nopi

60
PENGARUH PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN KOOPERATIF BERBASIS KASUS YANG BERPUSAT PADA MAHASISWA TERHADAP EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN AKUNTANSI KEPERILAKUAN Siti Mutmainah, SE, M.Si., Akt. Dosen Jurusan Akuntansi FE UNDIP Abstract Due to weakness found on traditional learning model, correction effort needed in learning process, learning materials, learning method, management of class, and also assessment system of process and result of learning. The alternatives recommended are case-based learning and cooperative learning method in student-centered learning method’s context. Various research indicate that besides able to improve learning achievement, these learning also able to increase non-cognitive ability, like self- esteem, communications and interpersonal, and learning to learn. These learning methods applied at Behavioral Accounting subject in Faculty of Economics, Diponegoro University. To know the effectiveness of learning process with these methods, the answer of questionaires distributed to students were tested with regression analysis, besides qualitative techniques. Results of applying these learning methods indicate better benefit, both for lecturer and students, compared to traditional learning method. These learning methods can optimize students’ intellectual, social, emotional and language potency. Keywords: cooperative learning, case-based learning, student-centered learning, effectiveness of learning process. Abstraksi Sehubungan dengan keterbatasan pada model pembelajaran tradisional, upaya perbaikan perlu dilakukan baik dalam proses pembelajaran, materi pembelajaran, metode pembelajaran, manajemen kelas dan juga pada sistem penilaian proses dan hasil belajar. Alternatif yang direkomendasikan untuk itu adalah metode pembelajaran kooperatif berbasis kasus dalam konteks pembelajaran yang berpusat pada mahasiswa. Berbagai riset menunjukan bahwa di samping mampu meningkatkan pencapaian pembelajaran, metode pembelajaran ini dapat meningkatkan kemampuan non-kognitif seperti self-esteem,

Transcript of nopi

Page 1: nopi

PENGARUH PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN KOOPERATIFBERBASIS KASUS YANG BERPUSAT PADA MAHASISWA TERHADAPEFEKTIVITAS PEMBELAJARAN AKUNTANSI KEPERILAKUANSiti Mutmainah, SE, M.Si., Akt.Dosen Jurusan Akuntansi FE UNDIPAbstractDue to weakness found on traditional learning model, correction effort needed inlearning process, learning materials, learning method, management of class, and alsoassessment system of process and result of learning. The alternatives recommended arecase-based learning and cooperative learning method in student-centered learningmethod’s context. Various research indicate that besides able to improve learningachievement, these learning also able to increase non-cognitive ability, like self-esteem,communications and interpersonal, and learning to learn. These learning methods appliedat Behavioral Accounting subject in Faculty of Economics, Diponegoro University.To know the effectiveness of learning process with these methods, the answer ofquestionaires distributed to students were tested with regression analysis, besidesqualitative techniques.Results of applying these learning methods indicate better benefit, both for lecturerand students, compared to traditional learning method. These learning methods canoptimize students’ intellectual, social, emotional and language potency.Keywords: cooperative learning, case-based learning, student-centered learning,effectiveness of learning process.AbstraksiSehubungan dengan keterbatasan pada model pembelajaran tradisional, upayaperbaikan perlu dilakukan baik dalam proses pembelajaran, materi pembelajaran, metodepembelajaran, manajemen kelas dan juga pada sistem penilaian proses dan hasil belajar.Alternatif yang direkomendasikan untuk itu adalah metode pembelajaran kooperatifberbasis kasus dalam konteks pembelajaran yang berpusat pada mahasiswa. Berbagai risetmenunjukan bahwa di samping mampu meningkatkan pencapaian pembelajaran, metodepembelajaran ini dapat meningkatkan kemampuan non-kognitif seperti self-esteem,kemampuan komunikasi, kemampuan interpersonal, dan pembelajaran untuk belajar.Metode pembelajaran ini diterapkan pada mata kuliah akuntansi keperilakuan padaFakultas Ekonomi, Universitas Diponegoro.Untuk mengetahui efektivitas proses pembelajaran dengan metode ini, dilakukananalisis regresi terhadap jawaban kuesioner yang disebar pada mahasiswa, di sampinganalisis kualitatif.Hasil analisis ini menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan hasilpembelajaran dengan metode tradisional, baik bagi dosen maupun mahasiswa. Metode inidapat mengoptimalkan potensi intelektual, sosial dan emosional mahasiswa.Kata kunci: pembelajaran kooperatif, pembelajaran berbasis kasus, pembelajaran terpusatpada mahasiswa, efektivitas proses pembelajaran.2

1. Pendahuluan1.1. Latar BelakangDalam upaya meningkatkan kualitas perguruan tinggi, tersedianya sumberdayayang baik dan memadai di perguruan tinggi merupakan persyaratan yang diperlukan, tetapitidaklah mencukupi. Ketersediaan itu selalu masih harus dikaitkan dengan pengaturannyaagar dapat menghasilkan kinerja yang lebih baik. Khusus mengenai sumberdayaterpenting, yaitu sumberdaya manusia, sikap, kepedulian dan kehendak mencapai kualitas

Page 2: nopi

merupakan persyaratan yang sama pentingnya dengan kemampuan ilmiah.Penilaian kualitas produk pendidikan pertama-tama terlihat pada perkembangansikap dasar, seperti sikap kritis akademis ilmiah dan kesediaan terus mencari kebenaran(Yumarma, 2006). Oleh karena itu, konsep pendidikan tidak direduksi pada ujian yanghanya mengukur transfer pengetahuan, namun lebih luas, mencakup pembentukanketerampilan (skill) dan sikap dasar (basic attitude), seperti kekritisan, kreativitas danketerbukaan terhadap inovasi dan aneka penemuan. Semua itu amat diperlukan agarpeserta didik mampu bertahan hidup dan menjawab tantangan yang selalu berkembang.Dalam hal ini, pendidik dituntut tidak sekedar sebagai pentransfer ilmu, namun lebih dariitu juga berperan sebagai agen pencerahan. Idealisme pendidik, meminjam istilah Socratesadalah eutike, bidan yang membantu peserta didik melahirkan inovasi dan pengetahuan.HELTS 2003-2010 yang dikeluarkan Ditjen Dikti bulan April 2003 memberiamanah yang salah satunya adalah penerapan prinsip Student-Centered Learning (SCL)dalam proses pembelajaran. Terdapat beragam metode pembelajaran untuk SCL dan duadi antaranya adalah Case-Based Learning dan Cooperative Learning.Akuntansi keperilakuan (behavioral accounting) merupakan mata kuliah keahlianberkarya yang ditawarkan bagi mahasiswa strata satu jurusan akuntansi, khususnyasemester 7. Matakuliah penunjang sebagai prasyarat untuk mengambil matakuliah ini3

adalah matakuliah akuntansi keuangan menengah II, sedangkan matakuliah yang ditunjangoleh akuntansi keperilakuan adalah skripsi. Mata kuliah akuntansi keperilakuanmempelajari aspek keperilakuan dalam akuntansi. Interaksi antara sistem akuntansi,perilaku manusia dan karakteristik organisasi dengan lingkungannya menjadikan studiterhadap dimensi keperilakuan dalam akuntansi berkembang pesat. Akuntansi tidakdipandang sebagai kumpulan angka-angka saja, tetapi melibatkan proses psikologis dansosial para pelaku akuntansi dan pihak-pihak yang terkait. Untuk itu aspek perilaku dalamberbagai disiplin akuntansi, misalnya aspek perilaku dalam akuntansi keuangan, akuntansimanajemen, akuntansi perpajakan, auditing, maupun isu-isu terkini misalnya akuntansisumber daya manusia dan akuntansi sosial, menjadi cakupan pembahasan mata kuliah ini.Proses pembelajaran yang banyak dipraktikkan sekarang ini sebagian besarberbentuk ceramah (lecturing). Pada saat mengikuti kuliah atau mendengarkan ceramah,mahasiswa sebatas memahami sambil membuat catatan. Dosen menjadi pusat peran dalampencapaian hasil pembelajaran dan seakan-akan menjadi satu-satunya sumber ilmu. Polapembelajaran dosen aktif dengan mahasiswa pasif ini mempunyai efektivitas pembelajaranyang rendah. Efektivitas pembelajaran mahasiswa umumnya terbatas, terjadi pada saat-saatakhir mendekati ujian.. Pembelajaran yang diterapkan saat ini berfokus pada pemahamanmateri saja. Dari metode yang diterapkan itu, mahasiswa tidak memiliki gambaranpenerapan materi pada dunia bisnis. Karena itu metode pembelajaran saat ini belum dapatmengasah kemampuan analisis mahasiswa, kepekaan terhadap permasalahan, melatihpemecahan masalah serta kemampuan mengevaluasi permasalahan secara holistik.Sehubungan dengan permasalahan seperti yang dijelaskan di atas, metodepengajaran yang diusulkan untuk diterapkan pada matakuliah akuntansi keprilakuan adalahcase-based learning. Alasan utama pembelajaran berbasis kasus diajukan dalamperkuliahan ini adalah (1) pembelajaran memerlukan adanya ilustrasi kasus nyata dalam4

penerapan ilmu yang diperoleh dari kuliah dan buku teks; (2) pengajaran berbasis kuliahsaja seringkali membuat mahasiswa menjadi pasif; (3) proses belajar yang efektif adalahproses yang melibatkan refleksi (double loop learning). Pembelajaran berbasis kasusadalah proses pembelajaran yang memungkinkan terjadi double-loop learning. Sebuah

Page 3: nopi

peribahasa yang sangat terkenal dalam bidang pendidikan berbunyi “tell me and I willforget, show me and I will remember, involve me and I will understand.” Diharapkandengan melibatkan mahasiswa dalam case-based learning, mahasiswa memilikipemahaman yang lebih baik dibanding bila hanya sebatas menerima teori saja.Berkaitan dengan perubahan sistem pengajaran, Ravenscroft (1995) menyatakanbahwa Accounting Education Change Commission (AECC 1990) maupun Kantor AkuntanPublik yang tergabung dalam The Big 8 (sekarang The Big 4, pen.) sangat mendukungsistem yang mendorong teamwork, kemampuan interpersonal dan komunikasi, danpembelajaran untuk belajar (learning to learn). Sistem pembelajaran cooperative learningyang diperkenalkan pertama kali oleh Robert Slavin pada tahun 1987, merupakan metodeyang telah sukses diterapkan dan konsisten dengan rekomendasi AECC. Pada pertemuantahunan American Accounting Association tahun 1998, metode cooperative learningdiperkenalkan secara luas sebagai alternatif pendekatan pengajaran akuntansi padaperguruan tinggi (Ravenscroft, 1999). Cooperative learning secara umum diartikan sebagaisuatu kelompok kecil yang terdiri dari mahasiswa yang heterogen, yang bekerja samauntuk saling membantu satu sama lain dalam belajar. Metode pembelajaran ini merupakanalternatif yang ditawarkan untuk mengatasi kelemahan yang terdapat pada modelpembelajaran tradisional. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa selain dapatmeningkatkan prestasi belajar mahasiswa, cooperative learning juga dapat meningkatkankemampuan noncognitive seperti self-esteem, perilaku, toleransi dan dukungan bagimahasiswa lain.5

1.2. Perumusan MasalahKegelisahan orangtua, peserta didik dan masyarakat sehubungan dengan kualitaslulusan perguruan tinggi, menuntut pembaruan mentalitas dosen, mulai dari pimpinansampai atmosfer pendidikan yang seharusnya diciptakan. Mentalitas teoritis dan textbookdalam pembelajaran harus diperbarui dengan mentalitas learning by doing, kejujuran,solidaritas dan keterbukaan terhadap kenyataan sekitar. Sikap mendengarkan (listeningattitude) juga tidak boleh dilupakan dalam pendidikan. Tanpa sikap mendengarkan akanterjadi distorsi pemahaman dan tiadanya kepekaan.Sehubungan dengan hal tersebut perlu pembaruan dalam metode pembelajaran, dariyang semula tutorial menjadi metode pembelajaran yang memberdayakan mahasiswa,karena sesungguhnya perguruan tinggi adalah tempat mahasiswa belajar, bukan dosenmengajar. Dengan demikian, masalah yang dipertanyakan adalah bagaimanakah pengaruhpenerapan metode pembelajaran kooperatif berbasis kasus yang berpusat pada mahasiswaterhadap efektivitas pembelajaran akuntansi keperilakuan.1.3. Tujuan dan ManfaatPenelitian ini bertujuan untuk memperoleh bukti empiris pengaruh penerapanmetode pembelajaran kooperatif berbasis kasus yang berpusat pada mahasiswa terhadapefektivitas pembelajaran akuntansi keperilakuan. Perbaikan pada metode dan prosespembelajaran mata kuliah Akuntansi Keperilakuan diharapkan bermanfaat untukmengembangkan metode pembelajaran yang dapat mendukung terbentuknya kualitaspribadi dan kualitas keilmuan mahasiswa.2. Konsep Pengembangan, Tinjauan Teoritik dan Perumusan HipotesisManusia membutuhkan pendidikan dalam kehidupannya. Pendidikan adalah usahasadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agarpeserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan6

spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta

Page 4: nopi

keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.2.1. Proses Pembelajaran di Perguruan TinggiPembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumberbelajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran dapat diartikan juga sebagai kegiatanyang terprogram dalam desain facilitating, empowering, enabling, untuk membuatmahasiswa belajar secara aktif, yang menekankan pada sumber belajar. Pada tahap awal,pembelajaran bermanfaat sebagai pembuka pintu gerbang kemungkinan untuk menjadimanusia dewasa dan mandiri, berikutnya pembelajaran memungkinkan seorang manusiaakan berubah dari “tidak mampu” menjadi “mampu” atau dari “tidak berdaya” menjadi“sumber daya.”Sebagai salah satu wujud tanggung jawab atas kewajibannya, pendidik dituntutmemilih metode pembelajaran yang paling akomodatif dan kondusif untuk mencapaisasaran dan filosofi pendidikan. Beberapa contoh sasaran pembelajaran adalahmendapatkan pengetahuan; mengembangkan konsep; memahami teknik analisis;mendapatkan skill dalam menggunakan konsep dan teknik; mendapatkan skill dalammemahami dan menganalisis masalah; mendapatkan skill dalam mensintesis rencanakegiatan dan implementasi; mengembangkan kemampuan untuk berkomunikasi;mengembangkan kemampuan untuk menjalin hubungan saling percaya; mengembangkansikap tertentu; mengembangkan kualitas pola pikir; mengembangkan judgment dan wisdom(Dooley & Skinner, 1977 dalam Handoko, 2005).Sehubungan dengan filofosi pendidikan yang dianut, sebagai basis dari prosespembelajaran yang diterapkan, dapat dibandingkann beberapa filosofi pedagogik sepertiyang terlihat pada Tabel 2.1. Pembelajaran tradisional berangkat dari filosofi pedagogik“wisdom can be told.” Dalam konteks ini proses pembelajaran terpusat pada dosen.7

Namun, pola pusat pembelajaran pada dosen yang dipraktikkan pada saat ini memiliki gapdengan yang sebaiknya. Oleh karena itu, pembelajaran ke depan dapat didorong menjadiberpusat pada mahasiswa (student-centered learning, SCL) dengan memfokuskan padatercapainya kompetensi yang diharapkan. Hal ini berarti mahasiswa harus didorong untukmemiliki motivasi dalam diri mereka sendiri, kemudian berupaya keras mencapaikompetensi yang diinginkan.2.2. Pembelajaran Berpusat pada Mahasiswa (Student-Centered Learning)Perbedaan antara metode pembelajaran berbasis Teacher Centered dan StudentCentered Learning disajikan dalam Tabel 2.2. Untuk menciptakan situasi pembelajaranyang efektif, Combs (1976) mengatakan bahwa dibutuhkan tiga karakteristik, yaitu:1. Atmosfer kondusif untuk mengeksplorasi makna belajar. Peserta belajar harus merasaaman dan diterima. Mereka ingin memahami risiko dan manfaat dari mendapatkanilmu pengetahuan dan pemahaman baru. Kelas harus kondusif untuk keterlibatan,interaksi, dan sosialisasi, dengan pendekatan yang menyerupai dunia bisnis.2. Peserta belajar harus selalu diberi kesempatan untuk mencari informasi danpengalaman baru. Kesempatan ini diberikan dalam bentuk mahasiswa tidak hanyasekedar menerima informasi, tapi mahasiswa didorong untuk mencari informasi.3. Pemahaman baru harus diperoleh mahasiswa melalui proses personal discovery.Metode yang digunakan untuk itu harus sangat individu dan sesuai dengan personalitidan gaya belajar mahasiswa yang bersangkutan.2.4. Pembelajaran Berbasiskan Kasus (Case-Based Learning)Kasus merupakan problem yang kompleks berbasiskan kondisi senyatanya untukmerangsang diskusi kelas dan analisis kolaboratif. Pembelajaran kasus melibatkan kondisiinteraktif, eksplorasi mahasiswa terhadap situasi realistik dan spesifik. Ketika mahasiswa

Page 5: nopi

8

mempertimbangkan adanya suatu permasalahan berdasarkan analisis perspektifnya,mereka diarahkan untuk memecahkan pertanyaan yang tidak memiliki jawaban tunggal.Gragg (1940) seperti yang dikutip Handoko (2005) mendefinisikan kasus sebagai ...A case is typically a record of a business issue which actually has been faced bybusiness executives, together with surrounding facts, opinions, and prejudiecesupon which executive dicisions had to depend. These real and particularizedcases are presented to students for considered analysis, open discussion, andfinal decision as to the type of action should be taken.Suatu kasus disebut sebagai kasus baik bila memiliki karakteristik sebagai berikut:1) Berorientasi keputusan: kasus menggambarkan situasi manajerial yang mana suatukeputusan harus dibuat (segera), tetapi tidak mengungkap hasilnya2) Partisipasi: kasus ditulis dengan cara yang dapat mendorong partisipasi aktifmahasiswa dalam menganalisis situasi. Ini berbeda dengan cerita (stories) pasif yanghanya melaporkan berbagai peristiwa atau kejadian seperti apa adanya, tetapi tidakmendorong partisipasi3) Pengembangan diskusi: material kasus ditulis untuk memunculkan beragam pandangandan analisis yang dikembangkan oleh para mahasiswa4) Substantif: kasus terdiri atas bagian utama yang membahas isu dan informasi lain5) Pertanyaan: kasus biasanya tidak memberikan pertanyaan, karena pemahaman atas apayang seharusnya ditanya merupakan bagian penting analisis kasus (Handoko, 2005)Manfaat kasus dan metode kasus diterapkan sebagai metode pembelajaran adalah:1. Kasus memberi kesempatan kepada mahasiswa pengalaman firsthand dalammenghadapi berbagai masalah akuntansi di organisasi2. Kasus menyajikan berbagai isu nyata desain dan operasi sistem akuntansi relevan yangdihadapi para manajer3. Realisme kasus memberikan insentif bagi mahasiswa untuk lebih terlibat dantermotivasi dalam mempelajari material pembelajaran9

4. Kasus mengembangkan kapabilitas mahasiswa untuk mengintegrasikan berbagaikonsep material pembelajaran, karena setiap kasus mensyaratkan aplikasi beragamkonsep dan teknik secara integratif untuk memecahkan suatu masalah5. Kasus menyajikan ilustrasi teori dan materi kuliah akutansi keperilakuan6. Metode kasus memberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam kelas dan mendapatkanpengalaman dalam mempresentasikan gagasan kepada orang lain7. Kasus memfasilitasi pengembangan sense of judgment, bukan hanya menerima secaratidak kritis apa saja yang diajarkan dosen atau kunci jawaban yang tersedia di halamanbelakang buku teks8. Kasus memberikan pengalaman yang dapat diterapkan pada situasi pekerjaan.2.5. Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)Ada tiga cara dasar bagaimana mahasiswa dapat berinteraksi satu sama lain, yaitukompetitif, individualistis dan kooperatif. Mahasiswa dapat berkompetisi untuk melihatsiapa yang terbaik, mereka dapat bekerja individualistis untuk mencapai tujuan tanpamemberi perhatian kepada mahasiswa lain, atau mereka dapat bekerjasama dan salingmemberi perhatian.Smith dan MacGregor (1992) mendefinisikan cooperative learning sebagai “themost carefully structured end of the collaborative learning contiunuum” (Ravenscroft,1995). Johnson, Johnson dan Holubec (1994) mendefinisikan cooperative learningsebagai “the instructional use of small groups so that students work together to maximize

Page 6: nopi

their own and each other’s learning” (Phipps et al., 2001).Berbagai riset tentang cooperative learning menunjukkan hasil yang konsistenbahwa cooperative learning akan meningkatkan prestasi, hubungan interpersonal yanglebih positif dan self-esteem yang lebih tinggi dibanding upaya kompetitif atauindividualistis (Phipps et al., 2001). Phipps et al. (2001) mencatat keberhasilan metode ini10

antara lain dari hasil riset Felder dan Brent (1996) yang menyatakan bahwa pendekatan inimeningkatkan motivasi untuk belajar, memori pengetahuan, kedalaman pemahaman danapresiasi subyek yang diajar. Riset juga menunjukkan bahwa praktik cooperative learningmengarahkan mahasiswa pada pencapaian prestasi yang lebih tinggi, lebih efisien danefektifnya proses dan pertukaran informasi, meningkatkan produktivitas, hubungan yangpositif di antara mahasiswa, dan membentuk saling percaya antar teman, dibandingkandengan pengalaman pembelajaran kompetitif dan/atau individualistis (Potthast, 1999).Upaya kooperatif diharapkan menjadi lebih produktif dibanding upaya kompetitifataupun individualistis, bila upaya kooperatif tersebut berada di dalam kondisi tertentu.Kondisi ini kemudian merupakan elemen dasar terbentuknya cooperative learning.Kelima elemen dasar cooperative learning mencakup perlunya interdependensi positif;adanya interaksi tatap muka (face-to-face interaction), dimilikinya individualaccountability, digunakannya collaborative skills dan adanya group processing.Dari berbagai penjelasan di atas, dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:H1: Penerapan case-based learning berpengaruh terhadap pemahaman mahasiswa padamateri akuntansi keperilakuanH2: Penerapan cooperative learning berpengaruh terhadap pemahaman mahasiswa padamateri akuntansi keperilakuanH3: Penerapan student-centered learning berpengaruh terhadap pemahaman mahasiswapada materi akuntansi keperilakuan3. Metode Implementasi dan Metode Penelitian3.1. Metode Pembelajaran dan Pengelolaan KelasSebelum memulai proses pembelajaran selama satu semester, dosen melakukanperencanaan pembelajaran. Langkah-langkah berikut adalah kegiatan-kegiatan yangdilakukan sebelum masa perkuliahan dimulai, yaitu :a. Menyajikan rumusan kompetensi yang akan dicapai.b. Menyusun materi ajar berdasarkan sistem keilmuan atau skema proses keilmuan11

c. Menyusun jadwal sesuai pokok bahasan dan sub pokok bahasan, termasuk rencanapresentasi, pengumpulan tugas.d. Memilih sub pokok bahasan/topik yang dijadikan tugas.e. Membuat deskripsi tugas dan presentasi maupun ujian agar kompetensi tercapai.f. Pembelajaran sistem penilaian belajar dan aturan main serta etika akademik yangditerapkan.Pada pertemuan pertama perkuliahan selain dosen menjelaskan gambaran umummata kuliah Akuntansi Keperilakuan, juga dosen menentukan kelompok mahasiswa danmetode penilaian mahasiswa. Kelompok ditentukan oleh dosen, bukan oleh mahasiswasebagaimana yang sering terjadi. Satu kelompok terdiri dari 3-5 orang mahasiswa denganperbedaan jenis kelamin, perbedaan latar belakang sosial maupun latar belakang prestasiyang ditunjukkan oleh perolehan indeks prestasi komulatif (IPK). Untuk mengetahui latarbelakang mahasiswa peserta perkuliahan digunakan jasa bagian data FE Undip. Disamping itu, dosen membahas kontrak perkuliahan dengan mahasiswa dan dosenmenjelaskan pula metode pembelajaran kasus dengan cooperative learning yang akan

Page 7: nopi

diterapkan pada matakuliah akuntansi keperilakuan.Pada awal perkuliahan mahasiswa diberi pemahaman bahwa “learning is fun”sehingga muncul semangat yang berbeda yang diikuti perubahan pemikiran dan perilaku,dibanding bila dari awal mahasiswa beranggapan bahwa “belajar adalah beban.” Disamping itu juga mahasiswa diberi pemahaman tentang perubahan paradigmapembelajaran, dari teacher centered, menjadi student centered learning. Diharapkandengan demikian, motivasi belajar tumbuh dari kesadaran individu mahasiswa.Salah satu hal yang dibutuhkan untuk metode cooperative learning adalah kontroldosen terhadap waktu perkuliahan di kelas (Ravenscroft, Buckless dan Hassal, 1999).12

Oleh karena itu dosen merancang kegiatan di kelas dari menit ke menit. Pengaturan waktudi kelas setiap 3 SKS yang setara dengan 150 menit tampak seperti Tabel 3.1.Dalam menganalisis kasus, mahasiswa diarahkan untuk dapat menjelaskandeskripsi perusahaan dan deskripsi permasalahan, yang mencakup apa saja simptom yangmuncul, siapa yang terlibat dalam kasus dan bagaimana perspektifnya serta bagaimanakemungkinan tindakannya, apa yang menjadi penyebab dari simptom, apakah simptom inibisa terjadi di perusahaan lain, apakah ada serangkaian penyebab yang salingmempengaruhi, bagaimana analisis teoretik penyebab simptom, alternatif pemecahanmasalah berdasar analisis teoritis, apakah sisi negatif dan positif dari solusi yang diajukan,prioritas pemecahan masalah, indikator kalau pemecahan masalah sukses atau gagal.Agar penyajian materi atau kasus lebih menarik, proses kuliah di kelasmenggunakan bantuan teknologi multimedia. Sedangkan untuk penugasan kelompok yaitupencarian kasus, mahasiswa ditugasi mencari dan menelusur kasus dengan menggunakanmelakukan survey di perusahaan. Untuk kesiapan individu, mahasiswa diwajibkanmembaca materi lebih dulu sebelum perkuliahan berlangsung. Pada setiap pertemuan,dosen mereview hasil bacaan mahasiswa secara individu dengan memberikan tes lisan atautes tertulis secara mendadak sebelum kelompok penyaji mempresentasikan materi kuliahdan kasus.3.2. Metode Penilaian Proses dan Hasil Belajar MahasiswaDalam matakuliah akuntansi perilaku, penilaian mahasiswa yang dilakukanmenggunakan metode yang disarankan oleh Michaelsen (1998) yaitu memisahkan kriteriapenilaian ke dalam tiga area kinerja: (1) kinerja individual, (2) kinerja kelompok, dan (3)kontribusi individual kepada kelompok (diukur dengan menggunakan bentuk peerevaluation). Besarnya komposisi nilai didiskusikan bersama mahasiswa di awalperkuliahan, dalam arti mahasiswa menentukan bobot masing-masing komponen namun13

batas besarnya bobot ditentukan oleh dosen. Adapun komponen penilaian proses dan hasilbelajar mahasiswa dan bobot maksimal tampak pada Tabel 3.2..Dalam rangka menentukan outcome dari proses pembelajaran, maka dosen tidaklagi berorientasi apakah mahasiswa telah mendapatkan jawaban yang benar, namun beralihpada mempertanyakan hal-hal sebagai berikut:1. Dapatkah mahasiswa menunjukkan kualitas bahwa mereka adalah orang terdidik,kualitas yang diharapkan sebagai lulusan dari perguruan tinggi (hal ini antara laintampak pada jenis permasalahan yang diidentifikasi, pertanyaan yang dibentuk,investigasi yang diajukan)?2. Dapatkah mahasiswa mengumpulkan dan mengevaluasi informasi baru, berpikir secarakritis, memberi alasan secara efektif dan menyelesaikan masalah?3. Dapatkah mahasiswa berkomunikasi secara lancar, menggambarkan bukti-buktisebagai dasar berargumentasi (baik ketika mahasiswa bertugas sebagai penyaji materi

Page 8: nopi

kasus atau pun ketika ia sebagai pihak yang mengomentari)?4. Apakah keputusan dan pertimbangan mahasiswa merefleksikan pemahaman tentangkonsep kebenaran universal?5. Dapatkah antar mahasiswa bekerjasama secara produktif yang didasarkan oleh rasasaling menghargai?6. Apakah mahasiswa memiliki kualitas mengatur dirinya sendiri (self-regulating) sepertipersistence dan manajemen waktu yang akan membantu mereka mencapai tujuanjangka panjang mereka?7. Bagaimanakah partisipasi dan kontribusi mahasiswa ketika bekerja di dalamkelompok?14

3.3. Metode Penelitian untuk Mengevaluasi Pengaruh Penerapan MetodePembelajaran Kooperatif Berbasis Kasus Yang Berpusat Pada MahasiswaTerhadap Efektivitas Pembelajaran Akuntansi Keperilakuan.Evaluasi pengaruh penerapan metode pembelajaran kooperatif berbasis kasus yangberpusat pada mahasiswa terhadap efektivitas pembelajaran akuntansi keperilakuandilakukan secara kualitatif dengan menelaah kesan mahasiswa, tingkat kehadiran dansebaran nilai akhir mahasiswa. Di samping itu dilakukan penyebaran kuesioner kepadamahasiswa peserta kuliah pada pertemuan terakhir perkuliahan. Kuesioner yang akandigunakan merupakan modifikasi kuesioner yang digunakan oleh Roger dan Johnson(1994), Lancaster dan Strand (2001) serta instrumen Chong (1999) untuk mengetahuipersepsi mahasiswa tentang dosen, tujuan perkuliahan, instruksi perkuliahan, maupunumpan balik. Sedangkan untuk mengetahui efektivitas penerapan student-centeredlearning dirancang instrumen berdasar konsep yang ada. Selanjutnya pengujian untukmengetahui pengaruh metode belajar yang diterapkan terhadap pemahaman mahasiswaatas materi perkuliahan data dilakukan uji statistik regresi berganda, dengan persamaan:UseApril = a + b1.UseCBL + b2.UseCL + b3.UseSCL + eDalam hal ini “useapril” adalah pemahaman mahasiswa atas materi kuliahakuntansi keperilakuan, “useCBL” adalah penerapan case-base learning, “useCL” adalahpenerapan cooperative learning, sedangkan “useSCL” adalah penerapan student-centeredlearning. Sebelum dilakukan uji regresi dilakukan uji validitas dan reliabilitas serta ujiasumsi klasik. Pengujian hipotesis dilakukan pada taraf α = 5%.4. Hasil dan PembahasanPada awal kuliah selain dilakukan kesepakatan kontrak kuliah, juga dilakukandiskusi dengan mahasiswa tentang hal-hal yang tidak disukai dalam perkuliahan danusulan serta harapan mahasiswa sehubungan kuliah yang akan berlangsung. Di sampingitu pada pertemuan pertama juga dipilih seorang koordinator kelas dan dibentuk kelompok15

kelompok diskusi didasarkan atas keberagaman latar belakang, jenis kelamin dankemampuan. Berdasarkan informasi dari Bagian SIMAWEB FE Undip, indeks prestasikumulatif mahasiswa peserta kuliah Akuntansi Keperilakuan berkisar antara 2,57-3,56.Mahasiswa peserta kuliah berjumlah 39 orang, terbagi menjadi 10 kelompok. Satukelompok terdiri dari 3-4 orang mahasiswa. Sebagai contoh kelompok 1 terdiri darimahasiswi ber-IPK tertinggi di kelas (3,56), mahasiswa IPK terendah di kelas (2,57) danmahasiswi ber-IPK moderat. Diharapkan dengan pencampuran anggota kelompok darijenis kelamin dan kemampuan intelektual (yang diproksikan dengan IPK) yang berbeda iniakan ada iklim yang baik di dalam kelompok, mahasiswa yang lebih pintar dapat“menulari” mahasiswa yang memiliki IPK rendah.Selain bersumber dari buku acuan utama berbahasa Inggris, yaitu buku BehavioralAccounting karangan Gary Siegel dan Helene Ramanauskas-Marconi tahun 1989 dan

Page 9: nopi

beberapa bab dari buku Behavioral Aspects of Accounting karangan Belkaoui, bahankuliah bersumber dari kasus-kasus yang ditelusur mahasiswa secara berkelompok yangberasal dari survey ke perusahaan. Beberapa kasus yang bersumber dari survey lapanganyang dipresentasikan mahasiswa antara lain kasus perusahaan di Kabupaten Kudus,Kendal, Kabupaten dan Kota Semarang, dan Pemerintah Propinsi Jawa Tengah.4.1. Kesan MahasiswaBerdasarkan lembar kesan dan saran yang diberikan oleh mahasiswa padapertemuan ke-7, sebelum ujian tengah semester, dapat diketahui kesan mahasiswa yangpositif maupun negatif sehubungan materi perkuliahan yang diberikan dan metodepembelajaran yang diterapkan, sebagai berikut:Presentasi menjadikan kuliah lebih menarikKasus dan diskusi interaktif membuat kuliah lebih hidup dan memberikan contohnyata dari bab yang dibahasLebih rajin dan mengerti materi karena faktor insidental misalnya pemberianresponsi, pertanyaan sebelum kuliahSituasi kelas kondusif, kekeluargaan16

Dosen mengajar tidak membosankanBisa menangkap materi dengan baik walaupun kuliahnya tidak formalDosen bisa memotivasi mahasiswaAdanya interaksi/hubungan baik antara dosen-mahasiswaFun namun bertanggung jawabSistem perkuliahan jelas dan sistematikMelatih mahasiswa bicara di depan publik dan bertanggung jawabKomprehensif, seimbang antara materi dan kasusTepat waktu dan sesuai jadwalPembentukan kelompok yang acak sudah cukup baik dan menambah banyakteman baruMahasiswa jadi lebih serius dan konsisten belajar karena ada test penilaiankesiapan kuliah (TPK)Dosen berkomitmen dan siap mengajarKeputusan berdasarkan konsensusKesan negatif dari mahasiswa tampak pada pernyataan berikut:Dalam diskusi, materi yang ditanyakan penanya kadang melenceng jauh darimateri yang dipresentasikanCopy bahan dari kelompok penyaji sering terlambatBuku referensi berbahasa Inggris sehingga sulit dipahamiRuang kelas yang panasMahasiswa yang presentasi kurang bisa menjelaskanKedalaman materi oleh kelompok penyaji kurangPemilihan kelompok oleh dosen menimbulkan kurang koordinasi antar anggota,meski ada baiknyaDari pernyataan mahasiswa dapat ditarik kesimpulan bahwa mahasiswa menyukaisuasana kelas yang menyenangkan, metode pembelajaran yang digunakan, carapenyampaian materi perkuliahan, presentasi kelompok, kebiasaan baik yang dihidupkan(misal: berdoa sebelum belajar, kerjasama dalam tim), kesesuaian materi yang disampaikandengan silabi dan sebagainya. Dengan kata lain, secara kualitatif dapat disimpulkan bahwamateri dan metode pembelajaran telah secara tepat disampaikan pada mahasiswa.Namun demikian, dilihat dari pernyataan negatif mahasiswa, perkuliahan juga

Page 10: nopi

memiliki kelemahan menurut mahasiswa, misalnya mahasiswa tidak memiliki keleluasaanmemilih anggota tim sendiri, dan materi kuliah yang utama menggunakan buku berbahasaInggris. Penggunaan bahasa asing (bahasa Inggris) justru diharapkan dapatmengoptimalkan potensi bahasa yang dimiliki mahasiswa. Pembagian anggota kelompok17

yang ditentukan oleh dosen, sehingga bisa jadi anggota kelompok di luar keinginanmahasiswa, merupakan suatu proses pembelajaran bagi mahasiswa dalam hal bersosialisasidi masyarakat maupun dunia kerja, karena proses ini diharapkan mampu mengoptimalkanpotensi sosial dan potensi emosi mahasiswa agar mereka bisa bekerja sama dengan baikdalam satu tim yang heterogen.4.2. Pengaruh Penerapan Case-Based Learning, Cooperative Learning dan Student-Centered Learning terhadap Pemahaman Mahasiswa atas Materi PerkuliahanAkuntansi PerilakuHasil pengujian validitas instrumen penelitian tampak pada tabel 4.1.-4.4., sedangkanhasil pengujian reliabilitas tampak pada tabel 4.5. Pengujian dilakukan terhadap data yangvalid dan andal secara statistik. Hasil uji asumsi klasik yang tampak pada tabel 4.6.-4.8.menunjukkan hasil bahwa data terdistribusi secara normal, bebas multikolinearitas, danheterokedastisitas. Dengan demikian model regresi layak dipakai untuk memprediksipemahaman mahasiswa atas materi perkuliahan akuntansi perilaku berdasarkan prediktorpenerapan case-based learning, cooperative learning dan student-centered learning.Statistik deskriptif variabel tampak pada tabel 4.9. Dari keseluruhan variabel yangdiujikan, terlihat bahwa rata-rata pemahaman mahasiswa atas materi yang diberikan dalamperkuliahan memuaskan, case-based learning, metode berkelompok (cooperativelearning), dan student-centered learning telah efektif diterapkan di dalam kelas.Hasil uji F tampak pada tabel 4.10. Dari hasil tersebut dapat diinterpretasikanbahwa secara simultan penerapan case-based learning, student-centered learning dancooperative learning berpengaruh terhadap pemahaman mahasiswa atas materi perkuliahanakuntansi keperilakuan. Hasil uji koefisien determinasi menunjukkan bahwa penerapanstudent-centered learning, cooperative learning dan case-based learning baru dapatmenjelaskan 15,7% prediktor pemahaman mahasiswa atas materi perkuliahan akuntansikeperilakuan, sedangkan sisanya yaitu sebesar 84,3% dipengaruhi oleh variabel lain.18

Hasil uji t pada model regresi ditunjukkan pada tabel 4.12. Dari tabel tersebutdapat dinyatakan bahwa hanya penerapan case-based learning-lah yang berpengaruhterhadap tingkat pemahaman mahasiswa atas materi Akuntansi Keperilakuan. Hal iniditunjukkan dengan nilai alpha yang lebih kecil dari 5%. Arah yang positif padakoefisiennya menandakan bahwa penerapan case-based learning yang semakin intensif,akan menyebabkan meningkatnya pemahaman mahasiswa atas materi akuntansikeperilakuan. Dua variabel lainnya yaitu penerapan cooperative learning dan studentcentered learning tidak berhasil menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap tingkatpemahaman mahasiswa akan materi perkuliahan akuntansi keperilakuan. Hal inidisebabkan oleh belum siapnya mahasiswa untuk dilepas sepenuhnya dengan metodepembelajaran ini. Kondisi ini terlihat dari komentar mahasiswa yang diberikan pada akhirperkuliahan dan belum optimalnya penerapan metode ini di dalam kelas seperti yangditunjukkan dalam statistik deskriptif. Selama ini mahasiswa telah terbiasa dengan metodepembelajaran yang berfokus pada dosen (teacher-centered learning), sehingga perlu waktutransisi yang barangkali cukup lama untuk menjadi siap pada pembelajaran yang berfokuspada mahasiswa karena perubahan tidak dapat berlangsung sekejap. Terkait denganberbagai filosofi pedagogik, proses pembelajaran tidak dapat langsung tertuju pada

Page 11: nopi

“wisdom can’t be told,” namun lebih kepada filosofi pedagogik “middle-group viewpoint.”Belum optimalnya output pembelajaran juga dapat disebabkan oleh pemilihananggota kelompok yang dilakukan oleh dosen, bukan atas kemauan mahasiswa sendiri,sehingga mahasiswa tidak dapat nyaman sepenuhnya bekerja dalam kelompok yang tidaksesuai dengan keinginannya sendiri. Mahasiswa biasanya berkelompok atas dasarkesamaan minat, kemampuan akademik, latar belakang atau kebiasaan. Sedangkan dosenmengelompokkan mahasiswa didasarkan pada keberagaman kemampuan akademik, latarbelakang dan jenis kelamin. Ketidaknyamanan mahasiswa dalam hal ini antara lain19

tampak pada lembar kesan pesan dan isian kuesioner yang antara lain menyatakan sulitnyamemunculkan sinergi antar anggota kelompok yang belum dikenal dengan baik padawaktu yang relatif singkat.4.3. Sebaran Nilai dan Tingkat Kehadiran MahasiswaIndikator lain yang dapat digunakan sebagai proksi efektivitas perkuliahan antaralain tingkat kehadiran dan nilai akhir mahasiswa dalam perkuliahan. Tingginya minatmahasiswa pada proses perkuliahan terlihat dari tingginya tingkat kehadiran yaitu rata-rata90,57%. Adapun rincian tingkat kehadiran mahasiswa tampak pada tabel 4.13.Nilai akhir mahasiswa akuntansi keperilakuan merupakan akumulasi dari nilaiindividu, nilai kelompok dan nilai dari peer review. Penilaian meliputi nilai ujian akhirsemester, nilai ujian tengah semester, nilai surprised test, nilai tugas (antara lain proposalpenelitian), nilai kasus, nilai presentasi, nilai keaktifan. Soal ujian tengah semester berupakasus berbahasa Inggris, sedangkan soal ujian akhir semeter berupa essay berbahasaIndonesia. Adapun sebaran nilai akhir mahasiswa peserta kuliah akuntansi keperilakuantampak pada tabel 4.14. Sebagai perbandingan, pada tahun sebelumnya di dalam matakuliah Akuntansi Keperilakuan yang diampu oleh dosen yang sama, nilai C masih dialamioleh lebih dari 7 mahasiswa, dan beberapa mahasiswa masih mendapatkan nilai D dan E.Dari beberapa indikator seperti yang telah dijelaskan di atas, dapat diketahui bahwaselama proses pembelajaran, metode pembelajaran dengan kasus telah dapat meningkatkanpemahaman mahasiswa pada materi perkuliahan akuntansi keperilakuan. Mahasiswa telahsecara aktif mengembangkan pengetahuan yang dipelajarinya, sehingga mahasiswa lebihmandiri, percaya diri dan mengarah pada kompeten. Dalam hal pembelajaran dengankasus, mahasiswa juga secara aktif terlibat di dalam mengelola pengetahuan. Mahasiswadapat belajar tidak hanya dari perkuliahan saja tetapi dapat menggunakan berbagai caradan kegiatan. Pembelajaran dengan metode pembelajaran yang telah diterapkan tidak20

hanya menekankan pada penguasaan materi tetapi juga dalam mengembangkan karaktermahasiswa. Pembelajaran yang memanfaatkan banyak media (multimedia) di sampingmembuat perkuliahan lebih atraktif juga mengasah kemampuan mahasiswa dalam halteknologi informasi. Dalam pembelajaran akuntansi keperilakuan dosen berfungsi sebagaifasilitator dan evaluasi dilakukan bersama dengan mahasiswa. Dengan demikian iklimyang dikembangkan lebih bersifat kolaboratif, suportif dan kooperatif. Hal ini didukungdengan tugas-tugas yang diberikan yang membutuhkan kerjasama kelompok; dan adaumpan balik dan reward baik bagi kinerja individu maupun kinerja kelompok.5. Kesimpulan dan SaranDari penerapan case-based learning, cooperative learning dan student-centeredlearning, pada mata kuliah akuntansi keperilakuan di Jurusan Akuntansi FE Undip periodesemester gasal 2006/2007, dapat disimpulkan: (1) Penerapan case-based learning secarasignifikan berpengaruh terhadap meningkatnya pemahaman mahasiswa pada materiakuntansi keperilakuan. Meskipun telah cukup efektif diterapkan di kelas, penerapan

Page 12: nopi

cooperative learning dan student-centered learning belum cukup signifikan mempengaruhipeningkatan pemahaman mahasiswa pada materi kuliah. (2) Penerapan case-basedlearning, cooperative learning dan student-centered learning telah mampu mengaktualkanpotensi sosial dan emosional mahasiswa, serta dapat mengasah karakter dan keterampilan(skill) mahasiswa.Untuk selanjutnya perlu dilakukan studi komparatif antara kelas yang menerapkanmetode cooperative learning, student-centered learning dan case-based learning, dankelas yang tidak menerapkan metode pembelajaran tersebut, sehingga efektivitaspenerapan metode pembelajaran dapat lebih terdeteksi. Di samping itu untuk pengujianstatistik perlu ditambahkan variabel kontrol. Dalam proses pembelajaran ini kasus belumoptimal tereksplor karena keterbatasan akses mahasiswa.21

Daftar PustakaAnonim. 2004. Tanya Jawab Seputar Unit dan Proses Pembelajaran di Perguruan Tinggi.Bagian Kurikulum Depdiknas Dirjen Dikti Direktorat Pembinaan Akademik danKemahasiswaan______. 2003. Kerangka Pengembangan Pendidikan Tinggi Jangka Panjang 1996-2005.DepdiknasBaer, John. Grouping and Achievement in Cooperative Learning. College Teaching.Vol.51, No. 4Chong, Vincent K. 1999. Cooperative Learning: The Role of Feedback and Use of LectureActivities on Student’s Academic Performance.Cook, Ellen D., Anita C. Hazelwood. 2002. An Active Learning Strategy for theClassroom—“Who Wants to Win...Some Mini Chips Ahoy?” Journal of AccountingEducation 20 pp. 297-306.Dewajani, Sylvi. 2005. Belajar Mandiri, Belajar Aktif, Strategi Kognitif. Makalahdisampaikan pada Pelatihan Active Learning yang diselenggarakan PHK A3 JurusanIESP Undip di Semarang._______, 2005. Paradigm Shift. Makalah disampaikan pada Pelatihan Active Learningyang diselenggarakan PHK A3 Jurusan IESP Undip di Semarang._______, 2005. Case-Based Learning. Makalah disampaikan pada Pelatihan ActiveLearning yang diselenggarakan PHK A3 Jurusan IESP Undip di Semarang.Handoko, Hani. 2005. Metode Kasus dalam Pengajaran (Manajemen), Makalahdisampaikan pada Lokakarya Peningkatan Kemampuan Penyusunan dan PenerapanKasus untuk Pengajaran, Semarang 23 November.Lancaster, Kathryn A.S. and Carolyn A. Strand. 2001. Using the Team Learning Model inManagerial Accounting Class: An Experiment in Cooperative Learning. Issues inAccounting Education. November Vol. 16, No. 4. p. 549-567.Phipps, Maurice et al. 2001. University Students’ Perception of Cooperative Learning:Implications for Administrators and Instructors. The Journal of ExperientialEducation. Spring, Vol. 24 No. 1, p.14-21.Potthast, Margaret J., 1999. Outcomes of Using Small-Group Cooperative LearningExperiences in Introductory Statistics Courses. College Student Journal. March Vol.22, Issue 1.Ravenscroft, Susan P., Frank A. Buckless and Trevor Hassal. 1999. Cooperative LearningaLiterature Guide. Accounting Education 8 (2), p. 163-176.______. 1997. In Support of Cooperative Learning. Issues in Accounting Education.Spring Vol. 12, No. 1, p. 187-190.______.1995. Incentives in Student Team Learning: An Experiment in Cooperative Group

Page 13: nopi

Learning. Issues in Accounting Education. Sarasota: Spring. Vol. 10. Iss. 1, p. 97.Roger T. and David W. Johnson. 1994. An Overview of Cooperative Learning inCreativity and Collaborative Learning, Brookes Press, Baltimore.Sawyer, Andrian J., Stephen R. Tomlinson, Andrew J. Maples. 2000. Developing EssentialSkills Trough Case Study Scenarios. Journal of Accounting Education 18 pp. 257-282.Scofield, Barbara W. 2005. Adapting Cases for A Team Approach. Journal of AccountingEducation. 23 pp. 248-263.Stout, David E. 1996. Experiental Evidence and Recommendations Regarding Case-BasedTeaching in Undergraduate Cost Accounting. Journal of Accounting Education, Vol.14, No. 3, pp. 293-317.Yumarma, Andreas, 2006. Pedagogi Pasca-UU Guru dan Dosen. Kompas, Selasa, 17Januari.22

Zaini, Hisyam, Bermawi Munthe, Sekar Ayu Aryani. 2002. Strategi Pembelajaran Aktif.Edisi Revisi. CTSD Yogyakarta._____ dkk. 2002. Desain Pembelajaran di Perguruan Tinggi. CTSD Yogyakarta.

COOPERATIVE LEARNING; Pendidikan Berbasis Kebersamaan A. Pendahuluan.

Akhir-akhir ini kita sering melihat pristiwa-peristiwa yang menyedihkan akibat

terkikisnya rasa humanisme. Diantara kita sangat mudah terpancing untuk melakukan tindakan

kekerasan baik yang dilakukan oleh secara perorangan maupun secara berkelompok bahkan

secara massif. Sebut saja misalnya penyerangan salah satu kelompok keagamaan terhadap

kelompok yang lain, tawuran antar mahasiswa, dan kekerasan di kampus IPDN yang masih

terbayang di mata kita. Selain senang menggunakan kekerasan, saat ini kita juga sudah terbiasa

menyaksikan peristiwa acuh tak acuh dan tidak peduli terhadap orang lain.

Tindakan kekerasan dan tradisi tidak mempedulikan orang lain merupakan cermin dari

sikap arogansi, merasa paling benar, dan ketidakmampuan kita mensinergikan berbagai

Page 14: nopi

perbedaan yang ada disekitar kita. Ketidakmampuan tersebut, salah satunya, disebabkan oleh

model pendidikan kita yang kurang memberikan ruang bagai anak didik untuk saling menghargai

dan saling bekerjasama. Sekolah sebagai salah satu bagian dari pendidikan dengan tenpa sadar

telah dirancang sebagai lapangan pacuan kuda. Di sana anak didik dipacu untuk mengetahui lebih

banyak. Meraka tidak dirangsang untuk menjadi sesuatu yang lebih baik, melainkan untuk

mengalahkan orang lain. Kemajuan belajar diukur dengan capaian angka-angka, bukan dengan

perubahan-perubahan mendasar pada cara berpikir, struktur emosi, dan pola sikap (Mata,2005).

Situasi sekolah seperti di atas, akhirnya memicu kompetisi dan persaingan di dalam

kelas. Secara positif, model kompetisi bisa menimbulkan rasa cemas yang justru bisa memacu

siswa untuk meningkatkan kegiatan belajar mereka. Namun sebaliknya, model kompetisi juga

mempunyai dampak-dampak negatif yang perlu

diwaspadai. Model pembelajaran kompetisi menciptakan suasana permusuhian di kelas.

Untuk bisa berhasil dalam sistem ini, seorang anak harus mengalahkan teman-teman sekelasnya.

Sikap "agar aku bisa menang, orang lain harus kalah," erat hubungannya dengan prinsip "tujuan

mengholalkan segala cara". Seseorang yang begitu berambisius untuk menang, tetapi merasa

tidak bisa mengalahkan pesaingnya bisa tergoda untuk menjatuhkan pesaingnya dengan cara apa

pun. Terlalu banyak contoh dalam kehidupan sehari-hari yang mencerminkan caracara keji don

licik dalam memenangkan persaingan (Lie,2004).

Berdasarkan uraian di atas, perlu adanya model pendidikan alternatif yang berdasarkan

kepada kebersamaan yang disebut dengan pendidikan kooperatif (cooperative learning). Falsafah

yang mendasari model pendidikan ini adalah falsafah homo homini socius, yang menekankan

bahwa manusia adalah makhluk sosial. Kerja sama merupakan

kebutuhan yang sangat penting artinya

Page 15: nopi

bagi

kelangsungan hidup. Tanpa kerja sama, tidak akan ada individu, keluarga, organisasi, atau sekolah.

Tanpa kerja sama, kehidupan ini sudah punah.

B. Pengertian Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan faham

konstruktivis. Pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai

anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda. Dalam menyelesaikan tugas

kelompoknya, setiap siswa anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu

untuk memahami materi pelajaran. Dalam pembelajaran kooperatif, belajar dikatakan belum

selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan pelajaran.

Unsur-unsur dasar dalam pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut (Lungdren, 1994) : a. Para siswa harus memiliki persepsi bahwa mereka “tenggelam atau berenang bersama.”

b. Para siswa harus memiliki tanggungjawab terhadap siswa atau peserta didik lain dalam

kelompoknya, selain tanggungjawab terhadap diri sendiri dalam mempelajari materi yang

dihadapi.

c. Para siswa harus berpandangan bahwa mereka semua memiliki tujuan yang sama. d. Para siswa membagi tugas dan berbagi tanggungjawab di antara para anggota kelompok. e. Para siswa diberikan satu evaluasi atau penghargaan yang akan ikut berpengaruh terhadap evaluasi kelompok. f. Para siswa berbagi kepemimpinan sementara mereka memperoleh keterampilan bekerja sama selama belajar. g. Setiap siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.

Menurut Thompson, et al. (1995), Di dalam pembelajaran kooperatif siswa belajar

bersama dalam kelompok-kelompok kecil yang saling membantu satu sama lain. Kelas disusun

dalam kelompok yang terdiri dari 4 atau 6 orang siswa, dengan kemampuan yang heterogen.

Maksud kelompok heterogen adalah terdiri dari campuran kemampuan siswa, jenis kelamin, dan

Page 16: nopi

suku. Hal ini bermanfaat untuk melatih siswa menerima perbedaan dan bekerja dengan teman

yang berbeda latar belakangnya.

Pada pembelajaran kooperatif diajarkan

keterampilan-

keterampilan khusus agar dapat bekerja sama dengan baik di dalam kelompoknya, seperti

menjadi pendengar yang baik, siswa diberi lembar kegiatan yang berisi pertanyaan atau tugas

yang direncanakan untuk diajarkan. Selama kerja kelompok, tugas anggota kelompok adalah

mencapai ketuntasan (Slavin, 1995).

C. Tujuan Pembelajaran Kooperatif

Tujuan pembelajaran kooperatif berbeda dengan kelompok tradisional yang menerapkan

sistem kompetisi, di mana keberhasilan individu diorientasikan pada kegagalan orang lain.

Sedangkan tujuan dari pembelajaran kooperatif adalah menciptakan situasi di mana keberhasilan

individu ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan kelompoknya (Slavin, 1994).

Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak- tidaknya tiga

tujuan pembelajaran penting yang dirangkum oleh Ibrahim, et al. (2000), yaitu:

a. Hasil belajar akademik

Dalam belajar kooperatif meskipun mencakup beragam tujuan sosial, juga memperbaiki prestasi

siswa atau tugas-tugas akademis penting lainnya. Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini

unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep sulit. Para pengembang model ini telah

menunjukkan bahwa model struktur penghargaan kooperatif telah dapat meningkatkan nilai siswa

pada belajar akademik dan perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajar. Di samping

mengubah norma yang berhubungan dengan hasil belajar, pembelajaran kooperatif dapat

memberi keuntungan baik pada siswa kelompok bawah maupun kelompok atas yang bekerja

bersama menyelesaikan tugas-tugas akademik.

b. Penerimaan terhadap perbedaan individu

Page 17: nopi

Tujuan lain model pembelajaran kooperatif adalah penerimaan secara luas dari orang-orang yang

berbeda berdasarkan ras, budaya, kelas sosial, kemampuan, dan ketidakmampuannya.

Pembelajaran kooperatif memberi peluang bagi siswa dari berbagai latar belakang dan kondisi

untuk bekerja dengan saling bergantung pada tugas-tugas akademik dan melalui struktur

penghargaan kooperatif akan belajar saling menghargai satu sama lain.

Makalahjurnal.com Pemesanan Privacy Policy

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PESERTA DIDIK KELAS VIII.E SEMESTER 1 SMP 1 JATI KUDUS DALAM POKOK BAHASAN TEOREMA PYTHAGORAS MELALUI IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIVE LEARNING TYPE STAD TAHUN PELAJARAN 2006/2007

June 28, 2009 @ 11:44 am · Filed under Skripsi MIPA

BAB I

PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang Masalah

Memasuki era globalisasi yang ditandai dengan pesatnya perkembangan teknologi  dan informasi  menjadikan  mata  pelajaran matematika  sangat penting sekali. Mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Kompetensi tersebut diperlukan agar peserta didik dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif.

Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi (matematika) pada SMP/MTs/SMPLB dimaksudkan untuk memperoleh kompetensi dasar ilmu pengetahuan dan teknologi serta membudayakan berpikir ilmiah secara kritis, kreatif dan mandiri (Depdikbud, 2006:12). Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia. Perkembangan pesat di bidang teknologi informasi dan

Page 18: nopi

komunikasi dewasa ini dilandasi oleh perkembangan matematika di bidang teori bilangan, aljabar, analisis,  teori  peluang  dan  matematika  diskrit. Untuk  menguasai dan mencipta teknologi di masa depan diperlukan penguasaan matematika yang kuat sejak dini. Standar kompetensi dan kompetensi dasar matematika dalam dokumen ini disusun sebagai landasan pembelajaran untuk mengembangkan kemampuan tersebut di  atas. Selain itu  dimaksudkan    pula    untuk mengembangkan kemampuan menggunakan matematika dalam pemecahan masalah dan mengkomunikasikan ide atau gagasan dengan menggunakan simbol, tabel, diagram, dan media lain.

Pendekatan pemecahan masalah merupakan fokus dalam pembelajaran matematika yang mencakup masalah tertutup dengan solusi tunggal, masalah terbuka dengan solusi tidak tunggal, dan masalah dengan berbagai cara penyelesaian. Untuk meningkatkan kemampuan memecahkan masalah perlu dikembangkan keterampilan memahami masalah, membuat model matematika,  menyelesaikan  masalah,  dan  menafsirkan  solusinya.  Dalam setiap kesempatan, pembelajaran matematika hendaknya dimulai dengan pengenalan masalah yang sesuai dengan situasi (contextual problem). Dengan mengajukan masalah kontekstual, peserta didik secara bertahap dibimbing untuk menguasai konsep matematika. Untuk meningkatkan keefektifan pembelajaran, sekolah diharapkan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi seperti komputer, alat peraga, atau media lainnya.

Depdikbud (2006:14) menjelaskan bahwa mata pelajaran matematika bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut :

1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah

2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika

3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,   merancang   model   matematika,  menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh

4. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah

5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Mata pelajaran matematika pada satuan pendidikan SMP/MTs meliputi aspek-aspek bilangan, aljabar, geometri dan pengukuran, serta statistika dan peluang. Standar kompetensi mata pelajaran matematika pokok bahasan geometri  dan pengukuran menggunakan Teorema  Pythagoras  dalam pemecahan masalah, sedangkan kompetensi dasar untuk kelas VIII yaitu menggunakan   Teorema   Pythagoras   untuk   menentukan   panjang   sisi-sisi segitiga  siku-siku,  dan  memecahkan  masalah  pada  bangun  datar yang berkaitan dengan Teorema Pythagoras

Page 19: nopi

Pembelajaran di sekolah untuk keperluan penyampaian obyek-obyek matematika yang abstrak kepada peserta didik, diperlukan suatu sistem penyampaian           obyek matematika.     Oleh karena  itu             dalam                       pengajaran matematika dapat dilakukan berbagai upaya untuk merancang, memilih, dan melakukan   berbagai             pendekatan   atau metode            mengajar                     agar          tujuan pembelajaran dapat tercapai. Komunikasi matematika perlu menjadi fokus perhatian yang utama dalam pembelajaran matematika, sebab melalui komunikasi peserta didik dapat mengkoordinasi dan mengkonsolidasi berpikir matematisnya (NCTM, 2000a). Karena metematika mempunyai potensi yang sangat baik dalam memacu terjadinya pengembangan ilmu maupun dalam

mempersiapkan      warga      masyarakat      yang      mampu      mengantisipasi perkembangan zaman

Berbagai usaha untuk mengadakan perbaikan pengajaran matematika telah banyak dilakukan namun hasil belajar matematika yang dicapai peserta didik          masih             rendah.   Rendahnya      prestasi            belajar  matematika         tersebut disebabkan        oleh         berbagai       faktor. Dalam            pembelajaran matematika memerlukan   kondisi   terpenuhinya     buku   teks   dan   laboratorium   yang signifIkan, relevan, dan mutakhir; serta guru sebagai model inkuiri yang kreatif, produktif, dan inovatif.

Realita menunjukkan bahwa setiap evaluasi belajar pada pokok bahasan Teorema Pythagoras selalu saja ada peserta didik yang mendapatkan nilai di bawah 5 sekisar 30% dari keseluruhan peserta didik, data informasi ini diperoleh penulis dari  guru mata pelajaran matematika kelas VIII  SMP 1 Jati Kudus semester 1 tahun pelajaran 2006/2007, oleh karena itu perlu adanya variasi dalam model pembelajaran di kelas.

Pemilihan model pembelajaran yang sesuai dengan tujuan kurikulum dan potensi peserta didik merupakan kemampuan dan keterampilan dasar yang harus dimiliki oleh seorang guru (Kosasih, 1992:83). Upaya meningkatkan hasil belajar peserta didik pada mata pelajaran matematika telah banyak dilakukan seperti adanya sosialisasi kurikulum, pengadaan buku paket, menerapkan            strategi            dari                       model      pembelajaran,   pemberian          motivasi, penambahan jam pelajaran dan sebagainya.

Salah  satu  model  pembelajaran  matematika  dengan  pokok  bahasan

Teorema Pythagoras yaitu menggunakan model Cooperative  Learning  Type

Student Team Achievement Divisions (STAD), hal ini dipandang tepat karena peserta didik dapat melakukan kerjasama dalam pembelajaran yang berprinsip Contextual  Teaching  and  Learning  (CTL),  sehingga  peserta  didik  dalam belajar   dapat   menemukan   sesuatu   sendiri   (inquiry),   bertanya   dengtan temannya (questioning),      melakukan   sesuatu             sesuai   dengan            konstruksi (constructivism),    melakukan    masyarakat    belajar    (learning    community), melakukan                           pengumpulan       data    (authentic    assessment),     merefleksikan kemampuannya (reflection), dan melakukan pemodelan (modelling).

Page 20: nopi

Pada model Cooperative   Learning   guru bukan lagi berperan sebagai satu-satunya nara sumber dalam pembelajaran, melainkan berperan sebagai mediator,          stabilisator                   dan      manajer                   pembelajaran.        Iklim        belajar                yang berlangsung dalam suasana keterbukaan dan demokratis akan memberikan kesempatan  yang  optimal  bagi  peserta  didik  untuk  memperoleh informasi yang lebih banyak mengenai materi yang diajarkan dan sekaligus melatih sikap dan keterampilan sosialnya sebagai bekal dalam kehidupannya di masyarakat, sehingga perolehan dan hasil belajar akan semakin meningkat. Di dalam  Cooperative  Learning, suasana  pembelajaran  berlangsung  secara terbuka dan demokratis antara guru dengan peserta didik dan peserta didik dengan peserta didik sehingga lebih memungkinkan pengembangan nilai, sikap,  moral  dan  keterampilan  peserta  didik.  Disamping  itu,  iklim belajar mengajar yang berkembang akan merangsang dan meningkatkan motivasi peserta didik dalam belajar terutama bagi peserta didik di sekolah dasar.

Upaya guru dalam membentuk   kelompok merupakan bentuk kegiatan yang dianggap tepat untuk membantu meningkatkan aktivitas belajar peserta

didik.   Dengan    aktivitas    peserta    didik   dalam   Cooperative       Learning diharapkan peserta didik mampu dan menyadari bahwa dirinya mempunyai potensi  yang bisa  dikembangkan  melalui  Cooperative         Learning.  Karena melalui aktivitas belajar tersebut peserta didik dituntut untuk berperan aktif dan  disiplin  yang  tinggi,  dan dalam  aktivitas  Cooperative           Learning diharapkan dapat tercipta situasi dan kondisi belajar yang dinamis untuk mendorong peserta didik berprestasi. Sehingga di dalam aktivitas Cooperative Learning peserta didik akan menemukan bentuk-bentuk atau teori-teori belajar baru yang dianggap cocok dan pas untuk dikembangkan sesuai dengan potensinya sendiri.

Berpijak pada paparan di atas, maka diharapkan dengan menggunakan model Cooperative  Learning  Type  STAD dalam pembelajaran matematika pada pokok bahasan Teorema Pythagoras pada peserta didik kelas VIII.E SMP 1 Jati Kudus semester 1 tahun pelajaran 2006/2007 dapat meningkat secara signifikan.

B.  Permasalahan

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka permasalahan dapat dikemukakan sebagai berikut: “Apakah dapat ditingkatkan hasil belajar dalam pembelajaran matematika pada pokok bahasan Teorema Pythagoras peserta didik kelas VIll.E semester I SMP 1 Jati Kudus tahun pelajaran 2006/2007 melalui implementasi model Cooperative  Learning  Type  STAD” ?

Page 21: nopi

Pembelajaran KOOPERATIF

Pembelajaran Kooperatif atau Cooperative Learning merupakan istilah umum untuk sekumpulan strategi pengajaran yang dirancang untuk mendidik kerja sama kelompok dan interaksi antarsiswa [1].

Strategi ini berlandaskan pada teori belajar Vygotsky (1978, 1986) yang menekankan pada interaksi sosial sebagai sebuah mekanisme untuk mendukung perkembangan kognitif [2]. Selain itu, metode ini juga didukung oleh teori belajar information processing dan cognitive theory of learning [3]. Dalam pelaksanaannya metode ini membantu siswa untuk lebih mudah memproses informasi yang diperoleh, karena proses encoding akan didukung dengan interaksi yang terjadi dalam Pembelajaran Kooperatif. Pembelajaran dengan metode Pembelajaran Kooperatif dilandasakan pada teori Cognitive karena menurut teori ini interaksi bisa mendukung pembelajaran.

Metode pembelajaran kooperatif learning mempunyai manfaat-manfaat yang positif apabila diterapkan di ruang kelas. Beberapa keuntungannya antara lain: mengajarkan siswa menjadi percaya pada guru, kemampuan untuk berfikir, mencari informasi dari sumber lain dan belajar dari siswa lain; mendorong siswa untuk mengungkapkan idenya secara verbal dan membandingkan dengan ide temannya; dan membantu siswa belajar menghormati siswa yang pintar dan siswa yang lemah, juga menerima perbedaan ini [4]. Ironisnya, model pembelajaran kooperatif belum banyak diterapkan dalam pendidikan walaupun orang Indonesia sangat membanggakan sifat gotong royong dalam kehidupan bermasyarakat [5].

rujukan1. ̂ Jacobsen, David A.; Eggen, Paul; Kauchak, Donald (2009). Metode-metode

pengajaran. Penerbit Pustaka Pelajar.2. ̂ >Eggen, Paul; Kauchak, Donald (2010). Educational Psychology. Pearson

Education, Inc.,.3. ̂ Gunter, Mary A; Estes, Thomas H. Mintz, Susan L. (2007). Instruction: A

Model Approach. Pearson Education, Inc.,.4. ̂ >Yamin, Martinis; Ansari, Bansu (2008). Taktik Mengembangkan Kemampuan

Individual Siswa. Gaung Persada Press.5. ̂ >Lie, Anita (2002). Cooperative Learning: Mempraktikkan Cooperative

Learning di ruang-ruang kelas. PT Grasindo.

1PROPOSAL SKRIPSIEFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF DENGANMETODE PENEMUAN BERBANTUAN LEMBAR KERJA SISWA (LKS)PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA MATERI POKOKTRIGONOMETRI DI SMA NEGERI 1 SEMENDE DARAT LAUT1. Latar Belakang

Page 22: nopi

Matematika adalah salah satu mata pelajaran yang diberikan mulai daritingkat sekolah dasar sampai sekolah tingkat menengah. Adapun tujuan pembelajaranmatematika di sekolah-sekolah ini adalah untuk membentuk kemampuan pada dirisiswa yang tercermin melalui kemampuan berpikir kritis, logis, sistematis, danmemiliki sifat obyektif, jujur, dan disiplin dalam memecahkan suatu permasalahanbaik dalam bidang matematika, bidang lain, maupun dalam kehidupan sehari-hari(Widdiharto, 2004:1). Namun, pada proses pembelajaran matematika ini terdapatbanyak permasalahan, salah satunya yang paling konseptual yaitu kesulitan siswadalam belajar matematika itu sendiri.2Mengingat betapa pentingnya pembelajaran matematika di setiap jenjangjenjangpendidikan, maka peran guru sangatlah penting untuk mewujudkantercapainya tujuan pembelajaran matematika tersebut. Seorang guru bukan hanyamemberikan pengetahuan mengenai materi pembelajaran yang akan diajarkankepada siswa, namun guru harus bisa merencanakan suatu pembelajaran yang efektif.Sehingga apa yang menjadi tujuan pembelajaran tersebut dapat tercapai.Berdasarkan penuturan salah satu guru mata pelajaran matematika di SMANegeri 1 Semende Darat Laut, bahwa masih banyak siswa kelas X yang kurangpemahamannya mengenai materi pokok trigonometri. Semua ini bukan semata-matahanya kesalahan siswa tetapi dapat juga karena penggunaan model, metodepembelajaran yang kurang tepat dan kurang efektif sehigga menimbulkan suasanapembelajaran yang tidak efektif. Kurangnya kevariasian model, metode pembelajaranyang digunakan guru disebabkan karena guru merasa kesulitan dalam memilih model,metode, dalam pembelajaran matematika karena dipengaruhi oleh perbedaanindividual siswa yang satu dengan yang lainnya. Hal tersebut menyebabkankurangnya minat belajar siswa terhadap mata pelajaran matematika, karenapembelajaran matematika di kelas cenderung monoton berpusat pada guru sehinggamembuat siswa bosan untuk mengikuti pembelajaran matematika tersebut.Selain itu, pada saat pembelajaran materi pokok trigonometri kebanyakansiswa hanya menerima dan menghafal konsep-konsep, rumus-rumus yang diajarkan,tanpa tahu bagaimana proses dari penemuan konsep-konsep dan rumus dari materi3trigonometri tersebut. Hal tersebut menyebabkan kurangnya pemahaman siswaterhadap konsep-konsep dari materi trigonometri.Untuk mengatasi permasalahan dalam pembelajaran matematika seperti yangtelah diuraikan di atas, maka perlu kiranya dikembangkan suatu bentuk atau model,metode,dan alat bantu pembelajaran yang efektif, berpusat pada siswa, memahamiprinsip perbedaan individual siswa, dan mampu meningkatkan peran aktif siswadalam pembelajaran matematika khususnya pada materi trigonometri. Salah satubentuk atau model, metode, alat bantu pembelajaran yang dapat mengakomodasikepentingan untuk mengkolaborasikan pengembangan diri di dalam prosespembelajaran matematika adalah model pembelajaran kooperatif dengan metodepenemuan berbantuan lembar kerja siswa (LKS). Menurut Darmadi (2006:4) denganadanya pembelajaran kelompok kecil dengan metode penemuan, siswa dapat lebihaktif dan bekerja dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4-5 orang yang memilikikemampuan yang berbeda-beda untuk mendapatkan pengetahuan baru yang

Page 23: nopi

merupakan penemuan individu serta dengan LKS dapat membantu siswa dalammenemukan sifat-sifat, rumus-rumus dalam trigonometri. Sehinga kompetensikompetensidasar dalam pembelajaran matematika materi pokok trigonometri inidapat tercapai.Dari hasil kajian terdahulu yang relevan dengan model pembelajarankooperatif dengan metode penemuan berbantuan lembar kerja siswa (LKS) ini yaitupenelitian Dwi Darmadi dengan judul penelitian “Keefektifan model pembelajarankooperatif dengan metode penemuan berbantuan lembar kerja siswa (LKS) pada4pembelajaran matematika sub materi pokok trigonometri kelas X SMA Negeri 8Semarang semester 2 tahun pelajaran 2006/2007”. Didapatkan kesimpulan bahwamodel pembelajaran kooperatif dengan metode penemuan berbantuan lembar kerjasiswa lebih baik daripada pembelajaran konvensional dengan metode ekspositori.Adapun yang membedakan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitupada tempat penelitian, dan variabel penelitian yang menjadi titik perhatian penulis.Dari uraian diatas, maka peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian tentang“Efektifitas Model Pembelajaran Kooperatif Dengan Metode PenemuanBerbantuan Lembar Kerja Siswa (LKS) Dalam Pembelajaran MatematikaMateri Pokok Trigonometri Di SMA Negeri 1 Semende Darat Laut”2. Masalah dan Pembatasan Masalah2.1 MasalahBerdasarkan latar belakang diatas, maka yang menjadi masalah dalampenelitian ini adalah “ bagaimana efektivitas model pembelajaran kooperatif denganmetode penemuan berbantuan lembar kerja siswa (LKS) materi pokok trigonometridilihat dari hasil belajar siswa di SMA Negeri 1 Semende Darat Laut ?2.2 Pembatasan MasalahUntuk menghindari kesalahpahaman dalam penafsiran permasalahan di atasmaka penulis memberikan pembatasan masalah. Adapun pembatasan masalah yangdimaksud dalam proposal ini yaitu sebagai berikut :51) Efektivitas berasal dari kata efektif yang berarti dapat membawa hasil; berhasilguna (usaha tindakan) (KBBI,1997:293). Jadi yang dimaksud dengan efektivitasdalam proposal penelitian ini adalah dapat membawa hasil atau keberhasilandalam mencapai tujuan dengan model pembelajaran kooperatif dengan metodepenemuan berbantuan lembar kerja siswa (LKS) yang dilihat dari hasil belajarsiswa mencapai ketuntasan belajar secara perorangan dengan skor 65% atau 6,5dan secara klasikal dikelas tersebut telah mendapat 85 % siswa telah tuntassecara perseorangan.2) Model pembelajaran kooperatif dalam proposal ini adalah suatu bentukpembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecilyang terdiri dari 4-6 orang yang heterogen untuk menyelesaikan suatupermasalahan atau tugas yang diberikan oleh guru.3) Metode penemuan adalah suatu metode dimana guru dalam proses pembelajaranmemperkanankan siswanya untuk menemukan sendiri informasi-informasi,rumus-rumus dengan cara siswa itu sendiri. Menurut Darmadi (2006:6), Metodepenemuan ini digabung dengan model pembelajaran kooperatif berdasar pada

Page 24: nopi

teori bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep sulit bilamenggunakan model pembelajaran ini.4) Lembar kerja siswa disingkat LKS merupakan salah satu media cetak berupalembaran kertas yang berisi soal atau pertanyaan yang harus dijawab oleh siswa.Adapun LKS yang dimaksud dalam proposal ini adalah alat bantu pembelajaran6yang berupa soal-soal yang menuntun siswa dalam proses penemuan mengenaikonsep-konsep dan rumus dari materi trigonometri yang harus dipahami olehsiswa. Dengan berbantuan LKS ini siswa diharapkan dapat berperan aktif dalamproses penemuan mengenai konsep-konsep dan rumus dari materi trigonometri.5) Dalam kamus Matematika, kata Trigonometri berasal dari Yunani yang berartiukuran segitiga. Trigonometri merupakan salah satu materi pokok untuk siswakelas X semester 2 Tahun Pelajaran 2006/ 2007. Trigonometri terdiri dari subpokok bahasan perbandingan Trigonometri, perbandingan Trigonometri sudutberelasi, grafik fungsi Trigonometri dan persamaan Trigonometri serta aturansinus, kosinus dan luas daerah segitiga. Pada penelitian ini materi yang dibahasadalah aturan sinus, kosinus dan luas daerah segitiga6) Subjek yang diteliti disini adalah siswa kelas X di SMA Negeri 1 SemendeDarat Laut.3. Tujuan PenelitianBerdasarkan rumusan masalah yang telah penulis/calon peneliti uraikan diatas, maka yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahuiefektifitas model pembelajaran kooperatif dengan metode penemuan berbantuanlembar kerja siswa sub materi pokok bentuk Trigonometri di kelas X SMA Negeri 1Semende Darat Laut.74. Manfaat PenelitianAdapun manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah sebagai bertikut :Bagi Guru, yaitu sabagai motivasi untuk meningkatkan keterampilan memilih bentukpembelajaran yang berpusat pada siswa, membuat siswa aktif, dan dapatmeningkatkan kemampuan siswa serta mempersiapkan diri dalam prosespembelajaran.5. Tinjauan Pustaka5.1 EfektivitasEfektivitas berasal dari bahasa inggris yaitu Effective yang berarti berhasil,tepat atau manjur. Efektivitas menunjukan taraf tercapainya suatu tujuan, suatu usahadikatakan efektif jika usaha itu mencapai tujuannya. Secara ideal efektivitas dapatdinyatakan dengan ukuran-ukuran yang agak pasti, misalnya usaha X adalah 60%efektif dalam Mencapai tujuan Y. Didalam Kamus Bahasa Indonesia Efektivitasberasal dari kata efektif yang berarti mempunyai efektif, pengaruh atau akibat, atauefektif juga dapat diartikan dengan memberikan hasil yang memuaskan. Dari uraiandiatas dapat dijelaskan kembali bahwa efektivitas merupakan keterkaitan antaratujuan dan hasil yang dinyatakan, dan menunjukan derajat kesesuaian antara tujuanyang dinyatkan dengan hasil yang di capai.Efektivitas pembelajaran dapat diukur dengan mengadaptasi pengukuranefektivitas pelatihan yaitu melalui evaluasi .Pengukuran efektivitas proses belajar

Page 25: nopi

8mengajar dapat diukur melalui nilai evaluasi siswa. Bila hasil belajar siswa berhasilmencapai ketuntasan belajar secara perorangan dengan skor ≥ 65 % atau 6,5 dansecara klasikal dikelas tersebut telah terdapat ≥ 85 % siswa telah tuntas secaraperorangan,maka pembelajaran tersebut dikatakan efektif.(Depdikbud:1994 dalamhttp://sambasalim. com/pendidikan/konsep-efektifvitas-pembelajaran.html).Demikian juga dengan efektivitas model pembelajaran kooperatif denganmetode penemuan berbantuan lembar kerja siswa dalam proses pembelajaranmatematika. Dalam hal ini dikhususkan pada materi pokok trigonometri. Efektivitasdalam penelitian ini adalah keberhasilan dalam mencapai tujuan dengan modelpembelajaran kooperatif dengan metode penemuan berbantuan lembar kerja siswapada pembelajaran matematika materi pokok trigonometri di SMA Negeri 1 SemendeDarat Laut yang diukur melalui nilai evaluasi siswa pada akhir materi pembelajaran.Bila hasil belajar siswa berhasil mencapai ketuntasan belajar secara perorangandengan skor ≥ 65 % atau 6,5 dan secara klasikal dikelas tersebut telah terdapat ≥ 85% siswa telah tuntas secara perorangan, maka pembelajaran tersebut dikatakanefektif.5.2 Model PembelajaranMenurut Joice dan Weil (dalam Isjoni, 2009: 73) model pembelajaran adalahsuatu pola atau rencana yang sudah direncanakan sedemikian rupa dan digunakanuntuk menyusun kurikulum, mengatur materi pembelajaran, dan memberi petunjuk9kepada pengajar dikelasnya. Sedangkan menurut Soekamto, dkk (dalam Widdiharto,2004:3) model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan proseduryang sistematis dalam mengorganisasikan penglaman belajar untuk mencapai tujuanbelajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajarandan para pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar.Ismail (dalam Widdiharto, 2003:3) mengemukakan bahwa modelpembelajaran mempunyai empat ciri khusus. Ciri khusus tersebut antara lain sebagaiberikut :a. Rasional teoritik yang logis yang disusun oleh penciptanya.b. Tujuan pembelajaran yang hendak dicapai.c. Tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model pembelajaran tersebutberhasil.d. Lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran tercapai.Dari pendapat-pandapat dan ciri-ciri khusus model pembelajaran di atas,penulis menyimpulkan bahwa model pembelajaran adalah pola atau bentukpembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir pembelajaran yang disajikansecara khas oleh guru dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran yang ingindicapai.5.3 Model Pembelajaran KooperatifModel pembelajaran kooperatif bukanlah hal yang baru dalam duniapendidikan khususnya pada mata pelajaran matematika. Model pembelajaran10kooperatif ini adalah suatu perubahan bentuk pembelajaran yang selama ini monoton

Page 26: nopi

berpusat pada guru menjadi pembelajaran yang berpusat pada siswa. Menurut Slavin(dalam Isjoni, 2009:15) pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajarandimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil yang anggotanya4-6 orang dengan struktur kelompok yang heterogen. Selanjutnya, Jhonson &Jhonson (dalam Isjoni, 2009: 63) mengemukakan pembelajaran kooperatif adalahmengerjakan sesuatu bersama-sama dengan saling membantu satu sama lainnyasebagai satu tim untuk mencapai tujuan bersama.Dari kedua pendapat di atas, penulis menyimpulkan bahwa modelpembelajaran kooperatif adalah suatu bentuk atau model yang mengelompokkansiswa kedalam suatu kelompok yang heterogen terdiri dari 4-6 orang untuk besamasamamendiskusikan atau menyelesaikan suatu tugas atau bahan pembelajaran yangdiberikan untuk mencapai tujuan bersama.Menurut Ibrahim (dalam Isjoni, 2009: 39) pada dasarnya model pembelajarankooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaranyang penting, yaitu :a. Hasil belajar akademik, pembelajaran kooperatif bertujuan untukmeningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik.b. Penerimaan terhadap perbedaan individu, model pembelajaran kooperatifbertujuan untuk penerimaan secara luas dari orang-orang yang berbedabedaberdasarkan ras, budaya, kelas sosial, kemampuan,ketidakkemampuannya.11c. Pengembangan keterampilan sosial, model pembelajaran kooperatifbertujuan untuk mengajarkan kepada siswa keterampilan bekerjasama dankolaborasi.Terkait dengan pembelajaran kooperatif, menurut Lestari (2006:10) ciri-ciripembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut :a. Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskanmateri belajarnya.b. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang,dan rendah.c. Bilamana mungkin, anggota kelompok barasal dari ras, budaya, suku,jenis kelamin berbeda-beda.d. Penghargaan lebih berorientasi kelompok ketimbang individu.5.4 Metode PenemuanMetode penemuan merupakan komponen dari praktik pendidikan yangmeliputi metode mengajar yang memajukan cara belajar aktif, berorientasi padaproses, mengarahkan sendiri, mencari sendiri dan reflektif. Menurut Encylopedia ofEducational Research (Suryobroto, 2009: 178) , penemuan merupakan suatu strategiyang unik dapat diberi bentuk oleh guru dalam berbagai cara, termasuk dalammengajarkan keterampilan menyelidiki dan memecahkan masalah sebagai alat bagisiswa untuk mencapai tujuan pendidikannya.Menurut Sukarti (2006:13), Metode penemuan dapat dibagi menjadi dua jenisdiantaranya adalah :121) Penemuan murni

Page 27: nopi

Dilaksanakan dengan murni, pelajaran terfokus pada siswa dan tidak terfokuspada guru. Siswalah yang menentukan tujuan dan pengalaman yang diinginkan.Peranan guru adalah menyajikan suatu situasi belajar atau masalah kepada siswa.Kemudian para siswa diminta untuk mengkaji dan menemukan fakta atau relasi yangterdapat dalam masalah tadi dan akhirnya para siswa yang akan menarik suatugeneralisasi dari apa yang mereka temukan. Kegiatan ini biasanya diterapkan padasiswa yang tergolong mampu.2) Penemuan terbimbing atau inkuryGuru mengarahkan atau memberi petunjuk kepada para siswa tentang materipelajaran, dengan bimbingan ini memungkinkan berkurangnya frustasi pada siswa.Bentuk bimbingan yang diberikan guru bisa berupa petunjuk, arahan, pertanyaan ataudialog sehingga diharapkan siswa sampai pada kesimpulan atau generalisasi sesuaidengan yang diinginkan guru.5.4.1 Langkah-Langkah Metode PenemuanDi dalam penggunaan metode penemuan ada beberapa langkah yang harusdiperhatikan, diantaranya sebagai berikut :1) Identifikasi kebutuhan siswa.2) Seleksi pendahuluan terhadap prinsip-prinsip, pengertian konsep dangeneralisasi yang akan dipelajari.3) Seleksi bahan, dan problema / tugas-tugas.134) Membantu memperjelas.5) Tugas / problema yang akan dipelajari.6) Peranan masing-masing siswa.7) Mempersiapkan setting kelas dan alat-alat yang diperlukan.8) Mengecek pemahaman siswa terhadap masalah yang akan dipecahkan dantugas-tugas siswa.9) Memberi kesempatan kepada siswa untuk melakukan penemuan.10) Membantu siswa dengan informasi / data, jika diperlukan oleh siswa.11) Memimpin analisis sendiri (self analysis) dengan pertanyaan yangmengarahkan dan mengidentifikasi proses.12) Merangsang terjadinya interaksi antar siswa dengan siswa.13) Memuji dan membesarkan siswa yang bergiat dalam proses penemuan.14) Membantu siswa merumuskan prinsip-prinsip dan generalisasi atas hasilpenemuannya.(Suryobroto, 2009:184)5.5 Lembar Kerja Siswa (LKS)Lembar kerja siswa disingkat LKS ini merupakan salah satu media cetakberupa lembaran kertas yang berisi informasi soal atau pertanyaan yang harusdijawab oleh siswa (Hidayah dalam Lestariningsih, 2006:8). Dengan berbantuan LKSini siswa diharapkan dapat berperan aktif dalam mengerjakan soal-soal yangdiberikan yang menghasilkan penemuan-penemuan terhadap konsep yang harus14dipahami oleh siswa agar pemahaman konsep-konsep tersebut dapat bertahan lama didalam diri siswa.5.6 Langkah-Langkah Model Pembelajaran Kooperatif Dengan Metode

Page 28: nopi

Penemuan Berbantuan Lembar Kerja SiswaDari uraian-uraian mengenai komponen-komponen model pembelajarankooperatif dengan metode penemuan berbantuan lembar kerja siswa di atas, penulismenggambarkan langkah-langkah model pembelajaran kooperatif dengan metodepenemuan berbantuan lembar kerja siswa sebagai berikut :1) Guru menyampaikan materi pembelajaran secara singkat sertamenginformasikan bahwa siswa nantinya akan dikelompokkan kedalambeberapa kelompok untuk menyelesaikan serta menemukan sifat-sifat, rumus,pengertian dari materi yang diberikan.2) Guru mengelompokkan siswa kedalam kelompok-kelompok belajar yangheterogen terdiri dari 4-6 siswa.3) Guru menjelaskan bahwa setiap masing-masing kelompok nantinya diberikankesempatan untuk melakukan penemuan tentang konsep-konsep, rumus darimateri yang diberikan.4) Guru membagikan lembar kerja siswa (LKS) yang harus dikerjakan olehmasing-masing kelompok yang sudah terbentuk.155) Guru memberikan arahan kepada masing-masing siswa dalam kelompokuntuk menggunakan lembar kerja siswa dalam proses pengerjaan soal latihanyang berujung pada penemuan-penemuan konsep-konsep dan rumus.6) Guru mengamati dan memantau kinerja masing-masing siswa dalam tiapkelompok.7) Guru memilih secara acak perwakilan dari masing-masing kelompok untukmenyampaikan/mempresentasekan hasil temuannya ke depan kelas.8) Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menanggapi hasil temuanyang disampaikan di depan kelas.9) Guru bersama siswa menyimpulkan materi yang baru saja dipelajari10) Diakhir pertemuan atau pada akhir materi pokok guru memberikan tes untukmengevaluasi hasil belajar siswa dalam hal ini pada materi trigonometri.6. Kajian Terdahulu Yang RelevanSeperti yang telah diuraikan oleh penulis pada bagian latar belakang bahwaada penelitian terdahulu yang relevan dengan model pembelajaran kooperatif denganmetode penemuan berbantuan lembar kerja siswa (LKS) ini. Untuk menghindaridugaan “plagiat”, maka pada bagian ini penulis akan menguraikan hasil penelitianterdahulu mengenai model pembelajaran kooperatif dengan metode penemuanberbantuan lembar kerja siswa (LKS) ini.Dari penelitian Dwi Darmadi dengan judul penelitian “Keefektifan modelpembelajaran kooperatif dengan metode penemuan berbantuan lembar kerja siswa16(LKS) pada pembelajaran matematika sub materi pokok trigonometri kelas X SMANegeri 8 Semarang semester 2 tahun pelajaran 2006/2007”, diperoleh kesimpulanbahwa model pembelajaran kooperatif dengan metode penemuan berbantuan lembarkerja siswa lebih baik daripada model pembelajaran konvensional dengan metodeekspositori.Adapun yang membedakan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitutempat penelitian, dan variabel penelitian yang menjadi titik perhatian penulis.

Page 29: nopi

7. Prosedur Penelitian7.1 Variabel Penelitian“Variabel adalah objek penelitian atau apa yang menjadi titik perhatian suatupenelitian” (Arikunto, 2006:116).Adapun variabel yang digunakan pada penelitian ini adalah hasil belajarmatematika siswa setelah diterapkannya model pembelajaran kooperatif denganmetode penemuan berbantuan lembar kerja siswa yang diukur melalui nilai evaluasisiswa pada akhir materi pokok trigonometri.7.2 Definisi Operasional VariabelAgar pengertian variabel dalam penelitian ini lebih jelas, maka perludidefinisikan, yaitu Hasil belajar matematika siswa setelah diterapkannya modelpembelajaran kooperatif dengan metode penemuan berbantuan lembar kerja siswamerupakan nilai tes yang diperoleh siswa pada akhir materi pokok trigonometri.178. Populasi dan Sampel8.1 PopulasiMenurut Komarudin (dalam Mardalis, 2008:53) Populasi adalah semuaindividu yang menjadi sumber dalam pengambilan sampel. Pada kenyataannyapopulasi itu adalah sekumpulan kasus yang perlu memenuhi syarat-syarat tertentuyang berkaitan dengan masalah penelitian. Kasus tersebut dapat berupa orang,barang, binatang, hal atau peristiwa Adapun populasi dalam penelitian ini adalahseluruh siswa kelas X di SMA Negeri 1 Semende Darat Laut tahun pelajaran2009/2010 yang terdiri atas 4 kelas dengan jumlah siswa sebanyak siswa, denganrincian sebagai berikut:Kelas Laki-laki Perempuan JumlahX. A 13 24 37X. B 17 20 37X. C 23 14 37X. D 24 12 36Jumlah 77 70 147Sumber: Tata Usaha SMA Negeri 1 Semende Darat Laut tahun pelajaran 2009/20108.2 SampelSampling atau sampel berarti contoh, yaitu sebagian dari seluruh individuyang menjadi objek penelitian. (Mardalis, 2008:55). Adapun teknik pengambilan18

sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik simple random sampling.Penggunaan teknik simple random sampling ini dilakukan setelah memperhatikanciri-ciri antara lain siswa mendapat materi beradasarkan kurikulum yang sama, siswayang dijadikan objek duduk dikelas yang sama yaitu kelas X, dan pembagian kelas Xdi SMA Negeri Satu Semende Darat Laut tidak berdasarkan peringkat melainkandisebar secara merata disetiap kelas sehingga tidak terdapat kelas unggulan.Dengan menggunakan teknik simple random sampling, maka dipilih kelasX.A sebagai kelas eksperimen, dengan rincian sebagai berikut :Kelas Laki-laki Perempuan JumlahX. A 13 24 37

Page 30: nopi

Jumlah 13 24 37Sumber: Tata Usaha SMA Negeri 1 Semende Darat Laut tahun pelajaran 2009/20108.3 Metode Penelitian“Metode penelitian adalah cara yang digunakan oleh peneliti dalammengumpulkan data penelitiannya” (Arikunto, 2002:136). Metode yang digunakandalam penelitian ini adalah metode eksperimen semu kategori one shot case study.“Metode eksperimen semu kategori one shot case study adalah sebuah eksperimenyang dilaksanakan tanpa adanya kelompok pembanding dan juga tes awal, denganmetode ini peneliti ingin mengetahui efek dari perlakuan yang diberikan padakelompok tanpa mempengaruhi faktor lain (Arikunto,2002:169)198.4 Teknik Pengumpulan DataMenurut Arikunto (2002:197) bahwa pengumpulan data merupakan pekerjaan yangpaling penting dalam penelitian. Metode-metode yang digunakan untuk pengumpulandata yaitu:1. Metode DokumentasiMetode ini digunakan untuk memperoleh data nama siswa yang akan menjadisampel dalam penelitian ini dan untuk memperoleh data nilai ulangan harian. Datanilai ulangan harian ini nantinya akan dijadikan acuan dalam pembentukan kelompokpada kelas eksperimen yang mendapatkan perlakuan model pembelajaran kooperatifdengan metode penemuan berbantuan lembar kerja siswa (LKS).2. Metode TesSetelah semua materi pelajaran diberikan pada siswa, maka langkahberikutnya adalah pemberian tes berupa soal essay berbentuk uraian. Metode tesdigunakan untuk mengevaluasi hasil belajar matematika siswa serta ketuntasanbelajar siswa secara perseorangan maupun klasikal pada materi pokok trigonometri.Instrumen yang digunakan terdiri atas 5 butir soal yang sudah diujicobakan dikelas uji coba instrumen dengan durasi waktu 60 menit. Hasil tes tersebut digunakansebagai data akhir untuk mengukur efektivitas model pembelajaran kooperatif denganmetode penemuan berbantuan lembar kerja siswa (LKS) pada pembelajaranmatematika materi pokok trigonometri di SMA Negeri 1 Semende Darat Laut.208.5 Teknik Analisis Data8.5.1 Analisa Data TesTeknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis deskiptif yangdigunakan untuk menggambarkan hasil belajar siswa setelah digunakan modelpembelajaran kooperatif dengan metode penemuan berbantuan lembar kerja siswa(LKS) pada pembelajaran matematika materi pokok trigonometri di SMA Negeri 1Semende Darat Laut.Adapun langkah langkah yang dilakukan untuk menganalisis data terhadaphasil belajar siswa pada mata pelajaran matematika adalah :1. Membuat kunci jawaban2. Membuat pedoman penskoran3. Memeriksa jawaban siswa4. Memberikan skor hasil jawaban siswa sesuai dengan pedoman penskoran5. Menentukan skor rata-rata yang diperoleh masing – masing siswa yang

Page 31: nopi

dikonversikan menjadi nilai dalam rentang 0 – 100 dengan aturanNa =jumlah skor maksjumlah skor yang dipeoleh x 1006. Membuat analisis hasil belajar pada materi pokok trigonometri21Skor yang dipeoleh KetuntasanNoNo soal 1 2 3 4 5 Jmlh%ketercapaianYa TidakBobot soalNama siswaJumlah skorJumlah skormaks% skortercapaiKeterangan Ketuntasan belajar individualKetuntasan belajar individual (siswa) tercapai jika siswa tersebut telah mencapainilai ≥ 65 %. Ketuntasan belajar klasikalSuatu kelas dikatakan tuntas klasikal apabila dalam kelas tersebut terdapat ≥ 85 %siswa telah tuntas secara individual.(Depdikbud:1994 dalam http://sambasalim.com/pendidikan/konsep-efektifvitas-pembelajaran.html).22DAFTAR PUSTAKAArikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian. Jakarta: PT Rineka CiptaDarmadi, Dwi. 2006. Keefektifan Model Pembelajaran Kooperatif Dengan MetodePenemuan Berbantuan Lembar Kerja Siswa (LKS) Pada PembelajaranMatematika Sub Materi Pokok Trigonometri Kelas X SMA Negeri 8 SemarangSemester 2 Tahun Pelajaran 2006/200. Skripsi. Semarang: UNNES.http://sambasalim. com/pendidikan/konsep-efektifvitas-pembelajaran.html).Isjoni. 2009. Pembelajaran Kooperatif Meningkatkan Kecerdassan KomunikasiAntar Peserta Didik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.Lukman, Ali. 1997. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Balai Pustaka.Mardalis.2008. Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal. Jakarta: PT BumiAksara.Slameto. 2003. Belajar Dan Faktor-Faktor Yang Memperngaruhinya. Jakarta: PTRineka Cipta.Sudjana. 1996. Metoda Statistika. Bandung: PT Tarsito.Sukarti, 2006.Suryosubroto. 2009. Proses Belajar Mengajar Di Sekolah. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Page 32: nopi

Pembelajaran konvensional

Pembelajaran konvensional yang dimaksud secara umum adalah pembelajaran dengan menggunakan metode yang biasa dilakukan oleh guru yaitu memberi materi melalui ceramah, latihan soal kemudian pemberian tugas. Ceramah merupakan salah satu cara penyampaian informasi dengan lisan dari seseorang kepada sejumlah pendengar di suatu ruangan. Kegiatan berpusat pada penceramah dan komunikasi searah dari pembaca kepada pendengar. Penceramah mendominasi seluruh kegiatan, sedang pendengar hanya memperhatikan dan membuat catatan seperlunya.

Gambaran pembelajaran matematika dengan pendekatan ceramah adalah sebagai berikut: Guru mendominasi kegiatan pembelajaran penurunan rumus atau pembuktian dalil dilakukan sendiri oleh guru, contoh-contoh soal diberikan dan dikerjakan pula sendiri oleh guru. Langkah-langkah guru diikuti dengan teliti oleh peserta didik. Mereka meniru cara kerja dan cara penyelesaian yang dilakukan oleh guru.

Kelemahan dari pembelajaran konvensional antara lain:

1. pelajaran berjalan membosankan, peserta didik hanya aktif membuat catatan saja.2. Kepadatan konsep-konsep yang diajarkan dapat berakibat peserta didik tidak

mampu menguasai bahan yang diajarkan.3. Pengetahuan yang diperoleh melalui ceramah lebih cepat terlupakan.4. Ceramah menyebabkan belajar peserta didik menjadi benar menghafal yang tidak

menimbulkan pengertian.

Kelebihan dari pembelajaran konvensional adalah peserta didik lebih memperhatikan guru dan pandangan peserta didik hanya tertuju pada guru.