PENGARUH VARIASI SUHU DAN WAKTU EKSTRAKSI METODE...
Transcript of PENGARUH VARIASI SUHU DAN WAKTU EKSTRAKSI METODE...
PENGARUH VARIASI SUHU DAN WAKTU EKSTRAKSI
METODE ULTRASONIK TERHADAP RENDEMEN
EKSTRAK DAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK
DAUN Stevia rebaudiana Bert. M
SKRIPSI
MUTHOHAROH
NIM. 11151020000046
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2019
PENGARUH VARIASI SUHU DAN WAKTU EKSTRAKSI
METODE ULTRASONIK TERHADAP RENDEMEN
EKSTRAK DAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK
DAUN Stevia rebaudiana Bert. M
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi
MUTHOHAROH
NIM. 11151020000046
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2019
ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
iii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING
iv
HALAMAN PENGESAHAN
v
ABSTRAK
Nama : Muthoharoh
Program Studi : Farmasi
Judul Skripsi : Pengaruh Variasi Suhu dan Waktu Ekstraksi Metode
Ultrasonik Terhadap Rendemen Ekstrak Dan Aktivitas
Antioksidan Ekstrak Daun Stevia rebaudiana Bert. M.
S. rebaudiana merupakan pemanis alami tidak mengandung kalori dan 300 kali
lebih manis dari sukrosa. Senyawa manis tersebut berasal dari senyawa glikosida
yang terdapat pada daun S. rebaudiana. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
pengaruh variasi suhu dan waktu ekstraksi terhadap aktivitas antioksidan dan hasil
rendemen ekstrak. Ekstraksi S. rebaudiana menggunakan metode ultrasonik
dengan pelarut air dan aktivitas antioksidan diukur menggunakan metode 1, 1-
diphenil-2-picrylhydrazyl (DPPH) dengan menggunakan vitamin C sebagai
pembanding. Variasi suhu dan waktu ekstraksi yang digunakan yaitu 25ºC selama
30 menit, 25ºC selama 60 menit, 75ºC selama 30 menit dan 75ºC selama 60 menit.
Hasil rendemen masing-masing yaitu 12,1%, 15,2%, 15,0%, dan 14.6%.
Sedangkan aktivitas antioksidan yang ditandai oleh persentase inhibisi diperoleh
masing-masing setiap variasi yaitu 39,9%, 33,8%, 31,8% , dan 27,1%. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa variasi suhu dan waktu ekstraksi mempengaruhi
aktivitas antioksidan dan rendemen ekstrak. Hasil rendemen ekstrak terbaik pada
suhu 25ºC dan waktu ekstraksi 60 menit yaitu 15,2%. Sedangkan pada ekstraksi
suhu 25ºC dan waktu ekstraksi 30 menit menunjukkan aktivitas antioksidan yang
tinggi.
Kata kunci: Aktivitas antioksidan, DPPH, Stevia rebaudiana Bert. M, Ultrasonik
vi
ABSTRACT
Name : Muthoharoh
Study Program : Pharmacy
Thesis Title : The Effect of Temperature Variation and
Extraction Time of Ultrasound Method on Extract
Yield and Antioxidant Activity of Stevia
rebaudiana Bert. M. Leaf Extract.
S. rebaudiana is a natural sweeteners that contains no calories and 300 times
sweeter than sucrose. The Sweet compound is from glycoside compounds found
in S. rebaudiana leaves. This study aims to determine the effect of variations
temperature and extraction time on antioxidant activity and yield. S. rebaudiana
was extracted using ultrasonic method with water solvents and antioxidant activity
was measured by using 1, 1-diphenil-2-picrylhydrazyl (DPPH) method on vitamin
C used as standard. Variation in temperature and extraction time used were 25ºC
for 30 minutes, 25ºC for 60 minutes, 75ºC for 30 minutes, and 75ºC for 60
minutes produced yield of 12,1%, 15,2%, 15,0%, and 14,6% respectively. While
the antioxidant activity expressed by % inhibition showed values of 39,9%,
33,8%, 31,8% , and 27,1% respectively for each variation. The Result showed that
variation in temperature and extraction time effect the antioxidant activity and
yield. Extraction at 25ºC in 60 minutes gave best yield 15,2%. Meanwhile,
extraction at 25ºC in 30 minutes gave an extract that showed high antioxidant
activity.
Keyword : Antioxidant activity, DPPH, Stevia rebaudiana Bert. M, Ultrasonic
vii
KATA PENGANTAR
Alhamdulilah, puji dan syukur senantiasa saya panjatkan kehadirat
Allah SWT, karena berkat nikmat dan hidayah-Nya yang telah dilimpahkan serta
segala anugrah-Nya yang telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini. Skripsi yang berjudul Pengaruh Variasi Suhu dan Waktu Ekstraksi
Metode Ultrasonik Terhadap Rendemen Ekstrak dan Aktivitas Antioksidan
Ekstrak Daun Stevia rebaudiana Bert. M dilakukan dalam rangka memenuhi salah
satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Skripsi ini disusun berdasarkan berbagai literatur, yang dianggap
relevan dan dapat dijadikan sebagai acuan pustaka. Saya menyadari bahwa tanpa
adanya bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak dalam masa perkuliahan dan
penyusunan skripsi maka saya tidak dapat menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena
itu saya mengucapkan terima kasih kepada:
Dr. Zilhadia, MSi, Apt selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
Dr. Nurmeilis, M.Si., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas
Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Ismiarni Komala, MSc, PhD, Apt selaku pembimbing pertama dan dr.
Flori Ratna Sari, Ph. D selaku pembimbing kedua, yang telah memberikan
ilmu, nasihat, waktu, tenaga, pikiran, dukungan, kepercayaan, serta
kesabaran dalam membimbing
Bapak dan Ibu staf pengajar dan karyawan yang telah memberikan
bimbingan dan bantuan selama saya menempuh pendidikan di Program
Studi Farmasi Fakultas Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Kedua orang tua saya, ayahanda Toha Mustofa dan ibunda Giyanti yang
telah melimpahkan kasih sayang, doa, kesabaran, dorongan spiritual,
dukungan moral, dan materi sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan
baik
viii
Sahabat saya dan rekan-rekan mahasiswa Program Studi Farmasi Fakultas
Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan
motivasi, doa dan bantuan sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan dan
keterbatasan, oleh sebab itu penulis dengan terbuka menerima segala saran.
Penulis berharap Allah SWT berkenan membalas setiap jengkal kebaikan
semua pihak yang telah membantu dan penulis berharap semoga skripsi ini
dapat bermanfaat dan memberikan sumbangan pengetahuan bagi masyarakat
khususnya bagi pengembangan ilmu.
Ciputat, Oktober 2019
Penulis
ix
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai civitas akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta, saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Muthoharoh
Program Studi : Farmasi
Fakultas : Ilmu Kesehatan
Jenis Karya : Skripsi
Demi perkembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui skripsi/ karya ilmiah
saya, dengan judul:
Pengaruh Variasi Suhu dan Waktu Ekstraksi Metode Ultrasonik
Terhadap Rendemen Ekstrak dan Aktivitas Antioksidan Ekstrak Daun
Stevia rebaudiana Bert. M.
Untuk dipublikasikan atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu Digital
Library perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
untuk kepentingan akademik sebatas sesuai dengan undang-undang hak cipta.
Demikian pernyataan publikasi karya ilmiah ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Ciputat
Pada tanggal : Oktober 2019
Yang menyatakan,
(Muthoharoh)
x
DAFTAR ISI
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ................................................. ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................ iii
HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. iv
ABSTRAK ..............................................................................................................v
ABSTRACT .......................................................................................................... vi
KATA PENGANTAR ......................................................................................... vii
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN ............................................... ix
DAFTAR ISI...........................................................................................................x
DAFTAR GAMBAR............................................................................................xii
DAFTAR TABEL...............................................................................................xiii
DAFTAR LAMPIRAN.......................................................................................xiv
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................ 3
1.3 Tujuan Penelitian .......................................................................................... 3
1.4 Manfaat Penelitian ....................................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................4
2.1 Diabetes ........................................................................................................ 4
2.1.1 Pendahuluan ....................................................................................... 4
2.1.2 Klasifikasi ...................................................................................... 4
1.1.3 Patofisiologi ................................................................................... 5
1.2 Tanaman Stevia rebaudiana Bert .M .................................................... 8
2.2.1 Deskripsi ........................................................................................ 8
2.2.2 Klasifikasi ...................................................................................... 9
2.2.4 Habitat ........................................................................................... 9
2.2.5 Kandungan Kimia ........................................................................ 10
2.2.6 Khasiat ......................................................................................... 11
2.3 Simplisia ............................................................................................. 12
2.4 Ekstrak ................................................................................................ 13
xi
2.5 Metode Ekstraksi ................................................................................ 13
2.6 Radikal Bebas ..................................................................................... 15
2.7 Antioksidan ......................................................................................... 16
2.8 Spektrofotometri ................................................................................. 17
BAB III METODE PENELITIAN ....................................................................22
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian .................................................................... 22
3.1.1 Waktu ............................................................................................... 22
3.1.2 Tempat .............................................................................................. 22
3.2 Alat dan Bahan ........................................................................................... 22
3.2.1 Alat ................................................................................................... 22
3.2.2 Bahan ................................................................................................ 22
3.3.1 Persiapan Sampel ........................................................................ 23
3.3.2 Ekstraksi Daun S. rebaudiana dengan Metode Ultrasonik ......... 23
3.3.3 Uji Antioksidan ........................................................................... 23
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN..............................................................24
4.1 Persiapan sampel................................................................................. 25
4.2 Ekstraksi Daun S. rebaudiana dengan Metode Ultrasonik ................. 25
4.3 Rendemen Ekstrak S. rebaudiana ....................................................... 27
4.4 Hasil Uji Antioksidan ......................................................................... 30
BAB V PENUTUP................................................................................................34
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................35
LAMPIRAN..........................................................................................................39
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Tanaman Stevia rebaudiana Bertoni ......................................................9
Gambar 2. Struktur steviosida ................................................................................10
Gambar 3. Struktur Rebaudiosid A ........................................................................11
Gambar 4. Reaksi DPPH dengan senyawa antioksidan .........................................17
Gambar 5. Perinsip pengukuran dalam spektoskopi UV-VIS ...............................18
Gaambar 6. instrumen spektrofotometer UV-VIS single-beam. ............................19
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Hasil Rendemen Ekstrak ........................................................................27
Tabel 4.2 Uji Pos Hoc Bonferroni .........................................................................27
Tabel 4.3 Hasil Persen inhibisi (%) Ekstrak S. rebaudiana ...................................30
Tabel 4.4 Hasil Persen inhibisi (%) Vitamin C ......................................................30
Tabel 4.5 Perbandingan % inhibisi sampel terhadap Vitamin C ...........................30
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Alur Penelitian Ekstraksi Daun S. rebaudiana ..................................39
Lampiran 2. Alur Uji Antioksidan Ekstrak Daun S. rebaudiana ..........................40
Lampiran 3. Dokumentasi Alat dan Bahan Serta Kegiatan Penelitian ..................41
Lampiran 4. Data dan Perhitungan Rendemen ..................................................... 43
Lampiran 5. Data Persen Inhibisi (%) ...................................................................44
Lampiran 6. Hasil Analisa Statistik Data Rendemen Ekstrak ...............................46
Lampiran 7. CoA Metanol .....................................................................................48
Lampiran 8. CoA Syringe ......................................................................................49
Lampiran 9. CoA Standar Steviosida .....................................................................50
Lampiran 10. CoA Standar Rebaudiosida A ..........................................................51
Lampiran 11. Sifat Fisika Kimia Steviosid dan Rebaudiosid A............................52
1
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Diabetes melitus merupakan gangguan metabolisme yang ditandai
dengan hiperglikemia kronis dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak
dan protein akibat gangguan sekresi insulin, sensitivitas insulin atau keduanya
(Wells, B. G., et al. 2009). Risiko komplikasi yang terjadi yaitu neuropati,
penyakit jantung dan stroke, gagal ginjal, dan kematian (Kemenkes RI, 2014).
Sehingga diabetes dengan komplikasi merupakan penyebab kematian
tertinggi di Indonesia. Konsumsi gula yang berlebih mengakibatkan penyakit
diabetes karena pankreas bekerja keras memproduksi insulin yang dibutuhkan
untuk menormalkan kadar gula dalam darah, sehingga pankreas kelelahan dan
mengakibatkan penurunan produksi insulin (Raini & Isnawati, 2011). Oleh
karena itu penderita diabetes membutuhkan asupan nutrisi yang seimbang,
terkontrol, dan membatasi kebutuhan gula sehari-hari.
Stevia rebaudiana merupakan pemanis alami yang memiliki tingkat
kemanisan 300 kali lebih tinggi dari sukrosa dan tidak mengandung kalori
(Geuns, Buyse, Vankeirsbilk, & Temme, 2014). S. rebaudiana telah
digunakan sebagai pemanis alami untuk produk makanan dan minuman di
beberapa negara yaitu Jepang, Korea Selatan, Israel, Mexico, Paraguay,
Berazil, Argentina dan Switzerland (Geuns et al., 2014). Sehingga dapat
dikonsumsi oleh penderita diabetes sebagai pengganti sukrosa. S.
rebaudiana diperoleh dari tanaman Stevia rebaudiana Bert. M tumbuhan asli
dari Brazil dan Paraguay. Senyawa pemanis tersebut berasal dari senyawa
glikosida yang terdapat pada daun S. rebaudiana. Senyawa glikosida
dominan yang memberikan rasa manis yaitu steviosida dan rebaudiosida A
(Chandra, 2015).
S. rebaudiana selain sebagai pemanis alami, merupakan salah satu
tanaman memiliki aktivitas antioksidan. Antioksidan merupakan senyawa
yang mampu menunda atau mencegah reaksi radikal bebas dalam oksidasi
lipid (Ahmad, 2012). Ruiz, Jorge & Carlos, (2015) melakukan penelitian
2
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
aktivitas antioksidan pada ekstrak metanol S. rebaudiana, pada penelitian
tersebut dalam pengujian in vitro antioksidan melemahkan aktivitas oksidatif.
Beberapa ayat di dalam Al Quran menjelaskan bahwa tumbuh-
tumbuhan memiliki manfaat untuk kehidupan manusia. Salah satu di
antaranya adalah QS Asy-Syu’ara’ (26): 7 yang berbunyi:
يم ر ج ك و ل ز ن ك ا م يه ا ف ن ت ب ن م أ ض ك ر ل ى ا ل ا إ و ر م ي ل و أ
Artinya: Dan apakah mereka tidak memperhatikan bumi,
berapakah banyaknya kami tumbuhkan di bumi itu berbagai
macam tumbuh-tumbuhan yang baik
Tumbuhan yang baik dalam hal ini adalah tumbuhan yang bermanfaat
untuk kehidupan. Ayat tersebut mengisyaratkan kepada kita untuk mencari
dan mempelajari berbagai tumbuhan yang memberikan manfaat bagi
kehidupan. Salah satu manfaatnya yaitu sebagai pemanis alami tidak
berkalori sehingga dapat digunakan sebagai pengganti sukrosa untuk
penderita diabetes.
Ekstraksi S. rebaudiana telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya
dengan membandingkan metode ekstraksi dengan kombinasi metode yang
canggih untuk menghasilkan yield yang lebih tinggi. Menurut Liu et al.,
(2009) ekstraksi daun S. rebaudiana menggunakan metode konvensional dan
ultrasonik dengan pelarut air dan menghasilkan yield lebih tinggi pada
metode ultrasonik. Selanjutnya ekstraksi S. rebaudiana metode ultrasonik
telah dilakukan oleh Gasmala et al., (2015) dengan pelarut isopropanol dan
dilakukan optimasi waktu ekstraksi dan efek dekolorisasi. Kondisi optimum
diperoleh pada waktu ekstraksi 18 menit dan efek dekolorisasi oleh polimer
separan AP30 dan resin ADS-7 dengan tingkat dekolorisasi 65,45%.
Ekstraksi S. rebaudiana metode konvensional, ultrasonik dan microwave
telah dilakukan dengan optimasi waktu (1, 2, 3, 5 menit), suhu (70, 90, 100,
110)ºC, dan amplitudo (50%, 80%, dan 100%). Pada penelitian tersebut
mendapatkan yield yang lebih tinggi pada metode microwave (Toboc et al.,
2009).
3
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Berdasarkan uraian tersebut dalam menemukan metode ekstraksi S.
rebaudiana yang menghasilkan yield tinggi telah menggunakan berbagai
metode dengan kombinasi teknologi. Namun belum ditemukan pengaruh
variasi suhu dan waktu terhadap hasil ekstraksi dan aktivitas antioksidan
ekstrak S. rebaudiana dengan menggunakan metode yang sederhana dan
ramah lingkungan. Sehingga dilakukan penelitian pengaruh variasi suhu dan
waktu ekstraksi metode ultrasonik menggunakan pelarut air terhadap aktivitas
antioksidan ekstrak S. rebaudiana.
1.2 Rumusan Masalah
1. Berapa suhu dan waktu optimal dalam ekstraksi S. rebaudiana metode
ultrasonik dengan pelarut air ?
2. Bagaimana pengaruh variasi suhu dan waktu ekstraksi terhadap rendemen
ekstrak dan aktivitas antioksidan ekstrak S. rebaudiana ?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Optimasi suhu dan waktu ekstraksi S. rebaudiana metode ultrasonik
dengan pelarut air.
2. Mengetahui aktivitas antioksidan ekstrak daun S. rebaudiana dari variasi
suhu dan waktu ekstraksi metode ultrasonik.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian yang dilakukan diharapkan dapat:
1. Mengembangkan metode ekstraksi daun S. rebaudiana yang sederhana
dan ramah lingkungan.
2. Menyediakan informasi metode ultrasonik daun S. rebaudiana yang
sederhana dan ramah lingkungan.
3. Menyediakan informasi pengaruh suhu dan waktu ekstraksi terhadap
rendemen ekstrak dan aktivitas antioksidan.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Diabetes
2.1.1 Pendahuluan
Diabetes merupakan penyakit gangguan metabolisme yang ditandai
dengan hiperglikemik kronis disebabkan gangguan sekresi insulin.
Patofisiologis utama diabetes tipe 2, yang mewakili sebagian besar diabetes
di Jepang yaitu gangguan sekresi insulin dan peningkatan resistensi insulin
dan menurunnya fungsi sel pangkreas (Njolstad et al., 2003). Diabetes
merupakan penyakit silent killer karena kebanyakan penderitanya tidak
menyadari dan saat diketahui sudah terjadi komplikasi. Komplikasi diabetes
yang terjadi akibat hiperglikemia yang menahun menyebabkan kerusakan
dan gangguan sistem tubuh terutama syaraf dan pembuluh darah. Risiko
komplikasi yang terjadi yaitu neuropati, penyakit jantung, stroke, gagal
ginjal, dan kematian (Kemenkes RI, 2014). Diperkirakan prevalensi diabetes
di dunia orang dewasa pada tahun 2010 adalah 6,4% yaitu 285 juta dan nilai
ini diperkirakan akan naik menjadi sekitar 7,7% yaitu 439 juta pada tahun
2030 (Shaw et al., 2010). Menurut World Health Organization (WHO)
prevalensi diabetes di Indonesia terus meningkat dari tahun 2007 sebesar
5,7% menjadi 6,9% pada tahun 2013 dan diabetes dengan komplikasi
merupakan penyebab kematian tertinggi di Indonesia.
2.1.2 Klasifikasi
Klasifikasi diabetes melitus dibagi menjadi empat tipe yaitu:
1. Diabetes Melitus Tipe 1
Diabetes melitus tipe 1 ditandai dengan kerusakan sel β pankreas
yang disebabkan karena reaksi autoimun dan biasanya mengarah pada
defisiensi insulin absolut (Kumar & Clark, 2002). Diabetes tipe ini
biasanya ditandai dengan adanya anti–glutamic acid decarboxylase, sel
pulau atau antibodi insulin yang mengidentifikasi reaksi autoimun yang
5
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
menyebabkan kerusakan sel β (Baynest, 2015). Sehingga penderita DM
tipe 1 membutuhkan terapi insulin.
2. Diabetes Melitus Tipe 2
Pada diabetes melitus tipe 2 terjadi karena produksi insulin yang
mengalami penurunan dan resistensi insulin
3. Diabetes Gestasional
Diabetes gestasional adalah diabetes yang terjadi pada wanita hamil
atau merupakan klasifikasi diabetes bukan kondisi patofisiologi.
Penderita diabetes gestasional umumnya terjadi pada wanita hamil
trimester ketiga (Baynest, 2015).
4. Jenis Spesifik Lainnya (Diabetes Monogenik)
Diabetes tipe ini termasuk penderita dengan kerusakan genetik
fungsi sel β atau dengan defek aksi insulin, penderita dengan penyakit
pada pankreas eksokrin, disfungsi pankreas yang disebabkan oleh obat,
atau infeksi (Baynest, 2015).
1.1.3 Patofisiologi
1. Diabetes Tipe 1
Diabetes tipe 1 gangguan produksi insulin umumnya terjadi karena
kerusakan sel-sel β pulau Langerhans yang disebabkan oleh reaksi
autoimun (Depkes, 2005). Diabetes tipe 1 mewakili sekitar 10% dari
semua kasus diabetes, mempengaruhi sekitar 20 juta orang di seluruh
dunia (American Diabetes Association, 2001). Meskipun diabetes tipe 1
mempengaruhi semua kelompok umur, namun sebagian besar individu
didiagnosis di sekitar usia 4 hingga 5 tahun, atau di usia remaja dan
dewasa awal (Blood et al., 1975). Kasus diabetes tipe 1 mengalami
kenaikan, di Eropa peningkatan di setiap tahunnya rata-rata 3,4% pada
anak di bawah usia 15 tahun. Diabetes tipe 1 sering disebut insulin
dependent diabetes melitus (IDDM) karena diabetes tipe ini mutlak
membutuhkan insulin (Gunawan,2012).
6
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Terjadinya kerusakan sel β pankreas secara autoimun
menyebabkan defisiensi sekresi insulin sehingga terjadinya gangguan
metabolisme pada DM tipe 1, selain kerusakan sekresi insulin fungsi sel
α pankreas juga abnormal sehingga terjadinya sekresi glukagon yang
berlebih pada pasien (Baynest, 2015). Pada keadaan normal
hiperglikemia menyebabkan sekresi glukagon berkurang, namun pada
pasien DM tipe 1 hiperglikemia tidak menekan sekresi glukagon
(Baynest, 2015). Kekurangan insulin menyebabkan lipolisis yang tidak
terkontrol dan meningkatkan kadar asam lemak bebas dalam plasma
yang menekan gangguan metabolisme glukosa dalam jaringan perifer
seperti otot rangka.
2. Diabetes Tipe 2
Diabetes tipe 2 disebabkan karena resistensi insulin atau gangguan
sekresi insulin dan sering disebut non-insulin dependent diabetes
mellitus (NIDDM) karena diabetes tipe ini tidak selalu membutuhkan
insulin atau cukup dengan diet dan diabetik oral (Gunawan, 2012).
Diabetes tipe 2 lebih umum terjadi daripada tipe 1, penderita diabetes
tipe 2 90-95% dari keseluruhan populasi penderita diabetes berusia 45
tahun, namun akhir-akhir ini meningkat penderita diabetes ini pada
kalangan remaja (Depkes, 2005). Pada diabetes tipe ini tubuh mampu
memproduksi insulin namun menjadi sangat resisten sehingga insulin
menjadi tidak efektif dan menyebabkan kadar glukosa darah tinggi
(Okur, Karantas, & Saifaka, 2017). Faktor resiko terkena diabetes tipe
ini yang paling signifikan yaitu berat badan berlebih, aktifitas fisik dan
gizi buruk. Selain itu faktor lain yaitu riwayat keluarga diabetes,
riwayat diabetes melitus gestasional dan usia lanjut (Okur, Karantas, &
Siafaka, 2017).
7
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3. Diabetes Melitus Gestasional
Diabetes melitus gestasional adalah diabetes yang terjadi pada
trimester kedua atau ketiga kehamilan, diabetes ini dapat terjadi
sementara selama kehamilan dan dapat berkembang menjadi diabetes
tipe 2 (Okur, Karantas, & Siafaka, 2017). Wanita dengan hiperglikemia
selama masa kehamilan memiliki resiko merugikan lebih besar untuk
hasil kehamilan, seperti tekanan darah tinggi, makrosomia janin,
kelahiran menjadi sulit dan beresiko (Okur, Karantas, & Siafaka, 2017).
Perubahan endokrin dan metabolisme yang terjadi selama kehamilan
berkaitan langsung dengan sinyal hormonal yang berasal dari feto-
placental unit (FPU). Selama masa awal kehamilan toleransi terhadap
glukosa nornal dan sensitivitas perifer (otot) terhadap insulin normal
dan produksi glukosa basal hati normal. Hal ini dikarenakan pada awal
kehamilan estrogen dan progesteron mengalami peningkatan dan terjadi
perluasan masa sel β sebagai respon terhadap kehamilan. Sehingga
menyebabkan meningkatnya pelepasan insulin.
Peningkatan insulin pada awal kehamilan menyebabkan resistensi
insulin. Pada trimester kedua dan ketiga insulin terus meningkat
sedangkan faktor feto-plasenta akan menurunkan sensitivitas insulin
pada ibu sehingga akan merangsang sel-sel untuk menggunakan sumber
bahan bakar (energi) selain glukosa, hal ini akan meningkatkan glukosa
ke janin (Catalano et al., 1991). Kondisi normal glukosa darah pada
janin 10-20% lebih sedikit dari glukosa darah ibu, memungkinkan
transfer glukosa dalam plasenta ke darah janin melalui proses difusi dan
terfasilitasi (Noaemi & shalayel, 2011). Berdasarkan hal tersebut
glukosa dibutuhkan untuk janin yang sedang berkembang, sebagai
sumber energi untuk metabolisme sel atau untuk menyediakan energi
untuk sintesis protein, lipid, dan glikogen (Noaemi & shalayel, 2011).
8
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4. Diabetes Melitus spesifik (monogenik)
Diabetes ini merupakan diabetes melitus akibat mutasi gen spesifik
yang menyebabkan penurunan fungsi sel β. Patofisiologi diabetes yang
digolongkan ke dalam tipe ini berbeda-beda tergantung penyebabnya.
Diabetes spesifik disebabkan karena penyebab yang bermacam-macam
seperti diabetes yang diinduksi oleh penggunaan obat, diabetes yang
disebabkan karena penyakit pankreas (pankreatitis dan sistik fibrosis),
diabetes pasca transplantasi organ, dan diabetes yang disebabkan
sindrom monogenik. Maturity onset diabetes of the young (MODY)
yaitu genetik diabetes yang ditandai dengan pewarisan autosom
dominan, penyakit dini, dan tidak tergantung insulin (Jeesuk Yu,
2012). MODY merupakan diabetes yang disebabkan karena kerusakan
monogenik yang menyebabkan penurunan fungsi sel β pangkreas
(Jeesuk Yu, 2012).
1.2 Tanaman Stevia rebaudiana Bert .M
2.2.1 Deskripsi
S. rebaudiana merupakan tanaman semak dengan ketinggiannya
mencapai 1 m dan termasuk tanaman tahunan dengan bentuk perdu
dan batang yang mudah patah dengan daun berbentuk elips dan
sistem perakaran yang menyebar (Schok, 1982). Perakaran stevia
dalam bentuk rhizoma dan sedikit bercabang (Lemus-mondaca et al.,
2012). Batang S. rebaudiana berbentuk bulat, lonjong, berbulu halus
dan memiliki banyak cabang. Berbunga sepanjang tahun dengan
bunga sempurna (hemaphrodite) dengan mahkota berbentuk tabung
dan berwarna putih. Tanaman S. rebaudiana terkenal karena
kandungan tinggi senyawa manis diterpen sekitar 4-20% dalam
simplisia daun kering dan yang bertanggung jawab sebagai rasa manis
senyawa steviol glikosida ( Genta et al., 2007).
9
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 1. Tanaman S. rebaudiana
(Sumber : Lemos-Mondaca et al., 2012)
2.2.2 Klasifikasi
Tanaman S. rebaudiana diklasifikasikan oleh Unites States
Departement of Agriculture (USDA) sebagai berikut:
Kingdom : Plantae (Tumbuh)
Sub kingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta (Tanaman berbiji)
Sub Divisi : Magnoliophyta (Tanaman berbunga)
Kelas : Magnoliopsida-Dicotyledoneae
Subkelas : Asteridae
Ordo : Asterales
Famili : Asteraceae
Genus : Stevia
Spesies : Stevia rebaudiana Bert. M
2.2.4 Habitat
S. rebaudiana termasuk ke dalam famili ateraceae berasal
dari Paraguay, saat ini telah menyebar ke wilayah lain di dunia
termasuk Kanada, beberapa bagian Asia dan Eropa (Soejarto D,
2002). Menurut Rukmana (2003) tanaman S. rebaudiana dapat
beradaptasi dan tumbuh baik terhadap berbagai lingkungan, di
Indonesia tanaman ini dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik
pada daerah dengan suhu udara 14oC – 27
oC pada ketinggian antara
500 m – 1000 m dari permukaan laut (dpl). Tanaman S. rebaudiana
10
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
tidak dapat tumbuh pada suhu di bawah 9oC, karena suhu optimal
untuk tumbuh cepat pada suhu 20-24oC (Singh and Rao, 2005).
2.2.5 Kandungan Kimia
Pada daun S. rebaudiana mengandung steviol glikosida, di
antaranya steviosida, rebaudiosida A, rebaudiosida B, rebaudiosida
C, rebaudiosida D, rebaudiosida E, rebaudiosida F, steviolbiosida
A, dan dulkosida A (Gupta, 2010). Namun glikosida yang dominan
memberikan rasa manis yaitu steviosida dan rebaudiosida A
(Sigma, 2013). US FDA telah menyetujui daun atau ekstrak S.
rebaudiana seperti steviosid, rebaudiosid A dan steviol glikosida
sebagai suplemen diet yang dianggap aman di AS (Alahmad K,
2018).
Gambar 2. Struktur steviosida
(Sumber : Martono, Rondonuwu, & Trihandaru, 2017)
11
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 3. Struktur Rebaudiosid A
(Sumber : Martono, Rondonuwu, & Trihandaru, 2017)
2.2.6 Khasiat
S. rebaudiana digunakan sebagai pemanis pada produk
makanan dan minuman. Sebagai pemanis yang populer di
seluruh dunia tanpa kalori dan tidak menimbulkan efek samping
yang serius (Raini, 2011). Steviosida dalam ekstrak S.
rebaudiana telah dilaporkan memiliki efek sebagai
antihipertensi dan dapat menurunkan tekanan darah sistolik dan
diastolik pada percobaan hewan dan manusia. Berdasarkan
penelitian steviosida dalam ekstrak S. rebaudiana dapat
menginduksi penurunan tekanan darah langsung pada tikus
hipertensi (Chan P et al., 1998). Berdasarkan Penelitian pada
12
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
pria dan wanita hipertensi di Cina dengan menggunakan
steviosida sehari 750 mg selama 1 tahun (Chan P, 2000) atau
1500 mg selama 2 tahun (Hsieh MH, 2003), keduanya
menunjukkan bahwa tekanan darah sistolik dan diastolik secara
signifikan lebih rendah sekitar 7%.
Menurut Koyama E (2003) steviosida dan rebaudiosid A
oral tidak diserap oleh tubuh atau penyerapannya sangat rendah,
dan tidak ada enzim pencernaan hewan maupun manusia yang
dapat mengubah steviosida menjadi steviol yaitu bentuk aglikon
dari steviosida. Namun steviosida dan rebaudiosid A dapat di
rubah menjadi steviol oleh flora bakteri pada usus tikus hewan
percobaan (Wingard RE, 1980). Pada percobaan tikus dan
hamster, steviosida di metabolisme menjadi steviol oleh flora
bakteri usus dan steviol bebas ditemukan dalam darah dengan
konsentrasi maksimum setelah penggunaan 8 jam (Nakayama K,
1986 dan Koyama E, 2003). Berdasarkan hal tersebut S.
rebaudiana direkomendasikan untuk penderita diabetes sebagai
pengganti sukrosa, karena S. rebaudiana oral tidak di
metabolisme oleh tubuh atau penyerapannya rendah.
2.3 Simplisia
Simplisia adalah bahan alami berupa bahan alam yang dikeringkan
yang digunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun
dan kecuali dinyatakan lain, suhu pengeringan simplisia tidak lebih dari
60ºC (Ditjen POM, 2008). Simplisia dibagi menjadi simplisia nabati,
hewani dan simplisia mineral (pelikan). Simplisia nabati merupakan
simplisia yang berasal dari tumbuhan, berupa tumbuhan utuh atau bagian
tumbuhan maupun eksudat yaitu berupa isi sel yang keluar secara spontan
atau dengan menggunakan proses tertentu (Ditjen POM, 1995). Sedangkan
simplisia hewani merupakan simplisia yang berupa hewan atau zat yang
bermanfaat yang dihasilkan oleh hewan seperti minyak ikan dan madu.
Proses pengolahan, sumber, dan penyimpanan simplisia harus dilakukan
dengan cara yang baik untuk menghasilkan simplisia yang bermutu.
13
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.4 Ekstrak
Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan cara ekstraksi
zat aktif simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang
sesuai. Setelah itu, semua pelarut diuapkan dan masa yang tersisa
diperlakukan sedemikian rupa, sehingga memenuhi standar baku yang
digunakan (Depkes RI, 1995). Ekstraksi adalah proses pemisahan senyawa
dari campurannya menggunakan pelarut tertentu. Ekstrak adalah sediaan
pekat yang diperoleh dengan cara ekstraksi dari simplisia menggunakan
pelarut tertentu, pelarut yang digunakan selanjutnya diuapkan sehingga
diperoleh ekstrak kental. Pemilihan metode ekstraksi tergantung sifat
bahan dan senyawa yang akan diisolasi.
2.5 Metode Ekstraksi
Jenis-jenis metode ekstraksi sebagai berikut:
1. Maserasi
Maserasi merupakan metode ekstraksi sederhana yang banyak
digunakan, metode ini baik digunakan untuk skala kecil maupun besar
(Agoes, 2007). Maserasi dilakukan dengan memasukan simplisia
serbuk dan pelarut tertentu yang sesuai ke dalam wadah inert dan
tertutup rapat pada suhu kamar, proses ini dihentikan sampai tercapai
keseimbangan antara konsentrasi senyawa dalam pelarut dengan
konsentrasi dalam sel tanaman, selanjutnya pelarut dipisahkan dengan
sampel (Mukhriani, 2014 ).
Metode ini memiliki kekurangan dan kelebihan dalam ekstraksi,
kekurangan metode ini adalah membutuhkan banyak waktu, pelarut
yang dibutuhkan cukup banyak, serta banyak kemungkinan beberapa
senyawa sulit di ekstraksi pada suhu kamar. Sedangkan keuntungan
dari metode ini adalah dapat digunakan pada senyawa yang bersifat
termolabil dan tidak merusaknya. Maserasi lebih efektif jika dilakukan
pengadukan secara konstan selama proses ekstraksi, hal ini
dikarenakan dalam keadaan diam menyebabkan turunnya zat aktif
(Voight, 1995).
14
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Ultrasonik
Metode ini merupakan metode maserasi yang dimodifikasi
dengan menggunakan bantuan ultrasoun yaitu sinyal dengan frekuensi
tinggi lebih dari 20 kHz. Proses ekstraksi ini sama halnya dengan
maserasi yaitu memasukan simplisia serbuk dalam wadah inert dan
tertutup rapat, selanjutnya wadah ditempatkan pada wadah sonikasi
hal ini untuk memberikan tekanan mekanik pada sel. Kerusakan pada
sel mengakibatkan peningkatan kelarutan senyawa dalam pelarut dan
meningkatkan hasil ekstraksi (Mukhriani, 2014 ).
Metode ultrasonik memiliki keuntungan yaitu efisiensi lebih
besar, waktu operasi lebih singkat, dan biasanya laju perpindahan
masa lebih cepat jika dibandingkan dengan ekstraksi konvensional
menggunakan sokletasi (Garcia dan Castro, 2004).
3. Perkolasi
Pada metode ini serbuk simplisia dimasukkan dalam sebuah
perkolator yaitu wadah silinder yang dilengkapi dengan keran pada
bagian bawah, selanjutnya pelarut dimasukkan pada bagian atas
serbuk dan dibiarkan menetes perlahan pada bagian bawah
(Mukhriani, 2014). Kelebihan dari metode ini adalah sampel dialiri
pelarut baru terus-menerus sampai terjadinya kejenuhan. Namun
metode ini memiliki kekurangan yaitu jika sampel dalam perkolator
tidak homogen maka pelarut akan sulit menjangkau semua area
sehingga membutuhkan banyak pelarut dan waktu.
4. Soxletasi
Pada metode ini serbuk simplisia ditempatkan dalam sarung
selulosa atau dapat digunakan kertas saring dalam tabung yang
ditempatkan di atas labu dan di bawah kondensor. Pelarut yang sesuai
dimasukkan ke dalam labu dan suhu penangas diatur di bawah suhu
reflux. Prinsip kerja dari metode ini yaitu penyaringan yang dilakukan
berulang-ulang menghasilkan penyaringan yang lebih sempurna dan
menggunakan pelarut yang lebih sedikit. Apabila penyaringan telah
selesai selanjutnya pelarut diuapkan sehingga ekstrak kental diperoleh
yang mengandung komponen kimia. Pada metode ini ekstraksi telah
15
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
selesai atau sempurna ditandai dengan pelarut tidak berwarna lagi atau
bening.
Metode ini memiliki keuntungan yaitu proses ekstraksinya
kontinyu, tidak membutuhkan banyak pelarut dan prosesnya tidak
memakan banyak waktu. Sedangkan kerugian dari metode ini yaitu
tidak dapat digunakan untuk ekstraksi senyawa yang bersifat
termolabil karena dapat terdegradasi (Mukhriani, 2014 ).
2.6 Radikal Bebas
Radikal bebas adalah molekul yang relatif tidak stabil dengan atom
yang elektron terluarnya memiliki satu atau lebih yang tidak berpasangan
(Robins, 2007). Molekul yang kehilangan pasangan menjadi tidak stabil
dan radikal sehingga berusaha mencari pasangan dengan cara merebut
elektron dari molekul yang lain. Oleh karena itu disebut sebagai radikal
bebas atau reactive oxygen species (ROS). Senyawa radikal bebas
merupakan salah satu faktor penyebab kerusakan deoxyribonucleic acid
(DNA). Apabila kerusakan DNA masih bisa diperbaiki oleh sistem DNA,
namun bila kerusakan tidak dapat diperbaiki akan mempengaruhi
pembelahan sel (Khaira, 2010). Bahkan dapat terjadinya perubahan
abnormal mengenai gen tertentu dalam tubuh dan dapat menyebabkan
penyakit kanker (Suryo, 2008). Secara biologis senyawa biomolekul
berperan penting. Oleh sebab itu adanya kerusakan struktur dan fungsi sel
akan mempengaruhi sistem kerja organ secara umum.
Sumber pemicu radikal bebas yaitu bersifat internal dari dalam tubuh
dan eksternal dari luar tubuh. Sumber radikal bebas bersifat internal
berasal dari oksigen yang kita hirup, oksigen yang kita hirup menghasilkan
banyak energi namun hasil samping dari pembentukan energi tersebut
yaitu menghasilkan ROS (Khaira, 2010). Radikal bebas terbentuk saat
terjadinya proses sintesis energi oleh mitokondria atau detoksifikasi yang
melibatkan enzim sitokrom P-450 di hati (Khaira, 2010). Proses
metabolisme terjadi karena teroksidasinya zat-zat makanan yang di rubah
menjadi senyawa pengikat energi dengan bantuan oksigen, dalam proses
tersebut terbentuk juga radikal bebas yaitu anion superoksida dan hidroksil
16
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
radikal (Khaira, 2010). Sumber radikal bebas bersifat eksternal berasal
dari polusi udara, rokok, alkohol, radiasi sinar ultra violet, dan obat-obatan
tertentu seperti anestesi, sinar X dan kemoterapi. Radikal bebas juga
terbentuk dari proses pengolahan makanan dengan suhu terlalu tinggi atau
proses penggorengan dengan menggunakan minyak goreng yang sudah
digunakan berkali-kali dengan warna cokelat kehitaman dan berbau tengik
(Khaira, 2010).
2.7 Antioksidan
Antioksidan merupakan inhibitor yang bekerja menghambat
dengan cara bereaksi dengan radikal bebas reaktif membentuk radikal
bebas tak reaktif yang relatif stabil sehingga dapat melindungi sel dari
radikal bebas reaktif (Khaira, 2010). Antioksidan dalam pengertian kimia
adalah senyawa pemberi elektron tetapi dalam pengertian biologis
antioksidan adalah senyawa yang dapat meredup efek negatif oksidan
termasuk enzim-enzim dan protein-protein pengikat logam.
Radikal bebas terjadi ketika terdapat reaksi oksidasi yang hasil
sampingnya berupa reaksi radikal bebas. Apabila terdapat antioksidan
maka radikal bebas akan berikatan dengan antioksidan dan membentuk
molekul yang stabil dan tidak berbahaya. Namun apabila tidak terdapat
antioksidan maka radikal bebas akan menyerang molekul lain yang ada di
sekitarnya sehingga akan terbentuk radikal bebas lain yang siap
menyerang molekul yang lain lagi (Indigomare, 2009). Antioksidan
terdapat dua jenis yaitu antioksidan endogen yang diproduksi oleh tubuh
dan antioksidan ekstrogen yang diperoleh dari luar. Antioksidan alami atau
antioksidan ekstrogen dapat diperoleh dari suplemen, makanan, sayuran,
buah-buahan dan rempah.
Radikal 1, 1-diphenyl-2-picrylhydrazyl (DPPH) merupakan suatu
senyawa organik yang mengandung nitrogen tidak stabil yang berwarna
ungu dengan absorbansi kuat pada panjang gelombang maksimum 517
nm. DPPH bereaksi dengan antioksidan akan tereduksi dan warnanya
berubah menjadi kuning. Perubahan warna tersebut dapat diukur
menggunakan spektrofotometer. Perubahan warna kuning merupakan ciri
17
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
spesifik pada radikal bebas DPPH akibat adanya antioksidan sehingga
menyumbangkan elektron kepada DPPH (Vaya & Aviyam 2001).
Gambar 4. Reaksi DPPH dengan senyawa antioksidan
Sumber: (Lung & Destiani, 2015)
2.8 Spektrofotometri
2.8.1 Pendahuluan
Spektrofotometri UV-VIS didasarkan pada penyerapan
cahaya pada sampel. Spektrofotometri UV-VIS bergantung pada
panjang gelombang dan jumlah cahaya yang diserap oleh sampel,
informasi yang didapatkan seperti kemurnian sampel. Selain itu
jumlah cahaya yang diserap terkait dengan jumlah sampel sehingga
analisis kuantitatif dapat dilakukan oleh spektroskopi (Evans,
2018). Spektrofotometer menghasilkan sinar dengan panjang
gelombang tertentu dari spektrum sedangkan fotometer adalah alat
ukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau absorbsi.
Cahaya merupakan bentuk energi radiasi yang mempunyai
sifat sebagai gelombang dan partikel. Energi radiasi terdiri dari
gelombang elektromagnetik dengan panjang gelombang yang
berbeda-beda dan dapat dipisahkan menjadi spektrum
elektromagnetik. Cahaya sebagai gelombang yaitu dilihat dari
terjadinya pembiasan dan pemantulan oleh medium, sedangkan
cahaya sebagai partikel dilihat dari terjadinya efek foto listrik
(Triyati, 1985).
18
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.8.2 Prinsip Kerja
Spektofotometer UV-VIS mengukur intensitas cahaya yang
melewati sampel yang terdapat dalam kuvet dengan
membandingkan intensitas cahaya sebelum melewati kuvet.
Komponen utama yang terdapat pada spektrofotometer UV-VIS
yaitu sumber cahaya, tempat sampel, perangkat dispersif untuk
memisahkan panjang gelombang cahaya yang berbeda (misalnya
monokromator), dan detektor (Evans, 2018).
Gambar 5. Prinsip pengukuran dalam spektoskopi UV-VIS
(Sumber: Evans, 2018)
Pengukuran pada spektrofotometer UV-VIS pertama yang
dilakukan pengukuran blanko, intensitas cahaya yang
ditransmisikan pada panjang gelombang yang berbeda kemudian
diukur dengan detektor dan blanko diperlukan untuk pengukuran
sampel. Dalam pengukuran sampel, dilarutkan dengan pelarut
yang sesuai dan ditambahkan dalam kuvet, selanjutnya sinar
dipancarkan oleh sumber cahaya melewati kuvet dan sampel.
Sebagian cahaya diserap oleh sampel dalam larutan dan cahaya
yang ditransmisikan kemudian diukur oleh detektor. Perubahan
intensitas cahaya pada panjang gelombang yang berbeda dihitung
dan rasio disimpan oleh recorder.
2.8.3 Instrumentasi Spektrofotometer UV-VIS
Spektrofotometer terdapat dua tipe yaitu single-beam dan
double-beam. Spektrofotometer single-beam dapat digunakan
untuk analisis kuantitatif dengan cara mengukur absorbansi pada
19
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
panjang gelombang tunggal, panjang gelombang paling rendah
yaitu 190 – 210 nm dan panjang gelombang paling tinggi yang
digunakan yaitu 800 – 1000 nm (Suhartati, 2013).
Gambar 6. Instrumen spektrofotometer UV-VIS single-beam
(Sumber: Suhartati, 2013).
Gambar 7. Instrumen spektrofotometer UV-VIS double-beam
(Sumber: Suhartati, 2013).
Sedangkan instrumen spektrofotometer UV-VIS double-
beam mempunyai dua sinar yang terbentuk dari potongan cermin
yang berbentuk V disebut sebagai pemecah sinar, sinar pertama
melewati larutan blanko dan sinar kedua melewati sampel,
20
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
panjang gelombang yang digunakan pada double-beam yaitu 190-
750 nm (Suhartati, 2013).
Pada spektrofotometer UV-VIS sumber sinar polikromatis
yaitu lampu deudenum untuk sinar UV, dan lampu wolfram untuk
sinar visibel. Sedangkan monokromator yang digunakan yaitu
lensa prima dan filter optik. Sel sampel berupa kuvet terbuat dari
kursa atau gelas dengan lebar yang bervariasi. Detektor berfungsi
menangkap cahaya yang ditransmisikan dan mengubahnya
menjadi arus listrik (Suhartati, 2013).
1. Sumber cahaya
Sinar UV pada spektofotometer berasal dari lampu
deuterium yang memberikan intensitas tinggi dan
berkesinambungan yang sesuai pada panjang gelombang 190
sampai 380 nm, sedangkan lampu tungsten dengan tungsten-
halogen untuk sinar VIS biasanya lebih tinggi pada panjang
gelombang 900 nm (Evans, 2018).
Sumber cahaya lampu flash Xenon adalah alternatif untuk
sistem deuterium-tungsten gabungan. Lampu flash Xenon
mencakup rentang UV dan VIS. Sedangkan light emitting diode
(LED) memiliki rentang panjang gelombang sekitar 25 nm dan
mengikuti distribusi Gausian sehingga tidak cocok untuk aplikasi
umum, tetapi dapat digunakan untuk aplikasi khusus atau sebagai
sumber referensi untuk kalibrasi terhadap sumber cahaya rentang
panjang gelombang yang lebih luas (Evans, 2018).
2. Monokromator
Monokromator berfungsi untuk radiasi monokromatik
(panjang gelombang tunggal) yang dapat dipilih dari panjang
gelombang yang disediakan oleh sumber cahaya, terdiri dari
sejumlah atau kombinasi lensa, filter, kisi-kisi, cermin, dan celah
(Evans, 2018).
21
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3. Sampel Handling
Sebagian besar pengukuran dilakukan pada sampel dalam
larutan, namun sampel gas dan padatan juga dapat diukur. Tetapi
instrumen dirancang untuk kuvet standar di kompartemen sampel.
Hal yang harus diperhatikan yaitu desain, konstruksi, dan bahan
kuvet yang digunakan untuk menghasilkan pengukuran yang
akurat.
4. Detektor
Terdapat dua jenis detektor yang ditemukan dalam
spektrofotometer, yaitu fotodioda dan detektor array. Sifat detektor
ditentukan oleh bahan yang digunakan untuk detektor.
Spektrofotometer UV-VIS paling umum digunakan berbasis
silikon yang sensitif terhadap 190-1100 nm (Evans, 2018).
5. Sistem pengukuran
Banyak produsen instrumen menawarkan dua varian
instrumen yang sama. Satu dengan tampilan digital (LED atau
LCD) dan yang lainnya tanpa layar, yang dirancang untuk
dikontrol dan menangkap data melalui perangkat lunak PC
tambahan (Evans, 2018).
22
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
3.1.1 Waktu
Penelitian ini berlangsung dari bulan Juni 2019 sampai bulan
Oktober 2019
3.1.2 Tempat
Pada penelitian ini pembuatan ekstrak dan uji antioksidan
dilakukan di Laboratorium Penelitian I Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain sonikator
(Elmasonic S 100 H), kertas saring Whatman No. 41, alumunium foil,
alat gelas, rotary evaporator (Eyela), blender, timbangan analitik , pH
indikator, refrigerator (Sanyo Medicool), hot plate, freeze dry (Eyela
FDU-1200), pipet ukur, vortex, spektrofotometer Hitachi U-2910.
3.2.2 Bahan
1. Sampel Tanaman
Sampel tanaman yang digunakan pada penelitian ini adalah daun
S. rebaudiana dalam bentuk cacahan kering diperoleh dari PT Agro
Jabar Bandung Jawa Barat.
2. Bahan Kimia
Bahan kimia yang digunakan pada penelitian ini yaitu aquadest
digunakan untuk pelarut ekstraksi, DPPH (Sigma-Aldrich), vitamin C
(Sigma-aldrich), metanol for analysis (Merck), aquadest (waterone)
untuk melarutkan serbuk ekstrak S. rebaudiana dan vitamin C untuk
uji antioksidan.
23
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.3.1 Persiapan Sampel
Sampel daun S. rebaudiana kering dalam bentuk cacahan yang
diperoleh dari PT Agro Jabar dihaluskan menggunakan blender,
selanjutnya serbuk simplisia disimpan sampai digunakan.
3.3.2 Ekstraksi Daun S. rebaudiana dengan Metode Ultrasonik
Serbuk simplisia daun S. rebaudiana sebanyak 10 g di ekstraksi
menggunakan aquadest dengan perbandingan (1:10) menggunakan
ultrasonik. Ekstraksi dilakukan pada 20 kHz dan daya 550 W dengan
temperatur dan durasi ekstraksi yang divariasikan. Temperatur yang
divariasikan dalam ekstraksi yaitu 25ºC dan 75ºC sedangkan durasi
ekstraksi divariasikan yaitu 30 menit dan 60 menit. Selanjutnya hasil
ekstraksi difiltrasi dengan kertas Whatman No. 41 (Liu, Li, & Tang,
2010). Filtrat yang diperoleh di freeze dry untuk menghilangkan
pelarut dan diperoleh serbuk ekstrak.
Rendemen ekstrak daun S. rebaudiana dihitung dengan
membandingkan bobot awal simplisia dengan bobot akhir ekstrak
yang dihasilkan.
% Rendemen ekstrak =
× 100%
(Sumber: Depkes RI, 2000).
3.3.3 Uji Antioksidan
Uji antioksidan pada ekstrak S. rebaudiana (sampel) dan vitamin C
(standar) dilakukan dengan menggunakan DPPH sebagai radikal bebas
dan diukur absorbansinya menggunakan spektofotometer Hitachi U-
2910. Konsentrasi ekstrak dan vitamin C yang digunakan yaitu 100
µg/ml (ppm), dan konsentrasi DPPH 0,25 mM (4,9 mg DPPH
dilarutkan dalam 50 ml metanol) (Komala et al., 2015). Larutan
ekstrak dan vitamin C masing-masing diambil 4 ml dan masukan
dalam tabung reaksi yang berbeda dan masing-masing ditambahkan 1
ml DPPH, campuran tersebut di vortex selama beberapa menit dan di
inkubasi pada suhu 25ºC selama 30 menit dan absorbansi diukur pada
24
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
517 nm. Aktivitas antioksidan ditandai dengan persen penghambatan
radikal bebas oleh ekstrak dan vitamin C dapat dihitung dengan rumus:
% Inhibisi = –
× 100%
(Andi, Pratiwi, & Wijianto, 2014)
25
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Persiapan sampel
Daun S. rebaudiana kering dalam bentuk cacahan sebelum di
ekstraksi dilakukan pengecilan ukuran menggunakan blender bertujuan
untuk mempercepat kelarutan suatu zat karena semakin kecil ukuran
partikel maka luas permukaan suatu zat semakin meningkat. Sehingga
kontak yang terjadi antara simplisia dengan pelarut semakin besar dan
dapat memaksimalkan proses ekstraksi suatu senyawa. Daun S.
rebaudiana basah 1 kg menghasilkan daun S. rebaudiana kering 250
mg (Faradillah, Hintono, & Pramono, 2017). Sehingga dibutuhkan 40
g untuk menghasilkan 10 g simplisia daun S. rebaudiana kering.
4.2 Ekstraksi Daun S. rebaudiana dengan Metode Ultrasonik
Simplisia S. rebaudiana yang telah halus selanjutnya dilakukan
ekstraksi dengan metode ultrasonik pada 20 kHz. Ekstraksi dilakukan
pada suhu 25ºC dan 75ºC dengan waktu ekstraksi 30 menit dan 60
menit. Variasi suhu dan waktu ekstraksi bertujuan untuk mendapatkan
suhu dan waktu ekstraksi yang optimal. Pelarut yang digunakan untuk
ekstraksi yaitu air dengan rasio (1:10). Berdasarkan Alupului & Lavric
(2009) rasio volume pelarut yang optimal yaitu pada rasio (1:10),
karena ketika kuantitas pelarut lebih rendah mengakibatkan lebih cepat
terjadi kejenuhan atau lebih cepat ke nilai kesetimbangan, sedangkan
lebih tinggi volume pelarut menghasilkan konsentrasi yang lebih
rendah dengan efek merugikan pada proses pemisahan atau pemurnian.
Menurut Chandra (2015) pada penelitian steviosida dengan
optimasi pelarut air dan etanol, pelarut air menghasilkan kadar
steviosida yang lebih tinggi dari pada pelarut metanol dan etanol.
Selanjutnya menurut penelitian Celaya, & Kolb, (2016) kelarutan
rebaudiosida A lebih tinggi menggunakan pelarut air daripada pelarut
etanol. Sehingga dalam penelitian ini ekstraksi menggunakan pelarut
26
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
air karena lebih ramah lingkungan dan lebih ekonomis. Digunakan
suhu ekstraksi 25ºC karena menurut Alupului & Lavric, (2009)
kelarutan rebaudiosid A dalam air lebih tinggi daripada steviosid, dan
dilihat dari strukturnya rebaudiosida A lebih polar daripada steviosida.
Sehingga diharapkan dapat menghasilkan ekstrak S. rebaudiana
dengan kandungan rebaudiosida A lebih tinggi. Karena steviosida
tingkat kemanisannya lebih rendah daripada rebaudiosida A dan
memiliki aftertaste rasa pahit
Berdasarkan penelitian Liu et al., (2010) suhu optimal ekstraksi S.
rebaudiana dengan pelarut air yaitu pada suhu 70ºC dan waktu optimal
30 menit. Sehingga pada penelitian ini menggunakan suhu ekstraksi
25ºC, 75ºC dengan waktu ekstraksi masing-masing 30 menit dan 60
menit. Hasil ekstraksi yang didapatkan filtrat berwarna cokelat
kehitaman, warna tersebut dikarenakan masih terdapat senyawa lain
selain glikosida yang larut. Selanjutnya dilakukan filtrasi
menggunakan kertas saring Whatman No.1 ( Liu et al., 2010). Filtrat
yang diperoleh di freeze dry dan didapatkan hasil serbuk kristal
berwarna cokelat kehitaman.
27
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4.3 Rendemen Ekstrak S. rebaudiana
Tabel 4.1 Hasil Rendemen Ekstrak
Suhu
(ºC)
Waktu
(menit)
Berat
Awal (g)
Ekstrak S.
rebaudiana (g)
Rendemen
(%)
25
30 10 1,2116 12,1±0,5
60 10 1,5176 15,2±1,1
75
30 10 1,5006 15,0±0,3
60 10 1,4649 14,6±0,9
*Setiap nilai rendemen dalam tabel dinyatakan sebagai mean±SD (n=3)
Tabel 4.2 Uji Pos Hoc Bonferroni
No. Hubungan Pos Hoc Bonferroni Status Signifikansi
1. 1-2 0,028 (P<0,05) Signifikan
2. 1-3 0,038 (P<0,05) Signifikan
3. 1-4 0,077 (P>0,05) Tidak signifikan
4. 2-3 1,000 (P>0,05) Tidak signifikan
5. 2-4 1,000 (P>0,05) Tidak signifikan
6. 3-4 1,000 (P>0,05) Tidak signifikan
Rendemen ekstrak yang dihasilkan pada penelitian ini yaitu
berkisar antara 12,1±0,5% hingga 15,2±1,1%. Hasil rendemen
dianalisis secara statistik menggunakan software SPSS 25. Uji statistik
dimulai dengan uji normalitas dan homogenitas, nilai signifikasi
normalitas (P>0,05) dan homogen (P>0,05). Selanjutnya data yang
memenuhi syarat normalitas dan homogenitas dilakukan uji parameter
ANOVA dan dilanjutkan Post Hoc Bonferroni untuk mengetahui
hubungan suhu dan waktu ekstraksi secara bermakna. Namun jika data
tidak memenuhi syarat normalitas dilanjutkan uji Kruskal Wallis dan
Pos Hoc Mann-Whitney. Pengujian tersebut dilakukan untuk melihat
pengaruh variasi suhu dan waktu ekstraksi secara bermakna.
Dari hasil normalitas Shapiro-Wilk rendemen ekstrak daun S.
rebaudiana menunjukkan nilai signifikan 0,925 (P>0,05). Selanjutnya
dilakukan uji homogenitas dan didapatkan hasil signifikan 0,635
28
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(P>0,05), artinya data rendemen ekstrak tersebut dipengaruhi secara
signifikan oleh variasi suhu dan waktu ekstraksi. Sehingga uji statistik
dilanjutkan dengan uji ANOVA signifikansi (P<0,05). Hasil uji
ANOVA menunjukkan hasil 0,015 dan dilanjutkan uji Post Hoc
Bonferroni. Hasil uji Post Hoc Bonferroni menunjukkan hubungan
pengaruh variasi suhu dan waktu ekstraksi secara signifikan.
Dari hasil uji Pos Hoc Bonferroni peningkatan waktu ekstraksi
pada suhu yang sama yaitu 25ºC dengan waktu ekstraksi 30 menit
menjadi 60 menit memiliki pengaruh secara signifikan terhadap
rendemen ekstrak yang dihasilkan. Terjadi peningkatan rendemen dari
12,1% menjadi 15,2% yaitu sebesar 3,1%. Berdasarkan hasil tersebut
peningkatan waktu ekstraksi mempengaruhi hasil rendemen secara
signifikan, dan terjadi peningkatan hasil rendemen. Hal ini sesuai
dengan penelitian Yulianti, Susilo, & Yulianingsih (2014) bahwa lama
waktu ekstraksi akan meningkatkan penetrasi pelarut ke dalam bahan,
kelarutan komponen dalam bahan sebanding dengan lamanya waktu
ekstraksi tetapi setelah mencapai waktu optimal jumlah kelarutan
komponen akan menurun.
Pada peningkatan suhu 25ºC menjadi 75ºC dengan waktu ekstraksi
yang sama memiliki pengaruh yang signifikan (P<0,05) terhadap
rendemen ekstrak yang dihasilkan. Hasil rendemen terjadi peningkatan
dari 12,1% menjadi 15,0% yaitu sebesar 2,9%. Berdasarkan hasil
tersebut semakin tinggi suhu ekstraksi hasil yang diperoleh semakin
meningkat, hal ini dikarenakan difusivitas pelarut air yang semakin
besar terhadap komponen (Buchori, 2007). Hal ini sesuai dengan
penelitian Liu et al., (2010) pengaruh meningkatnya suhu ekstraksi
dengan waktu ekstraksi yang sama pada metode ultrasonik
mempengaruhi hasil ekstraksi yaitu semakin tinggi suhu ekstraksi
maka hasil rendemen meningkat sampai tercapai suhu optimum.
Selanjutnya pada peningkatan suhu dan waktu ekstraksi dari 25ºC
menjadi 75ºC dan waktu ekstraksi dari 30 menit menjadi 60 menit
tidak terjadi peningkatan rendemen secara signifikan (P<0,05). Hasil
29
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
rendemen dari 12,1% menjadi 14,6%, hanya terjadi peningkatan 2,5%.
Dan pada waktu ekstraksi yang sama yaitu 60 menit dengan
peningkatan suhu dari 25ºC menjadi 75ºC tidak terjadi peningkatan
rendemen secara signifikan (P<0,05). Hasil rendemen yang diperoleh
menurun dari 15,2% menjadi 14,6% atau sebesar 0,5%.
Sedangkan pada suhu ekstraksi yang sama yaitu 75ºC dengan
peningkatan waktu ekstraksi dari 30 menit menjadi 60 menit tidak
terjadi peningkatan hasil rendemen secara signifikan (P<0,05). Namun
hasil rendemen terjadi penurunan 0,4% dari 15,0% menjadi 14,6%.
Berdasarkan hasil tersebut bahwa semakin tinggi suhu dan waktu
ekstraksi semakin lama terjadi penurunan hasil ekstraksi. Suhu
ekstraksi mempengaruhi hasil ekstrak yang diperoleh, pada suhu tinggi
terjadi denaturasi pada daun sehingga steviosida yang diperoleh akan
menurun. Menurut Ibrahim et al., (2015) bahwa suhu ekstraksi yang
terlalu tinggi dan waktu ekstraksi terlalu lama sampai melampaui batas
optimum menyebabkan hilangnya senyawa-senyawa karena
penguapan. Saat meningkatkan suhu dan waktu ekstraksi S.
rebaudiana harus diperhatikan, karena suhu ekstraksi yang terlalu
tinggi dan waktu ekstraksi yang terlalu lama akan menghasilkan
rendemen ekstrak yang rendah (S, Handayani, Indraswati, & Hindraso,
2011).
30
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4.4 Hasil Uji Antioksidan
Tabel 4.3 Hasil Persentase Inhibisi (%) Ekstrak S. rebaudiana 100
ppm
Suhu
(ºC)
Waktu
(menit)
Rata-rata persen inhibisi (%)
25
30 39,9 ± 7,4
60 33,8 ± 1,1
75
30 31,8 ± 1,9
60 27,1 ± 3,9
*Setiap persen inhibisi dalam tabel dinyatakan sebagai mean±SD
(n=3)
Tabel 4.4 Hasil Persentase Inhibisi (%) Vitamin C
NO. Konsentrasi
vitamin C
Persen
inhibisi
(%)
Rata-rata
persen inhibisi
(%)
1. 100 46,1
49,26 ± 2,3 2. 100 51,7
3. 100 50
*Setiap persen inhibisi dalam tabel dinyatakan sebagai mean±SD (n=3)
Tabel 4.5 Perbandingan persentase inhibisi sampel terhadap
Vitamin C
Variasi Persentase
inhibisi
sampel
Persentase
inhibisi
vitamin C
Perbandingan
persentase inhibisi
sampel terhadap
vitamin C
T25ºC, 30 menit 39,9%
49,26%
81,1%
T25ºC, 60 menit 33,8% 68,5%
T75ºC, 30 menit 31,8% 64,5%
T75ºC, 70 menit 27,1% 54,9 %
Pada penelitian ini dilakukan uji antioksidan metode DPPH
bertujuan untuk mengetahui pengaruh variasi suhu dan waktu ekstraksi
terhadap aktivitas antioksidan ekstrak S. rebaudiana. Uji antioksidan
31
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
menggunakan metode DPPH karena metode ini sederhana, mudah,
cepat dan hanya membutuhkan sedikit sampel. DPPH merupakan
radikal bebas dan digunakan untuk evaluasi perendaman dengan
ekstrak S. rebaudiana dan vitamin C sebagai pembanding. Pengukuran
absorbansi DPPH pada 517 nm merupakan panjang gelombang
maksimum DPPH. Konsentrasi sampel dan vitamin C yang digunakan
yaitu 100 µg/ml.
Larutan sampel dan larutan DPPH 0,25 mM dicampurkan dan
diinkubasi selama 30 menit sebelum diukur serapannya. Tujuan
inkubasi selama 30 menit agar terjadi reaksi yang sempurna antara
DPPH dengan antioksidan sebelum dilakukan pengukuran. Larutan
DPPH yang berwarna violet pekat terjadi perubahan warna menjadi
warna bening ke kuning, dikarenakan DPPH tereduksi oleh
antioksidan. Perubahan warna merupakan ciri spesifik pada radikal
bebas DPPH akibat adanya antioksidan sehingga menyumbangkan
elektron kepada DPPH (Vaya & Aviyam, 2001).
Sumber: (Lung & Destiani, 2015)
Reaksi perubahan warna tersebut dihasilkan dari reaksi radikal
bebas dengan atom hidrogen yang disumbangkan oleh sampel yang
bersifat sebagai antioksidan, sehingga terbentuk radikal bebas yang
stabil dan berubah menjadi warna kuning. Antioksidan bersifat
32
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
reduktor kuat dan bersifat sangat mudah teroksidasi (Khaira, 2010).
Semakin besar penurunan absorbansi DPPH maka aktivitas
antioksidan pada sampel semakin kuat, namun absorbansi DPPH dapat
berkurang apabila terpapar cahaya, oleh karena itu pengukuran
antioksidan dilakukan pada ruangan gelap.
Berdasarkan penelitian Gasmalla et al., (2014) komponen yang
terdapat pada ekstrak S. rebaudiana yaitu protein, karbohidrat,
diterpen glikosida, polifenol dan flavonoid. Metabolit sekunder seperti
flavonoid, steroid, terpenoid, fenol dan alkaloid bersifat sebagai
antioksidan (Marliana, 2007). Aktivitas antioksidan dilihat dari
persentase inhibisi yang diperoleh. Persentase inhibisi adalah
perbandingan antara selisih dari absorbansi blanko dan absorbansi
sampel dengan absorbansi blanko.
Pada penelitian ini dilakukan pengukuran antioksidan pada vitamin
C sebagai pembanding, karena vitamin C memiliki aktivitas
antioksidan yang kuat. Pengukuran antioksidan pada larutan uji ekstrak
S. rebaudiana dan vitamin C dilakukan secara triplo. Pengukuran
absorbansi menggunakan spektrofotometer UV-Vis dan dihitung
persentase inhibisinya untuk mengetahui aktivitas antioksidan. uji
antioksidan pada ekstrak suhu 25ºC selama 30 menit, 25ºC selama 60
menit, 75ºC selama 30 menit dan 75ºC selama 60 menit diperoleh
persen inhibisi masing-masing yaitu 39,9 ± 7,4; 33,8 ± 1,1; 31,8 ± 1,9;
dan 27,1± 3,9. Sedangkan persentase inhibisi pada vitamin C yaitu
49,26 %. Berdasarkan hasil tersebut semakin tinggi suhu ekstraksi dan
waktu ekstraksi semakin lama maka persentase inhibisi yang diperoleh
yaitu semakin menurun. Sehingga berdasarkan hasil tersebut variasi
suhu dan waktu ekstraksi memiliki pengaruh terhadap aktivitas
antioksidan. Berdasarkan hasil penelitian aktivitas antioksidan yang
ditandai oleh persentase inhibisi ekstrak S. rebaudiana lebih rendah
dibandingkan dengan vitamin C
Aktivitas antioksidan ekstrak S. rebaudiana yang ditandai oleh
persen inhibisi dibandingkan dengan persen inhibisi vitamin C sebagai
33
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
kontrol positif. Pada suhu 25ºC selama 30 menit diperoleh yaitu 81,1%
dari persen inhibisi kontrol positif. Selanjutnya pada suhu 25ºC selama
60 menit diperoleh sebesar 68,5% dari kontrol positif. Dan pada suhu
75ºC selama 30 menit persen inhibisi yang diperoleh yaitu 64,5% dari
persen inhibisi kontrol positif. Sedangkan pada suhu 75ºC selama 60
menit persen inhibisinya yaitu 54,99% dari kontrol positif.
Pada peningkatan waktu ekstraksi dari 30 menit menjadi 60 menit
dengan suhu ekstraksi yang sama yaitu 25ºC terjadi penurunan persen
inhibisi dari 39,94% menjadi 33,77% yaitu sebesar 6,17%. Pada
peningkatan suhu ekstraksi dari 25ºC menjadi 75ºC dengan waktu
ekstraksi yang sama yaitu 30 menit terjadi penurunan persen inhibisi
dari 39,94% menjadi 31,776% atau sebesar 8,17%. Dan pada
peningkatan suhu ekstraksi dan waktu ekstraksi dari 25ºC selama 30
menit menjadi 75ºC selama 60 menit terjadi penurunan persen inhibisi
yaitu dari 39,94% menjadi 27,09% atau sebesar 12,85%.
Peningkatan suhu ekstraksi memiliki pengaruh terhadap aktivitas
antioksidan. Pada suhu 75ºC aktivitas antioksidan semakin menurun
dikarenakan senyawa seperti flavonoid yang bersifat sebagai
antioksidan tidak tahan terhadap suhu tinggi. Berdasarkan penelitian
Wayan et al., (2017) senyawa flavonoid dan fenol tidak tahan
terhadap suhu di atas 50ºC, senyawa flavonoid tersebut akan terjadi
perubahan struktur dan menghasilkan ekstrak yang rendah. Sedangkan
berdasarkan penelitian Tchabo et al., (2018) suhu tinggi dapat
meningkatkan oksidasi dan degradasi senyawa, sehingga dapat
menurunkan aktivitas antioksidan.
Pada peningkatan waktu ekstraksi juga memiliki pengaruh
terhadap aktivitas antioksidan pada ekstrak S. rebaudiana. Semakin
lama waktu ekstraksi aktivitas antioksidan mengalami penurunan, hal
ini sesuai dengan penelitian Ibrahim et al., (2015) bahwa peningkatan
suhu dan waktu ekstraksi yang lama hingga melampaui batas optimum
dapat menyebabkan hilangnya senyawa-senyawa karena mengalami
penguapan, sehingga aktivitas antioksidan menurun. Berdasarkan hal
34
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
tersebut pada penelitian ini hasil yang didapatkan sudah sesuai yaitu
aktivitas antioksidan semakin menurun seiring meningkatnya suhu dan
waktu ekstraksi.
34
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terhadap pengaruh variasi
suhu dan waktu ekstraksi terhadap rendemen ekstrak dan aktivitas
antioksidan ekstrak S. rebaudiana maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Variasi suhu dan waktu ekstraksi memiliki pengaruh secara signifikan
(P<0,05) terhadap rendemen ekstrak. Suhu dan waktu ekstraksi
meningkatkan hasil rendemen, namun pada suhu yang tinggi dan
waktu ekstraksi yang lama melampaui optimum menurunkan hasil
rendemen. Hasil rendemen yang diperoleh pada suhu 25ºC dan waktu
30 menit yaitu 12,1%, pada suhu 25ºC dan waktu 60 menit yaitu 15,2
%, pada suhu 75ºC dan waktu 30 menit yaitu 15,0%, sedangkan pada
suhu 75ºC dan waktu ekstraksi 60 menit yaitu 14,6%.
2. Variasi suhu dan waktu ekstraksi memiliki pengaruh terhadap aktivitas
antioksidan yaitu semakin tinggi suhu ekstraksi dengan waktu ekstraksi
semakin lama maka aktivitas antioksidan semakin menurun yang
ditandai oleh persentase inhibisi. Hasil aktivitas antioksidan yang
diperoleh pada suhu 25ºC dan waktu 30 menit yaitu 39,9%, pada suhu
25ºC dan waktu 60 menit yaitu 33,8%, pada suhu 75ºC dan waktu 30
menit yaitu 31,8%, sedangkan pada suhu 75ºC dan waktu ekstraksi 60
menit yaitu 27,1%.
3. Hasil rendemen ekstrak optimum pada suhu 25ºC dan waktu ekstraksi
60 menit sedangkan aktivitas antioksidan optimum pada suhu 25ºC dan
waktu ekstraksi 30 menit.
5.2 Saran
1. Perlu penelitian lebih lanjut untuk mengidentifikasi pengaruh
variasi suhu dan waktu ekstraksi S. rebaudiana terhadap senyawa
steviol glikosida
2. Perlu penelitian lebih lanjut tentang kandungan total fenol atau
total flavonoid ekstrak S. rebaudiana
.
35
DAFTAR PUSTAKA
Alupului, A., Calinescu, I., & Lpavric, V. (2009). Ultrasonic vs. Microwave
Extraction Intensification of Active Principles from Medicinal Plants.
Chemical Engineering Transactions, 17(January 2014), 1023–1028.
https://doi.org/10.3303/CET0917171
Alupului, A., & Lavric, V. (2009). Extraction Intensification Using Ultrasounds
Case Study: Glycosides from Stevia rebaudiana Bert. Revista de Chimie,
60(5), 497–500.
Ahmad, K. (2018). Stevia rebaudiana Bertoni: Description and Chemical
Composition. International Journal of Agriculture Innovations and
Research Volume 7, Issue 2, ISSN 2319-1473, 230.
Andi, Pratii, L., & Wijianto, B. (2014). Uji Efektivitas Antioksidan Ekstrak Etanol
Daun Pepaya (Carica papaya L.) Pada Sediaan Krim Terhadap DPPH
(1,1-diphenyl-2-picrylhydrazil). Pontificia Universidad Catolica Del
Peru, 8(33), 44.
Baynest, H. W. (2015). Classification, Pathophysiology, Diagnosis and
Management of Diabetes Mellitus. Journal of Diabetes & Metabolism,
06(05). https://doi.org/10.4172/2155-6156.1000541
Buchori, L. (2007). Pembuatan Gula Non Karsinogenik Non Kalori dari Daun
Stevia. Reaktor, 11(2), 57. https://doi.org/10.14710/reaktor.11.2.57-60
Celaya, L. S., Kolb, E., & Kolb, N. (2016). Solubility of Stevioside and
Rebaudioside A in Water, Ethanol and Their Binary Mixtures.
International Journal of Food Studies, 5(2), 158–166.
https://doi.org/10.7455/ijfs/5.2.2016.a4
Chandra, A. (2015). Studi Awal Ekstraksi Batch Daun Stevia rebaudiana Bertoni
dengan Variabel Jenis Pelarut dan Temperatur Ekstraksi. Pros sem nas
masy biov indon, 1, 114–119. https://doi.org/10.13057/psnmbi/m010119
Chan P, Xu DY, Liu JC, Chen Y-J, Tomlinson B, Huang W-P, Cheng J-T. 1998.
The Effect of Stevioside on Blood Pressure and Plasma Catecholamines
in Spontaneously Hypertensive Rats. Life Sci 63:1679–1684
Chan P, Tomlinson B, Chen YJ, Liu J-C, Hsieh M-H, Cheng J-T. A double-blind
Placebo-Controlled Study of The Effectiveness and Tolerability of Oral
Stevioside in Human Hypertension. Br J Clin Pharmacol 50:215–220,
2000.
Evans, L. (2018). UV-VIS Spectrophotometry A Brief Background to
Spectrophotometry. In biochrom retrieved from
http://biochromspectros.com/media/wysiwygsupport-page/UV-
Visibel_Spectrophotometry.pdf
Faradillah, N., Hintono, A., Pramono, Yoypk B. (2017). Karakteristik Permen
Karamel Susu Rendah Kalori dengan Proporsi Sukrosa dan Gula Stevia
(Stevia rebaudiana) yang Berbeda. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan,
6(1), 39-42. http://doi.org/10.17728/jatp.206
Geuns, J. M. C., Buyse, J., Vankeirsbilk, A., & Temme, E. H. M. (2014).
Metabolism of Stevioside by Healthy Subjects. Experimental Biology
and Medicine Subjects, 1. https://doi.org/10.1177/1535370214543065
36
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gunawan, S. G. (2012). Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Fakultas Kedokteran
Universitas Inddonesia.
Ghanta, S., Banerjee, A., Poddar, A., & Chattopadhyay, S. (2007). Oxidative
DNA Damage Preventive Activity and Antioxidant Potential of Stevia
rebaudiana Bertoni, a Natural Sweetener. Journal of Agricultural Food
Chemistry, 55, 10962– 10967.
Ibrahim, A. Martua, Yunianti, & Sriherfiyna, F. H. (2015). Pengaruh Suhu dan
Lama Waktu Ekstraksi Terhadap Sifat Kimia Ginger (Zingiber officinale
Rubrum). Jurnal Pangan dan Agroindustri, 3(2), 530-541.
Jeesuk Yu, M. P. (2012). Genetics in Diabetes Mellitus - Contribution to The
Classification and Management. Annals of Pediatric Endocrinology &
Metabolism, 211-218.
Kementrian RI. (2014). Infodatin Diabetes. Retrieved from
https://www.mendeley.com/catalogue/infodatin-diabetes-paragraf-6pdf/
Khaira, K. (2010). Menangkal Radikal Bebas dengan Antioksidan. Journal
Sainstek, 2(2), 183–187.
Komala, I., Azrifitria, Yardi, Betha, O. S., Muliati, F., & Ni’Mah, M. (2015).
Antioxidant and anti-inflammatory activity of The Indonesian ferns,
Nephrolepis falcata and pyrrosia lanceolata. International Journal of
Pharmacy and Pharmaceutical Sciences, 7(12), 162–165. From
https://www.mendeley.com/catalogue/antioxidant-antiinflammatory-
activity-Indonesian-ferns-nephrolepis-falcata-pyrrosia-lanceolata/
Koyama E, Kitazawa K, Ohori Y, Izawa O, Kakegawa K, Fujino A, Ui M. 2003.
In Vitro Metabolism of The Glycosidic Sweeteners, Stevia mixture and
Enzymatically Modified Stevia in Human Intestinal Microflora. Food
Chem Toxicol 41:359–374
Kumar, P., & Clark, M. (2002). Textbook of Clinical Medicine 8th Edition.
Saunders. London
Liu, J., Li, J. wei, & Tang, J. (2010). Ultrasonically Assisted Extraction of Total
Carbohydrates from Stevia rebaudiana Bertoni and Identification of
Extracts. Food and Bioproducts Processing, 88, 215–221.
https://doi.org/10.1016/j.fbp.2009.12.005
Lung, J. K. S., & Destiani, D. P. (2015). Uji Aktivitas Antioksidan Vitamin A, C,
E dengan Metode DPPH. Farmaka, 15, 53–62.
Margaretta, S., Handayani., N.Indraswati., and H. Hindraso. 2011. Estraksi
Senyawa Phenolics Pandanus amaryllifolius Roxb Sebagai Antioksidan
Alami.Widya Teknik. 10 (1):21-30.
Muanda, F. N., Soulimani, R., Diop, B., Dicko, A. (2011). Study on Chemical
Composition and Biological Activities of Essential Oil and Extracts from
Stevia rebaudiana Bertoni leaves. Food Sci. Technol., 44, 1865–1872.
Marliana, E. (2007). Analisis Senyawa Metabolit Sekunder Dari Batang
Spatholobus ferrugineus ( Zoll & Moritzi ) Benth. Jurnal Penelitian
MIPA, 1, 23–29.
Martono, Y., Rondonuwu, F. S., & Trihandaru, S. (2017). Classification of Stevia
rebaudiana Using Near Infrared Spectroscopy and Multivariate Data
Analysis. 901, 103–109.
https://doi.org/10.4028/www.scientific.net/MSF.901.103
37
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
National Center for Biotechnology Information. (2019). Stevioside, CID-442089
retrieved from https://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/compound/stevioside
Njolstad, P., JV, S., Odili, S., Shehadeh, N., Bakry, D., & Matschinsky. (2003).
Permanent Neonatal Diabetes Caused by Glucokinase Deficiency: Inborn
Error of The Glucose-Insulin Signaling Pathway. 52(11), 2854–2860.
Noaemi, m. A., & shalayel, m. H. (2011). Pathophysiology of Gestational
Diabetes Mellitus: The Past, the Present and the Future. jurnal DOI:
10.5772/24315 , 91-114.
Okur, M. E., Karantas, I. D., & Saifaka, P. I. (2017). Diabetes Mellitus: A Review
on Pathophysiology, Current Status of Oral. 55(1), 16–81.
https://doi.org/10.23893/1307-2080.APS.0555
Malviya, R., Bansal, V., Pal, O. p, & Sharma, P. K. (2010). High Performance
Liquid Chromatography: A Short Review. Journal of Global Pharma
Technology, 2(5), 22–26.
Raini, M., & Isnawati, A. (2011). Khasiat dan Keamanan Stevia Sebagai Pemanis
Pengganti Gula. Media Litbang Kesehatan, 21, 145–156.
https://doi.org/10.22435/mpk.v21i4Des.50.
Suhartati, T. (2013). Dasar-dasar Spektrofotometri UV-VIS dan Spektrometri
Massa Untuk Penentuan Struktur Senyawa Organik. In AURA CV.
Anugrah Utama Raharja.
Singh, S. D., Rao, G.P. 2005. Stevia: The Herbal Sugar of Century. Sugar Tech
17-24.
Soejarto, D. (2002). Botany of Stevia and Stevia rebaudiana. In A. Kinghorn
(Ed.), Stevia: The genus Stevia (pp. 18–39). London, New York: Taylor
and Francis
Shock, C. (1982). Experimental Cultivation of Rebaudioside A Stevia in
California. University of California – Davis, Agronomy Progress Report,
April pp. 122
Tchabo, W., Ma, Y., Kwaw, E., Xiao, L., Wu, M., & Apaliya, M. T. (2018).
Impact of Extraction Parameters and Their Optimization on The
Nutraceuticals and Antioxidant Properties of Aqueous Extract Mulberry
leaf. International Journal of Food Properties, 21(1), 717–732.
https://doi.org/10.1080/10942912.2018.1446025
Triyati, E. (1985). Spektrofotometri Ultra-Violet dan Sinar Tampak Serta
Aplikasinya dalam Oseanologi. Jurnal Oseana, X(1), 39–47. Retrieved
from https://www.mendeley.com/catalogue/spektrofotometri-ultraviolet-
dan-sinar-tampak-serta-aplikasinya-dalam-oseanologi/
Vaya, J., dan Aviram, M., 2001, Nutritional Antioxidants: Mechanisms of Action,
Analyses of Activities and Medical Applications, Curr. Med. Chem.-
Imm, Endoc. and Metab. Agents, 1 (1).
Wayan, N., Yuliantari, A., Rai, W., Dan I, W., Gede, D., & Permana, M. (2017).
Pengaruh Suhu dan Waktu Ekstraksi Terhadap Kandungan Flavonoid
dan Aktivitas Antioksidan Daun Sirsak (Annona muricata L.)
Menggunakan Ultrasonik. 4(1), 35–42.
Wingard RE, Brown JP, Enderlin FE, Dale JA, Hale RL, Seitz CT. 1980.
Intestinal Degradation and Absorption of The Glycosidic Sweeteners
Stevioside and Rebaudioside A. Experientia 36:519–52
38
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Wells, B. G., Dipiro, J. T., Schwinghammer, T. L., & Dipiro, C. V. (2009).
Pharmacotherapy Handbook (7th ed.). Mc Graw Hill.
Yulianti, Susilo, B., & Yulianingsih, R. (2014). Pengaruh Lama Ekstraksi dan
Konsentrasi Pelarut Etanol Terhadap Sifat Fisika-Kimia Ekstrak daun
Stevia (Stevia rebaudiana Bertoni M.) dengan Metode Microwave
Assisted Extraction (Mae). Jurnal Bioproses Komoditas Tropis, 2(1), 35–
41. from http://jbkt.ub.ac.id/index.php/jbkt/article/view/133/125
39
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 1. Konsep Penelitian Ekstraksi Daun S. rebaudiana Metode
Ultrasonik
Keterangan:
(1): Kondisi ekstraksi 25ºC selama 30 menit
(2): Kondisi ekstraksi 25ºC selama 60 menit
(3): Kondisi ekstraksi 75ºC selama 30 menit
(4): Kondisi ekstraksi 75ºC selama 60 menit
(5): Pengeringan dengan Rotary evaporator dan freeze dryer
(6): Penimbangan ekstrak kering daun S. rebaudiana
A: Ekstrak cair daun S. rebaudiana 25ºC selama 30 menit
B: Ekstrak cair daun S. rebaudiana 25ºC selama 60 menit
C: Ekstrak cair daun S. rebaudiana 75ºC selama 30 menit
D: Ekstrak cair daun S. rebaudiana 75ºC selama 60 menit
A B C A
Cacahan kering daun S. rebaudiana
Serbuk daun S. rebaudiana
Dihaluskan menggunakan blender, ditimbang 10 g
+ Aquadest (1:10). Ekstraksi dengan metode ultrasonik,
triplo, saring
Ekstrak
kering A
Ekstrak
kering B
Ekstrak
kering C
Ekstrak
kering D
Rendemen ekstrak kering daun S. rebaudiana berwarna
cokelat kehitaman
(1) (2) (4) (3)
(5) (5) (5) (5)
(6) (6) (6) (6)
40
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 2. Alur Uji Antioksidan (Persentase Inhibisi) Ekstrak Daun S.
rebaudiana Metode Ultrasonik
*Setiap uji antioksidan S. rebaudiana dilakukan triplo
Keterangan :
A : Kontrol negatif (DPPH 0,25 mM)
B : Kontrol positif (vitamin C)
C : Ekstraksi suhu 25ºC selama 30 menit
D : Ekstraksi suhu 25ºC selama 60 menit
E : Ekstraksi suhu 75ºC selama 30 menit
F : Ekstraksi suhu 75ºC selama 60 menit
(1): Ekstraksi daun S. rebaudiana menggunakan metode ultrasonik
(2): Pembuatan larutan dengan konsentrasi 100 ppm, masing-masing triplo
(3): + DPPH 0,25 Mm, selanjutnya vortex dan inkubasi selama 30 menit
(4): Pemindaian dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 517
C
(1)
(2) (2) (2) (2) (2)
(3) (3) (3) (3) (3)
(4) (4)
A
Larutan berwarna
ungu pekat
B 100
ppm
Serbuk daun S. rebaudiana
Nilai Absorbansi
B D E F
Larutan berwarna bening kekuningan
C 100
ppm
D 100
ppm
E 100
ppm
F 100
ppm
41
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 3. Dokumentasi Alat dan Bahan Serta Kegiatan Penelitian
Ekstraksi Daun S. rebaudiana Metode Ultrasonik dan Uji Aktivitas
Antioksidan
Alat dan Bahan Keterangan
Daun S. rebaudiana kering
Penghalusan daun S. rebaudiana
kering
Proses ekstraksi daun S.
rebaudiana metode ultrasonik
Proses filtrasi ekstrak S.
rebaudiana
42
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Proses penguapan pelarut
menggunakan rotary evaporator
Proses penguapan pelarut
menggunakan freeze dry
Hasil serbuk ekstrak air S.
rebaudiana
Proses pencampuran DPPH
dengan larutan ekstrak S.
rebaudiana dan vitamin C
Pengukuran absorbansi ekstrak S.
rebaudiana dan vitamin C
menggunakan spektrofotometer
UV-Vis
43
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 4. Data dan Perhitungan Rendemen Ekstrak Air Daun S.
rebaudiana
A. Data Rendemen Ekstrak Air Daun S. rebaudiana
Suhu
(ºC)
Waktu
(menit)
Berat Awal
(g)
Ekstrak S.
rebaudiana (g)
Rendemen
(%)
25
30 10 1,2116 12,1±0,5
60 10 1,5176 15,2±1,1
75
30 10 1,5006 15,0±0,3
60 10 1,4649 14,6±0,9
B. Perhitungan rendemen ekstrak
1. Suhu 25ºC dan waktu 30 menit
% Rendemen ekstrak =
× 100%
=
× 100%
=
2. Suhu 25ºC dan waktu 60 menit
% Rendemen ekstrak =
× 100%
=
× 100%
=
3. Suhu 75ºC dan waktu 30 menit
% Rendemen ekstrak =
× 100%
=
× 100%
=
4. Suhu 75ºC dan waktu 60 menit
% Rendemen ekstrak =
× 100%
=
× 100%
=
44
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 5. Data Persentase Inhibisi (%) Ekstrak S. rebaudiana dan
Vitamin C
A. Persentase Inhibisi (%) Ekstrak S. rebaudiana
Suhu
(ºC)
Waktu
(menit)
Rata-rata persen inhibisi (%)
25
30 39,9 ± 7,4
60 33,8 ± 1,1
75
30 31,8 ± 1,9
60 27,1 ± 3,9
*Setiap persen inhibisi dalam tabel dinyatakan sebagai mean±SD (n=3)
B. Persentase Inhibisi (%) Vitamin C
Konsentrasi
vitamin C
(µg/ml)
Persen inhibisi
(%)
Rata-rata persen inhibisi
(%)
100 46,1
49,26 ± 2,3 100 51,7
100 50
*Setiap persen inhibisi dalam tabel dinyatakan sebagai mean±SD (n=3)
C. Rumus Persentase Inhibisi (%):
% Inhibisi =
× 100%
Sumber: (Andi, Pratiwi, & Wijianto, 2014)
D. Perhitungan Perbandingan Persentase Inhibisi Ekstrak S. rebaudiana
dengan Vitamin C
1. Perbandingan persentase inhibisi suhu 25ºC, waktu 30 menit dengan
vitamin C
=
× 100%
= 81,07%
2. Perbandingan persentase inhibisi suhu 25ºC, waktu 60 menit dengan
vitamin C
=
× 100%
45
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
= %
3. Perbandingan persentase inhibisi suhu 75ºC, waktu 30 menit dengan
vitamin C
=
× 100%
= 64,5 %
4. Perbandingan persentase inhibisi suhu 75ºC, waktu 60 menit dengan
vitamin C
=
× 100%
= 54,9%
Tabel Perbandingan Persentase Inhibisi Sampel Terhadap
Vitamin C
Variasi Persentase
inhibisi
sampel
(%)
Persentase
inhibisi
vitamin C
(%)
Perbandingan
persentase inhibisi
sampel terhadap
vitamin C
T25ºC, 30 menit 39,9%
49,26%
81,1%
T25ºC, 60 menit 33,8% 68,5%
T75ºC, 30 menit 31,8% 64,5%
T75ºC, 60 menit 27,1% 54,9 %
46
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 6. Hasil Analisa Statistik Data Rendemen Ekstrak Daun S.
rebaudiana Metode Ultrasonik
1. Uji normalitas
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic Df Sig. Statistic Df Sig.
Rendemen ,136 12 ,200* ,971 12 ,925
2. Uji Homogen
Test of Homogeneity of Variances
Levene
Statistic df1 df2 Sig.
Rendemen Based on Mean 1,340 3 8 ,328
Based on Median ,597 3 8 ,635
Based on Median and
with adjusted df
,597 3 5,480 ,642
Based on trimmed
mean
1,281 3 8 ,345
3. ANOVA
ANOVA
Rendemen
Sum of
Squares df
Mean
Square F Sig.
Between
Groups
18,210 3 6,070 6,572 ,015
Within Groups 7,389 8 ,924
Total 25,599 11
47
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4. Uji Pos Hoc Bonferroni
No. Hubungan Pos Hoc
Bonferroni
Status Signifikansi
1. 1-2 0,028 (P<0,05) Signifikan
2. 1-3 0,038 (P<0,05) Signifikan
3. 1-4 0,077 (P>0,05) Tidak signifikan
4. 2-3 1,000 (P>0,05) Tidak signifikan
5. 2-4 1,000 (P>0,05) Tidak signifikan
6. 3-4 1,000 (P>0,05) Tidak signifikan
48
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 7. CoA Metanol
49
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 8. CoA Syringe
50
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 9. CoA Standar Steviosida
51
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 10. CoA Standar Rebaudiosida A
52
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 11. Sifat Fisika Kimia Steviosida dan Rebaudiosid A
Sifat Fisika Kimia Steviosid Rebaudiosid A
Formula molekul C38H60O18 C44H70O23
Berat Molekul 804.9 g/mol 967 g/mol
Titik leleh 198,0ºC 242-244°C
Pemerian Serbuk putih, rasa manis
dengan aftertaste.
Serbuk putih, rasa manis
tanpa aftertaste
Kelarutan Mudah larut dalam air dan
etanol, dan tidak larut dalam
alkohol murni, eter dan
kloroform
Mudah larut dalam air
dan etanol, dan tidak larut
dalam alkohol murni, eter
dan kloroform
Stabilitas Stabil pada pemanasan
100ºC selama 1 jam pada pH
3-9
Stabil pada pemanasan
100ºC selama 1 jam pada
pH 3-9
(Sumber: National Center for Biotechnology Information, 2019)