Revisi Sgd Integumen Fix

download Revisi Sgd Integumen Fix

of 35

Transcript of Revisi Sgd Integumen Fix

  • 8/17/2019 Revisi Sgd Integumen Fix

    1/35

    MAKALAH

    ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN HERPES SIMPLEKS,

    HERPES ZOSTER DAN VARICELLA

    Untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Integumen

    Disusun oleh:

    Kelompok 2 AJ 1/B18

    Agnes Ose Tokan 131511123003

    Tri Sulistyawati 131511123005Dwi Retna Heruningtyas 131511123011

    Hardiansyah 131511123021

    Agus Saputro 131511123029

    Fauzan Rifai 131511123071

    Aisyah Nur Izzati 131511123075

    Maria Roswita Loin 131511123085

    PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS

    FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

    SURABAYA

    2016

  • 8/17/2019 Revisi Sgd Integumen Fix

    2/35

    BAB 1

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Herpes simpleks adalah infeksi akut yang disebabkan oleh herpes simpleks virus

    (HSV) tipe I atau tipe II yang ditandai dengan adanya vesikel yang berkelompok di atas

    kulit yang sembab dan eritematosa pada daerah dekat mukokutan (Handoko, 2010).

    Varicella adalah suatu penyakit infeksi virus akut dan menular, yang disebabkan oleh

    Varicella Zoster Virus dan menyerang kulit serta mukosa, ditandai oleh adanya vesikel-

    vesikel. (Rampengan, 2008). Sedangkan Herpes Zoster adalah radang kulit akut dan

    setempat yang merupakan reaktivasi virus varisela-zoster dari infeksi endogen yang

    telah menetap dalam bentuk laten setelah infeksi primer oleh virus (Marwali, 2000).

    Penyakit herpes simpleks tersebar kosmopolit dan menyerang baik pria maupun

    wanita dengan frekuensi yang tidak berbeda (Siregar, 2005). Sekitar 50 juta penduduk

    di Amerika Serikat menderita infeksi HSV pada usia 12 tahun atau lebih (Habif, 2004).

    Infeksi primer oleh HSV tipe I biasanya dimulai pada usia anak-anak, sedangkan

    infeksi HSV tipe II biasanya terjadi sebanyak 25-50% dari populasi (Sterry, 2006).

    Infeksi primer varicella memiliki tingkat kematian 2-3 per 100.000 kasusdengan case fatality rate pada anak berumur 1-4 tahun dan 5-9 tahun (1 kematian per

    100.000 kasus). Menurut Mehta 2006, insiden terbanyak varisela terjadi pada usia 1-6

    tahun dan hanya terjadi 10% pada usia lebih dari 14 tahun. Pada usia 1-14 tahun angka

    mortalitas varisela adalah 2 per 100.000 kasus. Angka mortalitas pada anak dengan

    immunocompromised lebih besar. Kejadian varisela dapat menjadi lebih berat pada

    neonatus, tergantung periode infeksi pada ibu

    Insiden herpes zoster tersebar merata di seluruh dunia dan dapat muncul

    sepanjang tahun karena tidak dipengaruhi oleh musim. Tidak ada perbedaan dalam

    morbiditas antara pria dan wanita. Berdasarkan studi di Eropa dan Amerika Utara,

    diperkirakan ada sekitar 1,5-3 per 1000 orang per tahun pada segala usia dan kejadian

    meningkat tajam pada usia lebih dari 60 tahun yaitu sekitar 7-11 per 1000 orang per

    tahun (Gnann dan Whitley, 2002 dalam Finn, Adam 2005.). Insiden herpes zoster

    meningkat seiring bertambahnya usia, di mana lebih dari 2/3 kasus terjadi pada usia

    lebih dari 50 tahun dan kurang dari 10% di bawah 20 tahun (Schmader & Oxman, 2012

    dalam Katsambas, Andreas. 2015).

  • 8/17/2019 Revisi Sgd Integumen Fix

    3/35

    Gejala yang ditimbulkan dari herpes simpleks berupa perasaan gatal, rasa

    terbakar, eritema, malaise, demam dan nyeri otot (Siregar, 2005).sedangkan pada

    Varicella, virus Varicela zoster dapat menyebabkan herpes zoster. Kedua penyakit ini

    mempunyai manifestasi klinis yang berbeda. Diperkirakan bahwa setelah ada kontak

    dengan virus varicella zoster akan terjadi varisela; kemudian setelah penderita varisela

    tersebut sembuh, mungkin virus itu tetap ada dalam bentuk laten (tanpa ada manifestasi

    klinis) dan kemudian virusvaricella zoster diaktivasi oleh trauma sehingga

    menyebabkan herpes zoster (Richar E, 2012).

    Pada pasien dengan herpes zoster, tujuan utama terapinya adalah untuk

    membatasi berkembangnya penyakit, durasi dan peningkatan rasa sakit dan lesi di

    dermatom primer, mencegah penyakit di tempat lain, dan mencegah NPH (Prabhu,

    2009).

    Hingga kini belum ada imunisasi untuk mencegah infeksi herpes simpleks.

    Imunisasi yang ada saat ini adalah imunisasi untuk virus Varicella-Zoster atau cacar air

    yang nantinya dapat mencegah herpes zoster. Tindakan prevensi tertular penyakit

    herpes dengan menghindari kontak kulit ke kulit dengan orang yang sedang mengalami

    infeksi primer herpes, dan tetap menjaga imunitas tubuh. Pengobatan dengan Acyclovir

     pada dasarnya bertujuan untuk memperpendek masa serangan terjadi dan mencegah

    kekambuhan. Pengobatan yang tepat dan sedini mungkin dipercaya akan menyebabkan

     penyakit berlangsung lebih singkat dan rekurensi lebih jarang (Arnold et al., 1990).

    Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka Herpes Simplek, Varicella dan Herpes Zoster

    ini perlu dipelajari khususnya dalam praktek asuhan keperawatan sistem integumen

    secara komprehensif.

    1.2  Tujuan

    1.2.1 Tujuan Umum

    Setelah proses pembelajaran, diharapkan mahasiswa mampu melakukan asuhan

    keperawatan sistem integumen pada klien dengan Herpes Simplek, Varicella dan Herpes

    Zoster.

    1.2.2  Tujuan Khusus

    Mahasiswa mampu memahami:

    a.  Anatomi Fisiologi Kulit

     b.  Definisi Herpes Simplek, Varicella dan Herpes Zoster Klasifikasi Herpes

    Simpleks

  • 8/17/2019 Revisi Sgd Integumen Fix

    4/35

    c.  Etiologi Herpes Simplek, Varicella dan Herpes Zoster

    d.  Patogenesis Herpes Simplek, Varicella dan Herpes Zoster Manifestasi Klinis

    Herpes Simpleks

    e.  WOC Herpes Simplek, Varicella dan Herpes Zoster

    f.  Pemeriksaan Penunjang Herpes Simplek, Varicella dan Herpes Zoster

    g.  Penatalaksanaan Herpes Simplek, Varicella dan Herpes Zoster

    h.  Komplikasi Herpes Simplek, Varicella dan Herpes Zoster

    i.  Asuhan Keperawatan pada pasien Herpes Simplek, Varicella dan Herpes Zoster.

  • 8/17/2019 Revisi Sgd Integumen Fix

    5/35

    BAB 2

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Anatomi Fisiologi Kulit

    2.1.1 Anatomi Kulit

    Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari lingkungan

    hidup manusia.Luas kulit orang dewasa sekitar 1.5 m2 dengan berat kira-kira 15% berat

     badan (Wasitaatmadja, 2010).

    (sumber : gray’s anatomy :256) 

    Pembagian kulit secara garis besar tersusun atas tiga lapisan utama yaitu: lapisan

    epidermis, lapisan dermis, dan lapisan subkutis. Lapisan epidermis terdiri atas:

    (1) Stratum korneum (lapisan tanduk) merupakan lapisan kulit yang terluar dan terdiriatas sel-sel gepeng yang mati, tidak berinti, dan keratin.

    (2) Stratum lusidum merupakan lapisan sel-sel gepeng tanpa inti dengan protoplasma

    yang telah menjadi protein.

    (3) Stratum granulosum (lapisan keratohialin) yaitu dua atau tiga lapis selsel gepeng

    dengan sitoplasma butir kasar dan berinti di antaranya.

    (4) Stratum spinosum (stratum Malphigi) terdiri atas beberapa lapis sel yang berbentuk

     poligonal dengan besar yang berbeda akibat adanya proses mitosis.

  • 8/17/2019 Revisi Sgd Integumen Fix

    6/35

    (5) Stratum basale terbentuk oleh sel-sel berbentuk kubus (kolumnar) yang tersusun

    vertikal dan berbaris seperti pagar (palisade).

    (sumber : gray’s anatomy : 257) 

    Lapisan dermis berada di bawah lapisan epidermis dan lebih tebal daripada lapisan

    epidermis. Lapisan ini terdiri atas lapisan elastik dan fibrosa padat dengan elemen-elemen

    selular dan folikel rambut. Secara garis besar dibagi menjadi dua bagian yaitu:

    (1) Pars papilare, yaitu bagian yang menonjol ke epidermis yang berisi ujung serabut

    saraf dan pembuluh darah.

    (2) Pars retikulare, yaitu bagian yang menonjol ke arah subkutan yang berisi serabut-

    serabut penunjang misalnya: serabut kolagen, elastin, dan retikulin.

    Lapisan subkutis adalah kelanjutan dermis yang terdiri atas jaringan ikat longgar berisi

    sel lemak. Lapisan sel-sel lemak disebut panikulus adiposa yang berfungsi sebagai cadangan

    makanan. Di lapisan ini terdapat ujung-ujung saraf tepi, pembuluh darah, dan getah bening

    (Wasitaatmadja, 2010).

    2.1.2 Adnexa Kulit

    Adneksa kulit terdiri atas kelenjar-kelenjar kulit, rambut, dan kuku. Kelenjar kulit di

    lapisan dermis terdiri atas:

    (1) Kelenjar keringat (glandula sudorifera) ada dua jenis yaitu kelenjar ekrin yang kecil

    terletak dangkal di dermis dengan sekret yang encer dan kelenjar apokrin yang lebih

     besar terletak lebih dalam dengan sekret lebih kental.

  • 8/17/2019 Revisi Sgd Integumen Fix

    7/35

    (2) Kelenjar palit (glandula sebasea) terletak di seluruh permukaan kulit manusia kecuali

    telapak tangan dan kaki. Kelenjar ini disebut juga kelenjar holokrin karena tidak

     berlumen dan sekretnya berasal dari dekomposisi sel-sel kelenjar.

    Kuku adalah bagian terminal lapisan tanduk (stratum korneum) yang menebal.

    Bagian kuku yang terbenam dalam kulit jari disebut akar kuku (nail root), bagian yang

    terbuka di atas dasar jaringan lunak kulit pada ujung jari disebut badan kuku (nail plate),

    dan yang paling ujung adalah bagian kuku yang bebas. Kuku tumbuh dengan kecepatan

    sekitar 1mm per minggu.

    Rambut memliki bagian yang terbenam dalam kulit (akar rambut) dan bagian yang

     berada di luar kulit (batang rambut). Ada dua tipe rambut, yaitu lanugo merupakan

    rambut halus tidak berpigmen pada bayi dan terminal merupakan rambut yang lebih

    kasar dengan banyak pigmen serta mempunyai medula pada orang dewasa. Rambut

    tumbuh secara siklik, fase anagen (pertumbuhan) berlangsung 2-6 tahun dengan

    kecepatan sekitar 0.35mm per hari. Fase telogen (istirahat) berlangsung beberapa bulan.

    Di antara kedua fase tersebut terdapat fase katagen (Wasitaatmadja, 2010).

    2.1.3 Fisiologi Kulit

    1.  Fungsi proteksi, menjaga bagian dalam tubuh terhadap gangguan fisik atau mekanis,

    gangguan kimiawi, gangguan yang bersifat panas, dan gangguan infeksi luar dengan

    adanya bantalan lemak.Menurut Menurut Lazarus (1999) bahwa stres adalah keadaan

    internal yang dapat diakibatkan oleh tuntutan fisik dari tubuh atau kondisi lingkungan

    dan sosial yang dinilai potensial membahayakan, tidak terkendali atau melebihi

    kemampuan individu untuk mengatasinya.

    2.  Fungsi absorpsi, kulit yang sehat tidak mudah menyerap air, larutan dan benda padat

    dengan permeabilitas terhadap O2, CO2, dan uap air sehingga kulit ikut ambil bagian

    dalam fungsi respirasi. Penyerapan berlangsung melalui celah antar sel, menembus sel

    epidermis atau melalui muara saluran kelenjar.

    3.  Fungsi ekskresi, kelenjar-kelenjar kulit mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna lagi

    atau sisa metabolisme dalam tubuh berupa NaCl, urea, asam urat, dan amonia.

    4.  Fungsi persepsi, kulit mengandung ujung-ujung saraf sensoris di dermis dan subkutis.

    Rangsang panas oleh badan-badan Ruffini di dermis dan subkutis, rangsang dingin

    oleh badan-badan Krause di dermis. Badan Meissner di papila dermis dan badan

    Merkel Ranvier di epidermis berperan terhadap rabaan. Sedangkan rangsang tekanan

    oleh badan Paccini di epidermis.

  • 8/17/2019 Revisi Sgd Integumen Fix

    8/35

    5.  Fungsi pengaturan suhu tubuh, dengan cara mengeluarkan keringat dan mengerutkan

     pembuluh darah kulit.

    6.  Fungsi pembentukan pigmen.

    7.  Fungsi keratinisasi.

    8.  Fungsi pembentukan vitamin D, dengan mengubah 7 dihidroksi kolesterol melalui

     pertolongan sinar matahari (Wasitaatmadja, 2010).

    2.2 Varicella

    2.2.1  Definisi Varicella

    Varicella adalah suatu penyakit infeksi virus akut dan menular, yang

    disebabkan oleh Varicella Zoster Virus (VZV) dan menyerang kulit serta mukosa,

    ditandai oleh adanya vesikel-vesikel. (Rampengan, 2008). Varisela yang mempunyai

    sinonim cacar air atau chickenpox adalah infeksi akut primer oleh virus varisela-

    zoster yang menyerang kulit dan mukosa yang secara klinis terdapat gejala konstitusi,

    kelainan kulit polimorfi terutama dibagian sentral tubuh (Djuanda, 1993).

    June M. Thomson mendefinisikan varisela sebagai penyakit yang disebabkan oleh

    virus varisela-zoster (V-Z virus) yang sangat menular bersifat akut yang umumnya

    menganai anak, yang ditandai oleh demam yang mendadak, malese, dan erupsi kulit

     berupa makulopapular untuk beberapa jam yang kemudian berubah menjadi vesikel

    selama 3-4 hari dan dapat meninggalkan keropeng (Thomson, 1986)

    Varisela atau chickenpox atau yang dikenal dengan cacar air adalah infeksi primer

    virus varicella-zoster (VZV) yang umumnya menyerang anak dan merupakan

     penyakit yang sangat menular.( Hadinegoro.2010)

    (http://www.medicinenet.com/image-collection/varicella_chicken_pox_picture/picture.htm) 

    http://www.medicinenet.com/image-collection/varicella_chicken_pox_picture/picture.htmhttp://www.medicinenet.com/image-collection/varicella_chicken_pox_picture/picture.htm

  • 8/17/2019 Revisi Sgd Integumen Fix

    9/35

  • 8/17/2019 Revisi Sgd Integumen Fix

    10/35

    2.2.4  Pemeriksaan Diagnostik

    Untuk pemeriksaan virus varicella zoster (VZV) dapat dilakukan beberapa test yaitu :

    a.  Tzanck smear

    -Preparat diambil dari discraping dasar vesikel yang masih baru, kemudian

    diwarnai dengan pewarnaan yaitu hematoxylin-eosin, Giemsa’s, Wright’s,

    toluidine blue ataupun Papanicolaou’s  Dengan menggunakan mikroskop

    cahaya akan dijumpai multinucleated giant cells.

    - Pemeriksaan ini sensitifitasnya sekitar 84%.

    - Test ini tidak dapat membedakan antara virus varicella zoster dengan

    herpes simpleks virus.

     b. 

    Direct fluorescent assay (DFA)

    - Preparat diambil dari scraping dasar vesikel tetapi apabila sudah berbentuk krusta

     pemeriksaan dengan DFA kurang sensitif.

    - Hasil pemeriksaan cepat.

    - Membutuhkan mikroskop fluorescence.

    - Test ini dapat menemukan antigen virus varicella zoster.

    -Pemeriksaan ini dapat membedakan antara VZV dengan herpes simpleks virus.

    c.  Polymerase chain reaction (PCR)

    - Pemeriksaan dengan metode ini sangat cepat dan sangat sensitif.

    - Dengan metode ini dapat digunakan berbagai jenis preparat seperti scraping

    dasar vesikel dan apabila sudah berbentuk krusta dapat juga digunakan

    sebagai preparat, dan CSF.

    - Sensitifitasnya berkisar 97 - 100%.

    - Test ini dapat menemukan nucleic acid dari virus varicella zoster

    d.  Biopsi kulit

    Hasil pemeriksaan histopatologis : tampak vesikel intraepidermal dengan degenerasi

    sel epidermal dan acantholysis. Pada dermis bagian atas dijumpai adanya

    lymphocytic infiltrate. (Dumasari.2008)

  • 8/17/2019 Revisi Sgd Integumen Fix

    11/35

    2.2.5  Manifestasi Klinis Varicella

    Perjalanan penyakit ini dibagi menjadi 2 stadium, yaitu:

    a.  Stadium Prodromal: 

    24 jam sebelum kelainan kulit timbul, terdapat gejala panas yang tidak terlalu tinggi,

     perasaan lemah (malaise), sakit kepala, anoreksia, rasa berat pada punggung dan

    kadang-kadang disertai batuk kering diikuti eritema pada kulit dapat berbentuk

    scarlatina form atau morbiliform.

    Panas biasanya menghilang dalam 4 hari, bilamana panas tubuh menetap perlu

    dicurigai adanya komplikasi atau gangguan imunitas.

     b.  Stadium Erupsi:

    Dimulai saat eritema berkembang dengan cepat (dalam beberapa jam) berubah

    menjadi macula kecil, kemudian papula yang kemerahan lalu menjadi vesikel. Vesikel

    ini biasannya kecil, berisi cairan jernih, tidak umbilicated dengan dasar eritematous,

    mudah pecah serta mongering membentuk krusta, bentuk ini sangat khas dan lebih

    dikenal sebagai “tetesan embun”/”air  mata”. 

    Lesi kulit mulai nampak di daerah badan dan kemudian menyebar secara

    sentrifugal ke bagian perifer seperti muka dan ekstremitas. Dalam perjalanan penyakit

    ini akan didapatkan tanda yang khas yaitu terlihat adanya bentuk papula, vesikel,

    krusta dalam waktu yang bersamaan, dimana keadaan ini disebut polimorf. Jumlah

    lesi pada kulit dapat 250-500, namun kadang-kadang dapat hanya 10 bahkan lebih

    sampai 1500. Lesi baru tetap timbul selama 3-5 hari, lesi sering menjadi bentuk

    krusta pada hari ke-6 (hari ke-2 sampai ke-12) dan sembuh lengkap pada hari ke-

    16 (hari ke-7 sampai ke-34).

    Erupsi kelamaan atau terlambatnya berubah menjadi krusta dan

     penyembuhan, biasanya dijumpai pada penderita dengan gangguan imunitas

    seluler. Bila terjadi infeksi sekunder, sekitar lesi akan tampak kemerahan dan bengkak

    serta cairan vesikel yang jernih berubah menjadi pus disertai

    limfadenopati umum. Vesikel tidak hanya terdapat pada kulit, melainkan juga terdapat

     pada mukosa mulut, mata, dan faring.

    Pada penderita varicella yang disertai dengan difisiensi imunitas (imun

    defisiensi) sering menimbulkan gambaran klinik yang khas berupa perdarahan,

     bersifat progresif dan menyebar menjadi infeksi sistemik. Demikian pula pada

     penderita yang sedang mendapat imunosupresif. Hal ini disebabkan oleh terjadinya

    limfopenia (Rampengan.2008).

  • 8/17/2019 Revisi Sgd Integumen Fix

    12/35

    2.2.6  Komplikasi Varicella

    Beberapa komplikasi dapat terjadi pada infeksi varisela, infeksi yang dapat terjadi

    diantaranya adalah:

    a.  Infeksi sekunder dengan bakteri

    Infeksi bakteri sekunder biasanya terjadi akibat stafilokokus. Stafilokokus dapat

    muncul sebagai impetigo, selulitis, fasiitis, erisipelas furunkel, abses, scarlet fever,

    atau sepsis.

     b.  Varisela Pneumonia

    Varisela Pneumonia terutama terjadi pada penderita immunokompromis, dan

    kehamilan. Ditandai dengan panas tinggi, Batuk, sesak napas, takipneu, Ronki basah,

    sianosis, dan hemoptoe terjadi beberapa hari setelah timbulnya ruam. Pada

     pemeriksaan radiologi didapatkan gambaran noduler yang radio-opak pada kedua

     paru.

    c.  Ensefalitis

    Komplikasi ini tersering karena adanya gangguan imunitas. Dijumpai 1 pada 1000

    kasus varisela dan memberikan gejala ataksia serebelar, biasanya timbul pada hari 3-8

    setelah timbulnya ruam.

    d.   Neurologik

    - Acute postinfeksius cerebellar ataxia

    Ataxia sering muncul tiba-tiba, selalu terjadi 2 - 3 minggu setelah timbulnya

    varicella. Keadaan ini dapat menetap selama 2 bulan.

    Manisfestasinya berupa tidak dapat mempertahankan posisi berdiri hingga tidak

    mampu untuk berdiri dan tidak adanya koordinasi dan dysarthria. Insiden berkisar

    1 : 4000 kasus varicella

    e.  Herpes zoster

    Komplikasi yang lambat dari varicella yaitu timbulnya herpes zoster, timbul beberapa

     bulan hingga tahun setelah terjadinya infeksi primer. Varicella zoster virus menetap

     pada ganglion sensoris.

    f.  Reye syndrome

    Ditandai dengan fatty liver dengan encephalophaty. Keadaan ini berhubungan dengan

     penggunaan aspirin, tetapi setelah digunakan acetaminophen (antipiretik) secara luas,

    kasus reye sindrom mulai jarang ditemukan. (Dumasari.2008)

  • 8/17/2019 Revisi Sgd Integumen Fix

    13/35

    2.2.7  Penatalaksanaan Varicella

    Karena umumnya bersifat ringan, kebanyakan penderita tidak memerlukan terapi

    khusus selain istirahat dan pemberian asupan cairan yang cukup. Yang justru sering

    menjadi masalah adalah rasa gatal yang menyertai erupsi. Bila tidak ditahan-tahan , jari

    kita tentu ingin segera menggaruknya. Masalahnya,bila sampai tergaruk hebat, dapat

    timbul jaringan parut pada bekas gelembung yang pecah

    Umum

    a.  Isolasi untuk mencegah penularan.

     b.  Diet bergizi tinggi (Tinggi Kalori dan Protein).

    c.  Bila demam tinggi, kompres dengan air hangat.

    d.  Upayakan agar tidak terjadi infeksi pada kulit, misalnya pemberian antiseptik pada air

    mandi

    e.  Upayakan agar vesikel tidak pecah.

      Jangan menggaruk vesikel.

      Kuku jangan dibiarkan panjang.

      Bila hendak mengeringkan badan, cukup tepal-tepalkan handuk pada kulit, jangan

    digosok.

    f.  Farmakoterapi

    1)  Antivirus (contoh : Asiklovir, Valasiklovir)

       pemberian antivirus dapat mengurangi lama sakit, keparahan dan waktu

     penyembuhan akan lebih singkat

      antivirus sebaiknya dalam jangka waktu kurang dari 48-72 jam setelah erupsi

    dikulit muncul

    2)  Antipiretik dan untuk menurunkan demam

      Parasetamol atau ibuprofen. Jangan berikan golongan salisilat (aspirin)

    untuk menghindari terjadinya sindrom Reye

    3)  Vesikel yang sudah pecah atau sudah terbentuk krusta, dapat diberikan salep

    antibiotik untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder.

    4)  Bila lesi masih dalam bentuk vesikel, dapat diberikan bedak atau losio pengurang

    gatal (misalnya losio kalamin).

    2.2.8  Pencegahan Varicella

    a.  Hindari kontak dengan penderita. 

     b. 

    Tingkatkan daya tahan tubuh. 

  • 8/17/2019 Revisi Sgd Integumen Fix

    14/35

    c.  Imunoglobulin Varicella Zoster  

    Varicella zoster immunoglobulin (VZIG) adalah antibodi IgG terhadap VZV dengan

    dosis pemberian satu vial untuk 10 kg berat badan secara intramuskular (IM). VZIG

     profilaksis diindikasikan untuk individu beresiko tinggi, termasuk anak-anak

    imunodefisiensi, wanita hamil yang pernah mempunyai kontak langsung dengan

     penderita varicella, neonatal yang terekspose oleh ibu yang terinfeksi varicella,

    setidaknya diberikan dalam waktu tidak lebih dari 96 jam. Antibodi yang diberikan

    setelah timbulnya gejala tidak dapat mengurangi keparahan yang terjadi.

    (Kurniawan. 2009)

    Anak yang belum pernah menderita cacar air harus mendapatkan 2 dosis vaksinasi

    cacar air pada usia :

    a)  Dosis pertama : 12-15 bulan

     b)  Dosis ke-2 : 4-6 tahun (bisa diberikan lebih cepat jika jarak minimal 3 bulan

    setelah dosis pertama)

    Bagi yang berusia 13 tahun keatas (yang belum pernah menderita cacar air atau

    mendapatkan vaksinasi cacar air) arus mendapatkan dua dosis minimal dalam jarak

    waktu 28 hari. (Centers for Disease Control and Prevention)

    2.3 Herpes Simplex

    2.3.1  Definisi

    Herpes simpleks adalah infeksi akut yang disebabkan oleh herpes simpleks virus

    (HSV) tipe I atau tipe II yang ditandai dengan adanya vesikel yang berkelompok di atas

    kulit yang sembab dan eritematosa pada daerah dekat mukokutan (Handoko, 2010).

    Herpes simpleks adalah infeksi virus yang menyebabkan lesi atau lepuh pada

    serviks, vagina, dan genitalia eksterna.( Smeltzer, Suzanne C, 2010). Herpes simpleks

    adalah suatu penyakit virus menular dengan afinitas pada kulit,selaput lender, dan sistem

    saraf. (Price, 2006)

    2.3.2  Etiologi

    HSV tipe 1, menyebabkan demam seperti pilek dengan menimbulkan luka di bibir

    semacam sariawan. HSV jenis ini ditularkan melalui ciuman mulut atau bertukar alat

    makan seperti sendok –  garpu (misalnya suap-suapan dengan teman). Virus tipe 1 ini juga bisa menimbulkan luka di sekitar alat kelamin.

  • 8/17/2019 Revisi Sgd Integumen Fix

    15/35

    HSV tipe 2; dapat menyebabkan luka di daerah alat vital sehingga suka disebut

    genital herpes, yang muncul luka-luka di seputar penis atau vagina. HSV 2 ini juga bisa

    menginfeksi bayi yang baru lahir jika dia dilahirkan secara normal dari ibu penderita

    herpes. HSV-2 ini umumnya ditularkan melalui hubungan seksual. Virus ini juga sesekali

    muncul di mulut. Dalam kasus yang langka, HSV dapat menimbulkan infeksi di bagian

    tubuh lainnya seperti di mata dan otak. (Habif.2005)

    2.3.3  Patogenesis Herpes Simpleks

    Infeksi primer: HSV masuk melalui defek kecil pada kulit atau mukosa dan

     bereplikasi lokal lalu menyebar melalui akson ke ganglia sensoris dan terus bereplikasi.

    Dengan penyebaran sentrifugal oleh saraf-saraf lainnya menginfeksi daerah yang lebih

    luas. Setelah infeksi primer HSV masuk dalam masa laten di ganglia sensoris (Sterry,

    2006).

    Menurut Habif (2004) infeksi HSV ada dua tahap: infeksi primer, virus menyerang

    ganglion saraf; dan tahap kedua, dengan karakteristik kambuhnya penyakit di tempat

    yang sama. Pada infeksi primer kebanyakan tanpa gejala dan hanya dapat dideteksi

    dengan kenanikan titer antibody IgG. Seperti kebanyakan infeksi virus, keparahan

     penyakit meningkat seiring bertambahnya usia. Virus dapat menyebar melalui udara via

    droplets, kontak langsung dengan lesi, atau kontak dengan cairan yang mengandung

    virus seperti ludah. Gejala yang timbul 3 sampai 7 hari atau lebih setelah kontak yaitu:

    kulit yang lembek disertai nyeri, parestesia ringan, atau rasa terbakar akan timbul

    sebelum terjadi lesi pada daerah yang terinfeksi. Nyeri lokal, pusing, rasa gatal, dan

    demam adalah karakteristik gejala prodormal.

    Vesikel pada infeksi primer HSV lebih banyak dan menyebar dibandingkan infeksi

    yang rekuren. Setiap vesikel tersebut berukuran sama besar, berlawanan dengan vesikel

     pada herpes zoster yang beragam ukurannya. Mukosa membran pada daerah yang lesimengeluarkan eksudat yang dapat mengakibatkan terjadinya krusta. Lesi tersebut akan

     bertahan selama 2 sampai 4 minggu kecuali terjadi infeksi sekunder dan akan sembuh

    tanpa jaringan parut (Habif, 2004).

    Virus akan bereplikasi di tempat infeksi primer lalu viron akan ditransportasikan

    oleh saraf via retrograde axonal flow ke ganglia dorsal dan masuk masa laten di

    ganglion. Trauma kulit lokal (misalnya: paparan sinar ultraviolet, abrasi) atau

     perubahan sistemik (misalnya: menstruasi, kelelahan, demam) akan mengaktifasi

    kembali virus tersebut yang akan berjalan turun melalui saraf perifer ke tempat yang

  • 8/17/2019 Revisi Sgd Integumen Fix

    16/35

    telah terinfeksi sehingga terjadi infeksi rekuren. Gejala berupa rasa gatal atau terbakar

    terjadi selama 2 sampai 24 jam dan dalam 12 jam lesi tersebut berubah dari kulit yang

    eritem menjadi papula hingga terbentuk vesikel berbentuk kubah yang kemudian akan

    ruptur menjadi erosi pada daerah mulut dan vagina atau erosi yang ditutupi oleh krusta

     pada bibir dan kulit. Krusta tersebut akan meluruh dalam waktu sekitar 8 hari lalu kulit

    tersebut akan reepitelisasi dan berwarna merah muda (Habif, 2004).

    Infeksi HSV dapat menyebar ke bagian kulit mana saja, misalnya: mengenai jari-

     jari tangan (herpetic whitlow) terutama pada dokter gigi dan perawat yang melakukan

    kontak kulit dengan penderita. Tenaga kesehatan yang sering terpapar dengan sekresi

    oral merupakan orang yang paling sering terinfeksi (Habif, 2004). Bisa juga mengenai

     para pegulat (herpes gladiatorum) maupun olahraga lain yang melakukan kontak tubuh

    (misalnya rugby) yang dapat menyebar ke seluruh anggota tim (Sterry, 2006).

    2.3.4  Manifestasi Klinis

    Infeksi herpes simpleks virus berlangsung dalam tiga tahap: infeksi primer, fase

    laten dan infeksi rekuren. Pada infeksi primer herpes simpleks tipe I tempat predileksinya

     pada daerah mulut dan hidung pada usia anak-anak. Sedangkan infeksi primer herpes

    simpleks virus tipe II tempat predileksinya daerah pinggang ke bawah terutama daerah

    genital.Infeksi primer berlangsung lebih lama dan lebih berat sekitar tiga minggu dan

    sering disertai gejala sistemik, misalnya demam, malaise dan anoreksia. Kelainan klinis

    yang dijumpai berupa vesikel berkelompok di atas kulit yang sembab dan eritematosa,

     berisi cairan jernih dan menjadi seropurulen, dapat menjadi krusta dan dapat mengalami

    ulserasi (Handoko, 2010).

    Pada fase laten penderita tidak ditemukan kelainan klinis, tetapi herpes simpleks

    virus dapat ditemukan dalam keadaan tidak aktif pada ganglion dorsalis (Handoko, 2010).

    Pada tahap infeksi rekuren herpes simpleks virus yang semula tidak aktif di ganglia

    dorsalis menjadi aktif oleh mekanisme pacu (misalnya: demam, infeksi, hubungan

    seksual) lalu mencapai kulit sehingga menimbulkan gejala klinis yang lebih ringan dan

     berlangsung sekitar tujuh sampai sepuluh hari disertai gejala prodormal lokal berupa rasa

     panas, gatal dan nyeri. Infeksi rekuren dapat timbul pada tempat yang sama atau tempat

    lain di sekitarnya (Handoko, 2010).

    2.3.5  Pemeriksaan Diagnostik  

    Herpes simpleks virus (HSV) dapat ditemukan pada vesikel dan dapat dibiakkan.

    Pada keadaan tidak ada lesi dapat diperiksa antibodi HSV dengan tes Tzanck dengan

  • 8/17/2019 Revisi Sgd Integumen Fix

    17/35

     pewarnaan Giemsa dapat ditemukan sel datia berinti banyak dan badan inklusi

    intranuklear (Handoko, 2010).

    Tes Tzanck dapat diselesaikan dalam waktu 30 menit atau kurang.Caranya dengan

    membuka vesikel dan korek dengan lembut pada dasar vesikel tersebut lalu letakkan pada

    gelas obyek kemudian biarkan mongering sambil difiksasi dengan alkohol atau

    dipanaskan.Selanjutnya beri pewarnaan (5% methylene blue, Wright, Giemsa) selama

     beberapa detik, cuci dan keringkan, beri minyak emersi dan tutupi dengan gelas penutup.

    Jika positif terinfeksi hasilnya berupa keratinosit yang multinuklear dan berukuran besar

     berwarna biru (Frankel, 2006).

    Identifikasi virus dengan PCR, mikroskop elektron, atau kultur (Sterry, 2006). Tes

    serologi menggunakan enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) spesifik HSV tipe II

    dapat membedakan siapa yang telah terinfeksi dan siapa yang berpotensi besar menularkan

    infeksi (McPhee, 2007). 

    2.3.6  Komplikasi

    Menurut Hunter (2003) komplikasi herpes simpleks adalah herpes ensefalitis atau

    meningitis tanpa ada kelainan kulit dahulu, vesikel yang menyebar luas ke seluruh tubuh,

    ekzema herpeticum, jaringan parut, dan eritema multiforme. 

    2.3.7  Penatalaksanaan

    Pada lesi yang dini dapat digunakan obat topikal berupa salap/krim yang

    mengandung preparat idoksuridin (stoxil, viruguent, virunguent-P) atau preparat asiklovir

    (zovirax).Pengobatan oral preparat asiklovir dengan dosis 5x200mg per hari selama 5 hari

    mempersingkat kelangsungan penyakit dan memperpanjang masa rekuren.Pemberian

     parenteral asiklovir atau preparat adenine arabinosid (vitarabin) dengan tujuan penyakit

    yang lebih berat atau terjadi komplikasi pada organ dalam (Handoko, 2010).

    Pada terapi sistemik digunakan asiklovir, valasiklovir, atau famsiklovir. Jika pasien

    mengalami rekuren enam kali dalam setahun, pertimbangkan untuk menggunakan

    asiklovir 400 mg atau valasiklovir 1000 mg oral setiap hari selama satu tahun. Untuk obat

    oles digunakan lotion zinc oxide atau calamine. Pada wanita hamil diberi vaksin HSV

    sedangkan pada bayi yang terinfeksi HSV disuntikkan asiklovir intra vena (Sterry, 2006).

  • 8/17/2019 Revisi Sgd Integumen Fix

    18/35

    2.4 Herpes Zoster 

    2.4.1  Pengertian

    Herpes zooster adalah radang kulit akut dan setempat yang merupakan

    reaktivasi virus variselo-zaster dari infeksi endogen yang telah menetap dalam bentuk

    laten setelah infeksi primer oleh virus ( Marwali, 2000).  

    Sedangkan menurut Sjaiful (2002), merupakan penyakit neurodermal ditandai dengan

    nyeri radikular unilateral serta erupsi vesikuler berkelompok dengan dasar eritematoso

     pada daerah kulit yang dipersarafi oleh saraf kranialis atau spinalis. 

    Menurut Mansjoer A (2007) Herpes zoster (dampa,cacar ular) adalah penyakit

    yang disebabkan infeksi virus varisela-zoster yang menyerang kulit dan mukosa.

    Infeksi ini merupakan reaktivasi virus yang terjadi setelah infeksi primer. 

    Dari tiga pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan, herpes zooster adalah

    radang kulit akut dan setempat yang merupakan reaktivasi virus variselo-zaster yang

    menyerang kulit dan mukosa ditandai dengan nyeri radikular unilateral serta erupsi

    vesikuler berkelompok dengan dasar eritematoso.

    2.4.2  Etiologi

    Herpes zoster disebabkan oleh reaktivasi dari virus varicella zoster. Infeksiositas

    virus ini dengan cepat dihancurkan oleh bahan organic, deterjen, enzim proteolitik,

     panas dan suasana Ph yang tinggi. Masa inkubasinya 14 – 21 hari.

    a.  Faktor Resiko Herpes zoster.

    1)  Usia lebih dari 50 tahun, infeksi ini sering terjadi pada usia ini akibat daya tahan

    tubuhnya melemah. Makin tua usia penderita herpes zoster makin tinggi pula

    resiko terserang nyeri.

    2)  Orang yang mengalami penurunan kekebalan (immunocompromised) seperti

    HIV dan leukimia. Adanya lesi pada ODHA merupakan manifestasi pertama

    dari immunocompromised.

    3)  Orang dengan terapi radiasi dan kemoterapi.

    4)  Orang dengan transplantasi organ mayor seperti transplantasi sumsum tulang.

    2.4.3  Patofisiologi

    Herpes zoster bermula dari Infeksi primer dari VVZ (virus varisells zoster) ini

     pertama kali terjadi di daerah nasofaring. Disini virus mengadakan replikasi dan dilepas

    ke darah sehingga terjadi viremia permulaan yang sifatnya terbatas dan asimptomatik.

    Keadaan ini diikuti masuknya virus ke dalam Reticulo Endothelial System (RES) yang

    kemudian mengadakan replikasi kedua yang sifat viremianya lebih luas dan

  • 8/17/2019 Revisi Sgd Integumen Fix

    19/35

    simptomatik dengan penyebaran virus ke kulit dan mukosa. Sebagian virus juga

    menjalar melalui serat-serat sensoris ke satu atau lebih ganglion sensoris dan berdiam

    diri atau laten didalam neuron. Selama antibodi yang beredar didalam darah masih

    tinggi, reaktivasi dari virus yang laten ini dapat dinetralisir, tetapi pada saat tertentu

    dimana antibodi tersebut turun dibawah titik kritis maka terjadilah reaktivasi dari virus

    sehingga terjadi herpes zoster.

    2.4.4  Klasifikasi

    Menurut lokasi lesinya, herpes zoster dibagi menjadi:

    a.   Herpes zoster oftalmikus

    Herpes zoster oftalmikus merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai

     bagian ganglion gasseri yang menerima serabut saraf dari cabang ophtalmicus saraf

    trigeminus (N.V), ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.Infeksi diawali dengan

    nyeri kulit pada satu sisi kepala dan wajah disertai gejala konstitusi seperti lesu,

    demam ringan. Gejala prodromal berlangsug 1 sampai 4 hari sebelum kelainan kulit

    timbul. Fotofobia, banyak kelar air mata, kelopak mata bengkak dan sukar dibuka. 

    Gambar 1. Herpes zoster oftalmikus sinistra.

    (http://eyewiki.aao.org/Herpes_Zoster_Ophthalmicus)b.   Herpes zoster fasialis

    Herpes zoster fasialis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai bagian

    ganglion gasseri yang menerima serabut saraf fasialis (N.VII), ditandai erupsi herpetik

    unilateral pada kulit.

  • 8/17/2019 Revisi Sgd Integumen Fix

    20/35

     

    Gambar 2. Herpes zoster fasialis dekstra.

    (http://www.medeco.de/kieferchirurgie-dentalatlas/viruserkrankungen-der-

    mundschleimhaut/)

    c.   Herpes zoster brakialis 

    Herpes zoster brakialis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai pleksus

     brakialis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.

    Gambar 3. Herpes zoster brakialis sinistra.

    (http://www.medicinenet.com/image-collection/herpes_zoster_picture/picture.htm) 

    d.   Herpes zoster torakalis

    Herpes zoster torakalis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai pleksus

    torakalis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.

    http://www.medicinenet.com/image-collection/herpes_zoster_picture/picture.htmhttp://www.medicinenet.com/image-collection/herpes_zoster_picture/picture.htm

  • 8/17/2019 Revisi Sgd Integumen Fix

    21/35

     

    Gambar 4. Herpes zoster torakalis sinistra.

    (http://www.medicinenet.com/image-collection/herpes_zoster_picture/picture.htm)

    e. 

     Herpes zoster lumbalis

    Herpes zoster lumbalis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai pleksus

    lumbalis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.

     f. 

     Herpes zoster sakralis

    Herpes zoster sakralis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai pleksus

    sakralis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.

    Gambar 5. Herpes zoster sakralis dekstra.

    (http://dr-suparyanto.blogspot.co.id/2014/03/penyakit-herpes-zoster.html)

    2.4.5  Manifestasi Klinik

    a.  Gejala prodomal

    1)  Keluhan biasanya diawali dengan gejala prodomal yang berlangsung selama 1  –  4

    hari.

    2)  Gejala yang mempengaruhi tubuh : demam, sakit kepala, fatige, malaise, nusea,

    rash, kemerahan, sensitive, sore skin ( penekanan kulit), neri, (rasa terbakar atau

    tertusuk), gatal dan kesemutan. Nyeri bersifat segmental dan dapat berlangsung

    terus menerus atau hilang timbul. Nyeri juga bisa terjadi selama erupsi kulit.

  • 8/17/2019 Revisi Sgd Integumen Fix

    22/35

    3)  Gejala yang mempengaruhi mata : Berupa kemerahan, sensitive terhadap cahaya,

     pembengkakan kelopak mata. Kekeringan mata, pandangan kabur, penurunan

    sensasi penglihatan dan lain –  lain.

     b.  Timbul erupsi kulit

    1)  Kadang terjadi limfadenopati regional

    2)  Erupsi kulit hampir selalu unilateral dan biasanya terbatas pada daerah yang

    dipersarafioleh satu ganglion sensorik. Erupsi dapat terjadi di seluruh bagian tubuh,

    yang tersering di daerah ganglion torakalis.

    3)  Lesi dimulai dengan macula eritroskuamosa, kemudian terbentuk papul –  papul dan

    dalam waktu 12 – 24 jam lesi berkembang menjadi vesikel. Pada hari ketiga berubah

    menjadi pastul yang akan mengering menjadi krusta dalam 7 – 10 hari. Krusta dapat

     bertahan sampai 2 – 3 minggu kemudian mengelupas. Pada saat ini nyeri segmental

     juga menghilang

    4)  Lesi baru dapat terus muncul sampai hari ke-4 dan kadang – kadang sampai hari ke-

    7

    5)  Erupsi kulit yang berat dapat meninggalkan macula hiperpigmentasi dan jaringan

     parut (pitted scar)

    6)  Pada lansia biasanya mengalami lesi yang lebih parah dan mereka lebih sensitive

    terhadap nyeri yang dialami.

    2.4.6  Pemeriksaan Diagnostik

    Pemeriksaan diagnostic pada Herpes zoster. Tes diagnostic ini untuk membedakan dari

    impetigo, kontak dermatitis dan herps Zooster :

    a.  Tzanck Smear : mengidentifikasi virus herpes tetapi tidak dapat membedakan herpes

    zoster dan herpes simplex.

     b.  Kultur dari cairan vesikel dan tes antibody : digunakan untuk membedakan diagnosis

    herpes virus

    c.  Immunofluororescent : mengidentifikasi varicella di sel kulit

    d.  Pemeriksaan histopatologik

    e.  Pemerikasaan mikroskop electron

    f.  Kultur virus

    g.  Identifikasi anti gen / asam nukleat VVZ (virus varisela zoster)

    h.  Deteksi antibody terhadap infeksi virus:

    1) 

    Virologi:

    a)  Mikroskop cahaya.

  • 8/17/2019 Revisi Sgd Integumen Fix

    23/35

     b)  Pemeriksaan antigen langsung (imunofluoresensi).

    c)  PCR,

    d)  Kultur Virus,

    2)  Serologi

    a)  ELISA,

     b)  Western Blot Test,

    c)  Biokit HSV-II.

    2.4.7  Komplikasi

    Herpes zoster tidak menimbulkan komplikasi pada kebanyakan orang. Bila timbul

    komplikasi, hal-hal berikut dapat terjadi:

    a. 

     Neuralgia pasca herpes. Ini adalah komplikasi yang paling umum. Nyeri saraf(neuralgia) akibat herpes zoster ini tetap bertahan setelah lepuhan kulit menghilang.

     b.  Infeksi kulit. Kadang-kadang lepuhan terinfeksi oleh bakteri sehingga kulit

    sekitarnya menjadi merah meradang. Jika hal ini terjadi maka Anda mungkin perlu

    antibiotik.

    c.  Masalah mata. Herpes zoster pada mata dapat menyebabkan peradangan sebagian

    atau seluruh bagian mata yang mengancam penglihatan.

    d.  Kelemahan/layuh otot. Kadang-kadang, saraf yang terkena dampak adalah saraf

    motorik dan saraf sensorik yang sensitif. Hal ini dapat menimbulkan kelemahan

    ( palsy) pada otot-otot yang dikontrol oleh saraf.

    e.  Komplikasi lain. Misalnya, infeksi otak oleh virus varisela-zoster, atau penyebaran

    virus ke seluruh tubuh. Ini adalah komplikasi yang sangat serius tapi jarang terjadi.

    2.4.8  Penatalaksanaan Medis

    Herpes zoster biasanya sembuh sendiri setelah beberapa minggu. Biasanya pengobatan

    hanya diperlukan untuk meredakan nyeri dan mengeringkan inflamasi.

    a.  Pada stadium vesicular diberi bedak salicyl 2% atau bedak kocok kalamin untuk

    mencegah vesikel pecah.

     b.  Bila vesikel pecah dan basah, diberikan kompres terbuka dengan larutan antiseptik

    atau kompres dingin dengan larutan burrow 3 x sehari selama 20 menit.

    c.  Pereda nyeri. Salah satu masalah terbesar herpes zoster adalah rasa nyeri. Nyeri ini

    kadang-kadang sangat keras. Parasetamol dapat digunakan untuk meredakan sakit.

    Jika tidak cukup membantu, silakan tanyakan kepada dokter Anda untuk

    meresepkan analgesik yang lebih kuat.

    http://majalahkesehatan.com/memilih-obat-pereda-sakit/http://majalahkesehatan.com/memilih-obat-pereda-sakit/

  • 8/17/2019 Revisi Sgd Integumen Fix

    24/35

    d.  Antivirus. Penggunaan obat antivirus diberikan 72 jam setelah terbentuk ruam akan

    mempersingkat durasi terbentuknya ruam dan meringankan rasa sakit. Apabila

    gelembung telah pecah, maka penggunaan antivirus tidak efektif lagi.

    e.  Steroid. Steroid membantu mengurangi peradangan dan mempercepat

     penyembuhan lepuhan. Namun, penggunaan steroid untuk herpes zoster masih

    kontroversial. Steroid juga tidak mencegah neuralgia pasca herpes.

    2.5 Konsep Asuhan Keperawatan

    2.5.1  Pengkajian

    1. 

    Anamnesaa.  Identitas Klien

    Dapat terjadi pada semua orang di semua umur; sering terjadi pada remaja dan

    dewasa muda. Jenis kelamin; dapat terjadi pada pria dan wanita.

     b.  Keluhan Utama

    Gejala yang sering menyebabkan penderita datang ke tempat pelayanan kesehatan

    adalah nyeri pada lesi yang timbul dan gatal-gatal pada daerah yang terkena pada

    fase-fase awal.

    c.  Riwayat Penyakit Sekarang

    Penderita merasakan nyeri yang hebat, terutama pada area kulit yang mengalami

     peradangan berat dan vesikulasi yang hebat, selain itu juga terdapat lesi/vesikel

     perkelompok dan penderita juga mengalami demam.

    d.  Riwayat Kesehatan Lalu

    Tanyakan apakah klien pernah mengalami hal yang sama sebelumnya

    e.  Riwayat Kesehatan Keluarga

    Tanyakan kepada penderita ada atau tidak anggota keluarga atau teman dekat yang

    terinfeksi virus ini.

    f.  Riwayat Psikososial

    Klien dengan penyakit kulit, terutama yang lesinya berada pada bagian muka atau

    yang dapat dilihat oleh orang, biasanya mengalami gangguan konsep diri.hal itu

    meliputi perubahan citra tubuh, ideal diri tubuh, ideal diri, harga diri, penampilan

     peran, atau identitas diri.

    Reaksi yang mungkin timbul adalah:

  • 8/17/2019 Revisi Sgd Integumen Fix

    25/35

    1)  Menolak untuk menyentuh atau melihat salah satu bagian tubuh.

    2)  Menarik diri dari kontak social.

    3)  Kemampuan untuk mengurus diri berkurang.

    2.  Pemeriksaan Fisik Pada Klien dengan Varicella, herpes simplek, herpes zoster

    Keadaan umum klien bergantung pada luas, lokasi timbulnya lesi, dan daya tahan tubuh

    klien. pada kondisi awal/saat proses peradangan , dapat terjadi peningkatan suhu tubuh

    atau demam dan perubahan tanda-tanda vital yang lain. Pada pengkajian kulit, ditemukan

    adanya vesikel-vesikel berkelompok yang nyeri ,edema di sekitar lesi, dan dapat pula

    timbul ulkus pada infeksi sekunder. Pada pemeriksaan genitalia pria, daerah yang perlu

    diperhatikan adalah bagian glans penis, batang penis, uretra, dan daerah anus. Sedangkan

     pada wanita, daerah yang perlu diperhatikan adalah labia mayor dan minor, klitoris,

    introitus vagina, dan serviks. Jika timbul lesi, catat jenis, bentuk, ukuran / luas, warna,

    dan keadaan lesi. Palpasi kelenjar limfe regional, periksa adanya pembesaran; pada

     beberapa kasus dapat terjadi pembesaran kelenjar limfe regional.

    Untuk mengetahui adanya nyeri, kita dapat mengkaji respon individu terhadap nyeri akut

    secara fisiologis atau melalui respon perilaku. Secara fisiologis,terjadi diaphoresis,

     peningkatan denyut jantung, peningkatan pernapasan, dan peningkatan tekanan darah;

     pada perilaku, dapat juga dijumpai menangis, merintih, atau marah. Lakukan pengukuran

    nyeri dengan menggunakan skala nyeri 0-10 untuk orang dewasa. Untuk anak-anak, pilih

    skala yang sesuai dengan usia perkembangannya kita bisa menggunakan skala wajah

    untuk mengkaji nyeri sesuai usia; libatkan anak dalam pemilihan.

    2.5.2  Diagnosa

    1.  Hipertermia berhubugan dengan penyakit

    2.   Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis

    3. 

    Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan pigmentasi kulit (timbul bula, kemerahan)

    4.  Gangguan citra diri berhubungan dengan penyakit

    5.  Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

    anoreksia

    6.  Resiko infeksi berhubungan dengan gangguan integritas kulit

    7.  Ketidakefektifan pola seksual berhubungan dengan takut infeksi menular seksual

  • 8/17/2019 Revisi Sgd Integumen Fix

    26/35

    2.5.3  Intervensi

    No Diagnosa Tujuan dan Kritera hasil Intervensi

    1 Hipertermia

     berhubugan dengan

     penyakit

    selama dilakukan tindakan

    keperawatan, pasien mampu

    mempertahankan kondisi

    normotermi dengan kriteria

    hasil:

    - Suhu tubuh dalam

    rentang normal

    -  Nadi dan RR dalam

    rentang normal

    a.  Monitor suhu pasien

     b.  Monitor nadi, RR

     pasien

    c.  Monitor intake

    output pasien

    d.  Berikan penjelasan

    tentang penyebab

    demam atau

     peningkatan suhu

    tubuh

    e.  Beri kompres hangat

    di daerah ketiak dan

    dahi

    f. 

    Kolaborasi dengandokter dalam

     pemberian antiviral,

    antipiretik

    2 Nyeri akut

     berhubungan

    dengan agen cidera

     biologis

    Selama dilakukan tindakan

    keperawatan, nyeri pasien

    hilang dengan kriteria hasil:

    - Pasien mampumengontrol nyeri

    - Melaporkan nyeri

     berkurang

    menggunakanmanagemen nyeri

    - Mampu mengenali

    nyeri (skala, intensitas,

    frekuensi)

    a.  Lakukan

     pengkajian nyeri

    secara

    komprehensif

     b.  Observasi reaksi

    nonverbal dari

    ketidaknyamanan

    c. 

    Kontrol lingkunganyang dapat

    mempengaruhi

    nyeri seperti suhu

    ruangan,

     pencahayaan,

    kebisingan

    d.  Ajarkan tentang

    teknik pernafasan /

    relaksasi

    e.  Kolaborasi

     pemberiananalgetik

    f.  Evaluasi

    keefektifan kontrol

    nyeri

    g.  Anjurkan klien

    untuk beristirahat

    3 Kerusakan

    integritas kulit

     berhubungan

    dengan perubahan

     pigmentasi kulit

    Selama dilakukan tindakan

    keperawatan, pasien

    mampumencapai

     penyembuhan pada kulit

    dengan kriteria hasil:

    a.  Observasi keaadan

     bula pasien

     b.  Anjurkan pada

     pasien untuk tidak

    menggaruk bula

  • 8/17/2019 Revisi Sgd Integumen Fix

    27/35

    (timbul bula,

    kemerahan) 

    - Integritas kulit yang

     baik bisa dipertahankan

    (pigmentasinya)

    - Luka atau lesi pda kulitmenunjukan proses

     penyembuhan denganadanya regenerasi

     jaringan

    c.  Jaga kebersihan

    kulit

    d.  Kolaborasi dengan

    dokter dalam

     pemberian obat

    topikal

    4 Gangguan citra diri

     berhubungan

    dengan penyakit

    Setelah dilakukan tindakan

    keperawatan pasien tidak

    mengalami gangguan citra

    tubuh, dengan kriteria hasil :

    -   body image positif

    -  Mempertahankan

    interaksi sosial

    a.  Dorong klien

    mengungkapkan

     perasaannya

     b.  Jelaskan tentang

     pengobatan,

     perawatan

    c.  Fasilitasi kontak

    individu dengan

    kelompok kecild.  Beri reinforcement

    yang positif

    5 Ketidakseimbangan

    nutrisi kurang dari

    kebutuhan tubuh

     berhubungan

    dengan intake tidak

    adekuat

    Selama dilakukan tindakan

    keperawatan, kebutuhan

    nutrisi pasien terpenuhi

    dengan kriteria hasil :

    -  Tidak ada tanda-tanda

    malnutrisi

    -  Tidak ada

    mual/muntah

    a.  Monitor

    mual/muntah

     b.  Observasi dan kaji

    intake pasien

    c.  Anjurkan makan

    sedikit-sedikit tapi

    sering

    d.  Hidangkan

    makanan selagi

    hangat

    e.  Kolaborasi dengan

    ahli gizi dalam

     pemberian dan

     penyusunan menu

    favorite klien

    f.  Kolaborasi dengan

    dokter dalam

     pemberian anti

    emetik dan penambah nafsu

    makan

    6 Resiko infeksi

     berhubungan

    dengan gangguan

    integritas kulit 

    Selama dilakukan tindakan

    keperawatan, pasien

    terhindar dari infeksi

    sekunder dengan kriteria

    hasil :

    -  Klien mampu

    mendeskripsikan

     proses penularan

     penyakit, faktoryang mempengaruhi

    a.  Tekankan

     pentingnya teknik

    cuci tangan yang

     baik untuk semua

    individu yang

    datang kontak

    dengan pasien.

     b.  Gunakan skort,

    sarung tangan,masker dan teknik

  • 8/17/2019 Revisi Sgd Integumen Fix

    28/35

     penularan serta

     penatalaksanaannya

    -  Menunjukan

    kemampuan untuk

    mencegah timbulnya

    infeksi baru-  Menunjukan

     perilaku hidup sehat

    aseptic, selama

     perawatan kulit.

    c.  Cukur atau ikat

    rambut di sekitar

    daerah yang

    terdapat erupsi.d.  Bersihkan jaringan

    nekrotik / yang

    lepas (termasuk

     pecahnya lepuh)

    e.  Kolaborasi dengan

    dokter dalam

     pemberian antiviral

    7 Ketidakefektifan

     pola seksual

     berhubungan

    dengan takutinfeksi menular

    seksual

    Setelah dilakukan tindakan

    keperawatan, pola seksual

     pasien kembali efektif

    dengan kriteria hasil :- Pola seksualitas klien

    normal

    - Klien terlihat tidak cemas

    terhadap aktifitas

    seksualnya

    - Klien mampu

    menggunakan mekanisme

    koping yang efektif

    a.  Kaji tingkat

    kecemasan klien

    yang berhubungan

    dengan polaseksual

     b.  Jelaskan pada klien

    waktu untuk

    melakukan

    hubungan seksual

    sesuai kondisinya

    c.  Beri edukasi

    tentang keadaan

    klien apabila

     berhubungan

    seksual

    d.  Anjurkan pada

     pasien untuk

    mengikuti program

     pengobatan dan

     perawatan sampai

    tuntas

  • 8/17/2019 Revisi Sgd Integumen Fix

    29/35

    BAB 3

    STUDI KASUS HERPEZ ZOSTER

    Kasus

    Bpk. S berumur 62 tahun, mengalami plenting-plenting di dahi dan kelopak mata kiri sejak 3

    hari yang lalu. Mulanya muncul merah dan plenting sedikit di dahi kiri lalu bertambah

     banyak sampai ke kelopak mata kiri. Kelopak mata terasa nyeri dan berat jika digerakkan.

    Penderita juga merasakankan nyeri dikulit daerah muncul plenting. Sehari sebelumnya

     penderita mengeluh tidak enak badan dan demam ringan. Belum pernah berobat untuk

    keluhan ini.

    3.1 Pengkajian

    A.  Anamnesis

    1.  Identitas :

    a.   Nama : Bpk. S

     b.  Umur : 62 tahun

    c.  Jenis Kelamin : Laki-laki

    d.  Alamat : Mulyosari

    e. 

    Pekerjaan : Pensiunan Guru2.  Riwayat kesehatan

    a.  Keluhan Utama

    Plenting –  plenting dan nyeri pada dahi dan kelopak mata kiri

     b.  Riwayat Penyakit Sekarang

    Sejak 3 hari yang lalu, muncul plenting-plenting di dahi dan kelopak mata kiri.

    Mulanya muncul merah dan plenting sedikit di dahi kiri lalu bertambah banyak

    sampai ke kelopak mata kiri. Kelopak mata terasa nyeri dan berat jika

    digerakkan. Penderita juga merasakankan nyeri dikulit daerah muncul

     plenting. Sehari sebelumnya penderita mengeluh tidak enak badan dan demam

    ringan. Belum pernah berobat untuk keluhan ini. Pasien minum paracetamol

    untuk menurunkan demamnya.

    c.  Riwayat Penyakit dahulu

    Riwayat cacar air waktu kecil tidak diketahui. Tidak pernah menderita

     penyakit ini sebelumnya dan tidak pernah di rawat di RS.

    d.  Riwayat Penyakit keluarga

  • 8/17/2019 Revisi Sgd Integumen Fix

    30/35

    Tidak ada anggota keluarga yang memiliki keluhan serupa.

    e.  Kebiasaan/ Lingkungan

    Penderita mempunyai kebiasaan jalan santai 1 jam setiap hari. Penderita tidak

    merokok dan minum alkohol

    B.  Pemeriksaan Fisik

    1.  B1 (Breath)

    Tidak ada keluhan batuk, pilek, sesak napas.

    2.  B2 (Blood)

    Leukositosis

    3.  B3 (Brain)

    Demam ringan, suhu : 37°C,

    4.  B4 (Bladder)

    Tidak ada keluhan

    5.  B5 (Bowel)

    Tidak ada keluhan

    6.  B6 (Bone)

     Nyeri di daerah munculnya plenting.

    C.  Pemeriksaan Penunjang

    1. 

    Tzanck Smear : Mengidentifikasi virus herpes tetapi tidak dapat membedakan

    herpes zoster dan herpes simplex.

    2.  Kultur dari cairan vesikel dan tes antibody: digunakan untuk

    membedakan diagnostic herpes virus.

    3.  Immunoflourorescent: mengidentifikasi varicella di sel kulit.

    4.  Pemeriksaan histopatologik

    5.  Kultur virus

    6. 

    Identifikasi Antigen / asam nukleat VVZ 

    3.2 Analisa Data

    Data Etiologi Masalah Keperawatan

    DS : Pasien mengatakan

    Kelopak mata terasa nyeri

    dan berat jika digerakkan.

    Penderita juga

    merasakankan nyeri

    dikulit daerah muncul plenting

    Varicela Zoster Virus

    Inflamasi dan neuralgia

     berat

    Virus aktif ikut serabutsaraf sensorik

     Nyeri

  • 8/17/2019 Revisi Sgd Integumen Fix

    31/35

    DO : ada Vesikel

     bergerombol di sekitar

    kelopak mata kiri,

     berwarna merah, suhu : 37

    ° C

     Neuritis

    Pelepasan mediator nyeri

     NyeriDS : Sejak 3 hari yang

    lalu, muncul plenting-

     plenting di dahi dan

    kelopak mata kiri.

    DO : ada Vesikel

     bergerombol di sekitar

    kelopak mata kiri,

     berwarna merah

    Varicela Zoster Virus

    Meninggalkan lesi di kulit

    dan permukaan mukosa

    ke ujung serabut saraf

    Kerusakan integritas kulit

    Kerusakan integritas kulit

    DS : Sejak 3 hari yang

    lalu, muncul plenting-

     plenting di dahi dankelopak mata kiri.

    DO : ada Vesikel

     bergerombol di sekitar

    kelopak mata kiri,

     berwarna merah

    Varicela Zoster Virus

    Meninggalkan lesi di kulitdan permukaan mukosa

    ke ujung serabut saraf

    Gangguan citra tubuh

    Gangguan citra tubuh

    3.3 Diagnosa Keperawatan

    1.  Nyeri b.d proses inflamasi virus

    2. 

    Kerusakan integritas kulit b.d vesikel yang mudah pecah3.  Gangguan body image b.d perubahan penampilan

    3.4 Intervensi Keperawatan

    Diagnosa NOC NIC

     Nyeri berhubungan dengan

     proses inflamasi virus  Pain level

      Pain control

      Comfort levelKriteria Hasil :

      Mampu

    mengontrol nyeri(tahu penyebab

    nyeri, mampu

    menggunakan

    teknik

    nonfarmakologi

    untuk mengurangi

    nyeri, mencari

     bantuan)

      Melaporkan bahwa

    nyeri berkurangdengan

    Pain Management

    a.  Lakukan pengkajian

    nyeri secara komprehensif (

    lokasi, karakteristik, durasi,

    frekuensi,kualitas dan faktor

     pesipitasi) b.  Observasi reaksi non

    verbal dari ketidaknyamanan

    c.  Gunakan komunikasi

    terapeutik untuk mengetahui

     pengalaman nyeri klien

    d.  Kontrol lingkungan yang

    dapat mempengaruhi nyeri

    seperti suhu ruangan,

     pencahayaan, kebisingan

    e.  Ajarkan tentang

    teknik pernafasan / relaksasif.  Kolaborasi pemberian

  • 8/17/2019 Revisi Sgd Integumen Fix

    32/35

    menggunakan

    manajemen nyeri

      Mampu mengenali

    nyeri ( skala

    intensitas,

    frekuensi, dantanda nyeri)

      Menyatakan rasa

    nyaman setelah

    nyeri berkurang

    analgetik

    g.  Evaluasi keefektifan

    kontrol nyeri

    h.  Anjurkan klien untuk

     beristirahat

    i. Kolaborasi dengan dokter jikakeluhan dan tindakan nyeri

    tidak berhasil

    Kerusakan integritas kulit

     b.d vesikel yang mudah

     pecah

      Tissue Integrity :

    Skin&Mucous

    membrane

      Hemodyalisis

    AksesKriteria Hasil :

      Tidak ada luka/lesi

     pada kulit

      Perfusi jaringan

     baik

      Menunjukkan

     pemahaman dalam

     proses perbaikan

    kulit dan

    mencegah

    terjadinya sedera berulang

    Pressure Management

    a.  Anjurkan pasien mengenakan

     pakaian yang longgar

     b.  Jaga kebersihan kulit agar

    tetap bersih dan tetap kering

    c.  Monitor kulit akan adanya

    kemerahan

    d.  Mandikan pasien dengan

    sabun dan air hangat

    Gangguan body image b.d

     perubahan penampilan  Body Image

      Self Esteem

    Kriteria Hasil :

      Body ImagePositif

      Mampu

    mengidentifikasi

    kekuatan personal  Mempertahankan

    interaksi sosial

      Mendeskripsikansecara faktual

     perubahan fungsi

    tubuh

    Body Image Enchancement

    a.  Kaji secara verbal dan

    non verbal respon klien

    terhadap tubuhnya

     b.  Jelaskan tentang

     pengobatan, perawatan,

    kemajuan, dan prognosis

     penyakit

    c. 

    Dorong klienmengungkapkan

     perasaannya

    d.  Fasilitasi kontak dengan

    individu lain dalam

    kelompok kecil

  • 8/17/2019 Revisi Sgd Integumen Fix

    33/35

    Lampiran 1. WOC

    Menghasilkan banyak

    VirionMK :

    - Kerusakan

    Integritas Kulit

    - Resiko infeksi

    - Gangguan citra

    tubuh

    Sel melepas virus baru

    sebelum selnya mati

    Terjadi Replikasi di

    dalam sel

    Virion masuk ke dalam

    inti sel neuron dan

    ganglia sensoris dan

    menginfeksi

    Masuk ke sel epitel

    mukosa/permukaan

    kulit dan melebur dalam

    membran sel

    Sistem imunitas

    terangsang dan

    merespon

    Virus masuk melalui

    permukaan kulit dan

    secret genital

    HSV-1 , HSV-2, Varicella zoster

    virus

    MK : Hipertermia

    - Ketidakseimba

    ngan nutrisi

    kurang dari

    kebutuhan

    tubuh

    Demam, myalgia,

    malaise, anorexia

    Transmisi/penularan

    melalui : Kontak langsung

    dengan individu yang

    terkena virus melalui

    permukaan kulit dan

    mukosa dalam sekresi oral,

    genital

    Timbul Vesikula dan

    Ulkus MK : ketidakefektifan

    pola seksual

    Menularkan melalui

    permukaan kulit dan

    secret mukosa

    MK : Nyeri

  • 8/17/2019 Revisi Sgd Integumen Fix

    34/35

    DAFTAR PUSTAKA

    Centers for Disease Control and Prevention. 2008. Vaksinasi Cacar Air.

    http://www.immunize.org/vis/in_var.pdf

    Djuanda, Adhi (1993). Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin, Edisi Kedua, FK Universitas

    Indonesia, Jakarta, 1993.

    Dumasari, Ramona.2008. Varicella Dan Herpes Zozter. Departemen Ilmu Kesehatan Kulit

    Dan Kelamin. Universitas Sumatra Utara.

    Finn, Adam 2005. Hot Topics In Infection And Immunity In Children II. New York: Spinger

    Hadinegoro , dkk. 2010. Terapi Asiklovir Pada Anak Dengan Varisela Tanpa Penyulit .

    Departemen Ilmu Kesehatan Anak, RS Dr Cipto Mangunkusumo, Fakultas Kedokteran

    Universitas Indonesia, Jakarta. Sari Pediatri, Vol. 11, No. 6, April 2010

    Joanne M. McCloskey Dochterman.  2013. Nursing Interventions Classification (NIC).

    Elsevier. Mosby

    Katsambas, Andreas. 2015. European Handbook of Dermatological Treatments. New York:

    Spinger

    Kurniawan, dkk. 2009. Varicela Zoster Pada Anak. Medicinus · Vol. 3 No. 1 Februari 2009 –  

    Mei 2009

    Mansjoer Arif dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran Jilid I. Media Aescula plus. Jakarta.

    Mehta. 2006. Pyoderma gangrenosum on varicella lesions. Clinical and Experimental

    Dermatology.Volume 32,  pages 215 – 217, 27 November 2006

     NANDA.2014. Nursing Diagnoses definitions and clasification 2015-2017 10th edition.

    Wiley Blackwell

    Prabhu, Smitha. 2009. Chilhood Herpes Zoster : A Clustering Of Ten Cases. Indian Journal

    Of Dermatology.Vol : 54 Page 62-64

    Rampengan, T.H. 2008. Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak, Edisi 2, jakarta: EGC.

    Richard,E.Berhman,dkk.2012. Ilmu Kesehatan Anak Nelson.Jakarta:EGC.

    Siregar., 2005. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Jakarta ; EGC.

    Sue Moorhead. 2013. NOC. Elsevier. Mosby

    http://www.immunize.org/vis/in_var.pdfhttp://www.amazon.com/s/ref=dp_byline_sr_book_1?ie=UTF8&text=Joanne+M.+McCloskey+Dochterman+PhD++RN++FAAN&search-alias=books&field-author=Joanne+M.+McCloskey+Dochterman+PhD++RN++FAAN&sort=relevancerankhttp://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1111/ced.2007.32.issue-2/issuetochttp://e-ijd.org/searchresult.asp?search=&author=Smitha+Prabhu&journal=Y&but_search=Search&entries=10&pg=1&s=0http://www.amazon.com/s/ref=dp_byline_sr_book_1?ie=UTF8&text=Sue+Moorhead+PhD++RN&search-alias=books&field-author=Sue+Moorhead+PhD++RN&sort=relevancerankhttp://www.amazon.com/s/ref=dp_byline_sr_book_1?ie=UTF8&text=Sue+Moorhead+PhD++RN&search-alias=books&field-author=Sue+Moorhead+PhD++RN&sort=relevancerankhttp://e-ijd.org/searchresult.asp?search=&author=Smitha+Prabhu&journal=Y&but_search=Search&entries=10&pg=1&s=0http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1111/ced.2007.32.issue-2/issuetochttp://www.amazon.com/s/ref=dp_byline_sr_book_1?ie=UTF8&text=Joanne+M.+McCloskey+Dochterman+PhD++RN++FAAN&search-alias=books&field-author=Joanne+M.+McCloskey+Dochterman+PhD++RN++FAAN&sort=relevancerankhttp://www.immunize.org/vis/in_var.pdf

  • 8/17/2019 Revisi Sgd Integumen Fix

    35/35

    Thomson ,June M., et. al. 1986. Clinical Nursing Practice, The C.V. Mosby Company,

    Toronto

    Wasitaatmadja,S,M. 2010 Anatomi Kulit dan Faal Kulit. ed. 6 Ilmu Penyakit Kulit dan

    Kelamin. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.