Nyeri Dada
-
Upload
dea-resita-azharini -
Category
Documents
-
view
187 -
download
8
description
Transcript of Nyeri Dada
MAPPING
A. Anatomi
B. Histologi
C. Fisiologi
D. Patofisiologi
1. Pneumothorax Tension Pneumothorax
2. Hemothorax/ Hematothorax
3. Epistasis
4. Nyeri dada
5. Faraktur Costae Flail Chest
6. Corpus Alleinum Obstruksi Benda Asing di Saluran Nafas
7. Emboli Paru
8. Aspirasi Pneumoni
9. Contusio Paru
10. Tamponade Jantung
11. Fraktur Sternum
12. Devormitas Nasal
13. Kelainan Septum Nasi Defiasi Septum Nasi
14. Syok Hipovolemik
15. Hematoma Septum
16. Abses Septum
E. Pemeriksaan Diagnose
F. Pemeriksaan Penunjang
A. ANATOMI
HIDUNG
Hidung merupakan suatu bentukan pyramid berongga yang mempunyai rangka tulang dan
tulang rawan.
Fungsi hidung:
1. sebagai saluran pernafasan.
2. menyaring udara pernafasan oleh bulu-bulu hidung(vibrissae).
3. menghangatkan dan melembabkan udara pernafasan melalui evaporasi sekresi serus dan
mucus.
4. ebagai resepsi odor → epithelium olfaktori pada hidung mengandung sel-sel olfaktori yang
mengalami spesialisasi untuk indera penciuman.
Nasal terdiri dari nasus eksternus, nasus internus, dan sinus paranasalis.
Nasus Eksternus
tersusun atas kerangka kerja tulang, katilago hialin, dan jaringan fibroareolar.
terdiri dari:
1. Apek nasi
2. Dorsum nasi
3. Radix nasi
4. Kolumela
5. Basis nasi
6. Nares
7. Ala nasi
kartilago pada nasus eksternus:
1. kartilago lateral
2. kartilago alaris mayor
3. kartilago alaris minor
N asus Internus
-terdiri dari cavum nasi (rongga hidung) dan septum nasi.
-cavum nasi terbentuk dari:
Atap: lamina cribosa os ethmoidalis
Anterior: os frontal dan os nasal
Posterior: os sfenoid
di dalam cavum nasi terdapat concha, yaitu concha superior yang ditutupi oleh epitel
olfaktorius, concha medial dan concha inferior yang ditutupi oleh epitel respirasi.
Hidung eksternal berbentuk piramid disertai dengan suatu akar dan dasar. Bagian ini tersusun dari
kerangka kerja tulang, kartilago hialin dan jaringan fibroaerolar.
a. Septum nasi membagi hidung menjadi rongga nasal dextra dan sinistra Bagian anterior
septum adalah kartilago.
b. Naris eksternal dibatasi oleh kartilago nasal
1) Kartilago nasal lateral terletak di bawah jembatan hidung
2) Ala besar dan ala kecil kartilago nasal mengelilingi nostril
c. Tulang hidung
1) Tulang nasal membentuk jembatan dan bagian superior kedua sisi hidung
2) Vomer dan pars prependikular os etmoidalis membentuk bagian posterior septum nasi
3) Lantai rongga nasal adalah palatum durum yang terbentuk dari os maxilaris dan os
palatinum
4) Langit-langit rongga nasal pada sisi medial terbentuk dari pars cribiformis os etmoidalis,
pada sisi anterior dari os frontal dan os nasal, dan pada sisi posterior dari os sfenoid
5) Concha nasalis superior, medial dan inferior menonjol pada sisi medial dinding lateral
rongga nasal
6) Meatus superior, medial dan inferior merupakan jalan udara rongga nasal yang terletak di
bawah konka
d. Empat pasang sinus paranasal )frontal, etmoid, maxilar, dan sfenoid) adalah kantong
tertutup pada bagian frontal, etmoid, maxilar dan sfenoid.
1) Sinus berfungsi untuk meringankan tulang kranial, memberi area permukaan tambahan pada
saluran nasal untuk menghangatkan dan melembabkan udara yang masuk, memproduksi
mukus dan memberi efek resonansi dalam memproduksi wicara.
2) Sinus paranasal mengalirkan cairannya ke meatus rongga nasal melalui duktus kecilyang
terletak di area tubuh yang lebih tinggi dari area lantai sinus. Pada posisi tegak, aliran mukus
ke dalam ronga nasal mungkin terhambat, terutama pada kasus infeksi sinus.
3) Duktus nasolakrimalis dari kelenjar air mata membuka ke arah meatus inferior
Membran mukosa nasal
a. Strukur
Kulit pada bagian eksternal permukaan hidung merentang sampai ke vestibula yang terletak
di dalam nostril. Kulit di bagian dalam mengandung vibrissae yang berfungsi untuk menyaring
partikel dari udara yang terhisap
b. Fungsi
1) Penyaringan partikel kecil
2) Penghangatan dan pelembaban udara yang masuk. Udara yang kering akan dilembabkan
melaui evaporasi sekresi serosa dan mukus serta dihangatkan oleh radiasi panas dri
pembuluh darah yang terletak di bawahya
3) Resepsi odor.
Septum nasi terdiri atas pars perpendicularis os ethmoidalis, kartilago septi nasi, vomer, dan
krista maxilla dan palatina.
Nasal terletak di dalam cavum nasi. Cavum nasi dibagi menjadi dua oleh septum nasi, yaitu
cavum nasi dextra dan cavum nasi sinistra. Pintu masuk dari saluran pernafasan adalah nares
(lubang hidung). Kemudian terdapat vestibulum nasi. Pada vestibulum nasi terdapat rambut-
rambut tebal yang menjulur keluar (vibrissae) untuk menyaring partikel kasar (>5
mikrometer).
- Bagian – bagian dari hidung terdiri atas:
1. Atap
- Septal cartilage, os. Nasalis,spina frontal, lamina cribosa ossis ethmoideal, corpus os.
Ethmoidea.
- Bulbus olfaktorius untuk tempat keluarnya saraf olfaktorius.
2. Dasar
- Palatine durum
- Palatine molle
3. Medial
Septum nasi yang membagi cavum nasi menjadi 2 bagian yaitu dextra dan sinistra. Septum
nasi terdiri dari:
- Superior : os ethmoidale
- Inferior : os. Vomer
4. Lateral
- Concha nasalis (superior, medial, dan inferior) dilapisi oleh epitel respirasi.
Di dalam lamina propria konka terdapat vena besar yang disebut juga badan pengembang
(swell bodies). Setiap 20 menit badan pengembang pada satu sisi fosa nasalis akan
penuh terisi darah sehingga mukosa konka membengkak dan mengurangi aliran udara.
Sementara sebagian besar udara diarahkan lewat fosa nasalis lain. Interval penutupan
periodik ini mrngurangi aliran udara sehingga epitel respirasi dapat pulih dari kekeringan
- Meatus Nasi
Bagian meatus superior (muara dari sinus ethmoidea posterior), medial (muara dari sinus
frontalis, sinus ethmoide anterior dan medial serta sinus maksila), dan inferior (muara dari
ductus nasolacrimalis). Pada daerah apex terdapat recessus sphenoethmoidea (muara dari
sinus sphenoidalis). Tempat muara dari meatus adalah sinus. Sinus adalah rongga yang
berisi udara. Sinus dilapisi oleh lapisan mukosa, ada 4 sinus:
a. Sinus frontalis paling beda karena mengalami involusi.
b. Sinus ethmoidalis
c. Sinus sphenoidalis
d. Sinus maxillaries.
Sinus frontal terbentuk dalam intrauterus dan sinus yang lain terbentuk saat kanak-kanak.
a. Septum nasal
Membagi hidung menjadi dextra dan sinistra
Bagian anteriornya adalah kartilago
b. Nares (nostril) eksternal
Dibatasi oleh kartilago nasal
Sinus frontalis
Sinus ethmoidalisSinus maksilaris
Sinus sfenoid
Dikelilingi oleh kartilago nasal ala mayor et minor
c. Os nasal
Membentuk jembatan dan bagian superior kedua sisi hidung
Bagian posterior septum nasal dibentuk oleh vomer dan lempeng perpendikular os
ethmoidal
Bagian inferior (lantai) rongga nasal adalah pallatum durum yang terbentuk dari os
maxilla dan pallatinum
Bagian superior (langit-langit) rongga nasal pada sisi medial terbentuk dari
lempeng cribiform os ethmoidal, pada sisi anteriornya dari os frontal dan nasal, dan pada
sisi posteriornya dari os sphenoidal
Konka (turbinatum) nasalis:
- Terdiri atas 3 bagian superior, medial, dan inferior yang menonjol pada sisi medial
dinding lateral rongga nasal
- Setiap konka dilapisi membran mukosa yang berisi kelenjar penghasil mukus dan
banyak mengandung pembuluh darah
Meatus superior, medial, dan inferior merupakan jalan udara rongga nasal yang terletak di
bawah konka
PULMO
Pulmo adalah organ respirasi yang berbentuk seperti kerucut, melekat pada trachea dan cor
melalui radix pulmonis dan ligamentum pulmonale. Pulmo pada fetus dan anak yang baru
lahir berwarna putih kemerahan, dengan bertambahnya usia warnanya lambat laun akan
berubah menjadi abu-abu gelap atau kebiruan.
Bagian-bagian pada permukaan pulmo::
a. Apex pulmonis
Terletak di dalam cupula pleurae dan menjulang ke atas sampai setinggi collum costa ke 1
ke basis leher.
b. Basis pulmonis
Disebut juga facies diaphragmatica pulmonis. Bentuknya cekung. Karena ada hepar di
sebelah kanannya, maka diaphragm di bagian kanan lebih menonjol ke dalam cavitas
thoracis dibandingkan yang kiri. Akibatnya maka basis pulmonis dextra lebih cekung dari
sinistra, juga pulmo dextra lebih pendek dari pulmo sinistra.
c. Facies costalis
Sedikit menonjol ke ruang anatar costa.
d. Facies medialis
Dibedakan menjadi facies vertebralis (bulat dan di dalam cekungan di kanan kiri columna
vertebralis) dan facies mediastinalis (terdapat cetakan-cetakan).
e. Radix pulmonis
Terletak pada facies mediastinalis pulmonis dan merupakan kumpulan struktur yang
keluar/masuk melalui hilum pulmonis.
f. Ligamentum pulmonale
Dibentuk lai lungs bud ke dalam cavitas thoracis.
Paru terbagi mejadi beberapa lobi oleh celah yang disebut fissurae, yaitu fissurae oblique
(terdapat pada kedua pulmo) dan fissurae horizontalis (hanya terdapat pulmo dextra). Pulmo
juga dapat dibagi menjadi unit yang lebih kecil yang disebut segmen-segmen. Sehingga
terbagi menjadi:
a. Pulmo dextra
Lobus superior (segmentum apicale, posterius, dan anterius)
Lobus medius (segmentum laterale dan mediale)
Lobus inferior (segmentum apicale, basale mediale, basale anterius, basale laterale,
dan basale posterius)
b. Pulmo sinister
Lobus superior (segmentum apicoposterius, anterius, lingulare superius, lingulare
inferius)
Lobus inferior (segmentum apicale, basale mediale, basale anterius, basale laterale,
dan basale posterius)
PLEURA
Ada 2:
a. Pleura parietalis
Peka nyeri, suhu, raba, tekanan. Pleura ini membatasi dinding thorax.
b. Pleura visceralis
Peka tarikan. Pleura ini melapisi seluruh permukaan luar paru
Terdapat rongga yang disebut cairan pleura, yang mempunyai sifat:
Licin, mengurangi gesekan antar pleura
Mempertahankan paru tetap rapat pada dinding thorax.
VASKULARISASI
Pleura
Pleura parietalis mendapat darah dari cabang-cabang Aa. Intercostales posterior, Aa.
Thoracica interna dan Aa. Phrenica superior.
Pleura visceralis mendapat darah dari cabang-cabang Aa. Bronchiales, tetapi darah akan
kembali melalui Vv. Pulmonalis.
Pulmo
Peredaran darahnya ada 2:
a. Sirkulasi fungsional
Pembuluh darah yang mengatur ini disebut vasa publica.
b. Sirkulasi nutritive
Pembuluh darah yang mengatur ini disebut vasa bronchialis.
INERVASI
Pleura
Pleura costalis mendapat serabut-serabut sensorik dari Nn. Intercostales ke 1-11 dan N.
subcostalis. Bagian perifer pleura diaphragmatica mendapat serabut-serabut sensorik dari
Nn. Intercostalis bagian bawah.
Pleura diaphragmatica bagian central dan pleura mediastinalis diinervasi oleh Nn. Phrenici.
Pleura visceralis tidak sensitive, diinervasi oleh serabut-serabut vasomotorik.
Pulmo
Dilayani oleh cabang-cabang N. vagus dan serabut simpathis dari ganglia thoracalis.
B. HISTOLOGI
HIDUNG
Cavum Nasi
Cavum nasi dibagi menjadi :
Vestibulum nasi (region vestibularis) merupakan rongga terlebar dengan epitel
berlapis pipih bertanduk terdapat vibrissae untuk menyaring udara yang masuk,
terdapat kelenjar keringat dan lemak namun semakin ke dalam kelenjar keringat
dan lemak tidak ada begitu juga dengan epitelnya menjadi tak bertanduk dan tipis.
Bagian respiratorik, dibagi menjadi:
Mukosa respiratoria, merupakan epitel berderet silindris dengan kinosilia
dan sel goblet yang menghasilkan lender untuk membasahi mukosa rongga
hidung. Kinosilia selalu bergerak ke arah nasopharing untuk menghalau
kotoran yang akan masuk. Pada lamina propia terdapat jaringan ikat kendor
yang berisi sinus venosus, sabut elastis, makrofag, limfosit, sel plasma,
tissue eosinophyl dan PMN.
Mukosa Olfaktoria, terdapat pada seluruh atap rongga hidung, concha
nasalis superior bagian atas, dan septum bagian atas dengan Epitel
Berderet Silindris tebal yang terdiri dari sel pembau, sel penyangga, dan sel
basal. Tidak ada sel goblet, lamina basalis tidak jelas, terdapat Fila
olfaktoria.
Konka Nasalis
Konka Nasalis, merupakan 3 penonjolan tulang yang melengkung pada dinding lateral
cavum nasi dan dilapisi oleh mukosa. Kerangka terdiri dari tulang turbinate bone,
permukaannya dilapisi mukosa respiratoria atau olfactoria, mempunyai sinus venosus banyak
dan lebar yang disebut plexus venosus. Ada 3 buah concha berdasarkan letaknya yaitu
superior, medius, dan inferior.
Septum Nasi
Septum Nasi, kerangka jaringan tulang rawan hialin dan jaringan tulang dengan kedua
sisinya yang dilapisi oleh mukosa olfactoria atau respiratoria.
Sinus Paranasalis
Dilapisi epitel berderet silindris tipis dengan kinosilia dan sedikit sel goblet dan lamina
basalis kurang berkembang. Lamina propria menyatu dengan periost, tidak terdapat jaringan
erektil. Terdiri dari :
Sinus ethmoidalis
Sinus maksilaris
Sinus frontalis
Sinus sphenoidalis
PULMO
Bronkus
Bronkus yang belum memasuki paru disebut brokus ekstra pulmonalis yang struktur
histologinya sama dengan trakea. Sedang kan bronkus yang telah memasuki paru disebut
bronkus intra pulmonalis. Berikut histologi dari bronkus intra pulmonalis tersebut:
Dilapisi epitel berderet silindris, berkinosilia, ada sel goblet dan lamina basalis yang
jelas.
Bronchi bercabang-cabang (bronchial tree) dimana semakin lama semakin kecil
dan bronkus terkecil dilapisi oleh epitel selapis silindris, bersilia dan ada sel goblet.
Tulang rawan hialin berbentuk seperti pulau-pulau.
Tunika mukosa:
o Dilapisi oleh epitel berderet silindris dengan kinosilia dan sel goblet dan
mempunyai lamina basalis yang jelas
o Lamina propria tipis, kaya akan sabut elastis dan retikuler yang berjalan
longitudinal
o Bronchus bercabang yang lam-kelamaan ukurannya semakin kecil, yang dilapisi
oleh epitel selapis silindris bersilia dan sel goblet
o Pada perbatasan dengan submukosa terdapat otot polos yang tersusun spiral
mengelilingi bronchus sehingga otot polos ini tampak terputus-putus
Tunika submukosa:
o Terdiri dari jaringan ikat kendor yang mengandung kelenjar mukosa atau
seromukous dan juga terdapat nodulus limfatikus
o Jaringan tulang rawan hyalin berupa lempengan-lempengan atau pulau-pulau
tulang rawan yang irreguler yang mengelilingi lumen sehingga pada potongan
melintang tampak seperti kepingan atau pulau
Tunika adventia : terdapat cabang-cabang dari arteri dan vena bronchialis
Bronkiolus
Dilapisi epitel selapis silindris, berkinosilia dan ada sel goblet.
Pada bronchiolus kecil, sel goblet diganti dengan sel clara/bronchiolar sel. Dimana
sifat dari sel clara ini adalah bentuknya seperti kubah, bersifat sekretoris
Lamina propria mengandung sabut elastis dan otot polos.
Tidak ada tulang rawan, kelenjar dan lymfonoduli.
Bronchiolus ini akan bercabang lagi menjadi bronchiolus terminalis (dilapisi epitel
selapis kubis dan bersilia, muara alveoli belum ada) kemudian akan berlanjut lagi
menjadi bronchiolus respiratorius (dilapisi sel epitel selapis kubis bersilia sampai
selapis pipih, muara alveoli sudah ada dan ada pertukaran gas).
Tunika mukosa:
o Dilapisi oleh sel epitel selapis silindris rendah atau selapis kubis
mempunyai kinosilia dan sel goblet
o Pada bronchiolus kecil tidak terdapat sel goblet yang kemudian
digantikan oleh sel clara atau bronchial sel
o Sifat sel clara:
Berbentuk seperti kubah dengan apex menonjol ke arah
lumen
Bersifat sekretoris membentuk cairan bronchial dan
surfactant
o Lamina propria mengandung sabut-sabut elastis dan otot polos
yang lebih tebal dibandingkan dengan otot polos pada bronchus
intra pulmonalis
o Otot polos pada bronchus dan bronchiolus dinervasi oleh nervus
vagus dan sistem saraf simpatis
Tidak terdapat tulang rawan hyalin, kelenjar dan nodus limfatik
Tunika adventitia tipis
Bronchiolus terminalis :
o Dilapisi oleh sel epitel selpis kubis bersilia (penting untuk
drainage yang fungsinya akan diambil alih oleh makrofag) yang
terletak antara epitel selapis kubis tak bersilia
o Belum ada muara alveoli
Bronchiolus respiratorius:
o Dilapisi oleh epitel selapis kubis bersilia tetapi pada pinggir
lubang-lubang alveolaris, epitel bronchiolus dilanjutkan dengan
epitel yang melapisi alveolus yaitu selapis pipih
o Muara alveoli sudah mulai ada, sehingga pertukaran gas bisa
mulai terjadi
o Mempunyai sabut otot polos tapi tidak melingkari lumen, hanya
tampak sebagai benjolan-benjolan atau garis tebal yang terputus-
putus karena disela oleh muara-muara alveoli
Terdapat sabut elastis dan sabut retikuler.
Alveolus
Ruang bentuk hexagonal dengan lubang besar untuk keluar masuk udara
Terdapat sabut elastis, retikuler dan septum interalveolare
Blood air barrier: struktur yang dilalui gas pada proses pertukaran gas antara ruang alveolus
dan darah dalam kapiler yang terdiri dari:
1. Epitel selapis pipih dari alveoli
2. Interstitial space
3. Endotel kapiler
4. Surfactant : bahan detergent (phosphatidyl choline) yang dapat menurunkan tegangan
permukaan dan berfungsi anti-kollaps serta memudahkan penggembungan alveoli
dihasilkan pd minggu ke 24 kehamilan.
Epitel selapis pipih
Terdapat fibroblast, jaringan ikat, serat elastin, dsn retikulin, serta
kapiler.
Terdapat septum interalveolare (dilapisi sel epitel selapis pipih)
Ada 4 tipe sel:
a. Sel Tipe 1 (90%) epitel selapis pipih, pada sitoplasmanya ada vesikel
pinositik yang berisi cairan pengganti surfactant.
b. Sel Tipe II epitel selapis kuboid, berisi surfactan untuk mengurangi
tegangan permukaan.
c. Sel endotel melapisi dinding kapiler
d. Makrofag alveolar memfagositir debu (dust cell) dan eritrosit.
Alveolus merupakan sebuah ruang heksagonal yang merupakan penonjolan
mirip kantung di bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris, dan saccus
alveolaris.
Secara structural, alveolus tersusun atas empat tipe sel yaitu :
1. Sel tipe I
Sel yang sangat tipis (kadang –kadang diameternya hanya mencapai 25
nm)
Melapisi permukaan alveolus ( mencapai 97% dari keseluruhan sel
penyusunnya)
Sebagian besar organel – organelnya berkumpul di sekitar inti sehingga
mengurangi tebal sawar udara-darah
Fungsi utama : tempat pertukaran gas O2 dan CO2
2. Sel tipe II
Sel yang berbentuk bundar yang biasanya berkelompok dengan jumlah
2-3 di sepanjang permukaan alveolus
Letaknya berada diatas membrane basal
Dalam sel ini terdapat organel yang disebut badan lamela yang
menghasilkan surfaktan yang berfungsi untuk menurunkan tegangan
permukaan alveolus
3. Sel endotel kapiler
Bentuk sel sangat tipis sehingga mudah terjadi pertukaran gas
Banyak terdapat vesilkel pinositik
Ditemukan pada septum interalveolaris
4. Sel makrofag
Ditemukan pada septum interalveolar
Fungsi utama : pertahanan terhadap mikroorganisme dengan men-
fagositosis
Umumnya pada alveolus ini, setiap dinding terletak diantara 2 alveolus yang
bersebelahan yang disebut septum atau dinding aiteralveolar. Diantara septum
ini terdapat dua lapis epitel selapis pipih, fibrolas, serat elastin, dan retikulin. Di
lapisan ini juga terdapat interstisium yang di dalamnya terdapat jalinan kapiler
yang terluas di dalam tubuh. Udara dalam alveolus dipisahkan dari darah
kapiler oleh tiga unsur yang secara khusus disebut sawar darah-udara, yaitu
Lapisan permukaan dan sitoplasma alveolus
Lamina basal yang menyatu dari sel alveolus dan sel endotel
Sitoplasma sel endotel
C. FISIOLOGI RESUME PPT KELP.D
D. PATOFISIOLOGI
1. PNEUMOTHORAX TENSION PNEUMOTHORAX
Jenis
Pneumotoraks dapat terjadi secara spontan maupun traumatik, dan klasifikasi pneumotoraks
berdasarkan penyebabnya adalah sebagai berikut :
1. PNEUMOTORAKS SPONTAN (terjadi tiba-tiba tanpa adanya suatu penyebab)
a. PNEUMOTORAKS SPONTAN PRIMER
Pneumotoraks yang terjadi tanpa adanya riwayat penyakit paru yang mendasari
sebelumnya
b. PNEUMOTORAKS SPONTAN SEKUNDER
Pneumotoraks yang terjadi karena penyakit paru yang mendasarinya (tuberculosis,
PPOK, asma bronkial, pneumonia, tumor paru, dsb)
2. PNEUMOTORAKS TRAUMATIK (akibat suatu trauma)
a. PNEUMOTORAKS TRAUMATIK BUKAN IATROGENIK
Pneumotoraks yang terjadi akibat jejas kecelakaan baik terbuka ataupun tertutup
b. PNEUMOTORAKS IATROGENIK
i. AKSIDENTAL
Pneumotoraks yang terjadi akibat tindakan medis karena kesalahan/komplikasi
tindakan tersebut
ii. ARTIFISIAL
Pneumotoraks yang sengaja dilakukan dengan cara mengisi udara ke dalam
rongga pleura melalui jarum dengan alat yang disebut Maxwell Box
Berdasarkan fistulanya pneumotoraks diklasifikasikan sebagai berikut :
1. PNEUMOTORAKS TERTUTUP (SIMPLE PNEUMOTORAKS)
Pneumotoraks udara di rongga pleura yang sedikit lebih tinggi dibandingkan tekanan pleura
pada sisi hemitoraks kontralateral tetapi tekanannya masih lebih rendah daripada tekanan
atmosfer.
2. PNEUMOTORAKS TERBUKA (OPEN PNEUMOTORAKS)
Pneumotoraks yang terjadi karena luka terbuka pada dinding dada sehingga pada saat
inspirasi udara dapat keluar melalui luka tersebut.
1. Pneumotoraks karena tekanan
Terjadi jika paru-paru mendapatkan tekanan berlebihan sehingga paru-paru mengalami kolaps.
Tekanan yang berlebihan juga bisa menghalangi pemompaan darah oleh jantung secara efektif
sehingga terjadi syok.
Gejala
Gejalanya sangat bervariasi, tergantung kepada jumlah udara yang masuk ke dalam rongga
pleura dan luasnya paru-paru yang mengalami kolaps (mengempis). Gejalanya bisa berupa:
- Nyeri dada tajam yang timbul secara tiba-tiba, dan semakin nyeri jika penderita menarik nafas
dalam atau terbatuk
- Sesak nafas
- Dada terasa sempit
- Mudah lelah
- Denyut jantung yang cepat
- Warna kulit menjadi kebiruan akibat kekurangan oksigen.
Gejala-gejala tersebut mungkin timbul pada saat istirahat atau tidur.
Gejala lainnya yang mungkin ditemukan:
- Hidung tampak kemerahan
- Cemas, stres, tegang
- Tekanan darah rendah (hipotensi).
Patofisiologi
Adanya benturan atau trauma menyebabkan robeknya alveolus dan dinding pleura visceral
sehingga udara dari paru masuk ke cavum pleura. Akibatnya, tekanan negative intrapleura hilang
dan respirasi terganggu. Bila dibiarkan, paru akan kolaps. Hiperekspansi cavum pleura dapat
menekan mediastinum ke sisi yang sehat, dan bila hal ini terus terjadi tanpa adanya penanganan,
akan terjadi penekanan vena cava, shunting udara ke paru yang sehat, dan obstruksi jalan napas.
Penekanan vena cava dapat menyebabkan shock pada penderita.
Pemeriksaan fisik
1. Pada inspeksi, thoraks mungkin lebih besar dari biasanya, mungkin pula normal. Terdapat
bagian dada yang tertinggal dalam gerakan pernapasan. Pada palpasi didapatkan fremitus
yang berkurang di sisi trauma, mungkin teraba krepitasi karena emfisema subkutan. Juga
ditemukan adanya pergeseran dari trakea, posisi jantung, dan mediastinum. Pada perkusi
ditemukan adanya hipersonor atau timpani. Juga bising napas yang berkurang pada
auskultasi.
2. Pemeriksaan coin test. Sebuah logam ditekankan pada dinding thoraks anterior dan diketuk
dengan uang logam lainnya. Sementara itu, dilakukan auskultasi pada dinding thoraks
posterior. Jika ada udara dalam rongga pleura, akan terdengar suara metalik yang khas. Jika
terdapat akumulasi cairan dan udara dalam rongga pleura dan pasien merubah posisinya
secara tiba-tiba, akan terdengar suara gerakan air yang disebut sebagai succession splash.
Pemeriksaan penunjang
1. Analisa gas darah arteri
hipoksemia
2. Pemeriksaan endoskopi
Terbagi menjadi derajat:
a. Dearajat 1 gambaran paru mendekati normal
b. Derajat 2 pneumothorax dengan perlengketan dan hamethorax
c. Derajat 3 diameter blebh atau bulla < 2 cm
d. Derajat 4 diameterblebh atau bulla > 2 cm
3. Radiologi- foto thorax
Terdapat pneumothorax dan contusio pada sinistra thorax
4. Pemeriksaan faal paru
5. CT-Scan
Penatalaksanaan
1. Pada pneumothoraks, penyalir sekat air dipasang dekat dengan puncak rongga dada,
tepatnya di ruang antar iga II (ICS II).
2. Pada hematothoraks, penyalir sekat air dipasang serendah mungkin pada dasar rongga dada
untuk mengosongkan rongga pleura dan memantau perdarahan.
Prognosis
Hasil dari pneumothorax tergantung pada luasnya dan tipe dari pneumothorax. Spontaneous
pneumothorax akan umumnya hilang dengan sendirinya tanpa perawatan. Secondary
pneumothorax yang berhubungan dengan penyakit yang mendasarinya, bahkan ketika kecil,
adalah jauh lebih serius dan membawa angka kematian sebesar 15%. Secondary pneumothorax
memerlukan perawatan darurat dan segera. Mempunyai satu pneumothorax meningkatkan risiko
mengembangkan kondisi ini kembali. Angka kekambuhan untuk keduanya primary dan secondary
pneumothorax adalah kira-kira 40%; kebanyakan kekambuhan terjadi dalam waktu 1.5 sampai
dua tahun.
TENSION PNEUMOTORAKS
Pneumotoraks yang terjadi akibat mekanisme check valve yaitu pada saat inspirasi udara masuk ke
dalam rongga pleura, tetapi pada saat ekspirasi udara tidak dapat keluar. Hal ini mengakibatkan
tekanan intra pleura menjadi tinggi, paru-paru akan kolaps, mediastinum terdorong kesisi
berlawanan dan menghambat pengembalian darah vena ke jantung (venous return) serta menekan
paru-paru yang kontra lateral.
- Etiologi
Komplikasi penggunaan ventilator mekanik dengan tekanan positif tapi ada
kerusakan pleura visceralis.
Komplikasi dari pneumotoraks sederhana yang dipasang kateter subklavia atau
vena jugularis yang salah arah.
Pada open pneumotoraks yang salah menutup defeknya ( tutup defek dinding dada
pada satu sisinya tidak boleh rapat ).
Fraktur V.Torakal displace
- Gejala
Nyeri dada, sesak, distres nafas, takikardi, hipotensi, deviasi trakhea, distensi vena
leher, suara nafas hilang, sianosis. Gejala yang mirip adalah tamponade jantung, tapi
bisa dibedakan dengan perkusi paru-paru yang hipersonor.
- Terapi
Segera dilakukan dekompresi dengan pemasangan jarum di sela iga II mid clavicula,
yang disusul dengan WSD. Penanganan ini tidak boleh terhambat oleh karena
menunggu foto toraks. Setelah WSD terpasang, cabut jarumnya dari ICS II.
Gejala + Diagnosis fisik
Penderita mengeluh sesak nafas, nyeri, dan batuk-batuk
Pada inspeksi, toraks mungkin lebih besar dari buiasanya dan dapt pula terlihat normal, pada
bagian dada terlihat adanya ketertinggalan dalam gerakan pernafasan.
Pada palpasi, didapatkan fremitus yang berkurang pada sisi yang trauma dan mungkin teraba
krepitasi karena emfisema subkutan, ditemukan adanya pergeseran dari posisi trakea, jantung
dan mediastinum.
Pada perkusi, ditemukan adanya suara hipersonor atau timpani.
Pada auskultasi, ditemukan bising nafas yang berkurang.
Pada pemeriksaan coin test, sebuah logam akan ditekankan pada dinding toraks anterior dan
diketuk dengan uang logam lain. Sementara itu dilakukan auskultasi pada dinding toraks
posterior. Jika ada udara di rongga pleura, akan terdengar suara metalik yang khas. Jika terdapat
akumulasi cairan dan udara dalam rongga pleura dan pasien merubah posisi tiba-tiba, akan
terdengar suara gerakan air yang disebut sebagai succession splash.
Diagnosis penunjang
Dengan melakukan foto x ray thorax
- Pada foto thorax tampak garis kolaps paru. Pada pneumotoraks parsial dengan lokasi di
anterior atau posterior, batas garis kolaps mungkin tidak terlihat. Bila diperlukan dapat
dilakukan foto toraks lateral.
Mediastinal shift dapat terlihat pada foto toraks atau fluoroskopi pada saat inspirasi atau ekspirasi,
terutama dapat terjadi pada pneumotoraks ventil.
Diagnosis banding
Tamponade jantung, hematothorax, emfisema
1. Pleurisi dan perikarditis
2. Infark miokard dan emboli paru
3. Bronkitis kronis dan emfisema
4. Hernia diafragmatika
5. Dissecting aneurysma aorta
Tata laksana
Pneumothoraks sederhana
Jika pneumothoraksnya kurang dri 1/3 hemothoraks maka hanya dilakukan fisioterapi tiup balon
(ekspirasi dan inspirasi dalam), pukul punggung pasien, dan tunggu sampai pasien batuk.
Dapat juga dipasang WSD apabila memenuhi syarat
- Ada fraktur dislokasi vertebre cervical
- Pneumothoraknya lbh dri 1/3 hemothorak
- Ada cedera berat lainnya
Tension pneumothoraks
Dekompresi dengan jarum pada ICS 2 (bisa menggunakann trokar), setelah itu lepaskan trokar dan
pasang WSD, dditunggu sampai udara keluar dan paru mengembang.
Pneumothorak terbuka
Apabila ada dinding thoraks yang lubang, segera ditutp dengan kain kasa diplester di 3sisi, 1sisi
dibiarkan terbuka. Kemudian dilakukan dekompresi pada ICS lain disisi thoraks yang berlawanan,
kemudian pasang WSD dan tutup dekompresidengan plester.
Pada tauma toraks WSD dapat berarti:
1. Diagnostik, untuk menentukan perdarahan dari pembuluh darah besar atau kecil, sehingga dapat
ditentukan perlu operasi torakotomi atau tidak sebelum penderita jatuh dalam renjatan
2. Terapi, untuk mengeluarkan darah atau udara yang terkumpul dalam rongga pleura
3. Preventif, untuk mengeluarkan udara atau darah yang masuk ke rongga pleura sehingga
mekanisme pernafasan tetap baik.
Prinsip-prinsip penanganan pneumothorax adalah:
Observasi dan pemberian tambahan oksigen
Tindakan ini dilakukan apabila luas pneumothorax kurang dari 15% dari hemithorax.
Apabila fistula dari alveoli ke rongga pleura telah menutup, udara dalam rongga pleura
perlahan-lahan akan diresorbsi. Laju resepsinya diperkirakan 1.25% dari sisi pneumothorax
per hari. Observasi dilakukan dalam beberapa hari dgn foto dad sereal tiap 12-24 jam selama
2 haribisa dilakukan dengan atau tanpa dirawat di rumah sakit pasien dengan luas
pneumothorax kecil unilateral dan stail, tapa gejala diperboehkan beobat jalan dan 2-3 hari
pasien harus control.
Aspirasi sederhana dengan jarum
Segera dilakukan dekompresi dengan pemasangan jarum di sela iga II mid clavicula,
yang disusul dengan WSD.Penanganan ini tidak boleh terhambat oleh karena menunggu foto
toraks.Setelah WSD terpasang, cabut jarumnya dari ICS II.
Torakoskopi
Adalah suatu tindakan untuk melihat langsung kedalam rongga dada dengan alat bantu
torakoskope.tindakan ini dilakukn apabila:
a. Tindakan aspirasi maupun WSD gagal.
b. Paru tidak mngembang setelah 3 hari pemasangan tube torakostomi.
c. Terjadinya fistula bronkopleura.
d. Timbulnya kembali pneumothorax stelah tindakan pleuradesis.
e. Pada pasien yg berkaitan dengan pekerjaannya agar tidak mudah kambuh lagi seperti pada
pilot dan penyelam.
British thoracic society dan American college of chest physicians telah memberikan
rekomendasi untuk penanganan pneumothoraks. :
Observasi dan pemberian tambahan oksigen
Tindakan ini dilakukan apabila luas pneumothoraks < 15% dari hemithoraks.
Apabila fistula dari alveoli ke rongga pleura teah menutup, udara dalam rongga pleura
perlahan – lahan di resorbsi, laju resorbsi kira-kira 1,25% dari sisi pneumothoraks
perhari, laju resorbsi akan meningkat jika diberi tambahan oksigen.
Pemberian oksigen 100% pada kelinci percobaan yang mengalami pneumothoraks
ternyata meningkatkankan laju resorbsi 6x lipat.
Aspirasi dengan jarum dan tube thoracostomi
Tindakan ini dilakukan seawal mungkin pada pasien pneumothoraks > 15%. Tindakan
ini dilakukan untuk mengeluarkan udara dari rongga pleura (dekompresi).
Tindakan ini dilakukan dengan cara:
Menusukan jarum melalui dinding dada ICS II pada linea mid clavicula sampai
masuk ke rongga pleura, sehingga tekanan udara positif akan keluar melalui
jarum tersebut.
Membuat hubungan dengan udara luar melalui saluran konta ventil, yaitu dengan
:
Jarum infuse set ditusukan ke dinding dada sampai masuk ke rongga peura,
kemudian ujung pipa plastic di pangkal saringan tetesan dipotong dan
dimasukan ke dalam botol berisi air, kemudian klem dibuka, maka akan
timbul gelembung-gelembung udara di dalam botol.
Water sealed drainage (WSD), cara:
o Daerah ICS VI atau II diberi cairan disinfektan dan dilakukan injeksi
anestesi lokal dengan xilokain atau prokain 2% dan kemudian ditutup
dengan kain steril.
o Insisi kulit pada ICS VI pada linea aksilaris media atai ICS II pada linea mid
clavicula.
o Tube thoracostomy steril dimasukan ke rongga pleura dengan perantara
klem penjepit. Setelah tube masuk maka klem dicabut. Pemasukan tube
diarahkan ke atas bila pada ICS VI dan diarahkan kebawah bila pada ICS II.
o Tube toracostomy dihubungkan dengan botol, dimana di dalam botol
tersebut terdapat air.
o Pipa tube yang tercelup kira-kira 2 cm dai permukaan air, agar gelembung
udara mudah keluar.
o Apabila tekanan rongga pleura masih tetap positif, perlu dilakukan
penghisapan udara secara aktif (continuous suction), dengan memberikan
10 – 20 cm air agar paru cepat mengembang.
o Bila paru sudah mengembang penuh dan tekanan rongga pleura sudah
negative, maka sebelum tube dicabut dilakukan uji coba dengan menjepit
tube tersebut selama 24 jam.
o Tindakan selanjutnya adalah melakukan evaluasi dengan foto dada,
apakah paru mengembang dan tidak mengempis lagi ? atau tekanan
dalam rongga pleura tetap negative dan tidak kembali positif? Bila
menjadi positif lagi maka tube belum bisa dicabut. Jika paru tetap
mengembang dan tekanannya tetap negative maka tube tersebut sudah
bisa dicabut. Pencabutan dilakukan ketika pasien dalam keadaan ekspirasi
maksimal.
o Pemasangan WSD ini bisa dilakukan dengan two bottle system or three
bottle system.
Thoracoscopy
Adalah suatu tindakan untuk melihat langsung ke dalam rongga thoraks dengan alat bantu
thoracoscop.Thoracoscopy yang dipandu dengan video assisted thoracoscopy surgery
(VATS) memberikan kenyamanan dan keamanan bagi operator maupun pasien karena
memperoleh lapangan pandang yang lebih luas dan gambar yang lebih bagus. Tindakan ini
sangat efektif dalam penanganan PSP dan mencegah berulangnya kembali. Dengan
prosedur ini dapat dilakukan reeksi bulla atau bleb dan juga bisa dilakuakn untuk
pleurodosis, juga mengurangi lama rawat inap rumah sakit.
Thoracoscopy dilakukan apabila :
Tindakan aspirasi maupun WSD gagal
Paru tidak mengembang setelah 3 hari pemasangan tube thoracostomy
Terjadi fistula bronchopleura
Timbulnya kembali pneumothoraks setelah tindakan pleurodosis.
Lama operasi sekitar 45 menit, rasa tidak enak setelah operasi rata – rata 4-6 hari. Pasien
dengan luas permukaan pneumothoraks >20% biasanya membutuhkan waktu lebih dari 10
hari untuk berkembangnya paru kembali. Operasi dilakukan dengan anesthesia, sehingga
selama operasi pasien terbebas dari nyeri.
Toracotomy
Tindakan ini dilakukan apaila thoracoscopy gagal atau jika bleb atau bulla terdapat di apeks
paru, maka tindakan thoracotomy ini efektif untuk reseksi bleb atau bulla tersebut.
Komplikasi
Pneumothoraks tension (terjadi pada 3-5% pasien pneumothoraks), dapat mengakibatkan
kehgagalan respirasi akut. Pio-pneumothoraks, hidro-pneumothoraks/hemo-pneumothoraks, henti
jantung paru dan kematian (sangat jarang terjadi). Pneumomediastinum dan emfisema subkutan
sebagai akibat komplikasi pneumothoraks spontan, biasanya karena pecahnya esophagus atau
bronkus, sehingga kelainan tersebut harus ditegakkan(insidensinya sekitar 1%), pneumothoraks
simultan bilateral (insidensinya sekitar 2%), pneumothoraks kronik, bila tetap ada selama waktu lebih
dari 3 bulan (insidensinya sekitar 5%).
PENYULIT
- Pneumotoraks ventil dapat berakhir fatal bila terjadi kolaps sirkulasi
- Gagal napas
- Hemopneumotoraks
- Empiema
- Atelektasis
- Pneumotoraks berulang/rekuren
- Emfisema subkutis atau mediastinum
- Edema paru reekspansi
PROGNOSIS
- Baik, apabila segera dilakukan pertolongan dan pengobatan intensif, terutama yang mengenai
penderita muda yang sehat.
- Tergantung penyakit dasar
2. HEMOTHORAX/ HEMATOTHORAX
Definisi
Hemothoraks adalah adanya darah yang masuk ke areal pleura (antara pleura viseralis
dan pleura parietalis). Biasanya disebabkan oleh trauma tumpul atau trauma tajam pada
dada, yang mengakibatkan robeknya membran serosa pada dinding dada bagian dalam atau
selaput pembungkus paru. Robekan ini akan mengaikibatkan darah mengalir ke dalam rongga
pleura, yang akan menyebabkan penekanan pada paru.
Etiologi
Hematotoraks disebabkan luka tembus toraks oleh benda tajam, traumatik atau spontan.
Gejala
Tergantung dari berat ringannya trauma tapi biasanya pasien mengeluhkan sesak nafas, nyeri
dada, syok, sampai anemi. Bila darah di pleura mencapai 1500 ml atau lebih maka otomatis
rongga pleura akan menekan ke dua arah seta menekan paru yang menyebabkan ruang
kembang paru menyempit dan akan terjadi hipoventilasi yang akhirnya membuat penderita
hipoksia sampai meninggal.
Manifestasi
Hemothorak tidak menimbulkan nyeri selain dari luka yang berdarah didinding dada. Luka
di pleura viseralis umumnya juga tidak menimbulkan nyeri. Kadang-kadang anemia dan syok
hipovalemik merupakan keluhan dan gejala yang pertama muncul.
Secara klinis pasien menunjukan distress pernapasan berat, agitasi, sianosis, tahipnea
berat, tahikardia dan peningkatan awal tekanan darah, di ikuti dengan hipotensi sesuai
dengan penurunan curah jantung.
Pemeriksaan penunjang
1. Sinar X dada : menyatakan akumulasi udara / cairan pada area pleura, dapat menunjukan
penyimpangan struktur mediastinal (jantung).Hanya boleh dilakukan jika keadaan pasien
stabil.
2. GDA : Variabel tergantung dari derajat fungsi paru yang dipengeruhi, gangguan mekanik
pernapasan dan kemampuan mengkompensasi. PaCO2 kadang-kadang meningkat. PaO2
mungkin normal atau menurun, saturasi oksigen biasanya menurun.
3. Torakosentesis : menyatakan darah/cairan serosanguinosa (hemothorak).
4. Hb : mungkin menurun, menunjukan kehilangan darah.
Penatalaksanaan
a. Hemothorak kecil : cukup diobservasi, gerakan aktif (fisioterapi) dan tidak memerlukan
tindakan khusus.
b. Hemothorak sedang : di pungsi dan penderita diberi transfusi. Difungsi sedapat mungkin
dikeluarkan semua cairan. Jika ternyata kambuh dipasang penyalir sekat air.
c. Hemothorak besar : diberikan penyalir sekat air di rongga antar iga dan transfusi.
d. Tindakan Bedah : WSD (pada 90% kasus) atau operasi torakotomi cito (eksplorasi) untuk
menghentikan perdarahan
Hematothoraks massif
Hemotoraks masif yaitu terkumpulnya darah dengan cepat lebih dari 1.500 cc di dalam rongga
pleura. Hal ini sering disebabkan oleh luka tembus yang merusak pembuluh darah sistemik atau
pembuluh darah pada hilus paru. Hal ini juga dapat disebabkan trauma tumpul. Kehilangan darah
menyebabkan hipoksia. Vena leher dapat kolaps (flat) akibat adanya hipovolemia berat, tetapi
kadang dapat ditemukan distensi vena leher, jika disertai tension pneumothorax. Jarang terjadi efek
mekanik dari darah yang terkumpul di intratoraks lalu mendorong mesdiastinum sehingga
menyebabkan distensi dari pembuluh vena leher. Diagnosis hemotoraks ditegakkan dengan adanya
syok yang disertai suara nafas menghilang dan perkusi pekak pada sisi dada yang mengalami
trauma. Terapi awal hemotoraks masif adalah dengan penggantian volume darah yang dilakukan
bersamaan dengan dekompresi rongga pleura. Dimulai dengan infus cairan kristaloid secara cepat
dengan jarum besar dan kemudian pmeberian darah dengan golongan spesifik secepatnya
Pemeriksaan
Pada inspeksi biasanya tidak tampak kelainan, mungkin gerakan napas tertinggal atau pusat
karena perdarahan. Fremitus sisi yang terkena lebih keras daripada sisi yang lain. Pada
perkusi didapatkan pekak dengan batas seperti garis miring atau mungkin tidak jelas,
tergantung pada jumlah darah yang ada di rongga thoraks. Bunyi napas.
Pada pemeriksaan fisik, dengan bantuan stetoskop akan terdengar adanya penurunan suara
pernafasan mungkin tidak terdengar atau menghilang.
Untuk membantu memperkuat diagnosis, dilakukan pemeriksaan berikut:
Rontgen dada
Rontgen dada biasanya merupakan langkah pertama yang dilakukan untuk mendiagnosis efusi
pleura, yang hasilnya menunjukkan adanya cairan.
CT scan dada
CT scan dengan jelas menggambarkan paru-paru dan cairan dan bisa menunjukkan adanya
pneumonia, abses paru atau tumor
USG dada
USG bisa membantu menentukan lokasi dari pengumpulan cairan yang jumlahnya sedikit,
sehingga bisa dilakukan pengeluaran cairan.
Torakosentesis
Penyebab dan jenis dari efusi pleura biasanya dapat diketahui dengan melakukan pemeriksaan
terhadap contoh cairan yang diperoleh melalui torakosentesis (pengambilan cairan melalui sebuah
jarum yang dimasukkan diantara sela iga ke dalam rongga dada dibawah pengaruh pembiusan
lokal).
Biopsi
Jika dengan torakosentesis tidak dapat ditentukan penyebabnya, maka dilakukan biopsi, dimana
contoh lapisan pleura sebelah luar diambil untuk dianalisa.
Pada sekitar 20% penderita, meskipun telah dilakukan pemeriksaan menyeluruh, penyebab dari
efusi pleura tetap tidak dapat ditentukan.
Analisa cairan pleura
BDA
Variabel tergantung dari derajat fungsi paru yang dipengeruhi, gangguan mekanik pernapasan
dan kemampuan mengkompensasi. PaCO2 kadang-kadang meningkat. PaO2 mungkin normal atau
menurun, saturasi oksigen biasanya menurun.
Hb
mungkin menurun, menunjukan kehilangan darah.
Bronkoskopi
Bronkoskopi kadang dilakukan untuk membantu menemukan sumber cairan yang terkumpul.
Ukura
n
Bayangan foto
rontgen
Pemeriksaan fisik Penanganan
Kecil 0-15% Perkusi pekak
sampai iga IX
Gerakan aktif
(fisioterapi)
Sedan
g
15-35% Perkusi pekak
sampai iga VI
Aspirasi dan
transfuse
Besar >35% Perkusi pekak
sampai cranial, iga
IV
Penyalir sekat air
di ruang antar iga,
transfuse
Keterangan table :
- 0-15% merupakan hemotoraks kecil, yaitu tampak sebagai bayangan kurang dari 15% pada
foto rontgen. Penanganannya cukup diobservasi dan tidak memerlukan tindakan khusus
- 15-35% merupakan hemotoraks sedang artinya tampak bayangan yang menutup 15-35%
pada foto rontgen. Penanganannya dipungsi dan penderita diberi tranfusi. Pada pungsi
sedapat mungkin dikeluarkan semua cairan
- >35% merupakan hemotoraks besar yaitu jika ternyata terjadi kambuhan, dipasang penyalir
sekat air dan diberikan tranfusi
Indikasi Operasi
- Adanya perdarahan masif (setelah pemasangan WSD)
- Ditemukan jumlah darah inisial > 750 cc, pada pemasangan WSD < 4 jam setelah
kejadian trauma.
- Perdarahan 3-5 cc/kgBB/jam dalam 3 jam berturut-turut
- Perdarahan 5-8 cc/kgBB/jam dalam 2 jam berturut-turut
- Perdarahan > 8cc/kgBB/jam dalam 1 jam
Bila berat badan dianggap sebagai 60 kg, maka indikasi operasi, bila produksi WSD:
= 200 cc/jam dalam 3 jam berturut-turut
= 300 cc/jam dalam 2 jam berturut-turut
= 500 cc dalam = 1 jam
Penatalaksanaan
Tindakan bedah dilakukan dengan pemasangan WSD (Water Seal Drainage) untuk evakuasi
darah, hematoma dari dalam rongga pleura.
Torakotomi bila:
1. Perdarahan masif ( jumlah produksi darah > 750 cc )
WSD
3 CC/KG BB/JAM5 CC/KG BB/JAM 3-5 CC/KG BB/JAM
TORAKOTOMI OBSERVASI
PARU MENGEMBANG
PARU TIDAK MENGEMBANG
2. Pada Observasi bila produksi darah setelah pemasangan WSD lebih besar sama
dengan 3-5 cc/kg/BB/jam atau 3-5 cc/kg/BB selama 3 jam berturut-turut.
Tujuan:
- Evakuasi darah dan pengembangan paru secepatnya.
- Penanganan hemodinamik segera untuk menghindari kegagalan sirkulasi.
Tindakan Bedah : WSD (pada 90% kasus) atau operasi torakotomi cito (eksplorasi) untuk
menghentikan perdarahan.
3. EPISTASIS
DEFINISI
Epistaksis adalah keluarnya darah dari hidung yang penyebabnya bisa lokal atau
sistemik.Perdarahan bisa ringan sampai serius dan bila tidak segera ditolong dapat berakibat
fatal. Sumber perdarahan biasanya berasal dari bagian depan atau bagian belakang hidung.
Berdasarkan sumbernya dibedakan menjadi
A. Epistaksis Anterior, banyak berasal dari Pleksus Kiesselbach (anastomosis dari
cabang-cabang a.etmoidalis anterior, a.sfenopalatina, a.labialis superior, a.palatina
mayor) di septum anterior.
B. Epistaksis Posterior, berasal dari nasofaring posterior, a.etmoidalis posterior,
a.sfenopalatina, atau dari pleksus Wooddruff
ETIOLOGI
Perdarahan hidung diawali oleh pecahnya pembuluh darah di dalam selaput mukosa hidung.
Delapan puluh persen perdarahan berasal dari pembuluh darah Pleksus Kiesselbach (area Little).
Pleksus Kiesselbach terletak di septum nasi bagian anterior, di belakang persambungan
mukokutaneus tempat pembuluh darah yang kaya anastomosis
Epistaksis dapat ditimbulkan oleh sebab-sebab lokal dan umum atau kelainan sistemik
1) Lokal
a) Trauma
Epistaksis yang berhubungan dengan neoplasma biasanya mengeluarkan sekret dengan kuat,
bersin, mengorek hidung, trauma seperti terpukul, jatuh dan sebagainya.Selain itu iritasi oleh gas
yang merangsang dan trauma pada pembedahan dapat juga menyebabkan epistaksis.
b) Infeksi
Infeksi hidung dan sinus paranasal, rinitis, sinusitis serta granuloma spesifik, seperti lupus,
sifilis dan lepra dapat menyebabkan epistaksis.
c) Neoplasma
Epistaksis yang berhubungan dengan neoplasma biasanya sedikit dan intermiten, kadang-
kadang ditandai dengan mukus yang bernoda darah, Hemongioma, karsinoma, serta angio-fibroma
dapat menyebabkan epistaksis berat.
d) Kelainan kongenital
Kelainan kongenital yang sering menyebabkan epistaksis ialah perdarahan telangiektasis
heriditer (hereditary hemorrhagic telangiectasia/Osler's disease).Pasien ini juga menderita
telangiektasis di wajah, tangan atau bahkan di traktus gastrointestinal dan/atau pembuluh darah
paru.
e) Sebab-sebab lain termasuk benda asing dan perforasi septum. Perforasi septum nasi atau
abnormalitas septum dapat menjadi predisposisi perdarahan hidung. Bagian anterior septum
nasi, bila mengalami deviasi atau perforasi, akan terpapar aliran udara pernafasan yang
cenderung mengeringkan sekresi hidung. Pembentukan krusta yang keras dan usaha
melepaskan dengan jari menimbulkan trauma digital. Pengeluaran krusta berulang
menyebabkan erosi membrana mukosa septum dan kemudian perdarahan.
f) Pengaruh lingkungan
Misalnya tinggal di daerah yang sangat tinggi, tekanan udara rendah atau lingkungan
udaranya sangat kering.
2)Sistemik
a) Kelainan darah misalnya trombositopenia, hemofilia dan leukemia.
b) Penyakit kardiovaskuler.
Hipertensi dan kelainan pembuluh darah, seperti pada aterosklerosis, nefritis kronik, sirosis
hepatis, sifilis, diabetes melitus dapat menyebabkan epistaksis.Epistaksis akibat hipertensi biasanya
hebat, sering kambuh dan prognosisnya tidak baik.
c) Biasanya infeksi akut pada demam berdarah, influenza, morbili, demam tifoid.
d) Gangguan endokrin
Pada wanita hamil, menarche dan menopause sering terjadi epistaksis, kadang-kadang
beberapa wanita mengalami perdarahan persisten dari hidung menyertai fase menstruasi
Lokasi perdarahan : sulit untuk menentukan lokasi perdarahan
Anterior kav. Nasi sering pada anak dan dewasa muda
Berasal dari plx Kiessel bach / a. etmoidalis ant
Posterior kav. Nasi sering pada hipertensi
Asal :
a. Sfenopalatina
a. Etmoidalis post
GAMBARAN KLINIS DAN PEMERIKSAAN
Pasien sering menyatakan bahwa perdarahan berasal dari bagian depan dan belakang hidung.
Perhatian ditujukan pada bagian hidung tempat awal terjadinya perdarahan atau pada bagian hidung
yang terbanyak mengeluarkan darah.Untuk pemeriksaan yang adekuat pasien harus ditempatkan
dalam posisi dan ketinggian yang memudahkan pemeriksa bekerja.Harus cukup sesuai untuk
mengobservasi atau mengeksplorasi sisi dalam hidung.Dengan spekulum hidung dibuka dan dengan
alat pengisap dibersihkan semua kotoran dalam hidung baik cairan, sekret maupun darah yang
sudah membeku; sesudah dibersihkan semua lapangan dalam hidung diobservasi untuk mencari
tempat dan faktor-faktor penyebab perdarahan. Setelah hidung dibersihkan, dimasukkan kapas yang
dibasahi dengan larutan anestesi lokal yaitu larutan pantokain 2% atau larutan lidokain 2% yang
ditetesi larutan adrenalin 1/1000 ke dalam hidung untuk menghilangkan rasa sakit dan membuat
vasokontriksi pembuluh darah sehingga perdarahan dapat berhenti untuk sementara. Sesudah 10
sampai 15 menit kapas dalam hidung dikeluarkan dan dilakukan evaluasi.Pasien yang mengalami
perdarahan berulang atau sekret berdarah dari hidung yang bersifat kronik memerlukan fokus
diagnostik yang berbeda dengan pasien dengan perdarahan hidung aktif yang prioritas utamanya
adalah menghentikan perdarahan.
Pemeriksaan yang diperlukan berupa:
a) Rinoskopi anterior
Pemeriksaan harus dilakukan dengan cara teratur dari anterior ke posterior.
Vestibulum, mukosa hidung dan septum nasi, dinding lateral hidung dan konkhainferior harus
diperiksa dengan cermat.
b) Rinoskopi posterior
Pemeriksaan nasofaring dengan rinoskopi posterior penting pada pasien dengan
epistaksis berulang dan sekret hidung kronik untuk menyingkirkan neoplasma.
c) Pengukuran tekanan darah
Tekanan darah perlu diukur untuk menyingkirkan diagnosis hipertensi, karena hipertensi
dapat menyebabkan epistaksis yang hebat dan sering berulang.
d) Rontgen sinus
Rontgen sinus penting mengenali neoplasma atau infeksi.
e) Skrining terhadap koagulopati
Tes-tes yang tepat termasuk waktu protrombin serum, waktu tromboplastin parsial, jumlah
platelet dan waktu perdarahan.
g) Riwayat penyakit
Riwayat penyakit yang teliti dapat mengungkapkan setiap masalah kesehatan yang
mendasari epistaksis.
PATOFISIOLOGI
Hidung kaya akan vaskularisasi yang berasal dari arteri karotis interna dan arteri karotis eksterna.
Arteri karotis eksterna menyuplai darah ke hidung melalui percabangannya arteri fasialis dan arteri
maksilaris. Arteri labialis superior merupakan salah satu cabang terminal dari arteri fasialis. Arteri ini
memberikan vaskularisasi ke nasal arterior dan septum anterior sampai ke percabangan septum.
Arteri maksilaris interna masuk ke dalam fossa pterigomaksilaris dan memberikan enam
percabangan : a.alveolaris posterior superior, a.palatina desenden , a.infraorbitalis, a.sfenopalatina,
pterygoid canal dan a. pharyngeal. Arteri palatina desenden turun melalui kanalis palatinus mayor
dan menyuplai dinding nasal lateral, kemudian kembali ke dalam hidung melalui percabangan di
foramen incisivus untuk menyuplai darah ke septum anterior.1
Arteri karotis interna memberikan vaskularisasi ke hidung. Arteri ini masuk ke dalam tulang orbita
melalui fisura orbitalis superior dan memberikan beberapa percabangan. Arteri etmoidalis anterior
meninggalkan orbita melalui foramen etmoidalis anterior. Arteri etmoidalis posterior keluar dari
rongga orbita, masuk ke foramen etmoidalis posterior, pada lokasi 2-9 mm anterior dari kanalis
optikus. Kedua arteri ini menyilang os ethmoid dan memasuki fossa kranial anterior, lalu turun ke
cavum nasi melalui lamina cribriformis, masuk ke percabangan lateral dan untuk menyuplai darah ke
dinding nasal lateral dan septum.1-8 Pleksus kiesselbach yang dikenal dengan “little area” berada
diseptum kartilagenous anterior dan merupakan lokasi yang paling sering terjadi epistaksis anterior.
Sebagian besar arteri yang memperdarahi septum beranastomosis di area ini.8,9 Sebagian besar
epistaksis (95%) terjadi di “little area”. Bagian septum nasi anterior inferior merupakan area yang
berhubungan langsung dengan udara, hal ini menyebabkan mudah terbentuknya krusta, fisura dan
retak karena trauma pada pembuluh darah tersebut. Walaupun hanya sebuah aktifitas normal
dilakukan seperti menggosok-gosok hidung dengan keras, tetapi hal ini dapat menyebabkan
terjadinya trauma ringan pada pembuluh darah sehingga terjadi ruptur dan perdarahan. Hal ini
terutama terjadi pada membran mukosa yang sudah terlebih dahulu mengalami inflamasi akibat dari
infeksi saluran pernafasan atas, alergi atau sinusitis
DIAGNOSIS BANDING
Termasuk perdarahan yang bukan berasal dari hidung tetapi darah mengalir keluar dari hidung
seperti hemoptisis (batuk darah), varises oesofagus (penyakit yang ditandai dengan pembesaran
abnormal pembuluh darah vena di oesofagus bagian bawah) yang berdarah.
PENATALAKSANAAN
Tujuan pengobatan epistaksis adalah untuk menghentikan perdarahan.
Hal-hal yang penting adalah
1. Riwayat perdarahan sebelumnya.
2. Lokasi perdarahan.
3. Apakah darah terutama mengalir ke tenggorokan (ke posterior) atau keluar dari hidung depan
(anterior) bila pasien duduk tegak.
4. Lamanya perdarahan dan frekuensinya
5. Riwayat gangguan perdarahan dalam keluarga
6. Hipertensi
7. Diabetes melitus
8. Penyakit hati
9. Gangguan koagulasi
10. Trauma hidung yang belum lama
11. Obat-obatan, misalnya aspirin, fenil butazon Pengobatan disesuaikan dengan keadaan
penderita, apakah dalam keadaan akut atau tidak
TERAPI
a) Perbaiki keadaan umum penderita, penderita diperiksa dalam posisi duduk kecuali bila
penderita sangat lemah atau keadaaan syok.
b) Pada anak yang sering mengalami epistaksis ringan, perdarahan dapat dihentikan dengan
cara duduk dengan kepala ditegakkan, kemudian cuping hidung ditekan ke arah
septumselama beberapa menit.
c) Tentukan sumber perdarahan dengan memasang tampon anterior yang telah dibasahi dengan
adrenalin dan pantokain/ lidokain, serta bantuan alat penghisap untuk membersihkanbekuan
darah.
d) Pada epistaksis anterior, jika sumber perdarahan dapat dilihat dengan jelas, dilakukan kaustik
dengan larutan nitras argenti 20%-30%, asam trikloroasetat 10% atau dengan elek-trokauter.
Sebelum kaustik diberikan analgesia topikal terlebih dahulu.
e) Bila dengan kaustik perdarahan anterior masih terus berlangsung, diperlukan pemasangan
tampon anterior dengan kapas atau kain kasa yang diberi vaselin yang dicampur betadin atau
zat antibiotika. Dapat juga dipakai tampon rol yang dibuat dari kasa sehingga menyerupai pita
dengan lebar kurang ½ cm, diletakkan berlapis-lapis mulai dari dasar sampai ke puncak
rongga hidung. Tampon yang dipasang harus menekan tempat asal perdarahan dan dapat
dipertahankan selama 1-2 hari.
f) Perdarahan posterior diatasi dengan pemasangan tampon posterior atau tampon Bellocq,
dibuat dari kasa dengan ukuran lebih kurang 3x2x2 cm dan mempunyai 3 buah benang, 2
buah pada satu sisi dan sebuah lagi pada sisi yang lainnya. Tampon harus menutup koana
(nares posterior)
Teknik Pemasangan
Untuk memasang tampon Bellocq, dimasukkan kateter karet melalui nares anterior sampai
tampak di orofaring dan kemudian ditarik ke luar melalui mulut. Ujung kateter kemudian diikat
pada dua buah benang yang terdapat pada satu sisi tampon Bellocq dan kemudian kateter ditarik
keluar hidung. Benang yang telah keluar melalui hidung kemudian ditarik, sedang jari telunjuk
tangan yang lain membantu mendorong tampon ini ke arah nasofaring. Jika masih terjadi
perdarahan dapat dibantu dengan pemasangan tampon anterior, kemudiandiikat pada sebuah
kain kasa yang diletakkan di tempat lubang hidung sehingga tampon posterior terfiksasi. Sehelai
benang lagi pada sisi lain tampon Bellocq dikeluarkan melalui mulut (tidak boleh terlalu kencang
ditarik) dan diletakkan pada pipi. Benang ini berguna untuk menarik tampon keluar melalui mulut
setelah 2-3 hari. Setiap pasien dengan tampon Bellocq harus dirawat
Pemasangan tampon posterior (tampon Belloq) dapat menyebabkan laserasi palatum mole
atau sudut bibir, jika benang yang keluar dari mulut terlalu ketat dilekatkan pada pipi. Kateter
balon atau tampon balon tidak boleh dipompa terlalu keras karena dapat menyebabkan nekrosis
mukosa hidung atau septum.
Epistaksis berat (posterior)
Tampon belloq
Kateter foley dapat digunakan untuk menekan dinding posterior, penggunaan foley
kateter sangat mudah, cepat dan gampang. Pilih kateter foley pompa balon dengan
udara, pastikan keutuhan balon. Pompa balon dengan 7 sampai 10 ml udara.
Jangan pergunakan saline atau cairan lain sebagai pengganti udara sebab dapat
terjadi aspirasi jika balon tersebut rupture.
Kateter Balon Nasal, “plastic inflatable ballon catheters” mempunyai
penanganan yang sederhana terhadap epistaksis. Ballon nasal mudah digunakan
dan cepat ditempatkan. Cocok dengan berbagai macam bentuk dan ukuran. Dapat
berupa ballon anterior, ballon posterior atau balon rangkap.
kateter rangkap dapat digunakan dimana pack posterior tidak cocok. Kateter ini
mempunyai berbagai tipe dan ukuran. Harganya cukup mahal tetapi mudah dan
cepat digunakan. Balon distal yang kecil tersangkut pada lengkung choana dan
sama pada pack posterior balon proximal yang lebih besar menutupi seluruh
rongga hidung dan sama dengan pack anterior. Balon distal dengan ukuran
tekanan 10 ml dan balon anterior sebesar 30 ml . ini adalah volume maksimum
yang direkomendasikan oleh pabrik yang tertera pada pembungkus dan tempat
masuk udara pada balon.
KOMPLIKASI EPISTAKSIS
Komplikasi dapat terjadi sebagai akibat dari epistaksisnya sendiri atau sebagai akibat dari
upaya penanggulangan epistaksis.
Akibat perdarahan yang hebat dapat terjadi aspirasi darah ke dalam saluran pernafasan
bawah. Juga dapat menyebabkan syok, anemia, dan gagal ginjal. Turunnya tekanan darah secara
mendadak mengakibatkan hipotensi, hipoksia, iskemia serebri, insufisiensi koroner sampai infark
miokard yang dapat menyebabkan kematian. Untuk itu pemberian infus dan tranfusi darah harus
segera dilaksanakan.
Pemasangan tampon dapat menyebabkan rino-sinusitis, otitis media, septikemia atau toxic
shock syndrome. Oleh karena itu, harus selalu diberikan antibiotik pada setiap pemasangan
tampon hidung, dan setelah 2-3 hari tampon harus dicabut. Bila perdarahan masih berlanjut
dipasang tampon baru.
Dapat juga terjadi hemotimpanum sebagai akibat mengalirnya darah melalui tuba eustachius dan air
mata berdarah (bloody tears), akibat mengalirnya darah secara retrograd melalui duktus
nasolakrimalis
4. NYERI DADA
Etiologi
1.Trauma, misalnya: pneumothorax, hemothorax, flail chest, tamponade jantung, dll.
2.Non trauma, misalny:
A. Penyakit jantung --> angina pectoris
B. Penyakit non jantung --> edema paru
Nyeri Dada akibat Frakture Costae
Macam
Menurut jumlah costa yang mengalami fraktur dapat dibedakan
Fraktur simple
Fraktur multiple
Menurut jumlah fraktur pada setiap costa dapat
Fraktur segmental
Fraktur simple
Fraktur comminutif
Menurut letak fraktur dibedakan :
Superior (costa 1-3 )
Median (costa 4-9)
Inferior (costa 10-12 ).
Menurut posisi :
Anterior,
Lateral
Posterior.
Ada beberapa kasus timbul fraktur campuran, seperti pada kasus Flail chest, dimana pada keadaan
ini terdapat fraktur segmental, 2 costa atau lebih yang letaknya berurutan
Gejala + diagnosis fisik
Inspeksi: adanya keidak simetrisan dada kanan kiri, pada fleil chest ada gerakan paradoxal.
Palpasi: ditemukan nyeri tekan, adanya krepitasi
Sebanyak 25% dari kasus fraktur costa tidak terdiagnosis, dan baru terdiagnosis setelah timbul
komplikasi, seperti hematotoraks dan pneumotoraks
Diagnosis penunjang
Dengan melakukan foto x ray thorax
Diagnosis banding
Contusio dinding dada, fraktur sternum, flail chest
Tata laksana
- Immobilisasi pada fraktur costae dengan plester lebar melewati ½ lingkaran dada, tapi tidak
boleh memperberat ventilasinya
- Pemasangan plester lebar pada saat penderita inspirasi maksimal
- Plester dipasang pada region costae yang fraktur, dan pemakaian plester ini berlangsung
selama 1-2 minggu
Monitoring + indikator keberhasilan
Dilakukan dengan memeriksa bagian costae yang fraktur, terlihat adanya perbaikan jaringan yang
rusak (luka, memar). Dapat juga dengan pemeriksaan penunjang (x ray thorax) untuk melihat
perkembangan perbaikan fraktur costae. Selain itu, lihat keadaan pasien apakah ada kesulitan
bernafas.
Komplikasi
Kompikasi Umum : Syok hipovolemia (karena perdarahan yang banyak), syok neurogenik
(karena nyeri yang hebat), koagulopati diffus, gangguan fungsi pernafasan. Komplikasi ini
dapat terjadi dalam waktu 24 jam pertama pasca trauma.
Komplikasi Lokal : Jika komplikasi yang terjadi sebelum satu minggu pasca trauma disebut
komplikasi dini, jika komplikasi terjadi setelah satu minggu pasca trauma disebut komplikasi
lanjut.
Ada beberapa komplikasi yang terjadi yaitu :
1. Infeksi, terutama pada kasus fraktur terbuka.
2. Osteomielitis yaitu infeksi yang berlanjut hingga tulang.
3. Delayed union yaitu penyambungan tulang yang lama.
4. Non union yaitu tidak terjadinya penyambungan pada tulang yang fraktur.
5. Artritis supuratif, yaitu kerusakan kartilago sendi. Terganggunya gerakan aktif otot
karena terputusnya serabut otot.
5. FARAKTUR COSTAE FLAIL CHEST
Definisi
Costa merupakan salah satu komponen pembentuk rongga dada yang memiliki fungsi untuk
memberikan perlindungan terhadap organ didalamnya dan yang lebih penting adalah
mempertahankan fungsi ventilasi paru. Fraktur Costa adalah terputusnya kontinuitas jaringan
tulang / tulang rawan yang disebabkan oleh rudapaksa pada spesifikasi lokasi pada tulang costa.
Fraktur costa akan menimbulkan rasa nyeri, yang mengganggu proses respirasi, disamping itu
adanya komplikasi dan gangguan lain yang menyertai memerlukan perhatian khusus dalam
penanganan terhadap fraktur ini. Pada anak fraktur costa sangat jarang dijumpai oleh karena costa
pada anak masih sangat lentur.
Costae merupakan komponen dinding thorax yang sering mengalami trauma. Costae 1-3
terbendung struktur yang kuat sehingga apabila terjadi fraktur, harus dicurigai terjadi fraktur
vertebra cervikalis. Sedangkan apabila terjadi fraktur pada costae 10-12, maka harus dicurigai
terkena hepar atau lien.
Fraktur costae juga dapat menyebabkan kematian apabila terjadi tension pneumothorax,
biasanya terjadi pada costae 3, 4 dan 5. Hal ini akan menyebabkan terjadinya hipoksia pada jantung
dan otak.
Klasifikasi
Jenis facture costae menurut garis fracture
Menurut jumlah costa yang mengalami fraktur, dibagi jadi :
1) Fraktur simple/ singular : fraktur yang terjadi pada 1 costae
2) Fraktur multiple : terjadi pada 1 costae atau lebih
Menurut jumlah fraktur pada setiap costa, dibagi jadi :
1) Fraktur segmental : terjadi di 2 tempat pada 1 costae
2) Fraktur simple : terjadi pada 1 tempat di 1 costae
3) Fraktur comminutif : terjadi pada beberapa tempat di satu costae
Menurut letak fraktur dibedakan :
1) Superior (costa 1-3 )
2) Median (costa 4-9)
3) Inferior (costa 10-12 ).
Menurut posisi :
1) Anterior,
2) Lateral
3) Posterior.
Ada beberapa kasus timbul fraktur campuran, seperti pada kasus Flail chest, dimana pada
keadaan ini terdapat fraktur segmental ,2 costa atau lebih yang letaknya berurutan.
Etiologi
Costa merupakan tulang pipih dan memiliki sifat yang lentur. Oleh karena tulang ini sangat
dekat dengan kulit dan tidak banyak memiliki pelindung, maka setiap ada trauma dada akan
memberikan trauma juga kepada costa. Fraktur costa dapat terjadi dimana saja disepanjang costa
tersebut.. Dari keduabelas pasang costa yang ada, tiga costa pertama paling jarang mengalami
fraktur hal ini disebabkan karena costa tersebut sangat terlindung. Costa ke 4-9 paling banyak
mengalami fraktur, karena posisinya sangat terbuka dan memiliki pelindung yang sangat sedikit,
sedangkan tiga costa terbawah yakni costa ke 10-12 juga jarang mengalami fraktur oleh karena
sangat mobil .Pada olahragawan biasanya lebih banyak dijumpai fraktur costa yang “undisplaced” ,
oleh karena pada olahragawan otot intercostalnya sangat kuat sehingga dapat mempertahankan
fragmen costa yang ada pada tempatnya.
Secara garis besar penyebab fraktur costa dapat dibagi dalam 2 kelompok :
1. Disebabkan trauma
a. Trauma tumpul
Penyebab trauma tumpul yang sering mengakibatkan adanya fraktur costa antara lain :
Kecelakaan lalulintas,kecelakaan pada pejalan kaki ,jatuh dari ketinggian, atau jatuh pada dasar
yang keras atau akibat perkelahian.
b. Trauma Tembus
Penyebab trauma tembus yang sering menimbulkan fraktur costa :Luka tusuk dan luka
tembak
2. Disebabkan bukan trauma
Yang dapat mengakibatkan fraktur costa ,terutama akibat gerakan yang menimbulkan putaran
rongga dada secara berlebihan atau oleh karena adanya gerakan yang berlebihan dan stress
fraktur,seperti pada gerakan olahraga : Lempar martil, soft ball, tennis, golf.
Gejala
1. Nyeri
2. Deformitas
3. Krepitasi
4. Bengkak
5. Peningkatan temperatur lokal
6. Pergerakan abnormal
7. Ecchymosis
8. Kehilangan fungsi
Gejala bila dilihat dari tipe fraktur
a. Pada fraktur tunggal/majemuk, penderita masih dapat bernapas dengan baik karena gerak
dada masih terlihat memadai dan teratur.
b. Pada fraktur costae multiple namun tidak di satu segmen/tempat, dinding thorax masih stabil
meski penderita terlihat kesulitan bernapas dan kesakitan.
c. Pada fraktur costae multiple segmental terjadi flail chest/segmen dinding dada lepas sehingga
menghambat pergerakan dada dan menyebabkan kesulitan bernapas.
Pafisiologi
Fraktur costa dapat terjadi akibat trauma yang datangnya dari arah depan,samping ataupun
dari arah belakang.Trauma yang mengenai dada biasanya akan menimbulkan trauma costa,tetapi
dengan adanya otot yang melindungi costa pada dinding dada,maka tidak semua trauma dada akan
terjadi fraktur costa.
Pada trauma langsung dengan energi yang hebat dapat terjadi fraktur costa pada tempat
traumanya .Pada trauma tidak langsung, fraktur costa dapat terjadi apabila energi yang diterimanya
melebihi batas tolerasi dari kelenturan costa tersebut.Seperti pada kasus kecelakaan dimana dada
terhimpit dari depan dan belakang,maka akan terjadi fraktur pada sebelah depan dari angulus
costa,dimana pada tempat tersebut merupakan bagian yang paling lemah.
Fraktur costa yang “displace” akan dapat mencederai jaringan sekitarnya atau bahkan organ
dibawahnya.Fraktur pada costa ke 4-9 dapat mencederai a.intercostalis ,pleura visceralis,paru
maupun jantung ,sehingga dapat mengakibatkan timbulnya hematotoraks,pneumotoraks ataupun
laserasi jantung.
Diagnosis
Diagnosis Fisik
Inspeksi: adanya keidak simetrisan dada kanan kiri, pada fleil chest ada
gerakan paradoxal.
Palpasi: ditemukan nyeri tekan, adanya krepitasi akibat adanya udara dalam
jaringan subkutan pada daerah dada yang sakit, kemudian tiap costae
ditekan secara lembut. Pada kasus yang meragukan, dada ditekan secara
lembut dengan kedua tangan pemeriksa yang masing-masing diletakkan di
bagian anterior-posterior bagian yang sakit.
Pada perkusi dan auskultasi, tentukan posisi trakhea dan jantung untuk
melihat adanya pergeseran mediastinum
Sebanyak 25% dari kasus fraktur costa tidak terdiagnosis, dan baru
terdiagnosis setelah timbul komplikasi, seperti hematotoraks dan
pneumotoraks.
Diagnosis Penunjang
Dengan melakukan foto x-ray thorax.
Diagnosis Banding
1) Fraktur Sternum
2) Fraktur Vertebrae
3) Stress Fraktur
4) Osteoarthritis
5) Pneumotoraks
6) Cedera trakea dan bronkus.
Komplikasi
Komplikasi Umum
Syok hipovolemia (karena perdarahan yang banyak), syok neurogenik (karena nyeri
yang hebat), koagulopati diffus, gangguan fungsi pernafasan. Komplikasi ini dapat
terjadi dalam waktu 24 jam pertama pasca trauma.
Komplikasi Lokal
Jika komplikasi yang terjadi sebelum satu minggu pasca trauma disebut komplikasi
dini, jika komplikasi terjadi setelah satu minggu pasca trauma disebut komplikasi
lanjut. Ada beberapa komplikasi yang terjadi yaitu :
Infeksi, terutama pada kasus fraktur terbuka
Osteomielitis yaitu infeksi yang berlanjut hingga tulang
Delayed union yaitu penyambungan tulang yang lama
Non union yaitu tidak terjadinya penyambungan pada tulang yang fraktur
Artritis supuratif, yaitu kerusakan kartilago sendi
Terganggunya gerakan aktif otot karena terputusnya serabut otot.
FLEIL CHEST
Fraktur costa multiple segmental sehingga ada segmen dinding dada yang
mengambang (fleil) menyebabkan gangguan pada pergerakan dinding dada secara
paradoksal.
Jika dibawah dinding dada yang fraktur terjadi kerusakan paru-paru, maka akan
menyebabkan hipoxia yang serius. Gerakan paradoksal yaitu segmen fraktur
bergerak berlawanan arah dengan gerak pernafasan. Gerakan itu sendiri tidak
menyebabkan hipoxia selain karena kontusio paru dan rasa nyeri sehingga
penderita takut bernafas.
Manifestasi klinik : mulanya penderita mampu mengadakan kompresi terhadap
pengurangan cadangan respirasi. Namun, jika terdapat penimbunan sekret dan
penurunan daya pengembangan paru akan terjadi anoksia berat, hiperkapnea, dan
kolaps.
Penanganan pada fleil chest terutama mencegah hipoksianya dengan pemberian
O2 10 – 12 L/m dan fiksasi dengan plester pada segmen fraktur dengan ½ lingkaran
dinding dada. Pemakaian WSD dan respirator bisa dilakukan bila ada indikasi jelas.
Tata Laksana
Immobilisasi pada fraktur costae dengan plester lebar melewati ½ lingkaran dada,
tapi tidak boleh memperberat ventilasinya
Pemasangan plester lebar pada saat penderita inspirasi maksimal. Plester dipasang
pada region costae yang fraktur, dan pemakaian plester ini berlangsung selama 1-2
minggu.
Pre Hospital : Pada tahap ini tindakan terhadap pasien terutama ditujukan untuk
memperbaiki suplai oksigenasi (Resusitasi Jantung Paru).
Penanganan pada saat di ruang UGD:Tindakan darurat terutama ditujukan untuk
memperbaiki jalan nafas,pernafasan dan sirkulasinya (Airway, Breath dan
circulation). Fraktur costa simple 1-2 buah terapi terutama ditujukan untuk
menghilangkan nyeri dan memberikan kemudahan untuk pembuangan
lendir/dahak, namun sebaiknya jangan diberikan obat mucolitik, yang dapat
merangsang terbentuknya dahak dan malah menambah kesulitan dalam bernafas.
Fraktur 3 buah costa atau lebih dapat dilakukan tindakan blok saraf, namun pada
tindakan ini dapat menimbulkan komplikasi berupa pneumotoraks dan
hematotoraks, sedangkan fraktur costa lebih dari empat buah sebaiknya diberikan
terapi dengan anastesi epidural dengan menggunakan morphin atau bupivacain
0,5%.
Pada saat dijumpai flail chest atau gerakan paradoksal, segera dilakukan tindakan
padding untuk menstabilkan dinding dada, bahkan kadang diperlukan ventilator
untuk beberapa hari sampai didapatkan dinding dada yang stabil
Penanganan di ruang rawat inap : Pada fraktur costa yang simple tanpa komplikasi
dapat dirawat jalan, sedangkan pada pasien dengan fraktur multiple dan kominutif
serta dicurigai adanya komplikasi perlu perawatan di RS. Pasien yang dirawat di RS
perlu mendapatkan analgetik yang adekuat, bahkan kadang diperlukan narkotik
dan yang juga penting untuk ini adalah pemberian latihan nafas (fisioterapi nafas).
Fraktur costa dengan komplikasi kadang memerlukan terapi bedah, dapat
dilakukan drainaseatau torakotomi, untuk itu evaluasi terhadap kemungkinan
adanya komplikasi harus selaludilakukan secara berkala dengan melakukan foto
kontrol pada 6 jam,12 jam dan 24 jam pertama.4.Penanganan di rawat
jalan.Penderita rawat jalan juga tetap memprioritaskan pemberian analgetik yang
adekuat untuk memudahkan gerakan pernafasan. Latihan nafas harus selalu
dilakukan untuk memungkinkan pembuangan dahak.
Tanda utama adalah gerakan nafas asimetri, nyeri waktu nafas dan sesak nafas.
Tindakan :
1.Pemasangan Plester Harus melewati garis tengah atau ¾ lingkaran dada (1-2
minggu). Kerugiannya dapatmenimbulkan pneumonitis dan kolaps paru
2.Blok anestesi interkostal
3.Anestesi lokal pada hematom sekitar patah tulang
4.Blok paravertebral
6. CORPUS ALLEINUM OBSTRUKSI BENDA ASING DI SALURAN NAFAS
DEFINISI
Benda asing yang kebanyakan berupa benda-benda kecil misalnya biji buah, benik dan
sebagainya. Kebanyakan ditemukan pada anak-anak dan biasanya unilateral.
ETIOLOGI
Factor Prediposisi
1. Usia yaitu pada anak-anak, dimana mereka sering memasukkan segala sesuatu ke
dalam mulut, gigi geligi yang belum lengkap dan refleks menelan yang belum
sempurna.
2. Jenis kelamin, lebih sering pada laki-laki.
3. Lingkungan dan kondisi sosial.
4. Kegagalan mekanisme proteksi, misalnya penurunan kesadaran, keadaan umum
buruk, penyakit serebrovaskuler, dan kelainan neurologik.
5. Faktor kecerobohan, misalnya kebiasaan menaruh benda di mulut, makan dan minum
tergesa-gesa.
Faktor fisiologik dan sosiologik
1. Pertumbuhan gigi belum lengkap, belum terbentuk gigi molar, belum dapat menelan
makanan padat secara baik, kemampuan anak membedakan makanan yang dapat
dimakan dan tidak dapat dimakan belum sempurna. Benda tersangkut pada saat
makan sambil tertawa, bicara menangis, dan berlari.
2. Pada orang tua, terutama yang mempunyai gangguan neurologis dan berkurangnya
refleks menelan dapat disebabkan oleh pengaruh alkohol, stroke, parkinson, trauma,
dementia juga mempunyai risiko yang besar untuk terjadinya aspirasi.
PATOGENESIS
Benda asing yang tersangkut di trakea akan menyebabkan stridor, dapat ditemukan dengan
auskultasi (audible stridor) dan palpasi di daerah leher (palpatory thud). Jika benda asing
menyumbat total trakea akan timbul sumbatan jalan napas akut yang memerlukan tindakan
segera untuk membebaskan jalan napas. Gejala pada dewasa umumnya sama dengan gejala
pada anak tetapi gejala paru termasuk edema paru banyak ditemukan.
Kecurigaan adanya aspirasi benda asing muncul bila terdapat gejala batuk yang paroksisimal
(paroxysmal coughing) yang timbul tiba-tiba, rasa tercekik (choking) pada waktu makan atau
choking/coughing yang timbul bila diketahui adanya objek yang kecil atau partikel makanan
terutama kacang di dalam jangkauan si anak
MANIFESTASI KLINIS
Gejala klinik yang timbul tergantung pada jenis benda asing, ukuran, sifat iritasinya terhadap
mukosa, lokasi, lama benda asing di saluran napas, dan ada atau tidaknya komplikasi..
DIAGNOSA
Persiapan ekstraksi benda asing harus dilakukan sebaik-baiknya dengan tenaga
medis/operator, kesiapan alat yang lengkap. Besar dan bentuk benda asing harus diketahui
dan mengusahakan duplikat benda asing serta cunam yang sesuai benda asing yang akan
dikeluarkan. Benda asing yang tajam harus dilindungi dengan memasukkan benda tersebut ke
dalam lumen bronkoskop. Bila benda asing tidak dapat masuk ke lumen alat maka benda
asing kita tarik secara bersamaan dengan bronkoskop.
PENATALAKSANAAN
Pemeriksaan fisik dan radiologi sering menunjukkan dugaan benda asing saluran napas tanpa
diagnosis pasti. Pada keadaan ini harus dibuktikan adanya benda asing secara endoskopi
untuk menyingkirkan dari diagnosis diferensial. Keterlambatan mengeluarkan benda asing
akan menambah tingkat kesulitan
7. EMBOLI PARU PPT KELP. D
8. ASPIRASI PNEUMONI PPT KELP. D
9. CONTUSIO PARU
Pengertian
Kontusio paru adalah Memar jaringan paru akibat trauma tumpul (luka lambat) sehingga
menyebabkan ventilasi tidak berfungsi baik yang berpotensi lethal chest injury.Jika terjadi
hipoksia (Pa O₂) <65 mmHg, Sa O₂<90%) harus segera diberi bantuan ventilasi.
Hal kritis yang mungkin terjadi : adanya darah dan buih dijalan napas dan mulut
Sering menyebabkan gagal napas
Pada pasien flail chest, luka yang berasosiasi dengan pulmonary contusion, sering dan jadi
penyebab utama gagal napas. (current diagnosis & treatment 12th edition)
Kontusi paru karena gegar parenkim mendadak terjadi setelah trauma tumpul/ luka dengan
peluru kecepatan tinggi.
Insidensi : terjadi di 75% pasien dengan flail chest namun dapat juga terjadi akibat trauma
tumpul tanpa fraktur costae
Tahap awal : alveolar ruptur dengan transudasi cairan dan ekstravasasi darah. Cairan dan
alveolar yang ruptur masuk ke ruang alveolar dan bronkhi yang menjadikan obstruksi jalan napas
terlokalisasi serta adanya atelektasis.
Memar paru akibat gegar otak tiba-tiba terjadi parenkim setelah trauma tumpul atau melukai
dengan peluru kecepatan tinggi. Memar paru terjadi pada 75% pasien dengan flail chest tetapi
juga dapat terjadi setelah trauma tumpul tanpa patah tulang rusuk. Pecah alveolar dengan
transudasi cairan dan ekstravasasi darah ditemukan awal. Cairan dan darah dari alveoli pecah
masuk ruang alveolar dan bronki dan menghasilkan obstruksi jalan napas dan atelektasis
lokal.Sekresi lendir meningkat dan terapi cairan intravena mungkin bergabung untuk
menghasilkan sekresi berlebihan dan atelektasis lebih lanjut. Kemampuan pasien untuk batuk dan
sekresi jernih efektif melemah karena nyeri dada dinding atau inefisiensi mekanik dari patah
tulang. Elastisitas paru-paru menurun, meningkatkan resistensi terhadap aliran udara, dan,
sebagai akibat meningkat pernapasan, oksigenasi darah dan penurunan pH dan pCO2
naik. Respon kompensasi jantung mungkin dikompromikan, karena sebanyak 35% dari pasien ini
memiliki memar miokard terkait.
Pengobatan seringkali ditunda karena klinis dan x-ray temuan mungkin tidak muncul sampai
12-48 jam setelah cedera. Temuan klinis berlebihan tipis, darah-biruan sekret, nyeri dada, gelisah,
apprehensiveness, dan respirasi bekerja. Akhirnya, dispnea, sianosis, takipnea, dan takikardia
berkembang. X-ray perubahan terdiri dari kekeruhan parenkim merata atau menyebar kepadatan
peribronchial linear yang dapat berlanjut untuk menyebar kekeruhan. Karakteristik untuk sindrom
gangguan pernapasan akut.
Bantuan ventilasi mekanik memungkinkan ventilasi alveolar yang memadai dan penggunaan
campuran oksigen diperkaya dan dengan demikian mengurangi kerja pernapasan. Gas darah
harus sering dipantau dan saturasi arteri memadai dipertahankan. Ada beberapa kontroversi atas
rejimen terbaik untuk manajemen cairan, tetapi hidrasi yang berlebihan atau transfusi darah harus
dihindari. Pengelolaan yang optimal mungkin memerlukan penempatan kateter arteri paru-paru,
sebaiknya dengan ujung termistor untuk pengukuran output jantung terus menerus oleh
thermodilution. Pengukuran Serial tekanan vena sentral, tekanan arteri paru, tekanan baji,
saturasi oksigen vena campuran, dan output jantung membantu untuk menghindari baik di bawah
maupun tranfusi berlebihan. Meskipun terapi yang optimal, sekitar 15% dari pasien dengan luka
memar paru mati. Penggunaan pelindung strategi ventilator mekanik sangat penting pada pasien
ini untuk menghindari ventilator disebabkan cedera paru-paru progresif. Laserasi paru kebanyakan
disebabkan oleh luka tembus, dan hemopneumothorax.
Thoracostomy tabung diindikasikan untuk mengevakuasi udara pleura atau darah dan
untuk memantau kebocoran terus. Sejak perluasan paru-paru mentamponade laserasi,
banyak luka paru-paru tidak menghasilkan perdarahan masif atau kebocoran udara
persisten. Haruskah laserasi paru memerlukan intervensi operasi, teknik lung-sparing
harus digunakan jika memungkinkan, daripada reseksi paru resmi anatomi untuk
mengurangi morbiditas dan mortalitas. Hematoma paru-paru adalah hasil dari kerusakan
parenkim lokal dan perdarahan. Penampilan sinar-x pada awalnya kepadatan buruk
didefinisikan yang menjadi lebih terbatas beberapa hari sampai 2 minggu setelah
cedera.Rongga kistik kadang-kadang berkembang jika kerusakan yang luas.Kebanyakan
hematoma cukup diselesaikan dengan terpai yang mengandung harapan.
Etiologi
Trauma toraks
Kecelakaan lalu lintas
Terjadi terutama setelah trauma tumpul toraks
Dapat pula terjadi pada trauma tajam dengan mekanisme perdarahan dan edema
parenkim
Gejala
Gejala yang muncul bergantung kecepatan akumulasi cairan perikardium. Bila terjadi
secara lambat dapat memberi kesempatan mekanisme kompensasi seperti takikardi,
peningkatan resistensi vascular perifer dan peningkatan volume intravaskular. Bila cepat,
maka dalam beberapa menit bisa fatal.
Tamponade jantung akut biasanya disertai gejala peningkatan tekanan vena jugularis,
pulsus paradoksus >10mmHg, tekanan nadi <30mmHg, tekanan sistolik <100mmHg, dan
bunyi jantung yang melemah. Sedangkan pada yang kronis ditemukan peningkatan
tekanan vena jugularis, takikardi, dan pulsus paradoksus.
Keluhan dan gejala yang mungkin ada yaitu adanya jejas trauma tajam dan tumpul di
daerah dada atau yang diperkirakan menembus jantung, gelisah, pucat, keringat dingin,
peninggian vena jugularis, pekak jantung melebar, suara jantung redup dan pulsus
paradoksus. Trias classic beck berupa distensis vena leher, bunyi jantung melemah dan
hipotensi didapat pada sepertiga penderita dengan tamponade.
Manifestasi Klinis
Dapat timbul / memburuk dalam 24-72 jam setelah trauma
Dispnea
Penurunan PO₂ arteri
Ronki
Infiltrat pada foto thoraks
Pada kondisi berat dapat disertai : sekret trakeobronkial yang banyak, hemoptisis,
dan edema paru
10.TAMPONADE JANTUNG
Pengertian
Tamponade jantung merupakan kompresi akut pada jantung yang disebabkan oleh
peningkatan tekanan intraperikardial akibat pengumpulan darah atau cairan dalam
pericardium dari rupture jantung, trauma tembus atau efusi yang progresif.
Etiologi
Neoplasma
Perikarditis
perdarahan ke dalam ruang pericardial akibat trauma, operasi, atau infeksi
Infraksi miokardial akut
Efusi (akibat kanker, infeksi bakteri tuberkolosis, bisa juga demam reumatik namun ini
jarang ditemukan)
Hemoragi akibat nontraumatik (rupture jantung/ pembuluh darah besar, terapinanti
koagulan pada pasien perikarditis), akibat traumatik (luka tembak, luka tusuk dada,
preforasi pada saat keterisasi kardiak/ vena pusat, trauma tumpul, trauma tembus
miokard)
Idiopatik
Uremia
Akibat trauma biasanya sering terjadi pada dewasa muda, sedangkan akibat
keganasan/ gagal ginjal sering terjadi pada lansia.
Gejala
- Gejala yang muncul bergantung kecepatan akumulasi cairan pericardium.
- Apabila akumulasi cairan lambat masih member kesempatan mekanisme
kompensasi seperti takikardi, peningkatan resistensi vaskuler perifer, dan peningkatan
volume intravaskuler.
- Apabila akumulasi cairan cepat dalam beberapa menit bisa fatal
Patofisiologi
Bila seandainya terjadi ruptur pada ventrikel, maka darah akan merembes ke cavum
pericardium. Semakin lama, darah yang tertampung pada cavum pericard akan semakin
banyak. Secara anatomis, atrium memiliki struktur otot yang lebih tipis daripada bilik
sehingga darah yang tertampung tadi akan dengan mudah mendesak atrium. Atrium
terdesak, vena cava superior maupun inferior mengalami penghambatan atau obstruksi.
Akhirnya timbullah Trias Beck, yaitu distensi vena, bunyi jantung melemah, dan
hipotensi/tekanan arteri menurun.
Diagnosa
Diagnosa tamponade jantung tidak mudah karena dibaurkan dengan tension
pneumothorax,namun dapat didiagnosa dengan “Trias Beck”:
- Meningkatnya tekanan vena jugularis
- Penurunan tekanan arteri (tensi 80/70 mmHg beda systole dan diastole hanya 10)
- Nadi melemah
Penatalaksanaan
- Perikardiosntris atau pembedahan untuk membuat lubang
- Pembuatan jendela perikardial, dilakukan jikan pasien mengalami temponade, efusi atau
adesi akibat perikarditis kronis
- Pengambilan perikardium pelindung yang menguat (untuk kasus yang lebih parah)
- Pemuatan volume percobaan dengan larutan garam normal I.V temporer dengan albumin
(pasien yang mengalami hipotensi)
- Dapat diberikan obat inotropik misalnya : Dopamin untuk menjaga output kardiak
- Transfusi darah atau torakotomi untuk mengalirkan cairan yang terakumulasi kembali atau
memperbaiki tempat pendarahan (untuk cedera traumatik)
- Diberi obat antagonis heparin protamin sulfat (pasien yang mengalami temponadee
terpicu-heparin)
- Pemberian vitamin K (pasien yang mengalami terpicu-warfarin)
Terapi
Pada tamponade jantung dengan evakuasi darah baik secara tertutup atau terbuka
dengan torakotomi resusitasi.
Pada torakotomi bisa dikerjakan :
Evakuasi darah pericard.
Kontrol langsung sumber perdarahan.
Pijat jantung terbuka.
Klem silang aorta descenden untuk mengurangi kehilangan darah dibawah
diafragma dan meningkatkan perfusi otak.
11.FRAKTUR STERNUM PPT KELP. D
12.DEVORMITAS NASAL
Gejala
Keluhan yang paling sering pada deviasi septum ialah sumbatan hidung. Sumbatan bias
unilateral maupun bilateral, sebab pada sisi deviasi terdapat hipotrofi concha, sedangkan pada
sisi sebelahnya terjadi hipertrofi concha, sebagai akibat dari mekanisme kompensasi. Keluhan
laninnya adalah rasa nyeri di kepala dan sekitar mata. Selainitu terdapayt deviasi pada bagian
atas septum. Deviasi septum dapat menyumbat ostium sinus, sehingga merupakan faktor
predisposisi terjadinya sinusitis.
Etiologi
a. Trauma, merupakan penyebab paling sering. Trauma dapat terjadi setelah lahir, waktu
partus (persalinan) atau bahkan pada masa janin intra uterin
b. Ketidak-seimbangan Pertumbuhan. Terjadi ketika tulang rawan septum nasi terus tumbuh
sementara batas superior dan batas inferiornya telah menetap sehingga mengakibatkan
deviasi septum nasi
Bentuk Deformitas:
a. Deviasi, biasanya berbentuk huruf C atau S.
b. Dislokasi, yaitu bagian bawah cartilage septum keluar dari crista maxilla dan masuk ke
dalam rongga hidung.
c. Penonjolan tulang rawan septum, bila memanjang dari depan ke belakang disebut Krista dan
bila penonjolan tersebut runcing dan pipih disebut spina.
d. Sinekia, bila deviasi atau krista septum bertemu dan melekat dengan konka yang ada di
hadapannya.
Terapi
Bila gejala tidak ada atau keluhan sangat ringan, tidak perlu dilakukan tindakan koreksi
septum.Ada 2 jenis tindakan operatif yang dapat dilukan pada pasien dengan keluhan yang
nyata yaitu reseksi submukosa dan septoplasti.
Reseksi submukosa (submucous septum resection SMR)
Pada operasi ini mukoperikondrium pada mukoperiosteum kedua sisi dilepaskan dari tulang
rawan dan tulang septum. Bagian tulang atau tulang atau tulang rawan dari septum
kemudian diangkat, sehingga muko-perikondrium dan mukoperosteum sisi kiri dan kanan
akan langsung bertemu di garis tengah.
Septoplasti atau reposisi septum
Pada operasi ini tulang rawan yang bengkok direposisi. Hanya bagian yang berlebihan saja
yang dikeluarkan. Dengan cara ini dapat dicegah komplikasi yang mungkin timbul pada
operasi reseksi submukosa, seperti terjadinya perforasi septum dan hidung pelana.
13.KELAINAN SEPTUM NASI DEFIASI SEPTUM NASI
Definisi
Deviasi septum nasi adalah kelainan bentuk septum nasi akibat trauma dan pertumbuhan
tulang rawan yang tidak seimbang. Bentuk septum nasi yang normal adalah lurus dan berada di
tengah rongga hidung kecuali septum nasi orang dewasa yang tidak lurus sempurna.
Etiologi
Trauma merupakan penyebab terbanyak deviasi septum nasi. Trauma bisa saja kita alami
sesudah lahir, selama partus dan masa janin intrauterin. Ketidakseimbangan pertumbuhan tulang
rawan septum nasi yang terus tumbuh dapat pula menyebabkan deviasi septum nasi dimana pada
saat bersamaan batas atas dan batas bawah septum nasi telah menetap. Deviasi septum nasi yang
ringan tidak menimbulkan gangguan. Gangguan dapat terjadi pada deviasi septum nasi yang cukup
berat. Fungsi hidung akan terganggu dan lama-kelamaan bisa menyebabkan komplikasi.
Manifestasi
Gejala yang paling sering timbul dari deviasi septum ialah kesulitan bernapas melalui
hidung. Kesulitan bernapas biasanya pada satu hidung, kadang juga pada hidung yang berlawanan.
Pada beberapa kasus, deviasi septum juga dapat mengakibatkan drainase sekret sinus terhambat
sehingga dapat menyebabkan sinusitis.
Sumbatan hidung yang unilateral atau juga bilateral. Keluhan lain ialah rasa nyeri di kepala
dan di sekitar mata. Selain itu, penciuman juga bisa terganggu apabila terdapat deviasi pada bagian
atas septum.
Diagnosis
Deviasi septum biasanya sudah dapat dilihat melalui inspeksi langsung pada batang
hidungnya. Namun, diperlukan juga pemeriksaan radiologi untuk memastikan diagnosisnya. Dari
pemeriksaan rinoskopi anterior, dapat dilihat penonjolan septum ke arah deviasi jika terdapat deviasi
berat, tapi pada deviasi ringan, hasil pemeriksaan bisa normal.
Penatalaksanaan
Analgesik : digunakan untuk mengurangi rasa sakit
Dekongestan: digunakan untuk mengurangi sekresi cairan hidung
Pembedahan
Septoplasti
SMR (Sub-Mucous Resection)
14.SYOK HIPOVOLEMIK BAHAN GAA ADA
15.HEMATOMA SEPTUM
ETIOLOGI
Sebagai akibat trauma, pembuluh darah submukosa akan pecah dan darah akan berkumpul
diantara perikondrium dan tulang rawan septum, dan membentuk hematoma pada septum.
Bila terjadi fraktur tulang rawan, maka darah akan masuk kesisi lain, sehingga terbentuk
hematoma septum bilateral. adanya kumpulan darah di subperikondrial akan mengancam
vitalitas tulang rawan yang hidupnya tergantung dari nutrisi perikondrium.
GEJALA
Gejala yang menonjol pada hematoma septum nasi adalah sumbatan hidung dan rasa nyeri.
Pada pemerikaaan ditemukan pembengkakan unilateral atau bilateral pada septum bagian
depan, berbentuk bulat, licin, dan berwarna merah. Pembengkakan dapat meluas sampai ke
dinding lateral hidung sehingga menyebabkan obstruksi oral.
PENATALAKSANAAN
Drainase yang segera dilakukan dapat mecegah terjadinya nekrosis tulang rawan. Dilakukan
pungsi, dan kemudian dilanjutkan dengan insisi pada bagian hematoma yang paling menonjol.
Bila tulang rawan masih utuh dilakukan insisi bilateral. Setelah insisi, dipasang tampon untuk
menekan perikondrium kea rah tulang rawan di bawahnya. Antibiotika hharus diberikan untuk
mencegah terjadinya infeksi sekunder.
KOMPLIKASI
Komplikasi hematoma septum yang mungkin terjadi ialah abses septum dan deformitas
hidung bagian luar seperti saddle nose atau bentuk hidung pelana.
16.ABSES SEPTUM GAA ADA BAHAN
E. PEMERIKSAAN DIAGNOSE
Foto X-ray Thorax
Foto thorax atau sering disebut chest x-ray (CXR) adalah suatu proyeksi radiografi dari thorax
untuk mendiagnosis kondisi-kondisi yang mempengaruhi thorax, isi dan struktur-struktur di
dekatnya. Foto thorax menggunakan radiasi terionisasi dalam bentuk x-ray. Dosis radiasi yang
digunakan pada orang dewasa untuk membentuk radiografi adalah sekitar 0.06 mSv.
Foto thorax digunakan untuk mendiagnosis banyak kondisi yang melibatkan dinding thorax,
tulang thorax dan struktur yang berada di dalam kavitas thorax termasuk paru-paru, jantung dan
saluran-saluran yang besar. Pneumonia dan gagal jantung kongestif sering terdiagnosis oleh foto
thorax. CXR sering digunakan untuk skrining penyakit paru yang terkait dengan pekerjaan di
industri-industri seperti pertambangan dimana para pekerja terpapar oleh debu.
Secara umum kegunaan Foto thorax/CXR adalah :
- untuk melihat abnormalitas congenital (jantung, vaskuler)
- untuk melihat adanya trauma (pneumothorax, haemothorax)
- untuk melihat adanya infeksi (umumnya tuberculosis/TB)
- untuk memeriksa keadaan jantung
- untuk memeriksa keadaan paru-paru
Pada beberapa kondisi, CXR baik untuk skrining tetapi buruk untuk diagnosis. Pada saat
adanya dugaan kelainan berdasarkan CXR, pemeriksaan imaging thorax tambahan dapat
dilakukan untuk mendiagnosis kondisi secara pasti atau mendapatkan bukti-bukti yang mengarah
pada diagnosis yang diperoleh dari CXR.
Gambaran yang berbeda dari thorax dapat diperoleh dengan merubah orientasi relatif tubuh
dan arah pancaran X-ray. Gambaran yang paling umum adalah posteroanterior (PA),
anteroposterior (AP) dan lateral.
1. Posteroanterior (PA)
Pada PA, sumber X-ray diposisikan sehingga X-ray masuk melalui posterior (back) dari
thorax dan keluar dari anterior (front) dimana X-ray tersebut terdeteksi. Untuk mendapatkan
gambaran ini, individu berdiri menghadap permukaan datar yang merupakan detektor X-ray.
Sumber radiasi diposisikan di belakang pasien pada jarak yang standard, dan pancaran X-ray
ditransmisikan ke pasien.
2. Anteroposterior (AP)Pada AP posisi sumber X-ray dan detector berkebalikan dengan PA. AP chest X-ray
lebih sulit diinterpretasi dibandingkan dengan PA dan oleh karena itu digunakan pada situasi
dimana sulit untuk pasien mendapatkan normal chest x-ray seperti pada pasien yang tidak
bisa bangun dari tempat tidur. Pada situasi seperti ini, mobile X-ray digunakan untuk
mendapatkan CXR berbaring (“supine film”). Sebagai hasilnya kebanyakan supine film adalah
juga AP.
3. Lateral
Gambaran lateral didapatkan dengan cara yang sama dengan PA namun pada lateral
pasien berdiri dengan kedua lengan naik dan sisi kiri dari thorax ditekan ke permukaan datar
(flat).
Abnormalitas atau kelainan gambaran yang biasa terlihat dari CXR adalah :
1. Nodule (daerah buram yang khas pada paru)
Biasanya disebabkan oleh neoplasma benign/malignan, granuloma (tuberculosis), infeksi
(pneumoniae), vascular infarct, varix, wegener’s granulomatosis, rheumatoid arthritis.
Kecepatan pertumbuhan, kalsifikasi, bentuk dan tempat nodul bisa membantu dalam
diagnosis. Nodul juga dapat multiple.
2. Kavitas
Yaitu struktur lubang berdinding di dalam paru. Biasanya disebabkan oleh kanker, emboli
paru, infeksi Staphyllococcus. aureus, tuberculosis, Klebsiella pneumoniae, bakteri
anaerob dan jamur, dan wegener’s granulomatosis.
3. Abnormalitas pleura.
Pleural adalah cairan yang berada diantara paru dan dinding thorax. Efusi pleura dapat
terjadi pada kanker, sarcoid, connective tissue diseases dan lymphangioleiomyomatosis.
Walaupun CXR ini merupakan metode yang murah dan relatif aman namun ada beberapa
kondisi thorax yang serius yang mungkin memberikan hasil CXR normal misalnya pada
pasien infark miokard akut yang dapat memberikan gambaran CXR yang normal.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK WATER’S
Proyeksi water's
Ukuran Kaset :18 x 24 cm memanjang
FFD : 90 cm
CR : Horizontal tegak lurus pada bidang film ( Untuk pasien errect )
Vertikal tegak lurus pada bidang film ( Untuk pasien supine )
CP : Tepat pada parieto occipital menembus acanthion
Posisi Pasien :
- Pasien diminta untuk berdiri menghadap bucky stand atau posisi kepala nya PA dengan
MSP tubuh tepat pada mid line kaset
- Kedua telapak tengan menempel pada dinding
- Posisikan kepala dan dagu sehingga MSP tegak lurus pada bidang film
- Ekstensikan kepala pada posisi yang benar
- Atur kepala sehingga Orbito meatal line (OML) membentuk sudut 37 derajat dari bidang
film
- Atur luas kolimasi atau luas lapangan penyinaran sesuai objek yang akan di foto, tidak
terlalu luas dan tidak terlalu kecil
- Jangan lupa gunakan marker R atau L sebagai penanda objek kiri atau kanan
- Jangan lupa gunakan grid untuk menyerap radiasi hambur supaya gambaran yang
dihasilkan baik
- Lindungi gonad pasien dengan menggunakan apron atau karet timbal
- Jika posisi pasien sudah siap seluruhnya, lakukan eksposi dengan faktor eksposi yang
sudah ditentukan untuk pemotretan sinus paranasal proyeksi waters
Kriteria Gambar :
- Tampak sinus frontalis dan sinus ethmoidalis (distorsi)
- Jarak batas lateral orbita dengan batas lateral kepala kiri dan kanan sama atau simetris
- Petrus ridge terproyeksi dibawa maxilaris
- Kolimasi atau luas lapangan penyinaran sesuai dengan objek yang diperiksa
- Tampak sinus maxillaris dan fossa nasalis
- Tergambar marker R atau L sebagai penanda objek kiri atau kanan
PEMERIKSAAN CT SCAN
CT Scan adalah suatu prosedur yang digunakan untuk mendapatkan gambaran dari
berbagai sudut kecil dari tulang tengkorak dan otak. Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk
memperjelas adanya dugaan yang kuat antara suatu kelainan, yaitu :
a. Gambaran lesi dari tumor, hematoma dan abses.
b. Perubahan vaskuler : malformasi, naik turunnya vaskularisasi dan infark.
c. Brain contusion.
d. Brain atrofi.
e. Hydrocephalus.
f. Inflamasi.
Berat badan klien merupakan suatu hal yang harus dipertimbangkan. Berat badan klien
yang dapat dilakukan pemeriksaan CT Scan adalah klien dengan berat badan dibawah 145 kg.
Hal ini dipertimbangkan dengan tingkat kekuatan scanner. Sebelum dilakukan pemeriksaan CT
scan pada klien, harus dilakukan test apakah klien mempunyai kesanggupan untuk diam tanpa
mengadakan perubahan selama 20-25 menit, karena hal ini berhubungan dengan lamanya
pemeriksaan yang dibutuhkan. Dokter harus dilakukan pengkajian terhadap klien sebelum
dilakukan pemeriksaan untuk menentukan apakah klien bebas dari alergi iodine, sebab pada
klien yang akan dilakukan pemeriksaan CT
Scan disuntik dengan zat kontras berupa iodine based kontras material sebanyak 30 ml.
Bila klien ada riwayat alergi atau dalam pemeriksaan ditemukan adanya alergi maka pemberian
zat kontras iodine harus distop pemberiannya. Karena eliminasi zat kontras sudah harus terjadi
dalam 24 jam. Maka ginjal klien harus dalam keadaan normal.
CT scan digunakan untuk :
Menilai kondisi pembuluh darah misalnya pada penyakit jantung koroner, emboli paru,
aneurisma (pembesaran pembuluh darah) aorta dan berbagai kelainan pembuluh darah
lainnya.
Menilai tumor atau kanker misalnya metastase (penyebaran kanker), letak kanker, dan jenis
kanker.
Kasus trauma/cidera misalnya trauma kepala, trauma tulang belakang dan trauma lainnya
pada kecelakaan. Biasanya harus dilakukan bila timbul penurunan kesadaran, muntah,
pingsan ,atau timbulnya gejala gangguan saraf lainnya.
Menilai organ dalam, misalnya pada stroke, gangguan organ pencernaan dll.
Membantu proses biopsy jaringan atau proses drainase/pengeluaran cairan yang menumpuk
di tubuh. Disini CT scan berperan sebagai “mata” dokter untuk melihat lokasi yang tepat
untuk melakukan tindakan.
Alat bantu pemeriksaan bila hasil yang dicapai dengan pemeriksaan radiologi lainnya kurang
memuaskan atau ada kondisi yang tidak memungkinkan anda melakukan pemeriksaan selain
CT scan.
Menemukan patologi otak dan medulla spinalis dengan teknik scanning/pemeriksaan tanpa
radioisotope
Prinsip Kerja
Film yang menerima proyeksi sinar diganti dengan alat detektor yang dapat mencatat semua
sinar secara berdispensiasi. Pencatatan dilakukan dengan mengkombinasikan tiga pesawat
detektor, dua diantaranya menerima sinar yang telah menembus tubuh dan yang satu
berfungsi sebagai detektor aferen yang mengukur intensitas sinar rontgen yang telah
menembus tubuh dan penyinaran dilakukan menurut proteksi dari tiga tititk, menurut posisi
jam 12, 10 dan jam 02 dengan memakai waktu 4,5 menit.
Persiapan Pasien
Pasien dan keluarga sebaiknya diberi penjelasan tentang prosedur yang akan dilakukan.
Pasien diberi gambaran tentang alat yang akan digunakan. Bila perlu dengan menggunakan
kaset video atau poster, hal ini dimaksudkan untuk memberikan pengertian kepada pasien
dengan demikian menguragi stress sebelum waktu prosedur dilakukan.
Test awal yang dilakukan meliputi :
Kekuatan untuk diam ditempat (dimeja scanner) selama 45 menit. Melakukan pernapasan
dengan aba – aba ( untuk keperluan bila ada permintaan untuk melakukannya ) saat dilakukan
pemeriksaan. Mengikuti aturan untuk memudahkan injeksi zat kontras.
Penjelasan kepada klien bahwa setelah melakukan injeksi zat kontaras maka wajah akan
nampak merah dan terasa agak panas pada seluruh badan, dan hal ini merupakan hal yang
normal dari reaksi obat tersebut. Perhatikan keadaan klinis klien apakah pasien mengalami alergi
terhadap iodine. Apabila pasien merasakan adanya rasa sakit berikan analgetik dan bila pasien
merasa cemas dapat diberikan minor tranguilizer. Bersihkan rambut pasien dari jelly atau obat-
obatan. Rambut tidak boleh dikepang dan tidak boleh memakai wig.
Prosedur
a. Posisi terlentang dengan tangan terkendali.
b. Meja elektronik masuk ke dalam alat scanner.
c. Dilakukan pemantauan melalui komputer dan pengambilan gambar dari beberapa sudut
yang dicurigai adanya kelainan.
d. Selama prosedur berlangsung pasien harus diam absolut selama 20-45 menit.
e. Pengambilan gambar dilakukan dari berbagai posisi dengan pengaturan komputer.
f. Selama prosedur berlangsung perawat harus menemani pasien dari luar dengan memakai
protektif lead approan.
g. Sesudah pengambilan gambar pasien dirapihkan.
Kelebihan CT scan
Gambar yang dihasilkan memiliki resolusi yang baik dan akurat.
Tidak invasive (tindakan non-bedah).
Waktu perekaman cepat.
Gambar yang direkontruksi dapat dimanipulasi dengan komputer sehingga dapat dilihat dari
berbagai sudut pandang.
Kekurangan CT scan
Paparan radiasi akibat sinar X yang digunakan yaitu sekitar 4% dari radiasi sinar X saat
melakukan foto rontgen. Jadi ibu hamil wajib memberitahu kondisi kehamilannya sebelum
pemeriksaan dilakukan.
Munculnya artefak (gambaran yang seharusnya tidak ada tapi terekam). Hal ini biasanya
timbul karena pasien bergerak selama perekaman, pasien menggunakan tambalan gigi
amalgam atau sendi palsu dari logam, atau kondisi jaringan tubuh tertentu.
Reaksi alergi pada zat kontras yang digunakan untuk membantu tampilan gambar.
Hal-hal yang perlu diperhatikan
Observasi keadaan alergiterhadap zat kontras yang disuntikan. Bila terjadi alergi dapat
diberikan deladryl 50 mg.
Mobilisasi secepatnya karena pasien mungkin kelelahan selama prosedur berlangsung.
Ukur Intake dan out put. Hal ini merupakan tindak lanjut setelah pemberian zat kontras yang
eliminasinya selama 24 jam. Oligouri merupakan gejala gangguan fungsi ginjal, memerlukan
koreksi yang cepat oleh seorang perawat dan dokter.
Aplikasi pada Klinis
Pada cranial
Diagnosa dari cerebrovascular accidents dan intracranial hemorrhage
Mendeteksi tumor
Mendeteksi peningkatan intracranial pressure sebelum dilakukan lumbar puncture atau
evaluas fungs ventriculoperitoneal shunt.
Evaluasi fraktur wajah atau kranial
Pada kepala/leher/wajah/mulut CT scanning digunakan pada rencana operasi bagi
deformitas kraniofasial dan dentofasial serta evaluasi tumor sinus, nasal, orbital, dan
rencana rekonstruksi implant dental.
Pada dada
Mendeteksi perubahan akut ataupun kronik parenklim paru
Evaluasi proses intrestitial kronik (emfisema,fibrosis)
Evaluasi mediatinum dan limfadenopat menggunakan kontrast per IV
Metode pemeriksaan utama pada embol paru,dan disecsi aorta menggunakan kontras IV
Pada abdomen dan pelvik
Diagnosa pada batu ginjal,apendisitis, pankreatitis, diverkulitis,anerisma aorta
abdomen,obstruksi usus
Pilihan pertama mendeteksi trauma menelan benda solid
CT scan bukan pilhan utama pada pelvik, pilhan pertama adalah ultrasonografi
Pada Ekstremitas
Digunakan pada fraktur kompleks
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG GAA ADA BAHAN