“Teknologi dan Media - · PDF filephotographs, graphics in a book, ... critical to...

20
MEDIA PEMBELAJARAN “Teknologi dan Media dalam Upaya Fasilitasi Pembelajaran PAI” Disusun oleh: Baiturrahman (201410010311007) Faris al-Ayubi (201410010311044) Badrut Tamam (201410010311040) Resty Hudaidah (201410010311002) Oky Ayu Agustin (201410010311024) Nur Hasana Minanisa (201410010311008) JURUSAN TARBIYAH FAKULTAS AGAMA ISLAM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG 2017

Transcript of “Teknologi dan Media - · PDF filephotographs, graphics in a book, ... critical to...

MEDIA PEMBELAJARAN

“Teknologi dan Media

dalam Upaya Fasilitasi Pembelajaran PAI”

Disusun oleh:

Baiturrahman (201410010311007)

Faris al-Ayubi (201410010311044)

Badrut Tamam (201410010311040)

Resty Hudaidah (201410010311002)

Oky Ayu Agustin (201410010311024)

Nur Hasana Minanisa (201410010311008)

JURUSAN TARBIYAH

FAKULTAS AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2017

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Belajar merupakan suatu proses yang kompleks yang terjadi pada semua orang

dan berlangsung seumur hidup. Salah satu tanda orang tersebut telah belajar ialah dengan

adanya perubahan tingkah laku dalam dirinya. Dalam proses belajar tersebut akan terjadi

interaksi antara guru dengan peserta didik. Guru memang bukan satu-satunya sumber

belajar, walaupun tugas, peranan dan fungsinya dalam proses belajar mengajar sangat

penting. Istilah proses belajar mengajar hendaklah diartikan bahwa proses belajar dalam

diri siswa terjadi, baik karena ada yang secara langsung mengajar ataupun tidak

langsung. Belajar tidak langsung artinya, siswa secara aktif berinteraksi dengan media

atau sumber belajar yang lain.

Media merupakan bentuk-bentuk komunikasi baik tercetak maupun audiovisual

serta peralatannya. Media hendaknya dapat dimanipulasi, dilihat, didengar dan dibaca.

Media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari

pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat

serta perhatian siswa sedemikian rupa, sehingga proses belajar terjadi dan sesuai dengan

tujuan pendidikan yang diharapkan.

Namun semakin berkembangkan zaman, bahan-bahan yang diperlukan dalam

penyelenggaraan dan pengembangan pendidikan sangatlah langka. Terutama bagi

lembaga-lembaga pendidikan yang terdapat ditempat-tempat terpencil, seperti di

kampung ataupun desa. Lembaga-lembaga tersebut hanya terfokus pada kreatifitas guru

dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu, pada makalah ini akan menjelaskan bebrapa

keterkaitan antara media yang sebaiknya akan digunakan sesuai dengan karakteristik

peserta didik.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana perbedaan antara teknologi dan media?

2. Bagaimana enam katagori dasar media?

3. Bagaimana kontinum abstrak konkret?

4. Bagaimana perkembangan definisi belajar?

5. Bagaimana 4 domain belajar?

6. Bagaimana 4 perspektif psikologi belajar?

C. Tujuan

1. Mengetahui perbedaan antara teknologi dan media.

2. Mengetahui enam katagori dasar media.

3. Mengetahui kontinum abstrak konkret.

4. Mengetahui perkembangan definisi belajar.

5. Mengetahui 4 domain belajar.

6. Mengetahui 4 perspektif psikologi belajar.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Perbedaan antara Teknologi dan Media

Secara epistemologis, teknologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu techne dan

logos.Techne secara harfiah dapat diartikan sebagai cara, pengetahuan, keahlian,

ketrampilan. Dan logos sendiri adalah ilmu. Jadi secara harfiah teknologi dapat diartikan

sebagai ilmu untuk menggunakan keahlian. Dan kemudian jika teknologi yang biasanya

identik dengan bagian-bagian natural scientis, digunakan sebagai bagian dalam

pendidikan yang bertujuan menghidupkan kreatifitas anak didik dan pengajarnya,

teknologi pendidikan adalah sebuah cara untuk meraih tujuan pendidikan dengan

menggunakan media-media teknologi yang dihasilkan manusia untuk membantu

menumbuhkembangkan kreatifitas berfikir siswa dalam sebuah sistem pendidikan.

Ada beberapa pendapat yang agak berbeda satu sama lain tentang teknologi

pendidikan. Pertama, teknologi pendidikan diartikan sebagai sekedar hardware yang

dapat menunjang kegiatan dalam sistem pembelajaran. Hardware sendiri adalah

komponen-komponen media teknologi yang dapat digunakan sebagai sarana yang

menunjang kemajuan sebuah sistem pengajaran. Media-media tersebut, dapat berupa

televisi, radio, internet, komputer, dan bermacam media lainnya

Kedua, teknologi diartikan sebagai keseluruhan komponen yang ada dalam

sebuah sistem pendidikan, baik peralatan-peralatan media teknologi maupun tehnik-

tehnik pengembangan yang selalu progres menuju sebuah proses pelajaran yang dinamis

sesuai dengan tujuan pendidikan yang hendak dicapai. Sesuai dengan apa yang

dinyatakan Prof. Dr. Nasution, teknologi pendidikan adalah perpaduan software dan

hardware sistem pendidikan, dengan melihat bahwa mengajar dan belajar adalah

masalah yang harus dapat diselesaikan dan dihadapi secara rasional dan alamiah.1

Sedangkan untuk media pendidikan kata “media” berasal dari kata latin,

merupakan bentuk jamak dari kata “medium”.2 Secara harfiah kata tersebut mempunyai

arti perantara atau pengantar. Media adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim

1Nasution. (2005). Teknologi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Hal. 1-2 2http://kurtek.upi.edu/media/diakses 09 april 2017

ke penerima pesan.3 Akan tetapi sekarang kata tersebut digunakan, baik untuk bentuk

jamak maupun mufrad. Kemudian telah banyak pakar dan juga organisasi yang

memberikan batasan mengenai pengertian media

Schramm (1977) mengemukakan bahwa media pembelajaran adalah teknologi

pembawa pesan yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan pembelajaran.Sedangkan

Education Association (NEA) mendefinisikan sebagai benda yang dapat di

manipulasikan, dilihat, didengar, dibaca, atau dibicarakan beserta instrumen yang

dipergunakan dengan baik dalam kegiatan belajar mengajar, dapat mempengaruhi

efektifitas program instruktional.4Segala bentuk dan saluran yang dipergunakan untuk

proses penyaluran pesan.

B. Enam Kategori Dasar Media

Menurut Smaldino5 membagi media menjadi enam kategori dasar, antara lain

sebagai berikut: 1) Text, the most commonly used medium, is composed of alphanumeric

characters that may be displayed in any format book, poster, whiteboard, computer

screen, and so on. 2) Audio, another medium commonly used in learning, includes

anything you can hear a person’s voice, music, mechanical sounds (running car engine),

noise, and so on. It may be live or recorded. 3) Visuals are also regularly used to promote

learning and include diagrams on a computer screen, drawings on a whiteboard,

photographs, graphics in a book, cartoons, and so on. 4) Video is a visual as well as

audio medium that shows motion and can be stored on DVDs, streamed from the Internet,

be in the form of computer animation, and so on. 5) Although often not considered media,

real objects and models are three-dimensional manipulatives that can be touched and

handled by students. 6) He sixth and final category of media is people. In fact, people are

critical to learning. Students learn from teachers, other students, and adults.

Dapat diartikan sebagai berikut:

1. Teks, adalah media yang paling umum digunakan yang terdiri dari karakter

alfanumerik yang dapat ditampilkan dalam format buku, poster, papan tulis, layar

komputer, dan sebagainya.

2. Audio, adalah media lain yang biasa digunakan dalam pembelajaran, termasuk yang

dapat mendengar suara seseorang, musik, suara mekanik (menjalankan mesin mobil),

kebisingan, dan sebagainya yang dapat direkam.

3. Visual, adalah media yang digunakan untuk mempromosikan pembelajaran dan

termasuk diagram di layar komputer, gambar di papan tulis, foto, gambar dalam

sebuah buku, kartun, dan sebagainya.

3Sadiman, Arief S dkk. (2003). Media Pendidikan Pengertian, Pengembangan dan Pemanfaatannya. Raja Grafindo Persada: Jakarta. Hal. 77 4Op. Cit. Asnawir. Hal. 11 5 Smaldino, E.S., Lowther, L.D., and Russell, D.J. (2012). Instructional Technology and Media for Learning 10th. Pearson Education. Hal. 4

4. Video adalah media visual serta audio yang menunjukkan gerak dan dapat disimpan

pada DVD, streaming dari internet, dalam bentuk animasi komputer, dan sebagainya.

5. Media yang sering tidak dianggap, benda nyata dan model manipulatif tiga

dimensi yang dapat disentuh dan ditangani oleh siswa.

6. Kategori keenam dan terakhir dari media adalah orang. Orang- orang sangat penting

belajar. Siswa belajar dari guru, siswa lain, dan orang dewasa.

Menurut Sanjaya6 media pembelajaran dapat diklasifikasikan menjadi beberapa

klasifikasi tergantung dari sudut mana melihatnya:

Dilihat dari sifatnya, media dapat dibagi ke dalam media auditif, media visual,

dan media audio visual.

1. Media auditif, yaitu media yang hanya dapat didengar saja, atau media yang hanya

memiliki unsur suara, seperti radio, tape recorder, kaset, piringan hitam dan

rekaman suara.

2. Media visual, yaitu media yang hanya dapat dilihat saja, tidak mengandung unsur

suara. Beberapa hal yang termasuk kedalam media ini adalah film slide, foto,

transparansi, lukisan, gambar dan berbagai bentuk bahan yang dicetak seperti

media grafis dan lain sebagainya.

3. Media audio visual, yaitu jenis media yang selain mengandung unsur suara juga

mengandung unsur gambar yang dapat dilihat, misalnya rekaman video, berbagai

ukuran film, slide suara dan lain sebagainya.

Dilihat dari kemampuan jangkauannya, media dapat pula dibagi:

1. Media yang memiliki daya liput yang luas dan serentak seperti radio dan

televisi.

2. Media yang mempunyai daya liput yang terbatas oleh ruang dan waktu seperti

film slide, film, video dan lain sebagainya.

Dilihat dari cara atau teknik pemakaiannya, media dapat dibagi ke dalam:

1. Media yang diproyeksikan seperti film slide, film-film proyektor untuk

memproyeksikan film slide proyektor untuk memproyeksikan film slide,

Overhead Projector (OHP) untuk memproyeksikan transparansi, LCD untuk

memproyeksikan komputer.

2. Media yang tidak diproyeksikan seperti gambar, foto, lukisan, radio dan lain

sebagainya dan berbagai bentuk media grafis lainnya.

6 Sanjaya, W. Media Komunikasi Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012, hal 118-121.

Media juga dapat dikelompokkan berdasarkan bentuk dan cara penyajiannya:

1. Kelompok satu: media grafis, bahan cetak dan gambar diam.

• Media grafis adalah media yang menyampaikan fakta, ide, gagasan

melalui penyajian kata-kata, kalimat, angka, simbol, yang termasuk

media grafis adalah: grafik, diagram.

• Media bahan cetak adalah media visual yang pembuatannya melalui

proses pencetakan, printing atau offset. Media tersebut antara lain:

buku teks, modul, bahan pengajaran terprogram.

• Gambar diam adalah media visual yang berupa gambar yang

dihasilkan melalui proses fotografi yang termasuk dalam media ini

adalah foto.

2. Kelompok kedua: kelompok media proyeksi diam yakni media visual yang

diproyeksikan atau media yang memproyeksikan pesan, dimana hasil

proyeksi tidak bergerak atau memiliki sedikit unsur gerakan. Jenis media ini

antara lain:

• OHP/OHT adalah media visual yang diproyeksikan melalui alat

proyeksi yang disebut OHP (Overhead Projector) dan OHT biasanya

terbuat dari plastik transparan.

• Opaque Projector, adalah media yang digunakan untuk

memproyeksikan benda-benda tidak tembus pandang, seperti buku dan

foto.

• Media slide atau film bingkai adalah media visual yang

diproyeksikan melalui alat yang dinamakan projector slide.

• Media film stripe, atau film rangkai atau film gelang adalah media

visual proyeksi diam yang pada dasarnya hampir sama dengan media

slide.

3. Kelompok ketiga: media audio adalah media yang penyampaian pesan hanya

melalui pendengaran. Jenis pesan yang disampaikan berupa kata-kata,

soundeffect.

4. Kelompok keempat: media audio visual diam, adalah media yang

penyampaian pesannya diterima oleh pendengaran dan penglihatan, namun

gambar yang dihasilkan adalah gambar diam atau memiliki sedikit gerakan.

5. Kelompok kelima: film (motion picture), yaitu serangkaian gambar diam yang

meluncur secara cepat dan diproyeksikan sehingga memberi kesan hidup dan

bergerak.

6. Kelompok keenam: media televisi adalah media yang menyampaikan

pesan audiovisual dan gerak.

7. Kelompok ketujuh adalah multimedia, merupakan suatu sistem penyampaian

dengan menggunakan berbagai jenis bahan belajar yang membentuk suatu unit

atau paket. Misalnya modul yang terdiri atas bahan cetak, bahan audio dan

bahan audiovisual.

Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa kategori dasar media

dapat dibagi menjadi enam, yaitu; teks, audio, Visual, video, media yang tidak dianggap

benda nyata, dan model manipulatif tiga dimensi dan ditangani oleh siswa, dan media

orang atau manusia.

Namun berdasarkan pengelihatannya akan timbul beberapa persepsi; Dilihat dari

sifatnya, media dapat dibagi ke dalam media auditif, media visual, dan media audio

visual. Dilihat dari kemampuan jangkauannya, media dapat pula dibagi dua; Media yang

memiliki daya liput yang luas dan serentak seperti radio dan televisi, Media yang

mempunyai daya liput yang terbatas oleh ruang dan waktu seperti film slide, film, video

dan lain sebagainya. Dilihat dari cara atau teknik pemakaiannya, media dapat dibagi ke

dalam: Media yang diproyeksikan dan Media yang tidak diproyeksikan. Media juga

dapat dikelompokkan berdasarkan bentuk dan cara penyajiannya; Kelompok satu: media

grafis, bahan cetak dan gambar diam, Kelompok kedua: kelompok media proyeksi diam

yakni media visual yang diproyeksikan atau media yang memproyeksikan pesan, dimana

hasil proyeksi tidak bergerak atau memiliki sedikit unsur gerakan, Kelompok ketiga:

media audio adalah media yang penyampaian pesan hanya melalui pendengaran. Jenis

pesan yang disampaikan berupa kata-kata, sound effect, Kelompok keempat: media audio

visual diam, Kelompok kelima: film (motion picture), Kelompok keenam: media televisi,

Kelompok ketujuh adalah multimedia.

C. Kontinum Abstrak Konkret

Sejak awal tahun delapanpuluhan, dikembangkan pendekatan kontinum

(continuum learning approach) atau pendekatan berdaur dan berkelanjutan dalam

pembelajaran (Knowles, 1980; cross, 1982). Pendekatan kontinum didasarkan atas

beberapa asumsi yang menyatakan bahwa semakin dewasa peserta didik maka:

a. Konsep dirinya semakin berubah dari ketergantungan kepada pendidik menuju sikap

dan perilaku mengarahkan diri dan saling belajar

b. Makin berakumulasi pengalaman belajarnya yang dapat dijadikan sumber belajar dan

orientasi belajar peserta didik berubah dari penguasaan terhadap materi ke

kemampuan pemecahan masalah

c. Kesiapan belajarnya yaitu untuk menguasai kemampuan dalam menyatakan tugas-

tugas kehidupan nyata

d. Makin membutuhan keterlibatan diri dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi

pembelajaran.7

Jika dilihat dari perkembangannya, pada mulanya media hanya sebagai alat bantu

untuk mengajar guru. Alat bantu tersebut berupa alat bantu visual, seperti gambar, model,

objek dan alat-alat yang dapat memberikan pengalaman konkret. Dengan masuknya

pengaruh teknologi berupa audio sekitar pertengahan abad ke-20, alat visual digunakan

untuk mengkonkretkan ajaran yang dilengkapi dengan alat audio, sehingga dikenal

dengan alat audio visual atau audio visual aids (AVA). Bermacam peralatan dapat

digunakan oleh guru untuk menyampaikan pesan ajaran kepada siswa melalui

pengelihatan dan pendengaran untuk menghindari verbalisme. Dalam usaha

memanfaatkan media sebagai alat bantu, Edgar Dale mengklasifikasikan pengalaman

tingkat yang paling konkret ke yang paling abstrak. Klasifikasi tersebut dikenal dengan

nama krucut pengalaman (cone of experiance).

7 Tim Pengemabang Ilmu Pendidikan FIP-UPI, (2007). Ilmu dan Aplikasi Pendidikan. Bandung: Imperial Bhakti Utama. Hal.2

Pada akhir tahun 1950 teori kumunikasi mulai mempengaruhi alat bantu visual,

sehingga berfungsi sebagai penyalur pesan atau informasi belajar. Sejak saat itu, alat

audio visual tidak hanya dipandang sebagai alat bantu guru, namun juga sebagai alat

penyalur pesan atau media. Akan tetapi sampai saat ini pengaruhnya masih terbatas pada

pemilihan media saja. Faktor siswa yang menjadi komponen utama dalam proses belajar

belum mendapat perhatian.

Pada tahun 1960-1965 siswa mulai diperhatikan sebagai komponen yang penting

dalam proses belajar mengajar. Mulai saat itu teori tingkah laku (behaviorism theory)

dari B. F Skinner mulai mempengaruhi penggunaan media dalam pembelajaran. Menurut

teori ini, mendidik adalah mengubah tingkah laku siswa. Tingkah laku tersebut menjadi

kebiasaan, setiap ada perubahan tingkah laku positif ke arah tujuan yang dikehendaki,

harus diberi penguatan, berupa pemberitahuan bahwa tingkah laku tersebut telah betul.

Teori ini telah mendorong diciptakannya media yang dapat mengubah tingkah laku siswa

sebagai hasil proses pembelajaran. Media instruksional yang dihasilkan dari teori ini

ialah teaching machine dan programmed instruction.

Pada tahun 1965-1970, pendekatan sistem mulai menampakan pengaruhnya

dalam pendidikan dan pembelajaran. Pendekatan sistem ini mendorong digunakannya

media sebagai bagian integral dalam program pembelajaran.program pembelajaran harus

direncanakan secara sistematis yang memusatkan perhatian siswa. Program tersebut

direncanakan berdasarkan kebuthan dan karakteristik siswa serta diarahkan berdasarkan

kebutuhan dan kerakteristik siswa serta diarahkan pada perubahan tungkah laku siswa

verbal

simbol visual

visual

radio

film

tv

wisata

demonstrasi

partisipasi

observasi

pengalaman langsung

Abstrak

Konkret

sesuai dengan tujuan yang akan dicapai. Dalam perencanaan ini, media yang akan

digunakan dan cara penggunaannya sudah dipertimbangkan dan telah ditentukan dengan

seksama.

Untuk mencapai tujuan pembelajaran, guru-guru mulai merumuskan tujuan

pembelajaran berdasarkan tingkah laku dan mulai memakai format media. Dari

pengalaman tersebut, guru mulai belajar bahwa cara belajar siswa itu berbeda-beda,

sebagian lebih cepat melalui media visual, sebagian melalui media audio, sebagian

melalui media cetak dan sebagian yang lain media audio visual. Maka lahirlah konsep

penggunaan multi media dalam pembelajaran.8

D. Perkembangan Definisi Belajar

Cronbach berpendapat bahwa “Learning is shown by change in behavior as a

result of experience”. Belajar sebagai suatu aktivitas yang di tunjukkan oleh perubahan

tingkah laku sebagai hasil pengalaman”.9

Mc. Gooch mengatakan “Learning is a change in performance as a result of

practice,Belajar adalah perubahan pada perbuatan sebagai akibat dari latihan” .10

Menurut surya, belajar dapat di definisikan sebagai “Suatu proses yang dilakukan

oleh individu untuk memperoleh perubahan tingkah laku baru secara keseluruhan,

sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam berinteraksi dengan

lingkngannya”.

Belajar merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi dan berperan penting

dalam pembentukan pribadi dan perilaku individu. Sebagian besar perkembangan

individu ,berlangsung melalui kegiatan belajar. Belajar juga merupakan suatu aktivitas

yang dapat di lakukan secara psikologis maupun secara fisiologis. Aktivitas yang bersifat

psikologis yaitu aktivitas yang merupakan proses mental, misalnya aktivitas berpikir,

memahami, menyimpulkan, menyimak, menelaah, membandingkan, membedakan,

mengungkap, menganalisis dan sebagainya. Sedangkan aktivitas yang bersifat fisiologis

yaitu yang merupakan proses penerapan atau praktek, misalnya melakukan eksperimen

atau cobaan, latihan, kegiatan praktik, membuat karya, apresiasi dan sebagainya.11

8 Sadiman, Arief S dkk. (2010). Media Pendidikan; Pengertian, Pengembangan dan Pemanfaatannya. Jakarta: Rajagrafindo Persada. Hal. 7-11 9Rusman. (2013). Pembelajaran Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi. Jakarta: Rajawali Pers. Hal. 8 10Dalyono, M. (2010). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta. Hal. 61 11Rusman. (2013). Pembelajaran Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Hal. 7

Perubahan yang terjadi pada seseorang banyak sekali baik sifat maupun jenisnya

karena itu sudah tentu tidak setiap perubahan dalam diri seseorang merupakan perubahan

dalam arti belajar.12

Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat

fundamental dalam setiap penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan. Hal ini

berarti menunjukkan bahwa berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan pendidikan

itu amat tergantung pada proses belajar yang dialami peserta didik, baik ketika ia

berada di sekolah maupun di lingkungan rumah atau keluarganya. Oleh karena itu

pemahaman yang benar mengenai arti belajar dengan segala aspek, bentuk, dan

manifestasinya mutlak diperlukan oleh para pendidik khususnya para guru.

Kekeliruan atau ketidaklengkapan persepsi mereka terhadap proses belajar dan hal -

hal yang berkaitan dengannya dapat mengakibatkan kurang bermutunya hasil

pembelajaran yang dicapai peserta didik.13

Burton mengartikan bahwa belajar sebagai panduan perubahan tingkah laku pada

diri individu berkat adanya interaksi antara individu dengan individu dan individu

dengan lingkungannya sehingga mereka dapat berinteraksi dengan lingkungannya.

Adapun makna belajar yang terkandung dalam pendapat Burton adalah “interaksi”.

Interaksi ini memiliki makna sebagai sebuah proses. Seseorang yang sedang melakukan

kegiatan secara sadar untuk mencapai tujuan perubahan tertentu, maka orang tersebut

dikatakan sedang belajar. kegiatan atau aktivita tersebut disebut belajar. intinya bahwa

belajar adalah proses.14

Dari definisi-definisi yang dikemukakan di atas, dapat dikemukakan adanya

beberapa elemen penting yang merincikan pengertian tentang belajar, yaitu bahwa :

1. Belajar merupakan suatu perubahan tingkah laku, di mana perubahan itu dapat

mengarah kepada tingkah laku yang lebih baik, tetapi juga ada kemungkinan

mengarah kepada tingkah laku yang lebih buruk.

2. Belajar merupkan suatu perubahan yang terjadi melalui latihan atau pengalaman,

dalam arti perubahan-perubahan yang disebabkan oleh pertumbuhan atau kematangan

tidak dianggap sebagai hasil belajar; seperti perubahan-perubahan yang terjadi pada

diri seorang bayi

12Daryanto. (2010). Belajar dan Mengajar. Jakarta: Yrama Widya. Hal. 53 13Djamarah,S, B. (2011). Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta. Hal. 49 14Rusman. (2013). Pembelajaran Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi. Jakarta:Rajawali Pers. Hal. 9

3. Untuk dapat disebut belajar, maka perubahan itu harus relatif mantap; harus

merupakan akhir daripada suatu periode waktu yang cukup panjang. Berapa lama

periode waktu itu berlangsung sulit ditentukan dengan pasti, tetapi perubahan itu

hendaknya merupakan akhir dari suatu periode yang mungkin berlangsung berhari-

hari, berbulan-bulan ataupun bertahun-tahun. Ini berarti kita harus

mengenyampingkan perubahan-perubahan tingkah laku yang disebabkan oleh

motivasi, kelelahan, adaptasi, ketajaman perhatian, atau kepekaan seseorang, yang

biasanya hanya berlangsung sementara.

4. Tingkah laku yang mengalami perubahan karena belajar menyangkut berbagai aspek

kepribadian, baik fisik maupun psikis, seperti perubahan dalam pengertian,

pemecahan suatu masalah/ berfikir, keterampilan, kecakapan, kebiasaan, ataupun

sikap.

E. 4 domain Belajar

Kegiatan dalam pembelajaran seharusnya dapat melihat tingkah laku peserta

didik. Dalam proses pembelajaran dan penilaian hasil belajar, ada tiga ranah yang

dikemukakan oleh Bloom dan Krathwohl dan lebih dikenal dengan sebutan Taksonomi

Bloom, yaitu ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotorik.15

a. Ranah Kognitif (Cognitive Domain)

Ranah kognitif yaitu kemampuan menyatakan kembali konsep atau prinsip-

prinsip yang telah dipelajari dan kemampuan pengembangan keterampilan intelektual.16

Ranah kognitif adalah ranah pembahasan yang berhubungan dengan pemahaman dan

pengetahuan. Penilaian aspek kognitif dimaksudkan untuk mengukur pencapaian

indikator hasil belajar dari segi intelektualitas, yaitu kemampuan menggali dan mengolah

informasi atau pengetahuan.17

Penilaian pada ranah kognitif ini selalu diakhiri dengan serangkaian penilaian,

baik dilaksanakan dengan waktu tersendiri maupun termasuk dengan kegiatan belajar

mengajar. Sebagaian besar yang menjadi tolok ukur adalah kecerdasan secara umum.18

b. Ranah Afektif (Affective Domain)

15 Suharsimi Arikunto. (2012). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan Edisi II. Jakarta: Bumi Aksara. Hal. 130 16 Elis Mediawati, Pembelajaran Akuntansi Keungan Melalui Media Komik Untuk Meningkatkan Prestasi Mahasiswa, Jurnal Penelitian Pendidikan, Vol.12 No.1 17 Heribertus Joko Warnoto. (2009). Pendidikan Religiositas-Gagasan, Isi, dan Pelaksanaannya. Yogyakarta: Kanisius. Hal. 67-68 18Endang Sri Astuti dkk. (2005). Bahan Dasar untuk Pelayanan Konseling pada Satuan Pendidikan MenengahJilid 1. (Jakarta: Grasino. Hal. 38-39

Ranah afektif adalah ranah pembahasan dan penilaian yang berhubungan dengan

emosi. Penilaian aspek afektif dimaksudkan untuk mengevaluasi peserta didik dari segi

afeksi dalam proses pembelajaran. Aspek afektif memuat kehendak (konasi) dan

dorongan (motivasi) yang menjadi unsur pembentukan sikap hidup.19

Penilaian pada ranah afektif ini diutamakan pada proses pembelajaran yang

berlangsung, baik dilakukan pada ranah kognitif maupun pada ranah psikomotor yang

dilakukan oleh guru dalam bentuk pengamatan sikap.20

c. Ranah Psikomotorik (Pyychomotor Domain)

Ranah psikomotor adalah ranah pembahasan dan penilaian yang berhubungan

dengan keterampilan atau aktifitas fisik. Pendidik memberikan tugas atau model

rekayasa pembelajaran yang dapat dikerjakan baik secara individu maupun kelompok,

dengan usaha ini peserta didik akan melakukan pembelajaran praktek yang sangat

mengasah kemampuan dalam memahami aspek materi pelajaran.21

Penilaian pada ranah psikomotor berdasarkan pengamatan terhadap performance

atau unjuk kerja.22 Harrow melengkapkan taksnomi psikomotor Bloom dengan

mencadangkan enam tahap yaitu perlakuan refleks, pergerakan asas, keupayaan persepsi

yaitu imbangan, keupayaan fisikal, kemahiran pergerakan dan komunikasi tidak

merawang yaitu mimik dan persepsi.23

d. Domain Sosial (Social Domain)

Bloom menambahkan satu domain lagi, yaitu domain social. Domain sosial

diperkenalkan untuk menonjolkan proses sosial budaya yang menyertai pikiran,

perasaan, dan penginderaan atau gerakan. Piaget, Fygotsky, Bruenr, Dewey, Gardner dan

dan ilmuan terkenal lainnya memberi perhatian secara langsung terhadap domain sosial,

karena domain sosial merupakan hal dasar dalam kegiatan belajar mengajar. De Vries

(1997) menyatakan, bahwa Piaget mempercayai faktor sosial setara dengan faktor

kognitif dalam perkembangan anak. Teori sosial milik Peaget berfokus pada peran dari

interaksi sosial dalam perkembangan dan fungsi dari interaksi sosial untuk mendukung

kognitif, afektif dan perkembangan moral.

19 Heribertus Joko Warnoto. (2009). Pendidikan Religiositas-Gagasan, Isi, dan Pelaksanaannya. Yogyakarta: Kanisius. Hal. 74 20Endang Sri Astuti dkk. (2005). Bahan Dasar untuk Pelayanan Konseling pada Satuan Pendidikan Menengah Jilid 1. Jakarta: Grasino. Hal. 38-39 21 Heribertus Joko Warnoto. (2009). Pendidikan Religiositas-Gagasan, Isi, dan Pelaksanaannya. Yogyakarta: Kanisius. Hal. 78 22 Endang Sri Astuti dkk. (2005). Bahan Dasar untuk Pelayanan Konseling pada Satuan Pendidikan Menengah Jilid 1. Jakarta: Grasino. Hal. 38-39 23 Suharsimi Arikunto. (2012). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan Edisi II. Jakarta: Bumi Aksara. Hal. 136-138

Contoh dari domain sosial di sekolah seperti, saling bekerja sama, membangun

persahabatan, saling menghargai hak orang lain, meningkatkan pembelajaran etiket dan

tata krama, memimpin dan mampu menerima pendapat orang lain demi kebaikan

bersama, merubah keingin individu untuk memfasilitasi kesuksesan suatu grup, dan

saling membantu.24

F. 4 Perspektif Psikologi Belajar

Perspektif psikologi dalam memahami perkembangan terbagi atas 4 bagian yaitu:

1. Perspektif kognitif

Psikologi kognitif adalah ilmu mengenai pemrosesan informasi. Bagaimana cara

kita memperoleh informasi mengenai dunia dan bagaimana memprosesnya., bagaimana

informasi itu disimpan dan diproses oleh otak,bagaimana informasi itu disampaikan

dengan struktur penyusunan bahasa, dan proses-proses tersebut ditampilkan dengan

sebuah prilaku yang dapat diamati dan juga yang tidak dapat diamati.

Perkembangan kognitif sesuai dengan bertambahnya usia individu, Menurut

Piaget, proses belajar harus disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif yang

dilalui siswa, yang dalam hal ini Piaget membaginya menjadi empat tahap, yaitu: tahap

sensori-motor (ketika anak berumur 1,5 sampai 2 tahun), tahap pra-operasional (2-7

tahun), tahap operasional konkret (7-14 tahun), tahap operasional formal (14 tahun

lebih).25

Menurut Jean Piaget salah seorang penganut aliran kognitif yang kuat, bahwa

proses belajar sebenarnya terdiri dari tiga tahapan, yakni: 1) asimilasi, 2) akomodasi,

dan 3) equilibrasi (penyeimbangan).Proses asimilasi adalah proses penyatuan

(pengintegrasian) informasi baru ke struktur kognitif yang sudah ada dalam bentuk

siswa. Akomodasi adalah penyesuaian struktur kognitif ke dalam benak siswa.

Akomodasi adalah penyesuaian struktur kognitif ke dalam situasi yang baru. Sedangkan

equilibrasi adalah penyesuaian berkesinambungan antara asimilasi dan akomodasi.

Tanpa adanya proses asimilasi, akomodasi dan equilibrasi ini, perkembangan kognitif

seseorang akan tersendat dan berjalan tak teratur.26

24 Peggy Dettmer, “New Blooms in Established Fields: Four Domains of Learning and Doing” (UAS: Roeper Institute, 2006), pg. 70, vol. 28 25B. Uno, Hamzah. (2008). Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran. Jakarta: Sinar Grafika offset. Hal. 11 26Ibid., Hal. 10

2. Perspektif behaviorisme

Perspektif behaviorisme dikemukakan oleh John Broades Watson: perspektif

behaviourisme adalah paham yang sangat percaya bahwa segala tingkah laku manusia

adalah hasil dari pembelajaran. Manusia dilahirkan dengan sejumlah reflex yang terbatas.

Sedangkan belajar adalah hasil dari pengkondisian reflek-reflek tersebut. (Rahmasari,

2014)

Seseorang dikatakan belajar jika terjadi perubahan tingkah laku.Kedua teori ini

dalam memandang manusia hanya pada sisi jasmaniah saja, sehingga mengabaikan

aspek-aspek mental rohaniah seperti kecerdasan, bakat, minat dan perasaan individu

dalam belajar.

Perkembangan berdasarkan perspektif behaviourisme:

a. Hasil belajar terlihat dari perubahan tingkah laku

b. Perubahan dapat diamati atau di ukur

c. Perkembangan terjadi (sebagian besar) karena lingkungan

Aplikasi perspektif behaviourisme dalam pendidikan yaitu:

a. Guru memberi latihan

b. Berulang-ulang

c. Siswa berlatih karena latihan berulang27

3. Perspektif humanisme

Pada perspektif Humanisme ini, proses belajar harus berhulu dan bermuara pada

manusia itu sendiri. Dari beberapa teori belajar, teori inilah yang paling abstrak dan

mendekati dengan dunia filsafat daripada dunia pendidikan.28

Aplikasi perspektif humanisme dalam pendidikan

a. pengajar harus memahami kemampuan siswanya

b. tidak mem”bodoh” kan siswanya

c. menerima pendapat siswanya

d. mendorong siswanya mencapai prestasi yang optimal

Perbedaan perspektif humanisme dengan perspektif lain adalah menekankan

pilihan seseorang dalam menentukan pengembangan potensi dirinya.

Belajar harus berhulu dan bermuara pada manusia itu sendiri. Meskipun teori ini

sangat menekankan pentingya isi dari proses belajar, dalam kenyataan teori ini lebih

27Yudhawati, Ratna. (2011). Teori-teori Dasar Psikologi Pendidikan. Jakarta: Prestasi Pustakarya. Hal. 41 28Op. Cit. B Uno, Hamzah. Hal. 13

banyak berbicara tentang pendidikan dan proses belajar dalam bentuknya yang paling

ideal. Dengan kata lain, teori ini lebih tertarik pada ide belajar dalam bentuknya yang

paling ideal dari pada belajar seperti apa adanya, seperti apa yang bisa kita amati dalam

dunia keseharian.

4. Perspektif konstruktivisme

Asumsi dasar teori konstruktivisme tentang belajar adalah bahwa setiap orang

pada dasarnya sudah memiliki pengetahuan atau bekal awal tentang sesuatu yang akan

dipelajari. Pembelajaran pada intinya adalah bagaimana mengembangkan atau

mengkonstruksi (membangun) pengetahuan atau bekal awal yang sudah dimiliki tersebut

menjadi sebuah pengetahuan baru dan utuh. Hal ini sejalan dengan pendapat Yatim

Riyanto yang mengatakan bahwa tujuan pembelajaran konstruktivisme ditentukan pada

bagaimana belajar, yaitu menciptakan pemahaman baru yang menuntut aktivitas kreatif

produktif dalam konteks nyata yang mendorong si belajar untuk berfikir dan berfikir

ulang lalu mendemostrasikannya.29

Dari tujuan tentang konstruktivisme dalam pembelajaran, pada dasarnya ada

beberapa tujuan yang ingin diwujudkan anatara lain:

a. Memotivasi siswa bahwa belajar adalah tanggungjawab siswa itu sendiri,

b. Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengajukan pertanyaan dan mencari

sendiri jawabannya,

c. Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian atau pemahaman konsep secara

lenkap.

d. Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri

Konstruktivis bukan sebuah teori yang bersih dari kekurangan. Teori ini juga

terbatas pada ruang dan waktu dalam pengaplikasiannya. Ada beberapa kendala yang

mungkin timbul dalam penerapan teori ini

a. Sulit mengubah keyakinan guru yang sudah terstruktur bertahun-tahun

menggunakan pendekatan tradisional.

b. Guru konstruktivis dituntut lebih kreatif dalam merencenakan pelajaran dan

memilih atau menggunakan media.

29Riyanto, Yatim . (2009). Paradigma Baru Pembelajaran. Jakarta: Kencana. Hal. 144

c. Pendekatan konstruktivis menuntut perubahan siswa yang mungkin belum bisa

diterima oleh otoritas pendidik dalam waktu dekat.

d. Fleksibilitas kurikulum mungkin masih sulit diterima oleh guru yang terbiasa

dengan kurikulum yang terkontrol.

e. Siswa dan orang tua mungkin memerlukan waktu beradaptasi dengan proses

belajar dan mengajar yang baru.

BAB III

PENUTUP

Teknologi pendidikan dapat diartikan sebagai sekedar hardware yang dapat

menunjang kegiatan dalam sistem pembelajaran. Hardware sendiri adalah komponen-

komponen media teknologi yang dapat digunakan sebagai sarana yang menunjang

kemajuan sebuah sistem pengajaran. Media-media tersebut, dapat berupa televisi, radio,

internet, komputer, dan bermacam media lainnya. Sedangkan media adalah perantara.

Teknologi dan media merupakan salah satu faktor pendukung bagi keberhasilan

proses belajar mengajar. Berbagai media dan teknologi dikembangkan berdasarkan

kebutuhan peserta didik. Hal tersebut dimaksudkan karena domain belajar peserta didik

yang berbeda-beda. Oleh karena itu, pengembangan media dan teknologi dari tahun ke

tahun sangatlah diperhatikan oleh tenaga kependidikan. Dengan adanya teknologi dan

media tersebut tujuan belajar peserta didik dapat dicapai secara maksimal. Maka,

penyesuaian teknologi dan media sejalan dengan domain belajar peserta didik, mulai dari

kognitif, afektif, psikomotorik dan sosial. Dengan harapan teknologi dan media dapat

memfasilitasi pembelajaran, khususnya PAI.

DAFTAR PUSTAKA

Harun Nasution. (2005). Teknologi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Sadiman, Arief S dkk. (2003). Media Pendidikan Pengertian, Pengembangan dan

Pemanfaatannya. Raja Grafindo Persada: Jakarta.

Smaldino, E.S., Lowther, L.D., and Russell, D.J. (2012). Instructional Technology and Media

for Learning 10th. Pearson Education.

Sanjaya, W. (2012).Media Komunikasi Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenada Media

Group.

Tim Pengemabang Ilmu Pendidikan FIP-UPI, (2007). Ilmu dan Aplikasi Pendidikan.

Bandung: Imperial Bhakti Utama.

Sadiman, Arief S dkk. (2010). Media Pendidikan; Pengertian, Pengembangan dan

Pemanfaatannya. Jakarta: Rajagrafindo Persada.

Rusman. (2013). Pembelajaran Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi. Jakarta:

Rajawali Pers.

Dalyono, M. (2010). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Rusman. (2013). Pembelajaran Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi. Jakarta: Raja

Grafindo Persada.

Daryanto. (2010). Belajar dan Mengajar. Jakarta: Yrama Widya.

Djamarah,S, B. (2011). Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Rusman. (2013). Pembelajaran Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi.

Jakarta:Rajawali Pers.

Suharsimi Arikunto. (2012). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan Edisi II. Jakarta: Bumi

Aksara.

Elis Mediawati, Pembelajaran Akuntansi Keungan Melalui Media Komik Untuk

Meningkatkan Prestasi Mahasiswa, Jurnal Penelitian Pendidikan, Vol.12 No.1

Heribertus Joko Warnoto. (2009). Pendidikan Religiositas-Gagasan, Isi, dan

Pelaksanaannya. Yogyakarta: Kanisius.

Endang Sri Astuti dkk. (2005). Bahan Dasar untuk Pelayanan Konseling pada Satuan

Pendidikan MenengahJilid 1.Jakarta: Grasino.

Heribertus Joko Warnoto. (2009). Pendidikan Religiositas-Gagasan, Isi, dan

Pelaksanaannya. Yogyakarta: Kanisius.

Endang Sri Astuti dkk. (2005). Bahan Dasar untuk Pelayanan Konseling pada Satuan

Pendidikan Menengah Jilid 1. Jakarta: Grasino. .

Suharsimi Arikunto. (2012). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan Edisi II. Jakarta: Bumi

Aksara.

Peggy Dettmer, “New Blooms in Established Fields: Four Domains of Learning and Doing”

(UAS: Roeper Institute, 2006), pg. 70, vol. 28

Hamzah B. Uno. (2008). Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran. Jakarta: Sinar Grafika

offset.

Ratna Yudhawati. (2011). Teori-teori Dasar Psikologi Pendidikan. Jakarta: Prestasi

Pustakarya.

Yatim Riyanto. (2009). Paradigma Baru Pembelajaran. Jakarta: Kencana.

http://kurtek.upi.edu/media/diakses 09 April 2017