PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL, IKLIM ORGANISASI …

120
Zalukhu: 1 - 11 Jurnal MIX, Volume III No. 1, Febuari 2013 1 PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL, IKLIM ORGANISASI DAN STRES KERJA TERHADAP KINERJA PEGAWAI (Studi Kasus di Kantor Pusat Badan SAR Nasional Jakarta) Irwan Zalukhu Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Medan E-mail: [email protected] Abstract: This study was conducted to determine the effect of emotional intelligence, organizational climate and job stress on employee performance. The population in this study were employees at the Head Office of National SAR Agency (BASARNAS) Jakarta. Sampling was done by metore accidental sampling. The method used in this study is a descriptive analysis of the data collection through literature review, observation, interview. Analysis was conducted on the validity, reliability test, the classic assumption test, correlation and regression testing. Results of the analysis showed that emotional intelligence is partially significant effect on employee performance is strongly correlated with empathy Dimension initiative. Partial results of the analysis of organizational climate have a significant effect on employee performance. Dimensional support strongly associated with cooperation. Partial results of the analysis of job stress had no effect on employee performance. Results of simultaneous analysis of emotional intelligence and organizational climate have a significant effect on employee performance. Keywords: Emotional Intelligence, Organizational Climate, Job Stress, Employee Performance Abstrak: Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh kecerdasan emosional, iklim organisasi dan stres kerja terhadap kinerja karyawan. Populasi dalam penelitian ini adalah karyawan di Kantor Kepala Badan SAR Nasional (BASARNAS) Jakarta. Pengambilan sampel dilakukan dengan metore accidental sampling. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif pengumpulan data melalui literatur, observasi, wawancara. Analisis dilakukan pada validitas, uji reliabilitas, uji asumsi klasik, korelasi dan pengujian regresi. Hasil analisis menunjukkan bahwa kecerdasan emosional secara parsial berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan sangat berkorelasi dengan inisiatif empati Dimensi. Hasil parsial analisis iklim organisasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan. Dukungan dimensi sangat terkait dengan kerjasama. Hasil parsial analisis stres kerja tidak berpengaruh terhadap kinerja karyawan. Hasil analisis secara simultan kecerdasan emosional dan iklim organisasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan. Kata kunci: Kecerdasan Emosional, Iklim Organisasi, Stres Kerja, Kinerja Karyawan PENDAHULUAN Sesuai dengan Pusat Data Statistik dan Informasi Sekretariat Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan bahwa Indonesia merupakan negara kepulauan dengan luas

Transcript of PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL, IKLIM ORGANISASI …

Page 1: PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL, IKLIM ORGANISASI …

Zalukhu: 1 - 11 Jurnal MIX, Volume III No. 1, Febuari 2013

1

PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL, IKLIM ORGANISASI DAN

STRES KERJA TERHADAP KINERJA PEGAWAI

(Studi Kasus di Kantor Pusat Badan SAR Nasional Jakarta)

Irwan Zalukhu

Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Medan

E-mail: [email protected]

Abstract: This study was conducted to determine the effect of emotional intelligence,

organizational climate and job stress on employee performance. The population in this

study were employees at the Head Office of National SAR Agency (BASARNAS)

Jakarta. Sampling was done by metore accidental sampling. The method used in this

study is a descriptive analysis of the data collection through literature review,

observation, interview. Analysis was conducted on the validity, reliability test, the

classic assumption test, correlation and regression testing. Results of the analysis

showed that emotional intelligence is partially significant effect on employee

performance is strongly correlated with empathy Dimension initiative. Partial results of

the analysis of organizational climate have a significant effect on employee

performance. Dimensional support strongly associated with cooperation. Partial results

of the analysis of job stress had no effect on employee performance. Results of

simultaneous analysis of emotional intelligence and organizational climate have a

significant effect on employee performance.

Keywords: Emotional Intelligence, Organizational Climate, Job Stress, Employee

Performance

Abstrak: Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh kecerdasan emosional,

iklim organisasi dan stres kerja terhadap kinerja karyawan. Populasi dalam penelitian ini

adalah karyawan di Kantor Kepala Badan SAR Nasional (BASARNAS) Jakarta.

Pengambilan sampel dilakukan dengan metore accidental sampling. Metode yang

digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif pengumpulan data melalui

literatur, observasi, wawancara. Analisis dilakukan pada validitas, uji reliabilitas, uji

asumsi klasik, korelasi dan pengujian regresi. Hasil analisis menunjukkan bahwa

kecerdasan emosional secara parsial berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan

sangat berkorelasi dengan inisiatif empati Dimensi. Hasil parsial analisis iklim

organisasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan. Dukungan dimensi sangat

terkait dengan kerjasama. Hasil parsial analisis stres kerja tidak berpengaruh terhadap

kinerja karyawan. Hasil analisis secara simultan kecerdasan emosional dan iklim

organisasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan.

Kata kunci: Kecerdasan Emosional, Iklim Organisasi, Stres Kerja, Kinerja Karyawan

PENDAHULUAN

Sesuai dengan Pusat Data Statistik dan Informasi Sekretariat Jenderal Kementerian

Kelautan dan Perikanan bahwa Indonesia merupakan negara kepulauan dengan luas

Page 2: PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL, IKLIM ORGANISASI …

Zalukhu: 1 - 11 Jurnal MIX, Volume III No. 1, Febuari 2013

2

perairan 2/3 luas daratan yaitu sekitar 1,273,954.32 km2

(statistik.kkp.go.id). Perairan

Indonesia merupakan salah satu wilayah yang unik dengan berbagai tipe dan

keistimewaaan di tiap daerahnya. Tak jarang perairan yang kaya sumber daya alam ini

berubah menjadi sangat ganas dan menelan banyak korban jiwa.

Tersebarnya pulau–pulau di Indonesia menyebabkan tingginya tuntutan

pengembangan dan perluasan jasa transportasi pelayaran dan penerbangan sebagai

penghubung aktifitas sosial-ekonomi-politik antarwilayah, antarpulau, maupun antar-

negara, selain itu juga untuk kebutuhan angkutan penumpang dalam kaitannya dengan

pembangunan kepariwisataan.

Transportasi merupakan urat nadi perekonomian masyarakat dan bangsa Indonesia.

Aktivitas perkembangan transportasi di Indonesia yang terdiri dari berbagai matra

(transportasi laut dan transportasi lainnya) semakin meningkat. Hal ini merupakan

dampak dari aktivitas perekonomian dan aktifitas sosial budaya dan masyarakat.

Disamping itu, proses deregulasi proses pembaruan regulasi di bidang transportasi secara

nasional juga telah memicu peningkatan aktifitas transportasi. Peningkatan aktifitas

transportasi secara nasional baik dalam matra transportasi darat, laut, udara,

perkeretaapian tersebut di sisi lain juga berdampak semakin meningkatnya insiden dan

kecelakaan transportasi.

Musibah kecelakaan transportasi darat juga sering terjadi, misalnya peristiwa

anjloknya gerbong kereta api dan kecelakaan lalu lintas di jalan. Musibah yang lain berupa

bencana yang terjadi di berbagai belahan wilayah tanah air seperti gempa tektonik,

tsunami dan meletusnya gunung berapi. Di bawah ini disajikan peta potensi bencana di

wilayah Indonesia menurut Himpunan Pemerhati Lingkungan Indonesia

(http://www.hpli.org/bencana.php)

Gambar 1. Peta potensi Bencana di Indonesia

Sumber: diolah penulis

Secara geografis Indonesia terletak di daerah katulistiwa dengan morfologi yang beragam

dari daratan sampai pegunungan tinggi. Keragaman morfologi ini banyak dipengaruhi oleh

faktor geologi terutama dengan adanya aktivitas pergerakan lempeng tektonik aktif di

sekitar perairan Indonesia diantaranya adalah lempeng Eurasia, Australia dan lempeng

Dasar Samudera Pasifik. Pergerakan lempeng-lempeng tektonik tersebut menyebabkan

terbentuknya jalur gempa bumi, rangkaian gunung api aktif serta patahan-patahan geologi

yang merupakan zona rawan bencana gempa bumi dan tanah longsor. Dari peta diatas

Page 3: PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL, IKLIM ORGANISASI …

Zalukhu: 1 - 11 Jurnal MIX, Volume III No. 1, Febuari 2013

3

dapat disimpulkan bahwa Indonesia memiliki potensi bahaya utama (main hazard

potency) yang tinggi. Hal ini tentunya sangat tidak menguntungkan bagi negara Indonesia.

Salah satu upaya yang dilakukan pada saat sebelum terjadinya bencana adalah pencegahan

dan mitigasi, yang merupakan upaya untuk mengurangi atau memperkecil dampak

kerugian atau kerusakan yang dapat ditimbulkan oleh bencana.

Semua musibah yang terjadi merupakan kejadian yang serba tiba-tiba, serta tidak

dapat diketahui kapan dan dimana akan terjadi. Pada umumnya berakibat fatal terhadap

keselamatan jiwa dan kerugian harta benda. Tetapi, dampak tersebut dapat diantisipasi dan

diminimalisir jika ditangani dengan cepat, tepat, dan seksama. Oleh karena itu, kehadiran

tim pencari dan penyelamat sangat dibutuhkan jika terjadi suatu musibah. Yang sekarang

ini dijalankan oleh sebuah organisasi bernama Basarnas.

Badan SAR Nasional (disingkat Basarnas) adalah Lembaga Pemerintah Non

Kementrian Indonesia yang bertugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang

pencarian dan pertolongan (search and rescue/SAR). Lahirnya organisasi SAR di

Indonesia yang saat ini bernama Basarnas diawali dengan adanya penyebutan Black Area

bagi suatu negara yang tidak memiliki organisasi SAR juga sebagai konsekuensi Indonesia

menjadi anggota IMO (International Maritime Organization) serta ICAO (International

Civil Aviation Organization). Dalam penyelenggaraan operasi SAR, ada 5 komponen SAR

yang merupakan bagian dari sistem SAR yang harus dibangun kemampuannya, agar

pelayanan jasa SAR dapat dilakukan dengan baik. Komponen-komponen tersebut antara

lain: (1) Organisasi (SAR Organization), merupakan struktur organisasi SAR, meliputi

aspek pengerahan unsur, koordinasi, komando dan pengendalian, kewenangan, lingkup

penugasan dan tanggung jawab penanganan musibah.; (2) Komunikasi (Communication),

sebagai sarana untuk melakukan fungsi deteksi adanya musibah, fungsi komando dan

pengendalian operasi dan koordinasi selama operasi SAR.; (3) Fasilitas (SAR Facilities),

adalah komponen unsur, peralatan/perlengkapan serta fasilitas pendukung lainnya yang

dapat digunakan dalam operasi/misi SAR.; (4) Pertolongan Darurat (Emergency Cares),

adalah penyediaan peralatan atau fasilitas perawatan darurat yang bersifat sementara

ditempat kejadian, sampai ketempat penampungan atau tersedianya fasilitas yang

memadai.; (5) Dokumentasi (Documentation), berupa pendataan laporan, analisa serta data

kemampuan operasi SAR guna kepentingan misi SAR yang akan datang.

Lingkup tugas pokok dan fungsi Basarnas sesuai dengan PP No. 36/2006- Basarnas

bertanggungjawab untuk menangani musibah kecelakaan transportasi, bencana alam, dan

musibah bencana lainnya, merupakan garda depan (front line) dalam proses pencarian,

pertolonganm, dan evakuasi korban manusia dan harta benda dalam wilayah yurisdiksi

NKRI hingga 200 mil laut ZEEI, di samping fungsinya sebagai koordinator seluruh

potensi SAR.

Tugas Basarnas akan dapat terlaksana dengan baik jika didukung dengan

ketersediaan dan kesiapan seluruh elemen utama Basarnas dan institusi pendukung lainnya

secara terintegrasi baik pada tingkatan substrukturnya (institusi/kelembagaan, Sumber

Daya Manusia, pembiayaan), pada tingkatan infrastrukturnya (prasarana dan sarananya),

maupun pada tingkatan suprastrukturnya (regulasi, peraturan, perundangan, serta

kewenangan lainnya) secara sistemik dan terintegrasi. Bangunan infrastruktur, meliputi

kondisi prasarana dan sarana utama, prasana dan sarana pendukung, bangunan kantor SAR

Page 4: PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL, IKLIM ORGANISASI …

Zalukhu: 1 - 11 Jurnal MIX, Volume III No. 1, Febuari 2013

4

yang ada di 24 UPT (Unit Pelaksanaan Teknis), jauh dari memadai, bahkan untuk

kebutuhan paling minimal sekalipun.

Kekurangan peralatan juga menjadi salah satu keluhan dari petugas Basarnas dalam

rangka melaksanakan penangan kecelakaan di lapangan. Sebagai contoh pada saat

melakukan evakuasi korban kecelakaan Pesawat Sukhoi Superjet 100 di tebing gunung

salak Bogor pada bulan Mei lalu bahwa semua peralatan yang digunakan petugas Basarnas

yang digunakan adalah alat-alat standar, dan ada sebagian alat-alat yang bagus tapi

pinjaman (Akbar Zulfakar (Kapoksi) FPKS Komisi V DPR RI di Lanud Bandara Halim

Perdanakusuma, Sabtu (12/5/12) Liputan6.com, Jakarta). Hal ini akan mempengaruhi

kecepatan dan ketepatan penanganan evakuasi korban bencana di lapangan.

Pegawai Basarnas dipimpin oleh seorang Kepala Badan SAR Nasional yang

bertanggung jawab secara keseluruhan tentang operasi SAR di Indonesia. Beliau berasal

dari kesatuan TNI AL RI dan tugaskan langsung oleh Presiden untuk menjadi Kepala

Basarnas. Dalam struktur organisasi Basarnas, sebagian besar bidang-bidang operasi

lapangan dipimpin oleh TNI. Namun, tidak jarang hal ini menjadi masalah dan

menimbulkan hubungan pimpinan dengan bawahan menjadi tidak baik karena terasa sulit

membangun komunikasi karena perbedaan kebiasaan dan latar belakang, sehingga

berakibat pada pengaplikasian tugas di lapangan. Sebagai contoh pada pencarian lokasi

kecelakaan pesawat sukhoi super jet 100 Mei lalu yang sangat terlambat, ini sebabkan

koordinasi dan komunikasi tim SAR dengan komando atau atasan mereka tidak baik.

Bersadarkan hasil wawancara dengan beberapa pegawai di Basarnas bahwa mereka

merasa ada jarak yang terlalu jauh dengan atasan mereka. Salah satu contohnya adalah

ketika seorang Pimpinan Basarnas akan memasuki kantor atau pulang kantor maka sekitar

beberapa menit semua security sudah berbaris dari pintu lobby utama sampai di depan lift

khusus untuk pimpinan Basarnas. Semua pegawai yang ada disitu saat itu tidak boleh

merjalan mendahului Pimpinan karena dianggap tidak menghormati atasan. Iklim

organisasi ini yang dikeluhkan oleh kebanyakan pegawai Basarnas, hati mereka berontak

ketika mereka mengingat kelelahan, kecapean, kesakitan, dalam menjalankan pekerjaan

dan tidak pernah ada kata-kata simpatik, kata-kata penyemangat dari seorang Pimpinan

tersebut.

Dalam pelaksanaan tugas evakuasi korban bencana, kecelakaan pelayaran dan

penerbangan yang dilakukan oleh Basarnas di lapangan sering dibantu oleh tim SAR

gabungan dari instansi lain. Sebagai contoh pada pelaksanaan evakuasi korban bencana

Pesawat Sukhi Superjet 100 Mei lalu, petugas Basarnas dibantu oleh tim SAR gabungan

TNI, POLRI, PMI, serta para relawan lainnya, sehingga pelaksanaan tugas evakuasi

korban dilakukan dengan cepat. Namun, kendala yang sering dihadapi oleh petugas

Basarnas sendiri adalah adanya perbedaan cara kerja dari masing-masing instansi tersebut

sehingga petugas Basarnas kewalahan menyesuaikan diri dengan cara kerja mereka.

Kendala seperti ini sering dialamai oleh petugas Basarnas yang bertugas di lapangan,

namun dalam hal ini diperlukan kemampuan manajemen emosi diri petugas itu sendiri.

Sesuai dengan hasil wawancara dari beberapa pegawai di Basarnas bahwa kendala

lain yang sering dialami oleh petugas Basarnas ketika melakukan evakuasi di lapangan

adalah menghadapi keluarga korban bencana atau kecelakaan. Mungkin karena dalam

keadaan berkabung akibat kecelakaan yang menimpa mereka sehingga kebanyakan

keluarga korban menuntut lebih cepat dan menganggap tim Basarnas sengaja mengulur-

Page 5: PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL, IKLIM ORGANISASI …

Zalukhu: 1 - 11 Jurnal MIX, Volume III No. 1, Febuari 2013

5

ngulur waktu pencarian korban, kinerja tim Basarnas tidak ada, dan lain sebagainya, pada

hal kenyataannya petugas Basarnas telah melakukan pekerjaan dengan tidak mengenal

lelah, tidak mengenal siang atau malam, tidak mengenal sakit dan tidak mengenal cuaca

serta lokasi kecelakaan dalam melakukan pencarian korban. Hal ini merupakan polemik

yang dialami petugas Basarnas dilapangan, sehingga tidak jarang petugas Basarnas

mengalami tekanan batin yang menimbulkan stres pada petugas itu sendiri.

Akibat dari keadaan seperti ini, kegiatan keseharian pegawai Basarnas di kantor sangat

terganggu, ini dibuktikan dengan persentase rata-rata absensi pegawai Basarnas dari data

Finger Print tiga bulan terakhir bahwa lebih dari 25% pegawai yang tidak masuk kantor

dengan alasan sakit perut, sakit kepala, tekanan darah tinggi, dibuktikan dengan surat

keterangan Dokter 15% dan tanpa alasan 10%. Bukan hanya itu, banyak terdapat pegawai

yang menggunakan waktu kerja untuk main game di computer, ngumpul-ngumpul di

smoking area, keseringan izin keluar kantor karena merasa bosan dikantor, juga terdapat

pegawai yang masuk kantor tidak sesuai dengan jam masuk kantor yang ditentukan dan

pulang kantor lebih cepat dari waktu yang ditentukan. Hal ini perlu perhatian penuh, jika

tidak maka, akan sangat mengganggu pelaksanaan tugas yang diemban Basarnas dalam

melakukan penanganan bencana dan kecelakaan yang terjadi di wilayah Indonesia.

Dari beberapa fenomena yang diungkapkan di atas maka, sumber daya manusia yang

ada dalam suatu organisasi dituntut memiliki kemampuan mengelola emosi dalam

berinteraksi dengan rekan kerja dan lingkungan sosial tempat kerja sehingga bisa

mencapai hasil kerja yang baik. Peran serta organisasi juga sangat berpengaruh, contohnya

dalam hal support ketersediaan sarana yang digunakan dalam melakukan pekerjaan serta

sosialisasi prosedur-prosedur SAR yang harus dilakukan. Melakukan penataan dan

pengembangan serta pemberdayaan sumber daya manusia supaya tidak menimbulkan rasa

tertekan karena beban tugas, meskipun sebenarnya tantangan dan tekanan cukup banyak,

sehingga diharapkan pegawai mampu bekerja dengan kinerja yang baik.

Adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) Apakah

kecerdasan emosional berpengaruh terhadap kinerja pegawai Basarnas?; (2) Apakah iklim

organisasi berpengaruh terhadap kinerja pegawai Basarnas?; (3) Apakah stres kerja

berpengaruh terhadap kinerja pegawai Basarnas?; (4) Apakah kecerdasan emosional, iklim

organisasi dan stress kerja secara bersama-sama berpengaruh terhadap kinerja pegawai

Basarnas? Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, maka kerangka pemikiran

yang digunakan dalam penelitian ini yang menggambarkan pengaruh kecerdasan

emosional, iklim organisasi dan stres kerja terhadap kinerja pegawai dapat disajikan dalam

gambar berikut:

Gambar 2. Kerangka Pemikiran

Page 6: PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL, IKLIM ORGANISASI …

Zalukhu: 1 - 11 Jurnal MIX, Volume III No. 1, Febuari 2013

6

Hipotesis. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:

H1 : Kecerdasan emosional berpengaruh terhadap kinerja pegawai Basarnas;

H2 : Iklim organisasi berpengaruh terhadap kinerja pegawai Basarnas;

H3 : Stres kerja berpengaruh terhadap kinerja pegawai Basarnas;

H4 : Kecerdasan emosional, iklim organisasi dan stres kerja secara bersama-sama

berpengaruh terhadap kinerja pegawai Basarnas.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengujian Hipótesis. Pengujian hipotesis ini dilakukan untuk membuktikan apakah

hipotesis dalam penelitian ini diterima atau ditolak melalui analisis regresi linear

sederhana. Dalam analisis regresi linear sederhana ini yang ingin diketahui adalah

koefisien determinasi dan koefisien regresinya serta hasil uji-F dan uji-t.

Koefisien Determinasi. Koefisien determinasi digunakan untuk mengetahui persentase

pengaruh variabel independent (predictor) terhadap perubahan variabel dependent. Dari

hasil pengolahan data dengan program SPSS diperoleh hasil perhitungan R Square

berikut:

Tabel 1. Koefisien Determinasi

Variables Entered/Removedb

Model Variables Entered Variables Removed Method

1 Kecerdasan Emosional . Enter

a. All requested variables entered.

b. Dependent Variable: Kinerja Pegawai

Sumber: hasil olahan spss oleh penulis

Model Summary

Model R R Square Adjusted R Square

Std. Error of

the Estimate

1 .733a .538 .534 1.902

a. Predictors: (Constant), Kecerdasan Emosional

Sumber: data diolah

Tabel di atas hasil korelasi r sebesar 0.813, hal ini memberi arti bahwa secara bersama-

sama hubungan kecerdasan emosional, dan iklim organisasi dengan kinerja pegawai

mempunyai hubungan yang positif, searah, dan sangat tinggi. Jika nilai kecerdasan

emosional, dan iklim organisasi naik, maka nilai kinerja pegawai juga akan naik. Nilai

koefisien determinasi R2 (Adjusted R Square) sebesar 0.655 atau 65.5%. Artinya

kontribusi variabel–variabel bebas secara bersama–sama yaitu kecerdasan emosional, dan

iklim organisasi terhadap kinerja pegawai adalah sebesar 65.5% sedangkan sisanya

sebesar 34.5% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak diteliti.

Page 7: PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL, IKLIM ORGANISASI …

Zalukhu: 1 - 11 Jurnal MIX, Volume III No. 1, Febuari 2013

7

Uji-F (ANOVA). Uji – F pada dasarnya menunjukkan apakan semua variabel yang

dirumuskan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama (simultan) terhadap

variabel terikat atau tidak.

Tabel 2. Hasil Uji F

ANOVAb

Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.

1

Regression 697.499 2 348.749 130.312 .000a

Residual 358.618 134 2.676

Total 1056.117 136

a. Predictors: (Constant), Ikim Organisasi, Kecerdasan Emosional

b. Dependent Variable: Kinerja Pegawai

Sumber: data diolah

Berdasarkan tabel 2 hasil pengujian hipotesis dengan taraf signifikansi 5% maka diperoleh

F hitung sebesar 130.312 dan signifikansi 0.000. Sementara F tabel dilihat pada taraf

signifikansi 5% dengan df pembilang (k-2) dan df penyebut (n-k) maka diperoleh F tabel

yaitu F(2:134) = 3.276. Oleh karena F hitung lebih besar dari F tabel , yaitu 130.312 lebih besar

dari 3.276 dan signifikansi 0.000 lebih kecil dari 0.05, berarti Ho ditolak dan Ha diterima.

Dengan demikian maka hipotesis penelitian keempat (H4) dapat diterima atau

terbukti. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kecerdasan emosional, dan iklim

organisasi secara bersama-sama (simultan) dianggap penting dan berpengaruh signifikan

dalam meningkatkan kinerja pegawai.

Koefisien Regresi. Analisis koefisien determinasi bertujuan untuk mengetahui seberapa

besar kemampuan variabel–variabel independen (kecerdasan emosional, dan iklim

organisasi) secara bersama–sama dalam menjelaskan variabel dependen (kinerja pegawai).

Dari hasil analisis didapat nilai R2 (Adjusted R Square) pada tabel di bawah ini.

Tabel 3. Hasil Koefisien Determinasi

Model Summaryb

Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate

1 .813a .660 .655 1.636

a. Predictors: (Constant), Ikim Organisasi, Kecerdasan Emosional

b. Dependent Variable: Kinerja Pegawai

Sumber: data diolah Dari tabel 3, hasil korelasi r sebesar 0.813, hal ini memberi arti bahwa secara bersama-

sama hubungan kecerdasan emosional, dan iklim organisasi dengan kinerja pegawai

mempunyai hubungan yang positif, searah, dan sangat tinggi. Jika nilai kecerdasan

emosional, dan iklim organisasi naik, maka nilai kinerja pegawai juga akan naik. Nilai

koefisien determinasi R2 (Adjusted R Square) sebesar 0.655 atau 65.5%. Artinya

kontribusi variabel–variabel bebas secara bersama–sama yaitu kecerdasan emosional, dan

iklim organisasi terhadap kinerja pegawai adalah sebesar 65.5% sedangkan sisanya

sebesar 34.5% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak diteliti.

Page 8: PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL, IKLIM ORGANISASI …

Zalukhu: 1 - 11 Jurnal MIX, Volume III No. 1, Febuari 2013

8

Analisis Dimensi. Untuk menganalisis hubungan dimensi antar variabel bebas dan

variabel terikat perlu dilakukan matrik korelasi dimensi. Koefisien korelasi merupakan

nilai yang mencerminkan tingkat keeratan hubungan antar variabel yang digunakan dalam

model persamaan atau dengan kata lain koefisien korelasi digunakan untuk mengetahui

ada tidaknya hubungan antara variabel X (kecerdasan emosional, dan iklim organisasi)

dengan Y (kinerja pegawai). Untuk dapat memberikan interpretasi terhadap tingginya

hubungan maka dapat digunakan pedoman yang tertera di bawah ini.

Tabel 4. Pedoman Interpretasi Koefisien Korelasi

Interval Koefisien Tingkat Hubungan

0,00 – 0,199 Sangat Rendah

0,20 – 0,399 Rendah

0,40 – 0,599 Sedang

0,60 - 0,799 Tinggi

0,80 – 1,000 Sangat Tinggi

Sumber: Sugiyono (2007)

Di bawah ini adalah hasil matrik korelasi antar dimensi:

Tabel 5. Matrik Korelasi dimensi Kecerdasan Emosional dan Iklim Organisasi

Terhadap Kinerja Pegawai

V

V Y

D

D Kuantitas

Kerja

Kualitas

Kerja

Pengetahuan

Pekerjaan

Kreati-

vitas

Kerja-

sama

Ketergant

ungan Inisiatif

kual

Person

X1

Kesadaran

Diri .151 .210

* .270

** .349

** .252

** .230

** .253

** .317

**

Manajeme

n Diri .151 .198

* .317

** .410

** .224

** .365

** .159 .371

**

Motivasi

Diri .202

* .119 .349

** .296

** .095 .301

** .266

** .245

**

Empati .250**

.236**

.002 .323**

.332**

.206* .436

** .203

*

Keterampil

an Sosial .172

* .258

** .139 .310

** .316

** .243

** .276

** .283

**

X2

Struktur .214* .113 .349

** .423

** .247

** .253

** .337

** .224

**

Standar-

standar .229

** .214

* .316

** .375

** .264

** .270

** .286

** .357

**

Tanggung

Jawab .230

** .295

** .178

* .249

** .210

* .192

* .249

** .359

**

Pengharga

an .206

* .176

* .188

* .245

** .269

** .149 .117 .347

**

Dukungan .106 .178* .359

** .457

** .392

** .073 .265

** .337

**

Komitmen .023 .193* .126 .325

** .228

** .201

* .183

* .311

**

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

Sumber: data diolah

Page 9: PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL, IKLIM ORGANISASI …

Zalukhu: 1 - 11 Jurnal MIX, Volume III No. 1, Febuari 2013

9

Dari tabel 5 dimuka terlihat bahwa nilai matrik korelasi pearson dari masing masing item

variabel yaitu variabel iklim organisasi dengan kinerja pegawai yang paling tinggi

hubungannya adalah X1.4-Y7 dengan korelasi pearson sebesar 0.457” dan tingkat

signifikansinya 0.01, nilai matrik korelasi pearson variabel kecerdasan emosional dengan

kinerja pegawai yang paling tinggi hubungannya adalah X2.5-Y4 dengan korelasi pearson

sebesar 0.436” dan tingkat signifikansinya 0.01.

Dari hasil korelasi di atas maka dapat disimpulkan bahwa korelasi yang paling tinggi

adalah variabel iklim organisasi dengan kinerja pegawai, yaitu sebesar 0.457 dengan

tingkat hubungan sedang. Dilihat dari dimensinya adalah dimensi dukungan terhadap

kreatifitas. Tabel 6 di bawah ini adalah hasil uji korelasi sederhana antara variabel

kecerdasan emosional dan iklim organisasi dengan kinerja pegawai.

Tabel 6. Korelasi Antar Variabel Dengan Kinerja Pegawai

Kecerdasan

Emosional

Ikim

Organisasi

Kinerja

Pegawai

Kecerdasan

Emosional

Pearson

Correlation

1 .698**

.733**

Sig. (2-tailed) .000 .000

N 137 137 137

Ikim

Organisasi

Pearson

Correlation

.698**

1 .763**

Sig. (2-tailed) .000 .000

N 137 137 137

Kinerja

Pegawai

Pearson

Correlation

.733**

.763**

1

Sig. (2-tailed) .000 .000

N 137 137 137

Sumber: data diolah

Pada Tabel 6 di atas menunjukkan nilai koefisien korelasi yang dapat disimpulkan bahwa

variabel yang paling tinggi hubungannya dengan variabel kinerja pegawai adalah variabel

iklim organisasi karena menunjukan hasil hubungan yang tinggi yaitu sebesar 0.763,

kemudian diikuti oleh variabel kecerdasan emosional yaitu sebesar 0.733 dengan tingkat

signifikansi 0.01. Hal ini memberikan arti bahwa hubungan kedua variabel independen

(kecerdasan emosional, dan iklim organisasi) dengan variabel dependen (kinerja pegawai)

mempunyai hubungan yang positif, searah dan tinggi, artinya jika variabel kecerdasan

emosional, dan iklim organisasi naik maka nilai kinerja pegawai juga akan naik.

PENUTUP

Kesimpulan. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap variabel kecerdasan

emosional, variabel iklim organisasi, variabel stres kerja dan variabel kinerja pegawai,

maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: Pertama. Kecerdasan emosional

berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai, artinya jika kecerdasan

emosional baik maka kinerja akan meningkat. Dimensi empati berhubungan kuat terhadap

dimensi inisiatif. Kedua. Iklim organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap

Page 10: PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL, IKLIM ORGANISASI …

Zalukhu: 1 - 11 Jurnal MIX, Volume III No. 1, Febuari 2013

10

kinerja pegawai, artinya jika iklim organisasi kondusif maka kinerja akan meningkat.

Dimensi dukungan berhubungan kuat terhadap dimensi kerjasama. Ketiga. Kecerdasan

emosional, iklim organisasi dan stres kerja secara bersama-sama berpengaruh terhadap

kinerja yaitu sebesar 65,5%, sedangkan sisanya sebesar 34,5% dijelaskan oleh variabel

lain.

Saran. Berdasarkan kesimpulan di atas serta hasil yang dicapai dalam penelitian ini, maka

penulis menyarankan sebagai berikut: (1) Untuk meningkatkan inisiatif pegawai maka

Pimpinan organisasi harus meningkatkan daya empati. Disarankan Pimpinan organisasi

harus melakukan komukasi terhadap bawahan secara intensif atau melakukan komunikasi

dua arah.; (2) Untuk meningkatkan kerjasama pegawai maka, dukungan harus diberikan

berupa fasilitas contohnya training, seminar, outbound, team building.; (3) Untuk

penelitian selanjutnya, dari temuan bahwa kinerja karyawan masih ditentukan variabel lain

yang tidak diteliti maka, disarankan untuk melakukan penelitian yang terkait dengan

variabel: (a) Job Description; (b) Motivasi kerja; (c) Latar belakang pendidikan pegawai;

(d) Budaya kepemimpinan

DAFTAR RUJUKAN

Alwi, Syafaruddin. (2001). Manajemen Sumber Daya Manusia, Strategi Keunggulan

Kompetitif, Yogyakarta: Badan Penerbit Fakultas Ekonomi,

Arikunto, Suharsimi. (2007). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:

Rineka Cipta.

Chin-Ju Tsai, Paul Edwards, and Suknaya Sengupta, (2011). Human Resource

Management, Organizational Performance and Employee Attitudes and Behaviours:

Exploring the Linkages, Journal. www.esrc.ac.uk Diunduh tanggal 21 November.

Davidson, (2000). The importance of the avian immune system and its unique features.

Avian Immunology. San Diego: Elsevier.

Davis K, Newstrom JW, (2001). Perilaku dalam Organisasi. Jilid 1, Terjemahan. Jakarta:

Penerbit Erlangga.

Erlina, Sri Mulyani, (2007). Metodologi Penelitian Bisnis Untuk Akuntansi dan

Manajemen, Penerbit USU Press, Medan.

Ghozali, Imam. (2005). Aplikasi Analisis Multivariate dengan program SPSS, Semarang:

Badan Penerbit Universitas Diponegoro

Goleman, D., (2000). Kecerdasan Emosi: Mengapa Inteligensi Lebih Tinggi Daripada IQ,

Alih Bahasa T. Hermay, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

_________, (2001). Emotional Intelligense Untuk Mencapai Puncak Prestasi, Alih bahasa:

Alex Tri K.W, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

_________,(2007). Kecerdasan Emosi (Emotional Intellegence). Jakarta:

ramedia.Pustaka Utama

Gomes, Faustino Cardoso, (2003). Manajemen Sumber Daya Manusia, Yogyakarta:

Penerbit Andi.

Handoko. (2001). Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia. Yogyakarta:

BPFE.

Hasibuan, Malayu. (2003). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara.

Page 11: PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL, IKLIM ORGANISASI …

Zalukhu: 1 - 11 Jurnal MIX, Volume III No. 1, Febuari 2013

11

Mangkunegara. A.A. Anwar Prabu, (2005). Evaluasi Kinerja SDM. Bandung: Refika

Aditama.

Mathis, Robert. L dan Jackson John. H., (2001). Manajemen Sumber Daya Manusia, Jilid

2, Jakarta: Salemba Empat.

Mathis, Robert. L dan Jackson John. H., (2001). Manajemen Sumber Daya Manusia, Jilid

1, Jakarta: Salemba Empat.

Munandar. (2008). Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta: Penerbit Salemba Empat

Surip, Ngadino. (2011). Metode Penelitian Teori dan Terapan. Jakarta: Penerbit Mictra

Wanaca Media

Noe, Hollenbeck, Gerhart, Wright. (2010). Human Resource Management Gaining a

Competitive Advantage. Third Edition. McGraw-Hill Companies. Inc, Boston.

Novitasari. (2005). Pengaruh stres kerja terhadap motivasi kerja dan kinerja karyawan

PT. H.M. Sampoerna Tbk. http://www.damandiri.or.id Diunduh 6 Juni 2007.

Putri, Dita Astari, (2011). Pengaruh stres kerja terhadap kinerja pegawai PT. Bank Syariah

mandiri cabang gajah mada medan, Jurnal: USU

Reni Hidayati, Yadi Purwanto, Susatyo Yuwono, (2011).

Kecerdasan Emosi, Stres Kerja

Dan Kinerja Karyawan, Jakarta: Dipublis oleh Gunadarma. e-Journal,

(http://ejournal.gunadarma.ac.id/index.php/psiko/article/viewFile/249/190) Di

unduh tanggal 21 November 2011

Rivai,Veithzal,. (2004). Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Perusahaan dari Teori

ke Praktik. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

____________, (2005). Performance appraisal. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Robbins, Stephens. P., (2008). Perilaku Organisasi. Buku 1, Terjemahan Edisi Dua

Belas. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.

____________. (2008). Perilaku Organisasi. Buku 2, Terjemahan Edisi Dua Belas.

Jakarta: Penerbit Salemba Empat.

Shapiro, L.E., (2006). Mengajarkan Emotional Intelligence Pada anak. Jakarta: Gramedia.

Siagian, Sondang P., (2011). Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT. Bumi

Aksara.

Simanjuntak, Payaman J., (2005). Manajemen dan Evaluasi Kinerja. Jakarta: Lembaga

Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Sopiah, (2008). Perilaku Organisasional. Malang: Penerbit ANDI Jogjakarta

Sugiono. (2011). Metode Penelitian Bisnis. Cetakan Kedelapan. Bandung: CV. Alfabeta

Sulistiyani, Ambar T. dan Rosidah. (2003). Manajemen Sumber Daya Manusia.

Yogyakarta: Graha Ilmu.

Supramono, dan Intyas Utami, (2004). Desain Proposal Penelitian Akuntansi dan

Keuangan, Yogyakarta: Penerbit Andi

Umar, Husein. (2008). Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis Bisnis, Edisi 8. Jakarta:

Penerbit Rajawali Pers.

Wibowo. (2007). Manajemen Kinerja Edisi Kedua. Jakarta: Rajagrafindo

Wirawan, 2007. Budaya dan Iklim Organisasi. Jakarta: Penerbit Salemba Empat

Page 12: PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL, IKLIM ORGANISASI …

Tsani 12 - 23 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013

12

PENGARUH KOMPETENSI, PENEMPATAN KERJA DAN MOTIVASI

TERHADAP KINERJA PEGAWAI SEKRETARIAT JENDERAL

KEMENTERIAN LUAR NEGERI

Ahrul Tsani F.

Fakultas Ekonomi Universitas Al Azhar

E-mail: dan [email protected]

Abstract: The research was conducted to analyze how strong is the effect of

competency, work placement and motivation on performance of the employees of the

Secretariat General of Ministry of Foreign Affairs. Phenomenon indicated that

performance achievement of the Ministry showed by the result of LAKIP appraisal only

meet the CC criteria. This could be linked to the low performance of the Ministry staff,

affected by competency, work placement and motivation factors. The design of the

research is causal design which aimed to measure how strong are the effect of

competency, work placement and motivation on performance. The measurement of the

variables is using Likert scale and data were collected through questionnaire to 186

respondents. The data obtained was analyzed using SPSS. The results of multiple

regression analysis and t-test proved that the competency had no effect, while work

placement and motivation significantly effected on performance. In conclusion, the

research showed that the process of work placement by considering academic

achievement and motivation from a good relationship with superiors could effect to the

achievement of the employees performance.

Keywords: competency, work placement, motivation, performance

Abstrak: Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis seberapa kuat pengaruh

kompetensi, penempatan kerja dan motivasi terhadap kinerja karyawan Sekretariat

Jenderal Departemen Luar Negeri. Fenomena menunjukkan bahwa pencapaian kinerja

Kementerian ditunjukkan oleh hasil penilaian LAKIP hanya memenuhi kriteria CC. Hal

ini dapat dikaitkan dengan rendahnya kinerja staf Kementerian, dipengaruhi oleh

kompetensi, penempatan kerja dan faktor motivasi. Desain penelitian ini adalah desain

kausal yang bertujuan untuk mengukur seberapa kuat adalah efek dari kompetensi,

penempatan kerja dan motivasi terhadap kinerja. Pengukuran variabel menggunakan

skala Likert dan data dikumpulkan melalui kuesioner kepada 186 responden. Data yang

diperoleh dianalisis dengan menggunakan SPSS. Hasil analisis regresi berganda dan t-

test membuktikan bahwa kompetensi tidak berpengaruh, sedangkan penempatan kerja

dan motivasi secara signifikan berpengaruh terhadap kinerja. Kesimpulannya,

penelitian menunjukkan bahwa proses penempatan kerja dengan mempertimbangkan

prestasi akademik dan motivasi dari hubungan yang baik dengan atasan dapat

mempengaruhi pada pencapaian kinerja karyawan.

Kata kunci: kompetensi, penempatan kerja, motivasi, kinerja

Page 13: PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL, IKLIM ORGANISASI …

Tsani 12 - 23 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013

13

PENDAHULUAN

Kementerian Luar Negeri RI yang memiliki wewenang dan tugas pokok serta fungsi

dalam menyusun kebijakan dan melaksanakan hubungan/politik luar Negeri Indonesia

melalui diplomasi, dituntut untuk memiliki sumber daya manusia (SDM) yang profesional,

kompeten dan handal. SDM yang professional, kompeten dan handal ini diperlukan, baik

untuk menjadi pelaksana utama maupun pelaksana pendukung diplomasi Indonesia, yang

dilaksanakan di Pusat maupun di Perwakilan RI di Luar Negeri. Dengan memiliki SDM

yang handal dan tentunya berkinerja tinggi, diharapkan kinerja Kementerian Luar Negeri

sebagai sebuah organisasi juga turut meningkat. Selama ini, kinerja Kementerian Luar

Negeri, biasa dilihat dari penilaian atas Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah

(LAKIP) Kementerian Luar Negeri, yang hasilnya belum maksimal, seperti tampak pada

tabel 1.

Tabel 1. Nilai dan Peringkat LAKIP Kemlu

Tahun Nilai Peringkat

2007 50,05 17 dari 70 Instansi

2008 50,98 19 dari 74 Instansi

2009 55,88 CC

2010 57,28 CC

2011 59,84 CC

Catatan: sejak tahun 2009, sistem peringkat dirubah menjadi sistem pengkategorial

yang terdiri dari AA, A, B, CC, C dan D.

Sumber: data diolah

Selain itu, kinerja Kementerian Luar Negeri juga biasa dinilai dari Laporan Keuangan

didasarkan pada opini BPK, dengan pencapaian sebagai berikut:

Table 2. Opini BPK atas Laporan Keuangan Kemlu

Tahun Peringkat

2009 Disclaimer

2010 Wajar Dengan Pengecualian (WDP)

2011 Wajar Tanpa Pengecualian (WTP)

Sumber: Data diolah

Dari kedua tabel di atas, nampak jelas bahwa kinerja Kementerian Luar Negeri belum

mencapai hasil maksimal seperti yang diharapkan. Penilaian atas hasil SAKIP dan

Laporan Keuangan di atas, menunjukkan bahwa di masa-masa yang akan datang,

Kementerian Luar Negeri, dituntut untuk melanjutkan proses perbaikan di dalam

keseluruhan manajemen keorganisasinya, termasuk yang terpenting adalah perbaikan

manajemen SDM. Peningkatan kualitas dan kapasitas SDM dalam suatu organisasi, sangat

penting, karena SDM merupakan unsur utama dalam organisasi. SDM berperan sebagai

perencana, pelaksana, dan sekaligus pengendali terwujud dan tercapainya tujuan dan

sasaran organisasi. Dalam rangka peningkatan kinerja SDM ini, Kementerian Luar Negeri

juga dituntut untuk mengupayakan peningkatan kualitas dan kapasitas SDM-nya secara

menyeluruh, meliputi semua kategori pegawai yang ada, baik itu mereka yang masuk

kategori Pejabat Dinas Luar Negeri (PDLN), maupun Pegawai Dinas Dalam Negeri

Page 14: PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL, IKLIM ORGANISASI …

Tsani 12 - 23 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013

14

(PDDN). Mengamati kebijakan kepegawaian di Kementerian Luar Negeri yang

berlangsung saat ini, penulis berpendapat bahwa proses peningkatan kualitas SDM

Kementerian Luar Negeri belum bersifat menyeluruh, dan lebih banyak terfokus kepada

mereka yang termasuk dalam kategori PDLN. Padahal seharusnya, dalam manajemen

SDM Kementerian Luar Negeri, semua kategori pegawai harus masuk dalam program

peningkatan kompetensi dan perbaikan kinerja yang dilakukan Kementerian. Karena

bagaimanapun, dalam rangka meningkatkan kinerja Kementerian sebagai Organisasi,

semua unsur pegawai tidak boleh tidak harus dilibatkan, sebagai satu kesatuan tim.

Fokus perbaikan dan peningkatan kompetensi dan kinerja yang lebih mengutamakan

PDLN ini, menurut pengamatan penulis, bukan saja terkait proses rekruitmen, akan tetapi

juga dari pendidikan dan latihan yang diberikan kepada mereka pasca proses seleksi.

Dalam rangka meningkatkan kompetensi PDLN, Kementerian Luar Negeri telah memiliki

program khusus pendidikan dan pelatihan bagi masing-masing kategori. Bahkan bagi

PDK, ada pendidikan fungsional berjenjang yang telah terprogram dengan baik, mulai dari

SEKDILU bagi diplomat pemula, SESDILU bagi diplomat muda dan SESPARLU bagi

diplomat utama. Begitu juga, bagi BPKRT dan PK, memiliki program pendidikan dan

latihan khusus, meskipun secara tidak berjenjang seperti PDK. Sementara itu, untuk

kategori PDDN, sangat jarang sekali ada program-program pendidikan dan latihan yang

dimaksudkan untuk meningkatkan kompetensi mereka.

Di sisi lain, memperhatikan kebijakan rekruitmen dan pendidikan berbasis

kompetensi, yang pada dasarnya merupakan kebijakan yang baik, penulis juga

mendapatkan bahwa kebijakan tersebut, belum secara maksimal disinkronkan dengan

kebijakan penempatan kerja, baik ketika penempatan pertama pasca seleksi, maupun saat

ditempatkan di salah satu Perwakilan RI di Luar Negeri, dan penempatan kerja setelah

selesai penugasan di Luar Negeri. Akibat dari proses penempatan yang tidak berdasarkan

kompetensi tersebut, motivasi dan kinerja mereka pun sedikit banyak terganggu. Dengan

kompetensi tertentu yang dimiliki, para pegawai tentunya berharap dapat ditempatkan di

satuan/unit kerja yang sesuai dengan kompetensinya, agar dapat bekerja secara maksimal

dan menikmati pekerjaannya. Ketika pada kenyataannya, mereka ditempatkan di

satuan/unit kerja yang tidak sesuai dengan kompetensinya, hal itu sedikit banyak

berpengaruh kepada motivasi dan kinerja yang bersangkutan.

Sementara itu, terkait penempatan kerja, sebagian PDDN yang penulis temui,

banyak juga yang merasa bahwa Pimpinan kurang memperhatikan mereka dalam proses

mutasi terlebih promosi. Banyak dari mereka yang menempati suatu unit kerja dalam

waktu yang cukup lama, bahkan sejak masuk ke Kementeria Luar Negeri, tanpa pernah

dipindahkan ke unit lain, dan tidak memiliki kesempatan untuk mendapatkan promosi.

Kebijakan-kebijakan tersebut di atas, terutama yang belum ideal dan tidak sesuai

harapan, baik terkait kompetensi maupun penempatan kerja, menurut penulis, sedikit

banyak juga memiliki keterkaitan dengan tingkat motivasi yang dimiliki pegawai. Seperti

seorang PDLN yang merasa memiliki kompetensi tertentu, tapi kemudian ditempatkan

tidak sesuai dengan kompetensinya, akan mengalami demotivasi, yang akhirnya juga

mempengaruhi semangat dan kinerjanya. Begitu juga, para PDDN, akibat kebijakan

kepegawaian terkait kompetensi dan penempatan kerja yang kurang memperhatikan

mereka dan nampak diskriminatif, banyak yang mengalami demotivasi, sehingga membuat

mereka kurang bersemangat dalam bekerja, tidak berdisiplin dan sering terlambat datang

ke kantor, yang pada akhirnya berpengaruh terhadap kinerja mereka secara keseluruhan,

Page 15: PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL, IKLIM ORGANISASI …

Tsani 12 - 23 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013

15

serta mengganggu kinerja pegawai lainnya. Memperhatikan kondisi kepegawaian tersebut

di atas, nampak cukup menarik apabila dilakukan penelitian untuk mengetahui seberapa

kuat pengaruh dari kebijakan Kementerian Luar Negeri terkait kompetensi, penempatan

kerja dan motivasi terhadap kinerja pegawai Kementerian Luar Negeri, baik secara parsial

maupun bersama-sama. Memang ada banyak faktor yang mempunyai pengaruh terhadap

kinerja seseorang selain faktor kompetensi, penempatan kerja dan motivasi. Namun

demikian, menurut hemat penulis, ketiga faktor tersebut diduga merupakan faktor yang

paling dominan dalam mempengaruhi kinerja pegawai Kementerian Luar Negeri. Selain

itu, dengan pertimbangan luasnya ruang lingkup Kementerian Luar Negeri yang terdiri

dari 9 satuan kerja setingkat eselon satu, penulis akan memilih salah satu satuan kerja

setingkat eselon satu, yaitu satuan kerja Sekretariat Jenderal sebagai objek penelitian.

Permasalahan dalam dalam penelitian ini sebagai berikut: (1) Apakah kompetensi

berpengaruh terhadap kinerja pegawai Sekretariat Jenderal; (2) Apakah penempatan kerja

berpengaruh terhadap kinerja pegawai pegawai Sekretariat Jenderal; (3) Apakah motivasi

berpengaruh terhadap kinerja pegawai pegawai Sekretariat Jenderal; (4) Apakah

kompetensi, penempatan kerja dan motivasi berpengaruh secara bersamaan terhadap

kinerja pegawal pegawai Sekretariat Jenderal

Kinerja. Ada banyak pengertian kinerja, yang disampaikan para pakar. Salah satu definisi

yang penulis anggap dapat mewakili adalah apa yang disampaikan oleh Mangkunegara

(2009) yang mengatakan bahwa “Kinerja (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas

dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai

dengan tanggungjawab yang diberikan kepadanya.” Berdasarkan definisi ini, maka,

sebagai hasil dari pencapaian kerja seorang pegawai, kinerja bisa dilihat dan dinilai secara

kualitas maupun secara kuantitas. Maksud kualitas adalah dilihat apakah hasil pekerjaan

seorang pegawai mendekati kesempurnaan atau mendekati tujuan yang diharapkan atau

tidak. Sementara secara kuantitas, hasil pekerjaan seorang pegawai dilihat dari jumlah

pekerjaan/produk yang dihasilkan, jumlah rupiah yang didapatkan, atau jumlah siklus

kegiatan yang diselesaikan.

Definisi lain, yang di dalamnya mengandung pengertian tentang apa yang dapat

disebut sebagai dimensi kinerja dan dijadikan dasar dalam penelitian ini, adalah pengertian

menerut Mathis dan Jackson (2002:78) yang mengatakan bahwa kinerja karyawan adalah

yang mempengaruhi seberapa banyak mereka memberi kontribusi kepada organisasi yang

antara lain termasuk: (1) Kuantitas output; (2) Kualitas output; (3) Jangka waktu output;

(4) Kehadiran di tempat kerja; (5) Sikap kooperatif.

Kompetensi. Menurut Triwiyatno (2011), kompetensi dapat digambarkan sebagai

kemampuan untuk melaksanakan tugas, peran dan tugas, kemampuan mengintegrasikan

pengetahuan, keterampilan-keterampilan, sikap-sikap dan nilai-nilai pribadi dan

kemampuan untuk membangun pengetahuan dan keterampilan yang didasarkan pada

pengalaman dan pembelajaran yang dilakukan. Dari pengertian ini, dapat dikatakan bahwa

kompetensi bukan merupakan karakter dasar, pengetahuan, keterampilan dan sikap yang

terpisah-pisah, akan tetapi merupakan rangkaian dan perpaduan itu semua dan terumuskan

dalam serangkaian/sekelompok perilaku.

Mengikuti pendapat Spencer dan Spencer dalam Kaplan (2007), kompetensi

memiliki 5 tipe (dimensi), yaitu motif, traits, self concept, knowledge and skill: (1)

Motif merupakan sesuatu yang konsisten dipikirkan atau diinginkan sehingga

Page 16: PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL, IKLIM ORGANISASI …

Tsani 12 - 23 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013

16

menyebabkan suatu tindakan. Motif akan mendorong, mengarahkan dan menentukan

perilaku, terhadap tindakan atau tujuan tertentu dan tidak pada yang lainnya.; (2) Traits

atau sifat bawaan/watak adalah karakteristik fisik dan respon konsisten terhadap situasi

atau informasi termasuk rangsangannya dan tekanan; (3) Self concept atau konsep

diri adalah sikap, nilai-nilai, atau citra diri sesorang.; (4) Knowledge atau pengetahuan

adalah informasi yang dimiliki seseorang dalam area spesifik.; (5) Skill atau ketrampilan

adalah kemampuan untuk menyelesaikan sebuah tugas atau suatu pekerjaan fisik atau

mental tertentu.

Penempatan Kerja. Menurut Sulistiyani, dkk (2009) dalam buku „Manajemen Sumber

Daya manusia, Konsep, Teori dan Pengembangan dalam konteks Organisasi Publik‟,

penempatan adalah suatu kebijakan yang diambil oleh pimpinan suatu instansi, atau

bagian personalia untuk menentukan seseorang pegawai masih tetap atau tidak

ditempatkan pada suatu posisi atau jabatan tertentu berdasarkan pertimbangan keahlian,

keterampilan atau kualifikasi tertentu. Berdasarkan pengertian ini, penempatan kerja

meliputi penempatan pertama pasca seleksi maupun penempatan berikutnya setelah

seseorang aktif bekerja, yang dapat meliputi promosi, mutasi dan demosi.

Menurut Siswanto dalam Trispina (2007), dalam proses penempatan agar terlaksana depat

tepat, ada beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan dalam penempatan tersebut adalah

sebagai berikut: (1) Faktor prestasi akademis; (2) Faktor Pengalaman; (3) Faktor

Kesehatan Fisik dan Mental; (4) Faktor Status Perkawinan; (5) Faktor Usia.

Motivasi. Menurut Hasibuan (2003: 92), motivasi berasal dari kata latin “Movere” yang

berarti “Dorongan” atau “Daya Penggerak”. Secara definitif, menurut Hasibuan (2003:

95), motivasi adalah pemberian daya penggerak yang menciptakan kegairahan kerja

seseorang, agar mereka mau bekerja sama, bekerja efektif dan terintegrasi dengan segala

daya upayanya untuk mencapai kepuasan.

Sehubungan dengan peran penting dan krusial faktor motivasi dan pengaruhnya

terhadap pembentukan perilaku setiap orang yang bekerja di suatu organisasi/perusahaan,

maka perhatian para pakar terhadap kajian tentang motivasi sangatlah besar, dan sebagai

hasilnya, telah melahirkan banyak teori tentang motivasi. Teori-teori ini, menurut Luthans

dalam bukunya Organizational Behaviour sebagaimana dikutip Sulistiyani (2009:236),

secara garis besar terbagi ke dalam dua kategori, yaitu: (1) Teori Kepuasan; (2) Teori

Proses.

Salah satu yang termasuk dalam teori kepuasan adalah teori Herzberg yang

digunakan sebagai landasan dalam penelitian ini. Menurut Herzberg, ada dua faktor yang

mempengaruhi motivasi seseorang, yaitu yaitu faktor motivasional dan faktor higiene atau

„pemeliharaan‟. Yang dimaksud dengan faktor motivasional adalah hal-hal pendorong

berprestasi yang sifatnya intrinsik, yang berarti bersumber dari dalam diri seseorang.

Sedangkan yang dimaksud dengan faktor higiene atau pemeliharaan adalah faktor-faktor

yang sifatnya ekstrinsik yang berarti bersumber dari luar diri seseorang.

Menurut Hezberg, yang tergolong sebagak faktor motivasional antara lain ialah

pekerjaan seseorang, keberhasilan yang diraih, kesempatan bertumbuh, kemajuan dalam

karir dan pengakuan orang lain. Sedangkan faktor-faktor higiene atau pemeliharaan

mencakup antara lain status seseorang dalam organisasi, hubungan seorang karyawan

dengan atasannya, hubungan seseorang dengan rekan-rekan sekerjanya, teknik penyeliaan

Page 17: PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL, IKLIM ORGANISASI …

Tsani 12 - 23 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013

17

yang diterapkan oleh para penyelia, kebijaksanaan organisasi, sistem administrasi dalam

organisasi, kondisi kerja dan sistem imbalan yang berlaku.

Kerangka Pemikiran Dan Hipotesa. Sebagaimana telah dijelaskan di atas, masalah

dalam penelitian ini adalah terkait dengan masalah kompetensi, penempatan kerja dan

motivasi serta pengaruhnya terhadap kinerja pegawai. Dengan demikian, dalam penelitian

ini terdapat tiga variabel bebas, yaitu variabel kompetensi, penempatan kerja dan motivasi,

dan satu variabel terikat, yaitu kinerja pegawai.

Dari hasil kajian teori, penulis berkeyakinan bahwa kompetensi, penempatan kerja

dan motivasi memiliki pengaruh terhadap pencapaian kinerja seorang pegawai,

dikarenakan dimensi masing-masing faktor berhubungan erat dengan dimensi kinerja.

Menurut penulis, dimensi kinerja yang cukup menyeluruh adalah apa yang

disampaikan oleh Mathis dan Jackson, yaitu meliputi: kuantitas output, kualitas output,

jangka waktu output, kehadiran di tempat kerja dan sikap kooperatif. Sementara itu,

dimensi-dimensi dari variabel kompetensi, penempatan kerja dan motivasi serta hubungan

dan pengaruhnya terhadap dimensi dari variabel kinerja adalah seperti gambar di bawah

ini:

Berdasarkan kerangka pemikiran penelitian di atas, peneliti menyusun hipotesis dalam

penelitian ini sebagai berikut:

H1 : Kompetensi berpengaruh terhadap kinerja pegawai Sekretariat Jenderal

Kementerian Luar Negeri

H2 : Penempatan kerja berpengaruh organisasi terhadap kinerja pegawai

Sekretariat Jenderal Kementerian Luar Negeri

H3 : Motivasi berpengaruh terhadap kinerja pegawai Sekretariat Jenderal

Kementerian Luar Negeri;

H4 : Kompetensi, penempatan kerja dan motivasi secara bersama-sama

berpengaruh terhadap kinerja pegawai Sekretariat Jenderal Kementerian

Luar Negeri.

Page 18: PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL, IKLIM ORGANISASI …

Tsani 12 - 23 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013

18

METODE

Penelitian ini dilakukan terhadap pegawai negeri sipil (PNS) di satuan kerja Sekretariat

Jenderal, Kementerian Luar Negeri yang beralamat di Jl. Pejamnbon No. 6 Jakarta Pusat,

tempat dimana penulis bekerja, dengan pertimbangan kemudahan dalam penelitian dan

pengumpulan data serta pengamatan di lapangan. Pegawai yang diteliti meliputi semua

kategori pegawai yang ada, dan tidak dikhususkan untuk meneliti satu kategori pegawai

tertentu. Di sekretariat Jenderal Kementerian Luar Negeri, pegawainya dapat

dikategorikan secara garis besar kepada dua kategori, yaitu: (1) Pegawai Dinas Luar

Negeri (PDLN) yang terdiri dari: (a) Pejabat Dinas Diplomatik (PDK); (b) Bendaharawan

dan Penata Kerumah Tanggaan (BPKRT); (c) Petugas Komunikasi (PK). (2) Pegawai

Dinas Dalam Negeri (PDDN) termasuk di dalamnya, pejabat fungsional arsiparis.

Penelitian ini menggunakan desain kausal yang berguna untuk mengukur hubungan-

hubungan antar variabel penelitian atau berguna untuk menganalisis bagaimana suatu

variabel mempengaruhi variabel lain, sebagaimana yang disampaikan oleh Umar (2008:

10). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pegawai Sekretariat Jenderal,

Kementerian Luar Negeri yang berjumlah 560 orang. Dari Populasi yang ditetapkan,

peneliti akan mengambil sampel dengan teknik sampel tidak acak (non probability

sampling) yaitu teknik sampling kuota, yaitu pengambilan sampel secara bebas dari

populasi yang mempunyai ciri-ciri tertentu sampai jumlah (kuota) yang diinginkan.

Penelitian ini akan menganalisa pengaruh kompetensi, penempatan kerja dan

motivasi terhadap kinerja pegawai. Dengan demikian, terdapat tiga buah variabel eksogen

dan satu buah variabel endogen. Kompetensi, penempatan kerja dan motivasi merupakan

variabel eksogen. Dalam penelitian ini data dikumpulkan melalui dua cara, yaitu: (1)

penelitian kepustakaan, dan (2) penelitian lapangan. Penelitian kepustakaan dilakukan

untuk mengumpulkan data mengenai teori-teori yang mendukung penelitian dan daa

pendukung lainnya. Sedangkan penelitian lapangan dilakukan dengan mengumpulkan data

dari responden, dengan menggunakan kuesioner yaitu suatu metode pengumpulan data

dengan memberikan atau menyebarkan daftar pertanyaan kepada responden.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Data dalam penelitian ini didapatkan dari hasil kuesioner yang telah teruji validitas dan

reliabilitasnya, dan telah dibagikan kepada 186 responden yang merupakan sampel dari

keseluruhan populasi sebanyak 560 pegawai, yang diperoleh melalui rumus slovin dengan

margin kesalahan 6%. Setelah seluruh asumsi terpenuhi melalui uji asumsi klasik, telah

dilakukan analisis regresi linier berganda (multiple linear regressions) dan uji hipotesis

melalui Uji-t dan Uji-F terhadap data, dengan hasil seperti terlihat dalam tabel 3.

Berdasarkan output di atas didapat nilai konstanta dan koefisien regresi sehingga

dapat dibentuk persamaan regresi linier berganda sebagai berikut: Y = 8,600 + 0,021 X1 +

0,298 X2 + 0,323 X3. Sementara itu, untuk uji hipotesis, berdasarkan tabel yang sama,

diperoleh nilai thitung untuk variabel Kompetensi (X1) sebesar 0,465; nilai thitung untuk

variabel Penempatan Kerja (X2) sebesar 4,141; nilai thitung untuk variabel Motivasi (X3)

sebesar 7,290, dan ttabel 1,973.

Page 19: PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL, IKLIM ORGANISASI …

Tsani 12 - 23 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013

19

Tabel 3. Hasil Perhitungan Nilai Koefisien Persamaan Regresi

Coefficientsa

Model

Unstandardized

Coefficients

Standardized

Coefficients

t

Sig. B Std. Error Beta

1 (Constant) 8.600 3.015 2.852 .005

Kompetensi (X1) .021 .045 .029 .465 .643

Penempatan Kerja (X2) .298 .072 .267 4.141 .000

Motivasi (X3) .323 .044 .453 7.290 .000

a. Dependent Variable: Kinerja (Y)

Sumber: data diolah

Berdasarkan hasil thitung untuk masing-masing variabel, diperoleh kesimpulan bahwa hanya

thitung untuk variabel Kompetensi (X1) yang lebih kecil daripada ttabel. Sehingga, H0 -nya

diterima dan Ha ditolak. Dan ini berarti bahwa Kompetensi (X1) tidak berpengaruh

terhadap Kinerja (Y). Sementara variabel penempatan kerja dan variabel motivasi, karena

thitung keduanya lebih besar daripada ttabel, maka H0 -nya ditolak dan Ha diterima. Ini berarti,

bahwa penempatan kerja dan motivasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja.

Dikarenakan variabel kompetensi terbukti tidak berpengaruh, maka dalam penelitian

ini, telah dilakukan pengulangan analisis regresi linier berganda tanpa mengikut sertakan

variabel kompetensi, dengan hasil sebagai berikut.

Tabel 4 . Hasil Perhitungan Nilai Koefisien Persamaan Regresi Kedua

Coefficientsa

Model

Unstandardized

Coefficients

Standardized

Coefficients

t

Sig. B Std. Error Beta

1 (Constant) 9.335 2.561 3.645 .000

Penempatan Kerja (X1) .307 .069 .275 4.437 .000

Motivasi (X2) .324 .044 .454 7.330 .000

a. Dependent Variable: Kinerja (Y)

Sumber: data diolah

Berdasarkan output seperi nampak pada tabel di atas, didapat nilai kontstanta dan

koefisien regresi sehingga dapat dibentuk persamaan regresi linier berganda sebagai

berikut: Y = 9,335 + 0,307 X1 + 0,324 X2

Analisis Koefisien Korelasi. Selanjutnya telah diperoleh output hasil koefisien korelasi

untuk variabel penempatan kerja dan motivasi sebagai berikut.

Tabel 5. Nilai Koefisien Korelasi Product Moment

Model Summaryb

Model R R Square Adjusted

R Square

Std. Error of the

Estimate

1 .591a .349 .342 4.74164

a. Predictors: (Constant), Motivasi (X2), Penempatan Kerja (X1)

b. Dependent Variable: Kinerja (Y)

Sumber: data diolah

Page 20: PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL, IKLIM ORGANISASI …

Tsani 12 - 23 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013

20

Dari analisis diatas dapat diketahui bahwa nilai koefisien korelasi (R) adalah sebesar

0,591. Nilai tersebut berdasarkan kriteria Guilford menunjukkan adanya hubungan yang

sedang antara variabel bebas secara simultan dengan variabel terikat.

Analisis Koefisien Determinasi. Setelah diketahui nilai R sebesar 0,591, sebagaimana

tampak pada tabel di atas, koefisien determinasi untuk kedua variabel bebas dapat dihitung

menggunakan rumus sebagai berikut:

KD = R2 × 100%

= (0,591)2 × 100%

= 34,9%

Dengan demikian, maka diperoleh nilai koefisien determinasi sebesar 34,9% yang

menunjukkan arti bahwa Penempatan Kerja (X2) dan Motivasi (X3) memberikan pengaruh

simultan (bersama-sama) sebesar 34,9% terhadap Kinerja (Y). Sedangkan sisanya sebesar

65,1% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diamati di dalam penelitian ini.

Uji Simultan (Uji F). Uji-F telah dilakukan untuk menguji apakah penempatan kerja dan

motivasi secara simultan berpengaruh terhadap kinerja, dengan hasil olah data sebagai

berikut:

Tabel 6. Pengujian Hipotesis Simultan (Uji-F)

Model Sum of

Squares

df Mean Square F Sig.

1 Regression

Residual

Total

2206.983

4114.424

6321.408

2

183

185

1103.492

22.483

49.081 .000a

a. Predictors: (Constant), Motivasi (X2), Penempatan Kerja (X1)

b. Dependent Variable: Kinerja (Y)

Sumber: data diolah

Berdasarkan output di atas diketahui nilai Fhitung sebesar 49,081 dengan p-value (sig)

0,000. Dengan α=0,05 serta derajat kebebasan v1 = 2 dan v2 = 183 (n-(k+1)), maka di

dapat Ftabel 3,045. Dikarenakan nilai Fhitung > Ftabel (49,081 > 3,045) maka artinya variabel

bebas secara simultan berpengaruh signifikan terhadap Kinerja (Y).

Hasil Analisis Korelasi Dimensi. Analisis korelasi dimensi telah dilakukan untuk

melengkapi analisis sebelumnya yang dimaksudkan untuk mengetahui lebih detail

hubungan antara masing-masing dimensi pada variabel bebas (penempatan kerja dan

motivasi) dengan variabel terikat (kinerja), dengah hasil sebagai berikut:

Table 7. Rekapitulasi Analisis Korelasi Dimensi

Variabel Dimensi

Kinerja (Y)

Kuantitas

Output

Kualitas

Output

Jangka

Waktu

Output

Kehadiran

di Tempat

Kerja

Sikap

Kooperatif

Penempat

an Kerja

Faktor Prestasi Akd 0,284 0,318 0,290 0,339 0,330

Faktor Pengalaman 0,188 0,202 0,190 0,175 0,287

Page 21: PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL, IKLIM ORGANISASI …

Tsani 12 - 23 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013

21

(X2) Faktor Kes Fisik

dan mtl 0,217 0,257 0,289 0,215 0,280

Faktor Status pkw 0,042 0,083 0,151 0,136 0,108

Faktor Usia 0,005 0,159 0,255 0,124 0,181

Motivasi

(X3)

Pekerjaan itu

sendiri 0,202 0,338 0,205 0,315 0,182

Keberhasilan yg

diraih 0,162 0,273 0,169 0,350 0,305

Kesempatan

bertumbuh 0,177 0,282 0,196 0,393 0,189

Kemajuan dalam

karir 0,266 0,398 0,301 0,387 0,250

Pengakuan orang

lain 0,348 0,422 0,263 0,396 0,277

Status dalam

organisasi 0,218 0,335 0,131 0,210 0,159

Motivasi

(X3)

Hubungan dgn

atasan 0,387 0,494 0,426 0,423 0,413

Hub dgn rekan-

rekan s 0,361 0,359 0,401 0,443 0,491

Tek penyelia yg

diterap 0,214 0,322 0,253 0,311 0,240

Kebijak organisasi 0,018 0,197 0,166 0,257 0,169

Sis Adm organisasi 0,134 0,254 0,230 0,252 0,196

Kondisi kerja 0,311 0,428 0,317 0,460 0,372

Sistem imbalan

yang berlaku 0,023 0,233 0,158 0,353 0,113

Sumber: data diolah

Dari tabel di atas, didapatkan bahwa dimensi yang paling kuat hubungannya dari variabel

penempatan kerja (X2) dengan dimensi yang ada pada variabel kinerja (Y) adalah dimensi

„faktor akademis‟ dengan dimensi „kehadiran di tempat kerja‟. Sementara itu, dimensi

yang paling kuat hubungannya dari variabel motivasi (X3) dengan dimensi yang ada pada

variabel kinerja (Y) adalah dimensi „hubungan dengan atasan‟ dengan dimensi „kualitas

output.

PENUTUP

Kesimpulan. Pertama. Penempatan Kerja berpengaruh signifikan terhadap Kinerja. Ini

berarti, jika penempatan kerja dilakukan dengan benar dan tepat, maka kinerja pegawai

akan meningkat. Dimensi faktor prestasi akademis berhubungan kuat dengan dimensi

kehadiran di tempat kerja, sikap kooperatif dan kualitas output. Kedua. Motivasi

berpengaruh signifikan terhadap Kinerja. Ini berarti, jika motivasi pegawai baik, maka

kinerja pegawai akan meningkat. Dimensi hubungan dengan atas berhubungan kuat

dengan kualitas, kuantitas dan jangka waktu output. Sementara, hubungan dengan rekan-

rekan sekerja memiliki hubungan kuat dengan sikap kooperatif. Ketiga. Penempatan

Page 22: PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL, IKLIM ORGANISASI …

Tsani 12 - 23 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013

22

Kerja dan Motivasi secara bersama-sama berpengaruh terhadap Kinerja sebesar 34,9%,

sedangkan sisanya sebesar 65,1% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diamati di dalam

penelitian ini.

Saran. Pertama. Untuk meningkatkan kehadiran di tempat kerja, maka prestasi akademis

harus ditingkatkan. Untuk itu, disarankan, agar dalam proses penempatan kerja dan proses

kepegawaian lainnya seperti rekruitmen dan seleksi, Pimpinan perlu memprioritaskan

faktor prestasi akademis sebagai pertimbangan utama. Kedua. Untuk meningkatkan

kualitas, kuantitas dan jangka waktu output, maka hubungan dengan atasan harus

ditingkatkan. Untuk itu, disarankan agar pimpinan berkomunikasi aktif dengan staf dan

menjaga agar komunikasi berlangsung dua arah. Ketiga. Untuk meningkatkan sikap

kooperatif, maka hubungan dengan rekan-rekan sekerja perlu ditingkatkan. Untuk itu,

disarankan agar pimpinan dapat menjaga hubungan baik antar staf dan menjaga

keharmonisan antar mereka. Keempat. Untuk penelitian selanjutnya, dengan

memperhatikan bahwa kinerja pegawai dipegaruhi juga oleh variabel lain yang tidak

diteliti, maka disarankan untuk dilakukan penelitian terkait variabel-variabel lain yang

diduga memiliki pengaruh terhadap kinerja, seperti: Budaya Organisasi, Kepemimpinan,

Pengembangan Karir, Pendidikan dan Pelatihan

DAFTAR RUJUKAN

Ardana, I Komang, dan Ni Wayan Mujiati dan I Wayan Mudartha Utama, (2011).

Manajemen Sumber Daya Manusia, edisi pertama, Graha Ilmu, Yogyakarta.

Azwar, (2010). Reliabilitas dan Validitas, Pustaka Pelajar, Yogyakarta

Badu, Abram A.M, (2011). http://repository.upi.edu/operator/upload/d_pls_0809647_

chapter2.pdfI

Esya, Febri Purnama, (2008). Pengaruh Kompetensi Auditor dan Pemahaman System

Informasi Akuntan terhadap Kinerja Auditor Bea Cukai di wilayah Jakarta, Tesis.

Fahmi, Irham, (2010). Manajemen Kinerja, Teori dan Aplikasi, Alfabeta, CV, Bandung

Gani, Achmad, (2009). Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Pegawai

Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Kota Makassar

Ghozali, Imam, (2001). Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS, Badan

Penerbit Universitas Diponegoro

Gibson, James L., dan Jhon M. Ivancevich, dan James H. Donnely Jr., (1997). Organisasi

dan Manajemen: Perilaku, Struktur, Proses, alih bahasa Djoerban Wahid, Penerbit

Erlangga, Jakarta.

Hartati, Iswahyu, (2005). Pengaruh Kesesuaian Kompetensi dan Motivasi Kerja terhadap

Kinerja Pegawai pada Sekretariat Daerah Kabupaten Malang

Hasibuan, H. Malayu S.P, (2003). Organisasi dan Motivasi, dasar peningkatan

produktivitas, Bumi Aksara,

Keputusan Kepala BKN No. 46A, (2003). diakses dari:

http://bkd.semarangkota.go.id/bkdsmg/datapdf/Kep%20BKN%20No%2046a%20Th

%202003.pdf

Laporan Progress RB Kementerian Luar Negeri, diakses dari:

http://www.deplu.go.id/Documents/Reformasi%20Birokrasi/Lap-Progr-RB-

Kemlu.pdf

Page 23: PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL, IKLIM ORGANISASI …

Tsani 12 - 23 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013

23

LOMA‟s. (1998). Competency Dictionary

Mangkunegara, A.A Anwar Prabu, (2009). Evaluasi Kinerja SDM, PT. Refika Aditama,

Bandung

Moeheriono, (2009). Pengukuran Kinerja Berbasis Kompetensi, Ghalia Indonesia, Bogor

Mathis, Robert L., dan John H. Jackson, (2001). Manajemen Sumber Daya Manusia,

terjamahaan Jimmy Sadeli dan Bayu Prawira, Salemba Empat, Jakarta

Palan, R, (2007). Competence Management A Practicioners Guide (Kompetensi

Manajemen, Teknik Mengimplementasikan Manajemen SDM Berbasis Kompetensi

Untung Meningkatkan Daya Saing Organisasi, penerjemah Octa Melia Jalal, PPM,

Jakarta

Pesiwarissa, Eduard L, (2008). Pengaruh Kesesuaian Penempatan Kerja terhadap

Prestasi Kerja Pegawai Studi pada Pegawai Kantor Bappeda Kabupaten Nabire,

Papua

Prasetiawan, Iwan, (2010). Analisis Motivasi dan Gaya Kepemimpinan serta Pengaruhnya

terhadap Kinerja Pegawai Divisi Information System Solution PT. Garuda

Indonesia, Tesis, Universitas Mercu Buana, Jakarta

Pribadi, Udik dan Thoyib, Armanu, (2004). Peningkatan Motivasi dan Kemampuan pada

Kinerja Kerja (Studi Penelitian pada Karyawan Tetap Produksi di PT. ISM

Bogasari Flour Mills Surabaya

Rencana Strategis Sekretariat Jenderal 2010-204 (2010). Kementerian Luar Negeri,

Jakarta

Rivai, Veitzhal, (2004). Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Perusahaan dari Teori

ke Praktek, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta

Salviah, Silvi, (2010). Skripsi, Hubungan Penempatan Karyawan dengan Prestasi Kerja

Karyawan PT. BOMA BISMA INDRA PASURUAN,

Sastrohadiwirjo, B. Siswanto (2002). Manajemen Tenaga Kerja Indonesia: Pendekatan

Administratif dan Operasional, Bumi Aksara, Jakarta

Siagian, S, (2007). Manajemen Sumber Daya Manusia, PT. Bumi Aksara, Jakarta

Sudjana, (2005). Metoda Statistika, Tarsito, Bandung

Sugiyono, (2008). Metode Penelitian Bisnis, Alfabeta, Bandung

------------, (2009). Statistika untuk Penelitian, Alfabeta, Bandung

Sulistiyani, Ambar Teguh, dan Rosidah, (2009). Manajemen Sumber Daya manusia,

Konsep, Teori dan Pengembangan dalam konteks Organisasi Publik, Edisi II, Graha

Ilmu, Yogyakarta.

Triwiyatno, Joko, (2011). Upaya Peningkatan Kompetensi PNS Melalui Perubahan Pola

Pikir

Trisfina, Yuni, (2007). Proses Pelaksanaan Rekruitmen, Seleksi, Ketepatan Penempatan

Karyawan Studi pada Pasaraya Sri Ratu Kediri, Skripsi.

Walanggare, (2001). Gambaran Pelaksanaan Penarikan dan Seleksi sertaPenempatan

Karyawan Universitas Brawijaya Malang

Widayat, Eko Wahyu, (2010). Pengaruh Dimensi Motivasi Terhadap Kinerja Karyawan

PT. Dunkindo Lestasi Cabang Medan

Wexley, Kenneth N dan Garry A. Yuki, (2005). Organizational Behavior and Personnel

Psychology, Perilaku Organisasi dan Psikologi Personalia, cetakan ketiga,

penerjemah Drs. Muh. Shobaruddin, Rineka Cipta, Jakarta

Page 24: PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL, IKLIM ORGANISASI …

Tantula 24 - 37 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013

24

PENGARUH KOMPENSASI, KOMPETENSI DAN MOTIVASI TERHADAP

KINERJA PENDIDIK DI LEMBAGA KURSUS DAN PELATIHAN LADIKA

Asep Tantula

Fakultas Ekonomi UNSRI

E-mail: [email protected]

Abstract: This research examined the effect of compensation, competency, and

motivation on the performance of acupuncture teachers in LKP Ladika. This research

used quantitative approach with descriptive survey method. Data were taken using

questionnaires. Data were analyzed using SPSS. Methods of data analysis in this

research were multiple linear regression analysis with the classical assumption test,

such as normality test and multicollinearity test. At the multiple regression analysis will

be shown descriptive statistics, correlation test, determination test, t test and F test. The

results of this research shown that compensation, competency and motivation

altogether had significant influence toward those performance of acupuncture teachers

in LKP Ladika. Partially, only the variable of competency had statistical significant

efeect to their performance.

Keywords: Compensation, Competency, Motivation, Performance

Abstrak: Penelitian ini meneliti efek dari kompensasi, kompetensi, dan motivasi

terhadap kinerja guru akupunktur di LKP Ladika. Penelitian ini menggunakan

pendekatan kuantitatif dengan metode survei deskriptif. Data diambil menggunakan

kuesioner. Data dianalisis dengan menggunakan SPSS. Metode analisis data dalam

penelitian ini adalah analisis regresi linier berganda dengan uji asumsi klasik, seperti uji

normalitas dan uji multikolinieritas. Pada analisis regresi ganda akan ditampilkan

statistik deskriptif, uji korelasi, uji determinasi, uji t dan uji F. Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa kompensasi, kompetensi dan motivasi sama sekali memiliki

pengaruh yang signifikan terhadap kinerja mereka guru akupunktur di LKP Ladika.

Secara parsial, hanya variabel kompetensi memiliki efeect signifikan statistik untuk

kinerja mereka.

Kata kunci: Kompensasi, Kompetensi, Motivasi, Kinerja

PENDAHULUAN

Akupunktur merupakan teknik pengobatan tradisional Cina yang digunakan untuk

memperbaiki aliran dan keseimbangan energi sepanjang meridian-meridian tubuh. Dewasa

ini telah berkembang akupunktur medik yang mengintegrasikan pengetahuan kedokteran

konvensional dalam pelayanan akupunktur.

Terapi akupunktur telah berkembang pesat di Indonesia. Masyarakat mulai mengenal

akupunktur sebagai bentuk pengobatan yang handal sehingga terdapat tuntutan terhadap

kualitas dan kuantitas yang bermutu dalam pelayanan akupunktur. Untuk memenuhi hal

tersebut, diperlukan adanya lembaga pendidikan akupunktur yang dapat menghasilkan

akupunkturis yang terjamin kualitas dan kompetensinya. Berdasarkan data informasi

Page 25: PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL, IKLIM ORGANISASI …

Tantula 24 - 37 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013

25

lembaga kursus yang dikeluarkan oleh Direktorat Pembinaan Kursus dan Peserta Didik

Ditjen PAUDNI Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, saat ini

terdaftar 69 lembaga kursus akupunktur di seluruh Indonesia.

Lembaga kursus dan pelatihan akupunktur Ladika (LKP Ladika) didirikan di Jakarta

pada tahun 2002 dan melaksanakan pendidikan akupunktur dan akupresur. LKP Ladika

sebagai lembaga kursus dan pelatihan dibentuk dengan tujuan menjamin kualitas

pelayanan akupunktur dan kompetensi dari lulusannya. Saat ini, LKP Ladika telah

menyelenggarakan kursus akupunktur dasar dan akupunktur tingkat lanjut di berbagai

daerah, antara lain DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Sumatera Barat,

dan Nusa Tenggara Timur.

Selama periode 2008 -2011 lembaga pendidikan akupunktur LKP Ladika

mempunyai peserta didik sekitar 140 orang per tahunnya. Persentase jumlah lulusan LKP

Ladika yang dihasilkan selama periode waktu tersebut belum optimal seperti terlihat pada

Tabel 1 dan Tabel 2.

Tabel 1. Jumlah Peserta Didik LKP Ladika Periode 2008-2010

Jenis

Program

Tahun 2008 Tahun 2009 Tahun 2010

Target Capaian % Target Capaian % Target Capaian %

Akupunktur

Dasar 60 84 140 60 58 97 80 64 80

Akupunktur

Kecantikan 30 20 67 30 25 83 40 29 73

Elektro

Akupunktur 30 24 80 30 22 73 40 31 78

Akupunktur

Analgesia 30 25 83 30 24 80 40 25 63

Sumber: data diolah

Tabel 2. Jumlah Lulusan Akupunktur Dasar Periode 2008-2010

No Uraian 2008 2009 2010

1

Jumlah Peserta Didik

Yang Lulus (Akupunktur

Dasar)

80

(95%)

55

(94%)

61

(95%)

Sumber: data diolah

Kelulusan peserta didik pada kursus dan pelatihan akupunktur dipengaruhi berbagai faktor

baik dari peserta didik, pendidik, maupun dari lembaga penyelenggara kursus. Pendidik

akupunktur merupakan salah satu faktor yang berperan penting dalam kelulusan peserta

didik. Pendidik akupunktur harus mampu mempersiapkan peserta didik dengan

pengetahuan dan keterampilan tentang akupunktur sesuai dengan Standar Kompetensi

Akupunktur Indonesia dan juga mampu memotivasi peserta didik untuk dapat

memaksimalkan potensi keilmuannya.

Berdasarkan penilaian kinerja pendidik akupunktur di LKP Ladika tahun 2011

didapatkan data bahwa pendidik akupunktur yang mempunyai kemampuan pendidik

sangat baik dan baik hanya 48%, sementara sisanya 52% pendidik akupunktur mempunyai

kemampuan pendidik kurang baik dan tidak baik.

Page 26: PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL, IKLIM ORGANISASI …

Tantula 24 - 37 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013

26

Lembaga kursus dan pelatihan akupunktur Ladika memiliki tenaga pendidik sebanyak 38

orang dengan latar belakang pendidikan yang berbeda-beda seperti SMA, D1/D3, S1, S2

bahkan S3 serta medis dan non medis. Perbedaan latar belakang pendidikan tenaga

pendidik mempengaruhi kemampuan mengajar dan kompetensinya sehingga tidak sama

satu dengan lainnya. Selain itu pengalaman mengajar dari tenaga pendidik juga tidak sama

karena terdapat pendidik yang sudah lebih dari 10 tahun bekerja sebagai pendidik

akupunktur dan masih banyak pendidik yang mempunyai pengalaman kurang dari 2 tahun.

Pengalaman mengajar pendidik berperan terhadap kemampuan mengajarnya terutama

pada pendidikan non formal (kursus) yang tergolong dalam pendidikan vokasional

khususnya dalam hal keterampilan (skill).

Pendidik (guru) merupakan salah satu faktor yang berperan dalam keberhasilan

suatu proses pembelajaran dan transfer pengetahuan maupun keterampilan kepada

peserta didik yang diselenggarakan oleh lembaga kursus dan pelatihan. Kesiapan

pendidik dalam merencanakan, mempersiapkan dan melakukan serta evaluasi dari

proses belajar mengajar kepada peserta didiknya berpengaruh terhadap mutu atau

kualitas lulusan yang dihasilkannya. Posisi strategis pendidik dalam proses

pendidikan sangat dipengaruhi oleh kinerja pendidik tersebut.

Kinerja pendidik di LKP Ladika dinilai oleh manajemen berdasarkan tingkat kemampuan

serta kompetensinya sebagai pendidik akupunktur. Peningkatan kompetensi pendidik

dilakukan secara berkesinambungan dan berkala setiap tahun yang dilaksanakan oleh

organisasi profesi akupunktur (PAKSI) bekerja sama dengan Kementerian Pendidikan dan

Kebudayaan Republik Indonesia.

Tenaga pendidik di lembaga kursus dan pelatihan akupunktur dihadapkan pada

kondisi pengajaran yang berbeda dari pendidikan formal. Pada pendidikan kursus dan

pelatihan akupunktur yang termasuk dalam pendidikan non formal pendidik dihadapkan

dengan peserta didik yang sangat bervariasi dalam beberapa hal seperti umur, latar

belakang pendidikan, pekerjaan, dan lain-lain. Hal tersebut menuntut tenaga pendidik

untuk dapat menyesuaikan metode pengajarannya di kelas agar dapat dimengerti oleh

peserta didik secara menyeluruh.

Di samping itu pendidik terkadang juga harus mampu mengajarkan beberapa materi

berbeda pada satu kelas. Pihak lembaga kursus dan pelatihan akupunktur melakukan

beberapa kegiatan untuk meningkatkan kemampuan mengajar dan kompetensi akupunktur

bagi pendidik seperti melalui acara bedah buku, seminar maupun kuliah dosen tamu.

Tetapi tidak semua pendidik bersedia mengikuti kegiatan tersebut dikarenakan berbagai

alasan. Manajemen LKP Ladika berupaya memotivasi pendidik akupunktur untuk

meningkatkan keahliannya dengan cara mengikutkan pendidikan akupunktur tingkat

lanjut. Tetapi masih ada pendidik yang belum berusaha maksimal guna meningkatkan

kompetensi akupunkturnya. Hal ini menyebabkan pendidik tersebut belum memperbarui

substansi materi akupunktur yang diajarkannya secara berkala.

Profesi pendidik pada lembaga kursus dan pelatihan akupunktur belum menjadi

profesi utama karena seluruh pendidik akupuntur di LKP Ladika mempunyai pekerjaan

utama baik sebagai pegawai negeri (PNS) maupun swasta. Hal ini menyebabkan profesi

pendidik akupunktur masih merupakan pekerjaan tambahan diluar pekerjaan utamanya.

Akibatnya adalah sering terjadi bentrok jadwal mengajar pendidik dengan jadwal

pekerjaan utamanya. Permasalahan tersebut terjadi terutama jika pendidik diharuskan

mengajar di luar kota dimana sering kesulitan dalam mengurus ijin ditempat mereka

Page 27: PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL, IKLIM ORGANISASI …

Tantula 24 - 37 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013

27

bekerja. Berdasarkan hasil wawancara dengan manajemen LKP Ladika diketahui bahwa

insentif yang diterima pendidik di LKP Ladika cukup memenuhi kriteria pasar dalam

pendidikan akupunktur. Meskipun demikian, insentif tersebut hanya sebagai penghasilan

tambahan bagi pendidik dimana pendidik akupunktur mempunyai penghasilan dari

pekerjaan utamanya. Besarnya insentif bagi tenaga pendidik berbeda-beda disesuaikan

dengan pembagian lini pendidik berdasarkan kompetensi, pengalaman mengajar dan

jumlah jam mengajar dari masing-masing pendidik.

Penilaian kinerja pendidik merupakan sarana bagi LKP Ladika untuk mengevaluasi

pendidik untuk kepentingan lembaga dan pendidik. Penilaian kinerja pendidik secara terus

menerus berguna meningkatkan mutu lulusan akupunkturis. Pendidik merupakan faktor

utama dalam sistem pengajaran di lembaga pendidikan selain sarana dan prasarana

pendukung. Terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi kinerja tenaga pendidik di suatu

lembaga pendidikan. Perlu dilakukan penilaian terhadap pengaruh besarnya kompensasi

yang diterima oleh pendidik dari proses pengajaran serta penilaian terhadap motivasi

pendidik yang dapat mempengaruhi kinerja pendidik di LKP Ladika. Selain itu,

kompetensi pendidik tetap menjadi perhatian dalam penilaian kinerja pendidik. Untuk itu

perlu dilakukan penelitian terhadap pengaruh kompensasi, kompetensi, dan motivasi

terhadap kinerja pendidik di lembaga kursus dan pelatihan akupunktur Ladika.

Berdasarkan latar belakang diatas maka permasalahan yang hendak dikaji dalam penelitian

adalah: (1) Apakah kompensasi berpengaruh terhadap kinerja pendidik di LKP Ladika?;

(2) Apakah kompetensi berpengaruh terhadap kinerja pendidik di LKP Ladika?; (3)

Apakah motivasi berpengaruh terhadap kinerja pendidik di LKP Ladika?; (4) Apakah

kompensasi, kompetensi, dan motivasi berpengaruh secara bersama-sama terhadap kinerja

pendidik di LKP Ladika?

Maksud dan tujuan penelitian adalah untuk memperoleh bukti empiris mengenai ada

atau tidaknya pengaruh yang signifikan dari kompensasi, kompetensi, dan motivasi

terhadap kinerja tenaga pendidik di LKP Ladika dan memberikan rekomendasi kepada

pihak manajemen lembaga pendidikan guna menentukan strategi yang lebih tepat dalam

rangka peningkatan kinerja pendidik.

Teori Kinerja. Kinerja merupakan masalah yang menjadi perhatian manajemen karena

berkaitan dengan produktivitas organisasi. Kinerja karyawan akan mempengaruhi

seberapa besar kontribusi yang diberikan oleh karyawan kepada organisasi. Kinerja

berhubungan erat dengan produktoivitas sehingga digunakan sebagai indikator dalam

usaha meningkatkan produktivitas organisasi.

Definisi kinerja sumber daya manusia menurut Mangkunegara (2005: 9) adalah

prestasi kerja atau hasil kerja (output) baik kualitas maupun kuantitas yang dicapai sumber

daya manusia persatuan periode waktu dalam melaksanakan tugas kerjanya sesuai

tanggungjawab yang diberikan kepadanya. Sedangkan pengertian kinerja menurut Nawawi

(2005: 234) adalah sebagai hasil pelaksanaan suatu pekerjaan oleh seorang pekerja.

Samsudin (2006: 159) mengartikan kinerja sebagai tingkat pelaksanaan tugas yang dapat

dicapai seseorang dengan menggunakan kemampuan yang ada dan batasan-batasan yang

telah ditetapkan untuk mencapai tujuan organisasi. Sedangkan Wirawan (2009: 5)

menyatakan kinerja sebagai keluaran yang dihasilkan oleh fungsi-fungsi atau indikator-

indikator suatu pekerjaan atau suatu profesi dalam waktu tertentu.

Page 28: PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL, IKLIM ORGANISASI …

Tantula 24 - 37 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013

28

Berdasarkan beberapa definisi tersebut di atas, dapat dinyatakan bahwa kinerja merupakan

prestasi yang dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan tugasnya atau pekerjaannya

selama periode waktu tertentu yang sesuai dengan standar dan kriteria yang telah

ditetapkan untuk pekerjaan tersebut. Kinerja merupakan suatu perbuatan atau perilaku

orang lain. Untuk mengetahui prestasi yang telah dicapai oleh seseorang dalam suatu

organisasi perlu dilakukan penilaian kinerja. Penilaian prestasi kerja bagi suatu organisasi

penting dalam rangka pengembangan sumber daya manusia karena sumber daya manusia

dalam organisasi ingin mendapatkan penghargaan dan perlakuan yang adil dari pemimpin

organisasi yang bersangkutan. Penilaian prestasi kerja merupakan kegiatan yang dilakukan

oleh organisasi untuk dapat memperbaiki keputusan manajer dan memberikan umpan

balik kepada karyawan tentang kegiatannya.

Penilaian prestasi kerja dapat dilakukan melalui pengamatan langsung maupun tidak

langsung. Observasi langsung dilaksanakan bila penilai secara nyata melihat pelaksanaan

kerja yang dinilai (karyawan). Sedangkan penilaian tidak langsung bila penilaian

dilakukan terhadap prosedur operasi alat adalah satu bentuk penilaian secara tidak

langsung suatu penampilan kerja.

Kompensasi. Kompensasi karyawan merupakan semua bentuk imbalan yang diberikan

kepada karyawan sebagai imbal balik dari pekerjaan mereka. Dalam pemberiian

kompensasi kepada pekerja, perusahaan terlebih dahulu melakukan penghitungan kinerja

dengan membuat sistem penilaian kinerja yang adil.

Menurut Sirait (2006: 181) kompensasi adalah hal yang diterima oleh pegawai, baik

berupa uang atau bukan uang sebagai balas jasa yang diberikan bagi upaya pegawai

(kontribusi pegawai) yang diberikannya untuk organisasi. Sedangkan Gozalli (2005: 234)

menjelaskan bahwa kompensasi adalah semua balas jasa yang diterima oleh seseorang

karyawan/pegawai dari perusahaannya sebagai akibat dari jasa/tenaga yang telah

diberikannya pada perusahaan tersebut.

Tujuan pemberian kompensasi adalah memberikan efek positif pada

organisasi/perusahaan yaitu: (a) mendapatkan karyawan berkualitas baik, (b) memacu

pekerja untuk bekerja lebih giat dan meriah prestasi gemilang, (c) memikat pelamar kerja

berkualitas dari lowongan kerja yang ada, (d) mudah dalam pelaksanaan administrasi

maupun aspek hukumnya, (e) memiliki keunggulan lebih dari pesaing/kompetitor. Sistem

kompensasi merupakan bagian (parsial) dari sistem reward yang disediakan oleh

organisasi. Sedangkan reward adalah semua hal yang disediakan organisasi untuk

memenuhi satu atau lebih kebutuhan individual. Adapun dua dasar untuk survival dan

security dan juga kebutuhan sosial dan pengakuan. (1) Kompensasi ekstrinsik yang

berbentuk uang antara lain misalnya: gaji, upah, honor, komisi, insentif, dan lain-lain

sedangkan kompensasi ekstrinsik yang bentuknya sebagai benefit/tunjangan pelengkap

contohnya seperti: unag cuti, uang makan, uang transportasi/antar jemput, asuransi,

jamsostek/jaminan sosial tenaga kerja, uang pensiun, rekreasi, beasiswa melanjutkan

kuliah dan sebagainnya. (2) Kompensasi intrinsik, yang memenuhi kebutuhan yang lebih

tinggu tingkatannya, misalnya bentuk kebanggaan, penghargaan, serta pertumbuhan dan

perkembangan yang dapat diperoleh dari faktor-faktor yang melekat dalam pekerjaan

karyawan itu. Kompensasi intriksik tidak berbentuk fisik dan hanya dapat dirasakan

berupa kelangsungan pekerjaan, jenjang karier yang jelas, kondisi lingkungan kerja

pekerjaan yang menarik dan lain-lain.

Page 29: PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL, IKLIM ORGANISASI …

Tantula 24 - 37 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013

29

Kompetensi. Kompetensi (competency) merupakan kebulatan penguasaan pengetahuan,

keterampilan dan sikap yang ditampilkan melalui unjuk kerja yang diharapkan bisa

dicapain seseorang setelah menyelesaikan suatu program pendidikan. Kompetensi merujuk

kepada karakteristik yang mendasari perilaku yang menggambarkan motif, karakteristik

pribadi (ciri khas), konsep diri, nilai-nilai, pengetahuan atau keahlian yang dibawa

seseorang yang berkinerja unggul (superior performer) di tempat kerja. Kompetensi terdiri

dari beberapa jenis karakteristik yang berbeda, yang mendorong perilaku. Fondasi

karakteristik ini mempengaruhi yang berbeda, yang mendorong perilaku. Fondasi

karakteristik ini mempengaruhi cara seseorang berperilaku di tempat kerja. (Palan, 2003:

5).

Menurut Usman (2010: 4) kompetensi berarti suatu hal yang menggambarkan

kualifikasi atau kemampuan seseorang, baik yang kualitatif maupun kuantitatif.

Sedangkan menurut pendapat Mc Clelland, kompeten adalah karakteristik mendasar yang

dimiliki seseorang yang berpengaruh langsung terhadap atau dapat memprediksi kinerja

yang sangat baik. Dengan kata lain kompetensi adalah apa yang outstanding performers

lakukan lebih sering pada lebih banyak situasi, dengan hasil yang lebih baik, daripada apa

yang dilakukan penilai kebijakan (Sedarmayanti, 2001: 126).

Denim (2008: 171) memaparkan bahwa kompetensi adalah seperangkat pengetahuan

keterampilan dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kegiaan berpikir dan

bertindak. Sehingga kompetensi dapat diartikan sebagai spesifikasi pengetahuan,

keterampulan dan sikap yang dimiliki seseorang serta penerapannya di dalam pekerjaan

sesuai dengan standar kinerja yang dibutuhkan oleh masyarakat dan dunia kerja. Dessler

(2008: 145) mengatakan bahwa kompetensi sebagai karakteristik dari kemampuan

seseorang yang dapat dibuktikan sehingga memunculkan suatu prestasi. Kompetensi

pekerjaan selalu merupakan perilaku yang dapat diobservasi dan diukur yang memuat

sauatu bagian pekerjaan. Kompetensi merupakan karakter dasar orang yang

mengindikasikan cara berperilaku atau berpikir, yang berlaku dalam cakupan situasi yang

sangat luas dan bertahan untuk waktu yang lama. Terdapt lima jenis karakteristik

kompetensi yaitu: (1) Pengetahuan. Pengetahuan merujuk pada informasi dan hasil

pembelajaran; (2) Keterampilan. Keahlian merujuk pada kemampuan seseorang untuk

melakukan suatu kegiatan; (3) Konsep diri dan nilai-nilai. Konsep diri dan nilai-nilai

merujuk pada sikap, nilai-nilai dan citra diri seseorang; (4) Karakteristik pribadi.

Karakteristik pribadi merujuk pada karakteristik fisik dan konsistensi tanggapan terhadap

siatuasi atau informasi; (5) Motif. Motif merupakan emosi, hasrat, kebutuhan psikologis

atau dorongan lain yang memicu tindakan.

Kompetensi pendidik sebagai agen pembelajaran yang diamanatkan dalam Standar

Nasional Pendidikan (SNP) meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian,

kompetensi sosial, dan kompetensi proffesional. Kompetensi pedagogik adalah

kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap

peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran dan pembangunan peserta didik

untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Kompetensi profesional

adalah kemampuan penguasaan meteri pembelajaran secara luas dan mendalam yang

memungkinkan guru membimbing peserta didik agar setelah menempuh proses

pembelajaran tertentu, ia dapat memenuhi standar kompetensi yang diharapkan.

Kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa arif

dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik dan berahlak mulia. Kompetensi sosial

Page 30: PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL, IKLIM ORGANISASI …

Tantula 24 - 37 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013

30

adalah kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul

secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga pendidik, orang/tua/wali

peserta didik, dan masyarakat sekitar.

Motivasi. Menurut Mangkunegara (2005: 61) menjelaskan motivasi sebagai kondisi

energi yang menggerakkan diri karyawan yang terarah atau tertuju untuk mencapai tujuan

organisasi perusahaan. Sikap mental karyawan yang pokok terhadapsituasi kerja itu

memperkuat motivasi kerjanya untuk mencapai hasil maksimal. Menurut Purwanto (2006:

71) motif adalah suatu dorongan yang timbul dari dalam diri seseorang yang menyebabkan

orang tersebut mau bertindak melakukan sesuatu, sedangkan motivasi adalah pendorongan

suatu usaha yang disadari untuk mempengaruhi tingkah laku seseorang agar ia tergerak

hatinya untuk bertindak melakukan sesuatu sehingga mencapai hasil atau tujuan tertentu.

Motivasi terbentuk dari sikap (attitude) karyawan dalam menghadapi situasi kerja di

perusahaan (situation). Karyawan seharusnya memiliki sikap mental yang siap sedia

secara psikofisik (siap secara mental, fisik, situasi dan tujuan). Artinya karyawan dalam

bekerja secara mental siap, fisik sehat dan memahami situasi dan kondisi serta berusaha

keras mencapai target kerja (tujuan utama organisasi). Terdapat beberapa prinsip dalam

memotivasi karyawan yaitu: (1) prinsip partisipasi, dalam upaya memotivasi kerja,

pegawai perlu diberi kesempatan ikut berpartisipasi dalam menentukan tujuan yang akan

dicapai oleh pemimpin; (2) prinsip komunikasi, pemimpin mengkomunikasikan segala

sesuatu yang berhubungan dengan usaha pencapaian tugas, dengan informasi yang jelas

pegwai akan lebih mudah dimotivasi kerjanya; (3) prinsip mengakui antar bawahan; (4)

pemimpin mengakui bahwa bawahan (pegawai) mempunyai aturan lebih didalam usaha

pencapaian tujuan. Dengan pengakuan tersebut, pegawai akan lebih mudah dimotivasi

kerjanya; (5) prinsip pendelegasian wewenang, pemimpin yang memberikan otoritas atau

wewenang kepada pegawai bawahan untuk sewaktu-waktu dapat mengambil keputusan

terhadap pekerjaan yang dilakukannya, akan membuat pegawai yang bersangkutan

menjadi termotivasi untuk mencapai tujuan yang diharapkan oleh pemimpin; (6) prinsip

membuat perhatian, pemimpin memberikan perhatian terhadap apa yang diinginkan

pegawai bawahan, akan memotivasi pegawai bekerja apa yang diharapkan oleh pemimpin.

Rerangka Pemikiran. Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, maka

rerangka pemikiran yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Gambar 1. Rerangka Penelitian

H4

H2

H1

H3

Page 31: PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL, IKLIM ORGANISASI …

Tantula 24 - 37 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013

31

Berdasarkan rerangka di atas, ingin diketahui pengaruh kompensasi, kompetensi, dan

motivasi terhadap kinerja tenaga pendidik di LKP Ladika.

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

H0 : Tidak ada pengaruh secara signifikan antara kompensasi, kompetensi, dan

motivasi terhadap kinerja baik secara parsial maupun secara bersama-sama.

H1: Ada pengaruh kompensasi terhadap kinerja.

H2 : Ada pengaruh kompetensi terhadap kinerja.

H3 : Ada pengaruh motivsi terhadap kinerja.

H4 : Ada pengaruh kompensasi, kompetensi dan motivasi terhadap kinerja

secara bersama - sama.

METODE

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode deskriptif. Penelitian

terhadap fenomena yang terjadi pada masa sekarang dengan proses berupa pengumpulan

dan penyusunan data, selanjutnya dilakukan analisis dan penafsiran terhadap data tersebut.

Jenis penelitian adalah survey dan data dikumpulkan melalui pengisian angket dan

wawancara.

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh tenaga pendidik LKP Ladika yaitu

sejumlah 38 orang. Sampel penelitian diambil dari seluruh populasi secara sensus. Metode

pengumpulan data dilakukan dengan cara: (1) kuesioner yaitu penyebaran angket kepada

para responden dalam hal ini adalah para tenaga pendidik di LKP Ladika, dilakukan

dengan cara memberikan daftar pertanyaan kepada responden yang telah disesuaikan

dengan tujuan penelitian.; (2) wawancara yang dilakukan dengan pihak yang berkompeten

atau berwenang untuk memberikan informasi dan keterangan yang sesuai yang dibutuhkan

peneliti.; (3) dokumentasi dengan mengumpulkan berbagai informasi yang berhubungan

dengan objek penelitian yang diperoleh dari organisasi.

Analisis data dilakukan sesuai dengan jenis pengolahan data yang telah disusun.

Skala pengukuran pada penelitian ini menggunakan skala Likert. Skala ini digunakan

untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang

feomena sosial yang disebut sebagai variabel penelitian. Dalam skala Likert, variabel yang

diukur dijabarkan sebagai sub variabel, kemudian dijabarkan menjadi komponen yang

dapat diukur. Komponen yang dapat terukur ini, kemudian dijadikan titik tolak untuk

menyusun item instrumen yang dapat berupa pertanyaan kemudian dijawab oleh

responden.

Pengujian Instrumen dan Data.Pengujian teradap instrumen dan data yang diperoleh

melalui pengujian validitas dan realibilitas diperlukan untuk memahami ketepatan

terhadap instrumen dan data yang digunakan dalam pengambilan data. Tujuannya adalah

agar instrumen yang dipakai dan data yang diambil benar-benar valid dan reliable.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengujian Hipotesis. Pengujian hipotesis ini dilakukan untuk membuktikan apakah

hipotesis dalam penelitian ini diterima atau ditolak melalui analisis regresi linier berganda.

Dalam analisis regresi linier berganda yang ingin diketahui adalah koefisien determinasi

dan koefisien regresinya serta hasil uji-F dan uji-t.

Page 32: PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL, IKLIM ORGANISASI …

Tantula 24 - 37 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013

32

Koefisien Determinasi. Koefisien determinasi digunakan untuk mengetahui persentase

pengaruh variabel independen (kompensasi, kompetensi, dan motivasi) terhadap

perubahan variabel dependen. Dari hasil pengolahan data dengan program SPSS diperoleh

hasil perhitungan R Square berikut:

Tabel 3. Koefisien Determinasi

Model R R Square

Adjusted R

Square

Std. Error of the

Estimate Durbin-Watson

1 .728a .530 .489 2.080 2.251

Sumber: data diolah

Berdasarkan Tabel 3 di atas, besarnya R (korelasi) adalah 0,728 yang berarti menunjukkan

hubungan korelasi yang kuat antara variabel independen (kompensasi, kompetensi, dan

motivasi) dengan variabel dependen (kinerja).

Besarnya R square adalah 0,530, hal ini berarti 53% pengaruh variabel dependen

(kinerja) dapat dijelaskan oleh variabel independen (kompensasi, kompetensi, dan

motivasi). Sedangkan sisanya 47% dijelaskan oleh sebab-sebab yang lain di luar model.

Uji F (ANOVA). Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah semua varibel

independen secara bersama-sama (simultan) dapat berpengaruh terhadap variebel

dependen. Dalam penelitian ini pengujian hipotesisnya adalah sebagai berikut:

H0 : μ = 0, artinya tidak ada pengaruh kompensasi, kompetensi, dan motivasi secara

bersama-sama terhadap kinerja

H4 : μ ≠ 0, artinya ada pengaruh kompensasi, kompetensi, dan motivasi secara bersama-

sama terhadap kinerja

Dari uji F test didapat nilai F hitung sebesar 12,786 dengan df = 3 (derajat kebebasan

pembilang 3) dan df2 = 38 (derajat kebebasan penyebut). Pengujian hipotesis dengan

membandingkan F tabel dengan df=3 dan df2=38 didapat 2,852 untuk taraf α=5% dan

3,483 untuk taraf α=2,5%. F hitung (12,786) lebih besar dari F tabel (2,852 dan 3,483),

maka H4 diterima dan H0 ditolak, artinya ada pengaruh kompensasi, kompetensi, dan

motivasi secara bersama-sama terhadap kinerja.

Tabel 4. Uji F (ANOVA)

ANOVAb

Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.

1 Regression 165.966 3 55.322 12.786 .000a

Residual 147.113 34 4.327

Total 313.079 37

a. Predictors: (Constant), Motivasi, Kompensasi, Kompetensi

b. Dependent Variable: Kinerja

Sumber: data diolah

Demikian juga bila dilihat pengujian signifikansi hipotesis melalui nilai signifikansi. Pada

kolom signifikansi didapat nilai signifikansi sebesar 0,000, yang berarti H4 diterima dan

H0 ditolak karena ketentuan penerimaan dan penolakan apabila signifikansi di bawah atau

Page 33: PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL, IKLIM ORGANISASI …

Tantula 24 - 37 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013

33

sama dengan 0,05. Berdasarkan pengujian tersebut disimpulkan bahwa model ini

signifikan, artinya bahwa variabel dependen (kinerja) dipengaruhi oleh variabel

independen (kompensasi, kompetensi, dan motivasi) secara bersama-sama. Dengan

demikian model regresi memenuhi kriteria goodness of fit, artinya model regresi cocok

untuk digunakan sebagai model prediksi.

Koefisien Regresi dan Uji t. Output hasil uji koefisien regresi dengan menggunakan

program SPSS dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 5. Koefisien Regresi dan Uji t

Model

Unstandardized

Coefficients

Standardized

Coefficients

t Sig.

Collinearity

Statistics

B Std. Error Beta Tolerance VIF

1 (Constant) 9.499 5.062 1.876 .069

Kompensasi .108 .086 .151 1.255 .218 .958 1.044

Kompetensi .177 .075 .427 2.355 .024 .420 2.384

Motivasi .277 .168 .301 1.643 .110 .411 2.433

Sumber: data diolah

Berdasarkan Tabel 5 di atas terlihat dapat disimpulkan bahwa variabel dependen (kinerja)

dipengaruhi oleh variabel kompensasi, kompetensi, dan motivasi dengan persamaan

matematis sebagai berikut:

Kinerja = 9,499 + 0,108 Kompensasi + 0,177 Kompetensi + 0,277Motivasi

Konstanta sebesar 9,499 menyatakan bahwa jika variabel independen dianggap konstan,

maka rata-rata nilai kinerja sebesar 9,499.

Uji t digunakan untuk mengetahui pengaruh secara parsial dari variabel independen

(kompensasi, kompetensi, dan motivasi) terhadap variabel dependen (kinerja). Dalam

penelitian ini pengujian hipotesisnya adalah sebagai berikut:

H0 : μ = 0, artinya tidak ada pengaruh kompensasi, kompetensi, dan motivasi secara

parsial terhadap kinerja

H1 : μ ≠ 0, artinya ada pengaruh kompensasi terhadap kinerja

H2 : μ ≠ 0, artinya ada pengaruh kompetensi terhadap kinerja

H3 : μ ≠ 0, artinya ada pengaruh motivasi terhadap kinerja

Dari uji t pada Tabel 5 di atas didapatkan bahwa nilai t hitung kompensasi sebesar

1,255, nilai t hitung kompetensi sebesar 2,355, dan nilai t hitung motivasi sebesar 1,643

dengan df=38 (derajat kebebasan 38). Pengujian hipotesis dengan membandingkan t tabel

dengan df=38 didapatkan 1,686 untuk taraf α= 5% dan 2,024 untuk taraf α=2,5%. Hanya

nilai t hitung kompetensi (2,355) yang lebih besar dari t tabel (1,686 dam 2,024), maka

hanya H2 yang diterima dan H0 ditolak, artinya ada pengaruh kompetensi terhadap kinerja.

Sedangkan nilai t hitung kompensasi dan motivasi (1,255 dan 1,643) lebih kecil dari t

tabel (1,686 dam 2,024), maka H1 dan H3 ditolak dan H0 diterima, artinya tidak ada

pengaruh kompensasi maupun motivasi secara parsial terhadap kinerja.

Pada pengujian signifikansi hipotesis melalui nilai signifikansi. Pada kolom

signifikansi diperoleh nilai signifikansi dari variabel kompetensi sebesar 0,024, yang

berarti H2 diterima dan H0 ditolak signifikansi dibawah atau sama dengan 0,05.

Page 34: PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL, IKLIM ORGANISASI …

Tantula 24 - 37 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013

34

Berdasarkan pengujian tersebut disimpulkan bahwa kompetensi berpengaruh terhadap

kinerja secara signifikan.

Dengan mengetahui permasalahan yang berpengaruh terhadap kinerja baik secara bersama

maupun secara parsial diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan oleh pihak

manajemen LKP Ladika untuk lebih fokus memperhatikan faktor yang mempengaruhi

kinerja secara signifikan yaitu kompetensi.

Pembahasan. Berdasarkan hasil pengolahan dan analisis data di atas diperoleh kenyataan

bahwa variabel independen (kompensasi, kompetensi, dan motivasi) mempunyai

hubungan korelasi yang kuat ( r = 0,728 ) terhadap variabel dependen (kinerja) dengan R

square sebesar 0,530. Dapat dijelaskan bahwa variabel independen (kompensasi,

kompetensi, dan motivasi) mempunyai pengaruh 53% terhadap variabel dependen

(kinerja), sementara sisanya 47% dijelaskan oleh sebab-sebab yang lain di luar model.

Hasil pengujian hipotesis pengaruh variabel independen secara bersama-sama

(simultan) terhadap variebel dependen menunjukkan bahwa nilai F hitung (12,786) lebih

besar dari F tabel (2,852 dan 3,483) yang sehingga dapat diartikan bahwa kompensasi,

kompetensi, dan motivasi secara bersama-sama berpengaruh secara signifikan terhadap

kinerja.

Hal tersebut di atas sesuai dengan Sedarmayanti (2001) yang menyatakan bahwa

faktor yang mempengaruhi kinerja di antaranya adalah sikap mental dan kesempatan

berprestasi (motivasi kerja), pendidikan dan keterampilan (kompetensi), dan tingkat

penghasilan maupun gaji/ honor (kompensasi). Sementara faktor lain seperti manajemen

kepemimpinan, jaminan kesehatan dan jaminan sosial, iklim kerja, sarana dan

prasarana,serta teknologi juga berpengaruh terhadap kinerja di luar model yang diperoleh

pada penelitian ini.

Dengan menggunakan hasil koefisien regresi, pengaruh variabel independen

(kompensasi, kompetensi, dan motivasi) terhadap variabel dependen (kinerja) dapat

disimpulkan menggunakan persamaan matematis tersebut di atas. Rerata nilai kinerja

adalah sebesar 9,499 dengan anggapan bahwa variabel independen adalah konstan.

Berdasarkan hasil uji t dapat diketahui pengaruh secara parsial (sendiri-sendiri) dari

variabel independen (kompensasi, kompetensi, dan motivasi) terhadap variabel dependen

(kinerja). Pada Tabel 5 di dapatkan nilai t hitung variabel kompensasi, kompentensi, dan

motivasi adalah sebesar 1,255, 2,355, dan 1,643. Dengan membandingkan t hitung

terhadap t tabel (1,686; α=5% dan 2,024; α=2,5%), ternyata hanya kompetensi yang

mempunyai nilai t hitung yang lebih besar dari t tabel sehingga dapat diartikan bahwa

secara parsial kompetensi berpengaruh signifikan secara statistik terhadap kinerja.

Sementara itu kompensasi dan motivasi secara parsial tidak berpengaruh signifikan

terhadap kinerja karena mempunyai nilai t hitung lebih kecil dari t tabel.

Menurut Keith Davies dalam Mangkunegara (2000) pencapaian kinerja dipengaruhi

oleh faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation). McClelland

menekankan pentingnya kebutuhan berpretasi karena berperan dalam pelaksanaan

pekerjaan dan mendorong seseorang untuk mengembangkan kreatifitas dan mengarahkan

semua kemampuan serta energi yang dimilikinya demi mencapai prestasi kerja optimal

(kinerja). Sementara itu teori dua faktor menyatakan bahwa gaji/ kompensasi tidak

dianggap sebagai motivator, terutama bagi pegawai profesional dan manajerial dimana

Page 35: PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL, IKLIM ORGANISASI …

Tantula 24 - 37 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013

35

pengakuan kemajuan dan peluang untuk mengembangkan diri adalah sebagai motivator

dalam bekerja, asalkan gaji yang diterimanya cukup dan dianggap adil.

Berdasarkan analisis hasil uji t diatas ternyata hanya variabel kompetensi yang

secara parsial berpengaruh signifikan secara statistik terhadap variabel kinerja meskipun

secara bersama-sama (simultan) kompensasi, kompetensi, dan motivasi mempunyai

pengaruh yang signifikan terhadap kinerja. Secara parsial kompensasi tidak berpengaruh

secara signifikan terhadap kinerja dapat dijelaskan dengan adanya penghasilan para

pendidik dari pekerjaan utama mereka dikarenakan profesi pendidik akupunktur di LKP

Ladika masih sebagai pekerjaan tambahan. Sementara motivasi secara parsial tidak

berpengaruh signifikan terhadap kinerja dapat dijelaskan dengan stuktur organisasi LKP

Ladika yang bersifat rigid dimana kesempatan pendidik untuk berprestasi dan menduduki

jabatan tertentu dalam organisasi sangat terbatas.

Berdasarkan penelitian, ternyata secara parsial hanya kompetensi yang mempunyai

pengaruh secara signifikan terhadap kinerja pendidik akupunktur di LKP Ladika. Untuk

meningkatkan kinerja pendidiknya, manajemen LKP Ladika harus meningkatkan

kompetensi dari pendidiknya. Peningkatan kompetensi profesional pendidik sebagai

akupunkturis dan pendidik akupunktur melalui pelatihan, acara bedah buku, seminar

profesi akupuntur maupun pendidikan akupuntur lanjutan berguna dalam meningkatkan

kualitas kerja pendidik akupunktur. Sementara peningkatan kompetensi andragogik dapat

melalui pelatihan dan sertifikasi pendidik akupunktur secara berkala serta menerapkan

evaluasi manajemen terhadap kemampuan pendidik berguna dalam meningkatkan

kuantitas hasil kerja pendidik akupunktur.

PENUTUP

Kesimpulan. Berdasarkan pada hasil penelitian dan pembahasan di atas dapat

disimpulkan beberapa hal sebagai berikut: (1) Kompensasi tidak mempunyai pengaruh

yang signifikan terhadap kinerja pendidik akupunktur di Lembaga Kursus dan Pelatihan

Akupunktur Ladika.; (2) Kompetensi mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap

kinerja pendidik akupunktur di Lembaga Kursus dan Pelatihan Akupunktur Ladika; (3)

Motivasi tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja pendidik

akupunktur di Lembaga Kursus dan Pelatihan Akupunktur Ladika.; (4) Secara bersama-

sama, kompensasi, kompetensi dan motivasi mempunyai pengaruh yang signifikan

terhadap kinerja pendidik akupunktur di Lembaga Kursus dan Pelatihan Akupunktur

Ladika

Pada penelitian ini kinerja pendidik akupunktur di LKP Ladika dapat dijelaskan

dipengaruhi secara signifikan oleh kompensasi, kompetensi dan motivasi secara bersama-

sama yaitu sebesar 53%. Sedangkan sisanya 47% dijelaskan oleh sebab-sebab lain diluar

penelitian ini. Sementara secara parsial hanya kompetensi yang mempunyai pengaruh

signifikan secara statistik terhadap kinerja pendidik akupunktur di LKP Ladika. Adanya

penghasilan dari pekerjaan utama dan struktur organisasi yang rigid dapat menjelaskan

mengapa kompensasi dan motivasi tidak berpengaruh signifikan secara parsial terhadap

kinerja pendidik di LKP Ladika. Untuk meningkatkan kinerja pendidiknya secara parsial,

manajemen LKP Ladika dapat memfokuskan pada peningkatan kompetensi dari pendidik

akupunktur.

Page 36: PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL, IKLIM ORGANISASI …

Tantula 24 - 37 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013

36

DAFTAR RUJUKAN

Denim, S, (2008). Kinerja Staf dan Organisasi. Bandung : Penerbit Pustaka Setia.

Dessler, G, (2007). Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi Kesepuluh. Jakarta: Penerbit

Indeks.

Diposumarto, N.S, (2011). Metodologi Penelitian Teori dan Terapan. Jakarta: Penerbit

Mitra Wacana Media.

Direktorat Pembinaan Kursus dan Kelembagaan, (2010). Kurikulum Berbasis Kompetensi

Akupuntur. Jakarta: Kementerian Pendidikan Nasional.

_______________, (2009). Panduan Kompetensi Lulusan Akupuntur. Jakarta:

Kementerian Pendidikan Nasional.

_______________, (2007). Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia Akupuntur.

Jakarta : Kementerian Pendidikan Nasional.

_______________, (2005). Standar Kualifikasi dan Kompetensi Pendidik Kursus

Akupuntur. Jakarta: Kementerian Pendidikan Nasional.

Gozalli, S, (2005). Manajemen Sumber Daya Manusia: Suatu Pendekatan Mikro. Jakarta:

Penerbit Djembatan.

Hasibuan, M.S.P, (2000). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Hidayat T, Istiadah N, (2011). Panduan Lengkap Menguasai SPSS 19 untuk mengolah

Data Statistik Penelitian. Jakarta: PT TransMedia.

Istijanto, (2006). Riset Sumber Daya Manusia Cara Praktis Mendeteksi Dimensi-dimensi

Kinerja Karyawan, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Ladika, (2011). Profil Lembaga Pendidikan Akupuntur LADIKA. Jakarta.

______, (2011). Data Penilaian Kinerja Lembaga Pendidikan Akupuntur LADIKA.

Jakarta.

Mangkunegara, A.P, (2005). Evaluasi Kinerja SDM, PT Rafika Aditama, Bandung.

_______________, (2000). Manajemen Sumber Daya Manusia, PT. Remaja Rosdakarya,

Bandung.

Manullang, M, (2001). Manajemen Personalia. Yogyakarta: Gajah Mada University

Press.

Mendiknas, (2007). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI No. 16 Tahun 2007

tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru.

_________, (2005). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI No. 19 Tahun 2005

tentang Standar Nasional Pendidikan.

_________, (2006). Undang-Undang RI No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.

_________, (2003). Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

nasional.

Mulyasa, (2004). Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Nawawi, H, (2005). Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Gajah Mada

University Press.

Notoatmodjo, S., (2003). Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT Rineka Cipta

Palan, R., (2003). Competency Management, teknik mengimplementasikan Kurikulum

Berbasis Kompetensi Konsep, Karakteristik, dan Implementasi Manajemen

SDM.Berbasis Kompetensi Untuk meningkatkan Daya Saing Organisasi. Jakarta:

Penerbit PPM.

Page 37: PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL, IKLIM ORGANISASI …

Tantula 24 - 37 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013

37

Priyatno D., (2009). SPSS untuk Analisis Korelasi, Regresi, dan Multivariate. Yogyakarta:

Penerbit Gaya Media.

Rachmawati, I.K, (2008). Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Penerbit

ANDI.

Rivai V, Basri A.F.M, (2005). Performance Apraisal, Sistem Yang Tepat Untuk Menilai

Kinerja Karyawan dan Meningkatkan Daya Saing Perusahaan. Jakarta: PT

Rajagrafindo Persada.

Samsudin, S, (2006). Manajemen Sumber Daya Manusia. Bandung: CV Pustaka Setia.

Santosa PB,Ashari. (2005). Analisis Statistik dengan Microsoft Excel dan SPSS.

Yogyakarta: Penerbit Andi Yogyakarta.

Sedarmayanti, (2001). Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja. Bandung: PT

Mandor Maju.

Siagian, S.P, (2000). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Penerbit Bumi Aksara.

Sirait, J.T, (2006). Memahami Aspek-Aspek Pengelolaan Sumber Daya Manusia Dalam

Organisasi. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia.

Usman, M, (2010). Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Umar, H, (2008). Riset Sumber Daya Manusia Dalam Organisasi. Jakarta: PT Gramedia

Pustaka Utama.

Wibowo, (2010). Manajemen Kinerja Edisi Ketiga, PT Rajagrafindo Persada, Jakarta.

Wirawan, (2009). Evaluasi Kinerja Sumber Daya Manusia, Teori, Aplikasi dan Penelitian,

Penerbit Salemba Empat, Jakarta.

Page 38: PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL, IKLIM ORGANISASI …

Suhariyo 38 - 50 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Februari 2013

38

PENGARUH KUALITAS PRODUK, HARGA DAN REPUTASI MEREK

TERHADAP CUSTOMER LOYALTY MELALUI KEPUTUSAN PEMBELIAN

MICROSOFT DYNAMIC NAV (STUDI KASUS PD PT. AEVITAS)

Suhariyo

PT Aevitas Jakarta

Email: [email protected]

Abstract: Research on customer loyalty through purchasing decisions on a software

product has been widely applied. This study aimed to observe the effect of product

quality, price and brand reputation on customer loyalty through dynamic purchasing

decisions NAV Microsoft software.Samples taken are population all customers of PT.

Consulting Aevitas by 60 respondents. Data were obtained through the census

questionnaire, ie walk in customers during 2011. Type of research is quantitative

descriptions using Path Analysis.The results of this study is the structural equation model

1 shows that the quality of the product has the greatest influence on purchase decisions.

While the structural equation model 2 shows that good quality products, prices and brand

reputation have no influence on loyalty, however if through the purchase decision, all

three have an influence on customer loyalty.

Keywords: Product Quality, Price, Brand Reputation, Purchase Decisions and

Customer Loyalty.

Abstrak: Penelitian terhadap loyalitas pelanggan melalui keputusan pembelian pada

produk perangkat lunak telah banyak dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui pengaruh kualitas produk, harga dan reputasi merek terhadap loyalitas

pelanggan melalui keputusan pembelian dinamis NAV software.Samples Microsoft

diambil adalah populasi semua pelanggan PT. Konsultasi Aevitas oleh 60 responden.

Data diperoleh melalui kuesioner sensus, yaitu berjalan-jalan di pelanggan selama 2011.

Jenis penelitian ini adalah deskripsi kuantitatif dengan menggunakan Jalur analysis.The

hasil penelitian ini adalah model persamaan struktural 1 menunjukkan bahwa kualitas

produk memiliki pengaruh terbesar terhadap keputusan pembelian . Sedangkan model

persamaan struktural 2 menunjukkan bahwa produk-produk berkualitas baik, harga dan

reputasi merek tidak memiliki pengaruh pada loyalitas, namun jika melalui keputusan

pembelian, ketiganya memiliki pengaruh terhadap loyalitas pelanggan.

Kata kunci: Kualitas Produk, Harga, Merek Reputasi, Keputusan Pembelian dan

Loyalitas Pelanggan.

PENDAHULUAN

Saat ini persaingan di dunia IT semakin ketat, khususnya persaingan produk ERP

software. Fakta memperlihatkan penjualan ERP software terus meningkat. Kondisi ini

membuat PT. Aevitas semakin meningkatkan inovasi dengan meluncurkan produk

software Microsoft dynamic NAV ERP versi terbaru untuk meningkatkan penguasaan

pasar. Aevitas Consulting memberikan spektrum yang komprehensif dari aplikasi dan

Page 39: PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL, IKLIM ORGANISASI …

Suhariyo 38 - 50 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Februari 2013

39

solusi bisnis untuk memberdayakan semua aspek dari bisnis. dengan menggunakan

Microsoft Dynamics solusi, organisasi dari semua ukuran dapat meningkatkan kinerja, dan

mendapatkan fleksibilitas untuk merespon kebutuhan bisnis yang berubah. Dengan kata

lain cutomer mendapatkan visibilitas dan kontrol dari proses bisnis dan kelincahan untuk

merespon dan mampu untuk mengubah bisnis customer menjadi kompetitif yang unggul

dalam organisasi.

Kondisi pasar suatu negara sejatinya memiliki keunikan tersendiri. Tidak

selamanya aplikasi ERP best practice di suatu negara bisa cocok dipraktikkan di negara

lain, termasuk di Indonesia. Kualitas produk harus mampu bersaing terhadap kompetitor-

kompetitor, baik vendor global seperti (SAP, ORACLE, QAD,dll) ataupun vendor lokal

(Erasoft, BosNet, Scylla, IndoBravo, dll). SAP software, dikenal sebagai perangkat lunak

yang paling mahal dan rumit. Harganya lebih mahal dan waktu lebih lama untuk

diterapkan daripada Microsoft, Oracle dan Tier 2 vendor Microsoft dan Tier 2 perangkat

lunak yang menawarkan harga jutaan lebih rendah dalam biaya implementasi.

Diantara merek-merek yang saat ini menguasai pasar dunia terutama di Indonesia

selain dari microsoft adalah seperti SAP, Oracle, Baan, EpiCor, Exact, IFS, Infor, Lawson,

NetSuite, Sage, Syspro dan Lainnya yang merupakan vendor global setingkat dengan

Microsoft. Perbandingan Software ERP antara Tier I vendor, yaitu SAP, Oracle,

Microsoft, dengan Tier 2 vendor yang terdiri dari Baan, EpiCor, Exact, IFS, Infor,

Lawson, NetSuite, Sage, Syspro dan Lainnya.

Sebelum membeli suatu produk atau jasa, umumnya customer melakukan evaluasi

untuk melakukan pemilihan produk atau jasa. Evaluasi dan pemilihan yang digunakan

akan menghasilkan suatu keputusan yang merupakan sebuah proses yang terdiri dari

beberapa tahap, yaitu pengenalan kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi alternatif

sebelum pembelian, pembelian, konsumsi, dan evaluasi alternatif sesudah pembelian. Jika

customer telah mandapatkan kepuasan terhadap keputusan pembeliannya, maka akan

berimplikasi terhadap Loyalitas customer.

Permasalahan dalam penelitian ini adalah: (1) Bagaimana Pengaruh Kualitas

Produk terhadap Keputusan Pembelian Microsoft Dynamic NAV PT. Aevitas

Consulting?; (2) Bagaimana Pengaruh Harga terhadap Keputusan Pembelian Microsoft

Dynamic NAV PT. Aevitas Consulting?; (3) Bagaimana Pengaruh Reputasi Merek

terhadap Keputusan Pembelian Microsoft Dynamic NAV PT. Aevitas Consulting?; (4)

Bagaimana Pengaruh Keputusan Pembelian terhadap Loyalitas Customer Microsoft

Dynamic NAV PT. Aevitas Consulting?; (5) Bagaimana Pengaruh Kualitas Produk,

Harga, dan Reputasi Merek terhadap Keputusan Pembelian Microsoft Dynamic NAV PT.

Aevitas Consulting?

Maksud dan tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh signifikan dari

kualitas produk, harga, dan reputasi merek terhadap loyalitas melalui keputusan pembelian

Microsoft Dynamic NAV PT. Aevitas Consulting.

Kualitas Produk. Menurut Kotler dan Amstrong (2004: 347) kualitas produk adalah

kemampuan suatu produk untuk melakukan fungsi-fungsinya, kemampuan ini meliputi

daya tahan, kehandalan, keelitian yang dihasilkan, kemudahan dioperasikan dan

diperbaiki, dan atribut lain yang berharga pada produk secara keseluruhan. Perusahaan

yang memberikan produk yang berkualitas dan pelayanan yang berkualitas tinggi tidak

diragukan lagi akan menungguli pesaingnya yang kurang berorientasi pada pelayanan,

Page 40: PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL, IKLIM ORGANISASI …

Suhariyo 38 - 50 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Februari 2013

40

karena kuncinya adalah memenuhi atau melebihi harapan customer. Dalam

mendefinisikan produk yang berkualitas, ada beberapa karakteristik tambahan yang perlu

diperlu diperhitungkan pula. Menurut Garvin dalam Umar 2005: 37) untuk menentukan

dimensi kualitas produk, dapat melalui delapan dimensi sebagai berikut: (1) performance,

berkaitan dengan aspek fungsional suatu barang dan merupakan karakteristik utama yang

dipertimbangkan customer dalam membeli barang tersebut.; (2) feature, karakteristik

sekunder atau pelengkap yang berguna untuk menambah fungsi dasar yang berkaitan

dengan pilihan-pilihan produk dan pengembanganya.; (3) reliability, berkaitan dengan

probabilitas atau kemungkinan suatu barang berhasil menjalankan fungsinya setiap kali

digunakan dalam periode waktu tertentu dandalam kondisi tertentu pula.; (4) conformance,

berkaitan dengan tingkat kesesuaian dengan spesifikasi yang ditetapkan sebelumnya

berdasarkan keinginan customer. Kesesuaian merefleksikan derajat ketepatan antara

karakteristik desain produk dengan karakteristik kualitas standar yang telah ditetapkan.;

(5) durability, berkaitan dengan berapa lama suatu produk dapat digunakan.; (6) service

ability, karakteristik yang berkaitan dengan kecepatan, kompetensi kemudahan dan akurasi

dalam memberikan layanan untuk perbaikan barang.; (7) aesthetic, karakteristik yang

bersifat subyektif mengenai nilai-nilai estetika yang berkaitan dengan pertimbangan

pribadi dan refleksi dari preferensi individual.; (8) fit and finish, karakteristik yang bersifat

subyektif yang berkaitan dengan perasaan customer mengenai keberadaan produk sebagai

produk yang berkualitas.

Harga. Menurut Stanton (2004), harga adalah sejumlah nilai yang ditukarkan customer

dengan manfaat dari memiliki atau menggunakan produk atau jasa yang lainnya ditetapkan

oleh pembeli atau penjual untuk satu harga yan sama terhadap semua pembeli. Sedangkan

definisi harga oleh Stanton seperti yang dikutif oleh basu Swastha dan Irawan (2001)

adalah sejumlah uang (ditambah beberapa produk kalau mungkin) yang dibutuhkan untuk

mendapatkan sejumlah kombinasi dari produk dan pelayanan.

Menurut Fandy Tjiptono (2005) harga memiliki dua peranan utama dalam memppengaruhi

keputusan beli, yaitu: Pertama. Peranan alokasi dari harga, yaitu fungsi harga dalam

membantu para pembeli untuk memutuskan cara memperoleh manfaat atau utilitas

tertinggi yang diharapkan berdasarkan daya belinya. Dengan demikian, adanya harga

dapat membantu para pembeli untuk memutuskan cara mengalokasikan daya belinya pada

berbagai jenis barang dan jasa. Pembeli membandingkan harga dari bebepara alternatif

yang tersedia, kemudian memutuskan alokasi dana yang diokehendaki. Kedua. Peranan

informasi dari harga, yaitu fungsi harga dalam mendidik customer mengenai faktor-faktor

produk, seperti kualitas. Hal ini terutama bermanfaat dalam situasi dimana pembeli

mengalami kesulitan untuk menilai faktor atau manfaatnya secara obyektif.

Harga (price) dari sudut pandang pemasaran merupakan satuan moneter atau ukuran

lainnya (termasuk barang dan jasa lainnya) yang ditukarkan agar memperoleh hak

kepemilikan atau penggunaaan suatu barang dan jasa. Dari sudut pandang customer, harga

seringkali digunakan sebagai indikator value bilamana harga tersebut dihubungkan dengan

manfaat yang dirasakan atas suatu barang dan jasa. Value dapat didefinisikan antara

manfaat yang dirasakan terhadap harga (Wahyudi, 2004).

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa customer akan menjadi loyal pada merek-

merek berkualitas tinggi jika produk-produk ditawarkan dengan harga yang wajar

(Dharmmestha, 2005). Dalam hal ini dapat diambil kesimpulan bahwa customer akan tetap

Page 41: PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL, IKLIM ORGANISASI …

Suhariyo 38 - 50 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Februari 2013

41

loyal pada merek-merek yang berkualitas, bergengsi dan eksklusif apabila ditawarkan

dengan harga yang wajar. Selain itu terdapat tipe customer yang loyal pada produk dengan

harga yang murah. Namun setelah ada merek lain dengan harga yang lebih murah ia akan

melakukan perpindahan ke merek tersebut. Menurut J. Stanto (2004) ada tiga ukuran yang

menentukan harga, yaitu: (1) harga yang sesuai dengan kualitas suatu produk; (2) harga

yang sesuai dengan manfaat suatu produk; (3) perbandingan harga dengan produk lain.

Dari definisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa harga berpengaruh positif terhadap

loyalitas melalui keputusan pembelian customer.

Citra Merek. Kaitan citra merek dengan minat beli dikemukakan Habul (2001), bahwa

citra merek akan berpengaruh langsung terhadap tingginya minat beli terhadap suatu

perkembangan produk. Hal tersebut didukung oleh pendapat Gaeff (2006) yang

menyatakan bahwa perkembangan pasar yang demikian pesat mendorong customer untuk

lebih memperhatikan citra merek dibandingkan karakteristik fisik suatu produk dalam

memutuskan pembelian.

Menurut Aaker (2002: 10) brand awareness adalah kekuatan keberadaan sebuah

nerek dalam pikiran customer. Kekuatan tersebut ditunjukkan oleh kemampuan customer

mengenal dan mengingat sebuah merek. Kesadaran merek dapat membantu mengkaitkan

merek dengan asosiasi yang diharapkan oleh perusahaan, menciptakan Familiarity

customer pada merek, dan menunjukkan komitmen pada customernya. Tingkat kesadaran

merek berkisar dari tingkat reginoze the brand yaitu customer dapat mengenal suatu

merek, sampai pada tingkat dimana merek menjadi dominat brand recalled, merek menjadi

satu-satunya yang diingat dan menjadi identitas kategori produk.

Saat pengambilan keputusan pembelian customer dilakukan, kesadaran merek memagang

peran penting. Merek menjadi bagian sehingga memungkinkan preferensi customer untuk

memilih merek tersebut. Customer cenderung membeli merek yang sudah dikenal karena

mereka merasa aman dengan sesuatu yang dikenal dan beranggapan merek yang sudah

dikenal kemungkinan dapat dihandalkan, dan kualitas yang dapat dipertanggungjawabkan.

Asosiasi merek adalah apapun yang terkait dalam ingatan (memory) customer pada suatu

merek. Asosiasi spesifik suatu merek di pikirkan customer didasarkan pada beberapa tipe

asosiasi yaitu: (a) atribut berwujud, merupakan karakteristik produk; (b) atribut-atribut

tidak berwujud; (c) manfaat bagi customer, yaitu manfaat rasional dan manfaat psikologi;

(d) harga relative; (e) penggunaan atau aplikasi; (f) karakteristik pengguna atau customer;

(g) orang terkenal (selebriti); (h) gaya hidup atau kepribadian; (i) kelas produk; (j)

pesaing; (k) negara atau wilayah geografis asal produk.

Keputusan Pembelian. Pembuatan keputusan pembelian yang dilakukan customer

berbeda-beda sesuai dengan jenis keputusan pembeliannya, makin kompleks keputusan

untuk membeli sesuatu, kemungkinan akan lebih banyak melibatkan pertimbangan

pembeli. (Kotler (2000) membedakan empat tipe perilaku pembelian berdasarkan derajat

keterlibatan customer dalam membeli dan deraja perbedaan diantaranya beberapa merek.

Selanjutnya Umar (2005) menyatakan bahwa proses pembelian diawali ketik seseorang

mendapatkan stimulus (pikiran, tindakan atau motivasi) yaitu mendorong dirinya untuk

mempertimbangkan pembelian barang atau jasa tertentu. Stimulus tersebut dapat berupa:

(1) commercial cues, yaitu kejadian atau motivasi yang memberikan stimulus bagi

customer untuk melakukan pembelian, sebagai hasil usaha promosi perusahaan; (2) social

Page 42: PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL, IKLIM ORGANISASI …

Suhariyo 38 - 50 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Februari 2013

42

cues, yaitu stimulus yang didapatkan dari kelompok referensi yang dijadikan panutan atau

acuan oleh seseorang, dimana dapa diklasifikasikan berdasarkan beberapa kategori,

diantaranya frekuensi kontak, sifat keanggotaan, formalitas dan kemampuan atau

kebebasan anggota kelompok untuk memilih; (3) physic cues, yaitu stimulus yang

ditimbulkan karena rasa haus, lapar, lelah dan biological cues lainnya.

Loyalitas. Secara harfiah loyal berarti setia, atau loyalitas dapat diartikan sebagai suatu

kesetiaan. Kesetiaan ini timbul tanpa adanya paksaan, tetapi timbul dari kesadaran sendiri

pada masa lalu. Usaha yang dilakukan untuk menciptakan kepuasan customer lebih

cenderung mempengaruhi sikap customer. Sedangkan konsep loyalitas customer lebih

menekankan kepada perilaku pembeliannya.

Istilah loyalitas seringkali diperdengarkan oleh pakar pemasaran maupun praktisi

bisnis, loyalitas merupakan konsep yang tampak mudah dibicarakan dalam konteks sehari-

hari, tetap menjadi lebih sulit ketika dianalisis maknanya. Loyalitas customer merupakan

salah satu tujuan inti yang diupayakan dalam pemasaran modern. Hal ini dikarenakan

dengan loyalitas diharapkan perusahaan akan mendapatkan keuntungan jangka panjang

atas hubungan mutualisme yang terjalin dalam kurun waktu tertentu.

Menurut Griffin (dalam Dharmayanti, 2006: 38) berpendapat bahwa customer yang loyal

adalah customer yang sangat puas dengan produk atau jasa tertentu sehingga mempunyai

antusiasisme untuk memperkenalkannya kepada siapapun yang dikenal. Seorang customer

yang loyal memiliki prasangka spesifik mengenai apa yang akan dibeli dan dari siapa.

Pembelinya bukan merupakan peristiwa acak. Istilah loyalitas seringkali diperdengarkan

oleh pakar pemasaran maupun praktisi bisnis, loyalitas merupakan konsep yang tampak

mudah dibicarakan dalam konteks sehari-hari, tetap menjadi lebih sulit ketika dianalisis

maknanya.

Kerangka Pemikiran. Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan diatas, maka

kerangka pemikiran teoritis yang dikembangkan seperti tersaji pada gambar 1 berikut ini:

Persamaan substruktur pertama : Y1 = ρY1 X₁ + ρY1 X₂ + ρY1 X3 + €₁ Persamaan substruktur kedua : Y2 = ρY2 X₁ + ρY2 X₂+ ρY2 X3 + €₂

Sumber: (Sarwono, 2007: .24, 27)

Gambar 1. Kerangka Pemikiran

Page 43: PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL, IKLIM ORGANISASI …

Suhariyo 38 - 50 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Februari 2013

43

Dalam model analisis ini, terdapat independent variable, dependent variable serta variabel

perantara (moderating variable). Independent variable adalah variabel yang

mempengaruhi variabel terikatnya, dependent variable merupakan variabel yang dapat

diukur, diprediksi, atau dengan kata lain dapat dimonitor dan diharapkan dipengaruhi oleh

variabel bebas (Cooper dan Schindler, 2006). Sedangkan variabel perantara adalah

variabel yang secara teoritis mempengaruhi hubungan variabel yang sedang diteliti, tetapi

tidak dapat dilihat, diukur, dan dimanipulasi, pengaruhnya harus disimpulkan dari

pengaruh-pengaruh variabel bebas terhadap gejala yang sedang diteliti (Sarwono, 2007).

Hipotesis. Hipotesis penelitian yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

H1 : Kualitas produk berpengaruh positif terhadap Keputusan Pembelian.

H2 : Harga berpengaruh positif terhadap Keputusan Pembelian.

H3 : Reputasi Merek berpengaruh positif terhadap Keputusan Pembelian.

H4 : Kualitas produk, Harga, dan Reputasi Merek berpengaruh positif

terhadap Keputusan Pembelian.

H5 : Keputusan Pembelian berpengaruh positif terhadap Loyalitas.

H6 : Kualitas Produk berpengaruh positif terhadap Loyalitas.

H7 : Harga berpengaruh positif terhadap Loyalitas.

H8 : Reputasi Merek berpengaruh positif terhadap Loyalitas.

H9 : Kualitas produk, Harga, dan Reputasi Merek berpengaruh positif

terhadap Loyalitas.

METODE

Metode pengumulan data yang dilakukan dengan cara memberikan pertanyaan-pertanyaan

kepada responden dengan panduan kuesioner. Dalam penelitian ini kuesioner

menggunakan pertanyaan tertutup dan terbuka. Selain dengan kuesioner dilakukan juga

dengan cara studi pustaka, pengumpuan data yang dilakukan dengan membaca buku-buku

literatur, jurnal-jurnal, internet, majalah dan penelitian terdahulu yang berkaitan dengan

penelitian yang sedang dilakukan. Selanjutnya akan digambarkan lapangan penelitian

yang diarahkan untuk menganalisa sebuah model keterkaitan antara kualitas produk, harga

kompetitif, citra merek. Sebuah kerangka teoritis dan model telah dikembangkan pada bab

sebelumnya yang akan dipakai sebagai landasan teori untuk penelitian.

Populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan customer yang pernah membeli

produk Microsoft dynamic NAV di PT. Aevitas Consulting sebanyak 60 customer. Dalam

penelitian ini digunakan teknik pembuatan skala. Hal ini penting untuk dilakukan karena

bagi penelitian ilmu-ilmu sosial seperti studi sikap persepsi, pandangan, kebanyakan

datanya bersifat kualitatif. Teknik membuat skala berguna mengubah fakta-fakta kualitatif

menjadi suatu urutan kuantitatif atau peubah (Ghode and Halt, 1952 dalam Moh. Nasri

1999). Uji kualitas data dengan menggunakan: (1) uji valditas; (2) uji reliabilitas; (3) uji

asumsi klasik dengan uji normalitas, uji multikolinearitas, uji heteroskedastisitas.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas. Pengujian validitas dan reliabilitas dalam penelitian

ini dilakukan untuk menguji apakah kuesioner yang digunakan sudah dapat mengukur apa

Page 44: PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL, IKLIM ORGANISASI …

Suhariyo 38 - 50 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Februari 2013

44

yang ingin diukur dan sejauhmana kuesioner yang digunakan dapat dipercaya atau

diandalkan. Pengujian validitas digunakan untuk mengukur valid atau tidak valid suatu

hasil kuesioner yang disebarkan kepada responden, maka kuesioner dikatakan valid jika

pertanyaan kuesioner mampu mengungkap suatu yang akan diukur oleh kuesioner

tersebut.

Pengujian Reliabilitas merupakan metode untuk mengukur suatu kuisioner yang

merupakan indikator dari variabel, suatu kuisioner dikatakan reliabel jika jawaban

terhadap pernyataan adalah konsisten. Untuk menilai masing-masing butir-butir

pertanyaan reliabel dapat dilihat dari nilai Cronbach‟s Alpha. Menurut Husein Umar

(2008: 174), suatu pertanyaan dikatakan reliabel jika memiliki nilai Cronbach‟s Alpha >

0.60. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 1. Hasil Pengujian reliabilitas

Variabel Alpha Keterangan

Kualitas produk (X1) 0.839 Reliabel

Harga (X2) 0.612 Reliabel

Reputasi Merek (X3) 0.712 Reliabel

Keputusan Pembelian (Y1) 0.678 Reliabel

Loyalitas (Y2) 0.796 Reliabel

Sumber: data diolah

Hasil uji reliabilitas tersebut menunjukkan bahwa semua variabel mempunyai koefisien

Alpha yang cukup besar yaitu diatas 0,60 sehingga dapat dikatakan semua konsep

pengukur masing-masing variabel dari kuesioner adalah reliabel yang berarti bahwa

kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini merupakan kuesioner yang handal.

Pengujian Hipotesis. Pengujian hipotesis ini dilakukan untuk membuktikan apakah

hipotesis dalam penelitian ini diterima atau ditolak melalui analisis jalur. Dalam analisis

jalur ini yang ingin diketahui adalah koefisien determinasi dan koefisien regresi serta hasil

uji-F dan uji-t. Koefisien jalur dihitung dengan membuat dua persamaan struktural yaitu

persamaan regresi yang menunjukkan hubungan yang dihipotesiskan. Adapun dua

persamaan struktural diagram jalur sebagai berikut:

Model 1 : Y1 = 11

ˆXy 1X +

21ˆ

Xy 2X + 31

ˆXy 3X +

Model 2 : Y2 =12

ˆXy 1X +

22ˆ

Xy 2X +

32ˆ

Xy 3X +2̂

Tabel 2. Koefisien Determinasi (R²) Jalur Model 1

Model Summary

Model R R Square Adjusted R Square

Std. Error of the

Estimate

1 .712a .507 .480 2.25391

a. Predictors: (Constant), Reputasi Merek, Kualitas Produk, Harga

Sumber: Data Hasil Penelitian, 2012 (diolah)

Dari Tabel 2 terlihat Model Summary jalur model 1 diperoleh nilai R square (r²) adalah

0,507, sehingga dapat dijelaskan bahwa kontribusi pengaruh kualitas produk, harga dan

Page 45: PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL, IKLIM ORGANISASI …

Suhariyo 38 - 50 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Februari 2013

45

reputasi merek (variabel independen) secara simultan mempengaruhi keputusan

pembelian (variabel dependen) sebesar 50,7% sedangkan sisanya sebesar 49,3%

dipengaruhi faktor lain yang tidak dijelaskan pada penelitian ini.

Tabel 3. Koefisien Determinasi (R²) Jalur Model 2

Model Summary

Model R R Square Adjusted R Square

Std. Error of the

Estimate

1 .546a .298 .247 3.88404

a. Predictors: (Constant), Keputusan pembelian, Reputasi Merek, Kualitas

Produk, Harga

Sedangkan pada Tabel 3 Model Summary jalur model 2 diperoleh nilai R square (r²)

adalah 0,298, sehingga dapat dijelaskan bahwa kontribusi pengaruh kualitas produk,

harga, dan reputasi merek (variabel independen) secara simultan mempengaruhi kepuasan

customer (variabel dependen) sebesar 29,8 sedangkan sisanya sebesar 70,2% dipengaruhi

faktor lain.

Uji F (ANOVA)

Dari Tabel 4. Uji signifikansi pada tabel Anova menghasilkan nilai probabilitas lebih

kecil dari 0.05 (0,05 ≥ Sig), maka hasil hipotesa keempat yaitu terdapat pengaruh positif

secara bersama pada Model Jalur 1 dan pengujian secara terpisah terhadap masing-masing

variabel dapat dilakukan.

Tabel 4. Uji F (Uji Simultan) Jalur Model 1

ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 292.448 3 97.483 19.189 .000a

Residual 284.485 56 5.080

Total 576.933 59

a. Predictors: (Constant), Kualitas Produk, Harga, Reputasi Merek

b. Dependent Variable: Keputusan pembelian

Sumber: Data Hasil Penelitian, 2012 (diolah)

Tabel 5. Uji F (Uji Simultan) Jalur Model 2

ANOVAb

Model

Sum of

Squares Df

Mean

Square F Sig.

1 Regression 353.016 4 88.254 5.850 .001a

Residual 829.718 55 15.086

Total 1182.733 59

a. Predictors: (Constant), Keputusan pembelian, Reputasi Merek, Kualitas

Produk, Harga

b. Dependent Variable: Loyalitas

Sumber: Data Hasil Penelitian, 2012 (diolah)

Sumber: Data Hasil Penelitian, 2012 (diolah)

Page 46: PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL, IKLIM ORGANISASI …

Suhariyo 38 - 50 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Februari 2013

46

Dari Tabel 5. uji signifikansi pada tabel Anova menghasilkan nilai probabilitas lebih kecil

dari 0.05 (0,05 ≥ Sig), maka H0 ditolak dan H1 diterima. Sehingga dapat dikatakan

terdapat pengaruh positif secara bersama pada Model Jalur 2 dan pengujian secara terpisah

terhadap masing-masing variabel dapat dilakukan.

Koefisien Regresi. uji-t Analisis Jalur Model 1. Pengujian secara terpisah terhadap

masing-masing variabel kualitas produk, harga dan reputasi merek terhadap keputusan

pembelian dilakukan dengan cara Uji t seperti yang disajikan pada Tabel berikut:

Tabel 6. Uji-t Jalur Model 1

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized

Coefficients

t Sig. B Std. Error Beta

1 (Constant) 7.442 2.363 3.150 .003

Kualitas Produk .291 .077 .697 3.801 .000

Harga -.103 .170 -.128 -.605 .548

Reputasi Merek .161 .111 .193 1.446 .154

a. Dependent Variable: Keputusan pembelian

Sumber: data hasil penelitian, 2012

Dari Tabel 6 di atas, hasil koefisien korelasi dapat diterjemahkan sebagai berukut:

Hubungan antara kualitas produk terhadap keputusan pembelian. Pada uji individual

antara kualitas produk dengan keputusan pembelian didapatkan sig. 0,003, dimana nilai

tersebut lebih kecil dari nilai probabilitas 0.05 (0,05 ≥ 0,003), sehingga hasil hipotesa

pertama yaitu: Terdapat pengaruh positif antara kualitas produk terhadap keputusan

pembelian sebesar 69,7%. Selain itu hal ini menunjukan hubungan searah antara kedua

variabel tersebut, jika kualitas produk meningkat maka keputusan pembelian customer juga

mengalami peningkatan.

Hubungan antara harga terhadap keputusan pembelian. Pada uji individual antara

harga terhadap keputusan pembelian didapatkan sig. 0,081, dimana nilai tersebut lebih

besar dari nilai probabilitas 0.05 (0,05 ≤ 0,548), sehingga hasil hipotesis kedua yaitu: Tidak

terdapat pengaruh positif antara harga terhadap keputusan pembelian. Dengan pengaruh

sebesar 12,8% antara harga terhadap keputusan pembelian customer dianggap tidak

signifikan.

Hubungan antara reputasi merek terhadap keputusan pembelian. Pada uji individual

antara reputasi merek terhadap keputusan pembelian didapatkan sig. 0,154, dimana nilai

tersebut lebih besar dari nilai probabilitas 0.05 (0,05 ≤ 0,154), sehingga hasil hipotesis

ketiga yaitu: Tidak terdapat pengaruh positif antara reputasi merek terhadap keputusan

pembelian. Dengan pengaruh sebesar 19,3% antara reputasi merek terhadap keputusan

pembelian customer dianggap tidak signifikan.

Uji-t Analisis Jalur Model 2. Pengujian secara terpisah terhadap masing-masing variabel

kualitas produk, harga, reputasi merek dan keputusan pembelian customer terhadap

loyalitas dilakukan dengan cara Uji t seperti yang disajikan pada Tabel 6. berikut:

Page 47: PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL, IKLIM ORGANISASI …

Suhariyo 38 - 50 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Februari 2013

47

Hubungan antara kualitas produk terhadap loyalitas. Pada uji individual antara

kualitas produk dengan loyalitas didapatkan sig. 0,785, dimana nilai tersebut lebih besar

dari nilai probabilitas 0.05 (0,05 ≤ 0,785), sehingga hasil hipotesis keenam adalah tidak

terdapat pengaruh positif antara kualitas produk terhadap loyalitas customer.

Hubungan antara kualitas layanan terhadap loyalitas. Pada uji individual antara harga

terhadap loyalitas didapatkan sig. 0,732, dimana nilai tersebut lebih besar dari nilai

probabilitas 0.05 (0,05 ≥ 0,732), sehingga hasil hipotesis ketujuh yaitu: Tidak terdapat

pengaruh positif antara harga terhadap loyalitas customer. Dengan pengaruh sebesar 8,8%

antara harga terhadap loyalitas customer dianggap tidak signifikan

Tabel 6. Uji-t Jalur Model 2

Coefficientsa

Model

Unstandardized

Coefficients

Standardized

Coefficients

t Sig. B Std. Error Beta

1 (Constant) 11.564 4.417 2.618 .011

Kualitas Produk .041 .148 .068 .275 .785

Harga .101 .293 .088 .344 .732

Reputasi Merek .178 .195 .150 .914 .365

Keputusan

pembelian

.469 .230 .328 2.037 .046

a. Dependent Variable: Loyalitas

Sumber: Data Hasil Penelitian, 2012 (diolah)

Dari Tabel 6. hasil koefisein korelasi dapat diterjemahkan bahwa:pengaruhnya hanya

sebesar 6,8% dan dianggap tidak signifikan.

Hubungan antara reputasi merek terhadap loyalitas. Pada uji individual antara

reputasi merek terhadap loyalitas didapatkan sig. 0,365, dimana nilai tersebut lebih besar

dari nilai probabilitas 0.05 (0,05 ≥ 0,365), sehingga hasil hipotesis kedelapan yaitu: Tidak

terdapat pengaruh positif antara reputasi merek terhadap loyalitas customer. Dengan

pengaruh sebesar 15% antara reputasi merek terhadap loyalitas customer dianggap tidak

signifikan.

Hubungan antara keputusan pembelian terhadap loyalitas. Pada uji individual antara

keputusan pembelian terhadap loyalitas customer didapatkan sig. 0,046 dimana nilai

tersebut lebih kecil dari nilai probabilitas 0.05 (0,05 ≥ 0,046), sehingga hasil hipotesis

kelima yaitu: Terdapat pengaruh positif antara keputusan pembelian terhadap loyalitas

customer. Dengan pengaruh sebesar 32,8% antara keputusan pembelian terhadap loyalitas

customer.

Pengaruh Kualitas Produk, Harga dan Reputasi Merek Terhadap Keputusan

Pembelian (Model 1). Dari hasil analisis jalur pada Model 1 terlihat bahwa dari tiga

variabel independen, faktor kualitas produk berpengaruh positif terhadap keputusan

pembelian. Sedangkan faktor harga tidak berpengaruh positif terhadap keputusan

Page 48: PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL, IKLIM ORGANISASI …

Suhariyo 38 - 50 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Februari 2013

48

pembelian, dan faktor reputasi merek tidak berpengaruh positif terhadap keputusan

pembelian. Akan tetapi apabila dilihat pengaruh variabel kualitas produk, harga dan

reputasi merek secara bersama-sama terhadap keputusan pembelian memiliki pengaruh

yang positif sebesar 50,7%.

Kualitas produk memiliki pengaruh terbesar terhadap keputusan pembelian, artinya

dengan banyaknya pesaing dan informasi yang semakin luas, customer menginginkan

sebuah kualitas produk yang tinggi dari berbagai faktor, seperti dari sisi performance,

feature, reability, convernance, durability, service ability, esthetic dan terakhir fit and

finish. Sedangkan untuk harga bukannya tidak memiliki pengaruh terhadap keputusan

pembelian, akan tetapi dengan semakin terstandarisasinya suatu produk software dalam

bisnis prosesnya, maka harga bukan menjadi issue utama customer melakukan keputusan

dalam membeli suatu produk software ERP system. Sedangkan untuk reputasi merek

dalam keputusan pembelian ERP system juga memiliki pengaruh, namun tidak sekuat

pengaruh kualitas produk dalam menentukan customer melakukan keputusan pembelian.

Untuk itu Aevitas Consulting agar terus meningkatkan faktor kualitas produk supaya

keputusan pembelian yang dilakukan customer lebih meningkat di Aevitas Consulting.

Dan faktor harga dan reputasi merek juga yang masih harus dibenahi dalam strategi

pemasaran, agar kedua faktor tersebut juga mempunyai dampak yang kuat dalam

mempengaruhi keputusan pembelian customer.

Pengaruh Kualitas Produk, Harga dan Reputasi Merek Terhadap Loyalitas

Customer Melalui Keputusan Pembelian (Model 2). Dari hasil analisis jalur Model 2

terlihat bahwa dari tiga variabel independen yaitu faktor kualitas produk, harga dan

reputasi merek sama-sama tidak berpengaruh positif terhadap loyalitas customer.

Sedangkan keputusan pembelian memiliki pengaruh positif terhadap loyalitas customer

yaitu sebesar 32,8%. Akan tetapi apabila dilihat pengaruh variabel kualitas produk, harga,

reputasi merek dan keputusan pembelian terhadap loyalitas customer secara bersama-

sama cukup memiliki pengaruh yang positif sebesar 29,8%. Hasil analisis jalur pengaruh

tidak langsung terbesar adalah dari faktor kualitas produk terhadap loyalitas customer

melalui keputusan pembelian sebesar 27,8%, dari hasil ini terlihat bahwa walaupun

reputasi merek tidak memiliki pengaruh langsung yang positif terhadap loyalitas customer,

akan tetapi apabila reputasi merek suatu produk dapat memuaskan customer akan

berimplikasi terhadap terhadap loyalitas customer.

Sedangkan melalui hasil analisis jalur pengaruh tidak langsung dari faktor harga

terhadap loyalitas customer melalui keputusan pembelian, mengindikasikan faktor harga

baik secara langsung maupun melalui keputusan pembelian, sama-sama tidak memiliki

pengaruh yang kuat terhadap loyalitas customer. Walaupun perlu dicatat, hasil pengaruh

harga terhadap loyalitas customer melalui keputusan pembelian memiliki pengaruh lebih

besar yaitu sebesar 29,8% dibandingkan hasil secara parsial yang diperoleh variabel harga

terhadap loyalitas customer yaitu hanya sebesar 15,08%. Hasil analisis jalur pengaruh

tidak langsung terbesar adalah dari variabel reputasi merek terhadap loyalitas customer

melalui keputusan pembelian sebesar 45,6%, dari hasil ini terlihat bahwa walaupun

reputasi merek tidak memiliki pengaruh langsung yang positif terhadap loyalitas customer,

akan tetapi apabila reputasi merek suatu produk dapat memuaskan customer akan

berimplikasi terhadap terhadap loyalitas customer PT. Aevitas Consulting.

Page 49: PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL, IKLIM ORGANISASI …

Suhariyo 38 - 50 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Februari 2013

49

PENUTUP

Berdasarkan pada hasil penelitian dan pembahasan mengenai pengaruh kualitas produk,

harga dan reputasi merek terhadap loyalitas melalui keputusan pembelian Microsoft

dynamic NAV studi kasus pada PT. Aevitas Consulting menghasilkan beberapa

kesimpulan yaitu: Pertama. Kualitas produk Microsoft dynamic NAV berpengaruh

terhadap keputusan pembelian secara parsial. Apabila dilihat lebih detail ke dalam

dimensinya future, aesthatic dan fit and finish merupakan dimensi yang mempunyai

hubungan yang kuat dengan keputusan pembelian, sedangkan apabila dilihat kedalam tiap

indikatornya, empat indikator yang mempunyai hubungan kuat dengan keputusan

pembelian merupakan indikator dari kualitas produk.; Kedua. Di sisi lain tidak ada

pengaruh antara harga terhadap keputusan pembelian customer secara parsial. Pada

pembahasan di bab V, menunjukkan hasil negative pada harga, yang artinya semakin turun

tingkat harga maka akan semakin tinggi tingkat keputusan pembelian yang dilakukan

customer dalam membeli software Microsoft dynamic NAV. Karna terdapat barang

subtitusi pada software tersebut yang menyebabkan tingginya keputusan pembelian seiring

dengan menurunnya tingkat harga. Ketiga.Tidak terdapat pengaruh yang signifikan pada

reputasi merek Microsoft dynamic NAV terhadap keputusan pembelian, artinya reputasi

merek dalam keputusan pembelian software system Microsoft dynamic NAV memiliki

pengaruh, namun tidak sekuat pengaruh kualitas produk dalam menentukan customer

melakukan keputusan pembelian. Keempat. Secara parsial, baik kualitas produk

Microsoft dynamic NAV, harga dan reputasi merek tidak mempunyai pengaruh terhadap

loyalitas customer. Akan tetapi keputusan pembelian yang dilakukan customer

mempunyai pengaruh positif dan searah dengan loyalitas, dengan adanya keputusan

pembelian dari customer maka akan tercipta pembelian berulang dan manfaat yang dapat

dirasakan customer semakin bertambah yang merupakan ciri-ciri tindakan loyal dari

seorang customer. Kelima. Simultan, artinya walaupun secara parsial harga dan reputasi

merek tidak memiliki pengaruh positif terhadap keputusan pembelian. Akan tetapi secara

bersama-sama bila di sinergikan dengan kualitas produk, harga dan reputasi merek,

ketiganya, dapat memberikan pengaruh yang positif terhadap keputusan pembelian.

DAFTAR RUJUKAN

Aaker, David, (2002). Measuring Brand Equity Across Products and Markets, California

Managing Reviews, Vol.38 No.3, Springs

Alma, Buchari, (2002). Manajemen Pamasaran dan Pemasaran Jasa, Edisi Revisi,

Alfabeta, Bandung

Clark, B., (2000). Consumer Behaviour . melalui (www.briclarke.hostinguk.com )

Dharmmestha, (2005). Consumer Perception of Price, Quality and Value,

Gramedia, Jakarta

Dinawan, M. Rendra, (2009). Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keputusan

Pembelian, M. Rendra Semarang

Ferdinand, Augusty, (2000). Manajemen Pemasaran: Sebuah Pendekatan Strategik,

Research Paper Series, BP. UNDIP

________, (2002). Structural Equation Modeling Dalam Penelitian Manajemen Aplikasi

Model-modelRumit Dalam Penelitian Untuk Tesis Magister dan Desertasi Doktor,

Page 50: PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL, IKLIM ORGANISASI …

Suhariyo 38 - 50 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Februari 2013

50

BP UNDI

________, (2006). Structural Equation Modeling Dalam Penelitian Manajemen Aplikasi

Model-modelRumit Dalam Penelitian Untuk Tesis Magister dan Desertasi Doktor,

BP UNDIP

Habul, (2001). Manajemen Pemasaran, Edisi ketiga, Mizan, Jakarta

Kertajaya, Hermawan, (2007). Boosting Loyality Marketing Performance, Mizan, Jakarta

Kotler, Philip, (2000). Marketing Management, Analyses, Planning, Implementation and

Control, 8th Edition, New Yersey, Prentice Hall

___________, (2000). Principles of Marketing, 5th Edition, New Yersey, Prentice Hall

__________, dan Amstrong, Gary, (2004). Dasar-dasar Pemasaran, Edisi Kesembilan,

Indeks, Jakarta

__________,dan Kevin Lane Keller, (2009). Manajemen Pemasaran, Edisi Kedua Belas,

Indeks, Jakarta

Lubis, (2007). Analisis Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Keputusan Customer Dalam

Pembelian Sepeda Motor Merek Honda di Kota Medan, Lubis Medan

Mowen et. al., in Pan, Yue, and Zinkhan, George M., (2006). “Determinants of Retail

Patronage: a Meta-Analytical Perspective.” Journal of Retailing, 82, pp. 229-243

Muharam, (2004). Pengaruh Kualitas Ekuitas Merek Mesin Cuci Lux Terhadap Loyalitas

Customer di Kotamadya Bandung, Muharam Jakarta.

Roy Morgan Single Source Indonesia, (2011). Survey Customer Awareness, Behavior dan

Experience Report, Divisi Customer Management and Marketing

Sarwono, Jonathan, (2007). Analisis Jalur untuk Riset Bisnis: Aplikasi dalam Riset

Pemasaran, Keuangan, MSDM dan Wirausaha, Andi Yogyakarta

-------dan Tutty Martadiredja, (2008). Riset Bisnis untuk Pengambilan Keputusan,. Andi

Yogyakarta

Simamora, Bilson, (2003). Panduan Riset Perilaku Konsumen, Gramedia, Jakarta

Stevenson, William J., (2005). Operations Management, 8th Edition, .McGraw-Hill

Page 51: PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL, IKLIM ORGANISASI …

Laurencia dan Riyanto 51 - 57 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013

51

PENGARUH PENDIDIKAN DAN PENGALAMAN KERJA TERHADAP

KINERJA KARYAWAN PADA PT. GLOBAL SARANA INFORMASI BERMUTU

Laurencia S. K dan Setyo Riyanto

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dan Universitas Mercu Buana

E-mail: [email protected] dan [email protected]

Abstract: The purpose of this study is to determine the effect of education and work

experiences to employee performance at PT. Global Informasi Bermutu. Descriptive

quantitative research methods by using statistical correlation an multiple regression with

the aim of analyzing the effect of the two independent variables (Education and Work

Experiences) on the dependent variable (Employee Performance). The sample used was

an employee of employees as much as 240 respondents who made a sample random

determination. The result research showed that from the analysis are known, also

demonstrated from regression technique and significance, which states that both partially

and jointly a positive and significant of employee performance. From two independent

variables, the education has the most dominant influence on employee performance.

Keywords: education, work experiences, employee performance.

Abstrak: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pendidikan dan

pengalaman terhadap kinerja karyawan bekerja di PT. Global INFORMASI BERMUTU.

Metode penelitian deskriptif kuantitatif dengan menggunakan korelasi statistik yang

regresi berganda dengan tujuan menganalisis pengaruh kedua variabel bebas (Pendidikan

dan Kerja Pengalaman) terhadap variabel terikat (Kinerja Karyawan). Sampel yang

digunakan adalah karyawan karyawan sebanyak 240 responden yang membuat tekad

acak sampel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari analisis diketahui, juga

menunjukkan dari teknik regresi dan signifikansi, yang menyatakan bahwa baik secara

parsial dan bersama-sama yang positif dan signifikan dari kinerja karyawan. Dari dua

variabel independen, pendidikan memiliki pengaruh yang paling dominan terhadap

kinerja karyawan.

Kata kunci: pendidikan, pengalaman kerja, kinerja karyawan.

PENDAHULUAN

Tuntutan perkembangan media semakin cepat dan pesat di era kompetisi dewasa ini. PT.

Global Informasi Bermutu (GlobalTV) yang merupakan salah satu unit bisnis dari MNC

Group. Dalam persaingan industri broadcast, GlobalTV diharapkan mampu memiliki dan

dapat menjalankan strategi yang jitu dalam memenuhi permintaan konsumennya. Hal

tersebut tidak terlepas dari sumber daya yang dimiliki oleh GlobalTV, sumber daya

manusia menjadi pengerak utama berjalan dan suksesnya proses bisnis serta tujuan dari

GlobalTV. Strategi yang dijalankan untuk meningkatkan kualitas sumber dayanya yaitu

dengan penerapan standarisasi pendidikan minimum yang dilaksanakan dalam proses

perekrutan, permanen, dan promosi. Adanya kualifikasi dalam perekrutan dalam memilih

Page 52: PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL, IKLIM ORGANISASI …

Laurencia dan Riyanto 51 - 57 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013

52

karyawan yang mempunyai pengalaman kerja daripada yang belum berpengalaman. Hal

ini disebabkan karena yang berpengalaman lebih berkualitas dalam melaksanakan

pekerjaan sekaligus tanggung jawab yang diberikan perusahaan dapat dikerjakan sesuai

dengan ketentuan dan permintaan perusahaan sehingga pengalaman kerja juga merupakan

salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan. Pengukuran pengalaman kerja

ditinjau sebagai sarana untuk menganalisa dan mendorong efisiensi dalam melaksanakan

tugas pekerjaan.

Jenis evaluasi penilaian kinerja di GlobalTV dibagi menjadi penilaian selama masa

kontrak kerja dan penilaian tahunan. Unsur penilaian dan gambaran perilaku dari hasil

penilain untuk kedua jenis evaluasi tersebut sama.Hasil penilaian kinerja tersebut

digunakan sebagai dasar promosi karyawan baik level atau status karyawan, dan

penyesuaian dari benefit yang akan diberikan kepada karyawan. Adanya kebijakan

standarisasi pendidikan dalam penentuan promosi, perekrutan karyawan, dan data dari

masa kerja karyawan berkaitan dengan pengalaman kerja yang dimilikinya menjadi

sebuah topik yang menarik jika diteliti pengaruhnya terhadap kinerja karyawan,

sehinggadiharapkan penelitian ini mendapatkan hasil yang lebih akurat dan signifikan.

Permasalahan dalam penelitian ini adalah: (1) Apakah pendidikan dan pengalaman kerja

berpengaruh secara bersama-sama terhadap kinerja karyawan di GlobalTV ?; (2) Apakah

pendidikan karyawan berpengaruh terhadap kinerja karyawan di GlobalTV ?; (3) Apakah

pengalaman kerja yang dimiliki karyawan berpengaruh terhadap kinerja karyawan di

GlobalTV ?

Maksud dan tujuan riset adalah untuk memperoleh bukti empiris mengenai ada atau

tidaknya pengaruh yang signifikan dari pendidikan dan pengalaman kerja terhadap kinerja

karyawan pada PT. Global Informasi Bermutu dan memberikan rekomendasi yang

bermanfaat dalam pengelolaan sumber daya manusia di PT. Global Informasi Bermutu.

Kerangka Pemikiran. Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, kerangka

pemikiran yang digunakan dalam penelitian ini yang menggambarkan pengaruh

pendidikan dan pengalaman kerja terjadap kinerja karyawan dapat disajikan dalam gambar

berikut:

Pendidikan (X1)

1. Formal

2. Informal

3. Pembinaan

4. Perilaku Karyawan

5. Penerapan

Pengalaman Kerja (X2)

1. Masa Kerja

2. Tingkat Pengetahuan

dan Keterampilan

3. Penguasaan Terhadapa

Peralatan dan Pekerjaan

4. Frekuensi dan Jenis

Pekerjaaan

5. Implementasi

Kinerja Karyawan

(Y)

1. Kualitas Kerja

2. Ketepatan

3. Inisiatif

4. Kapabilitas

5. Komunikasi

Page 53: PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL, IKLIM ORGANISASI …

Laurencia dan Riyanto 51 - 57 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013

53

Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, ingin diketahui pengaruh pendidikan dan

pengalaman kerja terhadap kinerja karyawan. Pendidikan dan pengalaman kerja

merupakan variabel bebas, sedangkan kinerja karyawan merupakan variabel terikat.

Hipotesis Penelitian. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

(1) Terdapat pengaruh postitif yang signifikan pendidikan dan pengalaman kerja secara

bersama-sama terhadap kinerja karyawan.; (2) Terdapat pengaruh positif yang signifikan

pendidikan terhadap kinerja karyawan.; (3) Terdapat pengaruh postitif yang signifikan

pengalaman kerja terhadap kinerja karyawan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengujian Hipotesis. Pengujian hipotesis ini dilakukan untuk membuktikan apakah

hipotesis dalam penelitian ini diterima atau ditolak melalui analisis regresi linier berganda.

Dalam analisis regresis linier berganda ini yang ingin diketahui adalah koefisien

determinasi dan koefisien regresinya serta uji-F, uji-t dan korelasi antar dimensi.

Koefisien Determinasi. Koefisien determinasi digunakan untuk mengetahui persentase

pengaruh variabel independen terhadap perubahan variabel dependen. Dari hasil

pengolahan data dengan program SPSS diperoleh hasil perhitungan berikut:

Tabel 1. Analisa Regresi Linier Berganda

Variabel Independen Koefisien Regresi Beta t-value Sig

(Constant) 5.679 5,756 0,000

Pendidikan 0,421 0,434 7,321 0,000

Pengalaman Kerja 0,285 0,289 4,880 0,000

R 0,639

R Square 0,408

F Hitung 81,599

Sig F 0,000

Sumber: Data diolah

Tabel di atas menjelaskan bahwa angka R didapat 0,639; artinya korelasi antara variabel

pendidikan dan pengalaman kerja terhadap kinerja karyawan sebesar 0,639. Hal ini berarti

terjadi hubungan yang kuat. Nilai R2 disebut juga sebagai koefisien determinasi, gunanya

untuk mengetahui besarnya kontribusi variabel independen (X) secara serempak dalam

menjelaskan variabel dependen (Y). R2 juga dapat menunjukkan ragam naik atau turunnya

variabel dependen yang dijelaskan oleh pengaruh linier variabel independen. Nilai R2

sebesar 0,408 artinya prosentase sumbangan pengaruh variabel pendidikan dan

pengalaman kerja terhadap kinerja karyawan sebesar 40,8 %, sedangkan sisanya sebesar

59,2 % dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model penelitian ini.

Uji F. Dalam tabel di atas menjelaskan tentang hasil uji F yang digunakan untuk menguji

signifikansi pengaruh beberapa variabel independen terhadap variabel dependen. Dalam

hal ini digunakan untuk menguji signifikansi pengaruh pendidikan dan pengalaman kerja

secara bersama-sama terhadap kinerja karyawan. Hasil uji F di atas dapat dilihat F hitung

sebesar 81,599, dengan menggunakan tingkat keyakinan 95%, α = 5%, df 1 (jumlah

Page 54: PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL, IKLIM ORGANISASI …

Laurencia dan Riyanto 51 - 57 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013

54

variabel – 1) atau 3-1 = 2 dan df 2 (n-1) atau 240-2-1 = 237 (n adalah jumlah kasus dan k

adalah jumlah variabel independen), hasil diperoleh F tabel sebesar 3,104. Karena F

hitung > dari F tabel (81,599>3,100), maka Ho ditolak, artinya pendidikan dan

pengalaman kerja secara bersama-sama berpengaruh terhadap kinerja karyawan di PT.

Global Informasi Bermutu.

Koefisien Regresi. Setelah mengetahui pengaruh secara bersama-sama, selanjutnya akan

dianalisis bagaimana pengaruhnya secara parsial.

Kriteria pengujian uji t adalah:

a. Jika signifikansi t < α, maka H0 ditolak dan H1 tidak ditolak

b. Jika signifikansi t > α, maka H0 tidak ditolak dan H1 ditolak.

Berdasarkan data hasil regresi pada tabel di muka diketahui nilai t dengan penjelasan

sebagai berikut:

1. Nilai uji t untuk variabel pendidikan adalah sebesar 7,321 dengan tingkat signifikansi

0,000. Nilai signifikansi ini lebih kecil dari 0,05, sehingga dapat dinyatakan bahwa

variabel pendidikan secara parsial berpengaruh terhadap kinerja karyawan.

2. Nilai uji t untuk variabel pengalaman kerja adalah sebesar 4,880 dengan tingkat

signifikansi 0,000. Nilai signifikansi ini lebih kecil dari 0,05, sehingga dapat

dinyatakan bahwa variabel pengalaman kerja secara parsial berpengaruh terhadap

kinerja karyawan.

3. Dari nilai beta, menunjukkan bahwa untuk variabel pendidikan merupakan variabel

yang berpengaruh dominan, karena nilai beta variabel pendidikan lebih besar yaitu

0,434 dibandingkan dengan nilai beta variabel pengalaman kerja.

Korelasi Antar Dimensi

a. Pengaruh Pendidikan terhadap Kinerja Karyawan. Untuk mengetahui kuat

lemahnya pengaruh antara dimensi-dimensi variabel Pendidikan terhadap dimensi

variabel Kinerja Karyawan, maka diperoleh matriks seperti di bawah ini:

Tabel 2. Matrix Hubungan Variabel Pendidikan terhadap Kinerja Karyawan

Variabel Kinerja Karyawan

Pendidikan (X1)

Dimensi Y1 Y2 Y3 Y4 Y5

X11 0,211 0,202 0,087 0,273 0,281

X12 0,380 0,122 0,197 0,411 0,329

X13 0,451 0,243 0,196 0,300 0,507

X14 0,393 0,196 0,392 0,487 0,335

X15 0,431 0,198 0,131 0,246 0,188

Sumber: Data diolah

Keterangan: Y1 = Kualitas Kerja ; Y2 = Ketepatan ; Y3 = Inisiatif ; Y4 = Kapabilitas ; Y5 =

Komunikasi ; X11 = Formal ; X12 = Informasl ; X13 = Pembinaan ; X14 = Perilaku ; X15 =

Manfaat

Dari keseluruhan data di Tabel 2, bahwa terdapat hubungan yang lemah antara pendidikan

formal dengan inisitiaf karyawan sebesar 0,087. Hubungan yang lemah tersebut menjadi

dimensi yang juga perlu diperhatikan karena pendidikan formal tidak berpengaruh secara

Page 55: PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL, IKLIM ORGANISASI …

Laurencia dan Riyanto 51 - 57 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013

55

signifikan terhadap inisiatif karyawan. Pengaruh dari tingginya inisiatif karyawan dapat

lebih digali dari pelatihan-pelatihan yang diberikan kepada karyawan yang akan

mengembangkan kemampuan karyawan dan memunculkan inisiatif dan kreativitas yang

berdampak positif dan berpengaruh pada muncul dan berkembangnya inovasi baru bagi

perusahaan.

Nilai terbesar terdapat pada dimensi pembinaan yaitu 0,507. Hal ini berarti terdapat

hubungan yang cukup kuat terhadap peningkatan kinerja karyawan jika diberikan

pembinaan kepada karyawan seperti job redesign, task delegation, training, career

development untuk pengembangan karyawan.

b. Pengaruh Pengalaman Kerja terhadap Kinerja Karyawan. Untuk mengetahui kuat

lemahnya pengaruh antara dimensi-dimensi variabel Pengalaman Kerja terhadap

dimensi variabel Kinerja Karyawan, maka diperoleh matriks seperti berikut:

Tabel 3. Matrix Hubungan Variabel Pengalaman Kerja terhadap Kinerja Karyawan

Variabel Kinerja Karyawan

Pengalaman Kerja (X2)

Dimensi Y1 Y2 Y3 Y4 Y5

X21 0,226 0,350 0,111 0,195 0,258

X22 0,306 0,210 0,311 0,373 0,315

X23 0,306 0,172 0,192 0,237 0,347

X24 0,169 0,249 0,266 0,195 0,170

X25 0,336 0,165 0,132 0,270 0,297

Sumber: Data diolah

Keterangan: X21 = Masa kerja; X22 = Tingkat pengetahuan dan keterampilan; X23 =

Penguasaan peralatan dan pekerjaan ; X24 = Frekuensi dan jenis Pekerjaan ; X25 =

Penerapan ; Y1 = Kualitas Kerja ; Y2 = Ketepatan ; Y3 = Inisiatif ; Y4 = Kapabilitas ; Y5 =

Komunikasi

Dari keseluruhan data di Tabel 3, bahwa hubungan yang lemah juga dilihat dari

masa kerja karyawan dengan inisiatif dari karyawan (0,111) sehingga masa kerja yang

telah dijalani karyawan tidak berpengaruh secara signifikan dengan inisiatif yang timbul,

sedangkan nilai terbesar terdapat pada dimensi tingkat pengetahuan dan keterampilan

(0,373). Hal ini berarti terdapat hubungan yang kuat terhadap peningkatan kinerja

karyawan jika tingkat pengetahuan dan keterampilan meningkat.

Pembahasan. Berdasarkan hasil pengolahan dan analisis data di atas diperoleh kenyataan

bahwa pendidikan dan pengalaman kerja berpengaruh kuat terjadap kinerja kayawan.

Hasil penelitian ini tidak bertentangan dengan teori dan penelitian terdahulu seperti dari

hasil penelitian Ahmad Nizam (2008), Nurhalis (2007) yang menjelaskan bahwa adanya

pengaruh pendidikan dan pengalaman kerja terhadap kinerja.

Hasil penelitian tersebut juga sesuai dan didukung dengan kajian teori yang

digunakan, menurut Stone (2002:37-38) mengemukakan bahwa kinerja karyawan atau

pegawai ditentukan oleh faktor - faktor yaitu kemampuan, keterampilan, pengetahuan,

pengalaman dan kepribadian serta persepsi kerja karyawan.

Page 56: PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL, IKLIM ORGANISASI …

Laurencia dan Riyanto 51 - 57 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013

56

PENUTUP

Kesimpulan. Berdasarkan pada hasil penelitian dan pembahasan dalam bab sebelumnya

dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut: (1) Terdapat pengaruh variabel

pendidikan dan pengalaman kerja bersama-sama secara positif dan signifikan terhadap

kinerja karyawan PT. Global Informasi Bermutu, yang berarti dengan meningkatkan

pendidikan dan pengalaman kerja, maka kinerja karyawan akan meningkat.; (2) Terdapat

pengaruh variabel pendidikan secara positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan di

PT. Global Informasi Bermutu, yang berarti dengan meningkatkan pendidikan, maka

kinerja karyawan akan meningkat.; (3) Terdapat pengaruh variabel pengalaman kerja

secara positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan PT. Global Informasi Bermutu,

yang berarti dengan meningkatkan pengalaman kerja, maka kinerja karyawan akan

meningkat.; (4) Secara parsial variabel pendidikan mempunyai pengaruh yang lebih besar

dibandingkan variabel pengalaman kerja.; (5) Dari hasil analisa hubungan variabel

pendidikan dengan kinerja karyawan diperoleh bahwa dimensi pembinaan karyawan

menjadi faktor dominan terhadap peningkatan kinerja karyawan. Selain pembinaan, hasil

analisa dimensi lain dari pendidikan secara lebih spesifik yang berpengaruh positif dan

kuat terhadap kinerja yaitu dimensi pendidikan formal dengan komunikasi, pendidikan

informal dengan kapabilitas karyawan, perilaku karyawan dengan kualitas kerja karyawan

dan manfaat dari pendidikan memberikan pengaruh positif untuk kualitas kerja yang

dihasilkan karyawan, sedangkan yang memiliki hubungan lemah adalah pendidikan formal

dengan inisiatif. Peningkatan pendidikan formal karyawan tidak berpengaruh signifikan

terhadap munculnya inisiatif atau kreativitas dari karyawan.; (6) Dari hasil analisa

hubungan variabel pengalaman dengan kinerja karyawan diperoleh bahwa dimensi tingkat

pengetahuan dan keterampilan karyawan menjadi faktor dominan terhadap peningkatan

kinerja karyawan. Selain faktor tersebut, hasil analisa dimensi lain dari pengalaman kerja

secara lebih spesifik yang berpengaruh positif dan cukup kuat terhadap kinerja yaitu

dimensi masa kerja terhadap ketepatan hasil kerja, tingkat pengetahuan dan keterampilan

karyawan terhadap kapabilitas, penguasaan peralatan dan pekerjaan terhadap kualitas

kerja, frekuensi dan jenis pekerjaan terhadap inisiatif karyawan, penerapan pengalaman

yang telah diperoleh karyawan terhadap kualitas kerja yang dihasilkan karyawan.

DAFTAR RUJUKAN

ACCA. (2010). Performance Management. London: BPP Learning Media Ltd.

Ashari dan Santosa, Purbaya, Budi. (2005). Analisa statistik dengan Microsoft Excel dan.

SPSS. Yogyakarta: Andi.

Dessler, Gary. (2009). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Indeks.

Effendi, Marihot Tua. (2002). Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: BPFE.

Foster, Bill. (2001). Pembinaan untuk Peningkatan Kinerja Karyawan. Jakarta: PPM.

Ghozali, Imam. (2005). Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS. Semarang:

Penerbit Universitas Diponegoro.

Gomes, Faustino Cardoso. (2003). Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Andi

Offset.

Hariandja, Marihot Tua E dan Yovita Iardiwati. (2002). Manajemen Sumber Daya

Manusia. Jakarta: Grasindo.

Page 57: PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL, IKLIM ORGANISASI …

Laurencia dan Riyanto 51 - 57 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013

57

Hartoto. (2008). Pengertian dan Unsur-Unsur Pendidikan. Makasar: Universitas Negeri

Makasar.

Hasibuan, Malayu. (2007). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Hermawan, Asep. (2003). Pedoman Praktis Metodologi Penelitian Bisnis. Jakarta: LPFE

Universitas Trisakti

Hutapea, Parulian dan Nuriana Thoha. (2008). Kompetensi Plus: Teori, Desain, Kasus dan

Penerapan untuk HR serta Organisasi yang Dinamis. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka

Utama.

J. Stone, Raymond. (2002). Human Resource Management. California: Kent Publising

Company.

Mangkunegara, A.A. Anwar Prabu. (2002). Manajemen Sumber Daya Manusia

Perusahaan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Mudyaharjo, Redja. (2001). Pengantar Pendidikan. Bandung: Raja Grafindo Persada.

Muhibinsyah. (2003). Psikologi Pendidikan dan Pendekatan Baru. Bandung: Remaja

Rosdakarya.

Murtie, Afin. (2011). Menciptakan SDM yang Handal Dengan TMC. Jakarta: Laskar

Aksara.

Noor, Juliansyah. (2011). Metodologi Penelitian. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Notoatmodjo, Soekidjo. (2009). Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta: Rineka

Cipta.

Oei, Istijanto, (2010). Riset Sumber Daya Manusia. Jakarta: Gramedia.

Priyatno,Duwi. (2010). Paham Analisa Statistik Data dengan SPSS. Yogyakarta:

Mediacom.

Rachmawati, I. K., (2008). Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Andi.

Riduwan, (2008). Metode dan Teknik Penyusunan Tesis. Bandung: Penerbit Alfabeta.

Rivai, Veithzal dkk. (2011). Performance Appraisal. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Robbin, Stephen R. (2008). Perilaku Organisasi. Jakarta: Salemba Empat.

Rowley, Chris, dan Keith Jackson. (2011). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta:

Raja Grafindo Persada.

Ruky, Ahmad. (2002). Sistem Manajemen Kinerja. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Sedarmayanti. (2009). Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja. Bandung: Mandar

Maju.

Simanjuntak, Payaman J. (2005). Manajemen dan Evaluasi Kerja. Lembaga Penerbit

FEUI, Jakarta.

Veithzal Rivai, (2003). Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Perusahaan. Bandung:

PT. Remaja Rosda Karya.

Wibowo. (2011). Manajemen Kinerja. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Widiatrirahayu. (2008). Manajemen Pendidikan Berbasis Kinerja. Jakarta: PT. Gramedia

Pustaka Utama.

Wijaya, Toni. (2011). Cepat Menguasai SPSS 20. Yogyakarta: Cahya Atma Pustaka.

Page 58: PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL, IKLIM ORGANISASI …

Yuliantini 58 - 71 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013

58

PENGARUH KECERDASAN EMOSI (EQ) DAN MOTIVASI BERPRESTASI

TERHADAP PRESTASI BELAJAR MAHASISWA AKPARNAS-UNAS

JAKARTA

Tine Yuliantini

Fakultas Ekonomi Universitas Bunda Mulia (UBM) Jakarta

Email: [email protected]

Abstract: The research aims to analyze the influence of emotional intelligence and

achievement motivation to achievement in learning ofstudents in Akparnas Unas

Jakarta.The Research is descriptive research with used regression analysis and

correlation with data of questionnaire collected from the all students at Akparnas Unas

Jakarta.The result of research showed that Emotional intelligence and achievement

motivation have a positive and significant effect to achievement in learning. The variable

achievement motivationis the most dominant variable to influence achievement in

learning with almost powerful dimension is the dimension of need of achievement.

Keywords: emotional intelligence, achievement motivation dan achievement in learning

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh kecerdasan emosional

dan prestasi motivasi terhadap prestasi belajar ofstudents di Akparnas Unas Jakarta.The

penelitian adalah penelitian deskriptif dengan analisis regresi dan korelasi digunakan

dengan data kuesioner yang dikumpulkan dari semua siswa di Akparnas Unas Jakarta.

hasil penelitian menunjukkan bahwa kecerdasan emosional dan motivasi berprestasi

memiliki efek positif dan signifikan terhadap prestasi belajar. Pencapaian variabel

motivationis variabel yang paling dominan mempengaruhi prestasi belajar dengan

dimensi hampir kuat adalah dimensi kebutuhan prestasi.

Kata kunci: kecerdasan emosional, motivasi berprestasi Dan prestasi dalam belajar

PENDAHULUAN

Dunia pendidikan masa kini mengenal tiga kompetensi penting yang harus dimiliki oleh

seorang mahasiswa setelah mengalami proses pendidikan yaitu, aspek kognitif

(pengetahuan umum), psikomotor (praktek), dan afektif (sikap diri). Selama ini banyak

orang yang berpendapat bahwa untuk meraih prestasi belajar yang tinggi diperlukan

kecerdasan intelektual (IQ) yang tinggi.

Namun, menurut hasil penelitian terbaru di bidang psikologi membuktikan bahwa IQ

bukanlah satu–satunya faktor yang mempengaruhi prestasi belajar seseorang, tetapi ada

banyak faktor lain yang mempengaruhi diantaranya adalah faktor lingkungan, faktor

biologis, dan faktor psikologis yang terdiri dari bakat, minat, dan kecerdasan emosional.

Kecerdasan emosi (EQ) merupakan formulasi baru dari "soft skills” tradisional

(seperti leadership, sensitivity dan social skills) dimana kecerdasan emosi adalah sejumlah

kemampuan dan keterampilan yang berkaitan dengan pembinaan hubungan sosial dengan

lingkungan yang merujuk pada kemampuan mengenali perasaan diri sendiri dan orang lain,

Page 59: PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL, IKLIM ORGANISASI …

Yuliantini 58 - 71 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013

59

kemampuan memotivasi diri sendiri, dan kemampuan mengelola emosi dengan baik dan

dalam hubungan dengan orang lain serta beradaptasi menghadapi lingkungan sekitar dan

penyesuaian secara cepat agar lebih berhasil dalam mengatasi tuntutan lingkungan.

Kecerdasan emosi tidak dapat diakses seperti fakta atau jawaban, tetapi terlebih adalah

sebuah proses bagaimana cara kita mengalami segala sesuatu yang berhasil dimasa lalu dan

mengantisifasi cara kita bertindak pada situasi baru dan sebagaimana hal ini dapat

diwujudkan di lembanga pendidikan tinggi sebagai persiapan SDM yang berprestasi dan

berkualitas untung menyongsong masa depan yang penuh tantangan.

Goleman, seorang peneliti dalam bidang kecerdasan emosi mengatakan bahwa kecerdasan

emosi merupakan aspek psikologis yang sangat dominan dalam menentukan sukses dalam

hidup (80%).

Hal ini diakui bahwa mereka yang memiliki IQ rendah dan mengalami

keterbelakangan mental akan mengalami kesulitan, bahkan mungkin tidak mampu

mengikuti pendidikan formal yang seharusnya sesuai dengan usia mereka. Namun

fenomena yang ada menunjukan bahwa tidak sedikit orang dengan IQ tinggi yang

berprestasi rendah, dan ada banyak orang dengan IQ sedang yang dapat mengungguli

prestasi belajar orang dengan IQ tinggi. Hal ini menunjukan bahwa IQ tidak selalu dapat

memperkirakan prestasi belajar seseorang.

Orang-orang yang murni hanya memiliki kecerdasan akademis tinggi, mereka

cenderung memiliki rasa gelisah yang tidak beralasan, terlalu kritis, rewel, cenderung

menarik diri, terkesan dingin dan cenderung sulit mengekspresikan kekesalan dan

kemarahannya secara tepat. Bila didukung dengan rendahnya taraf kecerdasan

emosionalnya, maka orang-orang seperti ini sering menjadi sumber masalah. Seseorang

memiliki IQ tinggi namun taraf kecerdasan emosionalnya rendah maka cenderung akan

terlihat sebagai orang yang keras kepala, sulit bergaul, mudah frustrasi, tidak mudah

percaya kepada orang lain, tidak peka dengan kondisi lingkungan dan cenderung putus

asa bila mengalami stress. Kondisi itu sebaliknya tidak akan terlihat pada seseorang yang

memiliki taraf IQ rata-rata namun memiliki kecerdasan emosi yang tinggi. Di samping itu,

bukti–bukti mutakhirneurologis menunjukkan bahwa emosi merupakan bahan bakar yang

sangat diperlukan bagi kekuatan penalaran otak.

Dari pendapat–pendapat diatas maka semakin menguatkan pemikiran kita bahwa

IQ bukanlah satu–satunya faktor penentu keberhasilan seseorang. Akan tetapi ada hal

yang lebih berpengaruh terhadap keberhasilan seseorang, yaitu kecerdasan

emosi.Kecerdasan emosi tumbuh (EQ) seiring pertumbuhan seseorang sejak lahir hingga

meninggal dunia.Pertumbuhan EQ dipengaruhi oleh lingkungan, sekolah dan keluarga dan

contoh-contoh yang didapat seseorang sejak lahir dari orang tuanya.Orang tua adalah

seseorang yang pertama kali harus memberitauladan dan contoh yang baik. Agar

mahasiswa memiliki kecerdasan emosi yang tinggi dan stabil, dosen (pendidik), orang tua

harus menanamkan prinsip-prinsip sebagai berikut: Membina hubungan persahabatan yang

hangatdan harmonis, bekerja dalam kelompok secara harmonis, berempati dengan sesama,

memecahkan masalah, mengatasi konflik, membangkitan rasa humor, memotivasi diri bila

menghadapi masa sulit, menghadapi situasi yang sulit dengan percaya diri dan menjalin

keakraban.

Perlu diketahui untuk mengembangkan kecerdasan emosi, pendidik dan peserta didik

dalam pembelajaran perlu menyadari bahwa emosi itu adalah bener-benar ada dan riil serta

bila dapat mengelola emosi menjadi kecerdasan emosi yang baik akan mengembangkan

Page 60: PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL, IKLIM ORGANISASI …

Yuliantini 58 - 71 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013

60

kreativitas dan imajinasi mahasiswa ketika belajar sehingga akan akaan menunjukkan hasil

yang jauh lebih baik dalam berprestasi. Dalam memotivasi, seseorang dituntun melakukan

suatu aktivitas untuk dirinya sendiri karena ingin mendapatkan kesenangan dari pelajaran.

Selain kecerdasan emosi yang diperlukan untuk mencapai keberhasilan dalam belajar

atau prestasi belajar, ada faktor-faktor lainnya yang dapat mempengaruhi pencapaian hasil

belajar yang baik, salah satunya adalah motivasi. Motivasi itu berupa kumpulan perasaan

antusiasme, gairah, dan keyakinan diri, emosi itulah yang mendorong seseorang untuk

berprestasi, dimana motivasi itu terbentuk bisa berasal dari dalam diri anak ataupun dari

lingkungan.

Dalam hubungannya dengan kecerdasan emosi dalam memotivasi, kecerdasan emosi akan

membantu memotivasi seseorang untuk melakukan segala hal seperti berimajinasi,

berkreativitas dan berprestasi. Maka imajinasi dan kreativitas yang telah terbentuk akan

memacu mahasiswa untukberfikir tingkat tinggi dan bergairah dalam belajar sehingga

dapat berprestasi dengan baik.

Pada dasarnya motivasi adalah dorongan untuk berperilaku. Motivasi merupakan

suatu proses psikologis yang mencerminkan sikap, kebutuhan, persepsi, dan keputusan

yang terjadi pada diri seseorang. Banyak bakat anak tidak berkembang karena tidak

diperolehnya motivasi yang tepat.Jika seseorang mendapat motivasi yang tepat, maka

lepaslah tenaga yang luar biasa, sehingga tercapai hasil-hasil yang semula tidak terduga.

Untuk itu kita tidak boleh melupakan peran motivasi belajar dalam meraih prestasi

belajar. Seseorang berhasil dalam belajar karena dorongan hatinyayang memacunya untuk

belajar.Didalam dunia pendidikan motivasi berprestasi juga merupakan komponen penting

dalam menentukan prestasi belajar mahasiswa. Para mahasiswa seharusnya termotivasi

dalam belajar karena hasil belajar akan optimal jika ada motivasiyang tepat. Oleh karena

itu, proses pembelajaran juga harus menjadi suatu hal yang menyenangkan bagi

mahasiswa.

Peran dosen sangat penting dalam memicu motivasi berprestasi, dosen sebisa

mungkin harus menciptakan suasana belajar yang menarik bagi mahasiswa sehingga,

mahasiswa memiliki rasa ketertarikan yang tinggi serta dorongan belajar yang kuat atau

bisa disebut sebagai motivasi untuk berprestasi, dimana dalam proses pembelajaran dosen

perlu memberikan suatu motivasi yang positif pada mahasiswa untuk menimbulkan minat

belajar. Namun ada kalanya, terdapat beberapa dosen dalam proses pembelajaran tidak

memberikan suatu motivasi yang positif dan hanya melihat aspek nilai hasil belajar saja,

padahal peran dosen sangat besar dalam memberi motivasi berprestasi terhadap

mahasiswanya. Dari uraian diatas penulis telah menemukan fenomena masalah tentang

pengaruh kecerdasan emosi, motivasi berprestasi terhadap prestasi belajar mahasiswa

Akparnas- Unas, eeperti misalnya dengan kampus Akparnas yang berada di di kampus

Universitas Nasional yang terlentak di dalam kota Jakarta disekitar pemukiman penduduk

yang cukup padat dan ramai dimana kondisi dan suasana kampus tidak kondusif, dimana

kerap terjadi perselisihan antara mahasiswa dan penduduk disekitar kampus seperti yang

pernah terjadi pada bulan Febuari 2011 dimana demonstrasi mahasiswa Akparnas

Universitas Nasional berbuntut bentrok dengan warga sekitar (Tempo: 2011). Fenomena

lainnya diliat dari kurangnya minat mahasiswa untuk berprestasi dimana dapat dikaitkan

dengan rendahnya kecerdasan emosi menyebabkan tidak termotivasinya seorang

mahasiswa untuk meraih prestasi dibidang apapun, seperti Tabel 1 memperlihatkan

Page 61: PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL, IKLIM ORGANISASI …

Yuliantini 58 - 71 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013

61

beberapa kejuaran yang berhubungan dengan pariwisata yang tidak diikuti oleh para

mahasiswa Akademi Pariwisata Nasional –Unas.

Tabel 1. Kejuaran Ketrampilan Pariwisata

Kejuaran

Tahun

Mengikuti

Tidak Mengikuti

Penghargaan

Karya tulis perjalanan wisata 2011 Tidak mengikuti

Lomba Memasak rendang se

Sekolah tinggi Pariwisata se

Jakarta

2011 Tidak mengikuti

English Debate on Tourism for

the Youth 2011 Mengikuti

Pemenang

kategori Best

Material

Kejuaran Barista se Jakarta 2011 Tidak mengikuti

Sumber: Data Akparnas

Tabel 1 gambaran data kejuaran ketrampilan pariwisata yang diikuti dan tidak diikuti

mahasiswa Akparnas-Unas. Dalam Tabel 1 digambarkan ada beberapa kejuaran

ketrampilan yang berhubungan dengan kepariwisataan yang sayangnya tidak diikuti oleh

para mahasiswa Akparnas yang mungkin tidak termotivasi untuk berprestasi dikejuaraan

itu. Pada Tabel 2 diperlihatkan data dari IPK mahasiswa yang mengalami fluktuasi.

Tabel 2. Data IPK mahasiswa Akparnas dari tahun 2008 sampai 2011

Jurusan Perhotelan

Tahun Ajaran Tahun Ajaran

2008/2009 2009/2010 2010/2011 2011/2012

Semester

Rata-rata

Ganjil

Genap

3.29

3.1

3.02

2.7

3.1

2.9

2.8

2.1

2.4

2.8

3.3

3.01

Jurusan

UPW

Tahun

2008/2009

Ajaran

2009/2010

Tahun

2010/2011

Ajaran

2011/2012

Semester Ganjil

Genap

2.9

3.12

3.01

2.7

2.3

2.5

3.1

2.88

Rata-rata 3.02 2.8 2.4 2.9

Sumber: Akparnas-Unas

Pada Tabel diatas terlihat bahwa terdapat fluktuasi IPK mahasiswa dari tahun 2008-2011.

Berdasarkan uraian diatas maka penulis telah memilih permasalahan yang berkaitan

dengan pengaruh kecerdasan emosi dan motivasi berprestasi terhadap prestasi belajar.

Adapun permasalahan tersebut dirumuskan dalam permasalahan sebagai berikut: (1)

Apakah terdapat pengaruh kecerdasan emosi dan motivasi belajar secara simultan

(bersama-sama) terhadap prestasi belajar mahasiswa Akparnas-Unas.; (2) Apakah

terdapat pengaruh kercerdasan emosi terhadap prestasi belajar mahasiswa Akparnas-

Unas.; (3) Apakah terdapat pengaruh motivasi belajar terhadap prestasi belajar

mahasiswa Akparnas-Unas

Hasil penelitian ini mempunyai beberapa manfaat, dan kegunaan antara lain ialah: (1)

Dari segi teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi psikologi

Page 62: PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL, IKLIM ORGANISASI …

Yuliantini 58 - 71 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013

62

pendidikan dan memperkaya hasil penelitian yang telah ada dan dapat memberi gambaran

mengenai pengaruh kecerdasan emosi dan motivasi berprestasi dengan prestasi belajar.; (2)

Dari segi praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu memberikan informasi

khususnya kepada para orang tua, konselor mahasiswa, dosen dan ketua jurusan dalam

upaya membimbing dan memotivasi mahasiswa untuk menggali kecerdasan emosi yang

dimilikinya.

Kegunaan Penelitian antara lain ialah: (1) Aspek teoritis keilmuan, bahwa hasil

penelitian ini dapat digunakan sebagai daftar pustaka dan bahan pengayaan atas hasil-hasil

penelitian terdahulu, berkaitan dengan pengaruh prestasi mahasiswa. Selain itu melalui

penelitian ini juga diharapkan ditemukan dasar-dasar konseptual yang mempunyai

implikasi metodologis bagi studi tentang masalah prestasi serta variabel-variabel terkait

lainnya.; (2) Aspek praktis dapat digunakan menjadi bahan pertimbangan dan masukan

bagi pengambilan kebijakan dalam peningkatan prestasi mahasiswa di bidang ilmu

pariwisata.

Prestasi Belajar. Untuk mendapatkan suatu prestasi tidaklah semudah yang dibayangkan,

karena memerlukan perjuangan dan pengorbanan dengan berbagai tantangan yang harus

dihadapi. Prestasi belajar adalah merupakan hasil yang dicapai seseorang ketika

mengerjakan tugas atau kegiatan tertentu (Tu‟u 2004: 75). Prestasi akademik merupakan

hasil yang diperoleh dari kegiatan pembelajaran di kampus yang bersifat kognitif dan

biasanya ditentukan melalui pengukuran dan penilaian. Prestasi belajar merupakan

penguasaan terhadap mata pelajaran yang ditentukan lewat nilai atau angka yang diberikan

dosen. Berdasarkan hal ini, prestasi belajar dapat dirumuskan: (1) Prestasi belajar adalah

hasil belajar yang dicapai ketika mengikuti, mengerjakan tugas dan kegiatan pembelajaran

di kampus.; (2) Prestasi belajar tersebut terutama dinilai aspek kognitifnya karena

bersangkutan dengan kemampuan mahasiswa dalam pengetahuan atau ingatan,

pemahaman, aplikasi, analisis, sintesa dan evaluasi.; (3) Prestasi belajar dibuktikan dan

ditunjukkan melalui nilai atau angka dari hasil evaluasi yang dilakukan oleh dosen.

Menurut Bloom (Nurman, 2006:36), prestasi belajar merupakan hasil perubahan

tingkah laku yang meliputi tiga ranah kognitif terdiri atas : pengetahuan, pemahaman,

aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Menurut Poerwodarminto (Ratnawati, 2004:206)

yang dimaksud dengan prestasi belajar adalah hasil yang telah dicapai, dilakukan atau

dikerjakan oleh seseorang.Sedangkan prestasi belajar itu sendiri dapat diartikan sebagai

prestasi yang dicapai oleh seorang mahasiswa pada jangka waktu tertentu dan dicatat

dalam laporan indek prestasi. Prestasi belajar dapat diukur melalui tes yang sering dikenal

dengan tes prestasi belajar.Menurut Anwar (2005:8-9) mengemukakan tentang tes prestasi

belajar bila dilihat dari tujuannya yaitu mengungkap keberhasilan sesorang dalam belajar.

Kecerdasan Emosi. Kemunculan istilah kecerdasan emosi dalam pendidikan, bagi

sebagian orang mungkin dianggap sebagai jawaban atas pertanyaan tentang faktor lain

dari keberhasilan dan kesuksesan seseorang selain dari faktor kecerdasan intelektual. Teori

Daniel Goleman, sesuai dengan judul bukunya, Emotional Intellegence memberikan

definisi baru terhadap kata cerdas. Walaupun EQ merupakan hal yang relatif baru

dibandingkan IQ, namun beberapa penelitian telah mengisyaratkan bahwa kecerdasan

emosi tidak kalah penting dengan IQ (Goleman, 2002:44)

Untuk lebih menjelaskan tentang pentingnya kecerdasan emosi, Steiner dan Perry

(Efendi, 2005:65) juga menegaskan dalam bukunya, Achieving Emotional Literacy (1997),

Page 63: PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL, IKLIM ORGANISASI …

Yuliantini 58 - 71 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013

63

bahwa semata – mata IQ yang tinggi tidak akan membuat seseorang menjadi cerdas.Tanpa

kecerdasan emosi, kemampuan untuk memahami dan mengelola perasaan–perasaan kita

dan perasaan–perasaan orang lain serta kesempatan kita untuk hidup bahagia menjadi

sangat tipis. Menurut Goleman (2002: 512), kecerdasan emosi adalah kemampuan

seseorang mengatur kehidupan emosinya dengan inteligensi (to manage our emotional life

with intelligence); menjaga keselarasan emosi dan pengungkapannya (the appropriateness

of emotion and its expression) melalui keterampilan kesadaran diri, pengendalian diri,

motivasi diri, empati dan keterampilan sosial.

Kecerdasan emosi mencakup pengendalian diri, semangat, dan ketekunan, serta

kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan bertahan menghadapi frustrasi,

kesanggupan untuk mengendalikan dorongan hati dan emosi, tidak melebih-lebihkan

kesenangan, mengatur suasana hati dan menjaga agar beban stress tidak melumpuhkan

kemampuan berpikir, untuk membaca perasaan terdalam orang lain (empati) dan berdoa,

untuk memelihara hubungan dengan sebaik-baiknya,

Kecerdasan emosi juga adalah kemampuan untuk menyelesaikan konflik, serta

untuk memimpin diri dan lingkungan sekitarnya.Ketrampilan ini dapat diajarkan kepada

anak-anak.Orang-orang yang dikuasai dorongan hati yang kurang memiliki kendali diri

menderita kekurang mampuan pengendalian moral.Juga menurut Goleman, mengatakan

bahwa setinggi–tingginya, IQ hanya menyumbang kira–kira 20 persen bagi faktor–faktor

yang menentukan sukses dalam hidup, maka yang 80 persen diisi oleh kekuatan–kekuatan

lain. Kekuatan–kekuatan lain itu, selain dari kecerdasan emosi atau Emotional Quotient

(EQ) yakni kemampuan memotivasi diri sendiri, mengatasi frustasi, mengontrol desakan

hati, mengatur suasana hati (mood), berempati serta kemampuan bekerja sama

(Mangkunegara, 2000: 44). Selain itu, Cooper dan Aymani (Efendi, 2005: 65) juga

menulis ”Voltaire menunjukkan, bahwa bagi bangsa romawi, sensus communis dan

sensibility (kemampuan), adalah mencakup seluruh penggunaan indera, hati dan intuisi‟.

Dalam proses belajar bagi mahasiswa, kedua inteligensi yaitu IQ dan EQ sangat

diperlukan,. IQ tidak dapat berfungsi dengan baik tanpa partisipasi penghayatan emosional

terhadap mata pelajaran yang disampaikan di sekolah.Namun biasanya kedua inteligensi

itu saling melengkapi.Keseimbangan antara IQ dan EQ merupakan kunci keberhasilan

belajar mahasiswa di tempat belajar.Pendidikan di sekolah atau dikampus-kampus bukan

hanya perlu mengembangkan rational intelligence yaitu model pemahaman yang lazimnya

dipahami mahasiswa saja, melainkan juga perlu mengembangkan emotional intelligence

mahasiswa itu.

Hasil beberapa penelitian di University of Vermont mengenai analisis struktur

neurologis otak manusia dan penelitian perilaku oleh LeDoux (1970) menunjukkan bahwa

dalam peristiwa penting kehidupan seseorang, EQ selalu mendahului intelegensi

rasional.EQ yang baik dapat menentukan keberhasilan individu dalam prestasi belajar

membangun kesuksesan karir, mengembangkan hubungan antar sesama yang harmonis

dan dapat mengurangi agresivitas, khususnya dalam kalangan remaja (Goleman, 2002:17).

Berdasarkan teori diatas maka kecerdasan emosi adalah sejumlah kemampuan dan

keterampilan yang berkaitan dengan pembinaan hubungan sosial dengan lingkungan yang

merujuk pada kemampuan mengenali perasaan diri sendiri dan orang lain, kemampuan

memotivasi diri sendiri, dan kemampuan mengelola emosi dan mengelola hubungan

dengan orang lain dengan baik.

Page 64: PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL, IKLIM ORGANISASI …

Yuliantini 58 - 71 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013

64

Motivasi Berprestasi. Konsep motivasi berprestasi dirumuskan pertama kali oleh Henry

Alexander Murray dengan memakai istilah kebutuhan berprestasi (need for achievement)

untuk motivasi berprestasi, yang dideskripsikannya sebagai hasrat atau tendensi untuk

mengerjakan sesuatu yang sulit dengan secepat dan sebaik mungkin (Purwanto, 2004:20-

21). Menurut Murray (Winkel, 2004: 29) “Achievement motivation (motivasi berprestasi)

adalah daya penggerak untuk mencapai taraf prestasi belajar yang setinggi mungkin demi

pengharapan kepada dirinya sendiri.”

Sementara itu Hasibuan (2009: 219), berpendapat bahwa motivasi berprestasi

adalah pemberian daya penggerak yang menciptakan kegairahan seseorang agar

mereka mau bekerja sama, bekerja efektif, dan terintegrasi dengan segala daya

upayanya untuk mencapai prestasi dan kepuasan.

McCelland (Mangkunegara, 2010: 19), seorang psikologi dan masyarakat dari

Universitas Harvard, Amerika Serikat menyatakan teori motivasi dengan

mengemukakan bahwa produktivitas seseorang sangat ditentukan oleh ”virus mental”

yang ada pada dirinya.Virus mental adalah kondisi jiwa yang mendorong seseorang

untuk mampu mencapai prestasi secara maksimal. Virus mental yang dimaksud

Achievement Motivation. Virus mental (komponen motvasi berpretasi) yang

dimaksud terdiri dari 3 golongan kebutuhan, yaitu Need of achievement (kebutuhan

untuk berprestasi), Need of affiliation (kebutuhan untuk memperluas pergaulan), dan

Need of power (kebutuhan untuk menguasai sesuatu).

Berdasarkan teori McClelland tersebut sangat penting membina virus mental

(motivasi berprestasi) mahasiswa dengan cara mengembangkan potensi mereka

melalui lingkungan belajar yang dapat mendorong prestasi belajar yang

baik.Berdasarkan beberapa teori diatas maka motivasi berprestasi dapat diartikan

sebagai dorongan dalam diri seseorang untuk melakukan atau mengerjakan suatu

kegiatan atau tugas dengan sebaik-baiknya agar mencapai prestasi dengan predikat

terpuji. Dengan demikian berdasarkan uraian teoridiatas dan penelitian terdahulu

maka dapat diuraikan kerangka pemikiran dalam gambar skema konstelasi antar

variabel sebagai berikut:

1. Terdapat pengaruh kecerdasan emosi dan motivasi berprestasi terhadap prestasi

belajar mahasiswa Akparnas – Unas sebagaimana skema berikut:

H2

H1

H3

Gambar 1. Skema Konstelasi antar Variabel

Motivasi Berprestasi ( X2)

X2.1. Kebutuhan untuk

berprestasi.

X2.2 Kebutuhan

untukmemperluas

pergaulan.X2.3. Kebutuhan

menguasai sesuatu.

Prestasi Belajar (Y)

Y1.1.Nilai IPK mahasiswa

Kecerdasan Emosi (X1)

x1.1.kesadaran diri

X1.2.. Pengaturan diri

X1.3..Memotivasi diri

X1.4.Empati

X1.5.ketrampilan diri

Page 65: PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL, IKLIM ORGANISASI …

Yuliantini 58 - 71 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013

65

2. Terdapat pengaruh kecerdasan emosi terhadap prestasi belajar mahasiswa Akparnas

– Unas sebagaimana skema berikut:

3. Terdapat pengaruh motivasi berprestasi berpengaruh terhadap prestasi mahasiswa

Akparnas – Unas sebagaimana skema berikut :

Keterangan: X1 = Kecerdasan Emosi; X2 = Motivasi Berprestasi; Y = Prestasi

Belajar

Hipotesa. Hipotesa dari penelitian ini dapat diasumsikan sebagai berikut :

H1: Terdapat pengaruh positif secara bersama-sama antara kecerdasan emosi dan motivasi

berprestasi terhadap prestasi belajar para siswa. Artinya makin baik kecardasan emosi

yang membantu motivasi berprestasi yang tinggi pada para mahasiswa akan

membantu mereka berprestasi dalam belajar.

H2: Terdapat pengaruh positif dari kecerdasan emosi terhadap prestasi belajar para

mahasiswa. Artinya, kecerdasan emosi yang baik membantu para mahasiswa secara

kejiwaannya mencapai keberhasilan dalam prestasi belajar.

H3: Terdapat pengaruh positif dari motivasi berprestasi terhadap prestasi para mahasiswa.

Artinya, makin tinggi motivasi berprestasi maka prestasi belajar para mahasiswa akan

tercapai.

METODE

Data yang diperlukan dalam penelitian ini diperoleh melalui dua sumber yaitu data primer

dan sekunder, data prime diperoleh langsung dari responden berupa populasi dari

keseluruhan mahasiswa Akparnas-Unas yang berjumlah 115 dengan menggunakan

kuesioner dan data sekunder Diperoleh dari nilai tugas dan laporan IPK para mahasiswa.

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua variabel independen,

yaitu variabel kecerdasan emosi dan motivasi berprestasi serta terdiri dari satu variabel

dependen yaitu variabel prestasi belajar. Variabel kecerdasan emosi terdiri dari empat

dimensi yaitu kesadaran diri,pengaturan diri,memotivasi diri, empati dan keterampilan

sosial. Variabel motivasi berprestasi terdiri dari tiga dimensi yaitu Need of achievement

(kebutuhan untuk berprestasi baik faktor internal dan eksternal), Need of affiliation

(kebutuhan untuk memperluas pergaulan) dan need of power (kebutuhan untuk menguasai

sesuatu).

Variabel prestasi belajar mempunyai satu dimensi yaitu prestasi belajar adalah hasil

dari pengukuran terhadap peserta didik setelah mengikuti proses pembelajaran yang

diukur dengan menggunakan instrumen tes atau instrumen yang relevan (nilai

IPK).Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh kecerdasan emosi dan motivasi

Prestasi Belajar

(Y) Kecerdasan Emosi

(X1)

Motivasi

Berprestasi

(X2)

Prestasi Belajar

(Y)

Page 66: PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL, IKLIM ORGANISASI …

Yuliantini 58 - 71 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013

66

berprestasi terhadap prestasi belajar belajar mahasiswa Akparnas-Unas Jakarta. Variabel

penelitian terdiri dari Variabel kecerdasan emosi (X1), variabel motivasi berprestasi (X2)

dan variabel prestasi belajar belajar (Y) dimana korelasi antar variabel dan dimensi

digambarkan sebagai berikut:

Tabel 3. Matrik Hubungan Variabel Kecerdasan Emosi dan Motivasi Berprestasi

Terhadap Prestasi Belajar mahasiswa Akparnas-Unas

Variabel(X1)

Dimensi(X2)

Variabel Prestasi Belajar

(Y)

Kecerdasan Emosi X1.1 Kesadaran Diri X1.1 Y

(X1) X1.2 Pengaturan Diri X1.2 Y

(Goleman) X1.3 Memotivasi Diri X1.3 Y

X1.4 Empati X1.4Y

X1.5 ketrampilan Sosial X1.5Y

Motivasi berprestasi X2.1Kebutuhan Berprestasi X2.1 Y

(X2) X2.2 Kebutuhan Memperluas pergaulan X2.2 Y

(McCelland) X2.3 Kebutuhan Untuk Menguasi

sesuatu

X2.3 Y

Sumber: data diolah

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Regresi (Uji pengaruh). Analisis regresi linear berganda digunakan untuk

mengetahui pengaruh kecerdasan emosi dan motivasi prestasi terhadap prestasi belajar.

Pengaruh secara bersama Kecerdasan Emosidan Motivasi Berprestasi terhadap Prestasi

Belajar (Uji Simultan). Pengaruh secara bersama kecerdasa emosi dan motivasi berprestasi

terhadap prestasi belajar mahasiswa akparnas-Unas terlihat hasilnya dalam Tabel 4.

Tabel 4. Koefisien regresi Kecerdasan emosi dan Motivasi berprestasi secara

bersama- terhadap Prestasi belajar

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized

Coefficients

t Sig. B Std. Error Beta

1 (Constant) 1.864 .025 74.608 .000

Kecerdasan emosi .004 .001 .146 3.320 .001

Motivasi berprestasi .024 .001 .846 19.186 .000

a. Dependent Variable: Prestasi belajar

Sumber: data diolah

Persamaan yang diperoleh adalah:

Y = a + b1X1 + b2X2

Y = 1.864 + 0.004X1 + 0.240X2

Keterangan: Y = Prestasi Belajar; X1= Kecerdasan Emosi; X2 = Motivasi Berprestasi

Dari persamaan dimuka dapat dilihat bahwa terdapat hubungan yang positif/berbanding

lurus antar variabel kecerdasan emosi dan motivasi berprestasi terhadap prestasi belajar.

Page 67: PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL, IKLIM ORGANISASI …

Yuliantini 58 - 71 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013

67

Hal ini dapat dilihat dari koefisien regresi yang bernilai positif.Sehingga, apabila terjadi

peningkatan kecerdasan emosi dan motivasi berprestasi, maka prestasi belajar mahasiswa

juga meningkat dan sebaliknya. Nilai intersep sebesar 1.864 berarti bahwa ketika

kecerdasan emosi dan motivasi berprestasi bernilai konstan, maka skor prestasi belajar

akan bernilai 1,864. Nilai koefisien regresi untuk variabel kecerdasan emosi sebesar 0,004

berarti bahwa setiap kenaikan satu satuan pada variabel kecerdasan emosi akan

menaikkan skor prestasi belajar sebesar 0,004 dengan asumsi variabel yang lain konstan.

Nilai koefisien regresi untuk variabel motivasi berprestasi sebesar 0,240 berarti bahwa

setiap kenaikan satu satuan pada variabel motivasi berprestasi akan menaikkan skor

prestasi belajar sebesar 0,240 dengan asumsi variabel yang lain konstan.

Tabel 5. Uji F Kecerdasan emosi dan Motivasi berprestasi secara bersama-sama

Terhadap Prestasi Belajar

ANOVAb

Model

Sum of

Squares df

Mean

Square F Sig.

1 Regression 15.870 2 7.935 1358.925 .000a

Residual .654 112 .006

Total 16.524 114

a. Predictors: (Constant), Motivasi berprestasi, Kecerdasan emosi

b. Dependent Variable: Prestasi belajar

Sumber: data diolah

Tabel 5 ANOVA mengindikasikan bahwa regresi berganda secara statistik sangat

signifikan dengan uji statistik F = 1358.925 untuk derajat kebebasan k = 2 dan n – k – 1 =

115 – 2 – 1 = 112 dan P-value = 0.000 yang jauh lebih kecil dari α = 0.05. Dari table

ANOVA jelas sekali terlihat bahwa Ho ditolak dengan P-value = 0.000 lebih kecil dari α =

0.05.

Analisis koefisien Determinasi. koefisien determinasi dihitung dengan mengkuadratkan

koefisien korelasi. Perhitungan koefisien korelasi dilakukan oleh SPSS versi 17, hasil

analisis tersebut akan memperlihatkan seberapa besar variabel independent mempengaruhi

terhadap variabel dependen. Hasil perhitungan terlihat pada Tabel 6 dibawah ini.

Tabel 6. Analisis Koefisien DeterminasiModel Summaryb

Model R R Square Adjusted R Square

Std. Error of the

Estimate

1 .980a .960 .960 .07641

a. Predictors: (Constant), Motivasi berprestasi, Kecerdasan emosi

b. Dependen Variabel ; Prestasi Belajar

Sumber: data diolah

Berdasarkan Tabel 6 nilai output diatas diperoleh nilai koefisien korelasi (R) sebesar

98,0%. Hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang kuat antara prestasi

belajar terhadap variabel indepedennya yaitu kecerdasan emosi dan motivasi berprestasi

Page 68: PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL, IKLIM ORGANISASI …

Yuliantini 58 - 71 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013

68

(batasan yang dipakai adalah 0,5 atau 50%) (Santoso, 2002:167) atau variabel independen

mempengaruhi variabel dependen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Variabel

independen yang paling dominan berpengaruh terhadap prestasi belajar adalah Variabel

motivasi berprestasi (X2). Hal ini bisa dilihat dari Nilai Nilai R2 (R Square) yang

menunjukkan bahwa 95.7 % dari variance “motivasi berprestasi” dapat dijelaskan oleh

perubahan dalam variabel prestasi belajar. Faktor kedua yang paling berpengaruh adalah

variabel Kecerdasan emosi (X1). Hal ini bisa dilihat dari Nilai R2 (R Square) dari tabel

5.28 yang menunjukkan bahwa 83 % dari variance “Kecerdasan emosi” dapat dijelaskan

oleh perubahan dalam variabel prestasi belajar. Nilai Adjusted R Square adalah sebesar

96%. Sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel bebas yang digunakan dalam penelitian

inimampu menjelaskan pengaruh terhadap variabel terikat yaitu prestasi belajar sebesar

96%.

Adapun analisis dalam penelitian ini yang dikaitkan dengan teori kecerdasan emosi

yang berpengaruh pada prestasi belajar berdasarkan teori Goleman, menerangkan tentang

kesadaran pengaturan emosi, yang mencakup kesadaran diri, pengaturan diri, memotivasi

diri, empati dan ketrampilan sosial, menunjukkan bahwa pengaruh kecerdasan emosi

terhadap prestasi belajar mahasiswa memiliki peranan yang signifikan bagi prestasi belajar

yang diraih oleh mahasiswa, hal ini di dukung dari hasil korelasi antar dimensi dimana

terdapat korelasi positif atau berbanding lurus diantara dimensi. Jadi kecerdasan emosional

dapat membantu mahasiswa dalam menggunakan kemampuan kognitifnya sesuai dengan

potensi yang dimilikinya secara maksimum, dimana kecerdasan emosi merupakan aspek

yang sangat dibutuhkan dalam bidang kehidupan sehari-hari kita baik di lingkungan

keluarga, sekolah dan lingkungan masyarakat. Selain itu, kecerdasan emosilah yang

memotivasi kita untuk mencari manfaat, potensi dan mengubahnya dari apa yang kita

pikirkan menjadi apa yang kita lakukan. Sedangkan kaitannya dengan motivasi berprestasi

yang berpengaruh pada prestasi belajar berdasarkan teori McCelland yang menerangkan

tentang vitus mental pendorong motivasi diri yang mencakup kebutuhan untuk berprestasi,

kebutuhan untukmemperluas pergaulan dan kebutuhan untuk menguasai sesuatu, dalam

peneliti ini menunjukkan bahwa motivasi berprestasi memiliki pengaruh yang signifikan

terhadap prestasi belajar yang dipeloreh mahasiswa, Oleh karena itu untuk

mengoptimalkan dorongan bermotivasi berprestasi pada mahasiswa mutlak dilakukan.,

karena motivasi berprestasi adalah pemberian daya penggerak yang menciptakan

kegairahan kerja dan belajar pada seseorang atau mahasiswa agar mereka mau bekerja

sama, bekerja efektif dan terintegrasi dengan segala daya upayanya untuk mencapai

kepuasan dan prestasi belajar para masiswa untuk bekal dimasa depan mereka.

PENUTUP

Kesimpulan. Pertama. Kecerdasan emosi dan Motivasi berprestasi secara bersama-sama

berpengaruh positif dan signifikan terhadap Prestasi belajar itu artinya Kecerdasan emosi

dan Motivasi berprestasi harus lebih diperhatikan dan ditingkatkan oleh pihak universitas

agar bisa meningkatkan prestasi belajar para mahasiswa. Berdasarkan Nilai R2 (R Square)

menunjukkan bahwa 96 % dari variance “Kecerdasan emosi dan Motivasi berprestasi”

dapat dijelaskan oleh perubahan dalam variabel Prestasi belajar. Sisanya 4% dipengaruhi

oleh variabel lain seperti prasaran dan sarana. Kedua. Pada variabel kecerdasan emosi

berpengaruh positif dan signifikan terhadap variabel prestasi belajar artinya perubahan

Page 69: PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL, IKLIM ORGANISASI …

Yuliantini 58 - 71 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013

69

nilai Kecerdasan emosi mempunyai pengaruh searah terutama terhadap perubahan prestasi

belajar atau dengan kata lain apabila Kecerdasan emosi baik maka akan terjadi

peningkatan prestasi belajar dan secara statistik memiliki pengaruh yang signifikan.

Variabel Kecerdasan emosi merupakan variabel kedua yang paling berpengaruh terhadap

prestasi belajar. Hal ini didukung dengan adanya korelasi positif antar dimensi dan

didukung dengan hasil nilai Nilai R2 (R Square) yang menunjukkan bahwa 83% dari

variance “Kecerdasan emosi” dapat dijelaskan oleh perubahan dalam variabel prestasi

belajar. Dan untuk dimensi pada kecerdasan emosi, dimensi yang paling kuat

hubungannya dengan dimensi Prestasi belajar (IPK) pada variabel prestasi belajar adalah

dimensi Kesadaran diri. karena memiliki nilai koefisien = 0.905 (memiliki hubungan yang

SangatKuat).Pada variabel motivasi berprestasi berpengaruh positif dan signifikan

terhadap variabel prestasi belajar artinya perubahan nilai motivasi berprestasi mempunyai

pengaruh searah terutama terhadap perubahan prestasi belajar atau dengan kata lain

apabila motivasi berprestasi meningkat maka akan terjadi peningkatan pada prestasi

belajar dan secara statistik memiliki pengaruh yang signifikan.Variabel motivasi

berprestasi merupakan variabel yang paling dominan berpengaruh terhadap prestasi

belajar. Hal ini bisa dilihat dengan adanya korelasi positif antar dimensi dan didukung dari

hasil dariNilai R2 (R Square) yang menunjukkan bahwa 95,7 % dari variance “Motivasi

berprestasi” dapat dijelaskan oleh perubahan dalam variabel Prestasi belajar. Dan

padavariable Motivasi berprestasi , dimensi yang paling kuat hubungannya dengan

dimensi Prestasi belajar (IPK) pada variabel prestasi belajar adalah dimensi Need of

achievement, karena memiliki nilai koefisien = 0.957 (memiliki hubungan yang

SangatKuat).

Rekomendasi. Berdasarkan kesimpulan di atas maka disarankan: Pertama. Diharapkan

para mahasiswa dapat mengatur kehidupan emosinya dengan inteligensi, menjaga

keselarasan emosi dan pengungkapannya melalui keterampilan kesadaran diri,

pengendalian diri, motivasi diri, empati dan keterampilan sosial. Karena kecerdasan

emosional merupakan salah satu faktor yang penting yang seharusnya dimiliki oleh para

mahasiswa yang memiliki kebutuhan untuk meraih prestasi belajar yang lebih baik. Hal

yang dapat dilakukan oleh akademi dan para dosen adalah: (a) Menjadikan fasilitas materi

pelajaran secara teori dapat diprektekan, dalam menumbuhkan analisis kreatif dan inovatif

peserta didik melalui kelompok pembelajaran penelitian seperti dengan memberikan lebih

sering tugas-tugas kepada mahasiswa dan para mahasiswa dapat mempresentasi tugas-

tugas itu dikelas, studi banding ke perguruan tinggi lain atau industri pariwisata lainnya

dan aktif mengunjungi pameran-pameran pariwisata.; (b) Menjadikan fasilitas pendidikan

sebagai sarana yang dapat berkembang sesuai dengan peluang dan tantangan

perkembangan ilmu dan pengetahuan seperti mengupayakan berbagai kegiatan mahasiswa

yang menunjang upaya terbentuknya kecerdasan emosi terutama untuk seperti ceramah

keagaman, ESQ dan seminar-seminar yang dapat melatih ketrampilan dan wawasan para

mahasiswa. Maknanya, bila ini dapat diaplikasikan secara formal dan kontinu, kita dapat

melihat kualitas dari perubahan karakter dan kepribadian kualitas sumber daya manusia

pada zaman millennium sekarang ini.

Kedua. Perlu adanya penanaman motivasi berprestasi pada para mahasiswa sejak dini

melalui dibangunnya hubungan yang akrab dan bersahabat antara pihak universitas dengan

para mahasiswa, sehingga para mahasiswa dapat menunjukan adanya keinginan, harapan,

Page 70: PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL, IKLIM ORGANISASI …

Yuliantini 58 - 71 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013

70

penentuan untuk mencapai sesuatu hasil yang dinyatakan secara eksplisit. mahasiswa perlu

memahami dan mengenal diri sendiri termasuk juga memahami dan mengembangkan gaya

belajar yang dimilikinya. Upaya mahasiswa dalam mengembangkan gaya belajar dan

motivasi berprestasi dilakukan dengan mengembangkan pemahaman kepada mahasiswa

perlunya motivasi dalam usaha mencapai suatu tujuan hidup, mengembangkan motivasi

belajar dalam upaya mencapai keberhasilan belajar dan mengembangkan motivasi

berprestasi dan disiplin belajar dalam mencapai prestasi akademik. Beberapa strategi

motivasi berprestasi yang dapat dilakukan dalam pembelajaran bisa dilakukan sebagai

berikut: (a) Memberi penghargaan dengan menggunakan kata-kata, seperti ucapan bagus

sekali, hebat, dan menakjubkan. Penghargaan yang dilakukan dengan kata-kata (verbal) ini

mengandung makna yang positif karena akan menimbulkan interaksi dan pengalaman

pribadi bagi diri mahasiswa itu sendiri.; (b) Memberikan nilai ujian atau tes sebagai

pemacu mahasiswa untuk belajar lebih giat. Dengan mengetahui hasil yang diperoleh

dalam belajar maka mahasiswa akan termotivas untuk belajar lebih giat lagi dan

termotivasi untuk berprestasi.; (c) Menumbuhkan dan menimbulkan rasa ingin tahu dalam

diri mahasiswa. Rasa ingin tahu dapat ditimbulkan oleh suasana yang mengejutkan atau

tiba-tiba.; (d) Menumbuhkan persaingan dalam peserta didik. Maksudnya adalah dosen

memberikan tugas dalam setiap kegiatan yang dilakukan, dimana mahasiswa dalam

melakukan tugasnya tidak bekerjasam dengan mahasiswa lainnya. Dengan demikian

mahasiswa akan dapat membandingkan hasil pekerjaan yang dilakukannya dengan hasil

mahasiswa lainnya.; (e) Memberikan contoh yang positif, artinya dalam memberikan

pekerjaan kepada mahasiswa dosen tidak dibenerkan meninggalkan ruangan untuk

melaksanakan pekerjaan lainnya.; (f) Penampilan dosen yang menarik, bersih, rapi dan

sopan serta tidak berlebih-lebihan akan memotivasi mahasiswa dalam mengikuti

pembelajaran. Temasuk juga kepribadian dosen, dosen yang masuk kelas dengan wajah

tersenyum dan menyapa mahasiswa dengan ramah akan membuat mahasiswa merasa

nyaman dan senang mengikuti pelajaran yang sedang berlangsung sehingga akan

termotivasi berprestasi.; (g) Upaya yang dapat dilakukan akademi dalam mendorong

motivasi berprestasi pada mahasiswa dengan mengadakan pertandingan-pertandingan antar

mahasiswa dilingkungan internal.

Ketiga. Dalam penelitian ini, peneliti hanya melihat pengaruh masing-masing variabel

terikat dengan prestasi belajar, dan juga pengaruhnya secara bersama-sama terhadap

prestasi belajar. Ada baiknya untuk penelitian selanjutnya dilihat pula pengaruh antar

variabel-variabel terikat. Keempat. Variabel dalam penelitian ini difokuskan pada dua

faktor internal dari diri para mahasiswa, ada baiknya dilakukan penelitian lanjutan yang

variabelnya melibatkan beberapa faktor internal dan eksternal dari diri mahasiswa.

DAFTAR RUJUKAN

Agustian Ginanjar, Ary., (2004). ESQ POWER. Jakarta, Arga

Ahmadi, Abu, (2009). Psikologi Pendidiklan, Jakarta: Rinaka Cipta

Dessler, Gary, (2007). Manajemen Sumber Daya Manusia, 10 th Edition, New Jersey,

hlm. 98

Djmarah, (2006). Strategi Belajar Mengajar, Jakarta: Rieneka Cipta

Hasibuan, Malayu. (2009). Manajemen Dasar, Pengertian dan Masalahnya, Jakarta:

Bumi Aksara.

Page 71: PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL, IKLIM ORGANISASI …

Yuliantini 58 - 71 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013

71

Hasibuan, Malayu. (2004). Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta, Gunung Agung.

Hsiung, Chin-Min, (2011). Using Mastery Goals in Music to Increase Student Motivation.

Aplications of Researh in Music Edition, p. 3-9.

Kerlinger, Fred N, (2006). Asas-asas Penelitian Behavioral, Yogyakarta: Gajah Mada

Universitas.

King, Laura A., (2010). Psikologi Umum, Jakarta: Salemba Humanika

Mangkunegara. (2010). Evaluasi Kinerja SDM, Bandung: Refika Aditama

Mangkunegara. (2005). Prilaku dan Budaya Organisasi, Bandung: Refika

Purwanto. (2010). Psikologi Pendidikan, Bandung,Remaja Rosda karya

Safarian, Trianto dan Uno, Hamzah. (2008). Teori Motivasi dan Pengukurannya, Jakarta,

Bumi Aksara

Slameto., (2003). Belajar dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi. Jakarta, Rineka Cipta.

Uno, Hamzah. (2008). Teori Motivasi dan Pengukurannya, Jakarta, Bumi Aksara

Wibowo. (2011). Manajemen Kinerja, Jakarta,Rajagrafindo Persada.

Zainun, Buchari. (2003). Manajemen Motivasi, Jakarta, Balai Aksara.

Wibowo. (2011). Manajemen Kinerja, Jakarta,Rajagrafindo Persada.

Page 72: PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL, IKLIM ORGANISASI …

Pegaria 72 - 81 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013

72

ANALISIS PERBANDINGAN PERSENTASE REJECT SEBELUM DAN

SETELAH PENERAPAN PROJECT IMPROVEMENT TEAM DI MESIN

CUPFORMING LINE 3 DI PT D dan D PACKAGING INDONESIA

Iin Alma Pegaria

Institut Pertanian Bogor (IPB)

E-Mail: [email protected]

Abstract: The thesis aims to solve the problem in reducing reject level using PDCA and

8 Steps Quality Improvement. The results shows that the most dominant reject cup

because leak. Root causes of this reject caused by limitation of training to operator,

machine problem, no machine setting guidance and usage of more than one type of

material. Base on the root causes then improvements that have been made are operator

training, improved the machine, producing guidelines for setting the machine, and

allocation of material every single type of material in a period of time.

Keywords: PDCA, 8 Steps Quality Improvement, Reject Cup Forming.

Abstrak: Tesis ini bertujuan untuk memecahkan masalah dalam mengurangi tingkat

menolak menggunakan PDCA dan 8 Langkah Peningkatan Mutu. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa yang paling dominan menolak cup karena kebocoran. Akar

penyebab ini menolak disebabkan oleh keterbatasan pelatihan untuk operator, masalah

mesin, tidak ada bimbingan pengaturan mesin dan penggunaan lebih dari satu jenis

bahan. Berdasarkan akar penyebab maka perbaikan yang telah dibuat adalah pelatihan

operator, meningkatkan mesin, pembuatan panduan pengaturan mesin, dan alokasi

bahan setiap jenis tunggal materi dalam jangka waktu tertentu.

Kata kunci: PDCA, 8 Langkah Peningkatan Mutu, Tolak Piala Pembentukan

PENDAHULUAN

Industri manufaktur sejenis dewasa ini berkembang sangat pesat, hal ini mengakibatkan

persaingan yang sangat ketat antar perusahaan sejenis. Persaingan tersebut dalam bentuk

desain, kualitas dan harga, sebagai supplier dituntut oleh manajemen untuk dapat

menghasilkan keuntungan sebesar-besarnya dengan pengeluaran sekecil-kecilnya, maka

para manajer dituntut untuk dapat merefleksikan keinginan manajemen dan customer

dengan beberapa cara diantaranya dengan melakukan efisiensi, meningkatkan

produktivitas dengan penurunan downtime dan reject saat memproduksi suatu produk.

Sedangkan untuk memenuhi persyaratan customer dapat dilakukan pengawasan terhadap

kualitas barang saat diproduksi, pengiriman tepat waktu dan harga yang kompetitif.

Pada triwulan pertama tahun 2011, masalah besar yang sering terjadi pada mesin cup

forming line 3 adalah meningkatnya persentase reject dibandingkan dengan triwulan

keempat tahun 2011 yaitu meningkat hingga diatas 3%, hal ini tidak sesuai dengan target

reject yang diterapkan untuk tahun 2011 yang seharusnya di bawah 1,5 persen, efeknya

mengakibatkan kendala rendahnya efisiensi mesin dan tingginya downtime. Jika hal

tersebut terus berlanjut dikhawatirkan akan menimbulkan efek negatif terhadap DIFOT

Page 73: PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL, IKLIM ORGANISASI …

Pegaria 72 - 81 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013

73

(Delivery In Full On Time) yang berakibat pada kepuasan pelanggan dimana salah satunya

adalah pengiriman tepat waktu dengan jumlah barang yang terkirim sesuai dengan pesanan

mereka namun di sisi lain harga tetap harus bersaing.

Dengan terbatasnya kapasitas mesin dan tenaga kerja yang ada, maka cara terbaik

untuk menghindari adanya over time atau waste yang tinggi jika sewaktu-waktu terjadi

peningkatan order mengingat mesin ini termasuk mesin idola adalah dengan menurunkan

tingkat reject barang sehingga dapat meningkatkan produktivitas kerja demi tercapainya

peningkatan kapasitas produksi yaitu dengan menerapkan Project Improvement Team

(PIT) yang merupakan salah satu bentuk kaizen untuk meningkatkan produktivitas kerja

operator yang bertujuan untuk mengurangi biaya untuk pengerjaan barang yang tidak baik

dan meningkatkan hasil order untuk memenuhi permintaan pelanggan.

Permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut: (1) Faktor-faktor apa yang

menyebabkan reject selama proses produksi?; (2) Bagaimana penerapan Project

Improvement Team (PIT) di mesin cup forming line 3 untuk mencapai penurunan reject

sesuai dengan target perusahaan?; (3) Berapa besarnya persentase reject sebelum dan

setelah penerapan PIT?

Maksud dan tujuan penelitian adalah: (1) Untuk menganalisis faktor-faktor yang

menyebabkan terjadinya reject selama proses produksi; (2) Untuk menghitung dan

menganalisis perbandingan persentase reject sebelum dan setelah penerapan PIT; (3)

Memberikan usulan perbaikan (standarisasi) untuk menurunkan reject selama proses cup

forming

Daya Saing Perusahaan Rendah

Tingginya Biaya Produksi

Meningkatnya Presentasi Reject

Analisa Penyebab Masalah (Fishbone Diagram)

Identifikasi Masalah Utama (Pareto)

Analisis GAP (Toleransi Reject vs Aktual Reject)

LANGKAH KE-1: Penentuan Tema

LANGKAH KE-2: Menganalisa kondisi yang ada

LANGKAH KE-3: Penentuan Target

LANGKAH KE-4: Rencana penanggulangan masalah

LANGKAH KE-5: Proses penanggulangan masalah

Kesimpulan dan Rekomendasi

LANGKAH KE-7: Standarisasi

LANGKAH KE-8: Menentukan langkah berikutnya

Tahapan

Action

Tahapan

Check

Tahapan

Do

Tahapan

Plan

LANGKAH KE-6:

Evaluasi

Tidak

Ya

8 LANGKAH

Gambar 1. Diagram Alir Rerangka Pemikiran

Page 74: PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL, IKLIM ORGANISASI …

Pegaria 72 - 81 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013

74

Gambar 1 merupakan kerangka pemikiran yang menjadi latar belakang ditulisnya karya

akhir ini adalah untuk mengetahui dampak penerapan PIT, efisiensi biaya operasi sebelum

dan setelah PIT dan juga perbandingannya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Langkah ke-1: Penentuan Tema. Penentuan tema dilakukan berdasarkan hasil meeting

Project Improvement Team, data yang diambil pada pendataan Reject Internal di bagian

Quality Control. Data reject selama periode Januari hingga Maret 2011 dapat dilihat

dalam Gambar 2 dan Gambar 3.

Gambar 2. Grafik Persentase Reject Periode Januari-Maret 2011

Sumber: data diolah

Setelah dibuat diagram pareto berdasarkan jenis reject diketahui bahwa reject terbagi

menjadi tiga kategori yaitu: leak base 92,01%, leak seam 7,02% dan seam seal 0,97%.

Dengan mengacu data tersebut maka diketahui bahwa masalah didominansi oleh reject

leak base yang mencapai 92,01%. Dengan demikian dalam hal ini, reject menurunkan

leak base adalah merupakan tema yang dipilih.

Gambar 3. Diagram Pareto Reject Berdasarkan Jenis Januari-Maret 2011

Sumber: data diolah

Page 75: PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL, IKLIM ORGANISASI …

Pegaria 72 - 81 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013

75

Langkah ke-2: Menganalisis Kondisi yang ada. Hasil diskusi anggota tim PIT dalam

menentukan faktor 4M-1E berdasarkan 5 Why’s dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Penentuan Akar Masalah Dengan Metode 5 Why’s

Analisis kondisi yang ada dengan cara melakukan diskusi antar anggota Project

Improvement Team dan menggunakan alat bantu diagram tulang ikan (fishbone diagram)

yang ditinjau dari faktor 4M-1E dengan tujuan menemukan penyebab masalah baik

penyebab utama maupun penyebab lainnya. Hasil diskusi anggota tim PIT tersebut dapat

dilihat pada Gambar 4.

4M-1E No Why Why Why Why Why

Man 1 Berbeda skill

setting bottom

feeder

Training operator

minim

Belum ada standar

setting mesin

Machine 2.1 Pola heater tidak

rata

Panas preheat

tidak rata

Output nozzle

tekanan angin

tidak rata

Nozzle yang

dipakai

tidak sesuai

2.2 Tekanan angin

kompressor

kurang stabil

Kompresor tidak

stabil

Tekanan

Kompressor

dibawah 6 Bar

2.3 Penambahan spray

di bottom finish

Untuk menghindari

baret/scratch

Ada kemungkinan

bagian yang

kasar/kurang halus

2.4 Posisi mandrell

tidak center

terhadap bottom

finish

Cam mandrell aus

(Lebih cepat

dibanding yang

lainnya)

Bushing dan Rail

di bottom finish

aus

Pelumasan

yang tidak

merata dan

tidak tepat

sasaran

Daily

lubricati

on tidak

dilakuka

n dengan

benar

Method 3 Belum ada standar

setting

Belum ada

panduan setting

mesin

Belum dibuat

Material 4 Material berbeda

karakter

Ada dua jenis

material yang

digunakan

Kebijakan

perusahaan

Env. 5 Tidak ada Tidak ada

Page 76: PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL, IKLIM ORGANISASI …

Pegaria 72 - 81 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013

76

Berbeda skill setting

bottom feeder

Training operator minim

MAN

Pola heater tidak rata Tekanan angin

kompressor kurang stabil

Kompresor tidak stabil

Untuk menghindari

baret/scratch

Ada kemungkinan bagian

yang kasar/kurang halus

Nozzle yang dipakai

tidak sesuai

Penambahan spray

dibottom finish

Output Nozzle

tekanan angin

tidak rata

Tidak

teridentifikasi

Posisi mandrell tidak center

terhadap bottom finish

MACHINE

LEAK

BASE

Belum ada panduan

setting mesin

Bushing dan Rail

dibottom finish aus

Cam mandrell aus (Lebih

cepat dibanding yang lainnya)

Belum ada standar setting

Ada dua jenis material

yang digunakan

Material berbeda karakter

Daily lubrication tidak

dilakukan dengan benar

Pelumasan yang tidak

merata dan tepat sasaran

METHOD

ENV.

MATERIAL

Belum ada standar

setting mesin

Panas preheat

tidak rata

Tekanan kompresor

dibawah 6 Bar

Belum dibuat

Kebijakan perusahaan

Gambar 4. Diagram fishbone Reject Leak Base

Sumber: data diolah

Langkah ke-3: Target. Target dari penyelesaian masalah ini adalah menurunkan reject

dari nilai rata-rata reject tiga bulan terakhir sebesar 3.32% menjadi sebesar 1.50% sesuai

dengan standar yang telah ditetapkan oleh manajemen.

Langkah ke-4: Rencana Penanggulangan Masalah. Identifikasi akar masalah dibuat

rencana penanggulangannya mengacu pada metode 5W+1H seperti tertera pada Tabel 2.

Page 77: PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL, IKLIM ORGANISASI …

Pegaria 72 - 81 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013

77

Tabel 2. Rencana Penanggulangan dengan Menggunakan Metode 5W + 1H

Sumber: Diolah penulis

Langkah ke-5: Proses Penanggulangan Masalah. Proses perbaikan atau

penanggulangan masalah:

(1) Training ini dilakukan selama satu hari dibagi ke dalam dua kelompok yaitu pada

tanggal 11 dan 13 April 2011 dengan tujuan pemahaman yang sama antar operator

dan untuk memperoleh masukan dari para operator tentang kendala yang ada saat

aktual produksi. Materi training mengacu pada panduan setting mesin yaitu proses

4M-1E No What Why How Who When Where

Man 1 Berbeda

skill

setting

bottom

feeder

Training operator

minim

Training operator mengacu standar

setting mesin

Engineering

Manager

13-Apr-12 Ruang

training

dan mesin Belum ada standar

setting mesin

Machine 2.1 Pola heater

tidak rata

Output Nozzle tekanan

angin tidak rata

1. Modifikasi Nozzle dari T ke L

2. Jarak kerapatan Rel Blank

dirapatkan

Engineering

Spv

4-Apr-12 Bengkel

Maintenanc

e Nozzle yang dipakai

tidak sesuai

Nozzle tidak sesuai

2.2 Tekanan

angin

kompressor

kurang

stabil

Kompresor tidak

stabil

Memastikan kompresor stabil

dengan cara dibuat terompet bunyi

otomatis saat kompresor turun

hingga dibawah 6 Bar kemudian

info ke bag. Eng. untuk di setting

Maintenanc

e Manager

3-Apr-12 Ruang

Kompress

or Tekanan kompresor

dibawah 6 Bar

2.3 Penambaha

n spray

dibottom

finish

Untuk menghindari

baret/scratch

Pisah spray bottom finish dan

tamper mineral oil

Maintenanc

e Staff

4-Apr-12 Area

mesin

Ada kemungkinan

bagian yang

kasar/kurang halus

Tambahkan selenoid pada

pengaturan spray

Foreman 3-Apr-12 Area

mesin

2.4 Posisi

mandrell

tidak

center

terhadap

bottom

finish

Cam mandrell aus,

Lebih cepat dibanding

yang lainnya

Setting sesuai standar Foreman 3-Apr-13 Area

mesin

Bushing dan rail di

bottom finish aus

Dibuatkan pelumasan otomatis

Engineering

Spv

5-Apr-12 Area

mesin Pelumasan yang tidak

merata dan tepat

sasaran

Daily lubrication

tidak dilakukan

dengan benar karena

manual

Method 3 Belum

ada

standar

setting

Belum ada panduan

setting mesin

Buat panduan setting mesin Production

Manager

9-Apr-12 Ruang

Produksi Belum dibuat

Material 4 Material

berbeda

karakter

Ada dua jenis material

yang digunakan

Alokasi hanya satu jenis material

pada periode tertentu

Planning

Manager

2-Apr-12 Kantor

Kebijakan perusahaan

Page 78: PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL, IKLIM ORGANISASI …

Pegaria 72 - 81 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013

78

setting mesin yang benar dan sesuai standar yang ditetapkan untuk mencapai produk

bermutu tinggi.

(2) Hasil perbaikan mesin adalah sebagai beikut: (a) Modifikasi nozzle dilakukan pada

tanggal 4 April 2011 di bengkel maintenance.; (b) Modifikasi kompressor yang

dilakukan pada tanggal 3 April 2011 bekerja sama dengan supplier kompresor.; (c)

Pada tanggal 3 April 2011 Foreman produksi melakukan penambahan solenoid dan

melakukan setting posisi mandrel sesuai dengan standarnya.; (d) Melakukan

pemisahan spray bottom finish dan tamper mineral oil pada 4 April 2011.; (e) Pada

tanggal 5 April 2011 membuatkan pelumasan otomatis pada bottom finish.

(3) Panduan setting mesin dalam bentuk instruksi kerja diselesaikan pada tanggal 9 April

2011.

(4) Mulai awal April, melakukan alokasi material yang digunakan berdasarkan minggu.

Langkah ke-6: Evalusi. Proses evaluasi dilakukan dengan cara membandingkan

persentase total reject cup sebelum dan setelah dilakukan proses Project Improvement

Team (PIT). Hasil evaluasi perbandingan ini dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Grafik Persentase Reject Sebelum dan Setelah Perbaikan

Sumber: data diolah

Sedangkan reject leak base jika dibandingkan sebelum dan setelah PIT maka hasilnya

dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Grafik Persentase Reject Leak Base Sebelum dan Setelah Perbaikan

Sumber: data diolah

Page 79: PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL, IKLIM ORGANISASI …

Pegaria 72 - 81 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013

79

Grafik pada Gambar 6 menunjukkan bahwa proses perbaikan mencapai target yang

direncanakan. Data diambil dan dimonitor sejak mulai perbaikan pada bulan April dan

dipantau terus hingga Juni 2011 untuk memastikan bahwa tindakan yang diambil adalah

efektif.

Langkah ke-7: Standarisasi. Proses perbaikan dibuat menjadi standar kerja mulai dari

bagaimana setting mesin, proses lubrikasi hingga standar alokasi material yang digunakan.

Hal ini dituangkan dalam dokumen Panduan Setting Mesin Cup Forming Line 3 yang

berupa instruksi kerja.

Langkah ke-8: Menentukan Langkah Berikutnya. Langkah penentuan selanjutnya

ditentukan dari masalah yang diangkat dari masalah berikutnya yang belum sesuai target,

dan proses diulang dari awal yaitu tahap planning, sesuai dengan prinsip dari PDCA.

Akan tetapi jika sasaran telah tercapai sesuai dengan target yang sudah ditentukan dan

permasalahan tersebut bukanlah permasalahan yang sangat mengganggu proses kerja

maka langkah selanjutnya dapat dilihat dari data dengan faktor yang dominan atau

permasalahan terbesar.

Analisis. Berdasarkan analisis menggunakan metode fishbone, terjadinya reject leak base

disebabkan karena ada perbedaan keahlian operator saat setting mesin, beberapa

permasalahan mesin, belum adanya panduan setting mesin dan adanya penggunaan

material lebih dari satu jenis yang berbeda karakteristik dalam hari yang sama.

Dari usulan perbaikan dilakukan tidakan perbaikan: melakukan training pada

operator, proses perbaikan pada mesin, pembuatan buku panduan setting mesin, serta

alokasi material setiap satu jenis material dalam periode waktu tertentu.

Setelah dilakukan proses perbaikan penyelesaian masalah ini diperoleh hasil

persentase reject cup lebih kecil dari standar dimana terjadi penurunan reject dari diatas

3,00% menjadi di bawah target 1,50% yaitu 1,00%. Metode PDCA-8 langkah ini telah

berhasil mengatasi masalah reject cup yang cukup signifikan, dengan reject menurun

maka kualitas meningkat, tidak hanya itu karena berkurangnya reject cup juga

menyebabkan menurunnya mesin downtime dan meningkatnya mesin efisiensi dan pada

akhirnya DIFOT (Delivery In Full On Time) juga tinggi, hal ini membuat kepercayaan

konsumen meningkat yang berdampak positif terhadap perkembangan perusahaan di masa

depan dan sejalan dengan sasaran mutu perusahaan seperti disebutkan pada bab awal

pendahuluan.

PENUTUP

Kesimpulan. Kesimpulan yang didapat dari hasil penyelesaian masalah, penerapan dan

analisis yang telah diuraikan pada bab sebelumnya dapat dibuat kesimpulan sebagai

berikut: Pertama. Produk reject digolongkan 3 jenis yaitu leak base, leak seam dan seal

seam. Reject dominan yaitu leak base yang disebabkan perbedaan keahlian antar operator

dari sisi manusia, masalah mesin yaitu: pola panas preheat tidak rata, tekanan angin

kompressor kurang stabil, adanya penambahan spray di bottom finish, posisi mandrell

tidak center terhadap bottom finish. Sedangkan dari sisi metode disebabkan belum ada

standar setting dan dari sisi material adalah adanya perbedaan karakter dalam dua material.

Page 80: PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL, IKLIM ORGANISASI …

Pegaria 72 - 81 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013

80

Kedua. Tindakan perbaikan untuk menyelesaikam masalah reject leak base dilakukan

dengan cara: training untuk operator mesin cup forming line 3, perbaikan mesin dengan

cara: modifikasi nozzle, memastikan kompresor stabil, memisahkan spray bottom finish

dan tamper mineral oil, menambahkan selenoid pada pengaturan spray bottom finish,

setting posisi mandrell terhadap bottom finish sesuai standar dan dibuatkan pelumasan

secara semi otomatis pada cam mandrell. Selain itu dilakukan juga pembuatan panduan

setting mesin, serta alokasi material setiap satu jenis material dalam periode waktu tertentu

oleh Planning manager. Ketiga. Penyelesaian masalah menerapkan konsep PDCA dan

Delapan Langkah, hasil yang didapat adalah terjadinya penurunan reject cup leak base

dari di atas 3.00% menjadi kurang dari 1.00%, hal ini memenuhi target perusahaan yaitu

tidak melebihi dari 1,50%.

Rekomendasi. Rekomendasi untuk PT. DDPI yaitu: (1) Menetapkan dan menerbitkan

standar panduan standar setting mesin.; (2) Memastikan training diberikan untuk setiap

operator baru dan refreshing training untuk operator lama.; (3) Memastikan semua

komponen mesin terawat dan sesuai standar.; (4) Memfasilitasi apa yang dibutuhkan oleh

tim PIT demi tercapainya perbaikan tepat waktu.; (5) Membentuk tim-tim PIT baru dari

anggota yang berbeda agar kesadaran akan perbaikan dapat menjadi budaya perusahaan.;

(6) Memberikan waktu khusus di luar jam kerja untuk tim PIT agar dapat melakukan

pertemuan-pertemuan demi mendiskusikan perbaikan yang diinginkan.; (7) Rekomendasi

untuk penelitian selanjutnya adalah agar diteliti lebih lanjut mengenai PDCA dan Delapan

Langkah ditinjau dari tingkat efisiensi mesin dan mesin downtime sebelum dan setelah

perbaikan kualitas.

DAFTAR RUJUKAN

Ariani, Dorothea W, (2003). Manajemen Kualitas, Bogor: Ghalian Indonesia

Bayazir, Ozden. (2003). Total Quality Management (TQM) Practices In Turkish

Manufacturing Organizations. The TQM Magazine, Vol. 15 (5), 2003. pp 345-350

Direktorat Jenderal Industri dan Dagang Kecil Menengah. (2007). Gugus Kendali Mutu,

Departemen Perindustrian dan Perdagangan. Jakarta

Feigenbaum, Armand V, (2002). Kendali Mutu Terpadu. Jakarta: Edisi ketiga. Erlangga.

Firmasyah, (2011). Analisis perbadingan efisiensi biaya operasi sebelum dan setelah

penerapan kaizen di Weatherstrip Door D12D PT IRC INOAC D16D PT IRC

INOAC Indonesia. Jakarta. Universitas Mercu Buana

Gasperz, Vincent. (2005). Total Quality Management. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka

Utama

Heizer, Jay and Barry Render. (2006). Operations Management (Manajemen Operasi).

Jakarta : Salemba Empat.

Johnson, CN. (2002). Benefits of PDCA, ASQ Quality Progress , May 2002; 35,5 pp 120

Juran. (1988). Juran's Quality Control Handbook 1dan2, 4th edition, McGrawHill, Inc.

Liker, Jeffrey. (2006). The Toyota Way. Jakarta. Erlangga

Masaaki, Imai. (2001). Gemba Kaizen: A Commonsense, Low-Cost Approach To

Management. McGraw-Hill

Nasution, M. N., (2005). Manajemen Mutu Terpadu. Bogor: Ghalia Indonesia.

Page 81: PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL, IKLIM ORGANISASI …

Pegaria 72 - 81 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013

81

Reksohadiprojo, Soekanto dan Indriyo Gito Sudarmo. (2000). Manajemen Produksi.

Yogjakarta: Edisi keempat. BPFE.

Rahmasari, Yuliana. (2011). Analisi peningkatan kualitas pada divisi cetak koran dengan

metode USE-PDSA di PT. Masscomgraphy Semarang. Semarang. Universitas

Diponegoro

Sefrina, Mega. (2008). Aplikasi siklus PDCA (Plan, Do, Check ,Action) Dalam upaya

peningkatan mutu ayam goreng keres (Studi kasus di kedai ayam kremes “pinarak”

Semarang). Bogor: IPB

Page 82: PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL, IKLIM ORGANISASI …

Hendrawan 82 - 93 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013

82

ANALISA FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN KESALAHAN

PENGIRIMAN BARANG DARI GUDANG

(STUDI KASUS: PT. NIRO CERAMIC SALES INDONESIA)

Donny Hendrawan

Fakultas Ekonomi Universitas Trisakti

Email: [email protected]

Abstract: This thesis proposes to analyze some factors that caused error in delivery end

products from the warehouse to customer at PT. Niro Ceramic Sales Indonesia. This

research use the Five Whys Analysis and Fishbone Analysis as tools to identify some

factors that caused errors in delivery end products from the warehouse. Results of this

research showed that error of shipments of end products from warehouse to customer are

caused by humans (the employee do not have enough training and do not have enough

working hours) and methods (lack of Standart Operating Procedure, no exception rule

order for loyal customers and the material order request always urgently needed), even

for media or environment factors are not enough lighting and indoor building conditions

is not properly manage. Based on that result, this research proposes some recomendation

for the management of the company, i. e. conduct a routine training for all warehouse

personnel, add the number of warehouse personnel, change the working hours become

two shifts per day and evaluate daily expenditures‟s procedure for delivery of end

product from warehouse to the customer or to dealer.

Keywords: Error Delivery, Five Whys Analysis, Fishbone Analysis

Abstrak: Tesis ini mengusulkan untuk menganalisis beberapa faktor yang menyebabkan

kesalahan dalam produk akhir pengiriman dari gudang ke pelanggan di PT. Niro

Penjualan Keramik Indonesia. Penelitian ini menggunakan lima Analisis Mengapa dan

Analisis Fishbone sebagai alat untuk mengidentifikasi beberapa faktor yang

menyebabkan kesalahan dalam produk akhir pengiriman dari gudang. Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa kesalahan pengiriman produk akhir dari gudang ke pelanggan

disebabkan oleh manusia (karyawan tidak memiliki pelatihan yang cukup dan tidak

memiliki jam kerja yang cukup) dan metode (kurangnya Standart Operating Procedure,

ada perintah aturan pengecualian untuk pelanggan setia dan order permintaan bahan

selalu sangat dibutuhkan), bahkan untuk media atau faktor lingkungan tidak cukup

pencahayaan dan kondisi bangunan dalam ruangan tidak benar mengelola. Berdasarkan

hasil tersebut, penelitian ini mengusulkan beberapa rekomendasi untuk pengelolaan

perusahaan, i. e. melakukan pelatihan rutin bagi semua personil gudang, tambahkan

jumlah personil gudang, mengubah jam kerja menjadi dua shift per hari dan

mengevaluasi prosedur pengeluaran sehari-hari untuk pengiriman produk akhir dari

gudang ke pelanggan atau ke dealer.

Kata kunci: Kesalahan Pengiriman, Lima Analisis Mengapa, Analisis Fishbone

Page 83: PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL, IKLIM ORGANISASI …

Hendrawan 82 - 93 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013

83

PENDAHULUAN

Dewasa ini pertumbuhan industri yang sangat pesat menyebabkan persaingan yang sangat

kompleks dalam semua hal, khususnya dalam bidang industri manufaktur. Dalam industri

ini, setelah melewati beberapa macam proses produksi dan proses-proses sebelumnya

maka akan menghasilkan suatu product atau barang jadi (finished goods). Barang/product

yang sudah jadi ini, pada prosesnya kemudian diserahkan ke bagian gudang untuk

disimpan sebelum kemudian dilakukan proses pengiriman ke pelanggan (Hartungi, 2003).

PT. Niro Ceramic Sales Indonesia adalah suatu perusahaan yang bergerak di bidang

Granite Tile and Sanitary yang mempunyai beberapa gudang yang tersebar di seluruh

kota-kota besar di Indonesia, seperti Jakarta, Medan, Surabaya, Pekanbaru dan sebagainya.

Selama ini banyak sekali keluhan dari bagian penjualan maupun dari pelanggan mengenai

terlalu seringnya pihak gudang melakukan kesalahan dalam mengirimkan barang,

kesalahan ini bisa berupa salah item, salah code, salah surface, salah lot shade, quantity

tidak sesuai dengan Surat jalan/DO (barang kurang atau lebih), barang masih tertinggal di

gudang (tidak terangkut) dan lain sebagainya.

Data di bawah ini merupakan daftar kesalahan pengiriman barang dari gudang dan

sudah dikeluhkan oleh pihak penjualan di sisi internal perusahaan maupun pihak eksternal

dari pelanggan (data diambil selama enam bulan terakhir), sebagai berikut:

Grafik 1. Jumlah Frekuensi Salah Kirim Barang dari Gudang

Sumber: data diolah

Berdasarkan Grafik 1 dapat disimpulkan bahwa selama 6 (enam) bulan di awal tahun

2011, frekuensi kesalahan pengiriman barang tertinggi terjadi di bulan Maret 2011 yaitu 6

kali kesalahan pengiriman barang dari total pengiriman sebanyak 40.344 dus. Frekuensi

kesalahan terendah terjadi di bulan Januari 2011 yang mengalami 3 kali kesalahan

pengiriman barang dari total pengiriman sebanyak 15.530 dus.

Selama ini keluhan yang disampaikan oleh pelanggan ke bagian penjualan dilakukan

dengan cara menuliskan email beserta dilampirkan foto pendukung dari barang yang salah

Page 84: PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL, IKLIM ORGANISASI …

Hendrawan 82 - 93 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013

84

terkirim tersebut dan dari bagian penjualan diteruskan lagi ke bagian pengiriman/gudang

via email untuk bisa dicek, diklarifikasi dan ditindaklanjuti. Dari keluhan yang masuk

karena kesalahan pengiriman tersebut menimbulkan banyak sekali dampak atau akibat

yang ditimbulkan, baik dari sisi internal perusahaan maupun eksternal perusahaan.

Dampak internal bagi perusahaan sebagai berikut: (1) Kesalahan pengiriman barang

menyebabkan harus dilakukannya pengiriman ulang ke pelanggan.; (2) Kesalahan

pengiriman barang menyebabkan biaya tambahan untuk re-shipment ini.; (3) Kesalahan

pengiriman barang menyebabkan pihak gudang memerlukan tambahan waktu untuk re-

arrangement, melakukan loading on truck/containers dan unloading barang retur yang

salah.; (4) Kesalahan pengiriman barang menyebabkan pihak shipping departement harus

mencari lagi trucking/ekspedisi untuk mengirim ulang dan menarik barang yang salah

tersebut.; (5) Kesalahan pengiriman barang menyebabkan pihak sales/bagian penjualan

harus menginformasikan ulang skejul pengiriman kembali barang yang sesuai ke

pelanggan.

Dampak eksternal bagi perusahaan sebagai berikut: (1) Kesalahan pengiriman

barang menyebabkan lead time delivery tidak dapat terpenuhi, khususnya customer

project.; (2) Kesalahan pengiriman barang menyebabkan tingkat kepercayaan konsumen

terutama toko dan sub-dealer menjadi berkurang dikarenakan seringnya kejadian seperti

ini.

Permasalahan dalam penelitian ini adalah: (1) Banyaknya keluhan dari bagian

penjualan maupun pelanggan bahwa gudang seringkali melakukan kesalahan dalam

pengiriman barang.; (2) Kesalahan bisa berupa salah kuantiti, salah tipe, salah lot-shade,

salah surface, aksesoris sanitary tidak lengkap dan sebagainya.; (3) Dampak yang

ditimbulkan dari kesalahan pengiriman barang ini yaitu tingkat kepercayaan customer

berkurang terhadap kebenaran barang kita kirim serta lead time delivery tidak terpenuhi,

khususnya pelanggan project.; (4) Dampak lainnya yaitu harus kirim ulang ke konsumen

barang yang benar, keluar biaya lagi untuk pengiriman, cancellation invoice dan faktur

pajak dan sebagainya.

Berdasarkan latar belakang dan fenomena diatas, maka tujuan penelitian ini adalah

untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang menyebabkan kesalahan pengiriman barang

dari gudang ini bisa seringkali terjadi dan hal ini bisa dirumuskan melalui beberapa

pertanyaan penelitian sebagai berikut: (1) Faktor-faktor apa sajakah yang menyebabkan

terjadinya kesalahan pengiriman barang dari gudang ?; (2) Dari beberapa faktor diatas,

faktor manakah yang paling dominan yang menyebabkan terjadinya kesalahan pengiriman

barang dari gudang?; (3) Bagaimanakah solusi dan rekomendasi yang tepat untuk

perusahaan setelah mengetahui akar permasalahan dalam terjadinya kesalahan pengiriman

barang dari gudang?

Kerangka Pemikiran. Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, maka kerangka

pemikiran dalam penelitian ini dapat disajikan dalam Gambar 1.

Page 85: PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL, IKLIM ORGANISASI …

Hendrawan 82 - 93 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013

85

Gambar 1. Kerangka Pemikiran

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasakan Tabel 1. berikut, dapat dilihat bahwa beberapa kali kesalahan kirim barang

dari gudang diantaranya yaitu barang yang dikirim jumlahnya kelebihan atau kekurangan

(tidak sesuai dengan kuantiti di Surat Jalan) serta ada beberapa yang salah item code dan

surfacea.

Faktor-faktor Penyebab Kesalahan Pengiriman Barang. Kita bisa meng-identifikasi-

kan faktor-faktor yang menyebabkan kesalahan pengiriman barang dari gudang (Harsono,

2008), dengan pengelompokan sebagai berikut: (1) Kesalahan pengiriman barang yang

disebabkan oleh Faktor Manusia (manpower/karyawan/staff gudang).; (2) Kesalahan

pengiriman barang yang disebabkan oleh Faktor Metode (method/standart operating

procedure/SOP).; (3) Kesalahan pengiriman barang yang disebabkan oleh Faktor Material

(variansi product).; (4) Kesalahan pengiriman barang yang disebabkan oleh Faktor Media

(lingkungan kerja, waktu kerja, lay-out).; (5) Kesalahan pengiriman barang yang

disebabkan oleh Faktor Manajemen (supporting mananagement/soft skill training).

Diantara ke-5 faktor utama yang menyebabkan kesalahan pengiriman barang tersebut

diatas, kita bisa cari tahu masing-masing penyebab (cause) dan alasan (reason), dengan

menggunakan teknik bertanya sebanyak 5 kali yang disebut Five Whys atau 5 WHYS

(Gasperz, 2000).

Analisa :

1. Five Whys Analysis

2. Fishbone Analysis

Analisa dari akar masalah penyebab salah kirim

barang dari gudang

Hasil :

Data :

Primer

Wawancara dengan divisi terkait.

Sekunder Hasil komplain dari shipping

departement dan sales selama 6

(enam) bulan.

Mjn pergud dan lay out

Analisa akar masalah

Teknik bertanya 5 Whys

Fishbone Diagram

Teori :

Page 86: PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL, IKLIM ORGANISASI …

Hendrawan 82 - 93 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013

86

Tabel 1. Data Perincian Frekuensi Kesalahan Kirim Barang dari Gudang

Sumber: Dokumen PT. NCSI

Five Whys Analysis. Faktor Manpower. Masalah utama: Barang yang dikirim

jumlahnya tidak sesuai dengan surat jalan (terkadang kelebihan dan ada kalanya

kekurangan), yang intinya adalah salah kirim barang juga. (1) Mengapa bisa salah kirim ?

Karena tally checker tidak teliti‟ (2) Mengapa tidak teliti ? Karena fisiknya kelelahan dan

kecapekan; (3) Mengapa kecapekan ? Karena kurang tidur atau kurang istirahat; (4)

Mengapa kurang isirahat ? Karena malam sebelumnya bekerja lembur; (5) Mengapa

sampai harus kerja lembur ? Karena order dari sales terlalu sore.

Sampai dengan tahap ini, dapat diperoleh kesimpulan sementara bahwa ada suatu

prosedur yang tidak berjalan dengan semestinya, yaitu tidak adanya cut-off time terima

order, dari bagian sales support ke bagian shipping/distribution sehingga order di terima

gudang terlambat, yang menyebabkan staff gudang harus kerja sampai lembur sehingga

menyebabkan kelelahan secara fisik. Hal ini terkait erat dan masuk dalam kategori Faktor

Metode. Ada kalanya untuk case-case tertentu biasanya dengan dalih urgent dari sales

minta dikirim keesokan harinya, order diterima sore hari dan minta barang harus dikirim

besok paginya, sehingga terkadang bagian gudang harus lembur mempersiapkan

barangnya supaya bisa dikirim ke-esokan paginya.

Page 87: PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL, IKLIM ORGANISASI …

Hendrawan 82 - 93 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013

87

Dengan teknik bertanya yang lain, dapat disampaikan sebagai berikut: (1) Mengapa bisa

salah kirim barang ? Karena staff gudang kurang terampil.; (2) Mengapa staff gudang

kurang terampil ? Karena kurangnya pengetahuan.; (3) Mengapa kurang pengetahuan ?

Karena tidak ada pelatihan khusus orang gudang dari manajemen.

Sampai dengan tahap ini, dapat diperoleh kesimpulan sementara bahwa analisa

penyebab kesalahan kirim barang ini dikarenakan kurangnya keterlibatan dari pihak

Manajemen untuk memberikan pelatihan mengenai product knowledge dan pelatihan

lainnya yang mendukung operasional sehari-hari di lapangan. Hal ini terkait erat dan

masuk dalam kategori Faktor Manajemen.

Faktor Metode. Masalah utama: Barang yang dikirim terutama sanitary/WC banyak yang

kurang aksesoris dan kelengkapannya, serta beberapa ada yang cacat produksi yang

intinya adalah salah kirim barang juga. (1) Mengapa barang tidak lengkap dikirim ke

customer ? Karena staff gudang tidak mempunyai waktu untuk mengecek isi kardus satu

per satu.; (2) Mengapa tidak mempunyai waktu untuk mengecek isi kardusnya ? Karena

barang disiapkan pagi itu juga disaat trucking sudah menunggu.; (3) Mengapa baru

disiapkan di hari yang sama ? Karena jika disiapkan sehari sebelumnya akan

menyebabkan overtime.; (4) Mengapa harus overtime ? Karena jam kerja hanya ada 1

shift, yaitu jam 08.00-17.00 WIB sedangkan order diterima setelah jam 16.00 WIB.; (5)

Mengapa cuma dibuat 1 shift di gudang NCSI ? Karena manpower terbatas.; (6) Mengapa

tidak mengusulkan penambahan manpower ? Karena tidak adanya budget penambahan

karyawan.

Sampai dengan tahap ini, dapat diperoleh kesimpulan sementara bahwa kesalahan

pengiriman barang terjadi karena tidak adanya standart operating procedure (SOP) yang

jelas dan yang terukur. Selanjutnya, berdasarkan hasil wawancara di atas, dapat

disimpulkan bahwa faktor kesalahan pengirirman barang bisa disebabkan oleh akar

masalah sebagai berikut: (1) Jam kerja hanya 1 (satu) shift.; (2) Manpower terbatas; (3)

Budget tahunan tidak ada spare.

Untuk merubah jam kerja menjadi 2 shift diperlukan penambahan manpower dan ini

memerlukan keterlibatan dari sisi HR untuk menghitung berapa head count yang ada di

departemen tersebut dan disesuaikan dengan budget tahunan, sedang Manager Gudang

membuat perhitungan produktifitas manpower setiap bulan untuk pengajuan penambahan

manpower tersebut ke manajemen guna menghindari overtime dan mengurangi kesalahan

kirim barang. Hal ini masuk dalam kategori Faktor Metode dan Faktor Manajemen.

Faktor Material. Masalah utama: Barang yang dikirim ke customer banyak yang tidak

sesuai antara surat jalan dengan fisiknya, terutama di variansi ukuran misal di surat jalan

minta ukuran 30 x 60 cm yang dikirim ukuran 15 x 60 cm, atau mintanya warna putih

yang dikirim warna hitam, yang intinya adalah salah kirim barang juga. (1) Mengapa

dapat barang yang dikirim tidak sesuai ? Karena tally checker gudang tidak secara detil

memperhatikan kode di surat jalan.; (2) Mengapa tidak di cek secara detil ? Karena begitu

banyaknya variansi quantity produk, variansi lot-shade, variansi ukuran dan variansi

surface dan jumlahnya banyak.; (3) Mengapa jumlah yang banyak eceran berada dalam

satu surat jalan ? Karena barang akan dipakai buat promosi, ke masing-masing toko atau

dealer dan dibagikan ke seluruh Indonesia.; (4) Mengapa barang yang jumlahnya eceran

Page 88: PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL, IKLIM ORGANISASI …

Hendrawan 82 - 93 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013

88

tersebut, tidak di cek terlebih dahulu ? Karena permintaan mendadak dari sales atau

bagian promosi.; (5) Mengapa permintaan mendadak dari bagian promosi ? Karena tidak

adanya SOP permintaan barang.

Sampai dengan tahap ini, dapat diperoleh kesimpulan sementara bahwa kesalahan

pengiriman barang terjadi karena banyaknya variansi produk, maka diperlukan

manajemen pengaturan pengambilan barang untuk keperluan promosi.

Sebagai contoh, misal dalam satu nomer Surat Jalan/DO ada sebanyak 33 lembar

dengan jumlah item sebanyak 100 item barang dan jumlahnya masing-masing 1 (satu)

dus, maka diperlukan beberapa hari sebelumnya bagi gudang untuk mempersiapkan

barangnya. Hal ini termasuk kategori Faktor Metode.

Faktor Media. Masalah utama: Barang yang dikirim ke customer banyak yang tidak

sesuai antara surat jalan dengan fisiknya, terutama di item code-lot shading, di surat jalan

minta tipe Ester GMA07 lot R1123A3M3 sedang fisik yang dikirim adalah Carolina

GMA02 lot R1123A3M3, yang intinya adalah salah kirim barang juga.

1. Mengapa hal ini bisa terjadi ? Karena helper gudang yang ambil barang dari lokasi

tidak teliti.

2. Mengapa helper tidak teliti waktu pengambilan barang dari lokasi ? Karena lokasi

penempatan barang tersebut terletak di gudang paling belakang, yang kondisi

penerangannya temaram, sehingga pandangan mata helper terganggu.

3. Mengapa bisa begitu, apakah ada alasan yang lain lagi ? Karena selain temaram,

kondisi sebagian atap bocor sehingga menyebabkan kardus keramik beberapa ada

yang basah dan rusak sehingga tulisan/marking item di kardus hilang serta samar

sehingga helper banyak yang ragu-ragu serta asal ambil saja barangnya.

Sampai dengan tahap ini, dapat diperoleh kesimpulan sementara bahwa lay-out

lokasi penempatan barang perlu ditinjau ulang. Sedangkan dari sisi lay-out pengaturan 1

pintu saja untuk transfer in dan 1 pintu lain lagi untuk transfer out, untuk lebih

memudahkan tally checker dan supervisor dalam mengontrol keluar masuknya barang.

Hal ini masuk kategori faktor Media/Lingkungan/Environment.

Faktor Manajemen. Masalah utama: Barang yang dikirim tipenya tidak sesuai antara

fisik dengan surat jalan, di surat jalan yang diminta permukaan (surface) keramik yang

halus, dikirimnya permukaan (surface) keramik yang kasar, yang intinya adalah salah

kirim barang juga. (1) Mengapa bisa salah kirim barang ? Karena tally checker tidak

mengecek tulisan marking di kardus dan tidak cek di Surat Jalan.; (2) Mengapa tidak di

cek ? Karena order diterima oleh gudang terlalu sore.; (3) Mengapa order diterima telat,

tetap saja barang minta dikirim keesokan harinya ? Karena adanya keputusan tidak tepat

dari manajemen tentang prosedur pengiriman barang.; (4) Mengapa bisa keputusan dari

manajemen tidak tepat ? Karena adanya ke-berpihak-an terhadap customer tertentu.; (5)

Mengapa bisa berpihak ke salah satu customer ? Karena tidak adanya aturan baku tentang

pengecualian order. Sampai dengan tahap ini, dapat diperoleh kesimpulan sementara

bahwa tidak adanya aturan yang baku tentang pengecualian order bisa membuat gudang

melakukan kesalahan dalam pengiriman barang. Hal ini masuk kedalam kategori Faktor

Manajemen.

Page 89: PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL, IKLIM ORGANISASI …

Hendrawan 82 - 93 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013

89

Pemetaan Fishbone Diagram. Dalam teknik bertanya 5 whys hasil yang diperoleh adalah

saling berhubungan dan keterkaitan antara satu dengan yang lain, misalkan kita tetapkan

faktor manpower maka jika diurutkan satu persatu dengan beberapa pertanyaan akan

bersinergi dengan faktor lain seperti faktor metode, media, manajemen dan lain

sebagainya. Dengan melakukan analisa dan diagnosa untuk mengidentifikasi faktor faktor

yang menyebabkan kesalahan pengiriman barang dari gudang,, maka dari hasil analisa dan

beberapa wawancara dengan metode 5 Whys diatas, dapat di petakan hasilnya kedalam

diagram fishbone seperti gambar 2 di bawah ini.

Dari Gambar 2. dibawah ini, terlihat bahwa kejadian salah kirim barang yang

disebabkan oleh beberapa faktor 5 M mempunyai kesimpulan dan hasil akhir yang

kesemuanya (paling dominan) disebabkan oleh Faktor Metode / SOP.

Gambar 2. Pemetaan Diagram Fishbone Salah Kirim Barang

Sumber: diolah penulis

Faktor Paling Dominan Penyebab Kesalahan Pengiriman Brg dari Gudang. Dari

hasil wawancara dengan menggunakan Teknik Five Whys diatas, dapat diperoleh hasil

sebagai berikut: (1) Untuk Faktor Manpower, setelah dilakukan hasil wawancara yang

berkaitan dengan hal ini, hasil akhirnya di sebabkan oleh Faktor Metode dan Faktor

Manajemen.; (2) Untuk Faktor Method, setelah dilakukan hasil wawancara yang berkaitan

dengan hal ini, hasil akhirnya di sebabkan oleh Faktor Metode dan Faktor Manajemen.; (3)

Page 90: PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL, IKLIM ORGANISASI …

Hendrawan 82 - 93 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013

90

Untuk Faktor Materials, setelah dilakukan hasil wawancara yang berkaitan dengan hal ini,

hasil akhirnya di sebabkan oleh Faktor Metode.; (4) Untuk Faktor

Media/Lingkungan/Environment, setelah dilakukan hasil wawancara yang berkaitan

dengan hal ini, hasil akhirnya di sebabkan oleh Faktor Media dan Faktor Manajemen.; (5)

Untuk Faktor Management, setelah dilakukan hasil wawancara yang berkaitan dengan hal

ini, hasil akhirnya di sebabkan oleh Faktor Metode. Oleh sebab itu, dari beberapa macam

diatas dapat ditentukan bahwa Faktor yang Paling Dominan dalam penyebab terjadinya

kesalahan pengiriman barang dari gudang yaitu Faktor Metode.

Upaya Perbaikan Kesalahan Pengiriman Barang. Dari banyak faktor diatas yang

menyebabkan kesalahan pengiriman barang dari gudang, maka bisa diberikan beberapa

alternatif solusi untuk mengurangi masalah tersebut diatas sebagai berikut:

1. Mereview semua proses bisnis internal perusahaan. Dari departemen penjualan, sales

support, shipping dan warehouse department semua saling keterkaitan, sejak

menerima order dari customer, pengecekan stock availability, pemesananan ekspedisi

atau trucking dan proses penyiapan barang sebelum dikirim ke customer.

2. Memberikan 2 alternatif untuk meng-absorp schedulle delivery. Untuk bisa meng-

absorp schedulle delivery sehari-hari, maka diperlukan 2 (dua) alternatif yang harus

dilakukan diantaranya sebagai berikut: (a) Memberikan overtime kepada personil

gudang atau jam kerja dibuat menjadi 2 shift.; (b) Jika jam kerja dibuat menjadi 2 shift,

maka akan ada penambahan anpower.

3. Merubah prosedur pengambilan barang khusus sample atau promosi dari H-1 menjadi

H-2 atau H-3 untuk memberikan ruang bagi bagian gudang dalam mempersiapkan

segala sesuatunya.

4. Perbaiki kondisi fisik, sarana dan prasarana gudang. Dengan melihat kondisi fisik

bangunan atau gudang, baik sarana dan prasarana, maka perlu dilakukan hal-hal

sebagai berikut: (a) Terutama atap yang bocor supaya tidak mengakibatkan kondisi

kardus rusak, basah, sobek, tinta marking di kardus hilang atau samar sehingga

mengakibatkan helper gudang kesulitan dalam membaca kode barang di box sehingga

salah ambil.; (b) Tambahkan penerangan yang maksimal supaya untuk beberapa

gudang yang kondisinya dibelakang dan gelap, kondisi barang dan tulisan di marking

bisa terlihat dengan maksimal.; (c) Desain lay-out gudang secara maksimal, buat jalur

transfer in dan transfer out dalam satu pintu, untuk lebih mempermudah pengawasan

keluar masuknya barang, merubah komposisi pengaturan penempatan barang dengan

teori FIFO dan LIFO.

5. Keterlibatan dari manajemen guna memberikan pelatihan dan terus menerus terutama

tentang Product Knowledge beserta update-nya, tidak hanya kepada sales and

marketing tapi juga kepada staff gudang atau back office.

Dari beberapa analisa faktor penyebab kesalahan pengiriman diatas serta faktor

mana saja yang paling dominan yang menyebabkannya, dapat diketahui bahwa Faktor

Metode memiliki peran yang cukup besar sebagai penyebab utama timbulnya kesalahan

pengiriman barang, sedangkan untuk Faktor Manajemen menempati urutan berikutnya,

sebagai faktor yang paling dominan yang menyebabkan kesalahan pengiriman barang dari

gudang ini bisa terjadi.

Page 91: PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL, IKLIM ORGANISASI …

Hendrawan 82 - 93 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013

91

Adapun dari Tabel 2 berikut ini bisa diketahui beberapa faktor yang menyebabkan

kesalahan pengiriman barang dari gudang beserta rekomendasi atau upaya perbaikan yang

wajib dilakukan oleh perusahaan untuk setidaknya meminimalisasi terjadinya kesalahan

pengiriman barang dari gudang dengan berdasarkan unsur 5 W + 1 H yaitu Why, What,

Who, When, Where dan How yang kesemuanya diuraikan satu per satu dalam Tabel 2

berikut ini.

Tabel 2. Upaya Perbaikan bagi Manajemen berdasarkan Unsur 5 W (Why, What, Who,

When and Where) + 1 H

(How.)

Sumber: diolah penulis

Page 92: PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL, IKLIM ORGANISASI …

Hendrawan 82 - 93 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013

92

PENUTUP

Kesimpulan. Pertama. Setelah diidentifikasi faktor-faktor yang menyebabkan kesalahan

pengiriman barang dari gudang PT. NCSI diketahui dan disebabkan oleh beberapa faktor

sebagai berikut: faktor manpower (manusia), faktor method (metode), faktor materials

(varians product), faktor media (lingkungan kerja) dan faktor management (manajemen

perusahaan) atau biasa disebut dengan 5 M dan dari kelima faktor tersebut di atas, bisa

diperinci detil dari akar masalahnya berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa

departemen terkait dengan menggunakan teknik Five Whys yaitu sebagai berikut: (1)

Faktor Manusia, akar permasalahannya yaitu kurang pelatihan dan order masuknya ke

gudang terlalu sore.; (2) Faktor Metode, akar permasalahannya yaitu pada jam kerja yang

hanya 1 (satu) shift dan keterbatasan manpower gudang.; (3) Faktor Material, akar

permasalahannya yaitu pada jumlah varians dan banyaknya barang serta tidak adanya

SOP permintaan.; (4) Faktor Media, akar permasalahannya yaitu pada penerangan yang

kurang terang dan atap yang bocor sehingga menyebabkan marking di kardus di rusak,

serta lay-out tidak cocok.; (5) Faktor Manajemen, akar permasalahannya yaitu tidak

adanya aturan baku tentang pengecualian order. Kedua. Penyebab utama dari terjadinya

salah pengiriman barang dari gudang adalah sangat komplek dan kalau dibuatkan urutan

berdasarkan faktor yang paling dominan yaitu: Faktor Metode. Tidak menutup

kemungkinan dari masing-masing faktor diatas saling keterkaitan antara yang satu dengan

yang lain, misalkan faktor manusia atau tingkat ketelitian dari staff yang ada di lapangan,

terkait juga oleh faktor metode yaitu prosedur pengiriman barang dari gudang serta faktor

material yaitu variasi jenis produk yang dimiliki oleh perusahaan tersebut serta faktor

manajemen perusahaan yang mau tidak mau juga turut ambil bagian dalam menciptakan

suatu proses terjadinya kesalahan pengiriman barang. Ketiga. Adapun usulan atau upaya

perbaikan yang wajib dilakukan oleh perusahaan yaitu mengenai perubahan jam kerja

karyawan gudang, membuatkan SOP yang baku, merubah komposisi lay out penempatan

barang, merubah pola pengiriman barang promosi dari H-1 menjadi H-3 dan me-review

internal bisnis proses perusahaan serta untuk faktor manajemen diperlukan turun tangan

secara langsung dari level top-management untuk menganalisa bisnis proses dan dari

Human Resources-Training Department memberikan pelatihan berupa product

knowledge.

Rekomendasi. Setelah dilakukan penelitian, analisa data dan pengamatan di lapangan

serta wawancara dengan beberapa departemen terkait, maka bisa diberikan solusi, usulan

dan rekomendasi bagi perusahaan untuk melakukan upaya-upaya perbaikan, dari sisi:

1. Faktor Metode. Rekomendasi yang tepat dan sesuai bagi perusahaan untuk

menyelesaikan masalah mengenai pengiriman barang dari faktor metode, diantaranya

yaitu: (a) Melakukan review mengenai internal proses, dari terima Purchase Order

sampai melakukan pengiriman ke customer.; (b) Membuat batasan cut-off secara

sistem, dengan cara menentukan time limit penerimaan order dari sales department.;

(c) Membuat SOP mengenai pelaksaaan proses In-Out di gudang, yaitu proses

penerimaan barang import, barang transit, barang retur dan proses pengiriman barang

kepada customer.; (d) Membuat SOP mengenai pengecekan secara fisik dan

kelengkapannya untuk barang jenis sanitary (acsesories and physically check list).; (e)

Merubah jam kerja dari 1 shift menjadi 2 shift.; (f) Mengganti prosedur pengiriman

Page 93: PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL, IKLIM ORGANISASI …

Hendrawan 82 - 93 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013

93

barang khusus promosi, yang sebelumnya H-1 menjadi H-2 atau H-3.; (g) Merubah

komposisi penyusunan barang serta metode pengambilan barang (Mulcahy, 2004) dari

LIFO (Last In First Out) menjadi FIFO (First In First Out).

2. Faktor Manajemen. Rekomendasi yang tepat dan sesuai bagi perusahaan untuk

menyelesaikan masalah mengenai pengiriman barang dari faktor manajemen,

diantaranya yaitu: (a) Mengesahkan SOP pengiriman barang yang sudah dirancang,

dibuat dan disepakati bersama di level manajerial.; (b) Memberikan sosialisasi kepada

seluruh karyawan, baik yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung,

mengenai standart baku dan prosedur baru tentang proses pengiriman barang agar

sampai di customer dengan cepat dan tepat.; (c) Menambah manpower gudang atas

rekomendasi dari manager atau kepala gudang.; (d) Menghitung existing head count

dan mencocokkannya dengan annually budget yang sudah disepakati sebelumnya.; (e)

Menyetujui dan mengesahkan perubahan jam kerja dari 1 shift (jam 08.00–17.00)

menjadi 2 shift (jam 07.00–15.00 dan jam 15.00– 23.00).; (f) Menyetujui dan

mengesahkan prosedur pengambilan barang sampel atau promosi dari H-1 menjadi H-2

atau H-3 sehingga bisa memberikan ruang dan waktu bagi personil gudang untuk

menyiapkan barangnya.; (g) Menyetujui, mengesahkan dan memberikan penekanan

terhadap para sales and marketing department untuk bisa memprioritaskan penjualan

yang barang-barang tipe lama (old stock) disamping barang-barang tipe baru (new

product), guna meng-antisipasi banyaknya persediaan barang slow-moving.; (h)

Memberikan assignment kepada Human Resources and Training Department untuk

melakukan pelatihan kepada personil gudang tentang Product Knowledge, Production

and Flow Process, Safety Induction and Warehouse Management System, yang mana

pelatihan ini tidak terbatas hanya kepada bagian Sales and Marketing atau back office

saja.; (i) Memberikan penilaian dan appraisal terhadap personil gudang setelah

dilakukan pelatihan secara intensif dan reguler.; (j) Memberikan bimbingan, arahan

dan konseling kepada personil gudang atau tally checker yang melakukan kesalahan

dalam pengiriman barang di lapangan.; (k) Memanggil kontraktor guna memperbaiki

sarana dan prasarana gudang, seperti menambahkan lampu penerangan di area gudang

sehingga tidak temaram di malam hari, menambal atap yang bocor jika musim

penghujan serta merapikan lantai yang berlubang dan tidak rata.; (l) Memanggil

konsultan sistem untuk me-review penggunaan modul MFG Pro di perusahaan trading

seperti PT. NCSI.

DAFTAR RUJUKAN

Gasperz, Vincent. (2002). Pedoman Implementasi Program Six Siqma terintegrasi dengan

ISO 9001: 2000, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Harsono, Ari. (2008). Metode Analisis Akar Masalah dan Solusi. Makara, Sosial

Humaniora, Vol. 12, (2), Desember 2008: 72-81

Hartungi, Djufri. (2003). Training Manajemen Pergudangan, C dan G Training Network

Mulcahy, David E., (2004). Warehouse Distribution dan Operations Hand Book, Grand

Rapids Michigan, Mc Graw Hill Inc.

Page 94: PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL, IKLIM ORGANISASI …

Doerlaksono 94 - 108 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013

94

PENGARUH ORIENTASI PASAR TERHADAP ORIENTASI STRATEGIS

ALTERNATIF DAN DAMPAKNYA TERHADAP KINERJA BISNIS

PADA PERUSAHAAN-PERUSAHAAN

DI KOTA TANGERANG DAN JAKARTA INDONESIA

Johan Doerlaksono

Institut Teknologi Surabaya (ITS)

E-mail: [email protected] dan [email protected]

Abstract: The purpose of this study was to research the influence of the market

orientation on the alternative strategic orientations and their impact on business

performance on companies in the city of Tangerang and Jakarta, Indonesia. Alternative

strategic orientations in this study is innovation, learning, entrepreneurial and employee

orientations. This research is associative causal relationship to determine a causal

relationship between the independent variable, market orientation, intermediate

variables, innovation, learning, entrepreneurial and employee orientation, and

dependent variable, business performance. This study using the Structural Equation

Modeling (SEM).The results of the SEM analysis shows effect of market orientation on

innovation, learning, entrepreneurship, employee orientation and direct impact on

business performance gives the figure a significant correlation. The effect of learning

orientation on business performance gives the figures a moderate correlation. Effect of

employee orientation on business performance gives the figure a low correlation .

Innovation and entrepreneurial orientation influence on the business performance gives

the figure a negative correlation.The researcher recommends that the variables that

have significant correlations can be implemented while the variables that have a

moderate, low and negative correlation are recommended for future research to improve

the questionnaire‟s statements and respondent terms of both quality and quantity.

Key words: Market, Innovation, Learning, Entrepreneurial, Employee, Business

Performance.

Abstrak: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meneliti pengaruh orientasi pasar

terhadap orientasi strategis alternatif dan dampaknya terhadap kinerja bisnis pada

perusahaan di Kota Tangerang dan Jakarta, Indonesia. Orientasi strategis Alternatif

dalam penelitian ini adalah inovasi, pembelajaran, orientasi kewirausahaan dan

karyawan. Penelitian ini merupakan hubungan asosiatif kausal untuk menentukan

hubungan sebab akibat antara variabel independen, orientasi pasar, variabel perantara,

inovasi, pembelajaran, orientasi kewirausahaan dan karyawan, dan variabel dependen,

kinerja bisnis. Penelitian ini menggunakan Structural Equation Modeling (SEM) .The

hasil analisis SEM menunjukkan pengaruh orientasi pasar terhadap inovasi,

pembelajaran, kewirausahaan, orientasi karyawan dan berdampak langsung pada

kinerja bisnis memberikan angka korelasi yang signifikan. Pengaruh orientasi pada

kinerja bisnis belajar memberikan angka korelasi yang moderat. Pengaruh orientasi

karyawan terhadap kinerja bisnis memberikan angka korelasi yang rendah. Inovasi dan

Page 95: PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL, IKLIM ORGANISASI …

Doerlaksono 94 - 108 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013

95

kewirausahaan orientasi berpengaruh terhadap kinerja bisnis menghasilkan angka

seorang peneliti correlation.The negatif merekomendasikan bahwa variabel yang

memiliki korelasi yang signifikan dapat diimplementasikan sedangkan variabel yang

memiliki korelasi sedang, rendah dan negatif yang direkomendasikan untuk penelitian

masa depan untuk meningkatkan kuesioner ini pernyataan dan persyaratan responden

baik kualitas dan kuantitas.

Kata kunci: Pasar, Inovasi, Belajar, Wirausaha, Karyawan, Kinerja Bisnis.

PENDAHULUAN

Kondisi rugi atau pailitnya perusahaan adalah suatu kondisi yang tidak diinginkan dan

menyangkut nasib semua orang yang terlibat baik didalam perusahaan maupun diluar

perusahaan. Menurut TEMPO.CO tertanggal 9 Nopember 2011, Dinas Perindustrian dan

Koperasi Pemerintah Kota Tangerang menerima laporan penutupan pabrik, baik industri

kecil, menengah, maupun besar. Sepanjang tiga tahun terakhir dari 2010, 2011 dan 2011

ada 13 pabrik yang tutup dengan alasan pailit.

Data dari Tribunnews.com tertanggal 27 Januari 2013 menyebutkan bahwa di dalam

aturan penangguhan upah buruh, menyatakan audit keuangan perusahaan harus

menyatakan bahwa perusahaan harus menyatakan rugi 2 tahun. Sampai saat ini sudah ada

908 perusahaan yang meminta penangguhan akibat kenaikan Upah Minimum Propinsi

khususnya di DKI Jakarta. Dari 908 perusahaan hanya 47 perusahaan yang dikabulkan.

Dari berita tersebut dapat disimpulkan bahwa minimal ada 47 perusahaan di Jakarta yang

selama dua tahun dalam kondisi rugi. Karena tidak memungkinkan untuk mendapatkan

informasi tentang penyebab pailit atau ruginya perusahaan-perusahaan tersebut, penulis

melakukan studi literatur tentang penyebab pailit atau ruginya perusahaan. Penemuan dari

penelitian menunjukkan bahwa kegagalan bisnis disebabkan oleh beberapa penyebab

diantaranya adalah tekanan dari pesaing dan pemain baru, rendahnya sales (Oparanwa,

Hamilton, dan Opibi, 2010). Selain itu salah satu penyebab kegagalan bisnis adalah tidak

merespon sebagaimana mestinya terhadap perubahan pasar secara cepat (WGdanL

Accounting News, 1984). Ini menunjukkan salah satu faktor kegagalan bisnis atau pailit

disebabkan karena kurangnya orientasi pasar.

Disisi lain kondisi di Indonesia sangat mendukung untuk pertumbuhan Industri.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap relative tinggi sejak tahun 2008 sampai kuartal II

2011. 2005 pertumbuhannya 5,7%, 2006 pertumbuhannya 5,5%, 2007 pertumbuhannya

6,3%, 2008 pertumbuhannya 6,0%, 2009 pertumbuhannya 4,6%, 2010 pertumbuhannya

6,1%, 2011 pertmbuhannya 6,5%, 2011 Q1 pertumbuhannya 6,3% dan 2011 Q2

pertumbuhannya 6,4% (Taufik, 2011, 69).

Menurut Kertajaya (2011), pada tahun 2010 golongan penduduk Indonesia golongan

menengah mencapai 134 Juta atau 56,5% penduduk Indonesia Penduduk Indonesia

golongan menengah ini adalah penduduk yang mempunyai pengeluaran 2 sampai dengan

20 Dolar Amerika per hari dan ini menjadi kekuatan pasar yang nyata di Indonesia.

Perusahaan agar bisa bertahan dan berkembang harus mempunyai kinerja bisnis

yang bagus. Oleh karena itu perusahaan harus mengetahui variabel-variabel yang

Page 96: PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL, IKLIM ORGANISASI …

Doerlaksono 94 - 108 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013

96

mempunyai pengaruh yang secara signifikan berdampak terhadap kinerja bisnis sehingga

dapat menerapkan strategi-strategi yang efektif dan efisien untuk mencapai target kinerja

bisnis yang telah ditetapkan.

Melihat kondisi ini, peneliti ingin meneliti pengaruh Orientasi Pasar terhadap

Orientasi Strategi Alternatif dan dampaknya terhadap Kinerja Bisnis. Dalam kontek

Orientasi Pasar, orientasi strategi alternatif yang mempunyai kontribusi terhadap

keunggulan bersaing perusahaan adalah Orientasi Inovasi, Orientasi Pembelajaran,

Orientasi Kewirausahaan dan Orientasi Karyawan. Obyek yang akan kami teliti adalah

industri sedang dan besar yang berada di wilayah Kota Tangerang dan Jakarta.

Permasalahan dalam penelitian ini adalah: (1) Bagaimanakah pengaruh Orientasi

Pasar terhadap Orientasi Inovasi.; (2) Bagaimanakah pengaruh Orientasi Pasar terhadap

Orientasi Pembelajaran.; (3) Bagaimanakah pengaruh Orientasi Pasar terhadap Orientasi

Kewirausahaan.; (4) Bagaimanakah pengaruh Orientasi Pasar terhadap Orientasi

Karyawan.; (5) Bagaimanakah pengaruh Orientasi Inovasi terhadap Kinerja Bisnis.; (6)

Bagaimanakah pengaruh Orientasi Pembelajaran terhadap Kinerja Bisnis.; (7)

Bagaimanakah pengaruh Orientasi Kewirausahaan terhadap Kinerja Bisnis.; (8)

Bagaimanakah pengaruh Orientasi Karyawan terhadap Kinerja Bisnis.; (9) Bagaimanakah

pengaruh Orientasi Pasar terhadap Kinerja Bisnis.

Kerangka Pemikiran. Kerangka pemikiran untuk penelitian ini seperti ditunjukkan

didalam Gambar 1. berikut.

Gambar 1. Kerangka Pemikiran

Hipotesis. Hipotesis untuk penelitian ini ada sembilan hipotesis yang diuraikan sebagai

berikut:

H1 Terdapat pengaruh dari Orientasi Pasar terhadap Orientasi Inovasi.

H2 Terdapat pengaruh dari Orientasi Pasar terhadap Orientasi Pembelajaran.

H3 Terdapat pengaruh dari Orientasi Pasar terhadap Orientasi Kewirausahaan.

Page 97: PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL, IKLIM ORGANISASI …

Doerlaksono 94 - 108 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013

97

H4 Terdapat pengaruh dari Orientasi Pasar terhadap Orientasi Karyawan.

H5 Terdapat pengaruh dari Orientasi Inovasi terhadap Kinerja Bisnis..

H6 Terdapat pengaruh dari Orientasi Pembelajaran terhadap Kinerja Bisnis.

H7 Terdapat pengaruh dari Orientasi Kewirausahaan terhadap Kinerja Bisnis.

H8 Terdapat pengaruh dari Orientasi Karyawan terhadap Kinerja Bisnis.

H9 Terdapat pengaruh dari Orientasi Pasar terhadap Kinerja Bisnis.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada penelitian ini telah terkumpul 72 kuesioner dari 72 perusahaan yang terdiri dari 59

kuesioner melalui email dan 13 kuesioner hardcopy langsung. Setiap perusahaan diwakili

oleh satu orang responden. Adapun karakteristik responden adalah seperti pada table 1. di

bawah.

Dari 72 responden yang ada, dari karakteristik jenis kelamin yang terbanyak adalah

pria yaitu sebanyak 60 responden (83,3%). Dari karakteristik pendidikan yang terbanyak

adalah responden berpendidikan S1 sebanyak 51 responden (70,8%), dan urutan kedua

adalah responden berpendidikan S2/S3 yaitu 16 responden (22,2%). Dari karakteristik

Jabatan yang terbanyak adalah responden yang mempunyai jabatan manajer/staf yaitu 56

responden (77,8%), sedangkan urutan kedua adalah pemilik perusahaan dengan jumlah 8

responden. Dari karakteristik bentuk usaha, yang terbanyak adalah dalam bentuk

Perseroan Terbatas (PT) yaitu berjumlah 58 (80.6%) perusahaan. Dari karakteristik jumlah

pegawai yang terbanyak adalah perusahaan yang mempunyai pegawai lebih besar dari 99

orang (>99) yaitu memiliki pegawai 50 orang (69,4%) dan sisanya 22 perusahaan (30,6%)

adalah perusahaan yang mempunyai pegawai antara 20 – 99 orang. Karakteristik menurut

lokasi perusahaan yang terbanyak adalah perusahaan yang berlokasi di Jakarta yaitu 49

perusahaan (68,1%) dan sisanya berlokasi di Tangerang yaitu berjumlah 23 perusahaan

(31,9%).

Tabel 1. Karakteristik Responden

DESKRIPSI JUMLAH %

Jenis Kelamin:

Pria 60 83.3

Wanita 12 16.7

Total 72 100.0

Pendidikan:

SMU 2 2.8

Diploma 3 4.2

S1 51 70.8

S2/S3 16 22.2

Total 72 100.0

Jabatan:

Pemilik 8 11.1

Page 98: PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL, IKLIM ORGANISASI …

Doerlaksono 94 - 108 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013

98

DESKRIPSI JUMLAH %

Direktur 6 8.3

Manajer/Staf 56 77.8

Lainnya 2 2.8

Total 72 100.0

Bentuk Usaha:

Perseroan Terbatas 58 80.6

Lainnya 14 19.4

Total 72 100.0

Jumlah Pegawai :

20 - 90 22 30.6

>90 50 69.4

Total 72 100.0

Lokasi:

Tangerang 23 31.9

Jakarta 49 68.1

Total 72 100.0

Sumber: diolah penulis

Analisis Hubungan. Di dalam analisa hubungan indikator dengan konstruk masih

digunakan notasi yang ada didalam AMOS diantarannya untuk arah panah untuk indikator

berlawanan arah dengan arah anak panah konvensional. Nama indikator tidak boleh ada

spasi dan disingkat menjadi 2 atau 3 suku kata.

Analisis Hubungan Indikator dengan Konstruk. Variabel Kinerja Bisnis. Hubungan

antara indikator-indikator untuk Variabel Kinerja Bisnis ditunjukkan dalam Tabel 2.

Tabel 2. Analisis Hubungan Indikator dengan Konstruk Kinerja Bisnis

Hubungan Estimates Kriteria Hasil

Untung <--- KinerjaBisnis 0.635

sebuah

indikator

bagian dari

konstruknya

jika factor

loadingnya

≥ 0.5

Bagian dr Konstruk

PertumbuhanPenjualan <---

KinerjaBisnis 0.809 Bagian dr Konstruk

KepuasanPelanggan <---

KinerjaBisnis 0.675 Bagian dr Konstruk

ProdukBaru <--- KinerjaBisnis 0.769 Bagian dr Konstruk

Sumber: data diolah

Page 99: PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL, IKLIM ORGANISASI …

Doerlaksono 94 - 108 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013

99

Dari Tabel 2. keempat indikator yaitu untung, pertumbuhan penjualan, kepuasan

pelanggan dan produk baru yang sukses nilai factor loading lebih besar dari 0,5 dan dapat

disimpulkan semua indikator adalah bagian dari konstruk Kinerja Bisnis.

Variabel Orientasi Pasar. Hubungan antara indikator-indikator untuk Variabel Orientasi

Pasar ditunjukkan dalam Tabel 3. Tabel 3 menunjukkan bahwa dari 9 indikator untuk

orientasi pasar ada 8 indikator yaitu “Kontribusi Nilai Pelanggan”, “Informasi Ke

Fungsi”, “Pelayanan Purna Jua”, “Mengukur Kepuasan Pelanggan”, “Tujuan Kepuasan

Pelanggan”, “Kebutuhan Pelanggan”, “Nilai Pelanggan”, “Komitmen Pelanggan”

mempunyai nilai factor loading lebih besar dari 0,5 dan dapat disimpulkan 8 indikator

adalah bagian dari konstruk orientasi pasar. Sedangkan indikator “Membagi Informasi

Pesaing” mempunyai nilai 0.473 dimana nilai ini mendekati 0,5 dan dianggap masih

bagian dari konstruk.

Tabel 3. Analisis Hubungan Indikator dengan Konstruk Orientasi Pasar

Hubungan Estimates Kriteria Hasil

KontribusiNilaiPelanggan <--- OrientasiPasar 0.634

sebuah

indikator

bagian dari

konstruknya

jika factor

loadingnya

≥ 0.5

Bagian dr

Konstruk

InformasiKeFungsi <--- OrientasiPasar 0.694 Bagian dr

Konstruk

MembagiInformasiPesaing <--- OrientasiPasar 0.473 Bagian dr

Konstruk

PelayananPurnaJual <--- OrientasiPasar 0.635 Bagian dr

Konstruk

MengukurKepuasanPelanggan <---

OrientasiPasar 0.717

Bagian dr

Konstruk

TujuanKepuasanPelanggan <--- OrientasiPasar 0.743 Bagian dr

Konstruk

KebutuhanPelanggan <--- OrientasiPasar 0.600 Bagian dr

Konstruk

NilaiPelanggan <--- OrientasiPasar 0.720 Bagian dr

Konstruk

KomitmenPelanggan <--- OrientasiPasar 0.685 Bagian dr

Konstruk

Sumber: data diolah

Variabel Orientasi Inovasi. Hubungan antara indikator-indikator untuk Variabel

Orientasi Pasar ditunjukkan dalam Tabel 4.

Tabel 4. Analisis Hubungan Indikator dengan Konstruk Orientasi Inovasi

Hubungan Estimates Kriteria Hasil

KeinovasianManajemen <---

OrientasiInovasi 0.732

sebuah

indikator Bagian dr Konstruk

Page 100: PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL, IKLIM ORGANISASI …

Doerlaksono 94 - 108 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013

100

KeinovasianLayanan <---

OrientasiInovasi 0.629

bagian dari

konstruknya

jika faktor

loadingnya

≥ 0.5

Bagian dr Konstruk

KemampuanBerinovasi <---

OrientasiInovasi 0.715 Bagian dr Konstruk

Sumber: data diolah

Dari Tabel 4 ada 3 dijelaskan bahwa indikator untuk variabel orientasi inovasi yaitu

“KeinovasianManajemen”, “KeinovasianLayanan” dan “KemampuanBerinovasi”. Semua

indikator mempunyai nilai factor loading lebih besar dari 0,5 sehingga dapat disimpulkan

bahwa ketiga indikator tersebut merupakan bagian dari konstruk orientasi inovasi.

Hubungan antara indikator-indikator untuk Variabel Orientasi Pembelajaran ditunjukkan

dalam Tabel 5.

Tabel 5. Analisis Hubungan Indikator dengan Konstruk Orientasi Pembelajaran

Hubungan Estimates Kriteria Hasil

KomitmenBelajar <---

OrientasiPembelajaran 0.830

sebuah

indikator

bagian dari

konstruknya

jika factor

loadingnya

≥ 0.5

Bagian dr Konstruk

VisiPosisiArah <---

OrientasiPembelajaran 0.879 Bagian dr Konstruk

VisiDikomunikasikan <---

OrientasiPembelajaran 0.817 Bagian dr Konstruk

PikiranTerbuka <---

OrientasiPembelajaran 0.693 Bagian dr Konstruk

Sumber: data diolah

Dari Tabel 5 ada 4 indikator untuk variabel orientasi pembelajaran yaitu

“KomitmenBelajar”, “VisiPosisiArah”, VisiDikomunikasikan dan “PikiranTerbuka”.

Semua indikator mempunyai nilai factor loading lebih besar dari 0,5 sehingga dapat

disimpulkan bahwa ketiga indikator tersebut merupakan bagian dari konstruk orientasi

inovasi. Hubungan antara indikator-indikator untuk Variabel Orientasi Kewirausahaan

ditunjukkan dalam Tabel 6.

Tabel 6. Analisis Hubungan Indikator dengan Konstruk Orientasi Kewirausahaan

Hubungan Estimates Kriteria Hasil

Proaktif <---

OrientasiKewirausahaan 0.597 sebuah

indikator

bagian dari

konstruknya

jika factor

loadingnya

≥ 0.5

Bagian dr Konstruk

PengambilanResiko <---

OrientasiKewirausahaan 0.702 Bagian dr Konstruk

Inovasi <---

OrientasiKewirausahaan 0.742 Bagian dr Konstruk

Sumber: data diolah

Page 101: PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL, IKLIM ORGANISASI …

Doerlaksono 94 - 108 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013

101

Dari Tabel 6. ada 3 indikator untuk variabel orientasi inovasi yaitu “Proaktif”,

“PengambilanResiko” dan “Inovasi”. Semua indikator mempunyai nilai factor loading

lebih besar dari 0,5 sehingga dapat disimpulkan bahwa ketiga indikator tersebut

merupakan bagian dari konstruk orientasi inovasi.

Variabel Orientasi Karyawan. Hubungan antara indikator-indikator untuk Variabel

Orientasi Karyawan ditunjukkan dalam Tabel 7.

Tabel 7. Analisis Hubungan Indikator dengan Konstruk

Orientasi Karyawan

Hubungan Estimates Kriteria Hasil

PendelegasianTanggungJawab <---

OrientasiKaryawan 0.750 sebuah

indikator

bagian dari

konstruknya

jika factor

loadingnya ≥

0.5

Bagian dr

Konstruk

InvestasiPengembanganKaryawan <---

OrientasiKaryawan 0.633

Bagian dr

Konstruk

PengambilanKeputusanDesentralisasi <-

-- OrientasiKaryawan 0.472

Bagian dr

Konstruk

Sumber: data diolah

Dari Tabel 7 ada 3 indikator untuk variabel orientasi karyawan, dimana ada 2 indikator

“PendelegasianTanggungJawab” dan “InvestasiPengembanganKaryawan” mempunyai

nilai loading factor lebih besar dari 0,5 sehingga dapat disimpulkan bahwa kedua indikator

tersebut merupakan bagian dari konstruk orientasi karyawan. Ada 1 indikator yaitu

“PengambilanKeputusanDesentralisasi” yang mempunyai nilai 0,472 dimana nilai ini

sangat dekat dengan 0,5 sehingga dapat disimpulkan bahwa indikator “Pengambilan

Keputusan Desentralisasi” masih bagian dari variabel orientasi karyawan.

Analisis Hubungan Antar Konstruk

Tabel 8. Analisis Ada Tidaknya Hubungan Konstruk (Variabel)

Estimate S.E. C.R. P

Evaluasi

(Ada hubungan yang nyata

jika P < 0.05)

OrientasiInovasi <---

OrientasiPasar 0.9510 0.179 5.306 ***

*** menunjukkan angka P

adalah 0.0000. Ada

hubungan yg nyata.

OrientasiPembelajaran <--

- OrientasiPasar 0.8980 0.139 6.466 ***

*** menunjukkan angka P

adalah 0.0000. Ada

hubungan yg nyata.

Page 102: PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL, IKLIM ORGANISASI …

Doerlaksono 94 - 108 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013

102

Estimate S.E. C.R. P

Evaluasi

(Ada hubungan yang nyata

jika P < 0.05)

OrientasiKaryawan <---

OrientasiPasar 0.7100 0.163 4.355 ***

*** menunjukkan angka P

adalah 0.0000. Ada

hubungan yg nyata.

OrientasiKewirausahaan

<--- OrientasiPasar 0.7260 0.17 4.267 ***

*** menunjukkan angka P

adalah 0.0000. Ada

hubungan yg nyata.

KinerjaBisnis <---

OrientasiPembelajaran 0.3910 0.199 1.967 0.049 Ada hubungan yg nyata.

KinerjaBisnis <---

OrientasiKewirausahaan -0.4770 0.318 -1.499 0.134

Tidak ada hubungan yg

nyata (Signifikan)

KinerjaBisnis <---

OrientasiKaryawan 0.2400 0.211 1.137 0.255

Tidak ada hubungan yg

nyata (Signifikan)

KinerjaBisnis <---

OrientasiInovasi -0.6150 1.094 -0.562 0.574

Tidak ada hubungan yg

nyata (Signifikan)

KinerjaBisnis <---

OrientasiPasar 1.0930 1.159 0.943 0.346

Tidak ada hubungan yg

nyata (Signifikan)

Sumber: data diolah

Hubungan antar konstruk / variabel hasil dari analisa SEM menggunakan AMOS adalah

seperti ditunjukkan dalam Tabel 8. Nilai P digunakan untuk menentukan apakah ada

hubungan antar konstruk atau tidak.

Hubungan Orientasi Pasar Terhadap Orientasi Inovasi. Tabel 8. menunjukkan bahwa

simbol *** untuk angka P adalah mempunyai nilai 0.0000, nilai ini lebih kecil dari pada

0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa Ada hubungan yg nyata Orientasi pasar terhadap

orientasi inovasi.

Tabel 9. menunjukkan bahwa angka korelasi untuk hubungan orientasi pasar

terhadap orientasi inovasi adalah 0.962. Angka korelasi ini lebih besar dari 0,5 dan hal ini

menunjukkan bahwa hubungan antara variabel orientasi pasar dan orientasi inovasi sangat

erat (signifikan). Dapat disimpulkan bahwa Hipotesis H1 “Ada pengaruh Orientasi Pasar

terhadap Orientasi Inovasi” diterima. Dengan kata lain orientasi pasar suatu perusahaan

akan signifikan menentukan orientasi inovasi perusahaan tersebut. Hasil ini sesuai dengan

hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Grinstein.

Hubungan Orientasi Pasar Terhadap Orientasi Pembelajaran. Tabel 8. menunjukkan

bahwa simbol *** untuk angka P adalah mempunyai nilai 0.0000, nilai ini lebih kecil dari

pada 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa Ada hubungan yg nyata (signifikan)

orientasi pasar terhadap orientasi pembelajaran.

Page 103: PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL, IKLIM ORGANISASI …

Doerlaksono 94 - 108 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013

103

Tabel 9. Analisis Erat Tidaknya Hubungan Konstruk (Variabel)

Hubungan

Estimates

(Angka

Korelasi)

Kriteria Hasil

OrientasiInovasi <---

OrientasiPasar 0.962

Di atas 0,5

dijadikan acuan

adanya keeratan

antara dua

variabel

Positip Signifikan

OrientasiPembelajaran <---

OrientasiPasar 0.838 Positip Signifikan

OrientasiKaryawan <---

OrientasiPasar 0.752 Positip Signifikan

OrientasiKewirausahaan <---

OrientasiPasar 0.858 Positip Signifikan

KinerjaBisnis <---

OrientasiPembelajaran 0.425

Positip tidak

Signifikan

KinerjaBisnis <---

OrientasiKewirausahaan -0.410

Negatip Tidak

Signifikan

KinerjaBisnis <---

OrientasiKaryawan 0.230

Positip tidak

Signifikan

KinerjaBisnis <---

OrientasiInovasi -0.617 Negatip Signifikan

KinerjaBisnis <---

OrientasiPasar 1.109 Positip Signifikan

Sumber: data diolah

Tabel 9. menunjukkan bahwa angka korelasi untuk hubungan orientasi pasar terhadap

orientasi pembelajaran adalah 0.838. Angka korelasi ini lebih besar dari 0,5 dan hal ini

menunjukkan bahwa hubungan antara variabel orientasi pasar dan orientasi pembelajaran

sangat erat. Dapat disimpulkan bahwa Hipotesis H2 “Ada pengaruh Orientasi Pasar

terhadap Orientasi Pembelajaran” diterima. Dengan kata lain orientasi pasar suatu

perusahaan akan sangat menentukan orientasi pembelajaran perusahaan tersebut. Hasil ini

sesuai dengan hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Grinstein.

Hubungan Orientasi Pasar Terhadap Orientasi Kewirausahaan. Tabel 8.

menunjukkan bahwa simbol *** untuk angka P adalah mempunyai nilai 0.0000. nilai ini

lebih kecil dari pada 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yg nyata

(signifikan) orientasi pasar terhadap orientasi kewirausahaan.

Tabel 9. menunjukkan bahwa angka korelasi untuk hubungan orientasi pasar

terhadap orientasi kewirausahaan adalah 0.858. Angka korelasi ini lebih besar dari 0,5 dan

hal ini menunjukkan bahwa hubungan antara variabel orientasi pasar dan orientasi

pembelajaran sangat erat. Dapat disimpulkan bahwa Hipotesis H3 “Ada pengaruh

Orientasi Pasar terhadap Orientasi Kewirausahaan” diterima. Dengan kata lain orientasi

pasar suatu perusahaan akan signifikan menentukan orientasi kewirausahaan perusahaan

tersebut. Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Grinstein.

Hubungan Orientasi Pasar Terhadap Orientasi Karyawan. Tabel 8. menunjukkan

bahwa simbol *** untuk angka P adalah mempunyai nilai 0.0000. nilai ini lebih kecil dari

Page 104: PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL, IKLIM ORGANISASI …

Doerlaksono 94 - 108 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013

104

pada 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yg nyata (signifikan) orientasi

pasar terhadap orientasi karyawan.

Tabel 9. menunjukkan bahwa angka korelasi untuk hubungan orientasi pasar

terhadap orientasi karyawan adalah 0.752. Angka korelasi ini lebih besar dari 0,5 dan hal

ini menunjukkan bahwa hubungan antara variabel orientasi pasar dan orientasi karyawan

sangat erat. Dapat disimpulkan bahwa Hipotesis H4 “Ada pengaruh Orientasi Pasar

terhadap Orientasi Karyawan” diterima. Dengan kata lain orientasi pasar suatu perusahaan

akan sangat menentukan orientasi karyawan perusahaan tersebut. Hasil ini sesuai dengan

hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Grinstein.

Hubungan Orientasi Inovasi Terhadap Kinerja Bisnis. Tabel 8. menunjukkan bahwa

angka P adalah mempunyai nilai 0.574. Nilai P ini lebih besar dari pada 0,05 dan dapat

disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan orientasi inovasi terhadap kinerja

bisnis.

Tabel 9. menunjukkan bahwa angka korelasi untuk hubungan orientasi inovasi

terhadap kinerja bisnis adalah -0.617. Angka korelasi ini negatif dan hal ini menunjukkan

bahwa hubungan antara variabel orientasi inovasi dan kinerja bisnis sangat erat dan

mempunyai efek negatif. Dapat disimpulkan bahwa Hipotesis H5 “Ada pengaruh

Orientasi Inovasi terhadap Kinerja Bisnis”, ditolak. Dengan kata lain “Ada pengaruh

negatip Orientasi Inovasi terhadap Kinerja Bisnis” atau naiknya nilai orientasi inovasi

suatu perusahaan akan menyebabkan turunnya kinerja bisnis pada perusahaan tersebut.

Kondisi ini tidak sesusai dengan penelitian sebelumnya. Hal ini bisa disebabkan karena

waktu respon yang diperlukan mulai munculnya ide inovasi, pelaksanaan dan hasil berupa

kinerja bisnis yang cukup lama atau kemampuan untuk mengimplementasikan ide inovasi

yang masih rendah. Hasil ini akan dijadikan rekomendasi untuk penelitian yang akan

datang.

Hubungan Orientasi Pembelajaran Terhadap Kinerja Bisnis. Dari Tabel 8.

menunjukkan bahwa angka P adalah 0.049, nilai P ini lebih kecil dari pada 0,05 dan dapat

disimpulkan bahwa ada hubungan yang nyata orientasi pembelajaran terhadap kinerja

bisnis.

Dari Tabel 9 menunjukkan bahwa angka korelasi untuk hubungan orientasi

pembelajaran terhadap kinerja bisnis adalah 0.425. Angka korelasi ini lebih kecil dari 0,5

dan hal ini menunjukkan bahwa hubungan antara variabel orientasi pembelajaran dan

kinerja bisnis adalah sedang. Dapat disimpulkan bahwa Hipotesis H6 “Ada pengaruh

Orientasi Pembelajaran terhadap Kinerja Bisnis”, diterima tetapi hubungannya sedang.

Dengan kata lain orientasi pembelajaran suatu perusahaan akan tidak signifikan (sedang)

menentukan kinerja bisnis perusahaan tersebut. Kondisi ini akan dijadikan rekomendasi

untuk penelitian yang akan datang. Hasil ini masih sesuai dengan hasil penelitian

terdahulu.

Hubungan Orientasi Kewirausahaan Terhadap Kinerja Bisnis. Dari Tabel 8

menunjukkan bahwa angka P adalah 0.134, nilai P ini lebih besar dari pada 0,05 dan dapat

disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang nyata (lemah) orientasi kewirausahaan

terhadap kinerja bisnis.

Page 105: PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL, IKLIM ORGANISASI …

Doerlaksono 94 - 108 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013

105

Dari Tabel 9 menunjukkan bahwa angka korelasi untuk hubungan orientasi kewirausahaan

terhadap kinerja bisnis adalah -0.410. Angka korelasi ini negatip dan hal ini menunjukkan

bahwa hubungan antara variabel orientasi kewirausahaan dan kinerja bisnis tidak erat dan

mempunyai efek negatif. Dapat disimpulkan bahwa Hipotesis H7 “Ada pengaruh

Orientasi Inovasi terhadap Kinerja Bisnis” ditolak. Dengan kata lain “Ada pengaruh

negatip Orientasi Kewirausahaan terhadap Kinerja Bisnis secara tidak signifikan” atau

naiknya nilai orientasi inovasi suatu perusahaan akan sangat menyebabkan turunnya

kinerja bisnis yang tidak signifikan pada perusahaan tersebut. Hal ini tidak sesuai dengan

penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Oscar et. al. Kondisi ini dapat disebabkan karena

waktu respon yang dibutuhkan antara mulainya aktivitas kewirausahaan dan hasil nyata

kinerja bisnis membutuhkan waktu yang cukup lama. Kondisi ini akan dijadikan

rekomendasi untuk penelitian yang akan datang.

Hubungan Orientasi Karyawan Terhadap Kinerja Bisnis. Dari Tabel 8. menunjukkan

bahwa angka P adalah 0.255, nilai P ini lebih besar dari pada 0,05 dan dapat disimpulkan

bahwa tidak ada hubungan yang signifikan orientasi karyawan terhadap kinerja bisnis.

Dari Tabel 9 menunjukkan bahwa angka korelasi untuk hubungan orientasi

karyawan terhadap kinerja bisnis adalah 0.230. Angka korelasi ini lebih kecil dari 0,5 dan

hal ini menunjukkan bahwa hubungan antara variabel orientasi karyawan dan kinerja

bisnis kurang erat (lemah). Dapat disimpulkan bahwa Hipotesis H8 “Ada pengaruh

Orientasi Karyawan terhadap Kinerja Bisnis” diterima tetapi lemah atau kurang signifikan.

Dengan kata lain orientasi karyawan suatu perusahaan akan tidak signifikan menentukan

kinerja bisnis perusahaan tersebut. Kondisi ini akan dijadikan rekomendasi untuk

penelitian yang akan datang.

Hubungan Orientasi Pasar Terhadap Kinerja Bisnis. Dari Tabel 8 menunjukkan

bahwa angka P adalah 0.346, nilai ini P ini lebih besar dari pada 0,05 dan dapat

disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan orientasi pasar terhadap kinerja

bisnis.

Dari Tabel 9 menunjukkan bahwa angka korelasi untuk hubungan orientasi pasar

terhadap kinerja bisnis adalah 1.109. Angka korelasi ini lebih besar dari 0,5 dan hal ini

menunjukkan bahwa hubungan antara variabel orientasi pasar dan kinerja sangat erat.

Angka korelasi lebih besar dari 1 ini dianggap bahwa hubungan sempurna antara orientasi

pasar terhadap kinerja bisnis. Dapat disimpulkan bahwa Hipotesis H9 “Ada pengaruh

Orientasi Pasar terhadap Kinerja Bisnis” diterima. Dengan kata lain orientasi pasar suatu

perusahaan akan signifikan menentukan kinerja Bisnis perusahaan tersebut. Hal ini sesuai

dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Oscar, Javier dan Pablo.

PENUTUP

Kesimpulan. Dari hasil penelitian dan analisis yang telah dilakukan dapat disimpulkan

bahwa: (1) Terdapat pengaruh yang kuat dan positip dari Orientasi Pasar terhadap

Orientasi Inovasi.; (2) Terdapat pengaruh yang kuat dan positip dari Orientasi Pasar

terhadap Orientasi Pembelajaran.; (3) Terdapat pengaruh yang kuat dan positip dari

Orientasi Pasar terhadap Orientasi Kewirausahaan.; (4) Terdapat pengaruh yang kuat dan

Page 106: PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL, IKLIM ORGANISASI …

Doerlaksono 94 - 108 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013

106

positip dari Orientasi Pasar terhadap Orientasi Karyawan.; (5) Terdapat pengaruh yang

kuat dan negatip dari Orientasi Inovasi terhadap Kinerja Bisnis.; (6) Terdapat pengaruh

yang sedang dan positip dari Orientasi Pembelajaran terhadap Kinerja Bisnis.; (7)

Terdapat pengaruh yang sedang dan negatip dari Orientasi Kewirausahaan terhadap

Kinerja Bisnis.; (8) Terdapat pengaruh yang lemah dan positip dari Orientasi Karyawan

terhadap Kinerja Bisnis.; (9) Terdapat pengaruh yang kuat dan positip dari Orientasi Pasar

terhadap Kinerja Bisnis.

Rekomendasi. Pertama. Untuk perusahaan industri sedang dan besar dapat

mempertimbangkan untuk menerapkan strategi yang hubungan antar variabel mempunyai

pengaruh yang kuat karena strategi orientasi tersebut mempunyai pengaruh yang

signifikan. Kedua. Untuk penelitian yang akan dilakukan pada masa yang akan datang

disarankan untuk mengalisa dan memperbaiki pernyataan atau responden baik jumlah

maupun kualitasnya untuk variabel yang mempunyai pengaruh sedang, lemah dan negatip.

DAFTAR RUJUKAN

Assauri, Sofjan, (2011). Strategic Marketing, Sustaining Lifetime Customer Value,

Rajawali Pers, Jakarta.

Baker dan Sinkula, (1999). Learning Orientation, Market Orientation, and Innovation:

Integrating and Extending Models of Organizational Performance, Journal of

Market, p. 295.

BPS Provinsi DKI Jakarta, (2011). Jakarta Dalam Angka 2011, BPS Provinsi DKI Jakarta,

Jakarta.

Damanpour, F. (1991). Organizational Innovation: A Meta-Analysis of Effects of

Determinants and Moderators, Academy of Management Journal, Vol. 34 (3).

Dimitriades, (2006). Customer Satisfaction, Loyalty and Commitment in Service

Organization, Some Evidence From Greece, Management Research News Vol. 29

(12), 2006, pp. 782-80

Fritz, (1996). Market Orientation and Corporate Success: Finding from Germany,

European Journal of Marketing, Vol. 30 (8), p 59-74.

Gatignon, H dan Xuereb, J.M. (1997). Strategic Orientation of The Firm and New Product

Performance, Journal of marketing Research, Vol 34, p. 77-90.

Grawe, Chen, dan Daugherty, (2009). The Reationship Between Strategic Orientation,

Service Innovation, and Performance, International Journal of Physical Distribution

and Logistics Management, Vol 39 (4), 2009, pp 282 – 300.

Gima dan Ko, (2001). An Empirical Investigation of the Effect of Market Orientation and

Entrepreneurship Orientation Alignment on Product Innovation, Organization

Science, Vol. 12, p. 54 – 74.

Grinstein Amir, (2008). The relationships between market orientation and alternative

strategic orientations, European Journal of Marketing Vol 42 No. ½, pp. 115-134.

Kertajaya, Hermawan, (2011). Indonesia Middle Class: The Real Market Power, Marketer

Diner Seminar April 2011, Mark Plus, Inc., Jakarta.

Page 107: PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL, IKLIM ORGANISASI …

Doerlaksono 94 - 108 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013

107

Huan, J., Kim, N. dan Srivastava, R., (1998). Market Orientation and Organizational

Performance Is Innovation Missing Link ?, Journal of Marketing, Vol 34, No. ¾, p

30-45.

Hameed dan Waheed, (2011). Employee Development and Its Affect on Employee

Performance, A Conceptual Framework, International Journal of Business and

Social Science Vol. 2 (13), [Special Issue - July 2011]

Hongming, Changyong dan Chunhui, (2007). Relationships among market orientation,

learning orientation, organizational innovation and organizational performance: An

empirical study in the Pearl River Delta region of China, Guanli Shijie,

Management World, 2006, (2): 80–94, 143.

Hult dan Ketchen, (2001). Does Market Orientation Matter ? A Test of The Relationship

Between Positional Advantage and Performance, Strategic Management Journal,

Vol. 22, p. 899-906.

Jogiyanto, (2011). Konsep dan Aplikasi Structural Equation Modelling (SEM) Berbasis

Varian Dalam Penelitian Bisnis, STIM YKPN Yogyakarta.

Kohli dan Jaworski, (1990). Market Orientation: The Construct, Research Propositions,

and Mangerial Implications, Journal of Marketing Vol. 54., pp. 1-18.

Kotler dan Keller, (2009). Marketing Management,13th

edition, Pearson Education Inc.,

New Jersey

Lin, Peng, dan Kao, (2008). The Innovativeness Effect of Market Orientation and

Learning Orientation on Business Performance, International Journal of Man

Power, Emerald Publishing Limited

Marquardt, (2002). Building The Learning Organization, Davis-Black Publishing, Palo

Alto.

Malhotra, (1993). Marketing Research, 5th

Edition, Pearson Education, New Jersey.

Narver dan Slater, 1990. The effect of a Market Orientation on Business Profitability,

Journal of Marketing 54, 4, pp. 20-35.

Narver dan Slater, (1995). Market Orientation and the Learning Organization, Journal of

Marketing 59, 3, pp. 63-74.

Oparanma, Hamilton dan Opibi, (2010). Diagnosis of the Causes of Business Failures: A

Nigerian Experience, International Journal of Management and Innovation, Volume

2 Issue 1.

Oscar, Javier dan Pablo, (2009). Role of Entrepreneurship and Market Orientation in

Firms‟ Success, European Journal of Marketing Vol. 43 No. ¾, pp. 500 – 522.

Pfeffer, J. dan Veiga, J., (1999). Putting People First for Organizational Success, The

Academy of Management Executives, Vol. 13 (2), p. 37-48.

Raaij dan Stoelhorst, (2008). The Implementation of a Market Orientation, A Review and

Integration of The Contributions to Date, European Journal of Marketing Vol 42

No.11/12 pp1265-1293.

Santoso, Singgih, (2011). Analisa SEM Menggunakan AMOS, PT. Elex Media

Komputindo, Jakarta.

Senge, (1990). The Fifth Discipline, The Art Practice of The Learning Organization,

Bantam Doubleday Publishing, New York.

Page 108: PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL, IKLIM ORGANISASI …

Doerlaksono 94 - 108 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013

108

Sarjono, Haryadi dan Julianita, Winda, (2011). SPSS Vs LISREL: Sebuah Pengantar,

Aplikasi Untuk Riset, Penerbit Salemba Empat, Jakarta.

Sekaran, 2006. Research Methode for Business, Edisi 4. Buku 2. Jakarta, Penerbit

Salemba.

Supramono dan Jony Oktavian Haryanto, 2005. Desain Proposal Penelitian Studi

Pemasaran, Penerbit Andi, Yogyakarta.

Taufik, (2011). Rising Middle Class in Indonesia, Penerbit Gramedia, Jakarta

Tjiptono, Chandra dan Adriana, (2008). Pemasaran Strategik, Edisi 1, Penerbit Andi,

Yogyakarta.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil,

Dan Menengah.

WGdanL Accounting News, (1984). Why Companies Go Bankrupt, WGdanL Accounting

News 4. 1 (Winter 1984): 25.

Zhang dan Duan, (2010). The Impact of Different Types of Market Orientation on Product

Innovation Performance, Evidence From Chinese Manufacturers, Management

Decision, Vol 48 (6), 2010, pp. 849-867.

Page 109: PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL, IKLIM ORGANISASI …

Hendrayani 109 - 120 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013

109

PENGARUH KOMITMEN DAN JOB INSECURITY TERHADAP

INTENSI TURNOVER PADA OPERATOR GARUDA CALL CENTER

Dinar Hendrayani

PT. Garuda Indonesia

E-mail: [email protected]

Abstract: Every Company wants its employees have the ability to high productivity in

work. This is an ideal desire for profit-oriented companies, because how can a company

make a profit if it is filled in by people who are not productive. However, sometimes

companies are not able to distinguish which employees are productive and which are not

productive. Garuda Call Centre operators are contracted to work for one year under the

Employment Services Provider Company, and after it had conducted an evaluation to

determine whether the employees in question will resume contract or the contract may be

terminated. This kind of employment contract system was influential on the level of

turnover. Result of research can be said a significant influence Commitment (X1) of the

Turnover Intention (Y) with most dominant in dimension of faith in the management

wishes to move, the correlation value is 0.849, there is a significant effect of Job

Insecurity (X2) on Turnover Intention (Y) with most dominant in dimension of the threat

of job loss itself wishes desire and commitment to move (X1), the correlation value is

0.829, and Job Insecurity (X2) are jointly significance influence on Turnover Intention

(Y).

Keywords: Commitment, Job Insecurity, Turnover Intention

Abstrak: Setiap Perusahaan menginginkan karyawan memiliki kemampuan untuk

produktivitas yang tinggi dalam pekerjaan. Ini adalah keinginan yang ideal bagi

perusahaan yang berorientasi profit, karena bagaimana bisa sebuah perusahaan membuat

keuntungan jika diisi oleh orang-orang yang tidak produktif. Namun, terkadang

perusahaan tidak mampu membedakan mana karyawan produktif dan yang tidak

produktif. Garuda Call Centre operator dikontrak untuk bekerja selama satu tahun di

bawah Employment Services Provider Perusahaan, dan setelah itu dilakukan evaluasi

untuk menentukan apakah karyawan tersebut akan melanjutkan kontrak atau kontrak

dapat dihentikan. Jenis sistem kontrak kerja berpengaruh pada tingkat turnover. Hasil

penelitian dapat dikatakan Komitmen berpengaruh signifikan (X1) dari Niat Omset (Y)

dengan yang paling dominan dalam dimensi iman dalam manajemen ingin bergerak,

nilai korelasi adalah 0,849, ada pengaruh yang signifikan dari Job Insecurity (X2 ) dari

Turnover Intention (Y) dengan paling dominan dalam dimensi ancaman kehilangan

pekerjaan itu sendiri ingin keinginan dan komitmen untuk bergerak (X1), nilai korelasi

adalah 0,829, dan job Insecurity (X2) secara bersama-sama signifikan berpengaruh

terhadap Turnover Intention (Y ).

Kata kunci: Komitmen, Job Insecurity, Perputaran Niat

Page 110: PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL, IKLIM ORGANISASI …

Hendrayani 109 - 120 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013

110

PENDAHULUAN

Setiap perusahaan ingin karyawannya memiliki kemampuan produktivitas yang tinggi

dalam bekerja. Ini merupakan keinginan yang ideal bagi perusahaan yang berorientasi

pada keuntungan semata sebab bagaimana mungkin perusahaan memperoleh keuntungan

apabila di dalamnya diisi oleh orang-orang yang tidak produktif. Akan tetapi, terkadang

perusahaan tidak mampu membedakan mana karyawan yang produktif dan mana yang

tidak produktif. Hal ini disebabkan perusahaan kurang memiliki sense of business yang

menganggap karyawan sebagai investasi yang akan memberikan keuntungan. Perusahaan

lebih terfokus pada upaya pencapaian target produksi dan keinginan menjadi pemimpin

pasar. Akibatnya, perusahaan menjadikan karyawan tak ubahnya seperti mesin. Ironisnya

lagi mesin tersebut tidak dirawat atau diperlakukan dengan baik. Perusahaan lupa kalau

karyawan adalah investasi dari profit itu sendiri yang perlu dipelihara agar tetap dapat

berproduksi dengan baik.

Tingkat Turnover yang tinggi akan menimbulkan dampak negatif bagi organisasi,

hal ini seperti menciptakan ketidakstabilan dan ketidakpastian terhadap kondisi tenaga

kerja dan peningkatan biaya sumber daya manusia yakni yang berupa biaya pelatihan yang

sudah diinvestasikan pada karyawan sampai biaya rekrutmen dan pelatihan kembali.

Turnover yang tinggi juga mengakibatkan organisasi tidak efektif karena perusahaan

kehilangan karyawan yang berpengalaman dan perlu melatih kembali karyawan baru.

Tingkat Turnover karyawan yang tinggi merupakan ukuran yang sering digunakan sebagai

indikasi adanya masalah yang mendasar pada organisasi. Turnover karyawan dapat

menelan biaya yang tinggi, oleh karena itu organisasi perlu menguranginya sampai pada

tingkat-tingkat yang dapat diterima. Namun demikian, mempertahankan tingkat

perputaran sebesar nol adalah tidak realistis dan bahkan tidak dikehendaki.

Dalam dunia kerja, komitmen seseorang terhadap organisasi atau perusahaan

seringkali menjadi isu yang sangat penting. Begitu pentingnya hal tersebut, sampai-sampai

beberapa organisasi berani memasukkan unsur komitmen sebagai salah satu syarat untuk

memegang suatu jabatan atau posisi yang ditawarkan dalam iklan-iklan lowongan

pekerjaan. Sayangnya meskipun hal ini sudah sangat umum namun tidak jarang pengusaha

maupun pegawai masih belum memahami arti komitmen secara sungguh-sungguh.

Padahal pemahaman tersebut sangatlah penting agar tercipta kondisi kerja yang kondusif

sehingga perusahaan dapat berjalan secara efisien dan efektif.

Selain faktor komitmen, terdapat faktor lain yang makin menggejala di dunia kerja

atau industri yakni, makin meningkatnya Job Insecurity yang dialami karyawan. Adanya

berbagai perubahan yang terjadi dalam perusahaan, karyawan sangat mungkin merasa

terancam, gelisah, dan tidak aman karena potensi perubahan untuk mempengaruhi kondisi

kerja dan kelanjutan hubungan serta balas jasa yang diterimanya dari perusahaan.

Karyawan mengalami rasa tidak aman yang makin meningkat karena ketidakstabilan

terhadap status kepegawaian mereka dan tingkat pendapatan yang makin tidak bisa

diramalkan, akibatnya intensi Turnover cenderung meningkat.

Garuda Call Center dibentuk atas tuntutan untuk memberikan pelayanan reservasi

yang cepat, tepat dan teliti. Garuda Call Center berdiri atas desakan pemakai jasa untuk

dapat menghubungi Garuda secara cepat tanpa harus menunggu lama. Selain itu, tingginya

tingkat Abandon Call (telepon yang terabaikan) yang terjadi di setiap Local Reservation

Page 111: PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL, IKLIM ORGANISASI …

Hendrayani 109 - 120 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013

111

merupakan salah satu alasan utama PT. Garuda Indonesia untuk membuat suatu call center

sebagai sarana pelayanan penumpang melalui telepon. Operator Garuda Call Center ini

dikontrak untuk bekerja selama satu tahun dibawah Perusahaan Penyedia Jasa Tenaga

Kerja. dan setelah itu baru dilakukan evaluasi untuk memutuskan apakah karyawan yang

bersangkutan akan dilanjutkan kembali kontraknya atau akan diputuskan kontraknya.

Sampai bulan April tahun 2011 ini jumlah karyawan kontrak mencapai 200 orang. Sistem

kontrak kerja semacam ini ternyata berpengaruh pada tingkat Turnover. Ditemukan

kenyataan bahwa angka pegawai yang mengundurkan diri dari perusahaan tersebut dalam

3 (tiga) tahun ini mengalami peningkatan.

Sistem kontrak kerja semacam ini ternyata berpengaruh pada tingkat Turnover.

Ditemukan kenyataan bahwa angka pegawai yang mengundurkan diri dari perusahaan

tersebut dalam 3 (tiga) tahun ini mengalami peningkatan.

Gambar 1.1

Data Karyawan yang Mengundurkan Diri Periode 2010 – 2012

Sumber : Garuda Call Center

Jan Feb Mar Apr Mei Jun JulAgust

Sep Okt Nop DesTOTAL

BULAN

Tahun 2010 3 9 11 19 12 13 11 17 17 14 14 15 155

Tahun 2011 15 33 31 15 35 25 24 28 25 20 32 34 317

Tahun 2012 20 18 26 31 20 23 24 35 24 34 25 45 325

050

100150200250300350

Jumlah

Data Pegawai yang Mengundurkan Diri

Gambar 1. Data Karyawan yang Mengundurkan Diri periode 2010-2012

Sumber: Garuda Call Center

Pihak HRD menghadapi permasalahan dari tingginya Turnover, dikarenakan tingginya

biaya untul rekrutmen dan pelatihan bagi operator baru. Dengan dasar pemikiran tersebut

maksud dan tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh komitmen dan Job

Insecurity terhadap intensi Turnover pada operator Garuda Call Center dan memberikan

rekomendasi untuk perbaikan perusahaan.

Komitmen. Robbins dan Judge (2007) mendefinisikan komitmen sebagai suatu keadaan

dimana seorang individu memihak organisasi serta tujuan-tujuan dan keinginannya untuk

mempertahankan keangotaannya dalam organisasi. Menurut Martin dan Nicholss (dalam

Amstrong, 2004), ada 3 pilar besar dalam komitmen. Ketiga pilar itu meliputi: (1) Adanya

perasaan menjadi bagian dari organisasi; (2) Adanya ketertarikan atau kegairahan terhadap

pekerjaan (a sense of excitement in the job); (3) Adanya keyakinan terhadap manajemen.

Green dan Baron (dalam Maharani, 2005) mengemukakan, komitmen merupakan

sikap yang merefleksikan derajat seorang individu diidentikan dan terlibat dengan

organisasi serta tidak berkeinginan untuk meninggalkan organisasi. Komitmen terhadap

organisasi artinya lebih dari sekedar keanggotaan formal, karena meliputi sikap menyukai

organisasi dan kesediaan untuk mengusahakan tingkat upaya yang tinggi bagi kepentingan

organisasi tercakup unsur loyalitas terhadap organisasi, keterlibatan dalam pekerjaan, dan

Page 112: PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL, IKLIM ORGANISASI …

Hendrayani 109 - 120 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013

112

identifikasi terhadap nilai-nilai dan tujuan organisasi. Rendahnya komitmen

mencerminkan kurangnya tanggung jawab seseorang dalam menjalankan tugasnya.

Mempersoalkan komitmen sama dengan mempersoalkan tanggung jawab, dengan

demikian, ukuran komitmen seorang pimpinan yang dalam hal ini adalah kepala sekolah

adalah terkait dengan pendelegasian wewenang (empowerment). Dalam konsep ini

pimpinan dihadapkan pada komitmen untuk mempercayakan tugas dan tanggung jawab ke

bawahan. Para karyawan yang memiliki komitmen efektif yang kuat akan tetap tinggal

bersama organisasi dikarenakan mereka ingin tinggal (because the wan to). Para karyawan

yang memiliki komitmen kontiyu yang kuat dikarenakan mereka harus tinggal bersama

organisasi.

Job Insecurity. Greenhalgh dan Rosenblatt (dalam Suwandi dan Indriartoro, 2003)

mendefinisikan job insecurity sebagai ketidakberdayaan untuk mempertahankan

kesinambungan yang diinginkan dalam kondisi kerja yang terancam. Komponen yang

mengakibatkan timbulnya job insecurity menurut Grennhalgh dan Rosenblatt adalah: (a)

Tingkat ancaman yang dirasakan karyawan mengenai aspek-aspek pekerjaan seperti

kemungkinan untuk mendapat promosi, mempertahankan tingkat upah yang sekarang, atau

memperoleh kenaikan upah. Individu yang menilai aspek kerja tertentu yang terancam

(terdapat kemungkinan aspek kerja tersebut akan hilang) akan lebih gelisah dan merasa

tidak berdaya; (b) Arti pekerjaan itu bagi individu. Seberapa pentingnya aspek kerja

tersebut bagi individu mempengaruhi tingkat insecure atau rasa tidak amannya.; (c)

Tingkat ancaman kemungkinan terjadinya peristiwa-peristiwa yang secara negatif

mempengaruhi keseluruhan kerja individu, misalnya dipecat atau dipindahkan ke kantor

cabang yang lain.; (d) Tingkat kepentingan yang dirasakan individu mengenai potensi

setiap peristiwa tersebut. Komponen kalimat dalam konstruk job insecurity adalah

ketidakberdayaan (powerlesness) yang dirasakan individu

Menurut Mobley (dalam Muchinsky, 2001) tentang employee turnover, terdapat

hubungan antara kepuasan dan berhenti bekerja. Hubungan itu dimulai dari adanya pikiran

untuk berhenti bekerja (thinking of quitting), usaha-usaha untuk mencari pekerjaan baru,

berintensi untuk berhenti bekerja atau tetap bertahan dan yang terakhir adalah

memutuskan untuk berhenti bekerja. Diantaranya yaitu: (1) kecenderungan atau niat

karyawan untuk berhenti bekerja dari pekerjaannya secara sukarela menurut pilihannya

sendiri.; (2) Keinginan berpindah mengacu pada hasil evaluasi individu mengenai

kelanjutan hubungannya dengan organisasi dan belum diwujudkan dalam tindakan pasti

meninggalkan organisasi. Perasaan tidak puas akan memicu rencana untuk berhenti

bekerja, yang kemudian akan mengarahkan pada usaha mencari pekerjaan baru. Namun

model Mobley yang membahas mengenai turnover ini harus memperhatikan setting

ekonomi yang sedang terjadi. Jika perekonomian dalam kondisi baik sehingga

pengangguran rendah, maka karyawan akan lebih mempermasalahkan kepuasan kerja

dibanding jika perekonomian buruk dan pengangguran melimpah.

Model Mobley dapat dipakai untuk menunjukkan bahwa kognisi dan perilaku dapat

menjebatani kepuasan akan pekerjaan dan tindakan berhenti bekerja. Kepuasan adalah

determinan dari turnover, namun konteks ekonomi harus diperhatikan. Kepuasan akan

menjadi prediktor dari turnover, jika kondisi ekonomi dalam keadaan baik. Jika kondisi

perekonomian kurang menguntungkan, akan berpengaruh terhadap jumlah pengangguran

Page 113: PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL, IKLIM ORGANISASI …

Hendrayani 109 - 120 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013

113

yang melimpah. Turnover mengarah pada kenyataan akhir yang dihadapi organisasi

berupa jumlah karyawan yang meninggalkan organisasi pada periode tertentu, sedangkan

keinginan berpindah mengacu pada hasil evaluasi individu mengenai kelanjutan

hubungannya dengan organisasi dan belum diwujudkan dalam tindakan pasti

meninggalkan organisasi.

Kerangka Pemikiran. Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, maka

rerangka pemikiran yang digunakan dalam penelitian ini yang menggambarkan kualitas

persiapan dan efektivitas pelaksanaan kontrak pengadaan barang dapat disajikan dalam

gambar berikut:

Gambar 1. Kerangka Penelitian

Berdasarkan rerangka pemikiran di atas, ingin diketahui pengaruh komitmen dan Job

Insecurity terhadap intensi Turnover pada operator Garuda Call Center.

Hipotesis dalam penelitian ini adalah: (a) Komitment berpengaruh terhadap intensi

Turnover pada Operator Garuda Call Center.; (b) Job Insecurity berpengaruh terhadap

intensi Turnover pada Operator Garuda Call Center.; (c) Komitment dan Job Insecurity

secara bersama-sama berpengaruh terhadap intensi Turnover pada Operator Garuda Call

Center.

METODE

Penelitian ini menggunakan penelitian eksplanatif kuantitatif yang sifatnya

penjelasan/eksplanatif, yang bertujuan untuk menjelaskan hubungan suatu variabel dengan

variabel lain untuk menguji suatu hipotesis. Tujuan pemilihan metode ini karena peneliti

ingin menjelaskan hubungan antara variabel komitmen dan job insecurity terhadap intensi

turnover melalui uji hipotesis. Objek penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Operator

Garuda Call Center Jakarta. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan

metode sampel jenuh, yaitu seluruh operator ganda call center. Hal ini disebabkan jumlah

responden yang akan diteliti jumlahnya hanya sedikit, yaitu sebanyak 102 orang.

Komitmen Intensi

Turnover

Job

Insecurity

H1

H3

H2

Page 114: PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL, IKLIM ORGANISASI …

Hendrayani 109 - 120 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013

114

Teknik pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner atau angket dan dokumentasi.

Disamping itu peneliti juga mencatat data-data mengenai profil perusahaan, struktur

organisasi, dan data karyawan. Skala pengukuran dengan menggunakan Skala Likert

sebagai pengukur. Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi

seseorang atau kelompok tentang kejadian atau gejala sosial (Ridwan dan Kuncoro, 2008).

Pengujian diolah dengan menggunakan program SPSS (Statistical Product and Service

Solution) 19.0 for window.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengujian Hipotesis. Pengujian hipotesis ini dilakukan untuk membuktikan apakah

hipotesis dalam penelitian ini diterima atau ditolak melalui analisis regresi linier

sederhana. Dalam analisis regresi linier sederhana ini yang ingin diketahui adalah

koefisien determinasi dan koefisien regresinya serta hasil uji-F dan uji-t.

Koefisien Determinasi. Koefisien determinasi digunakan untuk mengetahui persentase

pengaruh variable independen terhadap perubahan variable dependen. Dari hasil

pengolahan data dengan program SPSS diperoleh hasil perhitungan R Square berikut:

Tabel 1. Koefisien Determinasi

Model Summaryb

Model R R Square Adjusted

R Square

Std. Error of the

Estimate

1 .872a .760 .755 3.26849

a. Predictors: (Contant), Job Insecurity (X2), Komitmen (X1)

b. Dependent Variable: Intensi Turnover (Y)

Sumber: data diolah

KD = R2 × 100%

= (0,872)2 × 100%

= 76,0%

Dengan demikian, maka diperoleh nilai koefisien determinasi sebesar 76,0% yang

menunjukkan arti bahwa Komitmen (X1) dan Job Insecurity (X2) memberikan pengaruh

simultan (bersama-sama) sebesar 76,0% terhadap Intensi Turnover (Y). Sedangkan

sisanya sebesar 24,0% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diamati di dalam penelitian

ini. Untuk mengetahui persentase pengaruh dari masing-masing variabel bebas terhadap

Intensi Turnover (Y), maka digunakan rumus Koefisien Beta × Zero-order, dengan hasil

sebagai berikut.

1. Variabel Komitmen (X1) = 0,556 x 0,860 = 0,4782 = 47,82%

2. Variabel Job Insecurity (X2)= 0,335 × 0,839 = 0,2811 = 28,11%

Dari hasil uji individu diatas diketahui bahwa variabel Komitmen (X1) terhadap variabel

Intensi Turnover (Y) memiliki pengaruh sebesar 0,4782 atau 47,82% dan variabel Job

Insecurity (X2) terhadap variabel Intensi Turnover (Y) memiliki pengaruh sebesar 0,2811

atau 28,11%.

Page 115: PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL, IKLIM ORGANISASI …

Hendrayani 109 - 120 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013

115

Tabel 2. Pengaruh Komitmen dan Job Insesurity terhadap Intensi Turnover

Coefficientsa

Model

Unstandardized

Coefficients

Standardized

Coefficients

Correlations

B Std. Error Beta Zero-order Partial Part

1 (Constant) -.367 1.438

Komitmen (X1) .227 .048 .556 .860 .433 .235

Job Insecurity (X2) .351 .122 .335 .839 .278 .142

a. Dependent Variable: Intensi Turnover (Y)

Sumber: data diolah

Uji Simultan (Uji F).

Hipotesis:

H0 : Komitmen (X1) dan Job Insecurity (X2) secara bersama-sama tidak berpengaruh

signifikan terhadap Intensi Turnover (Y);

Ha : Komitmen (X1) dan Job Insecurity (X2) secara bersama-sama berpengaruh signifikan

terhadap Intensi Turnover (Y).

Tingkat signifikan (α ) sebesar 5%

Kriteria Pengujian:

Jika Fhitung ≥ Ftabel, maka H0 ditolak.

Jika Fhitung < Ftabel, maka H0 diterima.

Hasil pengujian hipotesis secara simultan adalah sebagai berikut.

Tabel 3. Pengujian ipótesis Simultan (Uji-F)

ANOVAb

Model

Sumo f

Squares

df Mean

Square

F Sig.

1 Regresión 3341.491 2 1670.746 156.392 .000a

Residual 1057.621 99 10.683

Total 4399.112 101

a. Predictors: (Contant), Job Insecurity (X2), Komitmen (X1)

b. Dependent Variable: Intensi Turnover (Y)

Sumber: data diolah

Berdasarkan output di atas diketahui nilai Fhitung sebesar 156,392 dengan p-value (sig)

0,000. Dengan α = 0,05 serta derajat kebebasan v1 = 2 dan v2 = 99 (n-(k+1)), maka di

dapat Ftabel 3,088. Dikarenakan nilai Fhitung > Ftabel (156,392 > 3,088) maka H0 ditolak,

artinya variabel bebas secara simultan berpengaruh signifikan terhadap Intensi Turnover

(Y). Dari perhitungan diatas diperoleh nilai thitung untuk variabel Komitmen (X1) sebesar

4,773 dan ttabel 1,984. Dikarenakan nilai thitung > ttabel, maka H0 ditolak dan Ha diterima,

artinya Komitmen (X1) berpengaruh signifikan terhadap Intensi Turnover (Y). Sedangkan

untuk variabel Job Insecurity (X2) sebesar 2,876 dan ttabel 1,984. Dikarenakan nilai thitung >

ttabel, maka H0 ditolak dan Ha diterima, artinya Job Insecurity (X2) berpengaruh signifikan

terhadap Intensi Turnover (Y).

Page 116: PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL, IKLIM ORGANISASI …

Hendrayani 109 - 120 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013

116

Uji Parsial (Uji t). Hasil perhitungan pengujian parsial adalah sebagai berikut:

Tabel 4. Pengujian Hipotesis Parsial (Uji-t)

Coefficientsa

Unstandardized

Coefficients

Standardized

Coefficients

t

Sig.

Model B Std. Error Beta

1 (Constant) -.367 1.438 -.255 .799

Komitmen (X1) .227 .048 .556 4.773 .000

Job Insecurity (X2) .351 .122 .335 2.876 .005

a. Dependent Variable: Intensi Turnover (Y)

Sumber: data diolah

Sedangkan untuk variabel Job Insecurity (X2) sebesar 2,876 dan ttabel 1,984. Dikarenakan

nilai thitung > ttabel, maka H0 ditolak dan Ha diterima, artinya Job Insecurity (X2)

berpengaruh signifikan terhadap Intensi Turnover (Y).

Analisis Korelasi Pearson Pruduct Moment

Tabel 5. Rekapitulasi Analisis Pearson Product Moment

Variabel

Dimensi

Intensi Turnover (Y)

Kecenderungan atau

Niat Karyawan

untuk Berhenti dari

Pekerjaannya secara

Sukarela (Y1)

Keinginan Pindah

Mengacu pada Hasil

Evaluasi Individu (Y2)

Komitmen

(X1)

Perasaan menjadi bagian dari

organisasi (X1.1)

0.799 0.807

Ketertarikan atau kegairahan

terhadap pekerjaan (X1.2)

0.803 0.825

Keyakinan terhadap

manajemen (X1.3)

0.818 0.849

Job

Insecurity

(X2)

Ancaman terhadap hilangnya

pekerjaan (the threat of job

loss itself) X2.1)

0.825 0.829

Arti pekerjaan bagi individu

(X2.2)

0.753 0.739

Tingkat ancaman

kemungkinan terjadinya

peristiwa-peristiwa yang

secara negatif mempengaruhi

keseluruhan kerja individu

(X2.3)

0.780 0.810

Tingkat kepentingan yang

dirasakan individu mengenai

potensi setiap peristiwa (X2.4)

0.767

0.749

Sumber: diolah penulis

Page 117: PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL, IKLIM ORGANISASI …

Hendrayani 109 - 120 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013

117

Pembahasan. Dari hasil tabel di muka diperoleh koefisien korelasi antara X1.1 dan y1

sebesar 0,799 termasuk pada kategori hubungan yang kuat yaitu antara 0,600-0,799.

Kemudian diperoleh koefisien korelasi antara X1.2 dan Y1 sebesar 0,803. Berdasarkan

pedoman intreprestasi Guildford, korelasi sebesar 0,803 termasuk pada kategori hubungan

yang sangat kuat yaitu antara 0,800-1,000. Koefisien korelasi antara X1.3 dan Y1 sebesar

0,818, berdasarkan pedoman interprestasi guildford, korelasi sebesar 0,803 termasuk pada

kategori hubungan yang sangat kuat yaitu antara 0,800-1,000. Korelasi X1.1 dan Y2

sebesar 8,807, berdasar pedoman interprestasi Guilford, korelasi sebesar 0,807 termasuk

pada kategori hubungan yangsangat kuat yaitu antara 0,800-1,000. Koefisien korelasi

antara X.1.2 dan Y2 sebesar 0,825. Berdasarkan pedoman interpretasi Guilford, korelasi

sebesar 0,825 termasuk pada kategori hubungan yang sangat kuat yaitu antara 0,800-

1,000. Koefisien korelasi antara X1.3 dan Y2 sebesar 0,849. Berdasarkan pedoman

interprestasi Guilford, korelasi sebesar 0,849 termasuk pada kategori hubungan yang

sangat kuat yaitu antara 0,800-1,000. Koefisien korelasi antara X2.1 dan Y1 sebesar 0,825.

Berdasarkan pedoman interprestasi Guildford, korelasi sebesar 0,825 termasuk pada

kategori hubungan yang sangat kuat yaitu antara 0,800-1,000. Koefisien korelasi antara

X2.2 dan Y1 sebesar 0,753. Berdasarkan pedoman interprestasi Guilford, korelasi sebesar

0,753 termasuk pada kategori hubungan yang kuat yaitu antara 0,600-0,799. Koefisien

korelasi antara X2.3 dan Y1 sebesar 0,780. Berdasarkan pedoman interprestasi Guildford,

korelasi sebesar 0,780 termasuk pada kategori hubungan yang kuat yaitu antara 0,600-

0,799. Koefisien korelasi antara X2.4 dan Y1 sebesar 0,767. Berdasarkan pedoman

interprestasi Guildford, korelasi sebesar 0,767 termasuk pada kategori hubungan yang kuat

yaitu antara 0,600-0,799. Koefisien korelasi antara X2.1 dan Y2 sebesar 0,829.

Berdasarkan pedoman interprestasi Guildford, korelasi sebesar 0,829 termasuk pada

kategori hubungan yang kuat yaitu antara 0,600-0,799. Koefisien korelasi antara X2.3 dan

Y2 sebesar 0,810. Berdasarkan pedoman interprestasi Guildford, korelasi sebesar 0,810

termasuk pada kategori hubungan yang kuat yaitu antara 0,600-0,799. Koefisien korelasi

antara X2.4 dan Y2 sebesar 0,749. Berdasarkan pedokan interprestasi Guildford, korelasi

sebesar 0,749 termasuk pada kategori hubungan yang kuat yaitu antara 0,600-0,799.

Pengaruh komitmen terhadap intensi turn over. Untuk pengujian hipotesis pertama

yaitu mengetahui pengaruh komitmen terhadap intensi turn over dapat dilihat pada tabel 5

dilihat perolehan nilai thitung untuk variabel Komitmen (X1) sebesar 4,773 dan ttabel 1,984.

dikarenakan thitung > ttabel maka H0 ditolak dan Ha diterima, artinya Komitmen (X1)

berpengaruh signifikan terhadap intensi turnover (Y).

Dari hasil pengujian hipotesis pertama yaitu mengetahui Pengaruh Komitmen

Terhadap Intensi Turnover perolehan nilai thitung untuk variabel Komitmen (X1) sebesar

4,773 dan ttabel 1,984. Dikarenakan nilai thitung > ttabel, maka H0 ditolak dan Ha diterima,

artinya Komitmen (X1) berpengaruh signifikan terhadap Intensi Turnover (Y). Dengan

hasil penelitian ini semakin memperkuat studi yang dilakukan oleh Cropanzano (dalam

Chiu dan Francesco, 2003) diketahui bahwa individu yang cenderung memiliki emosi

positif, memperlihatkan komitmen yang lebih tinggi dan kurang memiliki intensi

Turnover. Seseorang yang memiliki komitmen tinggi akan memiliki identifikasi terhadap

organisasi, terlibat sungguh-sungguh dalam pekerjaannya dan ada loyalitas serta afeksi

positif terhadap organisasi. Selain itu tampil tingkah laku berusaha kearah tujuan

Page 118: PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL, IKLIM ORGANISASI …

Hendrayani 109 - 120 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013

118

organisasi dan keinginan untuk tetap bergabung dengan organisasi dalam jangka waktu

lama. Richard M. Steers (dalam Sri Kuntjoro, 2002) mendefinisikan komitmen organisasi

sebagai rasa identifikasi (kepercayaan terhadap nilai-nilai organisasi), keterlibatan

(kesediaan untuk berusaha sebaik mungkin demi kepentingan organisasi) dan loyalitas

(keinginan untuk tetap menjadi anggota organisasi yang bersangkutan) yang dinyatakan

oleh seorang pegawai terhadap organisasinya. Steers berpendapat bahwa komitmen

organisasi merupakan kondisi dimana pegawai sangat tertarik terhadap tujuan, nilai-nilai,

dan sasaran organisasinya.

Untuk pengujian hipotesis Pengaruh Job Insecurity Terhadap Intensi Turnover

perolehan nilai thitung untuk variabel Job Insecurity (X2) sebesar 2,876 dan ttabel 1,984.

Dikarenakan nilai thitung > ttabel, maka H0 ditolak dan Ha diterima, artinya Job Insecurity

(X2) berpengaruh signifikan terhadap Intensi Turnover (Y). Dengan hasil penelitian ini

semakin memperkuat Penelitian yang dilakukan oleh Barling dan Fiksenbaum (2002)

menyatakan bahwa terdapat hubungan antara Job Insecurity dengan intensi Turnover,

karena Job Insecurity yang terjadi secara terus menerus akan mempengaruhi kondisi

psikologis karyawan. Semakin individu tersebut merasa tidak berdaya menghadapi

perubahan, maka akan meningkatkan rasa tidak aman dalam bekerja (insecure) yang jika

tidak didapatkan solusi yang memadai dapat menimbulkan efek negatif, baik bagi individu

tersebut maupun perusahaan / organisasinya. Peranan Job Insecurity dalam hal ini adalah

memunculkan rasa tidak tenang dalam bekerja (insecure), mengancam keberadaan

individu atau karyawan yang bersangkutan dan jika berlangsung terus menerus dapat

menimbulkan gangguan psikologis. Karena Job Insecurity mencerminkan serangkaian

pandangan individu mengenai kemungkinan terjadinya peristiwa negatif pada pekerjaan,

maka sangat mungkin perasaan ini akan membawa akibat negatif dan mengakibatkan

karyawan berkeinginan untuk mencari pekerjaan baru di perusahaan lain.

Berdasarkan output nilai Fhitung > Ftabel (156,392 > 3,088) maka H0 ditolak, artinya

variabel bebas secara simultan berpengaruh signifikan terhadap Intensi Turnover (Y).

Peranan komitmen terhadap organisasi berkaitan erat dengan niat atau intensi untuk tetap

bertahan, atau dengan kata lain bersikap loyal terhadap organisasi. Jika karyawan memiliki

komitmen yang rendah, maka kemungkinan karyawan untuk meninggalkan organisasi

semakin tinggi, karena perasaan menjadi anggota organisasi-nya juga rendah, antusiasme

dalam bekerja juga makin menipis dan kemungkinan muncul rasa tidak percaya kepada

pihak manajemen. Faktor Job Insecurity juga dianggap sebagai determinan dari intensi

Turnover, dimana semakin individu tersebut merasa tidak berdaya menghadapi perubahan,

maka akan meningkatkan rasa tidak aman dalam bekerja (insecure) yang jika tidak

didapatkan solusi yang memadai dapat menimbulkan efek negatif, baik bagi individu

tersebut maupun perusahaan / organisasinya. Karyawan yang berada dalam keadaan

komitmen yang rendah disertai dengan kekhawatiran terhadap pekerjaannya akan

mengakibatkan karyawan tidak nyaman dalam bekerja dan berpikir dan berkeinginan

untuk meninggalkan organisasi tempatnya bekerja. Melihat hal tersebut dapat disimpulkan

bahwa komitmen dan Job Insecurity secara bersama-sama berpengaruh terhadap intensi

Turnover.

Korelasi variabel Komitmen (dimensi keyakinan terhadap manajemen) terhadap

variable Intensi Turnover (dimensi keinginan pindah mengacu pada hasil evaluasi

individu) mempunyai hubungan paling kuat dibandingkan dimensi lainnya, yaitu sebesar

Page 119: PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL, IKLIM ORGANISASI …

Hendrayani 109 - 120 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013

119

0.849. Artinya keinginan karyawan untuk pindah organisasi disebabkan oleh keyakinan

terhadap manajemen. Sedangkan korelasi variable Job Insecurity (dimensi ancaman

terhadap hilangnya pekerjaan) terhadap variable Intensi Turnover (dimensi keinginan

pindah mengacu pada hasil evaluasi individu) mempunyai hubungan paling besar

dibandingkan dimensi lainnya, yaitu sebesar 0.829. Artinya keinginan karyawan untuk

pindah organisasi disebabkan oleh ancaman terhadap hilangnya pekerjaan.

PENUTUP

Dari hasil analisa dan pengolahan data pada penelitian tentang “Pengaruh Komitmen dan

Job security terhadap intensi Turnover karyawan pada Operator Garuda Call Centre”,

maka dapat disimpulkan sebagai berikut: (1) Terdapat pengaruh yang signifikan

Komitmen (X1) terhadap Intensi Turnover (Y) dengan dimensi yang paling kuat

hubungannya adalah keyakinan terhadap manajemen dengan dimensi keinginan

berpindah.; (2) Terdapat pengaruh yang signifikan Job Insecurity (X2) terhadap Intensi

Turnover (Y) dengan dimensi yang paling kuat hubungannya adalah ancaman terhadap

hilangnya pekerjaan (the threat of job loss itself) dengan dimensi keinginan berpindah.; (3)

Komitmen (X1) dan Job Insecurity (X2) secara bersama-sama berpengaruh signifikan

terhadap Intensi Turnover (Y).

DAFTAR RUJUKAN

Armstrong, Michael. (2004). The Art of HRD: Managing People (Vol 5) . London: Crest

Publishing House

Allen, N. J. dan Meyer, J. P., (1993). Organizational commitment: Evidence of career

stage effects? Journal of Business Research, 26, 49-61

Cahyono, Rachmat Nugroho, (2001). Pengaruh komitmen organisasi dan job insecurity

karyawan terhadap intensi turnover. Tesis Pascasarjana, Pengembangan sumber daya

manusia Universitas Mercu Buana, Jakarta

Chiu, Randy ., Anne Marie Francesco. (2003). Dispositional traits and turnover intention:

Examining the mediating role of job satisfaction and affective commitment

International Journal of Manpower, 24 (3):284-298

Curtis, Susan, and Dennis Wright, (2001). Retaining Employees - The Fast Track to

Commitment, Management Research News, Volume 24

Cut Zurnali, (2010). Learning Organization, Competency, Organizational Commitment,

dan Customer Orientation: Knowledge Worker-Kerangka Riset Manajemen

Sumberdaya Manusia di Masa Depan, Penerbit Unpad Press, Bandung

Greenglass, Esther, Ronald Burke and Lisa Fiksenbaum. (2002). Impact of Restructuring,

Job Insecurity and Job Satisfaction in Hospital Nurses Stress News January ,14(1):1-

10

Hadi, S. (2000). Metodologi Research. Yogyakarta: Andi Offset

Hartley, J., Jacobson, D., Klandermans, B., dan Van Vuuren T. (1991). Job Insecurity:

Coping with Jobs at Risk. London: Sage

Hasibuan, Malayu S.P., (2007). Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta, PT. Bumi

Aksara

Page 120: PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL, IKLIM ORGANISASI …

Hendrayani 109 - 120 Jurnal MIX, Volume III, No. 1, Febuari 2013

120

Kuntjoro, Sri Zainuddin, (2002). Komitmen Organisasi, Salemba Empat, Jakarta

Kurniasari. 2005. Pengaruh komitmen organisasi dan job insecurity karyawan terhadap

intensi turnover. Tesis Pascasarjana, Pengembangan sumber daya manusia

Universitas Airlangga, Surabaya.

Maharani, Ardita Eva, (2005). Pengaruh Komitmen Terhadap Kepuasan Kerja Dengan

Mangkunegara, A.A. Anwar Prabu, (2006), Manajemen Sumber Daya Manusia

Perusahaan, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung

Mueller ,John Dwight Kammeyer. (2003). Turnover Processes in a Temporal Context:It’s

About Time (online), (www.emeraldinsight.com, diakses 12 Mei 2004)

Muchinsky, Paul M, (2001). Psychology Applied to Work (4th

Edition). New York

:Brooks/ Cole Publishing Company

Murnighan, K., dan Malhotra, D. (2002). The Effects of Contracts on Interpersonal Trust.

Administrative Science Quarterly.

Naswall, K., De Witte H. (2003). Who Feels Insecure in Europe? Predicting Job Insecurity

from Background Variabels. Economic and Industrial Democracy, 24 (2), 189-215

Probst ,Tahira , Ty Brubaker. (2001). The Effects of Job Insecurity on employee Safety

Outcomes: Cross-Sectional and Longitudinal Explorations. Educational Publishing

Foundation

Robbins SP, dan Judge. (2007). Perilaku Organisasi, Jakarta: Salemba Empat

Ruvio, A., dan Rosenblatt, Z. (1999). Job Insecurity among Israeli Schoolteachers Sectoral

Profiles and Organizational Implications. Journal of Educational Administration, 37

(2), 139

Smithson, Janet., Suzan Lewis. (2000). Is job insecurity changing the psychological

contract? Personnel Review

Suwandi,Nur Indriartoro. (2003). Pengujian Model Turnover Pasewark dan Strawser:

Studi Empiris pada Lingkungan Akuntansi Publik. Jogyakarta: Universitas Gadjah

Mada

Sopiah, Andi, (2008). Perilaku Organisasional. Yogyakarta: ANDI