Oseana Xvi(1)1 11

11
Oseana, Volume XVI, Nomor 1 : 1 - 11 ISSN 0216-1877 TOKSIN MARIN, SUATU PENGANTAR oleh Rachmaniar *) ABSTRACT MARINE TOXIN, AN INTRODUCTION. Poisoning through intake of sea food, sting or bite by marine organisms is a quite common phenomena. The poisonous substances are originated from these marine organisms called marine toxin, which can be found either endogenous or exogenous. These toxins are harmful in one hand, but on the other hand it can contribute significantly in the development of useful drugs. PENDAHULUAN Kasus keracunan yang disebabkan oleh makanan yang berasal dari laut, atau terke- na bisa karena sengatan hewan laut sudah sering kali kita dengar di Indonesia maupun di negara lain. Hal ini diduga disebabkan oleh substansi yang dikandung oleh berba- gai biota laut, yang biasa dikenal dengan nama toksin marin. Toksin marin dapat menyebabkan keracunan pada seseorang apa- bila orang tersebut memakan organisme yang beracun, tersengat, atau tertusuk oleh he- wan berbisa. Para pakar biologi maupun kimia telah lama mendiskusikan arti biologis dan fisiologis toksin marin bagi organisme yang mengandungnya. Studi etologi terhadap be- berapa hewan laut yang toksik, mengungkap- kan bahwa secara biologis toksin ini meme- gang peranan penting dalam menangkap mangsa, sebagai pertahanan diri terhadap pemangsa atau gangguan lain. Selain itu secara fisiologis toksin ini berfungsi dalam proses reproduksi. Penelitian mengenai toksin marin sa- ngat penting artinya dan patut mendapat perhatian. Di negara-negara maju seperti Jepang dan Amerika telah diteliti beberapa kasus keracunan makanan dari laut dan se- bagian besar kasus ini disebabkan oleh tok- sin marin. Toksin marin memberikan banyak harapan dan prospek tidak hanya sebagai reagen farmakologik tetapi juga sebagai model dalam mengembangkan suatu bahan kimia sintetik yang baru (COLWELL 1986). Di Indonesia, penelitian toksin marin belum dilakukan, namun perhatian dan mi- nat terhadap hal ini telah ada. Pada tahun 1989 telah diadakan Seminar Obat dan Pa- *) Balai Penelitian dan Pengembangan Biologi Laut, Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi - LIPI, Jakarta. www.oseanografi.lipi.go.id Oseana, Volume XVI No. 1, 1991

description

oseana

Transcript of Oseana Xvi(1)1 11

Page 1: Oseana Xvi(1)1 11

Oseana, Volume XVI, Nomor 1 : 1 - 11 ISSN 0216-1877

TOKSIN MARIN, SUATU PENGANTAR

oleh

Rachmaniar *)

ABSTRACT

MARINE TOXIN, AN INTRODUCTION. Poisoning through intake of sea food, sting or bite by marine organisms is a quite common phenomena. The poisonous substances are originated from these marine organisms called marine toxin, which can be found either endogenous or exogenous. These toxins are harmful in one hand, but on the other hand it can contribute significantly in the development of useful drugs.

PENDAHULUAN

Kasus keracunan yang disebabkan oleh makanan yang berasal dari laut, atau terke-na bisa karena sengatan hewan laut sudah sering kali kita dengar di Indonesia maupun di negara lain. Hal ini diduga disebabkan oleh substansi yang dikandung oleh berba-gai biota laut, yang biasa dikenal dengan nama toksin marin. Toksin marin dapat menyebabkan keracunan pada seseorang apa-bila orang tersebut memakan organisme yang beracun, tersengat, atau tertusuk oleh he-wan berbisa.

Para pakar biologi maupun kimia telah lama mendiskusikan arti biologis dan fisiologis toksin marin bagi organisme yang mengandungnya. Studi etologi terhadap be-berapa hewan laut yang toksik, mengungkap-kan bahwa secara biologis toksin ini meme-

gang peranan penting dalam menangkap mangsa, sebagai pertahanan diri terhadap pemangsa atau gangguan lain. Selain itu secara fisiologis toksin ini berfungsi dalam proses reproduksi.

Penelitian mengenai toksin marin sa-ngat penting artinya dan patut mendapat perhatian. Di negara-negara maju seperti Jepang dan Amerika telah diteliti beberapa kasus keracunan makanan dari laut dan se-bagian besar kasus ini disebabkan oleh tok-sin marin. Toksin marin memberikan banyak harapan dan prospek tidak hanya sebagai reagen farmakologik tetapi juga sebagai model dalam mengembangkan suatu bahan kimia sintetik yang baru (COLWELL 1986).

Di Indonesia, penelitian toksin marin belum dilakukan, namun perhatian dan mi-nat terhadap hal ini telah ada. Pada tahun 1989 telah diadakan Seminar Obat dan Pa-

*) Balai Penelitian dan Pengembangan Biologi Laut, Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi - LIPI, Jakarta.

www.oseanografi.lipi.go.id

Oseana, Volume XVI No. 1, 1991

Page 2: Oseana Xvi(1)1 11

ngan Kesehatan dari Laut I, di Jakarta. Dari sejumlah toksin marin yang dikenal, sebagian telah dapat dielusidasi strukturnya dan bebe-rapa di antaranya dikemukakan dalam tu-lisan ini.

Tulisan ini merupakan pengantar un-tuk memberikan gambaran singkat tentang toksin marin serta prospeknya, yang diha-rapkan dapat dikembangkan sebagai pengha-sil substansi bioaktif melalui penelitian yang terpadu.

PENGERTIAN TOKSIN

Toksin adalah suatu substansi yang mempunyai gugus fungsional spesifik yang letaknya teratur di dalam molekul, dan me-nunjukkan aktifitas fisiologis yang kuat. Substansi tersebut mempunyai potensi un-tuk dikembangkan sebagai obat (HASHI-MOTO 1979, COLWELL 1986). Substansi toksin harus merupakan suatu substansi yang bersifat protein (proteinaceous) dan antigenik. VOGT (dalam HASHIMOTO 1979) memberikan batasan toksin sebagai berikut :

a. substansi tersebut terdapat di dalam tubuh hewan, tumbuhan, bakteri dan makhluk hidup lainnya

b. merupakan zat asing bagi korbannya atau bersifat antigen

c. bersifat merugikan bagi kesehatan kor bannya. Istilah toksin marin khusus digunakan

untuk toksin-toksin yang berasal dari orga-nisme laut. Istilah lain yang digunakan da-lam kaitannya dengan toksin yaitu racun (poison) dan bisa (venom). Istilah racun digunakan untuk substansi toksin yang me-nyebabkan keracunan bila masuk ke dalam tubuh melalui mulut, sedangkan bisa, bila masuk ke dalam tubuh melalui sengatan atau gigitan.

PENGENALAN BEBERAPA TOKSIN MARIN

Penggolongan toksin berdasarkan asal usul Penelitian mengenai toksin marin me-

rupakan objek penelitian yang penuh tan-tangan dan melalui rentetan tahapan yang panjang. Hal ini dimulai darifungsi toksin bagi organismenya sendiri, kemudian tahap-an ekstraksi, isolasi, identifikasi dan elusi-dasi struktur toksin serta efeknya kepada manusia.

Ditinjau dari segi asal usulnya, toksin marin digolongkan ke dalam dua golongan yaitu toksin "endogenous" dan toksin "exogenous". Toksin "endogenous" yaitu toksin yang berasal dari jaringan tubuh organisme itu sendiri dan sama sekali tidak dipengaruhi oleh lingkungan tempat hidup-nya. Toksin "exogenous" yaitu toksin yang ditemukan di dalam tubuh organisme ha-nya bila lingkungan tempat hidupnya me-ngandung toksin. Diduga toksin dari ling-kungannya ini terserap oleh tubuh organis-me melalui rantai makanan atau menempel pada tubuhnya, sehingga organisme tersebut menjadi beracun bila dimakan oleh manusia atau hewan lainnya. Keberadaan toksin ini di dalam tubuh organisme laut tergantung pada musim atau letak geografis di rnana organisme itu berada.

Beberapa contoh toksin "endogenous" antara lain tetrodotoxin yang terdapat dida-lam kandung telur ikan buntal (Fugu vermi-culare); ciguatoxin pada ikan kakap (Lutja-nus bohar); eledoisin terdapat di dalam kelenjar ludah gurita (Octopus moschata). Toksin "exogenous" terdapat pada sejenis dinoflagellata Gonyaulax sp., yaitu saxi-toxin. Dinoflagellata ini merupakan makanan dari sejenis moluska, dengan demikian saxitoxin ini akan terakumulasi di dalam

www.oseanografi.lipi.go.id

Oseana, Volume XVI No. 1, 1991

Page 3: Oseana Xvi(1)1 11

tubuh moluska sehingga menjadikannya be-racun. Selain itu sering terjadi proliferasi dinoflagellata sehingga air laut menjadi me-rah dan konsentrasi saxitoxin bertambah. Biota-biota laut lainnya akan memakan dan mengakumulasi plankton beracun ini sehingga terjadi kematian masal. Peristiwa ini dikenal dengan pasang merah (Red tide). Selanjutnya akan dibicarakan secara rinci toksin-toksin tersebut dan efeknya bagi manusia.

Penggolongan berdasarkan struktur kimia dan efeknya bagi manusia

Beberapa pakar di luar negeri telah mengisolasi dan mengelusidasi struktur bebe-rapa toksin marin, sebagai berikut: I. Toksin yang menyebabkan keracunan me-

lalui makanan (Food Poisoning) 1. Tetrodotoxin (Puffer toxin)

TAHARA 1906 (dalam HASHI-MOTO 1979), pertama kali mengiso-lasi Tetrodotoxin dari kandung telur ikan buntal (puffer fish) dan membuk-tikan bahwa di Jepang toksin ini sangat aktif karena 60 — 70% kasus keracunan makanan dari laut dise-babkan oleh toksin ini. Beberapa pakar melanjutkan penelitiannya dan mene-mukan bahwa tetrodotoxin merupa-kan senyawa amin dan gula. KISIN et al. 1972 (dalam HASHIMOTO 1979), kemudian telah dapat mengsin-tesa toksin ini secara utuh.

Struktur dan sifat kimia tetro-dotoxin ditentukan melalui isolasi dan pemurnian. Hasil yang diperoleh berupa kristal berwarna kuning dengan rumus molekul 2— amino—6—hidroksi-metil—8—hidroksiquinazolin, dan ru-mus bangunnya dapat dilihat pada gambar 1.

Gambar 1. Rumus bangun Tetrodotoxin (WHITESIDES and ELLIOT 1986).

Keracunan pada manusia memberikari gejala-gejala berupa rasa mual, muntah, dan mati rasa dalam rongga mulut. Tetrodotoxin memiliki efek far-makologik yaitu dapat meningkatkan permeabilitas membran syaraf terha-dap ion natrium.

2. Ciguatoxin Ciguatoxin merupakan toksin

yang ditemukan pada beberapa jenis ikan yang hidup berasosiasi dengan terumbu karang di daerah tropik dan subtropik. Penyakit atau keracunan yang disebabkan oleh ciguatoxin dise-but ciguatera. Pada umumnya cigua-tera tidak merupakan penyakit yang fatal. Keracunan timbul karena mema-kan ikan-ikan tersebut (COLWELL 1986). Karena ikan-ikan tersebut dapat menyebabkan keracunan, maka hal ini dapat berpengaruh terhadap pema-sokan bahan makanan dari laut yang dapat dimanfaatkan oleh penduduk yang tinggal di pulau-pulau karang.

www.oseanografi.lipi.go.id

Oseana, Volume XVI No. 1, 1991

Page 4: Oseana Xvi(1)1 11

Penelitian yang intensif terhadap ciguatoxin ini telah dilakukan di Uni-versity of Hawaii, di Institute de Recherches Medicales 'Louis Malarde' di Tahiti dan beberapa universitas di Jepang. Beberapa jenis ikan yang diduga menjadi sumber penyakit cigua-tera yaitu, Lutjanus monostigma, Gymnothorax javanicus, Epinephekis fuscoguttatus (Gambar 2, 3, 4). Ge-jala penyakit yang ditimbulkan sangat beragam dan hal ini sesuai dengan terdapatnya beragam toksin dalam ikan4kan tersebut (multiple toxin). Namun toksin utamanya adalah cigua-toxin yang diisolasi dan kemudian di-beri nama oleh Scheuer dari University of Hawaii. HALSTEAD (dalam HASHIMOTO 1979) mengidentifikasi

lebih dari 400 jenis ikan yang mengan-dung ciguatoxin. Toksisitasnya dipe-ngaruhi oleh lingkungan dimana ikan itu hidup serta jenis ikannya. Dean ka-kap, Lutjanus bohar dan ikan keron-dong, Gymnothorax javanicus, sering menimbulkan keracunan massal di daerah kepulauan di Pasifik. Di Tahiti 60% keracunan ciguatoxin disebabkan karena memakan ikan Ctenochaetus striatus.

Gejala keracunan akibat ciguatoxin ini oleh BAGNIS (dalam HASHIMOTO 1979) digolongkan dalam em-pat gejala: 1. Gangguan pada cardiovascular, 2. Gangguan syaraf, 3. Asthenia dan arthalgia, 4. Gangguan saluran pencernaan.

Gambar 2. Lutjanus monostigma (ALLEN etal 1985).

Gambar 2. Lutjanus monostigma (ALLEN et al. 1985)

www.oseanografi.lipi.go.id

Oseana, Volume XVI No. 1, 1991

Page 5: Oseana Xvi(1)1 11

Gambar 3. Gymnothorax javanicus (MASUDA etal. 1984).

Gambar 4. Epinephelus fUscoguttatus (MASUDA etal 1984).

www.oseanografi.lipi.go.id

Oseana, Volume XVI No. 1, 1991

Page 6: Oseana Xvi(1)1 11

SCHEUER et al. (dalam HASHI-MOTO 1979) telah mencoba mengiso-lasi dan mengindentifikasi senyawa yang menyusun ciguatoxin. Isolasi yang murni sangat sulit diperoleh, na-mun diperkirakan bahwa ciguatoxin ini merupakan suatu lipida yang tidak umum (unusual) dan mengandung se-nyawa N dengan bobot molekul se-kitar 1500. Sifat farmakologis dari ciguatoxin antara lain berpengaruh langsung terhadap saraf periferal dan sentral, meningkatkan permeabilitas membran sel dari otot dan saraf ter-hadap ion natrium. Ciguatoxin bersifat antichlolinesterase.

3. Caulerpicin dan Caulerpin Racun ini ditemukan pada alga

hijau jenis caulerpa. Caulerpa spp. se-ring dijadikan makanan oleh penduduk di Indonesia dan Philipina. Beberapa jenis kadang-kadang mempunyai rasa pedas seperti merica. Rasa pedas ini di-duga ditimbulkan oleh racun yaitu cau-lerpicin dan caulerpin. Substansi ini berhasil diisolasi dari marga Caulerpa. Kedua komponen racun tersebut se-

ring beralih dari alga hijau ke keong laut dan karang lunak melalui rantai makanan.

Caulerpicin dan caulerpin diiso-lasi dari Caulerpa racemosa varitas Clarifera, Caulerpa sertulariades dan Caulerpa serrulata (McCONNEL and FENICAL 1979). Ekstraksi dilakukan dengan eter dan dimurnikan dengan khromatografi memakai kolum alumi-na. Dengan car a ini diperoleh cauler-picin yang berupa kristal rhombik berwarna putih dengan titik cair 95°C, dan caulerpin berupa kristal prisma berwarna merah jingga dengan titik cair 317°C. Rumus bangun dari cau-lerpicin dan caulerpin tertera pada Gambar 5 & 6. Kedua zat tersebut bersifat racun terhadap tikus sedang-kan efeknya terhadap manusia berbeda secara individual. Gejala yang dirasa-kan oleh keracunan zat tersebut ada-lah matirasa pada lidah dan bibir. Bila keracunannya akut, ujung-ujung jari tangan dan kaki terasa membeku, pernafasan menjadi sesak dan hilang-nya keseimbangan.

www.oseanografi.lipi.go.id

Oseana, Volume XVI No. 1, 1991

Page 7: Oseana Xvi(1)1 11

Thallus dari caulerpa, bila terlu-ka menunjukkan warna jingga dan ke-mudian akan timbul tonjolan-tonjolan yang kemudian menyebabkan degene-rasi dari bagian yang terluka tersebut. Karena caulerpin didapat pada sekitar bagian yang terluka ini, maka tampak-nya zat ini berperan dalam pencegah-an rusaknya sel-sel dari tumbuhan yang bersangkutan selanjutnya. Hal ini memberi petunjuk bahwa racun tersebut mempunyai potensi untuk dikem-bangkan menjadi substransi yang ber-khasiat obat pada waktu mendatang.

Caulerpicin dan caulerpin dite-mukan pada beberapa jenis hewan yang hidup pada sedimen-sedimen di-mana Caulerpa tumbuh misalnya pada keong laut, Cerithium sp., dan karang lunak (soft coral).

4. Saxitoxin Saxitoxin atau "paralytic shellfish

poison" merupakan penyebab ke-racunan yang serius di Amerika Se-rikat seperti halnya dengan tetrodo-toxin di Jepang. "Paralityc shellfish

poison" semula ditemukan dalam ti-ram (mussels) dan toksinnya disebut mylotoxin. Kemudian SCHUETT dan RAPPOPORT (dalam HASHIMOTO 1979) mengisolasi toksin serupa dari "Alaska butter clam", Saxidormus giganteus dan diberi nama Saxitoxin.

Saxitoxin mempunyai rumus molekul CjQHjyNyO^ dengan rumus bangun (Gambar 7). Aksi farmakologisnya ialah memblokir susunan syaraf pusat. Mekanisme saxi-toxin sangat mirip dengan tetrodo-toxin. Saxitoxin menyebabkan kemati-an pada tikus dalam waktu 15 me nit, sedangkan tetrodotoxin dalam waktu setengahjam.

Keracunan yang ditimbulkan oleh toksin ini memberikan gejala se-bagai berikut : rasa terbakar pada li-dah, bibir dan mulut yang selanjutnya merambat ke leher, lengan dan kaki. Sensasi ini kemudian berlanjut menjadi matirasa sehingga gerakan menjadi sulit. Dalam kasus yang hebat diikuti oleh perasaan melayang-layang, menge-luarkan air liur, pusing dan muntah.

www.oseanografi.lipi.go.id

Oseana, Volume XVI No. 1, 1991

Page 8: Oseana Xvi(1)1 11

Gambar 7. Rumus bangun Saxitoxin (HASHIMOTO 1979).

II. Toksin Yang Menyebabkan Keracunan Karena Sengatan atau Tusukan

Beberapa jenis toksin yang menye-babkan keracunan melalui sengatan atau tusukan telah dapat diisolasi dan dielusi-dasi. Sebagai contoh toksin dari Octopus diketahui mengandung senyawa-senyawa amin antara lain m-tyramin, 3,4—dihi-droksi phenitylethanolamin, noradrena-lin, tryptamin, 5—hidroksitriptamin dan histamin. Toksin ini terdapat di kelen-jar ludah Cephalopoda atau pada gigi radula suku Conidae.

Beberapa toksin yang dikenal antara lain ; 1. Chironex cardiotoxin.

FREEMAN (dalam HASHIMOTO 1979) mengisolasi racun yang terdapat dalam tentakel ubur-ubur Physalia physalis yang banyak terdapat di per-airan tropis dengan panjang tentakel 30 m. Toksin ini banyak menye-babkan kematian pada perenang di pantai Australia. Gejala keracunan be-

rupa sulit bernafas, kelumpuhan, dan gangguan jantung. Efek farmakologis-nya ialah meningkatkan permeabflitas ion natrium.

2. Maculotoxin Maculotoxin merupakan salah

satu jenis "Stinging toxin" (toksin sengat) yang terdapat pada beberapa jenis moluska antara lain Conus striatus (Gambar 8). Jenis moluska lainnya yang menghasilkan toksin serupa yaitu Doricarnus antricus dan Dendrocarnus striatus. Bagi hewannya sendiri toksin ini berguna untuk menangkap mang-sanya. Menurut FREEMAN et al. (dalam HASHIMOTO 1979) toksin dari Dendrocarnus striatus mengandung su-atu neurotoxin dengan bobot molekul lebih dari 10.000. Gejala keracunan akibat dari sengatan hewan ini diawali dengan rasa sakit yang sangat, mati-rasa pada tempat luka yang kemudi-an menyebar ke rongga mulut, diikuti dengan muntah-muntah, pusing, mulut berbusa dan sakit di dada.

www.oseanografi.lipi.go.id

Oseana, Volume XVI No. 1, 1991

Page 9: Oseana Xvi(1)1 11

Gambar 8. A. Conus geographus B. Conus striatus.

www.oseanografi.lipi.go.id

Oseana, Volume XVI No. 1, 1991

Page 10: Oseana Xvi(1)1 11

3. Cephalotoxin Cephalotoxin diisolasi pertama

kali dari kelenjar ludah bagian posterior sejenis sotong, Sepia officinalis (HASHIMOTO 1979). Racun ini juga terdapat pada Octopus vulgaris dan O. macropus. Cephalotoxin berupa prote-in yang terdapat bersama-sama dengan senyawa amin yaitu m—tyramin dan 3,4—dihidroksifenitilamin. Bila masuk ke dalam tubuh korbannya menim-bulkan rasa sakit yang sangat.

4. Eledoisin Toksin ini terdapat pada kelen-

jar ludah Octopus moshata. Substan-si ini tersusun dari beberapa asam ami-no antara lain pyroglucin, prolin, se-rin, lysin dan isoleucin. Hipotensi dan kontraksi dari otot-otot halus pada mamalia, merupakan gejala keracunan oleh toksin ini.

5. Racun dari Koral Karang batu (stony corals) ter-

tentu dapat mengeluarkan racun mela-lui sengatan dengan menggunakan alat sengat yang disebut nematosis. Jenis-jenis karang batu yang beracun antara lain adalah Goniopora spp. yang me-nunjukkan toksisitas yang tinggi terha-dap tikus percobaan.

Toksin ini dapat diperoleh mela-lui ekstrasi dengan pelarut organik yang sesuai. Hasil yang diperoleh be-rupa bubuk kristal yang merupakan suatu senyawa peptida yang disusun dengan rantai asam amino yaitu asam aspartat, prolin, isoleusin, leusin dan lisin. Karang api seperti Millepora spp., bila tersentuh dapat melepas-kan nematosisnya yang berisi racun dan menimbulkan rasa sakit, dan pa-nas.

PENUTUP

Hasil penelitian di beberapa negara maju menunjukkan bahwa toksin marin mempunyai potensi pemanfaatan praiktis maupun ilmiah. Melalui penelitian secara kimiawi, dapat diketahui struktur molekul substansi toksin marin. Dengan mengetahui strukturnya, substansi ini dapat dijadikan perintis, pengembangan suatu senyawa, atau model untuk mensintesa suatu senyawa baru. Salah satu toksin marin yang dikenal yaitu tetrodotoxin telah digunakan untuk berbagai percobaan klinis mengenai rasa sa-kit pada penyakit kusta (neurogenic leprosy) (COLWELL1986).

Indonesia dengan keanekaragaman ha-yatinya yang tinggi, tentunya mempunyai lebih banyak lagi biota laut yang mengan-dung toksin marin yang mempunyai potensi pemanfaatan seperti tersebut di atas. Mengi-ngat hal ini, sudah tiba saatnya suatu pro-gram nasional dikembangkan untuk meneli-ti dan mengkaji toksin marin ini.

DAFTAR PUSTAKA

ALLEN, G.K. and F.H. TALBOT, 1985. Indo-Paciflc Fishes Review of the Genus Lutjanus (Pisces Lutjanidae) from the Indo-Pacific With the Discription of A New Species. Bunice Panachi Bishop Museum Honolulu, Hawai, 88 pp.

COLWELL, R.R., 1986. Biotechnology in the Marine Sciences In. Colwell, R.R., Sinkey, AJ. ; Pariser, E.R. (Edit). Bio-technology in the Marine Sciences Proc. of the First Annual Mil Sea Grant Lee-ture and Seminar. A. Wiley - intersci-ences, Publication. N.Y. P. 3 - 36.

HASHIMOTO, Y., 1979. Marine Toxins and Other Bioactive Marine Metabolites. Ja-pan Scientific Press, Tokyo. 369 pp.

www.oseanografi.lipi.go.id

Oseana, Volume XVI No. 1, 1991

Page 11: Oseana Xvi(1)1 11

MASUDA, H., K. AMAOKA, C. ARAGA, T. UYENO, T. YOSHINO, 1984. The Fishers of the Japanese Archipelago. Tokai University Press, Japan. 437 pp.

Mc. CONNEL, OJ. and W. FENICAL, 1979. Antimicrobial Agents from Marine Red Algae of the Famili Bonnemaiso-niaceae. In : Marine Algae in Pharmaceuticals Science. Levring and Hoppe Eds : 139-145.

WHITESIDES, G. and J. ELLIOT, 1986. Organic Chemicals from Marine Sources. In. Colwell, R.R., Sinskey, AJ. Pariser, E.R. (Edit). Biotechnology in the Marine Sciences. Proceedings of the First Annual MIT Sea Grant Lecture and Seminar. A. Wiley - intersciences Publication. N.Y. P. 135-151.

11

www.oseanografi.lipi.go.id

Oseana, Volume XVI No. 1, 1991