Penerapan Metode Hamming Similarity Dalam Pengenalan ...

11
Penerapan Metode Hamming Similarity Dalam Pengenalan Karakter Pada Citra Ruang Kelas Universitas Gunadarma Margi Cahyanti [email protected] Moch. Wisuda Sardjono [email protected] Kata Kunci : Citra, Citra Processing, Segmentasi, dan Hamming Abstracts This research used hamming similarity methods on both of its recitation and examination towards its picture's image characteristic. The program is processed by using an image as its input which later processed (again) by using several processing image methods which includes these several phases such as: grayscale, edge detection, binary, crop image, and zoom image that can be used to gain information in the form of readable characters that created from the already inputted image that came after its last phases: hamming similarity The program testing results is gained from 15 image samples that came from Gunadarma University classroom's image sample. After done the testing, the result is: 11 samples are successfully identifies the entire objects, while the 4 of them are not. The similarity success level on this program is depend on both of each image distance retrieval where the distance retrieval must similar, and also the vividness of its image character level where the more vivid its character, the higher also its similarity level. PENDAHULUAN Pengolahan citra digital merupakan pengolahan dan analisis yang banyak melibatkan presepsi visual. Pengolahan citra bertujuan untuk memanipulasi dan menganalisis citra dengan bantuan komputer agar mudah diinterpretasi oleh manusia atau mesin. Teknik - teknik pengolahan citra mentransformasikan citra menjadi citra yang lain atau menjadi bentuk informasi lain seperti teks. Pada zaman sekarang ini begitu banyak penggunaan teknologi yang berguna untuk menangkap citra sebuah gambar tetapi penggunaannya hanya sebatas untuk menangkap objek. Alangkah lebih baik jika penggunaan kamera pada perangkat handphone dapat diterapkan maksimal di kampus Universitas Gunadarma dengan memberikan informasi jadual dan data pengajar pada setiap kelas kepada mahasiswa, dosen, dan seluruh lapisan penghuni kampus, saat kamera diarahkan pada nomor ruangan kelas. Untuk menerapkan hal diatas maka dibuatlah aplikasi yang akan merubah citra nomor ruangan kelas menjadi teks sehingga nilai informasi di dalamnya dapat dihubungkan dengan sistem database yang terdapat di Universitas Gunadarma. Pembuatan aplikasi ini menggunakan beberapa tahap yaitu proses grayscalling, edge/sobel, binerisasi, zoom citra, cropping citra dan hamming yang digunakan sebagai pencocokan data menjadi informasi teks. Dengan aplikasi ini maka sebuah citra diharapkan dapat menghasilkan karakter sesuai dengan informasi di dalamnya. TINJAUAN PUSTAKA Jenis Citra Digital Citra digital dapat dibagi menjadi 3, citra warna, citra skala keabuan (grayscale), dan citra biner [9]: 1. Citra warna RGB adalah suatu model warna yang terdiri dari merah, hijau, dan biru, digabungkan dalam membentuk suatu susunan warna yang luas. Setiap warna dasar, misalnya merah, dapat diberi rentang- nilai. Untuk monitor komputer, nilai rentangnya paling kecil = 0 dan paling besar = 255. Pilihan skala 256 ini didasarkan pada cara mengungkap 8 digit bilangan biner yang digunakan oleh mesin komputer. Dengan cara ini, akan diperoleh warna campuran sebanyak 256 x 256 x 256 = 16777216 jenis warna.

Transcript of Penerapan Metode Hamming Similarity Dalam Pengenalan ...

Penerapan Metode Hamming Similarity Dalam Pengenalan Karakter Pada Citra Ruang Kelas

Universitas Gunadarma

Margi Cahyanti

[email protected]

Moch. Wisuda Sardjono

[email protected]

Kata Kunci : Citra, Citra Processing, Segmentasi, dan

Hamming

Abstracts

This research used hamming similarity methods on

both of its recitation and examination towards its

picture's image characteristic. The program is

processed by using an image as its input which later

processed (again) by using several processing image

methods which includes these several phases such as:

grayscale, edge detection, binary, crop image, and

zoom image that can be used to gain information in the

form of readable characters that created from the

already inputted image that came after its last phases:

hamming similarity

The program testing results is gained from 15 image

samples that came from Gunadarma University

classroom's image sample. After done the testing, the

result is: 11 samples are successfully identifies the

entire objects, while the 4 of them are not.

The similarity success level on this program is depend

on both of each image distance retrieval where the

distance retrieval must similar, and also the vividness

of its image character level where the more vivid its

character, the higher also its similarity level.

PENDAHULUAN

Pengolahan citra digital merupakan

pengolahan dan analisis yang banyak melibatkan

presepsi visual. Pengolahan citra bertujuan untuk

memanipulasi dan menganalisis citra dengan bantuan

komputer agar mudah diinterpretasi oleh manusia atau

mesin. Teknik - teknik pengolahan citra

mentransformasikan citra menjadi citra yang lain atau

menjadi bentuk informasi lain seperti teks.

Pada zaman sekarang ini begitu banyak

penggunaan teknologi yang berguna untuk menangkap

citra sebuah gambar tetapi penggunaannya hanya sebatas

untuk menangkap objek. Alangkah lebih baik

jika penggunaan kamera pada perangkat handphone

dapat diterapkan maksimal di kampus Universitas

Gunadarma dengan memberikan informasi jadual dan data

pengajar pada setiap kelas kepada mahasiswa,

dosen, dan seluruh lapisan penghuni kampus, saat kamera

diarahkan pada nomor ruangan kelas.

Untuk menerapkan hal diatas maka dibuatlah

aplikasi yang akan merubah citra nomor ruangan kelas

menjadi teks sehingga nilai informasi di dalamnya dapat

dihubungkan dengan sistem database yang terdapat di

Universitas Gunadarma. Pembuatan aplikasi ini

menggunakan beberapa tahap yaitu proses grayscalling,

edge/sobel, binerisasi, zoom citra, cropping citra dan

hamming yang digunakan sebagai pencocokan data

menjadi informasi teks. Dengan aplikasi ini maka

sebuah citra diharapkan dapat menghasilkan karakter

sesuai dengan informasi di dalamnya.

TINJAUAN PUSTAKA

Jenis Citra Digital

Citra digital dapat dibagi menjadi 3, citra warna,

citra skala keabuan (grayscale), dan citra biner [9]:

1. Citra warna

RGB adalah suatu model warna yang terdiri dari

merah, hijau, dan biru, digabungkan dalam

membentuk suatu susunan warna yang luas. Setiap

warna dasar, misalnya merah, dapat diberi rentang-

nilai. Untuk monitor komputer, nilai rentangnya

paling kecil = 0 dan paling besar = 255. Pilihan skala

256 ini didasarkan pada cara mengungkap 8 digit

bilangan biner yang digunakan oleh mesin komputer.

Dengan cara ini, akan diperoleh warna campuran

sebanyak 256 x 256 x 256 = 16777216 jenis warna.

Sebuah jenis warna, dapat dibayangkan sebagai

sebuah vektor di ruang 3 dimensi yang biasanya

dipakai dalam matematika, koordinatnya dinyatakan

dalam bentuk tiga bilangan, yaitu komponen-x,

komponen-y dan komponen-z. Misalkan sebuah

vektor dituliskan sebagai r = (x,y,z). Untuk warna,

komponenkomponen tersebut digantikan oleh

komponen R(ed), G(reen), B(lue).

Citra digital dapat didefinisikan sebagai

fungsi dua variabel, f(x,y), dimana x dan y adalah

koordinat spasial dan nilai f(x,y) yang merupakan

intensitas citra pada koordinat tersebut. Teknologi

dasar untuk menciptakan dan menampilkan warna

pada citra digital berdasarkan pada penelitian bahwa

sebuah warna merupakan kombinasi dari tiga warna

dasar, yaitu merah, hijau, dan biru (Red, Green, Blue

- RGB). Sistem kordinat pada sebuah citra digital

dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Sistem Kordinat Citra Digital

RGB adalah suatu model warna yang terdiri

dari merah, hijau, dan biru, digabungkan dalam

membentuk suatu susunan warna yang luas. Setiap

warna dasar, misalnya merah, dapat diberi rentang

nilai. Untuk monitor komputer, nilai rentangnya

paling kecil = 0 dan paling besar = 255. Pilihan

skala 256 ini didasarkan pada cara mengungkap 8

digit bilangan biner yang digunakan oleh mesin

komputer.

Dengan cara ini, akan diperoleh warna campuran

sebanyak 256 x 256 x 256 = 1677726 jenis warna.

Sebuah jenis warna, dapat dibayangkan sebagai

sebuah vektor di ruang dimensi 3 yang biasanya

dipakai dalam matematika, koordinatnya dinyatakan

dalam bentuk tiga bilangan, yaitu komponen-x,

komponen-y dan komponen-z. Misalkan sebuah

vektor dituliskan sebagai r =(x,y,z). Untuk warna,

komponen-komponen tersebut digantikan oleh

komponen R(ed), G(reen), B(lue). Jadi, sebuah

jenis warna dapat dituliskan sebagai berikut: warna

= RGB(30, 75, 255). Putih = RGB (255,255,255),

sedangkan untuk hitam=RGB(0,0,0). Bentuk

Representasi warna dari sebuah citra digitial dapat

dilihat pada Gambar.2.

Gambar 2. Representasi Warna RGB Pada Citra Digital

Misalnya terdapat gambar berukuran 100 pixel x

100 pixel dengan colorencoding 24 bit dengan R = 8

bit, G = 8 bit, B = 8 bit, maka color encoding akan

mampu mewakili 0 ... 16.777.215 (mewakili 16 juta

warna), dan ruang disk yang dibutuhkan = 100 x 100 x

3 bit (karena RGB) = 30.000 bit = 30 KB atau 100

x100 x 24 bit = 240.000 bit.

2. Citra skala keabuan (grayscale)

Dikatakan format citra skala keabuan karena pada

umumnya warna yang dipakai adalah warna hitam

sebagai warna minimum dan warna putih sebagai

warna maksimalnya, sehingga warna antara ke dua

warna tersebut adalah abu-abu. Citra grayscale

mengandung matriks data yang merepresentasikan

nilai dalam suatu range. Elemen - elemen dalam

matriks intensitas merepresentasikan berbagai nilai

intensitas atau derajat keabuan, dimana nilai 0

merepresentasikan warna hitam dan 1

merepresentasikan intensitas penuh atau warna putih.

3. Citra biner

Citra biner diperoleh melalui proses pemisahan

piksel-piksel berdasarkan derajat keabuan yang

dimilikinya. Piksel yang memiliki derajat keabuan

lebih kecil dari nilai batas yang ditentukan akan

diberikan nilai 0, sementara piksel yang memiliki

derajat keabuan yang lebih besar dari batas akan

diubah menjadi bernilai 1.

Optical Character Recognition (OCR)

Optical character recognition (OCR) merupakan

aplikasi dari tenologi pengenalan teks, yaitu suatu

teknologi yang mampu mengenali teks pada citra digital

dan mengalihkannya pada dokumen digital. Dalam

perkembangannya, aplikasi OCR sering kali digunakan

pada berbagai jenis dokumen, dimana beberapa

dokumen memiliki ukuran font yang berbeda satu sama

lain. Hal ini menyebabkan aplikasi OCR yang ada

menjadi kurang maksimal dalam mengenli teks [15].

Sistem pengenal huruf ini dapat meningkatkan

fleksibilitas atau kemampuan dan kecerdasan sistem

komputer. Sistem pengenal huruf yang cerdas

sangat membantu usaha besar-besaran yang saat

ini dilakukan banyak pihak yakni usaha digitalisasi

informasi dan pengetahuan, misalnya dalam

pembuatan, misalnya dalam pembuatan koleksi

pustaka digital, koleksi sastra kuno digital, dan

lain-lain [8].

Secara umum proses OCR dapat dilihat pada

gambar 3. [12]

Gambar 3. Proses OCR secara umum

a. File Input

File Input berupa file citra digital dengan

format *.bmp atau *jpg.

b. Prepocessing

Prepocessing merupakan suatu proses

untuk menghilangkan bagian-bagian yang

tidak diperlukan pada gambar input untuk

proses selanjutnya.

c. Segmentasi

Segmentasi adalah proses memisahkan area

pengamatan (region) pada tiap karakter yang

di deteksi.

d. Normalisasi

Normalisasi adalah proses merubah dimensi

region tiap karakter dan ketebalan karakter.

e. Ekstraksi ciri

Ekstraksi ciri adalah proses untuk mengambil

ciri-ciri tertentu dari karakter yang diamati.

f. Recognition

Recognition merupakan proses untuk

mengenali karakter yang diamati dengan

cara membandingkan ciri-ciri karakter yang

diperoleh dengan ciri-ciri karakter yang ada

pada basis data.

Prinsip kerja dari aplikasi OCR adalah sebagai berikut :

1. Memasukkan dokumen berisi teks (teks

cetakan mesin) ke dalam alat optik (scanner)

sehingga di dapat sebuah file citra.

2. File citra tersebut diproses menggunakan

perangkat lunak aplikasi pengenalan teks, di

manaperangkat ini melakukan proses pengenalan

terhadap karakter-karakter yang ada pada file

citra tersebut.

3. Keluaran dari perangkat lunak aplikasi pengenalan

teks ini berupa file teks yang berisi karakter-

karakter yang telah dikenali dan siap untuk diolah

lebih lanjut.

Oleh karena itu, tingkat keberhasilan dari

perangkat lunak aplikasi pengenalan teks ini sangat

bergantung dari sejumlah faktor berikut (Gunawan T,

2005)

1. Kualitas gambar teks yang ada pada dokumen

yang dibaca serta tingkat kompleksitasnya

(ukuran, format, teks, warna, latar belakang).

2. Kualitas alat optik yang dipakai (scanner).

3. Kualitas perangkat lunak aplikasi pengenalan

teks itu sendiri.

Preprocessing Citra Digital

Prepocessing adalah tahap pertama yang harus

dilakukan pada proses OCR. Tahap ini sangat penting

untuk menentukan keberhasilan suatu proses

pengenalan pola. Beberapa proses yang dapat

dilakukan pada tahap preprocessing antara lain, proses

binerisasi, proses grayscaling dan segmentasi [8].

Pengolahan gambar atau pengolahan citra yang

sering disebut citra processing, merupakan suatu proses

yang mengubah sebuah gambar menjadi gambar lain

yang memiliki kualitas lebih baik untuk tujuan tertentu

[2]. Pengolahan citra digital pada dasarnya adalah

memodifikasi setiap piksel dalam citra sesuai dengan

kebutuhan.

Binerisasi

Binerisasi merupakan suatu teknik yang

digunakan dalam proses pemisahan objek dari

background nya. Dalam teknik binerisasi, citra digital

akan diklasifikasikan menjadi dua bagian yaitu objek

dan background [7].

Pada tahap proses binerisasi, file citra digital

dikonversi menjadi citra biner. Citra biner adalah citra

yang hanya memiliki dua nilai derajat keabuan, yaitu

hitam dan putih. Pixel-pixel latar belakang bernilai 0.

Pada waktu menampilkan gambar, 0 adalah putih dan

1 adalah hitam. Jadi, pada citra biner, latar belakang

berwarna hitam sedangkan objek berwarna putih [10].

Konversi dari citra hitam-putih ke citra

biner dilakukan dengan menggunakan operasi

pengambangan (thresholding). Operasi

pengambangan mengelompokkan nilai derajat

keabuan setiap pixel ke dalam 2 kelas, yaitu hitam

dan putih.

ANALISIS

Thresholding

Thresholding digunakan untuk mengatur

jumlah derajat keabuan pada citra. Proses

thresholding pada dasarnya merupakan proses

pengubahan kuantitas pada citra [14]. Dengan

menggunakan thresholding maka derajat keabuan

bisa diubah sesuai keinginan, misalkan diinginkan

menggunakan derajat keabuan 16, maka tinggal

membagi nilai derajat keabuan dengan 16. Proses

thresholding ini pada dasarnya adalah proses

pengubahan kuantisasi pada citra [14]. Untuk

melakukan proses thresholding dapat digunakan

persamaan :

ݓ = Dimana :

X : nilai derajat keabuan setelah proses thresholding

w : nilai derajat keabuan sebelum proses thresholding

b : jumlah derajat keabuan yang diinginkan

Berikut ini contoh thresholding mulai di 256, 16, 4, dan

2

Gambar 4. Thresholding

Untuk mencoba melakukan proses

thersholding perlu dibuat program untuk dapat

mengubah-ubah nilai thresholding sesuai

keinginan. Sehingga perlu ditampilkan dua citra,

yaitu citra asli (gray-scale) dan hasil thresholding-

nya dengan nilai thresholding yang ditentukan

melalui input seperti terlihat pada gambar 4.

Pengembangan metode Otsu (Otsu Thresholding)

Metode Otsu merupakan salah satu metode yang

dapat digunakan meningkatkan kualitas visual

citra dokumen kuno. Tujuan metode Otsu adalah

membagi histogram citra gray level kedalam dua daerah

yang berbeda secara otomatis tanpa membutuhkan

bantuan user untuk memasukan nilai ambang

[7].

Pendekatan yang dilakukan oleh Metode Otsu

adalah dengan melakukan analisis diskriminan yaitu

menentukan suatu variabel yang dapat membedakan

antara dua atau lebih kelompok yang muncul secara

alami. Analisis diskriminan akan memaksimumkan

variabel tersebut agar dapat membagi objek latar

depan (foreground) dan latar belakang (background).

Analisis diskriminan menghasilkan suatu nilai

ambang (threshold) yang digunakan untuk mempartisi

citra greyscale kedalam dua nilai yaitu hitam dan

putih [11].

Pengambangan Otsu adalah sebuah teknik

pengambangan yang diperkenalkan oleh Nobuyuki Otsu,

yang secara otomatis mencari batas ambang terbaik

untuk citra yang diolah [3].

Metode Otsu menghitung nilai ambang T secara

otomatis berdasarkan citra masukan. Pendekatan yang

digunakan oleh metode Otsu adalah dengan melakukan

analisis diskriminan yaitu menentukan suatu variabel

yang dapat membedakan antara dua atau lebih

kelompok yang muncul secara alami. Analisis

Diskriminan berfungsi memaksimumkan variabel

tersebut agar dapat memisahkan objek dengan latar

belakang [6].

Nilai ambang yang dicari dari suatu citra hitam putih

dinyatakan dengan k. Nilai k berkisar antara 1 sampai

dengan L , dengan nilai L = 225. Probabilitas setiap

pixel pada level ke i dapat dinyatakan dalam persamaan

2.5 [6]

Nilai ambang k dapat ditentukan dengan

memaksimumkan persamaan 2.7

Dimana nilai dapat dihitung menggunakan

persamaan

Dimana :

Rerata intensitas global : ߤ

Jumlah kumulatif : ( )ߤ

Rerata Kumulatif : ߤ

Grayscalling

Grayscalling adalah proses penyederhanaan

citra dari format citra warna RGB menjadi citra skala

keabuan (grayscale). Suatu citra berwarna RGB

memiliki tiga lapisan matrik yaitu Rlayer, Glayer dan

Blayer. Bila setiap proses perhitungan dilakukan

pada setiap lapisan, maka satu piksel akan dikenakan

tiga kali operasi, sehingga konsep tiga layer RGB

disederhanakan menjadi sebuah lapisan yaitu lapisan

grayscale. Untuk mengubah gambar berwarna yang

mempunyai nilai matrik masing-masing R, G dan B

menjadi gambar grayscale dengan nilai k, maka

konversi dapat dilakukan dengan mengambil ratarata

dari nilai R, G dan B [1] sehingga secara mudah

dapat dituliskan seperti persamaan (2.1).

k = ( R + G + B ) / 3………………………….(1)

Ketiga warna R, G dan B dianggap tidak

seragam dalam hal kemampuan kontribusi

terhadap kecerahan, ada yang berpendapat bahwa

cara konversi lebih tepat menggunakan persamaan

(2.2) [1].

k = (0,299 R + 0,587 G + 0,114 B)…………..(2)

Segmentasi Citra

Segmentasi citra adalah membagi - bagi

suatu citra menjadi daerah - daerah atau objek -

objek yang dimilikinya. Segemnetasi citra

merupakan suatu proses memecah citra digital

menjadi banyak segmen / bagian daerah yang tidak

saling bertabrakan (non overlapping) [5]. Dalam

konteks citra digital daerah hasil segmentasi tersebut

merupakan kelompok piksel yang bertetangga atau

berhubungan.

Segmentasi citra dapat dilakukan melalui

beberapa pendekatan. Terdapat 3 macam

pendekatan [5], antara lain:

1. Pendekatan batas (boundary approach),

pendekatan ini dilakukan untuk mendapatkan

batas yang ada antar daerah.

2. Pendekatan tepi (edge approach), pendekatan ini

dilakukan untuk mengidentifikasi piksel tepi dan

menghubungkan piksel - piksel tersebut menjadi

suatu batas yang diinginkan.

3. Pendekatan daerah (region approach), pendekatan

ini dilakukan untuk membagi citra dalam daerah

daerah sehingga didapatkan suatu daerah sesuai

kriteria yang diinginkan.

Proses segmentasi digunakan dalam berbagai

penerapan, meskipun metode yang digunakan sangat

bervariasi, semuanya memiliki tujuan yang sama yaitu

mendapatkan representasi sederhana yang berguna dari

suatu citra.

Crop Citra

Pemotongan (cropping) adalah pengolahan citra

dengan kegiatan memotong satu bagian dari citra. Rumus

yang digunakan :

x’ = x - xL untuk x = xL sampai xR

y’ = y - yT untuk y = yT sampai yB

Keterangan :

(x,y) = koordinat titik citra awal

(x’,y’) = koordinat titik citra yang akan di-crop

(xL,yT) = koordinat titik citra pojok kiri atas citra yang

akan di-crop

(xR,yB) = koordinat titik pojok kanan bawah citra yang

akan di-crop

Koordinat titik sudut bagian citra yang akan di-crop

adalah seperti gambar berikut.

Gambar 5. Koordinat titik sudut bagian citra yang akan di-

crop

sehingga ukuran citra hasil crop menjadi :

w’ = xR - xL

h’ = yB - YT

Keterangan :

w’ = lebar citra hasil di-crop

h’ = tinggi citra hasil di-crop

Gambar 6. Citra Crop

Resize Citra

Sebuah proses yang dilakukan untuk

mengubah sebuah citra digital. Citra di-resize

menjadi ukuran yang berbeda dari ukuran semula.

Hal tersebut bertujuan untuk mempercepat proses

pengolahan citra. Proses resize dilakukan dengan

menggunakan interpolasi. Interpolasi adalah proses

yang digunakan untuk mengestimasi nilai intesitas

diantara dua piksel, sehingga proses ini

menghasilkan lokasi piksel yang baru.

Deteksi Tepi (Edge Detection)

Peningkatan kualitas citra (citra enhancement)

bertujuan menghasilkan citra dengan kualitas yang

lebih baik dibandingkan dengan citra aslinya.

Analisis citra merupakan salah satu langkah

dalam pengolahan citra. Analisis citra bertujuan

mengidentifikasikan parameter-parameter yang

diasosiasikan dengan ciri (feature) dari objek di

dalam citra, untuk selanjutnya parameter tersebut

digunakan dalam menginterpretasi citra. Analisis

citra pada dasarnya terdiri dari tiga tahapan :

ekstrasi ciri (feature extraction), segmentasi, dan

klasifikasi [5].

Faktor kunci dalam mengekstrasi ciri adalah

kemampuan mendeteksi tepi (edge) dari objek di

dalam citra. Setelah tepi objek diketahui, langkah

selanjutnya dalam analisis citra adalah segmentasi,

yaitu melakukan reduksi terhadap citra menjadi

objek atau region. Misalnya memisahkan objek-

objek yang berbeda dengan mengektrasi batas-batas

objek (boundary) . Langkah terakhir dari analisis

citra adalah klasifikasi yaitu memetakan segmen-

segmen yang berbeda ke dalam kelas objek yang

berbeda pula.

Algoritma Sobel Edge Detection

Algoritma Sobel merupakan salah satu

pengembangan dari teknik edge detection

sebelumnya, juga pengembangan dari operator

Prewit. Algoritma ini termasuk algoritma

pemrograman yang berfungsi sebagai filter citra.

Filter ini mendeteksi keseluruhan edge yang ada.

Dalam prosesnya filter ini menggunakan sebuah

operator, yang dinamakan operator Sobel. Operator Sobel

menggunakan matriks N x N dengan berordo 3 x 3, 5 x

5, 7 x 7, dan sebagainya. Matriks seperti ini

digunakan untuk mempermudah mendapatkan piksel

tengah sehingga menjadi titik tenagah matrik (aij). Piksel

tengah ini merupakan piksel yang akan diperiksa. Cara

pemanfaatan matrik ini sama seperti pemakaian sebuah

grid, yaitu dengan cara memasukkan piksel-piksel

disekitar yang sedang diperiksa (piksel tengah) ke dalam

matrik. Cara yang demikian disebut spatial filtering.

Gambar 7. Matriks 3 x 3 pada area citra

Didefenisikan Gy sebagai arah penelusuran secara vertical

Gy = (a0 - a6) + (a2 - a4) + 2(a1 - a5)

Gy = (a0 + 2a1 + a2) - (a4 +2a5 + a6) (2.1)

dan Gx sebagai arah penelusuran secara horizontal

Gx = (a0 - a2) + (a6 - a4) +2(a7 - a3)

Gx = (a0 + 2a7 + a6) - (a2 +a4 + 2a3) (2.2)

Defenisi menggunakan nilai mutlak diberikan

G = |Gx| + |Gy| (2.3)

Dengan membandingkan area diatas dari

persamaan (2.1) kita lihat bahwa Gy adalah berbeda

antara baris pertama dan ketiga, dimana elemen

terdekat aij yakni (a1dan a5) lebih besar dua kali

dibanding nilai yang disekelilignya (hal ini berdasarkan

intusi wilayah/area0 juga pada persamaan (2.2), Gx

adalah berbeda antara kolom a3dan a7. Gx adalah arah

dari x dan Gy adalah merupakan arah dari y.

Persamaan dari (2.1) dan (2.2) dapat

diimplementasikan dari operasi sobel didapat nilai

hasil dari persamaan (2.3).

Teknik spatial filtering menggunakan lagi

sebuah matrik yang dinamakan mask. Ukuran matrik

mask sama besar dengan matrik piksel yaitu N x N.

Didalam mask ini intinya disimpan jenis operasi yang

akan dilakukan terhadap matrik piksel, akan tetapi tidak

semua filter spatial filtering menggunakan mask untuk

menyimpan operasinya. Sobel operator diterapkan

dalam dua buah mask, untuk itu perlu diperhatikan

terlebih dahulu.

Gambar 8. Mask (a) Vertikal Mask

(b) Horisontal Mask

Mask pertama yaitu mask (a) digunakan

untuk menghitung selisih titik pada sisi vertikal

sehingga dihasilkan titik penelusuran arah vertikal.

Mask kedua yaitu mask (b) digunakan untuk

menghitung selisih titik pada sisi horisontal sehingga

dihasilkan titik hasil penelusuran arah horisontal.

Hasil akhir filter operator sobel adalah

ditemukannya beberapa piksel dengan intensitas yang

lebih besar atau tajam. Dan juga ukuran tepi objek

yang jauh lebih besar dari ukuran sebelumnya.

Keadaan ini dikarenakan titik-titik yang lebih dekat

dengan titik tengah (terperiksa) diberi harga yang

lebih dominan dalam perhitungan. Perhatikan

gambar 2.9, terbukti pada awalnya intensitas piksel

citra mempunyai range intensitas (nomor warna)

antara 0 sampai 4, setelah dilakukan proses

filtering maka terjadi pergeseran intensitas antar 2

sampai 20. Bila piksel-piksel ini terseleksi dengan

menggunakan ketentuan seperti operasi thresholding,

maka setiap piksel hanya mempunyai dua warna

dominan yaitu warna hitam dan putih. Warna

hitam diibaratkan sebagai background permukaan

citra, dan warna putih memunculkan piksel-piksel

signifikan tersebut. Edge atau garis di tepi objek

terlihat lebih terang dari sebelumnya. Warna

grayscale merupakan perpaduan warna dari dua

warna dominan, yaitu perpaduan antara warna

minimum dan maksimum. Perpaduan warna yang

dimaksud disebut sebagai warna medium atau

setengah terang atau warna menegah. Bila citra

menggunakan perpaduan antara warna hitam dan

putih, maka warna yang demikiandikenal dengan

sebutan warna medium gray atau grayscale. Dengan

demikian setiap piksel yang dihasilkan akan

disesuaikan dengan set warna medium ini. Set

warna ini dimulai dari warna hitam sebagai warna

minimum dan naik secara perlahan-lahan menjadi

lebih terang dari sebelumnya sampai pada warna

maksimal yaitu berwarna.

Bila edge yang ditemukan merupakan

sekumpulan piksel signifikan yang membentuk objek

citra, maka warna piksel tersebut akan dipertegas

kembali, artinya piksel ini akan diperbesar

intensitasnya sehingga warna edge ini akan tampak

jelas.

Keadaan edge yang demikian nantinya akan

memperlihatkan suatu objek dalam citra.

Gambar 9. Sobel edge detection

Di dalam model 256 warna, intensitas warna untuk

setiap piksel mempunyai variasi berkisar antara 0 sampai

255. Di dalam operasi filter sobel, setiap komponen

warna RGB adalah merupakan komponen-komponen

warna dengan intensitas warna masing-masing yaitu 128.

Untuk mendapatkan intensitas warna medium dimasing-

masing piksel, maka ditambahkannya intensitas warna

medium ini ke dalam intensitas warna setiap piksel,

akan tetapi intensitas warna tetap berada di dalam

lingkup range warna antara 0 sampai 255. Bila

intensitas warna piksel dimisalkan adalah 4, maka

intensitas warna piksel tersebut menjadi :

Gambar 10. Medium warna piksel citra baru

Ternyata nilai 132 masih dibawah lingkup

intensitas warna maksimum yaitu 255. Apabila nilai

yang didapat melebihi 255, maka piksel tersebut akan

tetapi mempunyai intensitas warna 255. Intensitas

piksel pada mode 256 warna sebenarnya tidak lagi

menunjukkan intensitas warna piksel tersebut, akan

tetapi sebanarnya menunjukkan nomor warna yang

dipilih pada sebuah tabel berukuran 256.

Implementasi

Pengenalan Objek dengan Template Matching

Template matching adalah salah satu teknik

dalam pengolahan citra digital yang berfungsi untuk

mencocokkan tiap-tiap bagian dari suatu citra dengan

citra yang menjadi template (acuan) [6]. Citra

masukan dibandingkan dengan citra template yang

ada di dalam basis data, kemudian dicari

kesamaannya dengan menggunakan suatu aturan

tertentu [4]. Pencocokkan citra yang menghasilkan

tingkat kemiripan/ kesamaan yang tinggi

menentukan suatu citra tersebut dikenali sebagai

salah satu dari citra template.

Matching atau pencocokan adalan

pendekatan paling dasar pada pengenalan gambar.

Matching dapat digunakan untuk mencari posisi dari

objek yang sudah diketahui dalam suatu gambar

untuk mencari pola tertentu. Template atau pola

dasar matching bisa saja sangat kecil atau mewakili

seluruh objek.

Segmentasi berdasarkan matching akan sangat

mudah apabila objek yang yang dicari sama peris

dengan template-nya. Template matching yang

pertama adalah mencari bagian dari suatu gambar

yang cocok dengan templatenya, sedangkan

template matching yang kedua adalah

membandingkan suatu gambar dengan beberapa

template yang mempunyai dimensi yang sama antara

gambar dan template.

Template matching ini juga berguna dalam

pengenalan objek sebagai mana pada pengenalan

huruf. Dengan melakukan perbandingan antara

objek yang tak dikenal dengan beberapa template,

maka akan diperoleh nilai-nilai kemiripan untuk

setiap template-nya. Template dengan nilai

kemiripan paling tinggi menunjukkan tingkat

kecocokan yang tinggi pula. Template matching

yang sederhana dapat didefinisikan sebagai berikut :

Dengan I adalah gambar dan T adalah template.

Misalkan template berupa matrik dengan gambar

berupa maka nilai untuk S adalah 8. Untuk matching

pada gray scale didefinisikan sebagai : Dengan L

adalah gray level maksimal (255), X dan Y adalah

panjang dan lebar dari template. S akan bervariasi

dari 0 sampai 1. Untuk I = T maka S = 1

Template matching memiliki keleihan dan

kekurangan. Kelebihannya adalah algoritma ini

mudah untuk dituliskan ke dalam bahasa program

dan mudah untuk mempersiapkan data

referensinya.

Komputasi tidak terlalu besar karena data yang

digunakan berupa matriks. Namun, dibalik

kelebihannya itu algoritma ini secara umum memiliki

kekurangan. Kekurangannya adalah membutuhkan data

referensi atau basis data yang banyak untuk

mendapatkan hasil yang optimal. Basis data bisa berupa

citra ataupun citra yang telah dijadikan matriks.

Semakin banyak jenis huruf yang ingin kita deteksi,

maka semakin banyak referensi yang harus disimpan.

Similiaritas Hamming

Hamming Distance adalah jarak antara dua

string dengan panjang yang sama dengan jumlah total

posisi di mana karakter yang tidak sesuai dalam dua

string yang berbeda. Jika ukuran dua string tidak sama

maka jarak Hamming antara mereka adalah tak terbatas.

Formula yang di bentuk oleh hamming sebagai berikut:

…(5)

q = Nilai variabel positif pada objek pertama

dan nilai variabel negatif pada objek

kedua.

r = Nilai variabel negative pada objek

pertama dan nilai variabel positif pada

objek kedua.

Untuk lebih jelas diberikan contoh apple yang

mempunyai ciri bulat, manis, masam dan renyah

sedangkan banana mempunyai ciri tidak bulat, manis,

tidak masam dan tidak renyah maka di gambarkan

menjadi seperti di bawah ini :

Gambar 2.11. Contoh Hamming

Setiap objek dijadikan biner maka menjadi

apple (1,1,1,1), sedangkan banana (0,1,0,0). Dari setiap

objek tersebut di bandingkan dengan menggunakan

rumus hamming menghasilkan hamming distance yaitu

sebesar 3.

Pada tahap similiarity terjadi proses pencocokan hasil

segmentasi citra yang sudah di zoom dengan database

karakter yang sudah di simpan terlebih dahulu dalam

format csv sehingga pada proses similiarity aplikasi

dapat membaca karakter yang terdapat dalam citra

ruang kelas

Namun terdapat pula ketidakcocokan pada

saat proses similiarity seperti hasil yang dihasilkan

berbeda dengan citra yang di input. Hal bisa

disebabkan karena citra yang di input berbeda

bentuknya dengan citra yang sudah disimpan dalam

database. Selain sebab tersebut, hal ini bisa

disebabkan oleh hal lain seperti ketidakfokusan

gambar sehingga citra tidak solid.

Pada tahap implementasi terhadap program

“Pengenalan Citra Ruangan Kelas” menggunakan 15

data citra ruangan di Universitas Gunadarma. Berikut

adalah contoh citra yang diambil dan hasilnya :

Citra Kelas Ruang D017

Gambar 11. Citra Kelas Ruang D017

Hasil proses identifikasi untuk citra pada

gambar di atas menghasilkan karakter “D017” yang

cocok dengan data citra yang telah di input.

Citra Kelas Ruang D.532

Gambar 12. Citra Kelas Ruang D.532

Citra Kelas Ruang D.533

Gambar 13 Citra Kelas Ruang D.553

Hasil proses identifikasi untuk citra pada

gambar di atas menghasilkan karakter “D553” yang

cocok dengan data citra yang telah di input.

Citra Kelas Ruang D.021

Gambar 14. Citra Kelas Ruang D.021

Hasil proses identifikasi untuk citra pada

gambar di atas menghasilkan karakter “D020” yang

berbeda dengan data citra yang telah di input.

Citra Kelas Ruang D.033

Gambar 15. Citra Kelas Ruang D.033

Hasil proses identifikasi untuk citra pada

gambar di atas menghasilkan karakter “DD33”

yang berbeda dengan data citra yang telah di input.

Hasil Implementasi 15 Citra

Berikut adalah tabel hasil implementasi dari 15 citra

ruang kelas :

No Citra

Image

Output Hasil

1.

177x67

SESUAI

2.

155x61

SESUAI

3.

159x53

SESUAI

4.

169x59

SESUAI

5.

254x72

SESUAI

6.

228x49

SESUAI

7.

190x67

SESUAI

8.

SESUAI

9.

193x61

SESUAI

10

147x63

SESUAI

11

155x39

SESUAI

12.

157x27

TIDAK

SESUAI

13.

152x69

TIDAK

SESUAI

14.

153x69

TIDAK

SESUAI

15.

242x62

TIDAK

SESUAI

Kesimpulan

Dari uji coba yang dilakukan, dapat diambil suatu

kesimpulan sebagai berikut:

1. Digunakan beberapa metode prepocessing citra

dalam pembuatan aplikasi ini diantaranya proses

grayscalling, edge/sobel, binerisasi, segmentasi,

zoom citra, cropping citra dan hamming untuk

pengenalan karakter pada aplikasi ini.

2. Dari 15 citra yang di uji coba, citra yang berhasil

mengidentifikasi seluruh objek sebanyak 11 citra,

sementara 4 lainnya masih belum berhasil.

3. Dari keseluruhan penelitian ini, dapat

disimpulkan bahwa program aplikasi

pengenalan citra karakter ruangan kelas telah

diterapkan dan dapat menghasilkan informasi

baru yaitu berupa karakter yang teridentifikasi

DAFTAR PUSTAKA

1. Ahmad, U. 2005. Pengolahan Citra Digital Dan

Teknik Pemrogramannya. Yogyakarta : Graha

Ilmu.

2. Ardhianto Eka. et al. 2011. Pengolah Citra Digital

Untuk Identifikasi Ciri Sidik Jari Berbasis

Minutiae. Jurnal Teknologi Informasi DINAMIK

volume 16 No 1.

3. Balza, Achmad, (2012), “Otsu Thresholding”.

4. Brunelli Roberto, 2009, Template Matching

Techniques In Computer Vision, john willey &

sons. Inc

5. Castleman K. R. 1996. Digital citra Processing.

New Jersey : Pretice Hall.

6. D. Putra. 2010. Pengolahan Citra Digital.

Yogyakarta : ANDI

7. Fauzi, Fahrizal (2012), “Metode Binerisasi Pada

Proses Pemisahan Text Dari Backgrpund

Menggunakan Perangkat Lunak OCR” .

8. Hartanto, Suryo, (2012), “Optical Character

Recognition Menggunakan Algoritma Template

Matching Correlation”. Journal of Informatics

and techology, Vol 1, No.1 Tahun 2012, p-11-

20.

9. Kusumanto, RD. et al. 2011. Pengolahan Citra

Digital Untuk Mendeteksi Objek Menggunakan

Pengolahan Warna Model Normalisasi RGB.

Semantik.

10. Rinaldi Munir. 2004. Pengolahan Citra Digital

dengan Pendekatan Algoritmik. Bandung :

Informatika Bandung.

11. Otsu, N. (1979). “A threshold selection method

from grey-level histigram”. IEEE Trans.

System Man Cybernet pp. 62-66,9 (1).

12. Sofani, Rach,ah 2009, “Sistem OCR”.

13. Url :

http://www.aforgenet.com/framework/docs , 4

Agustus 2013

14. Wijaya, Marvin Chandra dan Tjiharjadi,

Semuil.(2009). “Mencari Nilai Threshold yang

Tepat Untuk Peramcangan Pendeteksi Kanker

Trofoblas”, Seminar Nasional Aplikasi

Teknologi Informasi.

15. Zand, M., Nilchi, AN., Monadjemi, SA (2008).

Recognition-based Segmentation in Persian

Character Recognition. International Journal

of Computer and Informtaion Sciene and

Engineering. Vol 2(1), pp-14-18.