Studi pengaruh campuran larutan H2SO4-HCl dan H2SO4-HNO3 terhadap perilaku korosi baja karbon ASTM...
-
Upload
marlina-siagian -
Category
Documents
-
view
70 -
download
1
description
Transcript of Studi pengaruh campuran larutan H2SO4-HCl dan H2SO4-HNO3 terhadap perilaku korosi baja karbon ASTM...
Studi pengaruh campuran larutan H2SO4-HCl
dan H2SO4-HNO3 terhadap perilaku korosi
baja karbon ASTM A620 dengan
metode imersi dan polarisasi Bambang Widyanto, Asep Ridwan Setiawan,
Reza Aghla Ardyan, Marlina Siagian Institut Teknologi Bandung, Program Studi Teknik Material, Bandung, 40132, Indonesia
Abstract Sulfuric acid (H2SO4), chloride acid (HCl), and nitric acid (HNO3) are often used in industrial
processes. The mixture of these acids generally used in textile industry. This mixture certainly affects the corrosion resistance of machine components. Observation related to corrosion in acid
mixture is rarely done. Therefore, this research is carried out to observe the corrosion behavior of
ASTM A620 carbon steel in H2SO4-HCl and H2SO4-HNO3 acid mixtures. Corrosion testing in
individual acid and acid mixture is carried out by immersion and polarization methods. In various
concentrations of H2SO4-HCl and H2SO4-HNO3 solutions, i.e. 0.1 M, 0.5 M, and 1 M, the corrosion
rate is lower than the corrosion rate of its individual acid in 1 M. H2SO4-HCl acid mixture cause
uniform and pitting corrosion to the carbon steel, while H2SO4-HNO3 acid mixtures cause only
uniform corrosion. XRD results for H2SO4-HCl are iron (Fe), hematite (Fe2O3), and magnetite
(Fe3O4), meanwhile for H2SO4-HNO3 is iron sulfate hydrate [Fe3(SO4)2(OH).5H2O]. Generally the
corrosion rate increases as the mixture concentration increased. However, H2SO4-HCl mixture with
variation concentration of HCl shows fluctuating trend. Based on this observation, the effect of acid mixture to machine components in industry can be represented. Keywords sulfuric acid, chloride acid, nitric acid, acid mixture, carbon steel
1. Pendahuluan Asam mineral seperti asam sulfat, asam
klorida, dan asam nitrat seringkali digunakan pada
industri tekstil. Konsentrasi asam yang umum
digunakan pada industri tekstil adalah H2SO4 1 M,
4,5 M, dan 5 M, HCl 4 M, serta HNO3 1,5 M, 4 M,
dan 8 M [1]. Pemrosesan pada industri tekstil umumnya dilakukan pada temperatur kamar, yaitu
sekitar 20oC [1]. Komponen mesin yang digunakan
pada industri ini umumnya terbuat dari baja karbon
yang akan terkorosi pada lingkungan asam. Literatur
mengenai pengaruh lingkungan campuran larutan
asam terhadap baja karbon masih jarang ditemui.
Karena itu, penelitian mengenai pengaruh campuran
larutan asam terhadap baja karbon perlu dilakukan.
Penelitian dimulai dengan melakukan studi
literatur dari jurnal ilmiah, buku teks, serta artikel
internet yang terkait dengan topik. Kemudian
dilakukan eksperimen serta karakterisasi sehingga diperoleh data penelitian.
Tujuan penelitian ini adalah untuk
menentukan pengaruh berbagai konsentrasi
campuran larutan H2SO4-HCl dan H2SO4-HNO3
terhadap laju korosi spesimen baja karbon dengan
metode imersi dan polarisasi. Melalui penelitian ini
juga dapat diketahui bentuk kerusakan spesimen
serta produk korosinya.
2. Metode
2.1 Material Pengujian korosi dengan metode imersi
dan polarisasi dilakukan dengan menggunakan
spesimen berupa pelat baja karbon sangat rendah
ASTM A620 [2] dengan komposisi 0,003% (C),
0,004% (Si), 0,003% (S), 0,008% (P), 0,07% (Mn),
0,01% (Ni), 0,01% (Cr), dan 99,8% (Fe). Spesimen
untuk pengujian metode imersi berbentuk persegi
panjang (40 mm x 20 mm x 1 mm) [3] sementara
spesimen untuk pengujian metode polarisasi
berbentuk persegi (10 mm x 10 mm x 1 mm) [4].
2.2 Larutan
Pengujian dengan metode imersi dan
polarisasi dilakukan dengan variasi konsentrasi
H2SO4, HCl, dan HNO3 sebesar 0,1 M, 0,5 M, dan 1
M. Larutan asam merupakan larutan analitis yang
diproduksi oleh Bratachem. Pada penelitian ini,
campuran larutan asam yang diamati adalah H2SO4-
HCl dan H2SO4-HNO3.
2.3 Prosedur
2.3.1 Metode imersi
Prosedur pengujian imersi dilakukan dengan mengacu kepada ASTM G1-03 [5] dan
G31-72 [3]. Spesimen dipotong dan dibersihkan
menggunakan amplas grade 320, 600, dan 1000
secara bertahap. Spesimen kemudian dicuci,
ditimbang berat awalnya, diimersi pada larutan
aqua dm, serta dikeringkan dengan aseton. Setelah
itu, dua buah spesimen diimersi dalam 100 ml
larutan asam selama 7 hari. Variasi larutan asam
yang digunakan ditunjukkan pada Tabel 1 dan Tabel
2. Gelas kimia ditutup dengan kaca arloji untuk
mencegah penguapan larutan dan pH larutan diamati setiap hari menggunakan pH-meter. Setelah
7 hari, pickling dilakukan pada salah satu spesimen
uji dengan menggunakan larutan HCl pekat, lalu
kemudian ditimbang berat akhirnya sehingga
diperoleh nilai laju korosinya. Sementara itu,
pemotongan penampang melintang dilakukan pada
spesimen lainnya untuk melihat bentuk korosi yang
terjadi. Larutan hasil pengujian disaring menggunakan kertas saring lalu dikeringkan
sehingga diperoleh produk korosi berupa bubuk.
Produk korosi ini kemudian dikarakterisasi dengan
menggunakan X-Ray Diffraction (XRD) sehingga
dapat diketahui senyawa dari produk korosi
tersebut.
Tabel 1 Matriks larutan tunggal
1 2 3 4 5 6
H2SO4 0.1 M 100
ml x x x x x
H2SO4 0.5 M x 100
ml x x x x
H2SO4 1 M x x 100
ml x x x
HCl 0.1 M /
HNO3 0.1 M x x x
100
ml x x
HCl 0.5 M /
HNO3 0.5 M x x x x
100
ml x
HCl 1 M /
HNO3 1 M x x x x x
100
ml
Tabel 2 Matriks campuran larutan
7 8 9 10 11
H2SO4 0.1 M x x 50
ml x x
H2SO4 0.5 M x x x 50
ml x
H2SO4 1 M 50
ml
50
ml x x
50
ml
HCl 0.1 M /
HNO3 0.1 M
50
ml x x x x
HCl 0.5 M /
HNO3 0.5 M x
50
ml x x x
HCl 1 M /
HNO3 1 M x x
50
ml
50
ml
50
ml
2.3.2 Metode polarisasi Prosedur pengujian polarisasi dilakukan
dengan mengacu kepada ASTM G5-94 [4] dan
G59-97 [6]. Spesimen dipotong, kemudian
dilakukan spot welding untuk menempelkan kawat
stainless steel pada spesimen. Spesimen kemudian
di-mounting lalu dibersihkan dengan menggunakan
amplas grade 600, 1000, dan 2000 secara bertahap.
Spesimen dipoles, dicuci, diimersi dalam aqua dm,
dan dikeringkan dengan aseton. Setelah itu,
spesimen dipasang pada bagian depan chamber dan
larutan asam dimasukkan ke dalam chamber.
Variasi larutan asam yang digunakan mengacu pada
Tabel 1 dan Tabel 2, namun volume larutan asam
tunggal yang digunakan sebesar 300 ml dan volume
campuran larutan asam untuk masing-masing asam
adalah sebesar 150 ml. Kemudian auxiliary
electrode (elektroda karbon) dan elektroda referensi
dipasang pada bagian atas chamber. Seluruh elektroda dihubungkan dengan kabel dari
potensiostat yang tersambung dengan komputer.
Sistem dibiarkan selama kurang lebih 1 jam, lalu
pengujian dimulai dengan menggunakan software
VersaStudio sehingga diperoleh kurva polarisasi.
Teknik Tafel extrapolation dilakukan dengan
menggunakan software OriginLab, yaitu dengan
cara menarik garis linier pada kurva polarisasi.
Melalui teknik ini dapat diperoleh nilai laju korosi
yang terjadi.
3. Hasil dan pembahasan 3.1 Hasil metode imersi
Laju korosi metode imersi diperoleh
melalui data berat spesimen yang hilang setelah
pengujian [3]. Pada larutan tunggal H2SO4, HCl,
dan HNO3, laju korosi meningkat seiring dengan
meningkatnya konsentrasi larutan, seperti
ditunjukkan pada Gambar 1. Sementara itu, laju
korosi campuran larutan H2SO4-HCl dan H2SO4-
HNO3 juga menunjukkan kenaikan seiring dengan
meningkatnya variasi konsentrasi larutan, seperti
ditunjukkan pada Gambar 2.
Gambar 1 Laju korosi H2SO4, HCl, dan HNO3
Gambar 2 Laju korosi H2SO4-HCl dan H2SO4-HNO3
Jika laju korosi pada larutan asam tunggal
dan campuran asam ditinjau, maka ada beberapa hal
yang dapat dianalisa. Gambar 3 menunjukkan laju
korosi pada larutan H2SO4-HCl secara rinci. Pada
campuran larutan H2SO4-HCl, ketika konsentrasi
H2SO4 di bawah 1 M, nilai laju korosinya berada di
atas nilai laju korosi masing-masing komponen
pencampurnya yang menunjukkan adanya efek
sinergi. Pada campuran asam dengan konsentrasi
H2SO4 1 M, nilai laju korosinya berada di antara
nilai laju korosi masing-masing komponen
pencampurnya. Namun, nilai laju korosi pada
campuran asam lebih mendekati nilai laju korosi
pada larutan H2SO4. Hal ini menunjukkan bahwa
peran larutan H2SO4 lebih dominan dalam
mengkorosikan spesimen.
Gambar 3 Laju korosi H2SO4-HCl
Laju korosi pada larutan H2SO4-HNO3
secara rinci ditunjukkan pada Gambar 4. Pada
campuran larutan H2SO4-HNO3, ketika salah satu
asam ditahan 1 M dan asam lainnya divariasikan
pada kondisi 0,1 M, maka laju korosi campuran
larutan asam lebih tinggi dari laju korosi larutan
asam tunggal pada 0,1 M. Namun, laju korosi
campuran asam pada kondisi tersebut nilainya tetap
di bawah laju korosi larutan asam tunggal pada 1
M. Sementara itu, pada campuran larutan asam
yang keduanya berada di kondisi 1 M, laju
korosinya lebih rendah dibandingkan dengan laju
korosi larutan asam tunggal pada 1 M.
Gambar 4 Laju korosi H2SO4-HNO3
Secara umum, ketika dua larutan asam
dicampurkan, maka konsentrasi dari masing-masing
larutan asam akan mengalami penurunan. Hal ini
terjadi berdasarkan prinsip kelarutan. Secara kimia,
ketika suatu larutan asam dicampurkan dengan
larutan asam lainnya, sulit untuk menentukan penurunan konsentrasi yang terjadi secara pasti.
Tetapi nilai penurunan konsentrasi dapat diprediksi
dengan menggunakan prinsip kelarutan dalam air.
Penurunan konsentrasi ini yang menyebabkan laju
korosi pada campuran asam di kondisi 1 M nilainya
lebih rendah dibandingkan laju korosi masing-
masing asam pada kondisi 1 M.
3.2 Hasil metode polarisasi
Kurva polarisasi menunjukkan bahwa nilai
potensial korosi (Ecorr) semakin meningkat seiring
meningkatnya variasi konsentrasi campuran asam. Melalui Gambar 5 dapat disimpulkan bahwa lapisan
oksida paling mudah terbentuk pada campuran
larutan H2SO4 1 M + HCl 1 M. Sementara itu,
melalui Gambar 6 dapat disimpulkan bahwa lapisan
oksida paling mudah terbentuk pada campuran
larutan H2SO4 1 M + HNO3 1 M. Hal tersebut
membuktikan bahwa baja karbon lebih tahan
terhadap korosi pada campuran larutan asam dengan
konsentrasi masing-masing asam sebesar 1 M.
Gambar 5 Kurva polarisasi H2SO4-HCl
Gambar 6 Kurva polarisasi H2SO4-HNO3
Metode polarisasi dilakukan pada larutan
asam tunggal dan nilai laju korosinya diperoleh
dengan teknik Tafel extrapolation. Pada larutan
H2SO4 dan HNO3, laju korosi meningkat seiring
dengan meningkatnya konsentrasi larutan.
Sebaliknya, pada larutan HCl, laju korosi menurun
seiring meningkatnya konsentrasi larutan. Hal ini
dapat terjadi karena terbentuknya lapisan oksida stabil pada waktu tertentu dan pada konsentrasi
tertentu dari HCl.
Tabel 3 Data polarisasi
Larutan
Ecorr
terhadap
SCE
(V)
icorr
(μA/cm2)
Laju
Korosi
(mpy)
H2SO4 0.1 M -0,529 116,95 53,66
H2SO4 0.5 M -0,480 526,02 241,35
H2SO4 1 M -0,409 1049,54 481,56
HCl 0.1 M -0.517 99,54 45,67
HCl 0.5 M -0.489 89,33 40,99
HCl 1 M -0.436 45,92 21,07
HNO3 0.1 M -0,504 724,44 332,39
HNO3 0.5 M -0,347 4709,77 2160,98
HNO3 1 M -0,335 7516,23 3448,67
H2SO4 1 M +
HCl 0.1 M -0,497 106,66 48,94
H2SO4 1 M +
HCl 0.5 M -0,480 228,56 104,87
H2SO4 0.1 M
+ HCl 1 M -0,477 70,79 32,48
H2SO4 0.5 M
+ HCl 1 M -0,474 66,37 30,45
H2SO4 1 M +
HCl 1 M -0,406 64,42 29,56
H2SO4 1 M +
HNO3 0.1 M -0,451 3427,68 1572,72
H2SO4 1 M +
HNO3 0.5 M -0,399 3828,25 1756,51
H2SO4 0.1 M
+ HNO3 1 M -0,428 3784,43 1736,41
H2SO4 0.5 M
+ HNO3 1 M -0,405 3872,58 1776,85
H2SO4 1 M +
HNO3 1 M -0,397 4753,35 2180,98
Laju korosi pada campuran larutan H2SO4-
HCl dengan konsentrasi H2SO4 ditahan 1 M dan
konsentrasi HCl divariasikan, memiliki nilai yang
fluktuatif. Laju korosi naik pada konsentrasi HCl
0,5 M, lalu menurun pada konsentrasi HCl 1 M. Hal
ini dapat disebabkan karena lapisan oksida yang
terbentuk pada konsentrasi HCl 0,5 M tidak stabil
sedangkan pada konsentrasi HCl 1 M lebih stabil.
Namun, ketika konsentrasi HCl ditahan 1 M dan
konsentrasi H2SO4 divariasikan, nilai laju korosinya
cenderung turun namun tidak signifikan. Hal ini
dapat terjadi karena pada konsentrasi HCl 1 M
lapisan pasif yang terbentuk stabil. Nilai laju korosi
secara rinci ditunjukkan pada Tabel 3.
Sementara itu, laju korosi pada campuran
larutan H2SO4-HNO3 meningkat seiring
meningkatnya variasi konsentrasi larutan, namun
nilai laju korosinya lebih dekat ke larutan HNO3.
Tabel 3 menunjukkan bahwa pada pengujian dengan
waktu yang singkat, laju korosi tahap awal pada larutan tunggal HNO3 jauh lebih tinggi
dibandingkan pada larutan tunggal H2SO4. Hal ini
menyebabkan campuran asam yang mengandung
larutan tunggal HNO3 nilai laju korosinya jauh lebih
tinggi pula. Dapat disimpulkan bahwa penambahan
HNO3 dengan konsentrasi yang sedikit (0,1 M)
berpengaruh sangat signifikan terhadap kenaikan
nilai laju korosi tahap awal.
3.3 Pemotongan penampang melintang
Pada spesimen imersi dilakukan
pemotongan penampang melintang dan penampang tersebut diamati dengan mikroskop optik. Gambar 7
dan Gambar 8 menunjukkan titik pengamatan
(gambar kiri) dan penampang melintangnya (gambar
kanan). Garis kuning pada gambar kanan
menunjukkan ketebalan awal spesimen.
Gambar 7 Penampang melintang H2SO4 1 M + HCl 1 M
Gambar 8 Penampang melintang H2SO4 1 M + HNO3 1 M
Melalui Gambar 7 diketahui bahwa
campuran larutan H2SO4-HCl menyebabkan korosi
seragam dan korosi sumuran. Sementara itu, melalui
Gambar 8 diketahui bahwa campuran larutan H2SO4-HNO3 menyebabkan korosi seragam saja.
Pada penelitian ini, pemotongan penampang
melintang dilakukan pada spesimen yang
menggunakan campuran larutan asam dengan
masing-masing konsentrasi asam 1 M.
3.4 Hasil X-Ray Diffraction (XRD)
Gambar 9 Hasil XRD H2SO4 1 M + HCl 1 M
Pada campuran asam H2SO4 1 M + HCl 1
M, larutan hasil pengujian disaring dan dikeringkan
sehingga diperoleh produk korosi berupa bubuk
berwarna abu-abu kehitaman. XRD dilakukan untuk
menentukan senyawa dari produk korosi sehingga
diketahui senyawanya adalah besi (Fe), hematite (Fe2O3), dan magnetite (Fe3O4). Mekanisme
terbentuknya produk korosi tersebut adalah sebagai
berikut [7,8]:
Fe(OH)3 FeO(OH) + H2O (1) 2FeO(OH) Fe2O3 + H2O (2)
3Fe2O3 (s) + H2 2Fe3O4 (s) + H2O (3)
Fe(OH)3 merupakan hasil reaksi oksidasi
dari Fe(OH)2 [9]. Fe(OH)2 tersebut terbentuk dari
produk korosi FeCl2 yang mengalami reaksi
hidrolisis [9]. Fe(OH)3 kemudian bereaksi menjadi
FeO(OH), lalu bereaksi kembali menghasilkan
produk korosi Fe2O3 dan Fe3O4.
Gambar 10 Hasil XRD H2SO4 1 M + HNO3 1 M
Pada campuran asam H2SO4 1 M + HNO3
1 M, larutan hasil pengujian disaring dan
dikeringkan sehingga diperoleh produk korosi
berupa bubuk berwarna coklat kekuningan. Melalui
hasil XRD, diketahui bahwa senyawa dari produk
korosi tersebut adalah iron sulfate hydrate
[Fe3(SO4)2(OH)5.2H2O]. Produk korosi ini dapat
terbentuk dari reaksi sebagai berikut [10]:
6Fe
2+ + 4SO4
2- + 9H2O + 5/2 O2 2Fe3(SO4)2(OH)5.2H2O (4)
Pada produk korosi tidak ditemukan
adanya kandungan nitrogen. Hal ini dapat terjadi
karena ketika ion besi (Fe2+) bereaksi dengan ion nitrat (NO3-), maka akan terbentuk besi (II) nitrat
[Fe(NO3)2] yang memiliki kelarutan sangat tinggi di
fasa cair [11]. Hal ini menyebabkan besi (II) nitrat
terlarut kembali dan tidak dapat ditemukan pada
produk korosi. Selain itu, hasil reaksi reduksi dari
larutan HNO3 adalah gas NO [12]. Hasil yang
berupa gas ini membuat kandungan nitrogen tidak
dapat ditemukan dalam produk korosi berupa
bubuk.
4. Kesimpulan
Melalui metode imersi, laju korosi pada larutan
asam tunggal dan campuran larutan asam
nilainya meningkat seiring dengan peningkatan
variasi konsentrasi larutan.
Melalui metode polarisasi, secara umum laju
korosi pada larutan asam tunggal dan campuran
larutan asam nilainya meningkat seiring dengan
peningkatan variasi konsentrasi larutan, kecuali
pada larutan tunggal HCl dan seluruh campuran
larutan asam yang mengandung larutan HCl.
Campuran larutan H2SO4-HCl menyebabkan
korosi seragam dan korosi sumuran pada spesimen baja karbon, sementara campuran
larutan H2SO4-HNO3 hanya menyebabkan
korosi seragam. Hal ini dibuktikan melalui
pengamatan penampang melintangnya.
Produk korosi dari campuran larutan H2SO4 1
M + HCl 1 M adalah besi (Fe), hematite
(Fe2O3), dan magnetite (Fe3O4), sementara
produk korosi dari campuran larutan H2SO4 1
M + HNO3 1 M adalah iron sulfate hydrate.
Daftar Pustaka [1] Ducting Hose Oregon, Hydralink, available at:
hydralink.hydrasun.com/specification_sheets/E
OS05007.pdf, diakses 6 Juni 2015.
[2] Krakatau Steel, Cold rolled coil and sheet
products, available at: www.krakatausteel.com/
pdf/CRC_KS.pdf, diakses 27 November 2014. [3] ASTM G31-72, 2004, Standard practice for
laboratory immersion corrosion testing of metals.
[4] ASTM G5-94, 1999, Standard reference test method for making potentiostatic and potentiodynamic anodic polarization measurements.
[5] ASTM G1-03, 2003, Standard practice for preparing, cleaning, and evaluating corrosion test specimens.
[6] ASTM G59-97, 2004, Standard test method for conducting potentiodynamic polarization resistance measurements.
[7] Rust, 2015, available at:en.wikipedia.org/wiki/ Rust, diakses 22 Mei 2015.
[8] Iron (II,III) oxide, 2014, available at: en.wikip edia.org/wiki/Iron%28II,III%29oxide, diakses 22 Mei 2015.
[9] Revie, R. Winston dan Uhlig, Herbert H., 2008, Corrosion and Corrosion Control, an Introduction to Corrosion Science and Engineering, Fourth Edition, John Wiley & Sons, Inc., New Jersey.
[10] Lunar and Planetary Institute, Sampling the oxidative weathering products and the potentially acidic permafrost on mars, 1988, available at: adsabs.harvard.edu/full/1988msrs .work...46B, diakses 23 Maret 2015.
[11] Wattanaphan, Pathamaporn, 2012, Studies and Prevention of Carbon Steel Corrosion and Solvent Degradation during Amine-based CO2 Capture from Industrial Gas Streams, Thesis, Faculty of Graduate Studies and Research, University of Regina, Regina.
[12] Wiersma, B. J. dan Subramanian, K. H., 2002, Corrosion Testing of Carbon Steel in Acid Cleaning Solutions (U). Westinghouse Savannah River Company, South Carolina.