PENGARUH PEMBERIAN AIR REBUSAN DAUN ALPUKAT PERSEA ...
Transcript of PENGARUH PEMBERIAN AIR REBUSAN DAUN ALPUKAT PERSEA ...
i
PENGARUH PEMBERIAN AIR REBUSAN DAUN ALPUKAT (PERSEA AMERICANA MILL) TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH PASIEN HIPERTENSI LAKI-LAKI DI
WILAYAH KERJA PUSKESMAS TIKALA KABUPATEN TORAJA UTARA
EFFECT GIVING WATER DECOCTION OF AVOCADO LEAVES (PERSEA AMERICANA MILL) TO LOWERING BLOOD PRESSURE HYPERTENSION PATIENTS MEN AT WORKING AREA
TIKALA HEALTH DISTRICT NORTH TORAJA
YUNI ALFRIYANTY MANTONG
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN
2017
ii
PENGARUH PEMBERIAN AIR REBUSAN DAUN ALPUKAT (PERSEA AMERICANA MILL) TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH
PASIEN HIPERTENSI LAKI-LAKI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TIKALA KABUPATEN TORAJA UTARA
Tesis
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar Magister
Program Studi
Ilmu Kesehatan Masyarakat
Disusun dan diajukan oleh
YUNI ALFRIYANTY MANTONG
Kepada
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
iii
iv
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN TESIS
Yang bertandatangan di bawah ini:
Nama : Yuni Alfriyanty Mantong
NIM : P1804215033
Program Studi : Kesehatan Masyarakat/Epidemiologi
Menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa tesis yang saya tulis ini benar-
benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilan
tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila di kemudian hari terbukti atau
dapat dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan tesis ini hasil karya
orang lain, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.
Demikian pernyataan ini dibuat dengan sebenarnya, agar dimanfaatkan
sebagaimana mestinya.
Makassar, Agustus 2017
Yuni Alfiyanty Mantong
v
PRAKATA
Puji Syukur penulis haturkan kepada Tuhan yang Maha Kuasa, yang
telah melimpahkan rahmat-Nya sehingga semua proses belajar mengajar
pada Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Konsentrasi Epidemiologi
Sekolah Pascasarjana Unhas sampai dengan penulisan tesis ini dapat dilalui.
Niat yang tulus, kerja keras dan Do’a kepada Tuhan yang Maha Kuasa yang
memberi kekuatan penuh untuk melakukannya sehingga penulis dapat
menyelesaikan tesis dengan judul “Pengaruh Pemberian Air Rebusan
Daun Alpukat (Persea americana Mill) Terhadap Penurunan Tekanan
Darah Pasien Hipertensi Laki-Laki di Wilayah Puskesmas Tikala
Kabupaten Toraja Utara”.
Upaya maksimal telah penulis tempuh dengan sebaik-baiknya untuk
menyempurnakan penyelesaian tesis ini, namun penulis menyadari
sepenuhnya bahwa tesis ini masih banyak memiliki kekurangan dan
kekeliruan, baik dari segi isi maupun dari segi penulisan. Oleh karena itu
dengan ikhlas dan terbuka penulis mengharapkan saran, masukan dan
kritikan yang bersifat membangun demi kesempurnaan tesis ini.
Keberhasilan penulis dalam menyelesaikan tesis ini tidak lepas dari
bantuan berbagai pihak, baik berupa dukungan, bimbingan, nasehat serta
motivasi selama proposal hingga penyelesaian tesis ini. Oleh karena itu,
penulis menyampaikan terima kasih yang sangat mendalam dan
penghargaan yang sebesar-besarnya kepada Prof. Dr. Nur Nasry Noor,
vi
MPH selaku Ketua Komisi Penasehat dan Dr. dr. Masyitha Muis, MS selaku
anggota Komisi Penasehat atas kesediaan waktu, segala kesabaran,
bantuan, bimbingan, nasihat, arahan, dan juga saran yang diberikan selama
ini kepada penulis. Rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya
penulis sampaikan pula kepada Prof. Dr. drg. A. Arsunan Arsin, M.Kes,
Prof. Dr. Ridwan A, SKM, M.Kes, M.Sc.PH dan Dr. dr. Citrakesumasari,
M.Kes, Sp.GK selaku penguji yang telah memberikan arahan, saran dan
masukan untuk perbaikan tesis ini.
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada:
1. Prof. Dr. Dwia Aries Tina Pulubuhu, MA selaku Rektor Universitas
Hasanuddin.
2. Prof. Dr. Muhammad Ali, SE. MS selaku Dekan Sekolah Pascasarjana
Universitas Hasanuddin beserta staf.
3. Prof. Dr. drg. Andi Zulkifli, M.Kes selaku Dekan Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Hasanuddin, Wakil Dekan, Dosen pengajar dan
seluruh pegawai yang telah memberikan dukungan dan bantuan kepada
penulis selama mengikuti pendidikan di Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Hasanuddin.
4. Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia
Kesehatan (BPPSDMK) Kemenkes 2015.
5. Dr. Ridwan M. Thaha, M.Sc. selaku ketua Program Studi Ilmu Kesehatan
Masyarakat Sekolah Pascasarjana Universitas Hasanuddin.
vii
6. Para Dosen FKM Unhas, khususnya dosen Bagian Epidemiologi, yang
telah memberikan ilmu pengetahuan yang sangat berharga selama
penulis mengikuti pendidikan.
7. Seluruh informan yang telah bersedia meluangkan waktunya dalam
memberikan informasi yang dibutuhkan oleh penulis untuk dapat
menyelesaikan tesis ini sesuai dengan harapan.
8. Enumerator, Lisya Syamsul dan Erni, serta pihak Puskesmas Tikala yang
telah membantu dan memberi dukungan selama peneliti melakukan
penelitian.
9. Sahabat tercinta, Dhika Indriyani, Fajriah Islami dan Musa Arys yang
telah ikhlas memberi bantuan baik ilmu maupun tenaga kepada peneliti,
Kakak ketua kelas Nur Ilham dengan penuh kesabaran membimbing
kami selama proses perkuliahan dan teman-teman seperjuangan
angkatan 2015 pada Sekolah Pascasarjana Program Studi Kesehatan
Masyarakat Konsentrasi Epidemiologi Universitas Hasanuddin Makassar
yang tidak bias saya sebutkan satu persatu, terima kasih atas segala
bantuan, motivasi, serta kebersamaan indah yang terjalin selama ini.
Penghargaan yang setinggi-tingginya penulis persembahkan kepada
kedua orang tua tercinta, ibunda Alfrida Rerungan dan Ayahanda Lipu
Mantong, yang dengan ikhlas, sabar, penuh kasih sayang serta selalu
mendoakan penulis hingga sampai pada tahap ini.
viii
Akhirnya, penulis paparkan dalam tesis ini masih jauh dari
kesempurnaan, untuk itu penulis sangat berterima kasih apabila terdapat
kritik dan saran demi penyempurnaan tesis ini. Semoga tesis ini dapat
memberikan manfaat bagi semua pihak yang membutuhkannya. Semoga
segala bantuan, dukungan dan doa yang telah diberikan kepada penulis
dibalas oleh Tuhan yang Maha Kuasa dengan pahala yang berlimpah. Amin
Makassar, Agustus 2017
Yuni Alfriyanty Mantong
ix
x
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
LEMBAR PENGAJUAN ii
LEMBAR PENGESAHAN iii
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN TESIS iv
PRAKATA v
ABSTRAK ix
ABSTRACK x
DAFTAR ISI xi
DAFTAR TABEL xiv
DAFTAR GAMBAR xvi
DAFTAR SINGKATAN xvii
DAFTAR LAMPIRAN xix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 8
C. Tujuan Penelitian 8
1. Tujuan Umum 9
2. Tujuan Khusus 9
D. Manfaat Penelitian 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tentang Daun Alpukat
(Persea americana Mill) 11
B. Tinjauan Umum Tentang Hipertensi 21
C. Mekanisme Antihipertensi Senyawa Kimia
Daun Alpukat (Persea americana Mill) 47
D. Tabel Sintesa 53
E. Kerangka Teori 56
xii
F. Kerangka Konsep 57
G. Definisi Operasional 58
H. Hipotesis Penelitian 60
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian 61
B. Lokasi dan Waktu 62
C. Populasi dan Sampel 62
D. Instrumen Pengumpulan Data 65
E. Pengolahan dan Analisis Data 69
F. Kontrol Kualitas 70
G. Prosedur Persiapan dan Pelaksanaan Penelitian 71
H. Pertimbangan Etik 72
I. Alur Penelitian 73
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 74
B. Hasil Penelitian 74
1. Karakteristik Umum Responden 75
2. Karakteristik Gaya Hidup 77
3. Karakteristik Pola Makan 79
4. Asupan Gizi 84
5. Perubahan Pasca Intervensi Pemberian Daun Salam 87
6. Hasil Uji Statistik Setelah Intervensi 88
7. Hasil Uji Perubahan Tekanan Darah 94
C. Pembahasan 96
1. Karakteristik Umum Responden 98
2. Karakteristik Gaya Hidup 103
3. Karakteristik Pola Makan dan Asupan Gizi 108
4. Pengaruh Daun Alpukat Terhadap Hipertensi 114
xiii
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan 117
B. Saran 118
DAFTAR PUSTAKA 120
LAMPIRAN 128
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1 Kandungan gizi alpukat (Persea americana Mill) Per 100 Gram 13
2 Senyawa Kimia Daun Alpukat (Persea americana mill) Per100 Gram 14
3 Kandungan Mineral Daun Alpukat (Persea Americana mill)
Per 100 Gram 20
4 Kalsifikasi Tekanan Darah (mmHg) Menurut WHO 30
5 Kalsifikasi tekanan darah menurut kelompok umur 35
6 Sintesa Penelitian Terkait Pemberian Air Rebusan Daun Alpukat
(Persea americana Mill) Terhadap Pasien Hipertensi 53
7 Definisi Operasional Penelitian 58
8 Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin, pekerjaan dan
riwayat hipertensi 75
9 Distribusi responden dengan riwayat hipertensi terhadap kebiasaan
minum obat ketika menderita hipertensi dan jenis sumber obat
yang diminum 76
10 Jenis obat herbal yang diminum ketika hipertensi 77
11 Distribusi berdasarkan kebiasaan merokok, minum alkohol,
olahraga teratur, mengikuti kegiatan kelompok dan tingkat
kebahagiann yang dirasakan 78
12 Kebiasaan konsumsi buah segar dan sayuran 80
13 Distribusi responden berdasarkan pola makan 81
14 Kategori IMT berdasarkan kelompok responden 85
15 Rerata asupan natrium sebelum dan setelah intervensi 86
16 Rerata asupan kalium sebelum dan setelah intervensi 86
17 Distribusi responden berdasarkan perubahan pasca intervensi
pemberian daun alpukat 88
18 Uji normality tekanan darah sistolik/diastolik intervensi kontrol 89
xv
19 Hasil uji rerata tekanan darah penderita hipertensi hari ke 4 90
20 Hasil uji rerata tekanan darah penderita hipertensi hari ke 7 92
21 Perubahan rerata tekanan darah berdasarkan intervensi yang
dilakukan 95
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1 Tanaman Alpukat 12
2 Kerangka Teori 56
3 Alur Penelitian 73
4 Grafik rerata asupan zat gizi 84
5 Grafik tekanan darah kelompok intervensi hari 1 dan hari ke-4 91
6 Grafik tekanan darah kelompok kontrol hari 1 dan hari ke-4 91
7 Grafik tekanan darah kelompok intervensi hari 1 dan hari ke-7 93
8 Grafik tekanan darah kelompok kontrol hari 1 dan hari ke-7 93
9 Grafik perubahan tekanan darah sistolik dan diastolik hari ke-4 94
10 Grafik perubahan tekanan darah sistolik dan diastolik hari ke-7 95
xvii
DAFTAR SINGKATAN
ACE : Anti Converting Enzyme
ADH : Anti Diuretic Hormone
AMP : Adenosina Monofosfat
ATPase : Adenosina Trifosfat
BPOM RI : Badan Penanganan Obat dan Makanan Republik
Indonesia
CAM : Complementary and Alternative Medicine
CHR : Conticotropin Releasing Hormeone
CO : Carbon Monoksida
CVD : Cerebro Vaskulair Disease
DBP : Diastolic Blood Pressure
FFQ : Food Frequency Quationnaire
HDL : High Density Lipoprotein
HST : Hipertensi Sistolik Terisolasi
IPAC : International Physical Activity Quationnaire
IMT : Indeks Massa Tubuh
ISH : Istolated Systolic Hypertension
JNC 7 : The Sevent Report Of The Joint National
KEMENKES RI : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
KDGS : Kadar Gula Darah Sewaktu
xviii
KIE : Komunikasi, Informasi dan Edukasi
LDL : Low Density Lipoprotein
METs : Metabolic Equivalents Task
MSG : Monosodium Glutamat
PJK : Penyakit Jantung Koroner
PTM : Penyakit Tidak Menular
OR : Odds Ratio
RISKESDAS : Riset Kesehatan Dasar
RR : Relative
RSUD : Rumah Sakit Umum Daerah
SBP : Sistolic Blood Pressure
SDM : Sumber Daya Manusia
SE : Standard Errors
TDS : Tekanan Darah Diastolik
TDS : Tekanan Darah Sistolik
USDA : United State Departement of Agricultural
WHO : World Health Organization
WHOQOL : World Health Organization Qualyti Of Life
xix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Informed Consent
Lampiran 2 Kuesioner Penelitian
Lampiran 3 Kode Etik
Lampiran 4 Surat Izin Penelitian
Lampiran 5 Surat Keterangan Melakukan Penelitian
Lampiran 6 Foto Kegiatan Penelitian
Lampiran 7 Master Tabel
Lampiran 8 Output SPSS
Lampiran 9 Curiculum Vitae
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Hipertensi merupakan salah satu gangguan kardiovaskuler yang
sering diderita oleh masyarakat, dan termasuk kategori Penyakit Tidak
Menular (PTM) yang menjadi masalah kesehatan yang serius saat ini
(Triyanto, 2014). WHO telah memperkirakan pada tahun 2025 nanti, 1,5
milyar orang di dunia akan menderita hipertensi tiap tahunnya dan sebagai
salah satu penyebab kematian dini pada masyarakat di dunia. Semakin lama
permasalahan tersebut semakin meningkat dan dari 50% penderita hipertensi
yang diketahui hanya 25% yang mendapat pengobatan dan 12,5% yang
diobati dengan baik. Hipertensi bertanggung jawab untuk setidaknya 45%
dari kematian akibat penyakit jantung (total mortalitas penyakit jantung
iskemik) dan 51% kematian akibat stroke. Risiko komplikasi terendah pada
tekanan darah sekitar 115/75 mmHg. Lebih dari 115/75 mmHg, untuk setiap
peningkatan 20 mm Hg tekanan darah sistolik atau 10 mmHg tekanan darah
diastolik, berisiko mengalami gangguan kardiovaskular dan stroke (Weber et
al., 2014)
Problem kesehatan global terkait hipertensi dirasakan mencemaskan
dan menyebabkan biaya kesehatan tinggi. Dua pertiga hipertensi hidup di
negara miskin dan berkembang (WHO, 2013). Peningkatan tekanan darah
secara global diperkirakan menyebabkan 7,5 juta kematian atau sekitar
2
12,8% dari total semua kematian dan merupakan penyebab kecacatan pada
57 juta orang pertahun atau 3,7% dari seluruh kecacatan. Secara global,
prevalensi peningkatan tekanan darah yang terjadi pada usia lebih dari 25
tahun sebesar 40% pada tahun 2008 (WHO, 2012).
Menurut Hasil Riset Kesehatan Dasar Departemen Kesehatan RI
(2013) prevalensi nasional hipertensi pada penduduk umur 18 tahun keatas
di Indonesia adalah sebesar 25,8%, sedangkan Provinsi Sulawesi Selatan
berada pada urutan kedelapan tertinggi penyakit hipertensi dengan
prevalensi 28,1%. Prevalensi hipertensi di Sulawesi Selatan yang didapat
melalui kuesioner yang didiagnosis tenaga kesehatan sebesar 10,5% sedang
minum obat (Riskesdas, 2013). Berdasarkan data pada Dinas Kesehatan
Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2014 terdapat penderita baru hipertensi
esensial (primer) sebanyak 5.902 kasus, penderita lama sebanyak 7.575
kasus, dengan kematian 65 orang, jantung hipertensi penderita lama 1.687
kasus, penderita baru 1.670 kasus dengan kematian 24 orang, ginjal
hipertensi penderita baru sebanyak 58 kasus, penderita lama sebanyak 34
kasus dengan kematian 5 orang, jantung dan dan hipertensi sekunder
penderita lama sebanyak 2.082 kasus dan penderita baru sebanyak 2.081
kasus dengan kematian 18 orang (Dinkes Provinsi SulSel, 2014).
Berdasarkan Profil kesehatan Kabupaten Toraja Utara 2016 dan 2017 secara
khusus untuk prevalensi penyakit hipertensi pada tahun 2015 yaitu 7,4% dan
3
tahun 2016 meningkat 7,5%, untuk prevalensi Kecamatan Tikala tahun 2015
yaitu 20,9% dan tahun 2016 sebesar 21% (Profil Kabupaten Torut, 2016).
Menurut Martha (2013) hipertensi adalah masalah yang relatife
terselubung tapi mengandung potensi yang serius sebagai penyebab
masalah kesehatan. Hipertensi adalah awal untuk proses lanjut mencapai
target organ untuk memberi kerusakan yang lebih berarti dan seseorang
dinyatakan hipertensi bila tekanan sistoliknya mencapai diatas 140 mmHg
dan tekanan diastolik diatas 90 mmHg. Faktor – faktor yang berperan penting
sebagai penyebab hipertensi antara lain jenis kelamin serta perubahan gaya
hidup seperti merokok, minum alkohol, pola makan tidak seimbang dan
kurangnya aktifitas fisik (Setiawan, 2015).
Penderita hipertensi sangat heterogen dan diderita oleh banyak orang
yang datang dari berbagai sub-kelompok berisiko di dalam masyarakat
khususnya pada laki-laki. Jenis kelamin berpengaruh terhadap kadar hormon
yang dimiliki seseorang. Hormon estrogen yang dominan dimiliki oleh
perempuan diketahui sebagai faktor protektif atau perlindungan pembuluh
darah, sehingga wanita yang belum mengalami menopause dilindungi
hormon estrogen yang berperan dalam meningkatkan kadar High Density
Lipoprotein (HDL). Hal itulah yang menyebabkan penyakit jantung dan
pembuluh darah termasuk hipertensi pada laki-laki yang kadar estrogennya
lebih rendah daripada perempuan. Hal ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan di Pekanbaru yang menunjukkan bahwa ada hubungan antara jenis
4
kelamin dengan kejadian hipertensi dimana jenis kelamin yang paling
banyak menderita hipertensi yaitu pada laki-laki 56,4% (Sapitri, 2016).
Penanganan hipertensi secara umum yaitu secara farmakologis dan
nonfarmakologis. Penanganan secara farmakologik terdiri atas pemberian
obat yang bersifat diuretik, simpatik, betabloker dan vasodilator yang
memperhatikan tempat, mekanisme kerja dan tingkat kepatuhan (Yuliarti,
2011 dalam Ramadi, 2012). Menurut Brasers (2008) penanganan secara
farmakologis dianggap mahal oleh masyarakat, selain itu penanganan
farmakologis juga mempunyai efek samping dan efek samping tersebut
bermacam-macam tergantung dari obat yang digunakan. Penanganan
nonfarmakologis meliputi penurunan berat badan, olahraga secara teratur,
diet renah garam & lemak dan terapi komplementer.
Penanganan secara nonfarmakologis sangat diminati oleh masyarakat
karena sangat mudah untuk dipraktekkan dan tidak mengeluarkan biaya yang
terlalu banyak. Selain itu, penanganan nonfarmakologis juga tidak memiliki
efek samping yang berbahaya tidak seperti penanganan farmakologis,
sehingga masyarakat lebih menyukai nonfarmakologis dari pada secara
farmakologis (Ramadi, 2012). Salah satu dari penanganan nonfarmakologis
dalam menyembuhkan penyakit hipertensi yaitu terapi komplementer. Terapi
komplementer bersifat terapi pengobatan alamiah diantaranya adalah dengan
terapi herbal, terapi nutrisi, relaksasi progresif, meditasi, terapi tawa,
akupuntur, aromaterapi, hydroterapi dan refleksologi. Terapi herbal banyak
5
digunakan oleh masyarakat dalam menangani penyakit hipertensi
dikarenakan memiliki efek samping yang sedikit (Sustrani, 2007).
Penggunaan tanaman sebagai obat sudah dikenal luas baik di negara
berkembang maupun negara maju. Hal ini semakin diperkuat oleh adanya
pemikiran back to nature serta krisis berkepanjangan yang mengakibatkan
turunnya daya beli masyarakat. Di Asia dan Afrika 70-80% populasi masih
tergantung pada obat tradisional sebagai pengobatan primer. Meluasnya
penggunaan obat tradisional disebabkan kepercayaan masyarakat bahwa
obat tradisional berbahan alami, lebih aman dan tidak menimbulkan efek
samping. Akan tetapi selama ini pengetahuan tentang khasiat obat tradisional
dan keamanan tanaman obat hanya diperoleh melalui informasi secara turun
temurun dari nenek moyang yang belum semuanya belum teruji secara
ilmiah. Untuk itu diperlukan penelitian tentang penggunaan obat tradisional,
sehingga nantinya obat jenis tersebut dapat digunakan dengan aman dan
efektif (WHO, 2002; 2013)
Indonesia sangat kaya akan keanekaragaman hayatinya. Sejak zaman
dahulu, manusia khususnya masyarakat Indonesia sangat mengandalkan
lingkungan sekitarnya untuk memenuhi kebutuhannya salah satunya untuk
obat. Kekayaan alam di sekitar manusia sebenarnya sangat bermanfaat bagi
kehidupan, tetapi belum sepenuhnya digali, dimanfaatkan, atau bahkan
dikembangkan (Silalahi, 2012). Bangsa Indonesia telah lama mengenal dan
menggunakan tanaman berkhasiat obat sebagai salah satu upaya dalam
6
menanggulangi masalah kesehatan. Pengetahuan tentang tanaman
berkhasiat obat berdasar pada pengalaman dan keterampilan yang secara
turun temurun telah diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Penggunaan bahan alam sebagai obat tradisional di Indonesia telah
dilakukan oleh nenek moyang kita sejak berabad-abad. Penggunaan obat
tradisional secara umum dinilai lebih aman daripada penggunaan obat
modern. Hal ini disebabkan karena obat tradisional memiliki efek samping
yang relatif lebih sedikit dari pada obat modern (Sari & Ruma, 2006). Selain
itu obat tradisional memiliki manfaat yang banyak, harganya murah, dan bisa
dipetik kapan saja (Widodo, 2013). Kelebihan obat tradisional lainnya adalah
efek sampingnya yang relatif rendah, satu tanaman bisa memiliki lebih dari
satu efek farmakologi dan sesuai untuk penyakit-penyakit metabolik dan
degeneratif (Larasati, 2012). Pemilihan pengobatan nonfarmokologi juga
terjadi di Amerika, hal ini dibuktikan dalam penelitian pada tahun 2002
dimana masyarakat Amerika juga menggunakan Complementary and
Alternative Medicine (CAM) sebagai pilihan pengobatan, alasannya karena
membantu dalam penyembuhan (54,9%), tertarik untuk mencoba (50,1%),
karena profesional pengobatan konvensional menyarankan untuk mencoba
CAM (26%) dan harganya lebih murah (13%) (Barnes, 2002).
Banyak tumbuh-tumbuhan yang dapat digunakan untuk terapi herbal
dalam pengobatan hipertensi, diantaranya adalah bawang putih, seledri,
bunga rosella, belimbing wuluh dan daun alpukat. Bawang putih kurang
7
disukai oleh masyarakat karena rasanya yang kurang enak untuk dijadikan
obat. Sedangkan bunga rosella dan belimbing wuluh memiliki rasa asam
yang pada umumnya kurang disukai oleh masyarakat. Daun alpukat memiliki
rasa yang tidak terlalu pahit jika diseduh, namun rasa pahitnya tidak terlalu
melekat dilidah dan dapat dihilangkan dengan meminum sedikit air putih
(Rachdian, 2011).
Berdasarkan penelitian eksperimen yang dilakukan oleh Sulistiawati et
al.,(2015) di Denpasar Selatan. Ditemukan bahwa terdapat perbedaan yang
signifikan antara rata-rata tekanan darah responden pada kelompok kontrol
dan kelompok perlakuan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh
pemberian air rebusan daun alpukat (Persea americana Mill) terhadap
penurunan tekanan darah pasien hipertensi. Daun buah alpukat mempunyai
kegunaan sangat beragam untuk mengatasi berbagai masalah kesehatan
secara tradisional. Tidak hanya buahnya yang bermanfaat untuk kecantikan
kulit, khasiat ramuan alami dari rebusan daun alpukat juga sudah banyak
dipakai untuk pengobatan tradisional penyakit hipertensi dan aman diminum.
Kadar kalium yang sangat tinggi dalam 100 mg ekstrak daun alpukat
yaitu sebanyak 148,92 mg dapat menyebabkan dilastasi pembuluh darah,
sehingga menimbulkan efek antihipertensi (Akusehatku, 2013). Dari
beberapa penelitian sebelumnya seperti yang dilakukan oleh Gusti dan
Setiawan (2014), mereka menyajikan air rebusan daun alpukat (Persea
Americana Mill) untuk pasien hipertensi yang sudah didinginkan. Sedangkan
8
menurut penelitian yang dilakukan oleh Sy Elmatris dkk,(2012) menggunakan
air hangat untuk menurunkan kadar glukosa dalam darah dan hasil
penelitiannya menunjukkan bahwa dengan mengkonsumsi air hangat dapat
menurunkan kadar gula darah sewaktu (KDGS) sebanyak 85,82 mg/dl pada
kelompok intervensi selama 14 hari. Dalam hal ini peneliti ingin menyajikan
air rebusan daun alpukat dalam keadaan masih hangat pada saat ingin
dikonsumsi oleh penderita hipertensi.
Tanaman alpukat sangat banyak dikembang biakan di Kabupaten
Toraja Utara sehingga sangat mudah untuk ditemukan di pekarangan warga
karena buahnya diminati oleh warga setempat tetapi daun alpukat (Persea
americana Mill) jarang diketahui manfaatnya oleh warga sebagai salah satu
obat tradisional untuk menurunkan tekanan darah, maka dari itu peneliti ingin
melanjutkan penelitian tersebut untuk melihat pemanfaatan daun alpukat
(Persea americana Mill) dalam menurunkan tekanan darah pasien hipertensi
di wilayah kerja Puskesmas Tikala Kabupaten Toraja Utara.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dalam penelitian ini peneliti
membuat rumusan masalah sebagai berikut “Apakah pemberian air rebusan
daun alpukat (Persea americana Mill) berpengaruh terhadap penurnunan
tekanan darah pada penderita hipertensi laki-laki di Kecamatan Tikala
Kabupaten Toraja Utara ?
9
C. TUJUAN PENELITIAN
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui pengaruh pemberian air rebusan daun alpukat (Persea
americana Mill) terhadap penurunan tekanan darah laki-laki hipertensi
umur 20-65 tahun di Kecamatan Tikala Kabupaten Toraja Utara.
2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui karakteristik laki-laki yang menderita hipertensi
umur 20-65 tahun di Kecamatan Tikala Kabupaten Toraja Utara.
2. Untuk mengetahui gambaran tekanan darah penderita hipertensi umur
20-65 tahun sebelum diberikan air rebusan daun alpukat (Persea
americana Mill) di Kecamatan Tikala Kabupaten Toraja Utara.
3. Untuk mengetahui gambaran tekanan darah hipertensi umur a 20-65
tahun sesudah diberikan air rebusan daun alpukat (Persea americana
Mill) di Kecamatan Tikala Kabupaten Toraja Utara.
4. Untuk mengetahui gambaran tekanan darah hipertensi umur 20-65
tahun sebelum dan sesudah diberikan air rebusan daun alpukat
(Persea americana Mill) di Kecamatan Tikala Kabupaten Toraja Utara.
D. MANFAAT PENELITIAN
1. Manfaat Ilmiah
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan referensi
mengenai pengaruh daun alpukat terhadap penurunan tekanan penderita
hipertensi di Kecamatan Tikala Kabupaten Toraja Utara.
10
2. Manfaat bagi institusi
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi bagi
Dinas Kesehatan dan Puskesmas terkait terutama pemerintah daerah
dalam membuat regulasi/kebijakan penggunaan obat herbal tradisional
dalam pencegahan dan pengobatan hipertensi.
3. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan mampu menjadi rekomendasi dan
alternatif kepada masyarakat umum dalam pencegahan dan pengobatan
hipertensi.
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum tentang Daun Alpukat (Persea americana Mill)
1. Persea americana Mill
Persea americana mill, dengan nama daerah sumatera: avokat,
advokat, apokat, adpokat, bauh pokat, jambo pokat. Jawa timur/tengah:
alpokat. Jawa barat: apuket, alpuket. Lampung: advokat, jamboo
mentega, jamboo pooan, pookat. Tanaman alpukat berasal dari Amerika
Tengah. Tumbuh di daerah tropik dan sub tropik dengan curah hujan
antara 1.800 mm sampai 4.500 mm tiap tahun. Pada umumnya tumbuhan
ini cocok dengan iklim yang sejuk dan basah dan bersuhu dingin tetapi
tidak tahan terhadap suhu tinggi, juga tidak tahan terhadap angin yang
keras dan kelembaban yang rendah pada saat pembentukan buah. Di
indonesia tumbu pada ketinggian tempat antara 1-1.000 m di atas
permukaan laut (BPOM RI, 2007)
Secara morfologi tanaman alpukat merupakan pohon yang
tingginya 3-10 meter, ranting teguh berambut halus. Daun berdesakan di
ujung ranting teguh, bundar telur atau bentuk jorong memanjat, mula-mula
berambut pada kedua belah permukaannya, lama-lama menjadi licin,
panjang 10-20 cm, lebar 3-10 cm, panjang tangkai 1,5-5 cm, warna putih
kekuningan, berambut lurus. Benang sari 12, dalam 4 karangan, yang
paling dalam tidak berfungsi dan berwarna jingga sampai coklat. Buah
12
berbentuk bola lampu sampai berbentuk bulat telur, panjang 5-20 cm,
lebar 5-10 c, tanpa sisa bunga, warna hijau atau agak kehijauan,
berbintik-bintik ungu sama sekali, harum, berbiji satu berbentuk bola, garis
tengah 2,5-5 cm (Materia Medika Indonesia, 1978).
Gambar 1. Tanaman Alpukat
Tanaman alpukat merupakan salah satu tanaman yang memiliki
manfaat sebagai obat tradisional dan tanaman ini banyak ditemui hampir
di semua daerah di Indonesia . Hampir semua bagian dari tanaman in
memiliki khasiat sebagai sumber obat-obatan. Bagian tanaman alpukat
yang memiliki banyak khasiat adalah bagian daunnya, meskipun bagian
buah juga memiliki kandungan gizi yang tinggi (Nutrient Data, 2011).
13
Tabel 1. Kandungan gizi alpukat (Persea americana Mill) per 100 gram
Zat Gizi Kadar per 100 gram
Air 73,23 g
Energi 670 kJol (160 kcal)
Karbohidrat 8,53 g
Serat 6,7 g
Lemak 14,66 g
Protein 2 g
Thiamin (Vitamin B) 0,067 mg (5%)
Vitamin C 10 mg (17%)
Vitamin E 2,07 mg
Vitamin K 21,0 mcg
Sumber: USDA National Nutrient Database for Standard Reference, 2011.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Owolabi (2010),
daun alpukat memiliki aktifitas antioksidan dan membantu dalam
mencegah atau memperlambat kemajuan berbagai oksidatif stres yang
berhubungan dengan penyakit. Konsumsi ekstrak daun alpukat diketahui
dapat menurunkan tekanan darah pada penderita hipertensi secara
signifikan, menurunkan kadar glukosa darah serta dapat menurunkan
kadar ureum dan kreatinin pada ginjal. Dalam penelitian yang dilakukan
oleh Ojewole (2007), dinyatakan bahwa daun alpukat berkontribusi
terhadap penurunan tekanan darah melalui efek vasorelaksan yang
dimilikinya.
14
Berdasarkan penelitian dengan melakukan penapisan fitokimia
yang dilakukan oleh Maryati tahun 2007 menyatakan bahwa daun alpukat
mengandung senyawa flavonoid, tanin katekat, kuinon, saponin, dan
steroid / triterpenoid. Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Arukwe
(2012) membuktikan bahwa daun alpukat juga memiliki kandungan
glikosida sianogenik, alkaloid dan fenol (Arukwe et al., 2012).
Tabel 2. Senyawa kimia daun alpukat (Persea americana mill) per100 gram
Senyawa Kimia Kadar per 100 gram
Saponin 1.29±0.08
Tanin 0.68±0.06
Flavonoid 8.11±0.14
Glikosida Sianogenik 0.06±0.02
Alkaloid 0.51± 0.21
Fenol 3.41± 0.64
Steroid 1.21±0.14
Sumber: Arukwe et al, 2012.
Beberapa penjelasan untuk kandungan daun alpukat :0,072
a. Saponin
Saponin diberi nama demikian karena sifatnya yang menyerupai
sabun (bahasa latin sapo berarti sabun). Saponin bisa ditemukan pada
tanaman yang tumbuh liar maupun tanaman yang dipelihara pada
bianatang laut tingkat rendah (flower marine animals)., dalam
beberapa bakteri, namun jarang ditemukan pada tanaman yang
15
tumbuh liar maupun tanaman yang dipelihara pada binatang laut
tingkat rendah (lower marine animals), dalam beberapa bakteri, namun
jarang ditemukan pada binatang tingkat tinggi (higher animals).
Saponin triterpenoid tersebar luas dalam lebih dari 500 spesies
tanaman seperti kedelai, buncis, teh beet, bunga matahari, ginsen,
bayam, dan beberapa tanaman lain. Sedangkan saponin steroid
terdapat dalam 85 spesies dari genera Agave, Yucca, dan dalam 56
genera yang lain seperti tomat, asparagus, ginseng, dan oat. Dalam
tumbuhan polong, saponin berikatan dengan protein sehingga
ditemukan dalam bagian tumbuhan yang kaya protein sehingga
ditemukan dalam bagian tumbuhan yang kaya protein. Tipe dan jenis
saponin berbeda tergantung berbagai faktor, misalnya spesies, umur
tanaman, dan bagian tanaman. Selain itu juga bisa dipengaruhi oleh
cuaca, macam tanah, sinar matahari, tempat bercocok tanam dan
berbagai faktor yang lain. Dalam satu spesies dimungkinkan
mengandung lebih dari satu macam saponin (Hasan, 2008).
Saponin mempunyai aktifitas farmokologi yang cukup luas
diantaranya meliputi; immunomodulator, anti tumor, anti inflamasi,
antivirus, anti jamur, dapat membunuh kerang-kerang, hipoglikemik,
dan efek hypokholesterol (Sun, 2009). Senyawa saponin memiliki
kemampuan sebagai antiseptik yang berfunsi sebagai pembunuh atau
pencegah tumbuhnya organisme, saponin juga berfunsi untuk
16
menstimulasi pertumbuhan jaringan baru sehingga akan membantu
mempercepat proses penutupan luka dan penyatuan jaringan kulit,
selain itu regenerasi sel epitel (jaringan luar tubuh), saponin juga dapat
membentuk ikatan kompleks yang tidak larut dengan kolesterol yang
berasala dari makanan, berikatan denga asam empedu membentuk
micelles dan meningkatkan pengikatan kolesterol oleh serat sehingga
kolesterol tidak dapat diserap oleh usus tapi dapat dikeluarkan melaui
kotoran (Prahastuti, 2013).
b. Flavonoid
Flavonoid merupakan kelompok senyawa bioaktif yang secara
luas ditemukan dalam bahan makanan yang berasal dari tumbuhan.
Konsumsi rutin terkait dengan penurunan risiko sejumlah penyakit
kronis, termasuk kanker, penyakit kardiovaskular (CVD) dan gangguan
neurodegenerative. Flavonoid diklasifikasikan menjadi subkelompok
berdasarkan struktur kimianya: flavanon, flavon, flavonol, flavan-3-ols,
anthocyanin dan isoflavon. Flavonoid dalam tubuh manusia berfungsi
sebagai antioksidan sehingga sangat baik untuk mencegah kanker.
Manfaat flavonoid antara lain adalah untuk melindungi strukstur sel,
meingkatkan efektivitas vitamin C, anti inflamasi, mencegah keropos
tulang, dan sebagai antibiotik. Flavonoid dapat berperan secara
langsung sebagai antibiotik dengan mengganggu fungsi dari
17
mikroorganisme seperti bakteri dan virus, serta mampu untuk
memodulasi beberapa jalur utama enzimatik (Kozłowska, 2014).
Flavonoid adalah suatu kelompok senyawa fenol yang terbesar
yang ditemukan di alam dan terkandung pada tumbuhan, baik di daun,
batang, buah maupun bunga. Senyawa flavonoid merupakan senyawa
metabolit sekunder yang terdapat pada tanaman hijau, kecuali alga.
Pada umumnya flavonoid terdapat pada tumbuhan tingkat tinggi
(Angiospermae) dan terdapat pada hampir semua bagian tanaman.
Sebagai pigmen bunga flavonoid berperan sebagai penarik serangga
yaitu untuk menyerbuk bunga .
Flavonoid juga ditemukan pada tanaman teh, anggur, propolis,
madu, dan hampir mewakili seluruh unsur umum makanan manusia,
flavonoid diketahui telah disintesis oleh tanaman dalam responnya
terhadap infeksi mikroba sehingga efektif secara in vitro terhadap
sejumlah mikroorganisme. Flavonoid pada sejumlah tumbuhan obat
dilaporkan memiliki sifat antibakteri, antioksidan, anti inflamasi,
antialergi, antimutagenik, antiviral, antineoplastik, dan anti trombotik
(Supriyati, 2006). Di Amerika Serikat, asupan flavonoid diperkirakan
mencapai 500-100 mh/hari, tetapi jumlahnya akan lebih tinggi pada
orang yang mengonsumsi senyawa herbal yang mengonsumsi
senyawa herbal yang mengandung flavonoid. Beberapa jenis flavonoid
seperti kalkon, flavon, flavan-3-ol dan falavan-3,4-diol, seluruhnya
18
merupakan turunan dari produk biosintesis yang tersimpan dalam
jaringan tanaman. Jenis *lain yang diketahui adalah antosianidin,
proantosianidin, flavon, dan flavonol (Cushnie, 2005).
c. Tanin
Tanin adalah kelompok senyawa polifenol yang mempunyai
sifat dalam menyamak kulit. Seperti diketahui bahwa kulit binatang
adalah suatu bahan yang banyak mengandung protein (kolagen)
dimana protein pada umumnya terdapat pada setiap tanaman yang
letak dan jumlahnya bebeda tergantung pada jenis tanaman, umur,
organ dari tanaman itu sendiri. Pada beberapa tanaman, kulit kayunya
banyak mengandung tanin, sedangkan pada tanaman lain tanin
berasal dari getah (lendir yang keluar dari kulit tanaman yang terbuka)
tanaman itu sendiri. Secara menyeluruh tanin akan berkurang selama
proses pematangan dan pendawasaan pada buah-buahan. Pada
jaringan tanaman, semakin tua maka semakin tinggi kandungan
taninnya. Terjadinya penurunan kadar tanin dalam buah sudah tidak
mampu mengendapkan lagi protein, karena polimerisasi,
depolimerisasi, dan okidasi tanin (Winarno, 1981).
d. Alkaloid
Alkaloid, sekitar 5500 telah diketahui yang merupakan golongan
zat tumbuhan sekunder yang terbesar. Banyak sekali alkaloid yang
khas pada suatu suku tumbuhan atau beberapa tumbuhan sekerabat.
19
Jadi, nama alkaloid sering kali diturunkan dari sumber tumbuhan
penghasilannya. Beberapa tahun lalu sebagian besar sumber alkaloid
adalah pada tanaman berbunga, angiosperma. Pada tahun-tahun
berikutnya penemuan sejumlah besar alkaloid terdapat pada hewan
serangga, organisme laut, mikroorganisme dan tanaman rendah
(Hardjono, 1995).
e. Steroid
Steroid alkohol atau sterol adalah lemak sterol yang merupakan
kelompok steroid. Sterol merupakan bagian yang penting dari
senyawa organik dan sering kali berfungsi sebagai nukleus. Salah satu
jenis sterol, yakni kolesterol mempunyai peranan yang vital bagi
fungsi-fungsi selular dan menjadi subtrat awal (precusor) bagi vitamin
yang larut dalam lemak dan hormon steroid. Keberadaan sterol dalam
tubuh akan menurunkan absorpsi kolesterol di saluran cerna dan
meningkatkan ekskresinya di saluran empedu (Paramawati, 2016).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Babatunde AP tahun 2012
juga membuktikan bahwa daun alpukat memiliki elemen mineral yang
penting manfaatnya bagi kesehatan. Tanaman ini memiliki kandungan
natrium, kalium, kalsium, magnesium, fosfor dan mineral lainnya
(Babatunde, 2012).
20
Tabel 3. Kandungan mineral daun alpukat (Persea americana Mill) per
100 gram
Senyawa Kimia Kadar per 100 gram
Sodium 80.42±9.12
Calcium 56.13±3.31
Magnesium 75.60±13.31
Phosphorus 48.98±5.50
Potassium 148.92±0.12
Zinc 7.21±2.62
Magnese 4.84±0.13
Sumber: Arukwe et al, 2012.
Daun alpukat memiliki kandungan kalium yang tinggi. Kalium
diperlukan untuk keseimbangan elektrolit dan mengontrol tekanan darah.
Hal ini dapat menjadi dasar penggunaan daun alpukat untuk
menyembuhkan tekanan darah tinggi. Kalsium, magnesium, dan fosfor
juga penting untuk kesehatan manusia. Mineral-mineral tersebut berguna
untuk pembentukan tulang dan gigi, pembentukan bekuan darah,
pembentukan siklik AMP dan second messenger lain, untuk mekanisme
tubuh. Zinc berperan dalam proses penyembuhan luka, besi diketahui
berguna dalam pembentukan heme, sedangkan mangan dan tembaga
digunakan untuk membantu absorbsi besi di dalam tubuh (Arukwe et al.,
2012).
21
B. Tinjauan Umum Tentang Hipertensi
Menurut Casey (2012) tekanan darah adalah jumlah gaya yang
diberikan oleh darah di bagian dalam pembuluh arteri saat darah dipompa
ke seluruh peredaran darah. Sama halnya dengan Susanto (2010)
menyatakan bahwa tekanan darah tidak pernah konstan dan dapat
berubah drastis dalm hitungan detik, menyesuaikan diri dengan tuntutan
pada saat itu. Tekanan darah dihasilkan oleh kekuatan jantung ketika
memompa darah. Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan
penyakit kronik akibat desakan darah yang berlebihan dan hampir tidak
konstan pada pembuluh darah arteri, berkaitan dengan meningkatnya
tekanan pada arterial sistemik, baik diastolik maupun sistolik, atau bahkan
keduanya secara terus-menerus (Dwi, 2016).
1. Etiologi
Hipertensi merupakan tekanan darah diastolik atau sistolik,
ditemukan dalam dua tipe: hipertensi esensial (primer) yang paling sering
terjadi, dan hipertensi sekunder, yang disebabkan oleh penyakit renal
atau penyebab lain yang dapat diidentifikasi. Hipertensi malignan adalah
bentuk hipertensi yang berat, fulminan, dan sering dijumpai pada kedua
tipe hipertensi tersebut. Hipertensi merupakan penyebab utama stroke,
penyakit jantung, dan gagal ginjal (Kowala, 2011)
Hipertensi primer (esensial) biasanya dimulai secara berangsur-
angsur tanpa keluhan dan gejala sebagai penyakit benigna yang secara
22
perlahan-perlahan berlanjut menjadi keadaan yang melignan. Jika tidak
diobati, kasus-kasus yang ringan sekalipun dapat menimbulkan
komplikasi berat dan kematian. Penanganan hipertensi yang dikelola
dengan cermat, yang meliputi modifikasi gaya hidup serta pemakaian
obat-obatan akan memperbaiki prognosis. Apabila tidak ditangani,
hipertensi memiliki angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Kenaikan
tekanan darah yang berat (krisis hipertensi) dapat berakibat kematian.
Faktor risiko untuk hipertensi primer karena adanya riwayat keluarga, usia
yang bertambah lanjut, dan sleep apnea.
Kewaspadaan klinis pada penderita hipertensi yang sudah lanjut
usia (lansia) yang hanya dapat menderita hipertensi sistolik saja (Istolated
Systolic Hypertension, ISH) dengan tekanan darah sistolik yang tinggi
karena keadaan ateroklerosis menyebabkan pembuluh arteri yang besar
kehilangan kelenturan. Sebelumnya, ISH dianggap sebagai bagian normal
dalam proses penuaan dan tidak perlu diobati. Namun, dalam hasil
penelitian berjudul Systolic Hypertension in the Elderly Program,
ditemukan bahwa pengobatan ISH dengan obat-obatan antihipertensi
dapat menurunkan insidensi stroke, penyakit jantung (PJK), dan gagal
jantung kiri.
2. Patofisiologi
Tekanan darah arteri merupakan produk total resistensi perifer dan
curah jantung. Curah jantung meningkat karena keadaan yang
23
meningkatkan frekuensi jantung, volume sekuncupnya atau keduanya.
Resistensi perifer meningkat karena faktor-faktor yang meningkatkan
viskositas darah atau yang menurunkan ukuran lumen pembuluh darah,
khususnya pembuluh arteriol. Beberapa teori membantu menjelaskan
terjadinya hipertensi. Teori-teori tersebut meliputi (Kowala, 2011):
a. Perubahan pada bantalan dinding pembuluh darah arteriolar yang
menyebabkan peningkatan resistensi perifer.
b. Peningkatan tonus pada sistem saraf simpatik yang abnormal dan
berasal dari dalam pusat sistem motor, peningkatan tonus ini
menyebabkan peningkatan resistensi vaskuler perifer.
c. Penambahan volume darah yang terjadi karena disfungsi renal atau
hormonal.
d. Peningkatan penebalan dinding arteriol akibat faktor genetik yang
menyebabkan peningkatan resistensi vaskuler perifer.
e. Pelepasan renin yang abnoral sehingga terbentuk angiotensin II yang
menimbulkan konstriksi arteriol dan meningkatkan volume darah.
Hipertensi yang berlangsung lama akan meningkatkan beban kerja
jantung karena terjadi peningkatan resistensi terhadap ejeksi vertikel kiri.
Untuk meningkatkan kekuatan kontruksinya, vertikel kiri mengalami
hipertrofi sehingga kebutuhan jantung akan oksigen dan beban kerja
jantung meningkat. Dilatasi dan kegagalan jantung dapat terjadi ketika
keadaan hipertrofi tidak lagi mampu mempertahankan curah jantung yang
24
memadai. Karena hipertensi memicu proses aterosklerosis
arterikoronaria, maka jantung dapat memicu proses aterosklerosis arteri
koronaria, maka jantung dapat mengalami gangguan lebih lanjut akibat
penurunan aliran darah ke dalam miokardium sehingga timbul angina
pektoris atau infark miokard. Hipertensi juga menyebabkan kerusakan
pembuluh darah yang semakin mempercepat proses aterosklerosis serta
kerusakan organ, seperti cedera retina, gagal ginjal, stroke, dan
arieurisma serta diseksi aorta.
Patofisiologi hipertensi sekunder berhubungan dengan penyakit
yang mendasari, sebagai contoh:
a. Penyebab hipertensi sekunder yang paling sering adalah penyakit
ginjal kronis. Serangan pada ginjal akibat glomerulonefritis kronis atau
stenosis arteri renalis akan menganggu ekskresi natrium, sistem renin-
angiotensin-aldosteron, atau perfusi renal sehingga tekanan darah
meningkat.
b. Pada sindrom Cushing, peningkatan kadar kortisol akan menaikkan
tekanan darah melalui peningkatan retensi natrium renal, kadar
angiotensin II, dan respons vaskuler terhadap norepinefrin.
c. Pada aldosteronisme primer, penambahan volume intravaskuler,
perubahan konsentrasi natrium dalam dinding pembuluh darah, atau
kadar aldosteron yang terlampau tinggi menyebabkan vasokonstriksi
dan peningkatan resistensi.
25
d. Feokromositoma merupakan tumor sel kromafin mendula yang
menyekresi epinefrin dan norepinefrin. Epinefrin meningkatkan
kontraktilitas dan frekuensi jantung sementara norepinefrin
meningkatkan resitensi vaskuler perifer.
3. Tanda dan Gejala
Meskipun hipertensi sering tanpa gejala (aimptomatik), namun tanda
klinis berikut ini dapat terjadi (Kowala, 2011):
a. Hasil pengukuran tekanan darah yang menunjukkan kenaikan pada
dua kali pengukuran secara berurutan sesudah dilakukan pemeriksaan
pendahuluan, untuk kasus pada penderita yang memiliki umur lanjut
(lansia) yang memiliki sela auskultatori yang lebar, sela antara bunyi
korotkoff pertama dan bunyi berikutnya, maka jika manset alat
tensimeter tidak dipompa cukup tinggi, bunyi pertama dapat terlewati
sehingga terjadi hasil pengukuran tekanan sistolik di bawah nilai yang
diperkirakan. Untuk menghindari agar bunyi korotkoff pertama tidak
terlewati, lakukan dahulu palpasi denyut nadi radialis dan kemudian
manset tensimeter dipompa sampai kurang lebih 20 mm di atas saat
denyut nadi menghilang.
b. Nyeri kepala oksipital (yang bisa semakin parah pada saat bangun di
pagi hari karena terjadi peningkatan tekanan intrakranial): nausea, dan
vomitus dapat pula terjadi.
26
c. Epistaksis yang mungkin terjadi karena kelainan vaskuler akibat
hipertensi.
d. Bruitis (bising pembuluh darah yang dapat terdengar didaerah aorta
abdominalis atau arteri karotis, arteri renalis dan femoralis);
bisingpembuluh darah ini disebabkan oleh stenosis atau aneurisma.
e. Perasaan pening, bingung, dan keletihan yang disebabkan oleh
penurunan perfusi darah akibat vasokontruksi pembuluh darah.
f. Penglihatan yang kabur akibat kerusakan retina.
g. Nokturia yang disebabkan oleh peningkatan aliran darah ke ginjal dan
peningkatan filtrasi oleh glomerulus.
h. Endema yang disebabkan oleh peningkatan tekanan kapiler.
4. Regulasi Tekanan Darah
Hipertensi dapat terjadi karena gangguan pada salah satu
mekanisme intrinsik sebagai berikut (Kowala, 2011):
a. Sistem Renin-angiotensin
Sistem renin-angiotensin bekerja untuk meningkatkan tekanan
darah melalui mekanisme ini:
1) Deplesi natrium, penurunan tekanan darah, dan dehidrasi
menstimulasi pelepasam renin.
2) Renin bereaksi dengan angiotensin yang merupakan enzim hati dan
mengubahnya menjadi angitensin I yang meningkatkan preload
serta afterload.
27
3) Angitensin I berubah menjadi angitensin II di dalam paru-paru,
angitensin II merupakan vasokonstriktor poten yang target kerjanya
adalah arteriol.
4) Angitensin II bekerja untuk meningkatkan preload dan afterload
dengan menstimulasi korteks adrenal agar menyekresi aldosteron;
ini meningkatkan volume darah dengan menahan natrium dan air.
b. Autoregulasi
Bebarapa mekanisme intrinsik bekerja untuk mengubah diameter
arteri guna mempertahankan perfusi jaringan dan organ sekalipun
terjadi fluktuasi pada tekanan darah. Mekanisme ini meliputi relaksasi
stres dan perpindahan cairan kapiler.
1) Pada relaksasi stres, pembuluh darah secara berangsur berdilatasi
mengurangi resistensi perifer terjadi peningkatan tekanan darah.
2) Pada perpindahan cairan kapiler, plasma mengalir antara pembuluh
darah dan ruang ekstravaskuler untuk mempertahankan volume
intravaskuler.
c. Sistem Saraf Simpatik
Ketika terjadi penurunan tekanan darah, baroreseptor dalam arkus
aorta dan sinus karotikus akan mengurangi inhibisinya pada pusat
vasomotor dalam medula oblongata. Peningkatan stimulasi saraf
simpatik yang ditimbulkan oleh norepinefrin pada jantung akan
meningkatkan curah jantung dengan menambah kekuatan kontraksi
28
jantung sehingga terjadi kenaikan frekuensi jantung dan peningkatan
resistensi perifer karena vasokonstriksi. Stres dapat pula menstimulasi
sistem saraf simpatik untuk meningkatan curah jantung dan resistensi
vaskuler perifer.
d. Hormon Antidiuretik
Pelepasan hormon antidiuretik dapat meregulasi hipotensi melalui
peningkatan reabsorpsi air oleh ginjal. Dengan terjadinya reabsorpsi,
volume plasma darah meningkat sehingga terjadi kenaikan tekanan
darah.
5. Klasifikasi Hasil Pengukuran Tekanan Darah
Pada tahun 1997, National Institutes of Health mempublikasikan
suatu metode hasil revisi untuk mengklasifikasikan tekanan darah
berdasarkan stadiumnya. Kategori sebelumnya-ringan, sedang, berat dan
sangat berat, masing-masing diganti dengan stadium satu hingga empat.
Penggantian kategori ini sebagian dilakukan karena istilah “ringan” dan
“sedang” yang lama tidak berhasil menyampaikan dampak sebenarnya
tekanan darah tinggi pada risiko terjadinya penyakit kardiovaskuler.
Kategori yang sudah direvisi ini didasarkan pada hasil rata-rata dua kali
pengukuran atau lebih pada kunjungan terpisah sesudah pemeriksaan
skrining pendahuluan. Klasifikasi kategori tersebut diterapkan pada
dewasa berusia 18 tahun atau lebih dan belum menggunakan obat-
obatan antihipertensi serta belum mengalami sakit yang akut (Jika hasil
29
pengukuran tekanan sistolik dan diastolik tergolong ke dalam kategori
yang berbeda, gunakan hasil pengukuran tertinggi untuk
mengklasifikasikan hasil pengukuran tersebut. Sebagai contoh, hasil
pengukuran 160/92 mmHg harus diklasifikasikan sebagai stadium 2
(Kowala, 2011).
Tekanan darah optimal sehubungan dengan risiko kardiovaskuler
adalah tekanan sistolik <120 mmHg dan tekanan diastolik < 80 mmHg.
Hipertensi sistolik tersendiri (isolated systolic hypertension) merupakan
keadaan hipertensi dengan tekanan sistolik 140 mmHg atau lebih dan
tekanan diastolik di atas 90 mmHg. Di samping klasifikasi stadium
hipertensi berdasarkan hasil pengukuran tekanan darah rata-rata, dokter
harus pula memperhatikan penyakit pada target organ dan faktor risiko
tambahan. Sebagai contoh, seseorang pasien diabetes dan hipertrofi
vertikel kiri dengan tekanan darah 144/98 mmHg harus diklasifikasi
sebagai “hipertensi stadium I disertai penyakit pada target organ
(hipertropi vartikel kiri) dan faktor risiko utama lain diabetes (Kowala,
2011).
Untuk klasifikasi Hipertensi berdasarkan The Joint nasional
Comitte on Prevention, Detection evaluation, and Treatment of High
Bloodpressure (JNC VI) dan WHO/International Society of Hypertension
guidelines subcommittes menyatakan bahwa tekanan darah sistolik dan
diastolik keduanya digunakan untuk klasifikasi hipertensi, dimana sistol
30
diastolik terdiagnosis apabila TDS ≥ 140 mmHg dan TDD ≥ 90 mmHg.
Hipertensi sistolik terisolasi (HST) adalah bila TDS ≥ 140 mmHg dengan
TDD < 90 mmHg (Kowala, 2011).
Tabel 4. Kalsifikasi tekanan darah (mmHg) menurut WHO
Kategori Sistolik Distolik
Optimal < 120 mmHg < 80 mmHg
Normal < 130 mmHg < 85 mmHg
Normal tinggi atau Pra-Hipertensi 130-139 mmHg 85- 89 mmHg
Hipertensi
Hipertensi derajat 1 (ringan) 140-159 mmHg 90-99 mmHg
Sub kelompok (borderline) 140-149 mmHg 90-94 mmHg
Hipertensi derajat 2 (sedang) 160-179 mmHg 100-109 mmHg
Hipertensi derajat 3 (berat) ≥ 180 mmHg ≥ 110
Hipertensi sistolik terisolasi ≥ 140 mmHg <90 mmHg
Sub kelompok (borderline) 140-149 mmHg <90 mmHg
Sumber: Kowala, 2011.
Dalam pengukuran tekanan darah ada beberapa hal yang perlu
diperhatrikan, yaitu (Gunawan, 2007) :
a) Pengukuran tekanan darah boleh dilaksanakan pada posisi duduk
ataupun berbaring. Namun yang penting lengan tanga harus dapat
diletakkan dengan santai.
b) Pengukuran tekanan darah dalam posisi duduk, akan memberikan
angka yang agak lebih tinggi dibandingkan dengan posisi berbaring
meskipun selisihnya relatif kecil.
31
c) Tekanan darah juga dipengaruhi kondisi saat pengukuran. Pada orang
yang bangun tidur, akan didapatkan tekanan darah paling rendah.
Tekanan darah yang diukur setelah berjalan kaki aktifitas fisik lain
akan memberi angka yang lebih tinggi. Di samping itu, juga tidak boleh
merokok atau minum kopi karena merokok atau minum kopi akan
menyebabkan tekanan darah sedikit naik.
d) Pada pemeriksaan kesehatan, sebaiknya tekanan darah diukur 2 atau
3 kali berturut-turut, dan pada detakan yang terdengar tegas pertama
kali mulai dihitung. Jika hasilnya berbeda maka nilai yang dinilai
adalah nilai yang terendah.
e) Ukuran manset harus sesuai dengan lingkar lengan bagian
mengembang harus melingkari 80% lengan dan mencakup lengan.
6. Faktor Risiko Hipertensi
Ada banyak hal yang berkontribusi terhadap individu mengalami
tekanan darah tinggi. Hal-hal ini secara kolektif disebut faktor risiko.
Banyak penyakit memiliki faktor risiko penting, tidak terkecuali penyakit
hipertensi.
a. Faktor yang tidak dapat dikontrol
1) Riwayat Keluarga
Peran faktor genetik terhadap timbulnya hipertensi terbukti
dengan ditemukannya gen resesif dari orang tua penderita
hipertensi yang diturunkan kepada generasi berikutnya. Penurunan
32
sifat baku tersebut dapat langsung menurun kepada anak-anaknya
dan generasi selanjutnya, angka probabilitasnya tidak dapat
dipastikan secara matematis, tetapi kecenderungan untuk
menurunkan sifat resesif tersebut ada. Jika orangtua atau saudara
sekandung merupakan penderita hipertensi, maka anak atau
saudara dari penderita tersebut berpeluang besar untuk mengalami
penyakit yang sama. Begitu juga pada bayi yang dilahirkan oleh ibu
yang mengalami hipertensi gestantional (hipertensi yang terjadi saat
masa kehamilan), ketika dewasa berisiko tinggi mengalami
hipertensi (Lingga, 2012).
Hipertensi juga terbukti dipengaruhi oleh peran faktor genetik
terbukti dengan ditemukannya kejadian bahwa hipertensi lebih
banyak pada kembar monozigot (satu sel telur) daripada heterozigot
(berbeda sel telur). Seorang penderita yang mempunyai sifat
genetik hipertensi primer (esensial) apabila dibiarkan secara
alamiah tanpa intervensi terapi, bersama lingkungannya akan
menyebabkan hipertensinya berkembang dan dalam waktu sekitar
30-20 tahun akan timbul tanda dan gejala (Qiu et al., 2003)
Penelitian yang dilakukan oleh Nasta (2015) juga
membuktikan bahwa penderita hipertensi yang memiliki riwayat
keluarga dengan penyakit hipertensi menunjukkan nilai yang
signifikan sebagai faktor risiko hipertensi (p <0,0001, Odds ratio
33
2.31) dari total sampel hipertensi, 66,5% memiliki riwayat keluarga
hipertensi. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
sapitri tahun 2016, menunjukkan bahwa mayoritas responden
hipertensi keluarga sebanyak 71,8%. Keluarga yang memiliki
hipertensi dan penyakit jantung meningkatkan risiko hipertensi 2
sampai 5 kali lipat (Nasta, 2015)
2) Umur
Hipertensi tidak pandang bulu siapa saja dapat mengalaminya,
penyakit ini umumnya dialami oleh orang dewasa, namun oleh
sebab tertentu anak-anak juga dapat mengalami hipertensi misalnya
karena kondisi bawaan terkait dengan ketidakmampuan tubuhnya
menghasilkan nitrogen monoksida atau karena mengalami kelainan
ginjal. Secara alamiah, tekanan darah anak-anak lebih rendah
daripada tekanan darah orang dewasa. Tekanan darah tersebut
akan meningkatkan sejalan dengan pertambahan usia. Anak usia 8-
12 tahun setiap tahun mengalami peningkatan tekanan darah
sistolik sebesar 0,44 mmHg dan tekanan darah diastolik sebesar
2,90 mmHg dan tekanan darah diastolik sebesar 2,90 mmHg.
Sementara itu remaja berusia 13-17 tahun mengalami peningkatan
tekanan darah sistolik sebesar 0,33 mmHg per tahun dan tekanan
darah diastolik sebesar 1,81 mmHg per tahun. Tidak hanya orang
34
dewasa para remaja juga berpotensi mengalami tekanan darah
tinggi. (Lingga, 2012).
Lingga (2012) juga mengungkapkan bahwa risiko hipertensi
memiliki hubungan linear dengan pertambahan usia dimana
hipertensi umumnya dialami oleh orang tua karena pertambahan
usia menyebabkan tekanan darah meningkat dan berpotensi
mengalami hipertensi. pada usia paruh baya, pria memiliki
kecenderungan hipertensi lebih besar daripada wanita. Namun,
setelah memasuki usia 60 tahun, wanita lebih berisiko menderita
hipertensi ketimbang pria. Risiko hipertensi berjalan sesuai
pertambahan usia. Sebuah studi epidemiologi Framingham Heart
Prevention berhasil mendata risiko hipertensi manula di seluruh
dunia. Hasilnya terungkap, individu dewasa yang berusia di bawah
60 tahun, 27% di antaranya mengalami tekanan darah tinggi
dengan tekanan darah rata-rata 140-90 mmHg, sedangkan 20%
dari mereka memiliki tekanan darah sebesar 160/100 mmHg.
Sementara itu, pada individu yang berusia lebih dari 80 tahun,
hanya 7% yang memiliki tekanan darah normal. Sebagian besar dari
mereka adalah penderita hipertensi dengan tekanan darah rata-rata
160/100 mmHg. Sedangkan menurut Tambayong (2000) berikut ini
merupakan klasifikasi tekanan darah seseorang berdasarkan
kelompok umur :
35
Tabel 5. Kalsifikasi tekanan darah menurut kelompok umur
No. Kelompok Umur Normal (mmHg) Hipertensi
(mmHg)
1. Bayi 80/40 mm Hg
90/60 mm Hg
2. Anak 7-11 tahun 100/60 mmHg 120/80 mmHg
3. Remaja 12-17tahun 115-70 mmHg 130/80 mmHg
4. Dewasa awal 20-45
tahun
120-125/75-80
mmHg
135/ 90 mmHg
5. Dewasa akhir 45-65
tahun
135-140/85 mmHg 140-160/90-95
mmHg
6. Lansia > 65 tahun 150/85 mmHg 160/95 mmHg
Sumber: Tambayong Jan, 2000.
3) Jenis Kelamin
Prevalensi terjadinya hipertensi pada pria hampir sama dengan
wanita. Namun wanita terlindungi dari penyakit kardiovaskuler
sebelum monopouse. Wanita yang belum mengalami monopouse
dilindungi oleh hormon estrogen yang berperan dalam peningkatan
kadar High Density Lipoprotein (HDL). Menurut penelitian dari Saptri
tahun 2016, menunjukkan bahwa ada hubungan antara jenis
kelamin dengan kejadian hipertensi. Jenis kelamin terbanyak pada
laki-laki 56,4%. Penelitian yang juga dilakukan oleh Evertt (2015) di
Amerika menunjukkan bahawa laki-laki lebih banyak menderita
36
penyakit hipertensi karena kesadaran pria untuk menjaga kesehatan
dan memeriksakan diri ke pusat kesehatan lebih rendah, sedangkan
wanita lebih memiliki kesadaran untuk menjaga kesehatan melalui
pola hidup dan lebih rutin untuk memeriksakan kesehatan mereka
sebagai pencegahan dini dan mengurangi risiko penyakit
kardiovaskular (Everett & Zajacova, 2016).
Berdasarkan data profil kesehatan Sulawesi Selatan tahun
2014, perempuan yang datang kepusat kesehatan dan
memeriksakan tekanan darahnya sebanyak 41,89% dibandingkan
dengan laki-laki hanya 37%. Sedangkan khusus untuk kabupaten
toraja utara sendiri, perempuan yang datang ke tempat-tempat
kesehatan dan memeriksakan tekanan darah mereka lebih banyak
yaitu 72% dibanding laki-laki yang hanya 58% (Dinkes Provinsi
SulSel, 2014)
4) Etnis
Faktor etnis yang diperkirakan sebagai salah satu penyebab
hipertensi sampai saat ini belum didefenisikan berperan dalam
tekanan darah tinggi. Etnis disertakan hampir pada semua faktor
risiko tekanan darah tinggi dan ada kemungkinan didasari karena
beberapa komponen genetika karena gen dari ras tertentu memiliki
kecenderungan yang tinggi untuk menjadi penderita hipertensi. Ras
yang membawa gen resesif kuat terkait hipertensi adalah ras Afrika
37
dan Afrika-Amerika, pada sebuah studi epidemiologi
mengungkapkan fakta bahwa ras keturunan Afrika-Amerika memiliki
risiko hipertensi sebesar 31,6%, ras Hispanik sebesar 19%, Asia
sebesar 16%, dan kulit putih sebesar 20,5%, dimana ras Afrika-
Amerika yang memiliki gen resesif tersebut terhadap makanan dan
stress neurologi (Lingga, 2012).
b. Faktor yang tidak dapat dikontrol
1) Obesitas
Salah satu pemicu percepatan hipertensi adalah obesitas. Pada
anak-anak yang mengalami obesitas, 30% dari mereka mengalami
tekanan darah tinggi ketika beranjak dewasa. Bagi anak-anak yang
sering mengalami tekanan darah tinggi. Saat dewasa kelak,
mereka berpeluang besar menderita hipertensi. risiko tersebut
semakin besar jika memiliki garis keturunan penderita hipertensi
(Lingga, 2012).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Mannan tahun
2012, obesitas merupakan keadaan kelebihan berat badan sebesar
20% atau lebih dari berat badan ideal. Obesitas mempunyai
korelasi positif dengan hipertensi. Anak-anak remaja yang
mengalami kegemukan cenderung mengalami hipertensi, diduga
meningkatnya berat badan normal relatif sebesar 10 %
mengakibatkan kenaikan tekanan darah 7 mmHg. Penyelidikan
38
epidemiologi membuktikan obesitas merupakan ciri khas pada
populasi pasien hipertensi. curah jantung dan volume darah pasien
obesitas dengan hipertensi lebih tinggi dibandingkan penderita
yang mempunyai berat badan normal dengan tekanan darah yang
setara. Akibat obesitas, para penderita cenderung menderita
penyakit kardiovaskuler, hipertensi dan diabetes mellitus (Mannan,
2012). Hal ini juga dibuktikan melalui penelitian yang dilakukan
oleh sapitri di Kota Pekanbaru menunjukkan bahwa orang dengan
obesitas (IMT>25) berisiko menderita hipertensi sebesar 6,47 kali
dibanding dengan orang yang tidak obesitas (Sapitri, 2016).
2) Pola Asupan Garam
Garam merupakan faktor penting dalam pathogenisis hipertensi.
hipertensi hampir tidak pernah ditemukan pada suku bangsa
dengan asupan garam rendah. Apabila asupan garam antara 5-15
g/hr prevalensi hipertensi meningkat menjadi 15-20%. Menurut
Depkes RI, klasifikasi dari banyaknya asupan natrium yang
dikonsumsi sehari-hari yaitu tinggi; jika ≥6 gr sehari atau >3 sdt dan
normal: jika <6 gr sehari atau ≤3 sdt. Hal ini sejalan dengan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Raihan di Pesisir Rumbai
Kabupaten Pekanbaru, menunjukkan bahwa terdapat hubungan
bermakna antara pola asupan garam dengan kejadian hipertensi
(Raihan, 2014).
39
Pengaruh asupan garam terhadap hipertensi terjadi melalui
peningkatan volume plasma, curah jantung dan tekanan darah.
Konsumsi garam yang dianjurkan tidak lebih dari 6 gr/hr yang
setara dengan 110 mmol natrium atau 2400 mg/hr, asupan natrium
yang tinggi dapat menyebabkan tubuh meretensi cairan sehingga
meningkatkan volume darah (Armilawaty, 2007). Sedangkan
berdasarkan data Riskesdas tahun 2013, dari data yang diperoleh
terdapat peningkatan konsumsi makanan berisiko seperti makanan
asin >1 sehari, dari tahun 2007 sebesar 24,5% hingga tahun 2013
sebanyak 26,2%.
Hal ini juga dibuktikan pada studi epidemiologi klinik yang
menyatakan bahwa natrium yang berlebihan merupakan faktor
risiko hipertensi dimana kelompok yang diberikan asupan sodium
rendah mengalami penurunan tekanan darah sistolik dengan 0,844
mmHg dan tekanan darah diastolik 0,87 mmHg. Beberapa
organisasi kesehatan utama termasuk Departemen Pertanian
Amerika Serikat, Departemen Kesehatan dan Layanan Manusia,
Akademi Gizi dan Diet, dan Organisasi Diabetes di Amerika
memberikan rekomendasi konsensus bahwa manusia harus
membatasi diri untuk 1500 mg asupan natrium, dengan tidak lebih
dari 2.300 mg per hari. Selain itu, untuk beberapa populasi khusus,
asupan natrium yang berlebihan dapat dikaitkan dengan hasil
40
kesehatan yang lebih buruk dan potensi efek sampingnya dapat
mengakibatkan perubahan yang tidak sehat di tingkat lipid darah
dan katekolamin, dan penurunan fungsi ginjal (Yuan, 2016).
3) Alkohol
Salah satu faktor risiko dari penyakit hipertensi adalah konsumsi
alkohol. Konsumsi alkohol di dunia menyebabkan kematian lebih
dari 3,3 juta orang setiap tahunnya atau 5,9% dari semua kematian
(WHO, 2014). Menurut Hasil Riskesdas tahun 2007 di Indonesia
prevalensi konsumsi alkohol nasional adalah 4,6%, pada laki-laki
8,8% dan perempuan 0,5%. Mengkonsumsi alkohol Darah akan
menjadi kental sehingga jantung akan dipaksa bekerja lebih kuat
lagi agar darah yang sampai ke jaringan mencukupi. Begitu juga
dengan mengkonsumsi alkohol secara berlebihan akan
meningkatkan syaraf simpatis karena dapat meransang sekresi
Conticotropin Releasing Hormeone (CHR) yang berujung pada
peningkatan tekanan darah (Komaling, 2013)
4) Merokok
Faktor risiko penyakit hipertensi lainnya adalah merokok. Dari
Hasil Riskesdas tahun 2013 tampak bahwa proporsi terbanyak
perokok aktif setiap hari pada umur 30-34 tahun sebesar 33,4 %,
umur 35-39 tahun 32,2 %, sedangkan proporsi perokok setiap hari
pada laki-laki lebih banyak di bandingkan perokok perempuan
41
(47,5% banding 1,1%). Menurut Siteopeo (1997) merokok
merupakan salah satu penyebab dari hipertensi. Rokok yang
dihisap dapat mengakibatkan peningkatan tekanan darah. Rokok
akan mengakibatkan vasokontriksi pembuluh darah perifer dan
pembuluh diginjal sehingga terjadi peningkatan tekanan darah.
Merokok sebatang setiap hari akan meningkatkan tekanan sistolik
10-25 mmHg dan menambah detak jantung 5-20 kali permenit.
Merokok secara aktif maupun pasif pada dasarnya menghisap
CO(karbonmonoksida) yang bersifat merugikan yaitu menyebabkan
pasokan oksigen kejaringan menjadi berkurang. Sel tubuh yang
kekurangan oksigen akan berusaha memenuhi oksigen melaui
kompensasi pembuluh darah dengan jalan menciut atau spasme
dan mengakibatkan meningkatnya tekanan darah. Bila proses
spasme berlangsung lama dan terus menerus maka pembuluh
darah akan mudah rusak dengan terjadinya proses atrosklerosis
(Ramadi, 2012)
Sedangkan pada pasien hipertensi yang bukan perokok,
tekanan darah tinggi dapat disebabkan karena faktorgenetik, defek
dalam sekresi Na, peningkatan Ca dan Na intravaskuler, obesitas,
penyakit ginjal dan faktor resiko lainnya yang menyebabkan
peningkatan tekanan darah. Walaupun etiologi hipertensi antara
42
perokok dan bukan perokok berbeda, namun secara umum
penanganan hipertensi secara umum tetap sama (Ramadi, 2012).
5) Stres
Stres diyakini memiliki hubungan dengan memiliki hubungan
dengan hipertensi. Hal ini karena melalui aktivitas syaraf simpatis
yang dapat meningkatkan tekanan darah secara intermiten.
Disamping itu juga dapat merangsang kelenjar anak ginjal
melepaskan hormon adrenalin dan memicu jantung berdenyut lebih
cepat serta lebih kuat, sehingga tekanan darah akan meningkat.
Jika sterss berlangsung cukup lama, tubuh akan berusaha
mengadakan penyesuian sehingga timbul kelainan organis atau
perubahan patologis. Gejala yang akan muncul berupa hipertensi
atau penyakit maag. Stress dapat meningkatkan darah untuk
sementara waktu dan bila stress sudah hilang tekanan darah bisa
normal kembali (Lingga, 2012). Hasil penelitian yang dilakukan oleh
Rong menunjukkan bahwa orang yang stress diakibatkan karena
status pekerjaan yang berat berisiko 1,09 kali untuk menderita
hipertensi (Li et al., 2017)
7. Pencegahan dan pengobatan Hipertensi
Departemen Kesehatan tahun 2006 mencanakan tentang
pentingnya pencegahan dan pengobatan hipertensi yang bertujuan untuk
menurunkan mortalitas dan morbiditas yang berhubungan dengan
43
hipertensi. Mortalitas dan morbiditas ini berhubungan dengan kerusakan
organ target misalnya kejadian kardiovaskuler atau serebrovaskuler,
gagal jantung, dan penyakit ginjal (Departemen Kesehatan RI, 2006).
a. Terapi farmakologi
Penanganan berdasarkan National Institutes of Health
merekomendasikan pendekatan berikut ini dalam penanganan
hipertensi primer untuk terapi farmakologi maka pasien yang
menderita hipertensi memulai denga terapi obat. Terapi obat bersifat
individu dan diarahkan oleh penyakit yang menyertai. Obat-obat yang
disukai meliputi prepatur duretik, inhibitor ACE, atau beta-bloker.
Semua obat ini terbukti efektif untuk menurunkan angka morbiditas
kardiovaskuler. Jika pengobatan dengan preparat diuretik, inhibitor
ACE, atau beta-bloker tidak efektif atau tidak bisa diterima, dokter
dapat meresepkan preparat antagonis kalsium, penyekat reseptor–
alfa, atau penyekat alfa-beta. Meskipun efektif untuk menurunkan
tekanan darah, obat-obat ini belum terbukti efektif menurunkan angka
morbiditas dan mortalitas. Jika melalui pengobatan tersebut pasien
dengan hipertensi belum mengalami penurunan tekanan darah yang
diinginkan atau tidak mengalami kemajuan yang berarti, tingkatkan
dosis obat atau ganti obat dari golongan yang berbeda, dan jika
penanganan tersebut belum berhasil untuk menurunkan tekanan
darah pasien hipertensi sesuai yang diinginkan atau tidak mengalami
44
kemajuan yang berarti maka tambahkan pengobatan dengan preparat
kedua atau dengan preparat ketiga atau dengan preparat diuretik (jika
golongan ini belum diberikan), preparat kedua atau ketiga dapat
berupa preparat vasadilator, antagonis-alfa, antagonis neuron
adrenergik yang kerjanya perifer, inhibitor ACE atau penghambat
kanal kalsium (Kowala, 2011).
Penanganan hipertensi sekunder berfokus pada koreksi
penyebab yang mendasari dan pengendalian efek hipertensi. secara
khas kegawatan hipertensi memerlukan pemberian obat-obatan
golongan vasodilator atau inhibitor adrenergik secara perenteral atau
pemberian per oral obat pilihan seperti nifedipine, kaptopril, klonidin,
atau labetalol untuk menurunkan tekanan darah dengan cepat. Tujuan
awal adalah penurunan tekanan darah arterial rat-rata sampai tidak
lebih dari 25% (dalam waktu beberapa menit hingga beberapa jam),
kemudian penurunan lebih lanjut hingga tekanan dicapai 160/110
mmHg dalam waktu dua jam seraya menghidari penurunan tekanan
darah yang berlebihan karena keadaan ini dapat menimbulkan iskemia
renal, selebral, atau miokard. Contoh–contoh kegawatan hipertensi
meliputi ensefalopati hipertensi, perdarahan intrakranial, gagal jantung
kiri yang akut, disertai edema paru dan aneurisma aorta dssecting.
Kegawatan hipertensi juga menyertai keadaan eklamsia atau
hipertensi berat yang ditimbulkan oleh kehamilan, angina tidak stabil,
45
dan infark akut miokard. Hipertensi tenpa gejala yang menyertai
ataupun tanpa penyakit pada organ target jarang memerlukan terapi
atau pengobatan kedaruratan (Kowala, 2011).
b. Terapi non farmakologis
Pengobatan non farkomologis sama pentingnya dengan
pengobatan farmokologis, pengobatan non farmokolgis juga
bermanfaat pada pengobatan hipertensi, terapi non farkomologis
merupakan penanganan awal sebelum penmbahan obat-obatan
hipertensi, disamping perlu diperhatikan oleh seorang yang sedang
dalam terapi obat, pada pasien hipertensi yang terkontrol, pendekatan
non farmokologis ini dapat membantu pengurangan dosis obat pada
sebagian penderita. Menurut National Institutes of Health
merekomendasikan penanganan pasien hipertensi dengan modifikasi
gaya hidup yang meliputi penurunan berat badan melaui diet rendah
garam atau kolesterol karena dengan mengurangi berat badan dapat
pula mengurangi beban kerja jantung sehingga kecepatan denyut
jantung dan volume sekuncup juga berkurang. Pengurangan asupan
alkohol dan berhenti merokok juga sangat penting, berhenti merokok
penting untuk mengurangi efek jangka panjang hipertensi karena asap
rokok diketahui menurunkan aliran darah ke berbagai organ dan dapat
meningkatkan kerja jantung (Kowala, 2011). Latihan fisik secara
teratur merupakan salah satu cara dalam penanganan penyakit
46
hipertensi secara non farmakologi, latihan fisik sangat berpengaruh
bagi penyandang hipertensi dalam meningkatkan imunitas tubuh
setelah latihan teratur, mengatur kadar glukosa darah, mencegah
kegemukan, meningkatkan sensitivitas reseptor insulin, menormalkan
tekanan darah serta meningkatkan kemampuan kerja. Senam aerobik
dapat membantu memperbaiki profil lemak darah, menurunkan
kolesterol total, Low Density Lipoprotein (LDL), trigliserida dan
menaikkan High Density Lipoprotein (HDL) serta memperbaiki sistem
hemostatis dan tekanan darah (Lumempouw, 2016)
Salah satu penanganan hipertensi secara non farkomologi
termasuk juga terapi komplomenter salah satu dari terapi
komplementer yaitu terapi herbal yang pengobatannya menggunakan
bahan-bahan alami yang ada disekitar kita. Pengobatan ilmiah
biasanya tidak memiliki efek samping tetapi pengobatannya tidak bisa
secara langsung, perlu kesabaran, ketelatenan, dan manfaatnya akan
kelihatan dalam jangka waktu panjang. Namun pengobatan ini lebih
aman, ekonomis dan disukai banyak orang, bahan-bahan alami yang
yang dengan kandungannya dapat mengobati hipertensi salah satunya
adalah daun alpukat (Persea Americana miller), pemanfaatan bahan
herbal untuk pengobatan dapat dilakukan dengan berbagai cara
seperti diseduh, dibuat ekstrak, dan dan direbus (Margowati, 2016).
Penyajian air daun alpukat yang dilakukan oleh beberapa peneliti
47
disajikan dalam keadaan dingin, sedangkan menurut penelitian yang
dilakukan oleh Sy Elmatris dkk,(2012) mengkonsumsi air hangat
sangat bermanfaat dalam menurunkan kadar gula dalam darah karena
dengan banyak minum air hangat akan mempercepat toxin atau racun
keluar melalui keringat dan urin begitu juga halnya dengan kadar
natrium dalam darah. Hal ini disebabkan karena dengan meminum air
hangat, air akan lebih cepat diserap oleh lambung begitu juga dengan
kaandungan kimia dan mineral dalam rebusan air daun alpukat yang
masih hangat akan lebih cepat diserap di dalam tubuh untuk
menurunkan tekanan darah pada penderita hipertensi. Secara ilmiah
air hangat mempunyai dampak fisiologi bagi tubuh. Pertama
berdampak pada pembuluh darah dimana hangatnya air membuat
sirkulasi darah menjadi lancar, yang kedua adalah faktor pembebanan
di dalam air yang akan menguatkan otot-otot dan ligament yang
mempengaruhi sendi tubuh.
C. Mekanisme Antihipertensi Senyawa Kimia dan Mineral Daun Alpukat
(Persea americana Mill)
Senyawa kimia dalam daun alpukat yang telah diketahui berperan
aktif dalam mekanisme antihipertensi antara lain flavonoid, saponin dan
alkaloid. Flavonoid merupakan salah satu golongan fenol terbesar yang
berada di alam. Senyawa tersebut dapat melindungi tubuh dari radikal
bebas melalui mekanisme antioksidan. Flavonoid mampu memperbaiki
48
fungsi endotel dan menghambat agregasi platelet. Efek ini merupakan
keuntungan flavonoid pada resiko penyakit kardiovaskuler (Gross, 2004).
Flavonoid akan mempengaruhi kerja dari Angiotensin Converting
Enzym (ACE). Penghambatan ACE akan menginhibisi perubahan
angiotensin I menjadi angiotensin II, yang menyebabkan vasodilatasi
sehingga tahanan resistensi perifer turun dan dapat menurunkan tekanan
darah. Efek lainnya dapat menyebabkan penurunan retensi air dan
garam oleh ginjal, sekresi aldosteron, dan sekresi Anti Diuretic Hormone
(ADH) oleh kelenjar hipopituitari. Sekresi aldosteron yang menurun
berefek terhadap penurunan retensi air dan garam oleh ginjal, sedangkan
penurunan sekresi ADH menyebabkan penurunan absorpsi air.
Penurunan retensi air dan garam serta absorpsi air menyebabkan volume
darah menurun, sehingga tekanan darah menurun (Loizzo et al., 2007).
Penelitian yang dilakukan oleh Muthia dkk (2017), daun alpukat yang di
uji aktivitas penghambatan ACE yang dilakukan pada kondisi suhu
inkubasi in vitro digunakan di 37 ° C, selama 60 menit dan pH 8,3.
Pengukuran aktivitas menggunakan spektrofotometer UV-Vis dari uji
aktivitas tersebut menunjukkan sebagai inhibitor ACE sebesar 29,52 +
5,95% dibandingkan tumbuhan lain yg diujikan.
Saponin memiliki khasiat diuretik dengan menurunkan volume
plasma dengan cara mengeluarkan air dan elektrolit terutama natrium,
49
sehingga pada akhirnya cardiac output menurun. Natrium dan air juga
dapat mempengaruhi resistensi perifer (De Souza et al., 2004).
Secara umum alkaloid sering digunakan dalam bidang
pengobatan. Alkaloid dapat berfungsi sebagai zat antioksidan yang
didukung oleh penelitian uji antioksidan. Alkaloid berfungsi sama
dengan obat -obatan β- blocker mempunyai khasiat inotropik negatif dan
kronotropik negatif terhadap jantung. Akibatnya adalah penurunan curah
jantung, turunnya denyut jantung dan kurangnya kekuatan kontraksi dari
miokardium. Resistensi perifer terkadang naik, terkadang juga tetap.
Pengurangan cardiac output yang kronik menyebabkan resistensi
perifer menurun. Hal tersebut menyebabkan penurunan tekanan darah
(Apriyati, 2008).
Penelitian yang dilakukan oleh Hermawan menunjukkan bahwa
terdapat efek pemberian seduhan daun alpukat terhadap penurunan
tekanan darah pada pria normal. Dalam penelitian tersebut dilakukan
pengukuran tekanan darah sistol dan diastol (mmHg) sebelum dan
sesudah minum seduhan daun alpukat. Hasil penelitian tekanan darah
sesudah minum seduhan daun alpukat 99.85/67.38 mmHg lebih rendah
daripada tekanan darah sebelum minum seduhan daun alpukat yaitu
sebesar 113,77/75,12 mmHg dengan perbedaan yang sangat signifikan
(p<0,01). Hal ini sejalan dengan penelitian Azizahwati yang
membuktikan bahwa senyawa flavonoid dalam daun alpukat berperan
50
dalam mengatasi hipertensi. Menurut Azizahwati dosis aman pada
manusia untuk mengatasi hipertensi dan kolesterol adalah 10 mg/kgBB
ekstrak daun alpukat dengan menggunakan pelarut etanol 70%.
Penelitian yang dilakukan oleh sudarsono (1996) menunjukkan
bahwa daun alpukat dapat digunakan untuk pengobatan kencing batu
dengan cara kerja diuretik. Diuretik juga merupakan salah satu
penatalaksanaan yang digunakan untuk pengobatan hipertensi. Dengan
kata lain, efek diuretik yang ada dalam daun alpukat juga dapat
digunakan untuk pengobatan hipertensi (Gusti, 2014). Berdasarkan
Badan Pengawasan Obat dan Makanan tahun 2004, daun alpukat
termasuk salah satu tanaman herbal yang aman digunakan untuk
antidiabetik dan antihipertensi karena kandungan kimia dalam daun
alpukat yang mempunyai kemampuan sebagai astrigen yang dapat
mempresipitasikan protein selaput lendir usus dan membentuk suatu
lapisan yang melindungi usus, sehingga menghambat asupan glukosa
dan natrium yang menyebabkan laju peningkatan laju glukosa darah
serta kadar natrium dalam darah tidak terlalu tinggi (BPOM, 2004).
Kandungan mineral kalium (Potasium) yang tinggi dalam 100 mg daun
alpukat yaitu sebanyak 148,92 mg sangat membantu untuk
keseimbangan elektrolit dan mengontrol tekanan darah (Arukwe et al.,
2012). Kalium dapat menimmbulkan vasodilatasi sebagai hasil dari
hiperpolarisasi sel otot polos vascular yang terjadi akibat stimulasi
51
kalium pada pompa natrium (Na+) / kalium (K+) dan juga mengaktifkan
Kir channels. Ion kalium juga dilepaskan oleh sel endotel sebagai
respon terhadap mediator neurohumoral dan stress fisik, hasilnya akan
terjadi relaksasi endotel. Kalium yang tinggi yang terkandung pada daun
alpukat juga menghindari terjadinya retensi natrium sehingga
memberikan efek penurunan tekanan darah (Gu et al., 2015). Efek
antihipertensi yang terkandung pada daun alpukat karena kandungan
kalium ini dapat melalui lebih dari satu mekanisme. Tidak hanya karena
menstimulasi pompa natrium, kalium, dan Adenosina trifosfat (ATPase)
pada sel otot polos pembuluh darah dan saraf terminal adrenergic yang
menghasilkan vasodilatasi serta menginduksi relaksasi endotel, pada
konsumsi jangka panjang dapat memicu mekanisme yang disebut
adaptasi kalium yang mampu meningkatkan jumlah molekul enzim,
mengkonsumsi kalium jangka panjang dapat meningkatkan kapasitas
sekresi kalium di kolon dan segmen tubulus kolektivus di ginjal.
Peningkatan sekresi kalium ini akan meningkatkan jumlah pompa
natrium, kalium, dan ATPase di membran sel basolateral dan
meningkatkan voltase transepitelial. Jika jumlah pompa natrium, kalium,
dan ATPase meningkat, di membrane plasma sel otot pembuluh darah,
maka akan terjadi mekanisme selular yang mampu melemahkan efek
vasokonstriksi. Adaptasi kalium ini akan menjaga stabilitas konsentrasi
kalium dalam plasma sehingga mampu menunda terjadinya hipertensi
52
pada subjek yang mengkonsumsi kalium (Terker et al., 2016).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Zhang et al., (2013)
mengkonsumsi natrium yang tinggi secara signifikan terkait dengan
tekanan darah sistolik dengan kenaikan 1,04 mmHg (95% CI, 0,27-1,82)
dan mengkonsumsi konsumsi kalium 1.000 mg / hari menurunkan
tekanan darah sebear 1,24 mmHg (95% CI, 0,31-2,70). Penelitian yang
sama juga dilakukan oleh Atuni dkk, (2014) menyebutkan subyek
dengan rasio konsumsi kalium kurang dan natrium yang berlebih
mempunyai risiko 5.8 kali terkena hipertensi dibandingkan dengan
subyek yang rasio konsumsi kalium natrium baik.
53
D. Tabel Sintesa
Tabel 6. Penelitian terkait pemberian air rebusan daun alpukat (Persea
americana Mill) terhadap pasien hipertensi
No Judul Penelitian ,
Tahun
Metode
Desain
Penelitian
Sampel
Peneliti
an
Hasil
1. Perbedaan pengaruh Pemberian Seduhan Daun Alpukat (Persea Amreicana Mill) Terhadap Tekanan Darah Pada Pasien Hipertensi Laki-Laki yang Perokok dengan Bukan Perokok di Wilayah Kerja Puskesmas Padang Pasir Kota Padang tahun 2012 (Reny Prima Gusti, 2014)
Eksperimen Pasien Hipertensi Laki-laki 24 orang
Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan penurunan yang bermakna pada tekanan darah sistolik dan diastolik pada masing-masing kelompok perokok dan bukan perokok pada penderita hipertensi setelah intervensi (p=0,000).
2. Pengaruh Seduhan Daun alpukat Terhadap Tekanan Darah Di Desa Sedati Kecamatan Ngoro Kabupaten Mojokerto (Andi Dwi Setiawan, 2014)
Eksperimen Pasien Hipertensi (29 perempuan, 13 laki-laki)
Hasil uji wilcoxon signed rank test dengan bantuan SPSS Versi 16 pada kelompok perlakuan, didapatkan p= 0,000<0,05 (α) sehingga H0 ditolak artinya ada pengaruh pemberian seduhan daun alpukat terhadap penurunan tekanan darah tinggi pada pasien hipertensi di Desa Sedati Kecamatan Ngoro Kabupaten Mojokerto.
54
Lanjutan Tabel Penelitian Terkait Pemberian Rebusan Daun Alpukat
3. Pengaruh Pemberian Air Rebusan Daun Alpukat ( (Persea americana Mill.) Terhadap Tekanan Darah Pasien Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas II Denpasar Selatan (Anak Agung Ari Novia Sulistiawati, Ni Ketut Guru Prapti, Made Pande Lilik Lestari, 2015)
Eksperimen Pasien hipertensi primer yang rawat jalan dan berjenis kelamin laki-laki 30 orang, berusia 45-74
Terdapat perbedaan yang signifikan pada hasil post test kelompok perlakuan dan kelompok kontrol pada tekanan darah sistolik (nilai t=18,618; nilai p=0,000) dan diastolik (nilai t=14,836; p=0,000)
4. Efektitas
Penggunaan
Rebusan Daun
alpukat Dengan
Rebusan Daun
salam Dalam
Penurunan
Tekanan Darah
pada Lansia (Sri
Margowati, Sigit
Priyanto, Mita
Wiharyani, tahun
2016)
Eksperimen Pasien
hipertensi
68
responde
n (usia
60 tahun
dengan
tekanan
darah
>160/90
s.d
200/115
mmHg)
Rerata tekanan darah
sistol pada hari ke-1
sebesar 176,78 dan
terjadi penurunan rerata
tekanan darah selama 7
hari pemberian rebusan
daun alpukat dengan
mayoritas rerata
tekanan darah sistol
hari ke-7 sebesar
151,56 ≤ 160 artinya
normal, Uji signifikasi p:
0,000 < 0,05 untuk
tekanan darah sistol
terlihat pada hari ke-6
dan p: 0,004 < 0,05 hari
ke-7 intervensi daun
alpukat bermakna dapat
menurunkan tekanan
darah sistol pada lansia.
55
Lanjutan Tabel Penelitian Terkait Pemberian Rebusan Daun Alpukat 5. Angiotensin-I
Converting
Enzyme (ACE)
Inhibitory
Activity Of
Several
Indonesian
Medicinal Plants
(Rahmi Muthia,
Asep Gana
Suganda, Elin
Yulinah
Sukandar,
Januari–
Februari 2017)
Eksperimen daun alpukat yang di uji aktivitas penghambatan ACE yang dilakukan pada kondisi suhu inkubasi in vitro digunakan di 37 ° C, selama 60 menit dan pH 8,3. Pengukuran aktivitas menggunakan spektrofotometer UV-Vis dari uji aktivitas tersebut menunjukkan sebagai inhibitor ACE sebesar 29,52 + 5,95% dibandingkan tumbuhan lain yg diujikan.
56
E. Kerangka Teori
Berikut disajikan kerangka teori penelitian yang telah dimodifikasi dari
berbagai sumber :
Gambar 2. Kerangka Teori Hipertensi
HIPERTENSI
Faktor yang tidak dapat dikontrol : ➢ Jenis kelamin ➢ Umur ➢ Genetik ➢ Etnis
Faktor yang dapat dikontrol : ➢ Stress ➢ Konsumsi alkohol ➢ Merokok ➢ Obesitas ➢ Pola asupan garam
Terapi Farmakologi : Faktor-faktor yang mempengaruhi penurunan tekanan darah secara farmokologi : Diuretik, Beta Blokers, Calcium Chanel Bloker, Angiotesin II, Alpha Blokers, Clonidin dan Vasodilator
TERAPI
Terapi Non Farmakologi : Faktor-faktor yang mempengaruhi penurunan tekanan darah secara non farmokologi dengan memodifikasi gaya hidup seperti : penurunan berat badan dengan diet kolesterol, diet garam, berhenti merokok, alkohol, latihan fisik secara teratur, terapi herbal dengan pemberian air rebusan daun alpukat
Penurunan Tekanan
Darah :
➢ Sistolik
➢ Distolik
Sumber Modifikasi ; Kowala (2011) dan Margowati (2016)
57
F. Kerangka Konsep
Adapun kerangka konsep dalam penelitian ini disajikan dalam gambar
di bawah ini :
Keterangan : = Variabel yang tidak diteliti
= Variabel yang diteliti
Gambar 3. Kerangka Konsep Penelitian Pengaruh Pemberian Air Rebusan Daun Alpukat Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pasien Hipertensi
Terapi
Pemberian air rebusan daun alpukat (Persea
americana Mil)
Penderita Hipertensi
Obat
Penurunan tekanan darah pada penderita Hipertensi
58
G. Definisi Operasional
Tabel 7. Definisi operasional penelitian
N
o.
Variabel Definisi
Opersional
Kategori Cara Pengukuran Skala
1. Hipertensi Tekanan darah
yang lebih
tinggi dari
normal, dengan
menggunakan
kriteria WHO,
kasus yaitu
hipertensi
primer mulai
dari derajat 1
(Sitolik ≥ 140
mmHg dan
distolik ≥ 90
mmHg).
• Menderita
hipertensi
primer mulai
derajat 1.
• Tidak
menderita
hipertensi
primer mulai
derajat 1.
Dengan melakukan
skrining pasien
hipertensi baik yang
memiliki riwayat
hipertensi semenjak
tahun 2016 dan yang
tidak memiliki riwayat
hipertensi di wilayah
kerja Puskesmas Tikala.
Nomi
nal
2. Pengukuran
Tekanan
Darah
Cara untuk menentukan tekanan darah dengan menggunakan spygnomanome-ter air raksa dan stetoskop.
Manset difiksasikan melingkari lengan dan denyut pada pergelangan tangan diraba. Stetoskop diletakkan diatas denyut arteri brakials pada fosa kubiti dan tekanan pada manset karet diturunkan perlahan dengan melonggarkan katupnya. Ketika tekanan diturunkan dan mencapai tekanan darah sistolik terdengar suara ketukan pada stetoskop. Saat itu tinggi air raksa dalam manometer dicatat tekanan dalam manset diturunkan, suara semakin keras sampai tekanan darah sistolik tercapai, karakter bunyi tersebut berubah dan meredup.
59
Lanjutan Definisi Operasional Penelitian 3. Pemberian
rebusan daun
alpukat
(Persea
Americana
miller)
Prosedur pengolahan
rebusan daun alpukat.
Pertama-tama dipilih
daun alpukat yang tidak
telalu tua berwarna hijau
mengkilat kemudian
ditimbang untuk
mendapat berat yang
diinginkan. Setelah itu
daun alpukat dicuci
dengan air yang
mengalir untuk
menghilangkan kotoran
yang ada pada daun
alpukat. kemudian daun
alpukat direbus dengan
menggunakan metode
infusa. Daun alpukat
yang telah ditimbang
sebanyak 25 gr
dimasukan kedalam
panci ditambah air
sebanyak 200 ml
kemudian dipanaskan
selama 15 menit mulai
dihitung setelah suhunya
mencapai 90˚C sambil
sesekali diaduk hingga
sisa air rebusan 200 ml.
Setelah 15 menit air
rebusan daun alpukat
dituang kedalam gelas.
Rebusan air daun
alpukat diberikan kepada
responden selagi masih
hangat.
• Diberikan rebusan air daun alpukat.
• Tidak diberikan rebusan air daun alpukat.
Diukur dengan cara memberikan rebusan daun alpukat pada penderita hipertensi yang dijadikan sebagai responden dan telah diperiksa tekanan darahnya. Kemudian diperoleh juga dari hasil cheklist yang diisi oleh keluarga yang telah peneliti berikan sebelum dan sesudah pemberian air rebusan daun alpukat.
Nomin
al
60
H. Hipotesis Penelitian
1. Ho1 : Pemberian air rebusan daun alpukat tidak berpengaruh terhadap
penurunan tekanan darah sistolik dan diastolik pasien hipertensi.
2. Ha1 : Pemberian air rebusan daun alpukat berpengaruh terhadap
penurunan tekanan darah sistolik dan diastolik pasien hipertensi.
3. Ho2 : Tidak terdapat pengaruh penurunan tekanan darah pada
kelompok kontrol yang tidak diberi air rebusan daun alpukat.
4. Ha2 : Terdapat pengaruh penurunan tekanan darah pada kelompok
kontrol yang tidak diberi air rebusan daun alpukat.