KORUPSI DALAM TINJAUAN HUKUM ISLAM

27
* Penulis adalah Asisten Ahli dalam Mata Kuliah Bahasa Arab pada STAIN Batusangkar 61 KORUPSI DALAM TINJAUAN HUKUM ISLAM Oleh: Amelia* Abstract: Trusted (amanah) and honest are among the principles of the values of Islamic teaching. Consequently, corruption is a clear form of violation toward the principles of amanah and is regard as the violent stealth of others’ property. This is definitely unaccepted, illegal, and sinful behavior. As a result, the corruptor will be punished both in the world and the day after. Kata kunci: korupsi, tinjauan, hukum Islam. PENDAHULUAN orupsi merupakan suatu kata yang begitu populer di telinga semua orang. Ini disebabkan begitu seringnya kata-kata ini disebut, bah- kan hampir setiap pemberitaan hari ini tidak pernah sepi dari kasus ko- rupsi dalam skala kecil ataupun besar. Masyarakat juga sudah begitu akrab dengan berbagai istilah yang berkonotasi dengan korupsi, seperti istilah sogok, uang kopi, salam tem- pel, uang semir, uang pelicin yang tentunya berbeda dengan penipuan dan pencurian. Penipuan, pencurian merupa- kan perbuatan yang dilakukan sepi- hak oleh si pencuri dan penipu. Da- lam hal ini si pelaku berusaha agar pihak yang dirugikan tidak menge- tahui pelakunya. Berbeda dengan korupsi, tindakan suap, pungutan liar, pihak-pihak yang bersangkutan saling mengetahui, bahkan saling merasakan hasil-hasilnya, sehingga timbul istilah “Tahu Sama Tahu (TST)”. (Mulyatno Sindhudarmoko dkk, 2001: 18) Perbuatan korupsi jelas meru- pakan perbuatan yang dilarang dan diharamkan dalam Islam, karena merupakan salah satu bentuk pe- langgaran dalam kepemilikan suatu barang atau harta. Tulisan ini lebih lanjut akan mengupas lebih lanjut tentang problematika seputar korup- si, berikut bagaimana tinjauan Sya- riat Islam dalam masalah ini. PENGERTIAN KORUPSI Untuk mendefinisikan penger- tian korupsi terdapat banyak penda- pat, dan ini tergantung pada sudut pandang setiap orang apa dan ba- gaimana korupsi itu mengewajantah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, hingga kini belum terda- pat adanya keseragaman dalam me- rumuskan pengertian korupsi terse- but. Korupsi sering dirangkai pema- kaiannya dengan kata kolusi dan ne- K

Transcript of KORUPSI DALAM TINJAUAN HUKUM ISLAM

* Penulis adalah Asisten Ahli dalam Mata Kuliah Bahasa Arab pada STAIN Batusangkar

61

KORUPSI DALAM TINJAUAN HUKUM ISLAM

Oleh: Amelia*

Abstract: Trusted (amanah) and honest are among the principles of the values of Islamicteaching. Consequently, corruption is a clear form of violation toward the principles ofamanah and is regard as the violent stealth of others’ property. This is definitelyunaccepted, illegal, and sinful behavior. As a result, the corruptor will be punished bothin the world and the day after.

Kata kunci: korupsi, tinjauan, hukum Islam.

PENDAHULUAN

orupsi merupakan suatu katayang begitu populer di telinga

semua orang. Ini disebabkan begituseringnya kata-kata ini disebut, bah-kan hampir setiap pemberitaan hariini tidak pernah sepi dari kasus ko-rupsi dalam skala kecil ataupunbesar. Masyarakat juga sudah begituakrab dengan berbagai istilah yangberkonotasi dengan korupsi, sepertiistilah sogok, uang kopi, salam tem-pel, uang semir, uang pelicin yangtentunya berbeda dengan penipuandan pencurian.

Penipuan, pencurian merupa-kan perbuatan yang dilakukan sepi-hak oleh si pencuri dan penipu. Da-lam hal ini si pelaku berusaha agarpihak yang dirugikan tidak menge-tahui pelakunya. Berbeda dengankorupsi, tindakan suap, pungutanliar, pihak-pihak yang bersangkutansaling mengetahui, bahkan salingmerasakan hasil-hasilnya, sehinggatimbul istilah “Tahu Sama Tahu

(TST)”. (Mulyatno Sindhudarmokodkk, 2001: 18)

Perbuatan korupsi jelas meru-pakan perbuatan yang dilarang dandiharamkan dalam Islam, karenamerupakan salah satu bentuk pe-langgaran dalam kepemilikan suatubarang atau harta. Tulisan ini lebihlanjut akan mengupas lebih lanjuttentang problematika seputar korup-si, berikut bagaimana tinjauan Sya-riat Islam dalam masalah ini.

PENGERTIAN KORUPSI

Untuk mendefinisikan penger-tian korupsi terdapat banyak penda-pat, dan ini tergantung pada sudutpandang setiap orang apa dan ba-gaimana korupsi itu mengewajantahdalam kehidupan berbangsa danbernegara, hingga kini belum terda-pat adanya keseragaman dalam me-rumuskan pengertian korupsi terse-but. Korupsi sering dirangkai pema-kaiannya dengan kata kolusi dan ne-

K

JURIS, Volume 9 No. 1 (Juni 2010)62

potisme, biasa disebut KKN (Korup-si, Kolusi, Nepotisme).

Pengertian KKN dimuat dalampasal 1 butir 3,4 dan 5 Undang-Un-dang Nomor 28 Tahun 1999: Korupsiadalah; tindak pidana sebagaimanadimaksud dalam ketentuan peratu-ran perundang-undangan yangmengatur tentang tindak pidanakorupsi. Kolusi adalah “Permufaka-tan atau kerja sama secara melawanhukum antar penyelenggaraan Ne-gara atau antara penyelenggara danlain yang merugikan orang lain, ma-syarakat dan atau Negara”. Nepotis-me adalah setiap perbuatan Penye-lenggara Negara secara melawanhukum yang menguntungkan ke-pentingan keluarga dan atau kroni-nya di atas kepentingan masyarakat,bangsa dan negara. ”.(Sangaji, 1999h. 9)

Dalam Kamus Bahasa Indone-sia “kolusi” adalah persekongkolan,kerjasama rahasia untuk maksud ti-dak terpuji. Nepotisme yaitu perila-ku yang memperlihatkan kesukaanyang berlebihan kepada kerabat de-kat, atau kecendrungan mengutama-kan (menguntungkan) sanak sauda-ra sendiri, terutama dalam jabatan,pangkat, di lingkungan pemerintah,atau tindakan memilih kerabat atausanak saudara sendiri untuk me-megang pemerintahan. (Hasan Alwi,2001 h. 582, 597, 780)

Untuk mendapatkan gambarantentang pengertian korupsi, berikutini penulis kutipkan dari beberapasumber;

a. Secara etimologi korupsi ber-asal dari bahasa Latin, yaitucorruption atau corruptus, yangberasal dari kata asal corrum-pere. Dari bahasa Latin ini turun

kebanyak bahasa Eropa sepertibahasa Inggris (corruption,corrupt), Perancis (corruption),dan Belanda (corruptie,korruptie). Dari bahasa Belandainilah bahasa Indonesia menga-daptasinya menjadi “korupsi”.Arti harfiah dari kata itu adalah“kebusukan, keburukan, kebe-jatan, ketidakjujuran, dapat di-suap, tidak bermoral, penyim-pangan dari kesucian, kata-kataatau ucapan yang menghinaatau memfitnah”. (Andi Ham-zah,, 2005: h.4)

b. Beter Salim dalam Kamus BahasaIndonesia Kontemporer berpen-dapat bahwa “korup” berartiburuk, busuk, rusak, suka me-nerima uang sogok, dapat diso-gok dengan memakai kekuasa-annya untuk kepentingan pri-badi. “Korupsi” adalah Pengge-lapan uang milik negara, peru-sahaan, dan sebagainya untukkepentingan pribadi atau oranglain. (Beter Salim, 1991 h. 773)

c. W.J.S. Poerwadarminta dalamKamus Umum Bahasa Indonesiaberpendapat bahwa; “Korupsiadalah perbuatan yang buruk(seperti penggelapan uang, pe-nerimaan uang sogok)” (Poer-wadaminta, 1985 h. 524)

Berangkat dari pengertian ko-rupsi secara harfiah itu dapat ditariksuatu kesimpulan bahwa korupsimerupakan suatu istilah yang luasmaknanya. Kehidupan yang burukdi dalam penjara misalnya, sering di-sebut sebagai kehidupan yang ko-rup, yang segala kejahatan terjadi disana.

Amelia, Korupsi Dalam Tinjauan Hukum Islam 63

d. W. Sangaji dalam buku TindakPidana Korupsi menyatakanbahwa korupsi (corruption) ada-lah: “perbuatan seseorang atausekelompok orang menyuaporang atau kelompok lain un-tuk mempermudah keinginan-nya dan mempengaruhi si pe-nerima untuk memberikan per-timbangan khusus guna me-ngabulkan permohonannya”.(Sangaji, 1999 h. 9)

Definisi ini dapat dikembang-kan sebagai berikut:

1).Korupsi adalah perbuatanseseorang atau sekelompokorang memberikan hadiahberupa uang maupun bendakepada sipenerima untukmemenuhi keinginannya.

2).Korupsi adalah seseorangatau kelompok orang me-minta imbalan dalam men-jalankan kewajibannya.

3).Korupsi adalah mereka yangmenggelapkan dan meng-gunakan uang Negara ataumilik umum untuk ke-pentingan pribadi.

4).Korupsi merupakan perbuat-an-perbuatan manusia yangdapat merugikan keuang-an dan perekonomian Ne-gara.

5).Korupsi merupakan perbuat-an memperkaya diri sendiriatau orang lain sebagaiakibat pertimbangan illegal”.(Sangaji, 1999 h. 9)

e. Dalam UU Pemberantasan Tin-dak Pidana Korupsi beserta pe-raturan pelaksanaannya No. 31tahun 1999, pasal 2 ayat 1 men-

jelaskan pengertian tindak pi-dana korupsi adalah:

“Setiap orang yang secara me-lawan hukum memperkaya dirisendiri atau orang lain atau suatukorporasi yang dapat merugikankeuangan Negara atau per-ekonomian Negara”.

Lebih lanjut pada pasal 3 Un-dang-Undang nomor 31 tahun1999 menyebutkan:

“Setiap orang yang dengan tujuanmenguntungkan diri sendiri atauorang lain atau suatu korporasi,menyalahgunakan kewenangan,kesempatan atau sarana yang adapadanya karena jabatan dan ke-dudukan yang dapat merugikankeuangan Negara atau pereko-nomian Negara”. (Marpaung,,2004, h. 106)

f. Munawar fuad Noeh, dalambukunya Islam dan GerakanMoral Anti korupsi, menjelas-kan; Seorang pejabat dikatakankorupsi apabila ia menerimahadiah dari seseorang agar iamengambil keputusan yangmenguntungkan kepentingansang pemberi hadiah. Memintahadiah atau balas jasa karenaterlaksananya suatu tugas yangsebenarnya adalah kewajibanjuga dapat digolongkan tindak-an korupsi. Istilah korupsikadang juga dikenakan padapejabat yang menggunakanuang negara yang berada di ba-wah pengawasannya untuk ke-pentingan pribadi. (MunawarFuad, 1997 h: 43)

Jika dianalisis lebih jauh pen-dapat-pendapat di atas, maka dalambanyak kasus korupsi terjadi akibat

JURIS, Volume 9 No. 1 (Juni 2010)64

berbagai peraturan perundang-un-dangan dan peraturan pelaksanaan-nya tidak dilaksanakan oleh aparatpemerintah, organisasi pemerintahdan swasta. Selain itu adanya penya-lahgunaan kekuasaan dan wewe-nang dalam jabatan sehingga dengankekuasaan dan wewenang dalambentuk maupun tingkatan apapuncendrung seseorang mempunyai pe-luang untuk korupsi.

Peraturan anti korupsi juga ter-dapat di Malaysia. Tapi tidak dipa-kai kata korupsi melainkan dipakaiistilah resuah yang berasal dari baha-sa Arab (risywah), yang menurut ka-mus Arab-Indonesia artinya samadengan korupsi. Malaysia meman-dang penyuapan sebagai korupsiyang sebenarnya, ditandai dengannama komisinya “Badan PencegahResuah (BPR)” (Andi Hamzah, 2005:38)

BENTUK KORUPSI DAN JENIS-NYA

Korupsi merupakan tingkahlaku pejabat yang menyimpang darinorma yang telah ada di tengah ma-syarakat, dengan maksud untukmencapai tujuan pribadi. Bentuklainnya adalah balas jasa dari berba-gai pihak yang diterima atau dimintaoleh seorang pejabat. Dari ilustrasi diatas, ciri yang sangat menonjol da-lam korupsi adalah tingkah lakupejabat yang melanggar asas pemisa-han keuangan pribadi dengan ke-uangan milik masyarakat.

Korupsi juga terjadi pada tin-dakan di luar hukum untuk mem-pengaruhi tindakan dan kebijakanbirokrasi. Di sini, korupsi ditujukanuntuk “membeli” persetujuan peja-bat yang bertanggung jawab dalam

menetapkan dan melaksanakan kebi-jakan tertentu. Misalnya, menyogokpejabat untuk memperoleh valutaasing, surat izin menanam modal,izin produksi, atau untuk meng-hindari pajak. Di dalamnya terjadipraktek suap yang memasukkanuang ke kantong pribadi milikpejabat dan bukan ke kas Negara.Karena itulah korupsi di pandangsebagai subversi atas kebijakan pe-merintah serta sangat bertentangandengan hukum dan keadilan.

Berdasarkan berbagai pola danbentuk korupsi, sedikitnya terdapattujuh macam bentuk korupsi: (Mu-nawar Fuad 1996 :h.44)

1. Korupsi transaksional, yaitukorupsi yang melibatkan duapihak. Keduanya sama-samamendapat keuntungan dankarenanya sama-sama mengu-payakan secara aktif terjadinyakorupsi.

2. Korupsi yang bersifat meme-ras, yaitu apabila pihak perta-ma harus melakukan penyua-pan terhadap pihak kedua gu-na menghindari hambatan usa-ha dari pihak kedua itu.

3. Korupsi yang bersifat ontoge-nik, yaitu hanya melibatkanorang yang bersangkutan. Mi-salnya, seorang anggota parle-men mendukung golnya se-buah rancangan undang-un-dang, semata karena undang-undang tersebut membawa ke-untungan baginya.

4. Korupsi defensif, yaitu ketikaseseorang menawarkan uangsuap untuk membela dirinya.

5. Korupsi yang bersifat investa-si, misalnya, memberikan pela-

Amelia, Korupsi Dalam Tinjauan Hukum Islam 65

yanan barang atau jasa dengansebaik-baiknya agar nanti men-dapat “uang terima kasih” ataspelayanan yang baik tersebut.

6. Korupsi yang bersifat nepo-tismme yaitu penunjukkan “o-rang-orang saya” untuk jaba-tan-jabatan umum kemasyara-katan, atau bahwa “keluarga”sendiri mendapat perlakuankhusus dalam banyak hal.

7. Korupsi suportif, yaitu korupsiyang tidak secara langsung me-libatkan uang, jasa, atau pem-berian apapun. Misalnya, mem-biarkan berjalannya sebuah tin-dakan korupsi dan bersikapmasa bodoh terhadap ling-kungan dan situasi yang korup.

Hari ini, masalah korupsi su-dah menjadi masalah internasiaonalyang dipandang sangat serius danmembahayakan kehidupan berma-syarakat dan bernegara. Kondisi inimelibatkan seluruh Negara danbangsa di dunia yang menyatakanperang terhadap korupsi. (MunawarFuad 1996: h. 46)

Sepanjang sejarah, manusia ti-dak henti-hentinya mengecam danmencoba memberantas korupsi. Na-mun ironis, manusia pun tidak per-nah “lelah” mempraktekkannya. Bi-sa jadi korupsi sudah menjadi tabiatalam, karena hampir mustahil meng-hapus korupsi sama sekali. Agaknyaada benarnya sinyalemen yang per-nah dilontarkan oleh mantan mentriNegara Pendayagunaan AparaturNegara T.B. Silalahi, “Korupsi hanyabisa dihapus di surga” (MunawarFuad 1996 :h.49)

Di Indonesia, korupsi telahmenggrogoti semua bidang kehidu-

pan, bidang ekonomi, politik, hu-kum, pendidikan dan lainnya. Se-mentara di Indonesia mayoritas pen-duduk beragama Islam yang jelas-jelas mengharamkan perbuatan ko-rupsi. Lantas apa gerangan yangmembuat korupsi terus menggurita?

KORUPSI DALAM PANDANG-AN HUKUM ISLAM

Definisi Korupsi dalam PerspektifIslam

Agak sulit sebenarnya mende-finisikan korupsi secara persis seba-gaimana dimaksud dengan istilahkorupsi yang dikenal saat ini. Hal inidikarenakan istilah korupsi merupa-kan istilah modern yang tidak penu-lis temui padanannya secara utuhdalam fikih atau hukum Islam. Mes-kipun demikian dengan melihat pa-da kenyataan bahwa korupsi meru-pakan praktek kecurangan dalamtransaksi antar manusia, maka kataini bisa dilacak dan ditelusuri daribeberapa kata berikut ini:

Risywah atau Rasya (Suap).

Secara bahasa risywah adalahsesuatu yang dapat menghantarkantujuan dengan segala cara, denganprinsip asal tujuan tercapai. Definisiini diambil dari asal kata risywahatau rasya yang berarti tali timbayang dipergunakan untuk meng-ambil air di sumur. Sedangkan ar-rasyi adalah orang yang memberikansesuatu (uang misalnya) kepada pi-hak kedua. Ar-raaisy adalah media-tor dari penyuap dan penerima suapsedangkan al-murtasyi adalah pene-rima suap. (Ibnu Manzhur, 2003 h.152)

JURIS, Volume 9 No. 1 (Juni 2010)66

Secara terminology terdapat be-berapa defenisi suap yang dikemu-kakan para ulama fiqh di antaranya;

1) Risywah adalah “Sesuatu yangdiberikan kepada seseorang un-tuk memutarbalikkan fakta,yakni untuk membatilkan yanghaq atau membenarkan yangjelas-jelas batil” (MuhammadRawwas 1988 h. 223)

2) Risywah adalah:“sesuatu yangdiberikan oleh seseorang kepa-da hakim atau lainnya supayaorang itu mendapatkan kepas-tian hukum atau memperolehkeinginannya” (Abdul Muhsin2001 h.10)

3) Risywah adalah “suatu yangdiberikan kepada seseorangyang mempunyai kekuasaan a-tau jabatan (apa saja) untukmenyukseskan perkaranya de-ngan mengalahkan lawan-lawanya sesuai dengan apayang diinginkan, atau supayadidahulukan urusannya atauditunda karena ada sesuatukepentingan”(Yusuf al-Qardha-wi, 1980 h. 456)

Definisi yang dikemukakanoleh Yusuf Qardhawi ini terlihatjelas bahwa praktek suap tidakhanya terjadi di pengadilan dankehakiman. Realitasnya prakteksuap menjamur dalam segala aspekkehidupan masyarakat. Bahkan lebihkomplek dan bervariasi dalam segalabentuk.

Setelah dikemukakan berbagaiversi definisi suap maka dapat diga-risbawahi bahwa terdapat tiga unsursuap, yaitu;

1. Penerima suap, yaitu: orangyang menerima sesuatu dariorang lain baik berupa hartauang maupun jasa supaya me-reka melaksanakan permintaanpenyuap.

2. Pemberi suap, yaitu orang yangmenyerahkan harta, uang atau-pun jasa untuk mencapai tu-juannya.

3. Suapan, yaitu harta, uang ataujasa yang diberikan sebagai se-bagai sarana untuk mendapat-kan sesuatu yang didambakan,diharapkan, atau diminta.

Menurut hemat penulis, mes-kipun kata risywah (sogok) secaralangsung tidak bisa disamakan de-ngan makna korupsi seutuhnya, tapiseluruh praktek risywah atau suap-menyuap dapat dikategorikan se-bagai salah satu bentuk korupsi. Halini bisa dipahami dari definisikorupsi secara harfiah yang berarti,“kebusukan, keburukan, kebejatan,ketidakjujuran, dapat disuap, tidakbermoral, penyimpangan dari kesu-cian, kata-kata atau ucapan yangmenghina atau memfitnah”. Begitujuga dengan arti korupsi yang ter-muat dalam Kamus Umum BahasaIndonesia berpendapat bahwa; “Ko-rupsi adalah perbuatan yang buruk(seperti penggelapan uang, peneri-maan uang sogok)” dan pendapat-pendapat lain yang umumnya me-masukkan prilaku suap menyuapdalam makna korupsi, seperti yangdisebutkan sebelumnya. Di sampingitu berdasarkan definisi korupsi se-cara istilah praktek suap menyuapataupun sogok menyogok juga ter-masuk pada cakupan korupsi. Seba-gaimana definisi korupsi yang dike-

Amelia, Korupsi Dalam Tinjauan Hukum Islam 67

mukakan oleh W.Sangaji, bahwakorupsi adalah: “perbuatan sese-orang atau sekelompok orang me-nyuap orang atau kelompok lainuntuk mempermudah keinginannyadan mempengaruhi si penerimauntuk memberikan pertimbangankhusus guna mengabulkan permo-honannya”

Bahkan di Negara Malaysia se-bagaimana yang telah disebutkan se-belumnya, tidak dipakai kata korup-si melainkan dipakai istilah resuahyang artinya sama dengan korupsi.Malaysia memandang penyuapansebagai korupsi yang sebenarnya,dengan memberi nama komisinya“Badan Pencegah Resuah (BPR)(Andi Hamzah 2005, 38 )

Menurut Syariat Islam perilakusuap-menyuap adalah sangat tercela,karena Islam sangat memperhatikankeselamatan harta seseorang sertamengantisipasinya supaya tidak ber-pindah tangan secara tidak sah, se-bagaimana halnya kasus suap-me-nyuap. Perpindahan harta tersebuttidak dibenarkan karena penyuapmenyerahkan hartanya dengan ha-rapan penerima suap-pejabat atauhakim dapat menuruti kehendakpenyuap.

Secara tegas Islam mengharam-kan umatnya menempuh jalan suap,baik kepada penyuap, penerimasuap, maupun perantaranya. Ini di-sebabkan karena suap dapat menye-barkan kerusakan dan kezaliman da-lam masyarakat. Dari suaplah mun-cul permainan hukum pemutarba-likan fakta, yang benar menjadi salahdan yang salah menjadi bebas se-hingga orang tidak dapat mempero-leh hak-haknya sebagaimana mesti-nya.

Dalil al-Qur’an: Surat al-Baqarah ayat 188 :

الحكام لتأكلوا فريقا من أموال الناس بالإثم وأنـتم )188تـعلمون (البقرة:

“Dan janganlah sebagian kamu me-makan harta sebagian yang lain diantara kamu dengan jalan yang ba-til dan janganlah kamu membawaurusan harta itu kepada hakim supa-ya kamu dapat memakan sebagiandari pada harta benda orang laindengan jalan dosa, padahal kamumengetahui”.(Q.S. al-Baqarah: 188)

Ayat di atas menerangkan ten-tang larangan mengambil hartaorang lain secara batil, (yaitu mem-peroleh harta dari orang lain dengancara tidak saling redha, atau salahsatu dari dua pihak merasa terpaksa)dalam bentuk dan cara apapun. Suapadalah salah satunya, karena suapdapat menyebabkan dapat diper-mainkannya suatu hukum. Larangandi atas berarti haram, maka suap ituharam.

Juga terdapat hadis Nabi yangberkenaan dengan larangan suap-menyuap, yaitu:

a). Hadis dari Abu Hurairah r.a.bahwa Rasulullah bersabda:

ه وسلم الراشى صلى الله عليلعن رسول الله (رواه الترميذى)والمرتشى فى الحكم

“Rasulullah Saw melaknat orangyang menyuap dan orang yangdisuap” (HR Tarmidzi,1256)

b).Hadis dari Tsauban r.a.Rasulullah bersabda:

JURIS, Volume 9 No. 1 (Juni 2010)68

لعن رسول الله صلى الله عليه وسلم الراشى الذى يمشى بينهما يعنىوالمرتشى والرائش

(روه أحمد) “Rasulullah melaknat penyuap,penerima suap, dan perantara darikeduanya” (HR Ahmad 1997:21365)

Laknat berarti jauh dari rahmatAllah SWT dan itu terjadi hanyapada perbuatan maksiat besar. Ku-tukan dan siksaan itu hanya disebab-kan oleh perbuatan yang diharam-kan.

Macam-Macam Suap

1. Suap untuk membatilkan yanghak atau membenarkan yangbatil

Setiap sesuatu yang yang dija-dikan sarana untuk menolong keba-tilan atas kebenaran adalah haramhukumnya. Dengan demikian, suapyang secara jelas membatilkan kebe-naran atau membenarkan yang batil,diharamkan dalam Islam serta hartayang menjadi suap itu haram dima-kan. Adapun dosanya ditanggungoleh kedua belah pihak; penyuapdan penerima suap.

Seorang hakim atau pejabatyang mengambil harta suapan untukmelakukan kebatilan berarti ia telahberbuat kedurhakaan karena bebe-rapa alasan; pertama, karena ia telahmengambil harta itu untuk saranamelakukan kebatilan. Kedua, karenaia telah menjatuhkan hukuman seca-ra tidak sah dan tidak benar, dan itusecara qath’i diharamkan.

Begitu juga bagi si penyuap, iadianggap durhaka karena dua ala-san; Pertama, Ia menyerahkan suap.Kedua, ia menyebabkan terjadinyakezaliman bagi dirinya dan orang

lain. (Abdullah bin Abdul Muhsin,h. 12)

2. Suap untuk mempertahankankebenaran dan mencegah keba-tilan serta kezaliman

Adapun risywah atau suap un-tuk menghilangkan kezaliman, ula-ma berbeda persepsi ada yang tidakmembolehkan, dan ada yang mem-bolehkan.

Ulama yang tidak memboleh--kan adalah Imam as-Syaukani, ala-sannya berdasarkan tekstual ayat se-cara umum. Pada dasarnya harta in-dividu muslim haram bagi muslimlainnya. (Abu Abdul Halim, 1996: h.680)

Hal ini sesuai dengan firmanAllah dalam surat al-Baqarah ayat188:

نكم بالباطل ولا تأكلوا أموالكم ب ـ يـDan janganlah kalian saling menda-patkan harta secara batil”.

Asy-Syaukani berargumentasi;ada dua alternatif ketika seseorangmemberikan suap;

Pertama; Untuk mendapatkanhukum Allah (yang mesti), hal initidak boleh, sebab menerima suapdari suatu yang wajib statusnya dansudah menjadi tugasnya untuk me-negakkan yang hak, kenapa harusmenunggu imbalan dan pemberian(suap).

Kedua; Jika pemberian itu un-tuk melanggar hukum Allah, lebih-lebih untuk suatu yang batil, makaupaya tersebut lebih hina dari padauang tip yang diberikan kepada parapelacur. Sebab uang yang diberikansebagai kompensasi kebatilan sangatdilarang dan diharamkan.

Amelia, Korupsi Dalam Tinjauan Hukum Islam 69

Pendapat ini didukung oleh pa-ra pakar kontemporer, yaitu AhmadMuslim, anggota komisi fatwa Al-Azhar, Muhammad Abdul Al-Hilal,anggota bimbingan rohani Departe-men Agama Uni Emirat Arab, danIbrahim Al-Mahmud, dekan ma’hadIslam Bahrain. (Abu Abdul Halim,1996: h. 680)

Adapun ulama yang mem-bolehkan mensyaratkan bahwa suapbaru boleh dilakukan kalau khawatirakan terjadi kezaliman.

Pendapat ini disebutkan dalam‘Aun al-Ma’bud Syarah Sunan AbiDaud: dengan mengatakan; “Tidakmengapa seseorang menyuap, kalauitu dilakukan sebagai upaya mem-pertahankan jiwanya, untuk memeli-hara diri jika dikhawatirkan dirinyadizalimi”

Pendapat di atas didukung olehDr. Yusuf Qardhawi, Dr. Husen AbuFarhat, dekan fakultas dakwah al-Azhar, dan Athiah Saqr, tim penelitiAl-Azhar.

Dr. Yusuf Qardhawi memberi-kan komentar; “ Siapa yang memilikihak, lalu terancam atau terbengkalai,sedangkan dia tidak bisa mendapat-kan kembali hak tersebut kecualidengan suap, maka idealnya dia ha-rus bersabar, hingga Allah member-kan jalan terbaik untuk mendapat-kan haknya kembali. Jika terpaksamelalui jalur suap, maka penerimasuaplah yang berdosa. Sedangkanpenyuap insyaallah tidak berdosa, ji-ka dia sudah berupaya semaksimalmungkin melalui jalur yang wajardan syar’i mengalami kesulitan,sepanjang upaya tersebut untukmendapatkan haknya dan tidak me-rugikan sesama. (Yusuf al-Qardha-wi. 1996: 459)

Contoh untuk kasus ini adalahkondisi para sopir truk lintas Su-matera yang harus mengeluarkan Rp50.000 kepada oknum agar truknyayang penuh muatan buah dan sa-yuran, cepat diberangkatkan agarmuatannya tidak busuk.

Penulis sependapat dengan tin-jauan hukum yang dikemukakan ter-akhir ini, yakni menyuap merupakanalternatif terakhir atau upaya daru-rat jika tanpa suap akan terjadi ke-mudharatan yang lebih besar. Tentusaja dengan catatan tidak boleh dibu-ka lebar-lebar sehingga menjadi sua-tu kebiasaan. Hendaknya individumuslim memperhatikan asas-asasdarurat dan selalu berhati-hati da-lam setiap tindakan.

3. Suap untuk memperoleh jaba-tan dan pekerjaan

Serah terima jabatan kepada ge-nerasi yang memiliki dedikasi loya-litas, dan kemampuan yang mapanmerupakan amanat agama yang ha-rus dijadikan pegangan. Karena itu,seorang muslim diharuskan menu-tup jalan jangan sampai memberi ke-sempatan kepada orang untuk mem-peroleh jabatan dengan jalan yangtidak benar dan menyimpang dariprosedur yang semestinya, sebagai-mana suap yang banyak ditempuhorang saat ini. Cara ini jelas diha-ramkan oleh Allah SWT, semakintinggi kedudukan yang diraih sema-kin besar pula dosa yang di-tanggungnya.

Adapun yang menjadi dasarkeharaman ini adalah firmanAllah SWT dalam surat an-Nisa ayat58:

JURIS, Volume 9 No. 1 (Juni 2010)70

)58تحكموا بالعدل (النساء:حكمتم بـين الناس أن “Sesungguhnya Allah menyuruhkamu menyampaikan amanat kepadayang berhak menerimanya dan(menyuruh kamu) apabila menetap-kan hukum di antara manusia supayakamu menetapkan dengan adil (an-Nisa’;58)

Dengan demikian, menyuapberarti membuka jalan ke arah ada-nya penyerahan jabatan kepada yangtidak berhak. Ini menyalahi aturanAllah dan jelas diharamkan.

Firman Allah;

)27علمون (الأنفال: أماناتكم وأنـتم ت ـ“Hai orang-orang yang beriman,janganlah kamu mengkhianati Allahdan Rasul dan (juga) janganlah kamumengkhianati amanat-amanat yangdipercayakan kepadamu, sedang kamumengetahui” (al-Anfal;27)

Menyuap dengan tujuan me-raih jabatan atau pekerjaan berartimengkhianati Allah. Karena si pene-rima suap tersebut telah menyerah-kan jabatan kepadanya yang semes-tinya ia tidak berhak mendudukinya.Oleh karena itu, menyuap dalam halini diharamkan menurut hukum sya-ra’.

Selain dalil-dalil berupa ayat al-Quran, juga terdapat beberapa ha-dits nabi yang mengindikasikan ten-tang keharaman suap, di antaranya;

Ma’qil bin Yassar mendengarRasulullah Saw bersabda;

ما من وال يلى رعية من المسلمين فيموت وهو غاش ( رواه البخارى)لهم الاحرم الله عليه الجنة

“Tidak ada seorang penguasa yangmenjabat kepemimpinan di kalangan

kaum muslimin sehingga ia mati, se-dangkan dia menipu mereka, makatak lain Allah mengharamkan bagi-nya masuk surga” (al-Bukhariy,1997: 6618)

Menipu umat itu diharamkan.Karena itu, Rasulullah Saw menya-takan bahwa Allah mengharamkanmasuk sorga orang yang menipudalam jabatannya dan memperca-yakan suatu jabatan kepada orangyang bukan ahlinya, karena ituberarti menipu umat.

Abu Hurairah, meriwayatkanbahwa nabi bersabda;

عن ابي هريرةرضى الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا ضيعت الأمانة فانتظر الساعة قال كيف إضاعتها يا رسول الله قال إذا أسند الأمر إلى

غير أهله فانتظر الساعة ( رواه البخارى)“Jika amanat-amanat itu disia-siakan, maka tunggu saat kehancu-rannya” Ditanyakan, bagaimana sia-sianya? Rasul menjawab; “Jika per-kara diserahkan kepada orang yangbukan ahlinya, maka tunggu saat ke-hancurannya” (al-Bukhariy, 1997:5496)

Rasulullah menetapkan bahwamenyerahkan kekuasaan kepadayang bukan ahlinya termasuk me-nyia-nyiakan amanat dan itu diha-ramkan. Begitu juga dengan menye-rahkan urusan kepada penyuapberarti menyerahkan urusan kepadaorang yang tidak berhak dan tidakahlinya karena pada umumnyapenyuap itu memang tidak ahlidalam bidang itu. Maka, itu berartimenyia-nyiakan amanat dan jelasharam (Abdullah Bin Abdul Muh-sin, 2001, h 24)

Suatu hal yang juga sangat pen-ting untuk diwaspadai adalah kebe-

Amelia, Korupsi Dalam Tinjauan Hukum Islam 71

radaan hadiah yang kadang kala sta-tusnya bisa berubah menjadi suap.Pada dasarnya hadiah merupakanpemberian sesuatu kepada seseorangtanpa pamrih. Menurut AbdullahBin Abdul Muhsin dalam bukunyaJariimatur-Rasywati fisy-Syariatil Islaa-miyyati, mengatakan hadiah adalah:“sesuatu yang diberikan kepada atauoleh seseorang dengan tidak ber-syarat, terjaga dari bentuk-bentuksuap, tidak mengharapkan yang le-bih banyak ataupun sedikit”. (AbdulMuhsin, 2001: h 24)

Hadiah merupakan sesuatuyang diberikan dengan maksud se-bagai bukti kasih sayang dan adanyapersahabatan. Saling memberikanhadiah merupakan perbuatan yangdisukai Nabi Muhammad Saw. Se-suai dengan sabdanya dari Abu Hu-rairah:

شاة (رواه ترميذى)“Hendaknya kamu saling memberihadiah, karena sesungguhnya hadiahitu dapat menghilangkan kedengkianhati, dan janganlah seorang tetanggamerendahkan tetangganya meskipunhanya seujung kuku unta” (HRTarmidzi: 2056)

Berdasarkan hadist-hadist di a-tas dapat ditarik kesimpulan bahwamemberi hadiah itu disunahkan, be-gitu pula menerimanya. Hadiah me-rupakan sebuah lambang kasih sa-yang antar sesama.

Akan tetapi, bagi orang yangmemiliki kekuasaan atau jabatan, se-perti hakim dan pejabat tinggi, hen-daknya tidak mudah menerima ha-diah, untuk menjaga hal-hal yangtidak baik dampaknya. Apalagi, me-nerima hadiah dari orang yang se-

mula belum pernah memberi hadiahketika dia belum memangku jabatan.Alasannya, hal tersebut dapat didu-ga mempunyai maksud tertentu dantidak sekedar kasih sayang atau per-saudaraan. Tidak dapat disangkalbahwa ia bermaksud mendapatkansesuatu yang diinginkan, baik beru-pa pekerjaan, perlindungan, du-kungan, maupun pertolongan. Kalausudah demikian bentuknya, makaitu bukan hadiah lagi, sebagaimanayang telah didefinisikan- melainkansudah merupakan bentuk suap kare-na tidak dimaksudkan untuk suatukebaikan, seperti meraih keredhanAllah SWT.

Sebenarnya terdapat perbedaanmendasar antara suap dengan ha-diah. Suap adalah memberikan se-suatu dengan mengharapkan bala-san, sedangkan hadiah adalah mem-berikan sesuatu tanpa mengharap-kan balasan. Jadi, ketika seseorangmemberi ‘hadiah’ dengan tujuan-tu-juan tertentu, maka ‘hadiah’ itu padadasarnya adalah ‘suap’.

Dalam hal ini terdapat terdapathadis dari Abi Hamid as-Sa’idi dariIrbadh yang diriwayatkan oleh Ah-mad, bahwa Nabi bersabda:

هدا يا العمال غلول (رواه أحمد)“Hadiah yang diterima pejabat itusuatu kecurangan” (H.R Ahmad:22495)

Hadis dari Buraidah yang diri-wayatkan oleh Abu Dawud, Rasu-lullah bersabda:

من استعملناه على عمل فرزقناه رزقا فما أخذ بعد (رواه أبوا داود)ذلك فهو غلول

“Barangsiapa yang kami beri tugasakan suatu jabatan dan kami membe-rinya rezki (gaji rutin), maka apa-apa

JURIS, Volume 9 No. 1 (Juni 2010)72

yang diambilnya selain itu (gaji) be-rarti kecurangan” (H.R Abu Da-wud: 2554)

Menurut Abdullah bin AbdulMuhsin terdapat kriteria-kriteria ha-diah yang identik dengan suap, yai-tu;

a) Hadiah yang diberi atau diteri-ma dua pihak, yang antarapemberi dan penerima (hakim)sedang dalam proses atau pa-ling tidak terkait suatu perkarameskipun tidak langsung. Baikketika sebelum menjadi hakimsudah pernah menerima hadiahdari orang tersebut ataupun ti-dak. Baik keduanya memilikihubungan keluarga atau tidak.

b) Hadiah yang antara pemberidan penerimanya (hakim) tidaksedang dalam proses suatu per-kara dan sebelum menjadihakim tidak pernah menerimahadiah dari orang itu.

c) Hadiah yang antara pemberidan penerimanya (hakim) tidaksedang dalam suatu perkaradan sebelum menjadi hakimpernah menerima hadiah dariorang tersebut, tetapi setelahmenjadi hakim hadiah itu ber-tambah banyak jumlah dan fre-kuensinya. Penambahan ituyang menyebabkan tidak diper-bolehkannya pemberian ha-diah.

d) Hadiah dari penguasa yangmengangkatnya dan dia sedangdalam suatu perkara yang be-lum diambil keputusannya.

e) Hadiah dari seseorang yang ti-dak akan memberinya hadiahseandainya si penerima itu ti-

dak menjadi hakim. (Abdullahbin Abdullah Muhsin, 2001, h.31)

Hadiah-hadiah semacam ini je-las haram untuk diterima karenadengan menerimanya berarti mele-cehkan arti suatu persaudaraan dannorma-norma yang ada. Hadiah-ha-diah semacam itu tidak ada bedanyadengan suap

Sedangkan MUI (Majlis UlamaIndonesia) dalam fatwanya tentanghadiah kepada pejabat menyatakan:(Umar Shihab, 2000 : h. 275)

a) Jika pemberian hadiah itu per-nah dilakukan sebelum pejabattersebut memegang jabatan,maka pemberian seperti itu hu-kumnya halal, demikian jugamenerimanya.

b) Jika pemberian hadiah itu tidakpernah dilakukan sebelum pe-jabat tersebut memegang jaba-tan, maka dalam hal ini adatiga kemungkinan:

1) Jika antara pemberi hadiah danpejabat tidak ada atau tidak a-kan ada urusan apa-apa, makamemberikan dan menerima ha-diah tersebut tidak haram.

2) Jika antara pemberi hadiah danpejabat terdapat urusan (per-kara), maka bagi pejabat harammenerima hadiah tersebut, se-dangkan bagi pemberi harammemberikan apabila pemberiandimaksud bertujuan untuk me-luluskan sesuatu yang batil(bukan haknya).

3) Jika antara pemberi hadiah danpejabat ada sesuatu urusanbaik sebelum maupun sesudahpemberian hadiah dan pembe-

Amelia, Korupsi Dalam Tinjauan Hukum Islam 73

riannya itu tidak bertujuan un-tuk sesuatu yang batil, makahalal (tidak haram) bagi pem-beri memberikan hadiah itu,tetapi bagi pejabat haram me-nerimanya.

Dari uraian tentang hadiah diatas, agaknya dapat disimpulkan;paling tidak terdapat 3 macam ben-tuk-bentuk hadiah, yaitu:

1. Hadiah yang halal bagi pem-beri dan penerima

2. Hadiah yang halal bagi pembe-ri haram bagi penerima.

3. Hadiah yang haram bagi ke-duanya

Al-Ghulul

Secara bahasa ghulul غلول)( ada-lah mashdar dari : اغلول-يغ◌◌◌ل- غل yangbermakna خان berarti khianat. (IbnuManzhur, h. 660)

Secara istilah غلول diartikan de-ngan: Pengkhianatan yang ter-sembunyi

الغلول : ما يؤخذ من الغنيمة خفية قبل قسمتها“Mengambil sesuatu yang berhargadari rampasan perang sebelum diba-gi”.(Syarah Abu Daud, 1997)

الغلول : الخيانة واصله السرقة من مال الغنيمة قبل القسمة

"Ghulul adalah adalah perbuatankhianat, pada asalnya bermakna pen-curian terhadap harta ghanimah sebe-lum dibagi "(Syarah Abu Daud,1997)

Lafal al-ghulul kita temui da-lam surat ali-Imran ayat 161:

وما كان لنبي أن يـغل ومن يـغلل يأت بما غل يـوم القيامة ثم تـوفى كل نـفس ما كسبت وهم لا

)161يظلمون(ال عمران: “Tidak mungkin seorang Nabi ber-khianat dalam urusan rampasan pe-rang, barang siapa yang berkhianatdalam rampasan perang itu, maka pa-da hari kiamat ia akan datang mem-bawa apa yang dikhianatkan itu,kemudian tiap-tiap diri ia akan diberipembalasan tentang apa yang ia ker-jakan dengan pembalasan setimpal,sedang mereka tidak dianiaya”. (Q.SAli-Imran:161)

Ayat ini turun pada peristiwaperang badar (tahun 2 Hijrah), IbnuAbbas berkata ayat ini turun berke-naan dengan kasus beludru merahyang hilang pada waktu perang ba-dar. Beberapa orang mengatakan Ba-rangkali Rasulullah mengambilnya,maka Allah menurunkan ayat ini,yang menegaskan bahwa tidakmungkin dalam suatu waktu dan ke-adaan seorang nabi berkhianat, kare-na salah satu sifat mutlak Nabi ada-lah amanat, termasuk tidak mungkinberkhianat dalam urusan harta ram-pasan perang. Hal itu tidak mungkinbagi semua nabi apalagi Nabi Mu-hammad saw, penghulu para nabi.Umatnya pun tidak wajar melaku-kan pengkhianatan. Barangsiapayang berkhianat dalam urusan ram-pasan perang atau dalam hal apa-pun, maka pada hari kiamat ia akandatang membawa apa yang dia khia-natkan, kemudian tiap-tiap diri akandiberi pembalasan sempurna lagi se-timpal tentang apa yang ia kerjakanbaik ataupun buruk, sedang merekatidak dianiaya sedikitpun. Bahkanyang berbuat baik akan diberi gan-

JURIS, Volume 9 No. 1 (Juni 2010)74

jaran yang berlebih. (Quraish Shi-hab, jild II, 2000: 250)

Kata yaghulla yang diterjemah-kan dengan “berkhianat” pada ayatini, oleh sebagian ulama dipahamidalam arti “bergegas mengambil se-suatu yang berharga dari rampasanperang”. Karena itu mereka mema-hami terbatas pada rampasan pe-rang. (Quraish Shihab, jild II, 2000:250)

Menurut penulis, bahasa yangdigunakan dalam ayat tersebut ada-lah dalam pengertian khianat secaraumum, baik pengkhianatan dalamamanah yang diserahkan masyara-kat, maupun amanah yang diserah-kan oleh pribadi.

Jadi segala bentuk penyele-wengan, pengkhianatan, perilaku ti-dak jujur, korupsi, termasuk dalamprilaku ghulul. Agaknya berdasarkanpengertian ini jugalah sehingga MUIdalam fatwanya tentang korupsimenggunakan kata ghulul.

Ayat yang menerangkan ten-tang ghulul pada ayat 161 surat AliImran di atas hanya menjelaskansanksi akhirat dan tidak mene-rangkan sanksi dunia, ayat ini jugamemberi pengertian bahwa ghululhanya terbatas harta rampasan pe-rang. Kemudian Rasulullah dalamhadisnya memperjelas makna ghululdalam beberapa bentuk di antara-nya:

1. Hadiah, sebagaimana hadisyang diriwayatkan oleh Ah-mad:

هدا يا العمال غلول (رواه أحمد)“Hadiah yang diterima pejabat itusuatu kecurangan” (H.R Ahmad:22495)

2. Komisi, atau tindakan seseo-rang yang mengambil sesuatudi luar gaji yang telah ditetap-kan, sebagaimana hadis dariBuraidah yang diriwayatkanoleh Abu Dawud:

من استعملناه على عمل فرزقناه رزقا فما أخذ (رواه أبوا داود)بعد ذلك فهو غلول

“Barangsiapa yang kami beritugas akan suatu jabatan dan kamimemberinya rezki (gaji rutin),maka apa-apa yang diambilnyaselain itu (gaji) berarti kecurang-

an” (H.R Abu Da-wud ; 2554)

Dalam beberapa kitab hadis di-ceritakan suatu peristiwa kematianseorang sahabat yang melakukan ko-rupsi (ghulul) di Khaibar pada waktupenaklukan daerah tersebut, lebihlanjut hadis tersebunyi:

عن زيد بن خالد الجهني أن رجلا من أصحاب النبي عليه و سلم توفي يوم خيبر فذكروا ذالك صلي الله

صاحبكم فتغيرت وجوه الناس لذلك فقال إن صاحبكم غل في سبيل الله ففتشنا متاعه فوجدنا خرزا

من خرز يهود لا يساوي درهمين (رواه ابو داود)“Dari Zaid bin Khalil al-Juhani(diriwayatkan bahawa seorang saha-bat Nabi) meninggal pada waktu pe-naklukan Khaibar, maka para sahabatmelaporkan hal itu kepada Rasulul-lah. Lalu beliau bersabda Shalatkan-lah kawanmu itu. Maka berubahlahwajah orang-orang karena sabda ter-sebut. Kemudian Rasulullah bersab-da: rekanmu itu telah melakukan ghu-lul dalam perang, maka kamipun me-meriksa barang-barangnya, lalu kamitemukan manik-manik orang-orangYahudi yang harganya tidak menca-

Amelia, Korupsi Dalam Tinjauan Hukum Islam 75

pai dua dirham (H.R. Abu Daud:2235)

Hadis ini menceritakan sebuahperistiwa yang dilakukan oleh se-orang sahabat yang ikut dalam pe-rang khaibar. Ia melakukan korupsiatas rampasan perang dengan jum-lah yang relatif sedikit bahkan tidaksampai dua dirham. Hadis ini me-nunjukkan begitu besarnya dosa ko-rupsi walaupun hanya dalam jumlahyang relatif kecil, bahkan nabi tidakmau untuk ikut serta menyelengga-rakan jenazah dari pelaku korupsi.

Peristiwa lain terkait dengankorupsi adalah peringatan Nabi ke-pada Muaz bin Jabal ketika hendakdiutus ke Yaman sebagai pejabat. Ra-sulullah memanggilnya pulang ke-tika dia sudah berada dalam perja-lanan ke Yaman. Ketika menghadapRasulullah ia dipesan agar tidak me-lakukan korupsi terhadap apapunselama menjabat, hadis tersebut ber-bunyi:

عن معاذ بن جبل قال بعثني رسول الله صلي الله عليه إلى اليمن فلما سرت أرسل في أثري فرددت وسلم

فقال أتدري لم بعثت إليك لا تصيبن شيئا بغير إذني فإنه غلول (ومن يـغلل يأت بما غل يـوم القيامة) لهذا

دعوتك فامض لعملك (رواه الترميذي)“Dari Muaz ibn Jabal (diriwayatkanbahwa) ia berkata: Rasulullah mengu-tus saya ke Yaman. Ketika saya baruberangkat, ia mengirim seseorang un-tuk memanggil saya kembali. Makasaya pun kembali. Maka beliau berka-ta: Apakah engkau tahu mengapasaya mengirim orang untuk menyu-ruhmu kembali? Janganlah kamumengambil sesuatupun tanpa izin sa-ya, karena hal itu adalah ghulul, danbarang siapa yang melakukan ghulul,maka ia akan membawa barang yang

dighulul itu pada hari kiamat. Untukitu saya memanggilkamu, sekarangberangkatlah kamu untuk tugasmu.”(H.R al-Tarmidzi : 1255)

أبي حميد الساعدي أنه أخبره أن رسول الله صلي الله عليه وسلم استعمل عاملا فجاءه لعامل حين فرغ من عمله فقال يا رسول الله هذا لكم وهذا أهدي لي فقال له أفلا قعدت في بيت أبيك و أمك فنظرت أيهدى لك أم لا ثم قام رسول الله صلي الله عليه

د وأثني على الله بما هو وسلم عشية بعد الصلاة فتشهأهله ثم قال اما بعد فما بال العامل نستعمله فيأتينا فيقول هذا من عملكم وهذا أهدى لي أفلا قعد في بيت أبيه وأمه فنظر هل يهدى له ام لا فوالذى نفس محمد بيده لا يغل أحدكم منها شيأ إلا جاء به يوم

له رغاء القيامة يحمله على عنقه ان كان بعيرا جاء به

Sesungguhnya Rasulullah mengang-kat seorang karyawan. Ketika karya-wan itu selesai dari pekerjaannya diamendatangai Rasulullah dan dia ber-kata: Wahai Rasulullah ini buat ba-ginda dan ini dihadiahkan buat saya.Lalu Rasul berkata kepadanya: Tidak-kah (sebaiknya) engkau duduk saja dirumah ayah ibumu, lalu engkautunggu saja, apakah ada sesuatu yangdisedekahkan kepadamu atau tidak.Lalu Rasulullah menyampaikan khot-bah malam hari setelah salat. Beliaumengucapkan syahadat, memuji kebe-saran Allah dengan pujian yang la-yak bagi-Nya lalu beliau katakan: Ba-gaimana perilaku seorang pegawaiyang kami angkat lalu dia datang pa-daku kemudian dia mengucapkan: Inidari pekerjaanmu dan ini dihadiah-kan buatku. Tidakkah dia duduk sajadi rumah ayah ibunya lalu diatunggu apakah dia diberi hadiah atau

JURIS, Volume 9 No. 1 (Juni 2010)76

tidak. Demi jiwa Muhammad yangada dalam genggamannya, tidaklahseseorang melakukan korupsi kecualipasti dia akan datang pada hari kia-mat dengan mengalungkan barangyang ia korupsi dileherny. Jika yangdikorupnya unta maka ia akan datingdengan suara unta, dan jika yang iakorup adalah sapi betina maka ia akanmembawa suara lenguhannya, dan ji-ka yang ia korup kambing maka padahari kiamat ia akan membawa embi-kannya, sungguh aku telah menyam-paikan. (Al-Bukhary: 6145)

Ibnu Hamzah al Husaini alHanafi ad Damsyiqi menjelaskanbahwa yang dimaksud dengan amildalam hadis di atas adalah seorangyang bernama Abdullah bin Luthbi-yah. Tetapi pengertian hadis di atasmencakup semua orang, badan lem-baga dan sebagainya yang melaksa-nakan pekerjaan amil zakat yang di-ancam dengan keras kalau bertindaktidak jujur, misalnya menganggapsebagian harta zakat itu merupakanhadiah untuk dirinya sendiri.

Kata ”لا يغل أحدكم“ berarti tiadaberkhianat (curang) salah seorangkamu. Makna ini sesuai dengan fir-man Allah:

) 161ومن يـغلل يأت بما غل يـوم القيامة(ال عمران: “(barang siapa yang berkhianat akandidatangkan dengan apa yang dikhia-nati di hari kiamat)” (Q.S. Ali Imran: 161)

Kata رغـاء ,خـوار ,تيعـر masing-masingadalah suara unta, sapi dan kam-bing. Dikiaskan ancaman ini dengansuara binatang, karena ketiga bina-tang yang disebut itu adalah bagiandari obyek (harta yang wajib diza-katkan), yang dikumpulkan olehpara amil, dan kemudian dibagi-ba-

gikan kepada yang berhak mene-rimanya (Ibnu Hamzah, 2006 h. 358)

Hadis ini merupakan penjela-san lebih lanjut dari firman Allahyang mengatakan bahwa: “siapa sajayang melakukan korupsi akan da-tang pada hari kiamat dengan hasilkorupsinya”. Dengan demikian,orang yang korupsi proyek pem-bangunan akan datang di hari kia-mat nanti dengan membawa semenatau pasir, mereka yang korupsitinta pada penyelenggaraan pemiluakan datang dengan dengan tintayang telah di korupsinya, begitujuga dengan mereka yang korupsi dikantor-kantor atau departeman lain-nya di hari kiamat nantik akanmembawa benda-benda yang diakorup seperti tinta kertas, dan alat-alat lainnya.

Bahaya akibat kejahatan korup-si sekecil apapun ditegaskan apapunditegaskan lagi dalam hadis dari U-mar bin Khatab yang mengisahkanseorang muslim yang meninggal diperang Khaibar dan divonis Nabiakan masuk neraka karena telah me-lakukan ghulul sebuah selimut ataumantel orang yahudi, sebagaimanadalam hadis Nabi yang diriwayat-kan oleh Muslim dari Umar binKhattab:

حدثني عمر بن الخطاب قال: لما كان يوم خيبر أقبل فقالوا فلان صلي الله عليه وسلمنفر من صحابة النبي

شهيد فلان شهيد حتى مروا على رجل فقالوا فلان كلا إنى عليه وسلمرسول الله صلي الله شهيد فقال

رسول الله ثم قال رأيته فى النار فى بردة غلها أوعباءةيا إبن الخطاب اذهب فناد فى صلي الله عليه وسلم

الناس أنه لا يدخل الجنة إلا المؤمنون قال فخرجت

Amelia, Korupsi Dalam Tinjauan Hukum Islam 77

(رواه فناديت ألا إنه لا يدخل الجنة إلا المؤمنونمسلم)

Ketika perang Khaibar sekelompok sa-habat datang menemui Rasulullahdan berkata: Si Fulan mati syahid sifulan mati syahid hingga mereka me-lewati seorang laki-laki dan berkatakepadanya: si Fulan mati syahid, laluRasulullah bersabda: Sesungguhnyaaku melihat dia di neraka dengan seli-mut atau mantel yang pernah ia ghu-lul (korupsi). Lalu Rasulullah bersab-da kepada Umar bin Khatab: Pergilahdan katakan kepada orang-orang bah-wa tidak masuk surga kecuali orang-orang yang beriman. Lalu Umar ber-kata: maka aku keluar, dan aku berse-ru bahwa tidak akan masuk surga ke-cuali orang-orang yang beriman (H.RMuslim : 165)

As-Suhtu

Kata as-suhtu bisa kita temuidalam Surat al-Maidah ayat 42:

)42سماعون للكذب أكالون للسحت (المائدة: “Mereka itu adalah orang-orangyang suka mendengarkan berita bo-hong, banyak memakan yang ha-ram…”

Kata as-suhtu yang terdapat da-lam ayat ke-42 surat al-Maidah di a-tas berarti sesuatu yang haram dankotor. As-Suhtu juga berarti sesuatuyang berasal dari usaha yang kejidan haram, seperti penjualan anjing,khamar, bangkai dan sebagainya(Ibnu Manzhur h. 507)

Ayat di atas mengecam orang-orang Yahudi karena mereka sukamendengar kebohongan, sumpahpalsu, dan makan makanan haram.Kecaman ini menunjukkan bahwatindakan kaum Yahudi tersebut di-

haramkan, sedangkan harta dari per-buatan korupsi itu termasuk salahsatu dari bentuk harta yang haramdimakan.

Dari Jabir bin Abdullah bahwaRasulullah bersabda:

يا كعب بن عجرة أنه لن يدخل الجنة لحم نبت من سحت (رواه الدارمى)

“Wahai Ka’ab bin ‘Ujrah sesungguh-nya tidak akan masuk surga dagingyang tumbuh dari sesuatu yang ha-ram (suhtun)” (H.R. Darimi:2657)

Menurut Ibnu Mas’ud yang dimaksud dengan as-suhtu adalah risy-wah, lebih lanjut Ibnu Mas’ud men-jelaskan bahwa as-suhtu adalah: “se-seorang yang menyelesaikan suatuperkara orang lain, kemudian dia di-beri hadiah untuk persoalan terse-but, lalu dia menerimanya. Begitu ju-ga dengan Umar bin Khatab menga-takan bahwa risywah (suap-me-nyuap) yang dilakukan oleh hakimadalah as-suhtu. (al-Qurtubi, 2000 h.174)

Menurut hemat penulis, per-buatan korupsi juga bisa dimasuk-kan ke dalam kategori suhtun, karenakorupsi adalah perbuatan yang kejidan haram, adapun uang yang diha-silkan dari perbuatan korupsi samaharamnya dengan uang yang dipero-leh dengan cara menyuap.

Khianat

Secara umum khianat berartiorang yang tidak menepati janji dantidak bisa memelihara dengan baikamanah yang telah dipercayakan ke-padanya. Larangan mengkhianatiamanat sesama manusia beriringandengan larangan mengkhianatiAllah dan RasulNya. Hal ini sebagai-

JURIS, Volume 9 No. 1 (Juni 2010)78

mana firman Allah dalam surat al-Anfal ayat 27:

)27(ألأنفال: أماناتكم وأنـتم تـعلمون “Hai orang-orang yang beriman,janganlah kamu mengkhianati Allahdan Rasul (Muhammad) dan (juga)janganlah kamu mengkhianati ama-nat-amanat yang dipercayakan kepa-damu, sedang kamu Mengetahui.”(Q.S. al-Anfal " 27)

Amanat sesama manusia yangdilarang mengkhianati bisa meliputiamanat politik, ekonomi, muamalahsocial dan sebagainya. Orang yangmelakukan korupsi ataupun ghululberarti dia telah khianat terhadapamanat yang telah diberikan kepa-danya. Adapun si pengkhianat layakuntuk disebut sebagai khaa-in

As-sariqah

As-Sariqah (السرق) adalah ben-tukmashdar dari kata:

أخذ السرقة في اللغةو سرقةيسرق سرقا- سرقالمال في خفاء و حيلة

Makna sariqah secara bahasaadalah “mengambil harta secara sem-bunyi dari tempat penyimpanannya”.

البالغ مقدارا مخصوصا من المال خفية من حرز معلوم بدون حق ولا شبهة

Sedangkan secara syara’ yangdimaksud dengan sariqah atau men-curi adalah: “seorang yang sudah ba-ligh berakal mengambil sejumlah hartatertentu tanpa haq secara sembunyiyang mana harta tersebut tersimpan ditempatnya”. (Abdurrahman 1969: h.156)

Dari definisi ini setidaknyamencuri itu memiliki beberapa un-sur:

1. Mengambil milik orang lain.

2. Cara mengambil barang terse-but secara sembunyi-sembunyi.

3. Harta milik orang lain tersebutberada di tempat penyimpa-nannya.

Berdasarkan definisi tersebut,jika barang yang dicuri bukan milikorang lain, cara mengambilnya de-ngan terang-terangan, atau barangyang dicuri tidak pada tempat pe-nyimpanananya, maka ini bukandisebut pencurian yang layak di-jatuhi hukuman potong tangan.

Islam memberikan hukumanberat atas perbuatan mencuri, yaituhukuman potong tangan bagi pelakupencurian, seperti firman Allah da-lam surat al-Maidah ayat 38:

با والسارق والسارقة فاقطعوا أيديـهما جزاء بما كس 38(

“Laki-laki yang mencuri dan perem-puan yang mencuri, potonglahtangan keduanya (sebagai) pembalas-an bagi apa yang mereka kerjakan dansebagai siksaan dari Allah. dan AllahMaha Perkasa lagi Maha Bijak-sana”.(Q.S. al-Anfal: 38)

Menurut Quraisy Shihab men-curi berbeda dengan korupsi, me-rampok, mencopet dan merampas.Mencuri adalah mengambil secarasembunyi-sembunyi barang berhar-ga milik orang lain yang disimpanoleh pemiliknya pada tempat yangwajar, dan sipencuri tidak diizinkanmemasuki tempat itu. Dengan demi-kian menurut Quraish Shihab siapayang mengambil sesuatu yang bu-

Amelia, Korupsi Dalam Tinjauan Hukum Islam 79

kan miliknya tetapi diamanatkankepadanya, maka ia tidak termasukke dalam pengertian mencuri, sepertiseorang bendaharawan yang meng-gelapkan uang. Tidak juga jikamengambil harta, dimana ada walausedikit dari harta itu yang menjadimiliknya, seperti dua orang atau le-bih yang berserikat dalam sebuahusaha, atau mengambil dari uangNegara. Tidak juga disebut pencuriorang yang mengambil sesuatu darisuatu tempat yang semestinya ba-rang itu tidak diletakkan di sana. To-ko yang terbuka lebar, atau rumahyang tidak terkunci, bila dimasukioleh seseorang lalu mengambil se-suatu yang berharga maka yangmengambilnya terbebaskan dari hu-kum potong tangan karena waktuitu pemilik toko atau rumah tidakmeletakkan barang-barangnya ditempat wajar, sehingga merangsangorang yang lemah keberagamaannyauntuk mencuri. (Quraish Shihab,2000: h. 93)

Begitu juga dengan hadis Nabisecara tegas mengharamkan pencu-rian dan akan menjatuhkan huku-man itu kepada siapa pun yang ter-bukti melakukan pencurian dan me-menuhi syarat dijatuhi had berupapotong tangan sebagaimana dalamhadis shahih riwayat Ahmad:

و تجحده فأمرالنبي صلي الله عليه و سلم تستعير المتاعبقطع يدها فأتي أهلها أسامة بن زيد رضي الله عنه فكلموه فكلم النبي صلي الله عليه و سلم فيها فقال له النبي صلي الله عليه و سلم يا أسامة لا أراك تشفع

ودالله عز و جل ثم قام النبي صلي الله في حد من حدعليه و سلم خطيبا فقال إنما هلك من كان قبلكم بأنه

أذا سرق فيهم أذا سرق فيهم الشريف تركوه و

الضعيف قطعوه, والذي نفسي بيده لو كانت فاطمة بنت محمد سرقت لقطعت يدها فقطع يد المحزمية

(رواه احمد و مسلم)Diriwayatkan dari Aisyah r.a ia ber-kata: ada seorang perempuan Mah-zumiah meminjam barang dan meng-ingkarinya. Kemudian Nabi sawmenyuruh agar tangan perempuanitu dipotong. Tetapi kemudian datangkeluarganya kepada Usamah bin Zaiddan mengadakan pengaduan. Selan-jutnya Usamah bin Zaid menyampai-kan pengaduan itu kepada Nabi. Nabisaw berkata: “Hai Usamah aku tidakdapat membiarkan kamu membebas-kan had dari Allah Azza wa Jalla”Kemudian Nabi saw berdiri dan ber-khotbah sambil berkata: “Sesungguh-nya kehancuran generasi sebelumnyaadalah karena bila ada orang yangmulia dari mereka mencuri, maka me-reka membiarkan, bila orang lemah(rendah) dari mereka mencuri makamereka menegakkan hadd potongtangan. Demi zat di mana jiwaku adapada-Nya, andai kata Fatimah putriMuhammad mencuri, niscaya akumemotong tangannya”. Kemudian di-potong tangan perempuan Mahzu-miah tersebut.(H.R. Ahmad: 24132)

Intihab dan Ikhtilas

Selain istilah-istilah yang telahdisebutkan di atas juga terdapat is-tilah lain yang mempunyai unsur ke-samaan dengan korupsi karena jugatermasuk sebagai suatu tindakan pe-mindahan hak secara melawan hu-kum yaitu: intihab (merampas ataumenjambret) dan ikhtilas (mencopetatau mengutil). Kedua bentuk keja-hatan ini diantara perbuatan khianattetapi berbeda dengan mencuri, dantidak dikenai hukuman potong

JURIS, Volume 9 No. 1 (Juni 2010)80

tangan, seperti hadis Nabi yang di-riwayatkan oleh Tarmizi dan Nasai:

عن جابر عن النبي صلي الله عليه و سلم قال ليس علي خائن ولا منتهب ولا مختلس قطع (رواه

الترميذي)“Dari Jabir dari Rasulullah beliaubersabda: Tidaklah dihukum potongtangan seorang pengkhianat, peram-pas dan pencopet (mengambil secaradiam-diam)” (H.R. al-Tarmidzi:1368)

Jika mengacu kepada beberapaistilah korupsi dalam pandanganSyara’ di atas agaknya kata yang pa-ling tepat untuk mewakili maknadari korupsi adalah ghulul. Meski-pun makna ghulul pada awalnyaterkait dengan pengkhianatan padaharta ghanimah, namun pada per-kembangan bahasa selanjutnya ghu-lul juga dipakai untuk semua bentukkecurangan seperti yang terdapatdalam perilaku korupsi.

Antara ghulul pada penggela-pan ghanimah dengan ghulul padabentuk yang kedua (korupsi) dapatbertemu pada dua poin, yaitu:

1) Kedua bentuk ghulul tersebutmerupakan manifestasi daritindakan khianat pada peker-jaan atau sesuatu yang telahdiamanahkan.

2) Keduanya diharamkan karenaadanya unsur merugikan pihaklain. Yang dirugikan bisa jadisatu orang, masyarakat umum,ataupun Negara. Korupsi itubisa berbentuk penggelapanuang/harta ataupun menerimahadiah yang tidak pantas bagi-nya.

Karena itu mengacu pada un-sur-unsur tindak korupsi sebagaima-na yang telah didefinisikan di atas,maka ghulul memenuhi semua un-sur korupsi karena:

a) Ghulul terjadi karena ada niatuntuk memperkaya diri sendi-ri.

b) Ghulul merugikan orang laindan sekaligus merugikan keka-yaan negara karena ghanimahdan hadiah yang digelapkan(diterima) oleh para pelakunyamengakibatkan tercecernyahak orang lain dan hak Nega-ra.

c) Ghulul terjadi karena adanyapenyalahgunaan wewenang.

d) Ghulul merupakan tindakanyang bertentangan dan sekali-gus melawan hukum karenadilarang agama dan merusaksistem hukum dan moral ma-syarakat.

Selain istilah ghulul, risywah ju-ga sangat dekat pengertiannya de-ngan korupsi, tapi tidak persis sama.Dalam bahasa lain risywah meru-pakan salah satu bentuk dari korup-si. Bahkan Negara Malaysia meman-dang penyuapan sebagai korupsiyang sebenarnya, ditandai dengannama komisinya “Badan PencegahResuah (BPR). (Andi Hamzah 2005,h. 38)

Sementara istilah lain sepertias-suhtu lebih bersifat umum yaitusemua bentuk pemanfaatan dari har-ta yang berasal dari yang haram.Orang yang memakan hasil korupsiberarti as-suhtu demikian juga hasildari mencuri, berjudi, upah perdu-

Amelia, Korupsi Dalam Tinjauan Hukum Islam 81

kunan dan semua perbuatan yangdiharamkan lainnya.

Adapun sariqah mempunyaibanyak kemiripan dengan korupsiwalaupun juga ada beberapa sisiyang membedakannya. Di antaranyaadalah :

a. Mencuri (sariqah) dan korupsisama-sama merupakan perbua-tan mengambil milik orang lainsecara tidak sah.

b. Mencuri adalah mengambilharta secara sembunyi-sem-bunyi, sementara perbuatan ko-rupsi pada dasarnya juga suatukejahatan yang juga disem-bunyikan oleh pelakunya danpelaku korupsi tidak ingin per-buatannya diketahui olehorang lain.

Seorang pencuri mengambilharta orang lain yang berada di tem-pat penyimpanan. Seorang pelakukorupsi pada dasarnya juga telahmengambil sesuatu yang bukan hak-nya di tempat penyimpanannyahanya saja bentuk penyimpanan ba-rang yang dicuri oleh koruptor tidakkonkrit sebagaimana tempat pe-nyimpanan barang yang dilakukanoleh si pencuri seperti uang yangtersimpan dalam lemari. Seorangkoruptor telah mengambil harta ditempat penyimpanan yang abstrakyaitu "amanah" yang telah diper-cayakan kepadanya. Seorang ko-ruptor telah merusak amanah itudengan cara mengambil harta yangterdapat dalam amanah yang ha-rusnya dijaga dengan baik.

Berdasarkan beberapa kesama-an yang terdapat antara pencuriandengan korupsi, penulis berpenda-pat bahwa korupsi dapat disebut ju-

ga dengan istilah sariqah khafi yaitu“pencurian tersembunyi”, karena ti-dak persis sama dengan definisi pen-curian yang dikenal dalam kitabfiqh.

Bagi pelaku korupsi tidak dija-tuhi hukuman potong tangan seba-gaimana hukuman bagi pencuri ka-rena terdapat syubhat untuk melak-sanakannya, sementara hukumanhadd tidak bisa dilaksanakan padakasus yang tidak memenuhi syaratdan syubhat. Dari itu hukuman yangpantas bagi bagi pelaku korupsi ada-lah berupa ta’zir. Meskipun begitutidak selamanya berarti hukumanta’zir untuk pelaku korupsi lebihringan dari hadd pencurian. Sepe-nuhnya ini menjadi kebijakan hakimuntuk menjatuhkan hukuman yangpantas, bahkan bisa jadi hukumanta'zir lebih berat seperti hukumanmati karena kejahatan korupsi yangdilakukan telah membawa kerugianbanyak pihak.

Sanksi Bagi Pelaku Korupsi

Adapun sanksi moral bagi pe-laku korupsi adalah jenazahnya ti-dak dishalatkan, terutama bagi parapemuka agama ataupun tokoh ma-syarakat yang di akui di tengah ma-syarakat. Hal ini sebagaimana yangtelah pernah dilakukan Nabi terha-dap salah seorang sahabat yang me-lakukan korupsi pada waktu perangkhaibar meskipun hanya dalam jum-lah yang relatif kecil yaitu dua dir-ham.

Adapun sanksi dunia bagi pa-ra pelaku korupsi tidak ada disebut-kan secara jelas di dalam nash, seba-gaimana hukum potong tangan bagipencuri. Meskipun demikian bagipelaku korupsi bukan berarti terbe-

JURIS, Volume 9 No. 1 (Juni 2010)82

bas sama sekali dari kejahatan yangtelah dilakukannya, pelaku korupsiharus dikenakan ta’zir, yang ber-tujuan untuk memberikan pelajarankepada pelaku tindak kejahatan agartidak mengulangi lagi kejahatanyang pernah dilakukan.

Untuk tindak pidana korupsiterdapat beberapa unsur yang dapatdijadikan pertimbangan oleh hakimdalam menentukan jenis hukumanyang tepat untuk pelaku korupsi, diantaranya: perampasan harta oranglain, pengkhianatan atau penyalah-gunaan wewenang, kerja sama da-lam kejahatan. Unsur hukuman initergantung kepada bentuk dan besarkecilnya akibat yang ditimbulkandari korupsi yang dilakukan.

Kejahatan seperti ini jelas se-suatu yang dilarang dalam syariatIslam. Untuk selanjutnya diserahkankepada kebijaksanaan hakim untukmemutuskan apa jenis hukumanyang pantas. Hukuman ini tentu sajaharus dilandasi oleh akal sehat, ke-yakinan dan rasa keadilan hakimyang didasarkan pada keadilan ma-syarakat untuk menentukan jenishukuman yang pantas bagi pelakukorupsi. Jenis hukumannya disebutdengan ‘uqubah mukhayyarah (huku-man pilihan).

Adapun jarimah yang dikena-kan hukuman ta’zir ada dua jenisyaitu:

a. Jarimah yang dikenakan huku-man had dan qishas jika tidakterpenuhi salah satu dari unsuratau rukunnya. Misalnya jari-mah pencurian dihukum ta’zirjika barang yang dicuri tidakmencapai nishab (kadar mini-mal) atau barang yang dicuri

tidak disimpan di tempat yangsemestinya.

b. Jarimah yang tidak dikenakanhukuman hadd dan qishas se-perti jarimah pengkhianatanterhadap suatu amanat, jarimahsuap dan lain-lain.

Untuk tindak pidana korupsijelas merupakan suatu maksiat yangmana tidak terdapat hukuman yangtegas dalam al-Quran ataupun sun-nah Nabi, maka dari itu untuk pe-laku tindak pidana korupsi huku-man yang layak bagi pelaku adalahhukum ta’zir.

Menurut penulis bentuk huku-man ta’zir bagi pelaku korupsi ber-macam-macam sesuai dengan beratdan ringannya akibat yang ditimbul-kan dari perilaku tersebut, di antara-nya:

a. Hukuman Berupa Teguran danPeringatan

Hukuman berupa teguran dija-tuhkan oleh hakim terhadap pelakukorupsi yang dinilai ringan namunmerugikan orang lain. Peringatan inibertujuan mendidik pelaku denganmemberikan ancaman kepada pela-ku bahwa jika ia mengulangi lagiperbuatannya maka akan diberikanhukuman yang lebih berat sepertipenjara.

b. Memasukkan pelaku korupsi ke-pada daftar orang-orang tercela,Mengucilkan dan menjauhkan-nya dari pergaulan sosial.

Ta’zir seperti ini pernah dilaku-kan Rasulullah kepada tiga orang sa-habat yang enggan ikut berperangdalam perang Tabuk (Mirarah ibn al-Rabi’ al-“Amiri, Ka’ab ibn Malik,dan Hilal ibn Umayyah al-Waqifi),

Amelia, Korupsi Dalam Tinjauan Hukum Islam 83

dengan cara menjauhkan mereka(mendiamkan) mereka selama limapuluh hari, dan tidak ada yang ber-bicara dengan mereka sehingga sam-pai turun firman Allah dalam suratat-Taubah ayat 118:

:188(التوبة(

“Dan terhadap tiga orang yang di-tangguhkan (penerimaan taubat) me-reka, hingga apabila bumi Telah men-jadi sempit bagi mereka, padahal bu-mi itu luas dan jiwa merekapun Telahsempit (pula terasa) oleh mereka,serta mereka Telah mengetahui bahwatidak ada tempat lari dari (siksa)Allah, melainkan kepada-Nya saja.Kemudian Allah menerima Taubatmereka agar mereka tetap dalam tau-batnya. Sesungguhnya Allah-lahyang Maha Penerima Taubat lagiMaha Penyayang”.(Q.S. at-Taubah:188)

c. Memecat Pelaku Korupsi dariJabatannya.

Pemecatan merupakan bentukta’zir yang mennerangkan kepadamasyarakat bahwa pelaku korupsi ti-dak layak lagi mengemban amanahkarena pengkhianatannya yang telahmelakukan korupsi. Hal ini bisa di-berlakukan kepada pejabat public,yang mana dia mendapat gaji dari ja-batannya tersebut ataupun jabatanyang sifatnya sukarela.

d. Hukuman berupa dera ataucambuk.

Hukuman ini diberlakukan ter-hadap pelaku korupsi tidak dimak-

sudkan untuk melukai tetapi untukmembuat jera pelaku. Bentuk huku-man ta’zir ini diambil berdasarkanhadis Nabi:

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم مروا أولادكم باالصلاة وهم أبناء سبع سنين واضربوهم عليها وهم

أبناء عشر وفرقوا بينهم في المضاجع (رواه أحمد)“Suruhlah anak-anak kamu untukshalat ketika mereka telah mencapaiusia tujuh tahun, dan pukullah mere-ka jika mereka tidak mengerjakannyabila umur mereka telah mencapai se-puluh tahun dan pisahkanlah antaramereka di tempat tidur” (H.R. Ah-mad : 6402)

Terdapat perbedaan pendapatdi kalangan ulama tentang jumlahcambuk. Imam Abu Hanifah dan se-kelompok pengikut Imam Syafi’iberpendapat bahwa tidak bolehmenjatuhkan hukuman ta’zir melebi-hi sepuluh kali deraan. Pendapat inidipegangi berdasarka hadis Nabi:

عن أبي بردة رضي الله عنه قال كان النبي صلى الله عليه وسلم يقول لا يجلد فوق عشر جلدات إلا في

حد من حدودالله (رواه البخاري)“Janganlah dipukul melebihi sepuluhkali cambukan, kecuali hanya dalampelaksanaan hukuman hadd yang te-lah ditetapkan Allah” (H.R al-Bu-khariy: 6342)

Adapun Imam Malik, Asy-Syafi’i dan lainnya, mereka memper-bolehkan lebih dari sepuluh kali de-raan, akan tetapi jangan sampai me-lewati batas hukuman hadd perbua-tan maksiat.( Sayyid Sabiq,, h. 164)

e. Hukuman berupa harta (denda)

Hukuman ini seperti hukumanyang dikenakan kepada pencurian

JURIS, Volume 9 No. 1 (Juni 2010)84

buah-buahan yang masih berada dipohon. Rasulullah bersabda:

ومن خرج بشيء منه فعليه غرامة مثليه والعقوبة (رواه النساءي)

“Siapa saja yang mengambil barangorang lain, maka ia harus menggantidua kali lipat nilai barang yang telahia ambil dan ia harus diberi huku-man” (H.R. an-Nasai: 4872)

f. Penjara

Penjara bisa berjangka panjangdan bisa berjangka pendek, bahkansampai seumur hidup. Berapa lamaseseorang di penjara sepenuhnya di-tentukan oleh hakim. Hukuman bisasaja diperpanjang atau diperpendekdengan memperhatikan akhlak pela-ku selama menjalani masa hukuman.Jika pelaku korupsi selalu meng-ulangi kejahatannya, dan kejahatan-nya membahayakan banyak pihak,maka hukumannya bisa dipenjarasampai mati. (Syamsul Anwar 2006,h. 85)

g. Pengasingan

Untuk pengasingan, ulama ber-beda pendapat tentang batas maksi-mal pengasingan. Menurut ulamaSyafi’iyah dan Hanabilah penga-singan tidak boleh lebih dari satu ta-hun, karena pengasingan awalnyadiberlakukan kepada pelaku zinayang lamanya satu tahun. Sedang-kan Abu Hanifah membolehkan le-bih dari satu tahun, karena tujuanta’zir untuk memberikan penyadarandan bukan berari sebagai pemberla-kuan hadd seperti pada pelaku zina.

h. Penyaliban

Hukuman berupa penyalibanpernah dilakukan Rasulullah terha-dap pelaku kerusuhan, keonaran

dan pembangkangan yang biasa di-sebut hirabah

Pelaku korupsi dalam jumlahbesar seperti mencapai jumlah mil-yaran pada dasarnya telah membuatkerusuhan yang sangat besar karenadengan uang rakyat yang telah di-korupnya telah menimbulkan pen-deritaan bagi banyak orang, di sam-ping juga merupakan pembang-kangan terhadap peraturan yang te-lah di buat pemerintah.

i. Hukuman mati

Bisa jadi hukuman ta’zir adalahberupa hukuman mati. Hal ini diber-lakukan jika kemaslahatan benar-be-nar menghendakinya. Ini akan mem-bawa pengaruh dan nilai pendidikanyang besar sekali bagi masyarakatlainnya, karena akan menjadikanorang lain takut untuk melakukanhal yang serupa.

Bentuk-bentuk hukuman ta’zirdi atas bisa saja diberlakukan bagipara pelaku korupsi. Ini berdasarkapada kenyataan bahwa praktek ko-rupsi bisa dari tingkatan yang sa-ngat sederhana hingga terberat yangmengakibatkan banyak kerugianditengah-tengah masyarakat, bahkanlebih buruk lagi bisa berakibatkehancuran suatu tatanan Negara.Menurut penulis tindak pidanakorupsi harus benar-benar dilaksa-nakan dengan serius dan tegasdengan tetap memperhatikan prin-sip-prinsip keadilan. Adapun hakuntuk memutuskan perkara tersebutsepenuhnya menjadi hak hakimyang telah diamanahi untuk memu-tuskan perkara tersebut.

Amelia, Korupsi Dalam Tinjauan Hukum Islam 85

PENUTUP

Perbuatan korupsi merupakantindakan amoral yang bertentangandengan nilai luhur seorang muslim.Seorang muslim dituntut untuk ber-sikap jujur dan amanah, sementarakoruptor mempunyai sifat kebalikandari itu yakni penipu dan serakah.

Dalam Islam korupsi merupa-kan perbuatan fasad, yakni merusak

tatanan kehidupan,mengancam jiwadan harta banyak orang. Pelakunyaharus mendapatkan hukuman beru-pa ta’zir setimpal yang bentuknyaditetapkan oleh hakim.

Harta yang didapat dari hasilkorupsi adalah harta haram. Kehara-man harta tersebut tidak berubah ja-di halal meskipun harta tersebut di-gunakan untuk kebaikan atau ke-giatan amal.

DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Syamsul, Fiqih Anti Korupsi,Jakarta: Pusat Studi Agama danPeradaban (PSAP), 2006

Beter Salim, Kamus Bahasa IndonesiaKontemporer Jakarta: ModrenEnglish Press, 1991

Dahlan, Abdul Aziz dkk, EnsiklopediHukum Islam, Jakarta: PT IchtiarBaru van Hoeve, 1999

Departemen Agama, al-Quran danTerjemahnya, Bandung: PTSyamil Cipta Media, 2004

ad Damsyiqi, Ibnu Hamzah alHusaini al Hanafi Al-Bayan, waal-Ta’rif fi Asbab wurud al-Hadisal-Syarif, Alih bahasa H. M. Su-warta Wijaya B.A, Asbabul Wu-rud, Latar balakang Historis Tim-bulnya Hadis-Hadis Rasul Ja-karta: Kalam Mulia , 2006

Forum Keadilan No 8, Juni, 2002:

al-Ghazali, Imam Ihya Ulumuddin,al-Halal Wal Haram, alih bahasaAbdul Hamid zahwan, Halal,Haram dan Syubhat, Jakarta:Pustaka Mantik, 1995

Hamzah, Andi Pemberantasan KorupsiMelalui Hukum Pidana Nasional

dan Internasional, Jakarta: Raja-grafindo Persada, 2005

-------, Perbandingan PemberantasanKorupsi di Berbagai Negara Jakar-ta: Sinar Grafika, 2005

Haroen, Nasrun, Fiqh Muamalah , Ja-karta, Gaya Media Pratama,2000

Hasan, Ahmad, al- Auraq al-Naqdiyahfi al-Iqtidhad al-Islamy (Qimatuhawa Ahkamuha), alih bahasaSaifurrahman Barito, denganjudul Mata Uang Islami, Jakarta:PT Raja Grafindo Persada, 2005

http://www.kompas.com/kompas-cetak/opini, 2005

al-Jazairiy, Abdurrahman Kitab al-Fiqh ‘ala Mazahib al-Arba’ah,Beirut: Dar Ihya al-Turats al-“Arabiy 1969

Koran Tempo, November 2006

Manzhur, Jamaludin Muhammadbin Mukram Ibnu, Lisan al-A-rab, Al-Qahirah:Dar al-Hadis,2003

Marpaung, Leden, Tindak Pidana Ko-rupsi, Pemberantasan dan Pence-gahan, Jakarta: Djambatan, 2004

JURIS, Volume 9 No. 1 (Juni 2010)86

Muhsin, Abdullah Bin Abdul, Jarii-mah ar-Rasywati fi asy-Syari’atial-Islamiyyati, alih bahasa Mu-khatab Hamzah, Suap DalamPandangan Islam Jakarta: GemaInsani Press, 2001

Munawwir, Ahmad Warson, KamusAl-Munawwir Arab-Indonesia Su-rabaya: Pustaka Progressif,1984

an-Nawawi,al-Imam, Syarah al-Ar-ba’in an-Nawawiyah Beirut, Daral-Kutub al-Ilmiah,2001

P&K Dep, Kamus Besar Bahasa Indo-nesia ,Jakarta: Balai Pustaka,1989

Poerwadaminta, W.J.S, Kamus UmumBahasa Indonesia Jakarta: BalaiPustaka, 1985

Qal’anaji, Muhammad Rawwas Ha-mid Shadiq Qunaibi, Mu’jamLughah al-Fuqaha’, Beirut: Daral-Nafaais, 1988

--------, Mausu’ah Fiqhi Umar IbnulKhatab Ra, alih bahasa M.Abdul Mujieb, Ensiklopedi FiqhUmar bin Khatab Ra Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1999

al-Qardhawi Yusuf, Al-Ibadah filIslam, alih bahasa: AbdurrahimRahman,dengan judul Ibadahdalam Islam, Jakarta: Akbar Me-dia Eka Sarana, 2005

-------, al-Halal wal Haram fil Islam,alih bahasa Muammal Hamidy,Halal dan Haram dalam IslamSingapura: Himpunan Belia Is-lam, 1980

Ahmad, Abu Abdul Halim SuapDampak dan Bahayanya, TinjauanSyar’i dan Sosial Jakarta: Pusta-ka al-Kautsar, 1996

Qarshu al-Barnamij/CD, Mausu’ah al-Hadist asy-Syarif al-Kutub at-Tis’aht, Riyadh: Asy-Syirkah al-Alamiyah Elektroniyat, 1997

Rasyid, Hamdan, Fiqih Indonesia,Himpunan Fatwa-fatwa Aktual(Kumpulan fatwa-fatwa MUI Pro-pinsi Jakarta) Jakarta: P.T Al-Mawardi Prima, 2003

Sangaji,W. Tindak Pidana Korupsi, Su-rabaya: Indah, 1999

Shihab, M. Quraish Tafsir al-Misbah,Jakarta: Lentera Hati, 2003

Shihab, Umar Keputusan Fatwa Mu-syawarah Nasional VI Majelis U-lama Indonesia Nomor: 4/MUNASVI/MUI/2000 Jakarta:28 Juli 2000

Sindhudarmoko, Mulyatno dkk, E-konomi Korupsi, Jakarta, PustakaQuantum, 2001

Amelia, Korupsi Dalam Tinjauan Hukum Islam 87