Perjuangan dan Pengaruh Muhammad Ali Jinnah Dalam ...
Transcript of Perjuangan dan Pengaruh Muhammad Ali Jinnah Dalam ...
Kontekstualita, Vol. 33, No. 1, 2017 28
Perjuangan dan Pengaruh Muhammad Ali Jinnah Dalam Pembentukan Negara Pakistan The Struggle and Influence of Ali Jinnah in The Establishment of Pakistan
Hamidah Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Rahmaniyah Jl. Merdeka No. 531 Sekayu Musi Banyuasin Sumatera Selatan Email: [email protected]
Abstrak: Pasca runtuhnya Kerajaan Islam Mughal, India dikuasai oleh imperialisme Inggris. Umat Islam yang minoritas kemudian diberlakukan sangat diskriminatif disegala bidang kehidupan. Bahkan setelah terjadinya pemberontakan India Mutiny umat Islam menjadi kelas ketiga atau the third class dalam strata sosial masyarakat India. Hal tersebut telah melahirkan semangat perjuangan Ali Jinnah untuk mewujudkan negara yang telah diimpikan oleh Sayyid Ahmad Khan dan dikonsep oleh Muhammad Iqbal yaitu, suatu wilayah khusus bagi umat muslim India. Fokus penelitian ini membahas tentang bagaimana sejarah pembentukan negara Pakistan dengan Muhammad Ali Jinnah sebagai aktor penggeraknya. Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan, penelitian ini menyimpulkan bahwa Ali Jinnah merupakan tokoh kunci dalam menciptakan Negara Pakistan. Jinnah sempat menikmati kekuasaannya setelah Pakistan resmi menjadi negara Republik Islam Pakistan selama kurang lebih satu tahun sebelum akhirnya meninggal dunia. Pakistan memang dirancang secara matang hingga terwujudnya sebuah negara. Manifestasi dari perjuangan Muhammad Ali Jinnah dengan bergabung dengan Liga Muslim, yang kemudian menjadi gubernur jendral pertama di Pakistan. Sebaliknya pengaruh dari perjuangan Muhammad Ali Jinnah dalam pembentukan negara Pakistan di antaranya: Pertama, membentuk Pakistan menjadi negara dengan sistem demokrasi, di mana model demokrasi yang ada di Barat diadopsi dalam ketatanegaraan Pakistan. Kedua, sama halnya dengan pengembangan sistem pemerintahan di Barat dengan membentuk lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif. Meskipun sempat mendapat tantangan dari umat Islam, namun Ali Jinnah bersikukuh bahwa penerapan sistem demokrasi ala Barat hanya untuk memuluskan pembentukan negara. Selain juga untuk memperoleh pengakuan Barat terutama Inggris,
KONTEKSTUALITA Jurnal Penelitian Sosial dan Keagamaan Vol. 33 No. 1, Juni 2017
p-ISSN: 1979-598X
e-ISSN: 2548-1770
PERJUANGAN DAN PENGARUH MUHAMMAD ALI JINNAH
Kontekstualita, Vol. 33, No. 1, 2017 29
sehingga elemen bangsa dapat segera fokus untuk rekonsiliasi dan rekonstruksi pembangunan negara Pakistan. Kata kunci: ali jinnah, perjuangan, negara, pakistan Abstract: After the collapse of Mughal Islamic emperor, India was ruled by imperialism. The minority Muslims were treated discriminatively in every aspects of life. Even after the rebellion by India Mutiny, Muslims became the third class in social strata in India society. That made Ali Jinnah enthusiastic to realize a state dreamed by Sayyid Ahmad Khan and conceptualized by Muhammad Iqbal, which is, a peculiar territory for Indian Muslims. This study stresses on the history of the establishment of Pakistan in which Muhammad Ali Jinnah as the initiator. Based on data analysis, it was found out that Ali Jinnah was the key figure in the establishment of Pakistan. Jinnah had his power after Pakistan officially became the state of Islamic republic for approximately a year before he passed away. Pakistan was well-designed to the realization of a country. Muhammad Ali Jinnah’s struggle was manifested by joining with Muslims League, which led him to be the first governor general in Pakistan. Conversely, the influence of Muhammad Ali’s struggle in the establishment of Pakistan includes: First, establishing Pakistan to be democratic country, in which a model of western democracy was adopted in state administration of Pakistan. Second, just like the development of government system in western countries, executive, legislative and judicative institutions were established. Despite being challenged by Muslims, Ali Jinnah insisted that the implementation of Western democratic system was solely to facilitate the establishment of a country, in addition to gaining the West recognition particularly UK, so the element of nation could focus on reconciliation and reconstruction of the establishment of Pakistan. Key words: ali jinnah, struggle, country, pakistan
A. Pendahuluan
Di awal abad ke-20, di antara negara jajahan sudah terjadi Balance of Power.
Di mana negara jajahan sudah menancapkan kekuatannya di negeri
jajahannya masing-masing. Belanda telah mengembangkan Pax-
Nederlandica-nya terhadap Indonesia, Rusia di Asia Tengah, Inggris
memperkokoh imperiumnya di India, Malaysia, Timur Tengah, Afrika Timur,
Nigeria dan sebagian wilayah Afrika Barat, sebagian Wilayah Timur Tengah,
Jerman dan Italia juga membentuk kolonialnya di Afrika. Dampak dari
Mission Sacre pada daerah jajahan mencapai seluruh peradaban yang
menghantarkan bangsa Timur pada era- modern bagi daerah koloni.1
HAMIDAH
Kontekstualita, Vol. 33, No. 1, 2017 30
Pada dasarnya, masuknya konsep-konsep pemikiran modern ke dunia
Islam sejak adanya kontak langsung antara Barat dengan dunia Islam. Kontak
pertama terjadi ketika Napoleon menaklukan Mesir pada tahun 1798.
Ekspedisi Napoleon ke Mesir turut membawa ide-ide yang lahir dari revolusi
Perancis antara lain tentang sistem pemerintahan republik, pembentukan
parlemen dan konstitusi negara, ide tentang persamaan hak warga negara
dalam pemerintahan (egalite) dan ide kebangsaan (nation). 2 Pengaruh
modernisme Barat ini telah melahirkan gagasan atau ide-ide kaum
intelektual Muslim tentang kemajuan dunia Timur.
Kaum pembaharu dalam dunia Islam berusaha melakukan
pembaharuan dengan menerapkan nilai-nilai Barat atau dengan menggali
dan mengkaji ulang ajaran-ajaran Islam ataupun dengan memadu kedua
unsur-unsur tersebut. Pengambilan dan penerapan nilai-nilai budaya Barat
(Westernisasi) dapat dibedakan dalam bentuk eksterm dan bentuk moderat.
Westernisasi eksterm akan terlihat dalam Kemalism (aliran Kemalis,
Kemalisme), yang berhasil mendirikan Republik Turki (1923) dan
membebaskan segala institusi politik dari kekuasaan agama. Sedangkan
Westernisasi moderat terlihat dalam kelompok Turki Muda, khususnya
tokoh-tokoh seperti Mehmed Murad (1853-1912), Ahmad Riza (1859-1931)
dan Pangeran Sahabuddin (1877-1948). Mereka ingin menerapkan nilai-nilai
budaya Barat yang tidak bertentangan dengan ajaran-ajaran Islam seperti
ajaran konstitusi dan ajaran mengenai kemampuan mengembangkan diri
sendiri.3
Sementara itu, di India, Pemikiran pembaharuan telah ada pada akhir
abad kedelapan belas, yang pada awalnya dipelopori oleh Syah Waliyullah,
yang dilanjutkan oleh Sayyid Ahmad Khan, kemudian diteruskan oleh Iqbal,
sampai pada terwujudnya negara Pakistan oleh Muhammad Ali Jinnah yang
dikenal sebagai tokoh pembaharu sekaligus pendiri Pakistan.
Pakistan berdiri pada 15 Agustus 1947 dengan keberhasilan teori dua
bangsa (two nation theori) yang dikemukakan bentuknya yang jelas di tangan
PERJUANGAN DAN PENGARUH MUHAMMAD ALI JINNAH
Kontekstualita, Vol. 33, No. 1, 2017 31
Muhammad Iqbal yang di kemukakan untuk pertama kalinya dalam pidato
pelantikannya sebagai Presiden Liga Muslim (All-India Muslim League) pada
1930. Ali Jinnah kemudian Mengelaborasi dan menerjemahkan gagasan Iqbal
tersebut ke dalam kerangka praktis.4
Muhammad Ali Jinnah merupakan anak dari seorang saudagar dan
dilahirkan di Karachi pada tanggal 25 Desember 1876 dan meninggal pada
bulan september 1948 di Karachi. Di masa remaja ia telah pergi ke London
untuk meneruskan studi dan di sanalah ia memperoleh kesarjanaannya
dalam bidang hukum di tahun 1896. Pada tahun itu juga ia kembali ke India
dan bekerja sebagai pengacara di Bombay. Tidak lama sesudah itu ia
menggabungkan diri Dengan Partai kongres Nasional India. Politik patuh dan
setia pada pemerintah Inggris yang terdapat dalam Liga Muslimin tidak
sesuai dengan jiwanya. Ia lebih sesuai menentang Inggris untuk kepentingan
nasional India yang terdapat dalam Partai Kongres. Oleh karena itu ia
menjauhkan diri dari Liga Muslimin sampai pada tahun 1913, yaitu ketika
Liga Muslim merobah sikap dan menerima ide pemerintahan sendiri bagi
India sebagai tujuan perjuangan. Di mana, mulai saat itu hingga akhir
hayatnya, sejarah hidup dan perjuangannya banyak berkait dengan Liga
Muslimin dan Perjuangan Umat Islam India untuk menciptakan Pakistan. Di
mana seorang Muhammad Iqbal merupakan pencetus ide Pakistan,
sedangkan Ali Jinnah yang memperjuangkannya sehingga Pakistan
mempunyai wujud.5
Pada tahun 1913 itu juga, Jinnah dipilih menjadi Presiden Liga
Muslimin. Pada waktu itu ia masih mempunyai keyakinan bahwa
kepentingan umat Islam India dapat dijamin melalui ketentuan-ketentuan
tertentu dalam Undang-Undang Dasar. Untuk itu ia mengadakan
pembicaraan dan perundingan dengan pihak Kongres Nasional India. Salah
satu hasil dari perundingan ialah Perjanjian Lucknow 1916. Menurut
perjanjian itu umat Islam India akan memperoleh daerah pemilihan terpisah
HAMIDAH
Kontekstualita, Vol. 33, No. 1, 2017 32
dan ketentuan ini akan dicantumkan dalam Undang-Undang Dasar India yang
akan disusun kelak kalau telah tiba waktunya.
Tetapi lama-kelamaan ia melihat bahwa untuk memperoleh
pandangan yang sama antara golongan Islam dan golongan Hindu sangat
sulit. Gandhi mengeluarkan konsep nasionalisme India yang di dalamnya
umat Islam dan Hindu tergolong menjadi satu bangsa. Dimana konsep Gandhi
ini dan politik non-koperasinya ia tentang dan akhirnya ia meninggalkan
Partai Kongres. Selanjutnya dalam Konferensi Meja Bundar London yang
diadakan pada tahun 1930-1932 ia menjumpai hal-hal yang menimbulkan
perasaan kecewa dalam dirinya. Ia memutuskan untuk mengundurkan diri
dari lapangan politik dan menetap di London. Di sana ia bekerja sebagai
pengacara dan di lain tempat Liga Muslimin perlu pada pimpinan baru lagi
aktif, maka pada tahun 1934, ia diminta pulang oleh teman-temannya dan
pada tahun itu juga ia dipilih menjadi ketua tetap dari Liga Muslimin.6
Di bawah pimpinan Jinnah, Liga Muslimin berobah menjadi gerakan
yang kuat. Di masa-masa sebelumnya Liga hanya merupakan perkumpulan
golongan atas yang terdiri dari hartawan, pegawai tinggi dan inteligensia.
Hubungan dengan umat Islam awam boleh dikata belum ada.
Pada tahun 1937 diadakan pemilihan daerah di India. Di dalam Liga
ini umat Muslim tidak memperoleh suara yang berarti, sedang Partai Kongres
mendapat kemenangan besar. Atas kekalahan itu Liga Muslimin mulai tidak
diindahkan lagi oleh Partai Kongres dan dalam hubungan ini, Nehru pernah
mengatakan bahwa yang ada di India hanya ada dua kekuatan politik, yaitu
Partai Kongres dan Pemerintah Inggris. Golongan nasional India merasa kuat
untuk mengangkat anggota-anggotanya menjadi mentri di daerah-daerah,
dan kalaupun ada yang diangkat dari golongan Islam, maka mereka adalah
pengikut Partai Kongres dan bukan pengikut Liga Muslimin.
Dengan adanya perkembangan ini umat Islam India, tiba-tiba mulai
sadar, demikian Al Biruni menulis bahwa, Sir Sayyid Ahmad Khan dan Vikar
Al Mulk sebelumnya, perlahan menjadi kenyataan, kekuasaaan Hindu mulai
PERJUANGAN DAN PENGARUH MUHAMMAD ALI JINNAH
Kontekstualita, Vol. 33, No. 1, 2017 33
terasa. Umat Islam di daerah-daerah mayoritas Islam, mulai melihat perlunya
barisan diperkuat dengan menyokong Liga Muslimin sebagai satu-satunya
organisasi umat Islam untuk seluruh India. Para Perdana Mentri Punjab,
Bengal dan Sindh juga mulai mengadakan kerjasama dengan Jinnah.
Dalam hal ini Jinnah juga terlihat belum putus asa untuk mengadakan
persesuaian dengan Partai Kongres, mengenai masa depan India. Di dorong
oleh kekuatan baru yang diperoleh Liga Muslimin diwaktu itu, ia
mengadakan perundingan-perundingan dengan organisasi itu tetapi selalu
berakhir dengan kegagalan. Golongan Nasional India belum mau mengakui
Liga Muslimin sebagai satu-satunya organisasi politik umat Islam India. Hal
ini disebabkan karena Golongan Nasional India merasa kuat untuk
mengangkat anggota-anggotanya menjadi mentri di daerah-daerah, dan
kalaupun ada yang diangkat dari golongan Islam, maka mereka adalah
pengikut Partai Kongres dan bukan pengikut Liga M uslimin.
Pengalaman-pengalaman tersebut membuat Jinnah merubah haluan
politiknya. Kepercayaanya kepada Partai Kongres hilang dan keyakinan
timbul dalam dirinya bahwa kepentingan umat Islam India tidak bisa lagi
dijamin melalui perundingan dan penyantuman hasil perundingan dalam
Undang-Undang Dasar yang akan disusun. Kepentingan umat Islam India bisa
terjamin hanya melalui pembentukan negara tersendiri dan terpisah dari
negara umat Hindu di India.
Masalah ini dibahas di rapat tahunan Liga Muslimin yang diadakan di
Lahore pada tahun 1940. Atas rekomendasi dari panitia yang khusus
dibentuk untuk itu, sidang kemudian menyetujui dibentuknya negara
tersendiri untuk umat Islam India sebagai tujuan perjuangan Liga Muslimin.
Negara itu diberi nama Pakistan, tetapi perincian mengenai Pakistan belum
ada, baik mengenai daerahnya, maupun corak pemerintahannya.7
Pada saat itu Jinnah mulai menjelaskan apa yang dimaksud dengan
Pakistan. Negara baru itu akan mencakup enam daerah. Daerah Perbatasan
Barat Laut, Balukhistan, Sindh dan Punjab disebelah Barat serta Bengal dan
HAMIDAH
Kontekstualita, Vol. 33, No. 1, 2017 34
Assam disebelah Timur. Penduduk Islam dari daerah ini menurut Jinnah,
berjumlah 70 juta dan merupakan 70 persen dari jumlah penduduk.
Pemerintahan di daerah-daerah itu akan berada di tangan umat Islam,
dengan tidak melupakan turut sertanya golongan non Islam dalam
pemerintahan dan jumlahnya akan disesuaikan dengan presentase mereka di
tiap-tiap daerah.8
Lebih lanjut dijelaskan bahwa sokongan umat Islam India kepada
Jinnah dan Liga Muslimin bertambah kuat lagi dan ini ternyata hasil dari
pemilihan 1946. Umpamanya di Assam, Liga Muslimin memperoleh 31 dari
34 kursi dan di Sindh 29 dari 34 kursi. Di dewan pusat (Central Assembly)
seluruh kursi yang disediakan untuk golongan Islam, dapat diperoleh melalui
Liga Muslimin. Kedudukan Jinnah dalam perundingan dengan Inggris dan
Partai Kongres Nasional India mengenai masa depan umat Muslim India
bertambah kuat.
Di tahun 1942 Inggris telah mengeluarkan janji akan memberi
kemerdekaan kepada India sesudah Perang Dunia II selesai. Pelaksanaannya
mulai dibicarakan dari tahun 1945, tetapi pembicaraan selalu mengalami
kegagalan. Akhirnya pemerintahan Inggris memutuskan untuk membentuk
pemerintahan sementara yang terdiri atas orang-orang yang ditentukan
Inggris sendiri. Jinnah menentang usaha ini dan pemerintah Inggris
menunjuk Presiden Partai Kongres Nasional India, Pandit Nehru, untuk
menyusun pemerintahan sementara itu. Huru-hara timbul dan Jinnah
diminta supaya turut menyusun pemerintahan sementara itu. Jinnah
menunjuk lima anggota Liga Muslimin untuk turut serta dalam
pemerintahan, tetapi huru-hara tak dapat diatasi.
Dalam pada itu diputuskan untuk mengadakan sidang Dewan
Konstitusi pada bulan Desember 1946, dan Jinnah melihat bahwa dalam
suasana demikian sidang tidak bisa diadakan dan oleh karena itu meminta
supaya ditunda. Permintaannya tidak didengar dan ia mengeluarkan
pernyataan memboikot sidang Dewan Konstitusi. Pemerintah Inggris
PERJUANGAN DAN PENGARUH MUHAMMAD ALI JINNAH
Kontekstualita, Vol. 33, No. 1, 2017 35
merobah sikap dan memutuskan akan menyerahkan kedaulatan pada waktu
lain sebelum Juni 1948.
Setahun kemudian keluarlah putusan Inggris untuk menyerahkan
kedaulatan kepada dua Dewan Konstitusi, satu untuk Pakistan dan satu
untuk India. Pada tanggal 14 Agustus 1947 Dewan Konstitusi Pakistan dibuka
dengan resmi dan keesokan harinya tepatnya tanggal 15 Agustus 1947
Pakistan lahir sebagai negara bagi umat Islam India. Jinnah diangkat menjadi
Gubernur Jendral dan mendapat gelar Quaid-i-Azam (pemimpin besar) dari
rakyat Pakistan.
Reformasi yang dilakukan Muhammad Ali Jinnah meliputi berbagai
bidang kehidupan baik politik, agama, pendidikan, dan sosial budaya.
Tindakan Jinnah ini dapatlah dikatakan sebagai perubahan peradaban
bangsa Pakistan untuk dapat disejajarkan dengan bangsa Eropa. Puncak dari
perjuangan politiknya adalah terbentuknya Republik Islam Pakistan 15
Agustus 1947 dan Jinnah menjadi Gubernur Jendral pertamanya. Dalam
melanjutkan perjuangannya, Jinnah secara tegas menghapuskan
pemberlakuan sistem syari’ah dalam institusi negara Pakistan.
Kenyataan inilah mendorong penulis untuk menyingkap gejala di balik
peran yang dimainkan oleh Muhammad Ali Jinnah tema perjuangan dan
pengaruh Muhammad Ali Jinnah dalam pembentukan negara Pakistan.
Secara eksplisit akan membahas tentang persoalan sejarah sejarah
terbentuknya Pakistan dan pola Perjuangan, pengaruh, serta faktor-faktor
yang mempengaruhi Perjuangan Muhammad Ali Jinnah Dalam Pembentukan
Negara Pakistan.
B. Temuan Penelitian
1. Bentuk-Bentuk Perjuangan Muhammad Ali Jinnah
Jauh sebelum Barat bangkit, Muslim India telah menciptakan pemimpin
spiritual yang terlihat dalam pribadi Syah Waliyullah (1703-1762), sehingga
orang-orang Pakistan menjadikan beliau sebagai sumber inspirasi dan
HAMIDAH
Kontekstualita, Vol. 33, No. 1, 2017 36
pedoman hidup. Tidak hanya itu, gerakan beliau mengilhami para pemimpin
setelahnya9.
Mengingat sejarah pekembangan pembaharuan di India,
pembentukan negara tersendiri bagi umat Islam India, adalah suatu hal yang
sudah semestinya begitu. Setelah jatuhnya kerajaan Mughal, umat Islam yang
sejak semula memang merupakan minoritas di India, sadar bahwa
kedudukan dan wujud mereka senantiasa terancam. Dan inilah yang
dirasakan oleh Ahmad Syahid, Sayid Ahmad Khan, Iqbal dan juga Jinnah.
Di mana, tokoh-tokoh tersebut di atas, sengaja atau tidak, memiliki
peranan masing-masing dalam perwujudan Pakistan. Sayyid Ahmad Khan
dengan idenya pentingnya ilmu pengetahuan, Sayyid Amir Ali dengan idenya
bahwa Islam tidak menentang kemajuan modern, dan Iqbal dengan ide
dinamikanya, amat membantu bagi usaha-usaha Jinnah dalam menggerakkan
ummat Islam India, yang seratus tahun yang lalu masih merupakan
masyarakat yang berada dalam kemunduran, untuk menciptakan negara dan
masyarakat Islam modern di anak benua India
Pada 1906, Jinnah pertama kali memasuki politik dan memutuskan
untuk mengikuti langkah-langkah dari Sir Syed Ahmed Khan. Sir Syed adalah
seorang pemimpin Muslim, yang membuat rakyat India menyadari bahwa
mereka sedang menghancurkan kepercayaan dan kebiasaan dan tradisi
dengan menyita hak-hak mereka. Dengan demikian, partai politik yang
disebut “Kongres India” dibentuk untuk melindungi hak-hak orang India,
berjuang demi kebebasan mereka dan sekali lagi aturan memperoleh tanah
mereka sendiri.10
Perjuangan Muhammad Ali Jinnah dalam pembentukan Pakistan
bukanlah semata-mata untuk mendirikan negara demi mencapai suatu titik
tertinggi dari seorang politisi, akan tetapi perjuangan Jinnah tersebut lebih
difokuskan pada kebebasan, kesejahteraan, dan kenyamanan bagi umat
muslim India, baik dalam kehidupan bermasyarakat, maupun kehidupan
beragama. Dengan adanya negara tersendiri bagi umat muslim India, maka
PERJUANGAN DAN PENGARUH MUHAMMAD ALI JINNAH
Kontekstualita, Vol. 33, No. 1, 2017 37
umat Islam India senantiasa bebas berekspresi dan berdo’a di Masjid selama
yang mereka inginkan tanpa adanya gangguan dan intimidasi dari pihak lain
terutama dari umat Hindu India.
Selain persoalan kebangsaan dan kenegaraan. Jinnah juga membuat
sebuah pemikiran tentang Islam dan Negara. Ia bersama Iqbal berada pada
posisi modernis dan sekularis yang berpandangan dapat mengawinkan Islam
dengan modernisme, al-Maududi justru tidak. Ia menyebut ”modernisme”
sebagai moralitas yang berbeda, yaitu peradaban modern. Lalu ia
mempertanyakan tentang ”modernitas” ini: Apa nilai-nilai yang anda
percayai ini? Apakah anda percaya pada nilai-nilai kehidupan dan standar
moralitas Islami atau percaya pada peradaban modern? ”jika mereka
memilih nilai-nilai yang berbeda itu, ” ini berarti bahwa anda berbeda dan
tidak percaya ideologi Islam itu sendiri. Dalam kasus ini anda harus berani
menyatakan bahwa anda menolak Islam secara keseluruhan. Tidakkah bodoh
orang yang percaya pada Tuhan sementara hukumnya dianggap sebagai bar-
bar? Bagaimanapun, tidak ada orang yang tetap berada di dalam Islam
setelah mempunyai opini tersebut tentang hukum Tuhan.”11
Untuk pertama kali pada Maret 1940, Muhammad Ali Jinnah
meletakkan permintaan Pakistan. Dia mengungkapkan pendapat ribuan umat
Islam yang menginginkan tanah mereka sendiri dan kebebasan. Jinnah
pernah berkata:
“Pembentukan Negara baru telah meletakkan tanggung jawab yang besar pada warga Pakistan. Ini memberikan mereka kesempatan untuk menunjukkan kepada dunia betapa suatu bangsa yang mengandung banyak unsur dapat hidup dalam damai dan persahabatan dan bekerja untuk kemajuan semua warganya terlepas dari kasta atau kepercayaan. Objek kita harus dalam kedamaian dan tanpa perdamaian. Kami ingin hidup damai dan memelihara hubungan yang bersahabat, ramah dengan tetangga dekat, dan dunia pada umumnya.”12
Akan tetapi yang menjadi titik awal bagi Jinnah terjun ke dunia politik
adalah pada saat ia bergabung dengan sayap liberal Kongres Nasional India
(Indian National Congress) pada 1906. (Wilber 1964, hal. 95) Pada 1913 ia
HAMIDAH
Kontekstualita, Vol. 33, No. 1, 2017 38
dibujuk oleh Muhammad Ali dan Wazir Hasan untuk bergabung dengan Liga
Muslim pada saat organisasi politik itu sangat dekat dengan pandangan-
pandangan Kongress. Untuk pertama kalinya Jinnah terpilih menjadi Presiden
Liga Muslim pada 1916. Mulai dari waktu itu sampai akhir hayatnya sejarah
hidup dan perjuangannya banyak berkait dengan Liga Muslimin dan
perjuangan Umat Islam India untuk menciptakan Pakistan. Sebagaimana telah
dijelaskan sebelumnya, kalau Iqbal merupakan pencetus ide Pakistan, maka
Jinnahlah yang memperjuangkannya sehingga Pakistan mempunyai wujud.13
Selain berhasil mewujudkan negara tersendiri bagi umat muslim India,
Jinnah merupakan Perdana Menteri pertama di Pakistan. Membentuk sebuah
organisasi merupakan salah satu bagian dari perjuangan Muhammad Ali
Jinnah. Selain daripada itu, Jinnah adalah Presiden Liga Muslim Pertama. Jinnah
telah berhasil memperjuangkan apa yang seharusnya menjadi hak umat
muslim India, yaitu memiliki bangsa dan negara tersendiri, merasakan
kebebasan, yang mana kebebasan tersebut mutlak di miliki oleh setiap
manusia. Dengan demikian, suatu kewajaran jika masyarakat Pakistan
menghargai atas apa yang telah diperjuangkan oleh Muhammad Ali Jinnah
terhadap negara Pakistan.
2. Pengaruh Muhammad Ali Jinnah Dalam Pembentukan Negara
Pakistan
Sebuah kontroversi sengit di Pakistan tentang apakah Jinnah ingin Pakistan
menjadi negara sekuler atau negara Islam. Terlihat seperti dinyatakan dalam
pidato kebijakan dihadapan para pejabat di lingkungan kementerian
pertahanan pada 11 Agustus 1947 yang pada intinya mengatakan bahwa:
Pakistan hanyalah “alat untuk sebuah tujuan, bukan tujuan itu sendiri.” Idenya adalah bahwa kita semua harus mempunyai sebuah Negara di mana kita dapat hidup dan bernapas sebagai manusia merdeka dan dimana kita dapat membangun menurut cahaya dan budaya kita sendiri dan di mana prinsip-prinsip Islam tentang keadilan sosial dapat dijalankan dengan bebas14.”
PERJUANGAN DAN PENGARUH MUHAMMAD ALI JINNAH
Kontekstualita, Vol. 33, No. 1, 2017 39
Meskipun hal ini mungkin tampaknya menjadi indikasi bahwa Jinnah
menginginkan negara sekuler, ia juga disebut Islam dan prinsip-prinsip
Islam:
Konstitusi Pakistan masih harus dibingkai oleh Majelis Konstituante
Pakistan. Dalam pidatonya Jinnah pada Februari 1948, mengatakan;
“Saya tidak mengetahui akan menjadi seperti apa bentuk terakhir dari konstitusi ini, tetapi saya merasa pasti bahwa itu akan menjadi suatu bagian dari demokratis, dalam mewujudkan prinsip Islam yang utama. Hari ini sebagian dari prinsip itu bisa diterapkan di alam hidup nyata sebagaimana ketika mereka 1,300 tahun yang lalu. Islam dan idealisme nya sudah mengajarkan kita demokrasi. Islam telah mengajar persamaan manusia, keadilan dan fairplay ke semua orang. Kita adalah ahli waris dari tradisi yang agung ini dan secara penuh peka akan kewajiban dan tanggung-jawab kita sebagai pembuat (menyangkut) masa depan konstitusi Pakistan. Setidak-Tidaknya Pakistan adalah tidak ingin menjadi suatu status theocratic untuk dikuasai oleh para imam dengan suatu misi ilahi. Kita mempunyai banyak non-Muslims-Hindus, Christians, dan Parsis-tetapi mereka adalah semua Pakistanis. Mereka akan menikmati hak yang sama dan perlakuan khusus seperti semua warganegara lain;bagian yang syah di dalam negara Pakistan”.
Dari ungkapan-ungkapan Jinnah yang terealisasi melalui pidato-pidato
politiknya, tergambar jelas bahwa tujuan pendirian negara Pakistan tidak
lain adalah semata-mata atas keinginan dan dorongan yang kuat untuk
memisahkan umat Muslim India dari tekanan dan penindasan umat Hindu di
India.
Pemisahan kekuasaan, antara India dan Pakistan pun terjadi bukan
karena faktor kekuasaan semata melainkan karena tidak adanya ruang di
dalam pemerintahan India bagi umat Muslim. Sehingga penindasan dan
tindakan kesewenang-wenangan terhadap ummat Muslim India terus
berlangsung karena umat Muslim di India tidak memiliki posisi sama sekali,
baik dikancah perpolitikan India maupun dalam kehidupan bermasyarakat
dan beragama.
Menurut Grage, ideologi itu tidak sinonim dengan ril politik15. Maka,
mengkonsepsikan suatu negara sebagai negara Islam atau tidak memang
HAMIDAH
Kontekstualita, Vol. 33, No. 1, 2017 40
selalu problematik dan kontroversial. Apalagi jika ukuran negara Islam itu
selalu berdasarkan al-Qur’an dalam pengalaman Islam awal., yang dengan
demikian bersifat ideal. Lalu, secara ril, apakah negara-negara seperti Arab,
Pakistan dan Iran itu negara Islam? Jika negara-negara tersebut dianggap
mewakili bentuk-bentuk Islam, itu benar. Tetapi apakah mereka mewakili
negara Islam? Inilah yang meragukan. Tidak ada seorangpun yang
mengetahui apa sesungguhnya negara Islam itu16.
Untuk kondisi Pakistan, Binder (1961) menyebutkan bahwa kegagalan
penerapan Islam di negara yang didirikan secara ideologis itu disebabkan
oleh:
1) Tidak adanya upaya intelektual yang jelas dan praktis dalam
mengantisipasi masalah pemerintahan menurut Islam sebelum
partisipasi
2) Adanya empat fraksi Muslim (Tradisional, modernis, sekularis, dan
fundamentalis) di Pakistan sejak sebelum Pakistan didirikan
3) Adanya ketidak sepakatan yang serius diantara orang Pakistan tentang
negara Islam.
Dan ketidak sepakatan itu tidak di akhiri kemenangan oleh salah satu
pihak. Di sini terlihat bahwa memang Pakistan didirikan dengan sangat
tergesa-gesa. Islam yang menjadi ideologi sebagai isu utama pemisahan
belum lagi diputuskan secara bersama, bahkan oleh para pemimpin
sekalipun. Sebagai catatan tambahan, selama sembilan tahun pertama, negeri
itu diatur oleh akta pemerintahan India 1935, dengan agak diubah17.
Sementara itu, secara ril politik, dikalangan umat Islam sejak
zamannya Umayyah, telah terjadi sekularisasi politik. Para penguasa
berdasarkan pada keturunan jelas-jelas bukan konsep Islam. Selain itu, dalam
sejarah Islam, muncul pula tiga sekularisasi kesatuan kekuasaan: munculnya
sultan-sultan disamping khalifah, munculnya Bani Umayyah yang terlepas
dari Bani Abbasiyah di Spanyol oleh Abd-al-Rahman al-Dakhil dan
munculnya Bani Fatimiyyah di Afrika Utara. Kondisi sekularisasi kekuasaan
PERJUANGAN DAN PENGARUH MUHAMMAD ALI JINNAH
Kontekstualita, Vol. 33, No. 1, 2017 41
Islam itu ditambah pula dengan munculnya kolonialisasi negeri-negeri
Muslim. Dengan kolonialisasi itu, selain terjadinya perubahan-perubahan
hukum dan institusi kenegaraan, terjadi juga pengkotak-kotakan kelas sosial
dalam masyarakat Muslim, dimana yang terbaratkanlah yang diambil oleh
penguasa kolonial untuk membantu administrasi mereka. Maka, ketika
kemerdekaan muncul, hanya mereka yang terbaratkan itu pulalah yang
mengerti masalah kekuasaan. Tidak heran jika kemudian yang maju sebagai
penguasa baru pasca-kemerdekaan di negeri-negeri Islam kebanyakan
muncul dari kelas ini.
Jinnah adalah sosok kontroversial yang selalu diperdebatkan tentang
keislamannya karena pola dan sistem pemerintahan yang ia jalani bersifat
sekularis. Jinnah lebih cendrung kearah modernis dan sekularis, karena
Jinnah menginginkan suatu negara yang memiliki warga negara yang utuh,
damai dan sejahtera dalam keberagaman yang ada. Jinnah beranggapan
bahwa setiap manusia mempunyai hak untuk mendapat perlakuan yang
sama dalam suatu negara tanpa mempertimbangkan latar belakang
keyakinan mereka satu sama lain.
Meskipun Jinnah terkesan sekularis tetapi Jinnah tetap
mempertahankan corak Pakistan sebagai negara Muslim. Dengan kata lain,
muslim dalam artian Pakistan tetap negara Islam akan tetapi masalah urusan
agama dan negara tidak dapat dicampur-adukkan satu sama lain. Karena,
Jinnah beranggapan bahwa persoalan agama adalah urusan antara individu
dengan Tuhan dan tidak harus diatur di dalam pemerintahan. Pakistan yang
damai, tanpa adanya pertikaian, hidup saling berdampingan, dan rakyat yang
sejahtera adalah impian dari seorang Jinnah, sebaliknya Pakistan yang
beridiologi Islam tetapi masyarakatnya tidak mencerminkan nilai-nilai Islam
bukanlah suatu hal yang diharapkan baik oleh seorang Muhammad Ali Jinnah
itu sendiri maupun rakyat Pakistan pada umumnya.
Meskipun Jinnah merupakan sosok kontroversial, akan tetapi Jinnah
merupakan sosok yang memiliki jasa dalam pendirian Pakistan, yaitu sebuah
HAMIDAH
Kontekstualita, Vol. 33, No. 1, 2017 42
Negara yang didirikan khusus untuk masyarakat Muslim India. Terlepas dari
warisan budaya, tampaknya Muhammad Ali Jinnah meninggalkan warisan
yang secara kontroversial melukiskan figur di dalam sejarah Asia jaman ini.
Dari suatu prespektif nasional Hindu, Jinnah cenderung dilukiskan sebagai
kekuatan yang tak menaruh kasihan dan cerdik bersepakat dengan kesatuan
India untuk menciptakan Negara Republik Islam Pakistan.
Maka ketika adanya seruan kembali kepada Islam awal, seruan yang
berujung pada kesimpulan bahwa Islam itu keimanan dan hukum18, seruan
ini sudah tidak bisa lagi masuk kepada para penguasa negeri-negeri Muslim
yang baru berdiri tersebut. Karena, tidak ada yang merasa penting untuk
kembali pada Islam yang jauh dari tradisi sekularisme yang sudah terlanjur
ada dan menjadi status quo.
Adanya empat kategori Muslim di Pakistan ala Binder nampaknya
fenomena universal di dunia Islam. Para penguasa tetap sekularis, yang
melanggengkan status quo yang terlanjur sekular, para ’ulama tetap
tradisional, yang dalam sejarahnya sering melegitimasi siapapun yang
berkuasa, berarti mereka itu sejalur dengan kaum sekularis; para birokrat
tetap modernis, karena ide mereka bahwa Islam harus sesuai dengan zaman,
dengan demikian mereka adaptid terhadap sekularisme, sambil
menyuarakan nilai-nilai moral universal Islam; dan para aktivis Islam tetap
fundamentalis, dengan tetap menyerukan untuk kembali pada Islam awal,
dalam pengertian yang literal.
Sesungguhnya yang diidam-idamkan oleh kaum fundamentalis adalah
berkuasa, bukan membicarakan kebenaran, karena diskursus tentang
kebenaran Islam (the trully Islam) sudah tidak lagi bergaung. Maka kaum
fundamentalispun membuat partai untuk merebut kekuasaan. Di Pakistan,
Jama’at-i-Islami muncul, tanpa perlu mempertimbangkan secara legalistik
literal apakah partai itu ada atau tidak pada zaman Islam awal. Kemudian, Zia
yang merebut kekuasaan dengan kudeta, secara legal didukung oleh kalangan
fundamentalis (seperti tersebut di atas). Di sini jelas bahwa pertimbangan
PERJUANGAN DAN PENGARUH MUHAMMAD ALI JINNAH
Kontekstualita, Vol. 33, No. 1, 2017 43
apakah sesuatu itu sesuai dengan Islam atau tidak, tidak perlu banyak
diperdebatkan. Dengan kata lain, konsepsi negara Islam itu sendiri apakah
presidensial, parlementer, dan sebagainya seperti yang Jinnah tekuni,
sebetulnya tidak perlu lagi ketika berbicara ril politik. Maka, walaupun niat
kaum fundamentalis adalah ’Islamisasi’, jalan mereka untuk mendapatkan
kekuasaan relatif bersifat duniawi (mundane), yang berarti tidak Islami
(Islam seperti zaman Islam awal).
Jalan yang nampaknya paling memuaskan (sekali lagi perlu dijelaskan
bahwa ”kepuasan” disini berarti secara operasional realistis dan secara
normatif dapat diterima) bagi umat Islam adalah jalan yang dibawakan kaum
modernis. Di Pakistan contoh. Mereka melakukan reinterpretasi Islam
dengan konteks kemodernan. Dengan Iqbal, Asad, Jinnah dan Parwez dapat
dijadikan contoh19. mereka melakukan reinterpretasi Islam dengan konteks
kemodernan. Dengan demikian, Islam tidak nampak usang (absolete), tetapi
tetap aktual. Untuk Pakistan, mereka adalah pihak yang berpemikiran bahwa
Islam adalah pemikiran, ada ruang yang luas, atau dalam bahasa Asad :
minhaj (open road) untuk melakukan ijtihad sesuai dengan tantangan zaman.
Dengan demikian maka dapat di pahami bahwa, begitu besarnya
pengaruh Muhammad Ali Jinnah terhadap negara Pakistan, sehingga apa
yang telah diberlakukan oleh Muhammad Ali Jinnah terhadap negara
Pakistan semasa hidupnya, sampai saat ini masih terus berlangsung.
Terutama masalah konstitusi, yang jelas-jelas dipisahkan oleh Jinnah dari
pengaruh agama, perlakuan yang sama terhadap setiap warga negara,
sehingga sampai saat ini. Warga negara yang mendiami Pakistan tidak hanya
terdiri dari kaum muslim saja akan tetapi juga terdapat non muslim yang
berasal dari suku, agama dan ras yang berbeda.
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perjuangan Muhammad Ali
Jinnah dalam Pembentukan Negara Pakistan
HAMIDAH
Kontekstualita, Vol. 33, No. 1, 2017 44
Dalam mewujudkan negara Pakistan, tentu saja bukan perjuangan yang
mudah bagi seorang Muhammad Ali Jinnah. Mengenai faktor yang
mempengaruhi perjuangan Muhammad Ali Jinnah dalam pembentukan
negara Pakistan, dalam hal ini terdapat beberapa faktor penyebab, yaitu
faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yaitu keinginan untuk
memisahkan diri dari India. Pertama, aspirasi yang ada pada tokoh umat
Islam Pakistan untuk memisahkan diri dari India. Aspirasi ini muncul karena
tokoh-tokoh umat Islam India melihat bahwa umat Islam India tidak bisa
hidup berdampingan dengan umat Hindu di India. Di mana tokoh-tokoh
Islam terutama Sayyid Ahmad Khan berkeyakinan bahwa anggota kasta-
kasta dan pemeluk agama-agama yang berlainan di India tidak bisa disatukan
menjadi satu bangsa, karena tujuan dan cita-cita mereka berlainan satu sama
lain. Kedua, Sikap politik umat Islam terhadap Liga Muslimin. Yang mana,
kemenangan spektakuler Liga Muslim pada pemilihan umum di Punjab pada
1946 (79 dari 86 kursi Muslim dibandingkan dengan pemilihan 1937 di
mana hanya mendapat 2 dari 86 kursi Muslim) tidak dapat dipahami hanya
dalam kerangka karisma yang dimiliki Jinnah. Tidak dapat diabaikan
penggunaan emosi keagamaan oleh ’ulama’ dan para pendukung mereka
pada saat itu. Cara mereka berpesan sederhana saja: mereka memilih Liga
Muslim adalah Muslim, mereka akan masuk surga jika melakukan kebaikan
ini; mereka yang memilih bukan Liga Muslim adalah kafir, mereka akan
masuk neraka. Mereka akan ditolak untuk dikuburkan di pekuburan Muslim.
Sang pemimpin bangsa (Quaid-e-Azam) sadar betul akan penggunaan agama
dalam cara ini oleh Liga Muslim, walaupun pada prinsipnya ia menentang
percampuran agama dengan politik.
Ketiga, Kondisi sosial politik umat Islam India. Dalam hal kehidupan
bermasyarakat, umat Islam India selalu berada dalam tekanan, karena secara
sosial umat Islam India itu berada dalam strata kelas dua dalam masyarakat
India. Hal tersebut akan berlangsung secara terus-menerus jika umat Islam
masih tetap bernaung di bawah satu payung dengan umat Hindu yaitu India.
PERJUANGAN DAN PENGARUH MUHAMMAD ALI JINNAH
Kontekstualita, Vol. 33, No. 1, 2017 45
Meskipun umat Islam India dan umat Hindu India hidup
berdampingan akan tetapi pada hakikatnya umat Islam dan umat Hindu India
tidak dapat disatukan, karena baik Al qur’an maupun ajaran umat Hindu
sama-sama melarang perkawinan campuran. Selain itu, secara sosial antara
umat Hindu dan umat Islam India terdapat begitu banyak perbedaan yang
tidak bisa disatukan. Hindu menyembah banyak Tuhan, muslim hanya satu.
Hinduisme menetapkan sistem kasta yang rigid, Islam memproklamirkan
persaudaraan dan persamaan. Bahasa klasik Hindu adalah Sanskerta,
sementara umat Islam bahasa Arab dan Persia (dengan pengaruh bahasa
Turki, kedua bahasa klasik tersebut menjadi bahasa Urdu).
Begitu juga Islam, seperti halnya Hindu, bukan hanya agama.
Keduanya adalah tata aturan yang sangat mempengaruhi segala macam
kehidupan. Semua itu memperparah ketidak cocokkan di anatara mereka.
Orang Hindu menyembah sapi, umat Islam memakannya. Suatu perbedaan
yang selalu menimbulkan kerusuhan diberbagai tempat setiap saat. Seperti
yang dikatakan oleh Pendiri Pakistan (Quaid-i-Azam), sikap-sikap muslim
tidak hanya berbeda, tetapi bertentangan dengan Hindu. Sejarah dan
pahlawannya: seni arsitektur, dan musiknya, nama-nama, pakaian, makanan
dan humor-humornya; sikap mereka terhadap wanita dan anak-anak,
kebersihan, penguburan dan kremasi, perkawinan dan pendidikan;
semuanya berbeda secara diametral20.
Sejarah menunjukkan perbedaan-perbedaan tersebut. Umat Islam
bernostalgia tentang masa lalu. India tidak pernah begitu kuat dan makmur
atau begitu terkenal di seluruh dunia seperti pada masa Mughal.
Kegemilangan pada masa itu nampak lebih kentara bila dibandingkan dengan
periode panjang keruntuhan yang mengikutinya. Dengan jatuhnya imperium
Mughal dan munculnya pemerintahan Inggris, umat Islam tidak lagi menjadi
kelas yang memerintah (rulling class). Bahkan dalam pegawai negeri
rendahan pun umat Islam berada di bawah orang-orang Hindu yang lebih
terorganisasikan.21
HAMIDAH
Kontekstualita, Vol. 33, No. 1, 2017 46
Sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi perjuangan
Muhammad Ali Jinnah terhadap negara Pakistan adalah: Pertama,
disebabkan oleh sikap politik umat Hindu dan Partai Kongres terhadap umat
Islam India. Perbedaan faham dan tujuan yang berbeda antara tokoh-tokoh
muslim dan Hindu menyebabkan sering terjadi ketidak sepahaman dalam
pengambilan suatu keputusan. Selain itu, umat Hindu dan Partai Kongres
merasa bahwa anggota-anggota mereka lebih layak dan mampu untuk
memegang posisi kementerian dibandingkan dengan umat Islam. Hal
tersebut terbukti ketika Nehru mengatakan bahwa kekuatan politik yang ada
di India hanya ada Partai Kongres dan Pemerintahan Inggris. Artinya
keberadaan umat dalam kancah perpolitikan tidak pernah direspon dan
dianggap oleh Partai Kongres. Sehingga umat muslim akan selalu berada
pada level paling bawah dalam urusan politik dan pemerintahan. Kalaupun
ada umat muslim yang berperan maka umat muslim tersebut adalah yang
pro terhadap pemerintahan Inggris dan itupun hanya sedikit sekali.
Sayyid Ahamd Khan pernah mengatakan bahwa, umat Islam India
harus mempunyai negara tersendiri. Bersatu dengan umat Hindu dalam satu
negara akan membuat minoritas Islam yang rendah kemajuannya, akan
lenyap dalam mayoritas Hindu yang lebih tinggi kemajuannya22.
Selain beberapa hal tersebut di atas, yang menjadi pemicu umat
muslim India untuk membentuk negara tersendiri karena tidak adanya
kesepahaman antara tokoh-tokoh muslim dengan tokoh-tokoh umat Hindu
India dalam mencapai India merdeka. Sehingga tidak heran jika yang terjadi
bukanlah India yang utuh dan merdeka akan tetapi terpecah menjadi dua
negara yang terpisa, yaitu India dan Pakistan.
Sedangkan faktor eksternal yang kedua adalah adanya wilayah untuk
pembentukan negara. Di mana wilayah tersebut adalah wilayah-wilayah yang
didiami oleh mayoritas muslim. Tidak heran jika pembentukan negara
Pakistan berawal dari ide Sayyid Ahmad Khan yang juga dicita-citakan oleh
Iqbal yaitu penyatuan antara wilayah-wilayah yang didiami oleh mayoritas
PERJUANGAN DAN PENGARUH MUHAMMAD ALI JINNAH
Kontekstualita, Vol. 33, No. 1, 2017 47
muslim menjadi suatu negara yang utuh di mana umat Islam bisa merasakan
ketenangan, kedamaian, dan luput dari intimidasi umat Hindu di India.
Pakistan itu sendiri terdiri dari: Punjab, Afghan, Khasmir, Sindh, dan
Balukhistan. Di mana, di setiap wilayah tersebut umat muslim merasakan
diskriminasi terhadap umat Hindu di India.
Dengan adanya wilayah yang dapat memberi ruang dan juga peluang
bagi umat muslim India, maka cita-cita dan keinginan Jinnah untuk
menciptakan negara tersendiri bagi umat muslim dapat terlaksana meskipun
tidak sedikit halangan dan rintengan, baik yang dihadapi oleh Jinnah maupun
oleh umat muslim India yang menginginkan tanah air sendiri bagi umat
Islam.
Semenjak itu Muslim India lebih memusatkan perhatian pada posisi
mereka setelah India merdeka. Partai Kongres yang didominasi Hindu betul-
betul akan menjadi partai yang berkuasa ketika India merdeka. Dan itu tidak
bisa dihindarkan. Maka ketika prospek kemerdekaan akan menjadi
kenyataan, Muslim India, dipimpin oleh Muhammad Ali Jinnah dan Liga
Muslim tidak menemukan jalan untuk terus-menerus berada bersama-sama
Hindu dalam satu negara. Sementara itu para pemimpin India, terutama yang
beragama Hindu, sangat menentang gagasan pemisahan, karena mereka
berpandangan bahwa hal itu tidak hanya akan dapat membawa pada
kekacauan infrastruktur yang kompleks, administrasi dan sebagainya, yang
merupakan peninggalan Inggris yang berharga, tetapi juga berarti akan
adanya pengurangan luas wilayah dan jumlah penduduk, yang dengan
demikian, berarti pengurangan kekuasaan, dan juga pengurangan kekuasaan
pribadi mereka23.
Secara ekonomis, Muslim di India pada saat itu dalam keadaan lemah
dibandingkan dengan Hindu. Patriotisme Pakistan, selain oleh aspirasi Islam,
dimotivasi juga oleh prustasi ekonomi borjuis Muslim yang selalu di bawah
”imperialisme” Hindu24.
HAMIDAH
Kontekstualita, Vol. 33, No. 1, 2017 48
Semua faktor di atas, kultur, teritorial, kekuasan, dan ekonomi
menjadi kontribusi bagi pertentangan Hindu-Muslim yang mendasar, yang
membuat Mountbatten (Gubernur Jendral Inggris atau Viceroy di India saat
itu) merekomendasikan pemisahan25. Maka Indiapun terbagi dua; India dan
Pakistan. Berbeda dengan India, sebuah negara sekuler, walaupun mayoritas
beragama Hindu, namun tidak berdasarkan agama Hindu; Pakistan dibangun
atas dasar aspirasi keagamaan, yaitu untuk menyediakan tempat tinggal bagi
Muslim di anak benua India. Dasarnya betul-betul Islam.
Jinnah lebih cendrung kearah modernis dan sekularis, akan tetapi
Jinnah tetap menginginkan suatu negara yang memiliki warga negara yang
utuh, damai dan sejahtera dalam keberagaman yang ada, karena Jinnah
beranggapan bahwa setiap manusia mempunyai hak untuk mendapat
perlakuan yang sama dalam suatu negara tanpa mempertimbangkan latar
belakang keyakinan mereka satu sama lain.
Meskipun Jinnah terkesan sekularis tetapi Jinnah tetap
mempertahankan corak Pakistan sebagai negara Muslim. Dengan kata lain,
muslim dalam artian Pakistan tetap negara Islam akan tetapi masalah urusan
agama dan negara tidak dapat dicampur adukkan satu sama lain. Karena,
Jinnah beranggapan bahwa persoalan agama adalah urusan antara individu
dengan Tuhan dan tidak harus di atur di dalam pemerintahan. Pakistan yang
damai, tanpa adanya pertikaian, hidup saling berdampingan, dan rakyat yang
sejahtera adalah impian dari seorang Jinnah, sebaliknya Pakistan yang
beridiologi Islam tetapi masyarakatnya tidak mencerminkan nilai-nilai Islam
bukanlah suatu hal yang diharapkan baik oleh seorang Muhammad Ali Jinnah
itu sendiri maupun rakyat Pakistan pada umumnya.
C. Penutup
Berdasarkan temuan dan analisis yang dilakukan, dapat konklusikan bahwa
Muhammad Ali Jinnah adalah seorang tokoh Pakistan yang fenomenal dan
berkuasa sebagai pemimpin Pakistan selama kurang lebih satu tahun
PERJUANGAN DAN PENGARUH MUHAMMAD ALI JINNAH
Kontekstualita, Vol. 33, No. 1, 2017 49
sebelum kemudian ia meninggal dunia. Muhammad Ali Jinnah adalah tokoh
pendiri Pakistan yang diberi gelar Quaid-i-Azam (Pemimpin Besar), yang
ingin menyelamatkan umat muslim India dari tekanan dan intimidasi umat
Hindu di India, dengan mendirikan negara tersendiri bagi umat muslim India
yaitu Pakistan. Kepeloporan Ali Jinnah dan sejarah terbentuknya Pakistan
tentu tidak dapat dilepaskan dari peran Sayyid Ahmad Khan dan Muhammad
Iqbal. Di mana konsep tentang pendirian Pakistan pada awalnya telah
dirancang dan dipikirkan terlebih dahulu oleh Sayyid Ahmad Khan meskipun
belum begitu jelas tentang konsep akan seperti apa negara baru tersebut.
Baru kemudian di tangan Iqbal konsep tentang Pakistan baru muncul. Yang
pada akhirnya negara baru bagi umat muslim India tersebut dapat terwujud
di tangan Muhammad Ali Jinnah.
Dalam mewujudkan cita-citanya untuk mendirikan negara tersendiri
bagi umat muslim India, Muhammad Ali Jinnah memulai karirnya di dunia
politik dengan bergabung di dalam Liga Muslimin, yang mana sampai akhir
hayatnya ia banyak menghabiskan waktunya di dalam Liga Muslimin.
Pengaruh dari perjuangan Muhammad Ali Jinnah dalam pembentukan negara
Pakistan yaitu: 1. Membentuk Pakistan menjadi negara demokratis modern.
2. Negara demokratis modern yang ada di Barat menjadi contoh bagi
ketatanegaraan Muhammad Ali Jinnah. 3. Ingin mengembangkan sistem
pemerintahan Pakistan seperti yang ada di Barat (Dewan Perwakilan Rakyat,
Yudikatif, Eksekutif, dan Legislatif). Yang mana pemisahan antara agama dan
negara tetap menjadi corak pemerintahan Muhammad Ali Jinnah. 4) Telah
mengembangkan demokratis Pakistan. Meskipun Muhammad Ali Jinnah
cendrung menjalankan sistem pemerintahan yang sekuler yang di kecam
oleh sebagian umat muslim Pakistan pada khususnya dan negara-negara
Islam pada umumnya, akan tetapi Jinnah juga berhak mendapatkan
penghargaan atas usahanya dalam memperjuangkan negara tersendiri bagi
umat muslim India yaitu Pakistan.
HAMIDAH
Kontekstualita, Vol. 33, No. 1, 2017 50
Catatan:
1 Arif, Hussain. 1966, Pakistan: Its Ideologi and Foreighn Policy, London:
Frank Cass & Co. Ltd, hal. 62 2 Harun, Keadilan dan Toleransi Dalam Al-Qur'an, Jakarta, Iqra Insan Press,
2004, hal. 29 3 Siddiqi, Aslam, Pakistan Seeks Security, Pakistan: Longmans, 1960, hal. 6 4 Ahmad, Aziz, Islamic Modernism in India and Pakistan, London: Oxford
University Press, 1967, hal. 162 5 Harun, Keadilan dan Toleransi Dalam Al-Qur'an, Jakarta, Iqra Insan Press,
2004, hal, 195 7Harun, Op.cit, hal, 197 8 Harun, Op.cit, hal. 198 9 Esposito, 1987, hal. xi 10 Official website, Government of Pakistan. ”Early Days: Birth and Schooling) 11 Al-Maududi, Abul A’la, Political Theory of Islam, Terjemahan H. Adnan
Syamni, Jakarta, Media Dakwah, 1985, hal. 67 12 Official Website, Government of Pakistan”The statesman: Quaid-i-Azam’s
fourteen points” Retrieved on 2006-04-20 13 Ahmad, Aziz, Islamic Modernism in India and Pakistan, London: Oxford
University Press, 1967, hal. 164 14 Afzal Iqbal, Islamisation of Pakistan, Lahore: Vanguard Books Ltd, 1986,
hal. 36 15 Torben Grage, ideologi and politics, hal. 149 16 Vatikiotis 1987, hal. 30 17 Ensyclopedia of Islam, second edition, Vol III, hal. 565 18 Vatikiotis, P. J., , Islam and The State, London: Routledge, 1987, hal. 72 19 Aziz Ahmad, Op.cit, hal. 155-156 20 Stephens, Ian, Pakistan, Pakistan, London : Ernest Ben Limited, second
edition, 1964, hal. 29 21 Iqbal, Op.cit., hal. 19 22 Nasution, Op.cit, hal. 173 23 David Loshak, Pakistan Crisis, London: Heineman, 1971, hal. 4 24 Ibid 25 Weekes, Richard V, Pakistan: Birth and Growth of a Muslim Nation,
Princeton: D Van Nonstrand Company, 1964, hal. 90
PERJUANGAN DAN PENGARUH MUHAMMAD ALI JINNAH
Kontekstualita, Vol. 33, No. 1, 2017 51
DAFTAR PUSTAKA Abou El, Khaled, Cita dan Fakta Toleransi Islam (Puritanisme Versus Pluralisme), Bandung, Mizan, 2003
Ahmad, Aziz, Islamic Modernism in India and Pakistan, London: Oxford University Press, 1967
Ali, Mukti, Alam Pikiran Islam Modern: Di India dan Pakistan, Bandung, Penerbit Mizan, 1993
Amal, Adnan Taufik, Islam dan Tantangan Modernitas: Studi atas Pemikiran Hukum Fazlur Rahman, Bandung, Mizan, 1993
Apriana, Konsep Negara Islam Muhammad Iqbal, Studi atas Pemikiran dan Kontribusinya Terhadap Pembentukan Negara Islam, Tesis, Palembang, IAIN Raden Fatah Press, 2008
Asad, Muhammad, The Principles of State and Government in Islam, edisi pertama oleh University of California Press, Kuala Lumpur: Islamic Book Trust, 2000.
Asad, Muhammad, This Law of Ours and Other Essays, edisi pertama oleh Dar Al-Andalus Limited, Gibraltar, Kuala Lumpur: Islamic Book Trust, 2000
Azra, Azyumardi, Pergolakan Politik Islam: Dari Fundamentalisme, Modernisme Hingga Post-Modernisme, Jakarta, Paramadina, 1996.
Bakhtiar, Amtsal, dkk, Mimbar Agama dan Budaya, Vol. XVII. No. 1, Jakarta, IAIN Syarif Hidayatullah, 2000
Benediet, Mitologi dan Toleransi Orang Jawa, Yogyakarta, Bentang Budaya, 2003
Binder, Leonard, Religion and Politics in Pakistan, Barkeley dan Los Angeles: University of California Press, 1961
Cranston, Maurice dan Peter Mair (eds), , Ideologi and Politics, Alphen aan den Rijn: Sijthoff: European University Institute, 1980
Departemen Agama Republik Indonesia, Ensiklopedi Islam di Indonesia, Jakarta: Ditjen Pembinaan dan Kelembagaan Agama Islam, 1993
Douzinas, Coustas, and Ronnie Worrington, With Shaun McVeigh, Postmodern Jurisprudence: The Law of Text in The Texts of Law, London: Rouledge, 1991
J. Brill, , Encyclopedia of Islam, second edition, Leiden, 1968 Fautanu, Idzan, Konsep Negara Islam Muhammad Asad, Studi atas
Pemikiran dan Kontribusinya Terhadap Pakistan, Disertasi, Palembang, IAIN Raden Fatah Press, 2007
Gottschalk, Understanding History A Primary Of Historical Method, New York, lfred dan Knop, 1956
Gokalp, Ziya, Turkis Nationalism an Western Civilization, London : George Allen and Unwin, J, Trans Niyazi Berkes, 1959
Gokalp, Ziya, The Principle Of Turkism, Leiden, E. J / Brill., 1959
HAMIDAH
Kontekstualita, Vol. 33, No. 1, 2017 52
Harun, Keadilan dan Toleransi Dalam Al-Qur'an, Jakarta, Iqra Insan Press, 2004
Hussain, Arif, Pakistan: Its Ideologi and Foreighn Policy, London: Frank Cass & Co. Ltd, 1966
Iqbal, Afzal, Islamisation of Pakistan, Lahore: Vanguard Books Ltd, 1986
Iqbal, Muhammad, Reconstruction of Religious Thought in Islam, edisi pertama, London, edisi ini New Delhi: Kitab Bhavan, 1981
J. Rosenthal, Islam in The Modern National State, Canbridge University Press, 1965
Jainuri, Syafiq, Islam Dan Modernisme (Di ambil dari Maryam Jameelah: Islam and Modernisme), Surabaya, Penerbit Usaha Nasional, 1981
Kartodirdjo, Sartono, Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi Sejarah, Jakarta, Gramedia, 1993
Khurshid, Ahmad, Islam Lawan Fanatisme dan Toleransi, Jakarta, Tinta Mas, 1968
______________, Menjawab Tuduhan Barat Ketidaktoleransian, Fanatisme, dan Hak Azazi Manusia, Surabaya, Pustaka Progressif, 1993
Kontowijoyo, Metodologi Sejarah, Yogyakarta, Tiara Wicana, 1994 Lewis, Bernard, The Emergence Of Modern Turkey, London, Oxford,
University Press, 1965 Lewis, Bernard, The Political Language Of Islam (Bahasa Politik Islam),
Terjemahan, Jakarta, Gramedia, 1994 Loshak, David, Pakistan Crisis, London: Heineman, 1971 Lubis, Ridwan, Cetak Biru Peran Agama (Merajut Kerukunan,
Kesetaraan Gender, dan Demokratisasi Dalam Masyarakat Multikultural) Jakarta, Puslitbang Kehidupan Beragama, 2005
Lorens, Bagus, Kamus Filsafat, Jakarta, PT Gramedia Pustaka Utama, 1996
Al-Maududi, Abul A’la, The Islamic Law and Constitution, Khursid Ahmad (tr) Lahore: Islamic Publication, edisi ke-4, 1969
Al-Maududi, Abul A’la, Political Theory of Islam, Terjemahan H. Adnan Syamni, Jakarta, Media Dakwah, 1985
Ma’arif, Syafi’i, Ahmad, Islam dan Masalah Kenegaraan: Studi Tentang Percaturan Dalam Konstituante, Jakarta, LP3ES, 1985
Madjid Nurcholish, Agama dan Negara Dalam Islam; Tela’ah terhadap Fiqh Siyasi Sunni, Dalam Budi Munawar Rahmah : Kontektualisasi Doktrin Islam Dalam Sejarah, Jakarta, Paramadina, 1994
Miles, Matthew B dan Huberman A Michael, Analisis Data Kualitatif, Jakarta, UI-Press, 1992
Mustafa, Yaqub, Kerukunan Umat (Dalam Perspektif Al-Qur'an dan hadits), Jakarta, Pustaka Firdaus, 2000
PERJUANGAN DAN PENGARUH MUHAMMAD ALI JINNAH
Kontekstualita, Vol. 33, No. 1, 2017 53
Pipes, Daniel, In The Path Of God : Islam and Political Power, New York, Basic Books, 1983
Plamenatz, John, Ideologi, London ; Pall Mall Press, 1970 Pomeau, Rene', Traktat Toleransi, ter. Buku Traite Sur La Tolerance,
Yogyakarta, PT LkiS Pelangi Aksara, 2004 Qadim Zalum, Abdul, Kalfa Hudimotil Khilafah (Malapetaka Runtuhnya
Khilafah), Terjemahan, Jakarta, Al Azhar Press, 2007 Rehman, Inamur, Public Opinion and Political Development in Pakistan,
Karachi ; Oxford University Press, 1982. Rosenthal, Erwin I. J, Islam in The Modern State, Cambridge :
Cambridge University Press, 1965 Shamloo (peny), Speeches and Statements of Iqbal, Lahore: Al-Manar
Academy, second edition, 1948. Siddiqi, Aslam, Pakistan Seeks Security, Pakistan: Longmans, 1960 Siddiqi, Mazheruddin, Modern Reformist Thought in The Muslim World,
New Delhi-India: Chitli Qabar, 1993 Sherwani, Khan Haroon, Islam Tentang Administrasi Negara, Jakarta,
Tintamas, 1964 Sjadzali, Munawir, Islam dan Tatanegara: Ajaran, Sejarah, dan
Pemikiran, Jakarta, UI Press, 1994 Stephens, Ian, Pakistan, Pakistan, London : Ernest Ben Limited, second
edition, 1964 Tarki Sabiq, Dhabith, Ar – Rajul Ash – Shanam, Kemal Attaturk :
Pengusung Sekularisme dan Penghancur Khilafah Islamiyah, diterjemahkan oleh Abdullah Abdurrahman Ja’far Sadiq, Jakarta, Senayan Publishing, 2008
Vatikiotis, P. J., , Islam and The State, London: Routledge, 1987 Weekes, Richard V, Pakistan: Birth and Growth of a Muslim Nation,
Princeton: D Van Nonstrand Company, 1964 Williams, L. P. Rushbrook, , The State of Pakistan, London: Faber and
faber, 1962 Yunan M, Toleransi, Singapura, Alharamain, PTE LTD, 1981