Komunikasi Politik

download Komunikasi Politik

of 28

Transcript of Komunikasi Politik

An Introduction to Political Communication(Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Komunikasi Politik)

Disusun oleh : Jeffri Irvianto T Nacota Yeshida S Nino Fransiska Y Rahmat Januar F Rian Arif R Viko El Tosi 0811220103 0811223045 0811220028 0811223123 0811223131 0811223149

Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya Malang 2012

1. POLITIK DI ERA MEDIASI Buku apapun yang bertutur tentang komunikasi politik akan dimulai dengan pengakuan bahwa istilah tersebut tergolong sulit untuk didefinisikan. Penyebabnya sederhana saja: dua unsur ungkapan tersebut, yaitu komunikasi dan politik, sendirinya terbuka bagi beragam definisi. Denton dan Woodward, contohnya, mendefinisikan komunikasi politik sebagai diskusi publik tentang alokasi sumber-sumber daya (pendapatan) publik, kewenangan resmi (siapa yang diberikan kekuasaaan untuk membuat keputusan eksekutif, legislatif, dan legal), dan sanksi-sanksi resmi (hukuman dan ganjaran dari negara). Definisi tersebut melingkupi retorika politik verbal dan tulisan, tapi tidak mencakup tindakan-tindakan komunikasi simbolis yang, seperti akan dibahas dalam buku ini, menjadi bagian yang signifikan dalam memahami proses politik secara utuh. Doris Graber, seorang penulis asal Amerika, bisa dikatakan selangkah lebih maju dengan mengajukan istilah bahasa politik dan menyatakan bahwa istilah tersebut tidak hanya terdiri atas retorika saja, tetapi juga tanda-tanda paralinguistik seperti bahasa tubuh, dan tindak-tindakan politik seperti pemboikotan dan protes (1981). Denton dan Woodward menyirikan komunikasi politik dalam batasan adanya niat pengirim pesan untuk memengaruhi lingkungan politik dengan mengatakan bahwasannya faktor penting yang menandai komunikasi politik bukanlah sumber pesan tapi kepada isi dan tujuan. Penekanan Denton dan Woodward tentang keberniatan atau tujuan komunikasi politik ini didefinisikan penulis buku sebagai purposeful communication about politics

atau komunikasi (tentang) politik dengan maksud tertentu, yang mencakup hal-hal berikut: 1. Semua bentuk komunikasi yang dilakukan politisi atau aktor politik lainnya meraih tujuan-tujuan tertentu; 2. Komunikasi yang dilakukan oleh non-politisi (seperti pemilih dan kolumnis suratkabar) kepada politisi dan aktor politik lainnya; 3. Komunikasi tentang akhtor-aktor politik dan aktivitas mereka, seperti yang dipaparkan dalam laporan berita, editorial, dan bentuk-bentuk lain dari diskusi politik di media. Singkatnya, semua diskursus politik terkandung dalam definisi ini. Komunikasi politik menurut penulis tidak hanya terkait dengan pernyataan tertulis atau verbal, tapi juga alat pemaknaan visual seperti pakaian, make-up, gaya rambut, dan desain logo, semua merupakan elemen komunikasi yang bisa dikatakan menjadi pengganti citra atau identitas politik. Yang hilang dari buku ini (atau dari definisi penulis) adalah diskusi penting apapun terkait pelaku komunikasi politik interpersonal. Kiranya perlu ditekankan bahwa diskusi-diskusi politik (yang dilakukan) masyarakat di bar atau jamuan makan malam, negosiasi pemerintah yang bersifat rahasia, dan informasi yang dikumpulkan oleh jurnalis dari pertemuan empat mata dengan narasumber (dari kalangan) atas sangatlah berharga bagi proses politik. Namun demikian, dikarenakan asalnya (sifatnya), model-model seperti ini tidak bisa diungkap para analis, dan untuk menyingkap rahasia mereka dibutuhkan riset empiris yang secara metodologis sulit dilakukan dan mahal. Pelaksanaan dan pelaporan riset semacam ini berada di luar bahasan buku ini.

Buku ini juga tidak membahas tentang komunikasi pemerintahan, diskusi tentang politik lokal (seperti kota, distrik, dan wilayah regional). Seperti yang dikatakan Bob Franklin dan lainnya, pemerintah lokal adalah ruang aktivitas politik di mana komunikasi merupakan hal yang penting (Franklin and Murphy, 1991; Franklin,1994). Cakupan Buku Kajian komunikasi politik mengarahkan perhatian kita kepada hubungan antara tiga elemen dalam proses yang dengannya aksi politik disusun dan direalisasikan.

Reportase Editorial Komentar Analisa

Partai Organisasi Masyarakat Oganisasi Politik Kelompok Penekan Organisasi Teroris Pemerintah

Program Pengiklanan Media Hubungan masyarakat

Jajak pendapat Surat Reportase Editorial Komentar Analisa Warga

-

Organisasi-organisasi Politik Pertama-tama ada aktor-aktor politik, yang secara sempit didefinisikan sebagai individu-individu yang, melalui sarana institusi dan organisasi,

berkeinginan memengaruhi proses pembuatan keputusan (lihat gambar 1.1). Mereka berupaya melakukannya dengan cara mendapatkan kekuasaan politik lembaga, baik lembaga eksekutif maupun legislatif, di mana kebijakan-kebijakan terpilih bisa diimplementasikan. Jika tidak, maka para aktor bertujuan menghalangi pemegang kekuasaaan yang ada dan membuat mereka terjungkal dari kekuasaannya (digantikan oleh yang lain). Partai-partai Politik Masuk dalam kategori aktor politik adalah partai-partai politik yang mapan: kumpulan individu dengan pemikiran yang kurang lebih sama, yang bergabung dalam sebuah struktur ideologis dan organisasional yang disepakati bersama untuk mencapai tujuan-tujuan bersama. Tujuan-tujuan ini akan merefleksikan sistem nilai atau ideologi yang mendasari partai, seperti Partai Konservatif Inggris yang menjunjung tinggi kebebasan individual dan supremasi pasar; atau oposisi mereka, yakni Partai Buruh yang berpegang teguh kepada kapitalisme berwajah manusia serta prinsip-prinsip keadilan sosial dan kesetaraan. Di Amerika, Partai Demokrat secara historis dikaitkan dengan liberalisme relatif dalam kebijakan sosial dan pendekatan campur tangan dalam bidang ekonomi, sementara Partai Republik berkeinginan mengurangi keterlibatan negara di semua aspek kehidupan sosial ekonomi.

Meski terdapat perbedaan-perbedaan ideologis di antara partai politik terkait masalah demokrasi moderen, mereka sama-sama memiliki komitmen terhadap upaya konstitusional untuk mencapai tujuan mereka, berusaha meyakinkan masyarakat dan meletakkan kebijakan mereka pada uji pemilihan periodik. Ketika mendapat mandat (atau ketika tak terpilih) mereka setuju untuk mematuhi aturanaturan sistem politik konstitusional, menghormati batasan-batasan yang ditetapkan oleh aturan tersebut atas kekuasaan mereka untuk menjalankan atau menentang kebijakan. Bagi partai-partai, mulusnya proses di atas tergantung kepada kemampuan mereka berkomunikasi dengan pihak yang memilih dan melegitimasi mereka. Pada masa lalu, ketika hak memilih dalam negara-negara kapitalis terbatas pada sejumlah elit, orang-orang berpendidikan, cukup bagi partai politik menggunakan sejumlah komunikasi interpersonal, seperti pertemuan publik dan rapat umum, dibantu liputan media, untuk mendekati konstituen mereka. Tetapi, di masa seperti sekarang di mana memilih merupakan hak setiap orang, partai-partai harus menggunakan media massa. Bab 6 dan 7 akan mengungkap beragam taktik dan strategi komunikasi yang telah dikembangkan partai-partai politik dalam menghadapi kondisi sekarang. Bahasannya mencakup teknik-teknik yang berasal dari dunia bisnis dan korporasi, seperti pemasaranilmu tentang memengaruhi perilaku massa dalam situasi kompetitif (Mauser, 1983, hlm. 5). Pemasaran politik merupakan analogi pemasaran komersil, di mana organisasi politik harus menyasar pemirsa, yang dari mereka partai politik mendapat dukungan, menggunakan saluran komunikasi massa dalam sebuah lingkungan kompetitif di mana

warganegara/konsumen hanya memilih satu di antara berbagai merek produk yang ada. Meskipun terdapat perbedaan mencolok antara sifat dasar pasar komersil dan pasar politik, dan kesuksesan partai politik tidak diukur dari keuntungan tapi dari perolehan suara dan kekuasaan efektif, pemasaran politik tetap memanfaatkan banyak prinsip yang digunakan oleh produsen barang dan jasa untuk mencapai sukses. Pengiklanan politik, subyek kajian Bab 6, juga berdiri di atas prinsip-prinsip yang digunakan dunia bisnis dalam memberdayakan potensi persuasif media massa yang sangat besar. Komunikasi politik semacam ini menggunakan media massa untuk diferensiasi produk politik (seperti partai dan kandidat) dan memberi makna produk tersebut bagi konsumen. Aktivitas komunikasi politik ketiga yang dipengaruhi oleh dunia bisnis adalah hubungan masyarakat (public relations) taktik-taktik manajemen informasi dan media yang dirancang untuk memastikan bahwa sebuah partai mendapat publisitas baik secara maksimal. Aktivitas yang digolongkan ke dalam PR adalah sarana-sarana proaktif seperti konferensi partai yang dalam politik kontemporer dirancang untuk menarik liputan positif media; konferensi pers yang

memungkinkan partai menyusun agenda-agenda politik khususnya dalam masa kampanye; dan pengolahan citra untuk merancang wajah partai dan para pemimpin publiknya. Teknik-teknik PR politik yang reaktif, di mana partai-partai berjuang membatasi kerugian, meliputi kegiatan melobi jurnalis dan memutar cerita-cerita yang berpotensi membahayakan; menekan informasi yang berdampak buruk,

seperti yang dilakukan oleh John Major, yang berasal dari Partai Konservatif, atas sejumlah peristiwa di awal 1990-an; dan taktik-taktik disinformasi seperti leaking yaitu pembocoran atau kebocoran disengaja, yang sering digunakan oleh pemerintahan Margaret Tatcher. Desain dan pelaksanaan bentuk-bentuk komunikasi politik ini merupakan bidang keahlian kelas profesional baru yang kini dikenal sebagai konsultan politik atau media, pengola citra, spin doctors (mereka yang mengembangkan spin tactics untuk memanipulasi pendapat publik), dan guru yang dipekerjakan oleh partaipartai politik. Organisasi-organisasi Masyarakat Aktor-aktor politik bukan hanya partai-partai yang berada di jantung konstitusi proses politik demokrasi. Terdapat sejumlah organisasi nonpartai dengan tujuan politis. Beberapa di antaranya, seperti British Trade Unions, jelas memilih hubungan organisasi dengan satu atau lebih partai. Yang lainnya, seperti asosiasiasosiasi konsumen dan kelompok-kelompok lobi, berada di luar jantung proses politik, terkait dengan isu-isu dan konstituen yang relatif sempit. Sisanya, karena kebaikan taktik yang mereka anut dan yang menyandang status organisasi kriminal, dikecualikan dari politik konstitusi. Aktor-aktor nonpartai ini bisa dibagi ke dalam tiga kelompok. Pertama, serikat dagang, kelompok konsumen, asosiasi profesional, dan lain-lain bisa didefinisikan sebagai organisasi publik. Mereka tidak disatukan oleh ideologi, tapi oleh kesamaan corak dan sifat kondisi anggota mereka dan akan sangat menguntungkan bila mereka disatukan, seperti masalah-masalah kerja (serikat

dagang) atau kelemahan warga dalam menghadapi korporasi besar (kelompokkelompok konsumen). Dalam organisasi-organisasi sejenis, para individu berkumpul, tidak hanya untuk membantu yang lain memecahkan masalah-masalah praktis terkait kondisi umum mereka, tetapi untuk mengampanyekan perubahan atau memunculkan profil publik atas sebuah masalah khusus, yang kerapkali dilakukan dengan cara memberi bantuan kepada politisi terpilih. Organisasi-organisasi ini memiliki status kelembagaan dan legitimasi publik, yang direfleksikan oleh akses kepada pembuat kebijakan dan media, penerimaan donasi, dan pendanaan resmi. Bab 8 akan membahas teknik-teknik yang digunakan organisasi-organisasi ini untuk

memengaruhi proses politik seperti lobi, pengiklanan, dan organisasi demonstrasi publik. Kelompok-kelompok Penekan Kelompok kedua aktor nonpartai yang akan diangkat pada Bab 8 adalah kelompok penekan. Berbeda dengan organisasi publik, mereka kurang

terlembagakan dan jelas-jelas memiliki tujuan yang lebih politis, terfokus pada isuisu seperti konservasi lingkungan dan pencegahan kekejaman terhadap binatang demi konsumsi manusia atau uji obat dan kosmetik. Mereka cenderung mengampanyekan isu-isu tunggal, seperti gerakan antinuklir di awal tahun 1980-an. Namun, tidak seperti partai politik, mereka mendapatkan dukungan dan keanggotaan dari basis sosial yang lebih beragam. Gerakan lingkungan hidup di tahun 1990-an, misalnya, mendapat dukungan lintas kelas, lintas usia, lintas ideologi dan agama.

Gerakan lingkungan hidup, merupakan contoh kelompok penekan yang berupaya masuk ke dalam arus utama proses politik dengan mendirikan partai-partai Green di seantero Eropa. Sebagai sebuah partai politik para Green tidak sukses menanamkan diri mereka di Parlemen Inggris meski mereka memiliki banyak wakil terpilih di Jerman dan negara Eropa lainnya. Meski demikian, pergerakan ini berdampak besar terhadap agenda politik, yang di Inggris misalnya, memaksa pemerintahan dari Partai Konservatif dan Buruh mengembangkan kebijakankebijakan prolingkungan. Politik kelompok penekan seperti halnya partai dan organisasi publik, menggunakan beragam teknik pengiklanan dan hubungan masyarakat. Beberapa kelompok, seperti Friends of the Earth, membuktikan diri mereka ahli menggunakan teknik-teknik ini. Tetapi karena sifatnya yang nonlembaga atau (kurang lebih) marjinal, mereka kerap kekurangan sumber-sumber status dan keuangan. Inilah yang menyebabkan mereka harus mencari jalan yang lebih murah dalam mengomunikasikan pesan politiknya, seperti bentuk-bentuk protes dan demonstrasi simbolis yang dirancang untuk menarik perhatian para jurnalis. Organisasi Teroris Terminologi ini merujuk kepada aktor politik nonpartai yang menggunakan taktik-taktik teroryang paling umum di antaranya berbentuk pemboman, pembunuhan, penculikanuntuk mencapai tujuan politik mereka. Dalam hal ini, beberapa pemerintahan dunia termasuk Afrika Selatan, Israel, Perancis, dan Amerika Serikat telah melakukan tindakan terorisme (negara).

Organisasi-organisasi yang umumnya dikaitkan dengan terorisme adalah organisasi-organisasi seperti IRA di Irlandia Utara (sampai akhirnya perang berakhir dengan perjanjian damai di tahun 1998), Hamas dan Hizbullah di Timur Tengah, dan ETA di Basque. Semua berupaya mencapai tujuan dengan cara-cara di luar proses konstitusional dan menggunakan kekerasan sebagai alat persuasi. Berbeda dengan teroris yang disponsori oleh negara, yang berupaya menghindari identifikasi dan publisitas, organisasi-organisasi ini secara aktif menarik perhatian media, berjuang menjadikan publik yang mereka tuju menyadari keberadaan dan tujuan mereka, kerap dengan cara ilegal dan kekerasan. Karenanya, pada Bab 8 akan dibahas bahwa tindakan kekerasan yang ditujukan terhadap orang-orang sipil bisa dianggap sebagai bentuk komunikasi politik, diniatkan untuk mengirimkan pesan kepada konstituensi tertentu, dan bisa dibaca. Organisasi-organisasi teroris moderen juga menggunakan teknik-teknik manajemen hubungan masyarakat dan media aktor-aktor politik arus utama, seperti konferensi pers, press release, dan pemborocan sengaja. Khalayak Tujuan semua komunikasi yang dilakukan di atas adalah untuk membujuk dan meyakinkan. Dan target persuasi iniyaitu khalayakmerupakan elemen kunci kedua dari proses komuniaksi politik, yang tanpa mereka pesan politik apapun tidak memiliki relevansi. Khalayak bagi komunikasi politik tertentu bisa luas, seperti siaran politik partai di Inggris (PBB) atau spot pemilu di Amerika yang bertujuan membujuk pemilih seantero negeri. Bisa juga sempit, seperti ketika editorial surat kabar

terkemuka, contohnya Sunday Times, menyerukan Partai Konservatif mengubah kepemimpinannya. Khalayak bisa juga luas dan sempit seperti dalam kasus pemboman IRA terhadap sebuah mal di Manchester pada tahun 1995. Komunikasi semacam ini setidaknya memiliki dua tingkatan makna, dan ditujukan setidaknya untuk dua khalayak. Pertama, masyarakat Inggris secara keseluruhan, diberi pesan untuk tidak memandang konflik Irlandia Utara sebagai sesuatu yang tidak relevan dengan mereka. Kedua, khalayak yang lebih selektif, yaitu pemerintah, yang diingatkan bahwa IRA mampu melakukan tindakan-tindakan sejenis dan bahwa perubahan-perubahan kebijakan yang signifikan harus segera dilakukan (misalnya dengan pemilihan pemerintahan dari Partai Buruh di tahun 1997). Meskipun demikian, tak peduli besar kecil dan sifat khalayak, semua

komunikasi politik ditujukan untuk memberi dampak kepada penerima pesan. Dari kampanye presiden Amerika hingga lobi senator, komunikator berharap akan ada imbas positif (dari sudut pandang komunikator) pada perilaku politik sang penerima. Masalah dampak merupakan hal yang sangat kompleks dan tidak pernah berakhir kontroversinya. Dalam komunikasi politik, seperti halnya dalam sinema Hollywood dan pornografi, hubungan khalayak dengan pesan bersifat ambigu, sangat sulit untuk diteliti secara empiris. Upaya-upaya telah dilakukan dan Bab 3 akan mengetengahkan bukti yang mendukung dan menentang masalah dampak komunikasi politik; termasuk masalah seperti pentingnya citra visual politisi dalam membentuk persepsi pemiih; dampak biasnya liputan media terhadap hasil pemilihan; dan hubungan antara opini publik dan upaya (yang dilakukan politisi dan

organisasi media) untuk menyusun agenda. Juga dikemukakan tentang masalah dampak yang lebih luas: apa dampak yang dimunculkan komunikasi politik terhadap proses demokrasi.

2. POLITIK DAN MEDIA DEMOKRASI Prinsip dari demokrasi liberal, seperti yang kita pahami saat ini merupakan bentuk kritik terhadap sistem otokrasi yang dikembangkan oleh kaum borjuiseropa. Gerakan ini dimulai pada awal abad ke-16 dan mencapai titikkulminasinya pada revolusi prancis tahun 1789. Dengan slogan liberty,Equality, and Fraternity, demokrasi liberal menjadi oposan biner bagi struktur politik Monarki Absolut dari masyarakat eropa di masa itu.Inti dari gerakan ini adalah menciptakan kesetaraan hakhak publik untuk dapat turut serta dalam penentuan kebijakan politik. Dalam sistem demokrasi liberal, penyaluran hak-hak publik menjadi penting terkaitdengan legitimasi dari kekuatan politik. Dalam konteks media dan demokrasi. Isu ruang publik menjadi diskursus yang tidak pernah lekang dimakan zaman. Dalam menjalankan fungsinya, media dapat dilihat dalam tiga perspektif. Tiga perspektif tersebut yakni, perspektif ekonomi, perspektif sosiologis, dan perspektif politik. Perspektif ekonomi menyatakan bahwa media merupakan institusi yang dapat diposisikan sebagai alat untuk meraih keuntungan. Media diibaratkan sebagai barang dagangan oleh pemiliknya. Perspektif kedua, yakni perspektif sosiologis menyatakan bahwa media merupakan sebuah institusi yang berperan sebagai agen social. Croteau dan Hoynes menyatakan sebagai berikut :

The media play a crucial role in almost all aspects of daily life. However, their influence is not limited to what we know. The sociological significance of media extends beyond the content of media messages. Media also affect how we learn about out world and interact with one another. That is, mass media are bound up with the process of social life (Croteau and Hoynes, 1997 :15). Dari pendapat Croteau dan Hoynes diatas dapat disimpulkan bahwa media mempunyai peran yang sangat signifikan dalam membentuk pola pikir manusia dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Media dijadikan sebagai salah satu referensi utama yang dapat mempengaruhi perilaku tiap individu. Sedangkan perspektif politik, menyatakan bahwa media merupakan institusi yang menyajikan informasi dengan membawa ideologi tertentu. Setiap pesan yang dikonstruksi media pastinya mempunyai maksud dan tujuan tertentu. Dalam konteks yang lebih luas media diibaratkan sebagai pihak yang mampu menjadi oposan bagi pemerintah. Dalam konteks negara demokrasi. Media memainkan peran penting dalam dinamika perpolitikan negara. Media dapat menjalankan fungsi pelayan kepentingan publik. konsepsi media sebagai pelayan kepentingan publik itulah yang melekatkan peran public watchdog melekat pada media. Media diharapkan menjadi pilar keempat dalam demokrasi, yang setia mengritisi kebijakan-kebijakan pemerintah. Perihal Ruang Publik Sistem kepublikan merupakan tata aturan tentang bagaimana negara (state) dan masyarakat (society) secara bersama-sama menjalankan kehidupan bagi warga. Bila

fokus dalam kehidupan ini adalah terciptanya civil society (masyarakat warga), maka dalam ranah tersebut, kita akan mengenal dua pihak yang disebut dengan Negara (state) dan publik. Dari situlah kini kita mengenal istilah public sphere. Istilah yang dipopulerkan oleh Juergen Habermas pada dekade 1960-an. Public sphere/ruang publik pada dasarnya merupakan suatu kondisi/situasi bertemu dan berinteraksinya publik dengan negara, berlangsung dalam ruang fisik (public space) dan ruang non fisik / sistem kepublikan (public system). Terbangun atas orang per orang yang secara bersama disebut publik yang mengartikulasikan kepentingan/kebutuhan masyarakat/ bersama dengan/melalui negara. (Habermas 1962:176) Ketika berbicara tentang ruang publik, maka kondisi yang ideal ruang public seperti yang disebut Curran (1992: 83) bersifat independen, bebas dari tekanan ekonomi, dan partisan. Ruang publik diciptakan untuk memberi kesempatan pada publik untuk turut serta dalam debat publik yang bersifat rasional. Ruang publik diharapkan dapat menjadi zona bebas dan netral yang di dalamnya berlangsung dinamika kehidupan warga secara personal/individu, yang bersih/terbebas dari kekuasaan negara, pasar dan kolektivisme (komunalisme). Pembacaan terhadap syarat-syarat yang dihadirkan oleh Habermass memang dapat menimbulkan pesimisme dalam usaha mewujudkan konsep ruang publik. dewasa ini, media yang berkembang dominan dipenuhi oleh kepentingan ekonomi dan politik kelompok tertentu. dampaknya, kepentingan publik sering terabaikan karena media hanya dipandang sebagai alat politik dan ekonomi yang bersifat partisan.

Akan tetapi, meski sangat sulit menghadirkan model ruang publik yang ideal. Ada beberapa poin penting yang dapat dijadikan ukuran ideal media dalam masyarakat demokrasi. Seperti yang diungkapkan oleh McNair, kelima fungsi itu yakni : Pertama, media harus memberikan informasi pada warga tentang apa yang terjadi disekitarnya. Kedua, media harus mengedukasi warga pada pemaknaan dan sifnifikansi sebuah fakta. Ketiga, media harus menghadirkan sebuah platform pada wacana politik publik dan memfasilitasi pembentukan opini publik. Keempat, melaksanakan peran watchdog of journalism. Kelima, media menjadi saluran advokasi bagi sebuah pandangan politik.

3. EFEK KOMUNIKASI POLITIK Brian McNair (2003) melihat efek komunikasi politik dari tiga perspektif: 1. Tingkat yang mana perilaku komunikatif yang penuh arti dari para aktor politis, seperti pidato/suara konferensi dan iklan politis, dapat mempengaruhi perilaku dan sikap dari pendengarnya. 2. Bagaimana proses politik dari masyarakat demokratis -praktek dan prosedur mereka- telah terpengaruh oleh pesan-pesan signifikan komunikasi masa. 3. Tingkat dampak yang sistemik menyangkut kenaikan komunikasi politis yang mengedepan masyarakat kapitalis seperti di Inggris dan Amerika. Selanjutnya McNair menganjurkan -sebagai aturan umum, bahwa efek dari komunikasi politis tidak hanya ditentukan oleh isi dari pesan komunikasi politis itu

sendiri, tetapi oleh konteks historis di mana proses komunikasi itu berlangsung, dan terutama lingkungan politis, yang berlaku di setiap waktu. Mutu pesan, kesempurnaan dan ketrampilan tentang konstruksi nya , sama sekali tidak berarti jika pendengar tidaklah mau menerima. Dick Morris (dalam McNair, 2004), menulis suatu laporan ilmiah-nya yang berbunyi sebagai berikut: Jika orang banyak/masyarakat tidak akan membeli pendapat dasar-mu, tidak jadi soal berapa banyak kamu membelanjakan atau seberapa baik iklan-mu diproduksi, mereka tidak akan bekerja Menurut McNair, kita dapat menilai efek komunikasi politis pada perilaku dan sikap dengan 3 (tiga) cara: 1. Yang pertama, bagaimana orang-orang yang menjadi khalayak yang diharapkan (intended audience) terpengaruh oleh pesan-pesan komunikasi politis, atau dengan kata lain -bagaimana tanggapan orang-orang tersebut (biasanya berwujud pendapat umum). Dan kemudian membandingkan tanggapan mereka dengan tanggapan kelompok lain yang signifikan. 2. Yang kedua, bagaimana perilaku pemilih sehubungan dengan strategi komunikasi yang dilakukan kontestan dalam suatu kampanye politis. 3. Yang ketiga, bagaimana mengisolasikan efek dari unsur-unsur komunikasi (komunikator; pesan; media; komunikan; dan efek) tertentu. Dimana teknik pencarian data untuk masing-masing unsur komunikasi ini mempunyai pembatasan

metodologisnya. Untuk melakukan cara yang pertama biasanya menggunakan teknik survey, yang kedua dengan teknik polling (jajak pendapat), dan yang ketiga menggunakan teknik eksperimen.

Sementara itu, Dan Nimmo (1993) meyakini bahwa proses komunikasi politik mempunyai beberapa konsekuensi (efek). Yaitu: 1. Sosialisasi politik (belajar tentang politik) 2. Partisipasi politik 3. Mempengaruhi pemberian suara 4. Mempengaruhi pejabat dalam pembuatan kebijakan.

4. POLITIK MEDIA Politik media merupakan sebuah sistem politik, politisi saecara individual dapat terus menambah ruang privat dan publiknya, sehingga mereka tetap dapat mengurusi masalah politik ketika ia tengah duduk di kursi kerjanya, yaitu melalui komunikasi yang bisa menjangkau masyarakat sasarannya melalui media massa. Hal ini berarti politisi media berdiri berlawanan dengan sistem yang lebih dulu ada, yakni politik partai. Dalam pengertian ko nvensional, politisi berupaya untuk memenangkan pemilihan umum dan dapat memerintah sebagai anggota tim partai. Dengan cara ini politik partai menjadi usang, tetapi sistem ini sekarang menjadi hal yang setidak tidaknya menjadi praktik politik yang umum den gan berbagi panggung politik dengan politik media, sebagai sebuah sistem yang sedang menggejala dengan muatan muatannya yang mulai dapat dipahami. Politik media merupakan sebuah sistem politik, istilah ini untuk membandingkannya dengan sistem-sistem lainnya, seperti politik legislatif, politik birokrasi, politik yudisial, serta yang telah dibahas sekilas, politik partai. Dalam setiap domain tersebut, dapat diidentifikasi peran

kunci, kepentingan yang bermacam-macam, aturan perilaku yang rutin, serta politik interaksi yang mapan, yang bila digabungkan dapat memperjelas bentuk khusus dari perjuangan politik. Terdapat 3 (tiga) pelaku dalam politik media, ialah politisi, jurnalis, dan orang orang yang digerakkan oleh dorongan (kepentingan) khusus. Bagi politis i, tujuan dari politik media adalah dapat menggunakan komunitas massa untuk memobilisasi dukungan publik yang mereka perlukan untuk memenangkan pemilihan umum dan memainkan program mereka ketika duduk di ruangan kerja. Bagi jurnalis, tujuan politik media a dalah untuk membuat tulisan yang menarik perhatian banyak orang dan menekankan apa yang disebutnya dengan suara yang independen dan signifikan dari para jurnalis. Bagi masyarakat, tujuannya adalah untuk keperluan mengawasi politik dan menjaga politisi agar tetap akuntabel, dengan menggunakan basis usaha yang minimal. Tujuan tersebut merupakan sumber ketegangan konstan yang ada di ketiga aktor tadi. Politisi menghendaki para jurnalis untuk bertindak sebagai pembawa berita yang netral dalam statemen mereka dan dalam rilis pers. Sementara para jurnalis tidak ingin menjadi tangan kanan pihak lain; mereka lebih berharap untuk bisa membuat kontribusi jurnalistik khusus untuk berita, dimana mereka dapat menyempurnakannya dengan menggunakan berita terkini, inves tigasi, dan analisis berita yang sangat dibenci oleh kalangan politisi. Masih dalam catatan saya tentang politik media, jurnalis menilai suara jurnalistik, paling tidak, sama besarnya dengan para pembaca dalam jumlah besar, dan para jurnalis ini sama sek ali tidak ingin membantu politisi untuk menerbitkan berita mereka kepada publik. Jika jurnalis selalu saja melaporkan berita yang dikehendaki politisi, atau hanya melaporkan berita politik yang sesuai dengan

keinginan pembaca, maka jurnalisme hanya akan menjadi profesi yang kurang menguntungkan dan kurang memuaskan bagi praktisinya, atau bahkan bukan lagi menjadi sebuah profesi. Pada dasarnya pihak publik menginginkan untuk mengawasi jalannya politik dan menjaga agar politisi tetap akuntabel dengan upaya yang minimal. Dan dikarenakan adanya kejenuhan pihak politisi dan para jurnalis yang bersaing untuk mendapatkan perhatian publik dalam pasar yang kompetitif, publik cenderung mendapatkan bentuk komunikasi politik yang mereka inginkan. Namun ini tidak berlaku seluruhnya. Kepentingan yang telah melekat pada diri politisi untuk mengontrol muatan berita politik, berpadu dengan kepentingan jurnalis untuk membuat kontribusi yang independen dalam berita, akan menciptakan ketegangan dan distorsi yang cukup besar. Pendekatan untuk mempelajari politik media dalam buku ini terdiri dari dua poin utama. Pertama, seperti yang telah dibahas, ini akan berfokus pada kepentingan diri yang berbeda dari para partisipan dan bagaimana mereka membentuk sifat politik media. Ini merup akan titik awal yang dari kebanyakan studi tentang politik media, yang cenderung melihat politik media melalui prisma teoritis yang berbeda. Satu riset media yang besar berfokus pada nilai dan konvensi jurnalis, seperti kesenangan mereka untuk meliput pers aingan politik (Patterson, 1993; Lichter, Rothman dan Lichter, 1986), ataupun kegiatan rutin dimana reporter mengatur kerja mereka (Cohen, 1962; Sigal, 1973; Epstein, 1973; Gans, 1980). Poin penting dalamriset yang lain adalah penekanan pada sistem simbol ik dari politik media, terutama dalam penciptaan ilusi, citra, dan kaca mata yang dapat menyamarkan gambaran realitas (Edelman, 1980; Bernett, 1996).

5. AKTOR-AKTOR POLITIK Brian McNair menyebutnya sebagai purposeful communication about politics. Hal ini meliputi : pertama, segala bentuk komunikasi yang dilancarkan oleh para politisi dan aktor-aktor politik lainnya untuk tujuan pencapaian tujuan-tujuan khusus. Kedua, komunikasi yang ditunjukkan kepada aktor-aktor politik oleh orangorang yang bukan politisi misalnya para pemilih (voters) dan kolumnis-kolumnis di media massa. Ketiga, komunikasi tentang aktor-aktor politik dan aktivitas mereka yang dipublikasikan dan menjadi isi laporan berita, editorial, dan bentuk diskusi politik lainnya di media massa. (Brian McNair, 2004 : 4).

6. PERIKLANAN POLITIK Bolland (dalam McNair, 203) mendefinisikan periklanan sebagai penempatan pesan-pesan terorganisir pada media dengan membayar. Begitu juga periklanan politik, dalam pengertian yang sama, mengacu kepada pembelian dan penggunaan tentang ruang periklanan (advertising space), membayar untuk rating komersil, dalam rangka untuk mentransmisikan pesan-pesan politik kepada suatu khalayak. Media yang digunakan meliputi bioskop, billboards, pres, radio, dan televisi. Iklan politik tidak melulu menyampaikan informasi tentang aneka pilihan yang tersedia untuk dikonsumsi oleh para partisipan politik. Namun iklan juga dirancang untuk membujuk. Dalam bujukan ini, iklan harus secara jernih/nyata menguntungkan politikus. Berkenaan dengan ini kendali kontrol editorial berada di tangan politikus (penerapan pada masing-masing sistem politik berbeda, ingat teorinya Sibert dkk.), bukan pada media. Produser periklanan politik mempunyai kebebasan untuk

mengatakan

apa

yang

mereka

inginkan,

bagaimana

mereka

memainkan/mensandiwarakan kekuatan klien mereka dan menyoroti kelemahan lawan. Periklanan mempunyai dua fungsi pada proses pertukaran di antara suatu produser (barang, jasa, atau program politik) dan konsumer. Yaitu: pertama, periklanan itu menginformasikan. Proses politik diharapkan melibatkan pilihan-pilihan rasional oleh pemberi suara, yang harus didasarkan pada informasi. Sama halnya dengan iklan produk, yang menginformasikan ketersediaan suatu merk, harganya, kegunaannya. periklanan politik kontemporer dapat dilihat sebagai suatu pengertian penting tentang menginformasikan penduduk berkenaan dengan siapa yang berpengaruh (who is standing) dan kebijakan apa yang mereka tawarkan. Kedua, periklanan itu membujuk (persuasif). Pierre Martineau (dalam McNair, 2003) menyatakan bahwa dalam suatu sistem yang kompetitif, suatu produk harus dipelihara dengan berbagai teknik unggul; harus dinvestasikan dengan nada tambahan (overtones) ke individu-individu konsumen; harus diberkahi dengan kesempurnaan imajinasi dan asosiasi; harus mempunyai banyak orang pada suatu level, jika kita mengharapkan produk itu mencapai tingkat penjualan puncak, jika kita berharap produk itu mencapai penerimaan emosional (seperti loyalitas merk). Menggunakan bahasa Marx: pabrikan menciptakan suatu komoditas/produk dengan pemberkatan (endowing) bahan baku ke nilai pakai/kegunaan. Pengiklan menyampaikan perubahan nilai (perubahan dari bahan baku ke suatu nilai pakai) itu tidak hanya didasarkan pada kegunaan saja, tetapi juga memberikan makna produk itu pada suatu golongan (klas) masyarakat. Sependapat dengan Marx, Boudrillard (dalam

McNair,2003) meyakini bahwa setiap produk mempunya tanda nilai (sign-value), berkenaan dengan hirarkhi sosial, perbedaan masing-masing individu, perlakuan khusus terhadap suatu kasta dan kultur mereka, ditemukannya keuntungan, kepuasan pribadi. Komoditas hadir selain karena kegunaannya, juga memberikan penanda makna tentang komoditas itu. Mobil Porche tidak hanya sekedar alat transportasi saja, begitu juga Levi 501 tidak sekedar pakaian pekerja. Sepanjang komoditas diterima pada maknanya itu, periklanan adalah sarana yang paling utama yang dapat digunakan produsen untuk membawa komoditas ke pasar. Fungsi periklanan, membuat komoditas menjadi berarti bagi calon pembelinya, dengan pembeda satu produk dengan produk lain yang secara fungsional serupa. Dan melakukan fungsi ini dengan cara menghubungan dengan keinginan/hasrat konsumen (budaya, hirarki, dsb). Dalam periklanan, kreator pesan mencoba untuk menyelaraskan penanda-penanda (dari sautu komoditas) dengan apa yang ada pada audiensnya, sehingga terdapat keakraban, tanda penuh arti. Dengan begitu mereka berharap konsumen menjawab dengan perilaku yang sesuai. Craven (1996) mengkategorikan teknik iklan ke dalam dua hal, yaitu: imbauan iklan (advertising appeals), dan eksekusi iklan (advertising executions).Imbauan iklan bertujuan menarik tanggapan komunikan dari suatu iklan. Imbauan merupakan pesan untuk menumbuhkan keinginan komunikan untuk memenuhi kebutuhan yang terpendam. Daya tarik ini dapat dikatakan merupakan dasar dari kandungan iklan, dan merupakan suatu cara untuk menjelaskan bagaimana iklan itu bekerja memotivasi, menarik perhatian komunikan.

Eksekusi iklan adalah bagaimana kandungan iklan itu disampaikan. Misal, iklan minyak pelumas motor Enduro disampaikan dengan cara humor berbau porno cara Basuki (pelawak) membonceng motor yang dikendarai wanita seperti suatu gaya bersetubuh.Diamond dan Bates (dalam McNair, 2003) mengidentifikasikan empat fase dari tipe kampanye periklanan politik di Amerika, yaitu: 1. Identitas kandidat, dalam fase ini biografi positif dari kandidat harus harus dikemas sedemikian rupa untuk menumbuhkan kesan yang bagus. 2. Kebijakan kandidat 3. Menyerang lawan, menggunakan hal negatif. 4. Kandidat harus diberkahi dengan pemaknaan positif dalam konteks aspirasi dan nilai-nilai dari orang-orang yang mempunyai hak pilih.

7.

PUBLIC RELATIONS DALAM KOMUNIKASI POLITIK Melvin Sharpe ( dalam Nugroho Dwidjowijoto, 2004) mendefinisikan humas

sebagai komunikasi yang harmonis dalam hubungan jangka panjang antara perusahaan dan publiknya. Publik yang dimaksud di sini, meliputi pemilik, pengelola, pengguna, dan lingkungan. Ivy Lee merupakan pelopor dalam kegiatan humas, ia merupakan orang pertama yang menjadi konsultan dalam profesi ini, pada tahun 1904. Sedangkan, Clem Whittaker dan Leane Baxter merupakan konsultan pertama dalam humas politik, pada tahun 1933, bironya bernama Champaigns Inc.

McNair (2003) meyakini bahwa humas politik berkenaan dengan empat kegiatan. Yaitu: managemen media; managemen image; komunikasi internal; dan managemen informasi. Managemen media, meliputi aktivitas merancang dan memelihara suatu hubungan positif antara politikus dan media -mengetahui kebutuhan masing-masing dan memanfaatkan karakteristik keduanya untuk mencapai keuntungan maximal. Bagi politikus, ia perlu memberikan apa yang diinginkan organisasi media -dalam kaitan dengan berita atau pertunjukan, bersamaan dengan itu politikus menggunakan media untuk memperkenalkannya dan memperluas pengaruhnya pada khalayak. Bagi media, ia perlu memberikan apa yang diinginkan oleh politikus berkenaan dengan saluran komunikasi dan ajang pertunjukkan. Bersamaan dengan itu, media memperluas jaringan sumber berita (jaringan komunikasi/informasi). Managemen image. Disatu sisi, meliputi aktivitas membangun image politikus (sebagai individu) yang diselaraskan dengan tujuan organisasi. Di sisi lain, membangun image organisasi (partai, departemen). Aktivitas ini meliputi pembuatan logo, slogan, foto (bagaimana foto dirancang sehingga dapat membangun image yang positif), perancangan iklan, bahasa yang digunakan dalam mengkomunikasikan ide-ide; kebijakan; mengkomentari masalah, dsb. Komunikasi internal, meliputi aktivitas membangun/menyediakan saluran

komunikasi internal, sebagai upaya menciptakan identitas kelompok; kebersamaan dan kesatuan; integritas; loyalitas; mengkoordinir aktivitas; mengelola feedback. Bentuk nyata dari aktivitas ini, meliputi penerbitan media internal (majalah, tabloid) yang bisa menjadi saluran komunikasi secara horizontal maupun vertikal,

penciptaan ruang-ruang publik sebagai ajang berdiskusi; rekreasi, Kegiatankegiatan(outbond, wisata, lomba), dsb. Managemen informasi, meliputi aktivitas menyampaikan (dengan segera; memperlambat), memanipulasi informasi dalam rangka membangun/menjaga image (politikus; partai; departemen) yang positif, serta menyerang pihak lawan. Informasi dalam konteks ini, merupakan suatu senjata politis yang kuat. Dengan selektivitas penyampaian/penyimpangan/pembatasan merupakan suatu unsur penting dalam memanage pendapat umum (public opinion). Lebih mendalam, kiat-kiat utama dalam kegiatan humas politik dapat di lihat dalam tabel berikut: Kiat Publikasi Uraian Partai, politikus, institusi sangat tergantung pada materi yang dipublikasikan untuk menjangkau dan mempengaruhi pasar sasaran (pendapat umum). Ini mencakup laporan tahunan, brosur, artikel, laporan berkala dan majalah perusahaan, serta materi audiovisual. Laporan tahunan hampir berperan seperti brosur penjualan, mempromosikan tiap produk (logo, slogan, gagasan, kritikan, kebijakan) baru kepada pemegang saham (publik). Brosur dapat memainkan peranan penting dalam menginformasikan pelanggan sasaran mengenai produk apa itu, bagaimana cara kerjanya, dan bagaimana merakitnya. Artikel yang ditulis dengan seksama oleh eksekutif perusahaan dapat menarik perhatian pada perusahaan dan

produknya. Laporan berkala dan majalah perusahaan dapat membantu membangun citra perusahaan (Partai, politikus, institusi) menyampaikan berita penting kepada pasar sasaran. Materi audiovisual dan multimedia, seperti film, slides dan suara, semakin banyak digunakan sebagai alat promosi. Peristiwa Perusahaan dapat menarik perhatian pada produk baru atau kegiatan pemasaran lainnya dengan pengatur peristiwa khusus. Ini mencakup konferensi berita, seminar, jalan-jalan keluar, pameran, kontes dan kompetisi, peringatan hari jadi, serta sponsor olah raga dan budaya yang akan menjangkau masyarakat sasaran. Berita Salah satu tugas utama profesional humas adalah menemukan atau menciptakan berita yang mendukung perusahaan, produk, dan orangorangnya. Penciptaan berita membutuhkan keahlian dalam

mengembangkan konsep cerita, merisetnya, dan menulis siaran pers. Namun keahlian seorang humas harus melebihi penyiapan naskah cerita. Membuat media menerima siaran pers dan menghindari konferensi pers membutuhkan keahlian pemasaran dan antar pribadi. Seorang direktur media humas yang baik mengerti kebutuhan pers akan cerita yang menarik dan tepat waktu serta siaran pers yang ditulis dengan baik dan menarik perhatian. Direktur media perlu membangun hubungan yang baik dengan editor dan wartawan. Semakin baik hubungan pers, semakin besar kemungkinan ia

memberi cakupan yang lebih banyak dan lebih baik bagi perusahaan. Pidato Pidato adalah kiat lain untuk menciptakan publisitas dan perusahaan. Gaya bicara dan penampilan yang penuh kharisma di depan audiens dapat membantu membangun citra perusahaan. Perusahan memilih jurubicara mereka dengan hati-hati dan menggunakan penulis naskah pidato dan pelatih untuk membantu jurubicara mereka meningkatkan kemampuan berbicara di depan umum. Kegiatan pelayanan masyarakat Perusahaan dapat meningkatkan citra baik di masyarakat dengan memberikan uang dan waktu dengan niat baik. Perusahaanperusahaan besar biasanya akan meminta para eksekutif untuk mendukung peristiwa kemasyarakatan di daerah kantor atau pabrik mereka berlokasi. Dalam kesempatan ini, perusahaan akan

menyumbangkan sejumlah uang tertentu (biasanya berhubungan dengan jumlah konstituen) untuk sebab tertentu. Media identitas. Dalam masyarakat dengan komunikasi yang berlebihan, perusahaan harus bersaing untuk mendapatkan perhatian. Mereka harus berjuang untuk menciptakan identitas visual yang dapat segera dikenali masyarakat. Identitas visual dibawa oleh logo perusahaan, alat tulis, brosur, tanda, formulir bisnis, bangunan, dan cara berpakaian.