teori lapangan

20
GEOLOGI DAERAH BONTONOMPO KECAMATAN RUMBIA KABUPATEN JENEPONTO PROVINSI SULAWESI SELATAN Muhammad Dzulhuzair Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin ABSTRACT Administratively, the research area is located in Bontonompo Area, Rumbia District, Jeneponto Regency, South Sulawesi Province. Geographycally located on coordinate 05°30’00” – 05°34’00” W and 119 o 49’00” – 120°52’00” S. The purpose of this research was obtain a detail surface geologic map on the 1 : 25,000 scale map to many aspects, such as geomorphology, stratigraphy, geological structure, geological history, and natural resources aspects with a purpose to make a geologic map of Bontonompo Area, Rumbia District, Jeneponto Regency, South Sulawesi Province that is supported with geomorphological map, stratigraphic column, geological structure map, and natural resources map that will be arranged in a final report of geologic mapping. Geomorphology in the research area is devided into two geomorphic, which are waves hill landscape unit and fairly steep landscape unit. River types in the area are periodic and episodic, the genetic types of the river are Insecquent with paralel drainage pattern. Based on geomorphological aspects, could be concluded that maturity level of the river and the research area is child to adult. Based on the unformal lithostratigraphy, stratigraphy of the research area is divided into four units of lithology from upper to lower, which are Andesit Unit basalt unit and Volcanic Breccia unit. Structural geology, those are being developed in the research area, ,systematic and unsystematic joints, and tompokelara sinistral strike slip fault. The natural resources in the research area are included into group of rock resources, which are aggregate materials (rocks and sands). ABSTRAK Secara administratif daerah penelitian termasuk dalam Wilayah Bontonompo Kecamatan Rumbia Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan dan secara geografis terletak pada koordinat 05°30’00” – 05°34’00” Lintang Selatan dan 119 o 49’00” – 120°52’00” Bujur Timur. Maksud dari penelitian ini untuk melakukan pemetaan geologi permukaan secara detail pada peta sekala 1 : 25.000 terhadap aspek geomorfologi, stratigrafi, struktur geologi, sejarah geologi, dan aspek bahan galian dengan tujuan untuk membuat peta geologi daerah Bontonompo Kecamatan Rumbia Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan yang didukung oleh peta geomorfologi, kolom stratigrafi, peta struktur geologi, dan peta potensi bahan galian yang akan disusun dalam satu laporan akhir dari pemetaan geologi. Geomorfologi daerah penelitian dibagi menjadi dua satuan

description

eksplorasi geologi

Transcript of teori lapangan

Page 1: teori lapangan

GEOLOGI DAERAH BONTONOMPO KECAMATAN RUMBIA

KABUPATEN JENEPONTO PROVINSI SULAWESI SELATAN

Muhammad Dzulhuzair

Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin

ABSTRACT

Administratively, the research area is located in Bontonompo Area, Rumbia District, Jeneponto Regency, South Sulawesi Province. Geographycally located on coordinate 05°30’00” – 05°34’00” W and 119o49’00” – 120°52’00” S. The purpose of this research was obtain a detail surface geologic map on the 1 : 25,000 scale map to many aspects, such as geomorphology, stratigraphy, geological structure, geological history, and natural resources aspects with a purpose to make a geologic map of Bontonompo Area, Rumbia District, Jeneponto Regency, South Sulawesi Province that is supported with geomorphological map, stratigraphic column, geological structure map, and natural resources map that will be arranged in a final report of geologic mapping. Geomorphology in the research area is devided into two geomorphic, which are waves hill landscape unit and fairly steep landscape unit. River types in the area are periodic and episodic, the genetic types of the river are Insecquent with paralel drainage pattern. Based on geomorphological aspects, could be concluded that maturity level of the river and the research area is child to adult. Based on the unformal lithostratigraphy, stratigraphy of the research area is divided into four units of lithology from upper to lower, which are Andesit Unit basalt unit and Volcanic Breccia unit. Structural geology, those are being developed in the research area, ,systematic and unsystematic joints, and tompokelara sinistral strike slip fault. The natural resources in the research area are included into group of rock resources, which are aggregate materials (rocks and sands).

ABSTRAK

Secara administratif daerah penelitian termasuk dalam Wilayah Bontonompo Kecamatan Rumbia Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan dan secara geografis terletak pada koordinat 05°30’00” – 05°34’00” Lintang Selatan dan 119o49’00” – 120°52’00” Bujur Timur. Maksud dari penelitian ini untuk melakukan pemetaan geologi permukaan secara detail pada peta sekala 1 : 25.000 terhadap aspek geomorfologi, stratigrafi, struktur geologi, sejarah geologi, dan aspek bahan galian dengan tujuan untuk membuat peta geologi daerah Bontonompo Kecamatan Rumbia Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan yang didukung oleh peta geomorfologi, kolom stratigrafi, peta struktur geologi, dan peta potensi bahan galian yang akan disusun dalam satu laporan akhir dari pemetaan geologi. Geomorfologi daerah penelitian dibagi menjadi dua satuan morfologi, yaitu satuan bentangalam berbukit bergelombang dan satuan bentangalam berbukit cukup curam. Jenis sungai yang berkembang adalah sungai periodik dan sungai episodik, sedangkan secara genetik yaitu insekuen dan subsekuen dan dengan pola aliran paralel. Stadia daerah penelitian adalah stadia muda menjelang dewasa. Berdasarkan lithostratigrafi tidak resmi, stratigrafi daerah penelitian dibagi menjadi tiga (3) satuan batuan dari urutan muda hingga tua yaitu satuan intrusi andesit, satuan basal dan satuan breksi vulkanik. Struktur geologi daerah penelitian terdiri dari kekar sistematik dan tak sistematis, serta sesar berupa sesar geser Tompokelara yang bersifat sinistral. Bahan galian pada daerah penelitian masih tergolong dalam golongan bahan galian berupa sirtu (Pasir dan Batu).

Page 2: teori lapangan

PENDAHULUAN

Fenomena fenomena yang terjadi dalam

bidang ilmu geologi sangat menarik untuk diteliti

dan dianalisa, baik untuk kepentingan yang

bernilai ekonomis maupun untuk keperluan

keilmuan dan pengembangan wilayah.

Penelitian dibidang geologi memerlukan

kemampuan menganalisis dan menginterpretasi

untuk mengetahui proses awal pembentukan

tatanan geologi dengan memperhatikan kondisi

geomorfologi, stratigrafi, dan struktur geologi

untuk menggambarkan sejarah geologi suatu

daerah.

Salah satu aspek yang menjadi modal

utama pembangunan daerah adalah

ketersediaan sumberdaya alam non-hayati yaitu

sumberdaya mineral (bahan tambang).

Eksplorasi dan eksploitasi sumberdaya alam

baik sumberdaya alam non-hayati maupun

sumberdaya alam hayati menjadi sangat penting

untuk menopang mobilitas pembangunan di

daerah. Namun sumberdaya alam tersebut tidak

berarti kalau tidak ada studi yang komprehensif

tentang sumberdaya alam tersebut.

Penelitian-penelitian dalam bidang

geologi di pulau Sulawesi pada umumnya dan

Sulawesi Selatan pada khususnya masih

bersifat regional. Untuk penyediaan data-data

yang lebih akurat dalam sekala lokal, perlu

dilakukan penelitian geologi pada masing-

masing daerah di wilayah ini. Untuk menjawab

tantangan tersebut, penulis tertarik untuk

melakukan penelitian pada daerah Bontompo

Kecamatan Kelara Kabupaten Jeneponto

Propinsi Sulawesi Selatan. Penelitian yang

dilakukan berupa pemetaan geologi bersekala

1 : 25.000 untuk menampilkan data - data

bersekala lokal, yang mencakup berbagai

aspek penelitian (geomorfologi, stratigrafi,

struktur geologi, dan bahan galian) guna

mengetahui proses pembentukan tatanan

geologi dan sejarah pembentukannya.

Maksud dari penelitian pada Daerah

Bontonompo Kecamatan Kelara Kabupaten

Jeneponto Propinsi Sulawesi Selatan ini adalah

melakukan pemetaan geologi permukaan

secara umum dengan menggunakan peta dasar

skala 1 : 25.000

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk

mengetahui dan memberikan gambaran

mengenai kondisi geologi yang meliputi

geomorfologi, tatanan stratigrafi, struktur

geologi, sejarah geologi dan potensi bahan

galian pada daerah penelitian.

Secara administratif daerah penelitian

termasuk dalam wilayah Bontonompo

Kecamatan Kelara Kabupaten Jeneponto

Propinsi Sulawesi Selatan dan secara geografis

terletak pada koordinat 119o49’00” Bujur Timur –

119°52’00” Bujur Timur dan 05°30’00” Lintang

Selatan – 05°34’00” Lintang Selatan.

Daerah ini terpetakan dalam peta rupa

bumi indonesia sekala 1 : 50.000 Lembar

Bantaeng, nomor 2010 - 34 terbitan Badan

Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional

(Bakosurtanal) edisi I tahun 1991 (Cibinong

Bogor). Luas daerah penelitian mencakup

wilayah 4’ x 3’ atau mencakup luas 41,098 Km2

Page 3: teori lapangan

Daerah penelitian dapat dicapai dengan

menggunakan jalur transportasi darat dari

Makassar melewati daerah Gowa, Takalar dan

Jeneponto dengan menggunakan kendaraan

bermotor roda dua atau pun roda empat.

Perjalanan ditempuh sekitar kurang lebih 3 jam

dengan jarak kurang lebih 104 km dari Kota

Makassar.

Gambar.1 Peta lokasi daerah Penelitian

GEOMORFOLOGI

Morfologi daerah penelitian terdiri dari

dua satuan yaitu :

1. Satuan Bentangalam Berbukit

Bergelombang / Miring

Satuan Bentangalam Berbukit

Bergelombang/Miring menempati sekitar 87,06

% dari keseluruhan total luas lokasi penelitian,

dengan luas sekitar 35,74 km2. Penyebaran

satuan ini meliputi bagian Baratdaya Tenggara

hingga Timurlaut daerah penelitian, terdiri dari

daerah Pabaengbaeng dan Ramba pada bagian

Timurlaut, daerah Kassisang, Bungungtaipa,

Bungungcarameng dan Karampuang pada

bagian Baratdaya dimana pada daerah tersebut

mengalir Salo Papandiki, Salo Balang Allu, Salo

Balang Loe, Salo Balang Sokopia, Salo

Karampuang, Salo Balang Tabinggoyang dan

Salo Balang Lanrang.

Gambar 2.1 Foto satuan bentangalam perbukitan bergelombang difoto dari stasiun 16 ke arah N 285oE.

Satuan bentangalam ini berada pada

ketinggian antara 175 meter hingga 555 meter di

atas permukaan laut dengan kemiringan lereng

yang relatif datar dengan beda tinggi rata – rata

(75 - 200) meter.

Kenampakan topografi dari satuan ini

memberikan gambaran pola kontur yang

renggang, dicirikan dengan persentase

kemiringan lereng (15 – 30) %, dijumpai adanya

morfologi dengan bentuk lereng relatif

bergelombang. Kenampakan morfologi

dilapangan yang dilihat secara langsung

memperlihatkan adanya bentuk topografi

perbukitan, dengan kondisi relief bergelombang.

Oleh karena itu, berdasarkan karakteristik di

atas maka analisis morfologi daerah ini

Bone

Luwu UtaraLuwu Timur

Wajo

Luwu

Sidrap

Gowa

Tana Toraja

Pinrang

Maros

Barru

Enrekang

Soppeng

Sinjai

Luwu

Bulukumba

Pangkep

TakalarJeneponto

Selayar

Makassar

Parepare

122°0'0"E

122°0'0"E

121°0'0"E

121°0'0"E

120°0'0"E

120°0'0"E

119°0'0"E

119°0'0"E

118°0'0"E

118°0'0"E

2°0'0

"S

3°0'0

"S

3°0'0

"S

4°0'0

"S

4°0'0

"S

5°0'0

"S

5°0'0

"S

6°0'0

"S

6°0'0

"S

Page 4: teori lapangan

merupakan Satuan bentangalam

Bergelombang /Miring (foto 2.1).

Secara genetik proses geomorfologi

yang membentuk satuan bentangalam ini

berupa pelapukan dan erosi. Pelapukan adalah

proses disintegrasi atau disagregasi secara

berangsur dari material penyusun kulit bumi

yang berupa batuan. Terdapat tiga jenis

pelapukan yaitu pelapukan fisika, kimia dan

biologi. Pelapukan fisika adalah semua

mekanisme yang dapat mengakibatkan

terjadinya proses pelapukan sehingga suatu

batuan dapat hancur menjadi beberapa bagian

yang lebih kecil. Pelapukan kimiawi (dikenal

juga sebagai proses dekomposisi atau proses

peluruhan) adalah terurainya tubuh batuan

melalui mekanisme kimiawi. Pelapukan biologi

adalah proses penghancuran batuan akibat

penetrasi akar tumbuhan dalam batuan.

Proses pelapukan yang dominan pada

satuan bentangalam ini adalah proses

pelapukan kimia, hal ini disebabkan oleh curah

hujan dan kelembaban yang tinggi jenis

pelapukan kimia yang dijumpai pada satuan

bentangalam ini adalah jenis pelapukan kimia

berupa “spheroidal weathering” (Foto 2.3).

Proses erosi yang terjadi pada

bentangalam ini yaitu erosi permukaan berupa

rill erosion dan gulley erosion. Rill erosion

adalah proses pengikisan yang terjadi pada

permukaan tanah (terain) yang disebabkan oleh

hasil kerja air berbentuk alur – alur dengan

ukuran berkisar antara beberapa milimeter

hingga beberapa centimeter (maksimum 50 cm)

(Foto 2.4). Gulley erosion adalah erosi yang

disebabkan oleh hasil kerja air pada permukaan

tanah membentuk saluran–saluran dengan

ukuran kedalaman lembahnya mengalami

pendalaman tidak lebih dari 150 cm.

Gambar 2.2 Pelapukan Kimia berupa “Spheroidal Wheathering” difoto dari stasiun 50 ke arah N 265o E

Foto 2.3 Kenampakan Soil pada daerah Bontomanai Utara di foto dari stasiun 51 ke arah N 326o E.

Foto 2.4. Kenampakkan erosi riil di foto kearah N 30˚E pada stasiun 71.

Sungai yang mengalir pada satuan

bentangalam ini yaitu Salo Papandiki, Salo

Balang Sokopia, Salo Balang Loe, Salo

Karampuang, Salo Balang Tabinggoyang dan

Salo Balang Lanrang yang merupakan sungai

dengan jenis sungai periodik yaitu sungai yang

kandungan airnya tergantung pada musim,

Page 5: teori lapangan

dimana pada musim hujan debit alirannya

menjadi besar dan pada musim kemarau debit

alirannya menjadi kecil. Sedangkan pada Salo

Balang Allu yang merupakan sungai episodik

yaitu sungai yang hanya dialiri air pada musim

hujan, tetapi pada musim kemarau sungainya

menjadi kering. Tipe genetik sungainya

insekuen yaitu sungai yang arah alirannya tidak

dipengaruhi oleh kedudukan batuan. Sungai

pada satuan bentangalam ini memiliki

penampang yang berbentuk “U” (foto 2.6) dan

ada pula yang berbentk “V” (Foto. 2.7). Pola

salurannya umumnya lurus dan sebagian

berkelok, dan sungainya relatif sempit sampai

lebar. Pada tubuh sungai banyak dijumpai

proses pengendapan yang dijumpai pada

bentangalam ini berupa endapan sungai seperti

channel bar (Foto 2.8) material yang diendapkan

berupa pasir dan batu.

2. Satuan Bentangalam Berbukit Cukup

Curam

Satuan Bentangalam Perbukitan Cukup

Curam menempati sekitar 12,93% dari

keseluruhan total luas lokasi penelitian, dengan

luas sekitar 5,31 km2. Penyebaran satuan ini

meliputi bagian Barat hingga Baratlaut daerah

penelitian, meliputi hulu Salo Balang Pannara di

bagian Baratlaut sampai hilir Sungai Balang

Tompokelara yang berada di bagian Baratlaut

serta Salo Palombingan yang berada di bagian

Baratlaut daerah penelitian.

Satuan bentangalam ini berada pada

ketinggian antara 175 meter hingga 450 meter di

atas permukaan laut dengan kemiringan lereng

yang relatif terjal dengan beda tinggi rata–rata

200–500 meter. Kenampakan topografi dari

satuan ini memberikan gambaran pola kontur

yang rapat, dicirikan dengan persentase

kemiringan lereng 30–70%, ditandai dengan

adanya bentuk puncak yang meruncing, bentuk

lembah menyerupai huruf “V” pada daerah

Bontokarammasa, Bontorannu, dan

Paranglabbua, serta bentuk lereng relatif curam.

Kenampakan morfologi dilapangan yang dilihat

secara langsung memperlihatkan adanya bentuk

topografi perbukitan tersayat tajam dengan

kondisi relief yang terjal. Oleh karena itu,

berdasarkan karakteristik diatas maka analisis

morfologi daerah ini merupakan Berbukit Cukup

Curam .

Secara genetik proses geomorfologi

yang membentuk satuan bentangalam ini

berupa pelapukan dan erosi. Proses pelapukan

yang terjadi pada bentangalam ini berupa

pelapukan kimia. Pelapukan kimia yang terjadi

yaitu dijumpainya hasil dari proses pelapukan

berupa pengelupasan kulit bawang (spheriodal

weathering) pada batuan breksi volkanik.

Proses pelapukan ini cukup dominan terjadi

pada satuan bentangalam ini.

Proses erosi yang terjadi pada bentang

alam ini yaitu erosi permukaan berupa gulley

erosion yaitu erosi yang disebabkan oleh hasil

kerja air pada permukaan tanah membentuk

saluran – saluran dengan ukuran kedalaman

lembahnya mengalami pendalaman tidak lebih

dari 150 cm. Pada satuan bentangalam ini juga

dijumpai aspek Geomorfologi berupa Rock Slide

yang merupakan pergerakan batuan kearah

lereng akibat dari pengaruh gaya berat dengan

mengikuti bidang gelincir.

Page 6: teori lapangan

Foto 2.9. Kenampakan satuan bentangalam berbukit cukup curam dengan lembah berbentuk ” V”,di foto kearah N 315o E pada stasiun 31.

Secara genetik proses geomorfologi

yang membentuk satuan bentangalam ini

berupa pelapukan dan erosi. Proses pelapukan

yang terjadi pada bentangalam ini berupa

pelapukan kimia. Pelapukan kimia yang terjadi

yaitu dijumpainya hasil dari proses pelapukan

berupa pengelupasan kulit bawang (spheriodal

weathering) pada batuan breksi volkanik.

Proses pelapukan ini cukup dominan terjadi

pada satuan bentangalam ini.

Proses erosi yang terjadi pada bentang

alam ini yaitu erosi permukaan berupa gulley

erosion yaitu erosi yang disebabkan oleh hasil

kerja air pada permukaan tanah membentuk

saluran – saluran dengan ukuran kedalaman

lembahnya mengalami pendalaman tidak lebih

dari 150 cm (Foto 2.11). Pada satuan

bentangalam ini juga dijumpai aspek

Geomorfologi berupa Rock Slide yang

merupakan pergerakan batuan kearah lereng

akibat dari pengaruh gaya berat dengan

mengikuti bidang gelincir.

Sungai yang mengalir pada satuan

bentangalam ini yaitu Salo Balang Pannara dan

Salo Balang Tompokelara dengan jenis sungai

periodik yaitu sungai yang kandungan airnya

tergantung pada musim, dimana pada musim

hujan debit alirannya menjadi besar dan pada

musim kemarau debit alirannya menjadi kecil.

Sungai yang mengalir pada satuan

bentang alam ini memiliki bentuk penampang

yang berbentuk “U”. Pola salurannya umumnya

lurus dan sebagian berkelok, dan sungainya

relatif lebar. Pada tubuh sungai banyak dijumpai

akumulasi material endapan sungai berupa point

bar dan chanel bar.

Berdasarkan paremeter analisis

morfometri dan morfogenesa pada daerah

penelitian serta analisis terhadap dominasi dari

persentase penyebaran karakteristik atau ciri-ciri

bentukan alam yang dijumpai di lapangan maka

stadia daerah penelitian mengarah pada stadia

muda menjelang dewasa.

STRATIGRAFI

Daerah penelitian tersusun oleh empat

satuan batuan dari tua ke muda yaitu:

1. Satuan Breksi Volkanik

Pembahasan tentang satuan breksi

volkanik ini meliputi uraian mengenai dasar

penamaan satuan, penyebaran, ciri litologi

meliputi karakteristik megaskopis dan

petrografis, umur, pembentukan satuan batuan

dan hubungan stratigrafi dengan satuan lain

pada daerah penelitian.

Satuan breksi vulkanik ini menempati

sekitar 52,65% dari luas seluruh lokasi

penelitian atau sekitar 22,47 km. Penyebaran

satuan ini meliputi daerah Tompokelara,

Romangloe, Kasisang dan di daerah Salo

Balang loe, Salo Balang Allu, Salo Balang

Lanrang dan Salo Tompokelara. Satuan Breksi

Page 7: teori lapangan

volkanik ini memiliki ketebalan tidak lebih dari

550 meter yang dihitung pada penampang

geologi A – B dalam Peta Geologi daerah

penelitian.

Satuan breksi volkanik yang dijumpai

pada daerah ini dalam kondisi segar berwarna

kecoklatan, dalam kondisi lapuk berwarna coklat

kehitaman bertekstur klastik kasar, sotasi buruk,

kemas terbuka, komposisi fragmen berupa

basal, matriksnya berupa Lithic tuff dan semen

berupa material volkanik, ukuran butir (0,1 – 2,2

mm) bentuk butir menyudut dengan struktur

berlapis. Berdasarkan analisis petrografis

terhadap conto sayatan breksi volkanik DZ/ST.

29 FRG dan DZ/ST.1 FRG (Fragmen)

menunjukkan warna kecoklatan pada nikol

sejajar dan abu-abu kehitaman pada nikol

silang, tekstur porfiroafanitik, ukuran mineral: 0,1

– 2,2 mm, bentuk mineral subhedral-euhedral.

Komposisi Mineral Plagioklas dengan jenis

Bytownite dengan presentase 15-25%, Piroksin

dengan jenis Augit dengan presentase 10-15 %,

Biotit dengan presentase 5-15%, Olivin dengan

presentase 7-8% dan Massa Dasar dengan

presentase 43-52%, dan mineral opak dengan

presentase 5-10% maka berdasarkan deskripsi

dan komposisi mineral penyusunnya nama

batuannya Basal (Travis, 1955).

Gambar3.3 Singkapan breksi volkanik pada stasiun 1 yang difoto ke arah N 135o E.

.

Gambar 3.4 Foto mikrograf pada conto sayatan DZ / ST. 29 / FRG terlihat mineral Plagioklas (3-4 H) Piroksin (6I) Biotit (5D) Olivin (5 J) Mineral Opak (3F) dan Massa Dasar (3C) difoto dengan perbesaran 50x pada posisi nikol silang.

2. Satuan Basal

Litologi yang menyusun satuan ini yaitu

litologi Basal yang meyebar di sekitar daerah

Bontonompo, Tombotombolo, Campagaloe,

Pangi dan Ramba. Dalam penamaan litologi

satuan ini dilakukan dengan dua cara penamaan

yaitu deskripsi secara megaskopis dan deskripsi

secara mikroskopis. Penamaan secara

megaskopis yaitu penamaan yang ditentukan

berdasarkan tekstur, serta komposisi mineral

yang bisa teramati secara langsung oleh mata

penamaan ini dilakukan dengan menggunakan

klasifikasi batuan beku menurut Fenton, (1940).

Sedangkan pengamatan secara mikroskopis

yaitu dengan menggunakan mikroskop

polarisasi, dengan melakukan pengamatan sifat

fisik dan optik mineral serta pemerian komposisi

mineral secara spesifik yang kemudian

penamaannya menggunakan klasifikasi batuan

beku menurut Travis, (1955).

Berdasarkan pengamatan secara

langsung dilapangan, litologi penyususn satuan

Page 8: teori lapangan

ini adalah batuan beku basal. Secara

megaskopis kenampakan basal pada beberapa

stasiun menunjukkan ciri – ciri yang khas,

sebagai contoh pada stasiun 20 yang

menunjukkan ciri fisik yaitu dalam keadaan

segar berwarna abu-abu kehitaman sedangkan

dalam keadaan lapuk berwarna kecoklatan,

tekstur kristalinitas : hipokristalin granularitas :

porfiroafanitik bentuk : subhedral – anhedral,

struktur scoria dengan komposisi mineral berupa

plagioklas, piroksin, horblende dan massa

dasar, singkapan ini dijumpai pada daerah

Campagaloe. Berdasarkan analisis petrografis

terhadap conto sayatan nomor DZ/ST..16,

DZ/ST.20 dan DZ/ST.24 memperlihatkan ciri

berwarna kecoklatan pada nikol sejajar dan

berwarna coklat kehitaman pada nikol silang,

kristalinitas hipokristalin, granularitas

porfiroafanitik, bentuk subhedral – anhedral,

tekstur porfiroafanitik, komposisi mineral

plagioklas 5-10%, piroksin 20-25%, hornblende

5-10%, Olivin 5-10%, dan massa dasar 50-65%.

Berdasarkan hal tersebut diatas, dengan

memperhatikan hasil analisis petrografis maka

batuan ini diberi nama Basal Porfiri (Travis,

1955).

Gambar 3.5 Singkapan batuan beku basal yang dijumpai pada stasiun 20, difoto kearah N 800E.

Gambar 3.6 Foto mikrograf pada conto sayatan DZ / ST. 20 terlihat mineral Plagioklas (2-3 F) Piroksin (1I) Horblrnde(7I) Olivin (3D) dan Massa Dasar difoto dengan perbesaran 50x pada posisi nikol silang.

3. Satuan Intrusi Andesit

Litologi yang menyusun satuan ini yaitu

litologi Andesit yang menyebar di sekitar daerah

Salo Balang Allu. Dalam penamaan litologi

satuan ini dilakukan dengan dua cara penamaan

yaitu deskripsi secara megaskopis dan deskripsi

secara mikroskopis. Penamaan secara

megaskopis yaitu penamaan yang ditentukan

berdasarkan tekstur, serta komposisi mineral

yang bisa teramati secara langsung oleh mata

penamaan ini dilakukan dengan menggunakan

klasifikasi batuan beku menurut Fenton, (1940).

Sedangkan pengamatan secara mikroskopis

yaitu dengan menggunakan mikroskop

polarisasi, dengan melakukan pengamatan sifat

fisik dan optik mineral serta pemerian komposisi

mineral secara spesifik yang kemudian

penamaannya menggunakan klasifikasi batuan

beku menurut Travis, (1955).

Penyebaran satuan andesit ini

menempati sekitar 6,14 % dari seluruh luas

daerah penelitian atau sekitar 2,62 km² atau

merupakan satuan yang penyebarannya paling

kecil dari seluruh satuan yang ada pada lokasi

penelitian. Satuan ini menyebar pada bagian

Page 9: teori lapangan

selatan dari daerah penelitian. Satuan ini

tersingkap pada salo Balang Allu dan salo

Balang Tabinggoyang. Satuan ini menempati

daerah penelitian hingga pada ketinggian 274

meter.

Berdasarakan pengamatan secara

langsung dilapangan, litologi penyususn satuan

ini adalah batuan beku andesit. Secara

megaskopis kenampakan andesit pada stasiun

10 menunjukkan ciri – ciri yaitu dalam keadaan

segar berwarna abu-abu sedangkan dalam

keadaan lapuk berwarna kecoklatan, tekstur

kristalinitas : hipokristalin granularitas :

porfiroafanitik bentuk : subhedral – anhedral

struktur masif dengan komposisi mineral berupa

plagioklas, horblende, piroksin dan massa

dasar. Singkapan ini dijumpai pada daerah

sekitar salo Balang Allu. Berdasarkan analisis

petrografis terhadap conto sayatan nomor

DZ/ST.10 dan DZ/ST.12 memperlihatkan ciri

berwarna kecoklatan pada nikol sejajar dan

berwarna abu-abu kehitaman pada nikol silang,

kristalinitas hipokristalin, granularitas

porfiroafanitik, bentuk subhedral – anhedral,

komposisi mineral plagioklas -10-20%, piroksin

10-20%, hornblende 20-25%, mineral opak 5-

7% dan massa dasar 40-50%.

Foto 3.7 Singkapan batuan beku andesit yang dijumpai pada stasiun 10, difoto kearah N 1100E

Berdasarkan hal tersebut diatas, maka batuan ini diberi nama Andesit Porfiri (Travis, 1955).

Foto 3.7 Foto mikrograf pada conto sayatan DZ / ST. 10 terlihat mineral Plagioklas (3B) Piroksin (5H) Horblrnde(5I) Mineral Opak (6H) dan Massa Dasar difoto dengan perbesaran 50x pada posisi nikol silang.

STRUKTUR

Struktur geologi yang dijumpai pada

daerah penelitian terdiri dari :

1. Struktur Kekar

Menurut Billings (1968), kekar ( joint ) yaitu

rekahan pada batuan dimana tidak ada atau

sedikit sekali mengalami pergeseran. Menurut

Mc Clay (1987), kekar adalah susunan teratur

dari rekahan-rekahan menerus yang mana

rekahan itu sedikit sekali atau tidak ada

pergeseran. Sedangkan menurut Davis (1984),

Kekar adalah rekahan dalam berbagai jenis

batuan yang menerus yang mana rekahan-

rekahan itu bergerak sejajar terhadap bidang

rekahan. Keberadaan struktur geologi pada

daerah penelitian diindikasikan oleh adanya ciri-

ciri berupa kekar, mata air dan gawir sesar

aspek fisik lainnya yaitu berupa kelurusan kontur

yang terlihat pada peta topografi, dan hasil

Page 10: teori lapangan

interpretasi peta topografi yang membuktikan

keberadaan struktur geologi tersebut.

Berdasarkan bentuk dan genesanya maka

struktur kekar yang dijumpai pada daerah

penelitian termasuk dalam kekar nonsistematik

yang dijumpai pada batuan basal (Foto 4.1),

yaitu yang kekar yang tidak teratur susunannya,

tidak memotong kekar yang lainnya dan

permukaannya selalu lengkung serta tidak

berpasangan dan kekar sistematik yang

dijumpai pada batuan basal (Foto. 4.2), yang

dijumpai dalam bentuk saling berpasangan,

membentuk suatu pola atau sistem kekar yang

sistematik atau teratur dengan kenampakan

yang relatif sejajar terhadap satu sama lain dan

pada beberapa tempat kenampakan kekar ini

membentuk suatu bidang segiempat.

Gambar. 4.1 Kekar non sistematik pada batuan basal pada stasiun 54 difoto kearah N 400E

Gambar. 4.2 Kekar sistematik pada batuan basal pada stasiun 54 difoto kearah N 540E

Hasil pengukuran kekar pada batuan basal

pada stasiun 54 yang dilakukan sebanyak 50

kali menunjukkan kekar yang tidak sistematis

dengan arah umum kekar barat laut – tenggara

(N 350oE – N 80oE) (tabel 4.2). Hasil analisis

data dengan menggunakan diagram roset atau

kipas diperoleh tegasan utama maksimum (σ1)

pada arah N 350oE atau N 10o W dan tegasan

utama minimum (σ3) berarah N80oE.

2. Struktur Sesar

Menurut Billing (1968), berdasarkan teori

kekandasan batuan, struktur geologi berupa

sesar akan terjadi apabila suatu bahan/batuan

dikenai suatu gaya yang melebihi batas

elastisitasnya sehingga akan mengalami

pergeseran. Oleh karena itu, dapat disimpulkan

bahwa sesar terbentuk akibat berlanjutnya gaya

yang membentuk struktur geologi sebelumnya.

Dengan demikian, sesar merupakan rekahan di

sepanjang daerah tempat terjadinya pergerakan

relatif satu blok terhadap blok batuan yang lain,

dengan gejala utama adalah adanya pergerakan

differensial pada arah yang sejajar dengan

bidang rekahan.

Sesar ( fault ) adalah suatu bidang rekahan

ataupun zona rekahan yang telah mengalami

pergeseran (Ragan,1973). Menurut Davis

(1984), sesar adalah rekahan menerus yang

mana terlihat berpindah tempat oleh

pergeseran, sedangkan menurut Mc Clay

(1987) sesar adalah bidang lurus tidak berlanjut

yang mana terjadi pergantian secara signifikan

disebabkan oleh adanya pergeseran. Adapun

sesar yang terdapat pada daerah penelitian

sesuai indikasinya, adalah :

a. Sesar Geser Tompokelara

Penamaan sesar pada daerah penelitian

berdasarkan atas sesar yang berkembang dan

Page 11: teori lapangan

daerah tempat sesar itu berkembang. Adapun

indikasi penciri sesar ini yang dapat dijumpai di

daerah penelitian antara lain :

Proses pensesaran pada daerah

penelitian menghasilkan breksi sesar

sebagai hasil proses penghancuran

batuan yang dilewati sesar tersebut.

Dijumpai pada stasiun adanya breksi

sesar pada daerah Tompokelara dan

daerah Pabaengbaeng (Foto 4.3).

Adanya kelokan sungai yang tajam dan

signifikan pada Sungai Mallong yang

merupakan zona sesar.

Dijumpai cermin sesar pada stasiun 57

(foto 4.4).

Adanya pelurusan topografi sepanjang

zona sesar, dimana bukit-bukit disekitar

zona sesar relatif memanjang searah

dengan pelamparan sesar yaitu Timur laut

– Barat Daya.

Keseluruhan dari ciri-ciri di atas

menunjukkan bahwa sesar yang berkembang

pada daerah penelitian ini adalah sesar geser

dan umumnya penciri sesar ditemukan di

daerah tompokelara. Berdasarkan data-data

tersebut di atas, yang dipadukan dengan hasil

analisis arah tegasan utama yang berarah Barat

laut – tengggara maka arah pergerakan Sesar

Geser Tompokelara yang bersifat mengiri

(sinistral), dimana blok yang berada di bagian

yang berada di bagian Barat Daya relatif

bergerak ke arah Timur Laut.

Gambar 4.3 Breksi sesar pada sekitar stasiun

44.

Mekanisme pembentukan struktur geologi

pada daerah penelitian didasarkan pada

pendekatan teori sistem Harding, 1973 (gambar

4.3). Berdasarkan hal tersebut maka dapat

diketahui bahwa mekanisme pembentukan

struktur geologi yang terdapat pada daerah

penelitian terjadi dalam dua periode. Periode

pertama terbentuk dimana aktivitas tektonik

yang berlangsung pada kala ini mengakibatkan

adanya suatu hasil gaya kompresi dengan arah

umum tegasan maksimumnya (σ1) relatif

berarah Barat Laut – Tenggara yang

menyebabkan batuan pada daerah penelitian

mengalami deformasi membentuk lipatan

homoklin. Proses gaya kompresi yang bekerja

secara terus menerus pada daerah penelitian

mengakibatkan batuan yang telah mengalami

perlipatan berada pada fase akhir tingkat

elastisitasnya, sehingga bagian pelengkungan

maksimum pada batuan penyusun daerah

penelitian mengalami peretakan atau kekar.

Pada tahapan selanjutnya, gaya tersebut terus

bekerja sehingga menyebabkan batas elastisitas

batuan yang berada pada daerah penelitian

terlampaui dan mengakibatkan batuan tersebut

mengalami fase deformasi plastis sehingga

batuan akan mengalami patahan dan

Page 12: teori lapangan

mengalami pergeseran dengan arah Barat laut –

Tenggara yang membentuk sesar geser

Tompokelara. Sesar ini terletak pada bagian

Utara – Selatan daerah penelitian.

Pembentukan sesar geser Tompokelara ini

diperkirakan terjadi setelah Kala Plistosen.

SEJARAH GEOLOGI

Sejarah geologi pada daerah penelitian

ini dimulai pada kala Plistosen dimana pada

daerah penelitian terjadi aktivitas vulkanisme

bersifat eksplosif yang menghasilkan material –

material vulkanik yang berukuran bongkah

sampai pasir. Kemudian terjadi proses

pengendapan material vulkanik di suatu

cekungan pada lingkungan darat yang

membentuk satuan breksi vulkanik. Kemudian

pada kala ini terjadi aktivitas vulkanisme yang

bersifat efusif yang menghasilkan lava yang

bersifat basaltik yang membentuk satuan basal

pada lingkungan darat. Kemudian pada kala

yang sama terjadi aktivitas vulkanik berupa

intrusi yang bersifat andesitik yang membentuk

satuan andesit.

Pada post plistosen terjadi aktivitas

tektonik yang menyebabkan gaya kompresi

yang berarah barat laut ke tenggara

menghasilkan lipatan dan kekar. Proses gaya

kompresi yang terus berkelanjutan dan

meningkat mengakibatkan terjadinya

pergeseran pada kekar – kekar batuan sehingga

membentuk suatu zona sesar geser

tompokelara yang bersifat Sinistral (mengiri).

Kemudian terjadi proses geologi muda yakni

berupa proses erosi, denudasi dan pelapukan,

menghasilkan alur-alur bentangalam yang

berlangsung sampai sekarang.

BAHAN GALIAN

Bahan galian pada daerah penelitian

tergolong kedalam bahan galian golongan

pertambangan batuan, yaitu :

1. Sirtu (Pasir dan Batu)

Sirtu merupakan singkatan dari pasir dan

batu( Sukandarrumidi, 1999 ). Sirtu berasal

dari endapan material sedimen sebagai hasil

dan rombakan berbagai macam batuan yang

kemudian terbawa oleh air sungai dan

terendapkan di sepanjang sungai pada daerah

ini. Sirtu pada daerah penelitian ini terdapat

banyak di Sungai Maridi dan sungai Karondang.

Sebagian besar material pada sirtu ini berasal

dari basal. Sirtu pada daerah ini berukuran dari

pasir hingga bongkah. Sirtu dapat dimanfaatkan

sebagai bahan bangunan dan sebagai bahan

pelapis jalan. Sirtu pada daerah ini mempunyai

dimensi yang cukup besar namun

aksesibilitasnya yang kurang memadai sehingga

kurang potensial untuk ditambang.

Foto 6.1 Bahan galian pasir dan batu (Sirtu) pada salo Balang Pannara difoto kearah N3000E

Bahan galian sirtu ini dijumpai pada

daerah sepanjang sungai Balang pannara,

bahan galian ini mempunya dimensi yang cukup

Page 13: teori lapangan

besar dan sudah dimanfaatkan oleh masyarakat

sekitar sebagai bahan baku konstruksi dan

infrastrukstur lainnya pada daerah tersebut.

PENUTUP

1. Kesimpulan

Setelah melakukan penelitian pada daerah

penelitian, maka bisa ditarik kesimpulan bahwa

kondisi geologi di daerah penelitian ini secara

umum yakni:

Berdasarkan aspek geomorfologi yaitu:

pendekatan relief, bentuk dan

morfometri (persentase kemiringan

lereng dan beda tinggi) maka

geomorfologi daerah penelitian dibagi

menjadi dua satuan morfologi, yaitu

Satuan Morfologi Berbukit

Bergelombang/ Miring dan Satuan

Morfologi Berbukit Cukup Curam. Pada

daerah penelitian bentuk penampang

sungai yang dijumpai yaitu sungai

dengan penampang berbentuk huruf

‘’U’’ dan “V”, tipe genetik sungai yang

berkembang di daerah penelitian

berupa tipe insekuen dan subsekuen

dengan pola aliran paralel, dengan jenis

sungai yaitu sungai periodik dan sungai

episodik. Dari hasil analisa berbagai

aspek Geomorfologi tersebut

disimpulkan bahwa stadia daerah

penelitian termasuk dalam stadia muda

menjelang dewasa.

Berdasarkan lithostratigrafi tidak resmi

batuan yang menyusun daerah

penelitian berdasarkan ciri litologi,

dominasi dan keseragaman komposisi

mineral, serta dapat dipetakan dalam

skala 1 : 25.000, maka daerah

penelitian disusun oleh tiga satuan

batuan yaitu satuan Breksi Vulkanik,

satuan basal dan satuan intrusi andesit.

Berdasarkan struktur geologi yang

berkembang di daerah penelitian yakni

lipatan homoklin, keterdapatan kekar

sistematik dan kekar nonsistematik ,dan

breksi sesar di bagian barat daerah

penelitian sehingga dapat disimpulkan

bahwa sesar yang bekerja adalah sesar

geser Tompokelara yang bergerak

secara sinistral dengan tegasan utama

berarah N350 E.

Sejarah geologi daerah penelitian

berlangsung pada Kala Plistosen.

Bahan galian yang terdapat pada

daerah penelitian adalah bahan galian

sirtu (Pasir dan Batu).

DAFTAR PUSTAKA

Asikin, S., 1979. Dasar – Dasar Geologi Struktur. Departemen Teknik Geologi, Institut Teknologi Bandung, Indonesia.

Billings, M. P., 1968, Structural Geology, Second edition, Prentice of India Private Limited, New Delhi.

Boggs, Jr., Sam, 1991. Petrology of Sedimentary Rocks. Cambridge University Press, Cambridge.

Sukamto, R. and S. Supriatna, 1982. Geologi lembar Ujungpandang, Benteng dan Sinjai, Sulawesi (The Geology of the Ujungpandang, Benteng and Sinjai Quadrangles, Sulawesi), Geol. Res. and Dev. Centre, Bandung.

Page 14: teori lapangan

Geodetic, Edisi I – 1991, Peta Rupa Bumi Indonesia Lembar Bantaeng (2010-34) Skala 1 : 50.000, Bakosurtanal, Bogor.

Ikatan Ahli Geologi Indonesia. 1996. Sandi Stratigrafi Indonesia. Bidang Geologi dan Sumber Daya Mineral. Jakarta. Indonesia.

Kaharuddin MS., 1988, Field Geology, Universitas Hasanuddin, Makassar, Indonesia.

Pemerintah Republik Indonesia. 2009. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.

Pettijohn, F.J., 1956. Sedimentary Rocks , Second Edition. Springer – Verlag New York Inc., USA.

Sukamto, Rab., 1975, Perkembangan Tektonik Sulawesi dan Sekitarnya yang Merupakan Sintesis yang Berdasarkan Tektonik Lempeng, Penelitian dan Pengembangan Geologi Direktorat Pertambangan Umum Departemen Pertambangan Dan Energi, Bandung, Indonesia.

Travis, R.B., 1955, Classification of Rock Volume 50, Colorado School of Mines.

Thornbury, W. D., 1954, Principles of Geomorphology, Second edition, John Willey & Sons, Inc, New York, USA.

Van Zuidam, R.A., 1985, Aerial Photo – Interpretation in Terrain Analysis and Geomorphologic Mapping, Smith Publisher – The Hague, Enschede, Netherland.