PBL 2 NSS fix
-
Upload
andiicha-andiiche-tomaat -
Category
Documents
-
view
245 -
download
0
Transcript of PBL 2 NSS fix
-
7/30/2019 PBL 2 NSS fix
1/28
LAPORAN PBL 2
BLOK NEUROLOGY AND SPECIFIC SENSE SYSTEMS
Mengantuk terus
Tutor :
dr. Joko Mulyanto, M.Sc
Kelompok IV
Gohlena Raja N.C. G1A009009
Istiani Danu P. G1A009018
Prasastie Gita W. G1A009023
David Santoso G1A009031
Famila G1A009044
Alfian Tagar G1A009064
Herlinda Yudi S. G1A009080
Dhayksa Cahya P. G1A009088
Rahma Dewi A. G1A009081
Semba Anggen R. G1A009085
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KEDOKTERAN
PURWOKERTO
2012
-
7/30/2019 PBL 2 NSS fix
2/28
BAB I
PENDAHULUAN
Meningitis merupakan salah satu kegawatdaruratan medik yang memberi
resiko kecacatan dan kematian yang cukup tinggi. Siapapun bisa terkena bakteri
meningitis, tetapi paling umum pada bayi dan anak-anak. Orang-orang yang telah
lama atau kontak dekat dengan pasien meningitis yang disebabkan oleh Neisseria
meningitidis atau Hib juga dapat berisiko tertular.
Tidak jarang organisme yang relatif memiliki derajat patogenitas rendah
dapat menyebabkan meningitis atau abses otak. Demikian pula cairan
serebrospinal (CSS) pada beberapa kasus justru merupakan media yang ideal
untuk pertumbuhan kuman disamping hambatan antibodi dan sel radang untuk
menembus jaringan saraf pusat oleh karena adanya barrierdarah otak. Dari segi
klinis, infeksi intrakranial seringkali menunjukkan angka morbiditas dan
mortalitas yang tinggi. Hingga penting untuk mengenal diagnosis secara dini dan
memberikan pengobatan yang segera, tepat dan rasional untuk menghin dari
kematian dan gejala sisa yang menetap.
Tingkat lanjut bakteri meningitis dapat mengakibatkan kerusakan otak,
koma, dan kematian. Korban dapat menderita komplikasi jangka panjang,
termasuk kehilangan pendengaran, penglihatan, keterlambatan mental, lumpuh,
dan lain-lain.
-
7/30/2019 PBL 2 NSS fix
3/28
BAB II
PEMBAHASAN
Informasi I
Mengantuk terus..
Tn M. Usia 38 tahun datang ke IGD diantar keluarganya dengan keluhan
penurunan kesadaran sejak 1 jam yang lalu ketika sedang tiduran.
Sebelumnya 6 jam sebelum masuk rumah sakit, pagi hari setelah bangun
tidur pasien mengeluh sakit pada kepalanya yang semakin lama semakin hebat
hingga pasien muntah, keluhan ini tidak hilang dengan mengonsumsi obat
penghilang rasa sakit. Sehingga oleh keluarganya Tn.M dibawa ke rumah sakit,
ditengah perjalanan Tn.M mengalami kejang selama 10 menit. Sesampainya di
IGD pasien mengalami kejang kembali selama 5 menit
Seminggu sebelum masuk rumah sakit pasien merasa demam. Pasien
mempunyai riwayat 1 bulan yang lalu, pasien mengeluh batuk, sering berkeringat
pada malam hari dan pasien merasakan berat badannya turun sehingga dengan
keluhan ini pasien berobat ke dokter. Oleh dokter, pasien dilakukan foto rontgen
dan diketahui terdapat infeksi pada paru-parunya. Pasien diharuskan meminum
obat yang tidak boleh putus sama sekali selama 6 bulan, akan tetapi karena
keterbatasan biaya pasien tidak berobat kembali.
Anamnesis
1. Identitas
Nama Pasien : Tn. M
Umur : 38 tahun
2. RPSKeluhan utama : penurunan kesadaran
Onset : 1 jam yang lalu
Kronologis : pagi hari setelah bangun tidur pasien mengeluh sakit pada
kepalanya yang semakin lama semakinhebat hingga
muntah, keluhan ini tidak hilang dengan mengomsumsi obat
penghilang rasa sakit. sehingga oleh keluarganya Tn. M di
bawa ke rumah sakit, ditengah perjalanan Tn. M mengalami
-
7/30/2019 PBL 2 NSS fix
4/28
kejang selama 10 menit. Sesampainya di IGD pasien
mengalami kejang kembali selama 5 menit.
Gejala penyerta : sakit kepala hebat, muntah, kejang
RPK : -
RPD : seminggu sebelum masuk rumah sakit pasien merasa
demam, 1 bulan yang lalu pasien mengeluh batuk, sering
berkeringat pada malam hari dan pasien merasakan berat
badannya turun. Pasien telah menjalani foto rontgen dan
diketahui terdapat infeksi pada paru-parunya. Pasien
diharuskan meminum obat yang tidak boleh putus sama
sekali selama 6 bulan.
RPSos : keterbatasan ekonomi, menghentikan pengobatan untuk
infeksi paru-parunya.
Klarifikasi Istilah
Tidak ada
Identifikasi masalah
1. Informasi apa yang dibutuhkan untuk memperkuat hipotesis yang ada?
Analisis Masalah
1. Informasi apa lagi yang dibutuhkan?
RPS :
RPD :
1. Apakah dulu pernah mengalami kejadian yang sama?
2. Apakah ada riwayat mengkonsumsi obat-obatan tertentu?3. Apakah ada riwayat penyakit jantung, hipertensi atau diabetes mellitus?
4. Apakah ada riwayat kejang sebelumnya?
5. Apakah ada riwayat trauma?
RPK:
1. Apakah ada anggota keluarga yang pernah meminum obat-obatan selama
6 bulan?
-
7/30/2019 PBL 2 NSS fix
5/28
2. Apakah dalam keluarga memiliki riwayat penyakit jantung, hipertensi,
diabetes mellitus atau hiperlipidemia?
RSE:
1. Apakah pekerjaan pasien?
2. Bagaimana pola makan pasien sehari-hari?
3. Apakah pasien memiliki kebiasaan olahraga teratur?
4. Apakah pasien terbiasa merokok atau mengkonsumsi alkohol?
5. Bagaimana kondisi rumah pasien?
Pemeriksaan Fisik yang diperlukan:
1. Keadaan Umum
2. Kesadaran skor GCS
3. Vital Sign Tekanan Darah, Nadi, Respiratory Rate, Suhu
4. Pemeriksaan Fisikhead to toe:
a. Kepala-leher mata
b. Thoraks jantung, paru-paru
c. Abdomen lambung, hepar, peristaltik usus
d. Ekstremitas kekuatan motorik ekstremitas atas dan bawah
e. Orientasi waktu, orang, tempat
5. Pemeriksaan Neurologis:
a. Pemeriksaan nervus kranialis
b. Pemeriksaan motorik
c. Pemeriksaan sensorik
d. Pemeriksaan refleks fisiologis dan patologis
e. Pemeriksaan sensibilitas
Informasi II
Pemeriksaan fisik
Keadaan umum : Penurunan kesadaran
Kuantitatif : GCS E2 M3 V2
Vital sign :
TD : 120/80 mmHg
-
7/30/2019 PBL 2 NSS fix
6/28
N : 100x/menit
RR : 24x/menit
S : 39o C
Orientasi :
waktu: jelek
orang : jelek
tempat : jelek
Kepala : mesochepal, tanda trauma (jejas) (-)
Mata : dbn
Leher : kaku kuduk (+)
Jantung : dbn
Paru : stridor (+)
Sasaran Belajar :
1. Struktur anatomi yang berperan dalam kesadaran?
2. Bagaimana mekanisme kesadaran?
3. Struktur yang peka pada nyeri kepala?
4. Bagaimana terjadinya nyeri kepala?
5. Bagaimana mekanisme kejang?
6. Bagaimana mekanisme kaku kuduk?
7. Apa yang di maksud dengan stridor?
Hasil Belajar Mandiri :
1. Struktur anatomi yang berperan dalam kesadaran
Pusat kesadaran manusia terdapat didaerah pons, formasio retikularis
daerah mesensefalon dan diensefalon. Lintasan aspesifik ini oleh Merruzi dan
Magoum disebut diffuse ascending reticular activating system (ARAS).
Melalui lintasan aspesifik ini, suatu impuls dari perifer akan menimbulkan
rangsangan pada seluruh permukaan korteks serebri (Rumawas, 2000).
-
7/30/2019 PBL 2 NSS fix
7/28
2. Bagaimana mekanisme kesadaran?
Gambar 2.1. Mekanisme kesadaran (Snell, 2006).
Formatio reticularis
Ascending Reticular Activating System (ARAS)
Batang otak
(mesencephalon pons medulla oblongata)
Intralaminar nuclei
di thalamus
Saraf sensoris dari seluruh
tubuh dan kepala
Korteks serebri
teraktivasi
Kesadaran
Excitatory
neurotransmitter
Inhibitory
neurotransmitter
Glutamat GABA
Kesadaran meningkat Kesadaran menurun
-
7/30/2019 PBL 2 NSS fix
8/28
3. Struktur yang peka pada nyeri kepala?
Selubung otak (meninges)
a. Duramater
Duramater terdiri dari dua lapisan jaringan penyambung yang kuat.
Lapisan luar duramater disebut lapisan periosteum didalam tengkorak.
Lapisan dalam atau lapisan meningeal adalah lapisan yang sesungguhnya.
Duramater yang terletak diatas tentorium dipersarafi oleh cabangcabang
nervus trigeminus, bagian infratentorialnya oleh cabang nervi segmentales
servicales superiores dan nervus vagus. Sebagian saraf dural bermielin,
sedangkan sebagiannya lagi tidak bermielin. Ujungnya telah terbukti
merespons regangan, karena stimulasi dura dapat dirasakan terus menerus
sehingga menimbulkan nyeri (Baehr, 2010). Pada bagian supratentorium
yang dipersarafi oleh nervus trigeminus nyeri kepala akan dialihkan pada
dahi dan muka sedangkan pada infratentorium yang dipersarafi oleh
cabang nervi segmentales servicales superiores dan nervus vagus nyeri
kepala akan dialihkan pada kebelakang kepala dan leher (Snell, 1996).
b. Arakhnoidmater
Arakhnoid otak merupakan membran avaskuler yang tipis dan
rapuh yang berhubungan erat dengan permukaan dalam piamater. Ruang
arakhnoid dan piamater (ruang subarakhnoid) berisi cairan serebrospinal
(Baehr, 2010).
c. Piamater
Piamater terdiri dari lapisan tipis selsel mesodermal yang
menyerupai endotelium. Tidak seperti arakhnoid, struktur ini hanya
meliputi seluruh permukaan eksternal otak dan medula spinalis yangterlihat tetapi juga permukaan yang tidak terlihat di sulkus yang lebih
dalam. Saraf sensorik piamater tidak seperti pada duramater, tidak
merespon terhadap stimulus mekanis atau termal, tetapi saraf ini diduga
merespon terhadap regangan vaskular dan perubahan tonus pada dinding
pembuluh darah (Baehr, 2010).
4. Bagaimana terjadinya nyeri kepala?
-
7/30/2019 PBL 2 NSS fix
9/28
Mekanisme nyeri secara sederhana dimulai dari transduksi stimuli
akibat kerusakan jaringan dalam saraf sensorik menjadi aktivitas listrik,
kemudian ditransmisikan melalui serabut saraf bermielin A delta dan saraf
tidak bermielin C ke kornu dorsalis medulla spinalis, thalamus, dan korteks
serebri. Impuls listrik tersebut dipersepsikan dan didiskriminasikan sebagai
kualitas dan kuantitas nyeri steleah mengalami modulasi sepanjang saraf
perifer dan disusun saraf pusat. Rangsang yang membangkitkan nyeri dapat
berupa rangsangan mekanik suhu (panas/dingin) dan agen kimawi yang
dilepaskan karena trauma atau inflamasi. Fenomena nyeri timbul karena
adanya kemampuan system saraf untuk mengubah berbagai stimuli mekanik
kimia termal elektris menjadi potensial aksi yang dijalankan ke system saraf
pusat. Nyeri kepala bisa disebabkan karena tekanan intracranial, cedera
kepala, tumor otak, ketegangan mata, sinusitis, perubahan atmosfirm alergi
makanan dan lain-lain (Sylvia, 2005).
Bakteri masuk aliran
darah
Masuk plexus
choroideus
Infeksi epitel plexus
Bisa masuk
menembus LCS
Multiplikasi bakteri di
dalam LCS
Bakteri keluarkan
toksin
Produksi Sitokin &
Kemokin
Gangguan
permeabilitas BBB
Leukosit masuk LCS
Degranulasi
Keluarkan metabolit
toksin
Ganggu
metabolisme sel dan
pompa elektrolit
Bakteri membentuk
eksudat di ruang
subarachnoidea
Cytotoxic edema
Menggangguresorpsi
LCS ke sinus dural
Memblokir granulasiarachnoidea
Hydrocephalus
malresorpsi
Protein plasma
masuk LCS
Vasogenic Edema
TIK >>
Aliran LCS yang
sedikit teresorpsi
mendesak sinus
dural
Sinus dural mendesak
duramater pars
periosteal
Rangsang reseptor
nyeri di duramater
NYERI KEPALA
Respon inflamasi
Mediator inflamasi
keluar menuju sinusdural
Berikatan dengan
reseptor nyeri
NYERI KEPALA
-
7/30/2019 PBL 2 NSS fix
10/28
Gambar 2.2. Mekanisme nyeri kepala (Sylvia, 2005).
5. Bagaimana mekanisme kejang?
Meskipun mekanisme kejang yang tepat belum diketahui, tampak ada
beberapa faktor fisiologi yang menyebabkan perkembangan kejang. Untuk
memulai kejang, harus ada kelompok neuron yang mampu menimbulkan
ledakan discharge (rabaS) yang berarti dan sistem hambatan GABAergik.
Perjalanan discharge (rabas) kejang akhirnya tergantung pada eksitasi sinaps
glutamaterik. Bukti baru-baru ini menunjukkan bahwa eksitasi
neurotransmiter asam amino (glutamat, aspartat) dapat memainkan peran
dalam menghasilkan eksitasi neuron dengan bekerja pada reseptor sel tertentu.
-
7/30/2019 PBL 2 NSS fix
11/28
Diketahui bahwa kejang dapat berasal dari daerah kematian neuron dan bahwa
daerah otak ini dapat meningkatkan perkembangan sinaps hipereksitabel baru
yang dapat menimbulkan kejang. Misalnya, lesi pada lobus temporalis
termasuk glioma tumbuh lambat, hematoma, gliosis, dan malformasi
arteriovenosus menyebabkan kejang. Dan bila jaringan abnormal diambil
secara bedah, kejang mungkin berhenti. Lebih lanjut, konvulsi dapat
ditimbulkan pada binatang percobaan dengan fenomena membangkitkan. Pada
model ini, stimulasi otak subkonvulsif berulang (misal, amigdala) akhirnya
menyebabkan konvulsi menyeluruh (Richard, 1999).
6. Bagaimana mekanisme kaku kuduk?
Kaku kuduk adalah salah satu bagian dari pemeriksaan Meningeal Sign.
Apabila pemeriksaan ini positif maka merupakan suatu tanda dari meningitis.
Kaku kuduk terjadi karena adanya inflamasi pada nervus cranialis XI yaitu
acessorius. Nervus ini merupakan nervus yang kerjanya dominan sistem
motorik, yaitu mempersyarafi dua musculus pada bagian leher (M.
Sternocleidomastoideus dan M. Trapezius). Sehingga untuk melakukan
pemeriksaan kaku kuduk yang memfleksikan bagian kepala ke arah sternum
maka akan terasa sakit dan tidak bisa menempel selayaknya orang normal
(Lumbantobing, 2011).
-
7/30/2019 PBL 2 NSS fix
12/28
7. Apa yang di maksud dengan stridor?
Stridor merupakan suara respirasi bernada tinggi, berisik seperti orang
mengorok pada fase inspirasi, serta merupakan suatu tanda obstruksi saluran
pernapasan, terutama pada trakea atau laring. Suara ini dapat terdengar tanpa
menggunakan alat bantu stetoskop. Pada pasien ini stridor terjadi akibat pasien
mengalami penurunan kesadaran hingga tahap koma sehingga yang terjadi
adalah lidah tertarik ke belakang dan menutupi saluran pernafasannya
sehingga dihasilkan suara stridor (Bickley, 2008).
Informasi IV
Status Neurologis:
Pemeriksaan nervus kranialis :
N. III : ODS : bentuk pupil bulat isokor diameter 3 mm
OS : reflek cahaya langsung dan tidak langsung (+)
sedikit berkurang
N. VI : kesan parese N. VI bilateral
N. VII : parese facial sinistra tipe sentral
Pemeriksaan sensibilitas : sulit dinilai
Pemeriksaan meningeal sign :
Tes kaku kuduk : (+)
Tes brudzinski : (+)
Tes kernig : (+)
Pemeriksaan fisiologis : (+) meningkat
Kekuatan motorik : sulit dinilai, kesan kelemahan pada keempat
ekstremitasPemeriksaan patologis :
Refleks babinsky : +/+
Informasi V
Pemeriksaan penunjang :
Darah lengkap (Hb, leukosit, Ht, Trombosit, Hitung jenis) GDS, ureum kreatinin,
elektrolit.
-
7/30/2019 PBL 2 NSS fix
13/28
Hb : 14 gr/dl
Leukosit : 17.000 mm3
Trombosit : 150.000 mm3
Hemetokrit : 42%
GDS : 145 mg/dl
Ureum : 23 mg/dl
Kreatinin : 0,7 mg/dl
Kalium : 4 meq/l
Natrium : 140 meq/l
Klorida : 101 meq/l
TB ICT : (+)
Foto Thorax : gambarab TB milier paru kanan-kiri
Brain CT scan
- Gambaran tuberculoma
- Tidak tampak hidrosefalus
- Tidak tampak infark
Lumbal fungsi
- Warna : Xantokrom
- Leukosit : 750 x 103/ml
- Neutrofil : < 75%
- Perbandingan glukosa CSS : plasma < 50%
Sasaran Belajar :
1. Terangkan tentang meningeal sign, mekanisme dan caranya?
2. Mengapa reflex babinsky +/+?
3. Terangkan gambaran CT scan pasien?
4. Terangkan cara, interpretasi, indikasi dan kontraindikasi limbal fungsi?
5. Penatalaksanaan
Pembahasan Sasaran Belajar:
1. Meningeal sign
-
7/30/2019 PBL 2 NSS fix
14/28
Meningeal sign adalah salah satu cara untuk mengetahui gejala dari
adanya peradangan pada selaput otak misalnya pada meningitis. Pemeriksaan
ini terdiri dari Kaku Kuduk (nuchal rigidity), Tanda Lasegue, Tanda Kernig,
dan Tanda Burdzinki (Lumbantobing, 2011).
1. Kaku Kuduk
Kaku kuduk merupakan gejala yang sering dijumpai pada kelainan
rangsang selaput otak. Sangat jarang dapat mendiagnosis meningitis tanpa
adanya gejala ini.
a. Cara pemeriksaan :
Tangan pemeriksa ditempatkan di bawah kepala pasien yang sedang
berbaring. Kemudian kepala ditekukkan (fleksi) dan diusahakan agar
dagu mencapai dada. Selama penekukan ini diperhatikan adanya
tahanan.
b. Interpretasi :
Bila terdapat kaku kuduk maka akan didapatkan tahanan dan dagu
tidak dapat mencapai dada. Kaku kuduk bersifat ringan apabila ada
tahanan sewaktu menekukkan kepala. Kaku kuduk yang berat,
didapatkan kepala yang tidak dapat ditekuk. Kaku kuduk juga dapat
ditemukan pada keadaan miositis otot kuduk, abses retrofaringeal, atau
artritis di servikal (Lumbantobing, 2011).
2. Tanda Lasegue
a. Cara pemeriksaan :
Pasien berbaring, diluruskan (diekstensikan) kedua tungkainya.
Kemudian satu tungkai diangkat lurus, dibengkokkan (fleksi) pada
persendian panggulnya. Tungkai yang satu lagi harus selalu beradadalam keadaan ekstensi (lurus).
b. Interpretasi :
Pada keadaan normal, dapat mencapai sudut 70 derajat sebelum timbul
rasa sakit dan tahanan. Bila sudah timbul rasa sakit dan tahanan
sebelum mencapai 70 derajat, maka Tanda Lasegue positif. Tanda
Lasegue positif ditemukan pada kelainan seperti rangsang selaput otak,
-
7/30/2019 PBL 2 NSS fix
15/28
isialgia, dan iritasi pleksus lumbosakral (misalnya hernia nukleus
pulposus lumbalis) (Lumbantobing, 2011).
-
7/30/2019 PBL 2 NSS fix
16/28
3. Tanda Kernig
a. Cara pemeriksaan :
Penderita yang sedang berbaring difleksikan pahanya pada persendian
panggul sampai membuat sudut 90 derajat. Setelah itu tungkai bawah
diekstensikan pada persendian lutut.
b. Interpretasi :
Pada keadaan normal, kita dapat melakukan ekstensi sampai sudut 135
derajat, antara tungkai bawah dan tungkai atas. Bila terdapat tahanan
dan rasa nyeri sebelum tercapai sudut ini, maka dikatakan bahwa tanda
Kernig positif. Tanda ini positif ditemukan pada kelainan rangsang
selaput otak dan iritasi akar lumbpsakral atau pleksusnya (misalnya
pada HNP-lumbal). Pada meningitis biasanya positif bilateral,
sedangkan pada HNP-lumbal dapat unilateral (Lumbantobing, 2011).
4. Tanda Burdzinski I
a. Cara pemeriksaan :
Tangan ditempatkan di bawah kepala pasien yang sedang berbaring,
kita tekukkan kepala sejauh mungkin sampai dagu mencapai dada.
Tangan yang satu lagi sebaiknya ditempatkan di dada pasien untuk
mencegah deiangkatnya badan.
b. Interpretasi :
Tanda ini dinilai positif apabila tindakan mengakibatkan fleksi pada
kedua tungkai (Lumbantobing, 2011).
5. Tanda Burdzinki II
a. Cara pemeriksaan :
Pasien yang sedang berbaring, satu tungkai difleksikan pada persedianpanggul, sedang tungkai yang satu lagi berada dalam keadaan ekstensi
(lurus).
b. Interpretasi :
Tanda ini positif apabila tungkai yang satu ini pun ikut pula terfleksi
(Lumbantobing, 2011).
-
7/30/2019 PBL 2 NSS fix
17/28
2. Reflex babinsky +/+
Reflex babinsky positif pada umumnya dikarenakan oleh adanya
kelainan pada sistem traktus piramidalis, baik struktur ataupun fungsinya. Hal
ini menjadikan respon segmental jari kaki untuk flexi hilang, seharusnya ada
kesigesgisan untuk flexi dan ekstensi. Dalam hal ini, muncul otot Ekstensor
Hallucis Longus sehingga muncullah tanda babinsky (Khwaja, 2005).
3. Gambaran CT Scan
Gambaran tuberculoma pada ct scan
Tuberkuloma terlihat pada CT scan kepala berupa iso- hypo- atau
hyperdense lesions, diameter 1.5-7cm, dengan peripheral enhancementpada
pemberian kontras dan adanya edema perifokal(Ceylan, 2005). Tuberkuloma
terlihat avaskular oleh angiografi, dan terlihat bervariasi oleh CT scan dan
MRI. Selama fase initial dari penyakitnya terlihat edema dan nekrosis pada
CT scan. Pada fase granuloma akan lebih jelas terlihat dengan pemberian
kontras, terdapat kalsifikasi dan ring enhancement dan berbagai derajat
edema. Penyengatan bisa homogen atau radiolusen di area sentral dari
nekrosis (Manoj, 1997). Perkejuan di tengah lesi dikelilingi sel epiteloid
reaktif, sel giant Langerhans dan berbagai limfosit, polimorf, dan sel plasma
(Revindra, 1996).
4. Cara, interpretasi, indikasi dan kontraindikasi lumbal fungsi
a. Definisi
Merupakan upaya mengambil cairan liquor cerebro spinal (LCS)dengan memasukkan jarum ke dalam ruang subarachnoidea. Pemeriksaan
ini dilakukan dengan tujuan untuk memeriksa spesimen LCS yang diambil,
mengukur dan mengurangi tekanan LCS dan untuk menentukan ada
tidaknya darah dalam ruang subarachnoidea.
Pemeriksaan ini dapat dikategorikan diagnostik invasif karena LCS
dikeluarkan untuk pemeriksaan. Pemeriksaan ini dilakukan dengan prinsip
aseptik dengan menusukkan jarum pungsi di antara vertebrae lumbal III
-
7/30/2019 PBL 2 NSS fix
18/28
dan IV atau vertebrae lumbal IV dan V hingga mencapai ruang
subarachnoidea di bawah medulla spinalis daerah cauda equina. Ujung
jarum pungsi dilengkapi manometer yang berfungsi untuk mengetahui
tekanan intraspinal.
Pemeriksaan ini membutuhkan sekitar 2-3 mL LCS yang kemudian
dialirkan ke sebuah tempat spesimen steril yang terbuat dari plastik.
Nantinya, cairan LCS tersebut akan diobservasi berdasarkan warna,
konsistensi, dan lain-lain. Setelah pengambilan LCS dirasa cukup, jarum
dicabut dan tempat penusukan tersebut ditutup perban.
b. Indikasi
a. Mengambil LCS untuk keperluan penegakan diagnosis, utamanya yang
dicurigai mengalami meningitis, ensefalitis, meningoensefalitis, dan
penyakit autoimun
b. Mengidentifikasi adanya darah di dalam LCS akibat trauma atau
perdarahan subarachnoidea.
c. Memasukkan zat kontras ke dalam ruang subarachnoidea.
d. Menentukan tekanan cairan otak
e. Mengkonfirmasi penyebab inflamasi akut atau kronik
f. Melihat perluasan infark atau stroke
g. Memasukkan obat intratekal seperti anestesi, dan lain-lain.
c. Kontraindikasi
1. Infeksi dekat tempat penusukan
2. Kontaminasi dari infeksi akan menyebabkan meningitis
3. Infeksi epidural4. Pasien dengan peningkatan tekanan intrakranial, karena herniasi
cerebral bisa terjadi.
5. Pasien dengan penyakit sendi vertebrae degeneratif, karena akan sulit
untuk melakukan penusukan jarum ke ruang interspinal
6. Pasien yang mengalami kelainan psikiatrik berat
d. Alat & Bahan
a. Kassa steril
-
7/30/2019 PBL 2 NSS fix
19/28
b. Kapas steril
c. Sarung tangan steril
d. Baju steril
e. Jarum pungsi lumbal No. 20 dan 22 G beserta stylet
f. Manometer spinal
g. Antiseptik : alkohol 70 % dan povidone iodine
h. Anestesi lokal
i. Spuit dan jarum untuk anestesi lokal
j. Lidokain 1%
k. Tempat penampung spesimen steril, terbuat dari plastik
l. Plester
m. Tempat sampah
e. Prosedur
a. Pengambilan Sampel
1) Posisikan pasien
Pasien dalam posisi miring pada salah satu sisi tubuh. Leher fleksi
maksimal, ekstremitas inferior fleksi maksimum, dan columna
vertebralis sejajar dengan tempat tidur
2) Lakukan cuci tangan steril
3) Persiapan alat
4) Jaga privasi pasien
5) Paparkan daerah lumbal
6) Tentukan daerah pungsi lumbal di antara vertebrae L4 dan L5 yaitu
dengan menemukan garis potong columna vertebralis dan garis antara
kedua SIAS kiri dan kanan7) Lakukan tindakan antisepsis pada kulit di sekitar daerah pungsi radius
10 cm dengan larutan povidone iodine diikuti dengan alkohol 70 %
dan tutup dengan duk steril dimana daerah pungsi lumbal dibiarkan
terbuka
8) Tentukan kembali daerah pungsi dengan menekan ibu jari tangan
yang telah memakai sarung tangan steril selama 30 detik yang akan
menandai titik pungsi tersebut selama satu menit
-
7/30/2019 PBL 2 NSS fix
20/28
9) Anestesi kulit dengan Lidokain
10) Tusukkan jarum spinal pada tempat yang telah ditentukan. Masukkan
jarum perlahan menyusuri vertebrae sebelah proksimal dengan mulut
jarum terbuka ke atas sampai menembus duramater (sensasi terasa
lepas). Umumnya jarak pada usia dewasa sekitar 6-8 cm
11)Hubungkan jarum lumbal dengan manometer, untuk mengetahui
tekanan LCS, normalnya 60-180 mmHg
12) Lepaskan stylet perlahan dari jarum dan cairan keluar. Untuk
mendapatkan hasil yang lebih baik, jarum diputar hingga mulut jarum
mengarah ke kranial. Ambil cairan untuk pemeriksaan dan masukkan
pada tempat sampel yang sudah disiapkan.
13) Cabut jarum dan tutup area tusukan dengan plester
14) Rapikan alat-alat yang sudah digunakan
15) Cuci tangan steril
Gambar . Sampling LCS Posisi Lateral Decubitus
b. Pengiriman dan Penyimpanan
1) Harus segera dikirim
2) Sel mulai degenerasi dalam waktu 30 menit
3) Penundaan pengiriman menyebabkan glukosa turun
4) Harus segera dilaksanakan setelah pengambilan (terbaik: kurang dari 1
jam)
-
7/30/2019 PBL 2 NSS fix
21/28
5) Penyimpanan 4C dapat memperlambat degenerasi sel dan kimia
6) Pemeriksaan mikrobiologi harus segera dilakukan jangan disimpan
dalam suhu dingin karena menghambat Neisseria meningitidis &Haemophilus influenzae. Sampel sebaiknya dalam suhu kamar.
7) Sisa spesimen dibekukan -20C untuk pemeriksaan kimiawi, serologi &
materi genetik tambahan
f. Perawatan pasca pemeriksaan
a. Pasien berbaring datar (sudut elevasi tidak lebih dari 30o) dengan hanya
1 bantal untuk mengurangipost-dural puncture headache
b. Anjurkan pasien tidur datar selama 6-12 jam setelah dilakukan prosedur
c. Observasi tempat penusukan, apakah terjadi kebocoran untuk 4 jam
pertama setelah pemeriksaan
d. Observasi pasien berhubungan dengan orientasi, gelisah, perasaan
mengantuk, mual, kelemahan tungkai untuk 4 jam pertama setelah
pemeriksaan
e. Anjurkan pasien melapor kepada dokter atau perawat bila terjadi nyeri
kepala dan berikan obat analgesik sesuai dosi
g. Interpretasi
a. Nilai Normal
1) Tekanan : 50-180 cm H2O
2) Warna : transparan bening
3) Eritrosit : -
4) Leukosit : 0-5 sel/L atau 0-5 x 106 sel/L atau 0-5 x 103/mL
5) Protein : 1545 mg/dl atau 0,15-0,45 gr/L SI unit (sekitar 70 mg/dl
pada anak-anak dan lansia)
6) Glukosa : 50-75 mg/dl (2,8-4,2 mmol/L SI unit atau 60-70 % dari
glukosa darah plasma)
7) Klorin : 700-750 mg/dl (110-125 mEq/L atau mmol/L SI unit)
8) Glutamine : 6-15 mg/dl
9) Laktat :
-
7/30/2019 PBL 2 NSS fix
22/28
b. Nilai Abnormal
Interpretasi Abnormal
Meningkat Menurun
Leukosit Abses, infeksi akut, infarkcerebri, meningitis, penyakit
demyelinisasi, tumor
-
Eritrosit Trauma, perdarahan -
Klorid - Meningitis, Tuberculosis
Glukosa Hiperglikemia sistemik Infeksi bakteri, infeksi
jamur, meningitis,
tuberculosis, post
subarachnoid
hemorrhagik
Tekanan Perdarahan, infeksi, trauma,
tumor
Koma diabetikum, syok,
sinkop, tumor medulla
spinalis
Protein Darah dalam LCS, DM,
perdarahan, infeksi,
polineuritis, sifilis, trauma,
tumor
Penurunan drastis
produksi LCS
Gamma-
Globulin
Neurosifilis, sindroma
Guillain Barre, Multiple
Sclerosis
-
Warna LCS 1. Kemerahan : perdarahan subarachnoidea,
intracerebral, intraventricular ; obstruksi medulla
spinalis
2. Keruh : infeksi, adanya protein dalam LCS
3. Xantokrome : peningkatan protein, breakdown
eritrosit lama
-
7/30/2019 PBL 2 NSS fix
23/28
h. Komplikasi
a. Nyeri kepala hebat akibat kebocoran LCS
b. Meningitis akibat masuknya bakteri ke LCS
c. Paresthesia pada bokong atau tungkai
d. Luka pada medulla spinalis
e. Herniasi otak.
f. Hematom subdural atau ekstradural
g. Infeksi
h. Kematian
5. Penatalaksanaan
1. Menjaga stabilitas cairan dan gejala lain Perbaiki keadaan umum)
2. Jangan sampai pasien mengalami kejang, beri profilaksis kejang.
Kejang otak hipoksia Prosesnya akan cepat
Outcome kejang: Hipoksia, sehingga akan menyebabkan cedera sekunder
lebih membunuh dibanding primernya).
3. Mencari penyebab/etiologi
4. Innitial plan : Diberi antibiotik empirik dahulu
5. Kulur dan sensitivitas test (gold standar umtuk pemberian antibiotik)
PENATALAKSANAAN MENINGOENSEFALITIS TB
FARMAKOLOGI
a. OAT
Pasien di kasus ini termasuk pasien TB paru kasus baru dan ekstra paru
berat sehingga harus diberikan 4 jenis OAT kategori 1 dengan modifikasiaturan pakai. Berbeda dengan aturan kategori 1 pada umumnya, pada
meningoensefalitis TB dianjurkan untuk memakai 2RHZS/7-10RH. Pada
aturan ini etambutol digantikan dengan streptomisin karena obat-obatan
yang dipakai harus dapat menembus sawar darah otak, sedangkan
etambutol tidak bisa. Dosis OAT yang direkomendasikan yaitu :
-
7/30/2019 PBL 2 NSS fix
24/28
(WHO Guidelines Treatment of Tuberculosis, 2008)
b. Adjuvant steroid
Kortikosteroid diberikan dengan indikasi penurunan kesadaran atau defisit
neurogis fokal, yang biasa digunakan pada kasus meningoensefalitis TB
adalah dexamethason 10 mg bolus intravena kemudian 4x5mg intravenaselama 2 minggu berikutnya dan diturunkan perlahan selama 1 bulan atau
prednisone dengan dosis 2 mg/kg/hari selama 4 minggu lalu dosis
diturunkan dalam 1-2 minggu sebelum dihentikan. Fungsinya adalah
sebagai antiinflamasi bagi meninges, membersihkan eksudat dari ruang
subarachnoid, menurunkan edema serebri, dan mencegah komplikasi.
Penggunaan obat ini akan memperbaiki outcome dan meningkatkan
harapan hidup pasien meningoensefalitis TB (Cochrane Database Syst
Rev, 2008).
-
7/30/2019 PBL 2 NSS fix
25/28
Informasi VI
Terapi :
- IVFD Asering 20 tpm
- O2 4 liter/menit
- Dexametason IV bolus 0,3 mg/kgBB/hari
- Diazepam 10 mg IV pelan
- Phenitoin 3 x 100 mg IV
- Paracetamol 3 x 500 mg (jika panas)
- Causa :
Tahap 1 (2 bulan)
Isonoazid 300 mg
Rimfapicin 600 mg
Pirazinamid 2 gr
Etambutol 750 mg
Tahap lanjut (70-10 bulan)
Isoniazid 300 mg
Rimpaficin 600 mg
Informasi VII
Diagnosis Klinik
Penurunan kesadaran, meningeal sign (+), parese N. III, N. IV, parese N.
VII sinistra tipe sentral.
Diagnosis Topik
Meningeal, enchepalon
Diagnosis Etiologi
Meningoensefalitis e.c tuberculosa
Diagnosa Banding
1. Meningoensefalitis e.c virus
2. Meningoensefalitis e.c parasit
Prognosis :
Fungsional : dubia ad malam
Vitam : dubia ad malam
-
7/30/2019 PBL 2 NSS fix
26/28
Sanam : dubia ad malam
BAB III
KESIMPULAN
Meningoenchepalitis adalah suatu penyakit yang menyerang sistem saraf
pusat (SSP) yang terjadi akibat adanya infeksi yang ditimbulkan oleh agen-agen
infeksi seperti bakteri, virus, atau jamur. Pada pasien ini, infeksi pada SSP terjadi
akibat adanya penyebaran dari infeksi Mycobacterium tuberculosis yang
sebelumnya menginfeksi paru-paru pasien dan menimbulkan manifestasi klinis
penyakit tuberkulosis. Bakteri yang menyebar sampai ke SSP ini kemudian
menginfeksi lapisan meningens pada otak hingga menimbulkan tanda-tanda
meningitis bahkan enchepalitis karena telah terjadi gangguan pada saraf-saraf
kranial.
Pemeriksaan yang dilakukan pada pasien tersebut yaitu dengan anamnesis,
pemeriksaan fisik yang hasilnya diperoleh tanda iritasi meningeal, pemeriksaan
neurologis, pemeriksaan kekuatan motorik, pemeriksaan laboratorium yang
meliputi tes darah lengkap, dan LCS, dan pemeriksaan radiologi yang
menggambarkan adanya gambaran TB millier pada paru kanan dan kiri.
Dari pemeriksaan tersebut dapat ditegakkan diagnosis sebagai berikut:
Diagnosis klinis : penurunan kesadaran, meningeal sign (+), parese N. III, N.
VI, parese N. VII tipe sentral
Diagnosis topis : meningeal, enchepalon
Diagnosis etiologi : meningoenchepalitis et causa tuberculosa
Penatalaksanaan yang dilakukan terhadap pasien tersebut adalah dengan
mengatasi kegawatan yang ada serta terapi kausatif dengan pemberian obat. Untukmengatasi penyebab utamanya yaitu TB, maka pasien diwajibkan meminum OAT
selama 2 bulan fase intensif dan 7-10 bulan fase lanjutan. Selain itu, pasien dan
keluarganya kemudian diberi edukasi perubahan gaya hidup, pengetahuan tentang
penyakit, penyesuaian keadaan psikologis, pemantauan penyakit tuberculosis,
pemantauan minum obat
-
7/30/2019 PBL 2 NSS fix
27/28
DAFTAR PUSTAKA
Baehr M., Frotscher M. 2010. Diagnosis Topik Neurologi DUUS Anatomi,
Fisiologi, Tanda, Gejala ed 4. Jakarta : EGC
Behrman, Richard E dkk (Eds). 1999. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Volume 1.
Terjemahan oleh: A. Samik Wahab (Ed) dari Nelson Textbook of Pediatrics
15/E . Jakarta: EGC.
Bickley, Lynn S. 2008. Sistem Saraf. Dalam Buku Saku Pemeriksaan Fisik dan
Rowayat Kesehatan Bates. Jakarta : EGC
Ceylan. E, & Gencer. M, . 2005. Miliary Tuberculosa Associated with Multiple
Intracranial Tuberculomas. Tohoku J. Exp.Med.205(4), 367-370.
Lumbantobing, S. M., 2011. Neurologi klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental.
Jakarta : FKUI.
Manoj K. Goel etc . 1997. Miliary tuberculosis with brain tuberculomas a rare
presentation.Ind J Tub. 44: 87.
Netter, Frank H., John A. Craig, James Perkins, John T. Hansen, Bruce M.
Koeppen. 2002. Atlas of Neuroanatomy and Neurophysiology. USA : Icon
Custom Communication.
Price, S.A., L.M. Wilson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Jakarta: EGC.
Ravindra, K. 1996. Diagnosis of Intra cranial Tuberkuloma. Department of
Neurology, King Georges Medical College, Lucknow.Ind. J. Tub.43: 35.
Rizal T. Rumawas. 2000. Patologi dan patofisiologi gangguan kesadaran..
Jakarta: Simposium Koma.
Snell, R.S. 2006. Neuroanatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi 5.
Jakarta: EGC.
Snell, Richard S. 1996.Neuroanatomi Klinik ed 2. Jakarta : EGC
WHO 2008 Guidelines Treatment of Tuberculosis Cochrane Database Syst Rev
2008
-
7/30/2019 PBL 2 NSS fix
28/28