‟i terhadap kosa kata dan dialek yang

dimiliki mad‟u. Sehingga mengalami kendala terhadap

pesan yang disampaikan. Misalnya, da‟i yang berdakwah

di Suku Anak Dalam banyak belum mengerti kosa kata

dan dialek yang dipakai sehari-hari. Dan da‟i juga

memakai bahasa ilmiah dan arab sehingga mad‟u

mengalami kebingungan terhadap pesan yang

disampaikan.

B. Implikasi

1. Implikasi Teoritis:

Teori Komunikasi Islam yang di perkenalkan oleh Andi

Faisal Bakti dan dikembangkan oleh Edi Amin, dapat

diaplikasikan pada dakwah yang dilakukan da‟i. Konsep ini

sebagai cara dakwah atau strategi yang bisa digunakan

dalam setiap penelitian. Dalam penelitian ini penulis

mengunakan teori kkomunikasi Islam untuk meneliti

strategi dakwah di Suku Anak Dalam. dalam penelitian ini,

diperoleh empat faktor yang menjadi tahapan dakwah,

yaitu: Pertama, Tablîgh/informasi dakwah yang

disampaikan. Kedua, Taghyîr/perubahan yang terjadi

setelah pesan dakwah disampaikan. Ketiga, Takwîn al-

Ummah atau pembangunan yang dilakukan da‟i sebagai

generasi penerus dan memberikan pembinaan yang

berkelanjutan. Keempat, Khairiyah al-ummah atau akhlâq

yang terjadi dalam perubahan hidupnya serta membangun

hubungan masyarakat yang baik. Dari empat faktor ini

153

peneliti mengembangkan hambatan-hambatan dakwah yang

terjadi dengan teori atribusi, untuk meneliti hambatan

secara ekologi, psikologis dan semantik.

2. Implikasi Praktis:

Dakwah di Suku Anak Dalam, pada kenyataanya

memberikan pengetahuan da‟i dalam melakukan proses

dakwah. baik menyangkut tahapan-tahapan dakwah dan

hambatan-hambatan yang terjadi dalam proses dakwah

tersebut. Proses dakwah yang akan memberikan hasil dan

tujuan yang diinginkan pendakwah. Sehingga pendakwah

perlu menganalisa lebih jauh mengenai tahapan-tahapan

dakwah dan hambatan-hambatan yang terjadi, sehingga

proses dakwah berjalan dengan efektif.

154

DAFTAR PUSTAKA

Achmad, Amrullah. Dakwah Islam dan Perubahan Sosial: Suatu

Kerangka Pendekatan dan Permasalahan. Jakarta: PLP2M,

1990.

Ahmad, A. Kadir. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Kualitatif.

Makasar: Indobis Media Center, 2003.

Amin, Edi. Dakwah Komunitarian Ummatic Transnasional: Studi

Konsepsi Dakwah Said Nursi dan Penerapannya di

Indonesia. Jakarta: Transwacana Press, 2017.

Arifin, Anwar. Dakwah Kontemporer: Sebuah Studi Komunikasi.

Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011.

Arifin, Anwar. Ilmu Komunikasi: Sebuah Pengantar Ringkas.

Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2006.

Arifin. Psikologi Dakwah Suatu Pengantar. Jakarta: Bumi

Aksara, 2004.

Aritonang, Robert. Pengetahuan Lokal Orang Rimba dan

Implikasinya Pada Strategi Berburu dan Meramu. Jakarta:

Kementrian Lingkungan Hidup, 2004.

Aziz, Moh. Ali. Ilmu Dakwah. Jakarta: Kencana, 2009.

Bakti, Andi Faisal. The Contribution of Dakwah to

Communication Studies: Risale-i Nur Collection

Perspective, International Bediuzzaman Symposium,

Knowledge, Faith, Morality and the Future oh Humanity.

Istanbul : September 2010.

Bungin, Burhan. Konstruksi Sosial Media Massa. Jakarta:

Kencana Prenada Media Group, 2011.

Cangara, Hafied. Komunikasi Politik Konsep, Teori dan Strategi.

Jakarta: Rajawali Pers, 2014.

Cangara, Hafied. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: Rajawali

Pers, 2011.

Cangara, Hafied. Perencanaan & Strategi Komunikasi. Jakarta:

Raja Grafindo, 2013.

DeVito, Joseph A. Komunikasi Antarmanusia. Pamulang:

Karisma Publishing, 2011.

Dila, Sumadi. Komunikasi Pembangunan Pendekatan Terpadu.

Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2007.

Effendi, Onong Uchyana. Diamika Komunikasi. Bandung: PT.

Remaja Rosda Karya, 2002.

155

Fajar, Marhaeni. Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktek. Jakarta:

Universitas Marcu Buana, 2009.

Fathi, Muhammad. The Art Of Leadership In Islam, terj. Masturi

Ilham dan Malik Supar. Jakarta: Khalifa, 2009.

Hartono Dkk. Profil Suku Anak Dalam Hasil Sensus 2010. Jambi:

BPS Perss, 2011.

Heider, Fritz. The Psychologi of Interpersonal Relation. Amerika:

Third Printing, 1958.

Hefni, Harjani. Komunikasi Islam. Jakarta: Kencana

Prenadamedia Group, 2015.

Idris, Malik. Strategi Dakwah Kontemporer. Makassar: Sarwah

Press, 2007.

Ilahi, Wahyu dan Harjani Hefni. Pengantar Sejarah Dakwah.

Jakarta: Kencana, 2007.

Jalaluddin. Psikologi Agama. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,

2011.

Jauhari, Budhi Vrihaspathi & Arislan Said. Jejak Peradaban

Suku Anak Dalam. Bangko: Lembaga Swadaya Masyarakat

kelompok Peduli Suku Anak Dalam, 2012.

Kementerian Agama RI. Al-Qur‟an dan Terjemahnya. Bogor:

Unit Percetakan Al-Qur‟an, 2018.

Koespramoedyo. Kajian Perbandingan Program Pemberdayaan

Komunitas Adat Terpencil dan Program Pengembangan

Wilayah Terpadu. Jakarta: Direktorat Pengembangan

Kawasan Khusus dan Tertinggal BAPPENAS, 2004.

Koentjraningrat. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta:

Djabatan, 1971.

Liliweri, Alo. Komunikasi Antarpribadi. Bandung: Citra Aditya

Bakti, 1997.

Lewis, Bernard. The Middle East, terj. Abd. Rachman Abror.

Pontianak: STAIN Press, 2010.

Luthans, Fred. Organizational Behavior An Evidence-Based

Approach. United States: McGraw-Hill/Irwin, 2011.

Ma‟arif, Bambang S. Psikologi Komunikasi Dakwah. Bandung:

Simbiosa Rekatama Media, 2015.

Manurung, Butet. Sokola Rimba, Pengalaman belajar bersama.

Yogyakarta: INSIST, 2007.

Mulyana, Deddy. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung:

Remaja Rosdakarya, 2010.

Moertopo, Ali. Strategi Kebudayaan. Jakarta: CSIS, 1978.

156

Munir, M dan Wahyu Ilaihi. Manajemen Dakwah. Jakarta:

Kencana, 2006.

Morissan. Teori Komunikasi Individu Hhingga Massa. Jakarta:

Kencana, 2013.

Nurudin. Pengantar Komunikasi Masa. Jakarta: PT. Raja

Grafindo Persada, 2007.

Prasetijo, Adi. Serah Jajah dan Perlawanan yang Tersisa:

Etnografi di Jambi. Jakarta: Wesatama Widya Sastra,

2011.

Pearce, John A. dan Richard B. Robinson. Manajemen Strategis

Strategic Manajemen-Formulasi, Implementasi and

Control, terj. Nia Pramita Sari. Jakarta: Salemba Empat,

2013.

Rakhmat, Jalaludin. Psikologi Komunikasi. Bandung: PT Remaja

Rosdakarya, 1999.

Rogers, E.M. dan F.F. Shoemaker. Comunication of Innovations.

New York: The Free Press, 1981.

Rohim, Syaiful. Teori Komunikasi Perspektif, Ragam dan

Aplikasi. Jakarta: Rineka Cipta, 2016.

Roudhonah. Ilmu Komunikasi. Depok: Raja Grafika Persada,

2019.

Rijal, Syamsu. Dakwah dan Pengaruhnya Pada Suku Anak

Dalam. Penelitian: DIPA IAIN STS Jambi, 2012.

Syalabi, Ahmad. Sejarah dan Kebudayaan Islam I. Jakarta:

Pustaka al-Husna, 2003.

Sarwono, Sarlito W. Psikologi Sosial. Jakarta: Penerbit Salemba

Humanika, 2009.

Sadiah, Dewi. Metode Penelitian Dakwah. Bandung: Remaja

Rosdakarya, 2015.

Said, Nurhidayat Muhammad. Dakwah & Efek Globalisasi

Informasi. Makassar: Alauddin University, 2011.

Sambas, Syukriadi & Acep Aripudin. Dakwah Damai: Pengantar

Dakwah Antar budaya. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,

2007.

Saudagar, Fachruddin. Upacara Basale Pengobatan; Ritual

Magis Suku Anak Dalam. Jambi: Yayasan Forkkat, 2007.

Shoelhi, M. Komunikasi Lintas Budaya. Bandung: Simbiosa

Rekatama Media, 2015.

Sitompul, Azhar. Dakwah Islam & Perubahan Sosial. Bandung:

Cita Pustaka Media Perintis, 2009.

157

Subagyo, Joko. Metode Penelitian dalam Teori dan Prakteknya.

Jakarta: Rineka Cipta,1991.

Sugiyono. Metode Penelitian Pendidikan; Pendekatan Kuantitatif,

Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta, 2010.

Sugiono. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta,

2013.

Suhandang, Kustadi. Retorika: Strategi, Teknik dan Taktik

Berpidato. Bandung: Penerbit Nuansa, 2009.

Suryanto. Pengantar Ilmu Komunikasi. Bandung: Pustaka Setia,

2015.

Umar, Husein. Strategic Management In Action. Jakarta:

Gramedia Pustaka Utama, 2001.

Vardiansyah, Dani dan Erna Febriani. Filsafat Ilmu Komunikasi

Pengantar Ontologi, Epistimologi, Aksiologi. Jakarta:

Indeks, 2018.

Zulfahmi. Gerakan Damai Fathul Gülen Mengahadapi

Kekerasan dan Kemiskinan di Turki. Kudus: Parist, 2013.

Tesis dan Disertasi:

Farida, “Strategi Dakwah Dalam Pembinaan Spiritual

Narapidana Di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas

IIA Sungguminasa Gowa”. Tesis Magister, Universitas

Islam Negeri Alauddin, Makasar, 2014.

Pimay, Awaludin. “Strategi dan Metode Dakwah KH. Saifuddin

Zuhri. Disertasi Program Pascasarjana, IAIN Syarif

Hidayatullah Jakarta, 2001.

Soetomo, Muntholib. “Orang Rimbo: Kajian Struktural-

Fungsional Masyarakat Terasing di Makekal Propinsi

Jambi”. Disertasi Doktoral, Universitas Padjajaran,

Bandung, 1995.

Wahyuni, Mila. “Strategi Komunikasi Islam dalam Pembinaan

Agama Pada Suku Anak Dalam Bukit Duo Belas

Kecamatan Pauh Kabupaten Sarolangun Provinsi Jambi”.

Tesis Magister, Universitas Islam Negeri Sumatera Utara,

2016.

Jurnal-Jurnal:

Atabik, Ahmad. “Konsep Komunikasi Dakwah Persuasif dalam

Perspektif Al-Qur‟an”, Jurnal Komunikasi Penyiaran

Islam, (2016), 121.

158

Chozin, Muhammad Ali. “Strategi Dakwah Salafi di Indonesia”,

Jurnal: ISIF Cirebon, 2013.

Eliza, Febi Rizka, M. Ridwan dan Dwi Noerjoedianto. “Peran

Pemerintah Terhadap Program Pemberdayaan Komunitas

Adat Terpencil Suku Anak Dalam (SAD) Di Provinsi Jambi

tahun 2018”. Jurnal Kesmas Jambi, vol. 2, no.1 (2018): 48.

Johan, “Organisasi Sosial dan Kebudayaan Kelompok Minoritas

Indonesia” (Makalah pada Program Studi Indonesia

Kerjasama Pendidikan Tersier Indonesia – Australia

Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, 2003), 39.

Hadisaputra, Sami‟an “Problematika Komunikasi Dakwah dan

Hambatannya (Prespektif Teoritis dan Fenomologis),

Jurnal Adzikra, Vol. 03, No. 1, Januari-Juni 2012, 70-71.

Hidayat, Rian. “Perubahan Sosial Komunitas Suku Anak Dalam

Batin Sembilan di Batin Bahar, Kabupaten Batanghari dan

Muaro Jambi”, (Proceeding The First International

Conference on Jambi Studies (ICJS 1) , 2013), 480.

Hana, Rudi Al. “Strategi Dakwah Kultural Pengurus Wilayah

Muhammadiyah Jawa Timur”, Jurnal: IAIN Sunan Ampel

Surabaya, 2011.

Mahmuddin. “Strategi Dakwah Terhadap Masyarakat Agraris”,

Jurnal: UIN Alauddin Makasar, 2013.

Mailinar & Bahren Nurdin, “Kehidupan Keagamaan Suku Anak

Dalam di Dusun Senami Iii Desa Jebak Kabupaten

Batanghari Jambi, Vol. 28, No. 2, (2013): 143. Lihat

MY, Mahmud dan Edi Kusnadi. “Pembangunan Sosial

Masyarakat Terasing di Era Otonomi Daerah: Studi Kasus

Masyarakat Suku Anak Dalam di Muaro Jambi”, Jurnal

Media Akademika, vol. 25 no.4 (2010), 335.

Sahrah, Alimatus. “Pengaruh Atribusi Kesuksesan Terhadap

Ketakutan untuk Sukses Pada Wanita Karir,” Jurnal Psycho

Idea, tahun 9 no. 2, Juli 2011, 15.

Samsuddin. “Strategi dan Etika Dakwah Rasulullah SAW, Jurnal

Ilmu Dakwah vol. 4 no. 14 Juli-Desember 2009, 798.

Supratiknya, “Menjelaskan Keberhasilan dan Kegagalan,” Jurnal

Psikologi Fakultas psikologi UGM, vol. 32 no. 1, 2005,1.

Syukur, Abdul. “Dinamika Dakwah dalam Komunikasi dan

Penyiaran Islam: Pendekatan Historisasi, Formulasi, dan

Aplikasi”, Jurnal Ilmu dakwah Dan Pengembangan

Komunitas, vol. 9 no.2 (2014): 227.

159

Wawancara:

Wawancara ustad dengan Asman Hatta, pada 4 Desember 2018.

Wawancara dengan ustad Hariyanto, 15 Januari 2019.

Wawancara dengan Sapren, pada 31 Desember 2018.

Wawancara dengan Habib Taufiq Baragbah, pada 10 Desember

2018.

Wawancara dengan Iyat Khubung, Tumenggung Segandi, pada 2

Desember 2018.

Internet:

Acmanto Mendatu, “Orang Rimba Menantang Zaman,

www.Goodreads.com, di akses 22 Oktober 2018.

https://ummatpos.com/19261/fpi-dan-drp-islamkan-180-orang-

suku-anak-dalam-jambi/, diakses 16 November 2018.

https://www.panjimas.com/news/2018/03/23/alhamdulillah-

proses-pensyahadatan-180-orang-suku-anak-dalam-

berjalan-lancar/, di akses tanggal 10/10/2018.

Wikipedia bebas diakses melalui, http://id.m.wikipedia.org, pada

22 Desember 2018.

LAMPIRAN

Data Informan I

Nama Lengkap : Asman Hatta

Jenis Kelamin : Laki-laki

Tempat/Tgl. Lahir : Jambi, 29 Maret 1981

Jabatan : Da‟i Suku Anak Dalam

Waktu wawancara : Selasa, 4-12- 2018, Jam 15.00 wib

Kapan ustad mulai berdakwah di Suku Anak Dalam?

Saya masuk ke Suku Anak Dalam dari tahun 2002 yang lalu.

Ketika Suku Anak Dalam masih tinggal di hutan dan pinggir-

pinggir sungai bahar.

Siapa saja da’i yang berdakwah di Suku Anak Dalam

Segandi?

Ustad yang masuk berdakwah di Segandi, ada saya sendiri, ustad

Hariyanto dan pak safren kadang-kadang habib taufiq saya ajak

apalagi sebelum acara di segandi tabligh akbar di Segandi.

Apa yang menjadi latar belakang ustad memilih berdakwah

di Suku Anak Dalam?

Sebenarnya atas keperihatinan saya melihat Suku Anak Dalam

tinggal di hutan dan hidup dalam kesederhanaan. Mereka masih

mempercayain roh-roh yang menjadi tuhan mereka. Sedangkan

perhatian dari pemerintah tidak ada sama sekali.

Apa strategi yang dilakukan supaya dakwah dapat diterima

di Suku Anak Dalam?

Tidak semua dakwah bisa diterima sama mereka, saya mulai

memperkenalkan dakwah ketika saat itu mereka masih dihutan,

mereka membakar dan memakan ular sebagai santapan. Saat

itulah saya juga membakar ikan lele, sebelum saya bakar saya

bumbuin lele tersebut sehingga rasanya lezat. Setelah mereka

memakan lele tadi mereka merasa suka, saat itulah saya

sampaikan bahwa lele ini lebih lezat dan sehat, lele juga banyak

mengandung gizi yang baik untuk tubuh. Ikan lele lebih halal dan

ular haram di makan. Saya juga sampaikan bahwa hewan yang

tidak boleh dikonsumsi itu memiliki taring dan hidup didua alam,

seperti ular.

Apa pesan dakwah yang disampaikan di Suku Anak Dalam?

Saya menyampaikan dakwah di balai tentang sholat. Mereka kan

mualaf, jadi belum tahu sholat. Bahwa sholat sebagai kewajiban

yang tidak boleh ditingalkan. Sholat adalah kewajiban yang harus

dilaksanakan oleh orang Islam, sebagai bentuk ketaatan kita

terhadap Allah. Sholat dilaksanakan sehari semalam sebanyak 5

kali, diawali dengan sholat subuh di pagi hari sebelum matahari

terbit, Sholat zuhur di siang hari, sholat asar sore hari, sholat

magrib di saat matahari tengelam dan sholat isya di malam hari,

dan dalam menjalankan sholat tidak boleh kentut dan berbicara.

Perubahan apa yang terjadi di Suku Anak Dalam?

Banyak perubahannya, Suku Anak Dalam sudah mau

mengerjakan sholat walaupun belum seluruhnya dikerjakan.

Mereka sudah hafal juga bacaan dan gerakannya, seperti orang

umumnya. Kalo yang sering itu sholat magrib berjamaah di balai,

tapi laki-laki saja. Kalo berjamaah kadang-kadang dak terlalu

banyak, kebanyakan mereka sholat dirumah. Tapi kalo sholat

Jum‟at mereka kerjakan juga walaupun jarak ke masjidnya

lumayan jauh, mereka sholat jum‟at bersama masyarakat Nyogan.

Apa pembinaan keagamaan apa yang dilakukan di Suku

Anak Dalam?

Saya sering mengisi pengajian yang dilakukan seminggu sekali

pada hari sabtu. Majelis taklim ini berdiri sebagai tempat

menghimpun Suku Anak Dalam untuk belajar agama. Yang hadir

banyak laki-laki, perempuan dan anak-anak Suku Anak Dalam.

Bukan hanya dari Segandi saja, kadang malahan dari tempat lain

jugo banyak yang hadir. Saya jugo membina orang batak yang

tinggal disekitaran kebon sawit, mereka jugo kadang ikut belajar.

Sejak kapan majelis taklim didirikan?

Kalo majelis sendiri berdiri dari tahun 2015 yang lalu.

Apa saja bangunan secara fisik di perkampungan Suku Anak

Dalam?

Kalo di Suku Anak Dalam sudah ada Sekolah, balai dan masjid

juga masih di bangun. Walaupun sekarang bangunan tersebut

mengalami keperihatinan, soalnya banyak yang sudah rusak, tapi

belum ada perbaikan lagi.

Bagaimana hubungan yang sudah terjalin antara masyarakat

dan Suku Anak Dalam?

Sekarang Suku Anak Dalam lebih kompak, rukun satu sama

lainnya. Mereka sudah mau membaur dengan masyarakat umum

tanpa ada perbedaan, satu sama lainnya. Nampaklah

perubahannya saat ini, bahkan berubah lebih baik dari yang dulu

primitif.

Apakah ada juga agama yang diperkenalkan di Suku Anak

Dalam?

Pada tahun 2016 pendeta masuk ke Suku Anak Dalam dengan

membagi-bagikan sembako dalam bentuk bingkisan, ternyata

bukan hanya sembako saja yang diberikan, mereka juga

memberikan berupa atribut kristiani di bingkisan tersebut. setelah

mereka sadar, mereka berbondong-bondong menolak bingkisan

dan bantuan tersebut.

Apa kendala lingkungan/tempat yang terjadi dalam dakwah?

Biasanya saya menyampaikan dakwah di Balai pertemuan. Balai

yang digunakan untuk melakukan dakwah di Suku Anak Dalam.

sebenarnya balai itu sudah banyak yang bolong lantainya, dan

dindingnya juga sudah mulai rapuh.itu masih kami gunakan

karena masjid yang di bangun belum selesai di bangun.

Apakah bahasa menjadi kendala dalam menyampaikan

dakwah di Suku Anak Dalam?

Pertama saya ketemu Suku Anak Dalam, saya banyak mengalami

kesulitan. Kesulitan yang saya rasakan harus menentukan

metode-metode yang bisa difahami oleh Suku Anak Dalam. Ada

beberapa kosa kata yang mengalami perbedaan. Kosa kata yang

dimiliki saya belum tentu dapat di pahami oleh Suku Anak

Dalam. Terkadang ketika Suku Anak Dalam mendengarkan pesan

saya perlu mereka hanya diam. Sehingga bahasa yang saya

gunakan menyesuaikan dengan mereka, hanya saja saya yang

perlu belajar. Suku Anak Dalam itu kalo tersinggung dari bahasa

kita mereka akan pergi dan tidak akan mau lagi mendengar apa

yang saya sampaikan.

Data Informan II

Nama Lengkap : Hariyanto

Jenis Kelamin : Laki-laki

Tempat/Tgl. Lahir : Jambi, 25 Agustus 1984

Jabatan : Da‟i Suku Anak Dalam

Waktu wawancara : Sabtu, 15-12- 2018, Jam 19.00 WIB

Apa yang melatar belakangi untuk berdakwah di Suku Anak

Dalam?

Dulu ketika saya KKN tahun 2002 di Nyogan, saya masuk juga

ke Suku Anak Dalam. yang saya lihat bahwa Suku Anak Dalam

tinggal sangat memperihatinkan, masih tinggal di rumah-rumah

sudung di sepanjang sungai Bahar. Saya berfikir jika ada

missionaris datang, bisa-bisa mereka semua beragama Kristen.

Oleh karena itu saya memutuskan untuk melakukan pembinaan di

Suku Anak Dalam Nyogan dan Lubuk Kayu Aro di Pelempang.

Apakah sering berdakwah di Suku Anak Dalam?

Kalo dulu sering masuk ke Suku Anak Dalam. kalo sekarang

lebih banyak di luar kan, cari donatur untuk pendanaan dan

bantuan-bantuan yang bisa diberikan kepada Suku Anak Dalam,

seperti bantuan dari BAZNAS, Rumah Zakat Madani dan pemda.

Sekarang ustad Hatta yang aktif, dia saya jadikan orang lapangan

yang melakukan pendampingan di Suku Anak Dalam.

Apa pesan yang disampaikan dalam dakwah di Suku Anak

Dalam?

Saya mas berdakwah ke mereka itu di balailah yang ada, saya

sampaikan pentingnya menjaga silaturahmi sesama manusia dan

menjaga persaudaraan. Manusia sebagai mahluk sosial yang

saling membutuhkan satu dengan lain. Kalo menurut hadis itu,

silaturahmi menambah rizqi dan memperpanjang umur. Makanya

pesan silaturahmi disampaikan supaya Suku Anak Dalam tidak

hanya bergaul bersama komunitasnya saja, tetapi bergaul kepada

masyarakat yang lebih luas. Menjaga persaudaraan dan berkasih

sayang sesama manusia adalah tugas kita bersama.

Apa perubahan yang terjadi setelah menyampaikan dakwah?

Kalo mereka itu sekarang sudah maulah memakai pakaian untuk

menutup aurat mereka. Kalo dulu mereka hanya pake kain untuk

menutup aurat, kain yang dililit di bagian kemaluan saja. mereka

mengatakan lebih nyaman walaupun belum terlalu terbiasa.

Terkadang perempuannya juga sudah mau juga pake jilbab,

seringnya mereka pakai kalo ada acara pengajian.

Apa saja pembinaan yang selama ini dilakukan di

perkampungan Suku Anak Dalam?

Saya sudah menyekolahkan Suku Anak Dalam namanya Manto,

dia sekolah dari SD, SMP sampai Aliyah. Sekarang dia sudah

menjadi guru untuk Suku Anak Dalam untuk ngajarin baca, tulis

dan ngaji. Ada namanya Suwandi, dia ketua pemuda di Segandi

kadang jadi Imam sholat untuk Suku Anak Dalam, seringnya sih

kalo sholat magrib. Mereka semua tu pemuda Suku Anak Dalam

yang pertama belajar dengan saya.

Apa pembinaan keagamaan apa yang dilakukan di Suku

Anak Dalam?

Kalo saya jarang sih masuk ke Suku Anak Dalam. Tapi saya

sering mengisi pengajian di Segandi itu. Majelis yang rutin diisi

oleh ustad Hatta.

Bagaimana hubungan/civil society sudah terjalin antara

masyarakat dan Suku Anak Dalam ?

Suku Anak Dalam saat ini banyak yang menikah dengan dengan

masyarakat sekitar, seperti suku Jawa, Medan, Melayu dan

Banjar. Suku Anak Dalam yang sudah menikah dengan

masyarakat umum, mereka lebih memilih tinggal di luar Trans

Sosial. Mereka yang sudah membaur ke masyarakat, selalu

mengikuti aktivitas keagamaan masyarakat sekitar dan tidak

terkesan menutup diri.

Apakah ada juga agama yang diperkenalkan di Suku Anak

Dalam?

Sebelum dakwah Islam masuk, tahun 2002 sudah ada missionaris

yang masuk ke Suku Anak Dalam, seorang laki-laki bernama

Roy. Dengan menikahi perempuan asli masyarakat Nyogan dan

tinggal beberapa lama di sana, dia mencalonkan diri sebagai

kepala desa nyogan. Ketika terpilih menjadi kepala desa Nyogan,

Roy sering masuk ke Komunitas Suku Anak Dalam. Ketika tahun

baru Roy selalu memberikan Suku Anak Dalam dan mengajak

menyembelih Anjing hitam dan makan bersama-sama.

Selain itu juga Roy memberi bantuan dalam bentuk sembako dan

makanan untuk Suku Anak Dalam, padahal Roy sendiri mengaku

beragama Islam. Roy sedikit demi sedikit memberi pengaruh ke

Suku Anak Dalam dan mengajak beragama Kristen. Setelah

agenda yang dilakukan Roy diketahui oleh masyarakat maka dia

di usir dari Nyogan.

Apa kendala lingkungan/tempat yang terjadi dalam dakwah?

Kalo kendala yang ada itu tempat yang jauh dari jalan raya.

Ketika masuk jalan rusak dan becek, serta tempat balai yang

sekarang sudah mengalami kerusakan, baik dinding, atap dan

lantainya saja sih.

Apakah bahasa menjadi kendala dalam menyampaikan

dakwah di Suku Anak Dalam?

Perbedaan bahasa dengan Suku Anak Dalam mengalami kendala.

Ketika saya menyampaikan dakwah banyak yang hanya diam.

Mereka banyak juga tidak mengerti dengan apa yang saya

sampaikan. Jadi saya harus mengulanginya berkali-kali supaya

mereka mengerti dengan yang aya sampaikan. Kadang juga

bahasa ilmiah sering saya gunakan, atau bahasa-bahasa arab yang

buat mereka tidak mengerti. Apalagi ketika saya berdakwah dan

mereka diam, sehingga saya harus bertanya supaya mereka tidak

hanya diam.

Data Informan III

Nama Lengkap : Safren

Jenis Kelamin : Laki-laki

Tempat/Tgl. Lahir : Sarolangun, 13 Agustus 1978

Jabatan : Kwaket KUA Kecamatan Mestong

Waktu wawancara : Senin, 31-12- 2018, Jam 13.00 wib

Apa yang melatar belakangi untuk berdakwah di Suku Anak

Dalam?

Kalo saya ya pak, lihat Suku Anak Dalam hidup sangat

memperihatinkan, mereka hidup masih dalam kekurangan apalagi

pekerjaan mereka sehari-hari hanya mencari ikan di sepanjang

sungai pak. Maka saya berkeinginan melakukan pembinaan dan

dari tahun 2012 saya mendapat tugas dari KUA sebagai penghulu

khusus menikahkan Suku Anak Dalam di Segandi, tidak di Suku

Anak Dalam lainnya.

Apa pesan yang disampaikan dalam dakwah di Suku Anak

Dalam?

Saya biasanya mengisi acara hari besar Islam, seperti maulid

Nabi Muhammad SAW. Disana saya menyampaikan tentang

kelahiran Nabi di tahun Gajah, tahun dimana tentara bergajah

berupaya menghancurkan ka‟bah, namun tentara bergajah kalah.

Saya juga sampaikan bahwa nabi dilahirkan di Makah dari

seorang ibu bernama Aminah. Semasa kecil nabi mengembala

domba dan berdagang sampai nabi menikah dengan seorang

wanita bernama Khotijah, nabi diangkat menjadi Rasul dan wafat.

Apa sumber yang digunakan dalam menyampaikan materi

Maulid Nabi ini?

Kalo saya pak sumbernya al-Qur‟an dan Hadis pak. Saya

sampaikan hadis mengenai bahwa “Nabi Muhammad SAW di

utus di dunia sebagai suri tauladan yang baik”. Karena umat

Islam kan perlu mengikuti Nabi dalam setiap amal perbuatan,

apalagi Nabi disebut juga Al-Qur‟an berjalan.

Perubahan apa yang terjadi di Suku Anak Dalam?

Sejauh ini perubahannya sudah lumayan, mereka sudah mau

menjalankan sholat dan mengaji, mengaji kadang seminggu

sekalilah kalo pas saya masuk, kebanyakan anak-anak sih yang

belajar ngaji. Kalo yang dewasa lebih kurang aktif 1, 2 oranglah

yang mau mengaji dan sudah bisa baca Al-Qur‟an. Kalo anak-

anak ngaji iqro, kadang juga diajarin sama mereka yang sudah

bisa baca Al-Qur‟an dan sekolah juga mereka diajarkan iqro.

Apa saja bangunan secara fisik di perkampungan Suku Anak

Dalam?

Di suku Suku Anak Dalam Nyogan sudah berdiri sekolah dan

balai untuk pertemuan. Sekarang, sudah dipondasi untuk

pendirian masjid juga. Semua fasilitas ini diharapkan untuk

mempermudah kami untuk berdakwah. Dengan seringnya masuk

ke dalam untuk memberikan nasehat-nasehat dan motivasi supaya

menjadi lebih baik.

Apa pembinaan yang dilakukan majelis Suku Anak Dalam?

Kalo saya sering mengisi ceramah di peringatan hari besar Islam

saja, seperti maulid Nabi dan Isra‟ Mi‟raj.

Kapan acara peringatan hari besar Islam di mulai?

Kalo peringatan maulid Nabi dan Isra Mi‟raj sendiri saya mulai

mengisi di tahun 2017 yang lalu. Karena, Suku Anak Dalam

sudah membaur ke masyarakat juga. Apalagi kalo pas peringatan

seperti itu banyak juga yang datang pak.

Bagaimana perubahan akhlak apa yang sudah terjadi?

Kalo Suku Anak dalam, sebenarnya mereka punya tingkah laku

yang baik, mereka selalu menjaga adat istiadat mereka. Seperti

tidak berludah di depan orang. Mereka merasa kalo berludah di

depan orang tidak sopan dan merasa menghina mereka. Mereka

selalu menjunjung nilai-nilai kesopanan. Mereka dilarang

mencuri walaupun mereka memiliki kesempatan. Malahan

mereka menjaga apa yang dimiliki saudaranya sebagai bagian

darinya.

Apa kendala lingkungan/tempat yang terjadi dalam dakwah?

Kendala yang saya alami selama melakukan dakwah yang dari

jalan. Jalan yang rusak dan becek, jadi kalo mau masuk itu pak

harus siap-siap dulu, kalo pas tidak hujan masih aman. Tapi kalo

sudah hujan licin pak jalannya. Kalo yang sedikit perlu ada

perbaikan sih, di balai. Tempat yang biasa digunakan Suku Anak

Dalam berkumpul.

Apakah bahasa menjadi kendala dalam menyampaikan

dakwah di Suku Anak Dalam?

Kalo bahasa memang jadi penghambat juga pak. Apalagi bahasa

asli mereka itu pak. Banyak juga yang kurang faham, tapi kalo

sekarang sudah mengertilah bahasa mereka, dan Suku Anak

Dalam juga sudah banyak yang bisa bahasa Indonesia. Jadi tidak

terlalu menjadi penghambat pak.

Data Informan IV

Nama Lengkap : Habib Taufiq al-Baragbah

Jenis Kelamin : Laki-laki

Tempat/Tgl. Lahir : Padang, 8 April 1986

Jabatan : Ketua FPI Jambi

Waktu wawancara : Senin, 10-12- 2018, Jam 15.00 wib

Apa yang melatar belakangi untuk berdakwah di Suku Anak

Dalam?

Saya kenal dan bisa masuk ke Suku Anak Dalam dari Ustad

Hatta, dia juga kan simpatisan FPI, saya juga diajak untuk masuk

ke komunitas Suku Anak Dalam di Segandi. Apalagi saya sebagai

ketua FPI, saya ingin sistem dakwah saya menyebarkan amr

ma‟ruf nahy munkar bukan hanya di masyarakat umum, ternyata

ada juga yang perlu pembinaan ya itu di Suku Anak Dalam.

Apalagi di Bahar sudah marak peredaran obat-obat terlarang,

kayak sabu, ganja dll. Dan di sana juga sudah mulai ada

pelacuran dan minum minuman keras yang sudah merajalela.

Apa pesan yang disampaikan dalam dakwah di Suku Anak

Dalam?

Kalau waktu itu saya ngisi dakwah di balai saya sampaikan ke

suku SAD bahwa Islam itu rahmatan lil 'alamin, artinya Islam

mengajarkan kedamaian, toleransi dan kasih sayang sesama.

Islam tidak mengajarkan kekerasan, permusuhan dan menebar

kebencian. Dalam menjaga Islam penting juga untuk menjaga

aqidah dari masuknya missionaris, yang selalu berupaya untuk

mengajak Suku Anak Dalam pindah ke agama mereka. Karena

menjaga aqidah itu sangat berat jangan sampai kita mau menukar

aqidah kita dengan bantuan-bantuan yang sedikit, yang hanya

memberikan manfaat sebentar.

Apa sumber yang digunakan dalam menyampaikan materi

tentang tuhan? (wawancara elektronik melalui Whats Apps)

Sandaran saya menyampaikan dakwah Al-Qur‟an dan Hadis mas.

Saya mengajarkan bersumber bahwa mempercayai Allah ya

mempercayai Rukun Iman.

Perubahan apa yang terjadi di Suku Anak Dalam?

Mereka sekarang sudah tinggal menetap di rumah yang lebih

baiklah, rumah bantuan pemerintah tahun 2003 yang lalu.

Walaupun belum ada bantuan perbaikan lagi dari pemerintah.

Kalo dulu mereka hidupnya melangun dari wilayah yang jaraknya

jauh, kalo di tempat mereka ada yang meninggal maka mereka

pindah lagi membawa keluarga mencari tempat yang baru,

mereka berpendapat bahwa kalo ada yang meninggal berarti

rumah itu mendapatkan sial.

Apa saja bangunan secara fisik dan intelektual di

perkampungan Suku Anak Dalam?

Secara rutin belum terlalu sering masuk ke Suku Anak Dalam,

karena kesibukan saya. Kadang-kadang ustad Hatta ngundang

untuk ngisi pengajian di majelis minguan Suku Anak Dalam.

Belum lama ini juga, kami mengadakan tablîgh akbar disana.

Digagas oleh Front Pembela Islam dan langsung diisi dengan

Habib Sobri Lubis ketua Umum FPI Pusat. Kami juga memberi

bantuan kepada Suku Anak Dalam dan sedang proses

pembangunan masjid di Segandi.

Perubahan akhlak apa yang sudah terjadi?

Waktu saya mengisi pengajian di Suku Anak Dalam mereka diam

mendengarkan apa yang saya sampaikan. Mereka juga mulai baik

bertutur kata. Saya pun menjaga sopan santun sehingga dia pun

segan. Jadi kalo Suku Anak Dalam itu sudah senang sama orang,

dia akan baik juga. Pokoknya lebih sopanlah akhlaq mereka.

Apa kendala lingkungan/tempat yang terjadi dalam dakwah?

Kendala ya pas saya mengisi di majelis bersama ustad Hatta ya,

balai sih. Jadi balai itu sudah di bangun dari bantuan yang Trans

Sosial itu. Sampe sekarang, mungkin adalah 20 tahunan. Kata

ustad Hatta belum pernah ada perbaikan.

Apakah bahasa menjadi kendala dalam menyampaikan

dakwah di Suku Anak Dalam?

Kalo bahasa tidak jadi kendala kok mas. Karena kan Suku Anak

Dalam sudah paham bahasa kami. Mungkin waktu ustad Hatta

dulu ya susah banget, apalagi mereka masih di hutan kan. Tapi

secara keseluruhan bahasa saya sudah dapat dipahami.

Data Informan V

Nama Lengkap : Iyan Khubung

Jenis Kelamin : Laki-laki

Tempat/Tgl. Lahir : Jambi, 12 Maret 1988

Jabatan : Tumenggung Suku Anak Dalam Segandi

Waktu wawancara : Jum‟at, 28-12- 2018, Jam 14.00 wib

Sejak kapan tumenggung dan sanak-sanak tinggal menetap?

Kami mulai betempat sejak pemerintah buatkan rumah disiko,

rumah di bangun sejak 2003 yang lalu. Kamiko suruh pindah dan

di kasih tempat yang kini ko.

Apakah tumenggung menerima dengan dakwah yang

disampaikan para da’i?

Kalo sayoko nerimo apo yang disampaikan ustad disiko, ustad

Hatta yang sering masuk kesiko, ustad Hariyanto, ustad Safren.

Ustad Safren itu yang membantu sanak-sanak disiko kalo nak

nikah.

Apakah tumenggung faham dengan pesan-pesan dakwah

yang disampaikan?

Dulu kamiko dak ngerti samo sekali, apalagi kamiko dak biso

baco nulis. Tapi sekarang kamiko sudah fahamlah yang

disampaikan ustad tu, misalnyo sholat kami lah menjalanilah.

Dan ibadah yang dijalani Islam kamiko sudah banyak yang

ngerti. Kami ngerti dari yang ustad-ustad itu ajarin ke kamilah.

Perubahan apa yang terjadi di Suku Anak Dalam sekarang?

Sebenanyo kamiko hidup kan dak dewean, semenjak ustad tu

datang ohang kito dah mulai berkembang. Sanak-sanak lah

banyak pulo yang sekolah dan sudah ado yang nasibnyo jadi

tentara. Uwong tuo-tuo bengin kami ngajari kito harus biso

belajar dari alam dan kito jugo biso mengolah hasil alam untuk

hidup kito. Kami dak pernah nak beli ikan, kalo nak makan ikan

kito ngambek be ikannyo di sungai.

Apa rutinitas yang biasa ustad lakukan untuk Suku Anak

Dalam?

Disiko ado majlis yang disampein oleh ustad Hatta, setiap sabtu.

Dan ado peringatan hari Islam dan yang kemaren ado pengajian

dari FPI disiko.

Apa perubahan Suku Anak Dalam yang terjadi dengan

akhlak yang baik di masyarakat ?

Kalo anak dalam ne lah pado baik. Kito ni hidup kan dak dewean,

ado jugo ohang kito nak bekembang, kito jugo dak biso

paksokan. Banyak sanak-sanak disiko sudah baik akhlaknyo. Ado

jugo sampe kawin selain samo ohang kito, jo ohang lain mungkin

nasibnyo kan behubah. Cak anak sayo ko kawin dengan orang

Padang.

Apa kendala secara fisik yang ada di perkampungan Suku

Anak Dalam?

Perkampungan kamiko jauh dari rumah wargo, kami hidup di

perkampungan yang dibangun pemerintah itulah. Kami ko

bertahan disiko kareno sudah dak mau lagi melangun, apolagi

kondisi hutan disiko sudah dak ado lagi. Hutan disiko sudah

banyak di tebang dan dikuasai dengan perusahaan. Kalo dulu tu

kami sering melangun, hidup di hutan yang kami gunakan

sebagai tempat tinggal kami.

Apakah ada yang menjadi gangguan Suku Anak Dalam

ketika da’i datang?

Kito dulunyo yo dak mau nerimo orang asing. bagi kami tu orang

asing akan menganggu kami. Apolagi dulu banyak yang masuk

dah tu foto-foto kami, katonyo buat bantuan. Dah tu dak adolagi

mereka kesini. Makanyo kami dak mau sebenarnyo nerimo orang

baru. Kalo ustad Hatta itu sudah sering kami tolak datang.

Apa yang menjadi ketakutan tumenggung ketika dakwah di

sampaikan di Suku Anak Dalam?

Waktu Ustad ko datang dan kasih dakwah, kami banyak yang dak

mau denger. Karena dakwah itu menjadikan kami berubah

nantinyo. Kami ko jadi jauh dari alam, taulah kan kalo yang

diajarkan ustad tu banyak aturannyo. Sedangkan kami punyo

aturan dewek dari nenek moyang kami ko.

Dokumentasi

Wawancara dengan Ustad Asman Hatta Wawancara dengan Ustad Hariyanto

Wawancara dengan Habib Taufiq Wawancara dengan Ustad Safren

Wawancara dengan Bapak Hasan Penghargaan umroh dari DT peduli