Yule: “Words themselves do not refer to anything, people refer”
Refer At
-
Upload
jefrysusanto1 -
Category
Documents
-
view
113 -
download
0
Transcript of Refer At
REFERAT
ABORTUS PROVOCATUS CRIMINALIS
Oleh:
Kelompok IV
Jefry Pratama S. 0710710029
Affa Kiysa Waafi 0710710037
Diah Kusferdiana 0710710104
Harris Surojo 0710713004
Rahmadia Ermita 0710713046
Pembimbing:
Dr. Eriko Prawestiningtyas, SpF
LABORATORIUM ILMU KEDOKTERAN FORENSIK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
RUMAH SAKIT UMUM Dr. SAIFUL ANWAR MALANG
2012
DAFTAR ISI
Halaman Judul............................................................................................1
Daftar Isi.......................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................3
1.1 Latar Belakang.............................................................................3
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................4
1.3 Tujuan Penulisan.........................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................5
2.1 Abortus.........................................................................................5
2.1.1 Klasifikasi dan Definisi Abortus..............................................5
2.1.2 Dasar Hukum Abortus di Indonesia........................................6
2.2 Abortus Provocatus Criminalis..................................................9
2.2.1 Batasan APC.............................................................................9
2.2.2 Cara-cara APC...........................................................................10
2.2.3 Pemeriksaan..............................................................................12
2.2.3.1 Tujuan Pemeriksaan..............................................................12
2.2.3.2 Pemeriksaan Korban Hidup..................................................13
2.2.3.3 Pemeriksaan Korban Mati.....................................................14
2.2.4 Komplikasi dan Sebab Kematian pada APC..........................16
BAB III LAPORAN KASUS..........................................................................18
3.1 Laporan Kasus..............................................................................18
3.2 Hasil Pemeriksaan........................................................................18
BAB IV PEMBAHASAN...............................................................................20
BAB V PENUTUP.........................................................................................22
5.1 Kesimpulan....................................................................................22
5.2 Saran..............................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................23
2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Setiap tahun berjuta-juta perempuan Indonesia mengalami kehamilan
yang tidak direncanakan, dan sebagian besar dari perempuan tersebut
memilih untuk mengakhiri kehamilan mereka, walaupun dalam kenyataanya
aborsi secara umum adalah illegal. Seperti di negara-negara berkembang
lainnya dimana terdapat pembatasan yang ketat terhadap aborsi, perempuan
Indonesia sering kali mencari bantuan untuk aborsi melalui tenaga-tenaga
non-medis yang menggunakan cara-cara antara lain dengan meminum
ramuan-ramuan yang berbahaya dan melakukan pemijatan penguguran
kandungan yang membahayakan.1
Estimasi nasional menyatakan setiap tahun terjadi dua juta kasus aborsi
di Indonesia. Ini artinya terdapat 43 kasus aborsi per seratus kelahiran hidup
(menurut hasil sensus penduduk tahun 2000), dan bila terdapat 53.783.717
perempuan usia 15-49 tahun artinya terdapat 37 kasus aborsi pertahun
perseribu wanita usia 15-49 tahun (berdasarkan crude birth rate sebesar 23
perseribu kelahiran hidup). Sebuah studi yang dilakukan di beberapa fasilitas
kesehatan di Indonesia, mengestimasikan 25-60% kejadian aborsi adalah
adalah aborsi disegaja atau aborsi provocatus kriminalis. Perkiraan tersebut
cukup tinggi bila dibandingkan negara-negara lain di Asia di mana dalam
skala regional terjadi sekitar 29 aborsi pada setiap 1.000 perempuan usia
reproduktif.1,2
Banyak aborsi yang dilakukan di Indonesia adalah tidak aman. Aborsi
yang tidak aman dapat membahayakan kesehatan dan nyawa perempuan
yang melakukannya. Derajat keamanan tergantung dari prosedur dan metode
serta keahlian penyedia layanan aborsi. Diestimasikan bahwa dukun bersalin
melakukan 4/5 dari aborsi yang terjadi sehingga secara umum, hampir
separuh dari perempuan mencari pelayanan aborsi dari dukun bersalin,
dukun tradisional, atau ahli pijat. Sementara itu, jumlah dari upaya
pengguguran kandungan yang dilakukan sendiri, tidak diketahui.1
Aborsi tidak aman dapat menyebabkan komplikasi-komplikasi tidak
terduga dan kematian. WHO mengestimasikan bahwa sekitar 14% angka
kematian ibu di Asia Tenggara terjadi akibat aborsi tidak aman. Di Indonesia,
3
menurut data WHO tahun 2004, 15 – 50% dari kematian maternal terjadi
akibat aborsi tidak aman. Diduga insiden komplikasi-komplikasi dari aborsi
tidak aman jauh lebih tinggi dari angka kejadian kematian. Dalam hal ini,
belum tersedia data di Indonesia, namun untuk Asia Tenggara diperkirakan
sekitar 3 dari 1.000 perempuan usia 15-44 tahun dirawat akibat komplikasi
terkait aborsi setiap tahunnya.1,3
Oleh karena angka kejadian aborsi di Indonesia cukup tinggi terutama
aborsi provocatus kriminalis atau abortus yang disengaja, maka perlu
dilakukan pembahasan lebih lanjut tentang abortus provocatus kriminalis,
agar kita sebagai tenaga kesehatan dapat memahami abortus provocatus
criminalis menekan angka kejadian aborsi provocatus kriminalis di Indonesia.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam pembuatan makalah ini adalah:
1. Apa saja batasan-batasan abortus provocatus criminalis?
2. Bagaimana dasar hukum abortus provocatus criminalis di Indonesia?
3. Bagaimana cara-cara abortus provocatus criminalis?
4. Bagaimana cara pemeriksaan korban abortus provocatus criminalis?
5. Apa saja sebab kematian pada abortus provocatus criminalis?
1.3 Tujuan Penulisan
Makalah ini dibuat dengan tujuan untuk:
1. Mengetahui batasan-batasan abortus provocatus criminalis
2. Mengetahui dasar hukum abortus provocatus criminalis di Indonesia
3. Mengetahui cara-cara abortus provocatus criminalis
4. Mengetahui cara pemeriksaan korban abortus provocatus criminalis
5. Mengetahui sebab kematian pada abortus provocatus criminalis
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Abortus
2.1.1 Klasifikasi dan Definisi Abortus
Abortus adalah berakhirnya kehamilan, sebelum fetus dapat hidup sendiri
di luar kandungan. Batas umur kandungan yang dapat diterima di dalam abortus
adalah ≤28 minggu dan berat badan fetus yang keluar kurang dari 1000 gram.
Namun pada KUHP yang mengatur hukum mengenai abortus, hanya disebutkan
gugur atau mati kandungan, sehingga dalam hukum tidak terdapat batasan umur
kehamilan dan berat fetus.4,5
Secara umum abortus dapat dibagi atas 2 macam, yaitu, Abortus alami
merupakan 10-12% dari semua kasus abortus dan Abortus buatan (provocation),
merupakan 80% dari semua kasus abortus. Selanjutnya dikenal dua bentuk
abortus provokatus yaitu: abortus provokatus terapetikus (legal) dan abortus
provokatus kriminalis.4
Abortus buatan legal artinya pelaku abortus dapat melakukan tanpa ada
sanksi hukum. Menurut pengertiannya, abortus legal yakni pengguguran
kandungan yang dilakukan menurut syarat dan cara-cara yang dibenarkan oleh
undang-undang dengan alasan yang mendasar adalah untuk menyelamatkan
nyawa atau menyembuhkan ibu. Indikasi dalam keadaan apa saja abortus legal
ini dapat dilakukan mempunyai rentang panjang, yaitu dari indikasi yang sempit
(absolut, terbatas hanya untuk menyelamatkan jiwa ibu) sampai luas (cukup
hanya atas permintaan), tergantung dari kebijaksanaan masing-masing negara.6,7
Abortus buatan illegal yaitu pengguguran kandungan yang tujuannya bukan
untuk menyelamatkan nyawa ibu, dilakukan oleh tenaga yang tidak kompeten,
serta tidak memenuhi syarat dan cara-cara yang dibenarkan oleh undang-
undang. Abortus ini digolongkan dalam tindak kejahatan karena mengandung
unsur kriminal.7
Menurut proses terjadinya abortus dapat dibagi menjadi empat macam
tipe,yaitu :6
a. Abortus yang terjadi secara spontan atau natural. Hal mana dapat disebabkan
karena adanya kelainan dari mudigah atau fetus maupun adanya penyakit
pada ibu. Diperkirakan antara 10-20% dari kehamilan akan berakhir dengan
abortus secara spontan, dan secara yuridis tidak membawa implikasi apa-apa.
5
b. Abortus yang terjadi akibat kecelakaan. Seorang ibu yang sedang hamil bila
mengalami rudapaksa, khususnya rudapaksa di daerah perut, akan dapat
mengalami abortus; yang biasanya disertai dengan perdarahan yang hebat.
Abortus yang demikian kadang-kadang mempunyai implikasi yuridis, perlu
penyidikan akan kejadiannya.
c. Abortus provokatus medicinalis atau abortus terapeutik. Yaitu penghentian
kehamilan dengan tujuan agar kesehatan ibu dan nyawanya dapat
diselamatkan. Abortus yang dilakukan atas dasar pengobatan (indikasi
medis), biasanya baru dikerjakan bila kehamilan mengganggu kesehatan atau
membahayakan nyawa si ibu.
d. Abortus provokatus kriminalis yaitu tindakan abortus yang tidak mempunyai
alasan medis yang dapat dipertanggungjawabkan atau tanpa mempunyai arti
medis yang bermakna. Jelas tindakan penguguran kandungan di sini
bertujuan yang tidak baik dan melawan hukum. Tindakan abortus tidak bisa
dipertanggungjawabkan secara medis, dan dilakukan hanya untuk
kepentingan si pelaku, walaupun ada kepentingan juga dari ibu yang malu
akan kehamilannya.
2.1.2 Dasar Hukum Abortus di Indonesia
Pada umumnya, negara-negara di dunia memiliki undang-undang yang
melarang abortus buatan meskipun pelarangan tersebut tidak bersifat mutlak.7 Di
Indonesia, perihal mengenai abortus diatur dalam KUHP bab XIV mengenai
Kejahatan terhadap Kesusilaan pasal 283, 299, 346 sampai 349, dan 535.
Berikut adalah isi dari tiap pasal di atas,8
a. Pasal 283
1) Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana
denda paling banyak sembilan ribu rupiah, barang siapa menawarkan,
memberikan untuk terus maupun untuk sementara waktu, menyerahkan
atau memperlihatkan tulisan, gambaran atau benda yang melanggar
kesusilaan, maupun alat untuk mencegah atau menggugurkan kehamilan
kepada seorang yang belum dewasa, dan yang diketahui atau sepatutnya
harus diduga bahwa umumya belum tujuh belas tahun, jika isi tulisan,
gambaran, benda atau alat itu telah diketahuinya.
2) Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa membacakan isi tulisan
yang melanggar kesusilaan di muka oranng yang belum dewasa
6
sebagaimana dimaksud dalam ayat yang lalu, jika isi tadi telah
diketahuinya.
3) Diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan atau pidana
kurungan paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak sembilan
ribu rupiah, barang siapa menawarkan, memberikan untuk terus maupun
untuk sementara waktu, menyerahkan atau memperlihatkan, tulis- an,
gambaran atau benda yang melanggar kesusilaan, maupun alat untuk
mencegah atau menggugurkan kehamilan kepada seorang yang belum
dewasa sebagaimana dimaksud dalam ayat pertama, jika ada alasan kuat
baginya untuk menduga, bahwa tulisan, gambaran atau benda yang
melanggar kesusilaan atau alat itu adalah alat untuk mencegah atau
menggugurkan kehamilan.
b. Pasal 299
1) Barang siapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau menyuruh
supaya diobati, dengan diberitahukan atau ditimbulkan harapan bahwa
karena pengobatan itu hamilnya dapat digugurkan, diancam dengan pidana
penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat
puluh lima ribu rupiah.
2) Jika yang bersalah berbuat demikian untuk mencari keu tungan, atau
menjadikan perbuatan tersebut sebagai pencarian atau kebiasaan, atau
jika dia seorang tabib, bidan atau juruobat, pidananya dapat ditambah
sepertiga
3) Jika yang bersalah melakukan kejahatan tersebut dalam menjalankan
pencariannya, dapat dicabut haknya untuk menjalakukan pencarian itu.
c. Pasal 346
Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya
atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling
lama empat tahun.
d. Pasal 347
1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan
seorang wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara
paling lama dua belas tahun.
2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut diancam dengan
pidana penjara paling lama lima belas tahun.
e. Pasal 348
7
1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan
seorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara
paling lama lima tahun enam bulan.
2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, diancam
dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
f. Pasal 349
Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan
berdasarkan pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah
satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang
ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat
dicabut hak untuk menjalankan pencarian dalam mana kejahatan dilakukan.
g. Pasal 535
Barang siapa secara terang-terangan mempertunjukan suatu sarana untuk
menggugurkan kandungan, maupun secara terang-terangan atau tanpa
diminta menawarkan sarana atau pertolongan untuk menggugurkan
kandungan, ataupun secara terang-terangan atau dengan menyiarkan tulisan
tanpa diminta, menyatakan bahwa sarana atau pertolongan yang demikian itu
bisa didapat, diancam dengan pidana kurungan paling lama tiga bulan atau
pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah
Dari pasal-pasal di atas, dapat ditarik beberapa kesimpulan yakni:7
1. Seorang wanita hamil yang sengaja melakukan abortus atau ia menyuruh
orang lain, maka diancam hukuman empat tahun penjara.
2. Seseorang yang sengaja melakukan abortus terhadap ibu hamil, tanpa
persetujuan ibu hamil tersebut, diancam hukuman penjara 12 tahun. Jika ibu
hamil tersebut mati, diancam 15 tahun penjara.
3. Jika dengan persetujuan ibu hamil, maka diancam hukuman 5.5 tahun penjara
dan jika ibu hamil tersebut mati, diancam hukuman 7 tahun penjara.
4. Jika yang melakukan dan atau membantu melakukan abortus tersebut
seorang dokter, bidan, atau juru obat (tenaga kesehatan) ancaman hukuman
ditambah sepertiganya dan hak untuk berpraktek dapat dicabut.
Sedangkan untuk abortus provocatus medicinalis diatur dalam UU RI No.
36 Tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 75, 76, dan 77.9
a. Pasal 75
1) Setiap orang dilarang melakukan aborsi.
8
2) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan
berdasarkan:
a) indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan,
baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita
penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat
diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan;
atau
b) kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma
psikologis bagi korban perkosaan.
3) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan
setelah melalui konseling dan/atau penasehatan pra tindakan dan diakhiri
dengan konseling pasca tindakan yang dilakukan oleh konselor yang
kompeten dan berwenang.
4) Ketentuan lebih lanjut mengenai indikasi kedaruratan medis dan
perkosaan, sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
b. Pasal 76
Aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 hanya dapat dilakukan:
a. sebelum kehamilan berumur 6 (enam) minggu dihitung dari hari pertama
haid terakhir, kecuali dalam hal kedaruratan medis;
b. oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan kewenangan yang
memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh menteri;
c. dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan;
d. dengan izin suami, kecuali korban perkosaan; dan
e. penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh
Menteri.
c. Pasal 77
Pemerintah wajib melindungi dan mencegah perempuan dari aborsi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dan ayat (3) yang tidak
bermutu, tidak aman, dan tidak bertanggung jawab serta bertentangan
dengan norma agama dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2.2 Abortus Provocatus Criminalis
2.2.1 Batasan APC
9
Abortus provocatus criminalis (APC) merupakan suatu tindakan
pengguguran kandungan yang semata-mata untuk tujuan yang tidak baik dan
melawan hukum. Abortus provocatus criminalis merupakan tindakan abortus
yang tidak bisa dipertanggungjawabkan secara medis dan dilakukan hanya untuk
kepentingan si pelaku walaupun juga ada kepentingan dari si ibu yang malu akan
kehamilannya. Batasan abortus provocatus criminalis adalah di mana pelaku
APC biasanya:10
wanita bersangkutan
Dokter/tenaga medis lain (demi keuntungan atau demi rasa simpati)
Orang lain yang bukan tenaga medis yang karena suatu alasan tidak
menghendaki kehamilan seorang wanita
2.2.2 Cara-cara APC
Terdapat berbagai metode yang digunakan dalam APC yang perlu
diketahui karena berkaitan dengan komplikasi yang terjadi dan manfaat di dalam
melakukan penyidikan serta pemeriksaan mayat untuk menjelaskan adanya
hubungan antara tindakan abortus itu sendiri dengan kematian yang terjadi pada
ibu. Metode yang digunakan biasanya sesuai dengan umur kehamilan, semakin
tua usia kehamilan semakin tinggi resikonya.10
1. Pada usia kehamilan sampai dengan 4 minggu
- Kerja fisik yang berlebihan
- Mandi air panas
- Melakukan kekerasan pada daerah perut
- Pemberian obat pencahar
- Pemberian obat-obatan dan bahan kimia
- Elektrik shock untuk merangsang rahim
- Menyemprotkan cairan kedalam liang vagina
2. Pada usia kehamilan sampai dengan 8 minggu
- Pemberian obat-obatan yang merangsang otot rahim dan pencahar agar
terjadi peningkatan menstrual flow dan preparat hormonal guna
mengganggu keseimbangan hormonal
- Penyuntikan cairan ke dalam rahim agar terjadi separasi dari placenta dan
amnion atau penyuntikan cairan yang mengandung karbol (carbolic acid)
10
- Menyisipkan benda asing ke dalam mulut rahim seperti kateter atau pensil
dengan maksud agar terjadi dilatasi mulut rahim yang dapat berakhir
dengan abortus
3. Pada usia kehamilan 12-16 minggu
- Menusuk kandungan
- Melepaskan fetus
- Memasukkan pasta atau cairan sabun
- Dengan instrumen: kuret
Berdasarkan jenisnya, cara melakukan APC terbagi dalam:10,11
1. Dengan obat-obatan
a. Antiprogestin: pil ini menimbulkan abortus dengan mencairkan corpus
luteum yang berfungsi mempertahankan kehamilan. Biasanya digabung
dengan prostaglandin.
b. Methotrexate: biasanya digunakan bersama dengan prostaglandin.
c. Prostaglandin: prostaglandin memicu uterus berkontraksi sehingga terjadi
ekspulsi isi uterus.
d. Larutan garam hipertonik: larutan garam hipertonik akan menyebabkan
tekanan dalam uterus meningkat sehingga uterus berkontraksi dan
mengeluarkan janin.
e. Oksitosin: oksitosin memicu kontraksi otot-otot uterus.
2. Dengan tindakan medik
a. Kuret: terdapat dua macam kuret yakni kuret tajam dan kuret hisap.
b. Membuka leher rahim dengan laminaria atau kateter
c. Operasi laparotomi
3. Dengan cara tradisional
a. Melakukan kegiatan fisik yang berat/berlebihan seperti meloncat atau
mengangkat barang berat.
b. Memasukkan daun atau batang tanaman tertentu ke dalam Rahim
c. Minum obat-obatan tradisional seperti jamu
d. Melakukan pemijatan pada Rahim.
Khusus untuk obat-obatan, obat abortus yang sering dipakai oleh
masyarakat awam dibagi dalam beberapa golongan, yakni:6
1. Emmenogogues: obat yang merangsang atau meningkatkan aliran darah
menstruasi (obat peluruh haid) seperti apiol, minyak pala, oleum rutae.
11
2. Ecbolics: obat yang merangsang kontraksi uterus seperti derivate ergot,
kinina, estrogen sintetik, dan strychnine. Untuk tujuan abortus, obat-obat
tersebut dipergunakan dalam dosis tinggi.
3. Emetikum: obat yang bekerja pada gastrointestinal untuk menyebabkan
muntah seperti asam tartar. Obat ini akan merangsang kontraksi uterus selain
juga merangsang kontraksi pada lambung dan colon.
4. Purgative: merupakan obat pencahar yang bekerja pada traktus digestivus
seperti castor oil, croton oil, dan magnesium sulfat. Obat tersebut
meningkatkan aliran darah di daerah pelvis sehingga mempengaruhi hasil
konsepsi.
5. Obat iritan untuk traktus genitourinarius yang mempengaruhi reflek kontraksi
uterus seperti Tansy oil, turpentine oil, ekstrak cantharidium (dalam dosis
besar dapat menyebabkan acute kidney injury), kalium permanganate
(diberikan 120-300 ml per vaginam) yang menyebabkan inflamasi dan
perdarahan karena erosi pembuluh darah.
6. Obat iritan yang bersifat racun
a. Iritan inorganic: timah, arsenic, fosfor, merkuri
b. Iritan organic: papaya, nanas muda, bubuk beras dicampur lada hitam,
akar Plumago rosea
c. Abortion pill F-6103 yang mengandung diphenylephylene.
2.2.3 Pemeriksaan APC
2.2.3.1 Tujuan Pemeriksaan
Penyidikan kasus kematian terkait dengan abortus dilakukan pada:5
1. Kematian mendadak/yang tak diduga pada seorang perempuan sehat dalam
masa subur
2. Adanya perdarahan yang keluar dari vagina
3. Kematian seorang wanita di tempat yang tidak seharusnya
4. Adanya barang bukti di sekitar korban yang biasa digunakan untuk melakukan
abortus
Tujuan pemeriksaan pada korban abortus provocatus criminalis adalah
sebagai berikut:5
1. Untuk menentukan apakah korban benar-benar hamil dan ditentukan usia
kehamilannya (apabila yang digunakan adalah kriteria medis)
12
2. Untuk menentukan apakah korban benar-benar mengalami pengguguran
kandungan atau aborsi
3. Untuk menentukan cara dan alat yang digunakan dalam proses aborsi
sebagai barang bukti
4. Untuk menentukan akibat-akibat yang muncul dari proses aborsi
5. Untuk menentukan sebab akibat antara abortus dan kematian bila korban
meninggal dunia
6. Untuk menentukan alasan atau motif untuk melakukan abortus.
2.2.3.2 Pemeriksaan Korban Hidup
Pemeriksaan korban hidup dapat dilakukan baik pada janin maupun pada
ibu yang meliputi:6
a. Pemeriksaan Ibu
Tanda-tanda kehamilan: tes kehamilan masih dapat dilakukan beberapa
hari sesudah bayi dikeluarkan dari kandungan di mana serum dan urine
wanita akan memberikan hasil positif hCG sampai sekitar 7-10 hari. Selain
itu, dapat pula dijumpai tanda-tanda kehamilan pada wanita yakni
o Adanya colostrum pada peremasan payudara (sulit ditemukan pada
kehamilan muda)
o Striae gravidarum dan nyeri tekan daerah perut (agak sulit dijumpai
pada kehamilan muda)
o Kongesti labia mayor, labia minor, dan serviks (sulit dijumpai pada
kehamilan muda)
Tanda partus dan keguguran (tanda penghentian kehamilan): tanda-tanda
ini harus dicari karena terkait dengan cara aborsi.
o Genitalia eksterna dan perineum: luka abrasi, laserasi, memar, dll
o Ostium serviksi: dalam beberapa hari biasanya masih terdilatasi dengan
ukuran sesuai ukuran fetus yang dikeluarkan. Dapat pula ditemukan
luka abrasi, laserasi, atau memar bila dimasukkan suatu peralatan ke
uterus.
Golongan darah
Pemeriksaan toksikologi: dilakukan untuk mengetahui adanya obat/zat
yang mengakibatkan abortus.
13
Pemeriksaan makroskopik dan histopatologi: dapat dilakukan dengan
bahan berupa sisa plasenta atau sisa hasil konsepsi, jaringan luka,
peradangan atau bahan-bahan tidak lazim yang ditemukan di genitalia.
Pemeriksaan DNA
b. Pemeriksaa janin
Usia janin
o Rumus Haase di mana usia dapat ditaksir dari ukuran panjang badan
(ukuran dari puncak kepala hingga kaki).
o Lingkar kepala
o Pusat penulangan: ada 2 tempat yang lazim diperiksa yakni telapak kaki
(os talus, calcaneus, dan cuboid) serta lutut (proksimal tibia dan distal
femur).
Golongan darah
2.2.3.3 Pemeriksaan Korban Mati
Temuan pemeriksaan post-mortem tergantung pada cara abortus serta
interval waktu antara tindakan abortus dan kematian. Pemeriksaan korban mati
terdiri atas pemeriksaan luar, pemeriksaan dalam, dan pemeriksaan tambahan.5,6
a. Pemeriksaan luar
Identifikasi
Kondisi umum jenazah
Tanda kematian
Tanda kehamilan untuk menentukan wanita tersebut dalam keadaan hamil
atau tidak. Untuk itu diperiksa:
o Payudara secara makros maupun mikroskopis
Tanda kekerasan
Tanda persalinan/abortus yakni
o cadaveric spasm, pucat, lebam mayat tidak nampak jelas.
o Tanda-tanda kekerasan lokal: memar, luka, perdarahan per vaginam
o Tanda-tanda infeksi akibat pemakaian alat yang tidak steril
o Analisis cairan dalam vagina dan cavum uteri
b. Pemeriksaan dalam
Penentuan korban hamil atau tidak
o Ovarium: untuk mencari adanya corpus luteum persisten (mikroskopis)
14
o Uterus: besar uterus, sisa hasil konsepsi, sel-sel trofoblast dan decidua
(mikroskopis)
Pemeriksaan organ secara keseluruhan
o Biasanya akan menemukan organ-organ yang pucat dengan pooling
darah di organ viscera.
o Pada kasus kematian karena perdarahan akan ditemukan bahwa tidak
ada darah yang keluar dari jantung pada saat pemotongan jantung,
hepar berwarna kekuningan, limpa pucat dan berkerut.
Pemeriksaan organ lokal (genitalia interna) akan terlihat tanda-tanda
kekerasan yang tidak wajar di genitalia interna.
o Uterus dan adnexa: terjadi pembengkakan, injury, perforasi, krepitasi,
kongesti
o Warna genitalia interna: pucat/kongesti/memar
o Pemeriksaan uterus: dilakukan insisi horizontal 1 cm
o Pada pemeriksaan dalam uterus dapat ditemukan sisa kehamilan,
penebalan dinding uterus, tanda-tanda kuretase endometrium, sisa
plasenta (bila evakuasi tidak bersih), perubahan warna dinding uterus
(akibat zat yang dipakai dalam proses abortus), dan sisa peralatan.
o Ovarium: kedua ovarium harus diperiksa. Ovarium dapat terlihat
terkongesti.
c. Pemeriksaan tambahan
Emboli udara: terutama dilakukan pada vena cava inferior dan jantung.
Toksikologi: pemeriksaan toksikologi dilakukan dengan bahan berupa
darah dari jantung, cairan dalam cavum uteri dan vagina atau rongga
abdomen, urine, dll
Histopatologi dengan bahan berupa sisa konsepsi, plasenta, dan jaringan
uterus untuk mencari sel trofoblast, kerusakan jaringan, dan sel-sel radang.
Golongan darah: merupakan salah satu pemeriksaan dalam proses
identifikasi terutama identifikasi orang tua bayi.
Mikrobiologi: pemeriksaan mikrobiologi perlu dilakukan sebab pada APC
dengan unsafe abortion sering terjadi komplikasi berupa infeksi. Bahan
yang digunakan dapat berupa swab uterus dan jaringan lain yang
dimasukkan dalam formalin.
Pemeriksaan juga dilakukan pada janin mati. Untuk membedakan dengan
infanticide, pada janin hasil abortus tidak didapatkan tanda-tanda telah bernafas.
15
Penting juga untuk melihat adanya tanda-tanda kekerasan pada tubuh bayi,
misalnya akibat benda-benda yang dimasukkan per-vaginam (alat kuret, batang
kayu, dll) atau bahan-bahan yang melekat di tubuh bayi.6
2.2.4 Komplikasi dan Sebab Kematian pada APC
Terdapat beberapa kemungkinan yang akan terjadi akibat dilakukannya
abortus yakni:10,11
1. Fetus atau janin yang mati atau dirusak itu keluar tanpa mengganggu
kesehatan ibu
2. Terjadi komplikasi pada ibu; kejang, diare, perdarahan dan kondisi kesehatan
yang kritis
3. Kematian yang berlangsung cepat, yang dimungkinkan karena terjadi syok
vagal, perdarahan hebat dan emboli udara
4. Kematian yang berlangsung lambat (2 hari atau lebih) setelah abortus yang
pada umumnya disebabkan oleh infeksi ginjal, infeksi umum, keracunan, syok,
perdarahan hebat dan emboli
Komplikasi pada abortus provocatus criminalis sering terjadi akibat cara-
cara aborsi yang tidak aman (unsafe abortion). Yang dimaksud aborsi tidak aman
yakni aborsi yang dilakukan oleh orang yang tidak terlatih/kompeten dan dengan
cara yang tidak semestinya sehingga menimbulkan komplikasi bahkan kematian.
Beberapa faktor yang menyebabkan unsafe abortion adalah tindakan
membahayakan, kurangnya pengetahuan, kurangnya fasilitas dan higienisitas,
biaya tinggi, keterlambatan proses aborsi (usia kehamilan sudah terlalu besar),
dan kurangnya pelayanan.1,3,11
Komplikasi yang sering terjadi pada abortus provocatus criminalis akibat
unsafe abortion adalah perdarahan dan infeksi. Perdarahan seringkali
menyebabkan korban jatuh dalam kondisi shock, sedangkan infeksi sering
berkembang menjadi sepsis dan shock septik. Perdarahan terjadi akibat trauma
jalan lahir, atonia uteri, sisa jaringan konsepsi, bleeding diathesis, dll. Komplikasi
lain berupa keracunan dari bahan yang digunakan dalam aborsi dan injury pada
genitalia eksterna maupun interna yang dapat menyebabkan perforasi uterus.
Apabila komplikasi-komplikasi tersebut dibiarkan atau mengalami keterlambatan
penanganan, maka akan menyebabkan kematian.1,3,11
Penggunaan peralatan yang tidak steril yang dikerjakan oleh tenaga yang
tidak terlatih serta tidak dilakukan tindakan anastesi merupakan faktor penting
16
yang menyebabkan kematian. Berdasarkan saat terjadinya kematian Simpson
membagi kematian pada abortus sebagai berikut:10
- Kematian yang segera/seketika (immediate deaths) terutama disebabkan oleh
emboli udara dan inhibisi vagal, perdarahan lebih jarang dijumpai bila
dibandingkan dengan kedua hal itu. Inhibisi vagal dapat terjadi oleh karena
korban tidak dianastesi serta intervensi instrumen atau penyuntikan cairan
secara tiba-tiba, yang mana cairan tersebut dapat terlalu panas atau terlalu
dingin. Emboli udara terjadi akibat penyemprotan cairan ke dalam uterus yang
tercampur gelembung udara, sedangkan di saat yang sama, vena
endometrium dalam keadaan terbuka. Udara sebanyak 70-100 ml dapat
mematikan hanya dalam waktu 10 menit.
- Kematian yang lambat/beberapa saat setelah tindakan abortus (delayed
deaths) umumnya disebabkan kerena terjadi infeksi khususnya Clostridium
welchii dan Clostridium tetani, perforasi uterus dan viscera abdomen, serta
emboli lemak akibat penyemprotan lisol.
- Kematian remote (lama sekali setelah tindakan abortus): Jaundice, Renal
failure, Bacterial endocarditis, Pneumonia, emphysema, Meningitis.
17
BAB III
LAPORAN KASUS
Laporan kasus diambil dari jurnal laporan kasus oleh W.N.S Perera dan P.
Paranitharan dari Department of Forensic Medicine, Faculty of Medicine,
Ragama University Sri Lanka dalam Sri Lanka Journal of Forensic Medicine,
Science & Law, bulan Mei 2012.12
3.1 Laporan Kasus
Dilaporkan bahwa seorang wanita berusia 39 tahun yang hidup bersama
seorang pasangan lelakinya telah mengalami keterlambatan menstruasi dan
dinyatakan positif hamil. Wanita ini datang ke tempat aborsi. Di tempat
tersebut dilakukan aborsi dengan memasukkan sebuah “tube” ke dalam
vagina dan dilakukan “suction” oleh pelaku aborsi. Saat wanita tersebut
pulang ke rumah, terjadi perdarahan vagina yang hebat dan tubuhnya
menggigil. Hari kedua, wanita tersebut dibawa ke rumah sakit dengan
keluhan demam, nyeri abdomen, perdarahan per-vaginam, dan tekanan
darah rendah. Hari ketiga dilakukan evakuasi sisa konsepsi dan dilakukan
laparotomy karena diduga terjadi perforasi. Namun, pasien mengalami
hipotensi persisten, peningkatan liver enzyme, penurunan fungsi ginjal,
gangguan koagulasi, dan bleeding diathesis. Pada hari keempat, wanita ini
meninggal di ICU setelah dilakukan resusitasi.12
3.2 Hasil Pemeriksaan
Pada pemeriksaan luar didapatkan korban dalam kondisi pucat, terdapat
hemorrhage pada lokasi pungsi vena, confluent petechial hemorrhage pada
tubuh, dan tidak didapatkan injury pada area genitalia. Bekas insisi pada
abdomen intact dan tidak didapatkan tanda-tanda infeksi.12
Pada pemeriksaan dalam didapatkan adanya perdarahan subarachnoid,
kongesti paru, lambung berwarna kehitaman, omentum melunak, liver
berupa nutmeg appearance (kuning pucat), ginjal kemerahan dan
membengkak, dan limpa melunak. Uterus membesar, tuba uterine dan
ovarium menunjukkan adanya hemorrhagic patches dengan warna kebiruan.
Tercium bau busuk blood clot pada cavum uteri. Tidak ada tanda perforasi
pada dinding uterus.12
18
Dari hasil pemeriksaan sisa konsepsi didapatkan hasil kultur positif
berupa Pseudomonas. Hasil pemeriksaan histologis menunjukkan tanda-
tanda kegagalan organ dan material nekrotik pada sisa jaringan fetus di
uterus dan terdapat infiltrasi neutrophil pada myometrium. Penyebab
kematian diduga akibat komplikasi dari aborsi septik.12
(a) (b)
Gambar 3.1 (a) Blood clot dalam Uterus; (2) Infiltrasi Neutrofil dalam
Myometrium
19
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada laporan kasus, terdapat dua faktor utama yang berkontribusi
terhadap septic abortion sehingga dapat menimbulkan kematian yakni adanya
sisa produksi konsepsi setelah dilakukan proses aborsi illegal dan adanya infeksi
terhadap uterus saat dilakukan proses aborsi. Kematian akibat aborsi terutama
terjadi akibat sepsis. Infeksi biasanya dimulai sebagai endometritis yang
melibatkan endometrium dan sisa produk konsepsi. Bila dibiarkan, maka infeksi
akan menyebar lebih dalam ke myometrium dan parametrium. Pasien dapat
mengalami bakteremia dan sepsis.
Pada kasus, adanya infeksi Pseudomonas, yang memiliki virulensi tinggi, di
uterus dapat menjadi fokus infeksi yang menghasilkan endotoksin dan
eksotoksin. Hal tersebut akan menyebabkan respon inflamasi sistemik seperti
pada respon infeksi bakteri. Pelepasan substansi vasoaktif selanjutnya akan
menyebakan disfungsi organ, hipoperfusi atau hipotensi, abnormalitas metabolik,
dan kegagalan mikrosirkulasi yang menyebabkan septic shock.
Selain itu, terdapat bukti perdarahan jaringan dan perdarahan
subarachnoid akibat gangguan koagulasi dan perdarahan. Gangguan koagulasi
dan perdarahan dapat disebabkan oleh septic shock maupun oleh sisa jaringan
konsepsi dalam uterus. Tampakan makroskopis dan mikroskopis organ serta
investigasi klinis menunjukkan disfungsi organ multipel dan kegagalan metabolik
yang diakibatkan oleh kombinasi dari berbagai komplikasi sepsis pada akhirnya
menyebabkan kematian.
Abortus yang dilakukan pada kasus tergolong abortus provocatus criminalis
karena aborsi dilakukan secara buatan dan tujuannya bukan untuk
menyelamatkan nyawa ibu, serta kemungkinan besar dilakukan oleh tenaga yang
tidak berkompeten. APC pada kasus dilakukan oleh ibu dan kemungkinan besar
oleh tenaga medis yang tidak berkompeten. Cara yang digunakan mirip dengan
kuret hisap (vacuum) namun karena tenaga yang melakukan tidak berkompeten,
maka prosedur abortus dilakukan tanpa memperhatikan higienisitas serta masih
meninggalkan sisa jaringan konsepsi dalam uterus. Kedua hal tersebut yang
pada akhirnya menyebabkan komplikasi dan kematian pada ibu. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa wanita tersebut melakukan abortus provocatus criminalis
20
dengan prosedur unsafe abortion sehingga menyebabkan komplikasi berupa
sepsis dan perdarahan yang mengakibatkan kematian.
Bila diperbandingkan dengan kondisi hukum di Indonesia, maka pelaku
aborsi, dalam hal ini tenaga medis yang melakukan, dapat dijerat dengan KUHP
pasal 299, 348, dan 349.
21
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang bisa didapatkan adalah:
a. Angka kejadian abortus provocatus criminalis di Indonesia cukup tinggi
dengan angka kematian ibu akibat abortus juga tinggi (15-50%).
b. Komplikasi dan kematian seringkali disebabkan oleh prosedur unsafe
abortion.
c. Abortus diatur dalam KUHP Bab XIV Pasal 283, 299, 346-349, dan 535 serta
UU RI No.36 tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 75-77.
d. Pemeriksaan pada abortus provocatus criminalis meliputi pemeriksaan korban
hidup dan korban meninggal dengan pemeriksaan korban meninggal berupa
pemeriksaan luar, pemeriksaan dalam, dan pemeriksaan tambahan.
e. Kematian dalam APC terbagi dalam kematian segera, kematian yang lambat,
dan kematian remote.
f. Pada laporan kasus, disimpulkan bahwa wanita tersebut melakukan abortus
provocatus criminalis dengan prosedur unsafe abortion sehingga
menyebabkan komplikasi berupa sepsis dan perdarahan yang mengakibatkan
kematian.
5.2 Saran
Dilakukan pendataan secara terperinci mengenai epidemiologi abortus dan
abortus provocatus criminalis di Indonesia.
Dilakukan peningkatan edukasi terhadap masyarakat mengenai aborsi dan
komplikasinya.
Dilakukan penyediaan sarana aborsi yang memadai untuk aborsi atas indikasi
medis.
22
DAFTAR PUSTAKA
1. Guttmacher Institute. 2012. Facts on Induced Abortion Worldwide. (online).
www.guttmacher.org.
2. Wilopo. SA. 2005. Kita Selamatkan Remaja dari Aborsi dalam Rangka
Pemantapan Keluarga Berkualitas 2015. Makalah Seminar di Medan,
Sumatera Utara 11 April 2005.
3. Guttmacher Institute. 2008. Aborsi di Indonesia. Dalam Kesimpulan, 2008(2):
1-6. (online). www.guttmacher.org.
4. Kedokteran Forensik FK UI. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: Bagian
Kedokteran Forensik FK UI, 1997. 159-164.
5. Idris, Abdul Mun’im dan Agung Legowo Tjiptomartono. 2008. Penerapan
Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses Penyidikan. Jakarta: Sagung Seto.
6. http://www.scribd.com/doc/79275677/5/Klasifikasi
7. Sayfrudin. 2003. Abortus Provocatus dan Hukum. Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara. USU Digital Library.
8. Kitab Undang-undang Hukum Pidana Indonesia, Buku II: Kejahatan
9. Undang-Undang Republik Indonesia No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
10. Idris, Abdul Mun’im. 1997. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta:
Bina Rupa Aksara.
11. Azhari. 2002. Masalah Abortus dan Kesehatan Reproduksi Perempuan.
Seminar Kelahiran Tidak Diinginkan (Aborsi) dalam Kesejahteraan
Reproduksi Remaja. FK UNSRI.
12. W.N.S Perera and P. Paranitharan. 2011. A Maternal Death due to An Illegal
Abortion: A Case Report. Sri Lanka Journal of Forensic Medicine, Science,
and Law, 2011(2): 4-6. Department of Forensic Medicine, Faculty of
Medicine, Ragama University.
23