Korelasi Antara Hafalan Al-Qur’an Dengan Nilai Muhadatsah ...
NOVEL HAFALAN SHALAT DELISA KARYA TERE …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user...
Transcript of NOVEL HAFALAN SHALAT DELISA KARYA TERE …...perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user...
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
NOVEL HAFALAN SHALAT DELISA
(TINJAUAN PSIKOLOGI SASTRA)
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
HAFALAN SHALAT DELISA KARYA TERE LIYE
(TINJAUAN PSIKOLOGI SASTRA)
SKRIPSI
Oleh:
MIRANTI ANDANSARI
K1208103
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
Juli 2012
KARYA TERE LIYE
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini,
Nama : Miranti Andansari
NIM : K1208103
Jurusan/Program Studi : PBS/Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul NOVEL HAFALAN SHALAT
DELISA KARYA TERE LIYE (TINJAUAN PSIKOLOGI SASTRA) ini
benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri. Selain itu, sumber informasi
yang dikutip dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam daftar pustaka.
Apabila pada kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan skripsi ini hasil
jiplakan, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan saya.
Surakarta, 10 Juli 2012
Yang membuat pernyataan
Miranti Andansari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
NOVEL HAFALAN SHALAT DELISA KARYA TERE LIYE
(TINJAUAN PSIKOLOGI SASTRA)
Oleh:
MIRANTI ANDANSARI
K1208103
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Mendapatkan Gelar
Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia,
Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
Juli 2012
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji
Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
Surakarta, 12 Juli 2012
Persetujuan Pembimbing,
Pembimbing I Pembimbing II
Dra. Sumarwati, M. Pd. Dr. Nugraheni Eko W., M. Hum.
NIP 19600413 198702 2 001 NIP 19700716 200212 2 001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
PENGESAHAN
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima
untuk memenuhi salah satu persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.
Hari : Selasa
Tanggal : 31 Juli 2012
Tim Penguji Skripsi
Nama Terang Tanda Tangan
Ketua : Dr. Kundharu Saddhono, S.S., M. Hum.
Sekretaris : Budi Waluyo, S.S., M. Pd.
Anggota I : Dra. Sumarwati, M. Pd.
Anggota II : Dr. Rr. E. Nugraheni Eko W, S.S., M.Hum.
Disahkan oleh
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret Surakarta
a.n. Dekan,
Pembantu Dekan I,
Prof. Dr. rer. nat. Sajidan, M.Si.
NIP 19660415 199103 1 002
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
MOTTO
1. Pendidikan merupakan perlengkapan paling baik untuk hari tua (Aristoteles)
2. Kemenangan yang seindah–indahnya dan sesukar–sukarnya yang boleh direbut
oleh manusia ialah menundukan diri sendiri (Ibu Kartini)
3. Niscaya Allah akan meninggikan orang yang beriman diantara kamu dan orang-
orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat (Al – Mujadalah, ayat 11)
4. Pengalaman adalah guru yang terbaik tetapi buanglah pengalaman buruk yang
hanya merugikan (Anonim)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
PERSEMBAHAN
Teriring syukurku pada-Mu, kupersembahkan karya ini untuk:
1. Ibu, Bapak dan Dek Fahmi
Ibu, yang selalu memotivasiku supaya mempunyai masa depan yang lebih
baik, selalu mendoakan yang terbaik untukku. Takkan mampu tangan ini untuk
menuliskan ucapan terima kasih kepadamu Ibu, karena begitu banyak jasamu
kepadaku. Bapak, yang selalu keras mengajarkan disiplin kepadaku. Terima kasih
Bapak, yang selalu bekerja keras untukku. Serta adikku Fahmi yang kusayangi.
Kamu membuatku bersemangat untuk menyelesaikan skripsi ini.
2. Arifin E. N
Terima kasih karena senantiasa memberikan semangat dan motivasi di setiap
langkah yang aku tempuh. Terima kasih telah mengajarkanku untuk bersikap lebih
dewasa. Selalu ada di saat aku membutuhkanmu. Selalu berada di sisiku, baik di
saat aku senang ataupun sedih.
3. Nafi W. S dan Fitri W
Terima kasih kepada sahabat-sahabatku yang selalu mengingatkan,
memotivasi, dan sering memberikan solusi dalam setiap permasalahan. Sahabat
seperjuangan dalam menempuh pendidikan di kampus tercinta. Suka dan duka
perkuliahan pernah kita alami bersama. Terima kasih atas kerja samanya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
ABSTRAK
Miranti Andansari. NOVEL HAFALAN SHALAT DELISA KARYA TERE LIYE (TINJAUAN PSIKOLOGI SASTRA). Skripsi. Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret, Juli, 2012.
Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mendeskripsikan struktur dan (2) konflik
batin para tokoh dalam novel Hafalan Shalat Delisa karya Tere Liye. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dekriptif kualitatif dengan
pendekatan psikologi sastra. Sumber data penelitian ini adalah novel Hafalan Shalat Delisa karya Tere Liye yang diterbitkan oleh Republika pada tahun 2005. Pengumpulan data dilakukan dengan analisis dokumen yang berupa novel Hafalan Shalat Delisa. Validitas data yang diperoleh melalui triangulasi teori. Teknik analisis data menggunakan teknik analisis jalinan atau mengalir (flow model of analysis). Hasil analisis penelitian ini menunjukkan bahwa novel Hafalan Shalat Delisa bertema ketuhanan. Tokoh utamanya adalah Delisa dan tokoh tambahan yaitu Abi Usman, Ibu Guru Nur, Teuku Dien, Ustadz Rahman, Sersan Ahmed dan Prajurit Smith. Latar tempat terjadi di daerah Lhok Nga, Aceh. Latar waktu terjadi antara tahun 2004 sampai tahun 2005. Latar sosial tentang kehidupan keluarga Abi Usman yang sangat bersahaja dalam bertetangga. Alur dalam novel Hafalan Shalat Delisa adalah alur maju. Amanat dalam novel ini adalah kita seharusnya sebagai manusia harus tegar, ikhlas dan tulus dalam menghadapi semua musibah. Konflik batin yang dialami Delisa terjadi karena dia merindukan Ibu dan saudaranya serta ia mengalami kesulitan menghafal bacaan shalat. Abi Usman mengalami konflik batin karena pasca tsunami terjadi ia harus berperan ganda menjadi ayah sekaligus ibu, kakak-kakak serta sahabat bagi Delisa. Ibu Guru Nur mengalami konflik batin saat ia akan menyelamatkan Delisa. Ustadz Rahman mengalami konflik batin saat ia memutuskan untuk meninggalkan kota Lhok Nga. Sersan Ahmed dan Prajurit Smith mengalami tekanan dalam menghadapi tugasnya. Konflik antar tokoh terjadi karena Delisa kecewa terhadap Teuku Dien. Kata kunci: struktur intrinsik novel, psikologi sastra, konflik batin
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
KATA PENGANTAR
Puji syukur dipanjatkan kehadirat Allah Swt yang telah memberikan
kenikmatan dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “NOVEL HAFALAN SHALAT DELISA KARYA TERE LIYE
(TINJAUAN PSIKOLOGI SASTRA)”.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan
gelar Sarjana pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia,
Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,
Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulis menyadari bahwa terselesaikannya
skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan, dukungan, dan pengarahan dari
berbagai pihak. Untuk itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M. Pd., selaku Dekan Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah
memberikan izin untuk penulisan skripsi.
2. Dr. Muhammad Rohmadi, M. Hum., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa
dan Seni, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret
Surakarta, yang telah memberikan persetujuan penyusunan skripsi.
3. Dr. Kundharu Saddhono, S.S., M. Hum., selaku Ketua Program Studi
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah memberikan persetujuan
penyusunan skripsi.
4. Dra. Sumarwati, M. Pd., selaku pembimbing skripsi I, sekaligus sebagai
pembimbing akademik yang selalu memberikan motivasi dan bimbingan dalam
penyusunan skripsi ini.
5. Dr. Nugraheni Eko W, S.S., M. Hum., selaku pembimbing skripsi II, yang
selalu memberikan pengarahan dan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini.
6. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Sebelas Maret Surakarta, khususnya Program Studi Pendidikan Bahasa dan
Sastra Indonesia yang dengan tulus dan ikhlas memberikan ilmunya kepada
penulis.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
7. Keluarga besar mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia angkatan
2008 yang menjadi teman seperjuangan penulis selama menempuh pendidikan
di Universitas Sebelas Maret Surakarta.
8. Semua pihak yang turut membantu dalam penyusunan skripsi ini yang tidak
mungkin disebutkan satu per satu.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan karena
keterbatasan penulis. Meskipun demikian, penulis berharap semoga skripsi ini
bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca umumnya.
Surakarta, 10 Juli 2012
Penulis,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ............................................................................................................ i
PERNYATAAN .............................................................................................. ii
PENGAJUAN ................................................................................................. iii
PERSETUJUAN ............................................................................................. iv
PENGESAHAN .............................................................................................. v
MOTTO ........................................................................................................... vi
PERSEMBAHAN ........................................................................................... vii
ABSTRAK ...................................................................................................... viii
KATA PENGANTAR .................................................................................... ix
DAFTAR ISI ................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ........................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ................................................................... 1
B. Perumusan Masalah ........................................................................ 5
C. Tujuan Penelitian ............................................................................. 6
D. Manfaat Penelitian ........................................................................... 6
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian teori ........................................................................................ . 7
B. Hasil Penelitian yang Relevan ......................................................... 41
C. Kerangka Berpikir ............................................................................. 43
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian .......................................................... 45
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
B. Pendekatan dan Jenis Penelitian ....................................................... 45
C. Data dan Sumber Data ..................................................................... 46
D. Teknik Pengambilan Sampel ............................................................ 46
E. Pengumpulan Data ........................................................................... 46
F. Uji Validitas Data .............................................................................. 47
G. Analisis Data ..................................................................................... 47
H. Prosedur Penelitian............................................................................ 49
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Struktur Novel Hafalan Shalat Delisa ............................................... 50
B. Konflik Batin yang Dialami Tokoh …………….. ........................... 84
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
A. Simpulan ........................................................................................... 103
B. Implikasi ……………… ................................................................... 104
C. Saran ………………… ..................................................................... 106
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………… 107
LAMPIRAN ………………………………………………………………... 110
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1 Rincian Waktu dan Jenis Kegiatan ………………………….………… 45
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1 Situasi Konflik yang Ditimbulkan Manusia dalam Sastra…………….. 40
2 Alur Kerangka Berpikir ……………………………………………….. 44
3 Model Analisis Jalinan atau Mengalir ……………………………….... 48
4 Skema Prosedur Penelitian …………………………………………….. 49
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1 Cover Novel Hafalan Shalat Delisa Karya Tere Liye ........................... 110
2 Sinopsis Novel Hafalan Shalat Delisa Karya Tere Liye ........................ 111
3 Profil Pengarang …………………………………………………... .... 113
4 Surat Izin Penyusunan Skripsi ……………………………………… 115
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Karya sastra tercipta karena adanya pengalaman batin pengarang berupa
peristiwa atau realitas sosial yang menarik. Pengalaman tersebut melahirkan
gagasan imajinasi yang dituangkan dalam bentuk tulisan. Hal ini berarti sesuatu
yang sifatnya imajinatif boleh jadi terjadi dalam kehidupan nyata. Orang lain
mungkin mengalami peristiwa yang sama, seperti tertuang dalam karya sastra
tersebut. Hal ini sejalan dengan pemikiran Pradopo (1997) yang mengemukakan
bahwa “karya sastra yang kian banyak memancarkan tingkatan pengalaman jiwa
dan merupakan keutuhan akan tinggi nilainya, ditambah lagi bila pengalaman itu
makin lengkap, karya sastra jadi semakin hidup, besar dan agung, jadi kian tinggi
mutunya” (hlm. 59).
Karya sastra selalu menampilkan gambaran kehidupan yang merupakan
kenyataan sosial. Dalam hal ini, kehidupan tersebut mencakup hubungan antara
masyarakat dengan seseorang, antarmanusia, manusia dengan Tuhannya, dan
antarperistiwa yang terjadi dalam batin seseorang. Karya sastra adalah pantulan
hubungan seseorang dengan orang lain atau dengan masyarakat. Sastra
menghadirkan gambaran kehidupan manusia. Dalam pengertian ini, kehidupan
mencakup hubungan antarmasyarakat dan individu, antarmanusia, dan
antarperistiwa yang terjadi dalam batin seseorang. Dengan demikian dapat
dinyatakan bahwa sastra menghadirkan kompleksitas kehidupan manusia.
Keberadaan sastra yang demikian itu, membuka peluang kepada ilmu lain, seperti
sosiologi, antropologi, dan psikologi untuk ambil bagian dalam mengkajinya
sesuai dengan sudut pandang disiplin ilmu tersebut.
Hakikat dalam sebuah pembelajaran sastra adalah apresiasi sastra karena
dalam apresiasi sastra siswa dapat bertemu secara langsung dengan karya sastra.
Siswa melaksanakan aktivitas membaca, menikmati, menghayati, memahami,
serta merespon karya sastra di hadapan khalayak. Di sana diciptakan iklim
kondusif agar siswa lebih terobsesi terhadap karya sastra serta dinamika yang ada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
di dalamnya sehingga siswa menjadi tertarik mengikuti pembelajaran ini. Melalui
apresiasi sastra diharapkan siswa mampu mengapresiasi dan memberikan
penghargaan yang tulus terhadap karya sastra yang ada. Semua ini dapat dicapai
melalui pergulatan intens siswa dengan karya sastra yang didasari rasa suka serta
obsesi mendalam terhadapnya sehingga pada akhirnya siswa dapat merasakan
kenikmatan estetika dan keharuan akan maknanya. Hal inilah yang menjadi tujuan
akhir dalam pembelajaran bahasa, khususnya sastra di sekolah, yaitu menjadikan
siswa paham dan mengerti apa itu sastra serta dapat mengaplikasikannya dalam
kehidupan bermasyarakat.
Pembelajaran sastra dalam prosesnya membutuhkan sebuah karya sastra
yang bermutu dan berkualitas. Suatu karangan dikatakan berkualitas manakala
karangan itu mengedepankan nilai-nilai kehidupan yang bermakna, memikat,
menggugah, mewujudkan sebagai karya kreatif, mewujudkan diri sebagai
karangan bersifat imajinatif yang dituang dalam wacana naratif, puitik atau
dramatik. Karangan itu disampaikan dengan cara yang apik, indah, dan enak
dibaca.
Salah satu jenis karya sastra adalah novel. Novel sebagai sebuah karya
fiksi menawarkan sebuah dunia imajinatif yang tidak jauh berbeda dengan
kehidupan manusia sebenarnya. Dalam novel biasanya dimungkinkan adanya
penyajian secara meluas tentang tempat atau ruang sehingga tidak mengherankan
jika keberadaan manusia dalam masyarakat selalu menjadi topik utama. Novel
sebagai karya yang fiksional menggambarkan realitas kehidupan manusia dari
sudut pandang sastra. Kehidupan fiksional tidak akan lepas dari refleksi fakta-
fakta sosial sehari-hari. Fakta-fakta tersebut bisa jadi merupakan hal yang pernah
dilihat, dirasakan, dialami, dan dicita-citakan pengarang. Oleh karena itu,
idealisme dan cita-cita pengarang biasanya tergambar jelas dalam karyanya. Jadi,
novel merupakan perpaduan antara fakta imajinasi dan idealisme pengarangnya.
Novel memotret kehidupan manusia yang di dalamnya berisi kesedihan,
kebahagiaan, tragedi, dan komedi. Di dalam konteks itulah, novel
menggambarkan banyak aspek kehidupan manusia. Semi (1993) menyatakan
bahwa “novel mengungkapkan suatu konsentrasi kehidupan pada suatu saat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
tegang, dan pemusatan kehidupan yang tegas” (hlm. 32). Novel juga mampu
memengaruhi cara pandang atau persepsi pembaca terhadap kehidupan. Oleh
karena itu, khazanah pengetahuan pembaca akan dipertajam dan diperluas dengan
membaca novel. Pembaca yang mengapresiasi novel akan mendapatkan banyak
pengalaman berharga tentang suatu kehidupan.
Dewasa ini novel bertema remaja, cinta, dan seks banyak bermunculan di
peredaran. Tema yang begitu menjual tapi kurang mendidik bagi pembaca pada
umumnya. Namun dari sekian banyak itu, masih terdapat beberapa novel yang
berusaha untuk tidak tergoda dengan tema itu dan berusaha memberikan tema lain
yang dikemas secara apik sehingga menjadikan sebuah bacaan yang bermutu dan
berkualitas. Salah satu dari beberapa novel tersebut, terdapat sebuah novel yang
menjadikan pendidikan sebagai temanya. Memiliki gaya penceritaan yang apik
dan penggunaan sudut pandang serta setting yang terperinci yang menjadikannya
sebuah novel yang enak dan layak dibaca. Novel ini adalah Hafalan Shalat Delisa
karya Tere Liye.
Pada dasarnya, setiap manusia mempunyai karakter sendiri-sendiri dan
sifat manusia sebagai makhluk sosial, maka terjadilah interaksi antarkarakter-
karakter itu dalam sebuah komunitas tertentu. Interaksi antarkarakter-karakter
tersebut sering menimbulkan persinggungan atau konflik. Konflik adalah suatu
konsekuensi dari komunikasi yang buruk, salah pengertian, salah perhitungan dan
proses-proses lain yang tidak disadari. Dalam karya sastra konflik batin sebagai
ketegangan atau pertentangan terjadi antara dua kekuatan, pertentangan yang
terdapat dalam diri satu tokoh maupun antara dua tokoh, bahkan antarkelompok.
Pergolakan yang diungkapkan pengarang melalui tokoh dalam karya sastra
merupakan salah satu bentuk pengungkapan dari proses kejiwaan manusia yang
termasuk dalam psikologi. Dalam karya sastra tersebut menampilkan aspek-aspek
kejiwaan sebagai daya tariknya. Aspek kejiwaan biasanya ditampilkan melalui
tokoh-tokoh yang terdapat dalam karya sastra tersebut, sehingga untuk
mengetahui atau mempelajari tingkah laku tokoh-tokoh dalam suatu karya sastra
kita perlu memanfaatkan pertolongan pengetahuan psikologi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
Psikologi sastra merupakan cabang ilmu sastra yang mendekati sastra dari
sudut psikologi. Pendekatan psikologi terhadap teks berlangsung secara deskriptif.
Psikologi sastra memandang karya sastra sebagai bentuk aktivitas kejiwaan,
pengarang dalam berkarya akan menggunakan cipta, rasa, dan karsa. Psikologi
sastra memandang karya sastra sebagai bentuk pantulan kejiwaan. Penggunaan
kajian psikologi dalam melihat karya sastra merupakan bentuk pemahaman dan
penafsiran karya sastra dari sisi lain. Konflik-konflik yang dialami tokoh dan
cara-cara penyelesaiannya dapat menjadi petunjuk adanya unsur psikologi dalam
sebuah karya sastra. Konflik-konflik yang dialami tokoh dapat berupa konflik
tokoh dengan dirinya sendiri, lingkungan, maupun antar tokoh. Hardjana (1994)
berpendapat bahwa “orang dapat mengamati tingkah laku tokoh-tokoh dalam
sebuah roman atau drama dengan memanfaatkan pertolongan pengetahuan
psikologi” (hlm: 66).
Tokoh dengan konflik-konflik batin merupakan terjemahan perjalanan
manusia ketika mengalami dan bersentuhan dengan kenyataan, peristiwa-
peristiwa yang dihadapi dengan memasuki ruang dan seluk beluk nilai kehidupan
personal. Citra, cita-cita dan perasaan batin yang diungkapkan pengarang melalui
tokoh-tokohnya dapat mewakili keinginan manusia dan kebenaran, nilai-nilai
keagungan dan kritik terhadap kehidupan. Jadi, antara karya sastra dan psikologi
terdapat hubungan timbal balik, hubungan itu bukanlah hubungan kausal yang
sederhana namun merupakan hubungan yang dapat dipahami. Dari kenyataan di
atas, psikologi sebagai ilmu yang mempelajari tingkah laku dan kehidupan psikis
manusia dapat digunakan sebagai salah satu sarana dalam upaya pemahaman
karya sastra. Penelitian ini akan menganalisis karya sastra dengan pendekatan
psikologi sastra, pendekatan psikologi sastra bertolak dari pandangan bahwa suatu
karya sastra pada umumnya berisi tentang permasalahan yang melingkupi
kehidupan manusia, melalui penokohan yang ditampilkan oleh pengarang.
Pengarang menjadikan karya sastra sebagai objek dalam mengungkapkan
gejolak emosinya, seperti perasaan sedih, senang, kecewa dan sebagainya. Melalui
sebuah karya sastra, pembaca diajak masuk dalam pengalaman batin pengarang.
Seorang pengarang harus dapat melukiskan rupa, watak atau pribadi para tokoh
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
dengan sebaik-baiknya. Kehidupan manusia tidak terlepas dari adanya keadaan
kejiwaan, karena manusia senantiasa berpikir dan memperlihatkan perilaku yang
beragam. Kondisi kejiwaan manusia kadangkala mengalami ketidaksesuaian
dengan situasi dan kondisi dalam kehidupan, karena manusia mempunyai alam
pikiran yang terus berkembang sejalan dengan aktivitas-aktivitas yang dijalani.
Ketidaksesuaian tersebut memicu konflik yang digambarkan melalui sikap,
tingkah laku, dan perbuatan sesuai dengan permasalahan. Konflik manusia terdiri
dari konflik internal dan eksternal, sehingga konflik dalam kehidupan manusia
dapat disebabkan karena manusia itu sendiri, orang lain, dan masyarakat.
Dipilihnya novel Hafalan Shalat Delisa sebagai objek dalam penelitian
ini, karena ditemukannya beberapa permasalahan yang dialami oleh tokoh yang
menimbulkan konflik batin. Emosi dibangun secara detail dan manusiawi di
dalam novel ini. Dalam sastra diartikan bahwa konflik merupakan ketegangan
atau pertentangan di dalam cerita rekaan atau drama, yakni pertentangan antara
dua kekuatan, pertentangan dalam diri satu tokoh, pertentangan antara dua tokoh,
dan sebagainya. Novel Hafalan Shalat Delisa karya Tere Liye merupakan sebuah
karya sastra yang tidak cukup dinikmati saja, melainkan perlu mendapatkan
tanggapan ilmiah.
Berdasarkan penjelasan di atas, akan diteliti lebih lanjut tentang struktur
dan konflik batin para tokoh yang terdapat dalam novel Hafalan Shalat
Delisa karya Tere Liye. Oleh karena itu, penelitian ini berjudul “Novel Hafalan
Shalat Delisa karya Tere Liye (Tinjauan Psikologi Sastra).”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan sebelumnya, maka
dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah struktur novel Hafalan Shalat Delisa karya Tere Liye?
2. Konflik batin apa sajakah yang dialami para tokoh dalam novel Hafalan
Shalat Delisa karya Tere Liye?
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan sebelumnya,
penelitian ini memiliki tujuan untuk mendeskripsikan:
1. Struktur novel Hafalan Shalat Delisa karya Tere Liye.
2. Konflik batin para tokoh dalam novel Hafalan Shalat
Delisa karya Tere Liye.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Manfaat Teoretis
a. Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan mengenai studi
analisis terhadap sastra di Indonesia, terutama dalam bidang penelitian
novel Indonesia yang memanfatkan pendekatan Psikologi Sastra.
b.Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai masukan atau
referensi dalam penelitian yang sejenis.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Guru Bahasa Indonesia
Hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran bagi Guru Bahasa dan
Sastra Indonesia bahwa novel Hafalan Shalat Delisa karya Tere Liye
baik digunakan sebagai bahan atau materi pembelajaran sesuai dengan
kurikulum yang berlaku.
b. Bagi Siswa
Siswa diharapkan dapat memahami dan menganalisis novel dalam
usaha meningkatkan daya apresiasi siswa terhadap sebuah novel,
terutama apresiasi mengenai novel dengan menggunakan pendekatan
psikologi sastra.
c. Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan perbandingan bagi
peneliti lain yang akan melakukan penelitian sastra dengan
permasalahan yang sejenis.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Hakikat Novel
a. Pengertian Novel
Novel merupakan salah satu bentuk karya sastra yang sekaligus disebut
sebagai fiksi. Brooks (1952) mendefinisikan fiksi adalah suatu istilah yang
dipergunakan untuk membedakan uraian yang tidak bersifat historis dari uraian
yang bersifat historis; dengan penunjukan khusus pada sastra (Tarigan, 1993:
120). Jadi karya fiksi memang bukan nyata, tetapi karya sastra juga bukan
kebohongan karena fiksi adalah suatu jenis karya sastra yang menekankan
kekuatan kesastraannya pada daya penceritaannya. Karya sastra bukan hanya
sebuah khayalan semata, tetapi juga merupakan sebuah refleksi dari suatu hal
yang dirasakan, dilihat, bahkan mungkin juga dialami oleh penulis.
Istilah novel berasal dari kata novella yang berasal dari bahasa Italia.
Menurut Abrams (1981: 119), secara harfiah novella berarti sebagai sebuah
barang baru yang kecil yang kemudian diartikan sebagai cerita pendek dalam
bentuk prosa (Nurgiyantoro, 2005: 9). Nurgiyantoro memaparkan bahwa “dewasa
ini istilah novella atau novelle mengandung pengertian yang sama dengan istilah
Indonesia, novellet yang berarti sebuah karya prosa fiksi yang panjangnya
cukupan, tidak terlalu panjang namun juga tidak terlalu pendek” (2005:10) .
Senada dengan Nurgiyantoro, Tarigan mengatakan novel dikatakan baru karena
novel baru muncul kemudian dibandingkan dengan jenis-jenis lain seperti roman
atau puisi (1984).
Menurut Waluyo & Wardani “secara etimologis, kata “novel” berasal dari
“novellus” yang berarti baru. Jadi, sebenarnya memang novel adalah bentuk karya
sastra cerita fiksi yang paling baru” (2009: 8). Sedangkan menurut Robert Lindell
(1984) karya sastra yang berupa novel, pertama kali lahir di Inggris dengan judul
Pamella yang terbit pada tahun 1740 (Waluyo & Wardani, 2009: 8).
7
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
Semi memaparkan bahwa “novel mengungkapkan suatu konsentrasi
kehidupan pada suatu saat yang tegang, dan pemusatan kehidupan yang tegas”
(1993: 32). Sedangkan Goldmann (1977) mengatakan bahwa bentuk novel
tampaknya merupakan transposisi ke dataran sastra kehidupan sehari-hari dalam
masyarakat individualistik yang diciptakan oleh produksi pasar (Faruk, 1999: 31).
Dalam hal ini novel lebih mengungkapkan aspek-aspek kemanusiaan yang lebih
mendalam dan disajikan dengan lebih halus. Pendapat tersebut dapat diartikan
bahwa sebuah novel merupakan suatu hasil imajinasi penulis yang
menggambarkan refleksi kehidupan tokoh dan segala masalah yang menyertainya
secara utuh dengan berbagai nilai yang turut membangun kelengkapan sebuah
cerita. Nilai-nilai yang terkandung di dalam novel tersebut tidak dituangkan secara
eksplisit oleh penulisnya dan nilai tersebut pada akhirnya dapat diambil oleh
pembaca sebagai sebuah pelajaran yang mungkin bermanfaat untuk
kehidupannya.
Novel mengandung kata-kata yang jumlahnya berkisar antara 35.000 buah
sampai tak terbatas atau dengan kata lain jumlah minimum kata-katanya adalah
35.000 buah. Kalau kita asumsikan sehalaman kertas kuarto barisnya ke bawah
sejumlah 35 buah dan jumlah kata dalam satu baris itu terdiri dari 10 buah, maka
jumlah kata dalam satu halaman adalah 35 x 10 = 350 buah (Tarigan, 1993).
Selanjutnya dapat kita maklumi bahwa novel yang paling pendek itu harus terdiri
minimal lebih dari 100 halaman. Dengan kata lain, novel merupakan salah satu
bentuk fiksi dalam bentuk prosa yang memiliki panjang cukupan dalam arti tidak
terlalu panjang dan juga tidak terlalu pendek serta di dalamnya terkandung 3 hal
yang berkaitan dengan isi cerita novel, antara lain: (1) perubahan nasib tokoh
cerita; (2) ada beberapa episode dalam kehidupan tokoh utamanya; dan (3)
biasanya tokoh utama yang diceritakan tidak sampai mati.
Novel merupakan bentuk karya sastra yang paling populer di dunia.
Bentuk sastra ini paling banyak dicetak dan paling banyak beredar lantaran daya
komunitasnya yang luas pada masyarakat. Syarat utama novel harus menarik,
menghibur dan mendatangkan rasa puas setelah orang selesai membacanya. Novel
yang baik dibaca untuk penyempurnaan diri. Novel yang baik adalah novel yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
isinya dapat memanusiakan para pembacanya. Novel bagi novelis bukan hanya
sebagai alat hiburan semata, tetapi juga sebagai bentuk seni yang mempelajari dan
meneliti segi-segi kehidupan dan nilai-nilai baik, buruk (moral) dalam kehidupan
ini, dan mengarahkan kepada pembaca tentang budi pekerti yang baik dan luhur.
Secara garis besar, novel merupakan sebuah karangan yang memaparkan
ide, gagasan atau khayalan dari penulisnya. Hal tersebut sejalan dengan definisi
novel yang terdapat di dalam The American College Dictionary (1960) novel
adalah (1) cabang dari sastra yang menyusun karya-karya narasi imajinatif,
terutama dalam bentuk prosa; (2) karya-karya dari jenis ini, seperti novel/
dongeng-dongeng; dan (3) sesuatu yang diadakan, dibuat-buat atau
diimajinasikan, suatu cerita yang disusun (Tarigan, 1993: 120).
Novel disajikan di tengah-tengah masyarakat, mempunyai fungsi dan
peran serta dengan memberikan kepuasan batin bagi pembacanya lewat nilai
pendidikan yang terdapat dalam isi cerita. Novel pada dasarnya adalah sebuah
cerita yang di dalamnya terkandung tujuan untuk memberikan hiburan kepada
pembaca. Sebagaimana yang dikatakan Nurgiyantoro (2005) “membaca sebuah
karya fiksi adalah menikmati cerita, menghibur diri untuk memperoleh kepuasan
batin” (hlm. 3). Novel merupakan ungkapan serta gambaran kehidupan manusia
pada suatu zaman yang dihadapkan pada berbagai permasalahan hidup yang
kompleks yang dapat melahirkan suatu konflik dan pertikaian. Melalui novel
pengarang dapat menceritakan semua aspek kehidupan manusia secara mendalam
termasuk tentang berbagai perilaku manusia di dalamnya.
Novel memuat tentang kehidupan manusia dalam menghadapi
permasalahan hidup, novel juga dapat berfungsi untuk mempelajari kehidupan
manusia pada zaman tertentu. Senada dengan pendapat Wellek dan Warren
(1956: 212) yang mengatakan bahwa betapapun saratnya pengalaman dan
permasalahan kehidupan yang ditawarkan, sebuah karya fiksi haruslah tetap
merupakan cerita yang menarik, tetap merupakan bangunan struktur yang
koheren, dan tetap mempunyai tujuan estetik (Nurgiyantoro, 2005: 3). Masih
menurut Nurgiyantoro (2005) yang menyatakan bahwa “novel dapat
mengemukakan sesuatu secara bebas, menyajikan sesuatu secara lebih banyak,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
lebih rinci, lebih detail, dan lebih banyak melibatkan berbagai permasalahan yang
lebih kompleks” (hlm. 11). Hal itu mencakup berbagai unsur cerita yang
membangun novel itu.
Sedikit berbeda dengan beberapa pendapat di atas, Goldman (1977)
mendefinisikan novel sebagai cerita tentang suatu pencarian yang terdegradasi
akan nilai-nilai yang otentik yang dilakukan oleh seorang hero yang problematik
dalam sebuah dunia yang juga tergradasi (Faruk, 1999: 29). Nilai-nilai otentik
yang dimaksud tersebut adalah nilai-nilai yang terkandung di dalam sebuah novel
yang dapat mengorganisasikan sebuah novel secara keseluruhan meskipun tidak
tertuang secara eksplisit. Goldmann (1977) membedakan novel menjadi tiga jenis,
yaitu novel idealisme abstrak, novel psikologis, dan novel pendidikan ( Faruk,
1999: 31).
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, penulis dapat menyimpulkan
bahwa novel merupakan jenis cerita fiksi yang dibangun atas unsur-unsur
intrinsiknya yang mengungkapkan konflik kehidupan para tokohnya secara lebih
mendalam dan halus yang berbentuk lebih panjang dan muncul paling akhir jika
dibandingkan dengan cerita fiksi yang lain, misalnya, roman dan cerpen.
b. Unsur Pembangun Novel
Sebuah novel dibangun atas kerangka-kerangka yang saling terpadu.
Unsur- unsur yang terbangun dalam novel banyak sekali dirumuskan oleh para
ahli, namun pada intinya ada dua unsur pembangun novel yakni unsur intrinsik
dan unsur ekstrinsik. Unsur intrinsik menurut Nurgiyantoro (2005) adalah “unsur
yang membangun karya sastra itu sendiri, sedangkan unsur ekstrinsik adalah
unsur- unsur yang berada di luar karya sastra itu, tetapi secara tidak langsung
mempengaruhi bangunan atau sistem organisme karya sastra” (hlm: 23).
Unsur dalam sebuah karya sastra baik itu intrinsik maupun ekstrinsik
dalam novel, cerpen, puisi, dan drama adalah suatu keharusan untuk dimasukan
dalam karya-karya tersebut. Novel sebagai karya fiksi dibangun melalui beberapa
unsur intrinsiknya, antara lain tema, penokohan, latar/setting, alur/plot, amanat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
Unsur-unsur intrinsik tersebut adalah:
1). Tema
Definisi tema menurut Stanton dan Kenney (1966) adalah makna yang
dikandung oleh sebuah cerita (Nurgiyantoro, 2005: 67). Makna yang dimaksud
dapat berupa makna pokok (tema pokok) novel dan makna khusus (sub-sub tema
atau tema-tema tambahan). Tema merupakan ide yang mendasari sebuah cerita
sehingga berperan juga sebagai pangkal tokoh pengarang dalam memaparkan fiksi
yang diciptakannya. Tema sebagai makna pokok sebuah karya fiksi sengaja tidak
disembunyikan karena hal inilah yang justru ditawarkan kepada pembaca. Namun
demikian tema adalah makna keseluruhan yang mendukung sebuah cerita dan
secara otomatis ia akan tersembunyi di balik cerita yang mendukungnya.
Senada dengan pendapat di atas, Nurgiyantoro mengatakan bahwa tema
adalah inti dari cerita sehingga peristiwa-peristiwa yang ada dalam cerita semua
berpusat pada tema (2005). Selain itu tema juga disebut ide, gagasan, pandangan
hidup pengarang yang melatar belakangi penciptaan karya sastra. Tema sebagai
makna yang dikandung oleh cerita. Tema merupakan gagasan dasar umum yang
menunjang sebuah karya sastra dan yang terkandung di dalam teks sebagai
struktur semampis dan yang menyangkut persamaan-persamaan atau perbedaan.
Hartoko dan Rahmanto (1986) mengatakan tema merupakan gagasan dasar
umum yang menopang sebuah karya sastra dan yang terkandung di dalam teks
sebagai struktur semantis dan yang menyangkut persamaan-persamaan atau
perbedaan-perbedaan (Nurgiyantoro, 2005: 68).
Waluyo dan Wardani (2009) mengatakan “untuk membedakan tema
dengan amanat cerita adalah bahwa tema bersifat obyektif, lugas dan khusus
sedangkan amanat cerita bersifat subyektif, kias dan umum” (hlm. 11). Obyektif
artinya semua pembaca diharapkan menafsirkan tema suatu cerita dengan tafsiran
yang sama. Amanat dapat ditafsirkan secara berbeda-beda oleh pembaca. Masih
menurut Waluyo dan Wardani (2009) tema cerita dapat diklasifikasikan menjadi
lima jenis, yaitu: (1) tema yang bersifat fisik; (2) tema organik; (3) tema sosial;
(4) tema egoik (reaksi pribadi); dan (5) tema divine (Ketuhanan).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
Tema-tema tersebut disaring dari beberapa motif yang menentukan
hadirnya beragam peristiwa, konflik, dan situasi tertentu.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa tema
adalah ide atau gagasan yang terkandung dalam sebuah karya sastra yang diambil
dari khasanah kehidupan yang ada.
2). Penokohan/perwatakan
Kehadiran tokoh-tokoh di dalam sebuah karya sastra sangat penting
terutama untuk menghidupkan cerita yang ada di dalamnya. Tokoh-tokoh dalam
karya sastra memiliki karakter yang berbeda-beda sehingga membentuk sebuah
jalinan cerita dan konflik yang padu.
Tokoh ialah pelaku dalam karya sastra. Tokoh dalam suatu cerita rekaan
merupakan unsur penting yang menghidupkan cerita. Di dalam sebuah karya
sastra biasanya terdapat beberapa tokoh. Namun, di antara beberapa tokoh
tersebut, salah satu tokoh akan berperan menjadi tokoh utama. Tokoh utama ialah
tokoh yang sangat penting dalam mengambil peranan dalam karya sastra.
Kehadiran tokoh dalam cerita berkaitan dengan terciptanya konflik, dalam hal ini
tokoh berperan membuat konflik dalam sebuah cerita rekaan.
Penokohan merupakan hal yang penting dalam sebuah cerita karena tanpa
tokoh yang diceritakan sebuah cerita tidak akan berjalan. Ia tidak akan menjadi
cerita melainkan hanya deskripsi atau narasi. Menurut Suharianto (1982:31)
mendefinisikan penokohan adalah penggambaran para tokoh cerita, baik keadaan
lahir maupun batinnya yang meliputi sifat, sikap, tingkah laku, pandangan hidup,
keyakinan, adat istiadat, dan lain sebagainya (Sangidu, 2004: 132). Lalu menurut
Esten (1986) “masalah penokohan adalah masalah bagaimana cara pengarang
menampilkan tokoh-tokoh: bagaimana membangun dan mengembangkan watak
tokoh-tokoh tersebut di dalam sebuah karya sastra” (hlm: 40). Nurgiyantoro
(2005) “penokohan dan karakterisasi - sering juga disamakan artinya dengan
karakter dan perwatakan - menunjuk pada penempatan tokoh-tokoh tertentu
dengan watak-watak tertentu dalam sebuah cerita” (hlm: 165). Definisi penokohan
menurut Jones (1968) mengatakan bahwa penokohan adalah pelukisan gambaran
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita (Nurgiyantoro,
2005: 165). Pendapat senada, Waluyo dan Wardani (2009) menyatakan bahwa
“bagian cerita cerita fiksi ini membicarakan tokoh-tokoh cerita (penokohan) dan
watak tokoh-tokoh itu (perwatakan). Keduanya memilki hubungan yang sangat
erat. Tokoh-tokoh itu memiliki watak yang menyebabkan terjadi konflik dan
konflik itulah yang kemudian menghasilkan cerita” (hlm: 27).
Kehadiran tokoh-tokoh di dalam sebuah karya sastra sangat penting
terutama untuk menghidupkan cerita yang ada di dalamnya. Tokoh-tokoh dalam
karya sastra memiliki karakter yang berbeda-beda sehingga membentuk sebuah
jalinan cerita dan konflik yang padu. Tokoh ialah pelaku dalam karya sastra.
Tokoh dalam suatu cerita rekaan merupakan unsur penting yang menghidupkan
cerita. Di dalam sebuah karya sastra biasanya terdapat beberapa tokoh. Namun, di
antara beberapa tokoh tersebut, salah satu tokoh akan berperan menjadi tokoh
utama. Tokoh utama ialah tokoh yang sangat penting dalam mengambil peranan
dalam karya sastra.
Sedangkan menurut Abrams (1981: 20) pengertian tokoh cerita adalah
orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif atau drama, yang oleh
pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti
yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan
(Nurgiyantoro, 2005: 165).
Pembedaan tokoh menurut Nurgiyantoro tokoh dibedakan menjadi dua
jenis yaitu dalam sebuah cerita, masing-masing tokoh memiliki peranan yang
berbeda. Dilihat dari tingkat peranan atau kepentingan tokoh dibedakan menjadi
dua, yaitu 1) tokoh utama, yaitu tokoh yang ditampilkan terus menerus atau paling
sering diceritakan, dan 2) tokoh tambahan, yaitu tokoh yang dimunculkan sekali
atau beberapa kali saja dalam sebuah cerita (2005).
Masih menurut Nurgiyantoro bahwa tokoh cerita dapat dibedakan antara
tokoh sederhana dan tokoh kompleks (2005). Tokoh sederhana adalah tokoh yang
dalam penampilannya hanya menampilkan sifat atau watak tertentu saja
sedangkan tokoh komplek atau bulat adalah tokoh yang memiliki berbagai sifat
dan watak yang diceritakan secara detail.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa
penokohan adalah cara pandang pengarang untuk menggambarkan karakter tokoh
dalam sebuah cerita yang dapat berfungsi untuk menyampaikan amanat, plot, serta
tema yang ada dalam cerita tersebut.
3). Latar/setting
Semi berpendapat bahwa latar/setting merupakan “lingkungan terjadinya
peristiwa, termasuk di dalamnya tempat dan waktu dalam cerita” (1993: 46).
Artinya bahwa latar itu meliputi tempat maupun waktu terjadinya peristiwa.
Menurut Abrams (1981) latar/setting disebut juga sebagai landas tumpu,
mengarah pada pengertian tempat, hubungan waktu dan lingkungan sosial tempat
terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan (Nurgiyantoro, 2005: 216). Senada
dengan Abrams, Stanton (1965) menyatakan bahwa latar adalah lingkungan
kejadian atau dunia dekat tempat kejadian itu berlangsung (Waluyo, 2002: 198).
Pendapat lain, Hudson (1965: 18) menambahkan bahwa latar atau setting
adalah keseluruhan lingkungan cerita yang meliputi adat istiadat, kebiasaan dan
pandangan hidup tokoh (Waluyo & Wardani 2009: 34). Latar tidak hanya
menunjukkan tempat dalam waktu tertentu tetapi juga ada beberapa hal lainnya.
Latar meliputi penggambaran lokasi geografis termasuk topografi pemandangan,
sampai pada rincian perlengkapan sebuah ruangan, pekerjaan, atau kesibukan
sehari-hari tokoh-tokoh, waktu terjadinya peristiwa, lingkungan agama, moral,
emosional para tokoh dan sejarah tentang peristiwa dalam sebuah cerita.
Masih menurut Waluyo dan Wardani (2009) “setting adalah tempat
kejadian cerita. Tempat kejadian cerita dapat berkaitan dengan aspek fisik, aspek
sosiologis, dan aspek psikis” (hlm:34). Pendapat Waluyo dan Wardani didukung
dengan pendapat Nurgiyantoro yang membedakan unsur latar ke dalam tiga unsur
pokok . Adapun penjelasan mengenai tiga unsur pokok tersebut sebagai berikut :
a) Latar tempat
Latar adalah tempat menunjuk pada lokasi peristiwa. Nama tempat yang
digunakan yaitu nama tempat yang nyata,misalnya, nama kota, instansi atau
tempat-tempat tertentu. Penggunaan nama tempat haruslah tidak bertentangan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
dengan sifat atau geografis tempat yang bersangkutan, karena setiap latar
tempat memiliki karakteristik dan ciri khas sendiri.
b) Latar waktu
Latar waktu berhubungan dengan kapan peristiwa tersebut terjadi. Latar yang
diceritakan harus sesuai dengan perkembangan yang terjadi. Penekanan waktu
lebih pada keadaan hari, misalnya, pada pagi, siang, atau malam. Penekanan ini
dapat juga berupa penunjukan waktu yang telah umum, misalnya, maghrib,
subuh, ataupun dengan cara penunjukan waktu pukul jam tertentu.
c) Latar sosial
Latar sosial merujuk pada berbagai hal yang berkaitan dengan perilaku
kehidupan sosial masyarakat pada tempat tertentu. Hal tersebut meliputi
masalah kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup,
cara berpikir, serta hal-hal yang termasuk latar spiritual (2005: 227).
Fungsi latar menurut Waluyo dan Wardani (2009) “berkaitan erat dengan
unsur-unsur fiksi yang lain, terutama penokohan dan perwatakan” (hlm. 28).
Fungsi latar adalah untuk: (1) mempertegas watak pelaku, (2) memberikan
tekanan pada tema cerita, (3) memperjelas tema yang disampalkan, (4) metafora
bagi situasi psikis pelaku, (5) sebagai pemberi atmosfir (kesan), dan (6)
memperkuat posisi plot (hlm: 35).
Menurut Nurgiyantoro “latar sebagai salah satu unsur cerita fiksi yang
harus mampu memberikan pijakan cerita secara konkret dan jelas” (2005: 216).
Hal ini penting untuk memberikan kesan realistis kepada pembaca sehingga
menciptakan suasana tertentu yang seolah-olah sungguh ada dan terjadi. Pembaca
menilai kebenaran, ketepatan dan aktualisasi latar yang diceritakan sehingga
pembaca merasa lebih akrab dengan cerita yang ada.
Dari beberapa pendapat di atas, dapat peneliti simpulkan bahwa latar atau
setting adalah lingkungan atau tempat terjadinya suatu peristiwa dalam cerita yang
meliputi tempat, waktu, maupun sosial yang menentukan watak atau karakter dari
tokoh-tokoh yang ada di dalamnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
4). Alur atau plot
Menurut Lukman Ali (1968: 120) menyatakan bahwa plot merupakan
sambung-sinambungnya cerita berdasarkan hubungan sebab-akibat dan
menjelaskan mengapa sesuatu terjadi (Waluyo dan Wardani, 2009: 14). Plot tidak
hanya sekedar menyangkut peristiwa, namun juga cara pengarang dalam
mengurutkan peristiwa-peristiwa, motif dan konsekuensi serta hubungan antara
peristiwa yang satu dengan yang lainnya.
Menurut Waluyo dan Wardani (2009) “rangkaian kejadian yang menjalin
plot meliputi: (1) eksposisi; (2) inciting moment; (3) ricing action; (4)
complication; (5) climax; (6) falling action; dan (7) denouement (penyelesaian)”
(hlm: 15). Eksposisi berarti pemaparan awal dalam cerita. Inciting moment berarti
peristiwa mulai terjadi problem-problem yang ditampilkan oleh pengarang untuk
kemudian dikembangkan atau ditingkatkan. Ricing action berarti penanjakan
konflik dan selanjutnya terus terjadi peningkatan konflik. Complication artinya
konflik yang semakin ruwet. Climax berarti cerita mencapai puncak dari
keseluruhan cerita itu dan semua kisah atau peristiwa sebelumnya ditahan untuk
menonjolkan saat klimaks tersebut. Falling action berarti konflik yang dibangun
cerita itu menurun karena telah mencapai klimaksnya. Denouement berarti
penyelesaian dari semua problem yang ada.
Pendapat lain, alur dikatakan oleh Nurgiyantoro terbagi ke dalam beberapa
jenis perbedaan yang berdasarkan pada kriteria urutan waktu, kriteria jumlah,
kriteria kepadatan (2005: 153).
a) Berdasarkan Kriteria Urutan Waktu.
Urutan waktu di sini adalah waktu terjadinya peristiwa-peristiwa yang
diceritakan dalam fiksi tersebut secara teoritis. Urutan waktu dibagi menjadi dua
golongan.
(1) Kronologis, jalan cerita yang dibuat adalah dengan jalur yang lurus maju atau
lebih dikenal dengan alur progresif.
(2) Tidak Kronologis, jalan cerita yang dibuat adalah menggunakan alur mundur,
sorot balik, flash back atau lebih dikenal dengan alur regresif.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
b) Berdasarkan Kriteria Jumlah
Berdasarkan jumlah adalah banyaknya jalur alur dalam karya fiksi. Ada
kemungkinan karya fiksi hanya terdiri atas:
(1) Satu jalur saja (alur tunggal)
Hanya menampilkan kisah tentang seorang tokoh saja, yang dikembangkan
hanya hal-hal yang berkaitan dengan sang tokoh.
(2) Lebih dari satu alur (sub-sub alur)
Pada kriteria ini sub-sub plot memiliki alur cerita lebih dari satu. Terdiri dari
alur utama dan alur pendukung (sub-sub alur).
c) Berdasarkan Kriteria Kepadatan
Kriteria kepadatan yang dimaksud adalah:
(1) Alur padat, yaitu alur yang dipaparkan secara tepat, peristiwa fungsional itu
terjadi susul-menyusul dengan rapat sehingga pembaca seolah-olah diharuskan
untuk terus-menerus mengikuti jalan cerita dan ketika salah satu bagian cerita
tersebut dihilangkan maka cerita tersebut tidak akan menjadi utuh.
(2) Alur longgar, yaitu cerita fiksi yang memiliki alur longgar. Pergeseran antara
cerita yang satu dengan cerita selanjutnya berlangsung lambat. Sekalipun alur
terbagi menjadi beberapa bagian, tidak tertutup kemungkinan jika dalam satu
karya terdapat berbagai kategori alur senyampang alur tersebut masih bersifat
padu, dan utuh sehingga cerita yang ditampilkan dapat dipahami secara
menyeluruh .
Berhubung adanya ketidakterikatan pada panjang cerita yang memberi
kebebasan kepada pengarang, novel umumnya memiliki lebih dari satu plot.
Terdiri dari satu plot utama dan sub-sub plot. Plot utama berisi konflik yang
menjadi inti persoalan, sedangkan sub-sub plot adalah berupa munculnya konflik-
konflik tambahan yang bersifat menopang, mempertegas, dan mengintensifkan
konflik utama untuk sampai ke klimaks. Dari beberapa pendapat di atas, dapat
disimpulkan bahwa alur adalah deretan atau urutan peristiwa yang diceritakan
dalam sebuah karya fiksi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
5). Amanat
Amanat adalah pesan moral yang ingin pengarang sampaikan kepada
pembacanya. Amanat ini bisa berupa pesan moral, ajakan (persuasi), provokasi,
atau lainnya. Tema dan pesan cerita adalah makna terdalam dari cerita itu sendiri.
Wujud amanat dapat berupa kata-kata mutiara, nasehat, firman Tuhan sebagai
petunjuk untuk memberikan nasihat dari tindakan tokoh cerita.
Amanat secara umum dapat dikatakan bentuk penyampaian nilai dalam
fiksi yang mungkin bersifat langsung atau tidak langsung (Nurgiyantoro, 2005).
Pengarang dalam menyampaikannya tidak melakukannya secara serta merta,
tersirat dan terserah pembaca dalam menafsirkan amanat yang terkandung dalam
karya tersebut. Pembaca dapat merenungkannya dan menghayatinya secara
intensif. Amanat dalam sebuah karya sastra adalah bagian dari dialog dan
tindakan tokoh dalam menghadapi suatu masalah yang mungkin berbeda
antarmasing-masing tokoh. Di sinilah amanat tersebut mulai terlihat, bagaimana
amanat tersebut sampai di hati pembaca melalui kepandaian khusus pengarang
dalam menceritakannya. Pembaca dapat saja menyadari atau menolak tindakan-
tindakan tokoh dalam cerita tersebut demi terwujudnya amanat.
Dapat disimpulkan bahwa amanat adalah pesan atau nilai yang ingin
disampaikan pengarang kepada pembaca melalui karya sastra yang disampaikan
secara tersirat dan penafsirannya bersifat subyektif.
Selain unsur intrinsik, unsur pembangun dalam novel adalah unsur
ekstrinsik. Unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang berada di luar karya sastra
itu tetapi secara tidak langsung mempengaruhi bangunan atau sistem organisme
karya sastra, atau secara lebih khusus ia dapat dikatakan sebagai unsur-unsur yang
mempengaruhi bangun cerita sebuah karya sastra namun tidak ikut menjadi
bagian di dalamnya. Walau demikian, unsur ekstrinsik cukup berpengaruh
terhadap totalitas bangun cerita yang dihasilkan. Oleh karena itu, unsur ekstrinsik
sebuah novel haruslah tetap dipandang sebagai sesuatu yang penting.
Namun menurut Wellek dan Warren (1956), walau membicarakan unsur
ekstrinsik tersebut cukup panjang, tampaknya memandang unsur itu sebagai
sesuatu yang agak negatif dan kurang penting (Nurgiyantoro 2005: 24).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
Pemahaman unsur ekstrinsik terhadap suatu karya sastra, bagaimanapun akan
membantu dalam hal pemahaman makna karya itu, mengingat bahwa karya sastra
tak muncul dari situasi kekosongan budaya. Sebagaimana halnya unsur intrinsik,
unsur ekstrinsik juga terdiri dari sejumlah unsur. Seperti yang dikatakan oleh
Wellek dan Warren (1956: 75-135) unsur ekstrinsik terdiri dari keadaan
subjektivitas individu pengarang yang memiliki sikap, keyakinan serta pandangan
hidup yang kesemuanya itu akan mempengaruhi karya yang ditulisnya
(Nurgiyantoro 2005: 24). Unsur ekstrinsik selanjutnya adalah psikologi, baik
berupa kreativitasnya pengarang, psikologi pembaca, maupun penerapan prinsip
psikologi dalam karya. Keadaan lingkungan pengarang seperti ekonomi, politik,
dan sosial juga akan berpengaruh terhadap karya sastra serta pandangan hidup
suatu bangsa dan berbagai karya seni yang lain dan sebagainya.
2. Hakikat Psikologi Sastra
a. Pengertian Psikologi Sastra
Secara etimologis kata psikologi berasal dari kata psyche yang berarti jiwa
dan logos berarti ilmu. Jadi psikologi diartikan sebagai ilmu jiwa atau ilmu
pengetahuan tentang gejala dan kegiatan-kegiatan jiwa. Kartono (1996)
mengutarakan bahwa “psikologi adalah ilmu pengetahuan tentang tingkah laku
dan kehidupan psikis (jiwani) manusia” (hlm: 1). Pada dasarnya psikologi adalah
ilmu pengetahuan tentang tingkah laku dan kehidupan psikis (jiwani) manusia.
Melalui tingkah laku dapat diketahui arti sebenarnya dari wujud kehidupan
manusia dalam konteksnya. Jadi bahwa psikologi adalah ilmu pengetahuan yang
mempelajari kehidupan jiwa manusia secara alamiah dan mendalam untuk
memahami dan menemukan arti sebenarnya dari kehidupan manusia. Dalam
penerapannya, aktivitas kejiwaan hanya dapat dilihat dari tingkah laku manusia
dan psikologi dalam memperhatikan dan menerima manusia dengan baik.
Dalam perkembangannya psikologi terus memperluas jangkauannya
sehingga memunculkan cabang-cabang psikologi. Hubungan antara psikologi dan
sastra berdampak positif pada kedua cabang ilmu tersebut. Psikologi mendapat
manfaat memahami manusia secara lebih mendalam, lebih jujur, tidak hanya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
sebatas khayalan belaka, tetapi juga berusaha memuliakan dan membahagiakan
manusia. Sedangkan menurut Jatman sastra sebagai bidang kesenian memiliki
manfaat sebagai penafsir, mengungkapkan gerak jiwa manusia, dan konflik
batinnya secara lebih tuntas (1985). Keterkaitan karya sastra dan psikologi secara
tidak langsung dan fungsional. Menurut Sangidu psikologi sastra adalah suatu
disiplin yang memandang karya sastra sebagai suatu karya yang memuat
peristiwa-peristiwa kehidupan manusia yang diperankan oleh tokoh-tokoh
imajiner yang ada di dalamnya atau mungkin juga diperankan oleh tokoh-tokoh
faktual (2004). Secara tidak langsung psikologi dan sastra mempelajari kehidupan
manusia, sedangkan secara fungsional psikologi dan sastra mempelajari keadaan
kejiwaan orang lain, bedanya dalam psikologi gejala tersebut nyata, sedangkan
sastra bersifat imajinatif. Jadi, arah pendekatan psikologi sastra diperlukan untuk
membahas peristiwa kehidupan manusia dengan berbagai fenomena-fenomena
kejiwaan yang tampak melalui perilaku tokoh-tokoh dalam karya sastra. Karya
sastra merupakan produk dari suatu kejiwaan dan pemikiran pengarang yang
berada pada situasi setengah sadar setelah jelas baru dituangkan ke dalam bentuk
secara sadar. Antara sadar dan tidak sadar selalu mewarnai dalam proses imajinasi
pengarang. Kekuatan karya sastra dapat dilihat seberapa jauh pengarang mampu
mengungkapkan ekspresi kejiwaan yang tidak sadar itu ke dalam sebuah cipta
rasa.
Psikologi sastra adalah suatu disiplin ilmu yang memandang karya sastra
sebagai suatu karya yang memuat peristiwa-peristiwa kehidupan manusia yang
diperankan oleh para tokoh. Hal ini menyebabkan untuk melakukan penjelajahan
ke dalam batin atau kejiwaan untuk mengetahui lebih jauh tentang seluk beluk
manusia yang beraneka ragam. Dengan kata lain, psikologi sastra adalah suatu
disiplin ilmu yang menganggap bahwa sastra memuat unsur-unsur psikologis.
Lain halnya dengan yang diungkapkan oleh Endraswara psikologi sastra adalah
“kajian sastra yang memandang karya sebagai kreativitas kejiwaan. Pengarang
akan menggunakan cipta, rasa, dan karsa dalam berkarya” (2003: 96).
Banyak pengertian definisi mengenai psikologi yang dikemukakan oleh
para ahli. Woodworth dan Marquis (1957) berpendapat bahwa psikologi itu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
mempelajari aktivitas-aktivitas individu. Pengertian aktivitas dalam arti luas, baik
aktivitas motorik, kognitif maupun emosional, karena manusia senantiasa berpikir
dan memperlihatkan perilaku yang beragam sehingga manusia tidak terlepas dari
adanya keadaan kejiwaan (Walgito, 1989: 8). Seperti yang dikemukakan oleh Al
Ghraibeh, yaitu pernyataan dari masalah didefinisikan dengan mengungkapkan
belahan dominan dari otak dan hubungannya dengan kecerdasan ganda.
Hubungan ini menambahkan perubahan yang signifikan untuk bidang psikologi
(2012).
Psikologi ditafsirkan sebagai lingkup gerak jiwa, konflik batin
tokoh-tokoh dalam sebuah karya sastra secara tuntas. Pengetahuan psikologi dapat
dijadikan sebagai alat bantu dalam menelusuri sebuah karya sastra secara tuntas.
Sesuai dengan hakikat karya sastra memberikan pemahaman kepada masyarakat
secara tidak langsung melalui pemahaman tokoh-tokohnya. Tugas psikologi
adalah menganalisis kesadaran kejiwaan manusia yang terdiri dari unsur-unsur
struktural yang sangat erat hubungannya dengan proses-proses pancaindera.
Sebagai disiplin ilmu, pada dasarnya psikologi sastra dibedakan menjadi tiga
pendekatan, yaitu 1) pendekatan tekstual, yang mengkaji aspek psikologis tokoh
dalam karya sastra, 2) pendekatan reseptif-pragmatik, yang mengkaji aspek
psikologis pembaca sebagai penikmat karya sastra yang terbentuk dari pengaruh
karya yang dibacanya, serta proses resepsi pembaca dalam menikmati karya
sastra, 3) pendekatan ekspresif, yang mengkaji aspek psikologis sang penulis
ketika melakukan proses kreatif yang terproyeksi lewat karyanya, baik penulis
sebagai pribadi maupun wakil masyarakatnya.
Psikologi sastra di samping meneliti perwatakan tokoh secara psikologis
juga aspek-aspek pemikiran dan perasaan pengarang ketika menciptakan karya
tersebut. Seberapa jauh pengarang mampu menggambarkan perwatakan tokoh
sehingga karya menjadi semakin hidup. Sentuhan emosi melalui dialog atau
pemilihan kata, sebenarnya merupakan gambaran kekuatan dan kejernihan batin
pencipta. Kejujuran batin itulah yang akan menyebabkan keaslian karya. Psikologi
sastra bertujuan mengetahui sejauh mana perilaku maupun sifat-sifat yang
terdapat dalam sebuah cerita karya sastra melalui tampilan tokoh-tokohnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
Psikologi sastra merupakan suatu pendekatan yang mempertimbangkan segi-segi
kejiwaan dan menyangkut batiniah manusia yang diterapkan dalam suatu karya
sastra melalui tokoh-tokohnya. Hubungan antara sastra dan psikologi sangat erat
hingga melebur dan melahirkan ilmu baru yang disebut dengan “Psikologi
Sastra.” Artinya, dengan meneliti sebuah karya sastra melalui pendekatan
psikologi sastra, secara tidak langsung kita telah membicarakan psikologi karena
dunia sastra tidak dapat dipisahkan dengan nilai kejiwaan yang mungkin tersirat
dalam karya sastra tersebut. Hal ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan
Wahyuni yaitu “Psikologi sastra adalah analisis teks. Artinya, psikologi turut
berperan penting dalam penganalisisan sebuah karya sastra dengan bekerja dari
sudut kejiwaan karya sastra. Dengan dipusatkannya perhatian pada tokoh-tokoh,
maka akan dapat dianalisis konflik batin” (2011: 1).
Penerapan teori hukum-hukum psikologi pada karya sastra tersebut,
terutama mengenai kondisi jiwa tokoh-tokoh fiksi dengan segala perilakunya
sampai pada konflik-konflik yang ditimbulkan, sehingga untuk dapat
mengungkapkannya secara lebih mendalam memerlukan bantuan ilmu psikologi.
Baik sastra maupun psikologi sama-sama mempelajari kehidupan manusia.
Bedanya, sastra mempelajari manusia sebagai ciptaan imajinasi pengarang,
sedangkan psikologi mempelajari manusia sebagai ciptaan Tuhan yang nyata.
Namun, sifat-sifat manusia dalam psikologi maupun sastra sering menunjukkan
kemiripan, sehingga psikologi sastra memang tepat dilakukan. Meskipun karya
sastra bersifat kreatif dan imajiner, pencipta sering memanfaatkan hukum-hukum
psikologi untuk menghidupkan karakter tokoh-tokohnya.
Terdapat beberapa peristiwa kejiwaan yang dapat memengaruhi individu
dalam mengambil keputusan sesuai dengan hati individu itu sendiri sehingga
keputusan bermacam-macam, hal tersebut perlu dipahami sebelum penelitian ini
melangkah pada teori sistem kepribadian Sigmund Freud. Hal tersebut antara lain:
1) Motif
Motif berarti suatu kekuatan yang ada dalam diri individu yang membuat
individu itu berbuat atau bertindak, kekuatan itu tertuju kepada suatu tujuan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
tertentu. Ada perbuatan yang tidak didorong oleh motif tersebut biasanya
perbuatan yang dilakukan secara spontan.
2) Persepsi
Persepsi merupakan suatu peristiwa kejiwaan yang berhubungan dengan
aktivitas kognitif, aktivitas lain yang berhubungan antara lain belajar, berpikir,
dan memecahkan masalah. Persepsi menjadikan manusia mengenali dirinya
sendiri dan keadaan sekitarnya, persepsi didahului karena adanya stimulus yang
mempengaruhi otak dan menjadikan individu menyadari adanya stimulus tersebut.
Kesadaran akan adanya stimulus itulah yang disebut persepsi. Perasaan,
pengalaman dan kemampuan berpikir ikut berperan dalam menerima persepsi.
Berkaitan dengan pengertian persepsi di atas, Westen mengatakan yang
jelas tugas persepsi yang sederhana bahkan dapat dipengaruhi oleh kendala afektif
dan motivasi. Menurut teori psikoanalitik, hal ini terjadi dengan sebagian kognitif
"keputusan", karena manusia cenderung memiliki perasaan tentang sebagian besar
orang dan benda-benda yang mereka bersentuhan. Membuat hal-hal lebih rumit,
bagaimanapun, adalah kenyataan bahwa perasaan dan motif sering berjalan ke
arah yang bertentangan. Dengan demikian, seseorang bisa inginkan dan takut hal
yang sama, yang mengarah pada konflik. Dari perspektif perkembangan, konflik
hampir dibangun ke dalam eksistensi manusia (1998).
Persepsi merupakan keadaan kesatuan yang bulat dari individu yang
bersangkutan, maka apa yang ada dalam individu, pengalaman-pengalaman
individu akan ikut aktif dalam persepsi individu, karena dalam persepsi terjadi
suatu aktivitas yang terintegrasi maka seluruh aspek individu seperti perasan,
pengalaman, kemampuan berpikir dan lain-lain ikut berperan dalam menerima
persepsi. Tugas persepsi dapat dipengaruhi oleh kendala afektif dan motivasi. Hal
ini terjadi dengan sebagian kognitif keputusan karena manusia memiliki perasaan.
Seseorang bisa merasakan perasaan takut yang mengarah pada konflik. Dari
perspektif perkembangan, konflik hampir dibangun ke dalam eksistensi manusia.
Persepsi merupakan hal yang sifatnya individual karena tidak setiap orang
memiliki aspek-aspek psikologis yang sama.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
3) Respon
Respon adalah tanggapan terhadap adanya rangsangan. Tidak semua
rangsangan mendapat respon dari individu, hanya beberapa rangsangan yang akan
mendapatkan respon, rangsangan yang menarik individu yang akan diberi respon.
Sebagai akibat dari stimulus yang dipilih dan diterima individu, individu
menyadari dan memberikan respons sebagai akibat terhadap stimulus tersebut.
4) Perasaan dan Emosi
Perasaan dan emosi diartikan sebagai suatu keadaan dari individu pada suatu
waktu, perasaan disifatkan sebagai suatu keadaan jiwa sebagai akibat dari adanya
peristiwa-peristiwa yang datang dari luar, peristiwa-peristiwa tersebut biasanya
menimbulkan kegoncangan pada individu yang bersangkutan. Reaksi dari masing-
masing individu terhadap keadaan itu tidak sama antara satu dengan yang lain.
Berkaitan dengan pengertian perasaan dan emosi, Salmanpour dan
Issazadegan, mengemukakan bahwa manusia memiliki perasaan negatif dan emosi
seperti rasa takut, kesedihan, gairah, kemarahan dan rasa bersalah membentuk
dasar dari ketidakstabilan emosional. Orang yang secara emosional tidak stabil
adalah lebih mungkin untuk memiliki keyakinan irasional dan memiliki energi
lebih sedikit untuk mengontrol impuls dan menunjukkan tingkat kepatuhan yang
lebih lemah dengan orang lain dan lingkungan. Di sisi lain temuan penelitian
menunjukkan bahwa antara lima dimensi faktor kepribadian kecuali neuroticim,
kepribadian dimensi lain keramahan, kesadaran, keterbukaan dan keterbukaan
memiliki korelasi signifikan dengan orientasi religiusitas intrinsik dan ekstrinsik,
bahwa hubungan yang paling adalah antara kesadaran dengan orientasi religiusitas
intrinsik . Secara emosional dianggap sebagai individu stabil, mereka biasanya
tidak nyaman, memiliki mood yang mudah menguap dan tidak dapat dengan
mudah menghadapi situasi sulit. Cara evaluasi individu dari faktor mengancam,
self-emosional-kontrol dalam menghadapi situasi dan dampak pada konsekuensi
dari faktor stres dengan penafsiran tertentu bahwa agama meninggalkan bagi
individu. Ini adalah cara untuk mengakhiri ketakutan dan kecemasan atau
kekacauan batin (2012).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
Di saat keadaan perasaan telah melampaui batas hingga untuk mengadakan
hubungan dengan sekitarnya mungkin terganggu mungkin hal ini akan
menyangkut soal emosi. Memiliki perasaan negatif dan emosi seperti rasa takut,
sedih, marah dan rasa bersalah menjadi dasar ketidakstabilan emosional.
Emosional dianggap sebagai individu stabil, mereka biasanya tidak nyaman,
memiliki suasana hati yang stabil dan tidak dapat dengan mudah menghadapi
situasi sulit. Cara evaluasi individu dari faktor mengancam, diri emosional-kontrol
dalam menangani situasi. Ini adalah cara untuk mengakhiri ketakutan dan
kecemasan atau kekacauan batin. Dalam emosi, pribadi seseorang telah
berpengaruh sehingga seseorang tersebut kurang dapat menguasai diri lagi, hal-hal
yang tidak mungkin bisa dilakukan oleh seseorang tersebut apabila seseorang
telah emosi, hal-hal yang tidak bisa dapat menjadi bisa dan mungkin dapat
dilakukannya.
Sastra dan psikologi merupakan ilmu yang mempelajari kejiwaan orang
lain. Yang membedakan antar psikologi dan sastra adalah di dalam psikologi
gejala-gejala tersebut nyata, sedangkan dalam sastra gejala-gejala tersebut bersifat
imajinatif. Menurut Semi psikologi sastra adalah suatu disiplin yang mengandung
suatu karya sastra yang memuat peristiwa kehidupan manusia yang diperankan
oleh tokoh-tokoh yang imajiner yang ada di dalam atau mungkin diperankan oleh
tokoh-tokoh faktual (Sangidu, 2004: 30). Hal ini, merangsang untuk mengetahui
lebih jauh tentang seluk-beluk manusia yang beraneka ragam. Psikologi sastra
adalah kajian sastra yang memandang karya sastra sebagai aktivitas kejiwaan.
Pengarang akan menggunakan cipta, rasa dan karsa dalam berkarya. Begitu pula
pembaca, dalam menanggapi karya juga tidak lepas dari kejiwaan masing-masing.
Hubungan antara psikologi dengan sastra adalah bahwa disatu pihak karya
sastra dianggap hasil aktivitas dan ekspresi manusia. Di pihak lain, psikologi
sendiri dapat membantu pengarang dalam mengenalkan kepekaan dan memberi
kesempatan untuk menjajaki pola-pola yang belum pernah dikaji sebelumnya.
Hasil yang bisa diperoleh adalah kebenaran yang mempunyai nilai-nilai artistik
yang menambah koherensi dan kompleksitas karya sastra tersebut. Sastra dan
psikologi mempunyai hubungan fungsional, yaitu sama-sama untuk mempelajari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
keadaan kejiwaan orang lain. Hal ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan
oleh Hardjana bahwa orang dapat mengamati tingkah laku tokoh dalam sebuah
roman atau drama dengan memanfaatkan pengetahuan psikologi. Andai tingkah
laku tokoh sesuai dengan yang diketahuinya tentang jiwa manusia, maka dia telah
berhasil menggunakan teori psikologi modern untuk menjelaskan dan menafsirkan
karya sastra (1994).
Pribadi manusia itu dapat berubah karena dipengaruhi oleh faktor dalam
dan faktor luar. Faktor dalam atau faktor pembawaan, ialah segala sesuatu yang
telah dibawa oleh anak sejak lahir ikut menentukan pribadi seseorang, baik yang
bersifat kejiwaan maupun yang bersifat jasmani. Kejiwaan yang berwujud pikiran,
perasaan, kemauan, ingatan. Sedangkan faktor lingkungan, ialah segala sesuatu
yang ada diluar manusia terutama di lingkungan. Faktor-faktor tersebut akan terus
berkembang dan hasil perkembangannya dipergunakan untuk mengembangkan
pribadi itu lebih lanjut. Oleh karena itu menurut Sujanto pribadi setiap individu
memiliki sifat unik karena tidak ada individu yang memiliki pribadi yang identik
dengan pribadi yang lain (2001).
b. Teori Psikoanalisis Sigmund Freud
Psikoanalisis berkaitan erat dengan kesusasteraan. Pada umumnya
penerapan psikoanalisis dalam karya sastra dilakukan dengan merekonstruksi
sebuah cerita, menelusuri segala fenomena ke sumbernya, melihat bagaimana satu
masalah membawa kepada masalah lainnya. Psikoanalisis dalam karya sastra
berguna untuk menganalisis tokoh-tokoh dalam drama atau novel secara
psikologis. Tokoh-tokoh tersebut pada umumnya merupakan imajinasi atau
khayalan pengarang yang berada dalam kondisi jiwa yang sehat maupun
terganggu, lalu dituangkan menjadi sebuah karya yang indah.
Seorang pakar psikologi secara rinci merumuskan pengertian psikoanalisis.
Seperti yang dikemukakan oleh Freud (1994), psikoanalisis merupakan konsepsi
dinamis yang mereduksikan kehidupan jiwa menjadi saling berpengaruh antara
kekuatan pendorong dan kekuatan penahan. Energi psikis terjadi karena adanya
pengaruh kekuatan pendorong maupun penahan yang menunjukkan suatu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
dinamika, suatu kepribadian, suatu kepentingan dan berbagai tingkah laku
manusia. Jika terjadi pertentangan antara kedua kekuatan tersebut berarti
menunjukkan adanya konflik dalam kehidupan jiwa seseorang yang akhirnya
dapat menimbulkan perilaku-perilaku tertentu (Suryabrata, 2007: 124).
Teori psikoanalisis Freud dibedakan menjadi tiga aspek, yaitu aspek
struktur kepribadian, aspek dinamika kepribadian, dan perkembangan
kepribadian. Struktur kepribadian merupakan uraian sistem-sistem psikologis
dalam diri manusia. Dinamika kepribadian merupakan cara kerja dan saling
pengaruh antara ketiga sistem dalam struktur kepribadian untuk mengurai
ketegangan. Sedangkan perkembangan kepribadian secara sederhana dapat
dimengerti sebagai aplikasi ketiga sistem tersebut dan peranannya dalam hidup
manusia. Uraian tentang hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Struktur Kepribadian
Menurut Sigmund Freud ada tiga sistem dalam diri manusia yang menandai
hidup psikis dan merupakan sumber dari proses kejiwaan manusia, yaitu id, ego,
super ego. Sistem tersebut dalam struktur kepribadian fungsinya untuk mengurai
ketegangan dan perkembangan kepribadian secara sederhana dapat dimengerti
sebagai aplikasi sistem-sistem tersebut dan peranannya dalam hidup manusia.
Aspek struktur kepribadian melalui the id, the ego, dan super ego. The
id/Das Es (aspek biologis) merupakan sistem kepribadian yang asli dan sumber
dari semua energi dan dorongan. Id berisikan segala sesuatu yang secara
psikologis diwariskan dan telah ada sejak lahir (unsur-unsur biologis), termasuk
insting-insting. Id tidak memandang benar atau tidaknya pemikiran terhadap suatu
perbuatan. Jadi, id tidak memandang pada segala hal yang bersifat objektif,
melainkan lebih ke hal-hal yang bersifat subjektif dalam sebuah kenyataan. Id
bermanfaat sebagai prinsip kesenangan yang bertujuan untuk membebaskan
seseorang dari konflik, sehingga id dominan untuk meredakan ketegangan yang
terjadi dalam diri manusia.
The Ego/Das Ich (aspek psikologi) merupakan pelaksana dari kepribadian.
Peran ego ialah menjadi perantara antara kebutuhan-kebutuhan instingtif dengan
keadaan lingkungan. Ego dalam diri manusia menghasilkan kenyataan dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
rencana tindakan yang telah dikembangkan melalui pikiran dan akal tersebut.
Dalam hal ini ego bertindak sebagai sarana pemikiran yang mengontrol
keberadaan id dan super ego. Dalam berfungsinya ego berpegang pada prinsip
kenyataan atau realitas. Perbedaan antara das Es dan das Ich yaitu jika das Es
hanya mengenal dunia subjektif (dunia batin) maka das Ich dapat membedakan
sesuatu yang hanya ada di dalam batin dan sesuatu yang ada di dunia luar atau
dunia realitas.
Dalam berfungsinya seringkali ego harus mempersatukan pertentangan-
pertentangan antara id dan super ego. Sebagai aspek eksekutif kepribadian, ego
mempergunakan energi psikis yang dikuasai untuk mengintegrasikan ketiga aspek
kepribadian, agar timbul keselarasan batin sehingga hubungan antara pribadi
dengan dunia luar dapat berlangsung dengan baik dan efektif. Namun, jika ego
lemah maka tidak dapat mempergunakan energi psikis dengan baik, maka akan
timbul konflik internal atau konflik batin yang diekspresikan dalam bentuk
tingkah laku.
Terkait dengan konflik, ego merupakan pelaksana dari ketegangan pada diri
manusia. Ego mengikuti prinsip kenyataan dan beroperasi menurut proses
sekunder. Tujuan prinsip kenyataan adalah mencegah terjadinya tegangan sampai
ditemukan suatu objek yang bisa mengatasi ketegangan. Prinsip kenyataan
sesungguhnya menanyakan apakah pengalaman benar atau salah. sedangkan
proses sekunder adalah berpikir realistis. Dengan proses sekunder, ego menyusun
rencana untuk mengatasi ketegangan dan kemudian menguji rencana ini, biasanya
melalui suatu tindakan untuk melihat apakah rencana itu berhasil atau tidak.
Untuk melakukan peranannya secara efisien, ego mengontrol semua fungsi
kognitif dan intelektual. Sebagai bagian jiwa yang berhubungan dengan dunia
luar, ego menjadi bagian kepribadian yang mengambil keputusan atau eksekutif
kepribadian karena ego mengontrol ke arah tindakan.
The Super Ego/Das Ueber Ich (aspek sosiologis) merupakan aspek-aspek
yang berkaitan dengan latar belakang sosial dari kepribadian. Super ego adalah
adalah suara hati atau bagian moral dari kepribadian. Dalam hal ini, super ego
bersifat sebagai kontrol terhadap adanya dorongan-dorongan dari id dan ego pada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
diri manusia yang mengalami konflik. Super ego dapat juga dianggap sebagai
aspek moral kepribadian, fungsinya menentukan apakah sesuatu itu baik atau
buruk. Aktivitas super ego menyatakan diri dalam konflik dengan ego yang
dirasakan dalam emosi-emosi, seperti rasa bersalah, menyesal dan sikap observasi
diri dan kritik diri (Suryabrata, 2007: 127-128).
Dalam diri manusia yang mempunyai jiwa yang sehat, ketiga sistem ini
merupakan satu susunan yang saling berkaitan dan memungkinkan seorang
individu dapat bergerak secara efisien. Sebaliknya, apabila ketiga sistem ini saling
bertentangan satu sama lain, maka individu yang bersangkutan akan mengalami
pertentangan dalam kepribadiannya, sehingga terbentuknya konflik dalam diri
manusia karena tidak seimbangnya ketiga sistem tersebut.
Berkaitan dengan ketiga sistem kepribadian di atas, Freud mengemukakan
gambaran ketiga sistem tersebut harus diingat bahwa id, ego, dan superego tidak
dipandang sebagai yang menjalankan kepribadian. Ketiga sistem tersebut
hanyalah nama-nama untuk berbagai proses psikologis yang mengikuti prinsip-
prinsip sistem yang berbeda. Dalam keadaan biasa prinsip-prinsip yang berlainan
ini tidak bentrok sama lain. Sebaliknya mereka bekerja sama seperti suatu tim
yang diatur oleh ego. Kepribadian biasanya berfungsi sebagai suatu kesatuan,
bukan sebagai tiga komponen yang terpisah. Diandaikan id sebagai komponen
fisiologis, ego sebagai komponen psikologis, dan superego sebagai komponen
sosial kepribadian (2006).
Ketiga sistem kepribadian yang meliputi id, ego, dan super ego dapat
menjalankan fungsinya dengan mendistribusikan dan mempergunakan energi
psikis yang dikuasainya. Ketiga sistem ini merupakan satu susunan yang bersatu
dan harmonis. Dengan bekerja sama secara teratur ketiga sistem tersebut bertujuan
untuk memenuhi keperluan dan keinginan manusia yang pokok. Sebaliknya, jika
ketiga sistem kepribadian ini bertentangan satu sama lain, maka orang yang
bersangkutan dinamakan orang yang tidak dapat menyesuaikan diri, tidak puas
dengan dirinya sendiri dan dengan dunia, dan efisiensinya menjadi kurang. Energi
psikis terjadi karena adanya perpindahan dan penggunaan energi psikis oleh
ketiga sistem kepribadian, serta adanya pengaruh kekuatan pendorong maupun
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
penahan menunjukkan suatu dinamika, suatu kepribadian, suatu kepentingan dan
berbagai tingkah laku manusia.
Perpindahan dan penggunaan energi psikis yang harmonis di antara ketiga
sistem kepribadian itu sangat penting, terutama untuk mengatasi pertentangan
antara kekuatan pendorong dan penahan yang dimiliki ketiga sistem tersebut.
Karena adanya perpindahan dan penggunaan energi psikis tersebut menunjukkan
bahwa kondisi kejiwaan seseorang mengalami perkembangan, sehingga ketika
terjadi suatu ketegangan dalam dirinya, maka akan berusaha belajar mereduksi
tegangan.
Berdasarkan penjelasan mengenai teori psikoanalisis di atas, bahwa semua
perilaku baik normal maupun abnormal, tidak lepas dari proses ketiga sistem
kepribadian dalam mendistribusikan dan mempergunakan energi psikis yang
dikuasainya. Sedangkan, berfungsinya ketiga sistem kepribadian tidak lepas dari
adanya kekuatan pendorong dan penahan yang berperan sebagai energi psikis.
Jadi, semua perilaku maupun proses psikis yang terjadi pada diri seseorang
diakibatkan oleh adanya kekuatan pendorong dan penahan yang mempengaruhi
berfungsinya ketiga sistem kepribadian.
2) Dinamika Kepribadian.
Dalam dinamika kepribadian ini ditunjukkan bagaimana cara kerja the id,
ego, dan super ego dalam proses salaing mempengaruhi dan bagaimana pengaruh
ketiga sistem ini dengan lingkungannya. Tingkat-tingkat kehidupan mental dan
bagian-bagian pikiran mengacu pada struktur atau susunan kepribadian,
sedangkan kepribadian juga melakukan sesuatu. Hal ini sejalan dengan pendapat
yang dikemukakan oleh Freud yaitu suatu prinsip motivasional atau dinamika
digunakan untuk menjelaskan kekuatan-kekuatan yang mendorong tindakan-
tindakan manusia. Manusia termotivasi untuk mencari kenikmatan dan
mereduksikan tegangan serta kecemasan. Motivasi digunakan oleh energi-energi
fisik yang berasal dari insting-insting (2006).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
Aspek dinamika kepribadian dapat diuraikan sebagai berikut:
a) Naluri
Insting berasal dari bahasa Jerman, yakni trieb yang berarti dorongan atau
impuls dan mengacu pada stimulus internal yang mendorong tindakan atau
pikiran. Dalam melakukan pekerjaan melalui pengamatan proses-proses rohaniah,
mengingat-ingat, dan tidak terlepas dari adanya naluri dalam kepribadian manusia.
Kebutuhan manusia sepanjang hidup memunculkan semacam naluri yang
berfungsi sebagai rangsangan terhadap pemenuhan keinginan tersebut, manusia
akan selalu mencari sesuatu demi mempertahankan kehidupannya melalui proses-
proses naluriah yang dilakukan, sehingga apabila pemenuhan keinginan tersebut
sulit terpenuhi akan mengakibatkan pertentangan yang kuat juga dalam kehidupan
manusia.
Naluri mempunyai sumber, maksud, tujuan, dan dorongan untuk
pemenuhan kebutuhan jasmaniah manusia. Kondisi jasmaniah atau kebutuhan
manusia merupakan sumber terbentuknya naluri manusia. Maksud dari naluriah
adalah menggerakan proses-proses rohaniah, mengingat-ingat, dan berpikir ke
arah suatu tujuan. Jadi, maksud dari naluri adalah sebagai tindakan dan proses
berpikir untuk mencapai pemenuhan sumber tersebut.
b) Kecemasan
Pemenuhan kebutuhan jasmaniah dan rohaniah dalam diri manusia yang
didasari dengan ketegangan, ketakutan dan kesulitan, berakibat adanya
kecemasan. Kecemasan adalah suatu keadaan perasaan afektif yang tidak
menyenangkan dan memperingatkan orang terhadap bahaya yang akan datang.
Timbulnya rasa cemas dalam diri manusia merupakan bukti bahwa manusia masih
dihinggapi oleh perasaan pesimis dan mudah menyerah terhadap situasi dan
kondisi yang sulit untuk diselesaikan.
Freud membedakan tiga macam kecemasan, yaitu kecemasan realitas,
kecemasan neurotik dan kecemasan moral. Kecemasan realitas terjadi akibat
adanya realitas, dan rasa takut akan bahaya-bahaya nyata dari dunia luar.
Contohnya, ketika ada seekor ular berbisa di depan seseorang, maka orang itu
akan mengalami kecemasan realistik. Kecemasan neurotik terjadi akibat rasa takut
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
jangan-jangan naluri akan lepas dari kendali dan menyebabkan pribadi berbuat
sesuatu yang tidak terkendali. Contoh, perasaan gugup, tidak mampu
mengendalikan diri, perilaku, akal, dan bahkan pikiran. Kecemasan moral atau
kecemasan kata hati terjadi akibat rasa takut terhadap suara hati karena konflik
antara ego dan superego. Contoh, rasa malu, rasa bersalah atau rasa takut.
Kecemasan merupakan peringatan kepada ego, jika seseorang tidak segera
melakukan tindakan-tindakan terhadap kecemasan tersebut, maka ego akan
mengalami kekalahan dalam menanggulangi adanya bahaya yang diakibatkan
oleh kecemasan tersebut. Kecemasan dapat saja meningkat dan sulit ditanggulangi
dengan tindakan-tindakan yang efektif akibat respon ego yang lambat
menanggulangi adanya kecemasan tersebut, kecemasan semacam itu disebut
traumatik. Ego berusaha sekuat mungkin menjaga kestabilan hubungannya dengan
realitas, id dan superego. Namun, ketika kecemasan begitu menguasai, ego harus
berusaha mempertahankan diri. Secara tidak sadar, dia akan bertahan dengan cara
menghentikan seluruh dorongan-dorongan menjadi wujud yang lebih dapat
diterima dan tidak terlalu mengancam.
3) Perkembangan Kepribadian
Kepribadian manusia dalam kehidupan akan mengalami perkembangan
sebagai respon terhadap empat sumber tegangan pokok, yakni proses-proses
pertumbuhan fisiologis, frustasi-frustasi, konflik-konflik, dan ancaman-ancaman.
Sebagai akibat langsung dari meningkatnya tegangan yang ditimbulkan oleh
sumber-sumber ini, sehingga terpaksa individu mempelajari cara-cara baru untuk
mereduksi ketegangan. Proses belajar ini yang dimaksudkan sebagai
perkembangan kepribadian. Menurut Suryabrata perkembangan kepribadian
dipergunakan untuk mengatasi kegagalan, pertentangan, dan kecemasan-
kecemasan pada diri manusia (2007: 141). Aspek perkembangan kepribadian
tersebut, meliputi:
a) Identifikasi
Dorongan-dorongan untuk mengatasi kegagalan, pertentangan atau
konflik, dan kecemasan-kecemasan dalam kepribadian manusia dilakukan dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
identifikasi. Identifikasi dapat didefinisikan sebagai metode yang digunakan orang
untuk mengambil alih ciri-ciri orang lain dan menjadikannya sebagai bagian yang
tidak terpisahkan dari kepribadiannya. Orang belajar mereduksikan ketegangan
dengan cara bertingkah laku seperti tingkah laku orang lain. Pengambilan ciri-ciri
manusia seperti sikap dan tingkah laku, karakter orang lain, dan sebagainya
merupakan cara untuk memperoleh kembali suatu objek yang telah hilang.
Mengidentifikasi merupakan perkembangan kepribadian dengan meniru
atau mengambil bentuk-bentuk kepribadian lain yang disesuaikan dengan
pribadinya untuk merubah kecemasan yang terjadi dalam diri seseorang.
Misalnya, anak mengidentifikasikan larangan orang tua untuk menghindarkan diri
dan hukuman. Identifikasi semacam ini merupakan dasar pembentukan superego.
b) Pemindahan dan Sublimasi
Dalam perkembangan kepribadian, pemindahan dilakukan dengan
mengganti objek yang dapat memberikan kepuasaan atau mereduksikan tegangan
yang bersumber dari adanya kecemasan atau objek asli tersebut. Pemindahan
bertindak sebagai daya motivasi tingkah laku yang bersifat permanen. Dalam
mekanisme pemindahan, orang dapat mengalihkan dorongan-dorongan yang tidak
dapat diterima itu kepada bermacam-macam objek atau orang sehingga dorongan
asli disamarkan atau disembunyikan. Sublimasi termasuk suatu pemindahan atau
pengalihan yang dilakukan dengan penyaluran energi ke dalam aktivitas-aktivitas
bernilai intelektual, perikemanusiaan, kultural, dan artistik.
3. Hakikat Konflik
a. Pengertian Konflik
Kehadiran beberapa tokoh dalam suatu cerita memungkinkan terjadinya
interaksi di antara mereka. Interaksi antar tokoh-tokoh tersebut seringkali
menimbulkan konflik, yaitu situasi ketika tokoh-tokoh itu mengalami konfrontasi
dan benturan dengan faktor-faktor baik yang ada di dalam maupun di luar diri
mereka. Dalam suatu cerita fiksi, konflik yang muncul dapat berupa konflik yang
timbul antara tokoh utama dengan tokoh lain. Antara tokoh dan lingkungannya,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
masyarakat, atau nasib, dan konflik antara tokoh lain dengan dirinya sendiri, yang
biasanya dapat berupa pertentangan fisik, mental, emosi, atau moral.
Konflik merupakan bagian penting dalam pengembangan cerita.
Di dalam teori pengkajian fiksi, konflik diartikan pada sesuatu yang bersifat tidak
menyenangkan yang terjadi dan dialami oleh tokoh-tokoh cerita dan jika tokoh-
tokoh itu mempunyai kebebasan untuk memilih, tokoh itu tidak akan memilih
peristiwa itu menimpa dirinya. Seperti yang dikemukakan oleh Stanton yaitu
peristiwa dan konflik berkaitan erat dan merupakan peristiwa. Ada peristiwa
tertentu yang dapat menimbulkan terjadinya konflik, sebaliknya karena terjadi
konflik, peristiwa lain dapat bermunculan sebagai akibatnya. Konflik demi konflik
yang disusul oleh peristiwa demi peristiwa akan menyebabkan konflik menjadi
semakin meningkat (Nurgiyantoro, 2005: 123-124).
Dengan demikian dalam pandangan kehidupan normal orang akan memilih
untuk menghindari konflik dan menginginkan kehidupan dengan tenang. Konflik
dapat terjadi dalam kehidupan, oleh karena itu keberadaannya dalam sebuah alur
cerita merupakan sesuatu yang wajar dan manusiawi. Konflik yang kuat biasanya
berkaitan dengan persoalan manusia yang penting dan melibatkan aspek
kehidupan. Konflik dibagi menjadi dua, yaitu:
1) Konflik eksternal adalah konflik yang terjadi di luar diri seseorang, baik
konflik dengan orang lain, konflik dengan alam, ataupun konflik dengan
masyarakat.
2) Sedangkan konflik internal adalah konflik yang muncul dari dalam diri
seseorang. Pada umumnya seiring dengan munculnya konflik eksternal, maka
muncullah konflik internal.
Konflik akan muncul ketika seseorang berada di bawah tekanan untuk
memutuskan dua atau lebih pilihan yang bertentangan datang secara bersamaan.
Di dalam ilmu psikologi konflik semacam ini diatur menurut nilai positif dan nilai
negatif dari pilihan kita masing-masing. Ketika suatu pilihan mempunyai tujuan
yang positif, maka hal tersebut mengarah pada kecenderungan mendekat.
Sebaliknya ketika suatu pilihan mempunyai tujuan yang negatif, maka hal tersebut
mengarah pada kecenderungan menjauh. Dari uraian di atas dapat ditarik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
kesimpulan, bahwa konflik dalam karya fiksi dapat muncul dalam berbagai
bentuk. Rangkaian konflik-konflik tersebut menarik dan menciptakan keinginan
pembaca. Karena hal-hal yang ditampilkan berhubungan dengan manusia dan
berbagai permasalahannya.
Nurgiyantoro (2005) mengatakan bahwa “konflik batin adalah konflik
yang terjadi di dalam hati, jiwa seorang tokoh atau tokoh-tokoh cerita” (hlm: 124).
Jadi ia merupakan konflik yang dialami manusia dengan dirinya sendiri atau
permasalahan intern seorang manusia, misalnya hal tersebut terjadi karena akibat
adanya pertentangan antara dua keinginan, keyakinan, pilihan yang berbeda,
harapan-harapan atau masalah-masalah lainnya. Konflik-konflik tersebut dapat
sekaligus terjadi dan dialami oleh seorang tokoh cerita dalam waktu yang sama.
Tingkat kompleksitas konflik yang ditampilkan dalam sebuah karya fiksi dalam
banyak hal, menentukan kualitas, intensitas, dan ketertarikan karya tersebut.
Sebenarnya bahwa kegiatan menulis cerita dapat membangun dan
mengembangkan konflik tersebut. Konflik itu sendiri dapat dicari, ditemukan,
diimajinasikan, dan dikembangkan berdasarkan konflik yang terdapat di dunia
nyata.
Konflik yang disebabkan oleh adanya dua atau lebih gagasan atau
keinginan yang bertentangan menguasai dari individu sehingga mempengaruhi
tingkah laku. Konflik memiliki arti ketegangan atau pertentangan di dalam cerita
rekaan atau drama (pertentangan antara dua kekuatan, pertentangan dalam diri
satu tokoh, pertentangan antara dua tokoh). Sedangkan batin, memiliki arti yang
terdapat di dalam hati, yang mengenal jiwa (perasaan hati). Jadi konflik batin
merupakan pertentangan yang terdapat dalam hati seseorang akibat adanya dua
atau lebih gagasan atau keinginan yang menyebabkan pertentangan tersebut dan
berpengaruh terhadap perilaku seorang individu.
Berkaitan dengan proses terjadinya konflik batin, Rohadi mengemukakan
bahwa jika merujuk pada struktur dan dinamika kepribadian yang dibangun
Sigmund Freud, maka munculnya konflik batin ini diakibatkan oleh pertentangan
dari unsur-unsur kepribadian id, ego, dan superego. Sebagaimana diuraikan
bahwa id berisi dorongan-dorongan insting; ego berisi pikiran-pikiran rasional
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
manusia yang sesuai dengan realitas yang dihadapi; dan superego berisi sistem
nilai dan norma yang berlaku di masyarakat di mana individu berada. Sepanjang
hidup, manusia selalu mengalami konflik dari unsur-unsur kepribadian tersebut.
Konflik yang sering terjadi adalah pertentangan antara id dan superego, ego
sebagai penengahnya. Oleh karena itu, seseorang yang memiliki ego lemah akan
mengalami konflik batin yang tidak terselesaikan dengan baik. Selanjutnya,
konflik batin yang tidak terselesaikan dapat mendorong terjadinya konflik
individu dengan individu lainnya (2007).
Berdasarkan pemikiran-pemikiran tersebut, penelitian terhadap novel
Hafalan Shalat Delisa karena di dalam novel tersebut tokoh-tokohnya terutama
tokoh utamanya mengalami perkembangan dan perubahan kepribadian secara
dinamis. Perkembangan atau perubahan-perubahan kepribadian tokoh-tokoh itu
disebabkan adanya konflik-konflik yang rumit. Konflik-konflik yang disebabkan
oleh rangkaian peristiwa yang menyedihkan, secara langsung dan tidak langsung
ikut memengaruhi atau mengubah kepribadian tokoh. Konflik-konflik yang terjadi
pada tokoh itulah yang kemudian ditelusuri dan dipahami dengan menggunakan
pendekatan psikologi sastra.
b. Aspek Konflik Manusia dalam Psikologi
Di dalam kehidupan manusia tidak terlepas dari adanya keadaan kejiwaan,
karena manusia senantiasa berpikir dan memperlihatkan perilaku yang beragam.
Psikologi itu mempelajari aktivitas-aktivitas individu, pengertian aktivitas dalam
arti luas, baik aktivitas motorik, kognitif, maupun emosional. Karakter para tokoh
yang berkenaan dengan pengungkapan konflik pada tokoh utama dapat diuraikan
melalui psikologi. Oleh karena itu, psikologi merupakan suatu ilmu yang
menyelidiki serta mempelajari tentang tingkah laku atau aktivitas-aktivitas, di
mana tingkah laku dan aktivitas-aktivitas itu sebagai pengaruh hidup kejiwaan.
Terlebih di zaman kemajuan teknologi, manusia mengalami konflik kejiwaan
yang bermula dari sikap kejiwaan tertentu serta bermuara juga ke permasalahan
kejiwaan. Konflik ini terjadi apabila pada saat yang bersamaan, timbul dua motif
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
yang negatif, dan muncul kebimbangan karena menjauhi motif yang satu berarti
harus memenuhi motif yang lain yang juga negatif.
Konflik pada manusia dapat dipengaruhi oleh keadaan psikologi
seseorang, seperti yang telah dikemukakan oleh Indirawati yaitu pada umumnya
setiap manusia memiliki banyak kebutuhan yang ingin selalu dipenuhinya dalam
hidup. Kebutuhan itu dapat berupa kebutuhan fisik, psikis dan sosial. Tetapi
dalam kehidupan nyata kebutuhan-kebutuhan tersebut tidak selalu dapat dipenuhi.
Keadaan itulah yang sering kali membuat manusia merasa tertekan secara
psikologi. Respon dari perasaan tertekan itu dimanifestasikan manusia dalam
bentuk perilaku yang bermacam-macam tergantung sejauh mana manusia itu
memandang masalah yang sedang dihadapi. Jika masalah yang dihadapinya itu
dipandang negatif oleh manusia, maka respon perilakunya pun negatif, seperti
yang diperlihatkan dalam bentuk-bentuk perilaku neurotis dan patologis.
Sebaliknya, jika persoalan yang dihadapi itu dipandang positif oleh mereka yang
mengalami, maka respon perilaku yang ditampilkan pun bisa dalam bentuk
penyesuaian diri yang sehat dan cara-cara mengatasi masalah yang konstruktif
(2006).
Lewin membedakan beberapa situasi yang menimbulkan konflik pada
manusia, yaitu :
1) Approach-Approach Conflict, yaitu situasi konflik yang dialami oleh
individu, karena individu menghadapi dua motif yang sama-sama mengandung
nilai positif (menyenangkan) yang dapat menimbulkan respon positif dari
individu. Dalam hal ini individu harus mengambil salah satu.
2) Approach Avoidance Conflict, yaitu situasi konflik yang dialami
individu, karena dalam waktu bersamaan individu menghadapi motif positif
(menyenangkan) dan negatif (merugikan, tidak menyenangkan). Dalam hal ini
individu harus mengambil keputusan apakah motif tersebut diterima atau ditolak.
3) Avoidance-Avoidance Conflict, yaitu situasi konflik yang dialami
individu karena menghadapi dua motif yang sama-sama negatif dan sama-sama
kuat. Dalam hal ini individu harus mengambil salah satu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
4) Double Approach Avoidance Conflict yaitu situasi konflik yang dialami
individu, karena individu menghadapi dua motif negatif (penolakan) dan dua
motif positif (penerimaan) yang sama kuat.
Dalam menghadapi keadaan ini, individu harus mengambil salah satu
objek. Bila individu menghadapi bermacam-macam motif ada beberapa
kemungkinan respon yang dapat diambil yaitu:
a) Pemilihan atau penolakan
Dalam pemilihan yang tegas individu dihadapkan kepada situasi di mana
individu arus memberikan salah satu respon (pemilihan atau penolakan) dari
beberapa macam objek atau situasi yang dihadapi. Jika antara bermacam-macam
situasi itu jelas bedanya maka pemilihan yang tegas tidak akan banyak mengalami
kesulitan tetapi makin kecil perbedaan antara bermacam-macam objek itu,
individu akan semakin sulit dalam mengambil keputusan, sehingga individu akan
mengalami konflik.
b) Kompromi
Jika individu menghadapi dua macam situasi, kemungkinan individu dapat
mengambil respon yang bersifat kompromi, yaitu menggabungkan kedua macam
situasi tersebut. Tetapi tidak semua respon dapat diambil respon atau keputusan
yang kompromi. Dalam hal yang akhir individu harus mengambil pemilihan atau
penolakan dengan tegas.
c) Meragu-ragukan atau bimbang
Kebimbangan terjadi karena masing-masing objek atau situasi mempunyai
nilai-nilai yang positif maupun negatif, keduanya mempunyai sifat yang
menguntungkan, tetapi juga mempunyai sifat yang merugikan. Kebimbangan
dapat menimbulkan perasaan yang mengacaukan. Keadaan ini dapat diatasi
dengan cara mengambil suatu keputusan dengan mempertimbangkan dan
pemeriksaan yang sangat teliti, segala untung ruginya (Walgito, 1989:155).
Batin atau hati nurani manusia memiliki hubungan dengan pembentukan
kepribadian, karena di dalam kehidupan sehari-hari, sebenarnya batin berfungsi
sebagai hakim yang adil, apabila di dalam kehidupan manusia itu mengalami
konflik, pertentangan atau keragu-raguan di dalam akan bertindak tentang sesuatu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
Berkaitan antara hubungan batin dengan pembentukan kepribadian
manusia, Al-Salameh mengemukakan bahwa kecerdasan Interpersonal:
kemampuan untuk memahami suasana hati orang lain, perasaan, motivasi, dan
niat. Ini termasuk keterampilan seperti menanggapi secara efektif untuk orang lain
dengan cara pragmatis, seperti mendapatkan siswa atau rekan untuk berpartisipasi
dalam sebuah proyek, kemampuan untuk menemukan dan memahami kondisi
psikologis orang lain, motif, keinginan dan perasaan, untuk merespon yang sesuai
cara, peka terhadap ekspresi wajah, nada suara dan gerak tubuh (2012).
Selain sebagai alat pengontrol, batin berfungsi sebagai alat pembimbing,
untuk membawa pribadi dari keadaan yang biasa ke arah pribadi yang akan
mudah sekali dikenal oleh masyarakat. Misalnya pribadi yang bertanggungjawab,
berdisiplin, konsekuen, adil dan sebagainya. Kemampuan interpersonal termasuk
kemampuan untuk memahami suasana hati orang lain, perasaan, motivasi, dan
niat. Ini termasuk keterampilan seperti menanggapi secara efektif untuk orang lain
dengan cara pragmatis, seperti kemampuan untuk menemukan dan memahami
kondisi psikologis orang lain, motif, keinginan dan perasaan, untuk menanggapi
dengan cara yang pantas, peka terhadap ekspresi wajah, suara nada dan gerak
tubuh.
c. Aspek Konflik dalam Sastra
Berdasarkan kajian sastra, situasi konflik manusia dapat diketahui melalui
sikap dan perilaku tokoh dengan menghubungkan peristiwa yang terjadi. Peristiwa
dan konflik biasanya berkaitan erat, dapat saling menyebabkan terjadinya satu
dengan yang lain, bahkan konflik pada hakikatnya merupakan peristiwa. Ada
peristiwa tertentu yang dapat menimbulkan terjadinya konflik dan dengan
terjadinya konflik, peristiwa-peristiwa lain juga dapat muncul, sebagai akibatnya.
Sebenarnya orang membutuhkan cerita tentang berbagai masalah hidup dan
kehidupan manusia untuk memenuhi kebutuhan batinnya, memperkaya
pengalaman jiwanya. Dalam hal ini, pengarang yang mempunyai sifat peka,
reaktif, dan menghayati kehidupan ini secara lebih intensif, menyadari kebutuhan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
tersebut. Maka, pengarang sengaja mengangkat cerita dengan menampilkan
berbagai peristiwa plot yang menarik.
Pembahasan aspek konflik dalam sastra tersebut sejalan dengan pendapat
yang dikemukakan oleh Stanton, yaitu bentuk peristiwa dalam sebuah cerita dapat
berupa peristiwa fisik maupun batin. Peristiwa fisik melibatkan aktivitas fisik, ada
interaksi antara seorang tokoh cerita dengan sesuatu yang di luar dirinya, tokoh
lain atau lingkungan. Peristiwa batin adalah sesuatu yang terjadi dalam batin atau
hati seorang tokoh. Kedua bentuk peristiwa tersebut saling berkaitan, saling
menyebabkan terjadinya satu dengan yang lain. Bentuk konflik tersebut sebagai
bentuk kejadian yang dibedakan menjadi konflik internal dan konflik eksternal
(Nurgiyantoro, 2005:123-124).
Situasi konflik tokoh terdiri dari konflik internal dan konflik eksternal.
Situasi konflik yang ditimbulkan manusia dalam sastra dapat dilihat dalam bagan
berikut:
Gambar 2.1 Situasi Konflik yang Ditimbulkan Manusia Dalam Sastra
Konflik internal merupakan situasi timbulnya konflik yang dialami
manusia dengan dirinya sendiri. Konflik ini terjadi tanpa adanya interaksi dengan
sesuatu di luar dirinya, sehingga konflik internal lebih ke arah kondisi pribadi
manusia itu sendiri. Konflik internal terjadi dalam seorang individu yang
disebabkan oleh dua keinginan yang berbeda yang disebut sebagai konfik
kejiwaan atau konflik batin. Konflik tersebut disebabkan oleh dua keinginan yang
Konflik Fisik
Konflik Internal Konflik
manusia
Konflik Eksternal
Konflik Sosial
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
saling bertentangan dalam jiwanya atau kekecewaan karena apa yang diharapkan
seorang tokoh tidak sesuai dengan kenyataan yang terjadi.
Konflik eksternal merupakan situasi timbulnya konflik yang dialami
manusia dengan sesuatu di luar dirinya. Pengaruh lingkungan alam dan manusia
dalam kehidupan merupakan wujud konflik eksternal tersebut. Konflik eksternal
manusia dibedakan menjadi konflik fisik atau elemental dan konflik sosial.
Konflik fisik merupakan situasi timbulnya konflik yang disebabkan adanya
pertentangan antara tokoh dengan lingkungan alam. Misalnya, manusia tidak bisa
menguasai atau memanfaatkan serta membudidayakan alam sekitar sebagaimana
mestinya konflik sosial merupakan situasi timbulnya konflik yang disebabkan
oleh adanya kontak sosial antarmanusia.
B. Hasil Penelitian Relevan
Penelitian yang dianggap relevan dengan penelitian yang dilakukan oleh
penulis sebagai berikut :
1. Analisis Tokoh dan Nilai Edukatif Novel Laskar Pelangi Karya Andrea Hirata
Serta Relevansinya terhadap Materi Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia
Siswa SMP Kelas VIII (Kajian Psikologi Sastra). Skripsi disusun oleh Asih Sri
Wandani (X1206053) pada tahun 2010, Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta. Skripsi ini mengkaji tentang
aspek kejiwaan sang tokoh dan nilai edukatif yang ada di dalam novel Laskar
Pelangi yang kemudian direlevansikan materi pembelajaran Bahasa dan Sastra
Indonesia. Kesimpulan yang diperoleh dalam novel Laskar Pelangi ini dapat
digunakan sebagai salah satu bahan ajar sastra di SMP kelas VIII karena sesuai
dengan kurikulum yang ada, dan novel ini memiliki banyak amanat sehingga
sangat baik jika digunakan sebagai bahan ajar dalam pembelajaran sastra.
2. Analisis Tokoh Ara dalam Roman Larasati Karya Pramoedya Ananta Toer
(Sebuah Pendekatan Psikologi Sastra). Skripsi ini disusun oleh Djarot Haryadi
(C0299012) pada tahun 2007, Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas
Sebelas Maret Surakarta. Skripsi ini mengkaji tentang tokoh Ara dalam roman
Larasati karya Pramoedya Ananta Toer. Melalui teori kepribadian psikoanalisis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
Sigmund Freud diperoleh gambaran tentang struktur kepribadian tokoh Ara
yang dipengaruhi oleh id, ego dan superego. Ketiga sistem itu saling berkaitan
satu sama lain. Konflik-konflik yang dialami oleh Ara timbul karena
pertentangan-pertentangan dalam dirinya dan tokoh-tokoh lain secara timbal
balik. Konflik dalam Roman Larasati disebabkan oleh tokoh Ara yang ingin
tetap berjuang untuk menjadi seorang seniwati yang tidak berkhianat terhadap
perjuangan. Dengan adanya konflik menyebabkan tokoh utama dipojokkan
oleh pikiran dan lamunan. Tokoh memiliki naluri dan kecemasan dalam
menghadapi konfliknya.
3. Aspek Penokohan dalam Cerbung Tembang Katresnan Karya Atas S.
Danusubroto (Tinjauan Psikologi Sastra) oleh Syamsul Huda tahun 2010 juga
menjadi bagian dari penelitian yang relevan. Menurut penelitian ini, unsur-
unsur yang terdiri dari tema, alur, penokohan, latar, dan amanat tersebut
bersama-sama membentuk totalitas makna. Selain itu, penelitian ini
mengungkapkan tentang dinamika dan proses kejiwaan tokoh-tokoh yang juga
dipengaruhi oleh faktor lingkungan sosial kehidupan seseorang yang berlatar
belakang masyarakat desa.
4. Penelitian yang lain, yaitu Religiositas dalam Novel Fatimah Chen Chen Karya
Motinggo Busye (Sebuah Pendekatan Psikologi Sastra) oleh Indah
Kusumaningtyas tahun 2002 (UNS). Hasil penelitian menyebutkan bahwa
melalui pendekatan struktural dapat diperoleh kesimpulan adanya unsur-unsur
pembangun novel FCC, yaitu penokohan, alur, latar, tema, dan amanat Dalam
analisis psikologi sastra dapat disimpulkan bahwa tokoh-tokohnya mengalami
fase perkembangan yang berbeda-beda, dimulai fase pubertas sampai dengan
mengalami kedewasaan. Dengan demikian, watak dasar yang dimiliki juga
berbeda.
5. Penelitian lain yang relevan dengan penelitian ini, yaitu penelitian dengan judul
Konflik Tokoh Utama dalam Kumpulan Novelet Tulalit Karya Putu Wijaya:
Sebuah Pendekatan Psikologi Sastra oleh Rosid Wuryanto tahun 2007 (UNS).
Hasil penelitian menyebutkan bahwa antara tema dan amanat terdapat jalinan
erat dan bermakna. Adanya konflik menyebabkan tokoh utama dipojokkan oleh
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
pikiran dalam lamunan. Tokoh mempunyai naluri dan kecemasan. Kecemasan
yang terjadi pada tokoh meliputi kecemasan realitas, neurotik, dan moral.
C. Kerangka Berpikir
Pembelajaran sastra hakikatnya adalah apresiasi sastra. Pembelajaran
sastra dalam prosesnya tentunya membutuhkan sebuah karya sastra yang
berkualitas. Sebuah karya dapat dikatakan berkualitas manakala karangan itu
mengedepankan nilai-nilai kehidupan yang bermakna, memikat, menggugah,
mewujudkan sebagai karya kreatif, mewujudkan diri sebagai karangan bersifat
imajinatif yang dituang dalam wacana naratif, puitik atau dramatik. Karangan itu
disampaikan dengan cara yang apik, indah, dan enak dibaca. Diceritakan secara
tidak langsung, tidak terang-terangan namun jernih, bersifat informatif tanpa ada
kesan menggurui, tidak bersifat ilmiah tetapi tetap memberikan masukan-masukan
yang berharga. Karya sastra yang berkualitas yang dibahas pada penelitian ini
adalah novel Hafalan Shalat Delisa karya Tere Liye. Novel tersebut
menghadirkan tokoh-tokoh dan suasana dengan begitu hidup. Kisah - kisah cerita
dalam novel disajikan dengan gaya sederhana namun sangat menyentuh serta
komunikatif tanpa kehilangan bobot kesastraannya.
Bertolak dari hal di atas, maka penulis bermaksud menelaah novel Hafalan
Shalat Delisa karya Tere Liye dengan menggunakan pendekatan psikologi sastra.
Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui
struktur serta konflik batin yang dialami para tokoh dalam novel Hafalan Shalat
Delisa karya Tere Liye.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
Alur tersebut untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam bagan adalah
sebagai berikut.
Gambar 2.2 Alur Kerangka Berpikir
Karya Sastra
Novel Hafalan Shalat Delisa
Pendekatan Psikologi Sastra
Struktur Novel Hafalan
Shalat Delisa
Konflik batin yang dialami
para tokoh dalam novel
Hafalan Shalat Delisa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kesusastraan sehingga tidak ada
pembatasan khusus terhadap tempat dan waktu. Objek penelitian adalah novel
Hafalan Shalat Delisa Karya Tere Liye berjumlah 270 halaman yang diterbitkan
oleh Republika pada tahun 2005. Penelitian dilaksanakan selama delapan bulan,
yaitu mulai dari bulan Desember 2011 sampai Juli 2012. Lebih jelasnya dapat
dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 3.1. Rincian Waktu dan Jenis Kegiatan
Jenis Kegiatan
Tahun 2011/2012
Desember Januari Februari Maret April Mei Juni Juli
1. Pengajuan judul
2. Penulisan proposal
3. Perizinan
penelitian
4. Pengumpulan data
5. Analisis data
6. Penulisan laporan
B. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Dalam hal
ini peneliti mendeskripsikan data yang diperoleh secara sistematis, faktual, dan
akurat mengenai fakta-fakta dan hubungan kausal fenomena yang diteliti. Data
yang ada berupa pencatatan dokumen yang menjelaskan tentang struktur dan
konflik batin para tokoh yang terdapat dalam novel Hafalan Shalat Delisa yang
terurai dalam bentuk kata-kata, bukan dalam bentuk angka.
Penelitian ini menggunakan pendekatan psikologi sastra, yaitu sebuah
kajian yang memandang bahwa karya sastra banyak menyajikan tentang peristiwa
kehidupan manusia yang selalu memperlihatkan perilaku beragam melalui tokoh-
45
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
tokohnya dan mempertimbangkan segi penokohan untuk mengetahui makna
totalitas suatu karya sastra.
C. Data dan Sumber data
Data merupakan suatu hal pokok dalam penelitian. Pada penelitian ini
sumber data yang digunakan adalah dokumen yaitu kutipan kalimat-kalimat dalam
novel Hafalan Shalat Delisa karya Tere Liye yang diterbitkan oleh Republika
Penerbit.
D. Teknik Pengambilan Sampel
Teknik yang digunakan adalah purposive sampling, yaitu sampel yang
dipergunakan sesuai kepentingan peneliti dan dipandang mempunyai sangkut paut
yang erat dengan tujuan penelitian. Penelitian ini menggunakan teknik purposive
sampling dengan tujuan agar mendapatkan data yang tepat dan akurat sehingga
memperoleh hasil sesuai dengan yang diharapkan. Teknik sampling dalam
penelitian ini dilakukan secara selektif dengan cara memilih kalimat-kalimat atau
dialog dalam novel Hafalan Shalat Delisa yang dapat mewakili jawaban atas
rumusan masalah yang telah ditentukan.
E. Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah mengkaji dokumen dan
arsip (Content Analysis). Analisis dokumen digunakan untuk mengungkapkan
struktur novel dan konflik batin yang dialami para tokoh yang terdapat dalam
novel Hafalan Shalat Delisa karya Tere Liye yang ditelaah melalui pendekatan
psikologi sastra. Langkah-langkah pengumpulan datanya sebagai berikut:
1. Membaca novel Hafalan Shalat Delisa karya Tere Liye
2. Mencatat kutipan kalimat yang menggambarkan struktur novel dan konflik
batin para tokoh.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
F. Uji Validitas Data
Sebuah data diperoleh, selanjutnya data diperiksa keabsahannya melalui
teknik triangulasi. Hal ini bertujuan untuk membandingkan informasi yang
diperoleh dari berbagai pihak agar ada jaminan tentang tingkat kepercayaan atau
kevalidan data. Dalam penelitian ini, uji validitas data yang digunakan penulis
adalah triangulasi. Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang
memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau
sebagai pembanding terhadap data tersebut (Moleong, 2000: 178). Penelitian ini
menggunakan triangulasi teori.
Triangulasi teori adalah pemeriksaan kebenaran data hasil analisis dengan
menggunakan perspektif teori yang berbeda tetapi membahas masalah yang sama.
Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori tentang struktur novel dan
teori tentang psikologi sastra. Teori ini yang kemudian menjadi dasar untuk
membahas rumusan masalah poin pertama dan kedua yang terdapat dalam
penelitian ini.
G. Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam menganalisis data dalam
Hafalan Shalat Delisa karya Tere Liye adalah teknik analisis mengalir (flow
model of analysis), yang meliputi tiga komponen, yaitu: (1) reduksi data; (2)
penyajian data; dan (3) penarikan simpulan (Miles dan Huberman, 1992: 16-20).
Analisis model mengalir mempunyai tiga komponen yang saling terjalin dengan
baik, yaitu sebelum, selama, dan sesudah pelaksanaan penggumpulan data.
Langkah-langkah yang harus ditempuh dalam menganalisis data dengan
analisis tersebut meliputi :
1. Reduksi data
Reduksi data merupakan kegiatan mengklarifikasi data berdasarkan
permasalahan yang dikaji. Data yang diambil berupa kalimat-kalimat yang
terdapat dalam novel Hafalan Shalat Delisa. Informasi-informasi yang
mengacu pada permasalahan itulah yang menjadi data penelitian ini. Data yang
telah terkumpul kemudian direduksi, dirangkum, dipilih hal-hal yang penting
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
serta dicari tema atau polanya. Data yang telah direduksi memberi gambaran
yang jelas mengenai permasalahan yang dikaji serta mempermudah peneliti
untuk mencari kembali data yang diperoleh sewaktu-waktu
2. Penyajian data
Data yang telah direduksi kemudian pada langkah selanjutnya yaitu dilakukan
perakitan data secara teratur dan terperinci sehingga mudah dilihat dan
dipahami. Data tersebut kemudian dijabarkan dan diperbandingkan antara yang
satu dengan yang lain untuk dicari persamaan dan perbedaannya. Analisis data
dalam model interaktif dilakukan sejak tahap pengumpulan data
3. Penarikan Simpulan
Tahap ini adalah mencapai penarikan sebuah kesimpulan. Penarikan
kesimpulan dilaksanakan berdasarkan semua hal yang terdapat dalam
pengumpulan data, reduksi data dan penyajian data. Setelah data diseleksi,
diklasifikasi dan dianalisis, kemudian data dalam novel Hafalan Shalat Delisa
ditarik suatu kesimpulan.
Untuk lebih jelas dilihat pada gambar di bawah ini:
Masa Pengumpulan Data
-----------------------------------------------
Reduksi Data
Antisipasi Selama Pasca
Penyajian Data = Analisis
Selama Pasca
Penarikan Kesimpulan
Selama Pasca
Gambar 3.1 Model Analisis Jalinan atau Mengalir
(Sumber: Miles dan Huberman, 1992: 18)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
H. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian merupakan penjelasan secara rinci mengenai langkah
penelitian dari awal hingga akhir, guna membantu lancarnya pelaksanaan
penelitian. Dalam penelitian ini penulis mengambil langkah-langkah :
1. Tahap Pengumpulan Data
Dikumpulkan data dokumen berupa kutipan kalimat yang menunjukkan
struktur novel dan konflik batin para tokoh dalam novel Hafalan Shalat
Delisa.
2. Penyeleksian data.
Data yang telah terkumpul itu selanjutnya diseleksi serta dipilih mana saja yang
kemudian dianalisis.
3. Menganalisis data yang telah diseleksi.
4. Membuat laporan penelitian.
Laporan penelitian merupakan tahap akhir dari serangkaian proses yang ada.
Merupakan tahap penyampaian data yang telah dianalisis, dirumuskan dan
ditarik kesimpulan setelah dikonsultasikan dengan pembimbing.
Untuk lebih jelasnya, prosedur dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
Gambar. 3.2 Skema prosedur penelitian
Pengumpulan data
Penyeleksian data
Analisis data
Membuat laporan penelitian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Struktur Novel Hafalan Shalat Delisa
1. Tema
Tema merupakan ide yang mendasari sebuah cerita sehingga berperan juga
sebagai pangkal tokoh pengarang dalam memaparkan karya yang diciptakannya.
Tema sebagai makna pokok dari sebuah karya fiksi merupakan makna
keseluruhan yang didukung oleh cerita. Tema bersifat obyektif, artinya para
pembaca novel akan memiliki penafsiran yang relatif sama terhadap sebuah novel.
Novel Hafalan Shalat Delisa bertemakan tentang ketuhanan. Yaitu tentang
kecintaan seorang anak berusia enam tahun terhadap keluarganya dan mencoba
mengenali Tuhannya melalui hafalan-hafalan bacaan shalat yang telah diajarkan
oleh Ummi serta Ustadz tempat ia mengaji. Keluarga yang harmonis dan taat
beribadah ditunjukan pada kutipan berikut:
Ummi sedang mengaji; mengajari Cut Aisyah dan Cut Zahra. Sedangkan Fatimah membaca Al-Quran sendiri. Tidak lagi diajari Ummi. Ini jadwal rutin mereka setiap habis subuh. Belajar ngaji dengan Ummi, meskipun juga belajar ngaji TPA dengan Ustadz Rahman di meunasah. Delisa sedang memegang Juz’ammanya. Terbata-bata mengeja alif-patah-a; ia masih banyak menguap. Terkantuk-kantuk menunggu giliran menghadap Ummi. Menyetor bacaan yang sedang diejanya pelan-pelan. (Tere Liye, 5).
Delisa berusaha untuk menghafalkan bacaan shalat. Walaupun dia
mengalami kesulitan, dia masih terus berusaha untuk dapat menghafalkan bacaan
shalat. Hal ini tampak pada kutipan berikut:
“In-na sha-la-ti, wa-nu-su-ki, wa-ma…wa-ma…wa-ma…” Delisa kesulitan melanjutkan hafalan bacaan shalatnya. Matanya terpejam. Tangannya menjawil-jawil rambut keritingnya. “Wa-ma… waaa-, waaa, wa-ma…” Delisa lagi sibuk duduk di ayunan pohon jambu yang dibuatkan Abi dua bulan lalu pas pulang. Berayun-ayun pelan, sambil menghafal doa iftitah. Delisa memang lagi berjuang menghafal bacaan shalat minggu-minggu ini. setiap kesempatan yang ada, ia pasti menenteng-nenteng buku hafalan bacaan shalatnya. Meski terkadang buku itu hanya sekedar dibawa-bawa
50
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
saja. Tidak dibaca. Setidaknya ia kelihatan sibuk menghafal, dan Ummi tidak banyak menegurnya. (Tere Liye, 12 13) Mereka akan ke pasar Lhok Nga. Membeli kalung hadiah hafalan bacaan shalat Delisa (di samping belanjaan rutin mingguan Ummi lainnya). kalung yang dijanjikan Ummi sebulan lalu. Kalung yang membuatnya semangat belajar menghafal bacaan shalat minggu-minggu terakhir. (Tere Liye, 17)
Kutipan lain yang menjelaskan tentang usaha Delisa dalam menghafalkan
bacaan shalat tampak pada kutipan berikut:
Malamnya Aisyah yang duduk bersama Zahra juga berdiam diri saat mengerjakan PR buat besok. Tidak sedikitpun mengganggu Delisa yang terbata-bata terus menghafal bacaan shalat di ruang belajar. “Sub-haa-na-rab-bi-yal a’-la wa-…wa-…bihamdih!” “Aduh itu kan bacaan buat sujud, Delisa!” Fatimah yang juga sedang belajar bersama-sama menoleh. Tadi Delisa bukankah baru saja membaca surat pendek, kemudian takbir hendak ruku’. Jadi seharusnya kemudian bacaan ruku’ kan. Bukan bacaan sujud. (Tere Liye, 24)
2. Penokohan
Pembedaan tokoh menurut Nurgiyantoro dibedakan menjadi dua jenis
dalam sebuah cerita, yaitu masing-masing tokoh memiliki peranan yang berbeda.
Dilihat dari tingkat peranan atau kepentingan tokoh dibedakan menjadi dua, yaitu
1) tokoh utama, yaitu tokoh yang ditampilkan terus menerus atau paling sering
diceritakan, dan 2) tokoh tambahan, yaitu tokoh yang dimunculkan sekali atau
beberapa kali saja dalam sebuah cerita (2005). Novel Hafalan Shalat Delisa
mempunyai tokoh utama yaitu Delisa. Dan tokoh tambahan, yaitu Ummi
Salamah, Abi Usman, Fatimah, Cut Aisyah, Cut Zahra, Koh Acan, Ustad
Rahman, Ibu Guru Eli, Teuku Umam, Teuku Dien, Tiur, Ummi Tiur, Ibu Guru
Nur, Dr. Michael J Fox, Junior, Jinny, Profesor Strout, Laksamana Jensen Hawk,
Michelle, Margaretha, Sersan Ahmed, Prajurit Smith, Dokter Elisa, Suster Sophie,
Kak Ubai, Ibu Guru Ani, Dokter Peter, dan Wak Burhan.
Untuk mempermudah pemahaman maka deskripsi data juga ditampilkan.
Deskripsi dan pembahasan para tokoh akan dijelaskan sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
1. Delisa
Delisa adalah seorang anak berusia 6 tahun yang hidup bersama Ummi dan
ketiga kakaknya di kota Lhok Nga. Sedangkan Abinya bekerja di kapal tanker dan
hanya pulang tiga bulan sekali. Delisa digambarkan sebagai seorang bocah yang
berwajah tidak seperti anak Lhok Nga lainnya. Dia seperti anak keturunan. Dia
memiliki rambut ikal berwarna, kulitnya putih kemerah-merahan, dan matanya
hijau. Hal ini tampak pada pernyataan:
Beda sekali dengan kakak-kakaknya, rambut Delisa ikal berwarna. Kulitnya putih kemerah-merahan bersih. Matanya hijau. Delisa terlihat seperti anak keturunan. Meskipun itu tidak aneh, Ummi Salamah memang keturunan Turki-Spanyol (meskipun itu jauh ke-kakek-kakeknya Delisa). Mungkin salah satu gen itu itu setelah terpendam begitu lama akhirnya menurun ke Delisa. (Tere Liye, 11)
Delisa anak yang banyak bertanya dan selalu kritis dalam hal apapun.
Delisa memiliki pola pikir yang berbeda dengan anak seumurannya. Dia akan
menanyakan sesuatu jika ia merasa tidak mengerti. Hal ini tampak pada
pernyataan:
“Ummi, kenapa ya Delisa selalu susah bangun shubuh-shubuh?” Ia bertanya sambil menguap. Teringat masalah tadi; juga masalahnya selama ini – susah bangun.
Ummi mengabaikan Aisyah. Tersenyum, “Karena kamu sering lupa doa sebelum tidur, kan?”
“Nggak… Delisa nggak pernah lupa!” Delisa menjawab cepat. Ngotot. Ummi tersenyum lagi. (Tere Liye, 6)
“Satu lagi Ummi…. Kenapa kalau Delisa sudah baca doa sebelum tidur, Delisa tetap saja ngantuk pas sudah bangunnya… Kata Ummi tadi Delisa pasti bisa bangun lebih cepat dan nggak ngantuk lagi, kan? Delisa teringat sesuatu, memikirkan fakta lainnya. Bertanya sambil menguap lebar.
(Tere Liye, 9) “Ustadz, kenapa ya Delisa sering kebolak-balik?” Delisa nyeletuk.
Mengangkat kepalanya dari buku iqra di atas rihal. Ingat sesuatu. Ustadz Rahman menatapnya? Kebolak-balik? Oo, bacaan shalat. (Tere Liye, 38)
Setelah tsunami melanda Lhok Nga. Delisa masih hidup karena ia
diselamatkan oleh Ibu Guru Nur. Delisa diikat di sebuah papan oleh Ibu Guru
Nur. Tetapi selama berhari-hari Delisa belum juga ditemukan oleh relawan yang
datang membantu. Delisa berada di kaki bukit Lhok Nga dan keadaan Delisa
sangat mengenaskan. Hal ini tampak pada pernyataan:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
Delisa masih hidup. Terseret empat kilometer hingga ke kaki bukit Lhok Nga. Tersangkut di semak-semak.
Siku kanan Delisa juga patah! Siku itu terkulai bagai patahan dahan kayu yang masih menempel sedikit di pohonnya. Maka sempurna sudah, ia tidak berdaya. Hanya menggantung terbaring. Dengan badan sebelah kiri menyentuh becek tanah yang sudah mengering. Sebelah kanan badannya terjepit semak belukar.
Pilu menatap tubuhnya belum usai. Saat siang menjelang, matahari terik memanggang tubuhnya!. (Tere Liye, 92).
Delisa yang masih hidup belum juga ditemukan oleh tim relawan.
Keadaannya kini bertambah mengenaskan. Sudah tujuh hari tujuh malam Delisa
terkapar tak berdaya. Tetapi ia sudah mulai terbiasa dengan keadaan sekitarnya. Ia
tidak takut lagi dengan mayat Tiur, gelap malam dan sepinya kota. Keadaan
tubuhnya sungguh mengenaskan. Delisa masih berjuang untuk bertahan hidup.
Hal ini tampak pada pernyataan:
Tubuh Delisa terpanggang oleh teriknya matahari. Tubuhnya semakin mengenaskan. Air dan beberapa buah apel yang memang mengisi perutnya dengan baik semalaman, tetapi itu tidak cukup untuk mengurangi semua rasa sakit. Menjelang sore, kaki kanannya sudah benar-benar tak berasa lagi. Seperti tidak ada lagi di sana, saking kebasnya. Matanya perih menahan panas seharian. Kerudung biru yang sekarang ditutupkannya di atas dahi tidak membantu banyak. Delisa sudah lelah menangis. Air matanya sudah habis sepanjang hari. Tujuh hari tujuh malam sudah ia terkapar. Ia tidak takut lagi dengan mayat Tiur yang mulai membusuk. Ia tidak takut lagi menatap sepinya kota. Tidak takut lagi menatap gelapnya malam. Bahkan Delisa tidak peduli dengan hujan deras yang selalu turun tiap malam. Mengeriputkan badan kecilnya. (Tere Liye, 101). Setelah berhasil ditemukan oleh Smith, kemudian Delisa dibawa ke rumah
sakit kapal induk John F Kennedy. Delisa sudah pingsan selama tujuh hari
sebelum dia ditemukan. Dan Delisa juga masih belum siuman selama berhari-hari
pasca operasi di rumah sakit. Setelah Delisa siuman, dia bingung dengan keadaan
yang dialaminya. Semuanya ini terasa begitu menyakitkan dan memilukan bagi
Delisa. Tsunami telah merenggut semuanya. Hal ini tampak pada pernyataan:
Delisa menatap kosong. Ia tiba-tiba tidak bisa berpikir lebih banyak lagi. Terhenti begitu saja. Setelah menyebut nama Ummi, Kak Fatimah, Kak Zahra, dan Kak Aisyah tadi, ingatannya pelan-pelan kembali. Masalahnya ingatan itu kembali bersama “sepotong” hati dan otak yang tertinggal.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
Apalagi setelah melihat kakinya yang terpotong. Tidak ada lagi jari-jemari disana. Mata kaki. Betis. Hilang. Delisa terdiam. Semua ini terasa menyedihkan. Terasa memilukan. Mata Delisa mulai basah berair. (Tere Liye,130)
Di tengah penderitaan yang dialami Delisa. Delisa masih bisa tegar dan
bersikap seperti Delisa yang dulu. Delisa masih suka berbagi dengan orang
sekitarnya. Hatinya tidak berubah. Meskipun kondisi fisiknya sudah berubah. Hal
ini tampak pada pernyataan:
Sophi tertegun. Ia mengerti sekarang. Gadis kecil di hadapannya ternyata hendak berbagi. Sophi menelan ludah. Tersenyum kaku menerima potongan itu. Ya Allah, bahkan Delisa di tengah situasi menyedihkan ini, reflek begitu saja membagi cokelatnya…. Tulus berbagi ….
(Tere Liye, 135). Setelah diijinkan pulang dari rumah sakit kapal induk tempat Delisa
dirawat. Delisa bersama Abi kembali ke Lhok Nga. Delisa senang sekali kembali
ke tempat tinggalnya. Ia rindu dengan semuanya. Apa pun itu bentuknya
sekarang. Apa pun itu yang masih ada. Tetapi Delisa hanya bisa menatap kosong
melihat kotanya hancur tak bersisa. Hanya tinggal lapangan luas dengan puing-
puing bangunan di sana-sini. Tetapi Delisa tidak larut dalam kesedihan. Ia siap
untuk meneruskan kehidupannya yang sudah berubah. Hal ini tampak pada
pernyataan:
Bagi Delisa kehidupan sudah kembali. Bagi Delisa semua ini sudah berlalu. Bagi Delisa hari lalu sudah tutup buku. Ia siap meneruskan kehidupan. Tak ada yang perlu dicemaskan. Tak ada yang perlu ditakutkan. Delisa siap menyambung kehidupan; meski sedikit pun ia belum mengerti apa itu hakikat hidup dan kehidupan. (Tere Liye, 157).
Disaat Delisa sedang berada di kuburan massal tempat kakak-kakaknya,
teman-temannya beserta yang lain dikuburkan, Delisa masih saja peduli dengan
kesedihan yang dirasakan orang lain. Padahal disini ia sedang melihat kuburan
massal tempat saudara-saudaranya dikuburkan. Yang seharusnya anak seusia dia
tidak mempedulikan kesedihan orang lain. Yang justru hanya memikirkan
kesedihan diri sendiri. Tapi Delisa masih peduli terhadap kesedihan orang lain.
Hal ini tampak pada pernyataan:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
“S-i-a-p-a yang meninggal?” Delisa bertanya dengan mata hijaunya. Istri J fox menoleh sambil menyeka air mata. Tidak menyangka akan ada yang menegurnya di negeri antah-berantah ini. Tidak menyangka akan ada yang menyapanya saat ia sedang berdoa untuk suaminya yang entah berada di mana. Istri J Fox memandang wajah menggemaskan Delisa. Bekas luka yang belum hilang, gigi tanggal dua. Tetapi wajah gadis kecil di sebelahnya bertanya tulus meski ia sama sekali tidak mengerti apa yang diucapkannya barusan. (Tere Liye, 168).
Delisa benar-benar anak yang berhati mulia. Ditengah musibah yang
sedang menimpanya, kehilangan semuanya yang pernah ia miliki. Delisa masih
memberi kepedulian dan perhatian kepada orang lain. Bahkan orang itu belum
pernah ditemuinya. Tetapi Delisa sangat baik hati. Dia tidak pernah marah
ataupun menolak atas semua musibah yang ia terima ini. Delisa menyikapi semua
musibah ini dengan sangat sederhana. Dia menerima dengan ikhlas tanpa ada
penolakan sedikitpun. Hal ini tampak pada pernyataan:
Anak ini jelas kehilangan lebih banyak dibandingkan ia. Anak ini jelas kehilangan nama-nama itu. Kehilangan rumah, sekolah, teman-teman, tempat bermain dan segalanya. Tetapi lihatlah, gadis kecil ini menganggap semua kepergian itu dengan sederhana. Benar-benar sederhana. Tidak ada penolakan. Tidak ada pengingkaran. Bahkan gadis kecil dengan mata hijau beningnya, ringan hati telah membuatkan almarhum suaminya nisan yang indah. (Tere Liye, 169)
Delisa pun harus menyesuaikan diri dengan perubahan hidup yang terjadi
pasca tsunami. Semua kegiatan yang selama ini sudah rutin ia lakukan setiap hari.
Kini berubah setelah tsunami melanda. Jadwal mengaji berubah menjadi sore hari.
Dan Delisa harus bermain bola dengan menggunakan kurk, karena kakinya harus
diamputasi. Tetapi Delisa tetap menjalaninya dengan senang hati. Hal ini tampak
pada pernyataan:
Dengan jadwal mengaji sore hari di meunasah, “hobi pamungkas” Delisa bermain bola menjadi berkurang. Ia hanya bisa bermain bola satu jam selepas mengaji. Tetapi itu tidak jadi masalah. Lebih dari cukup. Dengan kurk di lengan kanan, Delisa meneruskan hobi menyenangkan tersebut. (Tere Liye, 174).
Perubahan hidup sudah mulai dirasakan oleh Delisa. Dengan adanya
musibah yang terjadi membuat Delisa tumbuh menjadi lebih dewasa, menjadi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
lebih bertanggung jawab kepada dirinya sendiri dan Abinya. Delisa dan Abi
berjuang menata kembali kehidupan mereka yang hancur pasca tsunami terjadi.
Tanpa perlu belajar untuk menjadi dewasa dan bertanggung jawab, dari mu
sibah ini Delisa bisa tumbuh menjadi lebih bertanggung jawab. Hal ini tampak
pada pernyataan:
Delisa sebenarnya tumbuh lebih dewasa dua bulan terakhir. Delisa jauh lebih bertanggung-jawab. Ia membantu Abi menyapu rumah. Mencuci piring. Bahkan sudah bisa mencuci pakaian dan belajar menyetrika. Delisa juga tidak banyak berseru meminta tolong. Dengan sendirinya pengertian itu datang kepadanya. Delisa selalu mengerjakan sendiri apa yang bisa ia kerjakan. Termasuk urusan menyiapkan pakaian mengajinya. (Tere Liye,177).
Delisa pun akhirnya bisa menyelesaikan hafalan shalatnya. Dia bisa
menjalankan shalat pertamanya dengan sempurna. Delisa bisa menghafal bacaan
shalatnya setelah ia mengalami kesulitan untuk menghafalnya kembali. Tapi kini
Delisa selesai menyelesaikan hafalan shalatnya dan shalat dengan sempurna. Hal
ini tampak pada pernyataan:
Dan Delisa entah mengapa terisak pelan. Delisa menangis. Matanya basah. Ya Allah, Delisa akhirnya menyadari kalau ia baru saja bisa mengerjakan shalatnya dengan lengkap. Gadis kecil itu bahagia sekali. Untuk pertama kalinya ia menyelesaikan shalatnya dengan baik. Shalat yang indah. Delisa membaca dari awal hingga akhir bacaan shalatnya. Tidak lupa! Tidak tertukar-tukar. (Tere Liye, 261).
2. Ummi Salamah
Ummi Salamah adalah ibunda Delisa. Seorang ibu yang bertanggung
jawab terhadap anak-anaknya. Ummi selalu mengajari anak-anaknya mengaji
setiap habis subuh. Hal ini tampak pada pernyataan:
Ummi sedang mengaji; mengajari Cut Aisyah dan Cut Zahra. Sedangkan Fatimah membaca Al-Qur’an sendiri. Tidak lagi diajari Ummi. Ini jadwal rutin mereka setiap habis subuh. Belajar ngaji dengan Ummi, meskipun juga belajar ngaji TPA dengan Ustad Rahman di meunasah (Tere Liye, 5).
Ummi Salamah adalah seorang ibu yang bertanggung jawab terhadap
keluarganya. Dia mau membantu Abi memenuhi kebutuhan keluarganya. Jadi
tidak hanya menggantungkan pada penghasilan Abi saja, Ummi juga mau bekerja,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
seperti menjahit yang sering Ummi Salamah lakukan di rumah. Menjahit baju
pesanan tetangga. Hal ini tampak pada pernyataan:
Ummi sehari-hari bekerja menjahit, membordir dan semua pekerjaan pakaian pesanan tetangga. Ummi pandai sekali membuat baju, selendang, dan kain-kain (Tere Liye, 10).
Pasca tsunami terjadi keberadaan Ummi Salamah tidak pernah diketahui.
Mayatnya tidak pernah ditemukan. Tidak ada yang tahu dimana keberadaan
Ummi Salamah. Tetapi di akhir cerita diceritakan bahwa Delisa menemukan
kerangka putih yang membawa kalung yang berbandul huruf D. D untuk Delisa.
Kerangka itu adalah Ummi Salamah. Hal ini tampak pada pernyataan:
Kalung itu ternyata bukan tersangkut di dedahanan. Tidak juga tersangkut di dedaunan. Tetapi kalung itu tersangkut di tangan. Tangan yang sudah menjadi kerangka. Sempurna kerangka manusia. Putih. Tulang-belulang. Utuh. Bersandarkan semak belukar tersebut. “U-m-m-i!” (Tere Liye, 264 265). 3. Abi Usman
Abi Usman adalah ayah Delisa. Dia bekerja di tanker perusahaan minyak
internasional. Berkeliling dari satu benua ke benua lainnya. Hanya setiap tiga
bulan sekali Abi pulang ke Lhok Nga. Hal ini tampak pada pernyataan:
Abi seperti yang dibilang sebelumnya bekerja di tanker perusahaan minyak internasional. Berkeliling dari satu benua ke benua lainnya membawa ribuan meter kubik minyak mentah. Setiap tiga bulan sekali baru kembali merapat di pelabuhan Arun. Kemudian pulang ke Lhok Nga selama dua minggu, sebelum kembali lagi berlayar. Terus saja begitu sepanjang tahun, kecuali pas Ramadhan dan lebaran, Abi bisa cuti panjang, satu setengah bulan penuh. (Tere Liye, 11)
Abi Usman berusia sekitar empat puluh tahun. Bertubuh kekar dan
berambut hitam legam. Seperti yang digambarkan pada pernyataan di bawah ini:
Cahaya muka lelaki berumur empat puluh tahunan itu meredup. Parasnya yang seharusnya terlihat berwibawa dan menyenangkan padam. Tubuh kekarnya bergetar. Abi mengusap rambutnya yang hitam legam. Mendesah ke langit-langit Lhok Nga. Udara yang lembut. Angin laut bertiup lemah memainkan anak rambut Abi. Meski apa hendak di kata, angin senyap justru membuka kenangan lama. (Tere Liye, 116)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
4. Fatimah
Fatimah adalah kakak Delisa. Dia baru berumur 16 tahun. Sebagai anak
yang paling tua, Fatimah bertugas menjaga adik-adiknya, membantu Ummi dalam
segala hal. Hal ini tampak pada pernyataan:
Fatimah tipikal anak sulung yang bisa diandalkan. Umurnya 16 tahun. Meski masih kelas satu madrasah aliyah, Fatimah bisa menggantikan peran Ummi dengan baik - juga sebagai partner Ummi jika Abi tidak ada di rumah seperti sekarang, Fatimah ikut menjaga adik-adiknya. (Tere Liye, 11)
Dan Fatimah juga ikut menjadi korban dari terjangan tsunami di Lhok
Nga. Ia tewas bersama dengan Cut Aisyah dan Cut Zahra. Hal ini tampak pada
pernyataan:
“Cut Fatimah sudah dikuburkan tiga hari lalu, Usman….” Teuku Dien menelan ludah. Memeberitahukan. (Tere Liye, 122)
5. Cut Aisyah
Cut Aisyah adalah kakak Delisa. Umurnya 12 tahun. Mempunyai sifat
yang pencemburu, iri hati, tetapi sebenarnya dia anak yang baik dan penurut. Cut
Aisyah mempunyai saudara kembar yaitu Cut Zahra. Sifat pencemburu dan iri hati
Cut Aisyah tampak pada pernyataan:
Aisyah menatap sirik. Ia benar-benar cemburu. Kalung milik Delisa jelas- jelas lebih bagus dibandingkan miliknya. Kan nggak ada huruf A. A untuk Aisyah (Tere Liye, 23). Rasa cemburu yang dirasakan Aisyah susah untuk dihilangkan. Bahkan
semakin menjadi-jadi. Aisyah sudah terlalu cemburu terhadap Delisa. Hal ini
tampak pada pernyataan:
Tidur semalaman justru membuat hati Aisyah terbakar lebih luas, lebih dalam. Ia mengibaskan tangan Fatimah. Pagi ini, hatinya dongkol sekali. Ia sebenarnya sudah dari tadi bangun. Hanya saja malas sekali melihat Delisa ada di dekatnya. Melihat Delisa turun dari ranjang dengan riang. (Tere Liye, 26).
Pasca tsunami terjadi, Cut Aisyah juga ikut tewas. Mayatnya sudah
ditemukan dan sudah dikuburkan. Hal ini tampak pada pernyataan:
“Cut Aisyah mayatnya sudah ditemukan empat hari lau, Bang Usman…” Koh Acan berkata pelan. (Tere Liye, 118).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
6. Cut Zahra
Cut Zahra adalah saudara kembar dari Cut Aisyah yang juga sebagai kakak
Delisa. Mempunyai sifat yang sangat berbeda dengan Cut Aisyah. Walaupun
pendiam, tetapi Zahra pencinta ketertiban dan kebersihan. Hal ini tampak pada
pernyataan:
“Tadi siapa yang ngacak-ngacak lemari pakaian?” Zahra yang pendiam (tetapi pencinta ketertiban) bertanya pelan. Semua mata memandang ke Delisa. (Tere Liye, 48).
“Iya! Tapi kamu nyarinya kan bisa lebih pelan dikit? Nggak mesti merusak lipatan pakaian yang lain, kan?” Zahra menyeringai kepada Delisa. (Tere Liye, 49) Cut Zahra pun juga ikut meninggal dalam terjangan tsunami itu. Mayatnya
ditemukan berpelukan dengan Cut Aisyah saudara kembarnya. Hal ini tampak
pada pernyataan:
“Mayatnya ditemukan sudah membusuk. Berpelukan dengan Cut Zahra….” (Tere Liye, 118).
7. Koh Acan
Koh Acan adalah pedagang emas di pasar Lhok Nga. Walaupun dia
seorang konghucu, tetapi dia sangat menghargai perbedaan agama. Misalnya saat
Delisa dan Ummi Salamah membeli kalung untuk hadiah hafalan shalat, Koh
Acan memberi separuh harga kepada Ummi Delisa. Hal ini tampak pada
pernyataan:
“Tidaklah…. Kalau untuk hadiah hafalan shalat ini, Ummi Salamah bayar separuh saja, haiya!” “Nggak... Haiya, saya nggak mungkinlah pasang harga mahal kalau buat hadiah hafalan shalat! Nggak mungkinlah….” Koh Acan memperbaiki dupa di atas meja panjangnya, tersenyum meyakinkan. Koh Acan 100% Konghucu (Tere Liye, 20)
Sebelum tsunami terjadi di Lhok Nga, bisa dikatakan Koh Acan
mempunyai kehidupan yang sukses dan berkecukupan. Tetapi setelah tsunami
melanda, dia kehilangan semuanya. Harta bendanya, keluarganya, serta
pembantu-pembantunya. Kehilangan semuanya dalam waktu singkat membuat
Koh Acan tidak tahu harus melakukan apa. Hal ini tampak pada pernyataan:
Koh Acan tersenyum getir. Menahan tangis. Menggeleng.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
“Mayat Chi-bi sudah dikuburkan…. Tak ada yang bersisa, Bang…. Tak ada sama sekali…. Toko itu musnah…. Keluarga saya musnah, Papa Liem, Tian Er, pembantu-pembantu di toko…. Entahlah apa yang akan aku lakukan sekarang –“ (Tere Liye, 119).
Koh Acan segera memulai kehidupan barunya. Dia membuka toko darurat
yang menjual martabak aceh. Dia tidak lagi berjualan perhiasan. Tetapi berjualan
makanan. Karena di tengah musibah ini mana mungkin ada orang yang
memikirkan tentang perhiasan. Usaha makanan yang digunakan oleh Koh Acan
untuk menyambung kehidupannya pasca tsunami. Perubahan hidup ini memaksa
Koh Acan untuk menyesuaikan diri dengan keadaan yang ada. Yang awalnya dia
seorang pedagang emas yang sukses di pasar Lhok Nga. Tapi kini ia harus
memulai kembali usahanya dari awal karena semuanya sudah direnggut oleh
tsunami. Hal ini tampak pada pernyataan:
Mereka segera meninggalkan meja makan. Makan di luar. Bukan di dapur umum. Koh Acan sudah membuka toko daruratnya – tidak di pasar; tetapi dekat barak penampungan. Koh Acan tidak berjualan perhiasan sekarang. Dia berjualan makanan. Martabak Aceh! Ke situlah Abi dan Delisa menebus masakan hambar tadi. (Tere Liye, 190).
8. Ustadz Rahman
Ustadz Rahman adalah guru ngaji Delisa dan teman-temannya. Umurnya
sekitar 26 tahun. Dia adalah mahasiswa lulusan IAIN Banda Aceh. Dia adalah
Ustadz yang baik. Hal ini tampak pada pernyataan:
Ustadz Rahman umurnya sekitar 26 tahun. Lulusan IAIN Banda Aceh…. Eh, Delisa lupa nama sekolahnya. Panjang! Nggak sependek nama sekolah Delisa: Ibtidaiyah Negeri 1 Lhok Nga. Ustadz Rahman baik. Mungkin yang bisa ngalahin kebaikan Ustadz Rahman hanya Ummi, Abi, Ibu Guru Nur, Kak Fatimah dan Kak Zahra. Kalau dibandingin dengan Kak Aisyah. Uuh, jauh baikan Ustadz Rahman. Meski Ustadz sering galak ke anak-anak yang sering becandaan melulu di dalam meunasah. (Tere Liye, 38).
Walaupun setelah tsunami terjadi Ustadz Rahman sudah kembali ke Lhok
Nga. Tetapi ketika ditanya oleh Delisa apakah Ustadz akan kembali mengajar
anak-anak lagi, Ustadz menjawab tidak. Dia tidak sanggup bila harus menjalani
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
sisa kehidupan yang telah hancur pasca tsunami. Dia akan kembali ke Banda
Aceh. Hal ini tampak pada pernyataan:
Ustadz Rahman menggeleng. Dia tidak akan bisa kemabali ke Lhok Nga. Hatinya selalu kebas setiap berjalan di sepanjang jalan kota Lhok Nga. Mengingat-ngingat kenangan masa lalu yang indah. Hatinya sakit sekali setiap berjalan di sepanjang pantai Lhok Nga. Mengingat-ngingat kalau dia seharusnya sekarang justru berjalan mesra-berdua dengan belahan hatinya. “Ustadz akan kembali ke Banda Aceh, Delisa!” Ustadz Rahman memegang lembut bahu Delisa. (Tere Liye, 182).
9. Ibu Guru Eli
Ibu Guru Eli adalah calon istri Ustad Rahman. Dalam novel ini Ibu Guru
Eli digambarkan sebagai seorang yang cacat. Penggambaran cacat fisik yang
dialami Ibu Guru Eli muncul pada percakapan tokoh lain. Hal ini tampak pada
pernyataan percakapan Fatimah dan Ummi Salamah serta Delisa dan Ustadz
Rahman:
“Ummi tahu nggak, Ibu Guru Eli calon istri Ustad Rahman itu kan cacat!” Memangnya kenapa kalau cacat? Kamu kok ngomongin cacat orang, Fatimah?” (Tere Liye, 47). (“Ustad, katanya calon istri Ustadz cacat, ya?” itu tanya Delisa sehari
setelah libur ngaji. Ustadz hanya tersenyum; tidak berkata banyak, padalah Kak Fatimah di rumah berkomentar banyak sesore itu; yang juga dinasehati banyak-banyak oleh Ummi). (Tere Liye, 51)
Pasca tsunami terjadi. Ibu Guru Eli juga ikut menjadi salah satu korban.
Rencana pernikahan dengan Ustadz Rahman gagal dan tinggal mimpi saja.
Ibu Guru Eli ikut tewas bersama korban lainnya. Hal ini tampak pada pernyataan:
Ustadz Rahman tersenyum pahit. Menatap datar langit-langit meunasah. Semua ini amat menyakitkan baginya. Karena Ibu Guru Eli sudah pergi selamanya, Delisa. Pergi bersama gelombang tsunami itu. Itu berarti tidak akan ada pernikhan. Tidak akan ada sama sekali, Delisa! (Tere Liye, 181).
10. Teuku Umam
Teuku Umam adalah teman ngaji sekaligus teman bermain bola Delisa.
Dia selalu jahil terhadap teman-temannya. Hal ini tampak pada pernyataan:
Delisa menoleh ke arah tim Teuku Umam. Mengangguk. Untuk urusan bola, Umam jagonya. Kalau urusan lain, Delisa tidak akan pernah mau satu kelompok dengan Teuku Umam. Raja jahil – sama seperti Kak Aisyah; ratu jahil. (Tere Liye, 45)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
Ustadz Rahman yang barusan melototin Teuku Umam ysng lagi iseng menjawil jilbab Tiur menoleh. Buru-buru menjawab. (Tere Liye, 38). Pasca tsunami terjadi, Umam menjadi pendiam dan pemurung. Dia tidak
jahil dan ceria lagi seperti dulu. Dia hanya duduk berdiam diri dan tidak mau ikut
bermain bola bersama Delisa dan teman-temannya. Padahal Umam gemar
bermain bola. Hal ini tampak pada pernyataan:
“Main bola, yuk!” Delisa mengajak. Umam mengangkat kepalanya. Menatap Delisa sejenak. Menggeleng. “Kita kurang satu!” Delisa menunjuk ke tengah lapangan. Delapan temannya menatap dari sana, berharap ia berhasil membujuk Umam. Umam hanya diam. “Kan, nggak seru kalau nggak lengkap!” Umam tetap diam. Berpikir, bukankah dulu Delisa yang paling sering membuat tim mereka tidak lengkap. Kabur begitu saja pas pertandingan lagi seru-serunya. “Tim kita kalah terus sekarang!” Umam tetap diam. “Meskipun kalau Umam ikut main belum tentu juga tim kita jadi menang!” Delisa menyeringai, tertawa kecil. Teuku Umam menyeringai. Percuma dia tetap tak bergeming dengan becandaan Delisa. Delisa menarik nafas mengkal. Tidak berhasil membujuk Umam, lantas kembali ke lapangan, bersiap untuk bermain tak Imbang empat-lawan-lima. Bola plastik diletakkan di tengah-tengah. (Tere Liye, 188). Sikap Umam masih saja sama. Dia hanya berdiam diri dan murung.
Bahkan saat mendapatkan hadiah seragam sekolah baru, Umam juga tidak
merespon. Tetapi memilih diam di pojokan kelas. Padahal anak-anak lain sangat
antusias dengan seragam sekolah baru. Tsunami benar-benar mengubah Umam
menjadi anak yang pendiam. Hal ini tampak pada pernyataan:
Tanpa diperintah dua kali, mereka segera rusuh membuka bungkus plastik tersebut. Menarik keluar seragam baru. Melapis baju seadanya dengan baju merah-putih. Hanya Teuku Umam yang tidak antusias. Umam diam saja di pojokan kelas. Lamban membuka kantong plastiknya. Ibu Guru Ani bahkan perlu membantunya. (Tere Liye, 178) 11. Teuku Dien
Teuku Dien adalah ayah Teuku Umam. Teuku Dien masih terhitung
sebagai sepupu dekat Abi Usman. Tokoh Teuku Dien muncul setelah tsunami
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
terjadi. Dia kehilangan hampir semua anggota keluarganya. Hanya Umam
bungsunya yang selamat. Hal ini tampak pada pernyataan:
Teuku Dien tersenyum pahit. Senyum yang sama dengan Koh Acan kemarin. Senyum yang sama dengan sisa-sisa penduduk Lhok Nga yang selamat lainnya. Senyum itu! Hanya Umam anak bungsunya yang selamat. Istri dan enam anak-anaknya yang lain hilang entah tak tahu rimbanya.
(Tere Liye, 123).
Teuku Dien kehilangan anak-anaknya karena tsunami itu. Istrinya
menghilang entah kemana. Mayatnya belum juga ditemukan. Tetapi satu kabar
yang sangat membahagiakan datang kepadanya. Satu kebahagiaan yang menutup
kepedihan pasca kehilangan anak-anaknya. Istrinya ditemukan masih hidup dan
dirawat di rumah sakit Medan. Kebahagiaan itu terpancar di wajah Teuku Dien.
Walaupun sangat sulit untuk melukiskannya. Hal ini tampak pada pernyataan:
Susah sekali melukiskan bagaimana raut muka Teuku Dien. Muka itu bercahaya, muka itu sembab, muka itu tertawa, muka itu menangis. Entahlah! Ada seribu perasaan yang bercampur dari paras muka Teuku Dien. Delisa menatap tidak mengerti. (Tere Liye, 219). 12. Tiur
Tiur adalah teman Delisa. Tiur suka membantu Delisa belajar naik sepeda.
Kebaikan hati Tiur juga tampak pada pernyataan di bawah ini. Tiur mau
membantu Delisa belajar naik sepeda dan tidak sungkan untuk memuji Delisa dan
membuat Delisa senang dengan pujian yang diberikan Tiur, karena Delisa senang
dipuji. Hal ini tampak pada pernyataan:
Hari semakin sore. Matahari mulai beranjak turun. Satu jam kemudian Tiur datang membawa sepedanya. Melambai berteriak ke arah Delisa yang sedang berlari mengejar-ngejar bola. Delisa teringat sesuatu. Ah iya, ia kan tadi janji mau belajar bersepeda dengan Tiur. (Tere Liye, 45)
Pas Tiur datang, mereka memutuskan untuk belajar sepeda langsung di jalan raya. Dan Delisa lancar melakukannya. Tidak gugup. Tidak takut. Ia juga dipuji Tiur. Jadilah ia menghabiskan sore dengan riang gembira.
(Tere Liye, 57)
Tiur seorang anak yatim piatu. Terkadang ia merasa iri dengan Delisa
karena ia tidak memiliki ayah seperti Delisa. Hal ini tampak pada pernyataan:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
“Asyik ya … Delisa masih punya Abi!” Tiur berkata pelan. Menelan ludah. Kalimatnya lemah terdengar. (Tere Liye, 58).
Setelah tsunami melanda Lhok Nga. Tiur juga ikut tewas dalam bencana
itu. Tiur meninggalkan Delisa sendiri. Tetapi Tiur senang karena ia akan bertemu
dengan ayahnya yang sudah lama meninggal. Delisa bertemu Tiur dalam mimpi.
Hal ini tampak pada pernyataan:
“D-e-l-i-s-a!” Tiur tersenyum riang berlari memeluknya. “Tiur akan bertemu Abi!” Tiur berkata riang. “Tiur akan bertemu Abi!” Tiur menunjuk gerbang taman yang indah itu. (Tere Liye, 87).
13. Ummi Tiur
Ummi Tiur seorang janda yang sakit-sakitan. Setelah tsunami melanda
Lhok Nga. Ummi Tiur juga menjadi salah satu korban tsunami. Dia meninggal
bersama dengan Tiur dan kakak-kakaknya. Dia kelihatan sehat dan tidak sakit-
sakitan lagi. Hal ini tampak pada pernyataan:
Ummi Tiur tidak batuk, tidak terlihat sakit. Ummi Tiur amat sehat dan tersenyum bahagia.
Ummi Tiur membimbing Tiur berdiri. Waktunya melanjutkan perjalanan. Delisa baru mengerti Delisa akan pergi ke sana. Sama seperti Ummi, Kak Fatimah, Kak Aisyah, Kak Zahra, dan Ibu Guru Nur. (Tere Liye, 87).
14. Ibu Guru Nur
Ibu Guru Nur adalah seorang guru yang mengajar di sekolah tempat Delisa
menuntut ilmu. Ibtidaiyah Negeri 1 Lhok Nga. Ibu Guru Nur tipe guru yang suka
menenangkan muridnya, salah satunya adalah Delisa. Hal ini tampak pada
pernyataan:
“Kamu pasti bisa, Sayang. Kan, ponten matematikanya kemarin dapat 9. Tertinggi di kelas!” Ibu Guru Nur menatapnya sambil tersenyum. Menenangkan Delisa yang muka keturunan-nya sudah memucat. Jadi kentara tegangnya dibandingkan teman-temannya yang lain. (Tere Liye, 66).
Berkat Ibu guru Nur, Delisa bisa selamat dari bencana tsunami. Karena
Ibu guru Nur mengikatkan Delisa pada sebuah papan menggunakan kerudungnya,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
sehingga Delisa tidak tenggelam dan bisa selamat. Hal ini tampak pada
pernyataan:
Ibu Guru Nur tidak sempat berpikir panjang. Saat tubuh mereka berdua mulai perlahan tenggelam, Ibu Guru Nur melepas kerudungnya yang robek. Mengikat tubuh Delisa yang pingsan di atas papan seerat yang ia bisa lakukan dengan kerudung itu. Lantas sambil menghela nafas penuh arti, bergetar tangan berlaksa maksud, gemetar bibir memanggang makna, melepaskan papan itu dari tangannya pelan-pelan, sebilah papan dengan Delisa yang pingsan terikat kencang di atasnya.
“Kau harus menyelesaikan hafalan itu, Sayang .... Kau harus menyelesaikannya!” Ibu Guru Nur berbisik sendu. Menatap sejuta makna. Matanya meredup. Tenaganya sudah habis. Ibu Guru Nur bersiap menjemput syahid. (Tere Liye, 74).
Setelah Ibu Guru Nur melepaskan papan yang ia gunakan untuk
menyelamatkan Delisa. Ibu Guru Nur tewas dalam bencana tsunami itu. Tetapi
Ibu Guru Nur meninggal dalam keadaaan khusnul khotimah. Hal ini tampak pada
pernyataan:
“Ini kerudungmu, Sayang …. Ini kerudung yang kau pinjamkan …. Kaulah yang membuat Ibu mendapatkan kerudung seindah ini …. Ketahuilah, Sayang, kau kelak akan mendapatkan kerudung yang sepuluh kali lebih indah dari kerudung ini … kau akan mendapatkanya. Kami semua akan menunggumu…” (Tere Liye, 85).
Ibu Guru Nur tersenyum. Mengelus kepala Delisa untuk terakhir kalinya. Beranjak berdiri. Dan sebelum sempat Delisa bertanya, atau apalah, Ibu Guru Nur sudah melangkah menuju taman indah itu. (Tere Liye, 86 ).
15. Dr Michael J Fox
Seorang pakar sosiologi Universitas ternama Helsinki, Finlandia. Dia
melakukan penelitian tentang struktur dan tingkah laku religius masyarakat Banda
Aceh dan Lhok Nga. Tapi sayang, sebelum penelitian itu selesai dilakukan.
Gelombang tsunami merenggut nyawanya. Hal ini tampak pada pernyataan:
Sayang. Jemari itu sudah membeku. Tangan itu tertimbun sampah dan lumpur. Muka bule itu sudah tak dikenali. Hanya telepon genggam satelit water resistance itulah yang menunjukkan kehidupan. Sisanya tidak. Tidak juga radius puluhan kilometer dari tubuh membeku itu. Hening. Kepedihan baru saja memanggang kota ini. Lhok Nga yang tidak bersisa.
Nama bule itu adalah Dr Michael J Fox. pakar sosiologi universitas ternama Helsinki, Finlandia itu menjemput maut, saat melakukan penelitian tentang struktur dan tingkah laku religius masyarakat Banda Aceh dan Lhok Nga (Tere Liye, 76 77).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
Semua perjuangan dan jerih payah penelitian yang dilakukan oleh Dr
Michael J Fox harus dibayar dengan mahal dan dihancurkan oleh tsunami dalam
waktu sekejap saja. Padahal dia harus menunggu lama untuk mendapatkan ijin
penelitian di Banda Aceh dan Lhok Nga. Meninggalkan anak istrinya demi
penelitian itu. Tapi dalam waktu sekejap, semua impiannya hilang karena tsunami.
Hal ini tampak pada pernyataan:
Mahal sekali! Mengingat dia membutuhkan tak kurang enam bulan hanya untuk mendapatkan ijin ke Banda Aceh dan Lhok Nga. Mahal sekali! Mengingat anaknya Junior yang berumur enam tahun ringan kembali meneruskan menyusun balok, tak tahu apa yang telah terjadi pada papa-nya, baru tahun-tahun mendatang mengerti makna tentang hilang dan kehilangan. Mahal sekali! Mengingat istrinya berteriak panik, gemetar menghubungi siapa saja yang bisa ia hubungi. Mahal sekali! Mengingat seharusnya dia bisa saja menghabiskan waktu perayaan natal bersama keluarga tercinta tadi malam. Bukan malah menjemput maut di negeri antah-berantah. (Tere Liye, 77).
16. Junior
Junior adalah anak dari Dr Michael J Fox. Junior masih sangat polos dan
belum paham tentang apa yang dilihatnya. Saat ia melihat televisi bersama ibunya
di ruang keluarga. Ia berteriak memberitahukan berita itu kepada ibunya yang saat
itu sedang membaca. Sebenarnya ia tidak perlu berteriak. Karena ia dan ibunya
berada dalam satu ruangan. Hal ini tampak pada pernyataan:
“MAM, look!” Anak kecil berambut pirang, mengenakan kaos putih polos, celana selutut, memakai sepatu berkaos kaki berteriak memanggil ibunya. Sebenarnya tak perlulah berteriak, mereka berdua duduk bersama dalam ruang keluarga yang nyaman, terang benderang. (Tere Liye, 75).
Dia masih berumur enam tahun seperti Delisa. Dia masih belum mengerti
tentang apa yang telah menimpa ayahnya. Dia belum mengerti arti kehilangan
anggota keluarganya, yaitu ayahnya. Hal ini tampak pada pernyataan:
Mahal sekali! Mengingat anaknya Junior yang berumur enam tahun ringan kembali meneruskan menyusun balok, tak tahu apa yang telah terjadi pada papa-nya, baru tahun-tahun mendatang mengerti makna tentang hilang dan kehilangan. (Tere Liye, 77).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
17. Jinny
Jinny adalah istri dari Dr Michael J Fox. Jinny langsung panik saat
mendengar berita di televisi tentang tsunami yang melanda Indonesia khususnya
Aceh, dia langsung berlari mengambil telepon untuk menghubungi suaminya. Hal
ini tampak pada pernyataan:
Jangan-jangan! Si Ibu mendadak mendesis cemas. Tergesa bangkit lantas berlari, gemetar menyambar gagang telepon di atas meja. Bergetar menekan tombolnya. (Tere Liye, 76).
Kepanikan Jinny juga ditunjukkan saat ia bercerita kepada Professor Strout
tentang keadaan suaminya, hal ini tampak dalam pernyataan:
“Kami harus berangkat ke Indonesia, Profesor Strout!” (Tere Liye, 78). “Bagaimana aku bisa bersabar profesor! Menurut CNN korban sudah
mencapai 15.000, bahkan diperkirakan lebih! Kita tidak tahu apa yang terjadi dengan suamiku! Telepon satelitnya tidak pernah diangkat! Kenapa dia tidak mengangkatnya? Kenapa? Pasti telah terjadi sesuatu! Itu jauh lebih mengganggu dibandingkan tidak ada nada panggil sama sekali!” Istri Michael mulai tidak terkendali. (Tere Liye, 79).
Saat mendatangi kuburan massal korban tsunami bersama anaknya Junior,
Jinny bertemu dengan Delisa. Delisa dengan sikap polosnya bertanya “siapa yang
meninggal?”. Lalu dengan perasaan bingung karena ia tidak mengerti apa yang
diucapkan Delisa. Tetapi Abi Usman segera memberitahu kepada Jinny apa yang
diucapkan Delisa. Jinny memberitahu kepada Delisa bahwa yang meninggal
adalah suaminya Michael J Fox. Delisa lalu menuliskan nama J Fox dan
kemudian berkata “Disana pasti ramai sekali”. Satu hal yang sederhana tetapi bisa
membuat Jinny terharu dengan apa yang dilakukan Delisa. Hal ini tampak pada
pernyataan:
Istri J Fox seketika juga mengerti apa maksudnya. Ia tidak mengenal nama-nama yang diucapkan Delisa. Tetapi ia tahu apa yang hendak disampaikan Delisa. Kalimat itu sederhana, tetapi menjelaskan semuanya. Disana pasti ramai sekali! Istri J Fox jatuh terduduk, lututnya menyentuh tanah merah. Kedua tangannya gemetar terjulur, lantas memeluk Delisa erat-erat. Tangisan itu tidak tertahankan lagi. Meski sekarang, tangisan itu berubah menjadi sebuah keniscayaan penerimaan. (Tere Liye, 169).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
18. Professor Strout
Dia adalah teman dari Michael J Fox. Juga seorang pakar sosiologi
Universitas ternama Helsinki, Finlandia. Strout lah yang menenangkan Jinny
disaat dia sedang kebingungan menghadapi ketidakpastian akan keberadaan
suaminya. Hal itu tampak pada pernyataan:
“Bersabar, Jinny! Tak ada yang bisa kita lakukan selain menunggu!”. Profesor Strout menggenggam lengannya. Menghela nafas panjang.
Berbisik berkali-kali. Sabar! Situasi ini sungguh tidak terkendali. Dia juga sama sekali tidak tahu harus melakukan apa, selain mendekap istri kolega terbaiknya di kampus. (Tere Liye, 79).
19. Laksamana Jensen Hawk
Laksamana Jensen Hawk adalah pemimpin di kapal induk John F.
Kennedy. Dia dan prajurit dibawahnya datang ke Aceh untuk memberikan
bantuan mencari para korban tsunami. Padahal saat itu Kapal induk John F
Kennedy yang dipimpinnya sedang dalam perjalanan pulang menuju negaranya.
Hal ini tampak pada pernyataan:
“Putar Kemudi!” Laksamana Jensen Hawk berkata dingin. Raut mukanya menegang. Matanya tajam menatap ke depan. Bibirnya berkedut-kedut.
Perintah itu bagai seribu kartu yang berdiri dideretkan di atas meja, kemudian dirobohkan ujungnya. Langsung rebah. Menjalar hingga ke ujungnya. Kapal induk John F Kennedy yang menggunakan reaktor nuklir sebagai bahan bakarnya langsung berputar haluan. Ribuan kelasi dan pasukan yang ada di atas kapal diberi tahu. Bagai seribu kartu yang roboh, perintah itu menjalar. (Tere Liye, 83).
20. Michelle dan Maragaretha
Michelle dan Maragaretha mereka adalah seorang siswa Elementary
School Rose The Elizabeth. Mereka adalah saudara kembar. Sekolah mereka
terletak di jantung kota London. Tetapi mereka peduli terhadap bencana di negeri
seberang. Peduli terhadap teman-teman yang bahkan belum pernah mereka temui.
Mereka mendoakan teman-teman mereka yang terkena tsunami di Aceh. Hal ini
tampak pada pernyataan:
Pagi ini sebelum mereka memulai pelajaran kelas satu Elementary School, Michele dan Maragaretha berdiri di depan kelas. Memimpin doa teman-temannya. Berkata lemah…. “Untuk teman-teman kami di Aceh…. Untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
teman-teman kami di Indonesia…. Semoga Tuhan selalu menyertai kalian….” (Tere Liye, 86).
Michelle dan Maragaretha juga mengirimkan surat kepada Delisa dan
teman-temannya. Mereka peduli terhadap musibah yang dialami teman-teman
mereka di Aceh. Persahabatan yang tak mengenal batas geografis. Kepedulian
yang ditunjukkan oleh teman dari negeri seberang melalui sebuah surat. Hal ini
tampak pada pernyataan:
Sehari setelah melihat berita itu, kami mengumpulkan uang saku masing-masing. Ibu Guru yang mengumpulkannya. Lantas mengirimkannya. Lewat transfer bank ke lembaga sosial. Semoga itu membantu teman-teman.
Hanya itu yang dapat kami lakukan. Selain berdoa. Semoga teman-teman selalu diberkahi Tuhan. Kami ingin menjadi sahabat baru bagi teman-teman. Menjadi keluarga baru bagi teman-teman. Meskipun kami tahu, kami tidak akan pernah bisa menggantikan teman-teman lama kalian. Menggantikan keluarga kalian yang sudah pergi selamanya. Kami hanya ingin ikut merasakan. Ikut berbagi.
Salam hangat dari kami. Teman jauh kalian. Michele – Margaretha, dan anak-anak kelas 1 Elementary School Rose The Elizabeth. London. Inggris.
NB: Bersama surat ini kami sertakan foto-foto dan prakarya dari kami tentang Aceh. Oh –ya, kami ingin sekali melihat foto-foto dan prakarya kalian.” (Tere Liye, 205).
21. Sersan Ahmed
Pemuda berusia tiga puluh lima tahun. Lulusan terbaik pendidikan
tamtama marinir Amerika Serikat. Pemuda Afrika kelahiran Boston. Sersan
Ahmed adalah seorang muallaf setelah pertempuran badai padang pasir di Irak.
Hal ini tampak pada pernyataan:
“MOVE… MOVE… MOVE…” Sersan Ahmed membentak. Dua belas prajuritnya dengan gesit berlari tergesa ke atas helikopter Super Puma yang mendesing. Pengatur landing/take-off landasan Kapal Induk John F. Kennedy memberikan tanda. HIJAU! Sersan Ahmed tangkas melompat ke atas helikopter terakhir kali. Pemuda berusia tiga puluh lima tahun. Lulusan terbaik pendidikan tamtaman marinir Amerika Serikat lima belas tahun silam. Pemuda Afrika kelahiran Boston. Sedikit di antara muslim yang bertugas di gugus perang John f. Kennedy. Sersan Ahmed muallaf setelah pertempuran badai padang pasir Irak dulu. (Tere Liye, 99).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
Sersan Ahmed yang biasanya tak gentar melawan musuh-musuhnya.
Tidak bingung dalam menyerbu musuhnya, menghabisi benteng kokoh
pertahanan penjahat, dan meluluh-lantakkan gedung-gedung yang dianggap
sarang gembong mafia narkoba Amerika Selatan. Tetapi dalam menghadapi
tugasnya kali ini, Sersan Ahmed masih kebingungan dalam menghadapinya. Hal
ini tampak pada pernyataan:
Bahkan Sersan Ahmed tidak tahu bagaimana cara terbaik menghadapi musuh mereka sekarang. Musuh mereka adalah menyisir kota untuk mengevakuasi mayat; menyelamatkan segera orang-orang yang masih bernafas. Musuh yang menyedihkan, memilukan hati. (Tere Liye, 100).
Tetapi walaupun Sersan Ahmed belum pernah menghadapi musuh seperti
yang ia hadapi sekarang. Dia tetap tegas dan bertanggung jawab dalam tugasnya
kali ini. Memimpin pasukannya dengan berani. Hal ini tampak pada pernyataan:
“CARI TERUS! KUMPULKAN MAYAT SEBANYAK MUNGKIN! PERIKSA SELURUH TEMPAT!” Sersan Ahmed galak menatap pasukannya yang begitu lamban. Anak buahnya bergegas memanggul kantong-kantong mayat. (Tere Liye, 101).
Walaupun Sersan Ahmed sangat tangguh dan tidak pernah gentar dalam
menghadapi musuh-musuhnya saat berperang. Tapi kali ini dia mendapatkan
musuh yang sangat berbeda. Musuh yang harus ia hadapi dengan mental dan
tenaga yang kuat. Musuh-musuh ini sungguh menekan mentalnya beserta prajurit-
prajuritnya. Hal ini tampak pada pernyataan:
Sersan Ahmed semakin galak meneriaki prajuritnya. Dia tahu, semua pemandangan kemarin sungguh menggetarkan. Semua kota yang luluh-lantak itu sepuluh kali lebih menekan dibandingkan pertempuran mereka selama ini. Mayat-mayat yang bergelimpangan, tanpa lengan, tanpa tangan, dan lain sebagainya seratus kali lebih menakutkan dibandingkan mayat-mayat korban muntahan peluru senjata mereka selama ini. (Tere Liye, 105).
22. Prajurit Smith
Smith adalah anak buah dari Sersan Ahmed. Dia kehilangan istri dan
anaknya dalam waktu yang hampir berdekatan. Anak semata wayangnya
meninggal karena penyakit kanker. Sedangkan istrinya meninggal dua bulan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
setelah anaknya pergi. Smith lah yang berhasil menemukan Delisa. Walaupun
Smith seorang prajurit yang tak gentar di medan perang. Tapi dia juga mengalami
tekanan mental yang sama seperti Sersan Ahmed. Hal ini tampak pada
pernyataan:
“Apa yang kau kunyah!” Sersan Ahmed bertanya tajam kepada Prajurit Smith yang duduk tegang di depannya.
“P-e-r-m-e-n k-a-r-e-t, Sir!” Prajurit Smith menjawab pendek. Menyeringai. Wajahnya terlihat berbeda sekali dengan temannya. Ia lebih tertekan dengan semua ini. Permen karet itu membantunya.
Sersan Ahmed mendengus. Dia tahu apa yang dilakukan Prajurit Smith. Dia tahu persis semua kebiasaan anak buahnya. Pertanyaan tadi hanya untuk membuat Smith tetap fokus. Semua pemandangan ini pasti mengganggu Smith. (Tere Liye, 106).
Smith lah yang berhasil menemukan Delisa. Dia tidak percaya akan apa
yang dilihatnya. Sesosok tubuh manusia yang masih bernyawa diantara ratusan
mayat yang sudah ditemukan sebelumnya. Tubuh Smith bergetar tak percaya akan
kejadian ini. Hal ini tampak pada pernyataan:
Mata Prajurit Smith membesar. “JESUS CHRIST!” Smith mendesis pelan menelan ludah. Lututnya
bergetar kehilangan tenaga, dan dia sontak jatuh terduduk. Berdebam lututnya meghantam tanah. Hatinya gentar seketika.
Matanya menatap tubuh Delisa yang tergantung. (Tere Liye, 108). Setelah Prajurit Smith menemukan Delisa. Dia masih bertanya-tanya
tentang keajaiban yang telah terjadi. Delisa masih bertahan hidup setelah berhari-
hari dia terkapar tak berdaya untuk bertahan hidup. Melihat Delisa, Smith seperti
mendapatkan hidayah dalam hidup. Semua pengingkarannya, semua
kebenciannya atas takdir hidup, semua kutukan atas musibah beruntun yang
menimpa keluarganya, anak dan istrinya harus tewas dalam waktu yang hampir
bersamaan, semua penolakannya selama ini luluh ketika melihat penderitaan
Delisa. Delisa menderita lebih banyak daripada apa yang telah dialami Smith,
tetapi Delisa ikhlas menerima semua musibah ini. Smith tersadar dari sikap
penolakannya selama ini. Hal ini tampak pada pernyataan:
Hidayah itu akhirnya datang padanya. Esok shubuh. Prajurit Smith akan mendatangi ruangan mushala yang terdapat di kapal induk itu. Patah-patah dibimbing Sersan Ahmed mengambil wudhu. Lantas bergetar menahan tangis mengucap syahadat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
Esok pagi Prajurit Smith memutuskan untuk menjalani hidup baru. Bukan soal pilihan agamanya – karena itu datang memanggilnya begitu saja, tetapi lebih karena soal bagaimana ia menyikapi kehilangannya selama ini. Penerimaan yang tulus. (Tere Liye, 114)
23. Dokter Elisa
Dokter yang merawat Delisa di rumah sakit kapal induk. Sabar merawat
semua pasien pasca tsunami terjadi. Dokter Elisa bertugas di rumah sakit darurat
kapal induk John F Kennedy. Bertanggung jawab terhadap pekerjaannya. Hal ini
tampak pada pernyataan:
“Bagaimana kondisinya?” Dokter Eliza bertanya. Dokter Eliza menghela nafas, beranjak mendekat. Memeriksa berbagai data dari kertas yang diberikan Sustre Sophie. Lembut memeriksa tubuh Delisa beberapa menit kemudian. “Sudah lima hari lima malam ia tidak siuman…. Ini akan sulit sekali!” “Apakah dia akan baik-baik saja?” Suster Sophi bertanya. “S-e-m-o-g-a…” Dokter Eliza hanya tersenyum tipis. Lantas melangkah memeriksa kondisi ibu-ibu yang terbaring di ranjang sebelah Delisa. (Tere Liye, 117).
Dokter Elisa sangat senang melihat perkembangan Delisa. Ia terlihat
semangat sekali memeriksa Delisa. Hal ini tampak pada pernyataan:
Dokter Elisa amat semangat memeriksa Delisa. Tersenyum hangat melihat semua data. Sejak siuman, kesehatan fisik Delisa maju sekali. Suster Sophi bahkan sekarang membantu melepas belalai-belalai itu – sudah tidak diperlukan. Delisa bahkan sudah bisa beringsut duduk. Dokter Elisa mengusap kepala plontos Delisa sebelum beranjak memeriksa ibu-ibu di sebelahnya. Memuji Delisa anak yang pandai. (Tere Liye, 131).
24. Suster Sophi
Seorang suster muslimah yang berasal dari Virginia, berusia 25 tahun.
Muslimah keturunan Turki ini seorang suster yang baik hati, ikhlas merawat
pasien-pasiennya, terutama Delisa. Suster Sophi sangat bersimpati terhadap
Delisa. Entah mengapa dia merasa sayang terhadap Delisa. Hal ini tampak pada
pernyataan:
Suster Sophi masih menatap wajah teduh Delisa yang terbaring tak berdaya. Paras cantik Suster Sophi menatap bersimpati. Gadis kecil ini sungguh tak beruntung, di manakah keluarganya sekarang? Lantas berdoa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
dalam hati. Sungguh-sungguh memohon agar Engkau menyayangi gadis kecil ini. Menghela nafas sambil memperbaiki kerudungnya. Ya, Shopi satu diantara dua suster muslimah yang bekerja di rumah sakit kapal induk itu. Ia kelahiran negara bagian Virginia, 25 tahun silam. Sudah tiga tahun bertugas di gugus Kapal induk ini. Keturunan Turki. Muslimah yang baik. Ia juga suster yang baik. Ia yang meletakkan dua boneka teddy bear di sebelah Delisa sekarang. Yang berdoa setiap shalatnya agar Delisa segera sembuh. Meski ia sama sekali tidak tahu siapa nama gadis kecil yang sedang terbaring tak berdaya itu. Entah mengapa, Suster Shopi merasa amat dekat dengan Delisa. (Tere Liye, 117 118).
Suster Sophi memberikan semangat kepada Delisa. Sophi selalu
menemani Delisa saat dia di rumah sakit. Sophi merasa sangat dekat dengan
Delisa walaupun ia baru bertemu dengan Delisa di kapal induk ini. Keberadaan
Sophi membantu memulihkan mental Delisa. Mengisi kekosongan hidup delisa
yang kehilangan keluarganya. Hal ini tampak pada pernyataan:
Shopi selalu menemaninya. Meski itu bukan jadwal piketnya. Gadis berumur 25 tahun itu menggantikan peran Ummi, Kak Fatimah, Kak Aisyah, Kak Zahra dengan baik. Juga teman yang baik. (Tere Liye, 134).
25. Kak Ubai
Seorang sukarelawan PMI dari Jakarta yang membantu para korban
tsunami. Kak Ubai berinisiatif untuk memulai pengajian bagi anak-anak. Karena
Ustad Rahman tidak diketahui dimana rimbanya. Jadi dialah yang menggantikan
tugas Ustad Rahman. Hal ini tampak pada pernyataan:
Yang sulit dan memberatkan bagi Delisa sekarang adalah hafalan shalatnya. Sulit sekali. Padahal pengajian TPA mereka sudah dimulai. Adalah Kak Ubai, salah seorang sukarelawan dari Jakarta, yang mengambil inisiatif memulai pengajian buat anak-anak di meunasah darurat. Delisa mengaji setiap sore sekarang. Pengajian mereka juga digabung, hanya sekali sehari. Sore sebelum Ashar! Jadi Delisa tidak perlu buru-buru pulang selepas bel sekolah. Ia tidak akan terlambat. (Tere Liye, 173).
26. Ibu Guru Ani
Ibu guru Ani adalah satu-satunya guru SD yang selamat pasca tsunami
terjadi. Dia seorang guru di Ibtidaiyah Negeri 1 Lhok Nga bersama dengan Ibu
Guru Nur. Dulu dia hanya mengajar siswa kelas 6. Tetapi pasca tsunami Ibu guru
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
Ani harus mengajar semua siswa. Mulai dari kelas satu hingga kelas enam.
Walaupun mengajar dari kelas satu hingga kelas enam. Jumlah murid tidak terlalu
banyak karena anak-anak yang selamat dari tsunami juga tidak banyak. Hal ini
tampak pada pernyataan:
Ibu guru Ani adalah satu-satunya guru SD yang selamat. Dulu Ibu Guru Ani mengajar kelas enam. Delisa kasihan sekali melihat Ibu Guru Ani sekarang, terpaksa mengajar semua anak-anak. Mulai dari kelas satu hingga kelas enam. Tetapi karena anak-anak yang selamat tidak banyak, kelas itu digabung jadi satu, meskipun kelasnya jadi terlihat amat ganjil. Masa’ Delisa harus sekelas dengan kakak-kakak yang sudah duduk di kelas enam? (Tere Liye, 172 173).
Ibu Guru Ani sangat antusias membuka amplop coklat yang berisi surat
dari Michele dan Margaretha siswa kelas 1 Elementary Scholl Rose The Elizabeth,
London, Inggris. Surat itu berisi dukungan moral dari anak-anak Elementary
Scholl kepada anak-anak Lhok Nga korban tsunami. Dukungan yang diberikan
dari negara seberang, yang bahkan mereka belum pernah bertemu. Tetapi sudah
bersimpati terhadap penderitaan anak-anak Lhok Nga korban tsunami. Hal ini
tampak pada pernyataan:
“Anak-anak coba lihat ke depan. Ibu Guru baru saja mendapatkan surat buat kalian!”
“Dari anak-anak kelas 1 Elementary School Rose The Elizabeth, London. Inggris” Ibu Guru Ani menterjemahkannya keras-keras. Teman-teman Delisa bertatapan antusias. Delisa menyeringai. Pasti dari negara-negara jauh itu. Hari ini kenapa banyak sekali urusan yang menyangkut negara- negara jauh itu. (Tere Liye, 204).
27. Dokter Peter
Seorang dokter posko PMI. Dokter Peter selalu bertindak cepat dalam
menangani pasien. Pernyataan bahwa Dokter Peter adalah seorang dokter PMI
yang selalu bertindak tegas dan cepat tampak pada pernyataan:
“Mungkin dokter posko PMI masih jaga? Mungkin Dokter Peter masih terjaga?” Abi meletakkan kain dingin tersebut di dahi panas Delisa. “Bagaimana ceritanya bisa demam seperti ini, USMAN?” Dokter Peter memeriksa panik kondisi Delisa. Ini serius sekali.
“Kita harus membawanya ke rumah sakit, Usman! SEGERA!!” Dokter Peter berkata amat tegas. Dan tanpa menunggu jawaban Abi, Dokter Peter
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
langsung meneriaki Ubai agar menggendong Delisa. (Tere Liye, 227 228).
Satu jam kemudian Dokter Peter keluar dari ruangan UGD. Melangkah pelan, mendekati Abi dan Ubai yang terduduk kuyu di atas kursi panjang. Tersenyum memegang bahu Abi yang terpekur diam. Abi mengangkat kepalanya. “Puji Tuhan, panasnya sudah mereda. Demamnya sudah turun, Usman! Tuhan memang selalu bersama anak-anak.” Dokter Peter menyeringai riang. (Tere Liye, 230).
28. Wak Burhan
Tetangga Abi Usman yang selamat dari bencana tsunami. Mempunyai
sifat yang humor. Saat Delisa dirawat di rumah sakit karena panas, Wak Burhan
menyempatkan diri untuk menjenguk Delisa. Humornya juga tidak berkurang. Hal
ini tampak pada pernyataan:
“Kabar sakitnya Delisa menjadi headline kota Lhok Nga, Usman.” Itu becandaan riang Wak Burhan. Delisa nyegir tidak mengerti apa maksudnya, hanya mencatat ada kata baru: headline, besok-besok dia bakal tanya ke Abi apa maksudnya. (Tere Liye, 240).
3. Latar/setting
Berikut ini adalah analisis latar novel Hafalan Shalat Delisa karya Tere
Liye.
a. Latar Tempat
Latar adalah tempat menunjuk pada lokasi peristiwa. Nama tempat yang
digunakan yaitu nama tempat yang nyata, misalnya, nama kota, instansi atau
tempat-tempat tertentu. Penggunaan nama tempat haruslah tidak bertentangan
dengan sifat atau geografis tempat yang bersangkutan, karena setiap latar tempat
memiliki karakteristik dan ciri khas sendiri.
Latar tempat pada novel Hafalan Shalat Delisa pada awal ceritanya terjadi
di Lhok Nga, seperti digambarkan pada kutipan dibawah ini:
Lhok Nga menggeliat dalam remang. Cahaya matahari menyemburat dari balik bukit yang memagari kota. Orang-orang sudah dari tadi kembali dari meunasah. Orang-orang beranjak mengukir hari. (Tere Liye, 5) Pengarang menggambarkan kejadian di pasar Lhok Nga, seperti
digambarkan pada kutipan dibawah ini:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
Pasar Lhok Nga ramai sekali. Hari ahad begini. Semua seperti sibuk belanja. Sepanjang jalan tadi, Delisa kencang memegang baju Ummi. (Tere Liye, 19). Pengarang menggambarkan kejadian di sekolah di kota London, seperti
digambarkan pada kutipan dibawah ini:
Elementary School Rose The Elizabeth. Tepat di jantung kota London. Saat bel gereja berdentang delapan kali. Michele dan Margaretha, kembar enam tahun berdiam diri. Mukanya tertunduk takjim. (Tere Liye, 86) Pengarang menggambarkan kejadian di bekas rumah Delisa, seperti
digambarkan pada kutipan dibawah ini:
Di bekas rumah Delisa yang hanya tinggal marmer putih dan pondasi semata kaki, Abi masih tergugu panjang sepanjang hari. (Tere Liye, 118). Teuku Dien, tetangga terpisah sepuluh rumah Delisa di Lhok Nga datang ke bekas rumah mereka. Malam semakin larut. (Tere Liye, 122). Pengarang menggambarkan kejadian di kapal induk tempat Delisa dirawat,
seperti digambarkan pada kutipan dibawah ini:
Kembali ke ruang rawat Delisa di kapal Induk yang membuang sauh tiga puluh kilometer dari bibir pantai ujung barat-laut pulau Sumatera. (Tere Liye, 123).
b. Latar Waktu
Latar waktu berhubungan dengan kapan peristiwa tersebut terjadi. Latar
yang diceritakan harus sesuai dengan perkembangan yang terjadi. Penekanan
waktu lebih pada keadaan hari, misalnya, pada pagi, siang, atau malam.
Penekanan ini dapat juga berupa penunjukan waktu yang telah umum, misalnya,
maghrib, subuh, ataupun dengan cara penunjukan waktu pukul jam tertentu.
Pengarang menggambarkan kejadian pada waktu subuh, seperti
digambarkan pada kutipan dibawah ini:
Adzan subuh dari meusanah terdengar syahdu. Bersahutan satu sama lain. Menggetarkan langit-langit Lhok Nga yang masih gelap. Jangan salah, gelap-gelap seperti ini kehidupan sudah dimulai. Remaja tanggung sambil menguap menahan kantuk mengambil wudhu. Anak lelaki bergegas menjamah sarung dan kopiah. Anak gadis menjumput lipatan mukena putih dari atas meja. Bapak-bapak membuka pintu rumah menuju meunasah. Ibu-ibu membimbing anak kecilnya bangun shalat berjamaah. (Tere Liye, 1)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
Subuh pertama sejak kembalinya Delisa ke Lhok Nga. Delisa terbangun pas muadzin di salah satu tenda darurat mengucapkan takbir pertama. (Tere Liye, 160) Pengarang menggambarkan kejadian dengan menyebutkan hari, seperti
digambarkan pada kutipan dibawah ini:
Hari ini seperti yang dibilang sebelumnya adalah hari Ahad. Jadi Delisa tidak sekolah. Juga kakak-kakaknya. (Tere Liye, 10).
Sabtu sore. Kak Ubai mengajak kelas mengaji TPA-nya belajar di luar. Mereka semenjak pulang sekolah sudah berkumpul senang di depan meunasah. (Tere Liye, 258).
Pengarang menggambarkan kejadian dengan menceritakan kejadian waktu
dengan penjelasan tanggal, bulan, dan tahun, seperti digambarkan pada kutipan
dibawah ini:
Tubuh lemah Delisa terus terseret jauh gelombang tsunami. Terikat di atas papan. Bersama ribuan orang lainnya. hari itu pagi Ahad, 26 Desember 2004. Penduduk dunia mencatatnya! (Tere Liye, 74) SORE itu, Sabtu, 21 Mei 2005. Seleas shalat ashar yang penuh makna, Delisa melanjutkan belajar menggurat kaligrafi di atas pasir di dalam ember plastik. (Tere Liye, 263)
Tulisan 26 Desember 2004 dan 21 Mei 2005 menunjukkan latar waktu
pada tanggal 26 bulan Desember dan 21 bulan Mei, tahun 2004 dan 2005.
Tanggal, bulan, dan tahun tersebut dapat membantu pembaca mempunyai
gambaran tentang peristiwa yang terjadi.
Pengarang menggambarkan kejadian pada waktu siang, sore,dan malam
hari seperti digambarkan pada kutipan dibawah ini:
Sore hari. dunia masih menyeringai! Kabar gempa itu seperti tak ada bedanya dengan bencana dunia lainnya. (Tere Liye, 77) Senin siang! Bencana itu semakin jelas. Angka korban memang lambat bertambah. (Tere Liye, 80) Malam datang! Hujan deras turun lagi. (Tere Liye, 102) Pengarang menggambarkan kejadian waktu menggunakan keterangan
waktu seperti digambarkan pada kutipan dibawah ini:
Sekarang sudah jam sepuluh lewat lima. Buru-buru Delisa ke meunasah yang terletak dua ratus meter dari rumahnya. (Tere Liye, 36)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
JAM TUJUH PAGI. Super Puma itu melesat lagi dari kapal induk. (Tere Liye, 105) malam ketiga ketika Delisa terbaring tak berdaya. Pukul 02.45. Dua pertiga malam. Waktu terbaik yang Engkau janjikan. (Tere Liye, 112).
Pengarang menggambarkan kejadian pada waktu maghrib, seperti
digambarkan pada kutipan dibawah ini:
Abi pulang maghrib-maghrib ke tenda. Delisa sejak tadi duduk menunggu. Mereka mengambil jatah makan malam di dapur umum. (Tere Liye, 158)
c. Latar Sosial
Latar sosial merujuk pada berbagai hal yang berkaitan dengan perilaku
kehidupan sosial masyarakat pada tempat tertentu. Hal tersebut meliputi masalah
kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir,
serta hal-hal yang termasuk latar spiritual. Latar sosial yang terdapat dalam novel
digambarkan salam kutipan di bawah ini:
Keluarga Abi Usman memang bahagia. Apalagi yang kurang? Empat anak yang salehah. Kehidupan yang berkecukupan. Bertetangga dengan baik dan hidup bersahaja. Apa adanya. Mereka tinggal di komplek perumahan sederhana. Dekat sekali dengan tubir pantai. (Tere Liye, 10). Bukankah sudah dikatakan sebelumnya, Delisa memang ngetop di Lhok Nga. Kebiasaannya berkeliling dari satu tenda ke tenda lain membuatnya dikenal. Apalagi melihat tampangnya yang amat berbeda. Semua orang seperti berkepentingan untuk menjenguknya. “Kabar sakitnya Delisa menjadi headline kota Lhok Nga, Usman.” Itu becandaan riang Wak Burhan. Delisa nyegir tidak mengerti apa maksudnya, hanya mencatat ada kata baru: headline, besok-besok dia bakal tanya ke Abi apa maksudnya. (Tere Liye, 239 240).
Data tersebut menggambarkan setting sosial berupa beberapa keterangan
tentang keluarga Abi Usman yang memang sangat bersahaja dalam bertetangga.
Dan yang paling berkesan adalah putri bungsunya yang mempunyai kebiasaan
berkeliling dari satu tenda ke tenda lainnya hanya untuk menjenguk dan sekedar
bermain dengan para korban tsunami. Kebiasaan bersosial seperti itu membuatnya
terkenal dimana-mana.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
4. Alur/plot
Plot dalam novel Hafalan Shalat Delisa digambarkan dengan bagus dan
menarik. Tere Liye menggunakan berbagai alur cerita dengan pembagian pada
masing-masing cerita untuk mempermudah pembaca dalam menikmati novel
Hafalan Shalat Delisa ini.
Alur dalam novel Hafalan Shalat Delisa adalah alur maju, dapat dibagi
menjadi tujuh, yaitu eksposisi, inciting moment, ricing action, complication,
klimaks, falling action, dan denovement.
a. Tahap Eksposisi
Tahap pemaparan dimulai saat pengarang memaparkan latar waktu novel
pada saat subuh sebagai latar waktu para tokoh ditampilkan oleh pengarang. Hal
ini tampak pada pernyataan:
Adzan subuh dari meusanah terdengar syahdu. Bersahutan satu sama lain. Menggetarkan langit-langit Lhok Nga yang masih gelap. Jangan salah, gelap-gelap seperti ini kehidupan sudah dimulai. Remaja tanggung sambil menguap menahan kantuk mengambil wudhu. Anak lelaki bergegas menjamah sarung dan kopiah. Anak gadis menjumput lipatan mukena putih dari atas meja. Bapak-bapak membuka pintu rumah menuju meunasah. Ibu-ibu membimbing anak kecilnya bangun shalat berjamaah. (Tere Liye, 1) Kutipan tersebut merupakan paparan waktu yang dijadikan sebagai latar
waktu dimana para tokoh mulai beraktivitas yang diawali dengan aktivitas shalat
berjamaah.
b. Tahap Inciting Moment
Pemunculan konflik ini terjadi ketika Delisa dibelikan kalung oleh Ummi.
Kalung berbandul huruf D yang membuat Aisyah cemburu. Hal ini tampak pada
pernyataan:
Aisyah menatap sirik. Ia benar-benar cemburu. Kalung milik Delisa jelas-jelas lebih bagus dibandingkan miliknya. Kan nggak ada huruf A. A untuk Aisyah. Aisyah diam saja sepanjang sisa sore. Ia hanya datar melihat Fatimah, Zahra dan Delisa bermain bulu tangkis di halaman rumput sebelah rumah. (Tere Liye, 23)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
c. Tahap Peningkatan Konflik (Rising Action)
Peningkatan konflik ini terjadi ketika Aisyah mendengar bahwa Delisa
juga akan mendapatkan hadiah sepeda dari Abinya jika Delisa berhasil
menghafalkan bacaan shalatnya. Rasa cemburu yang dirasakan Aisyah kepada
Delisa membuat Aisyah menangis serta tidak mau menerima telepon dari Abinya.
Hal ini tampak pada kutipan berikut:
“Ah iya, nanti Abi juga kasih hadiah buat Delisa. Sepeda!” Abi berkata lembut. Aisyah menatap semakin terluka dari atas kursi. Giliran Aisyah. Ya Allah, Aisyah mentah-mentah menolak bicara. “Aisyah, ayo…. Abi nunggu nih!” Ummi menatap tajam. Aisyah tetap tak bergeming. (Tere Liye, 30) Aisyah yang menangis tidak mengibaskan tangan itu. Tidak juga menoleh ke arah Delisa. Hatinya kebas, jadi ia tidak memikirkan hal lain kecuali kecemburuannya. Tidak mendengarkan pertanyaan adiknya yang sok-perhatian. (Tere Liye, 32)
d. Tahap Complication
Tahap ini merupakan tahap semakin rumitnya sebuah konflik. Muncul
ketika bencana tsunami melanda Lhok Nga. Dan membuat semuanya porak-
poranda. Hal ini tampak pada kutipan berikut:
“Allahu-akbar!” Seratus tiga puluh kilometer dari Lhok Nga. Persis ketika Delisa usai ber-takbiratul-ihram; Persis ucapan itu hilang dari mulut Delisa. Persis di tengah lautan luas yang beriak tenang. Persis di sana! LANTAI LAUT RETAK SEKETIKA. Dasar bumi terban seketika! Merekah panjang ratusan kilometer. Menggetarkan melihatnya. Bumi menggeliat. Tarian kematian itu mencuat. Mengirimkan pertanda kelam-menakutkan. (Tere Liye, 66) Gelombang tsunami sudah menghantam bibir pantai Lhok Nga. Orang-orang yang di pagi Ahad biasanya duduk-duduk menikmati hari di pasir pantai berteriak terperanjat. Terkejut melihat betapa dahsyatnya ombak yang tiba. Plesir mereka berubah menjadi tarian kematian. Terlambat, gelombang itu menyapu lebih cepat. Tanpa ampun. Tanpa pandang bulu. (Tere Liye, 70)
e. Tahap Klimaks (Climax)
Tahap klimaks merupakan tahap permasalahan yang dihadapi tokoh
mencapai klimak atau puncaknya. Terjadi ketika tsunami memporak-porandakan
kehidupan Delisa dan merenggut semua orang yang disayangi Delisa. Mereka
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
81
meninggal karena terjadi tsunami. Merenggut semua kebahagiaan Delisa. Hal ini
tampak pada kutipan berikut:
Tubuh lemah Delisa terus terseret jauh gelombang tsunami. Terikat di atas papan. Bersama ribuan orang lainnya. hari itu pagi Ahad, 26 Desember 2004. Penduduk dunia mencatatnya! (Tere Liye, 74) Musnah! Semuanya musnah. Benar-benar tak bersisa. Hening. Inilah yang disebut kehancuran dalam senyap, setelah gelombang tsunami itu kembali ke laut. (Tere Liye, 77).
f. Tahap Falling Action
Tahap ini merupakan tahap menurunnya konflik yang telah terbangun
setelah mencapai klimaksnya. Tahap ini bermula ketika ditemukannya Delisa
setelah berhari-hari terdampar di perbukitan. Dan Delisa bertemu dengan Abi.
Setelah berhasil ditemukan oleh Smith, kemudian Delisa dibawa ke rumah sakit
kapal induk John F Kennedy. Delisa sudah pingsan selama tujuh hari sebelum dia
ditemukan. Dan Delisa juga masih belum siuman selama berhari-hari pasca
operasi di rumah sakit. Setelah Delisa siuman, dia bingung dengan keadaan yang
dialaminya. Semuanya ini terasa begitu menyakitkan dan memilukan bagi Delisa.
Tsunami telah merenggut semuanya. Hal ini tampak pada pernyataan:
Delisa menatap kosong. Ia tiba-tiba tidak bisa berpikir lebih banyak lagi. Terhenti begitu saja. Setelah menyebut nama Ummi, Kak Fatimah, Kak Zahra, dan Kak Aisyah tadi, ingatannya pelan-pelan kembali. Masalahnya ingatan itu kembali bersama “sepotong” hati dan otak yang tertinggal. Apalagi setelah melihat kakinya yang terpotong. Tidak ada lagi jari-jemari disana. Mata kaki. Betis. Hilang. Delisa terdiam. Semua ini terasa menyedihkan. Terasa memilukan. Mata Delisa mulai basah berair. (Tere Liye,130)
Setelah diijinkan pulang dari rumah sakit kapal induk tempat Delisa
dirawat. Delisa bersama Abi kembali ke Lhok Nga. Delisa senang sekali kembali
ke tempat tinggalnya. Ia rindu dengan semuanya. Apa pun itu bentuknya
sekarang. Apa pun itu yang masih ada. Tetapi Delisa hanya bisa menatap kosong
melihat kotanya hancur tak bersisa. Hanya tinggal lapangan luas dengan puing-
puing bangunan di sana-sini. Tetapi Delisa tidak larut dalam kesedihan. Ia siap
untuk meneruskan kehidupannya yang sudah berubah. Hal ini tampak pada
pernyataan:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
82
Bagi Delisa kehidupan sudah kembali. Bagi Delisa semua ini sudah berlalu. Bagi Delisa hari lalu sudah tutup buku. Ia siap meneruskan kehidupan. Tak ada yang perlu dicemaskan. Tak ada yang perlu ditakutkan. Delisa siap menyambung kehidupan; meski sedikit pun ia belum mengerti apa itu hakikat hidup dan kehidupan. (Tere Liye, 157).
g. Tahap Penyelesaian (Denouement)
Pada tahap penyelesaian diceritakan akhirnya Delisa berhasil
menyelesaikan hafalan shalatnya dan berhasil menemukan Umminya, walaupun
tinggal kerangka saja. Dia bisa menjalankan shalat pertamanya dengan sempurna.
Delisa bisa menghafal bacaan shalatnya setelah ia mengalami kesulitan untuk
menghafalnya kembali. Tapi kini Delisa selesai menyelesaikan hafalan shalatnya
dan shalat dengan sempurna. Hal ini tampak pada pernyataan:
Dan Delisa entah mengapa terisak pelan. Delisa menangis. Matanya basah. Ya Allah, Delisa akhirnya menyadari kalau ia baru saja bisa mengerjakan shalatnya dengan lengkap. Gadis kecil itu bahagia sekali. Untuk pertama kalinya ia menyelesaikan shalatnya dengan baik. Shalat yang indah. Delisa membaca dari awal hingga akhir bacaan shalatnya. Tidak lupa! Tidak tertukar-tukar. (Tere Liye, 261).
Pasca tsunami terjadi keberadaan Ummi Salamah tidak pernah diketahui.
Mayatnya tidak pernah ditemukan. Tidak ada yang tahu dimana keberadaan
Ummi Salamah. Tetapi di akhir cerita diceritakan bahwa Delisa menemukan
kerangka putih yang membawa kalung yang berbandul huruf D. D untuk Delisa.
Kerangka itu adalah Ummi Salamah. Hal ini tampak pada pernyataan:
Kalung itu ternyata bukan tersangkut di dedahanan. Tidak juga tersangkut di dedaunan. Tetapi kalung itu tersangkut di tangan. Tangan yang sudah menjadi kerangka. Sempurna kerangka manusia. Putih. Tulang-belulang. Utuh. Bersandarkan semak belukar tersebut. “U-m-m-i!”
Delisa mendesis lemah, lantas detik berikutnya, jatuh terjerembab ke dalam sejuknya air sungai. Delisa buncah oleh sejuta perasaan itu. Delisa- Ummi….. Dan seribu malaikat yang mengungkung bukit mengucap namaMu…. Seribu malaikat yang mengungkung bukit melesat ke atas langit…. Kembali! Semua urusan sudah usai. (Tere Liye, 264 265).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
83
5. Amanat
Amanat adalah apa yang ingin pengarang sampaikan kepada pembacanya.
Tema ini bisa berupa pesan moral, ajakan, provokasi, atau lainnya. Tema dan
pesan cerita adalah makna terdalam dari cerita itu sendiri. Amanat dalam novel ini
adalah ajakan kita untuk bersyukur dalam hidup. Kita seharusnya sebagai manusia
harus tegar, ikhlas dan tulus dalam menghadapi semua musibah. Apapun bencana
yang terjadi, janganlah sekali-kali meninggalkan Allah. Sesungguhnya Allah
selalu melihat keikhlasan seseorang. Hal ini nampak pada pernyataan:
Anak ini jelas kehilangan lebih banyak dibandingkan ia. Anak ini jelas kehilangan nama-nama itu. Kehilangan rumah, sekolah, teman-teman, tempat bermain dan segalanya. Tetapi lihatlah, gadis kecil ini menganggap semua kepergian itu dengan sederhana. Benar-benar sederhana. Tidak ada penolakan. Tidak ada pengingkaran. Bahkan gadis kecil dengan mata hijau beningnya, ringan hati telah membuatkan almarhum suaminya nisan yang indah. (Tere Liye, 169)
Terdapat lima unsur yang membangun novel Hafalan Shalat Delisa karya
Tere Liye, kelima unsur tersebut yaitu tema, penokohan, latar, alur, amanat dapat
mudah dipahami oleh pembaca. Tema dari novel Hafalan Shalat Delisa adalah
tentang kecintaan seorang anak berusia enam tahun terhadap keluarganya dan
mencoba mengenali Tuhannya melalui hafalan-hafalan bacaan shalat yang telah
diajarkan oleh Ummi serta Ustadz tempat ia mengaji.
Novel Hafalan Shalat Delisa mempunyai tokoh utama yaitu Delisa. Dan
tokoh tambahan, yaitu Ummi Salamah, Abi Usman, Fatimah, Cut Aisyah, Cut
Zahra, Koh Acan, Ustad Rahman, Ibu Guru Eli, Teuku Umam, Teuku Dien, Tiur,
Ummi Tiur, Ibu Guru Nur, Dr. Michael J Fox, Junior, Jinny, Profesor Strout,
Laksamana Jensen Hawk, Michelle, Margaretha, Sersan Ahmed, Prajurit Smith,
Dokter Elisa, Suster Sophie, Kak Ubai, Ibu Guru Ani, Dokter Peter, dan Wak
Burhan.
Latar dalam novel Hafalan Shalat Delisa, dapat dibagi menjadi tiga, yaitu
latar tempat, latar waktu, dan latar sosial. Alur dalam novel Hafalan Shalat
Delisa, dapat dibagi menjadi tujuh, yaitu eksposisi yaitu pemaparan keadaan awal
dalam novel; inciting moment berawal ketika Delisa dibelikan kalung oleh Ummi
untuk hadiah hafalan shalatnya dan Aisyah cemburu terhadap Delisa karena
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
84
kalung milik Delisa lebih bagus daripada miliknya; ricing action terjadi ketika
Aisyah mendengar bahwa Delisa juga akan mendapatkan hadiah sepeda dari
Abinya jika Delisa berhasil menghafalkan bacaan shalatnya. Rasa cemburu yang
dirasakan Aisyah kepada Delisa membuat Aisyah menangis serta tidak mau
menerima telepon dari Abinya; complication muncul ketika bencana tsunami
melanda Lhok Nga. Dan membuat semuanya porak-poranda; klimaks terjadi
ketika tsunami memporak-porandakan kehidupan Delisa dan merenggut semua
orang yang disayangi Delisa. Mereka meninggal karena terjadi tsunami.
Merenggut semua kebahagiaan Delisa; falling action tahap ini bermula ketika
ditemukannya Delisa setelah berhari-hari terdampar di perbukitan. Dan Delisa
bertemu dengan Abi; dan denovement tahap penyelesaian diceritakan akhirnya
Delisa berhasil menyelesaikan hafalan shalatnya dan berhasil menemukan
Umminya, walaupun tinggal kerangka saja.
Amanat dalam novel ini adalah ajakan kita untuk bersyukur dalam hidup.
Kita seharusnya sebagai manusia harus tegar, ikhlas dan tulus dalam menghadapi
semua musibah. Apapun bencana yang terjadi, janganlah sekali-kali
meninggalkan Allah. Sesungguhnya Allah selalu melihat keikhlasan seseorang.
Bertolak dari analisis struktural novel Hafalan Shalat Delisa karya Tere
Liye di atas, dapat disimpulkan bahwa unsur yang membangun novel tersebut
merupakan bentuk keseluruhan antara unsur-unsur yang satu dengan yang lain
saling terkait dan menjalin kesatuan yang mendukung totalitas makna. Hal ini
dapat dilihat dari jalinan cerita yang merupakan hasil perpaduan antara alur,
penokohan, dan latar.
2. Konflik Batin yang Dialami Tokoh
Pembahasan aspek psikologi sastra atau proses kejiwaan tokoh dalam
novel Hafalan Shalat Delisa, akan diteliti unsur psikologi sastra dari tokoh-tokoh
dalam cerita tersebut, dengan pelaksanaan perwatakan yang digambarkan
memiliki perkembangan konflik yang dipengaruhi oleh faktor intern dan ekstern
(lingkungan). Analisis ini dilakukan dengan teori kepribadian yang dikemukakan
oleh Sigmund Freud dalam teori Psikoanalisis, seperti yang telah diuraikan dalam
landasan teori bahwa sumber dari proses kejiwaan manusia terdiri dari tiga sistem
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
85
yaitu ego, id, dan super ego. Aspek struktur kepribadian melalui the id, the ego,
dan super ego. The id/Das Es (aspek biologis) merupakan sistem kepribadian
yang asli dan sumber dari semua energi dan dorongan. Id berisi segala sesuatu
yang secara psikologis diwariskan dan telah ada sejak lahir (unsur-unsur biologis),
termasuk insting-insting. Id tidak memandang benar atau tidaknya pemikiran
terhadap suatu perbuatan. Jadi, id tidak memandang pada segala hal yang bersifat
objektif, melainkan lebih ke hal-hal yang bersifat subjektif dalam sebuah
kenyataan. The Ego/Das Ich (aspek psikologi) merupakan pelaksana dari
kepribadian. Peran ego ialah menjadi perantara antara kebutuhan-kebutuhan
instingtif dengan keadaan lingkungan. Ego dalam diri manusia menghasilkan
kenyataan dengan rencana tindakan yang telah dikembangkan melalui pikiran dan
akal tersebut. The Super Ego/Das Ueber Ich (aspek sosiologis) merupakan aspek-
aspek yang berkaitan dengan latar belakang sosial dari kepribadian. Super ego
adalah adalah suara hati atau bagian moral dari kepribadian. Dalam hal ini, super
ego bersifat sebagai kontrol terhadap adanya dorongan-dorongan dari id dan ego
pada diri manusia yang mengalami konflik (Suryabrata, 2007: 127-128). Konflik
yang akan mempengaruhi proses kejiwaan dari konflik yang terjadi di dalam diri
tokoh maupun dengan tokoh yang lain yang digambarkan melalui konflik internal
dan eksternal dari diri tokoh-tokohnya. Untuk lebih jelasnya penulis akan
melakukan pembahasan mengenai konflik batin yang dialami oleh para tokoh.
Pembahasan terhadap konflik batin tokoh dalam novel Hafalan Shalat
Delisa akan diuraikan sebagai berikut:
1. Delisa merindukan Ibu dan saudaranya
Delisa sedang bermimpi bertemu dengan Ummi dan kakak-kakaknya.
Tetapi Delisa bingung mengapa mereka semua tidak tahu kalau Delisa ada di
depan mereka. Mereka hanya melewati Delisa dan Delisa pun bingung dengan
keadaan itu. Delisa berusaha berteriak memanggil mereka, tetapi tidak ada yang
mendengar. Delisa berusaha untuk berdiri, tetapi hal itu sulit untuk dilakukan.
Delisa takut dan bingung. Hal ini tampak pada pernyataan di bawah ini:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
86
Delisa sedang duduk, saat mereka datang. Hei! Delisa tidak bisa bergerak. Hei! Delisa tidak bisa berdiri. Dan mereka berempat mengapa hanya berlalu begitu saja melewati Delisa. Ummi, Kak Fatimah, Kak Aisyah, Kak Zahra melangkah menjauh, tidak menoleh. Bukankah mereka akan menjemputku? Delisa panik. Tidak! Bagaimana mungkin mereka hanya lewat begitu saja di depannya. Lewat di depannya yang sedang duduk di atas tepi jalan menuju gerbang taman tersebut. Bukankah tidak ada siapa-siapa kecuali mereka di sini. “UMMI!” Delisa berteriak kencang. Berusaha menggerakkan kakinya. Berusaha berdiri. Berusaha merangkak dari tepi jalan tersebut. Ummi tidak mendengar. “KAK FATIMAH!” Delisa mulai panik. Bagaimana mereka tak mendengarnya. Bagaimana mereka tak tahu kalau aku tertinggal di belakang. Kak Fatimah tidak mendengar. “KAK ZAHRA!” Delisa semakin takut. Kak Zahra sama sekali tidak mendengar. Ya Allah, apa yang terjadi dengan semua ini. Delisa takut. Delisa gentar. Delisa tak ingin ditinggal sendirian. Ke mana pun mereka akan pergi… Delisa ingin ikut. Delisa meronta-ronta. Badannya tetap saja tak bergeming. Apa yang terjadi dengan tubuhnya. Bagaimana Delisa sedikit pun tidak bisa bergerak untuk menyusul mereka. “KAK AISYAH!” Delisa tersengal. Suaranya lebih dari panik sekarang. Ia berteriak sekencang yang ia bisa. Suaranya parau. Parau oleh tangisan. Parau oleh kecemasan. (Tere Liye, 82 83).
Id di dalam diri Delisa ingin ikut bersama dengan Ummi dan kakak-
kakaknya. Ego di dalam diri Delisa berusaha untuk merealisasikan id melalui
tindakan berteriak memanggil Ummi dan kakak-kakaknya namun tidak ada yang
mendengar. Berusaha untuk berdiri namun tidak bisa. Delisa hanya meronta-ronta
kebingungan karena tubuhnya tidak bisa digerakkan untuk menyusul Ummi dan
kakak-kakaknya. Superego di dalam diri Delisa menganggap bahwa tindakan dan
keputusan yang dilakukan oleh Delisa itu sudah tepat, karena Delisa melakukan
hal ini untuk bisa ikut dengan Ummi dan kakak-kakaknya. Superego telah
memutuskan bahwa tindakan yang diambil oleh Delisa sudah benar, sehingga
mampu mendorong id dan ego untuk merealisasikan kebenaran tersebut agar
dapat mencapai tujuannya yaitu bisa ikut dengan Ummi dan kakak-kakaknya
pergi. Tetapi pada kenyataannya Delisa tidak bisa ikut bersama Ummi dan kakak-
kakaknya, karena mereka semua sduah meninggal. Sedangkan Delisa bertemu
dengan mereka hanya di dalam mimpi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
87
2. Delisa ketakutan melihat mayat Tiur.
Delisa gemetar melihat mayat Tiur yang ada di dekatnya. Delisa berusaha
menahan tangis dan menutup matanya. Delisa benar-benar takut sehingga ia
pingsan. Id di dalam diri Delisa ingin menghilangkan ketakutannya melihat mayat
Tiur yang ada di dekatnya dengan cara memejamkam mata. Ego di dalam diri
Delisa berusaha untuk merealisasikan id melalui tindakan memejamkan mata dan
menggeleng-gelengkan kepala agar bayangan Tiur menghilang. Namun bayangan
itu semakin kuat mencengkeram pikiran Delisa. Tubuh Delisa bergetar karena rasa
takut yang berlebihan. Superego di dalam diri Delisa menganggap bahwa tindakan
dan keputusan yang dilakukan oleh Delisa itu sudah tepat, karena Delisa
melakukan hal ini untuk menghilangkan rasa takutnya karena melihat mayat Tiur.
Superego telah memutuskan bahwa tindakan yang diambil oleh Delisa sudah
benar, sehingga mampu mendorong id dan ego untuk merealisasikan kebenaran
tersebut agar dapat mencapai tujuannya yaitu untuk menghilangkan ketakutan
terhadap mayat Tiur.
Delisa gemetar menahan tangis. Saking gemetarnya, tubuhnya bergoyang-goyang di semak belukar. Ia takut. Ia takut sekali menatap mayat Tiur. Memandang tubuh membeku teman terbaiknya. Delisa berusaha menutup matanya. Justru muka pucat Tiur memenuhi benaknya. Delisa berusaha menggeleng-gelengkan kepalanya, mengusir bayangan itu. Justru tubuh membeku Tiur semakin mencengkeram pikirannya! Delisa takut! Teramat takut. Dan ia jatuh pingsan lagi. (Tere Liye, 94)
3. Harapan Delisa untuk tetap hidup
Delisa yang masih hidup belum juga ditemukan oleh tim relawan.
Keadaannya kini bertambah mengenaskan. Sudah tujuh hari tujuh malam Delisa
terkapar tak berdaya. Tetapi ia sudah mulai terbiasa dengan keadaan sekitarnya. Ia
tidak takut lagi dengan mayat Tiur, gelap malam dan sepinya kota. Keadaan
tubuhnya sungguh mengenaskan. Delisa masih berjuang untuk bertahan hidup. Id
di dalam diri Delisa ingin memanggil orang yang melintas di depannya. Delisa
ingin berteriak memanggil tetapi bibirnya sudah lemah. Ego di dalam diri Delisa
berusaha untuk merealisasikan id melalui tindakan memanggil orang yang
melintas di dekatnya namun bibirnya tidak kuat untuk berteriak. Delisa sangat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
88
ingin ditemukan karena ia sudah sangat lelah berhari-hari mengalami situasi yang
mengenaskan. Superego di dalam diri Delisa menganggap bahwa tindakan dan
keputusan yang dilakukan oleh Delisa itu sudah tepat, karena Delisa melakukan
hal ini untuk bisa ditemukan oleh orang yang melintas di dekatnya. Superego
telah memutuskan bahwa tindakan yang diambil oleh Delisa sudah benar,
sehingga mampu mendorong id dan ego untuk merealisasikan kebenaran tersebut
agar dapat mencapai tujuannya yaitu bisa ditemukan oleh relawan yang melintas,
namun hal itu tidak dapat terjadi karena pada kenyataannya bibir Delisa sangat
lemah untuk bisa memanggil orang yang melintas di dekatnya.
Hal ini tampak pada pernyataan:
Tubuh Delisa terpanggang oleh teriknya matahari. Tubuhnya semakin mengenaskan. Air dan beberapa buah apel yang memang mengisi perutnya dengan baik semalaman, tetapi itu tidak cukup untuk mengurangi semua rasa sakit. Menjelang sore, kaki kanannya sudah benar-benar tak berasa lagi. Seperti tidak ada lagi di sana, saking kebasnya. Matanya perih menahan panas seharian. Kerudung biru yang sekarang ditutupkannya di atas dahi tidak membantu banyak. Delisa sudah lelah menangis. Air matanya sudah habis sepanjang hari. Tujuh hari tujuh malam sudah ia terkapar. Ia tidak takut lagi dengan mayat Tiur yang mulai membusuk. Ia tidak takut lagi menatap sepinya kota. Tidak takut lagi menatap gelapnya malam. Bahkan Delisa tidak peduli dengan hujan deras yang selalu turun tiap malam. Mengeriputkan badan kecilnya. Tadi pagi beberapa orang yang selamat melintas di dekatnya. Delisa ingin berteriak memanggil. Sayang bibirnya sudah lemah. Ia sudah tak mampu berteriak lagi. Ia sudah terlampau lemah walau sekadar menggerakkan kepala. Menatap nelangsa orang-orang tersebut bergegas menjauh darinya. (Tere Liye, 101).
4. Delisa ingin tinggal bersama Ibunya
Id di dalam diri Delisa ingin sekali untuk tinggal bersama Umminya.
Namun Umminya tidak mengizinkan Delisa untuk tinggal. Ego di dalam diri
Delisa berusaha untuk merealisasikan id melalui tindakan memaksa Ummi agar
dia diijinkan tinggal bersama di tempat itu. Superego di dalam diri Delisa
menganggap bahwa tindakan dan keputusan yang dilakukan oleh Delisa itu sudah
benar, karena Delisa ingin sekali tinggal bersama dengan Umminya. Superego
telah memutuskan bahwa tindakan yang diambil oleh Delisa sudah benar,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
89
sehingga mampu mendorong id dan ego untuk merealisasikan kebenaran tersebut
agar dapat mencapai tujuannya yaitu bisa tinggal bersama dengan Umminya.
Tampak pada pernyataan:
“Delisa mau tinggal di sini…“ Delisa ngotot sekali lagi. Lupa, bukankah selama ini kalau Ummi sudah menggeleng, maka ia tidak pernah bisa tawar-manawar lagi. “TIDAK! Delisa tidak bisa tinggal di sini!” “TAPI DELISA INGIN! DELISA I-N-G-I-N!!” Delisa bandel mencengkeram baju Ummi. “Delisa harus kembali, Sayang. Delisa harus menyelesaikannya!” Ummi tersenyum tipis menyentuh bahunya. Sentuhan itu sugestif sekali. Membunuh semua kengototan di hati Delisa. Seketika. “Menyelesaikan apa?” Delisa sekarang terbata bingung. “Delisa harus menyelesaikan hafalan bacaan shalat itu, Sayang. Delisa harus menyelesaikannya!” (Tere Liye, 236).
5. Delisa kesulitan menghafal bacaan shalat
Delisa mengalami kesulitan dalam menghafal bacaan shalat lagi. Semua
hafalan yang sudah berhasil ia hafalkan, harus hilang dengan mudah dan sulit
untuk menghafalnya kembali. Semakin Delisa berusaha menghafalkan, semakin
sulit bagi Delisa untuk menghafalnya. Lalu Delisa memutuskan berhenti dan
meletakkan buku hafalan shalat itu kembali ke dalam tas. Id di dalam diri Delisa
ingin sekali untuk bisa menghafalkan bacaan shalat. Namun Delisa mengalami
kesulitan untuk menghafalnya. Ego di dalam diri Delisa berusaha untuk
merealisasikan id melalui tindakan mencoba menghafal bacaan itu dengan sekuat
tenaga walaupun hasilnya tetap nihil. Superego di dalam diri Delisa menganggap
bahwa tindakan yang dilakukan oleh Delisa itu sudah benar, karena Delisa ingin
sekali bisa menghafal bacaan shalatnya. Superego telah memutuskan bahwa
tindakan yang diambil oleh Delisa sudah benar, sehingga mampu mendorong id
dan ego untuk merealisasikan kebenaran tersebut agar dapat mencapai tujuannya
yaitu bisa menghafal bacaan shalatnya. Tampak pada pernyataan:
Malam semakin beranjak matang. Delisa tidak bisa tidur. Tadi selepas Abi shalat isya. Delisa membuka tas yang dibawanya dari kapal induk. Mengambil buku hafalan bacaan shalatnya. Mencoba mulai menghafal. Sama saja. Tulisan-tulisan itu tetap rumit. Seolah-olah menolak mentah-mentah Delisa untuk memahaminya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
90
Delisa menghela nafas. Lelah ia mengulang-ulang kalimat pertama doa iftitah. Semakin diulang, semakin lupa. Delisa kemudian memutuskan berhenti. Memasukkan buku itu kembali ke dalam tas. Duduk termenung. (Tere Liye, 159). Tetapi Delisa masih terdiam. Ya Allah, bukankah sudah tiga bulan lebih ia berusaha untuk menghafal kembali bacaan shalatnya. Tiga bulan lamanya! Dan sedikitpun ia tidak mengalami kemajuan. Susaaaaah sekali. Bacaan shalat itu menolaknya mentah-mentah. Melemparkan semua yang telah ia hafal tanpa ampun keluar lagi dari memori otaknya. Delisa diam semakin kelu. Berpikir. Sekarang masalah ini benar-benar mengganggunya. Delisa harus bertanya. Ia harus menemukan jawabannya. Bertanya. (Tere Liye, 244).
6. Abi Usman ingin segera pulang ke Indonesia
Abi Usman masih belum mengetahui bahwa tsunami telah melanda kota
Lhok Nga. Tempat di mana istri dan keempat anaknya tinggal. Dia mendapatkan
kabar dari teman negronya yang juga bekerja di tanker minyak. Setelah
mendengar kabar tersebut, Abi Usman tidak berpikir panjang dan segera
meninggalkan pekerjaannya itu. Menemui kepala maintenance untuk meminta
izin pulang. Hal ini tampak pada pernyataan:
Kali ini, demi mendengar berita tersebut. Tidak perlu dua kali. Abi melempar kunsi Inggris di tangannya. Melesat menuju tangga menuju palka atas (Tere Liye, 89) Abi berseru tertahan menatap potongan gambar-gambar itu! ASTAGFIRULLAH! Abi sudah tidak bisa berpikir lagi. Dengan pakaian kotornya, dengan lengan kotornya, sambil mendesiskan nama Ummi, Delisa, Aisyah, Zahra, dan Fatimah, Abi sudah berlari kencang-kencang menuju ruangan kepala maintenance. Dia harus pulang! (Tere Liye, 90).
Setelah mendengar kabar telah terjadi tsunami di Lhok Nga, Abi Usman
tanpa berpikir panjang untuk segera meminta izin pulang ke Indonesia. Id Abi
Usman yang merupakan naluri dasar ingin segera pulang ke Indonesia itu
akhirnya melampiaskannya dengan berlari ke arah ruangan maintenance. Id
tersebut memang dapat menurunkan tegangan pada Abi Usman, tetapi hanya
bersifat sementara. Id tersebut mendorong ego untuk melakukan suatu hal yang
benar-benar nyata untuk menghilangkan ketegangan yang dialaminya sehingga
tegangan itu benar-benar mereda. Dalam keadaan seperti ini, Abi Usman
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
91
mengalami tekanan batin sehingga id akan berusaha meredakan tegangan tersebut.
Untuk meredakan tegangan yang dialami Abi Usman karena mendapat kabar telah
terjadi tsunami di Aceh. Abi Usman memerlukan sebuah perantara untuk
menghilangkan ketegangan yang dia alami, yaitu ego.
Ego pun bekerja untuk merealisasikan apa yang diinginkan oleh id. Ego
yang berpegang pada prinsip realitas ini mencoba untuk mewujudkan dorongan id
untuk memperoleh izin kembali ke Indonesia, yaitu dengan berlari menuju kantor
kepala maintenance. Dalam keadaan seperti ini, apa yang dilakukan oleh Abi
Usman mampu meredakan ketegangan yang dia alami. Abi Usman berpikir bahwa
berlari menuju kantor maintenance adalah cara yang tepat. Karena ia akan
meminta izin untuk dapat kembali ke Indonesia. Superego dalam diri Abi Usman
menyatakan bahwa tindakan ini adalah tindakan yang tepat. Karena dengan berlari
menuju kantor kepala maintenance, Abi akan mendapatkan izin untuk pulang ke
Indonesia.
7. Abi Usman mengalami tekanan batin pasca tsunami
Perubahan pola hidup yang terjadi pasca tsunami dirasakan oleh Abi
Usman. Jika sebelum tsunami dia hanya berperan sebagai ayah bagi Delisa dan
keluarganya. Dia hanya bertugas mencari nafkah. Tapi kini setelah tsunami
terjadi, Abi Usman harus berperan ganda. Menjadi Ayah, Ibu, kakak-kakak Delisa
serta sahabat bagi Delisa. Mengurusi semua urusan rumah tangga yang seharusnya
dikerjakan oleh Ummi Delisa. Hal ini tampak pada pernyataan:
Delisa cukup menjadi Delisa saja. Tetapi Abi terpaksa sekaligus menjadi Ummi, Kak Fatimah, Kak Zahra, dan Kak Aisyah bagi Delisa. Abi harus mengurusi berbagai pernak-pernik kebutuhan Delisa dan dirinya sendiri. Dan salah satunya yang meskipun sepele namun mendesak tentu urusan masak-memasak tadi. (Tere Liye, 177). Adalah Abi! Abi masih terjaga. Abi sedang tertelungkup di ruang tengah. Abi tidak bisa tidur selepas dari lapak Koh Acan. Itulah yang dilakukannya saat matanya tak mau terpejam lagi di malam hari. Shalat tahajud. Ketika semua kenangan itu kembali. Ketika semuanya balik menerabas deras hati yang sebenarnya mulai tertata. Muka Abi basah oleh wudhu dan air mata. Sajadahnya basah. Basah oleh sebuah pengaduan. Ya Allah, berat sekali semua urusan ini. Dia
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
92
kehilangan istri yang salehah dan anak-anak tercinta. Dia kehilangan lebih dari separuh kehidupannya. Kehidupan yang dia pupuk begitu lama. Kehidupan yang menjanjikan banyak kebahagiaan. Tetapi musnah sekejap begitu saja. Ya Allah, amanah itu berat sekali. Dia harus menjadi Abi, Ummi, kakak, sekaligus teman untuk Delisa. Jangankan untuk urusan yang lebih rumit, soal memasakkan makanan yang halal dan thayib-pun dia tidak bisa. Dan dia tak kunjung bisa berdamai dengan semua perasaan kehilangan ini. Tak kunjung bisa melupakan semuanya. Lemah. Hatinya lemah sekali. Sering tertelungkup mengadu kepadaMu. Mengadu semua penderitaan yang tak kunjung berubah menjadi angin sejuk. (Tere Liye, 192). Id Abi Usman berusaha untuk mengurangi ketegangan yang dialaminya
yaitu dengan cara shalat tahajud. Id tersebut mendorong ego untuk melakukan
suatu hal yang benar-benar nyata untuk menghilangkan ketegangan yang
dialaminya sehingga tegangan itu benar-benar mereda. Dalam keadaan seperti ini,
Abi Usman mengalami tekanan batin sehingga id akan berusaha meredakan
tegangan tersebut. Untuk meredakan tegangan yang dialami Abi Usman karena
harus berperan ganda menjadi sosok ayah sekaligus ibu dan kakak bagi Delisa.
Abi Usman memerlukan sebuah perantara untuk menghilangkan ketegangan yang
dia alami, yaitu ego.
Ego pun bekerja untuk merealisasikan apa yang diinginkan oleh id. Ego
yang berpegang pada prinsip realitas ini mencoba untuk mewujudkan dorongan id
untuk memperoleh ketenangan, yaitu dengan melakukan shalat tahajud. Dalam
keadaan seperti ini, apa yang dilakukan oleh Abi Usman mampu meredakan
tegangan dan pikiran-pikiran yang dia miliki terhadap konflik batin yang dia alami
karena harus berperan ganda menjadi seorang ayah sekaligus ibu dan kakak bagi
Delisa. Perubahan yang secara mendadak terjadi dan memberikan tekanan
terhadap Abi Usman. Superego telah memutuskan bahwa solusi yang diambil oleh
tokoh sudah benar. Karenan dengan melakukan shalat tahajud, tekanan yang Abi
rasakan bisa sedikit berkurang.
8. Perjuangan Ibu Guru Nur menyelamatkan Delisa
Berkat Ibu guru Nur, Delisa bisa selamat dari bencana tsunami. Karena Ibu
guru Nur mengikatkan Delisa pada sebuah papan menggunakan kerudungnya,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
93
sehingga Delisa tidak tenggelam dan bisa selamat. Hal ini tampak pada
pernyataan:
Ibu Guru Nur tidak sempat berpikir panjang. Saat tubuh mereka berdua mulai perlahan tenggelam, Ibu Guru Nur melepas kerudungnya yang robek. Mengikat tubuh Delisa yang pingsan di atas papan seerat yang ia bisa lakukan dengan kerudung itu. Lantas sambil menghela nafas penuh arti, bergetar tangan berlaksa maksud, gemetar bibir memanggang makna, melepaskan papan itu dari tangannya pelan-pelan, sebilah papan dengan Delisa yang pingsan terikat kencang di atasnya.
“Kau harus menyelesaikan hafalan itu, Sayang .... Kau harus menyelesaikannya!” Ibu Guru Nur berbisik sendu. Menatap sejuta makna. Matanya meredup. Tenaganya sudah habis. Ibu Guru Nur bersiap menjemput syahid. (Tere Liye, 74).
Id di dalam diri Ibu Guru Nur mendorong agar ia menyelamatkan Delisa
untuk tetap hidup. Ego di dalam diri Ibu Guru Nur berusaha untuk merealisasikan
id melalui tindakan ia mengikatkan Delisa di atas sebuah papan. Superego di
dalam diri Ibu Guru Nur menganggap bahwa tindakan dan keputusan yang
dilakukan oleh Ibu Guru Nur itu sudah tepat, karena Ibu Guru Nur melakukan hal
ini untuk menyelamatkan Delisa, karena jika dirinya dan Delisa tetap berada di
atas papan. Maka, mereka berdua akan meninggal. Superego telah memutuskan
bahwa solusi yang diambil oleh tokoh sudah benar, sehingga mampu mendorong
id dan ego untuk merealisasikan kebenaran tersebut agar dapat memutuskan untuk
melepaskan papan itu dan membiarkan Delisa tetap hidup.
Apa yang didorong oleh id pada akhirnya memang direalisasikan oleh ego
untuk mengurangi ketegangan yang ada di dalam diri Ibu Guru Nur. Ego sebagai
bentuk media untuk menyalurkan apa yang dipikirkan oleh id memberikan
keputusan kepada Ibu Guru Nur untuk mengambil keputusan menyelamatkan
Delisa, kemudian Ibu Guru Nur melepas kerudungnya dan mengikatkan tubuh
Delisa di papan ketika tubuh mereka berdua mulai tenggelam karena papan tidak
mampu menopang dua tubuh, kemudian melepaskan papan itu. Di sisi lain, Super
ego dapat juga dianggap sebagai aspek moral kepribadian, fungsinya menentukan
apakah sesuatu itu baik atau buruk. Superego pun cemas antara Ibu Guru Nur
harus bertahan di atas papan atau harus melepaskan papan itu dan mengikatkan
Delisa. Namun, justru setelah perwujudan id melalui ego itu, pertentangan batin
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
94
dalam Ibu Guru Nur reda karena ia memutuskan untuk mengikatkan Delisa dan
melepaskan papan itu. Superego telah memutuskan bahwa solusi yang diambil
oleh tokoh sudah benar.
9. Ustadz Rahman tak ingin tinggal di Kota Lhok Nga.
Walaupun setelah tsunami terjadi Ustadz Rahman sudah kembali ke Lhok
Nga. Tetapi ketika ditanya oleh Delisa apakah Ustadz akan kembali mengajar
anak-anak lagi, Ustadz menjawab tidak. Dia tidak sanggup bila harus menjalani
sisa kehidupan yang telah hancur pasca tsunami. Dia akan kembali ke Banda
Aceh. Hal ini tampak pada pernyataan:
Ustadz Rahman menggeleng. Dia tidak akan bisa kembali ke Lhok Nga. Hatinya selalu kebas setiap berjalan di sepanjang jalan kota Lhok Nga. Mengingat-ngingat kenangan masa lalu yang indah. Hatinya sakit sekali setiap berjalan di sepanjang pantai Lhok Nga. Mengingat-ngingat kalau dia seharusnya sekarang justru berjalan mesra-berdua dengan belahan hatinya. “Ustadz akan kembali ke Banda Aceh, Delisa!” Ustadz Rahman memegang lembut bahu Delisa. (Tere Liye, 182).
Superego berkaitan dengan latar belakang sosial dari kepribadian. Dalam
hal ini, superego Ustadz Rahman berusaha untuk mengontrol terhadap dorongan-
dorongan dari id dan ego pada dirinya yang sedang mengalami konflik. Id yang
ada di dalam diri Ustadz Rahman berusaha untuk meredakan ketegangan yang
terjadi baik di dalam dirinya maupun diluar dirinya dan ego dalam diri Ustadz
Rahman berusaha untuk merencanakan tindakan yang telah dikembangkan
melalui pikiran dan akalnya.
Id di dalam diri Ustadz Rahman menganggap bahwa keresahan yang ada
di dalam hati mengenai apakah akan melanjutkan kehidupan di Lhok Nga,
mengakibatkan ego di dalam diri Ustadz Rahman merasa terdorong untuk
mengambil keputusan dalam masalah ini. Sehingga ego di dalam diri Kyai Ahmad
Dahlan memutuskan untuk kembali ke Banda Aceh. Superego yang ada di dalam
diri Ustadz Rahman menganggap bahwa keputusan untuk kembali ke Banda Aceh
itu sudah tepat dan bukan tanpa alasan tetapi berdasarkan alasan yang
mendukung. Ustadz Rahman mengalami kecemasan yang terjadi akibat rasa takut
terhadap suara hati dalam menghadapi konflik batinnya. Jika Ustadz Rahman
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
95
tidak segera mengatasi kecemasan yang dialaminya, dalam artian jika ia tetap
tinggal di Lhok Nga, maka ia akan selalu terbayang-bayang akan kenangan masa
lalu yang membuat hatinya sakit, maka ego di dalam dirinya berhasil
menyelesaikan pertentangan di dalam dirinya, yaitu berhasil mengambil
keputusan untuk meninggalkan Lhok Nga dan kembali ke Banda Aceh.
10. Sersan Ahmed mengalami tekanan saat menghadapi tugasnya
Sersan Ahmed yang biasanya tak gentar melawan musuh-musuhnya.
Tidak bingung dalam menyerbu musuhnya, menghabisi benteng kokoh
pertahanan penjahat, dan meluluh-lantakkan gedung-gedung yang dianggap
sarang gembong mafia narkoba Amerika Selatan. Walaupun Sersan Ahmed sangat
tangguh dan tidak pernah gentar dalam menghadapi musuh-musuhnya saat
berperang. Tapi kali ini dia mendapatkan musuh yang sangat berbeda. Musuh
yang harus ia hadapi dengan mental dan tenaga yang kuat. Musuh-musuh ini
sungguh menekan mentalnya beserta prajurit-prajuritnya. Tetapi dalam
menghadapi tugasnya kali ini, Sersan Ahmed masih kebingungan dalam
menghadapinya. Hal ini tampak pada pernyataan:
Bahkan Sersan Ahmed tidak tahu bagaimana cara terbaik menghadapi musuh mereka sekarang. Musuh mereka adalah menyisir kota untuk mengevakuasi mayat; menyelamatkan segera orang-orang yang masih bernafas. Musuh yang menyedihkan, memilukan hati. (HSD: 100).
“CARI TERUS! KUMPULKAN MAYAT SEBANYAK MUNGKIN! PERIKSA SELURUH TEMPAT!” Sersan Ahmed galak menatap pasukannya yang begitu lamban. Anak buahnya bergegas memanggul kantong-kantong mayat. (Tere Liye, 101). Sersan Ahmed semakin galak meneriaki prajuritnya. Dia tahu, semua pemandangan kemarin sungguh menggetarkan. Semua kota yang luluh-lantak itu sepuluh kali lebih menekan dibandingkan pertempuran mereka selama ini. Mayat-mayat yang bergelimpangan, tanpa lengan, tanpa tangan, dan lain sebagainya seratus kali lebih menakutkan dibandingkan mayat-mayat korban muntahan peluru senjata mereka selama ini. (Tere Liye, 105). Id di dalam diri Sersan Ahmed menganggap bahwa keresahan yang ada di
dalam hati mengenai keadaan yang harus dihadapinya sekarang ini, musuh yang
sangat berbeda dengan musuh-musuh sebelumnya mengakibatkan ego di dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
96
diri Sersan Ahmed merasa terdorong untuk mengatasi masalah ini. Sehingga ego
di dalam diri Sersan Ahmed memutuskan untuk berteriak galak kepada para
prajuritnya untuk mengurangi ketegangan. Superego yang ada di dalam diri
Sersan Ahmed menganggap bahwa tindakannya itu sudah tepat. Sersan Ahmed
mengalami kecemasan mental yang terjadi akibat rasa takut terhadap suara hati
dalam menghadapi konflik batinnya. Jika Sersan Ahmed tidak segera mengatasi
kecemasan yang dialaminya, maka ego di dalam dirinya tidak akan berhasil
meenyelesaikan pertentangan baik di dalam dirinya maupun di luar dirinya. Untuk
mengatasi konflik batinnya, akhirnya Sersan Ahmed berteriak tegas ke arah
prajurit-prajuritnya. Karena hal ini dapat mengurangi tekanan yang ia rasakan.
11. Prajurit Smith mengalami tekanan dalam menghadapi tugasnya
Smith adalah anak buah dari Sersan Ahmed. Dia kehilangan istri dan
anaknya dalam waktu yang hampir berdekatan. Anak semata wayangnya
meninggal karena penyakit kanker. Sedangkan istrinya meninggal dua bulan
setelah anaknya pergi. Smith lah yang berhasil menemukan Delisa. Walaupun
Smith seorang prajurit yang tak gentar di medan perang. Tapi dia juga mengalami
tekanan mental yang sama seperti Sersan Ahmed. Hal ini tampak pada
pernyataan:
“Apa yang kau kunyah!” Sersan Ahmed bertanya tajam kepada Prajurit Smith yang duduk tegang di depannya.
“P-e-r-m-e-n k-a-r-e-t, Sir!” Prajurit Smith menjawab pendek. Menyeringai. Wajahnya terlihat berbeda sekali dengan temannya. Ia lebih tertekan dengan semua ini. Permen karet itu membantunya.
Sersan Ahmed mendengus. Dia tahu apa yang dilakukan Prajurit Smith. Dia tahu persis semua kebiasaan anak buahnya. Pertanyaan tadi hanya untuk membuat Smith tetap fokus. Semua pemandangan ini pasti mengganggu Smith. (Tere Liye, 106).
Tekanan batin yang dialami Smith memaksa Smith untuk melakukan
tindakan mengurangi ketegangan yang dialaminya. Id Smiith menyuruhnya untuk
mengurangi ketegangan yang dialami dengan memakan permen karet. Id tersebut
memang dapat menurunkan tegangan pada Smith. Id tersebut mendorong ego
untuk melakukan suatu hal yang benar-benar nyata untuk menghilangkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
97
ketegangan yang dialaminya sehingga tegangan itu benar-benar mereda. Dalam
keadaan seperti ini, Smith mengalami tekanan batin sehingga id akan berusaha
meredakan tegangan tersebut. Untuk meredakan tegangan yang dialami Smith
karena tertekan dengan semua pemandangan yang ada di depannya. Ego pun
bekerja untuk merealisasikan apa yang diinginkan oleh id. Ego yang berpegang
pada prinsip realitas ini mencoba untuk mewujudkan dorongan id untuk
memperoleh ketenangan, yaitu dengan mengunyah permen karet. Dalam keadaan
seperti ini, apa yang dilakukan oleh Smith mampu meredakan tegangan dan
pikiran-pikiran yang dia miliki terhadap pemandangan yang dia hadapi. Superego
Smith berpikir bahwa menguyah permen karet adalah cara yang tepat.
12. Prajurit Smith terinspirasi oleh kehidupan Delisa
Setelah Prajurit Smith menemukan Delisa. Dia masih bertanya-tanya
tentang keajaiban yang telah terjadi. Delisa masih bertahan hidup setelah berhari-
hari dia terkapar tak berdaya untuk bertahan hidup. Melihat Delisa, Smith seperti
mendapatkan hidayah dalam hidup. Semua pengingkarannya, semua
kebenciannya atas takdir hidup, semua kutukan atas musibah beruntun yang
menimpa keluarganya, anak dan istrinya harus tewas dalam waktu yang hampir
bersamaan, semua penolakannya selama ini luluh ketika melihat penderitaan
Delisa. Delisa menderita lebih banyak daripada apa yang telah dialami Smith,
tetapi Delisa ikhlas menerima semua musibah ini. Smith tersadar dari sikap
penolakannya selama ini. Hal ini tampak pada pernyataan:
Lihatlah, gadis kecil ini menderita lebih banyak, tetapi wajahnya teramat teduh. Gadis kecil ini sungguh menderita lebih banyak dibandingkan dirinya, namun wajahnya bercahaya oleh penerimaan. Pengertian itu datang kepada Prajurit Smith. Pemahaman yang indah!
Hidayah itu akhirnya datang padanya. Esok shubuh. Prajurit Smith akan mendatangi ruangan mushala yang terdapat di kapal induk itu. Patah-patah dibimbing Sersan Ahmed mengambil wudhu. Lantas bergetar menahan tangis mengucap syahadat. Esok pagi Prajurit Smith memutuskan untuk menjalani hidup baru. Bukan soal pilihan agamanya – karena itu datang memanggilnya begitu saja, tetapi lebih karena soal bagaimana ia menyikapi kehilangannya selama ini. Penerimaan yang tulus. (Tere Liye, 114)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
98
Id di dalam diri Prajurit Smith menganggap bahwa keresahan yang ada di
dalam hati mengenai pengingkarannya selama ini, mengakibatkan ego di dalam
diri Prajurit Smith merasa terdorong untuk meluruskan keresahan hatinya terhadap
semua pengingkarannya selama ini. Sehingga Superego di dalam diri Prajurit
Smith memutuskan untuk menjalani kehidupan yang baru. Superego yang ada di
dalam diri Prajurit Smith menganggap bahwa tindakan untuk menjalani kehidupan
yang baru itu sudah tepat dan bukan tanpa alasan tetapi berdasarkan alasan yang
mendukung, yaitu harus menerima atas segala musibah kehilangan yang pernah ia
alami. Melihat penderitaan Delisa, Smith tersadar dari sikap penolakannya selama
ini, penolakan terhadap musibah-musibah yang telah menimpanya.
13. Jinny ingin segera berangkat ke Indonesia
Jinny panik saat mengetahui berita bahwa telah terjadi tsunami di Aceh.
Dia mengalami kebingungan dengan keadaan yang terjadi dengan suaminya.
Kepanikan Jinny ditunjukkan saat ia bercerita kepada Professor Strout tentang
keadaan suaminya, hal ini tampak dalam pernyataan:
“Kami harus berangkat ke Indonesia, Profesor Strout!” (Tere Liye, 78). “Bagaimana aku bisa bersabar profesor! Menurut CNN korban sudah
mencapai 15.000, bahkan diperkirakan lebih! Kita tidak tahu apa yang terjadi dengan suamiku! Telepon satelitnya tidak pernah diangkat! Kenapa dia tidak mengangkatnya? Kenapa? Pasti telah terjadi sesuatu! Itu jauh lebih mengganggu dibandingkan tidak ada nada panggil sama sekali!” Istri Michael mulai tidak terkendali. (Tere Liye, 79).
Id yang terjadi di dalam diri Jinny berusaha untuk mengurai ketegangan
dengan cara menahan semua anggapan bahwa suaminya telah tewas dan menahan
keinginan Jinny untuk berangkat ke Indonesia. Ego di dalam diri Jinny selalu
berusaha untuk mengontrol agar tidak lepas kendali, tetapi ego di dalam diri Jinny
semakin tidak terkendali karena ada dorongan-dorongan dari dalam dirinya yang
mengakibatkan Jinny tidak bisa menahan keinginannya untuk berangkat ke
Indonesia. Supergo menganggap bahwa tindakan yang dilakukan ini kurang baik
karena terpengaruh oleh rasa kebingungan yang sudah tidak bisa dikendalikan
untuk tidak merealisasikan keinginannya untuk pergi ke Indonesia. Akhirnya
untuk mengatasi masalah ini, superego memilih jalan untuk mereduksi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
99
ketegangan dengan cara mencurahkan semua perasaan konflik batinnya kepada
Profesor Strout. Superego menganggap ini adalah keputusan yang benar, Id
berusaha untuk meredakan ketegangan yang terjadi dalam diri manusia, dan ego
berusaha untuk mengontrol dan merealisasikan keinginan id, karena dengan
mencurahkan semua perasaannya kepada orang lain dapat membuat tokoh merasa
sedikit lega dan mengurangi tekanan batin yang ia rasakan.
14. Delisa kecewa terhadap Teuku Dien
Konflik batin antara Delisa dan Teuku Dien terjadi di saat Teuku Dien
memberitahukan kepada Umam bahwa Ummi mereka sudah ketemu. Teuku Dien
secara spontan memeluk Umam dan juga Delisa saat memberitahukan kabar
bahwa Ummi sudah ditemukan. Delisa ikut gembira karena ia mengira bahwa
Ummi Delisa juga ditemukan. Teuku Dien tidak sadar bahwa berita yang ia bawa
itu memberikan konflik batin di dalam diri Delisa dan juga dirinya. Delisa yang
awalnya mengira dan sangat berharap Ummi Delisa juga ketemu. Tetapi akhirnya
yang ditemukan hanya Ummi Umam. Mendadak kecewa dan marah. Teuku Dien
merasa bersalah karena telah memberitahukan berita ini. Dia tidak memikirkan
posisi Delisa yang juga kehilangan Umminya dan juga berharap Umminya
ditemukan. Hal ini dapat dilihat dalam pernyataan berikut:
“Umam, Um-mi sudah ketemu….” Terbata Teuku Dien berkata. Matanya basah lagi. Teuku Dien melihat Delisa. Saking harunya dia juga memeluk Delisa. “Delisa, Um-mi sudah ketemu…” Teuku Dien berbisik lemah. Lemah tapi amat bertenaga. Suara yang bahagia. “Um-mi.. Ummi s-i-a-p-a?” Delisa keburu memotong sebelum Teuku Dien dan Umam berbicara. Ikut menggeliat dalam pelukan Teuku Dien. Tiba-tiba jantung Delisa berdetak lebih kencang. Ummi? “Ummi…. Ummi…. Sudah …. Ketemu, Delisa!” Teuku Dien hanya bisa menyebutkan kalimat patah-patah itu. Hatinya masih buncah oleh perasaan senang. Berusaha mengendalikan nafasnya. Hati Delisa juga buncah oleh perasaan. Nafasnya memburu kencang. Mata hijaunya membulat. Muka menggemaskan itu berbinar-binar. “Ummi? U-m-m-i D-e-l-i-s-a? Sudah ketemu?” Delisa bertanya serak. Akhirnya ia berhasil melepaskan pelukan Teuku Dien. Teuku Dien tiba-tiba terdiam. Gagu oleh kesadaran yang datang tiba-tiba. Bukankah semua ini terasa kontras sekali? Ya Allah, Teuku Dien terpana menatap mata hijau Delisa yang memandangnya sejuta harapan. Seolah-olah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
100
kegembiraan yang baru saja dibawanya itu juga membawa kegembiraan lainnya. Seolah-olah kegembiraannya tadi menjanjikan kegembiraan pula buat Delisa. “Ummi Delisa juga ketemu, kan?” Delisa bertanya sekali lagi. Suaranya mendadak mencicit setelah melihat Teuku Dien hanya terdiam. Diamnya Teuku Dien jelas-jelas bukan pertanda baik. Jantung Delisa berdetak lebih kencang. Sinar mata itu bersiap meredup. Paras muka itu bersiap menegang. Teuku Dien menggeleng lemah. “H-a-n-y-a…. Hanya Um-mi Umam yang ketemu, Sayang!” Dan Delisa kaku seketika. Serunai kesedihan mulai terdengar. Denting kebencian mulai dipukul. Dupa pembangkangan mulai menyala. (Tere Liye, 220 221).
Id di dalam diri Teuku Dien ingin memberikan kabar kepada Umam
bahwa Umminya Umam sudah ditemukan. Ego di dalam diri Teuku Dien
berusaha untuk merealisasikan id melalui tindakan Teuku Dien yang memberitahu
Umam bahwa Umminya sudah ditemukan. Teuku Dien tidak sadar bahwa ego
yang dilakukannya itu secara tidak langsung memengaruhi batin Delisa. Delisa
juga menaruh harapan bahwa Umminya juga ditemukan. Tetapi pada
kenyataannya hanya Umminya Umam yang ditemukan. Delisa merasa kecewa
dan marah dengan kenyataan ini. Id di dalam diri Delisa berharap bahwa Ummi
Delisa juga ditemukan. Ego di dalam diri Delisa berusaha merealisasikan id yaitu
dengan cara bertanya penuh harapan kepada Teuku Dien. Namun, pada
kenyataannya hanya Ummi Umam yang ditemukan. Ego yang sudah terlanjur
dilakukan oleh Teuku Dien sudah terlambat untuk diperbaiki. Superego di dalam
diri Teuku Dien menganggap bahwa tindakan dan keputusan yang dilakukan oleh
Teuku Dien itu salah, karena Teuku Dien memberikan berita yang membuat
Delisa merasa kecewa. Superego Teuku Dien telah memutuskan bahwa perbuatan
yang dilakukan oleh Teuku Dien salah.
Konflik-konflik yang dialami para tokoh kebanyakan konflik internal. Para
tokoh mengalami konflik batin karena terjadi perubahan di dalam hidup mereka.
Delisa mengalami konflik batin karena dia kehilangan orang-orang yang
disayanginya serta ia mengalami kesulitan untuk menghafalkan kembali bacaan
shalatnya yang telah ia hafalkan. Setelah tsunami terjadi Ummi, kakak-kakak
Delisa serta orang-orang yang dekat dengan Delisa pergi meninggalkan Delisa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
101
Delisa pernah bermimpi bertemu dengan Ummi, kakak-kakak Delisa, Ibu Guru
Nur dan temannya yang telah meninggal, dan Delisa ingin ikut dengan mereka.
Tetapi belum saatnya bagi Delisa untuk ikut dengan mereka. Karena Delisa harus
menyelesaikan dahulu hafalan shalatnya. Tetapi setelah tsunami terjadi Delisa
mengalami kesulitan untuk menghafalkan kembali bacaan shalat itu. Seolah-olah
bacaan itu tidak ingin untuk dihafalkan Delisa.
Abi Usman mengalami konflik batin karena setelah tsunami melanda ia
harus berperan ganda menjadi sosok Ayah sekaligus Ummi, kakak dan sahabat
Delisa serta mengurusi semua kebutuhan hidupnya dan Delisa. Perubahan yang
secara mendadak ini membuat Abi Usman mengalami tekanan batin. Karena ia
harus berjuang mengurusi semua urusan rumah tangga yang seharusnya
dikerjakan oleh Ummi Delisa. Menjadi kakak-kakak serta teman bagi Delisa. Hal
yang menyulitkan bagi Abi Usman.
Konflik batin yang dialami Ibu Guru Nur terjadi ketika apakah dia harus
menyelamatkan nyawanya sendiri atau Delisa. Jika mereka berdua tetap bertahan
dalam satu papan yang sama, maka mereka akan meninggal. Tetapi Ibu Guru Nur
dengan cepat mengambil keputusan untuk menyelamatkan Delisa. Ibu Guru Nur
mengikatkan Delisa di papan itu dengan menggunakan kerudungnya dan
melepaskan papan agar tidak terbebani berat Ibu Guru Nur. Keputusan yang
diambil Ibu Guru Nur ini membuat dia meninggal dunia.
Ustadz Rahman mengalami konflik batin antara ia harus tinggal di Lhok
Nga atau apakah harus kembali ke Banda Aceh. Tetapi karena kenangan yang
tersisa terlalu pahit, ia memutuskan untuk meninggalkan Lhok Nga dan kembali
ke Banda Aceh.
Konflik batin yang dialami Sersan Ahmed dan Prajurit Smith terjadi ketika
mereka harus mengahadapi keadaan yang sangat berbeda dengan kegiatan
melawan musuh-musuh yang biasa mereka lakukan. Musuh mereka kini adalah
mayat-mayat yang bergelimpangan, tanpa lengan, tanpa tangan, dan lain
sebagainya seratus kali lebih menakutkan dibandingkan mayat-mayat korban
muntahan peluru senjata mereka selama ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
102
Konflik batin yang dialami Jinny-istri J Fox adalah ketika ia menginginkan
untuk segera berangkat ke Indonesia untuk mengetahui keadaan suaminya. Tetapi
saat itu dia tidak bisa berbuat apa-apa selain panik dan menangis. Dia hanya bisa
mengurangi tekanan yang ia alami dengan bercerita kepada Professor Strout.
Konflik batin yang terjadi antara Delisa dan Teuku Dien terjadi karena
Teuku Dien dengan semangat dan senang memberitahukan kepada Umam
anaknya bahwa Ummi Umam masih hidup. Pada saat itu Umam sedang bersama
dengan Delisa di kuburan massal. Mendengar berita dari Teuku Dien, Delisa
mengira bahwa Ummi Delisa juga masih hidup. Delisa sangat berharap bahwa
Ummi Delisa juga ditemukan. Namun berita dari Teuku Dien itu hanya melukai
hati Delisa. Karena yang ditemukan hanyalah Umminya Umam. Seketika itu
Delisa berubah menjadi kecewa dan benci karena berita yang dibawa oleh Teuku
Dien tidak seperti yang Delisa harapkan. Mengapa hanya Umminya Umam yang
ditemukan. Sedangkan Umminya Delisa tidak.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
103
BAB V
SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut:
1. Unsur-unsur yang membangun novel Hafalan Shalat Delisa karya Tere
Liye, adalah sebagai berikut. Temanya adalah tentang ketuhanan. Tokoh
utamanya yaitu Delisa. Dan tokoh tambahan, yaitu Ummi Salamah, Abi
Usman, Fatimah, Cut Aisyah, Cut Zahra, Koh Acan, Ustad Rahman, Ibu
Guru Eli, Teuku Umam, Teuku Dien, Tiur, Ummi Tiur, Ibu Guru Nur, Dr.
Michael J Fox, Junior, Jinny, Profesor Strout, Laksamana Jensen Hawk,
Michelle, Margaretha, Sersan Ahmed, Prajurit Smith, Dokter Elisa, Suster
Sophie, Kak Ubai, Ibu Guru Ani, Dokter Peter, dan Wak Burhan. Latarnya
dapat dibagi menjadi tiga, yaitu latar tempat, latar waktu, dan latar sosial.
Alurnya dapat dibagi menjadi tujuh, yaitu eksposisi yaitu pemaparan
keadaan awal dalam novel; inciting moment berawal ketika Delisa
dibelikan kalung oleh Ummi untuk hadiah hafalan shalatnya dan Aisyah
cemburu terhadap Delisa karena kalung milik Delisa lebih bagus daripada
miliknya; ricing action terjadi ketika Aisyah mendengar bahwa Delisa
juga akan mendapatkan hadiah sepeda dari Abinya jika Delisa berhasil
menghafalkan bacaan shalatnya. Rasa cemburu yang dirasakan Aisyah
kepada Delisa membuat Aisyah menangis serta tidak mau menerima
telepon dari Abinya; complication muncul ketika bencana tsunami
melanda Lhok Nga. Dan membuat semuanya porak-poranda; klimaks
terjadi ketika tsunami memporak-porandakan kehidupan Delisa dan
merenggut semua orang yang disayangi Delisa. Mereka meninggal karena
terjadi tsunami. Merenggut semua kebahagiaan Delisa; falling action
tahap ini bermula ketika ditemukannya Delisa setelah berhari-hari
terdampar di perbukitan. Dan Delisa bertemu dengan Abi; dan denovement
103
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
104
tahap penyelesaian diceritakan akhirnya Delisa berhasil menyelesaikan
hafalan shalatnya dan berhasil menemukan Umminya, walaupun tinggal
kerangka saja. Amanat dalam novel ini adalah ajakan kita untuk
bersyukur. Kita seharusnya sebagai manusia harus tegar, ikhlas dan tulus
dalam menghadapi semua musibah. Apapun bencana yang terjadi,
janganlah sekali-kali meninggalkan Allah. Sesungguhnya Allah selalu
melihat keikhlasan seseorang.
2. Gambaran konflik batin yang dialami oleh tokoh di dalam novel Hafalan
Shalat Delisa karya Tere Liye didasarkan pada teori kepribadian
psikoanalisis Sigmund Freud yang diperoleh gambaran tentang struktur
kepribadian tokoh yang dipengaruhi oleh ketiga sistem kepribadian yaitu
id, ego, dan superego. Ketiga sistem ini saling berkaitan antara satu
dengan yang lainnya. Tetapi, jika ketiga sistem ini saling bertentangan satu
sama lain, maka individu yang bersangkutan akan mengalami pertentangan
dalam kepribadiannya, sehingga terbentuk konflik dalam diri manusia.
Dalam novel Hafalan Shalat Delisa karya Tere Liye ini, sebagian besar
konflik batin yang dialami tokohnya berasal dari dorongan internal jiwa
tokoh. Konflik batin yang dialami Delisa terjadi karena dia merindukan
Ibu dan saudaranya serta ia mengalami kesulitan menghafal bacaan shalat.
Abi Usman mengalami konflik batin karena pasca tsunami terjadi ia harus
berperan ganda menjadi ayah sekaligus ibu, kakak-kakak serta sahabat
bagi Delisa. Ibu Guru Nur mengalami konflik batin saat ia akan
menyelamatkan Delisa. Ustadz Rahman mengalami konflik batin saat ia
memutuskan untuk meninggalkan kota Lhok Nga. Sersan Ahmed dan
Prajurit Smith mengalami tekanan dalam menghadapi tugasnya. Konflik
antar tokoh terjadi karena Delisa kecewa terhadap Teuku Dien.
B. Implikasi
Penelitian ini mempunyai implikasi dengan dunia pendidikan khususnya
dalam pengajaran sastra. Hakikat dalam sebuah pembelajaran sastra di sekolah
adalah apresiasi sastra karena dalam apresiasi sastra kita dapat bertemu secara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
105
langsung dengan karya sastra. Kita melaksanakan aktivitas membaca, menikmati,
menghayati, memahami, serta merespon karya sastra di hadapan khalayak. Di
sana diciptakan iklim kondusif agar siswa lebih terobsesi terhadap karya sastra
serta dinamika yang ada di dalamnya sehingga siswa menjadi tertarik mengikuti
pembelajaran ini. Melalui apresiasi sastra diharapkan siswa mampu mengapresiasi
dan memberikan penghargaan yang tulus terhadap karya sastra yang ada. Semua
ini dapat dicapai melalui pergulatan intens siswa dengan karya sastra yang
didasari rasa suka serta obsesi mendalam terhadapnya sehingga pada akhirnya
siswa dapat merasakan kenikmatan estetika dan keharuan akan maknanya. Hal
inilah yang menjadi tujuan akhir dalam pembelajaran bahasa, khususnya sastra di
sekolah, yaitu menjadikan siswa paham dan mengerti apa itu sastra serta dapat
mengaplikasikannya dalam kehidupan bermasyarakat.
Untuk mencapai tujuan pembelajaran di atas, diperlukan sebuah karya
sastra yang berkualitas dan bermutu dalam proses pembelajarannya. Sebuah karya
itu dikatakan bermutu jika isi dari karya tersebut lebih mengedepankan nilai-nilai
kehidupan yang bermakna, memikat, menggugah, mewujudkan sebagai karya
kreatif, mewujudkan diri sebagai karangan bersifat imajinatif yang dituang dalam
wacana naratif, puitik atau dramatik. Karangan itu disampaikan dengan cara yang
apik, indah, dan enak dibaca. Diceritakan secara tidak langsung (implisit), tidak
terang-terangan namun jernih, bersifat informatif tanpa ada kesan menggurui,
tetapi tetap memberikan masukan-masukan yang berharga.
Novel Hafalan Shalat Delisa sebagai salah satu karya sastra yang bermutu
dan sangat baik untuk dijadikan bahan ajar dalam proses pembelajaran sastra itu
sendiri. Siswa diharapkan akan lebih mengenal dan memahami isi dari novel
tersebut, untuk kemudian dapat menjadi inspirasi dalam aplikasi pada kehidupan
sehari-hari dengan mengetahui struktur yang membangun dan konflik batin yang
terdapat dalam novel. Pemahaman yang baik inilah, sastra dapat menjadikan siswa
menjadi lebih baik dengan pengambilan nilai-nilai positif dari novel itu sendiri.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
106
C. Saran
Berdasarkan hasil penelitian di atas, penulis dapat memberikan saran-saran
sebagai berikut:
1. Bagi Guru Bahasa dan Sastra Indonesia
Karya sastra berupa novel Hafalan Shalat Delisa karya Tere Liye ini dapat
digunakan sebagai salah satu bahan ajar sastra di sekolah. Karena novel ini
memiliki banyak amanat sehingga sangat baik untuk dijadikan bahan ajar
dalam pembalajaran sastra. Pembelajaran ini dapat berupa siswa diberi
tugas untuk mengapresiasi unsur intrinsik dan nilai edukatif dalam novel
ini dan kemudian dibahas dan didiskusikan bersama-sama.
2. Saran bagi Siswa dan Mahasiswa
Siswa diharapkan bisa menyerap nilai-nilai yang terkandung dalam novel
ini. Siswa juga bisa menjadikan alternatif bacaan yang memberikan
manfaat. Mahasiswa yang akan melakukan penelitian harus memahami
karya sastra (novel) yang akan dianalisis dan teori-teori yang mendukung
sebelum menganalisis sastra lebih lanjut.
3. Bagi Peneliti Lain
Melihat kelebihan dari novel ini serta kualitasnya yang bermutu, peneliti
mengharapkan adanya penelitian-penelitian lain mengenai novel ini
melalui pendekatan yang berbeda dengan pendekatan psikologi sastra yang
dipergunakan dalam penelitian ini.
4. Bagi Penikmat Sastra
Penelitian ini dapat dijadikan jembatan sebagai sarana penghubung antara
karya sastra dengan penikmatnya itu sendiri. Melalui penelitian ini
diharapkan karya sastra tidak lagi menjadi sebuah hal yang asing di mata
pembaca serta pembaca dapat lebih meresapi, menghayati dan menikmati
sebuah karya sastra.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
107
DAFTAR PUSTAKA
Al Ghraibeh, A.M. (2012). “Brain Based Learning and Its Relation with Multiple
Intelligences”. International Journal of Psychological Studies.4(1),103:113.http://www.ccsenet.org/journal/index.php/ijps/article/view/15458. Diakses tanggal 10 Juni 2012 pukul 12.15 WIB.
Al-Salameh, E.M. (2012). “Multiple Intelligences of the High Primary Stage
Students”. International Journal of Psychological Studies. 4 (1), 196:204. http://www.ccsenet.org/journal/index.php/ijps/article/view/15461. Diakses
tanggal 10 Juni 2012 pukul 14.20 WIB. Endraswara, S. (2003). Metodologi Penelitian Sastra (Epistimologi, Model, Teori, dan Aplikasi. . Yoyakarta: Pustaka Widyatama. Esten, M. (1986). Kritik Sastra Indonesia. Padang: Angkasa Raya Faruk. (1999). Pengantar Sosiologi Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Freud, S. (2006). Teori Kepribadian dan Terapi Psikoanalitik Freud. Terjemahan
Yustinus Semiun. Yogyakarta: Kanisius
Hardjana, A. (1994). Kritik Sastra : Sebuah Pengantar. Jakarta: Gramedia. Haryadi, D. (2007). Analisis Tokoh Ara Dalam Roman Larasati Karya Pramoedya
Ananta Toer (Sebuah Pendekatan Psikologi Sastra). Skripsi Tidak Diterbitkan. Perpustakaan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Huda, S. (2010). Aspek Penokohan dalam Cerbung Tembang Katresnan Karya
Atas S. Danusubroto (Tinjauan Psikologi Sastra). Skripsi Tidak Diterbitkan. Perpustakaan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Indirawati, E. (2006). Hubungan Antara Kematangan Beragama Dengan
Kecenderungan Strategi Coping. Jurnal Psikologi Universitas Diponegoro.3(2),69:92.http://ejournal.undip.ac.id/index.php/psikologi/article/view/658. Diakses tanggal 9 Juni 2012 pukul 10.30 WIB.
Jatman, D. (1985). Sastra, Psikologi Umum. Bandung: Mandar maju. Kartono, K. (1996). Psikologi Umum. Bandung: Mandar Maju. Kusumaningtyas, I. (2002). Religiositas dalam Novel Fatimah Chen Chen Karya
Motinggo Busye (Sebuah Pendekatan Psikologi Sastra). Skripsi Tidak Diterbitkan. Perpustakaan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Liye, T. (2005). Hafalan Shalat Delisa. Jakarta: Gramedia.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
108
Miles, B.M dan Huberman, M. (1992). Analisis Data Kualitatif. (Terjemahan Tjetjep Rohendi Rohidi). Jakarta: UI Press.
Moleong, J.L. (2000). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Nurgiyantoro, B. (2005). Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah University Press. Nurwahyuni. (2011). Psikologi Sastra. http://oeniwahyuni.wordpress.com/2011/12/04/psikologi-sastra/. Diakses pada tanggal 9 Juni 2012 pukul 11.15 WIB. Pradopo, R.J. (1997). Prinsip-Prinsip Kritik Sastra: Teori dan Penerapannya. Yogyakarta: Gadjah University Press. Rohadi. (2007). Konflik Batin. http://rohadieducation.wordpress.com/2007/09/12/konflik-batin/. Diakses
pada tanggal 9 Juni 2012 pukul 13.00 WIB.
Salmanpour, H & Issazadegan, A. (2012). “Religiosity Orientations and Personality Traits with Death Obsession”. International Journal of PsychologicalStudies.4(1),150:157.http://www.ccsenet.org/journal/index.p hp/ijps/article/view/13721. Diakses tanggal 10 Juni 2012 pukul 10.30 WIB. Sangidu. (2004). Penelitian Sastra: Pendekatan, Teori, Metode, Teknik dan Kiat. Yogyakarta: Unit Penerbitan Sastra Asia Barat Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gajah Mada. Semi, M.A. (1993). Anatomi Sastra. Padang: Angkasa Raya. Suryabrata, S. (2007). Psikologi Kepribadian. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Sujanto, A. (2001). Psikologi Umum. Jakarta: PT Bumi Aksara. Tarigan, H.G. (1984). Prinsip-prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa. (1993). Prinsip-prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa. Walgito, B. (1989). Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta : Andi Offset. Waluyo, H. J & Wardani, N.E. (2009). Pengkajian Prosa Fiksi. Surakarta: UNS Press.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
109
Wandani, A.S. (2010). Analisis Tokoh dan Nilai Edukatif Novel Laskar Pelangi Karya Andrea Hirata serta Relevansinya Terhadap Materi Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia Siswa SMP Kelas VII (Kajian Psikologi Sastra). Skripsi Tidak Diterbitkan. Perpustakaan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Westen, D. (1998). “The Scientific Legacy of Sigmund Freud Toward
a Psychodynamically Informed Psychological Science”. International Journal of Psychology. 124 (3), 333-371.
http://psycnet.apa.org/?&fa=main.doiLanding&fuseaction=showUIDAbstr act&ui d=1998-11174-003. Diakses tanggal 10 Juni 2012 pukul 15.15 WIB.
Wuryanto, R. (2007). Konflik Tokoh Utama dalam Kumpulan Novelet Tulalit
Karya Putu Wijaya: Sebuah Pendekatan Psikologi Sastra. Skripsi Tidak Diterbitkan. Perpustakaan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
110
Lampiran 1: Cover Novel Hafalan Shalat Delisa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
111
Lampiran 2: Sinopsis Novel Hafalan Shalat Delisa
Sinopsis Novel :
Menceritakan mengenai Delisa, anak berusia 6 tahun yang hidup bersama
Ummi dan ketiga kakaknya di Lhok Nga, Aceh. Sedangkan Abinya bekerja di
kapal tanker dan hanya pulang tiga bulan sekali. Indah sekali keluarga ini. Ummi
yang penyabar dan tegas. Fatimah yang pintar, Zahra yang pendiam, dan juga
Aisyah yang suka jahil dan jadi teman berantem Delisa. Setiap pagi, sehabis
Shalat subuh, mereka biasa belajar Al-Quran kepada Ummi mereka. Kebiasaan itu
dilakukan setiap hari, kecuali pada hari Senin. Karena disaat seperti itulah, Abi
mereka yang bekerja di Canada, menelepon.
Delisa merasa kesulitan dengan hafalan Shalatnya. Bahkan Ummi, akan
menghadiahkan sebuah kalung manis jika Delisa dapat menghafal semua doa
untuk Shalat. Delisa hampir menghafal semuanya ketika Ummi mengajaknya
membeli kalung di Koh Acan, seorang Konghuchu yang baik, yang suka
memberikan separuh harga, ketika tahu kalung itu untuk hadiah hafalan Shalat.
Delisa yang susah bangun Shalat Subuh, sering diolok oleh Aisyah.
Aisyah juga sempat ngambek karena merasa kalung Delisa lebih bagus dari
kalungnya. Untung ada Ummi mereka yang bijaksana, yang mampu mengatasi itu
semua. Pada hari Minggu pagi, tanggal 26 Desember 2004, Delisa ditemani
Ummi, berangkat sekolah untuk menguji sejauh mana hafalan shalatnya. Sebegitu
khusyu’nya ia mengucapkan bacaan shalat, sampai ia tidak sadar bahwa terjadi
tsunami. Tapi Delisa tidak peduli, ia terus membacakan hafalannya. Begitupun
ketika air bah datang, Delisa masih tidak sadar, hingga tubuh mungilnya dihempas
air.
Mereka semua terhempas. Ummi, teman-temannya, gurunya, semuanya
terhempas air bah. Ibu Gurunya – Ibu Nur. Memberikan papan yang ia temukan
kepada Delisa, agar Delisa selamat. Ibu Guru Nur memilih untuk menyelamatkan
Delisa. Dengan memberikan papan itu, ia sendiri meninggal diterjang air. Selama
satu minggu, Delisa terkapar disemak-semak. Tubuhnya penuh luka. Tulangnya
patah, ia kelaparan dan kehausan. Selama terkapar itu Delisa mengalami
ketakukan karena suasana sekitarnya begitu mencekam. Tak jauh dari tubuhnya,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
112
jasad Tiur – sahabatnya, terlihat disana. Akhirnya Delisa pun diselamatkan tentara
Amerika dan dirawat di rumah sakit kapal induk yang berada di tengah laut. Ia
sempat tak sadar beberapa hari. Delisa beruntung karena semua merawatnya
dengan baik. Terlebih seorang perawat muslimah keturunan Turki, yang selalu
menjaganya setiap saat. Di tempat yang lain, Abi, hanya bisa memasrahkan
rumahnya yang hancur, serta kehilangan anak dan istrinya.
Pertemuan Delisa dan Abinya sangat mengharukan. Abi tidak sanggup
menjawab pertanyaan Delisa yang datang terus menerus. “Mana Umi? Kok kak
Fatimah, Kak Zahra dan Kak Aisyah tidak diajak?“ Abi sulit bagaimana
menjelaskan kepada putri bungsunya itu. Ia ingin menjelaskan bahwa Zahra dan
Aisyah, ditemukan meninggal dalam posisi berpelukan. Begitu juga dengan
Fatimah. Sedangkan jasad sang ibu sampai sekarang belum ditemukan. Abi
Usman mengalami tekanan batin pasca tsunami terjadi, karena ia harus berperan
ganda menjadi ibu, kakak-kakak sekaligus sahabat bagi Delisa. Berulang kali
Delisa bertemu dengan Ummi dan kakaknya di dalam mimpi. Ia berteriak keras
untuk diajak tinggal disana. Namun, Ummi bertindak tegas. Delisa belum bisa
tinggal, ia harus menyelesaikan urusannya yang tertunda. Yakni hafalan-hafalan
shalatnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
113
Lampiran 3: Biodata Pengarang
“Tere Liye” merupakan nama pena dari seorang novelis yang diambil dari
bahasa India dengan arti : untuk-Mu. Tampaknya Tere Liye tidak ingin dikenal
oleh pembacanya. Hal itu terlihat dari sedikitnya informasi yang pembaca
dapatkan melalui bagian “tentang penulis” yang terdapat pada bagian belakang
sebuah novel. Agak sulit ketika mencari tahu tentang Tere Liye. Tere Liye lahir
pada tanggal 21 Mei 1979 dan telah menghasilkan 14 buah novel. Sedikit
mengulas profil sang penulis, lelaki bernama Darwis (mungkin itu nama aslinya,
dilihat dari e-mailnya), yang beristrikan Riski Amelia, adalah seorang ayah dari
Abdullah Pasai. Lahir dan besar di pedalaman Sumatera, berasal dari keluarga
petani, anak keenam dari tujuh bersaudara.
Riwayat pendidikannya adalah:
-SDN 2 Kikim Timur Sumatera Selatan
-SMPN 2 Kikim Timur Sumatera Selatan
-SMUN 9 Bandar Lampung
-Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia
Karya-karyanya adalah:
1. Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin (Gramedia Pustaka Utama,
2010)
2. Pukat (Penerbit Republika, 2010)
3. Burlian (Penerbit Republika, 2009)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
114
4. Hafalan Shalat Delisa (Republika, 2005)
5. Moga Bunda Disayang Allah (Republika, 2007)
6. The Gogons Series: James & Incridible Incidents (Gramedia Pustaka Utama,
2006)
7. Bidadari-Bidadari Surga (Republika, 2008)
8. Sang Penandai (Serambi, 2007)
9. Rembulan Tenggelam Di Wajahmu (Grafindo, 2006, Republika 2009)
10. Mimpi-Mimpi Si Patah Hati (AddPrint, 2005)
11. Cintaku Antara Jakarta & Kuala Lumpur (AddPrint, 2006)
12. Senja Bersama Rosie (Grafindo, 2008)
13. Eliana , serial anak-anak mamak
14. Ayahku Bukan Pembohong (Gramedia Pustaka Utama, 2011)
Tere Liye tidak seperti penulis lain yang biasanya memasang foto, contact
person, profil lengkap pada setiap bukunya sehingga ketika buku/novel tersebut
meledak biasanya langsung membuat penulis tersebut terkenal dan diundang serta
melanglangbuana kemana-mana. Padahal novel-novel karya Tere Liye terbilang
sukses di pasaran.
Tere Liye ingin menyebarkan pemahaman bahwa hidup ini
sederhana melalui tulisannya. Bekerja keras, namun selalu merasa cukup,
mencintai berbuat baik dan berbagi, senantiasa bersyukur dan berterima kasih
maka Tere Liye percaya, sejatinya kita sudah menggenggam kebahagiaan hidup
ini.
Tere mengungkapkan bahwa ia tak berniat menulis novel yang
mengharukan. Ia hanya berniat membuat novel yang sederhana, namun sederhana
itu dekat sekali dengan kelutusan dan ketulusan itu kunci utama untuk membuka
pintu hati. Terlihat tekad Tere Liye yang ingin membuat novel yang sederhana
dan menyentuh telah mendarat dengan sukses di setiap hati pembacanya.
Ada banyak cara jika ingin lebih mengenalnya, diantaranya
mengunjungi websitenya http://darwisdarwis.multiply.com . Kalau ingin berbicara
langsung, kirim email saja ke [email protected].
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
115
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
116