Laporan Pbl 1 (2003)

69
LAPORAN PROBLEM BASED LEARNING (PBL) I BLOK NEPHROUROLOGY Tutor : Dr. Mustofa, M.Sc. Di susun oleh : Kartika Kencana Putri G1A013079 Sera Rhosida K. G1A013080 Tania Paramacitra G1A013081 Azizah Fitriana Nurul Ilmi G1A013082 Bella Rizky R. G. G1AO13083 M. Nauval Hanafi G1A013084 Hanifan Sastranegara G1A013085 Intani Kurnia Savitri G1A013086 Muhammad Angga Kurniawan G1A013087 Resty Kusdearis G1A013088 Adam Abdul Malik Sujoko G1A013089 KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI

description

pbl

Transcript of Laporan Pbl 1 (2003)

Page 1: Laporan Pbl 1 (2003)

LAPORAN PROBLEM BASED LEARNING (PBL) I

BLOK NEPHROUROLOGY

Tutor :

Dr. Mustofa, M.Sc.

Di susun oleh :

Kartika Kencana Putri G1A013079

Sera Rhosida K. G1A013080

Tania Paramacitra G1A013081

Azizah Fitriana Nurul Ilmi G1A013082

Bella Rizky R. G. G1AO13083

M. Nauval Hanafi G1A013084

Hanifan Sastranegara G1A013085

Intani Kurnia Savitri G1A013086

Muhammad Angga Kurniawan G1A013087

Resty Kusdearis G1A013088

Adam Abdul Malik Sujoko G1A013089

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS KEDOTERAN

JURUSAN KEDOKTERAN UMUM

2015

Page 2: Laporan Pbl 1 (2003)

BAB I

PENDAHULUAN

Learn Objective

Mahasiswa dapat menjelaskan Anatomi, Histologi, Fisiologi sistem urinaria dan

genitalia eksterna maskulina. Termasuk proses – proses fisiologis tentang

pembentukkan urin beserta komposisi urin serta mekanisme berkemih, termasuk

pengaturan (somatik dan otonom). Selain itu dapat menjelaskan peran ginjal

dalam keseimbangan cairan dan elektrolit terkait ginjal.

Informasi I

Andi adalah seorang laki laki berusia 18 tahun merasakan bahwa air kencingnya

bertambah pekat sejak siang ini. Selain bertambah pekat volumenya juga

dirasakan lebih sedikit dari biasanya serta berwarna kekuningan gelap tidak

seperti biasanya.

Informasi II

Selain perubahan kepekatan, volume, dan warna urin dari air kencingnya, Andi

juga merasa lemah, kehausan, mulut terasa kering.

Informasi III

Kebetulan hari ini Andi sedang mencoba untuk berpuasa menepati janjinya

sebelum masuk Fakultas Kedokteran UNSOED. Walaupun sedang berpuasa tetapi

Andi beraktifitas seperti biasa, bahkan pagi hari Andi tetap jogging seperti yang

biasa dilakukannya setiap pagi.

Page 3: Laporan Pbl 1 (2003)

BAB II

PEMBAHASAN

A. KLASIFIKASI ISTILAH

Pekat : Pekat adalah kekentalan (KBBI)

B. IDENTIFIKASI PETUNJUK

Identitas :

Andi

Laki Laki

18 tahun

Anamnesis :

Riwayat Penyakit Sekarang :

Keluhan Utama : Air kencingnya bertambah pekat

Onset : siang ini

Kronologi : -

Faktor Memperberat : Berpuasa dengan aktifitas jogging di setiap

pagi.

Faktor Memperingan : -

Kualitas : -

Kuantitas : -

Keluhan Penyerta :volume dirasakan lebih sedikit dari

biasanya, berwarna kuning gelap, lemah, kehausan, mulut terasa

kering

Riwayat Penyakit Dahulu :

Page 4: Laporan Pbl 1 (2003)

-

Riwayat Penyakit Keluarga :

-

Riwayat Sosial Ekonomi :

Berpuasa karena menepati janji sebelum masuk Fakultas

Kedokteran UNSOED.

Pemeriksaan Fisik :

-

Pemeriksaan Laboratorium:

-

C. PENYUSUNAN DAFTAR MASALAH

1. Anatomi Sistem Urinaria Masculina

a. Ren

Ren dextra et sinistra terletak retroperitoneal pada dinding

posterior abdomen dan setinggi vertebra T 12 – L 3. Ren dextra berada

lebih inferior dari ren sinistra karena terdesak oleh hepar. Saat inspirasi,

diafragma berkontraksi dan bergerak turun mendorong organ di

bawahnya sehingga kedua ren akan turun sejauh 2,5 cm atau sekitar 1

corpus vertebra (Moore, 2014).

Page 5: Laporan Pbl 1 (2003)

Gambar 1.1 Holotopi Ren (Hansen, 2010).

Ren mempunyai selubung sebagai berikut :

1) Capsula fibrosa: Meliputi ren dan melekat dengan erat pada

permukaan luar ren.

2) Capsula adiposa: Lemak ini meliputi capsula fibrosa.

3) Fascia renalis: Merupakan kondensasi dari jaringan ikat yang terletak

di luar capsula adiposa dan meliputi ren serta glandula suprarenalis.

Di lateral fascia ini melanjutkan diri sebagai fascia transversalis.

4) Corpus adiposum pararenale: Terletak di luar fascia renalis dan

sering didapatkan dalam jumlah besar. Lemak ini membentuk

sebagian lemak retroperitoneal (Moore, 2014).

Capsula adiposa, fascia renalis, dan corpus adiposum pararenale

menyokong dan menfiksasi ren pada posisinya di dinding posterior

abdomen (Moore, 2014).

Page 6: Laporan Pbl 1 (2003)

Gambar 1.2 Lapisan Pembungkus Ren (Hansen, 2010).

Gambar 1.3 Ren (Martini, 2012).

Ren diperdarahi oleh A. renalis yang berasal dari aorta setinggi

vertebra lumbalis II. Masing-masing A. renalis biasanya bercabang

Page 7: Laporan Pbl 1 (2003)

menjadi lima A. segmentalis yang masuk ke dalam hilus renalis, empat

di depan dan satu di belakang pelvis renalis. Arteri-arteri ini mendarahi

segmen yang berbeda. Arteriae lobares berasal dari masing-masing

arteria segmentalis, masing-masing satu buah untuk satu pyramis

medullae renalis. Sebelum masuk substansia renalis setiap arteria

lobaris mencabangkan dua atau tiga arteria interlobaris. Arteriae

interlobares berjalan menuju cortex di antara pyramis medullae renalis.

Pada perbatasan cortex dan medulla renalis, arteriae interlobares

mencabangkan arteriae arcuatae yang melengkung di atas basis

pyramidis medullae. Arteriae arcuatae mencabangkan sejumlah arteriae

interlobulares yang berjalan ke atas di dalam cortex. Arteriolae aferen

glomerulus merupakan cabang-cabang arteriae interlobulares.

Sedangkan untuk aliran venanya, vena renalis keluar dari hilus di depan

arteria renalis dan bermuara ke vena cava inferior (Snell, 2011).

Aliran limfe ren dialirkan ke nodi aortici medulla di sekitar

pangkal arteria renalis. Kemudian, ren diinervasi oleh plexus

sympathicus renalis. Serabut-serabut aferen yang berjalan melalui

plexus renalis masuk medulla spinalis melalui nervus thoracicus X, XI,

dan XII (Snell, 2011).

Page 8: Laporan Pbl 1 (2003)

Gambar 1.4 Vaskularisasi Ren (Martini, 2012).

b. Ureter

Kedua ureter merupakan saluran muskular yang terbentang dari ren

ke facies posterior vesica urinaria. Setiap ureter mempunyai panjang

sekitar 10 inci (25 cm) dengan diameter kurang dari 0,5 inci (1,25 cm).

Ureter mempunyai tiga penyempitan sepanjang perjalanannya:

1) Di tempat pelvis renalis berhubungan dengan ureter (junctura

pelvico-ureterica)

2) Di tempat ureter melengkung pada waktu menyilang apertura pelvis

superior atau penyilangan di depan A. iliaca communis

3) Di tempat ureter menembus dinding vesica urinaria (junctura

uretero-vesica) (Moore, 2014).

Arteri yang mendarahi ureter adalah sebagai berikut:

1) Ujung atas: arteria renalis.

2) Bagian tengah: arteria testicularis atau arteria ovarica.

3) Ujung bawah: arteria vesicalis superior (Moore, 2014).

Page 9: Laporan Pbl 1 (2003)

Sedangkan, vena dialirkan ke dalam vena yang sesuai dengan

arterinya. Aliran limfe ureter menuju ke nodi aortici laterales dan nodi

iliaci. Inervasi ureter oleh plexus renalis, testicularis atau ovaricus, dan

plexus hypogastricus (di dalam pelvis). Serabut-serabut aferen berjalan

bersama dengan saraf simpatik dan masuk medulla spinalis setinggi

segmen lumbalis I dan II (Snell, 2011).

c. Vesica Urinaria

Vesica urinaria terletak tepat dibelakang os pubis di dalam rongga

pelvis. Vesica urinaria mempunyai bagian-bagian yaitu apex vesicae,

facies posterior, facies superior, facies inferolateral, dan cervix vesicae.

Arteria vesicalis superior dan inferior serta cabang-cabang arteria iliaca

interna memperdarahi vesica urinaria. Sedangkan, vena-venanya

membentuk plexus venosus vesicalis dan bermuara ke vena iliaca

interna. Pembuluh limfenya bermuara ke nodi iliaci interni dan externi.

Persarafan vesica urinaria berasal dari plexus hypogastricus inferior.

Serabut posganglionik simpatik berasal dari ganglion lumbale pertama

dan kedua dan berjalan turun ke vesica urinaria melalui plexus

hypogastricus. Serabut preganglionik parasimpatikus yang muncul

sebagai nervi splanchnici pelvici dari nervus sacralis kedua, ketiga,

keempat berjalan melalui plexus hypogastricus menuju ke vesica

urinaria, di tempat ini serabut-serabut tersebut bersinaps dengan neuron

posganglionik (Snell, 2011).

Page 10: Laporan Pbl 1 (2003)

Gambar 1.5 Vesica Urinaria (Martini, 2012).

d. Urethra Masculina

Panjang urethra diaphragm kurang lebih 8 inci (20 cm) dan

terbentang dari collum vesicae ke meatus externus di glans penis.

Urethra terbagi atas tiga bagian yaitu pars prostatica, pars

membranacea, dan pars spongiosa. Urethra pars prostatica panjangnya

kurang lebih 7,25 inci (3 cm) dan mulai dari collum vesicae. Urethra

pars prostatica berjalan melalui prostat dari basis sampai ke apex.

Urethra pars prostatica merupakan bagian yang paling lebar dan

berdiameter paling lebar dari seluruh urethra. Pada dinding posterior

terdapat peninggian longitudinal yang disebut crista urethralis. Pada

setiap sisi crista urethralis terdapat alur yang disebut sinus prostaticus,

glandulae prostatae bermuara pada sinus ini. Pada puncak crista pubica

terdapat cekungan, disebut utriculus prostaticus. Pada pinggir utriculus

terdapat muara kedua ductus ejaculatorius. Urethra pars membranacea

panjangnya kurang lebih 0,5 inci (1,25 cm), terletak di dalam

diaphragm urogenitale, dikelilingi oleh musculus sphincter urethrae.

Bagian ini merupakan bagian urethra yang paling pendek dan paling

kurang dapat dilebarkan. Urethra pars spongiosa panjangnya kurang

Page 11: Laporan Pbl 1 (2003)

lebih 6 nci (15,75 cm) dan dikelilingi jaringan erektil di dalam bulbus

dan corpus spongiosum. Meatus urethrae externus merupakan bagian

yang tersempit dari seluruh urethra. Bagian urethra yang terletak di

dalam glans penis melebar membentuk fossa terminalis (fossa

navicularis). Glandula bulbourethralis bermuara ke dalam urethra pars

spongiosa distalis dari diaphragm urogenitale (Snell, 2011).

Gambar 1.6 Urethra Masculina (Martini, 2012).

2. Histologi Sistem Urinaria Masculina

Sistem urinaria merupakan sistem yang penting untuk membuang sisa-

sisa metabolisme makanan yang dihasilkan oleh tubuh terutama senyawa-

senyawa nitrogen seperti urea dan kreatinin, bahan asing dan produk sisa

metabolisme. Sampah metabolisme ini dikeluarkan (disekresikan) oleh ginjal

dalam bentuk urin. Urin kemudian akan turun melewati ureter menuju

kandung kemih untuk disimpan sementara dan akhirnya secara periodik akan

dikeluarkan melalui uretra. Sistem urinaria manusia terdiri dari dua ginjal,

dua ureter, vesika urinaria (urinary bladder/ kandung kemih), dan uretra. 1,2

Ginjal

Ginjal berbentuk seperti kacang merah dengan panjang 10-12 cm dan tebal

3,5-5 cm, terletak retroperitoneal di sebelah atas rongga abdomen. Ginjal

kanan terletak lebih ke bawah dibandingkan ginjal kiri. Secara histologi ginjal

terbungkus dalam kapsul jaringan lemak dan jaringan ikat kolagen. Organ ini

Page 12: Laporan Pbl 1 (2003)

terdiri atas bagian korteks dan medula yang satu sama lain tidak dibatasi oleh

jaringan pembatas khusus, ada bagian medula yang masuk ke korteks

(prosesus Ferreini) dan ada bagian korteks yang masuk ke medula (kolumna

renalis Bertini). 1,2 Bangunan-bangunan yang terdapat pada korteks dan medula

ginjal adalah

1. Korteks ginjal terdiri atas beberapa bangunan, yaitu

A. Korpus Malphigi (Korpus renalis) terdiri atas kapsula Bowman

dan glomerulus.

B. Bagian sistim tubulus yaitu tubulus kontortus proksimalis dan

tubulus kontortus distal.

2. Medula ginjal terdiri atas beberapa bangunan yang merupakan bagian

sistem tubulus, yaitu pars ascendens dan descendens ansa Henle, bagian tipis

ansa Henle, duktus koligens, dan duktus papilaris Bellini. 2

Tubulus Uriniferus

Page 13: Laporan Pbl 1 (2003)

Tubulus uriniferus merupakan unit fungsional terkecil dalam ginjal.

Tubulus uriniferus terdiri dari nefron dan tubulus koligens. Nefron terdiri dari

dua bangunan, korpus renalis dengan tubulus renalis. Korpus renalis terdiri

atas 2 macam bangunan yaitu kapsul Bowman dan glomerulus.2 Kapsul

Bowman merupakan pelebaran ujung proksimal saluran keluar ginjal (nefron)

yang dibatasi epitel. Bagian ini diinvaginasi oleh glomerulus. Dinding sebelah

luar disebut lapis parietal (pars parietal) sedangkan dinding dalam disebut lapis

viseral (pars viseralis) yang melekat erat pada glomerulus. Ruang diantara ke

dua lapisan ini sebut ruang Bowman yang berisi cairan ultrafiltrasi. Dari ruang

ini cairan ultrafiltrasi akan masuk ke dalam tubulus kontortus proksimal.1

Glomerulus merupakan bangunan yang berbentuk khas, bundar dengan

warna yang lebih tua daripada sekitarnya karena sel-selnya tersusun lebih

padat. Glomerulus merupakan pembuluh kapiler. Glomerulus ini akan diliputi

oleh epitel pars viseralis kapsul Bowman. Di sebelah luar terdapat ruang

Bowman yang akan menampung cairan ultra filtrasi dan meneruskannya ke

tubulus kontortus proksimal.1

Kapsul Bowman lapis parietal pada satu kutub bertautan dengan tubulus

kontortus proksimal yang membentuk kutub tubular (urinary pole), sedangkan

pada kutub yang berlawanan bertautan dengan arteriol yang masuk dan keluar

dari glomerulus terdapat kutub yang disebut kutub vaskular. Arteriol

glomerular aferent masuk kemudian bercabang-cabang lagi menjadi sejumlah

kapiler yang bergulung-gulung. Pembuluh kapiler ini diliputi oleh sel-sel

khusus yang disebut sel podosit. Sel podosit ini dapat dilihat dengan

mikroskop elektron. Kapiler-kapiler ini kemudian bergabung lagi membentuk

arteriol yang selanjutnya keluar dari glomerulus dan menjadi arteriol

glomerular eferen.2

Page 14: Laporan Pbl 1 (2003)

Aparatus Juksta-Glomerular 2

Sel-sel otot polos dinding arteriol aferent di dekat glomerulus berubah

sifatnya menjadi sel epiteloid. Sel-sel ini tampak terang dan di dalam

sitoplasmanya terdapat granula yang mengandung enzim renin, suatu enzim

yang diperlukan dalam mengontrol tekanan darah. Sel-sel ini dikenal sebagai

sel juksta glomerular.

Sel-sel juksta glomerular di sisi luar akan berhimpitan dengan sel-sel

makula densa, yang merupakan epitel dinding tubulus kontortus distal yang

berjalan berhimpitan dengan kutub vaskular. Pada bagian ini sel dinding

tubulus tersusun lebih padat daripada bagian lain. Sel-sel makula densa ini

sensitif terhadap perubahan konsentrasi ion natrium dalam cairan di tubulus

kontortus distal. Menurunnya konsentrasi ion natrium dalam cairan tubulus

kontortus distal akan merangsang sel-sel makula densa (berfungsi sebagai

osmoreseptor) untuk memberikan sinyal kepada sel-sel juksta glomerulus agar

mengeluarkan renin. Sel makula densa dan juksta glomerular bersama-sama

membentuk aparatus juksta-glomerular.

Di antara aparatus juksta glomerular dan arteriol eferen glomerulus terdapat

sekelompok sel kecil-kecil yang terang disebut sel mesangial ekstraglomerular

atau sel polkisen (bantalan) atau sel lacis. Fungsi sel-sel ini masih belum

jelas, tetapi diduga sel-sel ini berperan dalam mekanisma umpan balik

tubuloglomerular. Perubahan konsentrasi ion natrium pada makula densa akan

memberi sinyal yang secara langsung mengontrol aliran darah glomerular. Sel-

sel mesangial ekstraglomerular diduga berperan dalam penerusan sinyal di

makula densa ke sel-sel juksta glomerular. Selain itu sel-sel ini menghasilkan

hormon eritropoetin, yaitu suatu hormon yang akan merangsang sintesa sel-sel

darah merah (eritrosit) di sumsum tulang.

Page 15: Laporan Pbl 1 (2003)
Page 16: Laporan Pbl 1 (2003)

Tubulus Ginjal 1,2

A. Tubulus Kontortus Proksimal

Tubulus kontortus proksimal berjalan berkelok-kelok dan berakhir sebagai

saluran yang lurus di medula ginjal (pars desendens Ansa Henle). Dindingnya

disusun oleh selapis sel kuboid dengan batas-batas yang sukar dilihat. Inti sel

bulat, bundar, biru dan biasanya terletak agak berjauhan satu sama lain.

Sitoplasmanya bewarna kemerahan. Permukaan sel yang menghadap ke lumen

mempunyai mikrovili (brush border). Tubulus ini terletak di korteks ginjal.

Fungsi tubulus kontortus proksimal adalah mengurangi isi filtrat

glomerulus 80-85 persen dengan cara reabsorpsi via transport dan pompa

natrium. Glukosa, asam amino dan protein seperti bikarbonat, akan

direabsorpsi.

B. Ansa Henle

Ansa henle terbagi atas 3 bagian yaitu bagian tebal turun (pars desendens),

bagian tipis (segmen tipis) dan bagian tebal naik (pars asendens) . Segmen

tebal turun mempunyai gambaran mirip dengan tubulus kontortus proksimal,

sedangkan segmen tebal naik mempunyai gambaran mirip tubulus kontortus

distal. Segmen tipis ansa henle mempunyai tampilan mirip pembuluh kapiler

darah, tetapi epitelnya sekalipun hanya terdiri atas selapis sel gepeng, sedikit

lebih tebal sehingga sitoplasmanya lebih jelas terlihat. Selain itu lumennya

tampak kosong. Ansa henle terletak di medula ginjal..

C. Tubulus kontortus distal

Tubulus kontortus distal berjalan berkelok-kelok. Dindingnya disusun oleh

selapis sel kuboid dengan batas antar sel yang lebih jelas dibandingkan tubulus

kontortus proksimal. Inti sel bundar dan bewarna biru. Jarak antar inti sel

berdekatan. Sitoplasma sel bewarna kebiruan dan permukaan sel yang

mengahadap lumen tidak mempunyai mikrovili.

D. Tubulus koligen

Saluran ini mempunyai gambaran mirip tubulus kontortus distal tetapi

dinding sel epitelnya jauh lebih jelas, selnya lebih tinggi dan lebih pucat. Di

bagian medula yang lebih ke tengah beberapa tubulus koligen akan bersatu

membentuk duktus yang lebih besar yang bermuara ke apeks papila. Saluran

ini disebut duktus papilaris (Bellini). Muara ke permukaan papil sangat besar,

banyak dan rapat sehingga papil tampak seperti sebuah tapisan (area kribrosa).

Page 17: Laporan Pbl 1 (2003)

Fungsi tubulus koligen adalah menyalurkan kemih dari nefron ke pelvis ureter

dengan sedikit absorpsi air yang dipengaruhi oleh hormon antidiuretik (ADH).

Sawar Ginjal

Sawar ginjal adalah bangunan-bangunan yang memisahkan darah kapiler

glomerulus dari filtrat dalam rongga Bowman. Sawar ini terdiri atas endotel

kapiler bertingkap glomerulus, lamina basal dan pedikel podosit yang

dihubungkan dengan membran celah (slit membran). Sel podosit adalah sel-sel

epitel lapisan viseral kapsula Bowman. Selain badan sel, sel ini mempunyai

beberapa juluran mayor (primer) yang meluas dari perikarion. Sebuah

prosessus primer mempunyai beberapa prosessus sekunder yang kecil atau

pedikel. Pedikel podosit yang berdekatan saling berselang-seling dalam

susunan yang rumit dengan sistem celah yang disebut celah filtrasi (Slit pores)

di antara pedikel. Pedikel-pedikel ini berhubungan dengan suatu membran tipis

disebut membran celah (Slit membran). Di bawah membran slit ini terdapat

membran basal sel-sel sel endotel kapiler glomerulus.

Guna sawar ginjal ini adalah untuk menyaring molekul-molekul yang boleh

melewati lapisan filtrasi tersebut dan molekul-molekul yang harus dicegah

agar tidak keluar dari tubuh. Molekul-molekul yang dikeluarkan dari tubuh

adalah molekul-molekul yang sudah tidak diperlukan oleh tubuh, sisa-sisa

metabolisme atau zat-zat yang toksik bagi tubuh. Molekul-molekul ini

selanjutnya akan dibuang dalam bentuk urin.2

Ureter 1

Page 18: Laporan Pbl 1 (2003)

Secara histologi, ureter terdiri atas lapisan mukosa, muskularis dan

adventisia. Lapisan mukosa terdiri atas epitel transisional yang disokong oleh

lamina propria. Epitel transisional ini terdiri atas 4-5 lapis sel. Sel permukaan

bervariasi dalam hal bentuk mulai dari kuboid sampai gepeng. Sel-sel

permukaan ini mempunyai batas cekung pada lumen dan dapat berinti dua.

Sel-sel permukaan ini dikenal sebagai sel payung. Lamina propria terdiri atas

jaringan fibrosa yang relatif padat dengan banyak serat elastin.

Lapisan muskularisnya terdiri atas atas serat otot polos longitudinal

disebelah dalam dan sirkular di sebelah luar (berlawan dengan susunan otot

polos di saluran cerna). Lapisan adventisia atau serosa terdiri atas lapisan

jaringan ikat fibroelsatin. Fungsi ureter adalah meneruskan urin yang

diproduksi oleh ginjal ke dalam kandung kemih.

Vesika Urinaria 1

Vesika urinaria terdiri atas lapisan mukosa, muskularis dan

serosa/adventisia. Mukosanya dilapisi oleh epitel transisional yang lebih tebal

dibandingkan ureter (terdiri atas 6-8 lapis sel) dengan jaringan ikat longgar

yang membentuk lamina propria dibawahnya. Tunika muskularisnya terdiri

atas berkas-berkas serat otot polos yang tersusun berlapis-lapis yang arahnya

tampak tak membentuk aturan tertentu. Di antara berkas-berkas ini terdapat

jaringan ikat longgar. Tunika adventisianya terdiri atas jaringan fibroelastik.

Page 19: Laporan Pbl 1 (2003)

Fungsi kandung kemih adalah menampung urin yang akan dikeluarkan

kedunia luar melalui uretra.

Uretra 1

Page 20: Laporan Pbl 1 (2003)

Panjang uretra pria antara 15-20 cm dan terbagi atas 3 bagian yaitu:

A. Pars Prostatika, yaitu bagian uretra mulai dari muara uretra pada

kandung kemih hingga bagian yang menembus kelenjar prostat. Pada bagian

ini bermuara 2 saluran yaitu duktus ejakulatorius dan saluran keluar kelenjar

prostat.

B. Pars membranasea yaitu bagian yang berjalan dari puncak prostat di

antara otot rangka pelvis menembus membran perineal dan berakhir pada

bulbus korpus kavernosus uretra.

C. Pars kavernosa atau spongiosa yaitu bagian uretra yang menembus

korpus kavernosum dan bermuara pada glands penis.

Epitel uretra bervariasi dari transisional di uretra pars prostatika, lalu pada

bagian lain berubah menjadi epitel berlapis atau bertingkat silindris dan

akhirnya epitel gepeng berlapis tanpa keratin pada ujung uretra pars kavernosa

yang melebar yaitu di fosa navikularis. Terdapat sedikit sel goblet penghasil

mukus. Di bawah epitel terdapat lamina propria terdiri atas jaringan ikat fibro-

elastis longgar.

Pada wanita uretra jauh lebih pendek karena hanya 4 cm panjangnya.

Epitelnya bervariasi dari transisional di dekat muara kandung kemih, lalu

berlapis silindris atau bertingkat hingga berlapis gepeng di bagian ujungnya.

Muskularisnya terdiri atas 2 lapisan otot polos tersusun serupa dengan ureter.

3. Fisiologi Sistem Urinaria

Page 21: Laporan Pbl 1 (2003)

Filtrasi merupakan langkah pertama dalam pembentukan urin.

Secara rerata 25 filtrat glomerulus terbentuk secara kolektif di seluruh

glomeulus setiap menit (Sherwood, 2007).

Cairan yang difiltrasi dari glomerulus ke dalam kapsula Bowman

harus melewati tiga lapisan berikut dan membentuk membran

glomerulus. Membran glomerulus terdiri atas (Sherwood, 2007):

1. Dinding kapiler glomerulus

Terdiri atas 1 lapis sel endotel. Di dinding kapiler glomerulus ini

selain adanya pori-pori, ternyata terdapat lubang atau fenestrasi yang

besar.

2. Membran basal

Membran basal adalah suatu lapisan gelatinosa aselular (tidak

mengandung sel) yang terbentuk dari kolagen dan glikoprotein.

Kolagen berfungsi untuk kekuatan struktural, sedangkan glikoprotein

untuk menghambat protein-protein supaya tidak bisa menembus

melaluinya.

3. Lapisan dalam kapsula bowman

Terdiri atas sel podosit yang mengelilingi glomerulus dan setiap

podosit mempunyai struktur seperti kaki yang dinamakan pedicle. Nah

celah diantara kaki kaki sel podosit ini merupakan celah filtrasi atau

filtration slit yang mana merupakan lajur dari cairan supaya bisa

melewatinya.

Gaya-gaya yang berperan dalam filtrasi glomerulus adalah gaya

yang digunakan untuk melaksanakan filtrasi glomerulus, harus

terdapat gaya yang mendorong sebagian plasma di glomerulus

menembus lubang-lubang di membran glomerulus. Gaya yang

dimaksud adalah (Sherwood, 2007):

Page 22: Laporan Pbl 1 (2003)

1. Tekanan darah kapiler glomerulus / tekanan hidrostatik

kapiler glomerulus

Tekanan ini ditimbulkan oleh darah di dalam kapiler glomerulus.

Bergantung pada kontraksi jantung dan resistensi yang timbul akibat

arteriol aferen & eferen. Besar tekanan adalah 55 mmHg. Tekanan

darah kapiler glomerulus berperan untuk mendorong filtrasi.

2. Tekanan osmotik koloid plasma

Timbul akibat osmosis yang terjadi dimana H2O pindah dari suatu

tempat yang banyak H2O nya ke tempat yang sedikit H2O nya. Kalau

di sini, tempat yang banyak H2O adalah kapsula bowman (H2O dari

kapiler glomerulus) dan tempat yang sedikit H2O adalah kapiler

glomerulus (H2O sudah pindah ke kapsula Bowman). H2O tersebut

cenderung pindah dari kapsula Bowman ke kapiler glomerulus. Nah

kecenderungan aliran osmotik air ke dalam larutan protein plasma

tersebut memiliki nilai sebesar 35 mmHg. Tekanan osmotik koloid

plasma bersifat melawan laju filtrasi glomerulus.

3. Tekanan hidrostatik kapsula bowman

Timbulnya tekanan ini sama seperti tekanan hidrostatik kapiler

glomerulus, tapi ini terjadi di awal tubulus bukan di glomerulus. Yang

mana cenderung untuk mendorong cairan keluar dari kapsula Bowman

melawan filtrasi cairan dari glomerulus. Besar tekanannya adalah 15

mmHg. Tekanan hidrostatik kapsula bowman bersifat melawan filtrasi

glomerulus.

Tekanan filtrasi netto adalah tekanan yang mendorong cairan

dalam jumlah besar dari darah menembus membran glomerulus yang

sangat permeabel. Jadi gaya total yang mendorong filtrasi adalah

10mmHg (55mmHg-35mmHg-15mmHg) (Sherwood, 2007).

Regulasi laju filtrasi glomerulus (LFG) bila dilihat dari rumusnya,

LFG dipengaruhi (Sherwood, 2007):

1. Tekanan filtrasi neto

Page 23: Laporan Pbl 1 (2003)

Terdapat dua mekanisme untuk mengatur LFG ini dengan cara

mengatur jari-jari arteriol aferen yang mana mempengaruhi resistensi

arteriol aferen, yaitu:

a. Autoregulasi

Suatu mekanisme pengaturan intrinsik yang dilakukan oleh ginjal

sendiri. Pengaturan tersebut dilakukan untuk mempertahankan aliran

darah ke dalam kapiler glomerulus (stabilitas tekanan darah kepiler

glomerulus dan LFG) meskipun adanya perubahan tekanan darah

arteri. Ada dua mekanisme yang berperan di autoregulasi, yaitu:

1) Mekanisme miogenik

Mekanisme ini berasal dari otot polos arteriol aferen. Bila arteriol

ini teregang (yg menyertai peningkatan tekanan di pembuluh tersebut

dan peningkatan aliran darah ke glomerulus) maka secara otomatis

akan berkontriksi dengan sendirinya. Respon ini membantu

membatasi aliran darah ke glomerulus tetap normal.

2) Mekanisme umpan balik tubuloglomerulus

Melibatkan apparatus jukstaglomerulus. Sel tubulus khusus di regio

ini berubah menjadi sel makula densa. Sel makula densa mendeteksi

perubahan kadar garam cairan yg melewati mereka melalui tubulus.

Sel-sel makula densa dapat mendeteksi perubahan kadar garam cairan

yang melewati mereka melalui tubulus.

Ketika LFG meningkat, maka LFG ↑ penyaluran garam ke

tubulus distal ↑ sel makula densa mengeluarkan ATP dan adenosine

dua zat tersebut mempengaruhi arteriol aferen arteriol aferen

berkonstriksi aliran darah glomerulus ↓ LFG kembali normal.

Pada situasi berbeda, ketika lebih sedikit garam yang dihantarkan

ke tubulus distal karena penurunan spontan LFG, LFG ↓ ATP dan

adenosine sedikit dikeluarkan & banyak mengeluarkan vasodilator

nitrat oksida vasodilatasi arteriol aferen aliran darah glomerulus

↑ LFG kembali normal.

b. Kontrol simpatis ekstrinsik

Page 24: Laporan Pbl 1 (2003)

Diperantairai oleh sinyal sistem saraf simpatis ke arteriol aferen

(berjangka panjang). Sistem saraf simpatis tidak memiliki pengaruh

apapun pada ginjal.

1) Volume plasma ↓ tekanan darah ↓ dideteksi olh

baroreseptor (arkus aorta & sinus karotis) pusat kontrol karvas di

batang otak ↑ aktivitas simpatis ke jantung dan pembuluh darah

curah jantung ↑ & vasokonstriksi pembuluh darah LFG kembali

normal

2) Volume plasma ↑ tekanan darah ↑ dideteksi olh

baroreseptor batang otak ↓ aktivitas vasokonstriktor simpatis ke

arteriol vasodilatasi arteriol aferen LFG kembali normal

2. Koefisien filtrasi

Komponen koefisien filtrasi ada dua yaitu luas permukaan

glomerulus yg tersedia untuk penetrasi dan seberapa permeable/bocor

membran glomerulus.

a. Komponen luas permukaan

Diatur oleh Sel Mesangium. Sel mesangium ini menyatukan kapiler

filtrasi glomerulus. Sel-sel ini mengandung elemen kontraktil yang

dapat berkontraksi, dan menyebabkan menutupi sebagian kapiler

filtrasi, mengurangi luas permukaan yang tersedia untuk filtrasi

b. Komponen permeable kapiler filtrasi glomerulus

Diatur oleh sel podosit. Sel ini juga memiliki elemen kontraktil

seperti sel mesangial yg mana kontraksi dan relaksasinya masing-

masing dapat menurunkan atau meningkatkan jumlah celah filtrasi

yang terbuka dengan cara mengubah bentuk dan jarak prosesus

kakinya.

Page 25: Laporan Pbl 1 (2003)

Reabsorbsi pada tubulus merupakan suatu proses yang sangat

efektif. Agar sebuah zat dapat direabsorbsi, maka zat tersebut harus

melalui tahapan-tahapan transpor, yaitu melewati membran epitel

tubular ke cairan interstisial renal, melewati membran kapiler

peritubular untuk kembali ke aliran darah. Reabsorbsi melewati epitel

tubular ke cairan interstisial meliputi transport pasif atu aktif.

Misalnya, air dan zat terlarut dapat ditranspor melalui membran sel

(rute transelular) ata melalui celah taut antar sel (rute paraselular).

Setelah melewati transpor dari epitel tubular menuju ke cairan

interstisial, air dan zat terlarut dapat ditranspor keluar menuju kapiler

tubular melalui ultrafiltration (bulk flow) oleh tekanan hidrostatis dan

tekanan osmotik koloid. Kapiler peritubular, memiliki gaya yang

dapat menarik cairan dan zat-zat terlarut dari cairan interstisial menuju

ke aliran darah (Guyton, 2006).

Terdapat dua jenis reabsorbsi tubulus, yaitu reabsorsi aktif dan

pasif. Pada reabsorbsi pasif, semua tahap dalam transpor transepitel

Tahapan reabsorsi (Guyton, 2006).

Page 26: Laporan Pbl 1 (2003)

suatu bahan dari lumen tubulus ke plasma bersifat pasif; yaitu tidak

ada pengeluaran energi pada perpindahan netto bahan, yang terjadi

yaitu mengikuti penurunan gradien elektrokimia atau osmotik.

Sebaliknya, reabsorbsi aktif, berlangsung jika salah satu dari tahap-

tahap dalam transpor transepitel membutuhkan energi. Pada reabsorbsi

aktif, perpindahan netto bahan kimia dari lumen tuulus ke plasma

terjadi melawan gradien elektrokimia. Bahan yang secara aktif

direabsorbsi dari tubuh misalnya gluksoa, asam amino, dan nutrien

organik lainnya serta Na+. Dan elektrolit lain (Sherwood, 2011).

Setiap bagian dari ginjal memiliki fungsinya masing-masing. Proses yang

terjadi pada masing-masing struktur ginjal yaitu (Martini, 2012):

Bagian Fungsi Umum Fungsi Spesifik Mekanisme

Korspuskulu

m renalis

Filtrasi plasma;

menghasilkan sekitar

180L/hari filtrat

tanpa protein plasma

Filtrasi air, bahan

organik dan anorganik

dari plasma; retensi

protein plasma dan sel

darah

Tekanan hidrostatik

(darah) glomerular melalui

endotel kapiler, membran

basal, dan celah filtrasi.

Tubulus

konvoluntus

proksimal

Reasorbsi sekitar

60%-70% air, 99%-

100% zat organik,

dan 60%-70% ion

natrium dan klorida.

Reabsorbsi aktif:

glukosa, dan beberapa

gula sederhana lainnya,

asam amino, vitamin, ion

(kalium, natrium,

kalsium, magnesium,

fosfat dan bikarbonat).

Reabsorbsi pasif: urea,

ion klorida, air, dan

beberapa zat larut lemak.

Sekresi: ion hidrogen,

amonia, kreatinin, obat-

Carrier mediated

transport, termasuk

transpor terfasilitasi

(glukosa, asam amino),

cotransport (glukosa, ion),

dan countertransport

(dengan sekresi ion H+)

Difusi (zat terlarut) dan

osmosis (air)

Countertransport dengan

ion natrium

Page 27: Laporan Pbl 1 (2003)

obatan dan racun.

Ansa henle Reabsorbsi 25% air,

dan 20%-25% ion

natrium dan klorida,

menciptakan gradien

konsentrasi di

medulla

Reabsorbsi: natrium dan

klorida, air

Transpor aktif melalui

transporter Na+/K+/2 Cl-

(natrium dan klorida)

Osmosis (air)

Tubulus

konvoluntus

distsal

Reabsorbsi air

dengan jumlah yang

beragam, dibawah

stimulasi ADH, dan

reabsorbsio natrium

dibawah stimulasi

aldosteron

Reabsorbsi: natrium dan

ion klorida

Ion natrium

Ion kalsium

Air

Sekresi: ion hidrogen,

amonia, kreatinin, obat

dan racun

Cotransport

Countertransport dengan

ion kalium, distimulasi

oleh ADH

Carrier mediated

transport yang distimulasi

oleh PTH dan kalsitriol

Osmosis, diatur oleh ADH

Countertransport dengan

ion natrium (hidrogen dan

amonia), carrier mediated

transport (Kreatinin, obat,

dan racun)

Duktus

kolektivus

Reabsorbsi air

dengan jumlah yang

beragam, dibawah

stimulasi ADH, dan

reabsorbsio natrium

dibawah stimulasi

aldosteron

Reabsorbsi: ion natrium

Ion bikarbonat

Air

Urea

Sekresi: ion hidrogen,

amonia, kreatinin, obat

dan racun

Countertransport dengan

ion kalium, distimulasi

oleh ADH

Difusi

Osmosis, diatur oleh ADH

Difusi

Carrier mediated

transport

Kapiler

peritubular

Redistribusi air dan

zat-zat terlarut yang

Mengembalikan air dan

zat-zat terlarut ke dalam

Osmosis dan difusi

Page 28: Laporan Pbl 1 (2003)

direabsorsi di

korteks

sirkulasi

Vasa rekta Redistribusi air dan

zat-zat terlarut yang

direabsorsi di

medulla dan

menstabilkan

gradien konsentrasi

di medulla

Mengembalikan air dan

zat-zat terlarut ke dalam

sirkulasi

Osmosis dan difusi

Seperti reabsorpsi tubulus, sekresi tubulus melibatkan transpor

transepitel, tetapi kini langkah-langkahnya dibalik. Dengan

menyediakan rute pemasukan kedua ke dalam tubulus untuk bahan-

bahan tertentu, sekresi tubulus, pemindahan diskret bahan dari kapiler

peritubulus ke dalam lumen tubulus, menjadi mekanisme pelengkap

yang meningkatkan

eliminasi bahan-bahan ini dari tubuh. Setiap bahan yang masuk ke

cairan tubulus, baik melalui filtrasi glomerulus maupun sekresi

tubulus, dan tidak direabsorpsi, akan dieliminasi

dalam urin. Bahan-bahan terpenting yang disekresikan oleh tubulus

adalah ion hidrogen (H+), ion kalium (K+), serta anion dan kation

organik, yang banyak di antaranya adalah senyawa

yang asing bagi tubuh.

a. Sekresi ion hidrogen penting dalam keseimbangan asam-

basa.

Sekresi H+ ginjal sangat penting dalam mengatur keseimbangan

asam-basa di tubuh. Ion hidrogen yang disekresikan ke dalam cairan

tubulus dieliminasi dari tubuh melalui urin. Ion hidrogen dapat

disekresikan oleh tubulus proksimal, distal, atau koligentes, dengan

tingkat sekresi H+ bergantung pada keasaman cairan tubuh. Ketika

cairan tubuh terlalu asam maka sekresi H+ meningkat. Sebaliknya,

sekresi H+ berkurang jika konsentrasi H+ di cairan tubuh terlalu rendah

Page 29: Laporan Pbl 1 (2003)

b. Sekresi ion kalium dikontrol oleh aldosteron.

Ion kalium secara selektif berpindah dalam arah berlawanan di

berbagai bagian tubulus, ion ini secara aktif direabsorpsi di tubulus

proksimal dan secara aktif disekresikan di tubulus distal dan

koligentes. Di awal tubulus ion kalium direabsorpsi secara konstan

dan tanpa dikendalikan, sementara sekresi K+ di bagian distal tubulus

bervariasi dan berada di bawah kontrol. Karena K+ yang difiltrasi

hampir seluruhnya direabsorpsi di tubulus proksimal maka sebagian

besar K+ diurin berasal dari sekresi terkontrol K+ di bagian distal

nefron dan bukan dari filtrasi.

Selama deplesi K+, sekresi K+ di bagian distal nefron berkurang

sampai minimum sehingga hanya sebagian kecil dari K+ yang

terfiltrasi yang lolos dari reabsorpsi di tubulus proksimal akan

diekskresikan di urin. Dengan cara ini, K+ yang seharusnya keluar di

urin ditahan di tubuh. Sebaliknya, ketika kadar K+ plasma meningkat,

sekresi K+ disesuaikan sehingga terjadi penambahan K+ ke filtrat

untuk mengurangi konsentrasi K+ plasma ke normal. Karena itu,

sekresi K+, bukan filtrasi atau reabsorpsi K+ yang berubah-ubah di

bawah kontrol untuk mengatur tingkat ekskresi K+ dan memelihara

konsentrasi K+ plasma sesuai kebutuhan.

MEKANISME SEKRESI K+

Sekresi ion kalium di tubulus distal dan koligentes digabungkan

dengan reabsorpsi Na+ oleh pompa Na+-K+ basolateral dependen

energi. Pompa ini tidak hanya memindahkan Na+ keluar sel menuju

ruang lateral tetapi juga memindahkan K+ dari ruang lateral ke dalam

sel tubulus. Konsentrasi K+ intrasel yang meningkat mendorong

perpindahan netto K+ dari sel ke dalam lumen tubulus. Perpindahan

menembus membran luminal berlangsung secara pasif melalui

sejumlah besar saluran K+ di membran ini di tubulus distal dan

koligentes. Dengan menjaga konsentrasi K+ cairan interstisium rendah

(karena mengangkut K+ ke dalam sel tubulusdari cairan interstisium

Page 30: Laporan Pbl 1 (2003)

sekitar), pompa basolateral mendorong perpindahan pasif K+ keluar

plasma kapiler peritubulus menuju cairan interstisium. Ion kalium

yang meninggalkan plasma dengan cara ini kemudian dipompa ke

dalam sel, dari sini ion tersebut secara pasif berpindah ke dalam

lumen. Dengan cara ini, pompa basolateral secara aktif menginduksi

sekresi netto K+ dari plasma kapiler peritubulus kedalam lumen

tubulus di bagian distal nefron.

Karena sekresi K+ dikaitkan dengan reabsorpsi Na+ oleh pompa Na+

dan K+. K+ tidak disekresikan di sepanjang segmen tubulus yang

melakukan reabsorpsi Na+ dan tidak hanya terjadi di bagian distal

nefron karena lokasi saluran K.+ pasif. Di tubulus distal dan

koligentes, saluran K+ terkonsentrasi di membran luminal,

menyediakan rute bagi K+ yang dipompa ke dalam sel untuk keluar

kedalam lumen (disekresikan). Di segmen tubulus lainnya, saluran K+

terutama terletak di membran basolateral. Akibatnya, K+ yang

dipompa ke dalam sel dari ruang lateral oleh pompa Na+ -K+ mengalir

balik ke ruang lateral melalui saluran-saluran ini. Daur-ulang K+ ini

memungkinkan pompa Na+-K+ terus-menerus melakukan reabsorpsi

Na+ tanpaefek lokal netto pada K+.

KONTROL SEKRESI K+

Beberapa faktor dapat mengubah laju sekresi K+, dengan yang

terpenting adalah aldosteron. Hormon ini merangsang sekresi K. oleh

sel tubulus di akhir nefron sekaligus meningkatkan reabsorpsi Na+

oleh sel-sel ini. Peningkatan konsentrasi K+ plasma secara langsung

merangsang korteks adrenal untuk meningkatkan pengeluaran

aldosteronnya, yang pada gilirannya mendorong sekresi dan akhirnya

ekskresi kelebihan K+ di urin. Sebaliknya, penurunan konsentrasi K+

plasma menyebabkan penurunan sekresi aldosteron dan penurunan

sekresi K+ ginjal yang dirangsang oleh aldosteron.

Perhatikan bahwa peningkatan konsenrrasi K+ plasma secara

langsung merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal,

Page 31: Laporan Pbl 1 (2003)

sementara penurunan konsentrasi Na+ plasma merangsang sekresi

aidosteron melalui jaiur kompleks SRAA. Karena itu, sekresi

aldosteron dapat dirangsang oleh dua jalur terpisah. Namun, apapun

perangsangnya, peningkatan sekresi aldosteron selalu mendorong

reabsorpsi Na+ dan sekresi K+. Karena itu, sekresi K+ dapat secara

tidak sengaja ditingkatkan akibat peningkatan aktivitas aldosteron

yang ditimbulkan oleh deplesi Na+, penurunan volume CES,atau

penurunan tekanan darah arteri yang sama sekali tidak berkaitan

dengan keseimbangan K+. Pengeluaran K+ yang tidak sesuai ini dapat

menyebabkan defisiensi K+.

EFEK SEKRESI H+ PADA SEKRESI K+

Faktor lain yang dapat secara tidak sengaja mengubah tingkat

sekresi K+ adalah status asam-basa tubuh. Pompa basolateral di bagian

distal nefron dapat mensekresikan K+ atau H+ untuk dipertukarkan

dengan Na+ yang direabsorpsi. Peningkatan laju sekresi K+ atau H+

disertai oleh penurunan laju sekresi ion yang lain. Dalam keadaan

normal, ginjal cenderung mensekresikan K+ tetapi jika cairan tubuh

terlalu asam dan sekresi H+ ditingkatkan sebagai tindakan kompensasi,

maka sekresi K+ berkurang. Penurunan sekresi ini menyebabkan

retensi K+ yang tidak sesuai di cairan tubuh.

FUNGSI SISTEM SEKRESI ION ORGANIK

Sistem sekresi ion organik memiliki tiga fungsi penting:

1. Dengan menambahkan sejenis ion organik terrenru ke

jumlah yang sudah masuk ke cairan tubulus oleh filtrasi glomerulus,

jalur sekresi organik ini mempermudah ekskresi bahan-bahan ini. Di

antara ion-ion organik yang termasuk adalah berbagai pembawa pesan

kimiawi yang terdapat di darah seperti prostaglandin, histamin, dan

norepinefrin yang, setelah melaksanakan tugasnya, harus segera

disingkirkan dari darah sehingga aktivitasnya mereka tidak

berkepanjangan.

Page 32: Laporan Pbl 1 (2003)

2. Pada beberapa kasus penting, ion organik kurang larut

dalam air. Untuk dapat diangkut dalam darah, ion-ion tersebut terikat

dalam jumlah besar tetapi ireversibel ke protein plasma. Karena

melekat ke protein plasma maka bahan-bahan ini tidak dapat difiltrasi

melalui glomerulus. Sekresi tubulus mempermudah eliminasi ion-ion

organik yang tidak dapat difiltrasi ini melalui urin. Meskipun ion

organik tertentu sebagian besar berikatan dengan protein plasma

namun sejumlah kecil dari ion ini selalu berada dalam bentuk bebas

atau tidak terikat dalam plasma. Pengeluaran ion organik bebas ini

melalui sekresi memungkinkan sebagian dari ion yang terikat terlepas

dan kemudian dapat disekresikan. Hal ini, pada gilirannya, mendorong

pelepasan lebih banyak ion organik dan seterusnya.

3. Yang utama, sistem sekresi ion organik tubulus proksimal

berperan kunci dalam eliminasi banyak senyawa asing dari tubuh.

Sistem-sistem ini dapat mengeluarkan berbagai ion organik dalam

jumlah besar, baik yang diproduksi secara endogen (di dalam tubuh)

maupun ion organik asing yang memperoleh akses ke cairan tubuh.

Sifat nonselektif ini memungkinkan sistem sekresi ion organik

mempercepat pembuangan banyak bahan kimia organik asing,

termasuk zat aditif makanan, polutan lingkungan (misalnya pestisida),

obat, dan bahan organik non-nutritif lain yang masuk ke tubuh.

Meskipun membantu tubuh menyingkirkan senyawa asing yang

berpotensi merugikan namun ini tidak berada di bawah kontrol

fisiologik. Molekul pembawa tidak dapat mempercepat proses sekresi

ketika menghadapi peningkatan jumlah ion organik ini. Hati berperan

penting dalam membantu tubuh menyingkirkan senyawa asing.

Banyak bahan kimia organik asing tidak membentuk ion dalam bentuk

aslinya sehingga tidak dapat disekresikan oleh sistem ion organik.

Hati mengubah bahan-bahan asing ini menjadi bentuk anionik yang

mempermudah sekresinya oleh sistem anion organik sehingga

eliminasi menjadi lebih cepat.

Page 33: Laporan Pbl 1 (2003)

4. Biokimia Sistem Reabsorbsi

Sewaktu filtrate glomerulus memasuki tubulus ginjal, filtrate ini

mengalir melalui bagian- bagiantubulus secara berurutan, yaitu

tubulus proksimalis ± ansa henle- tubulus distalis-tubulus koligentes-

dan akhirnya duktus koligentes. Disepanjang jalan yang dilaluinya

beberapa zat direabsorbsi secara selektif dari tubulus kembali ke

darah, sedangkan yang lain akan disekresikan dari darah ke dalam

lumen tubulus (Guyton, 2008).

Reabsorbsi tidak seperti filtrasi glomerulus yang secara relative

tidak selektif, reabsorbsi tubulus sangat selektif. Beberapa zat, seperti

glukosa dan asam amino direabsorbsi hampir sempurna dalam

tubulus. Banyak ion dalam plasma, seperti natrium, klorida dan

bikarbonat juga sangat direabsorbsi, tetapi kecepatanreabsorbsinya

bervariasi bergantung pada kebutuhan tubuh. Sebaliknya produk

buangan tertentu,seperti ureum, dan kreatinin, sulit direabsorbsi dari

tubulus dan diekskresi dalam jumlah yangrelative besar. Dibawah ini

table mengenai jumlah zat yang direabsorbsi oleh tubulus ginjal

(Guyton, 2008).

Sebelum membahas tentang reabsorbsi yang terjadi di tubulus akan

dibahas tentang mekanismeaktif dan pasif proses reabsorbsi di

tubulus.

Mekanisme Transpor Aktif dan Pasif Reabsorbsi di Tubulus

Bila suatu zat akan direabsorbsi, pertama zat tersebut harus

ditranspor (1) melintasi membrane epitel tubulus ke dalam cairan

interstisiil ginjal dan kemudian (2) melalui membrane

kapiler peritubulus kembali ke dalam darah. Reabsorbsi melalui epitel

tubulus kedalam cairan interstisiil meliputi transport aktif atau pasif

dengan mekanisme dasar yang sama. Transpor aktif dapat mendorong

suatu zat terlarut melawan gradient elektrokimia dan membutuhkan

energy yang berasal dari metabolisme. Transpor yang berhubungan

Page 34: Laporan Pbl 1 (2003)

langsung dengan suatu sumber energy, seperti hidrolisis ATP, disebut

sebagai transport aktif primer (Guyton, 2008).

Suatu contoh adalah pompa natrium kalium ATPase yang

berfungsi pada hampir semua bagian tubulus ginjal. Pada

sisi basolateral sel ± sel epitel tubulus membrane sel mempunyai

system natrium kalium ATPase ekstensif yang menghidrolisis ATP

dan menggunakan energy yang dilepaskan untuk mentranspor ion

natrium keluar dari sel masuk ke dalam interstisium. Pada waktu

yang bersamaan, kalium ditranspor dari interstisium ke dalam sel.

Cara kerja pompa ion ini mempertahankan konsentrasi natrium

intrasel tetap rendah dan kalium intrasel tetap tinggi serta menciptakan

suatu muatan negative akhir kira-kira -70 milivolt di dalam sel.

Reabsorbsi akhir ion natrium dari lumen tubulus kembali ke dalam

darah melibatkan setidaknya tiga tahap (Guyton, 2008):

1. Natrium berdifusi melalui membrane luminal ke dalam sel

mengikuti suatu gradient elektrokimia yang terbentuk oleh pompa

natrium – kalium ATPase pada sisi basolateral membrane.

2. Natrium di transport melalui membrane basolatral melawan

suatu gradient elektrokimia yang ditimbulkan oleh pompa natrium –

kalium ATPase.

3. Natrium, air, dan zat – zat lain di reabsorbsi dari cairan

interstisiil ke dalam kapiler peritubulus dengan cara ultrafiltrasi, yaitu

suatu proses pasif yang digerakkan oleh gradient tekanan hidrostatik

dan tekanan koloid osmotic.

Akibat yang ditimbulkan dari reabsorbsi natrium, ada proses

solvent drag yaitu proses reabsorbsi natrium yang diikuti oleh

reabsorbsi air. Selain air, sewaktu natrium di reabsorbsi melalui sel

epitel tubulus, ion negative seperti klorida ditranspor bersama dengan

natrium karena adanya potensial listrik. Dengan demikian, transport

ion natrium bermuatan positif keluar dari lumen menjadi bermuatan

negative, dibandingkan dengan cairan interstisiil. Hal ini

menyebabkan ion klorida berdifusi secara pasif melalui jalur

Page 35: Laporan Pbl 1 (2003)

paraselular. Reabsorbsi tambahan ion klorida timbul karena terjadinya

gradient konsentrasi klorida ketika air direabsorbsi dari tubulus

dengan cara osmosis, sehingga mengkonsentrasikan ion klorida dalam

lumen tubulus. Jadi reabsorbsi aktif natrium berpasangan erat dengan

reabsorbsi pasif klorida melalui potensial listrik dan gradient

konsentrasi klorida (Guyton, 2008).

Ureum juga direabsorbsi secara pasif dari tubulus tetapi jauh lebih

sedikit daripada ion klorida. Ketika air direabsorbsi dari tubulus,

konsentrasi ureum dalam lumen tubulus meningkat. Hal ini

menimbulkan gradient konsentrasi yang menyebabkan reabsorbsi

ureum. Akan tetapi ureum tidak bisa memasuki tubulus semudah air,

kira-kira hanya satu setengah ureum yang difiltrasi melalui

glomerulus, akan direabsorbsi dari tubulus. Ureum yang masih tersisa

akan masuk ke dalam urin (Guyton, 2008).

Reabsorbsi Tubulus Proksimal

Secara normal sekitar 65% dari muatan natrium dan air yang

difiltrasi, dan nilai presentase yang lebih rendah dari klorida, akan

direabsorbsi oleh tubulus proksimal sebelum mencapai ansa henle.

Tubulus proksimal mempunyai kapasitas yang besar untuk reabsorbsi

aktif dan pasif. Kapasitas reabsorbsi yang besar dari tubulus proksimal

adalah hasil dari sifat-sifat selularnya yang khusus. Sel epitel tubulus

proksimal bersifat sangat metabolic dan mempunyai sejumlah besar

mitokondria untuk mendukung proses transport yang aktif dan kuat.

Selain itu, sel tubulus proksimal mempunyai banyak brush border

pada sisi lumen membrane, dan juga labirin interselular serta kanalis

basalis yang luas, semuanya ini menghasilkan area permukaan

membrane yang luas pada sisi lumen dan sisi basolateral dari epitel

untuk mentranspor ion natrium zat-zat lain dengan cepat (Guyton,

2008).

Page 36: Laporan Pbl 1 (2003)

Pada pertengahan pertama tubulus proksimal, natrium direabsorbsi

dengan cara kotransport bersama-sama dengan glukosa, asam amino

dan zat terlarut lainnya. Ko-transport ini dibantu oleh adanya protein

di dinding lumen tubulus. Tetapi pada pertengahan kedua dari tubulus

proksimal, hanya sedikit glukossa dan asam amino yang direabsorbsi.

Pertengahan kedua tubulus proksimal memiliki konsentrasi klorida

yang relative tinggi (140 mEq/L) dibandingkan dengan bagian awal

tubulus proksimal (105 mEq/L) karena saat natrium direabsorbsi,

natrium membawa glukosa, bikarbonat, dan ion organic pada bagian

awal tubulus proksimal, meninhhalkan suatu larutan yang mempunyai

konsentrasi klorida yang sangat tinggi. Zat terlarut organic tertentu

seperti glukosa, asam amino, dan bikarbonat lebih banyak direabsorbsi

daripada air, sehingga konsentrasi zat-zat tersebut menurun dengan

nyata disepanjang tubulus proksimal. Zat-zat terlarut organic yang lain

yang kurang permeable dan tidak direabsorbsi secara aktif seperti

kreatinin konsentrasinya meningkat di sepanjang tubulus (Guyton,

2008).

Reabsorbsi Lengkung Henle

Ansa henle terdiri dari tiga segmen fungsional yang berbeda, antara

lain segmen tipis desenden, segmen tipis asenden, dan segmen tebal

asenden. Bagian segmen desenden tipis sangat permeable terhadap air

dan sedikit permeable terhadap sebagian zat terlarut termasuk ureum

dan kreatinin. Sekitar 20% dari air yang difiltrasi akan direabsorbsi di

ansa henle dan hampir semuanya terjadi di lengkung tipis asenden.

Lengkung asenden termasuk bagian tipis dan bagian tebal sebenarnya

tidak permeable terhadap air, suatu karakteristik yang penting untuk

memekatkan urin (Guyton, 2008).

Segmen tebal dari ansa henle yang dimulai dari asenden

mempunyai aktivitas metabolic yang tinggi dan mampu melakukan

reabsorbsi aktif natrium, klorida, dan kalium. Sekitar 25% dari muatan

natrium, klorida, dan kalium yang difiltrasi akan direabsorbsi di ansa

Page 37: Laporan Pbl 1 (2003)

henle, kebanyakan di lengkung tebal asenden. Pada segmen tebal

asenden juga terjadi reabsorbsi paraselular yang bermakna dari katio,

seperti magnesium, kalsium, natrium, dan kalium yang disebabkan

oleh muatan lumen tubulus yang lebih positif dibandingkan cairan

interstisiil (Guyton, 2008).

5. Jenis Urin, Warna Urin Normal dan Abnormal serta Faktor

Penyebabnya

Macam-macam urin

1. Urin sewaktu

Urin sewaktu adalah urin yang dikeluarkan pada satu waktu yang

tidak ditentukan dengan khusus. Urin sewaktu ini biasanya cukup baik

untuk pemeriksaan rutin yang menyertai pemeriksaan badan tanpa

pendapat khusus.

2. Urin pagi

Urin pagi adalah urin yang pertama-tama dikeluarkan pada pagi

hari setelah bangun tidur.Urin ini lebih pekat dari urin yang

dikeluarkan siang hari, jadi baik untuk pemeriksaan sedimen, berat

jenis, protein.

3. Urin postpradial

Urin postpradial adalah urin yang pertama kali dikeluarkan 3 jam

setelah makan, sangat baik untuk pemeriksaan terhadap reduksi dan

kelainan sedimen ganda.

4. Urin 24 jam

Page 38: Laporan Pbl 1 (2003)

Urin 24 jam adalah urin yang dikeluarkan dan ditampung dalam

waktu 24 jam.

5. Urin 3 gelas dan urin 2 gelas

Urin 3 gelas dan urin 2 gelas adalah urin yang di kemihkan

langsung kedalam gelas-gelas tanpa menghentikan aliran urinnya: Ke

dalam gelas pertama ditampung 20 – 30 ml urin yang mula-mula

keluar. Urin ini terutama berisi sel-sel dari pars anterior dan pars

prostatica urethrae yang dihanyutkan oleh arus urin, meskipun ada

juga sejumlah kecil sel-sel dari tempat-tempat yang lebih proximal.

Ke dalam gelass kedua dimasukkan urin berikutnya, kecuali beberapa

ml yang terakhir dikeluarkan, urin dalam gelas kedua mengandung

terutama unsur-unsur khusus dari kantong kencing. Beberapa ml urin

terakhir ditampung dalam gelas ketiga, urin ini diharapkan akan

mengandung unsur-unsur khusus dari pars prostatica urethrae serta

getah prostat yang terperas keluar pada akhirnya berkemih (UNIMUS,

2007).

Warna urin

Normalnya urin berwarna kekuning-kuningan. Apabila warnanya

tidak seperti itu berarti ada abnormalitas. Abnormalitas dan

kemungkinannya yaitu (Prince, 2006):

1. Merah atau coklat: hematuria, hemoglobinuria

2. Merah: makan buah bit, piridium

3. Coklat: icterus pada saluran empedu, porfirin dalam

porfiria, melanin dalam melanoma

4. Oranye: piridium

6. Mekanisme Haus, Lemah, Mulut Kering

Mekanisme rasa haus

Page 39: Laporan Pbl 1 (2003)

Haus adalah sensasi subjektif yang meningkatkan keinginan

untuk intake air. Pusat haus terletak di hipotalamus, dekat dengan

sel pensekresi vasopressin. Ada beberapa stimulus yang dapat

memicu rasa haus. Salah satu yang paling penting adalah

peningkatan osmolaritas cairan ekstraselular yang menyebabkan

dehidrasi intraselular di pusat rasa haus, dengan demikian

merangsang sensasi rasa haus. Kegunaan dari respons ini sangat

jelas yaitu membantu mengencerkan cairan ekstraselular dan

mengembalikan osmolaritas kembali ke normal.

Penurunan volume cairan ekstraselular dan tekanan arterial juga

merangsang rasa haus melalui suatu jalur yang tidak bergantung

pada jalur yang distimulasi oleh peningkatan osmolaritas plasma.

Jadi, kehilangan volume darah melalui perdarahan akan merangsang

rasa haus walaupun mungkin tidak terjadi perubahan osmolaritas

plasma. Hal ini mungkin terjadi akibat input neutral dari

baroreseptor kardiopulmonar dan baroreseptor arterial sistemik

dalam sirkulasi.

Stimulus rasa haus ketiga yang penting adalah angiotensin II.

Karena angiotensin II juga distimulasi oleh faktor – faktor yang

berhubunagn dengan hipovolemia dan tekanan darah rendah,

pengaruhnya pada rasa haus membantu memulihkan volume darah

dan tekanan darah kembali normal, bersama dengan kerja lain dari

angiotensin II pada ginjal untuk menurunkan ekskresi cairan.

Masih ada faktor – faktor lain yang dapat mempengaruhi asupan

air. Kekeringan pada mulut dan membran mukosa esofagus dapat

mendatangkan sensasi haus. Sebagai hasilnya, seseorang yang

kehausan dapat segera merasakan kelegaan setelah dia minum air

walaupun air tersebut belum diabsorpsi di sistem pencernaan.

Ambang batas stimulus osmolar untuk minum. Ginjal terus

menerus harus mengeluarkan sejumlah cairan, bahkan saat seseorang

dehidrasi untuk membebaskan tubuh dari kelebihan zat terlarut yang

dikonsumsi atau dihasilkan oleh metabolisme. Air juga hilang melalui

Page 40: Laporan Pbl 1 (2003)

evaporasi dari paru dan saluran pencernaan serta melalui evaporasi

dan keringat dari kulit. Oleh karena itu, selalu ada kecenderungan

untuk dehidrasi, dengan akibat peningkatan osmolaritas dan

konsentrasi natrium ekstraselular. Ambang batas untuk minum

manusia rata – rata adalah peningkatan natrium sekitar 2 mEq/L di

atas normal.

D. PENYUSUNAN DAFTAR HIPOTESIS DAN DIAGNOSIS

DIFERENSIAL

1. Gagal Ginjal Akut

i.DefinisiGagal ginjal akut adalah suatu penyakit dimana ginjal secara tiba –

tiba kehilangan kemampuan untuk mengekskresikan sisa – sisa metabolisme (Suriadi dan Rita Y., 2001 ).

Gagal ginjal akut adalah penurunan atau penghentian fungsi ginjal secara tiba – tiba sehingga terjadi berbagai gangguan fisiologik dalam homeustasis (Cecily L. Bets Linda A. Sowden, 2002)

Gagal ginjal akut adalah penurunan mendadak faal ginjal dalam 48 jam yaitu berupa kenaikan kadar kreatinin serum ≥o.3 mg/dl. Kenaikan presentasi kreatinin serum ≥50% atau pengurangan produksi urin (oliguria) (IPD, 2009).ii.Etiologi

Berdasarkan penyebabnya di bagi menjadi 3 :1) Faktor Pre RenalSemua faktor yang menyebabkan peredaran darah ke ginjal

berkurang dengan terdapatnya hipovolemia, misalnya : Perdarahan karena trauma operasi. Dehidrasi atau berkurangnya volume cairan ekstra seluler

(dehidrasi pada diare). Berkumpulnya cairan interstisiil di suatu daerah luka

( kombustio, pasc bedah yang cairannya berkumpul di daerah operasi, peritonitis dan proses eksudatif lainnya yang menyebabkan hipovolemia ).

2) Faktor RenalFaktor ini merupakan faktor penyebab gagal ginjal akut yang

terbanyak. Terjadi kerusakan di glomerulus atau tubulus sehingga faal ginjal langsung terganggu. Prosesnya dapat berlangsung cepat dan mendadak, atau dapat juga berlangsung perlahan – lahan dan akhirnya mencapai stadium uremia. Kelainan di ginjal ini dapat merupakan kelanjutan dari hipoperfusi prarenal dan iskemia kemudian

Page 41: Laporan Pbl 1 (2003)

menyebabkan nekrosis jaringan ginjal. Beberapa penyebab kelainan ini adalah :

Koagulasi intravaskuler, seperti pada sindrom hemolitik uremik, renjatansepsis dan renjatan hemoragik.

Glomerulopati ( akut ) seperti glomerulonefritis akut pasca sreptococcoc, lupus nefritis, penolakan akut atau krisis donor ginjal.

Penyakit neoplastik akut seperti leukemia, limfoma, dan tumor lain yang langsung menginfiltrasi ginjal dan menimbulkan kerusakan.

3) Faktor Post RenalSemua faktor pascarenal yang menyebabkan obstruksi pada saluran

kemih seperti kelainan bawaan, tumor , kanker dan lain sebagainya.iii.Tanda dan Gejala

1. Gagal Ginjal Akut Pre RenalKeluhan dan tanda Oliguria (<400ml/hari) sampai anuria (<50 ml/hari) Pusing setip perubahan posisi tubuh Berat badan merosot Takikardi Tekanan vena jugularis menurun Turgor kulit jelek Membran mukosa kering

Pemeriksaan Lab

Ureum/kreatinin naik Na rendah BJ urin > 1,0182. Gagal Ginjal Akut RenalKeluhan dan tanda Oliguria (<400ml/hari) sampai anuria (<50 ml/hari) Mual muntah Berak darah

Pemeriksaan Lab

Proteinuria/albuminuria positif Urin mengandung endapan leukosit Konsentrasi NA dalam urin tinggi Osmolaritas urin rendah.3. Gagal Ginjal Akut Post RenalKeluhan dan tanda Poliuri sampai anuria Kolik ureter bila ada batu ureter

Page 42: Laporan Pbl 1 (2003)

Hidronefrosis bilateral Buli – buli teraba

Pemeriksaan Lab

Ureum dan kreatinin meningkat Adanya urin isotonik

2. Hipernatremia

HIPERNATREMIA (ketidakseimbangan hiperosmolaritas)

didefinisikan sebagai suatu keadaan dengan kadar natrium serum ≥

145 mEq/L . Keadaan ini selalu berkaitan dengan hiperosmolalitas

karena garam natrium merupakan penentu utama osmolalitas plasma.

Peningkatan osmolalitas serum menyebabkan air berpindah dari ICF

ke ECF , sehingga terjadi dehidrasi dan pengerutan sel.

ETIOLOGI

a. Asupan air yang tidak mencukupi

- Tidak dapat merasakan atau berespon terhadap rasa haus

(misalnya keadaan koma, kebingungan)

- Tidak ada asupan melalui mulut dan rumatan IV tidak

mencukupi

- Tidak dapat menelan (misal pada gangguan

seerebrovaskular)

b. Kehilangan air yang berlebihan

- di luar ginjal ( missal pada demam, luka bakar,

hiperventilasi, diare berair , pemakaian ventilator mekanik yang

lama)

- ginjal (missal pada diabetes insipidus, cedera kepala,

diuresis osmotic, bedah saraf, neoplasma otak, glikosuria pada

diabetes tak terkontrol)

c. Bertambahnya natrium

- Tenggelam di laut

- Pemberian garam natrium IV yang berlebihan

Page 43: Laporan Pbl 1 (2003)

TANDA DAN GEJALA

1. Neurologik:

a. awal : lemah, lemas, iritabel

b. berat : kejang, koma, kaku kuduk, refleks-refleks tendon

meningkat

2. Haus

3. Meningkatnya suhu tubuh

4. Kulit yang merah panas

5. Selaput lendir kering dan lengket

6. Lidah kasar, merah, dan kering

HASIL LAB

• Na+ serum > 145 mEq/L

• Osmolaritas serum > 295 mOsm/kg

Osmolaritas urine umumnya >800 mOsm/kg

3. Dehidrasi

Dehidrasi dideskripsikan sebagai suatu keadaan keseimbangan

cairan yang negatif atau terganggu yang bisa disebabkan oleh berbagai

jenis penyakit (Huang et al, 2009). Dehidrasi terjadi karena

kehilangan air (output) lebih banyak daripada pemasukan air (input)

(Suraatmaja, 2010). Cairan yang keluar biasanya disertai dengan

elektrolit (Latief, dkk., 2005).

Pada dehidrasi gejala yang timbul berupa rasa haus, berat badan

turun, kulit bibir dan lidah kering, saliva menjadi kental. Turgor kulit

dan tonus berkurang, anak menjadi apatis, gelisah kadang-kadang

disertai kejang. Akhirnya timbul gejala asidosis dan renjatan dengan

nadi dan jantung yang berdenyut cepat dan lemah, tekanan darah

Page 44: Laporan Pbl 1 (2003)

menurun, kesadaran menurun, dan pernapasan kussmaul (Latief, dkk.,

2005).

Berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan fisik, dehidrasi dapat

dibagi menjadi dehidrasi ringan, sedang dan berat seperti pada tabel di

bawah ini:

Gejala/tanda ringan (3-5%) Sedang (6-9%) Berat (10% atau

lebih)

Tingkat kesadaran Sadar Letargi Tidak sadar

Pengisian kembali

kapiler

2 detik 2-4 detik Lebih dari 4 detik

Membrane mukosa Normal Kering Sangat kering

Denyut jantung Sedikit meningkat Meningkat Sangat meningkat

Laju pernapasan Normal Meningkat Meningat dan

hiperapnea

Tekanan darah Normal Normal; ortostatik Menurun

Denyut nadi Normal Cepat dan lemah Sangat lemah/ samar

atau tidak teraba

Turgor kulit Kembali normal Kembali lambat Tidak segera

kembali

Fontanella Normal Agak cekung Cekung

Mata Normal Cekung Sangat cekung

Keluaran urin Menurun Oliguria Anuria

Berdasarkan gambaran elektrolit serum, dehidrasi dapat dibagi

menjadi:

a. Dehidrasi Hiponatremik atau Hipotonik

Dehidrasi hiponatremik merupakan kehilangan natrium yang relatif

lebih besar daripada air, dengan kadar natrium kurang dari 130 mEq/L.

Apabila terdapat kadar natrium serum kurang dari 120 mEq/L, maka akan

terjadi edema serebral dengan segala akibatnya, seperti apatis, anoreksia,

nausea, muntah, agitasi, gangguan kesadaran, kejang dan koma (Garna,

dkk., 2000). Kehilangan natrium dapat dihitung dengan rumus :

Defisit natrium (mEq) = (135 - S Na) air tubuh total (dalam L) (0,6 x berat badan dalam kg)

Page 45: Laporan Pbl 1 (2003)

S Na bearti konsentrasi natrium serum yang terukur, sedangkan 135

adalah nilai normal rendah natrium serum. Pada dehidrasi hipotonik atau

hiponatremik, cairan ekstraseluler relatif hipotonik terhadap cairan

intraseluler, sehingga air bergerak dari kompartemen ekstraseluler ke

intraseluler. Kehilangan volume akibat kehilangan eksternal dalam

bentuk dehidrasi ini akan makin diperberat dengan perpindahan cairan

ekstraseluler ke kompartemen intraseluler. Hasil akhirnya adalah

penurunan volume ekstraseluler yang dapat mengakibatkan kegagalan

sirkulasi (Behrman et al, 2000). Dehidrasi hiponatremik dapat

disebabkan oleh penggantian kehilangan cairan dengan cairan rendah

solut (Graber, 2003).

b. Dehidrasi Isonatremi atau Isotonik

Dehidrasi isonatremik (isotonik) terjadi ketika hilangnya cairan sama

dengan konsentrasi natrium dalam darah. Kehilangan natrium dan air

adalah sama jumlahnya/besarnya dalam kompartemen cairan

ekstravaskular maupun intravaskular.

Kadar natrium pada dehidrasi isonatremik 130-150 mEq/L (Huang

et al, 2009). Tidak ada perubahan konsentrasi elektrolit darah pada

dehidrasi isonatremik (Latief, dkk., 2005).

c. Dehidrasi Hipernatremik atau Hipertonik

Dehidrasi hipernatremik (hipertonik) terjadi ketika cairan yang hilang

mengandung lebih sedikit natrium daripada darah (kehilangan cairan

hipotonik), kadar natrium serum > 150 mEq/L. Kehilangan natrium

serum lebih sedikit daripada air, karena natrium serum tinggi, cairan di

ekstravaskular pindah ke intravaskular meminimalisir penurunan volume

intravaskular (Huang et al, 2009). Dehidrasi hipertonik dapat terjadi

karena pemasukan (intake) elektrolit lebih banyak daripada air (Dell,

1973 dalam Suharyono, 2008). Cairan rehidrasi oral yang pekat, susu

Page 46: Laporan Pbl 1 (2003)

formula pekat, larutan gula garam yang tidak tepat takar merupakan

faktor resiko yang cukup kuat terhadap kejadian hipernatremia (Segeren,

dkk., 2005). Terapi cairan untuk dehidrasi hipernatremik dapat sukar

karena hiperosmolalitas berat dapat mengakibatkan kerusakan serebrum

dengan perdarahan dan trombosis serebral luas, serta efusi subdural. Jejas

serebri ini dapat mengakibatkan defisit neurologis menetap.

Seringkali, kejang terjadi selama pengobatan bersamaan dengan

kembalinya natrium serum ke kadar normal. Selama masa dehidrasi,

kandungan natrium sel-sel otak meningkat, osmol idiogenik

intraselular, terutama taurine, dihasilkan. Dengan penurunan cepat

osmolalitas cairan ekstraselular akibat perubahan natrium serum dan

kadang-kadang disertai penurunan konsentrasi subtansi lainnya yang

serasa osmotik aktif misalnya glukosa, dapat terjadi perpindahan

berlebihan air ke dalam sel otak selama rehidrasi dan menimbulkan

udem serebri. Pada beberapa penderita, udem otak ini dapat

ireversibel dan bersifat mematikan. Hal ini dapat tejadi selama koreksi

hipernatremia yang terlalu tergesa-gesa atau dengan penggunaan

larutan hidrasi awal yang tidak isotonis. Terapi disesuaikan untuk

mengembalikan kadar natrium serum ke nilai normal tetapi tidak lebih

cepat dari 10 mEq/L/24 jam (Behrman et al, 2000).

E. PENYUSUNAN DAFTAR KEBUTUHAN INFORMASI

TAMBAHAN

1. Pelengkapan anamnesis guna mempermudah menemukan

diagnosis kerja dan diagnosis pasti

2. Melakukan Pemeriksaan Fisik terkait keluhan utama dan

diagnosis kerja untuk mendapatkan diagnosis pasti.

3. Melakukan Pemeriksaan Penunjang terkait keluhan utama

dan diagnosis kerja untuk mendapatkan diagnosis pasti.

Page 47: Laporan Pbl 1 (2003)

BAB III

KESIMPULAN

Fungsi spesifik ginjal bertujuan mempertahankan cairan ekstrasel

(CES) yang konstan.

1. Mempertahankan imbangan air seluruh tubuh; mempertahankan volume

plasma yg tepat mll pengaturan ekskresi garam dan air ⇒ pengaturan

tekanan darah jangka panjang.

2. Mengatur jumlah dan kadar berbagai ion dalam CES, seperti: ion Na+,

Cl-,K+, HCO3-, Ca2+, Mg2+, SO42-, PO4

3-,dan H+ ⇒ mengatur osmolalitas

cairan tubuh.

3. Membantu mempertahankan imbangan asam-basa dengan mengatur

kadar ion H+ dan HCO3-.

4. Membuang hasil akhir dari proses metabolisme, seperti: ureum,

kreatinin, dan asam urat yg bila kadarnya meningkat di dlm tubuh dapat

bersifat toksik.

Apabila tubuh mengalami keadaan dimana keadaan cairan tidak dalam

keadaan normal maka ginjal lah yang berfungsi untuk mengatur kembali

keadaan cairan agar menjadi normal dengan mekanisme fisiologis yang

berbeda dari keadaan normal.

Kondisi dehidrasi yang dialami pada kasus menyebabkan keluhan terjadai

sehingga tidak perlu diberikan penatalaksanaan khusus. Namun hanya perlu

dilakukan rehidrasi atau minum air secukupnya untuk mengembalikan

kondisis cairan ekstrasel kembali seperti semula.

Page 48: Laporan Pbl 1 (2003)

DAFTAR PUSTAKA

Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi : konsep klinis proses-proses

penyakit. Ed 6. Jakarta. EGC

Cecily L. Bets Linda A. Sowden, 2002, Buku Saku Keperawatan Pediatrik, EGC :

Jakarta.

Suriadi dan Yuliani, Rita, 2001, Asuhan Keperawatan pada Anak, Edisi I, Fajar

Interpratama: Jakarta.

Editor Aru WS, Bambang S, dkk. 2009. Buku ajar ilmu Penyakit Dalam. Edisi V

jilid II. Pusat Penerbitan Departemen IPD FKUI. Jakarta

Hansen, John T. 2010. Netter’s Clinical Anatomy. Philadelphia: Elsevier

Martini, Frederic H., Judi L. Nath, Edwin F. Bartholomew. 2012. Fundamentals

of Anatomy and Physiology. San Francisco: Pearson Education

Moore, Keith L., Arthur F. Dalley, Anne M. R. Agur. 2014. Clinically Oriented

Anatomy. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins

Snell, Richard S. 2011. Anatomi Klinis Berdasarkan Sistem. Jakarta: EGC

Sherwood,L. 2007. Human Physiology : From Cells to Systems. Sixth Edition.

Cengage Learning. Singapore. Terjemahan B.U.Pendit. 2011. Fisiologi

Manusia : Dari Sel ke Sistem. Edisi keenam. EGC. Jakarta.

Page 49: Laporan Pbl 1 (2003)

UNIMUS. 2007. Urin. Diakses dari: http://digilib.unimus.ac.id/download.php?

id=7896. Pada tanggal: 1 September 2015

Prince, Sylvia A. 2006. Patofisiologi. Jakarta: EGC

Guyton, Arthur C., John E. Hall. 2006. Guyton & Hall Textbook of Medical

Physiology. Philadelphia: Elseiver

Martini, Frederic H., et al. 2012. Fundamental’s of Anatomy and Physiology. San

Francisco: Pearson

Mescher LA. Junqueira’s Basic Histology Text & Atlas. 12th ed. California: Lange Medical

Publications; 2010

Gartner LP, Hiatt JL. Color Textbook of Histology. 3rd ed. Philadelphia: Saunders Elsevier;

2006