PEMIKIRAN KH. HASYIM ASY’ARI TENTANG BID’AH...

27
PEMIKIRAN KH. HASYIM ASY’ARI TENTANG BID’AH NASKAH PUBLIKASI Oleh : NANANG QOSIM NIM : O 000 100 047 PROGRAM STUDI MAGISTER PEMIKIRAN ISLAM PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2013

Transcript of PEMIKIRAN KH. HASYIM ASY’ARI TENTANG BID’AH...

Page 1: PEMIKIRAN KH. HASYIM ASY’ARI TENTANG BID’AH ...eprints.ums.ac.id/26413/13/NASKAH_PUBLIKASI.pdfalat-alat administrasi dan dzikir berjama’ah. 12 Pernyataan tentang bid’ah cenderung

PEMIKIRAN KH. HASYIM ASY’ARI

TENTANG BID’AH

NASKAH PUBLIKASI

Oleh :

NANANG QOSIM

NIM : O 000 100 047

PROGRAM STUDI MAGISTER PEMIKIRAN ISLAM

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2013

Page 2: PEMIKIRAN KH. HASYIM ASY’ARI TENTANG BID’AH ...eprints.ums.ac.id/26413/13/NASKAH_PUBLIKASI.pdfalat-alat administrasi dan dzikir berjama’ah. 12 Pernyataan tentang bid’ah cenderung

2

ABSTRACT

KH. Hasyim Asy’ari is a most respected figure by the members of Nahḍatul

Ulama’ (Nahḍiyin). He is known as the founder and the first leader of Nahḍatul

Ulama organization. As the founder, KH. Hasyim Asy’ari has constructed the

foundations of Nahḍatul Ulama’ in order to the followers in future time always in his

expectation . Except that, KH. Hasyim Asy’ari is a person who succeeded to unite the

moslems of Indonesia at that time who have different interpretations in some of

problems.

The issues that analysed in this erudition is: how interpretation of KH. Hasyim

Asy’ari about the bid’ah (bad creation in Islam), rituals or traditions that practiced in

Nahḍiyin and their respon to KH. Hasyim Asy’ari’s thought about bid’ah. The goal of

this erudition is to know the interpretation of KH. Hasyim Asy’ari, to know traditions

that practiced in Nahḍiyin and to know the respon of Nahḍiyin to the thought of KH.

Hasyim Asy’ari about bid’ah.

The method in this erudition is qualitative study based on library research

and analytical-critical. The author tries to analyze every point of statement of KH.

Hasyim Asy’ari about bid’ah based on original teks from his book that written in

Arabic language exhaustively and critically and compare it with the statements of

some ulama’, not just reportly and descriptively.

This erudition give the conclusion that the bid’ah according to KH. Hasyim

Asy’ari is not just in new in fact, but it has contradiction to principals of syari’at, has

contradiction to rule of the leaders of mujtahid and ancient community (salaful

ummah), and far from principals of syari’at. Some of traditions that grown in

Nahḍiyin are claimed as a bid’ah by KH. Hasyim Asy’ari and the respon of Nahḍiyin

about his thought about bid’ah is little.

Key words: KH.Hasyim Asy’ari, the bid’ah, the traditions in Nahḍiyin

Page 3: PEMIKIRAN KH. HASYIM ASY’ARI TENTANG BID’AH ...eprints.ums.ac.id/26413/13/NASKAH_PUBLIKASI.pdfalat-alat administrasi dan dzikir berjama’ah. 12 Pernyataan tentang bid’ah cenderung

3

Page 4: PEMIKIRAN KH. HASYIM ASY’ARI TENTANG BID’AH ...eprints.ums.ac.id/26413/13/NASKAH_PUBLIKASI.pdfalat-alat administrasi dan dzikir berjama’ah. 12 Pernyataan tentang bid’ah cenderung

4

PEMIKIRAN KH. HASYIM ASY’ARI TENTANG BID’AH

A. Pendahuluan

Ajaran-ajaran yang disampaikan oleh Rasulullah SAW. tidak ada yang

tertinggal satu pun, sehingga tidak perlu ada ajaran-ajaran baru. Namun

dalam perjalanan umat Islam, berbagai perkara baru sedikit demi sedikit

mulai muncul. Perkara-perkara baru tersebut tidak pernah ada sama sekali

pada masa Rasulullah dan para shahabat. Perkara-perkara baru itulah yang

kemudian disebut sebagai bid’ah. Dalam pandangan sebagian kalangan

Islam, perkara-perkara tersebut adalah termasuk perbuatan yang

menyimpang dari sunnah yang disebut dengan bid’ah. Menurut kalangan ini

setiap perbuatan bid’ah adalah sesat yang oleh karena itu seseorang yang

melakukannya nanti akan dimasukkan ke neraka sebagaimana sabda Nabi

Muhammad SAW. Sebaliknya kalangan yang melaksanakan perkara-perkara

tersebut membantah bahkan mengklaim dan menjelaskan bahwa hal

tersebut tetap didasarkan pada al-Qur’an dan al-Hadits.

Sebagai Rais Akbar sebuah organisasi yang warganya sebagian besar

dari kalangan tradisional (pedesaan), KH. Hasyim Asy’ari menyusun sebuah

tulisan sebagai dasar bagi organisasi Nahḍatul Ulama’ yang dipimpinnya

yang disebut Muqaddimah al-Qanun al-Asasi li Jam’iyah Nahḍat al-Ulama’.

Juga menyusun sebuah kitab yang diberi nama Risalah Ahl al-Sunnah wa al-

Page 5: PEMIKIRAN KH. HASYIM ASY’ARI TENTANG BID’AH ...eprints.ums.ac.id/26413/13/NASKAH_PUBLIKASI.pdfalat-alat administrasi dan dzikir berjama’ah. 12 Pernyataan tentang bid’ah cenderung

5

Jama’ah fi Bayan al-Musamaat bi Ahl al-Sunnah wa al-Jama’ah untuk

menjelaskan beberapa hal tentang Ahlussunnah wal Jama’ah dan

permasalahan lain menurut pemikirannya yang intinya agar warga Nahḍatul

Ulama’ selalu berada dalam batas-batas Ahlussunnah wal Jama’ah yang ia

inginkan. Lebih lanjut dijelaskan bahwa Jam’iyyah Nahḍatul Ulama’ adalah

jam’iyyah diniyyah (organisasi agama) yang mendorong umat Islam agar

berpegang teguh dengan al-Qur’an dan al-Sunnah dan agar menjauhi

kesesatan dan bid’ah serta mendorong umat Islam agar berjihad untuk

meninggikan kalimat Allah.

Demikian juga tentang masalah bid’ah, khurafat, takhayyul dan

sebagainya yang terjadi saat itu, tidak lepas dari perhatiannya dan

menggerakkannya untuk menulis kitab Risalah Ahl al-Sunnah wa al- Jama’ah

fi Bayan al-Musammah bi Ahl al-Sunnah wa al-Jamaah. Di sana diuraikan

dengan jelas pandangannya tentang Ahli Sunnah wal Jamaah, sunnah dan

bid’ah, serta hal-hal yang lain. Di awal kitab tersebut dijelaskan tentang

pengertian sunnah dan bid’ah. Penjelasan tentang bid’ah lebih panjang

daripada tentang sunnah karena ia nilai banyak yang tidak memahami

hakikat dari bid’ah.

Dari latar belakang di atas, dirumuskan bahwa permasalahan yang akan

diteliti yaitu :

Page 6: PEMIKIRAN KH. HASYIM ASY’ARI TENTANG BID’AH ...eprints.ums.ac.id/26413/13/NASKAH_PUBLIKASI.pdfalat-alat administrasi dan dzikir berjama’ah. 12 Pernyataan tentang bid’ah cenderung

6

1. Bagaimana pemikiran KH. Hasyim Asy’ari tentang bid’ah.

2. Tradisi-tradisi dan amaliah-amaliah warga Nahḍatul Ulama’ yang

menyelisihi pemikiran KH. Hasyim Asy’ari.

3. Respon atau tanggapan warga Nahḍatul Ulama’ terhadap pemikiran KH.

Hasyim Asy’ari tentang bid’ah.

Penelitian dalam tesis ini adalah murni penelitian kepustakaan (library

research) dengan membaca dan menelaah secara mendalam data-data

primer literatur utama karya KH. Hasyim Asy’ari yang meliputi berbagai karya

terutama yang berkaitan dengan syari’at Islam serta sumber sekunder yang

berupa komentar atau buku para penulis lain yang mengkaji sosok dan

pemikiran KH. Hasyim Asy’ari serta karya-karya para ulama’ tentang bid’ah

guna mendapatkan hasil penelitian yang lebih komprehensif.

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

sejarah (historical approach). Pendekatan ini didasarkan pada argumen

bahwa salah satu penelitian sejarah adalah penelitian tentang biografi

seseorang yaitu kehidupan seseorang dalam hubungannya dengan

masyarakat : sifat, watak, pengaruh pemikiran dan idenya, kemudian

menganalisis karya-karya intelektual dan ilmiah serta biografinya. Setelah

data terkumpul, kemudian dilakukan analisis. Teknik analisisnya adalah

analisis isi (content analysis).

Page 7: PEMIKIRAN KH. HASYIM ASY’ARI TENTANG BID’AH ...eprints.ums.ac.id/26413/13/NASKAH_PUBLIKASI.pdfalat-alat administrasi dan dzikir berjama’ah. 12 Pernyataan tentang bid’ah cenderung

7

B. Biografi

KH. Hasyim Asy’ari lahir pada hari Selasa, 24 Dzul Qa’dah 1287 H/14

Februari 1871 M di desa Gedang, sebuah desa yang terletak sekitar 2

kilometer di utara kota Jombang, Jawa Timur. Nama aslinya Muhammad

Hasyim. Sampai dengan umur 5 tahun, KH. Hasyim Asy’ari hidup di pesantren

Gedang milik kakeknya (ayah dari ibunya) yang bernama Kyai Utsman. Dari

umur 5 tahun ia pindah mengikuti ayah dan ibunya ke desa Keras untuk

mendirikan pesantren sebagai wadah baru mensyiarkan Islam. Di sini ia

Cnggal sampai umur 15 tahun. Dengan demikian KH. Hasyim Asy’ari tumbuh

dan dididik di bawah bimbingan orang tuanya secara langsung dengan

pendidikan dan lingkungan yang baik. Ia belajar al-Qur’an kepada orang

tuanya, juga beberapa kitab keagamaan sampai sempurna kecerdasannya.

Kemudian KH. Hasyim Asy’ari melakukan perjalanan menuntut ilmu di

pesantren-pesantren yang masyhur di tanah Jawa yaitu Pesantren Wonokoyo

(Probolinggo), lalu ke pesantren Langitan (Tuban). Karena merasa belum

cukup, KH. Hasyim Asy’ari melanjutkan ke pesantren Tenggilis (Surabaya),

lalu melanjutkan ke pesantren Kademangan (Bangkalan, Madura), kemudian

belajar di pesantren Siwalan Panji (Sidoarjo). Diperkirakan juga bahwa KH

Hasyim Asy’ari pernah belajar bersama-sama KH. Ahmad Dahlan, pendiri

Muhammadiyah, di Semarang.

Page 8: PEMIKIRAN KH. HASYIM ASY’ARI TENTANG BID’AH ...eprints.ums.ac.id/26413/13/NASKAH_PUBLIKASI.pdfalat-alat administrasi dan dzikir berjama’ah. 12 Pernyataan tentang bid’ah cenderung

8

KH Hasyim Asy’ari melanjutkan belajar lagi di Mekkah. Tradisi waktu

itu menyatakan bahwa seorang ulama belumlah dikatakan cukup ilmunya

jika belum belajar di Mekkah selama bertahun-tahun. Di sini KH. Hasyim

Asy’ari belajar selama tujuh tahun.

Di Mekkah KH. Hasyim berguru kepada para ulama’ besar, ia berguru

kepada Syaikh Muhammad Nawawi al-Bantani, Syaikh Khatib al-

Minangkabawi, Syaikh Syu’aib bin Abdurrahman beberapa cabang ilmu, juga

berguru kepada al-Sayyid ‘Abbas al-Maliki al-Hasani kitab-kitab hadits Nabi,

kemudian berguru kepada Syaikh Muhammad Mahfudz bin Abdullah al-

Tarmasi ilmu-ilmu syar’iyyah dan alat-alat adabiyyah dan amal-amal al

haditsiyah sehingga KH Hasyim memperoleh banyak ilmu ma’qul dan manqul,

kemudian kembali ke tanah kelahirannya lalu menetap, mengarang,

mencurahkan dan menyusun amal-amal al-khairiyyah dan gerakan al-

ijtimaiyyah.

KH. Hasyim Asy’ari sangat tertarik dan berbangga dengan ilmu Hadits

yang telah ia tekuni. Sebagai buktinya, ia menuliskan mata rantai (sanad)

yang berhasil ia dapatkan yang hal itu tidak ia lakukan pada bidang ilmu yang

lain.

KH. Hasyim Asy’ari hidup pada 1871 – 1947, oleh karena itu KH.

Hasyim merasakan kehidupan dalam penjajahan Belanda dan Jepang. KH.

Page 9: PEMIKIRAN KH. HASYIM ASY’ARI TENTANG BID’AH ...eprints.ums.ac.id/26413/13/NASKAH_PUBLIKASI.pdfalat-alat administrasi dan dzikir berjama’ah. 12 Pernyataan tentang bid’ah cenderung

9

Hasyim Asy’ari menyaksikan kondisi rakyat yang sangat sengsara karena

pemberlakuan sistem Tanam Paksa oleh penjajah Belanda. Sistem Tanam

Paksa ini berlangsung selama 90 tahun, dari tahun 1830 sampai 1919. KH.

Hasyim Asy’ari juga menyaksikan berlakunya politik etis yang diterapkan

penjajah Belanda untuk rakyat Indonesia, terutama pendirian sekolah hanya

untuk kalangan elit (priyayi).

C. Pemahaman Bid’ah dalam Pemikiran KH. Hasyim Asy’ari

KH. Hasyim Asy’ari menyatakan bahwa bid’ah adalah menciptakan suatu

perkara baru di dalam agama yang perkara itu menyerupai dari (ajaran)

agama, baik (menyerupainya itu) dengan suatu gambaran atau dengan

hakikatnya. KH. Hasyim Asy’ari menjelaskan bahwa untuk menentukan

apakah perkara yang baru itu dikatakan bid’ah atau tidak, ada kriterianya.

KH. Hasyim Asy’ari mengatakan kriteria atau pertimbangan sesuatu itu

dikatakan bid’ah ada tiga :

Pertama, yaitu melihat pada perkara baru tersebut, maka jika

kebanyakan syari’at dan pokok syari’at menyaksikan (menyetujui) kepada

perkara tersebut maka perkara itu bukan dikatakan bid’ah. Namun jika

perkara baru itu bertentangan dengan segala sisi maka perkara tersebut

adalah batil dan dhalal (sesat). Dan jika perkara baru tersebut mempunyai

dalil-dalil dan juga mengandung syubhat dan berbagai sisi (sudut pandang)

Page 10: PEMIKIRAN KH. HASYIM ASY’ARI TENTANG BID’AH ...eprints.ums.ac.id/26413/13/NASKAH_PUBLIKASI.pdfalat-alat administrasi dan dzikir berjama’ah. 12 Pernyataan tentang bid’ah cenderung

10

menjadi sama di dalam memandang perkara baru tersebut, maka berbagai

sisi (sudut pandang) tersebut diibaratkan (diperhitungkan penilaiannya), dan

hukum perkara itu dikembalikan kepada nilai yang unggul tersebut.

Kemudian kriteria yang kedua yaitu, mempertimbangkan kaidah-

kaidah para imam (madzhab) dan salaful ummat yang telah mengamalkan

dengan jalan sunnah. Maka perkara baru yang menyalahinya/bertentangan

dengan hal-hal tersebut dengan segala sisi (aspek) maka tidak ada

pertimbangan (kompromi) terhadap perkara baru tersebut. Dan perkara

baru yang sesuai dengan ushul-ushul kaidah mereka maka perkara tersebut

adalah haq (benar). Jika mereka berbeda pendapat di dalam perkara baru

tersebut secara far’ (cabang) dan ashal (pokok). Maka semuanya itu

mengikuti ashalnya (pokoknya) dan dalilnya.

Kemudian, kriteria yang ketiga yaitu, pertimbangan membedakan

dengan dalil-dalil hukum, dan itu diperinci. Terbagi kepada pembagian

syari’ah yang enam yakni wajib, nadbu (sunnah), haram, makruh, khilaful

aula dan mubah. Maka setiap perkara yang cenderung kepada ashal dengan

sisi yang shahih lagi jelas tidak jauh di dalamnya maka diikutkan dengan

ashal. Dan perkara yang tidak demikian, maka itu bid’ah. Dan atas timbangan

ini telah berjalan kebanyakan para muhaqqiqin dan mengungkapkan perkara

tersebut dari sisi bahasa untuk pendekatan.

Page 11: PEMIKIRAN KH. HASYIM ASY’ARI TENTANG BID’AH ...eprints.ums.ac.id/26413/13/NASKAH_PUBLIKASI.pdfalat-alat administrasi dan dzikir berjama’ah. 12 Pernyataan tentang bid’ah cenderung

11

KH. Hasyim Asy’ari menjelaskan bahwa bid’ah itu ada beberapa

macam yaitu :

Pertama, bid’ah sharihah (jelas), yaitu perkara yang ditetapkan dari

bukan ashal yang syar’i, berlawanan pada perkara yang telah ditetapkan

syara’ dari hukum wajib, sunnah, mandub atau lainnya, maka perkara

tersebut mematikan sunnah atau membatalkan kebenaran. Ini adalah paling

jeleknya bid’ah, dan jika ada bagi bid’ah ini seribu alasan yang dibuat

sandaran dari ushul atau furu’ maka tidak ada ibrah (kompromi) terhadap

perkara ini.

Kedua adalah bid’ah idhafiyah, yaitu bid’ah yang disandarkan

kepada suatu perkara (-perkara ini asalnya bukan suatu bid’ah). Walau

perkara itu diterima dari bid’ah idhafiyah, tidak sah berdebat dalam

keadaan (perkara) itu sunnah atau bukan bid’ah dengan tanpa khilaf

(perbedaan) atau atas khilaf dari apa-apa yang telah terdahulu (hukum-

hukum syara’).

Ketiga yaitu bid’ah khilafiyah, yaitu bid’ah yang didasarkan kepada

dua pokok yang saling tarik menarik setiap keduanya. Maka ada yang

berkata bid’ah, dan ada orang yang berkata sunnah. Sebagaimana dalam

alat-alat administrasi dan dzikir berjama’ah.

Page 12: PEMIKIRAN KH. HASYIM ASY’ARI TENTANG BID’AH ...eprints.ums.ac.id/26413/13/NASKAH_PUBLIKASI.pdfalat-alat administrasi dan dzikir berjama’ah. 12 Pernyataan tentang bid’ah cenderung

12

Pernyataan tentang bid’ah cenderung ditujukan ke warga Nahḍatul

Ulama’ dikarenakan warga Nahḍatul Ulama’lah yang melakukan berbagai

tradisi atau amaliah yang dinilai kalangan lain tidak ada dasarnya. Tradisi

dan amaliah warga Nahḍatul Ulama’ tersebut antara lain :

1. Barzanjian atau disebut Barzanjen, yaitu membaca kitab Barzanji, sebuah

kitab yang berisi syair-syair ungkapan cinta kepada nabi Muhammad

SAW.

2. Bedug dan kentongan. Salah satu ciri masjid atau mushalla milik kaum

Nahḍiyin ialah adanya bedug dan kentongan di serambi. Bedug yaitu

salah satu alat komunikasi kuno berbentuk bundar memanjang dengan

penutup dari kulit sapi di kedua sisinya.

3. Diba’an, yaitu membaca sebuah kitab berbentuk prosa dan puisi dalam

bahasa Arab yang berisi puji-pujian kepada Nabi Muhammad SAW, kisah

perjalanan, keturunan, dan sifat-sifat mulianya.

4. Haul disebut juga khol. Adalah salah satu tradisi yang berbentuk

peringatan kematian seseorang setiap tahun. Biasanya dilakukan tepat

pada hari, tanggal dan pasaran kematiannya.

5. Istighatsah. Yaitu bersama-sama memohon pertolongan kepada Allah

SWT dengan membaca dzikir atau bacaan-bacaan tertentu.

Page 13: PEMIKIRAN KH. HASYIM ASY’ARI TENTANG BID’AH ...eprints.ums.ac.id/26413/13/NASKAH_PUBLIKASI.pdfalat-alat administrasi dan dzikir berjama’ah. 12 Pernyataan tentang bid’ah cenderung

13

6. Jam’iyahan. Warga Nahḍiyin banyak melakukan jam’iyahan, yaitu mereka

berkumpul dalam satu ruangan, lalu membaca beberapa bacaan yang

bermanfaat secara bergantian. Kadang diselingi dengan ceramah agama

atau kegiatan lainnya.

7. Manaqiban. Yaitu bersama-sama membaca biografi seorang ulama’.

Manaqib yang paling banyak dibaca yaitu manaqib Syeikh Abdul Qadir al-

Jailani berupa membaca kitab al-Nur al-Burhani.

8. Maulid Nabi. Yaitu memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW,

tepatnya pada tanggal 12 Rabi’ul Awwal. Pada umumnya peringatan

Maulid Nabi dilaksanakan dalam bentuk pembacaan Barzanji atau Diba’

yang di tengahnya banyak diisi shalawat.

9. Tahlil. Yaitu berkumpulnya orang-orang untuk melakukan doa bersama

bagi orang yang sudah meninggal dunia. Mereka berharap agar orang

yang sudah meninggal dunia itu amalnya diterima oleh Allah dan dosanya

diampuni.

10. Tasawuf. Gerakan tasawuf tumbuh subur di NU berbentuk suatu

thariqah. Pada 10 Oktober 1957 di Magelang para kiai NU mendirikan

suatu Badan Otonom (Banom) bernama Jam’iyah Ahli Thariqah

Muktabarah.

Page 14: PEMIKIRAN KH. HASYIM ASY’ARI TENTANG BID’AH ...eprints.ums.ac.id/26413/13/NASKAH_PUBLIKASI.pdfalat-alat administrasi dan dzikir berjama’ah. 12 Pernyataan tentang bid’ah cenderung

14

11. Tasbih. Tasbih di sini yaitu sebuah alat untuk menghitung jumlah wiridan

yang telah dibaca. Terdiri dari rangkaian bultan-bulatan kecil (bisa dari

plastik, biji buah, batu atau kayu) dijadikan satu.

12. Tawassul. Bertawassul merupakan salah satu cara berdoa dan salah satu

pintu dari beberapa pintu menghadap al-Khaliq dengan menggunakan

wasilah (perantara).

13. Terbangan. Adalah sebuah acara pembacaan shalawat bersama-sama

secara bergantian. Ada bagian dibaca biasa, namun pada bagian-bagian

lain lebih banyak menggunakan lagu. Kitab yang biasa dibaca adalah

Barzanji atau Diba’, kemudian diiringi musik rebana yang dalam bahasa

Jawa disebut terbang.

14. Tingkepan. Adalah sebuah tradisi berbentuk upacara pembacaan doa-

doa dan sedekah ketika seorang wanita tengah mengandung tujuh bulan.

15. Wirid. Adalah bacaan yang biasa dibaca secara rutin. Orang NU biasa

membaca wiridan setiap usai menjalankan shalat fardhu, yaitu membaca

istighfar, kalimah-kalimah thayyibah, dzikir dan doa-doa secara bersama-

sama.

16. Ziarah kubur. Orang NU akrab dengan budaya ziarah kubur. Yaitu mereka

mendatangi makam-makam orang tua, kakek-nenek, anak, leluhur, para

Page 15: PEMIKIRAN KH. HASYIM ASY’ARI TENTANG BID’AH ...eprints.ums.ac.id/26413/13/NASKAH_PUBLIKASI.pdfalat-alat administrasi dan dzikir berjama’ah. 12 Pernyataan tentang bid’ah cenderung

15

ulama, para wali, dan sebagainya untuk mendoakan atau bertawassul

kepada mereka.

Dari berbagai pendapat ulama’, terlihat bahwa pendapat KH. Hasyim

Asy’ari mempunyai kesamaan maksud dengan pendapat Imam Syafi’i,

Ibnu Hazm, Ibnu Rajab al-Hambali, Ibnu Taimiyah dan Imam Asy Syatibi.

Perbedaannya hanya berbeda sedikit dalam redaksi kalimat. Dalam

perbedaan redaksi dengan Imam Asy Syatibi, KH. Hasyim Asy’ari

menggunakan redaksi ين ر ا�� ا

داث

sedangkan Imam Asy Syatibi اح

menggunakan redaksi ين ا�ة

Berikutnya, KH. Hasyim Asy’ari .طر�ق

menggunakan redaksi هس من

�ه ول

ي ون من

ن

به ا

sedangkan Imam Asy #ش

Syatibi menggunakan redaksi $تضا *ي)ة ا,+) .

Dalam masalah pembagian bid’ah, KH. Hasyim Asy’ari memihak

kepada pendapat para ulama’ yang menyatakan bahwa bid’ah itu tidak

seluruhnya sesat karena mempertimbangkan segi kebahasaan.

Sedangkan Imam Asy Syatibi menyatakan bahwa bid’ah seluruhnya

adalah sesat, jika suatu perkara itu masih memuat kemungkinan adanya

penggunaan dalil, maka itu bukan bid’ah.

Page 16: PEMIKIRAN KH. HASYIM ASY’ARI TENTANG BID’AH ...eprints.ums.ac.id/26413/13/NASKAH_PUBLIKASI.pdfalat-alat administrasi dan dzikir berjama’ah. 12 Pernyataan tentang bid’ah cenderung

16

Oleh karena itu, suatu perkara yang dinyatakan bid’ah mahmudah

oleh sebagian ulama’, maka itu menurut Imam Syatibi bukanlah suatu

bid’ah, karena bid’ah itu tidak ada yang mahmudah tetapi pasti sesat.

Dengan demikian, pendapat yang dikemukakan oleh KH. Hasyim

Asy’ari pada hakikatnya tidak bertentangan dengan pendapat Imam Asy

Syatibi.

Ada beberapa dari amaliah tersebut yang mendapat sorotan serius

KH. Hasyim Asy’ari, antara lain :

1. Dalam Perayaan Maulid

Menanggapi hal tersebut KH Hasyim Asy’ari menulis kitab Tanbihat

al-Wajibat li man Yashna’ al-Maulid bi al-Munkarat. Di dalam kitab

tersebut KH. Hasyim Asy’ari berpendapat bahwa melakukan

peringatan maulid yang disertai dengan kemungkaran sebagaimana

yang ia ceritakan, hukumnya adalah haram, bahkan ia menegaskan

bahwa tidak ada perbedaan di antara para ulama’ tentang

keharamannya.

2. Dalam Peringatan Haul. Menanggapi adanya peringatan haul ini, KH.

Hasyim Asy’ari tidak setuju bahkan melarang anak cucunya untuk

merayakan haul (ulang tahun kematian)nya. Oleh karena itu, sampai

saat ini terbukti pada kematiannya sendiri yang tidak ada acara untuk

Page 17: PEMIKIRAN KH. HASYIM ASY’ARI TENTANG BID’AH ...eprints.ums.ac.id/26413/13/NASKAH_PUBLIKASI.pdfalat-alat administrasi dan dzikir berjama’ah. 12 Pernyataan tentang bid’ah cenderung

17

memperingatinya atau diadakan haul untuk memperingatinya.

Ketidaksetujuannya adalah karena khawatir akan muncul orang-orang

di belakang nanti yang akan mengkultuskannya.

3. Pemakaian Kentongan Pemberi Tahu Waktu Shalat.

Pada mulanya KH. Hasyim Asy’ari membolehkan pemakaian

kentongan untuk memberi tahu masuknya waktu shalat, namun suatu

ketika ia mendengar lonceng gereja yang dipakai oleh orang-orang

Kristen untuk memberi tahu umatnya bahwa waktu ibadah mereka

sudah masuk. Setelah mengkaji selama beberapa waktu, akhirnya KH.

Hasyim Asy’ari memutuskan bahwa pemakaian kentongan tersebut

adalah haram. Dan untuk menjelaskan secara panjang lebar, KH

Hasyim Asy’ari menulis sebuah kitab yang berjudul al-Jasus fi Bayan

Hukm al-Naqus. KH. Hasyim Asy’ari menyatakan bahwa keharaman

kentongan dipakai sebagai penanda masuknya waktu shalat adalah

karena menyerupai orang-orang Kristen yang lebih dulu memakai

lonceng sebagai penanda masuknya waktu ibadah mereka. Meskipun

setelah kentongan dibunyikan kemudian dikumandangkan adzan, hal

itu berarti mencampuradukkan antara syiar orang-orang kafir dengan

syiar orang-orang Islam.

Page 18: PEMIKIRAN KH. HASYIM ASY’ARI TENTANG BID’AH ...eprints.ums.ac.id/26413/13/NASKAH_PUBLIKASI.pdfalat-alat administrasi dan dzikir berjama’ah. 12 Pernyataan tentang bid’ah cenderung

18

4. Menyendiri dari Masyarakat (Mengamalkan Tasawuf/Tarekat tanpa

Peduli Masyarakat)

KH. Hasyim Asy'ari tidak setuju dengan praktik-praktik sufi tertentu.

Dalam pandangan KH. Hasyim Asy’ari bahwa yang perlu diambil dari

sufi atau tasawwuf adalah ajaran ketakwaan dan kesederhanaan

yang didengung-dengungkan oleh kaum sufi.

Pemikiran KH. Hasyim Asy’ari yang dituangkan dalam bentuk tulisan

terasa kecil atau sedikit pengaruhnya. Hal ini sangat jelas terlihat pada

beberapa tradisi dikritisi KH. Hasyim Asy’ari yang sampai saat ini masih

dilaksanakan. Tradisi-tradisi tersebut antara lain :

1. Memakai/memukul kentongan untuk menandai datangnya waktu

shalat yang sampai saat ini masih banyak dilakukan di masjid-masjid,

mushalla-mushalla atau langgar-langgar di lingkungan Nahḍatul

Ulama’.

2. Peringatan haul

Pelaksanaan peringatan haul masih dilaksanakan dengan besar-

besaran.

Pengaruh yang kecil melalui tulisan-tulisan atau kitab-kitabnya

dimungkinkan karena beberapa hal sebagai berikut :

Page 19: PEMIKIRAN KH. HASYIM ASY’ARI TENTANG BID’AH ...eprints.ums.ac.id/26413/13/NASKAH_PUBLIKASI.pdfalat-alat administrasi dan dzikir berjama’ah. 12 Pernyataan tentang bid’ah cenderung

19

Pertama, warga Nahḍatul Ulama’ sebagian besar adalah masyarakat

pedesaan yang cenderung lebih suka mendengarkan daripada membaca

sendiri. Kemungkinan hal itu disebabkan pendidikan yang masih rendah

sehingga kemampuan membaca pun rendah, apalagi karya-karya KH.

Hasyim Asy’ari hampir semuanya ditulis dalam bahasa Arab, sebagian kecil

ditulis dengan huruf pegon (tulisan Arab bunyinya bahasa

Jawa/Indonesia). Oleh karena itu, warga Nahḍatul Ulama’ lebih suka

memasrahkan segala sesuatu kepada kiai, seseorang yang mereka nilai

mempunyai ilmu yang luas. Apalagi kalau sang kiai ini memang

mempunyai akhlak yang mempesona atau kelebihan yang lain, mereka

akan mematuhi apa yang disampaikan oleh kiai tersebut.

Kedua, tidak adanya sosialisasi pemikiran KH. Hasyim Asy’ari melalui

penyebaran karya-karyanya. Meskipun jumlah pesantren yang berafiliasi ke

NU ada ribuan, tetapi belum ditemukan ada pesantren yang mengajarkan

karya-karya KH. Hasyim Asy’ari dalam kurikulum pengajaran mereka. Hal ini

karena pesantren-pesantren yang ada sangat tergantung dengan keinginan

atau selera dari kiainya masing-masing.

Ketiga, para ulama tradisionalis atau kiai memang bergabung di

dalam wadah NU, tetapi mereka adalah kiai yang mempunyai kekuatan

untuk mempengaruhi atau menguasai masyarakat di sekitarnya. Dalam

Page 20: PEMIKIRAN KH. HASYIM ASY’ARI TENTANG BID’AH ...eprints.ums.ac.id/26413/13/NASKAH_PUBLIKASI.pdfalat-alat administrasi dan dzikir berjama’ah. 12 Pernyataan tentang bid’ah cenderung

20

beberapa hal, ada beberapa kiai tersebut yang mempunyai pendapat dan

dan sikap sendiri-sendiri. Pendapat dan sikap kiai seperti inilah yang

kemudian diikuti warga NU yang dekat dengan wilayah kiai tersebut.

Keempat, kurangnya perhatian para pimpinan Nahḍatul Ulama’

terhadap pemikiran-pemikiran KH. Hasyim Asy’ari. Hal ini memungkinkan

terjadinya pergeseran dari apa yang digariskan oleh KH. Hasyim Asy’ari yang

mengakibatkan arah Nahḍatul Ulama’ tergantung dari siapa yang

memimpin bukan pada konsep yang diinginkan KH.Hasyim Asy’ari.

Kurangnya perhatian para pimpinan Nahḍatul Ulama’ bisa jadi

menunjukkan kurangnya komitmen dalam meneruskan perjuangan yang

dilakukan oleh KH. Hasyim Asy’ari yakni agar umat Islam berpegang tegug

al-Qur’an dan as Sunnah, menjauhi kesesatan dan bid’ah serta agar berjihad

untuk meninggikan kalimat Allah.

D. Penutup

Menurut KH. Hasyim Asy’ari, bid’ah adalah sesuatu hal yang baru di

dalam perkara-perkara agama; sehingga sesuatu hal meskipun baru tetapi

tidak di dalam perkara-perkara agama, maka itu bukan dikatakan bid’ah.

Lebih lanjut, sesuatu perkara yang baru yang dikatakan bid’ah tersebut

mempunyai kriteria: sesuatu itu tidak disetujui (bertentangan dengan)

Page 21: PEMIKIRAN KH. HASYIM ASY’ARI TENTANG BID’AH ...eprints.ums.ac.id/26413/13/NASKAH_PUBLIKASI.pdfalat-alat administrasi dan dzikir berjama’ah. 12 Pernyataan tentang bid’ah cenderung

21

kebanyakan syari’at atau pokok syariat; menyelisihi kaidah-kaidah para imam

dan salaful ummat yang mengamalkan dengan jalan sunnah; dan jauh dari

asal (pokoknya).

Beberapa perkara tumbuh di kalangan Nahḍatul Ulama’ menjadi

sebuah tradisi dan amaliah warga Nahḍatul Ulama’. Sebagian tradisi atau

amaliah tersebut ada yang dikatakan bid’ah oleh KH. Hasyim Asy’ari, yaitu

memakai kentongan sebagai alat untuk memberi tahu akan datangnya

shalat, meskipun itu ditambah dengan adanya adzan. Untuk amaliah

perayaan maulid, KH. Hasyim Asy’ari memberikan peringatan-peringatan

agar tidak dicampur dengan hal-hal yang mungkar. KH. Hasyim Asy’ari tidak

menyukai peringatan haul karena mengkhawatirkan akan terjadi pemujian

yang berlebihan kepada seseorang yang diperingati.

Respon atau tanggapan warga Nahḍatul Ulama’ terhadap pemikiran

KH. Hasyim Asy’ari dalam masalah bid’ah masih kecil.

Penulis menyarankan agar dilakukan penelitian lebih mendalam tentang

konsistensi penganut Nahḍatul Ulama’ saat ini dengan pemikiran-pemikiran

KH. Hasyim Asy’ari, terutama pemikiran dalam masalah sunnah-bid’ah dan

masalah tasawuf. Perlunya para pemimpin Nahḍatul Ulama’ mengajak

kembali warganya untuk kembali kepada pemikiran tokoh utama pendiri

Nahḍatul Ulama’ sehingga dalam praktek keagamaan tidak terjatuh dalam

Page 22: PEMIKIRAN KH. HASYIM ASY’ARI TENTANG BID’AH ...eprints.ums.ac.id/26413/13/NASKAH_PUBLIKASI.pdfalat-alat administrasi dan dzikir berjama’ah. 12 Pernyataan tentang bid’ah cenderung

22

perbuatan menyimpang atau bid’ah. Pentingnya umat Islam lebih

memperdalam kajian tentang pemikiran-pemikiran para ulama’ tentang

masalah khilafiyah sehingga bisa saling menghormati walau terjadi banyak

perbedaan pendapat.

Page 23: PEMIKIRAN KH. HASYIM ASY’ARI TENTANG BID’AH ...eprints.ums.ac.id/26413/13/NASKAH_PUBLIKASI.pdfalat-alat administrasi dan dzikir berjama’ah. 12 Pernyataan tentang bid’ah cenderung

23

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Taufik dkk. 1991. Sejarah Umat Islam Indonesia. Majelis Ulama’ Indonesia.

Abu Abdillah Muhammad bin Yazid bin Majah. 1999. Sunan Ibnu Majah. Baitul Afkar

al Dauliyah.

Affandi, Bisri. 1999. Syaikh Ahmad Syurka/ (1874-1943) Pembaharu & Pemurni

Islam di Indonesia. Jakarta : Pustaka al Kautsar.

Ahmad, Ridzwan. 2011. Pertentangan di antara Nass dengan Maslahah dan

Hubungannya dengan Bid’ah. Jurnal Syari’ah. Vol. 19 no. 3

Akarhanaf. 1950. Kiai Hasyim Asy’ari Bapak Ummat Islam Indonesia. Jombang :

Pondok Pesantren Tebu Ireng.

Anshari, Endang Saifuddin. 1983. Piagam Jakarta 22 Juni 1945. Bandung : Pustaka

Arikhah. 2002. Tarekat KH.M. Hasyim. Laporan Penelitian. Semarang : IAIN

Walisongo.

Asy SyaCbi, Abu Ishaq Ibrahim bin Musa bin Muhammad al Lukhami. 1988. Al-

I’tisham. Juz 1. Beirut-Lebanon : Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah

Asy’ari, Muhammad Hasyim. 1415 H. Risalah Tusamma bi al Mawaidz. Jombang :

Maktabah al Turats al Islami.

Asy’ari, Muhammad Hasyim. 1418 H. Risalah Ahl al Sunnah wa al jamaah. Cetakan

pertma. Jombang : Maktabah al Turats al Islami.

Page 24: PEMIKIRAN KH. HASYIM ASY’ARI TENTANG BID’AH ...eprints.ums.ac.id/26413/13/NASKAH_PUBLIKASI.pdfalat-alat administrasi dan dzikir berjama’ah. 12 Pernyataan tentang bid’ah cenderung

24

Asy’ari, Muhammad Hasyim. Al Arba’in Haditsan Nabawiyyan Tata’allaq bi Mabadi li

Jam’iyah Nahdhat al Ulama. Jombang : Maktabah al Turats al Islami.

Asy’ari, Muhammad Hasyim. Jamiat al Maqashid fi Bayan Mabadi al Tauhid wa al

Fiqh wa al Tashawwuf li al Murid. Jombang : Maktabah al Turats al Islami.

Asy’ari, Muhammad Hasyim. Muqaddimah al Qanun al Asasi li Jam’iyah Nahdhat al

‘Ulama’. Jombang : Maktabah al Turats al Islami.

Asy’ari, Muhammad Hasyim. Risalah fi Ta akkud al Akhdz bi Madzahib al Aimmah al

Arba’ah. Jombang : Maktabah al Turats al Islami.

Asy’ari, Muhammad Hasyim. Risalah Tusamma bi al Jasus fi Bayan Ahkam al Naqus.

Jombang : Maktabah al Turats al Islami.

Asy’ari, Muhammad Hasyim. Tanbihat al Wajibat liman Yashna’ al Maulid bi al

Munkarat. Jombang : Maktabah al Turats al Islami.

Asy’ari, Muhammad Hasyim. Ziyadat al Ta’liqat ‘ala Mandzumat al Syaikh ‘Abdullah

Yasin al Fasyuruani. Jombang : Maktabah al Turats al Islami.

Bin Ramli, Rushdi. 2005. Persoalan Bid’ah dalam Beribadah dalam Konteks

Penghayatan Islam di Malaysia. Jurnal Syari’ah, 13:2

Dhofier, Zamakhsyari. 1982. Tradisi Pesantren : Studi tentang Pandangan Hidup Kyai.

Jakarta : LP3ES

Page 25: PEMIKIRAN KH. HASYIM ASY’ARI TENTANG BID’AH ...eprints.ums.ac.id/26413/13/NASKAH_PUBLIKASI.pdfalat-alat administrasi dan dzikir berjama’ah. 12 Pernyataan tentang bid’ah cenderung

25

Dhofier, Zamakhsyari. 1995. KH. Hasyim Asy’ari : Penggalang Islam Tradisional

dalam Humaidy Abdussami dan Ridwan Fakla (ed.). Lima Rais ‘Am Nahdhatul

‘Ulama. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Effendy, BahCar. 1998. Islam dan Negara: Transformasi Pemikiran dan Praktik

Politik Islam di Indonesia. Jakarta : Paramadina.

Fadeli, Soeleiman dan Mohammad Subhan. 2007. Antologi NU : Sejarah, Istilah,

Amaliah, Uswah. Surabaya : Khalista.

Hadziq, Ishomuddin. tanpa tahun. Irsyad al Saari. Jombang : Pustaka Warisan Islam,

Tebu Ireng.

Hassan, Ahmad. 1993.”KH. Hasyim Asy’ari”, dalam Ensiklopedi Islam. Eds. Hafidz

Dasuki et al, vol. 2. Jakarta: PT IchCar Baru Van Hoeve.

Hidayat, Syamsul. 2006. Konsep Sunnah-Bid’ah dalam Muhammadiyah dan

Implikasinya dalam Memahami Agama dan Budaya. Profetika, Jurnal Studi

Islam. Vol. 8 no. 2, Juli-Desember.

Izt ‘Ali ‘Athiyah. 1980. Al Bid’ah Tahdiduha wa Mauqif al Islam Minha. Cetakan

kedua. Beirut Libanon : Dar al Kitab al Arabi

Khuluq, Lathiful. 2009. Fajar Kebangunan Ulama’ Biografi KH. Hasyim Asy’ari,

cetakan ke 5. Yogyakarta : LKiS.

Marijan, Kacung. 1992. Quo Vadis NU Setelah Kembali ke KhiCah 1926. Jakarta :

Erlangga.

Page 26: PEMIKIRAN KH. HASYIM ASY’ARI TENTANG BID’AH ...eprints.ums.ac.id/26413/13/NASKAH_PUBLIKASI.pdfalat-alat administrasi dan dzikir berjama’ah. 12 Pernyataan tentang bid’ah cenderung

26

Muhammad bin Ahmad bin Ali. Juhudu ’Ulama al Salaf fi al Qarn al Sadis al Hijri fi al

Radd ’ala al Shufiyah.Maktabah al Rusyd.

Mulkan, Abdul Munir.1994. Pesan-pesan Dua Pemimpin Besar Islam Indonesia, Kyai

Haji Ahmad Dahlan dan Kyai Haji Hasyim Asy’ari. Yogyakarta : LKPSM.

Mustofa, Abdul Wahid, 2009. Hukum Islam Kontemporer. Jakarta : Sinar Grafika

Nashir bin Abd al Karim. 1997. Dirasat fi al Ahwa’ wa al Farq wa al Bida’ wa Mauqif

al Salaf Minha, Riyadh : Dar Isybiliya.

Noer, Deliar. 1985. Gerakan Modern Islam di Indonesia (1900-1942). Jakarta : LP3ES.

Nuruddin. 2012. Pemikiran dan Ak/fitas KH. Ammar Faqih di Gresik Tahun 1902-

1965. Mozaik, Jurnal Ilmu Humaniora. Vol. 11 no. 1, Januari-Juni.

Rifai, Muhammad. 2010. K.H. Wahab Hasbullah, Biografi Singkat 1888 – 1971.

Jogyakarta : Garasi House of Book.

Sirajuddin M. 2008. Legislasi Hukum Islam di Indonesia. Yogyakarta : Pustaka

Pelajar.

Sukadri , Heru. 1985. Kiyai Hasyim Asy’ari, Riwayat Hidup dan Perjuangannya.

Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Supani. 2008. Problematika Bid’ah : Kajian terhadap Dalil dan Argumentasi

Pendukung serta Penolak Adanya Bid’ah Hasanah. Jurnal Penelitian Agama

P3M STAIN Purwokerto. Vol. 9 no. 2, Juli – Desember.

Page 27: PEMIKIRAN KH. HASYIM ASY’ARI TENTANG BID’AH ...eprints.ums.ac.id/26413/13/NASKAH_PUBLIKASI.pdfalat-alat administrasi dan dzikir berjama’ah. 12 Pernyataan tentang bid’ah cenderung

27

Suryanegara, Ahmad Mansur. 2009. Api Sejarah, cetakan ke dua. Bandung :

Salamadani Pustaka Semesta.

Syamsu As, Muhammad. 1999. Ulama’ Pembawa Islam Di Indonesia dan Sekitarnya.

Jakarta : PT Lentera Basritama.

Syihab, Muhammad Asad. 1994. Hadlratussyaikh Muhammad Hasyim Asy’ari :

Perintis Kemerdekaan Indonesia. KH A. Mustofa Bisri (terj). Yogyakarta : Titian

Ilahi Press

Utsman bin Faudi. 1985. Ihya’ al sunnah wa ikhmad al bid’ah. Al amanah al amah li

Majma’ al Buhuts al Islamiyah. Al Azhar

Zahro, Ahmad. 2004. Tradisi Intelektual NU : Lajnah Bahtsul Masail 1926 – 1999.

Yogyakarta : LKiS.

Zuhri , M. A. Saifuddin. 2009. Konsep Aswaja ala Mbah Hasyim Asy’ari. Jombang :

Maktabah Pustaka Warisan Islam, Tebu ireng.

Zuhri, Achmad Muhibbin, 2010, Pemikiran KH Hasyim Asy’ari tentang Ahl al Sunnah

wa al Jamaah, Surabaya : Khalista.