Penjelasan Teknis Penajaman Dokumen SIAP (SLUM IMPROVEMENT ACTION PLAN)
lppm.stikom-alkhairiyah.ac.idlppm.stikom-alkhairiyah.ac.id/wp-content/uploads/2018/03/... · 2018....
Transcript of lppm.stikom-alkhairiyah.ac.idlppm.stikom-alkhairiyah.ac.id/wp-content/uploads/2018/03/... · 2018....
-
1
Analisis Perbandingan Peningkatan Mutu Citra
Dengan Menggunakan Algoritma Lee Dan
Algoritma LIP (Logarithmic Image Processing)
Rulin Swastika
Program Studi S1 Teknik Informatika
Sekolah Tinggi Ilmu Komputer Al-Khairiyah
Jalan H.Enggus Arja No. 1 Lingk. Citangkil Cilegon 42443
email : [email protected]
Abstrak Peningkatan mutu citra diperlukan agar mutu citra yang dihasilkan lebih baik
untuk keperluan analisis selanjutnya. Untuk itu diperlukan teknik – teknik untuk
peningkatan mutu citra. Dalam penelitian ini membahas teknik peningkatan mutu citra
dalam melakukan analisis perbandingan dengan menggunakan Algoritma Lee, dan
Algoritma LIP (Logarithmic Image Processing). Analisis terhadap hasil uji coba
dilakukan secara kualitatif, yaitu berdasarkan pada pengamatan visual citra hasil uji
coba dan perubahan karakteristik dari bentuk histogramnya. Dari percobaan dengan
menggunakan Algoritma Lee (dengan nilai masukan = 1, = 1 sampai dengan 1,3,
dan = 5) dan Algoritma LIP (dengan nilai masukan = 2, dan = 1 sampai dengan 2)
telah menghasilkan mutu citra yang memuaskan. Pada Algoritma LIP parameter dalam peningkatan mutu citra memiliki range yang lebih luas, sehingga memungkinkan
menghasilkan citra hasil yang lebih banyak. Oleh karena itu metode Algoritma LIP lebih
baik daripada metode Algoritma Lee.
Kata Kunci : Peningkatan mutu citra, Algoritma Lee, Algoritma LIP
1. Pendahuluan
Dewasa ini teknik pengolahan citra mengalami perkembangan yang sangat
pesat, hal ini disebabkan oleh kemajuan teknologi komputer dengan kapasitas
memori yang besar sehingga memungkinkan untuk melakukan kegiatan
komputasi dalam waktu yang relatif singkat. Banyak aplikasi yang terdapat dalam
teknik pengolahan citra, diantaranya adalah peningkatan mutu citra (image
enhancement), pemulihan citra (image restoration), pengkodean citra (image
encoding) dan pemilahan citra (image segmentation).
Dari sekian banyak aplikasi pengolahan citra, bidang yang paling banyak
menarik perhatian adalah peningkatan mutu citra. Tujuannya adalah untuk
menonjolkan ciri-ciri khusus yang terdapat pada suatu citra. Contoh peningkatan
mailto:[email protected]
-
2
mutu citra adalah penajaman (sharpening), perbaikan kontras dan tepi, pewarnaan
semu (pseudocoloring), penapisan derau (noise filtering) dan lain-lain.
Proses peningkatan mutu citra sendiri tidak akan meningkatkan informasi
yang sudah terdapat pada citra. Namun akan meningkatkan kisaran dinamis pada
ciri-ciri terpilih, sehingga citra mudah untuk diamati dan dianalisis. Kesulitan
terbesar dalam peningkatan mutu citra adalah penentuan ukuran standar mutu
citra. Oleh karena sejumlah teknik perbaikan mutu citra membutuhkan sarana
interaktif untuk mendapatkan hasil yang memuaskan.
Dengan memperhatikan kebutuhan akan penggunaan teknologi
pengolahan citra yang semakin meningkat dan perlunya proses peningkatan mutu
citra untuk mendapatkan hasil yang memuaskan, maka penulis merasa tertarik
untuk melakukan pengujian dan menganalisis perbandingan hasil peningkatan
mutu citra dengan menggunakan Algoritma Lee, dan Algoritma LIP (Logarithmic
Image Processing).
2. Landasan Teori
2.1 Pengertian Citra Digital
Citra digital adalah citra yang elemen-elemennya dinyatakan dengan suatu
besaran numerik yang membentuk suatu array. Pada layar monitor, citra terdiri
dari kumpulan piksel yang membentuk suatu array.
Sebuah citra dapat dipandang sebagai fungsi dua dimensi, dimana harga-
harga fungsi tersebut f(x,y) pada koordinat bidang (x,y) diruang citra (x,y)
mendefinisikan suatu ukuran intensitas cahaya pada titik tersebut. Fungsi f(x,y)
memiliki rentang nilai nol dan berhingga, karena citra merupakan fungsi intensitas
cahaya yang artinya memiliki energi dan datanya dari kelas diskrit. Secara
matematis hal ini dapat dituliskan sebagai berikut :
0 < f(x,y) < ~ (1)
Menurut presisi yang digunakan untuk menyatakan titik-titik koordinat
pada domain spasial atau bidang untuk menyatakan nilai keabuan atau warna
suatu citra, maka secara teoritis citra dapat dikelompokan dalam empat kelas citra,
yaitu citra kontinu-kontinu, kontinu-diskrit, diskrit-kontinu, diskrit-diskrit.
Dimana label pertama menyatakan presisi dari titik-titik koordinat pada bidang
citra, sedangkan label kedua menyatakan presisi nilai keabuan atau warna.
Kontinu dinyatakan dengan presisi angka tak terhingga, sedangkan diskrit
dinyatakan dengan presisi angka terhingga. Komputer digital hanya dapat
mengolah suatu citra dari kelas diskrit-diskrit, karena bekerja dengan angka-angka
berpresisi terhingga. Citra dari kelas tersebut dikenal dengan nama Citra Digital.
-
3
Citra Digital dapat langsung diperoleh dengan bantuan menggunakan
kamera digital atau dari citra analog setelah melalui suatu proses sampling dan
kuantitasi, seperti pada proses scanning sebuah photo melalui mesin scanner.
Namun citra digital tidak selalu merupakan hasil langsung dari data rekaman suatu
sistem, kadang-kadang hasil rekaman data bersifat kontinu seperti gambar pada
monitor televisi, sinar X dan lain sebagainya. Dengan demikian untuk
mendapatkan suatu citra digital diperlukan proses konversi, sehingga citra tersebut
selanjutnya dapat diproses dengan komputer.
Untuk mengubah citra yang bersifat kontinu menjadi citra digital
diperlukan proses pembuatan kisi-kisi horisontal dan vertikal, sehingga diperoleh
gambar dalam bentuk array dua dimensi. Proses tersebut dikenal dengan digitisasi
atau sampling. Pembagian suatu citra menjadi sebuah piksel dengan ukuran
tertentu ini akan menentukan resolusi spasial yang diperoleh.
Digitisasi atau sampling adalah suatu proses untuk mengubah citra dalam
bentuk analog yang berisi informasi kontinu ke bentuk citra digital yang berisi
informasi yang bersifat diskrit, yang dilakukan dengan membuat kisi-kisi arah
horisontal dan vertikal.
Resolusi spasial adalah derajat kehalusan dari proses pembuatan sel-sel
arah horisontal dan vertikal yang membagi suatu citra menjadi beberapa piksel.
Semakin tinggi resolusi yang diperoleh yang berarti semakin kecil ukuran
pikselnya, maka semakin halus citra yang diperoleh karena informasi yang hilang
akibat pengelompokan tingkat keabuan pada proses pembuatan sel-sel akan
semakin kecil. Proses yang diperlukan selanjutnya dalam konversi tersebut diatas
adalah proses kuantitasi. Dalam proses ini tingkat keabuan setiap piksel
dinyatakan dengan suatu harga integer. Kuantisasi merupakan proses untuk
menterjemahkan tingkat keabuan atau warna suatu piksel ke dalam bentuk
numerik. Kuantisasi merupakan besaran integer dari dua, dapat dilihat dalam
persamaan berikut :
G = (2)m (2)
Dimana : G = Jumlah tingkat keabuan
m = Jumlah kuantisasi tiap pikselnya
Untuk kuantisasi 8 bit per piksel misalnya, nilai elemen-elemen matriksnya
berada dalam range [0..255].
2.2 Representasi Citra Digital
Seperti pada bahasan sebelumnya bahwa sebuah citra digital merupakan
citra kontinu f(x,y) yang telah digitisasi sehingga membentuk array dua dimensi,
dimana elemen-elemen array tersebut berupa besaran integer, yang menyatakan
tingkat keabuan citra pada titik tersebut.
Seluruh tahapan proses konversi diatas dikenal sebagai konversi analog ke
digital yang biasanya akan menyimpan hasil prosesnya pada memori citra,
-
4
kemudian dikenal sebagai proses digitisasi. Citra f(x,y) disimpan dalam memori
komputer atau penyimpanan bingkai citra dalam bentuk array N x M sample
diskrit dengan jarak sama dengan berikut :
)1,1()1,1()0,1(
)1,1()1,1()0,1(
)1,0()1,0()0,0(
),(
MNfNfNf
Mfff
Mfff
yxf
(3)
Sisi sebelah kanan dari persaman (3) dikenal sebagai citra digital. Setiap
elemen dari arraynya disebut sebagai elemen gambar atau piksel, yang merupakan
suatu daerah persegi empat kecil dengan ukuran tertentu, ukuran piksel ini sering
disebut resolusi piksel. Pada banyak aplikasi, dipilih N = M, dengan suatu harga
tertentu. Nilai elemen-elemen dari matrik ini merupakan besaran integer yang
rentangnya ditentukan oleh jumlah kuantisasi tiap pikselnya.
Tingkat intensitas suatu citra ditunjukan oleh sebuah tingkat keabuan dan
keseluruhan tentang tingkat keabuan seringkali dipilih dalam pangkat dua,
sehingga sembarang piksel pada matrik berukuran N x N akan memiliki tingkat
intensitas g.
0 < g < 2m – 1 (4)
dimana : m = bilangan bulat
2.3 Citra Greyscale
Citra greyscale adalah citra dengan 256 tingkat keabuan (m = 8), sehingga
citra yang dihasilkan terdiri dari matrik dengan 256 macam harga dengan range
[0,…,255], setiap titik pada matrik tersebut dapat bernilai 0 sampai 255 yaitu
intensitas tingkat keabuan mulai dari hitam sampai putih.
Tingkat keabuan diantara hitam dan putih adalah perpaduan antara hitam
dan putih dengan kadar warna keduanya diurut dari mulai kadar hitam yang lebih
dominan hingga kadar putih yang lebih dominan.
2.4 Citra Biner
Citra biner adalah citra dengan dua tingkat skala keabuan (m = 1),
sehingga citra yang dihasilkan terdiri dari matrik dengan dua macam harga berupa
-
5
citra beresolusi warna monochrome. Setiap titik-titik pada matrik dapat berwarna
hitam atau putih saja dan hanya memerlukan suatu harga permulaan. Jadi sebuah
citra yang hanya terjadi dari dua intensitas tingkat keabuan yaitu hitam dan putih
atau gelap dan terang atau juga 0 dan 1 disebut dengan Citra biner.
Secara matematis citra dinyatakan dengan f(x,y) dapat dibinerkan dengan
aturan sebagai berikut :
Jika f(x,y) > T, maka f’(x,y) = 1
Jika f(x,y) < T, maka f’(x,y) = 0
Dimana : f(x,y) = Harga intensitas pada koordinat (x,y)
T = Harga ambang
f’(x,y) = Versi biner dari f(x,y
Jadi citra biner mudah dibuat, disimpan dan dimanipulasi, karena setiap piksel
diasosiasikan dengan informasi sebuah bit tunggal.
2.5 Piksel
Piksel atau pixel (picture element) yang berarti elemen gambar merupakan
bagian terkecil dari suatu citra. Setiap piksel menyimpan informasi warna sendiri.
Infromasi warna yang ditampilkan oleh piksel tergantung jumlah bit per piksel.
2.6 Elemen - Elemen Dasar Citra
Berikut ini secara umum elemen-elemen dasar yang penting dari suatu
citra serta kaitannya dengan sistem visual manusia. Elemen-elemen citra yang
dimaksud adalah sebagai berikut :
1. Kecerahan
Kecerahan (brightness) adalah intensitas yang terjadi pada 1 titik citra. Dan
lazimnya pada suatu citra, kecerahan ini merupakan rata-rata dari suatu daerah
lokal. Sistem visual manusia mampu menyesuaikan diri dengan tingkat
kecerahan (brightness level) dengan jangkauan dari yang terendah sampai
yang tertinggi. Batas penyesuaian gelap terendah disebut dengan scotopic
treshold sedangkan batas penyesuaian terang tertinggi disebut dengan glare
treshold.
2. Kontur
-
6
Yang dimaksud dengan kontur (contour) adalah suatu keadaan pada citra
dimana terjadi perubahan intensitas dari suatu titik ke titik tetangganya.
Dengan perubahan intensitas inilah mata manusia sanggup mendeteksi
pinggiran atau kontur suatu benda.
3. Warna
Warna (color) adalah reaksi yang dirasakan oleh sistem visual manusia
terhadap perubahan panjang gelombang cahaya. Setiap warna memiliki
panjang gelombang sendiri-sendiri. Warna merah memiliki panjang
gelombang yang paling tinggi, warna violet memiliki panjang gelombang
yang terendah. Pada umumnya sebagian besar warna dapat dihasilkan dari
percampuran 3 buah warna yaitu Red, Green dan Blue. Dengan jalan mengatur
brightness akan didapat bermacam-macam warna.
4. Bentuk
Pada umumnya citra yang dibentuk oleh mata merupakan citra 2 dimensi,
sedangkan objek yang diamati biasanya 3 dimensi. Biasanya setelah
mendapatkan interprestasi tentang citra, maka sistem visual manusia
cenderung untuk mengabaikan hal-hal yang tidak konsisten pada citra
tersebut.
5. Deteksi dan pengenalan
Pada hakekatnya sistem visual manusia tidak menerima informasi citra secara
terpisah pada setiap titik, tetapi citra dianggap sebagai satu kesatuan. Dalam
mendeteksi serta mengenali suatu citra sering tidak hanya sistem visual
manusia yang bekerja tetapi juga seluruh ingatan yang dimiliki.
2.7 Besaran Statistik Citra
2.7.1 Histogram Citra
Histogram suatu citra adalah fungsi yang menunjukan jumlah piksel dari
suatu tingkat keabuan tertentu terhadap tingkat keabuannya. Suatu histogram
dapat dipandang sebagai suatu fungsi padat peluang diskrit suatu citra. Suatu
histogram tidak memberikan infromasi tentang lokasi dari piksel atau perkiraan
suatu piksel terhadap piksel lainnya, tapi menyatakan deskripsi global dari
penampakan suatu citra.
-
7
Histogram sebuah citra dengan tingkat keabuan dalam range [0,L-1]
adalah suatu fungsi peluang diskrit p(rk) = nk/n, dimana rk adalah tingkat keabuan
ke-k, nk adalah jumlah piksel dengan tingkat keabuan rk, n adalah jumlah total
piksel dalam citra, dan k = 0, 1, 2, .., l-1.
p(rk)
p(rk)
Gambar 1. Histogram dari beberapa tipe citra, (a) citra gelap, (b) citra
cerah,
(c) citra kontras rendah, dan (d) citra kontras tinggi
Histogram p(rk) menunjukan probabilitas setiap tingkat keabuan yang
terjadi pada citra tersebut. Plot dari fungsi ini untuk semua nilai k memberikan
deksripsi umum dari penampakan atau visual citra. Sebagai contoh gambar 2.3
menunujukan histogram dari beberapa tipe citra, yaitu citra gelap, citra cerah,
citra kontras rendah, dan citra kontras tinggi
rk
(a)
rk
p(rk)
(b)
rk
(c)
rk
(d)
p(rk)
-
8
2.7.2 Peluang
Nilai peluang dari suatu intensitas piksel b adalah :
M
bNbP
)()( (5)
dengan N(b) adalah banyaknya piksel dengan intensitas b dan M adalah jumlah
piksel dalam citra digital tersebut.
2.7.3 Rata-Rata
Rata–rata (mean) dari suatu citra digital didefinisikan sebagai :
1
0
)(.L
b
bPbb (6)
L menunjukan tingkat keabuan citra digital tersebut.
2.7.4 Variansi dan Standar Deviasi
Variansi suatu citra digital didefinisikan sebagai :
1
0
22 )()(L
b
b bPbb (7)
Variansi merupakan kumpulan tingkat sebaran nilai data disekitar rata-rata.
Sedangkan standar deviasi merupakan akar kuadrat positif dari variansi. Jika suatu
kumpulan data mempunyai nilai variansi atau standar deviasi kecil, berarti
kumpulan data mempunyai nilai lebih banyak di sekitar rata-rata (mean) dan
sebaliknya.
2.8 Peningkatan Mutu Citra Digital
Peningkatan mutu citra merupakan suatu proses yang dilakukan untuk
mendapatkan kondisi tertentu pada citra. Proses tersebut bisa dilakukan dengan
menggunakan berbagai macam metode, tergantung pada kondisi yang diharapkan
pada citra tersebut, misalnya mempertajam bagian tertentu pada citra, mengurangi
gangguan, manipulasi kontras, pembesaran citra dan lain-lain.
-
9
Operasi peningkatan mutu citra digital bekerja berdasarkan prosedur yang
bersifat heuristic untuk tujuan yang spesifik, artinya bahwa operasi peningkatan
mutu terbaik untuk semua citra jenis X tidak harus sama dengan operasi
peningkatan mutu terbaik untuk semua citra jenis Y. operasi ini sering digunakan
untuk meningkatkan mutu suatu citra digital yang telah mengalami degradasi
akibat proses digitasi maupun pengiriman.
Metode yang digunakan dalam peningkatan mutu citra secara umum dapat
dibagi menjadi 2 kategori, yaitu :
• Metode Histogram
Dengan menghitung jumlah piksel untuk setiap derajat keabuan histogram dari
citra yang dibentuk. Metode ini bekerja hanya berdasarkan informasi bentuk
histogram yang akan berubah sesudah metode ini diterapkan. Operasi seperti
Histogram Modification, Histogram Equalization, dan Histogram stretching
adalah termasuk kelompok ini.
• Filter atau Algoritma Dua Dimensi
Citra sering perlu difilter untuk menghilangkan derau, menghaluskan atau
menajamkan citra. Filter yang sering digunakan anatara lain filter lalu tinggi
(high pass filter), filter lalu rendah (low pass filter), filter rata-rata (mean
filter) dan filter nilai tengah (median filter). Selain menggunakan filter,
algoritma juga bisa digunakan seperti Algoritma lee dan Algoritma LIP
(Logarithmic Image Processing).
3. Metode Penelitian
3.1. Algoritma Lee
J.S. Lee telah menulis algoritma sederhana untuk peningkatan mutu citra,
algoritma ini selanjutnya disebut dengan Algoritma Lee, yaitu :
),(),(),(),(' jiAjiFjiAjiF (8)
dimana : F(i,j) dan F’(i,j) adalah nilai piksel sebelum dan sesudah pemrosesan,
A(i,j) adalah nilai rata-rata piksel pada window n x n yang berpusat pada koordinat
(i,j), dan parameter , , adalah bilangan real.
-
10
3.2. Algoritma LIP
Metode Algoritma LIP (Logarithmic Image Processing) diperkenalkan
pertama kali oleh M. Jourlin. Dalam Algoritma LIP, intensitas suatu citra
dimodelkan dengan fungsi keabuannya (f). Contoh dari fungsi keabuan adalah
fungsi penyerapan filter cahaya dimana tiap posisinya diketahui opasitasnya. Oleh
karena itu, fungsi keabuan f didefinisikan pada domaian spasial, dengan nilai
dalam interval [0, M] dimana M adalah positif. Penjumlahan dan perkalian citra
yang bersifat logaritmik, dinotasikan dengan dan .
3.3 Perancangan Algoritma
Berikut ini adalah perancangan algoritma yang digunakan pada metode
penelitian untuk proses peningkatan mutu citra dalam implementasinya pada
perangkat lunak.
3.3.1. Procedure Algoritma Lee
Procedure AlgoritmaLee adalah procedure untuk proses peningkatan mutu
citra dengan menggunakan Algoritma Lee sebagaimana ditulis dalam persamaan
(3.3). Sedangkan ukuran jendela (window) yang digunakan disini adalah jendela
(window) berukuran 3 x 3 piksel. Procedure ini ada dikelas TFormCitra.
Procedure AlgoritmaLee
Kamus :
x,y,i,j : integer
alpha,beta,nu : real
rata,hasil,temp : real
BM_asal : Bitmap{data bitmap citra masukan}
BM_hasil : Bitmap{data bitmap citra hasil}
tinggibitmap : integer
lebarbitmap : integer
x +
-
11
Algoritma :
Input(alpha)
Input(beta)
Input(nu)
For y = 0 to tinggibitmap-1 do
For x = 0 to lebarbitmap-1 do
rata 0.0
temp 0.0
For i = y-1 to y+1 do
For j = x to x+1 do
temp temp + BM_asal[i,j]
Endfor
Endfor
rata temp/9
temp rata * (alpha – beta)
temp temp + BM_asal[x,y] * beta + nu
If temp > 255 then
hasil 255
Else if temp< 0 then
hasil 0
Endif
BM_hasil[x,y] round(hasil)
Endfor
Endfor
Dari perancangan Algoritma Lee diatas dapat diketahui langkah – langkah
yang perlu dilakukan dalam mengimplementasikan perhitungan Algoritma Lee
pada perangkat lunaknya. Langkah – langkah tersebut adalah sebagai berikut :
1. Pertama kali masukan (alpha), (beta), dan (nu)
Input(alpha)
Input(beta)
Input(nu)
2. Untuk setiap piksel dalam bitmap
a. Mencari rata-rata nilai piksel-piksel pada jendela berukuran 3 x 3 yang
berpusat pada piksel tersebut.
For i = y-1 to y+1 do
For j = x to x+1 do
temp temp + BM_asal[i,j]
Endfor
Endfor
rata temp/9
-
12
b. Mengalikan rata-rata pada point (a) dengan hasil pengurangan masukan ,
dengan masukan . Hasilnya ditambah dengan hasil perkalian piksel pusat
dengan nilai masukan , ditambahkan lagi dengan nilai masukan .
temp rata * (alpha – beta)
temp temp + BM_asal[x,y] * beta + nu
c. Berikutnya adalah mendapatkan nilai piksel hasil
If temp > 255 then
hasil 255
Else if temp< 0 then
hasil 0
Endif
BM_hasil[x,y] round(hasil)
3.3.2. Procedure Algoritma LIP
Procedure AlgoritmaLIP adalah procedure untuk proses peningkatan mutu
citra dengan menggunakan Algoritma LIP sebagaimana ditulis dalam persamaan
(3.19). Sedangkan ukuran jendela (window) yang digunakan disini adalah jendela
(window) berukuran 3 x 3 piksel. Procedure ini ada dikelas TFormCitra.
Procedure AlgoritmaLIP
Kamus :
x,y, i, j : integer
alpha, beta : real
rata,hasil,temp : real
BM_asal : Bitmap {data bitmap citra masukan}
BM_hasil : Bitmap {data bitmap citra hasil}
tinggibitmap : integer
lebarbitmap : integer
Algoritma :
Input(alpha)
Input(beta)
For y = 0 to tinggibitmap-1 do
For x = 0 to lebarbitmap-1 do
rata 0.0
-
13
temp 0.0
For i = y-1 to y+1 do
For j = x to x+1 do
temp temp + log10(BM_asal[i,j]/255)
Endfor
Endfor
rata temp/9
temp rata * (alpha – beta)
temp temp + log10(BM_asal[x,y] /255) * beta
hasil exp(temp) * 255
If hasil > 255 then
hasil 255
Else if hasil< 0 then
hasil 0
Endif
BM_hasil[x,y] round(hasil)
Endfor
End for
Dari perancangan Algoritma LIP diatas dapat diketahui langkah – langkah
yang perlu dilakukan dalam mengimplementasikan perhitungan Algoritma LIP
pada perangkat lunaknya. Langkah – langkah tersebut adalah sebagai berikut :
1. Pertama kali masukan (alpha), (beta), dan (nu)
Input(alpha)
Input(beta)
2. Untuk setiap piksel dalam bitmap
a. Mencari rata-rata nilai log piksel-piksel yang dinormalisasi pada jendela
berukuran 3 x 3 yang berpusat pada piksel tersebut.
rata 0.0
temp 0.0
For i = y-1 to y+1 do
For j = x to x+1 do
temp temp + log10(BM_asal[i,j]/255)
Endfor
Endfor
rata temp/9
-
14
b. Mengalikan rata-rata pada point (a) dengan hasil pengurangan masukan ,
dengan masukan . Hasilnya ditambah dengan hasil perkalian nilai log
piksel pusat yang dinormalisasi dengan nilai masukan .
temp rata * (alpha – beta)
temp temp + log10(BM_asal[x,y] /255) * beta
c. Berikutnya adalah mendapatkan nilai piksel hasil dengan melakukan
denormalisasi hasil eksponensialnya.
hasil exp(temp) * 255
If hasil > 255 then
hasil 255
Else if hasil< 0 then
hasil 0
Endif
BM_hasil[x,y] round(hasil)
4. Pengujian dan Analisis
4.1. Spesifikasi Kebutuhan Sistem
Spesifikasi sistem yang dibutuhkan untuk menjalankan aplikasi
peningkatan mutu citra ini adalah sebagai berikut :
1. Perangkat keras komputer pribadi dengan spesifikasi :
a. Processor Dual Core 2,0 Ghz atau yang lebih tinggi
b. RAM 512 MB atau lebih
c. Monitor SVGA
d. Mouse dan Keyboard (papan kunci)
e. Harddisk, disesuaikan dengan kebutuhan
f. Printer, disesuaikan dengan kebutuhan
2. Perangkat lunak
a. Microsoft Windows XP atau yang lebih tinggi
b. Aplikasi pengolah citra untuk menangkap gambar dari Scanner dan
menyimpan dalam bentuk BMP.
-
15
4.2 Data Masukan
Data masukan yang dibutuhkan pada aplikasi peningkatan mutu citra ini
adalah :
a. Citra dengan format bitmap (.BMP).
b. Citra masukan harus mempunyai tingkat keabuan 256 warna (grayscale) atau
8 bit.
4.3 Data Keluaran
Data keluaran dari aplikasi peningkatan mutu citra ini adalah :
a. Citra dengan format bitmap (.BMP).
b. Citra keluaran mempunyai tingkat keabuan 256 warna (grayscale) juga.
4.4 Implementasi Antarmuka
Pembuatan antarmuka program dengan Borland Delphi menggunakan
jendela kerja yang disebut dengan form. Pada form ini dapat diletakan kontrol-
kontrol objek yang akan digunakan oleh program, misalnya kontrol tombol,
kontrol teks atau kontrol gambar. Setiap form dan kontrol objek mempunyai
sebuah properti untuk menentukan nama, warna, ukuran, lokasi, dan penampilan
form atau kontrol tersebut di layar.
Pembutan antarmuka aplikasi diusahakan dapat memenuhi beberapa
prinsip penting dalam perancangan antarmuka pemakai, sehingga antarmuka
benar-benar dapat membantu mempermudah pemakai dalam menggunakan
program aplikasi peningkatan mutu citra ini.
4.5 Analisis Proses Peningkatan Mutu Citra
Dalam proses peningkatan mutu citra diperlukan tahapan-tahapan yang
perlu dilakukan, yaitu :
1. Pembacaan data citra, merupakan tahapan pembacaan file citra dengan
format bitmap, kemudian keluaran tahapan ini disimpan dalam buffer yang
berbentuk bitmap.
2. Proses peningkatan mutu citra, merupakan proses peningkatan mutu citra
sesuai dengan metode yang digunakan.
-
16
3. Visualisasi citra, marupakan tahapan untuk menampilkan hasil proses
peningkatan mutu citra pada layar monitor.
4.6 Pembacaan Data Citra
Proses pembacaan data citra adalah operasi-operasi yang dilakukan pada
citra masukan untuk memperoleh informasi yang terkandung didalamnya
mengenai ukuran, jumlah bir per piksel, dan data piksel citra. Kemudian dari
informasi yang diperoleh dilakukan operasi penyimpanan informasi yang
diperlukan ke dalam buffer bitmap.
4.7 Proses Peningkatan Mutu Citra
Setelah data citra masukan berada pada buffer yang sudah disediakan
maka proses selanjutnya adalah memproses data masukan pada buffer agar
mempunyai kualitas yang lebih baik sesuai dengan keinginan. Hal ini dapat dilihat
dari visual citra hasilnya.
4.8 Proses Visualisasi
Tahap terakhir dari proses peningkatan mutu citra ini adalah menampilkan
hasil peningkatan mutu citra berupa citra bitmap hasilnya pada layar monitor dan
perubahan karakteristik histogramnya.
4.9 Uji Coba Aplikasi
Uji coba dilakukan dengan cara memasukan file citra masukan ke dalam
aplikasi yang telah dibuat. Dengan memperhatikan citra keluaran aplikasi
dihasilkan dengan citra sebelum dilakukan proses, dapat diperlihatkan perbedaan
diantara keduanya. Pada uji coba aplikasi ini dilakukan dengan menggunakan
metode Algoritma LIP.
Uji coba dilakukan dengan tahap-tahap sebagai berikut :
1. Memasukan file citra dengan format bitmap untuk diproses
2. Memilih proses yang dikehendaki dan memberikan parameter masukan yang
dibutuhkan, kemudian melihat hasilnya.
-
17
Seperti yang telah dijelaskan pada BAB III bahwa algoritma yang
diimpelementasikan untuk Algoritma LIP adalah persamaan (3.19) yaitu :
),(log),(log),(log),('log jiajifjiajif
dengan
),(log1
),(log
2/
2/
2/
2/
lkfnxn
jia
nj
njl
ni
nik
misalkan terdapat piksel-piksel citra (dengan asumsi window 3x3) seperti berikut :
j-1 j j+1
i-1 65 60 85
i 50 50 55
i+1 45 45 40
Maka didapatkan :
),(log jia 1/9 (log(65/255) + log(60/255) + log (85/255) + log(50/255) + log(50/255) + log(55/255) + log (45/255) + log (45/255)
+ log (40/255))
),(log jia -0,67
),(log jif (60 + 60 + 85 +50 + 50 + 55 +45 +45 + 40) / 255 = 1,94 = 1,94 / 9 = 0, 215
= log (0.215) = - 0,7
jadi ),('log jif (-0,67) + [(-0,7) – (-0,67)]
Misalkan nilai paramater = 1 dan = 1, maka didapatkan :
),('log jif 1(-0,67) + 1[(-0,7) – (-0,67)]
),('log jif -0,7 f’(i,j) = 255*exp(-0,7)
f’i,j) = 50,9
dan dengan cara yang sama untuk berbagai nilai dan didapatkan :
• Untuk nilai = 0,1 dan = 0,5, nilai piksel baru f’ = 456
• Untuk nilai = 1 dan = 0,5, nilai piksel baru f’ = 114
• Untuk nilai = 2 dan = 0,5, nilai piksel baru f’ = 24
-
18
• Untuk nilai = 0,5 dan = 1, nilai piksel baru f’ = 204
Dari data diatas terlihat bahwa nilai parameter yang kecil menghasilkan
nilai piksel baru yang tinggi (lebih tajam atau cerah), sedangkan nilai parameter
pada perhitungan diatas tidak terlihat sehingga harus dilihat melalui visual citra
hasil atau melalui histogramnya.
4.10 Objek Penelitian
Proses penelitian ini dilakukan dengan bantuan perangkat lunak yang telah
dirancang. Perangkat lunak tersebut mampu menampilkan citra yang akan diolah,
melakukan proses peningkatan mutu citra, menghitung parameter analisis, serta
menampilkan citra hasil pemrosesan peningkatan mutu citra.
Citra digital yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah citra objek
photo ‘Wanita’ atau Wanita.bmp dengan ukuran 150 x 217 piksel seperti terlihat
pada gambar 2.
Gambar 2. Objek Photo ‘Wanita’
( Ukuran 150x217 Piksel, Tingkat Keabuan 8 bit )
Karakteristik objek photo ‘Wanita’ pada gambar 3 dapat diamati melalui
bentuk histogram berikut :
-
19
Gambar 3 Histogram Citra Original Objek Photo ‘Wanita’
Dari gambar 3 dapat diketahui tingkat keabuan yang digunakan oleh objek
photo ‘Wanita’ lebih banyak berada pada daerah tingkat keabuan rendah (0 - 20),
dengan nilai rata – rata 77,54 dan standar deviasi 85,01. Hal ini memungkinkan
bahwa citra lebih banyak didominasi oleh warna gelap.
5. Kesimpulan
Kesimpulan yang data ditarik berdasarkan hasil peneltian yang dilakukan
adalah sebagai berikut :
a. Penggunaan Algoritma Lee dan Algoritma LIP (Logarithmic Image
Processing) pada objek penelitian (objek photo ‘Wanita’) akan menghasilkan
nilai rata-rata dan standar deviasi yang bervariasi. Perubahan nilai rata-rata
dan standar deviasi pada citra original sebelum dan sesudah diproses dengan
ketiga metode diatas dapat digunakan untuk menentukan kualitas dari metode
yang digunakan.
b. Berdasarkan percobaan – percobaan tersebut dengan menggunakan metode
Algoritma Lee (dengan nilai masukan = 1, = 1 sampai dengan 1,3 dan =
5) dan Algoritma LIP (dengan nilai masukan = 2, dan = 1 sampai dengan
2) menghasilkan visual citra hasil pemrosesan yang diinginkan. Hal ini
membuktikan bahwa pada percobaan dengan Algoritma LIP memiliki range
-
20
yang lebih luas pada parameter , sehingga memungkinkan menghasilkan
citra hasil yang diinginkan dengan lebih banyak. Oleh karena itu metode
Algoritma LIP lebih baik daripada metode Algoritma Lee atau Perataan
Histogram.
c. Perbedaan yang mendasar dari Algoritma Lee dan Algoritma LIP, yaitu
pertama, nilai masukan yang rendah pada Algoritma Lee menjadikan citra
lebih gelap, sedangkan nilai masukan yang tinggi menjadikan citra lebih
cerah. Hal ini berlaku sebaliknya untuk nilai masukan pada Algoritma LIP.
Kedua, pada Algoritma Lee memerlukan nilai masukan untuk parameter ,
sedangkan untuk pada Algoritma LIP tidak memerlukan nilai masukan
parameter .
d. Persamaan dari metode Algoritma Lee dan Algoritma LIP adalah fungsi dari
parameter , yaitu berpengaruh terhadap ketajaman citra dan kehalusan citra.
Semakin tinggi nilai masukan maka menghasilkan citra dengan ketajaman
citra dan kehalusan citra yang berkurang.
5. Daftar Pustaka
Agus Haryanto, (2007), Membuat Aplikasi Sederhana Dengan Microsoft
Access, Elex Media Komputindo, Jakarta.
Adi Kurniadi, (1999), Pemrograman Microsoft Visual Basic 6, Elex Media
Komputindo, Jakarta.
Castleman, K. R.. 1996. Digital Image Processing. New Jersey : Prentice Hall
Inc.
Dwiandiyanta, B. Yudi. 2000. Perbandingan Beberapa Algoritma Untuk
Peningkatan Kontras Citra. Jurnal Teknologi Industri Vol. IV Hal :
195- 208.
Ekstrom, Michael P. 1999. Digital Image Processing Techniques. London :
Academic Press, Inc.
Frerking, Gary., Wallace, Nathan., and Niddery, Wayne. 1998. Borland delphi
How-To. Corte Madera : The Waite Group, Inc.
-
21
G. Deng, L. W. Cahill and G. R. Tobin. 2000. The Study of Logarithmic
Processing Model and Its Application to Image Enhancement, IEEE
Transaction on Image Processing.
Gonzales, R.C. and Paul Wintz. 1987. Digital Image Processing. USA : Addison
Wesley Publishing Company, Inc.
Martina, Inge. 2005. Belajar Sendiri Borland Delphi 7.0. Jakarta : Elex Media
Komputindo.
Nalwan, Agustinus. 2000. Pengolahan Gambar Secara Digital. Jakarta : Elex
Media Komputindo.
-
22
Software Education Peningkatan Minat Baca Pada Anak Usia Dini
dengan menggunakan Model TAM (Technology Acceptance Model)
Darpi Supriyanto
Program Studi S1 Teknik Informatika
Sekolah Tinggi Ilmu Komputer Al-Khairiyah
Jalan H.Enggus Arja No. 1 Lingk. Citangkil Cilegon 42443
email : [email protected]
Abstrak Dengan adanya Software Education untuk pembelajaran cara membaca anak
usia dini ini diharapkan dapat mendukung pembelajaran dengan penyajian yang
menyesuaikan cara anak usia dini belajar (bermain sambil belajar). Model yang
digunakan untuk Software Education pembelajaran cara membaca adalah dengan
menggunakan model TAM (Technology Acceptance Model) yang akan dianalisis dengan
menggunakan software AMOS. Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa (1) Dari tabel
uji parameter variabel PEOU terbukti dari nilai yang diperoleh X1 (fleksibiltas), X2
(kemudahan untuk diakses) dan X4 (kemudahan untuk digunakan) pada uji parameter
model pengukuran variabel PEOU dengan signifikansi (sig)/taraf nyata (ά) 0.05 di atas
nilai kritis (sig ≤ ά). Maka dapat dikatakan bahwa Software Education cara baca dapat
digunakan secara fleksibel, mudah diakses dan mudah untuk dipahami. (2) Dari tabel uji
parameter variabel PU terbukti dari nilai yang diperoleh Y1 (meningkatkan efektivitas),
Y2 (mendapatkan informasi yang dibutuhkan), dan Y3 (lebih mudah dalam memberikan
mater) pada uji parameter model pengukuran variabel PU dengan signifikansi (sig)/taraf
nyata (ά) 0.05 di atas nilai kritis (sig ≤ ά). Sedangkan parameter pengukuran Y4
(menghemat waktu) ditetapkan bernilai 1. Maka dapat dikatakan bahwa dengan
menggunakan Software Education Cara Baca dapat meningkatkan minat dan efektivitas,
bisa mendapatkan informasi yang dibutuhkan, lebih mudah memberikan materi dan
menghemat waktu.
.
Kata Kunci: Software Education, Technology Acceptance Model
1. Pendahuluan
Pada era globalisasi seperti sekarang ini teknologi informasi memegang
peranan yang sangat penting pada berbagai aspek kehidupan. Hal ini dapat
dipahami karena keberadaan teknologi informasi tersebut dapat memenuhi
kebutuhan informasi dengan cepat, tepat, relevan dan akurat sehingga dapat
digunakan oleh pengguna teknologi dalam membantu menyelesaikan pekerjaan.
Untuk memenuhi kebutuhan informasi yang relevan, cepat, dan akurat tersebut,
maka penerapan teknologi informasi khususnya yang berbasis komputer tidak
dapat terlepas dari peranan tiga komponen dasar komputer yaitu berupa (1)
perangkat keras (hardware) (2) Perangkat lunak (software) dan (3) pengguna
(brainware).
-
23
Suksesnya penerapan teknologi informasi sangat bergantung pada
penerimaan oleh user sebagai pengguna teknologi. (Davis, 1989:p79) telah
mengembangkan suatu model penerimaan teknologi (TAM = Technology
Acceptance Model) untuk menjelaskan dan memprediksi penerimaan teknologi
oleh user. Model TAM secara terinci menjelaskan penerimaan teknologi
informasi dengan dimensi-dimensi tertentu yang dapat mempengaruhi penerimaan
teknologi oleh pengguna. Model ini menempatkan faktor sikap, niat, dan perilaku
pengguna dengan menggunakan 2 variabel masukan utama yaitu kemanfaatan
(usefulness) dan kemudahan (easy of use). Secara empiris model ini telah terbukti
memberikan gambaran perilaku pengguna teknologi informasi, yakni banyak
pengguna teknologi informasi dapat menerima TI karena sesuai dengan apa yang
diinginkan Iqbaria, 1997:p86).
Penggunaan teknologi berupa Software Education ini untuk pembelajaran
cara membaca anak usia dini, di beberapa sekolah PAUD (Pendidikan Anak Usia
Dini) di Cilegon. Belajar membaca untuk anak-anak terkadang sangat susah
dilakukan. Perlu berbagai trik yang harus dilakukan agar si anak terangsang untuk
mau belajar membaca. yang perlu diperhatikan adalah bahwa setiap anak
mempunyai karakteristik sendiri-sendiri. Satu metoda bisa efektif bagi seorang
anak akan tetapi mungkin tidak bisa diterapkan pada anak lain. Kejelian kita
sebagai orang tua yang harus bisa membaca sifat si anak dan memberikan metoda
yang paling cocok bagi si anak untuk mulai belajar membaca.
Pada prinsipnya setiap anak mempunyai kesamaan, yaitu sama-sama suka
bermain. Memang dunia anak adalah dunia bermain. Apa kaitannya Belajar
Membaca dengan dunia anak yang suka bermain? Tentu ini mempunyai relevansi
yang sangat tinggi. Permainan apa yang sangat disukai si anak dan metoda apa
yang harus diterapkan untuk mengajari anak belajar membaca adalah suatu hal
yang tidak bisa dipisahkan agar si anak bisa bermain sekaligus belajar.
Pendidikan usia dini merupakan pendidikan yang diberikan kepada anak
sejak usia 0-6 tahun. Usia dini merupakan usia emas untuk menyerap berbagai
informasi. Namun orangtua dan tenaga pendidik harus memberikan materi yang
dekat dengan kehidupan dan lingkungan anak yang terrefleksi dalam kegiatan
pembelajaran yang menyenangkan.
-
24
Dengan adanya Software Education untuk pembelajaran cara membaca
anak usia dini ini diharapkan dapat mendukung pembelajaran dengan penyajian
yang menyesuaikan cara anak usia dini belajar (bermain sambil belajar).
Model yang digunakan untuk menggambarkan bentuk hubungan perilaku
dalam penerimaan Software Education untuk pembelajaran cara membaca adalah
dengan menggunakan model TAM (Technology Acceptance Model) yang akan
dianalisis dengan menggunakan software AMOS.
2. Landasan Teori
2.1. Technology Acceptance Model (TAM)
Beberapa model yang dibangun untuk menganalisis dan memahami faktor-
faktor yang mempengaruhi diterimanya penggunaan teknologi komputer,
diantaranya yang tercatat dalam berbagai literatur dan referensi hasil riset
dibidang teknologi informasi adalah seperti Theory of Reasoned Action (TRA),
Theory of Planned Behaviour (TPB), dan Technology Acceptance Model (TAM).
Model TAM yang dikembangkan dari teori psikologis, menjelaskan prilaku
pengguna komputer yaitu berlandaskan pada kepercayaan (belief), sikap
(attitude), intensitas (intention), dan hubungan prilaku pengguna (user behaviour
relationship). Tujuan model ini untuk menjelaskan faktor-faktor utama dari
prilaku pengguna TI terhadap penerimaan pengguna TI, secara lebih terinci
menjelaskan penerimaan TI dengan dimensi-dimensi tertentu yang dapat
mempengaruhi dengan mudah diterimanya TI oleh si pengguna (user).
Model ini menempatkan faktor sikap dari tiap-tiap perilaku pengguna
dengan dua variabel yaitu :
a. Kemudahan penggunaan (ease of use).
b. Kemanfaatan (usefulness),
Kedua variabel ini dapat menjelaskan aspek keperilakuan pengguna
(Davis, 1989:p320) dalam Iqbaria et al, 1997). Kesimpulannya adalah model
TAM dapat menjelaskan bahwa persepsi pengguna akan menentukan sikapnya
dalam penerimaan penggunaan TI. Model ini secara lebih jelas menggambarkan
bahwa penerimaan penggunaan TI dipengaruhi oleh kemanfaatan (usefulness) dan
kemudahan penggunaan (ease of use).
-
25
Tingkat penerimaan pengguna teknologi informasi ditentukan oleh 6
konstruk yaitu: Variabel dari luar sistem (External variable), Persepsi pengguna
terhadap kemudahan (perceived ease of use), persepsi pengguna terhadap
kegunaan (perceived usefulness), sikap pengguna (attitude toward using),
kecenderungan tingkah laku (behavioral intention), dan pemakaian aktual (actual
usage) (Davis, 1989:p320)
Gambar 1. Technology Acceptance Model TAM (Davis, 1989:p320)
Pemakaian TAM dalam penelitian tentang penerimaan penerapan
teknologi sudah dilakukan oleh beberapa peneliti di negara yang berbeda pada
penerapan teknologi yang berbeda pula untuk menguji keakuratan TAM.
Penelitian tersebut antara lain Penerimaan Pengguna terhadap Perpustakaan
Digital di Universitas Hon-Kong oleh Weiyin Hong, et. All (2002); Penerapan
TAM di Inggris oleh Said Al-Gahtani (2001) dan beberapa penelitian lain dengan
TAM yang dimodifikasi sesuai tujuan penelitian seperti yang pernah dilakukan
oleh Yogesh Malhotra & Dennis F. Galetta tahun 1999, yang menganalisa model
TAM tanpa faktor eksternal, namun menambahkan faktor tekanan psikologi yang
diukur dari compliance identification dan internalization. Sampel yang
diobservasi adalah sebanyak 239 tentang penggunaan Micorsoft Exchange.
Penelitian ini lebih menekankan pada karakteristik individu dalam faktor
psikologi.
Perceived
Usefulness
Perceived
Ease
of Use
Attitude Toward
Using
Behavioral Intention to
Use
Actual
System
Usage
External
Variables
-
26
Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Lee pada tahun 2000 yang meneliti
tentang penerimaan teknologi e-Commerce Adoption Model (e-CAM) untuk
melihat Purchasing Behavior (PB). Menggunakan variabel Perceived Ease of Use
(PEOU), Perceived Usefulness (PU), Perceived Risk with Product/Service (PRP)
dan Perceived Risk in the context of Transaction (PRT) dan Purchasing Behavior
(PB). Hasil penelitian menunjukkan bahwa PRP (resiko terhadap produk/servis)
dan PRT (resiko terhadap transaksi) berpengaruh pada PU (kemanfaatan).
Selanjutnya PU (kemanfaatan) dipengaruhi oleh PEOU (kemudahan), yang
kemudian PU dan PEOU berpengaruh pada PB (perilaku belanja). Model e-CAM
yang dikembangkan oleh Lee seperti yang tertera pada Gambar 2. dibawah ini.
Perceived Ease
of Use (PEOU)
Perceived
Usefulness
(PU)
Purchasing
Behavior (PB)Perceived Risk with
Product / Service
(PRP)
Perceived Risk in
the context of
Transaction (PRT).
Significant
Non Significant
Gambar 2. Model e-CAM oleh (LEE, 2000: p89)
Pada tahun 2004 Wang melakukan penelitian tentang penerimaan
teknologi internet yang dilengkapi dengan Instant Messaging Service (IMS)
dengan menggunakan model TAM. Variabel yang diteliti yaitu Technology Utility
(TU), Number of User (NOU), Perceived Usefulness (PU), Perceived Ease of Use
(PEOU), Intention to Use (ITU), dan Actual Usage Behavior (AUB). Hasil
penelitian menunjukkan bahwa TU (perangkat teknologi) dan NOU (jumlah
pengguna) berpengaruh terhadap PU (kemanfaatan). PEOU (kemudahan)
berpengaruh pada PU. Sedangkan PU dan PEOU berpengaruh pada ITU (niat
untuk menggunakan), selanjutnya ITU berpengaruh pada AUB (perilaku
penggunaan). Model TAM oleh Wang seperti yang terlihat pada Gambar 3.
berikut:
-
27
Technology
Utility (TU)
Intention to
Use (ITU)Actual Usage
Behavior (AUB)
Perceived
Usefulness (PU)
Number of
user (NOU)
Perceived Ease
of Use (PEOU)
Gambar 3. Model TAM (Wang, 2004:p56)
Beberapa penelitian yang berhubungan dengan penilaian terhadap
penggunaan sistem informasi telah banyak dilakukan oleh para peneliti dalam
kurun waktu yang cukup panjang. Seperti yang telah dilakukan oleh Oktavianti
tahun 2007 yang menggunakan TAM sebagai dasar penelitiannya. Penelitian
Oktavianti ini berhasil membuktikan bahwa faktor yang secara langsung
mempengaruhi penerimaan sistem teknologi informasi adalah perceived
usefulness yang didefinisikan sebagai persepsi pengguna tentang sistem teknologi
informasi dan secara tidak langsung dipengaruhi oleh perceived ease of use dan
perceived enjoyment yang didefinisikan sebagai kemudahan dan kenyamanan
menggunakan sistem teknologi informasi. Pada penelitian ini Oktavianti juga
menggunakan variabel sikap (attitude) sebagai variabel moderasi (intervening)
untuk variabel penerimaan terhadap sistem informasi. Namun hasil penelitian
Oktavianti tidak berhasil membuktikan adanya pengaruh yang signifikan antara
attitude (sikap) dengan penerimaan terhadap sistem informasi.
Dari penelitian-penelitian yang telah ada, dapat lebih difokuskan pada
faktor-faktor penerimaan/minat pengguna terhadap program aplikasi pembelajaran
cara baca anak usia dini. Penelitian ini akan menggunakan dasar teori Davis
(1989) tentang TAM yang telah banyak digunakan untuk melakukan penelitian
terhadap penggunaan sistem informasi.
2.2. Perceived Usefulness (Kemanfaatan)
Menurut (Davis, 1989:p77) dan (Adam, 1992:p69), Kemanfaatan
(usefulness) diartikan sebagai suatu ukuran kepercayaan seseorang terhadap
penggunaan sesuatu untuk dapat meningkatkan prestasi kerja orang yang
-
28
menggunakannya. Menurut (Thompson, 1991:p90), kegunaan TI merupakan
manfaat yang diharapkan oleh pengguna TI untuk dapat melaksanakan tugasnya,
pengukurannya didasarkan pada frekuensi penggunaan dan keragaman aplikasi
yang dijalankan. (Chin, 1955:p46) memberikan beberapa dimensi tentang
kegunaan TI, dimana kegunaan tersebut dibagi kedalam dua kategori, yaitu :
a. Kegunaan dengan estimasi satu faktor
b. Kegunaan dengan estimasi dua faktor (kegunaan dan efektivitas).
Kegunaan dengan satu faktor meliputi :
a. Menjadikan pekerjaan lebih mudah
b. Bermanfaat
c. Menambah produktivitas
d. Mempertinggi efektivitas
e. Mengembangkan kinerja pekerjaan
Sedangkan kegunaan dengan estimasi dua faktor meliputi dimensi-
dimensi, antara lain:
a. Kegunaan meliputi dimensi : menjadikan pekerjaan lebih mudah dan
bermanfaat, menambah produktivitas
b. Efektivitas meliputi dimensi : mempertinggi efektivitas, mengembangkan
kinerja pekerjaan
2.3. Perceived Ease of Use (Kemudahan)
(Davis, 1989:p61) mendefinisikan kemudahan penggunaan (ease of use)
sebagai suatu ukuran bahwa seseorang percaya bahwa komputer dapat dengan
mudah dipahami. Menurut (Adam, 1992:p87), menyatakan bahwa intensitas
penggunaan dan interaksi antar pengguna (user) dengan sistem dapat
menunjukkan kemudahan penggunaan.
(Davis, 1989:p93), memberikan beberapa indikator kemudahan penggunaan
teknologi informasi, meliputi:
a. Komputer sangat mudah dipelajari
b. Komputer mengerjakan dengan mudah apa yang diinginkan oleh pengguna
c. Keterampilan pengguna dapat bertambah dengan menggunakan komputer
d. Komputer sangat mudah untuk dioperasikan
-
29
Penelitian yang berhubungan dengan ilmu psikologi mengemukakan
bahwa faktor-faktor attitudinal seperti kemudahan atau kenyamanan yang
dirasakan dan kegunaan yang dirasakan menjadi faktor penentu terhadap perilaku
dan kemauan untuk meningkatkan keahlian (Venkatesh, 2000:p88).
2.4. Attitude Toward Using (Sikap Untuk Menggunakan)
Attitude atau sikap didefinisikan sebagai feeling (perasaan) negatif atau
positif pengguna secara individual dalam mengevaluasi suatu objek / produk
Attitude atau sikap pengguna dapat digunakan untuk melihat penerimaan
pengguna terhadap teknologi. Sikap yang positif menunjukkan bahwa pengguna
percaya dengan menggunakan suatu teknologi tersebut, dapat meningkatkan
kinerja dan produktifitasnya. Mathieson dalam penelitiannya menemukan bahwa
faktor sikap secara statistik berpengaruh pada Intention to Use (ITU) atau niat
untuk menggunakan (Mathieson, 1991:p94).
2.5 Intention to Use (Niat Untuk Menggunakan)
Intention to Use (ITU) atau niat untuk menggunakan menyatakan
kemauan, kehendak atau keinginan individu untuk menggunakan suatu produk.
Niat untuk menggunakan suatu tekologi merupakan suatu ciri bahwa suatu
teknologi tersebut dapat diterima dengan baik oleh penggunanya. Hal ini ditandai
dengan tingginya frekuensi atau tingkat keseringan pengguna dalam
menggunakan suatu teknologi. Menurut (Mathieson, 1991:p102), Intention to Use
(ITU) atau niat untuk menggunakan suatu teknologi terbentuk dari rasa senang
terhadap teknologi tersebut dan kemudian direfleksikan ke dalam perilaku dalam
menggunakannya. Berdasarkan studi yang pernah dilakukan (Davis, 1989:p152)
dan (Szajna, 1996:p89) Intention to Use (ITU) atau niat untuk menggunakan
berpengaruh pada Actual Usage Behavior (AUB) atau perilaku dalam
menggunakan teknologi.
-
30
2.6 Actual System Usage (Penggunaan nyata)
Perilaku pengguna teknologi ditandai dengan adanya kepercayaan (belief),
sikap (attitude), niat (intention) dalam mengunakan suatu teknologi, yang dapat
dianalisis dalam suatu model penerimaan teknologi yaitu model TAM
(Technology Acceptance Model). Model TAM sebenarnya diadopsi dari model the
Theory of Reasoned Action (TRA), yaitu teori tindakan yang dikembangkan
dengan satu premis bahwa reaksi dan persepsi seseorang terhadap suatu hal akan
menentukan sikap dan perilaku orang tersebut. Perilaku seseorang ditentukan oleh
sikap. Jika sikap yang terbentuk berupa perasaan senang terhadap sesuatu maka
perilaku yang terlihat akan menunjukkan aksi dari rasa senang tersebut (Iqbaria,
1997:p102). Berdasarkan studi yang pernah dilakukan (Davis, 1989:p87) dan
(Szajna, 1996:p78) Actual Usage Behavior (AUB) atau perilaku dalam
menggunakan teknologi dipengaruhi oleh Intention to Use (ITU) atau niat untuk
menggunakannya.
2.7 AMOS
AMOS (Analysis of Moment Structure) merupakan salah satu program
atau software yang digunakan untuk mengistemasi model pada model persamaan
struktural (SEM) (Ghozali, 2004:p95). AMOS mengimplementasikan pendekatan
yang umum untuk analisa data pada model persamaan struktural yang
menjelaskan analisa struktur kovarians, atau causal modeling. Pendekatan ini
meliputi kasus khusus banyak teknik konvensional terkenal, mencakup model
linier yang umum dan analisis faktor umum (Smallwaters, 2006:p843). Saat ini
software AMOS merupakan software yang dapat diandalkan dalam
menyelesaikan permasalahan sosial karena kemampuannya dalam mengukur
variabel yang bersifat laten atau tidak dapat diukur secara langsung tetapi dapat
diukur melalui indikatornya.
-
31
2. 8 Analisis Inferensial
2.8.1 Uji Asumsi SEM
Tindakan yang dilakukan adalah mengevaluasi apakah data yang
digunakan telah memenuhi asumsi-asumsi SEM. Asumsi-asumsi yang harus
dipenuhi adalah sebagai berikut:
a. Ukuran sampel
Menurut Hair dkk, jumlah sampel minimal untuk SEM adalah 100-200
dengan menggunakan perbandingan jumlah sampel terhadap jumlah
indikator adalah 1 : 5 (Juniarti, 2001 p:332). Jadi jika indikator dalam
penelitian terdapat sebanyak 20 maka minimal sampel untuk SEM adalah
100.
b. Normalitas dan Linearitas
Normalitas dapat diuji dengan melihat gambar histogram data atau dengan
metode-metode statistik. Sedangkan uji Linearitas dilakukan dengan
mengamati scatterplots dari data yaitu memilih pasangan data dan dilihat
pola penyebarannya untuk menduga ada atau tidaknya linearitas.
c. Outliers
Adalah observasi yang muncul dengan nilai-nilai ekstrim baik secara
univariat maupun multivariat yaitu yang muncul karena kombinasi
karakteristik unik yang dimilikinya dan terlihat sangat jauh berbeda dari
observasi-observasi lainnya
d. Multicollinearity dan singularity
Multicollinearitas dapat dideteksi dari determinan matriks kovarians. Jika
nilai dari determinan matriks kovarians sangat kecil dapat memberikan
adanya indikasi problem Multikollinearitas atau singularitas.
2.8.2 Uji Overall Model Fit
a. Chi Square Statistic
Merupakan alat uji paling fundamental untuk mengukur overall fit. Chi-
square bersifat sensitif terhadap besarnya sampel yang digunakan. Model
yang diuji dipandang baik atau memuaskan bila nilai chi-square rendah
(karena dalam uji beda chi square=0, berarti benar-benar tidak ada
-
32
perbedaan, H0 diterima) dan diterima berdasarkan profitabilitas dengan
cut-off value sebesar p>0.05 atau p>0.10 (Hulland.et.all 1996).
Dalam pengujian ini, nilai chi-square yang rendah yang menghasilkan
sebuah tingkat signifikansi yang lebih besar dari 0.05 akan mengindikasi
tak adanya perbedaan yang signifikan antara matriks kovarians data dan
matriks kovarians yang diestimasi (Hair.et al.1995).
b. RMSEA – The Root Mean Square Error of Approximation
Merupakan sebuah indeks yang dapat digunakan untuk meng-kompensasi
chi-square statistic dalam sampel yang lebih besar. Nilai RMSEA yang
lebih kecil atau sama dengan 0.08 merupakan indeks untuk dapat
diterimanya model yang menunjukkan sebuah close fit dari model itu
berdasarkan Degree of Freedom.
2.8.3 Uji Parameter Model
a. Uji Validitas
Validitas digunakan untuk menguji kemampuan (keakuratan) suatu
indikator sehingga dapat mewakili suatu variabel laten. Ada 2 hal yang
dilakukan dalam pengujian validitas yaitu pemeriksaan terhadap nilai t dan
pemeriksaaan terhadap tingginya muatan faktor standar atau λ
(standardized loading factor) yaitu > 1.96 untuk nilai t dan 0.30 untuk λ.
b. Uji Realibilitas
Pendekatan yang dianjurkan dalam menilai sebuah model pengukuran
(measurement model) adalah menilai besaran composite reliability serta
variance extracted dari masing-masing konstruk.
1. Composite reliability
Realibilitas adalah ukuran mengenai konsistensi internal dari
indikator-indikator sebuah konstruk yang menunjukkan derajad sampai
dimana masing-masing indikator itu mengindikasikan sebuah
konstruk/ faktor laten yang umum. Composite Reliability diperoleh
dengan rumus sebagai berikut :
Constuct – Reliability = ( ∑ std. loading )2
(∑ std. loading )2 + ∑ ε j
-
33
Dimana :
a. Std. loading diperoleh langsung dari standardized loading untuk
tiap indikator
b. εφ adalah measurement error dari tiap-tiap indikator.
Nilai batas yang digunakan untuk menilai tingkat realibilitas yang
dapat diterima adalah 0.70, dan jika nilai tersebut dibawah 0.70 pun
masih dapat diterima sepanjang disertai dengan alasan-alasan empirik
yang terlihat dalam proses eksplorasi.
2. Variance extracted
Jumlah varians yang dari indikator-indikator yang diekstraksi oleh
konstruk laten yang dikembangkan. Nilai Variance extracted yang
tinggi dapat menunjukkan bahwa indicator-indikator telah mewakili
secara baik konstruk laten yang dikembangkan dan nilai yang
direkomendasikan adalah paling sedikit 0.50. Variance extracted dapat
diperoleh melalui rumus dibawah ini:
Variance – extracted = ∑ std. loading 2
∑ std. loading 2 + ∑ ε j
Dimana :
a. Std. loading diperoleh langsung dari standardized loading untuk
tiap indikator (diambil dari Amos).
b. εφ adalah measurement error dari tiap-tiap indikator.
3. Analisa dan Desain Aplikasi
3.1. Analisa Kebutuhan
Penelitian ini termasuk ke dalam jenis penelitian Explaratory, yaitu
penelitian yang berisi pembuktian hipotesa yang dibangun melalui teori dengan
pendekatan Technology Acceptance Model (TAM), diuji menggunakan perangkat
lunak AMOS 7.0.
-
34
Metode yang digunakan untuk mendapatkan data empiris melalui
kuesioner berskala Semantik diferensial. Dengan metode ini diharapkan dapat
diperoleh rating penerimaan pengguna Software Education Cara Membaca Anak
Usia Dini di sepuluh (10) sekolah PAUD di Cilegon.
Populasi pengguna teknologi pembelajaran cara membaca untuk anak usia
dini adalah guru dan wali murid. Jumlah guru dan wali murid yang hendak
dijadikan responden adalah sebanyak 120 responden, dimana 60% adalah guru
dan 40% adalah orangtua murid.
Metode penarikan sampling dilakukan dengan menggunakan penarikan
sampling purposive yaitu penarikan sampling dengan pertimbangan tertentu yang
didasarkan pada kepentingan atau tujuan penelitian.
Terdapat dua cara penarikan sampel purposive, yaitu convenience
(berdasarkan keinginan peneliti) dan judgement sampling (berdasarkan penilaian
terhadap karakteristik yang ada)
Tabel 1. Jumlah Anggota Populasi dan Sampel Penelitian
No. NAMA SEKOLAH SAMPEL
(Orang)
1. TK. Uswatun Hasanah 12
2. TK. Madani 12
3. TK. Raudatul Janah 12
4. TK. Al – Azhar 12
5. TK. Tunas Karya 12
6. TK. YPWKS 12
7. TK. Primagama 12
8. TK. Nurul Fikri 12
9. TK. Ar-Raudah 12
10. TK. Permata Bunda 12
-
35
3.2 Desain Sistem
A. Menu Program
Gambar 4. Tampilan Menu Utama Software Education
B. Suku Kata
Anak bisa pilih huruf besar atau huruf kecil, lalu belajar menggabungkan
huruf membentuk suku kata dan mendengarkan bunyinya. Urutan pilih,
konsonan dulu baru vokal.
Ketika diklik salah satu konsonan dan salah satu vokal, huruf berbunyi lalu
masuk ke kotak, lalu akan dibacakan suku katanya.
Gambar 5. Tampilan Suku Kata
-
36
C. Dengarkan Bunyi
Anak diminta mendengarkan bunyi suku kata, lalu diminta memilih
jawaban yang tepat. Pilihan ganda.
Gambar 6. Tampilan Dengarkan Bunyi
D. Pilih yang Sama
Anak diminta memilih suku kata akhir yang sama bunyinya sesuai gambar
yang tampil.
Misal: kaki, tersedia dua pilihan jawaban yaitu baki dan tali, maka
jawaban yang benar adalah baki.
Gambar 7. Tampilan Pilih yang sama
-
37
E. Memasangkan
Tugas anak memilih suku kata yang tepat membentuk sebuah kata sesuai
gambar yang tampil.
Gambar 8. Tampilan Memasangkan
F. Mendengarkan
Anak diminta memilih kata yang tepat sesuai kata yang diperdengarkan.
Pilihan ganda.
Misal: tali, pilihan jawaban: tali, kali, bali.
Gambar 9. Tampilan Mendengarkan
-
38
G. Memori
Anak diperlihatkan 2 gambar yang harus diingat baik-baik, lalu gambar
menghilang, dan muncul 4 kata yang harus dipilih 2 kata sesuai gambar
yang tadi muncul.
Gambar 10. Tampilan Memori
H. Mewarnai Gambar
Diperlihatkan kata lalu anak diminta memilih gambar outline untuk
diwarnai.
Gambar 11. Tampilan Mewarnai Gambar
-
39
I. Matching Game
Anak diminta memasangkan antara kata dengan benda yang sesuai
secepat-cepatnya.
Caranya dengan membuka kotak jawaban.
Gambar 12. Tampilan Matching Game
J. Kalimat Bergambar
Anak diminta mengklik gambar sesuai yang disebutkan dalam kalimat.
Misal: Popo makan roti, maka anak diminta mencari gambar roti di antara
pilihan yang ada.
Gambar 13. Tampilan Kalimat Bergambar
-
40
K. Hangman Kata
Anak diminta memilih huruf-huruf membentuk kata yang benar sesuai
kata yang diperdengarkan.
Bila menjawab benar, akan ditampilkan gambar bendanya.
Gambar 14. Tampilan Hangman Kata
L. Puzzle Game
Anak diminta menebak potongan gambar dengan menuliskan jawaban
menggunakan keyboard. Bila jawaban benar, maka anak harus
menyelesaikan puzzle yang diberikan, sampai seluruh soal habis.
Gambar 15. Tampilan Puzzle Game
-
41
3.2 Analisis Sistem
3.2.1 Data Profil Responden
Responden yang menjawab kuesioner sebanyak 120 orang, kuesioner
tersebut disebarkan secara langsung.
Data Profil responden yang menjadi obyek penelitian ini dapat dilihat pada
Tabel berikut :
Tabel 2. Responden penelitian Guru
Tabel 3. Responden penelitian Orang Tua Murid
Klasifikasi Responden Jumlah % dari
seluruh
responden
Orangtua Murid
a. TK. Uswatun Hasanah b. TK. Madani c. TK. Raudatun Janah d. TK. Al-Azhar e. TK. Tunas Karya f. TK. YPWS g. TK. Primagama h. TK. Nurul Fikri
4
4
6
4
4
4
6
6
8,33%
8,33%
12,5%
8,33%
8,33%
8,33%
12,5%
12,5%
Klasifikasi Responden Jumlah % dari seluruh
responden
Guru
a. TK. Uswatun Hasanah b. TK. Madani c. TK. Raudatun Janah d. TK. Al-Azhar e. TK. Tunas Karya f. TK. YPWS g. TK. Primagama h. TK. Nurul Fikri i. TK. Ar-Raudah j. TK. Permata Bunda
6
6
6
8
9
7
8
8
8
6
8,33%
8,33%
8,33%
11,11%
12,5%
9,72%
11,11%
11,11%
11,11%
8,33%
Jumlah 72 100%
Jenis kelamin:
- Laki-laki
- Perempuan
6
66
8,33%
91,67%
Jumlah 72 100%
-
42
i. TK. Ar-Raudah j. TK. Permata Bunda
6
4
12,5%
8,33%
Jumlah 48 100%
Jenis kelamin:
- Laki-laki
- Perempuan
12
36
25%
75%
Jumlah 48 100%
Memiliki komputer atau tidak
(di rumah)
- Ya
- Tidak
45
3
93,75%
6,25%
Jumlah 48 100%
Sumber : Olahan Penulis
Dilihat dari profil responden penelitian untuk guru ini, kebanyakan
diantaranya adalah, jenis kelamin perempuan (66%).
Dilihat dari profil responden penelitian untuk orangtua murid ini,
kebanyakan diantaranya adalah perempuan (75%), memiliki komputer di rumah
(93,75%).
Pada penelitian ini responden yang paling banyak adalah guru karena
gurulah yang bisa mewakili banyak anak dalam mengoperasikan Software
Education Cara Membaca didalam kelas untuk melakukan pengajaran.
3.2.1 Ukuran Sampel
Ukuran sampel yang harus dipenuhi dalam pemodelan SEM, minimum
berjumlah 100. Penelitian ini menggunakan 120 sampel, oleh karena itu jumlah
sampel tersebut telah memenuhi persyaratan ukuran sampel.
3.2.1 Uji Normalitas
Normalitas data dapat dlihat text output di “Assessmeny of Normality”.
Assesment of Normality pada penelitian ini disajikan pada tabel berikut ini
-
43
Tabel 4. Assesment of Normality
Sebuah distribusi dikatakan normal jika angka c.r skweness atau angka c.r
kurtosis ada diantara -2,58 sampai +2,58. Namun jika angka-angka tersebut
berada di bawah -2,58 dan diatas +2.58 maka distribusi dikatakan tidak normal.
Berdasarkan nilai c.r (critical rasio) dalam text output di “Assessment of
Normality” sebesar 12,028 > 2,58 yang berarti data tidak normal.
3.2.2 Uji Validitas
Pengujian terhadap validitas variabel laten dilakukan dengan melihat nilai
Signifikansi (Sig) yang diperoleh tiap variabel indikator kemudian dibandingkan
dengan nilai ά (0.05). Jika Sig ≤ 0.05 maka Tolak H0, artinya variabel indikator
tersebut merupakan konstruktor yang valid bagi variabel laten tertentu (Widodo,
2006 p:59).
-
44
1. Variabel PEOU (Perceived Ease of Use)
Tabel 5. Uji Parameter Variabel PEOU
PEOU Sig (≤ 0.05) Hasil
Hiotesis
Keterangan
X1 0.000 Tolak H0 Konstruk yang valid
X2 0.000 Tolak H0 Konstruk yang valid
X4 0.000 Tolak H0 Konstruk yang valid
Masing-masing variabel indikator X1 (fleksibilitas), X2 (kemudahan untuk
diakses), dan X4 (kemudahan untuk digunakan) secara signifikan merupakan
konstruktur yang valid (Tolak H0) bagi variabel laten PEOU. Terbukti dari nilai
yang diperoleh X1 (fleksibiltas), X2 (kemudahan untuk diakses) dan X4
(kemudahan untuk digunakan) pada uji parameter model pengukuran variabel
PEOU dengan signifikansi (sig)/taraf nyata (ά) 0.05 di atas nilai kritis (sig ≤ ά).
Maka dapat dikatakan bahwa Software Education Cara Baca dapat digunakan
secara fleksibel, mudah diakses dan mudah untuk dipahami.
2.Variabel PU (Perceived Usefulness)
Tabel 6. Uji Parameter Variabel PU
PU Sig (≤ 0.05) Hasil
Hipotesis
Keterangan
Y1 0.000 Tolak H0 Konstruk yang valid
Y2 0.000 Tolak H0 Konstruk yang valid
Y3 0.000 Tolak H0 Konstruk yang valid
Y4 1.000 Tolak H0 Konstruk yang valid
Variabel indikator Y1 (meningkatkan efektivitas), Y2 (mendapatkan
informasi yang dibutuhkan), Y3 (lebih mudah dalam memberikan mater) dan Y4
(menghemat waktu) secara signifikan merupakan konstruktor yang valid (Tolak
H0) bagi variabel laten PU. Terbukti dari nilai yang diperoleh Y1 (meningkatkan
efektivitas), Y2 (mendapatkan informasi yang dibutuhkan), dan Y3 (lebih mudah
dalam memberikan mater) pada uji parameter model pengukuran variabel PU
-
45
dengan signifikansi (sig)/taraf nyata (ά) 0.05 di atas nilai kritis (sig ≤ ά).
Sedangkan parameter pengukuran Y4 (menghemat waktu) ditetapkan bernilai 1.
Karena ditetapkan secara apriori, maka parameter Y4 (menghemat waktu) tidak di
uji. Akibatnya, variabel pengukuran Y4 (menghemat waktu) merupakan
konstruktor yang valid bagi variabel laten PU. Maka dapat dikatakan bahwa
dengan menggunakan Software Education Cara Baca dapat meningkatkan
efektivitas, bisa mendapatkan informasi yang dibutuhkan, lebih mudah
memberikan materi dan menghemat waktu.
3.2.3 Reliabilitas
1. Pengujian Secara Langsung
Pengujian ini dapat dilihat secara langsung dari output AMOS dengan
melihat R2 (Squared Multiple Correlation). Reliabilitas dari suatu indikator
dapat dilihat dengan mempertahankan nilai R2. R2 menjelaskan mengenai
seberapa besar proporsi varians indikator yang dijelaskan oleh variabel laten
(sedangkan sisanya dijelaskan oleh measurement error) oleh Ghozali (2005),
(WIBOWO, 2006 p:50).
Hasil output AMOS mengenai nilai R2 (Squared Multiple Correlation)
adalah sebagai berikut :
Tabel 7. Squared Multiple Correlation untuk variabel X (Eksogen)
X1 X2 X4
0.258 0.332 0.468
Tabel 8. Squared Multiple Correlation untuk variabel Y (Endogen)
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa variabel indikator Y8
memiliki nilai R2 tertinggi yaitu sebesar 0.670 sehingga dapat disimpulkan bahwa
variabel laten ATU berkontribusi terhadap varians Y8 sebesar 67 % sedangkan
sisanya 33 % dijelaskan oleh measurement error.
Y1 Y2 Y3 Y4 Y7 Y8 Y9 Y10 Y11 Y12 Y13
0.467 0.296 0.454 0.243 0.140 0.670 0.330 0.242 0.580 0.399 0.451
-
46
Variabel indikator Y7 merupakan indikator yang paling kurang realibel
dari variabel laten ATU, karena nilai R2 yang dimilikinya adalah paling kecil
dibandingkan dengan variabel indikator lainnya. Hasil output di atas
menghasilkan uji reliabilitas secara individual.
2. Pengujian Tidak Langsung
Dengan melakukan uji reliabilitas gabungan, pendekatan yang dianjurkan
adalah adalah mencari nilai besaran Composite Reliability dan Variance Extracted
dari masing-masing variabel laten dengan menggunakan informasi pada loading
factor dan measurement error. Composite Reliability menyatakan ukuran
konsistensi internal dari indikator-indikator sebuah konstruk yang menunjukkan
derajat sampai dimana masing-masing indikator itu mengindikasikan
sebuah konstruk/laten yang umum. Sedangkan Variance Extracted menunjukkan
indikator-indikator tersebut telah mewakili secara baik konstruk laten yang
dikembangkan (Ghozali, 2005 p:21) dan (Ferdinand, p:61-64).
Composite Reability diperoleh dengan rumus sebagai berikut :
( ∑ std. loading )2
Constuct – Reability =
(∑ std. loading )2 + ∑ ε j
Variance extracted dapat diperoleh melalui rumus dibawah ini:
∑ std. loading 2
Variance – extracted =
∑ std. loading 2 + ∑ ε j
ε j adalah measurement error ε j = 1 – (Std. Loading)2
Tabel 9. Uji Reliabilitas Gabungan
Variabel Laten Composite Reliability Variance Extracted
PEOU 0.8 0.5
PU 0.8 0.5
ATU 0.7 0.5
ITU 0.7 0.5
ASU 0.6 0.5
-
47
Pada Tabel di atas terlihat bahwa PEOU, PU, ATU dan ITU memiliki nilai
Composite Reliability di atas 0.70. Sedangkan ASU nilai Composite Reliability
nya masih di bawah 0.70 tetapi masih dapat dikatakan realibel karena masih
berada pada range nilai yang diperbolehkan. Batas nilai kritis yang
direkomendasikan untuk Composite Reliability adalah 0.70. Namun angka
tersebut bukanlah sebuah ukuran yang "mati". Artinya, bila penelitian yang
dilakukan bersifat eksploratori, maka nilai di bawah batas kritis tersebut (0.70)
pun masih dapat diterima (Ferdinand, 2002 p:63). Nunally dan Berstein (1994)
dalam (Widodo, 2006 p:83) memberikan pedoman bahwa dalam penelitian
eksploratori, nilai reliabilitas di antara 0.5 – 0.6 dinilai sudah mencukupi untuk
menjustifikasi sebuah hasil penelitian. Variabel laten PEOU, PU, ATU, ITU dan
ASU mememuhi batas nilai Variance Extracted yaitu ≥ 0.50. Dengan demikian
dapat dikatakan bahwa masing-masing variabel memiliki realibilitas yang baik.
4. Kesimpulan
Berdasarkan pengujian-pengujian yang dilakukan terhadap hipotesis, maka
dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut :
a. Model penelitian pada penelitian ini adalah mandatory artinya model yang
dibuat harus dipakai oleh pengguna atau diwajibkan jadi sikap dan niat
untuk menggunakan tidak diperhatikan.
b. Variabel yang mempengaruhi penggunaan Software Education Cara Baca
pada penelitian ini meliputi PU (Perceived Usefulness), PEOU dan
(Perceived Easy of Use).
c. Dari tabel uji parameter variabel PEOU terbukti dari nilai yang diperoleh
X1 (fleksibiltas), X2 (kemudahan untuk diakses) dan X4 (kemudahan
untuk digunakan) pada uji parameter model pengukuran variabel PEOU
dengan signifikansi (sig)/taraf nyata (ά) 0.05 di atas nilai kritis (sig ≤ ά).
Maka dapat dikatakan bahwa Software Education Cara Baca dapat
digunakan secara fleksibel, mudah diakses dan mudah untuk dipahami.
-
48
d. Dari tabel uji parameter variabel PU terbukti dari nilai yang diperoleh Y1
(meningkatkan efektivitas), Y2 (mendapatkan informasi yang dibutuhkan),
dan Y3 (lebih mudah dalam memberikan mater) pada uji parameter model
pengukuran variabel PU dengan signifikansi (sig)/taraf nyata (ά) 0.05 di
atas nilai kritis (sig ≤ ά). Sedangkan parameter pengukuran Y4
(menghemat waktu) ditetapkan bernilai 1. Karena ditetapkan secara
apriori, maka parameter Y4 (menghemat waktu) tidak di uji. Akibatnya,
variabel pengukuran Y4 (menghemat waktu) merupakan konstruktor yang
valid bagi variabel laten PU. Maka dapat dikatakan bahwa dengan
menggunakan Software Education Cara Baca dapat meningkatkan minat
dan efektivitas, bisa mendapatkan informasi yang dibutuhkan, lebih mudah
memberikan materi dan menghemat waktu.
5. Daftar Pustaka
AMOS 5.0. (2006). http ://smallwaters.com.
Elisabet Milchramn. (2006). Modelling the Accpetance Model of Information
Technology. http://www.inforum.cz/inforum2003.
Imam Ghozali.(2004). Structural Equation Model, Teori, Konsep dan Aplikasi
dengan Program Lisrel 8.54. Penerbit UNDIP, Semarang,
Iqbaria, M. (1994). An Examination of the Factor Contributing to Micro
Computer Technology Acceptance, Journal of Information System,
Elsiever Ecienc. USA.
James A. O’brien. (2003). Introduction to Information System. Eleventh Edition,
Mc Graw Hill.
Jogiyanto. (2005). Analisis dan Desain Sistem Informasi. Andi Yogyakarta.
Haavelmo, T. (1944). The Probability Approach in Econometrica. Econometrica,
Mc Leod, Jr., Raymond. (2001). Sistem Informasi Manajeme,. Jilid 1, Edisi ke 7.
PT Prenhallindo.
Widodo, Prabowo, P.(2006). Statistika : Analisis Multivariat. Seri Metode
Kuantitatif. Universitas Budi Luhur, Jakarta.
http://www.inforum.cz/inforum2003
-
49
Aplikasi SMS Gateway
Sistem Informasi Akademik SMAN 2 Cilegon
Lamhari
Program Studi S1 Teknik Informatika
Sekolah Tinggi Ilmu Komputer Al-Khairiyah
Jalan H.Enggus Arja No. 1 Lingk. Citangkil Cilegon 42443
email : [email protected]
Abstrak Short message service (SMS) merupakan salah satu fitur dari GSM yang
dikembangkan dan distandardisasi oleh European Telecommunication Standard Institute
(ETSI). SMS merupakan salah satu media yang banyak digunakan oleh masyarakat
sekarang ini, karena SMS memiliki tarif yang sangat murah dibanding berbicara
langsung dengan nomor yang dituju Aplikasi SMS Gateway ini merupakan sistem yang
digunakan untuk memudahkan siswa dalam melihat nilai mata pelajaran dan absensi
kehadiran serta akan menghemat waktu sehingga menjadi efektif dan efisien. Ketika ada
sms masuk maka server akan melakukan query dan akan langsung membalas secara
otomatis sesuai dengan permintaan yang dikirim oleh pengguna. Sistem Informasi
Sekolah Berbasis SMS ini dirancang dengan menggunakan UML dan mempunyai fungsi
sebagai pemberi informasi absensi dan nilai di sekolah kepada siswa agar lebih mudah
dan efisien melalui SMS. Siswa tidak perlu repot lagi bertanya kepada setiap guru hanya
untuk mengetahui nilai dan absensi siswa.
Kata Kunci: Sistem Informasi Akademik, SMS Gateway
1. Pendahuluan
Perkembangan teknologi komunikasi dan informasi saat ini semakin
mempermudah manusia dalam mengakses informasi. Salah satu mekanisme
komunikasi berbasis teks melalui telepon genggam adalah menggunakan SMS
(short message services) atau dalam bahasa indonesia sering diterjemahkan
dengan layanan pesan singkat. Diberi nama singkat karena isi pesan dibatasi
hanya 160 karakter alphanumerik). Oleh karena sifat dari sms yang berisikan teks
yang kompatibel (bisa dipahami) oleh komputer maka sms ini dapat dijadikan
input ke sebuah sistem informasi. Oleh karena itu, dengan adanya aplikasi dari
fasilitas SMS untuk input pengaksesan data, maka fasilitas SMS ini dapat
digunakan untuk pengaksesan data informasi di suatu SMP (Sekolah Menengah
Pertama) Negeri. Layanan informasi ini memberikan kemudahan siswa dalam
memperoleh informasi nilai dengan cepat, dapat diakses dari mana saja dan kapan
saja. Jadi dengan menggunakan telepon selular, dapat mengambil atau meminta
mailto:[email protected]
-
50
informasi tertentu yang disediakan oleh penyedia informasi yang berbasis teks.
Dalam hal ini informasinya adalah data Sekolah kesiswaan pada sebuah SMP
(Sekolah Menengah Pertama) Negeri dan penyedia informasinya adalah Sekolah
yang bersangkutan (Yuliana, 2010:p112).
Tujuan pengembangan Aplikasi SMS Gateway adalah membangun sebuah
sistem informasi Sekolah sehingga siswa dapat mengetahui informasi nilai
pelajaran harian, UTS, UAS, UAN, dan Absensi kelas dalam hitungan detik.
Siswa cukup kirim SMS maka sistem SMS Gateway akan membalas SMS secara
langsung otomatis (Putro, 2010:p34). Penyimpanan data yang terstruktur
dikarenakan Sistem Informasi Sekolah menggunakan database yang tersimpan
didalam komputer.
Metode pelaksanaan pengembangan Aplikasi SMS Gateway untuk SMP ini
bertujuan memudahkan siswa dalam mengakses informasi. Data yang dikirimkan
ke telepon selular peminta sebagai respon atas permintaan tersebut dalam hal ini
bisa berupa data Nilai pelajaran (ulangan harian, UTS, UAS, UAN, dan Absensi)
dengan permintaan yang dikirimkan oleh peminta. Data-data yang disediakan oleh
penyedia data dikelompokkan dengan kode-kode tertentu yang sudah distandarkan
dan sudah berbentuk format tertentu yang disesuaikan dengan kemampuan SMS.
Jadi peminta dapat memilih data mana yang diinginkan dengan mengirimkan kode
tertentu yang sudah distandarkan tadi. Dalam hal ini database Sekolah yang
dimaksud adalah database Sekolah kesiswaan dari Sekolah yang bersangkutan
(Wicaksono, 2010:p89).
2. Landasan Teori
2.1. Sistem Informasi
Sistem informasi adalah suatu kegiatan dari prosedur-prosedur yang
diorganisasikan, bilamana dieksekusi akan menyediakan informasi untuk
mendukung pengambilan keputusan dan pengendalian di dalam organisasi (Henry
C. Lucas dalam (Jogianto, 2000:p88). Ahli lain menyebutkan bahwa sistem
informasi adalah sebuah sistem yang mengarah pada penggunaan teknologi
komputer dalam organisasi yang menyajikan informasi kepada pemakai.
(O’Brien, 2003:p89).
-
51
Namun Sistem Informasi juga dapat didefinisikan sebagai sebuah
rangkaian prosedur formal di mana data dikumpulkan, diproses menjadi informasi
dan didistribusikan kepada para pemakai.(Hall, 2001:77)
Sistem informasi mengandung tiga aktivitas dasar di dalamnya, yaitu:
aktivitas masukan (input), pemrosesan (processing), dan keluaran (output). Tiga
aktivitas dasar ini menghasilkan informasi yang dibutuhkan organisasi untuk
pengambilan keputusan, pengendalian operasi, analisis permasalahan, dan
menciptakan produk atau jasa baru. Masukan berperan di dalam pengumpulan
bahan mentah (raw data), baik yang diperoleh dari dalam maupun dari lingkungan
sekitar organisasi. Pemrosesan berperan untuk mengkonversi bahan mentah
menjadi bentuk yang lebih memiliki arti. Sedangkan, keluaran dimaksudkan untuk
mentransfer informasi yang diproses kepada pihak-pihak atau aktivitasaktivitas
yang akan menggunakan. Sistem informasi juga membutuhkan umpan balik
(feedback), yaitu untuk dasar evaluasi dan perbaikan di tahap input berikutnya
(Jogiyanto, 2001:p56).
Dewasa ini, sistem informasi yang digunakan lebih berfokus pada sistem
informasi berbasis komputer (computer-based information system). Harapan yang
ingin diperoleh di sini adalah bahwa dengan penggunaan sistem informasi
berbasis komputer, informasi yang dihasilkan dapat lebih akurat, berkualitas, dan
tepat waktu, sehingga pengambilan keputusan dapat lebih efektif dan efisien. Ada
perbedaan yang cukup tajam antara komputer dan program komputer di satu sisi
dengan sistem informasi di sisi lainnya. Komputer dan perangkat lunak komputer
yang tersedia merupakan fondasi teknis, alat, dan material dari sistem informasi
modern. Komputer dapat dipakai sebagai alat untuk menyimpan dan memproses
informasi. Program komputer atau perangkat lunak komputer merupakan
seperangkat instruksi operasi yang mengarahkan dan mengendalikan pemrosesan
informasi (Kristianto, 2003:p78).
2.2 Penerimaan Teknologi Informasi
Iqbaria (1994:p120) menyatakan bahwa, secara individu maupun kolekif
penerimaan teknologi dapat dijelaskan dari variasi penggunaan suatu sistem,
karena diyakini bahwa penggunan suatu sistem yang berbasis TI dapat
-
52
meningkatkan kinerja individu atau kinerja organisasi. Untuk mengetahui
indikator penerimaan TI, secara umum diketahui bahwa penerimaan TI dapat
dilihat dengan adanya indikator penggunaan sistem dan frekuensi penggunaan
komputer, atau dari aspek kepuasan pengguna dan ada juga yang menjadikan
penggunaan sistem sebagai indikator utama penerimaan teknologi oleh
penggunanya.
2.3 Short Message Service (SMS)
Short Message Service merupakan sebuah layanan dimana terjadi
pertukaran pesan berbentuk teks diantara pengirim. Layanan SMS pertama kali di
gunakan pada tahun 1992 oleh jaringan GSM Eropa dan berkembang terus
menerus sampai pengguna layanan SMS di Inggris mencapai 20.5 juta orang pada
tahun 2003 (Le Bodic, 2005:65).
Saat ini SMS digunakan oleh pengguna dalam pertukaran pesan antar
orang, layanan informasi, peringatan internet e-mail, layanan download, applikasi
chat, penentuan posisi kendaraan dan pemonitor. Sedangkan pemanfaatan SMS
oleh operator antara lain SIM lock, SIM update, indikator pesan yang tertunda dan
Wap Push (Le Bodic, 2005:66).
Implementasi layanan SMS berdampak pada penambahan berbagai elemen
dalam arsitektur jaringan (GSM, GPRS, UMTS). Gambar 2.3 menjelaskan tentang
arsitektur GSM dimana terdapat SMS didalamnya.
Elemen yang dapat mengirim maupun menerima pesan pendek dinamakan
Short Message Entities (SME). SME dapat berupa aplikasi software di dalam
mobile handset, faksimili, remote internet server, dan lain-lain. SME juga dapat
berupa sever yang menghubungkan SMS Center secara langsung atau via gateway
(Le Bodic, 2005:68).
-
53
Gambar 1. Arsitektur GSM dimana terdapat SMS (Le Bodic, 2005:68)
Berdasarkan gambar diatas, dua komponen penting yang dibutuhkan yaitu
SMS Center (SMSC) dan E-mail Gateway. SMS Center memegang peranan
penting dalam arsitektur SMS. Fungsi utama dari SMSC adalah menyampaikan
pesan diantara SME, mengirimkan pesan pendek. Secara teori, satu SMSC dapat
mengatur SMS untuk beberapa operator jaringan telepon. Dapat juga operator
jaringan telepon membuat persetujuan untuk bertukar pesan diantara jaringan.
Sebuah pesan yang dikirim dari SME ke jaringan A dapat diterima pada SME
lainya milik jaringan B. Sedangkan E-mail Gateway berfungsi sebagai
penghubung antara e-mail ke SMS dengan menghubungkan antara SMSC dengan
internet. Dengan E-mail Gateway, pesan dapat dikirim dari SME ke internet host
dan begitu juga sebaliknya. Peranan penting E-mail Gateway adalah mengubah
format pesan SMS ke dalam e-mail, begitu pula sebaliknya dan mengirimkan
pesan antara SMS dan domain internet (Le Bodic, 2005:69).
-
54
2.4 Arsitektur SMS
SMS dimaksudkan untuk menjadi alat pertukaran informasi antara dua
mobile subscriber. Elemen-elemen utama pada arsitektur SMS terdiri dari Short
Message Entity (SME), SMS Service Centre (SMSC) dan Email Gateway yang
terkoneksi dengan elemen-elemen pada GSM sebagai channel penghantar. Berikut
ini adalah gambar arsitektur SMS pada jaringan GSM.
Gambar 2. SMS pada jaringan GSM
Gambar berikut ini menunjukkan dua GSM network dan komponen yang
relevan untuk menyampaikan pesan dari end user A ke end user B :
Gambar 3. Susunan Jaringan dan Aliran Message
-
55
a. SMS dikirim melalui MSC/VLR ke SMSC di PLMN (Public Land Moile
Network) A. Ini merupakan sebuah pesan MAP “forward SM”, termasuk
nomor MSISDN asal A dan MSISDN tujuan B.
b. Karena end user B berada di PLMN B, SMSC harus merouting informasi dari
HLR PLMN B. Untuk melakukannya, SMSC mengirim MAP “send routing
info for SM” dengan nomor MSISDN B.
c. HLR mengirim kembali IMSI dari end user B dan VLR nya.
d. SMSC mengirim SMS sebagai MAP message melalui MSC/VLR ke end user
B.
2.5 Basic Features SMS
SMS mempunyai beberapa basic feature, seperti :
a. Message Submission and Delivery
Terdiri dari message sending dan message delivery. Pada message sending,
pesan dikirm dari MS ke SMSC, dialamatkan ke SME lain sebagai mobile user
lain atau host internet. Originator (asal) SME menentukan validity period dari
pesan tersebut, pesan yang sudah tidak valid lagi akan dihapus oleh SMSC
sepanjang pengiriman pesan. Fitur ini dikenal sebagai Short Message-Mobile
Originated (SM-MO).
Pada message delivery, pesan disampaikan oleh SMSC ke MS. Dikenal
sebagai Short Message Mobile Terminated (SM-MT). SM-MO dan SM-MT dapat
dikirim / diterima saat voice call atau koneksi data sedang berlangsung. Pada
GSM pesan dikirim pada channel SDCCH/SACCH, pada GPRS pesan dikirim
pada channel PDTCH.
b. Status Report
SME asal (originator) meminta s