INTEGRATED FOOD THERAPY PRODUCT DARI ...repository.ub.ac.id/3571/1/Nike Nurlaily Fitria.pdfNike...

83
INTEGRATED FOOD THERAPY PRODUCT DARI FORMULA PEKTIN KULIT PISANG AGUNG SEMERU (Musa paradisiaca formatypica), MANGGA DAN DAUN MINT SEBAGAI ANTI KONSTIPASI PADA TIKUS WISTAR (Kajian Rasio Transit Gastrointestinal) SKRIPSI Oleh: Nike Nurlaily Fitria NIM 135100101111042 JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2017

Transcript of INTEGRATED FOOD THERAPY PRODUCT DARI ...repository.ub.ac.id/3571/1/Nike Nurlaily Fitria.pdfNike...

Page 1: INTEGRATED FOOD THERAPY PRODUCT DARI ...repository.ub.ac.id/3571/1/Nike Nurlaily Fitria.pdfNike Nurlaily Fitria. 135100101111042. Integrated Food Therapy Product dari Formula Pektin

INTEGRATED FOOD THERAPY PRODUCT DARI FORMULA PEKTIN KULIT

PISANG AGUNG SEMERU (Musa paradisiaca formatypica), MANGGA DAN

DAUN MINT SEBAGAI ANTI KONSTIPASI PADA TIKUS WISTAR

(Kajian Rasio Transit Gastrointestinal)

SKRIPSI

Oleh:

Nike Nurlaily Fitria

NIM 135100101111042

JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2017

Page 2: INTEGRATED FOOD THERAPY PRODUCT DARI ...repository.ub.ac.id/3571/1/Nike Nurlaily Fitria.pdfNike Nurlaily Fitria. 135100101111042. Integrated Food Therapy Product dari Formula Pektin

INTEGRATED FOOD THERAPY PRODUCT DARI FORMULA PEKTIN KULIT

PISANG AGUNG SEMERU (Musa paradisiaca formatypica), MANGGA DAN

DAUN MINT SEBAGAI ANTI KONSTIPASI PADA TIKUS WISTAR

(Kajian Rasio Transit Gastrointestinal)

SKRIPSI

Oleh:

Nike Nurlaily Fitria

NIM 135100101111042

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian

JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2017

Page 3: INTEGRATED FOOD THERAPY PRODUCT DARI ...repository.ub.ac.id/3571/1/Nike Nurlaily Fitria.pdfNike Nurlaily Fitria. 135100101111042. Integrated Food Therapy Product dari Formula Pektin
Page 4: INTEGRATED FOOD THERAPY PRODUCT DARI ...repository.ub.ac.id/3571/1/Nike Nurlaily Fitria.pdfNike Nurlaily Fitria. 135100101111042. Integrated Food Therapy Product dari Formula Pektin
Page 5: INTEGRATED FOOD THERAPY PRODUCT DARI ...repository.ub.ac.id/3571/1/Nike Nurlaily Fitria.pdfNike Nurlaily Fitria. 135100101111042. Integrated Food Therapy Product dari Formula Pektin

RIWAYAT HIDUP

Nike Nurlaily Fitria dilahirkan pada 9 Maret 1995 di

kabupaten Lumajang, Jawa Timur yang merupakan

anak ketiga dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak

Harun Asmadin dan Ibu Puji Astutik. Penulis

mengenyam pendidikan dasar sejak tahun 2001 – 2007

di SDN Kutorenon 1, lalu melanjutkan pendidikan

menengah pertama di SMPN 1 Sukodono dan lulus

pada tahun 2010. Tahun 2010 penulis melanjutkan

pendidikan menengah atas di SMAN 2 Lumajang, tiga

tahun kemudian tepatnya tahun 2013 penulis lulus dan melanjutkan ke

pendidikan yang lebih tinggi di Universitas Brawijaya, Fakultas Teknologi

Pertanian, Jurusan Teknologi Hasil Pertanian.

Selama masa pendidikannya, penulis aktif di berbagai kepanitiaan, baik di

tingkat jurusan maupun di tingkat universitas. Kegiatan kepanitiaan yang diikuti

oleh penulis adalah sebagai anggota Divisi Transkoper pada OPJH 2014,

anggota Divisi Kesehatan PKKFTP 2014 dan 2015 serta anggota Divisi

Pendamping Raja Brawijaya 2015. Selain aktif di kepanitiaan, penulis juga aktif

dalam kegiatan kompetisi dan mendapatkan dana penelitian dari PT. Indofood

Sukses Makmur Tbk. dalam program Indofood Riset Nugraha (IRN). Pada tahun

2017, penulis menyelesaikan masa pendidikannya dan mendapatkan gelar

Sarjana Teknologi Pertanian di Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Teknologi

Pertanian, Universitas Brawijaya.

Page 6: INTEGRATED FOOD THERAPY PRODUCT DARI ...repository.ub.ac.id/3571/1/Nike Nurlaily Fitria.pdfNike Nurlaily Fitria. 135100101111042. Integrated Food Therapy Product dari Formula Pektin

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis haturkan kepada Allah SWT yang telah

memberikan rahmat dan karunia – Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan

Skripsi dengan judul “Integrated Food Therapy Product dari Formula Pektin

Kulit Pisang Agung Semeru (Musa paradisiaca formatypica), Mangga dan

Daun Mint sebagai Anti Konstipasi pada Tikus Wistar (Kajian Rasio Transit

Gastrointestinal)”. Skripsi ini disusun untuk memperoleh gelar Sarjana

Teknologi Pertanian pada Universitas Brawijaya Malang.

Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis banyak mendapatkan bantuan

dan bimbingan dari berbagi pihak, untuk itu sebagai ungkapan rasa hormat yang

mendalam, penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Kedua orang tua dan kakak penulis yang telah mencurahkan semua

perhatian dan doa serta dukungannya sehingga penulis dapat menyelesaikan

laporan skripsi ini.

2. Dr. Ir. Tri Dewanti Widyaningsih, M. Kes, selaku dosen pembimbing yang

telah membimbing dan memberikan nasihat serta saran bagi penulis selama

pelaksanaan tugas akhir dan penyusunan laporan tugas akhir.

3. PT. Indofood Sukses Makmur Tbk. yang telah memberikan dana pada

penelitian ini sehingga penelitian dapat terselesaikan dengan baik.

4. Rofiqoh Fajarwati selaku teman seperjuangan tugas akhir yang setia bekerja

sama dalam penyelesaian laporan skripsi ini.

5. Laboran laboratorium Nutrisi Pangan mas Agus Subekti yang telah

membantu dan memberikan kritik serta saran dalam pengerjaan tugas akhir.

6. Teman suka duka Ivani, Ella, Via, Anis, Gaby, Elina, Ida, Nana, Aya, Erna,

Vela, rekan-rekan THP 2013 dan teman-teman di laboratorium nutrisi pangan

yang telah mendukung dan membantu penulis dalam menyelesaikan laporan

ini.

7. Dan semua pihak yang turut membantu dalam penyelesaian skripsi ini baik

tertulis maupun tidak tertulis.

Menyadari adanya keterbatasan pengetahuan, referensi dan pengalaman,

penulis mengharapkan saran dan masukan demi lebih baiknya skripsi ini.

Harapan penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan

semua pihak yang membutuhkan.

Malang, 20 Juni 2017

Penulis

Page 7: INTEGRATED FOOD THERAPY PRODUCT DARI ...repository.ub.ac.id/3571/1/Nike Nurlaily Fitria.pdfNike Nurlaily Fitria. 135100101111042. Integrated Food Therapy Product dari Formula Pektin

Nike Nurlaily Fitria. 135100101111042. Integrated Food Therapy Product

dari Formula Pektin Kulit Pisang Agung Semeru (Musa paradisiaca

formatypica), Mangga dan Daun Mint sebagai Anti Konstipasi pada Tikus

Wistar (Kajian Rasio Transit Gastrointestinal). Pembimbing: Dr. Ir. Tri

Dewanti Widyaningsih, M. Kes

RINGKASAN

Pisang merupakan salah satu komoditas unggulan Indonesia. Produksi pisang yang besar juga menghasilkan limbah kulit pisang yang melimpah. Salah satu cara pemanfaatan limbah kulit pisang ini adalah dengan cara ekstraksi pektin. Pektin hasil ekstraksi akan diformulasikan bersama mangga dan daun mint untuk membuat integrated food therapy product berupa serbuk effervescent

yang memiliki potensi sebagai anti konstipasi. Penelitian ini bertujuan untuk optimasi formulasi serbuk effervescent.

Selain itu juga mengetahui pengaruh serbuk effervescent berbasis pektin kulit pisang Agung Semeru (Musa paradisiaca formatypica), mangga dan daun mint

terhadap penurunan gejala konstipasi pada tikus jantan galur wistar yang diinduksi dengan loperamid ditinjau dari profil feses (jumlah, berat dan kadar air feses) dan uji rasio transit gastrointestinal. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah Response Surface Methodology (RSM) dengan rancangan Central Composite Design (CCD) untuk optimasi formula serbuk effervescent dan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan faktor perlakuan pakan selama masa pemeliharaan tikus 5 hari.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa formula serbuk effervescent yang memiliki kadar serat pangan optimal adalah formula dengan proporsi 45% pektin kulit pisang Agung Semeru, 30% mangga Podang dan 20% daun mint dengan kadar serat pangan hasil verifikasi sebesar 30,35%. Pada pengujian efek anti konstipasi serbuk effervescent didapatkan hasil bahwa pemberian serbuk effervescent dengan dosis 180 mg / 200 g BB memiliki pengaruh yang nyata (α =

0,05%) terhadap kadar air feses, berat feses dan rasio transit gastrointestinal, namun tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah feses pada tikus konstipasi yang diinduksi loperamid.

Kata Kunci : Effervescent, Konstipasi, Pektin

Page 8: INTEGRATED FOOD THERAPY PRODUCT DARI ...repository.ub.ac.id/3571/1/Nike Nurlaily Fitria.pdfNike Nurlaily Fitria. 135100101111042. Integrated Food Therapy Product dari Formula Pektin

Nike Nurlaily Fitria. 135100101111042. Integrated Food Therapy Product of

Agung Semeru (Musa paradisiaca formatypica) Banana Peel Pectin, Mango

and Mint Formula as an Anti-Constipation in Wistar Rats (Study of

Gastrointestinal Transit Ratio). Supervisor: Dr. Ir. Tri Dewanti Widyaningsih,

M. Kes

Summary

Banana is one of superior Indonesian commodities. High production of

banana also produces overflow of banana peels waste. One way of banana peel

utilization is pectin extraction. Pectin will be formulated with mango and mint to

produce integrated food therapy product in the form of effervescent powder which

has potential as an anti constipation.

This research aims to optimize the formula of effervescent powder and

to know the effect of effervescent powder made from Agung Semeru (Musa

paradisiaca formatypica) banana peel pectin, mango, and mint leaves to the

reduction of constipations symptom of Wistar rats inducted by loperamid, looked

from feces profile (amount, weight, and water degree of feces), and

gastrointestinal transit ratio test. This research uses Response Surface

Methodology (RSM) with Central Composite Design (CCD) to optimize the

formula of effervescent powder and Complete Randomized Design (CRD)

method with feed treatment factor for five days.

The result of this research shows that the formula of effervescent powder

which has high fibrous degree is the formula with 40% of Agung Semeru banana

peel pectin, 30% Podang mango, and 25% mint leaves proportion with verified

fibrous degree is 30,35%. Then, in anti-constipation test shows that effervescent

powder feeding with dosage 180 mg / 200 g BB has real effect (α = 0,05%) to the

water degree feces, weight feces, and gastrointestinal transit ratio, but it does not

influence the number of feces in constipation mouse which is inducted by

loperamid.

Key words: Effervescent, Constipation, Pectin

Page 9: INTEGRATED FOOD THERAPY PRODUCT DARI ...repository.ub.ac.id/3571/1/Nike Nurlaily Fitria.pdfNike Nurlaily Fitria. 135100101111042. Integrated Food Therapy Product dari Formula Pektin

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .......................................................................................... i

LEMBAR PERSETUJUAN .............................................................................. ii

LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................... iii

RIWAYAT HIDUP ............................................................................................ iv

PERNYATAAN KEASLIAN ............................................................................ v

KATA PENGANTAR ....................................................................................... vi

RINGKASAN ................................................................................................... vii

SUMMARY ...................................................................................................... viii

DAFTAR ISI .................................................................................................... ix

DAFTAR TABEL ............................................................................................. xii

DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xiii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................... 2

1.3 Tujuan ........................................................................................................ 2

1.4 Manfaat ...................................................................................................... 3

1.5 Hipotesis .................................................................................................... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 4

2.1 Pisang Agung Semeru (Musa paradisiaca formatypica) ............................. 4

2.2 Kulit Pisang ................................................................................................ 6

2.3 Mangga ...................................................................................................... 6

2.4 Daun Mint .................................................................................................. 8

2.5 Pektin......................................................................................................... 9

2.6 Ekstraksi .................................................................................................... 12

2.7 Serat Pangan ............................................................................................. 14

2.8 Serbuk Effervescent ................................................................................... 16

2.9 Bahan Tambahan Serbuk Effervescent ...................................................... 17

2.9.1 Dekstrin ............................................................................................. 17

2.9.2 Asam Sitrat ....................................................................................... 17

2.9.3 Asam Tartrat ..................................................................................... 17

2.9.4 Natrium Bikarbonat ........................................................................... 18

2.9.5 Stevia ................................................................................................ 18

2.9.6 PVP ................................................................................................... 19

2.10 Response Surface Methodology (RSM) ............................................. 19

Page 10: INTEGRATED FOOD THERAPY PRODUCT DARI ...repository.ub.ac.id/3571/1/Nike Nurlaily Fitria.pdfNike Nurlaily Fitria. 135100101111042. Integrated Food Therapy Product dari Formula Pektin

2.11 Konstipasi ................................................................................................ 20

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN ................................................ 22

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian .................................................................... 22

3.2 Alat dan Bahan Penelitian .......................................................................... 22

3.2.1 Alat.................................................................................................... 22

3.2.2 Bahan ............................................................................................... 22

3.3 Metodologi Penelitian ................................................................................. 23

3.3.1 Tahap Persiapan Bahan .................................................................... 23

3.3.2 Metode Penelitian Tahap I ................................................................ 23

3.3.3 Metode Penelitian Tahap II................................................................ 25

3.3.3.1 Populasi dan Sampel Percobaan ........................................... 25

3.4 Penentuan Besar Dosis Perlakuan ............................................................ 26

3.4.1 Dosis Induksi Loperamid ................................................................... 26

3.4.2 Dosis Serbuk Effervescent ................................................................ 26

3.4.3 Dosis Suplemen Vegeta .................................................................... 27

3.5 Pelaksanaan Penelitian.............................................................................. 27

3.6 Analisa Data .............................................................................................. 30

3.7 Diagram Alir ............................................................................................... 31

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................. 35

4.1 Karakteristik Bahan Baku ........................................................................... 35

4.2 Karakteristik Ekstrak Pektin dari Kulit Pisang Agung Semeru..................... 37

4.2.1 Rendemen ........................................................................................ 37

4.2.2 Kadar Air ........................................................................................... 38

4.2.3 Berat Ekivalen ................................................................................... 38

4.2.4 Kadar Metoksil .................................................................................. 38

4.2.5 Kadar Asam Galakturonat ................................................................. 39

4.2.6 Derajat Esterifikasi ............................................................................ 39

4.2.7 Warna (L*, a*, b*) .............................................................................. 40

4.3 Optimasi Formula Serbuk Effervescent ...................................................... 40

4.4 Analisa Ragam (ANOVA) ........................................................................... 42

4.4.1 Analisa Kadar Serat Pangan ............................................................. 42

4.4.1.1 Pengaruh Proporsi Bahan terhadap Kadar Serat Pangan ...... 43

4.4.2 Analisa Kelarutan .............................................................................. 45

4.4.2.1 Pengaruh Proporsi Bahan terhadap Kelarutan ...................... 47

4.5 Verifikasi Hasil Optimal .............................................................................. 49

Page 11: INTEGRATED FOOD THERAPY PRODUCT DARI ...repository.ub.ac.id/3571/1/Nike Nurlaily Fitria.pdfNike Nurlaily Fitria. 135100101111042. Integrated Food Therapy Product dari Formula Pektin

4.6 Karakteristik Serbuk Effervescent Hasil Optimasi....................................... 50

4.7 Pengujian Efek Anti Konstipasi Serbuk Effervescent pada Hewan Coba ... 52

4.7.1 Pengaruh Pemberian Serbuk Effervescent terhadap Jumlah Feses .. 55

4.7.2 Pengaruh Pemberian Serbuk Effervescent terhadap Berat Feses ..... 56

4.7.3 Pengaruh Pemberian Serbuk Effervescent terhadap Kadar Air ......... 58

4.7.4 Pengaruh Pemberian Serbuk Effervescent terhadap Rasio

Transit Gastrointestinal...................................................................... 60

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 62

5.1 Kesimpulan ................................................................................................ 62

5.2 Saran ......................................................................................................... 62

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 65

LAMPIRAN ...................................................................................................... 71

Page 12: INTEGRATED FOOD THERAPY PRODUCT DARI ...repository.ub.ac.id/3571/1/Nike Nurlaily Fitria.pdfNike Nurlaily Fitria. 135100101111042. Integrated Food Therapy Product dari Formula Pektin

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Karakteristik Tanaman Pisang Agung Semeru ................................. 5

Tabel 2.2 Komposisi Kimia Pisang Agung Semeru .......................................... 5

Tabel 2.3 Komposisi Kimia Kulit Pisang dalam 100 gram Bahan ..................... 6

Tabel 2.4 Kadar Pektin Berbagai Sayuran dan Buah-buahan .......................... 11

Tabel 2.5 Standar Mutu Pektin Berdasarkan International Pectin

Producers Association ..................................................................... 12

Tabel 3.1 Rancangan Tiga Faktor Metode Permukaan Respon Formula

Serbuk Effervescent ......................................................................... 24

Tabel 3.3 Formulasi Serbuk Effervescent ........................................................ 29

Tabel 3.4 Kandungan Gizi Susu Pap ............................................................... 30

Tabel 4.1 Data Hasil Analisa Tepung Kulit Pisang, Mangga dan Daun Mint ..... 35

Tabel 4.2 Karakteristik Ekstrak Pektin Dari Kulit Pisang Agung Semeru .......... 37

Tabel 4.3 Data Analisa Respon Kadar Serat Pangan dan Kelarutan ................ 41

Tabel 4.4 Analisa Ragam (Anova) Respon Kadar Serat Pangan ..................... 42

Tabel 4.5 Analisa Ragam (Anova) Respon Kelarutan ...................................... 46

Tabel 4.6 Verifikasi Respon Kadar Serat Pangan ............................................ 49

Tabel 4.7 Analisa Serbuk Effervescent Hasil Optimasi..................................... 50

Tabel 4.8 Rerata Jumlah Feses Tikus pada Perlakuan yang Berbeda ............. 55

Tabel 4.9 Rerata Jumlah Pakan Tikus selama Perlakuan ................................ 56

Rerata Berat Feses Tikus pada Perlakuan yang Berbeda ................................ 57

Page 13: INTEGRATED FOOD THERAPY PRODUCT DARI ...repository.ub.ac.id/3571/1/Nike Nurlaily Fitria.pdfNike Nurlaily Fitria. 135100101111042. Integrated Food Therapy Product dari Formula Pektin

Daftar Gambar

Gambar 2.1 Pisang Agung Semeru ................................................................. 4

Gambar 2.2 Buah Mangga Podang.................................................................. 8

Gambar 2.3 Daun Mint..................................................................................... 8

Gambar 2.4 Struktur Dinding Sel Tanaman ..................................................... 10

Gambar 2.5 Struktur Kimia Asam Poligalakturonat .......................................... 12

Gambar 2.6 Reaksi pada Serbuk Effervescent ................................................ 16

Gambar 3.1 Diagram Alir Ekstraksi Kulit Pisang Agung Semeru ...................... 31

Gambar 3.2 Diagram Alir Pembuatan Serbuk Mangga Podang ....................... 32

Gambar 3.3 Diagram Alir Pembuatan Tepung Daun Mint ................................ 32

Gambar 3.4 Diagram Alir Pembuatan Serbuk Effervescent.............................. 33

Gambar 3.5 Diagram Alir In Vivo ..................................................................... 34

Gambar 4.1 Kurva Normal Plot Of Residuals ................................................... 43

Gambar 4.2 (A) Kontur Plot.............................................................................. 44

(B) Kurva Permukaan Respon Variabel Pektin Kulit Pisang

dan Mangga Podang terhadap Kadar Serat Pangan .............. 45

Gambar 4.3 Kurva Normal Plot Of Residuals ................................................... 47

Gambar 4.4 (A) Kontur Plot.............................................................................. 48

(B) Kurva Permukaan Respon Variabel Pektin Kulit Pisang

dan Mangga Podang terhadap Kelarutan............................... 48

Gambar 4.5 Rerata Kadar Air Feses Tikus pada Perlakuan yang Berbeda ...... 59

Gambar 4.5 Rerata Rasio Transit Gastrointestinal Tikus pada Perlakuan

yang Berbeda .............................................................................. 61

Page 14: INTEGRATED FOOD THERAPY PRODUCT DARI ...repository.ub.ac.id/3571/1/Nike Nurlaily Fitria.pdfNike Nurlaily Fitria. 135100101111042. Integrated Food Therapy Product dari Formula Pektin

1

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tanaman pisang merupakan salah satu komoditas unggulan Indonesia, dimana

menurut data rata-rata produksi tahun 2009 – 2013 sebanyak 70,3% produksi pisang

di Indonesia dipasok dari provinsi Jawa Barat, Jawa Timur, Lampung, Jawa Tengah

dan Sumatera Utara. Jawa Barat memberikan kontribusi terbesar terhadap produksi

pisang Indonesia, yaitu sebesar 20,03%, diikuti oleh Jawa Timur yang memberikan

kontribusi sebesar 19,60%, Lampung sebesar 12,38%, Jawa Tengah 12,20% dan

Sumatera Utara sebesar 6,10%, sedangkan provinsi lainnya memberikan kontribusi

terhadap produksi pisang Indonesia kurang dari 5% (Pusdatin, 2014). Lumajang

merupakan salah satu daerah penghasil pisang di Jawa Timur dengan salah satu

komoditas pisang unggulannya yaitu pisang Agung Semeru (Musa paradisiaca

formatypica). Produksi pisang di kabupaten Lumajang pada tahun 2015 adalah

sebesar 233,43 kuintal/ha dimana luas keseluruhan lahan yang ditanami adalah

sebesar 4.732,633 ha dengan populasi per ha adalah sebanyak 1000 pohon (Dinas

Pertanian, 2015). Besarnya produksi pisang ini tentunya juga menghasilkan limbah

kulit pisang yang melimpah, sehingga diperlukan penanganan untuk memanfaatkan

limbah kulit pisang yang ada.

Kulit pisang dapat dimanfaatkan menjadi pakan ternak, alkohol, anggur, kompos.

Selain itu, kemungkinan lain yang dapat dilakukan untuk memanfaatkan limbah kulit

pisang yang melimpah adalah dengan mengekstrak pektin yang terkandung didalam

kulit pisang tersebut. Didalam 100 gram kulit pisang terkandung pektin sebesar 0,93

gram (Sulistyaningrum, 2009). Pektin adalah substansi alami yang terdapat pada

sebagian besar tanaman pangan. Selain sebagai elemen struktural pada

pertumbuhan jaringan dan komponen utama dari lamella tengah pada tanaman,

pektin juga berperan sebagai perekat dan menjaga stabilitas jaringan dan sel

(Tuhuloula dkk, 2013). Pektin dapat dimanfaatkan dalam beberapa bidang industry,

contohnya pada industry pangan dan industry farmasi. Dalam industry pangan,

pektin dimanfaatkan dalam pembuatan jeli, selai dan marmalade. Selain itu, pektin

juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan terapi diare, konstipasi dan obesitas (Fitria,

2013).

Page 15: INTEGRATED FOOD THERAPY PRODUCT DARI ...repository.ub.ac.id/3571/1/Nike Nurlaily Fitria.pdfNike Nurlaily Fitria. 135100101111042. Integrated Food Therapy Product dari Formula Pektin

2

Perubahan pola hidup masyarakat di era modern ini yang lebih menyukai

makanan cepat saji dengan komponen gizi yang tidak seimbang menyebabkan

berbagai masalah kesehatan. Salah satu masalah kesehatan yang dapat terjadi

adalah konstipasi yang disebabkan karena pola konsumsi yang tidak seimbang zat

gizinya (Nainggolan dan Adimunca, 2005). Konstipasi adalah suatu gejala sulit

buang air besar yang ditandai dengan konsistensi feses keras, ukuran besar, dan

penurunan frekuensi buang air besar. Konstipasi dapat terjadi karena perubahan

diet, pengobatan, operasi abdominal atau stress emosi akut (Suarsyaf dan Dyah,

2015). Untuk mencegah dan menanggulangi masalah kesehatan yang disebabkan

karena kekurangan serat, maka konsumsi serat haruslah menjadi hal yang

diutamakan. Pembuatan minuman berserat pektin kulit pisang dengan penambahan

serbuk mangga dan serbuk daun mint yang dibuat dalam bentuk serbuk effervescent

menjadi salah satu alternatif konsumsi serat yang praktis. Penambahan natrium

bikarbonat dalam serbuk effervescent yang memberikan sensasi segar dapat

menutupi rasa sepat dari pektin kulit pisang yang digunakan, sehingga serbuk

effervescent dipilih sebagai produk. Penambahan serbuk mangga dan serbuk daun

mint bertujuan untuk memberikan rasa buah yang segar pada produk yang

dihasilkan. Untuk mengetahui efektifitas serat yang terkandung didalam produk,

maka dilakukan pemberian produk pada hewan coba yang mengalami konstipasi.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah formulasi terbaik serbuk effervescent berbasis pektin kulit pisang

Agung Semeru (Musa paradisiaca formatypica) dengan penambahan serbuk

mangga dan serbuk daun mint?

2. Bagaimanakah efektivitas penggunaan serbuk effervescent pektin kulit pisang

dengan penambahan serbuk mangga dan serbuk daun mint sebagai anti

konstipasi?

3. Seberapa banyak dosis pemakaian anti konstipasi dari serbuk effervescent

pektin kulit pisang dengan penambahan serbuk mangga dan serbuk daun mint

untuk menurunkan gejala konstipasi pada tikus wistar?

1.3 Tujuan

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk:

Page 16: INTEGRATED FOOD THERAPY PRODUCT DARI ...repository.ub.ac.id/3571/1/Nike Nurlaily Fitria.pdfNike Nurlaily Fitria. 135100101111042. Integrated Food Therapy Product dari Formula Pektin

3

1. Mengetahui formulasi terbaik serbuk effervescent berbasis pektin kulit pisang

Agung Semeru (Musa paradisiaca formatypica) dengan penambahan serbuk

mangga dan serbuk daun mint.

2. Mengetahui efektivitas penggunaan serbuk effervescent pektin kulit pisang

Agung Semeru (Musa paradisiaca formatypica) dengan penambahan serbuk

mangga dan serbuk daun mint sebagai anti konstipasi.

3. Mengetahui dosis terbaik pemberian serbuk effervescent pektin kulit pisang

Agung Semeru (Musa paradisiaca formatypica) dengan penambahan serbuk

mangga dan serbuk daun mint terhadap penurunan gejala konstipasi pada tikus

wistar yang diinduksi loperamid.

1.4 Manfaat

Penelitian yang dilakukan diharapkan mampu:

1. Menjadi salah satu teknologi alternatif dalam mengolah pektin hasil ekstraksi

kulit pisang Agung Semeru (Musa paradisiaca formatypica) yang digunakan

sebagai bahan dasar dalam pembuatan serbuk effervescent.

2. Memberikan informasi mengenai formulasi terbaik dalam pembuatan serbuk

effervescent berbasis pektin kulit pisang Agung Semeru (Musa paradisiaca

formatypica) dengan penambahan serbuk mangga dan serbuk daun mint.

3. Memberikan informasi mengenai pengaruh serbuk effervescent berbasis pektin

kulit pisang Agung Semeru (Musa paradisiaca formatypica) dengan penambahan

serbuk mangga dan serbuk daun mint terhadap konstipasi pada tikus wistar.

4. Memberikan informasi mengenai dosis terbaik pemberian serbuk effervescent

pektin kulit pisang Agung Semeru (Musa paradisiaca formatypica) dengan

penambahan serbuk mangga dan serbuk daun mint terhadap penurunan gejala

konstipasi pada tikus wistar yang diinduksi loperamid.

1.5 Hipotesis

Diduga pemberian serbuk effervescent berbasis pektin kulit pisang Agung

Semeru (Musa paradisiaca formatypica) dengan penambahan serbuk mangga dan

serbuk daun mint pada dosis tertentu dapat memberikan efek anti konstipasi pada

tikus wistar jantan yang diinduksi loperamid ditinjau dari profil (berat, jumlah, dan

kadar air) feses dan uji rasio transit gastrointestinal.

Page 17: INTEGRATED FOOD THERAPY PRODUCT DARI ...repository.ub.ac.id/3571/1/Nike Nurlaily Fitria.pdfNike Nurlaily Fitria. 135100101111042. Integrated Food Therapy Product dari Formula Pektin

4

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pisang Agung Semeru (Musa paradisiaca formatypica)

Pisang merupakan tanaman yang berasal dari kawasan Asia Tenggara

termasuk Indonesia. Pisang merupakan tumbuhan basah yang besar dimana

pohon pisang ini biasanya memiliki batang semu yang tersusun dari pelepah-

pelepah daun (Fitria, 2013). Pisang (Musa paradisiaca) adalah salah satu jenis

buah-buahan tropis yang tumbuh subur dan memiliki wilayah penyebaran yang

merata di seluruh wilayah Indonesia dan pisang ini merupakan salah satu

komoditas unggulan yang ada di Indonesia. Buah pisang dapat dimanfaatkan

sebagai buah meja, selain itu juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan dasar

produk olahan (Ongelina, 2013). Berdasarkan taksonominya, tanaman pisang

diklasifikasikan sebagai berikut (Satuhu dan Ahmad, 2008):

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Liliopsida

Ordo : Zingiberales

Famili : Musaceae

Genus : Musa

Spesies : Musa paradisiacal

Berdasarkan cara konsumsinya, pisang dikelompokkan kedalam dua

kategori, yaitu banana merupakan pisang yang dapat dikonsumsi secara

langsung tanpa melalui proses pengolahan seperti pisang ambon, pisang raja,

pisang muli, dan lain lain. Kategori kedua adalah jenis plantain yaitu pisang yang

baru bisa dikonsumsi setelah melalui proses pengolahan seperti pisang kepok,

pisang tanduk, pisang janten, pisang Agung Semeru (Musita, 2009).

Gambar 2.1 Pisang Agung Semeru (Musa paradisiaca formatypica) (Efendi, 2007)

Page 18: INTEGRATED FOOD THERAPY PRODUCT DARI ...repository.ub.ac.id/3571/1/Nike Nurlaily Fitria.pdfNike Nurlaily Fitria. 135100101111042. Integrated Food Therapy Product dari Formula Pektin

5

Pisang Agung Semeru (Musa paradisiaca formatypica) merupakan salah

satu jenis pisang yang termasuk kedalam golongan plantain, yaitu pisang yang

harus melalui proses pengolahan terlebih dahulu sebelum dikonsumsi. Pisang

Agung Semeru ini banyak dibudidayakan di Kabupaten Lumajang dimana

varietas ini dapat tumbuh pada ketinggian 450 – 650 mdpl. Karakteristik tanaman

pisang Agung Semeru disajikan dalam Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Karakteristik Tanaman Pisang Agung Semeru

Parameter Karakteristik

Kedudukan Batang Tegak Bentuk Batang Silindris Tinggi Tanaman 6 – 8 m Warna Batang Hijau muda kemerahan Warna Pangkal Batang Hijau muda kemerahan Lingkar Batang (cm) 60 – 80 Lebar Tajuk 3 – 4 m Tekstur Kulit Batang Halus

Sumber : Prahardini, 2010

Keunggulan varietas Agung Semeru terlihat dari jumlah anakan yang

berkisar 1 – 2 anakan per rumpun sehingga tidak memerlukan penjarangan.

Ukuran buah dari varietas ini panjang dan besar yang jumlahnya 1 – 2 sisir per

tandan dengan bobot 10 – 20 kg per tandannya. Keunggulan lainnya dari

varietas Agung Semeru adalah memiliki kulit buah yang tebal sehingga akan

tahan meskipun disimpan dalam waktu 3 – 4 minggu setelah waktu petik, selain

itu varietas ini juga lebih tahan terhadap bercak daun dibandingkan dengan

kultivar pisang olahan lainnya (Prahardini, 2010).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nurhayati dkk (2014) yang

memanfaatkan pisang Agung Semeru menjadi tepung pisang termodifikasi,

menyatakan bahwa komposisi kimia pada pisang Agung Semeru cukup lengkap.

Komposisi kimia pisang Agung Semeru dapat dilihat pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Komposisi Kimia Pisang Agung Semeru

Komposisi Kadar (%)

Air 5,07 Abu 2,30 Lemak 1,07 Protein 2,09 Karbohidrat 93,50 Pati 70,16 Amilosa 13,56

Sumber : Nurhayati dkk, 2014

Page 19: INTEGRATED FOOD THERAPY PRODUCT DARI ...repository.ub.ac.id/3571/1/Nike Nurlaily Fitria.pdfNike Nurlaily Fitria. 135100101111042. Integrated Food Therapy Product dari Formula Pektin

6

2.2 Kulit Pisang

Kulit pisang merupakan bahan buangan yang cukup banyak jumlahnya,

namun pada umumnya kulit pisang belum banyak dimanfaatkan secara optimal,

hanya digunakan sebagai makanan ternak atau hanya dibuang. Jumlah produksi

pisang yang tinggi tentunya juga akan menghasilkan kulit pisang dalam jumlah

yang tinggi pula, sehingga apabila kulit pisang ini dapat dimanfaatkan secara

optimal maka kulit pisang ini akan dapat memiliki nilai ekonomis yang cukup

tinggi. Kulit pisang mengandung zat gizi yang cukup lengkap seperti karbohidrat,

serat, lemak, protein, kalsium, fosfor, zat besi, vitamin B, vitamin C dan juga air

(Rois, 2012). Kulit pisang mengandung 30% serat serta energi sebesar 3727

kkal/kg (Maulana, 2015).

Tabel 2.3 Komposisi Kimia Kulit Pisang dalam 100 gram Bahan

Komposisi Kimia Jumlah (g)

Protein 8,6 Lemak 13,1 Pati 12,78 Abu 15,25 Serat Pangan Total 50,25

Sumber: Wachirasiri et.al., 2009

Kulit pisang dapat dimanfaatkan menjadi pakan ternak, alkohol, anggur,

kompos. Selain itu, kemungkinan lain yang dapat dilakukan untuk memanfaatkan

limbah kulit pisang yang melimpah adalah dengan mengekstrak pektin yang

terkandung didalam kulit pisang tersebut. Didalam 100 gram kulit pisang

terkandung pektin sebesar 0,93 gram (Sulistyaningrum, 2009).

2.3 Mangga

Buah manga (Mangifera indica L.) termasuk kedalam famili Anacardiaceae

dan ditanam di banyak bagian dunia, terutama di Negara dengan iklim tropis.

Setiap bagian dari tanaman mangga, seperti daun, bunga, kulit kayu, buah, kulit

buah dan bijinya mengandung nutrien essensiaal yang dapat dimanfaatkan.

Jumlah produksi, perdagangan dan konsumsi buah mangga mengalami kenaikan

yang signifikan baik secara domestik maupun internasional, karena nilai

nutrisional yang dimiliki oleh buah mangga (Jahurul et al., 2015). Berikut ini

adalah klasifikasi tanaman mangga (Ide, 2010):

Divisi : Magnoliophyta

Page 20: INTEGRATED FOOD THERAPY PRODUCT DARI ...repository.ub.ac.id/3571/1/Nike Nurlaily Fitria.pdfNike Nurlaily Fitria. 135100101111042. Integrated Food Therapy Product dari Formula Pektin

7

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Sapindales

Family : Anacardiaceae

Genus : Mangifera

Spesies : Mangifera indica L.

Mangga merupakan salah satu buah yang secara ekstensif dimanfaatkan

dalam bidang makanan, minuman, flavor dan warna serta menjadi bahan utama

dalam pangan fungsional yang kemudian disebut sebagai superfruit. Buah

mangga yang telah matang bervariasi pada ukuran dan warnanya, mulai dari

kuning, oranye, merah atau hijau ketika matang, tergantung pada kultivarnya.

Ketika matang, buah mangga memberikan aroma manis yang khusus. Buah

mangga kaya akan serat pangan prebiotik, vitamin C, polifenol dan karotenoid.

Selain itu, buah mangga juga kaya akan polisakarida sebagai sumber serat,

khususnya pati dan pektin. Senyawa antioksidan yang terdapat pada buah

mangga termasuk karotenoid, seperti provitamin A, β-karoten, lutein dan α-

karoten. Sedangkan senyawa polifenol yang termasuk dalam buah mangga

diantaranya adalah quercetin, kaempferol, asam gallat, asam kaffeat, katekin,

tannin, xanthone dan mangiferin. Senyawa triterpen pada buah mangga, yaitu

lupeol merupakan inhibitor yang efektif terhadap kanker prostat dan kanker kulit

(Fowomola, 2010). Menurut USDA (2016), kandungan serat pangan yang

terdapat pada mangga adalah sebesar 1,6 g dalam 100 g bahan.

Terdapat lebih dari 1000 varietas mangga di dunia, salah satunya adalah

mangga Podang. Mangga Podang merupakan varietas mangga yang menjadi

komoditas khas Kabupaten Kediri, Kecamatan Semen, Banyakan, Grogol,

Tarokan dan Mojo. Tanaman mangga Podang telah berkembang di Kabupaten

Kediri dengan jumlah tanaman 524.126 pohon. Terdapat cirri khas dari buah

mangga podang yang membedakannya dari buah mangga lain, yakni warna

kulitnya merah jingga (Rachmawaty, 2013). Buah mangga Podang dapat dilihat

pada Gambar 2.2.

Page 21: INTEGRATED FOOD THERAPY PRODUCT DARI ...repository.ub.ac.id/3571/1/Nike Nurlaily Fitria.pdfNike Nurlaily Fitria. 135100101111042. Integrated Food Therapy Product dari Formula Pektin

8

Gambar 2.2 Buah Mangga Podang (Yahido, 2015)

2.4 Daun Mint

Tanaman mint merupakan tanaman herbal yang banyak diolah di seluruh

dunia dan telah dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai obat tradisional. Daun

mint seringkali digunakan dalam teh herbal dan di bidang kuline dengan tujuan

untuk menambah flavour dan aroma. Aroma dan flavour khusus yang dimiliki

oleh daun mint dikarenakan adanya alkohol terpena siklik yang disebut mentol.

Menthol dapat digunakan sebagai pengobatan untuk penyakit perut, pilek dan

penyakit muskuloskeletal. Selain digunakan sebagai penghias hidangan

makanan maupun minuman, daun mint juga terkenal sebagai daun yang dapat

memberikan efek rasa dingin pada produk makanan karena adanya senyawa

menthol pada tanaman ini. Tanaman mint mengandung sumber yang kaya zat

besi dan magnesium, yang memegang peranan penting bagi nutrisi manusia

(Pramila et al., 2012).

Gambar 2.3 Daun Mint (Anonim, 2013)

Page 22: INTEGRATED FOOD THERAPY PRODUCT DARI ...repository.ub.ac.id/3571/1/Nike Nurlaily Fitria.pdfNike Nurlaily Fitria. 135100101111042. Integrated Food Therapy Product dari Formula Pektin

9

Pada daun dan ujung-ujung cabang tanaman mint yang sedang berbunga

mengandung 1% minyak atsiri, 78% mentol bebas, 2% mentol tercampur ester,

dan sisanya resin, tannin, asam cuka, dan lain-lain (Tjitrosoepomo, 2010).

Menurut penelitian Hidayat dkk (2013), minyak mint yang telah diisolasi dari daun

mint segar menggunakan distilasi uap-air selama 4 jam menghasilkan rendemen

sebanyak 0,06 % dengan C). Analisis minyak mint hasil distilasi uap-air dengan

KG-SM menunjukkan adanya 25 komponen, dengan komponen terbesar adalah

karvon (52,46 %). Pada tanaman mint terdapat beberapa senyawa volatil yaitu

menthol, menthon, menthyl asetat, neomenthol, isomenthon, methofuran,

limonene, pulegone, α-pinene dan β-pinene, serta trans-sabinen hidrat.

Pada daun mint terdapat pula senyawa fitokimia yaitu tannin dan flavonoid,

yang kemudian memliki aktivitas scavenger radikal bebas dan aktivitas

antibakteri. Tannin dan flavonoid dapat digunakan sebagai antiinflamasi,

antifungi, dan antioksidan. Ekstrak dari daun mint memiliki aktivitas antibakteri

bagi Helicobacter pylori, mikroorganisme yang menyebabkan penyakit gastritis

kronis (Pramila et al., 2012).

2.5 Pektin

Pektin merupakan substansi alami yang terdapat pada sebagian besar

tanaman pangan. Selain sebagai elemen struktural pada pertumbuhan jaringan

dan komponen utama dari lamella tengah pada tanaman, pektin juga berperan

sebagai perekat dan juga menjaga stabilitas jaringan dan sel. Pektin merupakan

senyawa polisakarida dengan bobot molekul tinggi, pektin digunakan sebagai

pembentuk gel dan pengental dalam pembuatan jelly, marmalade, makanan

rendah kalori dan dalam bidang farmasi digunakan untuk obat diare (Tuhuloula

dkk, 2013). Pektin digunakan secara luas sebagai komponen fungsional pada

makanan karena kemampuannya membentuk gel encer dan menstabilkan

protein. Penambahan pektin pada makanan akan mempengaruhi proses

metabolisme dan pencernaan khususnya pada adsorpsi glukosa dan tingkat

kolesterol (Rofikah, 2013). Commite on Food Chemical Codex (1996),

menyatakan bahwa pektin sebagian besar tersusun atas metil ester dari asam

poligalakturonat dan sodium, potasium, kalsium dan garam ammonium. Pektin

merupakan zat berbentuk serbuk kasar hingga halus yang berwarna putih,

kekuningan, kelabu atau kecoklatan dan banyak terdapat pada buah-buahan dan

sayuran matang. Kata pektin berasal dari bahasa Latin “pectos” yang berarti

Page 23: INTEGRATED FOOD THERAPY PRODUCT DARI ...repository.ub.ac.id/3571/1/Nike Nurlaily Fitria.pdfNike Nurlaily Fitria. 135100101111042. Integrated Food Therapy Product dari Formula Pektin

10

pengental atau yang membuat sesuatu menjadi keras / padat. Pektin ditemukan

oleh Vauquelin dalam jus buah sekitar 200 tahun yang lalu. Pada tahun 1790,

pektin belum diberi nama, dimana nama pektin pertama kali digunakan pada

tahun 1824, yaitu ketika Braconnot melanjutkan penelitian yang dirintis oleh

Vauquelin. Braconnot menyebut substansi pembentuk gel tersebut sebagai asam

pektat (Hariyati, 2006).

Gambar 2.4 Struktur Dinding Sel Tanaman (IPPA, 2002)

Secara umum senyawa pektin dapat diklasifikasikan menjadi tiga

kelompok senyawa, yaitu asam pektat, asam pektinat (pektin) dan protopektin.

Pada asam pektat, gugus karboksil asam galakturonat dalam ikatan polimernya

tidak tersesterkan. Asam pektat dapat membentuk garam seperti halnya asam-

asam lain dan terdapat dalam jaringan tanaman sebagai kalsium atau

magnesium pektat. Asam pektinat yang sering disebut dengan pektin, didalam

molekulnya terdapat ester metal pada beberapa gugus karboksil sepanjang

rantai polimer galakturonat. Sedangkan protopektin merupakan istilah untuk

senyawa-senyawa pektin yang tidak larut, yang banyak terdapat pada jaringan

tanaman yang muda. Bila jaringan-jaringan tanaman ini dipanaskan dalam air

yang juga mengandung asam maka protopektin akan dapat berubah menjadi

pektin (Maulana, 2015). Pemisahan pektin dari jaringan tanaman dapat dilakukan

dengan cara ekstraksi dimana pektin ini dapat larut dalam beberapa macam

pelarut seperti air, beberapa senyawa organic, senyawa alkalis dan juga asam.

Didalam ekstraksi pektin tersebut dapat menyebabkan protopektin berubah

menjadi pektinat (pektin) dengan adanya pemanasan dalam asam pada suhu

Page 24: INTEGRATED FOOD THERAPY PRODUCT DARI ...repository.ub.ac.id/3571/1/Nike Nurlaily Fitria.pdfNike Nurlaily Fitria. 135100101111042. Integrated Food Therapy Product dari Formula Pektin

11

dan lama ekstraksi tertentu. Apabila proses hidrolisis dilanjutkan senyawa pektin

akan berubah menjadi asam pektat (Tuhuloula dkk, 2013). Komposisi kandungan

protopektin, pektin, dan asam pektat di dalam buah sangat bervariasi tergantung

pada derajat kematangan buah. Pada umumnya, protopektin yang tidak larut itu

lebih banyak terdapat pada buah-buahan yang belum matang (Rofikah, 2013).

Komposisi pektin dalam berbagai sayuran dan buah-buahan dapat dilihat pada

Tabel 2.4.

Tabel 2.4 Kadar Pektin Berbagai Sayuran dan Buah-buahan

Sumber Kadar (% bobot kering)

Apel - Kulit

17,44

- Daging 17,63 Jeruk

- Albedo

16,4 - Flavedo 14,2

Jambu Biji 3,4 Terong 11

Bawang Bombay 4,8 Tomat - Hijau

3,43

- Kuning 4,65 - Merah 4,63 Kubis 4,57 Wortel 7,14 Bayam 11,58 Pisang 52,4

Sumber : Fitriani, 2013

Pektin merupakan serbuk halus berwarna putih yang hampir tidak berbau.

Berat molekul pektin bervariasi antara 30.000 – 300.000 dan dengan kelarutan

yang berbeda-beda bergantung pada kadar metoksilnya, dimana pektin dengan

kadar metoksil tinggi larut dalam air dingin sedangkan pektin dengan kadar

metoksil rendah larut dalam larutan alkali atau oksalat (Tuhuloula dkk, 2013).

Standar mutu pektin berdasarkan standar mutu International Pectin Producers

Association dapat dilihat pada Tabel 2.5.

Page 25: INTEGRATED FOOD THERAPY PRODUCT DARI ...repository.ub.ac.id/3571/1/Nike Nurlaily Fitria.pdfNike Nurlaily Fitria. 135100101111042. Integrated Food Therapy Product dari Formula Pektin

12

Tabel 2.5 Standar Mutu Pektin Berdasarkan International Pectin Producers Association

(Tarigan dkk, 2012)

Faktor Mutu Kandungan

Kekuatan Gel, grade min 150 Kandungan Metoksil: - Pektin Metoksil Tinggi

> 7,12 %

- Pektin Metoksil Rendah 2,5 – 7,12 % Kadar Asam Galakturonat, % min 35 %

Kadar Air, % maks 12 % Kadar Abu, % maks 10 % Derajat Esterifikasi

- Pektin Ester Tinggi, % min

50 % - Pektin Ester Rendah, % maks 50 %

Bilangan Asetil 0,15 – 0,45 % Berat Ekivalen 600 - 800

Pektin tersusun atas molekul asam galakturonat yang berikatan dengan

ikatan α- (1,4) glikosida sehingga membentuk asam poligalakturonat. Gugus

karboksil sebagian teresterifikasi dengan methanol dan sebagian gugus alkohol

sekunder terasetilasi. Masing – masing cincin merupakan suatu molekul dari

asam poligalakturonat, dimana terdapat 300 – 1000 cincin serupa dalam suatu

molekul pektin yang dihubungkan dengan suatu rantai linier.

Gambar 2.5 Struktur Kimia Asam Poligalakturonat (Hariyati, 2006)

Berdasarkan kandungan metoksilnya, pektin dapat dibagi menjadi dua

golongan, yakni pektin berkadar metoksil tinggi (HMP) dan pektin berkadar

metoksil rendah (LMP), dimana pektin bermetoksil tinggi memiliki kandungan

metoksil minimal 7% sedangkan pektin bermetoksil rendah memiliki kandungan

metoksil maksimal 7% (Hariyati, 2006).

2.6 Ekstraksi

Ekstraksi merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk

memisahkan zat terlarut dengan pelarutnya yang didasarkan pada titik didih

Page 26: INTEGRATED FOOD THERAPY PRODUCT DARI ...repository.ub.ac.id/3571/1/Nike Nurlaily Fitria.pdfNike Nurlaily Fitria. 135100101111042. Integrated Food Therapy Product dari Formula Pektin

13

pelarutnya (Damanik dkk, 2014). Dibawah ini merupakan jenis-jenis ekstraksi

yang dapat digunakan (Mukhriani, 2014):

a. Maserasi

Maserasi adalah suatu metode yang banyak digunakan karena metode ini

tergolong sederhana, dimana metode ini dilakukan dengan cara

memasukkan serbuk tanaman dan pelarut yang sesuai kedalam suatu wadah

tertutup yang bersifat inert pada suhu kamar. Setelah proses ekstraksi

selesai, yang ditandai dengan tercapainya kesetimbangan antara konsentrasi

pelarut dan zat terlarut maka pelarut akan dipisahkan dari sampel dengan

menggunakan metode penyaringan. Kelebihan dari penggunaan metode

maserasi adalah dapat menghindari terjadinya kerusakan senyawa yang

bersifat termolabil. Selain memiliki suatu kelebihan, metode ekstraksi

maserasi ini juga memiliki kekurangan yaitu menghabiskan banyak waktu,

pelarut yang digunakan cukup banyak serta memiliki kemungkinan

kehilangan beberapa senyawa.

b. Ultrasound – Assisted Solvent Extraction

Metode ini merupakan modifikasi dari metode maserasi yang dilakukan

menggunakan bantuan ultrasound atau sinyal yang memiliki frekuensi tinggi.

Cara kerja metode ini adalah dengan menempatkan wadah yang berisi

serbuk sampel dalam wadah ultrasonic dan ultrasound.

c. Perkolasi

Metode ini dilakukan dengan cara membasahi serbuk sampel dalam

sebuah perkolator (wadah silinder yang memiliki kran pada bagian

bawahnya), kemudian ditambahkan pelarut diatas serbuk sampel dan

dibiarkan menetes perlahan pada bagian bawah.

d. Soxhlet

Merupakan suatu metode yang dilakukan dengan menempatkan serbuk

sampel diatas sarung selulosa dalam selongsong yang ditempatkan diatas

labu dan dibawah kondensor, pelarut yang digunakan kemudian dimasukkan

kedalam labu dengan suhu penangas diatur dibawah suhu reflux.

e. Reflux dan Destilasi Uap

Metode Reflux dilakukan dengan cara memasukkan sampel dan pelarut

secara bersamaan kedalam labu yang dihubungkan dengan kondensor,

kemudian pelarut dipanaskan hingga mencapai titik didihnya, uap akan

terkondensasi dan kemudian kembali kedalam labu sedangkan destilatnya

Page 27: INTEGRATED FOOD THERAPY PRODUCT DARI ...repository.ub.ac.id/3571/1/Nike Nurlaily Fitria.pdfNike Nurlaily Fitria. 135100101111042. Integrated Food Therapy Product dari Formula Pektin

14

akan ditampung dalam wadah yang terhubung dengan kondensor. Metode

destilasi uap biasanya digunakan untuk ekstraksi minyak esensial dengan

proses yang sama seperti pada metode reflux.

2.7 Serat Pangan

Serat merupakan bahan pangan yang tidak dapat dicerna oleh enzim

pencernaan dalam tubuh. Serat makanan bersifat hidrofilik atau pembentuk

massa. Efektivitas serat makanan sebagai bahan pembentuk masa tergantung

pada jumlah, kemampuan mengikat air, banyaknya penghancuran oleh proses

fermentasi bakteri dan efektivitas produk fermentasi yang dapat meningkatkan

efek laksatif (Eva, 2015). Sedangkan menurut The American Association of

Cereal Chemist (AACC, 2001), definisi serat merupakan bagian dari tanaman

yang dapat dimakan atau karbohidrat analog yang resisten terhadap pencernaan

dan absorpsi pada usus halus dengan fermentasi lengkap atau parsial pada usus

besar.

Berdasarkan kelarutannya, serat pangan dibedakan menjadi dua jenis,

yaitu serat pangan yang larut air dan serat pangan yang tidak larut air (serat

kasar), dimana jumlah kandungan dari keduanya pada sebuah bahan tergantung

pada jenis dan umur panen dari bahan pangan tersebut. Terdapat tiga macam

serat yang tidak larut air, yaitu selulosa, hemiselulosa dan juga lignin yang

berfungsi untuk memperbesar volume feses dan mempersingkat waktu transitnya

di usus besar. Serat tidak larut ini banyak terdapat pada sayuran dan buah-

buahan serta kacang-kacangan. Sedangkan serat yang larut air contohnya

adalah pektin, musilase dan gum yang akan mengalami fermentasi di usus dan

menghasilkan produk akhir yang biasanya baik bagi kesehatan. Pektin dan

musilase banyak terdapat pada buah-buahan, sayuran dan sereal, sedangkan

gum banyak ditemukan pada aksia (Haerunnisa, 2008). Telah banyak penelitian

yang menunjukkan adanya hubungan antara serat dan kesehatan, dibawah ini

merupakan beberapa manfaat serat (Santoso, 2011) :

1. Mencegah Gangguan Gastrointestinal

Konsumsi serat pangan yang cukup dapat meningkatkan kadar air dalam

feses sehingga akan menghasilkan feses yang lembut dan tidak keras

sehingga hanya dengan kontraksi otot yang rendah feses dapat dikeluarkan

Page 28: INTEGRATED FOOD THERAPY PRODUCT DARI ...repository.ub.ac.id/3571/1/Nike Nurlaily Fitria.pdfNike Nurlaily Fitria. 135100101111042. Integrated Food Therapy Product dari Formula Pektin

15

dengan lancar. Hal ini berdampak pada fungsi gastrointestinal yang lebih baik

dan sehat.

2. Mencegah Kanker Kolon (Usus Besar)

Penyebab kanker usus besar diduga karena adanya kontak antara sel-sel

dalam usus besar dengan senyawa karsinogen dalam konsentrasi tinggi

serta dalam waktu yang lebih lama. Beberapa hipotesis dikemukakan

mengenai mekanisme serat pangan dalam mencegah kanker usus besar,

yaitu dengan konsumsi serat pangan tinggi maka akan mengurangi waktu

transit makanan dalam usus, serat pangan mempengaruhi mikroflora usus

sehingga senyawa karsinogen tidak terbentuk, serat pangan bersifat

mengikat air sehingga konsentrasi senyawa karsinogen menjadi lebih rendah.

3. Mengontrol berat badan atau kegemukan (obesitas)

Serat larut air (soluble fiber), seperti pektin serta beberapa hemiselulosa

mempunyai kemampuan menahan air dan dapat membentuk cairan kental

dalam saluran pencernaan, sehingga waktu cerna lebih lama dalam lambung,

kemudian serat akan menarik air dan memberi rasa kenyang lebih lama

sehingga mencegah untuk mengkonsumsi makanan lebih banyak. Makanan

dengan kandungan serat kasar yang tinggi biasanya mengandung kalori

rendah, kadar gula dan lemak rendah yang dapat membantu mengurangi

terjadinya obesitas.

4. Penanggulangan Penyakit Diabetes

Serat pangan mampu menyerap air dan mengikat glukosa, sehingga

mengurangi ketersediaan glukosa. Diet cukup serat juga menyebabkan

terjadinya kompleks karbohidrat dan serat, sehingga daya cerna karbohidrat

berkurang. Keadaan tersebut mampu meredam kenaikan glukosa darah dan

menjadikannya tetap terkontrol.

5. Mengurangi Tingkat Kolesterol dan Penyakit Kardiovaskuler

Serat larut air dapat mengikat lemak di dalam usus halus, dengan begitu

serat dapat menurunkan tingkat kolesterol dalam darah sampai 5% atau

lebih. Selain itu, didalam saluran pencernaan serat dapat mengikat garam

empedu (produk akhir kolesterol) kemudian dikeluarkan bersamaan dengan

feses sehingga akan mengurangi kadar kolesterol dalam plasma darah dan

mencegah resiko penyakit kardiovalkuler.

Komposisi kimia serat pangan bervariasi tergantung pada komposisi

dinding sel tanaman penghasillnya, dimana dinding sel tanaman ini tersusun dari

Page 29: INTEGRATED FOOD THERAPY PRODUCT DARI ...repository.ub.ac.id/3571/1/Nike Nurlaily Fitria.pdfNike Nurlaily Fitria. 135100101111042. Integrated Food Therapy Product dari Formula Pektin

16

selulosa, hemiselulosa, pektin, lignin dan mucilage yang semuanya termasuk

kedalam jenis serat. Sayuran dan buah-buahan merupakan salah satu sumber

serat yang paling sering dijumpai, dimana sebagai sumber serat, sayuran dapat

dikonsumsi dalam bentuk mentah atau telah diproses melalui perebusan

(Santoso, 2011).

2.8 Serbuk Effervescent

Effervescent dapat diartikan sebagai bentuk sediaan yang menghasilkan

gelembung sebagai hasil dari reaksi kimia yang terjadi didalam larutan. Reaksi

yang terjadi pada pelarutan serbuk effervescent adalah reaksi antara senyawa

asam dan senyawa karbonat untuk menghasilkan gas CO2 dimana gas yang

dilepaskan ini akan memberikan rasa segar. Garam-garam effervescent biasanya

diolah dari suatu kombinasi asam sitrat dan asam tartrat, karena apabila hanya

digunakan asam tartrat saja maka granul yang dihasilkan akan mudah

kehilangan kekuatannya dan akan menggumpal, sedangkan apabila yang

digunakan hanya asam sitrat saja maka akan dihasilkan campuran yang lekat

dan sukar untuk menjadi granul. Reaksinya adalah sebagai berikut:

a) H3C6H5O7.H2O + 3 NaHCO3 Na2C6H5O7 + 4 H2O + 3 CO2

b) H2C4H4O6 + 2 NaHCO3 Na2C4H4O6 + H2O + 2 CO2

Gambar 2.6 Reaksi pada Serbuk Effervescent (Munir, 2012)

Reaksi diatas terjadi secara spontan apabila serbuk effervescent

dilarutkan didalam air, reaksi inipun juga dapat terjadi dengan adanya sedikit air

baik air yang terikat maupun air yang terabsorbsi. Sebagian besar produk

effervescent bersifat tidak stabil dalam keadaan lembab dan higroskopik

sehingga pada keadaan lembab dapat menyebabkan terjadinya reaksi prematur,

yaitu reaksi yang terjadi sebelum serbuk diletakkan didalam air maupun ketika

serbuk berada dalam kemasannya (Munir, 2012). Senyawa asam yang

diperlukan dalam reaksi effervescent dapat diperoleh dari tiga sumber utama

yaitu asam makanan, asam anhidrida, dan garam asam. Asam makanan yang

paling sering digunakan karena asam ini merupakan asam yang umum

Karbondioksida Air Na Tartrat Na - Bikarbonat Asam Tartrat

Na Sitrat Na - Bikarbonat Asam Sitrat Air Karbondioksida

Page 30: INTEGRATED FOOD THERAPY PRODUCT DARI ...repository.ub.ac.id/3571/1/Nike Nurlaily Fitria.pdfNike Nurlaily Fitria. 135100101111042. Integrated Food Therapy Product dari Formula Pektin

17

digunakan pada makanan dan secara alami terdapat pada makanan, contohnya

adalah asam sitrat, asam tartarat, asam malat, asam adipat dan asam suksinat

(Dwijayanti, 2009).

2.9 Bahan Tambahan Serbuk Effervescent

2.9.1 Dekstrin

Dekstrin merupakan suatu bahan yang dibuat dengan cara melembabkan

pati kering menggunakan campuran asam klorida (HCl) dan asam nitrat (HNO3),

dimana campuran ini disebarkan pada lempengan besi bergelombang yang

terpapar panas dari oven hingga benar-benar kering dan sedikit menguning.

Dekstrin tersedia dalam berbagai bentuk, tetapi karakteristik dan karakteristik

mekanisnya tergantung dari cara pembuatannya, seperti waktu pemanasan, ada

atau tidaknya agen perubah, karakteristik bahan baku, konsentrasi asam yang

digunakan, dll. Warna dekstrin beragam, mulai dari putih sampai coklat gelap,

beberapa ada yang bersifat adhesive dan dapat kering dengan cepat. Bahan

utama dalam pembuatan dekstrin adalah pati seperti pati jagung, kentang,

tapioka dan lain-lain dengan sedikit penambahan dari bahan lain (Azeez, 2005).

2.9.2 Asam Sitrat

Asam sitrat adalah asam hidroksi trikarboksilat (2 hidroksi – 1, 2, 3 –

propane trikarboksilat) yang diperoleh dari ekstraksi buah-buahan atau hasil

proses fermentasi. Asam sitrat merupakan senyawa organik yang pertama kali

diisolasi dan dikristalkan oleh Scheele pada tahun 1784 dari sari buah jeruk

kemudian dibuat secara komersial pada tahun 1860 di Inggris. Pada suhu kamar,

asam sitrat berbentuk bubuk kristal putih terdiri dari asam sitrat yang tidak berair

(anhydrous) atau sebagai monohydrate (satu molekul air dalam setiap molekul

asam sitrat). Asam sitrat anhydrous mengkristal dari air panas sedangkan

monohydrate dikristalkan dari air dingin. Asam sitrat monohydrate dapat

dikonversi menjadi anhydrous melalui pemanasan di atas 74℃ (Purnamawati,

2006).

2.9.3 Asam Tartrat

Asam tartrat merupakan senyawa kimia yang secara alami terdapat pada

anggur, pisang dan tamarin. Asam tartrat memiliki bentuk hablur tidak berwarna

Page 31: INTEGRATED FOOD THERAPY PRODUCT DARI ...repository.ub.ac.id/3571/1/Nike Nurlaily Fitria.pdfNike Nurlaily Fitria. 135100101111042. Integrated Food Therapy Product dari Formula Pektin

18

atau bening atau serbuk hablur halus sampai granul, berwarna putih, tidak

berbau dan memiliki rasa yang asam serta memiliki sifat yang stabil di udara.

Asam tartrat bersifat higroskopis dan sangat larut didalam air. Asam tartrat

berfungsi sebagai zat asidulan yaitu pengatur keasaman, sebagai penegas rasa

dan warna atau untuk menyamarkan after taste yang tidak disukai (Prasetyo dkk,

2015).

2.9.4 Natrium Bikarbonat

Natrium bikarbonat merupakan salah satu bahan yang harus

ditambahkan dalam pembuatan effervescent karena garam karbonat merupakan

penghasil gas CO2 yang menjadi ciri khas dari minuman effervescent. Contoh

garam karbonat adalah NaHCO3, Na2CO3, KHCO3, K2CO3, Na – seskuikarbonat,

Na – glisin karbonat, L – lisin karbonat, arginin karbonat dan CaCO3 amorf

(Herunnisa, 2008). Na – bikarbonat (NaHCO3) lebih dipilih sebagai senyawa

karbondioksida dalam pembuatan serbuk effervescent karena harganya yang

relative murah dan memiliki sifat yang larut sempurna dalam air. Selain memiliki

sifat larut sempurna dalam air, Na – bikarbonat juga bersifat non higroskopis dan

tersedia secara komersial mulai dari bentuk bubuk hingga bentuk granul

(Prasetyo dkk, 2015).

2.9.5 Stevia

Stevia merupakan bahan pemanis non tebu dengan kelebihan memiliki

tingkat kemanisan 200 – 300 kali dari gula tebu yang diperoleh dengan cara

mengekstrak daun stevia. Tujuan utama penggunaan gula stevia bukanlah untuk

menggantikan gula tebu, tetapi lebih dimaksudkan untuk menggantikan pemanis

sintetik yang menurut berbagai penelitian dapat bersifat karsinogen. Karena

diperoleh dari tanaman, maka gula stevia penggunaannya lebih aman karena

bersifat non karsinogenik dan non kalori sehingga aman dikonsumsi penderita

diabetes. Kelebihan lainnya dari gula stevia adalah tidak menyebabkan karies

gigi dan tidak menyebabkan kanker pada pemakaian dalam jangka panjang

(Buchori, 2007).

Stevia rebaudiana bertoni termasuk familia compositae merupakan

tumbuhan tahunan berbentuk perdu basah, tinggi tanaman 60-70 cm bercabang

banyak. Duduk daun berhadapan, tunggal, bentuknya sederhana lonjong dan

langsing serta tepi daun bergerigi halus, tangkai daun pendek, tulang daun

Page 32: INTEGRATED FOOD THERAPY PRODUCT DARI ...repository.ub.ac.id/3571/1/Nike Nurlaily Fitria.pdfNike Nurlaily Fitria. 135100101111042. Integrated Food Therapy Product dari Formula Pektin

19

menyirip dan pada permukaan daun bagian bawah kelihatan menonjol. Stevia

berasal dari distrik Amambai dan Iquaqu, perbatasan Paraguay- Brazil –

Argentina. Tumbuhan itu tumbuh liar atau dibudidayakan oleh penduduk

setempat dan dikenal dengan nama lokal Caa-hehe, Caa-enhe atau Kaa- he-e

(Ratnani dan Anggraeni, 2005).

2.9.6 PVP

Polivinil pirolidon (PVP) atau disebut juga dengan povidon memiliki rumus

molekul (C6H9NO)n dengan berat molekul 2500 – 3.000.000. PVP banyak

digunakan sebagai disintegran, peningkat disolusi, agen pensuspensi dan

pengikat pada tablet. Povidon juga digunakan sebagai solubilizer pada sediaan

oral dan parenteral yang telah terbukti dapat meningkatkan disolusi dari obat

yang sulit larut dalam sediaan padat. Larutan povidon juga dapat digunakan

sebagai agen pelapis dan pengikat. Povidon tersedia dalam bentuk halus,

memiliki warna putih hingga krem, tidak berbau atau hamper tidak berbau dan

bersifat higroskopis dengan titik leleh 150℃ (Munir, 2012).

2.10 Response Surface Methodology (RSM)

Response Surface Methodology (RSM) merupakan sebuah kumpulan

teknik statistik dan matematika yang dapat digunakan dalam pengembangan

proses baru, optimasi suatu produk dan memperbaiki rancangan percobaan,

sehingga tujuan untuk meningkatkan produk dan proses dapat diselesaikan

langsung menggunakan RSM. Pada metodologi permukaan respon, variabel

bebas didefinisikan sebagai X1, X2,…Xk dan diasumsikan sebagai variabel yang

kontinyu, sedangkan respon didefinisikan sebagai variabel tak bebas Y yang

merupakan variabel acak. Apabila suatu hubungan matematika diketahui, maka

formulasi tersebut dapat digunakan untuk menentukan kondisi operasi paling

efisien (Montgomery, 2001).

Berdasarkan hasil rancangan percobaan akan didapatkan hasil data yang

nantinya akan dapat digunakan untuk menggambarkan kondisi optimal yang

diinginkan. Dalam penelitian, seorang peneliti harus menentukan nilai-nilai yang

akan diujikan terlebih dahulu, dimana nilai yang akan diujikan ini tergantung pada

respon yang diinginkan. Dalam teori matematika, kasus ini dapat disebut

functional relationship (Box dan Draper, 2007).

Page 33: INTEGRATED FOOD THERAPY PRODUCT DARI ...repository.ub.ac.id/3571/1/Nike Nurlaily Fitria.pdfNike Nurlaily Fitria. 135100101111042. Integrated Food Therapy Product dari Formula Pektin

20

2.11 Konstipasi

Konstipasi adalah suatu gejala sulit buang air besar yang ditandai dengan

konsistensi feses keras, ukuran besar, dan penurunan frekuensi buang air besar.

Konstipasi ditandai dengan sulit atau menurunnya frekuensi buang air besar,

frekuensi kurang dari 3 kali dalam satu minggu. Konstipasi dapat terjadi karena

perubahan diet, pengobatan, operasi abdominal atau stress emosi akut. Buang

air besar adalah suatu proses pengeluaran tinja dari dalam rectum, yaitu sisa

pencernaan makanan yang tidak digunakan lagi dan harus dikeluarkan dari

dalam tubuh. Buang air besar memiliki pola, dimana pola yang ada ini akan

berbeda tergantung pada fungsi organ, susunan saraf, pola makan serta usia.

Berdasarkan patofisiologi, konstipasi diklasifikasikan atas konstipasi akibat

kelainan organik dan konstipasi fungsional (Suarsyaf dan Dyah, 2015).

Penanganan konstipasi fungsional dapat dilakukan dengan terapi farmakologi

dan non farmakologi, dimana terapi farmakologi ini merupakan terapi yang

menggunakan obat laksatif, sedangkan terapi non farmakologi adalah terapi yang

dilakukan dengan cara perubahan perilaku dan pola makan (Suarsyaf dan Dyah,

2015).

Pada banyak kasus yang telah terjadi, konstipasi sering terjadi pada anak

yang dimulai dari rasa nyeri saat buang air besar, karena nyeri inilah biasanya

anak-anak akan menahan untuk tidak buang air besar demi menghindari rasa

nyeri dan tidak nyaman tersebut. Jika menahan buang air besar ini dilakukan

secara terus menerus, maka akan mengakibatkan penumpukan tinja.

Penumpukan tinja ini akan menyebabkan feses mengeras karena jumlahnya

lebih banyak dari biasanya yang mengakibatkan spasme sfingter anus (Wyllie,

2007). Buang air besar terjadi saat tekanan rektum mencapai 55 mmHg yang

mengakibatkan melemasnya sfingter ani internus dan eksternus sehingga feses

terdorong keluar. Gerakan peristaltik pada kolon sigmoid dan distensi dinding

rektum menstimulasi kontraksi otot di rectum sehingga meningkatkan tekanan

rektal dan menstimulasi relaksasi sfingter internal dan eksternal. Otot dinding

abdomen, normalnya berkontraksi secara volunter untuk meningkatkan tekanan

intra abdominal selama gerakan usus besar, juga meningkatkan buang air besar

dengan tekanan feses dari dalam ke bawah (Sarmen dkk, 2014).

Konstipasi merupakan masalah yang sering terjadi pada anak. Penelitian

Loening-Baucke (2007) didapatkan prevalensi konstipasi pada anak usia 4-17

tahun adalah 22,6%, sedangkan prevalensi konstipasi pada anak usia di bawah 4

Page 34: INTEGRATED FOOD THERAPY PRODUCT DARI ...repository.ub.ac.id/3571/1/Nike Nurlaily Fitria.pdfNike Nurlaily Fitria. 135100101111042. Integrated Food Therapy Product dari Formula Pektin

21

tahun hanya sebesar 16%. Penelitian Rasquin et al. (2006) didapatkan bahwa

16% anak usia 9-11 tahun menderita konstipasi. Konstipasi pada anak 95%

akibat konstipasi fungsional. Konstipasi fungsional pada umumnya terkait dengan

perubahan kebiasan diet, kurangnya makanan mengandung serat, kurangnya

asupan cairan, psikologis, takut atau malu ke toilet (Eva, 2015).

Telah banyak penelitian yang dilakukan mengenai peranan serat dalam

menurunkan gejala konstipasi. Penelitian yang dilakukan oleh Septiyanti (2015)

mengemukakan bahwa serat yang terkandung didalam daun Cincau Hitam

(Mesona palustris BL) dapat menurunkan gejala konstipasi yang terlihat pada

perubahan jumlah, berat dan kadar air feses yang mengalami peningkatan

setelah diberikan diet tinggi serat yang berasal dari jelly drink cincau hitam,

dengan dosis efektif 7,2 ml / 200 gram berat badan tikus wistar. Penelitian lain

yang dilakukan oleh Wijayanti (2013) yang menggunakan Muelleri Glukomanan

dari Porang (Amorphophallus muelleri Blume) sebagai sumber serat

menunjukkan bahwa pemberian Muelleri Glukomanan dengan dosis efektif 600

mg / kg berat badan tikus / hari dapat mengurangi gejala konstipasi pada tikus

Spraque dawley yang dilihat dari kadar air dan berat feses serta menurunnya

waktu transit feses dalam saluran pencernaan yang diuji melalui uji rasio transit

gastrointestinal.

Page 35: INTEGRATED FOOD THERAPY PRODUCT DARI ...repository.ub.ac.id/3571/1/Nike Nurlaily Fitria.pdfNike Nurlaily Fitria. 135100101111042. Integrated Food Therapy Product dari Formula Pektin

22

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Biokimia Pangan

Hasil Pertanian, Laboratorium Pengolahan dan Rekayasa Proses Pangan dan

Hasil Pertanian, Laboratorium Nutrisi Pangan Hasil Pertanian Jurusan Teknologi

Hasil Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian, Laboratorium Sentral Ilmu Hayati,

Universitas Brawijaya Malang. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Oktober

2016 sampai Mei 2017.

3.2 Alat dan Bahan Penelitian

3.2.1 Alat

Alat yang digunakan dalam proses pembuatan serbuk effervescent pektin

kulit pisang meliputi tempat merendam kulit pisang, loyang, blender, pengering

kabinet, color reader, ayakan 60 mesh, timbangan analitik, alumunium foil, pisau,

labu ukur, pipet tetes, pipet volum, gelas ukur, gelas beker, kain saring, kompor

gas, panci, dan desikator.

Peralatan yang digunakan untuk analisa yaitu timbangan analitik,

Erlenmeyer, labu takar, kertas saring whatman no 42, oven, desikator, pipet

volum, labu ukur, color reader, cawan petri, krus porselen, muffle furnace, gelas

beker, gelas ukur dan corong. Peralatan yang digunakan untuk uji anti konstipasi

secara in vivo adalah kandang untuk pemeliharaan tikus, jarum sonde, alat

bedah tikus, wadah minum dan timbangan digital.

3.2.2 Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kulit pisang Agung

Semeru (pisang Agung tua yang masih berwarna hijau) yang diperoleh dari Kota

Lumajang Jawa Timur, serbuk mangga dan serbuk daun mint. Bahan lain yang

digunakan meliputi bahan tambahan dalam pembuatan serbuk effervescent

seperti mangga, daun mint, dekstrin, asam sitrat, asam tartrat, natrium

bikarbonat, stevia dan PVP yang didapatkan di pasaran serta natrium metabisulfit

yang digunakan untuk merendam kulit pisang.

Page 36: INTEGRATED FOOD THERAPY PRODUCT DARI ...repository.ub.ac.id/3571/1/Nike Nurlaily Fitria.pdfNike Nurlaily Fitria. 135100101111042. Integrated Food Therapy Product dari Formula Pektin

23

Bahan yang digunakan untuk analisa pektin dan serbuk effervescent

adalah kertas saring halus, plastik, HCl, aquades, NaOH, indikator Phenolftalin,

NaCl, etanol 96%, etanol 70%, asam sitrat.

Bahan yang digunakan dalam uji in vivo terdiri dari tikus galur wistar

jantan dengan berat 200 – 250 gram, pakan susu pap, air minum tikus,

Loperamid, suplemen serat Vegeta dan Norit sebagai marker.

3.3 Metodologi Penelitian

Penelitian yang dilakukan menggunakan dua tahap penelitian. Sebelum

memasuki tahap I, dilakukan persiapan bahan terlabih dahulu yang meliputi

ekstraksi pektin kulit pisang Agung Semeru (Musa paradisiaca formatypica),

pembuatan serbuk mangga dan serbuk daun mint. Tahap I adalah pembuatan

serbuk effervescent pektin kulit pisang Agung Semeru (Musa paradisiaca

formatypica) dan tahap II adalah pengujian anti konstipasi serbuk effervescent

secara in vivo.

3.3.1 Tahap Persiapan Bahan

Ekstraksi pektin kulit pisang Agung Semeru (Musa paradisiaca

formatypica) dilakukan menggunakan pelarut asam sitrat dengan suhu 90℃

selama 1 jam. Penentuan jenis pelarut, suhu dan waktu ekstraksi ditentukan

berdasarkan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Erawati (2009), dimana

pada penelitiannya didapatkan hasil perlakuan terbaik didapatkan dari pektin

yang diekstraksi menggunakan pelarut asam sitrat suhu ekstraksi 90℃ selama 1

jam. Selain itu, pada tahap persiapan bahan dilakukan juga pembuatan serbuk

mangga dengan pengeringan menggunakan pengering kabinet suhu 60℃

selama 10 ± 0,25 jam serta pembuatan serbuk daun mint menggunakan

pengering kabinet dengan suhu 40℃ selama 3 ± 0,25 jam.

3.3.2 Metode Penelitian Tahap I

Setelah didapatkan ekstrak pektin, serbuk mangga dan serbuk daun mint,

kemudian dilakukan optimasi formulasi menggunakan Response Surface

Methodology (RSM) sehingga akan didapatkan produk serbuk effervescent yang

memiliki kadar serat optimum. Optimasi kadar serat dari pektin kulit pisang

Agung Semeru, mangga Podang dan daun mint dilakukan dengan menggunakan

Central Composite experimental Design (CCD), dengan kombinasi tiga faktor

Page 37: INTEGRATED FOOD THERAPY PRODUCT DARI ...repository.ub.ac.id/3571/1/Nike Nurlaily Fitria.pdfNike Nurlaily Fitria. 135100101111042. Integrated Food Therapy Product dari Formula Pektin

24

yaitu persentase dari pektin kulit pisang Agung Semeru, mangga Podang dan

daun mint. Pektin kulit pisang Agung Semeru memiliki batasan level terendah

40% dan level tertinggi 50% dengan center point 45%, mangga Podang memiliki

batasan level terendah 30% dan level tertinggi 40% dengan center point 35%,

sedangkan daun mint memiliki batasan level terendah 15% dan level tertinggi

25% dengan center point 20%. Center point yang digunakan dalam penelitian

didapatkan dari penelitian pendahuluan. Respon yang diamati adalah kadar serat

pangan (%) dan kelarutan (%) dari produk yang dihasilkan. Hasil formulasi yang

telah dioptimasi kemudian akan dilanjutkan dengan analisa secara fisik dan

kimia pada titik perlakuan paling optimum. Central Composite experimental

Design dengan tiga faktor akan menghasilkan total 20 eksperimen. Berikut

adalah gambaran dari rancangan metode RSM:

Tabel 3.1 Rancangan Tiga Faktor Metode Permukaan Respon Formula Serbuk

Effervescent

Run Faktor 1

A: Pektin Kulit Pisang (%)

Faktor 2 B: Mangga Podang (%)

Faktor 3 C: Daun Mint (%)

Respon 1 Kadar Serat Pangan (%)

Respon 2 Kelarutan (%)

1 45,00 35,00 20,00

2 50,00 30,00 15,00

3 40,00 40,00 15,00

4 50,00 40,00 25,00

5 45,00 35,00 11,59

6 45,00 26,59 20,00

7 40,00 30,00 25,00

8 45,00 35,00 20,00

9 40,00 40,00 25,00

10 36,59 35,00 20,00

11 45,00 35,00 28,41

12 45,00 35,00 20,00

13 45,00 35,00 20,00

14 45,00 35,00 20,00

15 45,00 43,41 20,00

16 40,00 30,00 15,00

17 50,00 40,00 15,00

18 53,41 35,00 20,00

19 45,00 35,00 20,00

20 50,00 30,00 25,00

Page 38: INTEGRATED FOOD THERAPY PRODUCT DARI ...repository.ub.ac.id/3571/1/Nike Nurlaily Fitria.pdfNike Nurlaily Fitria. 135100101111042. Integrated Food Therapy Product dari Formula Pektin

25

3.3.3 Metode Penelitian Tahap II

Setelah dilakukan analisa fisik dan kimia terhadap serbuk effervescent

dengan perlakuan terbaik, kemudian dilakukan uji in vivo anti konstipasi pada

tikus wistar jantan yang diinduksi dengan loperamid. Penelitian yang dilakukan

menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan faktor perlakuan

pakan selama masa pemeliharaan tikus selama 5 hari.

Penelitian dilakukan dengan menggunakan 5 kelompok perlakuan,

dimana setiap kelompok perlakuan berisi 6 tikus wistar. Kelompok perlakuannya

adalah sebagai berikut:

T1 (-) : Tanpa diinduksi loperamid sebagai kontrol negatif

T2 (+) : Diinduksi loperamid 3 mg/kg bb selama 3 hari, kemudian

diberikan minum selama 5 hari

T3 : Diinduksi loperamid 3 mg/kg bb selama 3 hari kemudian

diberikan masing-masing 0,09 gram serbuk effervescent pektin

kulit pisang selama 5 hari

T4 : Diinduksi loperamid 3 mg/kg bb selama 3 hari kemudian

diberikan masing-masing 0,18 gram serbuk effervescent pektin

kulit pisang selama 5 hari

T5 : Diinduksi loperamid 3 mg/kg bb selama 3 hari kemudian

diberikan masing-masing 0,09 gram Vegeta selama 5 hari

Variabel tergantung dari penelitian ini adalah berat feses, jumlah feses,

kadar air feses dan uji rasio transit gastrointestinal. Selain tikus wistar yang

digunakan sebagai kontrol negatif, semua tikus diinduksi menggunakan

loperamid sebanyak 3 mg/kg bb yang dilakukan selama 3 hari dengan tujuan

agar tikus mengalami gangguan defekasi.

3.3.3.1 Populasi dan Sampel Percobaan

Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus putih Rattus

norvegicus strain Wistar berjenis kelamin jantan dengan umur pada kisaran 3 – 4

bulan dengan berat sekitar 200 gram. Estimasi tikus yang akan digunakan dalam

penelitian didasarkan pada banyaknya perlakuan yang akan diberikan nantinya.

Pada penelitian ini terdapat 5 kelompok perlakuan, sehingga jumlah tikus untuk

masing-masing perlakuan dapat dihitung sebagai berikut:

(t – 1) (n – 1) ≥ 15

(5 – 1) (n – 1) ≥ 15

Page 39: INTEGRATED FOOD THERAPY PRODUCT DARI ...repository.ub.ac.id/3571/1/Nike Nurlaily Fitria.pdfNike Nurlaily Fitria. 135100101111042. Integrated Food Therapy Product dari Formula Pektin

26

4n – 4 ≥ 15

4n ≥ 19

n ≥ 4,75

Dengan perhitungan yang telah didapatkan diatas, maka tikus yang

digunakan dalam kelompok harus berjumlah minimal 5 ekor tikus pada setiap

kelompok, untuk menghindari terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan, maka

setiap kelompok ditambahkan sebanyak 1 ekor tikus sebagai cadangan sehingga

tiap kelompok terdiri dari 6 ekor tikus wistar jantan. Sehingga jumlah keseluruhan

tikus untuk semua perlakuan adalah sebanyak 30 ekor tikus.

3.4 Penentuan Besar Dosis Perlakuan

3.4.1 Dosis Induksi Loperamid (Septiyanti, 2015)

1. Dosis induksi loperamid untuk tikus adalah sebesar 3 mg/kg BB.

2. Syarat volume maksimum larutan uji yang dapat diberikan pada tikus seberat

200 g adalah maksimal sebanyak 5 ml.

3. Dosis loperamid yang diberikan pada tikus seberat 200 g

= (3 mg / 1 kg) x berat badan

= (3 mg / 1000000 mg) x 200000 mg

= 0,6 mg

3.4.2 Dosis Serbuk Effervescent

Pemberian perlakuan serbuk effervescent pektin kulit pisang dibagi menjadi

2 dosis, dimana besarnya dosis yang akan diberikan pada hewan coba

dianalogikan dengan dosis terhadap manusia. Menurut Prasetyo dkk (2015),

dosis untuk tikus adalah sebesar 0,018 kali dosis untuk manusia. Perhitungan

dosisnya adalah sebagai berikut:

1. Saran penyajian suplemen vegeta herbal untuk orang dewasa adalah 5 g.

2. Dosis untuk tikus dengan berat rata-rata 200 gram

= 5 g x 0,018

= 0,09 g

= 90 mg / 200 g

Dosis 1 = 90 mg serbuk effervescent pektin kulit pisang

Dosis 2 (2x dosis 1) = 180 mg serbuk effervescent pektin kulit pisang

Page 40: INTEGRATED FOOD THERAPY PRODUCT DARI ...repository.ub.ac.id/3571/1/Nike Nurlaily Fitria.pdfNike Nurlaily Fitria. 135100101111042. Integrated Food Therapy Product dari Formula Pektin

27

3.4.3 Dosis Suplemen Vegeta

Berat bersih dari suplemen Vegeta herbal adalah 5 gram, dari berat

tersebut maka dibuatlah dosis untuk hewan coba.

Dosis suplemen = 5 gram x 0,018

= 0,09 gram

=90 mg / 200 g

3.5 Pelaksanaan Penelitian

Tahap Persiapan Bahan

Pembuatan tepung kulit pisang (Erawati, 2009):

- Kulit pisang dicuci bersih kemudian direndam didalam larutan Na –

Metabisulfit 0,1% selama 15 menit untuk mencegah terjadinya browning.

- Kulit pisang kemudian dipotong hingga ukurannya menjadi lebih kecil dan

diletakkan di dalam loyang.

- Kulit pisang dikeringkan menggunakan kabinet pengering dengan suhu 55℃

selama 8 ± 0,25 jam kemudian diblender dalam keadaan kering.

- Tepung kulit pisang diayak menggunakan ayakan 60 mesh.

Ekstraksi dan pembuatan tepung pektin meliputi (Erawati, 2009):

- Kulit pisang ditimbang kemudian ditambahkan dengan pelarut asam sitrat

dan dipanaskan diatas kompor listrik dengan suhu 90℃ selama 1 jam dalam

keadaan tertutup.

- Dilakukan penyaringan larutan menggunakan kain saring untuk memisahkan

ampas tepung kulit pisang dan ekstrak pektin.

- Kemudian filtrat dievaporasi dengan cara dipanaskan diatas air mendidih

selama 45 ± 5 menit.

- Ekstrak pekat didinginkan dan kemudian setelah dingin ditambahkan etanol

teknis 96% sedikit demi sedikit sambil diaduk hingga mencapai perbandingan

1 : 2, kemudian dilakukan pengendapan selama 2 jam.

- Gumpalan pektin kemudian disaring menggunakan kertas saring dan dicuci

dengan 100 ml etanol 70% sebanyak dua kali dan dicuci sekali lagi

menggunakan etanol 96%.

Page 41: INTEGRATED FOOD THERAPY PRODUCT DARI ...repository.ub.ac.id/3571/1/Nike Nurlaily Fitria.pdfNike Nurlaily Fitria. 135100101111042. Integrated Food Therapy Product dari Formula Pektin

28

- Gumpalan pektin kemudian dikeringkan dengan suhu 60℃ selama 3 ± 0,25

jam dan setelah kering ditepungkan kemudian diayak menggunakan ayakan

60 mesh.

Analisa yang dilakukan pada pektin yang dihasilkan meliputi analisa

rendemen (Bambang dkk, 1998), analisa kadar air (AOAC, 1990), analisa berat

ekivalen (Ranganna, 1997), analisa kadar metoksil (Sulihono dkk, 2012), analisa

kadar asam galakturonat (Sulihono dkk, 2012), derajat esterifikasi (Sulihono,

2012) dan analisa warna (Yuwono, 2001).

Pembuatan serbuk mangga, meliputi:

- Buah mangga dicuci bersih kemudian dikupas kulitnya, setelah itu

ditimbang sesuai dengan jumlah yang telah ditentukan.

- Dihancurkan menggunakan blender selama ±1 menit sambil ditambahkan

5% dekstrin sebagai bahan pengisi.

- Bubur mangga kemudian dioleskan diatas loyang yang telah dilapisi

plastik dan dikeringkan menggunakan pengering kabinet dengan suhu

60℃ selama ±10 jam.

- Lembaran kering mangga dihancurkan dengan blender kering.

- Serbuk kering mangga diayak menggunakan ayakan 60 mesh untuk

menyeragamkan ukuran.

Pembuatan serbuk daun mint, meliputi:

- Daun mint segar dicuci bersih untuk menghilangkan kotoran yang

menempel.

- Daun mint yang telah bersih diletakkan diatas loyang kemudian

dikeringkan menggunakan pengering kabinet dengan suhu 40℃ selama 3

jam.

- Daun mint kering dihaluskan dengan blender dan setelah halus diayak

menggunakan ayakan 60 mesh agar ukurannya seragam.

Tahap 1. Pembuatan Serbuk Effervescent

- Pektin hasil ekstraksi, ekstrak mangga dan bubuk daun mint ditimbang sesuai

dengan formula yang telah ditentukan.

- Pektin hasil ekstraksi, ekstrak mangga dan bubuk daun mint dicampur

dengan asam sitrat, asam tartrat, stevia dan sebagian PVP dicampurkan

menggunakan blender kering sehingga menghasilkan suatu campuran yang

disebut dengan komponen asam.

Page 42: INTEGRATED FOOD THERAPY PRODUCT DARI ...repository.ub.ac.id/3571/1/Nike Nurlaily Fitria.pdfNike Nurlaily Fitria. 135100101111042. Integrated Food Therapy Product dari Formula Pektin

29

- Sisa PVP kemudian dicampurkan dengan Na – bikarbonat menggunakan

blender kering dan menghasilkan campuran yang disebut sebagai komponen

basa.

- Komponen asam dan komponen basa kemudian dicampurkan menggunakan

blender kering hingga homogen.

- Serbuk effervescent diayak menggunakan ayakan 60 mesh.

Formulasi serbuk effervescent ditampilkan pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2 Formulasi serbuk effervescent

Bahan Persentase

Pektin Kulit Pisang Sesuai Formulasi Design Expert Mangga Podang Sesuai Formulasi Design Expert Daun Mint Sesuai Formulasi Design Expert Asam Sitrat 13% Asam Tartrat 7% Stevia 5% PVP 2% Na – Bikarbonat 10%

Analisa yang dilakukan pada formulasi terbaik serbuk effervescent meliputi

analisa kadar serat pangan (Sudarmaji dkk, 1997), kadar air (AOAC, 1990),

kecepatan alir (Kholidah dkk, 2014), sudut diam (Kholidah dkk, 2014), rehidrasi

(Yuwono, 2001), waktu larut (Kholidah dkk, 2014) dan warna (Yuwono, 2001).

Tahap 3. Pengujian Efek Anti Konstipasi Serbuk Effervescent pada Hewan

Coba

Pada awal percobaan, semua tikus yang digunakan ditimbang berat

badannya kemudian diadaptasi dengan lingkungan penelitian selama 1 minggu

dan dikelompokkan menjadi 5 kelompok acak dimana setiap kelompoknya terdiri

dari 6 ekor tikus. Pakan yang diberikan pada tikus selama masa percobaan

adalah pakan susu pap dengan jumlah yang sama untuk masing-masing tikus,

yaitu 15 g/hari. Pada akhir masa adaptasi, berat tikus kembali ditimbang untuk

memastikan bahwa tikus dalam keadaan baik dan berat badannya dapat

terpantau. Kandungan gizi pada pakan susu pap dapat dilihat pada Tabel 3.3.

Page 43: INTEGRATED FOOD THERAPY PRODUCT DARI ...repository.ub.ac.id/3571/1/Nike Nurlaily Fitria.pdfNike Nurlaily Fitria. 135100101111042. Integrated Food Therapy Product dari Formula Pektin

30

Tabel 3.3 Kandungan Gizi Susu Pap

Kandungan Jumlah (%)

Air 12 Protein Kasar 16 Lemak Kasar 3 – 7 Serat Kasar Maks 8 Abu Maks 10 Kalsium 0,9 – 1,2 Phosphor 0,6 – 1,0

Sumber: PT. Japfa Comfeed Indonesia, 2013

Kelompok T1 (-) merupakan kelompok tikus tanpa induksi loperamid dan

4 kelompok lainnya yaitu T2 (+), T3, T4 serta T5 diinduksi dengan loperamid

sebanyak 3 mg/kg bb yang dilakukan selama 3 hari (Septiyanti, 2015). Setelah

masa pengkondisian, maka dilanjutkan dengan masa perlakuan dimana masing-

masing tikus akan diberikan pakan sesuai dengan perlakuan. Kelompok T1 dan

T2 hanya diberi pakan tanpa perlakuan sebanyak 15 gram, kelompok T3

diberikan pakan yang sama dan diberikan serbuk effervescent pektin kulit pisang

sebanyak 90 mg / 200 g bb sedangkan kelompok T4 diberikan pakan yang sama

dan diberikan serbuk effervescent pektin kulit pisang sebanyak 180 mg / 200 g

bb dan kelompok T5 diberikan pakan sama dan ditambah dengan suplemen

Vegeta sebanyak 90 mg / 200 g bb. Selama masa pengkondisian dan masa

perlakuan dilakukan pengukuran jumlah, berat, dan kadar air feses setiap hari.

Setelah itu tikus dipuasakan selama 18 jam dan hanya diberi minum. Kemudian

tikus diberikan pakan susu pap dan didiamkan selama 45 menit, lalu tikus

diberikan suspensi norit 1 ml/ekor sebagai marker. Setelah 20 menit, tikus dibius

dan dibedah kemudian dikeluarkan usus halusnya, lalu usus diregangkan dan

diukur panjang keseluruhan dan panjang usus yang dilalui oleh norit untuk uji

rasio transit gastrointestinal (Wijayanti, 2013).

3.6 Analisa Data

Data yang diperoleh dari parameter profil (jumlah, berat, kadar air) feses

dan rasio transit gastrointestinal akan ditampilkan sebagai rata-rata dari tiap

ulangan, kemudian dianalisa dengan Analisis Ragam (ANOVA) dan apabila

menunjukkan perbedaan dilanjutkan dengan uji beda nyata terkecil (BNT)

menggunakan selang kepercayaan 5%. Semua analisa data dilakukan dengan

menggunakan program Design Expert 7.1.5 dan Microsoft Excel.

Page 44: INTEGRATED FOOD THERAPY PRODUCT DARI ...repository.ub.ac.id/3571/1/Nike Nurlaily Fitria.pdfNike Nurlaily Fitria. 135100101111042. Integrated Food Therapy Product dari Formula Pektin

31

3.7 Diagram Alir

3.7.1 Diagram Alir Ekstraksi Pektin Kulit Pisang

Gambar 3.1 Diagram Alir Ekstraksi Kulit Pisang Agung Semeru

Pengeringan (60℃, 3 ± 0,25 jam)

Ekstraksi (Asam sitrat (rasio bahan:pelarut 1:20), suhu 90℃, 1 jam)

Ampas

Penyaringan

Filtrat

Pemekatan (100℃, 45 ± 5 menit)

Pendinginan dan penambahan etanol teknis 96%

Pengendapan (2 jam)

Gumpalan Pektin

Pencucian (2 x 50 ml etanol 70% dan 50 ml etanol 96%)

Penghancuran dan pengayakan (60 mesh)

Tepung Pektin

Analisa: - Rendemen - Kadar Air - Berat Ekivalen - Kadar Asam Galakturonat - Kadar Metoksil - Warna - Derajat Estrifikasi

Pengeringan dengan pengering kabinet suhu 55℃ selama 8 ± 0,25 jam

Na – Metabisulfit

0,1%, 15 menit

Kulit Pisang Agung Semeru

Pencucian

Perendaman

Penghancuran (blender) dan pengayakan (60 mesh)

Tepung Kulit Pisang

Page 45: INTEGRATED FOOD THERAPY PRODUCT DARI ...repository.ub.ac.id/3571/1/Nike Nurlaily Fitria.pdfNike Nurlaily Fitria. 135100101111042. Integrated Food Therapy Product dari Formula Pektin

32

3.7.2 Diagram Alir Pembuatan Serbuk Mangga Podang

Gambar 3.2 Diagram Alir Pembuatan Serbuk Kering Buah Mangga Podang

3.7.3 Diagram Alir Pembuatan Tepung Daun Mint

Gambar 3.3 Diagram Alir Pembuatan Tepung Daun Mint (Modifikasi Sari, 2016)

Daun Mint Segar

Pengeringan dengan pengering kabinet 40℃ selama 3 ± 0,25 jam

Penghalusan (blender) dan pengayakan (60 mesh)

Tepung Daun Mint

Pengeringan dengan pengering kabinet (60℃, 10 ± 0,25 jam)

Kulit dan Biji

Serbuk Mangga

Pengayakan (60 mesh)

Mangga

Pencucian

Pengupasan

Penimbangan

Penghancuran (blender, 2 menit)

Kotoran

Penghancuran (blender kering)

5% Dekstrin

Page 46: INTEGRATED FOOD THERAPY PRODUCT DARI ...repository.ub.ac.id/3571/1/Nike Nurlaily Fitria.pdfNike Nurlaily Fitria. 135100101111042. Integrated Food Therapy Product dari Formula Pektin

33

3.7.4 Diagram Alir Pembuatan Serbuk Effervescent

Gambar 3.4 Diagram Alir Pembuatan Serbuk Effervescent (Modifikasi Prasetyo dkk,

2015)

Pencampuran (blender kering)

Analisa:

- Kadar Serat Pangan

- Kadar Air

- Kecepatan Alir dan Sudut Diam

- Warna

- Waktu Larut

- Rehidrasi

Pektin Kulit Pisang Agung Semeru, Serbuk Kering Buah

Mangga, Bubuk Daun Mint

Pencampuran bahan-

bahan serbuk, meliputi:

1. Asam sitrat (13%)

2. Asam tartrat (7%)

3. Stevia (5%)

4. PVP (1%)

Pencampuran Na –

bikarbonat (10%) dan

sisa PVP (1%)

Serbuk Effervescent

Komponen Asam

Komponen Basa

Pengayakan (60 mesh)

Page 47: INTEGRATED FOOD THERAPY PRODUCT DARI ...repository.ub.ac.id/3571/1/Nike Nurlaily Fitria.pdfNike Nurlaily Fitria. 135100101111042. Integrated Food Therapy Product dari Formula Pektin

4

3.7.5 Diagram Alir In Vivo

Gambar 3.5 Diagram Alir In Vivo (Modifikasi Wijayanti, 2013)

Pengkondisian konstipasi selama 3 hari

30 Ekor Tikus

Adaptasi pakan susu pap selama 7 hari

Induksi Loperamid

3 mg/kg BB

T2 (+)

Pakan Susu Pap +

Air Minum

T3 (+) Pakan Susu Pap + Air Minum + Serbuk Effervescent 90 mg

selama 5 hari

T4 (+) Pakan Susu Pap + Air Minum + Serbuk

Effervescent 180

mg selama 5 hari

T5 (+) Pakan Susu Pap + Air Minum + Vegeta (Kontrol Suplemen)

90 mg selama 5 hari

T1 (-)

Pakan Susu Pap +

Air Minum

Penghitungan jumlah feses, berat feses, kadar air feses selama 5 hari

18 jam sebelum percobaan tikus dipuasakan dan hanya diberi minum, semua tikus kecuali T1 (-) diberikan bahan uji sesuai dosis, didiamkan selama 45 menit lalu tikus diberi suspense norit 1 ml / tikus. 20 menit kemudian tikus dibedah dan usus halusnya dikeluarkan

Usus diregangkan dan diukur panjang keseluruhan dan panjang usus yang dilalui norit

Analisis Data

Page 48: INTEGRATED FOOD THERAPY PRODUCT DARI ...repository.ub.ac.id/3571/1/Nike Nurlaily Fitria.pdfNike Nurlaily Fitria. 135100101111042. Integrated Food Therapy Product dari Formula Pektin

35

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Karakteristik Bahan Baku

Penelitian dimulai dengan melakukan analisa bahan baku mentah berupa

kulit pisang, yaitu analisa kadar pektin. Dimana pada kulit pisang yang digunakan

dalam penelitian, kadar pektinnya adalah sebesar 0,32%. Setelah dilakukan

analisa pada bahan baku mentah, kemudian dilakukan analisa mengenai

karakteristik bahan baku kering yang digunakan, yaitu tepung kulit pisang Agung

Semeru (Musa paradisiaca formatypica), tepung mangga Podang dan tepung

daun mint yang meliputi analisa kadar air, warna dan juga kadar serat pangan.

Hasil analisa dari tepung kulit pisang Agung Semeru (Musa paradisiaca

formatypica), tepung mangga Podang dan tepung daun mint dalam penelitian ini

dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Data Hasil Analisa Tepung Kulit Pisang, Mangga dan Daun Mint

Analisa

Bahan

Tepung Kulit Pisang

Tepung Mangga Tepung Daun

Mint

Rendemen (%) 7,35 17,97 6,00

Kadar Serat Pangan (%) 61,81 ± 0,51 12,45 ± 0,31 44,24 ± 0,33

Kadar Air (%) 1,99 ± 0,03 1,07 ± 0,08 2,07 ± 0,03

Warna

L* 57,6 ± 0,00 70,57 ± 1,76 49,9 ± 0,26

a* 3,03 ± 0,06 6,4 ± 0,46 -2,17 ± 0,15

b* 14,5 ± 0,1 30,2 ± 0,9 16,8 ± 0,2

Berdasarkan Tabel 4.1, didapatkan hasil untuk analisa rendemen, kulit

pisang yang dikeringkan dan dioleh menjadi tepung kulit pisang menghasilkan

rendemen sebesar 7,35%, mangga Podang yang dikeringkan menghasilkan

tepung mangga dengan rendemen sebesar 17,97% dan daun mint yang

dikeringkan menghasilkan serbuk daun mint dengan rendemen sebesar 6%.

Berdasarkan hasil analisa yang telah dilakukan pada bahan baku, kadar

serat pangan total yang terkandung didalam setiap bahan baku nilainya berbeda-

beda dimana kadar serat pangan total tertinggi adalah tepung kulit pisang Agung

Semeru yang mencapai angka 61,81% yang terdiri dari kadar serat pangan tidak

larut sebesar 51,63% dan kadar serat pangan larut sebesar 10,18%. Kadar serat

Page 49: INTEGRATED FOOD THERAPY PRODUCT DARI ...repository.ub.ac.id/3571/1/Nike Nurlaily Fitria.pdfNike Nurlaily Fitria. 135100101111042. Integrated Food Therapy Product dari Formula Pektin

36

pangan total yang terdapat pada tepung mangga Podang yang digunakan dalam

penelitian adalah sebesar 12,45% yang terdiri dari serat pangan tidak larut

sebesar 6,56% dan serat pangan larut sebesar 5,89%. Sedangkan kadar serat

pangan total pada tepung daun mint adalah sebesar 44,24% yang terdiri dari

serat pangan tidak larut sebesar 42,57% dan serat pangan larut sebesar 1,67%.

Kadar serat pangan total pada bahan baku nilainya beragam karena komposisi

kimia serat pangan bervariasi tergantung pada komposisi dinding sel tanaman

penghasillnya, dimana dinding sel tanaman ini tersusun dari selulosa,

hemiselulosa, pektin, lignin dan mucilage yang semuanya termasuk kedalam

jenis serat (Santoso, 2011).

Kadar air tepung kulit pisang Agung Semeru adalah sebesar 1,99%,

kadar air mangga Podang sebesar 1,07 dan kadar air pada tepung daun mint

memiliki nilai terbesar diantara ketiga bahan, yaitu sebesar 2,07%. Kadar air dari

mangga Podang ini berbeda dari penelitian yang telah dilakukan oleh Wijana dkk

(2014) dimana kadar air mangga Podang dengan penambahan dekstrin 5%

adalah sebesar 3,56%. Perbedaan ini dapat disebabkan karena perbedaan

jumlah sampel yang digunakan dalam analisa serta metode pengeringan yang

dilakukan, pada penelitian Wijana dkk (2014) pengering yang digunakan adalah

tunnel drying. Kemungkinan lain perbedaan kadar air dapat disebabkan karena

umur mangga yang digunakan berbeda sehingga kadar air yang terdapat

didalam mangga pun berbeda. Kadar air merupakan salah satu unsur penting

yang dapat berpengaruh terhadap umur simpan bahan baku, dimana penurunan

kadar air melalui proses pengeringan dapat menginaktivasi enzim sehingga

bahan tidak mudah busuk dan meningkatkan umur simpan bahan tersebut.

Dari analisa warna yang dilakukan, tepung kulit pisang Agung Semeru

memiliki nilai derajat kecerahan (L*) sebesar 57,6 dengan derajat kemerahan (a*)

sebesar 3,03 dan derajat kekuniningan (b*) sebesar 14,5. Sedangkan tepung

kulit mangga Podang memiliki derajat kecerahan (L*) sebesar 70,57, derajat

kemerahan (a*) sebesar 6,4 dan derajat kekuningan (b*) sebesar 30,2. Tepung

daun mint memiliki nilai derajat kecerahan (L*) sebesar 49,9, derajat kemerahan

(a*) -2,17 dan derajat kekuningan (b*) sebesar 16,8. Dari ketiga bahan dapat

diketahui bahwa tepung daun mint cenderung memiliki warna yang lebih gelap

jika dibandingkan dengan tepung kulit pisang dan juga tepung mangga yang

dapat dilihat pada tingkat kecerahan (L*) tepung daun mint yang lebih rendah jika

Page 50: INTEGRATED FOOD THERAPY PRODUCT DARI ...repository.ub.ac.id/3571/1/Nike Nurlaily Fitria.pdfNike Nurlaily Fitria. 135100101111042. Integrated Food Therapy Product dari Formula Pektin

37

dibandingkan dengan kedua bahan lainnya, begitu juga dengan nilai kemerahan

(a*) dan kekuningan (b*).

4.2 Karakteristik Ekstrak Pektin dari Kulit Pisang Agung Semeru

Pektin yang digunakan dalam analisa merupakan pektin yang didapatkan

dari kulit pisang Agung Semeru yang diekstraksi menggunakan asam sitrat

dengan (rasio bahan : pelarut 1:20) metode maserasi yang dilakukan dengan

memanaskan campuran bahan dan pelarut pada suhu 90℃ selama ±1 jam.

Analisa yang dilakukan berupa analisa rendemen, kadar air, berat ekivalen,

kadar metoksil, kadar asam galakturonat, derajat esterifikasi dan juga warna.

Hasil analisa pektin kulit pisang Agung Semeru dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Karakteristik Ekstrak Pektin dari Kulit Pisang Agung Semeru

Analisa Hasil

Rendemen (%) 12,95%

Kadar Air (%) 5,0% ± 0,14

Berat Ekivalen 1010,205 ± 14,43

Kadar Metoksil (%) 5,022% ± 0,09

Kadar Asam Galakturonat (%) 46,112% ± 0,00

Derajat Esterifikasi (%) 61,83% ± 1,08

Warna L* a* b*

56,75 ± 1,06 13,2 ±0,28 11,25 ± 0,21

4.2.1 Rendemen

Rendemen pektin kulit pisang Agung yang dihasilkan dalam penelitian

adalah sebesar 12,95%. Rendemen yang didapatkan dari tanaman yang berbeda

akan berbeda karena pada setiap varietas akan berbeda kadar pektin yang

terkandung didalamnya. Didalam jaringan tanaman, pektin terdapat sebagai

protopektin yang tidak larut didalam air karena berbentuk garam kalsium dan

magnesium. Karena hal itulah, maka perlu dilakukan hidrolisis protopektin

dengan menggunakan asam dengan tujuan untuk mengubah protopektin menjadi

pektin yang bersifat larut didalam air (Sulihono dkk, 2012). Semakin tinggi suhu

yang digunakan dan semakin lama waktu ekstraksi maka rendemen yang

diperoleh akan semakin tinggi. Suhu yang digunakan dalam penelitian ini adalah

sebesar 90℃ dengan waktu ekstraksi selama 1 jam, dimana penentuan suhu dan

Page 51: INTEGRATED FOOD THERAPY PRODUCT DARI ...repository.ub.ac.id/3571/1/Nike Nurlaily Fitria.pdfNike Nurlaily Fitria. 135100101111042. Integrated Food Therapy Product dari Formula Pektin

38

waktu ekstraksi ini didasarkan pada penelitian Erawati, 2009 yang menyebutkan

bahwa perlakuan terbaik didapatkan dari kulit pisang yang diekstraksi

menggunakan asam sitrat dengan suhu 90℃ dan waktu ekstraksi selama 1 jam.

4.2.2 Kadar Air

Pengeringan pektin pada penelitian ini dilakukan menggunakan cabinet

dryer dengan suhu 60℃ selama ±2,5 jam sehingga menghasillkan pektin dengan

kadar air sebesar 5,0 ± 0,14. Nilai kadar air tersebut sudah sesuai dengan kadar

air pektin yang ditentukan oleh International Pectin Producers Association

dimana kadar air pektin yang diperbolehkan adalah maksimal 12%. Kadar air

bahan menyatakan banyaknya air yang terkandung didalam bahan, dimana

kadar air ini berpengaruh pada masa simpan bahan. Semakin rendah kadar air

suatu bahan, maka semakin lama masa simpan bahan tersebut karena tidak

adanya air bebas yang dapat digunakan oleh mikroorganisme untuk

berkembang.

4.2.3 Berat Ekivalen

Berat ekivalen merupakan banyaknya karboksil tidak teresterifikasi dalam

rantai poligalaturonat pektin, dimana berat ekivalen pektin ini ditentukan

berdasarkan reaksi penyabunan gugus karboksil oleh NaOH. Berat ekivalen akan

berbanding terbalik dengan banyaknya volume NaOH yang digunakan untuk

bereaksi dengan gugus karboksil (Prasetyowati, 2009). Pada penelitian ini, berat

ekivalen pektin kulit pisang Agung adalah sebesar 1010,205 ± 14,43. hasil pada

penelitian tidak sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan oleh International

Pectin Producers Association karena bahan yang digunakan berbeda. Asam

pektat murni memiliki berat ekivalen sebesar 176, dimana asam pektat murni ini

merupakan asam pektat yang seluruhnya tersusun dari asam poligalakturonat

yang bebas dari gugus metal ester, jadi tidak mengalami esterifikasi. Apabila

semakin sedikit gugus asam maka berat ekivalen akan semakin tinggi

(Tuhuloula, 2013).

4.2.4 Kadar Metoksil

Analisa kadar metoksil yang dilakukan pada pektin kulit pisang

menunjunjukkan bahwa pektin kulit pisang Agung termasuk kedalam golongan

pektin metoksil rendah karena kadar metoksilnya sebesar 5,022% ± 0,09, dimana

Page 52: INTEGRATED FOOD THERAPY PRODUCT DARI ...repository.ub.ac.id/3571/1/Nike Nurlaily Fitria.pdfNike Nurlaily Fitria. 135100101111042. Integrated Food Therapy Product dari Formula Pektin

39

menurut International Pectin Producers Association pektin dikatakan masuk

kedalam golongan pektin metoksil rendah apabila kadar metoksilnya berkisar

antara 2,5% - 7,12%. Sebaliknya, pektin dapat dikatakan sebagai pektin metoksil

tinggi apabila pektin yang terkandung didalam suatu bahan kadarnya memiliki

nilai yang lebih besar dari 7,2%. Pektin yang tergolong kedalam pektin metoksil

rendah lebih menguntungkan karena dapat langsung diproduksi tanpa melalui

proses demetilasi. Kadar metoksil merupakan jumlah methanol yang terdapat

didalam pektin. Kadar metoksildapat didefinisikan sebagai jumlah methanol yang

terdapat didalam pektin, dimana tinggi rendahnya kadar metoksil ini memiliki

peranan penting dalam menentukan sifat fungsional larutan pektin dan dapat

mempengaruhi struktur dan tekstur dari gel pektin yang dihasilkan (Maulidiyah

dkk, 2014).

4.2.5 Kadar Asam Galakturonat

Pektin tersusun atas molekul asam galakturonat yang berikatan dengan

ikatan α-(1,4)-glikosida yang membentuk asam poligalakturonat. Semakin tinggi

mutu pektin maka akan semakin tinggi nilai kadar asam galakturonatnya. Tinggi

rendahnya kadar asam galakturonat ini dapat mengindikasikan bahwa tingkat

kemurnian pektin yang dihasilkan tinggi. Selain asam D-galakturonat sebagai

penyusun utama pektin, adanya D-galaktosa, L-arabinosa dan L-rhamnosa juga

berperan sebagai komponen penyusun pektin (Maulidiyah dkk, 2014). Pada

penelitian ini kadar asam galakturonat dari pektin kulit pisang Agung adalah

sebesar 46,112% ± 0,00. Pektin yang dihasilkan dari ekstraksi kulit pisang ini

terbilang rendah karena kemungkinan pada saat ekstraksi terdapat komponen-

komponen lainnya yang ikut terekstrak sehingga kemurnian pektin rendah.

Namun, kadar asam galakturonat pektin kulit pisang Agung tersebut sudah

sesuai dengan syarat yang ditentukan oleh International Pectin Producers

Association, dimana kadar asam galakturonat dari pektin minimal adalah 35%.

4.2.6 Derajat Esterifikasi

Derajat esterifikasi merupakan persentase jumlah residu asam D-

galakturonat yang gugus karboksilnya tersterifikasi dengan etanol, dimana nilai

derajat estrifikasi ini didapatkan dari perbandingan antara kadar metoksil dengan

kadar asam galakturonat (Tuhuloula, 2013). Menurut ketentuan International

Pectin Producers Association, berdasarkan nilai derajat esterifikasi, pektin

Page 53: INTEGRATED FOOD THERAPY PRODUCT DARI ...repository.ub.ac.id/3571/1/Nike Nurlaily Fitria.pdfNike Nurlaily Fitria. 135100101111042. Integrated Food Therapy Product dari Formula Pektin

40

dibedakan menjadi dua jenis, yaitu pektin ester tinggi dan pektin ester rendah,

pektin dapat dikatakan berester tinggi apabila nilai derajat esterifikasinya minimal

50% sedangkan apabila derajat esterifikasinya dibawah 50% maka pektin

tersebut tergolong kedalam pektin ester rendah. Pada penelitian ini, derajat

esterifikasi yang pada pektin kulit pisang Agung ini adalah sebesar 61,83% ±

1,08. Dari hasil penelitian tersebut dapat dikatakan bahwa pektin kulit pisang

Agung yang dihasilkan termasuk kedalam golongan pektin ester tinggi.

4.2.7 Warna (L*, a*, b*)

Warna merupakan cirri-ciri suatu bahan yang dapat kita kenali dengan

mudah melalui indera penglihatan, dimana warna bahan akan tergantung pada

penampakan bahan. Selain hal itu, warna dari suatu bahan juga dipengaruhi oleh

kemampuan dari bahan untuk memantulkan, menyebarkan, menyerap dan

meneruskan sinar tampak. Pada penelitian ini, hasil analisa menunjukkan bahwa

pektin hasil ekstraksi dari kulit pisang Agung semeru memiliki nilai kecerahan (L*)

sebesar 56,75, nilai kemerahan (a*) sebesar 13,2, dan nilai kekuningan (b*)

sebesar 11,25. Pektin hasil ekstraksi pektin kulit pisang Agung yang dihasilkan ini

memiliki warna yang cenderung agak gelap, yaitu berwarna kecoklatan dan

sangat berbeda apabila dibandingkan dengan pektin komersial yang berwarna

putih kekuningan. Hal ini disebabkan karena penggunaan bahan baku yang

berbeda dan juga sifat bahan yang berbeda. Kulit pisang yang mudah mengalami

browning menjadi salah satu penyebab warna pektin yang dihasilkan menjadi

cenderung gelap.

4.3 Optimasi Formula Serbuk Effervescent

Optimasi formula pembuatan serbuk effesrvescent pektin kulit pisang

Agung Semeru, mangga Podang dan daun mint dilakukan dengan cara

mengontrol proporsi ketiga bahan yang digunakan agar didapatkan produk

dengan perlakuan paling baik sehingga menghasilkan produk dengan kadar serat

maupun kelarutan yang optimum. Effervescent dibuat dengan cara mereaksikan

senyawa asam dan senyawa karbonat untuk menghasilkan gas CO2 dimana gas

yang dilepaskan ini akan memberikan rasa segar (Munir, 2012). Metode yang

digunakan untuk optimasi formula serbuk effervescent dalam penelitian ini adalah

metode Response Surface Methodology (RSM) dengan rancangan Central

Composite Design (CCD).

Page 54: INTEGRATED FOOD THERAPY PRODUCT DARI ...repository.ub.ac.id/3571/1/Nike Nurlaily Fitria.pdfNike Nurlaily Fitria. 135100101111042. Integrated Food Therapy Product dari Formula Pektin

41

Penelitian pendahuluan yang telah dilakukan sebelumnya bertujuan untuk

menentukan level tertinggi dan terendah kadar pektin kulit pisang, mangga dan

daun mint yang akan digunakan didalam penelitian utama formulasi serbuk

effervescent. Pektin kulit pisang Agung Semeru memiliki batasan level terendah

40% dan level tertinggi 50% dengan center point 45%, mangga Podang memiliki

batasan level batasan terendah 30% dan level tertinggi 40% dengan center point

35%, sedangkan daun mint memiliki batasan level terendah 15% dan level

tertinggi 25% dengan center point 20%. Penetapan level tertinggi dan terendah

ini didasarkan pada hasil analisa kadar serat pangan yang dihasilkan selama

penelitian pendahuluan. Data hasil analisis respon kadar serat pangan dan

kelarutan yang digunakan dalam penelitian formula serbuk effervescent dapat

dilihat pada tabel 4.3.

Tabel 4.3 Data Analisa Respon Kadar Serat Pangan dan Kelarutan

Run Faktor 1

A: Pektin Kulit

Pisang (%)

Faktor 2

B: Mangga

Podang (%)

Faktor 3

C: Daun

Mint (%)

Respon 1

Kadar Serat

Pangan (%)

Respon 2

Kelarutan (%)

1 45,00 35,00 20,00 26,81±0,01 77,11±0,01

2 50,00 30,00 15,00 14,89±0,00 77,12±0,01

3 40,00 40,00 15,00 5,5%±0,00 76,62±0,02

4 50,00 40,00 25,00 29,35±0,03 78,69±0,03

5 45,00 35,00 11,59 26,05±0,04 83,00±0,02

6 45,00 26,59 20,00 27,28±0,03 71,81±0,02

7 40,00 30,00 25,00 28,00±0,01 71,42±0,02

8 45,00 35,00 20,00 29,04±0,01 76,92±0,01

9 40,00 40,00 25,00 21,99±0,02 71,67±0,02

10 36,59 35,00 20,00 21,08±0,01 77,82±0,04

11 45,00 35,00 28,41 22,31±0,04 68,54±0,03

12 45,00 35,00 20,00 21,57±0,01 75,51±0,02

13 45,00 35,00 20,00 25,11±0,01 75,31±0,00

14 45,00 35,00 20,00 21,21±0,02 74,12±0,02

15 45,00 43,41 20,00 17,51±0,00 71,31±0,01

16 40,00 30,00 15,00 24,57±0,00 75,11±0,02

17 50,00 40,00 15,00 28,15±0,00 76,32±0,05

18 53,41 35,00 20,00 21,41±0,01 69,60±0,02

19 45,00 35,00 20,00 23,66±0,01 74,83±0,01

20 50,00 30,00 25,00 24,21±0,02 67,18±0,04

Page 55: INTEGRATED FOOD THERAPY PRODUCT DARI ...repository.ub.ac.id/3571/1/Nike Nurlaily Fitria.pdfNike Nurlaily Fitria. 135100101111042. Integrated Food Therapy Product dari Formula Pektin

42

Data diatas digunakan dalam analisis statistik untuk mengoptimasi kadar

pektin kulit pisang Agung Semeru , mangga Podang dan daun mint yang

dibutuhkan pada proses formulasi serbuk effervescent. Hasil optimasi

menunjukkan bahwa formula optimum dengan kadar serat dan kelarutan tertinggi

terdapat pada formula dengan rasio pektin kulit pisang : mangga Podang : daun

mint sebesar 45% : 30% : 20%. Prediksi model persamaan setiap respon akan

dianalisis statistik diperoleh dari program Design Expert DX 7.1.5.

4.4 Analisa Ragam (ANOVA)

4.4.1 Analisa Kadar Serat Pangan

Berdasarkan analisa ragam (ANOVA) menunjukkan bahwa model 2FI

memberikan pengaruh nyata (α = 0,05) terhadap respon kadar serat pangan

dimana hal ini dapat dilihat dari nilai p yang kurang dari 0,05 yaitu sebesar

0,0381 (3,81%). Sedangkan pada kolom lack of fit (ketidaksesuaian model)

memiliki nilai sebesar 0,1527 (15,27%) sehingga dapat dianggap

ketidaksesuaian model tidak berpengaruh nyata terhadap respon kadar serat

pangan karena nilai ketidaksesuaian model lebih besar dari nilai P 0.05 (5%)

Data analisa ragam dapat dilihat pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4 Analisa Ragam (ANOVA) Respon Kadar Serat Pangan

Source Sum of Squares

df Mean Square

F Value

p-value Prob > F

Model A-Pektin Kulit Pisang B-Mangga Podang C-Daun Mint AB AC BC

352,43 6 58,74 3,18 0,0381 Significant 21,27 1 21,27 1,15 0,3028 38,94 1 38,94 2,11 0,1703 42,53 1 42,53 2,30 0,1532 235,57 1 235,77 12,76 0,0034 10,93 1 10,93 0,59 0,4556 2,99 1 2,99 0,16 0,6941

Residual Lack of Fit Pure Error

240,22 193,81 46,41

13 8 5

18,48 24,23 9,28

2,61

0,1527

Not significant

Cor Total 592,65 19

Variabel pektin kulit pisang, mangga podang, daun mint, interaksi antara

pektin kulit pisang dan daun mint serta interaksi antara mangga podang dan

daun mint tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap respon kadar serat

pangan. Hal ini ditunjukkan dari nilai P yang lebih dari 5% dimana pektin kulit

Page 56: INTEGRATED FOOD THERAPY PRODUCT DARI ...repository.ub.ac.id/3571/1/Nike Nurlaily Fitria.pdfNike Nurlaily Fitria. 135100101111042. Integrated Food Therapy Product dari Formula Pektin

43

pisang memiliki p-value sebesar 30,28%, mangga podang sebesar 17,03%, daun

mint sebesar 15,32%, interaksi antara pektin kulit pisang dengan daun mint

sebesar 45,56% dan interaksi antara mangga podang dengan daun mint sebesar

69,41%. Sedangkan interaksi antara pektin kulit pisang dan mangga podang

memberikan pengaruh yang nyata terhadap respon serat pangan dengan nilai P

sebesar 3,4%. Hal ini diduga karena proporsi pektin kulit pisang dan mangga

yang lebih besar dari daun mint menyebabkan kadar serat pangan pada produk

menjadi meningkat.

Berdasarkan hasil analisa ragam (ANOVA) pada respon kadar serat

pangan model 2FI akan menghasilkan persamaan yang diberikan oleh program

Design Expert 7.1.5. Berikut merupakan persamaan aktual yang terpilih terhadap

respon kadar serat pangan yang dihasilkan:

Y = 333,56746 – 6,41563 X1 – 10,59847 X2 + 1,60094 X3 + 0,21715 X1X2 –

0,046750 X1X3 + 0,024450 X2X3

4.4.1.1 Pengaruh Proporsi Bahan terhadap Respon Kadar Serat Pangan

Berdasarkan program Design Expert 7.1.5 dapat diketahui bahwa model

yang terpilih untuk respon kadar serat pangan adalah model 2FI (lampiran 3),

sehingga perlu diketahui apakah model tersebut dapat memberikan pengaruh

yang nyata atau tidak terhadap respon kadar serat pangan. Gambar 4.1

menunjukkan Kurva Normal Plot of Residuals dari model yang disarankan

program untuk respon kadar serat pangan.

Gambar 4.1 Kurva Normal Plot of Residuals

Design-Expert® Software

Kadar Serat Pangan

Color points by value of

Kadar Serat Pangan:

29.35

5.55

Internally Studentized Residuals

No

rma

l %

Pro

ba

bil

ity

Normal Plot of Residuals

-2.19 -1.24 -0.28 0.67 1.63

1

5

10

20

30

50

70

80

90

95

99

Page 57: INTEGRATED FOOD THERAPY PRODUCT DARI ...repository.ub.ac.id/3571/1/Nike Nurlaily Fitria.pdfNike Nurlaily Fitria. 135100101111042. Integrated Food Therapy Product dari Formula Pektin

44

Dari Gambar 4.1 diatas dapat diketahui bahwa tidak semua titik residual

berada tepat di sepanjang garis tengah antara persentase peluang kenormalan

dengan residual. Titik-titik data yang letaknya semakin mendekati garis

kenormalan menunjukkan bahwa penyebaran data yang dihasilkan normal,

dimana hal ini berarti bahwa hasil aktual akan mendekati hasil yang telah

diprediksikan oleh program Design Expert 7.1.5 (Kumari et al., 2008).

Pada penelitian ini proporsi bahan baku berupa pektin kulit pisang dan

mangga podang yang digunakan berpengaruh terhadap kadar serat pangan dari

produk yang dihasilkan. Berikut merupakan hubungan antara proporsi pektin kulit

pisang dan mangga podang yang ditunjukkan pada Gambar 4.2.

(a)

Design-Expert® Software

Kadar Serat Pangan

Design Points

29.35

5.55

X1 = A: Pektin Kulit Pisang

X2 = B: Mangga Podang

Actual Factor

C: Daun Mint = 20.00

40.00 42.50 45.00 47.50 50.00

30.00

32.50

35.00

37.50

40.00Kadar Serat Pangan

A: Pektin Kulit Pisang

B:

Ma

ng

ga

Po

da

ng

16.9945

19.367

21.7394

21.7394

24.1119

24.1119

26.4843

26.4843

6

Page 58: INTEGRATED FOOD THERAPY PRODUCT DARI ...repository.ub.ac.id/3571/1/Nike Nurlaily Fitria.pdfNike Nurlaily Fitria. 135100101111042. Integrated Food Therapy Product dari Formula Pektin

45

(b)

Gambar 4.2 (a) Kontur Plot (b) Kurva Permukaan Respon Variabel Pektin Kulit Pisang

dan Mangga Podang terhadap Kadar Serat Pangan

Berdasarkan Gambar 4.2 (a) menunjukkan bahwa sumbu x merupakan

variabel pektin kulit pisang dan sumbu y menunjukkan variabel mangga podang

terhadap respon kadar serat pangan. Garis-garis melingkar pada gambar

menunjukkan respon yang dihasilkan. Respon optimum terletak pada bagian

tengah kontur plot yang ditandai dengan lingkaran berwarna merah (node).

Gambar 4.2 (b) adalah kurva permukaan respon variabel pektin kulit pisang dan

mangga podang terhadap respon kadar serat pangan dengan model yang tidak

cembung maupun tidak cekung karena pada gambar terdapat sisi yang tertarik

ke bawah dan tertarik ke atas. Hal ini menunjukkan bahwa kadar serat pangan

yang diharapkan maksimal, tetapi beberapa perlakuan memiliki kadar serat

pangan yang belum bisa dikatakan maksimal sehingga bentuk dari kurva tidak

beraturan.

4.4.2 Analisa Kelarutan

Berdasarkan analisa ragam (ANOVA) menunjukkan bahwa model linier

memberikan pengaruh nyata (α = 0,05) terhadap respon kelarutan dimana hal ini

dapat dilihat dari nilai p yang kurang dari 0,05 yaitu sebesar 0,0112 (1,12%).

Pada kolom lack of fit (ketidaksesuaian model) memiliki nilai sebesar 0,0129

(1,29%) sehingga dapat dianggap ketidaksesuaian model berpengaruh nyata

terhadap respon kelarutan karena nilai ketidaksesuaian model lebih kecil dari

Page 59: INTEGRATED FOOD THERAPY PRODUCT DARI ...repository.ub.ac.id/3571/1/Nike Nurlaily Fitria.pdfNike Nurlaily Fitria. 135100101111042. Integrated Food Therapy Product dari Formula Pektin

46

nilai P 0.05 (5%), dimana seharusnya ketidaksesuaian model ini tidak

berpengaruh nyata terhadap respon. Data analisa ragam dapat dilihat pada

Tabel 4.5.

Tabel 4.5 Analisa Ragam (ANOVA) Respon Kelarutan

Source Sum of Squares

df Mean

Square F

Value p-value Prob > F

Model A-Pektin Kulit Pisang B-Mangga Podang C-Daun Mint

136,56 3 45,52 5,13 0,0112 Significant 6,38 1 6,38 0,72 0,4089 9,90 1 9,90 1,12 0,3064 120,27 1 120,27 13,56 0,0020

Residual Lack of Fit Pure Error

141,93 16 8,87 135,04 11 12,28 8,91 0,0129 Significant 6,89 5 1,38

Cor Total 278,49 19

Variabel pektin kulit pisang dan mangga podang yang digunakan dalam

penelitian tidak memberikan pengaruh nyata terhadap respon kelarutan. Hal ini

ditunjukkan dengan nilai P yang lebih dari 0,05 (5%), dimana pektin kulit pisang

memiliki nilai P sebesar 0,4089 (40,89) dan mangga podang memiliki nilai P

sebesar 0,3064 (30,64). Dari ketiga bahan yang digunakan dalam penelitian,

hanya daun mint yang berpengaruh nyata terhadap respon kelarutan karena

daun mint memiliki nilai P kurang dari 0,05 (5%) yaitu sebesar 0,0020 (0,20%).

Hal ini disebabkan karena daun mint yang digunakan tidak dapat larut sempurna

dalam aquades ketika dilkukan analisa kelarutan, sehingga banyak residu yang

tertinggal pada kertas saring dan mempengaruhi berat kertas saring dan

mempengaruhi tingkat kelarutan produk. Pada kolom lack of fit nilai P lebih dari

0,05 (5%) yaitu sebesar 0,0129 (1,29%), sehingga ketidaksesuaian model

berpengaruh nyata terhadap respon. Ketidaksesuaian model yang berpengaruh

nyata terhadap respon ini salah satunya dapat disebabkan karena variasi data

yang masih tinggi.

Berdasarkan hasil analisa ragam (ANOVA) pada respon kelarutan, model

linier akan menghasilkan persamaan yang diberikan oleh program Design Expert

7.1.5. Berikut merupakan persamaan aktual yang terpilih terhadap respon

kelarutan yang dihasilkan:

Y = 86,56186 – 0,13670 X1 + 0,17030 X2 – 0,59353 X3

Page 60: INTEGRATED FOOD THERAPY PRODUCT DARI ...repository.ub.ac.id/3571/1/Nike Nurlaily Fitria.pdfNike Nurlaily Fitria. 135100101111042. Integrated Food Therapy Product dari Formula Pektin

47

4.4.2.1 Pengaruh Proporsi Bahan terhadap Respon Kelarutan

Berdasarkan program Design Expert 7.1.5 dapat diketahui bahwa model

yang terpilih untuk respon kelarutan adalah model linier (lampiran 3), sehingga

perlu diketahui apakah model tersebut dapat memberikan pengaruh yang nyata

atau tidak terhadap kelarutan. Gambar 4.3 menunjukkan Kurva Normal Plot of

Residuals dari model yang disarankan program untuk respon kelarutan.

Gambar 4.3 Kurva Normal Plot of Residuals

Dari Gambar 4.3 diatas dapat diketahui bahwa tidak semua titik residual berada

tepat di sepanjang garis tengah antara persentase peluang kenormalan dengan

residual. Titik-titik data yang letaknya semakin mendekati garis kenormalan

menunjukkan bahwa penyebaran data yang dihasilkan normal, dimana hal ini

berarti bahwa hasil aktual akan mendekati hasil yang telah diprediksikan oleh

program Design Expert 7.1.5 (Kumari et al., 2008).

Pada penelitian ini daun mint yang digunakan berpengaruh terhadap

kadar kelarutan dari produk yang dihasilkan. Berikut merupakan hubungan

antara proporsi daun mint terhadap respon kelarutan yang ditunjukkan pada

Gambar 4.4.

Design-Expert® Software

Kelarutan

Color points by value of

Kelarutan:

83

67.18

Internally Studentized Residuals

No

rma

l %

Pro

ba

bil

ity

Normal Plot of Residuals

-1.80 -0.66 0.47 1.61 2.75

1

5

10

20

30

50

70

80

90

95

99

Page 61: INTEGRATED FOOD THERAPY PRODUCT DARI ...repository.ub.ac.id/3571/1/Nike Nurlaily Fitria.pdfNike Nurlaily Fitria. 135100101111042. Integrated Food Therapy Product dari Formula Pektin

48

(a)

(b)

Gambar 4.4 (a) Kontur Plot (b) Kurva Permukaan Respon Variabel Pektin Kulit Pisang

dan Mangga Podang terhadap Kelarutan

Design-Expert® Software

Kelarutan

Design Points

83

67.18

X1 = A: Pektin Kulit Pisang

X2 = B: Mangga Podang

Actual Factor

C: Daun Mint = 20.00

40.00 42.50 45.00 47.50 50.00

30.00

32.50

35.00

37.50

40.00Kelarutan

A: Pektin Kulit Pisang

B:

Ma

ng

ga

Po

da

ng

73.4772

73.9888

74.5005

75.0122

75.5238

6

Design-Expert® Software

Kelarutan

Design points above predicted value

Design points below predicted value

83

67.18

X1 = A: Pektin Kulit Pisang

X2 = B: Mangga Podang

Actual Factor

C: Daun Mint = 20.00

40.00

42.50

45.00

47.50

50.00

30.00

32.50

35.00

37.50

40.00

72.9

73.975

75.05

76.125

77.2

K

ela

ruta

n

A: Pektin Kulit Pisang B: Mangga Podang

Page 62: INTEGRATED FOOD THERAPY PRODUCT DARI ...repository.ub.ac.id/3571/1/Nike Nurlaily Fitria.pdfNike Nurlaily Fitria. 135100101111042. Integrated Food Therapy Product dari Formula Pektin

49

Berdasarkan Gambar 4.4 (a) menunjukkan bahwa sumbu x merupakan

variabel pektin kulit pisang dan sumbu y menunjukkan variabel mangga podang

terhadap respon kelarutan. Garis-garis lurus pada gambar menunjukkan respon

yang dihasilkan, dimana semakin terang warna yang ditunjukkan maka respon

kelarutan semakin kecil. Respon optimum terletak pada bagian tengah kontur

plot yang ditandai dengan lingkaran berwarna merah (node). Gambar 4.4 (b)

adalah kurva permukaan respon variabel pektin kulit pisang dan mangga podang

terhadap respon kelarutan dengan bentuk kurva yang datar karena model yang

disarankan adalah linier.

4.5 Verifikasi Hasil Optimal

Verifikasi pada hasil optimal yang disarankan oleh program Design Expert

perlu dilakukan untuk memastikan bahwa respon yang diperoleh sudah sesuai

dengan yang disarankan oleh program. Nilai prediksi akan dapat diterima apabila

selisih kesalahan antara nilai respon dengan prediksi dari program tidak lebih

dari 5%. Berdasarkan hasil prediksi, titik optimal yang disarankan program

adalah proporsi pektin kulit pisang Agung 40%, mangga Podang 30% dan daun

mint sebesar 25% dengan respon kadar serat pangan sebesar 31,179% dan nilai

desirability 1,000. Analisa kadar serat pangan hasil verifikasi serbuk effervescent

dapat dilihat pada Tabel 4.6.

Tabel 4.6 Verifikasi Respon Kadar Serat Pangan

Pektin Kulit

Pisang

Mangga

Podang Daun Mint

Kadar Serat

Pangan

Prediksi* 40% 30% 25% 31,179%

Verifikasi** 40% 30% 25% 30,35% ± 1.9

Perbedaan (%) 2,66%

Keterangan: *Hasil Perhitungan Design Expert

**Hasil Perhitungan Aktual

Hasil analisa untuk verifikasi produk serbuk effervescent menunjukkan

bahwa kadar serat pangan produk secara aktual dengan hasil prediksi yang

diberikan oleh program Design Expert sudah dapat diterima, karena kesalahan

atau perbedaan dari kedua hasil tidak lebih dari 5%.

Page 63: INTEGRATED FOOD THERAPY PRODUCT DARI ...repository.ub.ac.id/3571/1/Nike Nurlaily Fitria.pdfNike Nurlaily Fitria. 135100101111042. Integrated Food Therapy Product dari Formula Pektin

50

4.6 Karakteristik Serbuk Effervescent Hasil Optimasi

Formula optimum yang diberikan oleh Design Expert dianalisa parameter

fisik dan juga kimia dari produk, diantaranya analisa kadar serat pangan, kadar

air, warna, waktu larut, kecepatan alir dan sudut diam. Hasil analisa serbuk

effervescent hasil optimasi dapat dilihat pada Tabel 4.7.

Tabel 4.7 Analisa Serbuk Effervescent Hasil Optimasi

Analisa Hasil

Kadar Serat Pangan 30,35% ± 1,9

- Serat Pangan Larut 15,12% ± 0,12

- Serat Pangan Tak Larut 15,23% ± 1,77

Kadar Air 6,46% ± 0,36

Warna L 48,0 ± 0,83

a -0,06 ± 0,06

b 11,6 ± 0,12

Waktu Larut 1 menit 45 detik ± 0,08

Kecepatan Alir 0,27 g/s ± 1,07

Sudut Diam 67,44° ± 1,94

Pada Tabel 4.7 diatas dapat dilihat bahwa kadar serat pangan produk

akhir hasil optimasi adalah sebesar 30,35%, dimana kadar serat pangan ini tidak

jauh berbeda dengan kadar serat pangan yang diprediksi oleh program maupun

kadar serat pangan hasil verifikasi. Kadar serat pangan tersebut terdiri dari kadar

serat pangan larut (15,12%) dan serat pangan tidak larut (15,23%). Serat

merupakan bahan pangan yang tidak dapat dicerna oleh enzim pencernaan

dalam tubuh. Serat makanan bersifat hidrofilik atau pembentuk massa.

Efektivitas serat makanan sebagai bahan pembentuk masa tergantung pada

jumlah, kemampuan mengikat air, banyaknya penghancuran oleh proses

fermentasi bakteri dan efektivitas produk fermentasi yang dapat meningkatkan

efek laksatif (Eva, 2015). Karena pentingnya serat tersebut, maka Dietary

Guidelines of American menganjurkan untuk banyak mengkonsumsi serat,

dimana untuk orang dewasa anjuran konsumsi serat adalah sebesar 20 – 35 /

hari (Fairudz dan Nisa, 2015). Komposisi kimia serat pangan bervariasi

tergantung pada komposisi dinding sel tanaman penghasillnya, dimana dinding

sel tanaman ini tersusun dari selulosa, hemiselulosa, pektin, lignin dan mucilage

yang semuanya termasuk kedalam jenis serat (Santoso, 2011).

Analisa kadar air dalam pembuatan produk serbuk effervescent memiliki

tujuan untuk mengetahui kadar kelembaban didalam serbuk effervescent, dimana

Page 64: INTEGRATED FOOD THERAPY PRODUCT DARI ...repository.ub.ac.id/3571/1/Nike Nurlaily Fitria.pdfNike Nurlaily Fitria. 135100101111042. Integrated Food Therapy Product dari Formula Pektin

51

pada penelitian ini hasil analisa menunjukkan bahwa serbuk effervescent pektin

kulit pisang Agung Semeru, mangga Podang dan daun mint memiliki kadar air

sebesar 6,46%.kadar air hasil analisa tersebut tidak sesuai dengan persyaratan

mutu minuman serbuk menurut (SNI 01-4320-1996), dimana kadar air dari produk

yang dianjurkan adalah tidak boleh melebihi angka 3%. Ketidaksesuaian ini

dapat terjadi karena salah satu bahan yaitu mangga Podang mengandung gula

dalam kadar yang cukup tinggi yaitu sebesar 13,66% (USDA, 2016). Gula

bersifat higroskopis atau memiliki kemampuan mengikat air, sehingga produk

mejadi sedikit menggumpal pada saat proses pembuatan dan mengakibatkan

naiknya nilai kadar air pada saat dilakukan analisa kadar air. Serbuk effervescent

yang memiliki kadar air melebihi persyaratan ini akan memiliki sifat fisik yang

kurang baik, contohnya dalah waktu larut yang lama, mudah menggumpal dan

juga daya alir yang kurang baik (Anshory dkk, 2007).

Warna merupakan ciri-ciri suatu bahan yang dapat kita kenali dengan

mudah melalui indera penglihatan, dimana warna bahan akan tergantung pada

penampakan bahan. Selain hal itu, warna dari suatu bahan juga dipengaruhi oleh

kemampuan dari bahan untuk memantulkan, menyebarkan, menyerap dan

meneruskan sinar tampak. Meskipun warna tidak bersangkutan dengan nilai gizi

suatu produk, namun akan mempengaruhi preferensi konsumen terhadap produk

yang dihasilkan. Produk yang dihasilkan cenderung memiliki warna hijau gelap,

yang dipengaruhi karena warna daun mint yang ditambahkan dan juga warna

pektin kulit pisang yang juga cenderung gelap sehingga menghasilkan produk

dengan warna cenderung gelap. Pada penelitian ini, hasil analisa menunjukkan

bahwa pektin hasil ekstraksi dari kulit pisang Agung semeru memiliki nilai

kecerahan (L*) sebesar 48,00, nilai kemerahan (a*) sebesar -0,06, dan nilai

kekuningan (b*) sebesar 11,6.

Analisa waktu larut dilakukan dengan cara melarutkan sejumlah granul

pada 200 ml air dengan suhu antara 15℃ - 25℃. Waktu larut dihitung

menggunakan stopwatch dimulai dari granul tercelup kedalam aquades sampai

semua granul terlarut dan gelembung-gelembung di sekitar wadah sudah

menghilang. Waktu larut granul effervescent berkisar antara 1 – 2 menit. Bila

granul tersebut terdispersi dengan baik dalam air dalam waktu ≤5 menit, maka

sediaan tersebut memenuhi persyaratan waktu larut. Analisa waktu larut yang

dilakukan pada penelitian ini menunjukkan bahwa waktu larut yang dimiliki oleh

serbuk effervescent pektin kulit pisang Agung Semeru, mangga Podang dan juga

Page 65: INTEGRATED FOOD THERAPY PRODUCT DARI ...repository.ub.ac.id/3571/1/Nike Nurlaily Fitria.pdfNike Nurlaily Fitria. 135100101111042. Integrated Food Therapy Product dari Formula Pektin

52

daun mint adalah 1 menit 45 detik. Dengan hasil tersebut, dapat dikatakan

bahwa serbuk effervescent pektin kulit pisang Agung Semeru, mangga Podang

dan daun mint sudah memenuhi persyaratan waktu larut.

Kecepatan alir menyatakan waktu yang dibutuhkan sejumlah granul untuk

mengalir, dimana pada penelitian ini analisa kecepatan alir dilakukan dengan

menggunakan bantuan corong kaca. Analisa ini dilakukan dengan cara

memasukkan sejumlah granul dituang kedalam corong yang ditutup ujungnya,

kemudian ujung corong dibuka perlahan dan granul dibiarkan mengalir keluar.

Waktu untuk granul mengalir dicatat menggunakan stopwatch. Kecepatan alir

dapat dihitung dengan satuan g/waktu. Kecepatan alir dari serbuk effervescent

pektin kulit pisang Agung Semeru, mangga Podang dan daun mint adalah

0,27g/s. Kecepatan alir produk ini dapat dikatakan kurang baik karena kecepatan

alir serbuk effervescent dapat dikatakan baik apabila kecepatan alirnya sebesar

10g/s. Kecepatan alir serbuk effervescent yang kurang baik ini dapat disebabkan

karena kadar air yang terkandung didalam lebih tinggi dari standar yang telah

ditetapkan. Kadar air yang lebih tinggi dari standar ini akan menyebabkan ukuran

partikel serbuk effervescent menjadi lebih besar sehingga gaya gesek antar

partikel serbuk effervescent akan meningkat sehingga mobilitas granul menjadi

menurun yang menyebabkan kecepatan alirnya menjadi rendah.

Sudut diam adalah sudut tetap yang terjadi antara timbunan partikel yang

berbentuk kerucut dengan bidang horizontal. Prinsip dari pengujian sudut diam

ini adalah mengukur kemiringan timbunan granul yang jatuh dari analisa

kecepatan alir. Pada penelitian ini, besarnya sudut diam adalah sebesar 67.44°.

Sudut diam pada penelitian ini dapat dikatakan kurang baik karena memiliki nilai

sudut yang besar, granul effervescent yang baik memiliki nilai sudut diam yang

rendah karena alirannya yang lancer sehingga akan membentuk tumpukan

granul yang rendah. Seperti yang telah dibahas sebelumnya bahwa waktu alir

granul kurang baik, maka juga berdampak pada sudut diam yang menyebabkan

nilai sudut diam menjadi tinggi.

4.7 Pengujian Efek Anti Konstipasi Serbuk Effervescent pada Hewan Coba

Serbuk effervescent hasil optimasi menggunakan program Design Expert

yaitu produk dengan rasio bahan pektin kulit pisang Agung Semeru sebesar

40%, mangga Podang sebesar 30% dan daun mint sebesar 25% memiliki kadar

serat pangan sebesar 30,18%. Kemudian produk hasil optimasi tersebut

dilakukan verifikasi untuk memastikan bahwa kadar serat yang diprediksikan oleh

Page 66: INTEGRATED FOOD THERAPY PRODUCT DARI ...repository.ub.ac.id/3571/1/Nike Nurlaily Fitria.pdfNike Nurlaily Fitria. 135100101111042. Integrated Food Therapy Product dari Formula Pektin

53

program sudah tepat. Jika hasil analisa kadar serat pangan sudah sesuai dengan

kadar serat pangan yang diprediksi oleh program, maka dilanjutkan dengan

analisa produk akhir yang meliputi analisa kadar serat pangan, kadar air, warna,

waktu larut, kecepatan alir dan sudut diam. Produk yang telah dilakukan analisa

fisik dan juga kimia pada analisa produk akhir tersebut kemudian diberikan pada

hewan coba yang sebelumnya telah dikondisikan konstipasi dengan cara

diberikan loperamid per oral.

Loperamid merupakan obat antidiare yang bekerja dengan cara bereaksi

langsung pada otot-otot usus untuk menghambat gerakan peristaltis usus yang

berakibat pada semakin panjangnya waktu transit di usus, selain itu loperamid

juga dapat mempengaruhi perpindahan air dan elektrolit melalui mukosa usus,

mengurangi volume feses dan meningkatkan viskositas (Tjay dan Rahardja,

2007). Apabila loperamid diberikan pada hewan coba yang tidak mengalami

diare atau saluran pencernaanya dalam keadaan normal, maka hewan coba

akan mengalami kesulitan defekasi. Loperamid adalah opioid (Analgetika

narkotika) yang paling tepat untuk efek lokal pada usus karena tidak menembus

ke dalam sawar otak. Oleh karena itu Loperamid tidak dapat menyebabkan

ketergantungan. Obat antimotilitas secara luas digunakan sebagai terapi

simtomatis pada diare akut ringan sampai sedang. Opioid seperti morfin,

difenoksilat dan kodein menstimulasi aktivitas reseptor pada neuron mienterikus

dan menyebabkan hiperpolarisasi dengan meningkatkan konduktasi kaliumnya.

Hal tersebut menghambat pelepasan asetilkolin dari pleksus mienterikus dan

menurunkan motilitas usus (Rizal dkk, 2016). Loperamid yang diberikan adalah

sebesar 3 mg/kg berat badan dan diberikan selama 3 hari dengan tujuan untuk

membuat hewan coba mengalami kondisi konstipasi. Pengkondisian hewan coba

yang dilakukan selama 3 hari tersebut bertujuan untuk memastikan bahwa

hewan coba benar-benar telah mengalami kondisi kontipasi.

Sebagai pembanding produk serbuk effervescent digunakan suplemen

serat yang banyak beredar di pasaran, yaitu vegeta herbal. Vegeta merupakan

sumpleme alami yang berbahan Plantago ovata dan akar Chicory, dimana

suplemen ini dapat membantu menjaga kesehatan sistem pencernaan pada

tubuh manusia. Jenis suplemen vegeta yang digunakan adalah vegeta herbal

karena fungsi dari suplemen ini adalah melancarkan defekasi yang sudah

bermasalah, apabila digunakan suplemen vegeta jeruk kurang sesuai karena

suplemen tersebut berfungsi untuk memenuhi kebutuhan serat harian dan bukan

Page 67: INTEGRATED FOOD THERAPY PRODUCT DARI ...repository.ub.ac.id/3571/1/Nike Nurlaily Fitria.pdfNike Nurlaily Fitria. 135100101111042. Integrated Food Therapy Product dari Formula Pektin

54

membantu melancarkan sistem pencernaan. Suplemen jenis ini memiliki

kemampuan untuk melunakkan feses yang kering serta dapat memperlancar

jalannya feses yang terlanjur macet pada saluran pencernaan dengan cara

memicu pergerakan otot-otot pada usus sehingga ketika motilitas usus tinggi

maka feses akan lebih mudah untuk dikeluarkan.

Salah satu analisa yang dilakukan pada feses hewan coba ini adalah

pengukuran rasio transit gastrointestinal, dimana pada pengukuran rasio transit

gastrointestinal ini akan dibandingkan jarak makanan yang telah melalui usus

dengan panjang usus keseluruhan. Oleh karena itu dibutuhkan marker atau

penanda yang akan menandai sejauh mana makanan yang telah melewati usus,

dan hal ini menunjukkan kecepatan makanan untuk melalui usus yang

dipengaruhi oleh motilitas usus. Marker yang digunakan pada penelitian ini

adalah norit. Norit atau karbon aktif merupakan laksansia dengan area kerja yang

luas dan masa kerja yang cepat dapat menyerap bakteri, toksin dan gas, akan

tetapi tidak spesifik sehingga obat, nutrien serta enzim dalam saluran

pencernaan juga akan ikut terserap (Pudjiastuti dan Nugroho, 2006).

Pada penelitian ini hewan coba yang digunakan adalah tikus wistar jantan

dengan usia 2 – 3 bulan yang memiliki berat badan ±200 gram, dimana

penggunaan hewan coba yang berjenis kelamin jantan ini bertujuan untuk

menghindari terjadinya perubahan kondisi hewan coba yang terpengaruh karena

kondisi hormonal yang dapat mempengaruhi hasil dalam penelitian. Hewan coba

yang digunakan dalam penelitian dipisahkan menjadi 5 kelompok dimana setiap

kelompok terdiri dari 6 hewan coba sehingga jumlah keseluruhan hewan coba

adalah sebanyak 30 ekor. Kelompok 1 merupakan kelompok kontrol negatif yang

tidak dikondisikan konstipasi, hal ini bertujuan untuk membandingkan bagaimana

pengaruh produk terhadap kondisi konstipasi pada hewan coba. Kelompok 2

adalah kelompok yang dikondisikan konstipasi dan tidak diberikan obat untuk

meringankan kondisi konstipasinya. Sedangkan kelompok 3 adalah kelompok

yang dikondisikan konstipasi terlebih dahulu selama 3 hari, kemudian diberikan

produk berupa serbuk effervescent dengan dosis sebesar 0,09 g dimana

penentuan dosis ini berdasarkan dari saran penyajian vegeta untuk orang

dewasa yaitu 5 g. Kelompok 4 juga diberikan serbuk effervescent tetapi dosisnya

dilipatgandakan menjadi 0,18 g per ekor. Kelompok 5 yang merupakan kelompok

pembanding diberikan vegeta dengan dosis 0,09 g. Selama 5 hari perlakuan,

parameter yang diamati adalah profil feses yang meliputi kadar air, berat dan

Page 68: INTEGRATED FOOD THERAPY PRODUCT DARI ...repository.ub.ac.id/3571/1/Nike Nurlaily Fitria.pdfNike Nurlaily Fitria. 135100101111042. Integrated Food Therapy Product dari Formula Pektin

55

jumlah feses serta uji rasio transit gastrointestinal. Serat yang dapat mengikat air

dapat memperbesar volume feses dan akan menyebabkan efek peregangan

pada usus besar sehingga nantinya akan merangsang hewan coba untuk

defekasi (Wijayanti, 2013).

4.7.1 Pengaruh Pemberian Effervescent Pektin Kulit Pisang Agung Semeru

terhadap Jumlah Feses

Jumlah feses tikus dapat diperoleh dengan cara menghitung butiran feses

yang dikeluarkan tikus setiap 24 jam selama masa perlakuan. Rerata jumlah

butiran feses tikus selama 5 hari perlakuan adalah 38,76 – 48,48 butir feses per

tikus per hari. Kelompok yang mengeluarkan feses paling banyak adalah

kelompok 5 yang diberikan suplemen vegeta herbal, yaitu sebanyak 48,48 butir /

tikus / hari, dimana jumlah ini adalah jumlah terbanyak jika dibandingkan dengan

kelompok yang lainnya. Sedangkan kelompok yang mengeluarkan feses dengan

jumlah paling sedikit adalah kelompok 1 yang merupakan kontrol negatif.

Hasil analisa ragam (ANOVA) yang disajikan dalam lampiran 10,

menunjukkan bahwa pemberian serbuk effervescent pektin kulit pisang Agung

Semeru tidak memberikan pengaruh yang nyata (α = 0,05) terhadap jumlah feses

tikus. Hal ini dapat diartikan bahwa pemberian serbuk effervescent tidak

berpengaruh terhadap jumlah feses yang dikeluarkan oleh tikus. Tabel 4.8

menyajikan data rerata jumlah feses tikus pada perlakuan yang berbeda.

Tabel 4.8 Rerata Jumlah Feses Tikus pada Perlakuan yang Berbeda

Kelompok Rerata Jumlah Feses (Butir/Tikus/Hari)

1 (Kontrol Negatif) 38,76 ± 6,44

2 (Kontrol Positif) 42,84 ± 14,46

3 (Effervescent dosis 1) 41,68 ± 6,62

4 (Effervescent dosis 2) 44,2 ± 7,60

5 (Suplemen Vegeta) 48,48 ± 7,60

Dari Tabel 4.8 diatas dapat dikatakan bahwa pemberian loperamid tidak

dapat mempengaruhi jumlah feses yang dikeluarkan selama defekasi, sehingga

tidak diperlukan adanya uji lanjut. Selain itu, konsumsi serbuk effervescent dan

juga suplemen vegeta juga tidak berpengaruh terhadap jumlah feses yang

dikeluarkan selama defekasi. Jumlah feses yang dikeluarkan oleh hewan coba ini

juga tidak dipengaruhi oleh jumlah konsumsi pakan. Hal ini dapat dibuktikan

Page 69: INTEGRATED FOOD THERAPY PRODUCT DARI ...repository.ub.ac.id/3571/1/Nike Nurlaily Fitria.pdfNike Nurlaily Fitria. 135100101111042. Integrated Food Therapy Product dari Formula Pektin

56

melalui data konsumsi pakan pada penelitian yang dilakukan Fajarwati (2017),

yang menunjukkan bahwa meskipun konsumsi pakannya sedikit, pada kelompok

tertentu feses yang dihasilkan tetaplah banyak. Jumlah pakan yang diberikan

pada kelompok tikus selama 5 hari perlakuan adalah sebesar 15 gram per tikus.

Tabel 4.9 menyajikan data rerata jumlah konsumsi pakan hewan coba selama

masa perlakuan 5 hari.

Tabel 4.9 Rerata Jumlah Pakan Tikus selama Perlakuan

Kelompok Rerata Jumlah Pakan (g)/Tikus/Hari

1 (Kontrol Negatif) 21,95 ± 0,84

2 (Kontrol Positif) 15,85 ± 0,36

3 (Effervescent dosis 1) 20,44 ± 1,39

4 (Effervescent dosis 2) 21,05 ± 0,72

5 (Suplemen Vegeta) 22,79 ± 1,81

Hal yang membedakan feses antar kelompok dapat diamati secara visual

dari ukuran feses itu sendiri, dimana terdapat perbedaan antara ukuran feses

antara kelompok kontrol positif dengan kelompok lain yang diberikan perlakuan

baik dengan serbuk effervescent pektin kulit pisang maupun yang diberi

perlakuan dengan suplemen vegeta. Ukuran feses dari kelompok kontrol positif

terlihat lebih kecil jika dibandingkan dengan kelompok yang lain, selain itu feses

dari kelompok ini tidak terlihat mengkilap sebagaimana feses dari kelompok

perlakuan lain terlihat. Hal ini dikarenakan induksi dengan loperamid yang

merupakan obat antidiare menyebabkan penurunan kadar air pada feses

sehingga feses tidak terlihat mengkilap dan juga ukurannya kecil serta keras.

4.7.2 Pengaruh Pemberian Effervescent Pektin Kulit Pisang Agung Semeru

terhadap Berat Feses

Analisa berat feses pada penelitian ini dilakukan untuk mengetahui jumlah

massa feses yang dikeluarkan tikus per hari pada masa perlakuan selama 5 hari,

dimana feses tikus diambil setiap 24 jam dan kemudian ditimbang sehingga

dapat diketahui berat dari butiran feses tiap ekor tikus pada kelompok yang

berbeda. Rerata jumlah feses selama masa perlakuan adalah 0,14 gram hingga

0,23 gram per tikus per hari. Berat feses terendah ditunjukkan ditunjukkan oleh

feses tikus dari kelompok 2 yaitu kelompok kontrol positif yang memiliki rerata

berat feses sebesar 0,14 gram per tikus per hari, sebaliknya rerata berat feses

Page 70: INTEGRATED FOOD THERAPY PRODUCT DARI ...repository.ub.ac.id/3571/1/Nike Nurlaily Fitria.pdfNike Nurlaily Fitria. 135100101111042. Integrated Food Therapy Product dari Formula Pektin

57

tertinggi terdapat pada kelompok kontrol negatif dan kelompok yang diberikan

serbuk effervescent dosis 2 yaitu seberat 0,23 gram/tikus/hari.

Hasil analisa ragam (ANOVA) yang disajikan dalam lampiran 8,

menunjukkan bahwa pemberian serbuk effervescent pektin kulit pisang Agung

Semeru memberikan pengaruh yang nyata terhadap berat feses tikus pada taraf

kepercayaan 5%. Hal ini dapat diartikan bahwa pemberian serbuk effervescent

memiliki pengaruh nyata terhadap berat feses yang dikeluarkan oleh tikus. Tabel

4.10 menyajikan data rerata berat feses tikus pada perlakuan yang berbeda.

Tabel 4.10 Rerata Berat Feses Tikus pada Perlakuan yang Berbeda

Kelompok Rerata Berat Feses (g)/Tikus/Hari

1 (Kontrol Negatif) 0,23 ± 0,03 b

2 (Kontrol Positif) 0,14 ± 0,02 a

3 (Effervescent dosis 1) 0,22 ± 0,04 b

4 (Effervescent dosis 2) 0,23 ± 0,07 b

5 (Suplemen Vegeta) 0,21 ± 0,06 b

BNT 0.05 0,03

Dari Tabel 4.10 diatas, menunjukkan bahwa berat feses dari kelompok

tikus yang diberikan perlakuan dengan pemberian serbuk effervescent, kelompok

yang diberi suplemen vegeta maupun kelompok kontrol negatif memberikan

pengaruh berbeda nyata (α = 0,05) dengan perlakuan kontrol positif. Meskipun

tidak terdapat perbedaan yang nyata antara keempat kelompok, namun dapat

dilihat bahwa berat feses tikus yang diberikan serbuk effervescent dosis 2 lebih

besar jika dibandingkan dengan kelompok yang diberikan serbuk effervescent

dosis 1 maupun kelompok yang diberikan suplemen vegeta. Dari data tersebut

dapat diartikan bahwa pemberian serbuk effervescent dengan dosis yang lebih

tinggi dapat meningkatkan volume feses sehingga berat feses akan bertambah.

Peningkatan berat feses pada kelompok tikus yang diberikan effervescent

dikarenakan kandungan serat yang terdapat didalam produk mampu mengikat air

sehingga volume feses menjadi meningkat dan lunak sehingga mempercepat

kontraksi didalam usus dan memicu keinginan untuk defekasi. Rerata berat feses

tikus yang diberi perlakuan dengan pemberian serbuk effervescent dosis 2

memiliki nilai yang hampir sama dengan rerata berat feses dari tikus kontrol

negatif yang tidak mengalami konstipasi. Dengan kata lain, pemberian serbuk

Page 71: INTEGRATED FOOD THERAPY PRODUCT DARI ...repository.ub.ac.id/3571/1/Nike Nurlaily Fitria.pdfNike Nurlaily Fitria. 135100101111042. Integrated Food Therapy Product dari Formula Pektin

58

effervescent pektin kulit pisang Agung Semeru ini efektif untuk membantu

mengurangi gejala konstipasi yang diderita oleh tikus.

Pektin yang merupakan serat larut dapat membentuk gel yang viskos,

sehingga pada saat melewati saluran pencernaan akan dengan mudah

difermentasikan oleh mikrobiota usus (Fairudz dan Nisa, 2015). Karena

kemampuan serat mengikat air seperti yang telah dijelaskan pada poin

sebelumnya, maka feses yang mengandung serat menjadi lebih mudah

dikeluarkan atau dengan kata lain waktu transit makanan didalam usus menjadi

lebih singkat. Dengan demikian, kontak antara zat-zat beracun didalam feses

dengan saluran cerna menjadi lebih singkat, sehingga dapat mencegah

terjadinya penyakit didalam kolon dan rektum (Kusharto, 2006).

Rerata berat feses yang didapatkan dari pemberian suplemen vegeta

herbal pada tikus memiliki nilai yang sedikit lebih kecil jika dibandingkan dengan

kelompok yang diberikan perlakuan pemberian serbuk effervescent pektin kulit

pisang Agung Semeru, yaitu sebesar 0,21 gram per tikus per hari. Walaupun

vegeta herbal diproduksi menggunakan bahan-bahan yang tinggi serat, namun

efek yang ditimbulkan pada setiap individu akan berbeda, sehingga kelompok

tikus yang diberikan perlakuan dengan suplemen vegeta memiliki berat feses

yang sedikit lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan dengan serbuk

effervescent pektin kulit pisang Agung Semeru.

4.7.3 Pengaruh Pemberian Effervescent Pektin Kulit Pisang Agung Semeru

terhadap Kadar Air Feses

Kadar air pada feses merupakan salah satu parameter yang penting untuk

mengetahui apakah telah terjadi konstipasi pada tikus. Semakin tinggi kadar air

feses menunjukkan bahwa efektifitas serat yang diberikan pada tikus selama

perlakuan semakin tinggi. Pada penelitian ini, kadar air feses didapatkan dengan

menimbang feses sebelum dan sesudah dikeringkan dengan kabinet dryer

dengan suhu ±40℃. Kadar air feses selama perlakuan berkisar pada angka

37,07% - 55,08%, dimana kadar air feses tikus pada kelompok kontrol positif

dengan kadar air sebesar 37,07% sedangkan kadar air feses tertinggi adalah

pada kelompok yang diberikan perlakuan serbuk effervescent dengan dosis 2.

Hasil analisa ragam (ANOVA) yang disajikan dalam lampiran 6,

menunjukkan bahwa pemberian serbuk effervescent pektin kulit pisang Agung

Page 72: INTEGRATED FOOD THERAPY PRODUCT DARI ...repository.ub.ac.id/3571/1/Nike Nurlaily Fitria.pdfNike Nurlaily Fitria. 135100101111042. Integrated Food Therapy Product dari Formula Pektin

59

Semeru memberikan pengaruh yang nyata terhadap berat kadar air feses tikus

pada taraf kepercayaan 5%. Hal ini dapat diartikan bahwa pemberian serbuk

effervescent memiliki pengaruh nyata terhadap kadar air feses yang dikeluarkan

oleh tikus. Gambar 4.5 menyajikan data rerata berat feses tikus pada perlakuan

yang berbeda.

Gambar 4.5 Rerata Kadar Air Feses Tikus pada Perlakuan yang Berbeda

Berdasarkan pada Gambar 4.5 diatas, uji lanjut yang dilakukan

menunjukkan hasil bahwa pemberian serbuk effervescent pada tikus

memberikan pengaruh yang nyata antara kadar air feses tikus kontrol positif

dengan keempat kelompok tikus lainnya pada selang kepercayaan 5%.

Kelompok kontrol negatif dan kelompok yang diberikan serbuk effervescent dosis

2 tidak berbeda nyata, dimana hal ini dapat dilihat dari notasi yang tercantum.

Namun keduanya berbeda nyata jika dibandingkan dengan kontrol positif. Begitu

juga dengan kelompok yang diberikan serbuk effervescent dosis 1 dan kelompok

yang diberikan suplemen vegeta yang menunjukkan perbedaan yang nyata jika

dibandingkan dengan kelompok 2. Dari data yang didapatkan diatas terlihat

bahwa kadar air feses tertinggi berada pada kelompok dengan pemberian serbuk

effervescent dosis 2 yaitu dengan kadar air feses sebesar 55,08%. Peningkatan

kadar air feses tikus berbanding lurus dengan meningkatnya dosis serbuk

effervescent yang diberikan. Selain itu, dapat dilihat pula pada tabel diatas

bahwa kadar air feses tikus yang diberikan perlakuan serbuk effervescent dosis 2

lebih tinggi daripada kadar air feses tikus yang diberikan perlakuan suplemen

54.32 c

37.07 a

50.04 b55.08 c

50.27 b

0

10

20

30

40

50

60

70

Negatif Positif Dosis 1 Dosis 2 Vegeta

Ka

da

r A

ir F

ese

s

Perlakuan

Rerata Kadar Air Feses/Tikus/Hari

Page 73: INTEGRATED FOOD THERAPY PRODUCT DARI ...repository.ub.ac.id/3571/1/Nike Nurlaily Fitria.pdfNike Nurlaily Fitria. 135100101111042. Integrated Food Therapy Product dari Formula Pektin

60

vegeta, sehingga dapat dikatakan bahwa pemberian serbuk effervescent pektin

kulit pisang Agung Semeru efektif untuk mengurangi gejala konstipasi pada tikus.

Peningkatan kadar air feses pada kelompok tikus yang diberikan effervescent

dosis 2 dikarenakan kandungan serat yang terdapat didalam produk mampu

mengikat air sehingga volume feses menjadi meningkat dan lunak sehingga

mempercepat kontraksi didalam usus dan memicu keinginan untuk defekasi.

4.7.4 Pengaruh Pemberian Effervescent Pektin Kulit Pisang Agung Semeru

terhadap Rasio Transit Gastrointestinal

Rasio transit gastrointestinal merupakan parameter konstipasi untuk

mengetahui motilitas saluran cerna terutama pada usus halus. Sebelum

dilakukan pengamatan rasio transit gastrointestinal, tikus dipuasakan selama 12

jam tetapi tetap diberikan minum, setelah dipuasakan tikus diberikan perlakuan

sesuai dengan kelompoknya dan didiamkan selama 45 menit dengan tujuan

untuk memberikan waktu pada bahan untuk dapat diserap. Kemudian tikus

disonde menggunakan norit yang berfungsi sebagai marker yang menandai

kecepatan makanan dalam melewati usus halus, setelah 20 menit, tikus dibedah

dan diambil usus halusnya mulai dari pylorus hingga sekum. Rasio transit

gastrointestinal pada kelompok yang diberikan perlakuan bebeda berada pada

kisaran antara 69,22% - 85,88%, dimana nilai rasio transit gastrointestinal

tertinggi diperoleh dari kelompok yang diberikan perlakuan effervescent dosis 2

dan nilai rasio transit gastrointestinal terendah adalah kelompok kontrol positif.

Hasil analisa ragam (ANOVA) pada lampiran 12 menunjukkan bahwa

pemberian serbuk effervescent pektin kulit pisang Agung Semeru memberikan

pengaruh yang nyata (α = 0,05) pada rerata rasio transit gastrointestinal jika

dibandingkan dengan kelompok 2 yang merupakan kontrol positif. Gambar 4.6

menunjukkan hasil uji lanjut BNT untuk melihat pengaruh antar perlakuan yang

berbeda terhadap rasio transit gastrointestinal.

Page 74: INTEGRATED FOOD THERAPY PRODUCT DARI ...repository.ub.ac.id/3571/1/Nike Nurlaily Fitria.pdfNike Nurlaily Fitria. 135100101111042. Integrated Food Therapy Product dari Formula Pektin

61

Gambar 4.6 Rerata Rasio Transit Gastrointestinal Tikus pada Perlakuan yang Berbeda

Berdasarkan data yang didapat pada Gambar 4.6 dapat dilihat bahwa

rasio transit gastrointestinal kelompok kontrol positif berbeda nyata (α = 0,05)

dengan kelompok negatif. Rasio transit gastrointestinal dari ketiga kelompok

lainnya pun berbeda nyata pada selang kepercayaan 5% jika dibandingkan

dengan rasio transit gastrointestinal pada kelompok kontrol positif meskipun tidak

ada perbedaan yang nyata antara ketiga kelompok tersebut jika dibandingkan.

Meskipun demikian, dapat dilihat bahwa rasio transit gastrointestinal pada

kelompok tikus yang diberikan serbuk effervescent dosis 2 memiliki rasio transit

gastrointestinal yang tertinggi jika dibandingkan dengan kelompok lainnya yaitu

sebesar 85,88%. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi dosis serbuk

effervescent maka nilai rasio transit gastrointestinal akan semakin besar juga.

Didalam saluran pencernaan, serat akan menunda waktu pengosongan

lambung sehingga makanan akan lebih lama berada di lambung. Sedangkan

didalam usus halus, serat akan mempercepat waktu transit sehingga dapat

menghindari kontak yang terlalu lama antara feses dengan saluran cerna. Kontak

yang terlalu lama antara feses dengan saluran cerna dapat menyebabkan zat-zat

beracun yang terdapat dalam feses akan terserap sehingga menimbulkan

penyakit pada saluran pencernaan, salah satunya adalah kanker kolon. Oleh

karena itu, serat dapat membantu menghindari kanker kolon karena dapat

mempercepat waktu transit feses didalam usus (Kusharto, 2006).

82.11 b

69.22 a

83.77 b 85.88 b 83.03 b

0102030405060708090

100

Negatif Positif Dosis 1 Dosis 2 Vegeta

Re

rata

Ra

sio

Tra

nsit

G

astr

oin

testi

na

l

Perlakuan

Rerata Rasio Transit Gastrointestinal

Rerata Rasio Transit Gastrointestinal

Page 75: INTEGRATED FOOD THERAPY PRODUCT DARI ...repository.ub.ac.id/3571/1/Nike Nurlaily Fitria.pdfNike Nurlaily Fitria. 135100101111042. Integrated Food Therapy Product dari Formula Pektin

62

V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa serbuk effervescent pektin kulit

pisang Agung Semeru dan suplemen Vegeta efektif dalam mengatasi konstipasi

pada tikus wistar jantan yang diinduksi loperamid. Hasil pengujian menunjukkan

pengaruh yang nyata terhadap berat feses, kadar air feses dan rasio transit

gastrointestinal dan tidak menunjukkan pengaruh nyata terhadap jumlah feses

tikus. Jika dibandingkan dengan pemberian suplemen vegeta, pemberian serbuk

effervescent pektin kulit pisang Agung Semeru dosis 2 lebih mampu

meningkatkan berat dan kadar air feses serta rasio transit gastrointestinal.

5.2 Saran

Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai serbuk effervescent pektin

kulit pisang Agung Semeru (Musa paradisiaca formatypica), mangga Podang dan

daun mint sebagai minuman sumber serat untuk menanggulangi penyakit

degeneratif seperti diabetes mellitus, penyakit kardiovaskular, kolesterol dll.

Page 76: INTEGRATED FOOD THERAPY PRODUCT DARI ...repository.ub.ac.id/3571/1/Nike Nurlaily Fitria.pdfNike Nurlaily Fitria. 135100101111042. Integrated Food Therapy Product dari Formula Pektin

63

Daftar Pustaka

AACC. 2001. The Definition of Dietary Fiber. Cereal Fds. World

Anonym. 2013. Mengenal Manfaat Daun Mint untuk Kecantikan. Diakses 22

September 2016. <http://perawatan-kulit.com/mengenal-manfaat-

daun-mint-untuk-kecantikan/>

Anshory, H., Syukri, Y., dan Malasari, Y.2007. Formulasi Tablet Effervescent

dari Ekstrak Ginseng Jawa (Tlinum paniculatum) dengan Variasi

Kadar Pemanis Aspartam. Jurnal Ilmiah Farmasi 4 (1)

Azeez, O.S. 2005. Production of Dextrins from Cassava Starch. Leonardo

Journal of Science.

Azis, L. 2015. Potensi Pektin Kulit Pisang Kepok (Musa paradisiaca) sebagai

Agen Atihiperkolesterolemia pada Model Tikus Wistar Jantan

(Rattus novergicus) Hiperkolesterol. Skripsi. Malang. Universitas

Brawijaya.

Box, G.E.P., and Draper, N.R. 2007. Response Surface, Mixture and Ridge

Analysis, 2nd edition. International Statistical Review.

Buchori, L. 2007. Pembuatan Gula Non Karsinogenik Non Kalori dari Daun

Stevia. Reaktor 11(2): 57

Damanik, D. P., N. Surbakti., R. Hasibuan. Ekstraksi Katekin dari Daun

Gambir (Uncaria gambir roxb) dengan Metode Maserasi. Teknik

Kimia 3(2): 10

Dinas Pertanian Kabupaten Lumajang. 2015. Luas Panen, Produksi dan Rata-

rata Produksi Tanaman Buah-buahan Tahun 2015. Diakses 19 Juli

2017.<https://lumajangkab.go.id/pertanian2015/Buah%202

015.pdf>

Dwijayanti, R. 2009. Pemanfaatan Natrium Alginat sebagai Fortifikasi Serat

dalam Pembuatan Minuman Serbuk Effervescent Bercitarasa

Jeruk Lemon. Skripsi. Bogor. Institut Pertanian Bogor.

Page 77: INTEGRATED FOOD THERAPY PRODUCT DARI ...repository.ub.ac.id/3571/1/Nike Nurlaily Fitria.pdfNike Nurlaily Fitria. 135100101111042. Integrated Food Therapy Product dari Formula Pektin

64

Efendi, Y. 2007. Pisang Agung. Diakses 17 September 2016.

<http://lukopi.blogspot.co.id/2007/12/pisang-agung.html>

Erawati, F. 2009. Ekstraksi dan Karakterisasi Pektin Kulit Pisang (Kajian

Pelarut Asam dan Rasio Bahan : Pelarut Asam). Skripsi. Malang.

Universitas Brawijaya.

Eva, F. 2015. Prevalensi Konstipasi dan Faktor Risiko Konstipasi pada

Anak. Tesis. Denpasar. Universitas Udayana.

Fairudz, A., K. Nisa. 2015. Pengaruh Serat Pangan terhadap Kadar Kolesterol

Penderita Overweight. Majority 4(8):123 – 124

Fitria, V. 2013. Karakterisasi Pektin Hasil Ekstraksi dari Limbah Kulit Pisang

Kepok (Musa balbisiana ABB). Skripsi. Jakarta. UIN Syarif

Hidayatullah.

Fitriani, Vina. 2003. Ekstraksi dan Karakteristik Pektin dari Kulit Jeruk

Lemon (Citrus medica var Lemon). Skripsi. Bogor. Institut Pertanian

Bogor.

Fajarwati, R. 2017. Pengaruh Konsumsi Effervescent Pektin Kulit Pisang,

Mangga dan Daun Mint pada Frekuensi Defekasi dan

Histopatologi Kolon Tikus Wistar Konstipasi. Skripsi. Malang.

Universitas Brawijaya.

Food Chemical Codex. 1996. Pectin. Diakses 31 Juli 2016.

<http://arjournals.annualreviews.org/doi/abs/10.1146/annurev.bi.20.07

0 151.000435>.

Fowomola, M. A. 2010. Some Nutrients And Antiutrients Contents of Mango

Seed. Journal of Food Science 4(8): 472-476

Gaspersz, V. 1995. Teknik Analisis dalam Penelitian Percobaan 2. Tarsito.

Bandung.

Hariyati, M. N. 2006. Ekstraksi dan Karakterisasi Pektin dari Limbah Proses

Pengolahan Jeruk Pontianak (Citrus nobilis var microcarpa).

Skripsi. Bogor. Institut Pertanian Bogor.

Page 78: INTEGRATED FOOD THERAPY PRODUCT DARI ...repository.ub.ac.id/3571/1/Nike Nurlaily Fitria.pdfNike Nurlaily Fitria. 135100101111042. Integrated Food Therapy Product dari Formula Pektin

65

Haerunnisa. 2008. Analisa Kualitas dan Formulasi Alginat Hasil Ekstraksi

Sargassum filipendula untuk Pembuatan Minuman Suplemen

Serat dalam Bentuk Effervescent. Skripsi. Jakarta. UIN Syarif

Hidayatullah.

Herbstreith, K dan G. Fox. 2005. Pectin. Diakses 1 Agustus 2016.

<http://www.herbstreithfox. de/pektin/forschung und entwicklung

/forschung_entwicklung04a.htm>.

Hidayat, F., Rurini R., dan Soebiantoro. 2013. Isolasi dan Karakterisasi

Komponen Minyak Mint dari Daun Mentha arvensis Linn. Hasil

Distilasi Air. Jurnal Murid Kimia, Vol. 2, No. 2: 567-573

Ide, P. 2010. Health Secret of Mango. PT Elex Media Komputindo. Jakarta.

IPPA (International Pectins Procedures Association). 2002. What is Pectin.

Diakses 1 Agustus 2016.

<http://www.ippa.info/history_of_pektin.htm>.

Jahurul, M. H. A., Zaidul, I. S.M., Ghafoor, K., Al-Juhaimi, F. Y., Nyam, K.L.,

Norulaini, N. A. N., Sahena, F., Omar, A. K. M. 2015. Mango By-

Products And Their Valuable Components. Food Chemistry 183:

173-180

Jurnalis YD, Sarmen S, Sayoeti Y. 2013. Konstipasi pada Anak. CDK-200

40(1):27-31

Kholidah, S., Yuliet., A. Khumaidi. 2014. Formulasi Tablet Effervescent Jahe (Z

Officinale Roscoe) dengan Variasi Konsentrasi Sumber Asam

dan Basa. Online journal of Natural Science 3(3):220

Kumari, K. S., Babu, I. S., and Rao, G. H. 2008. Process Optimization for Citric

Acid Production From Raw Glycerol using Response Surface

Methodology. Indian Journal of Biotechnology 7(1): 496 – 501

Kusharto, C. M. 2006. Serat Makanan dan Peranannya bagi Kesehatan. Jurnal

Gizi dan Pangan 1(2): 45

Loening, B. V. 2007. Prevalence Rates for Constipation and Faecal and

Urinary Incontinence. Arch Dis Child 92(6):486-9.

Page 79: INTEGRATED FOOD THERAPY PRODUCT DARI ...repository.ub.ac.id/3571/1/Nike Nurlaily Fitria.pdfNike Nurlaily Fitria. 135100101111042. Integrated Food Therapy Product dari Formula Pektin

66

Maulana, S. 2015. Ekstraksi dan Karakterisasi Pektin dari Limbah Kulit

Pisang Uli (Musa Paradisiaca L. AAB). Skripsi. Jakarta. UIN Syarif

Hidayatullah.

Maulidiyah., Halimatussadiyah., F. Susanti., M. Nurdin., Ansharullah. 2014.

Isolasi Pektin dari Kulit Buah Kakao (Theobroma cacao L.) dan

Uji Daya Serapnya terhadap Logam Tembaga (Cu) dan Logam

Seng (Zn). Jurnal Agroteknos 2(4): 115

Montgomery, D. C. 2001. Design and Analysis of Experiments: Response

Surface Method and Designs. New Jersey: John Wiley and Sons,

Inc.

Mukhriani. 2014. Ekstraksi, Pemisahan Senyawa, dan Identifikasi Senyawa

Aktif. Jurnal Kesehatan VII(2): 362 - 363

Munir, M. B. 2012. Formulasi Tablet Effervescent Ekstrak Temulawak

(Curcuma xanthorrhiza Roxb.). Skripsi. Jakarta. Universitas

Indonesia.

Musita, N. 2009. Kajian Kandungan dan Karakteristik Pati Resisten dari

Berbagai Varietas Pisang. Teknologi Industri dan Hasil Pertanian

14(1): 68

Naibaho, L. T., Ismed S., Sentosa G. Pengaruh Suhu Pengeringan dan

Konsentrasi Dekstrin terhadap Mutu Minuman Instan Bit Merah.

Rekayasa Pangan dan Pertanian 3(2): 178

Nainggolan, O., dan Adimunca, C. 2005. Diet Sehat untuk Serat. Cermin

Kedokteran no 147

Ongelina, S. 2013. Daya Hambat Ekstrak Kulit Pisang Raja (Musa

paradisiaca var. Raja) terhadap Polibakteri Ulser Recurrent

Aphthous Stomatitis. Skripsi. Surabaya. Universitas Airlangga.

Pramila, D.M., Xavierm R., Marimuthu, K., Kathiresan, S., Khoo, M. L.,

Senthilkumar, M., Sathya, K. And Sreeramanan, S. 2012.

Phytochemical Analysis And Antimicrobial Potential of

Page 80: INTEGRATED FOOD THERAPY PRODUCT DARI ...repository.ub.ac.id/3571/1/Nike Nurlaily Fitria.pdfNike Nurlaily Fitria. 135100101111042. Integrated Food Therapy Product dari Formula Pektin

67

Methanolic Leaf Extract of Peppermint. Journal of Medicinal Plants

Research Vol. 6(2): 331-335.

Prasetyo, G., I. Z Zumroh., M. Etikasari., R. F. Fajdi., T.D Widyaningsih. 2015.

Pengaruh Pemberian Serbuk Effervescent Berbasis Cincau Hitam

(Mesona palustris BL) terhadap Penurunan Tekanan Darah dan

Kadar Malondialdehid pada Tikus Wistar. Jurnal Pangan dan

Agroindustri 3(1).

Prasetyowati., K.P. Sari., H. Pesantri. 2009. Ektstraksi Pektin dari Kulit

Mangga. Jurnal Teknik Kimia 4(16): 44-45

Pudiastuti, L. dan Tika P. 2013. Pembuatan Dekstrin dari Tepung Tapioka

secara Enzimatik dengan Pemanas Microwave. Teknologi Kimia

dan Industri 2(2): 170

Pudjiastuti., dan Y. A. Nugroho. 2006. Uji Laksatif dan Toksisitas Akut Jus

Daun Pace (Morinda citrifolia L) pada Tikus Putih. Jurnal Bahan

Alam Indonesia 5(1).

Purnamawati, D. 2006. Kajian Pengaruh Konsentrasi Sukrosa dan Asam

Sitrat terhadap Mutu Sabun Transparan. Skripsi. Bogor. Institut

Pertanian Bogor.

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian. 2014. Outlook Komoditi Pisang.

Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian.

Rachmawaty, N. 2013. Pembuatan Pasta Mangga Podang (Mangifera indica

L) (Kajian Konsentrasi Asam Sitrat dan Gula Pasir). Skripsi.

Malang. Universitas Brawijaya.

Rasquin, A., Di Lorenzo, C., Forbes, D., Guiraldes, E., Hyams, J.S., Staiano, A.

2006. Childhood Functional Gastrointestinal Disorders: Child /

Adolescent. Gastroenterology 130(5).

Ratnani, R.D. dan R. Anggraeni. 2005. Ekstraksi Gula Stevia dari Tanaman

Stevia rebaudiana bertoni. Momentum 1(2): 27 – 28

Rizal, M., Yusransyah., S. N. Stiani. 2016. Uji Aktivitas Antidiare Ekstrak

Etanol 70% Kulit Buah Jengkol (Archidendrom pauciflorum

Page 81: INTEGRATED FOOD THERAPY PRODUCT DARI ...repository.ub.ac.id/3571/1/Nike Nurlaily Fitria.pdfNike Nurlaily Fitria. 135100101111042. Integrated Food Therapy Product dari Formula Pektin

68

(Benth.) I.C.Nielsen) terhadap Mencit Jantan yang Diinduksi

Oleum Ricini. Jurnal Ilmiah Manuntung 2(2): 134

Rofikah. 2013. Pemanfaatan Pektin Kulit Pisang Kepok (Musa paradisiaca

Linn) untuk Pembuatan Edible Film. Skripsi. Semarang. Universitas

Negeri Semarang.

Rois, F. 2012. Pembuatan Mie Tepung Kulit Pisang Kepok (Kajian Substitusi

Tepung Kulit Pisang Kepok pada Tepung Terigu dan

Penambahan Telur). Skripsi. Universitas Pembangunan Nasional

“Veteran” Jawa Timur. Surabaya.

Santoso, A. 2011. Serat Pangan (Dietary Fiber) dan Manfaatnya bagi

Kesehatan. Magistra no 75.

Sari, P.P.R. 2016. Pengaruh Proporsi Tepung Mengkudu (Morinda citrifolia)

dan Tepung Daun Mint (Mentha cordifolia) serta Konsentrasi

Sukrosa terhadap Karakteristik Fisik, Kimia dan Organoleptik

dari Tablet Herbal Buah Mengkudu. Skripsi. Malang. Universitas

Brawijaya.

Satuhu, S. dan Ahmad S. 2008. Pisang Budidaya, Pengolahan dan Prospek

Pasar. Penebar Swadaya. Jakarta.

Septiyanti, N. P. 2015. Efek Anti Konstipasi Jelly Drink Cincau Hitam

(Mesona palustris BL) pada Tikus Wistar Jantan yang Diinduksi

dengan Loperamid. Skripsi. Malang. Universitas Brawijaya.

Setyowati, W.T. 2013. Formulasi Biskuit Tinggi Serat (Kajian Proporsi

Bekatul Jagung : Tepung Terigu dan Penambahan Baking

Powder). Skripsi. Malang. Universitas Brawijaya.

Suarsyaf, H.Z. dan Dyah W.S. 2015. Pengaruh Terapi Pijat terhadap

Konstipasi. Majority 4(9): 98 – 99

Subagyo, P. 2010 Pemungutan Pektin dari Kulit dan Ampas Apel secara

Ekstraksi. Skripsi. Universitas Pembangunan Nasional, Yogyakarta.

Sudarmaji, S., B. Haryono., Suhardi. 1997. Prosedur untuk Analisa Bahan

Makanan dan Pertanian. PAU Pangan dan Gizi UGM. Yogyakarta.

Page 82: INTEGRATED FOOD THERAPY PRODUCT DARI ...repository.ub.ac.id/3571/1/Nike Nurlaily Fitria.pdfNike Nurlaily Fitria. 135100101111042. Integrated Food Therapy Product dari Formula Pektin

69

Sulihono, A. B. Tarihoran., T.E Agustina. 2012. Pengaruh Waktu, Temperatur,

dan Jenis Pelarut terhadap Ekstraksi Pektin dari Kulit Jeruk Bali

(Citrus Maxima). Jurnal Teknik Kimia 4(18): 5

Sulistyaningrum, F. 2009. Karakterisasi Pektin Kasar dari Limbah Kulit

Pisang (Kajian Varietas dan Jenis Pengendap). Skripsi. Malang.

Universitas Brawijaya.

Tarigan, M ., Kaban, I. M. dan Hanum, Farida.2012. Ekstraksi Pektin dari Kulit

Buah Pisang Kepok (Musa Paradisiaca). Jurnal Teknik Kimia USU.

Tjay, T.H. dan K. Rahardja. 2002. Obat-obat Penting Edisi Kelima. PT. Elex

Media Komputindo, Jakarta.

Tjitrosoepomo, G. 2010. Taksonomi Tumbuhan Obat-obatan. Yogyakarta :

Gajah Mada University Press.

Tuhuloula, A., Lestari B., Etha N. 2013. Karakterisasi Pektin dengan

Memanfaatkan Limbah Kulit Pisang Menggunakan Metode

Ekstraksi. Konversi 2(1): 22-26

USDA National Nutrient Database. 2016. Mangos Raw. Diakses 10 Juni 2017.

<https://ndb.nal.usda.gov./ndb/foods/show/2271?manu=&fgcd=&ds=>

Wachirasiri, P., Siripan J., Sorada W. 2009. The Effect of Banana Peel

Preparations on the Properties of Banana Peel Dietary Fibre

Concentrate. Songklanakarin Journal of Science and Technology

31(6): 607

Wijayanti, N. 2013. Potensi Muelleri Glukomanan dari Porang sebagai

Prebiotik dan Anti Konstipasi pada Tikus Spraque dawley. Tesis.

Malang. Universitas Brawijaya.

Wyllie R. 2007. Constipation. Nelson Text Book of Pediatrics. Philadelphia:

Saunders Elsevier.

Yuwono, S. dan T. Susanto. 1998. Pengujian Fisik Pangan. Universitas

Brawijaya. Malang

Page 83: INTEGRATED FOOD THERAPY PRODUCT DARI ...repository.ub.ac.id/3571/1/Nike Nurlaily Fitria.pdfNike Nurlaily Fitria. 135100101111042. Integrated Food Therapy Product dari Formula Pektin

70

Yahido. 2015. Manfaat Buah Mangga untuk Kesehatan. Diakses 22 September

2016. <http://www.yahido.com/2015/11/manfaat-buah-mangga-untuk-

kesehatan.html >