Penegakan Hukum Lingkungan

16
Zairin Harahap Penegakan Hukum Lingkungan ... Penegakan Hukum Lingkungan Menurut UUPLH Zmrin Harahap Abstract The enforcement of enviroment lawaccording to the Enviromental t\4anagement Law can be implemented both in a preventive and repressive manner. The enforcement of enviromental law in a preventive manner aims to directly prevent the occurrence of enviromental damage or pollution. The legal instrument used is administrative law, in the' format an obligation imposed upon each person who intends to run a business, to first obtain an environmental impact assessment of the proposed business. The represive enforcement of law alms to reduce and abate existing environmental damage ofpollution by using administrative law civil lawand criminal law. Pendahuluan Pembangunan tidak hanya mendatangkan Namun, dalam waktu yang bersamaan sejumlah dampak positif (manfaat) bagi pembangunan di bidang transportasi dan kelangsungan kehidupan manusia dan industri telah menimbulkan berbagai lingkungan hidup. Tetapi, dalam waktu yang perusakan [damage) dan pencemaran bersamaan juga sekallgus dapat lingkungan hidup [pollution). Pencemaran mendatangkan sejumlah ancaman (dampak udara akibat asap kendaraan bermotor dan negatif yang berupa risiko) bagi kelangsungan industri serta munculnya gejala krisis air bersih kehidupan umat manusia dan lingkungan akibat pembuangan limbah oleh industri yang hidup an:sich.^ Pembangunan di bidang tak terkendali merupakan contoh kecil dari transportasi dan industri telah memberikan dampak negatif yang ditimbulkan oleh manfaat yang sangatbesar bagi umat manusia pembangunan.^ dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Ini Sejalan dengan pertamb'ahan jumlah adalah sekedar contoh kecil dari manfaat penduduk, kebutuhan manusia terhadap pembangunan. sumber daya alam secara otomatis juga ' Baca antara lain Otto Soemarwoto, Ekologi, Lingkungan Hidup danPembangunan, Cetakan Keenam (Jakarta: Penerbit Djambatan, 1994), him. 150-152. 2 Antara lain dapat dibaca Bernadette West, Peter M. Sandman, dan Michael R. Greenberg, Panduan Pemberitaan Ungkungan Hidup (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. 1998), him. 66 -73; Sri Widiati (Penterjemah), Planet Kita Kesehatan Kita: Laporan Komisi WHOk^engenaiKesehatan dan Ungkungan (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2001), him. 205-219.

Transcript of Penegakan Hukum Lingkungan

Page 1: Penegakan Hukum Lingkungan

Zairin Harahap Penegakan Hukum Lingkungan ...

Penegakan Hukum LingkunganMenurut UUPLH

Zmrin Harahap

Abstract

The enforcement ofenviroment lawaccording to the Enviromental t\4anagement Law canbe implemented both in a preventive and repressive manner. The enforcement ofenviromental law in a preventive manner aims to directly prevent the occurrence ofenviromental damageorpollution. The legalinstrument used is administrative law, in the'format an obligation imposed upon each person who intends to run a business, to firstobtain an environmental impact assessment of the proposed business. The represiveenforcement oflaw alms toreduce andabateexisting environmental damage ofpollutionby usingadministrative lawcivil lawand criminal law.

Pendahuluan

Pembangunan tidak hanya mendatangkan Namun, dalam waktu yang bersamaansejumlah dampak positif (manfaat) bagi pembangunan di bidang transportasi dankelangsungan kehidupan manusia dan industri telah menimbulkan berbagailingkungan hidup. Tetapi, dalam waktu yang perusakan [damage) dan pencemaranbersamaan juga sekallgus dapat lingkungan hidup [pollution). Pencemaranmendatangkan sejumlah ancaman (dampak udara akibat asap kendaraan bermotor dannegatif yang berupa risiko) bagi kelangsungan industri serta munculnya gejala krisis air bersihkehidupan umat manusia dan lingkungan akibat pembuangan limbah oleh industri yanghidup an:sich.^ Pembangunan di bidang tak terkendali merupakan contoh kecil daritransportasi dan industri telah memberikan dampak negatif yang ditimbulkan olehmanfaat yang sangatbesar bagi umat manusia pembangunan.^dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Ini Sejalan dengan pertamb'ahan jumlahadalah sekedar contoh kecil dari manfaat penduduk, kebutuhan manusia terhadappembangunan. sumber daya alam secara otomatis juga

' Baca antara lain Otto Soemarwoto, Ekologi, Lingkungan Hidup danPembangunan, Cetakan Keenam(Jakarta: Penerbit Djambatan, 1994), him. 150-152.

2Antara lain dapat dibaca Bernadette West, Peter M. Sandman, dan Michael R. Greenberg, PanduanPemberitaan Ungkungan Hidup (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. 1998), him. 66-73;Sri Widiati (Penterjemah),Planet Kita Kesehatan Kita: Laporan Komisi WHOk^engenaiKesehatan dan Ungkungan (Yogyakarta: GadjahMada University Press,2001), him. 205-219.

Page 2: Penegakan Hukum Lingkungan

bertambah yang dapat menyebabkanterjadinya penurunan atau kelangkaansumberdaya disebabkan oleh pertumbuhanpenduduk.^Sementara dalam waktu yangbersamaan lahan sumber daya alam akansemakinberkurang sebagai konsekuensi logispemenuhan kebutuhan manusia seperli untukpemukiman, transportasi, perkantoran,pendidikan, dan sektor-sektor perekonomian.Agar seluruh kebutuhan manusia tersebutdapat terpenuhi, maka mau tidak mau manusiaharus melakukan aktivltas pembangunan.

Pembangunan tidak bisa dilepaskandengan ketergantungannya terhadappemanfaatan sumber daya alam {natural resources). Di dalam pemanfaatan sumber dayaalamtersebut sangat potensial mendatangkansejumlah konflik kepentingan antara satuwarga masyarakat dengan warga masyarakatlainhya, antara pengusaha dan wargamasyarakat, antara pengusaha danpemerintah, dan antara warga masyarakatdengan pemerintah. Karena, dalam konteksyang demikian siapapun menjadi sangatpotensial melakukan perusakan dan ataupencemaran lingkungan yang menimbulkankerugian bagi pihak lain.

Untuk mengantislpasi munculnya konfliktersebut sekaligus untuk menyeiesaikankonflik yang muncul diperlukan adanya suatuaturan hukum. Dewasaini, aturan hukum yangdimaksud adalah Undang-undang Nomor 23Tahun 1997 tentang Pengelolaan LingkunganHidup (UUPLH).

Sistem Penegakan Hukum Lingkungan

Penegakan hukum lingkungan tidakhanya ditujukan untuk memberikan hukumankepada perusak atau pencemar lingkunganhidup. Tetapi, juga ditujukan untuk mencegahterjadinya perbuatan atau tindakan yangdapatmenimbulkan perusakan dan ataupencemaran lingkungan hidup. Oleh karenaitu, penegakan hukum lingkungan tidak hanyabersifat represif, tetapi juga bersifat preventiV

Penegakan hukum lingkungan yangbersifat repres/f ditujukan untuk menanggulangiperusakan dan atau pencemaran lingkungandengan menjatuhkan atau memberikan sanksi(hukuman) kepada perusak atau pencemarlingkungan yang dapat berupa sanksi pidana(penjara dan denda), sanksi perdata (gantikerugian dan atau tindakan tertentu), dan atausanksi administrasi (paksaan pemerintahan,uang paksa, dan pencabutan izin).

Sedangkan penegakan hukumlingkungan yang bersifat preventif ditujukanuntuk mencegah terjadinya perbuatan atautindakan yang dapat menimbulkan perusakanatau pencemaran lingkungan. Dewasa ini,instrumen hukum yang ditujukan untukpenegakan hukum lingkungan yang bersifatpreventif ini adalahAMDAL (Analisis MengenaiDampak Lingkungan) dan Perizinan.

Dengan demikian, penegakan hukumlingkungan yang bersifat represif dllakukansetelah adanya perbuatan atau tindakan yangmengakibatkan terjadinya perusakan atau

^ Bruce Mitchell, B. Setiawan, dan Dwita Had! Rahmi, Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan(Yogyakarta: Gadjah Mada University Press,2000), him. 10.

" Siti Sundarl Rangkuti, Hukum Lingkungan dan Kebijaksanaan Lingkungan Nasional, Edisi Kedua(Surabaya; Airlangga University Press, 2000),him. 209- 210.

JURNAL HUKUM. NO. 27 VOL 11 SEPTEMBER 2004:7 - 22

Page 3: Penegakan Hukum Lingkungan

Zairin Harahap Penegakan Hukum Lingkungan ...

pencemaran lingkungan. Sedangkanpenegakan hukum preventif lebih bersifatmencegah agar perbuatan atau tindakan itutidak menimbulkan perusakan ataupencemaran lingkungan. Jadi, dilakukansebelum terjadinya perusakan ataupencemaran lingkungan.

UUPLH mengenal ketiga jenis sanksitersebut di atas yang dapat dikenakan kepadapelaku perusakan atau pencemaranlingkungan. Tidak ada larangan ketiga jenissanksi tersebut dikenakan kepada pelakusecara sekaligus meskipun untuk kasus yangsama. Pengenaan ketiga jenis sanksi tersebutsecara sekaligus kepada pelaku perusakanatau pencemaran lingkungan bukanlahmerupakan ne bis inidem.^ Sanksi Administrasidiatur dalam Pasal 25, 26, dan Pasal 27UUPLH, Sanksi Perdata diatur dalam Pasal34 dan Pasal 35, sedangkan Sanksi Pidanadiatur dalam Pasal 41, 42, 43, 44, 45, 46 danPasal 47 UUPLH.

Meskipun demikian, pengenaan ataupenjatuhan sanksi administrasi terhadap setiapkasus perusakan atau pencemaranlingkungan haruslah terlebih dahulumendapatkan prioritas utama. Dengan katalain, penjatuhan sanksi administrasi haruslahmendahului sanksi-sanksi lalnnya. Ha! inididasarkan kepada bahwa sifat dari sanksiadministratif itu adalah langsung ditujukanuntuk menyelesaikan sumber masalahnya.

Tidak demikian halnya dengan sanksi pidanayang bertujuan memenjarakan pelaku ataupenjatuhan sanksi perdata yang bertujuan-penuntutan ganti kerugian. Keduajenis sanksitersebut sangat jelas tidak ditujukan langsunguntuk menyelesaikan sumber masalahnya.Berapapun beratnya sanksi pidana yangdijatuhkan dan berapapun besarnya gantikerugian yang dibayarkan tidaklah adakaitannya dengan penyelesaian sumbermasalahnya. Perusakandan atau pencemaranlingkungan tetap saja berlangsung, bahkanmungkin dampaknya sangat potensial semakinmeluas.

Penyelesaian Sengketa LingkunganHidup

Dalam Pasal 30 Undang-undang Nomor23 Tahun 1997 tentang PengelolaanLingkungan Hidup (UUPLH) disebutkan:(1) Penyelesaian sengketa lingkungan hidup

dapat ditempuh melalui pengadilan ataudi luar pengadilan berdasarkan pilihan

' sukarela para pihak yang bersengketa;(2) Penyelesaian sengketa di luar pengadilan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1)tidak berlaku terhadap tindak pidanalingkungan hidup sebagaimana diaturdalam undang-undang ini;

(3) Apabila telah dipilih upaya penyelesaiansengketa lingkungan hidup di luar

®Muladi, "Prinsip-prlnsip Dasar Hukum Pidana Lingkungan dalam Kaitannya dengan UU Nomor 23Tahun 1997," Makalah Disampaikan padaSeminarNasional yang Diselenggrakan oleh Fakultas Hukum UniversitasDipanegoro, Semarang, 21 Februari 1998, him. 10. Bandingkan dengan Philipus M. Hadjon, "PenegakanHukum Administrasi dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup," dalam B. Ariel Sidharta, dkk (Editor), Butir-butirGagasan tentang Penyelenggaraan Hukum dan Pemerintahan yangLayak (Bandung: Penerbit PT. CitraAdityaBakti, 1996), him. 343.

Page 4: Penegakan Hukum Lingkungan

pengadilan; gugatan meialui pengadilanhanya dapat ditempuh apabila upayatersebut dinyatakan tidak berhasil olehsalah satu atau para pihak yangbersengketa.Dari ketentuan Pasal 30 UUPLH tersebut

dapat diketahui bahwapenyelesaian sengketalingkungan tidak harus diselesalkan meialuipengadilan. Tetapi, juga dapat diselesalkandl luar pengadilan dengan catatan-catatansebagai berlkut:1. penyelesaian sengketa dl luar pengadilan

tersebut merupakan kehendak dari parapihak yang berselislh atau bersengketa,bukan hanya kehendak salah satu pihaksaja;

2. apabila kedua belah pihak telahbersepakat untuk menyelesalkansengketanya di luar pengadilan, makasalah satu pihak dalam waktu yangbersamaan tidak boleh mengajukangugatan ke pengadilan;

3. penyelesaian sengketa meialuipengadilan atau gugatan meialuipengadilan hanyadapat dilakukan setelahpenyelesaian secara dl luar pengadilanitu menemul jalan buntu atau salah satupihak menarik diri;

4. penyelesaian sengketa di luarpengadilanhanya terbatas pada masalahkeperdataan. Oleh karena itu, yangmenyangkut masalah pidana lingkungantidak dapat diselesalkan di luarpengadilan(musyawarah).Namun, perlu dipahami bahwa apabila

salah satu pihaksejakawaltidak menghendakipenyelesaian sengketa lingkungan tersebutmeialui di luar pengadilan. Dengan kata lainlangsung memlllh untuk menyelesaikan kasustersebut meialui pengadilan tidaklah

menyalahi ketentuan Pasal 30 UUPLH.Penyelesaian sengketa lingkungan meialui dlluar pengadilan bukanlah suatu prosedur ataudalam bahasa hukum admlnlstrasi yangdisebut dengan istllah "upaya administratifsebagaimana yang diatur dalam Pasal 48 UU5 Tahun -1986. Penyelesaian sengketalingkungan meialui di luar pengadilanberdasarkan ketentuan Pasal 30 UUPLH

adalah merupakan plllhan sukarela dari parapihak yang bersengketa. Jadi, penyelesaiansengketa meialui di luar pengadilan bukanlahsuatu prosedur atau kewajiban yang harus dltempuh terleblh dahulu sebelum mengajukangugatan ke pengadilan.

1. Penyelesaian Sengketa LingkunganHidup di Luar Pengadilan

Dalam Pasal 31 UUPLH disebutkan

bahwa "Penyelesaian sengketa lingkunganhidup dl luar pengadilan diselenggarakanuntuk mencapal kesepakatan mengenalbentuk dan besarnya ganti rugi dan ataumengenal tindakan tertentu guna menjamintidak akan terjadinya atau terulangnya dampaknegatif terhadap lingkungan hidup." Dariketentuan pasal tersebut dapat dislmpulkanhal-hal sebagai berlkut:- penyelesaian'sengketa dl luar pengadilan

dilakukan untuk mencapal kesepakatan;• kesepakatan sebagaimana dimaksud

berkaltan dengan bentuk penyelesaiandan besarnya ganti rugi yang akanditerlma oleh korban;

• dl samping Itu, pencemar harusmeiakukan tindakan-tlndakan tertentu

guna menjamin tidak terjadinya atauterulangnya dampak negatif lagi.

10 JURNAL HUKUM. NO. 27 VOL 11 SEPTEMBER 2004:7 • 22

Page 5: Penegakan Hukum Lingkungan

Zairin Harahap Penegakan Hukum Lingkungan ...

Basamya ganii

tindakan lertenlu unluk

menyelematkanlingkungan

1.1. Penggunaan Jasa Pihak Ketiga

Dalam Pasal 32 UUPLH disebutkan

bahwa "Penyelesaian sengketa lingkunganhidup di luar pengadilan sebagaimanadimaksud dalam Pasal 31 dapat digunakanjasa pihak ketiga, balk yang tidak memilikikewenangan mengambil keputusan maupunyang memiliki kewenangan mengambilkeputusan, untuk membantu menyelesaikansengketa lingkungan hidup."

Katadapat pada ketentuanpasal tersebutmengandung makna:• penyelesaian sengketa lingkungan di luar

pengadilan dapat dliakukan sendiri olehpihak-pihak yang bersengketa tanpabantuanpihakketiga. Penyelesaiandalambentuk ini disebut dengan negosiasr,^

- namun, pihak-pihak yang bersengketajuga dapat meminta bantuan jasa pihakketiga untuk menyelesaikan sengketamereka. Jika menggunakan jasa pihakketiga yang tidak memiliki kewenanganuntuk mengambil keputusan disebutdengan penyelesaian sengketa melaluimediasiV Jika menggunakan jasa pihakketiga yang memiliki kewenangan untukmengambil keputusan disebut denganpenyelesaian sengketa melalui arbitrase.^

1.2.Pembentukan Lembaga PenyediaJasa

Dalam Pasal 33 UUPLH disebutkan:

(1) Pemerintah dan atau masyarakat dapatmembentuk lembaga penyedia jasapelayanan penyelesaian sengketalingkungan hidup yang bersifat bebas dantidak berpihak;

(2) Ketentuan mengenai penyedia jasapelayanan penyelesaian sengketalingkungan hidup diatur lebih lanjutdengan Peraturan Pemerintah.

Dari ketentuan pasal tersebut dapatdiketahui bahwa lembaga penyedia jasapelayanan penyelesaian sengketa lingkunganbalk melalui mediasi rnaupun arbltrase dapatdibentuk oleh pemenntah maupun swasta.Sedangkan Peraturan Pemerintahsebagaimana dimaksud ayat (2) tersebutadalah Peraturan Pemerintah Nomor 54

Tahun 2000 tentang Lembaga Penyedia JasaPelayanan Penyelesaian Sengketa LingkunganHidup di Luar Pengadilan.

2. Penyelesaian Sengketa LingkunganMelalui Pengadiian:

2.1.Gugatan Ganti KerugianPenyelesaian sengketa lingkungan

melalui pengadilan dapat dilakukan denganmelakukan gugatan ke Pengadilan Umumuntuk kasus perdata lingkungan dengangugatan ganti kerugian dan gugatan ke

^Sebagai perbandlngan dapat dibacaantara lain buku yangditulis olehGunawan Widjaja, AltematifPenye/esa/ianSeng/fera (Jakarta: RajawaliPers, 2001), him. 87; danJonIEmirzon, AltematifPenyelesaianSengketa diLuarPengadilan (Negosiasi, Mediasi, Konsiliasi &Arbitrase) (Jakarta: FTGramedia PustakaUtama,2000), hlm.44.

' Gunawan Widjaja, ibid, him. 90- 93.^ Ibid,h\m. 94-97.

11

Page 6: Penegakan Hukum Lingkungan

Pengadilan Tata Usaha Negara untuk kasusadministrasi lingkungan dengan obyeksengketanya KTUN (Keputusan Tata UsahaNegara) sebagaimana yang diatur dalamUndang-undang Nomor 5 Tahun 1986tentang Peradilan Tata Usaha Negara joUndang-undang Nomor 9 Tahun 2004tentang Perubahan atas Undang-undangNomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan TataUsaha Negara.

Gugatan ke Pengadilan Umum dapatdilakukan dengan3'(tiga) cara, yaitu; gugatanganti kerugian (Pasal34dan Pasal35UUPLH),gugatan perwakilan atau class action (Pasal37UUPLH), dangugatan legalstanding (Pasal38 UUPLH).

Tuntutan ganti kerugian menurut UUPLHhanyalah dapat dilakukan oleh korbanperusakan dan atau pencemaran lingkungan.F^sal 34menganut asas-liability basedonfaultdan oleh karena itu mehjadi tanggung jawabkorban (penggugat) untuk membuktikanadanya hubungan kausalitas antara kerugianyang mereka derlta dengan perbuatan yangdilakukan oleh plhak perusak atau pencemarlingkungan.

Selanjutnya dalam Pasal 34 itu jugadisebutkan bahwa selain tuntutan gantikerugian, penggugat juga dapat mengajukantuntutan untuk melakukan tindakan tertentu

terhadap tergugat.'misalnya; dalam kasuspencemaran air, maka dapat menuntut agartergugat memasang air bersih ke rumah-rumah wargayang sumumyatercemarberlkutmenanggung biayanya selama sumurnyabelum dapat dipergunakan sebagaimanamestinya dan memulihkan fungsl lingkungan.Di samping Itu, hakim jugadapat menetapkanuang paksa atas setiap hari keterlambatanpenyelesaian tindakan tertentu tersebut.

Dengan demikian, tergugat akan termotivasiuntuk segera melaksanakan kewajlbannya.Karena, jika tidak, pencemar akan terusterbebani oleh uang paksa atasketidakpatuhannya itu.

Gugatan atau tuntutan ganti kerugiandapat juga didasarkan kepada Pasal 35UUPLH yang menganut asas strict liability(asas tangung jawab mutlak atau asastanggung jawab langsung dan seketika) yangdiikuti benganpnnslg shifting ofburden ofproofatau omkering van bewijiast (pembuktianterbaiik; artinya yang dibebani untukpembuktian adalah tergugat dalam hal inipencemar bukan penggugat atau korban).

Gugatan atau tuntutan yang didasarkankepada Pasal 35 UUPLH mempunyaipersamaan dan perbedaan dengan gugatanatau tuntutan yang didasarkan kepada pasal34 UUPLH. Pasal 34 UUPLH lebih bersifat lex

generaiis, sedangkan ketentuan Pasal 35bersifat lex specialis. Artinya, dasar hukumuntuk menuntut ganti kerugian dalam kasusperusakan dan atau pencemaran lingkunganpada dasarnya menggunakan ketentuan Pasal34 UUPLH, kecuall kasus-kasus yang terkaitsebagaimana yang disebutkan dalamketentuan Pasal 35 UUPLH.

Asas liability based on fault adalah suatusistem tanggungjawab atas dasar kesalahan.Oleh karena itu, t^erdasarkan ketentuan Pasal1365 KUHPerdata tentang perbuatanmelawan hukum {onrechtmatige daad) yangdikaitkan dengan ketentuan Pasal 1865KUHPerdata tentang beban pembuktian{bewijslast). Maka, menjadi kewajibanpenggugat (korban pencemaran) untukmembuktikan adanyahubungan kausal antarakerugian yang dideritanya dengan perbuatanpencemaran yang dilakukan oleh tergugat

12 JURNAL HUKUfi/l. NO. 27 VOL 11 SEPTEfi^BER 2004: 7 • 22

Page 7: Penegakan Hukum Lingkungan

Zairin Harahap Penegakan Hukum Lingkungan ...

(pencemar). Sistem pembuktian itu disebut jugadengan sistem pembuktian ilmiah (scientificproofsystem). Dalam sistem pembuktian itu tidakcukup hanya membuktikan adanya suatu ataubeberapa fakta. Karena, bisa jadi fakta-faktaitu tidak memiliki kausalitas antara satu

dengan lainnya. Dalam suatu kasus, bisa sajatelah terbukti terjadinya perusakan ataupencemaran lingkungan dan juga terbuktibahwa perusahaan Xtelah membuang limbahke lingkungan itu. Namun, adanyakedua faktaitu tidak dapat langsung disimpulkan bahwapenyebab terjadinya perusakan ataupencemaran lingkungan adalah akibat limbahyang dibuang oleh perusahaan X. Untuksampai pada kesimpulan seperti itu harus puladibuktikan adanya hubungan kausalitas antarakeduanya.

Sementaraitu, penerapan asas srictliability(asas tanggung jawab mutlak) yang diikutidengan prinsip shifting of burden of proof(prinsip beban pembuktian terbalik)berdasarkan ketentuan Pasal 35 UUPLH

bersifat limitatif. Penerapan asas dan prinsiptersebut hanya terbatas pada kasus-kasusperusakan dan atau pencemaran lingkunganyang terkait dengan; (1) usaha dan ataukegiatan yang menimbulkan dampak besardan penting terhadap lingkungan; (2) usahadan atau kegiatan yang menggunakan bahanberbahaya dan beracun (B3); dan atau (3)usaha atau kegiatan yang menghasilkanlimbah bahan berbahaya dan beracun (B3).

Dengan diterapkannya asas dan prinsipini, maka yang berkewajiban untukmembuktikan adanya perusakan dan ataupencemaran lingkungan adalah pihak

tergugat. Dengan kata lain, pihak tergugatharus dapat membuktikan bahwa perusakandan atau pencemaran lingkungan itu bukandiakibatkan oleh usaha dan atau kegiatannya.Jika tergugat tidak dapat membuktlkannya,maka secara otomatis perusakan dan ataupencemaran lingkungan itu telah terbuktidisebabkan olehusaha atau kegiatannya. Olehkarena itu ia wajib membayar ganti kerugianyang ditunlut oleh penggugat.

Untuk dapat menerapkan asas strict liabilitydan prinsip shifting of burden of proof padasuatu kasus perusakan atau pencemaranlingkungan, maka pertama kali yang harusdiperhatikan dan sekaligus dipastikan adalahapakah usaha dan atau kegiatan tersebuttermasuk salah satu dari usaha dan atau

kegiatan yang disebutkan dalam ketentuanPasal 35 UUPLH tersebut? Jika tidak, makapenyelesaian kasus (sengketa) tersebuttunduk pada ketentuan Pasal 34 UUPLH tidakdapat menerapkan Pasal 35 UUPLH. Jikatermasuk, maka hal itu akan sangat membantuwarga untuk mendapatkan keadilan.Mengingat, membuktikan adanya hubungankausalitas itu bukanlah sesuatu yang mudah.

Di samping itu, perlu diketahui bahwamenurut ketentuan Pasal 35 UUPLH tersebut

penerapan asas strict liability yang diikutidengan prinsip shifting of burden of prooftersebut hanyalah menyangkut kasus perdatalingkungan (gugatan ganti kerugian).Sementara yang berkaitan dengan kasuspidanalingkungan tidak dapat diterapkan asasstrict liability dan prinsip shifting of burden ofproof. Sebagaimana dikemukakan oleh BardaNawawi Arief,^ dengan tercantumnya unsur

®Barda Nawawi Arief, Masalah Penegakan Hukum danKebijakan Penanggulangan Kejahatan (Bandung:PenerbitFT. CitraAditya Bakti, 2001),hlm.108.

13

Page 8: Penegakan Hukum Lingkungan

sengaja atau kealpaan, maka dapat dikatakanbahwa pertanggungjawaban pidana dalamUUPLH menganut prinsip liability based onfault. Merskipun, secara teoritis dimungkinkanadanya penyimpangan terhadap asaskesalahan dengan menggunakan asas strictliability atau yicarious liability. Oleh karena itu,apa yang dikemukakan oleh Fredrik J.Pinakunary.'"

Agar hakim berani menerapkan asasstrict liability untuk kasus pidana lingkungandi satu sisi akan menyentuh rasa keadilan,namun di sisi lain itu bertentangan denganasas kepastian hukum.

2.2. Gugatan Perwakilan {Class Action)Korban dari kasus perusakan dan atau

pencemaran lingkungan dapat dalam jumiahyang cukup banyak. Oleh karena itu, apabilaberniat mengajukan gugatan ke pengadilanadalah lebih tepat dengan mengajukangugatan-perwakilan atau yang sering disebutsebagai gugatan class action. Unsur-unsurgugatan class action sebagaimana yangdisebutkan dalam Pasal 37 adalah; (1) haksejumlah kecil masyarakat untuk mewakili dirimereka sendiri {class representative) dan oranglain dalam jumiah yang besar {class members);(2) pihak yang diwakili dalam jumiah yangbesar (numerousity of class members), dan;(3) kesamaan permasalahan, fakta hukum,dan tuntutan antarayang mewakili dan diwakili{commonality).

Dengan demlkian, LSM lingkungan tidakmemiliki hak untuk mengajukan gugatan classaction, karena mereka bukanlah termasuk

korban (pihak yang mengalami kerugiannyata). Sedangkan, Bapedalda Provinsi atauKantor Pengendalian Dampak LingkunganKota/Kabupaten selaku instansi pemerlntahyang bertanggung jawab dl bidang lingkunganhidup didaerah, berdasarkan ketentuan Pasal37 ayat (2) dapat mengajukan gugatan classaction untuk kepentlngan masyarakat,meskipun bukan termasuk korban. Olehkarena itu, ketika masyarakat (korban) dalamkeadaan bingung dan semacamnya, mestinyaBappedalda Provinsi dan atau KantorPengendalian Dampak Lingkungan Kota/Kabupaten dapat bertindak cepat mengajukangugatan ciass action untuk membelakepentlngan parakorban itu. Dengan demlkian,berdasarkan pasal tersebut, BappedaldaProvinsi atau Kantor Pengendalian DampakLingkungan Kota/Kabupaten tidak memilikihak untuk menuntut ganti kerugian untuk danatas nama kepentingannya.

Memang UUPLH tidak menyebutkansecara tegas berapa jumiah minimal darikorban yang bahyak itu. Tetapi setidak-tidaknya, berdasarkan Peraturan MahkamahAgung Nomor 1 Tahun 2002 tentang AcaraGugatan Perwakilan Kelompok menyebutkanbahwa jumiah yang banyak itu sehingga tidakefektif dan efisien apablia gugatan dilakukansecara sendiri-sendiri atau secara bersama-

sama dalam satu gugatan. Dalam Pasal 2disebutkan secara tegas persyaratan gugatanclass action adalah sebagai berikut:1. Jumiah anggota kelompok sedemiklan

banyak sehingga tidaklah praktis danefisien apabila pengajuan gugatan

" Fredrik J. Pinakunary, "Penerapan Tanggung Jawab Pidana Mutlak Pada Perkara PencemaranLingkungan," http://www. hukumomline. com/detail.asp?id=t 0837&cl=Kolom, diakses tanggal 26 November2004, jam13.20WIB.

14 JURNAL HUKUM. NO. 27 VOL. 11 SEPTEMBER2004: 7 - 22

Page 9: Penegakan Hukum Lingkungan

Zairin Harahap Penegakan Hukum Lingkungan...

dilakukan secara sendiri-sendiri;2. Terdapat kesamaan fakta atau peristiwa

dan kesamaan dasar hukum yangdigunakan yang bersifat substansial,sertaterdapat kesamaanjenistuntutan di antarawakil kelompok dengan anggotakelompoknya;

3. Wakil kelompok memiliki kejujuran dankesungguhan untuk melindungikepentingan anggota kelompok yangdiwakilinya.Dengan tidakditentukannya secara tegas

jumlah minimal korban untuk dapatmengajukan gugatan class action, makajumlah minimal tersebut menjadi relatifsifatnya, karena penafsiran terhadap pointsepenuhnya menjadi wewenang hakim. Olehkarena itu, kemungkinan terjadinya perbedaanjumlah minimal itu antara penafsiran hakimyang satu dengan yang lain menjadi terbukalebar. Begitu juga yang berkaitan dengan poin3 sangat tergantung pada kearifan sang hakimsebelum menerima gugatan class actiontersebut. Mai tersebut penting menjadipertimbangan bijak dari hakim untuk mencegahsangwakil kelompok {class representatives) yanghanya mementingkan keuntungan pribadidengan mengeksploitasi pihak-plhak yangdiwakilinya {class membei).

Meskipun demiklan, menurut MasAchmad Santoso," paling tidak ada tigamanfaat yang diperoleh apabila gugatan ataskasus ini dilakukan dengan class action-,Pertama, proses berperkara menjadi

ekonomis {judicial economy)', Kedua,memberikan akses pada keadilan (access toJustice)-, Ketiga, untuk mengubah sikap pelakupelanggaran {behaviour modification). Halyang sama juga dikemukan Susantl AdiNugroho/^ bahwa seperti di negara-negaralain tujuan atau manfaat dari gugatan classaction adalah; (1) Agar supaya prosesberperkara lebih ekonomis dan biaya lebihefisien {judicial economy)-, (2) Memberikanakses pada keadilan dan mengurangihambatan-hambatan bagi penggugat individualyang padaumumnya berposisi lemah {the rightofgroups ofpeople who individually would bewithout effective strength tobring theiropponentsinto court)-, (3) Merubah sikap pelaku pelanggarandan menumbuhkan sikap jera bagi mereka yangberpotensi untuk merugikan kepentinganmasyarakat luas {behaviour modification / topunish corporate wrong doing, and to forcecoiporates topayforanyharm theyhavecaused}.

2.3. Gugatan Legai StandingOrganisasi Lingkungan (LSM lingkungan)

tidak berhak mengajukan tuntutan gantikerugian, kecuali sebatas biaya ataupengeluaran rill. Hak yang utama dari LSMlingkungan adalah mengajukan gugatan untukkepentingan pelestarian fungsi lingkunganhidup. Hak itu dikenal dengan istilah ius standiyaitu hak atau kualitas untuk tampil danbertindak sebagai penggugat dalam hukumdi pengadilan {persona standi in judicio).^^Namun, berdasarkan Pasal 38 ayat (3) tidak

" Mas Achmad Santosa,dkk, Gugatan ClaasAction {^akaha: ICEL, 1999).SusantlAdi Nugrcho, PraktekGugatan Perwakilan Kelompok (ClassAction) diIndonesia (Jakarta:

Mahkamah Agung Rl, 2002),him. 5-6.PaulusEffendie Lotulung, 'Penegakan Hukum Lingkungan dalam UU 23 Tahun 1997 Ditinjau dari

Aspek Hukum Perdata," Makalah Disampalkan padaSeminar Nasional yangdisslenggarakan oleh FakultasHukum Universitas Dipanegoro, Semarang, 21 Februari 1998, him. 8.

15

Page 10: Penegakan Hukum Lingkungan

semua LSM lingkungan dapat mengajukangugatan iusstandiWu. Ada 3 (tiga) syarat yangharus dipenuhi; Pertama, berbentuk badanhukum atau yayasan; Kedua, dalam anggarandasarnya menyebutkan dengan tegas bahwatujuan didirikannya organisasi tersebut adalahuntuk kepentingan pelestarian fungsilingkungan hidup; Ketiga-, telah melaksanakankegiatan sesuai dengan anggaran dasarnya.- ~ Deriyan'̂ emiklan, jika mengacu pada

UUPLH, maka sangat jelas bahwa apabilaterjadi perusakan dan atau pencemaranlingkungan, maka penyelesaiannya bukanlahsemata-mata urusan pihak perusak dan ataupencemar dengan para korban saja.Perusakan dan atau pencemaran lingkungantidak hanya mendatangkan- kerugian bagimanusia saja, tetapi juga bagi lingkungan.Oleh karena itu, tuntutan atau gugatanterhadap perusak dan atau pencemarlingkungan tidak hanya dapat dilakukan olehpara korban saja, tetapi juga oleh pemerintah(dalam hal ini Gubernur atau pejabat yangmendapat pelimpahan wewenang), dan sertaJaksa apabila menyangkut pidana lingkunganberdasarkan pemeriksaan yang dilakukano|eh Polisi atau PPNS. Tetapi, juga LSM dalamrangka memperjuangkan hak-hak lingkunganyang bertujuan untuk menyelamatkanlingkungan dari berbagai perusakan dan ataupencemaran.

Kecakapan LSM tampi! dimukapengadilan didasarkan pada suatu asumsiLSM sebagai "wall" {guardian) darilingkungan. Pendapat ini berangkat dari teoriyang dikemukakan oleh Cristoper Stone yang

memberikan hak hukum (legal right} kepadaobyek-obyek alam [natural objects). MenururStone, hutan, laut, atau sungai sebagai obyekalam layak memiliki hak hukum dan adalahtidak bijaksana jika dianggap seballknya hanyadikarenakan sifatnya yang Inanlmatif (tidakdapat bicara).'̂ Diterimanya pengambanganteori dan penerapan standing ini menurut MasAchmad Santoso, setidak-tidaknya didasarkanpada 2 (dua) hal, yaitu; faktor perlindungankepentingan masyarakat luas, dan faktorpenguasaan sumber daya alam atau sektor-sektoryang memiliki dimensi publlk yang luasoleh negara.'^

Penjatuhan Sanksi Admlnlstratif

Penjatuhan sanksi admlnlstratif kepadapelaku perusakan atau pencemaranlingkungan tidak harus melalul putusanpengadilan. Penjatuhan sanksi admlnlstratifdapat langsung dijatuhkan oleh pejabat yangberwenang terhadap pelaku perusakan ataupencemaran lingkungan. Menurut UUPLH ada3 (tiga) jenis sanksi adminlstrasi, yaitu;paksaaanpemerintahan (Pasal 25ayat(1), ayat(2), ayat (3), dan ayat (4)UUPLH); uangpaksa(Pasal 25 ayat (5) UUPLH); dan pencabutanizin usaha dan/atau kegiatan (Pasal 27 ayat(1) UUPLH).

Penjatuhan sanksi admlnlstratif dalamPasal 25 disebutkan bahwa Gubernur

berwenang melakukan paksaan pemerintahan(bertuursdwang) terhadap penanggung jawabusaha dan atau kegiatan untuk mencegahdan mengakhiri teijadlnya pelanggaran, serta

Mas Achmad SantosodanSulalman N. Semblring, HakGugat OrganisasiLingkungan (EnvironmentalLegal Standing) {<}akaria\ ICEL, 1997), him. 11-12.

him. 12-14.

16 JURNAL HUKUM. NO. 27 VOL. 11 SEPTEMBER 2004: 7 - 22

Page 11: Penegakan Hukum Lingkungan

Zairin Harahap Penegakan Hukum Lingkungan ...

menanggulangi aklbat yang ditimbulkan olehsuatu pelanggaran, melakukan tindakanpenyelamatan, penanggulangan, dan ataupemulihan atas beban biaya penanggung jawabusaha dan atau kegiatan. Sanksi administratifyang bempa paksaan pemerintahan itu dapatdiganti dengan pembayaran sejumlah uangtertentu atau yang dikenal dengan istilahdwangsom.^^ Penetapan besamya dwangsomtersebut sudah barang tentu harusberdasarkan perhitungan iimiah atas berapabesar biaya yang harus dikeluarkan untukmemulihkan lingkungan yang telah rusak danatau tercemar itu.

Penjatuhan sanksi tersebut juga dapatdilakukan atas permohonan yang diajukanoleh pihak ketiga yang berkepentingan (parakorban atau organisasi lingkungan/LSMlingkungan). Meskipun secara formal,mungkin para korban atau LSM lingkunganbelum pernah mengajukan permohonanpenjatuhan sanksi paksaan pemerintahan Itu,namun hal Itu sudah menjadi wewenang 'Gubernur. Karena, berdasarkan pasa!tersebut, penjatuhan sanksi administratif yangberupa paksaan pemerintahan Itu tidak harusmelalui permohonan dari plhak ketiga yangberkepentingan.

Gubernur dapat melimpahkanwewenang Itu (delegation) kepada Bupati/Wallkota dengan suatu Peraturan Daerah.Oleh karena itu, sepanjang belum adapelimpahan wewenang Itu, maka Bupati/Wallkota tIdak memlliki wewenang untukmenjatuhkan sanksi administratif yang berupapaksaan pemerintah itu kepada pelaku

perusakan atau pencemaran lingkungan,apalagi untuk menuntut gantikerugian. Begitujuga DPRD, adalah sah-sah saja membentukTim untuk menghilung kerugian yangditimbulkan oleh akibat perusakan ataupencemaran Itu. Namun, harap dlingat bahwaDPRD tidak memlliki kewenangan untukmemaksakan pencemar untuk membayargantI kerugiannya. Hak untuk. menuntutbesamyaganti kerugian tetap ada pada pihakkorban. Hasil penelitlan yang dilakukan olehTim yang dibentuk oleh DPRD tersebuthanyalah berfungsi sebagal masukan bagipihak korban untuk-menentukan besamyaganti kerugian atau bagi Gubernur untukmenentukan besamya biaya pemulihanlingkungan sebagal.baglan darl penerapansanksi administratif.

Dl samping itu, perlu juga diketahulbahwa meskipun nantinya sudah adakesepakatan antara para korban dan pelakuperusakan atau pencemaran lingkunganuntuk menyelesalkan kasus Inl melalui di luarpengadllan, hal Itu tidak menutup mata hatidan langkah Gubernur (Walikota/BupatIapabila mendapatkan pelimpahan wewenang)untuk menjatuhkan sanksi administratif yangberupa paksaan pemerintahan ataudwangsom, serta Polls! atau PPNS untukmemerlksa adanya tindak pidana di bidanglingkungan hidup untuk kasus tersebut.

Jenis sanksi administratif lainnya yangdikenal dalam UUPLH adalah pencabutan Izinusaha/kegiatan sebagaimana yangdisebutkan dalam Pasal 27 ayat (1) UUPLH.Pejabat yang berwenang untuk mencabut izin

Philipus M. Hadjon, "UU Nomor 23Tahun 1997 danPenegakan Hukumnya Ditlnjau dari Aspek HukumAdminlstrasi," Makalah Disampaikan padaSeminar Nasional yang diselenggarakan oleh Fakuitas Hukum UniversitasDipanegoro, Semarang,21 Februari 1998, him. 10.

17

Page 12: Penegakan Hukum Lingkungan

usaha/kegiatan yang telah melakukanperusakan atau pencemaran lingkungan ituadalah pejabat yang mengeluarkan ataumenerbitkan izin usaha/kegiatan itu. Hal inisejalan dengan asas contrarius actus yangmengatakan bahwa pejabat yang memilikiwewenang untuk mencabut izin adalahpejabat yang mengeluarkan izin itu sendirl.Namun, dalam Pasal 27 ayat (2) UUPLHdisebutkan bahwa apabila yang mengeluarkanatau menerbitkan izin tersebut bukan KepalaDaerah, maka Kepala Daerah tersebut dapatmengusulkan kepada pejabat yangberwenang yang mencabut Izin dariperusahaan yang telah melakukan perusakanatau pencemaran lingkungan di daerahnya.

Sementara itu sanksi tindakan tata tertib

sebagalmana yang disebutkan dalam Pasal47 UUPLH yang berupa:a. perampasan keuntungan yang diperoleh

dari tindak pidana; dan ataub.. penutupan seluruhnya atau sebagian

perusahaan; dan at^c. perbaikan akibat tindak pidana; dan ataud. mewajibkan mengerjakan apa yang

dilalaikan tanpa hak;- dan ataue. meniadakan apa yang dilalaikan tanpa

hak; dan atauf. menempatkan perusahaan di bawah

-pengampuan paling lama 3 tahun,ditempatkan sebagai bagian dari sanksipidana, sehingga menjadi wewenangjaksa untuk melakukan penuntutannya.Dengan demikian, penjatuhan jenis-jenissanksi tersebut harus terlebih dahulu

melalui putusan pengadilan yang telahmemiliki kekuatan hukum yang mengikat.Apabila dilihat dari jenis-jenis sanksi yang

disebutkan dalam Pasal 47 UUPLH tersebut,maka sebenarnya lebih bersifat administratif.

Oleh karena itu, penerapan ketentuan Pasal47 UUPLH tersebut sudah semestinyamemperhatikan penerapan Pasal 25 danPasal 27 UUPLH agar tidak menimbulkankerancuan dan tumpang tindih dalampenjatuhan sanksi.

Penjatuhan Sanksi Pidana Lingkungan

Setiap terjadi kasus perusakan ataupencemaran lingkungan, maka Polisi atauPPNS yang lingkup tugas dan tanggungjawabnya di bidang lingkungan memilikiwewenang untuk memeriksa, memintaketerangan, bahan bukti, dan sebagainyaterhadap orang atau badan hukum yang

. diduga melakukan tindak pidana di bidanglingkungan hidup (Pasal 40 UUPLH). Namun,sampai sejauh ini, Polisi atau PPNS yangdimaksud belum secara otomatis dengancepat melakukan tugas dan tanggungjawabnya itu. Polisi atau PPNS yang dimaksuddi samping terkesan agak lamban dalammelaksanakan tugas tersebut juga masih ada'yang berpendapat bahwa pidana lingkunganmerupakan delik aduan. Padahal jelas sekaliberdasarkan pasal-pasal yang dikemukakandi atas bahwa pidana lingkungan menurutUUPLH bukan merupakan delik aduan.

Berdasarkan ketentuan Pasai 41, 42, 43,44, 45, 46, dan Pasal 47 UUPLH dapatdiketahui bahwa jenis-jenis sanksi pidanayang dapat diancamkan kepada pelakuperusakan atau pencemaran lingkunganadalah pidana penjara, denda, dan atautindakan tata tertib. Jenis sanksi pidana yangberupa pidana penjara dan denda bersifatkomulatif. Sedangkan jenissanksi pidana yangberupa tindakan tata tertib lebih bersifatdiskresi, sehingga sepenuhnya diserahkan

18 JURNAL HUKUM. NO. 27 VOL 11 SEPTEMBER 2004: 7 - 22

Page 13: Penegakan Hukum Lingkungan

Zairin Harahap Penegakan Hukum Lingkungan ...

kepada kebijaksanaan dari penuntut umum(jaksa). Pasal 41,42,43, dan Pasal 44 UUPLHberkaitan dengan sanksi pidana yang dapatdiancamkan kepada pelaku perusakan ataupencemaran lingkungan yang dilakukan olehindividu. Pasal 45 dan Pasal 46 UUPLHadalah sanksi pidana yang dapat diancamkankepada peiaku perusakan atau pencemaraniingkungan yang dilakukan oleh korporasi.Sedangkan ketentuan Pasal 47 adalah sanksipidanayang dapat diancamkan kepada peiakuperusakan atau pencemaran iingkungan yangdilakukan balk oleh individu maupunkorporasi. Untuk lebih jelasnya dapatdigambarkan sebagai berlkut:

Pasal

Pasal 41

ayal (1).

Pasal 41

ayal (2).

Pasal 42ayat (1).

Pasal 42

ayal <2).

Pasal 43

ayal (1).

Peiaku

•individu

• Individu

'individu

'tndi^u

'individu

Perbuatan yg dilarangdengan ssngaja melakukanperbualan yang mengakibatkanpencemaran dan alau perusakanlingkungan.

-mengakiiatkan crang rratr alau lukaberal.

karena kealpaannya melakukanperbualan yang mengakibalkanpencemaran dan alau perusakanlingkungan. }

'mengakibatkan otang mall atau lukaberal.

melanggar ketenluan penindang-undangan yang berlaku, sengaiamelepaskan alau membuang zai.energi.dan alau kctnponen lainyangbeibahayadan beracunciBsuk dialasalau ke dalam lanah, ke dalam udaraatau ke dalam air permukaan.melakukan impoi. ekspor,memperdagangkan, menyimpanbahan lersebU,menjalankan nslalasiyangberbahaya, padabalmettgelahuialau sangal beratasan untukmenduga balrra perbuatan lersebutdapat menirtulkan pencemaran danalau perusakan lingkungan alaumembahayakan kesehalan umumalau nyawa otang tan.

"Muladi,op.c//,hlm.23.

Saksi'penjara max

10 III dan

denda max

Rp 500 jula.'penjara maxIS th dan

denda max

Rp750 jula.penjara max3 lb dan

denda max

Rp 100 jula.' penjara maxSlb dan denda

max Rp ISOjula.

'penjaramax6th dan dendamax.Rp 300jula.

Pasal Peiaku Perbuatan ygdilarang Saksi

-Pasal 43 •individu •serffpiraTbertantikxTTgipefeualau •per^rraxSayat (2) mentfrhnjan aButTgiyentiunyiQn Ih dan denda

alaurTBUsakitbiTBsyangi^nikan max Rp 300dalam kalarmyadengan perbualan jula.seba^nrana drnaksufpadaayal(1)padahal mengetahui alau sangalberalasan untuk menduga bahwapeitualantsTsebddapal merurrbuttanpencemaran dan alau perusakaniingkungan alau mambahayokankeseh^urunalau nyaveorang Bki

•Pasal 43 • individu mengakiralkan orangmallalau luka •penjara max9ayal(3) betat. Ih dan denda

max Rp 450jula. _

-Pasal 44 -individu perbuatan sebagaimana dimaksud -per^maxSayal (1) pada Pasal 43 dilakukan karena Ih dan denda

keaipaan. Rp too jula.-Pasal 44 •individu mengakiratkan orangmati alauluka •penjara maxSayal (2) beral. Ih dan denda

max Rp ISOjula.

•Pasal 45 • korporas pencemarandan atau perusakan •ancaman

dan Pasa iingkungan pUana denda46 diperberal

denganseperliga.

-Pasal 47 • individu / pencemaran dan alau perusakan •dapat pulakorporas lingkungan dikenakan

lindakan lala

lertt ben^a:perampasan

keuniungan.penulupan.perbaikan.mewajibkanmengerjakanapa yang

dllalaikan.meniadakan

apa yang

dllalaikan

lanpa hak.menevrpaOanperusahaan

di bawah

pengatrpuan

palinglama3lahun

Dari rumusan Pasai 41, Pasal 42, danPasai43 UUPLH dapatdiketahui bahwa pasai-pasa! tersebut merupakan deiik materiiP^ yangmembawa konsekuensi pembuktian adanyahubungan kausalitas antara perbuatanperusakan dan. atau pencemaran iingkungandan akibat yang ditimbulkan, yaitu rusaknyadan atau tercemarnya lingkungan hidup yang

19

Page 14: Penegakan Hukum Lingkungan

dimaksud. Berbeda halnya dengan Pasal 44UUPLH lebih merupakan delik formiP® yangmembawa konsekuensi bahwa yang pantingdapat membuktlkan perbuatan melanggarhukumnya. Sedangkan apakah perbuatantersebut telah mengakibatkan terjadlnyaperusakan dan atau pancemaran lingkunganadalah tidaklah penting.

Sementara itu, berdasarkan rumusanPasal45 dan Pasal46 UUPLH yangmengaturtentang-tindak pidana lingkungan yangdilakukan oleh korporasi tidak memilikikejelasan tentang apakahpemimpin korporasidan atau merekayangmemberipen'ntah dapatdiancam dengan sanksi pidana yang berupapidana penjara. Memang, dalam Pasal 46UUPLH disebutkan kemungkinan pemimpinkorporasi dan atau mereka yang memberiperintah dijatuhi sanksi pidana baik berupapidana penjara dan denda (sebagaimanasanksi pidana yang terdapatdalam Pasal 41 •Pasal A4 UUPLH) dan atau tindakan taat tertib(sebagaimana yang terdapat dalam Pasal 47UUPLH). Namun, hal itu menjadi rancudenganketentuan pasal 45 UUPLH yang menyebutkanbahwa jika perbuatan-itu dilakukan olehkorporasi ancaman pidana dendanyadiperberat dengan sepertiga. Kerancuan itudapat dijelaskan bahwa ancaman sanksi yangterdapat dalam Pasal 41 - 44 UUPLH berslfatkomulatif, sementara apabliamengacu kepadaPasal 45 dan 46 UUPLH terjadi pemlsahanantara ancaman pidana penjara yangditujukan kepada pemimpin korporasi danatau kepada mereka yang memberi perintah,sedangkan ancaman dendanya ditujukankepada korporasinya. Atas dasar itu, makasanksi pidana yang sudah jelas dapat

^8 Ibid.

diancamkan hanya terhadap korporasi, yaituberupa pidana denda yang diperberat dengansepertiga, sedangkan terhadap pemimpinkorporasi dan atau mereka yang memberiperintah tidak jelas apakah hanya dapatdikenakan dapat pidana penjara saja, ataupidana penjara dan denda, atau pidanapenjara, denda, dan tindakan tata tertib. Jikahanyadikenakan kemungkinan yang pertama,maka hal itu tidak sejalan dengan ketentuanpasal 41 - 44 UUPLH yang menganut sifatkomulatif. Sementara, apabila dikenakankemungkinan kedua, berarti terjadipenggandaan, penjatuhan sanksi pidana yangberupa denda, yakni; denda yang dijatuhkankepada korporasi dan kepada pemimpinkorporasi dan atau mereka yang memberiperintah. Begitu juga, apabila dikenakankemungkinan yang ketiga, mejadi tidakrasional, karena pemimpin korporasi dan ataumereka yang memberiperintah tidak mungkindapat dikenakan sanksi pidana yang berupatindakan tata tertib.

Di samping itu, korporasi juga dapatdikenakan sanksi yang berupa tindakan tatatertib sebagai mana yang disebutkan dalamPasal 47 UUPLH. Untuk jenis sanksi pidanayang terakhir tersebut relatlf sifatnya. Dengankata lain, tidak setiap kasus pidana lingkunganotomatis dikenakan sanksi pidana nyangberupa tindakan tata tertib tersebut.

Berangkat dari rumusan Pasal 45 danPasal 46 UUPLH dl satu pihak dan rumusanPasal 41, Pasal 42, Pasal 43, dan Pasal 44UUPLH di pihaklain, maka jelas sekalibahwaperusakan dan atau pencemaran lingkunganyang dilakukan oleh individu.

. Berangkat dari rumusan Pasal 45 dan

20 JURNAL HUKUM. NO. 27 VOL 11 SEPTEMBER 2004: 7 - 22

Page 15: Penegakan Hukum Lingkungan

Zairin Harahap Penegakan Hukum Lingkungan ...

Pasal 46 UUPLH di satu pihak dan rumusanPasal 41, Pasal 42, Pasal 43, dan Pasal 44UUPLH di pihak lain, maka jelassekali bahwaperusakan dan atau pencemaran lingkunganyang dilakukan oleh individu ancamanhukumannya menjadi lebih berat daripadayang dilakukan oleh korporasi. Ancamanhukuman yang dapat dikenakan kepadaindividu yang melakukan perusakan dan ataupencemaran lingkungan terdiri atas pidanapenjara dan denda, dan atau tindakan tatatertib. Tidak jelas, apa yang menjadi latarbelakang dari para pembuat UUPLH,sehingga ancaman hukuman terhadapperusakan dan atau pencemaran lingkunganyang dilakukan oleh individu lebih lengkap danlebih jelas (pidana penjara dan denda, danatau tindakan tata tertib) daripada apabllapelakunya adalah korporasi.

Simpulan

Penegakan hukum lingkungan menurutUUPLH dapat dilakukan secara preventif dansecara represif. Penegakan hukumlingkungan secara preventif ditujukan langsunguntuk mencegah terjadlnya perusakan danatau pencemaran lingkungan. Instrumenhukum yang dapat digunakan adalahinstrumen hukum administrasi yang berupakewajiban yang diletakkan bagi setiap orangyang akan menjalankan suatu usaha ataukegiatan (pemrakarsa) untuk terlebih dahulumemiliki dokumen AMDAL dan atau izin.

Penegakan hukum lingkungan secararepresif ditujukan langsung untukmenanggulangi perusakan dan ataupencemaran lingkungan. Instrumen hukumyang dapat digunakan adalah instrumenhukum administrasi, hukum perdata, dan

hukum pidana. Penegakan hukum administrasiterhadap perusak dan,atau pencemarlingkungan dapat dilakukan denganmenjatuhkan sanksi administrasi yang berupapaksaan pemerintahan atau uang paksa, danselanjutnya sampai kepada pencabutan izinoleh pejabat yang berwenang tanpa melaluiputusan pengadilan.

Penegakan hukum perdata dapatdilakukan dengan para korban atau LSMmengajukan ke pengadilan. Sedangkanpenegakan hukum pidana dapat dilakukandengan menyeret pelaku perusakan dan ataupencemaran lingkungan (individu ataukorporasi) ke pengadilan. Penjatuhan sanksiadministrasi, gugatan ganti.kerugian danpemulihan lingkungan, serta tuntutan pidanayang dilakukan terhadap pelaku perusakandan atau pencemarn lingkungan dalam kasusyang sama bukan merupakan.ne bis in idem.

Daftar Pustaka

Arief, Barda Nawawi, Masalah PenegakanHukum dan KebijakanPenanggulangan Kejahatan, Bandung:PenerbitPI Citra Aditya Bakti, 2001,

B, Bruce f^itchell, Setiawan, dan Dwita HadiRahmi, Pengeloiaan Sumberdaya danLingkungan, Yogyakarta: Gadjah UabaUniversity Press, 2000.

Emirzon, JonI, Alternatif PenyelesaianSengketa. di Luar Pengadilan(Negosiasi, Mediasi, Konsiliasi &Arbitrase), Jakarta: PT GramediaPustaka Utama, 2000.

Hadjon, Phllipus M, "UU Nomor 23 Tahun1997 dan Penegakan HukumnyaDitinjau dari Aspek Hukum

21

Page 16: Penegakan Hukum Lingkungan

Administrasi," Makalah Disampaikanpada Seminar Nasional yangdiseienggarakan oleh Fakultas HukumUniversitas Dipanegoro.

Hadjon, Philipus M, Penegakan HukumAdministrasi dalam PengeldlaanLingkungan Hidup, dalam B. AriefSidharta, dkk (Editor), Butir-butirGagasan tentang PenyelenggaraanHukum dan Pemerintahan yang Layak,Bandung: Penerbit PT. Citra AdityaBakti,.1996.

Lotulung, Paulus Effendie, "PenegakanHu,kum Lingkungan dalam UU 23Tahun 1997 Ditinjau dari Aspek HukumPerdata,'' Ma/fa/a/) Disampaikan padaSeminar; Nasional yangdiseienggarakan oleh Fakultas HukumUniversitas Dipanegoro, Semarang.

-•N .

Muladi, "Prinsip-prinsip Dasar Hukum PidanaLingkungan dalam Kaitannya denganUU Nomor 23 Tahun 1997," MakalahDisampaikan pada Seminar Nasionalyang Diselenggrakan oleh FakultasHukum Universitas Dipanegoro,Semarang, 21 Februari 1998.

Pinakunary, Fredrik J, Penerapan TanggungJawab Pidana Mutlak Pada Perkara

Pencemaran Lingkungan, http://www.hukumomline. com/

detail.asp? id=10837&cl=Kolom,diakses tanggal 26 November 2004,

jam 13.20 WIB.

Rangkuti, Siti Sundari, Hukum Lingkungandan Kebijaksanaan LingkunganNasional, Edisi Kedua, Surabaya:Airlangga University Press, 2000.

Santosa, Mas Achmad, dkk, Gugatan ClaasAction, Jakarta: ICEL, 1999.

Santoso, Mas Achmad dan Sulaiman N.Sembiring, Hak Gugat OrganisasiLingkungan (Environmental LegalStanding), Jakarta: ICEL, 1997.

Soemarwoto, Otto, Ekologi, Lingkungan Hidupdan Pembangunan, Cetakan Keenam,Jakarta: Penerbit Djambatan, 1994.

Susanti Adi Nugroho, Praktek GugatanPerwakilan Kelompok (Class Action) diIndonesia, Jakarta:. Mahkamah AgungRl. 2002.

West, Bernadette, Peter M. Sandman, danMichael R. Greenberg, PanduanPemberitaan Lingkungan Hidup,Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,.1998.

Widiati, Sri (Penterjemah), Planet KitaKesehatan Kita: Laporan Komisi WHOMengenai Kesehatan dan Lingkungan,Yogyakarta, Gadjah Mada UniversityPress, 2001.

Widjaja, Gunawan, Alternatif PenyelesaianSengketa,Jakarta: Rajawali Pers, 2001.

22 JURNAL HUKUM. NO. 27 VOL 11 SEPTEMBER 2004: 7 - 22