Saliva Sebagai Cairan Diagnostik Resiko Terjadinya Karies
-
Upload
mawaddara-etra -
Category
Documents
-
view
259 -
download
7
Transcript of Saliva Sebagai Cairan Diagnostik Resiko Terjadinya Karies
SALIVA SEBAGAI CAIRAN DIAGNOSTIK RESIKO
TERJADINYA KARIES
PUTRI AJRI MAWADARA
04111004066
Dosen Pembimbing : drg. Shanty Chairani, M.Si.
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN GIGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2013
ABSTRACT
Background: Dental caries is a chronic multifactorial disease. The secretion rate and
quality of saliva are important factors not only in caries development but also for
remineralization. The aim of this study was to measure the composition of saliva as
the risk of caries. Materials and methods: saliva unstimulated and stimulated
collected in the tube. Salivary flow rates were estimated as ml/min. The sample was
divided into three groups (mild, moderate and severe) according to (DMFS). And to
counting salivary proteins by DMFT index. Results : When salivary flow rate
increases, the pH and buffer capacity will also be increased, and the volume of saliva
will also increase so that the lower the risk of caries. So Conversely. unstimulated
salivary calcium and stimulated increased with increasing severity of caries.
Unstimulated salivary phosphorus showed significant mean in mild dental caries
while phosphorus in saliva stimulated showed a significant mean in severe caries.
Lysozyme is not associated with the DMFT index. Lactoferrin is more significant in
restored teeth of DMFT index components. Conclusions: Saliva can be used as a
diagnostic fluid to increase the risk of caries diagnosis, early detection against caries
and to raise awareness of the oral health of patients.
Keywords: Dental caries, saliva, salivary flow rate, pH, buffer capacity, salivary
calcium, salivary phosphate.
I. PENDAHULUAN
Karies adalah penyakit jaringan keras gigi, yaitu enamel, dentin dan
sementum, yang disebabkan oleh aktivitas mikroba dalam suatu karbohidrat yang
dapat difermentasikan. Karies ditandai dengan adanya demineralisasi jaringan keras
gigi yang kemudian diikuti oleh kerusakan bahan organiknya. Akibatnya, terjadi
invasi bakteri dan kematian pulpa serta penyebaran infeksi ke jaringan periapikal
yang dapat menyebabkan timbulnya rasa nyeri yang dapat bertambah sakit akibat
makanan atau minuman yang manis, bersuhu panas ataupun dingin. 1
Berdasarkan data di atas dan dampak karies yang telah dijabarkan, dapat
disimpulkan bahwa pencegahan terhadap karies perlu dilakukan. Salah satu usaha
untuk mencegah karies adalah dengan melakukan pengukuran risiko karies. Dalam
pengukuran risiko karies, seseorang akan diukur tingkat risiko kariesnya, kemudian
diidentifikasi, dievaluasi, dan dianalisis faktor penyebab dan faktor risikonya.2,3
Dalam upaya menjalankan pencegahan, perlu diketahui terlebih dahulu
bagaimana status risiko karies yang bersangkutan sehingga dapat ditentukan apakah
berisiko tinggi atau rendah. Setelah itu, dapat ditentukan diagnosa dan rencana
perawatan sesuai dengan kondisi pasien sehingga diharapkan tidak timbul lagi karies
di masa yang akan datang.3
Secara sederhana, pemeriksaan faktor risiko karies dapat dilakukan dengan
anamnesis dan pemeriksaan intraoral. Pada anamnesis, hal yang ditanyakan meliputi
riwayat kesehatan gigi, diet sehari-hari, asupan fluor dan berkaitan dengan cara
menjaga kebersihan rongga mulut, sedangkan pada pemeriksaan intraoral, meliputi
pemeriksaan kebersihan rongga mulut, plak gigi dan saliva pasien.3
Saliva mempengaruhi proses terjadinya karies karena saliva selalu
membasahi gigi geligi sehingga mempengaruhi lingkungan dalam rongga mulut.
Faktor-faktor yang mempengaruhi komposisi dan konsentrasi saliva antara lain laju
aliran saliva, volume, pH dan kapasitas buffer saliva.2
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Karies
Karies mempunyai tanda yaitu adanya demineralisasi jaringan keras gigi,
diikuti oleh kerusakan bahan organik sehingga mengakibatkan terjadinya invasi
bakteri dan kematian pulpa serta penyebaran infeksi ke jaringan periapikal yang
dapat menyebabkan nyeri. Karies merupakan penyakit gigi dan mulut dengan faktor
penyebab yang multifaktorial.1 Artinya, karies dapat terjadi bila ada faktor penyebab
yang saling berhubungan dan mendukung, yaitu host (saliva dan gigi),
mikroorganisme, substrat dan waktu.1,4 Selain faktor penyebab yang langsung
berhubungan dengan karies gigi, ada beberapa faktor tidak langsung yang
berhubungan dengan karies, disebut sebagai faktor risiko. Yang dimaksud dengan
faktor risiko karies adalah faktor-faktor yang memiliki hubungan sebab akibat
terjadinya karies. Beberapa faktor yang dianggap sebagai faktor risiko adalah
pengalaman karies, penggunaan fluor, oral higiene, jumlah bakteri, saliva dan pola
makan.2,5
Gambar 1. Diagram keempat faktor penyebab yang mempengaruhi karies gigi
Sumber. Pengaruh stimulus pengunyahan dan pengecapan terhadap kecepatan aliran
dan pH saliva (Haroen E.R. 2002)
2.2 Fungsi saliva
Cara yang dilakukan saliva untuk melakukan peran pentingnya bisa berupa:1
1. Membentuk lapisan mukus pelindung pada membran mukosa yang akan bertindak
sebagai barier terhadap iritan dan akan mencegah kekeringan.
2. Membantu membersihkan mulut dari makanan, debris dan bakteri yang akhirnya
akan menghambat pembentukan plak.
3. Mengatur pH rongga mulut karena mengandung bikarbonat, fosfat dan protein.
Peningkatan kecepatan sekresinya biasanya berakibat pada peningkatan pH dan
kapasitas buffernya. Oleh karena itu, membran mukosa akan terlindung dari asam
yang ada pada makanan dan pada waktu muntah. Selain itu, penurunan pH plak,
sebagai akibat dari organisme asidogenik, akan dihambat.
4. Membantu menjaga integritas gigi dengan berbagai cara karena kandungan
kalsium dan fosfat. Saliva membantu menyediakan mineral yang dibutuhkan oleh
enamel yang belum terbentuk sempurna pada saat awal setelah erupsi. Pelarutan
gigi dihindari atau dihambat dan mineralisasi dirangsang dengan memperbanyak
aliran saliva. Lapisan glikoprotein terbentuk oleh saliva pada permukaan gigi
(acquired pellicle) juga akan melindungi gigi dengan menghambat keausan
karena abrasi dan erosi.
5. Mampu melakukan aktivitas anti bakteri dan anti virus karena selain mengandung
antibodi spesifik (secretory IgA), juga mengandung lysozime, laktoferin dan
laktoperoksidase.
2.3 Komposisi saliva
Komposisi saliva terdiri atas 94,0%-99,5% air, bahan organik dan bahan
anorganik. Komponen organik saliva yang terutama adalah protein.1
Berikut adalah fungsi protein-protein dalam saliva:1
1. α-Amilase mengubah tepung kanji dan glikogen menjadi kesatuan karbohidrat
yang kecil. Juga karena pengaruh α-Amilase, polisakarida mudah dicernakan.
2. Lisozim mampu membunuh bakteri tertentu sehingga berperan dalam sistem
penolakan bakterial.
3. Kalikren dapat merusak sebagian protein tertentu, di antaranya faktor pembekuan
darah XII, dan dengan demikian berguna bagi proses pembekuan darah.
4. Laktoperosidase mengkatalisis oksidasi CNS(thiosianat) menjadi OSCN
(hypothio) yang mampu menghambat pertukaran zat bakteri dan
pertumbuhannya.
5. Protein kaya prolin membentuk suatu kelas protein dengan berbagai fungsi
penting: membentuk bagian utama pelikel muda pada email gigi.
6. Musin membuat saliva menjadi pekat sehingga tidak mengalir seperti air
disebabkan musin mempunyai selubung air dan terdapat pada semua permukaan
mulut maka dapat melindungi jaringan mulut terhadap kekeringan. Musin juga
untuk membentuk makanan menjadi bolus.
Di samping itu, masih ada komponen-komponen lain seperti lipid, urea,
asam amino, glukosa, amoniak dan vitamin. Sedangkan komponen anorganik saliva
terutama adalah elektrolit dalam bentuk ion seperti Na+,K+, Ca2+, Mg2+, Cl-,
SO42-, H2PO4,dan HPO4.2,6 Kadar Kalsium dan Fosfat dalam saliva sangat penting
untuk remineralisasi email dan berperan penting pada pembentukan karang gigi dan
plak bakteri. Komposisi saliva yang normal akan mempengaruhi keefektifan masing-
masing fungsi saliva dalam mempertahankan kondisi yang konstan di lingkungan
rongga mulut. 4
2.4 Sekresi saliva
Keadaan sekresi saliva dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu aliran saliva,
volume saliva, pH saliva, dan buffer saliva.
a. Aliran saliva
Laju aliran saliva merupakan pengaturan fisiologis sekresi saliva. Pada
keadaan normal, laju aliran saliva berkisar antara 0,05-1,8 mL/menit. Kelenjar saliva
dapat distimulasi dengan cara mekanis yaitu dengan pengunyahan, kimiawi yaitu
dengan rangsangan rasa, neural yaitu melalui saraf simpatis dan parasimpatis, psikis
dan rangsangan rasa sakit. Bila dirangsang akan meningkat menjadi 2,5-5 mL/menit.6
Bila aliran saliva menurun, maka akan terjadi peningkatan frekuensi karies
gigi. Jika laju aliran saliva meningkat, akan menyebabkan konsentrasi sodium,
kalsium, klorida, bikarbonat dan protein meningkat, tetapi konsentrasi fosfat,
magnesium dan urea akan menurun. Dengan meningkatkannya komponen bikarbonat
saliva, maka hasil metabolik bakteri dan zat-zat toksik bakteri akan larut dan tertelan
sehingga keseimbangan lingkungan rongga mulut tetap terjaga dan frekuensi karies
gigi akan menurun.7
b. Volume saliva
Volume saliva yang disekresikan setiap hari diperkirakan antara 1,0-1,5
Liter.6 Sekresi saliva yang berkurang akan mengakibatkan mulut kering, penurunan
pengecapan, kesukaran mengunyah dan menelan makanan, timbulnya keluhan rasa
sakit pada lidah dan mukosa, juga dapat menyebabkan karies dan kehilangan gigi.
Sedangkan sekresi saliva yang berlebihan, yang ditandai dengan sekresi saliva encer
seperti air yang keluar terus-menerus sehingga mengakibatkan sudut mulut meradang
(angularcheilitis) dan dermatitis. 8
c. pH dan sistem buffer saliva
pH dan kapasitas buffer saliva memiliki hubungan yang signifikan.
Hubungan ini dilihat dari adanya hubungan secara statistik antara kapasitas buffer
saliva yang tinggi pada saliva yang tidak distimulasi dan tingkat karies rendah.
Kapasitas buffer saliva merupakan faktor primer yang penting pada saliva untuk
mempertahankan derajat keasaman saliva berada dalam interval normal sehingga
keseimbangan (homeostatis) mulut terjaga. Sistem buffer yang memberi kontribusi
utama (85%) pada kapasitas total buffer saliva adalah sistem bikarbonat dan 15%
oleh fosfat, protein dan urea.9 Apabila laju aliran saliva meningkat, maka pH dan
kapasitas buffernya juga akan meningkat, dan volume saliva juga akan bertambah
sehingga risiko terjadinya karies makin rendah. 9
2.5 KLASIFIKASI RESIKO KARIES
Kelompok risiko karies tinggi didefinisikan sebagai suatu kelompok yang
berada pada risiko yang mudah terkena karies. Kelomopok risiko karies sedang
didefinisikan sebagai suatu kelompok yang berada pada risiko yang rentan terkena
karies, sedangkan kelompok risiko rendah merupakan kelompok yang berada pada
risiko yang tidak mudah terserang karies.2,3
Tabel 1. Faktor risiko karies yang rendah, sedang dan tinggiAnak-anak Dewasa
Low Risk (Resiko Rendah)
Tidak ada karies yang terjadi pada tahun terakhir
Tidak ada karies yang terjadi
Moderate Risk (Resiko Sedang)
-Ada satu lesi yang baru terjadi atau yang kambuh pada tahun terakhir
-Adanya pit dan fissur yang dalam atau tidak menyatu
-Sering mengonsumsi gula-Aliran saliva yang berkurang-Kunjungan kedokter gigi yang tidak
teratur-Pemaparan fluoride yang tidak
mencukupi-Adanya riwayat karies pada pit dan
fissur-Karies rampan-OH yang jelek-Radiolusen didaerah proksimal
-Satu sampai dua lesi karies yang baru terjadi atau yang kambuh dalam tiga tahun terakhir
-Adanya pit dan fissur yang dalam atau tidak menyatu
-Sering mengonsumsi gula-Aliran saliva yang berkurang-Kunjungan ke dokter gigi
yang tidak teratur-Pemaparan fluoride yang
tidak mencukupi-Adanya riwayat karies yang
parah
High Rish (Resiko Tinggi)
Ada dua atau lebih karies yang baru terjadi atau yang kambuh pada tahun terakhir, atau dua atau lebih dari hal-hal berikut:-Adanya pit dan fissur yang dalam atau
tidak menyatu-Sering mengonsumsi gula-Aliran saliva yang berkurang-OH yang jelek-Pemaparan fluoride yang tidak
mencukupi-Adanya riwayat karies pada pit dan
fissur-Riwayat keluarga dengan rata-rata
Ada tiga atau lebih karies dalam tiga tahun terakhir atau dua atau lebih dari hal-hal berikut:-Adanya pit dan fissur yang
dalam atau tidak menyatu-Sering mengonsumsi gula-Aliran saliva yang berkurang-Kunjungan ke dokter gigi
yang tidak teratur-Penggunaan fluoride yang
tidak adekuat-OH yang jelek-Pemaparan fluoride yang
karies yang tinggi-Karies rampan-Adanya radiolusen di daerah proksimal
tidak mencukupi-Adanya riwayat mengalami
sejumlah karies yang parahSumber. Caries Risk Assessment. (Bratthal D., 2003.)
III. PEMBAHASAN
Setiap individu memiliki keadaan lingkungan rongga mulut yang berbeda
yang dapat mempengaruhi terjadinya proses karies. Oleh karena itu, pemeriksaan
faktor risiko karies harus dilakukan secara individual. Risk atau risiko didefinisikan
sebagai peluang terjadinya sesuatu yang membahayakan. Menurut Hausen et al,
risiko karies adalah kemungkinan seseorang untuk mempunyai beberapa lesi karies
dalam jangka waktu tertentu.2
Pengukuran risiko karies adalah suatu cara untuk memprediksi terjadinya
sebuah lesi karies atau berkembangnya suatu lesi yang baru dan bertujuan untuk
mengidentifikasi pasien yang berisiko tinggi sebelum mereka menjadi individu
dengan karies aktif, selain itu juga untuk melindungi pasien dengan risiko rendah,
yaitu dengan menentukan jadwal kunjungan berkala yang baik, serta untuk
memonitor perubahan status penyakit pada pasien dengan karies aktif.2
Pengukuran risiko karies dinilai oleh ahli sangat penting dalam manajemen
perawatan karies, sebab karies merupakan penyakit yang disebabkan oleh banyak
faktor (multifactorial disease). Jadi, pengukuran risiko karies berguna untuk
penanggulangan karies di klinik dengan membantu dental professional untuk 9 :
a.Mengevaluasi tingkat perkembangan risiko karies pasien untuk menentukan
intensitas perawatan dan frekuensi dari kunjungan berkala selanjutnya.
b.Membantu mengidentifikasi faktor etiologi utama yang berperan pada karies
tersebut karena serangan yang diterima dapat berpengaruh terhadap
perkembangan penyakit dan dalam menentukan jenis perawatan (contohnya
kontrol plak, kontrol diet, meningkatkan penggunaan fluoride,menggunakan
antimikrobial agent).
c.Menentukan apakah diperlukan prosedur diagnosa tambahan (misalnya analisa
kecepatan aliran saliva, analisa diet)
d.Membantu menentukan perawatan restorasi (misalnya desain kavitas,memilih
bahan yang akan digunakan).
e.Meningkatkan rehabilitas prognosa perawatan yang telah direncanakan.
f.Menilai keefektifan perawatan pencegahan yang telah direncanakan untuk
kunjungan berikutnya.
Apabila saliva akan digunakan sebagai indikator pengukuran risiko karies,
maka harus diperhatikan kondisi saliva dalam dua keadaan, yaitu sebelum distimulasi
(unstimulated saliva) dan sesudah distimulasi (stimulated saliva).7 Saliva sebelum
distimulasi maksudnya adalah saliva yang diproduksi tanpa adanya rangsangan,
sedangkan saliva setelah distimulasi maksudnya adalah saliva yang disekresi setelah
diberi rangsangan.7
Dengan mengevaluasi laju aliran, volume, pH, kapasitas buffer, komposisi
anorganik dan protein yang terdapat dalam saliva, maka kita dapat membuat
beberapa hal yang dapat mencegah terjadinya karies pada seseorang sesuai dengan
kebutuhannya, antara lain dengan mengoptimalkan kebersihan mulut, meningkatkan
pH oral, meningkatkan bioavailibilitas kalsium dan fosfat, meningkatkan pemberian
fluoride dan mengurangi frekuensi mengonsumsi karbohidrat yang mudah
difermentasi.8
Untuk uji yang menggunakan saliva sebagai media, dapat dilakukan uji
dengan melakukan uji pada faktor-faktor yang mempengaruhi komposisi dan kondisi
sekresi saliva. Uji tersebut adalah:
a.Pengukuran rata-rata aliran saliva10
Rata-rata aliran saliva berkaitan erat dengan peningkatan karies. Prosedur tes
ini meliputi:
1. Parafin sebanyak 1 gr dikunyah untuk merangsang saliva.
2. Saliva langsung ditampung dengan silinder kalibrasi selama 5 menit.
3. Kemudian aliran saliva rata-rata diukur dengan cara menghitung jumlah saliva
yang terkumpul dibagi waktu yang digunakan untuk mengumpulkan saliva.
Tabel 2. Kategori risiko karies pada pengukuran rata-rata aliran saliva
KATEGORI RISIKO KARIES
Aliran rata-rata saliva
Rendah Sedang Tinggi≤ 0,7 mL/menit 0,7-1 mL/menit ≥ 1 mL/menit
Sumber. Correlation between dental caries with salivary flow, pH, and buffering
capacity in adult south India population: an in-vivo study (Chitharanjan Shetty et al.,
2013; 4(2): 219-223)
b. Buffer saliva10
Metode pengukuran kapasitas buffer saliva ini di perkenalkan oleh frostell
dengan menggunakan sistem Dentobuff. Prosedur tes ini meliputi :
1. Parafin sebanyak 1gr di kunyah selama 2 menit untuk merangsang saliva.
2. Sebanyak 1 mL saliva di masukkan ke dalam tabung yang berisi larutan
Dentobuff.
3. Lalu tabung dikocok selama 10 detik
4. Kandungan karbondioksida yang ada diuapkan semala 2 menit.
5. Warna yang muncul dibandingkan dengan indikator warna yang ada pada
Dentobuff.
Tabel 3. Kategori risiko karies pada pengukuran buffer saliva
KATEGORI RISIKO KARIES
Kapasitas buffer saliva
Rendah Sedang TinggipH 5-7(warna ungu)
pH 4-5(warna hijau)
pH 3-4(wanra kuning)
Sumber. Correlation between dental caries with salivary flow, pH, and buffering
capacity in adult south India population: an in-vivo study (Chitharanjan Shetty et al.,
2013; 4(2): 219-223)
c. Kandungan anorganik saliva (kalsium dan fosfat)11
Prosedur tes meliputi :
Pertama saliva yang tidak terstimulasi dikumpulkan dari seratus orang dewasa
yang sehat ( laki-laki dan perempuan)
kemudian saliva dirangsang dengan interval satu jam
Sampel dibagi menjadi tiga kelompok ( ringan , sedang dan berat ) menurut
(DMFS)
Ion kalsium dinilai dengan menggunakan Atomic Absorption Spectrophotometer
Anorganik fosfat konsentrasi ion ditentukan dengan metode Molybdenum-
Vanadate menggunakan Ulteaviolet visible spectrophotometer.
Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa kalsium saliva yang tidak
distimulasi dan distimulasi meningkat dengan meningkatnya keparahan karies, yang
dapat dikaitkan dengan peningkatan demineralisasi kristal hidroksiapatit pada gigi
dan meningkatkan konsentrasi kalsium dalam cairan sekitarnya (saliva dan plak
gigi). Selain itu, ion kalsium sangat penting untuk penghubung adhesi mikroba dan
mempermudah pengelompokan bakteri.
Hubungan fosfor saliva yang tidak distimulasi dan distimulasi dengan tingkat
keparahan karies gigi juga diteliti, ada perbedaan signifikan antara nilai rata-rata
fosfor saliva unstimuled, meskipun mencatat rata-rata tertinggi dalam kelompok
DMFS karies ringan. Hubungan negatif dari fosfat saliva yang tidak distimulasi
dengan karies gigi mungkin karena tindakan cariostatic serta perannya sebagai
buffer dan remineralisasi gigi. Selain itu, fosfat mungkin dapat mengganggu adheren
bakteri pelikel, dan plak pada permukaan email dan juga dapat menghambat
pertumbuhan bakteri. Fosfat dalam saliva yang distimulasi menunjukkan rata-rata
yang signifikan pada DMFS kelompok karies severe.
Tabel 4 : Keparahan karies (DMFS)
dan komposisi anorganik saliva yang
tidak distimulasi
Grade Calcium #
Mean ± SDPhosphorus #
Mean ± SDMild 1,16 0,25 5,08 1,51Moderate 1,34 0,41 4,76 1,61Severe 1,55 0,37 4,85 1,14ANOVA F = 9,99 **
P < 0,01N.S
Correlation coefficient
r = 0,33P > 0,01 **n = 100
r = - 0,12P > 0,05n = 100
# Expressed in mMol/L** Highly significant
Tabel 5 : keparahan karies (DMFS)
dan komposisi anorganik saliva yang
dirangsang
Grade Calcium #
Mean ± SDPhosphorus #
Mean ± SDMild 1,06 0,15 3,39 0,89Moderate 1,29 0,32 3,62 1,17Severe 1,52 0,35 4,06 1,19ANOVA F = 20,41 **
P < 0,01F = 3,25 *P < 0,05
Correlation coefficient
r = 0,37 **P < 0,01 n = 100
r = 0,80P > 0,05n = 100
# Expressed in mMol/L* Significant, **Highly significant
Sumber. Severity of dental caries in relation to salivary parameters and inorganic
compositions among a group of 22-23 years old adults in Baghdad city. (Wejdan M.,
Wesal A. 2010; 22(2): 118-122)
d. Protein saliva (Laktoferin dan lisozim)12
Prosedur tes meliputi :
Delapan puluh siswa 12 tahun dipilih dan dibagi menjadi dua kelompok: Grup A
- dengan gigi rusak dan Grup B - dengan gigi karies bebas.
Orang tua / wali masing-masing anak menandatangani formulir persetujuan dan
mengisi kuesioner mengenai kesehatan mulut dan sistemik anaknya.
Pemeriksaan klinis untuk mendiagnosa ada tidaknya karies gigi, dengan cara
indeks DMFT.
Sebanyak 1 mL saliva dikumpulkan untuk analisis protein menggunakan
elektroforesis gel poliakrilamida (SDS-PAGE).
Evaluasi kondisi rongga mulut, dengan pengalaman karies gigi, dengan
menggunakan indeks DMFT menurut kriteria WHO. Rata-rata DMFT populasi ini
adalah 2,09, 63,3% siswa menunjukkan kejadian karies, sedangkan 58,8% adalah
karies aktif (Tabel 6).
Tabel 6. Distribusi siswa menurut pengalaman karies gigi mereka.
Caries Frequency (%)
Caries experience
Caries activity
Yes (group 1)No (group 2)
Active (group A)Inactive (group B)
53 (63.3)27 (33.8)
33 (41.3)47 (58.8)
Sumber. An evaluation of the expression profiles of salivary proteins lactoferrin and
lysozyme and their association with caries experience and activity. (Felizardo et
al.,2010 ; 25(4):343-349.)
Tes Variance digunakan untuk membandingkan kelompok (dengan atau tanpa
karies) dalam hal keberadaan dan konsentrasi protein saliva. Tidak ada hubungan
antara laktoferin (LF) dan gigi yang rusak (P = 0.169) maupun antara LF dan gigi
yang rusak dan gigi yang lengkap (yang di restorasi) (P = 0.269). Namun, hasil
signifikan yang ditemukan antara kehadiran protein dan jumlah gigi yang direstorasi
(P = 0,016).
Hasil statistik menunjukkan bahwa lisozim tidak berhubungan dengan indeks
DMFT. Lisozim (LZ) memberikan sebuah efek antimikroba yang cukup besar, lebih
tinggi dari LF. Ada konsentrasi yang lebih besar dari lisozim dalam saliva
(konsentrasi sekitar 41,74-93,86 mg / L) daripada laktoferin, yang hadir dalam
konsentrasi berkisar 2,95-10,49 mg / L. Hanya tiga anak (3,8%) dari studi ini gagal
untuk mengekspresikan lisozim dalam air liur mereka, meskipun tidak ada perbedaan
statistik dalam konsentrasi antara anak-anak dengan atau tanpa karies. Tidak ada
perbedaan statistik antara kelompok dengan atau tanpa karies. Namun, konsentrasi
tinggi lisozim dalam rongga mulut menunjukkan bahwa itu harus memiliki peran
penting dalam pencegahan karies gigi.
Table 7. Distribusi dari siswa dalam hubungan dengan konsentrasi lisozim
LZ
Concentration Frequency (%)< 81.55 mg/mL81.56-91.55 mg/mL> 91.65 mg/mL
24 (30.0)28 (35.0)28 (35.0)
Total 80 (100.0)Sumber. An evaluation of the expression profiles of salivary proteins lactoferrin and
lysozyme and their association with caries experience and activity. (Felizardo et
al.,2010 ; 25(4):343-349.)
Laktoferin adalah lebih signifikan pada gigi yang direstorasi, dari komponen
indeks DMFT, menurut uji Kruskall-Wallis (Tabel 8). Dari catatan adalah temuan
bahwa laktoferin adalah satu-satunya protein saliva terkait dengan indeks DMFT.
Kehadiran laktoferin tampaknya dikaitkan dengan terjadinya karies gigi, yang dapat
digunakan untuk peningkatan pemahaman etiologi, pengembangan dan pencegahan
penyakit gigi.
Table 8. Nilai rata-rata dari indeks DMFT dan komponennya secara
terdistribusi dengan kehadiran LF dan Konsentrasi LZ.
Proteins(Concentration)
DMFT Carious teeth Carious and restored teeth
Restored teeth
LF presenceYesNo
LZ concentration<81.55 mg/mL81.56-91.55 mg/mL>91.56 mg/mL
2.751.55
2.791.961.61
0.830.59
0.960.640.54
0.030.00
0.000.000.04
1.75*0.73
1.581.180.86
* P=0.016; LF - Lactoferrin; LZ – Lysozyme
Sumber. An evaluation of the expression profiles of salivary proteins lactoferrin and
lysozyme and their association with caries experience and activity. (Felizardo et
al.,2010 ; 25(4):343-349.)
KESIMPULAN
Karies merupakan penyakit gigi dan mulut dengan faktor penyebab yang
multifaktorial. Salah satu faktor resiko terjadinya karies yaitu saliva. Saliva dapat
digunakan sebagai indikator pengukuran risiko karies. Apabila laju aliran saliva
meningkat, maka pH dan kapasitas buffernya juga akan meningkat, dan volume
saliva juga akan bertambah sehingga risiko terjadinya karies makin rendah. Begitu
juga sebaliknya. kalsium saliva yang tidak distimulasi dan distimulasi meningkat
dengan meningkatnya keparahan karies. Fosfor saliva yang tidak distimulasi
mencatat rata-rata tertinggi dalam kelompok DMFS karies ringan sedangkan fosfor
dalam saliva yang distimulasi menunjukkan rata-rata yang signifikan pada DMFS
kelompok karies severe. Hasil statistik menunjukkan bahwa lisozim tidak
berhubungan dengan indeks DMFT. Sedangkan laktoferin lebih signifikan pada gigi
yang direstorasi, dari komponen indeks DMFT. Kehadiran laktoferin dikaitkan
dengan terjadinya karies gigi, yang dapat digunakan untuk peningkatan pemahaman
etiologi, pengembangan dan pencegahan penyakit gigi. Keuntungan yang diperoleh
dengan melakukan pengukuran terhadap saliva sebagai suatu cara untuk menentukan
risiko karies seseorang antara lain meningkatkan diagnosa, deteksi awal terhadap
karies, meningkatkan komunikasi dan motivasi kepada pasien dan dapat
meningkatkan kepedulian pasien terhadap kesehatan rongga mulut.
DAFTAR PUSTAKA
1. Kidd, Edwina A.M. Joyston,Sally. Bechal. Dasar-dasar Karies Penyakit dan
Penanggulangannya. Jakarta : EGC, 1991 : 1-17.
2. Sondang P, Hamada T. Menuju gigi dan mulut sehat pencegahan dan
pemeliharaan. Terbitan I. Medan: USU Press, 2008 : 25-37.
3. Bratthal D. Caries Risk Assessment. Department of Cariology, faculty of
odontology, Malmo University. Sweden, 2003.
4. Haroen E.R. Pengaruh stimulus pengunyahan dan pengecapan terhadap
kecepatan aliran dan pH saliva. Jurnal Kedokteran Gigi UI 2003; 9; 29-30.
5. Farsi N. Signs of oral dryness in relation to salivary flow rate, pH, buffering
capacity and dry mouth complaints. BMC Oral Health 2007; 7-15.
6. Rantonen P. Salivary flow and composition in healthy and disease adults.
Dissertation. Helsinki, Finland : Helsinki University Central Hospital, 2003:16-
69.
7. Gopinath V.K, Azreanne A.R. Saliva as a diagnostic tool for assessment of dental
caries. Archives of Orofacial Science 2006 ; 1 ; 57-59.
8. Dhoniger S.B. Saliva and oral health. PennWell Publishing Company 2005; 25 ;
52-3.
9. Rai B, Kharb S, Anand S.C. Saliva as a diagnostic tool in medical science : a
review study. Adv. In Med. Dent 2008. Sci; 2(1): 9-12.
10. Chitharanjan Shetty et al. Correlation between dental caries with salivary flow,
pH, and buffering capacity in adult south India population: an in-vivo study.
Ayurveda Pharm. 2013; 4(2): 219-223.
11. Wejdan M., Wesal A. Severity of dental caries in relation to salivary parameters
and inorganic compositions among a group of 22-23 years old adults in
Baghdad city. J Bagh Coll Dentistry 2010 ; 22(2): 118-122.
12. Felizardo et al. An evaluation of the expression profiles of salivary proteins
lactoferrin and lysozyme and their association with caries experience and
activity. Rev. odonto ciênc. 2010 ; 25(4):343-349.