Jstni Feb 2009 Secured

download Jstni Feb 2009 Secured

of 66

Transcript of Jstni Feb 2009 Secured

  • JURNAL SAINS DAN TEKNOLOGI NUKLIR INDONESIA INDONESIAN JOURNAL OF NUCLEAR SCIENCE AND TECHNOLOGY

    Vol. X, No. 1, Februari 2009

    ISSN 1411 - 3481

    Penanggung Jawab/ Executive editor

    : Prof. Dr. Rochestri Sofyan

    Penyunting/Editors Ketua merangkap anggota/Chief editor

    :

    Dr. Ir. Guntur Daru Sambodo

    Anggota/ Editorial Board

    : Drs. Ilias Ginting, M.Sc. Ir. Henky Poedjo Rahardjo, MSME. Dr. Poppy Intan Tjahaja, M.Sc. Prof. Ir. Budiono, M.Sc. Drs. Dani Gustaman Syarif, M.Eng. Dr. Muhayatun, MT. Dra. Nanny Kartini Oekar, M.Sc. Dr. Ir. Efrizon Umar, MT

    Penyunting Tamu/ Honorary Editor

    : Prof. Dr. Johan S. Masjhur, dr., Sp.PD-KE, Sp. KN. (UNPAD) Prof. Dr. Ir. Aryadi Soewono (ITB) Prof. Dr. Ir. Rochim Suratman (ITB) Abdul Waris, M. Eng., Ph.D. (ITB) Dr. Mitra Djamal (ITB)

    Pelaksana/ Administration

    : Rina Yuliani Dra. Arie Widowati Mintoro, MT. Diah Dwiana Lestiani, M.Eng. dr. Rudi Gunawan

    Alamat Penerbit /Redaksi Publisher/Editor

    : Pusat Teknologi Nuklir Bahan dan Radiometri (Nuclear Technology Center for Material and Radiometry) BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL (NATIONAL NUCLEAR ENERGY AGENCY) JL. Tamansari 71 Bandung 40132 Telp. (022) 2503997 Fax: (022) 2504081 http://www.batan-bdg.go.id

    e-mail : [email protected] Frekuensi terbit/Issue

    : Setiap bulan Februari dan Agustus Every February and August

  • JURNAL SAINS DAN TEKNOLOGI NUKLIR INDONESIAINDONESIAN JOURNAL OF NUCLEAR SCIENCE AND TECHNOLOGY

    Vol. X, No. 1, Februari 2009 ISSN 1411 - 3481

    LINGKUP PENERBITAN

    Jurnal Sains dan Teknologi Nuklir Indonesia memuat hasil penelitian yang berhubungan dengan sains dan teknologi nuklir dalam bidang: fisika, kimia, biologi, ilmu bahan, teknologi reaktor, konversi energi, instrumentasi, kesehatan, pertanian, industri, geologi dan lingkungan.

    KEBIJAKAN REDAKSI Makalah yang diajukan untuk dimuat dalam Jurnal Sains dan Teknologi Nuklir Indonesia harus berupa hasil penelitian yang belum pernah dipublikasi dan tidak dalam proses untuk publikasi atau seminar. Demikian pula setelah makalah dimuat di Jurnal Sains dan Teknologi Nuklir Indonesia tidak dibenarkan diterbitkan kembali dalam bahasa Indonesia maupun bahasa lain, kecuali dengan izin resmi dari redaksi Jurnal Sains dan Teknologi Nuklir Indonesia. Diterima atau tidaknya suatu makalah merupakan keputusan redaksi yang tidak dapat diganggu gugat. Penulis akan menerima hasil evaluasi redaksi dalam waktu tidak lebih dari enam minggu. Apabila diperlukan, penulis dapat menerima contoh cetak lepas dari makalah yang siap diterbitkan untuk dikoreksi, dan dikembalikan ke redaksi dalam waktu tidak lebih dari satu minggu.

    KEBIJAKAN UMUM

    Pelanggaran HAKI. Penulis membebaskan Redaksi Jurnal Sains dan Teknologi Nuklir Indonesia dari kemungkinan gugatan pelanggaran hak atas kekayaan intelektual (HAKI) khususnya hak cipta pihak ke tiga. Apabila sampai terjadi gugatan maka penulis harus menyelesaikannya sendiri tanpa melibatkan Redaksi Jurnal Sains dan Teknologi Nuklir Indonesia atau instansi terkait. Hak cipta dan cetak ulang (reprint). Begitu tulisan dimuat di dalam Jurnal Sains dan Teknologi Nuklir Indonesia maka hak cipta atas tulisan tersebut menjadi milik Jurnal Sains dan Teknologi Nuklir Indonesia. Cetak ulang tulisan tersebut hanya dapat dilakukan atas sepengetahuan redaksi.

  • JURNAL SAINS DAN TEKNOLOGI NUKLIR INDONESIAINDONESIAN JOURNAL OF NUCLEAR SCIENCE AND TECHNOLOGY

    Vol. X, No. 1, Februari 2009 ISSN 1411 - 3481

    DAFTAR ISI Kata Pengantar i

    RADIOAKTIVITAS IODIUM-125 PADA UJI PRODUKSI MENGGUNAKAN TARGET XENON-124 DIPERKAYA Rohadi Awaludin, Hotman Lubis, Anung Pujianto, Ibon Suparman, Daya Agung Sarwono, Abidin, Sriyono

    1-10

    PENGEMBANGAN DAN APLIKASI KLINIS KIT-KERING RADIOFARMAKA SIPROFLOKSASIN Nurlaila Zainuddin, Basuki Hidayat, Rukmini Iljas 11-24

    PENANDAAN LIGAN ETILENDIAMINTETRAMETILEN FOSFONAT (EDTMP) DENGAN RADIONUKLIDA 175Yb Azmairit Aziz 25-36

    KARAKTERISTIK KIMIA PAPARAN PARTIKULAT TERESPIRASI Noneng Dewi Zannaria, Dwina Roosmini, Muhayatun Santoso 37-50

    SIFAT MAGNETORESISTANCE BAHAN KOMPOSIT Fe0,2C0,8 SEBELUM DAN SESUDAH IRADIASI SINAR GAMMA PADA DOSIS 250 kGy Yunasfi, Setyo Purwanto, Wisnu A. A. 51-58

    Jurnal Sains dan Teknologi Nuklir Indonesia

    Terakreditasi Sesuai SK LIPI Nomor: 83/Akred-LIPI/P2MBI/5/2007 Masa berlaku tanggal, 29 Mei 2007 28 April 2010

  • Jurnal Sains dan Teknologi Nuklir Indonesia Indonesian Journal of Nuclear Science and Technology Vol. X, No. 1, Februari 2009

    i

    ISSN 1411 - 3481

    KATA PENGANTAR

    Di awal tahun 2009 ini, bertepatan dengan ulang tahun ke 44 BATAN Bandung,

    yang saat ini bernama Pusat Teknologi Nuklir Bahan dan Radiometri (PTNBR), Jurnal

    Sains dan Teknologi Nuklir Indonesia (JSTNI) hadir kembali di tengah masyarakat

    ilmiah untuk menyajikan lima buah makalah. Empat makalah pertama berkaitan

    dengan pemanfaatan reaktor riset, sedang makalah terakhir adalah mengenai

    penggunaan iradiator gamma dalam ilmu bahan. Makalah pertama membahas tentang

    produksi iodium-125 menggunakan target xenon-124 diperkaya, untuk memenuhi

    kebutuhan di bidang kesehatan. Makalah ke dua membahas pengembangan dan

    aplikasi klinis kit kering radiofarmaka siprofloksasin untuk diagnosis infeksi yang sulit

    terjangkau dengan cara konvensional. Topik makalah ke tiga adalah penandaan ligan

    etilendiamintetrametilen fosfonat (EDTMP) dengan radionuklida 175Yb, dalam rangka

    pembuatan radiofarmaka untuk terapi paliatif metastases kanker ke tulang. Makalah

    berikutnya membahas karakteristik kimia paparan partikulat terespirasi, yang

    melibatkan penggunaan metode analisis berbasis teknik nuklir untuk penentuan unsur

    dalam partikulat udara. Makalah terakhir membahas tentang sifat magnetoresistance

    bahan komposit Fe0,2C0,8 sebelum dan sesudah iradiasi gamma. Diharapkan bahasan

    dalam kelima makalah yang disajikan pada JSTNI terbitan ini dapat memberi kontribusi

    nyata dalam pemanfaatan iptek nuklir.

    Editor

  • Jurnal Sains dan Teknologi Nuklir Indonesia Indonesian Journal of Nuclear Science and Technology Vol. X, No. 1, Februari 2009

    i

    ISSN 1411 - 3481

    KATA PENGANTAR

    Di awal tahun 2009 ini, bertepatan dengan ulang tahun ke 44 BATAN Bandung,

    yang saat ini bernama Pusat Teknologi Nuklir Bahan dan Radiometri (PTNBR), Jurnal

    Sains dan Teknologi Nuklir Indonesia (JSTNI) hadir kembali di tengah masyarakat

    ilmiah untuk menyajikan lima buah makalah. Empat makalah pertama berkaitan

    dengan pemanfaatan reaktor riset, sedang makalah terakhir adalah mengenai

    penggunaan iradiator gamma dalam ilmu bahan. Makalah pertama membahas tentang

    produksi iodium-125 menggunakan target xenon-124 diperkaya, untuk memenuhi

    kebutuhan di bidang kesehatan. Makalah ke dua membahas pengembangan dan

    aplikasi klinis kit kering radiofarmaka siprofloksasin untuk diagnosis infeksi yang sulit

    terjangkau dengan cara konvensional. Topik makalah ke tiga adalah penandaan ligan

    etilendiamintetrametilen fosfonat (EDTMP) dengan radionuklida 175Yb, dalam rangka

    pembuatan radiofarmaka untuk terapi paliatif metastases kanker ke tulang. Makalah

    berikutnya membahas karakteristik kimia paparan partikulat terespirasi, yang

    melibatkan penggunaan metode analisis berbasis teknik nuklir untuk penentuan unsur

    dalam partikulat udara. Makalah terakhir membahas tentang sifat magnetoresistance

    bahan komposit Fe0,2C0,8 sebelum dan sesudah iradiasi gamma. Diharapkan bahasan

    dalam kelima makalah yang disajikan pada JSTNI terbitan ini dapat memberi kontribusi

    nyata dalam pemanfaatan iptek nuklir.

    Editor

  • Radioaktivitas Iodium-125 Pada Uji Produksi Menggunakan Target Xenon-124 Diperkaya (Rohadi Awaludin) ISSN 1411 3481

    1

    RADIOAKTIVITAS IODIUM-125 PADA UJI PRODUKSI MENGGUNAKAN TARGET XENON-124 DIPERKAYA

    Rohadi Awaludin, Hotman Lubis, Anung Pujianto, Ibon Suparman,

    Daya Agung Sarwono, Abidin, Sriyono

    Pusat Radioisotop dan Radiofarmaka (PRR), BATAN Kawasan Puspiptek Serpong, Tangerang

    ABSTRAK RADIOAKTIVITAS IODIUM-125 PADA UJI PRODUKSI MENGGUNAKAN TARGET XENON-124 DIPERKAYA. Telah dilakukan uji produksi 125I menggunakan target xenon diperkaya dengan pengayaan 124Xe sebesar 82,4%. Target diiradiasi neutron di kamar iradiasi di posisi S1 pada reaktor G.A. Siwabessy. Setelah iradiasi selama 24 jam, gas xenon teriradiasi diluruhkan di dalam botol peluruhan selama 7 hari. Radioisotop 125I yang terbentuk di dalam botol peluruhan dilarutkan menggunakan NaOH 0,005N sebanyak 3 kali. Dari uji produksi ke-1 sampai dengan ke-8 diperoleh radioaktivitas total 125I sebesar 9541, 9801, 11239, 9458, 3293, 3735, 4693 dan 2744 mCi. Penurunan radioaktivitas total 125I disebabkan oleh penurunan jumlah gas target. Radioaktivitas 125I hasil pelarutan pertama bergantung pada volume larutan NaOH yang digunakan. Persentase rerata radioaktivitas 125I pada pelarutan pertama sebesar 65,1%, 71,5% dan 82,6% dari radioaktivitas total untuk pelarutan menggunakan larutan NaOH dengan volume 3, 4 dan 5 mL. Konsentrasi radioaktivitas maksimum yang berhasil diproduksi sebesar 3410 mCi/mL dari hasil pelarutan pertama dari uji produksi pertama. Kata kunci: iodium-125, produksi radioisotop, xenon diperkaya

    ABSTRACT IODINE-125 RADIOACTIVITY DURING PRODUCTION TEST USING ENRICHED

    XENON-124 TARGET. Production tests of Iodine-125 have been carried out using enriched xenon target with 82,4% of 124Xe enrichment. The target was irradiated at irradiation chamber in S1 position of G.A. Siwabessy reactor. After irradiation for 24 hours, the irradiated xenon gas was decayed at decay pot for 7 days. The produced iodine-125 was dissolved 3 times using NaOH 0.005N. From 1st to 8th tests, the total radioactivities were 9541, 9801, 11239, 9458, 3293, 3735, 4693 and 2744 mCi. The decrease of the total radioactivity was caused by the decrease of the gas target. Radioactivity of the 1st solution depended on the volume of NaOH solution. The average percentages of the 1st solution were 65.1, 71.5 and 82.6% of the total radioactivity for 3, 4 and 5 mL of NaOH. The maximum radioactivity concentration was 3410 mCi/mL from 1st solution of the 1st production test. Keywords : iodine-125, radioisotope production, enriched xenon. 1. PENDAHULUAN

    Penggunaan radioisotop di bidang

    kesehatan terus menunjukkan peningkatan.

    Di Jepang dan Amerika Serikat, skala

    ekonomi penggunaan radioisotop telah

    mencapai sekitar 5% dari total belanja di

    bidang kesehatan kedua negara tersebut

    (1). Salah satu radioisotop yang telah

    berkembang penggunaannya adalah

    Iodium-125. Radioisotop ini merupakan

    radioisotop pemancar gamma berenergi

    rendah yaitu 35,5 keV dan memiliki umur

    paro 59,4 hari. Iodium-125 telah

    dimanfaatkan untuk tujuan diagnosis

    menggunakan radioimmunoassay,

    pembuatan sumber tertutup untuk

    penanganan kanker dan radioactive tracer

    untuk penelitian (2,3,4).

  • Jurnal Sains dan Teknologi Nuklir Indonesia Indonesian Journal of Nuclear Science and Technology Vol. X, No. 1, Februari 2009: 1-10 ISSN 1411 - 3481

    2

    Radioisotop ini dapat dihasilkan

    melalui reaksi aktivasi neutron dengan

    menembakkan neutron pada target isotop 124Xe. Penembakan ini menghasilkan

    radioisotop 125Xe yang selanjutnya akan

    meluruh menjadi 125I. Xenon alam

    mengandung isotop 124Xe sebesar 0,1%.

    C.G. Kadhar melaporkan bahwa 125I dapat

    dibuat menggunakan xenon alam yang

    dimasukkan ke kapsul stainless steel.

    Kapsul tersebut diiradiasi di dalam reaktor

    selama 4 hari dan selanjutnya iodium yang

    tebentuk di dalamnya dilarutkan. Dengan

    metode ini diperoleh 125I dengan

    radioaktivitas sebesar 0,7 Ci. Kandungan

    radioisotop pengotor berupa 126I sangat

    tinggi, lebih dari 5% (5). Dari hasil ini, untuk

    mendapatkan 125Xe dengan radioaktivitas

    yang tinggi diperlukan gas xenon dengan

    kandungan 124Xe yang telah diperkaya.

    Selain itu, untuk mendapatkan kemurnian

    radionuklida yang tinggi diperlukan sistem

    pemindahan gas xenon. Gas xenon hasil

    iradiasi dipindahkan ke tempat peluruhan

    untuk mendapatkan 125I. Dengan metode ini, 125I dapat diperoleh dengan kemurnian

    radionuklida yang tinggi karena produk 125I

    tidak bercampur dengan 126I yang terbentuk

    saat iradiasi (5,6).

    Dengan metode pemindahan gas

    xenon, radioaktivitas 125I yang diperoleh dari

    hasil peluruhan xenon-125 setelah

    dipindahkan ke botol peluruhan dapat

    dinyatakan dengan persamaan (1) (6). Pada

    persamaan (1) tersebut A, dan t masing

    masing menyatakan radioaktivitas,

    konstanta peluruhan dan waktu peluruhan.

    Nilai radioaktivitas 125I (AI-125) mencapai

    maksimum pada saat turunan dari

    persamaan AI-125 terhadap waktu sama

    dengan nol (dA/dt = 0) (2).

    Persamaan (3) menunjukkan waktu

    peluruhan saat radioaktivitas 125I mencapai

    nilai maksimum.

    Pusat radioisotop dan radiofarmaka -

    BATAN telah berhasil melakukan uji

    produksi iodium-125 menggunakan target

    xenon dengan kandungan 124Xe diperkaya

    dengan metode pemindahan gas xenon.

    Hasil uji ini perlu dievaluasi dari berbagai

    sisi, di antaranya radioaktivitas larutan 125I

    yang berhasil diperoleh. Tujuan dari

    evaluasi ini adalah mendapatkan gambaran

    radioaktivitas total dan konsentrasi

    radioaktivitas yang berhasil diperoleh pada

    uji produksi 125I menggunakan target xenon

    diperkaya. Dari evaluasi ini diharapkan

    didapatkan faktor-faktor yang berpengaruh

    serta langkah-langkah yang diperlukan

    untuk meningkatkan radioaktivitas total dan

    konsentrasi radioaktivitas.

    )}exp(){exp()( 125125125125125

    125125 ttAA IXeXe

    IXe

    II

    = (1)

    )}exp()exp({)(0 125125125125125125125

    125125 ttAdt

    dAIIXeXeXe

    IXe

    II

    +==

    (2)

    125125

    125

    125 )ln(

    = XeIXe

    I

    t

    (3)

  • Radioaktivitas Iodium-125 Pada Uji Produksi Menggunakan Target Xenon-124 Diperkaya (Rohadi Awaludin) ISSN 1411 3481

    3

    2. BAHAN DAN TATA KERJA Pada uji produksi ini digunakan target gas xenon dengan kandungan 124Xe

    sebesar 82,4% dari Isotec Inc., Amerika

    Serikat. Target yang digunakan sebanyak

    0,0223 mol gas xenon. Komposisi isotop di

    dalam target ditunjukkan pada Tabel 1.

    Tabel 1. Kandungan isotop di dalam target gas xenon diperkaya.

    Jenis isotop

    Kandungan atom (% jumlah)

    124Xe 82,4 126Xe 0,6 128Xe 0,3 129Xe 4,5 130Xe 0,7 131Xe 3,6 132Xe 4,6 134Xe 1,8 136Xe 1,5

    Skema fasilitas produksi iodium-125

    ditunjukkan pada Gambar 1. Sebelum

    digunakan, fasilitas divakumkan sampai

    dengan tekanan 50 militorr. Gas xenon

    dipindahkan ke dalam kamar iradiasi

    memanfaatkan perbedaan tekanan botol

    penyimpanan dan kamar iradiasi.

    Perpindahan gas berhenti setelah tekanan

    botol penyimpanan sama dengan tekanan

    kamar iradiasi. Gas xenon yang tersisa di

    botol penyimpanan dipindahkan ke dalam

    cold finger dengan mendinginkan cold finger

    menggunakan nitrogen cair. Selanjutnya

    dari cold finger gas xenon dipindahkan ke

    kamar iradiasi dengan mengeluarkan

    nitrogen cair dari dewar cold finger setelah

    katup menuju botol penyimpanan ditutup

    dan jalur gas ke kamar iradiasi dibuka.

    Sasaran gas xenon diiradiasi selama

    24 jam di kamar iradiasi di posisi S1 yang

    berada di pinggir teras reaktor G.A.

    Siwabessy. Posisi ini memiliki fluks neutron

    rerata 3 x 1013 ns-1cm-2 (7) , selanjutnya gas

    xenon yang telah diiradiasi dipindahkan ke

    dalam botol peluruhan. Pada saat

    pemindahan, gas xenon dilewatkan filter

    iodium untuk mencegah kontaminasi isotop

    iodium lain yang terbentuk di kamar iradiasi.

    Oleh karena itu, iodium-125 yang terbentuk

    di dalam botol peluruhan merupakan iodium

    dari gas xenon yang dipindahkan, tidak

    tercampur dengan iodium yang terbentuk

    selama iradiasi (8).

    Peluruhan 125Xe dilakukan selama 7

    hari atau lebih dari 9 kali umur paruhnya

    yang sebesar 17 jam. Dengan peluruhan 7

    hari, radioisotop 125Xe hampir seluruhnya

    telah berubah menjadi 125I. Waktu 7 hari ini

    juga mempertimbangkan faktor keselamatan

    radiasi pada saat pelarutan [9]. Radioisotop 125Xe memancarkan radiasi hasil anihilasi

    sebesar 511 keV yang dapat memberikan

    paparan radiasi yang besar ke lingkungan

    pada saat perisai timbal pada botol

    peluruhan dibuka (6).

    Iodium-125 yang terbentuk di dalam botol

    peluruhan dilarutkan menggunakan larutan

    NaOH 0,005N dengan volume bervariasi

    antara 3-5 mL. Botol peluruhan dikocok

    selama 30 menit untuk memastikan bahwa

    seluruh permukaan botol telah terbasahi

    oleh larutan NaOH.

    Larutan selanjutnya dikeluarkan dari

    botol dan diperoleh larutan 125I.

  • Jurnal Sains dan Teknologi Nuklir Indonesia Indonesian Journal of Nuclear Science and Technology Vol. X, No. 1, Februari 2009: 1-10 ISSN 1411 - 3481

    4

    Gambar 1. Skema fasilitas produksi iodium-125

    Pelarutan menggunakan larutan

    NaOH 0,005N ini dilakukan sebanyak 3 kali.

    Larutan diukur volumenya dan dicuplik

    sebanyak 5 l menggunakan pipet mikro untuk pengukuran radioaktivitas tiap hasil

    pelarutan. Radioaktivitas diukur

    menggunakan gamma ionization chamber

    Atom Lab100. Dari pengukuran ini diperoleh

    radioaktivitas 125I tiap 5 l larutan. Dari hasil pengukuran ini dihitung konsentrasi

    radioaktivitas larutan 125I dan selanjutnya

    dihitung radioaktivitas 125I total yang

    didapatkan.

    3. HASIL DAN PEMBAHASAN

    Hasil pelarutan 125I dari botol

    peluruhan diperoleh larutan fraksi 1, fraksi 2

    dan fraksi 3. Radioaktivitas 125I yang

    diperoleh tersebut dijumlah dan diperoleh

    radioaktivitas total hasil uji produksi. Hampir

    seluruh 125I berhasil dilarutkan dengan tiga

    kali pelarutan. Radioisotop 125I dalam jumlah

    sangat sedikit yang masih tersisa di dalam

    botol peluruhan diabaikan pada perhitungan

    ini. Total radioaktivitas 125I yang diperoleh

    ditunjukkan pada Gambar 2. Radioaktivitas

    total tersebut adalah radioaktivitas pada

    saat pelarutan atau 7 hari setelah iradiasi.

    0

    2000

    4000

    6000

    8000

    10000

    12000

    1 2 3 4 5 6 7 8

    Uji produksi ke-

    radi

    oakt

    ivita

    s I-1

    25 (m

    Ci)

    Gambar 2. Radioaktivitas total 125I dari uji produksi ke-1 sampai dengan ke-8.

    Pada Gambar 2 ditunjukan bahwa

    pada 4 kali uji produksi pertama diperoleh

    radioaktivitas yang tinggi sebesar 9541,

    9801, 11239, 9458 mCi. Selanjutnya mulai

    pada uji produksi ke-5 terjadi penurunan

    tajam radioaktivitas total. Uji produksi ke-5

    sampai dengan ke-8 menghasilkan 125I

    sebesar 3293, 3735, 4693, 2744 mCi.

    Dari Gambar 2 diketahui bahwa

    radioaktivitas 125I menurun dengan tajam

    dari uji produksi ke-4 dan ke-5. Hal ini

    diduga karena penurunan jumlah gas

    sasaran. Dugaan ini diperkuat dari hasil

    pengukuran tekanan gas sasaran sebelum

    gas tersebut dikirim ke kamar iradiasi.

    Kamar iradiasi 1000 cm3

    Botol peluruhan dan penyimpanan

    Cold finger

    Ke pompa vakum

    Filter Iodium

    Dinding reaktor

  • Radioaktivitas Iodium-125 Pada Uji Produksi Menggunakan Target Xenon-124 Diperkaya (Rohadi Awaludin) ISSN 1411 3481

    5

    Sebelum dimasukkan ke kamar iradiasi,

    pada saat uji produksi ke-2 sampai dengan

    ke-4, tekanan gas di depan kamar iradiasi

    menunjukkan nilai sekitar 40 psi. Tekanan

    gas pada uji pertama tidak dapat

    dibandingkan karena gas sasaran dikirim ke

    kamar iradiasi dari botol target di luar

    fasilitas produksi dengan volume botol lebih

    besar. Pada uji produksi ke-5, tekanan gas

    menunjukkan angka sekitar 20 psi. Besaran

    tekanan ini memang sulit dilihat secara teliti

    karena alat ukur tekanan gas yang ada

    memiliki rentang ukur yang besar sampai

    dengan 300 psi. Namun demikian,

    penurunan tekanan gas terlihat sangat

    signifikan pada uji produksi keempat dan

    kelima.

    Jumlah sasaran gas xenon yang

    sesungguhnya teriradiasi di dalam kamar

    iradiasi tiap uji produksi tidak dapat

    diketahui dengan tepat. Faktor ini dapat

    menyebabkan perbedaan hasil untuk tiap

    kali uji produksi. Gas xenon disimpan di

    dalam botol penyimpanan yang ada di

    dalam fasilitas produksi. Botol tersebut

    memiliki volume dalam sebesar 50 mL.

    Pada saat penyimpanan, tekanan gas

    sebanyak 0,0223 mol di dalam botol

    tersebut lebih dari 10 atm. Jika diasumsikan

    sebagai gas ideal, gas sebanyak 0,0223 mol

    pada suhu 20 C dengan volume 50 mL memiliki tekanan 10,7 atm. Penyimpanan

    gas bertekanan tinggi dalam waktu lama

    memiliki kerawanan terjadinya kebocoran.

    Kebocoran dalam jumlah besar dapat

    terdeteksi dengan adanya peningkatan

    paparan radiasi di dalam glove box. Namun,

    jika kebocoran tersebut sangat kecil, sulit

    untuk diketahui. Berkurangnya tekanan gas

    pada saat pengiriman gas ke kamar iradiasi

    dibandingkan uji produksi sebelumnya

    mengindikasikan terjadinya penurunan

    jumlah gas yang tersimpan dalam waktu

    lama tersebut. Jeda waktu dari uji produksi

    ke - 4 dan ke - 5 sekitar 10 bulan.

    0

    200

    400

    600

    800

    1000

    0 5 10 15 20 25

    lama iradiasi (jam)ra

    dioa

    ktiv

    itas

    (Ci)

    Gambar 3. Radioaktivitas 125Xe seiring dengan waktu iradiasi

    Hasil perhitungan secara teoritis

    radioaktivitas 125Xe yang dihasilkan di kamar

    iradiasi ditunjukkan pada Gambar 3. Pada

    perhitungan ini digunakan tampang lintang

    reaksi penangkapan neutron termal oleh 124Xe sebesar 165 barn (10). Dari Gambar 3

    diketahui bahwa setelah iradiasi selama 24

    jam, 125Xe terbentuk sebanyak 927 Ci.

    Selanjutnya 125Xe ini dipindahkan ke dalam

    botol peluruhan untuk mendapatkan 125I

    hasil dari peluruhannya. Perubahan

    radioaktivitas 125Xe dan 125I di dalam botol

    peluruhan ditunjukkan pada Gambar 4.

    Dari gambar 4 diketahui bahwa

    radioaktivitas 125I meningkat tajam pada saat

    awal. Peningkatan radioaktivitas 125I

    mencapai puncak maksimum pada 4,6 hari

    sebesar 10,45 Ci. Pada saat puncak ini, laju

    pembentukan 125I sama dengan laju

    peluruhannya. Setelah itu, laju peluruhan

    lebih cepat dari laju pembentukan sehingga

    radioaktivitas 125I mengalami penurunan

  • Jurnal Sains dan Teknologi Nuklir Indonesia Indonesian Journal of Nuclear Science and Technology Vol. X, No. 1, Februari 2009: 1-10 ISSN 1411 - 3481

    6

    seiring dengan waktu.

    1

    10

    100

    1000

    0 1 2 3 4 5 6 7

    waktu peluruhan (hari)

    radi

    oakt

    ivita

    s (C

    i)

    Xe-125

    I-125

    Gambar 4. Hasil perhitungan radio Aktivitas 125Xe dan 125I pada saat peluruhan 125Xe menjadi 125I di dalam botol peluruhan.

    Pada Gambar 4, penurunan

    radioaktivitas 125I tersebut tidak terlihat

    dengan jelas karena umur paro yang

    panjang yaitu 59,4 hari. Setelah 7 hari

    peluruhan, radioaktivitas 125I sebesar 10,27

    Ci. Hasil dari uji produksi ke-1 sampai

    dengan ke-4 mendekati hasil perhitungan

    teoritis dengan perbedaan kurang dari 10%.

    Perbedaan antara hasil uji produksi

    dan perhitungan teoritis ini dapat

    disebabkan oleh beberapa faktor, di

    antaranya adalah variasi fluks neutron di

    kamar iradiasi, perbedaan tingkat

    kesempurnaan pelarutan 125I dari botol

    peluruhan serta akurasi pengukuran volume

    saat pengambilan sampel pada saat

    pengukuran. Pada perhitungan ini

    digunakan nilai rerata fluks neutron di posisi

    S1. Nilai fluks neutron sesungguhnya pada

    saat iradiasi dapat sedikit lebih besar atau

    lebih kecil bergantung pada komposisi

    bahan bakar dan tingkat serapan neutron

    dari bahan yang diiradiasi di dalam teras

    reaktor pada saat tersebut.

    Dari hasil perhitungan dapat diketahui

    waktu peluruhan 125Xe saat radioaktivitas 125I mencapai nilai maksimum. Dari

    perhitungan menggunakan data sasaran

    pada Gambar 4 dan hasil penurunan secara

    matematis menggunakan persamaan 3

    diketahui bahwa nilai radioaktivitas 125I

    mencapai maksimum pada saat peluruhan

    selama 4,6 hari. Namun, pada saat

    pengoperasian fasilitas, peluruhan dilakukan

    selama 7 hari. Hal ini dilakukan dengan

    pertimbangan keselamatan radiasi. Pada

    saat peluruhan selama 4,6 hari,

    radioaktivitas 125Xe masih sebesar 10,1 Ci.

    Radioisotop 125Xe memancarkan radiasi

    hasil anihilasi positron dan elektron sebesar

    511 keV. Pada penyiapan pelarutan, perlu

    dilakukan penanganan botol peluruhan

    dengan membuka perisai timbal. Radiasi

    dari 125Xe ini memiliki daya tembus yang

    tinggi sehingga memberikan paparan ke

    lingkungan yang besar jika hanya ditahan

    oleh dinding botol peluruhan berbahan

    SS316 setebal 5 mm. Setelah 7 hari

    peluruhan, radioaktivitas 125Xe telah

    berkurang menjadi 0,94 Ci sehingga

    paparan ke lingkungan telah mengecil.

    Radioisotop 125I memancarkan radiasi

    gamma dengan energi rendah sebesar 35,5

    keV. Radiasi gamma serendah ini hampir

    tidak menembus dinding botol peluruhan

    dari SS316 setebal 5 mm.

    Hasil pelarutan menggunakan NaOH

    0,005 N menunjukkan bahwa volume larutan

    NaOH yang digunakan untuk pelarutan

    pertama berpengaruh pada radioaktivitas

    yang dihasilkan pada pelarutan pertama.

    Pada uji produksi ini digunakan NaOH

    dengan volume 3, 4 dan 5 mL pada

    pelarutan pertama. Korelasi antara volume

    NaOH yang digunakan dan persentase

    radioaktivitas 125I yang berhasil dikeluarkan

    pada larutan 1 ditunjukkan pada Gambar 5.

  • Radioaktivitas Iodium-125 Pada Uji Produksi Menggunakan Target Xenon-124 Diperkaya (Rohadi Awaludin) ISSN 1411 3481

    7

    0

    20

    40

    60

    80

    100

    2 3 4 5 6

    volume NaOH pada pelarutan I (ml)

    pers

    enta

    se ra

    dioa

    ktiv

    itas

    frak

    si I

    diba

    ndin

    g ra

    dioa

    ktiv

    tas

    tota

    l (%

    )

    0

    1000

    2000

    3000

    4000

    5000

    kons

    entr

    asi r

    adio

    aktiv

    itas

    (mC

    i/ml)

    persentase radioaktivitaskonsentrasi radioaktivitas

    Gambar 5. Hubungan antara volume NaOH yang digunakan pada pelarutan I dengan persentase

    radioaktivitas fraksi I dan konsentrasi radioaktivitasnya.

    Pada Gambar 5 ditunjukkan bahwa

    pada saat pelarutan menggunakan NaOH

    sebanyak 3 mL, larutan pertama diperoleh

    64,3 dan 65,6 % dari total radioaktivitas.

    Pada saat volume NaOH ditingkatkan

    menjadi 4 mL, persentase meningkat

    menjadi 71,3 dan 71,9%. Sedangkan saat

    digunakan 5 mL, persentase larutan I

    sebesar 81,7, 84,6, 79,6 dan 82,6%. Jadi

    semakin besar volume NaOH yang

    digunakan, semakin besar pula persentase

    yang dapat dilarutkan pada pelarutan

    pertama. Namun, pada Gambar 5 tersebut

    ditunjukkan pula bahwa semakin besar

    pelarut yang digunakan, konsentrasi

    radioaktivitas yang diperoleh pun semakin

    kecil. Penurunan konsentrasi tersebut

    terlihat pada uji produksi pertama sampai

    dengan ke-4 pada saat radioaktivitas total

    sekitar 9 Ci maupun pada uji produksi ke-5

    sampai dengan ke-8 pada saat

    radioaktivitas total sekitar 4 Ci.

    Dari hasil pelarutan ini dapat

    direkomendasikan bahwa untuk

    radioaktivitas besar, jumlah pelarut dapat

    digunakan dalam jumlah yang besar karena

    konsentrasi radioaktivitas tetap akan tinggi.

    Namun, jika total radioaktivitas rendah,

    pelarut digunakan seminimal mungkin untuk

    mendapatkan konsentrasi radioaktivitas

    yang tinggi sehingga memenuhi persyaratan

    yang diperlukan dengan mengorbankan total

    radioaktivitas pada pelarutan pertama.

    Konsentrasi radioaktivitas pada uji

    produksi 1 sampai dengan 8 untuk hasil

    pelarutan 1 sampai dengan 3 ditunjukkan

    pada Tabel 2. Dari Tabel 2 diketahui bahwa

    dari pelarutan 1, konsentrasi maksimum

    yang pernah dihasilkan adalah 3410 mCi/mL

    pada uji produksi pertama. Pada uji produksi

    ke-2 sampai dengan ke-4 diperoleh

    konsentrasi antara 2000 3000 mCi/mL.

    Pada uji produksi ke-6 diperoleh 1225

    mCi/mL sedangkan pada uji produksi ke 5, 7

  • Jurnal Sains dan Teknologi Nuklir Indonesia Indonesian Journal of Nuclear Science and Technology Vol. X, No. 1, Februari 2009: 1-10 ISSN 1411 - 3481

    8

    dan 8 diperoleh konsentrasi radioaktivitas

    kurang dari 1000 mCi/mL.

    Pada uji produksi ini telah dilakukan

    pula evaluasi kemurnian radionuklida yang

    diperoleh. Uji produksi ini menghasilkan 125I

    dengan kemurnian radionuklida lebih dari

    99,9%. Pengotor radionuklida yang

    terkandung di dalamnya berupa 126I dengan

    umur paro 13,1 hari. Evaluasi kemurnian

    radionuklida secara rinci telah dipublikasikan

    sebelumnya (12). Tabel 2. Konsentrasi Radioaktivitas pelarutan 1, 2 dan 3 dari uji produksi ke-1 sampai dengan ke-8

    Uji produksi

    Konsentrasi radioaktivitas 125I (mCi/mL)

    pelarutan 1

    pelarutan 2

    pelarutan 3

    1 3410 763 166 2 2004 304 71 3 2865 936 125 4 2224 317 77 5 789 135 80 6 1225 263 61 7 934 151 31 8 504 92 28

    4. KESIMPULAN Telah dilakukan uji produksi 125I

    dengan target xenon-124 diperkaya 82,4%

    sebanyak 0,0223 mol sebanyak 8 kali.

    Radioaktivitas total dari uji produksi ke-1

    sampai dengan ke-8 pada saat pelarutan

    adalah 9541, 9801, 11239, 9458, 3293,

    3735, 4693 dan 2744 mCi. Radioaktivitas

    hasil dari iradiasi pertama sampai dengan

    ke-4 mendekati hasil perhitungan secara

    teoritis yang sebesar 10,27 Ci. Rerata

    persentase radioaktivitas dari pelarutan

    pertama sebesar 65,1%, 71,5% dan 82,6%

    untuk volume pelarut NaOH masing masing

    sebeasr 3 mL, 4 mL dan 5 mL. Konsentrasi

    radioaktivitas maksimum yang pernah

    dicapai adalah 3410 mCi/mL pada pelarutan

    pertama dari uji produksi pertama.

    5. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada

    PT. Batan Teknologi atas kerja sama yang

    diberikan dalam pelaksanaan uji produksi

    Iodium-125.

    6. DAFTAR PUSTAKA 1. Inoue T, Hayakawa K, Shiotari H,

    Takada E and Torikoshi M. Economic

    scale of utilization of radiation (III):

    Medicine, Journal of Nuclear Science

    and Technology, 2002, Vol 39:1114-

    1119.

    2. Widayati P, Ariyanto A, Yunita F, Sutari.

    Optimasi rancangan assay kit IRMA CA-

    125, Jurnal Radioisotop dan

    Radiofarmaka, 2006, Vol 9: 1-12.

    3. Antipas V, Dale RG, Coles IP. A

    theoretical investigation into the role of

    tumor radiosensitivity, clonogen

    repopulation, tumor shrinkage and

    radionuclide RBE in permanent

    brachytherapy implants of 125I and 103Pd,

    Physics in Medicine and Biology, 2001,

    Vol 46: 2557-2569.

    4. Sedelnikova OA., Panyutin IG, Thierry

    AR and Neumann RD. Radiotoxicity of

    Iodine-125-Labeled

    Oligodeoxyribonucleotides in

    Mammalian Cells, The Journal of

    Nuclear Medicine, 1998, Vol. 39: 1412-

    1418.

    5. Karhadkar CG. Design review and

    safety assessment of the xenon

    irradiation in tray rods, Proceeding of the

    IAEA Meeting on Irradiation Technology

  • Radioaktivitas Iodium-125 Pada Uji Produksi Menggunakan Target Xenon-124 Diperkaya (Rohadi Awaludin) ISSN 1411 3481

    9

    and Radioisotope Production, Jakarta,

    2005.

    6. Saitoh N, et al. Handbook of

    Radioisotope, Maruzen, Tokyo, 1996.

    7. Soenarjo S, Tamat SR, Suparman I and

    Purwadi B. RSG-GAS based

    radioisotopes and sharing program for

    regional back up supply, Jurnal

    Radioisotop dan Radiofarmaka, 2003,

    Vol 6:33-43.

    8. Anonymous. Manufacturing manual of

    iodium-125, Mediphysics, New York,

    1985.

    9. Anonymous. Iodine-125 handling

    precaution, Perkin Elmer, New York,

    2007.

    10. Japan Radioisotope Association. Note

    Book of Radioisotope, Maruzen, Tokyo,

    1990.

    11. Awaludin R. Penggunaan ulang xenon

    pada produksi iodium-125, Prosiding

    Pertemuan dan Presentasi Ilmiah

    Penelitian Dasar Ilmu Pengetahuan dan

    Teknologi Nuklir 2006: 24-28

    12. Awaludin R. dkk. Evaluasi kemurnian

    radionuklida pada uji produksi iodium-

    125 menggunakan target xenon

    diperkaya, Prosiding Pertemuan dan

    Presentasi Ilmiah Penelitian Dasar Ilmu

    Pengetahuan dan Teknologi Nuklir

    2008:146-151.

  • Jurnal Sains dan Teknologi Nuklir Indonesia Indonesian Journal of Nuclear Science and Technology Vol. X, No. 1, Februari 2009: 1-10 ISSN 1411 - 3481

    10

  • Pengembangan dan Aplikasi Klinis Kit Kering Radiofarmaka Siprofloksasin (Nurlaila Z.) ISSN 1411 - 3481

    11

    PENGEMBANGAN DAN APLIKASI KLINIS KIT-KERING RADIOFARMAKA SIPROFLOKSASIN

    Nurlaila Zainuddin,1) Basuki Hidayat2), Rukmini Iljas1) 1)Pusat Teknologi Nuklir Bahan dan Radiometri-BATAN

    Jln. Tamansari 71 Bandung 40132 2)Bagian Kedokteran Nuklir-RS Hasan Sadikin

    Jln. Pasir Kaliki 192, Bandung

    ABSTRAK PENGEMBANGAN DAN APLIKASI KLINIS KIT-KERING RADIOFARMAKA SIPROFLOKSASIN. Radiofarmaka 99mTc-siprofloksasin tersedia dalam bentuk kit-cair yang dikemas terpisah dari radionuklidanya. Sediaan dalam bentuk ini mempunyai stabilitas yang rendah. Guna memenuhi kebutuhan radiofarmaka untuk diagnosis infeksi telah dilakukan modifikasi pembuatan kit-kering radiofarmaka siprofloksasin menggunakan larutan infus siprofloksasin laktat yang beredar di pasaran dengan metode liofilisasi. Kit-kering siprofloksasin terdiri dari flakon A berisi 2 mg siprofloksasin laktat dan flakon B berisi 2 mg reduktor Sn-tartrat. Preparasi sediaan 99mTc-siprofloksasin dilakukan dengan menambahkan radioisotop 99mTc ke dalam flakon A yang telah dilarutkan dalam akuabides, diikuti penambahan larutan reduktor Sn-tartrat dari flakon B pada kondisi penandaan optimal. Kemurnian radiokimia 99mTc-siprofloksasin ditentukan dengan metode kromatografi menggunakan fase diam ITLC-SG dengan fase`gerak aseton kering. Pengujian aktivitas biologis dan uptake 99mTc-siprofloksasin terhadap mikroorganisme dilakukan secara in-vitro. Selain itu, dilakukan juga pemeriksaan sterilitas, toksisitas dan evaluasi klinis terhadap volunter. Hasil penandaan kit-kering siprofloksasin dengan radionuklida 99mTc diperoleh 99mTc-siprofloksasin dengan kemurnian radiokimia sebesar 96,39 2,01%. Pengujian aktivitas biologis terhadap bakteri S. aureus dan E. coli menunjukkan bahwa kit-kering siprofloksasin setelah proses penandaan dengan 99mTc tidak kehilangan daya bakterisidanya dan uptake maksimum terjadi pada waktu inkubasi 1 jam sebesar 83,06 10,95% dan 80,26 8,58% masing-masing terhadap bakteri S. aureus dan E. coli. Kit-kering radiofarmaka siprofloksasin merupakan sediaan yang steril, vakum dan tidak toksik. Uji klinis radiofarmaka 99mTc-siprofloksasin terhadap volunter yang menderita abses hati dan korpus tulang belakang menunjukkan adanya akumulasi radioaktivitas di daerah tersebut. Aplikasi klinis 99mTc-siprofloksasin dengan teknik pencitraan menggunakan kamera gamma menunjukkan bahwa radiofarmaka ini dapat digunakan untuk penyidik infeksi.

    Kata kunci: siprofloksasin, 99mTc, kit-kering, infeksi. ABSTRACT DEVELOPMENT AND CLINICAL APPLICATION OF THE RADIOPHARMACEUTICAL DRIED-KIT OF CIPROFLOXACIN. Nowadays, the 99mTc-ciprofloxacin radiopharmaceutical is available in the form of liquid-kit, which is separately packed with its radionuclide. The radiopharmaceuticals in that form has low stability. In order to fulfill the necessity of radiopharmaceutical for the diagnosis of infection, the modification of the preparation radiopharmaceutical dried-kit of ciprofloxacin using a commercial ciprofloxacin infuse solution by lyophilization method has been carried out. Ciprofloxacin dried-kit consists of 2 mg of ciprofloxacin lactate in the vial A and 2 mg of stannous tartrate in the vial B. The preparation of 99mTc-ciprofloxacin was performed by adding 99mTc radionuclide into the vial A dissolved in sterile water for injection, followed by addition of Sn-tartrate solution from the vial B at the optimum condition of labeling. The radiochemical purity of 99mTc-ciprofloxacin was analyzed by chromatographic method using ITLC-SG as a stationary phase and acetone as a mobile phase. In vitro determination of the biological activity and uptake of 99mTc-ciprofloxacin were performed to microorganism. Meanwhile, the sterility, toxicity and clinical evaluation were also observed. The labelling result of ciprofloxacin dried-kit with 99mTc radionuclide indicated that radiochemical purity of 99mTc-ciprofloxacin was 96.39 2.01 %. The determination of biological activity to S. aureus and E. coli showed that after labelling the bactericide activity was not change i.e. 83.06 10.95 % and 80.26 8.58 % for S. aureus and E. coli respectively, whereas the maximum

  • Jurnal Sains dan Teknologi Nuklir Indonesia Indonesian Journal of Nuclear Science and Technology Vol. X, No. 1,Februari 2009: 11-24 ISSN 1411 - 3481

    12

    uptake were occured after one hour incubation. Clinical evaluation of 99mTc-ciprofloxacin to liver and bone marrow abscess patients showed the radioactivity accumulation around those areas. Clinical application of 99mTc-ciprofloxacin with tomography technique using gamma camera showed that this radiopharmaceutical could be used for infection imaging. Key words: ciprofloxacin, 99mTc, dried-kit, infection. 1. PENDAHULUAN Penyakit infeksi yang disebabkan oleh

    bakteri gram positif maupun gram negatif

    merupakan penyakit yang penyebarannya

    sangat luas dan dapat menjangkiti seluruh

    lapisan masyarakat. Beberapa metode

    diagnosis dengan metode pencitraan

    (imaging) menggunakan berbagai peralatan,

    di antaranya ultrasonography (USG),

    magnetic resonance imaging (MRI),

    computed tomography (CT-scan) kadang-

    kadang tidak dapat diterapkan secara

    spesifik untuk lokasi infeksi yang terjadi

    pada bagian tubuh yang sangat dalam

    (deep-seated infection), misalnya dalam

    tulang dan persendian (1,2). Untuk maksud

    ini, metode teknik nuklir menggunakan

    radiofarmaka merupakan metode alternatif

    yang dapat diterapkan. Salah satu

    radiofarmaka yang dapat digunakan adalah

    siprofloksasin bertanda teknesium-99m.

    Pendeteksian dilakukan dengan metode

    pencitraan dengan alat kamera gamma.

    Pencitraan menggunakan radiofarmaka ini

    sangat spesifik, di mana dapat dibedakan

    antara infeksi dan inflamasi steril (3).

    Siprofloksasin adalah suatu antibiotik

    spektrum luas, golongan fluorokinon yang

    biasa digunakan dalam terapi infeksi baik

    yang disebabkan oleh bakteri gram-positif

    maupun gram-negatif, di antaranya E. coli,

    Shigella, Salmonella, Enterobacter,

    Staphyllococcus, Clostridium, Eubacterium,

    Brucella alcaligenes, Aeromonas,

    Paseurella, Mycobacterium dan

    Actinormyces [2]. Senyawa fluorokinon ini

    bersifat membunuh bakteri (bakterisid)

    dengan cara mengikat enzim DNA-gyrase

    yang diperlukan DNA untuk berubah dari

    bentuk spiral ganda` menjadi bentuk spiral

    tunggal pada saat pembelahan sel (4).

    Dalam bidang radiofarmasi,

    teknesium-99m merupakan radio-nuklida

    yang dipakai secara luas dalam

    pembuatan radiofarmaka untuk tujuan

    diagnosis. Hal ini disebabkan beberapa

    sifat yang menguntungkan dari

    radionuklida tersebut sebagai penyidik

    organ, yaitu mempunyai umur paro yang

    pendek (6,08 jam), memancarkan sinar

    gamma murni dengan energi yang ideal

    untuk pencitraan dengan kamera gamma

    (140 keV), toksisitas rendah dan dapat

    berikatan dengan berbagai molekul

    organik (5).

    Kemajuan teknologi formulasi telah

    mempengaruhi perkembangan

    radiofarmaka. Bentuk sediaan kering yang

    dapat mempertinggi kestabilan dan

    teknologi produk instant yang dapat

    meningkatkan kenyamanan pemakai telah

    dimanfaatkan pula dalam formulasi

    radiofarmaka yang dikenal dengan

    sediaan kit-kering radiofarmaka, yaitu

    radiofarmaka setengah jadi, steril dan

    bebas pirogen yang dikemas secara

  • Pengembangan dan Aplikasi Klinis Kit Kering Radiofarmaka Siprofloksasin (Nurlaila Z.) ISSN 1411 - 3481

    13

    terpisah dengan radioisotop atau

    radionuklidanya dan dikeringkan dengan

    cara liofilisasi (beku-kering) (6).

    Sejalan dengan perkembangan

    teknologi formulasi tersebut, teknologi

    penyediaan radioisotop 99mTc yang semula

    diperoleh dari induk 99Mo dengan cara

    ekstraksi pelarut organik telah berhasil

    diganti dengan teknologi generator

    radioisotop 99mTc. Generator ini berisi

    radionuklida induk 99Mo dan radionuklida

    anak 99mTc dalam kesetimbangan sehingga

    pengguna di rumah sakit setiap hari secara

    instant dapat memperoleh larutan 99mTc

    dalam bentuk Na99mTcO4. Dengan

    tersedianya kit-kering radiofarmaka, larutan 99mTc dari generator dapat langsung

    ditambahkan ke dalam kit-kering tersebut

    dan diperoleh radiofarmaka 99mTc yang siap

    dipakai tanpa harus melalui langkah

    pemurnian atau sterilisasi.

    Dalam penelitian terdahulu telah

    dilakukan penandaan siprofloksasin dengan

    radionuklida 99mTc menggunakan

    siprofloksasin HCl sebagai bahan awal.

    Penelitian tersebut meliputi formulasi dan

    penyediaan radiofarmaka dalam bentuk kit-

    cair dan kit-kering (7,8). Sediaan dalam

    bentuk kit-cair mempunyai stabilitas yang

    rendah selama penyimpanan, sedangkan

    sediaan dalam bentuk kit-kering setelah

    ditandai dengan radionuklida 99mTc

    memberikan kemurnian radiokimia yang

    rendah, yaitu lebih kecil dari 64% (8). Untuk

    mengatasi masalah ini, dalam penelitian ini

    akan dilakukan pengembangan dan

    modifikasi formulasi pembuatan kit-kering

    siprofloksasin menggunakan larutan infus

    siprofloksasin laktat [9] yang beredar di

    pasaran sebagai bahan awal. Untuk

    mengetahui bahwa sediaan tersebut

    memenuhi persyaratan sebagai

    radiofarmaka diagnosis infeksi, dilakukan

    juga beberapa pengujian di antaranya

    kemurnian radiokimia (4,5), aktivitas

    biologis dan uptake secara in-vitro oleh

    mikroba, sterilitas dan toksisitas sediaan.

    Selain itu, dilakukan juga uji pendahuluan

    klinis pada beberapa volunter di rumah

    sakit untuk memastikan bahwa

    radiofarmaka tersebut dapat digunakan

    untuk diagnosis infeksi. Penelitian ini

    bertujuan memperoleh kit-kering

    siprofloksasin untuk radiofarmaka

    bertanda teknesium-99m yang mempunyai

    kualitas dan stabilitas yang baik dengan

    harga yang terjangkau karena dibuat di

    dalam negeri, sehingga radiofarmaka ini

    dapat digunakan secara luas untuk

    menunjang pelayanan yang lebih baik di

    bidang kesehatan.

    2. TATA KERJA 2.1. Bahan dan Peralatan

    Bahan yang digunakan adalah

    radionuklida 99mTc dalam bentuk larutan

    Na99mTcO4 yang diperoleh dari generator 99Mo/99mTc buatan BATAN-Teknologi.

    Siprofloksasin laktat dalam bentuk larutan

    infus 0,2% buatan Dexa Medica, Sn-tartrat

    produksi Sigma, larutan NaCl fisiologis

    dan akuabides steril produksi IPHA

    Laboratories. Bahan lainnya adalah

    ITLCTM-SG buatan Pall Corporation, asam

    klorida, aseton serta pereaksi lain produksi

    E.Merck dengan tingkat kemurnian

    pereaksi analisis, media agar nutrien

    padat dan agar glukosa sabouroud (SGA)

  • Jurnal Sains dan Teknologi Nuklir Indonesia Indonesian Journal of Nuclear Science and Technology Vol. X, No. 1,Februari 2009: 11-24 ISSN 1411 - 3481

    14

    produksi Oxoid.

    Bakteri yang digunakan adalah

    S.aureus dan E.coli biakan Biofarma, media

    trypton soya broth (TSB), agar nutrien

    buatan Difco, hewan uji mencit putih galur

    Swiss dengan berat 25 gram.

    Peralatan yang dipakai antara lain

    pengering-beku (freeze-dryer) Labconco,

    dose calibrator, pencacah saluran tunggal

    (C.Schlumberger) dengan detektor NaI-Tl,

    inkubator (Heraeus), timbangan analitis

    (Sauter), laminar air flow, seperangkat alat

    kromatografi menaik dan seperangkat alat

    kamera gamma.

    2.2. Optimalisasi jumlah Sn-tartrat Penyiapan larutan Sn-tartrat sebagai

    reduktor dilakukan dengan menambahkan

    14 L HCl 10N (dibuat dari HCl fuming 37%

    11,8N) ke dalam flakon yang berisi 10 mg

    Sn-tartrat. Kemudian ditambahkan akua-

    bides steril sampai volume tepat 10 mL dan

    dialiri gas nitrogen selama 5 menit.

    Ke dalam flakon 10 mL dimasukkan

    berturut-turut 1 mL larutan infus

    siprofloksasin laktat (0,2%) dan 0,25 mL

    larutan Na99mTcO4 dengan radioaktivitas 8-

    10 mCi. Ke dalam campuran segera

    ditambahkan larutan Sn-tartrat (1mg/mL)

    dengan jumlah bervariasi (300, 400, 500,

    600 dan 700 g). Campuran dikocok

    perlahan-lahan sampai homogen, pH

    berkisar 3,5 dan diinkubasi pada temperatur

    kamar selama 15 menit. Kemurnian

    radiokimia 99mTc-siprofloksasin ditentukan

    dengan metode kromatografi tipis. (7)

    2.3. Penentuan waktu inkubasi Penandaan siprofloksasin dengan

    radionuklida 99mTc dilakukan sama seperti

    pada percobaan terdahulu dengan

    menggunakan 2 mg siprofloksasin laktat

    yang diperoleh dari percobaan variasi

    jumlah ligan (6) dan 500 g reduktor Sn-

    tartrat (1mg/mL). Campuran diinkubasi

    pada temperatur kamar dengan waktu

    yang bervariasi (0, 5, 10, 15 dan 20

    menit). Kemurnian radiokimia 99mTc-

    siprofloksasin ditentukan dengan metode

    instant kromatografi lapis tipis.

    2.4. Penetapan kemurnian radiokimia

    99mTc-siprofloksasin Kemurnian radiokimia senyawa

    bertanda 99mTc-siprofloksasin ditentukan

    dengan cara instant kromatografi lapis tipis

    [9]. Sebagai fase diam digunakan ITLCTM-

    SG (1x10 cm) dan sebagai fase gerak

    digunakan pelarut aseton. Kromatogram

    dipotong-potong sepanjang 1 cm,

    kemudian dicacah dengan pencacah

    saluran tunggal yang dilengkapi dengan

    detektor NaI-Tl. Pengotor radiokimia

    dalam bentuk Tc-perteknetat (99mTcO4)-

    diperoleh dengan fase gerak aseton

    dengan harga Rf = 1,0. Persentase

    pengotor radiokimia dan persentase

    kemurnian radiokimia 99mTc-siprofloksasin

    dihitung dengan cara sebagai berikut :

    Pengotor radiokimia (99mTcO4)- (%) =

    Kemurnian radiokimia 99mTc-siprofloksasin

    (%)= 100% - (99mTcO4)-% di mana LB

    adalah latar belakang

    %100x LB Cacahan- mkromatogra pada cacahan Jumlah LB Cacahan-)TcO( Rf pada cacahan Jumlah 4

    99m

  • Pengembangan dan Aplikasi Klinis Kit Kering Radiofarmaka Siprofloksasin (Nurlaila Z.) ISSN 1411 - 3481

    15

    2.5. Pembuatan kit-kering radiofarmaka siprofloksasin

    Kit-kering radiofarmaka siprofloksasin

    terdiri dari 2 buah flakon 10 mL (A dan B),

    yang masing-masing dalam keadaan steril,

    kering dan vakum. Flakon A berisi 2 mg

    siprofloksasin laktat dan flakon B berisi 2 mg

    bahan reduktor Sn-tartrat.

    Sebanyak 1 mL larutan infus

    siprofloksasin laktat 0,2 %, masing-masing

    dimasukkan ke dalam 100 buah flakon 10

    mL steril, kemudian dikeringkan dengan cara

    liofilisasi (flakon A).

    Dalam wadah terpisah yang berisi 110

    mg Sn-tartrat ditambahkan 100 L HCl 10N,

    dikocok sampai larut sempurna, kemudian

    ditambahkan akuabides bebas oksigen

    hingga volume 100 mL. Larutan disaring

    dengan penyaring bakteri (0,22 m),

    kemudian dimasukkan masing-masing

    sebanyak 1 mL ke dalam flakon 10 mL steril

    dan dikeringkan dengan cara liofilisasi

    (flakon B).

    2.6. Penyediaan radiofarmaka 99mTc-siprofloksasin

    Ke dalam flakon A dan B masing-

    masing ditambahkan 1 mL akuabides steril,

    dikocok perlahan-lahan hingga larut.

    Kemudian ke dalam flakon A ditambahkan

    sejumlah tertentu larutan Na99mTcO4 dan

    segera ditambahkan 0,5 mL larutan dari

    flakon B. Campuran dikocok sebentar,

    diinkubasi selama 15 menit pada temperatur

    kamar, kemurnian radiokimia 99mTc

    siprofloksasin serta pengotor radiokimianya

    ditentukan dengan kromatografi lapis tipis.

    2.7. Pengujian sterilitas kit-kering radiofarmaka siprofloksasin

    Sterilitas kit-kering radiofarmaka

    siprofloksasin (flakon A dan B) diuji

    menggunakan 2 macam media yaitu agar

    nutrien padat dan agar glukosa sabouroud

    (SGA). Kit-kering radiofarmaka

    siprofloksasin (masing-masing flakon A

    dan B) dilarutkan dalam 1 mL larutan NaCl

    fisiologis. Dengan menggunakan jarum

    ose, larutan tersebut dioleskan pada

    permukaan masing-masing media secara

    aseptis di bawah laminar air flow.

    Selanjutnya tabung perbenihan diinkubasi

    dalam inkubator pada temperatur 37 oC

    dan pertumbuhan bakteri serta kapang

    dipantau selama 7 10 hari.

    2.8. Pengujian toksisitas radiofarmaka 99mTc-siprofloksasin

    Pengujian toksisitas dilakukan

    terhadap sekelompok (10 ekor) mencit

    putih galur Swiss tanpa membedakan jenis

    kelaminnya (11), dengan berat berkisar 20

    g. Sebanyak kurang lebih 200 L ( 500

    Ci) radiofarmaka 99mTc-siprofloksasin

    disuntikkan pada masing-masing mencit

    melalui vena ekor. Hewan tersebut

    dipelihara seperti biasa dan diamati

    selama 7 hari terhadap kemungkinan

    adanya yang mati.

    2.9. Pengujian biologis in-vitro

    radiofarmaka 99mTc-siprofloksasin terhadap bakteri

    2.9.1 Aktivitas biologis Di atas biakan plat agar nutrien

    yang masing-masing berisi S. aureus dan

  • Jurnal Sains dan Teknologi Nuklir Indonesia Indonesian Journal of Nuclear Science and Technology Vol. X, No. 1,Februari 2009: 11-24 ISSN 1411 - 3481

    16

    E.Coli diletakkan 100 L radiofarmaka 99mTc-

    siprofloksasin, kemudian disimpan dalam

    inkubator 37C selama 24 jam. Sebagai

    standar digunakan prosedur yang sama

    untuk larutan infus siprofloksasin. Ukuran

    diameter lingkaran inhibisi yang terjadi pada

    biakan plat agar menyatakan aktivitas

    biologis masing-masing cuplikan.

    2.9.2. Ikatan pada bakteri Ke dalam tabung sentrifuga yang

    berisi 2 mL larutan NaCl fisiologis (0,9%),

    yang masing-masing mengandung 107 sel

    bakteri S. aureus dan E.Coli ditambahkan

    100 L radiofarmaka 99mTc-siprofloksasin.

    Suspensi diinkubasi pada temperatur 37C

    selama waktu tertentu (1, 2, 3, 4, 5 dan 24

    jam) sambil dikocok, kemudian

    disentrifugasi. Endapan dan supernatan

    dipisahkan, selanjutnya endapan dicuci

    dengan 0,5 mL larutan NaCl fisiologis dan

    dicacah. Sebagai kontrol, digunakan larutan

    Na99mTcO4 yang diperlakukan sama seperti

    di atas. Persen ikatan pada bakteri diperoleh

    dengan cara sebagai berikut :

    Persen ikatan pada bakteri =

    %100 )supernatan (endapan cacahan

    endapan cacahan x+

    2.10. Uji klinis radiofarmaka 99mTc- siprofloksasin

    Uji klinis radiofarmaka 99mTc-

    siprofloksasin dilakukan terhadap tiga orang

    volunter di Bagian Kedokteran Nuklir RS Dr.

    Hasan Sadikin, Bandung. Radiofarmaka 99mTc-siprofloksasin disuntikkan secara intra

    vena dengan dosis 15 mCi. Setelah waktu

    tertentu (1, 2 dan 4 jam) dilakukan

    pencitraan menggunakan alat kamera

    gamma.

    3. HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam pembuatan kit radiofarmaka

    bertanda teknesium-99m, banyak faktor

    yang mempengaruhi efisiensi penandaan

    dengan kemurnian radiokimia yang tinggi

    seperti di antaranya jumlah reduktor,

    jumlah ligan, pH dan waktu inkubasi.

    Efisiensi penandaan 99mTc-siprofloksasin

    ditentukan dari kemurnian radiokimianya

    yang dilakukan dengan metode

    kromatografi lapis tipis seperti yang

    dikembangkan oleh Siaens dkk.(10).

    Pemakaian fase diam ITLC-SG dengan

    fase gerak aseton dapat memisahkan

    pengotor radiokimia dalam bentuk 99mTc-

    perteknetat (99mTcO4)- dengan Rf = 1,0;

    sedangkan pengotor radiokimia dalam

    bentuk 99mTc-tereduksi (99mTcO2) akan

    berimpit dengan 99mTc-siprofloksasin

    dengan Rf = 0,0. Dari penelitian

    sebelumnya diketahui bahwa pengotor

    radiokimia dalam bentuk 99mTc-tereduksi

    yang dievaluasi secara biologis

    menggunakan hewan percobaan terlihat

    bahwa tidak terjadi akumulasi pada hati

    (7).

    Penggunaan larutan infus

    siprofloksasin sebagai bahan awal dalam

    penelitian formulasi kit-kering

    radiofarmaka siprofloksasin memberikan

    suatu kelebihan di mana tidak dibutuhkan

    modifikasi pH. Larutan infus yang tersedia

    di pasaran mempunyai pH 3,0 3,5. Dari

    penelitian terdahulu (7) diperoleh bahwa

    pada pH 3,0 3,5 memberikan kemurnian

    radiokimia yang tertinggi dan ini

    merupakan pH di mana 99mTc-

  • Pengembangan dan Aplikasi Klinis Kit Kering Radiofarmaka Siprofloksasin (Nurlaila Z.) ISSN 1411 - 3481

    17

    siprofloksasin tersebut stabil. Akan tetapi,

    untuk memperoleh kondisi penandaan yang

    optimal dengan pemakaian larutan infus ini,

    perlu dilakukan variasi beberapa parameter

    yang berpengaruh dalam penandaan

    siprofloksasin dengan 99mTc, di antaranya

    jumlah reduktor dan waktu inkubasi.

    Dari percobaan optimalisasi jumlah

    reduktor Sn-tartrat dengan tiga kali

    pengulangan diperoleh bahwa penggunaan

    Sn-tartrat dengan jumlah 500 g

    memberikan efsiensi penandaan yang

    maksimal sebesar 97,24 2,40 % (Gambar

    1), dengan pengotor radiokimia (99mTcO4)-

    sebesar 2,76 1,17 %. Penggunaan jumlah

    Sn-tartrat yang lebih kecil dari 500 g

    memberikan efisiensi penandaan yang

    rendah karena jumlah tersebut terlalu sedikit

    sehingga proses reduksi kurang sempurna

    yang mengakibatkan tingginya pengotor

    radiokimia dalam bentuk (99mTcO4). Di

    samping itu, efisiensi penandaan juga akan

    menurun bila digunakan Sn-tartrat dalam

    jumlah yang lebih besar dari 500 g, di

    mana pada kondisi ini mengakibatkan pH

    sediaan menjadi lebih asam (pH < 3)

    sehingga meningkatkan terbentuknya

    pengotor radiokimia (7).

    Pada Tabel 1 disajikan pengaruh

    waktu inkubasi terhadap efisiensi

    penandaan 99mTc-siprofloksasin dengan tiga

    kali pengulangan. Inkubasi pada temperatur

    kamar sambil dikocok beberapa saat

    memberikan efisiensi penandaan relatif kecil

    yaitu 89,631,17%. Penambahan waktu

    inkubasi selama 15 dan 20 menit diperoleh

    hasil yang lebih tinggi dan relatif konstan,

    masing-masing sebesar 96,73 0,68 % dan

    96,671,28%. Perpanjangan waktu inkubasi

    sampai 30 menit tidak banyak

    berpengaruh terhadap efisiensi

    penandaan sehingga untuk percobaan

    selanjutnya digunakan waktu inkubasi

    selama 15 menit pada temperatur kamar.

    Tabel 1. Penentuan waktu inkubasi dalam penandaan siprofloksasin dengan teknesium-99m (99mTc)

    Waktu

    inkubasi

    (menit)

    Efisiensi

    penandaan 99mTc-

    siprofloksasin (%)

    Segera 89,63 1,17

    5 94,26 0,82

    10 94,56 1,06

    15 96,73 0,68

    20 96,67 1,28

    30 95,57 1,24

    70

    75

    80

    85

    90

    95

    100

    200 300 400 500 600 700

    Kadar reduktor Sn-tartrat (g)

    Efis

    iens

    i pen

    anda

    an (%

    )

    Gambar 1. Penentuan jumlah reduktor Sn-

    tartrat dalam penandaan siprofloksasin dengan teknesium-99m (99mTc)

    Kit-kering radiofarmaka sipro-

    floksasin dibuat berdasarkan hasil yang

    diperoleh dari percobaan optimalisasi

    jumlah reduktor Sn-tartrat. Dalam

    pembuatan kit-kering ini, seluruh tahap

    pengerjaan dilakukan secara aseptik di

    bawah laminar air flow. Kit didesain dalam

  • Jurnal Sains dan Teknologi Nuklir Indonesia Indonesian Journal of Nuclear Science and Technology Vol. X, No. 1,Februari 2009: 11-24 ISSN 1411 - 3481

    18

    2 flakon terpisah (A dan B), dikeringkan

    dengan cara liofilisasi, flakon A mengandung

    2 mg siprofloksasin laktat dan flakon B

    mengandung 2 mg Sn-tartrat. Desain dalam

    2 flakon terpisah ini karena dalam

    pembuatan radiofarmaka 99mTc-

    siprofloksasin tersebut, larutan Sn-tartrat

    sebagai reduktor ditambahkan segera

    setelah penambahan larutan 99mTc-

    perteknetat ditambahkan pada ligan

    siprofloksasin. Apabila kit-kering ini didesain

    dalam satu flakon di mana Sn-tartrat dan

    siprofloksasin berada dalam campuran,

    maka pada penandaan dengan 99mTc

    diperoleh larutan yang keruh. Hal ini diduga

    terbentuknya senyawa koloid dari sejumlah

    reduktor Sn(II) yang terdapat di dalam kit

    sehingga diperoleh efisiensi penandaan

    yang rendah (8,12).

    Untuk memastikan bahwa kit-kering

    siprofloksasin setelah ditandai dengan 99mTc

    memenuhi persyaratan sebagai

    radiofarmaka yang dapat diaplikasikan

    secara klinis, perlu dilakukan beberapa

    pengujian fisikokimia dan biologis.

    Pengujian kemurnian radiokimia 99mTc-siprofloksasin menggunakan metode

    kromatografi lapis tipis yang dilakukan

    terhadap 5 flakon kit-kering siprofloksasin

    memberikan efisiensi penandaan sebesar

    96,39 2,01 % (Tabel 2). Harga ini

    memenuhi persyaratan kemurnian

    radiokimia, mengingat bahwa radiofarmaka

    dengan hasil klinis yang baik umumnya

    mempunyai kemurnian radiokimia 90 % (4,

    5).

    Sama halnya dengan larutan

    parenteral lainnya, radiofarmaka 99mTc-

    siprofloksasin harus steril. Adanya

    mikroorganisme baik bakteri maupun

    kapang/jamur dalam sediaan dapat

    menyebabkan infeksi pada pasien.

    Pengujian sterilitas radiofarmaka 99mTc-

    siprofloksasin dilakukan dengan

    menggunakan metode yang terdapat pada

    Farmakope Indonesia IV [11]. Dalam

    pengujian ini digunakan agar nutrien padat

    untuk mengetahui adanya bakteri aerob

    dan anaerob, sedangkan penggunaan

    agar glukosa sabouroud dimaksudkan

    untuk mengetahui adanya kapang atau

    jamur. Dari hasil pengujian dengan tiga

    kali pengulangan diperoleh bahwa setelah

    diinkubasi selama tujuh hari tidak terjadi

    pertumbuhan baik bakteri aerob dan

    anaerob maupun jamur dalam semua

    media. Hal ini menunjukkan bahwa

    radiofarmaka tersebut dalam keadaan

    steril (Tabel 2)

    Persyaratan lain yang harus

    dipenuhi suatu radiofarmaka yang

    digunakan secara parenteral adalah harus

    tidak toksik. Pengujian toksisitas suatu

    sediaan menurut Farmakope Indonesia IV

    (11) dilakukan menggunakan hewan

    percobaan mencit putih dengan dosis

    yang sama dengan dosis yang diberikan

    pada manusia. Guna menjamin keamanan

    pemakaian untuk manusia, dalam

    percobaan ini, pengujian toksisitas

    radiofarmaka 99mTc-siprofloksasin

    dilakukan dengan menggunakan dosis

    yang lebih tinggi yaitu lebih kurang 100

    kali dari dosis untuk manusia. Pengujian

    dilakukan terhadap dua kelompok mencit

    putih, yang masing-masing kelompok

    terdiri dari lima ekor. Dari hasil

    pemantauan selama 7 hari setelah

  • Pengembangan dan Aplikasi Klinis Kit Kering Radiofarmaka Siprofloksasin (Nurlaila Z.) ISSN 1411 - 3481

    19

    penyuntikan, tidak ada satupun mencit dari

    masing-masing kelompok tersebut yang

    mati, ini berarti bahwa radiofarmaka tersebut

    tidak toksik (Tabel 2).

    Reaksi penandaan siprofloksasin

    dengan radionuklida 99mTc dapat

    menyebabkan terjadinya perubahan struktur

    molekul dari siprofloksasin tersebut (3).

    Adanya atom O (oksigen) yang mempunyai

    pasangan elektron bebas dalam struktur

    molekul siprofloksasin memungkinkan

    senyawa tersebut membentuk kompleks

    dengan 99mTc, di mana pasangan elektron

    bebas ini akan membentuk ikatan kovalen

    koordinat dengan radionuklida tersebut.

    Adanya perubahan struktur molekul ini dapat

    mengakibatkan terjadinya perubahan

    karakter dan sifat mikrobiologis

    siprofloksasin baik daya bakterisida maupun

    uptake-nya terhadap sel mikroba. Untuk

    mengetahui hal ini, dilakukan pengujian

    secara in-vitro menggunakan beberapa

    mikroba.

    Pengujian daya bakterisida

    radiofarmaka 99mTc-siprofloksasin terhadap

    bakteri S. aureus dan E. Coli menunjukkan

    bahwa kit-kering siprofloksasin setelah

    proses penandaan dengan 99mTc tidak

    kehilangan daya bakterisidanya. Hal ini

    dapat dilihat dari luasnya daya inhibisi

    terhadap biakan kedua mikroba tersebut

    pada media plat agar yang dibandingkan

    dengan siprofloksasin sebagai bahan awal.

    Dari hasil percobaan dengan lima kali

    pengulangan diperoleh diameter inhibisi 99mTc-siprofloksasin terhadap bakteri S.

    aureus dan E. Coli masing-masing sebesar

    3,900,34 cm dan 4,140,13 cm, sedangkan

    siprofloksasin sebesar 4,370,19 cm dan

    3,820,07 cm masing-masing terhadap

    bakteri S. aureus dan E. Coli (Gambar 2,

    Tabel 2).

    Tabel 2. Pengujian hasil penandaan kit-

    kering siprofloksasin dengan radionuklida 99mTc

    Jenis

    pengujian Hasil Keterangan

    Kemurnian radiokimia 96,39 2,01 % -

    Sterilitas Steril -

    Toksisitas Tidak toksik - Inhibisi

    terhadap S. aureus

    3,90 0,34 cm Siprofloksasin 4,37 0,19 cm

    Inhibisi terhadap

    E. coli4,140,13 cm Siprofloksasin 3,82 0,07 cm

    Gambar 2. Pengujian daya bakterisida

    siprofloksasin (a, c), 99mTc-siprofloksasin (b,d) terhadap mikroba

    Hasil uji mikrobiologis ini,

    memperlihatkan bahwa daya bakterisida

    dari radiofarmaka 99mTc-siprofloksasin

    terhadap bakteri S. aureus dan E. Coli

    tidak menunjukkan perbedaan yang berarti

    dengan siprofloksasin sebagai bahan awal

    c

    a b

    d

  • Jurnal Sains dan Teknologi Nuklir Indonesia Indonesian Journal of Nuclear Science and Technology Vol. X, No. 1,Februari 2009: 11-24 ISSN 1411 - 3481

    20

    karena masih memenuhi persyaratan daya

    bakterisida suatu antibiotika sebesar 80%

    125% (11). Hal ini menunjukkan pula bahwa

    reaksi penandaan tidak mempengaruhi

    pusat aktif reaksi antara siprofloksasin

    dengan enzym-girase pada bakteri.

    Afinitas bakterial suatu senyawa juga

    menggambarkan uptake senyawa tersebut

    oleh mikroba. Dengan tiga kali pengulangan

    diperoleh uptake 99mTc-siprofloksasin oleh

    bakteri S. aureus dan E. coli pada satu jam

    pertama inkubasi masing-masing sebesar

    83,06 10,95 % dan 80,26 8,58 %, yang

    kemudian menurun secara perlahan dengan

    bertambahnya waktu. Terlihat setelah 4 jam

    inkubasi masih memberikan uptake yang

    cukup tinggi sebesar 44,41 7,60 % dan

    35,64 2,85 % masing-masing terhadap

    bakteri S. aureus dan E. coli. Hasil ini

    didukung oleh data biodistribusi 99mTc-

    siprofloksasin pada mencit putih di mana

    diperoleh rasio abses-otot sebesar 2,1 0,4

    dan 1,9 0,3 masing-masing untuk bakteri

    S. aureus dan E. coli pada 4 jam setelah

    penyuntikan intra vena (13) Sebagai

    pembanding, dilakukan juga percobaan

    menggunakan larutan Na99mTcO4, di mana

    diperoleh uptake yang sangat rendah (<

    5%) baik terhadap S. aureus maupun E.

    Coli (Gambar 3).

    Uji klinis radiofarmaka 99mTc-

    siprofloksasin dilakukan terhadap tiga

    orang volunter di Bagian Kedokteran

    Nuklir RS Dr. Hasan Sadikin, Bandung.

    Radiofarmaka 99mTc-siprofloksasin

    disuntikkan secara intra vena, masing-

    masing dengan dosis 15 mCi. Setelah

    waktu tertentu (1 dan 2 jam) dilakukan

    pencitraan menggunakan alat kamera

    gamma.

    Gambar 4 menunjukkan distribusi

    radiofarmaka 99mTc-siprofloksasin yang

    disuntikkan secara intra vena pada

    volunter normal. Terlihat adanya

    akumulasi normal di sistem genito-urinary

    (ginjal dan kandung kemih), samar-samar

    juga terlihat adanya akumulasi di jantung

    dan hati. Untuk mengetahui bahwa

    radiofarmaka 99mTc-siprofloksasin dapat

    digunakan untuk diagnosis infeksi,

    pengujian dilakukan terhadap volunter

    yang menderita peradangan (abses) pada

    organ hati.

    Gambar 3. Afinitas bakterial 99mTc-siprofloksasin

    Bakteri S. Aureus

    -100

    1020

    304050

    6070

    8090

    0 4 8 12 16 20 24

    Waktu (jam)

    TcO4Tc-SIP

    Bakteri E. Coli

    -10

    0

    10

    20

    3040

    50

    60

    7080

    90

    0 4 8 12 16 20 24

    Waktu (jam)

    TcO4Tc-SIP

  • Pengembangan dan Aplikasi Klinis Kit Kering Radiofarmaka Siprofloksasin (Nurlaila Z.) ISSN 1411 - 3481

    21

    Gambar 4. Hasil pencitraan seluruh tubuh radiofarmaka 99mTc-siprofloksasin pd volunter normal menggunakan kamera gamma. (A: anterior, B: posterior 1 jam pasca penyuntikan, C: anterior, D: posterior 2 jam pasca penyuntikan).

    Dari hasil pencitraan seluruh tubuh

    menunjukkan terjadi peningkatan akumulasi

    radioaktivitas secara patologis pada lesi di

    hati (terlihat di perifer hati) yang mengelilingi

    daerah yang tidak menangkap radioaktivitas

    (void). Akumulasi di daerah perifer ini dapat

    disebabkan oleh dua hal, pertama karena

    adanya bakteri yang hidup dan yang kedua

    karena adanya peningkatan aliran darah

    (perfusi). Daerah void disebabkan karena

    terkumpulnya radang dan nanah (pus), di

    mana pada tempat tersebut tidak terjadi

    peningkatan aliran darah (perfusi) (Gambar

    5).

    Pengujian dilakukan juga terhadap

    volunter yang menderita abses pada korpus

    tulang belakang torakal VI dan pencitraan

    dilakukan menggunakan alat gabungan

    Single-Photon Emission Computed

    Tomography - Computed Tomography

    (SPECT-CT).

    Gambar 5. Hasil pencitraan seluruh tubuh

    radiofarmaka 99mTc-siprofloksasin pada volunter yang menderita abses pada organ hati menggunakan kamera gamma (SPECT), (A) 1 jam, (B) 4 jam pasca penyuntikan.

    Gambar 6A menunjukkan

    pencitraan berdasarkan CT di mana

    terlihat adanya destruksi pada korpus

    tulang belakang. Gambar 6B adalah

    pencitraan menggunakan SPECT di mana

    terlihat jelas adanya akumulasi

    radioaktivitas radiofarmaka 99mTc-

    siprofloksasin pada daerah kelainan, yang

    sesuai dengan citra CT. Gabungan kedua

    citra tersebut (SPECT dan CT) dengan

    hasil yang memuaskan dapat dilihat pada

    Gambar 6C.

    Dari berbagai percobaan di atas

    menunjukkan bahwa radiofarmaka 99mTc-

    siprofloksasin merupakan sediaan yang

    tidak toksik dan dapat digunakan untuk

    pemakaian pada manusia di mana dengan

    metode pencitraan dapat mendeteksi

    daerah terjadinya infeksi.

    4. KESIMPULAN Kit radiofarmaka siprofloksasin

    dapat dibuat dengan cara liofilisasi dalam

    dua flakon terpisah (siprofloksasin laktat

    A B C D

    Hati Hati

    A B

  • Jurnal Sains dan Teknologi Nuklir Indonesia Indonesian Journal of Nuclear Science and Technology Vol. X, No. 1,Februari 2009: 11-24 ISSN 1411 - 3481

    22

    dan reduktor Sn-tartrat), kondisi vakum dan

    steril.

    Gambar 6. Pencitraan radiofarmaka 99mTc-

    siprofloksasin pada volunter yang menderita abses pada korpus tulang belakang menggunakan gabungan alat SPECT-CT 1 jam pasca penyuntikan. (A) citra anatomi Computed Tomographic (CT); (B) citra SPECT; (C) citra gabungan SPECT-CT.

    Penandaan kit-kering siprofloksasin dengan

    radionuklida 99mTc menghasilkan 99mTc-

    siprofloksasin dengan kemurnian radiokimia

    yang memenuhi persyaratan sebagai

    radiofarmaka ( 90%), tidak toksik dan

    masih mempunyai daya bakterisida terhadap

    mikroba S. Aureus dan E.coli. Uji klinis di

    rumah sakit dengan metode pencitraan

    menggunakan kamera gamma dan SPECT-

    CT terhadap volunter memberikan hasil

    yang memuaskan dan menunjukkan

    harapan untuk dapat digunakan sebagai

    radiofarmaka untuk diagnosis infeksi.

    5. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih

    kepada Sdr. Mimin Ratna Suminar atas

    partisipasi aktifnya dalam penelitian ini,

    demikian juga kepada Sdr. Rizky Juwita S.

    dan Sdr. Yetti Suryati dan seluruh staf dan

    teknisi Kelompok Biodinamika serta

    seluruh staf medik Bagian Kedokteran

    Nuklir-RSHS.

    6. DAFTAR PUSTAKA 1. Larikka MJ, Ahonen AK, Niemela O,

    Puronto O, Junila JA, Hamalainen

    MM, Britton KE, Syrjala HP. 99mTc-

    cyprofloxacin (infecton) imaging in

    diagnosis of knee prosthesis

    infections. Nucl. Med. Comm.

    2002;23:167-170.

    2. Dass SS, Hall AV, Wareham DW,

    Britton KE. Infection imaging with

    radiopharmaceuticals in the 21th

    century. Brazilian Archives of Biology

    2002;45:223-228.

    3. Gano L, Patricio L, Cantiho G, Pena

    H, Martins T, Marques E.

    Ciprofloxacin in imaging of infective

    versus sterile inflamation, IAEA-

    TecDoc 1029, Vienna, 1998, 213-220.

    4. Britton KE, Solanki KK, Wareham

    DW, Dass SS. Analysis of infecton

    imaging for patients in the UK., IAEA

    Coordinated Research Programme,

    London, 1999.

    5. Owunwanne A, Patel M, Sadek S.

    The Handbook of

    Radiopharmaceuticals, 1st ed.,

    London:Chapman & Hall Medical;

    1995:912.

    6. htpp://Amanda.uams.edu/other/nucle

    ar/chem.html., Chemistry of

    radiopharma-ceutical, 1-5.

    7. Hasan Basry T, Nurlaila Z, Rukmini I.

    Formulasi radiofarmaka 99mTc-

    siprofloksasin untuk diagnosis infeksi.

    Prosiding Seminar Nasional Sains

    A

    B

    C

  • Pengembangan dan Aplikasi Klinis Kit Kering Radiofarmaka Siprofloksasin (Nurlaila Z.) ISSN 1411 - 3481

    23

    dan Teknik Nuklir. Bandung: Puslitbang

    Teknik Nuklir-BATAN; 2005:38-45.

    8. Rukmini I. Desain kit kering

    radiofarmaka siprofloksasin,

    P3TkN/Lap301008/ NP/2005.

    9. CHOI TAE HYUN, Komunikasi pribadi,

    Kirams, KCCH, Korea, 2006.

    10. Siaens RH, Rennen HJ, Boerman OC,

    Dierckx R, Slegers G. Synthesis and

    comparison of 99mTc-enfrofloxacin and 99mTc-cyprofloxacin, J. Nucl.Med. 2004;

    45(12):2088-2094.

    11. Dep. Kesehatan Republik Indonesia,

    Farmakope Indonesia IV; 1992:855

    859.

    12. Bhardwaj N, Bhatnagar A, Singh AK.

    Development and evaluation of a

    single vial cold kit for infection

    imaging : Tc-99m cyprofloxacin.

    World. J. Nucl. Med. 2005;4:244-251

    13. Yana S, Rizky JS, Nurlaila Z.

    Biodistribusi dan uji clearance 99mTc-

    siprofloksasin pada mencit (Mus

    musculus) yang terinfeksi bakteri

    Escherichia coli, Prosiding Seminar

    Nasional Sains dan Teknik Nuklir.

    Bandung: PTNBR-BATAN; 2007:393-

    398.

  • Jurnal Sains dan Teknologi Nuklir Indonesia Indonesian Journal of Nuclear Science and Technology Vol. X, No. 1,Februari 2009: 11-24 ISSN 1411 - 3481

    24

  • Penandaan Ligan Etilendiamintetrametilen Fosfonat (EDTMP) Dengan Radionuklida 175Yb (Azmairit Aziz) ISSN 1411 - 3481

    25

    PENANDAAN LIGAN ETILENDIAMINTETRAMETILEN FOSFONAT (EDTMP) DENGAN RADIONUKLIDA 175Yb

    Azmairit Aziz

    Pusat Teknologi Nuklir Bahan dan Radiometri BATAN E-mail : [email protected]

    ABSTRAK

    PENANDAAN LIGAN ETILENDIAMINTETRAMETILEN FOSFONAT (EDTMP) DENGAN RADIONUKLIDA 175Yb. Iterbium-175 (175Yb) merupakan salah satu radioisotop yang dapat digunakan untuk terapi karena merupakan pemancar- (T1/2 = 4,2 hari dengan E (maks) sebesar 480 keV). Di samping itu, radioisotop tersebut juga memancarkan sinar- dengan energi yang cukup ideal untuk penyidikan (imaging) selama terapi berlangsung (113 keV (1,9%), 282 keV(3,1%) dan 396 keV (6,5%)). Ligan EDTMP dapat ditandai dengan radionuklida 175Yb sebagai radiofarmaka alternatif untuk penghilang rasa sakit (paliatif) akibat metastase kanker ke tulang. Telah dilakukan penandaan ligan etilendiamintetrametilen fosfonat (EDTMP) dengan radionuklida 175Yb. Untuk mendapatkan radiofarmaka 175Yb-EDTMP dengan efisiensi penandaan yang tinggi, maka dilakukan variasi beberapa parameter yang berpengaruh dalam reaksi penandaan, yaitu jumlah ligan EDTMP, pH penandaan, waktu inkubasi dan jumlah larutan 175Yb. Radiofarmaka 175Yb-EDTMP yang diperoleh ditentukan efisiensi penandaan melalui pemeriksaan kemurnian radiokimianya dengan cara kromatografi kertas dan elektroforesis kertas. Kondisi optimum penandaan diperoleh pada pH 7 dengan jumlah ligan EDTMP sebanyak 4 mg, larutan 175Yb sebanyak 100 L (105 g setara dengan 0,6 mol) dan waktu inkubasi selama 30 menit pada temperatur kamar. Kompleks yang terbentuk memberikan efisiensi penandaan maksimum sebesar 98,81 0,15%. Berdasarkan hasil yang diperoleh, ligan EDTMP dapat ditandai dengan radionuklida 175Yb dengan efisiensi penandaan yang tinggi (di atas 95%).

    Kata kunci: radionuklida, iterbium-175 (175Yb), etilendiamintetrametilen fosfonat (EDTMP),

    terapi, paliatif. ABSTRACT LABELLING OF ETHYLENEDIAMINETETRAMETHYLENE PHOSPHONIC ACID (EDTMP) WITH 175Yb. Ytterbium-175 (175Yb) is one of radioisotopes that can be used for therapy due to its -particle emission (T1/2 = 4.2 d , E (max) = 480 keV). Beside that, this radioisotope also emits -rays of 113 keV (1.9%), 282 keV (3.1%) and 396 keV (6.5%) which are suitable energy for imaging as long as therapeutic applications. EDTMP could be labeled with radionuclide of 175Yb as an alternative radiopharmaceutical for bone pain palliation due to bone metastases. Labeling of ethylenediaminetetramethylenephosphonic acid with 175Yb has been studied. Various influential parameters in labeling conditions i.e. the amount of EDTMP ligand, the pH of labeling, incubation time and the amount of 175Yb solution were studied in order to obtain high labeling efficiency of 175Yb-EDTMP. The labeling efficiency was obtained by radiochemical purity that was determined by paper chromatography and paper electrophoresis techniques. The optimum labeling condition was obtained at pH 7, 4 mg of EDTMP ligand, 100 L (105 g; 0.6 mol) of 175Yb solution and 30 minutes incubation time at room temperature. The complex formed was gave maximum labeling efficiency of 98.81 0.15%. Owing to the results, EDTMP ligand can be labeled with 175Yb radionuclide with labeling efficiency more than 95%. Key words: radionuclide, ytterbium-175 (175Yb), ethylenediaminetetramethylene phosphonic

    acid (EDTMP), therapy, palliative.

  • Jurnal Sains dan Teknologi Nuklir Indonesia Indonesian Journal of Nuclear Science and Technology Vol. X, No. 1, Februari 2009: 25-35

    26

    ISSN 1411 - 3481

    1. PENDAHULUAN Kebanyakan pasien yang menderita

    kanker payudara, kanker prostat dan kanker

    paru-paru mempunyai kecenderungan untuk

    menderita metastase kanker ke tulang.

    Kanker ini dapat menyebabkan rasa nyeri

    yang sangat kuat sehingga dapat

    menurunkan kualitas hidup pasien (1-4).

    Radiofarmaka untuk keperluan terapi yang

    ditandai dengan radioisotop pemancar-, seperti 89SrCl2, 153Sm-EDTMP, 186Re-HEDP, 117mSn-DTPA, 166Ho-EDTMP dan 177Lu-

    EDTMP sudah digunakan di bidang

    kedokteran nuklir sebagai radiofarmaka

    penghilang rasa sakit akibat metastase

    kanker ke tulang (4-10). Akan tetapi,

    beberapa radiofarmaka untuk metastase

    kanker ke tulang tersebut mulai ditinggalkan

    oleh bidang kedokteran nuklir karena energi

    partikel- yang dimiliki oleh radionuklida pembentuk radiofarmaka tersebut cukup

    besar seperti pada 89SrCl3 dan 166Ho-

    EDTMP, di mana kedua radionuklida

    tersebut masing-masing memiliki E

    maksimum sebesar 1,49 dan 1,85 MeV.

    Energi partikel- yang cukup besar ini dapat memberikan dosis yang tinggi pada sumsum

    tulang, sehingga dapat menekan

    pembentukan sel-sel darah (1,11-13).

    Iterbium-175 (175Yb) merupakan salah

    satu radioisotop unsur iterbium (golongan

    lantanida) yang dapat digunakan untuk

    terapi karena merupakan pemancar- (t1/2 = 4,2 hari, E (maks) = 480 keV). Di samping itu,

    radioisotop tersebut juga memancarkan

    sinar- dengan energi yang cocok untuk penyidikan (imaging) selama terapi

    berlangsung (E = 113 keV (1,9%), 282 keV

    (3,1%) dan 396 keV (6,5%)). Sehingga

    berdasarkan sifat radionuklida tersebut, 175Yb dapat digunakan sebagai radioisotop

    alternatif penghilang rasa sakit akibat

    metastase kanker ke tulang (7). Pada

    penelitian terdahulu telah berhasil dilakukan

    pembuatan dan uji kualitas radioisotop

    iterbium-175 (175Yb) untuk terapi melalui

    reaksi inti (n,) di reaktor TRIGA 2000 Bandung (14).

    Ligan etilendiamintetrametilen

    fosfonat (EDTMP) merupakan senyawa

    turunan fosfonat dengan struktur dasar P-C-

    N-C-P dan memungkinkan untuk ditandai

    dengan radionuklida 175Yb menghasilkan

    radiofarmaka 175Yb-EDTMP. Radiofarmaka

    tersebut dapat digunakan sebagai

    radiofarmaka alternatif penghilang rasa sakit

    (paliatif) akibat metastase kanker ke tulang

    (13). Dalam makalah ini dikemukakan

    penentuan kondisi optimum dalam

    penandaan ligan etilendiaminterametilen

    fosfonat dengan radionuklida 175Yb. Untuk

    mendapatkan radiofarmaka 175Yb-EDTMP

    dengan efisiensi penandaan yang tinggi,

    maka dilakukan variasi beberapa parameter

    yang berpengaruh dalam reaksi penandaan,

    yaitu jumlah ligan EDTMP, pH penandaan,

    waktu inkubasi dan jumlah mol larutan 175Yb.

    Radiofarmaka 175Yb-EDTMP yang diperoleh

    ditentukan efisiensi penandaan melalui

    pemeriksaan kemurnian radiokimianya

    dengan berbagai sistem kromatografi. 2. BAHAN DAN TATA KERJA 2.1. Bahan dan peralatan Iterbium oksida (Yb2O3) alam, asam

    klorida, natrium hidroksida, natrium

    bikarbonat, dinatrium hidrogen fosfat, asam

  • Penandaan Ligan Etilendiamintetrametilen Fosfonat (EDTMP) Dengan Radionuklida 175Yb (Azmairit Aziz) ISSN 1411 - 3481

    27

    asetat, aseton, etilendiamintetra asetat

    (EDTA) serta pereaksi-pereaksi lain buatan

    E.Merck. Ligan etilendiamintetrametilen-

    fosfonat buatan TCI. Akuabides steril dan

    NaCl fisiologis steril (0,9%) buatan IPHA.

    Kertas kromatografi Whatman 3MM dan

    TLC SG 60.

    Peralatan yang digunakan terdiri dari

    seperangkat alat kromatografi lapisan tipis

    dan kromatografi kertas, pencacah- Geiger Muller, peralatan gelas, alat pemanas

    (Nuova), dose calibrator dan seperangkat

    alat elektroforesis kertas (Bijou-ADCO).

    2.2. Tata Kerja 2.2.1. Iradiasi iterbium oksida (Yb2O3) Sebanyak 6 mg serbuk Yb2O3 dimasukkan ke dalam tabung kuarsa, lalu

    ditutup dengan cara pengelasan. Tabung

    kuarsa dimasukkan ke dalam inner capsule

    yang terbuat dari bahan aluminium nuclear

    grade, lalu ditutup dengan cara pengelasan.

    Uji kebocoran dilakukan terhadap inner

    capsule dengan metode gelembung dalam

    media air sampai tekanan 30 inci Hg.

    Setelah lolos uji kebocoran, kemudian inner

    capsule dimasukkan ke dalam outer capsule

    untuk diiradiasi. Iradiasi dilakukan di RSG-

    GA Siwabessy Serpong selama 11 hari pada posisi iradiasi CIP dengan fluks

    neutron termal sebesar 1,12x1014 n.cm-2det-1

    2.2.2. Preparasi larutan radioisotop

    175YbCl3 Sebanyak 6 mg serbuk 175Yb2O3 hasil iradiasi dimasukkan ke dalam gelas piala

    100 mL, lalu dilarutkan dalam 5 mL larutan

    HCl 0,1 N sambil dipanaskan perlahan-

    lahan sampai hampir kering. Kemudian

    dilarutkan kembali dalam 5 mL akuabides

    steril sambil dipanaskan perlahan-lahan

    sampai hampir kering. Proses tersebut

    dilakukan berulang-ulang sampai diperoleh

    larutan 175YbCl3 yang memiliki pH7 dengan volume 5 mL. Radioaktivitas larutan 175YbCl3

    diukur dengan alat dose calibrator.

    2.2.3. Penentuan kondisi optimum preparasi senyawa bertanda 175Yb-EDTMP

    Untuk mendapatkan senyawa

    bertanda 175Yb-EDTMP dengan efisiensi

    penandaan yang tinggi, dilakukan variasi

    beberapa parameter yang berpengaruh

    dalam reaksi penandaan, yaitu jumlah ligan

    EDTMP (2, 4, 8 dan 16 mg); pH penandaan

    (2, 4, 6, 7 dan 8); waktu inkubasi pada

    temperatur kamar (0, 15, 30, 45 dan 60

    menit); dan jumlah larutan 175Yb (0,3 ; 0,6 ;

    0,9 dan 1,2 mol).

    2.2.4. Preparasi senyawa bertanda 175Yb-EDTMP

    Sebanyak 4 mg ligan EDTMP

    dilarutkan dalam 0,4 ml larutan NaHCO3 0,5

    M (pH 9), lalu ditambahkan sebanyak 0,5

    mL larutan NaCl fisiologis (0,9%) dan 0,1 ml

    larutan 175YbCl3. Kemudian pH ditepatkan

    ke 7 dengan penambahan larutan HCl 1 N

    atau NaOH 1 N. Larutan diinkubasi selama

    30 menit pada temperatur kamar, kemudian

    ditentukan kemurnian radiokimianya dengan

    metode kromatografi lapisan tipis,

    kromatografi kertas dan elektroforesis

    kertas.

  • Jurnal Sains dan Teknologi Nuklir Indonesia Indonesian Journal of Nuclear Science and Technology Vol. X, No. 1, Februari 2009: 25-35

    28

    ISSN 1411 - 3481

    2.2.5 Pemeriksaan kemurnian radiokimia senyawa bertanda 175Yb-EDTMP

    Kemurnian radiokimia senyawa 175Yb-

    EDTMP ditentukan dengan metode

    kromatografi lapisan tipis (KLT) dengan

    menggunakan pelat silika gel 60 (2 x 10 cm)

    sebagai fase diam dan aseton sebagai fase

    gerak. Metode kromatografi kertas dilakukan

    dengan menggunakan kertas Whatman 3

    MM (2 x 17 cm) sebagai fase diam dan

    asam asetat 50%, NaCl fisiologis (0,9%),

    aseton, EDTA 1 mM sebagai fase gerak.

    Metode elektroforesis kertas dilakukan

    dengan menggunakan pelat pendukung

    kertas kromatografi Whatman 3 MM (2 x 38

    cm) dan larutan Na2HPO4 0,025 M pH 7,5

    sebagai larutan elektrolitnya, di mana

    pemisahan dilakukan selama 1 jam pada

    tegangan 300 Volt. Kemudian kertas

    kromatografi dan kertas elektroforesis

    dikeringkan, dipotong-potong sepanjang 1

    cm dan dicacah dengan alat pencacah

    Geiger Muller.

    3. HASIL DAN PEMBAHASAN Larutan 175YbCl3 yang diperoleh dari

    hasil iradiasi iterbium oksida (Yb2O3) alam

    sebanyak 6 mg di RSG Serpong, kemudian

    setelah dilarutkan dalam 5 mL larutan HCl

    0,1N sambil dipanaskan perlahan-lahan

    sampai agak kering serta dilarutkan kembali

    dalam 5 mL akuabides steril mempunyai pH

    ~7. Berdasarkan pengamatan secara visual,

    larutan tersebut terlihat jernih. Hasil analisis

    kromatografi kertas menggunakan kertas

    kromatografi Whatman 3 MM (2x17 cm)

    sebagai fase diam dan NaCl fisiologis

    (0,9%) sebagai fase gerak, menunjukkan

    bahwa radioisotop 175Yb yang diperoleh

    berada dalam bentuk senyawa tunggal yaitu 175YbCl3, di mana senyawa 175YbCl3 tetap

    berada pada titik nol (Rf = 0). Nilai Rf

    senyawa kompleks / radiofarmaka 175Yb-

    EDTMP dan pengotor radiokimia (175YbCl3)

    pada berbagai sistem kromatografi dapat

    dilihat pada Tabel 1.

    Tabel 1 . Nilai Rf senyawa kompleks / radiofarmaka 175Yb-EDTMP dengan berbagai sistem kromatografi kertas dan kromatografi lapisan tipis.

    No. Sistem kromatografi Rf Waktu elusi (menit) Keterangan Fase diam Fase gerak 175Yb-EDTMP 175YbCl31. TLC SG 60 (2x10 cm) Aseton 0 0 30 tidak dapat digunakan

    2. Whatman

    3 MM (2x17 cm)

    Aseton 0 0 35 tidak dapat digunakan

    3. Whatman

    3 MM (2x17 cm)

    NaCl fis 0,8 0,9 0 60 dapat digunakan

    4. Whatman 3 MM

    (2x17 cm)

    Asam asetat 50%

    0 0,8 0,9 90 dapat digunakan

    5. Whatman 3 MM

    (2x17 cm)

    EDTA 1 mM

    0,9 1,0 0,9 1,0 60 tidak dapat digunakan

  • Penandaan Ligan Etilendiamintetrametilen Fosfonat (EDTMP) Dengan Radionuklida 175Yb (Azmairit Aziz) ISSN 1411 - 3481

    29

    0102030405060708090

    100

    Rad

    ioak

    tivita

    s (%

    )

    1 3 5 7 9 11 13 15 17

    Jarak migrasi (cm)

    175YbCl3 175Yb-EDTMP

    Gambar 1. Hasil analisis kromatografi kertas senyawa kompleks 175Yb-EDTMP dan senyawa 175YbCl3

    dengan menggunakan kertas kromatografi Whatman 3 MM sebagai fase diam dan NaCl fisiologis sebagai fase gerak.

    0102030405060708090

    100

    Rad

    ioak

    tivita

    s (%

    )

    1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

    Jarak migrasi (cm)

    175YbCl3 175Yb-EDTMP

    Gambar 2. Hasil elektroforesis kertas senyawa kompleks 175Yb-EDTMP dan senyawa 175YbCl3

    Pada Tabel 1 terlihat bahwa sistem

    kromatografi nomor 1, 2 dan 5 tidak dapat

    digunakan karena tidak dapat memisahkan

    dengan baik senyawa kompleks 175Yb-

    EDTMP dari senyawa 175YbCl3. Pada sistem

    kromatografi nomor 1 dan 2, kedua senyawa

    tersebut tetap berada pada titik nol (Rf = 0).

    Akan tetapi, pada sistem kromatografi

    nomor 5, kedua senyawa tersebut bergerak

    ke arah aliran fase gerak dengan Rf=0,9 - 1.

    Pada sistem kromatografi nomor 3 dan 4,

    senyawa kompleks 175Yb-EDTMP dapat

    dipisahkan dengan baik dari senyawa 175YbCl3. Pada sistem kromatografi nomor 3,

    -2 -1 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

    -3 -2