IMPLEMENTASI PROGRAM MUSRENBANG DI KECAMATAN …
Transcript of IMPLEMENTASI PROGRAM MUSRENBANG DI KECAMATAN …
IMPLEMENTASI PROGRAM MUSRENBANG DI KECAMATAN
BONTONOMPO KABUPATEN GOWA
TESIS
Oleh :
MUHAMMAD ZAKIR
105.03.14.009.18
PROGRAM PASCASARJANA
MAGISTER ILMU ADMINISTRASI PUBLIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
MAKASSAR
2020
HALAMAN PENGESAHAN
IMPLEMENTASI PROGRAM MUSRENBANG DI
KECAMATAN BONTONOMPO KABUPATEN GOWA
Yang disusun dan diajukan Oleh
MUHAMMAD ZAKIR
Nomor Induk Mahasiswa : 105.03.14.009.18
Menyetujui
Komisi Pembimbing
Pembimbing I, Pembimbing II,
Dr. H. Lukman Hakim, M.Si Dr. H. Anwar Parawangi, M.Si
Mengetahui :
Direktur Program Pascasarjana Ketua Program Studi
Unismuh Makassar Magister Administrasi Publik
Dr. H. Darwis Muhdina.M.Ag Dr. Hj. Fatmawati, M.Si
NBM.483523 NBM. 1076424
LEMBAR PERBAIKAN TESIS
Yang bertanda tangan dibawah ini menerangkan bahwa mahasiswa :
Nama Mahasiswa : Muhammad Zakir
NIM : 105.03.14.009.18
Program Studi : Magister IlmuAdministrasi Publik
Judul Tesis : Implementasi Program Musrenbang di Kecamatan
Bontonompo Kabupaten Gowa
Setelah diperiksa dan diteliti, maka TESIS ini telah memenuhi syarat untuk
diujikan pada ujian tutup.
Demikian persetujuan ini diberikan untuk digunakan dalam proses
administrasi selanjutnya.
Makassar, 7 Oktober 2020
Disetujui oleh
Komisi Penguji :
Dr. H. Lukman Hakim, M.Si. ....................................................
(Ketua Pembimbing/Penguji)
Dr. H. Anwar Parawangi,M.Si ....................................................
(Sekretaris Pembimbing/Penguji)
Dr. Hj. Fatmawati,M.Si .........................................................
(Penguji)
Dr. Hafiz Elfiansyah Parawu, ST.,M.Si. .........................................................
(Penguji)
ABSTRAK
Muhammad Zakir, 2020. Implementasi Program Musrenbang Dikecamatan
Bontonompo Kabupaten Gowa, dibimbing oleh H.Lukman Hakim dan H.
Anwar Parawangi., M.Si
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Implementasi Program Musrenbang
Di Kecamatan Bontonompo Kabupaten Gowa aspek Pembangunan
Kehidupan sosial masyarakat.
Jenis Penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif, dengan
menggunakan teknik pengumpulan data dengan wawancara mendalam dengan
pejabat pada kantor Kecamatan Bontonomp Kabupaten Gowa, para kepala
Desa,tokoh masyarakat , pengamatan dan dokumentasi, sementara tehnik
analisis data yaitu melalui reduksi data, penyajian data dan penarikan
kesimpulan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Implementasi Program
Musrenbang di Kecamatan Bontonompo Kabupaten Gowa dinilai efektif,
Alasannya, Program musrenbang yang telah diimplementasikan sesuai dengan
hasil usulan musyawarah masyarakat adapun program musrenbang yang tidak
terealisasi dapat dimaknai sebagai program yang tidak tersingkronisasi dengan
program di dinas instansi terkait.selanjutnya juga masalah ketersediaan
anggaran menjadi sala satu faktor. Adapun program musrenbang dikecamatan
Bontonompo Kabupaten Gowa dinilai efektif karena disesuaikan dengan
usulan didesa berdasarkan dengan skala prioritas.
Kata Kunci: Implementasi, Program, Musrenbang
KATA PENGANTAR
Assalamu Alaikum Wr Wb.
Dengan memanjatkan Puji dan Syukur Kehadirat Allah SWT atas
segala Rahmat dan Karunianya pada penulis, akhirnya penulis dapat
menyelesaikan penyusunan tesis yang berjudul “ IMPLEMENTASI
PROGRAM MUSRENBANG DI KECAMATAN BONTONOMPO
KABUPATEN GOWA “.
Tesis ditulis dalam rangka memenuhi sebagai persyaratan untuk
memperoleh gelar Magister (S.2) di Universitas Muhammadiyah Makassar.
Penulis menyadari bahwa tesis dapat diselesaikan berkat dukungan dan
bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis berterima kasih kepada
semua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung memberikan
kontribusi dalam menyelesaikan Tesis ini.
Selanjutnya ucapan terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan
kepada:
1. Bapak Dr. H. Darwis Muhdina, M.Ag sebagai Direktur Program
Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Makassar, yang telah
memberikan izin dan kemudahan sehingga penulis dapat menyelesaikan
studi di Program Pascasarjana di UNISMUH MAKASSAR.
2. Ibu Dr. Hj. FATMAWATI, M.Si, sebagai ketua Program Studi Magister
Administrasi Publik Universitas Muhammadiyah Makassar yang telah
memberikan arahan awal sebelum seminar hasil.
3. Teristimewa untuk Ayahanda dan Ibunda tercinta yang telah memberikan
doa, motivasi, sehingga saya bisa menyelesaikan studi ini hingga selesai.
4. Bapak Dr. H. LUKMAN HAKIM, M.Si. Sebagai pembimbing 1, yang
telah mengarahkan dan membimbing penulis selama penulisan tesis.
5. Bapak Dr. H. ANWAR PARAWANGI, M.Si. Sebagai Pembimbing 2,
yang telah mengarahkan dan membimbing penulis selama penulisan tesis.
6. Seluruh dosen dan staf administrasi serta petugas perpustakaan pada
program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Makassar, yang secara
langsung atau tidak langsung telah memberi bantuan kepada penulis dalam
menyelesaikan penulisan tesis.
7. Istri tercinta dan Anak-anak tersayang yang telah memberikan dorongan
setulus hati dalam menyelesaikan studi program Pascasarjana, semoga ilmu
yang penulis dapatkan bermanfaat bagi keluarga, dan
8. Seluruh rekan-rekan M.AP yang telah saling mendukung untuk melalui
perjuangan bersama-sama, yang telah memberikan sumbangan pemikiran
dan motivasi sehingga penulisan tesis dapat diselesaikan.
Semoga tesis ini dapat bermanfaat untuk pengembangan ilmu
pengetahuan khususnya bidang Ilmu Administrasi Publik di sekolah maupun
di Perguruan Tinggi serta bermanfaat bagi para pembaca. Amin yaa rabbal
alamin.
Makassar, 7 Oktober 2020
Penulis
Muhammad Zakir
NIM. 105.03.14.009.18
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. ii
LEMBAR PERBAIKAN TESIS ....................................................................... iii
ABSTRAK .......................................................................................................... iv
KATA PENGANTAR ......................................................................................... v
DAFTAR ISI ........................................................................................................ viii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ......................................................................... 6
C. Tujuan Penelitian ............................................................................ 6
D. Manfaat Penelitian .......................................................................... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 8
A. Penelitian Yang Relevan ............................................................... 8
B. Konsep Implementasi ................................................................... 10
C. Pembangunan Kesejahteraan Sosial Masyarakat Desa .................. 17
D. Kerangka Pikir ................................................................................ 20
BAB III METODE PENELITIAN .................................................................. 23
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian ..................................................... 23
B. Lokasi Penelitian ............................................................................ 23
C. Jenis dan Sumber Data ................................................................... 23
D. Teknik Pengumpulan Data ............................................................. 24
E. Teknik Analisis Data ..................................................................... 24
F. Tahapan-Tahapan Penelitian dan Jadwalnya ................................. 26
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................ 27
A. Deskripsi Karakteristik Obyek Penelitian .................................... 27
1. Deskripsi Geografis .................................................................. 27
2. Deskripsi Kelembagaan ............................................................ 27
B. Pembahasan Hasil Penelitian ......................................................... 32
1. Pelaksanaan Musrenbang di Kecamatan .................................. 32
C. Implementasi Program Musrenbang di Kecamatan Bontonompo. . 45
D. Program Kegiatan Yang telah di Musrenbangkan ......................... 46
1. Program dan Kegiatan yang telah disepakati pada
musrenbang di Kecamatan Bontonompo Kabupaten Gowa ..... 47
2. Program kegiatan yang telah di Implementasikan .................... 47
3. Faktor penyebab program musrenbang belum
terimplementasi ........................................................................ 47
BAB IV PENUTUP .......................................................................................... 71
A. SIMPULAN ................................................................................... 71
B. SARAN.......................................................................................... 72
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 74
UNDANG – UNDANG DAN PERATURAN PERUNDANG – UNDANGAN ......... 77
RIWAYAT HIDUP
LAMPIRAN – LAMPIRAN
1. INSTRUMEN PENELITIAN
2. IZIN PENELITIAN
ABSTRAK
Muhammad Zakir, 2020. Implementasi Program Musrenbang di Kecamatan Bontonompo
Kabupaten Gowa. Dibimbing oleh H. Lukman Hakim dan H. Anwar Parawangi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui implementasi program
Musrenbang di Kecamatan Bontonompo Kabupaten Gowa dilihat dari aspek
komunikasi, struktur, sumber daya dan disposisi.
Jenis Penelitian adalah penelitian deskriptif kualitatif, dengan menggunakan
teknik pengumpulan data wawancara mendalam dengan pejabat pada kantor
Kecamatan Bontonomp Kabupaten Gowa, para kepala Desa,tokoh masyarakat
,dan dokumentasi, tehnik analisis data melalui reduksi data, penyajian data dan
penarikan kesimpulan.
Informan penelitian sebanyak 6 orang yang dikutip secara purposive.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Implementasi Program Musrenbang
di Kecamatan Bontonompo Kabupaten Gowa dari aspek komunikasi sangat
efektif, hal ini dilihat dari adanya komunikasi program dari Satuan kerja perangkat
daerah. dari segi struktur juga sudah efektif, hal ini dilhat dari struktur birokrasi
yang saling mendukung dalam Program musrenbang, dari segi sumber daya yang
masih kurang, hal tersebut karena para anggota DPRD adalah orang yang masih
baru dan belum berpengalaman. Dan secara keseluruhan implementasikan
program musrenbang sudah sesuai dengan hasil usulan musyawarah masyarakat
adapun program musrenbang yang tidak terealisasi dapat dimaknai sebagai
program yang tidak tersingkronisasi dengan program di dinas instansi
terkait.selanjutnya juga masalah ketersediaan anggaran menjadi sala satu faktor.
Adapun program musrenbang dikecamatan Bontonompo Kabupaten Gowa sudah
efektif karena disesuaikan dengan usulan didesa berdasarkan dengan skala
prioritas.
Kata Kunci: Implementasi, Program, Musrenbang
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perencanaan pembangunan dapat diartikan sebagai Suatu proses perumusan
alternatif-alternatif atau keputusan-keputusan yang didasarkan pada data-data dan
fakta-fakta yang akan digunakan sebagai bahan untuk melaksanakan suatu rangkaian
kegiatan/aktivitas kemasyarakatan, baik yang bersifat fisik (material) maupun
nonfisik (mental dan spiritual) dalam rangka mencapai tujuan yang lebih baik”.
Sistem Perencanaan Pembangunan adalah satu kesatuan tata cara
perencanaan pembangunan untuk menghasilkan rencana – rencana pembangunan
dalam jangka panjang, jangka menengah dan tahunan yang dilaksanakan oleh unsur
penyelenggara negara dan masyarakat baik ditingkat pusat maupun didaerah.
Dalam kaitan dengan sistem perencanaan pembangunan sebagaimana yang
telah diamanatkan dalam Undang – Undang nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional. bahwa tugas pokok bangsa selanjutnya adalah
menyempurnakan dan menjaga kemerdekaan itu serta mengisinya dengan
pembangunan yang berkeadilan dan demokratis yang dilaksanakan secara bertahap
dan berkesinambungan, untuk menjamin agar kegiatan pembangunan berjalan efektif,
efisien, dan bersasaran maka diperlukan perencanaan pembangunan Nasional, dengan
disusunnya perencanaan pembangunan Nasional diharapkan dapat menjamin
tercapainya tujuan negara yakni mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah ( RPJMD) Kabupaten
Gowa tahun 2016-2021 yang merupakan penjabaran dari Visi, misi dan program
Bupati Gowa, Adnan Purichta Ichsan , SH., MH dan wakil Bupati Gowa, H. Abdul
Rauf Malagani, S.Sos., M.Si.
Dokumen RPJMD Kabupaten Gowa merupakan dokumen perencanaan
pembangunan daerah yang dibuat setiap 5 ( Lima ) tahun sebagai bagian dari proses
penyelenggaraan pemerintahan daerah yang tidak terpisahkan dari sistem
perencanaan pembangunan nasional. Penyusunan RPJMD merupakan implementasi
dari amanah Undang – Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem perencanaan
Pembangunan Nasional dan Undang – Undang nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah terakhir dengan undang – undang
Nomor 9 Tahun 2015 tentang perubahan kedua Undang – Undang Nomor 23 Tahun
2014.
Proses dan tahapan penyusunan dokumen RPJMD Kabupaten Gowa diawali
dengan penyusunan Rancangan Teknokratis yang difasilitasi oleh P3Km Unhas dan
didukung oleh Bappenas, Fasilitasi dimaksud dilakukan dalam bentuk workshop
dengan melibatkan beberapa perwakilan dari berbagai satuan kerja perangkat daerah (
SKPD ) lingkup Pemerintah Kabupaten Gowa.
Perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan
yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumber daya yang
tersedia, Pembangunan Nasional adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua
komponen bangsa dalam rangka mencapai tujuan bernegara.
Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional adalah satu kesatuan tata cara
perencanaan pembangunan untuk menghasilkan rencana-rencana pembangunan
dalam jangka panjang, jangka menengah, dan tahunan yang dilaksanakan oleh unsur
penyelenggara negara dan masyarakat di tingkat Pusat dan Daerah.
Isu sentral yang marak berkembang dalam beberapa dekade terakhir ini
terutama sejak berlakunya orde reformasi dan otonomi daerah di Indonesia adalah
inplementasi Musyawarah Perencanaan Pembangunan ( Musrenbang ) yang dikaitkan
dengan isu partisipasi dan pembangunan kesejahteraan sosial dalam konteks
community development. Sejumlah program-program yang ditujukan untuk
pembangunan kesejahteraan sosial masyarakat dengan model pendekatan partisipatif
Di Kabupaten Gowa, terdapat 18 kecamatan dan salah satunya adalah
Kecamatan Bontonompo dengan jumlah penduduk 42.646 Jiwa, 12.508 KK.
Sejumlah penduduk tersebut, tersebar pada 3 kelurahan dan 11 desa dengan struktur
pelapisan masyarakat yaitu adanya golongan yang memimpin dan golongan yang
dipimpin.
Musyawarah Perencanaan Pembangunan yang selanjutnya disingkat
Musrenbang adalah forum antar pelaku dalam rangka menyusun rencana
pembangunan Nasional dan rencana pembangunan Daerah. Musyawarah perencanaan
dimulai dari Musyawarah dusun ( Musdus ) yang menyerap seluruh usulan dari tokoh
yang ada didusun untuk duduk bersama membicarakan terkait apa yang akan
dilakukan untuk pembangunan didusun tersebut, kemudian dilanjutkan dengan
Musyawarah tingkat desa ( Musrenbang desa ) dan membahas terkait apa yang
menjadi skala prioritas di desa tersebut yang akan diajukan pada Musyawarah
pembangunan tingkat kecamatan. Musrenbang tingkat kecamatan dilaksanakan
dengan melibatkan seluruh unsur yakni, Anggota DPRD, Tripika, Dinas Instansi,
Desa/Kelurahan, Ketua BPD/LKMD, Tokoh Agama, Tokoh Pendidik, Tokoh
masyarakat,Tokoh Perempuan, dan Tokoh Pemuda. Musrenbang diselenggarakan
dalam rangka menyusun Rencana Pembangunan Jangka panjang ( RPJP ) dan diikuti
oleh unsur-unsur penyelenggara Negara dengan mengikutsertakan masyarakat.
Usaha untuk mengatasi permasalahan sosial dan ekonomi yang dihadapi
penduduk di Kecamatan Bontonompo tersebut, mutlak memerlukan peningkatan
kesejahteraan sosial melalui pendekatan pembangunan partisipatif dari masyarakat.
Hal ini menuntut peran yang lebih besar dari camat untuk memainkan fungsi
kepemimpinannya di dalam mendorong partisipasi masyarakat untuk memacu
pembangunan kesejahteraan sosialnya.
Partisipasi diartikan sebagai keikutsertaan seseorang secara sukarela tanpa
dipaksa dengan kata lain partisipasi adalah keterlibatan secara spontan dengan
kesadaran disertai tanggung jawab terhadap kepentingan kelompok untuk mencapai
tujuan, dalam kegiatan musyawarah penyusunan perencanaan pembangunan.
Tuntutan akan peranan kepemimpinan camat tersebut perlu dan sangat penting
untuk dioptimalkan sesuai dengan dimensi-dimensi peranan yang dibutuhkan dalam
upaya meningkatkan partisipasi masyarakat tersebut. Realitas perkembangan yang
terjadi, dimana hasil pelaksanaan Musrenbang tidak sesuai dengan harapan
masyarakat yang telah mengikuti tahapan pelaksanaan musrenbang untuk
meningkatkan partisipasi masyarakat dalam berbagai program-program pemerintah
yang ditujukan untuk peningkatan pembangunan kesejahteraan sosial.
Sejumlah perilaku camat dengan power dan otoritas yang dimiliki cenderung
hanya menggunakan partisipasi masyarakat bukan didasarkan pada komitmen untuk
pembangunan kesejahteraan sosial masyarakat melainkan untuk kepentingan tertentu
misalnya pilkada dan pilkades.
Hal ini pada akhirnya akan mengurangi partisipasi masyarakat dalam
pelaksanaan musrenbang yang sebenarnya menjadi harapan dalam peningkatan
pembangunan kesejahteraan sosial, hal itu perlu dilakukan Untuk mendorong
partisipasi masyarakat dalam berbagai kegiatan sosial ekonomi, sehingga diharapkan
mereka dapat meningkatkan pendapatan dan taraf hidupnya, namun kenyataannya hal
ini berjalan kurang optimal dan tidak sesuai yang diharapkan.
Kondisi pembangunan kesejahteraan sosial masyarakat di Kecamatan
Bontonompo Kabupaten Gowa yang dinilai relatif masih terbelakang, dimana hal ini
menuntut peran pemerintah kecamatan sebagai aktor pembangunan atau sebagai agen
pembaharu untuk mengaktualisasikan kepemimpinannya di dalam mempengaruhi
sikap dan perilaku serta opini masyarakat setempat agar mau meningkatkan taraf
hidupnya dengan berpartisipasi terhadap program-program pemerintah yang berkaitan
dengan hal ini.
Pelaksanaan Program Musrenbang di Kecamatan Bontonompo Kabupaten
Gowa seharusnya mampu meningkatkan partisipasi masyarakat dikecamatan
Bontonompo dalam menciptakan masyarakat yang partisipatif sehingga arah dan
tujuan serta kebijakan program pembangunan nasional dapat terwujud sesuai dengan
yang digariskan dalam UUD 1945, Pancasila dan GBHN, yaitu terwujudnya
masyarakat adil makmur dan sejahtera. Jadi masyarakat disini diharapkan selain
objek dari hasil pembangunan, tapi sekaligus sebagai subjek dalam perencanaan
pembangunan.
Musrenbang adalah perencanaan untuk pelaksanaan pembangunan tahun
anggaran berikutnya di Kecamatan Bontonompo Kabupaten Gowa. Sedangkan
Peningkatan kesejahteraan masyarakat adalah suatu tujuan yang mau dicapai.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat diformulasikan rumusan masalah
sebagai berikut:
“ Bagaimana Implementasi Program Musrenbang di Kecamatan Bontonompo
Kabupaten Gowa? “
Penelitian ini difokuskan pada pemerintah kecamatan setempat yaitu Camat
dan Kepala Desa dalam melakukan Implementasi Program Musrenbang di
Kecamatan Bontonompo Kabupaten Gowa.
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian rumusan masalah tersebut, maka penelitian ini bertujuan
untuk :
1. Menggambarkan Implementasi Program Musrenbang dalam mendorong
partisipasi masyarakat melalui program-program yang ditujukan untuk
peningkatan pembangunan kesejahteraan sosial di Kecamatan Bontonompo
Kabupaten Gowa.
2. Menggambarkan program Musrenbang yang terealisasi dan tidak terealisasi yang
ditujukan untuk peningkatan pembangunan kesejahteraan sosial di Kecamatan
Bontonompo Kabupaten Gowa.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat atau kegunaan
baik teoritis maupun praktikal sebagai berikut.
1. Manfaat Teoritis :
a. Menambah khazanah pengembangan ilmu-ilmu administrasi khususnya pada
Konsentrasi Kebijakan Publik Program Administrasi Publik Program Pasca
sarjana Universitas Muhammadiyah Makassar.
b. Sebagai bahan informasi bagi calon peneliti yang akan melakukan penelitian
yang sama dengan fokus permasalahan pada analisis tentang Inplementasi
Program Musrenbang meningkatkan partisipasi masyarakat terhadap
pembangunan kesejahteraan sosial di Kecamatan Bontonompo Kabupaten
Gowa.
2. Manfaat Praktikal:
a. Sebagai bahan masukan bagi Pemerintah khususnya di Kecamatan
Bontonompo Kabupaten Gowa untuk mengoptimalkan Inplementasi
Musrenbang dalam mendorong tingkat partisipasi dan kesejahteraan sosial
masyarakat.
b. Sebagai bahan informasi bagi masyarakat sehubungan dengan Inplementasi
Porgram Musrenbang dalam mendorong partisipasi masyarakat terhadap
pembangunan kesejahteraan sosial di Kecamatan Bontonompo.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Penelitian Yang Relevan
Supadmi Utin Sri Ayu 1, AB. Tangdililing 2, Mahyudin Syafei 3, Judul
Pelaksanaan hasil musyawarah perencanaan Pembangunan (musrenbang) di
kecamatan Kapuas kabupaten sanggau (Jurnal Tesis PMIS-UNTAN-PSIAN-2013 )
Tujuan Penelitian untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang
menyebabkan pelaksanaan hasil Musrenbang di Kecamatan Kapuas Kabupaten
Sanggau belum sesuai dengan usulan kegiatan. Jenis penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir semua Kelurahan dan Desa di
Kecamatan Kapuas mengusulkan kegiatan yang kurang lebih sama, yang
membedakan hanya lokasi kegiatannya saja. Adapun jenis kegiatan tersebut terdiri
dari bidang ekonomi, fisik dan sosial budaya. Berdasarkan daftar usulan yang
diajukan oleh masyarakat disetiap desa/kelurahan terlihat fenomena usulan dalam
Musrenbang di tingkat Kecamatan didominasi kegiatan fisik. Meskipun demikian
prioritas kegiatan yang diusulkan untuk masing-masing desa/kelurahan berbeda.
Lebih jauh dari keterangan dari para informan menunjukkan berbagai aspirasi yang
disampaikan oleh masyarakat dalam pelaksanaan Musrenbang merupakan kebutuhan
dan permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat, disini terlihat bahwa masyarakat
sudah mengetahui apa yang harus mereka usulkan kepada pemerintah melalui
Musrenbang. Dan lebih dari itu dapat diketahui juga bahwasannya berbagai aspirasi
yang disampaikan oleh masyarakat lebih menitik beratkan pada hal-hal yang sifatnya
urgen yaitu menyangkut kebutuhan hidup sehari-hari.
Bedanya dengan Penelitian ini adalah pokus penelitian pada Usulan – usulan
pemerintah desa dan kelurahan tampa melibatkan partisipasi masyarakat sedangkan
penelitian saya kepada Inplementasi Musrenbang dalam meningkatkan partisipasi
masyarakat dikecamatan Bontonompo Kabupaten Gowa
Farid Moh. dan Noora Fithriana Judul Implementasi Kebijakan Musyawarah
Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) Kabupaten Sumenep (JISIP : Jurnal Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik ISSN. 2442-6962 Vol.5, No. 2 (2016) ) Tujuan Untuk
Mengetahui sejauh mana partisipasi masyarakat dalam perencanaan Pembangungan,
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini bersifat deskriptif dengan
menggunakan pendekatan kualitatif, Hasil Penelitian Musyawarah Perencanaan
Pembangunan (Musrenbang) di Kabupaten Sumenep bisa dikategorikan sudah baik.
Dan sudah sesuai dengan teori yang dipakai dalam penelitian ini. Karena yang
pertama hasil proses pelaksanaan Musrenbang Kabupaten Sumenep sudah sesuai
dengan Visi-Misi Kabupaten Sumenep yang difokuskan pada sektor Pembangunan
Kabupaten Sumenep
Stagmen di penelitian ini berfokus usulan usulan dari desa dan kelurahan di
Kab. Sumenep sedangkan penelitian saya kepada seluruh aspek Inplementasi
Program Musrenbang dalam meningkatkan partisipasi masyarakat dikecamatan
Bontonompo Kab. Gowa.
Padang Wendi Suprapto 1 Heri Kusmanto 2 ( JAP Vol.6 No.2 ) Judul :
Perencanaan Partisipatif Dalam Proses Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah Kabupaten Dairi Tahun 2014-2019.
Tujuan Penelitian ini untuk Mengetahui sejauh mana partisipasi masyarakat
dalam proses penyusunan rencana pembangunan jangka menengah daerah kabupaten
Dairi metode penelitian yang digunakan bersifat deskriptif dengan menggunakan
pendekatan kualitatif, Penentuan subjek penelitian atau informan ini berdasarkan
pendekatan purposive sampling. teknik pengumpulan data yang dipergunakan,
Wawancara, Observasi dan Dokumentasi. Untuk menjawab pertanyaaan dalam
penelitian ini digunakan teknik analisis dengan pendekatan kualitatif
Hasil Penelitian Partisipasi masyarakat dalam Proses Penyusunan RPJMD
Kabupaten Dairi Tahun 2014-2019 masih cenderung bersifat elitis, tidak transparan
serta belum mencerminkan keterwakilan unsur secara proporsional. Dimana dalam
hal penentuan stakeholders masih didominasi oleh unsur pemerintah dan tidak
terdapat transparansi dan kriteria yang jelas dari pihak pemerintah Kabupaten Dairi
dalam hal kriteria-kriteria stakeholders yang mengikuti Musrenbang tersebut.
Dalam Penelitian ini partisipasi masyarakat tidak mendapatkan arahan dari
pemerintah kecamatan di Kab. Dairi sedangkan dalam penelitian saya lebih fokus
pada Inplementasi Program Musrenbang dalam meningkatkan partisipasi masyarakat
di Kecamatan Bontonompo Kab. Gowa
B. Konsep Implementasi
Implementasi merupakan sebuah tindakan yang dilakukan oleh pemerintah
maupun swasta, baik secara individu maupun kelompok dengan maksud untuk
mencapai tujuan yang telah dirumuskan. Sementara implementasi menurut Nugroho,
(2004:158) pada prinsipnya adalah cara yang dilakukan agar dapat mencapai tujuan
yang dinginkan Implementasi merupakan prinsip dalam sebuah tindakan atau cara
yang dilakukan oleh individu atau kelompok orang untuk pencapaian tujuan yang
telah dirumuskan.
Implementasi menurut Meter Van dan Van Horn (1975:447), menjelaskan
bahwa implementasi adalah tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu
individu/ pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang
diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan
kebijakan.
Berdasarkan pengertian di atas maka implementasi mempunyai unsur yaitu
program, target dan pelaksanaan dalam mewujudkan tujuan yang diinginkan.
Sehingga dalam pelaksanaannya kecil kemungkinan terjadi kesalahan, kalaupun ada
kesalahan maka akan dapat disadari dengan cepat. Meter Van dan Van Horn
(1975:471) mengetengahkan beberapa unsur yang mungkin berpengaruh terhadap
suatu organisasi dalam mengimplementasikan kebijakan :
1. Kompetisi dan ukuran staf suatu badan;
2. Tingkat pengawasan hierarkis terhadap keputusan-keputusan sub-unit dan proses-
proses dalam badan-badan pelaksana;
3. Sumber-sumber politik suatu organisasi (misalnya dukungan diantara anggota
anggota legislative dan eksekutif);
4. Vitalitas suatu organisasi;
5. Tingkat komunikasi-komunikasi “terbuka”, yang didefinisikan sebagai jaringan
kerja komunikasi horizontal dan vertical secara bebas serta tingkat kebebasan yang
secara relatif tinggi dalam komunikasi dengan individu individu diluar organisasi;
6. Kaitan formal dan informal suatu badan dengan badan “pembuat keputusan” atau
“pelaksanan keputusan”.
Pendapat yang diungkapkan Meter Van dan Van Horn ini adalah hal yang
sangat penting, karena kinerja implementasi sangat dipengaruhi oleh sifat ataupun
ciri-ciri dari pelaksana tersebut. Apabila implementor memiliki sifat atau karakteristik
yang baik, maka dia akan dapat menjalankan kebijakan dengan baik seperti apa yang
diinginkan oleh pembuat kebijakan dalam menilai kinerja keberhasilan implementasi
kebijakan. Jadi, implementasi itu merupakan tindakan-tindakan yang dilakukan oleh
pemerintah untuk mencapai tujuan yang telah di tetapkan dalam suatu keputusan
kebijakan.
Pemerintah dalam membuat kebijakan juga harus mengkaji terlebih dahulu
apakah kebijakan tersebut dapat memberikan dampak yang buruk atau tidak bagi
masyarakat. Hal tersebut bertujuan agar suatu kebijakan tidak bertentangan dengan
masyarakat apalagi sampai merugikan masyarakat. Meter Van dan Van Horn (dalam
Subarsono, 2006:95-100) mengemukakan model implementasi kebijakan yang
menghadirkan bahwa implementasi kebijakan publik, implementor dan kinerja
kebijakan publik. Terdapat lima variabel yang mempengaruhi kinerja implementasi
kebijakan publik yaitu standar dan sasaran kebijakan; sumber daya; komunikasi antar
organisasi dan penguatan aktivitas; karakteristik agen pelaksana; kondisi ekonomi
sosial dan politik.
Model Implementasi kebijakan Meter Van dan Van Horn dapat digambarkan
sebagai berikut :
Gambar II.1 Model Implementasi kebijakan Van meter dan Van Horn
Selain model implementasi yang dikemukakan oleh Van Metter, terdapat
model implementasi lainnya yaitu implementasi yang dikembangkan oleh Edward III.
Dalam pendekatan yang diteorikan oleh Edward III, terdapat empat variabel yang
sangat menentukan efektivitas suatu kebijakan, yaitu: Komunikasi, Sumber Daya,
Disposisi; dan Struktur Birokrasi. Model ini mengumpamakan implementasi
kebijakan berjalan secara linier dari komunikasi, sumber daya politik yang tersedia
dan pelaksanaan implementasi kebijakan. Pertama, yang mempengaruhi efektivitas
implementasi dari suatu kebijakan, adalah komunikasi. Menurut Edward III
Komunikasi antar
Organisasi dan Pelasana
Kegiatan
Standar dan
Sasaran
Sumber
daya
Karakteristik
badan
pelaksana
Sikap
Pelaksana
Kinerja
Kebijakan
Lingkungan
Sosial, Ekonomi
dan Politik
komunikasi sangat menentukan keberhasilan pencapaian tujuan dari implementasi
kebijakan publik.
Model Kebijakan Implementasi menurut Edward III dapat digambarkan
sebagai berikut :
Gambar II.2 Implementasi Edward III
Implementasi yang akan terjadi apabila para pembuat keputusan (decision
maker) sudah mengetahui apa yang akan mereka kerjakan. Pengetahuan atas apa yang
akan mereka kerjakan baru dapat berjalan manakala komunikasi berjalan dengan
baik, sehingga setiap keputusan kebijakan dan peraturan implementasi harus
ditransmisikan (atau dikomunikasikan) kepada bagian personalia yang tepat.
Selain itu, kebijakan yang dikomunikasikan pun harus tepat, akurat dan
konsisten. Komunikasi (atau pentransmisian informasi) diperlukan agar para pembuat
keputusan dan para implementor semakin konsisten dalam melaksanakan setiap
kebijakan yang akan diterapkan dalam masyarakat. Kedua, menurut Edward III yang
mempengaruhi keberhasilan implementasi suatu kebijakan adalah sumber daya.
Sumber daya merupakan hal penting lainnya dalam mengimplementasikan kebijakan
dengan baik. Indikator indikator yang digunakan untuk melihat sejauhmana
sumberdaya dapat berjalan dengan baik dan rapi, yaitu staf, informasi, wewenang dan
KOMUNIKASI
STRUKTUR
SUMBER DAYA
DISPOSISI
IMPLEMENTASI
IIII
fasilitas. Ketiga, variabel yang mempengaruhi tingkat keberhasilan suatu kebijakan
adalah disposisi.
Disposisi atau sikap dari pelaksana kebijakan adalah faktor penting ketiga
dalam pendekatan mengenai implementasi suatu kebijakan. Jika implementasi suatu
kebijakan ingin efektif, maka para pelaksana kebijakan tidak hanya harus mengetahui
apa yang akan dilakukan tetapi juga harus memiliki kemampuan untuk
melaksanakannya, sehingga dalam praktiknya tidak menjadi bias. Hal-hal penting
yang perlu dicermati pada variabel disposisi adalah pengangkatan birokrat dan
insentif
Insentif merupakan salah-satu teknik yang disarankan untuk mengatasi
masalah sikap para pelaksana kebijakan dengan memanipulasi insentif. Pada dasarnya
orang bergerak berdasarkan kepentingan dirinya sendiri, maka memanipulasi insentif
oleh para pembuat kebijakan mempengaruhi tindakan para pelaksana kebijakan.
Dengan cara menambah keuntungan atau biaya tertentu mungkin akan menjadi faktor
pendorong yang membuat para pelaksana menjalankan perintah dengan baik. Hal ini
dilakukan sebagai upaya memenuhi kepentingan pribadi atau organisasi.
Keempat, menurut Edward III yang mempengaruhi keberhasilan implementasi
suatu kebijakan adalah struktur birokrasi. Walaupun sumber-sumber untuk
melaksanakan suatu kebijakan tersedia, atau para pelaksana kebijakan mengetahui
apa yang harusnya dilakukan dan mempunyai keinginan untuk melaksanakan suatu
kebijakan, tetapi kemungkinan kebijakan tersebut tidak dapat terlaksana atau
terealisasi masih tetap ada karena terdapatnya kelemahan dalam struktur birokrasi.
Kebijakan yang begitu kompleks menuntut adanya kerjasama banyak orang,
ketika struktur birokrasi tidak kondusif pada kebijakan yang tersedia, maka hal ini
akan menyebabkan sumber-sumbernya.
Sementara itu, keberhasilan implementasi menurut Grindle (dalam Subarsono,
2005:94) dipengaruhi oleh dua variabel utama yaitu isi kebijakan (content of policy)
dan lingkungan implementasi (context of implementation). Isi kebijakan mencakup:
(1) Kepentingan yang terpengaruhi oleh kebijakan; (2) jenis manfaat yang akan
dihasilkan; (3) derajat perubahan yang diinginkan; (4) kedudukan pembuat kebijakan;
(5) siapa pelaksana program; (6) sumber daya yang dikerahkan. Variabel lingkungan
kebijakan mencakup: (1) seberapa besar kekuasaan, kepentingan, dan strategi yang
dimiliki oleh para aktor yang terlibat dalam implementasi kebijakan; (2) karakteristik
institusi dan rezim yang sedang berkuasa; (3) tingkat kepatuhan dan responsivitas
kelompok sasaran.
Gambar II.3 Model implementasi menurut Grindle
Tujuan Kebijakan
Tujuan yang
ingin dicapai ?
Melaksanakan dipengaruhi oleh :
a. Isi Kebijakan
1. Kepentingan Yang dipengaruhi
2. Tipe Manfaat
3. Derajat Perubahan yang diharapkan
4. Letak Pengambilan Keputusan
5. Pelaksanaan Program
6. Sumber daya yang dilibatkan
b. Konteks Implementasi
1. Kekuasaan,Kepentingan dan strategi
yang terlibat.
2. Karakteristik Lembaga dan Penguasa
3. Kepatuhan dan daya tanggap
Hasil Kebijakan
a. Dampak pada
masyarakat, individu,dan
Kelompok
b. Perubahan dan
Penerimaan oleh
masyarakat
Program Aksi dan
Proyek Individu yang
didesain
dan dibiayai
Program yang
dijalankan seperti
yang direncanakan
Mengukur
Keberhasilan
Menurut Mazmanian dan Sabatier dalam Subarsono (2005: 94) dan Tilaar dan
Nugroho (2008: 215), ada tiga kelompok variabel yang mempengaruhi keberhasilan
implementasi :
a. Mudah tidaknya masalah dikendalikan (tractability of the problem).
Kategori tractability of the problem mencakup variabel-variabel yang
disebutkan oleh Subarsono (2005: 95-96): (1) Tingkat kesulitan teknis dari masalah
yang bersangkutan (2) Tingkat kemajemukan kelompok sasaran (3) Proporsi
kelompok sasaran terhadap total populasi (4) Cakupan perubahan perilaku yang
diharapkan”.
b. Kemampuan kebijakan untuk menstrukturisasikan proses implementasi (ability of
statute to structure implementation)
Kategori ability of statute to structure implementation mencakup variabel-
variabel yang disebutkan oleh Subarsono (2005: 97-98). (1) Kejelasan isi kebijakan
(2) Seberapa jauh kebijakan tersebut memiliki dukungan teoretis (3) Besarnya alokasi
sumberdaya finansial terhadap kebijakan tersebut (4) Seberapa besar adanya
keterpautan dan dukungan antar instansi pelaksana (5) Kejelasan dan konsistensi
aturan yang ada pada badan pelaksana (6) Tingkat komitmen aparat terhadap tujuan
kebijakan (7) Seberapa luas akses kelompok-kelompok luar untuk berpartisipasi
dalam implementasi kebijakan.
c. Variabel di luar kebijakan / variabel lingkungan (nonstatutory variables affecting
implementation)
Kategori nonstatutory variables affecting implementation mencakup variabel-
variabel yang disebutkan oleh Subarsono (2005: 98-99).”(1) Kondisi sosial ekonomi
masyarakat dan tingkat kemajuan teknologi (2) Dukungan publik terhadap kebijakan
(3) Sikap dari kelompok pemilih (constituent groups) (4) Tingkat komitmen ( 5 )
Dukungan dari penguasa dan keterampilan dari aparat dan implementor.
Gambar II.4. Implementasi Kebijakan Menurut Mazmanian dan Sabatier
Winter dalam Riant Nugroho (2007), mengidentifikasi empat variable kunci
yang mempengaruhi keberhasilan implementasi, yaitu :
1. Proses formasi kebijakan
2. Perilaku Organisasi implementasi
Mudah tidaknya masalah dikendalikan
1. Tingkat kesulitan teknis dari masalah yang
bersangkutan
2. Tingkat kemajemukan kelompok sasaran
3 Proporsi kelompok sasaran terhadap total populasi
4. Cakupan perubahan perilaku yang diharapkan
Variabel di luar kebijakan / variabel lingkungan
1. Kondisi dan teknologi sosial ekonomi
2. Media memperhatikan masalah tersebut
3. Dukungan publik
4. Sikap dan sumber daya kelompok pemilih
5. Dukungan dari penguasa
6. Keterampilan komitmen dan kepemimpinan
dalam mengimplementasikan
7. Pejabat
Kemampuan kebijakan untuk menstrukturisasikan proses
implementasi
1. Kejelasan isi kebijakan
2. Seberapa jauh kebijakan tersebut memiliki dukungan
teoretis
3. Besarnya alokasi sumberdaya finansial terhadap
kebijakan tersebut
4. Seberapa besar adanya keterpautan dan dukungan antar
instansi pelaksana
5. Kejelasan dan konsistensi aturan yang ada pada badan
pelaksana
6. Tingkat komitmen aparat terhadap tujuan kebijakan
7. Seberapa luas akses kelompok-kelompok luar untuk
berpartisipasi dalam implementasi kebijakan
Tahapan (variabel dependen) dalam proses implementasi
Keluaran
kebijakan lembaga
pelaksana
Kepatuhan
terhadap keluaran
kebijakan oleh kelompok sasaran
Dampak aktual
dari keluaran
kebijakan
Dampak yang
dirasakan dari
keluaran kebijakan
Revisi besar dalam
undang-undang
3. Prilaku birokrat pelaksana ditingkat bawah (street-level bureaucrats).
4. Respon kelompok target kebijakan dan perubahan dalam masyarakat.
C. Konsep Partisipasi Masyarakat
Salah satu unsur penting yang diperlukan dalam menunjang keberhasilan
pembangunan desa adalah partisipasi dari masyarakat itu sendiri dalam upaya
memperbaiki taraf hidup mereka. Partisipasi masyarakat dalam pembangunan desa
mutlak diperlukan karena masyarakat yang memegang kendali pelaksanaan
pembangunan baik sebagai objek maupun subjek dari pembangunan itu sendiri.
Partisipasi sepadan dengan arti peran serta, ikut serta, keterlibatan, atau proses
belajar bersama saling memahami, menganalisis, merencanakan dan melakukan
tindakan oleh sejumlah anggota masyarakat. Menurut Slamet ( 2003:8 ) Ada tiga
tradisi konsep partisipasi terutama bila dikaitkan dengan pembangunan masyarakat
yang demokratis yaitu: 1) partisipasi politik (Political Participation), 2) partisipasi
sosial (Social Participation) dan 3) partisipasi warga (Citizen
Participation/Citizenship), ke tiga hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Partisipasi Politik, political participation lebih berorientasi pada”mempengaruhi”
dan ”mendudukan wakil-wakil rakyat” dalam lembaga pemerintahan ketimbang
partisipasi aktif dalam proses-proses kepemerintahan itu sendiri.
2. Partisipasi Sosial, social Participation partisipasi ditempatkan sebagai keterlibatan
masyarakat terutama yang dipandang sebagai beneficiary atau pihak di luar proses
pembangunan dalam konsultasi atau pengambilan keputusan dalam semua tahapan
siklus proyek pembangunan dari evaluasi kebutuhan sampai penilaian,
implementasi, pemantauan dan evaluasi.
3. Partisipasi Warga, citizen participation/citizenship menekankan pada partisipasi
langsung warga dalam pengambilan keputusan pada lembaga dan proses
kepemerintahan.
Menurut Davis dalam Kusnaedi (1995), partisipasi adalah : Keterlibatan mental
dan emosional dalam situasi kelompok yang mendorong mereka untuk memberikan
kontribusi kepada tujuan kelompok dan berbagai tanggung jawab pencapaian tujuan.
Dengan demikian yang dimaksud partisipasi adalah ikut secara bersama-sama dalam
sebuah kelompok untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Selanjutnya Korten (1986:23) mengemukakan bahwa : Partisipasi adalah suatu
tindakan yang mendasar untuk bekerja sama. Dimana kerjasama tersebut memerlukan
waktu dan usaha agar menjadi mantap dan hanya bisa berhasil baik dan terus menerus
bila ada kepercayaan bersama. Kepercayaan tidak datang dengan gampang , karena
erat hubungannya dengan latar belakang daripada individu masing-masing.
Adapun partisipasi menurut Ndraha (1987:103-104),pada hakekatnya dapat
dikategorikan menjadi 6 (enam) tahap, yaitu :
1. Partisipasi dalam atau kontak dengan pihak lain.
2. Partisipasi dalam memperhatikan atau menyerap dan member! tanggapan
terhadap informasi.
3. Partisipasi dalam perencanaan pembangunan termasuk dalam pengambilan
keputusan(penetapan)suatu rencana
4. Partisipasi dalam pelaksanaan operasional pembangunan
5. Partisipasi dalam menerima, memelihara dari mengembangkan hasil
pembangunan.
6. Partisipasi dalam menilai hasil pembangunan.
Partisipasi memuat dua arah, yaitu partisipasi vertikal dan partisipasi horizontal.
Dalam konteks partisipasi vertikal, biasanya terjadi dalam kondisi tertentu dimana
masyarakat terlibat atau mengambil bagian dalam suatu program pihak lain dalam
hubungan mana masyarakat berada pada posisi sebagai bawahan atau pengikut atau
klien. Sedangkan dalam konteks partisipasi horizontal, terjadi pada saat dimana setiap
anggota/ kelompok masyarakat berpartisipasi antara satu dengan yang lain ( Raharjo,
1983).
Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut partisipasi dalam pembangunan desa
merupakan fungsionalisasi dari semua potensi yang ada, baik sumber daya alam
maupun sumber daya manusia pada siluasi yang kondusif yang ditujukan kepada
peningkatan kesejahteraan hidup masyarakat desa.
Sementara itu menurut Tjokroaminoto (1995:208) pentingnya partisipasi dalam
pembangunan karena alasan-alasan :
1. Rakyat adalah fokus sentral dan tujuan akhir pembangunan, partisipasi
adalah merupakan akibat logis dari dalil-dalil tersebut.
2. Partisipasi menciptakan suatu lingkungan umpan balik arus informasi
tentang aspirasi kebutuhan dan kondisi daerah yang tanpa keberadaannya
tidak akan terungkap.
3. Partisipasi menimbulkan rasa harga diri dan kemampuan pribadi untuk turut
serta dalam menentukan keputusan yang menyangkut masyarakat.
4. Memperluas wawasan penerimaan proyek pembangunan.
5. Partisipasi merupakan cara efektif membangun kemampuan masyarakat
untuk pengelolaan program pembangunan guna memenuhi kebutuhan khas
daerah.
6. Partisipasi dipandang sebagai pencerminan hak-hak demokrasi individual.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa partisipasi masyarakat
dalam setiap proses pembangunan mutlak diperlukan sebagai salah satu kunci
keberhasilan dalam pelaksanaan pembangunan. Berhasil tidaknya pembangunan
sangat tergantung kepada rasa kesadaran dan tanggung jawab dari masyarakat itu
sendiri untuk berperan serta terhadap pembangunan yang dilaksanakan. Jadi
partisipasi bukanlah keikutsertaan secara terpaksa melainkan karena adanya
kesadaran akan rasa tanggung jawab sebagai anggota masyarakat untuk ikut ambil
bagian dalam kegiatan pembangunan.
Dalam hal ini partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan pada Sebelas
desa dan tiga kelurahan di Kecamatan Bontonompo, khususnya pembangunan
kesejahteraan sosial, dilaksanakan dalam ;
1. Partisipasi dalam perencanaan pembangunan
2. Partisipasi dalam pelaksanaan pembangunan
3. Partisipasi dalam menilai (mengawasi) pembangunan
D. Pembangunan Kesejahteraan Sosial Masyarakat Desa
Sebagai landasan dalam menjelaskan pembangunan kesejahteraan sosial
masyarakat desa, terlebih dahulu akan dikemukakan pengertian masyarakat maupun
pembangunan desa.
Pengertian masyarakat menunjuk pada bagian masyarakat yang bertempat
tinggal di suatu wilayah (dalam arti geografis) dengan batas-batas tertentu dimana
faktor utama yang menjadi dasar adalah interaksi yang lebih besar diantara
anggotanya dibanding dengan penduduk di luar batas wilayahnya (Soemardjan,
1982).
Sedangkan pembangunan menurut Todaro dalam Mubyarto Kartodirjo
(1988:7) mengemukakan bahwa ;
Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang menyangkut
reorganisasi dan reorientasi sistem ekonomi dan sistem sosial sebagai
keseluruhan. Disamping peningkatan pendapatan dan output, pembangunan
menyangkut pula perubahan radikal struktur kelembagaan, struktur sosial serta
struktur adminstratif serta perubahan sikap, adat kebiasaan serta kepercayaan.
Adapun pengertian pembangunan desa itu sendiri menurut lnayatullah (Hagul,
1985) adalah :
Proses yang membawa peningkatan kemampuan penduduk pedesaan
menguasai lingkungan sosial yang disertai meningkatnya taraf hidup mereka
sebagai akibat dari penguasaan tersebut.
Definisi ini mempunyai beberapa implikasi penting, yaitu Pertama, adanya
penekanan pada kemampuan menyeluruh dari penduduk pedesaan dalam
mempengaruhi lingkungan mereka, dan hal ini hanya dapat dicapai kalau
pengembangan pedesaan merupakan proses pengembangan kemandirian mereka.
Kedua, peningkatan pendapatan sebagai akibat peningkatan kemampuan menguasai
lingkungan tidak terbatas pada kelompok kuat di pedesaan melainkan harus merata di
antara penduduk. Ketiga pembangunan berorientasi pada perubahan perekonomian
masyarakat ke arah yang lebih baik.
Pembangunan tidaklah mutlak hanya berbentuk fisik, tetapi dapat juga
berbentuk perubahan terhadap sumber daya manusianya dalam hal ini masyarakat
desa itu sendiri. Adapun pengertian pembangunan masyarakat desa menurut
Moeljarto Tjokrowinoto (1977: 36) adalah ;
Pembangunan masyarakat desa merupakan suatu bentuk tindakan kolektif suatu
masyarakat desa yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat
tersebut dalam arti material dan spiritual.
Berdasarkan pendapat di atas, arti terpenting dalam pembangunan masyarakat
desa bukan sekedar membantu mereka dalam mengatasi kesulitan-kesulitan yang
mereka hadapi, tetapi juga merupakan usaha untuk membentuk kemandirian dalam
diri mereka, yang pada tahap selanjutnya diharapkan segala permasalahan yang ada
disekitar mereka dapat diselesaikan dan diatasi oleh mereka sendiri.
Tujuan pembangunan masyarakat desa, tidak terlepas dari tujuan pembangunan
nasional secara keseluruhan. Kondisi pedesaan mempunyai spesifikasi tertentu, baik
dalam bidang sosial maupun bidang ekonomi, sehingga dalam hal ini tujuan
pembangunan di pedesaan lebih ditekankan pada bidang ekonomi, sebab kondisi
ekonomi inilah yang umumnya sangat memprihatinkan.
Diharapkan dengan adanya upaya pembangunan ekonomi ini akan dapat
meningkatkan kesejahteraan sosial masyarakat desa secara keseluruhan. Seperti yang
dikemukakan oleh (Friedman, 1992) bahwa :
Pemberdayaan masyarakat adalah sebuah konsep dan kerangka yang ditujukan
untuk mengikis fenomena kemiskinan dan mempromosikan keadilan serta
keberlanjutan dalam perkembangan masyarakat, diasumsikan bahwa
kemiskinan terjadi karena berlangsungnya perampasan daya mampu
(disempowerment) terhadap golongan miskin .
Dari beberapa penjelasan di atas dapat diasumsikan bahwa pembangunan
kesejahteraan sosial khususnya di pedesaan, merupakan pembangunan yang ditujukan
untuk perbaikan ekonomi atau taraf hidup warga melalui upaya pemberdayaan dari
masyarakat desa itu sendiri.
Kondisi desa dan masyarakat yang relatif masih jauh tertinggal dan
terbelakang, memerlukan sentuhan sejumlah upaya pengembangan dan pembangunan
agar mampu mandiri melalui pelaksanaan dari berbagai program-program
pemberdayaan masyarakat yang secara konsisten diarahkan pada pengembangan
kapasitas masyarakat itu sendiri.
Indikator keberhasilan yang dipakai untuk mengukur program-program
pemberdayaan masyarakat, bila dapat menimbulkan manfaat yaitu :
1) Berkurangnya jumlah penduduk miskin.
2) Berkembangnya usaha peningkatan pendapatan yang dilakukan oleh
penduduk miskin dengan memanfaatkan sumber daya yang tersedia.
3) Meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap upaya peningkatan
kesejahteraan keluarga miskin di lingkungannya.
4) Meningkatkan kemandirian kelompok yang ditandai dengan makin
berkembangnya usaha produktif anggota dan kelompok, makin kuatnya
permodalan kelompok serta makin luasnya interaksi kelompok dengan
kelompok lain di dalam masyarakat, serta
5) Meningkatkan kapasitas masyarakat dan pemerataan pendapatan yang
ditandai oleh peningkatan pendapatan keluarga miskin yang mampu
memenuhi kebutuhan pokok dan kebutuhan sosial dasarnya. Sumodiningrat
(1999),
Berdasarkan uraian-uraian pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa
partisipasi masyarakat di Kecamatan Bontonompo adalah keterlibatan sejumlah
komponen masyarakat untuk mengambil bagian dalam berbagai program yang
ditujukan untuk peningkatan pembangunan kesejahteraan sosial sebagai akibat
Implementasi Program Musrenbang dalam meningkatkan partisipasi masyarakat di
Kecamatan Bontonompo Kabupaten Gowa.
E. Kerangka Pikir
Isu tentang kesejahteraan sosial sudah melanda hampir semua daerah seiring
dengan meningkatnya tuntutan masyarakat untuk meningkatkan kualitas dan taraf
hidupnya. Hal itu cukup beralasan mengingat berbagai persoalan sosial dan ekonomi
yang terus membelenggu sebagian masyarakat, utamanya masyarakat yang tinggal di
pedesaan.
Berbagai persoalan ekonomi ini berdampak pada menurunnya daya beli
masyarakat, menurunnya tingkat pendapatan, sulitnya mendapatkan lapangan
pekerjaan yang berakibat pada meningkatnya angka kemiskinan, pengangguran dan
lainnya. Kondisi ini semakin memperburuk penghidupan dari masyarakat desa yang
umumnya masih terbelakang.Untuk mengatasi hal itu dibutuhkan peran yang lebih
besar dari para pemimpin khususnya pemimpin di tingkat lokal dalam hal ini
pemerintah kecamatan untuk memainkan perannya dalam mengatasi berbagai
permasalahan sosial maupun ekonomi yang dihadapi masyarakat di daerahnya
melalui pelaksanaan berbagai program yang bisa meningkatkan kesejahteraan sosial
warga.
Eksistensi camat sebagai aktor dengan aneka ragam atribut, status, kedudukan
dan fungsi, pada dasarnya memainkan peranan sebagai pemimpin di daerah. Dalam
mengimplementasikan program Musrenbang dalam meningkatkan partisipasi
masyarakatnya di Kecamatan Bontonompo Kabupaten Gowa.
Implementasi Program Musrenbang dalam upayanya mendorong partisipasi
masyarakat dalam memacu pembangunan sosial ekonomi dalam meningkatkan
kesejahteraan sosial masyarakat dilakukan terhadap usulan – usulan yang diajukan
oleh pemerintah melalui partisipasi masyarakat.
Sebaliknya masyarakat desa diharapkan dapat berpartisipasi dalam seluruh
kegiatan sosial ekonomi yang bertujuan untuk peningkatan kesejahteraan sosial, yang
diselenggarakan oleh pemerintah kecamatan di wilayahnya. Partisipasi masyarakat
sebagai subjek maupun objek dari pembangunan secara keseluruhan sangat
menentukan keberhasilan pelaksanaan program tersebut.
Adapun keterlibatan masyarakat tersebut diwujudkan dalam berpartisipasi pada
tahap perencanaan, pelaksanaan maupun pengawasan terhadap berbagai program
yang ditujukan untuk peningkatan pembangunan kesejahteraan sosial yang
dilaksanakan oleh pemerintah kecamatan. Kedua variabel tersebut akan dikaji dalam
penelitian ini berdasarkan Model implementasi Grindle skema sebagai berikut :
Gambar II.5 Kerangka Pikir.
Program Program Pemerintah
Kabupaten Gowa
Implementasi Program
1. Program Pembangunan Infrastruktur
2. Program Pembangunan Sarana dan Prasarana
3. Program Pemberdayaan Masyarakat
4. Program Pengembangan UMKM
Terwujudnya Implementasi Program Musrenbang
di Kecamatan Bontonompo Kabupaten Gowa
F. Definisi Operasional
Untuk menyamakan persepsi, maka diuraikan definisi Operasional beberapa
variabel penelitian sebagai berikut:
1. Implementasi adalah tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu
individu / pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang
diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan
kebijakan, Implementasi berarti keterlibatan atau keikutsertaan secara aktif dalam
suatu proses pencapaian tujuan yang dilakukan oleh pribadi atau kelompok yang
diorganisir serta berlandaskan Kemampuan dan kemauan yang memadai, turut
serta memutuskan tujuan dengan rasa tanggung jawab yang dijiwai oleh rasa turut
memiliki atau kesadaran dalam melaksanakan kegiatan program pembangunan
kesejahteraan sosial.
2. Musrenbang adalah kepanjangan dari musyawarah perencanaan pembangunan
yang merupakan forum antar pelaku dalam menyusun rencana pembangunan
Nasional dan Rencana Pembangunan daerah yang diatur dalam undang – undang
no. 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.
3. Pemerintah Kecamatan adalah pemimpin di tingkat pemerintahan kecamatan,
yang memiliki peranan untuk mempengaruhi dan meningkatkan partisipasi
masyarakat dalam rangka pembangunan kesejahteraan sosial di Kecamatan
Bontonompo.
4. Sejahtera adalah tingkat pencapaian taraf hidup seseorang atau rumah tangga di
Kecamatan Bontonompo sesuai standar atau kategori tingkat kesejahteraan yang
telah ditetapkan. Yaitu pra sejahtera, sejahtera I, sejahtera II, sejahtera III dan
sejahtera III plus.
5. Masyarakat miskin adalah seseorang atau sekelompok keluarga atau rumah
tangga di Kecamatan Bontonompo yang hidupnya berada pada kategori pra
sejahtera dan sejahtera
Hal ini dilakukan dengan melaksanakan dimensi peranan kepemimpinan
yang menjadi indikator yaitu ;
a. Terlibat aktif berperan dalam pelaksanaan suatu kebijakan sesuai kebutuhan
program kesejahteraan sosial
b. Terlibat aktif berperan dalam melakukan strategi/upaya untuk mendorong
partisipasi masyarakat dalam program kesejahteraan sosial
c. Terlibat aktif berperan melakukan hubungan komunikasi untuk mendorong
partisipasi masyarakat dalam program kesejahteraan sosial
d. Terlibat aktif berperan menyelesaikan permasalahan sosial kemasyarakatan
untuk mendorong partisipasi masyarakat dalam program kesejahteraan sosial
e. Terlibat aktif berperan dalam melakukan terapi berupa penyadaran sosial
untuk mendorong partisipasi masyarakat dalam program kesejahteraan sosial
6. Partisipasi masyarakat adalah keterlibatan aktif warga masyarakat terhadap
program pembangunan kesejahteraan sosial di Kecamatan Bontonompo .Indikator
ukuran yang digunakan :
1) Partisipasi dalam perencanaan pembangunan , yang diukur dari
a. Frekuensi dalam menghadiri rapat
b. Frekuensi dalam memberikan saran/pendapat pada rapat-rapat
perencanaan.
2) Partisipasi dalam pelaksanaan pembangunan, yang diukur dari
a. Partisipasi dalam pelaksanaan penyuluhan / sosialisasi
b. Partisipasi dalam pelaksanaan pembinaan
c. Partisipasi dalam pelaksanaan pendidikan dan pelatihan keterampilan
usaha
d. Partisipasi dalam pelaksanaan bantuan sosial
e. Partisipasi dalam pelaksanaan penyediaan sarana dan prasarana usaha
f. Partisipasi dalam pelaksanaan penguatan ketahanan pangan bagi
masyarakat rawan pangan
3) Partisipasi dalam menilai (mengawasi) pembangunan yang diukur dari
a. Partisipasi dalam ikut mengawasi pelaksanaan maupun hasil
pembangunan.
b. Partisipasi dalam memberikan saran/kritik atas hasil pembangunan
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif-kualitatif, yaitu bersifat
mendeskripsikan atau menggambarkan hasil temuan di lapangan secara kualitatif
dengan menggunakan dasar-dasar teori yang ada.
Peneliti menggunakan metode kualitatif karena lebih mendekatkan peneliti
dengan informan dalam menggali informasi terkait dengan obyek penelitian.
Keunikan dan kekhasan obyek penelitian menjadi pertimbangan utama
menggunakan jenis pendekatan ini. Unit analisis penelitian yakni Implementasi
Program Musrenbang di Kecamatan Bontonompo Kabupaten Gowa.
B. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Bontonompo Kabupaten Gowa,
dengan mengambil sampel pada Kelurahan Bontonompo sebagai kelurahan yang
kurang program kegiatan musrenbang dan Desa Bontolangkasa Selatan sebagai Desa
yang banyak mendapatkan program kegiatan
C. Jenis dan Sumber Data
1. Jenis Data
Jenis data dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan sekunder. Data
primer adalah dalam yang diperoleh langsung di lapangan, sedangkan data
sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber-sumber yang ada.
2. Sumber Data
a. Data primer, diperoleh dari hasil kuesioner dan wawancara langsung dengan
responden maupun informan. Adapun informan dalam penelitian ini diuraikan
sebagai berikut:
1. Camat
2. Kepala Desa/ Lurah
3. Kasi Pembinaan Desa dan Kelurahan
4. Kasi Pemberdayaan Masyarakat
5. Kasubag Perencanaan, Keuangan dan Pelaporan
6. Tokoh Masyarakat ( BPD, LKMD, Karang Taruna, PKK )
b. Data sekunder. diperoleh dari kantor desa, kantor camat, instansi terkait yakni
melalui, dokumen-dokumen, laporan-laporan dan buku-buku serta hasil
penelitian ilmiah yang dianggap relevan dengan masalah dan tujuan penelitian
2 ( dua ) Tahun terakhir.
D. Teknik Pengumpulan Data
Upaya untuk memperoleh data yang representatif, peneliti menggunakan
teknik pengumpulan data sebagai berikut:
1. Observasi, yaitu melalui pengamatan langsung di lapangan atas kondisi ril yang
terjadi.
2. Kuesioner, yaitu teknik pengumpulan data dengan cara mendistribusikan atau
menyebarkan daftar isian penelitian (kuesioner) kepada responden yang telah
ditentukan.
3. Wawancara, .yang dilakukan langsung, berstruktur dan mendalam dengan
informan.
4. Dokumentasi, yaitu melalui kajian literatur/kepustakaan, dokumen peraturan
perundang-undangan, surat-surat keputusan, dan sumber tertulis lainnya yang ada
kaitannya dengan kebutuhan data dan informasi dalam penelitian ini.
E. Teknik Analisis Data
Untuk memecahkan permasalahan di dalam penelitian ini. dipergunakan
analisis data yang menggunakan model John W.Creswell ( 2014 ). Tahapan –
tahapannya meliputi :
1. Tahap Pertama adalah mengorganisasi dan menyiapkan data untuk analisis
2. Tahap Kedua adalah membaca atau melihat pada semua data.
3. Tahap Ketiga adalah menkode semua data.
4. Tahap Keempat adalah mengunakan proses pengkodean untuk menghasilkan
sebuah deskripsi pengaturan atau orang maupun kategori – kategori atau tema
untuk analisis.
5. Tahap kelima memajukan bagaimana deskripsi dan tema – tema akan
direpresentasi dalam narasi kualitatif.
6. Tahap keenam adalah membuat interpretasi hasil – hasil dan penemuan –
penemuan penelitian kualitatif.
Keenam tahapan tersebut dilakukan secara sistematis selama proses penelitian. Lebih
lanjut dapat digambarkan dalam bagan berikut :
Gambar III.1 Alur Analisis Data
Menginterpretasi Makna
Tema / Deskripsi
Menghubungkan Tema / Deskripsi
Tema Deskripsi
Mengkode Data
Membaca Semua Data
Mengorganisasi Data untuk
Analisis
Data Mentah ( transkrip,
catatan lapangan, gambar )
Mengesahkan Akurasi
Informasi
F. Tahapan-Tahapan Penelitian dan Jadwalnya
Pelaksanaan penelitian dilakukan selama 2 ( dua ) bulan dengan mengambil
data pada Kantor Camat, dan Desa di Kecamatan Bontonompo serta instansi terkait,
buku-buku maupun dokumen yang relevan dengan penelitian melalui tahapan :
1. Pengumpulan data, yaitu menghimpun berbagai macam data baik yang diperoleh
dari data primer maupun data sekunder.
2. penafsiran data, yaitu membaca, mempelajari dan telaah seluruh data yang
tersedia.
3. reduksi data, data yang diperoleh di lapangan, ditulis dalam bentuk uraian atau
laporan yang terperinci.
4. Penyusunan Data, yaitu penyusun data-data dalam satuan-satuan yang kemudian
satuan-satuan itu dikategorikan pada langkah selanjutnya.
5. Kategorisasi dan tabulasi data, yaitu memberikan kode-kode pada setiap data
yang diperoleh, selanjutnya tabulasi data, yaitu membuat table-table yang dapat
memudahkan peneliti menganalisanya.
6. Pemeriksaan keabsahan dalam, yaitu mengecek apakah data-data yang diperoleh
sudah benar atau masih harus diperbaiki.
7. Mengambil kesimpulan atau verifikasi, data yang telah terkumpul diambil intinya
menjadi kesimpulan awal yang bersifat rekaan dan akan menjadi lebih jelas
sejalan dengan dilakukannya penelitian.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Karakteristik Obyek Penelitian
1. Deskripsi Geografis
Kabupaten Gowa terdiri dari 2 ( dua ) Kawasan, yakni dataran rendah
dan dataran tinggi. Di Kabupaten Gowa terdapat 18 Kecamatan dan salah
satunya adalah Kecamatan Bontonompo. dimana disebelah utara berbatasan
dengan Kecamatan Bajeng, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten
Takalar, sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Bontonompo Selatan,
sebelah barat berbatasan dengan kabupaten Takalar dengan luas wilayah
30,39 Km2 dengan jumlah penduduk 42.646 Jiwa atau 12.508 KK. Penduduk
tersebut, tersebar pada 3 kelurahan dan 11 desa, dengan jarak dari ibukota
Kabupaten ke Ibukota Kecamatan sejauh 16 Kilometer.
2. Deskripsi Kelembagaan
Kecamatan Bontonompo meliputi camat dan kepala desa/lurah yang
sering dinamakan sebagai elit formal, demikian pula kehadiran sejumlah
tokoh masyarakat, tokoh agama, pemuka adat, tokoh pemuda, para ketua
organisasi sosial, pengusaha, ketua-ketua kelompok tani dan nelayan, dan
lainnya (selanjutnya disebut elit non formal).
Tugas pokok dan fungsi Kecamatan di Kabupaten Gowa telah diatur
dalam Peraturan Bupati Kab. Gowa Nomor 74e Tahun 2016. Selain mengatur
tugas pokok dan fungsi kecamatan, peraturang Bupati tersebut juga mengatur
susunan organisasi, dan rincian tugas jabatan struktural pada kantor
kecamatan.
Untuk lebih jelasnya, penulis menyajikan kutipan peraturan bupati
Gowa tersebut, sebagai berikut:
Untuk pelaksanaan tugas dan fungsinya, susunan organisasi Kantor
Kecamatan terdiri dari:
a. Camat;
b. Sekretariat :
1. Sub Bagian Umum dan Kepegawaian
2. Sub Bagian Perencanaan, Keuangan dan Pelaporan
c. Seksi Pemerintahan
d. Seksi Ketentraman dan Ketertiban Umum
e. Seksi Pemberdayaan Masyarakat
f. Seksi Pembinaan Desa dan Kelurahan
g. Seksi Pelayanan Umum
h. Kelompok Jabatan Fungsional
Selanjutnya, nama-nama pejabat Kecamatan Bontonompo dapat dilihat
pada table berikut ini:
Table 4. 1
Nama-Nama Pejabat Kecamatan Bontonompo
NO NAMA JABATAN PENDIDIKAN
1 Wahyudin MP,SH.,M.AP Camat S.2
2 H. Muhammad Syahrir, S.Ag.,M.Si Sekretaris S.2
3 Rahmi Ramli., S.Sos Kasubag Umum &
Kepegawaian
S.1
4 Hendra Syam, S.Kom Kasubag Perencanaan,
Keuangan & Pelaporan
S.1
5 Muhammad Zakir, S.Sos Kasi Pemerintahan S.1
6 H. Faharuddin, S.Sos Kasi Ketentraman dan
Ketertiban Umum
S.1
7 Syarifuddin, S.Sos Kasi Pembinaan Desa
dan Kelurahan
S.1
8 Muhammad Abidin Kasi Pemberdayaan
Masyarakat
SMA
9 Dra. Junaisah Kasi Pelayanan Umum S.1
Sumber : Kantor Kecamatan Bontonompo
Tugas camat menurut Peraturan Bupati Nomor 74e Tahun 2016 pasal 4
adalah :
(1) Camat mempunyai tugas membantu Bupati dalam rangka meningkatkan
koordinasi penyelenggaraan pemerintahan, pelayanan publik, dan
pemberdayaan masyarakat desa atau sebutan lain dan kelurahan.
(2) Camat dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
menyelenggarakan fungsi :
a. penyelenggaraan urusan pemerintahan umum;
b. pengoordinasian kegiatan pemberdayaan masyarakat;
c. pengkoordinasian upaya penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban
umum;
d. pengoordinasian penerapan dan penegakan Peraturan Daerah dan
Peraturan Bupati;
e. pengoordinasian pemeliharaan prasarana dan sarana pelayanan umum;
f. pengoordinasian penyelenggaraan kegiatan pemerintahan yang
dilakukan oleh Perangkat Daerah di tingkat kecamatan;
g. pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan kegiatan desa dan/atau
kelurahan;
h. pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah
yang tidak dilaksanakan oleh unit kerja pemerintahan daerah yang ada
di kecamatan; dan
i. pelaksanaan fungsi lain yang diperintahkan oleh Bupati sesuai dengan
tugas dan fungsinya.
(3) Rincian Tugas dan fungsi sebagaimana dimaksud ayat (1) dan ayat (2)
sebagai berikut :
a. memvalidasi perumusan kebijakan strategis kecamatan berdasarkan
dokumen perencanaan daerah yang berlaku sebagai pedoman dalam
penyusunan program dan kegiatan;
b. mengkoordinasikan kegiatan pemberdayaan masyarakat berdasarkan
usulan program dan kegiatan dalam rangka peningkatan kualitas hidup
masyarakat;
c. mendistribusikan dan membagi tugas kepada Sekretaris Kecamatan
dan Kepala Seksi sesuai dengan bidang tugasnya masing – masing agar
pelaksanaan tugas menjadi lancar;
d. memberikan petunjuk dan arahan kepada bawahan sesuai dengan
ketentuan agar pelaksanaan tugas menjadi lancar;
e. menyelenggarakan urusan pemerintahan umum berdasarkan peraturan
yang berlaku agar pelaksanaan sesuai dengan ketentuan;
f. mengkoordinasikan upaya penyelenggaraan ketentraman dan
ketertiban umum berdasarkan peraturan yang berlaku agar tercipta
kenyamanan lingkungan masyarakat;
g. mengkoordinasikan penerapan dan penegakan Peraturan Daerah dan
Peraturan Bupati berdasarkan standar operasional prosedur agar
meningkatkan ketertiban umum;
h. mengkoordinasikan pemeliharaan prasarana dan sarana pelayanan
umum berdasarkan peraturan yang berlaku agar meningkatkan
pelayanan lebih berkualitas;
i. mengkoordinasikan penyelenggaraan kegiatan pemerintahan yang
dilakukan sekretaris kecamatan dan kepala seksi di tingkat kecamatan
berdasarkan pedoman yang berlaku sebagai dasar penyusunan program
dan kegiatan;
j. membina dan mengawasi penyelenggaraan kegiatan desa dan/atau
kelurahan berdasarkan dokumen perencanaan sebagai dasar
pelaksanaan kegiatan operasional desa dan/atau kelurahan;
k. melaksanakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan
kabupaten yang tidak dilaksanakan oleh unit kerja Pemerintahan
Daerah yang ada di kecamatan berdasarkan peraturan Bupati sebagai
peningkatan pelayanan ke masyarakat;
l. mengelola perizinan yang menjadi kewenangan Camat berdasarkan
peraturan dan keputusan Bupati agar pelayanan lebih berkualitas;
m. membina kedisiplinan dan menilai hasil kerja pegawai aparatur sipil
negara dalam lingkungan kecamatan berdasarkan standar dan prosedur
yang berlaku agar pengembangan karier dan peningkatan efektivitas
kinerja Aparatur Sipil Negara;
n. memvalidasi bahan – bahan usulan Musyawarah Perencanaan
Pembangunan (Musrenbang) Tingkat Kecamatan sebagai bahan
penyusunan rekomendasi Musyawarah Perencanaan Pembangunan
tingkat Kabupaten agar tercipta pemerataan pembangunan;
o. memvalidasi bahan - bahan penyusunan perencanaan, pengendalian,
dan evaluasi serta pelaporan kinerja dan pelaporan keuangan
kecamatan sebagai dasar dalam perumusan kebijakan sehingga dapat
meningkatkan efektivitas kinerja kecamatan;
p. mengkoordinasikan kegiatan kesekretariatan meliputi pelayanan
administrasi umum, kehumasan, keprotokoleran, ketatalaksanaan,
sarana dan prasarana serta kepegawaian sesuai dengan ketentuan
sehingga dapat meningkatkan efektivitas kinerja kecamatan;
q. mengevaluasi kinerja bawahan sesuai dengan ketentuan agar
penetapan target kinerja dapat dicapai;
r. melaksanakan tugas lain yang diberikan pimpinan.
B. Pembahasan
1. Pelaksanaan Musrenbang di Kecamatan
Salah satu mekanisme perencanaan pembangunan tahunan yang
dilaksanakan sebagai kegiatan pembangunan yang dilaksanakan melalui
tahapan proses perencanaan dari bawah. Pelaksanaan mekanisme perencanaan
dari bawah diatur menggariskan pedoman pelaksanaan perencanaan berikut
ini:
1. Tahapan penyusunan dan penetapan rencana kerja pembangunan
kecamatan dilaksanakan melalui urutan kegiatan sebagai berikut:
b. penyiapan rancangan awal rencana pembangunan kecamatan;
c. penyiapan rancangan rencana pembangunan kecamatan;
d. musyawarah perencanaan pembangunan kecamatan ;
e. penyusunan rancangan akhir rencana pembangunan kecamatan.
2. Perencanaan kecamatan didasarkan pada data dan informasi yang akurat
dan dapat dipertanggungjawabkan, dengan ketentuan sebagai berikut:
(1) Data dan informasi Kecamatan dan Desa/ Kelurahan meliputi:
a. penyelenggaraan pemerintahan kecamatan dan desa/ kelurahan;
b. organisasi dan tata laksana pemerintahan kecamatan dan desa/
kelurahan;
c. profil wilayah kecamatan dan profil desa/ kelurahan;
d. keuangan desa ;
e. informasi lain terkait dengan penyelenggaraan pemerintahan
kecamatan dan desa/kelurahan dan pemberdayaan masyarakat.
(2) Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan kecamatan, untuk
tercapainya daya guna dan hasil guna, pemanfaatan data dan informasi
dikelola dalam sistem informasi kecamatan yang terintegrasi secara
nasional, dalam bentuk Profil Kecamatan dan Data Dasar Perencanaan
Pembangunan Kecamatan.
3. Kelembagaan:
Penyelenggara dan penanggung jawab MUSRENBANG :
a. Kepala Desa/ Lurah menyelenggarakan dan bertanggung jawab
atas perencanaan pembangunan di desa/ kelurahan melalui
MUSREMBANG Desa/ Kelurahan, yang penyelenggaraannya
dibantu oleh Badan Permusyawaratan Desa / lembaga
pemberdayaan Masyarakat seperti Lembaga Pemberdayaan
Masyarakat Desa/ Kelurahan (BPD/LPM) atau sebutan lain.
b. Camat menyelenggarakan dan bertanggung jawab atas
perencanaan pembangunan di kecamatan melalui
MUSREMBANG Kecamatan, yang penyelenggaraannya dibantu
oleh unsur SKPD tingkat daerah.
c. Bupati menyelenggarakan dan bertanggung jawab atas
perencanaan pembangunan di Kabupaten melalui
MUSREMBANG Kabupaten, yang penyelenggaraannya dibantu
oleh kepala BAPPEDA.
4. Kepala Desa/ Lurah berdasarkan hasil musyawarah perencanaan
pembangunan desa/ kelurahan wajib menetapkan daftar prioritas program/
kegiatan pembangunan sesuai rencana kerja pembangunan desa/ kelurahan
(RKP Desa/ Kelurahan) dan mengacu pada Rencana Strategis Kecamatan
dan kemampuan/ ketersediaan sumber anggaran, dengan ketentuan sebagai
berikut :
a. penyelenggaraan urusan pemerintahan desa yang menjadi kewenangan
desa didanai dari APB Desa, bantuan pemerintah kecamatan, dan
bantuan pemerintah Kabupaten;
b. penyelenggaraan urusan pemerintah kecamatan yang diselenggarakan
di desa yang didanai dari alokasi APBD melalui SKPD selanjutnya
disebut anggaran SKPD;
c. penyelenggaraan urusan pemerintah kecamatan yang diselenggarakan
oleh pemerintah desa didanai dari APBD;
d. penyelenggaraan urusan pemerintah yang diselenggarakan oleh
pemerintah desa yang didanai dari APBD dan APBN.
5. Camat berdasarkan hasil musyawarah perencanaan pembangunan
kecamatan wajib menetapkan daftar prioritas program/ kegiatan
pembangunan kecamatan yang bersifat lintas desa dan/ atau lintas
kecamatan.
6. Daftar prioritas program/ kegiatan ditetapkan plafon anggaran paling
sedikit 20 % dari Belanja Langsung APBD dengan mengacu pada program
RPJMD, RKPD, Renstra dan Renja SKPD, serta Renstra dan Renja
Daerah.
7. Daftar program/ kegiatan pembangunan daerah merupakan prioritas bahan
penyusunan program/ kegiatan SKPD.
8. Bupati berdasarkan hasil musyawarah perencanaan pembangunan
kabupaten wajib menetapkan rancangan akhir Rencana Kerja
Pembangunan Daerah yang memuat daftar prioritas program/ kegiatan
pembangunan kabupaten sesuai perkiraan plafon anggaran dari berbagai
sumber pembiayaan dengan mengacu pada program tahunan dalam
RPJMD dan kewenangan urusan SKPD.
9. Daftar prioritas program/ kegiatan yang ditetapkan dalam Rancangan Akhir
RKPD, setelah ditetapkan melalui Keputusan Bupati, menjadi dasar
penyusunan Kebijakan Umum, Prioritas dan Plafon Anggaran, serta
Rancangan APBD.
Mekanisme proses perencanaan pembangunan di tingkat Desa terbagi
atas tiga tahap yaitu:
a. Tahap Persiapan
Tahapan ini dilakukan dengan mengadakan pertemuan antara kepala desa
beserta aparat desa, serta unsur terkait lainnya. Tahap persiapan ini
digunakan untuk membahas pembentukan panitia yang mengatur segala
keperluan dalam pelaksanaan MUSREMBANG Desa dan pembentukan
tim fasilitator desa. Panitia pelaksanaan musyawarah pembangunan desa
ini dibentuk untuk mempersiapkan kebutuhan yang dipersiapkan selama
pelaksanaan musrenbangdes sesuai dengan surat keputusan kepala desa
adalah sebagai berikut:
a. Sebagai pembina adalah dan memiliki fungsi membina dan
mengarahkan kegiatan musrenbangdes ini agar sesuai dengan
kebijakan yang berlaku dan sesuai dengan program pembangunan
kecamatan dan Kabupaten.
b. Sebagai penasehat adalah Kepala Seksi Pembinaan desa dan
Kelurahan Kecamatan dengan tugas memberikan nasihat-nasihat yang
berkaitan dengan proses pelaksanaan musrenbangdes agar sesuai
dengan peraturan yang berlaku.
c. Sebagai penanggung jawab adalah Kepala desa, sebagai penanggung
jawab seluruh kegiatan pelaksanaan musrenbangdes supaya
pelaksanaannya berjalan dengan baik dan melibatkan perwakilan
seluruh masyarakat sehingga dapat membuat perencanaan
pembangunan desa yang maksimal.
d. Sebagai ketua adalah sekretaris desa, dengan tugas pokok: (1)
mengatur dan mengkoordinasikan seluruh kegiatan musrenbangdes;
(2) bertanggung jawab kepada ketua pelaksana.
e. Sebagai sekretaris adalah Ketua BPD/LPM
f. Sebagai Seksi dokumentasi, Sebagai fasilitator adalah kepala urusan
pembangunan, kepala urusan umum, kaur pemerintahan desa, dan
anggota BPD/LPM dengan fungsi pokok memandu pelaksanaan
diskusi kelompok dan pembahasan dalam kelompok.
Tugas dari panitia tersebut adalah mempersiapkan segala
kebutuhan material, menghubungi tim fasilitator dari tingkat desa maupun
dari tingkat kecamatan yang sudah mendapatkan surat tugas baik dari
kepala desa maupun dari Camat. Adapun tugas-tugas dari fasiliitator
adalah melakukan: a) Sosialisasi tentang perencanaan partisipatif kepada
masyarakat desa dengan didampingi tim fasilitator Kecamatan, b) Tim
fasilitator melaksanakan tahapan kegiatan dalam proses persiapan
musbangdes sebagai berikut: melaksanakan proses inventarisasi data dan
informasi dari kecamatan dan dinas kabupaten tentang: (a) proyek
kegiatan tahun yang lalu dan tahun berjalan; (b) proyek kegiatan yang
tidak lolos seleksi; (c) proyek kegiatan yang disepakati tetapi belum
tertuang pada APBD.
2. Tahap pelaksanaan, terdiri dari:
a. Pemaparan Camat tentang prioritas pembangunan.
b. Pemaparan Kades/ Lurah
c. Menyepakati program/kegiatan yang akan dijadikan prioritas kegiatan
untuk disampaikan ke tahap yang lebih tinggi, melalui pemeringkatan
masalah dengan kriteria: (1) dirasakan oleh orang banyak; (2) obyek
masalah yang disampaikan sangat parah; (3) menghambat peningkatan
pendapatan; (4) masalah sering terjadi.
3. Hasil MUSRENBANG tingkat desa/kelurahan terdiri dari: 1) Daftar
prioritas kegiatan yang akan dilaksanakan sendiri oleh Desa/Kelurahan
yang bersangkutan; 2) daftar kegiatan yang akan dilaksanakan melalui
alokasi dana desa (ADD) secara swadaya maupun melalui sumber
pendanaan lainnya; 3) daftar prioritas kegiatan yang akan diusulkan ke
Kecamatan untuk dibiayai melalui APBD Kabupaten/Kota dan APBD
Propinsi; 4) Daftar utama anggota delegasi yang akan membahas hasil
MUSREMBANG Desa/Kelurahan pada forum MUSREMBANG
Kecamatan.
Penyelenggaraan perencanaan pembangunan tingkat Desa/Kelurahan
bertujuan:
a. Menampung dan menetapkan prioritas kebutuhan masyarakat yang
diperoleh dari musyawarah perencanaan pada tingkat di bawahnya.
b. Menetapkan prioritas kegiatan desa/ kelurahan yang akan dibiayai melalui
Alokasi Dana Desa (ADD)/ Alokasi Dana Kelurahan (ADK) yang berasal
dari APBD Kabupaten/Kota maupun sumber pendanaan lainnya.
c. Menetapkan prioritas kegiatan yang akan diajukan untuk dibahas pada
MUSREMBANG Kecamatan.
d. Desa menyelenggarakan MUSREMBANG Desa yang dihadiri oleh para
Ketua RW, organisasi masyarakat, BPD/LPM, Karang Taruna, tokoh
masyarakat, tokoh pemuda dan PKK. Masyarakat yang diundang cukup
antusias dalam mengikuti proses perencanaan pembangunan Mereka
merasa lebih dihargai sebagai anggota masyarakat, karena dikutsertakan
dalam proses perencanaan pembangunan. Seperti yang diutarakan oleh
salah seorang Ketua LPM Kelurahan Bontonompo (H. Muh. Rudini Dg
Tunru) berikut ini:
” kami merasa sangat diperhatikan oleh pak Camat karena perencanan
pembangunan sudah dilakukan dengan mengadakan sosialisasi tentang
hal-hal yang akan dilakukan Setelah sosialisasi dilakukan dengan baik,
maka masyarakat bersedia melibatkan diri dalam setiap program
pembangunan. Kami memberikan masukan kepada pemerintah tentang
hal-hal yang menjadi kebutuhan masyarakat khususnya dalam forum
MUSRENBANG dan ditempatkan sebagai masyarakat yang
seharusnya berpartisipasi dalam proses tahapan pembangunan di
kecamatan, jadi saya merasa senang sekali. Kalau usulan kami bisa
diterima kami pasti akan mendukungnya”. (wawancara Juli, 2020).
Hal yang senada juga disampaikan oleh informan yang lain Lurah
Tamallayang ( Muh. Arif Situju, S.Sos), berikut ini:
“….kita semua merasa lega karena usulan-usulan yang telah kita
rumuskan bisa masuk menjadi agenda pembangunan kecamatan.
Harapan kami selanjutnya kepada pak camat agar program yang
diusulkan tersebut bisa disetujui dan dianggarkan sampai tingkat
kabupaten”. (wawancara Juli, 2020).
Dari pernyataan kedua informan di atas, terbukti bahwa sebenarnya
sebagian besar masyarakat berharap dilibatkan di dalam proses perencanaan
pembangunan, namun karena kurangnya sosialisasi tentang perencanaan
pembangunan menyebabkan mereka tidak hadir dalam proses perencanaan
pembangunan (MUSRENBANG). Keterlibatan masyarakat dalam proses
perencanaan pembangunan kecamatan, juga merupakan bukti implementasi
Program Musrenbang di Kecamatan Bontonompo Kabupaten Gowa.
Camat Bontonompo berusaha mengajak masyarakat agar terlibat dalam
setiap tahap proses perencanaan pembangunan. Proses perencanaan
pembangunan yang diselenggarakan selama sehari dari jam 9 sampai jam
15.00. Berikut petikan pernyataan Camat Bontonompo sebagai berikut:
”.......Saya selalu berusaha mengajak masyarakat agar mereka mau
terlibat dalam proses perencanaan pembangunan selalu, namun karena
kesibukan dan keterbatasan ruang maka tidak semua masyarakat saya
undang, namun aspirasi mereka sudah ditampung dalam daftar prioritas
kegiatan, saya yakin mereka memaklumi..........” (Wawancara, 6 Juli,
2020)
Menurut Sondang P. Siagian (1991 : 24), kepemimpinan adalah
kemampuan dan ketrampilan seseorang yang menduduki jabatan sebagai
pemimpin satuan kerja untuk mempengaruhi perilaku orang lain terutama
bawahannya untuk berfikir, bertindak sedemikian rupa sehingga melalui
fikiran yang positif, memberikan sumbangsih nyata dalam mencapai tujuan
organisasi. Sedangkan menurut Terry dan Frankin dalam Yuli (2005 : 165),
mendefinisikan Kepemimpinan dengan hubungannya dimana seorang
pemimpin mempengaruhi orang lain untuk mau bekerja sama melaksanakan
tugas-tugas yang saling berkaitan guna mencapai tujuan yang diinginkan
pemimpin dan bawahannya. Cara pemimpin mempengaruhi bawahannya
dapat bermacam-macam antara lain dengan memberikan tanggung jawab,
memberikan perintah, melimpahkan wewenang, mempercayakan bawahan,
memberikan penghargaan, memberikan kedudukan, memberikan tugas dan
Iain-lain.
Keberhasilan dan kegagalan pemimpin ditentukan oleh gaya bersikap
dan bertindak. Gaya bersikap dan bertindak akan tampak dari cara melakukan
sesuatu pekerjaan, salah satunya adalah dengan cara mendorong seseorang
atau sekelompok orang (masyarakat) agar dapat terlibat atau berpartisipasi
sehingga tercapainya tujuan organisasi yang diinginkan. Dengan demikian
dibutuhkan kerja sama yang baik antar pemimpin dan para pengikutnya.
Proses perencanaan pembangunan di Kecamatan Bontonompo dihadiri
oleh Anggota DPRD Kabupaten, Dinas Instansi, Tripika Kecamatan, para
kepala Desa/ Kelurahan, Ketua BPD/LPM, Kepala Dusun/Lingkungan, PKK,
Tokoh Masyarakat, dengan mekanisme sebagai berikut:
1. Tahap Persiapan, terdiri dari kegiatan diskusi yang menghasilkan daftar
prioritas kegiatan yang disampaikan kepada Desa, penetapaan tim
penyelenggara MUSREMBANG Kecamatan yang bertugas menyusun
jadwal, agenda, mengundang calon peserta dan menyiapkan peralatan,
bahan dan materi.
2. Tahap pelaksanaan, terdiri dari:
a. Pembukaan acara oleh Sekretaris Kecamatan.
b. Pemaparan Camat, tentang deadline penyelenggaraan
MUSREMBANG kecamatan.
c. Pemaparan Kasi Pemerintahan, tentang hasil MUSREMBANG
desa/kelurahan.
d. Pemaparan Ketua BPD/LPM
3. Kecamatan
Menetapkan delegasi untuk mengikuti MUSREMBANG tingkat
Kabupaten. Berdasarkan mekanisme di atas, belum ada agenda
pembahasan kegiatan yang diusulkan oleh masing-masing desa/ kelurahan
untuk ditetapkan menjadi daftar prioritas kegiatan yang akan disampaikan
ke Kabupaten.
Sekretaris Kecamatan menyampaikan alasan mengapa tidak
diagendakan penetapan daftar prioritas kegiatan yang akan diusulkan ke
Kecamatan, berikut petikan pernyataannya:
”……Penetapan itu kan membutuhkan waktu yang panjang, kita
waktunya terbatas, lagi pula ada satu desa yang list masalah dan
kebutuhannya belum masuk ke kecamatan, sehingga kita masih
menunggu itu sampai besok pagi, baru kita tetapkan daftar prioritas
kegiatan kecamatan” (Wawancara, 6 Juli, 2020)
Dilihat dari segi waktu sangat pendek sekali untuk dapat membahas
daftar masalah dari tingkat dibawahnya. Waktu yang pendek ini sulit untuk
mendorong partisipasi masyarakat dan menghambat masyarakat untuk aktif
dalam MUSREMBANG kecamatan. Seperti yang dikemukakan oleh salah
seorang peserta MUSREMBANG (informan) sebagai berikut:
”Tidak ada pembahasan masalah dari masing-masing desa/ kelurahan,
karena yang tadi itu hanya pembahasan masing-masing narasumber
yang ada di depan, ya....mungkin berkaitan dengan perencanaan
pembangunan, tapi daftar masalah yang kita buat tidak disinggung sama
sekali, mana yang dijadikan prioritas untuk disampaikan ke tingkat
kabupaten........saya sendiri tidak tau apakah usulan saya dimasukkan
dalam daftar prioritas atau tidak..........” (Wawancara Juli, 2020)
Mapataja Dg Ma’ring (Ketua LPM) sebagai peserta musrembang
mengemukakan pemahaman mereka dalam proses perencanaan pembangunan,
berikut petikan pernyataannya:
“Masyarakat selalu dilibatkan dalam proses pembangunan, pemerintahan
dan kemasyarakatan pada tingkat kecamatan peran masyarakat dapat
dilihat hadir dalam MUSREMBANG. dalam MUSREMBANG
kecamatan, Camat selalu mengundang tokoh agama, tokoh masyarakat
dalam menyusun perencanaan pembangunan bersama camat dan kepala
tim perumusan rencana kerja ke depan. Keterlibatan masyarakat dalam
proses pembangunan di kecamatan apakah pembangunan fisik dan non
fisik, dengan bersama-sama pemerintah kecamatan melakukan kegiatan
seperti keagamaan setiap hari Jumat melakukan ceramah-ceramah agama
Jumat ibadah, dengan tujuan memberikan siraman kalbu, pencerahan hati
dengan melibatkan masyarakat dan unsur pemerintah kecamatan.
Partisipasi masyarakat dalam proses arah pembangunan di kecamatan
sebagai mitra pemerintah memberi nasihat dan memberi usulan program
pembangunan yang akan disusun oleh pemerintah kecamatan.
Masyarakat pada pelaksanaan pembangunan bersama-sama pemerintah
kecamatan, melibatkan dalam setiap kegiatan formil dan non formil.
Proaktif pemerintah dalam menyikapi masalah yang terjadi di tengah
masyarakat dengan melakukan musyawarah untuk mencapai mufakat.”
(Wawancara, Juli, 2020)
Pandangan di atas menunjukan bahwa kehadiran peserta dalam
MUSREMBANG tidak semata-mata memenuhi undangan Camat dan dalam
MUSREMBANG tersebut menyampaikan pendapat dalam pengajuan usulan.
Mereka terkesan menyerahkan sepenuhnya kepada Camat.
Mekanisme Pelaksanaan MUSREMBANG tahunan Kecamatan
dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
1. Tahap Persiapan, dengan kegiatan sebagai berikut:
a. Camat menetapkan panitia penyelenggara MUSREMBANG
Kecamatan.
b. Tim penyelenggara melakukan hal-hal sebagai berikut:
Mengkompilasi prioritas kegiatan pembangunan yang menjadi
tanggung jawab kecamatan dari masing-masing desa/ kelurahan
berdasarkan masing-masing fungsinya.
Menyusun jadwal/agenda MUSREMBANG Kecamatan.
Mengumumkan secara terbuka tentang jadwal, agenda dan tempat
penyelenggaraan perencanaan pembangunan (MUSREMBANG)
Kecamatan minimal 7 hari sebelum kegiatan dilakukan, agar
peserta bisa menyiapkan diri dan segera melakukan pendaftaran
atau diundang.
Membuka pendaftaran dan atau mengundang calon peserta
MUSREMBANG Kecamatan, baik wakil dari Desa/ Kelurahan
maupun dari kelompok-kelompok masyarakat, dan tokoh
masyarakat.
Menyiapkan peralatan dan bahan materi serta notulen untuk
MUSREMBANG Kecamatan.
2. Tahap Pelaksanaan, dengan agenda sebagai berikut:
a. Pendaftaran peserta MUSREMBANG Kecamatan.
b. Pemaparan Camat mengenai prioritas masalah Kecamatan.
c. Pemaparan mengenai rancangan rencana kerja di tingkat Kecamatan
yang bersangkutan beserta strategi, dan plafon dana.
d. Pemaparan masalah dan prioritas dari masing-masing desa/ kelurahan
oleh tim penyelenggara MUSREMBANG Kecamatan.
e. Verifikasi oleh tim delegasi desa/kelurahan untuk memastikan semua
prioritas kegiatan yang diusulkan desa/kelurahan.
f. Pembagian peserta MUSREMBANG ke dalam kelompok
pembahasan.
g. Kesepakatan prioritas kegiatan pembangunan kecamatan yang
dianggap perlu oleh peserta MUSREMBANG Kecamatan namun
belum diusulkan oleh Desa/Kelurahan (kegiatan lintas desa/kelurahan
yang belum diusulkan desa/kelurahan).
h. Kesepakatan kriteria untuk menentukan prioritas kegiatan
pembangunan kecamatan.
i. Kesepakatan prioritas kegiatan pembangunan Kecamatan.
j. Pemaparan prioritas pembangunan kecamatan.
3. Keluaran, dokumen Rencana Kerja Pemerintah Kecamatan, Daftar prioritas
kegiatan yang akan disampaikan dalam Proses perencanaan pembangunan
tingkat Kabupaten (MUSREMBANG Kabupaten), Daftar nama delegasi
MUSREMBANG kabupaten.
Tahapan proses perencanaan pembangunan di atas belum di laksanakan
seutuhnya dalam proses perencanaan pembangunan Kecamatan
Bontonompo. Tahapan yang belum dilaksanakan antara lain tahap
pelaksanaan: 1) Verifikasi oleh tim delegasi desa/kelurahan untuk
memastikan semua prioritas kegiatan yang diusulkan desa/kelurahan; 2)
Pembagian peserta MUSREMBANG ke dalam kelompok pembahasan; 3)
Kesepakatan prioritas kegiatan pembangunan kecamatan yang dianggap
perlu oleh peserta MUSREMBANG Kecamatan namun belum diusulkan
oleh Desa/Kelurahan (kegiatan lintas desa/kelurahan yang belum
diusulkan desa/kelurahan); 4) Kesepakatan kriteria untuk menentukan
prioritas kegiatan pembangunan kecamatan; 5) Kesepakatan prioritas
kegiatan pembangunan Kecamatan; 6) Pemaparan prioritas pembangunan
kecamatan.
Salah seorang peserta MUSREMBANG di Kecamatan Bontonompo,
mengemukakan bahwa keterlibatan unsur masyarakat dalam
MUSREMBANG kecamatan masih rendah, hal ini karena kurangnya
informasi penyelenggaraan MUSREMBANG kepada masyarakat dan
memang unsur masyarakat tersebut tidak diundang secara tersendiri oleh
Kecamatan.
Dari pengamatan penulis, peserta MUSREMBANG dihadir oleh:
Anggota DPRD Kabupaten, Dinas Instansi, aparatur kecamatan, kepala
desa/Lurah, LPM/ BPD, PKK, dan tokoh masyarakat, dan nara sumber yang
terdiri dari unsur Bappeda.
Dari hasil pencatatan dokumen dan wawancara dengan informan,
beberapa hal dapat dicatat antara lain sebagai berikut: 1) bahwa proses
perencanaan yang dilaksanakan sekarang sudah sesuai dengan harapan,
namun mekanismenya perlu disempurnakan; 2) ketersediaan dana
pembangunan yang relatif terbatas dan kebutuhan pembiayaan usulan
masyarakat yang jauh melebihi ketersediaan dana yang ada, maka sebaiknya
ada kriteria yang jelas tentang skala prioritas pembangunan dan
diinformasikan kepada masyarakat.
Bila dilihat dari tahapan proses perencanaan pembangunan yang telah
diselenggarakan di tingkat Kecamatan, diperoleh gambaran bahwa beberapa
tahapan proses perencanaan pembangunan di masing-masing desa belum
dilaksanakan, diantaranya tahapan persiapan dan tahapan pembahasan
kegiatan/penetapan prioritas kegiatan yang akan disampaikan ke tingkat
MUSREMBANG Kecamatan.
b. Implementasi Program Musrenbang di Kecamatan Bontonompo
Implementasi Program Musrenbang di Kecamatan Bontonompo adalah
suatu penentu atas keberhasilan dari hasil Musyawarah Perencanaan
Pembangunan (Musrenbang) di Kecamatan Bontonompo Kabupaten Gowa.
Disisi lain pelaksanaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan
(Musrenbang) bukan hanya sekedar memenuhi kewajiban untuk
melaksanakan program wajib yang di intruksikan dari Pusat, melainkan
memenuhi kewajiban untuk mengimplementasikan atas usulan-usalan
program prioritas pada proses hasil Musayawarah Perencanaan Pembangunan
(Musrenbang) di Kecamatan Bontonompo Kabupaten Gowa.
Di Kecamatan Bontonompo Kabupaten Gowa ada 14 desa/Kelurahan
yang terdiri dari 50 Dusun/Lingkungan, dan peneliti mengambil 2 sampel
yaitu satu desa/Kelurahan yang kurang terealisasi usulan musrenbangnya dan
satu desa/Kelurahan yang banyak terealisasi usulan musrenbangnya seperti
yang disampaikan Muchtar Dg. Romo ( Kepala Lingkungan Bontonompo ) di
Kelurahan Bontonompo berikut pernyataannya :
“ Kami selalu mengusulkan setiap tahunnya disetiap musrenbang dan
menjadi skala prioritas dikelurahan kami, tapi apa yang kami usulkan
belum pernah terealisasi, saya juga tidak tahu apa yang menjadi kendala
sehingga usulan kami tidak terealisasi, sehingga kami menganggap
bahwa ini hanya semata menggugurkan kewajiban saja. ( Wawancara
Juli 2020 )
Berbeda dengan pernyataan salah seorang informan dari kelurahan
Tamallayang Muh. Arif Situju ( Lurah Tamallayang ) berikut Pernyataannya :
“ Alhamdulillah semua yang kami usulkan di musrenbang baik itu tahun
2018 sampai dengan tahun 2019 hampir 90 % terealisasi, mungkin
karena kelurahan kami adalah ibu kota Kecamatan sehingga lebih
menjadi prioritas atau mungkin karena di kelurahan kami ada salah
seorang anggota DPRD yang senantiasa memantau dan mengawal
usulan – usulan kami di tingkat Kabupaten. ( Wawancara Juli 2020 )
2.1 Strategi Implementasi Program Musrenbang
Salah satu strategi dalam Implementasi Musrenbang adalah bentuk
kepemimpinan Camat Bontonompo adalah kepemimpinan partisipasif dalam
perencanaan pembangunan. Perencanaan pembangunan tersebut difokuskan
pada kepentingan masyarakat, yaitu berdasarkan pada masalah dan kebutuhan
yang dihadapi masyarakat. Hal ini dapat diperoleh melalui kegiatan
penyelidikan yaitu sebuah proses untuk mengetahui, menggali dan
mengumpulkan masalah dan kebutuhan-kebutuhan bersifat local yang
berkembang di masyarakat.
Kegiatan ini idealnya dilakukan setiap satu tahun sekali karena
merupakan bagian dari proses perencanaan pembangunan yang dilaksanakan
setahun sekali. Kegiatan penyelidikan dimulai dari tingkat RT (Rukun
Tetangga) melalui mekanisme sebagai berikut: Ketua RT dibantu
perangkatnya mengumpulkan warga untuk menggali dan mengumpulkan
masalah-masalah dan kebutuhan masyarakat, sehingga diperoleh daftar
masalah dan kebutuhan secara menyeluruh yang perlu diseleksi lebih lanjut
untuk dipilih mana masalah dan kebutuhan yang dianggap prioritas untuk
dijadikan usulan prioritas dalam tahapan MUSREMBANG.
Sebelum penyeleksian masalah dan kebutuhan, terlebih dahulu
dilakukan review terhadap masalah dan kebutuhan yang diusulkan, ini
ditujukan untuk mengetahui kebenaran dan validitas keadaan masyarakat dan
lingkungan RT secara menyeluruh. Informasi yang teridentifikasi meliputi
berbagai masalah, potensi dan kebutuhan masyarakat di bidang ekonomi,
kesehatan, pendidikan, Insfrastruktur, serta sarana dan prasarana lingkungan.
Adapun masalah dan kebutuhan yang dapat diproses lebih lanjut antara lain:
1) merupakan kebutuhan mendasar; 2) masalah/ kebutuhan yang dipandang
mendesak; 3) dirasakan oleh sebagian besar warga masyarakat; 4) tersedia
potensi atau sumber daya. Pihak yang bertugas mereview adalah Ketua RT
beserta perangkatnya.
Selanjutnya melakukan penentuan prioritas di tingkat RT. Penentuan
prioritas harus dilakukan berdasarkan pengkajian/ analisis masalah melalui
pembobotan/rangking dan pengelompokkan masalah dan kebutuhan.
Penentuan prioritas di tingkat RT didasarkan pada beberapa kriteria sebagai
berikut:
a. Penerima manfaat, semakin besar manfaat bagi masyarakat semakin besar
menjadi prioritas
b. Prinsip gawat mendesak penyebaran, dengan pengertian sebagai berikut:
gawat, jika suatu masalah tidak diatasi akan menimbulkan korban jiwa
atau materi, semakin besar dan banyak korban yang mungkin
ditimbulkan akan semakin gawat.
Mendesak, seberapa lama suatu masalah dapat ditunda
penyelesaiannya semakin tidak dapat ditunda, semakin mendesak.
Penyebaran, bila suatu masalah tidak diatasi akan menimbulkan
masalah baru, semakin banyak masalah baru yang akan ditimbulkan
semakin tinggi tingkat penyebarannya.
c. Cakupan Biaya, yaitu efisiensi penggunaan dana dibandingkan dengan
jumlah masyarakat yang menerima manfaat. Untuk setiap nilai uang yang
digunakan, semakin banyak warga masyarakat yang akan menerima
manfaat akan mempunyai bobot yang tinggi.
d. Keterkaitan, semakin banyak keterkaitan suatu masalah dengan
masalah/kebutuhan lain, semakin besar peluang untuk menjadi prioritas.
Pelaksanaan kegiatan penyelidikan dan seleksi masalah dan kebutuhan
tersebut dilaksanakan di salah seorang rumah warga yang dapat menampung
banyak jumlah peserta, yang dihadiri oleh Ketua RT, perangkat RT, dan
seluruh warga di lingkungan RT yang bersangkutan.
Tingkat kehadiran warga dalam kegiatan penyelidikan pada setiap RT
umumnya cukup baik. Oleh karena kegiatan penyelidikan adalah kegiatan
tersebut dirasakan warga memberikan perbaikan dalam kehidupan warga.
Masalah dan kebutuhan yang diusulkan biasanya disertai upaya pemecahan
oleh pemerintah, sehingga hasil kegiatan penyelidikan bukan hanya
merupakan daftar masalah dan kebutuhan, yang membuat sebagian warga
antuasias menghadiri kembali kegiatan penyelidikan di tahun berikutnya.
Penyelidikan tersebut sangat penting untuk mengetahui, menggali dan
mengumpulkan masalah dan kebutuhan yang dihadapi masyarakat yang
nantinya akan diajukan sebagai usulan prioritas dalam musyawarah
perencanaan pembangunan tingkat Kecamatan dan seterusnya. Seperti yang
dikemukakan oleh Kepala Seksi Pembinaan Desa dan Kelurahan, sebagai
berikut:
“Agar pembangunan dapat mendekati kebutuhan masyarakat,
diperlukan informasi yang jelas tentang masalah, kebutuhan dan potensi
masyarakat yang dikemas dalam kegiatan penyelidikan, dan ini harus
dilakukan mulai tingkatan yang paling rendah yaitu RT, hasil dari
kegiatan ini dijadikan usulan prioritas kegiatan dalam MUSREMBANG.
Apabila masyarakat belum mampu merumuskan sendiri masalah dan
kebutuhannya, maka perangkat desa membantu merumuskan masalah
dan kebutuhan masyarakat tersebut”. (Hasil wawancara juli 2020)
Dari pernyataan di atas dapat diinterpretasikan bahwa kegiatan
penyelidikan ini penting untuk dilaksanakan, namun berdasarkan pengamatan
penulis, bahwa sebagian besar desa belum dapat melakukan pembinaan
kepada warganya khususnya para ketua RT untuk menyelenggarakan kegiatan
penyelidikan. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan jumlah perangkat desa
untuk memberikan pembinaan dan pengawasan terhadap kegiatan
penyelidikan di tingkat RT. Sehingga informasi tentang masalah dan
kebutuhan masyarakat yang diusulkan ke tingkat desa umumnya merupakan
masalah dan kebutuhan masyarakat berdasarkan pandangan para kepala desa/
kelurahan. Seperti yang diungkapkan oleh salah seorang kepala kelurahan
sebagai berikut:
”Sebagai kepala desa/ kelurahan saya tahu persis apa masalah dan
kebutuhan warga meskipun tidak dilakukan kegiatan penyelidikan
masalah dan kebutuhan di tingkat RT. Secara tidak langsung para ketua
RT mempunyai catatan mengenai masalah dan kebutuhan warganya.
Melalui ketua RT dan Ketua RW inilah saya memperoleh informasi
tentang masalah dan kebutuhan warga, meskipun tidak dilakukan dalam
suatu rembug warga”. (wawancara, Juli 2020)
Senada dengan pernyataan di atas, Kepala Desa Bontolangkasa Selatan
mengungkapkan bahwa:
Berdasarkan hasil wawancara dari informan di atas menunjukan bahwa
masalah dan kebutuhan yang diusulkan di tingkat desa tidak seluruhnya
berasal dari kegiatan penyelidikan yang dilakukan di tingkat RT, bahkan
untuk beberapa desa/ kelurahan ide usulan yang dirumuskan digali oleh elit
desa seperti kades dan perangkatnya.
Berdasarkan uraian di atas, tidak semua RT dalam satu desa
menyelenggarakan kegiatan penyelidikan. Bagi RT yang tidak
menyelenggarakan kegiatan penyelidikan mempunyai alasan tertentu, yakni
sebelum masalah dan kebutuhan yang diusulkan tahun kemarin ditindaklanjuti
maka pihak RT tidak akan melakukan penggalian masalah dan kebutuhan di
tahun berikutnya.
Penyebab lainnya adalah bahwa keterbatasan pemahaman masyarakat
tentang perencanaan partisipatif menghambat pelaksanaan penyelidikan juga
menghambat perencanaan pembangunan. Oleh karena itu diperlukan
sosialisasi perencanaan partisipatif kepada warga. Sosialisasi merupakan
kegiatan awal yang perlu dilakukan dalam upaya memberikan informasi,
pemahaman serta pelibatan masyarakat dalam perencanaan pembangunan.
Dengan dilaksanakannya sosialisasi diharapkan dapat melibatkan sebanyak
mungkin masyarakat dalam proses perencanaan pembangunan. Hasil yang
diharapkan dari kegiatan ini adalah masyarakat mengetahui, memahami,
peduli untuk terlibat dalam rangkaian tahapan perencanaan partisipatif mulai
dari perencanaan, penyusunan dan pelaksanaan.
Keterbatasan pemahaman masyarakat Kecamatan Bontonompo akan
perencanaan partisipatif masih sangat rendah, akibatnya menurut pengamatan
penulis, sulit mengumpulkan masyarakat untuk merumuskan masalah dan
kebutuhan pembangunan desa, tidak sedikit dari mereka yang tidak mengerti
tujuan dari kegiatan ini. Perlu diberikan pemahaman kepada mereka, agar
sesuai dengan tujuan perencanan partisipatif yaitu pertama bersama-sama
merumuskan dan memutuskan langkah-langkah pembangunan yang perlu
dilakukan untuk membangun desa atau wilayah mereka, yang kedua,
menghasilkan suatu rencana pembangunan yang komprehensif yang
merupakan hasil kesepakatan bersama. Dan harus ditekankan bahwa
merencanakan pembangunan itu tugas pemerintah dan masyarakat, anggapan
kalau itu tugas pemerintah semata harus dibuang jauh-jauh.
Pentingnya kegiatan mengidentifikasi masalah dan kebutuhan
masyarakat adalah langkah penting dalam pembangunan yang mendekati
kebutuhan masyarakat adalah mengidentifikasi masalah dan kebutuhan
masyarakat tersebut. Karena perencanaan partisipatif tidak sekedar didasarkan
pada ”daftar keinginan ” pihak tertentu, melainkan benar-benar berbasis
kebutuhan nyata seluruh lapisan masyarakat dengan strategi jelas dan terarah.
Namun dalam prakteknya itu susah sekali, karena masyarakat itu heterogen,
memiliki kesibukan yang beragam, kepentingannya macam-macam, kalaupun
dapat dikumpulkan dalam satu forum belum tentu sepakat, jadi yang bisa kita
lakukan adalah menampung aspirasi mereka dan memilih mana yang
dianggap prioritas.
Setelah diperoleh hasil dari serangkaian kegiatan mulai dari kegiatan
penyelidikan sampai penentuan prioritas masalah dan kebutuhan yang
umumnya berupa kegiatan fisik, hasil tersebut diusulkan pada tingkatan yang
lebih tinggi yaitu RW (Rukun Warga), kemudian ke tingkat Desa/ kelurahan,
barulah sampai pada tingkat desa. Di tingkat desa, usulan dari setiap desa/
kelurahan di bahas dalam suatu wadah yang disebut musyawarah perencanaan
pembangunan desa (MUSREMBANG desa) yang biasa dilakukan setiap
tahunnya.
Berdasarkan program pemerintah dalam rangka peningkatan Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Gowa, masalah dan kebutuhan
masyarakat Kecamatan Bontonompo digolongkan dalam tiga, yaitu 1) Bidang
pendidikan; 2) Bidang Kesehatan; 3) Bidang ekonomi (daya beli). Ketiganya
merupakan kebutuhan dasar yang memiliki peranan yang penting dalam
menumbuhkan dan meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM)
masyarakat Kecamatan Bontonompo.
Pihak kecamatan berusaha untuk mengakomodasi masalah dan
kebutuhan masyarakat yang berkaitan dengan ketiga IPM tersebut. Mengingat
IPM adalah yang mampu menunjukan seberapa jauh keberhasilan suatu
wilayah dan meningkatkan kualitas SDM. Oleh karena itu, IPM dapat
dijadikan dasar penentuan target dan pengukuran kemajuan program program
pembangunan secara keseluruhan yang berlangsung menyentuh kualitas
masyarakatnya.
Prioritas kegiatan sebagian besar telah mengakomodasi usulan
masyarakat Desa yang sifatnya mendesak seperti Infrastruktur, jalan, dan
kegiatan fisik lainnya. Namun ada beberapa usulan masyarakat desa pada
umumnya yang sifatnya mendesak yang belum terakomodasi dalam prioritas
kegiatan yang diusulkan kecamatan, yaitu usulan pinjaman modal untuk
usaha, Pembangunan Pustu, Dari sekian prioritas kegiatan yang diusulkan
kecamatan belum tentu semuanya terakomodasi dalam MUSREMBANG yang
lebih tinggi.
Hasil pengamatan penulis dapat diinterpretasikan bahwa kegiatan yang
dianggap prioritas oleh kecamatan belum tentu dianggap prioritas dalam
MUSREMBANG Kabupaten, dan sebaliknya kegiatan yang menurut
kecamatan tidak prioritas, jadi merupakan kegiatan yang prioritas dalam
MUSREMBANG Kabupaten.
Camat Bontonompo juga menyatakan bahwa MUSREMBANG
kecamatan telah menyesuaikan rencana pembangunan dengan masalah dan
kebutuhan masyarakat, berikut petikan :
”Tentunya apa yang diputuskan dalam MUSREMBANG berdasarkan
masukan dari masyarakat, berdasarkan masalah dan kebutuhan yang
dijaring melalui kegiatan penyelidikan mulai tingkat RT, dibawa
ketingkat RW, desa/ kelurahan, desa dan disampaikan pada
MUSREMBANG kecamatan untuk dipilih mana prioritas kegiatan yang
akan diusulkan dari sekian puluh kegiatan yang diusulkan oleh
masingmasing desa, mungkin ada pihak yang kecewa ketika usulannya
tidak terakomodasi dalam prioritas kegiatan kecamatan, tapi kita harus
berlapang dada…......karena tidak mungkin semua usulan dapat
diakomodasi mengingat jumlah anggaran yang terbatas” (wawancara ,
Juli, 2020 ).
Identifikasi masalah dan kebutuhan masyarakat di kelurahan dimulai
dari tingkat RT. Namun setelah dilakukan konfirmasi dengan masyarakat, ada
beberapa kelompok masyarakat yang tidak setuju dengan apa yang
dikemukakan oleh Camat dan Lurah khususnya kelompok masyarakat yang
memang belum pernah terlibat dalam kegiatan penyelidikan di tingkat RT
untuk mengetahui, menggali masalah dan kebutuhan masyarakat. Mereka
mengemukakan bahwa pertemuan pertemuan baru dilaksanakan ketika ada
kejadian atau peristiwa yang mendadak misalnya kasus pencurian, pihak RT
baru mengundang warganya untuk segera mengaktifkan kembali ronda
malam, kalau pertemuan yang sengaja membahas masalah dan kebutuhan
masyarakat dalam pembangunan belum pernah diselenggarakan.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa belum maksimal
dapat diwujudkan kesesuaian antara rencana dengan masalah dan kebutuhan
masyarakat. Ini ditandai dengan beberapa kegiatan prioritas yang diusulkan
desa tidak terakomodasi dalam prioritas kegiatan kecamatan.
Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, penjaringan aspirasi
masyarakat di Kecamatan Bontonompo beragam, ada yang memulai
penjaringan aspirasi dari tingkat RT dan biasa disebut kegiatan penyelidikan
masalah dan kebutuhan masyarakat, ada juga yang melakukan penjaringan
aspirasi baru dimulai pada tingkat desa/ kelurahan dan bahkan ada yang
langsung menyelenggarakan MUSREMBANG desa tanpa melakukan
penjaringan aspirasi masyarakat, dengan asumsi bahwa peserta yang diundang
dalam MUSREMBANG desa adalah para ketua RW dan Tokoh masyarakat,
LPM dan Karangtaruna yang diyakini dapat memahami apa masalah dan
kebutuhan warganya.
Sebagian besar penjaringan aspirasi masyarakat dilakukan di tingkat
desa/ kelurahan. Penjaringan aspirasi ini dilakukan 2 minggu sebelum
pelaksanaan MUSREMBANG desa. Meskipun penjaringan aspirasi
masyarakat/ kegiatan penyelidikan masalah dan kebutuhan masyarakat pada
umumnya dilakukan di tingkat desa/ kelurahan namun tidak mengabaikan
aspirasi masyarakat dari tingkat bawah.
Penjaringan aspirasi masyarakat tetap dilakukan mulai tingkatan paling
bawah yaitu RT, dan harus melibatkan seluruh masyarakat untuk memperoleh
informasi yang tepat mengenai masalah dan kebutuhan masyarakat. Namun
bila penjaringan dilakukan di level desa/ kelurahan, belum tentu menjamin
informasi yang tepat dan riil sesuai dengan apa yang menjadi masalah dan
kebutuhan masyarakat secara keseluruhan, karena di level desa/ kelurahan
yang diundang hanyalah para Ketua RT dan Ketua RW saja, yang belum tentu
paham akan masalah dan kebutuhan warganya.
Untuk mendapatkan infornasi yang tepat dan riil tentang masalah dan
kebutuhan masyarakat tentu harus digali dari seluruh masyarakat, bukan
perwakilan. Masalah dan kebutuhan apapun tentunya masyarakat sendiri yang
tahu, oleh karena itu penjaringan apirasi dilakukan secara menyeluruh
terhadap masyarakat, setelah mendapatkan informasi yang lengkap barulah
dibuat daftar prioritas dari semua masalah dan kebutuhan yang telah
ditampung, penentuan prioritas kegiatan pun harus dilakukan oleh
masyarakat, bukan beradasarkan kehendak aparat desa.
Karena keterbatasan sumber daya manusia di desa dalam prakteknya,
kegiatan penjaringan aspirasi disetiap desa beragam, ada yang dilakukan
mulai dari level RT, RW, dan level desa/ kelurahan. Hal tersebut merupakan
pekerjaan rumah bagi aparat pemerintah untuk segera memperbaiki dan
menyempurnakan mekanisme proses perencanaan pembangunan di Wilayah
Kecamatan Bontonompo.
Kegiatan penyelidikan untuk mendapatkan informasi mengenai
masalah dan kebutuhan masyarakat di desa dilakukan mulai tingkat RT. Hal
ini dapat dilakukan karena Kepala Desa selalu turun ke RT/RW untuk melihat
langsung bagaimana kondisi masyarakatnya, apa yang dibutuhkan oleh
masyarakatnya. Kedekatan kepala desa dengan warga bukan semata-mata
minta dukungan tetapi untuk dapat mengembangkan dan memajukan desa
agar kesejahteraan masyarakat meningkat. Kepala desa tidak menginginkan
apabila program yang diputuskan tidak sesuai dengan kebutuhan warga.
Kunjungan Camat ke desa-desa menunjukan perhatian Camat kepada
masyarakatnya, Camat juga selalu menekankan untuk berkomunikasi dengan
warga di setiap kesempatan. Berikut petikan wawancaranya:
”Menjelang diadakannya MUSREMBANG kecamatan terlebih dahulu
kita melakukan penjaringan aspirasi masyarakat, biasanya
mengumpulkan seluruh tokoh masyarakat, kepala desa, dn ketua RT/
RW untuk membahas masalah dan potensi warga, setiap warga bebas
mengemukakan pendapatnya, karena suasana penjaringan aspirasi
tidak dibuat formal, sehingga setiap warga dengan suasana santai bisa
berbicara
mengeluarkan ide dan sarannya”. (Wawancara Juli, 2020)
Kerja keras Camat dalam mengupayakan kerja sama serta
memperhatikan aspirasi masyarakatnya berbuah dukungan dari warga.
Masyarakat turut berpartisipasi dalam pembangunan desa, untuk beberapa
kegiatan desa yang mendesak bisa dibiayai dari swadaya masyarakat, seperti
pembangunan, perbaikan jalan dan pembangunan mesjid. Hubungan yang
baik antara Camat dan masyarakatnya dapat menumbuhkan kepercayaan
masyarakat serta meningkatkan partisipasi masyarakat dalam proses
perencanaan pembangunan.
Apa yang telah penulis ungkapkan di atas, merupakan indikasi
Implementasi program musrenbang di Kecamatan Bontonompo Kabupaten
Gowa.
Implementasi menurut Meter Van dan Van Horn (1975:447),
menjelaskan bahwa implementasi adalah tindakan-tindakan yang dilakukan
baik oleh individu individu/ pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok
pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang
telah digariskan dalam keputusan kebijakan.
Kepemimpinan akan berlangsung efektif bilamana mampu memenuhi
perannya. Maksud peran di sini adalah jabatan (pekerjaan) yang dilakukan
atau kegunaan sesuatu hal atau kerja suatu bagian tubuh (Veitsal Rivai,
2004:53). Untuk itu setiap pemimpin harus mampu menganalisa situasi
kebiasaan masyarakatnya atau organisasinya, yang dapat di manfaatkan dalam
mewujudkan peran kepemimpinan dengan kerja sama dan bantuan orang-
orang yang dipimpinnya. Peran kepemimpinan itu berhubungan langsung
dengan situasi dalam kehidupan organisasinya masing-masing, yang
mengisyaratkan bahwa setiap pemimpin berada di dalam bukan di luar situasi
itu. Pemimpin harus berusaha agar menjadi bagian di dalam situasi
masyarakat atau organisasinya (Nawawi 2000:74). Pemimpin yang membuat
keputusan dengan memberikan situasi masyarakat atau organisasi akan
dirasakan sebagai keputusan bersama yang menjadi tanggung jawab bersama
pula dalam melaksanakannya. Dengan demikian akan terbuka peluang bagi
pemimpin untuk mewujudkan fungsi-fungsi kepemimpinan sejalan dengan
situasi yang dikembangkannya. Oleh karena itu peran kepemimpinan Camat
Bontonompo merupakan gejala, karena harus diwujudkan dalam interaksi
antar individu di dalam situasi suatu masyarakat/ organisasi.
Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa perencanaan
pembangunan di Kecamatan Bontonompo sudah cukup memperhatikan
aspirasi masyarakat dengan memenuhi sikap saling percaya dan terbuka.
Kegiatan penjaringan aspirasi masyarakat dilakukan di level desa/ kelurahan
sehingga hanya perwakilan masyarakat saja yang menyampaikan masalah dan
kebutuhan yang dihadapi.
2.2 Strategi Partisipatoris
Strategi partisipatoris Camat Bontonompo dapat dilihat dari
keterlibatan masyarakat dalam forum pertemuan dimana setiap masyarakat
diberi peluang yang sama dalam memberikan sumbangan pemikiran tanpa
dihambat oleh kemampuan berbicara, waktu dan tempat.
Pada tingkat kecamatan ini dilakukan penjaringan aspirasi dalam proses
perencanaan pembangunan melalui Musyawarah Perencanaan Pembangunan
(MUSREMBANG).
Untuk kecamatan Bontonompo, MUSREMBANG selalu di lakukan
setiap tahunnya. MUSREMBANG Kecamatan Bontonompo
penyelenggaraannya sudah cukup optimal dilakukan. Hal ini dapat dilihat dari
keterlibatan masyarakat dalam MUSREMBANG cukup mewakili seluruh
masyarakat kecamatan Bontonompo. Seperti yang dikemukakan oleh Kepala
Seksi Pembangunan bahwa peserta yang diundang dalam MUSREMBANG
adalah tokoh masyarakat, kepala desa, LPM, dan Karangtaruna yang ada di
lingkungan Kecamatan Bontonompo. Semua yang undang sudah mewakili
semua unsur masyarakat.
Forum yang melibatkan masyarakat adalah hanya pada proses
perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan pembangunan. Pada tingkatan
yang lebih tinggi keterlibatan masyarakat semakin berkurang. Oleh karena itu
pada tahapan proses perencanaan pembangunan (MUSREMBANG)
Kecamatan, keterlibatan masyarakat sebanyak mungkin agar dapat menyerap
aspirasi sesuai dengan masalah dan kebutuhan masyarakat yang nyata sangat
ditekankan. Seperti yang dikemukakan oleh Kepala Sub Bagian Perencanaan
dan Pelaporan Kec. Bontonompo sebagai berikut:
“Keterlibatan masyarakat di tingkat desa inilah yang harus ditingkatkan,
idealnya desa sudah melakukan identifikasi masalah dan kebutuhan dari
tingkat RT/RW sebagai bahan untuk diproses lebih lanjut, data dan
informasi itulah salah satu
syarat bila desa mau menyelenggarakan MUSREMBANG kecamatan”.
(Wawancara, Juli 2020)
Hal senada juga disampaikan Kasi Pembinaan Desa dan Kelurahan
Kecamatan Bontonompo bahwa penggalian aspirasi masyarakat lebih banyak
dilakukan di tingkat desa, karena rentang kendalinya lebih dekat.
Bila dilihat dari tahap persiapan dan tahap pelaksanaan proses
perencanaan pembangunan yang telah diselenggarakan oleh masing-masing
desa diperoleh gambaran sebagai berikut:
1. Kegiatan menampung dan menetapkan prioritas kebutuhan dari tingkat
bawah (tingkat RT/RW) sudah dilaksanakan dengan baik.
2. Musrembang mencerminkan para tokoh tokoh masyarakat mendiskusikan
jenis usulan yang diajukan pada saat pelaksanaan musbang dan digali dari
kelompok-kelompok masyarakat (tingkat RT).
3. Menetapkan prioritas kegiatan yang akan diajukan ke Kecamatan
terpenuhi, penetapan prioritas kegiatan dilakukan oleh Camat dengan
melibatkan tokoh masyarakat, LPM dan Karangtaruna.
Tidak terakomodasinya usulan warga dalam perencanaan
pembangunan disebabkan keterbatasan anggaran untuk membiayai semua
usulan masyarakat. Jumlah usulan yang disampaikan tidak sebanding dengan
anggaran yang tersedia. Oleh karena itu dilakukan penilaian terhadap setiap
usulan untuk dijadikan prioritas kegiatan yang akan didanai oleh APBD.
Sumber pendanaan itu tidak hanya dari APBD saja, tapi juga ada sumber
pendanaan yang lain seperrti APBD provinsi dan dana desa melalui APBN.
Perencanaan Pembangunan Tingkat Kecamatan (MUSREMBANG
Kecamatan) adalah forum untuk musyawarah stakeholders Kecamatan untuk
mendapatkan masukan prioritas kegiatan dari desa/kelurahan serta
menyepakati kegiatan lintas desa/kelurahan di Kecamatan tersebut sebagai
dasar penyusunan rencana kerja satuan kerja perangkat Kecamatan
kabupaten/Kota pada tahap berikutnya.
Camat menyelenggarakan dan bertanggung jawab atas perencanaan
pembangunan di kecamatan melalui MUSREMBANG Kecamatan.
Stakeholders Kecamatan adalah pihak yang berkepentingan dengan prioritas
kegiatan dari desa/kelurahan untuk mengatasi permasalahan di Kecamatan
serta pihak-pihak yang berkaitan dengan dan terkena dampak hasil
musyawarah. Sedangkan nara sumber adalah pihak pemberi informasi yang
perlu diketahui peserta MUSREMBANG untuk proses pengambilan
keputusan hasil MUSREMBANG.
Tujuan pelaksanaan MUSREMBANG tingkat Kecamatan adalah:
1. Membahas dan menyepakati hasil-hasil MUSREMBANG dari tingkat
Desa/Kelurahan yang akan menjadi prioritas kegiatan pembangunan di
wilayah Kecamatan yang bersangkutan.
2. Membahas dan menetapkan prioritas kegiatan pembangunan di tingkat
Kecamatan yang belum tercakup dalam prioritas kegiatan pembangunan
Desa/Kelurahan.
3. Melakukan klarifikasi atas prioritas kegiatan pembangunan Kecamatan
sesuai dengan fungsi-fungsi Satuan Kerja Perangkat Kecamatan.
3. Peran Kepemimpinan dalam Membangun Sinergitas
Perang kepemimpinan Camat dalam melakukan membangun sinergitas
perencanaan pembangunan dalam wilayah pemerintanhannya dapat dilihat
ketika perencanaan pembangunan selalu menekankan kerja sama antar
wilayah administrasi dan geografi, serta kerja sama (interaksi) diantara para
Kepala Desa/ Kelurahan, LPM, Tokoh Masyarakat dan Karangtaruna
(stakeholders).
Pada tingkat kecamatan, kegiatan rapat yang berkaitan dengan
perencanaan pembangunan sebenarnya tidak hanya dilakukan dalam forum
MUSREMBANG saja, tapi juga diselenggarakan forum-forum lain di luar
MUSREMBANG bila dibutuhkan. Ketika ada program atau kegiatan yang
sumber dananya dari yang lain, misalnya dari APBN. Seperti program
pembangunan yang sumber dananya dari pusat, berupa pemberian bantuan
modal kepada masyarakat disesuaikan dengan keahlian, misalnya peternak
diberi bantuan modal berupa sapi, petani diberi bantuan modal berupa benih,
dan pupuk. Sehingga keberlanjutan perencanaan dapat dipertahankan di
Kecamatan Bontonompo melalui forum diskusi warga yang diselenggarakan
di luar MUSREMBANG desa.
Perencanaan pembangunan yang diputuskan dalam MUSREMBANG
Kecamatan merupakan hasil memaduserasikan antara prioritas usulan dari
berbagai desa dengan prioritas usulan dari SKPD. Usulan yang terakomodasi
dalam prioritas kegiatan kecamatan adalah usulan yang mempunyai kaitannya
dengan sinergitasnya, yaitu usulan kegiatan yang memang mempunyai
keterkaitan dengan usulan kegiatan yang diusulkan oleh SKPD.
Untuk mengetahui apakah suatu usulan mempunyai keterkaitan dengan
usulan lain yang diajukan baik oleh SKPD maupun desa lain diperlukan
interaksi diantara semua peserta. Sinergitas perencanaan merupakan bagian
dari kriteria yang harus dipenuhi oleh semua usulan yang masuk untuk
dijadikan daftar prioritas usulan yang didanai oleh APBD.
Usulan yang diakomodasi itu adalah usulan yang mempunyaiketerkaitan
dengan sinergitasnya, maksudnya adalah suatu usulan kegiatan memiliki
keterkaitan dengan usulan kegiatan dari SKPD lain, misalnya usulan
pembangunan jalan dilihat dari masalah dan potensi, apabila jalan tersebut
tidak dibangun maka akan berpengaruh terhadap penurunan pendapatan
masyarakat, karena jalan tersebut merupakan akses penting menuju pasar. Jadi
disini ada keterkaitan antar bina marga, pasar dan mungkin SKPD lain.
Usulan yang seperti ini yang dapat diakomodasi.
Sinergitas usulan antara satu SKPD dengan SKPD lainnya menjadi
salah satu kriteria diakomodasi tidaknya suatu usulan kegiatan. Disini
ditekankan kerja sama antar wilayah dan geografi untuk mencapai
sinkronisasi kegiatan, juga diperlukan interaksi diantara stakeholders dalam
membahas kegiatan apa saja yang dijadikan prioritas untuk diusulkan ke
tingkat yang lebih tinggi.
Berdasarkan hasil pengamatan, MUSREMBANG Kecamatan
Bontonompo sudah memenuhi kriteria sinergitas perencanaan, meskipun
dalam pelaksanaannya belum optimal. Hal ini ditandai dengan masih
terdapatnya ketidaksinkronan antara usulan SKPD dengan usulan desa
sehingga harus ada usulan yang dikorbankan dari pihak Desa. Namun dengan
adanya program P3K diharapkan Usulan desa yang tercover dalam prioritas
usulan kecamatan tidak tergeser oleh usulan SKPD.
Legalitas perencanaan adalah perencanaan pembangunan yang
dilakukan di Kecamatan Bontonompo sesuai dengan regulasi yang ada dan
dapat dipertanggungjawabkan. Perencanaan pembangunan mengacu pada
semua peraturan yang berlaku yaitu berdasarkan pada: yang pertama,
ditingkat nasional sumber hukum yang digunakan dalam perencanaan
pembangunan adalah Undangundang No. 25 tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional dan Peraturan Bupati tentang tata cara
penyusunan, penetapan dan pelaporan Rencana Kerja Pemerintah kecamatan.
Perencanaan pembangunan Kecamatan Bontonompo menjungjung
tinggi etika dan tata nilai masyarakat, hal ini dapat dilihat dari tidak adanya
gejolak dari masyarakat atas perencanaan pembangunan yang diputuskan,
karena masyarakat pun terlibat dalam proses tersebut. Seperti yang
dikemukakan oleh Camat sebagai berikut:
”Semuanya berasal dari masyarakat, oleh masyarakat dan untuk
masyarakat, tentunya sesuai dengan etika dan nilai yang berkembang
di masyarakat, kita ini hanya fasilitator saja, semuanya masyarakat
yang mengatur.......tentunya tidak memberikan peluang bagi
penyalahgunaan wewwenang, kalaupun ada itu bukan salah
perencanaannya tapi salah orangnya” (Wawancara, Juli 2020)
Meskipun berdasarkan beberapa informan mengatakan bahwa
ketrelibatan masyarakat hanya terbatas pada tahap merumuskan kegiatan saja,
tidak terlibat dalam pengambilan keputusan dalam memutuskan kegiatan
prioritas, itu pun masyarakat yang terlibat dalam proses perencanaan
pembangunan di tingkat Desa maupun Kecamatan hanya sebagian kecil
masyarakat saja, dan sebagian besar adalah mereka yang sudah beberapa kali
ikut terlibat dalam proses perencanaan pembangunan tersebut.
Kepemimpinan memegan peranan yang penting dalam pencapaian
tujuan organisasi, Jika Kecamatan merupakan wilayah kerja Camat sebagai
perangkat daerah dipimpin Camat, yang berkedudukan di bawah dan
bertanggungjawab kepada Bupati melalui Sekretaris Daerah. Camat
mempunyai tugas dan fungsi melaksanakan sebagian urusan kewenangan
pemerintah daerah yang dilimpahkan oleh Bupati untuk menangani urusan
otonomi daerah. Kecamatan mempunyai tugas menyelenggarakan pengelolaan
penyusunan perencanaan dan program, urusan keuangan, kepegawaian, umum
dan mengkoordinasikan secara teknis dan administratif pelaksanaan kegiatan
kecamatan serta pelaksanaan tugas lain yang diberikan tugas Camat adalah
Memimpin organisasi kecamatan,dan mengkoordinasikan pelaksanaan tugas
dan fungsi Kecamatan secara keseluruhan Camat membina mengarahkan
mengkotrol, Kerja Pegawai Kantor Kecamatan maupun Kelurahan untuk
mencapai tujuan pemerintah telah ditentukan sebelumnya, pengelolan
kecamatan oleh camat dan kerja pegawai di kantor kecamatan Ibele sesuai
aspirasi masyarakat yang dinaikan kepada Camat maupun Kinerja Pagawai
Kecamatan untuk mencapai hadapan masyarakat kecamatan.
Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa Perencanaan
pembangunan berdasarkan kesepakatan masyarakat melalui Musyawarah
perencanaan pembangunan (MUSREMBANG) sehingga sesuai sumber
hukum dalam perencanaan pembangunan dan menjungjung etika dan nilai
yang ada di masayarakat.
Apa yang telah dilakukan oleh Camat Bontonompo, sejalan dengan
dengan apa yang ditegaskan oleh Armstrong (1999:90) bahwa kepemimpinan
adalah sesuatu mengenai mendorong dan membangkitkan individu dan
kelompok untuk berusaha sebaik baiknya untuk mencapai hasil yang
diinginkan. Pemimpin hanya melakukan apa yang harus mereka lakukan
dengan dukungan kelompok mereka, yang harus diberi inspirasi dan
dipersuasi untuk mengikuti mereka. Kepemimpinan diperlukan karena
seseorang harus menunjukkan jalan dan bahwa orang yang sama harus
memastikan bahwa setiap orang yang berkepentingan tiba disana.
Kemampuan mempengaruhi sikap orang lain, apakah dia pegawai bawahan,
rekan sekerja atau atasan. Adanya pengikut yang dapat dipengaruhi, baik oleh
ajakan, anjuran, bujukan, sugesti, pemerintah, saran atau bentuk lainnya.
Adanya tujuan yang hendak dicapai.
C. Pembahasan Hasil Penelitian
Sesuai dengan masalah penelitian yang telah ditetapkan, yaitu;
Implementasi Program Musrenbang di Kecamatan Bontonompo Kabupaten
Gowa, maka penelitian ini difokuskan pada 3 (tiga) peran kepemimpinan
pemerintah kecamatan dalam meningkatkan partisipasi masyarakat, yaitu: 1)
peran kepemimpinan sebagai perencana pembangunan, 2) peran
kempemimpinan sebagai penentu strategi, dan 3) peran kepemimpinan dalam
membangun sinergitas
Horoepoetri, Arimbi dan Santosa (2Q03) mengemukakan beberapa
dimensi peran sebagai berikut: 1) peran sebagai perencana, 2) peran sebagai
penentu strategi, dan 3) peran sinergitas. Di samping itu, analisis penelitian ini
juga mangacu pada pendapat Wicaksono dan Sugiarto (Wijaya, 2001:16) yang
menegaskan bahwa perencanaan partisipatif adalah usaha yang dilakukan
masyarakat untuk memecahkan masalah yang dihadapi agar mencapai kondisi
yang diharapkan berdasarkan kebutuhan dan kemampuan secara mandiri.
Berdasarkan pendapat Wicaksono dan Sugiarto pelaksanaan
perencanaan dapat dikatakan partisipatif bila memenuhi ciri-ciri sebagai
berikut:
1. Fokus perencanaan, berdasarkan pada masalah dan kebutuhan yang
dihadapi masyarakat serta memperhatikan aspirasi masyarakat yang
memenuhi sikap saling percaya dan terbuka.
2. Partisipasi masyarakat dimana setiap masyarakat memperoleh peluang
yang sama dalam sumbangan pemikiran tanpa dihambat oleh kemampuan
berbicara, waktu dan tempat.
3. Sinergitas perencanaan yaitu selalu menekankan kerja sama antar wilayah
dan geografi, serta interaksi diantara stakeholders.
Untuk mengetahui efektifitas kepemimpinan pemerintah kecamatan
dalam meningkat partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan di
Kecamatan Bontonompo Kabupaten Gowa, maka analisis yang digunakan
adalah:
1. Perencanaan pembangunan, didasarkan pada masalah dan kebutuhan
yang dihadapi masyarakat serta memperhatikan aspirasi masyarakat yang
memenuhi sikap saling percaya dan terbuka. Pelaksanaan perencanaan
partisipatif di Kecamatan Bontonompo Kabupaten Gowa dilakukan dalam
rangka menyusun perencanaan pembangunan tahunan kecamatan berupa
daftar prioritas kegiatan kecamatan yang akan disampaikan pada proses
yang lebih tinggi.
Tujuan dari kegiatan perencanaan pembangunan yang partisipatif itu
sendiri adalah:
a. Menentukan arah dan tujuan kegiatan perencanaan pembangunan oleh
masyarakat.
b. Teridentifikasinya jenis-jenis usulan dan rencana kegiatan berdasarkan
pada kekuatan dan potensi yang ada serta kebutuhan riil masyarakat.
c. Teridentifikasinya rencana program masyarakat dalam pembangunan.
Pada pelaksanaannya di Kecamatan Bontonompo Kabupaten Gowa,
perencanaan partisipatif dimulai dari tahapan persiapan, pelaksanaan,
dan keluaran perencanaan pembangunan. Masyarakat diharapkan
terlibat dan memahami seluruh rangkaian dari proses perencanaan
pembangnan di Kecamatan Bontonompo Kabupaten Gowa.
Fokus perencanaan yang berdasarkan masalah dan kebutuhan
masyarakat dapat diperoleh melalui kegiatan penyelidikan masalah
dan kebutuhan mulai dari tingkat RT yang merupakan bagian dari
tahap persiapan dalam proses perencanaan pembangunan. Berdasarkan
hasil penelitian, untuk beberapa desa melakukan kegiatan penyelidikan
masalah dan kebutuhan masyarakat mulai tingkat RT sehingga
diperoleh profil masalah dan kebutuhan masyarakat, namun untuk
sebagian desa lainnya jenis usulan yang diajukan didiskusikan pada
saat pelaksanaan musbang desa/ kelurahan, dan bukan digali dari
kelompok-kelompok masyarakat.
Perencanaan yang disiapkan belum memperhatikan aspirasi
masyarakat yang memenuhi sikap saling percaya dan terbuka. Hal ini
dapat dilihat dari hasil penelitian yang menunjukan bahwa pelibatan
masyarakat dilakukan pada tingkat desa/ kelurahan yang artinya hanya
perwakilan masyarakat yang terlibat dalam proses perencanaan
pembangunan namun tidak dilibatkan dalam penetapan daftar prioritas
masalah dan kebutuhan desa/ kelurahan yang akan disampaikan pada
proses perencanaan pembanggunan (MUSREMBANG) kecamatan.
2. Strategi dalam meningkatkan partisipasi masyarakat
diimplementasikan dengan memberi peluang yang sama kepada
masyarakat dalam memberikan sara (sumbangan pemikiran) tanpa
dihambat oleh kemampuan berbicara, waktu dan tempat. Di samping itu
pula, masyarakat dilibatkan secara penuh dalam memutuskan kegiatan
mana yang dianggap prioritas untuk diajukan ke MUSREMBANG yang
lebih tinggi.
Strategi tersebut di atas dapat meningkatkan partisipasi masyarakat dalam
forum MUSREMBANG atau dalam proses perencanaan, pelaksanaan dan
pengawasan pembangunan. Meningkatnya partisipasi masyarakat dalam
proses perencanaan pembangunan dipengaruhi oleh faktor:
a. Pemahaman masyarakat terhadap perencanaan pembangunan.
b. Sikap antusias masyarakat terhadap proses perencanaan pembangunan
karena saran mereka di dengar/ terakomodasi.
c. Responsivitas aparatur kecamatan dalam memberikan informasi
mengenai perencanaan pembangunan kepada masyarakat.
d. Waktu penyelenggaraan perencanaan pembangunan relatif cukup
sehingga seimbang dengan materi yang harus dibahas dan diputuskan.
3. Sinergitas perencanaan diimplimentasikan dalam bentuk kerja sama
antar wilayah dan geografi, serta interaksi diantara stakeholders. Pada
pelaksanaan perencanaan partisipatif dalam proses perencanaan
pembangunan di Kecamatan Bontonompo, proses pengambilan keputusan
yang diselenggarakan di tingkat Desa dan Kecamatan secara formal telah
dilakukan dengan baik meskipun ada beberapa tahapan dalam proses
perencanaan pembangunan tidak dilaksanakan. Bila dilihat dari sisi
peserta, sudah cukup mewakili unsur masyarakat.
Hasil kesepakatan peserta MUSREMBANG kecamatan berupa daftar
prioritas usulan/kegiatan kecamatan yang merupakan hasil kerja sama
anatar wilayah administrasi dan geografi serta merupakan hasil interaksi
antara stakeholders. Pada umumnya dapat diterima oleh peserta
MUSREMBANG.
Partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan memberikan
banyak manfaat bagi masyarakat itu sendiri, diantaranya meningkatkan
kemampuan masyarakat melalui pelaksanaan program pembangunan, agar
kondisi kehidupan masyarakat mencapai tingkat kemampuan yang
diharapkan, memberi kekuasaan atau mendelegasikan kewenangan kepada
masyarakat agar masyarakat memiliki kemandirian dalam pengambilan
keputusan untuk membangun diri dan lingkungannya. Dengan demikian
upaya melibatkan masyarakat dalam perencanaan pembangunan berarti
memampukan dan memandirikan masyarakat.
Berdasarkan pembahasan hasil penelitian, partisipasi masyarakat dalam
perencanaan pembangunan di Kecamatan Bontonompo sudah cukup baik.
Ada beberapa faktor yang ikut menentukan cukup baiknya partisipasi
masyarakat yang tentu akan mempengaruhi kesuksesan pelaksanaan
perencanaan pembangunan.
Geddesian (dalam Soemarmo 2005:26) mengemukakan bahwa pada
dasarnya masyarakat dapat dilibatkan secara aktif sejak tahap awal
penyusunan rencana, begitupun pada perencanaan pembangunan, pelaksanaan
dan pengawasan pembangunan.
Pendidikan dan pelatihan dalam menggali informasi, mengidentifikasi
dan merumuskan serta membuat perencaan awal bagi tokoh masyarakat dan
tokoh pemuda di Kecamatan Bontonompo belum dilakukan secara
menyeluruh.
Partisipasi aktif masyarakat dalam pengumpulan informasi belum juga
belum dilaksanakan secara maksimal. Partisipasi dalam memberikan alternatif
rencana dan usulan kepada pemerintah sudah dilakukan, meskipun alternatif
rencana dan usulan yang disampaikan belum memenuhi sifat spesifik, terukur
dan dapat dijalankan.
Alexander Abe (2002: 91-92), menjelaskan bahwa ada dua bentuk
perencanaan partisipatif, yaitu:
1. Perencanaan yang disusun langsung bersama masyarakat, perencanaan ini
bisa merupakan:
a. perencanaan lokasi-setempat, yakni perencanaan yang menyangkut
kelurahan/ desa dimana masyarakat berada;
b. perencanaan wilayan yang disusun dengan melibatkan masyarakat
secara perwakilan.
2. Perencanaan disusun melalui mekanisme perwakilan, sesuai dengan
institusi yang sah (legal formal), seperti LPM dan Karang Tarunan Untuk
yang kedua ini, masyarakat masih tetap terbuka dalam memberikan
masukan, kritik dan kontrol, sehingga apa yang teah dirumuskan dan
diaktualisasikan oleh DPRD benar benar apa yang dikehendaki oleh
masyarakat.
Jika dilihat dari proses perencanaan partisipatif dalam rangka proses
perencanaan pembangunan di Kecamatan Bontonompo, maka yang
dilaksanakan merupakan bentuk pertama, dimana perencanaan disusun
langsung bersama masyarakat, walaupun untuk sebagian kelurahan/ desa
masih belum melibatkan semua lapisan masyarakat dalam proses perencanaan
pembangunan terlebih dalam proses identifikasi masalah dan kebutuhan
masyarakat.
Perencanaan yang disusun bersama masyarakat adalah suatu proses
dimana masyarakat bisa langsung ikut ambil bagian. Menurut Alexander Abe,
untuk mengorganisasi perencanaan model ini perlu diperhatikan prinsip dasar
yang penting dikembangkan, yakni:
1. Dalam perencanaan bersama rakyat, yang melibatkan banyak orang, maka
harus dipastikan bahwa diantara para peserta memiliki rasa saling percaya,
saling mengenal dan bisa saling bekerja sama.
2. Prinsip ini secara keseluruhan sudah dilaksanakan di Kecamatan
Bontonompo, yaitu pelaksanaan rembug RT/RW, dimana peserta yang
hadir adalah orang yang biasa dikenal sehari-hari dalam lingkungan RT/
RW. Sehingga perasaan saling percaya, saling mengenal dan bisa saling
bekerja sama tentunya ada.
3. Agar semua orang bisa berbicara dan mengemukakan pandangannya
secara fair dan bebas, maka diantara peserta tidak boleh ada yang lebih
tinggi dalam kedudukan, kesetaraan menjadi penting. Poin ini sudah
dilaksanakan dengan baik.
4. Perencanaan bersama rakyat harus bermakna bahwa rakyat (mereka
peserta perumusan) bisa menyepakati hasil yang diperoleh, baik saat itu
maupun setelahnya. Harus dihindari praktek perang intelektual, dimana
mereka yang berkelebihan informasi mengalahkan mereka yang miskin
informasi secara tidak sehat. Hal ini belum maksimal ditunjukan dalam
proses perencanaan pembangunan, dimana masih ada praktek perang
intelektual, sehingga penetapan hasil MUSREMBANG dilakukan secara
sepihak tanpa melibatkan peserta.
5. Suatu keputusan yang baik, tentu tidak boleh didasarkan pada dusta atau
kebohongan. Prinsip ini hendak menekankan pentingnya kejujuran dalam
penyampaian informasi, khususnya persoalan yang sedang dihadapi.
6. Berproses berdasarkan kepada fakta, dengan sendirinya menuntut cara
berpikir yang obyektif.
7. Prinsip partisipasi hanya akan mungkin terwujud secara sehat, jika apa
yang dibahas merupakan hal yang dekat dengan kehidupan keseharian
masyarakat.
Jika dilihat dari proses perencanaan pembangunan di Kecamatan
Bontonompo, prinsip dasar di atas belum maksimal dikembangkan, mengingat
beberapa keterbatasan akan sumber daya manusia. Baik keterbatasan pada
pemahaman masyarakat akan proses perencanaan pembangunan serta
keterbatasan kualitas aparatur pemerintah kelurahan/ desa, maupun
pemerintah di tingkat kecamatan.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan dari hasil penelitian yang telah dideskripsikan
sebelumnya, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa implementasi program
musrenbang di Kecamatan Bontonompo Kabupaten Gowa sudah dapat
dikatakan efektif. Implementasi program musrenbang tersebut
diimplementasikan dalam membuat perencanaan pembangunan, menentukan
strategi, dan dalam membangun sinergitas.
Dalam Implentasi Program Musrenbang di Kecamatan Bontonompo
sebagai perencana pembangunan, Camat Bontonompo beserta aparaturnya
memformulasikan mekanisme perencanaan pembangunan tahunan yang
diuraikan sebagai kegiatan pembangunan yang dilaksanakan melalui tahapan
proses perencanaan dari bawah. Peran sebagai penentu strategi
diimplementasikan oleh Camat Bontonompo dengan menentukan strategi
dalam menggalang keterlibatan masyarakat dalam proses pembangunan dalam
pendekatan partisipasitif dan partisipatoris (inisiatif masyarakat). Di samping
itu, dalam melaksanakan proses pembangunan, Camat membangun sinergitas
perencanaan pembangunan dalam wilayah pemerintanhannya yang
diwujudkan dalam membangun kerja sama antar wilayah administrasi dan
geografi, serta kerja sama (interaksi) diantara para Kepala Desa/ Kelurahan,
LPM, Tokoh Masyarakat dan Karangtaruna (stakeholders) dalam
menyukseskan proses pembangunan di Kecamatan Bontonompo.
B. Saran
Penulis menyarankan agar hasil penelitian ini dapat bermanfaat secara
teoritis maupun praktis.
3. Manfaat Teoritis
a. Menguji teori-teori Implementasi, khususnya bagaimana Implementasi
Program Musrenbang di Kecamatan Bontonompo dalam proses
pembangunan yang pada akhirnya menambah khazanah
pengembangan ilmu-ilmu administrasi Publik.
b. Sebagai bahan informasi bagi calon peneliti yang akan melakukan
penelitian dengan fokus penelitian yang sama, yaitu Implementasi
Program Musrenbang Di Kecamatan Bontonompo Kabupaten Gowa.
4. Manfaat Praktis
a. Sebagai bahan masukan bagi Pemerintah khususnya pemerintah
Kecamatan Bontonompo Kabupaten Gowa dalam Implementasi
Program Musrenbang di Kecamatan Bontonompo untuk tidak melihat
usulan – usulan dari masyarakat dengan lebih selektif lagi untuk
mendorong tingkat partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan.
b. Sebagai bahan informasi bagi masyarakat sehubungan dengan
implementasi Program Musrenbang di Kecamatan Bontonompo dalam
mendorong partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan di
Kecamatan Bontonompo.
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Said.2016. Kebijakan Publik. Jakarta : Salemba Humanika.
A. G Subarsono, 2005. Analisis Kebijakan Publik Konsep, Teori dan Aplikasi.
Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Alberth, Karl, 1985. Organization Development, Bandung: Angkasa.
Albrow, Martin, 1989, Birokrasi, Terjemahan Rusli Karim dan Totok Daryanto,
Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya.
Almanshur Fauzan , Ghony Djunaidi (2012). Metodologi Penelitian kualitatif,
JogJakarta: Ar‐Ruzz Media
Amstrong, Michael, 1990. AliH Bahasa: Soifyan Cikman. Manajemen Sumber Daya
Manusia, Jakarta : Gramedia.
Andrew, Colin Mac. T.t. Central Government and Local Development in Indonesia,
London: Oxford University Press.
Arikunto, S. 1990. Prosedur Penelitian. Jakarta: Renika Cipta.
Atmosudirdjo, S. Prajudi, 1976. Beberapa Pandangan Umum Tentang Pengambilan
Keputusan, Jakarta: Ghalia Indonesia.
A. G Subarsono, 2005. Analisis Kebijakan Publik Konsep, Teori dan Aplikasi.
Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Baginda, Anaf, 1975. Bagaimana Memimpin dan Mengawasi Pegawai Saudara,
Jakarta: Jaya Sakti.
Davis, K dan Newstrom. (1995). Perilaku dalam Organisasi. Erlangga : Jakarta.
Dasaputra, St. Muadjat, 1984. Hukum Lingkungan, Buku II Nasional, Jakarta: Bina
Cipta.
Edward III, George C. (1980). Implementing Public Policy. Washington DC:
Congressional Quarterly Press.
Friedman, j. 1992. Enpowerment : The Politics of alternative Development.
Blackwell Publishers. Cambridge, USA.
Hasibuan, Malayu, Sp. 1989. Manajemen: Dasar, Pengertian dan Masalah, Jakarta:
Haji Mas Agung.
Kartodirdjo, S. dan Suryo, D. (1991). Sejarah Perkebunan di Indonesia : Kajian
Sosial Ekonomi”. Aditya Media: Yogyakarta.
Kerlinger. 2006. Asas–Asas Penelitian Behaviour. Edisi 3, Cetakan 7. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.
Koesmahatmadja, RDH, 1973. Pengantar ke Arah Sistem Pemerintahan Daerah,
Bandung: Unpad.
Korten, David C. 1988. Pembangunan Berdimensi Kerakyatan. Jakarta: Yayasan
Obor Indonesia.
Kusnaedi, 1995. Mengolah Air Gambut dan Air Kotor untuk Air Minum. Jakarta:
Penebar Swadaya
Lateiner, A.R. 1985. Teknik Memimpin Pekerja, Jakarta : Bina Aksaran.
Luthan, Fred, 1995. Organization Behavior, New York: Mc. Graw-Hill Inc.
Mazmanian, Daniel A and Paul A. Sabatier, 1983. Implementation and Public Policy.
USA: Scott Foresman and Company.
Maslow, A.H. 1954. Motivation and Personality, New York: Harper.
Moh. Farid dan Noora Fithriana 2016. Implementasi kebijakan musyawarah
Perencanaan pembangunan (musrenbang) kabupaten sumenep JISIP: Jurnal
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Mubyarto. (1983). Politik Pertanian dan Pembangunan Pedesaan. Jakarta Sinar
Harapan.
Ndraha, Talizidhuhu. 1987. Metodologi Pembangunan Indonesia. Jakarta. PT Bina
Aksara
Ndraha, Taliziduhu, 1997. Metodologi Ilmu Pemerintahan, Jakarta : Rineka Cipta.
Nugroho D, Riant. 2004. Kebijakan Publik, Formulasi, Implementasi, dan Evaluasi.
Jakarta:Gramedia
Nihin, A.Dj. 1999. Paradigma Baru Pemerintahan Daerah Menyongsong Millenium
Ketiga, Palangkaraya: PT. Mardi Mulya.
Qonita Alya 2009. Kamus Bahasa Indonesia untuk Pendidikan dasar
Raharjo, M. Dawam. 1983. (ed.), Islam dan Pembaruan, Jakarta: LP3ES.
Ravianto, J. 1985. Produktivitas dan Manusia Indonesia, Jakarta : LSIU.
Santoso Singgih, 2000. Buku Latihan SPSS Statistik Parametrik. Jakarta : PT Elex
Media Komputindo Kelompok Gramedia.
Salusu, J. 1996. Pengambilan Keputusan Strategik untuk Organisasi Publikan
Organisasi non Profit. Jakarta : PT Grasindo
Sepandji, Kosasih Taruna, 1999. Public Policy dan Kepentingan Umum, Jakarta:
Universal.
Singarimbun, Masri & Effendi, Sofian (et. Al.) 1990. Metode Penelitian Survei,
Jakarta: LP3ES.
Syafi’ie, Ilmu Kencana, 1995. Ilmu Pemerintahan dan Al-Qur’an, Jakarta: Bumi
Aksara.
Sudjana, 1990. Metode Statistika, Bandung : Tarsito.
Sugiyono, 2006, Metode Penelitian Administrasi, Bandung: Alfabeta.
Suradinata, Ermaya, 1997. Pemimpin dan Kepemimpinan Pemerintahan: Pendekatan
Budaya, Moral dan Etika, Jakarta : Gramedia.
Sumodiningrat. 1997. Pembangunan Daerah dan Pemberdayaan Masyarakat. PT,
Bina Rena Pariwara; Jakarta
Steers, Richard M. 1983. Efektivitas Organisasi, Jakarta: PPM Erlangga.
Stoncer, James, 1999. Manajemen Jilid II, Jakarta: PT. Prehallindo.
The Liang Gie, 1979. Ensiklopedia Administrasi, Jakarta: Gunung Agung.
Tjokrowinoto, Moelyarto, 1996, Pembangunan : Dilema Dan Tantangannya,
PustakaPelajar, Yogyakarta.
Tjokroaminoto, H.O.S. Islam dan Socialism. Jakarta: Bulan Bintang, 1950.
Umar Husein, 2001. Riset Sumber Daya Manusia. Jakarta : PT. SUN.
Umar, Husen, 2000. Riset Sumber Daya Manusia dalam Organisasi, Jakarta:
Gramedia.
Utin Sri Ayu Supadmi 1, AB. Tangdililing2, Mahyudin Syafei3 2013. Jurnal Tesis
PMIS-UNTAN-PSIAN
Van Meter, Donal dan Van Horn, Carl E. 1975. The Policy Implementation Process
Conceptual Frame Work. Journal Administration and Society.
Wendi Suprapto Padang1 Heri Kusmanto2,2019. Perencanaan partisipatif dalam
proses penyusunan rencana pembangunan jangka menengah daerah
kabupaten dairi tahun 2014-2019 JAP Vol.6 No.2
Wrihatnolo, Randy.R, dan Riant Nugroho D, 2007. Manajemen Pemberdayaan :
Sebuah Pengantar dan Panduan untuk Pemberdayaan Masyarakat. PT Elex
Media Komputindo Kelompok Gramedia. Jakarta
UNDANG – UNDANG DAN PERATURAN PERUNDANG – UNDANGAN
Undang – Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan
Nasional
Undng-Undang No. 25 Tahun 2004, Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional
(SPPN)
Peraturan Pemerintah nomor 39 tahun 2006 tentang Tata cara Pengendalian dan
evaluasi Pelaksanaan Rencana pembangunan
Peraturan Bupati Gowa Nomor 74e Tahun 2016 Tentang Kedudukan, Susunan
Organisasi, Tugas dan Fungsi, Serta Tata Kerja Pada Kecamatan Bontonompo
Kabupaten Gowa
Peraturan Daerah Kabupaten Gowa Nomor 8 Tahun 2016 tentang Rencana
Pembangungan jangka panjang menengah Daerah ( RPJMD ) Kabupaten Gowa
Tahun 2016 - 2021
Peraturan Daerah Kabupaten Gowa nomor 3 Tahun 2004 Tentang Transparansi
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kabupaten Gowa
Peraturan Daerah Kabupaten Gowa nomor 4 Tahun 2004 tentang partisipasi
Masyarakat dalam penyelenggaraan Pemerintahan Kabupaten Gowa
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Muhammad Zakir, Lahir di Talamangape Gowa,
Sulawesi Selatan pada tanggal 05 Juli 1978, anak
keempat dari empat bersaudara pasangan suami Istri
Khaeruddin dan Sitti Hawa. Penulis menikah dengan
Junaedah, S.Pd pada tahun 2006, Penulis mulai
menempuh pendidikan sekolah dasar (1985 - 1991),
Sekolah Menengah Pertama (1991 - 1994).
Sekolah Menengah atas (1996 - 1998). pada tahun 2003 melanjutkan
pendidikan S.1 (2003 - 2007). Pada tahun 2018 penulis melanjutkan
Pendidikan di jenjang (S.2) dengan memilih Program Studi Ilmu Administrasi
Publik pada Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Makassar.
Penulis Mengabdi pada Kantor Kecamatan Bontonompo Kabupaten
Gowa sejak tahun 1997, untuk memperoleh Gelas Magister Administrasi
Publik (M.AP), Penulis menulis tesis dengan Judul Implementasi Program
Musrenbang di Kecamatan Bontonompo Kabupaten Gowa.