KSH NEWS 03 edit

18
Edisi 3 Juni-September 2009 Kelompok Studi Herpetologi BIOGAMA

Transcript of KSH NEWS 03 edit

Page 1: KSH NEWS 03 edit

Edisi 3 Juni-September 2009

Kelompok Studi Herpetologi BIOGAMA

Page 2: KSH NEWS 03 edit

Mengungkap Herpetofauna Pe-tungkriyono di Balik Tabir Kein-dahan Alam Dieng

Ptycozoon kuhlii Herpetofauna D.I. Yogyakarta ke-57

Melihat Nasib Konservasi Penyu di Jogja

Reptil Sebagai Salah Satu Vek-tor Reservoir Salmonella

KSH Boigama Goes to School Potensi Alkaloid Si Katak

Beracun Kiblat Perlindungan Hutan di

Indonesia Dampak Perdagangan Liar Mengenal Lebih Dekat Jamur

Pembunuh Katak Profil Darah Fejerfarya limnocha-

ris Uji Pakan Trachemys scripta ele-

gans KarPet KSH KSH Mengucapkan...

Media Informasi dan Publikasi KSH UGM Nomer : 03 / Jun-September 2009 Cover: foto siluet Sungai Welo Petungkriyono oleh Hastin A. Asti, 2009 Pelindung : Dr. Retno Peni Sancayaningsih, M.Sc. Pembimbing: Rury Eprilurahman, S.Si Zuliati Rohmah, M.Si. Pimpinan Redaksi : Medha Ardiana Gustantinar Koordinator Redaksi : Tony Febri Qurniawan Redaksi : Kukuh Indra Kusuma, Dina Rusiana, Anggit Prima Nugraha, M.Farich, Hastin Ambar Asti, Ratri, Santi Nela Erlana, Ficky Firman Aji,Musabaqoh Ma’rifa, Yudha Rahina, Bra-mantyo W., Rama Yuda Sirkulasi : Keluarga Besar Kelompok Studi Herpetologi Fakultas Biologi UGM Sekretariat: Kampus Fakultas Biologi UGM Jl. Teknika Selatan, Sekip Utara, Depok, Sleman, DI Yogyakarta 55281 Website: www.ksh.biologi.ugm.ac.id E-mail: [email protected] Mailist: [email protected]

Page 2

Akhirnya dengan kebesaran dan kekua-saanNYA, kami dapat menyelesaikan buletin yang ketiga ini. Keterlambatan terbitnya buletin karena beberapa hal serta adanya beberapa masukan yang kami terima, sehingga kami me-mutuskan untuk melakukan beberapa peruba-han desain dengan tidak mengurangi konsep awal yang kami bawa pada buletin ini yaitu se-bagai media informasi, komunikasi dan publikasi KSH serta sebagai salah satu usaha KSH untuk ikut memajukan perkembangan ilmu herpet di Indonesia. Kami harapkan yang sedikit dan kecil ini setidak-tidaknya dapat bermanfaat bagi pembaca. Pada kesempatan kali ini kami lebih menyoroti kegiatan KSH antara lain berupa pe-materian pendidikan untuk mengenalkan kon-servasi herpetofauna ke sekolah-sekolah di DIY serta eksplorasi herpetofauna di Petungkriyono, Jawa Tengah. Redaksi menerima segala bentuk sum-bangan berupa tulisan, foto, cerita, puisi atau-pun info lainnya seputar herpetofauna dari se-mua pembaca. Akhir kata...Selamat menik-mati…

Hidup kita sangat tergantung lingkunganHidup kita sangat tergantung lingkungan

Bila keseimbangannya terguncang maka hidup kita Bila keseimbangannya terguncang maka hidup kita akan terancamakan terancam

Kelestarian Bukan Pilihan Tapi KeharusanKelestarian Bukan Pilihan Tapi Keharusan Jadi Mari Berjuang Bersama Menjaga Jadi Mari Berjuang Bersama Menjaga Kelestarian Alam Indonesia TercintaKelestarian Alam Indonesia Tercinta

Page 3: KSH NEWS 03 edit

Page 3

Di balik tabir keindahan alam dataran tinggi Dieng

Petungkriyono dengan ketinggian 505-1717 mdpl. terletak di dataran tinggi Dieng, Kecamatan Petungkriyono, Kabupaten Pekalongan, Provinsi Jawa Tengah. Secara geografis, Petungkriyono berbatasan dengan Kecamatan Paninggaran disebelah barat, Kecamatan Doro dan Talun disebelah utara, berbatasan dengan Kabupaten Batang disebelah timur dan disebelah selatan berbatasan Kabupaten Banjarnegara. Petungkriyono merupakan daerah tangkapan air yang sangat penting dan berfungsi sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan yang ada disekitarnya. Petungkriyono sendiri merupakan daerah paling terisolir kedua di Propinsi Jawa Tengah setelah Karimunjawa. Akses jalan menuju Petungkriyono masih sulit karena harus melintasi hutan belantara. Untuk menuju kota kecamatan terdekat diperlukan waktu tempuh sekitar dua jam. Bahkan beberapa dusun disana masih belum mendapatkan listrik. Keadaan tersebut membuat Petungkriyono menjadi daerah yang memiliki potensi keanekaragaman hayati yang begitu besar yang masih belum terungkap salah satunya adalah herpetofaunanya. Berdasarkan penelitian Eprilurahman et.al (2009) diketahui terdapat 51 jenis herpetofauna terdapat disana. Kelima puluh satu jenis tersebut terdiri dari 15 familia. Dua puluh jenis tergolong kelas am-fibia, 15 jenis termasuk anggota sub ordo lasertilia dan 16 jenis termasuk anggota sub ordo ophidia. Tujuh diantaranya merupakan herpetofauna endemik Jawa, yaitu Ichtyophis sp., Huia mansonii, Mi-crohyla achatina, Megoprhys Montana, Limnonectes kuhlii, Rhacophorus margaritifer dan Speno-morphus puncticentralis. Dari hasil juga diperoleh spesimen dari genus Limnonectes dan Ichthyophis yang masih belum berhasil teridentifikasi. Komposisi jenis herpetofauna di Petungkriyono berdasarkan IUCN paling banyak berstatus berstatus Least Concern (68%), Near threathed (12%), dan Vunarable (8%). Sedangkan berdasarkan status CITES sebagian besar berstatus nonappendix (82%), dan Appendix II (12%).

Hasil pengelompokan habitat menggunakan derajat kesamaan Jaccard dan dianalaisis menggunakan UPGMA bahwa di Petungkriyono dapat dikelompokkan dalam tiga kelompok utama yaitu pemukiman, ladang/kebun dan habitat tiak terganggu (hutan dan sungai). Tipe habitat pemukiman dan ladang terpisah menjadi zona tersendiri dikarenakan geografis pemukiman yang jauh dari ladang sehingga ekosistem yang tercipta pun berbeda di antara keduanya. Sedangkan tipe habitat hutan dan sungai menjadi satu zona tersendiri, hal ini dapat dimaklumi karena secara -

Page 4: KSH NEWS 03 edit

Page 4

geografis letak sungai sangat dekat dengan hutan dibandingkan dengan pemukiman dan ladang. Sehingga secara langsung terdapat interaksi antara ekosistem sungai dan hutan. Hal ini menunjukkan bahwa aktifitas pemukiman dan ladang yang merambah ke kawasan hutan dan sungai akan dapat menyebabkan perubahan keanekaragaman hutan dan sungai. Ternyata dibalik dari keindahan alam Petungkriyono yang asri dan sejuk, dimana sebagian besar berupa bukit-bukit, hutan belantara, hutan pinus, air terjun serta sungai-sungai yang berair jernih tersebut tersimpan potensi keanekaragaman herpetofauna yang tinggi. Namun sayangnya potensi ini mulai terancam akibat aktifitas perkebunan teh yang hampir meluas dan merusak hutan alam yang ada. Belum lagi kegiatan meracun ikan yang dapat membunuh Icthyophis yang hidup disana. Hal ini dapat menjadi penyebab punahnya Icthyophis di Petungkriyono. Padahal sejauh ini , Ichtyophis di Jawa baru tercatat pernah ditemukan di Banten (Iskandar 1998) dan di Taman Nasional Gede Pangrango (Kusrini et al. 2007). Sebelumnya juga pernah dilaporkan penemuan Ichtyophys sp. di Petungkriyono oleh Hamidy pada tahun 2007. Sehingga penemuan ini merupakan penemuan kedua di Petungkriyono. Dari informasi di atas sudah seharusnya Petungkriyono dikelola dengan baik demi menjaga kelestarian herpetofauna yang ada disana. Sumber: Eprilurahman, R., Tony F. Qurniawan, Kukuh I. Kusuma & Chomsun H. Kurniawan. 2009. Studi Awal Keane-

karagaman Herpetofauna di Petungkriyono, Kabupaten Pekalongan, Provinsi Jawa Tengah. Proseding seminar nasional III Taksonomi Fauna Indonesia & Kongres II MTFI. CIBINONG-LIPI

Page 5: KSH NEWS 03 edit

Page 5

...Melihat Nasib di Yogyakarta... Pantai Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan tem-pat pendaratan penyu. Dari berbagai pantai yang ada, Pe-merintah Kabupaten Bantul memiliki pantai-pantai sebagai tempat wisata sekaligus pendaratan penyu. Sebagai upaya penyelamatan penyu dari kepunahan dan eksploitasi, maka Balai KSDA mendirikan organisasi otonomi masyarakat dengan nama Forum Konservasi Penyu Bantul (FKPB). Forum ini bergerak dengan melaku-kan penetasan telur penyu di sarang semi alami. FKPB memiliki 4 daerah bagian, yaitu Pantai Samas, Pantai Pan-dansimo, Pantai Depok, dan Pantai Kowaru. Penyu yang ditemukan di pantai-pantai ini adalah penyu lekang, penyu sisik, penyu hijau, dan penyu belimbing. Dalam perjalanannya, FKPB menjadi pusat studi men-genai penyu di Yogyakarta. Rujito merupakan ketua umum organisasi ini lebih dari 8 tahun terakhir. Hasil kinerja FKPB dilaporkan pada rapat nelayan setempat. Dari keempat pantai cakupan, hanya Pantai Samas yang masih eksis dengan sistem penyelamatan penyu me-lalui sarang semi alami. Selain itu Pantai Samas juga menampung penyu dewasa di kolam-kolam yang telah di-bangun oleh BKSDA agar bisa menjadi daya tarik wisata-wan dan keperluan edukasi yang kemudian akan dilepas. Pak Rujito selaku ketua organisasi dan pengurus harian di Pantai Samas. Namun sayang sekali hal ini tidak terjadi di pantai-pantai FKPB lain. Pantai Depok dan Pantai Kowaru memiliki kolam-kolam penampung tukik dan penyu yang sudah terbengkalai. Kegiatan penyelamatan penyu tidak dilakukan kembali. Berdasarkan wawancara tim KSH den-gan pengurus di Pantai Kowaru, hal ini terjadi karena ken-dala biaya. Selain itu koordinasi yang kurang baik dalam

FKPB menjadi kendala lain. Pemerintah yang diharapkan dapat menjadi pengayom dikecewakan para nelayan. BKSDA berdalih bahwa FKPB merupakan organisasi otonom sehingga diharapkan dapat begerak mandiri. BKSDA menambahkan bahwa telah mendirikan dan mem-bangun fasilitas kolam di pantai, selanjutnya masyarakat-lah yang menjalankan. Setiap 2 bulan sekali BKSDA turun ke Pantai Samas untuk mensurvei jalannya organisasi, na-mun tidak di pantai lain.

Gambar 1. Kolam-kolam pembesaran tukik sebelum dirilis ke pantai

Gambar 2. Bak sumur sebagai tempat penetasan telur penyu

Page 6: KSH NEWS 03 edit

Page 6

Boleh dikatakan hanya Pantai Samas yang sampai sekarang masih eksis dengan kegiatannya. Hal ini membuat Rujito mendapat penghargaan khusus dari pemerintah atas kiprahnya dalam penyelamatan hewan langka. Kesuksesan ini ternyata justru menambah ketimpangan yang terjadi di dalam tubuh FKPB. Usaha penyelamatan penyu serupa juga dila-kukan di Kab. Kulon Progo dengan berdirinya Konservasi Penyu Abadi (KPPA) yang terletak di Pantai Trisik. Namun fasili-tas di KPPA masih terbilang lebih sederhana. Tukik hasil tetasan dengan cara sarang semi alami masih di tampung di em-ber atau akuarium sederhana yang berada di luar rumah. Hal ini sungguh memprihatinkan karena kondisi yang tidak me-madai ini mengakibatkan tukik banyak yang mati sebelum dilepaskan ke pantai. Usaha penyelamatan satwa langka ini ternyata masih memiliki banyak kendala, mulai dari dana, fasilitas, sampai kesadaran masyarakat. Walaupun penyu berada di dekat pantai, namun kita sebagai masyarakat yang jauh dari pantai juga harus peduli karena hewan ini tanggung jawab kita bersama. Kelompok Studi Herpetologi berusaha terus mendampingi FKPB dalam usaha penyelamatan penyu ini. Usaha ini juga perlu didukung oleh semua pihak. Oleh: (Iva Fitriana. T12)

Gambar 4. Bp Rujito, ketua organisasi penyelamatan

penyu di Pantai Samas

Gambar 3. FKPB di Pantai Samas

Gambar 5. Beberapa tukik penyu lekang (Lepidochelys olivaceae)

Page 7: KSH NEWS 03 edit

Ptychozoon kuhli merupakan jenis herpeto-fauna ke-57 yang dapat ditemukan di Daerah Istimewa Yogyakarta. Spesies ini pertama kali ditemukan di kawa-san Goa Kiskendo, Kulonprogo pada bulan Desember ta-hun 2007 dan ditemukan sebanyak dua individu. Ke-mudian pada tahun 2008 juga ditemukan kembali spesies ini sebanyak tiga individu pada tempat yang sama. Kawa-san Goa Kiskendo sendiri merupakan kawasan wisata yang terletak di dataran tinggi dengan ketinggian 780 mdpl. Spesies ini dapat dikenali dengan adanya lipatan ku-lit sepanjang panggul dan daerah tungkai yang mem-bantu spesies ini untuk melayang dari ranting yang satu ke ranting lainnya. Ptychozoon kuhli atau yang disebut juga flying gecko merupakan salah satu spesies anggota Famili Gekkonidae. Spesies ini mempunyai pola pewar-naan yang unik pada kulitnya. Pola pewarnaan tersebut memungkinkan spesies ini untuk berkamuflase menyeru-pai substratnya sehingga dapat menghindari pemang-sanya. Di Indonesia, terdapat dua jenis Ptychozoon yaitu Ptychozoon kuhli dan Ptychozoon lionotum. Keduanya memiliki morfologi yang sangat mirip sekali. Bahkan du-lunya Ptychozoon lionotum merupakan subspecies dari Ptychozoon kuhli. Beberapa perbedaan Ptychozoon kuhli dan Ptychozoon lionotum antaralain yaitu: pada Ptycho-zoon kuhli terdapat banyak sisik-sisik granuler yang

berukuran kecil dan terdapat tuberkel pada dorsalnya se-dangkan pada Ptychozoon lionotum dosrsalnya tidak ter-dapat tuberkel. Perbedaan lainnya yaitu pada Ptychozoon lionotum jari pertamanya terpisah dari lipatan kulit se-dangkan pada Ptychozoon kuhli menyambung. Perbe-daan selanjutnya yaitu ujung ekor Ptychozoon kuhli membulat namun ujung ekor pada Ptychozoon lionotum tidak.

Oleh : Anggiit & TN Sumber : Rooij, N.De. 1915. The Reptiles of the Indo-Australian Archipelago I. Lacertilia, Chelonia, Emydosauria. EJ Brill. Leiden, The Netherlands.

Ptycozoon kuhlii Herpetofauna D. I. Yogyakarta ke-57

Page 7

Prihantono, 2007

Page 8: KSH NEWS 03 edit

Page 8

Menurut Kep. Menpan. No. 18/Kep/M.Pan/11/2000,

yang dimaksud dengan vektor reservoir adalah semua bi-natang yang dapat menularkan /memindahkan dan atau men-jadi sumber penular penyakit terhadap manusia. Binatang tersebut lebih dikenal sebagai zoonotik. Berdasarkan be-berapa penelitian para ahli bidang penyakit zoonotik, hampir

semua binantang seperti mam-mal dan reptil merupakan pem-bawa dan penyebar bakteri Sal-monella. Salmonella ditemukan per-tama oleh Daniel Edward Salmon pada tahun 1914. Diketahui reptil termasuk binantang yang bera-sosiasi dengan Salmonella cu-kup tinggi, hampir lebih dari 2200 jenis Salmonella ditemukan

di reptil. Dimana beberapa jenis Salmonella bersifat spesifik, sehingga tidak dapat bertukar tempat hidup antara satu jenis hewan ke jenis hewan lainnya. Salmonella pada host alami bi-asanya tidak menyebabkan penyakit bagi host tersebut. Na-mun jika Salmonella ini pindah ke manusia, dapat menyebab-kan penyakit Salmonelosis dengan gejala awal mirip flu dan diare. Walaupun untuk manusia dewasa tidak terlalu menye-babkan penyakit yang fatal, pada bayi dan manula jika terser-

ang Salmonella kemungkinan besar persentase antibodi kurang mampu untuk melawan Salmonella sehingga rata-rata menye-babkan dampak yang cukup serius. Manusia dapat terkena Salmonelosis ini akibat kurang menjaga kebersihan sebagai contoh misalnya tidak mencuci tangan setelah memegang hewa peliharaan seperti reptil. Reptil seperti ular diketahui penular Salmonella paling banyak yaitu 16-92%, sedangakan kura-kura 12-88% dan paling sedikit adalah kadal yaitu 36-77%. Oleh karena itu sangat penting bagi para peneliti serta pecinta herpet untuk menjaga kebersihan diri dan kebersihan herpet. Apalagi mengingat Salmonella dapat cepat menyebar antara satu orang ke orang lain. sumber: Ackman, D. M., P. Drabkin, G. Birkhead, and P. Cieslak. 1995. Reptile associated salmonellosis in New York State. Pediatr. Infect. Dis. J. 14:55–59. Angulo, F. J., and D. L. Swerdlow. 1995. Bacterial enteric infections in persons infected with human immunodeficiency virus. Clin. Infect. Dis.21(Suppl. 1):S84–S93.

Salmonella enterica

Page 9: KSH NEWS 03 edit

Page 9

KSH Biogama Goes to School merupakan suatu program pematerian pendidikan untuk mengenalkan konservasi herpetofauna ke sekolah-sekolah di DIY. Landasan gerak dari kegiatan ini adalah kode etik KSH yaitu, berorientasi pada eksplorasi ilmiah dan berusaha memperkenalkan serta mengembangkan ilmu herpetofauna dalam masyarakat. Sesuai dengan kode etik tersebut tu-juan dari kegiatan ini adalah memperkenalkan dan mengembangkan ilmu herpetofauna kepada te-man-teman yang duduk di bangku Taman Kanak-kanak (TK) sampai tingkat Unversitas. Selain itu, diharapkan kegiatan ini dapat menumbuhkan rasa cinta terhadap herpetofauna dan ekosistemnya sehingga timbul kesadaran dan adanya upaya untuk ikut serta menjaga kelestarian herpetofauna dan habitatnya. Bentuk kegiatan KSH Biogama Goes to School adalah pematerian mengenai herpetofauna baik di dalam maupun di luar ruangan, tanya jawab seputar herpetofauna dan ekosistemnya, touch and learn serta pembagian doorprice bagi peserta pematerian yang dapat menjawab pertanyaan yang diberikan oleh pemateri. Sesi yang paling menarik dari kegiatan pematerian ini adalah touch and learn, disini peserta pematerian dapat belajar mengenai herpetofauna sembari menyentuh atau memegang herpetofauna secara langsung. Hal ini dapat memberikan pengalaman berinteraksi se-cara langsung dengan herpetofauna kepada peserta pematerian. Herpetofauna yang digunakan dalam touch and learn ini merupakan jenis yang tidak berbahaya dan dalam prakteknya pun tetap diawasi oleh teman-teman dari KSH. Serta untuk mencegah efek negatif dari pematerian herpeto-fauna dan konservasinya yang sejak dini, dalam melakukan pematerian kita selalu lebih mene-kankan kesadaran untuk peduli menjaga ekosistem disekitar kita supaya herpetofauna tetap lestari. Beberapa pematerian yang dilakukan selama tahun 2009 adalah sebagai berikut : 1. Pematerian di SD FIS Solo Maret 2009 2. Pematerian Pondok Pesantren Sunan Pandanaran Mei 2009 3. Pematerian di Mapala Arwana UNY Mei 2009 4. Pematerian di SD N I Cangkringan Juli 2009 5. Pematerian di SMP N Kalibawang Agustus 2009 6. Pematerian di TPA Masjid Pakualaman Agustus 2009 7. Pematerian di SMA N I Karanganom Agustus 2009 8. Pematerian di Adz Dzikro Imogiri Agustus 2009 9. Pematerian di SD Muhamadiyah II Trisik Bantul Agustus 2009

Page 10: KSH NEWS 03 edit

Page 10

Selama mengadakan pematerian, kami juga melakukan korespondensi dengan pihak sekolah. Pihak sekolah sangat merespon baik dan mendukung diadakannya kegiatan semacam ini. Hasil dari evaluasi dan pendapat mereka mengenai pematerian yang diberikan prosesnya sudah baik dan memiliki bobot. Bahkan beberapa pihak menawari kami untuk memberikan pematerian kembali ta-hun depan. Menurut mereka pematerian semacam ini sangat baik untuk menginisiasi kesadaran siswa-siswi peduli menjaga lingkungan disekitar kita, serta lebih mengenal jenis-jenis, bahaya dan manfaat yang dapat diperoleh dari fauna tersebut. Selain itu mereka berpendapat bahwa pematerian pada usia dini memang dapat menimbulkan efek negatif jika nilai materi yang diberikan dan metode penyampaiannya kurang tepat. Jadi kekhawatiran akan timbulnya efek negatif dari kegiatan se-macam ini sebenarnya dapat diminimalisir jika materi dan metode yang digunakan disesuaikan den-gan usia dan kemampuan daya tangkap si penenerima materi tersebut. Selama tujuan dan proses-dalam kegiatan tersebut baik, maka hasilnya pun akan baik pula. Oleh: Hastin & TN

Page 11: KSH NEWS 03 edit

Page

Alkaloid adalah suatu golongan senyawa organik yang terbanyak ditemukan di alam. Hampir semua alkaloid di alam ditemukan pada tumbuhan dan hanya sedikit saja pada hewan. Katak beracun (Dendrobatidae) merupakan salah satu dari sedikit hewan yang memiliki potensi alkaloid tersebut. Kegunaan dari senyawa alkaloid sendiri sering digunakan se-bagai campuran obat-obatan dan bersifat farmakologis yang nyata. Sedangkan di alam senyawa alkaloid ini umumnya dite-mukan dalam kadar yang kecil sehingga sulit untuk menda-patkannya. Namun dari Dendrobatidae ini, dapat diperoleh senyawa alkaloid dalam jumlah yang relatif banyak. Famili ka-tak ini mengsekresikan alkaloid beracun dari kelenjar di per-mukaan kulitnya. Sekresi ini begitu bersifat racunnya se-hingga senyawa ini sering diunakan untuk meracuni sumpit untuk berburu. Diketahui, telah berhasil diisolasi sejumlah 200 jenis al-kaloid pada katak famili Dendrobatidae oleh ilmuwan dari the National Institue of Health. Dari 200 jenis alkaloid baru terse-but yang paling beracun ialah batrakotoksin dari Phyllobates terribilis. Lalu disusul oleh histrionikotoksin, pumiliotoksin B, epibatidina dan anatoxin. Alakaloid tersebut sebgaian besar merupakan toksin yang bekerja pada sistem syaraf dengan mempengaruhi transport ion melewati membran sel. Sehingga jenis-jenis alkaloid dari Dendrobatidae lebih banyak diguna-kan sebagai alat penelitian di bidang neurotoksin dan farma-kokinetik. Berdasarkan penelitian oleh Valerie C. Clark, ternyata sifat alkaloid yang terdapat pada Dendrobatidae dipengaruhi oleh faktor lingkungan dari katak tersebut. Pada lingkungan yang belum terganggu oleh kehidupan manusia maka katak tersebut semakin beracun. Sedangkan katak hidup pada

daerah yang hutan yang telah diubah menjadi lahan pertanian jenis kataknya tidak terlalu beracun apabila dibandingkan pada daerah hutan yang belum dijamah oleh manusia. Sehingga dari tingkat ketoksikan senyawa alkaloid dapat dijadikan bioindika-tor lingkungan. Pada tahun 1992, Epibatidina telah berhasil diisolasi dari Epipedobates tricolor dan dimafaatkan sebagai obat pereda nyeri yang lebih ampuh daripada morfin. Dan saat ini telah ban-yak dijual dalam bentuk garam tatratnya untuk digunakan dalam penelitian biomedis. Namun sayangnya sebelum semua potensi dan jenis alkaloid dari katak famili Dendrobatidae ini terungkap dan terpelajari dengan utuh. Ternyata keberlangsungan hidup dari katak racun ini sendiri mengkhawatirkan. Kini banyak habi-tat asli dari katak ini yaitu hutan-hutan di Madagaskar dan di Brazil telah terfragmentasi menjadi area kecil dan semakin menyusut. Tentu saja seharusnya hal ini menjadi kekhawatiran kita bersama sebagai para pemerhati, peneliti, pecinta dan pe-

lestari herpetofauna. Dari potensi alkaloid yang memiliki manfaat besar ini sekali lagi menegaskan pada kita bahwa hal-hal yang besar dan bermanfaat bagi manusia dapat terwujud dari hal-hal kecil yang terlihat sepele. oleh: TN sumber: Jürgen Müller: Die Konstitutionserforschung der Alkaloide: Die Pyridin - Piperidin- Gruppe. Deutscher Apotheker Verlag (1998), Sovia Lenny. 2006. Senyawa Flavonoida, Fenil Pro-panoida, Alkaloida. USU Repository

Batrakotoksin

Page 12: KSH NEWS 03 edit

Page 12

Perkembangan pemanfaatan dan pengelolaan hutan alam di Indonesia telah terjadi sejak lama, namun sekitar pada tahun 1967 terjadi perkembangan baru berupa penebangan kayu jenis terpilih dengan penebangan yang luas. Pengelolaan tersebut diberikan pemerintah kepada perorangan sebagai hak pengusahaan hutan (HPH) dan BUMN. Bentuk pengelolaan hu-tan baru yang terformulasi dalam suatu sistem tebang pilih disertai pengkayaan jenis tertentu ternyata justru menyebab-kan berpeluang timbulnya degradasi hutan. Tentu saja dengan terjadinya degradasi hutan maka kekayaan hayati di hutan alam akan berkurang bahkan terancam sehingga potensi hu-tan secara keseluruhan semakin berkurang. Bahkan untuk me-menuhi permintaan kayu industri diadakanlah program Hutan Tanaman Industri (HTI), dimana dari program ini potensi ke-mungkinan degradasi hutan dan deforestasi menjadi hutan se-kunder semkain cepat dan banyak jumlahnya. Deforestasi seringkali berupa konversi hutan alam men-jadi penggunaan lahan selain hutan. Hutan dapat terdegradasi dan berubah menjadi lahan yang tererosi oleh karena kesala-han pengelolaan hutan. Hasil penelitian oleh Sharma (1992) bahwa pada tahun 1980-an hutan di Indoensia sebanyak 0,50% mengalami deforestasi. Kerusakan tersebut hampir menyamai laju kerusakan hutan dunia yang mencapai 0,60%. Apalagi un-tuk saat ini, kerusakan hutan di Indonesia dapat ditemukan dan dilihat secara nyata. Banyak diantara hutan alam dikon-versi menjadi hutan tanaman, misalnya jati (Tectona grandis), kayu putih (Melaleuca leucadendron), mahoni, sengon, akasia, tusam dan kesambi. Padahal dari konversi hutan alam menjadi lahan tanam jenis tanaman di atas dapat menimbulkan masalah yang cu-kup serius antara lain yaitu meningkat dan merebaknya hama

ulat jati, penggerek batang sengon, ulat daun mahoni, jamur pembusuk batang semai, kutu pucuk batang, kutu busuk akar dan kutu lilin yang mana sangat merugikan karena dapat men-yerang tanaman pertanian yang ada disekitarnya. Akibat lain da-pat dilihat di IUCN bahwa telah terjadinya penurunan populasi beberapa jenis flora dan fauna endemik Indonesia. Yang mana jika kerusakan hutan alam sebagai habitat asli terus berlanjut, maka sungguh sangat merugi jika Indonesia harus kehilangan flora dan fauna endemiknya. Oleh karena itu permasalahan per-lindungan hutan sudah seharusnya menjadi prioritas utama bagi pemerintah dan kita bersama dalam menyelamatkan kekayaan keanekaragaman hayati Indonesia. Perlunya mening-katkan pemahaman masyarakat akan orientasi perlindungan hu-tan untuk menekan potensi kerusakan hutan. Tatanan dan pengelolaan hutan seharusnya lebih menggunakan landasan ekologi sehingga bentuk-bentuk pengelolaan hutan sebenarnya

menjadi upaya untuk memperkecil peluang terjadinya kerusakan. Nilai-nilai dan fungsi hutan sebagai pen-yangga lingkungan menjadi kebutu-han yang harus dipenuhi dari pengel-olaan hutan alam. Oleh: TN sumber: Sharma, N.P., R.Rowe, K.Openshaw& M. Jacobsen. 1992. World Forest in Perspec-

tive. Nair, K.S.S. & Sumardi. 2000. General Scenario of Pets and Diseases in Natural Forests and Plantations in Indonesia. Kimmins, J.P. 1997. Forest Ecology. A Foundation for Sustainable man-agement. 2nd ed.

Ilegal loging, salah satu bentuk pengrusakan hutan

Page 13: KSH NEWS 03 edit

Page 13

Wild trade atau perdagangan liar merupakan berbagai bentuk penjualan atau pertukaran tumbuhan dan satwa liar yang dilakukan manusia. Umumnya satwa dan tumbuhan hidup dimanfaatkan untuk peliharaan, perdagangan holtikul-tura atau berbagai produk (kulit, komponen obat-obatan, souvenir wisata, produk lain). Umumnya manusia memperdagangkan satwa liar karena lebih ke faktor ekonomi dan sosial budaya. Kebanyakan perdagangan hidup liar terjadi dalam lingkup nasional tetapi ada juga skala international teru-tama yang berjumlah besar. Bahkan pada tahun 1995-1999 CITES melaporkan rata-rata per tahunnya wild trade untuk rep-til hidup jumlahnya mencapai 640 ribu, kulit buaya mencapai 300 ribu dan kulit ular atau kadal jumlahnya mencapai 1 juta. Oleh karena itu perdagangan liar menjadi ancaman terbesar kedua terhadap kelestarian kehidupan spesies setelah destruksi habitat. Selama ini perdagangan liar dapat menjadi ancaman dan permasalahan jika bersifat ilegal. Namun bukan berarti perdagangan liar yang legal dan memenuhi kuota tidak menimbulkan masalah. Justru sangat berpotensi besar menimbulkan permasalahan antara lain yaitu pertama, bila

berlebihan dalam eksploitasi maka dampak langsung yang dapat d i rasakan adalah menurunnya jumlah populasi dari satwa tersebut di alam. Penurunan ini nantinya jika tidak segera ditindak lanjuti akan mengarah kepunahan. Lalu yang kedua yaitu, dapat menyebabkan ketergantungan

terhadap produk satwa liar itu sendiri sehingga tidak menutup kemungkinan memicu perdagangan legal dan over exploitasi di alam. Dampak tidak langsungnya juga dapat menyebabkan pembunuhan terhadap spesies non target. Perdagangan satwa liar dapat bersifat ilegal jika menggunakan produk satwa liar yang dilidungi oleh negara dan CITES. Umumnya spesies yang dilindungi adalah spesies yang endemik dan populasinya jarang serta langka. Selain itu, perdagangan legal pun dapat menjadi ilegal jika melebihi kuota dan jika dilakukan dengan cara penyelundupan demi menghindari pajak dan kewajiban. Belum lagi kondisi pengangkutanpun biasanya buruk jika diselundupkan. Para pelaku ilegal biasanya tidak mengindahkan moral dan mendapatkan satwa dengan cara-cara yang merusak. Dari beberapa uraian diatas, kita dapat mengetahui bahwa keberadaan pedagangan ilegal sangat mengganggu usaha negara untuk mengelola sumber daya yang lestari. Negara kehilangan sejumlah besar pendapatan yang mungkin bisa digunakan sebagai dana untuk konservasi. Inilah fakta-fakta mengapa perdagangan ilegal menjadi ancaman dan permasalahan serius yang harus segera diatasi oleh pemerintah pada khususnya dan kita semua pada umumnya. Oleh : TN sumber: Bowles, M.L. & C.J. Whelan. 1994. Restoration of Endangered Species: Conceptual Issues, Planning and Implementation. CambridgeUniversity Press. Primack, R.B., M. Indrawan & Jatna Supriatna. 2007. Biologi Konservasi. Yayasan Obor Indonesia.

Sepatu dari kulit ular

Page 14: KSH NEWS 03 edit

Batrachochytrium dendrobatidis, merupakan chytrid fungus yang menyebabkan penyakit Chytridiomycosis. Pen-yakit ini menyebabkan kematian pada amfibi, terutama katak. Kemungkinan penyakit inilah yang menyebabkan kepuna-han sekitar 100 spesies katak di dunia sejak tahun 1970-an. Di Indonesia, penyakit ini juga banyak ditemukan, terutama menyerang pada katak yang hidup di perairan, diduga jamur ini tersebar melalui saluran air yang kotor dan terpolusi. Menurut Karen Lips, profesor ahli amphibia dari Univer-sitas Maryland, kemampuan jamur ini dalam membunuh katak disebabkan kemampuannya dalam merubah keseimbangan kandungan zat-zat elektrolit pada tubuh katak, yang kemudian bisa menyebabkan dehidrasi, yang berujung pada kematian. Ternyata hal ini berkaitan dengan kulit katak. Kulit merupakan bagian yang penting pada bangsa Amphibia, selain sebagai alat bantu pernafasan, membran kulit katak juga berfungsi se-bagai pori-pori aliran zat-zat eletrolit tubuh seperti sodium dan potassium, antara di dalam tubuh dan di lingkungan. Para peneliti Australia melakukan penelitian dengan membandingkan kulit dari katak hijau (Litoria sp.) yang sehat dan yang terserang penyakit Chytridiomycosis, dan menemu-kan pori-pori kulit katak yang sakit ternyata jadi menyempit ketika terkena serangan jamur B.dendrobatidis. Sampel dari darah dan urin katak yang menderita Chytridiomycosis tern-yata juga menunjukkan kadar kandungan sodium dan potas-sium yang lebih rendah dibandingkan yang sehat, bahkan tak ada setengahnya. Pada makhluk hidup selain katak, misal manusia, kekurangan kedua zat eletrolit ini sudah bisa menye-babkan rawan terkena serangan penyakit jantung. Untuk mengatasi serangan penyakit Chytridiomycosis, para pecinta katak memberikan zat kimia Chlorampenichol, dengan cara katak direndam pada air yang mengandung zat

tersebut selama beberapa jam. Penggunaan zat kimia ini tidak sesuai dengan prinsip-prinsip ekologi, karena Chlororampen-ichol merupakan salah satu jenis desinfektan yang berbahaya dan berdaya letal tinggi terhadap lingkungan. Untuk mengatasi masalah ini, para peneliti tengah mencari cara lain yang lebih aman, untuk melindungi katak dari kematian masal akibat Chy-tridiomycosis.

Oleh : hastin Sumber : Wahyuana . 2009. Rahasia Jamur Pembunuh Katak . http//:www.tempointeraktif.com/ Science Daily. Smithsonian Tropical Research Institute. 2009. Catching A Killer One Spore At A Time: Monitor The Spread Of A Deadly Frog Diseasee. http://www.sciencedaily.com/

Page 14

Pengambilan sampel Batrachochytrium den-drobatidis dari katak

Page 15: KSH NEWS 03 edit

Page 15

Fejervarya cancrivora Amfibi merupakan fauna yang memiliki persebaran luas dan banyak ditemukan di sekitar lingkungan tempat tinggal. Fejervarya cancrivora merupakan spesies yang mudah dijum-pai pada habitat persawahan dalam jumlah yang melimpah. Spesies ini banyak digunakan sebagai pakan hewan peli-haraan, bahan swikie, objek penelitian dan indikator pencema-ran lingkungan. Namun, kajian terhadap amfibi masih rendah bila dibandingkan dengan hewan anggota kelas lain terutama tentang uji hematologi. Ujji hematologi bermanfaat untuk men-getahui kondisi fisiologis hewan yang dikaji. Alasan itulah yang mendorong untuk dilakukannya penelitian mengenai he-matologi Fejervarya cancrivora. Kajian hematologi umumnya meliputi penghitungan sel darah merah, sel darah putih, trom-bosit, kadar hemoglobin, dan kadar hematokrit. Secara rinci perbedaan tersebut disajikan dalam tabel dibawah ini: Berdasarkan hasil uji hematologi F. cancrivora, menun-jukkan bahwa jumlah eritrosit, jumlah leukosit, jumlah trom-bosit, jumlah Hb, dan persentase Hc pada F. cancriviora jantan lebih besar dibandingkan dengan F. cancrivora betina. Hasil ini disebabkan karena aktivitas katak jantan lebih besar di-

banding katak betina sehingga metabolisme dan kebutuhan ok-sigen lebih tinggi yang pada akhirnya mempengaruhi jumlah sel darah di dalam tubuhnya. Selain jenis kelamin, terdapat be-berapa faktor yang mempengaruhi jumlah sel darah yaitu kondisi musim, faktor geografis, penyakit dan perkawinan

Oleh : Samsi & TN Sumber: Gans, Carl.1985. Biology of The Reptilia Vol. 14.Development A. John W i l e y & S o n s . I n c . C a n a d a . p p . 6 0 1 - 6 1 4 . Mitchell, P.H. 1956. A Textbook of General Physiology. 5ed. McGraw-Hill Book Company.Inc.New York. pp. 554-556, 564-566, 570-571.

Keterangan JANTAN BETINA

Hematokrit 28,48 17,22 Hemoglobin 5.07 4.73 Trombosit 1.14 0.72

Leukosit 2364 2022 Eritrosit 3.37 2.27

Gambar 1. Eritrosit F.cancrivora yang berinti

Gambar 2. Trombosit F.cancrivora

Gambar 3. Leukosit F.cancrivora

Page 16: KSH NEWS 03 edit

Page 16

Pond slider (Trachemys scripta elegans) merupakan salah satu spesies ordo testudinata yang memiliki survival rate tinggi dan merupakan spesies invasi. Pengamatan men-genai tingkah laku dan ekologi mutlak diperlukan untuk lebih mengerti mengenai fungsi dan ancaman ekologi di alam. Telah dilakukan penelitian dan pengamatan mengenai uji pakan pada Trachemys scripta elegans. Pengamatan dilakukan 1 ta-hun terakhir di Kelompok Studi Herpetologi (KSH UGM) den-gan kode spesimen OON. Uji pemberian pakan dengan mem-berikan berbagai hewan dengan tujuan untuk mengetahui apa saja yang akan dimakan dan yang tidak dimakan oleh Tra-chemis scripta elegans. Dari hasil pengamatan didapat jenis pakan Pond slider antara lain : pelet kura-kura, pelet ikan, Fe-jervarya limnocharis, Fejervarya cancrivora, Duttaphrynus melanostictus, Occidozyga lima, Occidozyga sumatrana, Poly-pedates leucomystax, Hylarana chalconota, Cyprinus carpio, Mus musculus, Clarias bathracus, Monopterus albus, Oreo-chromis niloticus, Rattus norvegicus, Lonchura sp, Gallus gal-lus, Eutropis multifasciata, Valanga sp, Pheretima sp, Gehyra mutilata, Cosymbotus platyurus, Hemidactylus frenatus, Bron-chocella jubata, Bronchocella cristatella , Cyrtodactylus mar-moratus, Ptyas mucosus, Xenochrophis melanzostus, Xeno-chrophis trianguligerus, kepiting air tawar, Macrobrachium sp. Dengan 36 sampel pakan yang dimakan ole Pond slider sangat membuktikan bahwa spesies ini akan sangat merusak ekologi bila terlepas di alam. Lima puluh lima persen sampel

pakan adalah hewan akuatik atau semiakuatik yang umum terdapat di perairan. Jika terjadi introduksi terha-dap spesies ini maka ekosis-tem sungai akan rusak aki-bat spesies ini memangsa habis penghuni ekosistem sungai. Oleh karena itu san-g a t p e n t i n g u n t u k memikirkan suatu cara atau metode untuk mengontrol populasi Pond slider jika terintro-duksi ke dalam ekosistem di Indoensia. Sementara pemberian pakan hewan terestrial dan arbo-real dimaksudkan untuk menyelidiki seandainya terdapat hewan yang turun minum akan turut dimangsa atau tidak. Dan hasilnya adalah bahwa semua hewan arboreal dan terestrial tetap di-mangsa oleh Pond slider. Dengan luasnya range pangan Pond slider, maka jangan sampai spesies ini terintroduksi ke dalam ekosistem di Indonesia yang bukan merupakan habitat alami Pond slider. Ini merupakan uji pemberian pakan awal, dan akan terus dilakukan uji pemberian pakan. Selain menggunakan hewan sebagai perlakuan uji pakan, akan dilakukan uji pakan menggunakan tumbuhan. Oleh: Kukuh

Gambar 1. Si Oon

Page 17: KSH NEWS 03 edit

Page 17

Karikatur Herpet KSH

Ular sendok

Wrong autotomi

Death roll

By @ Tegar

Page 18: KSH NEWS 03 edit

KSH Mengucapkan

Iva Fitriana 5 Juni Anindita Hapsari 24 Juni Rina Ristiwandari 10 Juli Deera Army P. 11 Juli Zeyna Listi Z. 14 Juli Putri Rositasari 20 Juli

Lukman Hakim 20 Juli Dina Rusiana 21 Juli Kurnia W. 27 Juli P. Tanjung 10 Agustus Wahyu Prihartini 20 Agustus M. Farich 22 Agustus

Medha A. G. 22 Agustus Santi Nela E. 27 Agustus Tania Tresna A. 31 Agustus Lintang R. N. 5 September Refi Sefgiana 6 September Rizki Satria U 14 September Nur Fatkhurrohman 16 September Hastin Ambar A. 29 September

KSH mengucapkan Selamat Ulang Tahun ‘Semoga panjang umur, diberi kemudahan dalam segala hal kebaikan, selalu dilimpahi

rahmat dari Tuhan.......Amin....’ KSH Mengucapkan Selamat kepada

“Guring Briegel Mandegani” atas kelulusannya

Sukses selalu...

Tiada kata yang sangat berarti dalam setiap hari bahagia selain kata ‘Selamat’

Karena di dalamnya terdapat kebahagiaan, semangat, dan kebanggaan Tuk terus peduli, menyayangi, dan mengasihi...(santi,2009)

Selamat atas dipilihnya : 1. Hastin Ambar Asti 2. Kukuh Indra Kusuma 3. Bramantyo wikantyoso 4. Rina Ristiwandari 5. Atisha Narendraduhita TD

Sebagai koordinator divisi yang baru. Semoga dapat menjalankan amanah yang diberikan