Istoria Vi Edition

download Istoria Vi Edition

of 109

description

ISTORIA is journal that perform article in which elaborate historia on methodolocal or learn.

Transcript of Istoria Vi Edition

Volume VI Nomor 2, April 2008

ISSN: 1858-2621

ISTORIAJurnal Pendidikan dan Ilmu SejarahTeologi, Kekuasaan dan Keadilan Dalam Perspektif Sejarah Islam Saefur Rochmat Kisah Adipati Jayakusuma-Panembahan Senopati Dalam Historiografi Babad Sudrajat Donggala: From the Imperialism to the Regency Establishment Lukman Nadjamuddin dan Idrus Optimalisasi Pembelajaran Sejarah Dengan Penerapan Metode Active Debate Dyah Kumalasari Penerapan Model Delikan Sebagai Upaya Peningkatan Kualitas Pembelajaran IPS-Sejarah di SMP Muhammadiyah IV Yogyakarta Aman, Grendy Hendrastomo, Sudrajat. Kebijakan Pendidikan di Amerika Serikat Taat Wulandari Perkembangan dan Peninggalan Dinasti Moghul di India 1525-1857 Supardi

JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH FAKULTAS ILMU SOSIAL dan EKONOMI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

ISTORIAJurnal Pendidikan dan Ilmu Sejarah

Alamat Redaksi: Jurusan Pendidikan Sejarah FISE UNY Kampus Karangmalang Yogyakarta Telp. (0274) 586168, ext 385

Terbit Pertama Kali Tanggal 1 September 2005 Frekuensi Terbit 2 kali setahun ISSN: 1858-2621

ISSN: 1858-2621

ISTORIAJurnal Pendidikan dan Ilmu Sejarah SUSUNAN DEWAN REDAKSI Penanggungjawab: Ketua Jurusan Pendidikan Sejarah FISE UNY Pimpinan Redaksi: A. Daliman Dewan Redaksi: Sardiman, AM. Terry Irenewaty Harianti Penyunting Ahli: Djoko Suryo (UGM) Ahmad Syafii Maarif (UNY) Husain Haikal (UNY) Suyatno Kartodirdjo (UNS) Sekretaris Redaksi: M. Nur Rokhman Staff Redaksi: Supardi Dyah Kumalasari Sudrajat Taat Wulandari Editor Bahasa: Aman

Alamat Redaksi: Jurusan Pendidikan Sejarah FISE UNY Kampus Karangmalang Yogyakarta Telp. (0274) 586168, ext 385

Terbit Pertama Kali Tanggal 1 September 2005 Frekuensi Terbit 2 kali setahun ISSN: 1858-2621

PENGANTAR REDAKSI Kami panjatkan puji syukur ke hadhirat Allah, Tuhan Yang Maha Esa atas terbitnya Jurnal Istoria Edisi April 2008. Jurnal Istoria terbit dengan frekuensi dua kali dalam setahun yaitu pada Bulan April dan September. Dalam edisi ini, Istoria belum tampil secara tematis karena keterbatasan artikel dan hasil penelitian yang masuk ke meja redaksi. Untuk edisi berikutnya dewan redaksi berharap lebih banyak artikel dan hasil penelitian yang dapat disajikan sehingga dapat meningkatkan penampilan dan kualitas. Istoria berusaha untuk menampilkan artikel-artikel ilmiah serta hasil-hasil penelitian dalam bidang kesejarahan, baik ilmu maupun pendidikan sejarah. Dengan adanya media ini diharapkan hadirnya pemikiran serta paradigma baru tentang kesejarahan dan pendidikan sejarah. Hal ini sangat perlu mengingat adanya kebutuhan yang mendesak akan pembaharuan dalam bidang sejarah baik keilmuan, pendidikan maupun metodologinya. Sejarah harus mampu beradaptasi dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta adanya dinamika dalam kehidupan politik ekonomi dan sosial budaya.Oleh karena itu pemikiran dan wawasan baru mutlak dihadirkan sehingga sejarah dan pendidikan sejarah akan semakin berkembang ke arah yang lebih baik. Dewan redaksi menyampaikan rasa terima kasih yang tulus kepada para penulis yang telah bersedia memberikan kontribusi pemikiran baik dalam bentuk artikel maupun hasil penelitiannya. Tidak lupa juga terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada seluruh jajaran dewan redaksi yang telah bersungguh-sungguh untuk menerbitkan jurnal ini. Kepada dosen-dosen Jurusan Pendidikan Sejarah FISE UNY dewan redaksi juga mengucapkan terima kasih atas kerjasama yang terjalin sehingga jurnal ini dapat terbit sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan. Last but not least, tiada gading yang tak retak, dewan redaksi mengharapkan sumbang saran, kritik, serta masukan dari pembaca demi perbaikan pada edisi berikutnya. Kami berharap, semoga kehadiran Istoria edisi kali ini memberikan manfaat yang sebesar-besarnya.

Yogyakarta, April 2008

DAFTAR ISIHalaman Judul Susunan Dewan Redaksi Pengantar Redaksi Daftar Isi Saefur Rahmad Sudrajat ~ ii ~ iii ~i

Teologi, Kekuasaan Dalam Perspektif Sejarah Islam

~ iv

Kisah Adipati Jayakusuma-Panembahan Senopati Dalam Historiografi Babad ~ 17 Donggala: From the Imperialism to the Regency Establishment ~ 36

~ 1

Lukman Najamudin dan Idrus Dyah Kumalasari

Optimalisasi Pembelajaran Sejarah Dengan Penerapan Active Debat

Penerapan Model Delikan Sebagai Upaya Peningkatan Kualitas Pembelajaran IPS-Sejarah di SMP Muhammadiyah IV Yogyakarta ~ 66

~ 57

Aman, Grendy Hendrastomo, Sudrajat Taat Wulandari Supardi

Kebijakan Pendidikan di Amerika Serikat Pedoman penulisan naskah Istoria

Perkembangan dan Peninggalan Dinasti Moghul di India 1525-1857 ~ 103

~ 78

~ 88

Teologi, Kekuasaan, dan Keadilan Dalam Islam TEOLOGI, KEKUASAAN, DAN KEADILAN DALAM PERSPEKTIF SEJARAH ISLAM Oleh: Saefur Rochmat Abstract It is very often for some people to define theology as the core of Islamic teachings in the regard of its content as the science of God. It has Arabic similar terms such as Aqidah and Kalam for explaining the principles of God. It is not surprisingly that Moslem should deal with the issues of theology since the early history of Islam, but why do appear some conflicts in the matters of theology. Theological controversies are something inherent regarding theology is the result of mans thinking which are bound by the limits of space and of time as the contexts. In other words, theology is the application of the principle of universalism of Islamic teachings in the certain contexts of space and time. Consequently theology is improperly to be claimed as having a universal application. That is why theology is different from iman (belief). It is believed by the Sufis who evaluate correctly that theology does not have an in-depth feeling of spirituality due to its main focus on the use of ratio for the elaboration. Meanwhile iman exists in all religions theology exists in the religions which deal with the matters of worldly affairs, especially in monotheist religions such as Yew, Christian, and Islam. Theology is in great need at the time of crisis such as at the time of the death of Muhammad PBUH the prophet. Indeed at that time theology has not developed well and be arranged systematically as today. We have some theological groups such as Shiite, Sunni, Khawarij. And in Indonesia we have Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, and PKS which all of them come from the Sunni sect. It is possible to notice them from their different socio-cultural background. In other words, socio-cultural background influence the form of theology. Keywords: theology, belief, Sunni, Shiite, Muhammadiyah, NU, and PKS. A. PENDAHULUAN Sebelum bicara panjang lebar tentang permasalahan teologi, kekuasaan, dan keadilan dalam Islam saya ingin mendudukkan permasalahan dalam suatu kerangka yang memungkinkan adanya interplay teologi, kekuasaan, dan keadilan. Secara harfiah teologi berarti ilmu mengenai Tuhan, dan implikasinya agama seolah-olah identik dengan teologi. Walaupun Islam menganggap penting persoalan teologi, tetapi Islam tidak dapat disamakan dengan teologi Islam. Satu-satunya hal yang bisa dikatakan milik semua umat Islam danISTORIA Volume VI Nomor 2 April 2008 1

Teologi, Kekuasaan, dan Keadilan Dalam Islam menjadi tempat rujukan bagi semua Muslim adalah Al Kuran. Memang dari satu sumber ini memancarkan berbagai wajah Islam seperti terlihat dalam berbagai macam aliran teologi dalam Islam. Dalam Islam, teologi seringkali disebut dengan ilmu aqidah atau ilmu kalam, karena teologi mengajarkan pokok-pokok keyakinan pada Tuhan. Memang teologi dibangun diatas unsur-unsur keyakinan, namun teologi tidak dapat disamakan dengan iman/keyakinan (belief) karena makna dari iman (belief) lebih luas dari aqidah. Iman memiliki karakteristik dan ciri-ciri tertentu, tetapi pada dasarnya iman tidak memiliki bentuk karena bersifat konseptual dan teoritikal sebagaimana dijelaskan dalam Al-Kuran Ali Imran 193. Oleh karena itu gerakan purifikasi seringkali mengalami kesulitan karena bidah dalam urusan agama seringkali bercampur dengan bidah dalam budaya karena ke dalam budaya telah disuntikkan dengan nilai-nilai agama. 1 Adalah kurang tepat menyamakan teologi dengan iman karena teologi lebih merupakan hasil usaha pemikiran manusia, 2 sedangkan iman lebih mementingkan hasil olah perasaan manusia dalam rangka memahami realitas eksistensi Tuhan (Absolute Truth, Ultimate Truth). Oleh karena itu munculnya aliran-aliran teologi (kalam) dalam Islam mendapatkan tantangan yang hebat dari kaum Sufi. Kaum Sufi mengkritik secara meyakinkan bahwa teologi bersifat elitis karena hanya mereka yang memiliki kemampuan intelektual yang tinggi yang dapat mengembangkan teologi. Kaum Sufi juga menilai kalau pemikiran intelektual tidak dapat menjelaskan semua permasalahan agama yang seringkali bersifat misteri. Bahkan kaum Sufi menilai pemikiran teologis bersifat kering, karena tidak melibatkan aspek perasaan, sesuatu yang sangat fundamental dalam agama sebagai keterkaitan hati berserta dengan makna mendalam yang menyertainya. Sebaliknya, kaum Sufi menempuh aspek perasaan dalam rangka mengenal realitas mutlak. Aspek perasaan memang memiliki daya jangkau yang lebih luas dari teologi karena aspek perasaan dimiliki oleh siapa saja baik mereka yang pandai maupun mereka yang bodoh. Mereka sama-sama bisa merasakan susah dan bahagia. Kaum Sufi juga lebih mengena dalam mengembangkan sensivitas kesadaran spiritual karena melalui komunikasiAbdullah, M. Amin, 1995, Pendekatan Teologis dalam Memahami Muhammadiyah, Dalam Kelompok Studi Lingkaran (ed.). Intelektualisme Muhammadiyah: Menyongsong Era Baru. Bandung: Mizan & KSL, hal. 11. 2 Murata, Sachiko, 1996, The Tao of Islam, terj. Rahmani Astuti and M.S. Nasrullah, Bandung: Mizan, hal. 41.1

ISTORIA Volume VI Nomor 2 April 2008

2

Teologi, Kekuasaan, dan Keadilan Dalam Islam individual dengan Tuhan melalui berbagai doa-doa (puji-pujian). Aspek hubungan manusia dengan Tuhan memang merupakan aspek yang paling asasi dalam agama, sedangkan aspek hubungan manusia dengan sesama tidak selalu menjadi sorotan agama. Adanya aspek huhungan manusia dengan Tuhan yang menonjol dalam agama-agama Semitis (Yahudi, Kristen, dan Islam) menjadikan mereka digolongkan ke dalam World Religions, sedangkan agama-agama tradisi cenderung hanya memperhatikan aspek hubungan manusia dengan Tuhan baik melalui tindakan memuja kepada yang dianggap Absolute Truth maupun dengan menyatukan diri dengan alam. Tidak heran bila praktek sufi atau mistis seringkali dijumpai pada agama-agama tradisi ini. Dari perbincangan di atas kita tahu bahwa World Religions telah mengembangkan konsep hubungan manusia dengan makhluk lainnya (sesama dan alam). Walaupun demikian, apa yang tertulis dalam kitab-kitab sucinya tidak dapat menjelaskan semua persoalan duniawi karena persoalan duniawi terus bermunculan, sedangkan proses pewahyuannya sudah berhenti. Oleh karena itu, umat beragama merasa perlu melakukan reintrepretasi terhadap kitab suci, sebagai rujukan utamanya, lalu melakukan rekonstruksi terhadap ajaran-ajaran agama itu. Dalam Islam dikenal dengan istilah ijtihad (pembaharuan pemikiran agama) dan lagi-lagi ijtihad tidak bisa disamakan begitu saja dengan ber-teologi karena ijtihad bisa dilakukan di luar konteks berteologi. Memang tidak salah menghubungkan persoalan teologi dengan masalah kekuasaan dan keadilan karena kedua hal terakhir berkaitan dengan problem keduniawian atau kemanusiaan. Memang agama-agama yang masuk kategori World Religions memiliki ciri-ciri teologis karena berpretensi juga mengatur hubungan manusia dengan makhluk lainnya. Aspek inilah yang terasa kurang dalam agama-agama tradisi sehingga tidak jarang para penganutnya pindah agama ke dalam agama-agama World Religions. Perpindahan agama terjadi karena mereka tidak dapat mencari jawaban persoalan kemanusiaan dalam agama tradisinya. Akan tetapi mereka tidak hanya bersifat pasif, sehingga mereka tetap memeliharaaspek hubungan manusia dengan Tuhan yang ada dalam tradisinya. B. PENTINGNYA TEOLOGI DALAM ISLAM Sudah dijelaskan di atas bahwa teologi memiliki tempat tersendiri dalam agama-agama dunia seperti halnya dalam Islam. Munculnya aliran teologiISTORIA Volume VI Nomor 2 April 2008 3

Teologi, Kekuasaan, dan Keadilan Dalam Islam dalam Islam dapat dilacak pada sejarah awal Islam, khususnya sejak komunitas Islam periode Medinah. Sebelum bicara panjang lebar masalah teologi dalam seluruh gerak sejarah Islam maka saya ingin menjelaskan satu hal yang sering dilupakan orang yaitu komunitas Islam pada periode Mekkah. Pada periode Mekah, ajaran agama lebih menekankan aspek hubungan manusia dengan Tuhan atau dengan kata lain aspek iman/keyakinan. Memang ayat-ayat yang turun pada periode ini juga mengkritisi keadaan masyarakat pada saat itu, tetapi tidak ada keinginan untuk menggantikan sistem masyarakat pada waktu itu. Nabi Muhammad SAW hanya ingin melakukan reformasi dalam sistem masyarakat yang dinilainya telah menyimpang dari semangat awal terbentuknya sistem masyarakat itu. Contohnya, dalam Al-Kuran Surat AlBaqarah dijelaskan bahwa ibadah haji sebagai salah satu Rukun Islam (kewajiban agama Islam) merupakan warisan sistem Arab. Nabi Muhammad hanya mengkritik ritual ibadah haji yang sudah diselewengkan sebagai arena untuk bermegah-megahan dan membanggakan kebesaran nenek moyangnya. Dalam periode Mekkah, Islam masih menekankan pada pentingnya iman dalam kehidupan. Iman yang ditekankan oleh Nabi Muhammad adalah monotheisme (kepercayaan kepada Tuhan Yang Esa). Walaupun iman seperti ini masih bersifat abstrak, namun para penguasa Quraisy takut terhadap dampak yang disebabkan oleh ajaran Muhammad tersebut, sehingga mereka berusaha menghalang-halangi dakwah yang dilakukan oleh Nabi Muhammad. Sebenarnya mereka sudah mengenal haji, mereka sudah mengenal akan konsep Tuhan, tetapi lagi-lagi mereka sudah menyelengkan pengertian Tuhan dalam terminologi monotheisme. Perlu diketahui bahwa situasi Arab pada waktu itu berada dalam pengaruh peradaban lain yang lebih dominan seperti Peradaban Persia sehinga mereka memiliki perasaan inferior. Konsekuensinya, mereka mengadopsi tuhan-tuhan dari peradaban lain itu yang disimbolkan dengan berbagai macam patung, karena mereka ragu-ragu dengan keampuhan Tuhan mereka sendiri, yang tidak menjadikan mereka sebagai bangsa yang besar. Hal ini menimbulkan pertanyaan, apakah agama identik dengan kebesaran di dunia ini? Sejarah menunjukkan bahwa antara agama dengan urusan dunia saling berkaitan, sehingga penafsiran agama juga akan sejalan dengan perkembangan sejarah peradaban manusia.

ISTORIA Volume VI Nomor 2 April 2008

4

Teologi, Kekuasaan, dan Keadilan Dalam Islam Dakwah Nabi Muhammad yang ingin menandaskan konsep monotheisme bukanlah sesuatu yang asing dalam tradisi Arab pada waktu itu. 3 Yang menjadi akar bagi penentangan dakwah Islam adalah implikasi politis dan ekonomis dari ajaran monotheisme itu. Implikasi politisnya, bila mereka mengikuti ajaran Islam maka mereka takut akan kehilangan posisi yang ada, disamping sebagai tanda klannya tunduk kepada klan Nabi Muhammad. Ini adalah suasana psikologis masyarakat kesukuan. Oleh karena itu para pembesar Quraisy sangat gigih menentang Islam. Implikasi ekonomisnya, dengan mengakui Islam maka bisnis patung yang sangat menjanjikan akan lenyap. Tidak heran bila yang gigih menentang Islam adalah para pedagang kaya yang merasa terancam bisnis patungnya. 4 Saling keterkaitan urusan agama dengan urusan duniawi dapat dilihat dalam gerak sejarah Islam. Tapi disini saya takut kalau sampai ada anggapan bahwa agama yang diridlai Tuhan adalah agama yang mampu mengembangkan kedua unsur (urusan dunia dan sakral) ini secara seimbang. Semua agama adalah valid disisi Allah sejauh pemeluknya berbuat kebajikan di dunia ini demi Allah. Pengidentikan agama yang diridlai Tuhan dengan kesuksesan dalam urusan duniawi akan terbantahkan oleh fakta bahwa Tuhan tidak mengutus para Nabi dalam personifikasi yang selalu sukses secara duniawi. Kita tahu bahwa Nabi Ayub itu sakit-sakitan, Nabi Ibrahim terusir dari tanah kelahirannya, Nabi Musa juga diutus untuk umat Yahudi yang sedang dalam keadaan terhina sebagai budak. Memang penguraian keterkaitan urusan sakral dengan urusan duniawi dimaksudkan untuk mengikuti logika yang runtut sebagai prinsip yang mengatur jalannya alam semesta maupun jalannya sistem kehidupan umat manusia. Akan tetapi kita tidak boleh lupa bahwa Tuhan bisa sewaktu-waktu melakukan intervensi terhadap jalannya sejarah umat manusia karena Dia tidak terikat oleh hukum yang Dia sendiri yang membuatnya. Keterlibatan Nabi Muhammad dalam sejarah juga harus dipahami dalam keterkaitan antara usaha manusia yang sifatnya mengikuti hukum alam (sunatullah) dengan bimbingan Tuhan dalam perajalan sejarah Nabi Muhammad sebagai orang yang dikasihi-Nya. Ini dapat dilihat dalam Al-Kuran yang juga memuat ramalan Nabi Muhammad, yang tentunya atas PetunjukDjaka Soetapa, 1980, Konsep Ummah dalam Islam, Yogyakarta: Tiara Wacana, hal. 56-57,

3

65. W. Montgomery Watt. 2006. Kejayaan Islam, a.b. Hartono Hadikusuno, Yogyakarta: Tiara Wacana, hal. 3.4

ISTORIA Volume VI Nomor 2 April 2008

5

Teologi, Kekuasaan, dan Keadilan Dalam Islam Tuhan yang ternyata juga terbukti kebenarannya. Ini dapat dilihat dalam AlKuran Surat Ar-Ruum. 5 Pada waktu itu umat Islam merasa sedih melihat fakta yang memilukan karena bangsa Romawi yang percaya pada monotheisme dikalahkan oleh bangsa Persia yang memuja dewa Api. Kemudian turun wahyu yang menghibur umat Islam itu: Sepuluh tahun setelah kekalahan dari bangsa Persia, bangsa Romawi akan mengalahkan bangsa Persia. Ramalan dalam bentuk wahyu ini merupakan bentuk intervensi Tuhan, akan tetapi Nabi Muhammad juga memiliki pengetahuan politik global yang dapat dilihat dalam usaha dakwah yang ditujukan kepada pembesar Quraisy, dimana Nabi mengatakan Saya atau umatku akan dapat mengalahkan bangsa Persia dan bangsa Romawi. Pada waktu itu bangsa Persia dan bangsa Romawi merupakan dua negara superpower pada waktunya. Perkataan itu menjadikan para pembesar Quraisy itu menuduh agama Islam sebagai agama politik. Kita kembali ke komunitas Islam periode Mekkah dimana Islam tampil dalam wajahnya yang masih abstrak, terutama menjelaskan hubungan vertikal manusia dengan Tuhan dan belum membahas manifestasi iman yang tercermin dalam hubungan horisontal manusia dengan sesama makhluk. Memang iman adalah sesuatu yang abstrak dan tidak ada bentuknya, tetapi iman harus dimanifestasikan dalam kehidupan, karena iman bukan hanya sekedar ucapan (dua kalimat sahadat) tetapi harus dibuktikan dalam bentuk amal saleh, yang manifestasinya berupa pilihan moral, perbuatan, dan hubungan dengan Tuhan, sesama manusia, dan semua makhluk lainnya. 6 Islam menuntut iman bukan hanya ucapan saja, dan konsekuensinya ucapan dua kalimat sahadat ditempatkan sebagai komponen pertama dalam Rukun Islam (atau, kewajiban agama) dan harus diikuti dengan berbagai kewajiban agama yang lain seperti shalat, zakat, puasa, dan haji. Sebenarnya sahadat merupakan pernyataan keimanan kepada komunitas, sehingga sudah ada unsur hubungan horisontal. Kalau iman sendiri, seperti yang tercantum dalam 6 Rukun Iman, sifatnya murni hubungan vertikal. Bila Muslim melakukan ritual-ritual agama yang lebih menekankan pada hubungan vertikal ini maka amal saleh yang muncul akan berbentuk kesalehan pribadi, sebagaimana ditekankan dalam agama-agama tradisi. Dalam pandangan Islam kaffah (Islam yang sempurna), kesalehan pribadi harus diikuti denganSyariati, Ali, 1992, Membangun Masa Depan Islam, translated by Rahmani Astuti, Bandung: Mizan, hal. 103-105. 6 Mutazilah, in http://en.wikipedia.org/wiki/History_of_theology, hal. 3.5

ISTORIA Volume VI Nomor 2 April 2008

6

Teologi, Kekuasaan, dan Keadilan Dalam Islam bentuk-bentuk kesalehan sosial, sebagaimana dengan Rukun Islam yang menghendaki adanya keterlibatan dengan komunitas. Keterlibatan Islam dalam sejarah ini sejalan dengan misi diutusnya umat manusia ke bumi yaitu sebagai khalifah fil ardhi (penguasa di bumi), disamping sebagai abdullah (hamba Allah). Seorang dianggap Muslim bila dia menjalankan Kewajiban Islam seperti yang tertera dalam Rukun Islam, sehingga menjadi Muslim tidak harus mendalami masalah teologi. Kalau kita lihat pelaksanaan Rukun Islam maka haji hanya berlaku bagi mereka yang mampu, sedangkan yang menjadi pusat perhatian adalah shalat karena hal ini merupakan bentuk komunikasi langsung dengan Tuhan dan diharapkan bisa membentuk manusia yang taqwa, yaitu manusia yang menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Orang yang shalat tapi masih melakukan tindakan keji seperti korupsi maka dia termasuk orang yang fasik, seperti tercantum dalam Alquran surat al-Maun (45) Celakalah orang yang shalat tetapi melalaikan shalatnya. 7 Pelajaran yang dapat dipetik dari pesan taqwa ini adalah kita tidak disuruh mengubah sistem masayarakat yang ada tetapi disuruh berbuat baik dan mencegah dari perbuatan munkar dalam konteks sistem yang ada. Adalah tepat ucapan Joseph Schact bahwa kewajiban Islam dapat dijalankan tanpa adanya regulasi negara karena Islam dapat dipraktekkan dalam suatu komunitas. Kewajiban-kewajiban agama ini diatur bukan dalam masalah teologi tetapi dalam syariah (hukum Islam), atau lebih tepatnya dalam fiqih (hukum legal Islam). Bila prioritas dari Islam adalah menjalankan kewajiban-kewajiban agama seperti tertera dalam Rukun Islam maka tidak perlu kompetisi dalam urusan duniawi, bagi mereka yang menganut teologi jabariyah (menyerah pada takdir). 8 Sebenarnya kewajiban agama seperti zakat dan haji menuntut Muslim untuk berkompetisi dalam urusan duniawi. Memang kompetisi diperbolehkan dengan mengindahkan prinsip-prinsip moralitas. Mengenai gejala fundamentalisme yang merebak akhir-akhir ini dikarenakan mesjid tidak dibangun atas landasan taqwa (ussisa ala taqwa) tetapi dijadikan ussisa ala siyasah (dijadikan basis perpolitikan), padahal orientasi politik tiap kelompok berbeda-beda. 9 Oleh karena itu, pentingYusman Roy, Akhlak Mulia, Buah Shalat Berkualitas, dalam http://islamlib.com/id/index.php?page=article&mode=print&id=1267, hal. 2. 8 W. Montgomery Watt, Kejayaan Islam, a.b. Hartono Hadikusuno, Yogyakarta: Tiara Wacana, hal. 15. 9 K.H. Mukhlas Syarkun, Semangat Siasah Lebih Dominan Daripada Takwa, dalam http://islamlib.com/id/index.php?page=article&mode=print&id=1216, hal. 1.7

ISTORIA Volume VI Nomor 2 April 2008

7

Teologi, Kekuasaan, dan Keadilan Dalam Islam kiranya mesjid dijadikan sebagai arena publik dimana berbagai macam ide diperbolehkan dan karenanya penguasaan mesjid oleh sekelompok orang perlu dicegah. C. KONFLIK TEOLOGIS DALAM ISLAM Yang sangat menyedihkan adalah konflik terjadi dengan sesama saudara dan penyebabnya adalah rebutan warisan klaim kebenaran. Ini bisa dilihat dalam kasus Tradisi Ibrahim dimana rebutan warisan terjadi antara Yahudi, Kristen, dan Islam. Rebutan warisan klaim kebenaran apalagi sesama saudara kandung adalah tidak etis, karena mereka diharapkan bisa memelihara warisan monotheisme dari Tradisi Ibrahim itu. Perbedaan agama merupakan sunnatullah pluralitas kemanusiaan itu sendiri. Masing-masing memiliki keunikan jalan sendiri-sendiri, tetapi bukan berarti mereka tidak memiliki tujuan yang sama. Sebenarnya kemunculan agama itu dapat dilihat dalam kacamata dialektika. Karena Yahudi sangat menekankan aspek hukum 10 yang menjadikan non-Yahudi sulit menganut agama Yahudi maka lahirlah Kristen yang lebih menekankan aspek belief yang sifatnya cair dan masih abstrak sehingga bisa menjustifikasi berbagai sistem yang sudah ada, sedangkan Islam berusaha menggabungkan aspek hukum dan belief sekaligus. Hal ini bukan berarti Islam lebih unggul, melainkan untuk memenuhi kebutuhan manusia yang memiliki karakteristik sintesis itu. Aspek belief dalam Islam tercermin dalam periode Mekkah, sedangkan aspek hukum tercemin dalam periode Medinah dimana Nabi memiliki kekuasaan duniawi yang berpretensi mengatur jalannya peradaban di muka bumi. 11 Konflik teologis Islam dengan Yahudi dan Kristen yang sering menghalangi sikap toleransi pihak Islam adalah persepsi umat Islam bahwa Yahudi dan Kristen tidak pernah mau mengakui esksistensi Islam seperti tercemin dalam sejarah awal Islam. Hal ini terekam dalam Alquran surat alBaqarah 120. Gus Dur menilai surat itu ditujukan kepada Nabi Muhammad, bukan kepada semua Muslim, ketika Nabi menghadapi orang Yahudi dan Kristen yang militan dan mereka tidak mau mengakui eksistensi Islam. Masalah utama yang mendorong mereka mengingkari Piagam Medinah bukanlah motivasi agama, tetapi motivasi politik dan karenanya Nabi memerangi mereka10 11

Djaka Soetapa, op. Cit., hal. 69. Nasr, Seyyed Hossein, 1994, Ideals and Realities of Islam, London: Allen and Unwin, hal

146-147.

ISTORIA Volume VI Nomor 2 April 2008

8

Teologi, Kekuasaan, dan Keadilan Dalam Islam bukan berdasarkan pertimbangan agama tetapi berdasarkan pertimbangan politik. Dengan demikian surat al-Baqarah 120 tidak berlaku unviersal tetapi dalam konteksnya karena ternyata sikap tidak mau menerima eksistensi Islam sudah tidak berlaku lagi dengan adanya Vatican Conciliation II pada tahun 1962-1965, disamping minoritas Islam di Eropa memiliki kebebasan juga dalam menjalankan agamanya. Oleh karena itu, surat al-Baqarah 120 merupakan perintah historis dengan konteks politik bukan konteks religious. 12 Permasalahan klaim kebenaran sangat menonjol dalam World Religions karena mereka sangat menekankan peranan individu dalam sejarah sehingga dikenal dengan personal religion. Tidak mengeherankan bila umat Kristen dan Islam dalam berperang membawa-bawa atas nama agama dan para teroris mengebom tempat ibadah atas nama Tuhan. Karen Amstrong menilai agama tradisi cenderung bersifat toleran karena sifatnya yang impersonal religions, dimana mereka cenderung bersifat kompromi dalam menghadapi sistem keyakinan yang berbeda. 13 Saya tidak menyarankan agar kita mengkompromikan keyakinan kita, tetapi yang lebih penting adalah saling menghormati keyakinan masing-masing dan tidak menganggap agama sendiri sebagai yang paling benar karena setiap agama menawarkan suatu jalan tersendiri yang unik bagi para penganutnya. Masalah teologis dalam Islam muncul ketika Islam bersentuhan dengan masalah duniawi, terutama urusan politik. Masalah teologi muncul ketika Nabi Muhammad wafat, sementara Nabi tidak menunjuk penggantinya ataupun mempersiapkan prosedur suksesi kepemimpinan. Alquran juga tidak mengatur masalah suksesi ini karena Alquran memang bukan kita politik. Memang Alquran merasa berkepentingan dengan urusan duniawi, tetapi tidak masuk akal bila Alquran memuat secara detail urusan duniawi mengingat urusan duniawi senantiasa mengalami perubahan. Alquran hanya memberikan petunjuk etik dalam mengatur urusan duniawi, termasuk dalam urusan politik. Memang politik sangat krusial dalam agama, tidak terkecuali dalam Islam. Tidak mengherankan bila sejarah World Relgions penuh dengan gerakan politik untuk mewujudkan keselamatan di dunia ini dalam bentukAbdurrahman Wahid, 2000, Islam: Punyakah Konsep Kenegaraan?, dalam Shaleh Isre ed., Tuhan Tidak Perlu Dibela, Yogyakarta: LkiS, hal. 108-109. 13 Amstrong, Karen, (2002), Sejarah Tuhan, translated by Mizan team, Bandung: Mizan, p. 164.12

ISTORIA Volume VI Nomor 2 April 2008

9

Teologi, Kekuasaan, dan Keadilan Dalam Islam keadilan, kesejahteraan, keamanan dan kebebasan sebagai karakteristik Tuhan di dunia ini. Karen Amstrong benar bahwa nilai-nilai eksternal sejarah (politik) bagi Muslim bukanlah perhatian kedua karena salah satu karakteristik dari Islam adalah pensakralan sejarah. 14 Hal ini berkaitan dengan status manusia sebagai khalifah fil ardhi (penguasa di dunia) yang mengindikasikan perlunya kekuasaan untuk memenuhi keselamatan manusia di dunia ini. Misi keselamatan ini merupakan komitmen manusia dalam statusnya sebagai khalifah fil ardhi dalam rangka memenuhi peran lainnya sebagai abdullah (hamba Allah). 15 Oleh karena itu kita tidak dibenarkan mengeksploitasi alam maupun manusia; dengan kata lain manusia diperkenankan memanfaatkannya sesuai dengan proporsinya. Memang banyak yang mengklaim memiliki hak untuk menggunakan kekuasaan untuk mewujudkan Kerajaan Allah di dunia ini. Walaupun saya melihat peranan politik bagi eksistensi agama, namun hal ini tidak berarti bahwa politik harus dimaknai sebagai suatu cara untuk mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan negara. Saya lebih cenderung memaknai politik sebagai suatu cara mempertahankan eksistensi agama dengan berbagai cara dalam berbagai aspek kehidupan baik politik, ekonomi, budaya, sosial, dan pertahanan. Mengenai pentingnya politik ini Injil menyebut dengan istilah Principalities and Powers, yang didefinisikan oleh Wink powers are the simultanity of an outer, visible structure and an inner, spiritual reality. 16 Untuk itu kita harus memilih alat-alat politik yang sesuai dengan situasi dan kondisi serta sejarah suatu daerah agar kita dapat memaksimalkan tujuan penggunaan alatalat politik tersebut, disamping jangan sampai menodai misi agama untuk melindungi kemanusiaan atau dengan kata lain melindungi hak hidup orang lain. Sangat sering dipahami kalau politik selalu memiliki implikasi kekerasan, seperti halnya konsep jihad dalam Islam. Jihad merupakan salah satu konsep utama dalam Islam dan dimaknai usaha dengan sekuat tenaga dalam semua hal, sehingga salah kalau dipahami sebagai berperang di jalan Allah. Islam memiliki berbagai macam terminologi jihad seperti jihad paling ringan, jihad kecil, jihad besar, dan jihad akbar. Justru Islam memandang perang merupakanArmstrong, Karen, 2000, Sepintas Sejarah Islam, A.b. Ira Puspito Rini, Yogyakarta: Ikon Teralitera, hal. ix. 15 Murata, Sachiko, 1996, The Tao of Islam, terj. Rahmani Astuti and M.S. Nasrullah, Bandung: Mizan, hal. 38. 16 Wink, Walter, 1992, Engaging the Powers: Discernment and Resistence in a World of Domination, Minneapolis: Fortress Press, hal. 13-14.14

ISTORIA Volume VI Nomor 2 April 2008

10

Teologi, Kekuasaan, dan Keadilan Dalam Islam jenis jihad kecil. Hal ini dikatakan Nabi ketika baru pulang dari perang Uhud yang menelan korban paling banyak di pihak Islam. Lalu para pengikutnya menanyakan hal itu dan Nabi menjawab jihad akbar adalah jihad melawan hawa nafsu. Hal berikut lebih mencengangkan lagi bagi mereka yang suka menggunakan kekerasan dalam mempertahankan Islam karena Alquran tidak pernah menggunakan kata jihad untuk menyebutkan perang-perang yang dialami oleh Nabi, melainkan dengan kata kootilu dan kata-kata turunannya seperti yang tercantum dalam Alquran surat al-Baqarah 190-193 dan 216. 17 Memang kekerasan dalam Islam seringkali didorong oleh pemahaman tekstual terhadap Alquran baik dengan adanya ayat-ayat yang menegasikan penganut agama lain seperti tersebut di atas atau menginginkan sistem yang dimaksud di dalam Alquran. Bila sistem yang dijadikan alasan maka sikap Muslim menjadi anti-modern dan menginginkan Islam pada zaman kejayaannya. Ini merupakan pemahaman Islam yang apologis. Sebenarnya Alquran bukan merupakan suatu sistem, seperti dikatakan memiliki sistem politik. Istilah kekhalifahan dan Dar al-Islam (negara Islam) tidak terdapat dalam Alquran dan itu hanya terdapat dalam fiqh (hukum legal Islam) produk pemikir Islam masa klasik. Tentunya fiqh klasik itu berlaku untuk waktu dan daerah yang sudah ditentukan, sedangkan masa sekarang ini hendaknya perlu dirumuskan fiqh baru sebagai suatu bentuk dari syariah (hukum Islam). Memang Alquran menyebut sistem seperti sistem masyarakat Arab tetapi itu hanya untuk menunjukkan bagaimana implementasi prinsip-prinsip moral dan nilainilai univesal. Persoalan teologi juga menjadi pemicu kekerasan dalam Islam sendiri, namun kita harus melihat bahwa teologi merupakan suatu usaha justifikasi terhadap krisis yang sedang melanda umat Islam. Teologi bukan merupakan penyebab dan yang menjadi penyebab adalah krisis yang melanda umat baik itu krisis psikologis maupun krisis sosial. Akar persoalan teologi mengemukan ketika Nabi Muhammad wafat tanpa meninggalkan pengganti maupun sistem suksesi. Beberapa kelompok ingin menjadi pemimpin baik dari suku-suku di Medinah maupun dari suku-suku dari Mekkah. Suku-suku dari Medinah menarik keinginannya setelah mempertimbangkan maksud awal mengundang Nabi Muhammad adalah untuk menghindari konflik sesama suku. Suku-suku dari Mekkah menandaskan adanya hadits Nabi bahwa yang berhak menjadiAl-Hilalli, Muhammad Taqi-ud-Din dan Muhammad Muhsin Khan, 1996, Interpretation of the Meaning of the Noble Quran, Riyadh: Darussalam.17

ISTORIA Volume VI Nomor 2 April 2008

11

Teologi, Kekuasaan, dan Keadilan Dalam Islam pemimpin adalah suku Quraisy. Kelompok Quraisy sendiri pecah karena Tradisi Arab Selatan, yang terbiasa dengan sistem keturunan dalam kepemimpinan, menginginkan Ali sebagai khalifah karena dianggapnya mewarisi sifat kepemmpinan Nabi Muhammad. Sedangkan Tradisi Arab Utara, yang terbiasa dengan sistem pemilihan, menginginkan Abu Bakar sebagai khalifah. 18 Krisis ini bisa diselesaikan dengan bijaksana oleh para sahabat Nabi pada waktu itu, karena Ali berhasil menjelaskan kepada pendukungnya bahwa ia akan bertindak sebagai penasehat para khalifah.19

Kita perlu kritis apakah hadits yang menegaskan hak kepemimpinan dalam Islam berada di tangan suku Quraisy itu shahih dan kalau shahih apakah konteks penerapannya tepat. Karena kemudian muncul aliran Mutazilah yang bersemboyan la hukma illa lillah (tidak ada hukum kecuali dari Allah) dan jargon inipun muncul sebagai respon terhadap situasi krisis (psikologis) karena kecewa terhadap kesediaan Ali melakukan perundingan dengan Muawiyah. Kita juga bertanya apakah ayat yang dipakai sebagai jargon itu tepat konteksnya? Janganjangan mereka tidak memahami semangat Alquran secara umum dan hanya mengamalkan ayat-ayat secara terpisah-pisah tanpa tahu konteksnya. Persoalan teologis telah menyebabkan konflik yang tidak perlu dalam Islam dan hal ini masih saja berlangsung sampai sekarang ini. D. PERSOALAN TEOLOGIS DI INDONESIA Mayoritas umat Islam di Indonesia adalah penganut teologi Sunni dan madzah Syafii dalam bidang fiqih. Memang Islam menekankan pada aspek teologi dan hukum sekaligus karena keyakinan teologis harus diterapkan dalam bentuk amal sebagaimana diatur oleh kitab fiqih. Sudah kita ketahui bersama bahwa umat Islam di Indonesia terbelah dalam dua kubu yang berbeda, walaupun perbedaan itu sudah mulai mencair dengan adanya saling komunikasi dan pemahaman di antara mereka walaupun belum seperti yang diharapkan. Walaupun semboyan purifikasi Muhammadiyah banyak mendapat pengaruh dari Gerakan Wahabi yang menganut Madzah Hambali tetapi Muhammadiyah tidak mau digolongkan ke dalam pengikut Madzab Hambali.W. Montgomery Watt, Kejayaan Islam, a.b. Hartono Hadikusuno, Yogyakarta: Tiara Wacana, hal. 16. 19 Abdurrahman Wahid, 2000, Islam: Punyakah Konsep Kenegaraan?, dalam Shaleh Isre ed., Tuhan Tidak Perlu Dibela, Yogyakarta: LkiS, hal. 1.18

ISTORIA Volume VI Nomor 2 April 2008

12

Teologi, Kekuasaan, dan Keadilan Dalam Islam Ternyata teologi Sunni juga mengalami perkembangan yang tidak mudah dicari titik temunya. Persoalan teologi akan terus mengalami perkembangan dalam Islam karena Islam berpretensi ikut mengatur gerak sejarah peradaban umat manusia. Ada dua kecenderungan yang mendorong munculnya aliranaliran teologi, yaitu ideologi-ideologi dunia dan keadaan sosio kultural masyarakat. Kedua hal inilah yang menggerakan teologi dalam Islam dan hal ini mengarahkan sedangkan (Modernisasi). Sekarang NU dan Muhammadiyah sebagai mainstream Islam di Indonesia mengakui Pancasila sebagai landasan bagi kehidupan berbangsa dan bernegara, walaupun hal itu baru secara formal dirumuskan pada tahun 1983 dan 1985 sebagai jawaban terhadap kebijakan asas tunggal Pancasila. Adopsi konsep nation state merupakan keharusan sejarah di era modern ini. Bila umat Islam tidak mau mengadopsi ini maka mereka akan mengalami alienasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara walaupun mereka merupakan mayoritas penduduk Indonesia. Hal ini tentu tidak diharapkan oleh para pemimpin Muslim karena dapat mengarah kepada konflik yang tidak terkendali. Adalah salah bila pemerintah tidak melibatkan partisipasi umat Islam. Indonesia sudah memiliki dua presiden yang lahir dari tradisi Islam yaitu B.J. Habibie dan Gus Dur, namun mereka berasal dari latar belakang yang berbeda. Meskipun mereka berasal dari tradisi Islam mereka tidak dapat memegang tampuk kepresidenan untuk waktu yang wajar. Hal ini menunjukkan bahwa mereka tidak memiliki legitimasi dari seluruh kalangan umat Islam dan ini menunjukkan Muslim Indonesia belum berhasil mengembangkan dialog yang konstruktif. Krisis kepemimpinan semakin nyata ketika Gus Dur diturunkan sebelum waktunya habis. Kalau saya amati antara Gus Dur dan Amien Rais sudah mengadopsi konsep nation state tetapi mereka gagal menjalin kerjasama karena masalah saling kecurigaan antara komunitas sosial yang berbeda. Jadi masalah sosio kultural telah diangkat menjadi permasalahan teologis. Ini dapat dilihat dari sikap kalangan Muhammadiyah yang menuduh PKS sebagai alat dari Gus Dur karena PKS mengikuti metode ruyat (melihat bulan dengan mata) yang digunakan NU dalam menentukan awal dan akhir bulan puasa dan tidak mengikuti metode hisab (berdasarkan perhitungan) yang digunakan oleh Muhammadiyah. Padahal kalau kita percaya pada survey yang dilakukan oleh AMM menunjukkan bahwa 67% anggota PKSISTORIA Volume VI Nomor 2 April 2008 13

NU

mengadopsi

jargon

Pribumisasi

dan

Modernisasi, Dinamisasi

jargon

Muhammadiyah

adalah

Purifikasi

dan

Teologi, Kekuasaan, dan Keadilan Dalam Islam berasal dari kalangan Muhammadiyah. 20 Lagi-lagi masalah sosio-kultural diangkat ke dalam persoalan teologis. Bila kita cermati maka konteks sosialkultural dari PKS dan Muhammadiyah berbeda, walaupun mayoritas anggota PKS berasal dari Muhammadiyah. Gejala sekresi dapat dilihat lebih awal lagi semenjak Islam memasuki kontak dengan peradaban modern Barat. Hal ini terjadi karena Islam harus melakukan respon terhadap ideologi-ideologi dunia yang berkembang pada saatnya dan masing-masing kelompok Islam tidak mengadopsi ideologiideologi dunia dengan jenis dan kadar yang berbeda. Pertamakali lahir gerakan Islam yang bernama Sarekat Dagang Islam (SDI) yang didirikan oleh H. Samanhudi. Organisasi yang bercorak ekonomi itu menjelma menjadi partai Sarekat Islam pada tahun 1912 di bawah pimpinan HOS Cokroaminoto. Walaupun HOS Cokroaminoto dibesarkan dalam sistem pendidikan modern (Barat), namun dia mendapat dukungan baik dari umat Islam yang berlatar belakang perkotaan maupun pedesaan karena umat Islam sedang menantikan munculnya seorang pemimpin, walau-pun mereka membawa persepsi yang bermacam-macam. Hal itu telah dicermati oleh pihak Belanda untuk menjalankan politik devide et impera (memecah-belah) dengan mengakui cabangcabang SI sebagai organisaasi yang otonom dari pusat (Central Sarekat Islam). 21 Di dalam SI berkembang berbagai macam pema-haman tentang Islam, dan sikap revolusionernya digerakkan oleh konsep Imam Mahdi (milleniarisme atau mesianisme) dan konsep-konsep komunisme yang radikal itu. Ketika SI (dari sayap kanan maupun kiri) tidak dapat mengambil keputusan yang strategis dalam mengakomo-dasikan konsep-konsep Islam dengan konsepkonsep komu-nisme dengan diberlakukannya monoloyalitas maka SI mengalami perpecahan ke dalam SI Putih dan SI Merah. Hal itu menandai kemunduran SI karena banyak rakyat yang sudah terpengaruh konsep radikal komunisme tidak siap untuk dicap sebagai atheis sehingga tidak mau masuk ke dalam SI Merah karena mengandung resiko yang tidak ringan, sedangkan mau masuk ke dalam SI putih tidak at home karena tidak memberikan jaminan ideologis terhadap keinginannya yang radikal, walaupun pemahaman Islam HOS Cokroaminoto sudah menerima sosialisme. Perpecahan dalam tubuh SI sekaligus menghapus kesempatan Islam untuk tampil sebagai meanstreamAMM, Beberapa Catatan Pasca Pemilu, hal. 2. Sartono Kartodirdjo, 1993, Pengantar Sejarah Indonesia Baru: Sejarah Pergerakan Nasional Jilid II, Jakarta, Gramedia, hal. 108.20 21

ISTORIA Volume VI Nomor 2 April 2008

14

Teologi, Kekuasaan, dan Keadilan Dalam Islam ideologi politik di Indonesia karena kepemimpinan politik nasional segera diambil alih oleh ideologi nasionalisme. Hal itu terjadi karena nasionalisme bersifat open minded (terbuka) dan tidak mau menghakimi pemahaman keagamaan seseorang dengan hukum wajib dan dosa. REFERENSI: Mutazilah, in http://en.wikipedia.org/wiki/History_of_theology. Abdullah, M. Amin, 1995, Pendekatan Teologis dalam Memahami Muhammadiyah, Dalam Kelompok Studi Lingkaran (ed.). Intelektualisme Muhammadiyah: Menyongsong Era Baru. Bandung: Mizan & KSL. Al-Hilalli, Muhammad Taqi-ud-Din dan Muhammad Muhsin Khan, 1996, Interpretation of the Meaning of the Noble Quran, Riyadh: Darussalam. AMM, Beberapa Catatan Pasca Pemilu. Amstrong, Karen, 2002, Sejarah Tuhan, translated by Mizan team, Bandung: Mizan. Armstrong, Karen, 2000, Sepintas Sejarah Islam, A.b. Ira Puspito Rini,

Yogyakarta: Ikon Teralitera. Kartodirdjo, Sartono, 1993, Pengantar Sejarah Indonesia Baru: Sejarah Pergerakan Nasional Jilid II, Jakarta, Gramedia. Murata, Sachiko, 1996, The Tao of Islam, translated by Rahmani Astuti and M.S. Nasrullah, bandung: Mizan. Nasr, Seyyed Hossein, 1994, Ideals and Realities of Islam, London: Allen and Unwin. Roy, Yusman, Akhlak Mulia, Buah Shalat Berkualitas, dalam

http://islamlib.com/id/index.php?page=article&mode=print&id=1267. Soetapa, Djaka, 1980, Konsep Ummah dalam Islam, Yogyakarta: Tiara Wacana.

ISTORIA Volume VI Nomor 2 April 2008

15

Teologi, Kekuasaan, dan Keadilan Dalam Islam Syarkun, Mukhlas, Semangat Siasah Lebih Dominan Daripada Takwa, dalam http://islamlib.com/id/index.php?page=article&mode=print&id=1216. Syariati, Ali, 1992, Membangun Masa Depan Islam, translated by Rahmani Astuti, Bandung: Mizan. Wahid, Abdurrahman, 2000, Islam: Punyakah Konsep Kenegaraan?, dalam Shaleh Isre ed., Tuhan Tidak Perlu Dibela, Yogyakarta: LkiS. Watt, W. Montgomery,1990, Kejayaan Islam, a.b. Hartono Hadikusuno, Yogyakarta: Tiara Wacana. Wink, Walter, 1992, Engaging the Powers: Discernment and Resistence in a World of Domination, Minneapolis: Fortress Press. Tentang Penulis Saefur Rochmat lahir di Kebumen 22 Nopember 1968, menyelesaikan pendidikan dasar dan menengah di Kebumen. Dia lulus dari IKIP Yogyakarta tahun 1993 dan langsung menjadi dosen di almamaternya Jurusan Pendidikan Sejarah FISE UNY. Dia melanjutkan studi ke Jurusan Sejarah di UI dan La Trobe University dan memperoleh Master of International Relations dari Ritsumeikan University, Japan. Tulisannya telah diterbitkan baik di jurnal internasional maupun nasional terakreditasi seperti Ritsumeikan International Affairs, International Journal of Social Studies, MILLAH, Hermeneutik, Cakrawala, dan Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan. Sekarang dia menduduki jabatan Lektor Kepala dalam bidang Sejarah Indonesia.

ISTORIA Volume VI Nomor 2 April 2008

16

Kisah Adipati Jayakusuma-Panembahan Senopati Dalam Historiografi Babad KISAH ADIPATI JAYAKUSUMA-PANEMBAHAN SENOPATI DALAM HISTORIOGRAFI BABAD Oleh: Sudrajat 1 Abstract This research is to elaborate the relationship between Adipati Jayakusuma from Pati and Panembahan Senopati from Mataram. Regarding historians give little attention to solve this mysterious theme, we like to do research about it. This research uses historical method involving four steps that are: heuristic, critics, interpretations and historiography. We use babad as primary source of research in which Babad Pati to compare with Babad Tanah Jawi and other sources. We know that babad has several methodological weaknesses such as spatial, temporal, and factual. Regarding little writing sources, we have opinion that babad is one of solution to work away at problem. Despite, our work is not a history but a story; we wish invite for historians to begin analytical work for affect this course. From our research, we conclude that Adipati Jayakusuma and Panembahan Senopati have a brotherhood relationship. Adipati Jayakusuma is old brother because her sister is Panembahan Senopatis wife. For the other hand their ancestor has brotherhood relationship. But we cant tell anything that they were combat to kill one and, another. Babad Pati gives us informations that combating between Adipati Jayakusuma and Panembahan Senopati has two causes. First, misunderstanding about nonattendance Adipati Jayakusuma to meeting with her on Mataram Palace. Second, dissastified accumulation of Adipati Jayakusuma exclusively about exchange Juru Taman horse and Pragola cow, and the accomplish of Panembahan Senopati to married with Madiun princess. Finally, these causes lead for two prince from Pati and Mataram to combating one by one in Prambanan (Babad Tanah Jawi) or Kemalon (Babad Pati). But after Adipati Jayakusuma die, Mataram Prince dissatisfied in her heart caused for her misunderstanding. Keywords: Adipati Jayakusuma, Panembahan Senopati, Babad Pati, Babad Tanah Jawi.

Dosen pada Jurusan Pendidikan Sejarah, Fakultas Ilmu Sosial dan Ekonomi, Universitas Negeri Yogyakarta.1

ISTORIA Volume VI Nomor 2 April 2008

17

Kisah Adipati Jayakusuma-Panembahan Senopati Dalam Historiografi Babad A. Latar Belakang Penulisan sejarah lokal yang mulai sering dilakukan akhir-akhir ini merupakan sebuah usaha yang konstruktif dalam rangka meningkatkan gairah penelitian sejarah. Hal ini tentunya membantu upaya rekonstruksi sejarah nasional yang lebih objektif dan komprehensif. Namun usaha tersebut menjumpai permasalahan yang sulit untuk diatasi yaitu adanya keterbatasan sumber tertulis. Sebagaimana terjadi dalam penulisan sejarah lokal lainnya, penulisan sejarah awal Mataram khususnya pada masa konsolidasi kekuasaan di bawah Panembahan Senopati, banyak dijumpai tabir-tabir kegelapan yang sampai sekarang penuh dengan misteri yang belum berhasil diungkap. Hal ini sekali lagi disebabkan oleh adanya keterbatasan sumber tertulis, baik yang berasal dari dalam maupun dari luar. Oleh karenanya tidak berlebihan apabila kemudian Hermanus Johannes de Graaf (1899-1984), sejarawan Belanda yang dikenal sebagai Bapak Sejarah Jawa mengatakan bahwa penelitian sejarah Jawa pada abad ke-16 diabaikan dan terjepit antara dua pusat perhatian yaitu: kajian arkeologis pada masa praabad ke-16 dan kajian masa kolonial pada masa pasca abad ke-16. 2 Berbicara mengenai konsolidasi kekuasaan pada awal kerajaan Mataram, maka akan ditemui serangkaian peperangan antara Panembahan Senopati dengan penguasa-penguasa lokal yang tidak mau tunduk terhadap kekuasaannya. Rangkaian peperangan yang dilakukan oleh Panembahan Senopati yang belum banyak ditulis oleh sejarawan antara lain: peperangan menghadapi Ki Ageng Mangir (penguasa lokal di Bantul) dan Adipati Jayakusuma (penguasa Pati) . Adipati Jayakusuma adalah seorang penguasa Kadipaten Pati, Jawa Tengah, daerah bawahan Kerajaan Mataram. Pada dasarnya Mataram merupakan sebuah kesultanan baru yang mewarisi kesultanan sebelumnya yaitu Pajang. Pajang yang merupakan kelanjutan dari Demak, merupakan kesultanan Islam transisi dari Demak ke Mataram. Pajang mengalami disintegrasi politik setelah Sultan Adiwijaya meninggal pada tahun 1528. takhta Pajang. Beliau kemudian Panembahan Senopati berhasil menguasai kemelut politik pasca meninggalnya Sultan Adiwijaya serta menduduki memindahkan pusat pemerintahan dari Pajang ke Mataram pada tahun 1586.

De Graaf, HJ. (1985), Awal Kebangkitan Mataram: Masa Panembahan Senopati (Judul asli: De Regering van Panembahan Senapati Ingalaga) , Jakarta: Grafitti Pers., hlm. 1.2

ISTORIA Volume VI Nomor 2 April 2008

18

Kisah Adipati Jayakusuma-Panembahan Senopati Dalam Historiografi Babad Hubungan antara Adipati Jayakusuma dengan Panembahan Senopati sebenarnya sangat erat. Hal ini disebabkan adanya hubungan keluarga diantara keduanya. Panembahan Senopati adalah kakak ipar Adipati Jayakusuma, karena adanya perkawinan Panembahan Senopati dengan kakak perempuan Adipati Jayakusuma. Di samping itu diantara keduanya memang mempunyai hubungan persahabatan yang erat. Hal ini dapat dilihat dari peristiwa tukar-menukar kendaraan pribadi. Adipati Jayakusuma mempunyai kendaraan pribadi berwujud seekor lembu bernama Pragola. Lembu Pragola itu pada mulanya adalah kendaraan pribadi Panembahan Senopati, tetapi atas permintaan Panembahan Senopati sendiri lembu tersebut ditukarkan dengan seekor kuda kendaraan pribadi Adipati Jayakusuma yang bernama Juru Taman. Dengan terjadinya tukar-menukar kendaraan pribadi ini terlihat hubungan yang akrab antara kedua tokoh ini, di samping hubungan akrab sebagai saudara tua terhadap saudara muda. Akhirnya kedua tokoh ini, Adipati Jayakusuma dan Penambahan Senopati, terlibat dalam perang tanding yang hebat. Namun sayangnya peristiwa tersebut belum berhasil diungkap secara tuntas. Hal ini sekali lagi terkendala dengan keterbatasan sumber sejarah terutama sumber tertulis. Oleh karenanya dalam kajian ini akan disajikan kisah antara Adipati Pragola-Panembahan Senopati dalam historiografi babad. B. Babad Dalam Historiografi Indonesia Beberapa permasalahan dalam historiografi Indonesia sampai saat ini masih terus mengemuka, salah satunya adalah kurangnya sumber tertulis, khususnya masa abad XVI-XVIII. Padahal masa tersebut merupakan masa yang sangat penting dimana kerajaan-kerajaan Islam memainkan peranan signifikan dalam kehidupan politik Indonesia, khususnya di Jawa. Dalam periode kerajaan Islam, sumber tertulis yang dapat ditemui masih terbatas pada historiografi tradisi seperti: babad, kronik, hasil kesusastraan, dan kitab-kitab sastra. Sumber sejarah yang berupa babad sampai saat ini masih belum banyak dimanfaatkan oleh para sejarawan. Mungkin karena secara teoritik dan metodologis babad memiliki banyak kekurangan, khususnya bila dikaitkan dengan persoalan temporal, faktual maupun spasial. Di samping itu, karena merupakan sebuah karya sastra, maka babad menggunakan bahasa sastra yang sukar dipahami oleh masyarakat awam. Babad Tanah Jawi misalnya, sampai saat ini masih belum dapat dipahami seluruhnya mengenai asal, maksud, bahan dan komponennya. Bahkan De GraafISTORIA Volume VI Nomor 2 April 2008 19

Kisah Adipati Jayakusuma-Panembahan Senopati Dalam Historiografi Babad menyebutkan bahwa Babad Tanah Jawi sebagai sebuah tulisan yang aneh. Ada dugaan bahwa babad tersebut ditulis oleh beberapa orang yang ditujukan untuk memperkuat legitimasi dari raja yang sedang berkuasa. 3 Last but not least faktor isi yang kadang-kadang tidak dapat diterima dengan akal sehat, semakin menjauhkan perhatian sejarawan terhadap karya sastra tersebut. Terlepas dari semua kelemahan-kelemahannya, sebenarnya babad juga mengandung beberapa fakta sejarah. Dalam hal ini Taufik Abdullah menyatakan bahwa melalui karya sastra kita dapat memahami prosesi peristiwa masa lalu dan menangkap kembali struktur waktu dari realitas. Lebih lanjut Taufik Abdullah menyatakan bahwa karya sastra merupakan pengalaman kolektif dari pengarang dan merefleksikan suasana waktu ketika karya itu diciptakan. 4 Dalam kaitannya dengan hal tersebut, Bambang Purwanto mengatakan bahwa karya sastra telah menjadi bagian yang integral dengan sejarah sebagai sebuah tradisi. Sebagai sebuah tradisi karya sastra mempunyai empat fungsi utama. Pertama sebagai alat dokumentasi, kedua sebagai media untuk mentransfer memori masa lalu antar generasi, ketiga sebagai alat untuk membangun legitimasi, dan keempat sebagai bentuk eskpresi intelektual. 5 Sebagai sebuah karya tradisi, babad memuat realitas yang terbungkus dalam fantasi. Akhirnya Bambang Purwanto menyarankan agar sejarawan meningkatkan pemahaman metodologis dan pengetahuan substansi historis yang luas dan dalam untuk dapat mengungkap realitas yang ada di dalamnya. 6 C. Hubungan Adipati Jayakusuma-Panembahan Senopati Sejarah Pati sangat erat kaitannya dengan sejarah Mataram. Hal ini dapat dirunut dari sejarah tiga orang Sela di Pajang yaitu Kiai Gede Pemanahan, Kiai Juru Martani, Panjawi. Mereka ini merupakan putra-putra Kiai Gede Ngenis dengan perkecualian Panjawi yang merupakan seorang putra angkat. 7 Bila dilihat dari nama-namanya kelihatan bahwa mereka ini merupakan seorang rakyat jelata. Namun karena Sultan Pajang menyayanginya, maka kemudian

Ibid., hlm. 3. Bambang Purwanto, (2006), Gagalnya Historiografi Indonesiasentris, Yogyakarta: Penerbit Ombak., hlm. 90. 5 Ibid., hlm. 98. 6 Ibid., hlm. 102. 7 De Graaf, Op. cit., hlm. 19. Istilah Tiga Orang Sela ini diambil dari de Graaf.3 4

ISTORIA Volume VI Nomor 2 April 2008

20

Kisah Adipati Jayakusuma-Panembahan Senopati Dalam Historiografi Babad Sultan Pajang mengajak mereka keluar dari Sela dan pindah ke Hubungan antara ketiga orang Sela dengan Sultan Pajang semakin erat. Keberhasilan Tiga Orang Sela membunuh Aria Penangsang telah mengubah nasib mereka 8. Penjawi mendapat hadiah tanah yaitu daerah Pati. Sedangkan Kiai Pemanahan memilih daerah Mataram yang masih berupa hutan. Kalau Penjawi langsung segera menempati tanah Pati, tidak demikian halnya dengan Kiai Pemanahan. Sultan Pajang menunda penyerahan Mataram karena beliau sangat khawatir dengan ramalan yang menyatakan bahwa Mataram kelak akan tumbuh menjadi sebuah kerajaan besar. Ada beberapa perdebatan mengenai alasan penundaan ini. Sebagian berpendapat bahwa sultan berusaha untuk mencarikan tanah yang lebih baik untuk Ki Pemanahan. Hal ini didasarkan atas jasa Ki Pemanahan yang dikatakan lebih besar bila dibandingkan dengan Ki Penjawi. Sementara itu sebagian lagi berpendapat bahwa sultan bimbang dan resah dengan prediksi Sunan Giri bahwa kelak di Mataram akan timbul seorang raja yang besar sama dengan raja Pajang. 9 Atas intervensi Sunan Kalijaga, maka Sultan Hadiwijaya kemudian menyerahkan tanah Mataram kepada Ki Pemanahan. Pemberian hadiah tanah kepada dua orang bersaudara dari Sela ini kemudian mengawali perjalanan sejarah Ki Penjawi di Pati yang kemudian bergelar Ki Ageng Pati di satu sisi serta Ki Pemanahan yang kemudian bergelar Ki Gede Mataram. Kiai Gede Pemanahan mengajak anaknya R. Ng. Sutawijaya ke Mataram dan membangun daerah ini menjadi sebuah kadipaten. Sementara itu Panjawi yang mendapat hadiah Pati dapat segera menempatinya karena Pati telah berupa kota yang telah ramai dan banyak penduduknya. Panjawi mempunyai dua orang anak yaitu seorang perempuan dan Jayakusuma. Babad Pati menceritakan ha; ini dengan tembang Dhandhanggula pupuh XV sebagai berikut: Putraniro neggih naming kalih, ingkang sepuh wanodya yu endah, ingkang hanom kakung putrane, cumantya ramenipun, haneng Pati nama Dipati, aran Pajang.

Sebenarnya yang berhasil membunuh Aria Penangsang adalah Sutawijaya. Akan tetapi mereka melaporkan bahwa yang membuhuh Aria Penangsang adalah Kiai Pemanahan dan Penjawi. 9 Ibid., hlm. 62.8

ISTORIA Volume VI Nomor 2 April 2008

21

Kisah Adipati Jayakusuma-Panembahan Senopati Dalam Historiografi Babad Jayakusuma, digdaya pinunjul, sumiwi marang Mataram, karatone ing Pajang sampun gumanti Mataram Senopatyo. 10 (Putranya hanya dua orang, yang tua adalah seorang wanita dan yang muda laki-laki. Putranya yang laki-laki lalu menggantikan kedudukan ayahnya di Pati, yang bernama Jayakusuma. Dia sangat sakti sekali serta tunduk kepada Mataram. Pada waktu itu kerajaan Pajang sudah berganti menjadi kerajaan Mataram). Hubungan antara Adipati Jayakusuma dengan Panembahan Senopati adalah saudara sepupu karena orang tua mereka bersaudara. Hubungan kekerabatan antara Adipati Jayakusuma dengan Panembahan Senopati semakin erat dengan dikawininya putri Pemanahan yang merupakan kakak Adipati Jayakusuma oleh Panembahan Senopati. 11 Cerita Babad Pati senada dengan silsilah raja-raja Surakarta dan Yogyakarta yang di dalamnya disusun nama-nama seperti Ki Penjawi, Ki Ageng Pemanahan, Panembahan Senopati, Adipati Pati, Sultan Agung sampai Pakubuwono X disusun dengan susunan yang jelas. 12 Silsilah tersebut menggambarkan hubungan kekerabatan antara Adipati Jayakusuma dengan Panembahan Senopati. Tetapi pada perkembangannya Adipati Jayakusuma ditempatkan sebagai lawan politik yang membahayakan kedaulatan dan integritas Mataram. Barangkali hal inilah yang membawa dua orang bersaudara sepupu dan ipar ini terlibat dalam perang tanding yang dikisahkan secara panjang lebar oleh Babad Pati. D. Sebab-sebab Permusuhan Sebab-sebab pertentangan antara Adipati Jayakusuma-Panembahan Senopati disebabkan oleh beberapa faktor. Babad Pati mengungkapkan bahwa pertukaran kendaraan antara kuda Juru Taman dengan sapi Pragola sebenarnya sangat mengecewakan Adipati Jayakusuma. Hal ini diilustrasikan dengan tembang Kinanthi pupuh XXII sebagai berikut:Sosrosumarto & Dibyosudiro, (1980), Serat Babad Pati (alihbahasa dan aksara oleh Yanti Darmono), Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan: Proyek Pengadaan Buku Sastra Nasional dan Daerah. Hlm. 208. 11 Lihat Pari Sewuli, Silsilah Raja-raja, edisi huruf Jawa Carikan. 12 Karaton Surakarta tuwin Yogyakarta wiwit panjenenganipun prabu Brawijaya kaping V hing Majapahit hingkang wekasan. Koleksi Museum Radyapustaka, Surakarta. Lihat juga Pari Sewuli, Op. cit.10

ISTORIA Volume VI Nomor 2 April 2008

22

Kisah Adipati Jayakusuma-Panembahan Senopati Dalam Historiografi Babad kudamu iku sun teda, apa pareng sira yayi? nanging jrih lenggana, sumangga karsa narpati, kawula darmi punika, sadaya kagungan aji, nanging tyas dereng alila, margi remen kang turanggi, nagning jrih lamun lenggana, pramila matur tan yekti. 13 ( kudamu aku minta, bolehkah dinda? Sang Adipati takut menolaknya, silahkan saja kehendak paduka, hamba berikan. Semuanya adalah milik paduka raja. Tetapi sesungguhnya hatinya belum rela, sebab dia senang kepada kudanya. Namun oleh karena takut menolak, maka dari itu ia berbohong). Pada perkembangannya kemudian Panembahan Senopati menempatkan Adipati Jayakusuma sebagai salah seorang senopatinya dalam usaha konsolidasi kekuasaan menghadapi bupati-bupati dari Jawa Timur. Dalam usaha untuk menaklukkan Madiun, Adipati Jayakusuma berjuang dalam pertempuran yang hebat di Gunung Pandan melawan prajurit Madiun. H. J. de Graaf menengarai bahwa keterlibatan Adipati Jayakusuma dalam pertempuran melawan Madiun dilatarbelakangi oleh kekhawatiran akan maneuver bupati Madiun terhadap Warung yaitu sebuah daerah di Blora yang secara geopolitis juga membahayakan kedaulatan Pati. 14 Panembahan Senopati kemudian memanggil seluruh senopatinya, termasuk Adipati Jayakusuma untuk berperang melawan Madiun. Babad Pati mengilustrasikan peristiwa tersebut dengan tembang Kinanthi pupuh XXII sebagai berikut: Sang dipati wau tinimbalan mring Mentawis, kinen nanggulan karaman, Gunung Pandan den njageni, anganti praptaning kraman, nggenya baris wadya aji . . . , sang dipati wau, hantuk boyongan pawestri, putri kalih ayu endah, wus katur sri narapati, kang rayi nora sinungan, marma sakit ing penggalih. 15 (sang Adipati tadi dipanggil ke Mataram, disuruh mengatasi pemberontakan, yaitu berjaga di Gunung Pandhan, tempatnya barisan raja menunggu, para pemberontak . . ., Sang Adipati mendapat boyongan dua dua orang putri cantik. Putri tersebut sudah diberikannya kepada raja, namun dia tidak diberi oleh karena itu sakit hatinya).

13 14 15

Sosrosumanto, Op cit., hlm. 230 De Graaf, Op cit., hlm. 105. Sosrosumanto, Op. cit., hlm. 231.

ISTORIA Volume VI Nomor 2 April 2008

23

Kisah Adipati Jayakusuma-Panembahan Senopati Dalam Historiografi Babad Kutipan di atas menjelaskan bahwa Jayakusuma membantu Panembahan Senopati dalam menumpas pembelotan yang dilakukan oleh bupati-bupati Jawa Timur yang dikomandani oleh Madiun. Dijelaskan juga bahwa Jayakusuma berhasil membawa harta rampasan berupa dua orang puteri yang disebutnya sebagai puteri boyongan dari Gunung Pandan. Kemungkinan besar puteri-puteri tersebut dikawini oleh Panembahan Senopati. Hal ini didasarkan pada silsilah raja-raja Surakarta dan Yogyakarta yang menyatakan bahwa Panembahan Senopati mempunyai dua orang garwa (isteri) yang pertama putri dari Pati sedangkan yang kedua adalah putri dari Madiun. 16 HJ. de Graaf menyatakan bahwa puteri bupati Madiun yang memimpin perlawanan terhadap Mataram akhirnya diperistri oleh Senopati. Babad Tanah Jawi yang gemar akan anekdot mengilustrasikan pertempuran antara antara pasukan Mataram dengan pasukan dari Jawa Timur (Madiun) yang dipimpin oleh senopati wanitanya sebagai berikut: Panembahan Madiun terkejut sekali tentang kekalahan pasukannya dan berkata, saya tidak menduga bahwa beginilah maksud Senopati. Ia memang dapat dinamakan manawisa: bagai madu di luar, tetapi racun di dalam. Setelah itu ia bersama pengikutnya berangkat ke Wirasaba, dan meninggal-kan putrinya Retna Jumilah, yang bersenjatakan Keris Gumarang. Setelah beberapa lama pingsan, putri itu siuman kembali dan berdandan seperti satria, bersenjatakan keris, pistol dan tombak. Dengan senjata itulah ia menunggu kedatangan Senopati di dalam keraton. Senapati ternyata kebal terhadap senjata-senjata itu. Bahkan juga terhadap pisau cukur. Akhirnya putri itu dapat dirangkul Senopati dan dijadikan istrinya. 17 Pernikahan antara Panembahan Senopati dengan putri Madiun ini menambah kekecewaan Adipati Jayakusuma. Babad Tanah Jawi menceritakan Ketika Adipati Pati mendengar perkawinan itu ia sangat cemas. Ia minta izin pulang dengan alasan daerahnya dalam bahaya. Senopati menahannya, tetapi sia-sia. Senopati merasa khawatir bahwa Adipati patiKraton Surakarta tuwin Yogyakarta wiwit panjenenganipun Prabu Brawijaya kaping V hing Majapahit hingkang wekasan. Koleksi Museum Radya Pustaka, Surakarta. 17 Dikutip dari H. J. de Graaf, Op. cit., hlm. 108.16

ISTORIA Volume VI Nomor 2 April 2008

24

Kisah Adipati Jayakusuma-Panembahan Senopati Dalam Historiografi Babad akan membelot. Lalu menyampaikan kekhawatirannya itu kepada pamannya. Adipati Mandaraka, akibat pemberitahuan itu juga merasa cemas. 18 Sementara itu Serat Kandha menceritakan pada hari persidangan agung setelah perkawinan itu, Adipati Pati berangkat pulang tanpa berpamitan, jengkel karena perkawinan itu diadakan dalam masa terjadinya banyak pertumpahan darah.19

Senopati

sambil

menduga-duga

alasan

itu,

membiarkannya pergi.

Babad Pati menceritakan bahwa pada waktu Panembahan Senopati sedang tidur sebelum pulang ke Mataram, pada pagi harinya ada sorang abdi memberi tahu bahwa tadi malam Adipati Jayakusuma telah pulang lebih dulu. Panembahan Senopati menduga barangkali Adipati Jayakusuma sakit hati, sehingga pulang tanpa pamit kepadanya. 20 H. J. de Graaf menduga bahwa tindakan Adipati Jayakusuma didasarkan pada kekhawatirannya terhadap kekuasaan Mataram yang semakin luas pasca kemenangannya menghadapi bupati-bupati Jawa Timur. Atau mungkin ia menduga bahwa saudara perempuannya yang kawin dengan Senopati mungkin akan tergeser kedudukannya akibat kedatangan putri dari Madiun tersebut. 21 Terlepas dari analisis-analisis yang dikemukakan oleh para ahli, benang merah kekecewaan Adipati Jayakusuma terhadap Panembahan Senopati telah terajut sejak lama. Kekecewaan ini diawali oleh pertukaran kendaraan kuda Juru Taman dengan lembu Pragola yang disusul dengan kekecewaan-kekecewaan lainnya. Akumulasi kekecewaan inilah yang mendasari keberanian Adipati Jayakusuma untuk tidak menghadap ke Mataram. E. Menuju Arena Perang Tanding. Ketidakhadiran Adipati Jayakusuma dalam pisowanan agung di Mataram menimbulkan kecurigaan aka adanya pembelotan. Babad Pati menceritakan pengkhianatan kuda Juru Taman yang berakhir pada kematiannya telah meninggalkan kesedihan yang mendalam bagi raja Mataram. Hal itu

Ibid. Ibid. 20 Sosrosumarto, Op. cit., hlm. 146. 21 Ibid.18 19

ISTORIA Volume VI Nomor 2 April 2008

25

Kisah Adipati Jayakusuma-Panembahan Senopati Dalam Historiografi Babad mendorong raja Mataram memikirkan adik ipar dan sepupunya yaitu Adipati Jayakusuma yang sudah selama enam tahun tidak menghadap ke Mataram. 22 Babad Tanah Jawi tidak memberikan keterangan secara terperinci tentang awal mula perselisihan Adipati Jayakusuma dengan Panembahan Senopati. Dalam Babad Tanah Jawi hanya diceritakan bahwa ketika Panembahan Senopati mengumpulkan para senopati perangnya, Adipati Jayakusuma datang terlambat, sehingga sangat malu dibuatnya. Karena hal tersebut, maka Adipati Jayakusuma ingin memberontak kepada Mataram. Dipati pati wiyose, keladuk pomadiyun, Panembahan Mataram nuli, lajeng ing Pasuruan, . . . Adipati Pati tan menangi, apan mulih mring negaranira, purwana kangen rabine, sanget ing wirangipun, pan angrasa kantun ing kardi, mila kala semana, mbalik karsanipun, .. 23 Keterangan tersebut tampaknya sangat meragukan, hanya karena perasaan malu kemudian tiba-tiba seorang adipati memberontak kepada raja sekaligus kakaknya. Barangkali keterangan ini dibuat oleh penulis babad untuk menunjukkan bahwa Adipati Jayakusuma benar-benar memberontak, meskipun dengan alasan yang dibuat-buat. Selanjutnya Babad Tanah Jawi menceritakan bahwa Adipati Jayakusuma mengirimkan utusan ke Mataram dengan tujuan untuk meminta hak pengurusan atas semua tanah pedesaan di sebelah utara Pengunungan Kendeng, dan juga meminta 100 mata tombak dengan batangnya. Senopati memberikan semuanya, kecuali batang tombak, yang berarti perang. Mandaraka sangat terkesan oleh kejadian itu. 24 Babad Pati tidak menyinggung adanya permintaan Adipati Pati atas hak pengurusan pedesaan di sebelah utara Pengunungan Kendeng maupun 100 batang tombak. Babad Pati melanjutkan ceritanya bahwa ketika sedang tidur di pendopo, Panembahan Senopati bertanya kepada prajurit penjaga istana. Kebetulan yang bertugas jaga malam adalah Kiageng Jambeyan dan Plangitan. Hal ini diceritakan dengan tembang Pocung pupuh XXV sebagai berikut: Wus dinangu ya ta pangandikanipun: heh panggedhe siro, Jambeyan Plangitan ugi, paran baya sira weruh purwanira, Ariningsun, nggone nora seba mring sun, apa darunanya, de lami tan ana prapti, datan karsa seba mringIbid., hlm. 240. Anonim, (1940), Babad Tanah Jawi VII (edisi huruf Jawa), Jakarta: Balai Pustaka., hlm. 31Ibid., hlm. 33. Lihat juga HJ. de Graaf, Op. cit., hlm. 124.

22 23

32.24

ISTORIA Volume VI Nomor 2 April 2008

26

Kisah Adipati Jayakusuma-Panembahan Senopati Dalam Historiografi Babad karatoningwang. Laminipun saprene wataranipun, wus ana nem warsa, apa baya yayi sakit, lah panggedhe matura ing yektinira. Nulya matur Kyageng Jambeyan punika: aduh duh gusti kula, nuwun duka amba yekti, pireng ulun rayi tuwan sang dipatya, sampun ngumpul dipati Pati puniku, sagung praboting prang, arsa nglurug mring Metawis, kinten amba datan dangu mulya prapta. 25 Lalu ditanyai, demikian katanya, hai pembesar Jambeyan juga pembesar Plangitan, apakah kalian mengetahui sebabnya adikku tak menghadap kepadaku. Dan apakah sebabnya lama tidak mau datang menghadap ke keratonku, lamanya sampai sekarang sudah ada sekitar enam tahun. Apakah adikku sakit. Lah pembesar katakanlah sesungguhnya? Kyageng Jambeyan segera berkata, aduh duh paduka hamba minta maaf, hamba sungguh-sungguh mendengar bahwa adik paduka Sang Adipati Pati sudah mengumpulkan semua peralatan perang, akan datang menyerbu Mataram. Menurut perkiraan hamba tak lama lagi tiba. Dikisahkan oleh Babad Pati bahwa Panembahan Senopati belum yakin betul dengan jawaban Kiageng Jambeyan dan Plangitan. Untuk menyakinkan hatinya, Panembahan Senopati menghadap seorang pendeta untuk meminta pendapat. Kemudian pendeta tersebut menyarankan agar Panembahan Senopati mengirmkan surat kepada adiknya tersebut. Adipati Jayakusuma yang menerima surat tersebut sudah tahu maksudnya, bahwa Panembahan Senopati menuduhnya akan memberontak. Adipati Jayakusuma sama sekali tidak berkata apapun, hanya menggertakkan giginya. Babad Pati tidak menyebutkan siapa pendeta tersebut, akan tetapi kemungkinan besar pendeta yang dimaksud adalah Kiai Juru Martani yang sejak awal mendampingi Panembahan Senopati dan menjadi otak di balik kesuksesan raja Mataram tersebut. Nama lain yang kemungkinan diidentikkan dengan pendeta tersebut adalah Patih Mandaraka. HJ. de Graaf menyatakan bahwa patih Mandaraka mempunyai perang penting dalam masa pemerintahan Panembahan Senopati. 26

25 26

Sosrosumarto, Op. cit., hlm. 241. de Graaf, Op. cit., hlm. 125.

ISTORIA Volume VI Nomor 2 April 2008

27

Kisah Adipati Jayakusuma-Panembahan Senopati Dalam Historiografi Babad F. Jalannya Perang Tanding Setelah menerima surat dari Adipati Jayakusuma, Panembahan Senopati segera menyiapkan prajuritnya dan berangkat ke Pati. Ketika telah sampai di tepi sungai Juwana, pasukan Mataram berhenti untuk beristirahat dan mendirikan perkemahan di desa Jetak. Panembahan Senopati bermaksud mengirim utusan ke Pati, tetapi urung dan memenuhi saran Kiai Juru Martani untuk membunyikan meriam Kalantaka. Mendengar dentuman meriam Kalantaka, Adipati Jayakusuma mengetahui bahwa kakak iparnya telah datang. Persesuaian kisah tersebut dengan Babad Tanah Jawi adalah lokasi yang berdekatan dengan sungai. Desa Jetak yang disebutkan dalam Babad Pati tampaknya meragukan. Babad Tanah Jawi menyebut bahwa peperangan itu terjadi di Prambanan. Babad Tanah Jawi kemudian menceritakan bahwa ketika Pangeran Mahkota Mataram pergi ke Prambanan, tentara Pati bergerak ke Kemalon. Adipati Jayakusuma sangat marah dan menantang Panembahan Senopati untuk perang tanding. Akhirnya terjadi perang tanding antara Adipati Jayakusuma menghadapi kemenakannya yang dimenangkan oleh Adipati Jayakusuma. Penambahan Senopati dengan restu permaisurinya, kakak Adipati Jayakusuma, segera mengejar prajurit Pati yang membangun benteng pohon kelapa di Prambanan. 27 Babad Pati menceritakan bahwa mengetahui Panembahan Senopati telah datang, maka Adipati Jayakusuma segera bersiap untuk menyambutnya. Adipati Jayakusuma melarang para prajuritnya untuk ikut menyambut kedatangan pasukan Mataram. Adipati Jayakusuma hanya didampingi oleh kakaknya (Pangeran Arya) dan enam orang tamtama. Keenam tamtama tersebut adalah: (1) Patih Sumerja, (2) Sutawanengpati, (3) Sutawanenggita, (4) Sambaprada, (5) Sambanipis, (6) Rujakbeling. 28 Adipati Jayakusuma menyeberangi sungai Juwana dan menantang Panembahan Senopati untuk melakukan perang tanding dan tidak melibatkan prajurit masing-masing. Dalam hal ini Babad Pati mengungkapkan dengan tembang Sinom pupuh XXVI sebagai berikut: Duh kangmas nata ing Metawis, sami sugeng rawuhnya paduka nata, rawuh Pati arsa yuda, arinta sumanggeng karsi, nanging panuwun kawula, sampun ngaben kang prajurit, tyang alit boten uning dosanya ngawula ratu, dari

27 28

Ibid. Sosrosumarto, Op. cit., hlm. 126.

ISTORIA Volume VI Nomor 2 April 2008

28

Kisah Adipati Jayakusuma-Panembahan Senopati Dalam Historiografi Babad suwawi glis miyose, kawula tur mundura.29 ( duh kanda raja Mataram, selamat datang. Paduka raja datang di Pati ini akan berperang, adindamu mempersilakan kehendak paduka. Akan tetapi permintaan hamba jangan mengadu para prajurit, sebab orang kecil tidak mengetahui dosa raja. Marilah keluar segera, hamba akan menghaturkan bakti, dan masakan adik paduka di Pati mundur) Mendengar tantangan ini Panembahan Senopati menjadi sangat marah dan keluar dari barisan untuk menghadapi Adipati Jayakusuma. Diceritakan oleh Babad Pati, Panembahan Senopati menusuk dada Adipati Jayaksuma dengan tombaknya, sampai tiga kali tusukan tetap tidak mempan. Gantian Adipati Jayakusuma menusukkan tombaknya ke dada Panembahan Senopati, namun sampai tiga kali juga tidak mempan. Mereka perang tanding selama tiga hari dengan berbagai macam senjata, tombak, pedang, dan keris, akan tetapi dua orang kakak beradik ini sama-sama saktinya. Babad Pati menceritakan bahwa perang tanding tersebut terjadi pada hari Kamis Pon. 30 Setelah tiga hari berperang tanding, maka mereka kemudian memutuskan untuk berhenti dan mandi di sumur yang ada di dekat mereka. Ketika sedang mandi, Adipati Jayakusuma mendapat firasat bahwa dalam perang tanding nanti dirinya akan kalah. Firasat tersebut berupa sinar (tejo) yang memancar terus di dalam sumur saat Panembahan Senopati mandi, tetapi sinar itu patah setelah dirinya masuk ke pemandian. Mendapat firasat tersebut, Adipati Jayakusuma memerintahkan kepada Sutawanengpati untuk membunuh seluruh isteri dan anaknya. G. Akhir Perang Tanding Perang tanding antara Panembahan Senopati melawan Adipati Jayakusuma telah berlangsung selama tiga hari. Semua jenis senjata telah dipergunakan, baik tombak, pedang, maupun keris. Namun tampaknya tidak ada tanda-tanda siapa yang akan kalah dan siapa yang akan menang. Babad Pati menceritakan bahwa setelah melakukan perang tanding selama tiga hari, Panembahan Senopati merasa kewalahan menghadapi Adipati Jayakusuma.29 30

pangabekti, rayi tuwan ing Pati mangsa

ini akan

Ibid., hlm. 245. Ibid.

ISTORIA Volume VI Nomor 2 April 2008

29

Kisah Adipati Jayakusuma-Panembahan Senopati Dalam Historiografi Babad Panembahan Senopati kemudian meminta nasehat Kiai Juru Martani. Dalam nasehatnya, Kiai Juru Martani mengatakan bahwa kelemahan orang Pati adalah kalau mereka sesumbar dan menampakkan dadanya, maka kesaktian yang dimiliki akan hilang. Akan tetapi Panembahan Senopati merasa kesulitan untuk memancing adiknya agar bersumbar. Selama perang tanding saja ketika akan membalas serangan, Adipati Jayakusuma selalu menghaturkan sembah terlebih dahulu. 31 Selanjutnya, Babad Pati menceritakan keadaan tersebut dengan tembang Durma pupuh XVII sebagai berikut: Kyai Juru mesem jro tyas sarwi nabda: gampang bae ngakali, wantune rayinta, ing Pati barangasan, nora betah den campahi, marmanta sira, numpako kuda dhisik, yen wus numpak nuli sira ngandika: layak sira Dipati, kandhel kulitira, de nganggo kere walanda, pesthine tan pasha wesi, pesthine sumbar, adimu adipati. 32 (Ki Juru tersenyum dalam hatinya serta berkata, mudah saja mengakalinya, watak adikmu Dipati Pati itu pemarah, tidak tahan bila dicela, oleh karena itu engkau naik kuda dahulu, bila sudah naik berkatalah engkau, Pantas tebal kulitmu Dipati Pati, sebab memakai baju kerai Belanda, tentu saja tidak mempan dengan besi, adikmu pasti bersumber Panembahan Senopati menuruti nasehat Kiai Juru Martani, dan pada pagi harinya, dia keluar naik kuda sambil memanggul tombak Kyai Plered. Babad Pati menyebutkan bahwa hari itu adalah hari Jumat Wage yang dikatakan sebagai hari naasnya orang Pati. Untuk selanjutnya perang tandingpun segera dimulai kembali. Babad Pati menceritakan peristiwa tersebut dengan Durma Pupuh XXVII sebagai berikut: Sang dipati nulya nitih kudanira, napas ules wajik, ngembat lawungira Ki Bedru namanira, sasirig madyaning jurit, wus ayun-ayunan, sang nata ngandika ris, Lah ta yayi sira glis andhisikana!, umatur ingkang rayi, Sumangga paduka, namani dhateng amba, Senapati angayati nanting kang tumbak, pan sarwi dipun tinggil. Pamrihira mantep tibanya kang tumbak, kenging jaja amuni, jumebles swaranya. Senapati ngandika, Layak adhi sira sekti, tan pasah tumbak, nganggo kere Walanda!. Sru Bramantya Dipati Jayakusuma, rasukan dipun wingkis, kang jaja tinggal katingal, sarwi sumbar mangkana Boten watak31 32

Sosrosumarto Op cit. hlm. 248. Ibid.

ISTORIA Volume VI Nomor 2 April 2008

30

Kisah Adipati Jayakusuma-Panembahan Senopati Dalam Historiografi Babad tiyang Pati, lamun nganggea kerene tyang walandi! Senapati wus awas pandulunira, jajanya katon kuning, lir kulit wanodya, lajeng sinogok tumbak, Kyai Plered ingkang manjing tumaneng jaja, Dipati dhawah nuli. 33 (Sang Dipati segera naik kudanya yang berwarna kelabu agak kekuningan, sambil menarik tumbaknya Ki Bedru. Melompat-lompat dia di tengah-tengah medan laga. Sesudah berhadap-hadapan, raja berkata lembut, Adinda ... segeralah kau mulai!. Adiknya berkata, Silahkan paduka mengenai hamba dulu. Senapati lalu menarik serta mengangkat tombaknya ke atas, maksudnya agar supaya tepat jatuhnya. Tombak itu mengenai dada, berdenting suaranya. Senapati berkata, Adinda pantas engkau sakti dan tidak mempan dengan tombak, sebab engkau mengenakan baju kerai besi Belanda! Dipati Jayakusuma sangat marah, pakaiannya disingsingkan hingga kelihatan dadanya, serta bersumbar demikian, Tidak patut jikalau orang Pati memakai baju kerai besi Belanda! Penglihatannya Senapati sudah waspada, lalu dadanya yang kelihatan kuning seperti kulit wanita itu ditusuk dengan tombaknya Kyai Plered. Tombak tersebut mengenai dada lalu Dipati jatuh). Meninggalnya Adipati Jayakusuma dalam perang tanding melawan Panembahan Senopati membuat pengikutnya yang berjumlah enam orang mengamuk. Mereka menerjang dan menyerang prajurit Mataram. Akan tetapi perlawanan pengikut Adipati Jayakusuma sia-sia belaka sebab jumlah prajurit Mataram sangat banyak. Babad Pati menyebutkan bahwa perbandingannya 1:100 orajurit. 34 Meskipun jumlah tersebut agaknya meragukan, tetapi dapat kita bayangkan bahwa enam orang pengikut Adipati Jayakusuma itu menjadi bulan-bulanan prajurit Mataram. Akhirnya pengikut Adipati Jayakusuma melarikan diri dari medan pertempuran. Dikisahkan bahwa Sutawanengpati yang sedang mengamuk menghadapi prajurit Mataram teringat akan perintah oleh Adipati Jayakusuma untuk membunuh semua anak dan isteri sang adipati. Oleh karena itu Sutawanenggita segera masuk ke istana kadipaten dan membunuh semua anak dan isteri Adipati Jayakusuma. Hanya Raden Janaka yang masih berumur satu tahun yang diselamatkan dan dibawa pergi ke sebuah gua. Sementara itu Raden

33 34

Ibid., hlm. 249. Ibid., hlm. 249.

ISTORIA Volume VI Nomor 2 April 2008

31

Kisah Adipati Jayakusuma-Panembahan Senopati Dalam Historiografi Babad Penjaringan yang terluka punggungnya, melarikan diri dan diikuti oleh abdiabdinya yang lain. H. Simpulan Dalam penulisan sejarah awal berdirinya Mataram pada abad XVI masih terdapat tabir-tabir yang perlu untuk diungkapkan. Kisah Senopati-Adipati Jayakusuma dari Pati merupakan salah satunya. Kurangnya sumber tertulis, khususnya dari luar, menyebabkan kisah tersebut masih menjadi sebuah misteri yang sangat menantang untuk diungkap. Sementara sumber dari dalam masih terbatas pada historiografi tradisi yang berupa babad. Babad Pati yang ditulis oleh Sosrosumanto dan Dibyosudiro merupakan salah satu babad yang menceritakan kisah berdirinya Pati sekitar tahun 1292 sampai kurang lebih tahun 1600. Babad ini merupakan salah satu babad yang layak dipertimbangkan sebagai salah satu sumber untuk mengungkapkan kisah Senopati-Adipati Jayakusuma. Dikisahkan oleh Babad Pati bahwa tokoh yang memiliki peran penting dalam tahap awal berdirinya Pati adalah Kembangjaya atau terkenal dengan nama Ki Ageng Kemiri. Melalui serangkaian peperangan menghadapi beberapa daerah, akhirnya Ki Ageng Kemiri berhasil menyatukan beberapa daerah yang kemudian dinamakan Kadipaten Pesantenan. Setelah Ki Ageng Kemiri wafat, putranya yang bernama Raden Tondonegara diangkat menjadi adipati menggantikan ayahnya. Raden Tondonegara merupakan seorang adipati yang bertindak arif dan bijaksana. Ia menjadi sosok agung yang dapat mengayomi rakyatnya sehingga kehidupan rakyat pada waktu itu diliputi oleh suasana kerukunan, kedamaian, ketenangan dan kesejahteraan. Raden Tondonegoro memindahkan pusat pemerintahan dari desa Kemiri ke desa Kaborongan dan mengubah nama Pesantenan menjadi Pati, dan kemudian bergelar Ki Ageng Pati. Peristiwa tersebut terjadi kira-kira tahun 1323. Babad Pati menceritakan sejarah berdirinya Pati sampai di situ. Selanjutnya Babad Pati menceritakan peperangan antara Adipati Jayakusuma melawan Panembahan Senopati. Babad Pati secara panjang lebar menceritakan konflik Adipati Jayakusuma-Panembahan Senopati yang diawali oleh kekecewaan Adipati Jayakusuma. Kekecewaan Adipati Jayakusuma diawali dengan ketidakrelaannya atas pertukaraan kuda Juru Taman dengan lembu Pragola. Berikutnya Adipati Jayakusuma sangat sakit hati dengan perkawinanISTORIA Volume VI Nomor 2 April 2008 32

Kisah Adipati Jayakusuma-Panembahan Senopati Dalam Historiografi Babad antara Panembahan Senopati dengan putri dari Madiun. kekecewaan inilah yang melatarbelakangi Adipati menghadap ke Mataram selama enam tahun. Panembahan Senopati menganggap tindakan Adipati Jayakusuma yang tidak menghadap ke Mataram sebagai pembelotan. Hasutan dari Ki Ageng Jambeyan dan Plangitan yang mengatakan bahwa Adipati Jayakusuma telah mempersiapkan tentara dan akan segera menyerang Mataram menyebabkan Panembahan Senopati memimpin pasukannya berangkat ke Pati. Sementara itu Adipati Jayakusuma menyonsong Panembahan Senopati hanya diikuti oleh enam orang prajuritnya. Dengan kebesaran jiwanya, Adipati Jayakusuma menantang Panembahan Senopati untuk perang tanding satu lawan satu. Diceritakan selanjutnya oleh Babad Pati, bahwa perang tanding antara Adipati Jayakusuma-Panembahan Senopati berjalan selama tiga hari. Perang tersebut berjalan seimbang dan tidak ada tanda-tanda siapa yang akan kalah ataupun menang. Karena merasa kesulitan untuk menandingi Adipati Jayakusuma, Panembahan Senopati meminta nasehat Kiai Juru Martani. Dengan sedikit tipu muslihat, sesuai dengan nasehat Kiai Juru Martani, akhirnya Panembahan Senopati dapat mengalahkan Adipati Jayakusuma. Namun ternyata kematian Adipati Jayakusuma menimbulkan penyesalan yang mendalam. Apalagi setelah diketahui bahwa Adipati Jayaksusuma tidak pernah menyiapkan pasukan untuk memberontak kepada Mataram sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Kiai Ageng Jambeyan dan Plangitan. Penyesalan Panembahan Senopati semakin terasa mendalam tatkala menemukan anak dan isteri Adipati Jayakusuma dibunuh semuanya dengan tujuan agar tidak dijadikan boyongan ke Mataram. Dengan segala kekurangannya, Babad Pati telah memberikan gambaran tentang kisah perang tanding antara Adipati Jayakusuma-Panembahan Senopati secara panjang lebar. Ada beberapa kesesuaian dan ketidaksesuaian antara Babad Pati dengan sumber-sumber lain yang memberikan informasi tentang persitiwa tersebut. Hal ini bertitiktolak dari tujuan si penyusun sumber yang bersifat subjektif. Sebagai sejarawan akademik kita tidak boleh menerima begitu saja apa yang disampaikan oleh sebuah sumber. Akan tetapi dengan adanya keterbatasan sumber tertulis yang mengungkap kisah Panembahan SenopatiAdipati Jayakusuma, setidak-tidaknya, Babad Pati telah mengisi celah-celah tersebut. Akumulasi tidak Jayakusuma

ISTORIA Volume VI Nomor 2 April 2008

33

Kisah Adipati Jayakusuma-Panembahan Senopati Dalam Historiografi Babad Daftar Pustaka Buku Anonim. (1940). Babad Tanah Jawi VII. Jakarta: Balai Pustaka. Bambang Purwanto. (2006). Gagalnya Historiografi Indonesiasentris. Yogyakarta: Penerbit Ombak. De Graaf, H.J. (1985). Awal Kebangkitan Mataram. Jakarta: Grafitti Press. Gootschalk, Louis. (1986). Understanding History: A Primer Historical Method (ab. oleh Nugroho Notosusanto, Mengerti Sejarah). Jakarta: UI Press. Ibrahim Alfian, T., dkk. (1987). Dari Babad dan Hikayat Sampai Sejarah Kritis. Yogyakarta: Gajahmada University Press. Sosrosumanto, KM. & Dibyosudiro. (1925). Babad Pati. Yogyakarta: NV. Mardimulyo (terbit dalam edisi huruf Jawa). Sosrosumanto, KM. & Dibyosudiro. (1980). Serat Babad Pat (alih bahasa dan aksara oleh Yanti Darmono). Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan: Proyek Pengadaan Buku Sastra Indonesia dan Daerah. Sukardi, dkk. (2004). Pedoman Penelitian (Edisi 2004). Yogyakarta: UNY Press. Sutjipto, FA. (1981). Struktur Politik dan Historiografi Tradisional. Makalah Dalam Seminar Nasional III. Jakarta: Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional Direktorat Sejarah dan Nilai tradisional Depdikbud. Terbitan dan Situs Internet Sejarah Kabupaten Pati, Tersedia dalam www.depdagri.go.id. Diakses pada tanggal 20 Agustus 2007. Karaton Surakarta tuwin Yogyakarta wiwit panjenenganipun prabu Brawijaya kaping V hing Majapahit hingkang wekasan. Koleksi Museum Radyapustaka, Surakarta.ISTORIA Volume VI Nomor 2 April 2008 34

Kisah Adipati Jayakusuma-Panembahan Senopati Dalam Historiografi Babad Praba Hapsara. (2003). Menjadi Budakpun Dilakoninya: Baron Sekeber 2, Suara Merdeka Edisi 2 September 2005. Tentang Penulis. Sudrajat, dosen muda pada Jurusan Pendidikan Sejarah FISE Universitas Negeri Yogyakarta. Menyelesaikan pendidikan S1 pada program studi Pendidikan Sejarah IKIP Yogyakarta pada tahun 1999. Saat ini sedang menempuh pendidikan S2 pada program studi Pendidikan IPS di Universitas Negeri Yogyakarta. Mata kuliah yang diampu antara lain: Sejarah Eropa Lama, Sejarah Eropa Baru, Pengantar Sejarah Eropa, dan Sejarah Lisan.

ISTORIA Volume VI Nomor 2 April 2008

35

Donggala: From Imperialism to the Regency Establishment DONGGALA: FROM IMPERALISM TO THE REGENCY ESTABLISHMENT Oleh: Lukman Nadjamuddin 1 and Idrus 2 Abstract The Effort exerted by the Dutch to conquer Banawa Kingdom, particularly Donggala City, began with the assumption derived from economic and political calculation that the confiscation would make it possible for the Dutch to pacify its trade channel in Makasar narrows and extend economic exploitation, given that Donggala had a strategic port, related to the chain of Archipelagos trade. The method of confiscation-friendship relation was not realized because resistances, in the form of physical attack- began to come forward. In Donggala, Molanda played a role as the main actor in the rebellion. In Sigi, Toma I Dompo consistently attacked, both after and before arrested in Sukabumi. In Sojol, Toma Tarima along with his son assailed the Dutch and in Kulawi, Toma Itorengke set about the Dutch as well. During the Japanese imperialism, the education system of the Dutch was eliminated, and replaced with Japanese education which required to speak Japanese and Indonesia languages, to sing Kimigayo, to give respect to Hinomaru, to do Seikrei, Kinrohosyi and Taiso. The social and political organization was limited, while those which supported the mass mobilization were established, such as Seinendan. This led the nationalists to do the underground movement. In the agriculture, native people were obligated to plant cotton, rice, corn and cassava as to overcome the lack of food and clothing. After the independence was announced, Donggala faced by two struggle NICA attack and to establish the Donggala Regency. The effort to maintain the freedom was conducted in two ways, physical struggle and establish of social and political organization, while the establishment of Donggala Regency gained two important momentum; the establishment of Administrative region of Donggala on the basis of Sulawesi Governors verdict no. 633 on October 25th, 1951 and the establishment of Donggala Regency on the basis of Government regulation no.33 on August 12th.1952. Keyword: Donggala, Imperialism, Regency.

Dosen pada Program Studi Pendidikan Sejarah serta pembantu dekan III FKIP Universitas Tadulako, Palu. 2 Widyaiswara pada LPMP Sulawesi Tengah serta dosen luar biasa pada Program Studi Pendidikan Sejarah, FKIP Universitas Tadulako, Palu.1

ISTORIA Volume VI Nomor 2 April 2008

36

Donggala: From Imperialism to the Regency Establishment A. Pendahuluan Donggala yang menjadi fokus kajian dalam penelitian ini adalah sebuah kota tua yang kondisi masyarakatnya heterogen dan sejak lama telah berinteraksi dengan dunia luar. Meskipun demikian, kajian sejarah lokal oleh sejarawan yang berkembang pesat belakangan ini belum banyak menyentuh Donggala. Muklis Paeni 3 merumuskan bahwa sejarah lokal berhubungan dengan kisah dari hal ikhwal masa lampau masyarakat yang berada pada suatu ruang lingkup geografis yang terbatas. Keterbatasan ruang lingkup geografis tidak berarti meniadakan pengaruh luar yang merubah keadaan lokal. Sebutan Donggala bersumber dari Don 'Nggolo, nama kapten kapal Spanyol yang merapat di muara Teluk Palu pada tahun 1200 untuk mengisi air tawar. Sebutan Don 'Nggolo kemudian berubah menjadi Donggala sesuai dialek setempat dan sejak itu kata Donggala mulai diperkenalkan. 4 Dalam literatur Perancis kata Donggala disebut dengan kata Dunggally. Pemuatan kata Dunggally tersebut dapat dilihat dalam peta tua Pulau Sulawesi yang dibuat pada tahun 1805 oleh D. Woodard, sementara peta Pulau Sulawesi yang dibuat oleh Lodocus Hondius pada tahun 1611, Donggala disebut dengan istilah Durate. 5 Metode yang digunakan dalam penelitian ini mengikuti prosedur kerja dalam penelitian sejarah yang dikemukakan oleh Isaiah Berlin 6, yakni berusaha menemukan, melukiskan, dan menerangkan aspek sosial serta akibat yang ditimbulkan oleh apa yang dilakukan dan diderita manusia. Menurut Louis Gottschalk 7 prosedur metode sejarah meliputi pengumpulan informasi yang diperlukan dari berbagai sumber, pengujian otentisitas sumber-sumber yang didapatkan (kritik eksternal) dan penentuan kredibilitas sumber-sumber yang ditemukan (kritik internal).

Muklis Paeni, 1985. Sejarah Kabupaten Daerah Tk. II Sidenreng-Rappang, Ujung Pandang: Universitas Hasanuddin, hal ii. 4 Andi Mas Ulun Parenrengi Lamarauna, 1998. Pelabuhan Donggala dalam Tinjauan Sejarah. Manuskrip, hal 1. 5 E.J. BRILL, 1918. "La Cartographic Neerlandaise de La Celebes, D'Apres Des Modeles Etrangers 1590-1670," dalam: E. C. Abendanon, Expedition De La Celebes Centra Ie, Voyages Geologiques Et Geographiques A Travers La Celebes Centrale 1909-1910. Leyde: Librairie et Imprimerie Ci-Devant, hal 1457. 6 T.B. Bottomore, 1971. Sociology: A Guide to Problem and Literature. London: George Alien & Unwin Ltd, hal 308. 7 Louis Gottschalk, 1986. Terj. Nugroho Notosusanto, Mengerti Sejarah. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, hal 3