SKRIPSI LITERATUR REVIEW ANALISA KEGAGALAN …
Transcript of SKRIPSI LITERATUR REVIEW ANALISA KEGAGALAN …
SKRIPSI
LITERATUR REVIEW ANALISA KEGAGALAN MATERIAL TUBEASTM A210 GRADE A-1 PADA BOILER
Diajukan Sebagai Syarat Untuk Menyelesaikan Skripsi Pada Program Studi Sarjana Teknik Mesin Institut Teknologi PLN
Disusun Oleh :
IRWANSYAH SUPRAPTO SARAGI SITIO
201612005
PROGRAM STUDI SARJANA TEKNIK MESIN
FAKULTAS TEKNOLOGI DAN BISNIS ENERGI
INTITUT TEKNOLOGI-PLN
JAKARTA, 2020
THESIS
LITERATURE REVIEW OF MATERIAL FAILURE ANALYSIS ASTM A210 GRADE A-1 TUBE MATERIAL IN THE BOILER
Sudmitted As Requirement To Complete Thesis In The Mechanical Engineering Undergraduate Study Program, Institute of Technology PLN
Arranged by :
IRWANSYAH SUPRAPTO SARAGI SITIO
201612005
MECHANICAL ENGINEERING UNDERGRANUATE STUDY PROGRAM
FACULTY OF TECHNOLOGY AND ENERGY BUSINESS
INTITUTE OF TECHNOLOGY-PLN
JAKARTA, 2020
i
LEMBAR PENGESAHAN TIM PENGUJI
Nama : Irwansyah Suprapto Saragi Sitio
NIM : 201612005
Fakultas/Prodi : FTBE/S1 Teknik Mesin
Judul Skripsi : LITERATUR REVIEW ANALISA KEGAGALAN MATERIAL
TUBE ASTM A210 GRADE A-1 PADA BOILER
Telah disidangkan pada semester genap Tahun Akademik 2019/2020 dan
dinyatakan Lulus sidang Sikripsi Fakultas Teknologi dan Bisnis Energi Progam
Studi Sarjana Teknik Mesin Institut Teknologi-PLN pada tanggal 22 Agustus 2020.
Nama Penguji Jabatan Tanda Tangan
1. Prof. Dr – Ing. Andika Widia Pramono, M.Sc
Dosen
Pembimbing
2. Martin Choirul Fatah, S.T, M.T, Phd
Ketua Tim
Penguji
3. Hendri. S.T., M.T Sekretaris Tim
Penguji
4. Roswati Nurhasanah, S.T., M.T.
Anggota Tim
Penguji .
Jakarta, 29 Agustus 2020
Mengetahui,
Kaprodi S1 Teknik Mesin
(Roswati Nurhasanah, S.T., M.T.)
Digitally signed by Roswati NurhasanahDN: OU=Institut Teknologi PLN, O=Fakultas Teknologi dan Bisnis Energi, CN=Roswati Nurhasanah, [email protected]: I am the author of this documentLocation: your signing location hereDate: 2020-09-06 19:07:30Foxit Reader Version: 10.0.0
Roswati Nurhasanah
Martin Choirul Fatah
Digitally signed by Martin Choirul Fatah Date: 2020.09.07 08:58:27 +07'00'
Digitally signed by HendriDN: C=ID, OU=Fakultas Teknologi dan Bisnis Energi, O=Program Studi Sarjana Teknik Mesin, CN=Hendri, [email protected]: I am the author of this documentLocation: Date: 2020-09-07 09:34:16Foxit Reader Version: 9.4.1
Hendri
Digitally signed by Andika W. PramonoDN: C=ID, OU=Fakultas Teknologi dan Bisnis Energi, O=Institut Teknologi - PLN, CN=Andika W. Pramono, [email protected]: I am approving this documentLocation: your signing location hereDate: 2020-09-07 11:29:24Foxit Reader Version: 10.0.1
Andika W. Pramono
Digitally signed by Roswati NurhasanahDN: OU=Institut Teknologi PLN, O=Fakultas Teknologi dan Bisnis Energi, CN=Roswati Nurhasanah, [email protected]: I am the author of this documentLocation: your signing location hereDate: 2020-09-07 17:01:35Foxit Reader Version: 10.0.0
Roswati Nurhasanah
ii
UCAPAN TERIMA KASIHDengan ini saya:
Nama : Irwansyah Suprapto Saragi Sitio
Nim : 201612005
Menyatakan mengucapkan terimakasih kepada :
Bapak Andika Widya Pramono, Dr-ing, M. Sc
Selaku pembimbing skripsi yang penuh kesabaran memberikan arahan,
saran serta bimbinganya sehingga skripsi ini dapat di selesaikan dengan
lancar.
Jakarta, 14 Agustus 2020
(Irwansyah Suprapto Saragi Sit
2016-120-05
iii
UCAPAN TERIMA KASIH
Dengan ini saya:
Nama : Irwansyah Suprapto Saragi Sitio
Nim : 201612005
Fakultas/Prodi : FTBE/S1 Teknik Mesin
Menyatakan mengucapkan terimakasih kepada:
Bapak Andika Widya Pramono, Dr-ing, M. Sc
Selaku pembimbing skripsi yang penuh kesabaran memberikan arahan, saran
serta bimbinganya sehingga skripsi ini dapat di selesaikan dengan lancar.
Jakarta, 29 Agustus 2020
(Irwansyah Suprapto Saragi Sitio)
2016-120-05
Digitally signed by Irwansyah Suprapto Saragi SitioDN: C=ID, OU=S1 Teknik Mesin, O=Institut Teknologi PLN, CN=Irwansyah Suprapto Saragi Sitio, [email protected]: I am the author of this documentLocation: your signing location hereDate: 2020-09-05 08:16:27Foxit Reader Version: 10.0.1
Irwansyah Suprapto
Saragi Sitio
iv
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI SKRIPSI UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademika Insitut Teknologi PLN, saya yang bertanda tanga
dibawah ini :
Nama : Irwansyah Suprapto Saragi Sitio
Nim : 201612005
Fakultas/Prodi : FTBE/S1 Teknik Mesin
Jenis Karya : Skripsi
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada
Institut Teknologi PLN Hak Bebas Royalti Non Ekslusif (Non-exclusiveRoyalty Free Reight) Atas karya ilmiah saya yang berjudul :
“Literatur Review Analisa Kegagalan Material Tube ASTM A210 Grade A-1Pada Boiler”
Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non
eksklusif ini Institut Teknologi PLN berkak menyimpan, mengalih media /
formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan
mempublikasikan Skripsi saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai
penulis / pencipta dan sebagai Hak Cipta. Demikian Pernyataan ini saya buat
dengan sebenarnya.
Dibuat di : Jakarta
Pada tanggal: 29 Agustus 2020
(Irwansyah Suprapto Saragi Sitio)
201612005
Digitally signed by Irwansyah Suprapto Saragi SitioDN: C=ID, OU=S1 Teknik Mesin, O=Institut Teknologi PLN, CN=Irwansyah Suprapto Saragi Sitio, [email protected]: I am the author of this documentLocation: your signing location hereDate: 2020-09-05 08:17:27Foxit Reader Version: 10.0.1
Irwansyah Suprapto
Saragi Sitio
v
ABSTRAK
LITERATUR REVIEW ANALISA KEGAGALAN MATERIAL TUBE ASTM A210 GRADE A-1 PADA BOILER
Irwansyah Suprapto Saragi Sitio
2016-12-005
S1 – Teknik Mesin Institut Teknik PLN
Dibawah bimbingan Prof. Dr.-Ing. Andika Widya Pramono, M.Sc
Keter Uap atau boiler merupa suatu komponen utama yang berfungsi sebagai
tungku pemanas mengubah air menjadi uap yang selanjutnya untuk penggerak
atau memutar turbin. Pada boiler terdiri dari pipa-pipa guna memanaskan air
hingga titik didih (Uap kering). Akibat dari penguapan sering mengalami terjadinya
kegagalan riser-tube dan tube economizer dengan kegagalan berupa stress
corrosion crack, residual stress, pecahan dan penipisan pada permukaan tube.
Riser tube pada boiler berfungsi untuk mengaliri uap campuran uap dan air dari
pipa dinding furnace menuju water-steam separator. Tube economizer pada boiler
berfungsi sebagai penghubung ke komponen lain yang di aliri air didih dengan
efisiensi panas hingga 4-6%. Dimana kegagalan diakibatkan emisi pembakaran
dan akibat strain hardening, serta akibat erosi sehinga tube mengalami SCC yang
memiliki campuran interglanular – transgranular (IG-TG). Analisa yang dilakukan
dengan literature review dengan meninjau tujuh sumber jurnal artikel,
menggunakan metode sistematik literatur review (SLR). Pengujian yang terdiri dari
mengamatan visual, uji mikroskopik MO, uji kekerasan (Vickers), uji SEM serta uji
komposisi pada material yang mengalami kegagalan.
Kata kunci : Boiler, riser tube, tube economizer, SCC, IG-TG
vi
ABSTRACT
LITERATURE REVIEW OF MATERIAL FAILURE ANALYSIS TUBE ASTM A210 GRADE A-1 IN THE BOILER
Irwansyah Suprapto Saragi Sitio
2016-12-005
S1 - Mechanical Engineering, PLN Engineering Institute
Under guidance Prof. Dr.-Ing. Andika Widya Pramono, M.Sc
A steam boiler or boiler is a major component that functions as a heating furnace to
convert water into steam which is then used to drive or rotate the turbine. The
boiler consists of pipes to heat water to a boiling point (dry steam). As a result of
evaporation, riser-tube and tube economizer failures often occur with failures in the
form of stress corrosion cracks, residual stress, fractures and thinning on the tube
surface. The riser tube in the boiler functions to flow the steam and water mixture
from the furnace wall pipe to the water-steam separator. The tube economizer in
the boiler functions as a connector to other components that are flowed by boiling
water with heat efficiency of up to 4-6%. Where failure is due to combustion
emissions and due to strain hardening, and due to erosion so that the tube
experiences SCC which has a mixture of interglanular - transgranular (IG-TG). The
analysis was carried out with a literature review by reviewing 7 sources of journal
articles, using the systematic literature review (SLR) method. The test consisted of
visual observation, MO microscopic test, hardness test (Vickers), SEM test and
composition test on failed materials.
Keywords : Boiler, riser tube, tube economizer, SCC, IG-TG
vii
KATA PENGANTARPuji dan syukur kami panjatkan kepada TUHAN YANG MAHA ESA karena
atas kehendak dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penyusunan dan penulisan skripsi dengan judul “Literatur Review Analisa Kegagalan Material Tube ASTM A210 Grade A-1 Pada Boiler” penulisan skripsi
ini merupakan salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Teknik pada Teknik
Mesin Institut Teknologi PLN Jakarta.
Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan bimbingan berbagai
pihak sehingga skripsi ini selesai, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis
mengucapkan banyak terimakasih yang sebesar besarnya kepada :
1. Orang Tua dan keluarga saya yang telah memberikan do’a dan
semangat dalam pembuatan skripsi ini.
2. Bapak Andika Widya Pramono, Dr Ing, M.Sc Selaku dosen
pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktunya serta
memberikan bimbingan serta pengarahan sehingga skripsi ini dapat
di selesaikan.
3. Ibu Roswati Nurhasanah, ST, M.T Selaku Kepala Program Studi
Sarjana Teknik Mesin Institut Teknologi PLN
4. Teman – teman S1 Teknik Mesin Institut Teknologi PLN Kususnya
Rantai 16 sehingga skripsi ini bisa dapat terselesaikan.
5. Serta Alumni S1 Teknik Mesin Institut Teknologi PLN yang tidak bisa
saya sebutkan satu – satu.
6. Semua pihak yang telah membantu penulisan selama proses belajar
dan menyusun Laporan Skripsi.
viii
Penulis menyadari dalam penulisan Skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, oleh
karena itu penulis berharap ada saran dan kritik yang bersifat membangun untuk
menyempurnakan Skripsi ini. Semoga ilmu pengetahuan ini bermanfaat bagi
penulis maupun yang membacanya.
Jakarta, 29 Agustus 2020
Irwansyah Suprapto Saragi Sitio
2016-12-005
Digitally signed by Irwansyah Suprapto Saragi SitioDN: C=ID, OU=S1 Teknik Mesin, O=Institut Teknologi PLN, CN=Irwansyah Suprapto Saragi Sitio, [email protected]: I am the author of this documentLocation: your signing location hereDate: 2020-09-05 08:18:37Foxit Reader Version: 10.0.1
Irwansyah Suprapto
Saragi Sitio
ix
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN TIM PENGUJI.................................................................. iPERNYATAAN KEASLIAN SIKRIPSI ...................................................................... iiUCAPAN TERIMA KASIH....................................................................................... iiiHALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI SKRIPSI UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS................................................................................... ivABSTRAK ................................................................................................................vABSTRACT............................................................................................................. viKATA PENGANTAR .............................................................................................. viiDAFTAR ISI ............................................................................................................ ixDAFTAR GAMBAR ................................................................................................ xvDAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................ xxiBAB I PENDAHULUAN............................................................................................1
1.1. Latar Belakang............................................................................................11.2 Permasalahan Penelitan.............................................................................2
1.2.1 Rumusan Masalah ...............................................................................21.2.2 Batasan Masalah..................................................................................21.2.3 Identifikasi Masalah..............................................................................3
1.3 Tujuan dan Manfaat Peneliti .......................................................................31.4 Sistematika Penulisan.................................................................................3
BAB II LANDASAN TEORI ......................................................................................52.1. Tinjauan Pustaka ........................................................................................5
2.1.1 Komponen - Komponen Boiler .............................................................62.1.2 Klasifikasi Ketel Uap menurut material yang digunakan.....................122.1.3 Klasifikasi Ketel Uap menurut Tipe Pipa ............................................122.1.4 Prinsip Kerja Pembakaran..................................................................14
2.2 Teori Material ............................................................................................162.2.1 Bahan Logam.....................................................................................162.2.2 Baja Karbon .......................................................................................192.2.3 Pengaruh Unsur Paduan Pada Baja ..................................................20
x
2.3 Analisa Kegagalan pada Tube Boiler........................................................242.4 Uji kekerasan (Hardness test)...................................................................262.5 Pengujian dengan cara Bahan Dirusak.....................................................292.6 Pengujian dengan cara Material tidak Dirusak..........................................30
BAB III METODOLOGI PENELITIAN.....................................................................323.1 Metode Studi Literatur...............................................................................323.2 Bahan Studi Literatur ................................................................................323.3 Kerangka Pemecahan Masalah................................................................333.4 Teknik Analisa ..........................................................................................33
BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN.................................................................354.1 Analisa Data 1 ‘Failure Analysis On Economizer U-Tube SA-A210-A1 B-1102 Of Pt. Petrokimia Gresik Plan 1’ (TAJALLA, G. U 2015)............................35
4.1.1 Latar Belakang ...................................................................................354.1.2 Tujuan Peneliti ...................................................................................354.1.3 Metode Peneliti...................................................................................354.1.4 Hasil Data Operasi Lapangan dan Hasil pengujiaan..........................364.1.5 Data 1 Faktor-Faktor Penyebab Kegagalannya .................................50
4.2 Analisa Data 2 “Failure Analysis Of Riser Wall Tube No. 3 ASTM A210 Grade A-1 At Boiler Unit 2 Steam Power Generator Pt X” (Industri, F. T. (2015)...…………………………………………………………………………………54
4.2.1 Latar Belakang ...................................................................................544.2.2 Tujuan Penelitian................................................................................554.2.3 Metode Penelitian...............................................................................554.2.4 Hasil Histori Operasional dan Hasil Pengujian ...................................554.2.5 Data 2 Faktor-Faktor Penyebab Kegagalannya .................................66
4.3 Analisa Data 3 “Failure Analysis Of The Wall Tubes Of a Water-Tube Boiler” (Duarte, 2017) .........................................................................................70
4.3.1 Latar Belakang ...................................................................................704.3.2 Tujuan Penelitian................................................................................704.3.3 Metode Penelitian...............................................................................704.3.4 Hasil Data operasi dan Hasil Pengujian .............................................714.3.5 Data 3 Faktor Penyebab Kegagalannya.............................................78
xi
4.4 Analisa Data 4 “Thermal Fatigue and Corrosion Fatigue in Heat Recovery area Wall Side Tubes” (J. Ahmad a, 2010).........................................................80
4.4.1 Latar Belakang ...................................................................................804.4.2 Tujuan Penelitian................................................................................804.4.3 Metode Penelitian..............................................................................814.4.4 Hasil Histori Operasi dan Hasil Penelitian .........................................814.4.5 Data 4 Faktor Penyebab Kegagalannya.............................................91
4.5 Analisa Data 5 “Analysis of failures in boiler tubes due to fireside corrosion in a waste heat recovery boiler” (S. Srikantha, 2003) .........................................93
4.5.1 Latar Belakang ...................................................................................934.5.2 Tujuan Penelitian................................................................................944.5.3 Metode Penelitian...............................................................................944.5.4 Hasil Data Operasi dan Hasil Pengujian ............................................944.5.5 Data 5 Faktor Penyebab Kegagalannya...........................................101
4.6 Analisa Data 6 “Caustic corrosion in a boiler waterside tube: Root cause and mechanism” (Farhad, 2013) ......................................................................103
4.6.1 Latar Belakang .................................................................................1034.6.2 Tujuan Penelitian..............................................................................1034.6.3 Metode Penelitian.............................................................................1034.6.4 Hasil Data Operasi dan Hasil Pengujian ..........................................1046.4.5 Data 6 Faktor Penyebab Kegagalannya...........................................113
4.7(HockChye Qua, 2011) .....................................................................................115
4.7.1 Latar Belakang .................................................................................1154.7.2 Tujuan Penelitian..............................................................................1154.7.3 Metode Penelitian.............................................................................1164.7.4 Hasil Data Operasi dan Pembahasan Pengujian .............................1164.7.5 Data 7 Faktor Penyebab Kegagalannya...........................................126
4.8 Kesimpulan Setiap Sumber Literatur Review..........................................128BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................................133
5.1 Kesimpulan .............................................................................................1335.2 Saran ......................................................................................................133
xii
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................134DAFTAR RIWAYAT HIDUP .................................................................................136
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Komposisi Kimia (DH Nugroho, 2013) ...................................................32
Tabel 3.2 Sifat mekanik materia (Unila, 2013) .......................................................32
Tabel 3.3 Waktu pelaksanaan pengujian ...............................................................34
Tabel 4.1 Spesipikasi tube (TAJALLA, G. U. N 2015) 37
Tabel 4.2 Data operasi pada economizer (TAJALLA, G. U. N 2015) .....................39
Tabel 4.3 Hasil pengujian OES (TAJALL, G. U. N 2015) .......................................39
Tabel 4.4 Ukuran R dan r tube dalam perhitungan % stain (TAJALLA, G. U. N,
2015)......................................................................................................................40
Tabel 4.5 Hasil persentasi unsur di daerah A dan B (TAJALLA, G. U. N 2015).....48
Tabel 4.6 Hasil pengujian komposisi kimia (Industri, F. T 2015) ............................59
Tabel 4.7 Hasil analisa XRD (Industri, F. T 2015)..................................................60
Tabel 4.8 Hasil perhitungan diameter butir ............................................................63
Tabel 4.9 Hasil pengujian kekerasan (Industri, F. T 2015).....................................65
Tabel 4.10 Data parameter boiler dan kegagalannya (Duarte, 2017) ....................71
Tabel 4.11 Analisis kimia sampel dibawah kegagalan tube boiler (Duarte, 2017) .76
Tabel 4.12 Analisis kimia produk korosi di dalam lubang (Duarte, 2017)..............77
Tabel 4.13 Konstituen endapan di permukaan bagian dalam tabung HRA RHS (J.
Ahmad a, 2010) .....................................................................................................87
Tabel 4.14 Kondis proses dan spesifikasi material untuk berbagai komponen boiler
pemulihan panas limbahi (S. Srikantha, 2003).......................................................95
Tabel 4.15 Sifat endapan di berbagai bagian boiler pemulihan panas limbah (S.
Srikantha, 2003).....................................................................................................96
Tabel 4.16 Komposisi kimia lengkap (% berat) dari endapan (analisis kimia basah
(S. Srikantha, 2003) ...............................................................................................98
Tabel 4.17 Fase terdeteksi dalam berbagai endapan dengan analisis difraksi sinar-
X (S. Srikantha, 2003)............................................................................................99
Tabel 4.18 Analisa kimia dari tabung boiler yang gagal (Farhad, 2013) ..............106
xiv
Tabel 4.19 Hasil uji kekerasan mikro dalam jarak yang berbeda dari alur. (Farhad,
2013)....................................................................................................................108
Tabel 4.20 Analisa elemen EDS dari permukaan bagian dalam tabung dari bagian
spesimen yang berbeda (Farhad, 2013) ..............................................................111
Tabel 4.21 Pola difraksi sinar - X serbuk produk korosi pada daerah alur. (Farhad,
2013)....................................................................................................................112
Tabel 4.22 Ringkasan informasi operasional penting dari 08-Nov-03 hingga 15-
Jan-05 (HockChye Qua, 2011) ............................................................................117
Tabel 4.23 Diameter luar dan ketebalan sampel tabung yang disediakan.
(HockChye Qua, 2011) ........................................................................................124
Tabel 4.24 Analissi SEM/EDX (HockChye Qua, 2011) ........................................125
Tabel 4.25 Uraian kesimpulan setiap sumber. .....................................................128
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Skematik Boiler (Fitroh Dzulqornain, 2015)..........................................6
Gambar 2.2 Economizer (Fitroh Dzulqornain, 2015)................................................7
Gambar 2.3 Skematik Economizer (Fitroh Dzulqornain, 2015) ................................7
Gambar 2.4 Furnace (Fitroh Dzulqornain, 2015) .....................................................8
Gambar 2.5 Steam Drum (Fitroh Dzulqornain, 2015) ..............................................9
Gambar 2.6 Superheater (Fitroh Dzulqornain, 2015).............................................10
Gambar 2.7 Skematik Superheater (Fitroh Dzulqornain, 2015) .............................10
Gambar 2.8 Boiler Pipa Api (agus sughiarto, 2016)...............................................13
Gambar 2.9 Boiler Pipa Air (Flvers, H, 2013).........................................................14
Gambar 2.10 Jenis Pembakaran (Bureau of Energy Efficiency, 2004) ..................16
Gambar 2.11 Brinnell (Ismail, R, 2018)..................................................................27
Gambar 2.12 Vickers (Ismail, R, 2018) ..................................................................28
Gambar 2.13 Rockwell (Ismail, R, 2018) ...............................................................29
Gambar 3. 1 Rangkaian permasalahan .................................................................33
Gambar 4.1 Kebocoran yang terjadi pada u-tube economizer...............................37
Gambar 4.2 Desain economizer B-1102 (TAJALLA, G. U. N 2015).......................38
Gambar 4.3 Dimensi u-tube (TAJALLA, G. U. N 2015)..........................................38
Gambar 4.4 Ilustrasi pengambilan sampel tube baru (TAJALLA, G. U. N, 2015) ..41
Gambar 4.5 Perbandingan struktur tube baru dengan pembesar yang sama 50x
(TAJALLA, G. U. N, 2015) .....................................................................................41
Gambar 4.6 Perbandingan strukturmikro tube baru dan tube gagal dengan
pembesar yang sama 500x (TAJALL, G. U. N 2016).............................................42
Gambar 4.7 Ilustrasi lokasi indentasi pengujian Vickers (TAJALLA, G. U. N 2015)
...............................................................................................................................43
xvi
Gambar 4.8 Grafik distribusi nilai kekerasan tube baru dan tube gagal (TAJALLA,
G. U. N 2015).........................................................................................................43
Gambar 4.9 Sampe yang sudah dipotong melintang pada memperlIhatkan crack
pada bagian dalam tube (TAJALLA, G. U. N 2015) ...............................................44
Gambar 4.10 Skema pengambilan sampel pada tube yang gagal ( TAJALLA, G. U.
N 2015) ..................................................................................................................45
Gambar 4. 11 kedalaman crack setelah pemotongan melintang dengan mikroskop
stereo (TAJALLA, G. U. N 2015)............................................................................45
Gambar 4.12 Hasil morfologi crack yang melebar (TAJALLA, G. U. N 2015)........46
Gambar 4.13 Hasil analisa EDX a dan b (TAJALLA, G. U. N 2015) ......................47
Gambar 4.14 Topografi daerah A ................................. (TAJALLA, G. U. N 2015)48
Gambar 4.15 Topografi daerah B (TAJALLA, G. U. N 2015) .................................48
Gambar 4.16 Rata-rata pH feedwater boiler tahun 2011-2012 (TAJALLA, G. U. N
...............................................................................................................................51
Gambar 4.17 skematik penyebab kegagalan stress corrosion cracking (TAJALLA,
G. U. N 2015).........................................................................................................52
Gambar 4.18 Skema daerah riser wall tube pada boiler (Industri, F. T 2015)........56
Gambar 4.19 Sampel riser wall tube nomor 3 ASTM A12 grade A-1 (Industri, F. T
2015)......................................................................................................................56
Gambar 4.20 Sisi samping patahan riser wall tube (Industri, F. T 2015) ...............57
Gambar 4.21 Daerah dan hasil Fraktografi, hasil uji stereomicroscope dan hasil uji
SEM (Industri, F. T 2015).......................................................................................58
Gambar 4.22 Grafik hasil uji XRD (Industri, F. T 2015)..........................................60
Gambar 4.23 Spesimen uji metalografi pada daerah jauh patahan dan dekat
patahan (Industri, F. T 2015) .................................................................................62
Gambar 4.24 Hasil pengujian metalografi 500x. (a) Spesimen jauh dari patahan
dan (b) Spesimen daerah patahan (Industri, F. T 2015) ........................................63
Gambar 4.25 Hasil pengujian SEM (Industri, F. T 2015) .......................................64
Gambar 4.26 Hasil indentasi spesimen, (a) dekan patahan dan (b) jauh dari
patahan (Industri, F. T 2015) .................................................................................65
xvii
Gambar 4.27 Grafik hasil pengujian kekerasan (Industri, F. T 2015).....................66
Gambar 4.28 Daerah kebocoran riser wall tube (Industri, F. T 2015) ....................68
Gambar 4.29 Pipa air yang menunjukkan zona retak pada pipa dinding (Duarte,
2017)......................................................................................................................71
Gambar 4.30 Tube yang rusak dalam kondisi seperti yang diterima (Duarte, 2017)
...............................................................................................................................73
Gambar 4.31 Tampilan jarak dekat dari retakan pada permukaan bagian dalam
tabung (Duarte, 2017)............................................................................................73
Gambar 4.32 Permukaan internal sarah satu tabung bengkok yang menunjukkkan
lubang korosi (Duarte, 2017) .................................................................................74
Gambar 4.33 SEM diambil dari permukaan internal salah satu tabung dibagian
bengkok (Duarte, 2017) .........................................................................................74
Gambar 4.34 Mikro menunjukkan retak korosi antar butir, diukir dengan reagen
Nital 3% (Duarte, 2017) .........................................................................................75
Gambar 4.35 Sampel Beroriontasi melintang pada bagian tabung yang bengkok
(Duarte, 2017)........................................................................................................75
Gambar 4.36 Mikrografi yang minunjukkan morfologi korosi Piting dan crancking
(Duarte, 2017)........................................................................................................76
Gambar 4.37 (a) SEM dari lubang korosi diatas permukakan bagian dalam tabung
kete yang menunjukkan Fe, O, Si dan Mnl, (b) Spektrum EDS (Duarte, 2017) .....78
Gambar 4 38 Lokasi kegagalan tabung di area pemulihan panas .........................82
Gambar 4.39 Lokasi Kegagalan HRA LHS setelah pemotongan sirip tabung (kiri)
dan lubang serta retakan tabung yang gagal (kanan)............................................83
Gambar 4.40 Lokasi kegagalan tabung dinding samping RHS HRA (berbentuk
lingkaran) ...............................................................................................................83
Gambar 4.41 Tabung dinding samping RHS HRA yang rusak menunjukkan celah
terbukan dan meninggalkan tepi tumpul ................................................................84
Gambar 4.42 Tabung HRA RHS yang gagal .........................................................84
Gambar 4.43 Kondisi kotoran permukaan bagian dalam dari tabung RHS HRA
yang diterima oleh produk korosi ...........................................................................85
xviii
Gambar 4.44 Dinding samping RHS HRA tabung 2 dan 3 setelah pembuangan
endapan dengan pembersihan kimiawi menunjukkan kondisi permukaan dalam
yang parah akibat korosi. .......................................................................................86
Gambar 4.45 Tabung 4 Dinding samping HRA RHS setelah pengangkatan
endapan dengan chemical cleaning menunjukkan sisi yang lebih panas (atas) lebih
banyak terkena korosi steam daripada sisi yang lebih dingin (bawah). .................86
Gambar 4.46 Mikrografi menunjukkan retakan makro transgranular yang
menembus jauh ke dalam permukaan internal tabung HRA LHS yang gagal. ......88
Gambar 4.47 Mikrografi menunjukkan banyak retakan berbentuk baji pada
permukaan internal tabung HRA LHS yang gagal. ................................................89
Gambar 4.48 Mikrografi permukaan luar pipa dinding samping LHS HRA yang
gagal menunjukkan retakan makro trangranular pada zona yang terkena panas
(HAZ) dari sambungan las. ....................................................................................89
Gambar 4.49 Mikrografi permukaan bagian dalam Tabung RHS HRA yang gagal
menunjukkan retak transgranular yang berasal dari dasar pit. ..............................90
Gambar 4.50 Mikrografi permukaan bagian dalam tabung RHS HRA yang gagal
menunjukkan retakan transgranular yang menembus ke permukaan luar.............90
Gambar 4.51 Mikrografi menunjukkan adanya retakan micro transgranular pada
permukaan luar tabung RHS HRA. ........................................................................91
Gambar 4.52 Mikrografi mengungkapkan retakan mikro transgranular pada
permukaan luar yang menembus ke arah permukaan dalam (tabung RHS HRA).91
Gambar 4.53 Diagram konseptual boiler pemulihan panas limbah........................95
Gambar 4.54 Mikrografi SEMdari deposito di belakang mode pencitraan elektron
tersebar. Kontras nomor atom dapat dilihat pada gambar yang tersebar di bagian
belakang: (a) deposit superheater; (b) deposit evaporator HP; (c) Penghemat HP
yang saya setorkan; (d) deposit HP-economiser II; (e) endapan pemanas awal
kondensat. .............................................................................................................97
Gambar 4.55 Diagram wilayar dominan sistem Fe – S – O pada 823 K..............100
Gambar 4.56 Log pO2 vs pSO2 plot sistem Fe – S – O di 723 K .........................100
xix
Gambar 4.57 Tabung superheater gagal yang diterima: (a) tampak sisi dalam, (b)
tampak sisi luar dan (c) tampilan penampang melintang. ....................................105
Gambar 4.58 Struktur metalografi tabung diambil dari (a) pusat sampel, (b) daerah
yang berdekatan dengan alur pada skala abu-abu tua, (c) daerah yang berdekatan
dengan alur pada skala coklat dan (d) wilayah alur. Semua mikrograf berukuran
500x. ....................................................................................................................107
Gambar 4.59 Uji kekerasan (a) Pemindaian gambar dan garis yang sesuai di mana
kekerasan diukur dan (b) profil kekerasan tabung. ..............................................108
Gambar 4.60 SEM dari penampang lintang daerah alur, di mana dua lapisan
deposit terbentuk pada logam dasar: produk korosi berpori (bagian A) dan skala
seragam (bagian B). ............................................................................................109
Gambar 4.61 Mikrografi SEM dari wilayah alur pada dua perbesaran yang
berbeda................................................................................................................110
Gambar 4.62 Mikrografi SEM dari wilayah coklat (lapisan hematit) pada dua
perbesaran yang berbeda....................................................................................110
Gambar 4.63 Mikrografi SEM dari wilayah abu-abu gelap (lapisan magnetit) pada
dua perbesaran yang berbeda.............................................................................111
Gambar 4.64 Hasil XRD ......................................................................................112
Gambar 4.65 Tiga sampel tabung yang disediakan untuk pemeriksaan, ditetapkan
sebagai Tabung A, Tabung B dan Tabung C; panah 1–5 menunjuk ke Lokasi dari
mana Spesimen 1-5 dipotong untuk pemeriksaan metalografi. ...........................118
Gambar 4.66 Tabung C permukaan luar, dengan lubang yang seragam di seluruh
bagian; lubang bagaimanapun jauh lebih ringan daripada di permukaan internal.
.............................................................................................................................119
Gambar 4.67 Tabung C permukaan bagian dalam, diisi secara seragam dengan
lubang dangkal; lubang ditutup dengan lapisan tipis produk korosi kecoklatan. Area
tanpa lubang (panah) memiliki lapisan tipis oksida gelap ....................................119
Gambar 4.68 Tabung B, Lokasi 3, dengan lubang korosi dangkal di permukaan
bagian dalam, ditutupi dengan oksida kecoklatan................................................120
xx
Gambar 4.69 Tabung A, ujung potong dari Lokasi 1, berisi sambungan las;
permukaan internal berlubang buruk di lokasi di mana lapisan oksida gelap tidak
ada. Area yang tidak diserang masih tertutup lapisan oksida berwarna gelap ....120
Gambar 4.70 Struktur mikro khas dari bahan tabung, terdiri dari sekitar 10% perlit
dalam matriks ferit; tidak ada degradasi termal yang teramati pada perlit (Mag
1000 ×).................................................................................................................121
Gambar 4.71 Spesimen S1, penampang melintang, permukaan dalam;
pemandangan salah satu lubang yang lebih besar dengan sisi-sisinya memiliki
kemiringan yang cukup landai (Mag 20 ×). ..........................................................122
Gambar 4.72 Tampilan yang diperbesar dari area kotak dari Gambar 4.71,
menunjukkan bahwa hanya ada lapisan tipis oksida di permukaan (panah) (Mag 50
×). ........................................................................................................................122
Gambar 4.73 Spesimen S1, menunjukkan keberadaan lubang lain dengan sisi
tajam dan bergerigi dan diisi dengan oksida (Mag 200 ×)....................................123
Gambar 4.74 Spesimen S1, penampang membujur melintasi diskontinuitas pada
sambungan las, menunjukkan bahwa hanya ada ligmen tipis sekitar 0,7 mm (Mag
25 ×).....................................................................................................................123
Gambar 4.75 Tampilan yang diperbesar dikontinitas, menunjukkan bahwa
mikrostruktur di sisi berlawanan dari diskontinuitas berbeda; ini menunjukkan
bahwa diskontinuitas bukanlah retakan (Mag 100 ×). ..........................................124
Gambar 4.76 Spesimen mikro longitudinal dan transversal, S1 – S5, masing-
masing dari Lokasi 1 sampai 5 (semua spesimen memiliki lubang dangkal di
permukaan internalnya. Spesimen S1 longitudinal berisi sambungan las dengan
diskontinuitas yang dalam....................................................................................125
xxi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Lembar Perbaikan Dosen Pembimbing………………………………..137
Lampiran 2 Lembar perbaikan Dosen Penguji 1……………………………………138
Lampiran 3 Lembar Perbaikan Dosen Penguji 2……………………………………139
Lampiran 4 Lembar Perbaikan Dosen Penguji 3……………………………………140
Lampiran 5 Lembar Bimbingan Skripsi………………………………………………141
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Boiler adalah salah satu peralatan pembangkit listik yang digunakan untuk
menghasilkan uap (steam) untuk berbagai keperluan. Boiler disebut juga mesin
konversi energi untuk mengubah air dari fase cair menjadi uap yang bertekanan
tinggi. Dimana proses perubahan fase ini membutuhkan kalor yang besar dari hasil
proses pembakaran bahan bakar. Oleh karena sumber daya alam yang semakin
menipis dan semakin mahal, boler pada saat proses pembakaran juga
menimbulkan polusi udara. Di industri pembangkit listrik saat ini sudah banyak
menggunakan boiler sebagai proses pembakaran. Boiler di industri tersebut
menggunakan bahan bakar untuk menghasilkan energi dengan kemudian
digunakan untuk memanaskan air sehingga air akan berubah fase yaitu uap air.
Salah satu pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) boiler tersebut berperan
penting untuk menghasilkan uap, bahan bakar digunakan untuk menaikkan
temperatur dari pipa pipa dengan temperatur tinggi. Pembangkit listrik tenaga uap
(PLTU) menggunakan super critical yang berkapasitas, tekanan dan temperatur
memiliki pipa dengan jenis material tube SA210 Grade A-1.
Pada saat unit star up pipa di daerah superheater mengalami kebocoran
sehingga pipa menjadi pecah. Proses star up memiliki batasan-batasan metal
temperatur pada saat bahan bakar di masukkan. Hal ini bertujuan agar material
tidak mengalami kerusakan, beberapa jenis kerusakan yang terjadi pada pipa
boiler (tube boiler) mulai dari economizer, wall tube, superheater dan reheater,
kerusakan tersebut diantaranya creep, fatigue, cracking dan korosi. Hal tersebutlah
yang melatar belakangi penulis untuk mengambil judul Study Literatur Analisa
Kegagalan Material Tube ASTM A210 Grade A-1 Pada Boiler.
2
Untuk mendapatkan informasi dalam pencarian penyebab kegagalan
material maka dilakukan investigasi dan identifikasi. Dengan melakukan
pengumpulan data mengenai material, kondisi operasional, melakukan pengujian
serta mencari aspek eksternal lainnya untuk mengetahui parameter dalam
mengetahui kegagalan material tube boiler tersebut.
1.2 Permasalahan Penelitan
Kegagalan yang terjadi di setiap tube SA210 grade A-1 pada boiler yang
terletak di bagian pemanasan steam. Kerusakan yang sering terjadi berupa
penipisan pada permukaan material, kebocoran pipa serta adanya pembentukan
kerak pada dinding tube boiler. Dengan analisa yang dilakukan berdasarkan
peninjauan dari sumber dengan 7 jurnal internasional maupun nasional yang telah
dilakukan sceening untuk memastikan keterkaitan berdasarkan pembahasan
terhadap topik yang dituju.
1.2.1 Rumusan MasalahUntuk mencapai maksud dan tujuan dari skripsi ini, dengan latar belakang
yang telah disebutkan diatas maka sipenulis membuat beberapa rumusan masalah
yang ada yaitu:
a. Apa aja yang menyebabkan terjadinya kerusakan pada tube boiler
sehingga mengalami kebocoran pada material ?
b. Faktor apa aja yang mempengaruhi kerusakan Tube boiler sehingga
mengalami kebocoran pada material?
1.2.2 Batasan Masalah Karena begitu luasnya permasalahan yang ada, oleh karena itu diperlukan
adanya batasan permasalahan supaya penulis lebih spesifik dan terarah sehingga
memudahkan dalam pemahaman.
Penulisan skripsi dibatasi dengan hal berikut:
3
a. Kegagalan material yang dibahas yaitu kegagalan material tube
boiler SA210 Grade A-1.
b. Pengujian yang dilakukan serta data lain seperti spesifikasi, data
operating merujuk pada jurnal yang dibahas sesuai topik.
c. Untuk pembahasan, hanya di lakukan tujuh (7) jurnal yang
membahas kegagalan tube boiler SA210 grade A-1.
1.2.3 Identifikasi Masalah
Tube boiler mengalami kegagalan pada saat beroperasi boiler yang
mengakibatkan terjadinya berupa batahan dan kebocoran tube boiler diketahui
tube mengalami kegagalan pada saat inspeksi yang dilakukan.
1.3 Tujuan dan Manfaat Peneliti Tujuan dari penulisan skripsi ini yaitu untuk mengetahui faktor penyebab
kegagalan dan cara menganalisa kerusakan tube boiler SA210 grade A-1.
Manfaat tugas akhir ini diantaranya untuk menjadikan sebagai informasi
maupun referensi yang terkait permasalahan kerusakan pada material tube
boiler pada pembangkit listrik seperti pembangkit listrik tenaga uap (TTU)
serta untuk menambah pengetahuan dan keterampilan bagi penulis.
1.4 Sistematika Penulisan
Untuk sistematika penulisan sikripsi akan diuraikan pada setiap bab dari 5
bab yang ada yaitu sebagai berikut:
BAB I Pendahuluan
Menjelaskan sebagian tentang latar belakang masalah, rumusan masalah,
batasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, identifikasih masalah dan
sistematika penulisan dari Literatur Review.
BAB II Tinjauan Pustaka
Menjelaskan sebagian teori boiler yang dikaji sebagai guna landasan dalam
memecahkan masalah serta beberapa teori dasar yang diperlukan untuk
4
mengembangkan analisa tentang boiler, juga teori material bahan apa yg
mempengaruhi pada pipa.
BAB III Metode Penelitian
Menjelaskan tentang perencanaan, langkah-langkah yang harus
dilakukan,bahan Analisa, teknik Analisa dan jadwal penelitian untuk
menyelesaikan kajian permasalahan.
BAB IV Hasil dan Pembahasan
Menjelaskan atau menjabarkan tujuh jurnal yang dilakukan peninjauan.
Dijabarkan secara rinci sehingga kajian yang didapat lebih spesifik serta
kesimpulan yang menjadi urain tiap isi jurnal..
BAB V Penutup
Pada bab ini menjelankan kesimpulan dan saran berdasarkan tinjauan
sumber dari 7 jurnal.
5
BAB II
LANDASAN TEORI2.1. Tinjauan Pustaka
Boiler atau ketel uap yaitu suatu bejana yang tertutup untuk tempat panas
hasil pembakaran yang dialirkan ke air agar terbentuknya air menjadi panas /
steam seperti energi kerjanya. Air merupakan media yang digunakan karena
murah dan mudah untuk mengalirkan panas menuju suatu proses. Air panas yang
steam tekanan dan temperatur yang tinggi memiliki nilai energi untuk digunakan
mengalirkan panas dengan bentuk kalor menuju proses. Jika air dengan
temperatur tinggi hingga menjadi steam, maka volume akan naik sampai 1600 kali,
sehingga menghasilkan tenaga berupa bubuk yang sangat mudah meledak, oleh
karena itu system boiler salah satu peralatan yang harus dikelolah dan dijaga
dengan sebaik mungkin.
Sistem boiler yang telah menghasilkan energi kalor mempunyai nilai
temperatur, tekanan dan laju air akan menentukan manfaat steam yang
digunakan. Berdasarkan dari tiga hal tersebut system boiler juga mengenal
keadaan temperatur - tekanan rendah (low pressure), dan temperatur - tekanan
tinggi (high presure), dengan perbedaan ini memanfaatkan steam dari system
boiler dimanfaatkan menuju proses sebagai pemanas cairan dan untuk
mengoperasikan suatu mesin (industrial boiler and commercial). Cara kerja
menghasilkan listrik secara singkat yaitu energi kalor berubah menjadi energi
mekanik kemudian generator berputar sampai menghasilkan listrik.
Fungsi boiler adalah alat untuk memanaskan air dengan bantuan panas dari
hasil pembakaran bahan bakar, panas hasil pembakaran selanjutnya dialirkan ke
air untuk menghasilkan steam atau uap air yang memiliki temperatur tinggi. Dari
pengertian diatas disimpulkan bahwa fungsi boiler untuk memproduksi uap yang
akan digunakan sebagai kebutuhan atau proses selanjutnya, untuk lebih jelasnya
proses terjadinya dapat dilihat skematik pada Gambar 2.1. Seperti yang kita
6
ketahui bahwa uap atau steam dapat digunakan untuk menjaga suhu dan sebagai
proses evaporasi terhadap evaporator. Bahan bakar yang digunakan untuk
pemanasan boiler pada umumnya adalah batu bara, gas dan bahan bakar minyak.
Gambar 2.1 Skematik Boiler (Fitroh Dzulqornain, 2015)
2.1.1 Komponen - Komponen BoilerEconomizer
Komponen ini digunakan untuk memanaskan feedwater dengan
memanfaatkan suhu panas dari gas asap sebelum gas nya masuk menuju
cerobong. Cara kerja economizer sama seperti cara kerja heat exchanger
atau bisa dilihat skematik pada Gambar 2.3 dibawah. Untuk meningkatkan
nilai ekonomis ketel uap tersebut yaitu economizer. Greans adalah jenis
economizer yang sangat bagus dan populer dengan penggunaan pada ketel
stasioner. Economizer ini terdiri dari sekumpulan pipa berbentuk vertical
7
seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.2 yang ditempatkan penambah
gas asap diantar ketel uap dan cerobong.
Gambar 2.2 Economizer (Fitroh Dzulqornain, 2015)
Gambar 2.3 Skematik Economizer (Fitroh Dzulqornain, 2015)
FurnaceKomponen ini meruprakan tempat terjadinya pembakaran bahan
bakar sebagai penghasil panas, proses penerima panas oleh media air
dilakukan dengan melalui pipa yang sudah di aliri air, pipa tersebut berada
8
di dinding tungku pembakaran yang menempel. Pada Gambar 2.4
menunjukkan bentuk furnace.
Ada tiga cara proses perpindahan panas yang terjadi pada furnace:
1. Perpindahan panas secara radiasi, yaitu terjadinya pancaran panas
dari api atau gas yang sudah menempel pada dinding sehingga
menghasilkan panas, panas tersebut akan diserap fluida yang
mengalir.
2. Perpindahan panas secara konversi, air yang panas dikarenakan
adanya persinggungan molekul – molekul air itu sendiri dan akan
menyebar disetiap aliran air.
Ruang bakar yang ada didalam furnace terbagi 2 yaitu ruang bakar
pertama dan ruang bakar kedua. Pada ruang bakar pertama akan
terjadi pemanasan secara langsung dari sumber panas yang
mengalir di pipa, sedangkan di ruang bakar kedua yang berada
dibagian atas, pembakaran ruang bakar pertama menghasilkan
panas yang berasal dari uda panas. Jadi, dapat disimpulkan ruang
bakar kedua berfungsi untuk menyerap panas yang sudah dibuang
dari ruang pemanasan pertama, supaya energi yang terbuang tidak
terlalu besar, agar tidak mengalami penurunan panas secara
berlebihan perlu mengontrol fluida yang telah dipanaskan pada ruang
bakar pertama.
Gambar 2.4 Furnace (Fitroh Dzulqornain, 2015)
9
Steam Drum
Steam drum yaitu sebagai wadah penampungan air panas dan juga
tempat terbentuknya uap. Drum juga sebagai penampung uap jenuh
bercampur air dengan perbandingan antara air 50% dan uap 50%. Untuk
menghindari agar air tidak terbawa oleh uap, maka diberikan pemasangan
sekat–sekat, air yang bersuhu tinggi akan naik ke atas dan kemudian
menguap sedangkan air yang bersuhu rendah akan turun ke bawah untuk
dipanaskan kembali. Berikut ditunjukkan pada Gambar 2.5 skematik steam
drum.
Gambar 2.5 Steam Drum (Fitroh Dzulqornain, 2015)
SuperheaterSuperheater adalah tempat untuk pengeringan steam, karena uap
yang berasal dari steam drum masih berbentuk uap basah sehingga belum
bisa digunakan. Superheater pipe adalah proses pemanasan lanjut dengan
suhu 206°C hingga 360°C. Dimana suhu tersebut mengalir melalui pipa
superheater yang ditunjukkan seperti pada Gambar 2.6 dan Gambar 2.7
proses cara kerjanya. Maka dengan suhu tersebut, uap basah akan menjadi
10
uap kering untuk digunakan sebagai menggerakkan turbin dengan cara
menabrak sudu-sudu turbin.
Gambar 2.6 Superheater (Fitroh Dzulqornain, 2015)
Gambar 2.7 Skematik Superheater (Fitroh Dzulqornain, 2015)
Air HeaterFungsi air heater ini sebagai pemanas, dimana udara yang
digunakan sebagai peniup bahan bakar agar menghasilkan pembakaran
sempurna. Udara yang dihembuskan, sebelum melewati air heater yang
memiliki suhu sama dengan suhu udara normal atau suhu udara luar yaitu
berkisar 38°C. Suhu udara akan meningkat sebesar 230°C setelah melalui
air heater, maka sudah bisa digunakan untuk menghilangkan kandungan air
yang masih terkandung didalamnya, karena uap air ini dapat mengganggu
proses pembakan sempurna. Air heater ini sangat dibutuhkan sebagai
menormalkan kandungan uap air sampai terbentuk uap kering.
11
Pengumpulan Abu Dust collector berfungsi sebagai penangkap atau mengumpulkan
abu-abu yang berada pada aliran pembakaran dan debu tersebut akan
terikut menuju gas buang. Pemakaian alat ini sangat menguntungkan yaitu
gas hasil pembakaran dari kandungan debu yang akan dibuang ke udara
bebas dari. Karena debu dapat mencemari udara disekitarnya dan juga
bertujuan untuk mengurangi adanya kemungkinan terjadinya kerusakan
alat-alat akibat adanya gesekan abu maupun depu yang bekumpalan pasir.
Pengaturan Pembuangan Gas yang BekasInduced draft fan berfungsi sebagai alat untuk menghisap asap
melalui dust collector kemudian akan dibuang ke cerobong asap. Terlebih
dahulu damper pengatur gas diatur sesuai kebutuhan sebelum induced draft
fan dinyalakan. Karena semakin besar damper dibuka otomatis akan
semakin besar pula isapan yang akan terjadi di tungku.
Katup Pengaman Safety valve berfungsi sebagai pembuang uap jika tekanan uap
melebihi batas yang sudah ditentukan. Safety valve terdiri dari 2 macam
yaitu katup pengaman untuk uap basah dan katup pengaman untuk uap
kering. Katup pengaman ini juga dapat diatur sesuai dengan aspek
maksimum yang telah ditentukan. Untuk katup pengaman uap basah
biasanya diatur dengan tekanan 21 kg/cm2, sedangkan pada tekanan uap
kering biasanya diatur dengan tekanan 20,5 kg/cm2.
Gelas PendugaSight glass ini dipasang dibagian atas drum yang fungsinya untuk
mengetahui ketinggian air yang ada didalam drum tersebut. Bertujuan untuk
mempermudah pengontrolan ketinggian air didalam drum selama boiler
masih beroperasi. Untuk menghidari terjadinya penyumbatan yang
12
membuat level air tidak bisa dibaca, maka diusahan selalu mencuci atau
mengontrol gelas penduga secara berulang.
Pembuangan Air KetelFungsi komponen ini adalah untuk membuang air yang ada dibagian
atas dalam drum. Jika ada terdapat kandungan zat-zat yang tidak bisa
dilarutkan maka yang dilakukan adalah pembuangan air, contohnya seperti
adanya bermuculan busa yang bisa menghalagi pengamatan terhadap
gelas penduga. Untuk menguragi air di dalam drum harus digunakan
blowdown valve yang telah dipasang dibagian atas drum, katub inilah yang
berfungsi untuk membuang jumlah busa jika melewati batas mengamatan
yang sudah ditentukan.
2.1.2 Klasifikasi Ketel Uap menurut material yang digunakanMenurut Malek, ketel uap juga diklasifikasikan berdasarkan
banyaknya bahan material yang digunakan dalam proses pembuatannya.
Steel (baja) ketel uap ini, pada bagian utama dan bagian silinder terbuat
dari baja. Cast Iron (Besi Tuang) ketel uap yang pada bagian utama serta
silinder tekannya terbuat dari besi tuang (cast iron). Jenis Cast Iron Boiler
(ketel uap besi tuang) dibedakan lagi menjadi dua, yaitu Horizontal-Section
Cast Iron Boiler dan OnePiece Cast Iron boiler. Pada jenis Horizontal-
Section Cast Iron Boiler, ketel uap dibuat menjadi beberapa bagian dan
selanjutnya dilakukan perakitan. Jenis OnePiece Cast Iron boiler, pada jenis
ini bagian bejana tekan ketel uap dibuat pada satu cetakan/tidak dipisah.
2.1.3 Klasifikasi Ketel Uap menurut Tipe Pipaa. Ketel Uap Pipa Api
Fluida yang mengalir didalam pipa yaitu gas nyata yang membawa
energi panas untuk dikirim ke air melalui bidang pemanasnya. Pipa api yang
bertujuan untuk memudahkan distribusi panas terhadap air, seperti pada
Gambar 2.8 dibawah ini.
13
Gambar 2.8 Boiler Pipa Api (agus sughiarto, 2016)
Boiler pipa api ini sering digunakan untuk kapasitas steam yang
relative sedikit dari tekanan rendah hingga tekan sedang, karena
disesuaikan denga karakteristik dari pipa api boiler itu sendiri. Karakteristik
pipa api boiler yaitu sebagai penghasil kapasitas steam serta tekanan
rendah. Fire tube boiler kecepatan steam yang kompetitif sebesar hingga
12.000 kg/jam dengan tekan hingga 18 kg/cm2. Untuk pengoperasian fire
tube boiler menggunakan bahan bakar yaitu minyak bakar, gas atau bahan
bakar badat. Tapi dikalangan industry kebanyakan memakai bahan bakan
fire tubi boiler semua bahan bakar.
Cara kerja pipa api boiler ini sangat mudah untuk diketahui karena
pengapiannya hanya terjadi didalam pipa, setelah panas dihasilkan dari
pengapian tersebut makaakan dihantar langsung kedalam bilir yang sudah
berisi air.
b. Ketel Uap Pipa Air
Pipa air ini fluida yang mengalir didalam pipa dan energi panas yang
disalurkan dari ruang bakar ke air. Water tube boiler ini memiliki karakteristik
hampir sama dengan pipa api boiler. Cuman ada kekurangan pada pipa air
ini yaitu kurang toleran terhadap kualitas air hasil dari plant pengolah air,
karena dirancang dengan kapasitas steam diantaranya 4.500-12.000 kg/jam
dengan tekanan yang lebing tinggi.
14
Cara kerja ketel uap pipa air seperti pada Gambar 2.9 ini proses
pengapiannya terjadi diluar pipanya, kemudian panas yang dihasilkan akan
memanaskan air yang ada didalam pipa dan sebelum air itu dialokasikan
terlebih dahulu melalui economicer dan steam drum. Hingga tekan dan
temperatur sesuai dengan melalui tahap sekunder superheater dan primer
seperheater baru steam bisa dilepaskan ke pipa utama distribusi. Di dalam
pipa air yang mengalir harus dikondisikan kepada mineral atau kandungan
lainya didalam air tersebut. Itulah yang harus selalu diperhatikan faktor
utamanya terhadap tipe ini.
Gambar 2.9 Boiler Pipa Air (Flvers, H, 2013)
2.1.4 Prinsip Kerja PembakaranProses Pembakaran
Proses yang terjadi secara kimia antara bahan bakar yang mudah
terbakar dengan oksigen luar untuk menghasilkan energi panas seperti
yang digunakan keperluan manusia. Komponen-komponen utama dari
bahan bakar yang mudah terbakar diantaranya yaitu karbon, hydrogen serta
campuran lainnya. Komponen-komponen proses pembakaran akan terbakar
menjadi uap air, sulfur dan karbondioksida. Dalam proses pembakaran yang
mempengaruhi kualitas pembakarannya adalah seberapa banyak jumlah
oksigen yang digunakan. Jumlah oksigen pencapai 20,9% dari semua
15
komponen yang ada diudara, bahan bakar terbakar dalam keadaan harus
normal ketika terdapat udara yang cukup.
Sebagai pengencer suhu atau menurunkan suhu bisa dilakukan
dengan nitrogen agar mencapai oksigen terhadap kebutuhan proses
pembakaran. Gabungan antara nitrogen dan oksigen terutama pada suhu
nyala tinggi untuk mendapatkan hasil oksida nitrogen yaitu sebagai
pencemar yang sangat beracun. Campuran karbon, sulfur, oksigen dan
nitrogen dalam bahan bakar akan membentuk karbon dioksida. Sulfur dan
uap air akan melepas panas masing masing 8.084 kkal, 2.224 kkal, 28.922
kkal. Dengan kondisi tertentu, karbon misa juga bergabung dengan oksigen
sehingga menbentuk karbon monoksida dengan cara melepas beberapa
panas atau 2.430 kkal karbon. Terbakarnya karbon akan menbentuk CO2
sehingga menghasilkan panas bahan bakar dibandingkan asap.
Macam-macam Pembakaran (3T)Pembakaran yang melepaskan semua panas yang sudah terbakar
dalam bahan bakar adalah pembakarannya sangan baik. Ada beberapa
agar pembakaran terjadi dengan sempurna dengan melakukan
pengontrolan 3T yaitu:
a. Suhu atau temperaturharus cukup tinggi dalam menjaga penyalaan
bahan bakar.
b. Pencampuran oksigen atau turbulence bahan bakar harus seimbang
c. Waktu yang cukup untuk pembakaran
Gas dari alam banyak mengandung kadar hydrogen dari pada bahan
bakar minyak yang memiliki kandungan karbon per kg, sehingga dapat
memproduksi lebih banyak uap air dan mengakibatkan banyak panas yang
terbuang ke pembuangannya. Jika terlalu banyak bahan bakar atau terlalu
sedikut bahan bakar terhadap sejumlah pembakaran tertentu, dapat
menyebabkan bahan bakar tidak terbakar dan membentuk karbon
monoksida. Jumlah oksigen tertentu sangan diperlukan pada saat
16
pembakan yang sempurna dengan penambahan sejumlah udara. Namun
jika udara terlalu banyak akan mengakibatkan hilangnya panas dan
efisiensi. Karena tidak harus semuanya bahan bakar diruang menjadi panas
atau juga diserap peralatan-pelaratan yang ada dipembangkit. Boiler
memakai hampir seluru bahan bakar untuk pembakaran dengan kadungan
sedikit sulfur. Sehingga yang diutamakan efisiensi adalah ditujukan kepada
bahan bakar yang tidak terbakar yang masih menghasilkan CO2 maupun
CO. Untuk jenis pembakarannya dapat dilihat pada Gambar 2.10 dibawah
ini.
Gambar 2.10 Jenis Pembakaran (Bureau of Energy Efficiency, 2004)
2.2 Teori Material
2.2.1 Bahan LogamLogam Ferro
Logam ferro adalah logam besi (Fe). Besi merupakan logam yang
fungsinya sangat dibutuhkan dalam bidang Teknik pembuatannya,
sedangkan besi yang lunak atau besi murni dan rapuh dibutuhkan sebagai
bahan kerja dan bahan kontruksi lainnya. Besi yang kuat selalu
dicampurkan dengan unsur zat arang/ karbon beserta unsur lainnya,
beberapa jenis besi yang berbeda-beda penyebutannya yaitu:
a. Dengan symbol Fe adalah besi murni yang hanya didapat dengan
perjalananya reaksi kimia.
17
b. Besi teknik yaitu besi yang sudah tercampur dengan unsur-unsur
lainnya. Besi ini juga dibagi 3 jenis yaitu;
a. Besi tempa atau disebut dengan baja, dengan kadar karbonnya
kurang dari 1,7% dan bisa di bentuk atau ditempa sesuai
keinginan.
b. Basi kasar atau disebut juga besi mentah, dengan kadar
karbonnya diatas dari 3,7%.
c. Besi tuang yang kandungan kadar karbonnya diantara 2,3 sampai
3,6% dan ini tidak dapat di tempa. Besi tuang kelabu adalah
karbon yang tidak bersenyawa secara kimia dengan besi
melainkan karbon yang lepas memberi warna abu-abu kehitaman.
Bahan dasar dari besi kabon yaitu unsur besi, karbon dan kandungan
unsur lain seperti silisium, mangan, fosfor, belerang dan beberapa unsur
kadar yang relatif rendah. Yang mempengaruhi sifat besi atau baja pada
umumnya yaitu unsur-unsur campurannya, akan tetapi karbon juga yang
paling berpengaruh pada besi atau baja terutama kekerasan pada besi
karbon.
Sifat Mekanismea. Kekuatan Bahan
Strength adalah ketahanan suatu material menerima beban tarikan,
tekanan, lenturan, puntiran serta gesekan.
b. Kekerasan yaitu sifat dari logam, dimana logam tahan menerima
ketahanan logam terhadap tekanan dan juga goresan.
c. Elastisitas
Kemampuan suatu logam ketika menerima beban dan akan kembali
kebentuk semula atau kebali kebentuk semula. Jika suatu material
mempunyai elastisitas tinggi akan semakin tinggi pula nilai
materialnya.
18
d. Kekakuan
Sifat yang mampu menahan suatu bahan yang berubah bentuk.
e. Plastisitas
Kemampuan suatu bahan untuk menahan berbagai macam
perubahan bentuk tanpa ada kerusakan tehadap bahan. Tapi jika
plastisitas material tinggi maka plastisitas material juga tinggi, tetapi
batas elastisitasnya semakin rendah.
f. Kelelahan
Kelelahan merupakan kemampuan maksimal suatu bahan ketika
menerima beban yang berganti-ganti dan secara terus-menerus
dalam jangka waktu tertentu, dimana tegangan maksimal selalu
diberikan selama proses pembebanan dilakukan.
Sifat Mekanisme a. Titik Lebur
b. Kepadatan
c. Daya hantar panas
d. Daya hantar listrik
Sifat KimiaMerupakan kemampuan terhada reaksi kimianya ke setiap logam,
pada umumnya sifat ini disebut sebagai daya tahan karat terhadap logam.
Struktur Logam Suatu logam dipengaruhi seberapa sering logam digunakan, sifat
logam berbeda beda dikarenakan perbedaan unsur unsur dan pemeliharaan
bahan. Perbedaan unsur inilah yang akan membentuk struktur mikronya.
Unsur iyalah, bahan material murni tanpa pengotor dan tidak memiliki
campuran kandungan unsur lainnya. Suatu atom memiliki gaya tari menarik
antara atom, maka atom logam akan membentuk senyawa atom satu ke
senyawa atom lainnya.
19
Logam non ferroLogam bukan besi atau logam yang tidak memiliki kandungan unsur
besi, hanya mempunyai sifat yang mekanik tersendiri. Logam non ferro ini
bisa digunakan ketika ada perbandingan antara logam lain karena sifatnya
sendiri belum memenuhi syarat yang diinginkan. Kecuali logam non ferro
murni, platina, emas dan perak tidak dipadukan karena sudah memiliki sifat
yang baik, misalnya ketahanan kimia dan daya hantar listrik yang baik serta
cukup kuat, sehingga dapat digunakan dalam keadaan murni. Tetapi karena
harganya mahal, ketiga jenis logam ini hanya digunakan untuk keperluan
khusus. Misalnya dalam teknik proses dan laboratorium di samping
keperluan tertentu seperti perhiasan dan sejenisnya.
Selain memiliki fungsi sebagai penghantar listrik yang cukup baik,
Logam non fero juga digunakan untuk campuran besi atau baja dengan
tujuan memperbaiki sifat-sifat bajja. Dari jenis logam non ferro berat yang
sering digunakan uintuk paduan baja antara lain, nekel, kromium,
molebdenum, wilfram dan sebagainya. Sedangkan dari logam non ferro
ringan antaranya: magnesium, titanium, kalsium dan sebagainya.
2.2.2 Baja KarbonBaja karbon hasil dari campuran besi serta elemen pemadu utama besi
dengan tambahan unsur lain seperti S, P, Si, Mg dan lainya, namun unsur ini
hanya sebagian kecilnya saja. Didalam baja memiliki kandungan karbon sekitar
0,1% - 1,7%, bagi unsur pelengkapnya dibatasi sesuai dengan presentasin. Ada
beberapa jenis baja karbon menurut sesuai kandungan karbonnya yaitu:
a. Baja karbon rendah
Jenis karbon ini yaitu baja yang ulet karena kadar karbun tidak
memenuhi untuk membentuk struktur martensite. Baja karbon rendah
dengan kadar karbonnya dibawah 0,3% disebut juga baja ringan. Biasanya
dipakai untuk pembuatan mur, baut, ulir skrup, dan lainya. Suatu peneliti
20
menemukan baja karbon 0,135%. Sifat nya tidak terlalu ulet, kuat, keras
akan tetapi mudah dibentuk dan ditempa hanya tidak bisa keras.
b. Baja karbon sedang
Jenis ini memiliki kadar kandungan karbon sekitar 0,3 – 0,6% yang
berupa baja, lumayan keras dibandingkan baja karbon rendah.
Kemungkinan besar baja tersebut dikeraskan sebagian sesuai dengan
pekerjaan panasnya. Untuk baja karbon sedang untuk pembuatan roda gigi,
poros engkol, ragum dan sebagainya.
c. Baja karbon tinggi
Jenis baja karbon ini memiliki kadar kandungan karbon 0,6-1,5%,
keuletannya rendah dan sangat keras. Baja karbon tinggi biasanya
digunakan untuk pembuatan seperti alat potong yaitu gergaji, kikir pahat
dan lain-lainnya. Karena baja tersebut sangat keras untuk menbuat suatu
alat produksi harus dikerjakan dalam keadaan baja panas.
2.2.3 Pengaruh Unsur Paduan Pada BajaJika baja yang hanya memiliki kandungan unsur karbon saja tidak memiliki
sifat yang diinginkan, maka harus memiliki unsur paduan supaya mencapai sifat
yang diinginkan seperti unsur paduan yaitu:
a. Unsur Silikon
Si yang merupakan unsur paduan dengan jumlah kadar kanduan
diatas dari 0,4% pada setiap baja yang mempunyai pengaruh kenaikan
tegangan serta penurunan kecepatan laju pendinginan minimal yang
dihasilkan 100% martensite.
b. Unsur Mangan
21
Mn berfungsi sebagai pengikat O2 ketika proses pembuatan baja
maka ketika untuk peleburan bisa berlangsung dengan baik. Menurunnya
kecepatan pendingingan kritis diakibatkan karena kadar Mn sangat rendah.
c. Unsur Nikel
Ni sama seperti Mn berpengaruh untuk menurunkan suhu serta
kecepatan pendinginan kritis. Ni juga untuk menambahkan keuletan bahan
menghaluskan struktur butiran.
d. Unsur Krom
Cr berfungsi sebagai peningkat keplastisan, kekuatan, kekerasan,
Tarik bahan baja, tahan korosi dan tahan akan suhu tinggi.
e. Unsur Vanadium dan Wolfram
Unsur V dan W berpengaruh sebagi pembentukan karbidat jadi
keras, menambahkan baja menjadi keras dan kemampuan memotong dan
memberikan daya tahan panas pada baja yang cukup tinggi supaya bisa
memotong suatu benda lain dengan waktu cepat.
f. Kobalt
Co merupakan unsur paduan baja meningkatkan kekerasa, tahan
aus serta tahan panas terhadap baja.
g. Aluminium
Al unsur yang sangat sedikit berpengaruh pada baja, hanya
memberikan keulatan dan meningkatkan daya tahan terhadap korosi.
h. Titanium
Ti berpengaruh untuk mempertahankan kekuatannya dengan suhu
hingga 400 derajat C. Biasanya ditemukan pada bahan kawat las dan
22
memiliki sifat kekerasan yang tinggi. Ti ini juga digunakan untuk kebutuhan
industri, kapal, kendaraan perang.
i. Karbon
C adalah unsur yang sangat penting meningkatkan kekerasan serta
kekuatan baja dengan kandungan karbon baja 0,1% sampai 2,1% tapi jika
unsur ini berlebihan akan menurunkan ketangguhan. Oleh karena itu harus
diperhatikan dalam pemakaian atau pencampuran terhadap unsur lainnya.
Baja Paduan Adanya campuran denga unsur lain seperti nikel, mangan,
molybdenum, kromium, vanadium dan wolfram digunakan untuk
mengasilkan sifat baja yang diantaranya sifat kekerasan, keuletan dan
kekuatannya. Paduan ini mempunya perbedaan kadar paduannya yang bisi
menimbulkan sifat khas dari baja dengan beberapa jenis baja paduannya
yaitu:
1. Baja paduan rendah
2. Baja paduan menengah
3. Baja paduan tinggi
Baja KhususAdanya pemakain yang khusus dari unsur -unsur paduan yang tinggi
menghasilkan baja tahan terhadap karat, tahan terhadap panas dan
menjadikan baja sangat kuat. Baja khusu memiliki unsur – unsur utama
yaitu krom sebagai unsur memperoleh sifat – sifat tahan pada korosi. Dalam
industri baja perkasa memiliki peran penting karena pembuatannya
berukuran kecil. Pembentukan baja memiliki tahap-tahap pekerjaannya
yaitu:
a. Austenit (Gamma), suatu larutan padat dengan karbon sel satuan
kubik disisinya. Kadar karbon gamma 2,14% terhadap temperatur
1147 derajat C. Oleh karena itu unsur ini sangat berperan penting
23
untuk pembentukan fasa-fasa lain untuk proses perlakuan panas
permukaan baja.
b. Ferit (Alpha), larutannya sama dengan austenit tapi kubiknya berada
diruang. Diruang dengan temperatur, kadar kabon sekitar 0,008%
atau disebut besi murni sedangkan kadar maksimum dengan karbon
0,02% dan temperaturnya 727% disebut dengan besi lunak. Dilihat
dari mikroskop ferlit berwarna putih. Ferit memiliki kekerasan dengan
nilai berkisar 140 – 180HVN.
c. Sementit (Karbida), untuk sel satuannya berbentuk
orthorombik.kadar kandungan karbonnya 6,7% dan karbida ini
memiliki sifat yang keras tetapi maudah patah atau getas. Sementit
memiliki kekerasan dengan nilai berkisar kurang dari 800HVN.
d. Perlit, merupakan campuran dari sementit serta ferit yang menyebar
merata ke seluruh penampang. Karena austensit berubah di
pendingin yang normal akan melewati temperatur 700-900 derajat C.
Perlit imi memiliki kekerasan dengan nilai kurang lebih antara 180 –
250 HVN.
e. Martensit, merupakan campuran fasa ferit dengan sementit dan
terbentuk dari austensit tetapi bukan dalam lamellar. Terjadi pada
larutan transformasi isothermal 260 derajat Celsius. Martensit
memiliki kekerasan diatas pada 500HVN.
f. Bainit, merupakan faktor adanya kecepatan pelarutan padalah masih
dalam keadaan padat dikarenakan akibat terjadinya transformasi
pendingin dan kabon tidak bisa berdifusi keluar. Untuk mencegahnya
maka dilakukan pencelupan pada air garam dengan temperature
yang lebih tinggi. Fase ini memiliki kekerasan kurang lebih antara
300 – 400HVN.
24
2.3 Analisa Kegagalan pada Tube BoilerFailure Analysis merupakan untuk memetahui penyebab terjadinya
kerusakan terhadap material dari peralatan utama atau peralatan pendukung dan
perlengkapan yang ada dipabrik. Macam kegagalan terhadap material dilihat dari
patahan, retakan dan korosi yang berasal dari manufacturing, perakitan,
pembuatan maupun pembuatan dan pengoperasian tidak sesui dengan SOP
ataupun desain. Oleh karena itu di perlukan analisa kerusakan yang kompeten
untuk mengetaui apa aja yang harus diperbaiki terhadap material dan desainnya.
Berkembangnya analisa ini menjadikannya salah satu teknik analisa yang
kompeten. Analisa ini bertujuan untuk mengetahui apa penyebab terjadinya
kerusakan dilihat dari spesifik peralatan, perlengkapan, proses serta material baku
agar tidak berulang ulang terjadinya kerusakan materialnya. Untuk jangka panjang
dapat dipakai pengembangan suatu bahan material sedang untuk jangka waktu
pendek lakukan perbaikan desain dan proses metode fabrikasi. Untuk evaluasi dan
prediksi performa material serta untuk memperbaiki cara pemelihaan dapat
dilakukan dengan metode mutakhir. Maka Analisa kegagalan biasanya memiliki 4
faktor sebagai berikut:
1. Seleksi material
Di karenakan seleksi material yan terburu-buru sehingga
mengakibatkan gagalnya material tesebut, salah satu yang selalu terjadi
pada industri. Kemungkinan juga masalah data pemeliharaan tidak lengkap
atau tidak mencukupi.
2. Desain
Kriteria yang terus meleset dari kondisi operasi yang sewajarnya, dari
beban lingkungan, suhu ruang operasi dan lainnya.
3. Proses
Adanya proses operasi yang tidak lancar sehingga timbul tegangan
sisi, retak, dan lainya. Grinding dan machining dapat menimbulkan
25
tegangan sisi, pemusatan tegangan akibat kekerasan permukaan dapat
menyebabkan terjadinya permukaan baja menjadi lunak dan akibat celup
cepat bahkan bisa terjadi retakan terhadap material.
4 Kondisi Service
- Pemakaian produk yang tidak sesuai dengan desain
- Pemakaian produk melebilih batas masa pemakainya
- Adanya produk dengan kondisi service tidak stabil
- Kegagalan karena kondisi service melebihi standar penggunaannya
- Penerapan simulasi dari stesss yang berlebihan
Tujuan metode untuk melakukan analisa kerusakan yaitu:
1. Pengamatan visual
2. Analisa identivikasi
3. Mikrotoming
4. Uji mekanik
5. Analisa termal
6. NDT atau Teknik Nondestructive Testing
Suatu komponen dikatakan gagal di faktor kan dengan beberapa hal:
1. Komponen harus yang tidak beroperasi lagi dan tidak bisa di
gunakan sama sekali.
2. Komponen yang tidak sesuai dengan umur pemakaian atau
yang digunakan tetapi melebihi batas umur pemakainya.
3 Komponen mengalami kelainan dan kalau dipakai bisa
membahayakan.
26
2.4 Uji kekerasan (Hardness test)Untuk mengetahui sifat mekanik (Mechanical Properties) dari suatu material
dapat melakukan dengan uji kekerasan dan untuk mengetahui kekerasan khusus
material seperti pergesekan dan deformasi plastik. Depormasi plastik ini keadaan
suatu material ketika diberikan gaya maka struktur mikronya tidak akan bisa
kembali ke bentuk semula atau material tersebut tidak dapat kembali ke bentuk
awalnya. Definisi kekerasan yaitu kemampuan material dalam menahal beban
maupun tekanan (penetrasi).
Pengujian yang paling baik dan efektif untuk menguji kekerasan material
yaitu uji kekerasan, dari pengujian ini kita dapat mengetahui dengan mudah sifat
mekanisme suatu material. Meskipun pengukurannya dilakukan di titik tertentu
ataupun didaerah tertentu dan nilai kekerasan yang didapat cukup lengkap untuk
mengetahui seberapa besar kekuatan suatu material yang diuji kekerasannya.
Sehingga dengan melakukan uji kerasan maka dengan mudahnya untuk
menggolongkan material tersebut ulet atau getas.
1. Brinnell
Untuk menentukan kekerasan pada material dalam bentuk daya
tahannya material terhadap indentor yang ditekan dapa permukaan material
uji atau specimen dilakukan dengan metode brinnell. Pengujian brinnell
ditunjukkan pada Gambar 2.11 dilakukan untuk material yang mempunyai
permukaan kasar denga uji kekerasanya antara 500-3000 kgf. Bola baja
biasanya sudah dikeraskan, diplating dan bahannya terbuat Karbida
Tungsten.
Prinsip kerja pengujian ini hanaya menekan indentor (bola baja) 30
detik lamanya. Kemudian untuk mengukur diameter hasil indentansi diukur
dengan menggunakan mikroskop optik. Untuk menghitung diameternya
harus dilakukan 2 kali dari sudut tegak lurus yang berbeda tempat,
selanjutnya dirata-ratakan.
27
Gambar 2.11 Brinnell (Ismail, R, 2018)
2. Vickers
Uji kekerasan dengan metode ini untuk menentukan suatu material
daya tahan terhadap bola baja yang ukuran kecil dan bentuk geometrinya
berbentuk pyramid. Pemberian beban pada pengujian ini jauh lebih kecil
dibandingkan dengan pengujian brinnell dan rockwell yaitu 1-1000 gram.
Angka kekerasan Vickers didefinisikan sebagai hasil koefisien dari
beban ujinya (F) dengan luas permukaan bekas gesekan atau tekanan dari
indentor A di kali dengan sin (136derajat per/2) dan dikenal juga sebagai
DPH (Pyramid Hardness Test). Pengujian kekerasan dengan metode
Vickers seperti pada Gambar 2.12 menggunakan indentor piramida intan
yaitu 136 derajat yang berhadapan antara besar sudut dan permukaan
piramida intan. Memiliki dua kekuatan yang berbeda rentangnya yaitu
macro 1-100 kg dan mirco 10-1000 kg.
28
Gambar 2.12 Vickers (Ismail, R, 2018)
3. Rockwell
Rockwell merupakan pengujian kekerasan yang banyak digunakan,
hal ini karena pengujian kekerasan rockwell sangat sederhana, tidak
memerlukan mikroskop untuk pengukuran jejak, sangat cepat dan relatif
pengujianya tidak merusak bahan.
Cara kerja pengujian kekerasan rockwell, ditunjukkan pada Gambar
2.13 dilakukan menekan bagian permukaan benda uji dengan suatu bola
baja. Benda uji akan ditekan oleh indentor dilakukan menerapkan beban
minor, selanjutnya ditambahkan dengan beban mayor, kemudian beban
mayor dilepaskan sedangkan beban minor masih ditahan.
29
Gambar 2.13 Rockwell (Ismail, R, 2018)
2.5 Pengujian dengan cara Bahan DirusakPengujian destructive test merupakan pengujian suatu bahan dengan hasil
akhir bahan yang didapat akan rusak atau cacat. Pengujiaan ini dilalukan dengan
pembebanan terladap bahan uji hingga bahan uji menjadi rusak atau cacat, untuk
mengetahui sifat mekanik dan tentang kekuatan bahan uji.
1. Uji Tarik (Tensile Test)
Uji tarik adalah menguji kekuatan bahan material yang dilakukan menarik
bahan material hingga putus. Pada uji tarik akan mengakibatkan kerusakan
terhadap bahan material, sehinggga kekuatan materialnya akan rusak.
2. Uji Tekan (Compressed Test)
Uji tekan pada umumnya kekuatan tekan lebih tinggi dari pada kekuatan
tarik. Bahan material akan rusak karena adanya tekanan pada saat pengujian
material. Cara pengujiannya, bahan material akan ditaruh diatas landasan
kemudiaan ditekan dari atas. Penelitian baru baru ini sudah ada menemukan
30
bahan yang baik yaitu bahan yang terbuat dari keramik untuk landasan silica
yang sangat berpenguh positif.
3. Uji Bengkok (Bending Test)
Uji bengkong adalah pengujian yang sudah lama dipakai terhadap bahan
material yang cocok. Pengujian ini tidak perlu menggunakan mesin uji biasa
karena dapat dilakukan terhadap batang uji yang berbentuk sederhana, tetapi
pengkajian ini menyebabkan material rusak karena akan terjadi patahan.
4. Uji Puntir (Torsion Test)
Uji puntir adalah salah satu pengujian yang merusak material dengan
terjadinya patahan terhadap bahan, umumnya terjadi terhadap material yang
getas. Pada material yang ulet patahan terjadi pada sudut tegak lurus terhadap
sumbu puntiran sesudah gaya pada arah sumbu terjadi dengan deformasi yang
besar.
2.6 Pengujian dengan cara Material tidak DirusakPengujian NDT merupakan pengujian spesimen dengan tahan yang sangat
penting untuk menjamin kualitas dan mutu suatu material. Komponen atau bahan
tertentu untuk memastikan kelayakan bahannya bisa digunakan sesuai standar
yang sudah diterapkan.
1. Pengamatan (Visual Inspection)
Pengamatan visual adalah salah satu pengujian yang sederhana karena
tidak ada peralatan yang khusus dibutuhkan, hanya memelukan sebuah
kacamata pembesar, senter serta alat bantu lainnya. Pengujian secara visual
hanya melakukan pengamatan spesimen bahan, efektif juga untuk mendeteksi
cacat permukaan besar maupun carcat makroskopik dengan sebuah contoh
cacat akibat hasil pengelasan yang kurang bagus.
31
2. Penetran Inspection (Liquid)
Salah satu metode pengujian yang paling sering digunakan untuk berbagai
kebutuhan karena pengujiannya tidak merusak bahan, mudah digunakan dan
sangat sederhana/fleksibel dengan berbagai jenis pengguna. Cara pemakaian
metode ini dilihat dari kemampuan cairan untuk masuk ke celah/pori-pori
permukaan bahan yang cacat. Dengan metode ini bisa melihat cacat
permukaannya. Cara ini adalah diberikan cairan berwarna terang ke
permukaan material yang cacat atau inspeksi.
Untuk memudahkan dalam pekerjaan disarankan menggunakan cairan
penetrant karena memiliki kemampuan penetrasi yang bagus dan tidak terlalu
kental sehingga cairan mampu mengalir masuk ke celah permukaan yang
cacat. Cairan yang tersisa segera di bersihkan dengan cairan pembersih yang
sesuai, maka cacat tersebut akan terlihan secara jelas dari warna cairan
penetrant tersebut. Untuk mendapatkan hasil yang bagus diperlukan
pengamatan yang jeli, maka cacat pada permukaan benda dapat dilihat.
Keuntungan tersendiri dari metode ini cara kerja sederhana, mudah, tidak
ada pengaruh dari sifat kemagnetan material, kemampuan kimia cukup jelas.
Kekurangan yg didapat dari metode ini pengaplikasiannya hanya dilakukan
pada pori-pori perrmukaan benda yang kasar.
3. Magnetic Particle Inspection
Salah satu metude yang digunakan dengan pengujiannya tidak merusak
bahan uji, tetapi cacat pada permukaan atas dan permukaan bawah suatu
benda dari bahan ferromagnetic dapat di inspeksi. Cara kerja metode ini
dengan memagnetisasi bahan yang akan diuji. Metode yang dipakai untuk
melihat kebocoran pada medan magnet hanya dengan penaburan serpuk atau
partikel magnet ke permukaan benda uji.
32
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN3.1 Metode Studi Literatur Dalam penyusunan skripsi dilakukan metode studi literatur, dengan
pendekatan kearah SLR (systematic literature review) untuk mengkaji,
mengindentifikasi, mengevaluasi serta menafsirkan penelitian yang ditinjau. Dari
sumber literatur digunakan tujuh jurnal yang berhubungan dengan topik skripsi
3.2 Bahan Studi LiteraturMateri yang di gunakan untuk bahan study literatur merupakan material tube boiler
bertekanan rendah dengan ASTM A210 (standar untuk tube atau tabung baja
boiler medium – Carbon), diberikan beberapa komposisi dengan pengujian optikal
ditunjukkan pada Tabel 3.1 dan Tabel 3.2 sifat mekanik pada umumnya yaitu:
Tabel 3.1 Komposisi Kimia untuk kelas A-1 (DH Nugroho, 2013)
Tabel 3.2 Sifat mekanik material untuk kelas A-1 (Unila, 2013)
Unsur C (max) Si (min) Mn (max) P (max) S (max)
Komposisi 0,27 0,93 0,10 0,035 0,035
Sifat Mekanik Nilai
Tensile Strength / Kekuatan Tarik, min,
Ksi (Mpa)
60(415)
Yield Strength / Keuletan lulu, min, Ksi
(Mpa)
37(2250
Elongation / Min Perpajangan 30
33
3.3 Kerangka Pemecahan MasalahPada Gambar 3.1 menunjukkan diagram alir dalam memecahkan masalah
Gambar 3.1 Rangkaian permasalahan
3.4 Teknik AnalisaPenulis melakukan studi literatur review terhadap jurnal sintesi. Pada
metode SLR ini dilakukan review dan identifikasi jurnal sintesis secara sistematis
dengan setiap Langkah sesuai yang ditetapkan.
Pada pembahasan dilakukan untuk peninjauan dari tujuh (7) jurnal dengan
pengambilan bab 4, setelah itu sipenulis mengembangkan sesuai topik yang ada.
Dimana pada bagian pembahasan diambil poin-pin yang diangkat sebagai hasil
review untuk setiap junal sintesis tersebut.
Mulai
Identifikasi masalah Studi Literatur
Tube ASTM A210
Pencarian jurnalPengumpulan jurnalScreening jurnal
Review Tujuh Jurnal
Kesimpulan dan Saran
Selesai
34
Adapun jadwal penelitian dalam menyelesaikan tugas akhir ditunjukkan pada
Tabel 3.3 sebagai berikut
Tabel 3.3 Waktu pelaksanaan pengujian
No Kegiatan Agustus 2020
3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
1 Perubahan metode penelitian
menjadi review jurnal oleh
Dosen Pembimbing
2 Pencarian Jurnal
3 Penyesuaian Bab 1 – Bab 3
4 Penyusunan sikripsi Bab 4 –
Bab 5
5 Pengesahan Turnitin
6 Pengumpulan
35
BAB IVANALISA DAN PEMBAHASAN
4.1 Analisa Data 1 ‘Failure Analysis On Economizer U-Tube SA-A210-A1 B-1102 Of Pt. Petrokimia Gresik Plan 1’ (TAJALLA, G. U 2015)
4.1.1 Latar BelakangDari data 1 memuat latar belakang di Pt. petrokimia mengalami kegagalan
boiler 1102 pada komponen economizer yang terdiri dari feed water dan steam
drum yang berguna untuk memanaskan air sampai titik didih, mulai beroperasi
pada tahun 2008 diketahui bahwa tube mengalami kebocoran pada lingkup dalam
economizer sehingga menyebabkan mesin harus dimatikan untuk di tangani
permasalahannya. Maka dari itu dilakukan Analisa kegagalan pada u-tube
economizer.
4.1.2 Tujuan Peneliti Berdasarkan permasalahan dari sumber data 1 melakukan penelitian yang
bertujuan sebangai berikut:
1. Menganalisa factor yang menyebabkan kegagalan pada u-tube
economizer tersebut.
2. Menganalisa mekanisme terjadinya kegagalan u-tube economizer
tersebut.
3. Serta menganalisa cara menanggulangi kebocoran tube economizer
tersebut.
4.1.3 Metode PenelitiDi dalam pembahasan data 1, peneliti memperoleh sampel u-tube
economizer. Sampel diambil pada bagian yang terjadi kegagalannya. Sedangkan
penelitian dilakukan pada laboraturium yang mendukung proses menganalisa
denga mengujian yang terdiri dari uji komposisi, metallografi, uji kekerasan serta uji
fraktografi.
36
4.1.4 Hasil Data Operasi Lapangan dan Hasil pengujiaanEconomizer yang terletak dibagian boiler yang dipakai dipakai di unit
pembangkit listrik tenaga uap (PLTU). Yang fungsinya untuk memenaskan air dari
hasil gas buang superheater boiler, dimana bahan bakar yang digunakan yaitu gas
alam. Economizer ini mulai beroperasi tahun 2008, akan tetapi setelah tiga tahun
beropesi mulai terjadi adanya kegagalan yaitu kebocoran u-bend. Dan beberapa
terjadinya kebocoran yang terjadi pada Gambar 3.1. Kebocoran yang terjadi pada
u-bend di tahun yang berbeda yaitu:
1. Pada tanggal 19 Maret 2011 terjadi kebocoran 1 ea, semuanya pada
sisi dalam u-bend.
2. Pada tanggal 19 Maret 2012 terjadi kebocoran 4 ea, semuanya pada
sisi dalam u-bend.
3. Pada tanggal 11 Juli 2012 bocornya 8 ea, 6 bocor pada sisi dalam u-
bend dan 2 ea pada lasan.
4. Pada tanggal 1 Januari 2013 terjadinya kebocoran 5 ea, 3 ea bocor
pada sisi dalam u-bend dan 2 ea pada lasan.
(a)
37
(b)
Gambar 4.1 Kebocoran yang terjadi pada u-tube economizer
(TAJALLA, G. U. N 2015)
Beberapa data economizer seperti data data dari literatur yang
mencakup spesifikasi tube, desain economizer, data operasi serta dimensi
u-tube ditunjukkan pada Tabel 4.1, Gambar 4.2, Gambar 4.3 dan Tabel 4.2
Tabel 4.1 Spesipikasi tube (TAJALLA, G. U. N 2015)
SPESIFIKASI TUBEDimensi Material Jumlah
38,1 t: 4,0 SA210-A1 560
38
Gambar 4.2 Desain economizer B-1102 (TAJALLA, G. U. N 2015)
Gambar 4.3 Dimensi u-tube (TAJALLA, G. U. N 2015)
Lokasi yang gagal
39
Tabel 4.2 Data operasi pada economizer (TAJALLA, G. U. N 2015)
Description Shell side (Gas) Tube side (Water)
Design Pressure 250 milimeter air [mmAq] 75 kg/cm2q
Operating Pressure 54 milimeter air [mmAq] 57 kg/cm2q
at M.C.R. 100%
Design Temperature 350 °C 350 °C
Operating
Temperature at 369,9/ 167,5 °C 110 / 173,9 °C
M.C.R. 100%
(inlet/outlet)
Flow Rate at 125385 Nm2/hr 120148 kg/hr
M.C.R. 100%
Hydrostatic - 112,5 kg/cm2q
Pressure 2873 m2
Heating Surface
Dengan data-data yang didapat dari sumber data 1 tersebut meliputi
hasil pengujian yang dilakukan oleh peneliti, dimana akan dijelaskan
sebagai berikut:
1. Hasil Analisa Komposisi Kimia
Tabel 4.3 Hasil pengujian OES (TAJALL, G. U. N 2015)
UNSUR C Mn P S Si Cr Cu Al Mo Ti
ASTM 0,27 0,93 0,035 0,035 0,10 - - - - -
A210 (A1) max max max max min
Tube Baru 0,149 0,606 0,010 0,00 0,198 0,035 0,00 0,009 0,009 0,002
40
Tube Gagal 0,121 0,327 0,00 0,003 0,177 0,027 0,018 0,019 0,006 0,001
*Fe dalam kondisi seimbang ** wt%
Pada Tabel 4.3 adalah komposisi kimia pada sampel uji. Dilihat dari
hasil uji komposisi diatas, ditemukan adanya perbedaan komposisi pada
tube baru dan tube gagal. Ada beberapa komposisi yang tidak sesuai dari
tube gagal yaitu adanya peningkatan tembaga (Cu) dan sulfur (S).
Pada unsur lainnya terjadi penurunan, tetapi masih dalam tahap
maksimum yang dilihat dari perbandingannya. Tetapi penurunan kadar
karbun tersebut sangat berpengaruh terhadap kekuatan materialnya.
Pada umumnya, dilihat dari garis besarnya komposisi ini masih
dikategorikan memenuhi standar ASTM A210 yang sering digunakan
sebagai komponen boiler pada PLTU.
2. Hasil Analisa Strain Measurement
Berdasarkan ASTM boiler dan BPVC (Pressure Vessel Code)
Section 1, strain pada tube ini mengalami bending, dilihat dari desain
tubenya ditunjukkan pada Tabel 4.4 diketahui adanya regangan sebesar
33,33%. Maka hasilnya melebihi ketentuan standar ASTM A210-A1 (30%).
Tabel 4.4 Ukuran R dan r tube dalam perhitungan % stain (TAJALLA, G. U.
N, 2015)
R (nominal bending radius r (nominal outside radius
to centerline of pipe or of pipe or tube), mm tube), mm
19,05 57,15
41
3. Hasil Analisa StrukturmikroBending yaitu seamless u-tube yang dilakukan dengan cara
membengkokkan tube yang lulus. Pada proses bending ini akan
mempengaruhi ukuran struktur mikro dan bentuk materialnya.
Pengujian yang dilakukan yaitu untuk membedakan struktrukmikro
tube baru dan tube yang gagal dengan cara membedakan daerahnya
seperti pada ilustrasi Gambar 4.4.
Gambar 4.4 Ilustrasi pengambilan sampel tube baru (TAJALLA, G. U. N, 2015)
Orientasi (a) Orientasi butir (b)
butri acak sejajar
Gambar 4.5 Perbandingan struktur tube baru dengan pembesar yang sama
50x (TAJALLA, G. U. N, 2015)
42
Dari Gambar 4.5 diatas terdapat perbedaan ukuran strukturmikro dan
bentuk setiap bagian tube yaitu daerah gambar a tidak ada mengalami
bending sedangkan daerah gambar b mengalami adanya bending. Daerah
gambar a adanya butiran yang heterogen (ukurannya lebih kecil) dengan
orientasi acakan. Daerah gambar b adanya butiran pipih (memanjang)
dengan orientasi sejajar.
(a) (b)
Ferrite Pearlite
Gambar 4.6 Perbandingan strukturmikro tube baru dan tube gagal dengan
pembesar yang sama 500x (TAJALL, G. U. N 2016)
Pada Gambar 4.6 diatas menunjukkan adanya perubahan
strukturmikro akibat dari kondisi operasinya yaitu dari temperature dan
tekanannya. Oleh karena itu dilihat dari fase yang menunjukkan ferrite (fase
terang) dan pearlite (fase gelap).
4. Hasil Analisa Nilai Kekerasan
Perbandingan nilai kekerasan pada tube baru dan tube gagal dapat
dihitung dari nilai titik 1 tube lurus hingga pada titik 10 tube melengkung
yang diperkirakan adanya crack seperti ilustrasi Gambar 4.7
43
Gambar 4.7 Ilustrasi lokasi indentasi pengujian Vickers (TAJALLA, G. U. N 2015)
Gambar 4.8 Grafik distribusi nilai kekerasan tube baru dan tube gagal (TAJALLA,
G. U. N 2015)
Berdasarkan Gambar 4.8 diatas dilihat dari kekerasannya dimana
tube baru dan tube gagal tersebut mengalami tren peningkatan yang baik.
Pada bagian lingkungan tube adanya tren hal ini dikarenakan akibat adanya
efek suatu strain hardening. Jadi hal yang membuat peningkatan kekerasan
diindikasikan karena adanya residual stress.
Sampel
Titik 1
Titik 10
44
Ketika adanya residual stress meningkat maka mengakibatkan
residual strain ikut meningkat, sehingga meningkatkan yield strength,
adanya laju regangan crack tip dan mengankibatkan pertumbuhan atau
penyebaran crack yang lebih luas.
Dilihat dari gambar perbandingan distribusinya, bahwa nilai
kekerasan pada tube baru menurun jika dibandingkan pada tube baru. Hal
ini dipicu dari tube gagal yang kadar karbonnya turun sehingga
mengakibatkan sifat mekanik materialnya.
5. Analisa Fraktografi
Untuk mengetahui lokasi kegagalan yang terjadi serta tampilan dan
bentuknya dilakukan pengamatan secara makro. Lokasi kegagalan diamati
dari letak lengkungan dalam tube, karena pada bagian yang mengalami
kegagalan sudah dilas. Oleh karena itu tube harus dipotong berbentuk
melintang guna untuk mengetahui lokasi kegagalannya ditunjukkan pada
Gambar 4.10 dan skema pemotongan diperlihatkan pada Gambar 4.9.
Gambar 4.9 Sampe yang sudah dipotong melintang pada memperlIhatkan crack
pada bagian dalam tube (TAJALLA, G. U. N 2015)
Bekas lasan
45
Gambar 4.10 Skema pengambilan sampel pada tube yang gagal ( TAJALLA, G. U. N 2015)
Pada daerah tube yang gagal dipotong secara melintang untuk
memudahkan dalam pengamatan bentuk dan kedalamannya. Untuk
memperjelas pengamatan ini digunakan dengan mikroskop stereo pada
Gambar 4.11 dan mikroskop optic pada Gambar 4.12.
Gambar 4. 11 kedalaman crack setelah pemotongan melintang dengan
mikroskop stereo (TAJALLA, G. U. N 2015)
Bagian yang
dipotong Branching
Microcrack didekat
crack
Crack hungga mencapai
diameter luar
Bekas las
46
Gambar 4.12 Hasil morfologi crack yang melebar (TAJALLA, G. U. N 2015)
Pada Gambar 4.10 diatas bentuk kegagalan berupa retak dengan
lebah 1,7 cm dilihat dari dalam tube dan adanya branching pada
permukaan. Dilihat dari gambar 4.10 dan gambar 4.11 menunjukkan suatu
microcrack lainnya dilihat dari water-side tube yang mencapai kedalaman
diameter luar tube, hingga mengalami kebororan pada tube. Pada gambar
4.11 juga menunjukkan morfologi rambatan crack yang lebar.
Awal crack
Microcrack didekat crack
Akhir crack
47
Pada permukaan tube dengan karakteristik retak branching
menunjukkan pola intergranular, tetapi dari perambatan retak yang ada
memperlihatkan pola trasngranular.
crancking menunjukkan pola intergranular lebih dominan terjadi di
lingkungan pH tinggi. Namun, dari penelitian, pola transgranular biasa
terjadi pada material dengan mudah yang mengalami proses operasi
mekanik yang menimbulkan terjadinya residual stress (strain hardening).
6. Hasil Analisa EDX
Dilakukan pengujian ini guna untuk mengetahui pengaruh unsur
terhadap cracking. Dengan pengamatan di dua daerah A dan daerah B
yaitu daerah A diketahui Crack dan daerah B tidak ada crack seperti
Gambar 4.13, hasil Topografi daerah A pada Gambar 4.14 serta hasil
topografi daerah B pada Gambar 4.15
Gambar 4.13 Hasil analisa EDX a dan b (TAJALLA, G. U. N 2015)
A
B
48
Gambar 4.14 Topografi daerah A (TAJALLA, G. U. N 2015)
Gambar 4.15 Topografi daerah B (TAJALLA, G. U. N 2015)
Tabel 4.5 Hasil persentasi unsur di daerah A dan B (TAJALLA, G. U. N
2015)
UNSUR
%Wt
DAERAH A DAERAH B
(Crack) (Bukan crack)
C 21,28 10,88
A
B
49
Dari dari hasil pengujian denga presentasi yang ditunjukkan pada
Tabel 4.5 tersebut adanya teridentrifikasi unsur-unsur tambahan selain
komposisi material seperti Na, Mg, Ca, dan K. Dimana unsur Na, Mg, Cad
an K adalah kontaminan fluida air yang mengalir didalam tube tersebut.
Unsur Cu sebagai unsur tambahan dalam proses perlakuan panas
atau unsur deposit yang berasal dari degradasi material, di boiler akan
terjadi pempentukan lapisan pelindung magnetite yang melapisi bagian
permukaan dalam tube.
O 29,78 10,21
Na 0,28 00,13
Mg 0,46 00,15
Al 1,36 00,38
Si 0,92 00,56
P 0,23 00,08
S 0,47 00,17
K 0,48 00,26
Ca 0,59 00,24
Ti 0,61 00,39
Cr 0,79 00,35
Mn 1,27 01,14
Fe 40,73 74,59
Cu 0,80 00,46
50
Akibat adanya reaksi antara baja (iron baced-alloy) dan
deoxygenated water (uap) dibawah kondisi normal sehingga terbentuk
lapisan pelindung magnetite.
Dari tabel diatas banyaknya persentase O di daerah A yang crack
dikarenakan adanya indikasi dari reaksi kimia (Fe dan O) yang membentuk
senyawa. Besi yang terpapar dengan oksigen dan air akan mengakibatkan
terjadinya oksidasi yang berwarna merah (kecoklatan).
Namun, jika dibandingkan antara daerah A dan B yaitu daerah A
(crack) memiliki unsur yang tinggi (O) daripada daerah B (tidak crack). Jadi
kesimpulan yang didapat bahwa terjadinya korosi hanya sebagai pemicu
laju perambat retak.
4.1.5 Data 1 Faktor-Faktor Penyebab Kegagalannya Dari pengamatan gambar kegagalan material, ada beberapa hal yang
diperlihatkan seperti:
1. Pada permukaan water-side-tube terdapat branching.
2. Pada perambatan crack (potongan melintang) tidak terdapat lateral
corrosion.
3. Pada potongan melintang di morfologi cracknya terlihat melebar.
Berdasarkan dari hasil pengujian yang sudah dilakukan sipenguji, faktor
yang menyebabkan kegagalan material tube dengan beberapa aspek antara lain
material, tegangan dan kondisi lingkungan yang diketahui skema pada Gambar
4.16.
Pada pengujian komposisi (OES) tube tersebut sesui standar ASTM A210,
tetapi dari segi desain tube tersebut tidak sesui standar. Strain measurement pada
bend tube yaitu 33,33%, sedangkan max strain-nya adalah 30%.
Berdasarkan analisas kekerasan dan strukturmikro tube baru pada bagian
lengkungan mengalami strain hardening. Dapat dibuktikan dari bentuk butiran yang
51
Panjang, memipih, serta nilai kekerasan yang meningkat pada lengkungan tube.
Karena meningkatnya nilai kekerasan dapat di indikasikan terdapat residual stress.
Dari pengaruh lingkungan tidak menjadi patokan gagalnya suatu material,
karena tekana dan temperatu serta kualitas air selalu dijaga (tetap dibawah
maksimum). Namun, sering kali adanya penurun pH hingga 8,5 sedang untuk pH
yang diperbolehkan yaitu 9,2-10,2.
Gambar 4.16 Rata-rata pH feedwater boiler tahun 2011-2012 (TAJALLA, G. U. N
2015)
52
Gambar 4.17 skematik penyebab kegagalan stress corrosion cracking (TAJALLA,
G. U. N 2015)
Dengan hasil analisa data tersebut sipenulis mengasumsikan Kegagalan
material yang terjadi akibat faktor stress, kondisi lingkungan dan material disebut
juga stress corrosion cracking (SCC). Karena terjadinya SCC tidak harus
terjadinya stress yang tinggi. Stress sekecil apapun dapat mengakibatkan crack.
Pemicu SCC dikarenakan baja karbon rendah dengan lingkungan air pada
temperature kurang lebih 100 ºC serta pH tinggi.
Diantara factor diatas, yang sangat besar pengaruhnya terjadinya
kegagalan ini adalah pengaruh strain hardening sehingga menimbulkan residual
Tegangan
Adanya residualstress akibat strain
hardening
Kondisi Lingkungan
pH tinggi, namun beberapa kali pH menurun dibawah
standar
STRESS CORROSION CRACKING
(SCC)
Material
Sesuai dengan standar ASTM A-1, namun presentasi stain melebihi standar
53
stress dan persentasi regangan diatas standar ASTM A210-A1 yang menjadi faktor
pemicu terjadinya SCC.
A. Mekanisme Kegagalan
Berdasarkan hasil pengujian, Mekanisme terjadinya SCC didasari dari dua
tahap, yaitu perambatan retak dan inisiasi. Dari beberapa penjelasan sebelumnya
bahwa 3 faktor dapat menyebabkan SCC, yaitu tensile stress, susceptible material
& environment.
1. Tahap Inisiasi Retak, dibawah kondisi normal operasi. Akibat reaksi antara
baja (iron Baced-alloy) dan air deoksigenisasi (uap) sehingga terbentuk
lapisan pelindung magnetite [Fe3O4]. Microcrack terjadi karena adanya
residual stress yang tinggi sehingga mengakibatkan strain hardening. Jika
residual stress meningkat maka meningkat juga residual strain, kemudian
meningkat yield strength, serta memicu regangan crack tip dan
pertumbuhan crack yang lebih besar.
2. Tahap Perambatan Retak, akibat menurunnya pH maka lapisan pelindung
magnetite yang kuat dan ada resistan terhadap fluktuasi temperature
sehingga tidak mampu lagi melindungi logam. Karena menurunnya pH bisa
meningkatkan korosi dan melarutkan lapisan pelindung magnetite. Karena
terjadi reaksi elektrokimia antara H20 dan Fe (Fe2O3) maka perambatan
crack kedalam semakin cepat.
Terjadinya perpaduan morfoligi transgrabular lebih mudah terjadi pada
material strain hardening. Karosi baja rendadilingkungan pada pH tinggi
mempunyai morfolofi intergranular diakibatkan driving force tinggi untuk
memecahkan lapisan pasif dan laju regangan yang tinggi pada batas butir.
B. Kesimpulan
Berdasarkan hasi pengujian yang telah didapatkan, dapat ditarik beberapa
kesimpulan mengenai kegagalan pada u-tube SA210-A1 yaitu:
54
1. Yang menjadi faktor kegagalan u-tube SA210-A1 yaitu stress corrosion
cracking.
2. Mekanisme yang menyebabkan SCC pada tube yaitu pada permukaan tube
mengalami keregangan yang melebihi standar yang ditentukan sehingga
membentuk microcrack dan adanya residual stress akibat strain hardening.
Magnetite (Fe3O4) sebagai lapisan pelindung yang menjadi rentan terhadap
korosi, karena terjadinya penurunan pH maka tidak mampu lagi melindungi
tube dari korosi.
3. Selain itu, dari reaksi elektrokimia dari unsur Fe dan H2O memicu
percepatan perambatan crack hingga menembus diameter luarnya tube.
C. Evaluasi
Berdasarkan kesimpulan bahwa kegagalan tube tersebut dikarenakan
stress corrosion cracking dimana salah satunya diakibatkan adanya penurunan pH
feetwater boiler, oleh karena itu untuk mengetahui penipisan lapisan pelindung ada
baiknya menganalisa kandungan pada air.
4.2 Analisa Data 2 “Failure Analysis Of Riser Wall Tube No. 3 ASTM A210 Grade A-1 At Boiler Unit 2 Steam Power Generator Pt X” (Industri, F. T. (2015)
4.2.1 Latar Belakang PLTU merupakan suatu pembangkit energi listrik dimana proses kerjanya
memanfaatkan tenaga uap sebagai penghasil listrik. Dimana boiler adalah suatu
komponen utama yang berguna sebagai tungku untuk memanaskan air menjadi
uap yang kemudian dilanjutkan sebagai penggerak turbin. Bahan pembakaran
yang digunakan untuk mengubah air menjadi uap pada PLTU yaitu batubara,
dimana tempat membakaran terletak pada furnace. Pada furnace ada pipa yang
berisi campuran air dan uap yang menuju riser dan steam-water separator dari
hasil inpeksi pada riser wall tube unit 2 mengalami repture seperti pecahan,
penipisan dan kebocoran tube no.2 dan no.3.Karena mekanisme kegagalannya
berbeda, dimana tube no.3 berada pada daerah dekat sootblower yang fungsinya
55
untuk pembersihan abu pengotor pada permukaan. Sepaya lebih jelasnya
mekanisme dan factor penyebab kegagalan yang terjadi antara tube no.2 dan tube
no.3. Maka peneliti menyimpulkan meneliti tube nomor 3 untuk menentukan tube
mana penyebab utama kegagalan maupun kegagaklan sekundernya,
4.2.2 Tujuan PenelitianBerdasarkan referensi dari data yang didapat tujuan peneliti yaitu untuk
mengetahui penyebab kegagalan dan mekanisme kegagalan yang terjadi pada
riser wall tube boiler serta memberikan suatu Langkah-langkah pencegahan dan
perawatannya agar tidak terjadi lagi kegagalan dengan mekanisme yang sama.
4.2.3 Metode PenelitianDalam pembahasan dari sumber data, penelitian mendapat samper tube
nomer 3. Sedangkan Pengujian yang dilakukan terdiri dari uji makroskopik, uji
komposisi kimia, metalografi, uji kekerasan, uji XDR dan uji tensile.
4.2.4 Hasil Histori Operasional dan Hasil PengujianPada bulan Agustus 2015 di unit 2 PLTU, riser wall tube mengalami
kebocoran pada nomor 2 dan nomor 3. Dimana boiler unit 2 ini pada tahun 2012
baru diinstalasi dengan waktu beroperasi 8000 jam. Tube dengan tebal 6 mm dan
diameter luar tube 48 mm peroperasi pada tekanan 19.79 MPa atau 195.31 atm
dan temperature 393ºC, kronologi terjadinya kebocoran yaitu diawali oleh
bocornya pipa nomor 2 kemudian berlanjut kepocoran pipa yang nomor 3, agar
lebih jelasnya di ketahui sketsa boiler Gambar.
56
Sketsa Boiler
Gambar 4.18 Skema daerah riser wall tube pada boiler (Industri, F. T 2015)
1. Hasil Pengamatan Makroskopik
Daerah komponen riser wall tube ASTM A210 dengan pengamatan
makroskopik dilihat dari Gambar 4.19 dan Gambar 4.20 awal patahan sisi
miringnya.
Gambar 4.19 Sampel riser wall tube nomor 3 ASTM A12 grade A-1 (Industri, F. T
2015)
Daerah riser walltube
57
Gambar 4.20 Sisi samping patahan riser wall tube (Industri, F. T 2015)
Dapat diketahui dari lokasi awal yang mengalami kebocoran dan
adanya kerak secara jelas di lihat yang menempel sepanjang daerah
patahan tube tersebut. Dapat disimpulkan adanya penurunan kualitas
material riser wall tube nomor 3 dari segi mekanismenya.
Alat stereomicrosope dan scanning electron microscope yang
digunakan untuk pengamatan makroskopik fraktografi. Dimana daerah yang
dilakukan pengamatan pada daerah sekitar awal retak seperti pada Gambar
4.21 dan diamati bentuk hingga morfologi permukaaannya.
6.0 mm 4.3 mm
0.6 mm
2.2 mm
58
Gambar 4.21 Daerah dan hasil Fraktografi, hasil uji
stereomicroscope dan hasil uji SEM (Industri, F. T 2015)
Berdasarkan Gambar 4.21 membuktukan pada tube mengalami
penipisan hingga mengakibatkan retak micro dan pada akhirnya akan
mengakibatkan retak makro. Dari hasil SEM juga menunjukkan pada tube
tidak ada tanda penjalaran retak.
Daerah uji fraktografi
Penipisan pada tube
Lokasi awal retak pada tube akibat penipisan
Tidak ada retak yang menjalar masuk kedalam permukaan material
59
2. Hasil Pengujian Komposisi Kimia
Hasil pengujian komposisi kimia dengan optical emission
spectrometry pada riser wall tube nomor 3 ditunjukkan di Tabel 4.6 dengn
perbandingan ASTM A210 grade A-1.
Tabel 4.6 Hasil pengujian komposisi kimia (Industri, F. T 2015)
No Unsur Nilai Kandungan Unsur (% berat)
Standar ASTM A210 Grade A-1
1 C 0.175 0.27 max
2 Si 0.226 0.10 max
3 Mn 0.574 0.93 max
4 P 0.007 0.35 max
5 S 0.003 0.35 max
6 Cr 0.038 -
7 Mo 0.005 -
8 Ni 0.005 -
9 Al 0.004 -
10 Cu 0.051 -
11 Nb 0.002 -
12 Ti 0.002 -
13 V 0.004 -
14 Fe Balance -
Perbandingan antara komposisi riser wall tube nomor 3 dengan
ASTM A210 grade A-1 tidak jauh berbeda dari komposisi standar ASTM
A210 grade A-1
60
3. Hasil Pengujian XRD
Pada material daerah patahan dilakukan pengujian XRD guna untuk
mengetahui senyawa yang mempengaruhi faktor terjadinya penipisan ada
pada tube. Hasil yang di dapat dari pengujian XRD dengan Gambar 4.22
dibawah ini yaitu
Gambar 4.22 Grafik hasil uji XRD (Industri, F. T 2015)
Dengan grafik hasil uji XRD dapat didentifikasi untuk menganalisa
dengan menggunakan Software Highscore Plus yaitu pada Tabel 4.7
sebagai berikut:
Tabel 4.7 Hasil analisa XRD (Industri, F. T 2015)
Vis
ible
Ref.Code Score Compound
Nime
Displacement
[º 2 Th.]
Scale
Factor
Chemical
Formula
61
* 01-
085-
1410
68 Iron 0.479 0.965 Fe
* 03-
065-
1587
13 Iron
Nitride
0.124 0.457 Fe8N
Dari hasil XRD menunjukkan adanya Iron Nitride atau disebut fase
Fe8N dilihat dari grafik yaitu dua peak Fe8N. Salah satu factor terbentuknya
Fe8N karena terdapat senyawa oksida nitrogen NO dan efek dari
pembakaran batubara pada boler. Dimana Riser Wall Tube pada saat
beroperasi di Temmperatur 393ºC sehingga memudahkan Fe cepat
bereaksi dengan NO sehinngga terbentuk fase Fe8N.
4. Hasil Pengujian Metalografi
Hasil pengujian metalografi dapat terlihat struktur mikro dari
spesimen dengan mikroskop optik. Untuk pengujian struktur mikro dengan
menggunakan ASTM E3, dimana specimen pada Gambar 4.23 terlebih dulu
di korosikan dengan larutan etsa natal 2%.
62
Gambar 4.23 Spesimen uji metalografi pada daerah jauh patahan dan dekat
patahan (Industri, F. T 2015)
Dari hasil uji metalografi di tunjukkan pada Gambar 4.24, didapat
fase yang terbentuk pada struktuk mikro yaitu:
63
Gambar 4.24 Hasil pengujian metalografi 500x. (a) Spesimen jauh dari patahan
dan (b) Spesimen daerah patahan (Industri, F. T 2015)
Pada pengujian mikroskop optik menunjukkan adanya fase di daerah
jauh dari patahan maupun didaerah patahan yaitu ferrite dan pearlite.
Dibuktikan dari diagram Fe-Fe3C, yaitu baca dengan wt% karbon 0.15-
0.27% pada Temperatur dibawah 723 ºC.
Berdasarkan hasil struktur miro Gambar 4.24 membuktukan adanya
batas butir pada daerah patahan material mengalami perpanjangan.
Dengan hasil penghitungan butirnya pada Tabel 4.8. dibawah ini
Tabel 4.8 Hasil perhitungan diameter butir
Spesimen Diameter rata-rata (mm)
Jauh patahan 0,028
Daerah Patahan 0,041
% pertambahan ukuran butir 46,43%
64
Hasil perhitungan ukuran butir menunjukkan suatu perpanjangan
ukuran butir mencapai 46,31%.
5. Hasil Pengujian SEM
Untuk melihat mikrografi permukaan daerah awal patahan dilakukan
pengujian Scenning Elektrone Microscope dengan hasil yang ditunjukkan
pada Gambar 4.25.
Gambar 4.25 Hasil pengujian SEM (Industri, F. T 2015)
Dari hasil pengujian SEM pada Gambar 4.25 menunjukkan adanya
butir mengalami elongasi, dan hasil pendukung dari uji metalograpi dimana
mencapai 46,43% pemanjangan butir.
7. Hasil Pengujian Kekerasan
Pada pengujian kekerasan dilakukan dua kali pengujian yaitu
pengujian didaerah jauh patahan dan dekat patahan pada Gambar 4.26 dan
hasil nilai kekerasan yang ditunjuk pada Tabe 4.9 dibawah ini:
65
Gambar 4.26 Hasil indentasi spesimen, (a) dekan patahan dan (b) jauh dari
patahan (Industri, F. T 2015)
Tabel 4.9 Hasil pengujian kekerasan (Industri, F. T 2015)
Indentasi
Nilai Kekerasan (HB)
Jauh
Patahan
Dekat
Patahan
Standard
(Maksimum)
1 135 182
143
2 138 178
3 141 181
4 132 176
5 131 179
Rata-
rata
135,4 179,2
66
Gambar 4.27 Grafik hasil pengujian kekerasan (Industri, F. T 2015)
Sipenulis menimpulkan dari hasil uji kekerasan dari Gambar 4.27
yaitu perbedaan antara nilai kekerasan pada specimen daerah patahan dan
daerah jauh patahan, diamana nilai rata-rata kekerasan pada daerah
patahan sekitar 179.2 HB. Oleh karena itu dari nilai HB menunjukkan jauh
melebihi batas nilai standar kekerasan ASTM A210 Grade A-1 yaitu 143
HB.
4.2.5 Data 2 Faktor-Faktor Penyebab Kegagalannya Dari hasil peneli (review), faktor-faktor yang mempengaruhi kegagalan
materialnya yaitu denga aspek material dan kondisi lingkungan yang ekstrim.
Berdasarkan hasil uji makroskopik pada riser wall tube no 3 ASTM A210 grade A-1
menipisnya ketebalan yang dialami dari luar akibat serangan partikel sehingga
menimbulkan retak dilihat dari fraktografinya.
Berdasarkan hasil pengujian XRD dapat diamati bahwa terbentuknya fase
Fe8N (Iron Nitride) akibat reaksi Fe dengan
Emisi nitrogen oxide berasal dari nitrogen yang oksidasi senyawa pada batubara
67
dan reaksi dari nitrogen dan oksigen pada udara pembuangan (Woodruff, 2004).
Yang mempercepat terjadinya reaksi Fe dan N xN
dikarenakan Temperatur tube yang mencapai 393 ºC.
Berdasarkan hasil pengamatan pengujian metalografi dengan larutan etsa
Nital 2% adanya fase yang terbentuk di daerah patahan maupun daerah jauh
patahan yaitu Pearlite dan Ferrite sesuai dengan diagram Fe-Fe3C.
Hasil pengujian scanning electrone pada ujung pipa yang mengalami
penipisan menunjukkan adanya micrograph butir riser wall tube, maka
mengakibatkan perpanjangan butir-butir tube didukung dengan hasil pengamatan
SEM diamana butir bertambah hingga 46,43%.
Pada hasil pengujian kekerasan melebihi nilai standar maksimum 143 HB
dimana nilai hasil kekerasan pada daerah patahan mencapai 179,2 HB. Hasil
pengujian maupun pengamat bahwa pipa mengalami penipisan pada permukaan
luar akibat efek dari bocornya riser wall tube no 2 yang dialiri uap dengan
Temperatur 393ºC dan Tekanan 195.31 atm serta tambahan fase Fe8N yang
terbentuk di tube karena emisi pembakaran. Ilustrasi awal mula terjadinya
kebocoran ditunjukkan pada Gambar 4.28.
68
Gambar 4.28 Daerah kebocoran riser wall tube (Industri, F. T 2015)
Awal tube mengalami erosi pada saat tube no. 3 tersembur uap panas. Oleh
sebab itu untuk nenanggulagi adanya penyemburan terlebih dalulu ditangani tube
no.2 supaya tidak menyebab ke komponen lainnya.
A. Mekanisme Kegagalan
Adapun mekanisme yang didapat yaitu :
1. Sifat mekanik kekerasan material tersebut berkurang akibat material
mengalami kehausan sehingga menimbulkan erosi.
2. Karena semburan uap panas hingga menyerang tube yang sifat
mekaniknya lunak mengakibatkan kehausan pada tube
Perpaduan plastik pada material (deformasi) menyebabkan bertambahnya
ukuran butir maupun saat naiknya sifat mekanik kekuatan dan kekerasan serta
menurunnya sifat mekanik keuletannya. Nilai kekerasan 179.2 HB hasil dari
Analisa yang mengalami deformasi plastik setelah tube pecah dan menurut
Awal Kebocoran tube no. 2
Kebocoran tube no. 3
Pembakaran batubara dari bawah
Arah semburan
69
struktur mikro bertambahnya ukuran butir dengan nilai 46.43%. Penguatan
regangan (strain hardening) adalah terjadinya pertambahan ukuran butir pada
material dimana nilai kekekerasan mengalami kenaikan.
B. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengujian yang telah didapatkan, dapat ditarik beberapa
kesimpulan mengenai kegagalan riser wall tube pada boiler yaitu:
1. Yang menyebabkan kegagalan pada riser wall tube no 3 yaitu erosi
2. Mekanisme gagalnya tube no. 3 dipicu karena pengaruh/serangan
kebocoran tube nomor 2 yang berisikan uap panas yang bertekan 195.31
atm dan temperatur 392ºC yang mengakibatkan material menjadi lunak
sehingga mudah menipis pada permukaan luar, sehingga menimbulkan
fase Fe8N akibat dari emisi NOx pembakaran batubara yang mempercepat
tejadinya erosi pada riser wall tube.
3. Dari hasil Analisa pengujian terdapat 3 titik nilai ketebalan, dimana 3 titik
tersebut tidak memenuhi stadar ketebalan minimum tube sebesar 4.87 mm
dan fase Fe8N yang terbentuk pada tube. Sedangkan di daerah patahan
menunjukkan adanya pertambahan ukuran butir 46.43% serta nilai
kekerasan melebihi stadar yang mencapai 179.2 HD, hal ini juga
membuktikan bahwa tube juga mengalami suatu deformasi plastik setelah
pecahnya tube.
C. Evaluasi
Dari kesimpukan bahwa kegagalan dari tube no.3 disebabkan erosi dari
semburan tube no.2, semburan uap panas mengakibatkan sifat material tube
lunak. Untuk mengetahui percepatan erosi ada baiknya ditambahkan informasi
tentang pembakaran batubara. Pada material tube no 2 adalah dasar kegagalan
erosi, oleh sebab itu lebih di harapkan penganalisaan dilakukan ke dua tube yang
gagal.
70
4.3 Analisa Data 3 “Failure Analysis Of The Wall Tubes Of a Water-TubeBoiler” (Duarte, 2017)
4.3.1 Latar BelakangKasus yang diteliti dalam jurnal ini berkaitan dengan sejarah kegagalan
tabung evaporator dari boiler pipa-air, bagian dari pembangkit listrik termoelektrik
berbahan bakar batubara, dianalisis dari 2001 hingga 2006. Boiler tersebut dialiri
turbin sebesar 165 MW dengan steam pada suhu 500 ° C dan tekanan 150 bar
(15MPa), dan memiliki kapasitas 486.000 kg / jam. Tabung evaporator di zona
kegagalan terbuat dari baja seamless ASTM SA210 grade A1, dengan finishing
panas, dan memiliki diameter luar nominal 57 mm, tebal dinding 5,4 mm. dan
radius tikungan 127,0 mm. Mereka diproduksi dengan pembengkokan dingin dan
perlakuan panas penghilang stres. Menurut spesifikasi, boiler dirancang
berdasarkan kode ASME B31.1, yang merekomendasikan parameter operasi
maksimum pada suhu 510 ° C, tegangan tarik 102 MPa.
Boiler tersebut mulai beroperasi pada tahun 1999. Pada tahun 2001, salah
satu tube boiler mengalami kebocoran pada bagian yang bengkok. Di atas area ini,
celah pada perkiraan sudut 45 ° terhadap sumbu tabung diidentifikasi, serta korosi
lubang pada permukaan bagian dalam tabung; lubang korosi terkonsentrasi di
bagian bengkok dari tube.
4.3.2 Tujuan PenelitianBerdasarkan permasalahan diatas dari sumber data 3 melakukan penelitian
yang bertujuan untuk menganalisa faktor penyebab kegagalan pada material
tersebut dan menganalisa mekanisme kegagalannya.
4.3.3 Metode PenelitianPada sumber data 3 melakukan penelitian pada sampel material yang gagal
dengan melakukan pengujian seperti uji komposi kimia, uji mikrostruktur, uji
kekerasan, dan pengujian tegangan sisa melalui difraksi sinar-X (XRD)
71
4.3.4 Hasil Data operasi dan Hasil PengujianDari kegagalan tube boiler telah diuraikan pada latar belanga dimana boiler
sudah beroperasi pada tahun 1999, ketika pada tahun 2001 tube boiler kebocoran
pada bagian yang bengkok dilihat pada Gambar 4.29 serta data parameter dan
kegagalannya Tabel 4.10
Gambar 4.29 Pipa air yang menunjukkan zona retak pada pipa dinding (Duarte,
2017)
Tabel 4.10 Data parameter boiler dan kegagalannya (Duarte, 2017)
Parameters ValueDesign ASME Power of
165 MWthermal plantTemperature in
350º Cfailure zonePressure in
15 MPafailure zone
Geometry of the Outer diameter: 57
mm; Thickness: 5.4tube in failuremm; bend radius:Zone 127 mm
72
Tube material in SA-210-A1failure zone
1. Hasil Pengamatan Visual dan Pengujian SEM
Dari sumber data 3 pemeriksaan visual dari permukaan internal
tabung mengungkapkan lubang korosi, terutama lubang korosi konsentrasi
besar di bagian bengkok tabung pada Gambar. 4.31 dan 4.32). Lubangnya
dalam dan elips ditujukkan di Gambar 4.33 dan 4.34. Kavitasi dibuang
karena tidak ada penurunan tekanan fluida di sepanjang tabung, dan
morfologi pit tidak sesuai dengan mekanisme kegagalan ini (pit lebar dan
dangkal). Selain itu, beberapa pit menunjukkan karakteristik tuberkulasi,
yang menunjukkan bahwa boiler tersebut aktif dan tumbuh selama
pengoperasian normal boiler. Pemeriksaan area yang rusak menunjukkan
adanya retakan dengan perkiraan sudut 45 ° terhadap sumbu tabung pada
Gambar 4.31. Retakan berasal dari permukaan bagian dalam tabung dan
tumbuh melintasi dinding tabung hingga mencapai permukaan lainnya.
Mikrograf menunjukkan adanya korosi pitting dan retak intergranular di
unjukkan pada Gambar 4.35. Diameter luar tabung rata-rata yang diukur
adalah 56,7 mm dan ketebalan 5,8 mm, Gambar 4.36 menunjukkan tingkat
korosi seragam yang rendah.
73
a. Hasil Pengamatan Visual
Gambar 4.30 Tube yang rusak dalam kondisi seperti yang diterima (Duarte, 2017)
Gambar 4.31 Tampilan jarak dekat dari retakan pada permukaan bagian dalam
tabung (Duarte, 2017)
74
Gambar 4.32 Permukaan internal sarah satu tabung bengkok yang menunjukkkan
lubang korosi (Duarte, 2017)
b. Hasil Pengujian SEM
Gambar 4.33 SEM diambil dari permukaan internal salah satu tabung dibagian
bengkok (Duarte, 2017)
75
Gambar 4.34 Mikro menunjukkan retak korosi antar butir, diukir dengan reagen
Nital 3% (Duarte, 2017)
Gambar 4.35 Sampel Beroriontasi melintang pada bagian tabung yang bengkok
(Duarte, 2017)
76
Gambar 4.36 Mikrografi yang minunjukkan morfologi korosi Piting dan crancking
(Duarte, 2017)
2. Analisa komposisi Kimia
Analisis kimiawi dari empat spesimen yang diambil dari tabung boiler
yang rusak dilakukan dengan menggunakan spektroskopi emisi optik (OES)
pada spektrometer Baird Spectrovac model DV-4. Menurut spesifikasi
pabrikan, tabung boiler terbuat dari baja ASTM SA210 grade A1. Ringkasan
hasil yang diperoleh untuk setiap sampel ditunjukkan pada Tabel 4.11.
Bahan memenuhi persyaratan komposisi kimia yang ditentukan oleh ASTM.
Tabel 4.11 Analisis kimia sampel dibawah kegagalan tube boiler (Duarte,
2017)
Sample C P S Cr Ni Mo Si Mn
1 0.161 0.014 <0.003 - - 0.02 - 0.64
2 0.162 0.010 <0.003 0.05 0.07 0.02 0.17 0.73
3 0.186 0.009 <0.003 0.07 0.06 0.03 0.12 0.65
4 0.171 0.012 0.007 0.05 0.07 0.03 0.18 0.79
Nominal <=0.270 <=0.035 <=0.035 0.07 0.07 0.02 >=0.10 <=0.93
77
SA210-A1
3. Analisa produk Korosi
Mikroskop elektron FEI Quanta 200 yang dilengkapi dengan
penganalisis EDAX/EDS digunakan untuk menentukan komposisi kimia dari
produk korosi di dalam lubang. Hasilnya ditunjukkan pada Tabel 4.12 dan
Gambar 4.37 Dapat dilihat bahwa unsur-unsur seperti O, Fe, Si, dan Mn
terdapat di dalam pit. Selanjutnya, analisis produk korosi pada permukaan
dalam tabung dilakukan melalui XRD dengan difraktometer Panalytical
X'pert pro MPD dengan radiasi Cu-
yang bengkok dan lurus, untuk tujuan ini. Pola difraksi ditunjukkan pada
Gambar 4.37b. Endapan utamanya adalah magnetit (Fe3HAI4) dan hematit
(Fe2HAI3), yang sesuai dengan hasil EDS.
Tabel 4.12 Analisis kimia produk korosi di dalam lubang (Duarte, 2017)
O Si Mn Fe
21.4 1.15 0.6 77.01
78
(a) (b)
Gambar 4.37 (a) SEM dari lubang korosi diatas permukakan bagian dalam tabung
kete yang menunjukkan Fe, O, Si dan Mnl, (b) Spektrum EDS (Duarte, 2017)
4.3.5 Data 3 Faktor Penyebab Kegagalannya Keretakan korosi tegangan (SCC) terjadi sebagai akibat dari tiga kondisi:
(a) tegangan tarik tinggi, baik yang diterapkan (tekanan internal atau tekukan) atau
tegangan sisa yang diinduksi selama pembuatan atau pengelasan.
(b) operasi dalam lingkungan korosif, dan
(c) bahan yang rentan, misalnya, dengan sifat mekanik yang tidak memadai untuk
aplikasi tersebut.
Selain itu, faktor-faktor seperti suhu, pH, tekanan, oksigen terlarut dalam air
umpan, dan kondisi operasional yang tidak tepat dapat mempengaruhi
kemungkinan terjadinya mekanisme kegagalan ini. Khususnya, dalam tabung
boiler yang terbuat dari baja karbon.
Menurut hasil eksperimen yang sudah dikaji, bahan memenuhi persyaratan
komposisi kimia yang ditentukan oleh ASTM, dan mikrostrukturnya konsisten
dengan jenis aplikasi ini. Analisis mikroskopis menunjukkan bahwa retakan
79
intergranular yang terdapat pada bagian bengkok tabung berasal dari lubang
oksigen, karakteristik mekanisme retak korosi tegangan. Dari pengukuran
kekerasan material, dapat disimpulkan bahwa kualitas material lebih tinggi dari
yang direkomendasikan; Faktanya, kekerasan material sesuai dengan baja kelas C
dan bukan A1, seperti yang ditentukan oleh desain. Situasi ini membuat material
rentan terhadap kegagalan oleh SCC dan merupakan bukti bahwa tabung boiler
tidak diolah dengan baik sesuai dengan spesifikasi ASME sebelum diservis.
A. Mekanisme Kegagalan
Faktor SCC terjadi,akibat terjadinya tiga kondisi:
(a) tegangan tarik tinggi, baik residu maupun yang diterapkan
(b) lingkungan korosif, dan
(c) material yang rentan.
Kekerasan material yang tinggi dari perlakuan panas yang tidak memadai
membuat tabung rentan terhadap korosi lubang. Tingginya kadar oksigen terlarut
dalam air selama tiga tahun pertama pengoperasian boiler menyebabkan korosi
pitting akibat oksigen di permukaan bagian dalam tabung. Lubang bertindak
sebagai konsentrator tegangan untuk inisiasi dan propagasi retakan korosi
tegangan. Tegangan terapan dan sisa dari proses pembengkokan tabung
menjelaskan lokalisasi lubang korosi konsentrasi tinggi di bagian bengkok tabung.
B. Kesimpulan dan evaluasi
Berdasarkan hasil analisis kegagalan menunjukkan bahwa tabung boiler
gagal melalui retak korosi tegangan karena kombinasi tegangan lingkaran sisa dan
yang diterapkan serta lubang korosi oksigen. Korosi pitting disebabkan oleh
pengolahan air yang kurang memadai sehingga dapat menurunkan kandungan
oksigen terlarut dalam air. Lubang korosi bertindak sebagai konsentrator tegangan
untuk inisiasi dan penyebaran retakan. Fakta bahwa sebagian besar retakan
berasal dari bagian yang bengkok dari tabung menunjukkan adanya tegangan tarik
80
sisa dari proses pembengkokan dan perawatan anil pelepas tegangan yang tidak
memadai sebelum servis. Oleh karena itu, disarankan untuk mengaplikasikan
perawatan pelepas tegangan pada tabung ketel uap pada suhu antara 600-650 °
C, tepat setelah proses pembengkokan. Untuk menghindari serangan oksigen,
perawatan mekanis dan kimiawi air yang tepat harus diterapkan untuk menjaga
kadar oksigen terlarut di bawah 7 ppb. Selain itu, penggunaan tabung baja dengan
kualitas yang lebih tinggi dari yang direkomendasikan juga dapat menyebabkan
kegagalan, sehingga baja rentan terhadap SCC.
4.4 Analisa Data 4 “Thermal Fatigue and Corrosion Fatigue in Heat Recovery area Wall Side Tubes” (J. Ahmad a, 2010)
4.4.1 Latar BelakangSelama 10 hari pemadaman pemeliharaan (17-26 September 2006),
inspeksi PHM pada tabung dinding samping HRA mengungkapkan salah satu
tabung dinding samping HRA LHS ditemukan telah bocor pada sambungan las
tabung. Penemuan tersebut mengungkapkan bahwa kegagalan tabung tidak
disadari terjadi selama operasi normal sebelum dimatikannya unit boiler untuk out-
age yang direncanakan. Berdasarkan catatan pengoperasian unit boiler,
diperkirakan tabung LHS HRA yang rusak telah beroperasi sekitar 132.000 jam.
Selanjutnya, dalam waktu 2 bulan setelah unit boiler kembali beroperasi
normal dari pemadaman sebelumnya, unit kembali terpaksa dimatikan karena
kebocoran tabung di dinding samping RHS HRA pada tanggal 22 November 2006.
Tidak seperti kegagalan pertama, kegagalan kedua disebabkan oleh pecahnya
tabung ketiga yang dihitung dari pipa partisi HRA ke daerah tungku dan sekitar 1 m
dari atap boiler.
4.4.2 Tujuan PenelitianDari sumber ini, peneliti menganalisa kehausan yang terjadi pada tabung
dinding samping RHS HRA pada boiler serta mengagalisa mekanisme setiap
material yang bocor.
81
4.4.3 Metode PenelitianKarya ini menyajikan investigasi pada dua kegagalan tabung boiler di area
pemulihan panas yang melibatkan tabung dinding samping sisi kiri dan sisi kanan
dari unit ketel di Kapar Power Station Malaysia. Lokasi kegagalan di unit ketel
dengan penelitian Inspeksi visual, analisis kimia pada endapan, pemeriksaan
metalurgi dan analisis creep pada tabung sisi dinding area pemulihan panas (HRA)
SA210-A1 yang gagal dilakukan. Tabung HRA memiliki diameter luar 45 mm dan
tebal 5,5 mm. Temuan dari pemeriksaan mikroskopis digunakan untuk mendukung
penyelidikan dalam menentukan mekanisme kegagalan.
4.4.4 Hasil Histori Operasi dan Hasil PenelitianDalam satu tahun terakhir sebelum kegagalan pertama atau karena semua
pembangkit termal Pembangkit Listrik Kapar Malaysia terpaksa mengubah moda
operasinya dari beban konstan ke beban siklik, terlihat bahwa beberapa komponen
boiler yang jarang mengalami kegagalan kelelahan telah menjadi lazim terutama
pada tabung dinding samping HRA boiler dilihat pada Gambar 4.38.
Mempertimbangkan kemungkinan konsekuensi dari operasi saat ini, tabung
dinding samping HRA telah terdaftar dalam prioritas cakupan kerja evaluasi non-
destruktif (NDE) selama pemadaman terjadwal. Lokasi tersebut diidentifikasikan
memiliki kemungkinan kegagalan yang tinggi oleh kelelahan terutama pada
sambungan las tabung. Dilaporkan bahwa tekanan steam operasional rata-rata
adalah 200 bar (20 MPa) pada temperatur pelayanan 380 LC.
82
Gambar 4 38 Lokasi kegagalan tabung di area pemulihan panas (J. Ahmad a,
2010)
1. Hasil Pengamatan Visual
Inspeksi visual dari tabung dinding samping LHS HRA yang gagal
diterima menunjukkan fitur-fitur berikut sebagai:
83
1. Tabung gagal dengan lubang berdiameter 1,2 mm pada
Gambar 4.39 dan terletak di sambungan las sirip seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 4.40
2. Tidak ada pembengkakan di bagian lain dari tabung.
Gambar 4.39 Lokasi Kegagalan HRA LHS setelah pemotongan sirip tabung (kiri)
dan lubang serta retakan tabung yang gagal (kanan) (J. Ahmad a, 2010)
Gambar 4.40 Lokasi kegagalan tabung dinding samping RHS HRA (berbentuk
lingkaran) (J. Ahmad a, 2010)
84
Gambar 4.41 Tabung dinding samping RHS HRA yang rusak menunjukkan
celah terbukan dan meninggalkan tepi tumpul (J. Ahmad a, 2010)
Tidak ada kerak yang tidak biasa di permukaan luar dan hampir tidak
ada endapan di permukaan bagian dalam tabung. Tidak ada bukti korosi
aktif baik pada permukaan tabung eksternal maupun internal. Tidak ada
bukti penipisan dinding di lokasi yang jauh dari daerah keruntuhan.
Temuan inspeksi visual pada tabung dinding samping HRA RHS
yang diterima gagal (Tabung 3) dan tabung tetangganya (Tabung 1, 2, 4, 5
dan 6) adalah sebagai berikut dilihat Gambar 4.42.
Gambar 4.42 Tabung HRA RHS yang gagal (J. Ahmad a, 2010)
Pipa samping RHS HRA no. 3 rusak karena pecah dengan diameter
4 cm dan panjang 16 cm.Pecahan itu adalah jenis bukaan jendela yang
85
diyakini telah pecah meninggalkan ujung tumpul. Tidak ada tanda bengkak,
tidak ada skala yang tidak biasa dan tidak ada bukti korosi aktif pada
permukaan luar tabung.
Umumnya, permukaan internal semua sampel ditemukan dalam
kondisi kotor. Itu bisa dilihat dari Gambar 4.43 bahwa Tabung 2 dan 3
tertutup oleh endapan / timbangan berat dan endapan sedang ke tabung
lainnya. Endapan /timbangan ditemukan menjadi keras dan melekat dengan
baik pada permukaan bagian dalam tetapi cukup rapuh dan seperti tepung
di permukaan.
Gambar 4.43 Kondisi kotoran permukaan bagian dalam dari tabung RHS HRA
yang diterima oleh produk korosi (J. Ahmad a, 2010)
86
Penghapusan endapan / timbangan dengan pembersihan bahan
kimia laboratorium menunjukkan adanya korosi parah dan tanda lubang
pada permukaan internal Tabung 2 dan 3 pada Gambar 4.44 sementara
Gambar 4.45 menunjukkan kondisi yang kurang signifikan di Tabung 4.
Gambar 4.44 Dinding samping RHS HRA tabung 2 dan 3 setelah pembuangan
endapan dengan pembersihan kimiawi menunjukkan kondisi permukaan dalam
yang parah akibat korosi (J. Ahmad a,2010)
Gambar 4.45 Tabung 4 Dinding samping HRA RHS setelah pengangkatan
endapan dengan chemical cleaning menunjukkan sisi yang lebih panas
(atas) lebih banyak terkena korosi steam daripada sisi yang lebih dingin
(bawah) (J. Ahmad a, 2010)
87
Jelas bahwa Tabung 2 dan 3 telah mengalami korosi aktif di bawah
endapan / timbangan. Gambar 4.45 menunjukkan temuan menarik yang
menunjukkan sisi yang lebih panas (atas) dari Tube 4 mengalami korosi
steam yang lebih banyak terkena daripada sisi yang lebih dingin (bawah).
Hal ini menunjukkan bahwa temperatur yang semakin tinggi akan
memberikan kontribusi yang signifikan terhadap proses korosi.
2. Analisa unsur kimia
Endapan yang diambil dari permukaan internal tabung 2 dan 3
dinding samping RHS HRA dianalisis untuk menentukan konstituennya.
Hasil rinci dari analisis disajikan di Tabel 4.13. Meskipun besi tidak
dianalisis, namun sifat magnetis dari endapan tabung menunjukkan bahwa
penyusun sebagian besar dari besi dan oksidanya dari produk korosi.
Keberadaan natrium, kalsium, kalium dan klorida dalam endapan diyakini
sebagai akibat dari sisa pengotor dalam steam yang terbawa dari drum
boiler yang terkontaminasi. Dilaporkan adanya insiden masuknya air laut ke
sistem air umpan melalui kebocoran tabung kondensor pada tahun 2001.
Tabel 4.13 Konstituen endapan di permukaan bagian dalam tabung HRA
RHS (J. Ahmad a, 2010)
Constituents Percentage (%)
Na/Na2O 0.006/0.0089
Ca/CaO 0.029/0.041
K/K2O 0.002/0.005
Cl 0.016
Iron oxide Balance
3. Pemeriksaan Mikrografi
Pemeriksaan mikroskopis difokuskan pada daerah pecah yang
terletak di sambungan las sirip tabung. Dipastikan bahwa lubang tersebut
88
berada di zona pengaruh panas (HAZ) dimana bahan sirip dipasang pada
logam dasar tabung. Adanya retakan makro transgranular yang menembus
jauh ke dalam permukaan internal tabung pada Gambar 4.46 dan adanya
banyak retakan berbentuk baji di permukaan internal seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 4.47 memastikan bahwa tabung gagal karena
kelelahan termal. Gambar 4.48 menunjukkan permukaan luar pipa samping
dinding samping HRA LHS yang menunjukkan retakan makro transgranular
pada zona pengaruh panas (HAZ) sambungan las. Fitur ini juga
mengkonfirmasi bahwa kelelahan termal telah terjadi.
Gambar 4.46 Mikrografi menunjukkan retakan makro transgranular yang
menembus jauh ke dalam permukaan internal tabung HRA LHS yang gagal
(J. Ahmad a, 2010)
89
Gambar 4.47 Mikrografi menunjukkan banyak retakan berbentuk baji pada
permukaan internal tabung HRA LHS yang gagal (J. Ahmad a, 2010)
Gambar 4.48 Mikrografi permukaan luar pipa dinding samping LHS HRA yang
gagal menunjukkan retakan makro trangranular pada zona yang terkena panas
(HAZ) dari sambungan las (J. Ahmad a, 2010)
Ada banyak lubang di permukaan bagian dalam tabung di mana
masing-masing dari mereka diamati memiliki retakan mikro transgranular di
dasar lubangnya terlihat pada Gambar 4.49 dan menembus ke permukaan
luar tabung pada Gambar 4.50. Karena korosi mungkin merupakan
kontaminasi oxy-gen dalam air boiler, bentuk retakan lebih bulat dan tidak
beraturan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.51.
90
Gambar 4.49 Mikrografi permukaan bagian dalam Tabung RHS HRA yang
gagal menunjukkan retak transgranular yang berasal dari dasar pit.
Gambar 4.50 Mikrografi permukaan bagian dalam tabung RHS HRA yang
gagal menunjukkan retakan transgranular yang menembus ke permukaan
luar (J. Ahmad a, 2010)
Memastikan bahwa kelelahan korosi telah terjadi pada tabung
dinding samping RHS HRA yang rusak. Pemeriksaan pada permukaan luar
juga menunjukkan adanya retakan mikro transgranular pada permukaan
luar (Gambar 4.51) dan menembus ke permukaan bagian dalam (Gambar
4.52) Gambar 4.51 dan 4.52 menunjukkan bahwa kelelahan termal juga
terjadi pada tabung dinding samping RHS HRA yang gagal.
91
Gambar 4.51 Mikrografi menunjukkan adanya retakan micro transgranular
pada permukaan luar tabung RHS HRA (J. Ahmad a, 2010)
Gambar 4.52 Mikrografi mengungkapkan retakan mikro transgranular pada
permukaan luar yang menembus ke arah permukaan dalam (tabung RHS
HRA) (J. Ahmad a, 2010)
4.4.5 Data 4 Faktor Penyebab KegagalannyaPipa yang gagal pada dinding samping LHS HRA bebas dari korosi sisi
steam yang ditunjukkan dengan kondisi permukaan bagian dalam yang bersih.
Permukaan bagian dalam dari tabung HRA RHS yang rusak ditemukan dalam
kondisi kotor oleh produk korosi (endapan / timbangan). Adanya tanda pitting dan
gouging yang menyebabkan penipisan dinding tabung terlihat jelas pada
92
permukaan bagian dalam tabung setelah terjadi perpindahan endapan / timbangan
dengan pembersihan kimiawi. Temuan ini mengkonfirmasi adanya korosi aktif di
bawah endapan/timbangan. Meskipun pembersihan kimiawi pada unit boiler
berhasil dilakukan pada bulan Februari 2003 tetapi Tabung dinding samping RHS
HRA tidak termasuk dalam tugas proses pembersihan karena lokasinya di
superheater boiler (sisi uap). Pembilasan tabung dinding samping RHS HRA
dengan air panas selama beberapa hari hingga kadar klorida di bawah 200 ppb
tampaknya tidak sepenuhnya efektif.
Sifat retakan transgranular seperti yang ditemukan pada tabung dinding
samping LHS dan RHS HRA yang gagal menunjukkan bahwa tabung gagal karena
kelelahan termal. Adanya retakan transgranular yang berasal dari pit base pada
side wall tube RHS HRA yang rusak menegaskan bahwa kegagalan tersebut
disebabkan oleh kelelahan korosi. Lubang-lubang tersebut akan mempercepat
kegagalan kelelahan korosi. Pipa samping RHS HRA yang gagal juga mengalami
kelelahan termal yang ditunjukkan dengan retak transgranular pada permukaan
luar.
A. Solusi dan evaluasi
Untuk memeriksa kemungkinan masalah creep yang berkontribusi pada
kegagalan tabung HRA, perhitungan waktu pecah yang sesuai dengan beban
operasional dan geometri waktu tabung perlu dilakukan. Perkiraan tegangan
lingkaran yang dikembangkan dalam tabung.
Secara umum, tegangan siklik pada tabung dinding samping HRA akibat
operasi beban siklik dianggap signifikan yang ditunjukkan dengan adanya retakan
transgranular pada permukaan dalam dan luar tabung. Kerusakan tabung serupa
terutama untuk tabung dengan kondisi permukaan dalam yang kotor karena korosi
dapat terjadi di kemudian hari. Oleh karena itu, ada tindakan yang dapat
dipertimbangkan yang mungkin dapat mengurangi ketidaktersediaan karena
kegagalan tabung dinding samping HRA boiler sebagai berikut:
93
- Identifikasi tabung dinding samping HRA yang memiliki
kemungkinan besar mengalami kegagalan tabung akibat operasi
beban siklik.
- Tabung dinding samping HRA yang memiliki korosi sisi uap yang
buruk harus diperiksa dengan cermat selama pemadaman
berikutnya.
- Pemotongan dan penggantian tabung yang berkarat harus
dipertimbangkan.
- Pemeriksaan umum kondisi tabung dinding samping HRA untuk
menemukan daerah retak harus dilakukan.
- Pengaruh laju pendinginan boiler yang tidak normal pada kegagalan
fatik harus dianalisis dengan cermat
B. Kesimpulan
Inspeksi visual, analisis kimia pada endapan, dan pemeriksaan metalurgi
pada tabung sisi dinding SA210-A1 heat recovery area (HRA) yang gagal pada
unit boiler telah dilakukan untuk menyelidiki kegagalan tersebut. Temuan dari
inspeksi visual, pemeriksaan mikroskopis dan analisis creep mengungkap
mekanisme kegagalan. Kegagalan pertama pada tabung dinding samping LHS
HRA diidentifikasi karena kelelahan termal sedangkan kegagalan kedua pada RHS
HRA adalah akibat kombinasi kelelahan korosi, kelelahan termal dan kerusakan
creep.
4.5 Analisa Data 5 “Analysis of failures in boiler tubes due to fireside corrosion in a waste heat recovery boiler” (S. Srikantha, 2003)
4.5.1 Latar BelakangBoiler pemulihan panas limbah telah mengalami layanan perkiraan 50.000
jam. Dilaporkan bahwa terdapat kegagalan berulang pada tabung economizer
serta kegagalan intermiten pada bagian preheater kondensat, economizer tekanan
94
rendah dan bagian economizer bertekanan tinggi. Kerusakan tabung umumnya
terjadi di antara sirip dan di tikungan dan sambungan di mana tabung menembus
pelat penyangga. Ditemukan bahwa ada substansial pembentukan endapan yang
melekat di bagian evaporator bertekanan tinggi, economizer dan bagian pemanas
awal kondensat. Sifat endapan yang terbentuk di berbagai bagian boiler pemulihan
panas limbah. Permukaan yang rusak menunjukkan lubang dan penipisan di sisi
api tabung tempat endapan terkumpul. Tidak ada kerak / endapan oksida yang
signifikan yang diamati pada permukaan tepi sungai dari tabung, baik di zona
kegagalan maupun jauh dari zona kegagalan.
4.5.2 Tujuan Penelitian Dari referensi yang didapat penelitian dilakukan bertujuan untuk mengetahui
penyebab kegagalan pada evaporator serta economizer.
4.5.3 Metode Penelitian Berdasarkan sumber ini endapan menjadi sasaran analisis kimia basah,
pembelahan sinar-X, dan pemindaian mikro elektron untuk menentukan sifat dan
komposisi endapan, fase yang ada dalam endapan, dan morfologinya. Analisis di
raksi sinar-X dilakukan dengan di ractometer Siemens D-500 menggunakan
radiasi Co-Ka (Ka = 1.79026 A). Analisis mikro-struktural dari endapan dilakukan
dengan menggunakan mikroskop elektron pemindai JEOL JSM 840A dalam mode
pencitraan elektron hamburan balik. Konstitusi fase kesetimbangan karena
interaksi gas buang-logam disimpulkan dengan teknik minimisasi energi bebas
yang digabungkan dalam perangkat lunak F * A * C * T dan memanfaatkan
database termodinamika yang disediakan di F * A * C * T.
4.5.4 Hasil Data Operasi dan Hasil Pengujian Di salah satu pembangkit listrik di India, turbin gas digerakkan dengan
diesel berkecepatan tinggi dan gas buang turbin gas melewati boiler pemulihan
panas limbah. Komposisi gas buang dari turbin adalah (wt.%): CO2-6.48%, O2-
15.62%, N2-72.92%, H2O-3.72%, SO2-0.04% dan Ar-1.22%. Diagram garis
konseptual dari boiler pemulihan panas limbah diberikan dalam Gambar 4.53.
95
Kondisi proses di berbagai bagian boiler pemulihan panas limbah dan spesifikasi
bahan yang digunakan di setiap bagian diberikan dalamTabel 4.14.
Gambar 4.53 Diagram konseptual boiler pemulihan panas limbah (S.
Srikantha, 2003)
Tabel 4.14 Kondis proses dan spesifikasi material untuk berbagai komponen boiler
pemulihan panas limbahi (S. Srikantha, 2003)
Sl Boiler component Flue gas temp Heating surface Material of construction
no. inlet/outlet ( C) area (m2) ASME specification
1 HP superheater II 561/525 C 5800.9SA213-T22 (C-0.15%, Mn-0.3–0.6%, S-0.3% max, P-0.3% max,
Si-0.5%, Cr-1.9–2.6%, Mo-0.87–1.13%, rest Fe)
96
2 HP superheater I 525/475 C 5800.9 SA213-T22
3 HP evaporator 475/294 C 29,004.5SA210-Gr.A1 (C-0.27%, Mn-0.93%, S-0.058% max, P-0.048% max,
Si-0.10%, rest Fe)
4 HP economizer II 294/223 C 26104.0 SA210-Gr.A1
5 HP economizer I 162/151 C 23677.1 SA210-Gr.A1
6Condensate preheater 151/151 C 20303.1 SA210-Gr.A1
Sifat endapan yang terbentuk di berbagai bagian boiler pemulihan panas
limbah dirangkum dalam Tabel 4.15. Permukaan yang rusak menunjukkan lubang
dan penipisan di sisi api tabung tempat endapan terkumpul. Tidak ada kerak /
endapan oksida yang signifikan yang diamati pada permukaan tepi sungai dari
tabung, baik di zona kegagalan maupun jauh dari zona kegagalan.
Tabel 4.15 Sifat endapan di berbagai bagian boiler pemulihan panas limbah (S.
Srikantha, 2003)
No. Portion of the boiler Colour of deposit Nature of deposit
1 Condensate preheater White Partly sticky
2 HP economizer-II Yellow Sticky and adherent
3 HP economizer-I Yellow Sticky and adherent
4 HP evaporator Yellow Sticky and adherent
5 HP superheater-II Dark red to brown Powdery and loose
1. Hasil Pengujian SEM
Pemindaian mikrograf elektron dari sampel endapan yang
dikumpulkan dari berbagai lokasi boiler ditampilkan di Gambar 4.54.
Distribusi ukuran partikel dalam endapan bervariasi antara 1-50 mikron.
Ukuran dan morfologi endapan menunjukkan bahwa endapan tersebut
terbentuk oleh interaksi gas buang dengan permukaan logam dan tidak
97
melalui jalur kondensasi uap. Kontras nomor atom dapat dilihat pada
gambar yang tersebar di belakang.
Gambar 4.54 Mikrografi SEM dari deposito di belakang mode pencitraan elektron
tersebar. Kontras nomor atom dapat dilihat pada gambar yang tersebar di bagian
belakang: (a) deposit superheater; (b) deposit evaporator HP; (c) Penghemat HP
yang saya setorkan; (d) deposit HP-economiser II; (e) endapan pemanas awal
kondensat (S. Srikantha, 2003)
2. Analisa Komposisi Kimia
Komposisi kimia lengkap dari endapan yang dikumpulkan dari
berbagai bagian boiler diberikan Tabel 4.16. Terlihat bahwa deposit
superheater sebagian besar terdiri dari Fe2O3 dan sejumlah kecil sulfat.
Endapan yang dikumpulkan dari evaporator bertekanan tinggi, economizers
bertekanan tinggi, dan prapemanas kondensat mengandung Fe2O3, sulfat
dalam jumlah besar dan sejumlah besar kelembapan.
98
Tabel 4.16 Komposisi kimia lengkap (% berat) dari endapan (analisis kimia
basah (S. Srikantha, 2003)
Lokasi penyetoran SiO2 Al2HAI3
Fe2HAI3
Na2HAI
K2HAI
V.2HAI5
H.2HAI Cl
BEGITU4 CaO
MgO
Superheater-II <0,1 0.38 80.22 <0,01 0,05 <0,01 0.23 <0,01 4.89 0.45 0,08
Evaporator HP <0,1 0,05 42.59 <0,01 <0,01 <0,01 0,5 <0,01 52.42 0.32 0.15
HP Economiser I <0,1 0,05 34.29 <0,01 <0,01 <0,01 8.68 <0,01 52.42 0.14 0.12
HP Economiser II <0,1 0.14 33.21 <0,01 0,05 <0,01 12.91 <0,01 48.93 0.10 0,07
Preheater kondensat <0,1 0,05 24.32 <0,01 <0,01 <0,01 16.56 <0,01 55.92 0,04 0,06
3. Hasil Pengujian XRD
Fase minor yang kurang dari 5% berat. belum terdaftar. Studi
pemodelan termodinamika memprediksi pembentukan fase hematit dan
korundum pada tabung superheater seperti yang diamati pada analisis
XRD. Lebih lanjut, studi pemodelan termodinamika memprediksi
pembentukan besi sulfat bersama dengan hematit di evaporator tekanan
tinggi dan bagian economizer dan asam sulfat dengan hematit di bagian
suhu rendah dari HP-economizer dan pemanas awal kondensat. Namun,
analisis XRD dari endapan menunjukkan pembentukan sebenarnya dari
besi sulfat terhidrasi di daerah ini. Ferric sulfate adalah garam higroskopis
yang larut dalam air belah ketupat kuning. Studi pemodelan termodinamika
tidak dapat memprediksi pembentukan berbagai besi sulfat terhidrasi
lainnya dan besi hidroksisulfat karena data termodinamika untuk fase ini
tidak tersedia dalam literatur dan karena itu tidak tergabung dalam database
F * A * C * T. dengan analisa sinar-X dilihat pada Tabel 4.17.
99
Tabel 4.17 Fase terdeteksi dalam berbagai endapan dengan analisis
difraksi sinar-X (S. Srikantha, 2003)
Lokasi penyetoran Fase terdeteksi dari analisis XRD
Superheater-II Hematit (Fe2HAI3), Korundum (Cr, Fe)2HAI3
Evaporator HP Fe2S2HAI9.xH2O, 2Fe (OH) SO4
Penghemat HP I Fe2S2HAI9.xH2O, 2Fe (OH) SO4
Penghemat HP II Fe2S2HAI9.xH2O, 2Fe (OH) SO4, Fe (OH) SO4.2H2HAI
Preheater kondensat Fe2S2HAI9.xH2O, 2Fe (OH) SO4, Fe (OH) SO4.2H2HAI
Diagram wilayah dominasi untuk sistem Fe – S – O pada 823 dan
723 K dibuat menggunakan perangkat lunak FACTSAGE dan database
termodinamika yang diberikan dalam FACTSAGE ditunjukkan pada Gambar
4.55 dan 4.56. Terlihat bahwa di bawah tekanan parsial oksigen dan sulfur
dioksida yang berlaku dipoin yang ditunjukkan pada Gambar 4.55 dan 4.56,
interaksi gas buang dengan permukaan logam akan menghasilkan
pembentukan Fe2O3 pada 823 K dan dalam pembentukan. Fe2 (SO4) 3 pada
suhu yang lebih rendah.
100
Gambar 4.55 Diagram wilayar dominan sistem Fe – S – O pada 823 K (S.
Srikantha, 2003)
Gambar 4.56 Log pO2 vs pSO2 plot sistem Fe – S – O di 723 K (S. Srikantha,
2003)
101
4.5.5 Data 5 Faktor Penyebab Kegagalannya Berdasarkan hasil pengujian disimpulkan penyebab kegagalannya diawali
fase-fasa yang terbentuk karena interaksi gas buang dengan permukaan logam
dapat diprediksi dengan pemodelan termodinamika. Dalam kasus yang paling
sederhana, diagram area dominasi isotermal (plot log pO2 vs log pSO2) dapat
dibuat untuk analisis termodinamika. Diagram wilayah dominasi untuk sistem Fe –
S – O pada 823 dan 723 K dibuat menggunakan perangkat lunak FACTSAGE dan
database termodinamika yang diberikan dalam FACTSAGE. Terlihat bahwa di
bawah tekanan parsial oksigen dan sulfur dioksida yang berlaku, interaksi gas
buang dengan permukaan logam akan menghasilkan pembentukan Fe2O3 pada
823 K dan dalam pembentukan. Fe2 (SO4) 3 pada suhu yang lebih rendah. Dengan
kata lain, pembentukan oksida besi lebih disukai di bagian superheater dan
pembentukan endapan sulfat besi lebih disukai di bagian evaporator dan
economizer. Dalam penyusunan diagram area dominasi, adanya pengotor di
permukaan logam (aktivitas besi di permukaan logam diasumsikan satu) serta
adanya spesies selain oksigen dan sulfur dioksida di dalam gas. fase telah
diabaikan. Hal ini dimungkinkan untuk menentukan konstitusi fase kesetimbangan
tanpa membuat asumsi penyederhanaan ini melalui prosedur minimisasi energi
bebas. Konstitusi fase kesetimbangan pada suhu yang berbeda sesuai dengan
bagian berbeda dari boiler ditentukan dengan menggunakan perangkat lunak
FACTSAG.
Fase minor yang kurang dari 5% berat. belum terdaftar. Studi pemodelan
termodinamika memprediksi pembentukan fase hematit dan korundum pada
tabung superheater seperti yang diamati pada analisis XRD. Lebih lanjut, studi
pemodelan termodinamika memprediksi pembentukan besi sulfat bersama dengan
hematit di evaporator tekanan tinggi dan bagian economizer dan asam sulfat
dengan hematit di bagian suhu rendah dari HP-economizer dan pemanas awal
kondensat. Namun, analisis XRD dari endapan menunjukkan pembentukan
102
sebenarnya dari besi sulfat terhidrasi di daerah ini. Ferric sulfate adalah garam
higroskopis yang larut dalam air belah ketupat kuning.
A. Kesimpulan dan evaluasi
1. Analisis kimia, studi SEM-EDAX dan analisis difraksi sinar-X
menunjukkan bahwa endapan di bagian superheater terutama terdiri dari
oksida besi (Fe2O3) sedangkan endapan dalam evaporator dan economizer
HP sebagian besar terdiri dari besi sulfat terhidrasi dan besi hidro-xisulfat.
Warna merah tua dan sifat tepung dari endapan superheater disebabkan
oleh adanya hematit. Warna kekuningan dan sifat lengket dari evaporator
HP dan endapan ekono-mizer disebabkan oleh besi sulfat yang larut dalam
air secara higroskopis.
2. Studi pemodelan termodinamika memprediksi bahwa pembentukan
endapan di bagian superheater terutama terdiri dari hematit (Fe2O3),
endapan di bagian evaporator dan economizer HP sebagian besar akan
berupa besi sulfat dan di dalam pemanas awal kondensat akan berupa
hematit dan asam sulfat terhidrasi.
3. Berdasarkan temuan di atas, dapat dikatakan bahwa korosi api pada
tabung superheater, HP-evaporator dan economizer pada kasus ini
disebabkan oleh reaksi spesi sulfur dalam fase gas dengan permukaan
logam.
Dapat juga disimpulkan bahwa kecenderungan korosi fireside pada
kumparan superheater cenderung ringan (karena pembentukan Fe2O3),
kecenderungan korosi pada evaporator HP dan economizer cenderung
parah (karena pembentukan hidrasi besi sulfat) dan kecenderungan korosi
koil pemanas awal kondensat juga cenderung tinggi karena pembentukan
asam sulfat terhidrasi yang diprediksi secara termodinamika pada suhu ini.
4. Kecenderungan korosi pada evaporator HP dan bagian economizer
dapat berhubungan langsung untuk pembentukan sulfat besi terhidrasi di
103
daerah ini. Secara termodinamika, pembentukan besi sulfat lebih disukai
pada suhu yang lebih rendah (di bawah 500 C), sulfur dioksida tinggi dan
kandungan oksigen dalam gas buang.
4.6 Analisa Data 6 “Caustic corrosion in a boiler waterside tube: Root cause and mechanism” (Farhad, 2013)
4.6.1 Latar BelakangKasus yang diteliti tentang kegagalan yangterjadi pada tabung boiler dari
baja paduan rendah, SA-210 Grade A-1. Penurunan ketebalan yang parah
terdeteksi dalam tabung boiler selama investigasi berkala. Dua alur sejajar identik
di sepanjang tabung horizontal diamati. Permukaan dalam tabung terdiri dari tiga
bagian yang berbeda: (1) skala abu-abu gelap di bawah alur, (2) alur hemi-elips,
dan (3) sisik berpori coklat di atas alur
4.6.2 Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan dari sumber data 3 melakukan penelitian yang
bertujuan untuk menganalisa mekanisme dan faktor penyebab terjadinya
kegagalan tabung boiler.
4.6.3 Metode PenelitianDalam studi saat ini, analisis kegagalan tabung boiler diselidiki dengan
inspeksi visual, difraksi sinar-X (XRD), pengujian kekerasan mikro dan studi
struktur mikro menggunakan mikroskop optik dan pemindaian mikroskop elektron
(SEM) yang dilengkapi dengan sinar-X dispersif energi (EDS). . Berdasarkan hasil
dan pembahasan, mekanisme yang mungkin untuk mengatasi korosi endapan
dalam studi ini diusulkan.
Tiga sampel dari bagian yang berbeda dari spesimen yang diterima dipilih
untuk pemeriksaan kuantitatif, metalografi, mikroskop elektron, difraktometri sinar-
X, dan kekerasan. Selanjutnya komposisi lapisan oksida dan produk korosi
dianalisis. Metode spektroskopi digunakan sebagai berikut:
104
1. Komposisi kimia. Untuk menentukan komposisi kimia dari tabung,
analisis kuantitatif diterapkan.
2. Studi mikrostruktur optik. Untuk pemeriksaan mikrostruktur, spesimen
dipotong melintang dari yang berdekatan dan terpisah dari alur. Sampel
kemudian dipasang dan dipoles. Setelah persiapan, sampel dietsa dengan
larutan nital 2% selama 15 detik untuk mempelajari morfologi mikrostruktur
sampel.
3. Pengukuran kekerasan mikro. Uji kekerasan mikro Vickers dilakukan
oleh Akashi (M400 G1 Leco) dengan beban indentasi 100 g selama 15
detik.
4. Analisis mikroskop elektron. Pemindaian mikrograf elektron sampel
dianalisis menggunakan SEM (MV2300 Cam Scan), dilengkapi dengan
sinar-X dispersif energi (instrumen EDS-Oxford).
5. Analisis XRD. Pola difraksi sinar-X (XRD) direkam pada difraktometer
D8 Advance-Bruckers AXS dengan Cu KSebuah radiasi sumber (k = 1,54
AÅ0 ) dioperasikan di 40 kV dan 40 mA dalam rentang 2 jam 10–110 °
dengan kecepatan pindai 0,05 ° / detik.
4.6.4 Hasil Data Operasi dan Hasil Pengujian Boiler tidak berfungsi selama beberapa bulan dan tabung dicuci dengan
senyawa kaustik untuk menghilangkan kerak. Saat boiler dalam keadaan idle,
metode wet lay-up diterapkan untuk mencegah korosi. Dalam pendekatan ini,
semua tabung diisi sepenuhnya dengan air yang didemineralisasi dan dideaerasi.
Air juga diolah dengan natrium hidroksida untuk membentuk pH paling sedikit 11
dan pembersih oksigen (natrium sulfat).
Setelah perbaikan dan beberapa kali pemutusan aliran air, boiler dihidupkan
kembali dan bekerja selama 4 bulan. Selama operasi, air boiler berada dalam
pengolahan fosfat. Untuk menyediakan lingkungan basa yang tepat, natrium
hidroksida digunakan. Natrium sulfat ditambahkan ke ruang penyimpanan untuk
105
pemanas deaerasi. Dilaporkan bahwa pada awal operasi, analisis air menunjukkan
fluktuasi pH dan konduktivitas yang tidak biasa. Operator melakukan beberapa
blowdown untuk mengontrol kimia air.
1. Hasil Pengamatan Visual
Gambar tabung yang diterima ditampilkan di Gambar 4.57 yang
menyajikan tiga perspektif sampel: (a) sisi dalam, (b) sisi luar dan (c)
gambar penampang tabung yang rusak. Berdasarkan tampilan dan warna
kerak di sekitar alur, tabung dapat dipisahkan menjadi tiga bagian berbeda.
Seperti yang bisa dilihat di Gambar 4.57a, di sisi dalam tabung, ada skala
abu-abu melekat (bagian A) dan di sisi lain dari alur, ada sisik coklat berpori
(bagian B) yang dapat dikaitkan dengan pembentukan magnetit (Fe3O4) dan
hematit (Fe2O3), masing-masing. Di permukaan luar tabung (Gambar
4.57b), terbentuk lapisan oksida yang perekat, seragam, dan relatif tebal
dan tidak ada tanda jahitan atau pengelasan pada tabung. Dari Gambar
4.57c, jelas bahwa pengurangan ketebalan maksimum kurang lebih 40%
dan parit agak elips.
Gambar 4.57 Tabung superheater gagal yang diterima: (a) tampak sisi
dalam, (b) tampak sisi luar dan (c) tampilan penampang melintang. (Farhad,
2013)
106
2. Analisa Komposisi Kimia
Hasil analisis kuantitatif diberikan dalam Tabel 4.18. Berkenandengan komposisi kimianya, tabung tersebut dibuat dari baja paduan rendah, SA-210 Grade A-1.
Tabel 4.18 Analisa kimia dari tabung boiler yang gagal (Farhad, 2013)
Komponen
C Si P. M N S Kr Ni Mo
Wt% 0.15 0.19 0,015 0,52 0,004 0,03 0,02 0,02
Si, Mg, Ca adalah kontaminan air umum yang tetap ada di air umpan
atau air tambahan bahkan setelah filtrasi. Cu kadang-kadang ditambahkan
ke makeup water dengan sengaja karena sifat konduktifnya yang bagus.
keberadaan Al dapat dikaitkan dengan paduan dasar tembaga dan zeloit
yang digunakan untuk pengolahan air boiler. Selain itu, pemulung oksigen
yang digunakan untuk deaerasi air mungkin mengandung belerang.
Terakhir, seperti yang telah disebutkan sebelumnya sumber Na dan P
adalah bahan kimia yang digunakan untuk pengolahan air boiler.
3. Pemeriksaan Metalografi
Mikrostruktur dan morfologi tabung di daerah yang rusak diperiksa
dengan mikroskop optik dan gambarnya ditampilkan di Gambar 4.58.
Gambar metalografi setelah prosedur polishing dan etching menunjukkan
bahwa morfologi tabung di bagian tengah sampel terdiri dari pulau perlit
dalam matriks feritik. Gambar 4.58b dan 4.58c mewakili area yang
berdekatan dengan alur, tidak ada microcrack yang teramati, lapisan kerak
halus dan bebas dari lubang. Akhirnya,Gambar 4.58d mengilustrasikan
mikrograf optik yang diambil dari wilayah alur. Dengan membandingkan
Gambar 4.58a – 4.58d, seseorang dapat menyimpulkan bahwa tidak ada
107
perubahan dalam mikrostruktur dan seragam di sepanjang tabung, dan
batas butir tetap utuh.
Gambar 4.58 Struktur metalografi tabung diambil dari (a) pusat sampel, (b) daerah
yang berdekatan dengan alur pada skala abu-abu tua, (c) daerah yang berdekatan
dengan alur pada skala coklat dan (d) wilayah alur. Semua mikrograf berukuran
500x (Farhad, 2013)
4. Uji Kekerasan Mikro
Uji kekerasan mikro dilakukan pada penampang sampel dalam jarak
yang berbeda dari alur. Profil kekerasan mikro dari spesimen ditunjukkan
dalam Gambar 4.59. Seperti yang dapat diamati, tidak ada perbedaan yang
signifikan dalam nilai kekerasan. Hasil singkat diberikan Tabel 4.19.
108
Gambar 4.59 Uji kekerasan (a) Pemindaian gambar dan garis yang sesuai
di mana kekerasan diukur dan (b) profil kekerasan tabung. (Farhad, 2013)
Tabel 4.19 Hasil uji kekerasan mikro dalam jarak yang berbeda dari alur.
(Farhad, 2013)
Jarak dari alur (mm) —12 —10 —8 —6 —4 —2 0 2 4 6 8 10
Kekerasan (HV) 160 159 160 158 159 158 159 159 160 159 159 158
5. Pemeriksaan SEM dan EDS
SEM digunakan untuk mempelajari morfologi lapisan oksida dan
produk korosi. Gambar 4.60 menunjukkan mikrograf penampang tabung di
daerah alur. Seperti yang terlihat, endapan pada permukaan paduan dasar
terdiri dari dua lapisan berbeda; lapisan yang relatif tebal yang berdekatan
dengan logam dasar yang mungkin mengandung produk dari serangan
korosi parah (A), dan lapisan seragam yang relatif tipis (B). Selain itu, hasil
EDS menunjukkan bahwa pada daerah abu-abu gelap persentase berat
beberapa elemen seperti Cu, Ca, Zn dan Na lebih tinggi dari pada daerah
coklat yang dapat dikaitkan dengan keberadaan mereka dalam air sirkulasi
boiler.
109
Gambar 4.60 SEM dari penampang lintang daerah alur, di mana dua
lapisan deposit terbentuk pada logam dasar: produk korosi berpori
(bagian A) dan skala seragam (bagian B). (Farhad, 2013)
Permukaan tabung di tiga wilayah dipelajari menggunakan SEM.
Tidak ada microcrack yang teramati pada permukaan spesimen di area
yang berbeda.Gambar 4.61–Gambar 4.63 menunjukkan mikrograf SEM
yang diambil masing-masing dari daerah alur alur, sisik coklat dan sisik abu-
abu tua. Seperti yang dapat diamati, ada beberapa kristal berbentuk jarum
pada sisik alur (Gambar 4.61) yang tidak ada pada lapisan hematit Fe2O3,
(Gambar 4.62) dan lapisan magnetit, Fe3O4 (Gambar 4.63).
EDS digunakan untuk mengidentifikasi produk korosi di sisi dalam
tabung. Sampel EDS dipilih dari alur sisik coklat dan abu-abu tua. Tiga poin
dianalisis di setiap sampel dan rata-ratanya dilaporkan pad Tabel 4.20.
Elemen seperti Al, Zn, P, Cu dan Ca terdeteksi dalam jumlah yang tidak
normal. Jumlah Na yang signifikan juga terdeteksi dalam skala alur yang
memastikan adanya senyawa kaustik dalam air pengolahan.
110
Gambar 4.61 Mikrografi SEM dari wilayah alur pada dua perbesaran yang
berbeda. (Farhad, 2013)
Gambar 4.62 Mikrografi SEM dari wilayah coklat (lapisan hematit) pada dua
perbesaran yang berbeda (Farhad, 2013)
111
Gambar 4.63 Mikrografi SEM dari wilayah abu-abu gelap (lapisan magnetit)
pada dua perbesaran yang berbeda (Farhad, 2013)
Tabel 4.20 Analisa elemen EDS dari permukaan bagian dalam tabung dari
bagian spesimen yang berbeda (Farhad, 2013)
C O Zn Cu M N Si S P. Ca Al Na Ni
Skala alur
2.75 21.21 1.09 8.06 2.16 0.80 0.83 1.06 3.90 4.16 2.70 0,53
Skala coklat
1.84 18.98 0.11 1.27 0.64 1.31 0.24 0.10 0.61 4.62 0.22 0.24
Skala abu-abu
2.04 24.90 0.39 3.93 1.49 1.00 0.49 2.16 2.02 4.50 0.65 0.39
Hasil EDS menunjukkan jumlah Na yang signifikan dalam skala parit.
Besi oksida yang terbentuk pada permukaan bagian dalam tabung
merupakan senyawa amfoter dan rentan diserang oleh natrium hidroksida.
6. Pemeriksaan XRD
Analisis kualitatif endapan di wilayah alur dilakukan dengan XRD.
Untuk preparasi sampel, permukaan yang rusak dikikis dan digunakan
bubuk oksida yang telah disiapkan. Hasil XRD digambarkan dalam Gambar
4.64, jelas bahwa skala alur sebagian besar terdiri dari magnetit dan
112
hematit. Selain itu, keberadaan Cu, Cu2O dan NaFeO2 dikonfirmasi dengan
XRD. Oleh karena itu, disimpulkan bahwa penguapan di permukaan air dari
tabung yang terisi sebagian mengarah ke konsentrasi kaustik lokal yang
melarutkan lapisan magnetit pelindung dan selanjutnya menyerang logam
telanjang.
Gambar 4.64 Hasil XRD (Farhad, 2013)
Tabel 4.21 Pola difraksi sinar - X serbuk produk korosi pada daerah alur.
(Farhad, 2013)
Jarak dari alur (mm) —12 —10 —8 —6 —4 —2 0 2 4 6 8 10
Kekerasan (HV) 160 159 160 158 159 158 159 159 160 159 159 158
Hasil uji kekerasan mikro yang disajikan di Tabel 4.21 menunjukkan
bahwa sifat-sifat wilayah yang berdekatan dengan parit serupa dengan
bagian-bagian yang relatif jauh darinya. Dengan demikian, hasil
menunjukkan bahwa korosi sumuran, kerusakan hidrogen, korosi terkait
tegangan, dan serangan oksigen tidak terjadi.
113
6.4.5 Data 6 Faktor Penyebab Kegagalannya Berdasarkan hasil pemeriksaan, ada tiga penyebab korosi endapan yaitu:
(1) kerusakan hydrogen
(2) korosi asam fosfat
(3) korosi kaustik
Semuanya membutuhkan deposit berat dan mekanisme konsentrasi di
dalam deposit tersebut. Untuk kerusakan hidrogen, media konsentrasinya
biasanya adalah klorida dan level kontaminan cukup untuk mengkoreksi lapisan
oksida pelindung (magnetit dan hematit). Selain itu, atom hidrogen dapat dengan
mudah menembus baja karbon matriks. Kemudian atom hidrogen cenderung
bergabung dan membentuk molekul H2 yang menyebabkan distorsi pada struktur
dan meningkatkan tegangan pada matriks logam.
A. Mekanisme Kegagalan dan evaluasi
Ada dua faktor utama terjadinya korosi kaustik:
(1) adanya kaustik dalam air boiler dan
(2) mekanisme konsentrasi.
Sehubungan dengan program pengolahan air yang diterapkan, soda api
ditambahkan ke dalam air. Selain itu, setelah boiler dimulai ulang, beberapa
perubahan beban dicatat. Perubahan beban adalah salah satu penyebab utama
persembunyian fosfat di mana fosfat mengendap dan akibatnya kaustik bebas
dapat terbentuk. Oleh karena itu, sebagai akibat dari perubahan beban dan
persembunyian sebagian besar fosfat, analisis air boiler menunjukkan fluktuasi
yang tidak biasa. Dengan blowdown, operator mencoba mengontrol kimia air,
tetapi tekanan operasi tidak berubah. Situasi ini menyebabkan stratifikasi air / uap
dan pembentukan garis air dalam tabung horizontal.
114
Dengan mempelajari morfologi endapan, jelas bahwa lapisan seragam
terbentuk di sisi dalam tabung. Meskipun batas butir sangat rentan terhadap
serangan korosi seperti retak korosi tegangan atau korosi intergranular, tidak ada
bukti microcrack. Studi metalografi menunjukkan bahwa batas butir yang
berdekatan dengan parit utuh dan tidak ada kerusakan mikro atau hidrogen yang
terlihat.
Maka dari itu, tembaga diendapkan baik melalui pertukaran langsung
dengan besi atau dengan reduksi oksida tembaga oleh hidrogen yang dihasilkan
selama korosi. Biasanya melihat noda kemerahan besar dari tembaga unsur
bercampur dengan produk korosi seperti magnetit dan hematit di dekat lokasi
korosi kaustik karena pembentukan hidrogen yang terkait dengan serangan
tersebut. Dalam tabung yang terisi sebagian, penguapan cepat air di permukaan,
mempercepat pengendapan endapan mineral dan partikel seperti kalsium dan
tembaga. Parameter lain seperti pH, suhu, laju aliran, jenis amina, konsentrasi
amina, dan konsentrasi oksigen terlarut memengaruhi konsentrasi tembaga dalam
endapan.
B. Kesimpulan
Dalam penelitian ini, tabung diisi setengah dari isinya. Selain itu, aliran
panas tinggi menyebabkan peningkatan deposisi di mana air cair yang
bersentuhan dengan dinding tabung sisi panas diuapkan. Oleh karena itu,
konsentrasi senyawa kaustik dan mineral lainnya, yang ada dalam air, meningkat
dalam endapan. Sekali lagi, air berdifusi ke dalam timbangan ini dan menguap
karena aliran panas yang tinggi, dan akibatnya, jumlah senyawa kaustik, yang
sangat korosif, meningkat di area garis air dan akhirnya mengarah ke korosi.
Akhirnya, dua parit paralel identik diamati dalam tabung horizontal unit ketel.
Inspeksi visual, pemeriksaan metalurgi dan morfologi, dan analisis komposisi
timbangan menunjukkan bahwa kegagalan tersebut disebabkan oleh penguapan
air di dalam tabung yang terisi sebagian dan konsentrasi kaustik di permukaan air
yang mengarah ke cengkeraman kaustik di sepanjang garis air. Namun, hasil
115
metalografi dan SEM tidak menunjukkan adanya retakan pada mikrostruktur
tabung di berbagai daerah.
4.7tubes” (HockChye Qua, 2011)
4.7.1 Latar Belakang Boiler digunakan untuk memanaskan air untuk menghasilkan uap untuk
berbagai keperluan. Komponen boiler seperti economiser, water-wall tube dan
superheater saat ini sebagian besar terbuat dari baja dan paduan suhu tinggi.
Economiser adalah penukar panas yang terletak di wilayah suhu gas yang lebih
rendah (450–600°C), dirancang untuk memulihkan sebagian panas dari gas buang
yang dibuang. Ini terdiri dari serangkaian tabung yang melaluinya aliran air umpan
ke drum atau ke kepala saluran masuk dinding tungku. Gas buang mengalir di luar
tabung. Ekonomis dapat dibuat dengan besi cor atau tabung baja; yang pertama
biasanya digunakan pada boiler industri bertekanan rendah (bertekanan 6 2,5
MPa) dan yang kedua, pada boiler bertekanan tinggi.
Makalah ini menyajikan sebuah kasus dimana investigasi cepat dan biaya
rendah berhasil dilakukan pada korosi O2 pada tabung ekonomis, banyak di
antaranya dilaporkan telah bocor. Kecepatan adalah esensi utama, karena
keputusan harus dibuat mengenai sejauh mana perbaikan yang diperlukan, untuk
memungkinkan boiler kembali beroperasi dalam waktu sesingkat mungkin. Dalam
pekerjaan ini, tiga sampel tabung dari tabung ekonomis yang bocor diajukan untuk
diselidiki; ditetapkan sebagai Tube A, Tube B dan Tube C. Tabung tersebut
berasal dari boiler biomassa yang menghasilkan uap untuk pemrosesan buah
kelapa sawit dan untuk pembangkit listrik.
4.7.2 Tujuan PenelitianPada penelitian ini, bertujuan untuk mencari kebocoran pada material
tabung serta mekanisme apa aja yang menyebabkan kegagalan material tersebut.
116
4.7.3 Metode PenelitianBerdasarkan hasil penelitian Diameter luar asli (OD) diberikan menjadi 38,1
mm, dan tebal 4,0 mm. Diameter luar dari tabung yang disediakan pertama kali
diukur di Lokasi 1-5. Spesimen longitudinal dan transversal kemudian dipotong dari
lokasi ini, dipasang dan disiapkan untuk pemeriksaan metalografi. Ketebalan
dinding diukur dari spesimen yang dipasang. Log pengoperasian boiler untuk
periode sekitar satu tahun sebelum kebocoran tabung pertama yang terdeteksi
dirangkum dan ditabulasi untuk memudahkan perbandingan. Parameter utama
yang diamati adalah kadar sulfit, kadar Fe total, dan kenampakan air. Dimana
kandungan O2 dianalisis, hasilnya dicatat. Akhirnya, analisis SEM / EDX dilakukan
pada deposit internal dan eksternal Tube A untuk memastikan akurasi investigasi
yang cepat
4.7.4 Hasil Data Operasi dan Pembahasan Pengujian 1. Penampilan air
Dari catatan logbook, disimpulkan bahwa penampakan air berwarna
kehitaman selama hampir 4 bulan, dari 08-Nov-2003 sampai 04-Mar-2004.
Pewarnaan hitam dikaitkan dengan pelarutan terak las tetapi lebih mungkin karena
adanya magnetit yang terlepas halus (Fe3O4), karena proses korosi.
2. Analisis oksigen terlarut
Oksigen terlarut terdeteksi menjadi 8 ppm dengan probe meter O2 pada 28-
Mei-2004. Nilai ini tinggi dan merupakan indikasi beberapa ketidakcukupan dalam
proses penghilangan oksigen pada saat itu. Indikasi tidak langsung adanya
oksigen tinggi dalam jangka waktu lama adalah persyaratan tingkat injeksi sulfit
yang tinggi pada 17-Apr-2004, 21-Mei-2004 dan 28-Mei-2004. Data operasi
ditunjukkan pada Tabel 4.22.
117
Tabel 4.22 Ringkasan informasi operasional penting dari 08-Nov-03 hingga 15-
Jan-05 (HockChye Qua, 2011)
Tanggal Sulfit (ppm SO3) Besi total (ppm Fe)
Batas kontrol (ppm) Komentar
08-Nov-03 35 20–40 Sulfit masih dalam batas.17 <5 Total Fe tinggi; penampakan air dilaporkan kehitaman;
dikaitkan dengan pelarutan terak las.10-Nov-03 Fe terlarut berada pada 11,2
ppm.Fe terlarut tinggi.
17-Des-03 26 20–40 Sulfit masih dalam batas.22 <5 Total Fe tinggi.
30-Des-03 Inspeksi oleh DOSH (peraturan boiler tubuh)06-Jan-04 22 20–40 Sulfit masih dalam batas.
15 <5 Total Fe tinggi.13-Jan-04 23 20–40 Sulfit masih dalam batas.
15 <5 Total Fe tinggi.11-Feb-04 24 20–40 Sulfit masih dalam batas.
33 <5 Total Fe tinggi; dikaitkan dengan terak las.19-Feb-04 Penyerahan sebagian kepada
Klien04-Maret-04 12 20–40 Sulfit rendah; dikaitkan dengan katup pelepas tekanan
(PRV)malfungsi.
1.5 <5 Fe masih dalam batas; dikomentari bahwa air berwarna hitam di ataskunjungan sebelumnya (pada 11-02-04).
17-April-04 13 20–40 Sulfit rendah; disarankan untuk meningkatkan Scalrid 66 untuk menghilangkan O2.Deaerator dikatakan tidak efektif karena diafragma PRV digunakanhilang (dilepas untuk diperbaiki).
18 <5 Fe menjadi tinggi lagi.21-Mei-04 Tidak ada hasil yang diberikan Scalrid 66 direkomendasikan untuk ditingkatkan karena
deaerator
27-Mei-04 55 20–40kerusakan dan SO3 rendah secara konsisten.Sulfit sekarang menjadi tinggi.
2.3 <5 Fe masih dalam batas; Penampakan airnya jernih.28-Mei-04 13 20–40 Sulfit kembali rendah; O2 terlarut terdeteksi menjadi 8 ppm
dengan probe meter O2.Scalrid 66 semakin meningkat.Fe masih dalam batas.
2.0 <510-Juni-04 Email dari Operator kepada Konsultan, meminta nasihat mengenai klaim dari desainer deaerator bahwa
pengoperasian deaerator yang benar membutuhkan suhu air umpan menjadi 500 C, minimum, yang tidak dapat dipenuhi oleh sistem.
12-Juni-04 75 20–40 Sulfit sekarang menjadi tinggi lagi.10 <5 Fe bangkit kembali.
Fe dalam air umpan = 0,3 ppm.Fe dalam tangki penyimpanan = 0,35 ppm.Fe dalam air baku = 2,3 ppm.
23-Juli-04 65 20–40 Sulfit tinggi.1.1 <5 Fe masih dalam batas; airnya agak kecoklatan.
27-Agustus-04 12 20–40 Sulfit kembali rendah.1.2 <5 Fe masih dalam batas.
17-Sept-04 65 20–40 Sulfit tinggi.1.3 <5 Fe masih dalam batas.
20–22-Sept-04 Kebocoran terdeteksi di beberapa tabung; sebuah pipa dipasang untuk melewati economiser.14-Okt-04 15 20–40 Sulfit rendah.
0.6 <5 Fe masih dalam batas.25-Okt-04 70 20–40 Sulfit tinggi.
0.8 <5 Fe masih dalam batas.04-Nov-04 35 30–50 Sulfit masih dalam batas.
0,5 <5 Fe masih dalam batas.17-Des-04 12 20–40 Sulfit rendah.
Tidak ada bacaan <515-Jan-05 20 20–40 Sulfit masih dalam batas.
0,5 <5 Fe masih dalam batas.Penampakan airnya jernih.
118
Dalam pekerjaan ini, tiga sampel tabung dari tabung ekonomis yang bocor
diajukan untuk diselidiki dan ditetapkan sebagai Tube A, Tube B dan Tube C dilihat
pada Gambar 4.65.
Gambar 4.65 Tiga sampel tabung yang disediakan untuk pemeriksaan, ditetapkan
sebagai Tabung A, Tabung B dan Tabung C; panah 1–5 menunjuk ke Lokasi dari
mana Spesimen 1-5 dipotong untuk pemeriksaan metalografi (HockChye Qua,
2011)
1. Pemeriksaan Visual
Dari hasil pengamatan tak satu pun dari tabung yang disediakan
berisi area bocor atau tonjolan yang terlihat; permukaan luarnya kasar,
sedikit berlubang dan mengandung oksida kecoklatan muda ditunjukkan
pada Gambar 4.66 dan Gambar 4.67. Permukaan internal mereka bahkan
lebih kasar dan berisi lubang yang lebih dalam dengan oksida kecoklatan
yang lebih tebal di lihat pada Gambar 4.68, kecuali di area di mana sisa-sisa
oksida gelap hadir.
119
. Gambar 4.66 Tabung C permukaan luar, dengan lubang yang seragam di
seluruh bagian; lubang bagaimanapun jauh lebih ringan daripada di permukaan
internal. (HockChye Qua, 2011)
Gambar 4.67 Tabung C permukaan bagian dalam, diisi secara seragam dengan
lubang dangkal; lubang ditutup dengan lapisan tipis produk korosi kecoklatan. Area
tanpa lubang (panah) memiliki lapisan tipis oksida gelap (HockChye, 2011)
120
Gambar 4.68 Tabung B, Lokasi 3, dengan lubang korosi dangkal di permukaan
bagian dalam, ditutupi dengan oksida kecoklatan. (Hock Chye Qua, 2011)
Gambar 4.69 tunjukkan salah satu ujung Tube A yang berisi
sambungan butt-welded: permukaan internal di sekitar sendi memiliki
lubang yang lebih dalam dan lebih terisolasi daripada di lokasi lain.
Diskontinuitas yang dalam terjadi pada bagian akar las kemungkinan
disebabkan oleh kurangnya penetrasi akar.
Gambar 4.69 Tabung A, ujung potong dari Lokasi 1, berisi sambungan las;
permukaan internal berlubang buruk di lokasi di mana lapisan oksida gelap tidak
ada. (HockChye Qua, 2011)
121
2. Pemeriksaan Metalografi
Mikrostruktur biasanya terdiri dari sekitar 10% perlit dalam matriks
ferit, sesuai dengan baja ringan dengan kandungan karbon sekitar 0,08%
(Gambar 9). Perlit tidak memiliki tanda-tanda degradasi termal yang
menunjukkan bahwa tabung belum dipanaskan hingga lebih dari 450 °C.
Gambar 4.70 Struktur mikro khas dari bahan tabung, terdiri dari sekitar 10% perlit
dalam matriks ferit tidak ada degradasi termal yang teramati pada perlit (Mag 1000
×). (HockChye Qua, 2011)
Gambar 4.71 dan Gambar 4.72 menunjukkan penampang melintang
dari salah satu lubang internal yang lebih besar pada Spesimen S1. Terlihat
bahwa sisi-sisi lubang memiliki kemiringan yang cukup landai dan hanya
terdapat lapisan tipis oksida di permukaan lubang. Banyak lubang internal
dari spesimen lain menunjukkan karakteristik yang sama, meskipun
beberapa lubang lain terlihat memiliki sisi yang cukup tajam dan bergerigi,
juga berisi oksida dilihat pada Gambar 4.73.
122
Gambar 4.71 Spesimen S1, penampang melintang, permukaan dalam;
pemandangan salah satu lubang yang lebih besar dengan sisi-sisinya memiliki
kemiringan yang cukup landai (Mag 20 ×). (HockChye Qua, 2011)
Gambar 4.72 Tampilan yang diperbesar dari area kotak dari Gambar 4.71,
menunjukkan bahwa hanya ada lapisan tipis oksida di permukaan (panah) (Mag 50
×). (HockChye Qua, 2011)
123
Gambar 4.73 Spesimen S1, menunjukkan keberadaan lubang lain dengan sisi
tajam dan bergerigi dan diisi dengan oksida (Mag 200 ×). (HockChye Qua, 2011)
Gambar 4.74 dan Gambar 4.75 menunjukkan penampang
longitudinal melintasi diskontinuitas pada sambungan las Spesimen S1;
ligan yang tersisa diukur hanya sekitar 0,7 mm. Adanya mikrostruktur yang
berbeda di sisi berlawanan dari diskontinuitas menunjukkan bahwa
diskontinuitas bukanlah retakan, tetapi karena kurangnya penetrasi akar.
Gambar 4.74 Spesimen S1, penampang membujur melintasi diskontinuitas pada
sambungan las, menunjukkan bahwa hanya ada ligmen tipis sekitar 0,7 mm (Mag
25 ×). (H0ckChye Qua, 2011)
124
Gambar 4.75 Tampilan yang diperbesar dikontinitas, menunjukkan bahwa
mikrostruktur di sisi berlawanan dari diskontinuitas berbeda; ini menunjukkan
bahwa diskontinuitas bukanlah retakan (Mag 100 ×). (HockChye Qua, 2011)
3. Pengukuran Dinding Tabung
OD rata-rata dan ketebalan dinding maksimum / minimum
ditunjukkan pada Tabel 4.23; ketebalan dinding diukur dari bagian yang
ditunjukkan pada Gambar 4.76. Nilai-nilai ini tidak boleh dianggap absolut;
mereka hanya nilai yang diukur pada bagian mikro tertentu dan
kemungkinan besar lokasi lain mungkin memiliki nilai yang lebih ekstrim.
Namun, hasil umumnya menunjukkan bahwa telah terjadi pemborosan di
permukaan luar; untuk OD asli 38,1 mm, kehilangan ketebalan eksternal
maksimum yang terdeteksi akan menjadi 0,85 mm, di Lokasi 1. Sisa logam
yang hilang mungkin disebabkan oleh pemborosan dan lubang di
permukaan bagian dalam; ini sebesar 1,15 mm pada area berlubang,
menyisakan ketebalan yang tersisa sebesar 2,0 mm, yang hanya 50% dari
ketebalan aslinya.
Tabel 4.23 Diameter luar dan ketebalan sampel tabung yang disediakan.
(HockChye Qua, 2011)
Tabung Lokasi OD rata-rata (mm) Rentang ketebalan (mm)
Tabung A 1 36.4 2.1–3.4
125
2 36.6 2.0–2.9
Tabung B 3 36.9 2.5–3.54 37.0 2.0–3.3
Tabung C 5 Tidak diukur 2.0–3.4
Gambar 4.76 Spesimen mikro longitudinal dan transversal, S1 – S5,
masing-masing dari Lokasi 1 sampai 5 (semua spesimen memiliki lubang
dangkal di permukaan internalnya. Spesimen S1 longitudinal berisi
sambungan las dengan diskontinuitas yang dalam. (HockChye Qua, 2011)
4. Analisa SEM / EDX
Komposisi endapan internal dan eksternal Tube A, dari analisis SEM
/ EDX, disajikan di Tabel 4.24. Endapan internal adalah oksida Fe dan Si;
oksida Fe adalah produk korosi dan diharapkan; oksida Si berasal dari silika
yang terlarut dalam air umpan dan tidak dihilangkan dengan benar, juga
diharapkan. Endapan eksternal berasal dari produk korosi / oksidasi Fe
serta dari produk sampingan pembakaran bahan bakar biomassa,
semuanya diharapkan. Terlihat bahwa hasil EDX tidak mengungkapkan
mekanisme kerusakan.
Tabel 4.24 Analissi SEM/EDX (HockChye Qua, 2011)
Tidak Elemen Komposisi (wt%)
Deposito eksternal Deposit internal
1 O2 19.14 19.002 Si 1.52 3.213 P. 0.30 Tidak terdeteksi4 S 0.31 Tidak terdeteksi5 K 0.24 Tidak terdeteksi6 Ca 0.60 Tidak terdeteksi7 M N 0.62 Tidak terdeteksi
126
8 Fe 77.28 77.79
4.7.5 Data 7 Faktor Penyebab Kegagalannya Dari analisa operasional, jelas bahwa telah terjadi korosi pada komponen
besi sistem, dan korosi ini disebabkan oleh oksigen terlarut yang tinggi. Oksigen
yang tinggi terutama disebabkan oleh ketidakmampuan deaerator berfungsi seperti
yang dirancang, karena suhu air masuk yang tidak mencukupi. Oksigen seperti itu
pertama-tama akan mempengaruhi tabung hemat, yang terletak tepat setelah
deaerator; sayangnya bagi operator, sebagian besar, jika tidak semua tabung ini
akan terpengaruh.
Karakteristik pemborosan yang khas adalah karena serangan kondensasi
asam pada permukaan dingin karena sering terhenti. Aditif bahan bakar
ditambahkan, yang diklaim dapat mengurangi serangan semacam itu tetapi
tampaknya tidak berhasil. Pemborosan eksternal bukanlah penyebab utama dari
penipisan tabung saat ini, meskipun nilai maksimum.
Kehilangan 0,85 mm selama 11 bulan operasi sangat tinggi. Jika tidak ada
pemborosan internal, ketebalan tabung akan berkurang hingga 50% dari nilai
aslinya dalam waktu 2 tahun layanan.
Lubang tersebut diisi dengan oksida kecoklatan yang hanya terjadi di lokasi
di mana magnetit pelindung berwarna gelap (Fe3O4) tidak ada; ini adalah ciri khas
serangan oksigen. Oksigen yang terlarut dalam air umpan yang kontak dengan
permukaan Fe bersih akan menyerang permukaan tersebut dengan reaksi
elektrokimia, dimana Fe dioksidasi di anoda dan dilepaskan ke dalam air. Elektron
dari oksidasi dilepaskan dan diserap oleh O2 di katoda, untuk akhirnya membentuk
Fe (OH) 2. Dengan tidak adanya oksigen reaktif bebas dan pada suhu tinggi, Fe
(OH) 2 diubah menjadi lapisan pelindung magnetit (Fe3O4) yang padat, berwarna
gelap; lapisan ini menjaga laju korosi tabung boiler ke tingkat yang sangat rendah.
Namun, dengan adanya oksigen bebas, magnetit pelindung akan teroksidasi
menjadi Fe2O3 yang longgar, berpori dan kurang protektif. Ketika kerusakan terjadi
127
pada lapisan magnetit karena mekanisme ini (atau mekanisme lain), logam yang
baru terpapar akan menjadi antena dalam sel elektrokimia, dengan situs anodik
kecil dalam hubungannya dengan area katodik yang besar; situasi seperti itu akan
menghasilkan serangan pitting dari anoda.
Adanya oksigen tinggi telah dikonfirmasi secara langsung oleh analisis
oksigen terlarut pada hari tertentu dan secara tidak langsung dikonfirmasi oleh
seringnya kebutuhan peningkatan injeksi sulfit ke dalam air umpan. Keberadaan
ion Fe yang signifikan dalam air telah dikonfirmasi secara langsung.
Pemborosan dan lubang pada permukaan internal tabung telah menjadi
penyebab utama penipisan dan kebocoran tabung. Namun, kualitas pengelasan
buruk dan ada kemungkinan bahwa dalam beberapa kebocoran, kontribusi yang
signifikan berasal dari kurangnya penetrasi akar.
A. Kesimpulan
Tiga sampel tabung yang dipasok ditemukan mengalami pemborosan yang
sangat tinggi pada permukaan luar dan dalam; permukaan yang terakhir terkena
dampak yang lebih parah dan sebagai tambahan menderita lubang yang dalam.
Pemborosan di permukaan luar disebabkan oleh serangan kondensasi asam dari
permukaan dingin selama penghentian. Pemborosan dan lubang di permukaan
internal disebabkan oleh serangan oksigen. Kehadiran oksigen dalam air umpan
kemungkinan besar disebabkan oleh fungsi deaerator yang tidak tepat dalam
waktu lama. Pemborosan internal/pitting dan pemborosan eksternal, yang
menyebabkan penipisan tabung yang berlebihan, dianggap sebagai penyebab
utama kebocoran, meskipun dalam beberapa kasus pengelasan yang buruk dapat
berkontribusi. Analisis SEM / EDX tidak menemukan mekanisme kerusakan selain
di atas.
128
B. Evaluasi
Berdasarkan kesimpulan yang ada bahwa kegagalan di timbulkan
pemborosan akibat pengaruh kondensasi asam serta pengaruh oksigen dari air
dengan dilakukan investigasi terhadap satu sampel, tidak diketahui mekanisme
ataupun tidak terindeksi dari analisa SEM, oleh karena itu investigasi harus di
lakukan terhadap ketiga sampel A, B, dan C.
4.8 Kesimpulan Setiap Sumber Literatur ReviewDari setiap sumber literature review di buat kesimpulan berdasarkan
evaluasi yang menjadi benang merah permasalahan tube SA210 grade A-1 pada
boiler, ditujukkan pada Tabel 4.25.
Tabel 4.25 Uraian kesimpulan setiap sumber literature review.
Sumber Data Literatur Review
Objek penelitian Metode pengujian
Kesimpulan
1. Failure Analysis On Economizer U-Tube SA-A210-A1 B-1102 Of Pt. Petrokimia Gresik Plan 1(TAJALLA, G. U 2015)
Kegagalan
material pada u-
tube economizer
yang mengalami
kebocoran
1. Pengamatan
visual
2. Uji komposisi
kimia (OES)
3. Uji mikroskopik
(MO)
4. Uji kekerasan
(Vickers)
5. Uji fraktografi
(SEM/EDX)
Tube economizer mengalami
kegagalan pada lengkungan di
permukaan water-side tube
mengalami banching, akibat pH
feedwater boiler mengalami
penurunan mengakibatkan lapisan
pelindung magnet terlarut. Didalam
tube juga terdapat residual stress
efek dari proses train hardening,
morfologi yang bercampur
intergranular-transgranular (IGG-
TG), maka hasil ini merujuk pada
SCC (stress Corrosion cracking).
129
2. Failure Analysis Of Riser Wall Tube No. 3 ASTM A210 Grade A-1 At Boiler Unit 2 Steam Power Generator Pt X”(Industri, F. T. (2015)
Kegagalan riser
wall tube yang
mengalami
rupture berupa
pecahan
1. Uji makroskopik
2. Uji Komposisi
(OES)
3. Uji XRD
4. Uji metalografi
5. Uji SEM
6. Uji kekerasan
(Brinell)
Kegagalan terjadi di riser wall tube
berupa erosi di bagian tube no 3
akibat semburan uap panas dari
kebocoran tube no 2. Diperparah
terbentuknya fase Fe8N pada tube
yang menipis, maka terjadi
kehausan pada tube.
3. Failure Analysis Of The Wall Tubes Of a Water-Tube Boiler” (Duarte, 2017)
Kegagalan
material tube
evaporator dari
boiler pipa
1. Uji komposisi
kimia (OES)
2. Uji mikroskopik
3. analisa produk
korosi dengan
menggunakan
mikroskop electron
FEI (EDAX/EDS)
Kegagalan tabung evaporator
(dinding air) boiler pipa-air
kebocoran terdeteksi di salah satu
tabung di atas bagian yang
bengkok dengan korosi lubang
pada permukaan internalnya.
kegagalan tabung diidentifikasi
sebagai retak korosi tegangan
(SCC). tegangan sisa akibat
pembengkokan tabung dan
tegangan operasional pada saat
kegagalan. Ditemukan bahwa
tegangan sisa tarik dari perawatan
penghilang tegangan yang tidak
memadai sebelum servis dan
konsentrasi oksigen terlarut yang
tinggi dalam air umpan adalah
alasan utama kegagalan prematur
tabung boiler oleh SCC.
130
4. Thermal Fatigue and Corrosion Fatigue in Heat Recovery area Wall Side Tubes”(J. Ahmad a, 2010)
Kegagalan
tabung dinding
samping LHS
HRA berupa
kebocoran pada
sambungan las
tabung
1. pengamatan
visual
2. analisa unsur
kimia pada
endapan
3. pemeriksaan
mikrografi
4.
Kegagalan pertama pada tabung
dinding samping LHS HRA karena
kelelahan termal sedangkan
kegagalan kedua adalah akibat
kombinasi antara kelelahan korosi,
kelelahan termal dan kerusakan
creep. Rekomendasi dibuat untuk
mengurangi tidak tersedianya unit
ketel karena kegagalan tabung
dinding samping HRA.
5. Analysis of failures in boiler tubes due to fireside corrosion in a waste heat recovery boiler” (S. Srikantha, 2003)
Kegagalan tube
economizer dan
intermiten pada
preheater
kondensat
1. Pengujian SEM
/ EDAX
2. Uji komposisi
3. Uji XRD
4. Studi
pemodelan
termodinamika
Kegagalan tabung boiler akibat
korosi api di boiler pemulihan
panas limbah yang memanfaatkan
gas buang dari turbin gas yang
dipecat dengan diesel kecepatan
tinggi telah dianalisis. Endapan
dari berbagai zona ketel
dikumpulkan dan dikarakterisasi
dengan analisis kimia, pemindaian
mikroskop elektron, dan difraksi
sinar-X. Kecenderungan korosi
yang tinggi dan kegagalan yang
diakibatkan pada bagian suhu
rendah dari boiler dengan
pembentukan sulfat besi terhidrasi
pada daerah.
131
6. Caustic corrosion in a boiler waterside tube: Root cause and mechanism (Farhad, 2013)
Kegagalan tube
boiler bagian
superheater
1. Inspeksi visual
2, Difraksi sinar –X
(XRD)
3. Uji mokroskop
optic
4. Uji kekerasan
5. Uji SEM dan
EDX
Kegagalan terjadi pada tabung
boiler dari baja paduan rendah,
SA-210 Grade A-1. Penurunan
ketebalan yang parah terdeteksi
dalam tabung boiler selama
investigasi berkala. Permukaan
dalam tabung terdiri dari tiga
bagian yang berbeda: (1) skala
abu-abu gelap di bawah alur, (2)
alur hemi-elips, dan (3) sisik
berpori coklat di atas alur.
Penyelidikan mikroskopis dan uji
kekerasan mikro mengungkapkan
bahwa struktur mikro dan sifat
logam dasar utuh di sepanjang
tabung. Beberapa kristal berbentuk
jarum yang mewakili senyawa
Na2FeO2 dan NaFeO2. Jumlah Na
dan Cu yang berlebihan. adanya
NaFeO2 yang merupakan produk
utama dari korosi kaustik. Oleh
karena itu, disimpulkan bahwa
penguapan di permukaan air dari
tabung yang terisi sebagian
mengarah ke konsentrasi kaustik
lokal yang melarutkan lapisan
magnetit pelindung dan
selanjutnya menyerang logam
tanpa pelindung.
132
7.O2 corrosion in economiser tubes” (HockChye Qua, 2011)
Investigasi
kegagalan
material tabung
boiler
1. Pemeriksaan
visual
2. Uji metalografi
3. Pengukuran
dinding tabung
4. Uji komposisi
kimia (SEM/EDX)
Tinjauan dari sumber, Investigasi
kegagalan dilakukan pada tiga
sampel tabung melalui
pemeriksaan visual / metalografi
dan analisis riwayat operasional.
Investigasi dengan pendekatan
identifikasi. Bukti visual dan
metalografi menunjukkan sampel
tabung mengalami pemborosan
yang sangat tinggi pada
permukaan luar dan dalam.
Analisis riwayat operasional
memastikan adanya O2 terlarut
dalam air umpan. Disimpulkan
bahwa kebocoran terutama
disebabkan oleh penipisan tabung
dari pemborosan / pitting internal
yang diperburuk oleh pemborosan
eksternal.
133
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil tinjauan studi yang sudah dilakukan pada dua jurnal
sintesis pada pembahasan diatas penulis dapat menyimpulkan antara lain:
1. Terjadinya residual stress akibat dari strain hardening dan persentase
regangan yang melebihi standar yang ditentukan adalah penyebab
gagalnya SCC (stress corrosion crack) pada tube SA210-A1 yang menjadi
salah satu factor utama terjadi kegagalan.
2. Erosi menjadi salah satu faktor penyebab kegagalan pada riser wall tube.
3. Terjadinya regangan yang besar di permukaan tube SA210-A1 sehingga
membetuk microcrack adalah mekanisme terjadinya SCC.
4. Pada tube mekanisme terjadinya erosi akibat bocornya tube yang berisi uap
panas pada Temperatur 393ºC dan tekanan 195.31 atm maka material
mengalami penipisan dan lunak dari permukaan luar, akibat emisi NOx
pembakaran batubara yang menimbulkan fase Fe8N sehingga
mempercepat terjadi erosi pada material tube.
5.2 Saran Saran untuk penulis untuk penelitian adalah
1. Proses cold working dilakukan setelah itu melakukan perlakuan panas
anealling, untuk mengurangi terjadinya residual stress.
2. Untuk menghindari laju korosi yang meningkat ada baiknya menguragi
kadar karbon di dalam paduan.
3. Persiapan pada pengujian metalografi, pada specimen sampel untuk
menghindari cembung penggosokan ada baiknya dilakukan pada tempat
yang rata.
134
DAFTAR PUSTAKAAZIS, R. A. (2015, 03 03). FIRE TUBE BOILER AND WATER TUBE BOILER.
Retrieved from pembangkit-uap: https://pembangkit-
uap.blogspot.com/2015/03/fire-tube-boiler-dan-water-tube-boiler.html
Billy, A. (2018, 10 12). Bab I Pendahulu. Retrieved from scribd:
https://www.scribd.com/document/368111210/Bab-1-Pendahuluan
Dzulqornain, F. (2015, 4 15). Prinsip Kerja Boiler. Retrieved from Insinyoer:
https://pembangkit-uap.blogspot.com/2015/03/fire-tube-boiler-dan-water-
tube-boiler.html
FIvers, H. (2013, 03 01). Pengujiaan dengan merusak dan tidak merusak.
Retrieved from https://pembangkit-uap.blogspot.com/2015/03/fire-tube-
boiler-dan-water-tube-boiler.html: https://pembangkit-
uap.blogspot.com/2015/03/fire-tube-boiler-dan-water-tube-boiler.html
Ismail, R. (2018, 09 08). Pengujian denga cara merusak dan tidak merusak/NDt.
Retrieved from rendigalumut:
https://rendigalumut.blogspot.com/2018/09/pengujian-dengan-merusak-dan-
tidak.html
Malek. (2004). Bab II. Retrieved from Eprints.umm:
http://eprints.umm.ac.id/47563/3/BAB%20II.pdf
Riadi, M. (2019, 12 19). Pengertian, unsur, jenis dan pembentukan baja. Retrieved
from kajianpustaka: https://www.kajianpustaka.com/2019/12/pengertian-
unsur-jenis-dan-pembentukan-baja.html
Suprianto. (2015, 10 15). Pengertian boiler (ketel uap). Retrieved from unnes:
http://blog.unnes.ac.id/antosupri/pengertian-boiler-ketel-uap/
Uji, A. (2002, 05 13). membedaan logam ferro dan non ferre. Retrieved from alat
uji: http://www.alatuji.com/m/article/detail/671/membedakan-logam-ferro-
dan-non-ferro
135
unila. (2012, 12 09). back up II. Retrieved from unila:
http://digilib.unila.ac.id/6912/12/back%20up%20II.pdf
TAJALLA, G. U. N. (2015). Analisa Kegagalan U-Tube Economizer Failure
Analysis on Economizer U-Tube Sa210-a1 B-1102 of Pt. Petrokimia Gresik.
Industri, F. T. (2015). Analisa Kegagalan Riser Wall Tube Nomor 3 Astm a210
Grade a-1 Pada Boiler Pltu Unit 2 Pt X.
Duarte, C. A., Espejo, E., & Martinez, J. C. (2017). PT US CR. Engineering Failure
Analysis. https://doi.org/10.1016/j.engfailanal.2017.05.032
Farhad Daneshvar-Fatah, A. M.-T. (2013). Caustic corrosion in a boiler waterside
tube: Root cause and mechanism. Engineering Failure Analysis 28 (2013)
69–77, 69-77
HockChye Qua, C. K. (2011). Fast identification of O2 corrosion in economiser
tubes. Engineering Failure Analysis 18 (2011) 2201–2210, 2201-2210.
J. Ahmad a, J. P. (2010). Thermal fatigue and corrosion fatigue in heat recovery
area wall side tubes. Engineering Failure Analysis 17 (2010) 334–343, 334-
343.
S. Srikantha, B. (2003). Analysis of failures in boiler tubes due to fireside corrosion.
Engineering Failure Analysis 10 (2003) 59–66, 59-66.
136
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
A. Data Personal :
NIM : 201612005
Nama : Irwansyah Suprapto Saragi Sitio
Tempat / Tgl Lahir : Medan, 13 Februari 1996
Jenis Kelamin : Laki - LakiAgama : Kristen Protestan
Status Perkawinan : Belum Menikah
Program Studi : S1 Teknik MesinAlamat : Babul Makmur , Kotacane aceh tenggara
Telepon : 0822947722876
E-mail : [email protected]
B. Pendidikan
Jenjang Nama Lembaga Jurusan Tahun Lulus
SD SDN 09733 Rajahombang - 2002 – 2008
SMP SMPN 4 Lawe Sigalagala - 2008 – 2011
SMA SMA Swasta Pantiharapan IPA 2011 – 2014
Demikian Daftar Riwayat Hidup ini di buat dengan sebenarnya.
Jakarta, 20 Agustus 2020 Mahasiswa
Irwansyah Suprapto Saragi Sitio
Digitally signed by Irwansyah Suprapto Saragi SitioDN: C=ID, OU=S1 Teknik Mesin, O=Institut Teknologi PLN, CN=Irwansyah Suprapto Saragi Sitio, [email protected]: I am the author of this documentLocation: your signing location hereDate: 2020-09-05 08:27:37Foxit Reader Version: 10.0.1
Irwansyah Suprapto
Saragi Sitio
137
Digitally signed by Irwansyah Suprapto Saragi SitioDN: C=ID, OU=S1 Teknik Mesin, O=Institut Teknologi PLN, CN=Irwansyah Suprapto Saragi Sitio, [email protected]: I am the author of this documentLocation: your signing location hereDate: 2020-09-05 08:25:48Foxit Reader Version: 10.0.1
Irwansyah Suprapto
Saragi Sitio
Digitally signed by Irwansyah Suprapto Saragi SitioDN: C=ID, OU=S1 Teknik Mesin, O=Institut Teknologi PLN, CN=Irwansyah Suprapto Saragi Sitio, [email protected]: I am the author of this documentLocation: your signing location hereDate: 2020-09-05 08:26:40Foxit Reader Version: 10.0.1
Irwansyah Suprapto
Saragi Sitio
Martin Choirul Fatah
Digitally signed by Martin Choirul Fatah Date: 2020.09.07 08:56:18 +07'00'
Martin Choirul Fatah
Digitally signed by Martin Choirul Fatah Date: 2020.09.07 08:56:37 +07'00'
138
Digitally signed by Irwansyah Suprapto Saragi SitioDN: C=ID, OU=S1 Teknik Mesin, O=Institut Teknologi PLN, CN=Irwansyah Suprapto Saragi Sitio, [email protected]: I am the author of this documentLocation: your signing location hereDate: 2020-09-05 08:24:08Foxit Reader Version: 10.0.1
Irwansyah Suprapto
Saragi Sitio
Digitally signed by Irwansyah Suprapto Saragi SitioDN: C=ID, OU=S1 Teknik Mesin, O=Institut Teknologi PLN, CN=Irwansyah Suprapto Saragi Sitio, [email protected]: I am the author of this documentLocation: your signing location hereDate: 2020-09-05 08:24:56Foxit Reader Version: 10.0.1
Irwansyah Suprapto
Saragi Sitio
Martin Choirul Fatah
Digitally signed by Martin Choirul Fatah Date: 2020.09.07 08:57:22 +07'00'
Martin Choirul Fatah
Digitally signed by Martin Choirul Fatah Date: 2020.09.07 08:57:37 +07'00'
139
Digitally signed by Irwansyah Suprapto Saragi SitioDN: C=ID, OU=S1 Teknik Mesin, O=Institut Teknologi PLN, CN=Irwansyah Suprapto Saragi Sitio, [email protected]: I am the author of this documentLocation: your signing location hereDate: 2020-09-05 08:22:22Foxit Reader Version: 10.0.1
Irwansyah Suprapto
Saragi Sitio
Digitally signed by Irwansyah Suprapto Saragi SitioDN: C=ID, OU=S1 Teknik Mesin, O=Institut Teknologi PLN, CN=Irwansyah Suprapto Saragi Sitio, [email protected]: I am the author of this documentLocation: your signing location hereDate: 2020-09-05 08:2�:06Foxit Reader Version: 10.0.1
Irwansyah Suprapto
Saragi Sitio
Digitally signed by HendriDN: C=ID, OU=Fakultas Teknologi dan Bisnis Energi, O=Program Studi Sarjana Teknik Mesin, CN=Hendri, [email protected]: I am the author of this documentLocation: Date: 2020-09-07 09:35:05Foxit Reader Version: 9.4.1
Hendri
Digitally signed by HendriDN: C=ID, OU=Fakultas Teknologi dan Bisnis Energi, O=Program Studi Sarjana Teknik Mesin, CN=Hendri, [email protected]: I am the author of this documentLocation: Date: 2020-09-07 09:35:29Foxit Reader Version: 9.4.1
Hendri
140
Digitally signed by Irwansyah Suprapto Saragi SitioDN: C=ID, OU=S1 Teknik Mesin, O=Institut Teknologi PLN, CN=Irwansyah Suprapto Saragi Sitio, [email protected]: I am the author of this documentLocation: your signing location hereDate: 2020-09-05 08:20:40Foxit Reader Version: 10.0.1
Irwansyah Suprapto
Saragi Sitio
Digitally signed by Irwansyah Suprapto Saragi SitioDN: C=ID, OU=S1 Teknik Mesin, O=Institut Teknologi PLN, CN=Irwansyah Suprapto Saragi Sitio, [email protected]: I am the author of this documentLocation: your signing location hereDate: 2020-09-05 08:21:28Foxit Reader Version: 10.0.1
Irwansyah Suprapto
Saragi Sitio
Digitally signed by Roswati NurhasanahDN: OU=Institut Teknologi PLN, O=Fakultas Teknologi dan �isnis Energi, CN=Roswati Nurhasanah, [email protected]: I am the author of this documentLocation: your signing location hereDate: 2020-09-06 19:06:2�Foxit Reader Version: 10.0.0
Roswati Nurhasanah
Digitally signed by Roswati NurhasanahDN: OU=Institut Teknologi PLN, O=Fakultas Teknologi dan �isnis Energi, CN=Roswati Nurhasanah, [email protected]: I am the author of this documentLocation: your signing location hereDate: 2020-09-06 19:06:41Foxit Reader Version: 10.0.0
Roswati Nurhasanah
141
142