Perjuangan dan Pengaruh Muhammad Ali Jinnah Dalam ...

26
Kontekstualita, Vol. 33, No. 1, 2017 28 Perjuangan dan Pengaruh Muhammad Ali Jinnah Dalam Pembentukan Negara Pakistan The Struggle and Influence of Ali Jinnah in The Establishment of Pakistan Hamidah Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Rahmaniyah Jl. Merdeka No. 531 Sekayu Musi Banyuasin Sumatera Selatan Email: [email protected] Abstrak: Pasca runtuhnya Kerajaan Islam Mughal, India dikuasai oleh imperialisme Inggris. Umat Islam yang minoritas kemudian diberlakukan sangat diskriminatif disegala bidang kehidupan. Bahkan setelah terjadinya pemberontakan India Mutiny umat Islam menjadi kelas ketiga atau the third class dalam strata sosial masyarakat India. Hal tersebut telah melahirkan semangat perjuangan Ali Jinnah untuk mewujudkan negara yang telah diimpikan oleh Sayyid Ahmad Khan dan dikonsep oleh Muhammad Iqbal yaitu, suatu wilayah khusus bagi umat muslim India. Fokus penelitian ini membahas tentang bagaimana sejarah pembentukan negara Pakistan dengan Muhammad Ali Jinnah sebagai aktor penggeraknya. Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan, penelitian ini menyimpulkan bahwa Ali Jinnah merupakan tokoh kunci dalam menciptakan Negara Pakistan. Jinnah sempat menikmati kekuasaannya setelah Pakistan resmi menjadi negara Republik Islam Pakistan selama kurang lebih satu tahun sebelum akhirnya meninggal dunia. Pakistan memang dirancang secara matang hingga terwujudnya sebuah negara. Manifestasi dari perjuangan Muhammad Ali Jinnah dengan bergabung dengan Liga Muslim, yang kemudian menjadi gubernur jendral pertama di Pakistan. Sebaliknya pengaruh dari perjuangan Muhammad Ali Jinnah dalam pembentukan negara Pakistan di antaranya: Pertama, membentuk Pakistan menjadi negara dengan sistem demokrasi, di mana model demokrasi yang ada di Barat diadopsi dalam ketatanegaraan Pakistan. Kedua, sama halnya dengan pengembangan sistem pemerintahan di Barat dengan membentuk lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif. Meskipun sempat mendapat tantangan dari umat Islam, namun Ali Jinnah bersikukuh bahwa penerapan sistem demokrasi ala Barat hanya untuk memuluskan pembentukan negara. Selain juga untuk memperoleh pengakuan Barat terutama Inggris, KONTEKSTUALITA Jurnal Penelitian Sosial dan Keagamaan Vol. 33 No. 1, Juni 2017 p-ISSN: 1979-598X e-ISSN: 2548-1770

Transcript of Perjuangan dan Pengaruh Muhammad Ali Jinnah Dalam ...

Kontekstualita, Vol. 33, No. 1, 2017 28

Perjuangan dan Pengaruh Muhammad Ali Jinnah Dalam Pembentukan Negara Pakistan The Struggle and Influence of Ali Jinnah in The Establishment of Pakistan

Hamidah Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Rahmaniyah Jl. Merdeka No. 531 Sekayu Musi Banyuasin Sumatera Selatan Email: [email protected]

Abstrak: Pasca runtuhnya Kerajaan Islam Mughal, India dikuasai oleh imperialisme Inggris. Umat Islam yang minoritas kemudian diberlakukan sangat diskriminatif disegala bidang kehidupan. Bahkan setelah terjadinya pemberontakan India Mutiny umat Islam menjadi kelas ketiga atau the third class dalam strata sosial masyarakat India. Hal tersebut telah melahirkan semangat perjuangan Ali Jinnah untuk mewujudkan negara yang telah diimpikan oleh Sayyid Ahmad Khan dan dikonsep oleh Muhammad Iqbal yaitu, suatu wilayah khusus bagi umat muslim India. Fokus penelitian ini membahas tentang bagaimana sejarah pembentukan negara Pakistan dengan Muhammad Ali Jinnah sebagai aktor penggeraknya. Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan, penelitian ini menyimpulkan bahwa Ali Jinnah merupakan tokoh kunci dalam menciptakan Negara Pakistan. Jinnah sempat menikmati kekuasaannya setelah Pakistan resmi menjadi negara Republik Islam Pakistan selama kurang lebih satu tahun sebelum akhirnya meninggal dunia. Pakistan memang dirancang secara matang hingga terwujudnya sebuah negara. Manifestasi dari perjuangan Muhammad Ali Jinnah dengan bergabung dengan Liga Muslim, yang kemudian menjadi gubernur jendral pertama di Pakistan. Sebaliknya pengaruh dari perjuangan Muhammad Ali Jinnah dalam pembentukan negara Pakistan di antaranya: Pertama, membentuk Pakistan menjadi negara dengan sistem demokrasi, di mana model demokrasi yang ada di Barat diadopsi dalam ketatanegaraan Pakistan. Kedua, sama halnya dengan pengembangan sistem pemerintahan di Barat dengan membentuk lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif. Meskipun sempat mendapat tantangan dari umat Islam, namun Ali Jinnah bersikukuh bahwa penerapan sistem demokrasi ala Barat hanya untuk memuluskan pembentukan negara. Selain juga untuk memperoleh pengakuan Barat terutama Inggris,

KONTEKSTUALITA Jurnal Penelitian Sosial dan Keagamaan Vol. 33 No. 1, Juni 2017

p-ISSN: 1979-598X

e-ISSN: 2548-1770

PERJUANGAN DAN PENGARUH MUHAMMAD ALI JINNAH

Kontekstualita, Vol. 33, No. 1, 2017 29

sehingga elemen bangsa dapat segera fokus untuk rekonsiliasi dan rekonstruksi pembangunan negara Pakistan. Kata kunci: ali jinnah, perjuangan, negara, pakistan Abstract: After the collapse of Mughal Islamic emperor, India was ruled by imperialism. The minority Muslims were treated discriminatively in every aspects of life. Even after the rebellion by India Mutiny, Muslims became the third class in social strata in India society. That made Ali Jinnah enthusiastic to realize a state dreamed by Sayyid Ahmad Khan and conceptualized by Muhammad Iqbal, which is, a peculiar territory for Indian Muslims. This study stresses on the history of the establishment of Pakistan in which Muhammad Ali Jinnah as the initiator. Based on data analysis, it was found out that Ali Jinnah was the key figure in the establishment of Pakistan. Jinnah had his power after Pakistan officially became the state of Islamic republic for approximately a year before he passed away. Pakistan was well-designed to the realization of a country. Muhammad Ali Jinnah’s struggle was manifested by joining with Muslims League, which led him to be the first governor general in Pakistan. Conversely, the influence of Muhammad Ali’s struggle in the establishment of Pakistan includes: First, establishing Pakistan to be democratic country, in which a model of western democracy was adopted in state administration of Pakistan. Second, just like the development of government system in western countries, executive, legislative and judicative institutions were established. Despite being challenged by Muslims, Ali Jinnah insisted that the implementation of Western democratic system was solely to facilitate the establishment of a country, in addition to gaining the West recognition particularly UK, so the element of nation could focus on reconciliation and reconstruction of the establishment of Pakistan. Key words: ali jinnah, struggle, country, pakistan

A. Pendahuluan

Di awal abad ke-20, di antara negara jajahan sudah terjadi Balance of Power.

Di mana negara jajahan sudah menancapkan kekuatannya di negeri

jajahannya masing-masing. Belanda telah mengembangkan Pax-

Nederlandica-nya terhadap Indonesia, Rusia di Asia Tengah, Inggris

memperkokoh imperiumnya di India, Malaysia, Timur Tengah, Afrika Timur,

Nigeria dan sebagian wilayah Afrika Barat, sebagian Wilayah Timur Tengah,

Jerman dan Italia juga membentuk kolonialnya di Afrika. Dampak dari

Mission Sacre pada daerah jajahan mencapai seluruh peradaban yang

menghantarkan bangsa Timur pada era- modern bagi daerah koloni.1

HAMIDAH

Kontekstualita, Vol. 33, No. 1, 2017 30

Pada dasarnya, masuknya konsep-konsep pemikiran modern ke dunia

Islam sejak adanya kontak langsung antara Barat dengan dunia Islam. Kontak

pertama terjadi ketika Napoleon menaklukan Mesir pada tahun 1798.

Ekspedisi Napoleon ke Mesir turut membawa ide-ide yang lahir dari revolusi

Perancis antara lain tentang sistem pemerintahan republik, pembentukan

parlemen dan konstitusi negara, ide tentang persamaan hak warga negara

dalam pemerintahan (egalite) dan ide kebangsaan (nation). 2 Pengaruh

modernisme Barat ini telah melahirkan gagasan atau ide-ide kaum

intelektual Muslim tentang kemajuan dunia Timur.

Kaum pembaharu dalam dunia Islam berusaha melakukan

pembaharuan dengan menerapkan nilai-nilai Barat atau dengan menggali

dan mengkaji ulang ajaran-ajaran Islam ataupun dengan memadu kedua

unsur-unsur tersebut. Pengambilan dan penerapan nilai-nilai budaya Barat

(Westernisasi) dapat dibedakan dalam bentuk eksterm dan bentuk moderat.

Westernisasi eksterm akan terlihat dalam Kemalism (aliran Kemalis,

Kemalisme), yang berhasil mendirikan Republik Turki (1923) dan

membebaskan segala institusi politik dari kekuasaan agama. Sedangkan

Westernisasi moderat terlihat dalam kelompok Turki Muda, khususnya

tokoh-tokoh seperti Mehmed Murad (1853-1912), Ahmad Riza (1859-1931)

dan Pangeran Sahabuddin (1877-1948). Mereka ingin menerapkan nilai-nilai

budaya Barat yang tidak bertentangan dengan ajaran-ajaran Islam seperti

ajaran konstitusi dan ajaran mengenai kemampuan mengembangkan diri

sendiri.3

Sementara itu, di India, Pemikiran pembaharuan telah ada pada akhir

abad kedelapan belas, yang pada awalnya dipelopori oleh Syah Waliyullah,

yang dilanjutkan oleh Sayyid Ahmad Khan, kemudian diteruskan oleh Iqbal,

sampai pada terwujudnya negara Pakistan oleh Muhammad Ali Jinnah yang

dikenal sebagai tokoh pembaharu sekaligus pendiri Pakistan.

Pakistan berdiri pada 15 Agustus 1947 dengan keberhasilan teori dua

bangsa (two nation theori) yang dikemukakan bentuknya yang jelas di tangan

PERJUANGAN DAN PENGARUH MUHAMMAD ALI JINNAH

Kontekstualita, Vol. 33, No. 1, 2017 31

Muhammad Iqbal yang di kemukakan untuk pertama kalinya dalam pidato

pelantikannya sebagai Presiden Liga Muslim (All-India Muslim League) pada

1930. Ali Jinnah kemudian Mengelaborasi dan menerjemahkan gagasan Iqbal

tersebut ke dalam kerangka praktis.4

Muhammad Ali Jinnah merupakan anak dari seorang saudagar dan

dilahirkan di Karachi pada tanggal 25 Desember 1876 dan meninggal pada

bulan september 1948 di Karachi. Di masa remaja ia telah pergi ke London

untuk meneruskan studi dan di sanalah ia memperoleh kesarjanaannya

dalam bidang hukum di tahun 1896. Pada tahun itu juga ia kembali ke India

dan bekerja sebagai pengacara di Bombay. Tidak lama sesudah itu ia

menggabungkan diri Dengan Partai kongres Nasional India. Politik patuh dan

setia pada pemerintah Inggris yang terdapat dalam Liga Muslimin tidak

sesuai dengan jiwanya. Ia lebih sesuai menentang Inggris untuk kepentingan

nasional India yang terdapat dalam Partai Kongres. Oleh karena itu ia

menjauhkan diri dari Liga Muslimin sampai pada tahun 1913, yaitu ketika

Liga Muslim merobah sikap dan menerima ide pemerintahan sendiri bagi

India sebagai tujuan perjuangan. Di mana, mulai saat itu hingga akhir

hayatnya, sejarah hidup dan perjuangannya banyak berkait dengan Liga

Muslimin dan Perjuangan Umat Islam India untuk menciptakan Pakistan. Di

mana seorang Muhammad Iqbal merupakan pencetus ide Pakistan,

sedangkan Ali Jinnah yang memperjuangkannya sehingga Pakistan

mempunyai wujud.5

Pada tahun 1913 itu juga, Jinnah dipilih menjadi Presiden Liga

Muslimin. Pada waktu itu ia masih mempunyai keyakinan bahwa

kepentingan umat Islam India dapat dijamin melalui ketentuan-ketentuan

tertentu dalam Undang-Undang Dasar. Untuk itu ia mengadakan

pembicaraan dan perundingan dengan pihak Kongres Nasional India. Salah

satu hasil dari perundingan ialah Perjanjian Lucknow 1916. Menurut

perjanjian itu umat Islam India akan memperoleh daerah pemilihan terpisah

HAMIDAH

Kontekstualita, Vol. 33, No. 1, 2017 32

dan ketentuan ini akan dicantumkan dalam Undang-Undang Dasar India yang

akan disusun kelak kalau telah tiba waktunya.

Tetapi lama-kelamaan ia melihat bahwa untuk memperoleh

pandangan yang sama antara golongan Islam dan golongan Hindu sangat

sulit. Gandhi mengeluarkan konsep nasionalisme India yang di dalamnya

umat Islam dan Hindu tergolong menjadi satu bangsa. Dimana konsep Gandhi

ini dan politik non-koperasinya ia tentang dan akhirnya ia meninggalkan

Partai Kongres. Selanjutnya dalam Konferensi Meja Bundar London yang

diadakan pada tahun 1930-1932 ia menjumpai hal-hal yang menimbulkan

perasaan kecewa dalam dirinya. Ia memutuskan untuk mengundurkan diri

dari lapangan politik dan menetap di London. Di sana ia bekerja sebagai

pengacara dan di lain tempat Liga Muslimin perlu pada pimpinan baru lagi

aktif, maka pada tahun 1934, ia diminta pulang oleh teman-temannya dan

pada tahun itu juga ia dipilih menjadi ketua tetap dari Liga Muslimin.6

Di bawah pimpinan Jinnah, Liga Muslimin berobah menjadi gerakan

yang kuat. Di masa-masa sebelumnya Liga hanya merupakan perkumpulan

golongan atas yang terdiri dari hartawan, pegawai tinggi dan inteligensia.

Hubungan dengan umat Islam awam boleh dikata belum ada.

Pada tahun 1937 diadakan pemilihan daerah di India. Di dalam Liga

ini umat Muslim tidak memperoleh suara yang berarti, sedang Partai Kongres

mendapat kemenangan besar. Atas kekalahan itu Liga Muslimin mulai tidak

diindahkan lagi oleh Partai Kongres dan dalam hubungan ini, Nehru pernah

mengatakan bahwa yang ada di India hanya ada dua kekuatan politik, yaitu

Partai Kongres dan Pemerintah Inggris. Golongan nasional India merasa kuat

untuk mengangkat anggota-anggotanya menjadi mentri di daerah-daerah,

dan kalaupun ada yang diangkat dari golongan Islam, maka mereka adalah

pengikut Partai Kongres dan bukan pengikut Liga Muslimin.

Dengan adanya perkembangan ini umat Islam India, tiba-tiba mulai

sadar, demikian Al Biruni menulis bahwa, Sir Sayyid Ahmad Khan dan Vikar

Al Mulk sebelumnya, perlahan menjadi kenyataan, kekuasaaan Hindu mulai

PERJUANGAN DAN PENGARUH MUHAMMAD ALI JINNAH

Kontekstualita, Vol. 33, No. 1, 2017 33

terasa. Umat Islam di daerah-daerah mayoritas Islam, mulai melihat perlunya

barisan diperkuat dengan menyokong Liga Muslimin sebagai satu-satunya

organisasi umat Islam untuk seluruh India. Para Perdana Mentri Punjab,

Bengal dan Sindh juga mulai mengadakan kerjasama dengan Jinnah.

Dalam hal ini Jinnah juga terlihat belum putus asa untuk mengadakan

persesuaian dengan Partai Kongres, mengenai masa depan India. Di dorong

oleh kekuatan baru yang diperoleh Liga Muslimin diwaktu itu, ia

mengadakan perundingan-perundingan dengan organisasi itu tetapi selalu

berakhir dengan kegagalan. Golongan Nasional India belum mau mengakui

Liga Muslimin sebagai satu-satunya organisasi politik umat Islam India. Hal

ini disebabkan karena Golongan Nasional India merasa kuat untuk

mengangkat anggota-anggotanya menjadi mentri di daerah-daerah, dan

kalaupun ada yang diangkat dari golongan Islam, maka mereka adalah

pengikut Partai Kongres dan bukan pengikut Liga M uslimin.

Pengalaman-pengalaman tersebut membuat Jinnah merubah haluan

politiknya. Kepercayaanya kepada Partai Kongres hilang dan keyakinan

timbul dalam dirinya bahwa kepentingan umat Islam India tidak bisa lagi

dijamin melalui perundingan dan penyantuman hasil perundingan dalam

Undang-Undang Dasar yang akan disusun. Kepentingan umat Islam India bisa

terjamin hanya melalui pembentukan negara tersendiri dan terpisah dari

negara umat Hindu di India.

Masalah ini dibahas di rapat tahunan Liga Muslimin yang diadakan di

Lahore pada tahun 1940. Atas rekomendasi dari panitia yang khusus

dibentuk untuk itu, sidang kemudian menyetujui dibentuknya negara

tersendiri untuk umat Islam India sebagai tujuan perjuangan Liga Muslimin.

Negara itu diberi nama Pakistan, tetapi perincian mengenai Pakistan belum

ada, baik mengenai daerahnya, maupun corak pemerintahannya.7

Pada saat itu Jinnah mulai menjelaskan apa yang dimaksud dengan

Pakistan. Negara baru itu akan mencakup enam daerah. Daerah Perbatasan

Barat Laut, Balukhistan, Sindh dan Punjab disebelah Barat serta Bengal dan

HAMIDAH

Kontekstualita, Vol. 33, No. 1, 2017 34

Assam disebelah Timur. Penduduk Islam dari daerah ini menurut Jinnah,

berjumlah 70 juta dan merupakan 70 persen dari jumlah penduduk.

Pemerintahan di daerah-daerah itu akan berada di tangan umat Islam,

dengan tidak melupakan turut sertanya golongan non Islam dalam

pemerintahan dan jumlahnya akan disesuaikan dengan presentase mereka di

tiap-tiap daerah.8

Lebih lanjut dijelaskan bahwa sokongan umat Islam India kepada

Jinnah dan Liga Muslimin bertambah kuat lagi dan ini ternyata hasil dari

pemilihan 1946. Umpamanya di Assam, Liga Muslimin memperoleh 31 dari

34 kursi dan di Sindh 29 dari 34 kursi. Di dewan pusat (Central Assembly)

seluruh kursi yang disediakan untuk golongan Islam, dapat diperoleh melalui

Liga Muslimin. Kedudukan Jinnah dalam perundingan dengan Inggris dan

Partai Kongres Nasional India mengenai masa depan umat Muslim India

bertambah kuat.

Di tahun 1942 Inggris telah mengeluarkan janji akan memberi

kemerdekaan kepada India sesudah Perang Dunia II selesai. Pelaksanaannya

mulai dibicarakan dari tahun 1945, tetapi pembicaraan selalu mengalami

kegagalan. Akhirnya pemerintahan Inggris memutuskan untuk membentuk

pemerintahan sementara yang terdiri atas orang-orang yang ditentukan

Inggris sendiri. Jinnah menentang usaha ini dan pemerintah Inggris

menunjuk Presiden Partai Kongres Nasional India, Pandit Nehru, untuk

menyusun pemerintahan sementara itu. Huru-hara timbul dan Jinnah

diminta supaya turut menyusun pemerintahan sementara itu. Jinnah

menunjuk lima anggota Liga Muslimin untuk turut serta dalam

pemerintahan, tetapi huru-hara tak dapat diatasi.

Dalam pada itu diputuskan untuk mengadakan sidang Dewan

Konstitusi pada bulan Desember 1946, dan Jinnah melihat bahwa dalam

suasana demikian sidang tidak bisa diadakan dan oleh karena itu meminta

supaya ditunda. Permintaannya tidak didengar dan ia mengeluarkan

pernyataan memboikot sidang Dewan Konstitusi. Pemerintah Inggris

PERJUANGAN DAN PENGARUH MUHAMMAD ALI JINNAH

Kontekstualita, Vol. 33, No. 1, 2017 35

merobah sikap dan memutuskan akan menyerahkan kedaulatan pada waktu

lain sebelum Juni 1948.

Setahun kemudian keluarlah putusan Inggris untuk menyerahkan

kedaulatan kepada dua Dewan Konstitusi, satu untuk Pakistan dan satu

untuk India. Pada tanggal 14 Agustus 1947 Dewan Konstitusi Pakistan dibuka

dengan resmi dan keesokan harinya tepatnya tanggal 15 Agustus 1947

Pakistan lahir sebagai negara bagi umat Islam India. Jinnah diangkat menjadi

Gubernur Jendral dan mendapat gelar Quaid-i-Azam (pemimpin besar) dari

rakyat Pakistan.

Reformasi yang dilakukan Muhammad Ali Jinnah meliputi berbagai

bidang kehidupan baik politik, agama, pendidikan, dan sosial budaya.

Tindakan Jinnah ini dapatlah dikatakan sebagai perubahan peradaban

bangsa Pakistan untuk dapat disejajarkan dengan bangsa Eropa. Puncak dari

perjuangan politiknya adalah terbentuknya Republik Islam Pakistan 15

Agustus 1947 dan Jinnah menjadi Gubernur Jendral pertamanya. Dalam

melanjutkan perjuangannya, Jinnah secara tegas menghapuskan

pemberlakuan sistem syari’ah dalam institusi negara Pakistan.

Kenyataan inilah mendorong penulis untuk menyingkap gejala di balik

peran yang dimainkan oleh Muhammad Ali Jinnah tema perjuangan dan

pengaruh Muhammad Ali Jinnah dalam pembentukan negara Pakistan.

Secara eksplisit akan membahas tentang persoalan sejarah sejarah

terbentuknya Pakistan dan pola Perjuangan, pengaruh, serta faktor-faktor

yang mempengaruhi Perjuangan Muhammad Ali Jinnah Dalam Pembentukan

Negara Pakistan.

B. Temuan Penelitian

1. Bentuk-Bentuk Perjuangan Muhammad Ali Jinnah

Jauh sebelum Barat bangkit, Muslim India telah menciptakan pemimpin

spiritual yang terlihat dalam pribadi Syah Waliyullah (1703-1762), sehingga

orang-orang Pakistan menjadikan beliau sebagai sumber inspirasi dan

HAMIDAH

Kontekstualita, Vol. 33, No. 1, 2017 36

pedoman hidup. Tidak hanya itu, gerakan beliau mengilhami para pemimpin

setelahnya9.

Mengingat sejarah pekembangan pembaharuan di India,

pembentukan negara tersendiri bagi umat Islam India, adalah suatu hal yang

sudah semestinya begitu. Setelah jatuhnya kerajaan Mughal, umat Islam yang

sejak semula memang merupakan minoritas di India, sadar bahwa

kedudukan dan wujud mereka senantiasa terancam. Dan inilah yang

dirasakan oleh Ahmad Syahid, Sayid Ahmad Khan, Iqbal dan juga Jinnah.

Di mana, tokoh-tokoh tersebut di atas, sengaja atau tidak, memiliki

peranan masing-masing dalam perwujudan Pakistan. Sayyid Ahmad Khan

dengan idenya pentingnya ilmu pengetahuan, Sayyid Amir Ali dengan idenya

bahwa Islam tidak menentang kemajuan modern, dan Iqbal dengan ide

dinamikanya, amat membantu bagi usaha-usaha Jinnah dalam menggerakkan

ummat Islam India, yang seratus tahun yang lalu masih merupakan

masyarakat yang berada dalam kemunduran, untuk menciptakan negara dan

masyarakat Islam modern di anak benua India

Pada 1906, Jinnah pertama kali memasuki politik dan memutuskan

untuk mengikuti langkah-langkah dari Sir Syed Ahmed Khan. Sir Syed adalah

seorang pemimpin Muslim, yang membuat rakyat India menyadari bahwa

mereka sedang menghancurkan kepercayaan dan kebiasaan dan tradisi

dengan menyita hak-hak mereka. Dengan demikian, partai politik yang

disebut “Kongres India” dibentuk untuk melindungi hak-hak orang India,

berjuang demi kebebasan mereka dan sekali lagi aturan memperoleh tanah

mereka sendiri.10

Perjuangan Muhammad Ali Jinnah dalam pembentukan Pakistan

bukanlah semata-mata untuk mendirikan negara demi mencapai suatu titik

tertinggi dari seorang politisi, akan tetapi perjuangan Jinnah tersebut lebih

difokuskan pada kebebasan, kesejahteraan, dan kenyamanan bagi umat

muslim India, baik dalam kehidupan bermasyarakat, maupun kehidupan

beragama. Dengan adanya negara tersendiri bagi umat muslim India, maka

PERJUANGAN DAN PENGARUH MUHAMMAD ALI JINNAH

Kontekstualita, Vol. 33, No. 1, 2017 37

umat Islam India senantiasa bebas berekspresi dan berdo’a di Masjid selama

yang mereka inginkan tanpa adanya gangguan dan intimidasi dari pihak lain

terutama dari umat Hindu India.

Selain persoalan kebangsaan dan kenegaraan. Jinnah juga membuat

sebuah pemikiran tentang Islam dan Negara. Ia bersama Iqbal berada pada

posisi modernis dan sekularis yang berpandangan dapat mengawinkan Islam

dengan modernisme, al-Maududi justru tidak. Ia menyebut ”modernisme”

sebagai moralitas yang berbeda, yaitu peradaban modern. Lalu ia

mempertanyakan tentang ”modernitas” ini: Apa nilai-nilai yang anda

percayai ini? Apakah anda percaya pada nilai-nilai kehidupan dan standar

moralitas Islami atau percaya pada peradaban modern? ”jika mereka

memilih nilai-nilai yang berbeda itu, ” ini berarti bahwa anda berbeda dan

tidak percaya ideologi Islam itu sendiri. Dalam kasus ini anda harus berani

menyatakan bahwa anda menolak Islam secara keseluruhan. Tidakkah bodoh

orang yang percaya pada Tuhan sementara hukumnya dianggap sebagai bar-

bar? Bagaimanapun, tidak ada orang yang tetap berada di dalam Islam

setelah mempunyai opini tersebut tentang hukum Tuhan.”11

Untuk pertama kali pada Maret 1940, Muhammad Ali Jinnah

meletakkan permintaan Pakistan. Dia mengungkapkan pendapat ribuan umat

Islam yang menginginkan tanah mereka sendiri dan kebebasan. Jinnah

pernah berkata:

“Pembentukan Negara baru telah meletakkan tanggung jawab yang besar pada warga Pakistan. Ini memberikan mereka kesempatan untuk menunjukkan kepada dunia betapa suatu bangsa yang mengandung banyak unsur dapat hidup dalam damai dan persahabatan dan bekerja untuk kemajuan semua warganya terlepas dari kasta atau kepercayaan. Objek kita harus dalam kedamaian dan tanpa perdamaian. Kami ingin hidup damai dan memelihara hubungan yang bersahabat, ramah dengan tetangga dekat, dan dunia pada umumnya.”12

Akan tetapi yang menjadi titik awal bagi Jinnah terjun ke dunia politik

adalah pada saat ia bergabung dengan sayap liberal Kongres Nasional India

(Indian National Congress) pada 1906. (Wilber 1964, hal. 95) Pada 1913 ia

HAMIDAH

Kontekstualita, Vol. 33, No. 1, 2017 38

dibujuk oleh Muhammad Ali dan Wazir Hasan untuk bergabung dengan Liga

Muslim pada saat organisasi politik itu sangat dekat dengan pandangan-

pandangan Kongress. Untuk pertama kalinya Jinnah terpilih menjadi Presiden

Liga Muslim pada 1916. Mulai dari waktu itu sampai akhir hayatnya sejarah

hidup dan perjuangannya banyak berkait dengan Liga Muslimin dan

perjuangan Umat Islam India untuk menciptakan Pakistan. Sebagaimana telah

dijelaskan sebelumnya, kalau Iqbal merupakan pencetus ide Pakistan, maka

Jinnahlah yang memperjuangkannya sehingga Pakistan mempunyai wujud.13

Selain berhasil mewujudkan negara tersendiri bagi umat muslim India,

Jinnah merupakan Perdana Menteri pertama di Pakistan. Membentuk sebuah

organisasi merupakan salah satu bagian dari perjuangan Muhammad Ali

Jinnah. Selain daripada itu, Jinnah adalah Presiden Liga Muslim Pertama. Jinnah

telah berhasil memperjuangkan apa yang seharusnya menjadi hak umat

muslim India, yaitu memiliki bangsa dan negara tersendiri, merasakan

kebebasan, yang mana kebebasan tersebut mutlak di miliki oleh setiap

manusia. Dengan demikian, suatu kewajaran jika masyarakat Pakistan

menghargai atas apa yang telah diperjuangkan oleh Muhammad Ali Jinnah

terhadap negara Pakistan.

2. Pengaruh Muhammad Ali Jinnah Dalam Pembentukan Negara

Pakistan

Sebuah kontroversi sengit di Pakistan tentang apakah Jinnah ingin Pakistan

menjadi negara sekuler atau negara Islam. Terlihat seperti dinyatakan dalam

pidato kebijakan dihadapan para pejabat di lingkungan kementerian

pertahanan pada 11 Agustus 1947 yang pada intinya mengatakan bahwa:

Pakistan hanyalah “alat untuk sebuah tujuan, bukan tujuan itu sendiri.” Idenya adalah bahwa kita semua harus mempunyai sebuah Negara di mana kita dapat hidup dan bernapas sebagai manusia merdeka dan dimana kita dapat membangun menurut cahaya dan budaya kita sendiri dan di mana prinsip-prinsip Islam tentang keadilan sosial dapat dijalankan dengan bebas14.”

PERJUANGAN DAN PENGARUH MUHAMMAD ALI JINNAH

Kontekstualita, Vol. 33, No. 1, 2017 39

Meskipun hal ini mungkin tampaknya menjadi indikasi bahwa Jinnah

menginginkan negara sekuler, ia juga disebut Islam dan prinsip-prinsip

Islam:

Konstitusi Pakistan masih harus dibingkai oleh Majelis Konstituante

Pakistan. Dalam pidatonya Jinnah pada Februari 1948, mengatakan;

“Saya tidak mengetahui akan menjadi seperti apa bentuk terakhir dari konstitusi ini, tetapi saya merasa pasti bahwa itu akan menjadi suatu bagian dari demokratis, dalam mewujudkan prinsip Islam yang utama. Hari ini sebagian dari prinsip itu bisa diterapkan di alam hidup nyata sebagaimana ketika mereka 1,300 tahun yang lalu. Islam dan idealisme nya sudah mengajarkan kita demokrasi. Islam telah mengajar persamaan manusia, keadilan dan fairplay ke semua orang. Kita adalah ahli waris dari tradisi yang agung ini dan secara penuh peka akan kewajiban dan tanggung-jawab kita sebagai pembuat (menyangkut) masa depan konstitusi Pakistan. Setidak-Tidaknya Pakistan adalah tidak ingin menjadi suatu status theocratic untuk dikuasai oleh para imam dengan suatu misi ilahi. Kita mempunyai banyak non-Muslims-Hindus, Christians, dan Parsis-tetapi mereka adalah semua Pakistanis. Mereka akan menikmati hak yang sama dan perlakuan khusus seperti semua warganegara lain;bagian yang syah di dalam negara Pakistan”.

Dari ungkapan-ungkapan Jinnah yang terealisasi melalui pidato-pidato

politiknya, tergambar jelas bahwa tujuan pendirian negara Pakistan tidak

lain adalah semata-mata atas keinginan dan dorongan yang kuat untuk

memisahkan umat Muslim India dari tekanan dan penindasan umat Hindu di

India.

Pemisahan kekuasaan, antara India dan Pakistan pun terjadi bukan

karena faktor kekuasaan semata melainkan karena tidak adanya ruang di

dalam pemerintahan India bagi umat Muslim. Sehingga penindasan dan

tindakan kesewenang-wenangan terhadap ummat Muslim India terus

berlangsung karena umat Muslim di India tidak memiliki posisi sama sekali,

baik dikancah perpolitikan India maupun dalam kehidupan bermasyarakat

dan beragama.

Menurut Grage, ideologi itu tidak sinonim dengan ril politik15. Maka,

mengkonsepsikan suatu negara sebagai negara Islam atau tidak memang

HAMIDAH

Kontekstualita, Vol. 33, No. 1, 2017 40

selalu problematik dan kontroversial. Apalagi jika ukuran negara Islam itu

selalu berdasarkan al-Qur’an dalam pengalaman Islam awal., yang dengan

demikian bersifat ideal. Lalu, secara ril, apakah negara-negara seperti Arab,

Pakistan dan Iran itu negara Islam? Jika negara-negara tersebut dianggap

mewakili bentuk-bentuk Islam, itu benar. Tetapi apakah mereka mewakili

negara Islam? Inilah yang meragukan. Tidak ada seorangpun yang

mengetahui apa sesungguhnya negara Islam itu16.

Untuk kondisi Pakistan, Binder (1961) menyebutkan bahwa kegagalan

penerapan Islam di negara yang didirikan secara ideologis itu disebabkan

oleh:

1) Tidak adanya upaya intelektual yang jelas dan praktis dalam

mengantisipasi masalah pemerintahan menurut Islam sebelum

partisipasi

2) Adanya empat fraksi Muslim (Tradisional, modernis, sekularis, dan

fundamentalis) di Pakistan sejak sebelum Pakistan didirikan

3) Adanya ketidak sepakatan yang serius diantara orang Pakistan tentang

negara Islam.

Dan ketidak sepakatan itu tidak di akhiri kemenangan oleh salah satu

pihak. Di sini terlihat bahwa memang Pakistan didirikan dengan sangat

tergesa-gesa. Islam yang menjadi ideologi sebagai isu utama pemisahan

belum lagi diputuskan secara bersama, bahkan oleh para pemimpin

sekalipun. Sebagai catatan tambahan, selama sembilan tahun pertama, negeri

itu diatur oleh akta pemerintahan India 1935, dengan agak diubah17.

Sementara itu, secara ril politik, dikalangan umat Islam sejak

zamannya Umayyah, telah terjadi sekularisasi politik. Para penguasa

berdasarkan pada keturunan jelas-jelas bukan konsep Islam. Selain itu, dalam

sejarah Islam, muncul pula tiga sekularisasi kesatuan kekuasaan: munculnya

sultan-sultan disamping khalifah, munculnya Bani Umayyah yang terlepas

dari Bani Abbasiyah di Spanyol oleh Abd-al-Rahman al-Dakhil dan

munculnya Bani Fatimiyyah di Afrika Utara. Kondisi sekularisasi kekuasaan

PERJUANGAN DAN PENGARUH MUHAMMAD ALI JINNAH

Kontekstualita, Vol. 33, No. 1, 2017 41

Islam itu ditambah pula dengan munculnya kolonialisasi negeri-negeri

Muslim. Dengan kolonialisasi itu, selain terjadinya perubahan-perubahan

hukum dan institusi kenegaraan, terjadi juga pengkotak-kotakan kelas sosial

dalam masyarakat Muslim, dimana yang terbaratkanlah yang diambil oleh

penguasa kolonial untuk membantu administrasi mereka. Maka, ketika

kemerdekaan muncul, hanya mereka yang terbaratkan itu pulalah yang

mengerti masalah kekuasaan. Tidak heran jika kemudian yang maju sebagai

penguasa baru pasca-kemerdekaan di negeri-negeri Islam kebanyakan

muncul dari kelas ini.

Jinnah adalah sosok kontroversial yang selalu diperdebatkan tentang

keislamannya karena pola dan sistem pemerintahan yang ia jalani bersifat

sekularis. Jinnah lebih cendrung kearah modernis dan sekularis, karena

Jinnah menginginkan suatu negara yang memiliki warga negara yang utuh,

damai dan sejahtera dalam keberagaman yang ada. Jinnah beranggapan

bahwa setiap manusia mempunyai hak untuk mendapat perlakuan yang

sama dalam suatu negara tanpa mempertimbangkan latar belakang

keyakinan mereka satu sama lain.

Meskipun Jinnah terkesan sekularis tetapi Jinnah tetap

mempertahankan corak Pakistan sebagai negara Muslim. Dengan kata lain,

muslim dalam artian Pakistan tetap negara Islam akan tetapi masalah urusan

agama dan negara tidak dapat dicampur-adukkan satu sama lain. Karena,

Jinnah beranggapan bahwa persoalan agama adalah urusan antara individu

dengan Tuhan dan tidak harus diatur di dalam pemerintahan. Pakistan yang

damai, tanpa adanya pertikaian, hidup saling berdampingan, dan rakyat yang

sejahtera adalah impian dari seorang Jinnah, sebaliknya Pakistan yang

beridiologi Islam tetapi masyarakatnya tidak mencerminkan nilai-nilai Islam

bukanlah suatu hal yang diharapkan baik oleh seorang Muhammad Ali Jinnah

itu sendiri maupun rakyat Pakistan pada umumnya.

Meskipun Jinnah merupakan sosok kontroversial, akan tetapi Jinnah

merupakan sosok yang memiliki jasa dalam pendirian Pakistan, yaitu sebuah

HAMIDAH

Kontekstualita, Vol. 33, No. 1, 2017 42

Negara yang didirikan khusus untuk masyarakat Muslim India. Terlepas dari

warisan budaya, tampaknya Muhammad Ali Jinnah meninggalkan warisan

yang secara kontroversial melukiskan figur di dalam sejarah Asia jaman ini.

Dari suatu prespektif nasional Hindu, Jinnah cenderung dilukiskan sebagai

kekuatan yang tak menaruh kasihan dan cerdik bersepakat dengan kesatuan

India untuk menciptakan Negara Republik Islam Pakistan.

Maka ketika adanya seruan kembali kepada Islam awal, seruan yang

berujung pada kesimpulan bahwa Islam itu keimanan dan hukum18, seruan

ini sudah tidak bisa lagi masuk kepada para penguasa negeri-negeri Muslim

yang baru berdiri tersebut. Karena, tidak ada yang merasa penting untuk

kembali pada Islam yang jauh dari tradisi sekularisme yang sudah terlanjur

ada dan menjadi status quo.

Adanya empat kategori Muslim di Pakistan ala Binder nampaknya

fenomena universal di dunia Islam. Para penguasa tetap sekularis, yang

melanggengkan status quo yang terlanjur sekular, para ’ulama tetap

tradisional, yang dalam sejarahnya sering melegitimasi siapapun yang

berkuasa, berarti mereka itu sejalur dengan kaum sekularis; para birokrat

tetap modernis, karena ide mereka bahwa Islam harus sesuai dengan zaman,

dengan demikian mereka adaptid terhadap sekularisme, sambil

menyuarakan nilai-nilai moral universal Islam; dan para aktivis Islam tetap

fundamentalis, dengan tetap menyerukan untuk kembali pada Islam awal,

dalam pengertian yang literal.

Sesungguhnya yang diidam-idamkan oleh kaum fundamentalis adalah

berkuasa, bukan membicarakan kebenaran, karena diskursus tentang

kebenaran Islam (the trully Islam) sudah tidak lagi bergaung. Maka kaum

fundamentalispun membuat partai untuk merebut kekuasaan. Di Pakistan,

Jama’at-i-Islami muncul, tanpa perlu mempertimbangkan secara legalistik

literal apakah partai itu ada atau tidak pada zaman Islam awal. Kemudian, Zia

yang merebut kekuasaan dengan kudeta, secara legal didukung oleh kalangan

fundamentalis (seperti tersebut di atas). Di sini jelas bahwa pertimbangan

PERJUANGAN DAN PENGARUH MUHAMMAD ALI JINNAH

Kontekstualita, Vol. 33, No. 1, 2017 43

apakah sesuatu itu sesuai dengan Islam atau tidak, tidak perlu banyak

diperdebatkan. Dengan kata lain, konsepsi negara Islam itu sendiri apakah

presidensial, parlementer, dan sebagainya seperti yang Jinnah tekuni,

sebetulnya tidak perlu lagi ketika berbicara ril politik. Maka, walaupun niat

kaum fundamentalis adalah ’Islamisasi’, jalan mereka untuk mendapatkan

kekuasaan relatif bersifat duniawi (mundane), yang berarti tidak Islami

(Islam seperti zaman Islam awal).

Jalan yang nampaknya paling memuaskan (sekali lagi perlu dijelaskan

bahwa ”kepuasan” disini berarti secara operasional realistis dan secara

normatif dapat diterima) bagi umat Islam adalah jalan yang dibawakan kaum

modernis. Di Pakistan contoh. Mereka melakukan reinterpretasi Islam

dengan konteks kemodernan. Dengan Iqbal, Asad, Jinnah dan Parwez dapat

dijadikan contoh19. mereka melakukan reinterpretasi Islam dengan konteks

kemodernan. Dengan demikian, Islam tidak nampak usang (absolete), tetapi

tetap aktual. Untuk Pakistan, mereka adalah pihak yang berpemikiran bahwa

Islam adalah pemikiran, ada ruang yang luas, atau dalam bahasa Asad :

minhaj (open road) untuk melakukan ijtihad sesuai dengan tantangan zaman.

Dengan demikian maka dapat di pahami bahwa, begitu besarnya

pengaruh Muhammad Ali Jinnah terhadap negara Pakistan, sehingga apa

yang telah diberlakukan oleh Muhammad Ali Jinnah terhadap negara

Pakistan semasa hidupnya, sampai saat ini masih terus berlangsung.

Terutama masalah konstitusi, yang jelas-jelas dipisahkan oleh Jinnah dari

pengaruh agama, perlakuan yang sama terhadap setiap warga negara,

sehingga sampai saat ini. Warga negara yang mendiami Pakistan tidak hanya

terdiri dari kaum muslim saja akan tetapi juga terdapat non muslim yang

berasal dari suku, agama dan ras yang berbeda.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perjuangan Muhammad Ali

Jinnah dalam Pembentukan Negara Pakistan

HAMIDAH

Kontekstualita, Vol. 33, No. 1, 2017 44

Dalam mewujudkan negara Pakistan, tentu saja bukan perjuangan yang

mudah bagi seorang Muhammad Ali Jinnah. Mengenai faktor yang

mempengaruhi perjuangan Muhammad Ali Jinnah dalam pembentukan

negara Pakistan, dalam hal ini terdapat beberapa faktor penyebab, yaitu

faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yaitu keinginan untuk

memisahkan diri dari India. Pertama, aspirasi yang ada pada tokoh umat

Islam Pakistan untuk memisahkan diri dari India. Aspirasi ini muncul karena

tokoh-tokoh umat Islam India melihat bahwa umat Islam India tidak bisa

hidup berdampingan dengan umat Hindu di India. Di mana tokoh-tokoh

Islam terutama Sayyid Ahmad Khan berkeyakinan bahwa anggota kasta-

kasta dan pemeluk agama-agama yang berlainan di India tidak bisa disatukan

menjadi satu bangsa, karena tujuan dan cita-cita mereka berlainan satu sama

lain. Kedua, Sikap politik umat Islam terhadap Liga Muslimin. Yang mana,

kemenangan spektakuler Liga Muslim pada pemilihan umum di Punjab pada

1946 (79 dari 86 kursi Muslim dibandingkan dengan pemilihan 1937 di

mana hanya mendapat 2 dari 86 kursi Muslim) tidak dapat dipahami hanya

dalam kerangka karisma yang dimiliki Jinnah. Tidak dapat diabaikan

penggunaan emosi keagamaan oleh ’ulama’ dan para pendukung mereka

pada saat itu. Cara mereka berpesan sederhana saja: mereka memilih Liga

Muslim adalah Muslim, mereka akan masuk surga jika melakukan kebaikan

ini; mereka yang memilih bukan Liga Muslim adalah kafir, mereka akan

masuk neraka. Mereka akan ditolak untuk dikuburkan di pekuburan Muslim.

Sang pemimpin bangsa (Quaid-e-Azam) sadar betul akan penggunaan agama

dalam cara ini oleh Liga Muslim, walaupun pada prinsipnya ia menentang

percampuran agama dengan politik.

Ketiga, Kondisi sosial politik umat Islam India. Dalam hal kehidupan

bermasyarakat, umat Islam India selalu berada dalam tekanan, karena secara

sosial umat Islam India itu berada dalam strata kelas dua dalam masyarakat

India. Hal tersebut akan berlangsung secara terus-menerus jika umat Islam

masih tetap bernaung di bawah satu payung dengan umat Hindu yaitu India.

PERJUANGAN DAN PENGARUH MUHAMMAD ALI JINNAH

Kontekstualita, Vol. 33, No. 1, 2017 45

Meskipun umat Islam India dan umat Hindu India hidup

berdampingan akan tetapi pada hakikatnya umat Islam dan umat Hindu India

tidak dapat disatukan, karena baik Al qur’an maupun ajaran umat Hindu

sama-sama melarang perkawinan campuran. Selain itu, secara sosial antara

umat Hindu dan umat Islam India terdapat begitu banyak perbedaan yang

tidak bisa disatukan. Hindu menyembah banyak Tuhan, muslim hanya satu.

Hinduisme menetapkan sistem kasta yang rigid, Islam memproklamirkan

persaudaraan dan persamaan. Bahasa klasik Hindu adalah Sanskerta,

sementara umat Islam bahasa Arab dan Persia (dengan pengaruh bahasa

Turki, kedua bahasa klasik tersebut menjadi bahasa Urdu).

Begitu juga Islam, seperti halnya Hindu, bukan hanya agama.

Keduanya adalah tata aturan yang sangat mempengaruhi segala macam

kehidupan. Semua itu memperparah ketidak cocokkan di anatara mereka.

Orang Hindu menyembah sapi, umat Islam memakannya. Suatu perbedaan

yang selalu menimbulkan kerusuhan diberbagai tempat setiap saat. Seperti

yang dikatakan oleh Pendiri Pakistan (Quaid-i-Azam), sikap-sikap muslim

tidak hanya berbeda, tetapi bertentangan dengan Hindu. Sejarah dan

pahlawannya: seni arsitektur, dan musiknya, nama-nama, pakaian, makanan

dan humor-humornya; sikap mereka terhadap wanita dan anak-anak,

kebersihan, penguburan dan kremasi, perkawinan dan pendidikan;

semuanya berbeda secara diametral20.

Sejarah menunjukkan perbedaan-perbedaan tersebut. Umat Islam

bernostalgia tentang masa lalu. India tidak pernah begitu kuat dan makmur

atau begitu terkenal di seluruh dunia seperti pada masa Mughal.

Kegemilangan pada masa itu nampak lebih kentara bila dibandingkan dengan

periode panjang keruntuhan yang mengikutinya. Dengan jatuhnya imperium

Mughal dan munculnya pemerintahan Inggris, umat Islam tidak lagi menjadi

kelas yang memerintah (rulling class). Bahkan dalam pegawai negeri

rendahan pun umat Islam berada di bawah orang-orang Hindu yang lebih

terorganisasikan.21

HAMIDAH

Kontekstualita, Vol. 33, No. 1, 2017 46

Sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi perjuangan

Muhammad Ali Jinnah terhadap negara Pakistan adalah: Pertama,

disebabkan oleh sikap politik umat Hindu dan Partai Kongres terhadap umat

Islam India. Perbedaan faham dan tujuan yang berbeda antara tokoh-tokoh

muslim dan Hindu menyebabkan sering terjadi ketidak sepahaman dalam

pengambilan suatu keputusan. Selain itu, umat Hindu dan Partai Kongres

merasa bahwa anggota-anggota mereka lebih layak dan mampu untuk

memegang posisi kementerian dibandingkan dengan umat Islam. Hal

tersebut terbukti ketika Nehru mengatakan bahwa kekuatan politik yang ada

di India hanya ada Partai Kongres dan Pemerintahan Inggris. Artinya

keberadaan umat dalam kancah perpolitikan tidak pernah direspon dan

dianggap oleh Partai Kongres. Sehingga umat muslim akan selalu berada

pada level paling bawah dalam urusan politik dan pemerintahan. Kalaupun

ada umat muslim yang berperan maka umat muslim tersebut adalah yang

pro terhadap pemerintahan Inggris dan itupun hanya sedikit sekali.

Sayyid Ahamd Khan pernah mengatakan bahwa, umat Islam India

harus mempunyai negara tersendiri. Bersatu dengan umat Hindu dalam satu

negara akan membuat minoritas Islam yang rendah kemajuannya, akan

lenyap dalam mayoritas Hindu yang lebih tinggi kemajuannya22.

Selain beberapa hal tersebut di atas, yang menjadi pemicu umat

muslim India untuk membentuk negara tersendiri karena tidak adanya

kesepahaman antara tokoh-tokoh muslim dengan tokoh-tokoh umat Hindu

India dalam mencapai India merdeka. Sehingga tidak heran jika yang terjadi

bukanlah India yang utuh dan merdeka akan tetapi terpecah menjadi dua

negara yang terpisa, yaitu India dan Pakistan.

Sedangkan faktor eksternal yang kedua adalah adanya wilayah untuk

pembentukan negara. Di mana wilayah tersebut adalah wilayah-wilayah yang

didiami oleh mayoritas muslim. Tidak heran jika pembentukan negara

Pakistan berawal dari ide Sayyid Ahmad Khan yang juga dicita-citakan oleh

Iqbal yaitu penyatuan antara wilayah-wilayah yang didiami oleh mayoritas

PERJUANGAN DAN PENGARUH MUHAMMAD ALI JINNAH

Kontekstualita, Vol. 33, No. 1, 2017 47

muslim menjadi suatu negara yang utuh di mana umat Islam bisa merasakan

ketenangan, kedamaian, dan luput dari intimidasi umat Hindu di India.

Pakistan itu sendiri terdiri dari: Punjab, Afghan, Khasmir, Sindh, dan

Balukhistan. Di mana, di setiap wilayah tersebut umat muslim merasakan

diskriminasi terhadap umat Hindu di India.

Dengan adanya wilayah yang dapat memberi ruang dan juga peluang

bagi umat muslim India, maka cita-cita dan keinginan Jinnah untuk

menciptakan negara tersendiri bagi umat muslim dapat terlaksana meskipun

tidak sedikit halangan dan rintengan, baik yang dihadapi oleh Jinnah maupun

oleh umat muslim India yang menginginkan tanah air sendiri bagi umat

Islam.

Semenjak itu Muslim India lebih memusatkan perhatian pada posisi

mereka setelah India merdeka. Partai Kongres yang didominasi Hindu betul-

betul akan menjadi partai yang berkuasa ketika India merdeka. Dan itu tidak

bisa dihindarkan. Maka ketika prospek kemerdekaan akan menjadi

kenyataan, Muslim India, dipimpin oleh Muhammad Ali Jinnah dan Liga

Muslim tidak menemukan jalan untuk terus-menerus berada bersama-sama

Hindu dalam satu negara. Sementara itu para pemimpin India, terutama yang

beragama Hindu, sangat menentang gagasan pemisahan, karena mereka

berpandangan bahwa hal itu tidak hanya akan dapat membawa pada

kekacauan infrastruktur yang kompleks, administrasi dan sebagainya, yang

merupakan peninggalan Inggris yang berharga, tetapi juga berarti akan

adanya pengurangan luas wilayah dan jumlah penduduk, yang dengan

demikian, berarti pengurangan kekuasaan, dan juga pengurangan kekuasaan

pribadi mereka23.

Secara ekonomis, Muslim di India pada saat itu dalam keadaan lemah

dibandingkan dengan Hindu. Patriotisme Pakistan, selain oleh aspirasi Islam,

dimotivasi juga oleh prustasi ekonomi borjuis Muslim yang selalu di bawah

”imperialisme” Hindu24.

HAMIDAH

Kontekstualita, Vol. 33, No. 1, 2017 48

Semua faktor di atas, kultur, teritorial, kekuasan, dan ekonomi

menjadi kontribusi bagi pertentangan Hindu-Muslim yang mendasar, yang

membuat Mountbatten (Gubernur Jendral Inggris atau Viceroy di India saat

itu) merekomendasikan pemisahan25. Maka Indiapun terbagi dua; India dan

Pakistan. Berbeda dengan India, sebuah negara sekuler, walaupun mayoritas

beragama Hindu, namun tidak berdasarkan agama Hindu; Pakistan dibangun

atas dasar aspirasi keagamaan, yaitu untuk menyediakan tempat tinggal bagi

Muslim di anak benua India. Dasarnya betul-betul Islam.

Jinnah lebih cendrung kearah modernis dan sekularis, akan tetapi

Jinnah tetap menginginkan suatu negara yang memiliki warga negara yang

utuh, damai dan sejahtera dalam keberagaman yang ada, karena Jinnah

beranggapan bahwa setiap manusia mempunyai hak untuk mendapat

perlakuan yang sama dalam suatu negara tanpa mempertimbangkan latar

belakang keyakinan mereka satu sama lain.

Meskipun Jinnah terkesan sekularis tetapi Jinnah tetap

mempertahankan corak Pakistan sebagai negara Muslim. Dengan kata lain,

muslim dalam artian Pakistan tetap negara Islam akan tetapi masalah urusan

agama dan negara tidak dapat dicampur adukkan satu sama lain. Karena,

Jinnah beranggapan bahwa persoalan agama adalah urusan antara individu

dengan Tuhan dan tidak harus di atur di dalam pemerintahan. Pakistan yang

damai, tanpa adanya pertikaian, hidup saling berdampingan, dan rakyat yang

sejahtera adalah impian dari seorang Jinnah, sebaliknya Pakistan yang

beridiologi Islam tetapi masyarakatnya tidak mencerminkan nilai-nilai Islam

bukanlah suatu hal yang diharapkan baik oleh seorang Muhammad Ali Jinnah

itu sendiri maupun rakyat Pakistan pada umumnya.

C. Penutup

Berdasarkan temuan dan analisis yang dilakukan, dapat konklusikan bahwa

Muhammad Ali Jinnah adalah seorang tokoh Pakistan yang fenomenal dan

berkuasa sebagai pemimpin Pakistan selama kurang lebih satu tahun

PERJUANGAN DAN PENGARUH MUHAMMAD ALI JINNAH

Kontekstualita, Vol. 33, No. 1, 2017 49

sebelum kemudian ia meninggal dunia. Muhammad Ali Jinnah adalah tokoh

pendiri Pakistan yang diberi gelar Quaid-i-Azam (Pemimpin Besar), yang

ingin menyelamatkan umat muslim India dari tekanan dan intimidasi umat

Hindu di India, dengan mendirikan negara tersendiri bagi umat muslim India

yaitu Pakistan. Kepeloporan Ali Jinnah dan sejarah terbentuknya Pakistan

tentu tidak dapat dilepaskan dari peran Sayyid Ahmad Khan dan Muhammad

Iqbal. Di mana konsep tentang pendirian Pakistan pada awalnya telah

dirancang dan dipikirkan terlebih dahulu oleh Sayyid Ahmad Khan meskipun

belum begitu jelas tentang konsep akan seperti apa negara baru tersebut.

Baru kemudian di tangan Iqbal konsep tentang Pakistan baru muncul. Yang

pada akhirnya negara baru bagi umat muslim India tersebut dapat terwujud

di tangan Muhammad Ali Jinnah.

Dalam mewujudkan cita-citanya untuk mendirikan negara tersendiri

bagi umat muslim India, Muhammad Ali Jinnah memulai karirnya di dunia

politik dengan bergabung di dalam Liga Muslimin, yang mana sampai akhir

hayatnya ia banyak menghabiskan waktunya di dalam Liga Muslimin.

Pengaruh dari perjuangan Muhammad Ali Jinnah dalam pembentukan negara

Pakistan yaitu: 1. Membentuk Pakistan menjadi negara demokratis modern.

2. Negara demokratis modern yang ada di Barat menjadi contoh bagi

ketatanegaraan Muhammad Ali Jinnah. 3. Ingin mengembangkan sistem

pemerintahan Pakistan seperti yang ada di Barat (Dewan Perwakilan Rakyat,

Yudikatif, Eksekutif, dan Legislatif). Yang mana pemisahan antara agama dan

negara tetap menjadi corak pemerintahan Muhammad Ali Jinnah. 4) Telah

mengembangkan demokratis Pakistan. Meskipun Muhammad Ali Jinnah

cendrung menjalankan sistem pemerintahan yang sekuler yang di kecam

oleh sebagian umat muslim Pakistan pada khususnya dan negara-negara

Islam pada umumnya, akan tetapi Jinnah juga berhak mendapatkan

penghargaan atas usahanya dalam memperjuangkan negara tersendiri bagi

umat muslim India yaitu Pakistan.

HAMIDAH

Kontekstualita, Vol. 33, No. 1, 2017 50

Catatan:

1 Arif, Hussain. 1966, Pakistan: Its Ideologi and Foreighn Policy, London:

Frank Cass & Co. Ltd, hal. 62 2 Harun, Keadilan dan Toleransi Dalam Al-Qur'an, Jakarta, Iqra Insan Press,

2004, hal. 29 3 Siddiqi, Aslam, Pakistan Seeks Security, Pakistan: Longmans, 1960, hal. 6 4 Ahmad, Aziz, Islamic Modernism in India and Pakistan, London: Oxford

University Press, 1967, hal. 162 5 Harun, Keadilan dan Toleransi Dalam Al-Qur'an, Jakarta, Iqra Insan Press,

2004, hal, 195 7Harun, Op.cit, hal, 197 8 Harun, Op.cit, hal. 198 9 Esposito, 1987, hal. xi 10 Official website, Government of Pakistan. ”Early Days: Birth and Schooling) 11 Al-Maududi, Abul A’la, Political Theory of Islam, Terjemahan H. Adnan

Syamni, Jakarta, Media Dakwah, 1985, hal. 67 12 Official Website, Government of Pakistan”The statesman: Quaid-i-Azam’s

fourteen points” Retrieved on 2006-04-20 13 Ahmad, Aziz, Islamic Modernism in India and Pakistan, London: Oxford

University Press, 1967, hal. 164 14 Afzal Iqbal, Islamisation of Pakistan, Lahore: Vanguard Books Ltd, 1986,

hal. 36 15 Torben Grage, ideologi and politics, hal. 149 16 Vatikiotis 1987, hal. 30 17 Ensyclopedia of Islam, second edition, Vol III, hal. 565 18 Vatikiotis, P. J., , Islam and The State, London: Routledge, 1987, hal. 72 19 Aziz Ahmad, Op.cit, hal. 155-156 20 Stephens, Ian, Pakistan, Pakistan, London : Ernest Ben Limited, second

edition, 1964, hal. 29 21 Iqbal, Op.cit., hal. 19 22 Nasution, Op.cit, hal. 173 23 David Loshak, Pakistan Crisis, London: Heineman, 1971, hal. 4 24 Ibid 25 Weekes, Richard V, Pakistan: Birth and Growth of a Muslim Nation,

Princeton: D Van Nonstrand Company, 1964, hal. 90

PERJUANGAN DAN PENGARUH MUHAMMAD ALI JINNAH

Kontekstualita, Vol. 33, No. 1, 2017 51

DAFTAR PUSTAKA Abou El, Khaled, Cita dan Fakta Toleransi Islam (Puritanisme Versus Pluralisme), Bandung, Mizan, 2003

Ahmad, Aziz, Islamic Modernism in India and Pakistan, London: Oxford University Press, 1967

Ali, Mukti, Alam Pikiran Islam Modern: Di India dan Pakistan, Bandung, Penerbit Mizan, 1993

Amal, Adnan Taufik, Islam dan Tantangan Modernitas: Studi atas Pemikiran Hukum Fazlur Rahman, Bandung, Mizan, 1993

Apriana, Konsep Negara Islam Muhammad Iqbal, Studi atas Pemikiran dan Kontribusinya Terhadap Pembentukan Negara Islam, Tesis, Palembang, IAIN Raden Fatah Press, 2008

Asad, Muhammad, The Principles of State and Government in Islam, edisi pertama oleh University of California Press, Kuala Lumpur: Islamic Book Trust, 2000.

Asad, Muhammad, This Law of Ours and Other Essays, edisi pertama oleh Dar Al-Andalus Limited, Gibraltar, Kuala Lumpur: Islamic Book Trust, 2000

Azra, Azyumardi, Pergolakan Politik Islam: Dari Fundamentalisme, Modernisme Hingga Post-Modernisme, Jakarta, Paramadina, 1996.

Bakhtiar, Amtsal, dkk, Mimbar Agama dan Budaya, Vol. XVII. No. 1, Jakarta, IAIN Syarif Hidayatullah, 2000

Benediet, Mitologi dan Toleransi Orang Jawa, Yogyakarta, Bentang Budaya, 2003

Binder, Leonard, Religion and Politics in Pakistan, Barkeley dan Los Angeles: University of California Press, 1961

Cranston, Maurice dan Peter Mair (eds), , Ideologi and Politics, Alphen aan den Rijn: Sijthoff: European University Institute, 1980

Departemen Agama Republik Indonesia, Ensiklopedi Islam di Indonesia, Jakarta: Ditjen Pembinaan dan Kelembagaan Agama Islam, 1993

Douzinas, Coustas, and Ronnie Worrington, With Shaun McVeigh, Postmodern Jurisprudence: The Law of Text in The Texts of Law, London: Rouledge, 1991

J. Brill, , Encyclopedia of Islam, second edition, Leiden, 1968 Fautanu, Idzan, Konsep Negara Islam Muhammad Asad, Studi atas

Pemikiran dan Kontribusinya Terhadap Pakistan, Disertasi, Palembang, IAIN Raden Fatah Press, 2007

Gottschalk, Understanding History A Primary Of Historical Method, New York, lfred dan Knop, 1956

Gokalp, Ziya, Turkis Nationalism an Western Civilization, London : George Allen and Unwin, J, Trans Niyazi Berkes, 1959

Gokalp, Ziya, The Principle Of Turkism, Leiden, E. J / Brill., 1959

HAMIDAH

Kontekstualita, Vol. 33, No. 1, 2017 52

Harun, Keadilan dan Toleransi Dalam Al-Qur'an, Jakarta, Iqra Insan Press, 2004

Hussain, Arif, Pakistan: Its Ideologi and Foreighn Policy, London: Frank Cass & Co. Ltd, 1966

Iqbal, Afzal, Islamisation of Pakistan, Lahore: Vanguard Books Ltd, 1986

Iqbal, Muhammad, Reconstruction of Religious Thought in Islam, edisi pertama, London, edisi ini New Delhi: Kitab Bhavan, 1981

J. Rosenthal, Islam in The Modern National State, Canbridge University Press, 1965

Jainuri, Syafiq, Islam Dan Modernisme (Di ambil dari Maryam Jameelah: Islam and Modernisme), Surabaya, Penerbit Usaha Nasional, 1981

Kartodirdjo, Sartono, Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi Sejarah, Jakarta, Gramedia, 1993

Khurshid, Ahmad, Islam Lawan Fanatisme dan Toleransi, Jakarta, Tinta Mas, 1968

______________, Menjawab Tuduhan Barat Ketidaktoleransian, Fanatisme, dan Hak Azazi Manusia, Surabaya, Pustaka Progressif, 1993

Kontowijoyo, Metodologi Sejarah, Yogyakarta, Tiara Wicana, 1994 Lewis, Bernard, The Emergence Of Modern Turkey, London, Oxford,

University Press, 1965 Lewis, Bernard, The Political Language Of Islam (Bahasa Politik Islam),

Terjemahan, Jakarta, Gramedia, 1994 Loshak, David, Pakistan Crisis, London: Heineman, 1971 Lubis, Ridwan, Cetak Biru Peran Agama (Merajut Kerukunan,

Kesetaraan Gender, dan Demokratisasi Dalam Masyarakat Multikultural) Jakarta, Puslitbang Kehidupan Beragama, 2005

Lorens, Bagus, Kamus Filsafat, Jakarta, PT Gramedia Pustaka Utama, 1996

Al-Maududi, Abul A’la, The Islamic Law and Constitution, Khursid Ahmad (tr) Lahore: Islamic Publication, edisi ke-4, 1969

Al-Maududi, Abul A’la, Political Theory of Islam, Terjemahan H. Adnan Syamni, Jakarta, Media Dakwah, 1985

Ma’arif, Syafi’i, Ahmad, Islam dan Masalah Kenegaraan: Studi Tentang Percaturan Dalam Konstituante, Jakarta, LP3ES, 1985

Madjid Nurcholish, Agama dan Negara Dalam Islam; Tela’ah terhadap Fiqh Siyasi Sunni, Dalam Budi Munawar Rahmah : Kontektualisasi Doktrin Islam Dalam Sejarah, Jakarta, Paramadina, 1994

Miles, Matthew B dan Huberman A Michael, Analisis Data Kualitatif, Jakarta, UI-Press, 1992

Mustafa, Yaqub, Kerukunan Umat (Dalam Perspektif Al-Qur'an dan hadits), Jakarta, Pustaka Firdaus, 2000

PERJUANGAN DAN PENGARUH MUHAMMAD ALI JINNAH

Kontekstualita, Vol. 33, No. 1, 2017 53

Pipes, Daniel, In The Path Of God : Islam and Political Power, New York, Basic Books, 1983

Plamenatz, John, Ideologi, London ; Pall Mall Press, 1970 Pomeau, Rene', Traktat Toleransi, ter. Buku Traite Sur La Tolerance,

Yogyakarta, PT LkiS Pelangi Aksara, 2004 Qadim Zalum, Abdul, Kalfa Hudimotil Khilafah (Malapetaka Runtuhnya

Khilafah), Terjemahan, Jakarta, Al Azhar Press, 2007 Rehman, Inamur, Public Opinion and Political Development in Pakistan,

Karachi ; Oxford University Press, 1982. Rosenthal, Erwin I. J, Islam in The Modern State, Cambridge :

Cambridge University Press, 1965 Shamloo (peny), Speeches and Statements of Iqbal, Lahore: Al-Manar

Academy, second edition, 1948. Siddiqi, Aslam, Pakistan Seeks Security, Pakistan: Longmans, 1960 Siddiqi, Mazheruddin, Modern Reformist Thought in The Muslim World,

New Delhi-India: Chitli Qabar, 1993 Sherwani, Khan Haroon, Islam Tentang Administrasi Negara, Jakarta,

Tintamas, 1964 Sjadzali, Munawir, Islam dan Tatanegara: Ajaran, Sejarah, dan

Pemikiran, Jakarta, UI Press, 1994 Stephens, Ian, Pakistan, Pakistan, London : Ernest Ben Limited, second

edition, 1964 Tarki Sabiq, Dhabith, Ar – Rajul Ash – Shanam, Kemal Attaturk :

Pengusung Sekularisme dan Penghancur Khilafah Islamiyah, diterjemahkan oleh Abdullah Abdurrahman Ja’far Sadiq, Jakarta, Senayan Publishing, 2008

Vatikiotis, P. J., , Islam and The State, London: Routledge, 1987 Weekes, Richard V, Pakistan: Birth and Growth of a Muslim Nation,

Princeton: D Van Nonstrand Company, 1964 Williams, L. P. Rushbrook, , The State of Pakistan, London: Faber and

faber, 1962 Yunan M, Toleransi, Singapura, Alharamain, PTE LTD, 1981