PENGARUH PENAMBAHAN GELATIN PADA BLENDING POLI …digilib.unila.ac.id/28781/3/SKRIPSI TANPA BAB...
-
Upload
dangkhuong -
Category
Documents
-
view
216 -
download
0
Transcript of PENGARUH PENAMBAHAN GELATIN PADA BLENDING POLI …digilib.unila.ac.id/28781/3/SKRIPSI TANPA BAB...
PENGARUH PENAMBAHAN GELATIN PADA BLENDING POLI ASAM
LAKTAT (PLA) DENGAN SELULOSA DARI LIMBAH PADAT
TAPIOKA
(Hasil Penelitian)
Oleh
DONA MAILANI PANGESTIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2017
ABSTRACT
THE EFFECT OF GELATIN ADDITION IN BLENDING POLY LACTIC
ACID (PLA) WITH CELLULOSE OF SOLID WASTE OF TAPIOKA
By
Dona Mailani Pangestika
In this research, blending poly of lactic acid with cellulose from tapioca solid
waste with the addition of gelatin variation has been done. Cellulose was made by
the method of delignification and tested the level of α-cellulose and obtained level
94.94%. In this research, blend of white powder with 0.83 gram powder (0 gram
gelatin), 0,92 gram (gelatin 0,5 gram), 1,00 gram (gelatin 1,00 gram), 1,21 gram
(1.50 grams of gelatin). To find out the characterization of blending result, it was
analyzed using FTIR (Fourier Transform Infra Red), SEM (Scanning Electron
Microscopy), TGA (Thermo Gravimetric Analyzer). The results of the
characterization of FTIR PLA-cellulose have OH absorption at 3429.43 cm-1, C =
O at 1759.08 cm-1, C-C at 1488.18 cm-1, C-H at 1366.82 cm-1, O-CH2 on 1186,22
cm-1. Whereas in blending of PLA-cellulose-gelatin there was OH absorbtion at
3332.05 cm-1, C-H at 2892.02 cm-1, C=O at 1752.69 cm-1, C-C at 1490.14 cm-1,
O-CH2 at 1106.20 cm-1. The result of characterization of SEM blending PLA-
cellulose had random and unified morphology, whereas in blending of PLA-
cellulose-gelatin had more morphology, the best blending results were indicated
by variation addition of 1.5 gram. The result of DTG / TGA PLA-cellulose-gelatin
characterization was obtained by increasing degradation temperature after gelatin
addition at DTG result, degradation with highest velocity in addition of gelatin 1,5
gram of degradation temperature 270,0℃ with speed 409,1μg / min. In accordance
with the DTG results, the highest decrease in TGA results in addition of 1.5 gram
of gelatin with a decrease in the period of 30.3% at 233.2℃.
Keywords: Blending, Poly Lactid Acid (PLA), Delignification, Cellulose,
Gelatin.
ABSTRAK
PENGARUH PENAMBAHAN GELATIN PADA BLENDING POLI ASAM
LAKTAT (PLA) DENGAN SELULOSA DARI LIMBAH PADAT
TAPIOKA
Oleh
Dona Mailani Pangestika
Pada penelitian ini telah dilakukan blending poli asam laktat dengan selulosa dari
limbah padat tapioka dengan penambahan variasi gelatin. Selulosa dibuat dengan
metode delignifikasi dan dilakukan uji kadar 𝛼-selulosa dan didapat kadar
94,94%. Pada penelitian ini diperoleh hasil blending berupa serbuk putih dengan
berat serbuk 0,83 gram (gelatin 0 gram), 0,92 gram (gelatin 0,5 gram), 1,21 gram
(gelatin 1,50 gram). Untuk mengetahui karakterisasi hasil blending maka
dilakukan analisis menggunakan FTIR (Fourier Transform Infra Red), SEM
(Scanning Electron Microscopy), TGA (Thermo Gravimetric Analyzer). Hasil
karakterisasi FTIR PLA-selulosa terdapat serapan O-H pada 3429,43 cm-1, C=O
pada 1759,08 cm-1, C-C pada 1488,18 cm-1, C-H pada 1366,82 cm-1, O-CH2 pada
1186,22 cm-1. Sedangkan pada blending PLA-selulosa-gelatin terdapat serapan O-
H pada 3332,05 cm-1, C-H pada 2892,02 cm-1, C=O pada 1752,69 cm-1, C-C pada
1490,14 cm-1, O-CH2 pada 1106,20 cm-1. Hasil karakterisasi SEM blending PLA-
selulosa memiliki morfologi yang acak dan belum menyatu, sedangkan pada
blending PLA-selulosa-gelatin memiliki morfologi yang lebih merata, hasil
pencampuran terbaik ditunjukan oleh penambahan variasi 1,5 gram. Hasil
karakterisasi DTG PLA-selulosa-gelatin diperoleh suhu degradasi semakin
meningkat setelah penambahan gellatin, degradasi dengan kecepatan paling tinggi
pada penambahan gelatin 1,5 gram pada suhu degradasi 270,0℃ dengan
kecepatan 409,1𝜇g/min. Sesuai dengan hasil DTG penurunan masa tertinggi pada
hasil TGA penambahan gelatin 1,5 gram dengan penurunan masa sebesar 30,3%
pada suhu 233,2℃.
Kata Kunci : Blending, Poli asam laktat (PLA), delignifikasi, selulosa, gelatin.
PENGARUH PENAMBAHAN GELATIN PADA BLENDING POLI ASAM
LAKTAT DENGAN SELULOSA DARI LIMBAH PADAT TAPIOKA
Oleh
DONA MAILANI PANGESTIKA
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar
SARJANA SAINS
Pada
Jurusan Kimia
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2017
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Gisting 12 Mei 1995, anak ketiga dari
empat bersaudara, dari Bapak Priyanto S dan Ibu Siti
Nuryani. Penulis mulai menempuh pendidikan pada tahun
2001 di SD Negeri 1 Purwodadi dan lulus pada tahun 2007,
kemudian penulis melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 1
Gisting dan lulus pada tahun2010. Padatahun yang sama
penulis melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 1 Sumberejo dan lulus tahun 2013.
Penulis melanjutkan pendidikan di Universitas Lampung Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam jurusan Kimia pada tahun 2013.
Selamamenjadi mahasiswa, penulispernahmengikuti aktivitas organisasi Kader Muda
(KAMI) HIMAKI tahun 2013-2014 FMIPA Unila, Anggota Muda Rois (AMAR)
tahun 2013-2014, Anggota Departemen Advokasi dan Kesejahteraan Mahasiswa
(ADKESMA) tahun 2014-2015, Anggota Bidang Sosial Masyarakat (SOSMAS)
HIMAKI FMIPA Unila pada tahun 2014-2015, dan menjadi Sekretaris Bidang Sosial
Masyarakat (SOSMAS). Penulis juga pernah menjadi Asisten Dosen pada praktikum
Kimia Dasar Kimia angkatan 2015 pada tahun 2015, praktikum Kimia Organik
Biologi angkatan 2015 pada tahun 2016, praktikum Kimia Organik I Kimia angkatan
2015 pada tahun 2016, praktikum Kimia Dasar Teknologi Hasil Pertanian (THP)
angkatan 2016 pada tahun 2017, praktikum Kimia Dasar Agribisnis angkatan 2016
pada tahun 2017, dan praktikum Kimia Organik II Kimia angkatan 2015 pada tahun
2017.Tahun 2017 penulis telah menyelesaikan praktik kerja lapangan yang berjudul
Karakterisasi dan Blending Poli Asam Laktat dengan Selulosa dari Limbah Padat
Tapioka di Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung. Penulis melaksanakan kegiatan KKN
RM (Revolusi Mental) di Desa Tanjung Ratu Ilir Kecamatan Way Pengubuan
Kabupaten Lampung Tengah pada bulan Juli-Agustus 2016.
“Barang siapa mempermudahkan kesulitan orang lain maka Allah akan
mempermudah urusannya di dunia dan akhirat”
“Do the best, be good, then you
will be the best”
Atas Rahmat Allah SWT Kupersembahkan Karya Sederhanaku ini
Teruntuk
Bapak dan Ibuku tercinta yang senantiasa memberikan do’a, kasih sayang, dukungan, motivasi dan
semangat kepada ananda selama ini
Seluruh keluarga besarku, mbak dan adikku tercinta yang selalu memberikan semangat, motivasi dan mendoakan keberhasilanku
Dr. Eng. Suripto Dwi Yuwono, M.T dan semua Dosen Jurusan Kimia yang telah membimbing dan mendidik ananda selama menempuh
pendidikan di kampus
Sahabat dan teman-temanku yang selalu berbagi kebahagiaan
Almamater tercinta Universitas Lampung
SANWACANA
Alhamdulillah tsummal hamdulillah, segala puji hanya bagi Allah, Rabb semesta
alam yang telah memberikan nikmat-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul PENGARUH PENAMBAHAN GELATIN
PADA BLENDING POLI ASAM LAKTAT (PLA) DENGAN SELULOSA
DARI LIMBAH PADAT TAPIOKA. Bacaan Allahumma sholli wasallim
wabaarik ‘alaihi semoga tetap terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang
memberikan syafa’atnya kepada seluruh umatnya di dunia dan di akhirat, Aamiin.
Teriring do’a yang tulus, penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-
besarnya kepada :
1. Kedua orang tuaku tercinta, Priyanto S dan Siti Nuryani yang telah merawat,
membesarkan,, dan mendidik penulis dengan kasih sayang kesabaran, dan
penuh pengorbana. Keduanya adalah alasan penulis hidup didunia, karya kecil
ini penulis persembahkan kepada papa dan mama sebagai bukti sepenggal
cinta dari penulis.
2. Bapak Dr. Eng. Suripto Dwi Yuwono, M.T. selaku pembimbing I penulis
yang telah membimbing, mendidik, dan mengarahkan penulis dengan
kesabaran dan kasih sayang yang tulus sehingga skripsi ini dapat
terselesaikan. Semoga barokah Allah selalu menyertai Beliau.
3. Ibu Dra. Aspita Laila, M.S. selaku pembimbing II penulis yang telah
membimbing penulis dengan penuh kesabaran dan keikhlasan sehingga skripsi
ini dapat terselesaikan. Semoga Allah membalasnya dengan kebaikan.
4. Ibu Rinawati, Ph.D. selaku pembahas penulis yang telah memberikan
bimbingan, arahan, dan nasihat kepada penulis sehingga skripsi ini dapat
terselesaikan. Semoga Allah membalasnya dengan keberkahan.
5. Bapak Prof. Suharso, Ph.D selaku pembimbing akademik penulis yang telah
memberikan motivasi, arahan, dan nasihat sehingga penulis dapat menempuh
pendidikan dengan baik di Jurusan Kimia FMIPA Unila. Semoga Allah selalu
memberikan rahmat kepadanya.
6. Bapak Prof. Warsito, Ph.D. selaku dekan Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Lampung.
7. Bapak Dr. Eng. Suripto Dwi Yuwono, M.T. selaku Ketua Jurusan Kimia
FMIPA Unila dan seluruh Bapak/Ibu dosen Jurusan Kimia FMIPA Unila.
8. Bapak dan Ibu DosenJurusan Kimia FMIPA Universitas Lampung yang telah
mendidik dan memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis.
9. Mbak Wiwit, Pak Gani, Mbak Ani, Mbak Liza, Uni Kidas, Mas Nomo, Pak
Man, Pak John, Uni Gus, Mbk Umi terimakasih atas bantuan, canda dan tawa
kepada penulis selama mengerjakan tugas akhir ini.
10. Kakak-kakakku tercinta Riska Juniar, Devi Novitasari dan Doni Mailana
Pangestu yang telah memberikan semangat, dukungan, dan keceriaan kepada
penulis, semoga barokah Allah selalu menyertai mereka.
11. Partner penelitianku Aulia Pertiwi Tri Yuda S.Si, Khalimatus Sa’diah, S.Si,
Siti Mudmainah, S.Si, dan Shela Anggun S, S.Si. yang telah memberikan
semangat dan dukungan kepada penulis, semoga Allah selalu memberikan
kelancaran dan barokah kepada mereka.
12. Sahabat – sahabat seperjuangan ku di Laboratorium Kimia Organik Wahyuni
Dewi Lestari, Vicka Andini, Nurul Fatimah, Anggun Ferlia Sari, Nita
Yuliyan, Arni Nadya Ardelita, Badiatul Niqmah, Inggit Borisha, Erva
Alhusna, Nessia Kurnia. Terimakasih atas canda dan tawa serta motivasi
untuk lulus bersama. Maafkan aku yang telah mendahului kalian, maaf aku
bukan penghianat. Semoga kalian semua segera menyusul.
13. Patner pimpinan Himaki periode 2015-2016 Arief Aulia Rahman, Arni Nadya
Ardelita, Fentri Haryanti, Melita Sari, Radho Alkausar, Febri Ardhiyansyah,
Ismi Ambalika, Yudha Ari Satria, Eka setiososari, Nurhastriana, Vicka
Andini, Ezra Rheinsky Tiarsa, Anggi Widiawati, Sri Wahyuni yang telah
memberikan semangat dan dukungan.
14. Spesial teruntuk sahabatku Aulia Pertiwi Tri Yuda, Eka Setiososari, Indah tri
Yulianti yang selalu memberikan keceriaan dan kasih sayang kepada penulis.
Semoga Allah membalasnya dengan keberkahan.
15. Spesial juga untuk keluargaku tercinta kimia 2013, (CHETIR), Atun, Lulu,
Anggi, Aulia, Diky, Paul, Siti, Celli, Citra, Dian, Erva, Fatimah, Fika,
Khalimah, Febri, Indah, Maya, Megafhit, Mia, Nabilla, Nita, Riyan W, Shelta,
Gita, Nisa, Vicka, Wahyuni, Yuvica, Eky, Ana, Inggit, Widya, Awan, Arief,
Dewi, Korina, Esti, Nora, Fera, Vyna, Bara, Yunitri, Dilla, Badi, Nova, Linda,
Shela, Renita, Ridho, Kurnia, Nurma, Ismi, Eka, Herma, Ines, Anita, Oci,
Yulia, Murnita, Fentri, Riska, Rian, Verdi, Dodi, Yolanda, Eka M, Nia, Uut,
Nurul, Kiki, Netty, Gesa, Yuni, Tyas, Anggun, Mawar, Della, Radho, Arni,
Mita, Sinta, Anton, Melita, Melia, Monica, Kartika, Ezra, dan Tika,
terimakasih telah menjadi keluarga yang selalu memberikan keceriaan dan
kasih sayang kepada penulis. Semoga tali silaturahmi kita tetap terjaga, dan
semoga kita semua sukses.
16. Kakak satu bimbingan Mba yepi, Mba Tiara, Mba Taskia, Mba Endah dan
Kak Ridho. Terimkasih atas ilmu dan bantuan yang telah diberikan kepada
penulis.
17. Kakak selaboratorium Kimia Organik serta adik adik laboratorium Mba
Ajeng, Mba Susy, Mba Dona, Mba Ningrum, Kak Arif, Kak Radius, Kak Tri,
Laili, Herda, Kartika, Elisabeth, Gabriel, Dicky, Risa, Wahyu, Ela dan Rizki
fijar. Terimakasih atas kerjasama dalam lab nya. Semoga allah selalu
melindungi kalian semua.
18. Spesial juga untuk teman-teman KKN Desa Tanjung Ratu Ilir Randika
Gumilar, Siti Apriani, Shinta Rintis, Uchi Hidayat, Rio Permono, Aditria
Paraamarta yang pernah memberikan keceriaan, semangat, dan dukungan
kepada penulis. Semoga Allah membalasnya dengan keberkahan.
19. Adik adik sebimbingan ku, Nella, Cloudina, Hamidin, Dhia dan Yolanda
teman seangkatan yang menjadi adik sebimbingan Semoga kalian selalu sabar
untuk menunggu dan menunggu. Tetap semangat mengejar S.Si nya.
20. Seluruh mahasiswa kimia angkatan 2011, 2012, 2014, dan 2015.
21. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Akhir kata, penulis memohon maaf kepada semua pihak apabila skripsi ini masih
terdapat kesalahan dan kekeliruan, semoga skripsi ini dapat berguna dan
bermanfaat sebagaimana mestinya, Aamiin.
Bandar Lampung, September 2017
Penulis
Dona Mailani Pangestika
ii
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................ i
DAFTAR ISI ............................................................................................. ii
DAFTAR TABEL ..................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. v
I. PENDAHULUAN ............................................................................. 1
A. Latar Belakang ............................................................................. 1
B. Tujuan Penelitian ......................................................................... 3
C. Manfaat Penelitian ....................................................................... 3
II. TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 4
A. Singkong ........................................................................................ 4
B. Onggok .......................................................................................... 5
C. Selulosa .......................................................................................... 7
D. Selulosa Sebagai Bahan Pengisi ..................................................... 10
E. Poli Asam Laktat ............................................................................. 12
F. Gelatin ............................................................................................. 15
G. Analisis dan Karaakterisasi Hasil Blending Polimer ....................... 19
1. FTIR (Fourier Transform Infra Red) ................................. 19
2. SEM (Scanning Electron Microscopy) ................................ 20
3. TGA (Thermo Gravimetric Analyzer)) ............................... 22
III. METODELOGI PENELITIAN ....................................................... 25
A. Waktu dan Tempat Penelitian ...................................................... 25
B. Alat dan Bahan .............................................................................. 25
C. Prosedur Penelitian ........................................................................ 26
1. Preparasi Sampel ....................................................................... 26
2. Isolasi Selulosa dari Onggok ..................................................... 26
3. Penentuan Kadar Selulosa menggunakan Metode Uji
SNI 0444:2009 .............................................................................. 27
4. Blending Selulosa dengan Poli Asam Laktat ............................. 29
iii
5. Analisis FT-IR ......................................................................... 29
6. Analisis SEM ........................................................................... 29
8. Analisis TGA ........................................................................... 30
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................... 31
A. Pembuatan Selulosa ...................................................................... 31
B. Penentuan Kadar Selulosa ........................................................... 32
C. Blending Poli Asam Laktat dengan Selulosa ................................ 33
D. Analisis FTIR .............................................................................. 35
E. Analisis SEM ............................................................................... 37
F. Analisis TGA/DTG ...................................................................... 39
V. KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................... 43
A. Kesimpulan .................................................................................. 43
B. Saran ............................................................................................ 44
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 45
LAMPIRAN ................................................................................................ 49
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Produksi Singkong Provinsi Lampung Tahun 2008-2013 ....................... 4
2. Komposisi Kimia Onggok ..................................................................... 6
3. Kadar 𝛼-selulosadari Limbah Padat Tapioka .......................................... 33
4. Perbandingan Data FTIR Hasil Penelitian .............................................. 37
5. Nilai Derivatogram DTG........................................................................ 39
6. Nilai Termogram TGA ........................................................................... 41
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Onggok Industri Tapioka ...................................................................... 6
2. Struktur Kimia Selulosa ....................................................................... 8
3. Struktur Kimia Gelatin ......................................................................... 17
4. Skema SEM ......................................................................................... 21
5. Hasil Spektrum IR ................................................................................ 35
6. Hasil SEM ........................................................................................... 38
7. Hasil DTG ........................................................................................... 40
8. Hasil TGA ........................................................................................... 42
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Provinsi Lampung merupakan salah satu daerah penghasil singkong di Indonesia.
Menurut badan pusat statistik Provinsi Lampung 2014, total produksi singkong pada
tahun 2008-2013 mencapai 8.329.201 ton dengan luas wilayah tanam 318.107 Ha.
Banyaknya produksi singkong ini mendorong berdirinya industri tapioka yang
tersebar di seluruh daerah Provinsi Lampung. Adanya industri tapioka memberikan
dampak positif maupun negatif. Dampak positif dapat kita lihat yaitu mengurangi
jumlah pengangguran di provinsi ini serta menjadi salah satu penggerak
perekonomian daerah, sedangkan dampak negatif yang ditimbulkan yaitu adanya
limbah dari pengolahan tapioka. Limbah yang dihasilkan dalam produksi tapioka
diantaranya berupa limbah cair dan limbah padat. Limbah padat berupa onggok
menyebabkan pencemaran lingkungan yang menimbulkan bau yang tidak sedap.
Dalam praktiknya onggok masih dapat diolah menjadi produk yang memiliki nilai
ekonomis. Menurut Lamiya dan Mareta (2010) onggok (limbah padat tapioka)
masih memiliki kandungan senyawa organik seperti air (20%), protein (1,57%),
lemak (0,26%), serat kasar (10%), dan pati (68%). Salah satu komponen onggok
yang masih dapat dimanfaatkan yaitu serat kasar. Serat kasar merupakan bagian dari
onggok yang tidak dapat larut dalam air. Serat kasar pada onggok mengandung
2
hemiselulosa dan selulosa. Dalam penelitian ini akan dilakukan pembuatan selulosa
dari onggok meliputi proses prehidrolisis, delignifikasi, dan bleaching. Selanjutnya
selulosa yang telah diperoleh akan diblending dengan polimer jenis poli asam laktat.
PLA atau poli asam laktat dapat digunakan sebagai bahan baku plastik karena
sifatnya yang biokompatibel, biodegradable, dan berkelanjutan serta memiliki sifat
kekakuan dan kekuatan yang tinggi (Ishida et al., 2006). Oleh karena itu, PLA
merupakan polimer terbarukan yang paling banyak digunakan di sektor industri dari
pada jenis polimer yang lainnya seperti polihidroksi butirat, polibutilena suksinat,
dan polikaprolakton. Aplikasi PLA murni terbatas karena kelemahan yang
dimilikinya, seperti sifat termalnya yang rendah dengan titik transisi kaca dan titik
leleh PLA berturut-turut 55℃ dan 175 ℃, bersifat regas, dan waktu pengkristalan
lambat. PLA dapat dikompositkan dengan polimer sintetik, tetapi komposit tersebut
kurang disukai karena akan menimbulkan masalah lingkungan. Oleh karena itu,
diperlukan pencampuran polimer alami sebagai penguat untuk mengatasi kelemahan
PLA (Andinie, 2013). Selulosa bersifat hidrofilik sehingga sulit terdispersi di dalam
matriks PLA yang bersifat hidrofobik sehingga kompatibilitas antara selulosa dan
PLA sangat lemah. Penambahan pemlastis, pengemulsi, dan modifikasi permukaan
dilaporkan dapat mengubah kompatibilitas dalam komposit PLA meskipun dapat
menurunkan stabilitas termal dari komposit PLA (Ljungberg 2002).
Gelatin mampu memperbaiki sifat sebagai penghalang pada serbuk hasil blending
PLA-selulosa. Permeabilitas serbuk hasil blending terhadap gas oksigen dan karbon
dioksida menurun seiring dengan bertambahnya jumlah gelatin. Permeabilitas gas
3
benar – benar bergantung pada interaksi antara matriks polimer dengan gas (Garcia
et al., 2000). Oleh karena itu dalam penelitian ini akan dilihat pengaruh penambahan
gelatin pada blending PLA dengan selulosa menjadi serbuk dengan penambahan
gelatin 0,5 gram dan 1,5 gram. Tujuan utama dari memproduksi serbuk ini adalah
meningkatkan sifat mekanik PLA. Oleh karena itu dalam penelitian ini dilakukan
blending poli asam laktat dengan selulosa dengan penambahan gelatin. Kemudian
hasil blending akan dikarakterisasi menggunakan FTIR (Fourier Transform Infra
Red, SEM (Scanning Electron Microscopy), dan TGA (Thermogravimetric
Analysis).
B. Tujuan Penelitian
Dari penelitian yang dilakukan mempunyai tujuan sebagai berikut :
1. Mengisolasi selulosa dari limbah padat tapioka menggunakan metode
delignifikasi.
2. Mengetahui pengaruh penambahan gelatin pada blending poli asam laktat (PLA)
dan selulosa.
C. Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian diharapkan dapat digunakan untuk
1. Mengurangi limbah padat hasil pengolahan tepung tapioka.
2. Menjadikan selulosa sebagai bahan penguat poli asam laktat.
3. Menambah informasi tentang pengaruh penambahan stabilizer dalam blending
polimer.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Singkong
Singkong merupakan jenis tanaman perdu yang hidup sepanjang tahun. Singkong
mudah ditanam dan dibudidayakan, dapat ditanam di lahan yang kurang subur,
resiko gagal panen 5% dan tidak memiliki banyak hama. Di provinsi Lampung
singkong merupakan komoditi utama bagi petani. produksi singkong di Provinsi
Lampung pada tahun 2008 – 2013 mencapai 8.329.201 ton singkong, disajikan
pada Tabel 1.
Tabel 1. Produksi Singkong Provinsi Lampung Tahun 2008-2013.
Produksi Singkong per
Tahun
Luas Panen (Ha) Singkong (ton)
2008
2009
2010
2011
2012
2013
318.969
309.047
346.217
368.096
324.749
318.107
7.721.882
7.569.178
8.637.594
9.193.676
8.387.351
8.329.201
Sumber : BPS Provinsi Lampung (2014).
Banyaknya petani penanam singkong mendorong berkembangnya industri tapioka
di Lampung. Pabrik singkong yang tersebar di provinsi Lampung mencapai lebih
5
dari 70 pabrik. Perkembangan industri tapioka memberikan dampak bagi
kehidupan masyarakat, dampak tersebut dapat bersifat positif maupun negatif.
Dampak positif yaitu membawa terjadinya penyerapan tenaga kerja dan sebagai
penggerak perekonomian daerah sekitar, sedangkan dampak negatif yang dapat
ditimbulkan antara lain adalah dampak limbah terhadap lingkungan yang cukup
besar. Dari proses pengolahan tapioka dihasilkan limbah sekitar 75% dari bahan
mentahnya. Dari limbah yang dihasilkan dapat didaur ulang menjadi produk yang
bermanfaat. Limbah yang dapat didaur ulang menjadi produk lain. Seperti limbah
padat onggok, karena limbah tersebut masih mengandung serat, karbohidrat,
protein, lemak, asam organik dan mineral.
B. Onggok
Onggok merupakan limbah dari industri tapioka yang berbentuk padatan yang
diperoleh pada proses ekstraksi. Pada proses ekstraksi ini diperoleh suspensi pati
sebagai filtratnya dan ampas yang tertinggal sebagai onggok. Adapun komposisi
kimia onggok dapat dilihat pada Tabel 2 dan penampakan onggok pada Gambar 1.
Komponen penting yang terdapat dalam onggok adalah pati dan serat kasar. Pati
dan serat kasar yang terdapat di onggok dapat diuraikan secara enzimatis sebagai
bahan baku bioetanol. Kandungan ini berbeda untuk setiap daerah tempat
tumbuh, jenis dan mutu ubi kayu, teknologi yang digunakan, dan penanganan
ampas itu sendiri (Fahmi, 2008).
6
Gambar 1. Onggok industri tapioka (Tarmudji, 2009).
Selama ini onggok hanya dikeringkan dan digunakan sebagai makanan ternak.
Sebenarnya limbah padat industri tapioka (onggok) dapat dijadikan sebagai
sumber karbon karena masih mengandung pati sebanyak 75% dari bobot kering
yang tidak terekstrak. Limbah ini memiliki kandungan protein yang rendah dan
serat yang tinggi. Onggok juga termasuk limbah organik yang banyak
mengandung karbohidrat, protein dan gula seperti glukosa, arabinosa, xilosa,
dekstran dan manosa. Adapun komposisi onggok (limbah padat industri tapioka)
dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Komposisi Kimia Onggok.
Komposisi kimia (%) A
B C
Air 14,32 16,86 20,00
1,57
0,26
-
10,00
68,00
Protein 0,80 6,42
Lemak 0,25 0,25
Abu - 8,50
Serat kasar 21,92 8,14
Pati 60,60 62,97
Sumber : (A. Hendri et al., 1999); (B. Tjiptadi et al., 1982); (C. Lamiya dan
Mareta, 2010).
7
Menurut Kementrian Lingkungan Hidup (2009), industri tapioka skala besar
umumnya dengan kapasitas 700 ton per hari dapat menghasilkan tapioka sebanyak
140 ton per hari dan onggok yang dihasilkan sejumlah 175 ton per hari.
Banyaknya jumlah limbah padat yang dihasilkan akan menjadi pencemar
lingkungan jika tidak diolah menjadi produk yang bermanfaat seperti
dikonversikan menjadi selulosa.
C. Selulosa
Selulosa pertama kali dijelaskan oleh Anselme Payen pada 1838 sebagai serat
padat yang tahan dan tersisa setelah pemurnian jaringan tanaman dengan asam
dan amonia (Saxena, 2007). Payen mengamati bahwa bahan yang telah
dimurnikan mengandung satu jenis senyawa kimia yang seragam, yaitu
karbohidrat. Hal ini berdasarkan residu glukosa yang mirip dengan pati. Payen
juga mengatakan bahwa selulosa adalah isomer dari bahan penyusun pati
(Zugenmaier, 2008). Selulosa banyak ditemukan di alam, merupakan konstituen
utama dari dinding sel tumbuh-tumbuhan dan rata-rata menduduki sekitar 50%
dalam kayu tertentu. Selulosa juga menjadi konstituen utama dari berbagai serat
alam yang terjadi sebagai rambut-rambut biji yang mengelilingi biji-bijian dari
beberapa jenis tumbuhan misalnya kapas, sebagai kulit bagian dalam kayu yang
berserat, batang, dan konstituen-konstituen berserat dari beberapa tangkai daun
(serat-serat daun). Jumlah selulosa dalam serat bervariasi menurut sumbernya dan
biasanya berkaitan dengan bahan-bahan seperti air, lilin, pektin, protein, lignin
dan substansi-substansi mineral. Derajat polimerisasi dari selulosa kapas berkisar
15.000, dibandingkan dengan sekitar 10.000 untuk selulosa kayu. Pemisahan
8
selulosa kayu dari lignin menyebabkan penurunan DP ke sekitar 2600 (Stevens,
2001).
Selulosa merupakan homopolisakarida yang tersusun atas unit – unit β-D-
glukopiranosa yang terikat satu sama lain dengan ikatan – ikatan glikosida (1-4).
Berdasarkan derajat polimerisasi dan kelarutan dalam senyawa natrium
hidroksida 17,5%, selulosa dapat dibedakan atas tiga jenis yaitu :
1. Selulosa α (Alpha Cellulose) adalah selulosa berantai panjang, tidak larut
dalam larutan NaOH 17,5% atau larutan basa kuat dengan derajat
polimerisasi 600 – 1500.
2. Selulosa β (Beta Cellulose) adalah selulosa berantai pendek, larut dalam
larutan NaOH 17,5 % atau basa kuat dengan derajat polimerisasi 15 – 90,
dapat mengendap bila dinetralkan.
3. Selulosa γ (Gamma Cellulose) adalah sama dengan selulosa β, tetapi derajat
polimerisasinya kurang dari 15. Struktur kimia dari selulosa dapat dilihat
pada Gambar 2. berikut ini
Gambar 2. Struktur Kimia Selulosa.
Sifat – sifat selulosa adalah :
Tidak berwarna.
Tidak larut dalam air dan alkali.
9
Dapat dihidrolisis sempurna dalam suasana asam menghasilkan glukosa.
Hidrolisis tak sempurna menghasilkan maltosa.
Selulosa α merupakan kualitas selulosa yang paling tinggi (murni). Selulosa α
>92% memenuhi syarat untuk digunakan sebagai bahan baku utama pembuatan
propelan dan atau bahan peledak. Sedangkan selulosa kualitas dibawahnya
digunakan sebagai bahan baku pada industri kertas dan industri sandang / kain.
Ditinjau dari strukturnya, diharapkan selulosa mempunyai kelarutan yang besar
dalam air, karena banyaknya kandungan gugus hidroksil yang dapat membentuk
ikatan hidrogen dengan air (antaraksi yang tinggi antara pelarut-terlarut). Akan
tetapi kenyataannya tidak demikian, selulosa bukan hanya tak larut dalam air
tetapi juga dalam pelarut lain. Penyebabnya ialah kekakuan rantai dan tingginya
gaya antar-rantai akibat ikatan hidrogen antar gugus hidroksil pada rantai yang
berdekatan. Faktor ini dipandang menjadi penyebab kekristalan yang tinggi dari
serat selulosa.
Turunan selulosa telah digunakan secara luas dalam sediaan farmasi seperti etil
selulosa, metil selulosa, karboksimetil selulosa, dan dalam bentuk lainnya yang
digunakan dalam sediaan oral, topikal, dan injeksi. Sebagai contoh, karboksimetil
selulosa merupakan bahan utama dari SeprafilmTM, yang digunakan untuk
mencegah adesi setelah pembedahan. Baru-baru ini, penggunaan selulosa
mikrokristal dalam emulsi dan formulasi injeksi semipadat telah dijelaskan.
Penggunaan bentuk-bentuk selulosa dalam sediaan disebabkan sifatnya yang inert
dan biokompatibilitas yang sangat baik pada manusia (Jackson et al.,2011).
10
Selulosa merupakan polimer yang relatif stabil dikarenakan adanya ikatan
hidrogen. Selulosa tidak larut dalam pelarut air dan tidak memiliki titik leleh.
Serat selulosa juga memiliki fleksibilitas dan elastisitas yang baik sehingga dapat
mempertahankan aspect ratio (perbandingan panjang terhadap diameter (P/d))
yang tinggi selama proses produksi. Selulosa nanoserat memiliki beberapa
keuntungan seperti: densitas rendah, sumber yang dapat diperbaharui,
biodegradable, mengurangi emisi karbondioksida di alam, kekuatan dan modulus
yang tinggi, permukaan yang relatif reaktif sehingga dapat digunakan untuk
grafting beberapa gugus kimia, dan harga yang murah (Frone et al., 2011).
D. Selulosa sebagai bahan pengisi
Serat selulosa saat ini banyak digunakan sebagai material penguat yang potensial
karena memiliki banyak keuntungan seperti ketersediaan yang melimpah, massa
yang rendah, biodegradabel, murah, dapat diperbaharui, abrasif rendah,
merupakan limbah biomassa, dan sifat-sifat mekanik yang baik (Asnetty, 2007).
Serat selulosa juga mempunyai kekurangan seperti absorpsi kelembapan, stabilitas
termal yang rendah, dan kompatibilitas yang rendah dengan matriks polimer
hidrofobik (Gaol et al., 2013). Sifat dari serat selulosa dipengaruhi oleh banyak
faktor seperti iklim, jadwal panen, kematangan, desortikasi, kerusakan, modifikasi
serat, teksil dan proses teknik. Untuk memahami sifat-sifat serat alami sebagai
penguat komposit, maka menjadi perlu untuk mengetahui sifat mekanik, sifat fisik
dan sifat kimia serat-serat alami (Van de Velde, 2001).
11
Serat selulosa mempunyai kekuatan dan kekakuan yang relatif tinggi, dan densitas
yang rendah. Perbedaan sifat mekanik dapat digabungkan kedalam serat alami
selama periode pemrosesan. Teknik digesti pada serat adalah faktor yang sangat
penting dalam menentukan struktur begitu juga nilai karakteristik serat. Modulus
elastik dari sejumlah besar serat alami seperti kayu sekitar 10 GPa. Serat selulosa
dengan modulus diatas 40 GPa dapat dipisahkan dari kayunya dengan proses
kimia. Serat tersebut selanjutnya dapat dibagi menjadi mikrofibril dengan
modulus elastik sebesar 70 GPa (Kalia et al, 2013).
Serat selulosa bersifat higroskopis; absorpsi kelembapan dapat menyebabkan
penggelembungan serat sehingga menghasilkan keretakan mikro dari komposit
dan degradasi sifat mekanik. Permasalahan ini dapat diatasi dengan mereaksikan
serat ini dengan bahan kimia yang mengurangi gugus hidroksil yang terlibat
dalam pembentukan ikatan hidrogen dalam molekul selulosa. Perlakuan secara
kimia dapat mengaktifkan gugus – gugus ini atau menghasilkan gugus baru yang
dapat secara efektif terikat dengan matriks.
Penggabungan antara polimer dengan polimer lainnya dapat dicapai melalui
proses blending (pencampuran), laminating, atau coating (pelapisan) dengan sifat
– sifat yang diinginkan. Blending adalah prosedur yang lebih mudah dan cara
yang lebih efektif untuk membuat bahan polimer multifase. Pembuatan
biokomposit berbahan modifikasi antara selulosa dengan poli asam laktat (PLA)
dengan tujuan mengkarakterisasi sifat mekanik, absorpsi kelembapan, dan sifat
biodegradasi. Hasilnya adalah bahwa selulosa dapat menurunkan absorpsi
kelembapan, dan dapat juga mengurangi laju transmisi oksigen dengan
12
meningkatkan konsentrasi selulosa modifikasi. Tetapi film modifikasi selulosa ini
kurang efektif dalam memperlambat laju peresapan uap air (Gaol et al., 2013).
E. Poli asam laktat
Poli asam laktat merupakan keluarga aliphatic polyesters yang biasanya dibuat
dari alfa asam hidroksi yang ditambahkan asam poliglikolat atau polimandelat.
Poli asam laktat memiliki sifat tahan panas, kuat, dan merupakan polimer yang
elastis (Auras, 2002). Poli asam laktat yang terdapat di pasaran dapat dibuat
melalui fermentasi karbohidrat ataupun secara kimia melalui polimerasi
kondensasi dan kondensasi azeotropik (Auras, 2006). Polimer Poli asam laktat
dapat terurai di tanah baik dalam kondisi aerob ataupun anaerob dalam kurun
waktu enam bulan sampai lima tahun (Auras, 2002). Pada umumnya PLA
dipergunakan untuk menggantikan bahan yang transparan dengan densitas dan
harga tinggi. Bahan plastik yang digantikan dari jenis PET (1.4 g/cc, 1.4 usd/kg),
PVC lentur (1.3 g/cc, 1 usd/kg) dan selofan film. Dibanding PP (0.9 g/cc, 0.7
usd/kg) dan HIPS (1.05 g/cc, 1 usd/kg), PLA dapat dikatakan kurang
menguntungkan, namun mempunyai kelebihan lain yaitu ramah lingkungan. PP
dan HIPS berasal dari minyak bumi dan jika dibakar akan menimbulkan efek
pemanasan gobal (Nasiri, 2008).
Kelebihan poli asam laktat pada jenis BOPLA (bioriented PLA atau bentuk
stretch dua arah) dimana twist dan deadfold mirip seperti selofan dan PVC, karena
itu BOPLA dipergunakan juga untuk film yang tipis untuk pembungkus permen.
BOPLA mempunyai barier yang bagus untuk menahan aroma, bau, molekul
solven dan lemak sebanding dengan PET atau nilon 6. Sebagai bahan polar poli
13
asam laktat mempunyai tegangan 38 dynes/cm2 sehingga mudah untuk di-print
dengan berbagai tinta tanpa proses “flame dan corona” seperti halnya BOPP atau
film yang lain. Poli asam laktat merupakan penyekat yang bagus dengan suhu
gelas atau Tg 55-65 deg, inisiasi sealing bisa dimulai pada suhu 80 deg sama
dengan sealant dari 18% EVA. Gabungan antara kemudahan untuk di-seal dan
tingginya barier untuk aroma dan bau maka PLA dapat digunakan sebagai lapisan
paling dalam untuk pengemas makanan (Nasiri, 2008).
Kekurangan PLA adalah densitas lebih tinggi (1,25 g/cc) di banding PP dan PS
dan mempunyai polaritas lebih tinggi sehingga sulit direkatkan dengan PE dan PP
yang non polar dalam system film multi lapis. PP mempunyai densitas 0.9 g/cc,
denga harga 0.7 usd per kg dan HIPS mempunyai densitas 1.05 g/cc dan harga 1
usd per kg. PLA juga mempunyai ketahanan panas, moisture dan gas barier
kurang bagus dibanding dengan PET. Hal lain yang paling penting adalah
harganya yang masih tinggi yaitu 2,6 usd per kg. usaha untuk menurunkan harga
terus dilakukan oleh Cargill Dow hingga 2 usd per kg supaya kompetitif. Sifat
barier terhadap uap air, oksigen dan CO2 lebih rendah dibandingkan dengan PET,
PP atau PVC. Perbaikan sifat barier dapat dilakukan dengan system laminasi
dengan jenis film lain seperti PE, PVOH, Alufoil, Nanopartikel dan lainnya,
(Nasiri, 2008).
Kelebihan poli asam laktat dibandingkan dengan plastik yang terbuat dari minyak
bumi adalah:
1. Biodegradable, artinya poli asam laktat dapat diuraikan secara alami di
lingkungan oleh mikroorganisme.
14
2. Biocompatible, dimana pada kondisi normal, jenis plastik ini dapat
diterima oleh sel atau jaringan biologi.
3. Dihasilkan dari bahan yang dapat diperbaharui (termasuk sisa industri) dan
bukan dari minyak bumi.
4. 100% recyclable, melalui hidrolisis asam laktat dapat diperoleh dan
digunakan kembali untuk aplikasi yang berbeda atau bisa digabungkan
untuk menghasilkan produk lain(Botelho, 2004).
5. Tidak menggunakan pelarut organik/bersifat racun dalam memproduksi
poli asam laktat.
6. Dapat dibakar sempurna dan menghasilkan gas CO2 dan air.
Poli asam laktat, menggabungkan sifat terbaik dari bahan alami dan bahan buatan.
Karena bahan ini dibuat dari gula tumbuhan, maka bahan ini menggunakan
sumber yang dapat diperbaharui dan dapat diuraikan kembali sepenuhnya. Selain
itu, bahan ini juga mempunyai sifat-sifat yang sama dengan plastik biasa yang
terbuat dari hidrokarbon, yaitu kuat, lentur dan murah harganya. Setelah para
pecinta lingkungan mulai menunjukkan kepedulian akan merosotnya persediaan
bahan bakar dan menghilangnya lahan pembuangan, para pengusaha pabrik sudah
mencoba untuk mengembangkan beberapa bahan alternatif untuk pengganti
plastik biasa yang terbuat dari hidrokarbon.
Hasil-hasil riset terbaru menunjukkan poli asam laktat mempunyai keunikan dan
kelebihan baik dalam permebilitas, transmisi oksigen, suhu transisi, dan kecepatan
menkompos dibandingkan dengan jenis plastik lain. Poli asam laktat memiliki
permeabilitas uap air yang relatif rendah sehingga memungkinkan layak dijadikan
15
kemasan. Poli asam laktat juga memiliki laju transmisi oksigen (udara) relatif
lebih tinggi sehingga bisa digunakan untuk pangan yang diinginkan dalam bentuk
cair. Suhu perubahan Poli asam laktat adalah antara 50-60° C sehingga dapat
digunakan untuk kemasan makanan dingin.
F. Gelatin
Gelatin adalah suatu zat yang diperoleh dari hidrolisa parsial kolagen dari kulit,
jaringan ikat putih dan tulang rawan hewan. Gelatin yang berasal dari prekursor
yang diasamkan dikenal sebagai tipe A dan yang berasal dari prekursor yang
dibasakan dikenal sebagai tipe B. Gelatin yang digunakan dalam pembuatan
kapsul atau untuk penyalut tablet. Pembuatan lembaran, keping atau serbuk kasar
sampai halus, kuning lemah atau coklat terang, warna bervariasi tergantung
ukuran partikel. Larutannya berbau lemah seperti kaldu. Jika kering stabil di
udara, tetapi mudah terurai oleh mikroba jika lembab atau dalam bentuk larutan.
Gelatin tipe A menunjukkan titik isoelektrik antara pH 7 dan pH 9; gelatin tipe B
menunjukkan titik isoelektrik antara pH 4,7 dan pH 5,2 (Ditjen POM, 1995).
Kelarutan tidak larut dalam air dingin, mengembang dan lunak bila dicelup dalam
air, menyerap air secara bertahap sebanyak 5 sampai 10 kali beratnya; larut dalam
air panas, dalam asam asetat 6 N dan dalam campuran panas gliserin dan air,
tidak larut dalam etanol, dalam kloroform, dalam eter, dalam minyak lemak dan
dalam minyak menguap (Ditjen POM, 1995). Gelatin larut dalam air panas dan
jika didinginkan akan membentuk gel. Sifat yang dimiliki gelatin bergantung pada
jenis asam amino penyusunnya. Gelatin merupakan polipeptida dengan bobot
molekul tinggi, antara 20,000 g/mol sampai 250,000 g/mol (Keenan, 1994).
16
Bidang farmasi banyak menggunakan gelatin dalam pembuatan kapsul lunak
maupun keras dan sebagai bahan pengikat dalam sediaan tablet. Gelatin juga
mempunyai banyak fungsi dan sangat aplikatif penggunaannya dalam industri
pangan dan non-pangan. Penggunaan gelatin dalam industri pangan misalnya,
produk jeli, di industri daging dan susu dan dalam produk low fat food
supplement. Pada industri nonpangan gelatin digunakan misalnya pada industri
pembuatan film foto. Penelitian mengenai pemanfaatan gelatin dalam bidang
farmasi khususnya dalam sistem penghantaran sediaan mukoadesif belum banyak
dilakukan. Dari tabel kekuatan polimer bioadesif diketahui bahwa gelatin
mempunyai sifat bioadesif yang cukup baik sehingga dapat digunakan dalam
sistem penghantaran mukoadesif (Chang, 1998). Sistem penghantaran mukoadesif
adalah suatu sistem penghantaran obat dimana obat bersama-sama polimer
bioadesif didesain untuk dapat berkontak lebih lama dengan membran mukosa
dalam saluran pencernaan (Agoes, 2001). Sistem penghantaran mukoadesif ini
bertujuan untuk meningkatkan konsentrasi obat di dalam saluran pencernaan
sehingga memberikan keuntungan farmakokinetik dan farmakodinamik obat.
Gelatin sangat penting dalam rangka diversifikasi bahan makanan, karena nilai
gizinya yang tinggi yaitu terutama akan tingginya kadar protein khususnya asam
amino dan rendahnya kadar lemak. Gelatin kering mengandung kira-kira 84– 86
% protein, 8 – 12 % air dan 2 – 4 % mineral. Dari 10 asam amino essensial yang
dibutuhkan tubuh, gelatin mengandung 9 asam amino essensial, satu asam amino
essensial yang hampir tidak terkandung dalam gelatin yaitu triptofan. Gelatin
diketahui memiliki bentuk yang jernih fleksibel, kuat, dan tidak tembus terhadap
17
oksigen. Gelatin yang berbentuk film biasa digunakan dalam bidang farmasi dan
industri makanan termasuk mikroenkapsulasi dan lapisan untuk obat. Gelatin juga
digunakan untuk preparasi biokomposit dengan layer silikat seperti MMT untuk
menaikkan sifat fisik dan ketahanan terhadap air.
Dalam suhu atau tekanan tertentu, gelatin menunjukkan tekanan yang reversible.
Gelatin memiliki struktur protein yang unik yang dilengkapi dengan berbagai sifat
fungsional. Dalam larutan, gelatin membentuk senyawa heliks (triple) dan bersifat
amfoter. Gambar 3 adalah struktur kimia gelatin.
Gambar 3. Struktur Kimia Gelatin.
Struktur gelatin terdiri atas rantai asam amino yang dihubungkan oleh ikatan
peptida (Gambar 2.3). Rantai asam amino dominan yang terdapat dalam gelatin
adalah glysin (26 – 34%), prolin (10 – 18%), dan hidroksiprolin (7 – 15%).
Beberapa jenis asam amino lain terdapat pula dalam gelatin, misalnya adalah
alanin (8 – 11%), arginin (8 – 9%), asam aspartat (6-7%) dan asam glutamat (10 –
12%). Meskipun demikian, gelatin bukan merupakan protein yang lengkap. Hal
ini dikarenakan gelatin tidak mengandung asam amino triptofan dan hanya sedikit
mengandung asam amino isoleusin, treonin, metionin, sistein, dan sistin.
18
Sifat gelatin yang memiliki ikatan rantai molekular yang kaku dan berat hampir
sama dengan polimer sintetis. Pada kondisi tertentu (suhu, solven, pH) gelatin
dapat memiliki bentuk dan karakteristik yang berbeda – beda. Selain itu, gelatin
menunjukkan distribusi massa molekular yang lebih besar. Gelatin dapat
membentuk struktur molekul yang sangat luas bahkan dari bentuk globular yang
kecil dan tidak berbentuk menjadi struktur fibril yang terbentuk dengan baik.
Perbedaan struktur dari unit rantai gelatin menentukan sifat fisik gelatin tertentu.
Kebanyakan polimer sintetis tidak menunjukkan sifat tertentu tersebut seperti
halnya pada sifat biopolimer. Gelatin memiliki gugus fungsi asam dan basa pada
saat yang bersamaan. Gelatin juga mempunya kapasitas untuk membentuk
struktur triple helix yang tidak terdapat pada polimer sintetis. Pembentukan
struktur helix tergantung pada beberapa faktor antara lain adalah keberadaan
ikatan kovalen silang, berat molekul gelatin, keberadaan iminoacid, dan
konsentrasi gelatin dalam larutan. Gelatin juga memiliki interaksi yang spesifik
dengan air yang berbeda dengan polimer sintetis hidrofilik yang lain. Hal tersebut
akan menentukan sifat fisik dan mekanik gelatin.
Sifat fisik dan mekanik pada rantai polimer yang kaku tergantung pada struktur
molekulnya. Maka dari itu, gelatin dengan bentuk fibrilar akan memiliki sifat
khusus yang lain, namun pada bentuk globular sifat tersebut akan hilang sebagian
atau seluruhnya. Bentuk perbedaan molekul (helix-coil) akan mempengaruhi sifat
fisik dan mekanik (Ningwulan, 2012).
19
G. Analisis dan karakterisasi hasil blending polimer
1. FTIR (Fourier Transform Infra Red)
Jika seberkas sinar inframerah dilewatkan pada suatu sampel polimer, maka
beberapa frekuensinya diabsorpsi oleh molekul sedangkan frekuensi lainnya
ditransmisikan. Transisi yang terlibat pada absorpsi IR berhubungan dengan
perubahan vibrasi yang terjadi pada molekul. Jenis ikatan yang ada dalam
molekul polimer (C-C, C=C, C-O, C=O) memiliki frekuensi vibrasi yang
berbeda. Adanya ikatan tersebut dalam molekul polimer dapat diketahui
melalui identifikasi frekuensi karakteristik sebagai puncak absorpsi dalam
spektrum IR.
Prinsip kerja spektroskopi IR adalah adanya interaksi energi dengan materi.
Misalkan dalam suatu percobaan berupa molekul senyawa kompleks yang
ditembak dengan energi dari sumber sinar yang akan menyebabkan molekul
tersebut mengalami vibrasi. Sumber sinar yang digunakan adalah keramik,
yang apabila dialiri arus listrik maka keramik ini dapat memancarkan infrared.
Berikut instrumentasi dari alat spekroskopi inframerah adalah :
1. Sumber
Energi inframerah yang dipancarkan berasal dari sumber cahaya
inframerah. Cahaya ini melewati celah dengan jumlah energi tertentu
menuju sampel.
2. Interferometer
Cahaya masuk ke dalam interferometer dimana terjadi kode spektral.
Hasil sinyal interferogram selanjutnya keluar dari interferometer.
20
3. Sampel
Cahaya masuk ke dalam kamar sampel dimana cahaya akan
ditransmitansikan ke permukaan sampel, tergantung pada jenis analisis
yang dikerjakan.
4. Detektor
Sinar akhirnya melewati detektor untuk pengukuran akhir. Detektor
yang digunakan memiliki desain spesial untuk mengukur sinyal
interferogram spesial.
5. Komputer
Sinyal pengukuran didigitalisasi dan dikirim menuju komputer.
Spektrum inframerah ditampilkan untuk interpretasi dan manipulasi lebih
lanjut (Sri, 2011).
2. SEM (Scanning Electron Microscopy)
SEM (Scanning Electron Microscopy) merupakan suatu metode untuk
membentuk bayangan daerah mikroskopis permukaan sampel. Suatu berkas
elektron berdiameter antara 5 hingga 10 nm dilewatkan sepanjang specimen
sehingga terjadi interaksi antara berkas elektron dengan specimen
menghasilkan beberapa fenomena berupa pemantulan elektron berenergi tinggi,
pembentukan elektron sekunder berenergi rendah, penyerapan elektron,
pembentukan sinar-X, atau pembentukan sinar tampak (cathodoluminescence).
Setiap sinyal yang terjadi dapat dimonitor oleh suatu detektor. Penggunaan
SEM diawali dengan merekatkan sampel dengan stab yang terbuat dari logam
spesimen palladium. Kemudian sampel dibersihkan dengan alat peniup,
sampel di lapisi dengan emas dan palladium dalam mesin dionspater yang
21
bertekanan 1492 x 10-2 atm. Sampel selanjutnya dimasukkan ke dalam
ruangan yang khusus dan kemudian disinari dengan pancaran electron
bertenaga 10 kV sehingga sampel mengeluarkan elektron sekunder dan
elektron terpental yang dapat dideteksi dan detector scientor yang kemudian
diperkuat dengan suatu rangkaian listrik yang menyebabkan timbulnya gambar
CRT (Chatode Ray Tube). Pemotretan dilakukan setelah memilih bagian
tertentu dari objek (sampel) dan perbesaran yang diinginkan sehingga
diperoleh foto yang baik dan jelas (Fenny et al.,, 2013). Berikut skema dari
SEM dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Skema SEM.
Adapun kelebihan teknik SEM yaitu terdapat sistem vakum pada electron-
optical column dan sample chamber yang bertujuan antara lain:
a. Menghilangkan efek pergerakan elektron yang tidak beraturan karena
adanya molekul gas pada lingkungan tersebut, yang dapat mengakibatkan
penurunan intensitas dan stabilitas.
22
b. Meminimalisasi gas yang dapat bereaksi dengan sampel atau mengendap
pada sampel, baik gas yang berasal dari sampel atau pun mikroskop. Karena
apabila hal tersebut terjadi, maka akan menurunkan kontras dan membuat
gelap detail pada gambar.
Sedangkan kelemahan dari teknik SEM antara lain:
a. Memerlukan kondisi vakum.
b. Hanya menganalisa permukaan
c. Resolusi lebih rendah dari TEM.
d. Sampel harus bahan yang konduktif, jika tidak konduktor maka perlu dilapis
logam seperti emas (Prasetyo, 2011).
3. TGA (Thermo Gravimetric Analyzer)
TGA merupakan suatu teknik mengukur perubahan jumlah dan laju dalam
berat dari material sebagai fungsi dari temperatur atau waktu dalam atmosfer
yang terkontrol. Pengukuran digunakan untuk menentukan komposisi material
dan memprediksi stabilitas termalnya pada temperatur mencapai 1000oC.
Teknik ini dapat mengkarakterisasi material yang menunjukkan kehilangan
atau pertambahan berat akibat dekomposisi, oksidasi, atau dehidrasi.Teknik ini
sesuai untuk berbagai macam material padat termasuk material organik
maupun inorganik (Kadine, 2010).
Analisa TGA banyak digunakan untuk mengkarakterisasi dan menentukan
material. TGA dapat digunakan pada banyak industri seperti pada lingkungan,
makanan, farmasi, petrokimia dan biasanya dengan evolved gas analysis.
23
Kebanyakan pengujian TGA menggunakan sampel yang dialiri gas inert. Hal
tersebut dilakukan agar sampel hanya bereaksi terhadap suhu selama
dekomposisi. Saat sampel dipanaskan pada atmosfer inert proses terjadi suatu
proses yang biasanya disebut pirolisis. Pirolisis merupakan dekomposisi kimia
dari material organik dengan pemanasan saat tidak adanya oksigen atau reagen
lainnya. Berikut ini merupakan beberapa aplikasi penggunaan TGA:
a. Menentukan perubahan temperatur dan berat karena adanya reaksi
dekomposisi yang biasanya memungkinkan untuk menentukan analisa
komposisi kuantitatif.
b. Menentukan kelembaban, kandungan solvent atau filler.
c. Mengetahui peristiwa reduksi atau oksidasi.
d. Memungkinkan menganalisa reaksi dengan air, oksigen, atau gas reaktif
lainnya.
e. Dapat digunakan untuk mengukur laju penguapan, seperti pengukuran emisi
yang mudah menguap pada campuran liquid.
f. Memungkinkan penentuan temperatur curie pada transisi magnetik dengan
mengukur temperatur dimana kekuatan yang diberikan oleh sebuah magnet
didekatnya akan menghilang pada saat dipanaskan dan akan muncul
kembali saat didinginkan.
g. Membantu mengidentifikasi material plastik dan organik dengan
menentukan temperatur dari bond scissions pada atmosfer inert atau
oksidasi di udara atau oksigen.
h. Mengukur berat dari fiberglass dan isi material inorganik di plastik, laminat,
cat ,primer dan material komposit dengan membakar resin dari polimer.
24
Kemudian isi dari material tersebut dapat diidentifikasi dengan XPS dan
atau mikroskop. Isi material tersebut dapat berupa carbonblack, TiO2,
CaCO3, MgCO3, Al2O3, Al(OH)3, Mg(OH)2, bubuk, tanah liat kaolin, silika,
dan lain – lain (PerkinElmer, 2010).
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian telah dilakukan pada bulan Maret 2017 sampai dengan bulan Mei 2017 di
Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Lampung, analisis FTIR dilakukan di Universitas
Negeri Padang, analisis SEM (Scanning Electron Microscope) dilakukan di Pusat
Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan (PPGL) Bandung, analisis DTG dan
TGA dilakukan di Unit Pelaksana Teknis Laboratorium Terpadu dan Sentra Inovasi
Teknologi (UPT LTSIT) Universitas Lampung.
B. Alat dan Bahan Penelitian
Alat-alat yang digunakan adalah gelas beaker, Erlenmeyer, labu ukur, cawan petri,
spatula, pipet tetes, gelas ukur, ayakan/saringan, hot plate, hot magnetic stirrer,
refluks, oven, botol gelap, alumunium foil, neraca analitik, indikator universal,
drigen, hot mantle. Dan bahan-bahan yang digunakan adalah limbah padat tapioka
yang telah dikeringkan, HNO3, NaNO2, NaOH, Na2SO3, NaOCl, H2O2, gelatin, poli
asam laktat (PLA), akuades, kloroform.
26
C. Prosedur Penelitian
1. Preparasi Sampel
Sampel berasal dari pabrik singkong di daerah Lampung Timur. Onggok
kering dicuci menggunakan air bersih kemudian dijemur di bawah sinar
matahari selama 3 hari.
2. Isolasi Selulosa dari Onggok
Pertama limbah padat tapioka dicuci dengan air panas kemudian dikeringkan di
bawah terik matahari selama 1 minggu. Selanjutnya, ditimbang sebanyak 75
gram onggok lalu dimasukkan kedalam erlenmeyer ukuran 2 L lalu
ditambahkan 1 L HNO3 3,5 % kemudian ditambahkan 10 mg NaNO2 dan
dipanaskan di atas hot plate pada suhu 90℃ selama 2 jam sambil diaduk
sesekali. Lalu campuran disaring dari residunya dan dicuci hingga filtratnya
netral. Kemudian residu netral direfluks dengan 350 mL NaOH 2% dan 350
mL Na2SO3 2% pada suhu 50℃ selama 1 jam. Campuran disaring lalu residu
dicuci sampai filtrat netral. Selanjutnya melarutkan residu kedalam 250 mL
NaOCl 1,75 % dan dipanaskan di atas hot plate sampai mendidih selama 30
menit. Kemudian campuran disaring dan residu dicuci sampai filtratnya netral.
Selanjutnya residu dilarutkan kedalam 500 mL NaOH 17,5 % di atas hot plate
pada suhu 80℃ selama 30 menit untuk proses pemurnian. Selanjutnya
campuran disaring dan dicuci hingga pH residu netral. Proses selanjutnya yaitu
pemutihan selulosa dengan merendam residu kedalam 400 mL H2O2 10 % pada
27
suhu ruang selama 30 menit. Lalu campuran yang di peroleh dicuci hingga pH
netral. Selanjutnya residu dioven pada suhu 60℃ selama 10 jam. Terakhir
didinginkan dan ditimbang hingga diperoleh bobot konstan.
3. Penentuan Kadar α-selulosa menggunakan metode uji SNI 0444:2009
Timbang selulosa sebanyak 1,5 g ± 0,1 g. Sampel dimasukkan ke dalam gelas
piala tinggi 300 mL dan tambahkan 75 mL larutan natrium hidroksida 17,5%,
sebelumnya sesuaikan dulu pada suhu 25⁰ C. Catat waktu pada saat larutan
natrium hidroksida ditambahkan. Aduk pulp dengan alat sampai terdispersi
sempurna. Hindari terjadinya gelembung udara dalam suspensi pulp selama
proses pengadukan. Ketika pulp telah terdispersi, angkat pengaduk dan bersihkan
pulp yang menempel pada ujung batang pengaduk. Bilas batang pengaduk
dengan 25 mL larutan natrium hidroksida 17,5%, tambahkan ke dalam gelas piala,
sehingga total larutan yang ditambahkan ke dalam pulp adalah 100 mL. Aduk
suspensi pulp dengan batang pengaduk dan simpan dalam penangas 25⁰ C.
Setelah 30 menit dari penambahan pertama larutan natrium hidroksida,
tambahkan 100 mL akuades suhu 25⁰ C pada suspensi pulp dan aduk segera
dengan batang pengaduk. Simpan gelas piala dalam penangas untuk 30 menit
berikutnya sehingga total waktu ekstraksi seluruhnya sekitar 60 menit ± 5 menit.
Setelah 60 menit, aduk suspensi dengan batang pengaduk dan tuangkan ke dalam
corong masir. Buang 10 mL sampai 20 mL filtrat pertama, kemudian kumpulkan
filtrat sekitar 100 mL dalam labu yang kering dan bersih. Pulp jangan dibilas atau
dicuci dengan akuades dan jaga agar tidak ada gelembung yang melewati pulp
28
pada saat menyaring. Pipet filtrat 25 mL dan 10 mL larutan kalium dikromat 0,5
N ke dalam labu 250 mL. Tambahkan dengan hati-hati 50 mL asam sulfat pekat
dengan menggoyang labu. Biarkan larutan tetap panas selama 15 menit, panaskan
pada suhu 125⁰ C sampai 135⁰ C kemudian tambahkan 50 mL aquades dan
dinginkan pada suhu ruangan. Tambahkan 2 tetes sampai 4 tetes indikator ferroin
dan titrasi dengan larutan ferro ammonium sulfat (FAS) 0,1 N sampai coklat
kemerahan. Pada kelarutan pulp tinggi (kandungan selulosa alfa rendah), titrasi
balik dikromat kurang dari 10 mL, volume filtrat dikurangi menjadi 10 mL dan
penambahan asam sulfat menjadi 30 mL. Lakukan titrasi blanko dengan
mengganti filtrat pulp dengan 12,5 mL larutan natrium hidroksida 17,5% dan 12,5
mL akuades. Hasil analisis yang dapat ditentukan keadaan yang paling optimum
menggunakan rumus berikut:
Dimana: X= α-selulosa, dinyatakan dalam persen (%);
V1 = volume titrasi blanko, dinyatakan dalam mililiter (mL);
V2 = volume titrasi filtrat pulp, dinyatakan dalam mililiter (mL);
N = normalitas larutan ferro ammonium sulfat;
A = volume filtrat pulp yang dianalisa, dinyatakan dalam mililiter (mL);
W = berat kering oven contoh uji pulp, dinyatakan dalam gram (g).
29
4. Blending Selulosa dengan Poli Asam Laktat
0,5 gram selulosa dimasukkan kedalam larutan NaOH 10% sebanyak 50 mL
dan distirrer selama 2 jam pada suhu ruang. Kemudian sebanyak 2, 25 gram
PLA dilarutkan kedalam 30 mL kloroform selama 2 jam pada suhu ruang.
Selanjutkan ditambahkan metanol sebanyak 60 mL tetes demi tetes sambil
diaduk selama 3 jam. PLA disaring menggunakan kertas saring dan pelarut
diuapkan di lemari asam. Lalu PLA yang sudah bebas pelarut, serbuk PLA
kemudian diayak dengan saringan 100 mesh dan dimasukkan kedalam
campuran selulosa dengan NaOH 10% dan diaduk selama 3 jam. Selanjutnya
dilakukan blending PLA-selulosa seperti prosedur sebelumnya, namun
perbedaannya diberi stabilizer berupa gelatin dengan variasi penambahan 0,5
gram dan 1,5 gram. Lalu masing-masing hasil blending PLA-selulosa dan
PLA-selulosa-gelatin dianalisis.
5. Analisis FT-IR
Analisis serbuk menggunakan FT-IR dilakukan dengan cara 0,2 mg serbuk hasil
blending dicampur dengan 2 mg KBr dan dibentuk menjadi pellet. Pellet dari
sampel kemudian dimasukkan ke instrumen FT-IR dengan λ 4000-400 cm-1.
6. Analisis SEM
Analisis menggunakan SEM dilakukan dengan cara serbuk blending dipreparasi
terlebih dahulu dengan mendispersikan komposit ke dalam air, kemudian
komposit yang terdispersi diteteskan di atas tube yang telah diberi perekat. Serat
30
tersebut dikeringkan pada suhu 105 °C selama 24 jam, lalu dilapisi dengan emas
dan diamatis
7. Analisis TGA
Analisis TGA pada serrbuk hasil blending dilakukan dengan dialiri gas N2
dengan laju alir 20 ml/min dan sampel dipanaskan pada suhu 30-600o C dengan
kecepatan pemanasan 20oC/min. Hasil ditampilkan dalam bentuk kurva.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari penelitian yang telah dilakukan maka diperoleh kesimpulan sebabagai berikut:
1. Dari pembuatan selulosa diperoleh 7,84gram serbuk putih dengan rendemen
10% dan dengan kadar 𝛼-selulosa sebesar 94,94%.
2. Blending PLA-selulosa-gelatin menghasilkan serbuk berwarna putih dengan
rendemen 31,26% (gelatin 0 gram), 28,31% (gelatin 0,5 gram), 26,67%
(gelatin 1,0 gram) dan 28,46% (gelatin 1,5 gram).
3. Hasil FTIR PLA-selulosa terdapat serapan O-H pada 3429,43 cm-1, C=O pada
1759,08 cm-1, C-C pada 1488,18 cm-1, C-H pada 1366,82 cm-1, O-CH2 pada
1186,22 cm-1. Sedangkan pada blending PLA-selulosa-gelatin terdapat
serapan O-H pada 3332,05 cm-1, C-H pada 2892,02 cm-1, C=O pada 1752,69
cm-1, C-C pada 1490,14 cm-1, O-CH2 pada 1106,20 cm-1.
4. Hasil SEM menunjukan blending PLA-selulosa memiliki morfologi yang acak
dan belum menyatu, sedangkan pada blending PLA-selulosa-gelatin
menunjukan morfologi yang lebih menyatu. Dari hasil SEM pencampuran
terbaik terlihat pada penambahan gelatin sebanyak 1,5 gram.
5. Hasil DTG/TGA PLA-selulosa-gelatin diperoleh suhu degradasi semakin
meningkat setelah penambahan gelatin pada hasil DTG, degradasi dengan
44
kecepatan paling tinggi pada penambahan gelatin 1,5 gram suhu degradasi
270,0℃ dengan kecepatan 409,1𝜇g/min. Sesuai dengan hasil DTG penurunan
masa tertinggi pada hasil TGA penambahan gelatin 1,5 gram dengan
penurunan masa sebesar 30,3% pada suhub 233,2℃.
B. Saran
Dari hasil penelitian “Pengaruh Penambahan Gelatin pada Blending Poli Asam
Laktat dengan Selulosa dari Limbah Padat Tapioka” diharapkan dilakukan:
1. Analisis lebih lanjut untuk mengetahui struktur dari senyawa hasil blending
PLA-selulosa-gelatin menggunakan NMR.
2. Penelitian lebih lanjut untuk melakukan variasi waktu dan kecepatan pengadukan
saat blending berlangsung.
DAFTAR PUSTAKA
Agoes, G. 2001. Pengembangan Sediaan Farmasi. Edisi revisi dan perluasan.
Bandung. Penerbit ITB. Halaman 59-65
Andinie, Resty Dwi. 2013. Perbaikan Sifat Termal danMekanik Komposit Poliasam
Laktat-Nanoselulosa Melalui Asetilasi. FMIPA IPB. Bogor.
Asnetty. 2007.Pengembangan Proses Pembuatan Selulosa Asetat dari Pulp Tandan
Kosong Kelapa Sawit Proses Etanol, Prosiding Seminar Nasional Fundamental
dan Aplikasi. Teknik kimia ITS. Surabaya.
Astuti, Tiara Dewi. 2016. Pembuatan Nanoselulosa dari Limbah Padat Tapioka
(Onggok) dengan Metode Hidrolisis Asam. FMIPA Unila. Lampung.
Auras, R. 2002. Poly(Lactic Acid) Film as Food Packaging Materials. Environmental
Coference USA.
BPS. 2014. Lampung dalam Angka. Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung.
Lampung.
Chang, R.K., K.S., Raghavan, dan M.A Hussain. 1998. A study on gelatin capsule
brittleness: moisture tranfer between the capsule shell and its content. J Pharm
Sci. May;87(5):556-8
Ditjen POM. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi Keempat. Departemen Kesehatan RI.
Jakarta. Halaman: 2, 3, 683, 1066, 1084, 1085, 1143, 1144.
Fahmi, N. 2008. Pengolahan Tapioka Secara Industri. http://digilib.unimus.ac.id
/files/106jtptunimus-gdl-nurulfahmi-52563.pdf. Diakses tanggal 25 November
2016.
Fenny, R. D, Virdiocrid, M, Hans E. V. 2013. Microskop Electron.
http://id.wikipedia.org/wiki/mikroskop_elektron. Diakses pada tanggal 10
Maret 2016.
Frone Adriana N., Denis M. Panaitescu, Dan Donescu, Catalin I. Spataru, Constantin
Radovinci, Roxana Trusca, and Raluca Somoghi. 2011. Preparation and
46
Characterization of PVA Composites with Cellulose Nanofibers Obtained By
Ultrasonication. Romania. 487-512.
Gaol, M Roganda L Lumban, Roganda Sitorus, Yanthi S, Indra Surya, Renita
Manurung. 2013. Pembuatan Selulosa Asetat dari 𝛼-selulosa Tandan Kosong
Sawit. Teknik Kimia USU. Medan.
Garcia, M, A,, Martino, M, N,, and Zaritzky, N, E. 2000. Lipid addition to improve
barrier propertiesof edible starch-based films and coatings, Journal of food
Science, 65 (6),94-947.
Harahap, Mahyuni, Thamrin, dan Saharman Gea. 2012. Pembuatan Selulosa Asetat
Dari α-Selulosa Yang Diisolasi Dari Tandan Kosong Kelapa Sawit. Jurnal
FMIPA USU.
Hendri, J. 1999. Kondisi optimum pembuatan selulosa nitrat dari onggok. Jurnal
Sains dan Teknologi. 5(1):5-10.
Huang, Feng-Tuan. 2012. Thermal Properties and Thermal Degradation of Cellulose
Tri-Stearate (CTs). Polymers. 4, pp 1012-1024, 2012.
Ibrahim, S.F. 2011.Thermal Analysis and Characterization of Some Cellulosic
Fabrics Dyed by a New Natural Dye and Mordanted whith Different Mordants.
International Journal of Chemistry. 3(2) 2011.
Ishida N, Saitoh S, Ohnishi T, Tokuhiro K, Nagamori E, Kitamoto K, and Takahashi
H. 2006. Metabolic engineering of Saccharomyces cerevisiae for efficient
production of pure L-(+)-lactic acid. Appl Biochem Biotechnol. 131(1-3):795-
807. doi: 10.1385/ABAB:131:1:795.
Jackson, John K., Kevin Letchford, Benjamin Z Wasserman, Lucy Ye, Wadood Y
Hamad, and Helen M Burt. 2011. The use of Nanocrystalline Cellulose for The
Binding and Controlled Release of Drugs. Int J Nanomedicine. 321–330.
Joseph, T., Wanna, E., Jannine Powell. 1993. Thermal Decomposition of Cotton
Cellulose Treated with Selected Salts. Thermochimica Acta. 22, pp 257-263.
Kadine, Mohomed. 2010. Thermogravimetric Analysis Theory, Operation,
Calibration, and Data Interpretation.Thermal Application Chemist, TA
Instrument
47
Kalia, Susheel, Sami Boufi, Annamaria Celli and Sarita Kango. 2013. Nanofibrillated
cellulose: surface modification and potential applications. Springer. Verlag
Berlin Heidelberg.
Keenan, T.R. 1994. Gelatin , in Domb, A.J., Kost, J., Wiseman, D.M., (ed.):
Handbook of Biodegradable Polymers, Harwood Academic Publishers,
Amsterdam, hal. 307-309.
Kementerian Lingkungan Hidup. 2009. Panduan Adiwiyata. KLH. Jakarta.
Lamiya, dan Mareta. 2010. Penyiapan Bahan Baku dalam Proses Fermentasi untuk
Pakan Ternak. http:// eprints.undip.ac.id/11310/1/Laporan_final_Lamiya
%26Mareta.pdf. Diakses pada tanggal 3 Maret 2016.
Ljungberg N and Wessle´n B. 2002. The effects of plasticizers on the dynamic
mechanical and thermal properties of poly(lactic acid). J Appl Polym Sci.
86(5):1227-1234.doi:10.1002/app.11077.
Lu J, Askeland P, and Drzal LT. 2008. Surface modification of microfibrillated
cellulose for epoxy composite applications. Polymer. 49:1285-1296. doi:
10.1016/j.polymer.2008.01.028.
Mohadi, R., Saputra, Adi., dan Lesbani, A. 2014. Studi Interaksi Internasional Ion
Logam Mn+2 Dengan Selulosa dari Serbuk Kayu. Jurnal Kimia FMIPA UNSRI.
ISSN 1907-9850. 8(1), januari 2014 pp 1-8.
Nahrowi, Ridho. 2015. Konversi Selulosa Menjadi Karboksimetil Selulosa dari
Tandan Kosong Sawit. FMIPA Unila. Lampung.
Nasiri, Syah Johan.A. 2008. Plastik Ramah Lingkungan dalam Majalah Sentra
Polimer Tahun VII nomor 27.Jakarta.
Ningwulan, Mondya Purna Septa. 2012. Pembuatan Biokomposit Edible Film dari
Gelatin/Bacterial Cellulose Microcrystal (BCMC): Variasi Konsentrasi
Matriks, Filler, dan Waktu Sonikasi. Departemen Teknik Kimia. FT UI. Depok.
Patraini, C. G. 2014. Pembuatan Selulosa Asetat dari α-Selulosa Tandan Kosong
Sawit (TKS). (Skripsi). Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam. Universitas Lampung. Bandar Lampung.
PerkinElmer.2010.Thermogravimetric Analysis (TGA). Perkin Elmer,Inc. USA
48
Prasetyo , Y. 2011. Scanning Electron Microscope and Optical Emission
Spectroscope. http://yudiprasetyo53.wordpress.com/2011/11/07/scanning-
electron-microscope-sem-dan-optical-emmisison-spectroscope-oes. Diakses 8
Maret 2016.
Sumanda, K. Tamara, P.E. Alqani.F.2011. Kajian Proses Isolasi α-selulosa dari
Limbah Batang Tanaman Manihot Escullenta Crantz yang Efisien . Jurusan
Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri. UPN. Jawa Timur.
Saxena G & KG Mukerji. 2007. Management of Nematode and Insect-Borne Plant
Deasease. The Haworth Press. New York. 107-120.
SNI 0444. 2009. http:// [email protected]/ Pulp Cara uji kadar selulosa alfa, beta dan
gamma. Diakses pada 30 November 2016.
Sri, Bandiyah. 2001. Spektrofotometer IR. http://bandiyahsriaprillia-
fst09.web.unair.ac.idartikel_detail-48339-Umum-Spektrofotometer-IR.html.
Diakses pada 29 Maret 2016.
Stevens, M.P. 2001. Kimia Polimer. Jakarta : Pradnya Paramita.
Tarmudji. 2009. Onggok Lampung. http://onggok lampung.multiply.com/journal.
Diakses pada tanggal 25 Februari 2013.
Tjiptadi. 1982. Telaah Pembuatan Glukosa dan Sifat Limbah Cairnya dengan Bahan
Ubi Kayu secara Hidrolisa Asam dalam Rangka Meningkatkan Teknik
Pengolahannya. Tesis. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
152 hlm.
Van De Velde, C.J.H., Bosman, F.T.,Wagener, D.J.2001. Onkologi. Edisi 5.
Yogyakarta. Gadjah Mada University Press. 565-87.
Zugenmaier, P. 2008. Crystalline Cellulose and Derivatives. Heidelberg: Springer-
Verlag. Hal. 2, 7-8.