Peran Dan Fungsi Kode Etik Advokat

32
TINJAUAN UMUM TENTANG PERANAN ADVOKAT DALAM PENEGAKAN SUPREMASI HUKUM DI INDONESIA Oleh : Zahru Arqom, S.H. 1 I. PENDAHULUAN World Conference on The Independence of Justice c.q. Universal Declaration on The Independence of Justice menetapkan definisi dari Advokat sebagai berikut: “Lawyer means a person qualified and authorized to practice before the courts and to advise and represent his clients in legal matters” , yang dalam bahasa Indonesia berarti Advokat adalah seorang yang memenuhi persyaratan dan medapatkan izin untuk melakukan praktek di pengadilan dan untuk memberikan nesihat serta mewakili kliennya di dalam permasalahan- permasalahan hukum. Definisi tersebut agaknya telah diadopsi oleh pembentuk undang-undang di Republik Indonesia dalam menyusun Undang Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat dimana dalam Undang Undang Nomor 18 Tahun 2003, Advokat diberikan pengertian sebagai orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan undang-undang”. Profesi Advokat telah sejak lama dikenal dan usia profesi Advokat saat ini sudah sangat tua dan hampir sama tua dengan profesi dokter. Antara profesi Advokat dengan profesi dokter 1 Disampaikan dalam Kuliah PLKH Acara Perdata FH UGM, 17 Februari 2010. 1

description

kode

Transcript of Peran Dan Fungsi Kode Etik Advokat

Page 1: Peran Dan Fungsi Kode Etik Advokat

TINJAUAN UMUM TENTANG PERANAN ADVOKAT

DALAM PENEGAKAN SUPREMASI HUKUM DI INDONESIA

Oleh : Zahru Arqom, S.H.1

I. PENDAHULUAN

World Conference on The Independence of Justice c.q. Universal

Declaration on The Independence of Justice menetapkan definisi dari Advokat

sebagai berikut: “Lawyer means a person qualified and authorized to practice

before the courts and to advise and represent his clients in legal matters”, yang

dalam bahasa Indonesia berarti Advokat adalah seorang yang memenuhi

persyaratan dan medapatkan izin untuk melakukan praktek di pengadilan dan

untuk memberikan nesihat serta mewakili kliennya di dalam permasalahan-

permasalahan hukum. Definisi tersebut agaknya telah diadopsi oleh pembentuk

undang-undang di Republik Indonesia dalam menyusun Undang Undang Nomor

18 Tahun 2003 tentang Advokat dimana dalam Undang Undang Nomor 18 Tahun

2003, Advokat diberikan pengertian sebagai “orang yang berprofesi memberi

jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi

persyaratan berdasarkan undang-undang”.

Profesi Advokat telah sejak lama dikenal dan usia profesi Advokat saat

ini sudah sangat tua dan hampir sama tua dengan profesi dokter. Antara profesi

Advokat dengan profesi dokter memiliki sebuah kesamaan pada saat lahirnya

kedua profesi tersebut, kedua profesi tersebut lahir karena panggilan nurani

untuk menolong sesama manusia yang sedang mengalami permasalahan.

Dokter membantu menolong orang yang sedang memiliki permasalahan dengan

kesehatannya atau sedang terserang penyakit sedangkan Advokat membantu

1 Disampaikan dalam Kuliah PLKH Acara Perdata FH UGM, 17 Februari 2010.

1

Page 2: Peran Dan Fungsi Kode Etik Advokat

menyelesaikan permasalahan seseorang yang berhubungan dengan peraturan

atau hukum yang berlaku mengingat tidak semua orang benar-benar

mengetahui tentang hukum yang berlaku.

Perkembangan awal dari profesi Advokat pertama kali muncul pada

jaman Romawi Kuno yaitu dengan munculnya seorang Advokat Cicero. Pada

jaman Romawi Kuno tersebut para bangsawan selalu tampil dengan orasi dan

pembelaannya dalam membela anggota masyarakat yang buta hukum namun

telah tertimpa persoalan hukum. Saat itu sebenarnya istilah “Advokat”, istilah

yang dikenal untuk seseorang yang berprofesi atau mengerjakan pekerjaan

sebagai seorang Advokat (lawyering) dikenal dengan istilah “Preator”. Para

Preator tersebut dalam melakukan pembelaan terhadap masyarakat kecil

semata-mata karena panggilan nurani dan rasa tanggung jawab membela rakyat

kecil yang lemah dihadapan kekuasaan raja dan pemerintahan saat itu dan

sekaligus para Preator yang berasal dari kalangan para bangsawan tersebut

memiliki tujuan menjaga kemuliaan terhadap status kebangsawanannya. Karena

profesinya yang selalu membela masyarakat kecil maka Preator sangat dihargai

dan dimuliakan oleh orang sehingga profesi sebagai Advokat atau Preator

dikatakan sebagai Officium Nobilium atau profesi yang mulia.

Selanjutnya dalam sejarah perkembangan Advokat di jaman Romawi Kuno

tercatat seorang tokoh bernama Patronus, seorang yang memiliki figur kuat

serta sangat dipercaya oleh masyarakat. Pada jaman Patronus tersebut banyak

sekali warga masyarakat yang sedang ditimpa permasalahan baik dalam bidang

ekonomi, bidang sosial, bidang hukum, dan lain sebagainya, datang mengadu

dan meminta bantuan serta perlindungan dari Patronus. Namun pada saat itu

para bangsawan, tokoh, atau pemuka masyarakat dalam menjalankan

2

Page 3: Peran Dan Fungsi Kode Etik Advokat

kegiatannya menolong masyarakat hanya berorientasi dan memiliki motivasi

menyusun kekuatan dari masyarakat sehingga akhirnya terjadi perebutan

sebanyak mungkin pengaruh dalam masyarakat. Karena adanya perebutan

kekuatan dari masyarakat tersebut maka kemudian bantuan dan jasa termasuk

di dalamnya jasa hukum yang diberikan oleh para bangsawan, tokoh, atau

pemuka masyarakat seperti Patronus itu akhirnya menjadi lebih terinci dan pada

proses selanjutnya muncul suatu kelas masyarakat yang disebut “Advokatus”

dimana kelas Advokatus tersebut telah memasang tarif untuk jasa-jasa yang ia

berikan. Nama tokoh Patronus sampai sekarang terabadikan dalam istilah yang

dikenal dalam Ilmu Sosial yaitu istilah “Hubungan Patron-Client”.2

Saat sejarah manusia memasuki masa abad pertengahan profesi

keadvokatan semakin berkembang sejalan dengan perkembangan agama

Kristiani. Ajaran kasih terhadap setiap manusia dalam agama Kristen

memberikan kontribusi kepada perkembangan dunia keadvokatan. Pada abad

pertengahan tersebut tercatat bahwa gereja-gereja memiliki program

keadvokatan yang rapi dan terarah. Ketika itu mulai dikenal istilah “Advokatus

Pauperum” yaitu tenaga-tenaga gereja yang bekerja dibidang sosial termasuk di

dunia keadvokatan yang lebih bersifat sekuler dan juga bersifat komersial dalam

artian meminta imbalan atas jasa yang diberikannya kepada masyarakat.

Walaupun landasan agama Kristen yang mengajarkan tentang kasih tetap

dipegang teguh oleh kaum gereja, namun pada perkembangannya para Advokat

mengenal honorarium, dan akhirnya profesi Advokat atau yang pada saat itu

lebih dikenal dengan istilah Advokatus Pauperum berkembang ke arah profesi

sebagai mata pencaharian.

2 Kamal Firdaus, Pengenalan Dunia Kepengacaraan, disampaikan pada acara Pendidikan dan Pelatihan Kepengacaraan Fakultas Hukum Universitas Muhamadiyah Yogyakarta, Yogyakarta, 19 November 2000 hlm. 11

3

Page 4: Peran Dan Fungsi Kode Etik Advokat

Mengenai perkembangan dikenalnya honorarium dalam profesi

Advokat sebenarnya bukan merupakan penyimpangan dari dasar dan landasan

profesi Advokat yang sesunguhnya yaitu panggilan hati nurani untuk membantu

dan membela sesama manusia, namun honorarium tersebut diartikan sebagai

suatu bentuk penghargaan kepada seorang Advokat dalam menjalankan

profesinya yang sangat mulia. Dari istilah “honorarium” itu sendiri sebenarnya

dapat diketahui bahwa profesi Advokat masih sebagai seorang pemberi jasa

yang oleh karenanya seorang Advokat dipandang mulia dan bukan seseorang

yang melakukan jual-beli atau dagang perkara. Honorarium barasal dari kata

dalam bahasa Inggris “honor” atau kehormatan yang berarti honorarium kepada

seorang Advokat adalah imbalan sebagai penghormatan atas jasa yang telah

diberikan kepada masyarakat yang membutuhkan bantuannya.3

Sejarah perkembangan Advokat selalu mengikuti sejarah

perkembangan bentuk peradilan yang ada, karena sebagian besar peranan dan

jenis pekerjaan dalam profesi Advokat selalu memiliki keterkaitan dengan

bentuk dan pola pengadilan yang ada. Pola peradilan yang berkembang di

Romawi Kuno dalam perkembangannya menyebar ke hampir seluruh benua

Eropa seiring dengan tindakan ekspansi kerajaan Romawi ke beberapa negara di

Eropa. Menurut catatan sejarah, pada mulanya hampir semua bentuk

pengadilan yang ada di dunia ini adalah berpola accusatoir, dimana dalam

bentuk tersebut Pihak yang merasa dirugikan kepentingan serta haknya datang

kepada pihak yang berwenang untuk mengadukan pihak yang telah merugikan

kepentingan serta haknya tersebut, sedangkan pihak yang dituduh atau

diadukan juga memiliki hak untuk melakukan pembelaan terhadap dirinya. Pada

3 Adnan Buyung Nasution, Undang-Undang Advokat – Menuju Profesi Advokat Yang Bebas dan Mandiri, Workshop Profesi Advokat, Kerjasama antara Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada dan Adnan Buyung Nasution & Partners (ABNP) Law Firm, Yogyakarta, 10 Desember 2004, hlm . 3-4.

4

Page 5: Peran Dan Fungsi Kode Etik Advokat

bentuk pengadilan dengan pola accusatoir tersebut pada saat perkembangan

pertama kali didasarkan pada pendapat bahwa kebenaran sejati ada pada

Tuhan, dan diharapkan Tuhan memberikan kemenangan kepada pihak yang

benar, selanjutnya para pihak yang bersengketa melakukan pertandingan

bertarung dengan menggunakan senjata (judicial combat) dengan juri yang

memimpin pertandingan dan menentukan siapa yang menang dan siapa yang

kalah, selanjutnya pemenang dari pertarungan tersebut dianggap sebagai yang

benar karena Tuhan hanya memberikan kemenangan bagi pihak yang benar.

Pada abad pertengahan sebagaiaman diuraikan di atas, agama Kristen

mulai berkembang dan kaum gereja saat itu berpendapat pola peradilan yang

ada saat itu dalam bentuk judicial combat dengan anggapan Tuhan akan selalu

memberikan kemenangan bagi pihak yang menang, adalah sangat melecehkan

Tuhan dan oleh karena itu kaum gereja akhirnya menyusun dan menciptakan

pola peradilan inquisitoir. Dalam pola inquisitoir ini dianggap yang paling tahu

salah atau tidaknya adalah Terdakwa itu sendiri karena itu pihak yang

memeriksa selalu berusaha keras memperoleh pengakuan bersalah dari

Terdakwa. Konsep inquisitoir yang dianggap perbaikan dari sistem accusatoir

tersebut ternyata juga banyak penyimpangan karena untuk memperoleh

pengakuan Terdakwa pemeriksa selalu menggunakan berbagai cara seperti

menjebak, membujuk, dan menyiksa Terdakwa.

Walaupun akhirnya pola pengadilan inquisitoir berkembang di daratan

Eropa, namun di Inggris tetap menganut sistem accusatoir, dikarenakan di

Inggris kaum gereja kalah berkat perjuangan kaum bangsawan yang dibantu

rakyat kota dan akhirnya bisa memaksa Raja John Lackland untuk

menandatangani Magna Charta pada tahun 1215, dimana pada pokoknya Raja

5

Page 6: Peran Dan Fungsi Kode Etik Advokat

menjamin hak asasi rakyatnya dan peradilan menurut hukum ada yang berlaku

dimana peradilan dilakukan menurut pola accusatoir dengan suatu dewan juri

(juror) yang menentukan pihak yang benar dan pihak yang salah namun bentuk

para pihak dalam bentuk peradilan accusatoir ini tidak perlu bertanding dengan

senjata namun cukup beradu argumen.

Bentuk peradilan inquisitoir memiliki perbedaan dengan pola peradilan

accusatoir dalam common law Inggris dimana dalam pola pengadilan accusatoir

siapa yang benar dan siapa yang kalah ditentukan oleh dewan juri dan hakim

hanya bertindak sebagai pengatur jalannya persidangan saja, dalam pola

pengadilan inquisitoir hakim adalah yang merajai sidang, memeriksa para pihak,

memeriksa terdakwa, memeriksa bukti dan saksi-saksi, setelah itu hakim pulalah

yang memberikan putusan pihak mana yang benar dan pihak mana yang salah.4

Setelah meletus revolusi Perancis, akhirnya pola pengadilan

accusatoir banyak tersebar di sebagian besar negara-negara di daratan Eropa

kecuali di Belanda yang masih tetap menganut pola pengadilan inquisitoir.

Dalam pola pengadilan accusatoir, peran dari Advokat atau lawyer menjadi

sangat penting baik dalam hukum pidana maupun sengketa keperdataan,

karena para pihak tidak mungkin berperkara atau membela dirinya sendiri tetapi

harus diwakilkan kepada seorang Advokat. Dalam sejarah common law di

Inggris, profesi Advokat biasanya dilakukan oleh anak laki-laki kedua dari

keluarga bangsawan yang tidak dapat menggantikan kedudukan ayahnya

karena kedudukan ayahnya hanya bisa diwariskan kepada anak laki-laki

pertama. Advokat di Inggris saat itu pada umumnya merupakan kalangan orang

kaya, sehingga tidak mengutamakan materi, Advokat Inggris saat itu hanya

membutuhkan kehormatan (honor) dan tidak pernah membicarakan fee dengan

4 Kamal Firdaus, Op.Cit, hlm 12

6

Page 7: Peran Dan Fungsi Kode Etik Advokat

kliennya, jika kliennya ingin memberikan imbalan atas jasanya berupa

honorarium, maka honorarium tersebut diterima dan diatur oleh Clerk atau

pegawai khusus untuk mengurus hal tersebut.5 Bahkan waktu itu di Inggris,

seorang Advokat tidak dibenarkan berhubungan langsung dengan klien. Namun

saat ini beberapa ketentuan atau aturan tersebut sudah tidak diterapkan lagi,

dimana Advokat dapat berhubungan langsung dengan kliennya serta dapat

menerima fee atas prestasinya.

Selanjutnya dalam hukum kontinental yang bentuk aslinya adalah

pengadilan dengan pola inquisitoir dimana hakim menjadi manusia setengah

dewa di ruang persidangan, dalam perkembangannya juga sedikit mengadopsi

bentuk-bentuk dari hukum anglo saxon yang berpola accusatoir seperti

pembatasan kewenangan hakim, adanya hak-hak terdakwa, dan diperkuatnya

kedudukan Advokat dalam pembelaan suatu perkara. Walaupun demikian,

namun pada kenyataannya sejarah mengatakan bahwa pola Advokatur yang

paling sempurna dalam mengembangkan fungsi Advokat adalah di Inggris

dengan Common Law-nya yang mengunakan bentuk pola pengadilan accusatoir.

Perkembangan dunia keadvokatan di Indonesia apabila dibandingkan

dengan perkembangan di Eropa, usianya masih sangat muda, karena sistem

hukum tradisional Indonesia tidak dikenal. Keadvokatan baru dikenal di

Indonesia sejak masa kolonialisme dengan masuknya pula sistem hukum

Belanda yang diterapkan di Indonesia. Sejarah keadvokatan di Indonesia tidak

dapat dilepaskan dari perkembangan sejarah keadvokatan di Belanda sendiri.

Berawal dari perubahan sejarah hukum di Belanda ada tahun 1848 berdasarkan

asas konkordansi, dengan Firman Raja tanggal 16 Mei 1948 No. 1 perundang-

5 Ropaun Rambe, Teknik Praktek Advokat, Jakarta, PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, 2001, hlm.

25

7

Page 8: Peran Dan Fungsi Kode Etik Advokat

undangan Belanda diberlakukan di Hindia Belanda, antra lain peraturan tentang

susunan kehakiman dan kebijaksanaan peradilan yang disebut dengan

(Reglement op de Rechtelijke Organisatie), sehingga keadvokatan di Indonesia

mulai di Indoneisa pada sekitar sesudah dikeluarkannya Firman Raja tersebut

dan saat itu baru terbatas bagi orang-orang Eropa saja dalam peradilan Raad

van Justitie (RvJ).

Tercatat dalam sejarah advokat, advokat pertama bumiputera baru

membuka kantornya di Tegal dan Semarang pada sekitar tahun 1926. Nama-

nama yang tercatat dalam sejarah profesi keadvokatan Indonesia antara lain

Besar Martokusumo, Sartono, Sastromuljono, Sujudi, Ali Sastroamidjojo, Amir

Sjarifudin, M. Yamin, Iskaq Tjokrohadisurjo, Moehamad Roem, Sunarjo, dan

Burhanuddin Harahap.

Dalam sistem peradilan dan peraturan perundang-undangan kolonial

yang berlaku saat itu terdapat dua hukum acara yaitu Reglement op de

Burgerlijke Rechtsvordering (Rv.) untuk RvJ dan Herzien Indonesich Reglement

untuk Landraad. Rv mewajibkan para pihak dalam perkara perdata mewakilkan

kepada kuasa dalam beracara di muka pengadilan. Perwakilan ini merupakan

suatu keharusan, dengan akibat batalnya tuntutan hak atau diputusnya di luar

hadir tergugat bilamana para pihak ternyata tidak diwakili. Menurut RO

persyaratan bertindak sebagai kuasa hukum itu, antara lain ia harus sarjana

hukum. Tetapi setelah merdeka, pluralisme sistem peradilan dan hukum acara

dihapuskan Rv sebagai hukum acara di RvJ tidak lagi berlaku dan HIR yang

semula berlaku sebagai hukum acara di Laandraad yaitu pengadilan untuk

golongan pribumi atau bumiputra tetap berlaku sampai sekarang.

8

Page 9: Peran Dan Fungsi Kode Etik Advokat

Akibat dari perkembangan sejarah hukum, yaitu dengan

dihapuskannya Rv, itu berpengaruh besar terhadap dunia keadvokatan, karena

menjadi tidak ada lagi kewajiban bagi para pihak dalam perkara untuk

mewakilkan kepada seseorang kuasa maka mengurangi jumlah warga

masyarakat yang membutuhkan jasa advokat, selain itu jaminan hukum bagi

profesi advokat sendiri menjadi sedikit agak kabur.

Sejarah perkembangan advokat selanjutnya adalah pada tahun 1959-

1960 berdiri perkumpulan Balie van Advocaten di Jawa Tengah, kemudian pada

tanggal 14 Maret 1963 di Jakarta telah dibentuk organisasi advokat yang diberi

nama Persatuan Advokat Indoneisa disingkat PAI. Pengurus PAI tersebut

ditugaskan terutama untuk mempersiapkan dan menyelenggarakan suatu

konggres atau musyawarah para advokat Indonesia, dalam forum atau

kesempatan mana nantinya diharapkan akan ditetapkan suatu organisasi.

Pada musyawarah tanggal 30 Agustus 1964 secara aklamasi dan

diresmikan nama dan berdirinya organisasi Advokat dengan nama Persatuan

Advokat Indonesia disingkat Peradin sebagai organisasi Advokat Indonesia, dan

sejak tanggal tersebut Peradin menggantikan PAI sebagai organisasi Advokat di

Indonesia. Walaupun telah dibentuk Peradin, namun Peradin ini tetap belum

berhasil dan diakui secara resmi oleh pemerintah sebagai satu-satunya

organisasi advokat di Indonesia dan Peradin gagal mendapatkan pengakuan sah

sebagai Bar Association tunggal di Indonesia.

Perkembangan selanjutnya dari dunai keadvokatan di Indonesia adalah

pada tanggal 10 November 1985 disahkan nama Ikatan Advokat Indonesia

disingkat IKADIN disahkan oleh sidang pleno musyawarah nasional advokat

sebagai nama baru dari organisasi profesi advokat di Indonesia.

9

Page 10: Peran Dan Fungsi Kode Etik Advokat

Secara singkat, sejarah singkat dunia keadvokatan sampai pada

gagalnya IKADIN mendapatkan pengakuan dari pemerintah bahwa IKADIN

adalah wadah tunggal organisasi advokat di Indonesia dan puncaknya pada

Musyawarah Nasional IKADIN II pada bulan November 1989 IKADIN terpecah dan

organisasi advokat pecahan dari IKADIN tersebut diberi nama Asosiasi Advokat

Indonesia (AAI).

Dalam perkembangan akhir organisasi Advokat di Indonesia muncul

beberapa organisasi Advokat yang berjumlah delapan organisasi yaitu Ikatan

Advokat Indonesia (IKADIN), Asosiasi Advokat Indonesia (AAI), Ikatan Penasihat

Hukum Indonesia (IPHI), Himpunan Advokat dan Pengacara Indonesia (HAPI),

Serikat Pengacara Indonesia (SPI), Asosiasi Konsultan Hukum Indonesia (AKHI),

Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal (HKHPM) dan Asosiasi Pengacara

Syariah Indonesia (APSI). Kedelapan organisasi Advokat tersebut yang sampai

dengan diterbitkannya Undang Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat

diakui sebagai Organisasi Advokat di Indonesia sebagaimana ditegaskan dalam

Pasal 32 Undang Undang Nomor 18 Tahun 2003.

Untuk sementara waktu sampai pada saat pembentukan organisasi

Advokat sebagaimana yang diamatkan oleh Undang Undang Nomor 18 Tahun

2003 telah dibentuk Komisi Kerja Advokat Indonesia (KKAI), kemudian pada

akhirnya pada tanggal 8 September 2005, melalui Akta Notaris tertanggal 8

September 2005 yang dibuat oleh dan dihadapan Buntario Tigris Darmawang,

S.E., S.H, M.H., 8 (delapan) organisasi Advokat yang telah ada mendirikan

organisasi tunggal Advokat yang diberi nama Perhimpunan Advokat Indonesia

(PERADI) sebagaimana diamanatkan oleh Undang Undang Nomor 18 Tahun

2003, dalam pendirian PERADI tersebut kedelapan organisasi Advokat diwakili

10

Page 11: Peran Dan Fungsi Kode Etik Advokat

oleh Ketua Umum dan Sekertaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat masing-masing

organisasi advokat, yaitu Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN) diwakili oleh Otto

Hasibuan, S.H., M.M. (ketua) dan Teguh Samudra, S.H., M.H. (sekretaris

jenderal); Assosiasi Advokat Indonesia (AAI) diwakili oleh Denny Kailimang, S.H.,

M.H. (ketua) dan Teddy Soemantry, S.H. (sekretaris jenderal); Ikatan Penasihat

Hukum Indonesia (IPHI) diwakili oleh Indra Sahnun Lubis, S.H. (ketua) dan M.

Lutfie Hakim, S.H. (sekretaris jenderal); Himpunan Advokat Pengacara Indonesia

(HAPI) diwakili oleh Jimmy Budi Harijanto, S.H., M.BA. (ketua) dan Elza Syarief,

S.H., M.H. (sekretaris jenderal); Serikat Pengacara Indonesia (SPI) diwakili oleh

Trimedya Panjaitan, S.H. (ketua) dan Sugeng Teguh Santoso, S.H. (sekretaris

jenderal); Asosiasi Konsultan Hukum Indonesia (AKHI) diwakili oleh Frederik B.G.

Tumbun, S.H. (ketua) dan Hoesein Wiriadinata, S.H., LL.M (sekretaris jenderal);

Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal (HKHPM) diwakili oleh Soemarjono

Soemarsono, S.H. (ketua) dan Harry Ponto, S.H., LL.M (sekretaris jenderal); dan

Asosiasi Pengacara Syariah Indonesia (APSI) diwakili oleh Drs. Taufik, S.H., M.H

(ketua) dan Drs. Nur Khoirun Yudha, M.Ag (sekretaris jenderal).

Cita-cita pembentukan satu wadah organisasi Advokat tersebut hampir

merupakan isapan jempol belaka, karena beberapa tokoh Advokat Indonesia

antara lain Teguh Samudera, S.H., Indra Sahnun Lubis, S.H., Dr. Iur. Adnan

Buyung Nasution, S.H., Kamal Firdaus, S.H., dan Dr. Todung Mulya Lubis, S.H.,

pada Bulan Agustus 2008 mencetuskan organisasi advokat baru yang

menamakan dirinya Konggres Advokat Indonesia (KAI) yang juga mengklaim

sebagai wadah atau organisasi tunggal Advokat di Indonesia. Dualisme wadah

kembali terjadi dan menimbulkan polemik, konflik dan kegamangan dalam dunia

advokat di Indonesia. Terlebih, Mahkamah Agung (MA) pun tidak mengambil

11

Page 12: Peran Dan Fungsi Kode Etik Advokat

peran dan sikap yang tegas terhadap kondisi dualisme yang nyata-nyata

bertentangan dengan UU Advokat tersebut.

Sejarah kembali berulang, begitulah kata pepatah yang sepertinya

dapat diibaratkan dalam sejarah organisasi Advokat Indonesia. Sebelum

berlakunya UU Advokat, dapat dengan mudah advokat yang merasa tidak cocok

dengan organisasinya akan memisahkan diri dan membentuk organisasi baru,

dalam permasalahan di atas Dr. Iur. Adnan Buyung Nasution, S.H. dan Dr.

Todung Mulya Lubis, S.H. masing-masing telah diputuskan bersalah dan

melanggar kode etik Advokat Indonesia oleh Dewan Kehormatan DPC Peradi

Jakarta Selatan dan DPC Peradi Tangerang, namun akhirnya setelah membentuk

KAI keduanya pun mengajukan banding ke Dewan Kehormatan Etik KAI dan

dapat diterima kembali.

Pada makalah ini, Penulis mencoba mengkaji hal berkaitan dengan :

Bagaimana peran dan fungsi Advokat dalam Penegakkan Supremasi Hukum di

Indonesia ?

II. PEMBAHASAN

A. Peran dan Fungsi Advokat dalam Penegakan Supremasi Hukum

Konstitusi Negara Republik Indonesia UUD 1945 menegaskan bahwa RI

adalah negara hukum sedemikian diperlukan pengembangan sistem hukum

nasional yang komperhensif antara lain meliputi kegiatan pembuatan dan

penerapan hukum. Dalam kegiatan tersebut terdapat peran yang diemban oleh

profesi advokat melalui jasa atau bantuan hukum yang dijalankannya.6

6 Prof. Dr. Jimly Ashidiqie, S.H., Sambutan Ketua MK dalam Kitab Advokat Indonesia, Alumni, Bandung, 2007, hlm xi.

12

Page 13: Peran Dan Fungsi Kode Etik Advokat

Advokat menurut ketentuan Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor

18 Tahun 2003 tentang Advokat diberikan pengertian sebagai orang yang

berprofesi memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar Pengadilan yang

memenuhi syarat berdasarkan undang-undang. Advokat memiliki status sebagai

penegak hukum yang bebas dan mandiri sebagaimana yang ditentukan dalam

Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003. Profesi Advokat secara

konseptual adalah suatu pekerjaan hukum berdasarkan keahlian untuk

melayani masyarakat secara independen dengan batasan kode etik dari

komunitasnya7.

Secara umum, garis besar Fungsi dan Peranan Advokat, antara lain, sebagai

berikut: 8

1. Sebagai pengawal konstitusi dan hak asasi manusia;

2. Memperjuangkan hak asasi manusia;

3. Melaksanakan Kode Etik Advokat;

4. Memegang teguh sumpah Advokat dalam rangka menegakkan hukum,

keadilan, dan kebenaran;

5. Menjunjung tinggi serta mengutamakan idealisme (nilai keadilan, kebenaran

dan moralitas);

6. Melindungi dan memelihara kemandirian, kebebasan, derajat dan martabat

Advokat;

7. Menjaga dan meningkatkan mutu pelayanan Advokat terhadap masyarakat

dengan cara belajar terus-menerus untuk memperluas wawasan dan ilmu

hukum;

7 Luhut M.P.Pangaribuan, S.H., LL.M; Hukum Acara Pidana, Jakarta, Djambatan, 2005, Hlm. 58 Frans Hendra Winarta, op cit., hal

13

Page 14: Peran Dan Fungsi Kode Etik Advokat

8. Menangani perkara-perkara sesuai dengan kode etik Advokat baik secara

nasional, maupun secara internasional;

9. Mencegah penyalahgunaan keahlian dan pengetahuan yang merugikan

masyarakat dengan cara mengawasi pelaksanaan etika profesi Advokat

melalui Dewan Kehormatan Asosiasi Advokat;

10.Memelihara kepribadian Advokat karena profesi Advokat merupakan profesi

yang terhormat;

11.Menjaga hubungan baik dengan klien maupun teman sejawat;

12.Memelihara persatuan dan kesatuan advokat agar sesuai dengan maksud

dan tujuan organisasi Advokat;

13.Memberikan pelayanan hukum, nasihat hukum, konsultasi hukum, pendapat

hukum, informasi hukum, dan menyusun kontrak-kontrak;

14.Membela kepentinan klien dan mewakili klien di muka pengadilan;

15.Memberikan bantuan hukum dengan cuma-cuma kepada masyarakat yang

lemah dan tidak mampu (pro bono publico).

Dari uraian mengenai Fungsi dan Peranan Advokat secara umum di

atas, dalam hal upaya penegakan hukum khususnya di Indonesia, profesi

Advokat memiliki Peran dan Fungsi, sebagai berikut:

1. Sebagai pengawal konstitusi dan hak asasi manusia;

2. Memperjuangkan hak asasi manusia;

3. Menjunjung tinggi serta mengutamakan idealisme (nilai keadilan, kebenaran

dan moralitas);

14

Page 15: Peran Dan Fungsi Kode Etik Advokat

4. Menjaga dan meningkatkan mutu pelayanan Advokat terhadap masyarakat

dengan cara belajar terus-menerus untuk memperluas wawasan dan ilmu

hukum;

5. Memberikan pelayanan hukum, nasihat hukum, konsultasi hukum, pendapat

hukum, informasi hukum, dan menyusun kontrak-kontrak;

6. Membela kepentingan klien dan mewakili klien di muka pengadilan;

7. Memberikan bantuan hukum dengan cuma-cuma kepada masyarakat yang

lemah dan tidak mampu (pro bono publico).

B. Hak dan Kewajiban Advokat

Hak dan Kewajiban Advokat telah diatur secara tegas dalam Pasal 14

sampai dengan Pasal 20 Undang Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang

Advokat.

1. Hak Advokat

Dalam menjalankan profesinya, Advokat memiliki hak-hak sebagai

berikut:

a. Bebas mengeluarkan pendapat atau pernyataan dalam membela perkara

di dalam sidang pengadilan. (pasal 14);

b. Bebas dalam menjalankan tugas profesinya untuk membela perkara yang

menjadi tanggung jawabnya (pasal 15);

c. Tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana dalam

menjalankan tugas profesinya dengan itikad baik untuk kepentingan

pembelaan Klien dalam sidang pengadilan. (pasal 16);

d. Dalam menjalankan profesinya, Advokat berhak memperoleh informasi,

data, dan dokumen lainnya, baik dari instansi Pemerintah maupun pihak

15

Page 16: Peran Dan Fungsi Kode Etik Advokat

lain yang berkaitan dengan kepentingan tersebut yang diperlukan untuk

pembelaan kepentingan Kliennya (pasal 17);

e. Berhak atas kerahasiaan hubungannya dengan Klien, termasuk

perlindungan atas berkas dan dokumennya terhadap penyitaan atau

pemeriksaan dan perlindungan terhadap penyadapan atas komunikasi

elektronik Advokat (pasal 19 ayat (2)).

2. Kewajiban Advokat

Dalam menjalankan profesinya, Advokat memiliki kewajiban-kewajiban

sebagai berikut:

a. Dalam menjalankan tugas profesinya dilarang membedakan perlakuan

terhadap Klien berdasarkan jenis kelamin, agama, politik, keturunan, ras,

atau latar belakang sosial dan budaya (pasal 18);

b. Advokat wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahui atau

diperoleh dari Kliennya karena hubungan profesinya, kecuali ditentukan

lain oleh Undang Undang (pasal 19);

c. Advokat dilarang memegang jabatan lain yang bertentangan dengan

kepentingan tugas dan martabat profesinya (pasal 20 ayat (1));

d. Advokat dilarang memengang jabatan lain yang meminta pengabdian

sedemikian rupa sehingga merugikan profesi Advokat atau mengurangi

kebebasan dan kemerdekaan dalam menjalankan tugas profesinya (pasal

20 ayat (2));

e. Advokat yang menjadi pejabat negara, tidak melaksanakan tugas profesi

Advokat selama memanggku jabatan tersebut. (pasal 20 ayat (3)).

16

Page 17: Peran Dan Fungsi Kode Etik Advokat

C. Kode Etik Advokat

Advokat dalam menjalankan profesinya menggunakan sistim etika terutama

untuk menyediakan struktur yang mampu menciptakan disiplin tata kerja dan

menyediakan garis batas tata nilai yang bisa dijadikan acuan para profesional

untuk menyelesaikan dilematik etika yang dihadapi saat menjalankan fungsi

profesi sehari-hari. Kode Etik Advokat merupakan seperangkat kaidah prilaku

sebagai pedoman yang harus dipatuhi dalam mengemban profesi Advokat.

Dengan demikian, maka ada tiga maksud yang terkandung dalam pembentukan

kede etik tersebut9, yaitu:

1. Menjaga dan meningkatkan kualitas moral;

2. Menjaga dan meningkatkan kualitas keterampilan tekhnis; dan

3. Melindungi kesejahteraan materiil dari para pengemban profesi Advokat.

Di Indonesia, Kode Etik Advokat telah disusun oleh tujuh organisasi Advokat

yang terdiri dari Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN), Asosiasi Advokat Indonesia

(AAI), Ikatan Penasihat Hukum Indonesia (IPHI), Himpunan Advokat dan

Pengacara Indonesia (HAPI), Serikat Pengacara Indonesia (SPI), Asosiasi

Konsultan Hukum Indonesia (AKHI), dan Himpunan Konsultan Hukum Pasar

Modal (HKHPM), pada tanggal 23 Mei 2002 atau lebih kurang satu tahun sebelum

diundangkan dan diberlakukannya Undang Undang Nomor 18 Tahun 2003

tentang Advokat, yang selanjutnya dalam Pasal 33 Undang Undang Nomor 18

Tahun 2003 tentang Advokat, Kode Etik Advokat tersebut dinyatakan memiliki

kekuatan hukum.

Dalam Kode Etik Advokat yang disusun oleh organisasi-organisasi Advokat

tersebut terdapat pola-pola etika yang diatur dari kepribadian Advokat, pola

9 ibid.

17

Page 18: Peran Dan Fungsi Kode Etik Advokat

hubungan Advokat dengan Klien, dan Pola Hubungan Advokat dengan teman

sejawat sesama Advokat sampai dengan Penegakan Kode Etik Advokat itu

sendiri. Secara ringkas dapat diuraikan mengenai kepibadian advokat serta

beberapa pola hubungan dari Advokat yang diatur dalam Kode Etik Advokat,

sebagai berikut:

1. Kode Etik Kepribadian Advokat

a. Advokat Indonesia adalah warga negara Indonesia yang bertakwa kepada

Tuhan Yang Maha Esa, bersikap satria, jujur dalam mempertahankan

keadilan dan kebenaran dilandasi moral yang tinggi, luhur dan mulia, dan

yang dalam melaksanakan tugasnya menjunjung tinggi hukum, Undang-

Undang Dasar Republik Indonesia, kode etik Advokat serta sumpah

jabatannya.

b. Advokat dapat menolak untuk memberi nasihat dan bantuan hukum

kepada setiap orang yang memerlukan jasa dan atau bantuan hukum

dengan pertimbangan oleh karena tidak sesuai dengan keahliannya dan

bertentangan dengan hati nuraninya, tetapi tidak dapat menolak dengan

alasan karena perbedaan agama, kepercayaan politik dan kedudukan

sosialnya.

c. Advokat dalam melakukan tugasnya tidak bertujuan semata-mata untuk

memperoleh imbalan materi tetapi lebih mengutamakan tegaknya

hukum, kebenaran dan keadilan.

d. Advokat dalam menjalankan profesinya adalah bebas dan mandiri serta

tidak dipengaruhi oleh siapapun dan wajib memperjuangkan hak-hak

azasi manusia dalam negara hukum Indonesia.

e. Advokat wajib memelihara rasa solidaritas diantara teman sejawat.

18

Page 19: Peran Dan Fungsi Kode Etik Advokat

f. Advokat wajib memberikan bantuan dan pembelaan hukum kepada

teman sejawat yang diduga atau didakwa dalam suatu perkara pidana

atas permintaannya atau karena penunjukan organisasi profesi.

g. Advokat tidak dibenarkan untuk melakukan pekerjaan lain yang dapat

merugikan kebebasan, derajat dan martabat Advokat.

h. Advokat harus senantiasa menjunjung tinggi profesi Advokat sebagai

profesi terhormat (officium nobile).

i. Advokat dalam menjalankan profesinya harus bersikap sopan terhadap

semua pihak namun wajib mempertahankan hak dan martabat Advokat.

j. Seorang Advokat yang kemudian diangkat untuk menduduki suatu

jabatan negara (eksekutif, legislative dan judikatif) tidak dibenarkan

untuk berpraktek sebagai Advokat dan tidak diperkenankan namanya

dicantumkan atau dipergunakan oleh siapapun atau oleh kantor manapun

dalam suatu perkara yang sedang diproses/berjalan selama ia menduduki

jabatan tersebut.

2. Kode Etik Hubungan Advokat dengan Klien

a. Advokat dalam perkara-perkara perdata harus mengutamakan

penyelesaian dengan jalan damai.

b. Advokat tidak dibenarkan memberikan keterangan yang dapat

menyesatkan klien mengenai perkara yang sedang diurusnya.

c. Advokat tidak dibenarkan menjamin kepada kliennya bahwa perkara yang

ditanganinya akan menang.

d. Dalam menentukan besarnya honorarium Advokat wajib

mempertimbangkan kemampuan klien.

19

Page 20: Peran Dan Fungsi Kode Etik Advokat

e. Advokat tidak dibenarkan membebani klien dengan biaya-biaya yang tidak

perlu.

f. Advokat dalam mengurus perkara Cuma-Cuma harus memberikan

perhatian yang sama seperti terhadap perkara untuk mana ia menerima

uang jasa.

g. Advokat harus menolak mengurus perkara yang menurut keyakinannya

tidak ada dasar hukumnya.

h. Advokat wajib memegang rahasia jabatan tentang hal-hal yang

diberitahukan oleh klien secara kepercayaan dan wajib tetap menjaga

rahasia itu setelah berakhirnya hubungan antara Advokat dan klien itu.

i. Advokat tidak dibenarkan melepaskan tugas yang dibebankan kepadanya

pada saat yang tidak menguntungkan posisi klien atau pada saat tugas itu

akan dapat menimbulkan kerugian yang tidak dapat diperbaiki lagi bagi

klien yang bersangkutan, dengan tidak mengurangi ketentuan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf (a).

j. Advokat yang mengurus kepentingan bersama dari dua pihak atau lebih

harus mengundurkan diri sepenuhnya dari pengurusan kepentingan-

kepentingan tersebut, apabila dikemudian hari timbul pertentangan

kepentingan antara pihak-pihak yang bersangkutan.

k. Hak retensi Advokat terhadap klien diakui sepanjang tidak akan

menimbulkan kerugian kepentingan klien.

3. Kode Etik Hubungan Advokat dengan Teman Sejawat

a. Hubungan antara teman sejawat Advokat harus dilandasi sikap saling

menghormati, saling menghargai dan saling mempercayai.

20

Page 21: Peran Dan Fungsi Kode Etik Advokat

b. Advokat jika membicarakan teman sejawat atau jika berhadapan satu

sama lain dalam sidang pengadilan, hendaknya tidak menggunakan kata-

kata yang tidak sopan baik secara lisan maupun tertulis.

c. Keberatan-keberatan terhadap tindakan teman sejawat yang dianggap

bertentangan dengan kode etik Advokat harus diajukan kepada Dewan

Kehormatan untuk diperiksa dan tidak dibenarkan untuk disiarkan melalui

media massa atau cara lain.

d. Advokat tidak diperkenankan menarik atau merebut seorang klien dari

teman sejawat.

e. Apabila klien hendak mengganti Advokat, maka Advokat yang baru hanya

dapat menerima perkara itu setelah menerima bukti pencabutan

pemberian kuasa kepada Advokat semula dan berkewajiban

mengingatkan klien untuk memenuhi kewajibannya apabila masih ada

terhadap Advokat semula.

f. Apabila suatu perkara kemudian diserahkan oleh klien terhadap Advokat

yang baru, maka Advokat semula wajib memberikan kepadanya semua

surat dan keterangan yang penting untuk mengurus perkara itu, dengan

memperhatikan hak retensi Advokat terhadap klien tersebut.

4. Kode Etik Advokat Dalam Bertindak Menangani Perkara

a. Surat-surat yang dikirim oleh Advokat kepada teman sejawatnya dalam

suatu perkara dapat ditunjukkan kepada hakim apabila dianggap perlu

kecuali surat-surat yang bersangkutan dibuat dengan membubuhi catatan

“Sans Prejudice”.

21

Page 22: Peran Dan Fungsi Kode Etik Advokat

b. Isi pembicaraan atau korespondensi dalam rangka upaya perdamaian

antar Advokat akan tetapi tidak berhasil, tidak dibenarkan untuk

digunakan sebagai bukti di muka pengadilan.

c. Dalam perkara perdata yang sedang berjalan, Advokat hanya dapat

menghubungi hakim apabila bersama-sama dengan Advokat pihak lawan,

dan apabila menyampaikan surat, termasuk surat yang bersifat “ad

informandum” maka hendaknya seketika itu tembusan dari surat tersebut

wajib diserahkan atau dikirimkan pula kepada Advokat pihak lawan.

d. Dalam perkara pidana yang sedang berjalan, Advokat hanya dapat

menghubungi hakim apabila bersama-sama dengan jaksa penuntut

umum.

e. Advokat tidak dibenarkan mengajari dan atau mempengaruhi saksi-saksi

yang diajukan oleh pihak lawan dalam perkara perdata atau oleh jaksa

penuntut umum dalam perkara pidana.

f. Apabila Advokat mengetahui, bahwa seseorang telah menunjuk Advokat

mengenai suatu perkara tertentu, maka hubungan dengan orang itu

mengenai perkara tertentu tersebut hanya boleh dilakukan melalui

Advokat tersebut.

g. Advokat bebas mengeluarkan pernyataan-pernyataan atau pendapat

yang dikemukakan dalam sidang pengadilan dalam rangka pembelaan

dalam suatu perkara yang menjadi tanggung jawabnya baik dalam sidang

terbuka maupun dalam sidang tertutup yang dikemukakan secara

proporsional dan tidak berkelebihan dan untuk itu memiliki imunitas

hukum baik perdata maupun pidana.

22

Page 23: Peran Dan Fungsi Kode Etik Advokat

h. Advokat mempunyai kewajiban untuk memberikan bantuan hukum secara

cuma-cuma (pro bono) bagi orang yang tidak mampu.

i. Advokat wajib menyampaikan pemberitahuan tentang putusan

pengadilan mengenai perkara yang ia tangani kepada kliennya pada

waktunya.

Untuk menegakkan atau menjamin ditaatinya Kode Etik Advokat oleh para

Advokat, setiap Advokat diawasi oleh Dewan Kehormatan Organisasi Advokat.

Apabila terjadi pelanggaran Kode Etik Advokat tersebut, berdasarkan ketentuan

Pasal 26 Undang Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat, Dewan

Kehormatan Organisasi Advokat diberikan kewenangan untuk memeriksa dan

mengadili pelanggaran dan berwenang pula menjatuhkan sanksi berupa

peringatan biasa, peringatan keras, pemberhentian sementara waktu tertentu;

dan pemecatan dari keanggotaan organisasi profesi. Dengan pertimbangan atas

berat atau ringannya sifat pelanggaran Kode Etik Advokat, Advokat dapat

dikenakan sanksi :

a. Peringatan biasa bilamana sifat pelanggarannya tidak berat;

b. Peringatan keras bilamana sifat pelanggarannya berat atau karena

mengulangi kembali melanggar kode etik dan atau tidak mengindahkan

sanksi peringatan yang pernah diberikan.

c. Pemberhentian sementara untuk waktu tertentu bilamana sifat

pelanggarannya berat, tidak mengindahkan dan tidak menghormati

ketentuan kode etik atau bilamana setelah mendapat sanksi berupa

peringatan keras masih mengulangi melakukan pelanggaran kode etik.

23

Page 24: Peran Dan Fungsi Kode Etik Advokat

d. Pemecatan dari keanggotaan organisasi profesi bilamana dilakukan

pelanggaran kode etik dengan maksud dan tujuan merusak citra serta

martabat kehormatan profesi Advokat yang wajib dijunjung tinggi sebagai

profesi yang mulia dan terhormat.

Dalam hal Advokat dikenakan sanksi pemberhentian sementara untuk

waktu tertentu harus diikuti larangan untuk menjalankan profesi Advokat di luar

maupun di muka pengadilan dan terhadap Advokat yang dijatuhi sanksi

pemberhentian sementara untuk waktu tertentu dan atau pemecatan dari

keanggotaan organisasi profesi disampaikan kepada Mahkamah Agung untuk

diketahui dan dicatat dalam daftar Advokat.

III. KESIMPULAN

Secara tegas telah dibahas di atas mengenai peran dan fungsi Advokat dalam

penegakkan supremasi hukum di Indonesia, namun terdapat sekurangnya 3

(tiga) hal dalam law enforcement, yakni hukumnya, aparat penegaknya dan

masyarakat. Ketiga aspek tersebut memiliki peran tersendiri yang saling

berkaitan satu dengan lainnya. Kesemuanya memerlukan peran aktif dari

pemerintah melalui institusi peradilannya, organisasi advokat serta masyarakat

untuk menegakkan dan menjaga profesi advokat. Sangat penting dan

mendesak sikap tegas dari MA untuk menengahi dan menetapkan

permasalahan dualisme organisasi advokat di Indonesia. Apabila hal tersebut

dibiarkan berlarut-larut maka akan lebih menambah besar permasalahan dan

memambah keruh kondisi advokat maupun calon advokat.

24

Page 25: Peran Dan Fungsi Kode Etik Advokat

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

PERADI, Kitab Advokat Indonesia, Alumni, Bandung, 2007.

Frans Hendra Winarta, Advokat Indonesia (Citra, Idealisme, Dan Keprihatinan),

Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1995.

Luhut M.P. Pangaribuan, S.H., LL.M, Hukum Acara Pidana, Djambatan, Jakarta,

2005.

Ropaun Rambe, Teknik Praktek Advokat, PT. Gramedia WI, Jakarta, 2001.

B. Makalah

Dr. (Iur). Adnan Buyung Nasution, Undang-Undang Advokat: Menuju Profesi

Advokat Yang Bebas dan Mandiri. Disampaikan pada acara Workshop

Profesi Advokat, Diselenggarakan Kerjasama antara Fakultas Hukum

Universitas Gadjah Mada dan Adnan Buyung Nasution & Partners (ABNP)

Law Firm, Yogyakarta, 10 Desember 2004.

Kamal Firdaus, Pengenalan Dunia Kepengacaraan. Disampaikan pada acara

Pendidikan dan Pelatihan Kepengacaraan, Diselenggarakan Fakultas

Hukum Universitas Muhamadiyah Yogyakarta, Yogyakarta 19 November

2000.

Frans Hendrawinarta, Dimensi Moral Profesi Advokat dan Pekerja Bantuan

Hukum, http://www.komisihukum.go.id/article_opinion.php, 14 Juni

2006.

C. Peraturan

Undang Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat

Kode Etik Advokat

25

Page 26: Peran Dan Fungsi Kode Etik Advokat

26