PENGARUH PENDAYAGUNAAN DANA ZIS DAN PDRB PER …eprints.undip.ac.id/34960/1/Jurnal1.pdfPENGARUH...

25
1 PENGARUH PENDAYAGUNAAN DANA ZIS DAN PDRB PER KAPITA TERHADAP JUMLAH PENDUDUK MISKIN (Studi Kasus di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah Tahun 2006-2009) Ria Marginingsih Dr. H. Hadi Sasana, SE., M.Si Abstrak Still large number of poor in the province of Central Java indicate that the level of welfare is still low. Still large number of poor people in Central Java caused by the distribution of uneven economic development. The purpose of this study was to determine the effect of actual Utilization of funds ZIS, Actual Government expenditure for people's welfare and GDP per capita of population poor in Central Java. The results of this study indicate that the utilization of funds ZIS realization, the realization of government spending for People's Welfare and GDP per capita is negative and significant effect on the number of poor people. Direction of the negative regression coefficient indicates that the increased utilization of funds ZIS and GDP per capita will decrease the amount of poverty. Key words: poverty, number of poor people, zakat, infak, sedekah GDP per capita, Central Java

Transcript of PENGARUH PENDAYAGUNAAN DANA ZIS DAN PDRB PER …eprints.undip.ac.id/34960/1/Jurnal1.pdfPENGARUH...

1

PENGARUH PENDAYAGUNAAN DANA ZIS DAN PDRB PER KAPITA

TERHADAP JUMLAH PENDUDUK MISKIN

(Studi Kasus di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah Tahun 2006-2009)

Ria MarginingsihDr. H. Hadi Sasana, SE., M.Si

Abstrak Still large number of poor in the province of Central Java indicate that the

level of welfare is still low. Still large number of poor people in Central Javacaused by the distribution of uneven economic development. The purpose of this study was to determine the effect of actual Utilization of funds ZIS, ActualGovernment expenditure for people's welfare and GDP per capita of populationpoor in Central Java.

The results of this study indicate that the utilization of funds ZIS realization, the realization of government spending for People's Welfare and GDP per capita is negative and significant effect on the number of poor people. Direction of the negative regression coefficient indicates that the increased utilization of funds ZISand GDP per capita will decrease the amount of poverty.

Key words: poverty, number of poor people, zakat, infak, sedekah GDP percapita, Central Java

2

Pendahuluan

Kemiskinan merupakan masalah yang sampai saat ini masih dihadapi oleh

negara-negara di seluruh dunia. Masalah kemiskinan yang dihadapi negara-negara

ini biasanya ditandai dengan adanya pengangguran, keterbelakangan dan pada

akhirnya meningkat menjadi ketimpangan.

Biro Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa angka kemiskinan di Indonesia

sangat fluktuatif. Susenas BPS 2006 mencatat penduduk miskin Indonesia

mencapai 39,05 juta jiwa. Sementara itu bank dunia (World Bank) menyatakan

bahwa, angka kemiskinan di Indonesia pada tahun 2004 mencapai 120 juta jiwa

dengan asumsi penduduk yang hidup di bawah dua dolar sehari (Casmi, 2008).

Indonesia merupakan negara berkembang yang memilki jumlah penduduk

mayoritas Islam terbesar di dunia. berdasarkan hasil penelitian Public Interst

Research and Advocacy Center (PIRAC), potensi zakat per tahun di Indonesia

sebesar 20 triliun rupiah. Namun, realisasi penghimpunan dana zakat dari tahun

ke tahun hanya berkisar 800 miliar rupiah hingga 1,2 triliun rupiah. Kenyataan ini

menunjukkan sangat timpangnya realisasi penghimpunan zakat dari potensi

sebenarnya.

Berkaitan dengan usaha pengentasan kemiskinan, pemerintah Provinsi Jawa

Tengah juga memperhatikan peranan pendayagunaan dana zakat yang dikelola

Badan Amil Zakat Daerah (BAZDA) Provinsi Jawa Tengah. Pendayagunaan dana

ZIS mempunyai dua sifat, yaitu bersifat santunan dan bersifat bantunan.

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita merupakan salah satu

indikator penting untuk mengetahui peranan dan potensi ekonomi di suatu

wilayah dalam periode tertentu. Berdasarkan publikasi data Biro Pusat Statistik

(BPS) tahun 2009, tingkat pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto

(PDRB) per kapita di Provinsi Pulau Jawa tahun 2009 terdapat dua Provinsi yang

mengalami pertumbuhan ekonomi di bawah pertumbuhan nasional (4,55%), yaitu

Provinsi Jawa Barat dan DI Yogyakarta, yaitu sebesar 4,29% dan 4,39%.

3

Sedangkan empat Provinsi lainnya termasuk Provinsi Jawa Tengah

mengalami pertumbuhan ekonomi di atas pertumbuhan nasional. Berikut Gambar

1.1 merupakan jumlah total PDRB per kapita Provinsi Jawa Tengah tahun 2006-

2009.

Gambar 1.1Jumlah Total PDRB per Kapita Provinsi

Jawa Tengah Tahun 2006-2009 (Juta Rupiah)

Sumber: BPS (2010), diolah

Dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi, namun persentase

jumlah penduduk miskin di Jawa Tengah Tengah masih tinggi dibanding tingkat

kemiskinan di provinsi-provinsi lain di Pulau jawa. Kenyataan tersebut dapat

dilihat pada tabel 1.1.

Tabel 1.1Persentase Jumlah Penduduk Miskin di Pulau Jawa Berdasarkan Provinsi

Tahun 2006-2009 (Persen)

Provinsi 2006 2007 2008 2009 Rata-rata

Yogyakarta 19,15 18,99 18,32 17,23 18,42DKI Jakarta 4,57 4,61 4,29 3,62 4,27Jawa Timur 21,09 19,98 18,51 16,68 19,07Jawa Tengah 22,19 20,43 19,23 17,72 19,89Jawa Barat 14,49 13,55 13,01 11,96 13,25

Banten 9,79 9,07 8,15 7,64 8,67

Sumber: BPS 2006-2007

4

Berdasarkan Tabel 1.1 tingkat kemiskinan di Jawa Tengah periode tahun

2006-2009 mengalami trend yang cenderung menurun dengan rata-rata 19,89%

yang merupakan persentase jumlah penduduk miskin terbesar di Pulau Jawa.

Pada tahun 2007 persentase jumlah penduduk miskin menurun sebesar 7,93% dan

pada tahun 2008 persentase jumlah penduduk miskin juga mengalami penurunan

sebesar 5,87%. Kemudian pada tahun 2009 persentase jumlah penduduk miskin

juga mengalami penurunan sebesar 7,85%.

Rumusan Masalah

Banyak faktor yang dapat mempengaruhi berkurangnya penduduk miskin.

Pertama, pengelolaan dana zakat, dengan pengelolaan yang baik akan berguna

bagi kepentingan ekonomi dan pembangunan dalam mengentaskan kemiskinan.

Dengan pendayagunaan dana ZIS yang disalurkan kepada mustahik (penerima

zakat) dapat membantu mereka keluar dari kemiskinan.

Mengingat PDRB per kapita merupakan gambaran bagi kesejahteraan

penduduk di suatu wilayah maka dengan PDRB per kapita yang tinggi maka

mengindikasikan tingkat kesejahteraan masyarakat yang tinggi pula. Dengan

tingginya tingkat kesejahteraan masyarakat di suatu daerah maka bisa dipastikan

bahwa tingkat kemiskinan juga akan semakin menurun.

Kenaikan yang terus meningkat pada pendayaagunaan dana ZIS serta PDRB

per kapita dalam kurun waktu empat tahun, yaitu dari tahun 2006 sampai tahun

2009, seharusnya dengan kenaikan tersebut dapat membawa dampak pada

penurunan jumlah penduduk miskin. Namun kenyataan yang terjadi angka

kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah masih tinggi dengan tingkat kemiskinan

yang paling tinggi untuk pulau Jawa. Masih tinginya angka kemiskinan di Jawa

Tengah merupakan masalah pokok yang menjadi permasalahan dalam penelitian

ini. Pengaruh Realisasi pendayagunaan dana ZIS dan PDRB per kapita terhadap

jumlah penduduk miskin di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah merupakan

permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini.

Merujuk pada permasalahan dalam penelitian ini, maka pertanyaan-

pertanyaan dalam penelitian ini adalah:

5

1. Bagaimana pengaruh pendayagunaan dana ZIS terhadap jumlah

penduduk miskin di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah?

2. Bagaimana pengaruh PDRB per kapita terhadap jumlah penduduk

miskin di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah?

Tujuan dan Manfaat

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk menganalisis pengaruh realisasi pendayagunaan dana ZIS

terhadap jumlah penduduk miskin di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa

Tengah.

2. Untuk menganalisis pengaruh PDRB per kapita terhadap jumlah

penduduk miskin di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah.

Adapun manfaat yang diharapan dari penelitian ini adalah:

1. Hasil penelitian ini diharapan dapat memberikan gambaran bagaimana

kontribusi pendayagunaan dana ZIS dan PDRB per kapita di

Kabupaten/Kota Jawa Tengah terhadap jumlah penduduk miskin.

2. Penelitian ini diharapkan sebagai informasi bagi lembaga-lembaga

terkait dalam menentukan kebijakan yang berkaitan dengan jumlah

penduduk miskin.

3. Referensi bagi studi-studi selanjutnya yang berkaitan dengan

pendayagunaan dana ZIS, PDRB per kapita dan jumlah penduduk

miskin.

Telaah Teori

Kemiskinan

Bank Dunia (2006) mendefinisikan kemiskinan adalah keadaan kelaparan,

kurang tempat tinggal, kurang sandang, dan kurang pendidikan. Ada banyak hal

yang menyebabkan seseorang masuk dalam kategori miskin, diantaranya:

a) Rendahnya pendapatan dan asset untuk memenuhi kebutuhan dasar,

seperti makanan, tempat tinggal, pakain, kesehatan dan pendidikan.

6

b) Ketidakmampuan untuk bersuara dan ketiadaan kekuatan di depan institusi

dan masyarakat.

c) Rentan terhadap guncangan ekonomi.

Kemiskinan dibagi dalam empat bentuk, yaitu: a) Kemiskinan absolut,

kondisi dimana seseorang memiliki pendapatan di bawah garis kemiskinan. b)

Kemiskinan relatif, kondisi miskin karena ketimpangan pada pendapatan. c)

Kemiskinan kultural, mengacu pada persoalan sikap seseorang atau masyarakat

yang disebabkan oleh faktor budaya. d) Kemiskinan struktural, situasi miskin

yang disebabkan oleh suatu sistem sosial budaya dan sosial politik.

Menurut Robert Chamber (2004) dalam Departemen Komunikasi dan

Informatika (2008) inti dari masalah kemiskinan sebenarnya terletak pada apa

yang disebut deprivation trap atau perangkap kemiskinan. Secara rinci,

deprivation trap terdiri dari lima unsur, yaitu: (1) kemiskinan itu sendiri, (2)

kelemahan fisik, (3) keterasingan atau kadar isolasi, (4) kerentanan, dan (5)

ketidakberdayaan.

Kelima unsur ini seringkali saling berkaitan satu sama lain, sehingga

menjadi penyebab perangkap kemiskinan yang mematikan peluang hidup

seseorang sehingga kerentanan dan ketidakberdayaan perlu mendapat perhatian

yang utama.

Todaro (2006), menyatakan bahwa tinggi rendahnya tingkat kemiskinan di

suatu negara tergantung dari dua faktor utama, yakni: pertama, tingkat pendapatan

nasional rata-rata. Kedua, lebar sempitnya kesenjangan dalam distribusi

pendapatan.

Dalam kaitannya dengan kemiskinan, jumlah penduduk yang besar justru

akan memperparah tingkat kemiskinan. Fakta menunjukkan dalam penelitian yang

dilakukan oleh Siregar dan Wahyuniarti (2007), semakin banyak jumlah

penduduk maka akan meningkatkan jumlah penduduk miskin. Hal tersebut

membuktikan bahwa jumlah penduduk yang besar akan meningkatkan jumlah

penduduk miskin.

7

Zakat Sebagai Alat Pengentas Kemiskinan

Secara etimologi (bahasa) kata “zakat” diambil dari kata (az-zakah), sedang

lafal (az-zakah) berarti tumbuh, baik, suci dan berkah. Menurut Departemen

Agama RI (2009) zakat adalah harta wajib yang disisihkan oleh seorang muslim

atau badan yang dimiliki oleh orang muslim sesuai dengan ketentuan agama untuk

diberikan kepada yang berhak menerimanya. Dan zakat terdiri dari zakat fitrah

dan zakat mal.

Islam memiliki perhatian yang besar tehadap kemiskinan. Fakir miskin

mendapatkan prioritas utama dalam pembagian zakat. Selain itu, masalah kemiskinan

juga menjadi perhatian al-Quran, surat adz-Dzariat ayat 19. Ayat lain menyebutkan

bahwa kedudukan zakat sejajar dengan kedudukan sholat. Dalam al-Quran, tidak

kurang dari 28 ayat Allah menyebutkan perintah sholat dengan perintah zakat

dalam satu ayat sekaligus. Diantaranya dalam surat al- Baqoroh: 43.

Dalam al-Quran terdapat 32 ayat zakat dan 82 kali diulang dengan

mengunakan istilah yang merupakan sinonim dari kata zakat, yaitu kata sedekah

dan infak. Pengulangan tersebut mengandung maksud bahwa zakat mempunyai

kedudukan, fungsi dan peranan yang sangat penting dalam Islam (Qadir, 2001).

Dalam sejarah perkembangan dunia Islam, zakat merupakan salah satu

sumber penerimaan negara yang sangat penting, selain itu zakat juga merupakan

alat bantu sosial mandiri yang menjadi kewajiban moral bagi orang kaya untuk

membantu yang miskin, sehingga kemiskinan dan kemelaratan dapat terhapuskan

dari masyarakat.

Menurut Manan (1997) zakat sebagai salah satu kebijakan fiskal yang

menjadi sendi utama dari sistem ekonomi Islam diharapkan mampu

mengembangkan suatu masyarakat yang didasarkan atas kekayaan yang

berimbang dengan menempatakan nilai-nilai spiritual pada tingkat yang sama,

karena zakat merupakan komponen utama dalam sistem keuangan publik yang

memiliki ikatan ketakwaan seseorang.

Zakat sebagai kebijakan fiskal dalam Islam memiliki tujuan untuk menjamin

pemenuhan kebutuhan-kebutuhan primer (al-hajat al-asasiyah/basic needs) per

individu secara menyeluruh, dan membantu tiap-tiap individu dalam memenuhi

8

kebutuhan-kebutuhan sekunder dan tersiernya (al-hajat al-kamaliyah) sesuai

kadar kemampuannya.

Pendayagunaan Dana ZIS (Zakat, Infak dan Sedekah)

Zakat mempunyai dua fungsi, yaitu pertama untuk membersihkan harta

benda dan jiwa (fitrah) manusia. Kedua, zakat berfungsi sosial sebagai sarana

saling berhubungan sesama manusia terutama sebagai jembatan antara si kaya dan

si miskin.

Fungsi zakat sebagai amal ibadah dan sebagai konsep sosial memiliki empat

bentuk pendayagunaan, yaitu (Departemen Agama RI, 2009):

1. Konsumtif Tradisional yaitu zakat dibagikan kepada mustahik secara

langsung, seperti zakat fitrah.

2. Konsumtif Kreatif yaitu zakat yang diwujudkan dalam bentuk lain, misalnya

seperti dalam bentuk alat-alat pertanian.

3. Produktif Tradisional yaitu dimana zakat diberikan dalam bentuk barang-

barang yang produktif seperti kambing. Pemberian dalam bentuk ini akan

dapat menciptakan suatu usaha atau memberikan lapangan kerja baru bagi

fakir miskin.

4. Produktif Kreatif yaitu zakat diwujudkan dalam bentuk permodalan bergulir

baik untuk permodalan proyek sosial atau untuk membantu atau menambah

modal pedagang/pengusaha kecil.

Masalah yang selalu dihadapi oleh negara-negara yang sedang berkembang,

seperti Indonesia adalah kebodohan, kemiskinan dan pengangguran. Agama Islam

yang memiliki konsep sosial dengan adanya ajaran zakat diharapkan dapat ikut

membantu permasalahan-permasalahan yang dihadapi suatu bangsa. Dengan

demikian zakat untuk fakir miskin seharusnya tidak dibagikan secara keseluruhan,

hal ini bertujuan supaya dana zakat dapat dijadikan suatu proyek usaha sehingga

dapat terpenuhinya modal yang tujuannya untuk mengurangi kemiskinan.

Menurut Miftah (2008) dalam konteks ini, pembentukan modal tidak

semata-mata dari pemanfaatan dan pengembangan sumber daya alam, tetapi juga

berasal dari sumbangan wajib orang kaya yang menyisikan sebagian kecil harta

9

kekayaannya (zakat). Karena zakat berperan penting dalam peningkatan kualitas

sumber daya manusia dan penyediaan sarana dan prasarana, dengan demikian

akan berdampak terhadap produktifitas yang tinggi, pendapatan riil yang tinggi,

tabungan dan insentif yang tinggi, dan berakhir pada terpenuhinya modal

sehingga tingkat kemiskinan dapat berkurang.

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

Salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi disuatu

daerah dalam suatu periode tertentu ditunjukkan oleh data Produk Domestik

Regional Bruto (PDRB). PDRB didefinisikan sebagai jumlah nilai tambah yang

dihasilkan oleh seluruh barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit

ekonomi seluruh wilayah.

Penghitungan PDRB menggunakan dua macam harga, yaitu PDRB atas

dasar harga berlaku dan PDRB atas dasar harga konstan. PDRB atas dasar harga

berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung dengan

menggunakan harga yang berlaku setiap tahun, sedangkan PDRB atas dasar harga

konstan dihitung dengan menggunakan harga pada satu tahun tertentu sebagai

tahun dasar. PDRB atas harga konstan digunakan untuk melihat pertumbuhan

ekonomi.

Dalam menghitung angka-angka Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

digunakan tiga pendekatan, yaitu:

1. Menurut Pendekatan Produksi

PDRB adalah jumlah nilai produk barang dan jasa akhir yang dihasilkan

oleh berbagai unit produksi di dalam suatu wilayah (region) dalam jangka

waktu tertentu (satu tahun).

2. Menurut Pendekatan Pendapatan

PDRB adalah jumlah balas jasa yang diterima oleh faktor-faktor produksi

yang ikut serta dalam proses produksi di suatu wilayah atau daerah dalam

jangka waktu tertentu (satu tahun).

3. Menurut Pendekatan Pengeluaran

10

PDRB adalah jumlah pengeluaran yang dilakukan untuk konsumsi rumah

tangga dan lembaga swasta yang tidak mencari untung, konsumsi

pemerintah, pembentukan modal tetap bruto, perubahan stok dan ekspor

neto (ekspor dikurangi impor).

Pengaruh PDRB per Kapita Tehadap Kemiskinan

Pendapatan per kapita seringkali digunakan sebagai indikator

pembangunan karena pada skala daerah dapat digunakan sebagai pengukur

pertumbuhan ekonomi yang lebih baik, karena lebih tepat mencerminkan

kesejahteraan penduduk suatu negara. Produk domestik bruto per kapita adalah

jumlah PRDB suatu daerah dibagi dengan jumlah penduduk di daerah yang

bersangkutan.

Menurut Arsyad (1999), pendapatan per kapita seringkali digunakan sebagai

indikator pembangunan. Semakin tinggi pendapatan seseorang maka akan

semakin tinggi pula kemampuan seseorang untuk membayar (ablity to pay)

berbagai pungutan yang ditetapkan pemerintah. Semakin tinggi PDRB per kapita

suatu daerah, maka semakin besar pula potensi sumber penerimaan daerah

tersebut. Tingginya penerimaan daerah, diharapkan nantinya pemerintah daerah

tersebut dapat mengatasi masalah kemiskinan dengan baik. Tingginya tingkat

pendapatan daerah bisa disebabkan karena berbagai perubahan mendasar, seperti

struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional.

Metodologi Penelitian

Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui studi

pustaka dan dokumentasi. Studi pustaka dilakukan dengan mengumpulkan

informasi melalui pendalaman literatur-literatur yang berkaitan dengan objek

studi. Teknik dokumentasi dilakukan dengan menelusuri dan mendokumentasikan

data-data dan informasi yang berkaitan dengan obyek studi.

11

Model Estimasi

Penelitian ini menggunakan data sekunder times series selama periode

2006-2009 dan data cross section seluruh kabupaten/kota Provinsi Jawa Tengah

Sehingga kombinasi atau pooling data menghasilkan 140 observasi. Poenelitian

ini menggunakan alat analisis Fixed Effect Model (FEM) atau Least Square

Dummy Variable (LSDV) dengan model persamaan sebagai berikut:

KM = ƒ(ZIS, PDRB) . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (1.1)

Dimana :

KM = Jumlah Penduduk Miskin

ZIS = Pendayagunaan Dana Zakat, Infak dan Sedekah

PDRB = PDRB per kapita

Model dasar (3.2) di atas diturunkan menjadi model ekonometrik sebagai

berikut:

LOGKMit = α0 + α1 LOGZISit + α3LOGPDRBit + μit . . . . . . . . . . . . . . (1.2)

Hasil dan Pembahasan

Gambaran Umum Provinsi Jawa Tengah

1. Letak Geografis dan Pembagian Wilayah

Jawa Tengah merupakan salah satu Provinsi di Indonesia yang terletak

dibagian tengah Pulau Jawa. Provinsi Jawa Tengah memiliki posisi yang

setrategis, hal ini karena letaknya diapit oleh dua Provinsi besar, yaitu Provinsi

Jawa Barat dan Provinsi Jawa Timur. Letaknya antara 5°40' dan 8°30' Lintang

Selatan dan antara 108°30' dan 111°30' Bujur Timur (termasuk Pulau

Karimunjawa). Jarak terjauh dari Barat ke Timur adalah 263 km dan dari Utara ke

Selatan 226 km (tidak termasuk Pulau Karimunjawa). Ibukota Provinsi Jawa

Tengah adalah Semarang. Luas wilayahnya 32.548 km2, atau sekitar 25,04% dari

luas Pulau Jawa.

Secara administratif, Provinsi Jawa Tengah terdiri atas 29 Kabupaten dan

enam Kota dengan 565 Kecamatan serta 8.568 desa/kelurahan. Daerah yang

memiliki wilayah terluas adalah Kabupaten Cilacap dengan luas 2.124,47 km2

atau sekitar 6,57% dari luas total Provinsi Jawa Tengah, sedangkan Kota

12

Magelang merupakan daerah yang memiliki wilayah paling kecil dengan luas

wilayah sebesar 16,06 km2.

2. Luas dan Pembagian Wilayah

Jumlah penduduk yang besar merupakan modal bagi kegiatan ekonomi,

karena penduduk merupakan tenaga kerja yang akan menghasilkan output dalam

pembangunan. Akan tetapi jumlah penduduk yang besar juga harus diimbangi

dengan kualitas penduduk, karena apabila jumlah penduduk besar, namun

kualitasnya rendah akan menjadi sumber masalah pembangunan yang harus

mendapat perhatian dan penanganan yang serius (BPS, 2006).

Jumlah penduduk Provinsi Jawa Tengah adalah 32.380.687 jiwa terdiri atas

16.081.140 laki-laki dan 16.299.547 perempuan. Kabupaten/Kota dengan jumlah

penduduk terbesar adalah Kabupaten Brebes (1,732 juta jiwa), Kabupaten Cilacap

(1,644 juta jiwa), dan Kabupaten Banyumas (1,553 juta jiwa). Sebaran penduduk

umumnya terkonsentrasi di pusat-pusat kota, baik kabupaten ataupun kota.

Kawasan permukiman yang cukup padat berada di daerah Semarang Raya

(termasuk Ungaran dan sebagian wilayah Kabupaten Demak dan Kendal), Solo

Raya (termasuk sebagian wilayah Kabupaten Karanganyar, Sukoharjo, dan

Boyolali), serta Tegal, Brebes, Slawi.

Pertumbuhan penduduk Provinsi Jawa Tengah sebesar 0,67% per tahun.

Pertumbuhan penduduk tertinggi berada di Kabupaten Demak (1,5% per tahun),

sedang yang terendah adalah Kota Pekalongan (0,09% per tahun). Dari jumlah

penduduk ini, 47% di antaranya merupakan angkatan kerja. Mata pencaharian

paling banyak adalah di sektor pertanian (42,34%), diikuti dengan perdagangan

(20,91%), industri (15,71%), dan jasa (10,98%) (Wikipedia, 2011).

Uji Asumsi Klasik

Ada beberapa asumsi-asumsi dari model regresi yang perlu diuji

validitasnya. Asumsi dasar tersebut adalah sebagai berikut:

13

1. Uji Multikolinieritas

Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi

ditemukan adanya korelasi antar variabel independen. Jika variabel independen

saling berkorelasi maka variabel-variabel ini tidak ortogonal. Variabel ortogonal

adalah variabel independen yang nilai-nilai korelasi antara variabel bebas = 0.

Multikolinieritas dapat dilihat dengan membandingkan koefisien korelasi antar

variabel independen (Kuncoro, 2001).

Tabel 1.2Hasil Auxiliary Regression Pengaruh Pendayagunaan Dana ZIS

dan PDRB per Kapita Terhadap Jumlah Penduduk Miskindi Jawa Tengah Tahun 2006–2009

Regresi R2* R2

ZIS = ƒ (PDRB) 0,000642 0,988418

PDRB = ƒ (ZIS) 0,000642 0,988418

Sumber: : Output Pengolahan Data dengan Program Eviews 6.0

Dimana:

R2* = R2 hasil auxiliary regression

R2 = R2 hasil regresi utama

Berdasarkan hasil Auxiliary Regression di atas terlihat bahwa hasil R2 lebih

besar dari hasil R2*, sehingga dari hasil tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa

model pada Tabel 1.2 tidak mengandung unsur multikolinieritas.

2. Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi

terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan

yang lain. Heteroskedastisitas akan memperlemah kemampuan prediksi suatu

model regresi. Untuk mendeteksi ada tidaknya heteroskedastisitas dapat dilakukan

dengan Breusch-Pagan-Godfrey.

14

Tabel 1.3Hasil Uji Heteroskedastisitas

Test Equation:

Dependent Variable: RESID^2

Sample: 1 140

Included observations: 140

Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 0.002112 0.073125 0.028879 0.977

LOG(ZIS) 0.001454 0.00455 0.319532 0.750

LOG(PDRB) 0.000863 0.000798 1.081369 0.282

R-squared 0.500349 Mean dependent var 0.00851

Adjusted R-squared 0.332197 S.D. dependent var 0.018204

S.E. of regression 0.014877 Akaike info criterion -5.361029

Sum squared resid 0.023016 Schwarz criterion -4.604607

Log likelihood 411.272 Hannan-Quinn criter. -5.053642

F-statistic 2.975579 Durbin-Watson stat 2.331323

Prob(F-statistic) 0.00001

Sumber: : Output Pengolahan Data dengan Program Eviews 6.0

Uji Breusch-Pagan-Godfrey dapat menjelaskan apabila apabila koefisien

parameter untuk masing-masing variabel independen bersifat signifikan (dengan

tingkat kepercayaan 5%) maka data bersifat heteroskedasitas begitu pula

sebalikanya.

Pada model persamaan pengaruh Realisasi Pendayagunaan Dana ZIS, dan

PDRB per Kapita tahun 2006-2009 pada Tabel 1.3 dengan menggunakan uji

Breusch-Pagan-Godfrey maka diperoleh hasil bahwa semua variabel independen

tidak signifikan dengan probailitas diatas 5%, maka dapat disimpulkan model

regresi persamaan tersebut bebas dari heteroskedastisitas.

15

3. Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam suatu model regresi

linier ada korelasi antara variabel penganggu (residual) pada periode t dengan

kesalahan pada periode t- (sebelumnya). Akibat adanya autokorelasi adalah

parameter yang diamati menjadi bias dan variannya tidak minimum, sehingga

tidak efisien (Gujarati, 2003).

Untuk mendeteksi ada atau tidaknya autokorelasi dapat dilakukan dengan

menggunakan pengujian Durbin-Watson (DW). Adapun ketentuan pengujiannya

adalah sebagai berikut:

1. 0 < DW < 1,10 berarti autokorelasi positif

2. 1,10 < DW < 1,54 tidak dapat diputuskan

3. 1,54 < DW < 2,46 berarti tidak ada autokorelasi

4. 2,46 < DW < 2,90 tidak dapat diputuskan

5. DW > 2,90 berarti ada autokorelasi negative

Tabel 1.4Regresi Utama

Dependent Variable: LOG(KM)

Method: Least SquaresDate: 12/29/11 Time: 14:28

Sample: 1 140

Included observations: 140

Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 11.26852 0.532764 21.15104 0

LOG(ZIS) -0.066015 0.032062 -2.058965 0.042

LOG(PDRB) -0.031337 0.004921 -6.368387 0

R-squared 0.991571 Mean dependent var 11.84989Adjusted R-squared

0.988625 S.D. dependent var

0.860237

S.E. of regression 0.091749 Akaike info criterion -1.717858

Sum squared resid 0.867046 Schwarz criterion -0.940424

Log likelihood 157.25 Hannan-Quinn criter. -1.401932F-statistic 336.5635 Durbin-Watson stat 2.315794

Prob(F-statistic) 0

Sumber: Output Pengolahan Data dengan Program Eviews 6.0

16

Dari hasil regresi utama Tabel 1.4 diketahui nilai DW adalah sebesar

1,926305, nilai ini berada diantara 1,54 dan 2,46 maka dapat disimpulkan bahwa

data tidak terdapat autokorelasi.

Hasil Uji Statistik

1. Uji R2

Koefisien determinasi (R2), digunakan untuk mengukur seberapa jauh

kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai koefisien

determinasi adalah nol dan satu. Semakin besar nilai R2, maka variabel-variabel

independen memberikan hampir semua informasi yang di butuhkan untuk

memprediksi variasi variabel dependen. Berdasarkan hasil regresi, dapat diketahui

bahwa nilai R2 adalah 0.991571, hal ini berarti sebesar 99,16% variasi jumlah

penduduk miskin di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah dapat dijelaskan oleh

variasi variabel-variabel independenya yakni variabel ZIS (Zakat, Infak dan

Sedekah), PDRB (Produk Domestik Regional Bruto per Kapita), dan D (Dummy

wilayah). Sedangkan sisanya sebesar 0,84% dijelaskan oleh variabel lain diluar

model.

2. Uji Keseluruhan (F-stat)

Untuk menguji pengaruh semua variabel independen dalam model, dapat

dilakukan dengan Uji simultan (Uji F). Uji statistik F pada dasarnya untuk

menunjukkan apakah semua variabel independen yang dimasukkan dalam model

mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen.

Dari regresi pengaruh pendayagunaan dana ZIS dan PDRB per kapita

terhadap jumlah jenduduk jiskin di Jawa Tengah tahun 2006-2009 yang

menggunakan taraf keyakinan 95% ( = 5%), dengan degree of freedom for

denominator sebesar 102. Dimana (n – k) = (140 – 37 = 103), dan degree of

freedom for nominator sebesar 37, nilai tersebut diperoleh dari k – 1 = , maka

diperoleh F-tabel sebesar 1,54. Dari hasil regresi pengaruh pendayagunaan dana

ZIS dan PDRB per kapita terhadap jumlah penduduk miskin di Provinsi Jawa

Tengah Tahun 2006–2009, diperoleh F-statistik sebesar 336,5635 dan nilai

17

probabilitas F-statistik 0,000000. Maka dapat disimpulkan bahwa variabel

independen secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel dependen (F-

hitung > F-tabel).

3. Uji Parsial (t-Stat)

Uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh masing

masing variabel independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel

dependen. Uji ini digunakan untuk melihat signifikansi dari pengaruh variabel

independen terhadap variabel dependen secara individual, digunakan tingkat

kepercayaan 5%. Dengan ketentuan H0 ditolak bila nilai probabilitas dari t-

statistik lebih kecil dibandingkan tingkat kepercayaan 5% dan H0 diterima bila

nilai probabilitas dari t-statistik lebih besar dibanding tingkat kepercayaan 5%.

Pengaruh pendayagunaan dana ZIS dan PDRB per kapita terhadap jumlah

penduduk miskin di Jawa Tengah tahun 2006-2009 dengan menggunakan taraf

keyakinan 95 persen (α = 5 persen) dan degree of freedom (df) = 102 (n - k = 140

- 38), maka diperoleh nilai t-tabel sebesar 1,983. Dari Tabel 4.4 (regresi utama)

dapat disimpulkan bahwa pada taraf keyakinan 95 persen (α = 5 persen), seluruh

variabel berpengaruh signifikan terhadap jumlah penduduk miskin di Jawa

Tengah.

Hasil Penelitian dan Pembahasan

Model regresi kemiskinan dalam penelitian ini mampu memenuhi asumsi

klasik, dengan nilai koefisien regresi sangat tinggi (0,991571) menunjukkan

kemampuan variasi variabel independen dalam menerangkan variasi variabel

dependen. Secara statistik, variabel independen yaitu Pendayagunaan Dana dan

PDRB per Kapita secara bersama-mama memiliki pengaruh terhadap variabel

dependen.

Hasil dari pengujian hipotesis menunjukkan bahwa semua variable

independen berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen dengan

menggunakan α = 5% dan semua variable memiliki tanda yang sesuai dengan

teori. Namun demikian, ternyata tidak semua variabel dummy berpengaruh

18

signifikan (D32), hal ini mungkin dikarenakan adanya persamaan karakteristik

dan sumber daya antar wilayah.

Kemiskinan dalam penelitian ini diukur dengan banyaknya jumlah

penduduk miskin menurut kriteria BPS, dengan tingkat kemiskinan didasarkan

pada jumlah konsumsi rupiah berupa makanan yaitu 2100 kalori per orang per

hari (dari 52 jenis komoditi yang dianggap mewakili pola konsumsi penduduk

yang berada dilapisan bawah), dan konsumsi non makanan (dari 45 jenis komoditi

makanan sesuai kesepakatan nasional dan tidak dibedakan antara wilayah

pedesaan dan perkotaan).

Berdasarkan pengertian tersebut, maka usaha untuk menurunkan angka

kemiskinan dapat ditempuh dengan meningkatkan kualitas sumber daya manusia

yang nantinya mampu meningkatkan pendapatan masyarakat sehingga daya beli

masyarakat dapat meningkat. Hubungan negatif antara pertumbuhan ekonomi

dengan kemiskinan sesuai dengan harapan adanya efek menetes ke bawah (trickle

down effect), dimana diyakini pendayagunaan dana ZIS dan PDRB per kapita

mampu mengatasi masalah-masalah pembangunan antara lain masalah

kemiskinan.

Adapun model persamaan pengaruh pendayagunaan dana ZIS dan PDRB

per kapita terhadap jumlah penduduk miskin di Jawa Tengah tahun 2006-2009

adalah sebagai berikut:

LOG(KM) = 11,26852 – LOG(-0,660156ZIS) – LOG(-0,031337PDRB) + 3,18D1

+ 3,09D2 + 2,72D3 + 2,63D4 + 3,08D5 + 2,19D6 + 2,65D7 + 2,49D8 + 2,42D9 +

2,76D10 + 1,98D11 + 2,65D12 + 2,23D13 + 2,48D14 + 2,93D15 + 2,35D16 + 2,35D17

+ 2,64D18 + 1,85D19 + 2,09D20 + 2,67D21 + 2,00D22 + 1,96D23 + 2,46D24 +

2,07D25 + 2,36D26 + 2,99D27 + 2,68D28 + 3,40D29 + 1,67D31 + 0,01D32 + 1,74D33

+ 0,39D34 + 0,46D35 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (1.3)

Pengaruh Realisasi Pendayagunaan Dana ZIS Terhadap Jumlah Penduduk

Miskin

Zakat sebagai salah satu sarana dalam mengatasi masalah kemiskinan

mempunyai peran yang sangat besar dalam perekonomian. Potensi zakat yang

19

besar harus diimbangi dengan pengelolaan yang baik dan tepat guna, sehingga

sasaran pencapaiannya bisa lebih maksimal dalam menanggulangi kemiskinan di

negeri ini.

Dalam penelitian ini, hasil pengujian menunjukkan nilai koefisien variabel

pendayagunaan dana ZIS (-0.066015) berpengaruh signifikan terhadap jumlah

penduduk miskin. Hasil ini mengindikasikan bahwa jika terjadi peningkatan

pendayagunaan dana ZIS sebesar 10% maka dapat menurunkan jumlah penduduk

miskin sebesar 0,66%.

Berdasarkan data penelitian dari tahun 2006 sampai tahun 2009,

pendayagunaan dana ZIS mengalami peningkatan. Kenaikan ZIS tersebut

menunjukkan bahwa setiap daerah di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah

mempunyai potensi yang sama dalam mengatasi masalah kemiskinan di daerah

masing-masing. Zakat tesebut dapat dijadikan sumber pendapatan bagi instansi

non pemerintah dalam memperbaiki perekonomian daerah yang bersangkutan.

Hasil penelitian ini mendukung penelitian sebelumnya (Ujang Syahrul,

2009) bahwa pendayagunaan dana ZIS berpengaruh signifikan terhadap

kemiskinan. Dengan demikian, apabila semakin besar pendayagunaan dana ZIS

maka akan meningkatkan perekonomian dan pada akhirnya dapat mengurangi

jumlah penduduk miskin ke tingkat yang lebih rendah.

Dalam penelitian ini, dana ZIS disalurkan dalam empat bentuk

pendayagunaan sebagai berikut: pertama, Konsumtif Tradisional yaitu zakat

dibagikan kepada mustahik secara langsung, seperti zakat fitrah. Kedua,

Konsumtif Kreatif yaitu zakat yang diwujudkan dalam bentuk lain, misalnya

seperti dalam bentuk alat-alat sekolah, beasiswa, cangkul, gerabah dan

sebagainya. Ketiga, Produktif Tradisional yaitu dimana zakat diberikan dalam

bentuk barang-barang yang produktif seperti kambing. Keempat, Produktif Kreatif

yaitu zakat diwujudkan dalam bentuk permodalan bergulir baik untuk permodalan

proyek sosial atau untuk membantu atau menambah modal pedagang/pengusaha

kecil.

Dana ZIS yang disalurkan dalam upaya pencapain penanggulangan

kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah dilakukan melalui pendekatan yang bersifat

20

produktif dengan lebih menekankan investasi jangka panjang dalam upaya

peningkatan kualitas sumber daya manusia (Program beasiswa). Menurut Arsyad

(1999) pendidikan (formal dan non formal) dapat berperan penting dalam

menggurangi kemiskinan dalam jangka panjang, baik secara tidak langsung

melalui perbaikan produktivitas dan efesiensi secara umum, maupun secara

langsung melalui pelatihan golongan miskin dengan ketrampilan yang dibutuhkan

untuk meningkatkan produktivitas masyarakat dan pada gilirannya akan

meningkatkan pendapatan.

Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka pengetahuan dan

keahlian juga akan meningkat sehingga akan mendorong peningkatan

produktivitas seseorang. Pada akhirnya seseorang yang memiliki produktivitas

yang tinggi akan memperoleh kesejahteraan yang lebih naik, yang dapat

diperlihatkan melalui peningkatan pendapatan maupun konsumsinya.

Pengaruh PDRB per Kapita Terhadap Jumlah Penduduk Miskin

Berdasarkan hasil estimasi model penelitian ini, nilai koefisien slope

variabel realisasi pengeluaran pemerintah bidang kesra adalah (-0,031337),

berpengaruh signifikan terhadap jumlah penduduk miskin. Hasil ini

mengindikasikan bahwa jika terjadi peningkatan PDRB per kapita sebesar 10%

maka dapat menurunkan jumlah penduduk miskin sebesar 0,313%.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Todaro (2006), yang

menyatakan bahwa tinggi rendahnya tingkat kemiskinan di suatu negara

tergantung pada dua faktor utama, yakni: (1) tingkat pendapatan nasional rata-

rata; (2) lebar sempitnya kesenjangan distribusi pendapatan. Dengan demikian,

setinggi apapun tingkat pendapat nasional per kapita yang dicapai oleh suatu

negara, selama distribusi pendapatannya tidak merata, maka tingkat kemiskinan di

negara tersebut akan tetap parah.

Berdasarkan data penelitian dari tahun 2006 sampai tahun 2009 PDRB per

kapita mengalami peningkatan di setiap Kabupatan/Kota di Jawa Tengah.

Kenaikan tersebut menunjukkan bahwa setiap daerah di Kabupaten/Kota Provinsi

21

Jawa Tengah mempunyai potensi yang sama dalam mengatasi masalah

kemiskinan di daerah masing-masing.

Dummy Variabel

Dalam menginterpretasikan hasil regresi data panel dengan menggunakan

metode LSDV yang menggunakan variabel dummy. Signifikannya variabel dummy

yang digunakan menunjukkan kondisi tingkat kemiskinan pada Kabupaten/Kota

di Jawa Tengah. Kota Magelang yang dijadikan sebagai benchmark karena

memiliki jumlah pendudk miskin paling rendah dibanding Kabupaten/Kota

lainnya di Provinsi Jawa Tengah selama periode 2006-2009. Angka positif atau

negatif pada koefisien dummy menunjukkan bahwa kabupaten/kota yang

dinyatakan dengan variabel dummy tersebut memiliki kondisi tingkat kemiskinan

yang lebih rendah (bertanda negatif) atau lebih tinggi (bertanda positif)

dibandingkan Kota Magelang sebagai benchmark.

Berdasarkan hasil Persamaan 4.1 diketahui bahwa selama empat tahun

periode penelitian terdapat empat Kota di Jawa Tengah yang memiliki jumlah

pendudukk miskin terkecil, yaitu diantaranya Kota Magelang, Kota Salatiga, Kota

Pekalongan dan Kota Tegal. Kondisi Kemiskinan terbesar yaitu di Kabupaten

Brebes, Kabupaten Cilacap dan Kabupaten Banyumas. Perbedaan kondisi ini

terjadi karena setiap daerah memiliki kondisi geografis dan ekonomi yang

berbeda-beda, termasuk perbedaan kondisi faktor-faktor yang mempengaruhi

jumlah penduduk miskin, seperti perbedaan penerimaan dan pendayagunaan dana

zakat, pertumbuhan ekonomi, dan PDRB per kapita.

Kesimpulan

Berdasar analisis yang telah dilakukan pada Bab IV, maka dapat ditarik

kesimpulan sebagai berikut :

1. Model regresi pengaruh pendayagunaan dana ZIS dan PDRB per kapita

terhadap jumlah penduduk miskin di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah

tahun 2006-2009 cukup layak digunakan karena telah memenuhi dan

22

melewati uji penyimpangan asumsi klasik, yaitu uji multikolineritas, uji

heterokedastisitas, dan uji autokorelasi.

2. Hasil uji koefisien determinasi (R2) pengaruh pendayagunaan dana ZIS dan

PDRB per kapita terhadap jumlah penduduk miskin di Kabupaten/Kota

Provinsi Jawa Tengah tahun 2006 menunjukan bahwa besarnya R2 cukup

tinggi yaitu (0, 991571) nilai ini berarti bahwa model yang dibentuk cukup

baik dimana 99.16% variasi variabel dependen jumlah penduduk miskin

dapat dijelaskan dengan baik oleh varibel-variabel independen yakni

Pendayagunaan Dana ZIS, PDRB per Kapita dan dummy wilayah

Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah. Sedangkan 0,84% sisanya

dijelaskan oleh faktor-faktor diluar model.

3. Uji F-statistik menunjukan bahwa variabel independen dalam model regresi

pengaruh realisasi pendayagunaan dana ZIS, PDRB per kapita serta dummy

wilayah secara bersama-sama mempengaruhi variabel jumlah penduduk

miskin di Kabupaten/Kota Provinsi JawaTengah tahun 2006-2009 serta

dummy wilayah secara bersama-sama mempengaruhi variabel jumlah

penduduk miskin.

4. Dari pengujian hipotesis diperoleh bahwa realisasi pendayagunaan dana ZIS

dan PDRB per kapita mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap jumlah

penduduk miskin. Arah koefisien regresi negatif menunjukkan bahwa

peningkatan pendayagunaan dana ZIS dan PDRB per kapita akan

menurunkan jumlah penduduk miskin.

Saran

1. Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, diharapkan mampu meningkatkan peran

serta BAZDA (Badan Amil Zakat Daerah) di setiap Kabupaten/Kota

Provinsi Jawa Tengah dengan memerhatikan kebijakan yang akan

diterapkan, agar nantinya tepat sasaran dan mampu meningkatkan

kesejahteraan masyarakat miskin. Salah satunya dengan merealisasikan

pendayagunaan dana ZIS yang lebih berpihak langsung kepada masyarakat,

seperti pinjaman modal terhadap pengusaha kecil yang nantinya diharapkan

23

dapat meningkatkan produktivitas. Dengan demikian pendapatan akan

meningkat, selanjutnya tingkat konsumsi rumah tangga akan bertambah, dan

pada akhirnya akan mempengaruhi tingkat pertumbuhan ekonomi.

2. Indikator tingkat keberhasilan ekonomi dapat dilihat melalui perkembangan

kegiatan ekonomi sektoral, sektor ekonomi andalan daerah yang memiliki

potensi dalam meningkatkan PDRB seharusnya mendapat perhatian lebih,

karena kontribusinya dalam peningkatan PDRB per kapita. Mengingat

PDRB per kapita merupakan perbandingan PDRB dengan jumlah penduduk.

Keterbatasan

Keterbatasan dalam penelitian ini adalah: pertama, periode waktu yang

digunakan hanya empat tahun, akan lebih baik jika series waktunya lebih lama

lagi sehingga dapat lebih menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah

penduduk miskin. Penggunaan Fixed Effect Model (FEM) memiliki beberapa

kelemahan antara lain yaitu masalah modifikasi asumsi error term, karena

merupakan error cross section dan time series. Kedua, Muallaf dan Amil yang

mendapat dana zakat terkadang bukanlah termasuk golongan masyarakat miskin

secara absolut, sehingga jika dipandang dari segi ekonomi konvensional

penyaluran dana tersebut kurang tepat sasaran.

24

Daftar Pustaka

Arsyad, Lincolin. 1999. Ekonomi Pembangunan. Yogyakarta: bagian Penerbitan sekolah tinggi ilmu ekonomi YKPN

Badan Pusat Statistik. 2010. Jawa Tengah Dalam Angka Tahun 2006-2009

Casmi Arrsa, Ria. 2008. Peran Negara dalam Merevitalisasi Pengelolaan Zakat Sebagai Upaya Strategis Penanggulangan Kemiskinan di Indonesia. Mahasiswa Konsentrasi HTN Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang dan Aktif di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI Koms. Hukum Brawijaya). h.1. Diakses tanggal 23 November 2010

Departemen Agama RI. 2002. Al Quran dan Terjemah, Semarang: PT. Karya Toha Putra

Departemen Komunikasi dan Informatika. 2008. “Mengurai Benang Kusut Masalah Kemiskinan di Indonesia”. Jurnal Kebijakn Publik. November 2008. Departemen Komunikasi dan Informatika.

Gujarati, Damodar N., 2003. Basic Econometrics Fourth Edition, The McGrow Hill Companies Inc, New York

Kuncoro, Mudrajad. 2001. Ekonomi Pembangunan: Teori, Masalah danKebijakan. UPP AMP YKPN: Yogyakarta.

Manan, M. Abdul. 1997. Teori dan Praktek: Ekonomi Islam. Yogyakarta. PT. Dana Bhakti Prima Yasa

Miftah. 2008. Pembaharuan Zakat untuk Pengentasan Kemiskinan di Indonesia. Innovatio, Vol. VII, No. 14. h.425

Qadir, Abdurrachman. Zakat Dalam Dimensi Mahdah dan Sosial, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001.

Siregar, H. dan Dwi Wahyuniarti. 2007. Dampak Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Penurunan Jumlah Penduduk Miskin. http://pse.litbang.deptan.go.id/ind/pdffiles/PROS_2008_MAK3.pdf. Diakses tanggal 22 Februari 2011.

Todaro, Michael dan Smith. 2006. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga, (Terj.) Drs. Haris Munandar, MA; Puji A.L, SE. Jakarta: Erlangga.

Wikipedia. 2010. Jawa Tengah. http://id.wikipedia.org/wiki/Jawa_Tengah. Diakses tanggal 8 September 2011.

25

World Bank. 2006. Era Baru Dalam Pengentasan Kemiskinan di Indonesia, available: http://www. wordlbank.org