Relevansi Vastusastra dengan Konsep Perancangan Joglo ...

22
1 RELEVANSI VASTUSHASTRA DENGAN KONSEP PERANCANGAN JOGLO YOGYAKARTA Abstract Dwi Retno Sri Ambarwati ) This study is aimed to analyse the relevance between Vastushastra and the concept in designing Joglo Yogyakarta by making a comparation between both of them and the further analysis is the identification of the matter that cause the relevant and irrelevant between them. The result of this study indicate that basically there are some relevances between Vastushastra and the concept in designing Joglo Yogyakarta on the cosmology concept, the effort to achieve the primary goal of life by creating and keeping the harmony with the nature, an effort in balancing the energy of nature, believing the influence of nature in human life, and the relevance in choosing the shape of the house (square shape). In the other side, the irrelevants are in choosing the orientation of the house and the room configuration. Those irrelevants caused by the creativity of Javanesse people, the influence of Islam and the condition of nature dan geographic. Keyword: Vastushastra, Joglo Yogyakarta A. PENDAHULUAN Banyak cara dilakukan manusia untuk mendapatkan kenyamanan, kebahagiaan dan keselamatan dalam hidupnya. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan mempernyaman lingkungan huniannya, yaitu tempat atau ruang dimana manusia hidup dan tinggal. Banyak pula ilmu dan norma yang kini diterapkan untuk membangun hunian, baik itu yang datang dari dunia Barat maupun dunia Timur. Salah satu contoh ilmu dari dunia Timur adalah Feng-Shui dari China, didalamnya terdapat suatu kepercayaan bahwa segala sesuatu di dunia ini ) Penulis adalah Tenaga Pengajar pada Jurusan Pendidikan Seni Rupa Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta

Transcript of Relevansi Vastusastra dengan Konsep Perancangan Joglo ...

Page 1: Relevansi Vastusastra dengan Konsep Perancangan Joglo ...

1

RELEVANSI VASTUSHASTRA DENGAN KONSEP PERANCANGAN

JOGLO YOGYAKARTA

Abstract

Dwi Retno Sri Ambarwati )

This study is aimed to analyse the relevance between Vastushastra and the

concept in designing Joglo Yogyakarta by making a comparation between both of

them and the further analysis is the identification of the matter that cause the

relevant and irrelevant between them. The result of this study indicate that basically

there are some relevances between Vastushastra and the concept in designing Joglo

Yogyakarta on the cosmology concept, the effort to achieve the primary goal of life

by creating and keeping the harmony with the nature, an effort in balancing the

energy of nature, believing the influence of nature in human life, and the relevance

in choosing the shape of the house (square shape). In the other side, the irrelevants

are in choosing the orientation of the house and the room configuration. Those

irrelevants caused by the creativity of Javanesse people, the influence of Islam and

the condition of nature dan geographic.

Keyword: Vastushastra, Joglo Yogyakarta

A. PENDAHULUAN

Banyak cara dilakukan manusia untuk mendapatkan kenyamanan,

kebahagiaan dan keselamatan dalam hidupnya. Salah satu upaya yang dilakukan

adalah dengan mempernyaman lingkungan huniannya, yaitu tempat atau ruang

dimana manusia hidup dan tinggal. Banyak pula ilmu dan norma yang kini

diterapkan untuk membangun hunian, baik itu yang datang dari dunia Barat maupun

dunia Timur. Salah satu contoh ilmu dari dunia Timur adalah Feng-Shui dari China,

didalamnya terdapat suatu kepercayaan bahwa segala sesuatu di dunia ini

) Penulis adalah Tenaga Pengajar pada Jurusan Pendidikan Seni Rupa Fakultas Bahasa dan Seni

Universitas Negeri Yogyakarta

Page 2: Relevansi Vastusastra dengan Konsep Perancangan Joglo ...

2

mengandung energi positif dan negatif sehingga perlu dilakukan upaya untuk

menyeimbangkan kedua energi yang saling berlawanan itu agar tercipta kenyamanan

bagi manusia. Ilmu Vastu Shastra adalah ilmu yang berasal dari Jaman Hindu Kuno,

yang dahulu diterapkan dalam perancangan candi-candi Hindu. Adapun norma

perancangan ruang dan bangunan yang diatur oleh Vastu Shastra adalah orientasi

arah hadap ruang dalam rumah, penentuan site dan bentuk bangunan, dan penentuan

tata letak (layout).

Jika dilihat dari sejarahnya, terdapat kesejajaran sejarah arsitektur bangunan

suci India dan Jawa Kuna. Telah banyak teori yang mencoba menjelaskan perihal

bagaimana caranya pengaruh India (Hindu-Budha) sampai ke pulau Jawa. Hal yang

sudah pasti adalah berkat adanya pengaruh tersebut penduduk Indonesia pada

umumnya dan masyarakat Jawa pada khususnya kemudian memasuki periode

sejarah sekitar abad ke-4 Masehi. Berdasarkan latar belakang sejarah tersebut,

terdapat kemungkinan adanya relevansi ilmu Vastu Shastra yang berasal dari Hindu-

India Kuna dengan konsep perancangan rumah Joglo di Jawa pada umumnya dan

Yogyakarta pada khususnya.

Berawal dari hipotesis tersebut, maka penelitian ini bertujuan untuk

menganalisis relevansi antara Konsep Vastu Shastra dengan Konsep perancangan

Joglo Yogyakarta pada khususnya dan Joglo Jawa pada umumnya dengan terlebih

dahulu melakukan perbandingan antara Konsep Vastu Shastra dan Konsep

Perancangan Joglo Yogyakarta. Dari hasil perbandingan tersebut dapat diidentifikasi

Page 3: Relevansi Vastusastra dengan Konsep Perancangan Joglo ...

3

kesesuaian dalam penerapan konsep-konsepnya maupun ketidaksesuaiannya dan

dianalisis lebih lanjut hal-hal apa yang melatarbelakangi kesesuaian dan

ketidaksesuaian antara kedua konsep tersebut.

B. KONSEP VASTU SHASTRA

1. Tinjauan Kosmologi Hindu

Di dalam kosmologi Hindu, permukaan bumi berbentuk segi empat, suatu

bentuk yang paling fundamental dari seluruh bentuk dalam Hindu., dimana empat

sudutnya mengacu pada 4 arah mata angin : Utara, Selatan, Timur dan Barat (disebut

Chaturbuhuji/empat sudut) yang diujudkan dalam bentuk simbolis yang disebut

Prithvi Mandala. Kramrisch (1981) menyebutkan sebagai berikut:

The surface of the earth, in traditional Indian cosmology, is regarded as area

demarcated by sunrise and sunset, by the point where the sun apparently

emerges above and sinks below the horizon; by the East and West, and also

by the North and South Points .It is therefore represented by mandala of a

square.

Artinya bahwa permukaan bumi di dalam kosmologi Hindu, dipandang sebagai area

yang dibatasi terbit dan terbenamnya matahari oleh titik dimana matahari muncul di

atas dan terbenam di bawah cakrawala, oleh timur dan barat dan juga oleh utara dan

selatan. Oleh karena itu bumi diujudkan dalam bentuk mandala segi empat. Segi

empat ini bukan merupakan garis penampang bentuk bumi, akan tetapi merupakan

garis penghubung titik –titik dimana matahari terbit dan terbenam di timur dan barat,

serta utara dan selatan.

Page 4: Relevansi Vastusastra dengan Konsep Perancangan Joglo ...

4

Teks-teks kuno Vastu Shastra menyebutkan bahwa ada berbagai dewa dalam

mitologi Hindu yang menetapkan lokasi kedudukan mereka dalam suatu bangunan.

Rumah harus diperlakukan seperti manusia, seperti teman baik yang memberi

kenyamanan dan perlindungan. Rumah juga diberi nama manusia . Dalam Vastu

Shastra dikenal sebagai Vastu Purusha yang disebut sebagai the spirit of the site (roh

dari suatu tempat). Digambarkan dalam Vastu Shastra sebagai seorang pria yang

terbaring dalam posisi kepala menghadap ke timur, dengan postur membentuk segi

empat.

Vaastu Purusha menandai pentingnya suatu area dengan menempatkan

kepalanya posisi Timur laut yang melambangkan keseimbangan pikir dan badan

bawahnya di posisi Barat daya yang melambangkan kestabilan dan kekuatan.

Gambar.1

Vastu Purusha Mandala

(http://en.wikipedia.org/wiki/mandala.)

Page 5: Relevansi Vastusastra dengan Konsep Perancangan Joglo ...

5

Pusarnya diposisi sentral dari area, melambangkan kesadaran kosmik dan tangannya

di posisi Barat Laut dan Tenggara, melambangkan gerakan dan energi. Menurut

legenda Hindu, Vastu Purusha merupakan makhluk tanpa bentuk . Brahma, bersama

dewa yang lain terpaksa mengurungnya di tanah. Insiden ini dinyatakan secara grafis

dalam Vaastu Purusha Mandala dengan alokasi porsi yang hirarkis untuk masing-

masing posisi kedudukan dewa yang didasarkan atas konstribusi dan posisi masing-

masing dalam menjalankan perannya. Brahma berada di posisi sentral yang disebut

Brahmasthana, sementara dewa-dewa tersebar disekelilingnya dalam pola yang

memusat.

Menurut Kramrisch (1981), berdasarkan kalkulasi astrologis, garis batas dari

Vastu Purusha Mandala dibagi menjadi 32 segi empat yang lebih kecil, yang disebut

nakshatras. Naksatras ini berhubungan dengan peta bintang atau rumah matahari

yang dilewati oleh bulan sebulan sekali. Jumlah 32 secara geometris merupakan

perulangan hasil pembagian dari tiap bagian kotak, melambangkan empat waktu

dalam delapan posisi di dunia: timur, tenggara, selatan barat daya, barat, barat laut,

utara, timur laut. Segi empat yang berjumlah 32 merupakan simbol dari siklus

kemunculan kembali bulan. Tiap-tiap nakshatras diatur oleh suatu kesatuan yang

mulia, disebut deva yang mempengaruhi Mandala. Diluar Mandala terdapat empat

arah yang melambangkan pertemuan dari surga dan bumi, juga melambangkan

perputaran matahari dari timur ke barat dan rotasinya ke arah utara dan selatan dari

hemispheres.Pusat mandala disebut tempat kedudukan Brahma, merupakan awal

Page 6: Relevansi Vastusastra dengan Konsep Perancangan Joglo ...

6

mula dan pusat dari susunan alam semesta.

Disekitar Brahma merupakan tempat dari 12 kesatuan yang dikenal sebagai

putra Aditi, yang membantu pengelolaan alam semesta. Adanya kotak-kotak kosong

melambangkan akkasa atau ruang murni. Vastu-purusha-mandala yang komplet,

membentuk sejenis peta diagram pengaruh astrologi yang mendasari susunan alam

semesta dan takdir hidup manusia .

2. Pengertian Vastu Shastra

Kata Vastu Shastra menurut Prasanna Kumar Acharya (1981) merupakan :

“science of architecture, where the essence of measurement is contained, the

standard measurement followed, or the system of proportions embodied”.

Jadi Vastu Shastra merupakan ilmu arsitektur, dimana pokok-pokok pengukuran

dimuat didalamnya, standar pengukuran diikuti dan sistem proporsi diujudkan.

Secara singkat, Vastu Shastra adalah ilmu arsitektur kuno dari India. Kata „Vastu‟

Gambar 2. Vastu Purusha Mandala

Sumber: Acharya (1981)

Page 7: Relevansi Vastusastra dengan Konsep Perancangan Joglo ...

7

artinya tempat tinggal (shelter), sedangkan „Shastra‟ adalah pengetahuan. Jadi

Vastu Shastra bisa diartikan sebagai ilmu yang berisi ajaran untuk membangun

tempat tinggal yang baik dan menguntungkan bagi manusia dan para Dewa.Vastu

Shastra merupakan sistim perencanaan dan Arsitektur India kuno yang didasarkan

pada ajaran yang ada di kitab suci Veda.Jadi teori-teorinya masih mempunyai

kaitan yang cukup erat dengan ajaran agama Hindu.

3. Prinsip Dasar Vastu Shastra

Secara umum,Vastu Shastra bisa dikatakan juga sebagai ilmu pengetahuan

kuno yang berfungsi untuk membantu kita hidup selaras dengan lima elemen dan

hukum-hukum lain yang ada di alam.Dengan demikian diharapkan kita bisa

memanfaatkan pengaruh positip dari alam dan menghindar dari pengaruhnya yang

negatip. Tujuannya adalah menyelaraskan bentuk dan tata letak suatu bangunan

dengan unsur alam - prithivi/tanah (earth), agni/api (fire), tej (cahaya) (light),

vayu/angin (wind) dan akash/angkasa (ether), dan menyeimbangkan antara manusia

dan material. Bidang-bidang magnet bumi yaitu kutub utara dan selatan serta sinar

matahari.

Jadi Vastu merupakan ilmu konsep energi inheren. Kita tak bisa melihat

energi dengan mata telanjang, tapi kita dapat merasakan dan melihat aplikasinya

dalam bentuk dan gaya yang berbeda. Kita telah mengetahui bahwa pengetahuan

yang berasal dari pikiran disebut ilmu, dan yang diluar pikiran disebut spiritualitas,

oleh karena itu Vastu tidak hanya merupakan ilmu akan tetapi merupakan jembatan

Page 8: Relevansi Vastusastra dengan Konsep Perancangan Joglo ...

8

yang menghubungkan antara manusia dan alam. Elemen-elemen dasar ini hanya

ditemukan di bumi sehingga bumi menjadi pendukung alam dan kehidupan seluruh

alam semesta. Jika rumah tinggal atau bangunan komersial dibangun tanpa

menghiraukan lima elemen tersebut, maka tak akan mendatangkan keberuntungan.

Tiap-tiap elemen dasar akan memberikan kekuatan yang berharga untuk

mendapatkan kekuatan alam yang tanpa batas.

4. Norma Perencanaan Ruang dan Bangunan dalam Vastu Shastra

a. Orientasi Arah Hadap

Orientasi berasal dari kata orient atau timur, dan berarti mencari mana ufuk

timur dan lawannya barat. (Y.B. Mangunwijaya, 1988). Kata ini kemudian menjadi

kiblat karena pada awalnya orang mendasarkan pada pengalaman sehari-hari

terhadap darimana matahari terbit dan ke arah mana matahari tenggelam sebagai

sumber kiblatnya. Namun kemudian, manusia juga mendapatkan persepsi arah selain

timur dan barat, yaitu utara dan selatan. Persepsi sumbu timur-barat serta utara-

selatan melahirkan pemahaman akan centrality, titik pusat yang terjadi akibat adanya

perpotongan di antara kedua sumbu tersebut. Penetapan arah hadap bangunan serta

benda-benda pengisi ruang juga diatur dalam vaastu shastra seperti disebutkan

Acharya (1981) sebagai berikut:

Vaastu Shastra prescribes desirable characteristics for site and building

based on flow of energy. Many of the rules are attributed to cosmological

considerations – the sun’s path, the rotation of the earth, magnetic field, etc.

The morning sun is considered especially beneficial and purifiying and

hence the East is a treasured direction. The body is considered a magnet with

Page 9: Relevansi Vastusastra dengan Konsep Perancangan Joglo ...

9

the head, the heaviest and most important part, being considered the North

Pole and the feet the South pole.

Jadi Vaastu Shastra menentukan karakteristik untuk site atau lokasi dan bangunan

berdasarkan aliran energi. Banyak aturan yang didasarkan atas pertimbangan

kosmologis, seperi lintasan matahari, rotasi bumi, medan magnet dan sebagainya.

Matahari pagi membawa manfaat dan bersifat memurnikan, sehingga arah timur

merupakan arah yang paling baik dan berharga. Kepala yang merupakan bagian

paling penting dari badan, diibaratkan sebagai kutub utara dan kaki ibarat kutub

selatan.

Disebutkan dalam Kramrisch (1980) bahwa Vaastu mempelajari tentang arah

tata letak dengan mengabungkan 5 (lima) unsur atau elemen alam yaitu : -

prithvi/tanah (earth), agni/api (fire), tej (cahaya) (light), vayu/angin (wind) dan

akash/angkasa (ether), dan menyeimbangkan antara manusia dan material. Bidang-

bidang magnet bumi yaitu kutub utara dan selatan serta sinar matahari dan berusaha

sebanyak mungkin untuk memanfaatkan pengaruh positip dari sinar matahari dan

menghindari pengaruhnya yang negatip. Prinsip ini berpengaruh dalam menentukan

arah hadap dan letak bukaan bangunan . Ini salah satu contoh pertimbangan dalam

prinsip Vaastu dalam penentuan arah hadap dan tata letak benda dalam ruangan.

Ketepatan dalam penentuan arah hadap menurut prinsip Vaastu Shastra dapat

mendatangkan keberutungan dan kebahagiaan, begitu sebaliknya apabila tidak tepat

akan mendatangkan kesialan, kesakitan dan kesedihan.

Page 10: Relevansi Vastusastra dengan Konsep Perancangan Joglo ...

10

Bangunan candi yang masih taat azas Vastusastra menghadap ke timur, yang

merupakan arah yang paling menguntungkan karena merupakan arah datangnya

cahaya matahari. Dari timur matahari muncul menghalau kegelapan, memberi

kehidupan, pembawa kebahagiaan. Vastu shastra menyatakan bahwa bangunan yang

proporsi dan orientasinya salah akan menciptakan suasana yang kondusif untuk

datangnya penyakit, kerusakan dan kematian.

b. Penentuan Bentuk Site/Lokasi dan Bentuk Rumah

Dalam penentuan bentuk site yang tepat dalam prinsip Vaastu Shastra,

menurut Brown (1959), disebutkan sebagai berikut:

Vaastu Shastra describes various criteria which determine the choice of

asife. The most exalted shape for a site is square, however rectangale is also

acceptable

Artinya: Vaastu Shastra menjelaskan mengenai berbagai kriteria dalam

menentukan pilihan site lokasi tempat dimana bangunan akan didirikan. Bentuk

bangunan yan paling baik untuk site adalah bentuk bujur sangkar, tetapi bentuk

persegi juga diterima.

Dalam Acharya (1981) disebutkan bahwa : “the shape of the vastu for Gods

and Brahmamnas is prescribed as square, the fundamental form of Indian

architecture”. Jadi bentuk rumah yang terbaik untuk dewa dan para brahmana adalah

bujur sangkar, yaitu bentuk dasar dalam arsitektur India. Disebutkan pula bahwa

bentuk terbaik berikutnya adalah persegi panjang dengan catatan,panjangnya tidak

Page 11: Relevansi Vastusastra dengan Konsep Perancangan Joglo ...

11

boleh melebihi dua kali lebarnya. Bentuk ini mengacu pada figur Vastu Purusha

Mandala dan menjadi bentuk umum untuk candi.

c. Konfigurasi Ruang

Legenda Vastu Purusha dan penaklukannya oleh para dewa merupakan

kiasan untuk menggambarkan bagaimana mendesain sebuah rumah, dengan

berdasarkan bentuk mandala yang terdiri atas 81 bujursangkar .

Gambar 3. Susunan ruang dalam rumah yang mengacu Vastu Purusha Mandala

Sumber: http://www.wikipedia.com

Tabel 1. Susuan ruang sesuai dengan dewa pengaturnya .

Arah Dewa yang Mengatur Ruang

Utara Soma/Kubera (Dewa

kekayaan)

Ruang duduk, ruang penyimpanan

harta

Timur laut Shiwa Ruang keluarga, ruang pemujaan

Timur Indra/Surya (Dewa

Matahari)

Kamar mandi, penyimpanan

makanan

Tenggara Agni (Dewa Api) Dapur/pantry

Selatan Yama (Dewa Kematian) Ruang Penyimpanan

Page 12: Relevansi Vastusastra dengan Konsep Perancangan Joglo ...

12

Barat Daya Nairitya Kamar Tidur Utama, Ruang

simpan

Barat Varuna (Dewa Air) Ruang Tidur anak-anak, ruang

belajar , ruang makan

Barat Laut Vayavva Kandang, lumbung

Posisi dari dewa-dewa tersebut dalam mandala merupakan dasar dalam

menentukan susunan ruang-ruang.Sebagai contoh, Dewa Agni (Dewa Api)

menguasai sudut Tenggara, sehingga merupakan tempat yang ideal untuk dapur.

C. JOGLO JAWA

Rumah tinggal berbentuk joglo yang ideal terdiri dari 2 bangunan atau bila

mungkin 3, yaitu pendopo dan peringgitan, bangunan pelengkap lainnya adalah

gandok, gadri, dapur, pekiwan, lumbung dan kandang hewan.

Keterangan:

1. Regol 10. Pringgitan 2. Rana 11. Dalem 3. Sumur 12. Senthong Kiri 4. Langgar 13. Senthong Tengah 5. Kuncung 14. Senthong Kanan 6. Kandang Kuda 15. Gandhok 7. Pendapa 16. Dapur dll 8. Longkangan I. Halaman Luar

9. Seketeng II. Halaman Dalam

Gambar 6.

Skema Denah Rumah JogloTradisional Jawa

Sumber: Dakung 1982

Page 13: Relevansi Vastusastra dengan Konsep Perancangan Joglo ...

13

2. Latar Belakang Kepercayaan dan Ritual Jawa.

Dalam paham Jawa pusat kekuatan ada pada raja. Konsep kerajaan jawa

adalah suatu lingkaran konsentris mengelilingi Sultan sebagai pusat. Lingkungan

yang terdekat dengan sultan adalah keraton. Sehubungan dengan perlambangan

tersebut, keraton dipandang sebagai lambang kekuasaan seorang raja dan merupakan

tiruan (replika) dari susunan gunung Mahameru (gambaran dari susunan alam

semesta). Puncak Mahameru adalah bagian keraton yang paling dalam yaitu sebagai

tempat tinggal pribadi raja. Tempat tinggal raja tersebut dikelilingi oleh bangunan-

bangunan yang terdapat di sekitarnya. Susunan kosmis bangunan-bangunan dalam

suatu wilayah kekuasaan keraton adalah sebagai berikut: a) Tempat tinggal raja

(Kraton) merupakan titik pusat lingkaran (puncak gunung Mahameru), b) Lingkaran

pertama disebut ’Negara “ c) Lingkaran kedua adalah daerah ’Manca Negara’, d)

Lingkaran ketiga merupakan daerah pesisir, e) Lingkaran paling luar disebut ’Tanah

Seberang’ atau samudera raya.

Keterangan:

1. Kraton

2. Nagara (Ibukota)

3. Nagara Gung (Nagara Agung)

4. Manca Nagara (Negara asing)

5. Tanah Seberang (Samudera Raya)

Gambar 4.

Diagram Empat Lingkaran Konsentris Kerajaan Jawa

(Sumarjan, 1962)

Page 14: Relevansi Vastusastra dengan Konsep Perancangan Joglo ...

14

Berdasarkan pada gambaran tersebut dapat diartikan bahwa keraton

merupakan perwujudan dari ke dua alam pikiran yaitu makrokosmos dan

mikrokosmos. Dipandang dari sudut kebenaran, gambaran tersebut nampak kurang

jelas dan nyata, namun dari sudut alam pikiran Hindu Jawa konsep perlambangan

tersebut masih dipertahankan. Pada keraton Yogyakarta tempat kediaman raja

melambangkan puncak gunung Mahameru sebagai pusat alam semesta serta lambang

kekuatan dan kekuasaan. (Soemarjan, 1962).

3. Rumah Tinggal Orang Jawa

Mengenai asal muasal wujud rumah tinggal orang Jawa sampai saat ini masih

merupakan hal yang belum jelas karena kurangnya sumber-sumber tertulis pada

jaman sebelum ”Indianisasi”. Rumah orang Jawa pada mulanya dibuat dari bahan

batu, teknik penyusunannya seperti batu-batu candi, tapi bukan berarti rumah orang

Jawa meniru bentuk candi. Bahkan beberapa ahli menduga bahwa candi meniru

bentuk rumah tertentu pada waktu itu. Namun dugaan ini masih perlu dibuktikan

lebih lanjut mengingat bangunan candi di Jawa dibuat seiring dengan masuknya

agama Hindu dan Buddha ke Jawa dari India dan seperti diketahui orang India

sebagai pembawa ajaran agama Hindu dan Buddha telah mempunyai pengetahuan

yang cukup canggih dalam pembuatan bangunan candi di India (Manasara dan

Silpasastra).

Page 15: Relevansi Vastusastra dengan Konsep Perancangan Joglo ...

15

4. Bentuk Dasar Rumah Joglo Yogyakarta

Kota Yogyakarta tradisional ditata berdasarkan konsep sumbu Laut Selatan

sebagai dunia bawah dan Gunung Merapi sebagai dunia atas. Jadi, sumbu-sumbu

membawakan makna yang sangat dalam. Dalam ruang maupun dalam kenampakan

elevasi bangunan, sumbu-sumbu berada pada bagian yang membagi ruang dan

elevasi tersebut secara simetris, dan memang demikianlah hakikat sumbu.

Kedudukan ini juga sekaligus memperkuat pemaknaan bangunan atau bentuk. Pada

garis sumbu kebanyakan diletakkan fungsi-fungsi jalan utama, pintu masuk, atau

pusat orientasi. Dengan melewati, memasuki atau pun memusatkan perhatian, orang

seolah menyatakan sikap penghayatan, penghormatan, dan ketaatan kepada apa yang

ada di balik maksud simbol-simbol tersebut dibuat. (Agushinta Dewi, 2003).

Di samping itu, sumbu simetri memberikan kesan equillibrium

(keseimbangan). Oleh karena itu bentuk ideal untuk rumah Joglo adalah bentuk

bujursangkar dan persegi yang simetris. Bangunan yang simetris adalah bangunan

yang terkesan stabil, kokoh, diam, dalam posisi yang seimbang. Kesan

keseimbangan ini tentunya diperlukan untuk mendukung sikap solemnitas, yaitu

sikap yang tidak kritis, sikap menyerahkan diri tanpa perlawanan (pasrah), dan tanpa

pikiran belakang sebagaimana sifat dasar dari orang Jawa yang cenderung sabar,

narimo dan tidak berlebihan. Ruang yang simetris menggambarkan alam kosmos

yang ideal, berputar dalam kondisi yang harmonis. Bahkan simetri bentuk

menggambarkan idealisme atau cita-cita kesempurnaan.

Page 16: Relevansi Vastusastra dengan Konsep Perancangan Joglo ...

16

5. Orientasi Hadap Rumah dan Ruang

Orientasi arah hadap ruang dan rumah Joglo Jawa menurut Ronald (2007)

mempunyai hubungan dengan arah utara-selatan di satu sisi dan timur-barat pada

situasi lain.; arah utara-selatan biasa dijumpai pada rumah rakyat kebanyakan,

sedang arah timur-barat hanya dapat ditemukan pada rumah kerabat Kraton atau

bangsawan. Arah lain yang juga menjadi pedoman untuk menentukan arah rumah

adalah di bagian depan menghadap himpunan air (bandaran agung) dan bagian

belakang membelakangi dataran tinggi, bukit atau gunung .Oleh karenanya rumah

tinggal di daerah Yogyakarta dan Surakarta kebanyakan memiliki orientasi arah

hadap ke Selatan. Orientasi ini menurut tradisi bersumber pada kepercayaan terhadap

Nyai Roro Kidul yang bersemayam di Laut Selatan.

6. Konfigurasi Ruang.

Susunan perletakan ruang dalam rumah Joglo Jawa menurut Arya Ronald

(2005:136) mengenal pembagian ruang berdasarkan situasi kuadran, yaitu kwadran

depan kanan, depan kiri, belakang kanan dan belakang kiri, hal ini tidak tergantung

arah hadap rumah. Ruang yang berada dalam kwadran depan kanan berkualifikasi

ruang umum (public space), depan kiri untuk ruang setengah umum (semi-public

space), belakang kanan untuk ruang setengah privat (semi private space) dan

belakang kiri untuk ruang private (private space). Dalam sistem perletakan ini

terlihat bagian kanan dari sisi pemilik rumah menjadi bagian yang lebih utama

Page 17: Relevansi Vastusastra dengan Konsep Perancangan Joglo ...

17

daripada sebelah kiri, sehingga bagian kanan disediakan untuk orang luar (public)

dan bagian kiri untuk diri sendiri (private)

D. RELEVANSI KONSEP VASTU SHASTRA DENGAN KONSEP

PERANCANGAN JOGLO JAWA

1. Konsep Kosmologi Hindu-Jawa

Pada dasarnya terdapat kesepadanan konsep kosmologi dalam mencapai tujuan

utama dalam kehidupan yakni menciptakan dan menjaga keselarasan antara alam

kodrati nyata) dalam alam adi-kodrati (tidak nyata). Hindu-Jawa memandang alam

semesta sebagai sesuatu yang telah tersusun teratur. Susunan alam semesta

digambarkan sebagai bentuk kasar dari gunung Mahameru dengan keadaan

sekelilingnya. Posisi yang terjadi seolah-olah membentuk lingkaran-lingkaran

memusat yang masing-masing mempunyai arti dan peranan yang berbeda. Keraton

sebagai pusat pemerintahan kerajaan Jawa merupakan replika dari gunung

Mahameru. Berdasarkan itu, pola tata ruang dan pola tata bangunan keraton

merupakan terjemahan dari susunan alam semesta dalam kepercayaan Hindu-Jawa.

2. Keinginan untuk Menyeimbangkan Energi

Konsep Vastu Shastra dan Konsep perancangan Joglo Yogyakarta dalam

perencanaannya terdapat kesamaan pemahaman bahwa segala benda di semesta ini

tersusun dari massa yang memuat energi yang saling dihubungkan oleh getaran

energi kekuatan hidup yang mengalir diantara mereka. Interaksi ini dapat

menguntungkan dan merugikan sehingga getaran buruk harus diminimalkan

Page 18: Relevansi Vastusastra dengan Konsep Perancangan Joglo ...

18

sedangkan yang baik dimaksimalkan melalui penataan komposisi, orientasi dan

bentuk benda-benda di lingkungan sekitarnya.

3. Percaya akan Pengaruh Alam terhadap Kehidupan Manusia

Keyakinan masyarakat Jawa terhadap kekuatan-kekuatan alam semesta

mempengaruhi pola perilaku sehari-hari. Masyarakat Jawa menganggap adanya

kekuatan-kekuatan dari alam sekelilingnya. Puncak gunung dilambangkan sebagai

titik pusat kekuatan dan stabilitas alam semesta yang dikelilingi oleh dataran-dataran

rendah, daerah pesisir, serta samudera. Susunan tersebut seolah-olah membentuk

lingkaran-lingkaran yang memiliki satu titik pusat. Peninggalan konsep kepercayaan

pada zaman Hindu-Budha di daerah Jawa tersebut menggambarkan tentang susunan

alam semesta (makrokosmos) sebagai bentuk atau gambaran secara kasar dari

gunung Mahameru. Hal ini melukiskan bahwa raja dipandang sebagai Dewa yang

bertahta di puncaknya.

Bentuk gunung Mahameru juga mempengaruhi bentuk peratapan rumah Joglo

Yogyakarta pada khususnya dan Joglo Jawa pada umumnya, dengan atap yang

meruncing tinggi mirip gunung. Pada keraton Yogyakarta tempat kediaman raja juga

melambangkan puncak gunung Mahameru sebagai pusat alam semesta serta lambang

kekuatan dan kekuasaan.Bentuk susunan keraton didasari oleh falsafah hidup yang

berakar pada kepercayaan Hindu-Jawa. Alam pikiran Hindu-Jawa memandang

kehidupan manusia selalu terkait serta dalam kosmos (lama raya).

Page 19: Relevansi Vastusastra dengan Konsep Perancangan Joglo ...

19

4. Kesesuaian Pemilihan Bentuk Rumah

Bentuk ideal untuk rumah Joglo adalah bentuk bujursangkar dan persegi

yang simetris. Bangunan yang simetris adalah bangunan yang terkesan stabil, kokoh,

diam, dalam posisi yang seimbang yang didukung oleh sikap solemnitas orang Jawa.

Ruang yang simetris menggambarkan alam kosmos yang ideal, berputar dalam

kondisi yang harmonis. Bahkan simetri bentuk menggambarkan idealisme atau cita-

cita kesempurnaan. Bentuk persegi, yakni bentuk simetris yang memberikan kesan

equillibrium (keseimbangan).

Dalam Konsep Vastu Shastra, bentuk persegi dan segi empat juga

merupakan bentuk fundamental dan merupakan bentuk yang sempurna. Aliran energi

alam di dalam ruang membentuk suatu putaran yang terpusat di tengahnya dan

ditetapkan dalam bentuk persegi (bujur sangkar). Bentuk persegi juga

melambangkan keteraturan kehidupan, keseimbangan dan kesempurnaan.

5. Kesesuaian Penentuan Orientasi Hadap Bangunan

Keraton pada masa lalu berorientasi terhadap ada puncak gunung (Mahameru),

yang berarti menghadap ke arah utara. Rumah tradisional Jawa (tempat tinggal

rakyat) yang berkembang di daerah Yogyakarta berorientasi terhadap laut selatan

yang berarti menghadap selatan. Pada suatu lingkaran kosmis, puncak gunung

merupakan titik pusat lingkaran yang melambangkan kekuatan dan kekuasaan dalam

hal ini sebagai tempat tinggal raja (keraton). Adapun lautan yang berada pada

lingkaran paling luar dapat diartikan sebagai tempat tinggal rakyat biasa (wong

Page 20: Relevansi Vastusastra dengan Konsep Perancangan Joglo ...

20

cilik). Itu sebabnya rumah tradisional Jawa yang berkembang hampir seluruhnya

menghadap ke selatan. Landasan yang dikenal sebagai konsep kosmologi tersebut

nampaknya menjadi suatu tolok ukur yang telah dibakukan. Konsep tersebut telah

mempengaruhi pola perilaku sehari-hari dalam segala aspek.

Sementara itu di dalam Vastu Shastra orientasi arah hadap bangunan yang

paling ideal adalah menghadap ke timur, dengan pertimbangan bahwa arah timur

merupakan arah terbitnya matahari, arah mulainya segala sesuatu. Disini terdapat

perbedaan orientasi, disebabkan oleh perbedaan pusat orentasi. Orientasi dalam

Konsep Vastu Shastra berpusat pada arah terbit dan tenggelamnya matahari (timur-

barat), sedangkan dalam rumah Joglo Yogyakarta berorientasi pada gunung

(Merapi) dan Laut Selatan (utara-selatan) sesuai dengan letak geografisnya.

6. Konfigurasi Ruang

Susunan ruang dalam Konsep vastu Shastra didasarkan atas bentuk Vastu

Purusha Mandala, dimana setiap sudut ruang dalam bangunan dijaga oleh dewa-

dewa yang menduduki posisi-posisi tertentu dan berperan sesuai tugasnya dalam

mengatur ruang di area tersebut. Oleh karena itu fungsi ruang dan susunannya

dusesuaikan dengan peran dewa yang menduduki posisi tersebut.

E. SIMPULAN

Dapat disimpulkan bahwa relevansi antara Vastusastra dengan Konsep

Perancangan Joglo Yogykarta terdapat pada penentuan bentuk bangunan, penentuan

site, konsep kosmologi dan keinginan dalam menyeimbangkan energi di alam,

Page 21: Relevansi Vastusastra dengan Konsep Perancangan Joglo ...

21

sedangkan perbedaannya terdapat dalam penentuan konfigursi ruang dan arah hadap

bangunan. Perbedaan tersebut disebabkan ketika masyarakat Jawa berinteraksi

dengan para para pedagang India (Hindu-Budha) yang membawa ajaran Vastu

Shastra sampai ke pulau Jawa maka diterimalah beberapa aspek kebudayaan penting

tersebut oleh penduduk kepulauan Indonesia yang kemudian berkembang dan

menghasilkan bentuk-bentuk baru kebudayaan Indonesia Kuna yang pada akhirnya

pencapaian itu diakui sebagai hasil kreativitas penduduk kepulauan Indonesia

sendiri.

Oleh sebab itu ada beberapa hal yang secara konseptual tidak relevan lagi

dengan Konsep Vastu Shastra, yang disebabkan oleh pengaruh lain yang datang ke

Jawa setelah Hindu, yakni pengaruh Islam, kreativitas masyarakat Jawa serta kondisi

alam serta geografis.

DAFTAR PUSTAKA

Arya Ronald. (2005). Nilai-nilai arsitektur rumah tradisional Jawa, Yogyakarta:

UGM University Press,

Brown, Percy. (1959). Indian architecture (Buddist and Hindu periods), Bombay:

D.B. Taraporevala Sons and Co. Private Ltd.

Dakung, S. (1982). Arsitektur tradisional DIY. Yogyakarta: Depdikbud.

Hamzuri. (1982). Rumah tradisional Jawa. Jakarta: Depdikbud

Kramrisch, Stella. (1946).The Hindu temple I, Calcutta: University of Calcutta,.

Kramrisch, Stella. (1946). The Hindu temple II, Calcutta: University of Calcutta,

Page 22: Relevansi Vastusastra dengan Konsep Perancangan Joglo ...

22

Lombard, Denys. (2000). Nusa Jawa silang budaya. Jakarta: Penerbit Gramedia

Pustaka Utama.

Prijoutomo, J.(1995). Petungan: Sistem ukuran dalam arsitektur Jawa. Yogyakarta:

Gajah Mada University Press.

Acharya, Prasanna Kumar. (1981). Indian architecture, according to Manasara

Silpasastra, Manasara Series: Vol II, New Delhi: Munshiram Manoharlal

Publisher Pvt, Ltd

Sunarmi.(2007). Arsitektur dan interior Nusantara seri Jawa, Surakarta: UNS Press

Surakarta,

Y.B. Mangunwijaya. (1988). Wastu Citra. Jakarta: PT. Gramedia.

http://en.wikipedia.org/wiki/mandala.