Resume UTS
-
Upload
mentari-littlesun -
Category
Documents
-
view
19 -
download
3
description
Transcript of Resume UTS
Resume dan Analisa Kritis
INTERNATIONAL CONVERGENCE OF ACCOUNTING PRACTICES: CHOOSING BETWEEN IAS AND
GAAP (ANN TARCA, 2002)
Will HARMONIZING ACCOUNTING STANDARDS REALLY HARMONIZEACCOUNTING?
EVIDENCE FROM NON-U.S. FIRMS ADOPTING US GAAP
(MARK T. BRADSHAW, 2007)
Andre Wahyudi, SE.
(11 158 015)
1. INTERNATIONAL CONVERGENCE OF ACCOUNTING PRACTICES:
CHOOSING BETWEEN IAS AND GAAP
1. Latar Belakang dan HIpotesis
Penelitian yang dilakukan Ann Tarca pada tahun 2002 ini mengetengahkan isu mengenai
seberapa jauh, perusahaan di 5 negara (UK, Perancis, Jerman, Japang dan Australia) secara sukarela
(voluntarily) menerapkan standar internasional. Terdapat dua bentuk penerapan standar
internasional dalam penelitian ini: pertama, pengadopsian standar internasional ketimbang standar
nasional dan kedua penerapan standar sebagai penambahan (supplementaray) terhadap standar
nasional yang digunakan. Yang dimaksud sebagai standar internasional dalam penelitian ini adalah
International Accounting Standard (IAS) dan US Generally Accepted Accounting Principle (US GAAP).
Penelitian ini akan melihat seberapa jauh penerapan standar internasional tersebut (IAS dan US
GAAP) dengan mempertimbangkan beberapa atribut perusahaan.
Penelitian Ann Tarca ini berangkat pada pemikiran dimana, perusahaan internasional
didefiniskan sebagai : perusahaan dimana porsi pendapatan luar negerinya besar: serta perusahaan
terdaftar dibursa saham asing. Perusahaan dengan porsi pendapat luar negeri yang besar dianggap
akan lebih tertarik untuk menggunakan standar akuntansi internasional (baik US GAAP maupun IAS)
karena keterlibatannya yang besar dalam bisnis antar negara. Sedangkan bagi definisi kedua,
perusahaan yang terdaftar di bursa asing, dianggap sebagai perusahaan internasional dan lebih
lanjut akan lebih tertarik untuk menggunakan standar akuntansi internasional (US GAAP maupun
IAS). Dua argumen inilah yang akan menjadi 2 hipotesis pertama dalam penelitian ini:
H1: Perusahaan dengan pendapatan luar negeri akan lebih cenderung menggunakan standar
internasional.
H2: Perusahaan yang terdaftar di bursa asing akan lebih cenderung menggunakan standar
internasional.
Khusus mengenai penerapan standar internasional di apsar modal. Ann tarca membagi 4
jenis tempat transaksi sekuritas dalam penelitiannya, hal ini digunakan untuk melihat dampak dari
masing-masing jenis bursa tersebut terhadap laporan keuangan perusahaan sebagai konsekuensi
dari kewajiban yang disyaratkan oleh bursa-bursa tersebut.
2
1. NYSE (New York Stock Exchange): terdaftar pada NYSE atau NASDAQ dan merupakan subjek
dari kewajiban akuntansi US GAAP.
2. OTC (Over The Counter): diperdagangankan pada pasar OTC AS dan diluar NASDAQ serta
bukan merupakan subjek dari US GAAP.
3. NON-US: terdaftar pada bursa lain diluar AS.
4. DOM: hanya terdaftar pada satu atau lebih bursa domestik.
Secara lebih rinci, Ann Tarca menyatakan bahwa Keputusan perusahaan dalam penggunan
standar internasional mana yang akan digunakan (apakah menggunakan US GAAP ataukah IAS) akan
dipengaruhi oleh institutional framework (yaitu badan yang bertanggung jawa dalam pembuatan
aturan dan aturan mengenai praktik akuntansi beserta formulasi, pengelolaan dan penegakkan
aturan dan praktik tersebut) yang berada di negaranya masing-masing. Karena institutional
framework berbeda ditiap negara, hal ini lebih lanjut akan memberi pengaruh pada penerapan
standar internasional oleh perusahaan. Studi mengenai dampak institutional framework terhadap
penerapan standar internasional ini telah dilakukan oleh beberapa peneliti, seperti Zeff (1972), Price
Waterhouse (1973, 1975 dan 1979), Emenyonu & Gray (1992).
Salah satu bentuk dari institutional framework adalah bursa saham, yang melalui badan
regulatornya akan memberikan persayaratan bagi perusahaan yang listing dibursa mengenai
beberapa peraturan yang harus dipenuhi. Regulasi akan mempengaruhi penerapan standar dalam
bentuk peraturan mengenai standar akuntansi tertentu yang harus diadopsi oleh perusahaan yang
bertransaksi dalam bursa saham tersebut. Hal ini dapat dilihat pada bursa saham di London, Paris,
Frankfurt, Tokyo, dan Australia yang mengijinkan penggunaan standar akuntansi nasional serta
beberapa standar lain yang diijinkan, termasuk US GAAP. Bursa saham London, Paris, Frankfurt dan
Australia juga mengijinkan penggunaan IAS. Bursa-bursa saham yang terdapat dalam studi ini
mungkin akan mewajibkan adanya tambahan informasi yang penting bagi perusahaan asing yang
listing dibursanya, tetapi mereka mewajibkan adanya rekonsiliasi dengan standar nasional bursa
tersebut sebagaimana halnya yang diwajibkan (mandatory) oleh badan pengawas pasar modal
Amerika, Securities and Exchange Commission (SEC), terhadap perusahaan asing yang listing dibursa
saham AS.
Lebih jauh, regulasi bursa saham juga akan mengatur mengenai pengungkapan (disclosure)
dalam laporan keuangan emiten, sehingga dapat dikatakan bursa saham ikut mempengaruhi tingkat
pengungkapan (level of disclosure) perusahaan. Hal ini ditunjukkan oleh studi Botosan & Frost
(1998) menemukan bahwa perusahaan yang listing di bursa saham NYSE dan NASDAQ akan memiliki
pengungkapan yang secara signifikan lebih banyak dibandingkan dengan perusahaan yang
3
bertransaksi di luar bursa atau dikenal sebagai Over The Counter (OTC) dimana tidak ada regulasi
yang mewajibkan penggunaan standar serta kewajiban pengungkapan laporan akuntansi bagi
perusahaan yang terlibat didalamnya.
institutional framework berkembang dari waktu ke waktu, sebagai jawaban atas permintaan
akan komparabilitas yang lebih besar dalam laporan keuangan, melalui apa yang dinamakan dengan
harmonisasi. Terdapat sejumlah bukti perkembangan harmonisasi di tingkat nasional, regional dan
internasional. Restrukturisasi IASC pada tahun 2001 menjadikan IAS digunakan sebagai formulasi
standar di berbagai negara. Dukungan lainnya dapat dilihat dari inisiati Komisi Eropa (EC) dimana EC
merencanakan pengadopsian IAS ditingkat laporan keuangan konsolidasi bagi semua negara
anggotanya. Hal tersebut, dalam studi ini, kurang mendapat gaung di AS, dimana penerapan IAS
tetap harus diikuti oleh adanya rekonsiliasi informasi keuangan penting oleh SEC. Selain dari posisi
SEC yang kuat, argumen lainnya mengatakan bahwa perusahaan yang listing di bursa AS merupakan
subjek dari US GAAP serta US GAAP dipandang telah memiliki kualitas yang cukup untuk melindungi
kepentingan investor (Levitt, 1997).
Studi ini juga melibatkan perusahaan di negara jerman dan perancis, seperti yang telah
dikatakan sebelumnya, negara-negara di kawasan Eropa lebih condong terhadapa penggunaan IAS
dibandingkan dengan US GAAP. Sebuah survey yang dilakukan oleh KPMG (2000) menemukan
bahwa 34 dari 122 negara dikawasan Eropa akan mengadopsi IAS dalam waktu 3-5 tahun kedepan,
56% lainnya berencana akan mengadopsi IAS dan hanya 29% yang mempertimbangkan US GAAP.
Negara lainnya dalam studi ini, yaitu Jepang, pada standar akuntansinya, diketahui terpengaruh oleh
praktek akuntansi di AS (Mckinnon, 1986). Hal tersebut dapat dilihat pada dekade 70-an, dimana
beberapa perusahan Jepang diketahui menyusun laporan keuangannya berdasarkan US GAAP.
Namun, dewasa ini, arah perkembangan penyusunan standar tampaknya akan lebih condong kepada
IAS (Deloitte Touche Tohmatsu, 2002) dan telah menyatakan peranan yang lebih besar oleh IAS
dalam penyusunan standarnya, lebih lanjut, hal tersebut menjadikan semakin banyak perusahaan
Jepang yang akhirnya menerapkan IAS (Ravlic, 1999).
Negara lainnnya dalam studi ini adalah UK, negara dimana posisi tandar akuntansinya, UK
GAAP dianggap kuat, diakui secara internasional serta menyediakan pengungkapan yang cukup
tinggi (Gernon & Meek, 2000). Hal tersebut menjadikan hanya sedikit perusahaan UK yang
menerapkan IAS dalam laporan keuangannya misalnya pada studi yang dilakukan oleh Saudagran
(2001). Dalam kata lain, insentif penggunaan standar internasional (baik US GAAP dan IAS) dianggap
kecil bagi perusahaan di UK, termasuk juga pada praktek di pasar modal. Negara terakhir dalam studi
4
ini, Australia, pada saat penelitian ini dibuat, telah menjalani proses harmonisasi secara substansial
antara standar nasional terhadap IAS (ASX, 1996).
Dari argumen diatas, Ann Tarca dalam penelitiannya menyatakan dua hipotesis lainnya
yaitu:
H3: Perusahaan asing yang terdaftar atau sahamnya diperdagangkan di AS akan lebih
cenderung menggunakan US GAAP dibandingkan dengan perusahaan yang hanya terdaftar dibursa
domestik.
H4: Perusahaan asing yang terdaftar dibursa asing non-AS akan lebih cenderung
menggunakan IAS dibandingkan dengan perusahaan yang hanya terdaftar dibursa domestik.
Argumen tersebut berasal dari pemikiran dimana perusahaan asing yang terdaftar pada
bursa saham AS, merupakan subjek dari US GAAP, konsekuensinya adalah perusahaan tersebutakan
lebih cenderung menggunakan US GAAP dibandingkan dengan IAS. Perusahaan yang sahamnya
terdaftar di NYSE akan menggunakan standar pengungkapan yang diatur dalam US GAAP karena
adanya kewajiban dari SEC. Perusahaan asing yang sahamnya terdaftar di OTC AS bukanlah
merupakan subjek dari kewajiban pelaporan US GAAP.
Walaupun perusahaan asing tersebut diharapkan untuk menggunakan US GAAP demi hadirnya
komparabilitas dengan perusahaan lainnya di AS. Namun, karena perusahaan tersebut bukanlah
merupakan subjek dari US GAAP, maka insentif untuk menggunakan US GAAP pada perusahaan di
OTC AS lebih kecil dibandingkan dengan jika perusahaan tersebut terdaftar di NYSE. Perusahaan
asing yang terdaftar di bursa saham selain di AS bukanlah merupakan subjek dari kewajiban
akuntansi US GAAP, sehingga kewajiban akuntansi US GAAP tidak berlaku bagi perusahaan tersebut.
Karena alasan itulah mengapa IAS yang menjadi pilihan perusahaan tersebut, selain dari dorongan
badan penyusun standar di negara-negara non-AS demi konvergensi terhadap IAS seperti yang telah
dijelaskan diatas.
2. Hasil Penelitian dan Analisa
Hasil penelitian Ann Tarca mendukung semua hipotesis yang diajukan penelitian ini. Untuk
Hipotesis pertama, hasil penelitian menunjukkan bahwa perusahaan dengan porsi pendapat luar
negeri yang besar akan lebih cenderung menggunakan standar internasional dalam laporan
keuangannya. Ditemukan bahwa terdapat beberapa penggunaan standar internasional di 5 negara,
walaupun terdapat perbedaan pada institutional frameworks serta posisinya terhadap penggunaan
standar internasional. Temuan ini menandakan bahwa tekanan untuk harmonisasi dialami oleh 5
5
negara tersebut. Hal yang sama juga berlaku bagi hipotesis kedua, dimana hasil penelitian
mendukung bahwa standar internasional digunakan oleh perusahaan besar yang listing dibursa
saham asing. Lebih lanjut, dinyatakan bahwa standar internasional digunakan oleh perusahaan di
OTC AS, terdaftar di bursa saham asing non-AS, bahkan juga diketahui bahwa standar internasional
digunakan oleh perusahaan yang hanya mencatatatkan sahamnya dibursa domestik. Fenomena ini
menandakan bahwa perusahaan secara sukarela (voluntarily) menggunakan standar internasional,
hal ini kemungkinan untuk meningkatkan nilai komparabilitas pelaporannya.
Penggunaan standar internasional (dengan pengadopsian standar ataupun sebagai
penambahan terhadap standar nasional) mencerminkan institutional framework ditiap negara.
Seperti yang telah diketahui sebelumnya, terdapat lebih banyak pengadopsian di Jerman dan Jepang
dan lebih banyak penggunaan pengungkapan di UK, Perancis dan Australia. Hasil ini mengindikasikan
keinginan beberapa perusahaan untuk menggunakan standar yang bukan merupakan standar
nasionalnya. Temuan ini mungkin merupakan cerminan kepentingan sebuah negara yang ingin
merubah kewajiban pelaporannya dengan IAS, seperti Perancis, Australia, dan EC (komisi eropa atau
European Commission) melalui perencanaan pengadopsian IAS tahun 2005.
Hipotesis lainnya dalam penelitian ini mempertanyakan mengenai preferensi standar
internasional (US GAAP atau IAS)mana yang akan digunakan oleh perusahaan asing, dengan
mempertimbangkan bursa saham (apakah bursa saham AS atau non-AS). Hasil penelitian
mendukung kedua hipotesis ini, hasil penelitian menunjukkan bahwa, akibat adanya mandatory
reconciliation atau kewajiban rekonsiliasi bagi perusahaan asing yang menggunakan standar non-US
GAAP untuk merekonsiliasi informasi keuangan yang dianggap penting menjadikan hal ini sebuah
tekanan bagi perusahaan asing yang ingin listing di bursa saham AS seperti NYSE dan NASDAQ untuk
menerapkan US GAAP.
Hipotesis terakhir menyatakan bahwa perusahaan asing yang listing di bursa saham non-AS
akan lebih cenderung menerapkan IAS. Hasil penelitian mendukung hal ini, lebih lanjut, menurut
Choi et. Al (2011) dikatakan bahwa akibat berbagai perubahan regulasi pasar modal di kawasan Uni
Eropa, Jepang dan Australia, melalui badan kerjasama regulator pasar modal dunia yaitu IOSCO
menunjukkan bahwa IAS direkomendasikan untuk digunakan sebagai standar pelaporan keuangan
perusahaan yang terdaftar di bursa saham asing.
Ketika kita melihat praktik penggunaan standar akuntansi internasional di pasar OTC yang
notabene bukanlah merupakan subjek dari US GAAP, banyak perusahaan yang lebih memilih
menggunakan IAS. Penggunaaan sukarela IAS tersebut mengindikasikan kepada dewan standar
6
seperti IASB dan regulator seperti SEC keinginan perusahaan tersebut untuk meningkatkan
komparabilitas laporan keuangannya melalui penggunaan IAS, walaupun mereka eksis di pasar AS.
Perusahaan asing yang sahamnya diperdagangkan dibursa non-AS tidak menunjukkan preferensi
akan penggunaan IAS. Pilihan penggunaan US GAAP oleh perusahaan tersebut mungkin
mencerminkan rencana listing dimasa depan di AS serta lama waku perusahaan tersebut tercatat
dibursa asing.
3. Kesimpulan
Sebagai kesimpulan, Ann Tarca mengatakan bahwa perusahaan yang lebih cenderung
menggunakan standar internasional adalah perusahaan yang ukurannnya lebih besar, proporsi
pendapatan luar negerinya lebih besar, serta terdaftar di bursa saham asing. Namun hal tersebut
memiliki beberapa perbedaan khas diberbagai negara. Misalnya, kaitan antara porsi pendapatan luar
negeri dan penggunaan standar internasional hanya ditemukan pada penelitian untuk UK; hubungan
antara ukuran perusahaan dan penggunaan standar internasional hanya nampak untuk negara
Jepang; serta kaitan antara nilai leverage yang lebih rendah dengan penggunaan standar
internasional hadir di UK dan Jerman, tetapi tidak di Australia dan Jepang. Hasil ini menunjukkan
atribut dari perusahaan yang menggunakan standar inetrnasional berbeda diberbagai negara.
4. Kritisi mengenai penelitian
Ada beberapa hal yang dapat dikritisi dari penelitian yang dilakukan oleh Ann Tarca ini,
diantara lainnya adalah:
1. Penggunaan asumsi dua standar internasional, US GAAP dan IAS dalam penelitian ini,
dirasa kurang relevan pada saat ini.
Patut dicatat bahwa penelitian ini dilakukan pada tahun 2002, dengan mengasumsikan
bahwa pada saat itu terdapat dua standar internasional yang digunakan oleh perusahaan-
perusahaan internasional di berbagai negara, yaitu US GAAP dan IAS. Hal ini dirasa kurang relevan
jika melihat arah konvergensi standar akuntansi internasional pada saat ini, dimana, secara
bertahap, IAS lah yang akan digunakan sebagai standar tunggal dalam pelaporan keungan di
berbagai negara. Choi et.al (2011) mengatakan bahwa, pada tahun 2005, regulator pasar modal
Amerika, SEC, mengeluarkan Roadmap yang berfungsi sebagai panduan rekonsiliasi antara US GAAP
dengan IAS, hal ini penting dilakukan demi tercapainya tujuan konvergensi dua standar akuntansi
tersebut.
Lebih lanjut, badan penyusun standar AS, yaitu FASB, pada tahun 2006, menghasilkan
memorandum dengan IASB (badan penyusun standar IAS) mengenai jalan yang ditempuh dalam
7
proses konvergensi dua standar tersebut. Langkah yang cukup signifikan adalah pada tahun 2007,
dimana, mandatory reconciliation atau rekonsilasi yang diwajibkan oleh SEC bagi perusahaan asing
yang menggunakan IAS, dihilangkan, sehingga “keterpaksaan” dalam penggunaan US GAAP seperti
dalam penelitian Ann Tarca, memiliki kekuatan yang lebih kecil pada saat ini. Pada saat ini, SEC
sedang mereview apakah perusahaan domestik di bursa AS, diijinkan atau bahkan diwajibkan untuk
menerapkan IAS. Walaupun terdapat perlawanan dari sejumlah pihak mengenai posisi US GAAP
nantinya, seperti yang dinyatakan oleh Ann Tarca, namun hal ini tidak menghalangi proses
konvergensi antara US GAAP dan IAS, oleh SEC, yang kemudian ditetapkan pada tahun 2008, dimana
direncanakan pada tahun 2015, IAS akan menggantikan US GAAP.
2. Adanya perkembangan terbaru mengenai konvergensi standar akuntansi internasional,
pada negara yang dijadikan sampel dalam penelitian.
Seperti yang telah dikatakan sebelumnya, penelitian ini dilakukan pada tahun 2002, terdapat
beberapa perkembangan terbaru mengenai konvergensi dinatara negara-negara yang dijadikan
sampel dalam penelitian ini (untuk AS, telah dijelaskan dalam poin 1), informasi mengenai
perkembangan berikut ini, sebagian besar disarikan dari Choi et.al (2011). Untuk negara UK, pada
saat ini semua perusahaan UK diijinkan untuk menerapkan IAS, selain dari UK GAAP yang disebutkan
dalam penelitian ini. Lebih lanjut, hal ini merupakan dampak dari insiatif 2005 oleh Uni Eropa,
dimana UK merupakan salah satu anggotanya. Untuk level domestik, pada tahun 2009, Accounting
Standard Board (badan penyusun standar UK) mengeluarkan roadmap mengenai penggantian UK
GAAP dengan suatu standar baru yang didasarkan pada IAS, yang nantinya wajib digunakan oleh
perusahaan yang terdaftar dibursa.
Untuk negara Jerman, saat ini bagi perusahaan yang terdaftar di bursa saham Jerman,
laporan keuangannya wajib dilaporkan berdasarkan IAS. Untuk negara Perancis, pada saat ini, Degos
dan Ouvrard (2010) mengatakan bahwa, sejak tahun 1999, standar akuntansi disusun mengacu
kepada IAS. Pada saat ini, IAS wajib digunakan sebagai standar akuntansi bagi perusahaan yang
listing dibursa saham Perancis. Untuk negara Jepang, penggunaan IAS merupakan sebuah pilihan
(voluntarily) dimulai setelah 31 maret 2010, dan kemudian, sejalan dengan pengadopsian penuh IAS
pada tahun 2015, merupakan standar akuntansi yang wajib digunakan oleh perusahaan yang
terdaftar dibursa saham Jepang.
3. IAS berkembang sebagai standar pelaporan keuangan di pasar modal dunia.
Ann Tarca memberikan alasan yang cukup mengenai faktor pendorong perusahaan-
perusahaan internasional untuk menggunakan US GAAP dalam kaitannya dengan bursa saham AS,
tetapi Ann Tarca tidak cukup memeberikan alasan tentang hal apa yang mendorong perusahaan
internasional untuk menggunakan IAS dibursa saham non-AS. Informasi yang dapat ditambahkan
8
mengenai hal ini adalah informasi mengenai perkembangan standar pelaporan pasar modal dunia
pada dekade 90-an.
Choi et. al (2011) mengatakan bahwa, badan kerjasama regulator pasar modal dunia, IOSCO,
yang terdiri dari regulator pasar modal di 100 negara, melalui komite teknisnya, pada juli 1995,
menandatangani perjanjian dengan IASC, mengenai rencana penggunaan suatu standar tunggal yang
berkualitas tinggi untuk digunakan sebagai media pelaporan di pasar modal dunia. Berbagai tahap
kerjasama kemudian dilakukan pada tahun 1998, 1999 dan 2000. Pada tahun 2000, IOSCO
mendukung penerapan IAS sebagai media pelaporan keuangan antar bursa di dunia, hal ini
bertujuan untuk memudahkan listing serta penawaran saham antar bursa saham. Informasi ini dapat
ditambahkan, sebagai alasan bagi perusahaan internasional, untuk menggunakan IAS sebaga standar
pelaporan keuangan dalam kaitannya dengan pencatatan dibursa saham internasional.
9
2. WILL HARMONIZING ACCOUNTING STANDARDS REALLY HARMONIZE
ACCOUNTING? EVIDENCE FROM NON-US FIRMS ADOPTING US GAAP
(Mark T. Bradshaw & Gregory S. Miller)
1. Latar belakang dan hipotesis
Penelitian yang dilakukan Bradshaw & Miller ini mengetengahkan isu mengenai penerapan
standar internasional dan penggunaan standar nasional oleh perusahaan non-AS. Standar
internasional dalam penelitian ini, menurut Bradshaw & Miller, adalah US GAAP, kesimpulan
mengenai perlakuan US GAAP sebagai standar akuntansi internasional didasarkan pada studi Dye &
Sunder (2001). Penelitian ini menggunakan sampel 178 berasal dari 27 negara di 6 benua. Hal ini
dilakukan terciptanya lingkungan pelaporan serta latar belakang kelembagaan yang beragam
(diversified). Dua sampel berpasangan kemudian digunakan untuk dibandingkan (benchmarking).
Yaitu perusahaan non-AS yang menggunakan standar nasionalnya, serta perusahaan non-AS yang
menggunakan US GAAP.
Pendukung dari harmonisasi standar akuntansi internasional menyatakan bahwa standar
tunggal akan menjamin bahwa transaksi yang sama akan diperlakukan sama oleh berbagai
perusahaan didunia, yang pada akhirnya akan menciptakan laporan keuangan yang dapat
dibandingkan (comparable) secara global. Namun hal ini menurut Bradshaw dan Miller, terdapat
beberapa temuan penelitian yang menyatakan keraguan mengenai apakah satu set standar
akuntansi mampu diterapkan secara konsisten di berbagai kondisi ekonomi, politik dan budaya.
Sebagai contoh, penelitian sebelumnya menyatakan bahwa pada penggunaan awal IAS, terdapat
bukti bahwa perusahaan bahkan tidak mematuhi kewajiban pengungkapan (Street & Gray, 2001),
lebih lanjut perusahan juga berbeda mengenai penyajian properti akuntansi (misalnya laba atau
earning) (Ball, Robin & Wu, 2003). Hal-hal tersebut kemudian mengarahkan peneliti, kepada
pemahaman baru mengenai faktor dalam penciptaan komparabilitas, selain dari standar akuntansi.
Secara khusus, Bradshaw & Miller mengatakan faktor itu antara lain adalah pengawasan regulator
serta tekanan dari pasar modal (Land & Lang, 2002; Ball et. al, 2003).
Penelitian sebelumnya menunjukkan adanya keraguan mengenai apakah standar akuntansi
global mampu menghasilkan akuntansi yang dapat dibandingkan (comparable) diseluruh dunia. Hal
ini mungkin karena penelitian terdahulu satu atau lebih keterbatasan. Pertama, penelitian tersebut
membandingkan standar akuntansi yang mirip (similar), namun tidak sama (identical). Hal ini akan
menyulitkan pada
10
Penelitian ini menggunakan sampel 178 perusahaan non-AS, yang secara sukarela
(voluntarily) menerapkan US GAAP. US GAAP, dalam penelitian ini, US GAAP dianggap sebagai
sebuah standar internasional (Dye & Sunder 2001). Sampel tersebut berasal dari 27 negara di 6
benua. Hal ini dilakukan terciptanya lingkungan pelaporan serta latar belakang kelembagaan yang
beragam (diversified). Dua sampel berpasangan kemudian digunakan untuk dibandingkan
(benchmarking). Yaitu perusahaan non-AS yang menggunakan standar nasionalnya, serta
perusahaan non-AS yang menggunakan US GAAP. Penggunaan masing-masing standar ini
dibandingkan untuk melihat pengungkapan serta penyajian properti akuntansinya. Argumen inilah
yang menjadi dasar bagi hipotesis pertama:
H1: Perusahaan non-AS yang mengadopsi US GAAP mengungkapkan pemilihan metode
akuntansi serta menyajikan properti informasi akuntansi yang sama (tidak sama) dengan AS (negara
asal perusahaan).
Pendukung dari harmonisasi standar akuntansi internasional menyatakan bahwa standar
tunggal akan menjamin bahwa transaksi yang sama akan diperlakukan sama oleh berbagai
perusahaan didunia, yang pada akhirnya akan menciptakan laporan keuangan yang dapat
dibandingkan (comparable) secara global. Namun hal ini menurut Bradshaw dan Miller, terdapat
beberapa temuan penelitian yang menyatakan keraguan mengenai apakah satu set standar
akuntansi mampu diterapkan secara konsisten di berbagai kondisi ekonomi, politik dan budaya.
Sebagai contoh, penelitian sebelumnya menyatakan bahwa pada penggunaan awal IAS, terdapat
bukti bahwa perusahaan bahkan tidak mematuhi kewajiban pengungkapan (Street & Gray, 2001),
lebih lanjut perusahan juga berbeda mengenai penyajian properti akuntansi (misalnya laba atau
earning) (Ball, Robin & Wu, 2003). Hal-hal tersebut kemudian mengarahkan peneliti, kepada
pemahaman baru mengenai faktor dalam penciptaan komparabilitas, selain dari standar akuntansi.
Secara khusus, Bradshaw & Miller mengatakan faktor itu antara lain adalah pengawasan regulator
serta tekanan dari pasar modal (Land & Lang, 2002; Ball et. al, 2003). Argumen inilah yang kemudian
membentuk hipotesis kedua.
H2: Perusahaan non-AS yang mengadopsi US GAAP yang sahamnya terdaftar (tidak
terdaftar) di bursa saham AS menyajikan pengungkapan akuntansi dan mendasarkan properti
informasi akuntansi yang mirip (tidak mirip) dengan perusahaan AS. Pencatatan antar bursa (cross
listing) tidak akan memiliki pengaruh relatif terhadap konservatisme properti akuntansi.
11
Laporan keuangan memiliki tujuan eksternal yang penting. Tujuan tersebut dapat
mempengaruhi penerapan kebijakan akuntansi oleh perusahaan. Dengan kaitaan pada hipotesis
kedua, Bradshaw dan Miller mencoba melihat hubungan antara penerapan standar internasional (US
GAAP) dengan tinggi atau rendahnya insentif apsar yang dimiliki oleh perusahaan, untuk melihat
dampak seperti apakah yang akan ditimbulkan antara tujuan pelaporan keuangan dengan pemilihan
standar akuntansi yang digunakan. Hal inilah yang menjadi dasar bagi hipotesis terakhir.
H3: Perusahaan non-AS yang mengadopsi US GAAP serta menyajikan insentif pasar yang
tinggi (rendah) akan menyajikan properti laba yang mirip (tidak mirip) dengan perusahaan AS.
2. Hasil penelitian dan Analisa
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perusahaan non-AS yang mengadopsi US GAAP, tidak
mengungkapan perubahan pemilihan metode akuntansi. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan
non-AS yang mengadopsi US GAAP, lebih patuh kepada US GAAP dibandingkan dengan perusahaan
non-AS yang menggunakan standar nasionalnya. mengenai faktor kedua, yaitu penyajian properti
akuntansi yang sama (tidak sama) dengan AS (negara asal perusahaan) jika perusahan non-AS
mengadopsi US GAAP, hasil penelitian menunjukkan bahwa, terdapat penyesuaian penyajian
properti akuntansi , jika sebuah perusahaan pada akhirnya mengadopsi US GAAP. Dapat
disimpulkan, bahwa hasil penelitian, mendukung argumen untuk hipotesis pertama.
Hasil penelitian mendukung hipotesis kedua. Perusahaan yang sekuritasnya diperdagangkan
di AS memiliki tingkat pengungkapan yang lebih besar dibandingkan dengan perusahaan yang
sahamnya tidak diperdagangkan di AS. Lebih lanjut, untuk faktor kedua, yaitu dasar properti
informasi akuntansi, perusahaan non-AS yang sahamnya terdaftar di bursa AS merupakan subjek
regulasi AS, sehingga pada akhirnya properti akuntansinya akan lebih cenderung dekat dengan
perusahaan AS sendiri. Hal ini sejalan dengan dampak pengawasan regulator pasar modal AS
terhadap penerapan US GAAP.
Insentif dalam hipotesis ketiga dapat didefinisikan sebagai hasil yang akan diharapkan oleh
perusahan, jika perusahaan tersebut mengadopsi US GAAP.insentif pasar yang tinggi dapat
dimisalkan jika sebuah perusahaan, dimana sumber pendanaanya berasal dari luar (eksternal), maka
insentif untuk mengadopsi US GAAP dengan sifat pengungkapan detailnya, maka hal ini akan
memudahkan perusahaan dalam mencari pendanaan dalam bentuk sekuritas dipasar dibandingkan
dengan perusahaan yang kepemilikan saham terbesarnya dimiliki oleh internal perusahaan. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa, semakin besar insentif pasar, maka semakin cenderung perusahaan
tersebut mengadopsi US GAAP. Dengan kata lain, pengadopsian US GAAP akan lebih
12
menguntungkan bagi perusahaan dengan insentif pasar tinggi dibandingkan dengan perusahaan
dengan insentif pasar yang rendah.
3. Kesimpulan
Bradshaw dan Miller, menyimpulkan bahwa penelitiannya menemukan pengadopsian US
GAAP secara signifikan akan merubah pemilihan metode akuntansi non-AS, dan memepengaruhi
properti informasi keungan akuntansi yang dilaporkan berdasarkan kaitan antara hubungan sistem
akrual dan cash flow serta beberapa ukuran konservatisme. Lebih lanjut, Bradshaw dan Miller
menemukan regulasi pada umumnya meningkatkan kepatuhan atas pengunkapan pemilihan metode
akuntansi. Bradshaw dan Miller juga menemukan tidak adanya bukti pendukung mengenai insentif
pasar modal sebagai pendorong utama dari kepatuhan (compliance). Secara keseluruhan, kedua
peneliti ini menginterpretasikan hasil dari penelitian sebagai hasil yang konsisten dengan
harmonisasi standar akuntansi, yang tampaknya akan memiliki pengaruh cukup besar dalam hal
peningkatan komparabilitas informasi keuangan.
4. Kritisi mengenai penelitian
Beberapa kritisi yang ingin saya tambahkan disini antara lain adalah
1. Hanya satu standar internasional yang digunakan & serta hanya satu pasar modal yang
digunakan dalam penelitian.
Bradshaw & Miller dalam penelitiannya menggunakan US GAAP sebagai satu-satunya
standar internasional. Hal ini dapat dipahami, karena penelitian ini menggunakan konteks standar
akuntansi AS serta penerapan regulasi pasar modal AS terhadap perusahaan yang listing di bursa
saham AS. Cakupan mengenai penelitian ini lebih sempit dari penelitian pertama yang dilakukan oleh
Ann Tarca (2002), dimana ia menggunakan dua standar akuntansi sebagai standar internasional,
yaitu US GAAP dan IAS. Lingkup penelitian Ann Tarca juga lebih baik jika dibandingkan dengan
Bradshaw & Miller, dimana Ann Tarca melihat praktek pelaporan dipasar modal, baik di AS, maupun
dibursa saham asing.
2. Sampel penelitian yang lebih baik
Penelitian pertama yang dilakukan oleh Ann Tarca, sebagian besar mengambil sudit pandang
pada penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Choi et. al. Dimana Choi menggunakan sampel
perusahaan dari negara-negara industri besar seperti AS, negara besar di kawasan UE, serta Jepang
dan Australia. Sampel penelitian oleh Bradshaw dan Miller memiliki kelebihan, karena menggunakan
27 negara yang lebih merepresentasikan keberagaman faktor ketimbang hanya 5 negara seperti
dalam penelitian Ann Tarca. Sampel perusahan dalam penelitian Bradshwa dan Miller ini juga sedikit
13
lebih baik dibandingkan dengan penelitian Ann Tarca, kedua peneliti tersebut menggunakan 178
perusahaan ketimbang 150 perusahaan dalam penelitian Ann Tarca.
14
Refernsi
Choi, Frederick D.S., Meek, Gerry K. 2011. International Accounting seventh edition.
Prentice-Hall.
Tarca, Ann. 2002. International Convergence od Accounting Practices: Choosing Between IAS
and US GAAP. UWA Business School.
Bradshaw, Mark T., Miller, Gregorry S. 2007. Will Harmonizing Accounting Standards Really
Harmonize Accounting? Evidence From Non-US Firms Adopting US GAAP.Harvard Business
School.
Degos, Jean-Guy., Ouvrard, Degos. 2010. Recent history of French Accounting Regulation:
five years of convergence towards IFRS. International Journal of Economics and Accounting
2010 - Vol. 1, No.3 pp. 200 - 222
15