PERANAN MAMMALIAN CELL ENTRY PROTEIN 1A (Mce1A) …
Transcript of PERANAN MAMMALIAN CELL ENTRY PROTEIN 1A (Mce1A) …
PERANAN MAMMALIAN CELL ENTRY PROTEIN 1A (Mce1A) PADA AKTIVITAS INVASI BAKTERI Escherichia coli strain
UT4400tb/pMK100 KE DALAM SEL EPITEL PARU
THE ROLE OF MAMMALIAN CELL ENTRY PROTEIN 1A
(Mce1A) IN THE INVASION ACTIVITY OF Escherichia coli UT4400tb/pMK100 INTO PULMONARY EPITHELIAL CELLS
ANDINI FEBRIYANDA P1506216006
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR 2018
ii
PERANAN MAMMALIAN CELL ENTRY PROTEIN 1A (Mce1A)
PADA AKTIVITAS INVASI BAKTERI Escherichia coli strain
UT4400tb/pMK100 KE DALAM SEL EPITEL PARU
Tesis
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Magister
Program Studi
Biomedik
Disusun dan diajukan oleh
ANDINI FEBRIYANDA
Kepada
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018
iii
iv
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Andini Febriyanda
Nomor Pokok : P1506216006
Program Studi : Ilmu Biomedik
Konsentrasi : Mikrobiologi
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang saya tulis ini benar-benar
merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan
tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila di kemudian hari terbukti atau
dapat dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan tesis ini hasil karya orang
lain, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.
Makassar, November 2018
Yang menyatakan,
Andini Febriyanda
v
PRAKATA
Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat,
taufik, dan hidayah-Nya sehingga tesis berjudul “Peranan Mammalian Cell
Entry Protein 1A (Mce1A) pada Aktivitas Invasi Bakteri Escherichia coli
strain UT4400tb/pMK100 ke dalam Sel Epitel Paru“ ini dapat diselesaikan
dengan baik. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada
Rasulullah Muhammad SAW, nabi yang telah mengantarkan manusia ke
jalan kebenaran.
Penulis menyadari bahwa keberhasilan penulisan tesis ini tidak lepas
dari bimbingan, arahan, dan bantuan dari berbagai pihak, baik berupa pikiran,
motivasi, tenaga, maupun doa. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Prof. dr. Muh. Nasrum Massi, Ph.D selaku ketua komisi
penasihat/pembimbing utama/ketua tim penilai dan dr. Rizalinda Sjahril,
M. Sc., Ph. D selaku anggota komisi penasihat/sekretaris pembimbing
yang memberikan bimbingan dan arahan dalam proses pembuatan tesis
ini.
2. Dr. dr. Irfan Idris, M. Kes, dr. Irawati Djaharuddin, Sp. P(K), dan Dr. dr. A.
Mardiah Tahir, Sp.OG. (K) selaku anggota tim penilai yang memberikan
kritik dan saran yang membangun guna perbaikan tesis ini.
3. Dr. dr. Ilhamjaya Patellongi, M.Kes selaku dosen yang membimbing
terkhusus pada bidang metode penelitian dan statistik.
4. Abdul Chairi Husman, A.Md., suami dan teman hidup yang senantiasa
menyemangati dan dengan penuh kesabaran memaklumi kondisi penulis
selama melanjutkan pendidikan pascasarjana dan penelitian selama di
Jepang.
vi
5. drg. H. Joko Erianggo dan drg. Hj. Elizar Fatmi, orang tua penulis serta
Drs. Sulaeman, MM dan Husnah N, S.Pd., atas doa dan motivasi yang
senantiasa diberikan kepada penulis.
6. Teman-teman mahasiswa angkatan 2016 Konsentrasi Mikrobiologi
Program Studi Biomedik Sekolah Pascasarjana Universitas Hasanuddin,
atas bantuannya selama perkuliahan hingga penyusunan tesis.
7. Last but not least, the author would like to express gratitude to Prof.
Takao Fujimura, Ph.D, as a mentor who has provide valuable lessons and
experiences while the author was in Kitasato University, Japan and all the
members of Mce1A mycobaterium project team.
8. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, atas
keikhlasan bantuan, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.
Semoga Allah SWT membalas kebaikan mereka semua. Semoga tesis
ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak, terutama dalam
pengembangan ilmu kesehatan. Amin.
Makassar, November 2018
Andini Febriyanda
vii
ABSTRAK
ANDINI FEBRIYANDA. Peranan Mammalian Cell Entry Protein 1A (Mce1A)
pada Aktivitas Invasi Bakteri Escherichia coli strain UT4400tb/pMK100 ke dalam Sel Epitel Paru (Dibimbing oleh Muhammad Nasrum Massi dan Rizalinda Sjahril)
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peranan protein Mce1A pada aktivitas invasi bakteri E. coli strain UT4400tb/pMK100 ke dalam sel epitel paru.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yang menggunakan bakteri E. coli rekombinan, UT4400tb/pMK100, yang berasal dari strain UT4400 sebagai host dari plasmid pMK90, sedangkan sel epitel paru yang digunakan adalah galur sel A549. Metode yang digunakan adalah uji proteksi gentamisin untuk mengamati jumlah koloni bakteri yang menginvasi sel epitel paru. Protein Mce1A yang diekspresikan pada permukaan E. coli rekombinan diamati melalui gambaran mikroskop imunofluoresens. Aktivitas invasi E. coli strain UT4400tb/pMK100 ke dalam sel A549 diamati menggunakan uji proteksi gentamisin kemudian dikonfirmasi melalui gambaran mikroskop elektron transmisi. Aktivitas invasi bakteri kemudian dihambat menggunakan antibodi anti-Mce1A kemudian jumlah koloni bakteri diamati menggunakan metode uji proteksi gentamisin.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa keberadaan protein Mce1A yang diekspresikan pada permukaan sel E. coli strain UT4400tb/pMK100 dapat dikonfirmasi dengan menggunakan gambaran dari mikroskop fluoresens. Protein Mce1A memediasi aktivitas invasi bakteri E. coli strain UT4400tb/pMK100 ke dalam sel epitel paru dibuktikan dengan persentase inokulum yang mencapai 2,6% dan didukung dengan gambaran mikroskop elektron yang menunjukkan adanya basil intraseluler pada sitoplasma sel epitel paru. Kemampuan protein Mce1A dalam memediasi aktivitas invasi E. coli strain UT4400tb/pMK100 ke dalam sel epitel paru dapat dihambat menggunakan antibodi anti-Mce1A terbukti dengan turunnya persentase inokulum menjadi sekitar 0,16%. Kata Kunci : tuberkulosis paru, Mycobacterium tuberculosis, Escherichia coli nonpatogenik, protein mce1A
viii
ABSTRACT
ANDINI FEBRIYANDA. The Role Of Mammalian Cell Entry Protein 1A
(Mce1A) in the Invasion Activity of Escherichia coli UT4400tb/pMK100 into Pulmonary Epithelial Cells (Supervised by Muhammad Nasrum Massi and Rizalinda Sjahril).
This study aimed to determine the role of Mce1A protein in the invasion activity of E. coli strain UT4400tb/pMK100 into pulmonary epithelial cells.
The study was an experimental study using the recombinant E. coli bacteria, UT4400tb/pMK100, which originated from the 4400 strain as the host of pMK90 plasmid, while the lung epithelial cells used were A549 cell lines. The method used was the gentamicin protection assay in order to calculate the number of bacteria that invade lung epithelial cells. The Mce1A protein expressed on the surface of recombinant E. coli was observed through immunofluororescence microscope image. The invasion activity of E. coli strain UT4400tb/pMK100 was observed using gentamicin protection assay method and then confirmed by the transmission electron microscope. The bacterial invasion activity was inhibited using anti-Mce1A antibody then the number of bacterial colonies was observed using gentamicin protection assay method.
The study results indicated that the presence of the Mce1A protein expressed on the surface of the E. coli strain UT4400tb/pMK100 can be confirmed using images from immunofluorescence microscope. The Mce1A protein mediates invasion activities of E. coli strain UT4400tb/pMK100 into pulmonary epithelial cells as evidenced by the percentage of inoculums reaching 2,6% and supported by images of electron microscopy showing intracellular bacili in the cytoplasm of pulmonary epithelial cells. The ability of the Mce1A protein in mediating invasion of E. coli strain UT4400tb/pMK100 into pulmonary epithelial cells can be inhibited using anti-Mce1A antibody as evidnced by decrease in the percentage of inoculum to around 0.16%.
Keywords : pulmonary tuberculosis, Mycobacterium tuberculosis, nonpathogenic Escherichia coli, mce1A protein
ix
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Judul ........................................................................................ i
Lembar Pengesahan ............................................................................... iii
Pernyataan Keaslian Tesis ..................................................................... iv
Prakata.................................................................................................... v
Abstrak .................................................................................................... vii
Abstract ................................................................................................... viii
Daftar Isi.................................................................................................. ix
Daftar Tabel ............................................................................................ xi
Daftar Gambar ........................................................................................ xii
Daftar Lampiran ...................................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................... 1
A. Latar Belakang ..................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................... 3
C. Tujuan Penelitian ................................................................. 3
D. Hipotesis .............................................................................. 4
E. Manfaat Penelitian ............................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................... 6
A. Tuberkulosis Paru ................................................................ 6
B. Mycobacterium tuberculosis ................................................. 16
C. Mammalian Cell Entry Protein 1A ........................................ 23
D. Kerangka Teori ..................................................................... 27
E. Kerangka Konsep ................................................................. 28
F. Definisi Operasional ............................................................. 28
x
BAB III METODE PENELITIAN ............................................................. 29
A. Jenis dan Rancangan Penelitian .......................................... 29
B. Waktu dan Lokasi Penelitian ................................................ 29
C. Variabel Penelitian ............................................................... 29
D. Objek Penelitian ................................................................... 30
E. Alat dan Bahan ...................................................................... 30
F. Prosedur Penelitian .............................................................. 31
G. Alur Penelitian ...................................................................... 38
H Pengolahan dan Analisis Data ............................................. 39
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................... 40
A. Hasil ..................................................................................... 40
B. Pembahasan ........................................................................ 47
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...................................................... 50
A. Kesimpulan .......................................................................... 50
B. Saran.................................................................................... 50
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 52
LAMPIRAN.............................................................................................. 54
xi
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Jumlah Koloni Bakteri yang Menginvasi Sel Epitel Paru Berdasarkan Lama Waktu Inkubasi ........................................ 54
Tabel 2. Nilai Persentase Inokulum Bakteri yang Menginvasi Sel Epitel Paru Setelah Pemberian Antibodi Anti-Mce1A ....................... 55
xii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Patogenesis Tuberkulosis Paru. ................................................ 2
Gambar 2. Alur Diagnosis TB Paru. ............................................................ 2
Gambar 3. Mycobacterium tuberculosis pada pewarnaan Ziehl-Neelsen .. 2
Gambar 4. Genom Mycobacterium tuberculosis H37Rv.............................. 2
Gambar 5. Struktur susunan operon Mammalian Cell Entry (Mce) pada
Mycobacterium tuberculosis. ..................................................... 2
Gambar 6. Fragmen InvX ............................................................................ 2
Gambar 7. Kerangka Teori .......................................................................... 2
Gambar 8. Kerangka Konsep ...................................................................... 2
Gambar 9. Alur Penelitian. .......................................................................... 2
Gambar 10. Gambaran pewarnaan imunofluoresens indirek bakteri E. coli
strain (A) UT4400tb/pMK100, dan (B) UT4400.......................... 2
Gambar 11. Perbandingan jumlah koloni bakteri yang menginvasi sel epitel
paru berdasarkan lama waktu inkubasi. .................................... 2
Gambar 12. Perbandingan persentase inokulum bakteri yang menginvasi sel
epitel paru selama masa inkubasi inokulum 180 menit.. ........... 2
Gambar 13. Gambaran Mikroskopik Elektron Transmisi sel A549 setelah
diinfeksikan E. coli strain (A) UT4400tb/pMK100, dan (B)
UT4400 selama 3 jam.. ............................................................. 2
Gambar 14. Perbandingan persentase inokulum bakteri yang menginvasi sel
epitel paru setelah pemberian antibodi anti-Mce1A.. ................. 2
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Jumlah Koloni Bakteri yang Menginvasi Sel Epitel Paru
Berdasarkan Lama Waktu Inkubasi ..................................... ... 54
Lampiran 2. Nilai Persentase Inokulum Bakteri yang Menginvasi Sel Epitel
Paru Setelah Pemberian Antibodi Anti-Mce1A .................... 55
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mycobacterium tuberculosis, kuman penyebab penyakit Tuberkulosis
(TB), terus menimbulkan tantangan bagi kesehatan masyarakat secara
global. Meskipun lebih dari satu abad penelitian, patogen non-diskriminan ini
terus menginfeksi sekitar sepertiga dari populasi dunia (WHO, 2013). World
Health Organization (WHO) memperkirakan sekitar 10,4 juta kasus baru serta
1,6 juta orang meninggal akibat penyakit pada tahun 2016, meskipun terapi
yang bersifat kuratif, efikasi, dan murah telah tersedia (WHO, 2017).
Hubungan erat antara Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan infeksi M.
tuberculosis serta peningkatan prevalensi dari multidrug-resistant (MDR),
extensively drug-resistant (XDR), dan totally drug-resistant (TDR) yang
signifikan (Gillespie, 2002; Fauci et al., 2008; Jassal & Bishai, 2009; LoBue,
2009; Velayati et al., 2009; Almeida Da Silva & Palomino, 2011) termasuk
yang bertanggung jawab atas kebangkitan dramatis TB sebagai wabah
kesehatan masyarakat global yang serius. Hal ini semakin dipersulit oleh
kurangnya vaksin yang efektif (Russel et al., 2010), regimen kemoterapi yang
berkepanjangan (Mitchison & Davies, 2012), dan interaksi obat TB/HIV yang
merugikan (Luetkemeyer et al., 2011). Pengetahuan tentang mekanisme
yang digunakan oleh M. tuberculosis dalam menginfeksi host akan
2
menawarkan perspektif baru dan menentukan target baru untuk memfasilitasi
desain dan pengembangan obat yang efektif terhadap organisme sensitif dan
resisten (Ginsberg & Spigelman, 2007), vaksin yang berkhasiat (Bermudez et
al., 2002), serta tes point-of-care yang murah (Wallis et al., 2010).
M. tuberculosis dapat menyerang dan menginvasi berbagai tipe sel
secara in vitro, antara lain sel HeLa, sel amnion, serta sel epitel paru
(Shepard, 1958; McDonough & Kress, 1995; Bermudez & Goodman, 1996).
Sel-sel tersebut tidak bersifat fagositik sehingga dari aktivitas invasi tersebut
dapat disimpulkan bahwa M. tuberculosis memiliki mekanisme tertentu untuk
dapat menyerang dan bermultiplikasi ke dalam sel nonfagositik yang sangat
berhubungan dengan proses patogenisitas infeksi bakteri ini pada tubuh
manusia. Terdapat laporan penelitian mengenai sebuah fragmen gen yang
terlibat pada proses invasi M. tuberculosis ke dalam sel manusia (Arruda et
al., 1993; Chitale et al., 2001). Casali dkk (2002) melaporkan mammalian cell
entry protein 1A (Mce1A), sebuah fragmen protein yang disandi dari M.
tuberculosis, berperan dalam proses invasi E. coli rekombinan ke dalam sel
HeLa setelah diekspresikan pada permukaan sel E. coli menggunakan
metode adhesin involved in diffuse adherence (AIDA).
Keberadaan protein Mce1A pada permukaan sel E. coli rekombinan
yang memediasi proses perlekatan dan internalisasi E. coli rekombinan ke
dalam sel HeLa dapat menjadi petunjuk awal untuk lebih memahami
3
patomekanisme masuknya M. tuberculosis ke dalam sel tubuh manusia,
terutama sel epitel paru yang diduga sebagai lokasi infeksi primer TB paru.
Namun, data penelitian mengenai peranan protein Mce1A pada aktivitas
invasi E. coli rekombinan ke dalam sel epitel paru masih sulit ditemukan.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka diadakan penelitian untuk
mengetahui peranan protein Mce1A pada aktivitas invasi E. coli strain
UT4400tb/pMK100 ke dalam sel paru.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya,
dilakukan penelitian dengan rumusan masalah Bagaimanakah peranan
Mammalian cell entry protein 1A (Mce1A) pada aktivitas invasi bakteri E. coli
strain UT4400tb/pMK100 ke dalam sel epitel paru?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peranan Mammalian cell
entry protein 1A (Mce1A) pada aktivitas invasi Mycobacterium tuberculosis ke
dalam sel epitel paru.
4
2. Tujuan Khusus
1. Untuk membuktikan keberadaan protein Mce1A pada permukaan E.
coli strain UT4400tb/pMK100.
2. Untuk mengetahui peranan protein Mce1A pada aktivitas invasi bakteri
E. coli strain UT4400tb/pMK100 ke dalam sel epitel paru.
3. Untuk mengetahui efek antibodi anti-Mce1A terhadap peranan protein
Mce1A pada aktivitas invasi bakteri E. coli strain UT4400tb/pMK100 ke
dalam sel epitel paru.
D. Hipotesis
Mammalian cell entry protein 1A (Mce1A) memiliki peranan pada
aktivitas invasi bakteri E. coli strain UT4400tb/pMK100 ke dalam sel epitel
paru.
E. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan memberikan informasi dalam memahami
patogenesis M. tuberculosis dalam menginvasi sel tubuh manusia hingga
mengakibatkan penyakit TB Paru, sehingga dapat berguna dalam mencegah
dan atau mengobati penyakit TB Paru, khususnya di Indonesia.
5
2. Manfaat Aplikatif
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi langkah awal dalam
penelitian dalam mengungkap sifat invasi dari M. tuberculosis terhadap sel
paru.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tuberkulosis Paru
1. Definisi Tuberkulosis Paru
Tuberkulosis paru atau TB Paru merupakan penyakit yang disebabkan
oleh infeksi M. tuberculosis yang menyerang jaringan paru, namun tidak
termasuk pleura (selaput pembungkus paru) (Amin & Bahar, 2014).
2. Cara Penularan
Proses penularan penyakit ini melalui inhalasi basil yang mengandung
droplet (percikan dahak). Ketika penderita TB Paru aktif bersin, batuk, atau
bahkan berbicara sekalipun, droplet yang mengandung M. tuberculosis akan
tersebar ke udara.
Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya
bakteri M. tuberculosis yang dikeluarkan dari parunya. Semakin tinggi derajat
positif pada hasil pemeriksaan dahak, maka semakin tinggi pula daya
penularan penderita tersebut (Depkes RI, 2008). Kemungkinan seseorang
terinfeksi TB ditentukan oleh tingkat penularan, lamanya pajanan/kontak dan
daya tahan tubuh (Kemenkes RI, 2013).
7
3. Patogenesis
Infeksi diawali ketika seseorang menghirup basil M. tuberculosis dalam
percik renik (droplet nuclei) dari penderita TB aktif. Bakteri ini dapat mencapai
alveoli karena ukurannya yang sangat kecil. Sistem kekebalan tubuh
kemudian memberikan respon dengan melakukan reaksi inflamasi. Neutrofil
dan makrofag alveolus akan memfagosit basil TB, sementara limfosit
spesifik-tuberkulosis melisiskan basil dan jaringan normal. Sebagian besar
kuman TB hancur pada hampir seluruh kasus infeksi primer. Akan tetapi,
pada sebagian kecil kasus, makrofag tidak mampu menghancurkan basil TB
dan bakteri akan bereplikasi dalam makrofag. M. tuberculosis dalam
makrofag yang terus berkembang biak, akhirnya akan membentuk koloni di
tempat tersebut. Lokasi pertama koloni kuman TB di jaringan paru disebut
fokus primer Gohn. Kuman TB kemudian menyebar melalui saluran limfe
menuju kelenjar limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran
limfe ke lokasi fokus primer. Penyebaran ini menyebabkan terjadinya
inflamasi di saluran limfe (limfangitis) dan di kelenjar limfe (limfadenitis) yang
terkena. Kelenjar limfe yang akan terlibat adalah kelenjar limfe parahilus jika
fokus primer terletak di lobus paru bawah atau tengah, sedangkan jika fokus
primer terletak di apeks paru, maka kelenjar yang akan terlibat adalah
kelenjar paratrakeal. Kompleks primer merupakan gabungan antara fokus
8
primer, kelenjar limfe regional yang membesar (limfadenitis) dan saluran limfe
yang meradang (limfangitis) (Sakamoto, 2012).
Waktu yang diperlukan sejak masuknya M. tuberculosis hingga
terbentuknya kompleks primer secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi
TB. Hal ini berbeda dengan pengertian masa inkubasi pada proses infeksi
lain, yaitu waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman hingga timbulnya
gejala penyakit. Masa inkubasi TB biasanya berlangsung dalam waktu 4-8
minggu dengan rentang waktu antara 2-10 minggu. Dalam masa inkubasi
tersebut, kuman tumbuh hingga mencapai jumlah 103-104, yaitu jumlah yang
cukup untuk merangsang respons imunitas seluler. (Sakamoto, 2012).
Gambar 1. Patogenesis Tuberkulosis Paru.
Disadur dari (Stewart, Robertson, & Young, 2003)
9
Selama berminggu-minggu awal proses infeksi terjadi pertumbuhan
logaritmik kuman TB sehingga jaringan tubuh yang awalnya belum
tersensitisasi terhadap tuberculin menjadi mengalami perkembangan
sensitivitas. Infeksi TB primer telah terjadi pada saat terbentuknya kompleks
primer inilah. Hal tersebut ditandai oleh terbentuknya hipersensitivitas
terhadap tuberkuloprotein, yaitu timbulnya respons positif terhadap uji
tuberculin karena uji tuberculin masih negatif selama masa inkubasi. Imunitas
seluler tubuh terhadap TB telah terbentuk setelah terbentuk kompleks primer.
Proliferasi kuman TB akan terhenti pada sebagian besar individu dengan
sistem imun yang berfungsi baik setelah sistem imun seluler berkembang.
Namun, sejumlah kecil kuman TB dapat tetap hidup dalam granuloma.
Kuman TB baru yang masuk ke dalam alveoli akan segera dimusnahkan bila
imunitas seluler telah terbentuk (Amin & Bahar, 2014)
Fokus primer di jaringan paru biasanya mengalami resolusi secara
sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi setelah mengalami nekrosis
perkejuan (necrotizing caseosa) dan enkapsulasi setelah imunitas seluler
terbentuk. Kelenjar limfe regional juga akan mengalami fibrosis dan
enkapsulasi, tetapi penyembuhannya biasanya tidak sesempurna fokus
primer di jaringan paru. Kuman TB dapat tetap hidup dan menetap selama
bertahun-tahun dalam kelenjar ini. Kompleks primer juga dapat mengalami
komplikasi. Komplikasi yang terjadi dapat disebabkan oleh fokus primer di
10
paru atau di kelenjar limfe regional. Fokus primer di paru dapat membesar
dan menyebabkan pneumonitis atau pleuritis fokal. Jika terjadi nekrosis
perkejuan yang berat, bagian tengah lesi akan mencair dan keluar melalui
bronkus sehingga meninggalkan rongga di jaringan paru (kavitas). Kelenjar
limfe hilus atau paratrakea yang mulanya berukuran normal saat awal infeksi,
akan membesar karena reaksi inflamasi yang berlanjut. Bronkus dapat
terganggu. Obstruksi parsial pada bronkus akibat tekanan eksternal dapat
menyebabkan atelektasis. Kelenjar yang mengalami inflamasi dan nekrosis
perkejuan dapat merusak dan menimbulkan erosi dinding bronkus sehingga
menyebabkan TB endobronkial atau membentuk fistula. Massa keju dapat
menimbulkan obstruksi komplit pada bronkus sehingga menyebabkan
gabungan pneumonitis dan atelektasis, yang sering disebut sebagai lesi
segmental kolaps-konsolidasi (Amin & Bahar, 2014).
4. Infeksi Tuberkulosis Laten (ITBL)
Infeksi tuberkulosis laten (ITBL) adalah kondisi respons imun persisten
terhadap stimulasi antigen M. tuberculosis tanpa ada bukti klinis TB aktif,
kelainan radiografik, dan bakteriologis. Identifikasi risiko berkembangnya
ITBL menjadi penyakit TB dibagi menjadi dua, yaitu orang yang memiliki
peningkatan kemungkinan paparan terhadap orang dengan penyakit TB dan
11
orang dengan kondisi klinis atau faktor lain yang berhubungan dengan
peningkatan risiko progresi ITBL menjadi penyakit TB (CDC, 2013).
Orang dengan risiko paparan terhadap orang dengan penyakit TB
antara lain (CDC, 2013) :
Diketahui kontak dekat dengan orang yang memiliki penyakit TB infeksius.
Orang yang berpindah tempat dari daerah endemik TB. „
Orang yang bekerja atau tinggal di fasilitas atau institusi dengan risiko
tinggi TB, seperti rumah sakit yang melayani pasien TB, tunawisma,
rumah perawatan, atau tempat tinggal pasien dengan infeksi HIV/AIDS
(Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immunodeficiency Syndrome).
Kondisi dan faktor-faktor yang berkaitan dengan progresi ITBL menjadi
penyakit TB,meliputi (CDC, 2013) :
Infeksi HIV.
Penyalahguna obat injeksi. „
Bukti radiografik riwayat TB yang sembuh. „
Berat badan rendah (lebih dari 10% di bawah BB ideal). „
Kondisi medis lain, seperti: silikosis, diabetes melitus, gagal ginjal kronis
atau hemodialisis, gastrektomi, pintas jejunoileal, transplan organ, kanker
kepala dan leher, kondisi penggunaan kortikosteroid atau imunosupresif
lain seperti antagonis TNF-α. „
12
Konversi tes kulit tuberkulin yang baru (peningkatan ≥10 mm dari nilai
dasar tes sebelumnya dalam 2 tahun).„
Bayi dan anak di bawah usia 5 tahun yang memiliki hasil tes TB positif
5. Diagnosis
Gambar 2. Alur Diagnosis TB Paru.
Disadur dari (Kemenkes, 2011)
13
Diagnosis TB Paru ditegakkan melalui pemeriksaan gejala klinis,
mikrobiologi, dan radiologi. Pada program tuberkulosis nasional, penemuan
BTA melalui pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama.
Pemeriksaan lain seperti radiologi, biakan dan uji kepekaan dapat digunakan
sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya. Tidak
dibenarkan mendiagnosis tuberkulosis hanya berdasarkan pemeriksaan foto
toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada
TB paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis (Amin & Bahar, 2014).
Tidak ditemukannya gejala klinis dan gambaran foto thorax yang
normal dapat terjadi pada penderita infeksi TB laten (ITBL) sehingga
dibutuhkan pemeriksaan Tes Kulit Tuberkulin (TKK) dan IFN-Gamma
Release Assay (IGRA) untuk mendiagnosis penderita ITBL (Wijaya, 2017).
6. Penatalaksanaan
Prinsip pengobatan penyakit TB Paru pada dasarnya berdasarkan dua
macam aktivitas obat, yakni bakteriostatik dan sterilisasi. Pada fase
bakterisidal, obat yang digunakan bersifat membunuh bakteri yang sedang
tumbuh (metabolismenya masih aktif). Aktivitas bakterisid ini biasanya diukur
dari kecepatan obat dalam membunuh bakteri di dalam tubuh penderita yang
ditandai dengan hasil sputum yang negatif pada pemeriksaan kultur dua
bulan setelah permulaan pengobatan. Pada fase sterilisasi, obat yang
14
digunakan bersifat membunuh bakteri dengan metabolisme lambat. Aktivitas
sterilisasi ini diukur dari angka kekambuhan setelah pengobatan dihentikan
(Amin & Bahar, 2014).
Pemilihan regimen untuk ITBL dapat didasarkan pada rekomendasi
WHO dan disesuaikan dengan kondisi pasien masing-masing, sebagai
berikut ini (CDC, 2013) :
Regimen Isoniazid (INH)
Terdapat dua pilihan terapi INH, yaitu regimen 9 bulan dan regimen 6
bulan. Minimal terapi 6 bulan harus diusahakan untuk terapi ITBL. Pada anak
usia 2-11 tahun lebih disarankan terapi 9 bulan menggunakan INH harian.
Orang dengan HIV dalam pengobatan antiretroviral dapat diberi regimen INH
9 bulan.
Regimen 12 dosis (Isoniazid dan Rifapentine [RPT])
Pengobatan ITBL pada pasien usia lebih dari 12 tahun, pasien
terinfeksi HIV yang masih sehat dan tidak sedang dalam terapi antiretroviral,
baru saja kontak dengan TB infeksius, atau konversi hasil TKK/tes darah
untuk TB, atau yang memiliki hasil radiologik konsisten dengan TB paru
sembuh direkomendasikan dengan regimen 12 dosis seminggu sekali INH
dan RPT. Pilihan ini setara dengan pilihan regimen INH 9 bulan. Untuk anak
usia 2-11 tahun dapat dipertimbangkan juga pemberian regimen ini apabila
regimen INH 9 bulan diperkirakan sulit berhasil. Regimen 12 dosis tidak
15
direkomendasikan pada: anak usia < 2 tahun, orang dengan HIV/AIDS yang
sedang dalam terapi antiretroviral, orang yang diduga terinfeksi M.
tuberculosis resisten INH atau rifampisin, dan wanita hamil atau yang sedang
berencana hamil.
Regimen Rifampisin (RIF)
Pemberian regimen RIF 4 bulan dapat dipertimbangkan pada orang
yang tidak toleran dengan INH atau orang yang pernah terpapar TB resisten
INH. Regimen RIF tidak digunakan pada orang dengan HIV yang sedang
dalam pengobatan antiretroviral. Secara umum, orang yang memiliki kontak
TB dengan TKK atau IGRA positif dan pernah mendapat terapi adekuat untuk
ITBL, tidak perlu terapi ulang. Pemberian terapi ulang diindikasikan pada
orang yang memiliki risiko tinggi terinfeksi ulang dan berlanjut ke penyakit TB,
misalnya anak-anak dan orang dengan imunosupresi. Pada kondisi hamil,
terapi ITBL dapat ditunda hingga 2-3 bulan post-partum, kecuali ada risiko
tinggi menjadi penyakit TB, misalnya infeksi HIV, kontak baru. Kondisi
menyusui bukan kontraindikasi pemberian INH. Suplemen vitamin B6
(piridoksin) 10-25 mg/hari sebaiknya diberikan pada ibu menyusui dan bayi
yang mendapat air susu ibu. Meskipun INH diekskresi melalui air susu ibu,
jumlahnya tidak cukup untuk pengobatan ITBL pada bayi.
16
Metaanalisis Sterling et al. (2011) melaporkan terapi ITBL dengan
kombinasi obat mengandung rifampisin selama 3 bulan atau lebih, efektif
mencegah TB aktif dan berpotensi lebih baik dibandingkan isoniazid saja.
Tingkat penyelesaian pengobatan kombinasi lebih baik sebesar 82,1%
dibandingkan pengobatan isoniazid saja sebesar 69%. Penelitian prospektif
Spyridis et al. (2007) menyatakan pada anak- anak dengan ITBL, regimen
isoniazid dan rifampisin jangka pendek selama 3 bulan memiliki manfaat
yang sama dengan isoniazid dan rifampisin 4 bulan. Kedua regimen tersebut
lebih baik daripada pemberian isoniazid 9 bulan.
B. Mycobacterium tuberculosis
1. Karakteristik
Mycobacterium tuberculosis (M. tuberculosis) merupakan bakteri
berbentuk batang, non motil, dan tidak memiliki spora. Bakteri dari filum
Actinobacteria ini relatif besar dengan ukuran panjang 1-4 µm dan lebar 0,3-
0,6 µm. Bakteri ini tidak dapat diklasifikasikan sebagai gram positif atau gram
negatif karena apabila diwarnai dengan pewarna dasar, M. tuberculosis tidak
dapat didekolorisasi oleh alkohol. Basil ini dapat diidentifikasi dengan teknik
pewarnaan Ziehl-Neelsen (Gambar 2) karena bersifat bakteri tahan asam
(BTA) (Carroll, 2013).
17
Bakteri ini cenderung lebih resisten terhadap bahan-bahan kimia
daripada bakteri lainnya karena sifat hidrofobik permukaan selnya dan
pertumbuhannya yang berkelompok. Bahan celup (misalnya, malakit hijau)
atau zat antibakteri (misalnya, penisilin) yang bersifat bakteriostatik terhadap
bakteri lain dapat dimasukkan ke dalam media tanpa menghambat
pertumbuhan basil tuberkulosis. Basil tuberkel tahan pengeringan dan dapat
hidup untuk waktu yang lama pada sputum yang dikeringkan (Carroll, 2013).
M. tuberculosis sangat mudah ditemukan di daerah lobus atas paru-
paru karena bersifat aerob obligat. Bakteri ini merupakan parasit intraseluler
Gambar 3. Pada pewarnaan Ziehl-Neelsen, Mycobacterium tuberculosis (tanda panah) berwarna merah terhadap latar belakang biru. Disadur dari (Carroll, 2013).
18
fakultatif yang dapat berkembang biak di dalam sel fagositik, khususnya
makrofag dan monosit. M. tuberculosis adalah anggota spesies mikobakteri
patogen yang tumbuh lambat, ditandai dengan tingkat pembelahan 12-24 jam
dan periode kultur yang berkepanjangan pada media agar, yakni hingga 21
hari (Sakamoto, 2012).
Struktur dinding sel M. tuberculosis mengandung peptidoglikan dimana
60% tersusun dari lipid. Konsentrasi lipid yang tinggi memberikan beberapa
keuntungan, antara lain impermeabilitas terhadap pewarnaan, resistensi
terhadap beberapa antibiotik, resistensi terhadap senyawa asam dan alkalis,
resistensi terhadap lisis osmotik melalui deplesi komplemen, resistensi
terhadap oksidasi letal, dan dapat bertahan dalam makrofag. Hal ini pula
yang menjadikan struktur dinding bakteri ini spesifik dibandingkan prokariot
lainnya dan menjadi determinan virulensi utama bakteri ini. Fraksi lipid dari
dinding sel M. tuberculosis terdiri dari tiga komponen utama, yaitu asam
mikolat, cord factor, dan wax-D (Smith I. , 2003).
Asam mikolat merupakan suatu lipid dengan cabang alfa yang unik
dan memiliki berat mencapai 50% dari berat kering dinding sel M.
tuberculosis. Asam mikolat bersifat hidrofobik kuat yang membentuk
cangkang lipid di sekeliling mikobakteria dan mempengaruhi permeabilitas
sel. Adanya lapisan asam mikolat ini diperkirakan dapat menghindarkan M.
tuberculosis dari serangan protein-protein kationik, lisozim, dan molekul-
19
molekul radikal oksigen dalam granula fagositik. Asam mikolat juga menjaga
mikobakteria ekstrasel dari deposisi komplemen dalam serum. Hal-hal
tersebut membuat asam mikolat diperkirakan sebagai determinan virulensi
yang signifikan bagi M. tuberculosis (Smith I. , 2003).
Cord Factor diproduksi sangat banyak pada M. tuberculosis strain
virulens. Faktor ini bersifat toksik terhadap sel mamalia dan merupakan suatu
inhibitor bagi migrasi polymorphonuclear (PMN), salah satu molekul dalam
sistem imun inang (Smith I. , 2003).
Wax-D pada envelope sel merupakan komponen utama dari Freund's
complete adjuvant (CFA). Ajuvan ini akan menginduksi respon imun dalam
sel inang (Smith I. , 2003).
2. Genomik
Mycobacterium tuberculosis memiliki genom yang berukuran
4.411.529 pb. Penelitian-penelitian berbasis genomik telah berhasil
menyusun genom lengkap dari M. tuberculosis H37Rv yang mengandung
4056 gen, dengan kapasitas potensial penyandi lebih dari 91 % (Gambar 4).
Penandaan pada kromosom menghasilkan pengelompokan gen menjadi 11
kategori fungsional secara umum. Saat ini, sebesar 52% dari keseluruhan
gen-gen tersebut telah diketahui fungsinya secara jelas (Clark-Curtiss &
Haydel, 2003).
20
3. Media Pertumbuhan.
Ada tiga media yang bisa digunakan untuk membuat kultur M
tuberculosis, yakni media agar semisintetik, media telur, dan media kaldu
(Carroll, 2013).
1. Media agar-agar semisintetik
Media ini (misalnya, Middlebrook 7H10 dan 7H11) mengandung
garam, vitamin, kofaktor, asam oleat, albumin, katalase, dan gliserol;
Media 7H11 juga mengandung kasein hidrolisat. Albumin menetralkan
efek toksik dan penghambatan asam lemak dalam spesimen atau
media. Inokulum besar menghasilkan pertumbuhan pada media ini
Gambar 4. Genom Mycobacterium tuberculosis H37Rv.
Disadur dari (Smith I. , 2003)
21
dalam beberapa minggu. Karena inokulum besar mungkin diperlukan,
media ini mungkin kurang sensitif dibandingkan media lain untuk
isolasi utama mikobakteri. Media agar semisintetik digunakan untuk
mengamati morfologi koloni, untuk uji kepekaan, dan sebagai media
selektif jika ditambahkan antibiotik.
2. Media telur yang dikentalkan (inspissated egg media)
Media ini (misalnya, Löwenstein-Jensen) mengandung garam,
gliserol, dan zat organik kompleks (misalnya telur segar atau kuning
telur, tepung kentang, dan bahan lainnya dalam berbagai kombinasi).
Malachite hijau termasuk untuk menghambat bakteri lain. Inokulum
kecil pada spesimen dari pasien akan tumbuh pada media ini dalam 3-
6 minggu. Media ini, dengan tambahan antibiotik, digunakan sebagai
media selektif.
3. Media kaldu (broth media)
Media kaldu (misalnya, Middlebrook 7H9 dan 7H12)
mendukung proliferasi inokulum kecil. Biasanya, mikobakteri tumbuh
dalam gumpalan atau massa karena sifat hidrofobik permukaan sel.
Jika ditambahkan tween (ester asam lemak dalam air), mereka
membasahi permukaan dan dengan demikian memungkinkan
pertumbuhan tersebar di media cair. Pertumbuhannya lebih cepat
daripada media yang kompleks.
22
4. Faktor Virulensi.
Virulensi M. tuberculosis dapat diukur selama masa infeksi makrofag
menggunakan beberapa tes dan berbagai strategi yang telah dikembangkan
untuk membuat mutasi pada gen M. tuberculosis. Kombinasi dari metode ini
telah memungkinkan peneliti untuk mengidentifikasi beberapa gen yang
penting dalam berbagai aspek patogenitas M. tuberculosis. Pengelompokan
di bawah ini sesuai dengan fungsi yang diketahui atau diprediksi dari protein,
berdasarkan anotasi urutan DNA. Beberapa gen juga telah diidentifikasi
teregulasi selama infeksi. Pada sebagian besar kasus, esensialitas mereka
untuk virulensi belum dapat ditetapkan oleh penelitian inaktivasi gen, namun
beberapa dari gen tersebut dibahas secara singkat dalam konteks gen terkait
yang diketahui penting untuk proses ini (Smith I. , 2003).
1. Sekresi sel dan fungsi amplop
Dalam kategori ini terdapat gen-gen yang mengkodekan protein yang
diharapkan terpapar ke lingkungan di mana M. tuberculosis tumbuh, baik
dalam media kultur atau di mikofagosom. Di antaranya adalah sekresi protein
dan enzim yang berperan dalam sintesis berbagai molekul permukaan sel,
seperti HspX, Esat6, Erp, FbpA, OmpA, dan LAM.
2. Enzim yang terlibat dalam metabolisme seluler umum
Banyak patogen menjadi kekurangan nutrisi esensial dan kofaktor
tertentu selama masa infeksi, misalnya, sumber karbon, asam amino, purin,
23
pirimidin, dan logam divalen seperti Mg2+ dan Fe2+, sehingga peneliti M.
tuberculosis secara sistematis telah menciptakan mutasi pada gen yang
mengkodekan enzim dalam jalur biosintetik/degradasi dan sistem akuisisi
untuk beberapa faktor ini. Selain itu, mutasi juga terjadi pada gen host yang
terinfeksi yang mengkode enzim pernapasan dan enzim yang melindungi sel
host dari stres oksidatif yang terjadi selama respirasi aerobik normal. Contoh
enzim yang termasuk pada kategori ini, antara lain Icl, LipF, phospolipase C,
LeuD, TrpD, IdeR, KatG, SodA, AhpC.
3. Regulator Traskripsional
Regulator transkripsi mengontrol transkripsi banyak gen sehingga
strategi mutasi diarahkan untuk menonaktifkan gen pengatur dan diharapkan
untuk menemukan beberapa yang penting untuk virulensi M. tuberculosis,
seperti yang telah ditunjukkan pada patogen lainnya, seperti S. enterica
serovar Typhimurium virulence faktor alternative sigma factor RpoS dan
respon pengatur PhoP.
C. Mammalian Cell Entry Protein 1A (Mce1A)
1. Definisi.
Mammalian Cell Entry (Mce) merupakan fragmen sepanjang 450 bp
dari DNA M. tuberculosis yang disisipkan pada E. coli nonpatogenik yang
pertama kali diidentifikasi oleh Arruda dkk pada tahun 1993. Setiap genom
24
dari M. tuberculosis terdiri dari empat operon Mce, yakni Mce1-4. Setiap
operon Mce mencakup 8-13 gen, dengan susunan yang sama di dalam
setiap operon (Gambar 5). Setiap lokus terdiri dari dua yrbE (yrbEA dan
yrbEB) dan enam gen Mce (MceA, MceB, MceC, MceD, MceE, dan MceF)
(Zhang & Xie, 2011).
Mammalian Cell Entry 1A (Mce1A) adalah protein mikobakterial yang
dilaporkan sebagai faktor unik yang terlibat dalam masuknya bakteri M.
tuberculosis ke dalam sel inang (Arruda, Bomfim, Knights, Huima-Byron, &
Riley, 1993). Gen pengkodeannya terletak di operon Mce1. Analisis skala
genom menunjukkan bahwa M. tuberculosis memiliki tiga operon terkait
lainnya, yakni Mce2, Mce3, Mce4 yang diorganisir dengan cara yang serupa
dengan Mce1 yang terdiri dari DNA yang mengkodekan dua protein membran
integral yang diikuti oleh enam gen Mce, Mce1A-Mce1F.
Gambar 5. Struktur susunan operon Mammalian Cell Entry (Mce) pada
Mycobacterium tuberculosis. Disadur dari (Zhang & Xie, 2011)
25
Sebuah publikasi oleh Chitale dkk (2001) menjelaskan mengenai
manik-manik lateks yang dilapisi oleh protein Mce1A rekombinan dapat
menginvasi sel HeLa. Aktivitas invasi sel tersebut ditemukan terbatas pada
sebuah fragmen yang berisi 58 asam amino dari protein tersebut. Pada tahun
2002, Casali dkk berhasil mengekspresikan fragmen InvX dari protein Mce1A
yang terdiri dari 72 asam amino (Gambar 6), termasuk 58 asam amino yang
diidentifikasi oleh Chitale dkk sebelumnya, pada permukaan E. coli
nonpatogenik.
Penggunaan E. coli rekombinan yang mengekspresikan protein
Mce1A pada permukaan selnya dinilai lebih tepat untuk menggambarkan
peranan protein Mce1A pada proses invasi M. tuberculosis ke dalam sel
tubuh manusia dibandingkan penggunaan bakteri M. tuberculosis mutan
Gambar 6. Fragmen InvX, terdiri dari 72 asam amino, merupakan fragmen yang dipurifikasi dari protein Mce1A yang terdapat pada M.tuberculosis.
26
tanpa-Mce1A. Hal ini dikarenakan invasi yang dimediasi oleh protein Mce1A
pada E. coli dapat dideteksi dengan mudah karena strain E. coli yang
digunakan merupakan nonpatogenik. Selain itu, M. tuberculosis mutan tanpa-
Mce1A tidak dapat membuktikan peranan protein Mce1A terhadap respon
imun tubuh (Kohwiwattanagun et al., 2007).
27
D. Kerangka Teori
Gambar 7. Kerangka Teori.
28
E. Kerangka Konsep
F. Definisi Operasional
1. Protein Mce1A
Protein Mce1A yang dimaksud pada penelitian ini adalah protein
Mce1A yang disandi dari DNA M. tuberculosis strain H37Rv.
2. Bakteri E. coli strain UT4400tb/pMK100
Bakteri E. coli yang dimaksud pada penelitian ini adalah bakteri E. coli
strain 4400 yang mengekspresikan InvX, potongan fragmen protein Mce1A,
pada permukaannya melalui proses AIDA.
3. Sel epitel paru
Sel epitel paru yang dimaksud pada penelitian ini adalah cell line A549
yang merupakan galur sel pneumosit alveolar tipe II pada manusia.
Gambar 8. Kerangka Konsep.
29
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan pendekatan
cross sectional study mengenai peranan protein Mce1A pada aktivitas invasi
bakteri E. coli strain UT4400tb/pMK100 ke dalam sel epitel paru.
B. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli-Oktober 2018 di Laboratorium
Dermatologi Fakultas Kedokteran Universitas Kitasato, Jepang.
C. Variabel Penelitian
Variabel-variabel dalam penelitian ini meliputi :
1. Variabel Bebas.
Variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini adalah protein
Mce1A.
2. Variabel Terikat.
Variabel terikat yang digunakan dalam penelitian ini adalah jumlah
koloni bakteri yang diinokulasikan pada media LB Agar.
30
3. Variabel Terkendali.
Variabel terkendali dalam penelitian ini adalah variabel yang
diusahakan sama untuk setiap perlakuan, meliputi suhu inkubasi, pH, dan
media.
D. Objek Penelitian
Objek penelitian adalah bakteri Escherichia coli rekombinan
UT4400tb/pMK100 dan UT4400 serta cell line epitel paru A549 (ATCC CCL-
185) yang diperoleh dari Prof. Takao Fujimura (Laboratorium Dermatologi
Fakultas Kedokteran Universitas Kitasato, Jepang).
E. Alat dan Bahan
1. Alat
Alat yang digunakan dalam percobaan ini, antara lain : inkubator, ose
bulat, lampu spiritus, mikropipet, autoklaf, laminar air flow, timbangan,
sentrifus, tabung eppendorf, tabung falcon, freezer, gelas ukur, water bath,
dan alat-alat laboratorium pada umumnya.
2. Bahan
Bahan yang digunakan dalam percobaan ini, antara lain : biakan murni
E. coli strain UT4400tb/pMK100 dan UT4400, cell line epitel paru A549,
31
media Luria Bertani (LB), media Minimum Essential Media (MEM), sodium
bikarbonat, fetal bovine serum (FBS), ampisilin, gentamisin, Triton X-100,
phosphatase buffered saline (PBS), aquades.
F. Prosedur Penelitian
Prosedur kerja yang dilakukan pada penelitian ini adalah :
1. Pembuatan Media.
1.1. Media Luria Bertani (LB) broth.
Pembuatan media LB broth dilakukan dengan cara menyiapkan
bahan-bahan, yaitu menimbang media LB sebanyak 12,5 gram kemudian
dilarutkan dengan aquades sebanyak 500 mL dalam erlenmeyer kemudian
ditutup menggunakan aluminium foil. Proses ini dilakukan secara aseptik,
kemudian disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121oC dengan tekanan 15 psi
selama 15 menit. Tuangkan ke dalam botol steril dan didinginkan pada suhu
ruang. Penyimpanan dilakukan pada suhu 4oC.
1.2. Media Luria Bertani (LB) Agar.
*LB Agar dengan ampicillin : Pembuatan media LB Agar dengan
ampicillin dilakukan dengan cara menyiapkan bahan-bahan, yaitu
menimbang media LB sebanyak 12,5 gram dan Bacto Agar sebanyak 7,5
gram kemudian dilarutkan dengan aquades sebanyak 500 mL dalam
32
erlenmeyer kemudian ditutup menggunakan aluminium foil. Proses ini
dilakukan secara aseptik, kemudian disterilkan dalam autoklaf pada suhu
121oC dengan tekanan 15 psi selama 15 menit. Tambahkan 500 µL ampicillin
dan aduk hingga tercampur rata. Tuangkan ke dalam cawan petri, masing-
masing 20 mL dan dinginkan pada suhu ruang. Penyimpanan dilakukan pada
suhu 4oC.
*LB Agar tanpa ampicillin : Pembuatan media LB Agar tanpa ampicillin
dilakukan dengan cara menyiapkan bahan-bahan, yaitu menimbang media
LB sebanyak 12,5 gram dan Bacto Agar sebanyak 7,5 gram kemudian
dilarutkan dengan aquades sebanyak 500 mL dalam erlenmeyer kemudian
ditutup menggunakan aluminium foil. Proses ini dilakukan secara aseptik,
kemudian disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121oC dengan tekanan 15 psi
selama 15 menit. Tuangkan ke dalam cawan petri, masing-masing 20 mL dan
dinginkan pada suhu ruang. Penyimpanan dilakukan pada suhu 4oC.
1.3. Media Minimum Essential Media (MEM).
Pembuatan media MEM dilakukan dengan cara menyiapkan bahan-
bahan, yaitu menimbang media MEM sebanyak 9,6 gram dan sodium
bikarbonat sebanyak 2,2 gram kemudian dilarutkan dengan aquades
sebanyak 1000 mL dalam erlenmeyer kemudian ditutup menggunakan
aluminium foil. Sesuaikan pH larutan menjadi 7,02 dengan menambahkan 1N
asam klorida untuk menurunkan pH atau 1N natrium hidroksida untuk
33
menambahkan pH. Tuangkan ke dalam botol steril melalui filter 0,2 µm.
Proses ini dilakukan secara aseptik. Tuangkan 450 mL larutan ini ke dalam
botol kaca steril kemudian tambahkan 50 mL fetal bovine serum dan 500 µL
gentamisin dan campurkan hingga merata.
1.4. Peremajaan Biakan Bakteri.
Biakan murni E. coli strain UT4400tb/pMK100 dan UT4400
diremajakan pada media LB Agar. Bakteri E. coli strain UT4400tb/pMK100
menggunakan media LB Agar dengan ampisilin, sedangkan E. coli strain
UT4400tb menggunakan media LB Agar tanpa ampisilin. Bakteri diambil 1
ose lalu jarum ose yang mengandung bakteri digoreskan secara aseptik pada
media Agar di cawan petri sambil mendekatkan cawan pada nyala api saat
menggoreskan jarum ose. Cawan petri kemudian ditutup kembali dan
diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37oC dalam inkubator. Ambil 1 koloni
yang tumbuh pada cawan petri kemudian ditanam pada 20 mL media cair LB
(tambahkan 100 µg/mL gentamisin pada media untuk E. coli strain
UT4400tb/pMK100), kemudian dicampur merata menggunakan vorteks.
Inkubasi selama 14 jam pada suhu 37oC dalam inkubator.
1.5. Pembuatan Suspensi Bakteri.
Hasil peremajaan biakan murni bakteri masing-masing diambil 2 mL
untuk dimasukkan ke dalam 20 mL media cair LB (tambahkan 100 µg/mL
34
gentamisin pada media untuk E. coli strain UT4400tb/pMK100), kemudian
dicampur merata menggunakan vorteks. Inkubasi selama 3 jam pada suhu
37oC dalam inkubator. Suspensi bakteri kemudian dibilas menggunakan PBS
dan disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit. Pelet
bakteri diambil dan diukur hingga mencapai 1x108 CFU/mL dengan
menambahkan PBS. Bakteri siap diujikan.
2. Pewarnaan Imunofluoresens Indirek.
Suspensi bakteri diteteskan pada masing-masing kaca objek
mikroskop kemudian diinkubasi menggunakan 3% bovine serum albumin
(BSA) selama 1 jam pada suhu ruangan. Tambahkan fluorescein
isothiocyanate (FITC) labeled anti-goat IgG antibody dengan rasio 1:1000
kemudian inkubasi kembali selama 30 menit pada suhu ruangan. Bilas
menggunakan PBS-Tween 20 (PBST) sebanyak tiga kali, kemudian fiksasi
menggunakan larutan 4% paraformaldehyde lalu lakukan pemeriksaan
menggunakan mikroskop fluoresens.
3. Uji Proteksi Gentamisin.
3.1. Persiapan Sampel.
Persiapkan dua kelompok cell line A549 pada 24-well plate. Taip
kelompok terdiri dari tiga sumuran. Sebanyak 5 x 105 sel/sumuran sel A549
35
dikultur menggunakan media MEM dan diinkubasi pada suhu 37oC dengan
konsentrasi CO2 5% selama 24 jam. Setiap sumuran dibilas menggunakan
PBS kemudian tambahkan suspensi bakteri pada masing-masing kelompok
sel A549 sehingga mencapai multiplisitas infeksi (MOI) 10:1. Sel kemudian
diinkubasi pada inkubator CO2 pada suhu 37oC selama 30, 60, 120, 180, dan
240 menit. Permukaan sel kemudian dibilas menggunakan PBS dan
diinkubasi lebih lanjut selama 2 jam dengan menambahkan gentamisin 80
μg/mL pada media MEM. Sel tersebut kemudian dibilas dengan PBS lalu
dipanen dengan menambahkan 0.1% Triton X-100 sebanyak 1 ml/sumuran
dan pindahkan ke dalam mikrotube. Lakukan serial dilusi pada sel yang telah
dipanen kemudian diinokulasi pada media Luria Bertani Agar dan diinkubasi
pada suhu 370C selama 24 jam.
*Untuk uji inhibisi : Tambahkan antibodi anti-Mce1A (9C3) pada bakteri
E. coli strain UT4400tb/pMK100 kemudian inkubasi pada suhu 4oC selama
24 jam sebelum melakukan prosedur uji proteksi gentamisin.
3.2. Penghitungan Data Sampel.
Pengamatan biakan bakteri dilakukan setelah biakan bakteri diinkubasi
selama 24 jam pada suhu 37oC dan dihitung menggunakan colony counter.
Biakan yang dihitung adalah koloni yang tumbuh sesuai dengan standar
36
metode plate count, yaitu 30-300 koloni per cawan. Adapun cara menentukan
jumlah koloni adalah sebagai berikut :
a. Satu koloni dihitung 1 koloni.
b. Dua koloni yang bertumpuk dihitung 1 koloni.
c. Beberapa koloni yang berhubungan dihitung 1 koloni.
d. Dua koloni yang berhimpitan dan masih dapat dibedakan dihitung 2
koloni.
e. Satu kumpulan koloni yang besar dimana jumlah koloninya diragukan,
dihitung sebagai 1 koloni.
Jumlah koloni per mL kemudian dihitung dengan cara sebagai berikut :
Jumlah koloni/mL = jumlah koloni per plate ×1
faktor pengencer
Faktor pengencer = pengenceran × jumlah yang diencerkan.
4. Pengamatan Mikroskop Elektron.
Persiapkan dua kelompok sel A549 monolayer sebanyak 5 x 105 sel
pada flask 25 cm2 untuk masing-masing bakteri. Ganti media menggunakan
media MEM dan inkubasi pada suhu 37oC dengan 5% CO2 selama 24 jam.
Tambahkan suspensi bakteri E. coli rekombinan ke dalam sel A549 dan
diinkubasi kembali pada inkubator CO2 pada suhu 37oC selama 180 menit.
Permukaan sel kemudian dibilas menggunakan PBS dan larutan 0.1 M
37
cacodylate buffer kemudian dipanen menggunakan cell scraper. Sel yang
telah dipanen kemudian difiksasi ganda menggunakan 2% glutaraldehyde
dan 2% osmic acid tetraoxide, kemudian dikeringkan menggunakan ethanol
secara bertahap, lalu diinfiltrasi dengan epoksi resin untuk menghasilkan
spesimen yang sangat tipis. Spesimen kemudian diamati di bawah mikroskop
elektron.
38
G. Alur Penelitian
Gambar 9. Alur Penelitian.
39
H. Pengolahan dan Analisa Data
Pengambilan data dilakukan minimal sebanyak tiga kali pengulangan.
Setiap kali pengulangan dilakukan, sampel dari objek penelitian dibuat
rangkap tiga (triplicate) dan hasilnya dinyatakan sebagai jumlah rata-rata
koloni bakteri ± standar deviasi. Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk
narasi, gambar, dan tabulasi. Uji statistik Student’s t-test digunakan untuk
membandingkan jumlah koloni antara bakteri Escherichia coli strain
UT4400tb/pMK100 dan UT4400 yang menginvasi sel A549. Analisis data
dilakukan dengan menggunakan program SPSS for windows versi 20.
40
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. HASIL
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan pendekatan
cross sectional study menggunakan bakteri Escherichia coli strain
UT4400tb/pMK100 sebagai bakteri uji dan UT4400 sebagai bakteri kontrol.
Peremajaan bakteri E. coli strain UT4400tb/pMK100 dan UT4400
dilakukan menggunakan media Luria Bertani Agar selama 24 jam, yang
bertujuan untuk menumbuhkan dan memurnikan bakteri. Hasil peremajaan
selanjutnya diinokulasikan pada media cair Luria Bertani selama 14 jam
sehingga bakteri yang digunakan tumbuh dengan baik dan aktif. Hal yang
sama juga dilakukan oleh Sato et al (2007) dalam meremajakan E. coli
rekombinan yang mengekspresikan protein Mce1A dari M. leprae.
1. Protein Mce1A Diekspresikan pada Permukaan Bakteri E. coli strain
UT4400tb/pMK100
E. coli strain UT4400tb/pMK100 merupakan bakteri rekombinan,
dimana sebuah fragmen yang terdiri dari 72 asam amino yang berasal dari
protein Mce1A M. tuberculosis strain H37Rv dikloning pada E. coli strain
UT4400 menggunakan vektor AIDA (Casali, Konieczny, Schmidt, & Riley,
41
2002). Keberadaan protein ini pada permukaan E. coli strain
UT4400tb/pMK100 diamati dengan pewarnaan imunofluoresens indirek
menggunakan antibodi anti-Mce1A untuk memastikan ikatan antara serum
hiperimun dan E. coli strain UT4400tb/pMK100 (Gambar 10). Tampak
permukaan E. coli strain UT4400tb/pMK100 (Gambar 10a) yang telah
diinkubasi selama 24 jam dengan antibodi anti-Mce1A (9C3) berpendar
fluoresens sebagai akibat adanya reaksi ikatan antara protein Mce1A pada
UT4400tb/pMK100 dengan antibodi anti-Mce1A. Sedangkan permukaan E.
coli strain UT4400 (Gambar 10b) tidak memberikan hasil pewarnaan pendar
fluoresens karena tidak memiliki protein Mce1A pada permukaan sel bakteri.
Keberadaan protein Mce1A pada permukaan E. coli strain UT4400tb/pMK100
ini sesuai dengan hasil pengamatan Casali, et al. (2002).
Gambar 10. Gambaran pewarnaan imunofluoresens indirek bakteri E. coli strain (A) UT4400tb/pMK100, dan (B) UT4400.
42
2. Protein Mce1A Memediasi Aktivitas Invasi Bakteri E. coli strain
UT4400tb/pMK100 ke dalam Sel A549.
Peranan protein Mce1A dalam memediasi aktivitas invasi bakteri pada
sel A549 diamati menggunakan metode uji proteksi gentamisin. Pengamatan
dilakukan dengan cara menginokulasikan E. coli strain UT4400tb/pMK100
pada kelompok sel A549. E. coli strain UT4400, yang digunakan sebagai
kontrol negatif, diinokulasikan pada kelompok sel A549 lainnya dengan
perlakuan yang sama. Gentamisin tidak ditambahkan pada media selama
rentang waktu inkubasi inokulasi. Waktu inkubasi inokulasi lalu diukur dalam
rentang waktu tertentu untuk mendapatkan waktu inkubasi optimal. Setelah
waktu ujicoba tercapai, sel dibilas menggunakan PBS kemudian diinkubasi
kembali selama 2 jam dengan menambahkan kadar gentamisin dosis tinggi
yang bertujuan untuk membunuh E. coli yang masih berada di luar sel A549.
Setelah inkubasi tahap kedua selesai, sel A549 kemudian dilisiskan
menggunakan Triton X-100 sehingga E. coli yang berada di dalam sel A549
dapat dipanen dan ditumbuhkan kembali pada Luria Bertani Agar. Setelah
diinkubasi selama 24 jam, jumlah bakteri pada Agar kemudian dihitung
dengan menggunakan metode standard plate count dimana hasilnya
dinyatakan dalam satuan colony forming unit/mL (CFU/mL). Metode ini
merupakan metode yang paling sederhana dan paling sering digunakan
untuk menghitung jumlah bakteri. Kelebihan metode ini adalah bakteri yang
43
dihitung merupakan bakteri yang masih hidup. Hasil perhitungan jumlah
bakteri merupakan rata-rata dari pengujian rangkap tiga (triplicate) ± standar
deviasi dan pengujian ini dilakukan tiga kali secara terpisah untuk mencapai
hasil data yang homogen.
Penentuan waktu inkubasi dilakukan untuk mendapatkan jumlah
terbanyak koloni bakteri yang dapat menginvasi sel A549 dengan MOI 10:1
(Gambar 11). Tercatat jumlah koloni bakteri E. coli strain UT4400tb/pMK100
(198,33 ± 8,08) hampir mencapai 4x lipat jika dibandingkan UT4400 sebagai
Gambar 11. Perbandingan jumlah koloni bakteri yang menginvasi sel epitel paru berdasarkan lama waktu inkubasi.
44
kontrol (51,67 ± 2,52) (p < 0.001) pada sel A549 yang diinokulasikan selama
30 menit. Jumlah bakteri E. coli strain UT4400tb/pMK100 cenderung
meningkat pesat seiring dengan semakin lama waktu inkubasi di dalam sel
A549, hingga mencapai jumlah bakteri terbanyak (13.466,67 ± 351,19) di
dalam sel A549 yang diinkubasi selama 180 menit. Setelah 180 menit, jumlah
koloni bakteri E. coli strain UT4400tb/pMK100 yang ditemukan berkurang
secara drastis (8.666,67 ± 404,15).
Bakteri E. coli strain UT4400tb/pMK100 menunjukkan tingkat invasi
pada sel A549 25x lipat lebih tinggi dibanding UT4400 setelah diinkubasi
selama 180 menit, dimana 2,6% inokulum terproteksi dari gentamisin (p <
Gambar 12. Perbandingan persentase inokulum bakteri yang menginvasi sel epitel paru selama masa inkubasi inokulum 180 menit. Grafik batang menunjukkan nilai rata-rata persentase inokulum bakteri yang menginvasi sel A549. Standar deviasi ditunjukkan dengan error bar. Tanda asterisk menunjukkan nilai p (p value) yang signifikan.
45
0,001) (Gambar 12). Inkubasi sel monolayer yang diinokulasikan bakteri
selama 180 menit dengan menggunakan gentamisin tidak menghasilkan
peningkatan pemulihan bakteri. Hal ini menunjukkan bahwa E. coli strain
UT4400tb/pMK100 tidak bereplikasi di dalam sel A549 selama periode ini.
Keberadaan E. coli strain UT4400tb/pMK100 di dalam sel A549
dikonfirmasi menggunakan mikroskop elektron transmisi (Gambar 13).
Sejumlah basil intraseluler ditemukan di dalam sitoplasma sel A549 yang
telah diinkubasikan selama 180 menit dengan E. coli strain
UT4400tb/pMK100 (Gambar 13a). Sebaliknya, tidak ditemukan bakteri di
Gambar 13. Gambaran Mikroskopik Elektron Transmisi sel A549 setelah diinfeksikan E. coli strain (A) UT4400tb/pMK100, dan (B) UT4400 selama 3 jam. Tampak E. coli strain UT4400tb/pMK100 yang mulai melakukan perlekatan (attached) pada permukaan sel A549 (anak panah hitam) dan basil intraseluler yang berada di dalam sitoplasma sel A549 (anak panah putih).
46
dalam sitoplasma sel A549 yang diinkubasikan E. coli strain UT4400,
melainkan hanya berada di sekitar sel (Gambar 13b).
3. Antibodi Anti-Mce1A Menghambat Kemampuan Protein Mce1A
dalam Memediasi Aktivitas Invasi E. coli strain UT4400tb/pMK100 ke
dalam Sel A549.
Bakteri E. coli strain UT4400tb/pMK100 diinkubasi dengan
menggunakan antibodi anti-Mce1A selama 24 jam sebelum dilakukan uji
Gambar 14. Perbandingan persentase inokulum bakteri yang menginvasi sel epitel paru setelah pemberian antibodi anti-Mce1A. Grafik batang menunjukkan nilai rata-rata persentase inokulum bakteri yang menginvasi sel A549. Standar deviasi ditunjukkan dengan error bar. Tanda asterisk menunjukkan nilai p (p value) yang signifikan.
47
proteksi gentamisin untuk untuk membuktikan keterlibatan protein Mce1A
pada proses invasi bakteri E. coli strain UT4400tb/pMK100 ke dalam sel
A549. Hasil uji proteksi gentamisin menunjukkan bahwa aktivitas invasi E.
coli strain UT4400tb/pMK100 pada sel A549 sangat berkurang dengan
pemberian antibodi anti-Mce1A (9C3) hingga hampir menyamai kontrol
(Gambar 14).
B. PEMBAHASAN
Protein Mce1A dari M. tuberculosis dilaporkan dapat memfasilitasi
penyerapan E. coli nonpatogenik ke dalam sel HeLa (Arruda, Bomfim,
Knights, Huima-Byron, & Riley, 1993). Sebuah penelitian mengenai invasi sel
HeLa menggunakan mikrosfer latex menunjukkan bahwa daerah aktif pada
protein Mce1A yang mendukung aktivitas invasi berada pada urutan asam
amino ke 107-162 dari protein tersebut (Chitale, et al., 2001). Pada penelitian
sebelumnya, translokator autotransporter AIDA terbukti mampu
mempresentasikan InvX, peptida yang terdiri dari 72 asam amino yang
merupakan domain aktif putatif protein Mce1A, pada permukaan sel E. coli.
Bakteri E. coli yang mengekspresikan InvX pada permukaannya kemudian
terbukti mampu untuk menempel dan menyerang sel HeLa (Casali,
Konieczny, Schmidt, & Riley, 2002), padahal sel HeLa tidak bersifat fagositik
dan bukan merupakan target sel alami M. tuberculosis.
48
Pada penelitian kali ini, sel yang digunakan adalah sel A549 yang
merupakan sel epitel yang berasal dari paru-paru manusia (A549 (ATCC CCL
185)) yang diduga merupakan lokasi infeksi primer M. tuberculosis. E. coli
strain UT4400tb/pMK100, yang mengekspresikan protein Mce1A pada
permukaannya, dibandingkan dengan kontrol tanpa translokator
autotransporter AIDA, E. coli strain UT4400. Lokalisasi permukaan
ditunjukkan oleh pengikatan antibodi spesifik-protein Mce1A ke seluruh
permukaan sel oleh pewarnaan imunofluoresens indirek. E. coli yang
mengekspresikan protein Mce1A pada permukaannya tersebut diuji
kemampuannya untuk menyerang sel A549 dengan terlebih dahulu
menentukan waktu inkubasi optimal yang dibutuhkan E. coli rekombinan ini
untuk menginvasi sel epitel paru dan hasilnya menunjukkan aktivitas yang
sangat invasif dari bakteri ini. Hal ini menunjukkan bahwa protein Mce1A
memiliki peran penting dalam mekanisme invasi bakteri ke dalam sel epitel
paru.
Sekitar 2,6% inokulum E. coli strain UT4400tb/pMK100 pada sel A549
dapat bertahan dari gentamisin. Hal ini menyiratkan lokasi bakteri yang
mengekspresikan protein Mce1A pada permukaannya ini berada di dalam sel
(intraseluler), dan analisis mikroskopis elektron sel epitel paru yang
diinkubasi dengan bakteri ini menunjukkan keberadaan basil intraseluler.
49
Dengan demikian, protein Mce1A merupakan faktor yang berperan pada
proses invasi bakteri noninvasif ini ke dalam sel epitel paru.
Uji hambatan aktivitas invasi E. coli strain UT4400tb/pMK100
dilakukan sebagai tambahan data untuk mendukung data sebelumnya.
Rendahnya persentase keberhasilan inokulum E. coli strain
UT4400tb/pMK100 pada sel A549 yang dapat bertahan dari gentamisin
setelah pemberian antibodi anti-Mce1A menyiratkan inkompetensi E. coli
strain UT4400tb/pMK100 untuk menyerang sel epitel paru tanpa adanya
protein Mce1A.
50
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut :
1. Keberadaan protein Mce1A yang diekspresikan pada permukaan sel E.
coli strain UT4400tb/pMK100 dapat dikonfirmasi dengan menggunakan
gambaran dari mikroskop fluoresens.
2. Protein Mce1A memediasi aktivitas invasi bakteri E. coli strain
UT4400tb/pMK100 ke dalam sel epitel paru.
3. Kemampuan protein Mce1A dalam memediasi aktivitas invasi E. coli
strain UT4400tb/pMK100 ke dalam sel epitel paru dapat dihambat
menggunakan antibodi anti-Mce1A.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan, hal
yang dapat disarankan adalah :
51
1. Menggunakan 180 menit sebagai waktu inkubasi pada penelitian
mengenai invasi bakteri E. coli strain UT4400tb/pMK100 ke dalam sel
epitel paru.
2. Menggunakan bakteri rekombinan E. coli strain UT4400tb/pMK100 pada
penelitian selanjutnya untuk mengembangkan inhibitor potensial protein
Mce1A sebagai cikal bakal vaksin tuberkulosis terbaru.
52
DAFTAR PUSTAKA
A549 (ATCC CCL-185) [homepage on the internet]. American Type Culture Collection. [cited 2018 Agustus 30], Available from : https://atcc.org/Products/All/CCL-185.
Amin Z. & Bahar A. (2014). Tuberkulosis. Dalam : Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S editor. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Jakarta Interna Publishing. h. 863-81.
Arruda S., Bomfim G., Knights R., Huima-Byron T., & Riley L. W. (1993). Cloning of an M. tuberculosis DNA fragment associated with entry and survival inside cells. Science, 261:1454-7.
Bermudez L., & Goodman J. (1996). Mycobacterium tuberculosis invades and replicates within type II alveolar cells. Infect. Immun., 64:1400–6.
Carroll, K. (2013). Mycobacteria. Dalam : G. Brooks, K. Carroll, J. Butel, S. Morse, & T. Mietzner editor. Jawetz, Melnick, & Adelberg’s : Medical Microbiology (26 Ed). New York: McGraw Hill. h. 313-21.
Casali N., Konieczny M., Schmidt M., & Riley L. (2002). Invasion activity of a Mycobacterium tuberculosis peptide presented by the Escherichia coli AIDA autotransporter. Infect. Immun, 70:6846–52.
Center for Disease Control and Prevention (CDC). (2013). Latent tuberculosis infection: A guide for primary health care providers. Georgia.
Chitale S., et al. (2001). Recombinant Mycobacterium tuberculosis protein associated with mammalian cell entry. Cell. Microbiol, 3(4):247-54.
Clark-Curtiss J., & Haydel S. (2003). Molecular genetics of mycobacterium tuberculosis pathogenesis. Annu. Rev. Microbiol , 517-49.
Hermana N., Kusdiyantini E., Suprihadi A., & Nuraini N. (2015). Ekstraksi Protein dari Escherichia coli BL21 Rekombinan Gen Mycobacterium tuberculosis dengan Variasi Waktu Inkubasi Induski Isoprophyl-B-D-Thiogalactosidase (IPTG) dan Metode Lisis Sel. Jurnal Biologi, 4:60-8.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes). (2011). Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis. Jakarta.
Kohwiwattanagun J., Kawamura I., Fujimura T., & Mitsuyama M. (2007). Mycobacterial Mammalian Cell Entry Protein 1A (Mce1A)-Mediated
53
Adherence Enhances the Chemokine Production by A549 Alveolar Epithelial Cells. Microbiol. Immunol, 51(2):253–61.
McDonough K., & Kress Y. (1995). Cytotoxicity for lung epithelial cells is a virulence-associated phenotype of Mycobacterium tuberculosis. Infect. Immun, 63:4802–11.
Sakamoto, K. 2012. The Pathology of Mycobacterium tuberculosis Infection. Veterinary Pathology, 49(3):423-39.
Sato N., et al. (2007). Recombinant mycobacterium leprae protein associated with entry into mammalian cells of respiratory and skin components. J Dermatol Sci, 46(2):101-10.
Shepard C. (1958). A comparison of the growth of selected mycobacteria in HeLa, monkey kidney, and human amnion cells in tissue culture. J Exp Med., 107:237-45.
Smith I. (2003). Mycobacterium tuberculosis pathogenesis and molecular determinants of virulence. Clin. Microbiol., 16(3):463-96.
Spyridis NP, Spyridis PG, Gelesme A, Sypsa V, Valianatou M, Metsou F, et al. (2007). The effectiveness of a 9-month regimen of isoniazid alone versus 3- and 4-month regimens of isoniazid plus rifampin for treatment of latent tuberculosis infection in children: Results of an 11-year randomized study. Treatment of Latent Tuberculosis. 45:715-22.
Sterling TR, Villarino ME, Borisov AS, Shang N, Gordin F, Bliven-Sizemore E, et al. (2011). Three months of rifapentine and isoniazid for latent tuberculosis infection. N Engl J Med., 365(23):2155-66.
Stewart, G., Robertson, B., & Young, D. (2003). Tuberculosis : a problem with persistence. Nat. Rev. Microbiol., 97-105.
World Health Organization (WHO). (2017). Global Tuberculosis Report 2017. Geneva : World Health Organization.
Zhang, F., & Xie, J. 2011. Mammalian cell entry gene family of Mycobacterium tuberculosis. Mol Cell Biochem, 352:1-10.
LAMPIRAN 1. Jumlah Koloni Bakteri yang Menginvasi Sel Epitel Paru Berdasarkan Lama Waktu Inkubasi.
Tabel 1. Jumlah Koloni Bakteri yang Menginvasi Sel Epitel Paru Berdasarkan Lama Waktu Inkubasi.
Waktu Inkubasi (menit)
UT4400tb/pMK100 UT4400
Σ koloni Mean SD % inokulum Σ koloni Mean SD % inokulum
30
197
198.33 8.08 0.04
54
51.67 2.52 0.01 191 52
207 49
60
3200
3076.67 106.93 0.62
113
110.00 11.79 0.02 3020 97
3010 120
120
5500
5066.67 513.16 1.01
210
205.67 4.51 0.04 4500 201
5200 206
180
13800
13466.67 351.19 2.69
526
528.00 9.17 0.11 13100 538
13500 520
240
9100
8666.67 404.15 1.73
555
545.33 8.50 0.11 8600 542
8300 539
LAMPIRAN 2. Nilai Persentase Inokulum Bakteri yang Menginvasi Sel Epitel Paru Setelah Pemberian Antibodi Anti-Mce1A.
Tabel 2. Nilai Persentase Inokulum Bakteri yang Menginvasi Sel Epitel Paru Setelah Pemberian Antibodi Anti-Mce1A.
Perlakuan Σ Koloni Bakteri
SD % inoculum
Σ Koloni Bakteri SD
UT4400tb/pMK100 anti-Mce1A (+) 833.33 152.75 0.166666 0.03055
anti-Mce1A (-) 16333.33 351.19 3.266666 0.070238
UT4400 523.33 97.75 0.104666 0.01955
LAMPIRAN 3. Dokumentasi Kegiatan Penelitian