STRATEGIC FAMILY THERAPY UNTUK MENGUBAH POLA …

13
Jurnal Bimbingan dan Konseling Terapan Volume 03 Number 01 2019 ISSN: Print 2549-4511 Online 2549-9092 http://ojs.unpatti.ac.id/index.php/bkt 25 STRATEGIC FAMILY THERAPY UNTUK MENGUBAH POLA KOMUNIKASI PADA KELUARGA Mentari Marwa Institut Agama Islam Tribakti Kediri [email protected] ABSTRAK Tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui pola komunikasi dalam keluarga dan unttuk mengubah pola komunikasi dalam keluarga di desa Bulusan Kediri. Jenis penelitian adalah penelitian kuantitatif eksperimen dengan mengunakan desain pre eksperimental desain. Subjek dalam penelitian ini berjumlah 1 keluarga di Desa Bulusan Kediri, teknik pengambilan sample menggunakan purposive sampling. Instrumen penelitian menggunakan skala pola komunikasi yang telah dibuat sendiri oleh peneliti berdasarkan masalah yang muncul dalam keluarga yang terdiri dari 10 item pernyataan. Analisis data yang digunakan paried Sampel t-test (Uji-t). Hasil penelitian menunjukan bahwa ada perbedaan tingkat permasalahan yang di sebabkan oleh pola komunakasi yang maladaptif yaitu 2.69 sebelum (pre tes) dan sesudah perlakuan (pos tes) sebesar 2.38. Hal ini menunjukkan adanya penurunan tingkat permasalahan dalam keluarga, sehingga intervensi memberikan perubahan dalam komunikasi antar anggota keluarga. Kata Kunci: Pola Komunikasi, strategic family therapy Latar Belakang Komunikasi dapat berlangsung setiap saat, kapan saja, oleh siapa saja dan dengan siapa saja. Kelompok pertama yang dialami oleh seorang individu yang baru lahir adalah keluarga. Hubungan yang dilakukan oleh individu adalah dengan ibunya, bapaknya dan anggota keluarga lainnya. Karena tanggung jawab orang tua adalah mendidik anak, maka komunikasi yang berlangsung dalam keluarga bernilai pendidikan. Dalam komunikasi, ada sejumlah norma yang ingin diwariskan oleh orang tua kepada anaknya dengan pengandalan pendidikan. Norma-norma tersebut mencakup norma agama, akhlak, sosial, etika-etika dan moral. Komunikasi dalam interaksi keluarga ditinjau dari kepentingan orangtua adalah untuk memberikan informasi, nasihat, mendidik dan menyenangkan anak-anak. Anak berkomunikasi dengan orangtua adalah untuk mendapatkan saran, nasihat, masukan dalam memberikan respon dari pertanyaan orangtua. Komunikasi antar anggota keluarga dilakukan untuk terjadinya keharmonisan dalam keluarga pengalaman antar satu dengan yang lain. Dan dari setiap komunikasi yang dilakukan dalam keluarga dapat membuat perubahan perilaku anggota keluarga juga, bearti sebagai keterbukaan dari setiap anggota keluarga apabila dari salah satu anggota keluarga mengalami masalah yang menyenangkan atau yang tidak menyenangkan, dengan adanya sebuah komunikasi permasalahan yang sedang terjadi di

Transcript of STRATEGIC FAMILY THERAPY UNTUK MENGUBAH POLA …

Page 1: STRATEGIC FAMILY THERAPY UNTUK MENGUBAH POLA …

Jurnal Bimbingan dan Konseling Terapan Volume 03 Number 01 2019 ISSN: Print 2549-4511 – Online 2549-9092 http://ojs.unpatti.ac.id/index.php/bkt

25

STRATEGIC FAMILY THERAPY UNTUK MENGUBAH POLA

KOMUNIKASI PADA KELUARGA

Mentari Marwa

Institut Agama Islam Tribakti Kediri

[email protected]

ABSTRAK

Tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui pola komunikasi dalam keluarga dan unttuk

mengubah pola komunikasi dalam keluarga di desa Bulusan Kediri. Jenis penelitian adalah

penelitian kuantitatif eksperimen dengan mengunakan desain pre eksperimental desain.

Subjek dalam penelitian ini berjumlah 1 keluarga di Desa Bulusan Kediri, teknik

pengambilan sample menggunakan purposive sampling. Instrumen penelitian menggunakan

skala pola komunikasi yang telah dibuat sendiri oleh peneliti berdasarkan masalah yang

muncul dalam keluarga yang terdiri dari 10 item pernyataan. Analisis data yang digunakan

paried Sampel t-test (Uji-t). Hasil penelitian menunjukan bahwa ada perbedaan tingkat

permasalahan yang di sebabkan oleh pola komunakasi yang maladaptif yaitu 2.69 sebelum

(pre tes) dan sesudah perlakuan (pos tes) sebesar 2.38. Hal ini menunjukkan adanya

penurunan tingkat permasalahan dalam keluarga, sehingga intervensi memberikan perubahan

dalam komunikasi antar anggota keluarga.

Kata Kunci: Pola Komunikasi, strategic family therapy

Latar Belakang

Komunikasi dapat berlangsung setiap saat, kapan saja, oleh siapa saja dan dengan siapa saja.

Kelompok pertama yang dialami oleh seorang individu yang baru lahir adalah keluarga.

Hubungan yang dilakukan oleh individu adalah dengan ibunya, bapaknya dan anggota

keluarga lainnya. Karena tanggung jawab orang tua adalah mendidik anak, maka komunikasi

yang berlangsung dalam keluarga bernilai pendidikan. Dalam komunikasi, ada sejumlah

norma yang ingin diwariskan oleh orang tua kepada anaknya dengan pengandalan

pendidikan. Norma-norma tersebut mencakup norma agama, akhlak, sosial, etika-etika dan

moral.

Komunikasi dalam interaksi keluarga ditinjau dari kepentingan orangtua adalah untuk

memberikan informasi, nasihat, mendidik dan menyenangkan anak-anak. Anak

berkomunikasi dengan orangtua adalah untuk mendapatkan saran, nasihat, masukan dalam

memberikan respon dari pertanyaan orangtua. Komunikasi antar anggota keluarga dilakukan

untuk terjadinya keharmonisan dalam keluarga pengalaman antar satu dengan yang lain. Dan

dari setiap komunikasi yang dilakukan dalam keluarga dapat membuat perubahan perilaku

anggota keluarga juga, bearti sebagai keterbukaan dari setiap anggota keluarga apabila dari

salah satu anggota keluarga mengalami masalah yang menyenangkan atau yang tidak

menyenangkan, dengan adanya sebuah komunikasi permasalahan yang sedang terjadi di

Page 2: STRATEGIC FAMILY THERAPY UNTUK MENGUBAH POLA …

Jurnal Bimbingan dan Konseling Terapan Volume 03 Number 01 2019 ISSN: Print 2549-4511 – Online 2549-9092 http://ojs.unpatti.ac.id/index.php/bkt

26

dalam sebuah keluarga itu dapat dibicarakan secara baik-baik untuk mendapatkan solusi yang

baik juga(Goldenberg, 2008).

Pusat dari sistem interpersonal dalam tiap kehidupan seseorang adalah keluarga

(Framo dalam Kendall, 1982). Fungsi keluarga adalah sebagai tempat saling bertukar antara

anggota keluarga untuk memenuhi kebutuhan fisik dan emosional setiap individu. Sistem

keluarga mempunyai aturan dan prinsip-prinsip tertentu untuk melakukan tugas sehari-hari.

Keluarga sehat memiliki aturan yang konsisten, jelas dan dapat dijalankan dari waktu ke

waktu dan dapat disesuaikan dengan perubahan perkembangan kebutuhan keluarga (Devi,

2016). Pertama kali yang memperkenalkan anak pada hukum dan sistem sosial adalah

orangtua, maka orangtua merupakan faktor yang sangat penting dalam perkembangan

pemahaman moral anak melalui interaksi dalam keluarga (Mounts & Steinberg, dalam

Papalia, 2001).

Di dalam interaksi tidak terlepas dari melakukan komunikasi, komunikasi dengan

baik akan menghasilkan umpan balik yang baik pula. Komunikasi diperlukan untuk mengatur

tata krama pergaulan antar manusia, sebab dengan melakukan komunikasi interpersonal

dengan baik akan memberikan pengaruh langsung pada struktur seseorang dalam

kehidupannya (Cangara dalam Utami, 2017). Komunikasi dalam keluarga menjadi penting

karena dengan adanya komunikasi interpersonal antar sesama anggota keluarga maka akan

tercipta hubungan yang harmonis dan dapat diketahui apa yang diinginkan dan yang tidak

diinginkan oleh salah satu anggota keluarga.

Masalah keluarga merupakan gejala interpersonal, kondisi emosi salah satu anggota

keluarga berpengaruh pada setiap anggota lain. Bila satu anggota keluarga merasa tidak enak,

maka hal ini akan mempengaruhi anggota lainnya. Kondisi keluarga dapat dianalogikan

dengan keadaan homeostasis. Dalam keadaan terapi, keadan homeostasis struktur keluarga,

anak-anak merupakan emotional product dari orangtua (Hasnida, 2002). Menurut Goldenberg

(2008) terapi keluarga sering dimulai dengan fokus pada satu anggota keluarga yang

mempunyai masalah. Dengan segera, terapis akan berusaha untuk mengidentifikasi masalah

keluarga atau komunikasi keluarga yang salah, untuk mendorong semua anggota keluarga

mengintropeksi diri menyangkut masalah yang muncul.

Terapi keluarga adalah cara baru untuk mengetahui permasalahan seseorang,

memahami perilaku, perkembangan simtom dan cara pemecahannya. Terapi keluarga dapat

dilakukan sesama anggota keluarga dan tidak memerlukan orang lain, terapis keluarga

mengusahakan supaya keadaan dapat menyesuaikan, terutama pada saat antara yang satu

dengan yang lain berbeda (Almasitoh, 2012). Terapi keluarga sering dimulai dengan fokus

pada satu anggota keluarga yang mempunyai masalah. Sebagai contoh, subjek yang

Page 3: STRATEGIC FAMILY THERAPY UNTUK MENGUBAH POLA …

Jurnal Bimbingan dan Konseling Terapan Volume 03 Number 01 2019 ISSN: Print 2549-4511 – Online 2549-9092 http://ojs.unpatti.ac.id/index.php/bkt

27

diidentifikasi adalah remaja laki-laki yang sulit diatur oleh orang tuanya atau gadis remaja

yang mempunyai masalah makan. Sesegera mungkin, terapis akan berusaha untuk

mengidentifikasi masalah keluarga atau komunikasi keluarga yang salah, untuk mendorong

semua anggota keluarga mengintrospeksi diri menyangkut masalah yang muncul. Tujuan

umum terapi keluarga adalah meningkatkan komunikasi karena keluarga yang bermasalah

seringkali percaya pada pemahaman tentang arti penting dari komunikasi (Goldenberg,

2008).

Salah satu upaya mengatasi persoalan antar anggota keluarga adalah dengan

menggunakan strategic family therapy. Intervensi ini langsung menangani masalah-masalah

yang ada di dalam keluarga, yaitu fokus pada pola komunikasi keluarga yang digunakan saat

ini dan treatment goals berasal dari masalah atau gejala yang ditampakkan (Winek, 2012).

Tujuan dari strategic family therapy adalah meningkatkan dan menciptakan pola komunikasi

yang baik dalam keluarga sehingga keluarga dapat bekerja sama mendorong untuk

menciptakan keluarga agar berfungsi lebih baik (Santisteban, et.al., 2003).

Berdasarkan fenomena di atas maka peneliti memberikan perlakuan berupa Strategic

Family theraphy untuk mengubah pola komunikasi pada keluarga dengan dua kepala

keluarga

Kajian Teori

Pola Komunikasi dalam Keluarga

Komunikasi yang terbuka diharapkan dapat menghindari kesalahpamahan. Sifat

keterbukaan dalam komunikasi juga dilaksanakan dengan anak-anak, apabila anak-anak

sudah dapat berpikir secara baik, maka anak dapat mempertimbangkan mengenai hal-hal

yang dihadapinya secara baik pula. Dengan demikian, akan menimbulkan saling pengertian

di antara seluruh anggota keluarga, dan tercipta tanggung jawab sebagai anggota keluarga.

Dalam komunikasi, kemampuan mendengar merupakan suatu hal yang cukup penting.

Mendengarkan dengan penduh simpati ditandai dengan: (a) Peka akan perasaan yang

menyertai pesan yang disampaikan; (b) Mendengarkan dengan penuh perhatian; (c) Tidak

menyela pembicaraan atau memberikan komentar ditengah-tengah; (d) Menaruh perhatian

pada ‘dunia‛ pembicara; (e) Sendiri tidak penting, yang penting adalah pembicara (Riyanto,

2002).

Komunikasi adalah hubungan kontak antar manusia, baik individu maupun kelompok.

Dalam kehidupan sehari-hari disadari atau tidak, komunikasi adalah bagian dari kehidupan

manusia. Setiap orang yang hidup dalam masyarakat, sejak bangun tidur sampai tidur lagi,

senantiasa terlibat dalam komunikasi. Bahkan sejak dilahirkan, manusia sudah berkomunikasi

dengan lingkungannya. Gerak dan tangis yang pertama pada saat ia dilahirkan adalah suatu

Page 4: STRATEGIC FAMILY THERAPY UNTUK MENGUBAH POLA …

Jurnal Bimbingan dan Konseling Terapan Volume 03 Number 01 2019 ISSN: Print 2549-4511 – Online 2549-9092 http://ojs.unpatti.ac.id/index.php/bkt

28

tanda komunikasi. Terjadinya komunikasi adalah sebagai konsekuensi hubungan sosial

(social relation), (Widjaja, 1997). Menurut Aristotle’s (dalam Croft, 2004) mengatakan

bahwa terdapat 3 element di dalam komunikasi diantaranya yaitu: pembicara (speaker), pesan

(messager) dan pendengar (listener). Komunikasi dalam keluarga yaitu hubungan timbal

balik antara anggota keluarga untuk berbagai hal dan makna dalam keluarga. Tujuan dari

komunikasi dalam keluarga yaitu untuk mengetahui dunia luar, untuk mengubah sikap dan

perilaku. Oleh karena itu dengan melakukan komunikasi interpersonal yang baik diharapkan

perkembangan pemahaman moral akan berjalan baik pada seorang remaja. (Widjaya, 2000).

Komunikasi keluarga dari sisi sosiologis dianggap sebagai suatu kelompok sosial

yang terkecil di dimana antar individu di dalam keluarga saling berinteraksi, dan dalam

interkasi inilah maka kegiatan komunikasi secara otomatis terjadi baik secara verbal (kata-

kata atau ucapan) maupun non verbal (dengan isyarat). Keluarga juga digolongkan pada

kelompok primer dengan ciri-ciri: interaksi sosial yang lebih intensif, erat hubungan sesama

anggota kelompok, saling mengenal dari dekat sesama anggota, dan komunikasi bersifat face

to face (secara langsung, dan secara tatap muka). Tren penelitian dalam psikologi humanistik

dan eksistensialisme terinspirasi ide bahwa hubungan dapat ditingkatkan melalui komunikasi

yang efektif (Heath & Bryant, 2000).

Strategic Family Therapy

Strategic family therapy berdasarkan konsep Cybernatics yaitu studi ynag mempelari

bagaimana sistem pemrosesan informasi dikarenakan ada umpan balik (feedback). Studi ini

berasumsi bahwa jika terjadi perilaku psikotik pada salah satu anggota keluarga disebabkan

ketika keluarga memiliki komunikasi yang patologis pula. Menurut Haley & Madanes,

keluarga bermasalah akibat dinamika dan struktur keluarga yang disfungsional, perilaku yang

bermasalah merupakan usaha individu untuk mencapai kekuasaaan dan rasa aman (Olson,

2007).

Prosedur Strategic family therapy ada beberapa tahap. Pertama Social stage yaitu

menghadirkan seluruh anggota keluarga dimana setiap keluarga diminta untuk memberikan

pendapat yang dihadapi. Terapis menciptakan suasana yang nyaman dimana tidak ada aksi

balas dendam dan mengintimidasi. Kedua, the problem stage yaitu menjelasakan kepada

keluarga alasan kenapa mereka harus hadir, memberikan kesempatan kepada masing-masing

keluarga untuk berbicara dimulai pada anggota keluarga yang netral yaitu suami. Ketiga, the

interaction stage yaitu meminta komentar dari setiap anggota keluarga yang hadir kemudian

meminta keluarga untuk membicarakan masalah bersama-sama. Keempat, defining desired

changes yaitu terapis menyampaikan permasalahannya apa, setelah semua anggota keluarga

mengetahui permasalahan yang terjadi. Kemudian terapis menanyakan perubahan seperti apa

Page 5: STRATEGIC FAMILY THERAPY UNTUK MENGUBAH POLA …

Jurnal Bimbingan dan Konseling Terapan Volume 03 Number 01 2019 ISSN: Print 2549-4511 – Online 2549-9092 http://ojs.unpatti.ac.id/index.php/bkt

29

yang diharapkan. Kelima, ending the interview yaitu pengambilan langkah setelah dicapai

kesepakatan bersama mengenai definisi masalah kemudian melanjutkan pada sesi selanjutnya

peemberian tugas. Keenam, directive yaitu menciptakan perilaku berbeda yang selama ini

tidak pernah dilakukan sehingga memperoleh pengalaman subjektif yang berbeda,

dilanjutkan reframing yaitu bahwa apa yang dilakukan anggota keluarga dengan interpretasi

negatif dan di reform dengan interpretasi positif (Devi, 2016).

Pola komunikasi dan Strategic Family Therapy

Szapocznik & Kurtines (1989) menjelaskan bahwa SFT terbagi dalam tiga konstruk:

(1) Sistem. Sistem adalah suatu keseluruhan yang terorganisasi dan terdiri dari bagian-bagian

yang saling bergantung atau saling terkait. Keluarga adalah sebuah sistem yang terdiri dari

individu-individu yang selalu memengaruhi perilaku anggota keluarga lainnya. Di samping

itu, anggota keluarga akan menjadi terbiasa dengan perilaku anggota keluarga yang lain

karena perilaku mereka terjadi berkali-kali sepanjang hidup. Perilaku ini secara sinergis

mengatur sistem keluarga, (2) Struktur atau Pola Interaksi. Pola berulang dalam interaksi

keluarga disebut sebagai struktur keluarga. Struktur keluarga yang maladaptif

dikarakteristikkan sebagai interaksi keluarga yang berulang namun memperlihatkan

tanggapan atau respon yang tidak memuaskan dari anggota keluarga lainnya.

Struktur keluarga yang maladaptif dipandang sebagai kontributor penting sehingga

memunculkan dan menguatkan permasalahan perilaku. Beberapa penelitian mengemukakan

bahwa remaja dengan penyalahgunaan obat atau permasalahan perilaku dapat berubah

sebagai hasil perubahan hubungan keluarga (Liddle & Dakof, 1995; Santisteban, Szapocznik,

Perez-Vidal, Kurtines, Coatsworth, & LaPerriere, 2003), (3) Strategi. Strategi adalah

intervensi yang praktis, fokus kepada masalah dan disengaja. Intervensi yang praktis dipilih

sesuai dengan kebutuhan keluarga untuk membawa keluarga pada perubahan yang

diinginkan. Salah satu aspek penting dari intervensi yang praktis ini adalah penekanan aspek

dari realitas keluarga. Strategic family therapy memberikan keluarga dengan cara mengurangi

faktor risiko individu dan keluarga melalui intervensi terfokus yang meningkatkan hubungan

keluarga bermasalah dan strategi keterampilan untuk membangun dan memperkuat hubungan

keluarga. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Paramastri & Martiningtyas (2015),

menunjukkan bahwa BSFT dilakukan selama dua bulan dan mampu mengubah pola

komunikasi dalam keluarga sehingga permasalahan perilaku anak menurun. Follow up

setelah delapan bulan terapi menunjukkan adanya penurunan frekuensi pertengkaran dan

peningkatan frekuensi komunikasi orangtua–anak.

Salah satu target intervensi adalah hubungan keluarga yang bermasalah. Terapis akan

berperan aktif dalam merencanakan strategi dan mengarahkan jalannya terapi, terlibat

Page 6: STRATEGIC FAMILY THERAPY UNTUK MENGUBAH POLA …

Jurnal Bimbingan dan Konseling Terapan Volume 03 Number 01 2019 ISSN: Print 2549-4511 – Online 2549-9092 http://ojs.unpatti.ac.id/index.php/bkt

30

langsung dalam mencapai tujuannya untuk mengurangi dan menghilangkan permasalahan-

permasalahan yang ada dalam keluarga atau perilaku yang nampak (Goldenberg, 2008).

Metode Penelitian

Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif. Desain dalam

penelitian adalah rencana dan struktur penyelidikan yang disusun sedemikian rupa yang

bertujuan untuk memperoleh jawaban-jawaban untuk pertanyaan-pertanyaan penelitian

(Kerlinger, 2003). Definisi lain, desain penelitian diartikan sebagi rencana atau strategi

yang digunakan untuk menjawab masalah penelitian (Seniati, 2005).

Desain penelitian eksperimen ini mengunakan pre eksperimental desain yaitu peneliti

mengamati satu kelompok utama dan melakukan intervensi di dalamnya sepanjang penelitian

, dalam rancangan ini tidak ada kelompok kontrol untuk diperbandingkan dengan kelompok

eksperiment (Creswell, 2010).

Subjek Penelitian

Untuk memenuhi ketentuan penelitian eksperimen, maka subjek penelitian berjumlah 1

keluarga di Desa Bulusan kediri. Berdasarkan desain penelitian, subjek dipilih dengan

menggunakan teknik purposive sampling, yaitu dengan pertimbangan profesional yang

dimiliki peneliti dalam usaha memperoleh informasi yang relevan dengan tujuan peneliti

(Darmadi, 2013). Subjek yang terlibat dalam penelitian yaitu

1. Memiliki 2 kepala keluarga dalam 1 rumah ( keluarga Ayah dan keluarga Anak)

2. Keluarga ayah memiliki 2 anak

3. Keluarga anak memiliki satu anak

4. Serta nilai rendah dalam skala pola komunikasi.

A. Prosedur Intervensi

Rancangan dan prosedur eksperimen antara lain:

1. Tahapan Persiapan: Membuat instrumen penelitian

2. Pelaksanaan Intervensi

Intervensi dirancangkan sebanyak Tiga sesi dan masing-masing sesi dilakukan selama 60-90

menit. Selama Sembilan sesi dilakukan secara bertahap:

Sesi satu (‘’1 sd 2 hari), Terapis membangun raport pada anggota keluarga agar

merasa nyaman mengikuti terapi dilanjutkan sesi social stage, terapis memperkenalkan diri

dan perannya sebagai seorang terapis. Setelah dilakukan asesmen terpisah masing-masing

subjek, terapis mengumpulkan semua angota keluarga untuk hadir.

Page 7: STRATEGIC FAMILY THERAPY UNTUK MENGUBAH POLA …

Jurnal Bimbingan dan Konseling Terapan Volume 03 Number 01 2019 ISSN: Print 2549-4511 – Online 2549-9092 http://ojs.unpatti.ac.id/index.php/bkt

31

Sesi dua (‘’1 sd 2 hari) problem stage, terapis menjelasakan tujuan dari terapi

keluarga yang akan dilaksanakan bersama, selanjutnya terapis meminta dari masing-masing

subjek untuk menyampaikan pendapat mengenai permasalahan yang dihadapi.

Sesi tiga (‘’1 sd 2 hari), terdiri dari interaction stage, terapis memberikan kesempatan

pada anggota keluarga untuk membicarakan permasalahan yang terjadi dalam keluarga.

Kemudian dilanjutkan defining desired changes, terapis menjelasakan kepada masing-masing

subjek mengenai permasalahan dan perilaku yang menyebabkan masalah dalam keluarga.

Pada sesi defining desired changes terapis meminta masing-masing subjek untuk membuat

tabel perubahan perilaku yang diharapkan.

Sesi Empat (‘’1 sd 2 hari), Ending interview, perubahan perilaku yang diharapkan itu

menjadi tugas masing-masing subjek untuk mencapai perubahan dalam keluarga tersebut.

Setelah sepakat mengenai perubahan perilaku, terapis meminta masing-masing subjek selama

tujuh hari menerapkan tabel perubahan yang sudah di sepakati dan melaporkan dengan

menggunakan self report. Dilanjutkan dengan reframing yaitu memberikan alasan positif

dibalik perilaku yang dianggap bermasalah atau kurang tepat.

Sesi lima terdiri dari tahap Tahap evaluasi. Melakukan evaluasi dari self report yang

diberikan kepada masing-masing subjek mengenai perubahan perilaku yang telah disepakati.

Sesi enam, Terminasi dan Sesi tujuh Fallow Up

Instrumen dan Pengumpulan Data

Instrumen penelitian dalam penelitian ini menggunakan skala pola komunikasi yang telah

dibuat sendiri oleh peneliti berdasarkan masalah yang muncul dalam keluarga yang terdiri

dari 10 item pernyataan.

Prosedur Pengumpulan Data

Prosedur pengumpulan data yang digunakan peneliti, mencakup: (a) Pengamatan (observasi),

(b) Wawancara, (c) Dokumentasi, (d) angket, (d) skala pengukuran. Dokumen merupakan

bahan tertulis atau benda yang berkaitan dengan suatu peristiwa atau aktifitas tertentu. Ia bisa

merupakan rekaman atau dokumen tertulis seperti arsip database surat-surat rekaman gambar

yang berkaitan dengan peristiwa (Tobroni & Suprayogo,2001). Dalam penelitian dokumen

yang dikumpulkan berupa catatan-catatan atau file yang memiliki keterkaitan dengan fokus

penelitian ini.

Analisis Data

Page 8: STRATEGIC FAMILY THERAPY UNTUK MENGUBAH POLA …

Jurnal Bimbingan dan Konseling Terapan Volume 03 Number 01 2019 ISSN: Print 2549-4511 – Online 2549-9092 http://ojs.unpatti.ac.id/index.php/bkt

32

Dalam penelitian ini jenis data yang digunakan adalah data interval. Analisis data yang

digunakan dalam penelitian ini adalah Uji beda atau Uji-t dan teknik yang digunakan adalah

paried Sampel t-test (Uji-t dengan sampel berpasangan). teknik ini digunakan untuk menguji

signifikansi perbedaan dua buah mean yang berasal dari dua buah distribusi (Winarsunu,

2002).

Intervensi dan Hasil Intervensi

Intervensi dirancangkan sebanyak Tujuh sesi dan masing-masing sesi dilakukan

selama 60-90 menit. Selama lima Tujuh dilakukan secara bertahap, dimana sesi satu terdiri

Terapis membangun raport pada anggota keluarga, anggota keluarga menyambut dengan

hangat kedatangan terapis, dan bersedia dalam mengikuti intervensi, namun salah satu dari

anggota keluarga menunjukkan perilaku penolakan dengan menghindar dari sesi pertama,

Namun, subjek bersedia mengikuti sesi intervensi setelah diberikan saran oleh anggota

keluaga. Setelah itu dilanjutkan dengan social stage, Setelah dilakukan asesmen terpisah

masing-masing subjek, terapis mengumpulkan semua angota keluarga untuk hadir. terapis

memperkenalkan diri dan perannya sebagai seorang terapis.

Sesi dua problem stage, masing-masing subjek menyampaikan pendapat mengenai

permasalahan yang dihadapi. Masing-masing anggota keluarga merasakan adanya perubahan

anggota keluarga Pada sesi ini, beberapa anggota keluarga menolak pendapat dari anggota

lain, setalah terapis mengingatkan kembali peraturan dari sesi intervensi, subjek mulai tenang

dan sesi 2 berjalan dengan lancar. Ibu dan ayah mengungkapkan bahwa permasalahan yang

sering muncul terjadi semenjak kehadiran menantu laki-laki, hal tersebut di benarkan oleh

istrinya.

Sesi tiga terdiri dari interaction stage, terapis memberikan kesempatan pada anggota

keluarga untuk membicarakan permasalahan yang terjadi dalam keluarga. Saat diskusi

berlangsung ayah lebih dominna dalam mengungkapkan pendapat, ibu menantu dan anak

cenderung diam, ayah meminta kepada menantu untuk mengungkapkan alasan dari perilaku

kasar yang sering ditunjukkan pada saat datang berkunjung di rumah ayah. Menantu,

mengatakan tidak suka dengan sikap ayah yang sering membicarakan menantu di oranglain.

Menantu mengatakan sikap menantu yang kasar disebabkan oleh menantu tersinggung

dengan sikap ayah yang sering mengatakan kepada tetangga, bahwa ayah tidak suka dan tidak

merestui hubungi menantu dengan anak. Pada sesi ini ayah dengan menantu saling

mengungkapkan apa yang dirasakan selama ini, anak mulai memahami permasalahan yang

muncul disebabkan oleh komunikasi yang belum tuntas dari ayah, menantu maupun cucu dan

anak mencoba memberikan pemahaman kepada ayah dan menantu sebaiknya saling

menerima dan memahami anggota satu dengan yang lainnya. Menantu mengatakan bahwa

Page 9: STRATEGIC FAMILY THERAPY UNTUK MENGUBAH POLA …

Jurnal Bimbingan dan Konseling Terapan Volume 03 Number 01 2019 ISSN: Print 2549-4511 – Online 2549-9092 http://ojs.unpatti.ac.id/index.php/bkt

33

cucu tidak suka di rumah ayah karena bujukan dari menantu, memantu memberikan pengaruh

negatif tentang ayah sehingga cucu tidak mau dengan ayah maupun ibu. Hal tersebut

menyebabkan cucu jarang bersedia untuk diajak bermalam di rumah ayah, cucu sering

menangis ketika berada di rumah ayah dan tidak mau di gendong oleh ayah maupun oleh ibu.

Kemudian dilanjutkan dengan defining desired changes, terapis menjelasakan kepada

masing-masing subjek mengenai permasalahan dan perilaku yang menyebabkan masalah

dalam keluarga. Ayah belum bisa menerina menantu sebagai anggota keluarganya, sehingga

ayah sering menghina menantu secara langsung maupun tidak langsung, menantu bersikap

kasar dan dingin disebabkan oleh sikap penolakan terhadap menantu yang seringditunjukkan

sehingga membuat menantu benci dan melibatkan cucu dalam permasalahan ini,dampaknya

adalah cucu tidak dekat dengan ayah maupun ibu.

Perubahan perilaku yang diharapkan oleh masing-anggota keluarga

(a) Harapan (ibu) terhadap ayah, agar bisa menerima dengan tulus menantu

sebagai anggota keluarga agar keadaan rumah bisa nyaman dan berharap cucu bisa berfikir

positif terhadap ayah dan ibu. b) Harapan ibu kepada menantu, supaya bisa sabar dalam

menghadapi orangtua dan mau memaafkan serta menerima perilaku ayah yang menyakiti hati

menantu. c) Harapan ibu pada anak, supaya anak bisa bersikap bijaksana kerana posisinya

sebagai anak dan juga sebagai istri maupun sebagai ibu. d) Harapan menantu ke ayah,

menantu berharap agar ayah bisa menerima kelebihan dan kekurang menantu, ayah bisa

menjadi teladan yang baik untuk keluarga, salah satuya dengan menjaga nama baik masing-

masing anggota keluarga, menantu juga meninta agar ayah tidak lagi mengatakan sendiran-

sindiran negatif kepada menantu. e) Harapa ayah kepada menantu agar tidak lagi bersikap

kasar dan tidak lagi membatasi kedekatan antara ayah ibu dan cucu, serta ayah berharap agar

menantu tidak lagi mengatakan hal buruk ke cucu yang membuat cucu berfikir negatif

tentang ayah dan ibu.

Ending interview, perubahan perilaku yang diharapkan itu menjadi tugas masing-

masing subjek untuk mencapai perubahan dalam keluarga tersebut. Setelah sepakat mengenai

perubahan perilaku, terapis meminta masing-masing subjek selama empat hari dan

menggunakan dan melaporkan dengan menggunakan self report. Dilanjutkan dengan

reframing yaitu bahwa apa yang dilakukan menantu dan ayah tidak ada maksud negatif,

hanya saja cara mengungkapkan yang kurang tepat. Sesi tigselanjutnya terdiri dari tahap

evaluasi. Terapis meminta masing-masing subjek untuk mengumpulkan self report yang telah

diberikan pada sesi sebelumnya dan melakukan evaluasi terhadap tugas rumah yang telah

disepakati. Berdasarkan self report dan wawancara dilakukan dapat disimpulkan bahwa ayah

dan menantu masih bersikap kaku, memilih diam tidak mau memulai komunikasi terhadap,

Page 10: STRATEGIC FAMILY THERAPY UNTUK MENGUBAH POLA …

Jurnal Bimbingan dan Konseling Terapan Volume 03 Number 01 2019 ISSN: Print 2549-4511 – Online 2549-9092 http://ojs.unpatti.ac.id/index.php/bkt

34

namun pada saat menantu memulai untuk menyapa, ayah bersedia untuk membalas

menyapa. Menantu juga mengajak cucu untuk bermalam selama 3 hari di rumah ayah, dan

biasa menenagkan cucu pada saat cucu minta pulang dengan cara memberikan gambaran

positif tentang ayah dan ibu, sehingga cucu mau untuk bermalam di rumah ibu dan ayah,

namun cucu belum bisa untuk di ajak komunikasi terutama oleh ayah.

Hasil

Grafik hasil penilaian selama intervensi sebagai berikut :

Grafik tersebut menunjukkan ada perbedaan tingkat permasalahan yang di sebabkan

oleh pola komunakasi yang maladaptif yaitu 2.69 sebelum (pre tes) dan sesudah perlakuan

Permasalahan dalam Keluarga

Page 11: STRATEGIC FAMILY THERAPY UNTUK MENGUBAH POLA …

Jurnal Bimbingan dan Konseling Terapan Volume 03 Number 01 2019 ISSN: Print 2549-4511 – Online 2549-9092 http://ojs.unpatti.ac.id/index.php/bkt

35

(pos tes). Tingkat permasalahan yang didapat setelah intervensi sebesar 2.38. Hal ini

menunjukkan adanya penurunan tingkat permasalahan dalam keluarga, sehingga intervensi

memberikan perubahan dalam komunikasi antar anggota keluarga.

Pemberian terapi yang dilakukan kepada subjek telah mencapai tujuan yang

direncanakan. Sesi terapi dirancang menjadi 7 sesi dan dibagi dalam 3 tahap yang terdiri dari

problem stage, interaction stage, defining desired changes di lanjutkan evaluasi dan follow

up dari sesi intervensi yang telah dilakukan. Setelah semua tahapan dilakukan maka dapat

dilihat perubahan subjek melalui wawasan (insight) bagaimana subjek mampu untuk

menyikapi kondisi masingmasing dari anggota keluarga sehingga tidak terjadi permasalah

pada ibu, ayah, anak, cucu maupun menantu. Pada awalnya ayah maupun menantu

menyikapi dengan negative kehadiran mereka, namun setelah pemberian intervensi tingkat

penolakan subjek menurun dan cucu berangsur menerima kehadiran ayah dan ibu.

Pembahasan

Hasil penelitian di atas menunjukan bahwa strategic famly therapy memberikan perubahan

permasalahan dalam keluarga, subjek dalam penelitian ini bisa komunikasi secara tepat

dengan antar anggota, hasil ini bearti bahwa strategic famly therapy efektif dalam merubah

pola komunikasi dalam keluarga Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh

Utami (2018), hasil penelitian menunjukkan bahwa strategic famly therapy efektif dalam

merubah pola komunikasi yang kurang tepat dalam keluarga,

Strategic family therapy yang diberikan bertujuan untuk memperbaiki komunikasi

antar anggota keluarga sehingga keluhan dan harapan dapat terpenuhi tanpa mengorbankan

harapan-harapan anggota keluarga yang lain. Strategic family therapy dilakukan dengan

strategi yang sudah dirancang dan dilaksanakan sesuai prosedur. Selain itu pendekatan terapi

keluarga secara langsung menangani masalah-masalah yang ada dikeluarga yaitu fokus pada

komunikasi keluarga yang digunakan saat ini dan treatment goals berasal dari permasalahan

atau gejala yang ditampakkan (Winek, 2012).

Hasil intervensi diketahui bahwa masing-masing anggota keluarga melaksanakan

tugas yang diberikan oleh terapis, namun di hari hari pertama dan kedua ayah tidak

melaksakan tugas dengan alasan sibuk. begitu juga dengan manantu di hari pertama dan

kedua tidak melaksanakan tugas yang telah di buat dan sepakati. Namun di hari berikutnya,

masing-masing anggota keluarga melaksakan yang telah di buat sehingga terjadi pola

komunikasi yang baik antar anggota keluarga.

Strategic family therapy yang diberikan kepada subjek dibuat bersama-sama oleh

anggota keluarga. Tujuan Strategic family therapy ini berfokus pada konsep behavior, artinya

Page 12: STRATEGIC FAMILY THERAPY UNTUK MENGUBAH POLA …

Jurnal Bimbingan dan Konseling Terapan Volume 03 Number 01 2019 ISSN: Print 2549-4511 – Online 2549-9092 http://ojs.unpatti.ac.id/index.php/bkt

36

tujuan keluarga tersebut merupakan perilaku yang nampak atau dapat di observasi. Selain itu,

perilaku yang diinginkan juga harus mengikuti konsep behavioral dalam arti perilaku ang

diinginkan pada akhir proses terapi, merupakan perilaku yang dapat berubah dalam konteks

yang masuk akal atau perilaku yang masih dapat diperhitungkan. Tugas yang dirancang untuk

anggota keluarga menggunakan teknik directive oleh Haley berupa daetar checklist yang

bertujuan untuk membuat anggota keluarga melakukan sesuatu yang berbeda dan merasakan

pengalaman yang berbeda, melibatkan terapis dengan proses treatment “meningkatkan

hubungan dengan terapis”, mengumpulkan beberapa informasi mengenai bagaimana respon

setiap anggota keluarga pada tugas yang diberikan dan anggota keluarga dapat diarahkan

pada suatu hal yang belum pernah dilakukan sebelumnya (Kerr & Cristine, 2008).

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa permasalahan yang muncul karena masing-

masing anggota memilih untuk saling membalas dengan perilaku negatif daripada

mendiskusikan masalah yang ada, sehingga komunikasi antar anggota keluarga tidak terjalin

dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA

Almasitoh, U.H. (2012). Model terapi dalam keluarga. Magistra No. 80 th. XXIV Juni 2012

ISSN 0215-9511.

Astutik, S, & Somaryati. (2013). Family therapy dalam menangani pola asuh orangtua yang

salah pada anak slow learner. Journal bimbingan dan konseling islam. 3 (1): 17-35

Chabel, Daniel, G., & Jackson, S. (2013). Engagement: A Critical Aspect of Family Therapy

Practice, 6(2): 65-70.

Croft, R., S. (2004). Communication Theory.

Creswell, J. W. (2010). Research desaign pendekatan kualitatif kuantitatif dan mied. Edisi

ketiga yogyakarta. Pustaka pelajar.

Devi., D., F,. (2016). Mengatasi masalah komunikasi dalam keluarga melalui strategic family

therapy. Jurnal Intervensi Psikologi. 8 (2) : 1

Goldenberg, I. (2008). Family therapy (an overview, seventh edition). USA: Thomson

Brooks/Cole.

Heath, R.L., & Bryant, J. (2000). Human communication theory and research. Hillsdale,

N.J.: Lawrence Erlbaum Associates.

Page 13: STRATEGIC FAMILY THERAPY UNTUK MENGUBAH POLA …

Jurnal Bimbingan dan Konseling Terapan Volume 03 Number 01 2019 ISSN: Print 2549-4511 – Online 2549-9092 http://ojs.unpatti.ac.id/index.php/bkt

37

HambaliI, M. (2016). Perspektif “family system intervency” untuk proteksi karakter

kebijakan siswa. Journal kajian bimbingan dan konseling, 1 (1): 12-18.

Hasnida. (2002). Family Counseling. Program Studi Psikologi. Tesis. USU digital library.

Kendall, Philip C, & Norton-Ford, Julian. (1982). Professional Dimension Scientific and

Professional Dimension. USA, John Willey and Sons, Inc.

Liddle, H.A, & Dakof, G. A. (1995). Efficacy of family therapy for drug abuse: promising

but not definitive. Journal of Marital and Family Therapy, 21,511-544.

Olson, R.B. (2007). Stratgic Family Therapy for Dysfunctional Parent. Academic Forum.

Paramastri, I. & Martiningtyas, M A. D. (2015). Penerapan brief strategic family therapy

(bsft) untuk meningkatkan komunikasi orang tua-anak. Gadjah mada journal of

professional psychology, 1 (1) : 64 – 75

Riyanto, T (2002). Pembelajaran Sebagai Proses Bimbingan Pribadi. Jakarta: Grasindo : 23

Santisteban, D. A., Coatsworth, J. D., PerezVidal, A., Kurtines, W. M., Schwartz, S. J.,

LaPerriere, A., & Szapocznik, J. (2003). The efficacy of brief strategic/ structural

family therapy in modifying behavior problems and an exploration of the mediating

role that family functioning plays in behavior change. Journal of Family Psychology,

17(1), 121- 133.

Szapocznik, J., Hervis, O. E., & Scwartz, S. (2003). Brief strategic family therapy for

adolescent drug abuse. NIDA Therapy Manuals for Drug Addiction. Rockville:

National Institute on Drug Abuse

.

Szapocznik, J., & Kurtines, W. (1989). Breakthrough in Family Therapy with Drug Abusing

and Problem Youth. New York: Springer.

Utami, W, (2017). Strategic family therapy untuk memperbaiki komunikasi dalam keluarga

di nganjuk. Journal An-Nafs, 2 (2) : 1

Widjaja, W., A. (1997). Komunikasi dan hubungan masyarakat (Jakarta: Bumi Aksara).

Santisteban, D. A., Muir, J. A., Mena, M. P., Mitrani, V. B. (2003). Integrated

Borderline Adolescent Family Therapy: Meeting the Challenges of Treating

Borderline Adolescents. Psychotherapy: Theory Research Practice Training, 40(4),

251-264.

Winek, L. (2012). Systemic family therapy from theory to practice. SAGE Publication, Inc.

Student and instructor site. http//:www.mftlicenes.com/pdf/sg-chpt4.pdf.