MAQĀṢID ASY-SYARĪ‘AH PENGERTIAN DAN PENERAPAN …

18
FITRAH Jurnal Kajian Ilmu-ilmu Keislaman Vol. 03 No. 1 Juni 2017 e-ISSN : 2460-2345, p-ISSN: 2442-6997 Web: jurnal.iain-padangsidimpuan.ac.id/index.php/F 167 MAQĀID ASY-SYARĪ‘AH PENGERTIAN DAN PENERAPAN DALAM EKONOMI ISLAM AMINAH Mahasiswi Pasca Sarjana UIN Sumatera Utara Jurusan Ekonomi Syariah Abstract Basically syariah includes a broadly discussion, because besides talking about the interaction with Allah (ibadah), it is also with another human (muamalah). The focus of muamalah is to manage the Muslims life in their interaction with others, include the vital thing, economic side. Economic issues closely related to the benefits; because it is very important in Islamic economy and occupy a very central issues to judge. The growing era developed with every different innovations of life, appearing new events untapped by classical fiqh. On the other side, with the varieties of benefits come, we must be careful with the benefits that will be reached. Keywords: Maqāid Asy-Syarī‘Ah, Application, Islamic Economy Abstrak Sejatinya syariah mencakup pembahasan yang sangat luas, karena selain menyentuh interaksi hamba dengan Tuhannya (ibadah) juga interaksinya dengan sesama (muamalah). Fokus dari muamalah adalah mengatur kehidupan Muslim dalam interaksinya dengan sesama makhluk lainnya termasuk bagian yang sangat vital yaitu ekonomi. Masalah ekonomi erat kaitannya dengan kemaslahatan. Karena malaah sangat penting dalam ekonomi Islam dan menduduki tempat yang sangat sentral dalam menentukan hukum. Zaman yang terus berkembang dengan berbagai inovasi kehidupan, muncul kejadian-kejadian baru yang belum tersentuh fikih klasik. Di sisi lain bahwa cakupan, kriteria dan ragaman malaah yang bervariasi menuntut kita untuk lebih teliti di dalam menentukan sesuai dengan Malaah yang paling utama untuk dicapai. Kata Kunci: Maqāid Asy-Syarī‘Ah, Penerapan, Ekonomi Islam PENDAHULUAN Dalam Islam ada tiga rangkaian penting dan menjadi satu keutuhan dalam membentuk pribadi muslim yang sempurna yaitu akidah, syariah dan akhlak. Ketiga hal tersebut menjadi satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Setiap muslim wajib mengetahui dan mengamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Dari ketiga unsur tersebut syariah merupakan

Transcript of MAQĀṢID ASY-SYARĪ‘AH PENGERTIAN DAN PENERAPAN …

Page 1: MAQĀṢID ASY-SYARĪ‘AH PENGERTIAN DAN PENERAPAN …

FITRAH Jurnal Kajian Ilmu-ilmu Keislaman

Vol. 03 No. 1 Juni 2017

e-ISSN : 2460-2345, p-ISSN: 2442-6997

Web: jurnal.iain-padangsidimpuan.ac.id/index.php/F

167

MAQĀṢID ASY-SYARĪ‘AH

PENGERTIAN DAN PENERAPAN DALAM EKONOMI ISLAM

AMINAH

Mahasiswi Pasca Sarjana UIN Sumatera Utara Jurusan Ekonomi Syariah

Abstract

Basically syariah includes a broadly discussion, because besides

talking about the interaction with Allah (ibadah), it is also with

another human (muamalah). The focus of muamalah is to manage

the Muslims life in their interaction with others, include the vital

thing, economic side. Economic issues closely related to the benefits;

because it is very important in Islamic economy and occupy a very

central issues to judge. The growing era developed with every

different innovations of life, appearing new events untapped by

classical fiqh. On the other side, with the varieties of benefits come,

we must be careful with the benefits that will be reached.

Keywords: Maqāṣid Asy-Syarī‘Ah, Application, Islamic Economy

Abstrak

Sejatinya syariah mencakup pembahasan yang sangat luas, karena

selain menyentuh interaksi hamba dengan Tuhannya (ibadah) juga

interaksinya dengan sesama (muamalah). Fokus dari muamalah

adalah mengatur kehidupan Muslim dalam interaksinya dengan

sesama makhluk lainnya termasuk bagian yang sangat vital yaitu

ekonomi. Masalah ekonomi erat kaitannya dengan kemaslahatan.

Karena maṣlaḥah sangat penting dalam ekonomi Islam dan

menduduki tempat yang sangat sentral dalam menentukan hukum.

Zaman yang terus berkembang dengan berbagai inovasi kehidupan,

muncul kejadian-kejadian baru yang belum tersentuh fikih klasik.

Di sisi lain bahwa cakupan, kriteria dan ragaman maṣlaḥah yang

bervariasi menuntut kita untuk lebih teliti di dalam menentukan

sesuai dengan Maṣlaḥah yang paling utama untuk dicapai.

Kata Kunci: Maqāṣid Asy-Syarī‘Ah, Penerapan, Ekonomi Islam

PENDAHULUAN

Dalam Islam ada tiga rangkaian penting dan menjadi satu keutuhan

dalam membentuk pribadi muslim yang sempurna yaitu akidah, syariah dan

akhlak. Ketiga hal tersebut menjadi satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan

satu sama lain. Setiap muslim wajib mengetahui dan mengamalkan dalam

kehidupan sehari-hari. Dari ketiga unsur tersebut syariah merupakan

Page 2: MAQĀṢID ASY-SYARĪ‘AH PENGERTIAN DAN PENERAPAN …

FITR AH Jurnal Kajian Ilmu-ilmu Keislaman

Vol. 03 No. 1 Juli 2017

168

pembahasan yang sangat luas, karena selain menyentuh interaksi hamba dengan

Tuhannya (ibadah) juga menyentuh interaksi hamba dengan sesamanya

(muamalah). Fokus dari muamalah adalah mengatur kehidupan muslim dalam

interaksinya dengan sesama makhluk lainnya termasuk bagian yang sangat vital

yaitu ekonomi.

Dewasa ini bidang ekonomi sangat terbuka dalam memunculkan inovasi

baru dalam membangun dan mengembangkan ekonomi masyarakat. Fikih

muamalah sebagai akar dari ekonomi Islam harus bisa mengayomi muslim agar

tidak terhambat dalam berinteraksi namun tidak keluar dari koridor Islam.

Untuk itu fikih muamalah harus selalu siap dalam mengarahkan, memfilter,

menerima, menolak dan memunculkan inovasi baru dalam membangun dan

mengembangkan muamalah apalagi yang berhubungan dengan ekonomi.

Untuk menghadapi segala muamalah ekonomi yang belum ada

ketentuan dalam Naṣṣ dan belum dibahas dalam literatur klasik perlu istinbāṭ

hukum secara logika dengan mempertimbangkan prinsip maqāṣid asy-syarī‘ah.

Maqāṣid asy-syarī‘ah menjadi acuan dan patokan utama untuk menjaga

keseimbangan sosial di masyarakat yang merupakan tujuan utama syariat Islam.

Berangkat dari sini, mengetahui seluk beluk maqāṣid asy-syarī‘ah

merupakan suatu keharusan bagi seorang muslim karena merupakan konsideran

utama dalam mengevaluasi nilai manfaat dan mudarat dari kegiatan muamalah.

Untuk itu dalam kesempatan ini penulis akan membahas secara ringkas tentang

maqāṣid as-syarīah dan penerapannya dalam Ekonomi Islam.

PEMBAHASAN

Pengertian Maqāṣid asy-Syarī‘ah dan Kaitannya Dengan Maṣlaḥah

Maqāṣid as-syarīah ditinjau dari sudut lughawi (bahasa) merupakan kata

majemuk yang terdiri dari dua kata, yakni al-maqāṣid (المقاصد) dan as-syarīah (الشريعة).

Akar kata maqāṣid adalah qaṣada yaqṣidu ( يقصد -قصد ) yang bermakna menyengaja,

bermaksud kepada, maqāṣid merupakan bentuk jamak (plural) dari maqṣid/maqṣad

(شريعة) yang berarti maksud, kesengajaan atau tujuan.1 Sedangkan syarī’ah (مقصد)

dalam Bahasa Arab berarti jalan menuju sumber air.2 Jalan menuju sumber air ini

dapat juga katakan sebagai jalan kearah sumber pokok kehidupan yaitu syariat

1 Mahmud Yunus, Qāmūs ‘Arabiy-Indūnīsiy (Jakarta: Hida Karya Agung, cet.8 1990), h. 343-

344. 2 Muhammad Ibn Mukrim Ibn Manẓūr al-Miṣri, Lisān al-‘Arab (Beirut: Dār aṣ-Ṣādir, tt), j. VIII,

h. 175.

Page 3: MAQĀṢID ASY-SYARĪ‘AH PENGERTIAN DAN PENERAPAN …

Maqāṣid Asy-Syarī‘ah ..... Aminah

169

Tuhan.3 Jadi maqāṣid as-syarīah mengandung makna tujuan dan rahasia yang

diletakkan Syāri‘ (Allah) dari setiap hukum yang diturunkan oleh-Nya.4

Teori maqāṣid pada dasarnya sudah pernah diintrodusir oleh para

cendekiawan muslim sebelum Imam Syāṭibi (w. 790 H/1388 M), namun beliau

kemudian mampu ‛mengkomunikasikan‛ teori tersebut dalam bentuk yang well-

designed sehingga ia dianggap salah satu peletak dasar secara komprehensif

tentang ilmu maqāṣid as-syarīah hingga dijuluki dengan Bapak maqāṣid as-syarīah

dengan bukunya yang terkenal Al-Muwāfaqāt.5

Mengkaji teori maqāṣid asy-syarī‘ah tidak dapat dipisahkan dari

pembahasan maṣlaḥah. Maqāṣid asy-syarī‘ah bermakna tujuan dan rahasia Allah

meletakkan sebuah syariah, tujuan tersebut adalah maṣlaḥah bagi seluruh umat.

Maṣlaḥah merupakan manifestasi dari maqāṣid asy-syarī‘ah (tujuan syariah) yaitu

untuk mendatangkan maṣlaḥah bagi hamba-Nya. Jadi dua istilah ini mempunyai

hubungan dan keterkaitan yang sangat erat.

Kata maṣlaḥah berasal dari Bahasa Arab atau صُلْحًا menjadi يصَْلُحُ – صَلحََ

.yang berarti sesuatu yang mendatangkan kebaikan dan manfaat مَصْلحََةً

Kebalikannya atau lawannya adalah mafsadah (مفسدة) yang berarti kerusakan dan

keburukan.

Secara etimologi, maṣlaḥah sama dengan manfaat, baik dari segi lafal

maupun makna. Maṣlaḥah juga berarti manfaat atau suatu pekerjaan yang

mengandung manfaat. Apabila dikatakan bahwa perdagangan itu suatu

kemaslahatan dan menuntut ilmu itu suatu kemaslahatan, maka hal tersebut

berarti bahwa perdagangan dan menuntut ilmu itu penyebab di perolehnya

manfaat lahir dan batin.

Dalam perjalanan sejarah, lafal maṣlaḥah sudah digunakan dalam

penalaran sejak zaman Sahabat, sebagai suatu prinsip bahkan istilah teknis

namun belum dijelaskan secara tepat makna. Bahkan maknanya terus

berkembang sampai zaman sekarang.6

Dalam kajian teori dasar hukum Islam (uṣūl al-fiqh), Asmawi

menyimpulkan maṣlaḥah diidentifikasi dengan sebutan (atribut) yang bervariasi,

3 Asafri Jaya Bakri, Maqashid Syari’ah Menurut Al-Syatibi (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,

1996), h. 61. 4 Ahmad Raisūni, Naẓariyyah al-Maqāṣid ‘Inda al-Imām asy-Syāṭibi (Riyadh: Ad-Dār al-

‘Alamiyyah li al-Kuttāb al-Islāmiyyah, cet. 4, 1995), h. 18. 5 Raisūni, Naẓariyyah. h. 17. 6 Al Yasa’ Abubakar, Metode Istislshiah, Pemanfaatan Ilmu Pengetahuan dalam Ushul Fiqh (Jakarta:

Kencana, 2016), h.36.

Page 4: MAQĀṢID ASY-SYARĪ‘AH PENGERTIAN DAN PENERAPAN …

FITR AH Jurnal Kajian Ilmu-ilmu Keislaman

Vol. 03 No. 1 Juli 2017

170

yakni prinsip (principle, al-aṣl, al-qā‘idah, al-mabdā’), sumber atau dalil hukum

(source, al-maṣdar, ad-dalīl), doktrin (doctrine, aḍ-ḍābiṭ), konsep (concept, al-fikrah),

teori (theory, an-naẓariyyah) dan metode (method, aṭ-ṭarīqah).7

Secara terminologi, Para Ulama mendefinisikan maṣlaḥah sebagai manfaat

dan kebaikan yang dimaksudkan oleh Syāri‘ bagi hamba-Nya untuk menjaga

agama, jiwa, akal, keturunan dan harta mereka.8

Muṣṭafā Zaid menegaskan, bagaimanapun istilah maṣlaḥah didefinisikan

dan digunakan harus mengandung tiga hal, yaitu: pertama, maṣlaḥah tersebut

bukanlah hawa nafsu, atau upaya pemenuhan kepentingan individual, kedua,

maṣlaḥah mengandung aspek positif dan negatif, karena itu menolak

kemudaratan sama dengan mendatangkan kemanfaatan, ketiga, semua maṣlaḥah

harus berhubungan baik langsung atau tidak langsung dengan lima aspek

fundamental (al-kulliyah al-khamsah).9

Muhammad ‘Abd al-‘Aṭi Muhammad Ali menyebutkan bahwa maṣlaḥah

mempunyai tiga ciri utama: pertama, sumber dari maṣlaḥah itu adalah hidayah

Allah, kedua, maṣlaḥah mencakupi kehidupan dunia dan akhirat, ketiga, maṣlaḥah

tidak hanya terbatas pada kelezatan material.10

Dengan demikian, sebuah maṣlaḥah dan mafsadah yang masyrū’ (legal),

efeknya tidak bisa dipisahkan antara tujuan dunia ataupun tujuan akhirat namun

maṣlaḥah dan mafsadah di dunia akan selalu mempengaruhi kehidupan akhirat.

Apabila hanya mementingkan kehidupan dunia dan mengenyampingkan

akhirat, maṣlaḥah itu cenderung mengikuti hawa nafsu dan harus ditinjau

kembali.

Urgensi Maqāṣid asy-Syarī‘ah Dalam Ekonomi Islam

Ekonomi Islam adalah bagian dari fikih muamalah yang mengkaji

interaksi manusia yang berhubungan dengan kegiatan keuangan. Dalam

perjalanannya tentu mengalami banyak perkembangan dan kemajuan. Hal-hal

yang tidak terpikir pada zaman dahulu kala, menjadi kenyataan zaman

sekarang. Maqāṣid asy-syarī‘ah yang melahirkan maṣlaḥah menjadi salah satu

7 Asmawi, ‚Konseptualisasi Teori Maslahah‛, dalam Salam: Jurnal Filsafat dan Budaya Hukum

(tanpa keterangan terbit), Permalink: https://www.academia.edu/9998895. 8 Muhammad Sa‘īd Ramaḍān al-Būṭi, Ḍawābiṭ al-Maṣlaḥah fī asy-Syarī‘ah al-Islāmiyyah (Beirut:

Muassasah ar-Risālah, cet 6, 2001), h. 27. 9 Muṣṭafā Zaid, Al -Maṣlaḥah Fī Tasyrī‘ al-Islāmi wa Najm ad-Dīn aṭ-ṭūfi, cet. 2 (Kairo: Dār al-Fikr

al-‘Arabi, 1964), h. 22 10 Muhammad ‘Abd al-‘Aṭi Muhammad Ali, Al-Maqāṣid asy-syarī‘ah wa Aṡaruhā Fī al-Fiqh al-

Islāmi (Kairo: Dār al-Ḥadīṡ, 2007), h. 103.

Page 5: MAQĀṢID ASY-SYARĪ‘AH PENGERTIAN DAN PENERAPAN …

Maqāṣid Asy-Syarī‘ah ..... Aminah

171

model pendekatan dalam ijtihad dan berkedudukan sangat vital dalam fikih

muamalah. Maka para ahli teori hukum Islam menjadikan pengetahuan maṣlaḥah

sebagai salah satu kriteria bagi mujtahid yang melakukan ijtihad.11

Ali Yasa’ mengungkap bahwa pertimbangan maqāṣid asy-syarī‘ah dalam

metode penalaran perlu dilakukan menurut asy-Syāṭibi karena Allah

menurunkan syariat tidaklah secara sia-sia. Allah menurunkan hukum untuk

kemaslahatan manusia didunia dan akhirat. Karena itu berupaya menemukan

tujuan dan maslahat yang dikandung hukum agar tidak terjebak pada

mementingkan formal semata, yang mungkin sekali akan kehilangan roh, yaitu

kemaslahatan dan tujuan.12

Maṣlaḥah merupakan esensi dari kebijakan-kebijakan syariah (siyāsah

syar`iyyah) termasuk juga kebijakan dalam perekonomian. Maṣlaḥah `ammah

(kemaslahatan umum) merupakan landasan muamalah, yaitu kemaslahatan

yang dibingkai secara syar‘iy, bukan semata-mata profit motive dan material

rentability.

Kemunculan lembaga dan transaksi modern mendorong fikih muamalah

untuk memandang interaksi ini dari sudut pandang yang baru juga. Kebutuhan

akan fatwa dan ijtihad jamā‘i semakin meningkat. Naṣṣ yang ada, secara langsung

belum cukup untuk menjawab problematika yang ada. Jika terabaikan maka

kehidupan akan rusak. Disinilah butuh istinbāṭ hukum dengan menilik maqāsid

asy-syarī‘ah dan maṣlaḥah secara tepat dan profesional. Jadi, untuk

mengembangkan ekonomi Islam, para ekonom Muslim harus berpegang kepada

maṣlaḥah. Karena maṣlaḥah adalah saripati dari syari’ah. Para ulama menyatakan

‚di mana ada maṣlaḥah, maka di situ ada syariah Allah‛.13

Menurut Al Yasa’ Abu Bakar, penetapan hukum dengan metode

istislāḥiyah (maṣlaḥah) dapat digunakan dalam menyelesaikan dalam empat jenis

masalah, yaitu:14

1. Mencari dan menemukan hukum atas suatu persoalan yang tidak

mempunyai Naṣṣ khusus (langsung) sebagai dalil. Ini adalah tujuan utama

dari konsep maṣlaḥah.

11 Waryani fajar Riyanto, ‚Pertingkatan Kebutuhan Dalam Maqasid Asy-Syari’ah, Dalam Jurnal

Hukum Islam (JHI), Volume 8, Nomor 1, Juni 2010. 12 Al Yasa’ Abubakar, Metode Istislahiah, Pemanfaatan Ilmu Pengetahuan dalam Ushul Fiqh

(Jakarta: Kencana, 2016), h.11. 13 http://www.agustiantocentre.com/?p=424, diakses 20 September 2016. 14 Al Yasa’ Abubakar, Metode Istislahiah,h. 58-60.

Page 6: MAQĀṢID ASY-SYARĪ‘AH PENGERTIAN DAN PENERAPAN …

FITR AH Jurnal Kajian Ilmu-ilmu Keislaman

Vol. 03 No. 1 Juli 2017

172

2. Sebagian dari penalaran ini, paling kurang dalam keadaan tertentu dapat

juga digunakan untuk mennentukan hukum terhadap masalah baru yang

sebetulnya telah mempunyai Naṣṣ khusus, tetapi tidak secara sempurna.

3. Sampai batas tertentu, pola dan metode istiṣlāḥiyah ini tidak diperlukan

untuk menyelesaikan kasus-kasus baru, tetapi dapat juga digunakan untuk

meneliti ulang, mengubah memperbaiki satau menyempurnakan peraturan

lama.

4. Suatu masalah yang dahulu dianggap mempunyai Naṣṣ khusus, tetapi ketika

diteliti ulang terbukti penggunaannya tidak tepat, sehingga butuh metode

istiṣlāḥiyah.

Dari empat bentuk masalah diatas, sangat jelas bahwasanya masalah

dalam ekonomi sangat butuh kepada metode penalaran ini. Kesimpulannya

maqāṣid asy-syarī‘ah dan maṣlaḥah dengan metode istiṣlāḥiyah mempunyai

kedudukan yang sangat penting dalam fikih Muamalah terutama dalam

mu‘āmalah māliyah (interaksi ekonomi). Dengan maṣlaḥah, syariah Islam memiliki

relevansi dengan konteks zamannya dan menjadi syariah selalu up to date

menyapa segenap persoalan kehidupan manusia dengan cahaya ajarannya yang

mencerahkan. Melalui maṣlaḥah akan terealisasi kemakmuran dan kesejahteraan

dan kemurnian pengabdian kepada Tuhan. Pengabaian maṣlaḥah akan

mendorong pada pengabaian kebutuhan manusia untuk melanjutkan hidup di

dunia dan bahkan untuk mencapai kebahagian di akhirat.

Cakupan Maqāṣid asy-Syarī‘ah

Maqāṣid asy-syarī‘ah akan menjadi payung yang selalu memproteksi

maṣlaḥah. Maqāṣid asy-syarī‘ah juga akan mengarahkan jalan untuk menuju

maṣlaḥah yang benar.

Dalam memproteksi maṣlaḥah, maqāṣid asy-syarī‘ah menaungi lima unsur

penting. Kelima unsur ini merupakan hal yang sangat fundamental dan

mencakup secara menyeluruh kehidupan manusia sehingga sering disebut

dengan al-kulliyah al-khamsah (5 aspek menyeluruh), sehingga kerusakan pada

salah satu aspek saja akan menimbulkan implikasi negatif yang luar biasa.15

Sehingga maqāṣid asy-syarī‘ah memberi perhatian, perlindungan dan proteksi

(ḥifẓ) lebih terhadap lima unsur tersebut, yaitu menjaga agama atau keyakinan

(ḥifẓud-dīn), menjaga jiwa (ḥifẓun-nafs), menjaga keturunan (ḥifẓun-nasl), menjaga

akal atau intelektual (ḥifẓul-‘aql) dan menjaga harta atau pproperti (ḥifẓul-māl).

15 Asy-Syāṭibi, Al-Muwāfaqāt. j. I, h. 326.

Page 7: MAQĀṢID ASY-SYARĪ‘AH PENGERTIAN DAN PENERAPAN …

Maqāṣid Asy-Syarī‘ah ..... Aminah

173

Imam asy-Syāṭibi mempertegas bahwasanya proteksi (ḥifẓ) kelima aspek

fundamental ini harus dilakukan dalam dua cara, yaitu: pertama; proteksi

dengan cara pelaksanakan dan penjagaan dan perlindungan (positif/wujūd),

kedua; dengan cara menghindari dan menghilangkan (negatif/‘adam). Rukun

Iman dan menunaikan ibadah seperti shalat, zakat, puasa dan sebagainya adalah

proteksi dari segi wujūd dalam aspek ibadah. Menjaga kesehatan, mengkonsumsi

makanan dan menyediakan tempat tinggal juga merupakan proteksi dari segi

wujūd. Sementara mencegah kemungkaran, menghukum kriminal adalah contoh

proteksi dari segi ‘adam.16

Melihat pertimbangan beberapa penelitian dan pendapat Ulama

kontemporer termasuk Imam Yusuf al-Qarāḍawi, Al Yasa’ Abubakar

menambahkan proteksi dan perlindungan kebutuhan keberlanjutan umat dan

masyarakat (ḥifẓ al-ummah) dan pelestarian lingkungan hidup (ḥifẓ al-bīah) ke

dalam al-kulliyah al-khamsah sehingga menjadi aḍ-ḍarūriyyah as-sab‘ah (tujuh unsur

penting).17

Inilah yang menjadi patokan penting dalam menentukan maṣlaḥah.

Maṣlaḥah yang akan diorganisir harus mendukung lima atau tujuh unsur ini dan

tidak boleh berseberangan sedikitpun.

Tujuh unsur –apabila disetujui– yang diproteksi oleh maqāṣid asy-syarī‘ah,

tingkat kepentingannya dibagi menjadi tiga tingkatan yang berurutan secara

hierarkis, yaitu ḍarūriyyāt (necessities/primer), ḥajiyyāt (requirements/sekunder),

dan taḥsīniyyat (beautification/tersier).18

Keperluan dan perlindungan menjadi tiga tingkatan ini, oleh asy-Syāṭibi

dilakukan berdasarkan pengkajian dan penelitian atas ayat-ayat Alquran secara

induktif dan komprehensif. Sehingga beliau beranggapan bahwa keberadaannya

sudah mencapai tingkat qaṭ’iy, maka memasukkannya kedalam penalaran dalam

istinbāṭ hukum adalah hal yang sangat penting dan utama.19

Pertama; Maṣlaḥah ḍarūriyyāt adalah sesuatu yang harus

ada/dilaksanakan untuk mewujudkan kemaslahatan yang terkait dengan

dimensi duniawi dan ukhrawi sekaligus. Apabila hal ini tidak ada, maka akan

menyebabkan hilangnya hidup dan kehidupan seperti makan, minum, shalat,

16 Asy-Syāṭibi, Al-Muwāfaqāt. j. I, h. 324-325. 17 Ibid., h. 104. 18 Abu Isḥāq asy-Syāṭibi, Al-Muwāfaqāt fī Uṣūl asy-Syarī‘ah (Beirut: Dār al-Ma‘rifah, cet.3, 1997),

j. I, h. 324. 19 Al Yasa’ Abubakar, Metode Istislahiah. h. 12.

Page 8: MAQĀṢID ASY-SYARĪ‘AH PENGERTIAN DAN PENERAPAN …

FITR AH Jurnal Kajian Ilmu-ilmu Keislaman

Vol. 03 No. 1 Juli 2017

174

puasa, dan ibadah-ibadah wajib lainnya. Contohnya dalam muamalah adalah

kewajiban melakukan akad dalam transaksi apapun.20

Kedua; Maṣlaḥah ḥājiyyāt adalah sesuatu yang sebaiknya ada sehingga

dalam melaksanakannya leluasa dan terhindar dari kesulitan. Kalau sesuatu ini

tidak ada, maka ia tidak akan menimbulkan kerusakan atau kematian namun

akan berimplikasi adanya kesulitan dan kesempitan yang besar. Contoh yang

diberikan oleh Imam Syāṭibi dalam hal muamalat pada bagian ini adalah

dilegalkan beberapa transaksi bisnis dalam fikih muamalah, antara lain qirāẓ atau

muḍārabah, musāqah dan salam.21

Ketiga; Maṣlaḥah taḥsīniyyāt adalah sesuatu yang tidak mencapai taraf

dua kategori di atas. Hal-hal yang masuk dalam kategori taḥsīniyyāt jika

dilakukan akan mendatangkan kesempurnaan dalam suatu aktivitas yang

dilakukan, dan bila ditinggalkan maka tidak akan menimbulkan kesulitan.

Ketiga pembagian tersebut harus dipahami secara berurutan, apabila

berseberangan maka maṣlaḥah ḍarūriyyāt (necessities/primer) harus didahului

daripada maṣlaḥah ḥajiyyāt (requirements/sekunder), setelah maṣlaḥah ḍarūriyyāt

dan maṣlaḥah ḥajiyyāt terpenuhi baru memenuhi maṣlaḥah taḥsīniyyat

(beautification/tersier).

Ḍawābiṭ (Kriteria) Maṣlaḥah dalam Fikih Muamalah

Maṣlaḥah bukanlah dalil independen dari pada adillah syar‘iyyah (dalil-

dalil syar’i) seperti Alquran, Sunah, Ijmak dan Kias sehingga bisa berdiri sendiri

untuk meng-istinbāt sebuah hukum. Namun maṣlaḥah adalah penunjang dan

kesimpulan dari kepingan-kepingan sumber yang mendukung kemaslahatan

hamba dunia dan akhirat.22

Dalam periode terakhir, muncul pendapat yang mendahulukan maṣlaḥah

dari pada Naṣṣ Alquran dan Hadis. Sangat jelas pendapat ini harus ditolak dan

sama sekali tidak sesuai dengan ajaran syariah. Naṣṣ yang ada pasti sudah sangat

sejalan dengan maṣlaḥah, karena itulah tujuan syāri‘. Jika berpegang pada

maṣlaḥah mungkin akan ada Naṡṡ yang dikesampingkan, tapi jika berpegang

pada Naṣṣ pasti akan ada maṣlaḥah disana.

Maṣlaḥah adalah salah satu metode istinbāṭ hukum yang menggunakan

logika. Logika manusia sangat terbatas dan mudah terpengaruh dengan hal

20 Ahmad Qorib, Ushul Fiqh 2 (Jakarta: Nimas Multima, cet. 2, 1997), h. 175. 21 Asy-Syāṭibi, Al-Muwāfaqāt. j. I, h. 326. 22 Al-Būṭi, Ḍawābiṭ. h. 107.

Page 9: MAQĀṢID ASY-SYARĪ‘AH PENGERTIAN DAN PENERAPAN …

Maqāṣid Asy-Syarī‘ah ..... Aminah

175

yang tidak diinginkan, untuk itu, dalam mengambil istinbāṭ hukum dengan

maṣlaḥah ada kriteria yang harus dipenuhi. Kriteria ini sebagai dasar dan tameng

seorang mujtahid dalam menentukan maṣlaḥah. Diantara kriteria tersebut

adalah:23

1) Maṣlaḥah yang dimaksud harus tetap, atau sasaran yang hendak diwujudkan

pasti bukan hanya semata dugaan atau hendaknya dugaan kuat yang

mendekati kepastian.

2) Maṣlaḥah tersebut harus jelas. Kejelasan yang dimaksud adalah sesuatu yang

tidak samar-samar dan tidak serupa dengan yang lain, sehingga Para

Fukaha juga akan jauh dari perbedaan pendapat atasnya. Misalnya syariat

pernikahan untuk menjaga keturunan, ini adalah tujuan yang jelas.

3) Maṣlaḥah tersebut harus munḍabiṭ, yaitu maksud yang dikehendaki

mempunyai ukuran dan batasan yang pasti.

4) Maṣlaḥah tersebut muḍṭarid, yaitu tujuannya mengikat tidak berubah dengan

perubahan masa dan tempat.

Syeikh Ramaḍān al-Būṭi (Ulama kontemporer dari Syiria) menyebutkan

beberapa kriteria maṣlaḥah lainnya sehingga bisa dikatakan legal.24

1) Maṣlaḥah tersebut merupakan bagian dari maqāṣid asy-syāri‘ yang terdiri dari

memproteksi pada lima hal yaitu menjaga agama (ḥifẓud-dīn), menjaga jiwa

(ḥifẓun-nafs), menjaga keturunan (ḥifẓun-nasl), menjaga akal (ḥifẓul-‘aql) dan

menjaga harta (ḥifẓul-māl).

2) Maṣlaḥah tersebut tidak boleh bertentangan dengan ketentuan Naṣṣ atau

ketentuan ijmak dan Kias.

3) Maṣlaḥah tersebut tidak mengabaikan maṣlaḥah yang lebih penting atau

setara dengannya.

Inilah beberapa kriteria yang harus dipenuhi dan dipahami oleh

seseorang yang ini berkecimpung dalam maṣlaḥah. Dengan memperhatikan

kriteria ini diharapkan penentuan maṣlaḥah akan jauh dari hawa nafsu.

Ragam Kemaslahatan

Maṣlaḥah sangat erat kaitannya dengan kehidupan, sehingga

kemaslahatan sangat beragam tergantung memandang dari sudut yang mana.

Kekuatan maṣlaḥah tersebut juga berbeda antara satu dengan yang lainnya dan

tidak semua maṣlaḥah bisa dipergunakan.

23 Ahmad Qarib, Ushul. h. 175. 24 Al-Būṭi, Ḍawābiṭ. h. 105.

Page 10: MAQĀṢID ASY-SYARĪ‘AH PENGERTIAN DAN PENERAPAN …

FITR AH Jurnal Kajian Ilmu-ilmu Keislaman

Vol. 03 No. 1 Juli 2017

176

Ragam maṣlaḥah yang sangat terkenal dan sudah kita singgung

sebelumnya adalah ragam maṣlaḥah yang dilihat dari sudut pandang kekuatan

dan kepentingan yang dibagi menjadi tiga tingkatan yang berurutan secara

hierarkis, yaitu ḍarūriyyāt (necessities/primer), ḥajiyyāt (requirements/sekunder),

dan taḥsīniyyat (beautification/tersier).

Selain dari klasifikasi diatas, Para Ulama memetakan maṣlaḥah dari

beberapa sudut pandang. Diantaranya maṣlaḥah jika dilihat dari berubah atau

tidaknya maṣlaḥah dibagi dalam dua bentuk, yaitu :

1) Maṣlaḥah aṡ-ṡābitah, yaitu kemaslahatan yang bersifat tetap, tidak berubah

sampai akhir zaman. Misalnya, berbagai maṣlaḥah dalam kewajiban ibadah.

2) Maṣlaḥah al-mutagayyirah, yaitu kemaslahatan yang berubah-ubah sesuai

dengan perubahan tempat, waktu dan subjek hukum. Kemaslahatan seperti

ini berkaitan dengan permasalahan muamalah dan adat kebiasaan, seperti

dalam masalah makanan yang berbeda-beda antara satu daerah dengan

daerah lainnya.

Diantara dua maṣlaḥah ini maka maṣlaḥah aṡ-ṡābitah lebih kuat daripada

maṣlaḥah al-mutagayyirah dan lebih diutamakan ketika pada saat berseberangan.

Jika dilihat dari segi keberadaan maṣlaḥah menurut legalitas syara‘ dibagi

menjadi tiga, yaitu:

1) Maṣlaḥah al-mu‘tabarah, yaitu kemaslahatan yang didukung oleh syara‘

maksudnya maṣlaḥah tersebut ada dalil khusus yang menjadi dasar bentuk

dan jenisnya.

2) Maṣlaḥah al-mulgāh, kemaslahatan yang ditolak syara’, karena bertentangan

dengan ketentuan syariah.

3) Maṣlaḥah mursalah yaitu kemaslahatan yang keberadaannya tidak didukung

syara’ dan tidak pula dibatalkan/ditolak syara’ melalui dalil-dalil yang rinci.

Artinya maṣlaḥah yang tidak diperintahkan di dalam Alquran dan Hadis,

akan tetapi tidak bertentangan terhadap keduanya. Misalnya, pendirian

bank syariah sebagai lembaga yang menghubungkan antara pemilik modal

dan pekerja. Dalam Alquran atau Hadis tidak ada perintah untuk

mendirikan lembaga perbankan syariah, akan tetapi keberadaannya tidak

dilarangan oleh Alquran atau Hadis. Disamping itu, keberadaan lembaga

perbankan membawa atau mendatangkan manfaat bagi masyarakat dan

manfaat tersebut tidak bertentangan dengan nash seperti prinsip bagi hasil

Page 11: MAQĀṢID ASY-SYARĪ‘AH PENGERTIAN DAN PENERAPAN …

Maqāṣid Asy-Syarī‘ah ..... Aminah

177

(akad muḍārabah), maka di antara kedua belah pihak akan mendapatkan

manfaat dari hasil kerja sama tersebut.

Diantara tiga ragam maṣlaḥah ini, tidak diragukan lagi bahwa maṣlaḥah

yang paling kuat adalah maṣlaḥah al-mu‘tabarah. Sementara maṣlaḥah al-mulgāh

sama sekali tidak bisa digunakan. Sementara maṣlaḥah mursalah menjadi dalil

kuat dan menjadi rujukan dalam menghadapi perkembangan zaman saat ini.

Dari segi kandungan dan cakupan, maṣlaḥah dibagi menjadi:

1. Maṣlaḥah al-‘ammah, yaitu kemaslahatan umum yang menyangkut

kepentingan orang banyak. Kemaslahatan umum ini tidak berarti untuk

semua kepentingan orang, tetapi bisa berbentuk kepentingan mayoritas

ummat/kelompok.

2. Maṣlaḥah al-khaṣṣah, yakni kemaslahatan yang kembali kepada pribadi atau

kembali kepada kepentingan sebagian kecil masyarakat, seperti

kermaslahatan yang berkaitan dengan pemutusan hubungan perkawinan

seseorang yang dinyatakan hilang (mafqūd).

Diantara dua maṣlaḥah ini tentu maṣlaḥah al-‘ammah lebih diutamakan

daripada maṣlaḥah al-khaṣṣah.

Pilihan Prioritas dalam Ragam Kemaslahatan

Pada posisi tertentu muncul beberapa maṣlaḥah yang saling bertolak

belakang. Pada saat itu seseorang harus bisa menentukan maṣlaḥah dominan dan

men-tarjiḥ-kan sesuai dengan kriteria, standar dan tingkatan dalam pelbagai

ragam maṣlaḥah yang ada. Sederhananya adalah apabila kontradiksi berlaku di

antara maṣlaḥah rājiḥah (kuat) dengan maṣlaḥah marjūḥah (lemah) maka hendaklah

diutamakan maṣlaḥah rājiḥah.

Diantara beberapa keragaman maṣlaḥah, sudah kita tentukan mana

maṣlaḥah yang paling dominan (rājiḥah) pada saat kita bahas ragam

kemaslahatan.

Selanjutnya kita akan menyempurnakan penyelesaian dalam

menentukan maṣlaḥah rājiḥah sebagaimana berikut:25

1) Utamakan maṣlaḥah mutayaqqanah (qaṭ‘iyyah) daripada maṣlaḥah

mauhūmah (ẓanniyyah).

Maṣlaḥah qaṭ‘iyyah adalah maṣlaḥah yang sudah pasti dan didukung

oleh dalil-dalil yang qaṭ‘iy. Sementara maṣlaḥah ẓanniyyah adalah

25 Rizdwan Ahmad, ‚Metode Pentarjihan Maṣlaḥah dan Mafsadah Dalam Hukum Islam

Semasa‛ dalam Shariah Journal, Vol. 16, No. 1 (2008).

Page 12: MAQĀṢID ASY-SYARĪ‘AH PENGERTIAN DAN PENERAPAN …

FITR AH Jurnal Kajian Ilmu-ilmu Keislaman

Vol. 03 No. 1 Juli 2017

178

kebalikannya. Apabila terjadi kontradiksi antara dua maṣlaḥah ini maka yang

diutamakan adalah maṣlaḥah qaṭ‘iyyah. Misalnya menyerahkan zakat fitrah

dalam bentuk makanan pokok kepada mustahiq lebih diutamakan dari pada

menyerahkan dalam bentuk uang disebabkan oleh dalil yang lebih kuat dan

qaṭ‘iy.

Keutamaan Maṣlaḥah qaṭ‘iyyah daripada maṣlaḥah ẓanniyyah ini telah

melahirkan banyak kaedah-kaedah fiqh. Di antaranya ialah:

الأصل بقاء ما كان على ما كان -Artinya: ‚Asal itu kekal seperti sedia kala‛.

بيقينما ثبت يقين لا يرتفع إلا -Artinya: ‚Sesuatu yang keberadaannya ditetapkan dengan yakin maka

tidak dapat dihilangkan melainkan dengan yakin juga‛

لا عبرة بالظن خطؤه -Artinya: ‚Tidak diambil sesuatu yang kesalahannya diputuskan

dengan cara ẓann‛.

لاعبرة للتوهم -Artinya: ‚Tidak diambil perkiraan dengan cara wahm26‛

2) Utamakan maṣlaḥah yang bersifat asasi ataupun fundamental Daripada

maṣlaḥah yang hanya bersifat teknis (syakliyyah)

Maṣlaḥah yang bersifat asasi di sini ialah maṣlaḥah hakiki yang hendak

dicapai sedangkan maṣlaḥah tersebut tidak tampak atau terlihat secara zahir.

sementara maṣlaḥah yang bersifat teknis itu bersifat zahir namun tidak

dikehendaki terjadi pada hakikatnya. Misalnya orang tua yang tidak

memenuhi semua keinginan anaknya karena memikirkan masa depan

mereka, meskipun terlihat ada mafsadah pada saat itu namun maṣlaḥah

dimasa yang akan datang.

3) Utamakan maṣlaḥah yang bersifat kekal dan berterusan Daripada

maṣlaḥah yang hanya bersifat sementara.

Maṣlaḥah yang bersifat kekal adalah maṣlaḥah yang manfaatnya kekal

ataupun kewujudannya terus menerus. Sementara maṣlaḥah sementara yaitu

manfaatnya berlaku hanya sekali, terbatas kepada waktu tertentu ataupun

tertumpu kepada ibadah khusus saja. Misalnya sedekah yang diberikan

kepada individu tertentu. Manfaatnya hanya berlaku ke atas individu itu

saja dan akan terputus manfaatnya apabila digunakan atau dimanfaatkan.

26 Wahn adalah keragu-raguan mencapai 75% dan hanya meyakini 25% saja.

Page 13: MAQĀṢID ASY-SYARĪ‘AH PENGERTIAN DAN PENERAPAN …

Maqāṣid Asy-Syarī‘ah ..... Aminah

179

Sesungguhnya Islam lebih mengutamakan amalan yang bersifat berterusan

dibanding hanya bersifat terbatas dan sementara.

Berdasarkan diatas maka amalan yang maṣlaḥah-nya wujud secara

berterusan lebih diutamakan. Contohnya seseorang hartawan yang mampu

mengerjakan haji sunat pada setiap tahun sedangkan banyak sekolah-

sekolah agama ataupun pelajar-pelajar agama miskin yang memerlukan

bantuan dari mereka. Maka hendaklah dia mengutamakan tindakan

membantu pembiayaan sekolah dan pelajar tersebut dengan mewakafkan

biaya haji sunat yang dimiliki untuk membantu dan meringankan beban

mereka.

4) Diutamakan maṣlaḥah kubrā (besar) Dari pada maslahah sugra (kecil)

Di antara maṣlaḥah ḍarūriyyah, ḥājiyyah dan taḥsīniyyah ada yang

dikategorikan ke dalam ‘ammah dan khaṣṣah. Apabila berlaku kontradiksi di

antara kedua maṣlaḥah yang mempunyai jenis yang sama dalam kedudukan

yang sama maka hendaklah diutamakan maṣlaḥah kubrā ataupun maṣlaḥah

yang lebih penting daripada maṣlaḥah sugrā ataupun yang kurang penting.

Berikut ini salah satu standar untuk mengetahui maṣlaḥah penting atau

kurang penting:

(a) Utamakan maṣlaḥah yang apabila diabaikan akan membawa akibat lebih

buruk dari maṣlaḥah yang apabila diabaikan akan membawa akibat

kurang buruk. Contohnya, apabila kas negara tidak mampu

menanggung biaya dua program yaitu pembangunan negara yang

melibatkan proyek-proyek mewah dan menaikkan taraf golongan miskin

di seluruh pelosok negara, maka hendaklah diutamakan program atas

golongan miskin. Ini kerana jika golongan miskin diabaikan, maka

kerusakan lebih besar dibandingkan pengabaian atas proyek mewah.

(b) Utamakan maslahah yang dititikberatkan secara khusus oleh Syara‘

daripada maṣlaḥah lainnya. Apabila seseorang itu tak mampu

menghilangkan najis sedangkan jika ingin menghilangkannya waktu

shalat akan luput maka hendaklah dia shalat demi menjaga waktu,

Karena shalat pada waktunya lebih utama.

(c) Utamakan maṣlaḥah yang lebih dari sudut kepentingan diri dan

hubungan kaum kerabat dibanding maṣlaḥah yang lebih jauh darinya.

Apabila seorang itu tidak mampu menanggung nafkah dirinya jika dia

Page 14: MAQĀṢID ASY-SYARĪ‘AH PENGERTIAN DAN PENERAPAN …

FITR AH Jurnal Kajian Ilmu-ilmu Keislaman

Vol. 03 No. 1 Juli 2017

180

menanggung nafkah kedua ibu bapanya ataupun anak-anaknya dan

isterinya, maka hendaklah diutamakan nafkah ke atas dirinya.

(d) Utamakan maṣlaḥah yang dilakukan oleh Rasulullah secara berterusan

berbanding dilakukan-Nya sesekali saja. Misalnya salat qasar untuk

musafir diutamakan dari solat sempurna, karena Rasulullah tidak pernah

melakukan salat empat rakaat ketika dalam perjalanan.

(e) Diutamakan maṣlaḥah yang disepakati oleh para Ulama daripada maṣlaḥah

yang masih diperdebatkan di kalangan mereka.

Aṭ-Ṭūfi juga menjelaskan cara untuk menghukum sebuah maṣlaḥah, yaitu:27

1. Jika suatu perbuatan mengandung maṣlaḥah semata, maka silahkan

dikerjakan.

2. Jika suatu perbuatan mengandung mafsadah semata, maka harus

ditinggalkan.

3. Jika suatu perbuatan mengandung maṣlaḥah di satu sisi dan mafsadah di

sisi lain dengan kadar yang seimbang dalam pandangan kita, maka:

a. Mengajukan kepada seorang yang dianggap ahli untuk menilai yang

lebih tepat untuk dikerjakan.

b. Memilih salah satunya atas pertimbangan sendiri. Contoh: jika tidak

ada penutup aurat kecuali selembar kain yang hanya cukup untuk

menutupi salah satu dari dua kemaluan, kita bisa memilih, apakah

akan menutupi qubul ataukah dubur?

4. Jika suatu perbuatan memiliki kadar maṣlaḥah yang lebih besar, maka

silahkan dikerjakan. Sebaliknya, jika kadar mafsadahnya yang lebih besar,

maka perbuatan tersebut harus ditinggalkan. Sebab beramal terhadap

sesuatu yang lebih kuat, merupakan tuntutan syara’. Akurasi metode ini

dapat dibuktikan dengan mengkonfirmasikannya pada contoh-contoh

yang dikemukakan para ulama ketika membagi maṣlaḥah sebagaimana

pembagian di atas. Untuk maṣlaḥah ḍarūriyyah dan mu’tabarah, meski

mengandung mafsadah seperti hukuman pelaku pidana, hukum cambuk,

hukum potong tangan dan lain-lain, tetap dilaksanakan karena nilai

maṣlaḥah-nya lebih besar.

Semua keragaman maṣlaḥah apabila bertolak belakang juga harus merujuk

kepada kulliyyah al-khamsah yaitu memproteksi pada lima hal yaitu menjaga

27 Iffah Muzammil, ‚Maṣlaḥah Sebagai Sumber Hukum Islam Menurut Najm al-Dīn al-Ṭūfy,

dalam Al-Qānūn, Vol. 13, No. 1, Juni 2010.

Page 15: MAQĀṢID ASY-SYARĪ‘AH PENGERTIAN DAN PENERAPAN …

Maqāṣid Asy-Syarī‘ah ..... Aminah

181

agama (ḥifẓud-dīn), menjaga jiwa (ḥifẓun-nafs), menjaga keturunan (ḥifẓun-nasl),

menjaga akal (ḥifẓul-‘aql) dan menjaga harta (ḥifẓul-māl). Kelima elemen ini

diutamakan maṣlaḥah-nya sesuai urutannya. Misalnya seseorang diancam akan

dibunuh apabila tidak menyerahkan hartanya, maka dia memilih untuk

menyerahkan hartanya, karena menjaga jiwa lebih utama dari menjaga harta.

Penerapan Maqāṣid asy-Syarī‘ah Dalam Ekonomi Islam

Kegiatan ekonomi tak bisa terlepas dari kegiatan kepemilikan dan harta.

Seluruh Ulama telah sepakat bahwasanya memproteksi harta adalah salah satu

bagian dari maqāṣid asy-syarī‘ah dan bagian dari maṣlaḥah yang lima (atau tujuh)

yang harus dilindungi. Dalam Islam harta juga mempunyai tempat penting

sebagai sarana kebahagian dunia dan akhirat.28

Aplikasi maqāṣid asy-syarī‘ah dan maṣlaḥah sudah terjadi sejak dulu. Dalam

sejarah, Khalifah Abu Bakr as-Ṣiddīq memutuskan untuk menyerang Muslimin

yang tidak mau menunaikan zakat, karena selain ibadah zakat juga merupakan

pemasukan utama negara untuk mensejahterakan ekonomi rakyat. Khalifah

Umar bin Khattab pernah melarang kaumnya untuk makan daging dua hari

berturut-turut karena krisis. Beliau juga pernah menjual secara paksa barang

timbunan dengan harga standar dan juga pernah mematok harga untuk

menghindari monopoli dan bahaya untuk rakyat. Semua itu berangkat dari

maṣlaḥah.29

Dalam kegiatan ekonomi mikro, Islam sebagai raḥmah li al-‘ālamīn

mengatur seluk beluk konsumsi (istihlāk), distribusi (tauzī‘) dan produksi (intāj).

Semua pengaturan tersebut mengarah pada maṣlaḥah untuk menjaga dan

menjauhi kegiatan pengabaian dan menyia-nyiakan (iḍā‘ah) hak milik, seperti

perintah potong tangan untuk pencuri, larangan mubazir dan masih banyak lagi.

Dewasa ini, aplikasi maqāṣid asy-syarī‘ah dalam menjawab kemajuan sains

dan teknologi modern sangatlah banyak. Diantaranya dilegalkannya lembaga

dan transaksi baru sebagai jawaban dari panggilan kebutuhan masyarakat.

Diantaranya mendirikan perbankan, asuransi, sukuk, mortgage dan multifinance,

capital market, mutual fund, Multi Level Marketing (MLM), tatacara perdagangan

melalui e-commerce, sistem pembayaran dan pinjaman dengan kartu kredit, sms

28 Yūsuf al-Qaraḍāwi, Maqāṣid asy-syarī‘ah al-Muta‘alliqah bi al-Māl (Kairo: Dār asy-Syurūq,

2010), h. 10. 29 Muhammad Syauqi al-Fanjari, al-Mażhab al-Iqtiṣādiy fī al-Islām (Kairo: al-Hai’ah al-Miṣriyyah

al-‘Ammah li al-Kitāb, 2010), h. 227-228.

Page 16: MAQĀṢID ASY-SYARĪ‘AH PENGERTIAN DAN PENERAPAN …

FITR AH Jurnal Kajian Ilmu-ilmu Keislaman

Vol. 03 No. 1 Juli 2017

182

banking, ekspor impor dengan media L/C, sampai kepada instrumen

pengendalian moneter, exchange rate, wakaf saham dan lain-lain.

Maṣlaḥah juga tidak akan pernah lepas dari fatwa-fatwa kontemporer. Di

Indonesia, DSN MUI juga menerapkan maqāṣid asy-syarī‘ah dalam banyak fatwa

yang dikeluarkannya, diantaranya fatwa kebolehan jual-beli emas secara tidak

tunai, yang pada dasarnya emas dikategorikan dalam aset yang mengandung

riba.30

Semua hal tersebut dilihat terdapat maṣlaḥah yang sangat besar bagi umat

untuk mengembangkan ekonomi. Selama tidak bertentangan dengan syariah,

inovasi-inovasi baru tersebut sangatlah penting dan dibutuhkan untuk

diwujudkan.

PENUTUP

Maṣlaḥah sangat penting dalam ekonomi Islam dan menduduki tempat

yang sangat vital dalam menentukan hukum. Zaman yang terus berkembang

dengan berbagai inovasi kehidupan, muncul kejadian-kejadian baru yang belum

tersentuh fikih klasik. Disinilah maṣlaḥah berperan penting. Meskipun demikian,

maṣlaḥah bukanlah satu-satunya dalil atau dalil independen dalam menentukan

hukum. Maṣlaḥah harus dikuatkan dengan dalil-dalil lain meski secara tidak

langsung sehingga maṣlaḥah itu benar-benar tepat dan profesional.

Dikarenakan maṣlaḥah lahir dari sebuah penalaran dan logika manusia,

maka butuh kriteria-kriteria dan standar yang harus dipahami sebelum

memutuskan sebuah maṣlaḥah. Kriteria dan standar tersebut akan mengarahkan

penentuan maṣlaḥah yang bebas dari hawa nafsu dan kepentingan dunia semata.

Wallāh a‘lā wa a‘lam bi aṣ-ṣawāb.

30 Lihat detailnya: Oni Sahroni dan Adiwarman A. Karim, Maqashid Bisnis & Keuangan Islam

(Jakarta: Rajawali Pers, 2016), h. 141-146.

Page 17: MAQĀṢID ASY-SYARĪ‘AH PENGERTIAN DAN PENERAPAN …

Maqāṣid Asy-Syarī‘ah ..... Aminah

183

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Muhammad ‘Abd al-‘Aṭi Muhammad. Al-Maqāṣid asy-syarī‘ah wa Aṡaruhā Fī

al-Fiqh al-Islāmi. Kairo: Dār al-Ḥadīṡ, 2007.

Abubakar, Al Yasa’. Metode Istislahiah, Pemanfaatan Ilmu Pengetahuan Dalam Ushul

Fiqh. Jakarta: Kencana, 2016.

Al-Būṭi, Muhammad Sa‘īd Ramaḍān. Ḍawābiṭ al-Maṣlaḥah fī asy-Syarī‘ah al-

Islāmiyyah. Beirut: Muassasah ar-Risālah, cet 6, 2001.

Al-Fanjari, Muhammad Syauqi. Al-Mażhab al-Iqtiṣādiy fī al-Islām. Kairo: al-Hai’ah

al-Miṣriyyah al-‘Ammah li al-Kitāb, 2010.

Al-Miṣri, Muhammad Ibn Mukrim Ibn Manẓūr. Lisān al-‘Arab. Beirut: Dār aṣ-

Ṣādir, tt.

Asmawi, ‚Konseptualisasi Teori Maslahah‛, dalam Salam: Jurnal Filsafat dan

Budaya Hukum (tanpa keterangan terbit), Permalink:

https://www.academia.edu/9998895.

Asy-Syāṭibi, Abu Isḥāq. Al-Muwāfaqāt fī Uṣūl asy-Syarī‘ah. Beirut: Dār al-Ma‘rifah,

cet.3, 1997.

Al-Qaraḍāwi, Yūsuf. Maqāṣid asy-syarī‘ah al-Muta‘alliqah bi al-Māl. Kairo: Dār asy-

Syurūq, 2010.

Bakri, Asafri Jaya. Maqashid Syari’ah Menurut Al-Syatibi. Jakarta: PT Raja Grafindo

Persada, 1996.

Muzammil, Iffah. ‚Maṣlaḥah Sebagai Sumber Hukum Islam Menurut Najm al-

Dīn al-Ṭūfy, dalam Al-Qānūn, Vol. 13, No. 1, Juni 2010.

Qorib, Ahmad. Ushul Fiqh 2. Jakarta: Nimas Multima, cet. 2, 1997.

Rizdwan Ahmad, ‚Metode Pentarjihan Maṣlaḥah dan Mafsadah Dalam Hukum

Islam Semasa‛ dalam Shariah Journal, Vol. 16, No. 1 (2008).

Riyanto, Waryani fajar, ‚Pertingkatan Kebutuhan Dalam Maqasid Asy-Syari’ah,

Dalam Jurnal Hukum Islam (JHI), Volume 8, Nomor 1, Juni 2010.

Raisūni, Ahmad. Naẓariyyah al-Maqāṣid ‘Inda al-Imām asy-Syāṭibi. Riyadh: Ad-Dār

al-‘Alamiyyah li al-Kuttāb al-Islāmiyyah, cet. 4, 1995.

Sahroni, Oni dan Adiwarman A. Karim. Maqashid Bisnis & Keuangan Islam.

Jakarta: Rajawali Pers, 2016.

Page 18: MAQĀṢID ASY-SYARĪ‘AH PENGERTIAN DAN PENERAPAN …

FITR AH Jurnal Kajian Ilmu-ilmu Keislaman

Vol. 03 No. 1 Juli 2017

184

Yunus, Mahmud. Qāmūs ‘Arabiy-Indūnīsiy. Jakarta: Hida Karya Agung, cet.8

1990.

Zaid, Muṣṭafā. Al-Maṣlaḥah Fī Tasyrī‘ al-Islāmi wa Najm ad-Dīn aṭ-ṭūfi. cet. 2, Kairo:

Dār al-Fikr al-‘Arabi, 1964.

http://www.agustiantocentre.com/?p=424.