Profesional Guru Pai

18
MELETAKKAN KOMPETENSI DAN PROFESIONALISME GURU PAI DALAM KONTEKS SERTIFIKASI Ahmad Salim STIA Alma Ata Yogyakarta Abstract Since 2005, the Indonesian government has ruled a regulation pertaining to teachers and lectures. The regulation is aimed at maintaining and enhancing teacher’s competency, in addition to promote their financial income as they passed the evaluation for professional teachers. However, in practical levels, this regulation seems to neglect some aspects contained within a certain subject in education, particularly in Islamic education subject. It is argued that to enhance the quality of evaluation aspects it is important for the official to consider aspects other than cognitive element in education. Islamic education subject is one example of subject which covers both cognitive and religious aspects in education. Another relevant problem pertaining to the implementation of the law is closely connected to the schedule for teachers to obtain their salaries as professional teachers which are ineffective. Sejak tahun 2005, pemerintah memberlakukan undang-undang sertifikasi guru dan dosen yang bertujuan meningkatkan serta menjaga kompetensi tenaga didik pada satu sisi dan meningkatkan tingkat pendapatan mereka. Melalui undang-undang tersebut, tenaga didik diwajibkan melalui sejumlah evaluasi kompetensi sebelum memperoleh tunjangan sertifikasi sebagai tanaga didik profesional. Namun, pada penerapannya, metode evaluasi menemui beberapa kendala, misalnya kewajiban jam mengajar yang cenderung semakin memberatkan, belum lagi instrumen evalusi yang tidak cukup komprehensif, serta kendala teknis lainnya. Artikel ini membahas

Transcript of Profesional Guru Pai

  • MELETAKKAN KOMPETENSI DAN PROFESIONALISME GURU PAI DALAM KONTEKS SERTIFIKASI

    Ahmad SalimSTIA Alma Ata Yogyakarta

    AbstractSince 2005, the Indonesian government has ruled a regulation pertaining to teachers and lectures. The regulation is aimed at maintaining and enhancing teachers competency, in addition to promote their financial income as they passed the evaluation for professional teachers. However, in practical levels, this regulation seems to neglect some aspects contained within a certain subject in education, particularly in Islamic education subject. It is argued that to enhance the quality of evaluation aspects it is important for the official to consider aspects other than cognitive element in education. Islamic education subject is one example of subject which covers both cognitive and religious aspects in education. Another relevant problem pertaining to the implementation of the law is closely connected to the schedule for teachers to obtain their salaries as professional teachers which are ineffective.

    Sejak tahun 2005, pemerintah memberlakukan undang-undang sertifikasi guru dan dosen yang bertujuan meningkatkan serta menjaga kompetensi tenaga didik pada satu sisi dan meningkatkan tingkat pendapatan mereka. Melalui undang-undang tersebut, tenaga didik diwajibkan melalui sejumlah evaluasi kompetensi sebelum memperoleh tunjangan sertifikasi sebagai tanaga didik profesional. Namun, pada penerapannya, metode evaluasi menemui beberapa kendala, misalnya kewajiban jam mengajar yang cenderung semakin memberatkan, belum lagi instrumen evalusi yang tidak cukup komprehensif, serta kendala teknis lainnya. Artikel ini membahas

  • 122 # Mukaddimah, Vol. 18, No. 1, 2012

    Ahmad Salim: Meletakkan Kompetensi dan Profesionalisme Guru PAI

    implementasi dan kendala evaluasi terhadap tanaga didik Pendidikan Agama Islam. Penulis berpendapat bahwa evaluasi terhadap tenaga didik PAI tidak mempertimbangkan fokus, materi serta tujuan pendidikan PAI di sekolah-sekolah. Selain itu, jadual pencairan tunjangan juga menjadi penghambat dalam menumbuhkan profesionalisme tenaga didik.

    Kata kunci: kompetensi, guru PAI, profesional,

    A. Pendahuluan Guru berperan sentral dalam proses pendidikan dan dalam

    rangka mencerdaskan bangsa, seperti diamanatkan konstitusi.1 Peran sentral tersebut jelas terpapar dalam UU NO 14 tahun 2005 Pasal 1 yang menyebutkan satuan tugas guru meliputi mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik.2 Kelengkapan sarana pendidikan tidak akan berarti, jika tanpa diimbangi dengan kompetensi guru pendidik. Karena itu, tanpa kompetensi memadai, dapat dipastikan guru tidak akan dapat melakukan peran mereka sebagai tenaga pendidik secara optimal.

    Sertifikasi guru yang resmi diimplementasikan pada tahun 2005 merupakan salah satu upaya pemerintah untuk meningkatkan kompetensi guru. Sertifikasi guru adalah ajang pemberian lesensi bagi pengajar untuk menunjukkan apakah seorang guru layak disebut sebagi pengajar profesional atau tidak dengan selembar ijazah/sertifikat pendidik sebagai bukti fisiknya. Kebijakan tersebut dipayungi hukum dengan produk hukum yang dikenal dengan UU No14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dan beberapa peraturan yang menjadi penjelas dari beberapa pasal yang ada di dalamnya.

    Terlepas dari peningkatan kompetensi, UU tersebut menjanjikan peningkatan kesejahteraan guru. Guru yang dinyatakan lulus akan menerima tunjangan sertifikasi sebagai bentuk penghargaan dari keprofesionalannya sebesar satu kali gaji pokok. Artinya profesionalisme seorang guru dalam melaksanakan tugasnya harus diuji melalui mekanisme

    1 Wina Sanjaya, Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009) hlm. 16

    2 Diunduh dari wrks.itb.ac.id/app/images/files_produk_hukum/uu_14_2005.pdf pada Jumat 24 Februari 2012 Pukul. 8.50.

  • Mukaddimah, Vol. 18, No. 1, 2012 # 123

    Ahmad Salim: Meletakkan Kompetensi dan Profesionalisme Guru PAI

    sertifikasi dan sertifikasi ini mutlak membutuhkan kompetensi untuk dapat lulus, dengan demikian kompentensi merupakan prasyarat utama untuk menuju guru profesional. Guru profesional inilah yang berhak menerima tunjangan profesi sebagai pengakuan atas kompetensi yang dimilikinya. Tunjangan atau tambahan penghasilan sebagai wujud apresiasi terhadap kompetensi guru ini memang suatu keharusan yang harus diberikan karena ini sejalan dengan apa yang dimuat dalam UU No 14 Tentang guru dan dosen pasal 14. Dalam regulasi tersebut dijelaskan beberapa hak yang bisa diterima oleh seorang guru, diantaranya adalah 1) memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan social, 2) mendapat promosi dan penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja, 3) memperoleh perlindungan dalam melaksanakan tugas dan atas kekayaan intelektual, dan 4) memperoleh kesempatan untuk meningkatkan kompetensi.3 Kemudian dalam pasal 15 pada UU yang sama dijelaskan secara rinci terkait dengan beberapa komponen penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum yaitu; meliputi gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, serta tunjangan lain termasuk di dalamnya adalah tunjangan profesi. UU tersebut resmi berlaku sejak tahun 2006 dan tahun 2009 yang lalu mulai melaksanakan sertifikasi bagi dosen dengan produk hukum serta aturan-aturan yang ada di dalamnya. Regulasi yang berbentuk Undang-undang tersebut menyatakan bahwa sertifikasi yang dilakukan adalah sebuah pengukuran terhadap kompetensi pendidik, sehingga dari kegiatan ini pendidik terjamin memiliki beberapa kompetensi yang meliputi; kompetensi padagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional dan kompetensi sosial.

    Tuntutan kompetensi guru pada dasarnya berlaku untuk semua guru bidang studi di semua jurusan/tingkat pendidikan, termasuk juga guru Pendidikan Agama Islam (PAI). Namun demikian, berbeda dengan satuan pelajaran lainnya yang cenderung menekankan kompetensi kognitif, guru PAI ditutut tidak saja mumpuni dalam pengajaran, tapi juga harus mampu melakukan pendidikan dan pembinaan bagi siswanya sehingga materi yang disampaikan tersebut dapat terinternalisasi dalam kehidupan nyata seharihari, baik oleh guru tersebut secara pribadi, terlebih lagi untuk muridnya. Namun, sertifikasi guru ternyata dalam pelaksanaanya banyak menimbulkan masalah bagi guru terutama guru

    3 Ibid

  • 124 # Mukaddimah, Vol. 18, No. 1, 2012

    Ahmad Salim: Meletakkan Kompetensi dan Profesionalisme Guru PAI

    (PAI), seperti kesulitan guru PAI dalam memenuhi mengajar 24 jam tatap muka perminggu, lunturnya profesionalisme guru PAI setelah mereka lulus ujian sertifikasi serta lamanya rentang waktu pencairan tunjangan sertifikasi.

    Artikel ini menguraikan persoalan di atas, khususnya terkait pengurangan jam minimal mengajar bagi guru PAI dari 24 menjadi 12 jam tatap muka perminggu, perlunya evaluasi secara kontiyu terhadap guru PAI yang telah lulus ujian sertifikasi, pembaharuan terhadap teknis pencairan tunjangan sertifikasi dan perlunya komimen sekolah/ madrasah swasta terhadap perumusan penggajian bagi guru PAI swasta secara proporsional.

    B. Mendefinisikan Kompetensi dan Profesionalisme Guru PAI

    Kompetensi berasal dari bahasa Inggris competence, yang berarti mempunyai kemampuan atau kecakapan.4 Istilah kompetensi sebenarnya memiliki banyak arti diantaranya adalah apa yang dikemukakan oleh Usman yang mendefinisikan kompetensi sebagai suatu hal yang menggambarkan kualifikasi atau kemampuan seseorang, baik bersifat kualitatif maupun kuantitatif.5 Lebih lanjut Charles E. Johnson , seperti dikutip oleh Usman (2005), mengemukakan bahwa kompetensi merupakan perilaku yang rasional untuk mencapai tujuan yang dipersyaratkan sesuai dengan kondisi yang diharapkan.6 Roetiyah juga mengungkapkan bahwa kompetensi merupakan suatu tugas yang memadai atas kepemilikan pengetahuan, keterampilan dan kemampuan yang dituntut oleh jabatan seseorang.7 Karena itu, jika kompetensi jika disandingkan dengan sebuah profesi guru atau tenaga pengajar, maka kompetensi guru mengandung arti kemampuan seseorang guru dalam melaksanakan kewajiban-kewajiban secara bertanggung jawab dan layak atau kemampuan dan kewenangan guru dalam melaksanakan profesi keguruannya. Pengertian kompetensi

    4 Martin H. Manser, Oxford Learners Pocket Dictionary (New York: Oxford University Press, 1995),hlm. 80

    5 Moh Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2005), hlm,15

    6 Ibid. Lihat juga Peraturan Pendidikan Nasional No 16 Tahun 2005 tentang Standar Kualifikasi dan Kompetensi Pendidik

    7 Roestiyah, NK, Masalah-masalah Ilmu Keguruan ( Jakarta: Bina Aksara, 1989), hlm76

  • Mukaddimah, Vol. 18, No. 1, 2012 # 125

    Ahmad Salim: Meletakkan Kompetensi dan Profesionalisme Guru PAI

    guru adalah seperangkat penguasaan kemampuan yang harus ada dalam diri guru agar dapat mewujudkan kinerjanya secara tepat dan efektif.8 Sedangkan dalam UU No 14 tentang Guru dan Dosen ditemukan pengertian kompetensi sebagai seperangkat pengetahuan, keterampilan dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati dan dikuasai oleh guru dan dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan.9 Maka kompotensi guru harus dimaknai sebagai kebulatan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang terwujud dalam tindakan cerdas dan penuh tanggungjawab dalam menjalankan tugas dan kewajibanya sebagai agen pembelajaran. Beberapa pengertian kompetensi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kompetensi guru adalah pengetahuan, keterampilan dan perilaku yang harus ada pada guru yang tidak hanya dimiliki saja tetapi harus terinternalisasi dalam jiwanya sehingga dapat berguna dalam melaksanakan tugas pengajaran dan pendidikanya. Pengetahuan dan keterampilan tersebut harus dapat dimanfaatkan oleh guru yang bersangkutan secara sadar dalam melaksanakan tugas pendidikan dan pengajaran pada satuan pendidikan tempat guru bertugas.

    Sementara itu, profesional atau profesionalisme berasal dari kata profesi yang bermakna menunjuk pada suatu pekerjaan atau jabatan yang menuntut keahlihan, tanggungjawab dan kesetian pada pekerjaan yang digelutinya.10 Lebih jelas lagi pengertian profesional yang tercantum dalam UU No 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen. Peraturan ini menjelaskan bahwa profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlihan, kemahiran atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi. Lebih jauh Suparlan (2006) mengatakan bahwa profesionalisme suatu pekerjaan harus ditopang dengan beberapa syarat, yaitu 1) pengakuan oleh masyarakat dan pemerintah mengenai bidang layanan tertentu, dan hanya dapat dilakukan oleh mereka yang memiliki keahlihan tertentu pula, 2) bidang ilmu pengetahuan keahlihan yang menjadi landasan teknik dan landasan kerja yang unik yang memiliki karakteristik berbeda dengan pekerjaan lain, 3) memerlukan proses persiapan secara sengaja dan

    8 Kunandar, Guru Profesional; Implementasi KTSP dan Sukses dalam Sertifikasi Guru (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007), hlm 51

    9 UU Sikdiknas No 20 Tahun 2003.10 Suparlan, Guru sebagai Profesi (Yogyakarta: Hikayat Publising, 2006), hlm 76

  • 126 # Mukaddimah, Vol. 18, No. 1, 2012

    Ahmad Salim: Meletakkan Kompetensi dan Profesionalisme Guru PAI

    sistematis sebelum orang melakukan pekerjaanya, 4) memiliki mekanisme yang diperlukan untuk melakukan seleksi secara efektif, sehingga hanya mereka yang kompetetif yang benar-benar diperbolehkan melaksanakan kegiatan bidang tersebut, dan 5) memiliki organisasi profesi yang dapat melindungi anggotanya, serta fungsi untuk menyakinkan fihak lain terkait dengan bahwa anggotanya dapat melakukan kegiatan secara professional.11

    Sejalan dengan pendapat Suparlan, UU No 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pasal 7 juga memberikan beberapa syarat suatu pekerjaan dapat dikatakan pekerjaan profesional yaitu apabila pekerjaan tersebut dilaksanakan dengan beberapa prinsip, yaitu memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealism, 2) memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia, 3) memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas, 4) memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas;, 5) memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan, 6) memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja, 7) memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secaraberkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat, 8) memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, dan 9) memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru.12

    Sementara itu, menurut Uzer Usman (2007), ada beberapa indikator suatu pekerjaan bisa dikatakan professional, yaitu 1) pengabdian, yaitu memberikan pelayanan tertentu kepada masyarakat dengan berbagai pengetahuan dan ketrampilan yang dimiliki, 2) idealisme, tercakup pengertian pegabdian pada suatu yang luhur dan idealis, dan 3) pengembangan, menyempurnakan prosedur yang mendasari pengabdiannya secara terus menerus.13 Kemudian, menurut Saiful Sagala (2000), ciri profesional pekerjaan guru yang sejalan dengan pandangan para ahli pendidikan yang lain, yaitu 1) guru bekerja semata-mata hanya untuk memberikan pelayanan kepada kemanusian tidak untuk urusan pribadi semata, 2) guru secara hukum dituntut memenuhi persyaratan

    11 Ibid, hlm, 79-8012 UU Sikdiknas No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, www.

    inherent-dikti.net/files/sisdiknas.pdf, diunduh pada Jumat 24 Februari 2012 jam 9.0013 Moh Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional (Bandung: PT. Remaja Rosda

    Karya, 2005), hlm 88

  • Mukaddimah, Vol. 18, No. 1, 2012 # 127

    Ahmad Salim: Meletakkan Kompetensi dan Profesionalisme Guru PAI

    lisensi untuk mendapat dan menjadi profesi keguruan, 3) guru dituntut memiliki pengetahuan dan keterampilan yang tinggi, 4) guru dalam organisasi profesi memiliki publikasi yang dapat melayani guru sehingga bisa update informasi dan pengetahuan kekinian, 5) guru selalu diusahakan mengikuti pelatihan, kursus, workshop, seminar dan terlibat luas dalam berbagai ajang ilmiah, 6) guru diakui sepenuhnya sebagai karir hidup, dan 7) guru memiliki etika dan moral yang berfungsi secara lokal dan nasional.14 Karena itu, berdasarkan beberapa definisi profesional di atas, profesional adalah sebuah tugas atau kegiatan yang dapat dilakukan apabila seseorang memiliki beberapa kompetensi standar tertentu yang diperoleh melalui pendidikan tertentu yang sejalan dengan bidang yang digelutinya. Tanpa syarat tersebut terpenuhi maka tidak bisa pekerjaan atau kegiatan seseorang tersebut dikatakan profesional termasuk juga dalam pekerjaan guru, maka pekerjaan guru hanya dapat dilakukan oleh seseorang yang mempunyai kualifikasi akademik, kompetensi, dan sertifikat pendidik sesuai dengan persyaratan untuk setiap jenis dan pendidikan tertentu. Dalam konteks pendidikan PAI, maka kompetensi dan profesional diartikan tidak saja meliputi kecapan dalam materi ajar, namun juga meliputi kompetensi pribadi dalam menerapkan materi yang diajarkan.15

    Jika demikian, maka cukup beralasan jika guru PAI dituntut memiliki kompetensi yang tidak hanya ditunjukkan di kelas dan sekolah, tapi juga dalam menerapkan materi ajar dalam kehidupan mereka. Lebih tajam lagi, Zakiah Darajat (1995) menekankan guru PAI disamping wajib melaksanakan tugas pengajaran, yaitu memberitahukan pengetahuan keagamaan, ia juga melaksanakan tugas pengajaran dan pembinaan bagi peserta didik, ia membantu pembentukan kepribadian, pembinaan akhlak, menumbuhkembangkan keimanan dan ketaqwaan para peserta didik.16 Intinya, tuntutan terhadap kemampuan guru PAI tidak hanya memiliki keunggulan pribadi yang dijiwai oleh keutamaan hidup dan nilai-nilai luhur yang dihayati serta diamalkan, namun seorang guru PAI hendaknya memiliki kemampuan paedagogis atau hal-hal mengenai tugas-tugas

    14 Saiful Sagala, Administrasi Pendidikan Kontemporer (Bandung: Alfabeta, 2000), hlm 216-217

    15 Zakiah Darajat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah (Jakarta: Ruhama, 1995), hlm 99

    16 Ibid.

  • 128 # Mukaddimah, Vol. 18, No. 1, 2012

    Ahmad Salim: Meletakkan Kompetensi dan Profesionalisme Guru PAI

    kependidikan sebagai seorang guru PAI tersebut. Guru PAI mempunyai tugas yang sama dengan tugas guru pada

    mata pelajaran selain PAI, hanya saja selain tugas menyampaikan materi (transfer of knowledge) kepada peserta didik guru PAI juga bertugas untuk menyampaikan nilai (transfer of value) kepada peserta didik. Menurut Zakiah Darajat (1995) tugas utama guru adalah sebagai pengajar dan pendidik serta agen pembaharu dalam kehidupan masyarakat.17 Perbedaan peran guru PAI dengan guru mata pelajaran lain sebagaimana tergambarkan di atas sebenarnya berangkat dari materi pembelajaran. Materi pembelajaran PAI lebih banyak pada persoalan keimanan, aturan yang bersifat dogmatis serta akhlak yang harus tercermin dalam sebuah kebiasaan. Materi pembelajaran seperti ini yang menggiring guru PAI dituntut tidak hanya kompeten dalam penguasaan dan penyampain materi kepada peserta didik, tetapi lebih dari itu, yaitu sebagai pelaksana dari semua materi yang telah disampaikannya. Karena itu, guru PAI dituntutuntuk menguasai ilmu pengetahuan PAI yang diajarkanya dan bagaimana mentrasfer ilmu tersebut kepada peserta didik, menguasai cara belajar materi PAI, mengadministrasikanya dan mengevaluasinya, sedangkan tugas guru sebagai pembaharu menuntutnya guru mempunyai sikap dan prinsip yang mantap berdasarkan pengetahuan PAI, pengetahuan negara dan masyarakat setempat, sehingga berwibawa dan dapat menjadi contoh bagi peserta didik, teman sejawat dan masyarakat pada umumnya.18 Karena itu, profesionalisme guru PAI terkesan lebih lengkap, ketimbang guru mata pelajaran lain. Guru PAI yang profesional harus mampu menciptakan pembelajaran yang efektif, efesien, kondusif dan menyenangkan, sehingga tercapai tujuan pembelajaran, yaitu perubahan peserta didik pada aspek pengetahuan, keahlihan dan kemantapan dalam menjalankan ibadah kepada sang pencipta. Materi pembelajaran PAI yang mencakup Quran Hadits, aqidah akhlak, fiqih, sejarah kebudayaan islam merupakan pengetahuan intisari islam, sehingga pembelajaran Pendidikan Agama Islam adalah proses interaksi antara guru dan peserta

    17 Zakiah Darajat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah..., hlm 10618 Lihat UU Sikdikas no 20 tahun 2003, UU No 14 Tahun 2005 Tentang Guru

    dan Dosen, Permen PAN No 16 Tahun 2009, lihat juga PP No 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan semua menjelasakan tentang tugas utama guru yaitu mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik.

  • Mukaddimah, Vol. 18, No. 1, 2012 # 129

    Ahmad Salim: Meletakkan Kompetensi dan Profesionalisme Guru PAI

    didik dalam suatu sistem edukatif yang menimbulkan hubungan timbal balik antara keduanya (guru dan peserta didik). Proses timbal balik yang ada bertujuan untuk selalu mengembangkan potensi peserta didik secara optimal baik pada aspek keimanan, penghayatan serta etika/moral, dimana siswa dituntut tidak hanya memahami aspek-aspek tersebut tetapi lebih jauh yaitu adanya penerapan pada kehidupan sehari, sehingga menjadi sebuah karakter.19

    Peran dan fungsi guru PAI sebagaimana digambarakan di atas menuntutnya guru bertindak sebagai pendidik yang tidak hanya mentrasfer pengetahuan kepada peserta didiknya, tetapi guru PAI harus bisa mentrasfer nilai kepada peserta didik. Peran penting guru PAI ini menjadikannya tidak bisa tergantikan oleh komponen pendidikan lain, seperti sarana, media, metode ataupun strategi pembelajaran yang ada, artinya keberadaan guru PAI adalah sebuah keniscayaan yang harus terpenuhi pada semua level pendidikan. Peran sentral guru PAI dalam menghantarkan peningkatan kualitas peserta didik tersebut, mutlak membutuhkan guru PAI profesional, karena guru profesional ini yang mampu merubah tingkah laku peserta didik menuju tingkah laku yang baik menurut ajaran islam yang sempurna.

    C. Menguji Kompetensi dan Profesionalisme Guru PAI melalui Sertifikasi dan Problematikanya

    Sertifikasi guru adalah proses pemberian sertifikat /lisensi pendidik kepada guru. Sertifikat diberikan kepada guru yang telah memenuhi standar profesional tertentu yang telah ditentukan oleh undang-undang.20 Sertifikat pendidik yang diperoleh akan memberikan implikasi kepada kewenangan guru bersangkutan menerima tunjangan berupa tunjangan sertifikasi sebesar satu kali gaji pokok. Maka dapat dikatakan bahwa guru yang mempunyai sertifikat/lisensi yang dapat dan berhak untuk melaksanakan pembelajaran, sehingga berimplikasi kepada pemberian tunjangan sertifikasi atas profesional yang telah dimiliki guru. Untuk menguji beberapa kompetensi yang disyaratkan di atas, pemerintah

    19 Oemar Hamalik, Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi (Jakarta: Bumi Aksara,2006), cet.4 hlm. 36

    20 Lihat Peraturan Pendidikan Nasional No 18 Tahun 2007 Tentang Sertifikasi bagi Guru dalam Jabatan

  • 130 # Mukaddimah, Vol. 18, No. 1, 2012

    Ahmad Salim: Meletakkan Kompetensi dan Profesionalisme Guru PAI

    membuat desain pengukuran (assessment) dengan nama sertifikasi dalam jabatan yang dalam pelaksanaanya menggunakan dua instrument pengujian yaitu portofolio dan pelatihan. Guru yang akan mengikuti ujian sertifikasi ini dibebani beberapa persyaratan, diantaranya yaitu; berpendidikan minimal S-1atau D4, rentang waktu mengajar minimal telah mengajar 4 tahun dari satuan pendidikan tertentu, mengajar minimal 24 jam tatap muka perminggu (Pasal 9 dan 35 UU No 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen).21 Persyaratan sebagaimana tersebut di atas harus dipenuhi oleh guru yang bersangkutan, jika guru tersebut menginginkan layak disebut guru profesional.

    Pelaksanaan sertifikasi guru dan beberapa persyaratan menuju sertifikasi di atas, terutama mengajar minimal 24 jam tatap muka perminggu tampaknya membebani guru PAI, sebab jumlah jam mata pelajaran PAI di sekolah umum (bukan madrasah) hanya 2 atau 3 jam perminggu. Kalau pada sekolah tersebut ada tiga level dan masing - masing level ada empat kelas barangkali tatap muka tersebut dapat terpenuhi. Tetapi kalau masing- masing level tersebut tidak ada 4 kelas dan jumlah guru PAI tidak hanya seorang, tentu mereka akan kesulitan mendapatkan persyaratan tersebut. Kalaupun mereka dapat menambah jam dengan cara yang lain semisal menjadi wakil kepala sekolah, wali kelas, kepala perpustakaan, kepala lab, kepala Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) atau menambah bimbingan keagamaan, pengayaan materi, les ataupun mengajar di sekolah lain atau di Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM), tetapi jumlah tersebut tidaklah signifikan. Sebab jumlah jabatan di sekolah juga terbatas dan jam mata pelajaran yang terkait dengan pelajaran PAI di sekolah lain tidaklah banyak. Terlebih lagi, pemerintah mengeluarkan peraturan tentang pengurangan jam belajar di sekolah yang dulunya sekitar 42 jam perminggu menjadi cuma sekitar 36 jam perminggu. Ketentuan ini memberatkan guru PAI, karena di satu sisi dia harus memenuhi kewajiban 24 jam, di sisi lain kalau pengurangan jam berimplikasi pada pengurangan jam mengajar.

    Penjaminan kompotensi guru dan peningkatan mutu pembelajaran secara berkelanjutan, agaknya masih juga menyisakan masalah, sebab guru yang telah lulus sertifikasi dengan ujian portofolio atau pelatihan berbentuk pendidikan dan latihan profesi guru (PLPG) misalnya, belum

    21 Undang-undang No 14 tahun 2005.

  • Mukaddimah, Vol. 18, No. 1, 2012 # 131

    Ahmad Salim: Meletakkan Kompetensi dan Profesionalisme Guru PAI

    bisa dijamin benar-benar mempunyai kompetensi yang diharapkan oleh pemerintah dan Undang-undang. Kompetensi yang telah dibuktikan dengan ijazah sertifikasi ternyata bisa berubah (luntur) ketika guru yang bersangkutan terjun langsung ke kelas. Pernyataan ini didukung oleh berita yang dimuat di Harian Kedaulatan Rakyat (2011) yang menyatakan bahwa berdasarkan survey terhadap 15 ribu guru se-Indonesia yang telah bersertifikasi tahun 2006 hingga tahun 2008 ditemukan adanya penurunan kinerja guru bersertifikasi sebanyak 34%.22 Kemudian Harian ini pada 1 Desember 2011 juga menyimak peryataan persiden RI pada hari peringatan PGRI ke 66 yang menyatakan bahwa banyak guru berkinerja rendah walaupun sudah tersertifikasi. Temuan di atas semakin menunjukkkan bahwa kompetensi hanya dibuktikan dengan penilaian portofolio dan pelatihan yang terkadang menegasikan bentuk kompetensi lain. Ini diperparah dengan Ketidakjelasan jenjang kepangkatan guru PAI non PNS. Guru PAI yang telah mengajar lama disamakan tunjanganya dengan guru yang baru saja masuk tetapi telah lulus sertifikasi, sehingga menimbulkan kesemburuan di kalangan guru PAI non PNS yang telah lama mengajar pada satuan pendidikan tertentu. Sementara itu, dalam praktek teknis pencairan tunjangan sertifikasi, penerimaan tunjangan kurang lancar, pungutan dari berbagai birokrasi yang meminta imbalan dan interval jarak penerimaan yang cukup lama (3 bulan atau 6 bulan sekali) juga terjadi. Akibat kendala teknis ini memunculkan berbagai sikap dan aksi yang jauh dari kriteria guru profesional, semisal sikap konsumtif yang berlebihan pada waktu tunjangan diterima karena menerima tunjangan rapelan yang lumayan besar, lemahnya motivasi mengajar pada waktu tunjangan belum diterima dan terlalu berharap hanya pada tunjangan sertifikasi dengan mengalahkan aktivitas lain yang lebih kreatif dan inovatif.

    D. Merumuskan Alternatif Solusi Sertifikasi Guru PAI

    Beberapa permasalahan di atas bisa diatasi apabila pemerintah 22 Lihat Harian Kedaulatan Rakyat pada 3 Januari 2011 Tentang penurunan

    kinerja guru bersertifikasi, berita Harian Kedaulatan Rakyat pada 26 November 2011 tentang gaji guru 50 Ribu perbulan, lihat juga Berita harian Kedaulatan Rakyat pada 1 Desember 2011 tentang pernyataan persiden pada hari ulang tahun PGRI ke 66 yang merasa kecewa atas buruknya kinerja guru meskipun telah mendapatkan sertifikasi pendidik bahkan telah menerima tunjangan sertifikasi.

  • 132 # Mukaddimah, Vol. 18, No. 1, 2012

    Ahmad Salim: Meletakkan Kompetensi dan Profesionalisme Guru PAI

    melakukan beberapa perubahan aturan demi terciptanya guru PAI yang benar-benar mempunyai kompetensi yang diharapkan, yaitu, persyaratan mengajar minimal 24 jam tatap muka bisa dikurangi misalnya menjadi 12 jam tatap muka perminggu seperti persyaratan dosen. Sebagai ganti dari jam tersebut, maka pemerintah mewajibkan guru PAI memiliki aktivitas menuju guru profesional semisal, forum diskusi, pelatihan, workshop, lesson study, pembiasaan meneliti dan menulis, pengkajian terhadap kurikulum (pengkajian SKKD, SKL, INDIKATOR), pengembangan media, strategi dan alat pembelajaran.

    Menulis dan meneliti adalah kegiatan positif yang harus selalu digiatkan dan dikembangkan, karena kedua kegiatan ini selain dapat berpengaruh kepada pribadi guru juga dapat membawa nama baik institusi sekolah/madrasah yang bersangkutan. Meneliti dan menulis pada sebagian besar guru PAI merupakan pekerjaan yang berat dan membebankan. Maka imbauan pemerintah agar semua guru yang telah bersertifikasi untuk melakukan classroom action research atau PTK sangat perlu untuk diapresiasi dan dilaksanakan, agar guru terpaksa melaksanakan penelitian dan menulis yang pada giliranya kegiatan ini menjadi sebuah kebiasaan yang kreatif dan inovatif.

    Aktivitas untuk menuju guru PAI professional di atas terutama pembiasaan meneliti dan menulis mutlak segera dilaksanakan karena sebagian besar guru termasuk guru PAI mempunyai masalah pada dua hal ini. Menulis apalagi meneliti adalah dua hal yang menjadi momok oleh sebagain besar guru di negeri ini. Padahal menulis dan meneliti adalah aktivitas yang dapat meningkatkan kompetensi guru pada dataran penguasaan dan pengembangan ilmu pengetahuan baik ilmu pengetahuan yang menjadi kualifikasinya ataupun tidak. Kegiatan ini telah dilaksanakan di Negara-negara maju. Semisal Kanada dan Amerika, guru di sana tidak hanya dibebani pada mengajar di kelas, justru aktivitas kreatif penciptaan media dan alat pembelajaran di luar kelas yang lebih diharapkan.

    Beberapa aktivitas untuk meningkatkan profesionalitas guru di atas sejalan dengan kriteria profesionalisme guru menurut UU No 14 Tahun 2005 Bab II pasal 20 yang menyatakan bahwa profesionalisme guru dapat diukur dengan beberapa indicator, yaitu 1) merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran, 2) meningkatkan dan mengembangkan

  • Mukaddimah, Vol. 18, No. 1, 2012 # 133

    Ahmad Salim: Meletakkan Kompetensi dan Profesionalisme Guru PAI

    kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni, 3) bertindak obyektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, ras dan kondisi fisik tertentu atau latar belakang keluarga, status sosial ekonomi peserta didik dalam pembelajaran, 4) menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, dan kode etik guru, serta nilai-nilai agama dan etika, dan 5) Memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa.23

    Definisi dan kriteria profesionalisme guru menurut UU di atas sangat jelas dapat dilihat bahwa ukuran profesionalisme guru tidak hanya diukur pada kuantitas guru mengajar di kelas, tetapi aktivitas-aktivitas yang menunjang keprofesionalan yang sangat ditekankan, seperti meningkatkan kualifikasi dan kompetensi akademiknya yang sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Peningkatan kompetensi guru untuk menjaga profesionalisme guru dapat dijalankan secara profesional manakala pemerintah menyediakan ruang dan media yang mendukung, tidak hanya terfokus pada beban mengajar di kelas. Guru yang telah lulus sertifikasi terutama guru PAI dan telah mengajar di sekolahnya masingmasing harus selalu dievaluasi secara berkala terhadap kompetensi yang telah dimilikinya, semisal tiga tahun sekali. Evaluasi dapat dilakukan oleh kepala sekolah atau tim guru internal atau tim guru dari sekolah lain bergiliran. Pedoman penilaian yang digunakan pada waktu sertifikasi dapat dirumuskan kembali dan disepakati oleh semua komponen yang terlibat sehingga bisa dijadikan pedoman untuk mengevaluasi kenerja guru setelah mereka lulus sertifikasi. Hasil evaluasi dapat dijadikan kajian dan refleksi untuk menjadikan guru profesional oleh tim tersebut atau diteruskan ke dinas yang bersangkutan. Pemerintah bisa membuat aturan semisal mengurangi jumlah tunjangan sertifikasi bagi guru PAI yang telah luntur kompetensi profesionalitasnya atau bahkan memutusnya sebagai jaminan atas kerja yang dilakukan sebagai seorang guru. Evaluasi terhadap kompetensi guru mutlak dilakukan, sebab memang tidak ada jaminan guru yang telah lulus sertifikasi akan terus mempunyai kualifikasi dan kompetensi professional, kompetensi dapat bertahan dan bahkan hilang tergantung dari guru yang bersangkutan dan keadaan yang melingkupinya baik di sekolah tempat ia bekerja atau

    23 UU no 14 tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen..

  • 134 # Mukaddimah, Vol. 18, No. 1, 2012

    Ahmad Salim: Meletakkan Kompetensi dan Profesionalisme Guru PAI

    masyarakat tempat ia tinggal. Evaluasi dapat dijadikan alat control untuk menjaga eksistensi kompetensi guru yang telah dinyatakan lulus sertifikasi.

    Pengawasan dan evaluasi kinerja guru sejalan dengan Permenpan NO 16 tahun 2009 tentang jabatan fungsional guru. Regulasi baru tersebut mengatur secara jelas bagimana seharusnya kinerja guru ditingkatkan terus menerus sehingga akan berpengaruh terhadap jabatan fungsionalnya.24 Peningkatan kinerja guru akan selalu dipengaruhi oleh kreativitas dan inovasi guru dalam mengembangkan kompetensinya, tidak hanya diukur dari banyak dan lamanya guru tersebut melakukan pengajaran. Pengejawantahan regulasi tentang evaluasi kinerja guru di atas apabila dapat segera dilakukan tentu akan meningkatkan motivasi guru untuk selalu menjaga dan meningkatkan kualitas dirinya seperti pada saat mereka lulus dari ujian sertifikasi dalam jabatan. Guru akan merasa kehilangan tambahan penghasilan atau minimal malu apabila guru tersebut dicabut haknya karena kompetensinya sebagai guru profesional diaggap telah hangus atau luntur. Usaha pemerintah dalam hal inpassing guru bukan PNS atau proses penyetaraan jabatan dan kepangkatan bagi guru-guru non PNS dengan jabatan dan kepangkatan guru PNS harus kita apresiasi dan dukung. Karena Inpassing tersebut bertujuan selain memperjelas kepangkatan guru non PNS juga akan berimplikasi kepada pemberian tunjangan profesi sesuai dengan jenjang dan kepangkatan yang dimiliki oleh guru (Tim/Pokja Inpassing Kanwil Kemenag Provinsi DIY), sehingga asas keadilan dapat dirasakan bagi guru yang menerima tunjangan terserbut, tidak disamakan sebagaimana yang telah diterima selama ini.25

    Selain itu, pemerintah juga harus menyempurnakan tekhnis pencairan tunjangan, semisal mencairkan tunjangan sertifikasi pada setiap bulan, mengawasi terhadap pemotongan tunjangan dari pihak yang tidak bertanggungjawab serta memantau pemanfaatan tunjungan untuk kepentingan yang lebih bermanfaat terutama untuk penciptaan usaha-usaha menuju guru profesional. Alasan keterlambatan pencairan dikarenakan pendataan seharusnya harus segera dihindari dengan system informasi manajemen yang profesional, sehingga dampak tunjangan

    24 Diunduh dari www.tkplb.org/index.php?option=com_content&task...id, Jumat 24 Februari 2012 Jam 10.5.

    25 Tim Pokja Impassing Kanwil Kemenag Provinsi DIY, Inpassing bagi Guru Bukan PNS (GBPNS) Tanpa tahun dan penerbit

  • Mukaddimah, Vol. 18, No. 1, 2012 # 135

    Ahmad Salim: Meletakkan Kompetensi dan Profesionalisme Guru PAI

    benar-benar dapat dirasakan sebagaimana gaji yang mereka terima pada setiap bulannya. Pencairan tunjangan sertifikasi pada setiap bulan tentu akan memberikan dampak bagi guru PAI yang bersangkutan terutama guru PAI non PNS. Disamping akan meningkatkan kesejahteraan dan kewibawaan sebagai seorang guru karena kebutuhan hidupnya terpenuhi juga akan menekan sikap konsumtif yang berlebihan pada diri guru. Guru akan berfikir lebih rasional dalam membelanjakan tunjangan yang diterimanya untuk hal-hal yang lebih bermanfaat terkait dengan tugas dan kewajibanya sebagai seorang pendidik dan pengajar. Pencairan tunjangan profesi guru setiap bulan tentu menjadi harapan bagi guru PAI non PNS. Sebab tunjangan tersebut bisa dimanfaatkan untuk keperluan keseharian guru selama satu bulan bersangkutan. Adanya argumentasi tentang sulitnya pencarian tunjangan sertifikasi guru apabila dicairkan setiap bulan tentu menjadi hal yang tidak dapat diterima ketika ada sebagian daerah lain yang telah sukses mencairkan tunjangan sertifikasi guru pada setiap bulanya.

    Selain beberapa pembaharuan regulasi tentang sertifikasi yang harus dilakukan oleh pihak pemerintah di atas, sekolah/ madrasah (khususnya swasta) juga harus melakukan beberapa usaha untuk memfasilitasi para gurunya terutama guru PAI menjadi guru yang profesional terutama terkait dengan regulasi penggajian bagi guru swasta. Usaha ini menjadi penting untuk dilakukan mengingat masih banyak sekolah/madrasah swasta mempunyai keterbatasan menerapkan atau melakukan aturan ini. Banyak guru non PNS di sekolah/madrasah swasta mendapatkan honor dari sekolah yang masih jauh dari rasa cukup dan layak sebagai seorang agent of instruction. Bagi sekolah/madrasah swasta yang telah mempunyai regulasi yang baik terkait dengan sistem penggajian maka harus selalu dipertahankan bahkan ditingkatkan. Jangan dikurangi atau bahkan dihilangkan karena alasan telah menerima tunjangan sertifikasi. Komitmen sekolah/madrasah untuk memperhatikan kesejahteraan guru swasta yang dimilikinya tentunya akan berimplikasi pada komitmen dan loyalitas guru terhadap tugas dan kewajiban mereka sebagai guru pada sekolah/madrasah yang bersangkutan. Komitmen yang dimiliki sekolah/madrasah tidak harus ditunjukkan dengan mematok honor dengan angka yang besar. Besarnya honor harus selalu disesuaikan dengan kemampuan sekolah/madrasah/yayasan sebagai pengelola

  • 136 # Mukaddimah, Vol. 18, No. 1, 2012

    Ahmad Salim: Meletakkan Kompetensi dan Profesionalisme Guru PAI

    dengan selalu memperhatikan prinsif keadilan dan proporsionalitas yang dimiliki guru seperti, lama mengajar, kualifikasi pendidikan, beban tugas yang diberikan, jabatan dan lain sebaginya. Selain honor atau gaji yang diterima setiap bulan, sekolah /madrasah juga harus memberikan apresiasi terhadap guru yang berprestasi dengan imbalan tertentu, sehingga sistem ini dapat memacu guru-guru yang ada untuk selalu berprestasi dalam banyak hal. Beberapa bentuk apresiasi pengelola pendidikan tentunya akan melahirkan komitmen dan loyalitas guru termasuk juga guru PAI. Komitmen dan loyalitas guru ini pada giliranya akan melahirkan rasa tanggungjawab yang besar terhadap tugas dan peranya sebagai agent of instruction. Rasa tanggungjawab guru inilah yang akan menfasilitasinya menjadi guru yang benar-benar profesional. Peraturan dan komitmen sekolah/madrasah sebagaimana disebutkan di atas tentunya akan lebih menjamin terciptanya guru yang mempunyai kompetensi profesional yang benar-benar ditempuh dengan cara profesional tanpa terkotori dengan cara-cara yang mengabaikan nilai-nilai luhur. Guru PAI akan menjadi profesi yang membanggakan, terhormat dan berwibawa, tidak hanya pada sisi kompetensi yang dimilikinya tetapi juga pada profesionalitas yang sarat dengan kesejahteraan dan kewibawaan. Maka guru PAI akan menjadi sebuah profesi yang dicari dan diburu oleh banyak kalangan termasuk mereka yang mempunyai intelegensi tinggi yang selama ini memilih profesi lain dari pada guru PAI.

    E. KesimpulanGuru berperan sentral guru sebagai agent of instruction. Peran

    yang cukup berat dan mulia tersebut hanya dapat dilakukan apabila guru mempunyai beberapa kompetensi yang memadai sehingga layak disebut sebagai guru professional. Untuk memperoleh profesionalitas seorang guru tersebut, pemerintah melakukan sertifikasi dalam jabatan guru termasuk juga guru PAI. Sertifikasi guru PAI yang dilaksanakan selama ini menyisakan beberapa persoalan yaitu; susahnya memenuhi jam tatap muka per minggu, inkonsistensi kualitas guru setelah mereka lulus sertifikasi, pembagian tunjangan tidak dilakuan berdasarkan azas keadilan (bagi guru PAI non PNS), dan lamanya interval waktu cairnya tunjangan profesi. Beberapa hal yang dapat dilakukan yaitu; perlunya kajian untuk menurunkan jam tatap muka perminggu, perlunya evaluasi bagi guru yang

  • Mukaddimah, Vol. 18, No. 1, 2012 # 137

    Ahmad Salim: Meletakkan Kompetensi dan Profesionalisme Guru PAI

    telah lulus sertifikasi, keharusan mendukung pemerintah tentang adanya program inpassing bagi guru-guru non PNS dan perlunya mencairkan tunjangan profesi perbulan. Disamping itu, perhatian sekolah/madrasah swasta terhadap kesejahteraan guru non PAI PNS melalui pemberian honor yang didasarkan pada prinsip keadilan dan proporsionalitas perlu dipertahankan dan dikembangkan. Melalui upaya-upaya sebagaimana tergambar di atas sangat diyakini akan dapat meningkatkan kompetensi dan kewibawaan guru sehingga akan dengan mudah menuju guru PAI professional yang dapat melaksanakan tugasnya secara professional dan pada giliranya dapat meningkatkan kualitas prestasi peserta didik mereka.

  • 138 # Mukaddimah, Vol. 18, No. 1, 2012

    Ahmad Salim: Meletakkan Kompetensi dan Profesionalisme Guru PAI

    DAFTAR PUSTAKA

    Darajat, Zakiah, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah, Jakarta: Ruhama, 1995.

    Hamalik, Oemar, Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi, Jakarta: Bumi Aksara,2006.

    Kedaulatan Rakyat, Kinerja Guru Bersertifikasi Turun 34%, Senin, 3 Januari 2011.

    ----, Hari PGRI, Gaji guru 50 ribu per bulan, Sabtu, 26 November 2011.----, Walaupun telah tersertifikasi kinerja Guru belum Memuaskan, 1

    Desember 2011.Kunandar, Guru Profesional; Implementasi KTSP dan Sukses dalam Sertifikasi

    Guru, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007.Manser, Martin H., Oxford Learners Pocket Dictionary, New York: Oxford

    University Press,1995.Permen PAN no 16 Tahun 2009 tentang Jabatan Guru dan Angka

    Kreditnya, www.tkplb.org/index.php?option=com_content&task...id, Jumat 24 Februari 2012.

    Roestiyah, Nk, Masalah-Masalah Ilmu Keguruan, Jakarta: Bina Akasara, 1989.Sagala, Saiful, Administrasi Pendidikan Kontemporer, Bandung: Alfabeta,

    2000.Sanjaya, Wina, Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran, Jakarta: Kencana

    Prenada Media Group, 2009.Suparlan, Guru Sebagai Profesi, Yogyakarta: Hikayat Publising, 2006.Tim/Pokja Inpassing Kanwil Kemenag Provinsi DIY, Inpassing Bagi

    Guru Bukan PNS (GBPNS) Tanpa tahun dan penerbit.Usman, Moh Uzer, Menjadi Guru Profesional, Bandung: PT. Remaja Rosda

    Karya, 2005.UU No 14 tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen, wrks.itb.ac.id/app/

    images/files_produk_hukum/uu_14_2005.pdf, Jumat 24 Februari 2012.

    UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, www.inherent-dikti.net/files/sisdiknas.pdf, Jumat 24 Februari 2012.