Rapid Squences Intubation2

6
ABSTRACT This study aimed to identify the changes of plasma potassium level after intubation with rapid sequence intubation method in severe head injury patients using succinylcholine as muscle relaxant. Subjects are severe head injury patients with glasgow coma scale (GCS) ≤ 8. Plasma potassium level was measured twice, before intubation and (minutes 5, 10, 15, 20) after intubation. Another variable that also measured were blood gas analyze, time intubated and injury in another organ. There were 34 patients who came to Emergency Department (ED) of Saiful Anwar General Hospital since January until April 2009. Mean level of plasma potassium changes after intubation minute 5 (-0.01529); minute 10 (-0.01971); minute 15 (0.04147); minute 20 (0.00059). Statistical analysis using paired t test revealed no significance of this difference (p>0.05). There were no changes of plasma potassium level in severe head injury patients after intubation with succinylcholine. Keywords: plasma potassium, severe head injury, succinylcholine The Administration of Succinylcholine After Rapid Sequence Intubation in Severe Head Injury Patients does not Increase the Plasma Potassium Level Penggunaan Suksinilkolin Setelah Tidak Meningkatkan Kadar Kalium Plasma Pasien dengan Cedera Kepala Berat Rapid Sequence Intubation Wahyuni Dian Purwati*, Viera Wardhani**, Gunung Mahameru***, Mohamad Istiadjid**** *Emergency Medicine, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya/RSU Dr. Saiful Anwar Malang ** Laboratorium Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya ***Laboratorium Anestesiologi dan Reanimasi, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya ****Laboratorium Bedah Saraf, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya/RSU Dr. Saiful Anwar Malang PENDAHULUAN Cedera kepala merupakan penyebab kematian tertinggi yang berkaitan dengan trauma pada pasien usia muda. Angka insiden terbesar cedera kepala terjadi pada laki-laki dengan rentang usia 15-24 tahun(1). Setiap tahun lebih dari 1.1 juta pasien di Amerika mengalami cedera kepala akut, 10% diantaranya mengalami cedera kepala berat. Diperkirakan 20% dari seluruh pasien dirawat dirumah sakit dan 200.000 orang meninggal atau mengalami kerusakan otak menetap (2). Data tahun 2007 di Bagian Bedah Saraf Rumah Sakit Dr. Saiful Anwar Malang menunjukkan terdapat 89 pasien cedera kepala berat yang dirawat, dengan angka kematian 42.7% (3). Pasien cedera kepala berat berpotensi besar mengalami kematian bila tidak dilakukan manajemen yang baik. Tatalaksana awal pasien cedera kepala berat di ruang gawat darurat meliputi stabilisasi jalan nafas, pernafasan dan sirkulasi untuk mencegah terjadinya kerusakan otak sekunder. Stabilisasi jalan nafas merupakan sebuah usaha untuk mempertahankan agar jalan nafas tidak mengalami obstruksi serta untuk menjamin ventilasi yang adekuat. Stabilisasi jalan nafas dilakukan dengan berbagai cara diantaranya dengan melakukan manuver (pada pasien tanpa cedera tulang leher), penggunaan pipa orofaringeal, naso faringeal, laringeal mask airway, pipa endotrakea maupun seperti cricotyotomy dan trakeotomy (2,4). head-tilt-chin-lift surgical airway Jurnal Kedokteran Brawijaya, Vol. XXV, No. 2, Agustus 200 Korespondensi: 9 Wahyuni Dian Purwati, Emergency Medicine, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya/RSU Dr. Saiful Anwar Malang, Jln Veteran Malang, Tel. 0341- 578920. Fax 0341-558958 Diperkirakan 50% pasien cedera kepala berat mengalami kondisi hipoksia, intubasi segera akan menurunkan angka kematian pasien cedera kepala berat secara bermakna (1). Intubasi dengan (RSI) menggunakan obat hipnotik-sedatif dan pelumpuh otot direkomendasikan untuk mencegah terjadinya peningkatan tekanan intrakranial serta meminimalisasi risiko aspirasi pada pasien cedera kepala berat (1,2). Suksinilkolin merupakan obat pelumpuh otot yang paling sering digunakan pada RSI karena mempunyai onset kerja cepat, durasi pendek, mudah didapat serta harganya yang murah. Namun demikian terdapat beberapa efek samping yang tidak menguntungkan, salah satunya adalah peningkatan kadar kalium hingga terjadi hiperkalemia (4). Hiperkalemia adalah kadar kalium plasma lebih dari 5.5mEq/L. Hiperkalemi menyebabkan gangguan konduksi jantung dan aritmia, berakibat terjadinya gangguan perfusi darah ke otak, berpotensi menyebabkan cedera otak sekunder, memperburuk prognosis dan menyebabkan kematian (5,6). Pada keadaan normal peningkatan kalium plasma karena penggunaan suksinilkholin pada intubasi berkisar 0.5-1mEq/L. Pada cedera kepala ditengarai terjadi AchRs sehingga peningkatan kalium plasma dapat lebih dari 1meq/L. Laporan kasus oleh Stevenson (1979) dan Frankville (1987) menunjukkan terjadinya hiperkelamia setelah penggunaan suksinilkolin pada pasien cedera kepala tertutup (5,6). Belum ada penelitian lebih lanjut mengenai cedera kepala berat dalam kaitannya dengan peningkatan kalium plasma setelah intubasi dengan suksinilkolin. rapid sequence intubation upregulation 71

description

rsi

Transcript of Rapid Squences Intubation2

Page 1: Rapid Squences Intubation2

ABSTRACT

This study aimed to identify the changes of plasma potassium level after intubation with rapid sequenceintubation method in severe head injury patients using succinylcholine as muscle relaxant. Subjects aresevere head injury patients with glasgow coma scale (GCS) ≤ 8. Plasma potassium level was measured twice,before intubation and (minutes 5, 10, 15, 20) after intubation. Another variable that also measured were bloodgas analyze, time intubated and injury in another organ. There were 34 patients who came to EmergencyDepartment (ED) of Saiful Anwar General Hospital since January until April 2009. Mean level of plasmapotassium changes after intubation minute 5 (-0.01529); minute 10 (-0.01971); minute 15 (0.04147); minute20 (0.00059). Statistical analysis using paired t test revealed no significance of this difference (p>0.05). Therewere no changes of plasma potassium level in severe head injury patients after intubation withsuccinylcholine.

Keywords: plasma potassium, severe head injury, succinylcholine

The Administration of Succinylcholine After Rapid Sequence Intubation in Severe Head

Injury Patients does not Increase the Plasma Potassium Level

Penggunaan Suksinilkolin Setelah Tidak Meningkatkan Kadar

Kalium Plasma Pasien dengan Cedera Kepala Berat

Rapid Sequence Intubation

Wahyuni Dian Purwati*, Viera Wardhani**, Gunung Mahameru***, Mohamad Istiadjid****

*Emergency Medicine, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya/RSU Dr. Saiful Anwar Malang

** Laboratorium Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya

***Laboratorium Anestesiologi dan Reanimasi, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya

****Laboratorium Bedah Saraf, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya/RSU Dr. Saiful Anwar Malang

PENDAHULUAN

Cedera kepala merupakan penyebab kematiantertinggi yang berkaitan dengan trauma pada pasienusia muda. Angka insiden terbesar cedera kepalaterjadi pada laki-laki dengan rentang usia 15-24tahun(1). Setiap tahun lebih dari 1.1 juta pasien diAmerika mengalami cedera kepala akut, 10%diantaranya mengalami cedera kepala berat.Diperkirakan 20% dari seluruh pasien dirawatdirumah sakit dan 200.000 orang meninggal ataumengalami kerusakan otak menetap (2). Data tahun2007 di Bagian Bedah Saraf Rumah Sakit Dr. SaifulAnwar Malang menunjukkan terdapat 89 pasiencedera kepala berat yang dirawat, dengan angkakematian 42.7% (3).

Pasien cedera kepala berat berpotensi besarmengalami kematian bila tidak dilakukanmanajemen yang baik. Tatalaksana awal pasiencedera kepala berat di ruang gawat darurat meliputistabilisasi jalan nafas, pernafasan dan sirkulasiuntuk mencegah terjadinya kerusakan otaksekunder. Stabilisasi jalan nafas merupakan sebuahusaha untuk mempertahankan agar jalan nafastidak mengalami obstruksi serta untuk menjaminventilasi yang adekuat. Stabilisasi jalan nafasdilakukan dengan berbagai cara diantaranyadengan melakukan manuver (padapasien tanpa cedera tulang leher), penggunaan pipaorofaringeal, naso faringeal, laringeal mask airway,pipa endotrakea maupun seperticricotyotomy dan trakeotomy (2,4).

head-tilt-chin-lift

surgical airway

Jurnal Kedokteran Brawijaya, Vol. XXV, No. 2, Agustus

200 Korespondensi:9 Wahyuni Dian Purwati, Emergency

Medicine, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya/RSU

Dr. Saiful Anwar Malang, Jln Veteran Malang, Tel. 0341-

578920. Fax 0341-558958

Diperkirakan 50% pasien cedera kepala beratmengalami kondisi hipoksia, intubasi segera akanmenurunkan angka kematian pasien cedera kepalaberat secara bermakna (1). Intubasi dengan

(RSI) menggunakan obath i p n o t i k - s e d a t i f d a n p e l u m p u h o t o tdirekomendasikan untuk mencegah terjadinyapeningkatan tekanan in t rakran ia l ser tameminimalisasi risiko aspirasi pada pasien cederakepala berat (1,2).

Suksinilkolin merupakan obat pelumpuh otot yangpaling sering digunakan pada RSI karenamempunyai onset kerja cepat, durasi pendek,mudah didapat serta harganya yang murah. Namundemikian terdapat beberapa efek samping yangtidak menguntungkan, salah satunya adalahpeningkatan kadar kalium hingga terjadihiperkalemia (4). Hiperkalemia adalah kadar kaliumplasma lebih dari 5.5mEq/L. Hiperkalemimenyebabkan gangguan konduksi jantung danaritmia, berakibat terjadinya gangguan perfusidarah ke otak, berpotensi menyebabkan cederaotak sekunder, memperburuk prognosis danmenyebabkan kematian (5,6).

Pada keadaan normal peningkatan kalium plasmakarena penggunaan suksinilkholin pada intubasiberkisar 0.5-1mEq/L. Pada cedera kepaladitengarai terjadi AchRs sehinggapeningkatan kalium plasma dapat lebih dari 1meq/L.Laporan kasus oleh Stevenson (1979) danFrankville (1987) menunjukkan terjadinyahiperkelamia setelah penggunaan suksinilkolinpada pasien cedera kepala tertutup (5,6).Belum adapenelitian lebih lanjut mengenai cedera kepala beratdalam kaitannya dengan peningkatan kaliumplasma setelah intubasi dengan suksinilkolin.

rapidsequence intubation

upregulation

71

Page 2: Rapid Squences Intubation2

Referensi hanya menyebutkan untuk tidakmenggunakan suksinilkolin sebagai pelumpuh ototbila terdapat kecurigaan adanyaAchRs pada 48-72 jam setelah trauma.

Pengelolaan kegawatan di IRD harus dilakukandalam 24 jam pertama. Apabila penanganan pre-hospital semakin baik akan meningkatkankecepatan akses pasien ke rumah sakit, sehinggasebagian besar kasus trauma ditangani dalam 24jam setelah kejadian. Berdasarkan pemikirantersebut menarik untuk dikaji efek suksinilkolinterhadap perubahan kadar kalium plasma setelahintubasi pada pasien cedera kepala berat yangmengalami trauma kurang dari 24 jam. Penelitianjuga ditujukan untuk mengeksplorasi faktor yangmempengaruhi perubahan kada kalium sertadampak perubahan tersebut terhadap outcomepasien. Hasil penelitian diharapkan dapat menjadidasar dalam mengembangkan standar pengelolaanintubasi pada pasien dengan cedera kepala berat.

Penelitian dilakukan dengan desain observasionalanalitik dengan mengamati perubahan kadar kaliumplasma setelah pasien diintubasi menggunakanmetode RSI dengan pelumpuh otot suksinilkolin.Sampel yang dipergunakan dalam penelitian inisemua pasien cedera kepala berat dengan GCS ≤8yang datang ke IRD RS Dr Saiful Anwar dengankadar kalium kurang dari 5.5 mEq/L, tidak ada

, cedera didaerah dada, perut, pelvis,penyakit neuromuskular, gagal ginjal. Jumlahsampel yang ditetapkan sebesar 34 pasien. Variabelyang dikaji terdiri dari: 1) waktu intubasi yaitu waktusejak pasien mengalami kejadian trauma sampaidilakukan intubasi di IRD RSSA dikelompokkanmenjadi sebelum 8 jam dan 8-24 jam; 2)cederapenyerta yaitu cedera pada organ lain yangmenyertai cedera kepala dan status asidosisdengan kadar kalium darah yang diukurdengan uji laboratorium sebelum dan setelahintubasi Kadar kalium sebelum intubasi diambil satukali sebelum obat-obatan premedikasi dimasukkan,kadar kalium setelah intubasi diambil empat kaliyaitu pada menit ke 5, 10, 15 dan 20 setelah intubasidengan suksinilkolin. Perubahan kadar kaliumdikelompokkan menjadi naik dan tetap. Naik bilaterjadi peningkatan > 0.5mEq/L pada menitberapapun setelah intubasi serta terdapat tendensipeningkatan kalium dari menit ke 5 sampai menit 20setelah intubasi. Data yang diperoleh dalampenelitian diolah dengan menggunakan SPSS 17dengan derajat kepercayaan (p≤0,05) denganmenggunakan uji t berpasangan (7,8).

Penelitian dilakukan pada 34 pasien cedera kepalaberat sesuai dengan kriteria inklusi yang datang keInstalasi Rawat Darurat RSU.Dr Saiful AnwarMalang selama bulan JanuariApril 2009. Semuapasien merupakan pasien kecelakaan lalulintas.Berdasarkan kelompok usia sebagian besar pasienyang mengalami cedera kepala berat berada padarentang usia 21-40 tahun yaitu sebanyak 13 orang

upregulation

crush injury

outcome

METODE

HASIL

(38.2%), dengan jenis kelamin yang dominanadalah laki-laki dengan jumlah 28 orang (82.4%).Gambaran ini menunjukkan sebagian besar pasienberada pada usia muda dan aktif yang mempunyairesiko lebih tinggi pada kejadian kecelakaan lalulintas.

Hanya sebagian kecil pasien yaitu sebanyak 9orang (73.5%) yang tiba di IRD ≤ satu jam setelahkejadian trauma, sisanya tiba pada kurun waktulebih dari 1 jam. Bila dicermati lebih lanjut rata-ratapasien tiba di IRD adalah 3.8 jam. Kecepatan tiba diIRD merupakan salah satu indikator baiknyapelayanan ditingkat prehospital. Berdasarkanlamanya waktu pasien diintubasi diketahui bahwasebagian besar pasien dilakukan intubasi kurangdari 8 jam setelah kejadian trauma. Hanya 3 orangpasien (8.8%) yang diintubasi dalam kurun waktu 8-24 jam. Intubasi dilakukan pada pasien cederakepala berat dengan skala GCS ≤ 8. Pada awalnyatidak semua pasien cedera kepala dilakukanintubasi karena terdapat 6 orang pasien (17.6%)datang dengan GCS >8. Dalam perjalanannyakeenam pasien ini mengalami penurunankesadaran hingga GCS ≤ 8 sehingga intubasidilakukan lebih dari 8 jam setelah tiba.

Pada pemeriksaan analisa gas darah yangdilakukan setelah pasien diintubasi didapatkanbahwa sebagian besar pasien mengalami kondisiasidosis, 20 orang (58.8%) mengalami asidosismetabolik dan 6 orang (17.6%) mengalami asidosisrespiratorik. Hanya 6 orang (17.6%) dalam kondisinormal dan 2 orang (5.9%) mengalami alkalosis.Selama perawatan di IRD sebanyak 24 orangpasien (70.6%) meninggal setelah dilakukanintubasi, sisanya sebanyak 10 orang hidup dandilakukan perawatan lanjutan diruangan.

Pada pemeriksaan kalium darah yang dilakukansebelum dan setelah intubasi dengan suksinilkolintidak terdapat peningkatan yang bermakna kadarkalium setelah intubasi. Angka rerata kaliumcenderung konstan setelah intubasi yaitu sekitar3.4. Nilai kalium terendah terdapat padapemeriksaan kalium plasma menit ke 10 setelahintubasi yaitu 2.11mEq/L, demikian pula nilai kaliumtertinggi yaitu 5.20mEq/L terdapat padapemeriksaan menit ke 10 setelah intubasi. Kenaikankalium plasma ini masih pada rentang normalsehingga tidak sampai menyebabkan terjadinyahiperkalemia. Standar deviasi terbesar terjadi padapemeriksaan kalium post intubasi menit ke 10 yaitu(0.62594) (Tabel 1).

Perubahan kadar kalium plasma setelah pemberiansuksinilkolin pada intubasi dipengaruhi olehbeberapa hal diantaranya adalah adanya cederalain selain cedera kepala misalnya frakturekstremitas, selang waktu kejadian sampaidilakukan intubasi serta kondisi asidosis.

Perubahan Kadar Kalium Setelah Intubasidengan Suksinilkolin

Faktor Yang Mempengaruhi Perubahan KadarKalium Setelah Intubasi

72 Jurnal Kedokteran Brawijaya, Vol. XXV, No. 2, Agustus 2009

Page 3: Rapid Squences Intubation2

Tabel 1 Gambaran Perubahan Kadar Kalium SetelahIntubasi

Pada penelitian ini kadar kalium dianggap naikapabila terdapat peningkatan >0.5mEq/L padapemeriksaan kalium post intubasi menit keberapapun atau adanya tendensi peningkatankalium dari menit ke 5 sampai dengan ke 20 postintubasi.

Diperoleh data bahwa dari 25 orang pasien yangmengalami cedera kepala murni tanpa disertaicedera organ lainnya, hanya 7 orang (28%) yangmengalami peningkatan kalium >0.5mEq/L.Sedangkan pada pasien cedera kepala yangdisertai dengan trauma ekstremitas dari total 7pasien, sebanyak 3 orang (42.9%) mengalamipeningkatan kalium. Hal ini menunjukkan proporsipasien cedera kepala yang disertai dengan traumadiekstremitas mengalami peningkatan kalium lebihbanyak dibandingkan pasien yang hanyamengalami cedera kepala murni.

Berkaitan dengan waktu, diperoleh data bahwapasien yang dilakukan intubasi kurang dari 8 jamsetelah kejadian lebih banyak yang tidak mengalamipeningkatan kalium. Hanya 10 orang pasien(32.3%) dari total 31 pasien yang kaliumnyameningkat > 0.5 meq/L. Sedangkan pasien yangdilakukan intubasi melebihi kurun waktu 8 jam tidakada seorangpun yang mengalami peningkatankalium.

Pada pemeriksaan analisa gas darah yangdilakukan setelah intubasi diketahui bahwasebanyak 6 orang pasien dalam kondisi normal, 20pasien mengalami asidosis metabolik, 6 orangasidosis respiratorik dan 2 pasien alkalosis.Proporsi pasien asidosis metabolik yang mengalamipeningkatan kalium lebih banyak (40%) daripadapasien normal (16.7%) atau asidosis respiratorik(16.7%) yang mengalami peningkatan kalium (Tabel2)

Data penelitian menunjukkan bahwa 70.6% atausebanyak 24 orang pasien meninggal dunia selamaperawatan di Instalasi Rawat Darurat. Berdasarkanhasil pemeriksaan kalium plasma diketahui bahwasebanyak 8 orang (80%) pasien dengan kadarkalium yang meningkat meninggal. Pada pasienyang kaliumnya tetap 16 orang (66.7%) meninggal,jumlahnya lebih tinggi dari pada kelompok pasienyang kaliumnya meningkat. Namun angka proporsimeninggal lebih tinggi pada kalium meningkat.

Perubahan Kalium dan Outcome

Tabel 2. Gambaran Faktor yang MempengaruhiPerubahan Kadar Kalium

Faktor-faktor lain yang ditengarai berperan dalammenentukan pasien adalah skor ISS,waktu sejak kejadian sampai pasien diintubasi, GCSpasien serta kondisi asidosis pada pemeriksaananalisa gas darah.

Dari 29 orang pasien dengan ISS 17 (kondisi kritis),79.3% diantaranya meninggal dan hanya 6 orang(20.7%) yang hidup dan pindah keruanganperawatan. Sedangkan pasien dengan ISS yanglebih rendah seluruhnya hidup. Berdasarkan datapenelitian diketahui bahwa ternyata banyak pasienyang tiba di IRD kurang dari 1 jam meninggal, daritotal 9 orang pasien (77.8%) meninggal. Proporsiangka meninggal lebih tinggi pada pasien yang yangtiba di IRD kurang dari 1 jam.

Berdasarkan data data penelitian juga diketahuibahwa ternyata banyak pasien yang diintubasidalam masa kurang dari 8 jam yang meninggal. Dari31 orang pasien sebanyak 23 orang (74.2%)meninggal. Sedangkan pasien yang diintubasi lebihdari 8 jam dari 3 orang hanya 1 (33.3%) yangmeninggal. Bila diperhatikan lebih jauh dari datapenelitian akan diketahui bahwa hal ini berkaitandengan GCS saat datang. Pasien yang berhsilbertahan hidup sebagian besar datang dengan GCSyang lebih tinggi. Pasien dengan GCS <5 saatdiintubasi yaitu sebanyak 12 orang (100%)seluruhnya meninggal. Pada kisaran GCS yanglebih tinggi yaitu (5-8) sebanyak 10 orang (45.5%)bertahan hidup.

Hasil pemeriksaan analisa gas darah menunjukkanbahwa sebagian besar pasien yang meninggalberada pada kondisi asidosis (Tabel 3). Pada pasiendengan kondisi asidosis metabolik sebanyak 16orang (80%) meninggal, pada kondisi asidosisrespiratorik 4 orang (66.7%) meninggal. Namunproporsi pasien yang meninggal lebih banyak padakelompok pasien yang mengalami alkalosis (100%)dibandingkan dengan asidosis metabolik (80%) danasidosis respiratorik (66.7%).

Pada penelitian ini seluruh sampel dilakukanpemeriksaan awal, diberikan stimulus kemudiandilakukan pemeriksaan kembali setelah stimulusdiberikan. Pasien cedera kepala berat dilakukanpemeriksaan kalium plasma sebelum intubasi dansetelah dilakukan intubasi dengan suksinilkolin.

outcome

Perubahan Kadar Kalium Setelah Intubasidengan Suksinilkolin

FaktorPerubahan Kalium

TotalTetap Naik>0,5

Cedera lain

· Tidak ada 18 (72%) 7 (28%) 25 (100%)

· Trauma ekstremitas 4 (57.1%) 3 (42.9%) 7 (100%)

· Jejas abdomen 2 (100%) 0 (0%) 2 (100%)

Waktu intubasi

· <8 jam 21 (67.7%) 10 (32.3%) 31 (100%)

· 8-24 jam 3 (100%) 0 (0%) 3 (100%)

BGA

· Normal 5 (83.3%) 1 (16.7%) 6 (100%)

· Asidosis metabolik 12 (60%) 8 (340%) 20 (100%)

· Asidosis respiratorik 5 (83.3%) 1 (16.7%) 6 (100%)

· Alkalosis 2 (100%) 0 (0%) 2 (100%)

Waktu PemeriksaanKadar Kalium

Minimum Maksimum Mean Std Deviasi

Sebelum Intubasi 2.30 4.29 3.4632 0.49179

5 menit setelah intubasi 2.40 4.89 3.4785 0.53266

10 menit setelah intubasi 2.11 5.20 3.4829 0.62594

15 menit setelah intubasi 2.40 4.80 3.4218 0.52322

20 menit setelah intubasi 2.20 4.38 3.4626 0.54148

Purwati, dkk, Penggunaan Suksinilkolin Setelah Rapid ...73

Page 4: Rapid Squences Intubation2

Tabel 3. Gambaran Faktor yang MempengaruhiOutcome

Berdasarkan tabel 4 dapat diketahui bahwa terdapatperbedaan nilai rerata yang tidak bermakna padapemeriksaan kalium sebelum dan setelah intubasidengan suksinilkolin. Pada perbandingan antaranilai kalium plasma sebelum intubasi dengan postintubasi menit ke 5 angka rerata mengalamipenurunan (-0.01592). Pada menit ke 10 postintubasi juga mengalami penurunan (-0.01971).Tampak terjadi peningkatan rerata kalium plasmapada menit ke 15 post intubasi (0.04147) dan menitke 20 post intubasi (0.00059). Meskipun terdapatperbedaan kadar kalium pada setiap lima menit,namun perbedaan tersebut tidak signifikan(p>0.05).

Tabel 4. Perubahan Kadar Kalium Setelah Intubasi

DISKUSI

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui adanyapeningkatan kadar kalium plasma pada pasiencedera kepala berat yang diintubasi denganpelumpuh otot suksinilkolin di Instalasi RawatDarurat Rumah Sakit Umum Dr. Saiful AnwarMalang. Seluruh subyek merupakan korbankecelakaan lalulintas dengan sebagian besarpasien berusia antara 21-40 tahun dengan jeniskelamin laki-laki. Hal ini sesuai dengan kepustakaanyang menyatakan bahwa kebanyakan pasientrauma adalah pada usia muda dan produtif. Sesuai

dengan data pasien di Amerika yang menunjukkanbahwa angka insiden cedera kepala terbanyakterjadi pada laki-laki dengan rentang usia 15-24tahun (1,2).

Sebagian besar pasien tiba di IRD dalam kurunwaktu lebih dari 1 jam setelah trauma, bila dikaitkandengan tampak proporsi pasien yanghidup lebih banyak terjadi pada kelompok ini. Hal iniberbeda dengan data kepustakaan yangmenyatakan bahwa kecepatan tiba dirumah sakitakan menurunkan mortalitas pasien cedera kepala(1,2). Fase prehospital merupakan masa yangpenting dalam menentukan , tidak hanyapada masalah kecepatan tiba di rumah sakit namunjuga kemampuan untuk melakukan stabilisasi

dan sirkulasi (1).

Pada pemeriksaan kadar kalium plasma sebelumdan setelah intubasi dengan suksinilkolindidapatkan data bahwa terdapat peningkatan angkarerata kalium. Kenaikan kalium terjadi sejak menitke 5, menjadi maksimal pada menit ke 10, turunpada menit ke 15 kemudian kembali naik pada menitke 20. Setelah dilakukan uji statistik diketahui bahwapeningkatan kalium yang terjadi tidak bermaknasecara statistik.

Walaupun peningkatan yang terjadi dianggap tidakbermakna namun hal ini sesuai dengan datakepustakaan. Beberapa penelitian terdahulumenyebutkan bahwa kenaikan kadar kalium plasmasetelah pemberian suksinilkolin mencapai maksimalpada menit ke 3-5 dengan rata-rata kembali normalsetelah 10-15 menit (9). Data lain menyebutkanbahwa beberapa penelitian pada pasien traumamasif yang diintubasi dengan suksinilkolindidapatkan peningkatan kalium maksimal padamenit ke 15 dan 20. Sebuah laporan kasusmengenai penggunaan suksinilkolin pada pasiencedera kepala tertutup diketahui bahwa kaliummeningkat maksimal pada menit ke empat (10).Penelitian pada sebagian besar pasien traumamasif, keluarnya kalium yang dapat menyebabkanhiperkalemia mencapai maksimal pada menit ke 2-5kembali menjadi normokalemia dalam 24 menit (11).

Peningkatan kalium plasma setelah intubasi dengansuksinilkolin meningkat dengan tidak bermakna.Angka maksimal pada menit ke 10 yaitu 5.2 mEq/L,dengan delta peningkatan terbesar pada menit ke 5yaitu 1.8mEq/L. Hal ini sesuai dengan datakepustakaan yang menyatakan bahwa pada kondisinormal pemberian suksinilkolin akan meningkatkankalium plasma 0.5-1mEq/L (5).

Pada beberapa kondisi dapat terjadi peningkatankal ium melebihi 1mEq/L karena adanya

AchRs. Pada pasien cedera kepala,AchRs ditengarai terjadi bila ada

denervasi saraf atau imobilisasi. Kepustakaanmenyebutkan bahwa upregulation AchRs terjadisetelah 48 jam (12). Pada penelitian semua pasiencedera kepala berat diintubasi sebelum 48 jamdengan selang waktu intubasi terpanjang yaitu 22jam. Dengan demikian salah satu penyebab dari

outcome

outcome

airway, breathing

upregulationupregulation

Perubahan Kadar Kalium Setelah Intubasidengan Suksinilkolin

FaktorOutcome

TotalHidup Mati

Perubahan kalium

· Tetap8 (33.3%) 16 (66.7%) 24 (100%)

· Meningkat >0.52 (20%) 8 (80%) 10 (100%)

ISS

· Jarang menyebabkan kematian 2 (100%) 0 (0%) 2 (100%)

· Trauma mayor mortalitas < 10% 1 (100%) 0 (0%) 1 (100%)

· Kondisi kritis 6 (20.7%) 23 (79.3%) 29 (100%)

· Mortalitas meningkat linier 1 (50%) 1 (50%) 2 (100%)

Waktu tiba

· = 1 jam2 (22.2%) 7 (77.8%) 9 (100%)

· > 1 jam8 (32%) 17 (68%) 25 (100%)

Waktu intubasi

· <8jam8 (25.8%) 23 (74.2%) 31 (100%)

· =8-24jam2 (66.7%) 1 (33.3%) 3 (100%)

GCS intubasi

· <5 0 (0%) 12 (100%) 12 (100%)

· 5-8 10 (45.5%) 12 (54.5%) 22 (100%)

BGA

· Normal 4 (66.7%) 2 (33.3%) 6 (100%)

· Asidosis metabolik 4 (20%) 16 (80%) 20 (100%)

· Asidosis respiratorik 2 (33.3%) 4 (66.7%) 6 (100%)

· Alkalosis 0 (0%) 2 (100%) 2 (100%)

Waktu Pemeriksaan KaliumKadar Kalium Dibanding

Sebelum Intubasi

Rerata P

5 menit setelah intubasi -0.01529 0.853

10 menit setelah intubasi -0.01971 0.810

15 menit setelah intubasi 0.04147 0.557

20 menit setelah intubasi 0.00059 0.994

74 Jurnal Kedokteran Brawijaya, Vol. XXV, No. 2, Agustus 2009

Page 5: Rapid Squences Intubation2

tidak bermaknanya peningkatan kalium padapenelitian ini adalah karena tidak ada subyek yangdiintubasi lebih dari 24 jam.

Pada penelitian ini didapatkan bahwa proporsipeningkatan kalium >0.5 lebih tinggi pada pasiencedera kepala yang disertai dengan traumaekstremitas dibandingkan dengan cedera kepalamurni. Hal ini sesuai dengan kepustakaan yangmenyatakan bahwa adanya pelepasan kalium daricedera jaringan lunak dapat menyebabkanpeningkatan kalium. Hal lain yang berkaitan denganpeningkatan kalium pada trauma/ frakturekstremitas adalah adanya AchRspada ekstremitas yang mengalami imobilisasi.Imobilisasi pada ekstremitas dapat menyebabkanredistribusiAchRs dari sertamenyebabkan AchRs padaekstrajunctional pada 6-12 jam setelah trauma.Namun demikian ini seringkali tidaksampai menyebabkan terjadinya hiperkalemia.Sebuah penelitian imobilisasi dan denervasi satuekstremitas pada hewan coba diperoleh data bahwahiperkalemia terjadi pada hari ke 4 (12,13).

Pada penelitian ini juga diperoleh data bahwaproporsi pasien asidosis metabolik yang mengalamikenaikan kalium lebih besar daripada pasienasidosis respiratorik dan normal. Hal ini sesuaidengan kepustakaan yang menyatakan bahwasalah penyebab terjadinya hiperkalemia adalahstatus asam-basa dalam tubuh. Secara umumdiyakini bahwa pada kondisi asidosis metaboliksetiap penurunan pH 0.1 akan terjadi peningkatankalium 0.6mEq/L ( ).

Hasil pemeriksaan EKG yang dilakukan pada menitke 20 setelah intubasi dengan suksisnilkolindiketahui bahwa seluruh rekaman EKG tidak adayang spesifik untuk hiperkalemia (sinus takikardia,gelombang P, QRS kompleks, T normal). Hal inisesuai dengan kepustakaan yang menyatakanbahwa gambaran kelainan EKG seringkali timbulbila kadar kalium lebih dari 5.5mEq/L (hiperkalemiaringan). Pada data penelitian diketahui bahwa nilaikalium tertinggi adalah 5.20mEq/L, dengandemikian pada rekaman EKG tidak tampak adanyakelainan (14, ).

Berdasarkan penelitian didapatkan peningkatanrerata yang tidak bermakna pada pemeriksaankalium sebelum dan setelah intubasi dengansuksinilkolin. Namun bila dianalisis lebih lanjuttampak bahwa proporsi pasien yang kaliumnya naiklebih banyak yang meninggal bila dibandingkandengan pasien yang kaliumnya tetap.

Data kepustakaan sendiri tidak menyebutkansecara langsung pengaruh peningkatan kaliumterhadap pasien cedera kepala. Pengaruhhiperkalemia selalu dikaitkan dengan gangguankonduksi jantung yang menyebabkan aritmia.Gangguan jantung yang timbul selanjutnyamempengaruhi sirkulasi dan perfusi otakmenyebabkan cedera sekunder yang pada akhirnyaakan mempengaruhi (5,6).Pada penelitianini tidak ada kadar kalium yang meningkat hingga

upregulation

neuromuscular junctionupregulat ion

upregulation

outcome

outcome

Perubahan Kalium dan Outcome

7

15

mencapai hiperkalemia. Hasil rekaman EKG jugatidak ada yang memberikan gambaran adanyaaritmia.

Pada penelitian ini dari 34 orang pasien kecelakaanlalu lintas yang menjadi responden, sebagian besardiintubasi kurang dari 8 jam setelah trauma sisanyapada 8-24 jam paska trauma, dengan waktumaksimal intubasi adalah 22 jam. Pada rentangwaktu ini ditengarai belum terjadiAchRs, dengan demikian maka peningkatan kaliumyang terjadi masih dalam batas 0.5-1mEq/L dantidak menyebabkan hiperkalemia.

Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengetahuipeningkatan kadar kalium pada pasien cederakepala yang diintubasi pada rentang waktu 24-48jam setelah trauma. Kepustakaan menyarankanuntuk menghindari penggunaan suksinilkolin pada48-72 jam pada pasien yang ditengarai mengalamidenervasi atau imobilisasi (13).

Pada penelitian ini juga diketahui bahwa sebagianbesar pasien meninggal setelah diintubasi dengansuksinilkolin kurang dari 8 jam setelah trauma.Proporsi yang meninggal tampak lebih banyak padapasien dengan GCS rendah serta kadar kalium naik.Pada kepustakaan disebutkan bahwa kematianpada cedera kepala berat seringkali terjadi karenaICP yang meningkat sehingga menyebabkanherniasi (1,9). Penelitian ini tidak mengkajihubungan penggunaan suksinilkolin denganpeningkatan ICP.

Kepustakaan menyebutkan bahwa penggunaansuksinilkolin berpotensi menyebabkan kenaikanICP namun terbukti tidak memberikan pengaruhsecara klinis sehingga aman digunakan padapasien cedara kepala (1). Penelitian menurutKovarik (1994) dinyatakan bahwa suksinilkolin tidakmenyebabkan perubahan ICP, aliran darah otak danrekaman EEG pada pasien cedera neurologis (16).Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenaisejauh mana suksini lkol in menyebabkanpeningkatan ICP serta mempengaruhi .

Pemberian suksinilkolin menyebabkan perubahankadar kalium plasma yang cenderung meningkatsejak menit ke 5, maksimal pada menit ke 10 danmenurun setelah menit ke 15 setelah intubasi.Perubahan kadar kalium dengan kecenderunganmeningkat sebagian besar terjadi pada pasiencedera kepala berat yang disertai dengan frakturekstremitas dan pasien dengan asidosis metabolik.Tidak terdapat perubahan kadar kalium yangbermakna setelah intubasi dengan

menggunakan suksinilkolin pada pasiencedera kepala berat dalam rentang waktu 24 jamsetelah trauma.

1. Kirsch TD, Lipinski CA, Head Injury. Di dalam:Tintinalli JE, Kelen GD, Stapczynski JS (ed).

Kelemahan dan Penelitian Selanjutnya

KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA

upregulation

outcome

rapid sequenceintubation

Emergency Medicine, A Comprehensive Study

Purwati, dkk, Penggunaan Suksinilkolin Setelah Rapid ...75

Page 6: Rapid Squences Intubation2

guide

Head

et al

Rekapitulasi data pasien cedera Kepala Berattahun 2007

.

Emergency medicineprocedure. .

Succinylcholine-induced hyperkalemia in a patient with closedhead injury . .

Hyperkalemiaafter succinylcholine administration in patientwith closed head injury without paresis

. .

Statistik untuk kedokteran dankesehatan

.

Dasar-dasarmetodologi penelitian klinis

.

et alGuidelines for the management of severe headinjury

.

A Study Ofplasma potassium and electrocardiographicchanges after single dose of succinylcholine

. .

Practical pharmacology ofneuromuscular blockade

.

Succinylcholine: adverse effectsand alternatives in emergency medicine.

. .

Manual of emergency airway management

Clinicalanesthesiology

Cansuccinylcholine be used safely in hyperkalemicpatients? . .

Succinylcholine does not changeintracranial pressure, cerebral blood flowvelocity, or the electroencephalogram in patientswith neurologic injury .

. 6 ed. Singapore: McGraw-Hill; 2004:1557-1569.

2. Heegaard WG, Biros MH. . Di dalam: MarxJA, Hockberger RS, Walls RM, Adams JC,Barsan WG, Biros MH (ed). Rosen'sEmergency Medicine Concepts and ClinicalPractice. 6 ed. Vol 1. Philadelphia: Mosby Inc;2006: 349-382.

3. SMF Bedah Saraf RS Dr. Saiful Anwar.

. Malang: Bagian Bedah Saraf RS Dr.SaifulAnwar; 2007

4. Reichman E, Simon RR.California: McGraw-Hill; 2004

5. Stevenson PH, Birch A.

.Anesthesiology 1979; 51: 89-90

6. Frankville DD, Drummond JC.

.Anesthesiology 1987; 67: 264-266

7. Dahlan MS.. Edisi 3. Jakarta: Salemba Medika;

2008

8. Sastroasmoro S, Ismael S.. Jakarta: Binarupa

Aksara; 1995

9. Bullock R, Chestnut RM, Clifton G, .

. New York, NY: Brain Trauma Foundation;2000

10. Evers W, Racz Gabor B, Dobkin AB.

.CanAnaes Soc J 1969;16: 273-278

11. Munford B.. Air Medical

Journal 1998; 17(4):149-156 .

12. Orebaugh SL.Am J

Emerg Med 1999; 17(7): 715

13. Schneider RE, Caro DA. NeuromuscularBlocking Agent. Di dalam: Walls RM (ed).

. 2ed. Lipincot Williams & Wilkins; 2004:209-260

14. Morgan GE, Mikhail MS, Murray MJ.. 4 ed. California: McGraw-Hill;

2006.

15. SchowAJ, Lubarsky DA, Olson RP, Gan TJ.

AnesthAnalg 2002; 95: 119-22

16. Kovarik WD, Mayberg TS, Lam AM, MathisenTL, Winn HR.

. Anesth Analg 1994; 78:469-73.

th

th

nd

. .

th

76 Jurnal Kedokteran Brawijaya, Vol. XXV, No. 2, Agustus 2009