Modul Statistic

92

Click here to load reader

Transcript of Modul Statistic

Page 1: Modul Statistic

MODUL KULIAH

COMPUTER FOR STATISTIC SYSTEMS

- Statistic for Computer 1 (2 SKS)

- Statistic for Computer 2 (Probability) (2 SKS)

Oleh:

GICI BUSINESS SCHOOL BATAM

GICI Business SchoolComp.Batu Batam MasBlock. D & E No. 1, 2, & 3Batu Batam – Batam Island (29421)Telp. 0778-431 318Fax. 0778-431 290

GICI Business School – Sukses BersamaComp. Batu Aji Centre Park(Simpang Base Camp)Block. G RT.08/RW.01. Kel. SagulungBatu Aji – Batam Island (29432)Telp. 0778-391 333Fax. 0778-394 641

Page 2: Modul Statistic

Computer for Statistic Systems

DAFTAR ISI

BAB I.......................................................................................................1PENDAHULUAN.......................................................................................11.1 Peranan Statistika Dalam Ilmu Ekonomi.......................................11.2 Definisi dan Klasifikasi Statistika..................................................3BAB II......................................................................................................8PENGORGANISASIAN DATA....................................................................82.1 Data..............................................................................................82.2 Penyajian Data............................................................................152.3 Ukuran Pemusatan......................................................................232.4 Ukuran Variasi............................................................................28BAB III...................................................................................................37PELUANG..............................................................................................373.1 Perumusan Peluang....................................................................373.2 Variabel Acak dan Nilai Harapan.................................................43BAB IV..................................................................................................59ANGKA INDEKS.....................................................................................594.1 Angka Indeks Relatif...................................................................594.2 Angka Indeks Agregatif...............................................................604.3 Indeks Agregat Berbobot............................................................614.4 Indeks Berantai...........................................................................644.5 Upah Nyata.................................................................................654.6 Indeks Produktifitas....................................................................66BAB V..................................................................................................68ANALISA REGRESI – KORELASI..............................................................685.1 Hubungan Garis Lurus dua Variabel...........................................685.2 Diagram Pencar..........................................................................685.3 Model Regresi Linier Sederhana.................................................695.4 Analisis Keeratan Hubungan.......................................................71DAFTAR PUSTAKA.................................................................................74

- ii -

Page 3: Modul Statistic

Computer for Statistic Systems

BAB I.

PENDAHULUAN

1.1 Peranan Statistika Dalam Ilmu Ekonomi

Untuk mengetahui alasan dibutuhkannya statistika di bidang ekonomi, kami akan

memberikan gambaran yang berkaitan dengan pertanyaan, dapatkah statistika

menjawab berbagai persoalan yang menyangkut fungsi manajemen seperti :

1. Soal memproduksi sejumlah produk tertentu sesuai dengan rencana bidang

pemasaran sebagai langkah awal untuk mengenalkannya di pasar.

2. Bila jumlah dana untuk produksi terbatas, produk mana yang akan diproduksi

terlebih dahulu seandainya ada 2 atau 3 macam produk yang sama

pentingnya.

3. Mengambil keputusan dalam system kerja yang akan memberi hasil lebih

efisien.

4. Mengetahui berbagai variable yang terkait dengan kuantitas permintaan

suatu produk.

Dari situ akan ditunjukkan pentingnya peran statistika, yaitu :

Pertanyaan Pertama berkaitan dengan departemen pemasaran suatu perusahaan.

Agar suatu produk berhasil di pasar, perusahaan pada umumnya akan menerapkan

strategi yang berorientasi pada konsumen. Karena itu perlu dilakukan survey pasar

untuk mengetahui selera konsumen dan besarnya kebutuhan pasar. Informasi yang

diharapkan dapat diperoleh dalam bentuk data kualitatif maupun kuantitatif. Untuk

mengetahui selera pasar secara lengkap, seharusnya digali informasi dari populasi

sasaran (bila diperlukan dapat dilakukan segmentasi kalau tujuan perusahaan hanya

pada segmen pasar tertentu).

Penggalian informasi dari populasi sasaran membawa konsekuensi pada biaya,

waktu, dan tenaga yang tersedia. Mengingat waktu, biaya dan tenaga departemen

departemen pemasaran terbatas, maka perlu dipertimbangkan sample yang

representative. Dengan demikian pengambilan sebagian anggota populasi

bersangkutan sudah memberikan informasi yang mewakili keseluruhan anggota

- 1 -

Page 4: Modul Statistic

Computer for Statistic Systems

populasi sasaran. Kebutuhan tersebut dapat dijawab oleh statistika karena tersedia

cara pengumpulan data dengan menggunakan metode pengambilan sample.

Untuk menjawab pertanyaan kedua tentang prioritas pembuatan produk, dapat

diperhitungkan analisis untung rugi dari produk-produk tersebut (setelah

memeprtimbangkan kendala factor produksi, harga jual produk, biaya pembuatan,

dan lain-lain), kemudian dilakukan analisa ragam ANOVA secara statistika. Dari sini

dapat ditentukan produk mana yang dapat diproduksi dan mana yang tidak.

Untuk menjawab pertanyaan ketiga, dapat dilakukan percobaan pendahuluan. Dari

hasil yang diperoleh, dilakukan pengujian rata-rata nilai dua populasi (bila digunakan

dua system kerja) atau analisis ragam (bila ingin diketahui efisiensi kerja beberapa

system kerja sekaligus).

Analisis regresi berganda dapat dimanfaatkan untuk menjawab pertanyaan keempat.

Berdasarkan bentuk hubungan yang diperoleh, dapat diketahui variable apa saja

yang berpengaruh nyata terhadap kuantitas permintaan akan suatu produk.

Disamping itu dapat juga diperkirakan besarnya pengaruh varibel tertentu sepanjang

asumsi yang disyaratkan dapat dipenuhi.

Selain menjawab kebutuhan di atas, statistika juga akan sangat membantu bidang

ekonomi dan bisnis dalam berbagai hal seperti :

Di bidang produksi untuk penetapan standar kualitas, pengawasan terhadap

efisiensi kerja, uji metode/produk baru dan lain-lain

Di bidang akuntansi untuk penyesuaian yang berhubungan dengan harga,

hubungan antara biaya dan volume produksi, dan lain-lain.

Di bidang pemasaran untuk penyelidikan terhadap preferensi konsumen,

penaksiran potensi pasar bagi produk baru, penetapan harga, penetapan

efektivitas iklan, mengetahui efektivitas segmentasi, menaksir permintaan

pasar terhadap produk yang dihasilkan perusahaan pada waktu tertentu dan

lain-lain.

Bagi manajemen dalam merumuskan kebijakan perusahaan, membantu

menentukan hubungan sebab akibat antara berbagai hal, dan mempermudah

pemahaman terhadap masalah yang dihadapi.

1.2 Definisi dan Klasifikasi Statistika

- 2 -

Page 5: Modul Statistic

Computer for Statistic Systems

1.2.1 Definisi Statistika

Walaupun terdapat banyak interpretasi terhadap statistika, secara umum

statistika adalah suatu metode yang digunakan dalam pengumpulan dan analisis

data sehingga dapat diperoleh informasi yang berguna. Statistika menyediakan

prinsip dan metodologi untuk merancang proses pengumpulan data, meringkas dan

menyajikan data yang diperoleh, melakukan interpretasi serta menganalisis dan

mengambil kesimpulan atau generalisasi. Meskipun lingkup pemakaiannya sangat

luas, pada dasarnya kebutuhan akan statistika berawal dari adanya variasi data yang

diperoleh dari hasil observasi. Pada umumnya, data hasil pengamatan bervariasi

karena di alam tidak ada dua individu yang 100% homogen (persis sama) dan karena

adanya kesalahan pengukuran. Selama kedua hal tersebut masih ada, metode

statistika diperlukan sebagai alat bantu untuk mengatasi ketidakpastian dalam

pengambilan keputusan. Di samping itu satatistika seringkali dikaitkan dengan

keterbatasan biaya, waktu dan tenaga yang tersedia. Mengamati seluruh objek yang

terkait sering tidak mungkin, sehingga perlu dilakukan pendugaan karakteristiknya

atas sebagian objek tersebut. Dalam rangka pendugaan inilah timbul masalah yang

pemecahannya memerlukan statistika.

1.2.2. Klasifikasi Statistika

Statistika biasanya dipelajari dari sudut teori dan metodenya. Landasan

teoritis yang mendasari ilmunya dipelajari pada teori statistika, sedangkan prosedur

yang sistematis dalam penggunaannya disebut.

Berdasarkan aktivitas yang dilakukan, dikenal adanya statistika deskriptif dan

statistika inferensia, sedangkan berdasarkan metodenya dikenal statistika

parametric dan statistika non parametric.

A. Statistika Deskriptif

Statistika Deskriptif membahas cara-cara pengumpulan data, penyederhanaan

angka-angka pengamatan yang diperoleh (meringkas dan menyajikan), serta

melakukan pengukuran pemusatan dan penyebaran untuk memperoleh informasi

yang lebih menarik, berguna, dan lebih mudah dipahami.

Dengan statistika deskriptif, kumpulan data yang diperoleh akan tersaji dengan

ringkas dan rapi serta dapat memberikan informasi inti dari kumpulan data yang ada.

Informasi yang diperoleh dengan statistika deskriptif ini antara lain pemusatan data,

penyebaran data, serta kecenderungan suatu gugus data.

- 3 -

Page 6: Modul Statistic

Computer for Statistic Systems

Penyajian data pada statistika deskriptif biasanya dilakukan dengan membuat

tabulasi penyajian dalam bentuk grafik, diagram, atau dengan menyajikan

karakteristik-karakteristik dari ukuran pemusatan dan keragamannya.

Contoh Aplikasi : Permintaan produk susu “LEZAT” pada tahun 1997 sebesar 50.000

ton, pada tahun 1998 sebesar 70.000 ton dan pada tahun 1999 sebesar 80.000 ton.

Data tersebut akan lebih informatif bila disajikan dalam bentuk tabel dan grafik

seperti tampak dibawah ini. Cara ini memudahkan kita dalam memahami perilaku

data, misalnya adanya kecenderungan kenaikan produksi dari tahun ke tahun.

Tabel : Permintaan susu “LEZAT” tahun 1997 - 1999

Tahun

Jumlah

Produk

si (ribu

ton)

1997 50

1998 70

1999 80

Grafik : Perkembangan Permintaan susu “LEZAT” tahun 1997 - 1999

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

1997 1998 1999

Tahun

Pro

du

ksi (

rib

u t

on

)

B. Statistika Inferensia

- 4 -

Page 7: Modul Statistic

Computer for Statistic Systems

Statsitika Inferensia membahas cara menganalisis data serta mengambil

kesimpulan (yang pada dasarnya berkaitan dengan estimasi parameter dan

pengujian hipotesis). Metode statistika inferensia adalah metode yang berkaitan

dengan analisis sebagian data sampai ke peramalan atau penarikan kesimpulan

mengenai keseluruhan data. Sebagian data yang terkait dengan suatu variable

dikenal sebagai sample, sedangkan keseluruhan datanya adalah populasi.

Dalam statistika inferensia diadakan pendugaan parameter, membuat hipotesis,

serta menguji hipotesis tersebut sampai pada pembuatan kesimpulan yang berlaku

umum. Metode ini sering disebut juga statistika induktif, karena kesimpulan yang

ditarik didasarkan pada informasi dari sebagian data saja. Untuk keperluan yang

lebih luas tentu ada kemungkinan terjadinya kesalahan.

C. Statistika Parametrik

Statistika paramterik merupakan bagian statistika inferensia yang

mempertimbangkan nilai dari satu atau lebih parameter populasi. Sehubungan

dengan kebutuhan inferensianya, pada umumnya statistika parametric

membutuhkan data yang berskala pengukuran minimal interval. Selain itu,

penurunan prosedur dan penetapan teorinya berpijak pada asumsi spesifik mengenai

bentuk distribusi populasi yang biasanya diasumsikan normal.

D. Statistika Nonparametrik

Statistika Nonparametrik merupakan bagian dari statistika inferensia yang tidak

memperhatikan nilai dari satu atau lebih parameter populasi. Pada umumnya

validitas pada model peluang yang spesifik di populasi. Statistika non parametric

menyediakan metode statistika untuk menganalisa data yang distribusinya tidak

dapat diasumsikan normal. Dalam statistika nonparametric, data yang dibutuhkan

lebih banyak berskala ukur nominal atau ordinal.

1.2.3. Populasi dan Sampel

Dalam percakapan sehari-hari, kata populasi dapat diartikan sebagai

kelompok orang atau penduduk yang menempati suatu wilayah tertentu, misalnya

populasi Jakarta. Namun dalam statistika, kata populasi merujuk pada sekumpulan

individu dengan karakteristik khas yang menjadi perhatian dalam suatu penelitian

(pengamatan). Dengan demikian kata populasi dalam statistika mempunyai arti yang

lebih luas, yaitu tidak terbatas pada sekelompok orang tetapi juga binatang dan

benda apa saja yang menjadi perhatian kita. Sebagai gambaran dari populasi adalah

- 5 -

Page 8: Modul Statistic

Computer for Statistic Systems

populasi bank swasta di Indonesia. Masing-masing individu dalam populasi seperti

orang, tanaman, rumah, bank, dan sebagainya disebut elemen populasi.

Elemen paling dasar dalam penelitian adalah sebuah data tunggal (datum), yaitu

observasi. Observasi bisa memberikan hasil berupa ukuran fisik (lebar dan luas),

jawaban pertanyaan (ya atau tidak), atau klasifikasi (cacat atau tidak). Himpunan

yang mewakili semua kemungkinan pengukuran yang perlu diperhatikan dalam

observasi itulah yang disebut Populasi. Banyaknya pengamatan atau anggota suatu

populasi disebut ukuran populasi. Ukuran populasi ini dapat dibedakan antara

populasi terbatas dan tidak terbatas. Contoh populasi terbatas adalah populasi

Mahasiswa GICI, sedangkan contoh populasi yang tidak terbatas adalah populasi

tanaman penganggu di seluruh dunia.

Informasi tentang populasi ini sangat diperlukan untuk menarik kesimpulan. Bila kita

bisa mengobservasi keseluruhan individu anggota populasi, kita akan mendapatkan

besaran yang menyatakan karakteristik populasi yang sebenarnya; dalam statistika

disebut parameter. Dengan demikian parameter adalah suatu nilai yang

menggambarkan ciri/karakteristik populasi. Parameter merupakan suatu nilai yang

stabil karena diperoleh dari observasi terhadap seluruh anggota populasi, dan

biasanya dilambangkan dengan huruf-huruf Yunani. Sebagai contoh, rata-rata

populasi biasa dilambangkan dengan µ (myu). Jika kita mengamati semua unsur

populasi, berarti kta melakukan sensus.

Dalam situasi tertentu, kita sering mengalami kesulitan untuk memperoleh informasi

dari seluruh elemen populasi karena keterbatasan biaya, waktu, dan tenaga. Sebagai

contoh, dalam usaha menentukan rata-rata daya tahan lampu pijar jenis tertentu

yang dihasilkan suatu perusahaan, adalah tidak mungkin untuk mencoba terlebih

dulu semua lampu pijar yang akan dipasarkan. Dengan demikian, terpaksa hanya

diambil sebagian dari populasi lampu pijar yang dihasilkan untuk membantu menarik

kesimpulan tentang daya tahannya. Sebagian anggota populasi yang diambil

menurut prosedur tertentu sehingga dapat mewakili populasinya itulah disebut

sampel. Penggunaan prosedur tertentu dalam pengambilan sampel didasarkan atas

pertimbangan :

Untuk memperoleh data yang relevan dengan tujuan observasi

Sejumlah variasi tidak terhindarkan meskipun observasi dilakukan pada

kondisi yang mirip ataupun sama. Variasi yang timbul ini disebabkan

perbedaan besarnya nilai karakteristik individu yang diukur itu, juga karena

adanya kesalahan dalam melakukan pengukuran. Selain itu perlu diketahui

- 6 -

Page 9: Modul Statistic

Computer for Statistic Systems

bahwa umumnya data hasil pengamatan bervariasi karena di alam tidak ada

dua individu yang 100% homogen.

Banyaknya anggota suatu sampel disebut ukuran sampel, sedangkan suatu nilai

yang menggambarkan ciri sampel disebut statistik (bedakan dengan statistika).

Karena statistik diperoleh dari sampel, maka nilai yang diperoleh dapat berubah.

Dengan demikian, variasi atau perubahan adalah ciri statistic. Meskipun demikian,

bila prosedur pengambilan sample yang digunakan benar, statistic diharapkan bisa

menjadi penduga parameter yang baik. Sebagai penduga parameter, ada dua

kemungkinan dalam nilai statistic yang diperoleh, yaitu persis sama dengan nilai

parameternya atau tidak sama (lebih besar atau lebih kecil). Sehubungan dengan itu,

statistika juga dikenal sebagai ilmu yang antara lain mempelajari cara-cara

menentukan suatu penduga (statistic) bagi suatu parameter, serta kemudian

bertugas mengambil kesimpulan mengenai nilai parameter tersebut berdasarkan

nilai penduga yang didapat.

Dari ulasan ringkas diatas, populasi adalah keseluruhan unit atau individu dalam

ruang lingkup yang ingin diteliti. Populasi dibedakan atas populasi sasaran (target

population) dan populasi sample (sampling population). Populasi sasaran adalah

keseluruhan individu dalam areal/wilayah/lokasi yang sesuai dengan tujuan

penelitian. Populasi sample adalah keseluruhan individu yang akan menjadi unit

analisis dan merupakan populasi yang layak serta sesuai dengan kerangka

sampelnya untuk dijadikan atau ditarik sebagai sample penelitian. Adapun kerangka

sample adalah seluruh daftar individu yang ada dalam populasi dan akan diambil

samplenya untuk menjadi unit analisis.

Contoh aplikasi :

Suatu penelitian bertujuan untuk menduga tingkat pendapatan pengusaha tembakau

di DKI Jakarta. Populasi sasarannya adalah semua pengusaha di DKI Jakarta. Jika ia

bukan pengusaha, meskipun tinggal di DKI Jakarta, ataupun seorang pengusaha yang

tinggal di DKI Jakarta tetapi bukan menangani komoditas tembakau, maka ia tidak

termasuk sebagai anggota populasi sasaran. Sehingga hanya pengusaha tembakau

saja yang menjadi populasi sampelnya. Daftar dari semua pengusaha di DKI yang

menangani tembakau itulah yang disebut kerangka sample.

- 7 -

Page 10: Modul Statistic

Computer for Statistic Systems

BAB II.

PENGORGANISASIAN DATA

2.1 Data

Data merupakan sejumlah informasi yang dapat memberikan informasi

gambaran tentang suatu keadaan. Pada umumnya informasi ini diperoleh melalui

observasi (pengamatan) yang dilakukan terhadap sekumpulan individu (orang,

barang, jasa, dan sebagainya). Informasi yang diperoleh memberikan keterangan,

gambaran, atau fakta mengenai suatu persoalan dalam bentuk kategori, huruf, atau

bilangan. Fakta menjadikan suatu penelitian memberikan hasil yang sesuai harapan

bila ditunjang dengan data yang refresentatif. Data sangant berguna sebagai dasar

pembuatan keputusan, terutama pada kondisi ketidakpastian. Pada umumnya

kualitas keputusan yang dibuat bergantung pada kualitas data sebagai input maupun

proses pengolahan datanya untuk mendukung keputusan.

Data merupakan bentuk jamak dari datum yang merupakan informasi yang diperoleh

dari satu satuan amatan. Dengan demikian, bila kita bicara mengenai tinggi badan

Agnes adalah 165 cm, berarti kita berhadapan dengan datum. Sedangkan informasi

tinggi badan para staf personalia PT. YOGI, menghadapkan kita pada data. Data yang

diperoleh dapat memberikan informasi yang berguna bila diproses secara sistematis.

Dari data yang diperoleh, selain informasi yang diharapkan, juga dimungkinkan untuk

menghasilkan informasi yang saling terkait dengan melakukan konversi tertentu.

Sebagai ilustrasi, dari data jumlah jam kerja karyawan dapat diperoleh tentang

informasi tentang biaya tenaga kerja per jam. Bila data biaya tenaga kerja per jam ini

dijumlahkan, akan diperoleh informasi tentang total biaya karyawan harian, dan

seterusnya. Rangkaian informasi tersebut tentu saja merupakan masukan yang

sangat berharga bagi manajemen, misalnya untuk melihat kontribusi biaya yang

dikeluarkan untuk tenaga kerja harian terhadap keseluruhan biaya operasional

perusahaan.

2.1.1 VARIABEL

Dalam melakukan observasi, perlu ditentukan karakter yang akan diobservasi

dari unit amatan yang disebut variabel. Variabel dalam penelitian merupakan atribut

dari sekelompok objek yang diteliti dengan variasi dari masing-masing objeknya.

- 8 -

Page 11: Modul Statistic

Computer for Statistic Systems

Sebagai contoh, tinggi dan berat badan merupakan atribut seseorang yang

merupakan objek penelitian. Berat dan tinggi badan orang tentu bervariasi. Bisa jadi

dua orang atau lebih memiliki tinggi badan yang sama, tetapi berat badannya

berbeda dan sebaliknya.

Contoh variabel :

Pada perusahaan : upah pegawai, lama bekerja, dan lain-lain

Pada tanaman : tinggi tanaman, panjang daun, dan lain-lain

Berdasarkan bulat atau tidaknya niali yang diperoleh, variable dapat dibedakan

menjadi variable kontinu dan variable diskret. Variabel kontinu adalah variable yang

besarnya dapat menempati semua nilai yang ada diantara dua titik. Pada umunya

variable kontinu diperoleh dari hasil pengukuran. Sebagai contoh akumulasi bunga

tabungan Kuniawan di bank BCA tahun 1998 adalah Rp. 5.000.025,45, keuntungan

perusahaan Gidion tahun 1997 Rp. 25.300.765,85 dan sebagainya. Pada variable

kontinu dapat dijumpai nilai-nilai pecahan ataupun nilai-nilai bulat. Sedangkan

variable diskret merupakan variable yang besarannya tidak menempati semua nilai.

Nilai variable diskret selalu berupa bilangan bulat. Pada umumnya variable diskret

diperoleh melalui pencacahan. Sebagai contoh dari variable diskret adalah jumlah

bank yang ada di kota Jakarta tahun 1997, jumlah tanaman cengkeh yang terkena

serangan penyakit di Bogor pada suatu waktu dan sebagainya.

Dalam melakukan observasi, pengamatan terhadap variable-variabel dibedakan

menjadi pengamatan utama dan pengamatan selintas. Pengamatan utama dilakukan

pada variabel yang datanya tidak dimaksudkan untuk dianalisis, sedangkan

pengamatan selintas dilakukan pada variabel yang datanya tidak untuk dianalisis.

Berikut akan diberikan contoh mengenai peranan dari pengamatan utama dan

pengamatan selintas.

Terhadap para pengusaha kecil yang kekurangan modal diberikan kredit produksi.

Sebagai pengamatan utama ingin dicatat peningkatan produksi dibanding sebelum

mendapatkan kredit. Sebagai pengamatan selintas dicatat perubahan pola konsumsi

keluarga mereka. Dari hasil observasi dan analisis diketahui bahwa kredit yang

diberikan tidak berpengaruh nyata terhadap peningkatan produksi. Dan dari hasil

pengamatan terhadap pola perubahan konsumsi dapat diketahui bahwa ternyata

terjadi peningkatan konsumsi keluarga. Dari sini kemungkinan dapat dijelaskan

bahwa tidak nyatanya pengaruh pemebrian kredit adalah karena tidak difungsikan

sebagaimana mestinya sebagai tambahan modal, melainkan sebagian juga dipakai

untuk keperluan konsumsi.

- 9 -

Page 12: Modul Statistic

Computer for Statistic Systems

Dalam hubungan antar variabel, dikenal adanya bermacam-macam variabel sebagai

berikut :

Variabel independen, yaitu varibel yang menjadi sebab terjadinya

(terpengaruhnya) varibel dependen

Variabel dependen, yaitu variable yang nilainya dipengaruhi oleh varibel

dependen

Variabel moderator, yaitu varibel yang memperkuat atau memperlemah

hubungan antara varibel dependen dan independent

Variabel intervening, seprti varibel moderator, tetapi nilainya tidak dapat

diukur secara pasti, seperti kecewa, gembira, sakit hati, dan sebagainya.

Contoh Aplikasi :

Pimpinan suatu perusahaan ingi merekrut seorang manajer madya yang handal

dibidangnya. Untuk keperluan tersebut, yang bersangkutan mencoba mengumpulkan

informasi pendapatan manajer madya dengan kualifikasi yang diinginkan di DKI

Jakarta dalam rangka memperoleh gambaran tentang rata-rata gaji yang berlaku

dewasa ini. Dari informasi yang diperoleh pimpinan perusahaan ingin membuat

perkiraan tingkat gaji yang akan ditawarkan kepada calon yang direkrut. Hasil

observasinya terhadap 20 manajer madya di DKI Jakarta pada tahun 1998 terteral di

table. Variabel yang menjadi perhatian adalah pendapatan per bulan dari manajer

madya di Jakarta.

Tabel : Data Pendapatan 20 Manajer Madya di DKI Jakarta tahun 1998 (dalam $)

No Nama Pendapata

n

No Nama Pendapata

n

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

Siagian

Husein

Ellen

Christin

Huse

Yani

Nunung

Gidion

Endang

Fuad

4300

3120

5530

4000

2010

1600

3190

8230

1020

4280

11

12

13

14

15

16

17

18

19

20

Deny

Sutrisno

Lina

Budi

Rudolf

Fongna

Inge

Yosafat

Suyanto

Mega

3490

4390

3490

3950

1390

8990

1270

9560

5240

4580

Data merupakan komponen utama dalam statistika. Akurasi dan presisi suatu data

akan sangat menentukan dalam menghasilkan ketapatan pengambilan keputusan.

- 10 -

Page 13: Modul Statistic

Computer for Statistic Systems

Untuk itu data harus sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya (akurasi tinggi),

harus bisa mewakili parameter yang diukur dengan variasi yang kecil (presisinya

tinggi), harus relevan untuk menjawab suatu persoalan yang menjadi pokok bahasan

dan harus tepat waktu.

2.1.2. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data menunjukkan cara-cara yang dapat ditempuh

untuk memperoleh data yang dibutuhkan. Dikenal metode pengumpulan data primer

dan metode pengumpulan data sekunder.

Data Primer merupakan data yang didapat dari sumber pertama, dari individu

seperti hasil wawancara atau hasil pengisian kuesioner yang biasa dilakukan peneliti.

Misalnya produsen suatu produk kosmetik ingin mengetahui perilaku konsumen

terhadap produk yang dihasilkannya. Diadakanlah wawancara terhadap para

konsumen untuk mengumpulkan informasi yang diharapkan. Dalam metode

pengumpulan data primer, peneliti/observer melakukan sendiri observasi di lapangan

maupun di laboratorium. Pelaksanaannya dapat berupa survai atau percobaan

(experiment). Cara survai dilakukan bila data yang dicari sebenarnya sudah ada

dilapangan atau di sasaran penelitian lainnya. Misalnya jenis kelamin, umur, tingkat

pendidikan, dan jenis pekerjaan seseorang. Tugas observer adalah menentukan

bentuk data yang akan diukur, karakteristik yang akan diteliti, dan melakukan

pengukuran serta pengumpulan data yang bisa dilakukan misalnya dengan

wawancara terhadap responden, mengirimkan daftar pertanyaan (kuesioner) melalui

pos, menggunakan telepon (pooling), ataupun observasi langsung. Cara percobaan

(experiment) dilakukan jika data yang ingin diperoleh belum tersedia sehingga

variable yang akan diukur harus dibangkitkan datanya melalui percobaan. Misal data

respon berat badan terhadap peningkatan produktivitas kerja. Observasi terhadap

data baru bisa dijalankan setelah dilakukan percobaan tersebut.

Data Sekunder merupakan data primer yang diperoleh oleh pihak lain atau data

primer yang telah diolah lebih lanjut dan disajikan oleh pengumpulan data primer

atau oleh pihak lain, pada umumnya disajikan dalam bentuk table atau diagram.

Data sekunder biasanya digunakan peneliti untuk memberikan gambaran tambahan,

gambaran pelengkap, ataupun untuk diproses lebih lanjut. Sebagai contoh, banyak

informasi tentang manajer poetnsial yang diperoleh suatu perusahaan dari terbitan

yang dikeluarkan oleh suatu badan riset swasta. Dalam metode pengumpulan data

sekunder, observer tidak meneliti langsung. Datanya didapatkan dari hasil penelitian

observer lain atau dari beberapa sumber seperti BPS, mass media, lembaga

pemerintah atau swasta dan lain sebagainya. Yang harus menjadi perhatian dalam

- 11 -

Page 14: Modul Statistic

Computer for Statistic Systems

penggunaan data sekunder adalah sumber data, batasan konsep yang digunakan,

serta tingkat ketelitian dalam pengumpulan data. Dengan begitu, bila diperoleh hasil

yang janggal akan dapat diketahui penyebabnya dan bila memungkinkan dapat

dilakukan pengecekan terhadap data tersebut.

2.1.3 Jenis Data

Disamping pembedaan atas dasar cara perolehannya, data dapat diklasifikasikan

menurut jenisnya berdasarkan kriteria berikut :

Data Kualitatif dan Kuantitatif

Data kualitatif adalah data yang sifatnya hanya menggolongkan saja. Termasuk

dalam klasifikasi ini adalah data yang berskala ukur nominal dan ordinal. Sebagai

contoh data kualitatif adalah jenis pekerjaan seseorang (supir, bisnismen, guru, dan

lain-lain), motivasi karyawan (bagus, jelek, sedang) dan jabatan di perusahaan

(supervisor, manajer pemasaran, dan lain-lain).

Data kuantitatif adalah data yang berskala ukur interval dan rasio. Sebagai contoh

dari data kuantitatif adalah keuntungan perusahaan Golden pada tahun 1997 (Rp. 5

Milyar), kenaikan penjualan perusahaan GM (35%) dan sebagainya.

Data Internal dan Eksternal

Data internal merupakan data yang didapat dari dalam perusahaan atau organisasi

yang melakukan riset. Data ini menggambarkan keadaan dalam organisasi tersebut.

Sebagai contoh penelitian tentang produktivitas karyawan bagian penjualan produk

sabun Lifebouy, mengambil data dari PT. Unilever sebagai produsennya.

Data eksternal adalah data tentang keadaan di luar organisasi. Data eksternal

biasanya didapat dari pihak lain dan digunakan sebagai pembanding.

Data Time Series dan Cross Section

Data time series atau deret waktu merupakan data yang dikumpulkan dari beberapa

tahapan waktu secara kronologis. Pada umumnya data deret waktu merupakan

kumpulan data dari fenomena tertentu yang didapat dalam beberapa interval waktu

tertentu, misalnya mingguan, bulanan, tahunan. Sebagai contoh data deret waktu

adalah data ekspor baju hangat PT. SUGITEX ke Perancis dari tahun 1975~1997.

Data Cross Section adalah data yang dikumpulkan pada waktu dan tempat tertentu

saja. Pada umumnya mencerminkan suatu fenomena dalam satu kurun waktu saja,

misalnya data hasil pengisian kuesioner tentang perilaku pembelian suatu produk

kosmetik oleh sekelompok responden pada bulan januari 1998.

2.1.4 Skala Pengukuran

- 12 -

Page 15: Modul Statistic

Computer for Statistic Systems

Secara umumdapat dikatakan bahwa tujuan diadakannya suatu observasi adalah

memperoleh keterangan tentang bagaimana kondisi suatu objek pada berbagai

keadaan yang ingin diperhatikan. Diantara bermacam-macam pengukuran untuk

respon-respon yang diamati terhadap objek-objek , yang sering dipergunakan ialah

ukuran ukuran cacah, peringkat, panjang, volume, waktu, bobot, maupun

pengukuran fisika-kimia. Sesuai dengan kemampuan kita dalam menilai atau

mengukur suatu obyek amatan, dalam statistika dibedakan empat macam skala

pengukuran yang mungkin dihasilkan yaitu :

1. Skala Nominal

2. Skala Ordinal

3. Skala interval atau selang, dan

4. Skala Nisbah atau rasio

Sebelum melakukan observasi terhadap variable yang akan diukur, terlebih dahulu

ditentukan skala pengukurannya, karena akan mempengaruhi metode statistika yang

akan digunakan dan tentu saja akan memberikan dampak pada kualitas

informasinya.

Dua skala pengukuran yang pertama kadang-kadang disebut pula skala pengukuran

kualitatif karena tidak numeric (seperti jenis kelamin, status pekerjaan, status

perkawinan, dan lain-lain), sedangkan dua lainnya dinamakan skala pengukuran

kuantitatif karena dapat diekspresikan secara numeric (seprti tinggi, berat, biaya,

pendapatan, dan lain-lain).

2.1.4.1 Skala Nominal

Nominal berasal dari kata ‘name’. Skala nominal merupakan pengukuran yang

paling sederhana. Skala ini mengklasifikasikan (menggolongkan) objek-objek atau

kejadian-kejadian ke dalam berbagai kelompok (kategori) untuk menunjukkan

kesamaan atau perbedaan cirri-ciri objek. Kategori/kelompok didefinisikan

sebelumnya dan dilambangkan dengan kata-kata, huruf symbol, atau angka. Dengan

skala nominal, hasil pengukurannya bisa dibedakan tetapi tidak bisa diurutkan mana

yang lebih tinggi, mana yang lebih rendah, mana yang lebih utama dan mana yang

bisa dikesampingkan. Hal ini karena fungsi angka, symbol, maupun huruf yang

diberikan hanya sebagai lambang yang menunjukkan dalam kelompok mana suatu

hasil pegamatan harus dimasukkan. Dengan skala pengukuran nominal, setiap

observasi harus dimasukkan pada satu kategori saja, tidak boleh lebih. Dengan kata

lain antara kategori yang satu dengan yang lainharus saling bebas. Kategori atau

kelompok harus dibuat lengkap sehingga dapat menampung semua kemungkinan

- 13 -

Page 16: Modul Statistic

Computer for Statistic Systems

yang relevan bagi obyek-obyek atau kejadian-kejadian yang mungkin. Sebagai

contoh, sekumpulan bunga diklasifikasikan menjadi bunga merah, putih atau kuning.

Disini hanya dapat ditentukan sama atau tidak, tetapi tidak diketahui apakah individu

yang satu lebih besar atau lebih kecil dibandiingkan yang lain. Contoh-contoh aplikasi

di bidang pemasaran antara lain adalah merek dagang, jenis took, wilayah penjualan,

dan lain-lain.

2.1.4.2 Skala Ordinal

Dengan menggunakan skala ordinal, obyek-obyek juga dapat digolongkan

dalam kategori tertentu. Angka atau huruf yang diberikan disini mengandung

tingkatan, sehingga dari kelompok yang terbentuk dapat dibuat peringkat yang

menyatakan hubungan lebih dari atau kurang dari menurut aturan penataan

tertentu. Ukuran pada skala ordinal tidak memberikan nilai absolute pada obyek,

tetapi hanya urutan (ranking) relative saja. Jarak antara golongan satu dan golongan

dua tidak perlu sama dengan jarak antara golongan dua dan tiga. Dalam skala

ordinal, peringkat yang ada tidak mempunyai satuan ukur.

Contoh aplikasi dalam bidang ekonomi antara lain tingkat preferensi, jabatan

manajemen, jenajng karir, kelas social dan lain-lain.

2.1.4.3 Skala Interval

Skala interval memberikan ciri angka kepada kelompok obyek yang

mempunyai skala nominal dan ordinal, ditambah dengan jarak yang sama pada

urutan obyeknya. Data skala interval diberikan apabila kategori yang digunakan bisa

dibedakan, diurutkan, mempunyai jarak tertentu, tetapi tidak bisa dibandigkan. Data

skala interval diperoleh sebagai hasil pengukuran dan biasanya mempunyai satuan

pengukuran. Nilai-nilai obyek dapat diperingkatkan dan diukur jarak antaranya

dengan kecermatan tertentu. Ciri penting dari skala interval adalah datanya bisa

ditambahkan, dikurangi, digandakan, dan dibagi tanpa mempengaruhi skor-skornya.

Contoh aplikasi, dalam penilaian kinerja karyawan (dengan skala 0 – 100), bila

Mayam mendapat penilaian kinerja 80 dan Tuti mendapat nilai 40, walaupun nilai

Mayam dua kalinya nilai Tuti tidak berarti kemampuan Mayam dua kalinya Tuti. Hal

ini terjadi karena skala penilaian 0-100 dibuat berdasarkan consensus.

2.1.4.4 Skala Rasio (Nisbah)

Skala rasio mempunyai semua sifat skala interval ditambah satu sifat lain,

yaitu memberikan keterangan tentang nilai absolute dari obyek yang diukur. Skala

- 14 -

Page 17: Modul Statistic

Computer for Statistic Systems

rasio merupakan skala pengukuran yang ditujukan pada hasil pengukuran yang bisa

dibedakan, diurutkan, mempunyai jarak tertentu, dan bisa dibandingkan.

Contoh aplikasi skala pengukuran rasio dalam bidang ekonomi adalah umur, biaya,

hasil penjualan, jumlah pelanggan, dan lain-lain.

2.2 Penyajian Data

Selesai pelaksanaan suatu observasi, data yang terkumpul perlu disajikan

dalam bentuk yang mudah dibaca dan dipahami oleh pihak-pihak yang

berkepentingan. Bila kuantitas data yang terkumpul hanya sedikit memang tidak

banyak dijumpai kesulitan dalam membaca dan memahaminya. Namun, bila data

yang terkumpul banyak, sering timbul kesulitan dalam pemahamannya. Disamping

itu, informasi yang dikandung oleh data hasil pengamatan menjadi sulit diperoleh.

Untuk itu sebaiknya data disusun secara sistematis.

2.2.1 Tabel Distribusi frekuensi

Dari bermacam-macam table yang umum dipakai, tabel distribusi frekuensi

merupakan alternatif yang banyak digunakan. Tabel distribusi frekuensi adalah

susunan data dalam suatu tabel yang telah diklasifikasikan menurut kelas-kelas atau

kategori-kategori tertentu.

Dikenal dua bentuk distribusi frekuensi menurut pembagian kelasnya, yaitu distribusi

frekuensi kualitatif (kategori) dasn distribusi frekuansi kuantitatif (bilangan). Pada

distribusi frekuensi kualitatif pembagian kelasnya didasarkan pada kategori tertentu

dan banyak digunakan untuk data berskala ukur nominal. Berikut contoh tabel

distribusi frekuensi kualitatif.

Berikut contoh tabel distribusi frekuensi kualitatif :

Tabel : Penjualan mobil (tahunan) dari Beberapa Perusahaan

Perusahaan Penjualan tahunan (unit)

General Motor

Ford

Chrysler

379.159

193.000

156.078

- 15 -

Page 18: Modul Statistic

Computer for Statistic Systems

Honda

Toyota

Hyundai

Volkswagen

Lain-lain

72.976

68.753

50.648

41.470

187.648

Pembagian kelas distribusi kuantitatif pada umumnya dinyatakan dalam angka.

Dikenal table distribusi frekuensi kuantitatif tunggal dan bergolong. Pada table

distribusi frekuensi kuantitatif tunggal, besaran pada lajur pertamanya hanya terdiri

dari satu nilai. Berikut contoh tabel distribusi frekuensi kauntitatif tunggal.

Tabel : Distribusi Pendapatan Karyawan PT. “GEMBIRA” bulan January tahun 1999

(dalam $)

Pendapatan ($) Banyaknya

Karyawan

1000

1250

1500

1750

2000

3000

11

9

8

5

4

3

40

Pada table distribusi frekuensi kuantitatif yang bergolong, besaran pada lajur

pertamanya merupakan interval diantara dua nilai.

Tahapan penyusunan tabel distribusi frekuensi kuantitatif bergolong adalah :

Contoh : Data Pendapatan 20 Manajer Madya di DKI Jakarta tahun 1998 (dalam $)

No Nama Pendapata

n

No Nama Pendapata

n

1

2

3

Siagian

Husein

Ellen

4300

3120

5530

11

12

13

Deny

Sutrisno

Lina

3490

4390

3490

- 16 -

Page 19: Modul Statistic

Computer for Statistic Systems

4

5

6

7

8

9

10

Christin

Huse

Yani

Nunung

Gidion

Endang

Fuad

4000

2010

1600

3190

8230

1020

4280

14

15

16

17

18

19

20

Budi

Rudolf

Fongna

Inge

Yosafat

Suyanto

Mega

3950

1390

8990

1270

9560

5240

4580

a. Hitung besarnya jangkauan data (range)

Range = nilai observasi terbesar – nilai observasi terkecil

Untu tabel diatas diketahui nilai terkecilnya $1.020 dan nilai terbesarnya $9.560,

maka range pendapatan manajer madya di DKI Jakarta tersebut adalah :

Range = $9.560 - $1.020 = $8.540

b. Menentukan banyaknya kelas (K), menggunakan kaidah Sturgess.

K = 1 + (10/3) log n (n = banyaknya data)

= 1 + (10/3) log 20

= 1 + (10/3) (1,3) = 5,33 dibulatkan menjadi 5 Kelas

c. Menentukan perkiraan interval kelas (I) = R/K = 8.540/5 = 1.708

Nilai interval kelas yang diperoleh biasanya disesuaikan ke bilangan yang mudah

dalam pengoperasiannya, untuk memudahkan penysusunan tabel distribusi

frekuensi. Misalnya 0,4 dibulatkan menjadi 0,5 ; 0,88 dibulatkan menjadi 1,00 dan

seterusnya. Dalam contoh kita 1.708 akan dibulatkan menjadi 1.710.

d. Menentukan batas kelas

Batas kelas adalah nilai-nilai yang membatasi suatu kelas dengan kelas lainnya.

Dikenal batas kelas bawah dan batas kelas atas. Juga batas kelas semu dan batas

kelas nyata. Pada batas kelas semu terlihat loncatan nilai antara suatu kelas dengan

kelas berikutnya, karena batas ini bukan batas sebenarnya antara dua kelas.

Sedangkan pada batas kelas nyata tidak dijumpai loncatan karena merupakan batas

yang sebenarnya antara dua kelas. Dalam menentukan batas kelas, perhatian

diberikan pada penentuan nilai batas kelas nyata, terutama nilai batas kelas bawah

yang terkecil (dalam hal ini harus ≤ 1.020, supaya nilai terkecil pengamatan dapat

tertampung) dan nilai batas kelas atas yang terbesar (dalam hal ini harus ≥ 9.560,

agar nilai pengamatan terbesar dapat tertampung. Dalam contoh kita, nilai batas

kelas nyata untuk kelas terkecil ditetapkan 1.015 (lebih kecil 1.020) dan kelas

- 17 -

Page 20: Modul Statistic

Computer for Statistic Systems

tertinggi 9.565 (lebih besar dari 9.560). Dengan penentuan ini, pembulatan yang

dilakukan menjadi tepat karena :

(9.565 – 1.015)/5 = 8.550/5 = 1.710

Dari informasi tersebut dapat diperoleh data dengan batas nyata sebagai berikut :

Tabel : Distribusi pendapatan Manajer Madya Madya di DKI Jakarta tahun 1998 ($)

Pendapatan Turus Frekuensi

1.015 - 2.725

2.725 - 4.435

4.435 - 6.145

6.145 - 7.855

7.855 - 9.565

IIII

IIII IIII

III

-

III

5

9

3

0

3

Total 20

Tabel diatas merupakan tampilan tabel distribusi frekuensi bergolong dengan batas

nyata (karena dua kelas yang berurutan tidak dijumpai adanya loncatan nilai).

Dengan tampilan tersebut, interval kelasnya adalah 1.710 (catatan : Interval kelas

merupakan selisih batas atas nyata dengan batas bawah nyata).

Tabel : Distribusi pendapatan Manajer Madya di DKI Jakarta Tahun 1998 (dalam $)

PendapatanNilai Tengah

Kelas

Frekuensi

Mutlak

Frekuensi

Kumulatif

Frekuensi

Kumulatif

(%)

1.015 - 2.725

2.725 - 4.435

4.435 - 6.145

6.145 - 7.855

7.855 - 9.565

1.870

3.580

5.290

7.000

8.710

5

9

3

0

3

5

14

17

17

20

25

45

15

0

15

Total 20 100

Catatan : Nilai tengah kelas merupakan nilai yang terletak di tengah-tengah kelas

(diperoleh dari (batas bawah kelas + batas atas kelas) / 2)

Seringkali tabel distribusi frekuensi bergolong, ditampilkan dalam batas kelas semu.

Dengan menggunakan batas kelas semu, batas antara kelas yang satu dengan kelas

yang lain tidak lagi tumpang tindih (seperti yang telah disebutkan sebelumnya), pada

batas kelas semu terlihat adanya loncatan nilai antara kelas yang satu dengan

berikutnya). Batas kelas semu dapat diperoleh dari batas kelas nyata melalui

hubungan berikut :

Batas atas semu = Batas atas nyata – 0,5 unit pengukuran terkecil

- 18 -

Page 21: Modul Statistic

Computer for Statistic Systems

Batas bawah semu = Batas bawah nyata + 0,5 unit prngukuran terkecil

Untuk data tabel diatas, unit pengukuran terkecil adalah 1 dollar, sehingga 0,5 unit

pengukuran terkecilnya adalah 0,5 dollar. Untuk batas kelas semu, distribusi

frekuensi bergolongnya dapat ditampilkan pada tabel berikut :

Tabel : Distribusi Pendapatan manajer madya di DKI Jakarta tahun 1998 (dalam $)

Pendapatan

Nilai

Tengah

Kelas

Frekuensi

Mutlak

Frekuensi

Kumulatif

Frekuensi

Kumulatif

(%)

1.015,5 - 2.724,5

2.725,5 - 4.434,5

4.435,5 - 6.144,5

6.145,5 - 7.854,5

7.855,5 - 9.564,5

1.870

3.580

5.290

7.000

8.710

5

9

3

0

3

5

14

17

17

20

25

45

15

0

15

Total 20 100

Sumber : data hipotesis

Berdasarkan ilustrasi diatas, penyajian data dalam bentuk tabel terlihat lebih

sistematis dan memberikan informasi lebih padat. Untuk mendapatkan kelengkapan

informasi, dalam membuat tabel perlu diperhatikan :

Sebuah tabel hendaknya mempunyai judul untuk mempermudah dalam

membedakan satu tabel dengan tabel lainnya

Unit pengukuran angka-angka yang terdapat dalam baris dan kolom tabel

hendaknya dijelaskan secara eksplisit

Kategori kelas dalam tabel harus tegas, jangan sampai terjadi tumpang tindih

antara kelas yang satu dengan kelas lain.

Sumber data dan keterangan perlu dicantumkan guna mempermudah

pengecekan kembali pada sumbernya bila data meragukan

Keterangan yang diberikan pada tabel sebaiknya dibuat jelas agar tidak

membingungkan pembaca.

2.2.2 GRAFIK

Data dari suatu observasi, selain dapat disajikan dalam bentuk tabel, juga dapat

disajikan dalam bentuk grafik. Penyajian data dalam bentuk grafik pada umumnya

lebih menarik karena tampilan visualnya, terutama jika ingin memperoleh informasi

tambahan yang berkaitan dengan bentuk distribusi data. Grafik dapat ditampilkan

dalam bentuk histogram, polygon, ogive, , maupun diagram lingkaran (pie chart).

- 19 -

Page 22: Modul Statistic

Computer for Statistic Systems

1. Histogram

Histogram adalah grafik dari distribusi frekuensi suatu variable. Tampilan histogram

berupa petak-petak empat persegi panjang . Grafik ini terdiri dari dua sumbu utama

dengan sudut 90 derajat. Sebagai sumbu horizontal (absis, sumbu X) adalah kelas-

kelas atau nilai-nilai variable yang diobservasi, sedang sumbu vertical (ordinat,

sumbu Y) menunjukkan frekuensi. Untuk histogram dari distribusi frekuensi

bergolong, sebagai absisnya dapat digunakan batas nyata atau batas semu, atau

nilai tengah kelas. Petak segi empat didirikan di atas setiap kelas. Tinggi setiap petak

sesuai dengan besarnya frekuensi. Setiap kelas sebanding dengan frekuensi masing-

masing dan luasnya sama dengan besarnya frekuensi dikalikan interval kelas.

Histogram Pendapatan manajer Madya Jakarta Tahun 1998 ($) dengan menggunakan

Nilai Tengah Kelas

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

1870 3580 5290 7000 8710

Pendapatan ($)

2. POLIGON

Poligon adalah grafik dari distribusi frekuensi bergolong suatu variable. Tampilan

Poligon berupa garis-garis patah yang diperoleh dengan cara menghubungkan

puncak dari masing-masing nilai tengah kelas. Poligon sangat baik bila digunakan

untuk membandingkan bentuk dari dua distribusi. Bila hanya satu distribusi, lebih

jelas menggunakan histogram. Agar garis patah pada polygon tidak menggantung,

sebaiknya pada masing-masing ujung ditambah satu kelas.

Poligon Pendapatan Manajer Madya di DKI

Jakarta Tahun 1998 ($)

- 20 -

Page 23: Modul Statistic

Computer for Statistic Systems

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

1060 1870 3580 5290 7000 8710 10420

Pendapatan ($)

3. OGIVE

Ogive adalah gambar dari distribusi frekuensi kumulatif suatu variable. Dalam ogive,

yang digunakan sebagai absis adalah batas nyata kelas, sedangkan sebagai sumbu

vertical adalah frekuensi kumulatif. Untuk suatu tabel distribusi frekuensi, dapat

dibuat ogive frekuensi kumulatif positif dan ogive frekuensi kumulatif negative.

Distribusi Frekuensi Kumulatif (Ogive)

0

5

10

15

20

25

1015 2725 4435 6145 7855 9565

Batas Nyata Kelas

Fre

kuen

si K

um

ula

tif

4. GRAFIK LINGKARAN (PIE CHART)

Penyajian data dalam bentuk diagram lingkaran didasarkan pada sebuah lingkaran

yang dibagi menjadi bebrapa bagian sesuai dengan banyaknya kelas penyusunnya.

Penggunaan skala yang tepat untuk masing-masing bagian ditentukan secara

proporsional sesuai dengan frekuensi masing-masing kelas, dengan

- 21 -

Page 24: Modul Statistic

Computer for Statistic Systems

memperhitungkan bahwa sudut lingkaran penuh adalah 360 derajat. Sebagai contoh

dapat dilihat ilustrasi berikut :

Tabel : Komposisi usia karyawan PT. Future, Jakarta 1997

Usia Karyawan Jumlah Karyawan Derajat

20 tahun

21 tahun

22 tahun

8

48

8

(8/64) 3600 = 450

(48/64) 3600 = 2700

(8/64) 3600 = 450

64 3600

Pie Chart Komposisi Usia Karyawan PT. Future, Jakarta 1997

13%

74%

13%

20 tahun 21 tahun 22 tahun

2.3 Ukuran Pemusatan

Agar Penyajian kumpulan data lebih mudah dipahami, statistika menyediakan

metode penyusunan data dalam bentuk distribusi frekuensi. Tapi distribusi frekuensi

yang terbentuk masih mengandung banyak elemen. Suatu kumpulan data biasanya

mempunyai kecenderungan untuk memusat pada nilai tertentu yang disebut nilai

pusat. Nilai tersebut berupa nilai tunggal yang cukup representative bagi

keseluruhan nilai yang terdapat dalam data bersangkutan. Dalam statistika dikenal

bebrapa macam ukuran nilai pusat. Yang paling banyak digunakan adalah rata-rata

hitung (arithmetic mean), median, modus, rata-rata tertimbang, rata-rata ukur, dan

lain-lain.

1. Rata-rata Hitung

Rata-rata hitung mungkin merupakan ukuran nilai pusat yang paling dikenal dan

paling banyak dipergunakan. Rata-rata hitung dari suatu gugus data adalah jumlah

- 22 -

Page 25: Modul Statistic

Computer for Statistic Systems

nilai-nilai data dibagi oleh banyaknya observasi. Mengingat gugus data yang

diperoleh bisa dari populasi ataupun dari sample. Maka dibedakan adanya rata-rata

hitung populasi dan rata-rata hitung sample. Rata-rata hitung populasi dilambangkan

dengan µ (miyu) sedangkan rata-rata hitung sample dilambangkan dengan X (x bar).

Terkadang nilai rata-rata hitung ditulis dengan nilai rata-rata saja.

Untuk mempermudah ulasan berikutnya, keduanya dilambangkan dengan X.

banyaknya observasi digunakan apakah n atau N untuk mengenali rata-rata hitung

populasi atau sample.

Contoh aplikasi : dari data pendapatan manajer madya di DKI Jakarta, dapat

diperoleh rata-rata hitung pendapatan sebagai berikut :

Pada data yang telah dikelompokan sifat aslinya tidak tampak dan yang nampak

adalah sifat kelompoknya. Pencarian rata-rata hitung untuk data yang

dikelompokkan adalah :

Bila data tersebut digolongkan terlebih dahulu ke dalam tabel distribusi frekuensi,

maka perhitungannya :

- 23 -

83.630

Page 26: Modul Statistic

Computer for Statistic Systems

Bila kedua cara penghitungan tersebut diperhatikan, ternyata rata-rata hitung yang

diperoleh dari data tergolong sedikit berbeda dengan rata-rata hitung yang diperoleh

dari data asli. Hal ini dikarenakan karakteristik asli dari tiap datum tidak nampak

(hilang) setelah data tersebut dibuat bergolong. Nilai tengah kelas juga telah

diasumsikan sebagai rat-rata hitung dari masing-masing kelas.

2. MEDIAN

Median adalah nilai tengah dari nilai-nilai pengamatan yang disusun secara teratur

menurut besarnya data. Median merupakan ukuran nilai pusat yang dapat

digunakan untuk data yang dikelompokkan maupun data yang tidak dikelompokkan.

Untuk data yang tidak dikelompokkan, median adalah nilai yang terletak pada posisi :

(N+1)/2

Dengan N menunjukkan jumlah observasi secara keseluruhan. Untuk keperluan

tersebut, nilai-nilai pengamatan terlebih dahulu diurutkan dari kecil ke besar dan

sebaliknya.

Contoh Aplikasi :

Atas dasar tabel sebelumnya, median pandapatan manajer madya di DKI Jakarta

dapat dicari dengan cara dan tahapan sebagai berikut :

a. Mengurutkan data amatan :

1020 1270 1390 1600 2010 3120 3190 3490 3490 3950 4000

4280 4300 4390 4580 5240 5530 8230 8990 9560

b. Menentukan posisi median

Posisi median = (n+1)/2 = (20 + 1)/2 = 10,5

(berarti median adalah antara datum ke-10 dan ke-11)

c. Mencari nilai median

Nilai median = (3950 + 4000)/2 = 7950/2 = 3975

Sehingga diperoleh median pendapatan manajer menengah $3975

Untuk data yang telah dikelompokkan, pertama kali ditentukan letak median pada

suatu kelas yaitu : (n+1)/2, setelah itu median ditentukan dengan pendekatan

berikut :

Median = B1 + ((N/2)- cfb / fm) x i

B1 = batas bawah nyata dari kelas yang mengandung median

- 24 -

Page 27: Modul Statistic

Computer for Statistic Systems

N = banyaknya data observasi

cfb = frekuensi kumulatif di bawah kelas yang berisi median

fm = frekuensi dari kelas yang mengandung median

i = interval kelas dari batas nyata

Tabel : Distribusi Pendapatan manajer madya di DKI Jakarta tahun 1998 (dalam $)

Pendapatan

Nilai

Tengah

Kelas

Frekuensi

Mutlak

Frekuensi

Kumulatif

Frekuensi

Kumulatif

(%)

1.015,5 - 2.724,5

2.725,5 - 4.434,5

4.435,5 - 6.144,5

6.145,5 - 7.854,5

7.855,5 - 9.564,5

1.870

3.580

5.290

7.000

8.710

5

9

3

0

3

5

14

17

17

20

25

45

15

0

15

Total 20 100

Dari data tabel diatas, yang mengandung median adalah kelas ke-2 (karena posisi

median pada data yang ke 10,5 dan untuk kelas ke-1 baru ada 5, sedangkan pada

kelas ke-3 sudah ada 17 data). Setelah kelas yang mengandung median diketahui,

selanjutnya dapat diperoleh informasi sebagai berikut :

B1 = 2.725

N = 20

cfb = 5

fm = 9

i = 1.710

Dengan demikian mediannya adalah :

Median = B1 + ((N/2)- cfb / fm) x i

= 2.725 + ((20/2) – 5)/9 x 1.710 = $3.675

3. MODUS

Modus adalah nilai yang mempunyai frekuensi terbesar dalam suatu kumpulan data.

Modus berguna untuk mengetahui tingkat seringnya terjadi suatu peristiwa.

Pada data yang tidak dikelompokkan, modus dapat diperoleh dengan menghitung

frekuensi dari nilai-nilai pengamatan dan menentukan nilai pengamatan denga

- 25 -

Page 28: Modul Statistic

Computer for Statistic Systems

frekuensi terbesar. Pada data yang telah dikelompokkan dalam suatu distribusi

frekuensi, modus terletak pada kelas yang mempunyai frekuensi paling tinggi. Untuk

tabel distribusi frekuensi bergolong, modus dapat diperoleh dengan pendekatan

berikut :

Modus = B1 + d1/(d1+d2) x i

B1 = Batas bawah nyata dari kelas yang mengandung modus

d1 = selisih frekuensi antara kelas yang mengandung modus dengan frekuensi kelas

sebelumnya

d2 = selisih frekuensi antara kelas yang mengandung modus dengan frekuensi kelas

sesudahnya

i = interval kelas dari batas nyata

Contoh aplikasi :

Dari data sebelumnya ternyata nilai yang paling sering muncul adalah 3490 (muncul

kali, sedangkan nilai lainnya muncul satu kali). Berarti modus pendapatan manajer

madya di DKI adalah $3490

Jika data pada tabel tersebut dibuat bergolong, maka pencarian modusnya dilakukan

sebagai berikut :

Kelas dengan frekuensi tertinggi adalah kelas 2.725 – 4.435, dengan frekuensi 9.

Maka nilai B1 = 2,725 nilai d1 = 4 dan d2 = 6 dengan i = 1710 maka :

Modus = B1 + d1/(d1+d2) x i

= 2.725 + 4/(4+6) x 1.710 = $3.409

4. Rata-rata Ukur (Geometric Mean)

Rata-rata ukur pada umumnya digunakan untuk mengukur tingkat perubahan atau

rata-rata rasio. Rata-rata ukur ini terutama digunakan untuk merata-ratakan data

yang rasio di suku-sukunya yang berurutan kira-kira tetap, misalnya laju perubahan,

rasio, atau indeks ekonomi. Rumus dari rata-rata ukur adalah :

G = rata-rata ukur

Xi = nilai rasio

n = banyaknya rasio yang dikalikan

Jika n besar, maka untuk menghitung rata-rata ukur secara langsung seperti diatas

menjadi sulit. Untuk mempermudah perhitungan digunakan logaritma.

- 26 -

Page 29: Modul Statistic

Computer for Statistic Systems

G = antilog (1/n (log X1 + log X2 + … + log Xn)

Nilai rata-rata geometric selalu lebih kecil dari rat-rata hitung, kecuali jika semua

datanya bernilai sama sehingga nilai rata-rata hitung akan sama dengan nilai rata-

rata geometric.

Contoh Aplikasi :

Dalam rangka meningkatkan motivasi kerja karyawan, pimpinan suatu perusahaan

berencana menaikkan gaji mereka. Untuk keperluan tersebut ia ingin memperoleh

informasi tentang persentasi kenaikan rata-rata gaji mereka tahun sebelumnya atas

dasar informasi rasio gaji seorang karyawan antara tahun berjalan dengan tahun

sebelumnya. Data yang diperoleh adalah : 1,072 1,086 1,069 1,098 , nilai rata-

rata ukur keempat rasio tersebut adalah :

G = 4√(1,072)(1,086)(1,069)(1,098)

= 1,0812

Atau dengan logaritma :

G = antilog (1/4 (log 1,072 + log 1,086 + log 1,069 + log 1,098)

= antilog (1/4 (0,1356)) = antilog 0,03390 = 1,0812

Kenaikan rata-rata gaji karyawan tersebut adalah 1,082 – 1 = 0,0812.

Persen kenaikan rat-ratanya adalah 0,0812 x 100% = 8,12%

Bila yang digunakan bukan data ratio, tetapi kita ingin mencari rata-rata

pertumbuhannya, tersedia dua cara untuk menghitung rat-rata geometriknya. Cara

pertama adalah menghitung masing-masing rasio, kemudian menghitung seperti

biasa nilai rata-rata geometriknya. Cara kedua adalah dengan menggunakan rumus

berikut :

Xn = data ke-n

X1 = data ke-1

G = rata-rata geometric

2.4 Ukuran Variasi

Ukuran pemusatan dapat digunakan untuk menampilkan ringkasan data dalam

suatu nilai tunggal yang menunjukkan rata-rata distribusi.

1. Range (Rentang) atau Jangkauan

Range adalah selisih antara nilai maksimum dengan nilai minimum dalam suatu

gugus data. Range merupakan ukuran variasi yang paling sederhana dan pada

umumnya memberikan ukuran variasi yang rendah kecermatannya.

- 27 -

Page 30: Modul Statistic

Computer for Statistic Systems

Contoh aplikasi : dari data tabel pendapatan manajer madya di DKI diketahui nilai

minimumnya $1020 dan nilai maksimumnya $9560, maka Range/rentang = $9560 -

$1020 = $8540

2. Simpangan Absolut Rata-rata (Mean Absolut Deviation)/MAD

Simpangan absolute rata-rata adalah jumlah mutlak penyimpangan setiap nilai

pengamatan terhadap rata-rata, dibagi dengan banyaknya pengamatan. Simpangan

absolute rata-rata mencerminkan rata-rata selisih mutlak nilai data terhadap nilai rat-

rata.

Untuk data yang tidak dikelompokkan, simpangan absolute rata-rata (MAD) dihitung

dari :

Untuk data dari tabel sebelumnya, maka MAD nya adalah :

Untuk data yang digolongkan, deviasi rata-rata hitung diperoleh dari :

- 28 -

Page 31: Modul Statistic

Computer for Statistic Systems

3. Ragam (Variance) dan Standar Deviasi

Ragam (Variance) adalah jumlah kuadrat dari selisih nilai observasi dengan rata-rata

hitung dibagi banyaknya observasi. Sedangkan standar deviasi adalah akar dari

ragam tersebut.

Untuk populasi, ragam populasi dihitung dengan formula :

Standar deviasi populasi = √2 dan standar deviasi sample S = √S2

Dari data pendapatan manajer madya di DKI yang tertera pada tabel dapat diperoleh

:

Untuk data yang dikelompokkan/distribusi frekeunsi (data bergolong) ragam dihitung dengan pendekatan berikut :

fi = frekuensi kelas ke-iXi = nilai tengah kelas ke-iN = banyaknya observasi populasin = banyaknya sampel

Dengan contoh yang sama, ragam dapat ditentukan, karena :

- 29 -

Page 32: Modul Statistic

Computer for Statistic Systems

= 5009445 sehingga S = √S2 = √5009445 = $2.238,18

4. Koefisien Variasi

Koefisien variasi (KV) merupakan ukuran variasi relative yang bertujuan

membandingkan variasi dari beberapa gugus data yang mempunyai satuan berbeda.

Koefisien variasi diperoleh dengan formula berikut :

KV = /µ x 100% untuk populasi dan

KV = S/X x 100% untuk sample

Dengan rumus tersebut, dari data pendapatan manajer madya dapat diketahui :

KV = 2432,26/4181,5 x 100% = 58,17%

5. KUARTIL (Q)

Kuartil berarti perempatan. Kuartil merupakan nilai-nilai yang membagi data yang

telah diurutkan menjadi empat bagian yang sama, sehingga dalam suatu gugus data

didapati 3 kuartil (kuartil 1, kuartil 2 atau median, dan kuartil 3).

Rumus untuk data bergolong adalah :

Qk = B1 + ((kN/4)-cfb)/fq x i

Qk = kuartil ke k

B1 = batas bawah nyata kelas yang mengandung Qk

cfb = frekuensi kumulatif di bawah kelas yang berisi Qk

i = interval kelas

k = 1,2,3

N = banyaknya observasi

Tabel : Distribusi Pendapatan manajer madya di DKI Jakarta tahun 1998 (dalam $)

Pendapatan

Nilai

Tengah

Kelas

Frekuensi

Mutlak

Frekuensi

Kumulatif

Frekuensi

Kumulatif

(%)

1.015 - 2.725

2.725 - 4.435

4.435 - 6.145

6.145 - 7.855

7.855 - 9.565

1.870

3.580

5.290

7.000

8.710

5

9

3

0

3

5

14

17

17

20

25

45

15

0

15

Total 20 100

Dari data table diatas untuk mencari kuartil pertama (Q1) diketahui :

- 30 -

Page 33: Modul Statistic

Computer for Statistic Systems

B1 = 2.725

k = 1

N = 20

nfb = 5

fq = 9

i = 1.710

Maka : Q1 = 2.725 + ((1x20)/4) – 5 / 9 x 1.710 = $2725

6. Persentil (Pk)

Pada umumnya persentil digunakan untuk membagi data bergolong menjadi 100

bagian yang sama. Karakter persentil mirip dengan kuartil, pembedanya pada per

seratusan data yang telah diurutkan. Rumus persentil untuk data bergolong adalah :

Pk = B1 + ((kN/100) – cfb)/fp x i

Pk = Persentil ke k

cfb = frekuensi bawah nyata kelas yang mengandung persentil ke-k

i = interval kelas

fp = frekuensi kelas yang mengandung Pk

k = 1,2,3,4….,99 dan N = banyaknya observasi

APLIKASI PRAKTIS UKURAN PEMUSATAN DAN UKURAN VARIASI

1. Bentuk Distribusi Data

Atas dasar informasi yang diperoleh dari distribusi frekuensi maupun grafik

histogram dan polygon, dapat diperoleh gambaran kasar mengenai bentuk distribusi

data yang terkait. Secara garis besarnya dari tampilan yang diperoleh distribusi data

dapat dibedakan menjadi distribusi simetris dan distribusi tidak simetris.

Distribusi data dikatakan simetris bila banyaknya data yang lebih kecil dari nilai

median atau nilai rata-rata, sama atau hampir sama dengan banyaknya data di atas

nilai median atau nilai rata-ratanya. Pada distribusi data yang simetris, nilai rata-rata,

median dan modus sama. Bila distribusi simetris ini dinyatakan dalam bentuk kurva,

diperoleh tampilan berikut :

Salah satu dari distribusi data simetris yang banyak digunakan dalam statistika

adalah distribusi normal. Suatu distribusi data dikatakan berdistribusi normal jika

data berdistribusi simetris dan unimodal (memiliki satu modus).

- 31 -

Page 34: Modul Statistic

Computer for Statistic Systems

Bentuk distribusi data yang tidak memiliki kriteria di atas dikenal dengan distribusi

yang tidak simetris.

2. Penggunaan Koefisien Pearson

Selain secara visual, tingkat kemencengan suatu distribusi diketahui melalui

koefisien Pearson dengan formula sebagai berikut :

Sk = 3 (X – Me)/ S

Sk = Koefisien Pearson

X = rata-rata

Me = Median

S = Standar deviasi

Jika Sk ≈ 0 distribusi data simetris

Jika Sk > 0 distribusi data menceng ke kanan

Jika Sk < 0 distribusi data menceng ke kiri

Contoh Aplikasi :

Perhatikan distribusi frekuensi berikut :

Batas KelasNilai Tengah

Kelas (x)Frekuensi (f)

Frekuensi relatif

(fr)

4,0 – 4,9

5,0 – 5,9

6,0 – 6,9

7,0 – 7,9

8,0 – 8,9

9,0 – 9,9

4,45

5,45

6,45

7,45

8,45

9,45

3

11

17

16

8

5

0,05

0,18

0,28

0,27

0,13

0,08

Atas dasar informasi yang diperoleh dari tabel tersebut diketahui tingkat

kemencengan dari suatu distribusi data, baik secara visual maupun dengan

menggunakan koefisien Pearson.

Penyelesaian secara visual dilakukan dengan pertolongan histogram.

- 32 -0

5

10

15

20

4,45 5,45 6,45 7,45 8,45 9,45

Nilai tengah kelas

Fre

kuen

si

Page 35: Modul Statistic

Computer for Statistic Systems

Dengan menggunakan koefisien Pearson yang diperoleh atas dasar informasi :

X = 6,95

Me = 6,89

S = 1,31

Sk = (3(6,95 – 6,89))/1,31 = 0,14

Karena Nilai Sk ≈ 0, maka dapat dikatakan distribusi data simetris.

3. Dalil Chebyechev

Menurut dalil Chebychev, untuk sembarang distribusi data berlaku sekurang-

kurangnya [1-(1/k2)] bagian data terletak pada selang (X ± k.s) untuk k > 1. Dengan

demikian variasi nilai k akan menentukan keadaan seperti terlihat pada table

berikut :

k Jumlah data minimal selang

2

3

dst

1-(1/4) = 0,75 = 75%

1-(1/9) = 0,89 = 89%

dst

X ± 2s

X ± 3S

dst

Contoh aplikasi :

Dari pemeriksaan peti-peti kemas yang berisikan barang-barang elektronik, diketahui

rata-rata yang rusak adalah 5 unit per peti dengan standar deviasi 1 unit per peti.

Jika perusahaan tersebut memproduksi 100 peti setiap hari, kira-kira berapa petikah

yang kerusakannya antara 3 sampai 7 unit setiap harinya ?

Penyelesaian :

Karena dalam hal ini tidak tersedia informasi mengenai distribusi datanya, untuk itu

diperkirakan jumlah minimal peti yang kerusakannya antara 3 sampai 7 unit menurut

dalil chebychev sebagai berikut :

Minimal 1-1/k2 bagian yang kerusakannya antara 3 sampai 7

berarti X – ks = 3 dan X + ks = 7

5 – k(1) = 3, k= 2

- 33 -

Page 36: Modul Statistic

Computer for Statistic Systems

Dengan demikian jumlah data minimal sama dengan 1 – ½2 = 0,75

Karena perusahaan memproduksi 100 peti setiap harinya, maka jumlah peti minimal

dengan kerusakan 3 sampai 7 unit ada 75 peti.

4. Kaidah Empiris

Dalil Chebychev menyatakan batas-batas nilai pengamatan bagi data yang

berdistribusi sebarang. Bagi data yang distribusinya mengikuti distribusi normal,

berlaku kaidah empiris sebagai berikut :

68% pengamatan terletak dalam batas X±S

95% pengamatan terletak dalam batas X±2S

99,7% pengamatan terletak dalam batas X±3S

Contoh aplikasi :

Hasil penelitian yang dilakukan terhadap 2000 pengunjung supermarker

menunjukkan pengeluaran konsumen perbulan yang menyebar menurut distribusi

Normal dengan rata-rata $300 dan standar deviasi $12. Atas dasar penelitian

tersebut maka,

68% pengeluaran konsumen terletak di antara batas $288 - $312

95% pengeluaran konsumen terletak di antara batas $276 - $324

99,7% pengeluaran konsumen terletak di antara batas $264 - $336

5. SKOR BAKU

Skor Baku merupakan suatu ukuran relatif yang menyatakan penyimpangan data

dari nilai rata-ratanya yang diukur berdasarkan nilai standar deviasinya. Formula

untuk skor baku adalah :

Z = (X – Χ¯/S

Karena nilai S (standar deviasi) tidak mungkin negative, maka bila skor baku (Z)

bernilai negative berarti nilai X dibawah nilai rata-ratanya dan bila Z positif berarti

nilai X di atas nilai rat-ratanya. Skor baku sering digunakan untuk membandingkan

data pengamatan dari dua atau lebih populasi yang berbeda dalam rangka

menentukan tingkatan atau ranking relatifnya.

Contoh aplikasi :

Seorang wiraniaga mampu menjual produk sebanyak 86 unit ketika yang

bersangkutan ditempatkan di wilayah tangerang. Adapun rata-rata dan standar

deviasi penjualan seluruh wiraniaga di tangerang alah 78 unit dan 10 unit. Wiraniaga

yang sama mampu menjual 92 unit produk dalam interval waktu yang sama ketika

yang bersangkutan ditugaskan di bogor. Rata-rata dan standar deviasi penjualan

seluruh wiraniaga di bogor adalah 84 unit dan 18 unit. Ditanyakan di kota manakah

wiraniaga tersebut secara relatif lebih berhasil ?

- 34 -

Page 37: Modul Statistic

Computer for Statistic Systems

Penyelesaian :

Karena untuk kedua daerah penjualan tersebut, nilai rat-rata dan standar deviasi

penjualan produknya berbeda, maka untuk melihat relativitas kemampuan wiraniaga

tersebut dapat dibandingkan skor bakunya :

Z (tangerang) = (86-78)/10 = 0,8

Z (bogor) = (92-84)/18 = 0,44

Hasil yang diperoleh menunjukkan Z (tangerang) lebih besar dari Z (bogor) dengan

demikian prestasi wiraniaga tersebut lebih baik ketika ditempatkan di Tangerang.

- 35 -

Page 38: Modul Statistic

Computer for Statistic Systems

BAB III.

PELUANG

3.1 Perumusan Peluang

Kata peluang bisa berarti kemungkinan atau kans. Hitung peluang menunjukkan

tingkat kemungkinan dalam bentuk angka, sedangkan teori peluang memberikan

metode-metode yang berhubungan dengan ketidakpastian. Kondisi ketidakpastian ini

merupakan bagian yang tak terhindarkan dari proses pengambilan keputusan dalam

kegiatan bisnis, ekonomi, maupun dalam kegiatan sehari-hari. Agar memudahkan

pemahaman, berikut ini diperkenalkan beberapa terminology yang berkaitan dengan

peluang.

1. Percobaan dan Kejadian (Experiment and Event)

Percobaan berkaitan dengan hal yang direncanakan untuk dikerjakan, hasil dari

percobaan disebut kejadian (event). Sebagai contoh kita melempar sekeping mata

uang logam dan mengamati sisi uang yang muncul. Dalam hal ini percobaan kita

adalah tindakan melempar uang sedangkan kejadiannya adalah munculnya sisi muka

atau sisi belakang uang yang merupakan hasil pelemparan.

2. Perumusan peluang

Perumusan besarnya peluang suatu kejadian dapat dilakukan dengan cara klasik,

cara frekuensi relative (obyektif), ataupun dengan cara subjective.

a. Perumusan Klasik

Pada perumusan peluang dengan cara klasik diberlakukan anggapan bahwa semua

kejadian dalam suatu percobaan mempunyai kesempatan yang sama untuk muncul,

dengan demikian :

P(E) = m/n

P(E) = peluang kejadian E

m = banyaknya kejadian E

n = banyaknya kejadian yang mungkin

Sebagai contoh, bilamana dilakukan pelemparan mata uang maka peluang

mendapatkan sisi muka adalah :

P(E) = m/n = ½

- 36 -

Page 39: Modul Statistic

Computer for Statistic Systems

Dalam hal ini banyaknya kejadian sisi muka muncul (m) dalam satu kali pelemparan

uamg adalah satu sisi, sedangkan banyaknya kejadian yang mungkin muncul adalah

tampilnya sisi muka atau sisi belakang, sehingga n = 2.

b. Pendekatan Obyektif (Frekuensi Relatif)

Dalam pendekatan obyektif tidak diberlakukan anggapan bahwa semua kejadian

mempunyai kesempatan muncul yang sama. Peluang suatu kejadian ditentukan

dengan melakukan percobaan berulang kali, kemudian dicatat besarnya frekuensi

relative masing-masing kejadian. Atas dasar nilai frekuensi relative kejadian tertentu,

dapat diketahui besarnya peluang kejadian tersebut. Misalkan N adalah banyaknya

ulangan yang dilakukan pada suatu percobaan dan E adalah frekuensi munculnya

kejadian X dalam N ulangan tersebut, maka :

P(X) = f(X)/N = E/N

Contoh Aplikasi :

Dari 150 orang responden yang diminta pendapatnya tentang pendirian sebuah

pabrik kimia di kawasan Desa Windujanten, 50 orang diantaranya menyatakan

setuju. Jika dipilih satu orang secara acak dari kawasan tersebut, berapakah peluang

tidak setuju ?

Penyelesaian :

Misalkan E = f(X) = frekuensi responden yang tidak setuju

N = frekuensi keseluruhan, maka :

P(X) = E/N = 100/150 = 0,67

c. Pendekatan Subyektif

Dalam pendekatan subyektif, besarnya peluang suatu kejadian ditentukan atas dasar

intuisi, keyakinan diri, maupun informasi tidak langsung lainnya. Sebagai contoh,

dalam pertandingan tenis antara Steffi Graf dengan Yayuk Basuki, peluang Steffi Graf

memenangkan pertandingan adalah 0,85 sedangkan yayuk 0,15. Nilai-nilai peluang

tersebut ditentukan menurut subyektifitas penulis berdasarkan peringkat yang

dikeluarkan badan tenis dunia (peringkat steffi graff lebih tinggi daripada Yayuk

basuki). Tentu saja orang lain mungkinakan memberikan nilai peluang yang berbeda

karena bedanya intuisi maupun sumber-sumber penilaian yang digunakan.

3. Kejadian Dasar Dan Ruang Sampel

Dalam menghitung peluang suatu kejadian perlu dilakukan identifikasi secara detail

terhadap kejadian yang relevan dari suatu percobaan. Kejadian paling sederhana

yang merupakan hasil suatu percobaan disebut kejadian dasar. Kumpulan dari

semua kejadian dasar disebut ruang sample, sedangkan banyaknya kejadian dasar

yang mungkin disebut ukuran ruang sample. Dalam tindakan melempar sebuah mata

dadu berisi enam dan melakukan pengamatan atas hasil yang diperoleh, kejadian

- 37 -

Page 40: Modul Statistic

Computer for Statistic Systems

dasar dari percobaan ini adalah munculnya salah satu sisi mata dadu. Sebagai ruang

samplenya adalah semua sisi mata dadu, sedangkan ukuran sampelnya adalah

banyaknya sisi dadu, yaitu 6.

4. Penghitungan Ukuran Ruang Sampel

Bila ukuran ruang sample yang dihadapi kecil, penghitungannya tidak sulit. Dengan

meningkatnya ukuran ruang sample ataupun kompleksitasnya, penghitungan makin

sukar. Tersedia beberapa cara untuk menghitung ukuran ruang sample yaitu cara

perkalian, permutasi, dan kombinasi.

a. Metode Perkalian

Misalkan ada k kejadian, kejadian 1 menghasilkan n1 cara, kejadian 2 menghasilkan

n2 cara, dan seterusnya kejadian k menghasilkan nk cara, maka banyaknya

keseluruhan cara adalah n1,n2,..nk

Contoh Aplikasi :

Manajer pembelian PT. Funtex merencanakan untuk membeli satu mesin spinning,

satu AC, dan satu mesin blowing. Bila tersedia 3 merk mesin spinning, 4 merk AC,

dan 2 merk mesin blowing, dalam berapa cara manajer tersebut akan menyusun

program?

Penyelesaian :

Dalam kasus ini k = 3 dan n1=3, n2=4, dan n3=2. Dengan demikian banyaknya

keseluruhan cara yang mungkin adalah 3x4x2 = 24 cara

b. Permutasi

Dalam permutasi, perbedaan letak susunan obyek akan membedakanarti dari

susunan tersebut. Dalam hal ini ABC harus dibedakan dengan BCA. Banyaknya

permutasi dari n obyek yang berbeda adalah n! (n factorial).

Contoh Aplikasi :

Bila ada 5 orang yang antri untuk membeli tiket suatu pertunjukkan, dalam berapa

carakah antrian tersebut dapat disusun ?

Penyelesaian :

Banyaknya cara 5 orang antri untuk membeli tiket suatu pertunjukkan adalah 5! =

5x4x3x2x1= 120 cara

Berkaitan dengan permutasi, banyaknya permutasi pada pengambilan r obyek dari n

obyek yang tersedia adalah :

nPr = n!/(n-r)!

Contoh aplikasi :

- 38 -

Page 41: Modul Statistic

Computer for Statistic Systems

Dari 3 orang kandidat, dipilih hanya 2 orang yang akan ditempatkan sebagai

direktur dan wakil direktur. Berapakah kemungkinan cara yang dapat ditempuh?

Penyelesaian :

Banyaknya cara adalah = 3P2 = 3!/(3-2)! = 6 cara

Masih berkaitan dengan permutasi, banyaknya permutasi dari n obyek, dimana n1

berjenis 1, n2 berjenis 2,…, nk berjenis k, dimana n1+n2+…+nk = n adalah :

n!/(n1!xn2!x..xnk!)

Contoh aplikasi :

Bila dalam suatu showroom terdapat 10 buah mobil yang terdiri dari 3 mobil kijang, 3

mobil sedan, dan 4 pick up, dalam berapa carakah mobil-mobil tersebut dapat

disusun?

Penyelesaian :

Dalam hal ini n = 10, n1=3, n2=3, n3=4

Banyaknya cara penyusunan mobil dalam shoowroom tersebut adalah :

10!/(3!x3!x4!) = 4200 cara

c. Kombinasi (nCr)

Kombinasi adalah banyaknya kemungkinan yang dapat terjadi pada saat seseorang

melakukan pengambilan r obyek dari n obyek yang tersedia tanpa memperhatikan

susunannya. Dengan demikian, ABC sama saja dengan BCA.

nCr = n!/(r!(n-r)!)

Contoh aplikasi :

Bila dari 4 orang salesman akan dipilih 3 orang untuk ditempatkan di daerah Jakarta

Utara, berapakah cara yang mungkin ?

Penyelesaian :

Dalam hal ini n =4 dan r = 3. Banyaknya cara adalah :

4C3 = 4!/(3!(4-3)!) = 4 cara

5. Sifat Peluang

Misalkan A adalah kejadian, maka :

1. Nilai peluang A ada pada batas 0 sampai 1 (0≤P(A)≤1). Bila peluang A

mendekati 0, berarti kejadian A tersebut kecil kemungkinan terjadinya,

sebaliknya bila peluang A mendekati 1, maka kemungkinan A terjadi semakin

pasti

2. Nilai peluang komplemen dari suatu kejadian adalah satu dikurangi kejadian

tersebut (P(¯A)=1-P(A)

- 39 -

Page 42: Modul Statistic

Computer for Statistic Systems

3. P(AuB) = P(A) + P(B) – P(A∩B)

Contoh aplikasi :

Peluang seorang staf pemasaran PT. Delima makan pagi adalah 0,8 dan peluang

seorang staf pemasaran PT. Delima minum susu adalah 0,7. peluang seorang staf

pemasaran PT. Delima yang sarapan pagi juga minum susu adalah 0,56. Atas dasar

informasi tersebut berapakah :

a. Peluang seorang staf pemasaran PT. Delima tidak minum susu?

b. Peluang seorang staf pemasaran PT. Delima sarapan pagi atau minum susu ?

Penyelesaian :

Misalkan A = kejadian seorang staf pemasaran PT. Delima makan pagi

B = Kejadian seorang staf pemasaran PT. Delima minum susu.

a. Peluang seorang staf pemasaran PT. Delima tidak minum susu adalah

P(¯B)= 1- 0,7 = 0,3

c. Peluang seorang staf pemasaran PT. Delima sarapan pagi atau minum susu

adalah :

P(AuB) = 0,8 + 0,7 – 0,56 = 0,94

6. Peluang Berbagai Kejadian

Dalam teori peluang, kejadian-kejadian yang mungkin muncul dibedakan menjadi

kejadian terpisah (mutually Exclusive event), Kejadian bebas (Independent event)

dan kejadian tak bebas (dependent event)

a. Kejadian terpisah

Dua kejadian A dan B disebut saling terpisah bila keduanya tidak mungkin terjadi

secara bersamaan sehingga P(A∩B)= 0

b. Kejadian bebas

Dua kejadian A dan B disebut bebas secara statistika bila nilai peluang kejadian A

tidak tergantung pada muncul atau tidaknya kejadian B.

Jika A dan B merupakan kejadian yang bebas secara statistika, maka :

P(A∩B)=P(A)xP(B)

Contoh aplikasi

Sebuah pabrik memiliki satu mesin potong dan satu mesin penghalus. Peluang mesin

potong dapat dipergunakan setiap saat diperlukan adalah 0,95 dan peluang mesin

penghalus tersedia pada waktu diperlukan adalah 0,90. Dalam hal terjadi produksi,

- 40 -

Page 43: Modul Statistic

Computer for Statistic Systems

hitunglah peluang mesin potong dan mesin penghalus sama-sama bak dan siap

digunakan!

Misalkan A = kejadian mesin potong bisa digunakan

B = kejadian mesin penghalus bisa digunakan

Maka P(A) = 0,95 dan P(B) = 0,90. Karena A dan B keduanya bebas secara statistika

maka P(A∩B) = P(A) x P(B) = 0,95 x 0,90 = 0,855

c. Kejadian Tak Bebas

Dua kejadian A dan B disebut tak bebas bila kejadian yang satu dipengaruhi oleh

kejadian yang lainnya. Jika A dan B merupakan dua kejadian yang tidak bebas,

maka :

P(A\B)= P(A∩B)/P(B) disebut juga peluang bersyarat

Dalam hal ini P(A\B) merupakan peluang A setelah B terjadi. Sedangkan peluang B

setelah A terjadi adalah :

P(B\A) = P(A∩B)/P(A)

Dari kedua rumus diatas dapat dicari nilai peluang bersama A dan B yaitu :

P(A∩B) = P(B) ∙ P(A\B)

P(A∩B) = P(A) ∙ P(B\A)

Contoh aplikasi :

Peluang pesawat reguler berangkat tepat waktu adalah 0,83. Peluang penerbangan

mendarat tepat pada waktunya adalah 0,92 dan peluang penerbangan berangkat

dan mendarat tepat waktunya adalah 0,78. Hitunglah peluang suatu penerbangan :

a. Mendarat tepat waktu bila diketahui pesawat berangkat tepat waktu

b. Berangkat tepat waktu bila diketahui pesawat mendarat tepat waktu

Penyelesaian :

Misalkan A = kejadian pesawat berangkat tepat waktu, P(A)=0,83

B = kejadian pesawat mendarat tepat waktu, P(B)=0,92

P(A∩B) = 0,78

a. P(B\A) = P(A∩B)/P(A) = 0,78/0,83 = 0,94

b. P(A\B) = P(A∩B)/P(B) = 0,78/0,92 = 0,85

Teorema Bayes

Penggunaan kejadian tak bebas ini banyak dijumpai pada terapan teorema Bayes.

Untuk memahami teorema bayes diberikan contoh berikut :

Peluang terjadinya kelalaian memasang jaringan kabel pada suatu bangunan besar

adalah 0,05. Peluang terjadinya kebakaran kabel bila diketahaui terjadi kelalaian

- 41 -

Page 44: Modul Statistic

Computer for Statistic Systems

pemasangan jaringan adalah 0,2, sedang peluang terjadinya kebakaran kabel tetapi

bukan karena kelalaian pemasangan jaringan adalah 0,01. terhadap suatu kebakaran

pada gedung besar yang diakibatkan oleh kebakaran kabel, ingin diteliti berapa

peluang kebakaran tersebut akibat kelalaian pada pemasngan jaringan. Penyelesaian

permasalahan tersebut dapat dilakukan dengan memanfaatkan teorema bayes.

Misalkan :

A = terjadi kelalaian pemasangan jaringan

B = terjadi kebakaran kabel

P(A) = 0,05 P(Ã) = 0,95

P(BIA) = 0,2 P(BI Ã) = 0,01

P(A) dan P(Ã) disebut peluang awal (prior probability). Yang menjadi pertanyaan

adalah P (AIB) yang disebut peluang posterior (posterior probability) karena dalam

hal ini sudah ada informasi tambahan yaitu sudah diketahui terjadinya kebakaran

disebabkan karena kebakran kabel.

Untuk mengetahui peluang posterior digunakan teorema bayes dengan formula

sebagai berikut :

P (A|B) = [P(A) P(B |A)] / [P(A) P(B|A) + P(Ã) P(B| Ã)

= 0,05 (0,02)/0,05 (0,02) + 0,95 (0,01) = 0,01/0,095 = 0,513

Catatan : bila kejadian à meliputi lebih dari satu kejadian, maka secara umum

teorema Bayes bisa dituliskan sebagai berikut :

P(Aj|B) = P(Aj) P(B|Aj) / P(A1) P(B|A1) + … + P(An) P(B|An)

3.2 Variabel Acak dan Nilai Harapan1. Variabel Acak

Variabel acak adalah variable berupa bilangan nyata yang variasi nilainya ditentukan

oleh suatu percobaan acak, sebagai contoh dalam dua kali pelemparan sekeping

mata uang, jika X = jumlah sisi muka yang muncul, maka X disebut variable acak

karena nilainya bisa berlainan sesuai dengan hasil pelemparan. Dalam hal ini

X={0,1,2}. Variabel acak kita bedakan menjadi :

variable acak deskret adalah variable yang dapat memiliki sejumlah nilai yang

dapat dihitung, misalnya himpunan {0,1,2,…,20}

variable acak kontinu adalah variable acak yang dapat memiliki nilai tak

terhingga, berkaitan dengan titik-titik dalam suatu interval.

Contoh variable acak deskret : jumlah mobil yang terjual setiap bulan, jumlah

kecelakaan di pabrik Luki setiap minggu, jumlah pelanggan took swalayan yang antri

- 42 -

Page 45: Modul Statistic

Computer for Statistic Systems

diloket, dan sebagainya. Sedangkan contoh variable acak kontinu adalah lamanya

waktu perakitan di pabrik ENTRY, banyaknya minyak yang dipompa setiap jam,

banyaknya energi yang dihasilkan PLN setiap hari, dan lain-lain.

2. Nilai Harapan

Nilai harapan adalah ukuran pemusatan (rata-rata tertimbang) dari variable acak

yang telah didefinsikan sebelumnya. Karena variable acak terdiri deskret adan

kontinu, maka nilai harapan juga bisa berupa deskret dan kontinu.

Misalkan X adalah variable acak dan P(X) adalah peluang terjadinya variable acak X,

maka nilai harapan X adalah :

E(X) = ∑ X . P(X)

Keterangan :

E(X) = nilai harapan X

X = variable acak X

P(X) = Peluang variable acak X

Contoh aplikasi :

Seorang dealer mobil, setiap harinya menawarkan 5 buah mobil. Menurut catatan

penjualan mobil setiap harinya, peluang mobil yang terjual perharinya adalah :

Jumlah mobil perhari yang

terjual (X)P(X) X.P(X)

0

1

2

3

4

5

0,05

0,15

0,35

0,25

0,12

0,08

0,00

0,15

0,70

0,75

0,48

0,40

Berdasarlkan informasi yang diperoleh dari tabel di atas, dapat diperoleh nilai

harapan jumlah mobil yang terjual sebagai berikut :

E(X) = ∑ (X.P(X)) = 0(0,05) + 1(0,15)+2(0,35)+3(0,25)+4(0,12)+5(0,08)=2,48

Dengan demikian, nilai harapan jumlah mobil yang terjual adalah 2,48 mobil/hari ≈ 3

mobil dalam suatu hari tertentu.

Contoh Aplikasi

Pada kunjungan pertamanya ke sebuah pameran, seorang pelanggan akan membeli

sebanyak 2 atau 1 atau 0 buah produk masing-masing dengan peluang 0,3; 0,3; dan

0,4. Kunjungan kedua berlangsung bila pelanggan bersangkutan membeli 0 atau 1

buah produk pada kunjungan pertamanya. Jika ia membeli 1 buah produk pada

kunjungan pertama, maka ia akan membeli 1 atau 0 buah produk pada kunjungan

keduanya dengan peluang masing-masing 0,3 dan 0,7. Pelanggan yang membeli 0

- 43 -

Page 46: Modul Statistic

Computer for Statistic Systems

buah produk pada kunjungan pertama akan membeli 2 atau 1 atau 0 buah produk

pada kunjungan keduanya dengan peluang 0,1, 0,3, dan 0,6. Bila diketahui tidak ada

kunjungan selanjutnya, tentukan nilai harapan jumlah produk yang dibeli setiap

pelanggan.

Penyelesaian :

Dalam permasalahan berangkai seperti ini, penggunaan diagram pohon untuk

menentukan nilai harapan akan memudahkan penyelesaian. Misalkan X=jumlah

produk yang dibeli seorang pelanggan, maka berdasarkan informasi yang ada dapat

disusun diagram pohon sebagai berikut :

X P(X) X P(X) X (PX) X.P(X)

2 0,3 2 0,3 0,60

1 0,3 1 0,3 2 0,09 0,18

0 0,7 1 0,21 0,21

2 0,1 2 0,04 0,08

0 0,4 1 0,3 1 0,12 0,12

0 0,6 0 0,24 0,00

Jumlah 1,19

Kunjungan I Kunjungan II Keseluruhan

Dari diagram pohon di atas diperoleh nilai harapan jumlah produk yang dibeli setiap

pelanggan adalah 1,19.

3. NILAI MONETER HARAPAN (EXPECTED MONETERY VALUE = EMV)

Nilai moneter harapan merupakan bentuk khusus dari nilai harapan bilamana

variable acaknya berupa nilai moneter.

Contoh aplikasi :

Seorang kontraktor memperoleh proyek pengerjaan gedung bertingkat tahun depan.

Dengan prakiraan bahwa keadaan ekonomi tahun depan tidak menentu, yang

bersangkutan membuat prakiraan biaya serta peluangnya sebagaimana tertera di

table berikut :

Keadaan Ekonomi Biaya (X) P(X)

Ekonomi Stabil

Ekonomi Tidak Stabil

$100.000

$150.000

0,7

0,3

Atas dasar prakiraan kontraktor tersebut, berapakah EMV biaya proyek tersebut.

Penyelesaian :

- 44 -

Page 47: Modul Statistic

Computer for Statistic Systems

Untuk mendapatkan EMV, kita perlukan jumlah hasil kali biaya dengan peluangnya.

Bila table di atas diperluas, maka EMV = $115.000,-

Keadaan Ekonomi Biaya (X) P(X) X.P(X)

Ekonomi Stabil

Ekonomi Tidak Stabil

$100.000

$150.000

0,7

0,3

$70.000

$45.000

UKURAN PENYIMPANGAN VARIABEL ACAK

Berikut akan dibahas tentang ukuran penyimpangan variable acak dalam kaitannya

dengan nilai harapan suatu variable acak. Ulasan dilakukan terhadap ukuran

penyimpangan variable acak yang sering digunakan dalam aplikasi, yaitu Standar

Deviasi dan koefisien Variasi Variabel Acak (KV).

1. Standar Deviasi

Konsep standar deviasi yang digunakan di sini tidak berbeda dengan konsep yang

telah dibahas sebelumnya, hanya saja tinjauan di sini dilihat dalam kaitannya dengan

nilai harapan :

σ=√E(X2) – (E(X))2

σ= standar deviasi

E(X) = nilai harapan X

E(X2) = nilai harapan X2

E(X2) = ∑(X2.P(X)

2. Koefisien Variasi variabel Acak

Nilai koefisien variasi variabel acak diperoleh melalui rumus :

KV = σ/(E(X)) x 100%

Contoh aplikasi

Untuk contoh aplikasi sebelumnya dapat dicari nilai ukuran penyimpangannya

sebagai berikut. Untuk mudahnya, tabel sebelumnya disajikan kembali dalam format

yang diperluas :

Keadaan Ekonomi Biaya (X) P(X) X.P(X) X2.P(X)

Ekonomi Stabil

Ekonomi Tidak Stabil

Jumlah

$100.000

$150.000

0,7

0,3

$70.000

$45.000

$115.000

$7000 juta

$6.750 juta

$13.750 juta

Standar deviasi = σ = √ (13.750 juta – 115.0002) = $22.912,88

Koefisien Varias = KV = 22.912,88/115.000 x 100% = 19,92%

- 45 -

Page 48: Modul Statistic

Computer for Statistic Systems

4. KRITERIA KEPUTUSAN DENGAN NILAI HARAPAN

Konsekuensi-konsekuensi yang mungkin timbul dari suatu kejadian disebut Payoff.

Dalam pengambilan keputusan di bidang bisnis, payoff sering dibuat dalam satuan

mata uang, baik untuk laba, biaya, maupun hal-hal lainnya. Sebagai ilustrai :

Misalkan seorang pengecer berada pada kondisi apakah ia akan membeli stok yang

banyak atau sedikit saja untuk menghadapi musim kemarau panjang mendatang.

Pengecer tersebut memperkirakan dua kemungkinan di musim kemarau mendatang,

yaitu permintaan tinggi atau permintaan rendah dengan kemungkinan laba masing-

masing seperti terlihat pada table berikut :

Membeli banyak (A) Membeli Sedikit (B)

Permintaan Tinggi

Permintaan Rendah

$20.000

-$6.000

$10.000

$5.000

Informasi yang diperoleh dari table tersebut menunjukkan bahwa tingkat laba sangat

ditentukan oleh kemungkinan permintaan. Selain itu, atas dasar pengalaman para

ahli ekonomi, diketahui bahwa peluang permintaan tinggi adalah 0,6 dan peluang

permintaan rendah adalah 0,4. Untuk memilih kegiatan yang akan dilakukan

pengecer tersebut, dapat dicari nilai EMV dari masing-masing kegiatan dan

membandingkannya.

Nilai EMV(A) = $9.600 dan EMV (B) = $8.000. Karena EMV(A)>EMV(B), maka bagi

pengecer tersebut akan lebih menguntungkan apabila ia membeli banyak.

Selain dengan cara diatas, cara lain yang dapat dipergunakan adalah menggunakan

diagram pohon seperti berikut :

Kegiatan Kemungkinan Peluang Payoff EMV

Membeli

banyak

Permintaan

Tinggi

0,6 $20.000 $12.000

Permintaan

Rendah

0,4 -$6.000 -$2.400

$9.600

Membeli

sedikit

Permintaan

Tinggi

0,6 $10.000 $6.000

Permintaan

Rendah

0,4 $5.000 $2.000

$8.000

3. DISTRIBUSI PELUANG

- 46 -

Page 49: Modul Statistic

Computer for Statistic Systems

Hubungan antara nilai variable acak dan peluangnya dicerminkan oleh distribusi

peluang yang dalam hal ini dapat dianalogkan dengan frekuensi relative acak. Secara

umum distribusi peluang dibedakan menjadi distribusi peluang deskret yaitu

distribusi peluang untuk variabel acak diskret dan distribusi peluang kontinu adalah

distribusi peluang untuk variable acak kontinu.

a. Distribusi Peluang Binomial

Berikut adalah cirri-ciri distribusi peluang Binomial :

1. Percobaan terdiri dari n ulangan dan setiap ulangan hanya menghasilkan

satu dari dua kategori, yaitu sukses atau gagal. Hasil seperti ini sering

disebut proses Bernoulli. Jika p merupakan peluang sukses, maka peluang

gagalnya (q) adalah 1-p.

2. Setiap ulangan merupakan kejadian yang bebas secara statistika, sehingga

peluang sukses setiap ulangannya konstan.

Jika x menyebar menurut distribusi Binomial, maka :

p(x) = n!/x! (n-x)! . px qn-x

n = banyaknya ulangan

p= peluang sukses

q = peluang gagal

x = variabel acak (1,2,....)

Contoh aplikasi :

Pada perusahaan ASTER, 20 persen karyawannya dikategorikan sebagai pekerja

yang baik, jika dipilih 15 karyawan secara acak, berapakah peluangnya :

a. 4 orang karyawan berkategori baik?

b. Paling sedikit 2 orang berkategori baik?

c. Tidak lebih dari 1 orang berkategori baik?

Penyelesaian :

Karena karyawan perusahaan ASTER dalam hal ini digolongkan menjadi baik dan

tidak baik, maka distribusi peluang dari karyawan perusahaan ASTER dapat

dikategorikan sebagai distribusi peluang Binomial, dimana n = 15, p=0,2 (peluang

karyawan berkategori baik) dan q=0,8 (peluang karyawan berkategori tidak baik).

a. Bila x mewakili banyaknya karyawan berkategori baik, maka x=4

P(x=4) = 15!/ (4!.11!) (0,2)4(0,8)11 = 0,19

b. Dalam kaitannya dengan pertanyaan b, maka x ≥ 2.

P(x ≥ 2) = 1 – P(x<2) = 1-[P(x=0) + P(x=1)]

P(x=0) = 15!/0! . 15! (0,2)0(0,8)15 = 0,035

P(x=1) = 15!/1! . 14! (0,2)1(0,8)14 = 0,132

- 47 -

Page 50: Modul Statistic

Computer for Statistic Systems

Maka P(x≥2) = 1 – (0,035 + 0,132) = 0,833

c. Untuk kasus c, dalam hal ini x≤1.

P(x≤1) = P(x=0) + P(x=1) = 0,035 + 0,132 = 0,167

b. Distribusi Peluang Poisson

Distribusi Poisson memiliki karakteristik :

1. Terdiri dari n ulangan

2. Parameter penentu hanya satu yaitu nilai rata-rata (µ)

3. Variabel terkait pada umumnya berkaitan dengan selang waktu kedatangan

atau daerah tertentu

4. Setiap ulangan harus bebas satu sama lain.

Misalkan x menyebar mengikuti distribusi peluang Poisson, maka peluang tepat x

yang akan terjadi adalah :

P(x) = µx ∙ e-µ / x!

Dalam hal ini :

µ = rata-rata waktu kedatangan (selang waktu tertentu)

x = variabel acak

e = bilangan natural = 2,718

Contoh Aplikasi :

Dalam dua bulan, rata-rata karyawan tidak masuk kerja adalah 4 hari. Jika

diasumsikan jumlah hari tidak masuk kerja mengikuti distribusi Poisson, hitunglah :

a. Peluang seorang karyawan tidak masuk kerja 3 hari dalam dua bulan!

b. Peluang seorang karyawan tidak masuk kerja 3 hari dalam sebulan!

Penyelesaian :

a. P(x=3) = 43 ∙ e-4 / 3! = 0,195

b. P(x=3) = 23 ∙ e-2 / 3! = 0,18

c. PENDEKATAN DISTRIBUSI POISSON PADA DISTRIBUSI BINOMIAL

Distribusi Poisson dapat digunakan untuk mendekati distribusi Binomial pada kondisi

tertentu, yaitu bila n besar (rule of thumb, n>20) dan p terlalu kecil (p<0,05) atau

bahkan terlalu besar (p>0,95). Bila distribusi Poisson digunakan untuk mendekati

distribusi Binomial, maka µ = np.

Contoh Aplikasi :

Dalam satu partai produk (terisi 2000 buah produk), dijumpai 20 buah produk cacat.

Bila dari partai produk tersebut diambil 100 buah produk secara acak, berapa

peluang tidak dijumpai peroduk cacat?

- 48 -

Page 51: Modul Statistic

Computer for Statistic Systems

Penyelesaian :

Distribusi yang dihadapi adalah distribusi Binomial, karena produk bersangkutan

hanya dapat diklasifikasikan dalam dua kategori, yaitu cacat atau tidak. Dalam hal ini

n = 100 dan p = 20/2000 = 0,01. Kaena dalam kasus ini n besar dan p kecil, maka

penyelesaian dapat dilakukan dengan pendekatan distribusi Poisson.

Dalam hal ini µ = np = 100(0,01) = 1

Maka P(x=0) = 10 ∙ e-1/0! = 0,37

d. DISTRIBUSI PELUANG NORMAL

Dua distribusi yang dibahas terdahulu merupakan bagian dari distribusi peluang

diskret. Berikut akan diulas distribusi peluang Normal yang merupakan bagian dari

distribusi peluang kontinu. Distribusi Peluang Normal dikembangkan oleh Karl Gauss,

sehingga sering disebut Peluang Gauss.

Berikut adalah karakteristik dari distribusi peluang Normal :

a) Kurva distribusi Normal hanya mempunyai satu puncak (unimodal)

b) Nilai rata-rata tepat berada pada pusat (tengah) kurva

c) Kurva distribusi Normal bersifat simetris sehingga nilai rata-rata = median =

modus

d) Kurva distribusi normal asmptot terhadap sumbu mendatar (hampir

menyentuh tetapi tidak pernah menyentuh)

Kurva distribusi Peluang Normal

Bentuk dan ketinggian kurva distribusi peluang Normal ditentukan oleh besarnya

standar deviasi distribusi data. Semakin besar standar deviasinya semakin mendatar

bentuk kurvanya dan semakin melebar kurvanya, sebaliknya semakin kecil nilai

standar deviasinya semakin tinggi puncak kurvanya dan semakin sempit kurvanya.

- 49 -

MeanMedianModus

Page 52: Modul Statistic

Computer for Statistic Systems

Perbedaan nilai rata-rata akan menyebabkan perbedaan nilai tengah kurva yang

berpengaruh ke pergeseran kurva tanpa mengubah bentuk ketinggian kurva

tersebut.

e. PENENTUAN NILAI PELUANG

Sebagaimana telah disinggung sebelumnya, bagi data yang berdistribusi Normal,

dengan menggunakan kaidah empiris diperoleh kondisi berikut :

Sebanyak 68% data berada pada batas x ± S

Sebanyak 95% data berada pada batas x ± 2S

Sebanyak 99,7% data berada pada batas x ± 3S

Dengan kaidah empiris, nilai-nilai peluang yang diberikan hanya untuk satu, dua, dan

tiga kali standar deviasi di sekitar nilai rata-ratanya. Nilai peluang lain yang berada di

luar konteks kaidah empiris, dapat dicari dengan rumus distribusi peluang Normal

atau dengan tabel distribusi peluang Normal Baku. Tahapan penggunaan tabel

distribusi peluang Normal baku akan dibahas melalui contoh berikut :

Misalkan, suatu data sampel menyebar mengikuti distribusi normal dengan nilai rata-

rata 50 dan standar deviasi 25. Atas dasar informasi tersebut, carilah :

a. P(50 ≤ x ≤ 62)

b. P(x ≥ 55)

c. P(x < 40)

d. P(45 ≤ x ≤ 60)

e. Berapakah x merupakan data terkecil dari 10 persen data terbesar?

Penyelesaian :

a. Transformasi data semula ke skor baku

Z50 = (x - x‾)/S = (50 – 50)/25 = 0

Z62 = (x - x‾)/S = (62 – 50)/25 = 0,48

Sehingga P(50 ≤ x ≤ 62) = P(0 ≤ Z ≤ 0,48)

Tampilan dalam grafik distribusi Normal

- 50 -

0 0,48

Page 53: Modul Statistic

Computer for Statistic Systems

Perhatikan tabel Normal baku (Z). Nilai-nilai dalam table tersebut adalah luas daerah

Z=0 hingga suatu nilai tertentu.

Z 0,00 0,01 … 0,08 0,09

0,00,10,20,30,4 0,18440,5dst

Maka P(50 ≤ x ≤ 62) = P(0 ≤ Z ≤ 0,48) = 0,1844

b. Untukl menyelesaikan masalah ini kita ubah permasalahan ke bentuk baku

P(x ≥ 55)

Z55 = (55-50)/25 = 0,2

P(x ≥ 55) = P(Z ≥ 0,2)

Tampilan dalam grafik distribusi normal

Perhatikan bahwa P(Z ≥ 0,2) = 0,5 – P(0 ≤ Z ≤ 0,2) = 0,5 – 0,0793 = 0,4207

c. P(x ≤ 40)

Z40 = (x-50)/25 = -0,4

Maka P(x ≤ 40) = P (Z ≤ -,04) = P(Z > 0,4)

= 0,5 – P(0 ≤ Z ≤ 0,4)

= 0,5 – 0,1554 = 0,3446

- 51 -

0 0,2

Page 54: Modul Statistic

Computer for Statistic Systems

Tampilan dalam grafik Normal baku

d. P(45 ≤ x ≤ 60)

Z45 = -0,2 dan Z60 = 0,4

Maka P(45 ≤ x ≤ 60) = P (-0,2 ≤ Z ≤ 0,4)

= P (-0,2 ≤ Z ≤ 0) + P (0 ≤ Z ≤ 0,4)

= P (0 ≤ Z ≤ 0,2) + P (0 ≤ Z ≤ 0,4

= 0,0793+0,1554 = 0,2347

e. P(x ≥ ?) = 0,1 (perhatikan bahwa kasus ini merupakan kebalikan dari yang

terdahulu)

P(Z ≥ ?) = 0,1 atau P (0 ≤ Z ≤ ?) = 0,5 – 0,1 = 0,4

Dari tabel Z = 1,29

1,29 = (x-50)/25 x = 82,25

f. PENDEKATAN DISTRIBUSI PELUANG NORMAL PADA DISTRIBUSI

BINOMIAL

Distribusi peluang Normal merupakan distribusi peluang kontinu, namun dapat

digunakan sebagai pendekatan bagi distribusi peluang Binomial yang merupakan

distribusi peluang diskret. Agar pendekatan berjalan baik, n harus besar dan p

mendekati 0,5. Perlu pula melibatkan koreksi kekontinuan dengan cara

menambahkan 0,5 untuk tiap batas kiri dan batas kanan selang atau titik yang akan

dicari. Koreksi kekontinuan ini diperlukan untuk penyesuaian dari distribusi. Dengan

menggunakan distribusi peluang Normal sebagai pendekatan untuk distribusi

peluang Binomial, diperoleh hubungan parameter kedua distribusi peluang sebagai

berikut :

μ = np

= √npq

Contoh Aplikasi :

- 52 -

00,4

Page 55: Modul Statistic

Computer for Statistic Systems

Peluang seorang wiraniaga berhasil melakukan transaksi adalah 0,6. Bila 100

wiraniaga mengunjungi pelanggan, hitunglah peluang

a. lebih setengahnya berhasil melakukan transaksi

b. 70 orang melakukan transaksi

Penyelesaian :

Hasil terjadinya suatu transaksi mengikuti distribusi peluang Binomial. Dalam hal ini

n = 100 dan p = 0,6 (n besar dan p mendekati 0,5). Penyelesaian keadaan ini dapat

didekati dengan distribusi peluang Normal dengan :

μ = np = 100(0,6) = 60

= √npq = √100x0,6x0,4 = 4,9

a. P(x > 50)

Dengan menerapkan koreksi kekontinuan menjadi P(x > 50,5)

Z50,5 = (50,5-60)/4,9 = -1,94

P(x > 50,5) = P(Z > -1,94) = 0,5 + P(0 ≤ Z ≤ 1,94)

= 0,5 + 0,4738 = 0,9738

b. P(x=70) menjadi P(69,5 ≤ x ≤ 70,5)

Z69,5 = 1,94 dan Z70,5 = 2,04

c. Maka P(69,5 ≤ x ≤ 70,5) = P(1,94 ≤ Z ≤ 2,04

= P(0 ≤ Z ≤ 2,04) - P(0 ≤ Z ≤ 1,94)

= 0,4793 – 0,4738 = 0,0055

g. DISTRIBUSI NORMAL DARI SAMPEL

Bila dari suatu populasi diambil sample berulang-ulang, maka pada tiap sample

dapat dihitung nilai meannya (x1,x2,…dst). Menurut teori limit pusat, sejumlah mean

sample ini akan mengikuti distribusi Normal, bila banyaknya individu sample cukup

besar. Besar mean-mean sample ini juga akan bervariasi, dan variabilitasnya disebut

standar error dengan symbol x untuk populasi dan Sx untuk sample. Mean sample ini

dapat juga diubah menjadi nilai Z melalui konversi berikut :

Z = (x – μ)/x

Besarnya standard error dari mean adalah :

Untuk populasi x = √ 2/n = /√n

Untuk sample Sx = √ S2 / n = S/√n

Dengan menggunakan sample satu kali dapat diduga besarnya standard error.

Dengan menafaatkan tabel Z, dapat pula diketahui besarnya peluang nilai mean

akan melebihi nilai tertentu.

4. DISTRIBUSI t SUDENT

- 53 -

Page 56: Modul Statistic

Computer for Statistic Systems

Gosset menemukan bahwa penggunaan standar deviasi sample (S) untuk menduga

besarnya standar deviasi populasi () dalam menghitung nilai Z untuk tabel distribusi

Normal Baku, tidak berlaku untuk sample yang sedikit, sehingga saat menghadapi

keadaan demikian diperlukan tabel lain. Hal ini karena untuk individu sample yang

kurang dari 30, nilai S sangat bervariasi dari sample yang satu sample ke sample

lain. Bila ukuran individu sample 30 atau lebih, nilai S yang dihitung boleh dikatakan

stabil. Gosset telah membuat tabel yang berisikan nilai-nilai t untuk pelbagai ukuran

individu sample dengan pelbagai nilai peluang. Jadi bila ukuran individu sample

kurang dari 30, maka nilai Z diubah menjadi nilai t karena tidak mengikuti distribusi

Normal, melainkan mengikuti distribusi t Student. Rumus yang dipakai adalah :

t = (x – μ )/Sx = (x – μ)/ (S / √n

Distribusi t Student untuk berbagai derajat bebas

Dari grafik diatas terlihat bahwa bentuk kurva t itu simetris. Tapi, bentuknya lebih

mendatar (puncaknya lebih rendah) dan ekornya lebih lebar daripada kurva normal.

Bila Ukuran individu sample bertambah besar, distribusi t mendekati distribusi

Normal. Kenyataan ini dapat dilihat pada tabel t dengan derajat bebas, nilai t sama

dengan nilai Z. Sifat penting dari distribusi t untuk sample yang diambil dari populasi

yang mengikuti distribusi Normal adalah tidak terdapatnya hubungan anatar S dan x

(hubungan ini hanya terdapat pada distribusi yang tidak normal). Tabel distribusi t

banyak digunakan untuk menduga parameter μ, dan pengujian nilai tengah

perlakuan. Penggunaan tabel t berbeda dengan tabel Z. Pada tabel Z, nilai Z

ditempatkan pada sisi tabel. Sebaliknya, pada tabel t, nilai t ditempatkan pada

bagian dalam dan peluangnya pada sisi atas. Sisi kiri tabel t merupakan derajat

bebas. Nilai derajat bebas ini tergantung pada besarnya ukuran sample.

Misalnya, pada suatu penelitian yang ingin menduga nilai rata-rata, diambil sample

sebanyak 15. Berapakah nilai t agar P(T>t)=0,05? (derajat bebas dalam hal ini

- 54 -

0 t

v = 120

v = 120 normal

v = 5

Page 57: Modul Statistic

Computer for Statistic Systems

dilambangkan dengan v=n-1). Dalam permasalahan ini, dapat dilihat tabel t untuk

v=15-1=14, dan luas area ekor=0,05. Terlihat nilai perpotongannya adalah 1,761

adalah 0,05.

5. Distribusi Khi Kuadrat (2)

Distribusi Khi Kuadrat adalah distribusi untuk variable kontinu 2 yang besarnya sama

dengan jumlah kuadrat dari sejumlah nilai Z untuk X yang menyebar Normal.

2 = Z2 = (x-μ)/]2 atau

2 = (n-1)S2/2

Nilai Khi Kuadrat berawal dari nol sampai tak terhingga. Jadi agak berbeda dengan

distribusi t. Bentuk kurvanya bermacam-macam, tergantung pada derajat bebasnya.

Distribusi Khi Kuadrat

Semakin besar derajat bebasnya, semakin simetri bentuk kurvanya. Tabel distribusi

Khi Kuadrat diperlukan untuk menduga besarnya ragam populasi atas dasar sample

yang terambil secara acak. Selain itu juga banyak digunakan pada statistika non

parametric, terutama untuk data yang berskala ukur nominal.

6. Distribusi Rasio Ragam F (Distribusi F)

Distribusi F adalah distribusi variable kontinu, dengan F merupakan rasio dari ragam

sample yang diambil secara acak dari populasi Normal. Penemu distribusi F adalah

R.A Fisher. Bentuk distribusi F tidak hanya satu macam, melainkan berubah-ubah

tergantung pada derajat bebas kedua ragamnya.

- 55 -

Page 58: Modul Statistic

Computer for Statistic Systems

Distribusi F

Rumus F adalah : F = S12/ S2

2

Tabel distribusi F banyak digunakan untuk pengujian rata-rata lebih dari dua

perlakuan, terutama pada Analysis Of Variance dan analisis regresi. Selain itu

distribusi F juga digunakan untuk menguji kesamaan dua ragam. Penggunaan tabel F

hampir sama dengan tabel t dan tabek khi kuadrat. Bedanya, Tabel F mempunyai

dua derajat bebas.

- 56 -

Page 59: Modul Statistic

Computer for Statistic Systems

BAB IV.

ANGKA INDEKS

Angka Indeks merupakan nilai perbandingan perubahan relative yang dinyatakan

dalam bentuk persentase terhadap yang lain. Angka indeks ini digunakan untuk

membandingkan suatu perubahan dari periode ke periode. Periode yang digunakan

dapat berupa tahun, bulan, atau satuan pengukuran lain. Dalam ilmu ekonomi,

indeks harga, indeks kuantitas, dan indeks nilai seringkali digunakan. Dalam indeks

harga dicermati perubahan harga antarperiode. Dalam indeks kuantitas dicermati

perubahan kuantitas dari suatu period eke periode lain, misalnya perkembangan

kuantitas penjualan, kuantitas produksi, dan sebagainya.

4.1 Angka Indeks Relatif

Angka indeks relative digunakan bila kita ingin melihat perubahan kondisi suatu

komoditi dari berbagai periode. Dalam hal ini pusat perhatian kita hanya pada satu

komoditi. Misalnya untuk perhitungan indeks harga, perubahan harga yang dimaksud

adalah perubahan harga untuk komoditi bersangkutan, dan tidak mencerminkan

perubahan harga secara umum.

Rumus Indeks Relatif Harga : I = Pn/P0 . 100

Dengan :

I = Indeks relative Harga

Pn = harga periode berjalan

Po = Harga periode dasar

Contoh Aplikasi :

Berikut ini data harga kopi bubuk perkilogram dari tahun 1990 sampai 1996.

Tentukan indeks relative harga komoditi tersebut, dengan tahun 1990 sebagai tahun

dasar.

Tahun Harga per kg($) Relatif ke th 1990 Indeks Relatif

- 57 -

Page 60: Modul Statistic

Computer for Statistic Systems

1990

1991

1992

1993

1994

1995

1996

0,94

0,90

0,82

0,78

0,74

0,76

0,80

1,00

0,96

0,87

0,83

0,79

0,81

0,85

100

96

87

83

79

81

85

Catatan : Bila lebih dari satu komoditi bisa juga dicari rata-rata indeks relatifnya

sebagai berikut :

I = Pn/P0/k k = banyaknya komoditi

4.2 Angka Indeks Agregatif

Indeks sederhana biasanya digunakan bila semua komoditi dapat dianggap sama

pentingnya (bobotnya). Dalam angka indeks agregatif sederhana penekanan ulasan

ulasan diberikan pada nilai harga ataupun kuantitas sehingga dikenal indeks harga

agregatif sederhana dan indeks kunatitas agregatif sederhana.

a. Indeks Harga Agregatif Sederhana (Ip)

Indeks harga agregatif sederhana diperoleh melalui rumus :

Ip = Pn/P0 . 100

Keterangan :

Ip = indeks harga pada period eke-n

Pn = Harga pada periode berjalan

P0 = harga pada periode dasar

Meskipun angka indeks itu sendiri ditulis dalam persen atau tidak, interpretasi angka

indeks adalah peningkatan atau penurunan persentase.

Contoh Aplikasi :

Berikut angka tabel harga dan volume penjualan 5 jenis barang pada tahun 1996 dan

1997.

Jenis

Barang

Harga ($) Volume (ton)

1996 1997 1996 1997

A 100 120 60 55

- 58 -

Page 61: Modul Statistic

Computer for Statistic Systems

B

C

D

E

300

250

260

150

301

225

263

160

70

90

100

90

69

85

105

80

Jumlah 1060 1069 410 394

Besar indeks harga ke lima barang adalah :

Ip = Pn/P0 . 100 = [1069/1060] . 100 = 100,85

Dalam hal ini dijumpai adanya kenaikan harga kelima barang sebesar 0,85% dari

tahun 1996 ke tahun 1997.

b. Indeks Kuantitas Agregatif Sederhana (Iq)

Indeks Kuantitas agregatif sederhana diperoleh melalui rumus :

Iq = Qn/Q0 . 100

Keterangan :

Iq = Indeks kuantitas pada period eke-n

Qn = kuantitas pada periode berjalan

Q0 = kunatitas pada periode dasar

Contoh Aplikasi :

Atas dasar tabel diatas, besarnya indeks volume penjualan adalah :

Iq = Qn/Q0 . 100 = [394/410] . 100 = 96,10.

Dari tahun 1996 ke tahun 1997 terjadi penurunan volume penjualan sebesar 3,9%.

4.3 Indeks Agregat Berbobot

Angka Indeks berbobot merupakan angka indeks yang paling banyak digunakan

karena dalam kenyataannya tidak semua komoditi dapat dianggap sama penting.

Tingkat (nilai) kepentingan dari komoditi tersebut dapat tercermin dari kuantitas

untuk indeks harga atau harga untuk indeks kuantitas, atau dapat juga tercermin

dari criteria lainnya. Nilai penting inilah yang digunakan sebagai pebobot.

Rumus Umum :

a. Indeks harga agregat berbobot I = ∑ Pn W / ∑ Po W x 100;

W = pembobot

b. Indeks harga rata-rata relative berbobot I = ∑ Pn/Po x W / ∑ W x 100

- 59 -

Page 62: Modul Statistic

Computer for Statistic Systems

4.3.1 ANGKA INDEKS LASPEYERS

Angka indeks Laspeyers adalah indeks harga yang diboboti kuantitas tahun dasarnya

atau indeks kuantitas yang diboboti harga tahun dasarnya. Karena pembobotnya

harga atau kuantitas barang pada tahun dasarnya, maka nilai indeks ini cenderung

lebih besar (over-estimate) karena harga dan kuantitas barang cenderung naik dari

waktu ke waktu.

a. Indeks Harga Laspeyers (LP)

Indeks harga Laspeyers diperoleh melalui rumus :

LP = ∑ Pn Qo / ∑ Po Qo x 100

Keterangan :

LP = indeks harga Laspeyers

Pn = Harga pada tahun berjalan

Po = Harga pada tahun dasar

Qo = Kuantitas pada tahun dasar

b. Indeks Kuantitas Laspeyers (LQ)

Indeks kuantitas Laspeyers diperoleh melalui rumus :

LQ = ∑ Po Qn / ∑ Po Qo x 100

Keterangan :

LQ = indeks kuantitas Laspeyers

4.3.2 ANGKA INDEKS PAASCHE

Angka indeks Paasche adalah angka indeks harga yang diboboti kuantitas tahun

berjalan atau angka indeks kuantitas yang diboboti harga tahun berjalan. Nilai yang

diperoleh cenderung lebih rendah karena naiknya harga cenderung menurunkan

permintaan akan barang.

a. Indeks Harga Paasche (PP)

Indeks harga Paasche diperoleh melalui rumus :

PP = ∑ Pn Qn / ∑ Po Qn x 100

Keterangan :

PP = indeks harga Paasche

Pn = Harga pada tahun berjalan

Po = Harga pada tahun dasar

Qo = Kuantitas pada tahun dasar

- 60 -

Page 63: Modul Statistic

Computer for Statistic Systems

b. Indeks Kuantitas Paasche (PQ)

Indeks kuantitas Paasche diperoleh melalui rumus :

PQ = ∑ Pn Qn / ∑ Pn Qo x 100

Keterangan :

PQ = indeks Kuantitas Paasche

Contoh Aplikasi :

Pada data yang tertera di tabel sebelumnya, dapat dicari indeks harga dan kuantitas

menurut Laspeyers dan Menurut Paasche. Tabel tersebut ditampilkan kembali dalam

bentuk yang diperluas untuk memudahkan penghitungan.

Jenis

Barang

Harga ($) Volume (ton)

PoQo PoQn PnQo PnQn1996

(Po)

1997

(P1)

1996

(Qo)

1997

(Q1)

A

B

C

D

E

100

300

250

260

150

120

301

225

263

160

60

70

90

100

90

55

69

85

105

80

6000

21000

22500

26000

13500

5500

20700

21250

27300

12000

7200

21070

20250

26300

14400

6600

20769

19125

27615

12800

Jumlah 1060 1069 410 394 89000 86750 89220 86909

Indeks Harga Laspeyers (LP)

LP = ∑ Pn Qo / ∑ Po Qo x 100

= (89220/89000) x 100 = 100,25

Indeks Kuantitas Laspeyers (LQ)

LQ = ∑ Po Qn / ∑ Po Qo x 100

= ( 86750/89000) x 100 = 97,47

Indeks Harga Paasche (PP)

PP = ∑ Pn Qn / ∑ Po Qn x 100

= (86909/86750) x 100 = 100,18

Indeks Kuantitas Paasche (PQ)

- 61 -

Page 64: Modul Statistic

Computer for Statistic Systems

PQ = ∑ Pn Qn / ∑ Pn Qo x 100

= (86909/89220) x 100 = 97,41

4.4 Indeks Berantai

Angka Indeks yang disusun secara berantai dari tahun ke tahun disebut indeks

rantai. Penyusunan Indeks Rantai bisa dilihat dalam contoh aplikasi berikut :

Berikut ini data harga per kilogram (P) dan kuantitas dalam ton (Q) untuk tiga komoditi

pangan dari tahun 1990 sampai 1993.

Komoditas

1990 1991 1992 1993

Harga

($)Kuantitas

Harga

($)Kuantitas

Harga

($)Kuantitas

Harga

($)Kuantitas

Beras

Tepung

Jagung

0,20

0,12

0,06

800

750

455

0,25

0,13

0,06

807

755

455

0,24

0,14

0,06

905

755

470

0,40

0,30

0,10

910

780

500

Penghitungan Indeks Rantai diawali dengan membuat tabel untuk tahun berpasangan dari

tahun ke tahun sebagai berikut :

Harga x Kuantitas

Agregat

IA =

PnQ0/P0Q0

x 100%

Indeks

Rantai (IR)Beras Tepung Jagung

1990

1991

1991

1992

1992

1993

160

200

201,75

193,68

217,20

362,00

90

97,5

98,15

105,70

105,70

226,5

27,3

27,3

27,3

27,3

28,2

47

277,30

324,80

327,20

326,68

351,10

635,50

100

117,1

100

99,8

100

181

100

117,1

116,9

211,6

Keterangan :

a) Untuk setiap pasang tahun dihitung :

1. PoQo untuk tahun pertama

2. PnQo untuk tahun kedua

Perhitungan ini dilakukan untuk masing-masing komoditi

b) Kolom agregat adalah penjumlahan semua komoditi untuk tiap tahun

c) Kolom Berikutnya IA = Pn Q0/P0 Q0 x 100% adalah untuk menghitung indeks

tiap pasang tahun

d) Indeks Rantai dihitung dengan rumus :

IRn = Indeks Rantai waktu ke-t

IRn = Indeks pada waktu ke-t

- 62 -

Page 65: Modul Statistic

Computer for Statistic Systems

IRn-1 = Indeks Rantai pada waktu ke –(t-1)

Untuk data diatas nilai indeks rantai diperoleh sebagai berikut :

100 x (117,1/100) = 117,1

117,1 x (99,8/100) = 116,9

116,9 x (181/100) = 211,6

4.5 Upah Nyata

Sering terjadi keluhan karyawan yang mengatakan, walaupun gajinya naik dari tahun

ke tahun tetapi dia merasakan daya belinya tetap atau bahkan menurun.

Mungkinkah itu terjadi? Mungkin saja bila kenaikan gajinya tidak sebanding dengan

kenaikan indeks biaya hidup di daerah domisilinya.

Pendeflasian indeks biaya hidup pada upah dalam bentuk uang inilah yang disebut

upah nyata. Jadi, walaupun gaji naik dari tahun ke tahun, bisa saja upah nyatanya

malahan turun, yang berakibat daya belinya menurun.

Contoh Aplikasi :

Berikut ini upah rata-rata/tahun/orang dan indeks biaya hidup disuatu daerah :

Tahun Upah/tahun/orang Indeks Biaya Hidup Upah Nyata

I

II

III

600.000

670.000

700.000

100

150

155

600.000

446.667

580.645

Keterangan :

Bila dilihat dari tahun ke I ke tahun II, walaupun gajinya naik tetapi upah

nyatanya menurun karena kenaikan indeks biaya hidup melebihi kenaikan gaji

sehingga daya belinya menurun.

Dari tahun II ke III, ternyata kenaikan upah uang sebesar :

(700.000-670.000)/670.000 x 100% = 4,47% lebih besar dari kenaikan Indeks

biaya hidup sehingga daya belinya naik.

Kenaikan indeks biaya hidup :

(155-150)/150 x 100% = 3,33%, nilai ini bisa digunakan sebagai ukuran inflasi

dari tahun II ke III

- 63 -

Page 66: Modul Statistic

Computer for Statistic Systems

4.6 Indeks Produktifitas

Dalam bisnis dan ekonomi pengertian produksi adalah jumlah atau banyaknya output

yang dihasilkan suatu proses produksi sedangkan produktivitas adalah rasio antara

output dengan input. Sebagai contoh, bila 20 pekerja menghasilkan 320 kursi dalam

800 jam (40 jam untuk tiap pekerja), maka produksinya adalah 320 kursi, tetapi

produktivitasnya adalah 0,4 kursi perjam tenaga kerja (diperoleh dari 320 kursi/800

jam kerja).

Untuk perhitungan diatas, sebagai inputnya adalah jam tenaga kerja sehingga hasil

yang diperoleh disebut sebagai produktiviats tenaga kerja. Dalam kenyatannya,

tenaga kerja hanyalah salah satu bentuk input. Faktor input yang lain dapat berupa

uang, tanah, keahlian manajemen dan lain-lain.

Misalkan 800 jam tenaga kerja menyelesaikan 400 buah kursi pada periode berjalan,

maka

Produktivitas periode berjalan = 400 kursi/800 jam = 0,5 kursi perjam tenaga kerja.

Kemudian, misalkan 1000 jam kerja menghasilkan output yang sama (yaitu 400 buah

kursi pada periode dasar), maka

Produktivitas periode dasar = 400 kursi/1000 jam = 0,4 kursi perjam tenaga kerja.

Dari kedua perhitungan di atas dapat dihitung indeks produktivitasnya :

I = (Produktivitas periode berjalan)/(Produktivitas priode dasar) x 100

= 0,5/0,4 x 100 = 125.

Dari hasil yang diperoleh terlihat adanya kenaikan produktivitas antara periode

berjalan terhadap priode dasar sebesar 25%.

Contoh lain : Out put yang dihasilkan lebih dari satu.

Pada tahun 1994, yang merupakan periode dasar, UD CANTIK FURNITURE

membutuhkan 2 jam tenaga kerja untuk tiap kursi yang dihasilkannya, 4 jam tenaga

kerja untuk sebuah meja dan 3 jam tenaga kerja untuk sebuah tas. Pada tahun 1997

mereka membutuhkan 50.000 jam tenaga kerja untuk menghasilkan 21.000 kursi,

3.000 meja dan 2.000 tas. Bila tahun 1994 digunakan sebagai tahun dasar, hitunglah

indeks produktivitasnya :

Penyelesaian :

Agar jumlah produksi pada tahun 1994 sama dengan tahun 1997, maka jumlah jam

tenaga kerja yang dibutuhkan pada tahun 1994 untuk tiap jenis produk adalah :

Kursi : (21.000 kursi) x (2 jam tenaga kerja perkursi) = 420.000 jam tenaga kerja

Meja : (3.000 meja) x (4 jam tenaga kerja perkursi) = 12.000 jam tenaga kerja

Tas : (2.000 tas) x (3 jam tenaga kerja pertas) = 6.000 jam tenaga kerja

- 64 -

Page 67: Modul Statistic

Computer for Statistic Systems

Jumlah jam tenaga kerja yang dibutuhkan pada tahun dasar agar sama dengan tahun

1997 adalah 42.000 + 12.000 + 6.000 = 60.000 jam tenaga kerja.

Maka indeks produktivitas nya adalah : I = 60.000/50.000 x 100 = 120

Dengan demikian dijumpai adanya kenaikan produktivitas antara tahun 1994 sampai

1997, sebesar 20%.

- 65 -

Page 68: Modul Statistic

Computer for Statistic Systems

BAB V.

ANALISA REGRESI – KORELASI

5.1 Hubungan Garis Lurus dua Variabel

Dari satu titik dapat dibuat banyak garis lurus, akan tetapi dari dua titik hanya dapat

dibuat satu garis lurus. Dengan perktaan lain, satu garis lurus dapat dibuat minimal

jika ada dua titik.

Garis Lurus, jika digambarkan dalam peta sumbu x dan y, mempunyai persamaan :

Y = aX + b (Y fungsi X)

a = Bilangan konstan (misalnya 1,12, 240, -15..dsb) yang akan mempengaruhi arah

regresi linier atau disebut intercept

b = bilangan konstan

Y fungsi X, artinya bahwa nilai Y akan bergantung pada atau ditentukan oleh nilai X.

Regresi linier sederhana bertujuan mempelajari hubungan linier antara dua variable.

Dua variable ini dibedakan menjadi variable bebas (X) dan variable tak bebas (Y).

5.2 Diagram Pencar

Untuk memberikan gambaran bentuk hubungan dua variable, sebelum memutuskan

apakah berhubungan linier atau tidak, sebaiknya dilakukan plotting (tebaran titik)

terhadap pasangan nilai-nilai X dan Y. Hasil Plot ini disebut diagram pencar (scatter

diagram).

Perhatikan perbedaan tiga diagram pencar berikut :

- 66 -

Page 69: Modul Statistic

Computer for Statistic Systems

5.3 Model Regresi Linier Sederhana

Model populasi regresi linier sederhana dinyatakan dalam persamaan :

Yi = + X + j

i = 1,2, … n

Dalam hal ini

X1, X2, X3,.. Xn adalah variable control

j = adalah komponen sisaan yang tidak diketahui nilainya (acak)

dan adalah parameter yang nilainya tidak diketahui sehingga diduga

menggunakan statistic sample.

Dalam persamaan regresi diatas, komponen sisaan (j = galat) merupakan komponen

yang dapat menunjukkan :

1. Pengaruh dari berbagai variable yang tidak dimasukkan dalam persamaan

regresi karena berbagai pertimbangan

2. Penetapan persamaan matematika yang tidak sempurna

3. Kesalahan pengukuran dalam pengumpulan dan pemprosesan data observasi.

Model populasi linier ini diduga dengan metode kuadrat terkecil (Least square

Method). Prinsip metode kuadrat terkecil ini adalah meminimumkan selisih kuadrat

antara Y observasi dan Y dugaan. Model Sample untuk regresi linier sederhananya :

Yi = a + bXi , dalam hal ini :

Y = variable tak bebas

X = variable bebas

a = penduga bagi intersep ()

b = penduga bagi koefisien regresi ()

Dengan menggunakan metode kuadrat terkecil di dapat :

- 67 -

Page 70: Modul Statistic

Computer for Statistic Systems

b = n(XY) – (X) (Y) / n(X2) – (X)2

a = Y – b(X) / n

Contoh aplikasi :

Dari hasil pencatatan biaya iklan dan volume penjualan sebuah perusahaan jasa eceran

produk Laser Diode, diperoleh informasi seperti tertera dalam tabel berikut :

Biaya Iklan (Jutaan Rupiah) (X) Volume Penjualan (ribuan unit) (Y)

3

4

5

6

7

8

9

12

11

13

12

13

14

16

Untuk memperoleh gambaran awal tentang pola hubungan antara biaya iklan

dengan volume penjualan, akan dilakukan plot terhadap pasangan nilai tiap biaya

iklan dengan volume penjualannya.

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

0 5 10 15 20

Biaya Iklan (X)

Vo

lum

e P

enju

alan

(Y

)

Diagram Pencar Pasangan nilai biaya iklan dengan volume penjualan yang terkait

Penyelesaian :

X Y X2 Y2 XY3456789

12111312131416

9162536496481

144121169144169196256

3644657291

112144

Jumlah 42 91 280 1199 564

Penerapan metode OLS menghasilkan :

b = 7(564)-42(91) / 7(280) – (42)2 = 0,6429

a = 91 – 0,6429(42) / 7 = 9,1426

- 68 -

Page 71: Modul Statistic

Computer for Statistic Systems

maka persamaan regresi antara biaya iklan dan volume penjualan adalah : Ŷ =

9,1426 + 0,6429 X

Persamaan yang diperoleh memberikan arti : setiap penambahan biaya iklan

sejumlah satu juta rupiah, akan menambah volume penjualan 0,6429 ribu unit. Untuk

peramalan, dicoba pula seandainya dikeluarkan biaya iklan 7 juta rupiah, maka

volume penjualannya adalah :

Ŷ = 9,1426 + 0,6429 X = 9,1426 + 0,6429(7) = 13,64 ribu unit.

5.4 Analisis Keeratan Hubungan

Melalui analisis regresi yang telah diulas sebelumnya, dapat diketahui hubungan dua

variable atau lebih dalam bentuk persamaan. Dalam hal keeratan hubungan ini,

analisis korelasi paling sering digunakan dalam statistika.

a. Koefisien Korelasi Pearson

Koefisien korelasi Pearson digunakan untuk mengetahui tingkat (derajat) keeratan

hubungan linier antara dua atau lebih variable yang minimal berskala ukur interval.

Nilai koefisien korelasi bagi populasi dilambangkan , sedangkan samplenya

dilambangkan r.

Secara garis besar koefisien korelasi pearson (r ) memiliki sifat-sifat berikut :

1. Nilainya berkisar dari -1 sampai 1 (-1≤ r ≤ 1). Bila r = 0 atau mendekati nol,

berarti antara dua variable yang diobservasi (missal X dan Y) tidak terdapat

hubungan linier atau hubungan liniernya sangat lemah. Bila r mendekati -1,

hubungan linier X dan Y sangat kuat dengan sifat hubungan yang negative

(berlawanan arah) Artinya bila nilai X semakin besar maka nilai Y semakin

kecil. Bila r mendekati 1 berarti hubungan X dan Y sangat Kuat, bila nilai X

membesar maka nilai Y membesar juga.

2. Koefisien korelasi Pearson hanya mencerminkan keeratan hubungan linier

antara X dan Y, serta tidak berlaku untuk menerangkan hubungan yang tidak

linier.

- 69 -

Page 72: Modul Statistic

Computer for Statistic Systems

Grafik : Berbagai nilai koefisien Korelasi

b. Koefisien Korelasi Sederhana

Sebagaimana telah dijelaskan, koefisien korelasi sederhana mengukur keeratan

hubungan dua variable, misalnya X dan Y. Koefisien korelasi Pearson sederhana

diperoleh dengan rumus :

r = nXY - XY / √ (nX2 – (X)2) . (nY2 – (Y)2)

Nilai Korelasi Berkisar antara -1 dan 1, dengan criteria :

r = 0, maka kedua variable tidak berkorelasi linier

r = -1, maka variable berhubungan negative sempurna

r = 1, kedua variable berhubungan positif sempurna

Dibawah ini dapat digunakan sebagai pedoman umum :

Nilai I r I Kriteria Hubungan

0

0-0,5

0,5-0,8

0,8-1

1

Tidak ada korelasi

Korelasi lemah

Korelasi sedang

Korelasi kuat

Korelasi sempurna

Contoh Aplikasi :

Data berikut menggambarkan pendapatan keluarga (X) dan pengeluaran (Y)

Pendapatan

(Ribu dollar/tahun (X)

Pengeluaran

(ribu dollar/tahun (Y)

10

20

30

40

50

60

7

21

23

34

36

53

Dari sini kita dapat menghitung korelasi antara pendapatan dan pengeluaran

keluarga tersebut melalui tahapan berikut :

Bisa dihitung nilai-nilai :

- 70 -

Page 73: Modul Statistic

Computer for Statistic Systems

Xi = 210; Yi = 174; Xi .Yi = 7520 ; Xi2 = 9100 dan Yi

2 = 6280

Maka :

r = 6(7250)-(210)(174)/ √6(9100)-(210)2 ) √6(6280) – (174)2) = 0,973

Atas dasar perhitungan itu dapat disimpulkan bahwa hubungan antara pendapatan

dan pengeluaran keluarga tersebut sangat erat dan cenderung sempurna.

- 71 -

Page 74: Modul Statistic

Computer for Statistic Systems

DAFTAR PUSTAKA

1. ....

2. ...

- 72 -