Kombinasi 55 april 2014

28
Edisi ke-55 April 2014 kombinasi.net

description

Mereka melihat kesetaraan perempuan dan laki-laki dalam kerangka akses atas pengetahuan dan kemudian membaginya. Keterlibatan perempuan tak dimaknai secara simbolis angka dalam bentuk persentase keterwakilan, namun lebih riil dalam bentuk gerakan, perlawanan serta perjuangan, antara lain melalui tulisan di media. Lewat sudut pandang inilah, pentingnya media bagi perempuan menemukan konteksnya. Bukan sekadar banyaknya perempuan yang menjadi jurnalis atau pegiat media, tapi isu yang mereka perjuangkan dan ingin diamini oleh pembaca- pendengar-pemirsalah yang penting. Temu Perempuan Pegiat Media Komunitas yang digelar di Desa Candirejo, Borobudur April 2014 menjadi salah satu rintisan. Sebuah awal upaya saling berbagi dan harapannya bisa berujung pada saling dukung isu yang diperjuangkan setiap komunitas di tengah dua dominasi, media arus utama dan budaya patriarki. Jangan sekali-sekali melupakan sejarah.

Transcript of Kombinasi 55 april 2014

Page 1: Kombinasi 55 april 2014

Edisi ke-55 April 2014 kombinasi.net

Page 2: Kombinasi 55 april 2014

Kombinasi Edisi ke-55 April 20142

D A r i r E d A K s i

Pemimpin RedaksiImung YuniardiRedaktur PelaksanaIdha SaraswatiKontributorAnna Mariana, Yoseph Kelik Prirahayanto, Ferdy S Putra, Aris SetyawanIlustrasiDani YuniartoSampulDani YuniartoTata LetakMS Lubis

Alamat RedaksiJalan KH Ali Maksum RT 06 No. 183 Pelemsewu, Panggungharjo, Sewon, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia 55188Telp/Fax: 0274-411123Email: [email protected]: http://kombinasi.net

Kombinasi adalah majalah dua bulanan yang diterbitkan oleh Combine Resource Institution atas dukungan dari Ford Foundation.

Combine Resorce Institution adalah lembaga yang mendukung pengembangan jaringan informasi berbasis komunitas.

Redaksi Majalah Kombinasi menerima opini, resensi, maupun tulisan berbasis peliputan seputar tema media komuni-tas. Panjang tulisan sekitar 6.000 karakter (with spaces), dengan men-can tum kan foto untuk tulisan non opini, dan dikirim ke [email protected]. Redaksi berhak memilih dan menyun ting tulisan yang masuk ke maja lah Kombinasi. Penulis yang karya nya dimuat akan mendapat honor sepantasnya.

Anda tahu Siti Roehana? Ba­gaimana dengan Soerastri? Kalau belum tahu, barang ka­li lebih familiar dengan na­

ma Roehana Koeddoes atau Soeras­tri Kar ma? Bila Anda masih ju ga me­ngerutkan kening, bisa dibayang kan ba gaimana dengan anak­anak usia SD dan SMP bila ditanya hal serupa.

Roehana Koeddoes, atau kerap di­tulis Rohana Kudus, adalah perempu­an yang merintis surat kabar per ta ma yang dipimpin dan isinya ditulis oleh perempuan, yaitu Soenting Me la joe pada sekitar 1912. Setahun sebelum­nya, bertepatan saat Abendanon me­ner bit kan kumpulan surat­surat Kar­ti ni yang kelak diterjemahkan seba­gai Habis Gelap Terbitlah Terang, pe­rem pu an asal Minang ini sudah men­di ri kan Sekolah Kerajinan Amai Se­tia. Sekolah ini khusus untuk pe rem­pu an yang mengajarkan ke te ram pil­an, baca tulis, dan Ba ha sa Belanda.

Anda mungkin akan mengenali bi­la Soerastri dituliskan dengan na ma S.K. Trimurti. Karma Trimurti yang mengikuti nama Soerastri sesung guh­nya adalah nama samaran yang ke­rap digunakannya saat menulis. Na­mun banyak juga yang lebih me nge­nal nya semata sebagai sosok is tri Sa­yuti Melik, pengetik naskah prokla­ma si yang selalu disebut di bu ku se­jarah. Padahal selain jurnalis andal dan militan di jamannya, sampai per­nah terpaksa melahirkan di pen jara, Soerastri adalah Menteri Perburuhan pertama. Dialah yang merintis mun­

cul nya aturan ketenagakerjaan yang berpihak pada perempuan, se per ti cu­ti haid dan persamaan upah.

Kedua tokoh perempuan itu se ke­dar contoh banyaknya tokoh pe rem­puan yang berperan besar bagi bang­sa ini namun jarang tercatat utuh da­lam buku­buku sejarah. Sebagian pe­rempuan itu, termasuk Roehana dan Soerastri, sudah sejak dulu meyakini pentingnya media bagi kemajuan pe­rempuan dan bangsa.

Mereka melihat kesetaraan perem­puan dan laki­laki dalam kerangka ak­ses atas pengetahuan dan kemudian membaginya. Keterlibatan perempu­an tak dimaknai secara sim bolis ang­ka dalam bentuk per sen ta se keter wa­kilan, namun lebih riil da lam bentuk gerakan, perlawanan serta perjuang­an, antara lain melalui tu lis an di me­dia. Lewat sudut pan dang inilah, pen­tingnya media ba gi perempuan me­ne mukan kon teks nya. Bukan sekadar banyaknya pe rem pu an yang men ja­di jurnalis atau pe gi at media, ta pi isu yang mereka per ju ang kan dan ingin diamini oleh pem baca­pen de ngar­pe­mirsalah yang penting.

Temu Perempuan Pegiat Media Ko­munitas yang digelar di Desa Can di­rejo, Borobudur Ap ril 2014 menjadi salah satu rintisan. Sebuah awal upa­ya saling ber bagi dan harapannya bi­sa berujung pa da sa ling du kung isu yang diper ju ang kan setiap komunitas di tengah dua do mi na si, media arus utama dan bu da ya patriarki. Jangan sekali­se ka li me lu pa kan sejarah.

Page 3: Kombinasi 55 april 2014

Kombinasi Edisi ke-55 April 2014 3

I n f o s E K i l A s

Bagi penduduk Dusun Ciro­yom, Desa Cibitung, Kecama­t an Cibitung Kabupaten Su­ka bu mi, Jawa Barat, pe la yan­

an kesehatan menjadi kemewahan ter sen di ri. Tidak semua penduduk di du sun itu bisa mengakses pelayanan ke se hat an dari seorang bidan.

Berjarak sekitar delapan jam per­jalanan dari Jakarta, dusun ini dapat dicapai lewat jalur darat maupun air. Perjalanan darat hanya dapat dilaku­kan menggunakan motor dengan ban radial atau mobil 4 wheel drive akibat kondisi jalan yang rusak parah. Itu pun dengan catatan cuaca tak sedang hujan. Sedangkan jalur air bisa ditem­puh memakai pe ra hu me nyu suri su­ngai, yang tergan tung pa sang su rut air laut. Ditambah ti dak adanya lis­trik dan sinyal te le pon seluler, meng­ha dirkan bidan di du sun ini menjadi sangat mahal dan ti dak mu dah. Tak heran apabila ke ma ti an balita dan ibu me lahirkan di ang gap hal lum rah ba­gi warga dusun.

Kondisi itu menjadi tantangan ba­gi pemerintah setempat, khusus nya Camat Cibitung, dinas kesehatan se­tem pat, dan bagi Fasilitator Kecamat­an Program Nasional Pember da yaan Masyarakat (PNPM) Generasi Sehat dan Cerdas (GSC). Sampai akhirnya, di nas kesehatan setempat dan fasili­ta tor GSC bekerja sama men ca ri cara un tuk menghadirkan pe la yan an bidan di Dusun Ciroyom.

Konsentrasi program GSC adalah memberdayakan masyarakat untuk menikmati pelayanan kesehatan mau­pun pendidikan bagi ibu hamil serta anak. Walaupun program tidak ber­kon sentrasi dalam penyediaan pe la­yan an ataupun peningkatan kua li tas pelayanan, namun sudah men ja di ra­nah program untuk memastikan ma­sya rakat menikmati layanan.

Dalam rangka itu, bersama dengan Dinas Kesehatan setempat, Fasilita­tor Kecamatan GSC mulai membu at kajian kondisi dan kebu tuhan, serta

Menghadirkan Bidan di Dusun CiroyomsuKAbumi

mencari alternatif so lu si untuk me­nye diakan layanan kesehatan bagi ibu dan anak di Dusun Ciro yom. Akhir­nya, diputuskan bahwa perlu ada se­orang bidan untuk me la yani warga dusun tersebut. Dinas kese hatan ke­mudian mencari dan me nyeleksi bi­dan, lalu ber sa ma de ngan pe laku prog­ram menentukan gaji bi dan (dise su­aikan dengan gaji te na ga ke se hat an di lokasi sulit).

Respons positif pun muncul dari Satker PNPM Kabupaten Sukabumi yang berjanji akan menyediakan tiga unit perahu yang bisa digunakan se­ba gai moda transportasi dari dan ke Ciroyom. Perahu itu nanti akan men­jadi aset dusun.

Empat bulan sejak seorang bidan ditempatkan di dusun Ciroyom, tidak ada satu pun kelahiran yang tak dita­ngani tenaga kesehatan. Bahkan hing­ga berita ini ditulis, belum ada ka sus kematian bayi balita di dusun ter se­but. Tidak hanya dalam hal ke la hir an saja, tingkat partisipasi ma sya ra kat dalam pelayanan penim bang an serta pengukuran bayi balita di pos yandu juga turut mengalami peningkatan.

Peran Bidan tak hanya pelayanan kelahiran, bersama para kader yang ada di dusun, bidan rajin memberi pe­nyuluhan kesehatan dan pola hidup bersih, bahkan mendatangi ibu ha­mil dan balita yang tak hadir di Pos­yandu. Sebagai satu­satunya ‘ahli ke­sehatan’ yang ada, bidan juga men­ja di andalan masyarakat yang sakit. Hal menarik lainnya, program PNPM GSC juga memungkinkan terjadinya kemitraan dengan paraji (dukun ber­anak) yang ada di daerah terse but.

Dalam program kemitraan ini, du­kun tidak hanya mendampingi seba­gai asisten bidan, melainkan juga ber­peran untuk memberikan dukungan mo ril sebagai ‘orang tua’ bagi ibu te­ngah yang melahirkan. Dari tiga orang pa ra ji di Ciroyom, dua di antaranya su dah tergabung dalam program ke­mit ra an. Pendek kata, cerita ke ber­ha sil an ini bukan semata­mata cerita keberhasilan milik seorang bidan, ta­pi merupakan cerita sukses se bu ah kerja sama yang baik dari pe me rin tah daerah, dinas terkait, fasilitator dan satuan kerja program serta ma sya ra­kat. www.suarakomunitas.net

su

Ar

A K

om

un

itA

s

Page 4: Kombinasi 55 april 2014

Kombinasi Edisi ke-55 April 20144

I n f o s E K i l A s

Yayasan Pensa Agro Mandiri (Yapensa) Makassar bekerja sama dengan Ford Founda­tion menyosialisasikan kua­

litas dan tata cara pem belian ko pi ba­wakaraeng, Sabtu (12/4). Sosia li sa si yang diada kan di kantor Desa Lab bo dan Pat ta ne te ang Kabupaten Ban ta­eng, Su la wesi Selatan, itu meng un dang ke lom pok tani dari Desa Labbo, Bon­to Tap palang, dan Pattaneteang da ri Ka bu pa ten Bantaeng, serta Kelurahan Borong Rappoa dari Ke ca mat an Kin­dang Kabupaten Bulukumba.

Penambang Merapi Berunjuk Rasa di Kantor BupatimAgElAng

PAGuYuBAN Penambang Merapi Magelang (PPMM) berunjuk rasa di halaman kantor Bupati Magelang, Ja­wa Tengah, Jumat (11/4). unjuk rasa ini diikuti sekitar seribu orang yang terdiri dari perwakilan sopir truk golongan C, coker, penjual batu, pembuat kerajinan ba­tu, dan Depo Pasir.

Mereka hadir dengan menggunakan 100 unit truk dan 150­an sepeda motor. Di depan pendopo Ka bu ­pa ten Magelang, mereka melakukan orasi menyua ra­kan berbagai tuntutan, antara lain supaya Peme rintah Kabupaten Magelang tidak menutup ke gi at an pe nam­bangan dan memperbolehkan mereka meng guna kan alat berat (back hoe); Pemkab Magelang ha rus ber tang­

gung jawab memperbaiki jalan kawasan Me rapi ka re­na mereka telah membayar retribusi; Pem kab Ma ge­lang agar meninjau kembali surat edar an Bu pati Ma­ge lang No. 4 tahun 2014 tentang pem ba tas an to na se muatan truk golongan C; Pemkab Magelang ju ga di­min ta segera mengaudit hasil retribusi pe nam bang an ga li an golongan C truk dumm.

Setelah berorasi di luar, perwakilan pengunjuk ra­sa akhirnya diterima di ruangan asisten Sekretaris Da­erah Magelang. Akan tetapi, karena perwakilan Bupa­ti tidak ada, mereka hanya bisa menyuarakan as pi ra­sinya ke Asisten Sekda dan wakil dari Kepolisian Re­sor Magelang. www.suarakomunitas.net

Yapensa Sosialisasikan Kualitas Kopi BawakaraengbAntAEng

Sosialisasi itu diadakan mulai pa­gi hingga sore, dengan diselingi kun­jungan ke kebun milik petani bina an Yapensa. Selain kelompok tani, sosia­lisasi juga dihadiri oleh perang kat de­sa terutama kepala desa dan per wa­kilan Coffindo selaku eksportir yang akan bekerja sama pada prog ram pem­belian kopi tersebut.

Para petani kopi tampak amat an­tusias untuk bertanya maupun mem­berikan saran. Haji Mansyur, pe ta ni sekaligus pedagang lokal dari De sa Bonto Tappalang menyarankan agar

ke depan semua jenis kopi difasilitasi pembeliannya, bukan ha nya kopi ara­bika seperti sekarang. Me nang gapi hal itu, Dedy dari Coffindo menjelaskan bahwa selain membeli kopi be ras, pi­haknya juga membeli kopi arabika ga­bah. Jenis gabah dieks por, se dangkan bentuk beras di ju al di pasar lokal.

Dalam kegiatan ini, Yapensa dan Coffindo menjelaskan cara pem beli­an kopi antara petani, koperasi, dan eksportir tanpa melupakan pe ran pe­dagang lokal. Yapensa akan meng hu­bungkan mereka, sekaligus meman­tau harga kopi dunia sebagai acu an harga dalam pembelian.

Project Leader Yapensa Zainuddin Toyib mengingatkan para petani agar terus memertahankan semangat un­tuk dapat meningkatkan kesejahtera­an mereka. Ia juga meng ingatkan bah­wa pada tahap awal, Ya pensa dan eks­portir belum mem bu tuhkan kopi de­ngan jumlah besar. “Yang dibu tuh kan adalah kopi yang ber kua li tas, un tuk apa banyak kalau ti dak ber ku a li tas,” katanya.

Ia juga menjelaskan cara menge­mas kopi yang benar, serta ketentuan umum dalam pembelian, khususnya pembelian kopi gabah sesuai standar mutu. www.suarakomunitas.net

foto

-fo

to: s

uA

rA

Ko

mu

nit

As

Page 5: Kombinasi 55 april 2014

Kombinasi Edisi ke-55 April 2014 5

FoRuM Lintas Iman (FLI) Gunung­kidul, Daerah Istimewa Yogyakar­ta, bersama elemen masyarakat Ga­pok tan, LSM, Pelajar SLTA dan Ikat­an Mahasiswa Gunungkidul meng­gelar aksi tolak politik uang di Bun­deran PLN Wonosari, Jumat (4/4). Aksi ini sebagai bentuk keprihatin­an terhadap ma rak nya prak tik kotor yang di la ku kan politisi untuk men­du lang su a ra dalam pemilu yang di­gelar pa da 9 Ap ril.

Aksi dimulai pukul 14.00 dengan membagi selebaran Petisi Gunung­kidul Siaga I "Gerakan Menolak Po­litik uang" kepada pengguna ja lan. Aminudin Aziz selaku koor di na tor aksi dalam ora si nya me nyebut kan bahwa dua bu lan sebelum mengge­lar aksi me re ka telah me nyebar re­lawan un tuk mencari in formasi ter­kait prak tik politik uang. Hasilnya, 90 persen re la wan me nya takan te­lah terjadi prak tik po li tik uang di wilayah Gu nung kidul.

Salah satu orator yang mewakili pelajar SLTA mengajak pa ra pemi­lih pemula agar jeli da lam menen­tukan pilihan. Sebab pa ra po li tisi jus­

tru sudah mendidik dan mem beri contoh buruk kepada pa ra pelajar dengan memberi uang ja jan serta mengarahkan pi lih an po litik nya.

Aksi ditutup dengan pembacaan doa bersama, dilanjutkan memukul kentongan titir selama satu menit. “Kentongan adalah cara berkomu­nikasi masyarakat Jawa un tuk me­ngabarkan keadaan. Memukul ken­tongan titir adalah ben tuk meka­nis me komunal un tuk memberita­kan keadaan ba ha ya. Baha ya politik uang harus dika bar kan dan dila wan secara bersa ma­sa ma,” kata ko or­di nator aksi sebe lum menutup ora­si nya. www.suarakomunitas.net

CirEbon

Caleg Perempuan Cuma Pelengkap

Lawan Politik Uang dengan TitirgunungKidul PEKAlongAn

Masyarakat Belum Paham Makna Pemilu

PEMAHAMAN masyarakat mengenai pe milihan umum perlu dibenahi agar me ngerti makna pe mi lu sesungguh­nya. “Saat ini pengertian masyarakat ma sih angin­anginan sehingga terpe­nga ruh sesuatu yang bersifat eks ter­nal,” kata Bupati Pekalongan Amat An­tono usai mencoblos di Tem pat Pe­mu nguan Suara (TPS) 02 De sa Tegal­do wo Kecamatan Tirto, Kabupaten Pe­kalongan, Jawa Tengah, Ra bu (9/4).

Dia berharap dalam Pemilu ke lak, masyarakat semakin cerdas memilih pemimpin dan wakilnya de ngan me­ngerti hakekat pemilihan umum. “De­ngan semakin pahamnya masya rakat akan arti pemilihan umum maka pe­ningkatan jumlah partisipasi politik akan tinggi,” imbuhnya.

Terkait dengan pelaksanaan pemi­lu legislatif di Kabupaten Peka longan, Bupati mengapresiasi kinerja Ko mi­si Pemilihan umum (KPu). usai men­cob los, Bupati bersama Kepala Ke po­li sian Resor Pekalongan dan Kepala Kejaksaan Negeri Pekalongan me man­tau pelaksanaan Pileg secara lang­sung ke beberapa wilayah.

TPS pertama yang dipantau ada­lah TPS 03 Kelurahan Gumawang Ke­camatan Wiradesa. TPS ini unik ka­rena para anggota Kelompok Panitia Pe mu ngutan Suara (KPPS) menggu­na kan kostum profesi masing­ma sing. Se men tara di Keca mat an Siwalan, te­pat nya di TPS 9, KPPS mem be ri kan doorprize be ru pa pa kai an serta alat ru mah tang ga. Se tiap pemilih yang te­lah mem be ri kan suara akan men da­pat kupon undian. No mor ter se but bi­sa ditukar dengan je nis door prize se­suai nomor yang ter te ra.

Sementara itu, Widi (39), warga yang menggunakan hak pilihnya di TPS 3 Tirto, berharap agar ke depan sosialiasi teknis pencoblosan diper­lu as jangkauannya. Ia me ni lai masih banyak warga yang ti dak me nge ta­hui secara teknis pen cob los an de ngan baik. www.suarakomunitas.net

KETETAPAN Komisi Pemilihan umum (KPu) tentang adanya kuota 30 persen bagi perempuan dalam setiap daerah pemilihan (Dapil) ternyata tak sepenuhnya mendorong keterwakilan perempuan da­lam Pemilu. Mereka umumnya hanya dianggap pelengkap.

Dea (20), mahasiswi salah satu perguruan tinggi negeri di Ci re­bon, pernah ditawari salah satu partai politik untuk menjadi caleg. Namun pencalonan dirinya diketahui hanya untuk memenuhi ku ota perempuan yang harus berjumlah 30 persen dari semua caleg yang terdaftar. “Tujuannya karena kalau pe rempuannya tidak memenuhi kuota, caleg yang lain juga tidak bisa maju,” ujar Dea.

Mengetahui alasan tersebut, Dea dengan tegas menolak penca­lonannya. Dan dari pengamatannya selama ini, caleg perempuan ja­rang menempati nomor strategis dalam daftar caleg. “Jarang caleg perempuan mendapatkan nomor urut 1. Keterlibatan perempuan hanya dimanfaatkan saja,” beber Dea. www.suarakomunitas.net

Page 6: Kombinasi 55 april 2014

Kombinasi Edisi ke-55 April 20146

U t A m A

KARTINI adalah seorang pelopor perge rak­an perempuan Indonesia mula­mula. Ia di­ke nal sebagai pejuang hak­hak pe rem puan dari surat­surat yang ia kirim kepada te man­temannya di negeri Belanda. Tetapi, ja rang yang mengetahui bahwa selain me nu lis su­rat­surat tentang kegelisahannya ter sebut, ia pun seringkali mengirim tulisan­tulis an­nya ke berbagai media, bah kan ia lakukan se­jak umur nya masih be lia: 16 tahun.

Sebagaimana dalam biografi Kartini yang ditulis Pramoedya Ananta Toer, Panggil Aku Kartini Saja, tulisan yang dimuat dalam Bij­dragen tot de Taal­Land­en Volkenkunde van Nederlands Indie itu berisi tentang adat per ­kawinan golongan Koja di Jawa. Tulisan yang bersifat antropologis tersebut menarik ba­nyak media lainnya. Bahkan terkadang para pengelola media tersebut memaksa Kartini untuk menjadi kontributor tetap. Hal ini me­nunjukkan bahwa sejak awal Kartini sadar

betul pentingnya media sebagai wa dah un­tuk menuangkan segala gagasan pemikiran­nya supaya dapat dibaca oleh kalangan yang lebih luas.

Kutipan pembuka tulisan di atas menun­jukkan secara jelas pandangan Kartini soal pentingnya peran media untuk pergerakan. Kar tini menyatakan pandangannya soal me­dia yang berpihak ini melalui surat yang ia tujukan pada Nelly van Kol. Ia memberi pan­dangan semacam ini karena merasa senang mendengar berita soal terbitnya me dia da­lam bahasa Melayu yang dikelola oleh Ab­dul lah Rivai bernama Bintang Hindia.

Dalam surat itu, Kartini memperlihatkan pen tingnya sebuah publikasi berkala untuk menyemai gagasan­gagasan para kaum ter­pelajar pribumi yang berpihak pada ke pen­tingan rakyat. Para kaum terpelajar, menu­rut Kartini, haruslah berada di garda paling depan dalam hal mengritisi pemerintah, men­

Dan selalu menjadi maksudku, untuk mengangkat suara keras-keras, karena ha nya publikasi saja dapat membawakan perbaikan yang kita harapkan atas ke adaan yang begitu membutuhkan perbaikan itu.... Memang itu lebih baik, ja-di segera pasang senapan buka peperangan, jadi sudah sejak awalnya ke pada ma sya rakat pribumi kami katakan padanya, dari golongan apa kami ini.

(Surat R.A Kartini kepada Njonja Nelly van Kol, 21 Juli 1902 via, Pramoedya Ananta Toer, Panggil Aku Kartini Saja, (Jakarta: Lentera Dipantara, 2009) hlm.217)

KATA ADALAh SenjATA!media dan Para Pelopor

gerakan Perempuan indonesia

Oleh AnnA MARIAnA

Page 7: Kombinasi 55 april 2014

Kombinasi Edisi ke-55 April 2014 7

Ilustrasi RA Kartini

rEPro fototoKoh.Com

didik masyarakat, juga mengangkat per so­alan mendasar masyarakat ke wilayah pub­lik. Dan untuk menyebarkan gagasan itu, me­dia adalah wadah perjuangannya. Ma ka ti­dak heran bahwa kemudian ketika berbica­ra soal sejarah pers/media di Indo ne sia sa­ngat erat dengan kebangkitan ke sa dar an ke­indonesiaan (Ahmat Adam: 2003). Hal ini di­karenakan penggerak utama pers awal di In­donesia merupakan para aktivis per ge rak ­an. Pers menjadi penopang dari gerakan na­sio nalisme di Indonesia.

Kartini memang bukan seorang jurnalis apalagi pengelola sebuah media. Tapi, Kar­tini memiliki kekuatan yang menjadi unsur penting bagi media, yakni tulisan! Bagi Kar­tini menulis adalah sebuah panggilan tu gas sosial, sebuah tanggung jawab untuk meme­nuhi perjuangan bagi rakyatnya. Peker ja an­nya sebagai penulis telah menggugah ba nyak pihak dari pikiran­pikirannya yang ia tu lis

dan sebarkan melalui media. Kartini me nu­lis dengan penuh dedikasi, ketekunan dan ke telitian serta pancaran kehangatan ke pe­du lian terhadap nasib kaumnya. Ya, Kar ti ni menjadi begitu kuat sebagai pejuang per ge­rak an perempuan dikarenakan ia me nu lis. Tulisan yang berkarakter dan me nem bus ke dalam relung­relung hati pem ba ca­nya.

Ia berprinsip bahwa menulis adalah be­kerja untuk keabadian. Tulisan ini akan fo­kus kepada mengapa serta bagaimana latar bela kang munculnya media di Indonesia khu­sus nya media perempuan yang menjadi me­dia pergerakan perempuan dan yang ke dua menggali berbagai inspirasi dari para pe lo­por pergerakan perempuan ge ne rasi awal yang memakai media se ba gai ba gi an yang tak terpisahkan bagi per ju ang an me re ka.

Munculnya Media Perempuan di Indonesia

Pada akhir abad ke­19 dan awal abad ke­

Page 8: Kombinasi 55 april 2014

Kombinasi Edisi ke-55 April 20148

U t A m A

20 Indonesia, pada waktu itu masih Hindia Belanda, mengalami perubahan struktural sekaligus kultural yang besar­besaran. Hal ini disebabkan oleh dua periode penting yak­ni dengan keluarnya undang­undang (uu) Agraria tahun 1870 (agrarische wet) berco­rak liberal yang mengeksploitasi Indonesia dengan sistem tanam paksa­nya, dan kedua adalah saat digulirkannya politik etis pada tahun 1901. Kedua kebijakan ini saling ber­ka itan dalam mengubah be ra gam relasi mau­pun struktur sosial di In do ne sia. Kemiskin­an yang merajalela di se ki tar per ke bunan­perkebunan maupun di ber ba gai tempat in­dustri lainnya pada ma sa itu men ja di pe­man dangan yang la zim se ba gai dam pak da­ri kebijakan ta nam pak sa. Ma sya ra kat ha nya menjadi bu ruh atau koeli ba gi tu an­tu an pe­milik per ke bun an.

Berbeda dengan dampak agrarische wet, di lain pihak, setelah dikeluarkan kebijakan politik etis pada tahun 1901 adalah muncul­nya kelas menengah pribumi yang terdi dik terpelajar ala pendidikan modern (pendi dik­an Eropa). Pemerintah kolonial banyak mem­berikan kesempatan penduduk pri bumi un­tuk bersekolah, termasuk para perem puan. Namun pada hakekatnya kalangan terdidik ini hanyalah sebagian kecil dari masyarakat. Karenanya, jelas sekali upa ya mem be rikan ke sem patan untuk men da patkan pendidik­an bagi pribumi ini ha nya lah un tuk menu­tupi kerakusan mereka atas pe ri la ku eksplo i­ta tif yang diwujudkan melalui kebijakan ta­nam paksa pada pe rio de sebe lumnya. Na­mun tujuan dari po li tik “balas budi” pihak kolonial ini tak ber bu ah manis. Pendidikan yang di kem bang kan oleh pemerintah kolo­nial yang ber tu juan un tuk me me nuhi ke­butuhan pa sar in dus tri—pen di dik an untuk men jadi amb te nar (pegawai pe me rin tah ko­lo nial)—ter nya ta tak ber ban ding lu rus de­ngan para lu lus an nya yang me mi lih tak be­kerja di gu per nemen. Me re ka me mi lih men­jadi par ti ke lir, swas ta. Sa lah sa tu pe ker ja an para go long an ter pel a jar ini ada lah de ngan men di ri kan media.

Media pertama yang didirikan dengan mo­dal, produksi serta distribusi semua ber asal dari orang Indonesia adalah Soenda Be ri ta yang didirikan oleh Tirto Adhi Soerjo. Se ba­gai anak keturunan bangsawan, Tir to lebih memilih tak menyelesaikan pen di dikan for­malnya dan memilih me nu lis di me dia. Se te­lah Soenda Berita, ia men diri kan Medan Pri­jaji (1907), dan Poetri Hin dia (1909).

Poetri Hindia adalah pers pertama yang mengkhususkan membahas soal perempu­an. Kedua pers tersebut mem beri ruang pa­ra pembacanya untuk meng adu kan hal­hal yang mengganjal, terutama soal ketidak adil­an. Sebagai pers pe rempuan pertama, Poet­ri Hindia dengan fokus menyua rakan para pembaca untuk memperoleh keadilan su dah menunjukkan karakternya sebagai co rong pergerakan. Demikianlah corak kemuncul­an media di Indonesia, termasuk me dia yang mengkhususkan diri membahas per so al an pe rempuan.

Srikandi Media: Belajar dari Roehana Koedoes, Salawati Daud dan S.K. Trimurti

Para pelopor pergerakan perempuan ge­nerasi awal yang menggunakan media da­lam wadah perjuangannya adalah Siti Roe­ha na Koedoes. Ia adalah seorang aktivis dan pelopor jurnalis yang lahir di kota Ga dang, Bukittinggi, Sumatera Barat pada 20 De sem­ber 1884.1 Kecintaannya menulis di da sari atas kesenangannya membaca dari usia di­

mil

AfE

br

iwA

hy

un

i.blo

gs

Po

t.C

om

Roehana Koedoes,

aktivis dan pelopor

jurnalis yang lahir

di Bukittinggi. Pada

10 juli 1912, ia

mendirikan media

khusus perempuan

Soenting Melajoe.

Page 9: Kombinasi 55 april 2014

Kombinasi Edisi ke-55 April 2014 9

ni. Ia mendapat penghargaan sebagai pahla­wan wartawati pertama karena ia men di ri­kan media khusus perempuan yang ber na­ma Soenting Melajoe pada 10 Juli 1912.

Meskipun Soenting Melajoe lahir setelah Poet ri Hindia, tapi karena didirikan dan di­ke lola oleh seorang perempuan, yakni Roe­ha na Koedoes, maka kedudukannya menja­di istimewa. Isi Soenting Melajoe banyak ber­bi cara soal pentingnya pen di dik an bagi pe­rem puan. Pendidikan itu nan ti nya ber guna agar bisa men di dik diri sendiri, anak­anak­nya, ke lu arga dan ma syarakat.

Roehana Koedoes juga mendirikan orga­ni sasi perempuan yang bernama Kera jinan Amai Setia. organisasi perem puan ini mem­berikan keterampilan membuat ber ba gai ke­rajianan, dan masih berdiri hingga kini.

Selain Roehana Koedoes yang sudah se­ba gian orang mafhum dengan kiprahnya di du nia media, satu tokoh berikut adalah ak­tivis pergerakan kebangsaan perempuan da­ri Makassar yang sangat rajin menulis ber­ba gai pandangan politiknya di media. Nama

aktivis itu adalah Salawati Daud, dilahir kan di Tahuna, Sangir Talaud, 20 Maret 1909.

Ia berjuang sebagai aktivis pergerakan se gera setelah keluar dari pekerjaan meng­ajar di sekolah pemerintah kolonial. Ia ber­pen dapat bahwa ia harus turun langsung ke dalam medan perjuangan, dan bukan men­jadi pegawai dari pemerintah kolonial. Ada­pun ide­ide yang menjadi sorotannya da lam pergerakan adalah soal bagaimana keter hu­bungan orang Indonesia dengan meng usung integrasi sebagai negara ke sa tu an. Ak ti vitas menggagas ide kesatuan ini su dah ia mu lai sejak tahun 1930an dengan me nye barkan tu­lisan di berbagai media. Be ri kut ini salah sa tu dari cuplikan gagasan mengenai ke se ta ra an yang ditulis Salawati Daud:

“Soenggoehpoen saja seorang perempoe­an sahadja akan tetapi hatikoe penoeh de­ngan kasih dan tjinta bekerdja oentoek bang­sa dan tanah air; apakah goenanja ke ka ja an kelimpaan djikalau rakjat ber ke loeh kesah. Saja merasa bahwa adalah ke wa djib an kita kaoem perempoean membantoe pe ker dja­

riK

Ad

An

iEl.

blo

gs

Po

t.C

om

Kera jinan Amai Setia,

organisasi bentukan

Roehana Koedoes

yang bertujuan untuk

memberi keterampilan

membuat ber ba gai

ma cam kerajinan. Amai

Setia masih berdiri

sam pai sekarang.

Page 10: Kombinasi 55 april 2014

Kombinasi Edisi ke-55 April 201410

U t A m A

an lelaki baik dalam hidoep hari hari mao­poen didalam perdjuangan pergerakan ka­re na bangsa dan tanah toempah darah (Ba­ris an Kita, no. 2, April 1931, hlm. 4).”2

Selain Salawati Daud dan Roehana Koe­does yang menggunakan media dalam per­gerakan, tokoh yang menonjol di bidang me­dia adalah S.K Trimurti. Lahir di Boyolali pa­da 11 Mei 1912, orang tuanya memberi na­ma Soerastri. Ia kemudian lebih terkenal de­ngan nama Soerastri Karma Trimurti kare­na sebagai penulis dan juga pengelola media yang kritis, ia harus menyamarkan na manya. Trimurti terinspirasi Soekarno da lam me­nulis, karena ia adalah sa lah satu kader ang­gota Partindo (Partai Nasionalis In do nesia) yang didirikan Soekarno usai PNI di la rang ke ber ada an ya oleh pe merin tah ko lo nial.

S.K. Trimurti memiliki kesadaran tinggi akan media sebagai alat perjuangannya. Ia mendirikan media setelah mencoba me nu­lis di beberapa media pergerakan seperti Fi­kir an rakyat dan Berdjoeang.

Dari tangan dinginnya lahir beberapa me­dia seperti Bedoeg, Terompet, dan Marhaeni. Aktivismeny S.K. Trimurti bukannya tanpa

risiko. Ia bahkan menanggung risiko pa ling berat: ditahan karena tulisan­tulisan kri tis.

Banyak para pelopor kemerdekaan Indo­nesia yang tak hanya berjuang secara fisik, namun juga menggoreskan pena mereka di berbagai media. Mereka kemudian ditahan, bahkan ada yang diasingkan seperti Soekar­no, Hatta, KI Hadjar, dan lain­lain. S.K Tri mur­ti menyadari risiko tersebut saat ia meng­kritik pemerintah dalam media Mar ha e ni. Ia lalu diganjar sembilan bulan di pen jara. Tapi selepas dari tahanan, sikapnya tak surut. Ia pun men di ri kan Pe nje bar Se ma ngat.

Setelah pernikahannya dengan Sayuti Me­lik—pengetik naskah proklamasi kemerde­ka an—ia kemudian mendirikan Pesat. Ter­bit an mingguan dengan berfokus pada po li­tik populer, ia mengasuh rubrik tanya ja wab persoalan rumah tangga. Mingguan Pe sat sa­ngat diminati lantaran ia mengasuh rub rik ta nya jawab persoalan rumah tangga yang berfungsi sebagai advokasi. Te ro bos an yang sangat maju untuk ukur an za man itu.

Kiprah S.K Trimurti dalam mengelola ma­jalahnya semacam ini memberikan indikasi bah wa selain menyuarakan gagasan­ga gas­an, media pada waktu itu menjadi alat untuk advokasi persoalan yang dihadapi oleh ma­sya rakat. Pada periode ini pula ia ber sa ma Sayuti Melik saling bahu membahu memba­ngun perjuangan, hingga suatu saat akibat goresan penanya yang tajam kembali ia ha­rus masuk penjara dan bahkan harus me la­hir kan anak pertamanya di penjara.

Para pelopor pergerakan awal perempu­an yang amat dekat dengan media ini mem­beri satu inspirasi bahwa mereka ti dak per­nah duduk diam dalam melihat ke seng sa ra­an rakyatnya. Mereka berjuang melalui go­res an pena, berorganisasi dan juga tidak ta­kut­takut pasang badan saat mereka ha rus berhadapan langsung dengan para pe ngu­a sa lalim. Sebuah kisah yang patut men ja­di renungan kita bersama yang hidup di za­man kebebasan berpendapat.

Anna Mariana

Anggota Tim Redaksi etnohistori.org

Pin

tEr

Es

t.C

om

1. Hermansyah Nasirun, “Pelopor Kemajuan Bangsa yang Terlupakan” dalam Suara Muhammadiyah, no. 24. Th.61, 1981, hlm 29-30, dan 42.

2. Sitti Maryam “Salawati Daud dan gagasan ten-tang persatuan nasional Indoensia”, Tesis Pasca-sar jana UGM, Tidak diterbitkan, hlm. 80.

Soerastri Karma

Trimurti, pendiri

media Bedoeg,

Terom pet, Marhaeni,

Pe nje bar Se ma ngat,

dan media yang

cukup populer Pesat.

Page 11: Kombinasi 55 april 2014

Kombinasi Edisi ke-55 April 2014 11

Banyak kebijakan yang seakan-akan bermanfaat bagi masyarakat, namun tidak adil bagi perempuan. Contoh-contoh kebijakan yang tidak adil gender itu dikupas dalam acara Temu Perempuan Pegiat Media Komunitas, yang diadakan 11-13 April lalu, di Desa Wisata Candirejo, Magelang, Jawa Tengah.

ACARA itu dihadiri 19 perempuan dari 10 pro vinsi di Indonesia yang aktif mengelola me dia komunitas di komu nitas masing­ma­sing. Mereka mengang kat beragam isu da­lam beragam je nis me dia, dari me dia cetak, radio, media on line, film, hingga seni.

Deshinta Dwi Asriani, dosen sosiologi uni­versitas Gadjah Mada yang menjadi peman­tik diskusi mengajak peserta mengidentifi­kasi kebijakan publik yang tidak adil pada perempun. Itu bisa dilakukan de ngan mem­bandingkan isi kebijakan de ngan sejumlah konvensi yang memuat hak­hak pe rempuan, antara lain konvensi internasional tentang penghapusan segala ben tuk diskriminasi ter­hadap perempuan (CE DAW), konvensi ke­pen dudukan dan pem ba ngun an (ICPD), dan konvenan internasional ten tang hak ekono­mi sosial dan budaya (Eco sob). Tu ju an Pem­bangunan Milenium (MDGs) juga men can­tum kan pentingnya pem ber da ya an serta per­lindungan terha dap pe rem pu an dan anak.

Salah satu yang bisa dilihat adalah ke bi­jakan dalam kesehatan reproduksi. Kebijak­an ini memuat isu yang amat dekat dengan perempuan. Hal itu antara lain bisa dilihat di wacana pemberian air susu ibu (ASI) eks­klusif guna menjamin asupan gizi anak. De­ngan adanya wacana tersebut, pa ra pe rem­puan (ibu) seperti diwajibkan un tuk mem­be rikan ASI bagi anaknya tan pa me li hat la­tar belakang dan kondisi ke se hat an nya.

Maka ketika seorang ibu tidak membe ri­kan ASI, yang muncul adalah anggapan bah­wa si ibu tak bertanggung jawab. “Yang di­harapkan dari kebijakan semacam ini adal­ah adanya hak bagi perempuan un tuk men­ja di subjek dalam mengadvokasi di ri nya sen­diri, bahwa mereka memiliki hak untuk me­nyusui ataupun tidak,” kata De shin ta.

Hal itu dibenarkan oleh Shernylia Mala­devi, pegiat radio komunitas Jaringmas dari Ban taeng, Sulawesi Selatan yang jadi peser­ta acara. Ibu dua anak ini mengaku tak bisa

TeMU PeReMPUAn PegIAT MeDIA KOMUnITAS

Mengadvokasi Kebijakan Adil gender

Foto atas (ilustrasi):

wacana "kewajiban"

pemberian air susu

ibu eksklusif bisa

saja bermasalah.

Wacana itu abai mem­

pertimbangkan latar

belakang dan kondisi

kesehatan si ibu.

Oleh IDhA SARASWATI

sE

hA

tnE

gE

riK

u.C

om

Page 12: Kombinasi 55 april 2014

Kombinasi Edisi ke-55 April 201412

U t A m A

memberi ASI karena cadangan ASI­nya se­di kit. Seperti dirinya, tidak se di kit perem­pu an yang ingin menyusui, na mun tak bisa karena kondisinya tidak me mung kinkan.

Nurhayati Kahar, pegiat radio komunitas Suara Perempuan di Kota Pariaman Su ma­tera Barat menilai wacana ASI ekslusif men­jadi politis karena ada pemaksaan terhadap para ibu untuk memberi ASI ekslusif, tanpa disertai kebijakan yang mendukung seorang ibu untuk memberikan ASI. Me nu rut dia, ada masalah kesehatan yang perlu diperhatikan, termasuk menyangkut asupan gi zi bagi si ibu agar bisa memberikan anak nya ASI. “Ja­di advokasinya adalah ji ka ibu­ibu dituntut memberikan ASI eks klu sif, ke bu tuh an gizi bagi ibu perlu disuarakan agar pemerintah sadar bahwa wacana ASI ekslusif yang tidak dibarengi de ngan asup an gizi ibu menyusui tidak akan ber ja lan lancar,” ujarnya.

Terkait wacana serupa, Dian Septi Tris­nan ti dari rakom Marsinah FM yang setiap hari bersentuhan dengan isu bu ruh pe rem­puan di kawasan Cakung, Ja karta utara, meng­ungkapkan fakta men ce ngang kan. Meski pe­rempuan dituntut un tuk menyusui, di pab­rik­pabrik sampai sa at ini belum ada ru ang­an khusus untuk me nyu sui.

Jam kerja seorang buruh perempuan di pab rik juga sangat ketat, sehingga mereka bah kan tak sempat memeras ASI ba gi anak­

nya. Karena tak ada waktu me meras se men­tara produksi ASI terus ber lang sung, me re­ka harus menahan ASI agar tak merembes keluar selama be ker ja. “Me na han ASI agar tak keluar atau me ne tes me ru pa kan sesua ­tu yang me nya kit kan, dan pada jang ka pan­jang berdampak pa da kan ker pa yu da ra. Ti­dak banyak buruh pe rem puan me nge ta hui hal ini,” terangnya.

Persoalan lain yang mengemuka adalah program keluarga berencana. Sugiyanti, pen­damping perempuan dan anak Mage lang Ja­wa Tengah menilai program itu tak adil bagi perempuan karena hanya pe rem pu an yang dituntut untuk memasang alat kon tra sepsi di tubuhnya. Padahal ada ba nyak ri siko yang muncul akibat pe ma sang an alat kon tra sep­si di tubuh perem puan.

Kritis Menurut Deshinta, dalam anjuran Depar­

te men Kesehatan tahun 1990­an, ASI cukup diberikan selama empat bulan. Namun be­la kangan anjuran itu berubah menjadi enam bulan. Perubahan anjuran ini konon di da­sarkan pada hasil riset. Pemerintah kemu­di an mengikuti hasil riset itu tanpa meng­kri tisi siapa yang melakukannya.

Di sisi lain, anjuran tersebut tidak diim­bangi dengan kebijakan lain yang mendu­kung. Atur an cuti untuk ibu mela hirkan, mi­salnya, hanya diberikan selama tiga bulan. “Hasil riset seperti itu perlu dikri tisi, siapa yang meriset, apa kepen ting annya, dan ba­gai mana mereka melaku kan nya,” ujar nya.

Terkait dengan kondisi yang dialami bu­ruh perempuan, persoalan ASI menurut dia memang menjadi isu yang penting. Buruh pe rempuan dituntut untuk menyusui, se­men tara kondisi di dalam pabrik tidak me­mung kinkan mereka untuk leluasa me nyu­sui dan memeras ASI. Entah itu berupa ke­ter se diaan ruang menyusui maupun termos un tuk ASI yang sudah diperas.

Selain itu, para buruh perempuan juga ti­dak memiliki akses untuk mengadukan per­so al annya. Memang sudah ada serikat bu­ruh, namun isu utama serikat buruh saat ini masih berkisar pada persoalan upah dan ke­mis kinan sehingga persoalan gender dan isu perempuan belum mendapat perhatian. “Ini karena gender adalah isu yang melampaui wacana tentang kelas dan ke pen ting an eko­nomi. Maka kenaikan upah bu ruh perempu­an tidak bisa menjamin ter pe nuhi nya hak­hak buruh perempuan,” tam bah nya. fo

to-f

oto

: do

Ku

mE

n K

om

bin

As

i

Deshinta Dwi Asriani,

staf pengajar sosiologi

Universitas gadjah

Mada yang menjadi

pemateri dalam acara

Temu Perempuan Pe gi­

at Media Komu nitas.

Page 13: Kombinasi 55 april 2014

Kombinasi Edisi ke-55 April 2014 13

Terkait dengan kebijakan KB bagi perem­puan, Deshinta sepakat bahwa ada risiko. KB hormonal, misalnya, diketahui telah me nim­bulkan dampak berupa sesak na pas hingga penurunan gairah seksual. Je nis KB lainnya diketahui membuat tubuh perempuan lebih cepat gemuk dan munculnya jerawat. Ini ada­lah persoalan baru bagi perempuan yang tak bisa diabaikan. Kebijakan seperti itu dinilai bias laki­laki, serta menimbulkan masalah ba ru bagi perempuan karena dibuat untuk mengatur perilaku perempuan.

AdvokasiMenyikapi berbagai kebijakan yang tidak

adil, para perempuan perlu lebih kritis dan berani menyampaikan pendapat. Advokasi menjadi keharusan. Menurut Deshinta, da­lam upaya mengadvokasi kebijakan agar adil gender, ada beberapa elemen yang perlu di­perhatikan. Pertama, mengidentifikasi aktor pemerintah. Di beberapa daerah sa at ini su­dah ada aktor pemerintah yang berpihak pa­da perempuan, sehingga bisa diajak meru­muskan kebijakan yang adil gen der. Namun masih ada banyak daerah yang pejabat pub­liknya mengabaikan pe rem pu an. Selain itu, sistem yang berlaku di suatu institusi juga perlu diperhatikan. Acapkali so sok yang su­dah sadar gender di sebuah institusi ter ha­lang melakukan perubahan ka rena sistem yang berlaku di situ tidak men dukung.

Berikutnya, partisipasi laki­laki dalam ad­vokasi kebijakan yang adil gender amat pen­ting, karena ketidaksetaraan gender bukan hanya persoalan perempuan. Ketika se orang perempuan dirugikan, pada saat yang sa ma laki­laki juga di ru gikan. Kesetaraan gen der berarti tidak ada pihak yang men do mi na si, sebab do mi nasi gender itu dapat di la ku kan ba ik oleh la ki­laki maupun pe rem pu an.

Hal lainnya adalah pengetahuan perem­puan tentang gender. Perempuan mem bu­tuhkan rujukan agar bisa memahami hak­haknya. Namun berbagai peraturan yang di­buat untuk melindungi perempuan saat ini hanya menginduk pada aturan lain yang le­bih besar, sehingga sulit di so si a lisa si kan ke­pada perempuan. “Tak ada ke bi jak an yang utuh membicarakan serta me lin dungi pe­rem puan. Tidak ada kitab yang men jadi in­duk untuk menggugat kebijakan yang ti dak adil bagi perempuan,” ujar De shin ta.

Sejumlah peserta juga ikut membagikan pengalamannya dalam upaya mengadvoka­si perempuan di daerahnya masing­masing.

Ada yang memilih bekerja sama dengan pe­merintah, ada juga yang memilih berha dap­an secara frontal dengan pemerintah selaku pengambil kebijakan.

untuk mengadvokasi buruh perempuan di Jakarta, Marsinah FM rutin menyiarkan informasi seputar hak­hak buruh perem pu­an. Selain itu, untuk menuntut perubahan ke bijakan, Dian mengaku kerap memilih ja­lur frontal saat berhadapan dengan pe me­rin tah. Mulai dari demonstrasi hingga mo­gok kerja. Aksi demonstrasi umumnya di­awali dengan grebek rumah (menjemput bu­ruh perempuan dari rumahnya masing­ma­sing) dan grebek pabrik (menjemput bu ruh pe rempuan di pabrik­pabrik).

“Lewat upaya­upaya itu, buruh perempu­an yang tadinya tak berani ngomong, pelan­pelan mulai berani dan akhirnya ikut disku­si dan jadi pembicara. Meski jum lah nya se­dikit itu amat berarti bagi ka mi,” ka ta nya.

Radiyem dari Asosiasi Pendamping Pe­rem puan usaha Kecil (Asppuk) di Kota Sura­karta, Jawa Tengah, berupaya mela kukan ad­vo kasi dengan mengawal perencanaan dan realiasi anggaran daerah agar ada alo kasi un­tuk pemberdayaan perempuan. Asp puk yang mendampingi para pe rempu an pe la ku usa­ha kecil fokus kepada upaya pemberdayaan eko nomi sebagai salah satu ca ra un tuk mem­ber dayakan perempuan.

Sedangkan Masyitoh yang bergerak di bi­dang pendidikan kesehatan di pesan tren­pe­santren di Cirebon, Jawa Barat, meng am bil strategi halus. untuk mendidik pa ra siswa pesantren tentang kesehatan re pro duksi tan­pa harus secara frontal me nying gung atur­an para guru dan pimpinan pon dok, ia me­milih jalur diskusi dan pe ner bit an yang isi­nya digali dari kitab suci agama Islam.

Nurhayati Kahar yang telah puluhan ta­hun mengadvokasi anak dan perempuan kor­ban kekerasan menyimpulkan bahwa yang dibutuhkan dalam upaya advokasi ada lah pe­rempuan­perempuan yang mau tu run ke ba­wah, ke level akar rumput. Ini ka rena keti­dakadilan terhadap perempuan le bih ba nyak terjadi di tingkat bawah.

Di samping itu, ia juga mengingatkan bah­wa dalam upaya advokasi semua pihak yang dipandang dapat mendukung perlu diiden­ti fi kasi, termasuk pihak pemerintah ka rena ma sih ada aktor­aktor di institusi pemerin­tahan yang sebenarnya memiliki ke sadaran. Semua pihak perlu dilibatkan. “Kata kun ci­nya adalah berjaringan,” katanya.

Atas: Dian Septi

Trisnan ti, pegiat

Radio Komunitas

Marsinah FM.

Bawah: nurhayati

Kahar, pegiat radio

komunitas Suara

Perempuan.

foto

-fo

to: d

oK

um

En

Ko

mb

inA

si

Menyikapi berbagai kebi-

jakan yang tidak adil, para

perempuan perlu lebih kritis

dan berani menyampaikan pendapat. Ad-vo kasi menjadi

keharusan.

Page 14: Kombinasi 55 april 2014

Kombinasi Edisi ke-55 April 201414

Bersuara untuk Perempuan

Media massa arus utama yang ada saat ini dinilai belum adil gender dalam pemberitaannya. Isu-isu perempuan belum mendapat ruang yang layak di media. Oleh karena itu, perempuan perlu aktif menggunakan media untuk menyuarakan kepen-tingan perempuan.

Oleh IDhA SARASWATI

DEWI Candraningrum, Pemimpin Redaksi Jur nal Perempuan yang menjadi pemateri di sesi “Media dan Perempuan” pada Temu Pe­rem puan Pegiat Media Komunitas, Minggu (13/4), menuturkan, sampai saat ini media mas sa arus utama (koran, televisi, radio, me­dia online) masih belum adil gender. Itu ter­jadi tak hanya di Indonesia, namun ju ga me­dia­media ternama di seluruh dunia.

Ketidakadilan gender di media itu antara lain terjadi karena masih minimnya keter li­bat an perempuan dalam proses pengam bil­an keputusan redaksional. Akibatnya, pers­pek tif perempuan yang mampu mendorong mun cul nya berita yang adil gender tak mun­cul di media. “Media seperti internet pun ti­dak adil gender karena internet ada lah ref­leksi kehidupan nyata. Kini 80 per sen selera media ada di tangan laki­la ki,” tu turnya.

Contoh paling anyar untuk menunjukkan selera laki­laki di media bisa dilihat dalam pemberitaan tentang calon anggota legisla­tif (caleg) yang bertarung pada pemi lihan umum 9 April lalu. Dari ribuan caleg pe rem­puan yang akan bertarung, media lebih su­ka mengangkat profil caleg perem pu an dari kalangan artis, terutama artis­artis yang se­lama ini dilekati citra 'seksi'. Yang di angkat pun lebih ke sensasi yang meling kupi kehi­dup an sang artis selama ini. Profil ca leg pe­rem puan non artis yang mempunyai prog­ram meng angkat isu­isu perempuan se pi da­ri pem beritaan.

Contoh lainnya bisa dilihat dari cara me­dia televisi menampilkan para pembaca be­ri ta. Di Indonesia, para perempuan yang men­ja di pembaca berita umumnya harus me me­nuhi syarat berpenampilan menarik, mu da, dan cerdas. Namun usia dan penampilan pe­rempuan pembaca berita agaknya dianggap lebih penting, sehingga saat usianya di ang­gap sudah 'tua' dia tidak lagi tam pil di tele­

TeMU PeReMPUAn PegIAT MeDIA KOMUnITAS

U t A m Ab

ud

isu

sil

o8

5.b

log

sP

ot.

Co

m

Page 15: Kombinasi 55 april 2014

Kombinasi Edisi ke-55 April 2014 15

visi. Hal ini tidak berlaku bagi la ki­la ki pem­baca berita yang terus bisa tam pil di te le vi si meski usianya sudah di atas 40 ta hun.

“usia 30­40 tahun adalah usia yang ma­tang bagi perempuan dalam menguasai ilmu pengetahuan. Jadi harusnya bukan dan dan­an, bukan jarik, bukan cara berjalan yang di ­gunakan untuk menilai kualitas kua li tas pe­rempuan. Seksisme tidak hanya ada da lam fakta berita, tapi juga dalam proses rep re­sen tasi terhadap perempuan,” ujar De wi.

Perspektif PerempuanMenurut Dewi kehadiran perspektif pe­

rem puan dalam kerja redaksi media sangat penting karena perempuan memiliki aneka isu yang selama ini jarang dibicarakan, bah­kan oleh perempuan sendiri. Karena itu, pe­rempuan perlu lebih aktif mengisi me dia de­ngan memakai perspektif pe rem puan.

Ada banyak contoh yang menunjukkan per bedaan cara pandang perempuan dalam mem beritakan suatu kasus di media. Keti­ka isu tentang kesetaraan perempuan belum ma rak, hanya sedikit perempuan yang ter­li bat dalam kerja­kerja media. Akan tetapi, pe rem puan tidak memperoleh kesempatan yang sama dalam meliput suatu kasus. Li put­

an pe rang, misalnya, selalu dikerjakan oleh war ta wan laki­laki. Berita yang lebih sering mun cul kemudian adalah berita se pu tar je­nis dan persediaan senjata yang di gu nakan dalam perang. Belakangan ketika pe rem pu­an mendapat kesempatan yang sa ma un tuk me li put perang, berita yang mun cul meng­ung kapkan sudut pandang para kor ban yang menderita akibat perang.

Dewi mencontohkan surat kabar Inggris, The Guardian, yang kini termasuk paling ma­ju dalam mengangkat perspektif perempu­an dalam kebijakan redaksional. Selera, pe­mi kir an, dan ide perempuan masuk ke da­lam ra nah subjek, bahasan, penulis, dan hal­hal yang diberitakan.

Ia menambahkan, perspektif perempuan tidak hanya berguna dalam membedah ber­bagai persoalan perempuan. Perspektif pe­rem puan juga bisa digunakan untuk meng­angkat berbagai persoalan penting masya­ra kat yang selama ini luput dari pem be ri­taan. Isu­isu seputar kesehatan reproduksi misalnya, marak diangkat ketika perspektif perempuan mulai mewarnai media. Dan isu kesehatan reproduksi bukan isu milik pe­rem puan saja, karena setiap manusia mem­pu nyai persoalan reproduksi.

doKumEn KombinAsi

Para peserta tengah

berdiskusi dalam

salah satu sesi pada

acara Temu Perem­

puan Pegiat Media

Komunitas.

Page 16: Kombinasi 55 april 2014

Kombinasi Edisi ke-55 April 201416

Perspektif perempuan ini juga dapat di­gu nakan untuk menimbang berbagai kasus. Mi salnya ketika dihadapkan pada pilihan ca­lon presiden laki­laki dan perempuan, ma­ka yang perlu dilihat pertama­tama adalah perspektif mereka. Jika calon presiden laki­laki itu ternyata menganut perspektif yang adil gender, itu berarti ia layak dipilih.

Agar isu dan perspektif perempuan lebih banyak menghiasi media, Dewi mengajak pa­ra peserta untuk lebih aktif mengangkat ki­sah perempuan di wilayahnya masing­ma­sing. “Itu bisa dimulai dengan menulis kata 'perempuan' di bagian judul. Misalnya da lam kasus pertambangan, dengan per s pek tif pe­rempuan kita bisa menulis dampak tam bang terhadap perempuan,” terangnya.

Pengalaman KomunitasKetika media massa arus utama ternyata

belum adil gender dalam pemberitaannya, pa ra perempuan yang ingin mengangkat isu­isu perempuan bisa berpaling ke media ko­mu nitas. Ada beragam jenis media yang bi­sa dimanfaatkan oleh perempuan untuk ber­sua ra, mulai dari media cetak, elektonik, in­ter net, hingga seni. Sejumlah perempuan pe­giat media komunitas yang berasal dari ber­ba gai daerah sudah memulainya.

Radio Komunitas Marsinah FM di Jakar­ta, misalnya, telah merintis siaran radio yang materinya fokus pada aneka persoalan bu­ruh perempuan. Melalui si a ran nya, radio ini mengajak para buruh pe rem pu an terutama di kawasan berikat Ca kung Jakarta utara un­tuk memahami hak­haknya. Radio ini juga

memberikan in spi rasi kepada pendengarnya dengan rutin me nyi ar kan profil­profil pe rem­puan yang be ra ni memperjuangkan sesuatu yang mereka ya kini.

Shernylia Maladevi dari Radio Komunitas Jaringmas di Bantaeng Sulawesi Selatan me­makai beragam jenis media dalam meng ang­kat isu perempuan di daerahnya. Selain si­a ran radio, ia juga memilih media seni mu­lai dari puisi, lagu, tari, hingga pentas mo­no log.

Salah satu di antaranya adalah pentas mo­nolog berjudul Mahar dan Perempuan. Me­la lui pentas ini, Shernylia mengritik tradisi pemberian mahar perkawinan saat seorang lelaki hendak meminang calon is tri nya. Ni­lai mahar ditentukan dengan me li hat la tar belakang perempuan yang akan di ja di kan is tri, sehingga perempuan se ka dar menja di obyek dalam perkawinan. Seolah­olah pe­rem puan adalah barang yang di per ju al be li­kan, “Kami mendapat apresiasi yang bagus dan bebas berekspresi dengan se ni sebagai media. Kami mendapat posisi cu kup bagus untuk menyusup secara halus, ber kar ya un­tuk perempuan,” katanya.

Nurhayati Kahar dari Sumatera Barat ju­ga menggunakan seni, terutama seni tradi­si di daerahnya dalam mengangkat isu­isu mengenai pe rempuan. Salah satunya ada lah dengan meng gu nakan lawakan Minang ali­as Ciloteh Mi nang. Dengan gaya humor, be­ra gam isu pe rem pu an bisa disampaikan de­ngan lebih mudah ke masyarakat. La wakan tersebut juga dapat digunakan un tuk meng­ritisi berbagai kebijakan peme rintah.

U t A m A

foto

-fo

to: d

oK

um

En

Ko

mb

inA

si

Dari kiri: Dewi

Candraningrum dari

jurnal Perempuan,

Shernylia Maladevi

dari Radio Komunitas

jaringmas, Feronika

huby dari Tiki Papuan

Women Voices,

dan DS nugraheni

dari Festival Film

Dokumen ter

Page 17: Kombinasi 55 april 2014

Kombinasi Edisi ke-55 April 2014 17

Adapun Feronika Huby dari Papua Barat bersama komunitasnya, yakni Tiki Papuan Women Voices memilih film dokumenter un­tuk mengabarkan nasib perempuan Papua sa at ini. Menurut Fero, Papua memiliki bera­gam persoalan yang kompleks. Dengan ak­ses yang sulit di segenap bidang, mulai dari akses transportasi hingga akses ke pendi dik­an, ditambah dengan tingginya angka keke­rasan, perempuan Papua menanggung beban terberat. Mereka rata­rata menikah di usia muda, lalu menanggung per eko no mi an ke­luarga dengan bergantung pa da alam.

Di sisi lain, kini tengah terjadi peram pok­an besar­besaran di Papua. Papua sudah di­petak­petak bagi ke pentingan investor di bi­dang pertambangan dan perkebunan sawit. Pada hal ma syarakat Papua masih bergan tung pa da alam, yakni dengan men ja di pem buru dan pera mu di hutan, atau nela yan. Mereka di pak sa berhadapan dengan ke pen tingan in­ves tasi tanpa persiapan apa pun.

Fero dan rekan­rekannya mengangat ki­sah itu dalam film dokumenter. Salah sa tu­nya film yang menceritakan peran pe rem­pu an dalam menjaga kelestarian hutan. Ada seorang perempuan yang mengandalkan hi­dupnya dari hasil hutan, sementara per usa­haan mematok lahan tersebut secara se pi­hak. Film itu kemudian diputar di hadapan komunitas lokal, serta di hadapan pa ra pe­merhati Papua di Jakarta. “Ibu itu dan per­usa haan bersaing menjaga dan me ma tok la­han yang jadi hak ulayat dia,” kata Fe ro.

Di Papua, seni bisa menjadi media yang dianggap berbahaya. Proses pembuatan film

harus dilakukan dengan amat hati­hati ka­rena nyawa menjadi taruhannya. oleh kare­na itu butuh trik­trik khusus agar pe san bi­sa sampai tanpa terlihat fron tal. “Per nah ada yang mengangkat seni tra disi un tuk meng­kritik kondisi Papua, na mun senimannya di­ancam akan dibunuh se hing ga ha rus lari ke luar negeri. Yang seni saja su dah didesak se­perti itu, apalagi yang frontal dan yang be­rani,” tam bahnya.

DS Nugraheni dari Festival Film Doku­men ter (FFD) mengatakan, film tidak meng­ubah orang, tapi orang yang menonton film itu bisa melakukan perubahan. Film me mi­liki jangkauan distribusi yang luas, se hing­ga bisa menjadi media untuk me nga bar kan suatu kasus ke seluruh dunia. Selain in ter­net, festival­festival film dokumenter berke­las internasional yang digelar di ber ba gai negara bisa dimanfaatkan untuk me nye bar­kan karya. Apalagi festival­festival sema cam itu acapkali dihadiri sosok­sosok yang bisa mempengaruhi kebijakan baik di ting kat lo­kal maupun internasional.

Ia menambahkan, film kini menjadi me­dia yang mudah dan murah. Tiap orang bi sa membuat film mengandalkan kamera te le­pon genggam maupun kamera berharga mu­rah. Di samping itu, ada beragam fasilitas di in ter net yang bisa dimanfaatkan untuk me­nye bar kan karya. “Jika ingin membuat film mengenai suatu kasus, mulailah mengambil gam bar sekarang dengan alat yang ada, ja­ngan menunggu sampai ada kejadian besar. Gam bar­gambar tersebut akan sangat ber­guna nan tinya,” ujarnya.

Film tidak mengubah

orang, namun orang yang

menonton film itu bisa me-

lakukan per-ubahan.

Film kini dapat dibuat

dengan mudah dan

murah. Dan beragam

fasilitas di in ter net bisa

dimanfaatkan untuk

menye bar kan karya.

lin

tAs

gA

yo

.Co

m

Page 18: Kombinasi 55 april 2014

Kombinasi Edisi ke-55 April 201418

C E t A K

hari­hari Apong, Kopong, dan Paijan kerap terisi petua­lang an. Mereka pernah me­ne mani sepasang mahasis­

wa da ri Yogyakarta blusukan ke da­lam hu tan di lereng Pegunungan Ken­deng dan memotret aneka flora­fau­na di sana. Ketiganya tak segan nyem­plung ke genangan air ketika ikut me­nolong warga desanya yang menja di korban banjir bandang. Me re ka pun pernah meluangkan waktu me nyam­bangi sejumlah peternakan di se pu­taran desa, belajar langsung il mu bu­didaya hewan dari para pe ter nak.

Apong adalah remaja pria yang selalu berpeci dan menyampirkan sarung di badannya. Sahabatnya yang bernama Kopong gemar berkaus jersey klub sepakbola AC Milan, doyan menudungi kepala dengan topi bisbol yang dipakai terbalik. Keduanya berkawan dengan Paijan, pemuda berpotongan rambut belah tengah, yang biarpun namanya terkesan ndeso, tetapi cerdas otak dan bicaranya. Tiga anak muda ini tinggal di sebuah desa di sekitar Pegunungan Kendeng, Pati Selatan, Jawa Tengah.

Oleh YOSePh KeLIK

Mereka pernah mengingatkan pa­ra petani di sekitar Pegunungan Ken­deng untuk tak berlebihan memakai herbisida alias obat kimia pembasmi rumput. Suatu waktu, trio dari kaki Pe gunungan Kendeng ini sempat men­datangi lokasi penambangan batu ka­pur untuk mengingatkan para buruh pe nam bang tentang efek bu ruk kegi­atan kerja semacam itu terhadap ling­kung an, termasuk mem bu juk para pe­nambang agar ber pin dah ke pe ker ja­an lain. Bahkan Apong, Ko pong, dan Paijan pernah mem be ra ni kan diri gu­na ber debat de ngan se kum pulan pre­

man yang co ba me ne kan para pe ta ni un tuk men ju al ta nah mereka ke pa da pi hak per usa ha an semen.

Ketiganya juga con toh anak muda yang mencintai ling kungan, se lalu gi­at dan berani me nye barkan penge ta­huan menge nai hidup yang se la ras dengan alam. Me re ka sebenarnya ha­nyalah ti ga ka rak ter uta ma re kaan da­lam se ri al komik Pe tualangan Apong dan Ko pong atau Ko mik Kendeng. Ke­ti ganya me mang cu ma to koh rekaan, tetapi ane ka ma sa lah ling kung an dan so si al yang dicerita kan di dalamnya men ja di prob lem nya ta yang terjadi

PE

du

liK

En

dE

ng

.blo

gs

Po

t.C

om

Melestarikan Pegunungan KendengAjAKAn TRIO APOng, KOPOng, DAn PAIjAn

Page 19: Kombinasi 55 april 2014

Kombinasi Edisi ke-55 April 2014 19

Sukolilo, Ka yen, dan Tam ba kro mo. Di samping itu, Ko mik Ken deng bisa juga dibaca atau di un duh di la man www.omah ken deng.org.

Secara umum, Komik Kendeng ber­isi penyebaran gagasan bahwa per­tanian sesungguhnya mampu meng­hidupi warga dan mengge rak kan per­ekonomian Sukolilo dan sekitarnya

bahkan untuk jang ka pan jang. Con­toh nya dengan menggabungkan per­ta nian dengan peter nak an, atau men­ja lan kan per tani an organik yang ha­sil pro duk si nya di har gai le bih mahal di pasaran, atau pun mengem bangkan wisata mengenai ke hi dup an pedesa­an. Di se barkan pula ke sadaran bah­wa pen di rian pab rik pab rik semen dan ke gi at an pe nam bang an nya ten tu­lah akan lebih ba nyak meng untung­kan ka lang an pe milik mo dal. Masya­rakat lo kal ha nya akan me nem pati ke un tung an sesa at dari pen ju alan la­han, se le bih nya bakal men jadi bu ruh bah kan pe non ton.

Semua itu diceritakan dengan run­tutan panel­panel gambar berdialog yang meminjam kisah­ki sah keseha­rian masyarakat desa di se pu tar an Pe­gunungan Kendeng, diselipi sejum­lah bumbu humor. Istilah dan konsep ilmiah seperti karst, sungai ba wah ta­nah, ekosistem, hingga pembatasan obat kimia disampaikan da lam baha­sa awam. Itu merupakan usa ha agar lebih mudah dicerna warga de sa yang memang menjadi sa sar an nya.

di dae rah Pa ti Se la tan, terutama se­ki tar enam ta hun ter akhir.

Pegunungan Kendeng yang tegak di sisi selatan daerah Pati Sela tan, ju­ga lahan pertanian luas di sa na, di Ke­camatan Sukolilo, Ka yen, serta Tam­bak romo, memang se dang menjadi in caran raksasa­raksasa perusaha an­perusahaan se men se per ti Se men Gre­sik hingga In do ce ment karena kan­dungan kapur dan lem pung, yang me­ru pakan bahan baku pem bu at an se­men, berkualitas tinggi di da lam nya.

Jika pabrik jadi berdiri dan berope­rasi, banyak sawah ladang di Pati Se­latan akan berhenti menumbuhkan padi, jagung, kedelai, ka cang dan sing­kong. Mereka akan berganti menjadi pabrik, lahan ga li an tam bang dan pe­nimbunan stok nya, permukim an bu­ruh, ja lan, dan sebagai nya. Me min jam apa yang di sebut ko ran KOMPAS pa­da 2011, la han per ta nian di Pati Se la­tan sung guh te ngah terancam men­jadi ba gian dari 200 ribu hektare la­han perta nian yang setiap ta hun nya beralih fung si menjadi la han non per­ta ni an. Bahkan lahan per ta nian yang tidak langsung ter cap lok pen di ri an pab rik semen, produktivitasnya ke­mung kin an bakal turun kare na pegu­nung an kapur semacam Ken deng me­ru pa kan kawasan karst yang sebe tul­nya menjadi cadangan rak sa sa air ta­nah. Ketika karst rusak oleh pe nam­bangan, pasokan air un tuk per ta nian akan terancam.

Nah, Komik Kendeng yang berkisah tentang Apong, Kopong, serta Paijan adalah satu cara bersuara da ri ma­syarakat Pati Selatan yang me nolak rencana pendirian pabrik se men dan penambangan bahan mentah pro duk­si semen di daerah me re ka. Mereka berhimpun dan me namakan diri se­ba gai Jaringan Masya ra kat Peduli Pe­gunungan Kendeng (JMPPK). JMPPK inilah yang mem ro duk si Komik Ken­deng. Sejak ke lahir an nya pada per te­ngahan 2012, Komik Ken deng terca­tat telah ter bit se ba nyak 8 edisi. Pe­ner bitan dela pan edisi itu pada 10 Ju­li 2012, 18 ok to ber 2012, 13 Feb ru­a ri 2013, 21 Februari 2013, 18 Ap­ril 2013, 3 Ja nu a ri 2014, 13 Feb ruari 2014, serta 7 Ma ret 2014.

Menurut Sobirin (31), satu di an ta­ra anggota tim produksi Komik Ken­deng, JMPPK menerbitkan serial ko­mik tersebut sebagai cara mengha­dapi kuatnya pemberitaan pro pendi­rian pabrik semen di media mas sa. Se­lama ini berita­berita yang pro pen di­rian pabrik semen kerap digandakan secara fotokopi oleh orang­orang yang

propendirian pab rik semen, lalu di­bagikan ke orang­orang di de sa un­tuk menggiring opi ni pub lik di Pa ti Se latan. Propaganda se ma cam itu lah yang coba dibendung oleh JM P PK.

“Tapi kalau kami lihat, masyarakat desa itu kebanyakan tak familiar de­ngan berita­berita mendalam ataupun berita­berita tekstual lain nya, maka muncullah ide tentang bi kin komik. Kebetulan ada teman di JMPPK yang memang punya kemam puan bikin ko­mik,” kata Sobirin me nge nai proses awal penerbitan Ko mik Ken deng yang berlangsung pa da akhir 2011 hing­ga awal 2012 lalu. Ko mi kus yang me­nger jakan Komik Ken deng ber nama Anton (25), yang me ma kai Ahn co se­bagai pseudonim­nya. Se la in itu, da­lam tim produksi ter li bat juga Da yu se bagai editor, juga Wa ho no dan Pur­no mo untuk urus an dis tri busi

Pengerjaan setiap edisi Komik Ken­deng biasanya 1­2 minggu, mu lai da ­ri digam bar secara manual, di­scan ke kom pu ter, diedit, kemudian dan dice­tak se ki tar 200 eksemplar. Komik ini disebarkan di tiga ke ca matan, yakni

Jaringan Masyarakat Peduli

Pegungan Kendeng menerbitkan serial komik Kendeng sebagai cara mengha dapi kuatnya pemberitaan pro pendi-rian pabrik semen di media mas sa.

Page 20: Kombinasi 55 april 2014

Kombinasi Edisi ke-55 April 201420

V i d E o

Itulah adegan pembuka dari film dokumenter berjudul “Children of a Nation”. Namun, pembukaan yang menggambarkan keindah­

an zamrud khatulistiwa dan kemun­culan Soekarno di awal film yang di­sutradarai Sakti Parantean ini adalah ironi. Setelah itu, film sepan jang le­bih kurang 90 menit ini menghadir­kan gambaran In do ne sia yang lain. In­donesia yang tidak lagi indah dan da­mai seperti pe nu tur an sang prokla ­ma tor. In do ne sia yang karut marut dan riuh de ngan kebencian, terutama sa at di se leng ga ra kan nya sebuah mo­men lima ta hun an yang sering di se­but sebagai “pes ta demokrasi.” Itulah pe mi lih an umum (pemilu), momen sa­at se mua orang seperti menjadi mu­suh ba gi orang lain.

Children of a Nation (CoaN) adalah film dokumenter yang mengisahkan tentang apa saja yang terjadi di Indo­nesia selama masa pemilu. Film ini menceritakan rentetan pemilu di In­do nesia mulai dari pemilu perta ma ta­hun 1955 hingga 2009, de ngan fokus utama pada pemilu 2009 ka re na pe­milu itulah yang me nen tu kan na sib Indonesia lima tahun be ri kutnya hing­ga datangnya masa pe mi lu 2014.

CoaN menyuguhkan bagaimana se­pak terjang para politisi serta partai po li tik (parpol) selama pemilu 2009. Ada rekaman saat gunung sampah di Ban tar Gebang, Kota Bekasi, menda­dak meriah dan berwarna­warni ke­tika Megawati Soekarno Putri dan Pra­

Children of A nation: Demokrasi untuk Siapa?

Presiden pertama Indonesia Soekarno tampak tengah berpidato dengan berapi-api. Menceritakan Indonesia sebagai sebuah negara yang begitu indah dengan segala kelebihannya berupa kekayaan alam, dan kondisi damai tentram sejahtera yang melingkupinya.

Oleh ARIS SeTYAWAn

bo wo Subianto mendeklarasikan diri sebagai calon presiden dan wakil pre­siden. Lalu ada Stadion Gelora Bung Karno yang membiru oleh war na par­tai yang diusung Susilo Bam bang Yu­dho yono­Boediono saat me re ka me­mutuskan ikut kompetisi ja di pe mim­pin negeri. Ada pula ade gan dek la ra­si pasangan Jusuf Kal la­Wi ran to.

Meski menyajikan rekaman dekla­rasi kampanye damai, di mana se lu­ruh politisi dan parpol peserta pe mi­lu 2009 menyatakan akan berkompe­tisi dengan damai, CoaN dapat meng­hadirkan sesuatu yang tersembunyi di balik selimut semu da mai itu: ada persaingan sengit yang nya ta untuk memperebutkan kua sa ter ting gi di In­donesia. Semua yang ber kom pe tisi da­lam pemilu bakal me la ku kan se ga la cara untuk men ja di peme nang.

Sakti Parantean menampilkan ca­ra­cara yang digunakan para politisi untuk menjadi pemenang. Cara­cara tersebut menegaskan tentang adanya begitu banyak kecurangan yang ter­jadi selama pemilu 2009. Mu lai dari parpol yang menyalahi aturan kam­pa nye dengan iklan­iklan di televisi yang dirancang sede mi ki an rupa se­hingga tampak bukan se perti sedang berkampanye, kejanggalan da lam Daf­tar Pemilih Te tap (DPT) yang memu­at banyak na ma ganda, hingga par pol yang meng akali teng gat waktu kam­panye pub lik dari Komisi Pemilihan umum (KPu) dengan men jajah ra nah inter net seperti face book. De mi ke me­

nangan mutlak, se ga la cara di ang gap halal dalam po li tik.

CoaN juga menyoroti fenomena la­ma dalam pemilu, yakni fakta bah wa sebagian besar calon anggota le gisla­tif yang berkompetisi memang sudah berkecimpung lama dalam dunia po­litik. Ini mengkhawatirkan karena re­generasi calon pengurus ne gara mam­pet. Jabatan­jabatan pen ting selalu di­pegang orang lama yang lantas akan menunjuk kro ni atau ke lu ar ga untuk menjadi peng gan ti nya.

Kaderisasi yang buruk ini terlihat dari perekrutan petinggi sebuah par­pol yang ternyata adalah anak dari pendiri parpol itu. Praktis kekuasaan hanya akan berputar di situ, tak per­nah ada kesempatan bagi orang lain yang berkualitas untuk ikut masuk. Muka­muka lama dalam pemilu ini ju­ga disinyalir memiliki rekam jejak bu­ruk. Di antaranya berupa pelanggar­an hak asasi manusia dan korupsi se­masa orde Baru. Mereka sukses me­ngubur rekam jejak buruknya di ma­sa lalu lalu ikut berpolitik.

foto-foto: istimEwA

Page 21: Kombinasi 55 april 2014

Kombinasi Edisi ke-55 April 2014 21

opini masyarakat saat menyikapi pemilu digambarkan dengan me nyo­roti dua sosok sepanjang film. Perta­ma adalah seorang sek re taris per usa­haan swasta bernama Neni Triyani. Neni mewakili kelas me ne ngah atas dalam masyarakat Indone sia yang be­kerja di kantor dan me mi liki peng ha­silan di atas ra ta­rata. Ke tika ditanya seperti apa calon pe mim pin yang ba­ik un tuk nya, Neni me nyebutkan sosok yang gan teng dan ber wi bawa seperti SBY. Ia tak mau pu nya presiden yang mem pu nyai ke ku rangan fisik seperti Gus Dur. Melalui sosok Neni, film ini me nyu guhkan opi ni masyarakat ke las me ne ngah ke atas mengenai po li tik: pen cit raan fi sik yang rupawan ada­lah segalanya.

Berseberangan dengan Neni, sosok kedua adalah seorang pemilik wa rung makan kecil sekaligus sim pa ti san par­tai banteng merah bernama Sunar ti. Ia menyatakan setia pada par tai me­rah lantaran kecintaannya pa da Soe­karno. Ia mengang gap par tai itu de­kat dengan wong ci lik dan sam pai ma ti

akan membelanya. Ini lah poli tik bagi kelas me ne ngah ke ba wah: pen cit ra­an merakyat adalah se ga la nya.

CoaN mempertanyakan sebuah wa­cana dalam fenomena pesta de mo­krasi ini: sebenarnya demokrasi itu un tuk siapa? Benar­benar untuk rak­yat atau elit politik yang punya ak ses untuk berkompetisi dalam pe mi lu?

Pertanyan ini muncul karena da­lam setiap pemilu, mereka yang ber­tarung sebenarnya adalah para elit yang tampak begitu tinggi tak ter ga­pai rakyat jelata. Rakyat hanya punya kekuatan lima menit dalam bilik su­a ra, kemudian pasrah pada apa pun ke bijakan pemimpin yang dipilihnya se lama lima tahun ke depan. Pesta de­mokrasi (politik) bagi mereka ha nya tontonan mewah dalam media terpo­puler di Indonesia: televisi. Apakah de­mokrasi ini juga un tuk me reka?

CoaN adalah film dokumenter yang bagus guna memberikan pemahaman tentang pemilu dan politik, terlebih di tahun pemilu 2014. Pemilu kali ini pun menjadi bukti nyata tentang apa

yang coba disampaikan CoaN: orang­orang lama dalam dunia politik kem­bali menguasai pesta demokrasi ini. Tak ada calon pemimpin baru.

Namun, ada kekurangan yang sa­ngat disayangkan dari CoaN, yakni ke­sulitan untuk mengakses film ini ka­rena sementara hanya diputar di fes­tival film. Dan entah untuk tujuan apa, CoaN dibuat dengan narasi berba ha­sa inggris. Sekalipun isi film ini amat bagus, akan le bih baik ji ka distribu­sinya bisa me nyen tuh rakyat (kelas menengah ke ba wah) dan di buat de­ngan narasi ba ha sa In do nesia. Atau patutkah kita ber ta nya: film (ten tang demokrasi) ini di buat un tuk sia pa? Kelas menengah ke atas yang mam­pu hadir di festival film, atau rak yat (kelas menengah ke ba wah) Indo ne­sia yang konon dibela hak politik nya dalam film ini?

Aris Setyawan

Mahasiswa Tingkat Akhir Jurusan

Etnomusikologi ISI Yogyakarta, Penulis

Lepas di Beberapa Media

ChILDRen OF A nATIOn

Sutradara: Sakti ParanteanProduksi: Fictionary FilmTahun Produksi: 2013Durasi: 90 menit

info FILM

Page 22: Kombinasi 55 april 2014

Kombinasi Edisi ke-55 April 201422

P u s t A K A

Rumah itu tidak terlalu besar, terletak di pinggir sebuah jalan kampung kecil. Di depannya terbentang sebuah lapangan desa. Namanya adalah Kampuz Jalanan.

Oleh ARIS SeTYAWAn

jangan bayangkan rumah ini se­perti kampus kebanyakan yang besar dan megah. Kam puz Ja­lanan berupa sebuah ru mah ke­

cil namun dengan kegiatan berci ta­cita besar: mencerdaskan anak bang­sa. Kampuz Jalanan adalah se bu ah ru­ang belajar alternatif yang bertem pat di Kweni, Panggungharjo, Ban tul, DI Yogyakarta. Ruang belajar al ter na tif tempat semua orang bisa sa ling bela­jar bersama.

Sore itu, ada sekitar sepuluh anak yang datang. Mereka duduk bersila de­ngan manis di atas tikar lalu belajar bersa ma seorang kakak pengajar ber­na ma Aroh. Masing­masing anak me­me gang sebuah buku cerita dan mem­ba ca nya. Rupanya sore itu ada jadwal membaca buku cerita, lalu menceri­ta kan lagi isi dari buku yang dibaca­nya. Setelah selesai membaca dan ber­cerita, anak­anak lalu di bimbing un­tuk bernyanyi bersama, dan bermain tebak­tebakan. Inilah sua sa na bel ajar di Kampuz Jalanan, sa ngat jauh dari kesan kaku kampus ke ba nyak an. Ini sesuai dengan motto Kam puz Jalan­an untuk belajar dan ber ma in, ber ma­in dan belajar.

Aroh adalah satu dari sedikit rela­wan yang mengajar serta mengurus kegiatan di Kampuz Jalanan. Ada ju­ga Eko Prasetyo atau akrab dipanggil mas Pras. Mas Pras adalah salah satu penggagas ruang belajar alternatif ini.

Kampuz Jalanan berdiri sekitar ta­hun 2010 dengan sebuah niat mulia: memberikan ruang belajar alternatif yang menyenangkan bagi anak­anak di daerah pinggiran. Karena itu, di pi­lihlah sebuah lokasi di ka wa san Pang­gungharjo, Bantul, DI Yog ya kar ta. Ter­inspirasi dari sebuah film la ma ber­judul “Ali Topan Anak Ja lan an” jadilah nama Kampuz Ja lan an ditahbiskan ke ruang belajar al ter na tif ini. Konsep ru­

ang belajar alternatif ini me narik ka­rena mengedepankan kesetara an di mana semua orang ada lah guru dan murid. Mereka ber usa ha meng hin dari kesan seram guru­mu rid yang sela ma ini ada di sekolah for mal.

Seperti sore itu, sepuluh anak usia SD yang tengah bermain itu tidak di­anggap sebagai murid oleh Aroh sang relawan pengajar. Mereka meng gang­gap diri mereka setara, sa ma­sa ma belajar. Selain belajar me nulis mem­baca dan berhitung se per ti di seko­lah formal, anak­anak di Kam puz Ja­lan an juga belajar hal­hal me na rik la­innya seperti musik, film, menggam­bar, dan fotografi. Peng ajar nya ada lah orang­orang yang me mi liki keahlian di bidang terse but dan kebetulan ber­kunjung ke Kam puz Jalanan.

Konsep kerelawanan yang memba­wa para mahasiswa atau orang umum yang memiliki keah li an khu sus bisa datang ke Kampuz Ja lan an dan men­transfer ilmu mereka ke anak­anak atau semua orang yang belajar di sa­na. Dengan konsep ke re la wanan ini, Kam puz Jalanan oto ma tis tak per nah kehabisan staf peng ajar, dan tak ke­habisan ba han untuk di pel ajari.

Relawan yang mengajar di Kampuz Jalanan tak dibayar sepe ser pun. Me­reka mengajar dengan ke ikh las an ser­ta niat mulia mem berikan pendidikan alternatif pada generasi mu da. Kam­puz Jalanan memang se bu ah ruang belajar non­profit yang di di ri kan bu­kan untuk mencari keuntungan. Se­mentara untuk biaya opera sio nal se­per ti pengadaan ma te ri belajar, Kam­puz Jalanan memi liki sebuah prog ram bernama Se de kah Kreatif + Edukatif dimana se ti ap orang bisa berse dekah sesuai kemam pu an nya un tuk men­du kung keber lang sung an Kampuz Ja­lan an. Bisa se de kah berupa uang, atau sekadar sedekah ba rang dan ja sa, atau

Kampuz jalanan: Ruang Belajar Alternatif di Bantul

Page 23: Kombinasi 55 april 2014

Kombinasi Edisi ke-55 April 2014 23

sedekah du kung an dengan menyu kai laman face book Kampuz Ja lan an. Da­ri prog ram se de kah ini lah Kam puz Ja­lanan bisa me mi liki se bu ah per pus­ta ka an kecil de ngan ko lek si bu ku yang lu ma yan.

Menurut Pras, buku­buku yang ada di perpustakaan Kampuz Jalanan ber­asal dari sedekah atau sumbang an pa­ra donatur. Ada bu ku­buku bekas na­mun masih la yak baca, ada pula bu ku baru. Ko lek si nya pun beragam mu lai dari cerita bergambar untuk anak­anak, buku­bu ku teori se ri us hingga novel sastra un tuk kalangan pembaca dewasa. Para pengunjung bisa mem­baca sesuka ha ti di perpusta kaan mi­ni ini tanpa ha rus mem bayar. Se pan­jang pintu ger bang Kam puz Jalanan masih ter bu ka, ma ka se tiap pengun­jung be bas ma suk dan mem baca. Na­mun bia sa nya per pus ta ka an ini ra mai di kun jungi oleh anak­anak pada so­re hari an ta ra jam 04.00 sampai jam 06.00. Sam bil bel ajar biasanya anak­anak akan me mi lih sebuah bu ku yang ba gus lalu mem ba ca nya.

Terkadang koleksi buku yang ada di perpustakaan mini Kampuz Jalan­

an juga tidak pernah tersimpan lama di rak buku. Bukan karena hilang, ta­pi karena disumbangkan ke se kolah atau komunitas lain yang membu tuh­kan. Ternyata se la in men jadi sebuah ruang belajar al ter na tif, Kam puz Ja­lan an juga menjadi se ma cam pe nyup­lai barang­barang pen di dik an untuk yang membutuhkan.

Pras menyebutkan, ada begitu ba­nyak sedekah atau sumbangan ba rang pendidikan berupa bu ku, alat tu lis, dan lain­lain yang jika ha nya didiam­kan di Kampuz Ja lan an te ra sa kurang bermanfaat. Karena itu, pa ra rela wan di Kam puz Jalanan akan melaku kan se ma cam survei un tuk men ca ri seko­lah atau ruang ko mu ni tas lain untuk melihat apa kebutuhan me re ka, lalu me nyalurkan buku dan keperluan pen­didikan yang ada di Kam puz Jalanan tadi agar bisa di man fa at kan. Semen­tara Kampuz Ja lan an sendiri tak per­lu takut ke ha bis an buku ka re na bia­sa nya tidak ber se lang lama akan ada sumbangan bu ku baru yang mengisi rak. Dengan de mi kian ju dul buku yang menjadi ko lek si juga se ring ber gan ti dan anak­anak atau pe ngun jung se­

la lu men da pat kan va ria si bu ku baru un tuk dibaca.

Kampuz Jalanan adalah bukti bah­wa pendidikan tak melulu harus ma­hal seperti kampus kebanyakan de­ngan uang besar yang ha rus di ba yar­kan. Ruang belajar alternatif di se bu­ah desa di Bantul ini dapat ber ta han sejak 2010 hingga sekarang de ngan konsep ke re la wan an dari staf peng­ajar serta pe nge lo la nya. Bisa men ja­di sebuah ru ang belajar yang menye­nang kan ba gi masyarakat sekitarnya, serta me mi liki sebuah perpustakaan de ngan ko lek si buku yang ten tu amat ber gu na bagi pe ngem bang an wa wa­san ma sya ra kat.

untuk menjadi pintar tidak harus mahal, cukup memanfaatkan niat dan tekad yang tinggi dan modal jaring an pertemanan. Niscaya keinginan me­miliki sebuah ruang belajar dan per­pustakaan dengan koleksi buku yang banyak pun pasti tercapai.

Aris Setyawan

Mahasiswa Tingkat Akhir Jurusan

Etnomusikologi ISI Yogyakarta, Penulis

Lepas di Beberapa Media

foto-foto: istimEwA

Page 24: Kombinasi 55 april 2014

Kombinasi Edisi ke-55 April 201424

R A d i o

Primadona FM adalah sebu­ah radio komunitas (rakom) yang berdiri pada awal mile­nium kedua, te pat nya pada

tahun 2002. Rakom ini tumbuh di te­ngah masyarakat yang plural di Nu­sa Teng ga ra Ba rat, de ngan komposisi yang ham pir seim bang antara ma sya­ra kat tradisional (Sa sak/Bayan) dan ma sya ra kat mo dern yang didomina si pendatang. Ko non, di wi la yah ini lah da hulu Ke ra ja an Ba yan memancang­kan tong gak ke kua sa an nya.

Oleh FeRDhI S PUTRA

PRIMADOnA FM:

Perjalanan Sebuah Radio ‘gelap’

Pagi itu saya terbangun oleh sebuah alunan lagu. Nada yang familiar mengingatkan pada suasana upacara bendera. Saya segera tersadar bahwa itu adalah lagu ciptaan W.R. Supratman: Indonesia Raya. Dengan aransemen a la orkestra, lagu itu terdengar megah memenuhi hampir setiap ruang pada rumah yang tidak begitu besar. Rumah yang menjadi jantung informasi bagi masyarakat yang tinggal di sebuah daerah di ujung utara Pulau Lombok. Primadona FM memulai rutinitasnya pagi itu.

Page 25: Kombinasi 55 april 2014

Kombinasi Edisi ke-55 April 2014 25

kan keuntungan hingga Rp 3 juta per bulan. Itu didapat dari penjualan ker­tas atensi yang dibanderol Rp 500 per lembar. Kertas atensi ter se but bergu­na sebagai media ko mu ni ka si bagi pa­ra pen dengar dengan me man fa at kan ra kom sebagai perantaranya.

Walaupun sebagian besar kertas atensi berisi salam­salam dan request lagu dari para pendengar, namun ter­nyata mampu memberikan efek yang signifikan terhadap para pendengar dan partisipan. “Saya akan matikan ha pe kalau radio sedang tidak meng­uda ra. Karena kalau tidak, saya akan 'ter teror' oleh SMS dan telepon pen­de ngar yang bertanya 'mengapa ra­dio tidak nyala?” kenang Syairi saat di temui akhir Februari lalu di studio Pri madona.

Era rakom muncul setelah undang­undang nomor 32 tahun 2002 tentang penyiaran disahkan. Rakom bermun­culan rakom bak ja mur di musim hu­jan yang tumbuh su bur dan tersebar. Ini ka re na peraturan ter se but menja­di lan das an ba gi pegiat ra kom untuk melenyap kan stigma ra dio gelap (ile­gal) dan menggeser nya menjadi radio al ter natif. Namun da lam perjalanan­nya, ba nyak da ri rakom­rakom ter se­but yang per la han redup dan akhir­nya meng hi lang. Ada beberapa faktor pe nye bab, antara lain karena hi lang­nya parti si pasi komunitas dalam pe­ngelolaan ra dio, baik secara teknis mau pun fi nan sial. Selain itu, arus me ­dia in for masi dan hiburan di era glo­bal se ma kin deras, sehingga ba nyak dari ang go ta komunitas yang ber alih ke me dia yang lebih populer, se per ti te le visi dan internet.

Tetapi untungnya hal itu tidak ter­jadi pada Primadona. Syairi mengaku pernah memiliki kehawa tir an serupa ketika penggunaan telepon genggam marak di daerahnya. Ia menduga bah­wa telepon seluler akan mengalihkan para pen de ngar ke hiburan lain. Na­mun ter nyata du ga an nya salah. Ma­lah, de ngan ma rak nya pemakai an pon­sel, pendengar Pri madona bertambah cu kup pesat. Ang gota ko mu ni tas yang semula tak me miliki ra dio jus tru bi­sa men de ngar kan ra dio lewat pon sel (yang di leng kapi fi tur radio).

Studio Primadona FM terletak se­kitar dua kilometer dari Masjid Adat Bayan, bangunan yang dipercaya se­bagai simbol kekuasaan kerajaan ter­sebut, tepatnya di Dusun Ancak Ba­rat, Desa Karangbajo, Kecamatan Ba­yan, Kabupaten Lombok utara. Se bu­ah kabupaten yang baru mandiri pa­da 2009 lalu.

Boleh dibilang, lahirnya Primado­na sebagai rakom adalah buah dari ke tidaksengajaan. Awalnya, Muham­mad Syairi, yang kini berperan seba­gai pimpinan rakom, sukses me nyu­lap peralatan radio yang hampir men­jadi rongsok. Barang­ba rang itu ada­lah titipan seorang rekannya, Raden Sawinggih, yang me mang mengira ba­rang­barang itu su dah tidak bergu­na. Namun, setelah Sya iri berhasil me­man faatkannya, Sawinggih pun me­nyam but. Kedua orang inilah yang ke­mudian menjadi pen di ri ra kom Pri ma­dona FM. Dibantu oleh se orang pe­rempuan bernama Sahuni yang ber­peran sebagai ma na jer prog ram, Pri­madona pun menguda ra secara kon­sisten dan di ker ja kan se ca ra semi­profesional sejak sa at itu.

Sesudah berhasil mengudara, Pri­ma dona pun dengan singkat menjadi pri madona. Tidak heran sebab di era itu, di tempat itu, tak ada saluran hi­bur an lain. Belum banyak warga yang memiliki pesawat televisi, ter le bih ja­ring an internet. Kondisi ini yang mem­buat Primadona menjadi satu­satu­nya saluran hiburan dan informa si ba­gi warga di Bayan. Di tengah da haga akan saluran informasi dan hi buran, rakom yang dulu dikenal se ba gai 'ra­dio bambu'—karena dulu an tena ra­dio disanggah dengan meng gu nakan sebatang bambu—ini ha dir sebagai pelepasnya.

Meskipun tak berorientasi profit, pada ma sa kejayaannya sekitar tahun 2005, Primadona mampu menghasil­

Foto Kiri: Penyiar perempuan

bersiaran di studio sederhana milik

Radio Komunitas Primadona FM di

Desa Karang Bajo, Lombok Utara.

Foto bawah: Muhammad Syairi,

pemimpin Radio Primadona FM.

Pr

imA

do

nA

lom

bo

K.b

log

sP

ot.

Co

mis

tim

Ew

A

Page 26: Kombinasi 55 april 2014

Kombinasi Edisi ke-55 April 201426

R A d i o

Meski begitu, fenomena ponsel ini berimbas negatif pada pemasukan ra­kom. Banyak orang mulai mening gal­kan kertas atensi dan beralih meng­gu nakan SMS atau telepon un tuk ber­kirim salam atau sekadar re quest la­gu. “Tidak masalah. Karena rakom ini berdiri bukan demi profit. Sela ma ma­sih memiliki pendengar, Pri ma do na akan tetap hidup,” yakin Sya i ri.

Mendorong PerubahanPara penyiar Primadona berasal da­

ri berbagai kalangan. Salah satunya ada lah Kepala Desa Karangbajo, Ker­ta ma lip. Dulu, sebelum alat relay ru­sak, setiap pukul delapan hingga se­pu luh pagi, Kades kerap bersiaran da­ri kantor desa. Pada kesempatan itu, dia membuka keran­keran komuni­ka si an tara pejabat desa dengan ma­sya ra kat, dengan selingan­selingan la­gu­la gu favorit warga.

Praktik ini memperlihatkan ben­tuk transparansi, atau bahkan demo ­krasi di level terbawah. Apa yang di­laku kan oleh Kades Kerta ma lip diba­

yangkan seperti yang di la ku kan man­tan Presiden Venezuela, Hu go Chavez, yang membuka keran komunikasi pe­jabat­masyarakat lewat sebuah te le­visi nasional Venezuela. Bisa ja di ana­logi ini terlalu dramatis, teta pi fakta­nya, hingga sekarang Kades Kerta ma­lip men ja di pejabat desa yang pa ling di per ca ya oleh warga.

Seperti jargon awam rakom “dari, oleh, untuk dan tentang komunitas”, Primadona juga memainkan fungsi ter sebut. Di samping sebagai sarana hi bur an, rakom ini juga terus mendo­rong perubahan­perubahan sosial di level komunitas atau desa lewat in­for masi­informasi kritis yang di sa ji­kan. Tidak sekali kru Primadona di­tu ding sebagai provokator oleh pihak yang merasa terganggu de ngan pem­beritaan yang diangkat, ter uta ma oleh penyelenggara pe me rin tah an yang se­lama ini menjadi sa sar an kri tik. un­tuk aktivitas ad vo ka si nya ini, Prima­do na tidak ha nya mengguna kan me­dia radio, na mun ju ga memanfaatkan situs ber sa ma jur na lis war ga, www.suara ko mu ni tas.net.

Menurut Syairi, ini menjadi senja­ta yang cukup ampuh untuk mene kan penyelenggara pemerintahan supaya ti dak sewenang­wenang, khususnya dalam mengambil kebijakan yang me­

nyangkut kepentingan khalayak. Hing­ga kini, sudah banyak fasilitas pub lik, seperti sekolah dan klinik ke se hatan yang merupakan buah dari perju ang­an kru Primadona, yang ber di ri di Ke­camatan Bayan dan se ki tar nya.

Hari masih panjang. Syairi memu­lai siaran pagi itu dengan lagu­lagu po puler berbahasa lokal. Tidak lama kemudian, si aran diambil alih sang is­tri yang meng awali hari dengan ber­bagi re sep masakan. Sementara Sya­i ri ber ke li ling kampung untuk men­cari be ri ta, dan tentu saja berinter ak­si de ngan komunitas di mana ia dan Pri ma do na FM berdiri.

Ferdhi S Putra

Pegiat Komunitas, Saat Ini Aktif di

Combine Resource Institution

Kunjungan Kepala Bidang Komunikasi

dan Informatika Kabupaten Lombok

Utara, Kawit Sasmita, Sh, berkunjung

ke Primadona FM.

Selain sebagai sa-rana hiburan, Prima-dona FM juga mendorong

perubahan sosial lewat sa-jian informasi kritis. Tidak

sekali me re ka dituding sebagai provokator.

Pr

imA

do

nA

lom

bo

K.b

log

sP

ot.

Co

m

Page 27: Kombinasi 55 april 2014

Tertarik Menulis di Majalah Kombinasi?

Redaksi Majalah Kombinasi menerima tulisan berupa opini, feature hasil liputan, dan resensi (buku dan film dokumenter) dengan tema-tema yang berhubungan dengan komunitas maupun media komunitas.

Ketentuan tulisan

Ditulis menggunakan bahasa Indonesia dengan mengikuti kaidah penulisan yang benar.

Ditulis dengan font times new roman, ukuran 12, panjang tulisan sekitar 6.000 karakter (with spaces).

Untuk tulisan feature dan resensi, harap sertakan foto dengan resolusi standard (minimal 1.000 x 800 pixel).

Mencantumkan nama terang penulis dan aktivitas penulis Mencantumkan nomor rekening penulis. Redaksi berhak menyeleksi tulisan yang sesuai dengan

Majalah Kombinasi. Untuk tulisan yang terpilih, redaksi berhak mengedit tulisan

tanpa mengubah maksud tulisan. Penulis yang tulisan diterbitkan akan mendapatkan honor

sepantasnya.

Tulisan bisa dikirim ke redaksi Majalah Kombinasi di Jalan KH Ali Maksum RT 06 No.183, Pelemsewu, Panggungharjo, Sewon, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia (kode pos 55188) atau melalui surat eletronik di [email protected]

Majalah Kombinasi (Komunitas Membangun Jaringan Informasi) adalah majalah yang diterbitkan Combine Resource Institution (CRI) sebagai media untuk menyebarkan gagasan, inspirasi, dan pengetahuan tentang media komunitas. Majalah ini diterbitkan sebagai salah satu upaya Combine untuk membantu pelaku media komunitas dalam mengembangkan medianya, baik dalam hal teknis pengelolaan, keredaksian, maupun isu.

Page 28: Kombinasi 55 april 2014