Rhino Sinusitis

35
Rinosinusitis Sinusitis berarti inflamasi mukosa sinus sebagai kelanjutan inflamasi dimukosa nasal. Rinosinusitis menurut klinik berarti ada respons inflamasi yang meliputi mukosa hidung dan sinus paranasal. Sekarang istilah (terminologi) rinosinusitis lebih tepat dari pada ”sinusitis” karena lebih deskriptif dalam menjelaskan proses perjalanan penyakit. Proses inflamasi berasal dari rongga hidung (rinitis), dan selanjutnya meluas ke sinus paranasal (sinusitis). Hal ini karena mukosa rongga hidung dan mukosa sinus paranasal bersebelahan sehingga dengan mudah terjadi ”rinitis ” dan ”sinusitis” bersamaan. Biasanya rinitis dan sinusitis dialami bersama pada satu individu dan pada kebanyakan dijumpai lebih dari satu sinus paranasal yang inflamasi. Konsep tentang terjadinya penyakit pada sinus maksila pada mulanya berasal dari proses di ostiomeatal complex.. Clinical difinition Difinisi klinik rhinosinusitis - Infeksi bakteri - Rhinosinusitis didifinisikan sebagai berikut: - Inflamasi hidung dan sinuses paranasal yang ditandai dengan dua atau lebih simtom, salah satu atau lebih 1

description

kuliah

Transcript of Rhino Sinusitis

Rhinosinusitis

Rinosinusitis

Sinusitis berarti inflamasi mukosa sinus sebagai kelanjutan inflamasi dimukosa nasal. Rinosinusitis menurut klinik berarti ada respons inflamasi yang meliputi mukosa hidung dan sinus paranasal. Sekarang istilah (terminologi) rinosinusitis lebih tepat dari pada sinusitis karena lebih deskriptif dalam menjelaskan proses perjalanan penyakit. Proses inflamasi berasal dari rongga hidung (rinitis), dan selanjutnya meluas ke sinus paranasal (sinusitis). Hal ini karena mukosa rongga hidung dan mukosa sinus paranasal bersebelahan sehingga dengan mudah terjadi rinitis dan sinusitis bersamaan.

Biasanya rinitis dan sinusitis dialami bersama pada satu individu dan pada kebanyakan dijumpai lebih dari satu sinus paranasal yang inflamasi. Konsep tentang terjadinya penyakit pada sinus maksila pada mulanya berasal dari proses di ostiomeatal complex..

Clinical difinition

Difinisi klinik rhinosinusitis

Infeksi bakteri

Rhinosinusitis didifinisikan sebagai berikut:

Inflamasi hidung dan sinuses paranasal yang ditandai dengan dua atau lebih simtom, salah satu atau lebih dari nasal blockage/obstruction/congestion dan nasal discharge (anterior/posterior nasal drip nasal

facial pain/pressure

reduction or loss of smell

CT changes:

mukosa diseluruh osteomeatal complex dan/atau sinuses edem.

Berat penyakit (berat penyakit dibagi tiga mild, moderate dan severe

Lama sakit :

Acute < 12 minggu, simtom sembuh sempurna

Subacute rhinosinusitis menjelaskan proses inflamasi berlanjut persisten hanya tanda dan gejala akut sudah hilang.

Chronic > 12 minggu simtom hilang tidak sempurna dan dapat eksaserbasi mejadi Acute exacerbation of chronic rhinosinusitis

Epidemiologi dan faktor predisposisi

Insidens acute viral rhinosinusitis (common cold) sangat tinggi.

Anatomi dan patofisiologi rinosinusitis

Sinuses paranasal berhubungan dengan hidung melalui lubang kecil. Hidung dan sinuses paranasl dilapisi oleh pseudostratified columnar ciliated epithelium. Epitiel mengandung sel goblet dan nasal glands, menghasilkan sekresi nasal yang selalu membasahi dan membentuk lapisan mucus. Partikel dan bakteri dapat ditangkap oleh mucus kemudian oleh enzim lizosim dan laktoferin dinetralisir sehingga menjadi tidak berbahaya, selanjutnya ditransport ke nasofaring. Dalam keadaan normal, semua sinus bersih dari sekret karena dibersihkan oleh mucociliary transport.

Rhinosinusitis didifinisikan inflamasi pada mukosa hidung dan satu atau lebih sinuses. Yang berperan utama pada patogenesis rhinosinusitis ada tiga factor, pertama adalah fungsi (patensi) osteomeatal complex, (unit fungsi terdiri dari ostia sinus maksilari, sel ethmoid dan ostianya, ethmoid infundibulum, hiatus similunaris dan meatus media), ke dua fungsi silia dan ke tiga quality of nasal secretion. Apabila patensi ostiomeatal kompleks terganggu (ostium mengecil karena edem) akan menghalangi drainage, akhirnya sekret menumpuk di sinus, misalnya pada upper respiratory tract infection (URTI). Terganggunya salah satu atau kombinasi factor tersebut dapat menyebabkan terganggunya sistem fisiologi normal dan menyebabkan sinusitis. Apabila proses tersebut tidak dihentikan dan menetap dapat menyebabkan rhinosinusitis kronik.

Faktor yang menyebabkan patensi ostiomeatal kompleks terganggu (multifaktor) yang menyebabkan gerak mucociliary terhambat; infeksi (bakteri), alergi, mukosa edem karena sebab tertentu, physical obstructions jarang karena morphological/anatomical variations di rongga hidung atau sinus paranasal, konka bulosa, septal deviation, postoperative synechiae. .

Fig . 29.3 (hal. 331, Bailey).

Fig. 29,6 A (hal 333, Bailey)

Rinosinusitis kronik

Prevanlesi rinosinusitis kronik di Indonesia tidak ada data, di Canada penelitian dengan anamnese sakit lebih dari 6 bulan antara 3,4% pada laki-laki dan 5,7% pada wanita, usia makin meningkat prevalensi makin meningkat dan menurun setelah umur 60 tahun. Penelitian di berbagai negara hasilnya berbeda.

Faktor yang berhubungan dengan rhinosinusitis chronic

1. Bacteriology of chronic Rhinosinusitis

Ada tiga katagori bakteri pada infeksi rinosinusitis kronik. Katagori pertama, mikroorganisme sama dengan bakteri yang dijumpai pada rinosinusitis akut.(S. pneumoniae, H. Influenza). Bakteri yang aktif menimbulkan inflamasi. Ke dua, meliputi mikroorganisme yang banyak di jumpai Staphylococcus aureus dan Pseudomonas auruginosa. Organisme ini pada keadanan resisted improvement terhadap antiobitotik yang diberikan dan operasi sinus sergery. Sepertinya bakteri yang berperan pada beberapa penderita rinosinusitis kronik. Dan ke tiga Staphylococcus epidermidis, coagulase-negative staphylococci, Corynebacterium species dan anaerobes.

2. Hambatan gerak silia.

Aktivitas silia (mucocilliary transport system) sangat penting untuk membersihkan sinus, merupakan mekanisme pertahanan terhadap invasi partikel, termasuk bakteri berarti mencegah infeksi (kronik) sinus.

Meningkatnya viscositet mukus sekresi, menyebabkan menurunnya mucocilliary transport system.

Gangguan mucocilliary transport system, pada Kartaganer syndrome silianya mengalami diskinesis..

Fig. 2.6 (hal. 64, Endoscopic Paranasal Sinus Surgery)

3. Alergi

Atopi merupakan faktor predisposisi rinosinusitis kronik. Prevalensi rinosinusitis kronik meningkat pada penderita atopi.

4. Asma

Belakangan terbukti bahwa allergic inflammation di upper dan lower respiration menimbulkan inflamasi mukosa yang berkaitan dengan rinosinusiits. Rinosinusitis dan asma sering kali dijumpai bersama pada satu penderita, mekanismenya belum dapat dijelaskan semua. Penelitian radiologi menunjukan bahwa sinus pada penderita asma mukosanya abnormal.

5. Disfungsi sistem imun

Disfungsi sistem imun merupakan faktor predisposisi rinusinositis kronik. .Dengan demikian perlu tes immunologi pada penderita rinosinusitis.

6. Faktor genetik

Walaupun penyakit sinus kronik dijumpai pada anggota keluarga, namun tidak ada faktor genetic abnormal. Genetic faktor di kaitkan dengan rinosinusitis kronik yaitu pada penyakit cystic fibrosis, primary ciliary dyskinensis (Kartaganers syndrom).

7. Pregnancy dan endocrine state

Selama pregnancy mengalami nasal congestion, terjadi antara 1/5 dari wanita hamil.. Patogenesisnya dari kelainan tersebut belum dapat diterang.kan. Ada beberapa teori yang mencoba menjelaskan diantaranya efek langsung (direk) hormonal diantaranya estrogen dan progresteron dan placental growth hormon di rongga hidung.

8. faktor environments

Asap rokok, polusi dikaitan dengan prevalensi rinosinusitis yang tinggi di Canada. Pada individu dengan sosial ekonomi rendah

9. Faktor lokal

Variasi anatomi seperti konka bulosa, septum deviasi dan displacement uncinate process, merupakan faktor potensial menyebabkan sinusitis. Kelainan anatomi seperti tersebut menyebabkan aliran udara di meatal kompleks terhambat. demikian juga aliran sekret menjadi tidak lancar.

9. Deviated Nasal Septum

Septum deviasi sebagai predisposisi sinusitis rekuren.

11. Paradoxical Middle Turbinate

Lengkung konka media yang normal ke lateral, lengkung paradoxical dari konka media dapat menyebabkan obstruksi ostiomeatal complex dan menyebabkan sinusitis rekuren. (Fig. 29.6B (hal. 333, Bailey)

12. Concha Bullosa

Kadang-kadang bagian destal konka media dijumpai pneumatisasi, konka demikian disebut konka bulosa. Konka bulosa sering dijumpai, tetapi hanya sedikit yang berpengaruh pada kondisi klinik. Konka bulosa dapat menimbulkan gangguan bila menyebabkan obstruksi ostiomeatal complex

(Fig.29.6A (hal 333, Bailey)

Diagnoses

Assessment of rhinosinusitis symptoms.

Simtom rinosinusitis :

nasal blockage, congestion atau stuffness

nasal discharge atau postnasal drip, sering mukopurulent

facial pain atau pressure, headache, dan

reduction/loss of smell.

Selain local simtom tersebut diatas juga simtom jauh atau general simtom. Simtom jauh diantaranya pharyngeal, laryngeal, tracheal irritation menyebabkan sakit tenggorok, disfonia dan batuk, sedangkan general simtom meliputi ngantuk, malaise dan panas.

Pemeriksaan

Dengan rinoskopi anterior hasilnya tidak adekuat tetapi ini merupakan langkah awal.

Endoskopi

Pemeriksaan dengan endoscope bisa dilakukan dengan atau tanpa decongestan, perhatikan adakah sekret ( purulence at sinus ostia), edem, polip amati lokasinya, Adakah perubahan warna konka (kemerahan), deviasi septi apakah sampai menutup ostia, konka bulosa dan konka paradoxial.

Biasanya tidak dilakukan pemeriksaan sitologi bila tidak dicurigai suatu keganasan.

Fig 6.2 Hal110, Endoscopic Paranasal Sinus Surgery)

Foto

Imaging of the paranasal sinuses

Peran dari imaging sinus paranasal dalam functional endoscopic sinus surgery (FESS) sangat besar, tidak saja untuk menjelaskan beratnya inflamasi sinus karena penyakit, tetapi juga untuk mengevaluasi hasil terapi dan komplikasi yang timbul berkaitan dengan kegagalan terapi.

CT merupakan modal pilihan untuk menetapkan pasen yang sulit diobati dengan medical dan mengidentifikasi penyakit di mukosa yang tidak dapat dilihat dengan plane foto (plane film radiography). Perubahan sedikit pada mukosa karena inflamasi dan variasi anatomi tampak jelas pada CT, demikian juga obstruksi di ostiomeatal unit (OMU) atau di sinus frontal.

Walapun magnetic resonance imaging (MRI) superior dari CT dalam menjelaskan penyakit mukosa, namun tidak digunakan secara rutin untuk evaluasi penderita FESS. Hal ini karena gambaran the bone-air interface pada MRI kurang begitu jelas (poor delineation), dengan demikian vizualization di OMU tidak bagus, sedangkan tempat ini sangat penting untuk menetapkan penderita calon FESS.

ANATOMI PATOLOGIS (PATHOLOGIC ANATOMY)

Foto potongan koronal OMU sangat penting sebelum FESS. Perubahan sedikit pada mukosa di regio OMU atau di infundibulum etmoid dan meatus media sudah dapat terlihat jelas. Disamping itu, penebalan mukosa di lateral dan inferior mukosa sinus maksila, frontal dan sfenoid karena infeksi juga terlihat jelas. Pada kasus berat (Fig.3.9A), luas obliterasi mukosa pada OMU tampak jelas. Penebalan mukosa sebagai proses sekunder di sinus frontal dan sfenoid juga terlihat jelas

Terapi rinosinusitis

Terapi glukokortikoids.

Glucokorticoids lokal dapat menyembuhkan inflamasi yang disebabkan penyakit di upper (rinitis, polip) dan lower (asma) airway. Efek klinik dari glucocorticoids tergantung kepada kemampuan menurunkan infiltrasi eosinofil di saluran napas dengan cara menurunkan kelangsungan hidung dan aktivitas atau tidak langsung menurunkan sekresi chemotactic sitokin oleh mukosa nasal dan polip.

Oral corticosteroid sebagai ajuvan pada rinosinusitis akut, dosis diberikan tigakali sehari selama 5 - 10 hari bersama antibiotika.

Terapi antibiotik

Antibiotik untuk penyembuhan klinik rinusinositis akut cukup efektif, pada penelitian dijelaskan dapat sampai 90% yang diberikan 14 hari.

Terapi antiobiotik untuk rinosinusitis kronik yang dikombinasi dengan topical corticosteroid dan ajuvan lain yang diberikan selama 4 minggu, semuanya penderita menunjukkan perbaikan klinik.

Decongestan

Nasal decongestants pada acute rinosinusitis tujuannya untuk mengurangi congestion efeknya memperbaiki ventilasi sinus dan darinage dan simtomatic congestion hilang. Penelitian membuktikan bahwa decongestants mengurangi congestion ostial dan ostiomeatal complex karena efek congestion pada konka inferior dan media dan mukosa infundibular, tetapi tidak berefek pada mukosa sinus ethmoid dan maksila.

Decongestants yang diberikan pada rinosinusitis kronik tidak mempunyai efek pada congstion ostial.

Mucolytics

Mucolitik untuk mengencerkan viskositas sekresi sinus dapat diberikan pada rinosinusitis akut maupun kronik. Dikatakan efeknya bermanfaat.

Irigasi nasal dan antrum (larutan garam isotonik, hipertonic saline)

Irigasi dengan larutan garam isotonik maupun hipertonik efeknya cukup signifikan dalam menghilangkan simtom. Efeknya dapat meningkatkan aktivitas nasal mucociliary clearance.

Treatment underlying predisposing factors

Infectious sinusitis sering kali berhubungan dengan alergi dan asma. Infectious sinusitis sering merupakan komplikasi rinitis alergi saluran napas bagian atas, kira-kira 50% anak dan dewasa . Kira-kira 10% penderita dewasa rinosinusitis dengan asma kronik menderita juga menderita aspirin sensitivity syndrome: asma, nasal polip, sinusitis dan penyakit menjadi makin parah bila terekspose aspirin atau nonsteroidal anti-inflammatory drugs.

Surgery

Opereasi (endoscopic sinus surgery) hanya untuk pasen rinosiusitis kronik yang tidak sembuh (responsive) dengan medical treatment. ESS hasilnya dapat menghilangkan simtom dan meningkatkan quality of life. Paska operasi terapi dilanjutkan dengan antibiotik, steroids dan irigasi.

Functional endoscopic sinus surgery berdasarkan kepada dua prinsip. Pertama, obstruksi di etmoid anterior dapat menyumbat sinus maksila, frontal dan sinus etmoid posterior, biasanya juga sinus sfenoid dan tuba eustachi. Atau dijelaskan dengan cara lain, penyakit persistan di salah satu sinus kemungkinan karena penyakit di etmoid anterior yang tidak terdiagnose. (Messerklinger, 1985) Ke dua, bila obstruksi di etmoid anterior dihilangkan, drainase sinus-sinus lainnya kembali normal. Terutama, ostium sinus maksila berada di lekukan drainase dimana sekret purulen dari sinus etmoid tertuang kedalamnya dan dapat masuk ke ostium. Disamping itu, mukosa yang sakit akan kembali normal bila drainase adekuat.

Indikasi FESS ialah semua penyakit infeksi sinus dengan terapi medical gagal. FESS adalah terapi pilihan, hasilnya baik dengan sedikit morbiditi dan cepat sembuh.

Surgery mulai dari uncinectomy sampai radikal sphenoethmoidectomy dengan disertai reseksi konka media.

The Surgical Field in Endoscopic Sinus Surgery

Operasi dilakukan dengan lokal anestesi pada penderita hanya dengan penyakit di middle meatus. Apabila sudah disertai sinus lainnya, operasi dilakukan dengan general anestesi.

Powered Inferior Turbinectomy and Endoscopic Septoplasty

Berhasilnya pengelolaan dengan operasi ESS ialah mukosa konka inferior kembali normal, namun kadang-kadang diperlukan turbinectomy pada pasen dengan sinusitis kronik. Setelah aerasi sinus kembalikan normal dan eksudate inflamasi membaik, edem pada mukosa konka menghilang. Namun, pada beberapa pasen mereka yang konka inferior hipertropi membandel (nonresponsive to treatment), konka direduksi dapat memperbaiki nasal airway dan kualitas hidup (quality of life). Banyak tehnik yang menguraikan tentang reduksi konka inferior, diantaranya submucosal turbinoplasty, partial turbinektomy complete turbinectomy, dan diathermy (usually performed in submucosal plane).

Komplikasi rinosinusitis

Di era pre antibiotic komplikasi rinosinusitis sering terjadi dan sangat berbahaya, ke orbita, osseus dan endocranial Di era sekarang, dengan perkembangan alat diagnose CT, MRI dan tersedianya bermacam-acam antibiotik insiden komplikasi menurun.

Komplikasi ke orbita biasanya terjadi dari etmoiditis jarang dari sphenoidal infection. Infeksi menyebar langsung lewat lapisan tipis dan sering lewat dehisensi lamina papirase atau lewat vena. Macam-macam komplikasi orbital; periorbital cellulitis, orbital cellulitis, orbital cellulitis, subperiosteal abcsess.

Periorbital cellulitis ditandai dengan edem palpebra, kemerahan di sekitar kantus. Penyebaran dari sinus maksila, edem dan eritema terjadi di palpebra inferior bila dari sinus frontalis edem dan eritema terjadi di palpebra superior.

Apabila dijumpai komplikasi perlu tindakan aggressive treatment dan intravenous antiobiotika.

Power points

Sinusitis

Anatomi hidung

Fig. 75 (Boies hal. 176)

Sinus maksila dan ethmoid sudah ada sejak lahir.

Sinus frontal berkembang terus sampai umur 15 tahun

Sinus sfenoid berkembang terus sampai adolescence.

Sinus dilapisi mukosa sebagai perluasan dari hidung.

Ada 12 sinus di tiap sisi, tetapi jumlahnya dapat bervariasi.

Dibagi 2 grup sinus:

- grup anterior: frontal, maksila dan etmoid anterior

Dengan ostia di hiatus semilunaris di meatus media

- grup posterior : etmoid posterior dan sfenoid

Dengan ostia di meatus superior

Fig. 75 (Boies, hal 176)

Fig.76 (Boies hal 177)

The relative sinus positions terhadap sekitarnya.

Fig. 79 (Boies,hal.184)

Patologi penyakit sinus

Mukosa sinus inflamasi sebagai response terhadap organisme, biasanya sebagai perluasan infeksi akut upper respiratory.

Fig. 114 (Boies, hal 288)

Sinusitis kronik dengan fokal di gigi.

Infeksi sinus kronik kadang berasal dari gigi.

Rinitis dan sinusitis (Rinosinusitis)

- Rinitis dan sinusitis biasanya dialami bersamaan dan kejadian bersama ini yang paling sering dijumpai pada individu.

- Rinosinusitis menurut klinik berarti ada respons inflamasi yang meliputi mukosa hidung dan sinus paranasal.

- Terminologi sekarang ialah rinosinusitis, lebih tepat dari pada sinusitis karena lebih deskriptif dalam menjelaskan proses perjalanan penyakit.

- Proses inflamasi berasal dari rongga hidung (rinitis), dan selanjutnya meluas ke sinus paranasal (sinusitis).

Clinical difinition

Difinisi klinik rhinosinusitis

- Etiologi : bakteria

- Rhinosinusitis didifinisikan sebagai berikut:

- Inflamasi hidung dan sinus paranasal disertai dua atau lebih simtom, salah satu atau lebih dari

- nasal blockage/obstruction/congestion dan nasal discharge (anterior/posterior nasal drip nasal

- facial pain/pressure

- reduction or loss of smell

CT changes:

mukosa osteomeatal complex dan/atau sinuses edem.

Lama sakit :

Acute < 12 minggu, simtom dapat sembuh sempurna

Chronic > 12 minggu simtom hilang tidak sempurna dan dapat eksaserbasi

Epidemiologi

Insidens acute viral rhinosinusitis (common cold) sangat tinggi.

Faktor predisposisi

Anatomi

- Sinus paranasal berhubungan dengan rongga hidung melalui lubang kecil.

- Hidung dan sinuses paranasal dilapisi oleh pseudostratified columnar ciliated epithelium.

- Epitel mengandung sel goblet dan nasal glands, menghasilkan sekresi yang selalu membasahi dan membentuk lapisan mucus.

- Partikel dan bakteri ditangkap oleh mucus kemudian dinetralisir oleh enzim lizosim dan laktoferin sehingga menjadi tidak berbahaya, selanjutnya ditransport ke nasofaring.

- Sinus dalam keadaan normal bersih dari secret karena dibersihkan oleh mucociliary transport.

Fisiologi (patofisiology)

- Peran utama pada patogenesis rhinosinusitis adalah patensi osteomeatal complex (OMC) (unit OMC: ostia sinus maksilari, sel ethmoid dan ostianya, ethmoid infundibulum, hiatus similunaris dan meatus media.

- apabila patensi terganggu (ostium mengecil karena edem) sekret menumpuk di sinus, misalnya pada upper respiratory tract infection (URTI)

- atau terganggunya aktivitas mukosiliari sistem.

- Apabila proses tersebut tidak dihentikan dan menetap dapat menyebabkan rhinosinusitis kronik.

Fig. 2.6 (hal 64, Endocopic Paranasal Sinus Surgery)

Fig. 2.7 (hal. 64, Endocopic Paranasal Sinus Surgery

Rinosinusitis kronik

Prevanlesi rinosinusitis di Indonesia tidak ada data

Di Canada penelitian dengan anamnese sakit lebih dari 6 bulan antara 3,4% pada laki-laki dan 5,7% pada wanita,

usia makin meningkat prevalensi makin meningkat dan menurun setelah umur 60 tahun.

Penelitian di berbagai negara hasilnya berbeda.

Faktor yang berhubungan dengan rhinosinusitis chronic

1. Hambatan gerak silia.

- Aktivitas silia sangat penting untuk membersihkan sinus dan mencegah infeksi kronik sinus.

- Aliran secret karena gerak silia ke nasofaring

- Diskinesis silia merupakan faktor predisposisi rinosinusitis kronik

Air cleaning

Fig. 79 (Boies, hal. 184)

2. Alergi

Atopi merupakan faktor predisposisi rinosinusitis kronik. Prevalensi rinosinusitis kronik meningkat pada penderita atopi.

3. Asma

Belakangan terbukti bahwa allergic inflammation di upper dan lower respiration juga menimbulkan inflamasi mukosa sinus (rinosinusitis). Rinosinusitis dan asma sering kali dijumpai bersama pada satu penderita, hanya kaitannya belum dapat dijelaskan semua. Penelitian radiologi menunjukan bahwa mukosa sinus pada penderita asma abnormal.

4. Disfungsi sistem imun

Disfungsi sistem imun ada hubungan dengan rhinosinusitis chronic. Dengan demikian penderita perlu tes immunologi.

5. Faktor genetik

Walaupun penyakit sinus kronik dijumpai pada anggota keluarga, namun tidak ada faktor genetic abnormal. Genetic faktor di kaitkan dengan rinosinusitis kronik yaitu pada penyakit cystic fibrosis, primary ciliary dyskinensis (Kartaganers syndrom).

6. Pregnancy dan endocrine state

Selama pregnancy mengalami nasal congestion, terjadi antara 1/5 dari wanita hamil. Patogenesisnya dari kelainan tersebut belum dapat diterangkan. Ada beberapa teori yang mencoba menjelaskan diantaranya efek langsung (direk) hormonal diantaranya estrogen dan progresteron dan placental growth hormon di rongga hidung.

7. Variasi anatomi seperti konka bulosa, septum deviasi dan displacement uncinate process, merupakan faktor potensial untuk terjadinya sinusitis. Kelainan anotomi seperti tersebut menyebabkan aliran udara di meatal kompleks terhambat. Demikian juga aliran sekret tidak lancar.

Faktor lokal Fig. 96 (Boies, hal 240)

Dislokasi septum (septum deviasi)

Fig. 3.5 (Endoscopic Paranasal sinus surgery)

8. faktor environments

Asap rokok, sosial ekonomi rendah merupakan predisposisi rinosinusitis.

Diagnosa

Assessment of rhinosinusitis symptoms.

Simtom rinosinusitis :

nasal blockage, congestion atau stuffness

nasal discharge atau postnasal drip, sering mukopurulen

facial pain atau pressure, headache, dan

reduction/loss of smell.

Selain local simtom tersebut diatas juga simtom jauh atau general simtom. Simtom jauh diantaranya pharyngeal, laryngeal, tracheal irritation menyebabkan sakit tenggorok, disfonia dan batuk, sedangkan general simtom meliputi ngantuk, malaise dan panas.

Pemeriksaan

Dengan rinoskopi anterior hasilnya tidak adekuat tetapi ini merupakan langkah awal.

Endoscopi

Bisa dilakukan dengan atau tanpa decongestan, diperiksa adakah sekret, edem, polip. Biasanya tidak dilakukan pemeriksaan sitologi bila tidak dicurigai suatu keganasan.

Fig. 6.2 (hal 111, Endoscopic Paranasal Sinus Sergery)

Foto

Plain foto tidak sensitive dan kegunaannya terbatas terutama untuk acute rinosinusitis. Dilakukan hanya untuk screening keadaan potologi, dengan demikian tidak akurat untuk diagnosis rinosinusitis kronik.

Photographs of x-ray

Fig. 88 (Boies, hal. 206)

Photographs dengan berbagai posisi perlu dilakukan dalam kaitannya dengan kondisi klinik.

Fig.76 (Boies hal 177) The relative sinus positions terhadap sekitarnya.

Fig. 103 (Boies, hal 267)

CT scanning adalah pilihan yang tepat, dapat menunjukkan keadaan bentuk patologi dan anatomi. Namun jangan dilakukan sebagai langkah pertama untuk diagnosis rinosinusitis kecuali pada keadaan sangat diperlukan, misalnya dicurigai tumor.

MRI bukan metode utama untuk mendiagnosis rinosinusitis kronik, biasanya disertai CT scanning untuk melihat yang lebih serius misalnya neoplasma.

Terapi rinosinusitis

Terapi lokal dengan glukokortikoids menyembuhkan inflamasi yang disebabkan penyakit di upper (rinitis, polip) dan lower (asma) airway. Efek klinik dari glucocorticoids tergantung kepada kemampuan menurunkan infiltrasi eosinofil di saluran napas dengan cara menurunkan kelangsungan hidung dan aktivitas atau tidak langsung menurunkan sekresi chemotactic sitokin oleh mukosa nasal dan polip.

Oral corticosteroid oral sebagai ajuvan pada rinosinusitis akut, dosis diberikan tigakali sehari selama 5 - 10 hari bersama antibiotika.

Fig. 95 (Boies, hal 240)

area obstruksi jalan napas

Fig. 100 (Boies, hal 252)

Sklerosis konka inferior

Terapi antibiotik

Terapi antibiotik untuk penyembuhan klinik rinosinusitis akut cukup efektif, pada penelitian dijelaskan dapat sampai 90% yang diberikan 14 hari.

Terapi antiobiotik juga diberikan untuk rinosinusitis kronik

Terapi antibiotik dikombinasi dengan topical corticosteroid dan ajuvan yang lain diberikan selama 4 minggu semuanya penderita menunjukkan perbaikan klinik.

Decongestan

Nasal decongestants efeknya pada acute rinosinusitis untuk mengurangi congestion sehingga memperbaiki ventilasi sinus, drainage dan simtomatic congestion hilang. Penelitian membuktikan bahwa decongestan mengurangi congestion ostial dan ostiomeatal complex karena efek congestion konka inferior dan media dan mukosa infundibular, tetapi tidak berefek pada mukosa sinus ethmoid dan maksila.

Decongestion yang diberikan pada rinosinusitis kronik tidak mempunyai efek pada congestion ostial.

Mucolytics

Mucolitik untuk mengencerkan viskositas sinus sekresi, dapat diberikan pada rinosinusitis akut maupun kronik. Dikatakan efeknya bermanfaat.

Irigasi nasal dan antrum (dengan larutan garam isotonik, hipertonic saline) efeknya cukup signifikan dalam menghilangkan simtom. Disamping itu dapat meningkatkan aktivitas nasal mucociliary clearance.

Treatment underlying predisposing factors

Infectious sinusitis sering kali berhubungan dengan alergi dan asma. Infectious sinusitis sering merupakan komplikasi rinitis alergi saluran napas bagian atas, kira-kira 50% anak dan dewasa . Kira-kira 10% penderita dewasa rinosinusitis dengan asma kronik menderita juga menderita aspirin sensitivity syndrome: asma, nasal polip, sinusitis dan penyakit menjadi makin parah bila terekspose aspirin atau nonsteroidal anti-inflammatory drugs.

Penting sekali terapi underlying factors.

Surgery

Operasi (endoscopic sinus surgery) hanya untuk selektif pasen rinosiusitis kronik yang tidak sembuh (responsive) dengan medical treatment. FESS adalah terapi pilihan, hasilnya baik dengan sedikit morbiditi dan cepat sembuh. FESS hasilnya dapat menghilangkan simtom dan meningkatkan quality of life. Paska operasi terapi dilanjutkan dengan antibiotik, steroids dan irigasi.

FESS berdasarkan kepada dua prinsip.

- Pertama, obstruksi di etmoid anterior dapat menyumbat sinus maksila, frontal dan sinus etmoid posterior, biasanya juga sinus sfenoid dan tuba eustachi. Atau penyakit persistan di salah satu sinus kemungkinan karena penyakit di etmoid anterior yang tidak terdiagnose. (Messerklinger, 1985)

- Ke dua, bila obstruksi di etmoid anterior dihilangkan, drainase sinus-sinus lainnya kembali normal. Disamping itu, mukosa yang sakit akan kembali normal bila drainase adekuat.

Apabila hanya sinusitis maksila, untuk membersihakan sekret dalam sinus dapat dengan irigasi.

Fig. 104 (Boies, hal 268)

Irigasi sinus maksila, dengan trocar lewat meatus inferior ditusukan kedalam sinus.

Komplikasi rinosinusitis

Di era pre antibiotic komplikasi rinosinusitis sering terjadi dan sangat berbahaya, ke orbita, osseus dan endocranial Di era sekarang, dengan perkembangan alat diagnose CT, MRI dan tersedianya bermacam-acam antibiotik insiden komplikasi menurun.

Komplikasi ke orbita biasanya terjadi dari etmoiditis jarang dari sphenoidal infection. Infeksi menyebar langsung lewat lapisan tipis dan sering lewat dehisensi lamina papirase atau lewat vena. Macam-macam komplikasi orbital; periorbital cellulitis, orbital cellulitis, orbital cellulitis, subperiosteal abcsess.

Periorbital cellulitis ditandai dengan edem palpebra, kemerahan di sekitar kantus. Penyebaran dari sinus maksila, edem dan eritema terjadi di palpebra inferior bila dari sinus frontalis edem dan eritema terjadi di palpebra superior.

Apabila dijumpai komplikasi perlu tindakan aggressive treatment dan intravenous antiobiotika

Fig. 103 (Boies, hal 267)

Waters-Waldron position. Sinusitis maksila, ethmoid dan

Frontal

Fig. 112 (Boies, hal 282)

Penampilan orbital cellulitis berasal dari ethmoiditis akut.

. .

PAGE

15