PENGARUH FAKTOR INDIVIDU TERHADAP PENGAMBILAN …

20
1 PENGARUH FAKTOR INDIVIDU TERHADAP PENGAMBILAN KEPUTUSAN ETIS KONSULTAN PAJAK DALAM MELAKUKAN TAX PLANNING (STUDI KASUS PADA KONSULTAN PAJAK DI KOTA MALANG) Betari Citra Hutami Prof. Dr. Unti Ludigdo, SE., M.Si., Ak. Program Sarjana Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Email: [email protected] ABSTRACT This research is modification from research conducted by Shafer and Simmons (2008), Richmond (2001) and Jiwo (2011). The aim of this research is to test the effects of three individual factors, namely perceived role of ethics and social responsibility, machiavellian behaviour, and ethical reasoning on the ethical decision-making by tax advisors. The survey method was conducted on this research, based on a survey of tax consultant firms in Malang, which are listed as the members of the Indonesia Tax Consultant Association (IKPI) of the Malang branch. This research used purposive sampling method, with a sample total of 66 respondents. Hypothesis testing used the SPSS regression analysis. The results showed that from the three individual factors tested on this research, that perceived role of ethics and social responsibility, machiavellian behavior, and ethical reasoning all have significant effects on the ethical decision-making by tax consultants. Keywords: Perceived Role of Ethics and Social Responsibility, Machiavellian Behaviour, Ethical consideration, Ethical Decisions Making ABSTRAK Penelitian ini merupakan modifikasi dari penelitian Shafer dan Simmons (2008), Richmond (2001) dan Jiwo (2011). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh dari tiga faktor individual, yaitu persepsi pentingnya etika dan tanggung jawab sosial, sifat machiavellianisme, serta pertimbangan etis terhadap pengambilan keputusan etis oleh konsultan pajak. Metode survei digunakan dalam penelitian ini, yang ditujukan kepada kantor konsultan pajak anggota terdaftar Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Malang. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling, dengan jumlah total sampel 66 responden. Pengujian hipotesis menggunakan analisis regresi linier berganda menggunakan bantuan program SPSS 20.0. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari tiga faktor individual yang diuji dalam penelitian ini, bahwa faktor individu yaitu persepsi pentingnya etika dan tanggung jawab sosial, sifat machiavellianisme, serta pertimbangan etis berpengaruh signifikan terhadap pembuatan keputusan etis oleh konsultan pajak Kata Kunci: Persepsi Pentingnya Etika dan Tanggung Jawab Sosial, Sifat Machiavellian, Pertimbangan Etis, Pembuatan Keputusan Etis.

Transcript of PENGARUH FAKTOR INDIVIDU TERHADAP PENGAMBILAN …

Page 1: PENGARUH FAKTOR INDIVIDU TERHADAP PENGAMBILAN …

1

PENGARUH FAKTOR INDIVIDU TERHADAP PENGAMBILAN KEPUTUSAN

ETIS KONSULTAN PAJAK DALAM MELAKUKAN TAX PLANNING

(STUDI KASUS PADA KONSULTAN PAJAK DI KOTA MALANG)

Betari Citra Hutami

Prof. Dr. Unti Ludigdo, SE., M.Si., Ak.

Program Sarjana Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya

Email: [email protected]

ABSTRACT

This research is modification from research conducted by Shafer and Simmons (2008),

Richmond (2001) and Jiwo (2011). The aim of this research is to test the effects of three

individual factors, namely perceived role of ethics and social responsibility, machiavellian

behaviour, and ethical reasoning on the ethical decision-making by tax advisors.

The survey method was conducted on this research, based on a survey of tax consultant

firms in Malang, which are listed as the members of the Indonesia Tax Consultant Association

(IKPI) of the Malang branch. This research used purposive sampling method, with a sample

total of 66 respondents. Hypothesis testing used the SPSS regression analysis.

The results showed that from the three individual factors tested on this research, that

perceived role of ethics and social responsibility, machiavellian behavior, and ethical

reasoning all have significant effects on the ethical decision-making by tax consultants.

Keywords: Perceived Role of Ethics and Social Responsibility, Machiavellian Behaviour,

Ethical consideration, Ethical Decisions Making

ABSTRAK

Penelitian ini merupakan modifikasi dari penelitian Shafer dan Simmons (2008),

Richmond (2001) dan Jiwo (2011). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh

dari tiga faktor individual, yaitu persepsi pentingnya etika dan tanggung jawab sosial, sifat

machiavellianisme, serta pertimbangan etis terhadap pengambilan keputusan etis oleh

konsultan pajak.

Metode survei digunakan dalam penelitian ini, yang ditujukan kepada kantor konsultan

pajak anggota terdaftar Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Cabang Malang. Teknik

pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling, dengan jumlah total sampel

66 responden. Pengujian hipotesis menggunakan analisis regresi linier berganda menggunakan

bantuan program SPSS 20.0.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari tiga faktor individual yang diuji dalam

penelitian ini, bahwa faktor individu yaitu persepsi pentingnya etika dan tanggung jawab sosial,

sifat machiavellianisme, serta pertimbangan etis berpengaruh signifikan terhadap pembuatan

keputusan etis oleh konsultan pajak

Kata Kunci: Persepsi Pentingnya Etika dan Tanggung Jawab Sosial, Sifat Machiavellian,

Pertimbangan Etis, Pembuatan Keputusan Etis.

Page 2: PENGARUH FAKTOR INDIVIDU TERHADAP PENGAMBILAN …

2

PENDAHULUAN

Dalam rangka menyejahterakan masyarakat, pemerintah Indonesia terus mengupayakan

pembangunan negara secara maksimal. Untuk dapat melakukan pembangunan secara kontinu,

suatu negara membutuhkan pendapatan atau penghasilan. Saat ini sumber pendapatan negara

berasal dari sektor internal dan eksternal, pendapatan negara yang berasal dari sektor internal

salah satu nya berasal dari pajak, sedangkan sumber pendapatan negara yang berasal dari sektor

eksternal yaitu pinjaman luar negeri. Untuk meminimalkan ketergantungan dari pinjaman luar

negeri, pemerintah berusaha memaksimalkan pendapatan yang berasal dari sektor internal

(Arum, 2012).

Pajak merupakan sektor yang mempunyai peran vital dalam penerimaan negara.

Prosentase penerimaan pajak dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) setiap

tahunnya selalu meningkat. Kontribusi penerimaan negara terbesar berasal dari sektor pajak

dalam APBN dapat dibuktikan dalam tabel 1.1 yang menunjukan pendapatan dari sektor pajak

yang mengalami peningkatan setiap tahunnya.

Tabel 1. Prosentase Penerimaan Pajak Dalam Negeri 2012 - 2017

Tahun Penerimaan Dalam Negeri (Rp Milyar) Penerimaan Pajak (Rp Milyar) %

2012 1.332.322,90 980.518,10 73,59 %

2013 1.432.058,60 1.077.306,70 75,23 %

2014 1.545.456,30 1.146.856,80 74,21 %

2015 1,496,047.33 1.240.418,86 82,91 %

2016 1.784.249,90 1.539.166,20 86,26 %

2017 1.736.256,70 1.495.893,80 86,16 %

Sumber: Departemen Keuangan

Beberapa pihak berperan dalam penerimaan pajak, antara lain: Wajib Pajak (WP), petugas

pajak (fiskus), dan konsultan pajak. WP menjadi subjek utama karena baik pemungutan atau

perolehan pajak berasal dari WP, baik Orang Pribadi maupun Badan. Petugas pajak berperan

menarik pemasukan pajak demi memenuhi target pajak yang setiap tahunnya sudah dipastikan

mengalami peningkatan. Konsultan pajak berperan sebagai agen perpajakan dan juga

penghubung antara WP dan fiskus yang merepresentasikan Wajib Pajak. WP membutuhkan

jasa konsultan pajak karena beberapa pertimbangan diantaranya untuk mengefisiensikan

jumlah pembayaran pajak, mengurus administrasi pembayaran pajak, hingga menyelesaikan

sengketa perpajakan antara WP dan fiskus sebagai kuasa WP. Tidak jarang kepentingan

konsultan pajak yang dipengaruhi klien (WP) berlawanan dengan kepentingan otoritas pajak

(fiskus).

Erard (1993) menyatakan bahwa konsultan pajak memiliki kemampuan untuk

memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap kepatuhan perpajakan wajib pajak

dikarenakan pengetahuan konsultan pajak atas sistem perpajakan yang lebih dibandingkan

wajib pajak sehingga wajib pajak memiliki ekspektasi bahwa dengan menggunakan jasa

konsultan pajak maka wajib pajak dapat memenuhi kewajibannya dengan jumlah seminim

mungkin. Fakta ini berbanding terbalik dengan hasil penelitian Shafer dan Simmons (2008)

yang menjelaskan bahwa sebagian konsultan pajak telah mengabaikan kepentingan umum

demi kepentingan klien dan komersial dengan cara memfasilitasi tindakan-tindakan terkait

penggelapan pajak.

Page 3: PENGARUH FAKTOR INDIVIDU TERHADAP PENGAMBILAN …

3

“Posisi konsultan pajak berada dalam dua kepentingan yang berbeda, yaitu kepentingan

negara dalam meningkatkan jumlah penerimaan negara serta kepentingan klien dalam

meminimalkan beban pajak” (Inside Tax, 2013:11). Kepentingan terhadap negara bahwa

konsultan pajak memiliki kewajiban untuk mendorong WP dalam membayar pajak dengan

benar sesuai dengan peraturan pajak, sedangkan kepentingan terhadap klien bahwa konsultan

pajak harus memenuhi keinginan klien untuk meminimalisir dalam membayar pajak. Kedua

pernyataan tersebut memiliki arah yang berlawanan, di satu sisi seorang konsultan pajak harus

patuh terhadap peraturan untuk meningkatkan pemasukan pajak negara, sedangkan di sisi lain

konsultan pajak juga harus memenuhi keinginan klien untuk membayar pajak seminim

mungkin pada saat yang bersamaan.

Blanthorne, Burton, dan Fisher (2005) menyebutkan bahwa konsultan pajak menghadapi

suatu kondisi dilema. Konsultan pajak perlu membina hubungan yang baik dengan klien dan

di sisi lain konsultan pajak mempunyai kewajiban untuk memenuhi peraturan perpajakan.

Selanjutnya, berdasarkan Doyle, Hughes, dan Summer (2012) mengemukakan bahwa kondisi

ini menyebabkan konsultan pajak dihadapkan pada isu yang membutuhkan sebuah

pengambilan keputusan etis.

Perilaku (praktik) konsultan pajak banyak dipengaruhi faktor-faktor dalam menjalankan

profesinya. Faktornya bisa berasal dari dalam diri (individual) maupun faktor dari luar

(situasional). Menurut Jiwo (2011:29) “faktor individual antara lain persepsi pentingnya etika

dan tanggung jawab sosial, sifat machiavellian, dan pertimbangan etis”. Menurut Sari (2013:9)

“faktor situasional antara lain preferensi risiko, dominasi profesional, kekinian informasi, dan

hubungan profesional”. Faktor-faktor tersebut nantinya dapat mempengaruhi perilaku

konsultan pajak dalam mengambil keputusan etis. Keputusan etis dianggap penting dalam

siklus perpajakan karena nantinya mempengaruhi besar kecilnya penerimaan negara dari sektor

perpajakan.

Richmond (2001) menjelaskan bahwa kepribadian individu mempengaruhi keputusan etis.

Richmond meneliti hubungan antara sifat yaitu machiavellian dan pertimbangan etis terhadap

kecenderungan perilaku individu ketika menghadapi dilema-dilema etika. Machiavellian

adalah sebuah sifat agresif, dan kecenderungan untuk mempengaruhi serta mengendalikan

orang lain untuk mencapai tujuan pribadinya. Hasil penelitian menyatakan bahwa semakin

tinggi kecenderungan sifat machiavellian seorang individu, semakin mungkin untuk berprilaku

tidak etis dan semakin tinggi tingkat pertimbangan etis seseorang, makan individu tersebut

akan semakin berprilaku etis.

Menurut Lynch (1995), praktik perpajakan tidak jauh beda dari mencoba berlaku

professional, yang harus disesuaikan dengan standar etika yang tinggi. Lynch juga mengatakan

bahwa akuntan harus memberikan saran dan menekankan sebagaimana kewajiban mereka

bahwa adanya resiko dan ketidakpastian itu saling terkait. Etika sendiri sifatnya tidak mengikat

secara hukum dibandingkan dengan undang-undang, sehingga pelanggaran terhadap etika

banyak dilakukan oleh beberapa pihak untuk melancarkan kepentingannya. Bagaimanapun

juga, perencanaan pajak yang dilakukan oleh akuntan pajak sebagai strategi untuk

penghematan pajak tidak boleh melanggar undang-undang yang berlaku.

Terungkapnya kasus mengenai pelanggaran etika konsultan pajak menimbulkan

kekhawatiran mengenai kurangnya penerapan terhadap etika konsultan pajak. Contoh kasus

yang menimpa konsultan pajak di Indonesia adalah mengenai kasus konsultan pajak PT. Ditax

Page 4: PENGARUH FAKTOR INDIVIDU TERHADAP PENGAMBILAN …

4

Management Resolusindo (Hendro Tirtawijaya) pada tahun 2012, Hendro Tirtawijaya yang

ditahan oleh tim penyidik tindak pidana khusus Kejaksaan Agung sebagai tersangka baru kasus

dugaan korupsi pajak dan pencucian uang Dhana Widyamitka. Hendro diduga sebagai makelar

dalam mengurus masalah pajak PT Mutiara Virgo yang menerima uang sebesar Rp. 20,8 miliar

dari Direktur Utama Mutiara Virgo (Johny), untuk diserahkan ke Herly Isdiharsono yang sudah

berstatus tersangka (atasan Dhana dan merupakan rekanan Hendro di kantor pelayanan pajak)

dalam mengurus restitusi pajak PT. Mutiara Virgo (beritasatu.com). Selain itu kasus konsultan

pajak Perusahaan Retail pada tahun 2011yang menyuap pegawai Dirjen Pajak yang digunakan

untuk memuluskan pengurusan keberatan dan banding atas PPh (Pajak Penghasilan) dan PPN

(Pajak Pertambahan Nilai) di Pengadilan Pajak (news.detik.com).

Guna mengetahui faktor-faktor apa saja yang menjadi penentu dalam pengambilan

keputusan etis, terdapat penelitian-penelitian sejenis mengenai faktor yang mempengaruhi

pengambilan keputusan etis. Shafer dan Simmons (2008) telah melakukan penelitian mengenai

hubungan antara persepsi pentingnya etika dan tanggung jawab sosial (Perceived Role of Ethics

and Social Responsibility) serta Machiavellianism terhadap keinginan praktisi pajak untuk

melakukan penghindaran pajak yang agresif demi kepentingan klien. Hasil penelitian Shafer

dan Simmons menyatakan bahwa praktisi pajak yang memiliki persepsi terhadap etika dan

tanggung jawab sosial yang tinggi, memiliki kecenderungan untuk berlaku etis dengan tidak

setuju atas perbuatan penghindaran pajak secara agresif. Sedangkan praktisi pajak dengan

orientasi Machiavellianism yang tinggi mempunyai pandangan bahwa etika dan

tanggungjawab sosial merupakan hal yang kurang penting, sehingga memiliki kecenderungan

yang lebih besar untuk berperilaku tidak etis (melakukan penghindaran pajak secara agresif).

Alasan mengapa peneliti memilih konsultan pajak di kota Malang sebagai objek penelitian

karena kota Malang memiliki jumlah konsultan pajak yang terdaftar di IKPI cukup banyak

berdasarkan data online dari website resmi IKPI. Kota Malang memiliki jumlah konsultan

pajak relatif lebih banyak dibanding beberapa ibukota provinsi, antara lain: Banjarmasin,

Makassar, Pekanbaru, Pontianak, Yogyakarta, Lampung, Manado.

Tabel 2. Rincian Jumlah Konsultan Pajak Anggota IKPI

Kantor Cabang Jumlah Anggota Kantor Cabang Jumlah Anggota

Jakarta Barat 358 Malang 36

Jakarta Selatan 276 Banjarmasin 31

Jakarta Timur 202 Makasar 31

Surabaya 183 Pekanbaru 24

Tanggerang 152 Surakarta 22

Jakarta Pusat 139 Cirebon 18

Jakarta Utara 139 Pontianak 17

Bekasi 133 Yogyakarta 16

Medan 107 Lampung 13

Semarang 107 Pematang Siantar 12

Bandung 94 Tegal 10

Palembang 71 Manado 7

Bali 61 Bintan 5

Bogor 43 Balikpapan 2

Batam 41

Sumber: Daftar Anggota IKPI (http://www.ikpi.or.id)

Page 5: PENGARUH FAKTOR INDIVIDU TERHADAP PENGAMBILAN …

5

Penelitian ini dimaksudkan untuk menguji apakah dengan teori yang sama dan untuk

menjawab permasalahan yang sama dengan penelitian sebelumnya, namun dengan lokasi yang

berbeda akan menunjukan hasil yang sama atau tidak. Sehingga hasil penelitian ini dapat

memperkuat atau memperlemah teori dan hasil penelitian sebelumnya. Di Indonesia sendiri

penelitian ini sangat penting dengan petimbangan bahwa kondisi persaingan usaha di Indonesia

yang tinggi dan budaya etis yang masih rendah dengan banyaknya kasus-kasus penghindaran

pajak yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan (Sari, 2013). Perbedaan penelitian ini

dengan penelitian sebelumnya adalah dimensi waktu dan tempat yang berbeda. Perbedaan

dimensi waktu yang dimaksud adalah penelitian ini dilaksanakan pada tahun 2018, dan

perbedaan dimensi tempat adalah penelitian ini dilakukan di kota Malang.

TINJAUAN PUSTAKA

Konsultan Pajak

Menurut Pasal 32 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan

Tata Cara Perpajakan ayat 3 berbunyi: Orang pribadi atau badan dapat menunjuk seorang kuasa

dengan surat kuasa khusus untuk menjalankan hak dan memenuhi kewajiban sesuai dengan

ketentuan peraturan perudang-undangan perpajakan. Pasal 3a berbunyi: Persyaratan serta

pelaksaan hak dan kewajiban kuasa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan atau

berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. Sesuai isi pasal 32 ayat 3a maka, Peraturan Menteri

Keuangan Nomor 111/PMK.03/2014 tentang perubahan kedua atas Keputusan Menteri

Keuangan Nomor 485/KMK.03/2003 tentang konsultan pajak Indonesia, menyatakan bahwa

Konsultan Pajak adalah orang yang memberikan jasa konsultasi perpajakan kepada Wajib

Pajak dalam rangka melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya sesuai dengan

peraturan perundang- undangan perpajakan.

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 111/PMK.03/2014

Pasal 2 ayat 1 Persyaratan Konsultan Pajak, setiap orang harus memenuhi syarat sebagai

berikut:

1. Warga Negara Indonesia;

2. Bertempat tinggal di Indonesia;

3. Tidak terikat dengan pekerjaan atau jabatan pada Pemerintah/ Negara dan/ atau Badan

Usaha Milik Negara/Daerah;

4. Berkelakuan baik yang dibuktikan dengan surat keterangan dari instansi yang berwenang;

5. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak;

6. Menjadi anggota pada satu Asosiasi Konsultan Pajak yang terdaftar di Direktorat Jenderal

Pajak; dan

7. Memiliki sertifikat konsultan pajak.

Untuk melakukan praktik jasa profesi Konsultan Pajak, seorang Konsultan Pajak yang

telah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud diatas, wajib mempunyai Izin Praktik

Konsultan Pajak yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang berlaku di seluruh

wilayah Republik Indonesia.

Perencanaan Pajak (Tax Planning)

Perencanaan pajak (tax planning) menurut Crumbley, Friedman, dan Anders dalam

Suandy (2013:7) adalah analisis sistematis menangguhkan pajak ditunjukan untuk

Page 6: PENGARUH FAKTOR INDIVIDU TERHADAP PENGAMBILAN …

6

meminimalkan kewajiban pajak di masa pajak saat ini dan masa depan. Menurut Lynos dalam

Suandy (2013:7) perencanaan pajak adalah skema atas usaha perorangan dan atau perusahaan

privat untuk meminimalkan kewajiban pajak. Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa

perencanaan pajak (tax planning) merupakan suatu usaha meminimalkan beban pajak melalui

analisis sistematis untuk menyusun skema perpajakan yang dilakukan dalam bisnis baik orang

pribadi maupun perusahaan.

Upaya dalam melakukan penghematan pajak secara legal dapat dilakukan melalui

manajemen pajak. Menurut Lumbantoruan (1996), tujuan manajemen pajak dapat dibagi

menjadi dua, sebagai berikut:

1. Menerapkan peraturan perpajakan secara benar

2. Usaha efisiensi untuk mencapai laba dan likuiditas yang seharusnya

Penghematan pajak hanya dilakukan dengan memanfaatkan hal-hal yang tidak diatur

(loopholes). Rencana meminimalkan pajak dapat ditempuh misalnya dengan mengambil

ketentuan mengenai pengecualian dan pemotongan atau pengurangan yang diperkenankan.

Perencanaan pajak umumnya selalu dimulai dengan meyakinkan suatu transaksi atau

fenomena terkena pajak. Kalau fenomena tersebut terkena pajak, apakah dapat diupayakan

untuk dikecualikan atau dikurangi jumlah pajaknya, selanjutnya apakah pembayaran pajak

dimaksud dapat ditunda pembayarannya, dan lain sebagainya (Suandy, 2013).

Etika

Etika berasal dari bahasa Yunani dari kata ethos (bentuk tunggal) yang memiliki arti:

kebiasaan, adat, watak, sikap dan cara berpikir. Menurut Kater dalam Agoes (2014: 26) secara

etimologis, etika dapat diartika sebagai ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang

adat kebiasaan yang berkenaan dengan perbuatan baik dan yang buruk. Menurut Kamus Besar

Bahasa Indonesia (1998), etika dirumuskan dalam pengertian sebagai berikut:

a. Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk, dan tentang hak dan kewajiban moral

(akhlak)

b. Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak

c. Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.

Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa etika merupakan suatu pemahaman tentang

nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku di dalam kelompok atau masyarakat atas apa yang

boleh dilakukan, pantas maupun tidak pantasnya suatu perilaku.

Terdapat banyak teori-teori yang membahas etika. Salah satu teori yang sering digunakan

untuk menjelaskan etika ialah teori deontology. Menurut Bertens dalam Agoes (2014: 47),

istilah deontology berasal dari kata Yunani deon yang artinya kewajiban. Paha mini dipelopori

oleh Kant (1724-1804). Paham deontology mengatakan bahwa etis tidaknya suatu tindakan

tidak ada kaitannya sama sekali dengan tujuan, konsekuensi, atau akibat dari tindakan tersebut.

Suatu perbuatan tidak pernah menjai baik karena hasilnya baik. Hasil baik tidak pernah menjadi

alasan untuk membenarkan suatu tindakan, melainkan karena kita wajib melaksanakan

tindakan tersebut demi kewajiban itu sendiri. Dari pengertian teori deontology di atas, dapat

disimpulkan bahwa suatu tindakan disebut etis apabila seseorang melaksanakan kewajibannya.

Dalam dunia bisnis, suatu perusahaan memiliki kewajiban perpajakan terhadap

pemerintah berupa pembayaran pajak yang sesuai dengan ketentuan. Akuntan pajak yang

bekerja di suatu perusahaan wajib menaati setiap kebijakan yang dkeluarkan oleh pemerintah.

Page 7: PENGARUH FAKTOR INDIVIDU TERHADAP PENGAMBILAN …

7

Namun adakalanya pihak perusahaan menetapkan kebijakan yang berlawanan dengan

kebijakan pemerintah, sehingga menyebabkan akuntan pajak perusahaan menghadapi dilema

etis.

Konsep Etika dalam Perencanaan Pajak

Untuk meminimalkan beban pajak perusahaan, akuntan pajak melakukan perencanaan

pajak (tax planning) baik yang masih memenuhi ketentuan perpajakan (lawful) atau yang

disebut dengan tax avoidance, maupun yang melanggar peraturan perpajakan (unlawful) atau

yang disebut dengan tax evasion.

Tax evasion diartikan sebagai suatu skema memperkecil pajak terutang dengan cara

melanggar ketentuan perpajakan (ilegal/ unlawful) seperti dengan cara tidak melaporkan

sebagian penjualan atau dengan memperbesar biaya dengan cara fiktif (Darussalam dan

Septriadi, 2009). Vanistendael dalam Slamet (2007:9) menyatakan bahwa tax evasion adalah

tindakan melanggar hukum dan dikenakan sanksi pidana.

Berbeda dengan tax evasion, beberapa ahli menyatakan bahwa tax avoidance adalah

kegiatan yang sah (legal/ lawful) karena tidak melanggar ketentuan perpajakan. Darussalam

dan Septriadi (2009) mengartikan tax avoidance sebagai skema transaksi yang ditujukan untuk

meminimalkan beban pajak dengan memanfaatkan kelemahan-kelemahan (loopholes)

ketentuan perpajakan suatu negara. Menurut Kessler dalam Slamet (2007: 9), tax avoidance

adalah tindakan mengurangi atau menghindari pajak dengan cara yang masih sesuai dengan

tujuan dari pembuat Undang-Undang. Menurut Kessler dalam Slamet (2007:9) bentuk tax

avoidance yang dilarang adalah jika tindakan wajib pajak benar menurut UU tapi tidak benar

atau tidak sesuai dengan maksud dari pemerintah sebagai pembuat UU. Praktik tax avoidance

ini memunculkan suatu dilema bagi pemerintah, karena wajib pajak memanfaatkan kelemahan-

kelemahan pemerintah untuk melakukan pengurangan jumlah pajak yang harus dibayar. Hal

ini menimbulkan pendapat yang kontra atas praktik tax avoidance.

Adanya perbedaan pendapat dalam praktik tax planning ini mengharuskan praktisi pajak

harus berhati-hati dalam pengambilan keputusannya. Perencanaan pajak (tax planning) yang

baik menurut Suandy (2013:9) setidak-tidaknya terdapat tiga hal yang harus diperhatikan,

antara lain:

a. Tidak melanggar kewajiban dan ketentuan perpajakan.

b. Secara bisnis perencanaan pajak masuk akal.

c. Bukti-bukti pendukungnya yang memadai, misalnya dukungan perjanjian (agreement),

faktur (invoice), dan lain sebagainya.

Faktor Individu dalam Pengambilan Keputusan Etis

1. Persepsi Pentingnya Etika dan Tanggung Sosial

Secara etimologis, persepsi berasal dari bahasa Latin percipare yang bermakna menerima.

Menurut Leavit dalam Sobur (2003) persepsi dalam arti sempit adalah penglihatan, bagaimana

cara seseorang melihat sesuatu, sedangkan dalam arti luas persepsi adalah pandangan atau

pengertian yaitu bagaimana seseorang memandang atau mengartikan sesuatu. Persepsi

mempunyai sifat subjektif karena bergantung pada kemampuan dan keadaan dari masing-

masing individu, sehingga akan ditafsirkan berbeda oleh individu yang satu dengan yang lain.

Page 8: PENGARUH FAKTOR INDIVIDU TERHADAP PENGAMBILAN …

8

Menurut Wisesa (2011), suatu profesi tidak hanya didasarkan pada keahlian dan

keterampilan, melainkan yang tidak kalah penting adalah mengutamakan nilai-nilai moral

berupa tanggung jawab, kejujuran, dan integritas. Selain pentingnya etika, akuntan juga harus

memiliki kesadaran tanggung jawab sosial. Menurut Post dalam Nur Aini (2013) social

responcibility merupakan tanggung jawab perusahaan terhadap lingkungan dan para pemangku

kepentingan. Social responsibility menjadi satu tuntutan ketika operasional perusahaan

mempengaruhi pihak eksternal, terutama ketika terjadi externalisties dis-economic yaitu

tindakan pelaku ekonomi yang satu merugikan yang lain. Hal itu, memunculkan penolakan

sosial yang dapat memicu adanya konflik sosial. Dari uraian pendapat ahli tersebut, dapat

disimpulkan bahwa tanggung jawab sosial adalah kesadaran atas tindakan/perbuatan dan

dampak yang dihasilkan dalam menjalankan aktivitas bisnisnya terhadap lingkungan dimana

perusahaan itu berada.

Penelitian dalam etika bisnis menunjukkan bahwa sikap terhadap pentingnya kode etik

perusahaan dan tanggung jawab sosial memiliki pengaruh penting terhadap proses

pengambilan keputusan etis. Singhapakdi (1996) berpendapat bahwa sikap seperti itu menjadi

penentu utama ada atau tidaknya permasalahan etika yang mungkin timbul di dalam situasi

tertentu. Sikap terhadap etika perusahaan dan tanggung jawab sosial perusahaan harus

berpengaruh baik secara deontologis (penilaian suatu tindakan apakah moral atau etis secara

prinsip) dan teleologis (penilaian pragmatis berdasarkan tindakan).

Selanjutnya Singhapakdi et al. (1996) mengembangkan sebuah instrument untuk

mengukur persepsi peran etika dan tanggung jawab sosial/Perceived Role of Ethics and Social

Responsibility (PRESOR) dalam sebuah organisasi yang efektif. Skala ini telah digunakan

dalam beberapa studi sebelumnya dan beberapa penelitian tersebut menunjukkan bahwa sikap

terhadap etika dan tanggung jawab sosial perusahaan akan memiliki dampak yang signifikan

terhadap proses pembuatan keputusan etis.

Kepentingan publik didefinisikan sebagai kepentingan masyarakat dan institusi yang

dilayani oleh anggota (konsultan pajak). Dengan kata lain, tanggung jawab konsultan pajak

tidak semata-mata hanya untuk memenuhi kebutuhan klien/pemberi kerja semata. Tanggung

jawab konsultan pajak bukan hanya terhadap kepentingan klien dengan mencari keuntungan

semata, melainkan juga kepada pihak stakeholder perusahaan, masyarakat, dan juga

pemerintah.

2. Sifat Machiavellian

Paham machiavellianis diajarkan oleh seorang ahli filsuf politik dari Italian bernama

Niccolo Mahiavelli (1469-1527). Teori ini menggambarkan tentang penguasa menggunakan

cara-cara tak terpuji tapi itu memberikan kemakmuran kepada rakyat dan negaranya maka hal

itu dinilai lebih baik bila dibandingkan dengan bersikap sopan dan banyak pertimbangan tapi

tidak memberi keamanan pada rakyat.

Sayangnya konsep ini sering digunakan secara tidak tepat dan bertentangan dengan teori

etika. Banyak individu yang menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan akhirnya tanpa

memperhatikan nilai moral/ etika yang berlaku. Dalam bidang ekonomi sendiri, banyak ahli

yang meneliti pengaruh sikap machiavellianism terhadap pengambilan keputusan etis.

Machiavellianisme oleh Christie dan Greis (1970) didefinisikan sebagai sebuah proses

dimana manipulator mendapatan lebih banyak reward dibandingkan yang dia peroleh ketika

Page 9: PENGARUH FAKTOR INDIVIDU TERHADAP PENGAMBILAN …

9

tidak melakukan manipulasi, ketika orang lain mendapatkan lebih kecil, minimal dalam jangka

pendek. Christie dan Geis (1970) menyatakan bahwa Machiavellian merupakan sebuah

kepribadian yang antisosial, tidak memperhatikan moralitas konvensional dan mempunyai

komitmen ideologis yang rendah. Individu yang memiliki kepribadian Machiavellian yang

tinggi melakukan apapun yang diperlukan untuk mencapai tujuannya.

Menurut Richmond (2001), sifat machiavellian adalah sebuah sifat agresif, dan

kecenderungan untuk mempengaruhi serta mengendalikan orang lain untuk mencapai tujuan

pribadinya. Kepribadian machiavellian selanjutnya dideskripsikan oleh Richmond (2001)

sebagai kepribadian yang kurang mempunyai afeksi dalam hubungan personal, mengabaikan

moralitas konvensional, dan memperlihatkan komitmen ideologi yang rendah. Kepribadian

machiavellian mempunyai kecenderungan untuk memanipulasi orang lain, sangat rendah

penghargaannya pada orang lain. Shafer dan Simmons (2008) menyatakan bahwa seseorang yang cenderung menggunakan

taktik manipulatif dan kurang peduli terhadap moral akan terlibat dalam tindakan tidak etis

dalam berbagai situasi. Shafer dan Simmons mengidentifikasi tiga hal yang mendasari

machiavellianisme, yaitu:

a. Advokasi pada taktik manipulatif seperti tipu daya atau kebohongan;

b. Pandangan atas manusia yang tak menyenangkan, yaitu lemah, pengecut, dan mudah

dimanipulasi; dan

c. Kurangnya perhatian dengan moralitas konvensional.

3. Pertimbangan Etis

Pertimbangan etis memiliki pengertian pembuatan sebuah pemikiran/ pertimbangan

mengenai kebenaran yang pasti dari tindakan secara etis seperti apa yang seharusnya dilakukan.

Pertimbangan etis yang didefinisikan oleh (Wibowo, 2007) berarti sebagai pertimbangan-

pertimbangan apa yang harus diputuskan serta dilakukan untuk mengatasi dilema etis.

Pertimbangan etis mengarah pada suatu pertimbangan mengenai apakah kebenaran secara pasti

dari tindakan-tindakan secara etis seperti apa yang seharusnya memang dilakukan. Proses dari

tahapan-tahapan pertimbangan etis yaitu meliputi pemikiran etis dari pertimbangan

profesionalnya dalam sebuah pemecahan yang ideal untuk dilema etis (Thorne, 2000).

Ponemon (1992) menyatakan bahwa level pertimbangan etis yang tinggi akan lebih

meningkatkan sensitivitas seorang individu untuk lebih meningkatkan sensitivitas seorang

individu untuk lebih mengkritisi kejadian, masalah dan konflik. Konsultan pajak dengan

kapasitas pemikiran etis yang tinggi akan lebih baik dalam menghadapi konflik dan dilema

etika dan lebih independen dalam membuat keputusan yang terkait dengan dilema etika.

Penelitian Richmond (2001) menunjukan individu yang berkembang dengan pertimbangan

moral yang lebih baik, kecil kemungkinannya berperan dalam kepribadian yang tidak etis.

Pengambilan Keputusan Etis

Pengambilan keputusan menurut Terry dalam Talloo (2008: 69) ialah suatu pemilihan

alternatif tingkah laku tertentu dari dua atau lebih alternatif yang ada. Menurut McFarland

dalam Talloo (2008: 69), pengambilan keputusan merupakan suatu tindakan mengambil

kesimpulan tentang apa yang harus dilakukan dalam situasi tertentu. Dari pengertian di atas,

Page 10: PENGARUH FAKTOR INDIVIDU TERHADAP PENGAMBILAN …

10

dapat disimpulkan bahwa pengambilan keputusan merupakan suatu tindakan mengambil

kesimpulan atas apa yang harus dilakukan dari sejumlah alternatif yang ada.

Ferrel dan Gresham (1985) menyusun sebuah kerangka untuk memahami proses

pengambilan keputusan etis dalam bidang pemasaran. Meskipun model ini diterapkan pada

profesional pemasaran, namun juga bisa diaplikasikan pada profesi fungsional dalam

organisasi seperti akuntan, manajemen dan lain sebagainya.

Dalam kerangka proses pengambilan keputusan tersebut, ketika seseorang menghadapi

dilema etis, maka pengambilan suatu keputusan akan dipengaruhi oleh faktor individu dan

situasional. Faktor individu yang digambarkan pada model Ferrel dan Gresham (1985) terdiri

dari latar belakang personal yaitu pengetahuan, nilai individu, sikap, dan niat, serta

karakteristik sosial seperti pendidikan dan pengalaman bisnis. Faktor diluar faktor individu

pada model tersebut yaitu karakteristik organisasi, yang terdiri dari kondisi eksternal organisasi

(pelanggan dan perusahaan lain) serta kondisi dalam organisasi (rekan kerja dan atasan).

Evaluasi atas keputusan yang diambil (etis/tidak etis) akan kembali lagi dipengaruhi oleh

faktor-faktor baik dari individu maupun situasional.

Melengkapi model pembuatan keputusan etis dari Ferrel dan Gresham (1985), Jones

(1991) mendefinisikan tiga hal dalam memahami model pembuatan keputusan etis, yaitu:

a. Moral Issue

Permasalahan moral timbul ketika ada tindakan seseorang yang mungkin dapat merugikan

atau menguntungkan orang lain.

b. Moral Agent

Agen moral adalah orang yang membuat keputusan moral.

c. Ethical Decision

Keputusan etis sebagai keputusan yang baik secara legal maupun moral diterima dalam

masyarakat luas. Sebaliknya, keputusan yang tidak etis (unethical decision) adalah

keputusan yang tidak diterima oleh masyarakat luas baik secara moral maupun legal.

Pengambilan keputusan etis melibatkan proses penalaran etis yang di dalamnya

mengolaborasi kesadaran moral dan kemampuan kognitif seseorang. Kesadaran moral tidak

ditentukan oleh perasaan, melainkan oleh kemampuan intelektual, yaitu kemampuan untuk

memahami dan mengerti sesuatu secara rasional (Suseno, 2000). Kohlberg dalam Wisesa

(2011), menekankan pentingnya perhatian kepada kesadaran moral ini untuk memahami

bagaimana keputusan etis diambil.

Berdasarkan beberapa teori diatas dapat disimpulkan bahwa pengambilan keputusan etis

merupakan pengambilan keputusan yang secara legal maupun moral diterima oleh masyarakat

luas yang melibatkan proses penalaran etis dengan kesadaran moral dan kemampuan kognitif

dalam memahami isu etis.

Kerangka Konseptual dan Pengembangan Hipotesis

Studi ini menggabungkan faktor-faktor yang menjadi determinan pengambilan keputusan

etis oleh konsultan pajak dengan menggabungkan variabel-variabel penelitian yang dilakukan

oleh Shafer dan Simmons (2008), Richmond (2001) dan Jiwo (2011). Faktor Individu dan

diteliti sesuai dengan penelitian Shafer dan Simmons (2008) yaitu persepsi pentingnya etika

dan tanggung jawab sosial dan sifat machiavellian serta faktor individu dari penelitian

Richmond (2001) yaitu sifat machiavellian dan pertimbangan etis.

Page 11: PENGARUH FAKTOR INDIVIDU TERHADAP PENGAMBILAN …

11

Model Penelitian

Pengaruh Persepsi Pentingnya Etika dan Tanggung Jawab Sosial (X1) terhadap

Pengambilan Keputusan Etis (Y)

Singhapakdi et al. (1995) meneliti pengaruh nilai-nilai etika perusahaan dan filosofi moral

pribadi terhadap pentingnya etika dan tanggung jawab sosial dari profesional pemasaran. Hasil

penelitiannya menunjukkan bahwa ada hubungan positif antara nilai-nilai etika perusahaan

pemasar dan persepsi-persepsinya mengenai pentingnya etika dan tanggung jawab sosial. Hasil

penelitiannya juga mengungkapkan bahwa persepsi pentingnya etika dan tanggung jawab

sosial pemasar (marketers) sebagian dapat dijelaskan oleh filsafat moral mereka (idealisme dan

relativisme). Singhapakdi et al. (1996) mengembangkan intrumen yang handal dan valid untuk

mengukur bagaimana para pemasar (marketer) mempersepsikan peran etika dan tanggung

jawab sosial dalam sebuah organisasi yang efektif.

Kurpis et al. (2008) mencatat bahwa karena sifat khusus dari bisnis, profesional bisnis

cenderung menghadapi dilema etika yang unik untuk profesi mereka. Demikian juga dengan

profesi konsultan pajak. Isu pengambilan keputusan etis konsultan pajak sebagai akibat dari

adanya masalah dual agency pada hubungan antara konsultan pajak dengan klien; di satu sisi

konsultan pajak perlu membina hubungan baik dengan klien, namun disisi lain konsultan pajak

memiliki kewajiban untuk mematuhi peraturan pajak (Blanthorne et al., 2014).

Shafer dan Simmons (2008) mengkaji pengaruh perilaku terhadap persepsi pentingnya

etika perusahaan dan tanggung jawab sosial pada kesediaan praktisi pajak profesional untuk

mengadvokasi skema penghindaran agresif atas nama klien perusahaan. Studi Shafer dan

Simmons (2008) berhipotesis bahwa praktisi yang mempersepsikan etika perusahaan dan

tanggung jawab sosial tersebut lebih penting akan menilai penghindaran (avoidance) agresif

kurang menguntungkan, dan karenanya akan memperkirakan kemungkinan yang lebih rendah

dari persetujuan dalam skema tersebut. Temuan, berdasarkan survei dari para profesional pajak

di Hong Kong, mendukung hipotesis. Jiwo (2011) menjelaskan bahwa konsultan pajak di

Kantor Akuntan Publik (KAP) Semarang memiliki pemahaman etika yang baik dalam

Persepsi Pentingnya Etika dan

Tanggung Jawab Sosial (X1)

Shafer dan Simmons (2008), Jiwo (2011)

Sifat Machiavellian (X2)

Shafer dan Simmons (2008),

Richmond (2001), Jiwo (2011)

Pertimbangan Etis (X3)

Richmond (2001), Jiwo (2011)

Pengambilan Keputusan Etis (Y)

Shafer dan Simmons (2008),

Richmond (2001), Jiwo (2011)

Page 12: PENGARUH FAKTOR INDIVIDU TERHADAP PENGAMBILAN …

12

menjalankan pekerjaannya konsultan pajak mempunyai persepsi terhadap pentingnya etika dan

tanggung jawab sosial yang tinggi dan baik. Oleh karena itu, penelitian ini berupaya menguji

bagaimanakah pengaruh persepsi konsultan perpajakan atas pentingnya etika dan tanggung

jawab sosial terhadap pengambilan keputusan etis. Berdasarkan penjelasan-penjelasan

tersebut, maka hipotesis satu yang dirumuskan adalah sebagai berikut:

H1: Persepsi pentingnya etika dan tanggung jawab sosial berpengaruh positif terhadap

pembuatan keputusan etis oleh konsultan pajak

Pengaruh Sifat Machiavellian (X2) terhadap Pengambilan Keputusan Etis (Y)

Teori pengambilan keputusan etis yang dimodelkan Ferrell dan Gresham (1985)

menjelaskan bahwa apabila seseorang menghadapi sebuah dilema etis, maka perilaku yang

muncul dipengaruhi oleh interaksi antara karakteristik-karakteristik yang berhubungan dengan

individu. Individu machiavellian digambarkan sebagai kurang melibatkan emosi dengan orang

lain, memiliki sedikit hubungan interpersonal, dan cenderung lebih menolak normanorma etika

untuk mencapai tujuan pribadi (Christie dan Geis, 1970).

Machiavellianism merupakan konstruk yang melambangkan serangkaian perilaku yang

meliputi kurangnya moralitas, sikap negatif dan detasemen emosional. Richmond (2001)

menjelaskan bahwa kecenderungan sifat machiavellian yang semakin tinggi maka seseorang

akan cenderung untuk berperilaku tidak etis. Sebaliknya, jika kecenderungan sifat

machiavellian rendah maka seseorang akan cenderung untuk berperilaku etis. Murphy (2012)

menemukan bahwa akuntan yang memiliki sifat machiavellian lebih cenderung melaporkan

laporan keuangan secara keliru dibandingkan dengan yang memiliki sifat Machiavellian yang

lebih rendah. Purnamasari (2006) menjelaskan bahwa individu dengan sifat machiavellian

tinggi cenderung memanfaatkan situasi untuk mendapatkan keuntungan pribadi dan lebih

memiliki keinginan untuk tidak taat pada aturan. Penelitian yang ada secara konsisten

menemukan bahwa machiavellian menunjukkan nilai-nilai etika yang rendah.

Studi Shafer dan Simmons (2008) berhipotesis bahwa praktisi pajak profesional dengan

orientasi machiavellian kuat akan cenderung merasa bahwa etika perusahaan dan tanggung

jawab sosial itu penting, dan lebih cenderung menilai skema penghindaran pajak agresif

menguntungkan. Temuan, berdasarkan survei dari para profesional pajak di Hong Kong,

mendukung hipotesis tersebut. Berangkat dari temuan tersebut maka studi ini berupaya

menguji bagaimana pengaruh sifat machiavellian terhadap pembuatan keputusan etis oleh

konsultan pajak di kota Malang. Sehingga hipotesis kedua dalam penelitian ini dirumuskan

sebagai berikut:

H2: Sifat machiavellian berpengaruh negatif terhadap pembuatan keputusan etis oleh

konsultan pajak.

Pengaruh Pertimbangan Etis (X3) terhadap Pengambilan Keputusan

Etis (Y)

Ponemon (1992) menyatakan bahwa level pertimbangan etis yang lebih tinggi akan

meningkatkan sensitifitas seorang individu untuk lebih mengkritisi kejadian, masalah dan

konflik. Auditor dengan kapasitas pemikian etis yang tinggi akan lebih baik dalam menghadapi

konflik dan dilema etis, dan lebih independen dalam membuat keputusan yang terkait dengan

dilema etis.

Page 13: PENGARUH FAKTOR INDIVIDU TERHADAP PENGAMBILAN …

13

Purnamasari (2006) menyatakan pertimbangan etis yang tinggi akan lebih baik dalam

menghadapi konflik dan dilema etis, bahwa individu yang lebih berkembang secara moral

(pertimbangan etisnya lebih tinggi) kemungkinannya akan lebih kecil untuk menyetujui

perilaku yang tidak etis dan lebih independen dalam membuat keputusan yang terkait dengan

dilema etis.

Jiwo (2011) menyatakan pertimbangan etis telah menjadi komponen penting dalam studi

mengenai kepribadian dalam profesi akuntansi karena banyak pertimbangan profesional yang

ditentukan berdasarkan keyakinan dan nilai-nilai individual. Profesi akuntansi, termasuk dalam

perpajakan, selalu berhadapan dengan tekanan untuk mempertahankan standar etika yang

tinggi di tengah kompetisi yang terus meningkat. Beberapa penelitian terdahulu seperti yang

terangkum. Jiwo (2011) menyarankan individu yang berkembang dengan moral yang lebih

baik, kecil kemungkinannya berperan dalam kepribadian yang tidak etis.

Blanthorne et al. (2014) menemukan bahwa pertimbangan moral mempengaruhi

keputusan pelaporan pajak agresif terpisah dari pengaruh tekanan klien. Karena tingkat

pertimbangan moral meningkat, posisi pelaporan agresivitas ditemukan juga menurun. Seorang

konsultan pajak dengan pertimbangan etis yang baik diharapkan dapat membuat keputusan

yang cenderung etis, sehingga hipotesis ketiga penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

H3: Pertimbangan etis berpengaruh positif terhadap pembuatan keputusan etis oleh

konsultan pajak

METODE PENELITIAN

Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan metode penelitian deksriptif kuantitatif. Metode

pendekatan deskriptif adalah metode penelitian yang bertujuan untuk menjelaskan secara

sistematis fakta atau karakteristik populasi tertentu atau bidang tertentu secara faktual dan

cermat yang kemudian akan dianalisis dengan pendekatan kuantitatif yang dengan

menggunakan statistik. Penelitian ini kuantitatif karena penelitian ini bertujuan untuk menguji

data empiris dengan menggunakan dasar kerangka teori yang menggambarkan hubungan antar

variabel, lalu membangun hipotesisnya.

Populasi dan Sampel

Populasi dari penelitian ini yaitu seluruh konsultan pajak yang bekerja di kantor konsultan

pajak kota Malang yang terdaftar di IKPI Cabang Malang. Berdasarkan data online yang

diakses via internet melalui website resmi IKPI. Alasan mengapa peneliti memilih objek

penelitian tersebut karena IKPI merupakan asosiasi konsultan pajak yang saat ini memiliki

anggota paling banyak di Indonesia. Kota Malang dipilih karena jumlah konsultan pajak yang

terdaftar di IKPI cukup banyak berdasarkan data online dari website resmi IKPI. Kota Malang,

meskipun bukan termasuk kota yang menjadi pusat bisnis utama di Indonesia, tetapi memiliki

jumlah konsultan pajak relatif lebih banyak dibanding beberapa ibukota provinsi, antara lain:

Banjarmasin, Makassar, Pekanbaru, Pontianak, Yogyakarta, Lampung, Manado (Ikatan

Konsultan Pajak Indonesia, 2018).

Penentuan sample pada penelitian ini menggunakan metode non-probabilitas yaitu

purposive sampling. Purposive sampling adalah pengambilan sample berdasarkan kriteria

Page 14: PENGARUH FAKTOR INDIVIDU TERHADAP PENGAMBILAN …

14

tertentu atas sekelompok target. Kriteria tersebut adalah seluruh konsultan pajak yang bekerja

di Kota Malang.

Metode Pengumpulan Data

Metode pemilihan sampel yang digunakan adalah teknik non-probabilitas sampling, yaitu

purposive sampling. Sampel diambil dengan maksud atau tujuan tertentu. Seseorang ditentukan

sebagai sampel karena seseorang tersebut dianggap memiliki informasi yang diperlukan dalam

sebuah penelitian.

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan metode survei, yaitu dengan

menyebarkan daftar pertanyaan berupa kuesioner kepada kantor konsultan pajak yang terdaftar

di IKPI cabang Malang. Kuesioner ini terdiri dari 2 bagian, yaitu bagian pertama berisi

demografi responden, dan bagian kedua merupakan sejumlah kelompok pertanyaan yang telah

terstruktur. Kuesioner pada penelitian ini berasal dari penelitian terdahulu, baik yang dilakukan

oleh Richmond (2001), Shafer dan Simmons (2008) maupun yang dilakukan oleh dan Jiwo

(2011).

Metode Analisis Data

Metode analisis data pada penelitian ini yaitu menggunakan analisis statistik. Metode

analisis data dalam penelitian ini menggunakan bantuan program IBM SPSS Statistics 20.

Penelitian ini menggunakan analisis Regresi Linier Berganda sebagai alat analisis untuk

pengujian hipotesis-hipotesis nya.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Dalam penelitian ini diambil sebanyak 66 orang yang telah menjadi responden. Uji

kualitas data dari penelitian yang terdiri atas Uji Validitas dan Uji Realibilitas. Uji Validitas

dapat dilihat dengan nilai signifikasi lebih besar dari r-tabel yang berarti tiap-tiap item variabel

adalah valid, sehingga disimpulkan bahwa item-item tersebut dapat digunakan untuk mengukur

variabel penelitian. Uji reliabilitas dilakukan dengan menggunakan Cronbach’s Alpha yang

dimana setiap variabel ditemukan sudah handal (reliable) karena nilai dari Cronbach’s Alpha

lebih besar dari 0,7.

Uji asumsi klasik yang menjadi pengujian berikutnya, uji asumsi klasik terdiri atas Uji

Normalitas, Uji Multikolinearitas, Uji Heteroskedastisitas. Dimulai dari Uji Normalitas, dapat

dilihat pada tabel Hasil Uji Normalitas yang dimana pengujian dilakukan dengan menggunakan

metode Kolmogorov-Smirnof, dengan nilai signifikan yang dimana nilai tersebut lebih besar

dari 0,05 yang artinya unstandardrized terdistribusi normal. Kemudian uji kedua yaitu uji

Multikolinearitas dengan nilai tolerance masing-masing vaiabel lebih besar dari 0,1 dan nilai

VIF lebih besar dari 10 maka dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi multikolinearitas antar

variable independen. Uji ketiga yaitu uji heteroskedastisitas dengan hasil yang menggunakan

grafik Scatterplot yang menyebar dan tidak membentuk pola tertentu maka tidak terjadi

heteroskedatisitas, sehingga dapat disimpulkan bahwa ragam residual homogen (konstan) atau

dengan kata lain tidak terdapat gejala heteroskedastisitas.

Analisis regresi linier berganda digunakan untuk menghitung besarnya pengaruh antara

variabel independen, yaitu Persepsi Pentingnya Etika dan Tanggung Jawab Sosial (X1), Sifat

Machiavellian (X2), Pertimbangan Etis (X3) terhadap variabel dependen yaitu Pengambilan

Page 15: PENGARUH FAKTOR INDIVIDU TERHADAP PENGAMBILAN …

15

Keputusan Etis (Y). Dengan menggunakan bantuan SPSS 20 didapat model regresi seperti

pada Tabel 3.

Tabel 3. Rekapitulasi Hasil Regresi Linier Berganda

Variabel

Dependen

Variabel

Independen

Standardized Coefficients

Beta t Sig. Keterangan

Y

(Constant) 0.658 0.513

X1 0.250 2.188 0.032 Signifikan

X2 -0.275 -2.629 0.011 Signifikan

X3 0.345 2.854 0.006 Signifikan

R : 0.727

R Square : 0.529

Adjusted R Square : 0.506

F hitung : 23.234 F tabel : 2.753

Sig. F : 0.000 t Tabel : 1.999

Sumber: Hasil penelitian; Data diolah dengan SPSS 20 (2018)

Model regresi yang digunakan adalah standardized regression, karena data yang

digunakan dalam penelitian ini adalah data interval yang pengukurannya menggunakan skala

likert. Skala likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau

kelompok. Dalam standardized regression, ukuran variabel atau ukuran jawabannya telah

disamakan. Adapun persamaan regresi yang didapatkan berdasarkan Tabel 3 adalah sebagai

berikut:

Y = 0,250 X1 – 0,275 X2 + 0,345 X3

Dari persamaan di atas dapat diinterpretasikan sebagai berikut:

- b1 = 0,250, artinya Pengambilan Keputusan Etis (Y) akan meningkat sebesar 0,250 satuan

untuk setiap tambahan satu satuan X1 (Persepsi Pentingnya Etika dan Tanggung Jawab

Sosial). Jadi apabila Persepsi Pentingnya Etika dan Tanggung Jawab Sosial mengalami

peningkatan 1 satuan, maka Pengambilan Keputusan Etis akan meningkat sebesar 0,250

satuan dengan asumsi variabel yang lainnya dianggap konstan.

- b2 = -0,275, artinya Pengambilan Keputusan Etis (Y) akan menurun sebesar 0.275 satuan

untuk setiap tambahan satu satuan X2 (Sifat Machiavellian), Jadi apabila Sifat

Machiavellian mengalami peningkatan 1 satuan, maka Pengambilan Keputusan Etis akan

menurun sebesar 0.275 satuan dengan asumsi variabel yang lainnya dianggap konstan.

- b3 = 0,345, artinya Pengambilan Keputusan Etis (Y) akan meningkat sebesar 0,345 satuan

untuk setiap tambahan satu satuan X3 (Pertimbangan Etis), Jadi apabila Pertimbangan Etis

mengalami peningkatan 1 satuan, maka Pengambilan Keputusan Etis akan meningkat

sebesar 0,345 satuan dengan asumsi variabel yang lainnya dianggap konstan.

Uji Koefisien Determinasi (R2)

Koefisien determinasi (R2) digunakan untuk menghitung besarnya pengaruh atau

kontribusi variabel independen terhadap variabel dependen. Dari analisis pada Tabel 3 dapat

dilihat hasil Adjusted R Square (koefisien determinasi) sebesar 0,506. Artinya bahwa 50,6%

variabel Persepsi Pentingnya Etika dan Tanggung Jawab Sosial (X1), Sifat Machiavellian (X2),

Page 16: PENGARUH FAKTOR INDIVIDU TERHADAP PENGAMBILAN …

16

dan Pertimbangan Etis (X3). Sedangkan sisanya 49,4% variabel Pengambilan Keputusan Etis

akan dipengaruhi oleh variabel-variabel yang lain yang tidak dibahas dalam penelitian ini.

Hasil Uji F

Pengujian F atau pengujian model digunakan untuk mengetahui apakah hasil dari analisis

regresi signifikan atau tidak, dengan kata lain model yang diduga tepat/sesuai atau tidak.

Berdasarkan Tabel 3 nilai F hitung sebesar 23,234. Sedangkan F tabel (α = 0.05; df regresi =

3; df residual = 62) adalah sebesar 2,753. Karena F hitung > F tabel yaitu 23,234 > 2,753 maka

model analisis regresi adalah sudah baik. Hal ini berarti H0 ditolak dan Ha diterima sehingga

dapat disimpulkan bahwa model regresi yang digunakan sudah baik untuk pendugaan.

Hasil Uji t

Uji t digunakan untuk mengetahui apakah masing-masing variabel independen secara parsial

mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen. Berdasarkan Tabel 3

diperoleh hasil sebagai berikut:

- Uji t antara X1 (Persepsi Pentingnya Etika dan Tanggung Jawab Sosial) dengan Y

(Pengambilan Keputusan Etis) menunjukkan t hitung = 2,188. Sedangkan t tabel (α = 0.05;

df residual = 62) adalah sebesar 1,999. Karena t hitung > t tabel yaitu 2,188 > 1,999 atau

nilai sig t (0,032) < α = 0.05 maka pengaruh X1 (Persepsi Pentingnya Etika dan Tanggung

Jawab Sosial) terhadap Pengambilan Keputusan Etis adalah signifikan.

- Uji t antara X2 (Sifat Machiavellian) dengan Y (Pengambilan Keputusan Etis)

menunjukkan t hitung = 2,011. Sedangkan t tabel (α = 0.05; df residual = 62) adalah sebesar

1,999. Karena t hitung > t tabel yaitu 2,011 > 1,999 atau nilai sig t (0,011) < α = 0.05 maka

pengaruh X2 (Sifat Machiavellian) terhadap Pengambilan Keputusan Etis adalah

signifikan.

- Uji t antara X3 (Pertimbangan Etis) dengan Y (Pengambilan Keputusan Etis) menunjukkan

t hitung = 2,854. Sedangkan t tabel (α = 0.05; df residual = 62) adalah sebesar 1,999. Karena

t hitung > t tabel yaitu 2,854 > 1,999 atau nilai sig t (0,006) < α = 0.05 maka pengaruh X3

(Pertimbangan Etis) terhadap Pengambilan Keputusan Etis adalah signifikan.

PENUTUP

Kesimpulan

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor induvidu yang mempunyai pengaruh

terhadap Pengambilan Keputusan Etis seorang konsultan pajak dalam melakukan tax planning.

Berdasarkan pada hasil analisis Regresi Linier Berganda beserta pembahasannya, dapat

disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:

1. Pengaruh secara simultan (bersama-sama) tiap variabel independen terhadap Pengambilan

Keputusan Etis dilakukan dengan pengujian F-test. Dari hasil analisis regresi linier

berganda diperoleh variabel independen mempunyai pengaruh yang signifikan secara

simultan terhadap Pengambilan Keputusan Etis. Sehingga dapat disimpulkan bahwa

pengujian terhadap hipotesis yang menyatakan bahwa adanya pengaruh secara bersama-

sama (simultan) variabel independen terhadap variabel Pengambilan Keputusan Etis dapat

diterima.

Page 17: PENGARUH FAKTOR INDIVIDU TERHADAP PENGAMBILAN …

17

2. Untuk mengetahui pengaruh secara individu (parsial) variabel independen (Persepsi

Pentingnya Etika dan Tanggung Jawab Sosial (X1), Sifat Machiavellian (X2), dan

Pertimbangan Etis (X3)) terhadap Pengambilan Keputusan Etis dilakukan dengan

pengujian t-test. Berdasarkan pada hasil uji didapatkan bahwa terdapat tiga variabel

independen tersebut mempunyai pengaruh signifikan terhadap Pengambilan Keputusan

Etis.

3. Persepsi Pentingnya Etika dan Tanggung Jawab Sosial merupakan faktor individual

seorang konsultan pajak yang memiliki pengaruh positif secara signifikan terhadap

Pengambilan Keputusan Etis dalam melakukan tax planning. Semakin meningkatnya

Presepsi Persepsi Pentingnya Etika dan Tanggung Jawab Sosial seorang individu, maka

individu tersebut semakin etis dalam melakukan pengambilan keputusan.

4. Sifat Machiavellian merupakan faktor individual seorang konsultan pajak yang memiliki

pengaruh negatif secara signifikan terhadap Pengambilan Keputusan Etis dalam melakukan

tax planning. Semakin meningkatnya Sifat Machiavellian seorang individu, maka individu

tersebut akan menjadi kurang etis dalam melakukan pengambilan keputusan.

5. Pertimbangan etis merupakan faktor individual seorang konsultan pajak yang memiliki

pengaruh positif secara signifikan terhadap Pengambilan Keputusan Etis dalam melakukan

tax planning. Semakin meningkatnya Pertimbangan Etis seorang individu, maka individu

tersebut akan semakin etis dalam melakukan pengambilan keputusan.

Keterbatasan Penelitian

Selama melakukan penelitian ini, peneliti menemui beberapa kendala yang menjadi keterbatasan

penelitian, antara lain:

1. Terdapat beberapa konsultan pajak anggota IKPI Cabang Malang yang kantor praktiknya diluar

kota Malang sehingga sulit dihubungi dan menolak untuk menjadi responden dalam penelitian.

2. Terdapat beberapa konsultan pajak anggota IKPI Cabang Malang yang memiliki kantor praktik

kota Malang dan sekitarnya, namun menolak untuk menjadi responden dalam penelitian ini.

3. Terdapat beberapa responden dalam penelitian ini yang kurang lengkap dalam melakukan

pengisian kuesioner sehingga ada beberapa kuesioner yang kembali namun tidak dapat

digunakan dalam penelitian.

Saran

Berdasarkan pembahasan dan kesimpulan dalam penelitian ini, saran yang dapat diberikan yaitu:

1. Pada penelitian ini, hasil pengaruh dari variabel yang diteliti yaitu 50,6% dan sisanya 49,4%

dipengaruhi oleh faktor-faktor lain. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat

mempertimbangkan faktor-faktor lain yang belum diujikan dalam penelitian ini.

2. Jumlah anggota konsultan pajak yang terdaftar sebagai anggota IKPI Cabang Malang termasuk

cukup banyak, namun peneliti hanya mampu mendapatkan 19 anggota terdaftar yang bersedia

menerima kuesioner di kantor praktiknya. Pada penelitian selanjutnya diharapkan sampel

penelitian dapat lebih banyak lagi sehingga dapat lebih mewakili populasi yang ada.

Page 18: PENGARUH FAKTOR INDIVIDU TERHADAP PENGAMBILAN …

18

DAFTAR PUSTAKA

Agoes, Sukrisno dan Ardana, I Cenik. (2014). Etika Bisnis dan Profesi: Tantangan

Membangun Manusia Seutuhnya. Jakarta: Salemba Empat

Arum, H. (2012). Pengaruh Kesadaran Wajib Pajak, Pelayanan Fiskus, dan Sanksi Pajak

Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi yang Malakukan Kegiatan Usaha

dan Pekerjaan Bebas. Skripsi. Semarang: Universitas Diponogoro.

Blanthorne, C., Burton, H., & Fisher, D. (2005). The Aggressiveness of Tax Professional

Reporting: Examining the Influence of Moral Development. Available at SSRN

649922.

Blanthorne, C., H. A. Burton dan Fisher, D. (2014). The Aggressiveness of Tax Professional

Reporting: Examining the Influence of Moral Reasoning. Advances in Accounting

Behavioral Research, 16, 149 – 181.

Bungin, H.M. Burhan. (2005). Metodologi Penelitian Kuantitatif: Komunikasi, Ekonomi, dan

Kebijakan Publik Serta Ilmu-ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: Kencana Prenadamedia

Group

Christie, R., dan F. L. Geis. (1970). Machiavellianism. Academic Press, Incorporated.

Darmawan, Deni. (2014). Metode Penelitian Kuantitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Offset.

Darussalam dan Septriadi, Danny. (2009). Tax Avoidance, Tax Planning, Tax Evasion, dan

Anti Avoidance Rule. Diakses dari http://www.ortax.org pada 23 April 2018

Devaluisa, Titanny. (2009). Hubungan Pertimbangan Etis, Perilaku Machiavellian, dan

Gender dalam Pengambilan Keputusan Etis (Studi pada Mahasiswa S1 dan PPA

Universitas Diponegoro, dan Auditor di Semarang). Skripsi. Program Sarjana. Fakultas

Ekonomi Universitas Diponegoro Semarang

Doyle, E., Hughes, J. F., & Summers, B. (2012). An Empirical Analysis of The Ethical

Reasoning of Tax Practitioners. Journal of Business Ethics, 114 (2), 325-339.

Erard, B. (1993). Taxation With Representation: An Analysis of The Role of Tax Practitioners

in Tax Compliance. Journal of Public Economics, 52 (2), 163-197.

Ferrel O. C. and L. G. Gresham. (1985). A Contingency Framework for Understanding Ethical

Decision Making in Marketing. Journal of Marketing, Vol. 49 (3), p. 87 – 96

Fleischman, G. M., S. Valentine dan D. W. Finn. (2007). Ethical Reasoning and Equitable

Relief. Behavioral Research in Accounting, 19 (1). 107-132

Inside Tax. (2013). Per[soal]an Konsultan Pajak. Media Tren Perpajakan Edisi 17 September-

Oktober 2013. Jakarta: Danny Darussalam Tax Center.

Jiwo, P. (2011). Analisis Faktor-Faktor Individual Dalam Pengambilan Keputusan Etis Oleh

Konsultan Pajak (Kajian Empiris Pada Konsultan Pajak Di Kap Di Kota Semarang).

Skripsi. Universitas Diponegoro.

Page 19: PENGARUH FAKTOR INDIVIDU TERHADAP PENGAMBILAN …

19

Jones, Thomas M. (1991). Ethical Decision Making by Individuals in Organizations: An Issue

Contingent Model. Academy of Management Review 1991 Vol. 16 No.2. 366-395

Kamus Besar Bahasa Indonesia. (1998). Jakarta: Pustaka Amani

Kurpis, L. V., M. S. Beqiri dan J. G. Hegelson. (2008). The Effects of Commitment to Moral

Self-improvement and Religiosity on Ethics of Business Student. Journal of Business

Ethics, 80 (3), 447-463

Lumbantoruan, Sophar. (1996). Akuntansi Pajak. Jakarta: Grasindo.

Lynch, T. (1995). “Ethics in Taxation Pratice” in Professional Ethics for Accountants, by L.J.

Brooks, St. Paul, MN. West Publishing.

Murphy, P. R. (2012). Attitude, Machiavellianism and The Rationalization of Misreporting.

Accounting, Organizations and Society, 37 (4), 242-259.

Novius, Andri dan Arifin Sabeni. (2008). “Perbedaan Persepsi Intensitas Moral Mahasiswa

Akuntansi dalam Proses Pembuatan Keputusan Moral”. Proceeding Simposium

Nasional Akuntansi XI, Pontianak

Nur Aini, Siti. (2013). Tanggung Jawab Sosial Perusahaan: Bentuk Aktivitas dan Laporan

Akuntansi Studi Kasus pada PT Garam (Persero). Jurnal Ilmu dan Riset Akuntansi –

Volume 1 (Nomor 2, Maret 2013: 265283).

Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 111/PMK.03/2014 tentang Konsultan

Pajak.

Ponemon, L. A. (1992). Ethical Reasoning and Selection-Socialization in Accounting.

Accounting, Orgaizations and Society, 17 (3-4), 239-258

Purnamasari, St. Vena. (2006). Sifat Machiavellian dan Pertimbangan Etis. Paper

Dipresentasikan ada Acara Simposium Nasional Akuntansi IX, Padang.

Rest, James R. (1979). Received Manual for The Defining Issues Test: An Objective test for

Moral Judgement Development. Minnepolis: Minnesota Moral Research Project.

Richmond, K. A. (2001). Ethical Reasoning, Machiavellian Behavior, and Gender: The Impact

on Accounting Students’ Ethical Decision Making. Doctoral Dissertation. Virginia

Polytechnic Institute and State University.

Sari, Padma Adriana. (2013). Faktor Individu Dan Faktor Situasional: Determinan

Pengambilan Keputusan Etis Konsultan Pajak. Tesis. Malang: Program Pascasarjana

Universitas Brawijaya.

Shafer, William E dan Richard S. Simmons. (2008). “Social Responsibility, Machiavellianism,

and Tax Avoidance: A Study of Hong Kong Tax Professionals”. Accounting, Auditing,

and Accountability Journal, Vol. 21, No. 5, pp. 695-720

Singhapakdi, A., K. L. Kraft, S. J. Vitell dan K. C. Rallapalli. (1995). The Perceived

Importance of Ethics dan Social Responsibility on Organizational Effectiveness: A

Survey of Marketers. Journal of the Academy of Marketing Science, 23 (1), 49-56.

Page 20: PENGARUH FAKTOR INDIVIDU TERHADAP PENGAMBILAN …

20

Singhapakdi, Anusorn., Scott J. Vitell., Kumar C. Rallapalli., dan Kenneth L. Kraft. (1996).

“The Perceived Role of Ethics and Social Responsibility: A Scale Development”.

Journal of Business Ethics, Vol. 15, pp. 1131-1140

Slamet, Indrayagus. (2007). Tax Planning, Tax Avoidance, dan Tax Evasion di Mata

Perpajakan Indonesia. Inside Tax: Edisi Perkenalan, hal 8 – 10.

Sobur, Alex. (2003). Psikologi Umum. Bandung: Pustaka Setia.

Suandy, Erly. (2013). Perencanaan Pajak. Jakarta: Salemba Empat

Suseno, M. F. (2000). 12 Tokoh Etika Abad Ke-20. Yogyakarta: Kanisius.

Sweeney, J. T. dan R. W. Roberts. (1997). Cognitive Moral Development and Auditor

Independence. Accounting, Organizations and Society, 22 (3/4), 337-352

Talloo, Thelma J. (2008). Business Organisation and Management for B.Com Course of

University of Delhi. New Delhi: Tata McGraw-Hill Publishing Company Limited

Thorne, L. (2000). An Analysis of the Association of Demograpic Variables with the Cognitive

Moral Development of Canadian Accounting Students: An Examination of the

Applicability of American-Based Findings to The Canadian Context. Journal of

Accounting Education. Vol.17.

Wibowo. Prof, Dr, SE, M.Phil. (2007). Manajemen Kinerja. PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta.

Wisesa, Anggara. (2011). Integritas Moral dalam Konteks Pengambilan Keputusan Etis. Jurnal

Manajemen Teknologi Institut Teknologi Bandung

Yuliana, dan N. Cahyonowati. 2012. Analisis Pengaruh Persepsi Pentingnya Etika Dan

Tanggung Jawab Sosial, Sifat Machiavellian, dan Keputusan Etis Terhadap Niat

Berpartisipasi Dalam Penghindaran Pajak (Studi Empiris pada Konsultan Pajak di

Semarang). Journal of Accounting. Vol. 1 (1)