Insider Trading_tinjauan Hukum & Ekonomi 0.1
-
Upload
entrelawpreneur -
Category
Documents
-
view
284 -
download
3
Transcript of Insider Trading_tinjauan Hukum & Ekonomi 0.1
Page
1 of
28
| Ins
ider
Tra
ding
: Sua
tu T
inja
uan
Huk
um d
an E
kono
mi |
©Pa
nitia
Kom
petis
i Per
adila
n Se
mu
Ting
kat N
asio
nal P
iala
Muti
ara
Djo
koso
eton
o VI
I
INSIDER TRADING: SUATU TINJAUAN HUKUM DAN EKONOMI
AGA PARSAORAN SAMUEL MARPAUNGKompetisi Peradilan Semu Tingkat Nasional Piala Mutiara Djokosoetono VII
Fakultas Hukum Universitas Indonesia
“These defendants developed their sources of information in the hopes of running that insider trading business as a money-making machine, and for a little while it worked, netting millions of
dollars.”Michael J. Garcia – Former U.S. Attorney for the Southern District of New York
I. INSIDER TRADING
I.1. Pengertian Insider Trading
Insider Trading adalah:
“Perdagangan efek yang dilakukan oleh mereka yang tergolong ‘orang dalam’ perusahaan (dalam artian luas), perdagangan mana didasarkan atau dimotivasi oleh adanya suatu ‘informasi orang dalam’.”1
Sedangkan menurut The Council of Europe’s Convention yang diadaptasi oleh beberapa
negara antara lain Luxemburg dan Italia, Insider Trading didefinisikan sebagai berikut:
“irregular operation on an organized stock market, carried out by a president, or a member of a board of directors or other administrative or supervisory organ, or an authorized agent or employee of an issuer of securities, who knowingly uses information, not yet disclosed to the public, which is likely to have significant influence on the stock market, with a view to securing an advantage to himself or a third party.”2
[kegiatan yang tidak beraturan dalam suatu pasar saham yang terorganisir, yang dilakukan oleh presiden direktur, atau anggota dewan direksi atau organ administratif/ atasan lain, atau agen atau karyawan yang telah mendapat persetujuan dari perusahaan yang mengeluarkan saham dimana ia diketahui telah menggunakan informasi yang belum
1 Reno Rahmat Fajar, “Transaksi Berdasarkan Pelaksanaan Keterbukaan Informasi (Suatu Perspektif Insider Trading),” <http://www.lkht.net/artikel_lengkap.php?id=31>, diunduh 3 Januari 2012.
2 Asril Sitompul, Pasar Modal: Penawaran Umum dan Permasalahannya, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2004), hal. 142.
Page
2 of
28
| Ins
ider
Tra
ding
: Sua
tu T
inja
uan
Huk
um d
an E
kono
mi |
©Pa
nitia
Kom
petis
i Per
adila
n Se
mu
Ting
kat N
asio
nal P
iala
Muti
ara
Djo
koso
eton
o VI
I
diumumkan kepada publik yang mengakibatkan dampak yang signifikan pada pasar saham untuk memperoleh keuntungan bagi dirinya sendiri atau pihak ketiga.]
Batasan pengertian insider trading pada mulanya hanya mengenai transaksi yang dilakukan
oleh orang dalam. Namun seiring dengan perkembangan zaman, batasan insider trading menjadi
banyak sekali karena peraturan-peraturan yang dibuat harus disesuaikan dengan kebutuhan agar
dapat tercipta suatu keteraturan dalam pasar modal dengan mengakomodasi seluruh pihak yang
bersangkutan tanpa harus ada yang merasa dirugikan.
Sedangkan Donald C. Langervoort memberikan definisi insider trading yang luas sebagai:
“A term of art that refers to unlawful trading in securities by person who posses material non public information about company whose shares are traded or the market for it shares.”3
[Suatu keadaan yang merujuk pada transaksi illegal dalam perdagangan saham yang dilakukan oleh seseorang yang memiliki material non-public information mengenai perusahaan yang sahamnya diperdagangkan atau keadaan pasar untuk saham tersebut.]
Kemudian definisi insider trading lainnya diberikan oleh Harry J. Weiss, Associate Director
dari Division of Enforcement Securities and Exchange Commission menjelaskan:
“Purchasing or selling securities while in possession of material non public information concerning such securities, or tipping such information, where the trader or tipper breaches a fiduciary duty or a duty arising out of relationship of trust or confidence.”4
[Membeli atau menjual suatu saham yang terkait dengan material non-public information, atau memberitahukan (“tipping”) informasi tersebut dimana pihak yang melakukan perdagangan atau memberikan informasi tersebut melanggar fiduciary duty atau segala kewajiban yang timbul akibat hubungan kepercayaan atau kerahasiaan.]
Dengan demikian keterbukaan informasi menjadi hal yang fundamental bagi para investor,
maka dalam setiap transaksi sekuritas, informasi tersebut akan dijadikan acuan bagi investor untuk
mengambil keputusan menginvestasikan modalnya dalam Pasar Modal. Harga saham akan
terkoreksi, sehingga nilai per saham akan naik jika ada informasi material yang positif mengenai
3 Najib A. Gisymar, Insider Trading dalam Transaksi Efek, cet. 1, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1999), hal. 31-33.4 Priyatno Yoopie TS., “Perdagangan oleh Orang Dalam dan Penggunaannya oleh Otoritas Pasar Modal (Suatu
Studi Perbandingan Pasar Modal Indonesia dan Amerika Serikat),” (Skripsi Sarjana Universitas Indonesia, Jakarta, 1997), hal. 68.
Page
3 of
28
| Ins
ider
Tra
ding
: Sua
tu T
inja
uan
Huk
um d
an E
kono
mi |
©Pa
nitia
Kom
petis
i Per
adila
n Se
mu
Ting
kat N
asio
nal P
iala
Muti
ara
Djo
koso
eton
o VI
I
saham tersebut. Sebaliknya dengan informasi material yang negatif, maka secara otomatis harga
saham akan turun.5
Harga saham yang ditentukan oleh mekanisme pasar berdasarkan informasi seperti ini,
dapat berpotensi menyebabkan terjadinya praktik insider trading, dengan cara menyebarkan
informasi material mengenai Emiten yang belum menjadi informasi publik (non public information)
untuk digunakan dalam perdagangan saham.6
Perkembangan Pasar Modal Indonesia telah membawa dampak yang sangat signifikan
terhadap perkembangan perekonomian dalam sektor perdagangan Efek.7 Sebagai salah satu
indikator perekonomian, Pasar Modal sebagai salah satu sub industri keuangan mempunyai
karakter yang sangat spesifik dalam perdagangan sahamnya. Keterbukaan informasi menjadi sangat
signifikan bagi investor untuk memilih dan menempatkan investasi mereka pada portofolio Efek
yang ditawarkan dalam pasar perdana maupun pasar sekunder, sehingga pilihan investasinya pada
salah satu portofolio Efek dapat menghasilkan keuntungan.
II. SANKSI DAN LATAR BELAKANG PELARANGANNYA
Perdagangan dengan informasi orang dalam (insider trading) adalah tindakan berbahaya
dan merugikan bagi pasar modal, insider trading itu sendiri dapat diartikan juga dengan “kolusi”
yang memang harus diberantas karena sangat merugikan dan menimbulkan ketidakadilan bagi para
pelaku pasar modal.
Dalam Undang-Undang Pasar Modal, insider trading memang digolongkan sebagai tindak
pidana dengan sanksi pidana cukup berat yaitu maksimum 10 (sepuluh) tahun penjara dan denda
maksimum Rp. 15.000.000.000,- (lima belas miliar Rupiah). Sedangkan yang menjadi latar belakang
pelarangannya itu sendiri karena tindakan tersebut dapat menimbulkan bahaya bagi, antara lain:8
II.1. Mekanisme Pasar yang Fair dan Efisien
Dapat diibaratkan bahwa jika suatu insider trading tidak dilarang, maka berjalannya pasar
adalah seperti berjalannya sebuah mobil tanpa minyak pelumas. Hal ini disebabkan karena:5 Secara teoritis, tren dari harga saham dapat berfluktuasi bilamana ada informasi yang benar-benar signifikan
terhadap saham tertentu. Donald Moody Pangemanan, “Peraturan Insider Trading dalam Pasar Modal Indonesia: Studi Mengenai Penerapan Teori Penyalahgunaan dalam Praktik Insider Trading.” Jurnal Hukum dan Pasar Modal (Juli 2005), hal. 48-49.
6 Ibid.7 Sofyan A. Djalil, “Manipulation and Insider Trading,” (Makalah disampaikan dalam Pendidikan dan Latihan
Modul Capital Market Studies Program (CMSP) Bagi Profesi Penunjang untuk Konsultan Hukum Pasar Modal, Jakarta, 10-28 Juni 1996), hal. 1.
8 Munir Fuady, Pasar Modal Modern (Tinjauan Hukum), cet. 1, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1996), hal. 168-169.
Page
4 of
28
| Ins
ider
Tra
ding
: Sua
tu T
inja
uan
Huk
um d
an E
kono
mi |
©Pa
nitia
Kom
petis
i Per
adila
n Se
mu
Ting
kat N
asio
nal P
iala
Muti
ara
Djo
koso
eton
o VI
I
a. Pembentukan Harga yang Tidak Fair (Informed Market Theorie)
Jika ada insider trading, akan tidak terbentuk harga yang fair berhubung kurangnya
informasi tentang keadaan barang yang sebenarnya. Padahal harga yang fair tersebut
merupakan sinyal yang akurat mengenai jumlah sumber daya yang perlu dialokasi.9
b. Perlakuan yang Tidak Adil di Antara Para Pelaku Pasar (Market Egalitarism atau Fair Play
Theorie)
Suatu pasar yang baik adalah pasar dimana semua anggota pasar diperlakukan secara sama
dan adil. Dan, di pasar modal, semua pelaku berhak atas informasi yang sama. Sedangkan
dengan adanya insider trading, maka hanya sebagian kecil atau bahkan satu orang saja yang
mempunyai informasi tertentu.10
c. Berbahaya bagi Kelangsungan Hidup Pasar Modal
Jika keadaan pasar tidak fair, akan banyak orang meninggalkan pasar modal yang
bersangkutan untuk beralih ke pasar modal di negeri lain ataupun ke jenis-jenis investasi
lainnya. Maka dengan begitu, eksistensi pasar modal yang bersangkutan akan terancam.11
II.2. Berdampak Negatif Bagi Emiten
Dengan adanya insider trading, pihak investor akan hilang kepercayaannya terhadap Emiten
itu sendiri. Dan, sekali nama baik Emiten jatuh, akan sulit baginya untuk berkembang atau
menambah permodalan selanjutnya. Bahkan mungkin saja pihak pelaku insider trading tersebut
berbuat hal-hal yang merugikan Emiten agar berfluktuasi, sehingga dia dapat mengambil
keuntungan dari kejadian tersebut. Unjust Enrichment (memperkaya diri secara tidak sah dengan
memiliki apa yang bukan haknya).
II.3. Kerugian Materiil Bagi Investor
Memang dengan terjadinya perbuatan yang dapat digolongkan ke dalam insider trading ini,
maka pihak investor akan mengalami kerugian secara langsung. Mungkin dia telah membeli surat
berharga dengan harga yang terlalu mahal, ataupun menjualnya dengan harga yang terlalu murah.
Bahkan investor dapat dikatakan telah dikhianati oleh pihak insider trader tersebut. Padahal
9 Ibid., hal. 168.10 Ibid.11 Ibid., hal. 168-169.
Page
5 of
28
| Ins
ider
Tra
ding
: Sua
tu T
inja
uan
Huk
um d
an E
kono
mi |
©Pa
nitia
Kom
petis
i Per
adila
n Se
mu
Ting
kat N
asio
nal P
iala
Muti
ara
Djo
koso
eton
o VI
I
dimana-mana, perlindungan publik (investor) selalu menjadi fokus inti dari pengaturan hukum di
bidang pasar modal.12
II.4. Kerahasiaan Itu Miliknya Perusahaan (Business Property Theory)
Informasi rahasia itu miliknya perusahaan sesuai dengan asas pengakuan hak milik
intelektual. Karena itu, tidaklah pada tempatnya milik perusahaan tersebut dimanfaatkan oleh
pihak lain selain perusahaan itu sendiri.13
III. SYARAT TERJADINYA INSIDER TRADING
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal sendiri tidak memberikan
batasan insider trading secara tegas. Undang-Undang Pasar Modal hanya memberikan batasan
terhadap transaksi yang dilarang antara lain yaitu Orang dalam dari emiten yang mempunyai
informasi orang dalam dilarang melakukan transaksi penjualan atau pembelian atas efek emiten
atau perusahaan lain yang melakukan transaksi dengan emiten atau perusahaan publik yang
bersangkutan.14
Berdasarkan batasan tersebut di atas, maka dapat ditentukan bahwa perdagangan efek
dapat tergolong sebagai praktek insider trading apabila memenuhi 3 (tiga) unsur minimal yaitu:
1. Adanya orang dalam;
2. Informasi material yang belum tersedia bagi masyarakat atau belum disclosure; dan
3. Melakukan transaksi karena informasi material.
III.1. Pihak-Pihak yang Termasuk Sebagai Insider Trading (Yang Dimaksud Orang Dalam)
Undang-Undang Pasar Modal lewat penjelasan resmi atas Pasal 95 memberi arti kepada
orang dalam sebagai pihak-pihak yang tergolong ke dalam:15
1. Komisaris, Direktur atau pegawai perusahaan terbuka.
2. Pemegang saham utama perusahaan terbuka.
3. Orang yang karena kedudukannya, profesinya atau karena hubungan usahanya dengan
perusahaan terbuka memungkinkan memperoleh informasi orang dalam. Dengan
12 Ibid., hal. 169.13 Ibid.14 Indonesia (A), Undang-Undang Tentang Pasar Modal, UU No. 8 Tahun 1995, LN No. 64 tahun 1995, TLN No.
3608, Ps. 95.15 Ibid., Penjelasan Ps. 95.
Page
6 of
28
| Ins
ider
Tra
ding
: Sua
tu T
inja
uan
Huk
um d
an E
kono
mi |
©Pa
nitia
Kom
petis
i Per
adila
n Se
mu
Ting
kat N
asio
nal P
iala
Muti
ara
Djo
koso
eton
o VI
I
kedudukan disini dimaksudkan sebagai lembaga, institusi atau badan pemerintahan.
Sementara yang merupakan “hubungan usaha” adalah hubungan kerja atau kemitraan
dalam kegiatan usahanya, seperti nasabah, pemasok, kontraktor, pelanggan, kreditur, dan
lain-lain.
4. Pihak yang tidak lagi menjadi pihak sebagaimana tersebut dalam angka 1, 2, dan 3 tersebut
sebelum lewat jangka waktu 6 (enam) bulan.
Kata “kedudukan” dalam Penjelasan Pasal 95 huruf c Undang-Undang Pasar Modal tersebut
adalah jabatan pada lembaga, institusi, atau badan Pemerintah. “Hubungan usaha” yang dimaksud
dalam Penjelasan Pasal 95 huruf c tersebut adalah hubungan kerja atau kemitraan dalam kegiatan
usaha, antara lain hubungan nasabah, pemasok, kontraktor, pelanggan dan kreditur. “Profesi” yang
dimaksud dalam Penjelasan Pasal 95 huruf c tersebut, misalnya adalah Konsultan Hukum atau
Pengacara.16
Ada juga yang menyatakan bahwa yang dimaksud dengan “orang dalam” adalah para
pemegang saham dari suatu perusahaan terbuka yang juga menjabat suatu posisi eksekutif. Juga
terhadap para pedagang menurut jabatannya, seperti yang dibedakan dari seorang anggota dari
masyarakat yang menanam modalnya, yang dikenal sebagai seorang “insider” atau “lamb”.17
Dengan kata lain, yang termasuk “orang dalam” pada Penjelasan Pasal 95 Undang-Undang
Pasar Modal tersebut adalah Corporate Insiders. Secara teknis Corporate Insiders dapat dibedakan
menjadi 2 (dua) jenis, yaitu:18
1. Traditional Insiders
Traditional Insiders merupakan pihak yang berada dalam fiduciary position (pihak yang wajib
menjalankan fiduciary obligation di dalam perusahaan) di dalam Emiten atau Perusahaan
Publik. Yang termasuk dalam traditional insiders adalah Komisaris, Direktur, Pegawai,
Pemegang Saham Utama Emiten atau Perusahaan Publik.
2. Temporary Insiders
Temporary Insiders atau Quasi Insiders adalah pihak luar perusahaan mempunyai hubungan
trust dan confidence dengan perusahaan atau mempunyai hubungan jangka pendek yang
16 Law Office atau Law Firm di Amerika Serikat mempunyai kebijakan dalam usaha melindungi atau menjaga informasi orang dalam. Lebih lanjut lihat Business and Corporations Law Section Los Angeles County Bar Association, Report on Law Firm Policies Relating to Confidentiality and Safeguarding Inside Information, 21 Maret 1985, hlm. 1-7.
17 A. Abdurrahman, “Ensiklopedia Ekonomi Keuangan Perdagangan”, (Jakarta: PT Pradnya Paramita, 1991), hal. 540.
18 Gustiyudha E. U. et. al., “Penegakan Hukum Praktek Insider Trading di Indonesia,” <http:// http://www.scribd.com/doc/32239908/PENEGAKAN-HUKUM-PRAKTEK-INSIDER-TRADING-DI-INDONESIA>, diakses 4 Januari 2012.
Page
7 of
28
| Ins
ider
Tra
ding
: Sua
tu T
inja
uan
Huk
um d
an E
kono
mi |
©Pa
nitia
Kom
petis
i Per
adila
n Se
mu
Ting
kat N
asio
nal P
iala
Muti
ara
Djo
koso
eton
o VI
I
mengakibatkan fiduciary obligations mereka kepada perusahaan. Oleh karena hubungan
tersebut memungkinkan pihak luar tersebut memperoleh inside information. Yang termasuk
dalam temporary insiders adalah konsultan hukum, notaris, akuntan atau penasihat
keuangan dan investasi, serta pemasok atau kontraktor yang bekerja sama dengan Emiten
atau Perusahaan Publik tersebut.
III.2. Informasi Orang Dalam (Inside Information)
Menurut Undang-Undang Pasar Modal, yang dimaksud dengan “informasi orang dalam”
adalah informasi (dalam bentuk apapun termasuk mengenai suatu “fakta”) yang material sifatnya,
yang dimiliki oleh orang dalam yang belum tersedia untuk umum.19 Sementara menurut Pasal 1
angka 7, informasi atau fakta material adalah informasi atau fakta penting dan relevan mengenai
peristiwa, kejadian atau fakta yang dapat mempengaruhi harga efek pada Bursa Efek dan/ atau
keputusan pemodal, calon pemodal, atau pihak lain yang berkepentingan atas informasi atau fakta
tersebut.
Ada juga yang memberi pengertian kepada inside information sebagai segala sesuatu yang
merupakan kejadian dalam perusahaan (corporate affairs) yang belum terbuka untuk umum,
dimana pihak “officers” dari perusahaan yang bersangkutan telah terlebih dahulu mengetahui
informasi tersebut, misalnya jika perusahaan akan melakukan akuisisi, atau earnings report yang
terakhir berbeda jauh dengan informasi yang telah terlebih dahulu di-release. Informasi tersebut
tidak dibenarkan untuk menjadi dasar pertimbangan dalam hal melakukan perdagangan.20
Mengenai jenis-jenis informasi atau fakta material yang harus diumumkan segera selambat-
lambatnya di akhir hari kerja kedua kepada masyarakat dan diberitahukan kepada Bapepam,
diberikan contoh-contoh informasi yang dimaksudkan dalam Peraturan No. X.K.1 tentang
Keterbukaan Informasi yang Harus Segera Diumumkan Kepada Publik, menyebutkan peristiwa,
informasi, atau fakta material yang diperkirakan dapat mempengaruhi harga efek atau keputusan
investasi, antara lain:
“1) Penggabungan usaha (merger), pembelian atau pengambilalihan saham (acquisition), peleburan usaha (consolidation), atau pembentukan usaha patungan (joint venture);
2) Pemecahan saham atau pembagian dividen saham;3) Pendapatan dari dividen yang luar biasa sifatnya;
19 Indonesia (A), Loc. Cit..20 Jack P. Friedman, Dictionary of Business Terms (New York, USA: Baron’s Educational Series, Inc., 1987), hal.
288.
Page
8 of
28
| Ins
ider
Tra
ding
: Sua
tu T
inja
uan
Huk
um d
an E
kono
mi |
©Pa
nitia
Kom
petis
i Per
adila
n Se
mu
Ting
kat N
asio
nal P
iala
Muti
ara
Djo
koso
eton
o VI
I
4) Perolehan atau kehilangan kontrak penting;5) Produk atau penemuan baru yang berarti;6) Perubahan dalam pengendalian atau perubahan penting dalam manajemen;7) Pengumuman pembelian kembali atau pembayaran efek yang bersifat utang;8) Penjualan tambahan efek kepada masyarakat atau secara terbatas yang material
jumlahnya;9) Pembelian atau kerugian penjualan aktiva yang material;10) Perselisihan tenaga kerja yang relatif penting;11) Tuntutan hukum yang penting terhadap perusahaan dan/ atau direktur dan komisaris
perusahaan;12) Pengajuan tawaran untuk pembelian efek perusahaan lain;13) Penggantian akuntan yang mengaudit perusahaan;14) Penggantian wali amanat;15) Perubahan tahun fiskal perusahaan.”21
Kelima belas hal tersebut di atas hanyalah merupakan contoh-contoh saja dari informasi
atau fakta materil, yang tentunya masih terbuka bagi informasi atau fakta lainnya. Jadi sebenarnya,
melihat akan adanya kewajiban disclosure dalam waktu yang cukup cepat dari kejadian atau
keputusan penting dari suatu perusahaan terbuka, maka kecil ruang bagi pihak insider untuk
melakukan trading.
III.3. Terjadinya Perdagangan (Trading)
Salah satu syarat yang harus dipenuhi agar terjadinya suatu insider trading adalah terjadinya
suatu perdagangan (trading), Sehingga apabila seseorang mempunyai informasi orang dalam tetapi
belum terjadi transaksi, belumlah dapat dikatakan telah melakukan insider trading, tetapi mungkin
telah melanggar kewajiban disclosure.
Menurut Undang-Undang Pasar Modal, yang termasuk trading yang dilarang adalah:22
“1) Orang dalam yang melakukan pembelian atau penjualan atas efek perusahaan dimana informasi berasal, serta efek perusahaan lain yang melakukan transaksi dengan perusahaan terbuka tersebut;
2) Orang dalam yang mempengaruhi pihak lain untuk melakukan pembelian atau penjualan atas efek tersebut;
3) Orang dalam yang memberi informasi orang dalam kepada pihak lain manapun yang patut diduga dapat menggunakan informasi tersebut untuk melakukan penjualan atau pembelian atas efek tersebut;
4) Orang lain yang secara melawan hukum memperoleh informasi orang dalam dari orang dalam tersebut lalu digunakannya dengan untuk melakukan transaksi seperti angka 1, 2, dan 3 di atas;
21 M. Irsan Nasarudin dan Indra Surya, Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2004), hal. 152-153.
22 Indonesia (A), Op. Cit., Ps. 95, 96 dan 97.
Page
9 of
28
| Ins
ider
Tra
ding
: Sua
tu T
inja
uan
Huk
um d
an E
kono
mi |
©Pa
nitia
Kom
petis
i Per
adila
n Se
mu
Ting
kat N
asio
nal P
iala
Muti
ara
Djo
koso
eton
o VI
I
5) Orang lain yang berusahan untuk memperoleh informasi orang dalam secara tidak melawan hukum, tetapi penyediaan informasi tersebut dengan pembatasan-pembatasan (seperti kewajiban merahasiakan), kemudian menggunakan informasi tersebut dengan cara-cara seperti dimaksud dalam angka 1, 2, dan 3 tersebut;
6) Perusahaan efek yang memiliki informasi orang dalam arti suatu perusahaan terbuka yang melakukan transaksi seperti dimaksud dalam angka 1, 2, dan 3 tersebut, dengan pengecualian bila transaksi dilakukan bukan atas perintah nasabah, dan perusahaan efek tersebut tidak memberikan rekomendasi kepada nasabahnya mengenai efek yang bersangkutan.”
Delik insider trading baru dapat dikatakan sempurna bila adanya pihak yang tergolong
insider, memiliki informasi material yang masih rahasia, kemudian insider itu melakukan transaksi
atas efek tersebut, barulah dapat dikatakan terjadi insider trading sehingga berdasarkan fakta
tersebut dapat mulai dilakukan tindakan penyidikan dengan tindak pidana yang diatur dalam Pasal
95 Undang-Undang Pasar Modal.
III.4. Pengecualian Terhadap Insider Trading
Tidak semua informasi orang dalam yang diperdagangkan dapat dikategorikan sebagai
tindakan insider trading. Ini merupakan prinsip lain dari hukum pasar modal yang dianut di banyak
negara. Sebaliknya ada juga peristiwa dimana informasi memang tidak perlu bahkan tidak boleh di-
disclose, tetapi juga tidak boleh menjadi dasar suatu trading.23
Bapepam telah mengeluarkan ketentuan yan berhubungan dengan kegiatan dari orang
dalam atau pihak yang dikategorikan sebagai “insider”. Ketentuan tersebut tentang Transaksi Efek
yang Tidak Dilarang Bagi Orang Dalam yang tertuang di dalam surat keputusan Ketua Bapepam No.
Kep-58/PM/1998 yaitu Peraturan XI.C.1 yang dikeluarkan pada tanggal 2 Desember 1998. Dalam
hal yang berhubungan dengan ketentuan tentang larangan atas transaksi yang ‘berbau’ informasi
material yang berasal dari orang dalam atau merupakan informasi yang diberikan oleh orang dalam.
Larangan tersebut terdapat di dalam Pasal 95, 96, 97 dan 98.24
Bila kita kaitkan keluarnya peraturan XI.C.1 tersebut di tengah-tengah tuntutan dan masalah
yang menyelimuti dugaan adanya kasus insider trading di saham Semen Gresik pada masa awal
proses privatisasi,25 maka langkah Bapepam dengan membuat ketentuan tersebut tentunya
23 Fuady, Op. Cit., hal. 180.24 Indra Safitri, “Transaksi Efek Yang Tidak Dilarang Bagi Orang Dalam,”
<http://www.geocities.com/improve_your_communication/samples.html>, diunduh 3 Januari 2012.25 PT Semen Gresik (Persero) Tbk. merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pertama yang go public
dengan menjual 40.000.000 (empat puluh juta) lembar saham atau 27% dari sahamnya kepada masyarakat pada tanggal 8 Juli 1991.
Page
10 o
f 28
| Ins
ider
Tra
ding
: Sua
tu T
inja
uan
Huk
um d
an E
kono
mi |
©Pa
nitia
Kom
petis
i Per
adila
n Se
mu
Ting
kat N
asio
nal P
iala
Muti
ara
Djo
koso
eton
o VI
I
memiliki alasan yang mungkin dapat dianalisis secara jernih, yaitu bahwa peraturan tersebut
dikeluarkan langsung atau tidak langsung berhubungan dengan maraknya persoalan tentang
perselingkuhan di pasar modal. Tidak hanya yang berkaitan dengan gegap gempitanya polemic di
sekitar Semen Gresik, namun banyak transaksi lain yang juga diduga berbau insider trading.
Kemudian dapat dilihat begitu banyak hal yang terjadi di sekitar persoalan yang berhubungan
dengan langkah restrukturisasi sistem keuangan, yang menyebabkan berbagai langkah yang diambil
oleh BPPN, dapat menyebabkan timbulnya kemungkinan peralihan ataupun transaksi yang
berlandaskan kepada informasi yang material.
Hak dan kewenangan yang dipergunakan oleh Bapepam adalah yang tercantum di dalam
Pasal 99, yaitu “Bapepam dapat menetapkan transaksi efek yang tidak termasuk transaksi efek yang
dilarang sebagaimana dimaksud di dalam Pasal 95 dan 96.”26 Sehingga bila kita melihat isi daripada
Peraturan XI.C.1, maka ketentuan yang berhubungan dengan transaksi orang dalam yang tidak
dilarang dengan sendirinya secara jelas peraturan itu memperbolehkan transaksi dengan
mempergunakan informasi orang dalam yang memenuhi ketentuan:27
1. Dimana transaksi dapat terjadi bila antara para pihak telah mengetahui informasi yang
berkaitan dengan tujuan dari transaksi itu sendiri;
Krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak pertengahan 1997 tampaknya telah menjadi berkah tersembunyi bagi para pemodal internasional untuk memborong perusahaan-perusahaan Indonesia dengan harga sangat murah. Selain itu, krisis ekonomi telah menyebabkan semakin jauhnya pemerintah Indonesia terpuruk ke dalam perangkap utang. Untuk membiayai bunga utang yang bermuara pada deficit APBN tersebut, secara sangat halus pemerintah kemudian dipaksa untuk menjual BUMN dengan harga murah. Selanjutnya, krisis ekonomi juga telah menyebabkan pemerintah Indonesia terpaksa meminjam uang dari Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund atau IMF), dimana IMF kemudian mewajibkan pemerintah untuk melaksanakan sejumlah agenda reformasi ekonomi yang dikenal sebagai program penyesuaian struktural (Structural Adjustment Program). Salah satu di antaranya adalah program privatisasi atau penjualan BUMN. Akibatnya, sebagian besar BUMN yang berada dalam kondisi sehat kini berada dalam incaran para pemodal internasional.
Pada awal bulan April tahun 1998, pemerintah melalui Departemen Perindustrian dan Perdagangan (Deperindag) menyatakan akan melepas kepemilikannya di PT Semen Gresik untuk mendapatkan suntikan dana di tengah krisis. Pada pertengahan Mei 1998, tiga raksasa industri semen dunia mulai melakukan due diligence terhadap PT Semen Gresik, yakni PT Cemex (Meksiko), Holderbank (Swiss), dan Heidelberger Zement AG (Jerman).
Guna memuluskan proses privatisasi BUMN itu, pemerintah menunjuk penasihat keuangan yang akan membantu tim privatisasi di bawah Departemen Pendayagunaan BUMN. Tiga penasihat swasta di luar Departemen Pendayagunaan BUMN, yaitu Bahana Sekuritas, Danareksa Sekuritas, dan Jardine Fleming.
Kemudian, informasi mengenai rencana privatisasi PT Semen Gresik ini dimanfaatkan oleh perusahaan sekuritas yang juga merupakan penasihat keuangan PT Semen Gresik dalam proses privatisasi dan juga pihak-pihak tertentu yang berkaitan dengan membeli saham PT Semen Gresik (Persero) Tbk. untuk mendapatkan keuntungan. Dugaan itu muncul setelah melihat order transaksi pembelian saham PT Semen Gresik dalam jumlah besar dilakukan perusahaan sekuritas itu.
Dari transaksi saham PT Semen Gresik, Bapepam mendata ada 90 (sembilan puluh) pihak yang diduga terlibat dan mengetahui proses privatisasi PT Semen Gresik. Dari jumlah itu, ada tiga pihak yang telah secara langsung diduga memperoleh keuntungan sekitar Rp 55 miliar.
26 Indonesia (A), Op. Cit., Ps. 99.27 Safitri, Loc. Cit..
Page
11 o
f 28
| Ins
ider
Tra
ding
: Sua
tu T
inja
uan
Huk
um d
an E
kono
mi |
©Pa
nitia
Kom
petis
i Per
adila
n Se
mu
Ting
kat N
asio
nal P
iala
Muti
ara
Djo
koso
eton
o VI
I
2. Dimana transaksi dapat dilakukan untuk dan dalam jangka waktu tertentu yang telah
disepakati;
3. Dimana transaksi dapat berlangsung karena disebabkan oleh ketentuan hukum atau
keputusan pengadilan.
Sebagai contoh, para ahli independen, yang dengan keahlian dan ketajaman analisisnya, dia
dapat mengetahui atau memperkirakan dengan persis apa yang sedang terjadi dalam suatu
perusahaan, termasuk persoalan yang masih termasuk ke dalam golongan inside information. Maka
apabila pihak analis tersebut misalnya melakukan trading, tidaklah pantas dia dipersalahkan dan
dihukum karena telah melakukan insider trading.28
Sehingga apa yang disebut dengan bonafide insider transaction sering kali dianggap tidak
melakukan insider trading. Jadi dalam hal ini, persoalan apakah si pelaku beritikad baik atau tidak
merupakan faktor yang sangat menentukan. Sungguhpun diakui bahwa hal tersebut tidak
selamanya mudah diketahui dalam praktik.29
Selain itu, ada juga informasi yang tidak perlu bahkan tidak boleh di-disclose, yaitu antara
lain:30
1. Informasi yang belum matang untuk di-disclose. Misalnya sebuah perusahaan
pertambangan menemukan sumur baru yang belum begitu pasti;
2. Informasi yang apabila di-disclose akan dimanfaatkan oleh pesaing-pesaingnya, sehingga
merugikan perusahaan tersebut;
3. Informasi yang memang sifatnya bersifat rahasia. Ini sering disebut rahasia perusahaan.
Misalnya jika ada kontrak dengan pihak ketiga, tetapi dalam kontrak tersebut ada klausula
yang menyatakan bahwa apa-apa yang ada dalam kontrak tersebut adalah bersifat rahasia
di antara para pihak tersebut.
Selain itu, pihak-pihak seperti konsultan hukum pasar modal, akuntan publik, appraiser,
notaris, investment bankers, dan lain-lain juga terikat untuk tidak melakukan trading untuk saham
dari emiten yang bersangkutan, berdasarkan teori yang dikenal dengan sebutan Contractual
Obligation of Confidentiality.31
28 Ibid., hal. 181.29 Ibid.30 Ibid.31 Ibid., hal. 173.
Page
12 o
f 28
| Ins
ider
Tra
ding
: Sua
tu T
inja
uan
Huk
um d
an E
kono
mi |
©Pa
nitia
Kom
petis
i Per
adila
n Se
mu
Ting
kat N
asio
nal P
iala
Muti
ara
Djo
koso
eton
o VI
I
Dengan demikian, terdapat beberapa pengecualian terhadap delik insider trading, ada juga
pengecualian bagi perusahaan efek atau pialang yang karena hubungan usahanya termasuk sebagai
orang dalam, sebagaimana yang disebutkan oleh Pasal 98 Undang-Undang Pasar Modal, yaitu:32
“Perusahaan Efek yang memiliki informasi orang dalam mengenai Emiten atau Perusahaan Publik dilarang melakukan transaksi Efek Emiten atau Perusahaan Publik tersebut, kecuali apabila:a. Transaksi tersebut dilakukan bukan atas tanggungannya sendiri, tetapi atas perintah
nasabahnya; danb. Perusahaan Efek tersebut tidak memberikan rekomendasi kepada nasabahnya mengenai
Efek yang bersangkutan.”
IV. INDIKATOR TERJADINYA INSIDER TRADING
IV.1. Return or Negative Return
Tujuan melakukan insider trading adalah untuk memperoleh keuntungan yang tinggi
(abnormal return) lebih dari biasanya. Perolehan keuntungan abnormal return berindikasi kuat
disebabkan oleh insider trading. Untuk menelisik perolehan keuntungan yang lebih tinggi, maka
return dapat dijadikan salah satu indikator terhadap adanya dugaan insider trading.33
IV.2. Return Volatility
Dalam kegiatan perdagangan, terjadinya insider trading diindikasikan dengan adanya
volatilitas, yaitu suatu kecenderungan harga untuk berubah secara tidak terduga. Ada 2 (dua) tipe
volatilitas, yaitu Fundamental Volatility dan Transitory Volatility. Fundamental volatility disebabkan
oleh perubahan yang tidak diantisipasi pada nilai instrument, dan transitory volatility disebabkan
oleh aktivitas perdagangan oleh pedagang yang tidak diketahui.34
IV.3. Nilai Transaksi
Nilai transaksi perdagangan saham akan terlihat sangat berbeda, apabila transaksi tersebut
diduga mengalami insider trading, akan terdapat nilai transaksi yang sangat drastis dalam jangka
waktu tertentu akibat adanya informasi material yang belum diungkap ke publik, tetapi digunakan
32 Indonesia (A), Op. Cit., Ps. 98.33 Arman Nefi, “Return, Volatilitas, Nilai Transaksi, dan Dominasi Anggota Bursa Di Seputar Dugaan Insider
Trading,” (Tesis Magister Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Depok, 2005), hal. 33-34.34 Ibid.
Page
13 o
f 28
| Ins
ider
Tra
ding
: Sua
tu T
inja
uan
Huk
um d
an E
kono
mi |
©Pa
nitia
Kom
petis
i Per
adila
n Se
mu
Ting
kat N
asio
nal P
iala
Muti
ara
Djo
koso
eton
o VI
I
oleh para insider. Dengan demikian nilai transaksi sangat penting untuk dijadikan sebagai salah satu
indikator adanya dugaan insider trading.35
IV.4. Dominasi Anggota Bursa
Dominasi anggota bursa dapat dijadikan sebagai salah satu indikasi terjadinya insider
trading, karena akan terlihat pola-pola atau kebiasaan-kebiasaan anggota bursa dalam bertransaksi.
Apakah suatu anggota bursa sangat dominan dalam melakukan transaksi suatu saham jika
dibandingkan dengan transaksi anggota bursa yang lain. Walaupun para insider kemungkinan besar
akan memecah atau mendistribusikan pesanan transaksinya pada beberapa anggota bursa, akan
dapat terlihat dari kebiasaan anggota bursa bertransaksi pada perdagangan yang normal.36
V. PENERAPAN TEORI DISCLOSE OR ABSTAIN, FIDUCIARY DUTY, DAN
MISAPPROPRIATION DALAM PERDAGANGAN EFEK DI PASAR MODAL
INDONESIA
V.1. Disclose or Abstain Theory
Orang yang memiliki hubungan pekerjaan (orang dalam) dengan emiten dilarang melakukan
perdagangan terhadap sekuritas dari emiten tersebut karena adanya informasi yang belum terbuka
kepada masyarakat investor. Mahkamah Agung Amerika dengan jelas menyatakan bahwa
seseorang yang berposisi sebagai fiduciary diharuskan untuk membuka informasi yang dimilikinya
kepada orang lain (investor).37
Berdasarkan informasi yang dimilikinya, maka orang dalam terhadap masalah tersebut
dapat menentukan pilihannya, yaitu membuka informasi tersebut (disclose) kepada pedagang atau
investor lain atau tidak membuka informasi material tetapi juga tidak boleh melakukan transaksi
perdagangan (abstain) atau tidak merekomendasikan kepada pihak lain untuk melakukan transaksi
di bursa terhadap sekuritas perusahaan. Keadaan tersebut dikenal dengan istilah disclose or abstain
theory.38
35 Ibid.36 Ibid.37 Gisymar, Op. Cit., hal. 39.38 Langervoort, Op. Cit., hal. 69-71. Terdapat 2 (dua) pengecualian terhadap teori tersebut berdasarkan Rule
14e-3(c) Act of 1934, yaitu: “Subsection (1) excludes purchase by a broker or by another agent on behalf of an offering person; (2) provides that sales by any person to the offering person are exclude from the abstain or disclose proscription.”
Page
14 o
f 28
| Ins
ider
Tra
ding
: Sua
tu T
inja
uan
Huk
um d
an E
kono
mi |
©Pa
nitia
Kom
petis
i Per
adila
n Se
mu
Ting
kat N
asio
nal P
iala
Muti
ara
Djo
koso
eton
o VI
I
Kewajiban untuk melakukan disclose or abstain tersebut mempunyai 2 (dua) unsur minimal,
yaitu:39
1. Informasi orang dalam tersebut hanya untuk kepentingan perusahaan, dan bukan untuk
kepentingan pribadi siapapun;
2. Merupakan suatu ketidakadilan (inherent unfairness) jika ada pihak yang mengambil
keuntungan atas suatu informasi dimana dia mengetahui bahwa pihak lain tidak mengetahui
informasi tersebut.
Berdasarkan tradisi common law yang berkaitan dengan pasar modal, insider berkewajiban
membuka kepada publik informasi material yang dimilikinya yang dapat mempengaruhi harga
saham dan apabila tidak mau melakukannya, maka seharusnya tidak melakukan transaksi.40
V.2. Fiduciary Duty Theory
Fiduciary Duty Theory didasarkan kepada doktrin hukum common law yang menegaskan
bahwa setiap orang yang mempunyai fiduciary duty atau hubungan lain yang berdasarkan
kepercayaan (trust or confidence) dengan perusahaan.41 Berdasarkan teori tersebut, siapa saja yang
digaji oleh perusahaan untuk melaksanakan tugas yang diberikan, maka dia mempunyai duty
kepada perusahaan untuk menjalankan tugas tersebut sebaik-baiknya (due diligence) dengan
ukuran etis dan ekonomis yang tinggi. Dalam menjalankan tugasnya, yang bersangkutan tidak boleh
mengambil manfaat bahkan harus mengorbankan kepentingan pribadi untuk kepentingan
perusahaan.42
Teori ini banyak disebut para akademisi sebagai teori yang klasik, yang penerapannya dalam
kasus-kasus insider trading modern sudah menjadi tidak efektif, oleh karena teori ini tidak mampu
untuk menjangkau para pelaku praktik insider trading yang tidak mempunyai fiduciary duty kepada
perusahaan seperti secondary tippee.43
Sejarah perkembangan teori ini mulanya diterapkan secara ketat kepada para direksi
professional yang mengelola perusahaan. Para direksi ini dituntut berdasarkan teori tersebut untuk
menjaga kerahasiaan perusahaan. Sejalan dengan perkembangan Hukum Pasar Modal Amerika
39 Fuady, Op. Cit., hal. 178-179.40 Gisymar, Op. Cit., Hal. 39-40.41 Sofyan A. Djalil, “Manipulation and Insider Trading,” (Makalah Pendidikan dan Pelatihan Bagi Profesi
Penunjang Untuk Konsultan Hukum Pasar Modal Angkatan VII, LMKA-BPLK, 21 Oktober-8 November 1996).42 Fuady, Op. Cit., hal. 179.43 Donald Moody Pangemanan, “Peraturan Insider Trading Dalam Pasar Modal Indonesia: Studi Mengenai
Penerapan Teori Penyalahgunaan Dalam Praktik Insider Trading,” Jurnal Hukum dan Pasar Modal 2 (Juli 2005) : 52.
Page
15 o
f 28
| Ins
ider
Tra
ding
: Sua
tu T
inja
uan
Huk
um d
an E
kono
mi |
©Pa
nitia
Kom
petis
i Per
adila
n Se
mu
Ting
kat N
asio
nal P
iala
Muti
ara
Djo
koso
eton
o VI
I
yang telah mempunyai tradisi yang sangat kuat dan telah melahirkan yurisprudensi yang baku,
maka teori fiduciary duty digunakan oleh hakim-hakim common law dalam berbagai putusan
pengadilan mengenai pelanggaran-pelanggaran dalam praktik insider trading. Untuk menentukan
pelaku praktik insider trading, pengadilan mengadopsi teori tersebut sehingga melahirkan
yurisprudensi dalam hukum pasar modal. Konstruksi hukum dari teori fiduciary duty secara
tradisional menentukan bahwa komisaris, direksi, pemegang saham utama dan pegawai
perusahaan adalah sebagai orang dalam (insiders).44
Komisaris dan direksi dikategorikan sebagai insider adalah didasarkan atas pertimbangan
bahwa mereka termasuk orang yang diwajibkan memegang fiduciary obligation dalam hal
loyalitasnya kepada perusahaan untuk menjaga setiap informasi milik perusahaan, sebab mereka
memiliki informasi perusahaan yang paling sensitif. Begitu pula terhadap pemegang saham utama,
apabila dilihat dari aspek hukum perusahaan, maka fiduciary obligation tetap dituntut dari mereka.
Sebagai pengendali aktivitas perusahaan, akses untuk mendapatkan informasi setiap saat dapat
dilakukan oleh pemegang saham utama.
Sedangkan bagi pegawai perusahaan, loyalitas untuk menjaga kerahasiaan dituntut dengan
standar integritas yang tinggi, mengingat setiap informasi material milik perusahaan dengan mudah
didapat oleh pegawai perusahaan tersebut sebab pegawai tersebut adalah pelaksana dari tugas-
tugas direksi, sebelum perusahaan tersebut berdasarkan peraturan di pasar modal diwajibkan
mempublikasikan kepada publik setiap informasi material milik perusahaan. Dengan demikian,
pengertian fiduciary duty berdasarkan doktrin common law adalah hubungan lain berdasarkan
kepercayaan (trust or confidence).45
Konstruksi hukum teori fiduciary duty juga telah menjangkau serta telah menentukan setiap
pihak di luar perusahaan yang mempunyai hubungan kerja dalam waktu yang pendek dengan
perusahaan secara otomatis mempunyai fiduciary obligation kepada perusahaan, seperti konsultan
hukum, notaris, akuntan, penasihat investasi, dan underwriter, dan dalam Undang-Undang Pasar
Modal disebut dengan orang dalam sementara (“temporary insider” atau “quasi insider”). Tetapi di
lain pihak, berbagai kelemahan yang sangat signifikan ditunjukkan teori ini seperti dalam putusan
pengadilan dalam perkara United States v. Chiarella, 588 F.2D 1358 (1978).
United States v. Chiarella, putusan pengadilan tersebut menyatakan bahwa Chiarella,
karyawan perusahaan Pandick Press yang mencetak surat-surat berharga di bidang perdagangan
44 Ibid.45 Ibid., hal. 53.
Page
16 o
f 28
| Ins
ider
Tra
ding
: Sua
tu T
inja
uan
Huk
um d
an E
kono
mi |
©Pa
nitia
Kom
petis
i Per
adila
n Se
mu
Ting
kat N
asio
nal P
iala
Muti
ara
Djo
koso
eton
o VI
I
dan keuangan, mengetahui dari dokumen yang akan dicetak mengenai suatu rencana take over.
Chiarella memanfaatkan informasi rencana take over tersebut dengan membeli saham perusahaan
target take over. Ia memperoleh keuntungan pada saat informasi take over disampaikan oleh
karena harga perusahaan tersebut naik. Chiarella tidak dikategorikan sebagai insider trading,
walaupun pada mulanya ia dituntut atas dasar Section 10 (b) Securities Act 1993 dan Rule 10b-5
Securities Exchange Act 1934, yang melarang penipuan dalam perdagangan saham. Hal ini
disebabkan Chiarella tidak memiliki fiduciary duty dengan perusahaan yang menjadi target dalam
take over tersebut.46
Orang dalam yang mempunyai informasi material tetapi dia tidak membuka kepada publik
dengan alasan apabila informasi tersebut dibuka maka dapat merugikan perusahaan dan berarti
harus bertanggung jawab kepada perusahaan karena melanggar fiduciary duty, maka ia harus
menahan atau tidak melakukan transaksi.47 Berkaitan dengan hal tersebut, Mahkamah Agung
Amerika dalam kasus United States v. Chiarella48 mengatakan bahwa:
“One who fails to disclose material information prior to consummation of transaction commits fraud only when he is under duty to do so.”
[Seseorang yang tidak mempublikasikan informasi yang bersifat material terlebih dahulu untuk digunakan dalam bertransaksi dianggap melanggar hukum hanya apabila ia memiliki kewajiban untuk melakukannya.]
Dalam kasus ini, Mahkamah Agung Amerika Serikat memutuskan bahwa tidak ada
kewajiban untuk mengungkapkan hubungan khusus yang timbul dari antara pembeli dan penjual,
tidak ada tanggung jawab pidana menurut Section 10 (b) Securities Act 1993. Akan tetapi, tidak
adanya keterbukaan bisa merupakan penipuan menurut Rule 10b-5 Securities Exchange Act 1934,
bila ada kewajiban untuk mengungkapkan yang timbul dalam hubungan khusus. Pengadilan dalam
kasus Chiarella tersebut berpendapat bahwa: “Pertama, tidak ada kewajiban yang timbul dari
transaksi impersonal market; dan kedua, tidak ada kewajiban secara luas untuk mengungkapkan
yang semata-mata ada karena seseorang memiliki informasi non-publik.”
Namun dalam bagian lainnya dalam perkara ini, Hakim mempertimbangkan bahwa
seseorang yang mempelajari dokumen rahasia sebuah perusahaan dalam hubungannya dengan
46 Ibid., hal. 54.47 Djalil, Op. Cit., hal. 8.48 Langervoort, Op. Cit., hal. 47-55.
Page
17 o
f 28
| Ins
ider
Tra
ding
: Sua
tu T
inja
uan
Huk
um d
an E
kono
mi |
©Pa
nitia
Kom
petis
i Per
adila
n Se
mu
Ting
kat N
asio
nal P
iala
Muti
ara
Djo
koso
eton
o VI
I
pembelian atau penjualan saham sebelum saatnya informasi tersebut disampaikan kepada publik
adalah termasuk dalam perbuatan melawan hukum.49
Seseorang yang melakukan transaksi sekuritas dengan mempergunakan informasi orang
dalam sedangkan ia sendiri tidak mempunyai fiduciary duty kepada perusahaan, maka tidak
dianggap melakukan insider trading.50 Pertimbangan tersebut dipergunakan oleh Mahkamah Agung
Amerika dalam hal pertanggungjawaban hukum dari penerima informasi (tippee). Dalam kasus Dirk
v. Securities Exchange Commission (SEC),51 Mahkamah Agung Amerika Serikat menyatakan:
“The Tippee’s duty to disclose or abstain is derivative from the insider duty.”
[Kewajiban dari penerima informasi untuk mempublikasikan atau untuk tidak memberitahukan informasi tersebut sama dengan kewajiban dari orang dalam (insider)]
Apabila seseorang memperoleh “tip” informasi dari orang dalam dan yang bersangkutan
tidak melanggar fiduciary duty-nya kepada perusahaan, maka tidak ada larangan bagi penerima
“tip” tersebut untuk melakukan trading.52
Dengan kelemahan teori seperti ini, maka Bismar Nasution mengatakan sebagai berikut:
“Dengan demikian teori klasik insider trading yang menentukan bahwa suatu pelanggaran dalam insider trading adalah didasarkan kepada hubungan para pihak dalam transaksi atau mempunyai fiduciary duty. Apabila teori klasik insider trading ini dianut dalam menyelesaikan masalah insider trading, maka seseorang yang tidak mempunyai fiduciary duty, tetapi ia melakukan perdagangan saham dengan menggunakan material non-public information tidak dianggap melakukan insider trading. Akibat teori ini, apa yang diinginkan peraturan insider trading sebagai perlindungan investor tidak akan tercapai secara maksimal, karena teori klasik yang mendasarkan kategori insider kepada fiduciary duty memberikan kesempatan atau tidak ada larangan bagi seseorang yang tidak mempunyai fiduciary duty melakukan insider trading. Misalnya apabila tippee mendapatkan informasi fakta material dari insider dan tippee itu tidak melanggar fiduciary duty, maka tippee tersebut tidak dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.”53
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 jo. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang
Perseroan Terbatas secara tidak langsung menganut prinsip fiduciary duty. Hal tersebut terdapat
49 Ibid., hal. 55.50 Djalil, Loc. Cit..51 Langervoort, Op. Cit., hal. 102-108.52 Djalil, Loc. Cit..53 Bismar Nasution, Diktat Kuliah Hukum Pasar Modal 2: Hukum Pasar Modal Dalam Perdagangan Saham ,
(Jakarta, Program Magister Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Pancasila, 2001), hal. 25.
Page
18 o
f 28
| Ins
ider
Tra
ding
: Sua
tu T
inja
uan
Huk
um d
an E
kono
mi |
©Pa
nitia
Kom
petis
i Per
adila
n Se
mu
Ting
kat N
asio
nal P
iala
Muti
ara
Djo
koso
eton
o VI
I
dalam Pasal 79 ayat (1) dan Pasal 82 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 jo. Pasal 92 ayat (1) dan
Pasal 98 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas. Berdasarkan
kedua pasal tersebut dapat dikatakan bahwa direksi mempunyai wewenang ganda yaitu
melaksaakan pengurusan dan menjalankan perwakilan perseroan.54
V.3. Teori Penyalahgunaan (Misappropriation Theory)
Missappropriation Theory adalah teori mengenai transaksi yang dilakukan oleh orang luar
perusahaan secara tidak sengaja berdasarkan informasi yang belum tersedia bagi masyarakat, maka
dianggap sama dengan telah melakukan insider trading. Teori ini sangat komprehensif, artinya teori
tersebut mampu menjangkau praktik transaksi efek yang dilakukan oleh seseorang berdasarkan
informasi secara tidak langsung atau dengan kata lain teori tersebut dapat diterapkan terhadap
orang yang mendapat “tip” dari orang dalam. Seorang penulis Amerika Serikat menyimpulkan
bahwa:
“Misappropriates material, nonpublic information from any source, and uses that information to his (her) advantage insecurities transaction, is guilty of insider trading.”55
[Penyalahgunaan material non-public information yang diperoleh dari sumber manapun serta menggunakan informasi tersebut untuk keuntungan pribadinya, dinyatakan bersalah karena telah melakukan insider trading.]
Teori Penyalahgunaan ini berkembang sejalan dengan timbulnya banyak permasalahan
dalam pertanggungjawaban hukum insider, Securities Exchange Commission (SEC) Amerika Serikat
memperluas konsep kategori insider dengan menggunakan pendekatan melalui teori
penyalahgunaan. Menurut teori penyalahgunaan, seseorang tidak harus mempunyai pelanggaran
dari suatu fiduciary duty. Jadi, menurut teori penyalahgunaan, seseorang yang menggunakan
informasi yang belum tersedia untuk publik milik orang lain dalam perdagangan saham dianggap
telah melakukan insider trading. Seseorang tersebut adalah misappropriators, sama dengan pihak
yang melakukan pelanggaran dari suatu fiduciary duty atau pihak yang mempunyai hubungan trust
dan confidence dengan Emiten atau pemegang saham.56
54 Fred B. G. Tumbuan, “Fiduciary Duties Direksi Dalam Perseroan Terbatas Menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1995,” Newsletter, No. 23/Tahun VI (Desember 1995) : 2.
55 Ibid.56 Pangemanan, Op. Cit., hal. 56.
Page
19 o
f 28
| Ins
ider
Tra
ding
: Sua
tu T
inja
uan
Huk
um d
an E
kono
mi |
©Pa
nitia
Kom
petis
i Per
adila
n Se
mu
Ting
kat N
asio
nal P
iala
Muti
ara
Djo
koso
eton
o VI
I
Pasal 95 Undang-Undang Pasar Modal apabila dianalisis lebih jauh dengan memperhatikan
teori-teori sebagaimana tersebut di atas, maka masih terdapat celah hukum yang dapat dipakai
oleh orang dalam maupun tippee untuk melakukan transaksi efek yang dilarang atau insider
trading. Pasal 95 Undang-Undang Pasar Modal, hanya menjangkau orang dalam kapasitas fiduciary
duty, sehingga para pelaku yang masuk dalam kategori misappropriation theory hampir dapat
dipastikan terhindar dari pelaksanaan Pasal 104 Undang-Undang Pasar Modal.57
V.4. Kendala-Kendala yang Dihadapi dari Penerapan Teori Penyalahgunaan (Misappropriation)
dalam Praktik Insider Trading di Pasar Modal Indonesia
Kasus-kasus dugaan pelanggaran praktik insider trading di pasar modal Indonesia mulai
terungkap sejalan dengan diberlakukannya Undang-Undang Pasar Modal. Berdasarkan laporan
tahunan Bapepam sejak tahun 1995 sampai dengan tahun 2001 dan press release-nya, Bapepam
telah melakukan pemeriksaan atas kasus dugaan pelanggaran praktik insider trading di Pasar Modal
Indonesia.
Oleh karena itu, untuk menentukan lingkup pelakunya dalam suatu transaksi efek dikenal 3
(tiga) macam teori, yaitu Disclose or Abstain Theory, Fiduciary Duty Theory, dan Misappropriation
Theory. Namun, kalau dilihat larangan insider trading dalam Undang-Undang Pasar Modal, maka
doktrin Hukum Pasar Modal Indonesia hanya menentukan orang yang mempunyai fiduciary duty
kepada perusahaan saja yang dianggap sebagai insider, dengan demikian teori Penyalahgunaan
(Misappropriation) masih mengalami kendala untuk diterapkan dalam menentukan pelaku insider
trading di pasar modal Indonesia.
Disclose or Abstain Theory dapat diterima dengan baik di Amerika Serikat dalam kasus
insider trading tradisional setelah kasus Chiarella v. United States. Tetapi teori tersebut gagal
menangkap kasus-kasus insider trading yang dilakukan oleh orang yang melakukan transaksi
berdasarkan informasi orang dalam tanpa melanggar fiduciary duty.
Disclose or Abstain Theory dan Fiduciary Duty Theory dalam pelaksanaannya58 masih
dianggap belum lengkap, hal ini disebabkan adanya transaksi efek berdasarkan informasi yang
belum terbuka kepada masyarakat tetapi pelakunya tidak dapat dikenakan ketentuan mengenai
insider trading. Berdasarkan kenyataan tersebut, Securities Exchange Commission (SEC) Amerika 57 Setiap pihak yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90, Pasal 91, Pasal 92, Pasal 93,
Pasal 95, Pasal 96, Pasal 97 ayat (1) dan Pasal 98 diancam pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp 15.000.000.000,- (lima belas miliar Rupiah).
58 Khususnya di Amerika Serikat, sedangkan untuk kasus Indonesia permasalahan tersebut belum teruji dalam praktik transaksi efek.
Page
20 o
f 28
| Ins
ider
Tra
ding
: Sua
tu T
inja
uan
Huk
um d
an E
kono
mi |
©Pa
nitia
Kom
petis
i Per
adila
n Se
mu
Ting
kat N
asio
nal P
iala
Muti
ara
Djo
koso
eton
o VI
I
Serikat memperluas konsep insider trading dengan mengembangkan konsep baru yang disebut
Misappropriation Theory.59
Masalah yang sangat signifikan terjadi dalam pasar modal Indonesia adalah mengenai
insider trading. Standar penentuan ketentuan hukum bagi kasus-kasus insider trading hanya
dibatasi pada tanggung jawab yang menyangkut dengan doktrin fiduciary duty. Untuk menerapkan
teori penyalahgunaan dalam konstruksi hukum pasar modal sehubungan terjadinya kasus-kasus
insider trading, menjadi tidak jelas dan terhambat dengan masalah-masalah yang klasik, seperti
peraturan pasar modal yang belum mengadopsi doktrin misappropriation dalam ketentuan
larangan melakukan insider trading.60
Mencermati Undang-Undang Pasar Modal Indonesia dan peraturan-peraturan
pelaksanaannya yang dikeluarkan oleh otoritas pasar modal, maka rumusan dalam aturan-aturan
mengenai larangan terhadap insider trading telah diatur dalam Pasal 95 sampai dengan Pasal 98
Undang-Undang Pasar Modal, tetapi peraturan ini sangat terbatas dan hanya dapat menjangkau
pihak-pihak tertentu yang mempunyai fiduciary obligation sampai kepada penerima informasi
(tippee), ketentuan-ketentuan mengenai perluasan peraturan larangan insider trading yang
didasarkan pada teori Penyalahgunaan (misappropriation theory) tidak diatur sama sekali.
Tidak adanya pengaturan mengenai larangan insider trading yang didasarkan pada teori
Penyalahgunaan terlihat dari konstruksi yuridis larangan mengenai insider trading dalam Undang-
Undang Pasar Modal. Dalam penyusunan naskah Rancangan Undang-Undang Tentang Perubahan
Undang-Undang Pasar Modal, tidak juga terlihat pasal yang secara khusus mengatur larangan
insider trading yang mengacu pada teori Penyalahgunaan. Ketiadaan peraturan insider trading yang
mengacu penuh pada teori Penyalahgunaan menjadikan pasar modal Indonesia berpotensi
terhadap adanya pelanggaran praktik insider trading. Hal yang sama juga terlihat dalam peraturan
yang dikeluarkan oleh Bapepam yang belum memperhatikan pentingnya pengaturan secara khusus
larangan insider trading yang didasarkan pada teori Penyalahgunaan. Melihat hal ini, seharusnya
otoritas pasar modal reaktif merespons atas ketidakberdayaan hukum pasar modal yang
menyangkut dengan insider trading.61
Dalam kaitannya dengan pengaturan larangan insider trading yang didasarkan pada teori
Penyalahgunaan, Bismar Nasution menyatakan sebagai berikut:
59 Djalil, Op. Cit., hal. 9.60 Pangemanan, Op. Cit., hal. 64.61 Ibid., hal. 65.
Page
21 o
f 28
| Ins
ider
Tra
ding
: Sua
tu T
inja
uan
Huk
um d
an E
kono
mi |
©Pa
nitia
Kom
petis
i Per
adila
n Se
mu
Ting
kat N
asio
nal P
iala
Muti
ara
Djo
koso
eton
o VI
I
“Undang-Undang Pasar Modal Indonesia telah mengatur ketentuan kategori insider di luar traditional insider, seperti kategori insider sementara (temporary insider atau quasi insider), … juga Undang-Undang Pasar Modal Indonesia telah mengatur ketentuan kategori seseorang disebut insider walaupun seseorang tersebut tidak mempunyai hubungan fiduciary duty, seperti terdapatnya ketentuan dalam Undang-Undang Pasar Modal Indonesia yang menentukan penerima informasi (tippee) sebagai insider. Namun, Undang-Undang Pasar Modal tersebut tidak mengatur ketentuan “Pihak Lain” yang menerima informasi tidak langsung dari insider, tetapi informasi diterima dari tippee yang lain (secondary tippee) sebagai kategori insider. Tidak adanya pengaturan secondary tippee sebagai insider menandakan Undang-Undang Pasar Modal Indonesia dalam mengatur kategori insider belum secara maksimal mengatur rambu-rambu insider trading dan keadaan pengaturan tersebut membuktikan Undang-Undang Pasar Modal Indonesia belum secara menyeluruh menerapkan pertanggungjawaban hukum insider trading sesuai dengan pendekatan teori Penyalahgunaan. Masalah yang menonjol dalam ketentuan insider trading sebagaimana terdapat dalam Undang-Undang Pasar Modal Indonesia adalah pertama, berkaitan dengan ketentuan kategori insider yang belum cukup memadai. Di satu sisi, ketentuan kategori insider dalam Undang-Undang Pasar Modal telah ada kemiripan dengan yang berkembang di Pasar Modal Amerika Serikat mengenai kategori insider. Perkembangan penerapan teori Penyalahgunaan dalam pengaturan insider trading perlu untuk dikaji dalam rangka perlindungan investor dari praktik insider trading. Tanpa penerapan teori Penyalahgunaan akan menghadapi masalah dalam menentukan kategori insider dan sekaligus menjadi hambatan dalam menjaring pelaku-pelaku insider trading.”62
Dengan belum diaturnya secara penuh peraturan mengenai larangan insider trading yang
didasarkan pada konsep teori Penyalahgunaan, dapat berpengaruh juga terhadap independensi
perusahaan sekuritas, sebab biasanya kasus-kasus insider trading cenderung melibatkan
perusahaan sekuritas sebagai temporary insider.63
VI. PRAKTEK INSIDER TRADING DI INDONESIA
Sudah hampir lebih dari 31 tahun Pasar Modal Indonesia beroperasi dan berbagai upaya
telah dilakukan untuk memajukan pasar modal sehingga pasar modal Indonesia dapat berkembang
menjadi pendorong berkembangnya dunia usaha di negara kita. Pasar modal Indonesia telah
mengalami serangkaian reformasi semenjak pertama kali beroperasi hingga s e k a r a n g . B u r s a
e f e k y a n g d u l u t e r b a g i m e n j a d i 2 ( d u a ) , y a i t u B E J ( B u r s a E f e k J a k a r t a ) d a n
B E S ( B u r s a E f e k S u r a b a y a ) s e k a r a n g t e l a h terintegrasi menjadi BEI (Bursa Efek
Indonesia). Lembaga pengawasan pasar modal yang dulu belum terintegrasi pun, sekarang sudah
terintegrasi menjadi BAPEPAM-LK (Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan) sejak
62 Bismar Nasution, Keterbukaan Dalam Pasar Modal, cet. 1, (Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Program Pasca Sarjana, 2001), hal. 25.
63 Pangemanan, Op. Cit., hal. 66.
Page
22 o
f 28
| Ins
ider
Tra
ding
: Sua
tu T
inja
uan
Huk
um d
an E
kono
mi |
©Pa
nitia
Kom
petis
i Per
adila
n Se
mu
Ting
kat N
asio
nal P
iala
Muti
ara
Djo
koso
eton
o VI
I
Desember 2005. N a m u n , s a n g a t d i s a y a n g k a n m a s i h b a n y a k t e r j a d i p r a k t i k -
p r a k t i k p e l a n g g a r a n p r i n s i p k e t e r b u k a a n d i dalamnya. Pelanggaran tersebut tidak
hanya dilakukan oleh emiten-emiten swasta tetapi juga banyak dilakukan oleh emiten BUMN
(Badan Usaha Milik Negara). Mulai dari pelanggaran kecil, seperti keterlambatan penyampaiaan
informasi material perusahaan emiten, sampai dengan pelanggaran berat yangtermasuk tindak
pidana pasar modal, seperti manipulasi pasar dan Insider Trading. Kasus-kasus ataupun dugaan
praktek insider trading dalam pasar modal kita cukup banyak. Namun, t a k s a t u p u n d a r i
k a s u s t e r s e b u t y a n g p e r n a h d i b a w a d a l a m p r o s e s l i t i g a s i ( p e r a d i l a n
d i pengadilan).
VI.1. Praktek Insider Trading dalam Kasus PT Bank Mashill Utama Tbk.
PT Bank Mashill Utama Tbk. merupakan perusahaan publik yang mencatatkan sahamnya di
Bursa Efek Jakarta pada tanggal 22 April 1994. Komposisi kepemilikan saham PT Bank Mashill
Utama setelah go public adalah sebagai berikut:
1. PT Mashill Asia Finance 40,68%
2. PT Putra Kertawisejati 10,32%
3. PT Sumatra Central Prima 23,96%
4. Janti Tutty Surjati 6,44%
5. A. T. Windoe dan Leo Yasin Satiadi 3,79%
6. Edwin Jaya Wijayanto 1,83%
7. Hariman Kosaki 0,55%
8. Publik 12,43%
JUMLAH 100,00%
Jensen Kohardjo selain sebagai anggota Dewan Direksi PT Bank Mashill Utama, juga sebagai
Komisaris pada PT Sumatra Central Prima, dalam hal ini PT Sumatra Central Prima merupakan salah
satu pemegang saham mayoritas PT Bank Mashill Utama.
Jensen Kohardjo pada tanggal 8 dan 9 April 1996 mewakili PT Sumatra Central Prima
menjual seluruh saham PT Bank Mashill Utama yang dimilikinya sebesar 23,96% atau sejumlah
26.069.500 lembar saham melalui pialang jual PT Surya Damai Securindo. Pada tanggal 11 April
1996, A. T. Windoe dan Leo Yasin Satiadi menjual seluruh saham PT Bank Mashill Utama yang
dimilikinya sebesar 3,79%.
Saham-saham PT Bank Mashill Utama tersebut dibeli oleh 2 (dua) investor besar, yaitu:
Page
23 o
f 28
| Ins
ider
Tra
ding
: Sua
tu T
inja
uan
Huk
um d
an E
kono
mi |
©Pa
nitia
Kom
petis
i Per
adila
n Se
mu
Ting
kat N
asio
nal P
iala
Muti
ara
Djo
koso
eton
o VI
I
Pertama, oleh Duncanmill Holding Inc. Yang berkedudukan di Virgin Island, yang dimiliki oleh
konsorsium Titi Prabowo, Tito Sulistiyo, Jopie Wijaya serta Henry Tanoesoedibjo. Kedua, oleh
Castlemere Enterprises milik Amir Gunawan yang berkedudukan di Singapura. Pembelian saham-
saham tersebut dilakukan melalui 5 (lima) investor beli pada tanggal 8 sampai dengan 15 April
1996; 23 April 1996; 7 Mei 1996; dan 31 Mei 1996.
Harga saham PT Bank Mashill Utama per 1 April 1996 sebesar Rp 1.375,-, tetapi ketika
saham tersebut dijual, terjadi kenaikan harga yang sangat signifikan yaitu Rp 2.700,- per lembar
pada tanggal 9 April 1996.
Besarnya jumlah saham PT Bank Mashill Utama yang ditransaksikan menimbulkan
kecurigaan Bapepam, sehingga akhirnya Bapepam meneliti kasus tersebut, apakah telah terjadi
insider trading atau tidak.
Penjualan saham PT Bank Mashill Utama yang dimiliki oleh PT Sumatra Central Prima yang
dilakukan oleh Jensen Kohardjo adalah tanpa pemberitahuan terlebih dahulu kepada pihak
manajemen PT Bank Mashill Utama maupun membuka informasi rencana tersebut kepada
masyarakat. Penjualan saham PT Bank Mashill Utama sebanyak 23,69% merupakan suatu jumlah
yang sangat signifikan.
Penjualan saham tersebut oleh PT Sumatra Central Prima sebagai salah satu pemegang
saham mayoritas PT Bank Mashill Utama sangat memungkinkan terjadinya perubahan komposisi
manajemen perusahaan. Hal itu berkaitan erat dengan isu yang berkembang di lantai bursa bahwa
Titi Prabowo (putri almarhum mantan Presiden Soeharto) akan duduk sebagai salah seorang
direktur pada PT Bank Mashill Utama. Isu tersebut merupakan faktor penyebab naiknya harga
saham PT Bank Mashill Utama dari Rp 1.375,- menjadi Rp 2.700,- per lembar saham.
Tindakan Jensen Kohardjo tersebut di atas meupakan suatu fakta material yang seharusnya
di-disclose kepada masyarakat. Penjualan saham PT Bank Mashill Utama yang dimiliki PT Sumatra
Central Prima sangat memungkinkan sekali terjadi perubahan manajemen PT Bank Mashill Utama.
Berdasarkan penelitian Bapepam, Jensen Kohardjo dinyatakan sebagai orang dalam terbukti
melakukan insider trading dan untuk itu dikenakan denda sebesar Rp 500.000.000,- (lima ratus juta
Rupiah). PT Bank Mashill Utama dikenakan denda Rp. 7.000.000,- (tujuh juta Rupiah) karena
dianggap terlambat menyampaikan informasi kepada Bapepam mengenai fakta material yang
terjadi.
Bursa Efek Jakarta mendapat peringatan dari Bapepam karena terlambat mengambil
tindakan terhadap kasus tersebut, sedangkan Tito Sulistio juga mendapat peringatan dari pihak
Page
24 o
f 28
| Ins
ider
Tra
ding
: Sua
tu T
inja
uan
Huk
um d
an E
kono
mi |
©Pa
nitia
Kom
petis
i Per
adila
n Se
mu
Ting
kat N
asio
nal P
iala
Muti
ara
Djo
koso
eton
o VI
I
Bapepam dengan alasan bahwa Tito Sulistio adalah Komisaris PT Bursa Efek Jakarta dan PT KDEI,
sehingga segala tindakannya akan selalu diperhatikan oleh investor, sedangkan A. T. Windoe dan
Leo Yasin Satiadi tidak dikenakan hukuman apapun, sebab mereka melakukan transaksi setelah
harga saham tinggi artinya mereka tidak mengetahui terlebih dahulu mengenai rencana Jensen
Kohardjo menjual saham PT Bank Mashill Utama yang dimiliki PT Sumatra Central Prima.
VI.2. Praktek Insider Trading dalam Kasus PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk.64
Kasus PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk. dengan kode emiten “PGAS” ini bermula
dari terjadinya penurunan secara signifikan harga saham PGAS di Bursa Efek Indonesia, yaitu
23,36% dari Rp 9.650,- (harga penutupan pada tanggal 11 Januari 2006) menjadi Rp. 7.400,- per
lembar saham pada tanggal 12 Januari 2007. Penurunan harga saham tersebut sangat erat
kaitannya dengan siaran pers yang dikeluarkan manajemen PGAS sehari sebelumnya (11 Januari
2007). Dalam siaran pers tersebut dinyatakan bahwa terjadi koreksi atas rencana besarnya volume
gas yang akan dialirkan, yaitu mulai dari (paling sedikit) 150 MMSCFD menjadi 30 MMSCFD. Selain
itu, juga dinyatakan bahwa tertundanya gas in (dalam rangka komersialisasi) yang semula akan
dilakukan pada akhir Desember 2006 tertunda menjadi Maret 2007.
Informasi yang dirilis tersebut sebenarnya sudah diketahui oleh manajemen PGAS sejak
tanggal 12 September 2006 (informasi tentang penurunan volume gas) serta sejak tanggal 18
Desember 2006 (informasi tertundanya gas in). Kedua informasi tersebut dikategorikan sebagai
informasi yang material dan dapat memengaruhi harga saham di bursa efek. Hal tersebut tercermin
dari penurunan harga saham PGAS pada tanggal 12 Januari 2007. Bahwa pada periode 12
September 2006 sanpai dengan 11 Januari 2007, orang dalam PGAS yang melakukan transaksi
saham PGAS yaitu:
1. Adil Abas (Mantan Direktur Pengembangan PGAS);
2. Nursubagjo Prijono;
3. W. M. P. Simanjuntak (Mantan Direktur Utama dan sekarang sebagai Komisaris PGAS);
4. Widyatmiko Bapang (Mantan Sekretaris Perusahaan PGAS);
5. Iwan Heriawan;
6. Djoko Saputro;
7. Hari Pratoyo;
8. Rosichin; dan
64 Gustiyudha E. U. et. al., Loc. Cit..
Page
25 o
f 28
| Ins
ider
Tra
ding
: Sua
tu T
inja
uan
Huk
um d
an E
kono
mi |
©Pa
nitia
Kom
petis
i Per
adila
n Se
mu
Ting
kat N
asio
nal P
iala
Muti
ara
Djo
koso
eton
o VI
I
9. Thohir Nur Ilhami.
Tentu saja ini melanggar Pasal 95 Undang-Undang Pasar Modal tentang perdagangan oleh orang
dalam. Menurut Pasal 95 Undang-Undang Pasar Modal, orang dalam dari emiten atau perusahaan
publik yang mempunyai informasi orang dalam dilarang melakukan pembelian atau penjualan atas
efek emiten atau perusahaan publik dimaksud, atau perusahaan lain yang melakukan transaksi
dengan emiten atau perusahaan publik yang bersangkutan. Sementara dalam Pasal 96 disebutkan
bahwa orang dalam dilarang memengaruhi pihak lain untuk melakukan pembelian atau penjualan
atas efek dimaksud; atau memberi informasi orang dalam kepada pihak mana pun yang patut
diduganya dapat menggunakan informasi dimaksud untuk melakukan pembelian atau penjualan
atas efek.
Pasal 104 Undang-Undang Pasar Modal mengatur bahwa setiap pihak yang melanggar
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90, Pasal 91, Pasal 92, Pasal 93, Pasal 95, Pasal 96,
Pasal 97 ayat (1), dan Pasal 98 diancam dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan
denda paling banyak Rp 15.000.000.000,- (lima belas miliar Rupiah). Berdasarkan hal-hal tersebut di
atas, Bapepam-LK menetapkan sanksi administratif berupa denda terhadap kesembilan pengurus
PGAS sebagai berikut:
1. Adil Abas Rp 30.000.000,-
2. Nursubagjo Prijono Rp 53.000.000,-
3. W. M. P. Simanjuntak Rp2.330.000.000,-
4. Widyatmiko Bapang Rp 25.000.000,-
5. Iwan Heriawan Rp 76.000.000,-
6. Djoko Saputro Rp 154.000.000,-
7. Hari Pratoyo Rp 9.000.000,-
8. Rosichin Rp 184.000.000,-
9. Thohir Nur Ilhami Rp 317.000.000,-
Sanksi tersebut menurut Bapepam, ditetapkan antara lain dengan mempertimbangkan pola
transaksi dan akses yang bersangkutan terhadap informasi orang dalam.
Dari contoh-contoh kasus di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa Bapepam-LK sebagai
otoritas dan regulator pasar modal kita kurang tegas dalam menindak-lanjuti kasus insider trading.
Kebanyakan kasus hanya diselesaikan dengan pengenaan sanksi administratif yang kurang bisa
menimbulkan efek jera bagi para pelaku tindak pidana pasar modal tersebut. Akibatnya para pelaku
yang pernah melakukan praktik curang tidak akan terdisinsentif untuk tidak mengulangi
Page
26 o
f 28
| Ins
ider
Tra
ding
: Sua
tu T
inja
uan
Huk
um d
an E
kono
mi |
©Pa
nitia
Kom
petis
i Per
adila
n Se
mu
Ting
kat N
asio
nal P
iala
Muti
ara
Djo
koso
eton
o VI
I
perbuatannya. Seperti yang diungkapkan oleh Yanuar Rizqi, seorang praktisi hukum pasar modal,
bahwa:
“Dampak dari hilangnya penegakan sanksi pidana adalah efek jera. Sehingga, ruang gerak pelaku di kemudian hari tidak bisa dipersempit. Saat ini, jika ada yang menelusuri daftar hitam Bapepam-LK atau meriset publikasi media soal kecurangan pasar modal di Indonesia, hasilnya pasti mayoritas pelaku-pelaku yang melakukan tindak kecurangan adalah pihak-pihak yang sama.”
Bapepam sepertinya enggan dalam menyelesaikan kasus-kasus tersebut ke prosses litigasi
walaupun sebenarnya kasus tersebut merupakan tindak pidana pasar modal. Dalam makalahnya,
Elfira Taufani menyebutkan bahwa keengganan Bapepam dalam membawa kasus tersebut ke
dalam proses litigasi dikarenakan proses litigasi insider trading dan tindak pidana pasar modal
lainnya cenderung memakan waktu dan biaya lama serta pembuktian dari kasus-kasus tersebut
juga sulit.
Jika keengganan yang menyebabkan tidak terlaksana proses pelaksanaan hukum pidana
tersebut terus berlangsung maka dapat dipastikan lama-kelamaan pasar modal kita akan ambruk
karena investor, baik domestik maupun asing, sudah tidak lagi memiliki kepercayaan terhadap
pasar modal. Pertumbuhan ekonomi akan melambat karena investor akan lebih memilih
berinvestasi di pasar modal negara lain yang lebih sehat dan dapat dipercaya. Indra Safitri
mengungkapkan bahwa pasar modal tidak akan menjadi instrumen penggerak investasi ekonomi
apabila rapuhnya penegakan hukum masih belum dapat diselesaikan.
Page
27 o
f 28
| Ins
ider
Tra
ding
: Sua
tu T
inja
uan
Huk
um d
an E
kono
mi |
©Pa
nitia
Kom
petis
i Per
adila
n Se
mu
Ting
kat N
asio
nal P
iala
Muti
ara
Djo
koso
eton
o VI
I
CATATAN
Page
28 o
f 28
| Ins
ider
Tra
ding
: Sua
tu T
inja
uan
Huk
um d
an E
kono
mi |
©Pa
nitia
Kom
petis
i Per
adila
n Se
mu
Ting
kat N
asio
nal P
iala
Muti
ara
Djo
koso
eton
o VI
I
CATATAN