Laporan Pbl 1 (2003)
-
Upload
reza-rizaldy -
Category
Documents
-
view
40 -
download
7
description
Transcript of Laporan Pbl 1 (2003)
LAPORAN PROBLEM BASED LEARNING (PBL) I
BLOK NEPHROUROLOGY
Tutor :
Dr. Mustofa, M.Sc.
Di susun oleh :
Kartika Kencana Putri G1A013079
Sera Rhosida K. G1A013080
Tania Paramacitra G1A013081
Azizah Fitriana Nurul Ilmi G1A013082
Bella Rizky R. G. G1AO13083
M. Nauval Hanafi G1A013084
Hanifan Sastranegara G1A013085
Intani Kurnia Savitri G1A013086
Muhammad Angga Kurniawan G1A013087
Resty Kusdearis G1A013088
Adam Abdul Malik Sujoko G1A013089
KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOTERAN
JURUSAN KEDOKTERAN UMUM
2015
BAB I
PENDAHULUAN
Learn Objective
Mahasiswa dapat menjelaskan Anatomi, Histologi, Fisiologi sistem urinaria dan
genitalia eksterna maskulina. Termasuk proses – proses fisiologis tentang
pembentukkan urin beserta komposisi urin serta mekanisme berkemih, termasuk
pengaturan (somatik dan otonom). Selain itu dapat menjelaskan peran ginjal
dalam keseimbangan cairan dan elektrolit terkait ginjal.
Informasi I
Andi adalah seorang laki laki berusia 18 tahun merasakan bahwa air kencingnya
bertambah pekat sejak siang ini. Selain bertambah pekat volumenya juga
dirasakan lebih sedikit dari biasanya serta berwarna kekuningan gelap tidak
seperti biasanya.
Informasi II
Selain perubahan kepekatan, volume, dan warna urin dari air kencingnya, Andi
juga merasa lemah, kehausan, mulut terasa kering.
Informasi III
Kebetulan hari ini Andi sedang mencoba untuk berpuasa menepati janjinya
sebelum masuk Fakultas Kedokteran UNSOED. Walaupun sedang berpuasa tetapi
Andi beraktifitas seperti biasa, bahkan pagi hari Andi tetap jogging seperti yang
biasa dilakukannya setiap pagi.
BAB II
PEMBAHASAN
A. KLASIFIKASI ISTILAH
Pekat : Pekat adalah kekentalan (KBBI)
B. IDENTIFIKASI PETUNJUK
Identitas :
Andi
Laki Laki
18 tahun
Anamnesis :
Riwayat Penyakit Sekarang :
Keluhan Utama : Air kencingnya bertambah pekat
Onset : siang ini
Kronologi : -
Faktor Memperberat : Berpuasa dengan aktifitas jogging di setiap
pagi.
Faktor Memperingan : -
Kualitas : -
Kuantitas : -
Keluhan Penyerta :volume dirasakan lebih sedikit dari
biasanya, berwarna kuning gelap, lemah, kehausan, mulut terasa
kering
Riwayat Penyakit Dahulu :
-
Riwayat Penyakit Keluarga :
-
Riwayat Sosial Ekonomi :
Berpuasa karena menepati janji sebelum masuk Fakultas
Kedokteran UNSOED.
Pemeriksaan Fisik :
-
Pemeriksaan Laboratorium:
-
C. PENYUSUNAN DAFTAR MASALAH
1. Anatomi Sistem Urinaria Masculina
a. Ren
Ren dextra et sinistra terletak retroperitoneal pada dinding
posterior abdomen dan setinggi vertebra T 12 – L 3. Ren dextra berada
lebih inferior dari ren sinistra karena terdesak oleh hepar. Saat inspirasi,
diafragma berkontraksi dan bergerak turun mendorong organ di
bawahnya sehingga kedua ren akan turun sejauh 2,5 cm atau sekitar 1
corpus vertebra (Moore, 2014).
Gambar 1.1 Holotopi Ren (Hansen, 2010).
Ren mempunyai selubung sebagai berikut :
1) Capsula fibrosa: Meliputi ren dan melekat dengan erat pada
permukaan luar ren.
2) Capsula adiposa: Lemak ini meliputi capsula fibrosa.
3) Fascia renalis: Merupakan kondensasi dari jaringan ikat yang terletak
di luar capsula adiposa dan meliputi ren serta glandula suprarenalis.
Di lateral fascia ini melanjutkan diri sebagai fascia transversalis.
4) Corpus adiposum pararenale: Terletak di luar fascia renalis dan
sering didapatkan dalam jumlah besar. Lemak ini membentuk
sebagian lemak retroperitoneal (Moore, 2014).
Capsula adiposa, fascia renalis, dan corpus adiposum pararenale
menyokong dan menfiksasi ren pada posisinya di dinding posterior
abdomen (Moore, 2014).
Gambar 1.2 Lapisan Pembungkus Ren (Hansen, 2010).
Gambar 1.3 Ren (Martini, 2012).
Ren diperdarahi oleh A. renalis yang berasal dari aorta setinggi
vertebra lumbalis II. Masing-masing A. renalis biasanya bercabang
menjadi lima A. segmentalis yang masuk ke dalam hilus renalis, empat
di depan dan satu di belakang pelvis renalis. Arteri-arteri ini mendarahi
segmen yang berbeda. Arteriae lobares berasal dari masing-masing
arteria segmentalis, masing-masing satu buah untuk satu pyramis
medullae renalis. Sebelum masuk substansia renalis setiap arteria
lobaris mencabangkan dua atau tiga arteria interlobaris. Arteriae
interlobares berjalan menuju cortex di antara pyramis medullae renalis.
Pada perbatasan cortex dan medulla renalis, arteriae interlobares
mencabangkan arteriae arcuatae yang melengkung di atas basis
pyramidis medullae. Arteriae arcuatae mencabangkan sejumlah arteriae
interlobulares yang berjalan ke atas di dalam cortex. Arteriolae aferen
glomerulus merupakan cabang-cabang arteriae interlobulares.
Sedangkan untuk aliran venanya, vena renalis keluar dari hilus di depan
arteria renalis dan bermuara ke vena cava inferior (Snell, 2011).
Aliran limfe ren dialirkan ke nodi aortici medulla di sekitar
pangkal arteria renalis. Kemudian, ren diinervasi oleh plexus
sympathicus renalis. Serabut-serabut aferen yang berjalan melalui
plexus renalis masuk medulla spinalis melalui nervus thoracicus X, XI,
dan XII (Snell, 2011).
Gambar 1.4 Vaskularisasi Ren (Martini, 2012).
b. Ureter
Kedua ureter merupakan saluran muskular yang terbentang dari ren
ke facies posterior vesica urinaria. Setiap ureter mempunyai panjang
sekitar 10 inci (25 cm) dengan diameter kurang dari 0,5 inci (1,25 cm).
Ureter mempunyai tiga penyempitan sepanjang perjalanannya:
1) Di tempat pelvis renalis berhubungan dengan ureter (junctura
pelvico-ureterica)
2) Di tempat ureter melengkung pada waktu menyilang apertura pelvis
superior atau penyilangan di depan A. iliaca communis
3) Di tempat ureter menembus dinding vesica urinaria (junctura
uretero-vesica) (Moore, 2014).
Arteri yang mendarahi ureter adalah sebagai berikut:
1) Ujung atas: arteria renalis.
2) Bagian tengah: arteria testicularis atau arteria ovarica.
3) Ujung bawah: arteria vesicalis superior (Moore, 2014).
Sedangkan, vena dialirkan ke dalam vena yang sesuai dengan
arterinya. Aliran limfe ureter menuju ke nodi aortici laterales dan nodi
iliaci. Inervasi ureter oleh plexus renalis, testicularis atau ovaricus, dan
plexus hypogastricus (di dalam pelvis). Serabut-serabut aferen berjalan
bersama dengan saraf simpatik dan masuk medulla spinalis setinggi
segmen lumbalis I dan II (Snell, 2011).
c. Vesica Urinaria
Vesica urinaria terletak tepat dibelakang os pubis di dalam rongga
pelvis. Vesica urinaria mempunyai bagian-bagian yaitu apex vesicae,
facies posterior, facies superior, facies inferolateral, dan cervix vesicae.
Arteria vesicalis superior dan inferior serta cabang-cabang arteria iliaca
interna memperdarahi vesica urinaria. Sedangkan, vena-venanya
membentuk plexus venosus vesicalis dan bermuara ke vena iliaca
interna. Pembuluh limfenya bermuara ke nodi iliaci interni dan externi.
Persarafan vesica urinaria berasal dari plexus hypogastricus inferior.
Serabut posganglionik simpatik berasal dari ganglion lumbale pertama
dan kedua dan berjalan turun ke vesica urinaria melalui plexus
hypogastricus. Serabut preganglionik parasimpatikus yang muncul
sebagai nervi splanchnici pelvici dari nervus sacralis kedua, ketiga,
keempat berjalan melalui plexus hypogastricus menuju ke vesica
urinaria, di tempat ini serabut-serabut tersebut bersinaps dengan neuron
posganglionik (Snell, 2011).
Gambar 1.5 Vesica Urinaria (Martini, 2012).
d. Urethra Masculina
Panjang urethra diaphragm kurang lebih 8 inci (20 cm) dan
terbentang dari collum vesicae ke meatus externus di glans penis.
Urethra terbagi atas tiga bagian yaitu pars prostatica, pars
membranacea, dan pars spongiosa. Urethra pars prostatica panjangnya
kurang lebih 7,25 inci (3 cm) dan mulai dari collum vesicae. Urethra
pars prostatica berjalan melalui prostat dari basis sampai ke apex.
Urethra pars prostatica merupakan bagian yang paling lebar dan
berdiameter paling lebar dari seluruh urethra. Pada dinding posterior
terdapat peninggian longitudinal yang disebut crista urethralis. Pada
setiap sisi crista urethralis terdapat alur yang disebut sinus prostaticus,
glandulae prostatae bermuara pada sinus ini. Pada puncak crista pubica
terdapat cekungan, disebut utriculus prostaticus. Pada pinggir utriculus
terdapat muara kedua ductus ejaculatorius. Urethra pars membranacea
panjangnya kurang lebih 0,5 inci (1,25 cm), terletak di dalam
diaphragm urogenitale, dikelilingi oleh musculus sphincter urethrae.
Bagian ini merupakan bagian urethra yang paling pendek dan paling
kurang dapat dilebarkan. Urethra pars spongiosa panjangnya kurang
lebih 6 nci (15,75 cm) dan dikelilingi jaringan erektil di dalam bulbus
dan corpus spongiosum. Meatus urethrae externus merupakan bagian
yang tersempit dari seluruh urethra. Bagian urethra yang terletak di
dalam glans penis melebar membentuk fossa terminalis (fossa
navicularis). Glandula bulbourethralis bermuara ke dalam urethra pars
spongiosa distalis dari diaphragm urogenitale (Snell, 2011).
Gambar 1.6 Urethra Masculina (Martini, 2012).
2. Histologi Sistem Urinaria Masculina
Sistem urinaria merupakan sistem yang penting untuk membuang sisa-
sisa metabolisme makanan yang dihasilkan oleh tubuh terutama senyawa-
senyawa nitrogen seperti urea dan kreatinin, bahan asing dan produk sisa
metabolisme. Sampah metabolisme ini dikeluarkan (disekresikan) oleh ginjal
dalam bentuk urin. Urin kemudian akan turun melewati ureter menuju
kandung kemih untuk disimpan sementara dan akhirnya secara periodik akan
dikeluarkan melalui uretra. Sistem urinaria manusia terdiri dari dua ginjal,
dua ureter, vesika urinaria (urinary bladder/ kandung kemih), dan uretra. 1,2
Ginjal
Ginjal berbentuk seperti kacang merah dengan panjang 10-12 cm dan tebal
3,5-5 cm, terletak retroperitoneal di sebelah atas rongga abdomen. Ginjal
kanan terletak lebih ke bawah dibandingkan ginjal kiri. Secara histologi ginjal
terbungkus dalam kapsul jaringan lemak dan jaringan ikat kolagen. Organ ini
terdiri atas bagian korteks dan medula yang satu sama lain tidak dibatasi oleh
jaringan pembatas khusus, ada bagian medula yang masuk ke korteks
(prosesus Ferreini) dan ada bagian korteks yang masuk ke medula (kolumna
renalis Bertini). 1,2 Bangunan-bangunan yang terdapat pada korteks dan medula
ginjal adalah
1. Korteks ginjal terdiri atas beberapa bangunan, yaitu
A. Korpus Malphigi (Korpus renalis) terdiri atas kapsula Bowman
dan glomerulus.
B. Bagian sistim tubulus yaitu tubulus kontortus proksimalis dan
tubulus kontortus distal.
2. Medula ginjal terdiri atas beberapa bangunan yang merupakan bagian
sistem tubulus, yaitu pars ascendens dan descendens ansa Henle, bagian tipis
ansa Henle, duktus koligens, dan duktus papilaris Bellini. 2
Tubulus Uriniferus
Tubulus uriniferus merupakan unit fungsional terkecil dalam ginjal.
Tubulus uriniferus terdiri dari nefron dan tubulus koligens. Nefron terdiri dari
dua bangunan, korpus renalis dengan tubulus renalis. Korpus renalis terdiri
atas 2 macam bangunan yaitu kapsul Bowman dan glomerulus.2 Kapsul
Bowman merupakan pelebaran ujung proksimal saluran keluar ginjal (nefron)
yang dibatasi epitel. Bagian ini diinvaginasi oleh glomerulus. Dinding sebelah
luar disebut lapis parietal (pars parietal) sedangkan dinding dalam disebut lapis
viseral (pars viseralis) yang melekat erat pada glomerulus. Ruang diantara ke
dua lapisan ini sebut ruang Bowman yang berisi cairan ultrafiltrasi. Dari ruang
ini cairan ultrafiltrasi akan masuk ke dalam tubulus kontortus proksimal.1
Glomerulus merupakan bangunan yang berbentuk khas, bundar dengan
warna yang lebih tua daripada sekitarnya karena sel-selnya tersusun lebih
padat. Glomerulus merupakan pembuluh kapiler. Glomerulus ini akan diliputi
oleh epitel pars viseralis kapsul Bowman. Di sebelah luar terdapat ruang
Bowman yang akan menampung cairan ultra filtrasi dan meneruskannya ke
tubulus kontortus proksimal.1
Kapsul Bowman lapis parietal pada satu kutub bertautan dengan tubulus
kontortus proksimal yang membentuk kutub tubular (urinary pole), sedangkan
pada kutub yang berlawanan bertautan dengan arteriol yang masuk dan keluar
dari glomerulus terdapat kutub yang disebut kutub vaskular. Arteriol
glomerular aferent masuk kemudian bercabang-cabang lagi menjadi sejumlah
kapiler yang bergulung-gulung. Pembuluh kapiler ini diliputi oleh sel-sel
khusus yang disebut sel podosit. Sel podosit ini dapat dilihat dengan
mikroskop elektron. Kapiler-kapiler ini kemudian bergabung lagi membentuk
arteriol yang selanjutnya keluar dari glomerulus dan menjadi arteriol
glomerular eferen.2
Aparatus Juksta-Glomerular 2
Sel-sel otot polos dinding arteriol aferent di dekat glomerulus berubah
sifatnya menjadi sel epiteloid. Sel-sel ini tampak terang dan di dalam
sitoplasmanya terdapat granula yang mengandung enzim renin, suatu enzim
yang diperlukan dalam mengontrol tekanan darah. Sel-sel ini dikenal sebagai
sel juksta glomerular.
Sel-sel juksta glomerular di sisi luar akan berhimpitan dengan sel-sel
makula densa, yang merupakan epitel dinding tubulus kontortus distal yang
berjalan berhimpitan dengan kutub vaskular. Pada bagian ini sel dinding
tubulus tersusun lebih padat daripada bagian lain. Sel-sel makula densa ini
sensitif terhadap perubahan konsentrasi ion natrium dalam cairan di tubulus
kontortus distal. Menurunnya konsentrasi ion natrium dalam cairan tubulus
kontortus distal akan merangsang sel-sel makula densa (berfungsi sebagai
osmoreseptor) untuk memberikan sinyal kepada sel-sel juksta glomerulus agar
mengeluarkan renin. Sel makula densa dan juksta glomerular bersama-sama
membentuk aparatus juksta-glomerular.
Di antara aparatus juksta glomerular dan arteriol eferen glomerulus terdapat
sekelompok sel kecil-kecil yang terang disebut sel mesangial ekstraglomerular
atau sel polkisen (bantalan) atau sel lacis. Fungsi sel-sel ini masih belum
jelas, tetapi diduga sel-sel ini berperan dalam mekanisma umpan balik
tubuloglomerular. Perubahan konsentrasi ion natrium pada makula densa akan
memberi sinyal yang secara langsung mengontrol aliran darah glomerular. Sel-
sel mesangial ekstraglomerular diduga berperan dalam penerusan sinyal di
makula densa ke sel-sel juksta glomerular. Selain itu sel-sel ini menghasilkan
hormon eritropoetin, yaitu suatu hormon yang akan merangsang sintesa sel-sel
darah merah (eritrosit) di sumsum tulang.
Tubulus Ginjal 1,2
A. Tubulus Kontortus Proksimal
Tubulus kontortus proksimal berjalan berkelok-kelok dan berakhir sebagai
saluran yang lurus di medula ginjal (pars desendens Ansa Henle). Dindingnya
disusun oleh selapis sel kuboid dengan batas-batas yang sukar dilihat. Inti sel
bulat, bundar, biru dan biasanya terletak agak berjauhan satu sama lain.
Sitoplasmanya bewarna kemerahan. Permukaan sel yang menghadap ke lumen
mempunyai mikrovili (brush border). Tubulus ini terletak di korteks ginjal.
Fungsi tubulus kontortus proksimal adalah mengurangi isi filtrat
glomerulus 80-85 persen dengan cara reabsorpsi via transport dan pompa
natrium. Glukosa, asam amino dan protein seperti bikarbonat, akan
direabsorpsi.
B. Ansa Henle
Ansa henle terbagi atas 3 bagian yaitu bagian tebal turun (pars desendens),
bagian tipis (segmen tipis) dan bagian tebal naik (pars asendens) . Segmen
tebal turun mempunyai gambaran mirip dengan tubulus kontortus proksimal,
sedangkan segmen tebal naik mempunyai gambaran mirip tubulus kontortus
distal. Segmen tipis ansa henle mempunyai tampilan mirip pembuluh kapiler
darah, tetapi epitelnya sekalipun hanya terdiri atas selapis sel gepeng, sedikit
lebih tebal sehingga sitoplasmanya lebih jelas terlihat. Selain itu lumennya
tampak kosong. Ansa henle terletak di medula ginjal..
C. Tubulus kontortus distal
Tubulus kontortus distal berjalan berkelok-kelok. Dindingnya disusun oleh
selapis sel kuboid dengan batas antar sel yang lebih jelas dibandingkan tubulus
kontortus proksimal. Inti sel bundar dan bewarna biru. Jarak antar inti sel
berdekatan. Sitoplasma sel bewarna kebiruan dan permukaan sel yang
mengahadap lumen tidak mempunyai mikrovili.
D. Tubulus koligen
Saluran ini mempunyai gambaran mirip tubulus kontortus distal tetapi
dinding sel epitelnya jauh lebih jelas, selnya lebih tinggi dan lebih pucat. Di
bagian medula yang lebih ke tengah beberapa tubulus koligen akan bersatu
membentuk duktus yang lebih besar yang bermuara ke apeks papila. Saluran
ini disebut duktus papilaris (Bellini). Muara ke permukaan papil sangat besar,
banyak dan rapat sehingga papil tampak seperti sebuah tapisan (area kribrosa).
Fungsi tubulus koligen adalah menyalurkan kemih dari nefron ke pelvis ureter
dengan sedikit absorpsi air yang dipengaruhi oleh hormon antidiuretik (ADH).
Sawar Ginjal
Sawar ginjal adalah bangunan-bangunan yang memisahkan darah kapiler
glomerulus dari filtrat dalam rongga Bowman. Sawar ini terdiri atas endotel
kapiler bertingkap glomerulus, lamina basal dan pedikel podosit yang
dihubungkan dengan membran celah (slit membran). Sel podosit adalah sel-sel
epitel lapisan viseral kapsula Bowman. Selain badan sel, sel ini mempunyai
beberapa juluran mayor (primer) yang meluas dari perikarion. Sebuah
prosessus primer mempunyai beberapa prosessus sekunder yang kecil atau
pedikel. Pedikel podosit yang berdekatan saling berselang-seling dalam
susunan yang rumit dengan sistem celah yang disebut celah filtrasi (Slit pores)
di antara pedikel. Pedikel-pedikel ini berhubungan dengan suatu membran tipis
disebut membran celah (Slit membran). Di bawah membran slit ini terdapat
membran basal sel-sel sel endotel kapiler glomerulus.
Guna sawar ginjal ini adalah untuk menyaring molekul-molekul yang boleh
melewati lapisan filtrasi tersebut dan molekul-molekul yang harus dicegah
agar tidak keluar dari tubuh. Molekul-molekul yang dikeluarkan dari tubuh
adalah molekul-molekul yang sudah tidak diperlukan oleh tubuh, sisa-sisa
metabolisme atau zat-zat yang toksik bagi tubuh. Molekul-molekul ini
selanjutnya akan dibuang dalam bentuk urin.2
Ureter 1
Secara histologi, ureter terdiri atas lapisan mukosa, muskularis dan
adventisia. Lapisan mukosa terdiri atas epitel transisional yang disokong oleh
lamina propria. Epitel transisional ini terdiri atas 4-5 lapis sel. Sel permukaan
bervariasi dalam hal bentuk mulai dari kuboid sampai gepeng. Sel-sel
permukaan ini mempunyai batas cekung pada lumen dan dapat berinti dua.
Sel-sel permukaan ini dikenal sebagai sel payung. Lamina propria terdiri atas
jaringan fibrosa yang relatif padat dengan banyak serat elastin.
Lapisan muskularisnya terdiri atas atas serat otot polos longitudinal
disebelah dalam dan sirkular di sebelah luar (berlawan dengan susunan otot
polos di saluran cerna). Lapisan adventisia atau serosa terdiri atas lapisan
jaringan ikat fibroelsatin. Fungsi ureter adalah meneruskan urin yang
diproduksi oleh ginjal ke dalam kandung kemih.
Vesika Urinaria 1
Vesika urinaria terdiri atas lapisan mukosa, muskularis dan
serosa/adventisia. Mukosanya dilapisi oleh epitel transisional yang lebih tebal
dibandingkan ureter (terdiri atas 6-8 lapis sel) dengan jaringan ikat longgar
yang membentuk lamina propria dibawahnya. Tunika muskularisnya terdiri
atas berkas-berkas serat otot polos yang tersusun berlapis-lapis yang arahnya
tampak tak membentuk aturan tertentu. Di antara berkas-berkas ini terdapat
jaringan ikat longgar. Tunika adventisianya terdiri atas jaringan fibroelastik.
Fungsi kandung kemih adalah menampung urin yang akan dikeluarkan
kedunia luar melalui uretra.
Uretra 1
Panjang uretra pria antara 15-20 cm dan terbagi atas 3 bagian yaitu:
A. Pars Prostatika, yaitu bagian uretra mulai dari muara uretra pada
kandung kemih hingga bagian yang menembus kelenjar prostat. Pada bagian
ini bermuara 2 saluran yaitu duktus ejakulatorius dan saluran keluar kelenjar
prostat.
B. Pars membranasea yaitu bagian yang berjalan dari puncak prostat di
antara otot rangka pelvis menembus membran perineal dan berakhir pada
bulbus korpus kavernosus uretra.
C. Pars kavernosa atau spongiosa yaitu bagian uretra yang menembus
korpus kavernosum dan bermuara pada glands penis.
Epitel uretra bervariasi dari transisional di uretra pars prostatika, lalu pada
bagian lain berubah menjadi epitel berlapis atau bertingkat silindris dan
akhirnya epitel gepeng berlapis tanpa keratin pada ujung uretra pars kavernosa
yang melebar yaitu di fosa navikularis. Terdapat sedikit sel goblet penghasil
mukus. Di bawah epitel terdapat lamina propria terdiri atas jaringan ikat fibro-
elastis longgar.
Pada wanita uretra jauh lebih pendek karena hanya 4 cm panjangnya.
Epitelnya bervariasi dari transisional di dekat muara kandung kemih, lalu
berlapis silindris atau bertingkat hingga berlapis gepeng di bagian ujungnya.
Muskularisnya terdiri atas 2 lapisan otot polos tersusun serupa dengan ureter.
3. Fisiologi Sistem Urinaria
Filtrasi merupakan langkah pertama dalam pembentukan urin.
Secara rerata 25 filtrat glomerulus terbentuk secara kolektif di seluruh
glomeulus setiap menit (Sherwood, 2007).
Cairan yang difiltrasi dari glomerulus ke dalam kapsula Bowman
harus melewati tiga lapisan berikut dan membentuk membran
glomerulus. Membran glomerulus terdiri atas (Sherwood, 2007):
1. Dinding kapiler glomerulus
Terdiri atas 1 lapis sel endotel. Di dinding kapiler glomerulus ini
selain adanya pori-pori, ternyata terdapat lubang atau fenestrasi yang
besar.
2. Membran basal
Membran basal adalah suatu lapisan gelatinosa aselular (tidak
mengandung sel) yang terbentuk dari kolagen dan glikoprotein.
Kolagen berfungsi untuk kekuatan struktural, sedangkan glikoprotein
untuk menghambat protein-protein supaya tidak bisa menembus
melaluinya.
3. Lapisan dalam kapsula bowman
Terdiri atas sel podosit yang mengelilingi glomerulus dan setiap
podosit mempunyai struktur seperti kaki yang dinamakan pedicle. Nah
celah diantara kaki kaki sel podosit ini merupakan celah filtrasi atau
filtration slit yang mana merupakan lajur dari cairan supaya bisa
melewatinya.
Gaya-gaya yang berperan dalam filtrasi glomerulus adalah gaya
yang digunakan untuk melaksanakan filtrasi glomerulus, harus
terdapat gaya yang mendorong sebagian plasma di glomerulus
menembus lubang-lubang di membran glomerulus. Gaya yang
dimaksud adalah (Sherwood, 2007):
1. Tekanan darah kapiler glomerulus / tekanan hidrostatik
kapiler glomerulus
Tekanan ini ditimbulkan oleh darah di dalam kapiler glomerulus.
Bergantung pada kontraksi jantung dan resistensi yang timbul akibat
arteriol aferen & eferen. Besar tekanan adalah 55 mmHg. Tekanan
darah kapiler glomerulus berperan untuk mendorong filtrasi.
2. Tekanan osmotik koloid plasma
Timbul akibat osmosis yang terjadi dimana H2O pindah dari suatu
tempat yang banyak H2O nya ke tempat yang sedikit H2O nya. Kalau
di sini, tempat yang banyak H2O adalah kapsula bowman (H2O dari
kapiler glomerulus) dan tempat yang sedikit H2O adalah kapiler
glomerulus (H2O sudah pindah ke kapsula Bowman). H2O tersebut
cenderung pindah dari kapsula Bowman ke kapiler glomerulus. Nah
kecenderungan aliran osmotik air ke dalam larutan protein plasma
tersebut memiliki nilai sebesar 35 mmHg. Tekanan osmotik koloid
plasma bersifat melawan laju filtrasi glomerulus.
3. Tekanan hidrostatik kapsula bowman
Timbulnya tekanan ini sama seperti tekanan hidrostatik kapiler
glomerulus, tapi ini terjadi di awal tubulus bukan di glomerulus. Yang
mana cenderung untuk mendorong cairan keluar dari kapsula Bowman
melawan filtrasi cairan dari glomerulus. Besar tekanannya adalah 15
mmHg. Tekanan hidrostatik kapsula bowman bersifat melawan filtrasi
glomerulus.
Tekanan filtrasi netto adalah tekanan yang mendorong cairan
dalam jumlah besar dari darah menembus membran glomerulus yang
sangat permeabel. Jadi gaya total yang mendorong filtrasi adalah
10mmHg (55mmHg-35mmHg-15mmHg) (Sherwood, 2007).
Regulasi laju filtrasi glomerulus (LFG) bila dilihat dari rumusnya,
LFG dipengaruhi (Sherwood, 2007):
1. Tekanan filtrasi neto
Terdapat dua mekanisme untuk mengatur LFG ini dengan cara
mengatur jari-jari arteriol aferen yang mana mempengaruhi resistensi
arteriol aferen, yaitu:
a. Autoregulasi
Suatu mekanisme pengaturan intrinsik yang dilakukan oleh ginjal
sendiri. Pengaturan tersebut dilakukan untuk mempertahankan aliran
darah ke dalam kapiler glomerulus (stabilitas tekanan darah kepiler
glomerulus dan LFG) meskipun adanya perubahan tekanan darah
arteri. Ada dua mekanisme yang berperan di autoregulasi, yaitu:
1) Mekanisme miogenik
Mekanisme ini berasal dari otot polos arteriol aferen. Bila arteriol
ini teregang (yg menyertai peningkatan tekanan di pembuluh tersebut
dan peningkatan aliran darah ke glomerulus) maka secara otomatis
akan berkontriksi dengan sendirinya. Respon ini membantu
membatasi aliran darah ke glomerulus tetap normal.
2) Mekanisme umpan balik tubuloglomerulus
Melibatkan apparatus jukstaglomerulus. Sel tubulus khusus di regio
ini berubah menjadi sel makula densa. Sel makula densa mendeteksi
perubahan kadar garam cairan yg melewati mereka melalui tubulus.
Sel-sel makula densa dapat mendeteksi perubahan kadar garam cairan
yang melewati mereka melalui tubulus.
Ketika LFG meningkat, maka LFG ↑ penyaluran garam ke
tubulus distal ↑ sel makula densa mengeluarkan ATP dan adenosine
dua zat tersebut mempengaruhi arteriol aferen arteriol aferen
berkonstriksi aliran darah glomerulus ↓ LFG kembali normal.
Pada situasi berbeda, ketika lebih sedikit garam yang dihantarkan
ke tubulus distal karena penurunan spontan LFG, LFG ↓ ATP dan
adenosine sedikit dikeluarkan & banyak mengeluarkan vasodilator
nitrat oksida vasodilatasi arteriol aferen aliran darah glomerulus
↑ LFG kembali normal.
b. Kontrol simpatis ekstrinsik
Diperantairai oleh sinyal sistem saraf simpatis ke arteriol aferen
(berjangka panjang). Sistem saraf simpatis tidak memiliki pengaruh
apapun pada ginjal.
1) Volume plasma ↓ tekanan darah ↓ dideteksi olh
baroreseptor (arkus aorta & sinus karotis) pusat kontrol karvas di
batang otak ↑ aktivitas simpatis ke jantung dan pembuluh darah
curah jantung ↑ & vasokonstriksi pembuluh darah LFG kembali
normal
2) Volume plasma ↑ tekanan darah ↑ dideteksi olh
baroreseptor batang otak ↓ aktivitas vasokonstriktor simpatis ke
arteriol vasodilatasi arteriol aferen LFG kembali normal
2. Koefisien filtrasi
Komponen koefisien filtrasi ada dua yaitu luas permukaan
glomerulus yg tersedia untuk penetrasi dan seberapa permeable/bocor
membran glomerulus.
a. Komponen luas permukaan
Diatur oleh Sel Mesangium. Sel mesangium ini menyatukan kapiler
filtrasi glomerulus. Sel-sel ini mengandung elemen kontraktil yang
dapat berkontraksi, dan menyebabkan menutupi sebagian kapiler
filtrasi, mengurangi luas permukaan yang tersedia untuk filtrasi
b. Komponen permeable kapiler filtrasi glomerulus
Diatur oleh sel podosit. Sel ini juga memiliki elemen kontraktil
seperti sel mesangial yg mana kontraksi dan relaksasinya masing-
masing dapat menurunkan atau meningkatkan jumlah celah filtrasi
yang terbuka dengan cara mengubah bentuk dan jarak prosesus
kakinya.
Reabsorbsi pada tubulus merupakan suatu proses yang sangat
efektif. Agar sebuah zat dapat direabsorbsi, maka zat tersebut harus
melalui tahapan-tahapan transpor, yaitu melewati membran epitel
tubular ke cairan interstisial renal, melewati membran kapiler
peritubular untuk kembali ke aliran darah. Reabsorbsi melewati epitel
tubular ke cairan interstisial meliputi transport pasif atu aktif.
Misalnya, air dan zat terlarut dapat ditranspor melalui membran sel
(rute transelular) ata melalui celah taut antar sel (rute paraselular).
Setelah melewati transpor dari epitel tubular menuju ke cairan
interstisial, air dan zat terlarut dapat ditranspor keluar menuju kapiler
tubular melalui ultrafiltration (bulk flow) oleh tekanan hidrostatis dan
tekanan osmotik koloid. Kapiler peritubular, memiliki gaya yang
dapat menarik cairan dan zat-zat terlarut dari cairan interstisial menuju
ke aliran darah (Guyton, 2006).
Terdapat dua jenis reabsorbsi tubulus, yaitu reabsorsi aktif dan
pasif. Pada reabsorbsi pasif, semua tahap dalam transpor transepitel
Tahapan reabsorsi (Guyton, 2006).
suatu bahan dari lumen tubulus ke plasma bersifat pasif; yaitu tidak
ada pengeluaran energi pada perpindahan netto bahan, yang terjadi
yaitu mengikuti penurunan gradien elektrokimia atau osmotik.
Sebaliknya, reabsorbsi aktif, berlangsung jika salah satu dari tahap-
tahap dalam transpor transepitel membutuhkan energi. Pada reabsorbsi
aktif, perpindahan netto bahan kimia dari lumen tuulus ke plasma
terjadi melawan gradien elektrokimia. Bahan yang secara aktif
direabsorbsi dari tubuh misalnya gluksoa, asam amino, dan nutrien
organik lainnya serta Na+. Dan elektrolit lain (Sherwood, 2011).
Setiap bagian dari ginjal memiliki fungsinya masing-masing. Proses yang
terjadi pada masing-masing struktur ginjal yaitu (Martini, 2012):
Bagian Fungsi Umum Fungsi Spesifik Mekanisme
Korspuskulu
m renalis
Filtrasi plasma;
menghasilkan sekitar
180L/hari filtrat
tanpa protein plasma
Filtrasi air, bahan
organik dan anorganik
dari plasma; retensi
protein plasma dan sel
darah
Tekanan hidrostatik
(darah) glomerular melalui
endotel kapiler, membran
basal, dan celah filtrasi.
Tubulus
konvoluntus
proksimal
Reasorbsi sekitar
60%-70% air, 99%-
100% zat organik,
dan 60%-70% ion
natrium dan klorida.
Reabsorbsi aktif:
glukosa, dan beberapa
gula sederhana lainnya,
asam amino, vitamin, ion
(kalium, natrium,
kalsium, magnesium,
fosfat dan bikarbonat).
Reabsorbsi pasif: urea,
ion klorida, air, dan
beberapa zat larut lemak.
Sekresi: ion hidrogen,
amonia, kreatinin, obat-
Carrier mediated
transport, termasuk
transpor terfasilitasi
(glukosa, asam amino),
cotransport (glukosa, ion),
dan countertransport
(dengan sekresi ion H+)
Difusi (zat terlarut) dan
osmosis (air)
Countertransport dengan
ion natrium
obatan dan racun.
Ansa henle Reabsorbsi 25% air,
dan 20%-25% ion
natrium dan klorida,
menciptakan gradien
konsentrasi di
medulla
Reabsorbsi: natrium dan
klorida, air
Transpor aktif melalui
transporter Na+/K+/2 Cl-
(natrium dan klorida)
Osmosis (air)
Tubulus
konvoluntus
distsal
Reabsorbsi air
dengan jumlah yang
beragam, dibawah
stimulasi ADH, dan
reabsorbsio natrium
dibawah stimulasi
aldosteron
Reabsorbsi: natrium dan
ion klorida
Ion natrium
Ion kalsium
Air
Sekresi: ion hidrogen,
amonia, kreatinin, obat
dan racun
Cotransport
Countertransport dengan
ion kalium, distimulasi
oleh ADH
Carrier mediated
transport yang distimulasi
oleh PTH dan kalsitriol
Osmosis, diatur oleh ADH
Countertransport dengan
ion natrium (hidrogen dan
amonia), carrier mediated
transport (Kreatinin, obat,
dan racun)
Duktus
kolektivus
Reabsorbsi air
dengan jumlah yang
beragam, dibawah
stimulasi ADH, dan
reabsorbsio natrium
dibawah stimulasi
aldosteron
Reabsorbsi: ion natrium
Ion bikarbonat
Air
Urea
Sekresi: ion hidrogen,
amonia, kreatinin, obat
dan racun
Countertransport dengan
ion kalium, distimulasi
oleh ADH
Difusi
Osmosis, diatur oleh ADH
Difusi
Carrier mediated
transport
Kapiler
peritubular
Redistribusi air dan
zat-zat terlarut yang
Mengembalikan air dan
zat-zat terlarut ke dalam
Osmosis dan difusi
direabsorsi di
korteks
sirkulasi
Vasa rekta Redistribusi air dan
zat-zat terlarut yang
direabsorsi di
medulla dan
menstabilkan
gradien konsentrasi
di medulla
Mengembalikan air dan
zat-zat terlarut ke dalam
sirkulasi
Osmosis dan difusi
Seperti reabsorpsi tubulus, sekresi tubulus melibatkan transpor
transepitel, tetapi kini langkah-langkahnya dibalik. Dengan
menyediakan rute pemasukan kedua ke dalam tubulus untuk bahan-
bahan tertentu, sekresi tubulus, pemindahan diskret bahan dari kapiler
peritubulus ke dalam lumen tubulus, menjadi mekanisme pelengkap
yang meningkatkan
eliminasi bahan-bahan ini dari tubuh. Setiap bahan yang masuk ke
cairan tubulus, baik melalui filtrasi glomerulus maupun sekresi
tubulus, dan tidak direabsorpsi, akan dieliminasi
dalam urin. Bahan-bahan terpenting yang disekresikan oleh tubulus
adalah ion hidrogen (H+), ion kalium (K+), serta anion dan kation
organik, yang banyak di antaranya adalah senyawa
yang asing bagi tubuh.
a. Sekresi ion hidrogen penting dalam keseimbangan asam-
basa.
Sekresi H+ ginjal sangat penting dalam mengatur keseimbangan
asam-basa di tubuh. Ion hidrogen yang disekresikan ke dalam cairan
tubulus dieliminasi dari tubuh melalui urin. Ion hidrogen dapat
disekresikan oleh tubulus proksimal, distal, atau koligentes, dengan
tingkat sekresi H+ bergantung pada keasaman cairan tubuh. Ketika
cairan tubuh terlalu asam maka sekresi H+ meningkat. Sebaliknya,
sekresi H+ berkurang jika konsentrasi H+ di cairan tubuh terlalu rendah
b. Sekresi ion kalium dikontrol oleh aldosteron.
Ion kalium secara selektif berpindah dalam arah berlawanan di
berbagai bagian tubulus, ion ini secara aktif direabsorpsi di tubulus
proksimal dan secara aktif disekresikan di tubulus distal dan
koligentes. Di awal tubulus ion kalium direabsorpsi secara konstan
dan tanpa dikendalikan, sementara sekresi K+ di bagian distal tubulus
bervariasi dan berada di bawah kontrol. Karena K+ yang difiltrasi
hampir seluruhnya direabsorpsi di tubulus proksimal maka sebagian
besar K+ diurin berasal dari sekresi terkontrol K+ di bagian distal
nefron dan bukan dari filtrasi.
Selama deplesi K+, sekresi K+ di bagian distal nefron berkurang
sampai minimum sehingga hanya sebagian kecil dari K+ yang
terfiltrasi yang lolos dari reabsorpsi di tubulus proksimal akan
diekskresikan di urin. Dengan cara ini, K+ yang seharusnya keluar di
urin ditahan di tubuh. Sebaliknya, ketika kadar K+ plasma meningkat,
sekresi K+ disesuaikan sehingga terjadi penambahan K+ ke filtrat
untuk mengurangi konsentrasi K+ plasma ke normal. Karena itu,
sekresi K+, bukan filtrasi atau reabsorpsi K+ yang berubah-ubah di
bawah kontrol untuk mengatur tingkat ekskresi K+ dan memelihara
konsentrasi K+ plasma sesuai kebutuhan.
MEKANISME SEKRESI K+
Sekresi ion kalium di tubulus distal dan koligentes digabungkan
dengan reabsorpsi Na+ oleh pompa Na+-K+ basolateral dependen
energi. Pompa ini tidak hanya memindahkan Na+ keluar sel menuju
ruang lateral tetapi juga memindahkan K+ dari ruang lateral ke dalam
sel tubulus. Konsentrasi K+ intrasel yang meningkat mendorong
perpindahan netto K+ dari sel ke dalam lumen tubulus. Perpindahan
menembus membran luminal berlangsung secara pasif melalui
sejumlah besar saluran K+ di membran ini di tubulus distal dan
koligentes. Dengan menjaga konsentrasi K+ cairan interstisium rendah
(karena mengangkut K+ ke dalam sel tubulusdari cairan interstisium
sekitar), pompa basolateral mendorong perpindahan pasif K+ keluar
plasma kapiler peritubulus menuju cairan interstisium. Ion kalium
yang meninggalkan plasma dengan cara ini kemudian dipompa ke
dalam sel, dari sini ion tersebut secara pasif berpindah ke dalam
lumen. Dengan cara ini, pompa basolateral secara aktif menginduksi
sekresi netto K+ dari plasma kapiler peritubulus kedalam lumen
tubulus di bagian distal nefron.
Karena sekresi K+ dikaitkan dengan reabsorpsi Na+ oleh pompa Na+
dan K+. K+ tidak disekresikan di sepanjang segmen tubulus yang
melakukan reabsorpsi Na+ dan tidak hanya terjadi di bagian distal
nefron karena lokasi saluran K.+ pasif. Di tubulus distal dan
koligentes, saluran K+ terkonsentrasi di membran luminal,
menyediakan rute bagi K+ yang dipompa ke dalam sel untuk keluar
kedalam lumen (disekresikan). Di segmen tubulus lainnya, saluran K+
terutama terletak di membran basolateral. Akibatnya, K+ yang
dipompa ke dalam sel dari ruang lateral oleh pompa Na+ -K+ mengalir
balik ke ruang lateral melalui saluran-saluran ini. Daur-ulang K+ ini
memungkinkan pompa Na+-K+ terus-menerus melakukan reabsorpsi
Na+ tanpaefek lokal netto pada K+.
KONTROL SEKRESI K+
Beberapa faktor dapat mengubah laju sekresi K+, dengan yang
terpenting adalah aldosteron. Hormon ini merangsang sekresi K. oleh
sel tubulus di akhir nefron sekaligus meningkatkan reabsorpsi Na+
oleh sel-sel ini. Peningkatan konsentrasi K+ plasma secara langsung
merangsang korteks adrenal untuk meningkatkan pengeluaran
aldosteronnya, yang pada gilirannya mendorong sekresi dan akhirnya
ekskresi kelebihan K+ di urin. Sebaliknya, penurunan konsentrasi K+
plasma menyebabkan penurunan sekresi aldosteron dan penurunan
sekresi K+ ginjal yang dirangsang oleh aldosteron.
Perhatikan bahwa peningkatan konsenrrasi K+ plasma secara
langsung merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal,
sementara penurunan konsentrasi Na+ plasma merangsang sekresi
aidosteron melalui jaiur kompleks SRAA. Karena itu, sekresi
aldosteron dapat dirangsang oleh dua jalur terpisah. Namun, apapun
perangsangnya, peningkatan sekresi aldosteron selalu mendorong
reabsorpsi Na+ dan sekresi K+. Karena itu, sekresi K+ dapat secara
tidak sengaja ditingkatkan akibat peningkatan aktivitas aldosteron
yang ditimbulkan oleh deplesi Na+, penurunan volume CES,atau
penurunan tekanan darah arteri yang sama sekali tidak berkaitan
dengan keseimbangan K+. Pengeluaran K+ yang tidak sesuai ini dapat
menyebabkan defisiensi K+.
EFEK SEKRESI H+ PADA SEKRESI K+
Faktor lain yang dapat secara tidak sengaja mengubah tingkat
sekresi K+ adalah status asam-basa tubuh. Pompa basolateral di bagian
distal nefron dapat mensekresikan K+ atau H+ untuk dipertukarkan
dengan Na+ yang direabsorpsi. Peningkatan laju sekresi K+ atau H+
disertai oleh penurunan laju sekresi ion yang lain. Dalam keadaan
normal, ginjal cenderung mensekresikan K+ tetapi jika cairan tubuh
terlalu asam dan sekresi H+ ditingkatkan sebagai tindakan kompensasi,
maka sekresi K+ berkurang. Penurunan sekresi ini menyebabkan
retensi K+ yang tidak sesuai di cairan tubuh.
FUNGSI SISTEM SEKRESI ION ORGANIK
Sistem sekresi ion organik memiliki tiga fungsi penting:
1. Dengan menambahkan sejenis ion organik terrenru ke
jumlah yang sudah masuk ke cairan tubulus oleh filtrasi glomerulus,
jalur sekresi organik ini mempermudah ekskresi bahan-bahan ini. Di
antara ion-ion organik yang termasuk adalah berbagai pembawa pesan
kimiawi yang terdapat di darah seperti prostaglandin, histamin, dan
norepinefrin yang, setelah melaksanakan tugasnya, harus segera
disingkirkan dari darah sehingga aktivitasnya mereka tidak
berkepanjangan.
2. Pada beberapa kasus penting, ion organik kurang larut
dalam air. Untuk dapat diangkut dalam darah, ion-ion tersebut terikat
dalam jumlah besar tetapi ireversibel ke protein plasma. Karena
melekat ke protein plasma maka bahan-bahan ini tidak dapat difiltrasi
melalui glomerulus. Sekresi tubulus mempermudah eliminasi ion-ion
organik yang tidak dapat difiltrasi ini melalui urin. Meskipun ion
organik tertentu sebagian besar berikatan dengan protein plasma
namun sejumlah kecil dari ion ini selalu berada dalam bentuk bebas
atau tidak terikat dalam plasma. Pengeluaran ion organik bebas ini
melalui sekresi memungkinkan sebagian dari ion yang terikat terlepas
dan kemudian dapat disekresikan. Hal ini, pada gilirannya, mendorong
pelepasan lebih banyak ion organik dan seterusnya.
3. Yang utama, sistem sekresi ion organik tubulus proksimal
berperan kunci dalam eliminasi banyak senyawa asing dari tubuh.
Sistem-sistem ini dapat mengeluarkan berbagai ion organik dalam
jumlah besar, baik yang diproduksi secara endogen (di dalam tubuh)
maupun ion organik asing yang memperoleh akses ke cairan tubuh.
Sifat nonselektif ini memungkinkan sistem sekresi ion organik
mempercepat pembuangan banyak bahan kimia organik asing,
termasuk zat aditif makanan, polutan lingkungan (misalnya pestisida),
obat, dan bahan organik non-nutritif lain yang masuk ke tubuh.
Meskipun membantu tubuh menyingkirkan senyawa asing yang
berpotensi merugikan namun ini tidak berada di bawah kontrol
fisiologik. Molekul pembawa tidak dapat mempercepat proses sekresi
ketika menghadapi peningkatan jumlah ion organik ini. Hati berperan
penting dalam membantu tubuh menyingkirkan senyawa asing.
Banyak bahan kimia organik asing tidak membentuk ion dalam bentuk
aslinya sehingga tidak dapat disekresikan oleh sistem ion organik.
Hati mengubah bahan-bahan asing ini menjadi bentuk anionik yang
mempermudah sekresinya oleh sistem anion organik sehingga
eliminasi menjadi lebih cepat.
4. Biokimia Sistem Reabsorbsi
Sewaktu filtrate glomerulus memasuki tubulus ginjal, filtrate ini
mengalir melalui bagian- bagiantubulus secara berurutan, yaitu
tubulus proksimalis ± ansa henle- tubulus distalis-tubulus koligentes-
dan akhirnya duktus koligentes. Disepanjang jalan yang dilaluinya
beberapa zat direabsorbsi secara selektif dari tubulus kembali ke
darah, sedangkan yang lain akan disekresikan dari darah ke dalam
lumen tubulus (Guyton, 2008).
Reabsorbsi tidak seperti filtrasi glomerulus yang secara relative
tidak selektif, reabsorbsi tubulus sangat selektif. Beberapa zat, seperti
glukosa dan asam amino direabsorbsi hampir sempurna dalam
tubulus. Banyak ion dalam plasma, seperti natrium, klorida dan
bikarbonat juga sangat direabsorbsi, tetapi kecepatanreabsorbsinya
bervariasi bergantung pada kebutuhan tubuh. Sebaliknya produk
buangan tertentu,seperti ureum, dan kreatinin, sulit direabsorbsi dari
tubulus dan diekskresi dalam jumlah yangrelative besar. Dibawah ini
table mengenai jumlah zat yang direabsorbsi oleh tubulus ginjal
(Guyton, 2008).
Sebelum membahas tentang reabsorbsi yang terjadi di tubulus akan
dibahas tentang mekanismeaktif dan pasif proses reabsorbsi di
tubulus.
Mekanisme Transpor Aktif dan Pasif Reabsorbsi di Tubulus
Bila suatu zat akan direabsorbsi, pertama zat tersebut harus
ditranspor (1) melintasi membrane epitel tubulus ke dalam cairan
interstisiil ginjal dan kemudian (2) melalui membrane
kapiler peritubulus kembali ke dalam darah. Reabsorbsi melalui epitel
tubulus kedalam cairan interstisiil meliputi transport aktif atau pasif
dengan mekanisme dasar yang sama. Transpor aktif dapat mendorong
suatu zat terlarut melawan gradient elektrokimia dan membutuhkan
energy yang berasal dari metabolisme. Transpor yang berhubungan
langsung dengan suatu sumber energy, seperti hidrolisis ATP, disebut
sebagai transport aktif primer (Guyton, 2008).
Suatu contoh adalah pompa natrium kalium ATPase yang
berfungsi pada hampir semua bagian tubulus ginjal. Pada
sisi basolateral sel ± sel epitel tubulus membrane sel mempunyai
system natrium kalium ATPase ekstensif yang menghidrolisis ATP
dan menggunakan energy yang dilepaskan untuk mentranspor ion
natrium keluar dari sel masuk ke dalam interstisium. Pada waktu
yang bersamaan, kalium ditranspor dari interstisium ke dalam sel.
Cara kerja pompa ion ini mempertahankan konsentrasi natrium
intrasel tetap rendah dan kalium intrasel tetap tinggi serta menciptakan
suatu muatan negative akhir kira-kira -70 milivolt di dalam sel.
Reabsorbsi akhir ion natrium dari lumen tubulus kembali ke dalam
darah melibatkan setidaknya tiga tahap (Guyton, 2008):
1. Natrium berdifusi melalui membrane luminal ke dalam sel
mengikuti suatu gradient elektrokimia yang terbentuk oleh pompa
natrium – kalium ATPase pada sisi basolateral membrane.
2. Natrium di transport melalui membrane basolatral melawan
suatu gradient elektrokimia yang ditimbulkan oleh pompa natrium –
kalium ATPase.
3. Natrium, air, dan zat – zat lain di reabsorbsi dari cairan
interstisiil ke dalam kapiler peritubulus dengan cara ultrafiltrasi, yaitu
suatu proses pasif yang digerakkan oleh gradient tekanan hidrostatik
dan tekanan koloid osmotic.
Akibat yang ditimbulkan dari reabsorbsi natrium, ada proses
solvent drag yaitu proses reabsorbsi natrium yang diikuti oleh
reabsorbsi air. Selain air, sewaktu natrium di reabsorbsi melalui sel
epitel tubulus, ion negative seperti klorida ditranspor bersama dengan
natrium karena adanya potensial listrik. Dengan demikian, transport
ion natrium bermuatan positif keluar dari lumen menjadi bermuatan
negative, dibandingkan dengan cairan interstisiil. Hal ini
menyebabkan ion klorida berdifusi secara pasif melalui jalur
paraselular. Reabsorbsi tambahan ion klorida timbul karena terjadinya
gradient konsentrasi klorida ketika air direabsorbsi dari tubulus
dengan cara osmosis, sehingga mengkonsentrasikan ion klorida dalam
lumen tubulus. Jadi reabsorbsi aktif natrium berpasangan erat dengan
reabsorbsi pasif klorida melalui potensial listrik dan gradient
konsentrasi klorida (Guyton, 2008).
Ureum juga direabsorbsi secara pasif dari tubulus tetapi jauh lebih
sedikit daripada ion klorida. Ketika air direabsorbsi dari tubulus,
konsentrasi ureum dalam lumen tubulus meningkat. Hal ini
menimbulkan gradient konsentrasi yang menyebabkan reabsorbsi
ureum. Akan tetapi ureum tidak bisa memasuki tubulus semudah air,
kira-kira hanya satu setengah ureum yang difiltrasi melalui
glomerulus, akan direabsorbsi dari tubulus. Ureum yang masih tersisa
akan masuk ke dalam urin (Guyton, 2008).
Reabsorbsi Tubulus Proksimal
Secara normal sekitar 65% dari muatan natrium dan air yang
difiltrasi, dan nilai presentase yang lebih rendah dari klorida, akan
direabsorbsi oleh tubulus proksimal sebelum mencapai ansa henle.
Tubulus proksimal mempunyai kapasitas yang besar untuk reabsorbsi
aktif dan pasif. Kapasitas reabsorbsi yang besar dari tubulus proksimal
adalah hasil dari sifat-sifat selularnya yang khusus. Sel epitel tubulus
proksimal bersifat sangat metabolic dan mempunyai sejumlah besar
mitokondria untuk mendukung proses transport yang aktif dan kuat.
Selain itu, sel tubulus proksimal mempunyai banyak brush border
pada sisi lumen membrane, dan juga labirin interselular serta kanalis
basalis yang luas, semuanya ini menghasilkan area permukaan
membrane yang luas pada sisi lumen dan sisi basolateral dari epitel
untuk mentranspor ion natrium zat-zat lain dengan cepat (Guyton,
2008).
Pada pertengahan pertama tubulus proksimal, natrium direabsorbsi
dengan cara kotransport bersama-sama dengan glukosa, asam amino
dan zat terlarut lainnya. Ko-transport ini dibantu oleh adanya protein
di dinding lumen tubulus. Tetapi pada pertengahan kedua dari tubulus
proksimal, hanya sedikit glukossa dan asam amino yang direabsorbsi.
Pertengahan kedua tubulus proksimal memiliki konsentrasi klorida
yang relative tinggi (140 mEq/L) dibandingkan dengan bagian awal
tubulus proksimal (105 mEq/L) karena saat natrium direabsorbsi,
natrium membawa glukosa, bikarbonat, dan ion organic pada bagian
awal tubulus proksimal, meninhhalkan suatu larutan yang mempunyai
konsentrasi klorida yang sangat tinggi. Zat terlarut organic tertentu
seperti glukosa, asam amino, dan bikarbonat lebih banyak direabsorbsi
daripada air, sehingga konsentrasi zat-zat tersebut menurun dengan
nyata disepanjang tubulus proksimal. Zat-zat terlarut organic yang lain
yang kurang permeable dan tidak direabsorbsi secara aktif seperti
kreatinin konsentrasinya meningkat di sepanjang tubulus (Guyton,
2008).
Reabsorbsi Lengkung Henle
Ansa henle terdiri dari tiga segmen fungsional yang berbeda, antara
lain segmen tipis desenden, segmen tipis asenden, dan segmen tebal
asenden. Bagian segmen desenden tipis sangat permeable terhadap air
dan sedikit permeable terhadap sebagian zat terlarut termasuk ureum
dan kreatinin. Sekitar 20% dari air yang difiltrasi akan direabsorbsi di
ansa henle dan hampir semuanya terjadi di lengkung tipis asenden.
Lengkung asenden termasuk bagian tipis dan bagian tebal sebenarnya
tidak permeable terhadap air, suatu karakteristik yang penting untuk
memekatkan urin (Guyton, 2008).
Segmen tebal dari ansa henle yang dimulai dari asenden
mempunyai aktivitas metabolic yang tinggi dan mampu melakukan
reabsorbsi aktif natrium, klorida, dan kalium. Sekitar 25% dari muatan
natrium, klorida, dan kalium yang difiltrasi akan direabsorbsi di ansa
henle, kebanyakan di lengkung tebal asenden. Pada segmen tebal
asenden juga terjadi reabsorbsi paraselular yang bermakna dari katio,
seperti magnesium, kalsium, natrium, dan kalium yang disebabkan
oleh muatan lumen tubulus yang lebih positif dibandingkan cairan
interstisiil (Guyton, 2008).
5. Jenis Urin, Warna Urin Normal dan Abnormal serta Faktor
Penyebabnya
Macam-macam urin
1. Urin sewaktu
Urin sewaktu adalah urin yang dikeluarkan pada satu waktu yang
tidak ditentukan dengan khusus. Urin sewaktu ini biasanya cukup baik
untuk pemeriksaan rutin yang menyertai pemeriksaan badan tanpa
pendapat khusus.
2. Urin pagi
Urin pagi adalah urin yang pertama-tama dikeluarkan pada pagi
hari setelah bangun tidur.Urin ini lebih pekat dari urin yang
dikeluarkan siang hari, jadi baik untuk pemeriksaan sedimen, berat
jenis, protein.
3. Urin postpradial
Urin postpradial adalah urin yang pertama kali dikeluarkan 3 jam
setelah makan, sangat baik untuk pemeriksaan terhadap reduksi dan
kelainan sedimen ganda.
4. Urin 24 jam
Urin 24 jam adalah urin yang dikeluarkan dan ditampung dalam
waktu 24 jam.
5. Urin 3 gelas dan urin 2 gelas
Urin 3 gelas dan urin 2 gelas adalah urin yang di kemihkan
langsung kedalam gelas-gelas tanpa menghentikan aliran urinnya: Ke
dalam gelas pertama ditampung 20 – 30 ml urin yang mula-mula
keluar. Urin ini terutama berisi sel-sel dari pars anterior dan pars
prostatica urethrae yang dihanyutkan oleh arus urin, meskipun ada
juga sejumlah kecil sel-sel dari tempat-tempat yang lebih proximal.
Ke dalam gelass kedua dimasukkan urin berikutnya, kecuali beberapa
ml yang terakhir dikeluarkan, urin dalam gelas kedua mengandung
terutama unsur-unsur khusus dari kantong kencing. Beberapa ml urin
terakhir ditampung dalam gelas ketiga, urin ini diharapkan akan
mengandung unsur-unsur khusus dari pars prostatica urethrae serta
getah prostat yang terperas keluar pada akhirnya berkemih (UNIMUS,
2007).
Warna urin
Normalnya urin berwarna kekuning-kuningan. Apabila warnanya
tidak seperti itu berarti ada abnormalitas. Abnormalitas dan
kemungkinannya yaitu (Prince, 2006):
1. Merah atau coklat: hematuria, hemoglobinuria
2. Merah: makan buah bit, piridium
3. Coklat: icterus pada saluran empedu, porfirin dalam
porfiria, melanin dalam melanoma
4. Oranye: piridium
6. Mekanisme Haus, Lemah, Mulut Kering
Mekanisme rasa haus
Haus adalah sensasi subjektif yang meningkatkan keinginan
untuk intake air. Pusat haus terletak di hipotalamus, dekat dengan
sel pensekresi vasopressin. Ada beberapa stimulus yang dapat
memicu rasa haus. Salah satu yang paling penting adalah
peningkatan osmolaritas cairan ekstraselular yang menyebabkan
dehidrasi intraselular di pusat rasa haus, dengan demikian
merangsang sensasi rasa haus. Kegunaan dari respons ini sangat
jelas yaitu membantu mengencerkan cairan ekstraselular dan
mengembalikan osmolaritas kembali ke normal.
Penurunan volume cairan ekstraselular dan tekanan arterial juga
merangsang rasa haus melalui suatu jalur yang tidak bergantung
pada jalur yang distimulasi oleh peningkatan osmolaritas plasma.
Jadi, kehilangan volume darah melalui perdarahan akan merangsang
rasa haus walaupun mungkin tidak terjadi perubahan osmolaritas
plasma. Hal ini mungkin terjadi akibat input neutral dari
baroreseptor kardiopulmonar dan baroreseptor arterial sistemik
dalam sirkulasi.
Stimulus rasa haus ketiga yang penting adalah angiotensin II.
Karena angiotensin II juga distimulasi oleh faktor – faktor yang
berhubunagn dengan hipovolemia dan tekanan darah rendah,
pengaruhnya pada rasa haus membantu memulihkan volume darah
dan tekanan darah kembali normal, bersama dengan kerja lain dari
angiotensin II pada ginjal untuk menurunkan ekskresi cairan.
Masih ada faktor – faktor lain yang dapat mempengaruhi asupan
air. Kekeringan pada mulut dan membran mukosa esofagus dapat
mendatangkan sensasi haus. Sebagai hasilnya, seseorang yang
kehausan dapat segera merasakan kelegaan setelah dia minum air
walaupun air tersebut belum diabsorpsi di sistem pencernaan.
Ambang batas stimulus osmolar untuk minum. Ginjal terus
menerus harus mengeluarkan sejumlah cairan, bahkan saat seseorang
dehidrasi untuk membebaskan tubuh dari kelebihan zat terlarut yang
dikonsumsi atau dihasilkan oleh metabolisme. Air juga hilang melalui
evaporasi dari paru dan saluran pencernaan serta melalui evaporasi
dan keringat dari kulit. Oleh karena itu, selalu ada kecenderungan
untuk dehidrasi, dengan akibat peningkatan osmolaritas dan
konsentrasi natrium ekstraselular. Ambang batas untuk minum
manusia rata – rata adalah peningkatan natrium sekitar 2 mEq/L di
atas normal.
D. PENYUSUNAN DAFTAR HIPOTESIS DAN DIAGNOSIS
DIFERENSIAL
1. Gagal Ginjal Akut
i.DefinisiGagal ginjal akut adalah suatu penyakit dimana ginjal secara tiba –
tiba kehilangan kemampuan untuk mengekskresikan sisa – sisa metabolisme (Suriadi dan Rita Y., 2001 ).
Gagal ginjal akut adalah penurunan atau penghentian fungsi ginjal secara tiba – tiba sehingga terjadi berbagai gangguan fisiologik dalam homeustasis (Cecily L. Bets Linda A. Sowden, 2002)
Gagal ginjal akut adalah penurunan mendadak faal ginjal dalam 48 jam yaitu berupa kenaikan kadar kreatinin serum ≥o.3 mg/dl. Kenaikan presentasi kreatinin serum ≥50% atau pengurangan produksi urin (oliguria) (IPD, 2009).ii.Etiologi
Berdasarkan penyebabnya di bagi menjadi 3 :1) Faktor Pre RenalSemua faktor yang menyebabkan peredaran darah ke ginjal
berkurang dengan terdapatnya hipovolemia, misalnya : Perdarahan karena trauma operasi. Dehidrasi atau berkurangnya volume cairan ekstra seluler
(dehidrasi pada diare). Berkumpulnya cairan interstisiil di suatu daerah luka
( kombustio, pasc bedah yang cairannya berkumpul di daerah operasi, peritonitis dan proses eksudatif lainnya yang menyebabkan hipovolemia ).
2) Faktor RenalFaktor ini merupakan faktor penyebab gagal ginjal akut yang
terbanyak. Terjadi kerusakan di glomerulus atau tubulus sehingga faal ginjal langsung terganggu. Prosesnya dapat berlangsung cepat dan mendadak, atau dapat juga berlangsung perlahan – lahan dan akhirnya mencapai stadium uremia. Kelainan di ginjal ini dapat merupakan kelanjutan dari hipoperfusi prarenal dan iskemia kemudian
menyebabkan nekrosis jaringan ginjal. Beberapa penyebab kelainan ini adalah :
Koagulasi intravaskuler, seperti pada sindrom hemolitik uremik, renjatansepsis dan renjatan hemoragik.
Glomerulopati ( akut ) seperti glomerulonefritis akut pasca sreptococcoc, lupus nefritis, penolakan akut atau krisis donor ginjal.
Penyakit neoplastik akut seperti leukemia, limfoma, dan tumor lain yang langsung menginfiltrasi ginjal dan menimbulkan kerusakan.
3) Faktor Post RenalSemua faktor pascarenal yang menyebabkan obstruksi pada saluran
kemih seperti kelainan bawaan, tumor , kanker dan lain sebagainya.iii.Tanda dan Gejala
1. Gagal Ginjal Akut Pre RenalKeluhan dan tanda Oliguria (<400ml/hari) sampai anuria (<50 ml/hari) Pusing setip perubahan posisi tubuh Berat badan merosot Takikardi Tekanan vena jugularis menurun Turgor kulit jelek Membran mukosa kering
Pemeriksaan Lab
Ureum/kreatinin naik Na rendah BJ urin > 1,0182. Gagal Ginjal Akut RenalKeluhan dan tanda Oliguria (<400ml/hari) sampai anuria (<50 ml/hari) Mual muntah Berak darah
Pemeriksaan Lab
Proteinuria/albuminuria positif Urin mengandung endapan leukosit Konsentrasi NA dalam urin tinggi Osmolaritas urin rendah.3. Gagal Ginjal Akut Post RenalKeluhan dan tanda Poliuri sampai anuria Kolik ureter bila ada batu ureter
Hidronefrosis bilateral Buli – buli teraba
Pemeriksaan Lab
Ureum dan kreatinin meningkat Adanya urin isotonik
2. Hipernatremia
HIPERNATREMIA (ketidakseimbangan hiperosmolaritas)
didefinisikan sebagai suatu keadaan dengan kadar natrium serum ≥
145 mEq/L . Keadaan ini selalu berkaitan dengan hiperosmolalitas
karena garam natrium merupakan penentu utama osmolalitas plasma.
Peningkatan osmolalitas serum menyebabkan air berpindah dari ICF
ke ECF , sehingga terjadi dehidrasi dan pengerutan sel.
ETIOLOGI
a. Asupan air yang tidak mencukupi
- Tidak dapat merasakan atau berespon terhadap rasa haus
(misalnya keadaan koma, kebingungan)
- Tidak ada asupan melalui mulut dan rumatan IV tidak
mencukupi
- Tidak dapat menelan (misal pada gangguan
seerebrovaskular)
b. Kehilangan air yang berlebihan
- di luar ginjal ( missal pada demam, luka bakar,
hiperventilasi, diare berair , pemakaian ventilator mekanik yang
lama)
- ginjal (missal pada diabetes insipidus, cedera kepala,
diuresis osmotic, bedah saraf, neoplasma otak, glikosuria pada
diabetes tak terkontrol)
c. Bertambahnya natrium
- Tenggelam di laut
- Pemberian garam natrium IV yang berlebihan
TANDA DAN GEJALA
1. Neurologik:
a. awal : lemah, lemas, iritabel
b. berat : kejang, koma, kaku kuduk, refleks-refleks tendon
meningkat
2. Haus
3. Meningkatnya suhu tubuh
4. Kulit yang merah panas
5. Selaput lendir kering dan lengket
6. Lidah kasar, merah, dan kering
HASIL LAB
• Na+ serum > 145 mEq/L
• Osmolaritas serum > 295 mOsm/kg
Osmolaritas urine umumnya >800 mOsm/kg
3. Dehidrasi
Dehidrasi dideskripsikan sebagai suatu keadaan keseimbangan
cairan yang negatif atau terganggu yang bisa disebabkan oleh berbagai
jenis penyakit (Huang et al, 2009). Dehidrasi terjadi karena
kehilangan air (output) lebih banyak daripada pemasukan air (input)
(Suraatmaja, 2010). Cairan yang keluar biasanya disertai dengan
elektrolit (Latief, dkk., 2005).
Pada dehidrasi gejala yang timbul berupa rasa haus, berat badan
turun, kulit bibir dan lidah kering, saliva menjadi kental. Turgor kulit
dan tonus berkurang, anak menjadi apatis, gelisah kadang-kadang
disertai kejang. Akhirnya timbul gejala asidosis dan renjatan dengan
nadi dan jantung yang berdenyut cepat dan lemah, tekanan darah
menurun, kesadaran menurun, dan pernapasan kussmaul (Latief, dkk.,
2005).
Berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan fisik, dehidrasi dapat
dibagi menjadi dehidrasi ringan, sedang dan berat seperti pada tabel di
bawah ini:
Gejala/tanda ringan (3-5%) Sedang (6-9%) Berat (10% atau
lebih)
Tingkat kesadaran Sadar Letargi Tidak sadar
Pengisian kembali
kapiler
2 detik 2-4 detik Lebih dari 4 detik
Membrane mukosa Normal Kering Sangat kering
Denyut jantung Sedikit meningkat Meningkat Sangat meningkat
Laju pernapasan Normal Meningkat Meningat dan
hiperapnea
Tekanan darah Normal Normal; ortostatik Menurun
Denyut nadi Normal Cepat dan lemah Sangat lemah/ samar
atau tidak teraba
Turgor kulit Kembali normal Kembali lambat Tidak segera
kembali
Fontanella Normal Agak cekung Cekung
Mata Normal Cekung Sangat cekung
Keluaran urin Menurun Oliguria Anuria
Berdasarkan gambaran elektrolit serum, dehidrasi dapat dibagi
menjadi:
a. Dehidrasi Hiponatremik atau Hipotonik
Dehidrasi hiponatremik merupakan kehilangan natrium yang relatif
lebih besar daripada air, dengan kadar natrium kurang dari 130 mEq/L.
Apabila terdapat kadar natrium serum kurang dari 120 mEq/L, maka akan
terjadi edema serebral dengan segala akibatnya, seperti apatis, anoreksia,
nausea, muntah, agitasi, gangguan kesadaran, kejang dan koma (Garna,
dkk., 2000). Kehilangan natrium dapat dihitung dengan rumus :
Defisit natrium (mEq) = (135 - S Na) air tubuh total (dalam L) (0,6 x berat badan dalam kg)
S Na bearti konsentrasi natrium serum yang terukur, sedangkan 135
adalah nilai normal rendah natrium serum. Pada dehidrasi hipotonik atau
hiponatremik, cairan ekstraseluler relatif hipotonik terhadap cairan
intraseluler, sehingga air bergerak dari kompartemen ekstraseluler ke
intraseluler. Kehilangan volume akibat kehilangan eksternal dalam
bentuk dehidrasi ini akan makin diperberat dengan perpindahan cairan
ekstraseluler ke kompartemen intraseluler. Hasil akhirnya adalah
penurunan volume ekstraseluler yang dapat mengakibatkan kegagalan
sirkulasi (Behrman et al, 2000). Dehidrasi hiponatremik dapat
disebabkan oleh penggantian kehilangan cairan dengan cairan rendah
solut (Graber, 2003).
b. Dehidrasi Isonatremi atau Isotonik
Dehidrasi isonatremik (isotonik) terjadi ketika hilangnya cairan sama
dengan konsentrasi natrium dalam darah. Kehilangan natrium dan air
adalah sama jumlahnya/besarnya dalam kompartemen cairan
ekstravaskular maupun intravaskular.
Kadar natrium pada dehidrasi isonatremik 130-150 mEq/L (Huang
et al, 2009). Tidak ada perubahan konsentrasi elektrolit darah pada
dehidrasi isonatremik (Latief, dkk., 2005).
c. Dehidrasi Hipernatremik atau Hipertonik
Dehidrasi hipernatremik (hipertonik) terjadi ketika cairan yang hilang
mengandung lebih sedikit natrium daripada darah (kehilangan cairan
hipotonik), kadar natrium serum > 150 mEq/L. Kehilangan natrium
serum lebih sedikit daripada air, karena natrium serum tinggi, cairan di
ekstravaskular pindah ke intravaskular meminimalisir penurunan volume
intravaskular (Huang et al, 2009). Dehidrasi hipertonik dapat terjadi
karena pemasukan (intake) elektrolit lebih banyak daripada air (Dell,
1973 dalam Suharyono, 2008). Cairan rehidrasi oral yang pekat, susu
formula pekat, larutan gula garam yang tidak tepat takar merupakan
faktor resiko yang cukup kuat terhadap kejadian hipernatremia (Segeren,
dkk., 2005). Terapi cairan untuk dehidrasi hipernatremik dapat sukar
karena hiperosmolalitas berat dapat mengakibatkan kerusakan serebrum
dengan perdarahan dan trombosis serebral luas, serta efusi subdural. Jejas
serebri ini dapat mengakibatkan defisit neurologis menetap.
Seringkali, kejang terjadi selama pengobatan bersamaan dengan
kembalinya natrium serum ke kadar normal. Selama masa dehidrasi,
kandungan natrium sel-sel otak meningkat, osmol idiogenik
intraselular, terutama taurine, dihasilkan. Dengan penurunan cepat
osmolalitas cairan ekstraselular akibat perubahan natrium serum dan
kadang-kadang disertai penurunan konsentrasi subtansi lainnya yang
serasa osmotik aktif misalnya glukosa, dapat terjadi perpindahan
berlebihan air ke dalam sel otak selama rehidrasi dan menimbulkan
udem serebri. Pada beberapa penderita, udem otak ini dapat
ireversibel dan bersifat mematikan. Hal ini dapat tejadi selama koreksi
hipernatremia yang terlalu tergesa-gesa atau dengan penggunaan
larutan hidrasi awal yang tidak isotonis. Terapi disesuaikan untuk
mengembalikan kadar natrium serum ke nilai normal tetapi tidak lebih
cepat dari 10 mEq/L/24 jam (Behrman et al, 2000).
E. PENYUSUNAN DAFTAR KEBUTUHAN INFORMASI
TAMBAHAN
1. Pelengkapan anamnesis guna mempermudah menemukan
diagnosis kerja dan diagnosis pasti
2. Melakukan Pemeriksaan Fisik terkait keluhan utama dan
diagnosis kerja untuk mendapatkan diagnosis pasti.
3. Melakukan Pemeriksaan Penunjang terkait keluhan utama
dan diagnosis kerja untuk mendapatkan diagnosis pasti.
BAB III
KESIMPULAN
Fungsi spesifik ginjal bertujuan mempertahankan cairan ekstrasel
(CES) yang konstan.
1. Mempertahankan imbangan air seluruh tubuh; mempertahankan volume
plasma yg tepat mll pengaturan ekskresi garam dan air ⇒ pengaturan
tekanan darah jangka panjang.
2. Mengatur jumlah dan kadar berbagai ion dalam CES, seperti: ion Na+,
Cl-,K+, HCO3-, Ca2+, Mg2+, SO42-, PO4
3-,dan H+ ⇒ mengatur osmolalitas
cairan tubuh.
3. Membantu mempertahankan imbangan asam-basa dengan mengatur
kadar ion H+ dan HCO3-.
4. Membuang hasil akhir dari proses metabolisme, seperti: ureum,
kreatinin, dan asam urat yg bila kadarnya meningkat di dlm tubuh dapat
bersifat toksik.
Apabila tubuh mengalami keadaan dimana keadaan cairan tidak dalam
keadaan normal maka ginjal lah yang berfungsi untuk mengatur kembali
keadaan cairan agar menjadi normal dengan mekanisme fisiologis yang
berbeda dari keadaan normal.
Kondisi dehidrasi yang dialami pada kasus menyebabkan keluhan terjadai
sehingga tidak perlu diberikan penatalaksanaan khusus. Namun hanya perlu
dilakukan rehidrasi atau minum air secukupnya untuk mengembalikan
kondisis cairan ekstrasel kembali seperti semula.
DAFTAR PUSTAKA
Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi : konsep klinis proses-proses
penyakit. Ed 6. Jakarta. EGC
Cecily L. Bets Linda A. Sowden, 2002, Buku Saku Keperawatan Pediatrik, EGC :
Jakarta.
Suriadi dan Yuliani, Rita, 2001, Asuhan Keperawatan pada Anak, Edisi I, Fajar
Interpratama: Jakarta.
Editor Aru WS, Bambang S, dkk. 2009. Buku ajar ilmu Penyakit Dalam. Edisi V
jilid II. Pusat Penerbitan Departemen IPD FKUI. Jakarta
Hansen, John T. 2010. Netter’s Clinical Anatomy. Philadelphia: Elsevier
Martini, Frederic H., Judi L. Nath, Edwin F. Bartholomew. 2012. Fundamentals
of Anatomy and Physiology. San Francisco: Pearson Education
Moore, Keith L., Arthur F. Dalley, Anne M. R. Agur. 2014. Clinically Oriented
Anatomy. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins
Snell, Richard S. 2011. Anatomi Klinis Berdasarkan Sistem. Jakarta: EGC
Sherwood,L. 2007. Human Physiology : From Cells to Systems. Sixth Edition.
Cengage Learning. Singapore. Terjemahan B.U.Pendit. 2011. Fisiologi
Manusia : Dari Sel ke Sistem. Edisi keenam. EGC. Jakarta.
UNIMUS. 2007. Urin. Diakses dari: http://digilib.unimus.ac.id/download.php?
id=7896. Pada tanggal: 1 September 2015
Prince, Sylvia A. 2006. Patofisiologi. Jakarta: EGC
Guyton, Arthur C., John E. Hall. 2006. Guyton & Hall Textbook of Medical
Physiology. Philadelphia: Elseiver
Martini, Frederic H., et al. 2012. Fundamental’s of Anatomy and Physiology. San
Francisco: Pearson
Mescher LA. Junqueira’s Basic Histology Text & Atlas. 12th ed. California: Lange Medical
Publications; 2010
Gartner LP, Hiatt JL. Color Textbook of Histology. 3rd ed. Philadelphia: Saunders Elsevier;
2006