Konsep sehat sakit
-
Upload
vandosamuel -
Category
Documents
-
view
49 -
download
4
description
Transcript of Konsep sehat sakit
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Sehat dan Sakit
2.1.1 Definisi Sehat
Menurut WHO sehat adalah a state of complete physical, mental,and
social well being and not merely the absence of illness or indemnity ( suatu
keadaan yang sempurna baik fisik mental dan sosial tidak hanya bebas dari
penyakit atau kelemahan. Mengandung 3 karakteristik :
1. Merefleksikan perhatian pada individu sebagai manusia
2. Memandang sehat dalam konteks lingkungan internal dan eksternal.
3. Sehat diartikan sebagi hidup yang kreatif dan produktif.
Sehat merupakan suatu kondisi tetapi merupakan penyesuaian, bukan
merupaka suatu keadaan tetapi suatu proses. Proses disini adalah adaptasi individu
yang tidak hanya terhadap fisik mereka tetapi terhadap lingkungan sosialnya.
Menurut Pender ( 1982 ) sehat adalah perwujudan individu yang diperoleh
melalui kepuasan dalam berhubungan dengan orang lain ( aktualisasi ). Perilaku
yang sesuai dengan tujuan , perawatan didi yang kompeten sedangkan
penyesuaian diperlukan untuk mempertahankan stabilitas dan integritas structural.
Menurut UU No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan sehat adalah keadaan
sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup
produktif secara sosial dan ekonomis.
2.1.2 Definisi Sakit
Menurut Bauman ( 1985 ) sakit adalah : ketidakseimbangan dari kondisi
normal tubuh manuasia diantaranya system biologic dan kondisi penyesuaian.
3
4
2.1.3 Fase – fase sakit
1. Fase latent
Seseorang sudah terinfeksi suatu mikroorganisme, karena badan seseorang baik
maka gejala – gejala dan tanda – tanda serta keluhan belum ada, sehingga aktifitas
sehari – hari dapat dilakukan.
2. Prodromal
Pada fase ini seseorang sudah terdapat peningkatan, bahwa dirinya sakit, seperti
tidak enak badan atau kadang – kadang lemas.
3. Akut
Tanda dan gejala akan bertambah dan semakin lengkap, bentuknya disini klien
baru sadar bahwa dirinya sakit, kadanga- kadang emosinya tidak stabil dan lekas
marah, dan ia hanya mampu memikirkan dirinya sendiri dan penyakitnya.
4. Resolusi
Klien perlu tindakan yang sifatnya mengembalikan secara normal.
2.1.4 Rentang Sehat-Sakit
A. Menurut model Holistik Health yang sekali – sekali normal sakit
Tahapan sakit menurut suchman terbagi menjadi 5 tahap yaitu :
1.Tahap transisi : individu percaya bahwa ada kelainan dalam tubuh ,
merasa dirinya tidak sehat , merasa timbulnya berbagai gejala adanya
bahaya. Mempunyai 3 aspek :
a. Secara fisik : nyeri , panas tinggi
b. Kognitif : interprestasi terhadap gejala
c. Respons emosi terhadap ketakutan / kecemasan.
2.Tahap asumsi terhadap peran sakit : Penerimaan terhadap sakit .individu
mencari kepastian sakitnya dari keluarga atau teman yang menghasilkan
5
peran sakit . mencari pertolongan dari profesi kesehatan yang lain
mengobati sendiri, mengikuti nasihat teman / keluarga.
Akhir tahap ini dapat ditentukan bahwa gejal telah berubah dan merasa lebih
buruk. Individu masih mencari penegasan dari keluarga tentang sakitnya. Rencana
pengobatan dipenuhi / dipengaruhi oleh pengetahuan dan pengalaman.
3. Tahap kontak dengan pelayanan kesehatan
Individu yang sakit meminta nasehat dari profesi kesehatan atas inisiatif sendiri.
Ada 3 tipe informasi :
a. Validasi sakit
b. Penjelasan gejala yang tidak dimengerti
c. Keyakinan bahwa mereka akan baik.
Jika tidak ada gejala individu mempersepsikan dirinya sembuh jika ada gejala
kembali pada posisi kesehatan.
4. Tahap ketergantungan
Jika profesi kesehatan memvalidasi ( menetapkan ) bahwa seseoang sakit maka
yang menjadi pasien akan ketergantungan untuk memperoleh bantuan.
5. Tahap penyembuhan
Pasien belajar untuk melepaskan peran sakit.
2.1.5 Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Derajat Kesehatan Masyarakat
Menurut Hendrik L. Bloom ada empat faktor yang mempengaruhi status
kesehatan masyakarat yaitu lingkungan , perilaku, pelayanan kesehatan dan
keturunan. Dari bagian tersebut dapat dilihat bahwa faktor yang paling
mempengaruhi derajat kesehatan adalah faktor lingkungan, kemudian disusul oleh
faktor perilaku pelayanan kesehatan dan terakhir keturunan.Uraian faktor – faktor
tersebut adalah :
6
1. Lingkungan hidup
Fisik : sampah, air, udara, perumahan dsb.
Sosial : kebudayaan , pendidikan, ekonomi ( interaksi manusia )
Biologi : hewan , jasad remik, tetumbuhan.
2. Perilaku
Merupakan adat atau kebiasaan dari masyarakat.
Sehat tidaknya lingkungan dan keluarga tergantung perilaku.
3. Pelayanan kesehatan
Peranan pelayanan kesehatan adalah :
a. Menentukan dalam pelayanan pemulihan kesehatan, pencegahan
penyakit pengobatan, dan perawatan kesehatan.
b. Dipengaruhi oleh faktor lokasi atau jarak ke tempat pelayanan
kesehatan sumber daya manusia, informasi kesesuaian program
pelayanan kesehatan dengan kebutuhan masyarakat.
4. Keturunan
Faktor keturunan adalah faktor yang telah ada dalam diri manusia yang
dibawa sejak lahir. Sebagai contoh : diabetes mellitus, asma, epilepsy, retardasi
mental, hipertensi, buta warna dll.
Upaya-upaya kesehatan masyarakat meliputi 4 area kegiatan yaitu : upaya
promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.
1. Promotif
Adalah usaha yang ditujukan untuk meningkatkan kesehatan ,meliputi
usaha-usaha untuk peningkatan gizi, pemeliharaan kesehatan perorangan,
pemeliharaan kesehatan lingkungan , olahraga teratur dan istirahat cukup sehingga
dapat mencapai derajat kesehatan yang optimal
7
2. Preventif
Adalah usaha yang ditujukan untuk mencegah terjadinya penyakit meliputi
usaha-usaha pemberian imunisasi (bayi, anak, bumil). Pemeriksaan kesehatan
berkala untuk mendeteksi penyakit secara dini.
3. Kuratif
Adalah nusaha yangditujuikan kepada orang yang sakit untuk diobati
secara tepat dan adekuat sehinga kesehatan pulih.
4. Rehabilitative
Adalah nusaha yang ditujukan terhadap penderita yang baru pulih dari
penyakit yang dideritanya ,untuk memperbaiki kelemahan pisik mental dan sosial
pasien sebagai akibat dari penyakit yang dideritanya meliputi latihan-latihan
terpogram pisioterafi.
2.2 Promosi Kesehatan
2.2.1 Definisi Promosi Kesehatan
“Promosi kesehatan merupakan upaya untuk meningkatkan kemampuan
masyarakat dalam mengendalikan faktor-faktor kesehatan melalui pembelajaran
dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat, agar mereka dapat menolong dirinya
sendiri, serta mengembangkankegiatan yang bersumberdaya masyarakat, sesuai
sosial budaya setempat dan didukung oleh kebijakan public yang berwawasan
kesehatan.” Definisi yang dirumuskan Departemen Kesehatan, lebih
menggambarkan bahwa promosi kesehatan adalah gabungan antara pendidikan
kesehatan yang dudukung oleh kebijakan public yang berwawasan kesehatan.
Gabungan kedua upaya ini akan memberdayakan masyarakat sehingga dapat
mengontrol determinan-determinan kesehatan. Promosi Kesehatan, bertujuan
untuk meningkatnya kemampuan individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat
untuk hidup sehat dan mengembangkan upaya kesehatan yang bersumber
masyarakat, serta terciptanya lingkungan yang kondusif untuk mendorong
terbentuknya kemampuan masyarakat.
8
2.2.2 Ruang Lingkup Promosi Kesehatan
1. Ruang Lingkup Berdasarkan Aspek Kesehatan
Secara umum bahwa kesehatan masyarakat itu mencakup 4 aspek pokok,
yakni: promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Sedangkan ahli lainnya
membagi menjadi dua aspek, yakni :
a. Aspek promotif dengan sasaran kelompok orang sehat, dan
b. Aspek preventif (pencegahan) dan kuratif (penyembuhan) dengan sasaran
kelompok orang yang memiliki resiko tinggi terhadap penyakit dan
kelompok yang sakit.
Dengan demikian maka ruang lingkup promosi kesehatan di kelompok menjadi
dua yaitu :
a. Pendidikan kesehatan pada aspek promotif.
b. Pendidikan kesehatan pada aspek pencegahan dan penyembuhan.
2. Ruang Lingkup Promosi Kesehatan Berdasarkan Tatanan Pelaksanaan
Ruang lingkup promosi kesehatan ini dikelompokkan menjadi :
a. Promosi kesehatan pada tatanan keluarga (rumah tangga).
b. Pendidikan kesehatan pada tatanan sekolah.
c. Pendidikan kesehatan di tempat kerja.
d. Pendidikan kesehatan di tempat-tempat umum.
e. Pendidikan kesehatan pada fasilitas pelayanan kesehatan.
3. Ruang Lingkup Berdasarkan Tingkat Pelayanan
Pada ruang lingkup tingkat pelayanan kesehatan promosi kesehatan dapat
dilakukan berdasarkan lima tingkat pencegahan (five level of prevention) dari
Leavel and Clark.
9
a. Promosi Kesehatan.
b. Perlindungan khusus (specific protection).
c. Diagnosis dini dan pengobatan segera (early diagnosis and prompt
treatment).
d. Pembatasan cacat (disability limitation)
e. Rehabilitasi (rehabilitation).
2.2.3 Tujuan Promosi Kesehatan.
Budiarto, 2003 tujuan promosi kesehatan terdiri dari tiga tingkatan yaitu:
a. Tujuan Program
Refleksi dari fase social dan epidemiologi berupa pernyataan tentang apa yang
akan dicapai dalam periode tertentu yang berhubungan dengan status kesehatan.
Tujuan program ini juga disebut tujuan jangka panjang, contohnya mortalitas
akibat kecelakaan kerja pada pekerja menurun 50 % setelah promosi kesehatan
berjalan lima tahun.
b. Tujuan Pendidikan
Pembelajaran yang harus dicapai agar tercapai perilaku yang diinginkan. Tujuan
ini merupakan tujuan jangka menengah, contohnya : cakupan angka kunjungan ke
klinik perusahaan meningkat 75% setelah promosi kesehatan berjalan tiga tahun.
c. Tujuan Perilaku
Gambaran perilaku yang akan dicapai dalam mengatasi masalah kesehatan.
Tujuan ini bersifat jangka pendek, berhubungan dengan pengetahuan, sikap,
tindakan, contohnya: pengetahuan pekerja tentang tanda-tanda bahaya di tempat
kerja meningkat 60% setelah promosi kesehatan berjalan 6 bulan
2.2.4 Sasaran Promosi Kesehatan
Berdasarklan pentahapan upaya promosi kesehatan, maka sasaran dibagi
dalam tiga kelompok sasaran, yaitu :
10
1. Sasaran Primer (primary target)
Sasaran umumnya adalah masyarakat yang dapat dikelompokkan menjadi,
kepala keluarga untuk masalah kesehatan umum, Ibu hamil dan menyusui anak
untuk masalah KIA (Kesehatan Ibu dan Anak) serta anak sekolah untuk kesehatan
remaja dan lain sebagianya. Sasaran promosi ini sejalan dengan strategi
pemberdayaan masyarakat (empowerment).
2. Sasaran Sekunder (secondary target)
Sasaran sekunder dalam promosi kesehatan adalah tokoh-tokoh
masyarakat, tokoh agama, tokoh adat, serta orang-orang yang memiliki kaitan
serta berpengaruh penting dalam kegiatan promosi kesehatan, dengan harapan
setelah diberikan promosi kesehatan maka masyarakat tersebut akan dapat
kembali memberikan atau kembali menyampaikan promosi kesehatan pada
lingkungan masyarakat sekitarnya.
Tokoh masyarakat yang telah mendapatkan promosi kesehatan diharapkan
pula agar dapat menjadi model dalam perilaku hidup sehat untuk masyarakat
sekitarnya.
3. Sasaran Tersier (tertiary target)
Adapun yang menjadi sasaran tersier dalam promosi kesehatan adalah pembuat
keputusan (decission maker) atau penentu kebijakan (policy maker). Hal ini
dilakukan dengan suatu harapan agar kebijakan-kebijakan atau keputusan yang
dikeluarkan oleh kelompok tersebut akan memiliki efek/dampak serta pengaruh
bagi sasaran sekunder maupun sasaran primer dan usaha ini sejalan dengan
strategi advokasi (advocacy).
11
2.2.5 Visi dan Misi Promosi Kesehatan
1. Visi.
Visi Promosi Kesehatan, merupakan bagian integral dari Visi Indonesia
Sehat 2010, maka Visi Promosi Kesehatan ditetapkan “ Perilaku Hidup Bersih &
Sehat 2010” atau “ PHBS 2010”. Artinya adalah bahwa keadaan dimana individu-
individu dalam rumah tangga (keluarga) masyarakat Indonesia telah
melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat dalam rangka :
a. mencegah timbulnya penyakit dan masalah-masalah kesehatan lain
b. menanggulangi penyakit dan masalah-masalah kesehatan lain, dalam rangka
meningkatkan derajat kesehatan,
c. memanfaatkan pelayanan kesehatan d. mengembangkan dan menyelenggarakan
upaya kesehatan bersumber masyarakat.
2. Misi
Misi Promosi Kesehatan, adalah :
a. memberdayakan individu, keluarga, dan kelompok-kelompok dalam
masyarakat, baik melalui pendekatan individu dan keluarga, maupun
pengorganisasian dan penggerakan masyarakat
b. membina suasana atau lingkungan yang kondusif bagi terciptanya perilaku
hidup bersih dan sehat masyarakat
c. mengadvokasi para pengambil keputusan dan penentu kebijakan serta pihak-
pihak lain yang berkepentingan (stekeholders) dalam rangka :
1) mendorong diberlakukannya kebijakan dan peraturan perudang-undangan
yang berwawasan kesehatan.
2) mengintegrasikan promosi kesehatan, khususnya pemberdayaan
masyarakat dalam program-program kesehatan.
12
3) meningkatkan kemitraan sinergis antara pemerintah pusat dan daerah
serta antara pemerintah dengan masyarakat (termasuk LSM).
4) meningkatkan investasi dalam bidang promosi kesehatan pada khususnya
dan bidang kesehatan pada umumnya.
2.2.6 Strategi Promosi Kesehatan
Ada 3 (tiga) strategi dasar promosi kesehatan, yaitu Gerakan
Pemberdayaan sebagai ujung tombak, yang didukung oleh Bina Suasana dan
Advokasi. Ke dalam masing-masing strategi harus diintegrasikan semangat dan
dukungan Kemitraan dengan berbagai stakeholders. Kesemuanya diarahkan agar
masyarakat mampu mempraktikkan perilaku mencegah dan mengatasi masalah
kesehatannya.
1. Pemberdayaan Masyarakat
Gerakan Pemberdayaan pada hakikatnya adalah proses pemberian
informasi secara bertahap untuk mengawal proses perubahan pada diri sasaran,
dari tidak tahu menjadi tahu, dari tahu menjadi mau, dan dari mau menjadi
mampu mempraktikkan PHBS. Setiap fase perubahan memerlukan informasi
yang berbeda. Tetapi yang paling menentukan adalah fase pertama, di mana kita
harus dapat menyadarkan si sasaran bahwa suatu masalah kesehatan adalah
masalah bagi yang bersangkutan. (Misalnya, menyadarkan ibu-ibu di desa bahwa
perut buncit anak-anaknya adalah masalah. Jika ini berhasil dilakukan, maka batu
sandungan kedua akan dijumpai pada fase perubahan dari mau ke mampu. Banyak
orang yang sudah mau berperilaku tertentu (misalnya memeriksakan
kehamilannya ke Puskesmas), tetapi tidak mampu melakukan karena tidak adanya
dukungan sarana (misalnya tidak punya uang untuk transpor). Di sinilah perlu
hadirnya Advokasi untuk mengupayakan subsidi dari pemerintah dan atau
bantuan dana dari penyandang dana. Selain itu, banyak juga dijumpai orang-orang
yang yang katanya mau, tetapi tidak kunjung melakukan. Bagi mereka perlu
dibuat dan diterapkan peraturan perundang-undangan. Untuk itu, Advokasi
kepada pengambil keputusan (bupati /walikota, DPRD, dll) diperlukan.
13
2. Bina Suasana
Strategi dasar ke-2 adalah Bina Suasana. Yaitu upaya untuk menciptakan
lingkungan sosial yang mendorong perubahan perilaku si sasaran. Menurut teori,
perubahan perilaku seseorang akan lebih cepat terjadi, jika lingkungan sosialnya
berperan sebagai pendorong, atau penekan (pressure).
3. Advokasi
Strategi dasar ke-3 adalah Advokasi. Sebagaimana disebutkan di muka,
Advokasi diperlukan untuk mendapatkan dukungan baik berupa peraturan
perundang-undangan, dana maupun sumber daya lain. Advokasi tidak boleh
dilakukan ala-kadarnya, karena Advokasi sebenarnya merupakan upaya/proses
strategis dan terencana, menggunakan informasi yang akurat dan teknik yang
tepat.
4. Kemitraan
Kemitraan adalah suatu kerjasama yang formal antara individuindividu,
kelompok-kelompok atau organisasi-organisasi untuk mencapai suatu tugas atau
tujuan tertentu. Dalam kerjasama ada kesepakatan tentang komitmen dan harapan
masing-masing, tentang peninjauan kembali terhadap kesepakatan-kesepakatan
yang telah dibuat, dan berbagi baik dalam risiko maupun keuntungan. Kemitraan
inilah yang mendukung dan menyemangati penerapan 3 (tiga) strategi dasar.
Penerapan 3 (tiga) strategi dasar tersebut perlu metode dan teknik masing, yaitu
dengan pendekatan-pendekatan indivual, kelompok, maupun masyarakat.
Pendekatan individu biasa berupa pemberian Pelatihan Bagi Tenaga Promosi
Kesehatan di Puskesmas 13 informasi dan edukasi, konseling, mencari faktor
resiko (risk assessment) terutama untuk pencegahan penyakit. Pendekatan
individu lebih cocok dilaksanakan di rumah sakit, praktik dokter, dan bidan, serta
posyandu dan puskesmas. Pendekatan kelompok, biasanya lebih efisien dan
efektif serta lebih luas jangkauannya. Metode bermacammacam seperti ceramah,
seminar, lokakarya, konferensi. Pendekatan massa atau populasi, untuk
menjangkau masyarakat luas, metodenya : pemakaian media massa,
14
pengembangan masyarakat, kebijakan public dan legislasi, pengembangan
organisasi.
2.2.7 Analisi Pendekatan Promosi Kesehatan
15
2.3 Dasar-Dasar Perilaku Kesehatan Di Masyarakat
2.3.1 Konsep Perilaku
Perilaku adalah bentuk respon atau reaksi terhadap stimulus dan rangsangan dari
luar organisme (orang), namun dalam memberikan respon sangat tergantung
pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang bersangkutan, baik
faktor internal maupun faktor eksternal (Notoatmodjo, 2007).
2.3.2 Jenis-jenis Perilaku kesehatan
1. Perilaku kesehatan yang Ideal (ideal berhavior) Ialah tindakan terkait dengan
kesehatan yang bisa diamati (observable), yang menurut para ahli perlu
dilakukan oleh individu warga masyarakat untuk mengurangi atau membantu
memecahkan masalah kesehatan. Contoh, perilaku ideal untuk menghindari
penyakit malaria. Membuang air limbah di saluran pembuangan agar tidak
menyebabkan genangan air yang menjadi tempat berkembangbiaknya nyamuk.
Memasang kawat kasa di rumah guna mencegah masuknya nyamuk.
2. Perilaku kesehatan sekarang (current behaviour) lalah perilaku kesehatan yang
betul-betul sedang dilakukan oleh sasaran saat ini. Dapat diidentifikasi dengan
observasi lapangan untuk dibandingkan dengan perilaku ideal.
3. Perilaku yang diharapkan (expected/ feasible behaviour) Adalah perilaku
kesehatan yang diharapkan bisa dilaksanakan oleh sasaran sebagai tujuan dari
promosi kesehatan, disebut juga target behaviour. Disamping kriteria diatas,
Dunn (1986) dalam Kalangie (1992) mengkategorikan jenis-jenis perilaku
kesehatan menjadi empat bagian, yaitu:
1. Perilaku yang tak disadari merugikan kesehatan
2. Perilaku yang disadari merugikan kesehatan
3. Perilaku yang tak disadari menguntungkan kesehatan
16
4. Perilaku yang disadari menguntungkan kesehatan.
2.3.3 Bentuk perilaku
Bentuk dari perilaku dibedakan menjadi 2 bentuk yaitu bentuk perilaku
tertutup (covert behaviour) dan bentuk perilaku terbuka (overt behaviour).
Respon atau reaksi terhadap stimulus yang masih terbatas pada perhatian,
persepsi, pengetahuan/kesadaran, sikap yang terjadi pada orang yang menerima
stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain disebut
dengan bentuk prilaku tertutup sedangkan bentuk perilaku terbuka (overt
behaviour) merupakan respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan
nyata atau terbuka dan sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktik, yang
dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain (Notoatmodjo, 2007).
Faktor – faktor yang menyebabkan respon terhadap stimulus berbeda pada
setiap orang ada 2 yaitu: 1) faktor internal, merupakan karakteristik orang yang
bersangkutan, yang bersifat given atau bawaan 2) faktor eksternal, yakni
lingkungan, baik lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, politik, dan
sebagainya (Notoatmodjo, 2007)
Benyamin Bloom (1908) seorang ahli psikologi pendidikan membagi perilaku
manusia kedalam tiga domain yakni: a) kognitif, b) afektif, c) psikomotor
kemudian dimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan, yakni:
pengetahuan, sikap, praktik atau tindakan (Notoatmodjo, 2007).
2.3.3.1 Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan
pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Sebagian besar pengetahuan manusia
diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain
yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2007).
2.3.3.2 Tingkatan pengetahuan didalam domain kognitif
17
Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan
yaitu: 1) Tahu (know) diartikan sebagai mengingat materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Kata kerja yang digunakan untuk mengukur orang tahu tentang apa
yang dipelajari adalah menyebutkan, menguraikan, mendefenisikan, menyatakan,
dan sebagainya. 2) Memahami, yaitu kemampuan untuk menjelaskan secara
benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut
secara benar. 3) Aplikasi, diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan
materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). 4)
Analisis, merupakan suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu
objek kedalam komponen- komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur
organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. 5) Sintesis, yaitu
menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan
bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. 6) Evaluasi,
berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap
suatu materi atau atau objek.
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan cara melakukan wawancara
atau memberikan angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin di ukur
dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin
diketahui atau diukur dapat disesuaikan dengan tingkatan- tingkatan pengetahuan
(Notoatmodjo, 2007)
Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilakau yang didasari oleh
pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak di dasari ilmu
pengetahuan. Penelitian Rogers (1974) mengungkapkan bahwa sebelum orang
mengadopsi perilaku (berprilaku baru), di dalam diri orang tersebut terjadi proses
berurutan yakni: 1) Awarness (kesadaran) orang tersebut menyadari dalam arti
mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu, 2) Interest, yakni orang mulai
tertarik pada stimulus, 3) Evaluation (menimbang- nimbang baik dan tidaknya
stimulus tersebut bagi dirinya). 4) Trial, orang mulai mencoba perilaku baru, 5)
Adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran,
dan sikapnya terhadap stimulus (Notoadmojo, 2007).
18
2.3.3.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan
Dalam memperoleh suatu pengetahuan akan dipengaruhi oleh beberapa faktor
yaitu: 1) Pendidikan, semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin mudah
menerima informasi. 2) Pekerjaan, lingkungan pekerjaan dapat menjadikan
seseorang memperoleh pengalaman dan pengetahuan, dimana seseorang terpapar
dari sebuah informasi yang awalnya tidak tahu menjadi tahu, baik secara langsung
maupun secara tidak langsung. 3) Usia, dengan bertambahnya usia seseorang,
maka akan terjadi perubahan pada aspek fisik dan psikologis (mental). 4) Minat,
yaitu seseorang mencoba dan menekuni suatu hal yang pada akhirnya diperoleh
pengetahuan yang lebih mendalam. 5) Pengalaman, merupakan suatu kejadian
yang pernah dialami seseorang dalam berinteraksi dengan lingkungannya. 6)
Kebudayaan lingkungan sekitar, kebudayaan dimana hidup dan dibesarkan
mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan sikap. 7) Informasi,
kemudahan untuk memperoleh suatu informasi dapat membantu mempercepat
seseorang untuk memperoleh pengetahuan yang baru.
2.3.3.4 Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang
terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi
adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-
hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial
(Notoatmodjo, 2007).
Allport (1954) menjelaskan bahwa sikap mempunyai 3 komponen pokok
yaitu, 1) Kepercayaan (keyakinan), ide, dan konsep terhadap suatu objek. 2)
Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek. 3) Kecenderungan
untuk bertindak (tend to behave). Ketiga komponen ini secara bersama-sama
membentuk sikap yang utuh (total attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh,
pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting
(Notoadmodjo, 2007).
19
2.3.3.5 Tingkatan sikap
Sikap terdiri dari berbagai tingkatan yaitu: 1) Menerima (receiving),
diartikan bahwa orang (subjek) memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).
2) Merespon (responding) yaitu, memberikan jawaban apabila ditanya,
mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan. 3) Menghargai (valving),
mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah. 4)
Bertanggungjawab (responsible), bertanggung jawab atas semua yang telah
dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi
(Notoatmodjo, 2007).
2.3.3.6 Praktik atau tindakan
Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan. Untuk
mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan diperlukan faktor pendukung atau
suatu kondisi yang memungkinkan antara lain adalah fasilitas (Notoatmodjo,
2007).
Disamping fasilitas, juga diperlukan faktor dukungan (support) dari pihak lain.
Praktek ini memiliki beberapa tingkatan yaitu: 1) Persepsi, mengenal dan
memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil. 2)
Respon terpimpin, dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar
dan sesuai dengan contoh merupakan indikator dari praktik 3) Mekanisme,
apabila seorang telah dapat melakuakan sesuatu dengan benar secara otomatis,
atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan. 4) Adopsi, adalah suatu praktik atau
tindakan yang sudah berkembang dengan baik. (Notoadmodjo,2007).
1. Terbentuknya perilaku individu
Perilaku secara mendasar berorientasi kepada tujuan, dengan kata lain
bahwa perilaku kita pada umumnya dimotivasi oleh suatu keinginan untuk
mencapai suatu tujuan tertentu. Namun kita seringkali heran ”mengapa saya
melakukan sesuatu”, alasan bagi tindakan kita itu tidak selalu jelas dalam pikiran
sadar kita (Hersey & Blanchard, 1982).
20
Dari pandangan antropologis, perilaku individu digambarkan sebagai
resultan atau totalitas dari kebutuhan individu, usaha individu untuk memenuhi
kebutuhan itu dan pengetahuan budaya pengetahuan masa lalu tentang cara
memenuhi kebutuhan itu) yang dimilikinya, yang kemudian dijadikan acuan untuk
menginterpretasikan sesuatu objek yang dihadapinya serta menetapkan cara
bertindak untuk mencapai tujuannya. Ketiga komponen ini saling mempengaruhi
satu sama lain, disamping itu setiap komponen ini, secara keseluruhannya saling
dipengaruhi dan mempengaruhi dengan ekosistem dimana individu itu berada
dalam kurun waktu yang cukup lama (Suparlan, 1986).
2. Kebutuhan, sebagai sumber perilaku
Pada dasarnya, kebutuhan hidup manusia bersifat universal, berlaku bagi setiap
orang.
a. Kebutuhan Primer atau kebutuhan utama, meliputi aspek aspek biologis/
organisma tubuh manusia
b. Kebutuhan Sekunder atau kebutuhan sosial; yang terwujud sebagai akibat dari
adanya usaha-usaha untuk dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang
tergolong kebutuhan primer, yang harus dipenuhinya dengan cara melibatkan
orang lain.
c. Kebutuhan Integratif, yang muncul dan terpancar dari hakekat manusia sebagai
makhluk pemikir dan bermoral (perbedaandengan makhluk lainnya) yang
fungsinya adalah mengintegrasikan berbagai kebutuhan dan kebudayaan
menjadi satuan sistem yang bulat dan menyeluruh serta masuk akal bagi para
pendukung kebudayaan tersebut, yakni mencakup kebutuhan akan adanya
perasaan benar/salah, adil/tak adil, mengungkapkan perasaan dan sentimen
kolektif/kebersamaan, keyakinan diri (self confidence) dan keberadaan diri
(existence), ungkapan-ungkapan estetika dan keindahan, rekreasi dan hiburan
(Peddington). Beraneka ragamnya kebutuhan manusia yang harus dipenuhinya,
baik secara terpisah maupun bersama-sama sebagai satu satuan kegiatan,
menyebabkan terciptanya beraneka ragam model pengetahuan yang menjadi
pedoman hidupnya, yang berguna atau relevan untuk memenuhi kebutuhannya.
21
Dengan demikian, pada hakekatnya setiap tindakan atau perilaku manusia
adalah perwujudan dari upaya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Untuk
melakukan suatu tindadakan apapun manusia selalu berpedoman kepada
model-model pengetahuan yang sesuai, yang diperolehnya dari pengalaman
dan dari kebudayaannya, antara lain berupa nilai-nilai, norma-norma, tradisi,
sikap, etika serta pengetahuan dan teknologi lain yang dimilikinya.
2.3.4 Proses perubahan perilaku
Untuk perubahan perilaku biasanya diperlukan waktu lama. jarang ada
orang yang langsung merubah perilakunya setelah satu kalimendengar. Para
ahli mengemukakan 5 (lima) tahap dalam proses perubahan perilaku individu,
yaitu:
1. Pengetahuan tentang perilaku baru yang diperkenalkan,
2. Setuju untuk mengadopsi perilaku baru,
3. Niat untuk mencoba perilaku baru,
4. Praktek, melaksanakan perilaku baru pada saatnya diperlukan,
5. Advocacy, penguatan untuk mengadopsinya secara permanent. Proses
perubahan bisa terjadi seperti urutan diatas, melalui proses internalisasi
dalam pikiran seseorang dalam waktu yang cukup lama, namun bisa juga
terjadi dalam hitungan detik saja, seseorang segera mengadopsi perilaku
baru, tergantung kepada kecepatan internalisasi yang di dalamnya terjadi
proses analisis, apakah perilaku baru tersebut:
a. Membawa manfaat atau keuntungan untuk diaplikasikan,
b. Tidak bertentangan dengan nilai-nilai, norma serta adat-istiadat yang
dianut.
c. Mudah untuk diaplikasikan.
d. Membutuhkan biaya yang lebih besar atau lebih kecil.
22
2.3.5 Penyebab Perubahan Perilaku
Dalam kehidupan sehari-hari kita melihat, ada orang yang mudah dan cepat
berubah perilakunya, ada pula yang sulit dan memerlukan waktu lama untuk
berubah, bahkan tak akan pernah berubah. Kita sadari bahwa perilaku individu
warga masyarakat merupakan sesuatu yang kompleks, sekompleks tatanan
budaya yang melatarbelakangi perilaku itu. Oleh karena itu, sebelum
membantu proses perubahan perilaku sasaran, provider kesehatan perlu
memahami ”apa yang ada di benak pikiran” sasaran, yang dijadikannya acuan
ketika dia akan melakukan suatu perilaku ter-tentu, meliputi nilai-nilai, norma,
sikap dan adat-istiadat serta pengetahuan budaya apa yang melatarbelakangi
perilaku tersebut. Selain itu, seorang provider kesehatan perlu juga memahami
dinamika perubahan perilaku manusia secara umum, yaitu faktor-faktor apa
yang mendorong atau menghambat orang merubah cara berpikir dan cara
mereka berperilaku. Beberapa kondisi yang dapat mendorong perubahan
perilaku, antara lain:
1. Adanya pengetahuan baru terkait dengan perilaku sebelumnya, yang terbukti
lebih menguntungkan kesehatan, dan tidak bertentangan dengan nilai-nilai,
norma, adat-istiadat yang dianut.
2. Adanya rangsangan emosional (bersumber dari keluarga, teman-teman dan/
atau atasan), berupa rasa takut, rasa malu, perasaan tidak enak, rasa cinta,
atau harapan tertentu yang mendorong individu mengadopsi perilaku baru.
3. Adanya pengaruh kuat dari lingkungan (fisik dan sosial), seperti faktor
sosial, ekonomi, hukum dan teknologi terhadap kehidupan sehari-hari
individu.
a. Economic Cost, misalnya: biaya, waktu, dan lain-lain sumber daya.
b. Social Cost, misalnya: rasa malu, bingung, dan sebagainya
4. Adanya Persaingan, yaitu perilaku yang harus dilaksanakan oleh individu
pada waktu bersamaan akan dilakukan juga oleh lingkungan sosialnya.
23
2.3.6 Teori Perubahan Perilaku
a. Teori Stimulus-Organisme-Respon (S-O-R)
Teori ini mendasarkan asumsi bahwa penyebab terjadinya perubahan
perilaku tergantung kepada kualitas rangsang (stimulus) yang
berkomunikasi dengan organisme. Artinya kualitas dari sumber komunikasi
(sources ), misalnya: kredibilitas, kepemimpinan, gaya berbicara sangat
menentukan keberhasilan perubahan perilaku seseorang, kelompok atau
masyarakat.
Hosland, et al (1953) mengatakan bahwa proses perubahan perilaku pada
hakikatnya adalah sama dengan proses belajar. Proses perubahan perilaku
tersebut menggambarkan proses belajar pada individu yang terdiri dari:
1. Stimulus (rangsang) yang diberikan pada organism dapat diterima atau
ditolak. Apabila stimulus tersebut tidak diterima atau ditolak berarti
stimulus itu tidak efektif mempengaruhi perhatian individu, dan berhenti
disini. Tetapi bila stimulus diterima oleh organisme berarti ada perhatian
dari individu dan stimulus tersebut efektif.
2. Apabila stimulus telah mendapat perhatian dari oragnisme (diterima) maka
ia mengerti stimulus ini dan dilanjutkan kepada proses berikutnya.
3. Setelah itu organism mengolah stimulus tersebut sehingga terjadi kesedian
untuk bertindak demi stimulus yang telah diterimanya (bersikap)
4. Akhirnya dengan dukungan fasilitas serta dorongan dari lingkungan maka
stimulus tersebut mempunyai efek tindakan dari individu tersebut
(perubahan perilaku). Proses perubahan perilaku berdasarkan teori S-O-R
ini dapat digambarkan sebagai berikut:
Stimulus
- Perhatian- Pengertian- Penerimaan
Reaksi tertutup(Perubahan sikap)
Reaksi terbuka(Perubahan Praktek)
24
b. Teori Festinger (dissonance Theory)
Finger (1957) ini telah banyak pengaruhnya dalam psikologi social. Teori
ini sebenarnya sama dengan konsep “imbalance” (tidak seimbang). Hal ini
berarti bahwa keadaan “cognitive dissonance” adalah merupakan keadaan
ketidak seimbangan psikologis yang diliputi oleh letegangan diri yang
berusaha untuk mencapai keseimbangan kembali. Apabila terjadi
keseimbangan dalam diri individu, maka berarti sudah tidak terjadi
ketegangan diri lagi, dan keadaan ini disebut “consonance” (keseimbangan).
Dissonance (ketidakseimbangan) terjadi karena dalam diri individu terdapat
dua elemen kognisi yang saling bertentangan. Yang dimaksud elemen
kognisi adalah pengetahuan, pendapat atau keyakinan. Apabila individu
menghadapi suatu stimulus atau objek, dan stimulus tersebut menimbulkan
pendapat atau keyakinan yang berbeda/bertentangan di dalam individu
sendiri, maka terjadilah dissonance.
Contoh: seorang ibu rumah tangga yang bekerja di kantor. Di satu pihak,
dengan bekerja ia dapat tambahan pendapatan bagi keluarganya, yang
akhirnya dapat memenuhi kebutuhan bagi keluarga dan anak-anaknya,
termasuk kebutuhan makanan yang bergizi. Apabila ia tidak bekerja, jelas ia
tidak dapat memenuhi kebutuhan pokok keluarga. Di pihak yang lain,
apabila ia bekerja, ia khawatir terhadap perawatan terhadap anak-anaknya
yang menimbulkan masalah. Kledus elemen (argumentasi) ini sama-sama
pentingnya, yakni rasa tanggung jawabnya sebagai ibu rumah tangga yang
baik.
Titik berat dari penyelesaian konflik ini adalah penyesuaian diri secara
kognitif. Dengan penyesuaian diri ini maka terjadi keseimbangan kembali.
Keberhasilan tercapainya keseimbangan kembali ini menunjukkan adanya
perubahan sikap dan akhirnya akan terjadinya perubahan perilaku.
25
c. Teori Fungsi
Teori ini berdasarkan anggapan bahwa perubahan perilaku individu itu
tergantung kepada keutuhan. Hal ini berarti bahwa stimulus yang dapat
mengakibatkan perubahan perilaku seseorang apabila stimulus tersebut
dapat dimngerti dalam konteks kebutuhan orang tersebut.
2.3.7 Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Perilaku
Faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya perilaku dibedakan
menjadi dua, yaitu faktor intern dan ekstern.
Faktor intern mencakup: pengetahuan, kecerdasan, persepsi emosi, motivasi
dan sebagainya yang berfungsi untuk mengolah rangsangan dari luar.
Sedangkan faktor ekstern meliputi lingkungan sekitar, baik fisikmaupun non
fisik seperti: iklim, manusia, sosial-ekonomi, kebudayaan, dan sebagainya.3
Menurut Green, perilaku itu sendiri ditentukan oleh oleh 3 faktor utama,
yaitu:2
1. Faktor-faktor predisposisi (disposing factors)
Faktor-faktor yang mempermudah atau mempredisposisi terjadinya perilaku
seseorang, antara lain adalah pengetahuan, sikap, keyakinan, nilai-nilai
tradisi, dan sebagainya. Seorang ibu mau membawa anaknya ke Posyandu,
karena tahu bahwa di Posyandu akan dilakukan penimbangan anak untuk
mengetahui pertumbuhannya.
2. Faktor-faktor pemungkin (enabling factors)
Faktor-faktor yang memungkinkan atau yang memfasilitasi perilaku atau
tindakan. Yang dimaksud dengan faktor pemungkin adalah sarana dan
prasarana atau fasilitas untuk terjadinya perilaku kesehatan, misalnya
Puskesmas, Posyandu, tempat pembuangan sampah dan sebagainya.
26
3. Faktor-faktor penguat (reinforcing factors)
Faktor-faktor yang mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku.
Kadang-kadang meskipun sesorang tahu dan mampu untuk berperilaku
sehat, tetapi tidak melakukannya. Seorang ibu hamil tahu manfaat periksa
kehamilan, dan di dekat rumahnya ada Polindes, dekat dengan bidan, tetapi
ia tidak mau memeriksa kehamilannya, karena ibu lurah dan ibu-ibu tokoh
lainnya tidak pernah periksa kehamilan, namun anaknya tetap sehat. Hal ini
berarti, bahwa untuk berperilaku sehat memerlukan contoh dari para tokoh
masyrakat.
2.4 Konsep tentang kebutuhan
Sejak dilahirkan manusia mempunyai naluri untuk hidup bergaul dengan
sesamanya (gregariousness). Naluri ini merupakan salah satu kebutuhan manusia
yang paling mendasar untuk memenuhi kebutuhan hidup lainnya, yakni kebutuhan
afeksi, kebutuhan inklusi, dan kebutuhan kontrol,
1. Kebutuhan afeksi adalah kebutuhan akan cinta kasih sayang.
2. Kebutuhan inklusi adalah kebutuhan untuk mendapatkan kepuasan dan
mempertahankannya.
3. Kebutuhan kontrol adalah kebutuhan akan pengawasan dan kekuasaan.
Kebutuhan afeksi menimbulkan tingkahlaku afeksi yang berupa hubungan
persahabatan, kasih sayang, dan percintaan. Kebutuhan inklusi terwujud
dalam tingkah laku inklusi, yang mencerminkan keinginan untuk bergabung
dengan sesamanya, misalnya keinginan untuk menjadi bagian dari
kelompok. Kebutuhan kontrol akan menghasilkan tingkahlaku yang
menunjuk pada proses pengambilan keputusan, untuk memimpin,
mempengaruhi, mengatur bahkan untuk melawan atau memberontak.
27
Melalui kebutuhan ini seseorang dapat memutuskan untuk menjadi
pemimpin, pengikut atau pemberontak.
2.4.1 Jenis Kebutuhan
1) Teori Kebutuhan Abraham Maslow Kebutuhan dapat didefinisikan sebagai
suatu kesenjangan atau pertentangan yang alami antara suatu kenyataan
dengan dorongan yang ada dalam diri apabila kebutuhan pegawai tersebut
menunjukkan perilaku tidak puas. Sebaliknya, jika kebutuhannya terpenuhi
maka pegawai tersebut akan memperlihatkan perilaku yang gembira sebagai
manifestasi dari rasa puasnya. Kebutuhan merupakan fundamen yang
mendasari perilaku pegawai. Kita tidak mungkin memahami perilaku
pegawai tanpa mengerti kebutuhannya. Hirarki kebutuhan manusia menurut
Abraham Maslow adalah sebagai berikut:
a. Kebutuhan fisiologis, yaitu kebutuhan untuk makan, minum, bernafas,
dan seksual. Kebutuhan ini merupakan kebutuhan tingkat terendah atau
disebut juga kebutuhan yang paling dasar
b. Kebutuhan rasa aman, yaitu kebutuhan akan perlindungan dari
ancaman, bahaya, pertentangan, dan lingkungan hidup.
c. Kebutuhan untuk merasa memiliki, yaitu kebutuhan untuk diterima oleh
kelompok, berafiliasi, berinteraksi, dan kebutuhan untuk mencintai
serta dicintai.
d. Kebutuhan akan harga diri, yaitu kebutuhan akan dihormati, dan
dihargai oleh orang lain.
e. Kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri, yaitu kebutuhan untuk
menggunakan kemampuan, skill, dan potensi. Kebutuhan untuk
berpendapat dengan mengemukakan ide-ide memberi penilaian dan
kritik terhadap sesuatu (Mangkunegara, 2002).
2.4.2 Identifikasi Kebutuhan Promosi Kesehatan
28
Menurut ewles dan simnett (1994), empat hal yang perlu
dipertimbangkan antara lain ruang lingkup tugas, perimbangan antara
bersikap reaktif dan proaktif, sejauh mana menempatkan kepentingan klien
terlebih dahulu.
Ruang lingkup tugas
Bagi sebagian petugas, tugas mengidentifikasi kebutuhan dalam batas
tertentu telah dilakuakan. Contoh seorang perawat telah melakukan
pelayanan yang berorientasi pada pasien yang bersangkutan, tentu saja ia
perlu mengidentifikasi dan memberi tanggapan terhadap kebutuhan-
kebutuhan individual setiap pasien.
Semua promotor kesehatan memerlukan kompetensi untuk bersikap
responsive terhadap kebutuhan promosi kesehatan dari klien mereka.
Meskipun promotor kesehatan mampu melakukan kegiatan tertentu, tetapi
perlu mempertimbangkan apakah kegiatan tersebut dalam ruang lingkup
tugasnya sebagai promotor kesehatan.
Reaktif dan proaktif
Dalam mengidentifikasi kebutuhan, perlu dibedakan antara reaktif dan
proaktif. Bersikap reaktif adalah memberi tanggapan (bereaksi) terhadap
kebutuhan-kebutuhan dan permintaaan orang lain. Bersikap proaktif berarti
mengambil inisiatif dan keputusan tentang kawasan pekerjaan yang akan
dilakukan. Individu dapat mengatakan “tidak” terhadap permintaan orang
lain jika permintaan itu tidak cocok dengan kebijakan dan prioritas anda.
Bersikap reaktif dan proaktif berhubungan dengan pendekatan-
pendekatan promosi kesehatan. Sebagai contoh, penggunaan pendekatan
berpusat pada klien berarti bersikap reaktif terhadap kebutuhan yang
dinyatakan klien, sedangkan pendekatan perubahan prilaku atau medical
berarti bersikap proaktif. Dalam praktik selalu ada perimbangan yang harus
diterima antara bersikap proaktif dan proaktif.
Menempatkan kebutuhan penggunaan atau sasaran lebih dulu
29
Kebutuhan siapa yang harus didahulukan, pihak pengguna(sasaran)
atau pemberi layanan ? mungkin terdapat konflik diantara keduanya seperti
sasaran ingin pelayanan KB buka hari sabtu, tetapi pihak pemberi layanan
tidak dapat melakukannya karena kesulitan memperoleh staf yang bekerja di
akhir minggu. Meski demikian, terdapat beberapa kecenderungan yang
berupaya menempatkan pandangan dan kebutuhan pihak pengguna atau
sasaran sebagai pusat kegi beriatan pelayangan promosi keseahatan, antara
lain sebagai berikut :
1. Penekanan pada pemakai sebagai individu yang unik
2. Kecenderungan professional bermitra dengan sasaran
3. Penekanan pada peningkatan penyediaan dan jangkauan terhadap
pelayanan yang mempromosikan kesehatan
4. Kecenderungan kearah pendekatan berorientasi klien dalam penyuluhan
lesehatan, dengan pemberdayaan diri klien sebagai tujuan.
5. Kecenderungan partisipasi pengguna dalam perencanaan dan evaluasi
kegiatan-kegiatan promosi kesehatan.
Cara paling penting dalam menetapkan kegiatan-kegiatan yang lebih
responsive bagi pengguna dan penerima adalah memberi kesempatan
kepada mereka untuk mengendalikan diri terhadap apa yang terjadi dalam
dirinya. Hal ini dapat dilakukan dengan memberi pemahaman dan
pengertian pada pengguna dan penerima berkaitan dengan ruang lingkup
kebutuhan promosi kesehatan.
2.5 Penetapan Prioritas Promosi Kesehatan
Langkah-langkah untuk menetapkan prioritas masalah kesehatan meliputi
hal-hal berikut :
1. Menentukan status kesehatan masyarakat
2. Menentukan pola pelayanan kesehatan masyarakat yang ada.
3. Menentukan hubungan antara status kesehatan dan pelayanan kesehatan
di masyarakat
30
4. Menetukan determinan masalah kesehatan masyarakat (meliputi tingkat
pendidikan, umur, jenis kelamin, ras, letak geografis, kebiasaan atau
prilaku dan kepercayaan yang dianut).