Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit...
-
Upload
cindy-ruth-m -
Category
Documents
-
view
853 -
download
30
description
Transcript of Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit...
KUMPULAN TUGAS BESAR UNIT OPERASI DAN PROSES
ACTIVATED SLUDGE TREATMENT FOR MUNICIPAL WASTE WATER
PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK 2014
CONVENTIONAL
ACTIVATED SLUDGE
Andrew Alexander 1006680663
David Immanuel Siahaan 1006773811
Dila Anandatri 1006680764
Dhiyondi Arnosa 1106054643
Hanindito Andhika 1106015850
DETAIL PERHITUNGAN TANGKI AERASI
ACTIVATED SLUDGE : CONVENTIONAL
Teori :
Lumpur aktif (activated sludge) merupakan teknologi yang digunakan untuk
mengolah limbah. Lumpur aktif adalah proses pertumbuhan mikroba tersuspensi.
Proses ini pada dasarnya merupakan pengolahan aerobik yang mengoksidasi
material organik menjadi CO2 dan H2O, NH4. dan sel biomassa baru. Proses ini
menggunakan udara yang disalurkan melalui pompa blower (diffused) atau melalui
aerasi mekanik. Sel mikroba membentuk flok yang akan mengendap di tangki
penjernihan. Kemampuan bakteri dalam membentuk flok menentukan
keberhasilan pengolahan limbah secara biologi, karena akan memudahkan
pemisahan partikel dan air limbah. Lumpur aktif dicirikan oleh beberapa parameter,
antara lain, Indeks Volume Lumpur (Sludge Volume Index = SVI) dan Stirred Sludge
Volume Index (SSVI).
Penerapan teknologi ini bertujuan untuk menghilangkan limbah organik
sederhana dan mudah terurai, materi organik kompleks seperti warna, bau. Proses
ini juga dapat menghilangkan logam berat. Sasaran dari penerapan teknologi ini
adalah air hasil pengolahan limbah tekstil tidak mencemari lingkungan. Pada masa
ini, metode lumpur aktif merupakan metode pengolahan air limbah yang paling
banyak digunakan, termasuk di Indonesia, hal ini disebabkan metode lumpur aktif
dapat digunakan untuk mengolah air limbah dari berbagai jenis industri seperti
industri pangan, perhotelan, rumah tinggal, sekolah, bahan pabrik dan lain
sebagainya.
Dengan menggunakan proses pengolahan limbah secara konvensional yang
bersifat aerobik (misalnya lumpur aktif, trickling filter atau rotary biology
contactors) ruang yang diperlukan untuk pengolahan menjadi berkurang.
Kelemahan dari sistem ini adalah kebutuhan energi listrik yang tinggi dan adanya
produksi lumpur dari sistem ini, yang membutuhkan perawatan lebih lanjut.
Teknologi ini banyak digunakan untuk pengolahan air limbah kota dari tingkat
menengah ke kota-kota besar di mana tanah telah menjadi hal yang langka.
Namun, sistem lumpur aktif sebenarnya sangat kompleks (misalnya dilihat dari segi
peralatan mekanik, loop resirkulasi, dll). Sistem ini sesuai untuk fasilitas pengolahan
air limbah terpusat. Ini berarti pembangunan saluran limbah jarak jauh dan
ketersediaan staf yang sangat terampil dan terlatih, pasokan listrik konstan,
peralatan teknis (misalnya suku cadang, peralatan pemantauan), biayan operasi
dan pemeliharaan, dan sistem manajemen yang baik merupakan hal-hal yang perlu
diperhatikan dalam mengolah limbah dengan metode lumpur aktif model
konvensional. Proses keseluruhan dari sistem lumpur aktif, jika berfungsi dengan
baik, sangat efisien untuk pengangkatan settable (pengolahan fisik primer) dan
terlarut, bahan organik koloid (penghilangan biologis dalam lumpur aktif) di hampir
setiap jenis iklim , meskipun penghilangan patogennya rendah.
Keuntungan menggunakan lumpur aktif model konvensional:
Lahan yang dibutuhkan sedikit
Kualitas efluennya tinggi
Tahan terhadap beban kejut dan dapat digunakan untuk berbagai macam tingkat
beban organik dan hidrolik
Sistem terpusat yang efisien
Kekurangan dari lumpur aktif model konvensional:
Membutuhkan energi dalam jumlah besar
Teknis yang kompleks
Tidak semua bagian dan bahan tersedia secara lokal
Tidak cocok untuk aplikasi pada tingkat masyarakat
Biaya konstruksi dan biaya pemeliharaan yang tinggi
Pencampuran air limbah industri dengan limbah domestik dapat menyebabkan
toksisitas
Effluen dan lumpur mungkin memerlukan perawatan lebih lanjut
Conventional Activated Sludge
Karakteristik influen yang diberikan :
BOD : 250 mg/L
COD : BOD/0,6 = 417 mg/L (Asumsi kuantitas COD agar pengolahan biologis dapat digunakan
tanpa melibatkan pengolahan kimiawi)
TSS : 450 mg/L
Qinfluen : 1500 m3/day
Kriteria rancangan Conventional Activated Sludge :
Kriteria Parameter Satuan
Mean Cell Residence Time 5,0 - 15,0 Day
Food to Microbe Ratio (F/M) 0,2 - 0,4 -
Space Loading 0,3 - 0,6 Kg BOD/day-m3
Hydraulic Retention Time 4,0 - 8,0 Hour
MLSS 1500 - 3000 mg/L
Recycle Ratio (R/Q) 0,25 - 1,0 -
BOD Removal Efficiency 85 – 95 %
Flow Regime Plug Flow -
Sumber : Raynold, Tabel 15.4 untuk Conventional Activated Sludge
Perumusan yang digunakan berdasarkan acuan Reynold :
Dimana :
K1 K2 = Reaction Rate Constant terhadap suhu
= Koreksi temperatur 1,03 – 1,06 (Eckenfelder, 1998)
T1 = Temperatur Mix Liquor untuk K1
T2 = Temperatur Mix Liquor untuk K2
Sumber : Raynold, persamaan 15.33
Dimana :
SVI = Sludge Volume Index (mL/mg)
SV = Sludge Volume (mL/L)
SDI = Sludge Volume Index (mg/mL)
MLSS = Mix Liquor Suspended Solid (mg/L)
Dimana :
Q = Debit Influen (L/s)
R = Debit lumpur yang dikembalikan (L/s)
SDI = Sludge Volume Index (mg/mL)
MLSS = Mix Liquor Suspended Solid (mg/L)
Sumber : Raynold, Example 15.3
Dimana :
Q = Debit Influen (L/s)
R = Debit lumpur yang dikembalikan (L/s)
Sr = Konsentrasi BOD lumpur aktif (mg/L)
St = Konsentrasi BOD influen bak aerasi (mg/L)
Sumber : Raynold, Example 15.3
Dimana :
= Hydraulic Retention Time (hour)
K rate = Reaction Rate Constant (K2) (L/gram-hour)
Se = Konsentrasi BOD effluen secondary treatment (mg/L)
St = Konsentrasi BOD influen bak aerasi (mg/L)
X = Mix Liquor Volatile Suspended Solid, MLVSS (mg/L)
Dimana :
= Hydraulic Retention Time (hour)
V = Volume bak aerasi (m3)
Q = Debit influen (L/s)
R = Debit lumpur resirkulasi (L/s)
Sumber : Raynold, persamaan 15.19
Dimana :
= Konsentrasi BOD dalam bak aerasi (mg/L)
V = Volume bak aerasi (m3)
Q = Debit influen (L/s)
R = Debit lumpur resirkulasi (L/s)
Sumber : Raynold, Example 15.8
Dimana :
F/M = Food to Microbe Ratio
= Selisih antara St dengan Se (mg/L)
X = MLVSS (mg/L)
= Hydraulic Retention Time/ 24 hours
Sumber : Raynold, persamaan 15.11
Dimana :
= Mean Cell Residence Time (days)
= Cell yield coefficient
F/M = MLVSS (mg/L)
= Endogenous decay coefficient
Sumber : Raynold, persamaan 15.16
Gambar 1. Skema Conventional Activated Sludge
+ WAS
WAS
Lumpur Primary
Figure 1. Pola iterasi antar komponen parameter Coventinal Activated Sludge, (khusus untuk aliran plug-flow)
Figure 2. Alur perhitungan rancangan Conventional Activated Sludge
Langkah perhitungan yang dilakukan dalam menentukan perancangan :
1) Menentukan MLSS
Berdasarkan rentang yang diberikan dari kriteria MLSS pada Conventional
Aeration adalah 1500 mg/L – 3000mg/L. Dari rentang tersebut penulis memperoleh
angka yang paling ideal adalah 1500 mg/L
2) Menentukan MLVSS
Berdasarkan Reynold, MLVSS yang terkandung dalam MLSS berkisar 70%
hingga 80%. Penulis mengasumsikan 75% dari MLSS adalah MLVSS
3) Menentukan BOD effluen
BOD efluen merupakan asumsi penulis untuk konsentrasi BOD dalam air
limbah setelah melalui reaktor Activated Sludge. Asumsi ini diperoleh dengan
pendekatan iterasi dan menunjukkan hasil yang dapat diterima oleh sebagian besar
parameter kriteria adalah 8,7mg/L.
4) Menentukan Constant Rate Reaction (K rate)
Laju degradasi organik dalam pengolahana air limbah menggunakan
bakteri, dan temperatur sangat berpengaruh dalam proses tersebut. Suhu yang
digunakan dalam pengolahan air limbah ini adalah 32oC, sehingga dibutuhkan
koreksi pada Reaction Rate Constant, sebagai berikut;
Dimana :
K1 K2 = Reaction Rate Constant terhadap suhu
= Koreksi temperatur 1,03 – 1,06 (Eckenfelder, 1998)
T1 = Temperatur Mix Liquor untuk K1
T2 = Temperatur Mix Liquor untuk K2
K1 yang digunakan penulis adalah Reaction Rate Constant pada limbah cair
domestik pada suhu 25oC dan koreksi temperatur 1,03
5) Menentukan perbandingan R/Q (Recycle Ratio)
Pertama penulis menentukan SVI (Sludge Volume Index). Rentang untuk
SVI adalah 50-150. Berdasarkan iterasi, kadar SVI yang memungkinkaan berkisar
dari 136 mg/L - 150mg/L. Penulis menggunakan 135mg/L sebagai acuan SVI.
Dengan menggunakan perumusan dibawah dapat diperoleh SV;
Berikutnya penulis dapat menetukan Seludge Volume Index (SDI) dengan
perumusan sebagai berikut;
mg/l
Dengan diperolehnya SDI, maka dapat ditentukan mass balance aliran resirkulasi;
6) Menentukan St
Menggunakan persamaan mass balance pada tahap sebelumnya, penulis
dapat menentukan deabit return sludge dan konsentrasi BOD gabungan yang
masuk ke dalam reaktor;
Dimana :
So = Kadar BOD Influen
Sr = Kadar BOD return sludge (Sr = Se)
St = Campuran kadar BOD dalam reaktor
Diasumsikan ada penghilangan 30% BOD pada saat melewari primary treatment.
Dengan ini dapat ditentukan effisiensitas penghilangan BOD adalah 93,8% ~ 94%
7) Menentukan Hydraulic Retention Time
(persamaan 15.28 buku Operation and Process oleh
Reynolds∕Richards)
8) Menentukan Volume bak Conventional Aeration Activated Sludge
Volume bak dapat diperoleh dengan rumusan berikut ;
9) Menentukan Space Loading
Space loading dapat diperoleh dengan rumusan berikut :
Space loading =
10) Menentukan Food to Microbe Ratio
11) Menentukan Mean Cell Residence Time
Diketahui pada perhitungan sebelumnya nilai F/M rasio adalah 0,44
Berdasarkan tabel 15.6 Operation and Process oleh Reynolds/Richards , nilai :
Y = 0.4 – 0.8 (mg VSS*/ mg BOD) nilai yang diambil adalah 0.4 (mg VSS*/ mg BOD)
Ke = 0.025 – 0.075 (day-1) nilai yang diambil adalah 0.075 (day-1)
Catatan * adalah nilai MLVSS, satuan Y adalah kebalikan dari satuan F/M rasio
Menghitung nilai ( )
Kesimpulan dari hasil pehitungan
Kriteria Paramter Hasil Perhitungan Itrasi
Satuan
Mean Cell Residence Time 5,0 - 15,0 9,9 Day
Food to Microbe Ratio (F/M) 0,2 - 0,4 0,44 -
Space Loading 0,3 - 0,6 0,56 Kg BOD/day-m3
Hydraulic Retention Time 4,0 - 8,0 8,0 Hour
MLSS 1500 - 3000 1500 mg/L
Recycle Ratio (R/Q) 0,25 - 1,0 0,254 -
BOD Removal Efficiency 85 - 95 95,0 %
Flow Regime Plug Flow - -
SLUDGE THICKENING
Pada banyak instalasi pengolahan limbah, terutama yang berskala besar, lumpur
fresh melalui proses thickening dengan tujuan untuk meningkatkan kandungan solid
sebelum menuju proses digestion. Thickening sebelum digestion menjadi lebih umum
dilakukan karena ini mengurangi volume lumpur fresh, dengan demikian ini akan
memperkecil ukuran digester yang dibutuhkan, dan jumlah supernatant liquor yang harus
dibuang. Thickening bisa dilakukan dengan gravity thickener, yang merupakan paling
banyak digunakan, atau dengan menggunakan centrifuges (mesin pemutar). Gravity
thickener hampir sama dengan circular clarifiers; tipe yang paling umum mempunyai
pickets vertikal yang dipasang pada trusswork untuk bagian bawah scraper blades. Pickets
memanjang sampai setengah dari kedalaman tangki, dan ketika pickets menyapu lumpur
maka mereka akan memecahkan sludge arching dan melepaskan sebanyak entrained
water. Gravity thickener biasanya mengentalkan lumpur sekitar dua kali dari kandungan
solid aslinya, dengan demikian akan mengurangi volume dari lumpur fresh sampai sekitar
setengah dari volume aslinya.
Surface loading biasanya sekitar 600 sampai 800 gal/day-ft2 (24.4 sampai 32.6 m3/day-
m2) berdasarkan aliran supernatant. Beban solid yang diperbolehkan dalam lb/day-ft2
(kg/d-m2) tergantung dengan sifat dari lumpur itu sendiri. Thickening dari bermacam-
macam lumpur telah memberikan persen solid dalam thickened flow seperti berikut ini:
1. Raw primary sludges pada 20 sampai 30 lb/day-ft2 (97.6 sampai 146 kg/d-m2)
memberikan 8% sampai 10% solid.
2. Campuran raw primary sludges dengan waste activated sludge pada 6 sampai 10
lb/day-ft2 (29.3 sampai 48.8 kg/d-m2) memberikan 5% sampai 8% solid.
3. Campuran raw primary dengan trickling filter humus pada 10 sampai 12 lb/day-ft2
(48.8 sampai 58.6 kg/d-m2) memberikan 7% sampai 9% solid.
4. Waste activated sludge pada 5 sampai 6 lb/day-ft2 (24.4 sampai 29.3 kg/d-m2)
memberikan 2.5% sampai 3% solid.
5. Trickling filter humus pada 8 sampai 10 lb/day-ft2 (39.1 sampai 48.8 kg/d-m2)
memberikan 7% sampai 9% solid.
TUGAS BESAR UNIT OPERASI DAN PROSES
TAPERED AERATION
KELOMPOK 2
AMIRUL AKBAR ROSADI (1106011726)
ANNISA PRAMESTI PUTRI (1106054624)
AVIA RIZKI NOORDIANY (1106015996)
FUJI ASTUTI JALIL (1106022433)
LUCIA LARAS UTARI (1106054681)
PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK 2014
Tapered Aeration
Activated sludge merupakan pengolahan biologis yang menggunakan pertumbuhan
mikroorganisme untuk menghilangkan BOD dan padatan tersuspensi. Di dalam
pengolahan lumpur aktif terdapat beberapa modifikasi pengolahan diantaranya
conventional, tapered aeration, complete mix, step aeration, contact stabilization,
extended aeration, pure oxygen systems.
Tapered aeration adalah desain pengolahan untuk menyesuaikan kebutuhan oksigen
terlarut di dalam tangki lumpur aktif sepanjang reaktor plug flow. Tapered aeration
mirip dengan pengolahan conventional lumpur aktif. Perbedaannya terletak pada
susunan diffuser. Diffuser yang berdekatan pada influent, membutuhkan lebih
banyak oksigen. Di ujung hulu reaktor kebutuhan oksigen yang tinggi karena BOD5
yang maksimal didalam reaktor. Air difuser berfungsi untuk melarutkan udara
kedalam air sehingga bakteri menjadi aktif. Laju aliran udara ke bak aerasi dapat
meruncing sepanjang cekungan.
Di dalam desain pengolahan konventional maupun tapered aeration, waktu aerasi
biasanya 4-8 jam, sehingga waktu tinggalnya menjadi 5-15 hari, recycle rasio
biasanya berkisar 25-100%, dan konsentrasi MLSS biasanya 1500-3000 mg/l.
Reaktor alir pipa (plug flow reactors) memiliki ciri-ciri utama yaitu :
- Pola aliran adalah plug flow,
- kecepatan aliran volumetris dapat berfariasi secara kontinue ke arah aliran
sebab perubahan densitas,
- setiap elemen fluida mirip sistem tertutup, yaitu tidak ada pencampuran
kearah axial, meskipun terjadi pencampuran sempurna searah radial.
- Setiap elemen fluida memiliki waktu tinggal yang sama seperti yang lain
Kegunaan dari reaktor alir pipa (plug flow reactors) adalah dapat digunakan dalam
operasi skala besar untuk produksi komersial atau di laboratorium, serta pada
operasi lainnya untuk mendapatkan data perancangan. Model reaktor alir
pipabiasanya digunakan untuk sebuah reaktor dimana sistem reaksi (gas atau cair)
mengalizr pada kecepatan relatif tinggi melalui suatu vesel kosong atau vesel berisi
katalis padat.
Sketsa
Gambar 1. Unit pengolahan Tapered Aeration Activated Sludge
Sumber : Buku Unit Operation and Processes in Environmental Engineering, Second Edition,
Reynolds/Richards, copyright © 1996, halaman 430
Pembagian BOD dan kebutuhan oksigen tiap kuarter
Tabel 1. Pembagian BOD dan kebutuhan oksigen tiap kuarterTapered Aeration Activated
Sludge
Kuarter ke- BOD yang diolah (%) Kebutuhan oksigen (%)
1 30 35
2 25 26
3 18 20
4 15 19
Sumber: Pengolahan Penulis
Kriteria Desain
Tabel 2. Parameter Disain dan Operasional untuk Unit Pengolahan Tapered Aeration
Activated Sludge
Kriteria Satuan Nilai
Mean Cell Residence Time (θC) 5 – 15
Food to Microbe Ratio (F/M) 0,2 – 0,4
Space Loading
0,3 – 0,6
Hidrolic RetentionTime (θ) 4 – 8
Mixed Liquor Suspended Solid (MLSS) 1500 – 3000
Recycle Ratio (R/Q) 0,25 – 1,0
BOD Removal Eficiency 85 – 95
Flow Regime PF, DPF
Sumber : Tabel 15.4 Buku Unit Operation and Processes in Environmental Engineering,
Second Edition, Reynolds/Richards, copyright © 1996, halaman 429
Keterangan Rumus yang Digunakan
Q = debit influen [m3/s, m3/hari]
Qw = debit limbah lumpur aktif yang dibuang [m3/s, m3/hari]
S0 = BOD influen [mg/L]
Se = BOD efluen [mg/L]
k = koefisien kinetis [L/g]
= MLVSS [mg/L]
= waktu tinggal [jam, hari]
= waktu tinggal sel rata-rata [jam, hari]
F = makanan mikroorganisme [mg/L]
M = jumlah mikroorganisme [mg/L]
Rumus yang Digunakan
1. Perhitungan Desain Bak
Satuan : mg/L
Konstanta kinetis
Satuan :
MLVSS
Satuan: mg/L
Hydraulic Retention Time
Satuan: jam
Sludge Volume
Satuan : mL/L
Sludge Density Index
Satuan : mg/L
Rasio R/Q
Tanpa Satuan
Volume Bak Aerasi
Satuan : M3
Waktu Aerasi
Satuan : Jam
Food to Microbe Ratio
Tanpa Satuan
Mean Cell Residence Time
Satuan : Hari
Space Loading
Satuan:
2. Reactor Basin
MLVSS dalam reaktor
Satuan: kg
Penghilangan substrat perhari
Satuan:
Pembentukan volatile suspended solids
Satuan:
Qwaste dalam activated sludge
Satuan:
3. Nitrifikasi
[Input] Nitrogen
Satuan:
Nitrogen
Persen Nitrogen pada C5H7O2N adalah
Satuan:
[Output] Nitrogen
perbandingan BOD dengan nitrogen (BOD : N = 100 : 5)
Qout
Satuan:
Satuan:
Mean cell residence time
Satuan: hari
Tanpa Satuan
Nitrogen terkonversi
Satuan: mg/L
Fraksi Mixed Liquor yang terdiri dari nitrifiers
Satuan: %
Laju Nitrifikasi
Satuan:
Detention Time yang dibutuhkan Nitrifiers
Satuan: Jam
Koefisien Oksigen
Satuan:
Oksigen yang dibutuhkan untuk nitrifikasi
Satuan:
Kebutuhan Oksigen
Satuan:
4. Jumlah dan Daya Aerator
Standar oksigen yang dibutuhkan
SOR =
Satuan: kg/hari
Daya diffuser
P = (ρ g h) (Q + R)
Satuan: watt
Pefektif = x P
Satuan: watt
5. Final Clarifier
Menentukan debit aliran
o Debit Aliran average overflow rate
Satuan:
o Debit Aliranpeak overflow rate
Satuan:
o Debit Aliran peak solids loading
Satuan:
Menentukan luas permukaan untuk setiap kriteria
o Luas Permukaan average overflow rate
Satuan:
o Luas Permukaanpeak overflow rate
Satuan:
o Luas Permukaanpeak solids loading
Satuan:
Menentukan diameter
Satuan: m
Menentukan volume
Satuan: m3
Menentukan waktu detensi
Satuan: hari
Alogaritma Perhitungan Tapered Aeration
Diketahui :
Influent Flow (Q) = 1500 m3/hari = 62.5 m3/jam
Influent [BOD]5 = 250 mg/L
A. Perhitungan Influent Limbah
Diasumsikan efisiensi penghilangan [BOD]5 pada primary settling adalah 30%
Influent [BOD]5 pada pengolahan biologis
B. Desain Bak
1. Menentukan nilai MLSS
MLSS = 1500 mg/L (berdasarkan Tabel 1)
2. Menentukan BOD5 effluent
BOD Removal Eficiency = 88 % (berdasarkan Tabel 1)
Pembagian pengolahan BOD tiap kuarter
Tabel 2. Pembagian Pengolahan BOD Tiap Kuarter Tapered Aeration Activated
Sludge
Kuarter ke- BOD Influent
(mg/L)
BOD yang diolah
(%)
BOD yang diolah
(mg/L)
BOD Effluent
(mg/L)
1
172.5
30 51,75 120,75
2 25 43,125 77,625
3 18 31,05 46,575
4 15 25,875 20,7
Sumber: Pengolahan Penulis
Berdasarkan Permen LH No.3 Tahun 2010 tentang Baku Mutu Air Limbah
Kawasan Industri, kadar maksimum BOD adalah 50 mg/L, maka nilai BOD effluen
yang diperoleh memenuhi baku mutu.
3. Menentukan nilai Reaction Rate Constants (K)
Digunakan konstanta laju reaksi untuk limbah domestik pada orde 1,
maka nilai K untuk suhu 25 °C sebesar
(Reynold, 1982)
Karena suhu di kawasan Depok dan sekitarnya berkisar 27 °C, maka nilai K yang
digunakan sebesar
4. Menentukan nilai MLVSS (X)
Diasumsikan MLVSS 67% dari MLSS
5. Menentukan Hidrolic RetentionTime (θ)
Memenuhi kriteria pada tabel 1 (4-8 jam).
6. Menentukan Recycle Ratio (R/Q)
a. Sludge Volume Index (SVI)
SVI = 150 L/mg
b. Sludge Density Index (SDI)
c. Recycle Ratio (R/Q)
Memenuhi kriteria pada tabel 1 (0,25-1,0).
7. Menentukan volume bak aerasi
8. Menentukan dimensi bak aerasi
Kedalaman (h) = 5 m dengan freeboard 0,8 m
Diasumsikan bak bentuk balok dengan lebar (w) : panjang (l) = 3:1
Volume bak desain
Gambar 2. Desain Bak Aerasi Tapered Aeration Activated Sludge
Sumber : Pengolahan Penulis
9. Menentukan Waktu Aerasi
10. Menentukan Food to Microbe Ratio (F/M)
Memenuhi kriteria pada tabel 1 (0,2-0,4).
11. Menentukan Mean Cell Residence Time (θC)
Y = 0,4 mg VSS/mg BOD (Reynold, 1982)
Ke= 0,025 day-1(Reynold, 1982)
Memenuhi kriteria pada tabel 1 (5-15 hari).
12. Menentukan Space Loading
Tidak memenuhi kriteria pada tabel 1 (0,3-0,6).
Kesimpulan
Tabel 4. Hasil Perhitungan Unit pengolahan Tapered Aeration Activated Sludge
Parameter Range Perhitungan Keterangan
Mean Cell Residence Time, hari 5-15 7,3 Memenuhi
Food to Microbe 0,2-0,4 0,4 Memenuhi
Space Loading kg BOD5/hari-m3 0,3-0,6 0,9 Tidak
Memenuhi
Hydraulic Retention Time, hari 4-8 4 Memenuhi
MLSS mg/L 1500-3000 1500 Memenuhi
Recycle Ratio 0,25-1 0,3 Memenuhi
Flow Regime PF,DPF PF
BOD Removal Efficiency % 85-95 88 Memenuhi
Sumber : Pengolahan Penulis
C. Perhitungan Reactor Basin
1. Menghitung Massa MLVSS Total dalam Reaktor
2. Menghitung Penghilangan Substrat Per Hari
3. Menghitung Pembentukan Volatile Suspended Solids
4. Menghitung Q Waste Activated Sludge
D. Nitrifikasi
Diketahui :
Primary Clarifier Efluent [BOD]5= (240 mg/L) (0,88) = 172,5 mg/L
Efluent [BOD]5= 20,7 mg/L
1. Material Balance untuk Nitrogen
**Persen Nitrogen pada C5H7O2N adalah
[Output] menggambarkan jumlah organic dan ammonia nitrogen pada effluen.
Berdasarkan perbandingan BOD dengan nitrogen (BOD : N = 100 : 5). Didapatkan nilai
nitrogen output melalui perbandingan adalah :
Dengan demikian,
2. Mean Cell Residence Time
Mean cell residence time untuk nitrifiers dapat dihitung dengan menggunakan
asumsi temperatur mixed liquor = 27oC
Design mean cell residence time untuk Nitrifiers adalah:
Untuk removal substrate Mean Cell Residence time desain = 7,3 hari > 1,63 hari.
Jadi diperlukan proses nitrifikasi dan nitrifikasi tidak mengontrol mean cell
residence time.
3. Fraksi Nitrogen yang terkonversi
4. Nitrogen terkonversi
5. Fraksi Mixed Liquor yang terdiri dari nitrifiers
(asumsi Yn = 0.15 kg MLVSS/kg N)
6. Rate of Nitrification
7. Detention Time yang dibutuhkan Nitrifiers
Karena , detention time untuk nitrifikasi melakukan kontrol.
Kesimpulannya, nitrifikasi dibutuhkan.
E. Menghitung Kebutuhan Oksigen
Dimana :
Or = kebutuhanoksigen (kg/day)
Y’ = koefisienoksigen
k’e= koefisienrespirasi endogenous (kg O2/ kg cell day)
On = oksigen yang dibutuhkanuntuknitrifikasi (kg/day)
Sr = substrat yang dihilangkan (kg/day)
(Buku Unit Operations and Processes in Environmental Engineering,
Reynolds/Richards second edition)
Koefisien Oksigen
Dibutuhkan 4.33 mg oksigen untuk mengkonversi ammonia nitrogn menjadi ion nitrat.
Jumlah oksigen untuk mengkonversikan nitrogen yang ada adalah:
Dengan data tersebut, maka didapat kebutuhan oksigen sebagai berikut:
Kebutuhan oksigen tiap kuarter
Tabel 5. Kebutuhan Oksigen Tiap Kuarter Tapered Aeration Activated Sludge
Kuarter ke- Kebutuhan oksigen total
(%) Kebutuhan
oksigen
1
35 127,2145
2 26 94,5022
3 20 72,694
4 19 69,0593
Sumber : Pengolahan Penulis
F. Menghitung Jumlah dan Daya Aerator
1. Jumlah diffuser
Standar oksigen yang dibutuhkan
SOR =
=
= 0.566 kg/day
C’sw berdasarkan appendix pada suhu 27° = 8.07 mg/L (Appendix D),
, C
= minimum oksigen di aeration basin, Csw pada suhu standard 20° = 9.17 mg/L
(Appendix D), β = salinity surface tension factor, biasanya 0.9 untuk air limbah).
Fa merupakan oxygen solubility correction factor for elevation dan N merupakan
kebutuhan oksigen hasil perhitungan.
Fa = (1 -
)
= ( 1-
)
= 0.99
Volume udara yang dibutuhkan
Diasumsikan berat udara 1.201 kg/m3dan mengandung 23.2 % oksigen dari
berat udara tersebut
Teori udara yang dibutuhkan sesuai kondisi =
= 2.03
m3/day udara.
Diasumsikan effisiensi difusi udara 8%
Teori udara yang dibutuhkan =
= 25.39 m3/day
Desain udara yang disediakan 150% dari teori udara
Total desain udara pada basin= 25.39 m3/day x 1.5 = 38.087 m3/day
Memilih jenis tabung diffuser
Provide Dacron sock diffuser, standar ukuran tabung 61 cm x 7.5 cm,
pengurangan 0.21 m3standar udara per menit per tabung.
Jumlah tabung diffuser =
= 181.370 tabung ≈ 182 tabung
Jumlah tabung diffuser per baris = 182 / 5 = 36.4 tabung ≈ 37 tabung
Jumlah tabung diffuser per pipa gantung = 37 / 4 = 9.25 tabung ≈ 10 tabung
2. Daya diffuser
P = (ρ g h) (Q + R)
= ( 1000 kg/m3 x 9.81 m/s2 x 5 m) x (0.017 + 0.005) m3/s
= 1079.1 watt
Pefektif = 95% x P
= 0.95 x 1079.1 watt
= 1025.145 watt
G. Menentukan Dimensi Final Clarifier
Tabel 6. Overflow Rate, Solids Loading, dan Kedalaman untuk Secondary Clarifier
(Conventional Activated Sludge)
Kriteria Satuan Nilai
Overflow Rate Average m3/day m2 16,3 – 32,6
Peak m3/day m2 40,8 – 81,6
Solids Loading Average kg/day m2 98 – 147
Peak kg/day m2 244
Kedalaman M 3,7 – 4,6
Sumber : Reynold, Tom D. 1996.Unit Operations and Processes In Environmental
Engineering.
1. Menentukan kriteria yang dipakai
Average overflow rate = 16,5 m3/day m2
Peak overflow rate = 50 m3/day m2
Peak solids loading = 244 kg/day m2
Diasumsikan rasio debit influent pada kondisi peak dan kondisi average= 2,5
2. Menghitung debit aliran untuk setiap kriteria
a. Debit Aliran average overflow rate
b. Debit Aliranpeak overflow rate
c. Debit Aliran peak solids loading
3. Menentukan luas permukaan untuk setiap kriteria
a. Luas Permukaan average overflow rate
b. Luas Permukaanpeak overflow rate
c. Luas Permukaanpeak solids loading
4. Menentukan diameter final clarifier
Dipilih luas permukaan average overflow rate karena memiliki luas yang
paling besar.
5. Menentukan Kedalaman Final Clarifier
Kedalaman bak ditentukan dengan menggunakan tabel berikut
Tabel 7. Kedalaman yang Disarankan untuk Final Clarifier pada
Activated Sludge Process
Diameter (m) Kedalaman (m)
< 12,2 3,35
12,2 – 21,3 3,65
21,3 – 30,5 3,95
30,5 – 42,7 4,27
> 42,7 4,57
Sumber : Reynold, Tom D. 1996.Unit Operations and Processes In
Environmental Engineering.
Karena diamerter yang digunakan sebesar 12,2 m, maka kedalaman yang
disarankan sebesar 3,65 m.
Gambar 3. Desain Final Clarifier
Sumber : Pengolahan Penulis
6. Menentukan Volume Final Clarifier
7. Menentukan Waktu Detensi Final Clarifier
H. Menghitung Mass Balance
1. Input
2. Output
3. Decrease due to reaction
Gambar 4. Mass Balance
Sumber : Pengolahan Penulis
TUGAS BESAR UNIT OPERASI DAN PROSES
SLUDGE THICKENER
KELOMPOK 2
AMIRUL AKBAR ROSADI (1106011726)
ANNISA PRAMESTI PUTRI (1106054624)
AVIA RIZKI NOORDIANY (1106015996)
FUJI ASTUTI JALIL (1106022433)
LUCIA LARAS UTARI (1106054681)
PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK 2014
Sludge Thickener
A. Definisi dan Fungsi
Pengolahan lumpur menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari suatu
instalasi pengolahan air limbah ataupun air bersih. Inti dari pengolahan
lumpur adalah mengurangi kadar air, menstabilkan, serta menghilangkan
mikroorganisme patogen. Pengentalan atau thickening merupakan suatu
proses untuk memekatkan lumpur dan mengurangi volume lumpur dengan
membuang supernatannya.Supernatan adalah cairan atau fase cair di dalam
lumpur yang akan terpisah dengan fase padatannya. Contohnya, jika
konsentrasi padatan dalam lumpur semula sebesar 3%, maka setelah
melewati proses thickening konsentrasi padatan dalam lumpur akan
bertambah menjadi 6% sehingga terjadi pengurangan volume sebesar 100
% - (
) % = 50%. Setelah melewati thickener, kadar padatan pada
lumpur akan meningkat.
Lumpur yang diolah dalam unit thickener ini merupakan lumpur yang
berasal dari dari bak pengendapan baik primer maupun sekunder dan
pengolahan biologis untuk pengolahan air limbah serta dari unit
sedimentasi dan filtrasi untuk pengolahan air bersih. Pemekatan lumpur
untuk air limbah maupun air bersih akan membantu mengurangi volume
residu, meningkatkan kinerja operasional, dan mengurangi biaya untuk
proses penyimpanan, pemrosesan, transfer, dan pembuangan lumpur.
Terdapat beberapa metode thickening yang biasa dilakukan, yaitu :
Metode gravitasi
Metode flotation
Metode setrifugasi
Pengurangan volume yang diperoleh dengan konsentasi lumpur bermanfaat
untuk proses penglahan selanjutnya, seperti digestion, dewatering, drying
and combustion. Dengan memperhatikan:
- Kapasitas tangki dan peralatan yang dibutuhkan
- Jumlah bahan kimia yang diperlukan untuk sludge conditioning
- Jumlah panas yang dibutuhkan oleh digester dan jumlah bahan bakar
tambahan yang dibutuhkan untuk drying atau combustion.
Metode thickening yang cukup terkenal adalah gravity thickening. Sesuai
dengan namanya, gravity thickener berbentuk dan bekerja seperti halnya
suatu tangki pengendap atau clarifier dimana dalam proses ini terjadi
pemanfaatan gaya gravitasi untuk memisahkan air dari dalam sludge..
Padatan dengan densitas tinggi akan mengendap ke dasar tangki dan
membentuk lapisan lumpur yang lebih kental. Unit ini secara gravitasi
akan meningkatkan kadar padatan dalam lumpur menjadi sekitar 6 % –
12%. Secara periodik, endapan lumpur kental yang sudah dipekatkan ini
dikeluarkan dari dasar tangki untuk ditangani lebih lanjut di dalam tahap
stabilisasi atau tahap pemisahan air. Lumpur yang sudah dipekatkan
mempunyai sludge volume ratio (SVR) sebesar 0,5 – 2. SVR adalah
volume sludge blanket yang terbentuk di thickener dibagi dengan volume
lumpur yang dibuang. Supernatan yang dihasilkan dari thickener ini (di
zone of clear liquid) masih mempunyai nilai BOD yang besar, karena itu
air dikembalikan ke unit pengolahan limbah agar zat organiknya
direduksi.
Unit gravity thickener dapat biasanya berbentuk sirkular yang
dilengkapi dengan dasar kerucut yang terhubung dengan scrapper di
dasar Gravity thickener terbagi menjadi beberapa zona yaitu:
a. Clear zone: zona paling atas yang
merupakan tempat bagi air yang berhasil
dipisahkan dari lumpur untuk kemudian
dikeluarkan dari dalam sistem dan
diresirkulasi (dialirkan kembali) ke sistem
pengolahan.
b. Feed zone: zona ini memiliki karakteristik konsentrasi solid yang
seragam.
c. Thickening zone: merupakan zona yang berada di bawah feed zone.
. Gravity thickener didesain berdasarkan solid loading dan thickener
overflow rate. Beban hidrolis yang tinggi dapat menyebabkan excessive
solids carryover. Sebaliknya, low hydraulic loading dapat menyababkan
kondisi septik, bau, dan floating sludge. Pada saat operasi, sludge blanket
dijaga untuk berada di bagian bawah thickener untuk mempertahankan
konsentrasi lumpur
Gambar potongan unit sludge thickener
Tampak atas unit sludge thickener
B. Kriteria Desain
Thickening Pengolahan Air Bersih
Parameter Rentang Nilai
Alumunium Besi Kapur Filter Backwash
Specific gravity dari padatan 1.2 – 1.5 1.2 – 1.8 1.9 – 2.4 1- 1.025
Specific gravity dari lumpur 1.025 – 1.1 1.05 – 1.1 1.01 -1.2
Tidak Ada
kriteria
Volume lumpur 0.1 -3 % 0.1 – 3% 0.3 – 5% 3 – 10%
Kecepatan pengendapan 2.2 – 5.5
m/jam
1 – 5
m/jam
0.4 – 3.6
m/jam
<0.12 m/jam
Beban Solid 15 – 80
kg/hari –m2
15 – 80
kg/hari –
m2
100 -300
kg/hari –
m2
Tidak Ada
kriteria
Diameter Thickener 3 – 50 m 3 – 50 m 3 – 50 m Tidak ada
kriteria
Tinggi Thickener 3- 6 m 3 – 6 m 4 – 6 m Tidak ada
kriteria
Sumber: Mackenzie (2010)
Thickening Pengolahan Air Limbah
Jenis Lumpur
Konsentrasi
Influen
Konsentrasi Lumpur
Setelah Dipadatkan
Hydraulic
Loading
Solids
Loading
Solids
Capture
Overflow,
TSS
% % m3/m2.hari kg/m2.hari % mg/L
Primer 1-7 5-10 24-33 90-144 85-98 300-1000
Trickling filter 1-4 2-6 2-6 35-50 80-92 200-1000
Lumpur aktif 0,2-1,5 2-4 2-4 10-35 60-85 200-1000
Kombinasi
primer
dan lumpur aktif
0,5-2
4-6
4-10
25-80
85-92
300-800
Sumber: Qasim,1985
C. Perhitungan Desain
Perhitungan volume lumpur yang masuk ke unit gravity thickener dan
harus diolah tiap hari berasal dari primary sedimentation, biological
treatment, dan final clarifier:
Volume lumpur (VL) = VL primary sedimentation + VL Pengolahan
biologis+ VL secondary clarifier .................(m3/hari)
Perhitungan berat lumpur yang masuk ke unit gravity thickener dan
harus diolah tiap hari berasal dari primary sedimentation, biological
treatment, dan final clarifier:
Berat lumpur (WL) = WL primary sedimentation + WL pengolahan
biologis + WL secondary clarifier.................................(kg/hari)
Perhitungan persentase solid
Perhitungan dimensi thickener
a. Luas total area yang dibutuhkan adalah
b. Perhitungan beban hidrolik
Beban hidrolik desain adalah 4 m3/m
2hari. Dilakukan pengenceran
dengan penambahan air apabila perhitungan beban hidrolik
tidak memenuhi krieria.
c. Perhitungan solid loading
d. Perhitungan dimensi thickener
Diketahui berat jenis larutan air limbah dalam tanki adalah 1,01
kg/m3.
Maka diperoleh luas sebenarnya
e. Perhitungan tinggi
Diasumsikan thickener underflow solid 20%
- Perhitungan fraksi solid di thickening zone
- Perhitungan tinggi thickening
Tinggi jagaan didesain 0,5 m
Tinggi zona air jernih didesain sebesar 1 m, zona pengendapan 2
m.
- total tinggi thickener
- Kedalaman pada pusat unit didesain untuk pengambilan lumpur
:
Desain blending tank
a. Dimensi
Waktu tinggal (Td) = x jam
Kedalaman = x m (ditambah jagaan sebesar 0,5 m)
b. Pengadukan dalam blending tank menggunakan paddle
Daya yang dibutuhkan :
G = 60/s µ = 2,004 10-3
N.s/m2 η = 75% (Syed R. Qasim, 1985)
Desain kadar pengambilan lumpur
Jumlah lumpur diambil
kadar pengambilannya adalah
Pengecekan nilai SVR
Daya pompa =
Sumber: Qasim, 1984
1 | P a g e
ACTIVATED SLUDGE TREATMENT FOR MUNICIPAL WASTE WATER
COMPLETELY MIXED
Anggi Atesa 1206216992
Delly Astria Darwin 1206216973
Laurensius Varianka 1206240322
Safira Mayasati 1206240165
Tantri Yessa 1206216802
PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK 2014
2 | P a g e
ACTIVATED SLUDGE
Perbedaan utama dari pengolahan secara aerob dan anaerob terletak pada
kondisi lingkungannya. Pada pengolahan secara aerob, kehadiran oksigen mutlak
diperlukan untuk metabolisme bakteri, sementara pada kondisi anaerob sebaliknya.
Berikut ini adalah beberapa perbedaan utama antara pengolahan secara aerob dan
anaerob menurut Eckenfelder, et.al (1988):
1. Temperatur
Temperatur mempengaruhi proses aerob maupun anaerob. Pada proses
anaerob, diperlukan temperatur yang lebih tinggi untuk mencapai laju reaksi
yang diperlukan.
2. pH dan Alkalinitas
Proses aerob bekerja paling efektif pada kisaran pH 6,5 – 8,5. Pada reaktor
aerob yang dikenal dengan istilah completely mixed activated sludge (CMAS),
terjadi proses netralisasi asam dan basa sehingga biasanya tidak diperlukan
tambahan bahan kimia selama BOD kurang dari 25 mg/L.
Sementara itu proses anaerob yang memanfaatkan bakteri methanogen
lebih sensitif pada pH dan bekerja optimum pada kisaran pH 6,5 – 7,5.
Sekurang-kurangnya, pH harus dijaga pada nilai 6,2 dan jika konsentrasi
sulfat cukup tinggi maka kisaran pH sebaiknya berada pada pH 7 – 8 untuk
menghindari keracunan H2S.
Alkalinitas bikarbonat sebaiknya tersedia pada kisaran 2500 hingga 5000
mg/L untuk mengatasi peningkatan asam-asam volatil dengan menjaga
penurunan pH sekecil mungkin. Biasanya dilakukan penambahan bikarbonat
ke dalam reaktor untuk mengontrol pH dan alkalinitas.
3. Produksi Lumpur dan Kebutuhan Nutrien
Bagi kebanyakan air limbah, produksi lumpur yang dihasilkan dari
pengolahan
aerob adalah sebesar 0,5 kg VSS/ kg COD tersisihkan.
Sementara itu, pada pengolahan anaerob, produksi lumpur adalah sebanyak
0,1 kg VSS/kg COD tersisihkan. Pada pengolahan aerob, konsentrasi nitrogen
yang perlu ditambahkan adalah 8-12 persen dan fosfor sebesar 1,5-2,5 persen.
Sebagai “ rule of thumb”, kebutuhan nutrien pada pengolahan anaerob
adalah seperlima dari proses aerob.
3 | P a g e
Tabel 1. Perbandingan Kondisi Aerob dan Anaerob
Parameter Aerob Anaerob
Kebutuhan energi Tinggi Rendah
Tingkat pengolahan 60-90% 95%
Produksi lumpur Tinggi Rendah
Stabilitas proses terhadap
toksik dan perubahan beban
Sedang sampai tinggi Rendah sampai sedang
Kebutuhan nutrien Tinggi untuk beberapa
limbah industry
Rendah
Bau Tidak terlalu berpotensi
menimbulkan bau
Berpotensi menimbulkan
bau
Kebutuhan alkalinitas Rendah Tinggi untuk beberapa
limbah industri
Produksi biogas Tidak ada Ada (dapat dimanfaatkan
sebagai sumber energi)
Start-up time 2 – 4 minggu 2 – 4 bulan
Sumber : Eckenfelder, W.W., Patoczka, J.B., and Pulliam, G.W.(1988).Anaerobic Versus Aerobic
Treatment In The USA.in: Anaerobic Digestion 1988, E.R.Hall and P.N.Hobson(eds.),Pergamon Press
New York.
Proses activated sludge memanfaatkan mikroorganisme aerob untuk melakukan
perombakan zat-zat organik dari air limbah. Lumpur yang dimaksud di dalam sistem
activated sludge adalah mikroorganisme itu sendiri. Konsumsi zat-zat organik tersebut
bisa diibaratkan dengan makanan. Dengan memakan zat-zat organik dari dalam air
limbah, maka mikroorganisme dapat tumbuh (memperbanyak diri).
Apabila pertumbuhan ini tidak terkendali maka clarifier akan dipenuhi oleh
lumpur dan akan terbentuk suatu lapisan yang dikenal dengan istilah sludge blanket.
Selain itu, lumpur yang tidak terkontrol jumlahnya dapat terbawa ke efluen
menyebabkan konsentrasi BOD dan suspended solid yang tinggi. Untuk mencegah hal-
hal tersebut perlu dilakukan mekanisme pengendalian dari beberapa aspek di bawah ini:
4 | P a g e
1. Food-to-Microorganism ratio (F/M ratio)
Food menunjukkan jumlah BOD, sementara Microorganism menunjukkan
jumlah mikroba di dalam air limbah yang direpresentasikan melalui konsentrasi MLVSS
(mixed liquor volatile suspended solids). F/M ratio (hari-1) dapat diketahui dengan
rumus:
Qww = debit air limbah yang masuk ke proses activated sludge (m3/hari)
BOD = konsentrasi BOD (mg/L)
V = volume reaktor activated sludge (m3)
MLVSS = konsentrasi mikroorganisme (mg/L)
Untuk proses yang hanya melibatkan penyisihan BOD, nilai F/M biasanya
berkisar antara 0.25-0.45 / hari. Jika proses melibatkan nitrifikasi, maka rasio F/M
biasanya 0.1/hari atau kurang.
2. Mean Cell Residence Time (MCRT)
MCRT ini juga bisa dipakai untuk menentukan jumlah optimum lumpur. Secara
teoritis, MCRT artinya adalah jumlah hari dimana mikroorganisme tinggal di dalam
reaktor activated sludge sebelum dikeluarkan dari sistem. MCRT yang lama berarti lebih
banyak lumpur yang tertahan di dalam sistem sehingga meningkatkan konsentrasi MLSS
(mixed liquor suspended solids). Sebaliknya, jika MCRT terlalu sebentar maka kita tidak
akan memperoleh konsentrasi MLSS yang mencukupi.
Rumus dasar untuk penghitungan MCRT yaitu massa solid di dalam activated sludge
dibagi massa solid yang meninggalkan sistem. MCRT dihitung dalam satuan hari. Cara
lain yang lebih sederhana untuk menghitung MCRT yaitu:
= volume liquid di dalam reaktor biologi (m3)
= debit MLSS yang dibuang (m3/hari)
Untuk sistem activated sludge yang hanya mengolah BOD, MCRT biasanya
berkisar antara 1 hingga 3 hari. Sementara itu jika proses nitrifikasi juga terjadi maka
MCRT antara 4-10 hari dan 20 hari atau lebih untuk proses extended aeration.
5 | P a g e
COMPLETELY MIXED REACTORS
Gambar 1. Skema Completely Mixed
Sumber: Journal Activated Sludge Process Schematics
Keuntungan :
1. Memungkinkan nitrifikasi baik karena nilai COD seragam bernilai rendah
2. Mampu menangani beban puncak dan zat encer beracun
3. Digunakan dalam sistem yang lebih kecil
Kekurangan :
1. Volume yang lebih besar, aerasi tinggi
2. Tidak banyak fleksibilitas operasional
3. Terkait dengan ketidakstabilan biomassa seperti sludge bulking
Menurut Carlos D.M. Filipe, C.P. Leslie Grady, Jr. dalam Biological Wastewater
Treatment, Second Edition, Revised and Expanded. Dasar Desain Proses untuk kasus
steady-state, tugas pertama dalam proses desain adalah menetapkan suhu
berkelanjutan maksimum dan minimum mungkin ditemui dalam sistem lumpur aktif.
Parameter suhu disesuaikan digunakan dalam pemilihan SRT desain. Completely mixed
process bertujuan pencampuran sesaat dari limbah influen dan return sludge dengan
seluruh isi tangki aerasi. Diperpanjang proses aerasi beroperasi pada beban organik
rendah memproduksi kuantitas yang lebih rendah juga stabilized sludge.
6 | P a g e
Gambar 2. Completely Mixed Activated Sludge Process
Sumber : Reynold/Richards.1996. Unit Operations and Processes in Environmental Engineering
Second Edition. Boston
Menurut Reynolds/Richards. 1996. dalam Unit Operations and Processes in
Environmental Engineering Second Edition. Boston: PWS Publishing Company, pada
completely mixed reactor, pengadukan yang cukup dibutuhkan untuk menghasilkan
campuran yang sempurna, yang mengasumsikan bahwa fluida yang akan masuk reaktor
seketika tercampur dengan fluida yang sudah ada dalam reaktor. Konten reaktor sama
diseluruh volume tangki. Jika pengadukan memadai, dan fluida tidak terlalu kental atau
pekat (air limbah), asumsi pencampuran yang sempurna (completely mix) dapat terjadi.
Pada completely mixed reactor, nomor dispersi adalah dari 4 sampai tak terhingga.
Biasanya digunakan tangki aerasi yang berbentuk lingkaran atau persegi sebagai bak
reaktor.
Setelah preliminary dan primary treatment, clarified wastewater flow (Q)
memasuki reaktor dan secara cepat menyebar ke seluruh reaktor. Recycled activated
sludge flow (R), langsung dialirkan ke dalam reaktor disekitar aerator sehingga dengan
cepat dapat tercampur diseluruh reaktor. Sejak recycle sludge flow (R) mengandung
active biological solid, introduksi ke dalam reaktor dilakukan dengan cara menanamkan
reaktor dengan massa mikroba aktif. Metode introduksi R lainnya adalah mencampur R
dengan Q, untuk menanam air limbah yang akan masuk dengan active biological solid. Q
dan R masuk ke dalam reaktor, lalu dengan cepat menyebar ke seluruh volume reaktor.
Introduksi R ke dalam reaktor secara langsung, membantu meminimalisir
pengaruh material yang beracun pada feed wastewater. Konten dalam reaktor sama
diseluruh volume reaktor dan memiliki karakteristik yang sama dengan effluent reaktor.
Dalam reaktor, active biological solid menyerap materi organik (larut dan tidak terlarut)
7 | P a g e
dan mengoksidasi material ini untuk menghasilkan produk aerobic dan mensintesis sel
mikroba baru.
Completely mixed activated sludge process ini unik karena konten diseluruh
reaktor memiliki karakteristik yang sama dengan aliran cairan yang keluar reaktor.
Sehingga konsentrasi substrat terlarut dalam reaktor sama dengan yang ada pada aliran
yang keluar dan effluen akhir. Total konsentrasi substrat di reaktor, larut maupun tidak
larut, pada dasarnya memiliki konsentrasi yang sama dengan yang ada pada aliran
menuju final clarifier dan final effluent.
Kelebihan menggunakan completely mixed activated sludge, adalah :
1. Penyetaraan maksimum pada tingkat penyerapan oksigen
2. Meredam maksimum beban yang masuk karena beban secara cepat terdispersi
ke seluruh volume reaktor
3. Netralisasi maksimum produksi karbondioksida selama bio-oksidasi aerobik
4. Reduksi maksimum toksisitas pada beban beracun karena degan mudah
tercampur ke seluruh volume reaktor
5. Kondisi lingkungannya relative sama untuk active biological mass
6. Fleksibilitasnya lebih besar dibandingkan dengan proses lain
Kekurangan menggunakan completely mixed process, adalah:
1. Volume untuk penghilangan organik yang diberikan untuk organik terlarut
dalam
air limbah harus lebih besar dari pada volume pada proses konvensional atau
kebanyakan proses lainnya.
Rate of Substate Utilization :
-1
X
dS1
dt
æ
èç
ö
ø÷ = KS1
Material Balance :
Accumulation = Input – Decrease due to reaction – Output
Dari kedua persamaan diatas, diperoleh persamaan baru yaitu :
8 | P a g e
q =Si- St
KXSt
Si- St
Xq= KSt
Volume Completely Mixed Reactor :
V =Qq
Gambar 3. Complete-mix activated sludge
Sumber: Metcalf. 2003 .Wastewater Engineering Treatment and Reuse. Mc.Graw-Hill
Menurut (Metcalf, 2003), tipikal dari complete mix pada proses pengolahan
lumpur aktif ditunjukkan pada gambar 8-15. Limbah dari tangki sedimentasi primer dan
kembali lumpur aktif daur ulang diperkenalkan biasanya di beberapa titik dalam reaktor,
karena isi tangki yang secara menyeluruh dicampurkan, organic load, organic demand,
dan konsentrasi substrat yang seragam di seluruh tangki aerasi pada rasio F / M rendah .
Perawatan harus diambil untuk menjamin bahwa reaktor complete mix
pengolahan lumpur aktif baik apabila dicampur dan feed influen dan efluen dengan titik
penarikan dipilih untuk mencegah hubungan arus pendek dari air limbah yang tidak
diolah atau diolah secara parsial. Reaktor campuran lengkap biasanya dikonfigurasi
dalam bentuk persegi, persegi panjang, atau bulat. Dimensi tangki depand terutama
pada ukuran, jenis, dan pencampuran pola peralatan aerasi. Berikut merupakan langkah-
9 | P a g e
langkah dalam pendekatan komputasi yang digunakan dalam desain dari proses lumpur
aktif :
1) Memperoleh influen limbah air.
2) Menentukan persyaratan limbah dalam hal N N , konsentrasi TSS dan BOD .
3) Memilih yang sesuai keselamatan nitrifikasi untuk SRT desain berdasarkan
puncak yang diharapkan atau rata-rata faktor TKN loadings. Faktor keamanan
mungkin berbeda dari sebesar 1,3-2,0.
4) Memilih konsentrasi DO minimum untuk aerasi baskom
5) Konsentrasi DO minimum sebesar 2,0 mg/l direkomendasikan untuk nitrifikasi .
6) Menentukan laju pertumbuhan spesifik maksimum nitrifikasi berdasarkan suhu
kolam aerasi dan konsentrasi DO
7) Tentukan laju pertumbuhan spesifik MIU dan SRT
8) Mendapatkan SRT desain dengan menerapkan faktor keamanan ke langkah 6 .
9) Menentukan produksi biomassa .
10) Lakukan keseimbangan nitrogen untuk menentukan NOx , konsentrasi NH4 - N
teroksidasi
11) Menghitung massa VSS dan massa TSS untuk cekungan aerasi .
12) Memilih konsentrasi MLSS desain dan menentukan volume kolam aerasi dan
waktu tinggal hidrolik .
13) Menentukan produksi lumpur secara keseluruhan dan mengamati hasil .
14) Menghitung permintaan oxygendemand .
15) Menentukan apakah penambahan alkalinitas diperlukan .
16) Mendesain clarifier sekunder .
17) Mendesain sistem transfer aerasi oksigen .
18) Merangkum kualitas limbah akhir .
19) Mempersiapkan tabel ringkasan desain .
Konsep desain utama adalah pemilihan SRT desain, pemilihan kinetik, dan
koefisien stoikiometri, dan penerapan keseimbangan massa telah sesuai.
Menurut Springfield dalam Complete Mix Activated Sludge, The Complete Mix
Activated Sludge (CMAS) merupakan proses menghilangkan bahan terlarut, materi
tersuspensi serta amonia dengan menggunakan organisme yang akan memakan materi
tersebut. Udara juga berperan penting dalam proses ini dengan cara ditiupkan pada bak,
baik dengan menggunakan kipas ataupun dengan menggunakan difusor, untuk
10 | P a g e
mencampur limbah dengan organisme. The Complete Mix Activated Sludge (CMAS)
dapat menangani beban lumpur lebih baik daripada proses lainnya karena konsentrasi
lumpur aktif sama dan identik. keuntungan lainnya proses nitrifikasi pada sistem ini
dapat berlangsung dengan baik karena pembentukan COD yang rendah, dapat
menampung beban volume yang besar, dapat menghilangkan materi beracun, dan
menggunakan sistem yang lebih kecil.
Sedangkan kekurangan dari sistem ini adalah dengan volume yang besar
dibutuhkan biaya aerasi yang besar juga, pengoperasian yang tidak mudah. Effluen dari
trikking filter akan bercampur dengan lumpur aktif yang dikembalikan dan dimasukkan
kembali ke sistem dari awal. Udara akan terus ditambahkan sampai nilai oksigen dalam
air melebihi 1 mg/L. Flok biologis terdiri dari bakteri, protozoa, rotifers, dan nematodes.
Flok ini digunakan untuk mengoksidasi ammonia serta flok tersebut akan membentuk
kembali menjadi lumpur aktif kurang lebih 95% dari total keseluruhan yang ada.
Organisme ini tumbuh dan berkembang dengan memakan material yang terdegradasi
seperti protein, karbohidrat, lemak dan komponen lainnya. Flok yang baik dapat dilihat
dari adanya organisme yang lebih kompleks seperti protozoa dan rotifers.
11 | P a g e
Rumus – rumus yang digunakan :
1. Menentukan Reaction Rate Constant (K)
K1, K2 = reaction rate constants at the respective temperatures, T1 and T2 ,C
= temperature correction coefficient
T1 = temperature of the mixed liquor C, for K1
T2 = temperature of the mixed liquor C, for K2
Sumber :Tom D. Reynolds, Unit Operation and Processes in Environmental
Engineering, 1996, Eq 15.33
2. Hyraulic Retention Time
X
X
Sumber :Tom D. Reynolds, Unit Operation and Processes in Environmental
Engineering, 1996, Eq 15.28
3. Menghitung Volume Aeration Tank
Sumber :Tom D. Reynolds, Unit Operation and Processes in Environmental
Engineering, 1996, Eq 15.19
4. Space Volumetric Loading
5. Food to Microbe Ratio
Sumber :Tom D. Reynolds, Unit Operation and Processes in Environmental
Engineering, 1996, Eq 15.10
6. BOD Removal Efficiency
12 | P a g e
7. Mean Cell Residence Time
Sumber :Tom D. Reynolds, Unit Operation and Processes in Environmental
Engineering, 1996, Eq 15.11
Sumber :Tom D. Reynolds, Unit Operation and Processes in Environmental
Engineering, 1996, Eq 15.14
Berikut ini adalah algoritma perhitungan serta penjelasannya :
13 | P a g e
Menghitung nilai BOD pada saat memasuki Secondary Clarifier (30 % BOD hilang)
Mencari nilai koef K pada suhu 32o
Menentukan MLSS sesuai dengan range pada
kriteria desian
X
Menetukan nilai MLVSS
Menetukan nilai Sludge Volume Index
Menetukan nilai Sludge Density Index (SDI)
Menetukan nilai
X
Menetukan nilai Hydraulic Retention Time (HRT)
Menetukan nilai
Menetukan nilai dengan asumsi menggunakan kedalaman 6 m (menggunakan difusor)
Menghitung nilai Space Volumetric Loading
Menghitung nilai Food to Microbe Ratio
Menghitung nilai BOD Removal Efficiency (E)
Menghitung nilai Mean Cell Residence Time
Ket: Garis panah merah menandakan apabila pada perhitungan kriteria desain tidak terpenuhi maka perhitungan harus dilakukan seperti gambar.
14 | P a g e
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
Menghitung nilai BOD pada saat memasuki Secondary Clarifier (30 % BOD hilang)
Mencari nilai koef K pada suhu 32o
Menentukan MLSS sesuai dengan range pada kriteria desian
X
Menetukan nilai MLVSS
Menetukan nilai Sludge Volume Index
Menetukan nilai Sludge Density Index (SDI)
Menetukan nilai
Sesuai Kriteria Tidak Sesuai Kriteria
kembali ke nomer 3
X
Menetukan nilai Hydraulic Retention Time (HRT)
Tidak Sesuai Kriteria
kembali ke nomer 3
Sesuai Kriteria
15 | P a g e
(9)
(10)
(11)
(12)
(13)
(14)
Menetukan nilai
Menetukan nilai dengan asumsi menggunakan kedalaman 6 m (menggunakan difusor)
Menghitung nilai Space Volumetric Loading
Tidak Sesuai Kriteria
kembali ke nomer 3 atau 10
(mengubah kedalaman)
Sesuai Kriteria
Menghitung nilai Food to Microbe Ratio
Sesuai Kriteria
Tidak Sesuai Kriteria
kembali ke nomer 3 atau 10
(mengubah kedalaman)
Menghitung nilai BOD Removal Efficiency (E)
Menghitung nilai Mean Cell Residence Time
Sesuai Kriteria
Tidak Sesuai Kriteria
kembali ke nomer 3 atau 10
(mengubah kedalaman)
16 | P a g e
Completely Mixed Activated Sludge Process
Sumber : Reynold/Richards.1996. Unit Operations and Processes in Environmental Engineering Second
Edition. Boston
KRITERIA DESAIN
Type of Process : Completely Mixed
Mean Cell Residence Time (θc) : 5 – 30 days
Food-to-Microbe ratio : 0.1 – 0.6
Space Loading : 0.8 – 2.0
Hydraulic Retention Time : 3 – 6 jam
In Aeration Basin
MLSS : 2500 – 4000 mg/l
Recycle Ratio (R/Q) : 0.25 – 1.5
Flow Regime : CM
BOD Removal Efficiency : 85 – 95 %
COD Removal Efficiency : 80 – 85 %
DIKETAHUI
…………………………………………………………….……. 30 % BOD dianggap hilang pada primary
clarifier (70% x 250 (BOD)
17 | P a g e
(Kepmen LH no 112 tahun 2003 : <100mg/l)
……………… Tom D. Reynolds, Unit Operation and Processes in Environmental
Engineering, 1996, Tabel 15.1.
X
Recycle Ratio
1. Sludge Volume Index (SVI)
2. Sludge Density Index (SDI)
.................................................................... memenuhi range (0.25 - 1.5)
(Tom D. Reynolds, Unit Operation and Processes in Environmental Engineering, 1996,
Tabel 15.4)
18 | P a g e
Hydraulic Retention Time (HRT)
X
….................................................................... memenuhi range (3 – 6 jam)
(Tom D. Reynolds, Unit Operation and Processes in Environmental Engineering, 1996,
Tabel 15.4)
Volume Aerator
Dimensi
V = 360.57 m3
H = 5.5 m = 6 m
19 | P a g e
Gambar 5. Dimensi bak aerasi
Space Volumetric Loading
.............................................. memenuhi range (0.8–2.0)
(Tom D. Reynolds, Unit Operation and Processes in Environmental Engineering, 1996,
Tabel 15.4)
Food to Microbe Ratio
20 | P a g e
................................................................... memenuhi range (0.1 – 0.6)
(Tom D. Reynolds, Unit Operation and Processes in Environmental Engineering, 1996,
Tabel 15.4)
BOD Removal Efficiency (E)
....................................................................memenuhi range (85 - 95) %
(Tom D. Reynolds, Unit Operation and Processes in Environmental Engineering, 1996,
Tabel 15.4)
Mean Cell Residence Time
............................................................... memenuhi range (5-30)hari
(Tom D. Reynolds, Unit Operation and Processes in Environmental Engineering, 1996,
Tabel 15.4)
21 | P a g e
SUMMARY
Type ϴc
(days) F/M
Space Loading ϴ
(hour)
MLSS R/Q
Flow BOD (kg BOD/day-
m3) (mg/l) Regime Removal(%)
CM 5.0-30 0.1-0.6 0.8-2.0 3.0-6.0 2500-4000 0.25-1.5 CM 85-95
Actual 29 0.58 1.25 3.09 3100 0.869 CM 92
Kesesuaian Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai
Hasil yang didapatkan semuanya sesuai dengan kriteria desain yang ada
Referensi :
Eckenfelder, W.W., Patoczka, J.B., and Pulliam, G.W.(1988).Anaerobic Versus Aerobic
Treatment In The USA.in: Anaerobic Digestion 1988, E.R.Hall and
P.N.Hobson(eds.),Pergamon Press New York.
Water Environment Federation (2008). Operation of Municipal Wastewater Treatment
Plants – MOP 11, (6th Edition).. WEF + McGraw-Hill
Reynold/Richards.1996. Unit Operations and Processes in Environmental Engineering
Second Edition. Boston
Journal Activated Sludge Process Schematics
Carlos D.M. Filipe, C.P. Leslie Grady, Jr. dalam Biological Wastewater Treatment, Second
Edition, Revised and Expanded.
Metcalf. 2003 .Wastewater Engineering Treatment and Reuse. Mc.Graw-Hill
Springfield dalam Complete Mix Activated Sludge, The Complete Mix Activated Sludge
(CMAS)
TUGAS UNIT OPERASI DAN PROSES
PERHITUNGAN DESAIN PROSES LUMPUR AKTIF
STEP AERATION
Kelompok 4:
Ariessyawtra R.L (1206249750)
Dita Ayu Dwi P (1206216935)
Febriana Sya’ Baniah (1206216866)
Iqbal Zaglul Pasya (1206261491)
Romaita Ardzillah (1206216834)
PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
2014
Step Aeration | 1
ACTIVATED SLUDGE TIPE STEP AERATION
Proses pengolahan air limbah secara biologis dengan sistem biakan
tersuspensi (Suspended Growth) telah digunakan secara luas di seluruh dunia
untuk pengolahan air limbah domestik. Proses ini secara prinsip merupakan
proses aerobik dimana senyawa organik dioksidasi menjadi CO2 dan H2O, NH4
dan sel biomassa baru. Sistem pengolahan air limbah dengan biakan tersuspensi
yang paling umum dan telah digunakan secara luas yakni proses pengolahan
dengan Sistem Lumpur Aktif (Activated Sludge Process).
Pengolahan air limbah dengan proses lumpur aktif secara umum terdiri
daribak pengendap awal, bak aerasi, dan bak pengendap akhir, serta bak
khlorinasi untuk membunuh bakteri patogen. Keunggulan proses lumpur aktif ini
adalah dapat megolah air limbah dengan BOD yang besar, sehingga tidak
memerlukan tempat yang besar. Proses ini cocok digunakan untuk mengolah air
limbah dalam jumlah yang besar. Sedangkan beberapa kelemahannya antara lain
yakni terjadi buih, serta jumlah lumpur yang dihasilkan cukup besar. Selain itu
memerlukan keterampilan operator yang cukup.
Variabel perencanaan (design variabel) yang umum digunakan dalam
proses pengolahan air limbah dengan sistem lumpur aktif (Davis dan Cornwell,
1985; Verstraete dan van Vaerenbergh, 1986) adalah sebagai berikut:
1. Beban BOD: adalah jumlah massa BOD di dalam air limbah yang masuk
(influen) dibagi dengan volume reaktor
Dimana:
Q = debit air limbah yang masuk (m3/hari)
S0 = Konsentrasi BOD di dalam air limbah yang masuk (kg/m3)
V = Volume reaktor (m3)
2. Mixed-liquor suspended solids (MLSS) adalah jumlah total dari padatan
tersuspensi yang berupa material organik dan mineral, termasuk di dalamnya
adalah mikroorganisme. MLSS ditentukan dengan cara menyaring lumpur
Step Aeration | 2
campuran dengan kertas saring kemudian filter dikeringkan pada temperatur
105o C
3. Mixed-liquor volatile suspended solids (MLVSS) diukur dengan memanaska
terus sampel filter yang telah kering pada 600 – 650o C dan nilainya mendekati
65-75% dari MLSS
4. Food – to – microorganism ratio atau Food – to – mass ratio disingkat F/M
ratio yang menunjukkan jumlah zat organik (BOD) yang dihilangkan dibagi
dengan jumlah massa mikroorganisme di dalam bak aerasi atau reaktor.
Besarnya nilai F/M ratio umumnya ditunjukkan dalam kilogram BOD per
kilogram MLSS per hari (Curds dan Hawkes, 1983; Nathanson, 1986). Rasio
dimana :
Q = Laju alir limbah m3 per hari
So = Konsentrasi BOD di dalam air limbah yang masuk ke bak
aerasi (reaktor) (kg/m3)
S = Konsentrasi BOD di dalam efluen (kg/m3)
V = Volume reaktor atau bak aerasi (m3)
5. Hidraulic Retention Time (HRT) adalah waktu rata-rata yang dibutuhkan oleh
larutan influen masuk dalam tangki aerasi untuk proses lumpur aktif, nilainya
berbanding terbalik dengan laju pengenceran (dilution rate, D) (Sterritt dan
Lester, 1988)
dimana:
V = Volume Reaktor atau bak aerasi (m3)
Q = Debit air limbah yang masuk ke dalam tangki aerasi (m3/jam)
D = Laju pengenceran (jam-1
)
6. Rasio sirkulasi lumpur (Hydraulic Recycle Ratio) adalah perbandingan antara
jumlah lumpur yang disirkulasikan ke bak aerasi dengan jumlah air limbah
yang masuk ke dalam bak aerasi.
Step Aeration | 3
7. Umur Lumpur (sludge age) menunjukkan waktu tinggal rata-rata
mikroorganisme dala sistem lumpur aktif, nilainya berbanding terbalik dengan
laju pertumbuhan mikroba
Sistem Aerasi Bertingkat (Step Aeration)
Limbah hasil dari pengolahan primer (pengendapan) masuk dalam tangki
aerasi melalui beberapa lubang atau saluran, sehingga meningkatkan distribusi
dalam tangki aerasi dan membuat lebih efisien dalam penggunaan oksigen di
sepanjang tangki reaktor. Hal ini dibuat dengan membuat debit dari masing-
masing saluran sama dengan ¼ dari total debit influen. Proses ini dapat
meningkatkan kapasitas sistem pengolahan. Diagram proses pengolahan air
limbah dengan sistem “Step Aeration” dan kriteria perencanaan.
Gambar 1. Proses Step Aeration
Sumber: Reynold & Richard, Second Edition, 1996
Tabel 1.Kelebihan dan Kekurangan dari Sistem Step Aeration
Kelebihan Kekurangan
1. Mendistribusikan beban untuk
menyediakan keseragaman
oksigen yang lebih baik
1. Operasi yang lebih kompleks
2. Aliran yang terbagi biasanya
tidak terukur atau secara akurat
Step Aeration | 4
2. Operasi yang fleksibel (jika satu
bagian rusak beban dapat
dialihkan ke bagian lainnya)
3. Dapat diadaptasikan ke banyak
skema operasi termasuk proses
aerobik proses
diketahui
3. Desain lebih kompleks untuk
sistem aerasi dan proses
Sumber : Metcalf & Eddy, Fourth Edition
Tabel 2.Kriteria Desain dari Sistem Step Aeration
Kriteria Desain Nilai
Mean Cell Residence, Time Days 5 – 15
Food to microbe Ratio 0.2 - 0.4
Lb BOD5 (day-1000 ft2) 40 – 60
Kg BOD5 (day-m3) 0.6 – 1.0
Hydraulic Retention Time in Retention
Basin (hour)
3 – 5
Mixed Liquor Suspended Sold (MLSS) 2000 – 3500
Recycle Ratio (R/Q) 0.25 – 0.75
Flow Regime PF, PDF
BOD Removal Efficiency (%) 85 – 95
Sumber: Metcalf & Eddy, Fourth Edition
Diketahui nilai :
Q (m2 / hari) 1500
Q (m3 / jam) 62.5
BOD (mg / L) 250
COD (0.65 x BOD ) 152.5
T (°C) 32°
SS (mg/L) 450
Q = 1500 m3/ hari = 62.5 m
3/hari =17.361 L/s = 0.017361 m
3/s
Step Aeration | 5
Perhitungan dan desain :
1. Menentukan MLSS ( mixed liquor suspended solid)
MLSS = (2000 – 3500) mg/L
(berdasarkan Table 15.4 Design and Operational Parameter for Activated
Sludge Treatment of Municipal Wastewater, Halaman 492, Reynold/Richard)
Maka dipilih MLSS = 2000 mg/L
2. Menentukan BOD Removal Efficiency
BOD Removal Efficiency = (85 – 95)%
(berdasarkan Table 15.4 Design and Operational Parameter for Activated
Sludge Treatment of Municipal Wastewater, Halaman 492, Reynold/Richard)
Maka Dipilih BOD Removal Efficiency = 85%
3. Menentukan BOD Removal Effluen
Primary sedimentation mengurangi (25 – 40)% BOD (5.7 Primary
Sedimentation, Halaman 396, Metcalf & Edy), sehingga :
Efisiensi Pengurangan BOD pada Primary Sedimentation = (60 – 75)%
Maka Dipilih Efisiensi = 75%
So baru = 75% x So lama
= 0.75 x 250 mg/ L
= 187,5 mg/L
Persen removal yaituantara 85%-95%, (Activated Sludge, Halaman 441,
Reynolds/Richards), dandipilih percent removal sebesar 85%.
BODeffluen = Se
=So baru – ( Sobaru x percent removal)
= 187,5 mg/L – (187,5 x 85%) mg/L
= 28,125 mg/L
Berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 112 tahun 2003
tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik, kadar maksimum BOD pada air
buangan adalah 100 mg/L. Dengan demikian air limbah yang diproses dengan
step aeration ini memenuhi standar.
Step Aeration | 6
4. Menentukan nilai K untuk suhu 32oC
Nilai K (Konstanta Laju Reaksi) untuk air limbah domestik pada suhu 25oC
adalah
K= 1.717
(Table 15.1 Reaction and Rate Constants for Some
Selected Wastewater, Halaman 421, Reynolds/Richard).
Untuk suhu 32oC maka nilai K harus dihitung ulang dengan persamaan:
K2 = K1 . θ(T2 – T1)
( Temperature Effect, Halaman 450, Reynolds/Richards)
θ = 1.03 – 1.09 (Eckenfelder, 1989)
T2 = Suhu daerah setempat (oC)
T1 = Suhu ruangan25oC
K2 = K1 . θ(T2 – T1)
K2 = 1,717 . 1.03(32-25)
K2 = 2.11
5. Menentukan Nilai MLVSS
Nilai MLVSS adalalah 68% dari MLSS.
=0,68×
=0,68×2000 /
=1360 /
Sehingga nilai MLVSS 1360 mg/L
6. Menentukan Sludge Ratio (R/Q)
SVI berada dalam rentang 50 mg/L – 150 mg / L, dipilih 150 mg /L
a) Sludge Volume Index
Step Aeration | 7
b) Sludge Density Index (SDI)
c) Recycle Ratio (R/Q )
( 0) + ( ) =( + )
Q(0) + R(6666.67 mg/L = (Q+R) (2000)
0 + 6666.67 R = 2000Q +2000R
4666.67R = 2000Q
R/Q = 0.43
Pada kriteria bak sedimentasi terdapat kriteria R/Q ratio adalah 0.25 –
0.75sehingga membuktikan bahwa hasil perhitungan yang menggambarkan
desain sesuai atau memenuhi kriteria)
7. Menentukan Hydraulic Retention Time (θ)
( eq. 15.18 Halaman 431, Reynolds/Richards)
15 = e-2.87 θ
2.87 jam-1
θ = ln (6.67)
Step Aeration | 8
θ = ln(6.67) x 2.87 jam = 5.44 jam → sesuai (kriteria : 3-5 jam, standar deviasi
yang diperbolehkan adalah ± 10%, sehingga criteria designnya menjadi 2,7-5,5
jam)
8. Menentukan volume bak aerasi
= 0.43
V = (Q + R) θ
V = (Q + 0.43Q) θ
V = (1.43 x62.5m3/ jam) x (5,44 jam)
= 486.2 m3
9. Menentukan waktu aerasi
10. Menentukan Food To Microbe Ratio
(eq. 15.10, Halaman 425, Reynolds/Richard)
Diketahui berdasarkan table kriteria bak sedimentasi diatas nilai Food –to-
Microbe Ratio berada dalam rentang 0.2-0.4 yang berarti nilai 0.38 hasil
memenuhi criteria
Step Aeration | 9
11. Menentukan Mean Cell Residence Time
(eq. 15.16 Halaman 426, Reynolds/ Richard)
Diketahui bahwa
Y = 0,6 mg VSS/mg BOD (Reynold, 1982)
Ke= 0,05 day-1(Reynold, 1982)
Diketahui berdasarkan table criteria bak sedimentasi di atas nilai dalam
rentang 5-15 hari yang berarti nilai 6 hari hasil memenuhi kriteria
12. Menentukan space/volumetric loading
=
Pada kriteria bak sedimentasi terdapat kriteria Space Loading ialah 0.6-
1.0
sehingga membuktikan bahwa hasil perhitungan dengan nilai
yang menggambarkan desain sesuai atau memenuhi kriteria)
13. Menentukan Dimensi Bak Aerasi
Pada aerasi ini dipilih tipe difusi yang memiliki rentang kedalaman (5-6) m
dan perbandingan antara panjang:lebar = 3:1
Maka dipilih Kedalaman = 5 m
V = 486.192 m3
Luas = V/h = 486.192 m3/5m = 97.2384 m
2
Luas = (3L) L
Luas = 3 L2
Step Aeration | 10
L = (Luas/3)0.5
L = (97.2384/3)0.5
= 5.69 m = 5.7 m
P = 5.7 x 3 = 17.01 m
Mean
Cell
Residence
Time (Ɵ,
hari)
Food-
to-
Microbe
Ratio
Space
Loading kg
BOD5/hari-
m3
Hydraulic
Retention
Time (Ɵ,
hari)
MLSS
(mg/L)
Recycle
Ratio
(R/Q)
Flow
Regime
BOD
Removal
Efficiency,
%
5-15 0.2-0.4 0.6-1.0 3-5
(2.7-5.5)
2000-
3500
0.25-
0.75
PF,
85-95
6 0.38 0.827 5.44 2000 0.43 85
KebutuhanOksigen
Kebutuhan oksigen dapat ditentukan dengan persamaan sebagai berikut
Or = Y’Sr + k’e X + On
Dimana :
Or = kebutuhan oksigen (kg/day)
Y’ = koefisien oksigen
k’e = koefisien respirasi endogenous (kg O2/ kg cell day)
On = oksigen yang dibutuhkan untuk nitrifikasi (kg/day)
16.60 m
5.53m
5 m
Step Aeration | 11
Sr = substrat yang dihilangkan (kg/day)
(Reynold, 1982)
1. Menentukan kriteria yang digunakan
Y’ = 0,62 mg oksigen / mg BOD(Reynold, 1982)
k’e = 0,09 mg oxygen/mg MLVSS-day(Reynold, 1982)
Y = 0,6 mg MLVSS/mg BOD (Reynold, 1982)
Ke= 0,05 day-1 (Reynold, 1982)
4,33 mg oksigen dibutuhkan untuk mengubah 1 mg nitrogen ammonia
menjadi ion nitrat (Eckenfelder,1989)
Asumsikan
Jumlah organic dan amonia nitrogen pada primary effluent = 30 mg/L
2. Menentukan massa MLVSS dalam reactor
= ×
=486 3 × 1360
× 1000
×
=660,96
3. Menentukan subsrat yang dihilangkan per hari
= 5 − 5 ×
= (250
– 28,125
) x 17,361
x
x
= 332, 81 kg BOD5
4. Menetukan Volatile suspended solid yang dihasilkan
= −
= (0.6
x 332,81
)- (
x 660.96 kg)
= 166.638
Step Aeration | 12
5. Menentukan jumlah nitrogen yang dinitrifikasi
Jumlah nitrogen yang dinitrifikasi dapat ditentukan dengan persamaan
mass balance
〔 〕 = 〔 〕+ 〔 h 〕 +
〔 〕
a. Untuk menentukan input
Input = Q x jumlah organic dan ammonia nitrogen pada primary
effluent.
= 17.361
x 30
x
x
= 44,99
≈ 45
b. Menentukan nitrogen yang hilang akibat sintesis (pengendapan lumpur)
Asumsikan
Rumus senyawa organic = C5H7O2N
Mr = 113
Persentase nitrogen dalamsenyawa organic
x 100%=12,39%
the decrease due to synthesis = Xwx Persentase nitrogen
= 166.638
x 12,39 %
= 20.64
c. Menentukan output
Asumsikan
Nitrogen terkonversi 100%, maka output = 0
d. Menentukan nitrogen yang dinitrifikasi
〔decrease due to nitrification 〕= 45
- 20.64
= 24,36
e. Menentukankebutuhanoksigen
Or = Y’Sr + k’e X + On
Step Aeration | 13
= ( 0.62
x 332, 81
) + (
x 660,96 kg MLVSS) +
(24,36
X 4.33
= 371.3074
14. DayaDifusor
P = ρ .g. h . Q
= 1000.
. 9.81
. 5 m. (0.017361
+0.43
)
P = 21943 watt
= 21.943 Kw
Efisiensi daya
η = 8%. P
= 0.08 X 21.943 Kw
= 1.75544 Kw
Daya Efektif
P efektif = P – η
= 21.943 – 1.75544
=20.18756 Kw
15. Mass balanced
Input
Q=62.5 m3/jam x 24 jam/hari=1500 m
3/hari
BOD5 Effluent = 187.5 mg/l
Proses
Qr = rasio
= 1500 m
3/s x 0,43 = 645m
3/hari
Qw = (
Diasumsikan removal SS = 65 %
Specific gravity 1,2 m/s2 (air limbah domestic di Indonesia)
Step Aeration | 14
Qw = (
)
= 36.56 m3/ hari
BOD5 proses =
0= +( BOD5 )
Se = 28.125 /
0= + ( BOD5 )
BOD5 proses = 372,23 mg/m3
= 0.37223 gram/m
3
BOD5 process Activated Sludge adalah 0.37223 gram/m3
Output
Q output = Q in – Q pro
= 1500 m3 / hari – 36.56 m
3 / hari
= 1463.44 m3 / hari
BOD5 effluent = 28.125 mg/L
Skema Mass Balanced
Qinput = 1500 m3/ hari
BOD5 Influent = 187.5 mg/L Qoutput = 1463.44 m
3/ hari
BOD5 effluent = 28.125 mg/L
Qreturn = 645 m3
/ hari
Qwaste = 36,56 m3
/ hari
Step Aeration | 15
16. Mendesain Secondary Clarifier
a) Design flow to the secondary clarifier
Q + Qr – Qw
= Q + Qr – Qw
= 1500 m3/ hari + 645 m
3/ hari -36.56 m
3/ hari
= 2108.44 m3 / hari
b) Design flow for each secondary clarifier
Diasumsikan jumlah secondary clarifier 4 buah
=
c) Area
Diasumsikan SOR = 15 m / hari
=
35,14 m
2
d) Diameter of Secondary Clarifier
Diameter =
=
= 6.69 m
e) Check the overflow rate at average design flow (15-40 m/ hari)
Overflow rate =
=
= 15,00028458 m/ hari ≈15 m/hari
(OK)
f) Detention time
Depth of clarifier = 5m
Volume of the clarifier =
x 2
x h
=
x 6.69
2x 5
= 175.76 m3
Step Aeration | 16
Detention Time =
=
= 0.33 hari = 8 jam.
Step Aeration | 17
Flowchart Step Aeration
Step Aeration | 18
Flowchart Kebutuhan
Oksigen
Step Aeration | 19
Gambar 2. Unit Step Aeration
Sumber: www.google.com
Referensi
http://www.kelair.bppt.go.id/Publikasi/BukuAirLimbahDomestikDKI/BAB4PRO
PRO.pdf
Metcalf and Eddy. 2003. Wastewater Engineering Treatment and Reuse Fourth
Edition. McGraw-Hill Companies, Inc.
Reynolds and Richards. 1996. Unit Operation and Processes in Environmental
Engineering Second Edition. Boston: PWS Publishing Company.
ACTIVATED SLUDGE TREATMENT
FOR MUNICIPAL WASTEWATER
MODIFIED AERATION
Kelompok 5
Astrid Astari (1206247341)
Ayu Meiliasari (1206246465)
Monica Fakhrizal (1206216891)
Gisda Pratikasari (1206241786)
Jonathan M. Sitorus (1206261503)
PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK 2014
1
Pengolahan limbah cair paling efektif dilakukan secara biologis dibandingkan dengan
kimia dan fisika. Pengolahan secara biologis yaitu pengolahan yang memanfaatkan
mikroorganisme sebagai katalis untuk menguraikan material-material di dalam air limbah
tersebut. Material yang terurai dijadikan tempat berkembang biak bagi mikroorganisme itu
sendiri. Beberapa contoh pengolahan biologis diantaranya lumpur aktif (activated sludge),
attached growth filtration, dan pengolahan-pengolahan dengan proses aerob lainnya.
LUMPUR AKTIF
Proses lumpur aktif adalah salah satu proses pengolahan air limbah secara biologi,
dimana air limbah dan lumpur aktif dicampur dalam suatu reaktor atau tangki aerasi. Padatan
biologis aktif akan mengoksidasi kandungan zat di dalam air limbah secara biologis, yang di
akhir proses akan dipisahkan dengan sistem pengendapan.
Mixed liquor adalah campuran antara aliran air limbah dan aliran limpur aktif yang
dikembalikan sebelum masuk ke reaktor. Setelah memasuki aerator, lumpur aktif
memanfaatkan zat-zat organik yang terdapat dalam limbah untuk mendegradasinya. Kondisi
aerobik pada proses ini dibuat dengan beberapa cara, diantaranya penyebaran udara tekan,
injeksi oksigen murni, dan aerasi permukaan secara mekanik.
Pada clarifier, lumpur aktif mengendap terpisah dengan cairan yang keluar sebagai
efluen. Lumpur yang terendap tersebut sebagian dicampurkan dengan umpan/feed yang
masuk, dan sebagian endapan tersebut dibuang untuk menjaga rasio umpan per
mikroorganisme (F/M). Dalam reactor, bahan-bahan organik didegradasi oleh
mikroorganisme dengan persamaan stoikiometri.
Modified Aeration Tanks
A. Penjelasan Sistem
Proses ini digunakan pada pengolahan menengah guna mereduksi/mengurangi beban
organik pada proses selanjutnya. Modified aeration didesain untuk memperoleh tingkat
pengolahan yang lebih rendah dibanding dengan proses lainnya. Kriteria dari modified
aeration ini diantaranya menggunakan mechanical surface aerator dalam prosesnya, biaya
relatif murah, serta tidak menghasilkan derajat kemurnian yang tinggi. Modified aeration
2
serupa dengan pengolahan konvensional, yaitu dengan menggunakan periode aerasi yang
lebih pendek, MLSS rendah, dan rasio F/M tinggi.
Pada modified aeration terdapat 2 tangki yang berisi 3 stage/tingkatan pada masing-
masing tangki. Tiap tingkatan tersebut dilengkapi dengan mechanical surface aerator.
Aerator ini merupakan tempat terjadinya proses awal dari dua buah proses lumpur aktif
biologis. Terdapat sekitar 60% dari material organic (BOD) dihilangkan.
Effluen dari grit chamber dikombinasikan dengan lumpur yang dikembalikan dari
tangki pengendapan modified aeration mengalir ke tangki modified aeration. Aliran yang
dikombinasikan yaitu merupakan ”cairan campuran”. Oksigen didorong kedalam cairan
campuran melalui mechanical surface aerator untuk mempertahankan lingkungan aerob,
untuk proses/perlakuan biologis yang terjadi selama proses mencampur untuk
mempertahankan padatan tetap pada suspense, dan untuk memastikan partikel lumpur aktif
saling bersentuhan dengan air limbah yang datang. Mikroorganisme pada return sludge
secara terus-menerus didaur ulang kembali ke bagian atas tangki modified aeration. Makanan
untuk mikroorganisme yaitu material organik yang ada pada air limbah influent. Tujuan dari
proses ini yaitu agar mikroorganisme terkonversi dari padatan tidak dapat mengendap ke
padatan yang dapat mengendap.
Kontrol bau: tangki MA dilapisi dengan panel aluminium untuk mengontrol bau yang
timbul. Headspace dibawah lapisan dilepaskan (melalui kipas sentrifugal) ke 4 biofilter.
Biofilter merupakan struktur beton (kurang lebih memiliki panujang 40 kaki, lebar 25 kaki,
dan kedalaman 4 kaki) yang berisi media bed berisi campuran jerami, kompos dedaunan, dan
serpihan kayu. Udara yang berbau dari bawah lapisan tangki MA didorong keluar melalui
bagian bawah media biofilter. Selanjutnya, bakteri yang hidup di dalam media penghilangan
mengonsumsi senyawa penyebab bau pada sistem udara. Biofilter-biofilter tersebut terbuka di
atmosfer, dan udara yang meninggalkan biofilter pada hakekatnya bebas dari senyawa
penghasil bau.
3
Gambar 1.1. Proses AliranPengolahan Lumpur Aktif
Gambar 1.2.Modified Aeration Tank
Tipe
Proses
Titik
tengah
waktu
tingga
l, hari
F/M
Rasi
o
Space Loading HRT
pada
bak
aerasi
, jam
MLS
S,
mg/l
Rasio
resirkulas
i, R/Q
Regim
e
Aliran
Efisien
si BOD
remova
l (%)
lb
BOD5/da
y-1000ft3
Kg
BOD5/da
y-m3
Modifie
d
aeration
0.2 –
0.5
1.5 –
5.0 75 - 150 1.2 – 2.4
1.5 -
3
200 –
500
0.05 –
0.15
PF,
DPF 60 - 75
Tabel 15.4. Desain dan Parameter Operasional Pengolahan Lumpur Aktif Limbah Domestik
Tabel desain dan parameter operasional di atas menunjukkan rentang optimum dalam
pembuatan desain pengolahan lumpur aktif. Waktu tinggal yang diperlukan pada modified
aeration yaitu pada rentang 0.2 hingga berarti 0.5 hari. Rasio umpan per mikroorganisme
4
(F/M) berkisar antara 1,5 sampai 5. Rentang tersebut relatif tinggi yang menunjukkan jumlah
makanan jauh lebih besar dibandingkan jumlah mikroorganisme yang ada. Rasio umpan per
mikroorganisme (F/M) merupakan indikasi beban organik yang masuk ke dalam sistem
lumpur aktif, diwakili dengan kg BOD per kg MLSS per hari. Rasio F/M dikontrol oleh laju
sirkulasi lumpur aktif. Semakin sedikit rasio F/M mengindikasikan bahwa mikroorganisme
dalam tangki dalam kondisi lapar, maka semakin efisien pengolahan limbah tersebut.
Parameter desain selanjutnya yaitu space loading atau ruang pemuatan, yang
merupakan perbandingan antara berat BOD5 dengan volume per hari. Space loading pada
modified aeration berada pada rentang 75 – 150 pada satuan SI, dan dikonversikan ke dalam
SNI menjadi 1.2 – 2.4
waktu yang diperlukan influen masuk ke dalam tangki aerasi untuk proses lumpur aktif
dinyatakan sebagai Hydraulic Retention Time (HRT). Besar HRT berbanding terbalik dengan
laju pengenceran, sedangkan waktu tinggal berbanding terbalik dengan pertumbuhan
mikroba. HRT dapat dihitung dengan:
T = = V/Q
Kondisi sesungguhnya adalah actual = r 1
θ
Pada modified aeration, HRT atau waktu yang dibutuhkan relatif cepat yaitu berada pada
rentang 1,5 sampai dengan 3 jam, yang berarti rasio antara volume dan debit bernilai 1,5 – 3
jam.
MLSS (mixed liquor suspended solids), adalah jumlah total padatan tersuspensi
berupa material organik dan mineral, termasuk pula mikroorganisme. MLSS ditentukan
dengan menyaring lumpuran dengan filter dan dikeringkan pada suhu 105o. MLSS pada tipe
proses ini rendah, yaitu hanya berkisar 200 – 500 mg/l. Hal ini mengindikasikan bahwa hanya
terdapat sedikit material organik, mineral, dan mikroorganisme yang terkandung di
dalamnya. Sedangkan MLVSS (mixed liquor volatile ss), mewakili material organik pada
MLSS sehingga berjumlah lebih sedikit dibanding MLSS. Ditentukan dengan memanaskan
terus hingga suhu 600 – 6500, nilainya mencapai 65% - 75% dari MLSS.
Rasio resirkulasi adalah perbandingan antara debit lumpur yang dikembalikan ke
tangki aerasi terhadap debit air yang diolah. Rasio resirkulasi pada modified aeration bernilai
rendah yang menunjukkan debit aliran lumpur yang dikembalikan jauh lebih kecil
5
dibandingkan debit air yang diolah. Rarsio resirkulasi dihitung dengan rumus r = Qr/Q.
Efisiensi BOD removal menunjukkan tingkat efisiensi dalam penghilangan BOD yang
terkandung. Pada proses ini efisiensi BOD removal berada pada rentang 85 – 95%.
Formulas :
Sumber: Reynolds
- Menentukan K, reaction rate constant
Keterangan :
K1,K2 = Reaction rate constants at respective temperatures
θ = Temperature correction coeeficient(1,03 – 1,09) (Eckenf elder, 1989)
T1, T2 = temperature of the mixed liquor
- Hydraulic Retention TimeatauDetention Time
Keterangan:
= Hydraulic Retention Time (jam atau hari)
K = Koefisien kinetis (L/g)
X = MLVSS (mg/L)
So = BOD Influen (mg/L)
St = BOD Effluen (mg/L)
- BOD Removal Efficiency
Keterangan:
So = BOD Influen (mg/L)
St = BOD Effluen (mg/L)
6
- Recycle Ratio
Keterangan:
SVI = Sludge Volume Index (mL/g)
SV = Sludge Volume (mL/L)
Q = Debit Influen (m3/detik atau m
3/hari)
R = Lumpur yang dirersikulasi
- Sludge Density Index
Keterangan:
SDI = Sludge Density Index (g/mL)
- Volume Aeration Tank
Keterangan:
V = Volume bak (m3)
Q = Debit Influen (m3/detik atau m
3/hari)
= Hydraulic Retention Time atau Waktu Tinggal (Jam atau Hari)
- Dimensi Aeration Tank
Bak diasumsikan berbentuk balok, dengan perbandingan p : l adalah 3 : 1. p< 50 m
- Space Loading
Keterangan :
Q = Debit Influen (m3/detik atau m
3/hari)
So = BOD Influen (mg/L) V = Volume Bak (m3)
Space loading =
7
- Food-To-Microbe
Keterangan :
F = Makanan Mikroorganisme (mg/L)
M = Jumlah Mikroorganisme (mg/L)
Q = Debit Influen (m3/detik atau m
3/hari)
X = MLVSS (mg/L)
= So - St
- Mean Cell Residence Time
- MenghitungKebutuhanOksigen
Dimana :
Or = kebutuhanoksigen (kg/day)
Y’ = koefisienoksigen
k’e= koefisienrespirasi endogenous (kg O2/ kg cell day)
On = oksigen yang dibutuhkanuntuknitrifikasi (kg/day)
Sr = substrat yang dihilangkan (kg/day)
(Buku Unit Operations and Processes in Environmental Engineering,
Reynolds/Richards second edition)
- Koefisien Oksigen
(Buku Unit Operations and Processes in Environmental Engineering,
Reynolds/Richards second edition)
8
- The total mass of MLVSS in the reactor (kg)
Keterangan:
X = Massa MLVSS dalam reaktor (kg/hari)
V = Volume bak (m3)
- The substrate removed per day (kg)
Keterangan:
Sr = Substrat yang dihilangkan (kg/hari)
Q = Debit Influen (m3/detik atau m
3/hari)
- The volatile suspended solids produced
Keterangan:
Xw = Voletile Suspended Solids Produced (kg MLVSS/hari)
Y = Cell Yield Coeficient (lb/lb atau kg/kg)
Sr = Substrat yang dihilangkan (kg/hari)
Ke = Koefiesien sel endogen
= MLVSS (mg/L)
- A material balance for the nitrogen
Cell : C5H7O2N Mr = 113
9
- The waste activated sludge flow(L/s)
- Power aerator (watt)
- Secondary Clarifier
Sumber: Metcalf
- Theoretical oxygen requirements
- Laju Aliran Lumpur Buangan dari Bak Aerasi (Qwa)
10
Dimana:
X = konsentrasi MLVSS yang ada di bakaerasi mg/L
θc = mean cell,hari
Xc = konsentrasiefluen x 0,8 mg/L
Qwa = lumpurbuangan , m3/hari
- Menghitungobserved yield
Kd (decay coefficient) = 0,06/ hari
- Pertambahan Massa MLVSS
- Pertambahan dalam MLSS (atau TSS)
- Kehilangan TSS dalam Efluen
- Theoritical Air Required
Asumsi : berat udara 1,2 kg/m3dan mengandung 23,2% berat oksigen
Theoritical Air :
11
- Actual Air Required
- Air supplied per kg of BOD5 removed
- Air supplied per m3 of wastewater treated
- Air supplied per m3 of aeration tank
Perhitungan
Kriteria Desain
(Tom D. Reynolds, Unit Operation and Processes in Environmental Engineering, 1996, Tabel
15.4)
Air (m3/hari ) =
12
Type of Process : Modified Aeration
MeanCellResidence Time (θc) : 0,2 – 0,5 days
Food-to-Microberatio : 1,5 – 5,0
SpaceLoading : 1,2 – 2,4 kg/m3 hari
HydraulicRetention Time : 1,5 – 3 jam
In Aeration Basin
MLSS : 200 – 500 mg/l
RecycleRatio (R/Q) : 5 – 15 %
FlowRegime : PF & DPF
BOD RemovalEfficiency : 60 - 75 %
A. Desain Bak
Modified Aeration Sludge Process
Diketahui :
Q = 17,36 L/s = 0.017 m3/s
BOD Influent Primary Treatment = 250 mg/l = 0.25 g/l
T = 32o
Diasumsikan bahwa primary treatment terjadi penghilangan sebesar 30%. Maka:
So = 70 % x 250 = 175 (removal 30 % pada primary clarifier)
Se = 65 mg/l (sesuai dengan rentang efisiensi BOD removal = 0,62)
Municipal (domestic) Jakarta
Menetukan K:
Dimana,
K1 , K2 = Reaction rate constant at respective temperature
= Temperature correction coefficient (1.03 – 1.09 *Eckenfelder, 1989)
T1 , T2 = Temperature of the mixed liquor
K1 = 1.717 L/gr (Tom D. Reynolds, Unit Operation and Processes in Environmental
Engineering, 1996, Tabel 15.1)
13
Mengasumsikan MLSS (range 200-500 mg/L)
MLSS = 400 mg/l
MLVSS =
× 280 mg/l
= 0.196 gr/l
I. Recycle Ratio
Sludge Volume Index (SVI)
SVI = 150 ml/gr (SVI yang biasa digunakan antara range 50-150 ml *Reynold,
Unit Operation and Process page 414)
→ 150 ml/gr =
SV = 60 ml/L
Sludge Density Index (SDI)
SDI =
SDI = 6.67 mg/ml = 6666.67 mg/L
memenuhi range (5 – 15%); (Tom D. Reynolds, Unit
Operation and Processes in Environmental Engineering, 1996, Tabel 15.4)
Return Sludge
R =
× Q = 95.74 m
3/hari (1.11 L/s)
R = 1.11 L/s
II. Hydraulic Retention Time (HRT)
θ = 2.86 jam, memenuhi syarat θcompletelymixed= 1.5 - 3 jam (Tom D.
Reynolds, Unit Operation and Processes in Environmental Engineering, 1996,
Tabel 15.4)
SVI =
Q (0) + R (20000) = (Q+R) (500)
θ =
14
space
V =
V = 178.88 m3
III. Aeration Tank Dimentions
Bentuk dari reactor diasumsikan berbentuk balok, dengan H = 3 m
Perbandingan P : L = 2 : 1
H = 3 m ≈ 3.5 m
Rectangular Tank
p = 2 l
Q/H = p . l = 2l . l = 2l2
Q/H = 2l2
l = 5.46 m ≈ 6 m
p = 10.92 ≈ 11 m
Cek Volume :
V = p × l × t = 11 m × 6 m × 3.5 m = 231 m3
IV. Space Volumetric Loading:
=
Space Loading =
Tidak memenuhi kriteria dengan range (1.2 –
2.4) ;(Tom D. Reynolds, Unit Operation and Processes in Environmental Engineering,
1996, Tabel 15.4)
V = (Q+R)× θ
Space Loading =
15
V. Food-to-Microbe Ratio
memenuhi range (1,5 – 5.0); (Tom D.
Reynolds, Unit Operation and Processes in Environmental Engineering, 1996, Tabel
15.4)
VI. BOD Removal Efficiency (E)
E = 62.85 % Memenuhi range (60 - 75)%; (Tom D. Reynolds, Unit
Operation and Processes in Environmental Engineering, 1996, Tabel 15.4)
VII. Mean Cell Residence Time (θc)
θc =
= 0.63 hari
0.6 hari tidak memenuhi kriteria (0.2 - 0.5 hari); (Tom D. Reynolds, Unit
Operation and Processes in Environmental Engineering, 1996, Tabel 15.4)
B. Kebutuhan Oksigen dan Energi
Y = yield coefficient. Mass microbes produced/ mass substrate utilized
= 0,60 mg MLVSS/ mg BOD5 (Reynold, 1982)
Y’ = oxygen coefficient. Mass oxygen/ mass substrate utilized
= 0,62 mg oxygen/ mg BOD5 removed (Reynold, 1982)
Ke = endogenous coefficient, mass cell/ (toital mass cells) (day) (Reynold, 1982)
Ke’ = endogenous respiration coefficient, mass oxygen/ (mass cells)(day)
= 0,09 mg oxygen/mg MLVSS-day (Reynold, 1982)
E =
θc =
16
I. Aeration Time
Pers (1)
W = thousands of kg activated sludge in the aeration tank
=
W Ɵi = 1.998 x 10-5
Pers (2)
=
= 0.25
Persamaan (1) dan (2)
0.031248 2 = 5,41 x 10-5
= 0,0089 jam
II. Total massa MLVSS di reactor
= 176.23 m3 x
= 75.9 kg
III. Substrat yang dihilangkan per hari
Sr =
BOD5
IV. Volatile suspended solid yang dihasilkan
= (0,6 x 165) – (0,06 x 75.9)
= 94.446 kg MLVSS / hari
W =
= V x MLSS
Sr = (S0- Se) Q
Xw = Y Sr – ke X
17
V. Nutrisi
- Mencari jumlah ammonia nitrogen dalam influen:
Perbandingan BOD : N : P = (100-60) : (5-3) : 1
Jumlah ammonia nitrogen dalam
=
x 175
= 14,583 mg/L
- Menentukan Input
Total massa N per hari = Q x jumlah ammonia nitrogen dalam influent
=
= 21,87 kg N/hari
- Menentukan nitrogen yang hilang akibat sintesis (pengendapan lumpur)
Asumsi:
Rumus senyawa organik = C5H7O2N
Mr = 113
Persentase nitrogen dalam senyawa organik =
Pengurangan Nitrogen karena sintesa = Xw x nitrogen dalam sel
= 94.446 x 0,129
= 12.19 kg N/hari
- Menentukan jumlah nitrogen dalam tangki
Nitrogen dalam tangki = [output] - [pengurangan sintesa]
= 21,87 – 12.19
= 6.686 kg N/hari
VI. Kebutuhan Oksigen
Dimana :
Or = kebutuhan oksigen (kg/day)
influent =
x S0
18
Y’ = koefisien oksigen
k’e = koefisien respirasi endogenous (kg O2/ kg cell day)
On = oksigen yang dibutuhkan untuk nitrifikasi (kg/day)
Sr = substrat yang dihilangkan (kg/day)
Y = koefisien Yield
Or =
= 151.07 kg oksigen/hari
VII. Power Aerator
P =1
x 9,81
x 3 m x ( 17,36 L/s + 1.108 L/s) x
= 0,543 watt
C. Secondary Clarifier
I. Design flow to the secondary clarifier
= 1500 m3/hari + 95.74 m
3/hari – 133.51 m
3/hari
= 1462.24 m3/hari
II. Design flow for each secondary clarifier
=
=
365.56 m
3/hari
III. Area
Asumsi SOR = 15 m/hari (15-40 m/hari *Sumber : Fatma Husen)
Area =
= 24.02 m2
Q + Qr - Qw
19
IV. Diameter of secondary clarifier
=
= 5.57 m
V. Check the overflow raqte at average design flow (15-40 m/hari Sumber : Fatma
Husen)
VI. Detention Time
Depth of clarifier: 0.5 Diameter (untuk mencapai volume optimum)
Depth of clarifier: 2.77 m
Volume of the clarifier:
=
=
= 0.186 hari = 4.46 jam
VII. The waste activated sludge flow
Q waste =
= 481.87 m3/hari
D. Mass Balance
Q = 0.017 m3/s
Qw = 337.31 m3/hari
X =
= 1468.8
– 337.31
= 1131.49
Diameter =
Overflow rate =
Detention Time =
Qw =
QR = Q - Qw
20
Konversi:
QR = 1131.49
x 1000
x
x
= 13.096 L/s
Qw = 13.096
x 1000
x
x
= 0.15 L/s
Q = 1468.8
x 1000
x
x
= 17 L/s
0 = (Q + QR)X - QwXr
0 =
Xr =
= 200.64
Summary :
TYPE
Θc
F/M
Space
Loading θ MLSS
R/Q Flow
Regime
BOD
Removal
Day kg BOD/
day-m3 hour mg/l %
MA 0.2 – 0.5 1.5 – 5 1.2 – 2.4 1.5 - 3 200 – 500 0.05 –
0.15 PF, DPF 60 - 75
actual 0.6 3.29 1.14 2.86 500 0.064 PF, DPF 62.85
Keterangan Tidak
memenuhi memenuhi
Tidak
memenuhi memenuhi memenuhi memenuhi memenuhi
Parameter yang diperoleh dari hasil perhitungan tidak semua masuk ke dalam kriteria
desain, yaitu parameter waktu tinggal yang melebihi rentang kriteria dan space
loading yang besarnya kurang dari rentang kriteria. Namun untuk kondisi kota Jakarta
dengan suhu 32⁰C, pengolahan ini memiliki keuntungan yaitu waktu tinggal hidrolis
(HRT) lebih cepat sehingga walaupun tidak masuk ke dalam kriteria, hal ini dapat
diterima. Sehingga:
Q = 17.36 L/s
BOD InfluentPrimaryTreatment = 250 mg/l
Effluent BOD = 49 mg/l
Secondary treatment dengan modified aeration dapat diterima.
21
Gambar 1.3. Sketsa Mass Balance Mixed Liquor Suspended Solids
1500 m3/hari – 337.37 m3/hari = 1162,63 m3/hari
0 = (17,361 L/s + 13,45 L/s) (280 mg/L) – (3,9 L/s)( )
L
Sketsa Mass Balance
(Q + Qr) = 30,81
m3/hari
X = 280 Kg MLVSS/hari
BOD5 = 250
mg/L
Q = 1500
m3/hari
Aeration Basins
MLSS (X) = 400
mg/L
MLVSS = 280 mg/L R + = 1500 m3/hari
= MLVSS/hari
R = 95.74 m3/hari
= 2212 kg MLVSS/hari
= 337,37 m3/hari
= LVSS/hari
= 1162,63 m3/hari
= /hari
22
REFERENSI
Tom P.Reynolds, Paul Richards. 1996. Unit Operation and Process in Environmental
Engineering - Second Edition. United Stated : PWS Publishing Company.
PPT Unit Operation and Process in Environmental “Biological Waste Treatment”.
http://nptel.ac.in/courses/105105048/M17_L25.pdf (4 Mei2014 pukul 18.30)
http://web.cecs.pdx.edu/~fishw/UO_Ch17-6WW.pdf (4 Mei 2014 pukul 18.30)
http://eprints.undip.ac.id/13794/1/Artikel.pdf (4 Mei 2014 pukul 19.00)
http://www.sbrsa.com/tour/modified-aeration-tanks/ (9 Mei 2014 pukul 17.00)
Qasim, Syed R. 1998. Wastewater Treatment Plants: Planning, Design, and
Operation, Second Edition. CRC Press.
Metcalf & Eddy. Wastewater Engineering: Treatment and Reuse (4th
Edition)
23
Lampiran
Algoritma :
Kriteria Desain
K1, K2, Ɵ
Recycle
ratio
HRT
SVI
Dimensi
bak
MLSS
Volume
Se
F/M ratio
Space
loading
Ɵc
% BOD
removal
Aeration
time (Ɵi)
N2 yang
hilang
Kebutuhan
O2 (OR)
VSS yang
dihasilkan
(Xw)
Massa
MLVSS
Substrat
hilang/hari
Kebutuhan
Oksigen
Power
Aerator
Secondary
Clarifier
Overflow
rate
Diameter
Area
Design flow
II
Mass Balance
Design flow
I
Detention
time
Ya
*Design flow I: Design flow to the
secondary clarifier
Design flow II: Design flow for each
secondary clarifier
Q waste
Diagram
MB
BOD5 AS
Q return
Q waste
Ya
Ya
Ya
Ya
Ya
Ya
Tidak
Ya
C o n t a c t S t a b i l i z a t i o n | 1
TUGAS UNIT OPERATION AND PROCESSES
CONTACT STABILIZATION
KELOMPOK 6
BAYUDHA DESGA PUTRANTO (1206216922)
DHANI ANISA R (1206216821)
UKHTIY AFIFAH (1206243204)
GHANIS MAHDIANA (1206261604)
CINDY RUTH MAHARINI (1206255665)
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDONESIA
2014
C o n t a c t S t a b i l i z a t i o n | 2
1. PENGERTIAN CONTACT STABILIZATION
Semua air buangan yang biodegradable dapat diolah secara biologi. Sebagai
pengolahan sekunder, pengolahan secara biologi dipandang sebagai pengolahan yang
paling murah dan efisien. Dalam beberapa dasawarsa telah berkembang berbagai
metode pengolahan biologi dengan segala modifikasinya. Salah satu modifikasi yang
digunakan adalah dengan kontak stabilisasi. Kontak stabilisasi adalah modifikasi dari
proses lumpur aktif konvensional.
Pada kontak stabilisasi bekerja menggunakan 2 tangki aerasi yaitu, Contact
tank yang berfungsi untuk mengadsorbsi bahan organik untuk proses lumpur aktif, pada
bak kontak sebelumnya sudah diberi mikroorganisme dan diinjeksikan udara. Waktu
tinggal air limbah pada bak kontak kurang lebih 4 - 6 jam. Pada bak kontak inilah terjadi
perombakan air limbah oleh mikroorganisme, degradasi COD dan BOD pada bak kontak
ini dapat mencapai 90-95%. Yang perlu diperhatikan dalam bak kontak adalah distribusi
udara, distribusi udara harus merata dan tinggi cairan dalam bak kontak ditentukan
(diasumsikan), tinggi cairan ini akan mempengaruhi head loss pada blower, effisiensi
blower kurang lebih 40-50 %, jika tinggi air limbah pada bak kontak 2 m, maka blower
yang dipergunakan mempunyai head loss 4-5 m. Dengan waktu kontak yang telah
ditetapkan maka dimensi baka dapat dihitung. Air limbah yang tercampur
mikroorganisme pada bak kontak ini selanjutnya dialirkan secara gravitas (atau
dipompa) menuju clarifier.
Tangki aerasi kedua adalah Stabilization tank yang berfungsi untuk mengoksidasi
bahan organik yang telah diadsorbsi, pada bak stabilisasi ini, mikroorganisme
diistirahatkan, waktu tinggal mikroorganisme dalam bak stabilisasi ini mencapai 3-4 jam,
selanjutnya dialirkan secara gravitasi (atau dipompa) menuju bak kontak dan demikian
seterusnya. Pada bak stabilisasi juga diinjeksikan udara. Dengan waktu tinggal 3-4 jam
dapat dirancang dimensi bak stabilisasi ini.
C o n t a c t S t a b i l i z a t i o n | 3
Gambar 1. Pengolahan air limbah dengan teknologi kontak-stabilisasi
2. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN CONTACT STABILIZATION
Dalam reaktor pertumbuhan tersuspensi, mikroorganisme tumbuh dan
berkembang dalam keadaan tersuspensi. Proses lumpur aktif yang banyak dikenal
berlangsung dalam reaktor jenis ini. Proses lumpur aktif terus berkembang dengan
berbagai modifikasinya contohnya kontak-stabilisasi. Dibandingkan dengan proses
lumpur aktif konvensional yang lain, kontak stabilisasi mempunyai beberapa kelebihan,
yaitu efisiensi penurunan BOD dapat mencapai 85%-95% dan lumpur yang dihasilkan
lebih sedikit. Selain efisiensi yang lebih tinggi , kontak stabilisasi mempunyai kelebihan
yang lain, yaitu waktu detensi hidrolis total lebih pendek (4-6 jam), kemudahan dalam
pengoperasian dan perawatan bak kontak yang cukup sederhana. Biaya yang
dikeluarkan untuk merawat dan mengoperasikan sistem kontak stabilitationpun juga
relatif murah, namun dalam pembuatan dan perancangannya memerlukan dana yang
besar.
Kelemahan kolam stabilisasi adalah dalam pengoperasian dan sistem
perancangannya membutuhkan lahan yang luas, sehingga perlu adanya estimasi dana
yang besar untuk menyiapkan lahan yang luas dan berdampak pada mahalnya biaya
investor yang berinvestasi pada proyek pengolahan air ini. Selain itu dari segi estetika,
kolam stabilisasi sering menimbulkan bau yang diakibatkan proses biodegradasi
anaerob.
C o n t a c t S t a b i l i z a t i o n | 4
3. RUMUS-RUMUS YANG DIPAKAI DALAM CONTACT STABILIZATION
Rumus : Sumber Reynolds
1. Menentukan K, reaction rate constant
𝐾2 = 𝐾1.𝜃 (𝑇2−𝑇1)
Keterangan :
K1,K2 = Reaction rate constants at respective temperatures
θ = temperature correction coeeficient (1,03 – 1,09) (Eckenf elder, 1989)
T1, T2 = temperature of the mixed liquor
2. Hydraulic Retention Time atau Detention Time
𝜃
𝐾 𝑆
Keterangan :
θ = Hydraulic Retention Time, (jam)
S0 = BOD influen, (mg/L)
Se = BOD effluen, (mg/L)
K = 2,11 L/g jam untuk daerah kota (suhu 32oC)
X = MLVSS, (mg/L)
Se = BOD effluen, (mg/L)
3. BOD Removal Efficiency
𝑅 𝑚𝑜𝑣 𝑙 𝑛 𝑦
Keterangan :
S0 = BOD influen, (mg/L)
Se = BOD effluen, (mg/L)
4. Recycle Ratio
Keterangan :
Q = Debit, (L/s)
R = Return Sludge, (L/s)
C o n t a c t S t a b i l i z a t i o n | 5
SDI = Sludge Density Index, (mg/L)
MLSS = Mixed Liquor Suspended Solid, (mg/L)
SVI = Sludge Volume Index, (L/mg)
SV = Sludge Volume, (mL/L)
5. Sludge Density Index
Keterangan :
SDI = Sludge Density Index, (mg/L)
MLSS = Mixed Liquor Suspended Solid, (mg/L)
SV = Sludge Volume, (mL/L)
6. Volume Aeration Tank
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚 = (𝑄+𝑅) 𝜃
Keterangan :
Q = Debit, (L/s)
R = Return Sludge, (L/s)
7. Dimensi Aeration Tank
Bak diasumsikan berbentuk balok, dengan perbandingan p : l adalah 3 : 1. p < 50 m
8. Space Loading
𝑆
Keterangan :
Q = Debit, (L/s)
S0 = BOD influen, (mg/L)
SV = Sludge Volume, (mL/L)
9. Food-To-Microbe
Keterangan :
F/M = Food to Microbe
C o n t a c t S t a b i l i z a t i o n | 6
ΔS =
X = MLVSS, (mg/L)
Δt = θ = Hydraulic Retention Time, (jam)
10. Mean Cell Residence Time
Keterangan :
θC = Mean cell residence time, (hari)
V = Volume, (m3)
MLSS = Mixed Liquor Suspended Solid, (mg/L)
Q = Debit, (L/s)
R = Return Sludge, (L/s)
11. The total mass of MLVSS in the reactor (kg)
∑ =𝑉 𝑥 𝑀𝐿𝑉𝑆𝑆
Keterangan :
∑ = Total massa MLVSS, (Kg)
𝑉 = Volume, (m3)
MLVSS = Mixed Liquor Volatile Suspended Solid, (mg/L)
12. The substrate removed per day (kg)
𝑆𝑟 = ( 5 𝑛 𝑙𝑢 𝑛− 5 𝑙𝑢 ) 𝑥 (𝑄+𝑅)
Keterangan :
𝑆𝑟 = Substrat Removal, (kg 5)
5 𝑛 𝑙𝑢 𝑛 = mg/L
5 𝑙𝑢 n = mg/L
𝑄 = Debit, (L/s)
𝑅 = Return Sludge, (L/s)
13. The volatile suspended solids produced
𝑤=𝑌𝑆𝑟− 𝑘 ∑
Keterangan :
𝑤 = volatile suspended solids, (kg MLVSS/ hari)
C o n t a c t S t a b i l i z a t i o n | 7
Y = 0,6 mg VSS / mg BOD5
𝑆𝑟 = Substrat Removal, (kg 5)
𝑘 = konstanta tingkatan derajat pertama BOD (0,5-1,5)
∑ = Total massa MLVSS, (Kg)
14. A material balance for the nitrogen
[ 𝑛𝑝𝑢𝑡] = [𝑜𝑢𝑡𝑝𝑢𝑡] + [𝑑 𝑟 𝑠 𝑑𝑢 𝑡𝑜 𝑠𝑦𝑛𝑡h 𝑠 𝑠] + [𝑑 𝑟 𝑠 𝑑𝑢 𝑡𝑜 𝑛 𝑡𝑟 𝑡 𝑜𝑛]
𝑛𝑝𝑢𝑡= (𝑄+𝑅) 𝑥 𝑗𝑢𝑚𝑙 h 𝑜𝑟𝑔 𝑛 𝑘 𝑑 𝑛 𝑚𝑜𝑛 𝑛 𝑡𝑟𝑜𝑔 𝑛 𝑝 𝑑 𝑝𝑟 𝑚 𝑟𝑦 f𝑙𝑢 𝑛
Cell : C5H7O2N Mr = 113
𝑝 𝑟𝑠 𝑛𝑡 𝑠 𝑛 𝑡𝑟𝑜𝑔 𝑛 =
𝑥 100% = 12,39%
𝑡h 𝑑 𝑟 𝑠 𝑑𝑢 𝑡𝑜 𝑠𝑦𝑛𝑡h 𝑠 𝑠 = 𝑤 𝑥 𝑝 𝑟𝑠 𝑛𝑡 𝑠 𝑛 𝑡𝑟𝑜𝑔 𝑛
[ 𝑛𝑝𝑢𝑡] − [𝑑 𝑟 𝑠 𝑑𝑢 𝑡𝑜 𝑠𝑦𝑛𝑡h 𝑠 𝑠] = [𝑜𝑢𝑡𝑝𝑢𝑡] + [𝒅𝒆𝒄𝒓𝒆𝒂𝒔𝒆 𝒅𝒖𝒆 𝒕𝒐
𝒏𝒊𝒕𝒓𝒊𝒇𝒊𝒄𝒂𝒕𝒊𝒐𝒏]
15. The waste activated sludge flow (L/s)
𝑄𝑤 =
Keterangan :
Qw = debit lumpur terbuang (mg/L)
Xw = volatile suspended solids, (kg MLVSS/ hari)
MLVSS = Mixed Liquor Volatile Suspended Solid, (mg/L)
16. Power aerator (watt)
Keterangan :
𝑃 = Power aerator, (watt)
𝜌 = Massa jenis, (kg/L)
𝑔 = Percepatan gravitasi, (m2/s)
h = Kedalaman, (m)
𝑄 = Debit, (L/s)
𝑅 = Return Sludge, (L/s)
Sumber Medcalf
17. Theoretical oxygen requirements
C o n t a c t S t a b i l i z a t i o n | 8
2 (
) =
Keterangan :
2 = kebutuhan oksigen teoritis (𝑘𝑔/𝑑 𝑦)
Q = Debit, (L/s)
18. Laju aliran lumpur buangan dari bak aerasi (Qwa)
Keterangan :
X = konsentrasi MLVSS yang ada di bak aerasi, mg/L
θc = mean cell, hari
Xc = konsentrasi efluen x 0,8 mg/L
Qwa = lumpur buangan, m3/hari
19. Menghitung observed yield
Keterangan :
Yobs = observed yield
Kd = decay coefficient = 0,06/ hari
20. Pertambahan Massa MLVSS
𝑃𝑠(𝑘𝑔/𝑑 𝑦) =
Keterangan :
Ps = pertambahan massa (𝑘𝑔/𝑑 𝑦)
Yobs = observed yield
Q = Debit, (L/s)
S0 = BOD influen, (mg/L)
S = substrat efluen, (mg/L)
21. Pertambahan dalam MLSS (atau TSS)
𝑃𝑠𝑠 (𝑘𝑔/𝑑 𝑦) =
Keterangan :
C o n t a c t S t a b i l i z a t i o n | 9
Pss = Pertambahan dalam MLSS (atau TSS)
Ps = pertambahan massa MLVSS (𝑘𝑔/𝑑 𝑦)
22. Kehilangan TSS dalam Efluen
𝑃 (𝑘𝑔/𝑑 𝑦)= (𝑄−𝑄𝑤 ) 𝑥 𝑆
Keterangan :
Pe = kehilangan TSS dalam efluen (𝑘𝑔/𝑑 𝑦)
Q = Debit, (L/s)
Qwa = lumpur buangan, m3/hari
Se = BOD efluen, (mg/L)
23. Theoritical Air Required
Asumsi : berat udara 1,2 kg/m3 dan mengandung 23,2% berat oksigen
Theoritical Air =
24. Actual Air Required
Air =
25. Air supplied per kg of BOD5 removed
Air =
Keterangan :
Q = Debit, (L/s)
S0 = BOD influen, (mg/L)
Se = BOD efluen, (mg/L)
26. Air supplied per m3 of wastewater treated
Air =
Keterangan :
Q = Debit, (L/s)
27. Air supplied per m3 of aeration tank
C o n t a c t S t a b i l i z a t i o n | 10
Air =
Gambar 2. Bak kontak (kiri) dan bak kontak stabilisasi (kanan)
C o n t a c t S t a b i l i z a t i o n | 11
A. Perhitungan Desain
1. Bak Kontak (Contact Tank)
Tabel 1. Parameter Desain dan Operasional Bak Kontak
Parameter Satuan Berdasarkan Buku Reynold
Mean cell residence time (θc) Hari 5 – 15
Food to microbe (F.M) ratio - 0,2 - 0,6
Space loading Kg BOD5/hari-m3 1,0 - 1,2
Hydraulic retention time θ Jam 0,5 - 1,0
MLSS (mg/L) 1000 – 3000
Recycle Ratio (R/Q) - 0,5 - 1,5
BOD removal efficiency % 80 – 90
Sumber : Buku Unit Operations and Processes in Environmental Engineering,
Reynolds/Richards
Diketahui :
Q =
x
BOD = 250 mg/L
BOD influen = So = = (karena 30% BOD telah
diolah pada Primary Treatment)
BOD effluen = Se = mg/L (baku mutu air limbah domestik untuk BOD = 20
– 30 mg/L) 𝑘2 =
MLSS = (dengan rentang 2000 – 3000)
MLVSS = 68% x MLSS =
C o n t a c t S t a b i l i z a t i o n | 12
Ya
Masalah Q = 1500 m3/hari BOD =250 mg/L
Menghitung So
Ya
Ya
Ya
Tidak
Tidak
Tidak
Menghitung
MLVSS
Menentukan Se (20-
30 mg/l)
MLSS (2000-3000 mg/l)
SVI (50-150 mg/l)
Menghitung
SV
Menghitung
SDI Menghitung R/Q
(0,5-1,5)
Menghitung
R
Menentukan MLSS
Menentukan
SVI
Menghitung
S’o Menghitung θ (0,5-
1 jam)
Menghitung BOD
removal Eficiency
(80%-90%)
Menghitung V
Menghitung
Dimensi
Menghitung Space
Loading (1-1,2 Kg
BOD5/hari-m3)
Tidak
Menghitung F/M
(0,2-0,6)
Ya
Ya
Menghitung θc (5-
15 hari)
Tidak
Tidak
Selesai
Algoritma Bak
Kontak
C o n t a c t S t a b i l i z a t i o n | 13
Langkah penyelesaian :
1. Recycle Ratio :
Sludge Volume Index (SVI)
SVI = =
dengan rentang
(sumber : Reynolds/Richards, Unit Operations and Processes in Environmental Engineering,
Second Edition, 1996)
2. SVI =
SV =
3. Sludge Density Index (SDI)
SDI =
4. R/Q ratio
0.645 (0,5 < R/Q < 1,5)
5. Return Sludge
(
)
(
) (
) (
) (
)
6. S0 Setelah Menerima Return Sludge
𝑄 𝑄 𝑄 𝑆 𝑜 𝑄 𝑆 𝑜
C o n t a c t S t a b i l i z a t i o n | 14
7. Hydraulic Detention Time
(0,5-1 jam)
8. BOD Removal Efficiency
(80%-90%)
9. Volume
Dimana R adalah return sludge dari bak stabilisasi
3
10. Dimensi
Kedalaman (h) = 4 m
2
√
C o n t a c t S t a b i l i z a t i o n | 15
11. Space Loading
(
𝐿𝑠
𝑚𝑔𝐿 )
𝑥 𝑘𝑔
𝑚𝑔 𝑥
𝑠
𝑗 𝑚 𝑥
𝑗 𝑚
𝑟
(1
- 1,2
)
12. F/M Ratio
(0,2-0,6)
13. Mean Cell Residence Time
𝐿𝑠
𝑠𝑗 𝑚
𝑗 𝑚 𝑟
i (5 hari - 15 hari)
C o n t a c t S t a b i l i z a t i o n | 16
Kesimpulan :
Parameter Satuan Berdasarkan Buku
Reynold
Berdasarkan
Perhitungan
Keterangan
Mean cell
residence time
(θc)
Hari 5 - 15 14,02 Memenuhi
Food to microbe
(F.M) ratio - 0,2 - 0,6 2
Tidak
memenuhi
Space loading Kg BOD5/hari-m3 1,0 - 1,2 2 Tidak
memenuhi
Hydraulic
retention time θ Jam 0,5 - 1,0 1 Memenuhi
MLSS (mg/L) 1000 – 3000 2800 Memenuhi
Recycle Ratio
(R/Q) - 0,5 - 1,5 0,645 Memenuhi
BOD removal
efficiency % 80 – 90 82,85 Memenuhi
2. Bak Stabilisasi (Stabilization Tank)
Tabel 1. Parameter Desain dan Operasional Bak Kontak
Parameter Satuan Berdasarkan Buku Reynold
Mean cell residence time (θc) Hari 5 – 15
Food to microbe (F.M) ratio - 0,2-0,6
Space loading Kg BOD5/hari-m3 1,0 - 1,2
Hydraulic retention time θ Jam 3 – 6
MLSS (mg/L) 4000 – 10000
Recycle Ratio (R/Q) - 0,5 - 1,5
BOD removal efficiency % 80 – 90
Sumber : Reynolds/Richards, Unit Operations and Processes in Environmental
Engineering, Second Edition, 1996
C o n t a c t S t a b i l i z a t i o n | 17
Ya
Masalah Q = 1500 m3/hari BOD =250 mg/L
Menghitung So
Ya
Ya
Ya
Tidak
Tidak
Tidak
Menghitung
MLVSS
Menentukan Se (20-
30 mg/l)
MLSS (1000-3000 mg/l)
SVI (50-150 mg/l)
Menghitung
SV
Menghitung
SDI Menghitung R/Q
(0,5-1,5)
Menghitung
R
Menentukan MLSS
Menentukan
SVI
Menghitung
S’o Menghitung θ (0,5-
1 jam)
Menghitung BOD
removal Eficiency
(80%-90%)
Menghitung V
Menghitung
Dimensi
Menghitung Space
Loading (1-1,2 Kg
BOD5/hari-m3)
Tidak
Menghitung F/M
(0,2-0,6)
Ya
Ya
Menghitung θc (5-
15 hari)
Tidak
Tidak
Selesai
Algoritma Bak
Stabilisasi
C o n t a c t S t a b i l i z a t i o n | 18
Q =
x
BOD = 250 mg/L
BOD influen = S’o = 98 mg/L
BOD effluen = Se = mg/L 𝑘2 =
MLSS = (dengan rentang 4000-10000)
MLVSS = 68% x MLSS =
1. Recycle Ratio
Sludge Volume Index (SVI)
SVI = =
dengan rentang
(sumber : modul laboratorium lingkungan)
2. SVI =
SV =
3. Sludge Density Index (SDI)
SDI =
4. R/Q ratio
1 (0,5 < R/Q < 1,5)
5. Return Sludge
(
)
(
) (
) (
) (
)
4233 mg/L) = 71180,1 mg/L
C o n t a c t S t a b i l i z a t i o n | 19
6. S0 Setelah Menerima Return Sludge
7. Hydraulic Detention Time
(3jam - 6 jam)
8. BOD Removal Efficiency
(80% - 90%
9. Volume
Dimana R adalah return sludge dari bak stabilisasi
3
10. Dimensi
Kedalaman (h) = 4 m
2
C o n t a c t S t a b i l i z a t i o n | 20
√
11. Space Loading
(1
– 1,2
)
12. F/M Ratio
(0,2 – 0,6)
13. Mean Cell Residence Time
i (5-15 hari)
C o n t a c t S t a b i l i z a t i o n | 21
Kesimpulan :
Parameter Satuan Berdasarkan Buku
Reynold
Berdasarkan
Perhitungan Keterangan
Mean cell
residence time (θc)
Hari 5 - 15 39 Tidak
Memenuhi
Food to microbe
(F.M) ratio
- 0,2 - 0,6 0.2 Memenuhi
Space loading Kg
BOD5/hari-
m3
1,0 - 1,2 0,3
Memenuhi
Hydraulic retention
time θ
Jam 0,5 - 1,0 3 Tidak
Memenuhi
MLSS (mg/L) 1000 – 3000 4100 Memenuhi
Recycle Ratio (R/Q) - 0,5 - 1,5 1,5 Memenuhi
BOD removal
efficiency
% 80 – 90 94 Tidak
Memenuhi
2.1 Perhitungan Secondary Clarifier
Bak secondary clarifier berfungsi untuk mengendapkan flok-flok yang terbentuk,
yang berasal dari effluent activated sludge yang akan diresirkulrifier. Claasikan kembali
sebagai return sludge. Clarifier berbentuk circular yang dilengkapi dengan scrapper
mekanis. Berdasarkan operasionalnya, secondary clarifier memiliki dua fungsi, yaitu :
1. Memisahkan MLSS dari air buangan yang diolah
2. Memadatkan lumpur
C o n t a c t S t a b i l i z a t i o n | 22
Diketahui :
Kriteria secondary clarifier berdasarkan buku Unit Operations and Processes in
Environmental Engineering yang diterbitkan Reynolds/Richards
Tabel 1. Kriteria clarifier
Type of treatment Overflow rate (m3/day-m2)
Solids loading
(kg/day-m2) Depth (m)
Average Peak Average Peak
Activated sludge (except
extended aeration) 16,3 - 32,6 40,8 - 81,6 98 - 147 244 3,7 - 4,6
Sumber : Buku Unit Operations and Processes in Environmental Engineering, Reynolds/Richards
Tank diameter(m) Side water depth (m)
<12,2 3,35
12,2 – 21,3 3,65
21,3 – 30,5 3,96
30,5 – 42,7 4,27
>42,7 4,57
Langkah-langkah yang harus dilakukan adalah :
1. Memilih average overflow rate pada rentang 16,3 - 32,6
Average overflow rate yang dipilih = 20,2 m3/day-m2
2. Memilih peak overflow rate pada rentang 40,8 - 81,6
Peak overflow rate yang dipilih = 60,5 m3/day-m2
3. Memilih average solid loading pada rentang 98 - 147
Average solid loading yang dipilih = 120,8 kg/day-m2
4. Memasukkan nilai peak solid loading
Peak solid loading = 244 kg/day-m2
5. Menghitung nilai R (mixed liquor flow), MLSS, dan aliran puncak
R = 17 L/s = 1468,8
MLSS = 2800 mg/L
C o n t a c t S t a b i l i z a t i o n | 23
2,5
Perhitungan :
𝑣 𝑟 𝑔 𝑚 𝑥 𝑑 𝑙 𝑞𝑢𝑜𝑟 𝑙𝑜𝑤 𝑅 𝑚
𝑟
𝑃 𝑘 𝑚 𝑥 𝑑 𝑙 𝑞𝑢𝑜𝑟 𝑙𝑜𝑤 𝑃 𝑘 𝑜𝑢𝑟𝑙𝑦 𝑛 𝑙𝑢 𝑛𝑡 𝑙𝑜𝑤
𝑣 𝑟 𝑔 𝑜𝑢𝑟𝑙𝑦 𝑙𝑜𝑤 𝑥 𝑅 𝑅
𝑥 𝑚
𝑟
𝑇 𝑟 𝑜𝑟 𝑙 𝑟 𝑡 𝑜𝑛 𝑠 𝑑 𝑜𝑛 𝑡 𝑣 𝑟 𝑔 𝑙𝑜𝑤 𝑅
𝑣 𝑟 𝑔 𝑙𝑜𝑤 𝑟 𝑡
𝑚
𝑇 𝑟 𝑜𝑟 𝑙 𝑟 𝑡 𝑜𝑛 𝑠 𝑑 𝑜𝑛 𝑡 𝑣 𝑟 𝑔 𝑙𝑜𝑤
𝑥
𝑚
𝑇 𝑝 𝑘 𝑠𝑜𝑙 𝑑 𝑙𝑜𝑤 𝑡 𝑝 𝑘 mixed liquor flow x MLSS
𝑚
𝑟 𝑥
𝑚𝑔
𝐿 𝑥
𝐿
𝑚 𝑥
𝑘𝑔
𝑚𝑔
𝑘𝑔
𝑟
𝑡 𝑟 𝑜𝑟 𝑠𝑜𝑙 𝑑 𝑙𝑜 𝑑 𝑛𝑔 𝑝 𝑘 𝑠𝑜𝑙 𝑑 𝑙𝑜𝑤
𝑝 𝑘 𝑠𝑜𝑙 𝑑 𝑙𝑜 𝑑 𝑛𝑔
𝑚
𝑡 𝑟 𝑜𝑟 𝑠𝑜𝑙 𝑑 𝑙𝑜 𝑑 𝑛𝑔
√𝒕𝒉𝒆 𝒂𝒓𝒆𝒂 𝒇𝒐𝒓 𝒔𝒐 𝒊𝒅 𝒐𝒂𝒅𝒊𝒏𝒈
√ 𝑥
C o n t a c t S t a b i l i z a t i o n | 24
2.2 Reactor Basin
Kebutuhan oksigen : Or = Y'Sr + k'eX + On
Diketahui : Bak kontak
V = 9095,34 m3 R/Q = 0,6
MLSS = 2800 mg/L MLVSS = 1904 mg/L SDI = 6666,67 mg/L Y = 0.4 - 0.8 mg VSS/mg BOD5
Y = 0,7 Y + Y' = 1 Y' = 0,3 mg oksigen/mg MLVSS-day
ke = 0.025 - 0.075 day-1
ke = 0,04 day-1 BOD5 influen = 175 mg/L BOD5 effluen = 30 mg/L Q = 1500 17,361 R = 10,43
C5H7O2N = 113 (Mr) Jumlah organik nitrogen = 20 mg/L
Menentukan MLSS
(4000 - 10000) Mencari MLVSS
Mencari massa total MLVSS dalam
reaktor (X)
Mencari Sr Mencari nilai Volatile
Suspended Solids (Xw)
Mencari Material Balance untuk
nitrogen
Mencari jumlah oksigen yang
dibutuhkan (Or)
Mencari nilai aliran lumpur aktif (Qw)
Mencari nilai daya atau Power Aerator
(P)
C o n t a c t S t a b i l i z a t i o n | 25
Hasil :
X (m3) 17317,53
Sr (kg) 18528,44
Xw (kg MLVSS/day) 12277,21
Input (kg/day) 2610,02
Persen nitrogen 0,12
Decrease due to synthesis (kg N/day) 1521,07
Or (kg oxygen/day) 12317,56
Qw (L/s) 0,00
P (Watt) 133,36
1. Total massa MLVSS dalam reaktor
2. Substrat yang berkurang tiap harinya
(
) (
)
3. Volatile Suspended Solids
(
) (
)
4. Material Balance untuk Nitrogen
Input
(
) 30
Decrease due to synthesis
C o n t a c t S t a b i l i z a t i o n | 26
Oksigen yang dibutuhkan
(
) (
)
5. Aliran Lumpur Aktif Buangan
6. Power Aerator
(
)
C o n t a c t S t a b i l i z a t i o n | 27
2.3 Perhitungan Mass Balance
Langkah-langkah pengerjaan :
- Menghitung nilai flow dan BOD5 saat aliran masuk (input/influent)
- Menghitung nilai flow dan BOD5 saat aliran keluar (output/effluent)
- Menghitung nilai flow dan BOD5 yang berkurang saat reaksi (decrease due to
reaction)
Perhitungan :
I. Input
𝑙𝑜𝑤 𝑄𝑜 𝐿
𝑠 𝑥
𝑚
𝐿 𝑥
𝑠
𝑗 𝑚 𝑥
𝑗 𝑚
𝑟
𝑙𝑜𝑤 𝑚
𝑟
𝑛 𝑙𝑢 𝑛 𝑆𝑜 𝑚𝑔
𝐿 𝑥
𝐿
𝑚
𝑚𝑔
𝑚
II. Output
𝑙𝑜𝑤 𝑄 𝑄𝑤 𝑄 𝐿
𝑠
𝐿
𝑠
𝐿
𝑠
𝑙𝑢 𝑛 𝑆 𝑚𝑔
𝐿 𝑥
𝐿
𝑚
𝑚𝑔
𝑚
INFLUENT
FLOW
BOD5
EFFLUENT
PENGURANGAN SAAT
REAKSI
C o n t a c t S t a b i l i z a t i o n | 28
III. Decrease due to reaction
𝑙𝑜𝑤 𝑅 𝐿
𝑠 𝑥
𝑚
𝐿 𝑥
𝑠
𝑗 𝑚 𝑥
𝑗 𝑚
𝑟
𝑙𝑜𝑤 𝑚
𝑟
[ 𝑛𝑝𝑢𝑡] [𝑜𝑢𝑝𝑢𝑡] [𝑑 𝑟 𝑠 𝑑𝑢 𝑡𝑜 𝑟 𝑡 𝑜𝑛]
𝑄𝑜𝑆𝑜 𝑄 𝑆 𝑅[ 𝑑 𝑡 𝑣 𝑡 𝑑 𝑠𝑙𝑢𝑑𝑔 ]
𝑥 𝑥 [ 𝑑 𝑡 𝑣 𝑑 𝑠𝑙𝑢𝑑𝑔 ]
[ 𝑑 𝑡 𝑣 𝑑 𝑠𝑙𝑢𝑑𝑔 ] 𝑚𝑔
𝑚
C o n t a c t S t a b i l i z a t i o n | 29
REFERENSI
Metcalf & Eddy. Wastewater Treatment and Reuse, Fourth Edition. Mc-Graw Hill
Higher Education, 2003.
Reynold / Richards Unit Operations and Processes in Environmental Engineering, ,
second edition, 1996
TUGAS BESAR UNIT OPERATION AND PROCESSES
HIGH RATE AERATION
Deira Ramadania (1206261610)
Dian Rahayu Pujiastuti (1206216885)
Lina Lubnah (1206238173)
Mario Yehuda (1206261586)
Yaumil Linahtadya Imani (1206216954)
UNIVERSITAS INDONESIA
FAKULTAS TEKNIK
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
DEPOK
2014
High Rate Aeration | 2
I. Dasar Teori
Pada proses activated sludge, mikroorganisme bercampur secara merata dengan
bahan – bahan organik sehingga mereka dapat tumbuh dan menstabilkan bahan organik
tersebut. Ketika mikroorganisme dicampur dengan limbah yang yang masuk dan oksigen
disediakan oleh aerasi, organisme akan terflokulasi untuk membentuk sejumlah mikroba flok
yang disebut activated sludge. Campuran dari activated sludge dan air limbah dalam bak
aerasi disebut mixed liquor. Mixed liquor mengalir dari bak aerasi menuju secondary clarifier,
dimana activated sludge akan mengendap. Sebagian lumpur yang mengendap akan
dikembalikan ke bak aerasi untuk menjaga rasio F/M agar material organik dapat dihilangkan
dengan cepat. Karena lebih banyak activated sludge yang dihasilkan dibandingkan dengan
yang dapat digunakan dalam proses, sebagian lumpur tersebut dibuang dari bak aerasi atau
dari pipa returned sludge untuk diolah pada sludge-handling system dan akhirnya dibuang.
Udara tersedia dalam bak aerasi baik melalui diffuser ataupun melalui mechanical mixers.
Gambar 1. Flow Sheet of an Activated Sludge System
Sumber: http://nptel.ac.in
Ada berbagai macam modifikasi dari proses activated sludge. Modifikasi ini
dibedakan berdasarkan pola pencampuran dan aliran (mixing and flow pattern) dalam bak
aerasi dan dengan cara apa mikroorganisme dicampur dengan air limbah yang masuk.
Beberapa tipe reaktor biologis (bak aerasi), yaitu plug-flow, completely-mixed, dan arbitrary
High Rate Aeration | 3
flow. Dalam reaktor plug-flow, partikel masuk melewati tangki dan dibuang secara terus
menerus. Tipe aliran ini diterapkan pada bak yang panjang dan sempit. Dalam reaktor
completely-mixed, partikel yang masuk segera tersebar ke seluruh bagian bak. Completely-
mixed dapat diterapkan pada bak berbentuk bulat atau kotak. Reaktor arbitrary flow
menggunakan pencampuran sebagian (diantara reaktor plug-flow dan completely-mixed).
Modifikasi dari proses activated sludge antara lain konvensional, tapered aeration,
step aeration, complete-mix, modified aeration, high-rate aeration, extended aeration,
single-stage nitrification, separate stage nitrification, deep-shaft reactor, sequencing batch
reactor, contact stabilization, Kraus process, dan high-purity oxygen system. Proses – proses
tersebut berbeda satu sama lain dalam hal penerapan influen, pemanfaatan
mikroorganisme, dan perakitan desainnya.
High rate aeration merupakan salah satu modifikasi proses activated sludge dimana
prosesnya menggunakan penerapan konsentrasi MLSS yang tinggi dan beban volumetrik
yang tinggi. Dengan begitu, mean cell residence time dapat menjadi rendah dan rasio F/M
yang tinggi pun dapat tercapai. Proses ini ditandai dengan rasio resirkulasi lumpur yang
tinggi, beban organik yang tinggi, dan periode aerasi yang tidak terlalu lama. Aerasi dan
mixing didapat melalui mechanical mixers. Kualitas effluen yang dihasilkan dari proses ini
pun akan memiliki konsentrasi BOD dan TSS yang lebih rendah dibandingkan dengan proses
lainnya. Namun akibat high loading yang diterapkan pada proses ini, pengoperasiannya pun
harus dengan perawatan yang baik.
Kelebihan dari high rate aeration antara lain memiliki waktu aerasi yang singkat,
yaitu hanya sekitar 0.5 – 2 jam sehingga dapat menghilangkan BOD dengan cepat pada fase
pertumbuhan eksponensial lumpur biologis. Lalu beban volumetrik yang dioperasikan dalam
sistem dapat mencapai 500 lb/1000 ft3. Proses ini juga dapat dimanfaatkan pada
penanganan dan pengolahan untuk skala kecil hingga untuk skala besar. Keunggulan lainnya
adalah dapat mengeliminasi bahan organik, dicapainya oksidasi dan nitrifikasi, terlaksananya
proses nitrifikasi secara biologis tanpa menambahkan bahan kimia, dapat mengeliminasi
fosfor biologis, mampu melakukan pemisahan padatan atau cairan, terjadinya stabilisasi
lumpur, dan mampu mengurangi padatan tersuspensi sebesar 97%.
Namun high rate aeration ini juga memiliki sedikit kekurangan dalam kualitas effluen
dan lumpurnya. Walaupun BOD dalam air dapat dihilangkan hingga 75% – 90%, tapi
effluennya masih mengandung padatan BOD dan BOD terlarut dalam jumlah yang cukup
signifikan. Laju penggunaan substrat yang tinggi pun mengakibatkan pengendapan yang
buruk pada lumpur di dalam final clarifier. Juga ada kemungkinan terjadi bulking pada
High Rate Aeration | 4
lumpur aktif, buih, dan menghasilkan lumpur dalam jumlah yang cukup besar. Kekurangan
lainnya dari proses ini adalah tidak dapat menghilangkan warna dari limbah industri dan
dapat meningkatkan warna melalui oksidasi, serta memerlukan waktu tinggal yang tepat
disebabkan daur ulang biomassa dimana dapat menyebabkan konsentrasi biomassa yang
tinggi di dalam bak aerasi.
Gambar 2. Diagram Proses High Rate Aeration
Sumber: Unit Operation and Process in Environmental Engineering (Reynold, 1996)
Tabel 1.Kriteria Desain untuk Proses High Rate Aeration
BOD Removal
Efficiency
Hydraulic
Retention Time ( )
Recycle
Ratio F/M Ratio
Space
Loading
Mean Cell
Residence Time
(75-90)% (2-4) jam 1 – 5 (0,4 – 1,5) (1,6 – 16)
kg/hari-m3 (5-10) hari
Sumber: Unit Operation and Process In Environmental Engineering (Reynold, 1996)
II. Kumpulan Rumus yang Digunakan (Sumber: Reynold, 1996)
- Penghitungan Kriteria Desain
a. Menentukan BOD Removal Efficiency
Keterangan:
So = BOD influen ( )
St = BOD effluen ( )
b. Menentukan K (reaction rate constant)
High Rate Aeration | 5
Keterangan:
K1, K2 = Reaction rate constants at respective temperatures
θ = Temperature correction coefficient (1.03 – 1.09) (Eckenfelder, 1989)
T1, T2 = Temperature of the mixed liquor
c. Menentukan Hydraulic Retention Time atau Detention Time
Keterangan:
= Hydraulic Retention Time (jam atau hari)
K = Koefisien kinetis (L/g)
= MLVSS (mg/L)
So = BOD influen ( )
St = BOD effluen ( )
d. Menentukan Recycle Ratio
Keterangan:
SDI = Sludge Density Index (g/mL)
SVI = Sludge Volume Index (mL/g)
SV = Sludge Volume (mL/L)
Q = Debit influen ( )
R = Lumpur yang diresirkulasi
e. Menentukan Volume Aeration Tank
Keterangan:
V = Volume bak (m3)
Q = Debit influen ( )
= Hydraulic Retention Time atau waktu tinggal (jam atau hari)
High Rate Aeration | 6
f. Menentukan Dimensi Aeration Tank
Bak diasumsikan berbentuk rectangular, dengan perbandingan p : l = 2 : 1
g. Menentukan Food-To-Microbe Ratio
Keterangan:
F = Makanan mikroorganisme (mg/L)
M = Jumlah mikroorganisme (mg/L)
Q = Debit influen ( )
= MLVSS (mg/L)
So = BOD influen ( )
St = BOD effluen ( )
V = Volume bak (m3)
h. Menentukan Space Loading
Space loading =
Keterangan:
Q = Debit influen ( )
So = BOD influen ( )
V = Volume bak (m3)
i. Menentukan Mean Cell Residence Time
Keterangan:
= Waktu tinggal rata-rata mikroorganisme (jam)
Q = Debit influen ( )
R = Lumpur yang diresirkulasi
- Penghitungan Oxygen Requirement
Dimana:
Or = Kebutuhan oksigen (kg/hari)
High Rate Aeration | 7
Y’ = Koefisien oksigen
k’e = Koefisien respirasi endogenous (kg O2/kg cell day)
On = Oksigen yang dibutuhkan untuk nitrifikasi (kg/hari)
Sr = Substrat yang dihilangkan (kg/hari)
= MLVSS (mg/L)
a. Menghitung total mass of MLVSS dalam reaktor (kg)
Keterangan:
= massa MLVSS dalam reaktor (kg)
V = Volume bak (m3)
b. Menghitung substrate removed per hari
Keterangan:
Sr = Substrat yang dihilangkan (kg/hari)
Q = Debit influen ( )
c. Menghitung volatile suspended solids produced
Keterangan:
Xw = Volatile suspended solids produced (kg MLVSS/hari)
Y = Cell yield coeficient (lb/lb atau kg/kg)
Sr = Substrat yang dihilangkan (kg/hari)
= Koefisien sel endogen
= MLVSS (mg/L)
d. Menghitung jumlah nitrogen yang dinitrifikasi
-
- Cell: C5H7O2N Mr = 113
High Rate Aeration | 8
-
Keterangan:
Q = Debit influen ( )
Xw = Volatile suspended solids produced (kg MLVSS/hari)
e. Menghitung power aerator (watt)
Keterangan:
P = Power aerator (watt)
= Massa jenis (kg/m3)
g = Percepatan gravitasi (m/s2)
h = Kedalaman (m)
Q = Debit influen ( )
R = Lumpur yang diresirkulasi
f. Menghitung waste activated sludge flow
Keterangan:
Qw = Waste activated sludge flow ( )
Xw = Volatile suspended solids produced (kg MLVSS/hari)
- Penghitungan Mass Balance
Keterangan: Q = Debit influen ( )
Qw = Waste activated sludge flow ( )
= MLVSS (mg/L)
High Rate Aeration | 9
III. Flow Chart High Rate Aeration
High Rate
Aeration
Kriteria
Desain
BOD effluent
Hydraulic
Retention Time
Recycle Ratio
SVI
Volume
Estimasi H
dan P:L
Dimensi Bak
Rasio F/M
Space Loading
Kebutuhan
Oksigen
Substrat per
Hari
VSS yang
dihasilkan (Xr)
Mass
Balance
Nitrogen yang
dinitrifikasi
Kebutuhan
Oksigen (Or)
Power
Q waste
Q return
Diagram Mass
Balance
Tidak
Ya
Ya
Ya
Tidak
Tidak
Ya
Ya
Ya
Ya
Ya
Ya
Ya
Tidak
% BOD
Removal
K1, K2,
Mean cell Residence
Time
Ya
Ya
End
Menentukan
Y’, k’e, Y, ke
[MLVSS]
MLSS
Massa
MLVSS
Keterangan: Ya = sudah memenuhi kriteria
Tidak = belum memenuhi kriteria
High Rate Aeration | 10
IV. Perhitungan
Ditentukan: Q = 1500 m3/hari
T = 320C
BOD5 influen = 250 mg/L
- Penghitungan Kriteria Desain
Langkah Pengerjaan:
1. % BOD removal
% BOD removal =
x 100 %
=
x 100 %
= 88%; (dengan range 75% - 90%) → memenuhi kriteria
2. Hydraulic Retention Time ( )
Diasumsikan: K1 = 0.4, dari range 0.3 – 0.4 (Reynold, 1996) pada suhu 250C
, dari range 1.03 – 1.09 (Eckenfelder, 1989)
K2 = 0.4 x = 0.6014 L/(g)(MLVSS)(Hr)
Diasumsikan: MLSS = 6500 mg/L, dari range 4000 – 10000 mg/L (Reynold, 1996)
= MLVSS = 70% x MLSS = 70% x 6500 mg/L = 4550 mg/L = 4.55 gr/L
=
= 2,68 jam; (dengan range 2 jam – 4 jam) → memenuhi kriteria
3. Recycle Ratio
Diasumsikan: SVI = 125 mL/g, dari kisaran 50 – 150 mL/g (Sumber: Modul Praktikum
Laboratorium Lingkungan)
- Sludge volume (SV) =
=
= 568,75 ml/L
- Sludge density index (SDI) =
=
= 8 g/L = 8000 mg/L
High Rate Aeration | 11
Q (0) + R(8000) = (Q + R) x 4550
8000 R = 4550 Q + 4550 R
3450 R = 4550 Q
=
; (dengan range 1 – 5) → memenuhi kriteria
4. Dimensi Bak
Diketahui: Q = 1500 m3/hari
Berdasarkan Reynold (1996), perhitungan volume untuk reaktor dengan jenis flow
regime completely mixed adalah (Q x θ). Penggunaan rumus volume (Q+R) x θ adalah
untuk jenis flow regime plug flow dan dispersed plug flow.
Volume =
=
= 167,482 m3
Untuk dimensi, diasumsikan bentuk dari reaktor adalah rectangular, dengan H = 5
m. Dan perbandingan P : L = 2 : 1.
167,482 m3 = (2L) x L x 5 m
L² = 16,7482 m²
L = 4m, maka didapatkan besar P = 8 m
5. Rasio F/M
5 m
P
L
High Rate Aeration | 12
= 0,433; (dengan range 0,4 – 1,5) → memenuhi kriteria
6. Space Loading
Space Loading
= 2,24 kg BOD5/hari-m3; (dengan range 1,6 – 16) → memenuhi
kriteria
7. Mean cell Residence Time ( )
Diasumsikan: Y = 0.5
dan = 0,1.
(Pada limbah domestik,
dan
).
= 0,1165 → ; (dengan range 5 – 10) → memenuhi kriteria
- Penghitungan Oxygen Requirement
Dimana :
Or = kebutuhan oksigen (kg/day)
Y’ = koefisien oksigen
k’e = koefisien respirasi endogenous (kg O2/ kg cell day)
On = oksigen yang dibutuhkan untuk nitrifikasi (kg/day)
Sr = substrat yang dihilangkan (kg/day)
Y = koefisien Yield
High Rate Aeration | 13
Langkah Pengerjaan:
1. Menentukan kriteria yang digunakan
Y’ = 0,62 kg oksigen/kg BOD (Reynold, 1996)
k’e = 0,09 kg oxygen/kg MLVSS-day (Reynold, 1996)
Y = 0,5 kg MLVSS/kg BOD (Reynold, 1996)
Ke= 0,1 day-1 (Reynold, 1996)
4,33 mg oksigen dibutuhkan untuk mengubah 1 mg nitrogen amonia menjadi ion nitrat
(Eckenfelder,1989)
2. Menentukan massa MLVSS dalam reaktor
Dari perhitungan sebelumnya: V = 167.48 m3
MLVSS = 4550 mg/L
) = 762,04 kg
3. Menentukan substrat yang dihilangkan per hari
Diketahui: BOD5 influen = 250 mg/L
Q = 1500 m3/hari
= 330 Kg/hari
4. Menentukan volatile suspended solid yang dihasilkan
= 159,90
5. Menentukan jumlah nitrogen yang dinitrifikasi
Jumlah nitrogen yang dinitrifikasi dapat ditentukan dengan persamaan mass balance,
yaitu:
High Rate Aeration | 14
a. Menentukan input
Diasumsikan: Jumlah organik dan amonia nitrogen pada primary effluent = 40 mg/L.
b. Menentukan nitrogen yang hilang akibat sintesis (pengendapan lumpur)
Asumsi: Rumus senyawa organik = C5H7O2N
Mr = 113
Persentase nitrogen dalam senyawa organik =
c. Menentukan output
Asumsi: Nitrogen terkonvensi 100 %, maka output = 0
d. Menentukan nitrogen yang dinitrifikasi
+
6. Menentukan kebutuhan oksigen
High Rate Aeration | 15
7. Menentukan power aerator
Diasumsikan: H bak = 5 m
8. Menghitung waste activated sludge flow
High Rate Aeration | 16
- Penghitungan dengan Mass Balance
Gambar 3. Sketsa Mass Balance Mixed Liquor Suspended Solids (MLSS)
Diketahui: Q = 1500 m3/hari
Dari hasil perhitungan sebelumnya: Qw = 35.143 m3/hari
= 4550 mg/L
Konversi satuan:
High Rate Aeration | 17
V. Kesimpulan
Tabel 4. Kesimpulan Design High Rate Aeration
BOD
Removal
Efficiency
Hydraulic
Retention
Time ( )
Recycle
Ratio F/M Ratio Space Loading
Mean Cell
Residence
Time
Literatur
(Reynold, 1996) (75-90) % (2-4) jam 1 – 5 (0,4 – 1,5)
(1,6 – 16)
kg/hari-m3 (5-10) hari
Hasil
Perhitungan 88 % 2,68 jam 1,32 0,433
2,24
kg/ hari-m3 8,582 hari
Kesimpulan Memenuhi
kriteria
Memenuhi
kriteria
Memenuhi
kriteria
Memenuhi
kriteria
Memenuhi
kriteria
Memenuhi
kriteria
Q + R = 3478,26 m3/hari
X = 762,04 kg MLVSS/hari
BOD5 = 250 mg/L
Q = 1500 m3/hari
Aeration Basins
MLSS (X) = 6500 mg/L
MLVSS = 4550 mg/L
R + = 2013,403 m3/hari
= 84,302 kg MLVSS/hari
R = 1978,26 m3/hari
= 84,302 kg MLVSS/hari
= 35,143 m3/hari
= 84,302 kg MLVSS/hari
= 1464,86 m3/hari
= 330 kg/hari
= 677,738 kg MLVSS/hari
Secondary
clarifier
High Rate Aeration | 18
VI. Referensi
Nazih K., et al. 2009. Biological Treatment Processes: Volume 8. USA: Humana Press.
Metcalf & Eddy. 1981. Wastewater Engineering: Treatment and Reuse (Fourth Edition).
McGraw Hill Companies, Inc.
Reynold, Tom D & Richards, Paul A. 1996. Unit Operations and Processes in Environmental
Engineering. PWS Publishing Company.
Qasim, Syed R. 2000. Wastewater Treatment Plants: Planning, Design, and Operation
(Second Edition). Florida: CRC Press LLC.
Eckenfelder, W. Wesley & Musterman, Jack L. 1995. Activated Sludge Treatment of Industrial
Wastewater. Switzerland: Technomic Publishing Company, Inc.
Extended Aeration 1
TUGAS BESAR
UNIT OPERASI DAN PROSES
EXTENDED AERATION
Kelompok 8
Ani Marlina S. 1206244876
Azzahrani Gusgitasari 1206244296
Fikry Eswara Adi 1206261623
Haniena Divi 1206216960
Reigina Sandriaty 1206246622
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
2014
Extended Aeration 2
Extended Aeration
I. Penjelasan Sistem
Extended Aeration adalah sebuah sistem dari proses pengolahan air limbah
dengan menggunakan lumpr aktif tanpa pengendapan primer dan memiliki waktu tinggal
(Hydraulic Retention Time) yang panjang. Sistem ini dikembangkan untuk meminimalisir
produksi lumpur aktif yang tidak terpakai dengan membiarkan terjadinya pembusukan
endogenous dari lumpur secara besar-besaran. Sistem ini didisain agar jumlah sel yang
yang disintesis setara dengan jumlah sel yang mengalami pembusukan sehingga secara
teoritis tidak ada berat bersih yang dihasilkan. Bentuk dari bak aerasi pada system ini
dapat berbentuk persegi, persegi panjang, bulat, dan seperti lapangan pacuan kuda. Bak
aerasi yang memiliki bentuk bulat atau persegi memiliki model aliran completely mixed
sedangkan bak aerasi berbentuk persegi panjang memiliki model aliran dispersed plug
flow dan bak aerasi berbentuk seperti lapangan pacuan kuda memiliki model aliran
mendekati plug flow.
Gambar 1.Fasilitas Extended Aeration
Sumber: http://www.zsenviro.com/ExtendedAeration.aspx
Extended Aeration 3
Tabel 1. Kelebihan dan Batasan dari Extended Aeration
Kelebihan Batasan
Kualitas effluent yang tinggi Energi yang digunakan untuk aerasi tinggi
Desain dan operasi tidak rumit Ukuran bak aerasi besar
Dapat menerima shock / toxic loads Hanya dapat digunakan untuk instalasi skala kecil
Produksi lumpur aktif rendah
Sumber: Metcalf & Eddy halaman 748
Plug flow reactor (PFR) atau model reactor alir pipa (RAP) merupakan reaktor di
mana reaksi kimia berlangsung secara kontinu sepanjang sistem aliran. Reaktor alir pipa
sering juga disebut sebagai reactor alir sumbat atau Continuous Tubular Reaktors (CTRs).
Reaktor ini memiliki karakteristik dalam mekanisme reaksi. Pada umumnya karakteristik
reaktor alir pipa pada kondisi ideal yaitu:
1. Reaktor ini biasanya berupa tube (tabung) yang bereaksi dengan aliran fluida
2. Diasumsikan tidak terjadi pengadukan (mixing)
3. Aliran plug merupakan jenis aliran yang terjadi pada reactor.
4. Sebagian besar mixing dari jenis reactor ini beroperasi pada level intermediet.
5. Pencampuran sempurna dalam dimensi radial (konsentrasi seragam).
6. Tidak ada pencampuran (mixing) pada aliran aksial atau tidak terjadi dispersi aksial
(aliran terpisah).
Extended Aeration 4
Tidak
Ya Hitung
Power Aerator
Asumsi H
End
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Hitung
Space Loading
Space
looading
Ya
Asumsi SVI
Tidak
Tidak
Asumsi Y & Ke
Ya
Tidak
Asumsi k
Ya Tidak
Asumsi Se
Asumsi MLSS
Algoritma Extended
Aeration Masalah
Q = 1500 m3/hari So =250 mg/L
Hitung efisiensi
Hitung θ
θ
Hitung SV
Hitung SDI
Hitung R/Q
R/Q
Hitung R
Hitung Volume
Hitung Dimensi
Hitung F/M
F/M
Hitung θC
θc
E
Extended Aeration 5
Gambar 2. Sketsa Proses Lumpur Aktif Extended Aeration
Sumber :Reynold, T. D. dan Richard, P. A. (1996). Unit Operation and Process In Environmental Engineering, 2nded. Boston: PWS Publishing Company.
Tabel 2.Kriteria Desaindan Parameter Operasional untuk tipe Extended Aeration
Parameter Kriteria Desain
Mean Cell Residence Time, (θc., days) 20 – 30
Food to Microbe Ratio 0,05 – 0,15
Space Loading, (lb BOD5/day-1000ft3) 10 – 25
Space Loading, (kg BOD5/day-m3) 0,16 – 0,4
Hydraulic Retention Time, (θ, hr) 18 – 36
MLSS, (mg/L) 3000 – 6000
Recycle Ratio, (R/Q) 0,75 – 1,50
Flow Regime Plug Flow, Dispersed Plug Flow
BOD Removal Efficiency, (%) 75 – 95
Sumber :Reynold, T. D. dan Richard, P. A. (1996). Unit Operation and Process In Environmental
Engineering, 2nded. Boston: PWS Publishing Company.
Bak
Sedimentasi
Q, S0 Q+R, S0 Q+R, Se Se, Q – Qas
Bak Aerasi
R, St Qas
Pompa Recycled Activated Sludge
Qw
Extended Aeration 6
II. Rumus yang digunakan dalam Extended Aeration
Rumus yang digunakan dalam perhitungan Activated Sludge pada tipe proses Extended
Aeration. Data yang diketahui berupa debit, BOD serta suhu limbah.
Rate Coefficient (tergantung pada temperatur)
Dimana,
: 1.717 L/gr jam, untuk limbah domestik
(Sumber: Reynolds halaman 421)
θ : Faktor koreksi temperatur rate coefficient, berkisar 1.03 – 1.09
(Sumber: Reynolds halaman 450)
T : Temperatur mixed liquor
Dengan jumlah MLSS yang ditentukan sesuai kriteria pada extended
aeration maka MLVSS dapat ditentukan dengan :
MLVSS = 0,68 x MLSS
Dimana,
MLVSS : Berkisar 0.65 – 0.8 MLSS
Hydraulic Retention Time atau waktu tinggal selama proses (θ),
Dimana,
SO : jumlah BOD influen (mg/L)
Se : jumlah BOD efluen (mg/L)
k : koefisien kinetis (L/g)
x : MLVSS (mg/L)
BOD Removal Efficiency (E)
Extended Aeration 7
Recyle Ratio
a. Sludge Volume Index (SVI)
Dimana,
SVI : Berkisar 50 – 150 ml/gr (Sumber: Reynolds halaman 414)
SV : Volume lumpur aktif (mL/1 L limbah)
MLSS : Mixed Liquor Suspended Solid (mg/L)
b. Sludge Density Index (SDI)
Dimana,
SV : volume lumpur aktif (mL/1 L limbah)
MLSS : Mixed Liquor Suspended Solid (mg/L)
c. Recycle Ratio (R/Q), perbandingan antara lumpur yang digunakan
kembali dengan debit limbah infuen dapat dicari dengan
menggunakan persamaan ini :
Volume Lumpur yang dikembalikan kedalam bak aerasi (Return Sludge),
Dimana,
R/Q : recycle ratio
Q : debit
Volume Bak Aerasi
Dimana,
Q : debit influen (m3/hari)
R : return sludge (m3/hari)
θ : detention time (hari)
Extended Aeration 8
Space Loading
Food–To–Microbe Ratio , perbandingan antara substrat dengan
mikrobakteri dalam bak aerasi.
Mean Cell Retention Time , waktu hidup mikroba (hari)
Dimana,
: Endogenous decay coefficient
: Yield coefficient, berkisar 0.4 – 0.8
: 0.12 hari-1 (Sumber: Metcalf & Eddy halaman 714)
T : Temperatur mixed liquor
θ : Faktor koreksi temperature Mean Cell Retention Time, berkisar
1.065 – 1.085
(Sumber: Reynolds halaman 451)
Perhitungan Kebutuhan Oksigen
Total massa MLVSS dalam reactor (
Substrat yang hilang per hari (Sr)
Produksi Volatile Suspended Solids(XW)
Extended Aeration 9
Debit Lumpur yang Dibuang (QW)
Nitrifikasi
Kebutuhan Oksigen dalam bak aerasi
Dimana,
: Koefisien oksigen
: Endogenous respiration coefficient (kg O2/kg cell hari)
: Kebutuhan oksigen untuk nitrifikasi (kg/hari)
Daya aerator
Daya Aerator =
Dimana,
ρ : massa jenis limbah (kg/m3), tergantung dengan suhu
g : percepatan gravitasi (m/s2)
h : kedalaman bak (m)
Q : debit influen (m3/hari)
R : debit return sludge (m3/hari)
III. Perhitungan Extended Aeration
Diketahui:
, tidak melalui primary treatment sehingga BOD
influen tetap nilainya.
Extended Aeration 10
Asumsi :
Jawab:
1. Mencari nilai K yang sesuai dengan suhu yang diketahui yaitu 32
2. Hydraulic Retention Time, waktu tinggal selama proses
(Tidak memenuhi kriteria disain)
3. Efisiensi penyisihan BOD
(Memenuhi kriteria disain)
4. Recycle ratio (dalam 1 liter lumpur aktif yang dihasilkan)
a. Sludge Volume Index
Extended Aeration 11
b. Sludge Density Index
(Memenuhi kriteria disain)
5. Volume bak aerasi
6. Dimensi bak aerator (menggunakan diffusor)
Diasumsikan bak perbandingan panjang dan lebar P : L = 2 : 1
7. Space loading
(Tidak memenuhi kriteria disain)
Extended Aeration 12
8. Food-to-microbe ratio
(Tidak memenuhi kriteria disain)
9. Mean cell retention time
(Tidak memenuhi kriteria disain)
Kebutuhan Oksigen
1) Total massa MLVSS dalam bak aerasi
2) Substrat yang hilang per hari
3) Produksi volatile suspended solids
Extended Aeration 13
4) Debit lumpur aktif yang dibuang
5) Nitrifikasi
Asumsi:
BOD : N : P= 250 : 10 : 2.5 = 100 : 4 : 1 (Sesuai dengan ketentuan, sehingga
terjadi nitrifikasi)
Asumsi:
Bacterial formula C5H7O2N (Mr = 113)
(Sumber: Handbook of Water and Wastewater Microbiology halaman 158)
Persentase nitrogen =
× 100%= 12.39%
he d h = ×
h h =
× 12.39%
=
Nitrogen yang dinitrifikasi
D =
−
=
Extended Aeration 14
6) O2 Requirement
= 0.62 mg O2/ mg BOD (Reynolds 1982)
= 0.09 mg O2/ mg MLVSS-hari (Reynolds 1982)
= 0.6 mg MLVSS/ mg BOD (Reynolds 1982)
= 0.32 hari-1 (Reynolds 1982)
4.33 mg oksigen dibutuhkan untuk mengubah 1 mg nitrogen ammonia menjadi ion
nitrat (Sumber: Eckenfelder, 1989)
= 1951.15
7) Daya Aerator
Daya Aerator =
Massa jenis pada suhu 32°C = 0,995 kg/m3
Daya Aerator =
Daya Aerator=
Extended Aeration 15
Secondary Clarifier
Tabel 3.Overflow Rate, Solids loading, dan kedalaman untuk Secondary Clarifier
Kriteria Satuan Nilai
Overflow Rate Average m3/ hari m2 8.15 – 16.3
Peak m3/ hari m2 32.6
Solids Loading Average kg/ hari m2 98 – 147
Peak kg/ hari m2 244
Kedalaman M 3.7 – 4.6
Sumber :Reynold, T. D. dan Richard, P. A. (1996). Unit Operation and Process in
Environmental Engineering, 2nded. Boston: PWS Publishing Company.
Asumsi:
Average overflow rate = 12.225 m3/ hari m2
Peak overflow rate = 32.6 m3/ hari m2
Peak solids loading = 244 kg/ hari m2
Rasio debit influen pada kondisi peak dan kondisi average = 2.5
1. Debit aliran
Debit aliran average overflow rate
Debit aliran peak overflow rate
Extended Aeration 16
Debit aliran peak solid loading
2. Luas Permukaan
Luas permukaan average overflow rate
Luas permukaan peak overflow rate
Luas permukaan peak solids loading
Extended Aeration 17
3. Diameter Secondary Clarifier
Dipilih luas permukaan average overflow rate karena memiliki luas yang paling besar
4. Kedalaman Secondary Clarifier
Kedalaman bak ditentukan dengan menggunakan tabel berikut:
Tabel 4.Kedalaman yang disarankan untuk secondary clarifier pada extended
aeration
Diameter (m) Kedalaman (m)
< 12.2 3.35
12.2 – 21.3 3.65
21.3 – 30.5 3.95
30.5 – 42.7 4.27
>42.7 4.57
Sumber :Reynold, T. D. dan Richard, P. A. (1996). Unit Operation and Process In
Environmental Engineering, 2nded. Boston: PWS Publishing Company.
Berdasarkan perhitungan, diameter secondary clarifier sebesar 15.11 m maka
kedalaman secondary clarifier dapat ditentukan yaitu sebesar 3.65 m.
Extended Aeration 18
Mass Balance
1. Input
2. Proses
× 5
3. Output
Cek:
Input = output + proses
Extended Aeration 19
IV. Kesimpulan
Tabel 5.Kesimpulan
No. Parameter Satuan Batas Hasil Perhitungan Kesimpulan
1. Hidraulic retention time
Jam 18-36 2.58 Tidak memenuhi
2. BOD removal efficiency
% 75-95 92 % Memenuhi
3. SDI mg/L - 6850 -
4. SVI ml/g 50-150 146 Memenuhi
5. Recycle ratio R/Q 0.75-1.5 0.89 Memenuhi
6. Return sludge L/s - 15.45 -
7. Volume bak aerasi m3 - 304.76 -
8. Dimensi bak aerasi
Panjang m - 13.2 -
Lebar m - 6.6 -
Tinggi m - 3.5 -
9. Space loading
0.16-0.4 1.23 Tidak memenuhi
10. F/M ratio 0.05-0.15 0.042 Tidak memenuhi
14. Mean cell retention time
Hari 20-30 11 Tidak memenuhi
AERASI
15. Total massa MLVSS Kg - 642.434 -
16. Substrat hilang (per hari)
- 652 -
Extended Aeration 20
17. Produksi VSS
- 250.82 -
18. Debit lumpur aktif yang dibuang
m3/hari - 118.98 -
19. Nitrifikasi
- 343.9 -
20. Kebutuhan Oksigen
- 1951.15 -
21. Daya Aerator kWh - 3.73 x 1010 -
SECONDARY CLARIFIER
22. Debit Aliran
Average Overflow Rate
m3/hari - 2189.86 -
Peak Overflow Rate m3/hari - 4439.72 -
Peak Solid Loading kg/hari - 13763.13 -
23. Luas Permukaan
Average Overflow Rate
m2 - 179.13 -
Peak Overflow Rate m2 - 136.19 -
Peak Solid Loading m2 - 56.41 -
24. Dimensi Clarifier
Diameter m - 15.11 -
Kedalaman m - 3.65 -
MASS BALANCE
25. Input
Qinput m3/hari - 1500 -
BOD5influen mg/L - 250 -
Extended Aeration 21
26. Proses
Qreturn m3/hari - 1335 -
BOD5 activated sludge
mg/L - 258.43 -
27. Output
Qout m3/hari - 1381.02 -
BOD5efluen mg/L - 20 -
Sumber : Olahan Penulis
Gambar 3. Diagram
Sumber : Olahan Penulis
MLSS = 3100 mg/L
MLVSS = 2108 mg/L
Q W + R = 1453.98 m³/hari
XW + XR = 6834.06 Kg/hari
Q – QW = 1381.02 m³/hari
SR = 652 Kg/hari Q + R = 2835 m³/hari
Se = 20 mg/L
Q = 1500 m³/hari
S0 = 250 mg/L
Q + R = 2835 m³/hari
S0 = 250 mg/L
Q W = 118.98 m³/hari
XW = 250.82 Kg/hari
R = 1335 m³/hari
XR = 6583.24 Kg/hari
Extended Aeration 22
V. Referensi
Metcalf & Eddy, 2003, Wastewater Engineering, Treatment and Reuse, California, McGraw
Hill Companies Inc.
Reynold, T. D. dan Richard, P. A. (1996). Unit Operation and Process in Environmental
Engineering, 2nded. Boston: PWS Publishing Company.
Pure Oxygen | 1
TUGAS UNIT OPERASI DAN PROSES
PENGOLAHAN LUMPUR AKTIF JENIS PURE OXYGEN
Kelompok 9
An Nisa Rizkiyani (1206216815)
Dwi Shara (1206241086)
Fatma Nur Rosana (1206239434)
Muhammad Idham (1206261592)
Zafrazad Adiba (1206216872)
Asisten :
Tuti Ferina
Program Studi Teknik Lingkungan
Fakultas Teknik
Universitas Indonesia
2014
Pure Oxygen | 2
PENGOLAHAN LUMPUR AKTIF JENIS PURE OXYGEN
Pengolahan lumpur aktif adalah sistem pengolahan dengan menggunakan bakteri aerobik
yang dibiakkan dalam tangki aerasi yang bertujuan untuk menurunkan organik karbon atau organik
nitrogen. Dalam hal menurunkan organik, bakteri yang berperan adalah heterotrof. Sumber energi
berasal dari oksidasi senyawa organik dan sumber karbon adalah organik karbon. BOD dan COD
dipakai sebagai ukuran atau satuan yang menyatakan konsentrasi organik karbon, dan selanjutnya
disebut sebagai substrat.
Gambar 1. Bak Reaktor pada Bangunan Lumpur Aktif Pure Oxygen
Sumber: Reynolds dan Richards (1996). Unit Operation and Process in Environmental Engineering, 2nd ed.
Boston : PWS Publishing Company
Namun, high purity oxygen pada proses pengolahan lumpur aktif menggunakan tangki aerasi
tertutup dengan tekanan rendah dan high purity oxygen sebagai penyedia oksigen bukan udara.
Tangki yang terpisah berfungsi untuk memberikan serangkaian reaktor biologis tercampur, dan alat
pemutar, seperti turbin yang digunakan untuk pencampuran. Tekanan parsial oksigen di atmosfer
dalam cairan yang dikombinasikan adalah sekitar 0,8 atm, sehingga konsentrasi kejenuhan oksigen
dalam cairan campuran adalah sekitar 4 kali konsentrasi yang biasanya ditemui. High purity oxygen
diinjeksikan ke tangki aerasi dan diresirkulasi. Keuntungannya adalah mempunyai F/M ratio dan
volumetric loading yang tinggi, serta HRT yang lebih pendek.
Pure Oxygen | 3
Tabel 1. Parameter Desain dan Operasional untuk Pengolahan Activated Sludge Jenis Pure Oxygen
Residence
time, θ
(days)
Food-to-
microbe
ratio
Space loading
(kg BOD5/day m3)
Hydraulic
retention
time in
aeration
basin, θ
(hr)
MLSS
(mg/L)
Recycle
ratio,
R/Q
Flow
regime
BOD
removal
efficiency
(%)
8 – 20 0.25 – 1 1.6 – 3.2 1 – 3 3000 – 8000 0.25 – 0.5 CM 85 – 95
Sumber: Reynolds dan Richards (1996). Unit Operation and Process in Environmental Engineering, 2nd edition.
Boston: PWS Publishing Company.
Teknologi High Purity Oxygen Activated Sludge meningkatkan konsentrasi oksigen yang
sebelumnya sebesar 20% dapat ditingkatkan menjadi 20-60%. Adapun kelebihan teknologi High Purity
Oxygen Activated Sludge proses:
Lima kali adanya transfer oksigen dari udara
Volume yang lebih kecil
Konsentrasi MLSS yang tinggi
Adapun kekurangan dari teknologi ini adalah :
Mahal dalam membeli tangki yang tinggi kualitas untuk menjaga sirkulasi gas
Tidak fleksibel (hanya proses aerobic saja)
Dapat meningkatkan tingkat alkalinitas pada air
Menurunnya kadar oksigen pada air dalam proses pengolahan air limbah dikarenakan
meningkatnya polutan dalam air
Dapat terjadi gagal dalam aerasi jika terjadi kerusakan mesin dalam aerator yang
menyebabkan gagalnya kadar nitrogen tereliminasi pada proses ini.
Dalam sistem pengolahan air limbah, sering kali muncul berbagai masalah. Salah satu masalah
yang dapat terjadi ialah saat sistem kekurangan oksigen. Masalah tersebut tentunya dapat
mempengaruhi efisiensi dan kinerja dari sistem. Masalah-masalah yang dapat terjadi dalam
pengolahan air limbah yaitu :
Kekurangan oksigen pada unit lumpur aktif
Kegagalan sistem aerasi
Penghilangan nitrogen yang tidak memadai
Pure Oxygen | 4
Bahaya korosi dan masalah bau yang dapat terjadi ketika air limbah dialirkan melalui pipa
bertekanan
Masalah tersebut dapat diatasi dengan :
Menyuntikkan oksigen murni kedalam unit pengolahan
Memurnikan air limbah dengan oksigen murni
Aerobic Sealing dengan menggunakan oksigen murni
Skema Proses Lumpur Aktif Pure Oxygen
Gambar 2. Proses Lumpur Aktif Pure Oxygen
Sumber: Reynolds dan Richards (1996). Unit Operation and Process in Environmental Engineering, 2nd edition.
Boston: PWS Publishing Company.
Rumus-rumus yang digunakan
Rumus-rumus yang digunakan dalam perhitungan desain dan operasional lumpur aktif pure
oxygen berdasarkan Unit Operation and Process in Environmental Engineering, 2nd edition oleh
Reynolds and Richards.
Pure Oxygen | 5
1. Perhitungan Kriteria Desain
Konstanta Laju Reaksi, K
Dengan:
K1, K2 = Konstanta laju reaksi pada masing-masing suhu, T1 dan T2, °C
Ѳ = Koefisien koreksi suhu (1,03 - 1.09)
T1 = Suhu mixed liquor (°C) untuk K1
T2 = Suhu mixed liquor (°C) untuk K2
Hydraulic Retention Time
Dengan:
Si = (mg/L)
St = (mg/L)
K = konstanta mixed liquor sesuai T2
= MLVSS (Mixed Liquor Volatile Suspended Solid) (mg/L)
Sludge Volume Index (SVI)
SVI = sludge volume index kisaran (100 – 150) mL/gr sesuai asumsi
SV = Sludge Volume
Sludge Density Index (SDI)
SDI = Sludge Density Index (mg/L)
MLSS = Mixed Liquor Suspended Solid (mg/L)
SV = Sludge Volume
Rasio resirkulasi lumpur (R/Q)
Q = Debit influen (m3/day)
Pure Oxygen | 6
R = Debit resirkulasi lumpur (m3/day)
SDI = Sludge Density Index (mg/L)
MLSS = Mixed Liquor Suspended Solid (mg/L)
Efesiensi BOD Removal
Ƞ = Efisiensi penghilangan BOD (%)
Si= (mg/L)
St = (mg/L)
Volume Tangki Aerasi
V = Volume tangki aerasi (m3)
Q = Debit influen (m3/hari)
Ѳ = Hydraulic Retention Time (jam)
Space Loading
Dengan:
Q = debit influen 1 unit (m3/day)
Si = Substrat influen (mg/L)
V = volume bak aerasi (m3)
Perbandingan Food dan Microorgansim (F/M)
F/M = Food-to-Microbe ratio (kg/kg.day)
Q = Debit influen (m3/hari)
Si = (mg/L)
Pure Oxygen | 7
St = (mg/L)
V = Volume bak aerasi (m3)
= MLVSS (mg/L)
Mean Cell Residence Time
ѲC = Mean Cell Residence Time (day)
Y = Cell yield coefficient (mg)
F/M = Food-to-Microbe ratio (kg/kg.day)
ke = endogenous decay coefficient (/day)
2. Perhitungan Kebutuhan Oksigen
The total mass of MLVSS dalam reaktor (kg)
Keterangan:
= MLVSS (kg)
V = Volume bak aerasi (m3)
The substrate removed per hari
Keterangan:
Sr = Substrat yang dihilangkan (kg/hari)
Q = Debit influen ( )
R = Return Sludge )
The volatile suspended solids produced
Keterangan:
Xw = Volatile suspended solids produced(kg MLVSS/hari)
Y = Cell yield coeficient (lb/lb atau kg/kg)
Sr = Substrat yang dihilangkan (kg/hari)
= Koefisien sel endogen
Pure Oxygen | 8
= MLVSS (mg/L)
A material balance for nitrogen
-
- Cell : C5H7O2N Mr = 113
-
Keterangan:
Q = Debit influen ( )
Xw = Volatile suspended solids produced(kg MLVSS/hari)
Kebutuhan Oksigen
Dimana:
Or = Kebutuhan oksigen (kg/hari)
Y’ = Koefisien oksigen
k’e= Koefisien respirasi endogenous (kg O2/kg cell day)
On = Oksigen yang dibutuhkan untuk nitrifikasi (kg/hari)
Sr= Substrat yang dihilangkan (kg/hari)
= MLVSS (mg/L)
Waste activated sludge flow
Keterangan:
Qw = Waste activated sludge flow( )
Xw = Volatile suspended solids produced(kg MLVSS/hari)
Power aerator (watt)
Keterangan:
Pure Oxygen | 9
P = Power aerator (watt)
= Massa jenis (kg/m3)
g = Percepatan gravitasi (m/s2)
h = Kedalaman (m)
Q = Debit influen ( )
R = Lumpur yang diresirkulasi
3. Perhitungan Secondary Clarifier
Menghitung debit aliran untuk setiap kriteria
Average mixed liquor flow = Q + R
Peak mixed liquor flow =
The peak solid flow = the peak mixed liquor flow x MLSS
Keterangan: Q = Debit influen ( )
R = Recycle Rate
Menentukan luas permukaan untuk setiap kriteria
The area for clarification based on the average flow =
The area for clarification based on the average flow =
The area for solid loading =
Menentukan diameter final clarifier
4. Perhitungan Mass Balance
[input] = [output] + [decrease due to reaction]
Algoritma Perhitungan Pure Oxygen
Pure Oxygen | 10
Tidak memenuhi
kriteria
Algoritma Perhitungan Kriteria Desain
Tidak memenuhi kriteria
Pure Oxygen | 11
Algoritma Kebutuhan Oksigen
Algoritma Secondary Clarifier
Algoritma Mass Balance
Pure Oxygen | 12
A. Perhitungan Desain dan Operasional Lumpur Aktif Pure Oxygen
Air buangan dari suatu industri diolah dengan proses activated sludge dengan karakteristik air
buangan sebagai berikut.
Debit (Q) = 1500 m3/hari
BOD = 250 mg/L
COD = 416,67 mg/L
Suhu (T) = 32oC
Primary Treatment BOD = 30%
SS = 80%
Sehingga dapat menentukan hydraulic retention time dalam bak aerasi, indeks volume lumpur
(SVI), indeks densitas lumpur (SDI), rasio resirkulasi lumpur (R/Q), efesiensi BOD removal, volume
tangki aerasi, space loading, perbandingan food dan microorganism (F/M), dan mean cell residence
time dengan rumus yang telah disebutkan sebelumnya.
Menurut Reynolds dan Richards (1996), dalam proses activated sludge, konstanta laju reaksi,
K, bergantung pada suhu. Dengan T1 adalah suhu mixed liquor (oC) untuk K1, T2 adalah suhu mixed
liquor (oC) untuk K2,dan θ adalah koefisien koreksi suhu yang biasanya berada pada rentang 1.03
sampai 1.09 (Eckenfelder, 1989). Dalam perhitungan ini digunakan koefisien koreksi suhu sebesar
1.03, sehingga nilai K2 adalah
Dan sebesar 30% BOD sudah berkurang melewati primary treatment, maka
Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 03 Tahun 2010 tentang Baku Mutu
Air Limbah bagi Kawasan Industri, effluen COD harus kurang dari 100 mg/L. Dengan mengasumsikan
BOD yang tidak terbiodegradasi adalah 80 mg/L, maka nilai St
Pure Oxygen | 13
Kemudian dilakukan perhitungan bak aerasi sebagai berikut.
Efesiensi BOD removal (%)
Efisiensi BOD removal
Jadi, memenuhi parameter dalam rentang 85% sampai 95%.
Hydraulic retention time dalam bak aerasi
Dengan parameter MLSS untuk pure oxygen berada pada rentang 3000 sampai 8000 mg/L,
diasumsikan MLSS yang digunakan dalam perhitungan ini sebesar 3300 mg/L. Dan nilai adalah
desain MLVSS (g/L) dikali dengan 70% MLSS, maka
Maka, hydraulic retention dalam bak aerasi dapat adalah
Jadi, memenuhi parameter dalam rentang 1 sampai 3 jam
Rasio Resirkulasi Lumpur
a. Indeks Volume Lumpur (SVI)
Dengan kisaran nilai indeks volume lumpur (SVI) adalah 100 sampai 150 ml/g, dalam
melakukan perhitungan ini diasumsikan nilai SVI sebesar 100 mL/gr.
Dapat diketahui nilai Sv sebesar
Pure Oxygen | 14
5,35 m
5,35 m
b. Indeks Densitas Lumpur (SDI)
SDI merupakan kebalikan dari SVI, maka SDI memiliki nilai sebesar
Sehingga rasio resirkulasi lumpur dapat diketahui besarnya dengan melakukan perhitungan
sebagai berikut.
Jadi, memenuhi parameter dengan rentang 0.25 sampai 0.5
Volume tangki aerasi
Perhitungan volume tangki aerasi untuk jenis reaktor completely mixed, menurut Richards dan
Reynolds (1996) dapat dihitung dengan
Sehingga volume yang digunakan sebesar
Dimensi
Dengan volume 114.5 m3 dan asumsi kedalaman tangki 4 m, maka tangki tersebut memilki
panjang dan lebar sisi
4 m
Pure Oxygen | 15
Space loading
Jadi, memenuhi parameter dengan rentang 1.6 sampai 3.2 kg/hari.m3
Perbandingan food dan microorgansim (F/M)
Jadi, memenuhi parameter dengan rentang 0.25 sampai 1.0
Mean cell residence time
Untuk limbah domestik, menurut Reynolds dan Richards (1996) dapat dicari dengan persamaan
Berdasarkan Tabel 15.6 Typical Monod Growth and Kinetic Coefficient for the Activated
Sludge Process Treating Municipal Wastewater, range untuk nilai Y ialah berada pada 0,4-0,8 mg
MLVSS/mg BOD5. Sementara untuk nilai ke berada dalam range 0,025-0,075 /day.
Nilai Y yang digunakan dalan perhitungan ini sebesar 0.7, dan nilai ke yang digunakan dalam
perhitungan ini adalah 0.075, maka
Jadi, tidak memenuhi parameter dengan rentang 8 – 20 hari
Pure Oxygen | 16
Tabel 2. Perbandingan nilai parameter dengan hasil perhitungan lumpur aktif pure oxygen
Parameter Literatur Perhitungan
Efesiensi BOD Removal (%) 86 – 95 89
Retention Time (jam) 1 – 3 1.83
Rasio Resirkuasi Lumpur, R/Q 0.2 – 0.5 0.49
Space Loading (kg/hari.m3) 1.6 – 3 2 2.29
Perbandingan Food and Microorganism, F/M 0.25 – 1.0 0.88
Mean Cell Residence Time (hari) 8 – 20 3,61
Sumber: Analisis Penulis (2014)
B. Perhitungan Kebutuhan Oksigen
Plug-flow atau dispersed plug-flow reactor basin berbentuk persegi berbahan dasar beton dan
menggunakan udara. Udara diffuser biasanya diberikan hingga 0.46 sampai 0.76 meter dari dasar
tangki.
Kebutuhan oksigen dapat ditentukan berdasarkan rumus berikut.
Qr = Y’Sr + K’e + On
Dengan:
Qr = kebutuhan oksigen (kg/day)
Y’ = koefisien oksigen
Sr = substrat yang dihilangkan (kg/day)
On = oksigen yang dibutuhan untuk nitrifikasi (kg/day)
K’e = koefisien respirasi endogenous (kg O2/day)
Diketahui :
Bak aerasi
Volume = 114.5m3
MLSS = 3300 mg/L
MLVSS = 2310 mg/L
SDI = 10 mg/mL
SDI = 10000 mg/L
SVI = 100 mg/L
SV = 330
Y = 0.3
Y’ = 1 – 0.3 = 0.7
Ke (0.025 – 0.075) = 0.075/day
BOD inffluen = 175 mg/L
BOD effluen = 20 mg/L
R/Q = 0.49
K’e = 0.09 mg O2/BOD removal
Pure Oxygen | 17
∑organik & amonia nitrogen 30
Nilai K’e didapatkan berdasarkan dari konversi sebesar 4,33 mg oksigen dibutuhkan untuk mengubah
1 mg nitrogen ammonia menjadi ion nitrat. (Sumber : Eckenfelder, 1989)
The total mass of MLVSS in the reactor
= 114.5 m3 x 2310 mg/L x 1000 L/ m3 x kg/ 106 mg
= 264.50 kg
The substrate removed per day
Sr = (BOD5 inffluen – BOD5 effluen) x (Q + R)
= (175 – 20)mg/L x (17.36 L/s + 8.51 L/s) x 86400 s/day x kg/ 106 mg
= 346.45 kg BOD5/day
The volatile suspended solids produced
Xw = Y.Sr - Ke.
= (0.7 x 346.45 kg/day) – (0.05/day x 264.50 kg)
= 229.29 kg MLVSS/day
A material balance for nitrogen
[input] = [output] + [decrease due to synthesis] + [decrease due to nitrification]
= (Q+R) x jumlah organik dan ammonia nitrogen pada primary effluent
= (17.36 L/s + 8.51 L/s) x 86400 s/day x kg/ 106 mg x 30 mg/L
= 67.055 kg/day
Cell : C5H7O2N > Mr = 113
% Nitrogen =
The decrease to due synthesis = Xw x % Nitrogen
= 229.29 kg MLVSS/day x 12.39 %
= 28.41 kg N/day
Pure Oxygen | 18
[input] - [decrease due to synthesis] = [output] + [decrease due to nitrification]
[output] + [decrease due to nitrification] = 28.41 kg N/day
0 + [decrease due to nitrification] = 67.055 – 28.41
[decrease due to nitrification] = 38.65 kg N/day
Oksigen yang dibutuhkan :
Qr = Y’Sr + K’t + On
= (0.3 x 229.29 kg/day) + (0.09/day x 264.50 kg) + (38.65 kg N/day x 4.33 mg O2/kg N)
= 259.95 kg O2/day
The waste activated sludge flow
= 99259.74 L/day
Power aerator
P = 𝛒gh (Q+R)
= 1000 kg/m3 x 9.8 m/s2 x 4 m x (17.36 L/s + 8.51 L/s) x m3/1000L
= 1014.104 Watt
C. Perhitungan Secondary Clarifier Pure Oxygen
Tabel 3. Kriteria Secondary Clarifier
Type of treatment Overflow rate (m3/m2 day) Solids loading (kg/m2 day)
Depth (m) Average Peak Average Peak
Activated sludge (except
extended aeration) 16.3 - 32.6 40.8 - 81.6 122 - 171 244 3.7 - 4.6
Sumber: Reynolds dan Richards (1996). Unit Operation and Process in Environmental Engineering, 2nd edition.
Boston: PWS Publishing Company.
Pure Oxygen | 19
Average overflow rate = 24.45 m3/m2 day
Peak overflow rate = 61.12 m3/m2 day
Peak solids loading = 244 kg/ m2 day
= 3
Depth = 4.15 meter
Perhitungan Debit Detiap Kriteria
Average mixed liquor flow = Q + R
= Q + 0.49 R
= (1500 + 0.49 (1500)) m3/day
= 2235 m3/day
Peak mixed liquor flow =
= (3 x 1500) + 1500
= 6000 m3/day
The peak solid flow = the peak mixed liquor flow x MLSS
= 19800 m3/day x 3300 mg/L x 1000 L/ m3 x kg/ 106 mg
= 19800 kg/day
Perhitungan Luas Permukaan Setiap Kriteria
The area for clarification based on the average flow
=
=
= 306.75 m2
Pure Oxygen | 20
The area for clarification based on the average flow
=
=
= 73.53 m2
The area for solid loading
=
=
= 81.15 m2
Perhitungan Diameter Final Clarifier
Setelah menghitung luas permukaan setiap kriteria dapat juga dihitung diameter pada final clarifier
untuk pure oxgen. Penentuan diameter final clarifier untuk pure oxygen dilihat berdasarkan luas
permukaan (area) yang memiliki nilai paling besar. Dari ketiga perhitungan tersebut dapat
disimpulkan bahwa the area for solid loading dapat digunakan dalam perhitungan diameter final
clarifier.
Maka kedalaman yang sesuai dengan kriteria diameter 10.16 m adalah 4 m. Sehingga dimensi bak
secondary clarifier adalah : D = 10.16 m ; H = 4 m.
Pure Oxygen | 21
D. Perhitungan Mass Balance
Input
Output
Decrease due to reaction
[input] = [output] + [decrease due to reaction]
Q0S0 = QtSt + R[BOD5 pada lumpur aktif]
Pure Oxygen | 22
Q+R = 2235 m3/hari
X= 264.50 kg MLVSS/hari
Kesimpulan
Tabel 4. Hasil Perhitungan Desain dan Parameter Bak Aerasi
Parameter Literatur Perhitungan
Efesiensi BOD Removal (%) 86 – 95 89
Retention Time (jam) 1 – 3 1.83
Rasio Resirkuasi Lumpur, R/Q 0.2 – 0.5 0.49
Space Loading (kg/hari.m3) 1.6 – 3 2 2.29
Perbandingan Food and Microorganism, F/M 0.25 – 1.0 0.88
Mean Cell Residence Time (hari) 8 – 20 3,61
BOD Efluen, St (mg/L) - 20
MLVSS (mg/L) - 2310
SVI (mg/L) 100 - 150 100
SV - 330
SDI (mg/L) 0.25 - 0.5 0.49
Volume (m3) - 114.5
Dimensi
Tinggi (m) - 4
Panjang (m) - 5.35
Lebar (m) - 5.35
Sumber: Analisa Penulis (2014)
Bak Aerasi
MLSS = 3300 mg/L
MLVSS (X) = 2310 mg/L
Final
Clarifier
Q = 1500 m3/hari
BOD5 = 175 mg/L
Qw = 99.26 m3/hari
Qe = 1400.74 m3/hari
St = 20 mg/L
R = 735 m3/hari
St = 20 mg/L
Qw = 99.26 m3/hari
RECYCLES
PUMP
Pure Oxygen | 23
Tabel 5. Hasil Perhitungan Bak Reaktor
Parameter Hasil
Oksigen yang dibutuhkan (kg O2/day) 6370.88
Power Aerator (watt) 24.34
Sumber: Analisa Penulis (2014)
Tabel 6. Hasil Perhitungan Kesetimbangan Masa
Parameter Hasil
BOD5 influen (mg/m3) 0.175
BOD5 efluen (mg/m3) 0.02
BOD5 pada lumpur aktif (mg/m3) 0.32
Sumber: Analisa Penulis (2014)
Referensi
Metcald & Eddy, Inc. 1991. Wastewater Engineering : Treatment, Disposal, and Reuse. 3rd ed.
Singapore : McGraw-Hill.
Reynolds, Tom D, dkk. 1996. Unit Operation and Processes in Environmental Engineering. Boston:
PWS Publishing Company.
http://www.lindeplin.hr/dat/wastewatertreatment_e.pdf (7 Mei 2014, 20.00)
http://nepis.epa.gov (7 Mei 2014, 20.15)
www.ejournal.aessangli.in/ASEEJournals/C10.doc (7 Mei 2014, 20.15)
O x y d a t i o n D i t c h | 1
UNIT OPERASI DAN PROSES
OXYDATION DITCH
KELOMPOK : 10
Afifah Meydifia
Ahmad Fauzan
Aulia Primananda
Gita Lestari Putri
Habibatul Isma
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDONESIA
2014
O x y d a t i o n D i t c h | 2
Oxydation Ditch
I. Teori Dasar
Oxydation ditch merupakan modifikasi dari pengolahan biologis Activated sludge yang
memanfaatkan waktu tinggal bakteri yang lama (Retention Time) untuk membiodegradasi organik.
Umumnya, tipe ini merupakan tipe dari Completely Mixed System, tetapi dapat pula dimodifikasi
mendekati model Plug-flow system. Saluran Oxydation ditch berbentuk cincin atau oval yang
dilengkapi dengan aerasi mekanis dan peralatan pengaduk (brush rotator). Air buangan yang sudah
melewati tahap screening masuk ke saluran dan bercampur dengan return activated sludge. Air
buangan biasanya hanya menerima preliminary treatment (seperti Screening dan Grit Removal)
sebelum masuk ke reaktor karena kebanyakan unit ini tidak memiliki sistem primary clarifier
(koagulasi-flokulasi).
Untuk pengadukan dan aerasi digunakan brush-type atau surface –type mechanical aerator
untuk menyirkulasi air buangan (mixed liquor). Proses pengadukan ini memasukkan oksigen kedalam
air buangan untuk meningkatkan pertumbuhan mikroorganisme dan kecepatan kontak
mikroorganisme terhadap limbah yang datang. Aerasi ini meningkatkan konsentrasi DO dan
mengurangi kotoran limbah atau suspended solids sepanjang paritnya. Saat air buangan
meninggalkan zona aerasi, DO turun dan denitrifikasi terjadi. Pada tipe ini digunakan juga tangki
secondary treatment. Karena waktu aerasi dan residence time yang lama, pembelahan sel biasanya
ada di final effluent. Oleh karena itu, SS efluentnya tinggi jika dibandingkan dengan modifikasi proses
lumpur aktif lain.
Gambar 1. Sketsa Oxydation Ditch
Sumber :Reynolds Tom D., Richards Paul A.. 1996.Unit Operations and Processes in Environmental
Engineering 2nd Edition. United States of America.
O x y d a t i o n D i t c h | 3
Oxidation Ditch dapat diaplikasikan pada instalasi yang membutuhkan nitrifikasi karena bak
yang digunakan dapat diatur dimensinya sesuai dengan waktu tinggal bakteri (Solid Retention Time)
untuk menciptakan nitrifikasi pada suhu yang minimum air limbah. Teknologi ini efektif digunakan
pada instalasi kecil/suatu komunitas/institusi yang terisolasi. Teknologi ini pertama kali dibangun di
Voorschoten, Belanda, pada tahun 1954. Lalu, mulai banyak digunakan ( >9200 unit instalasi di USA
hingga tahun 1998.
Tabel 1. Kriteria Desain
F/M 0.05-0.15
Space Loading, lb BOD5/day-1000 ft3 10-25
Space Loading, kg BOD5/day- m3 0.16-0.40
Hydraulic Retention Time, θ, hr 18-36
Mean Cell Residence Time, θc, days 20-30
Recycle Ratio, % 75-150
MLSS Concentration, mg/l 3000-6000
BOD Removal, % 75-95
Sumber :Reynolds Tom D., Richards Paul A.. 1996.Unit Operations and Processes in
Environmental Engineering 2nd Edition. United States of America.
Kelebihan :
Proses yang paling mungkin dilakukan (paling banyak diaplikasikan)
Pengoperasian yang sederhana
Mengolah racun/limbah tanpa memengaruhi kualitas effluent desain
Ekonomis untuk instalasi kecil
Penggunaan energi yang lebih sedikit dari Extended Aeration
Menghasilkan effluent dengan kualitas sangat baik
Menghasilkan lumpur yang mudah distabilkan
Sedikit memproduksi biosolid
Bisa diaplikasikan untuk menghilangkan organik
Kekurangan :
Berstruktur luas dan membutuhkan tanah yang lapang
F/M rendah
Membutuhkan surat kepemilikan dan surat izin pada beberapa modifikasinya
Energi untuk aerasi lebih besar darsi CMAS dan plug-flow
Perluasan instalasi sulit dilakukan
O x y d a t i o n D i t c h | 4
Gambar 2 .Reaktor Oxydation Ditch di USA Sumber : Mixing System, Inc.
O x y d a t i o n D i t c h | 5
II. Alur Kerja Perhitungan
1. DESIGN BAK AERASI
Tidak
Ya
Ya
Ya
Ya
Ya
Hitung θc
θc
Masalah
Q = 1500 m3/s
So=250 mg/L
Hitung Efisiensi
E
Se (asumsi) PP
No 3/2010
START
θ
Hitung F/M
F/M
Hitung θ
MLVSS (asumsi) K
(asumsi)
Hitung SV SVI (asumsi)
Hitung SDI
Hitung R/Q
R/Q
Hitung R Hitung Volume Hitung Dimensi H
(asums
i)
Hitug Power
Aerator
Hitung Space
Loading
Space
Loading End
Ya
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
O x y d a t i o n D i t c h | 6
Rumus yang digunakan :
K2=K1 x θ(T2-T1)
Q (0) + R (SDI) = (Q +R)( )
Keterangan
Q = debit influen [m3/s, m3/hari]
S0 = BOD influen [mg/L]
Se = BOD efluen [mg/L]
K = koefisien kinetis [L/g]
= MLVSS [mg/L]
= waktu tinggal [jam, hari]
= waktu tinggal sel rata-rata [jam, hari]
F = makanan mikroorganisme [mg/L]
M = jumlah mikroorganisme [mg/L]
R = debit lumpur yang dikembalikan [m3/s, m3/hari]
SVI = Sludge Volume Index [ml/g]
SDI = Sludge Density Index [mg/L]
E = Efisiensi (%)
= massa jenis air [kg/m3]
g = percepatan gravitasi [m/s2]
h = kedalaman bak [m]
O x y d a t i o n D i t c h | 7
2. MASS BALANCE
Hitung Qw
Hitung QR
Diketahui:
Q = 1500 m3/L
Hitung massa MLVSS
Start
MLVSS (asumsi)
Hitung Sr
Sr
So, Se,
R
Hitung Xw
Xw
Y, Ke
(asumsi)
Qw
Qr
Hitung XR dengan prinsip mass balance
Xr
Gambar Skema
Mass balance
End
O x y d a t i o n D i t c h | 8
Rumus yang digunakan :
X = V.
= (BOD5 influent – BOD5 effluent)
Keterangan :
Sr = substrat yang dihilangkan (kg/day)
X =Total Massa MLVSS
[mg/L]
Q = debit influen [m3/s, m3/hari]
R = debit lumpur yang dikembalikan [m3/s, m3/hari]
Xw = VSS yang dihasilkan
Qw = debit lumpur aktif [m3/s, m3/hari]
III. Perhitungan
untuk 1 unit
T2 = 320C
(berdasarkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 3
tahun 2010 tentang Baku Mutu Limbah Industri, maks BOD 50 mg/L)
K1 = 1,717 L/g – jam (tabel 15.1 Reynolds, municipal wastewater)
Oxydation Ditch | 9
T1 =250C
θ (koreksi temperatur) = 1,05 Rentang : 1,03-1,09 (Eckenfelder, 1989)
(asumsi)
MLVSS = 0,68 – 0,80 MLSS
1. Menghitung Koefisien Kinetis Berdasarkan Temperatur
2. Menghitung BOD Removal Efficiency (E)
Sesuai kriteria desain 75 % - 95% berdasarkan buku Unit Operation and Process In
Environmental Engineering (Reynold, 1996).
3. Menghitung Hydraulic Retention Time (θ)
Tidak sesuai kriteria desain 18 – 36 jam berdasarkan buku Unit Operation and Process In
Environmental Engineering (Reynold, 1996).
4. Menghitung Food – To – Microbe ratio :
Tidak sesuai dengan kriteria desain 0,05 – 0,15 berdasarkan buku Unit Operation and
Process In Environmental Engineering (Reynold, 1996).
5. Menghitung Mean Cell Residence Time
Berdasarkan tabel 15.6 buku Unit Operation and Processes Environmental Engineering, Second
Edition, Richards/Reynolds :
Y = 0,4 – 0,8 mg VSS*/ mg BOD nilai yang dipilih adalah Y = 0,4 mg VSS*/ mg BOD
Oxydation Ditch | 10
Ke = 0,025 – 0,075 day-1 nilai yang dipilih adalah 0,075 day-1
Tidak sesuai dengan kriteria desain 20 – 30 berdasarkan buku Unit Operation and Process In
Environmental Engineering (Reynold, 1996).
6. Menghitung Recycle Ratio
a) Sludge volume Index (SVI) 50-150 ml/g berdasarkan buku Unit Operation and Process In
Environmental Engineering (Reynold, 1996).
b) Sludge Density Index (SDI)
Sesuai kriteria desain 0,75 -1,5 berdasarkan buku Unit Operation and Process In
Environmental Engineering (Reynold, 1996).
7. Menghitung Debit Recycle Lumpur
Oxydation Ditch | 11
8. Menentukan Volume Bak Aerasi (V)
m3
9. Menghitung Dimensi Unit
m3
Jumlah unit = 1
(asumsi dari contoh soal di Reynolds, belum termasuk jagaan, jika ditambah jagaan
menjadi 2,3 m )
Dasar bak memiliki bentuk oval, A : B = 3:1, dimana A adalah jari-jari minor dan B adalah jari-
jari mayor
Dimensi:
A = m
B =
h =
10. Menentukan Space Loading
Tidak sesuai dengan kriteria desain 0,16 - 0,40 berdasarkan buku Unit Operation and Process
In Environmental Engineering (Reynold, 1996).
h = 2,3 m
A = 4,263 m
B = 12,789 m
Gambar 3 .Dimensi Desain Unit Oxydation Ditch
Oxydation Ditch | 12
11. Menentukan power aerator
Mass Balance
1. Total Massa MLVSS Dalam Reaktor
= V. MLVSS
=
2. Substrat yang Dihilangkan Per Hari
3. Volatile suspended solids yang Dihasilkan
Y = 0,6 mg MLVSS/mg BOD (Reynold, 1982)
Ke = 0,05 day-1 (Reynold, 1982)
= 330,518
4. Debit Lumpur Aktif
Mass Balance
Oxydation Ditch | 13
1500 m3/hari – 113,036 m3/hari = 1386,964 m3/hari
0 = (16,053 L/s)(XR) – (17,36 L/s + 16,053 L/s) (2924 mg/L)
L
Gambar 4 .Skema Mass Balance Oxydation Ditch
Q + R = 26671,892 m3/hari
X = 1001,683 Kg MLVSS/hari
BOD5 = 250 mg/L
Q = 1500 m3/hari
R + = 1284,928 m3/hari
+
= 9459.617 kg MLVSS/hari
R = 1126,970 m3/hari
= 9129,099 kg MLVSS/hari
= 113,036 m3/hari
= 330,518 Kg MLVSS/hari
= 25386,964 m3/hari
= 12,5 mg/L
=671,165 kg MLVSS/hari
Aeration Basins
MLSS (X) = 4300 mg/L
MLVSS = 2924 mg/L
Secondary
Clarifier
Oxydation Ditch | 14
IV. Kesimpulan
Tabel 2. Kesesuaian Perhitungan
Kesesuaian Perhitungan
MLSS Concentration
Hydraulic Retention Time (θ)
BOD Removal Efficiency
(E)
Recycle Ration (R/Q)
Space Loading
Food to Microbe
Ratio (F/M)
Mean Cell Residence Time
Kriteria desain
3000-6000 mg/L
18 – 36 jam
75 % - 95 %
0,75 – 1,5
m3
/ hari
0,16 – 0,4
kg/m3
. hari
0,05 - 0,15
20 – 30 hari
Aktual 4300 3,077 jam 95 % 0,781 m3
/ hari
1,095
kg/m3
.hari 0,634 5,065 hari
Oxidation ditch tidak cocok digunakan jika air limbah mempunyai debit sebesar 1500 m3/hari dan
BOD influen sebesar 250 mg/L. Hal tersebut dapat dilihat dari tabel kesesuain perhitungan di atas,
dari 7 kriteria desain, hanya 3 yang memenuhi kriteria desain. Hal ini disebabkan karena Oxidation
Ditch tidak cocok digunakan dengan debit yang besar. Berdasarkan Wastewater Technology Fact
Sheet EPA 832-F-00-016 yang dikeluarkan US EPA pada September 2002, Oxidation Ditch yang
merupakan bagian dari Extended Aeration memiliki batasan debit yaitu sebesar 0,002-0,1 MGD (7,57-
378,54 m3/hari).
1 | RBC
TUGAS BESAR UNIT OPERASI DAN PROSES
PENGOLAHAN BIOLOGIS
ROTATING BIOLOGICAL CONTACTOR
DISUSUN OLEH :
Gian Ratulangi (1206249492)
Irene Almakusuma Lucas (1206216903)
Rohmatun Inayah (1206216916)
Sunartriasih (1206216840)
Vidya Ismayanti (1206217010)
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK 2014
2 | RBC
I. PENGERTIAN
RBC atau Rotating Biological Contactors merupakan sebuah film reaktor biologis
yang terdiri dari media melingkar (terbuat dari polystyrene atau polyvinyl) yang terpasang
pada poros horizontal (shaft) yang terendam sebagian dalam bak yang berisi air limbah.
RBC ini merupakan satu di antara berbagai jenis teknologi pada pengolahan air limbah yang
menggunakan reaktor berupa film. Teknologi ini cocok digunakan dalam mengolah air
limbah perkotaan maupun industri, pada tahap pengolahan sekunder(Secondary Treatment)
maupun pengolahan lanjut (Advanced Treatment).
Dinamakan contactor (penghubung; pengontak), karena sistem ini memang didesain
untuk menangani air limbah secara biologis, dimana pengadaan kontak antara zat organik,
bakteri dan / atau mikroorganisme lain yang ada, serta paparan oksigen yang cukup,
diharapkan mampu menghilangkan parameter MLSS (Mixed Liquor Suspended Solids) yang
didalammnya terdapat MLVSS (Mixed Liquor Volatile Suspended Solid). Zat organik yang
terkandung pada limbah harus dihilangkan atau setidaknya dikurangi keberadaannya
dengan cara dioksidasi oleh mikroorganisme (zat organik dikonsumsi dan dijadikan sebagai
makanan) dengan menggunakan oksigen sebagai pemicu. Untuk mengoksidasi kandungan
zat organik yang ada, mikroorganisme membutuhkan keberadaan oksigen yang cukup agar
zat organik teroksidasi sempurna.
Oksigen yang dibutuhkan mikroorganisme untuk mengoksidasi zat organik disebut
BOD atau Biochemical Oxidation Demand (Kebutuhan Oksigen Biokimia), maka dari itu
konsentrasi BOD yang ada nilainya representatif terhadap jumlah zat organik yang akan
dikonsumsi oleh mikroorganisme tersebut. Maka dari itulah, BOD diistilahkan sebagai feed,
atau umpan agar proses oksidasi dapat berlangsung.
Sementara disebut rotating atau berputar diakarenakan media melingkar sebagai
film reaktor biologis ini pada operasinya akan dibuat berputar, untuk menciptakan kondisi
dimana oksigen akan terpaparkan dengan cukup. Proses inilah yang dinamakan aerasi, yaitu
proses optimalisasi kontak antara mikroorganisme dengan oksigen.
3 | RBC
Gambar 1. Tipe RBC pada sistem pengolahan air limbah
Sumber: Water Process Equipment
II. PROSES KERJA RBC
Ketika air limbah mengalir melalui bak, media berbahan plastik tersebut akan
berotasi perlahan dengan kecepatan 1 atau 2 rotasi per menit/rpm (pada sumber lain
disebutkan 1-1.6 rpm). Dalam proses tersebut, media plastik yang kurang lebih sebesar 35%
- 40% dari bagiannya akan terendam dan berkontak dengan air limbah, sementara bagian
lainnya berkontak dengan udara. Saat unit berkontak dengan udara atmosfir, terjadi aerasi
dimana air limbah yang ada akan terpapar oleh oksigen secara signifikan dan mempengaruhi
proses biologis yang terjadi antara mikroorganisme dengan zat organik. Bakteri dan
mikroorganisme lainnya secara alami terdapat dalam air limbah dan berkembang diatas
permukaan media rotasi.
Dalam 1 sampai 2 minggu, bakteri akan membentuk semacam lapisan lumpur atau
lendir (biofilm) secara permanen, diseluruh permukaan media, yang mana pertumbuhannya
didukung karena keadaan yang lembab. Ketebalan biofilm yang terbentuk berkisar pada 1-2
mm. Lumpur biologis tersebut menyerap material organik terlarut dari air limbah ketika
media tersebut terdam dalam bak berisi air limbah. Ketika media tersebut berotasi, kondisi
aerobik menyebabkan pemecahan material organik (BOD dan COD). Rotasi media tersebut
juga menyebabkan kandungan amonium mengalami nitrifikasi, dan kandungan karbon
organik teroksidasi oleh bermacam-macam mikroorganisme. Rotasi tersebut juga
meningkatkan perkembangan biofilm pada saat yang sama. Biomassa berlebih pada media
4 | RBC
akan lepas karena gaya geser rotasi dan padatan yang terlepas akan dipertahankan dalam
suspensi karena pencampuran oleh rotasi media dalam bak air limbah. Padatan tersebut
akan dibuang bersamaan dengan effluent. Beberapa pengulangan tahap RBC memperbesar
nilai efisiensi pengolahan.
Gambar 2. Rotating Biological Contactor tampak melintang
Sumber: Metcalf and Eddy Inc., 2003
Gambar 3. (a)(b) RBC koevensional, (c) skema perputaran biodisk, (d) contoh RBC pada instalasi
Sumber: Metcalf and Eddy Inc., 2003
5 | RBC
Umumnya mesin mekanik digunakan untuk memutar RBC, namun unit pendorong
udara juga dapat digunakan. Dalam unit pendorong udara, susunan jeluk (seperti mangkuk
atau cangkir) dipasang pada keliling media melingkar dan aerasi yang menyebar digunakan
untuk mengarahkan udara menuju jeluk hingga pada akhirnya mengakibatkan rotasi. RBC
membutuhkan pretreatment dari primary clarifier atau fine screens dan secondary
clarification untuk pemisahan cairan dengan padatan.
Desain submerged RBC yang terendam 70% - 90% dan unit pendorong udara
digunakan untuk menyediakan oksigen dan rotasi. Keuntungan dari submerged unit antara
lain mengurangi beban pada shaft dan bearings, meningkatkan control biomass oleh agitasi,
kemampuan untuk menggunakan rangkaian disk yang lebih besar, dan mengurangi retrofit
pada tangki aerasi. Karena kadungan DO yang rendah pada air limbahnya, aktivitas
degradasi biologi oleh submerged unit dapat menjadi kekurangan oksigen. Untuk mencegah
pertumbuhan alga, plastic disk harus dilindungi dari ultraviolet dan pencegah kehilangan
panas yang besar saat musim dingin. RBC baik digunakan untuk pengolahan domestik dan
air limbah industri. RBC dapat digunakan untuk degradasi aerobik material organik,
nitrifikasi, denitrifikasi, roughing, secondary treatment, dan polishing.
Sistem RBC memiliki efisiensi penghilangan BOD sebesar 90% dalam pemakaian 1-2
jam. Keutungan lainnya dapat dioprasikan dengan mudah dan sumber energi yang
digunakan cenderung murah. Namun sistem RBC cenderung rentan terhadap perubahan
iklim dan temperatur rendah bila tidak diletakkan di dalam ruangan. Performa sistem akan
berkurang secara signifikan jika berada pada temperatur dibawah 550F.
Gambar 4. Skema unit RBC
Sumber: Metcalf and Eddy Inc., 2003
6 | RBC
III. Prinsip dan Konsep Proses
Proses RBC bergantung pada biomass yang tersedia. Kontak yang terjadi secara efektif
antara biomass dan substrat, nutrients yang dibutuhkan dan oksigen, dan waktu detensi
yang mencukupi untuk mengoptimalkan dampaknya.
Design RBC harus mencakup pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut:
1. Staging of RBC units
Staging adalah kompartementalisasi disk RBC menjadi beberapa rangkaian sel.
Berdasarkan transfer massa dan dasar kinetic bologis, substrate removal yang tinggi
akan terjadi apabila biofilm RBC mengandung kandungan substrat yang tinggi dalam
cairannya.
2. Loading criteria
Table 1. Loading Criteria
Sumber: Metcalf and Eddy Inc., 2003
3. Effluent characteristic
Treatment dengan sistem RBC didesain untuk memenuhi tahapan
secondary treatment atau pengolahan tingkat lanjut. Karakterisktik effluent BOD
7 | RBC
untuk secondary treatment sebanding dengan kualitas pengolahan lumpur aktif.
RBC dapat digunakan untuk mengolah BOD, amonia nitrogen dan nitrifikasi pada
effluen sekunder.
IV. Kelebihan dan Kekurangan
Dari sebuah peninjauan diketahui bahwa RBC dapat menjadi pilihan terbaik untuk
instalasi pengolahan air limbah karena terbukti tidak rumit, dapat diandalkan dalam
performa, serta menggunakan energi yang lebih rendah (Williams, 2011)
Kelebihan/keutamaan aplikasi RBC pada suatu unit pengolahan air limbah (berdasarkan
testimoni dari perusahaan-perusahaan terkemuka dunia):
Merupakan solusi unit pengolahan air limbah yang sangat ekonomis dan tepat,
terutama dalam kebertahanan (durability) dan kesehatan (health). (VRI Environmental
Services)
Memiliki durabilitas yang besar serta membutuhkan perawatan yang rendah (Groose Ile
Wastewater Treatment Plant)
Unit pengolahan yang paling baik dalam hal kemudahan perawatan dan penggunaan,
serta tidak menimbulkan bau yang tidak sedap (Handy Township Wastewater Treatment
Plant)
Memiliki efisiensi energi yang besar serta kemudahan pada perawatan, khususnya
untuk Municipal WWTP.
V. Rumus
- Menetukan jumlah shaft RBC yang dibutuhan tahap-tahap, yaitu:
Tahap pertama dengan menghitung BOD loading dengan fungsi:
BOD loading = konsentrasi BOD x flow rate
Tahap kedua dengan menentukan Disk Area Require dengan fungsi:
Disk area require =
Tahap tiga dengan menentukan jumlah shaft atau number of shaft dengan fungsi:
Number of shaft =
Flowrate/train =
- Menghitung konsentrasi BOD per stage diperlukan nilai As/Q, dengan fungsi:
8 | RBC
As/Q =
Menghitung nilai Si dengan fungsi:
- Menghitung organic dan hydraulic loading
Organic loading =
Diketahui :debit dan BOD influent
BOD Loading: Konsentrasi BOD x flow rate
BOD per stage
Asumsikan jumlah train per stage
Disk Area Require:
Asumsikan nilai maximum organic loading
Number of shaft:
Nilai standar densitas disk: 9300m2/shaft
Sesuai criteria design
Tidak sesuai criteria design
Hydraulic Loading:
Organic loading:
9 | RBC
VI. Perhitungan Desain
Diketahui:
Flowrate = 1500 m3/d
BOD = 250 g/m3
T = 320 C
Langkah Kerja:
1. Mengasumsikan efisiensi penghilangan BOD pada terjadi pada tahap pengolahan
sebelumnya atau tahap pengolahan primer adalah 20%, sehingga effluen
pengolahan primer/ influen untuk pengolahan selanjutnya yaitu tersisa konsentrasi
BOD sebanyak 200 g/m3
2. Menetukan jumlah shaft RBC yang dibutuhan untuk tahap pertama:
Tahap pertama dengan menghitung BOD loading dengan fungsi:
BOD loading = konsentrasi BOD x flow rate
BOD loading = 200 g/m3 x 1500 m3/d
= 300,000 g/d
Tahap kedua dengan menentukan Disk Area Require dengan fungsi:
Disk area require =
Asumsi organic loading maximum untuk setiap tahap adalah 27 g BOD/m2.d. Angka
ini didapatkan dari Table 1. Loading Criteria, pada Maximum 1 st-organic loading
bagian BOD. Didapati rentang BOD removal yaitu 24-30 g BOD/m2.d, maka
diasumsikan dengan mengambil angka tengah yaitu 27 g BOD/m2.d.
Disk area require =
= 11,111.111 m2
Tahap tiga dengan menentukan jumlah shaft atau number of shaft dengan fungsi:
Number of shaft =
Standar densitas disk sebesar 9300 m2/shaft
Number of shaft =
10 | RBC
= 1.19
Sehingga 1 tahap menggunakan 2 shaft
3. Mengasumsikan jumlah train per stage, jumlah train per stage yang akan digunakan
2 train dengan 2 stages/train.
=
= 750 m3/day
4. Menghitung konsentrasi BOD per stage
Stage 1
S0 = 200 g BOD/ m3. Untuk mencari S1 diperlukan nilai As/Q, dengan fungsi:
As/Q =
=
= 12.4 day/m
Menghitung nilai Si dengan fungsi:
Maka :
= 36.76 g BOD/ m3 = 36.76 mg BOD/L
Stage 2
Maka :
11 | RBC
= 13.79 g BOD/ m3 = 13.79 mg BOD/L
Konsentrasi BOD di stage 2 sudah memenuhi criteria design yaitu berada dalam
rentang nilai 15 – 30 mg/L
5. Menghitung organic dan hydraulic loading
Organic loading =
Organic loading =
= 8.06 g BOD/ m2/d
Nilai Organic Loading memenuhi criteria design yaitu berada dalam rentang nilai 4-
10 g BOD/ m2/d
Hydraulic loading =
Hydraulic loading =
= 0.04 m3/m2.d
Nilai Hydraulic Loading tidak memenuhi criteria design karena tidak berada dalam
rentang nilai 0.08 – 0.16 m3/m2.d
VII. Referensi
Duggal, Dr. K.N.. Elements of Environmental Engineering. 2013. New Delhi, India : S.
Chand & Company Pvt. Ltd.
Halling-Sorensen, B., S. E. Jorgensen. 1993. Studies in Environmental Engineering
Science 54 : The Removal of Nitrogen Compounds from Wastewater. Amsterdam,
Netherlands : Elsevier.
Handbook of environmental engineering: Flotation technology. Volume 12. 2010.
London : Humana press.
Metcalf & Eddy, Inc. 2003. Water Engineering: Treatment and Reuse (Fourth Edition).
USA: McGraw Hill
12 | RBC
Patwardhan, A. W. 2003. Rotating Biological Contactors: A Review. American Chemical
Society, Ind. Eng. Chem. Res. 2003, 42, 2035-2051
Water Environtmental Federation. 2003. Wastewater Plant Pesign. Great Britain: TJ
International Ltd.
Williams, 2011. Energy Usage Comparison between Activated Sludge Treatment and
Rotating Contactor Treatment of Municipal Wastewater. Grand Rapids, Michigan
Aerated Lagoon | 1
TUGAS BESAR UNIT OPERASI DAN PROSES
PENGOLAHAN BIOLOGIS
AERATED LAGOON
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK 2014
Aerated Lagoon
Aerated Lagoon | 2
Pengertian
Suspended Growth Aerated Lagoon adalah kolam alami yang relatif tidak begitu dalam
dengan variasi ketinggian 2 – 5 m, dan dilengkapi dengan aerator. Aerator dipergunakan
sebagai penyedia oksigen untuk pengolahan biologis limbah dan untuk menjaga agar
padatan biologis tetap tersuspensi di air. Suspended Growth Aerated Lagoon dapat
dioperasikan dengan basis flow-through atau dengan solids recycle.
Gambar 1. Diagram alir aerated lagoon
Sumber: https://www.ec.gc.ca
Gambar 2. Aerated lagoon
Sumber: http://www.lagoonsonline.com
Tipe-tipe Suspended Growth Aerated Lagoon
Aerated Lagoon | 3
Tipe dasar dari proses suspended growth aerated lagoon diklasifikasikan berdasarkan
bagaimana cara menangani padatan (Arceivala, 1998):
1. Kolam fakultatif tercampur sebagian
2. Kolam flow through aerobik dengan pencampuran sebagian
3. Kolam aerobik dengan penggunaan kembali padatan
Perbedaan cara penanganan padatan yang terbentuk akan mempengaruhi efisiensi, daya
yang dibutuhkan, waktu tinggal hidraulik dan padatan, pembuangan lumpur, dan
pertimbangan lingkungan.
Kolam fakultatif tercampur sebagian. Pada sistem ini, input energi yang masuk hanya dapat
mencukupi tersedianya oksigen untuk kebutuhan pengolahan biologi, namun tidak dapat
menjaga padatan dalam bentuk tersuspensi. Oleh karena itu, sebagian dari biosolid akan
ikut mengendap bersamaan dengan padatan yang masuk bersama limbah. Kemudian,
padatan yang mengendap akan mengalami penguraiansecara anaerob. Kolam fakultatif kini
sudah jarang digunakan karena kesulitan dan ketidakpraktisan penggunaannya.
Kolam flow through aerobik dengan pencampuran sebagian. Tipe kolam aerasi yang
alirannya mengalami pengadukan sebagian, energi yang masuk hanya memenuhi oksigen
yang dibutuhkan untuk pengolahan biologis.Namun, tidak cukup untuk menjaga semua
padatan dalam bentuk tersuspensi. Di dalam tipe ini, hydraulic retention time sama dengan
solid retention time (HRT=SRT).
Kolam aerobik dengan penggunaan kembali padatan. Tipe kolam aerasi dengan resirkulasi
padatan, pada dasarnya sama dengan proses extended aeration activated sludge dengan
perbedaan kolam yang digunakan pada sistem kolam diperkuat dengan kolam reaktor beton
dan hydraulic retention time pada kolam lebih lama dibandingkan dengan proses extended
aeration konventional. Aerobic Lagoon with Solids Recycle juga membutuhkan aerasi yang
lebih banyak daripada Aerobic Flow-Through Partially Mixed Lagoon.
Pertimbangan Proses Desain untuk Flow-Through Lagoons
Proses desain yang harus diperhatikan untuk Flow-Through Lagoon adalah penghilangan
BOD, karakteristik effluen, efek suhu, kebutuhan oksigen, energi yang digunakan untuk
pengadukan, dan pemisahan padatan.
Penghilangan BOD
Aerated Lagoon | 4
Dasar dari desain Flow-Through Lagoon adalah SRT, dimana dalam kasus ini SRT = HRT
dalam kondisi ideal. Penentuan SRT untuk meyakinkan bahwa mikroorganisme yang
tersuspensi akan membentuk bioflokulen dengan lebih mudah dengan sedimentasi dan
memberikan safety factor yang cukup. Kolam aerasi digunakan untuk pengolahan limbah
domestik dengan variasi waktu 3-6 hari. Ketika nilai SRT sudah ditentukan maka dapat
diestimasi konsentrasi substrat yang terlarut pada effluen, dan dihitung efisiensi
removalnya. Umumnya nilai k bervariasi dari 0.5 – 1.5 d-1. Pada kolam yang sangat besar
volume yang dibutuhkan didistribusikan ke 2 atau 3 kolam sehingga persamaan yang
digunakan :
Cn =
=
Dimana
n = nomor kolam
V = volume, m3
Q = flowrate, m3/s
Karakteristik Effluen
Karakteristik yang penting dari effluen pada kolam aerasi termasuk konsentrasi BOD dan
TSS. Effluen dari Flow-Through Lagoon harus memenuhi standar minimum dari secondary
treatment, dan membutuhkan fasilitas sedimentasi.
Suhu
Efek dari suhu merupakan pertimbangan yang penting dalam desain karena sering
dioperasikan pada lokasi dengan kondisi iklim yang beragam. Efek yang paling penting
adalah mengurangi aktivitas biologis dan efisiensi pengolahan, serta pembentukan es.
Kebutuhan Oksigen
Berdasarkan hasil operasi yang diperoleh dari sejumlah instalasi industri dan domestik,
jumlah oksigen yang dibutuhkan bervariasi dari 0,7 sampai 1,4 kali jumlah BOD yang
dihilangkan.
Persyaratan Pencampuran
Aerated Lagoon | 5
Kemampuannya untuk mempertahankan padatan dalam suspensi adalah fungsi dari
beberapa variabel termasuk jenis dan desain dari sistem aerasi, konsentrasi dan sifat dari
padatan tersuspensi, suhu kandungan kolam, dan ukuran kolam. Energi yang masuk dengan
kecepatan rendah pada aerator dapat dihitung dengan : P = 0,004X + 5 untuk X 2000 mg/L,
dimana X adalah total padatan tersuspensi.
Solid separation
Pemisahan padatan dari aliran pertumbuhan tersuspensi melalui aerasi kolam (Aerated
Lagoons) dicapai paling sering dangkal tanah cekungan kolam sedimentasi yang dirancang
secara tegas untuk tujuan tersebut, atau di fasilitas penyelesaian yang lebih konvensional.
Saat cekungan tanah besar digunakan, hal-hal berikut sangat penting untuk diperhatikan
dengan seksama:
1. Waktu tinggal (Detention Time) harus memadai untuk menerima tingkat
penghapusan padatan tersuspensi yang diinginkan
2. Volume yang cukup harus disediakan untuk penyimpanan lumpur
3. Pertumbuhan alga harus diminimalisir
4. Bau yang mungkin meningkat seiring dengan dekomposisi anaerobic dari lumpur
yang terakumulasi harus dikontrol
5. Lapisan yang dibutuhkan harus dinilai.
Pada banyak kasus, waktu tinggal minimum adalah 1 hari untuk mendapatkan pemisahan
padatan. Jika digunakan waktu tinggal 1 hari, ketentuan yang memadai harus dibuat untuk
penyimpanan lumpur, maka padatan yang terakumulasi tidak akan mereduksi waktu tinggal
likuid yang sesungguhnya. Selanjutnya, jika semua padatan diteruskan pada pola local,
mungkin dibutuhkan untuk meningkatkan waktu tinggal untuk menetralkan efek dari
rendahnya distribusi hidrolik. Dibawah kondisi anaerobic, sekitar 40-60% volatile suspended
solid (VSS) akan terdegradasi setiap tahun. Dengan asumsi bahwa kinetika penghapusan
urutan pertama berlaku, ekspresi berikut dapat digunakan untuk memperkirakan
Dua masalah yang sering dihadapi dengan penggunaan kolam pengendapan adalah
pertumbuhan alga dan produksi bebauan. Pertumbuhan alga biasanya dapat dikontrol
dengan membatas waktu tinggal hidrolik (HDT) sekitar 2 hari atau kurang. Jika waktu tinggal
yang digunakan lebih lama, maka alga dapat dikurangi dengan menggunakan rock filter atau
microstrainer. Bau yang muncul dari dekomposisi secara anaerobic dapat dikontrol dengan
Aerated Lagoon | 6
menjaga kedalaman air minimum 1meter (3ft). pada aera air yang ektrem, kedalaman lebih
dari 2m dibutuhkan untuk menghilangkan bau,m khususnya hydrogen sulfide.
Jika lahan untuk pengendapan besar tidak tersedia, dapat digunakan fasilitas pengendapan
konvensional. Seperti sudah disinggung sebelumnya, dimana dibutuhkan penyisihan solid
effluent yang lebih besar, maka dibutuhkan saringan pasir/batu lambat. Saringan batu, yang
lebih efektif dalam penyisihan alga, terdiri dari tempat rendaman batu di mana kolam
limbah melewati secara vertikal maupun horizontal. Walaupun saringan batu lebih efektif
dan mudah dijaga, kualitas effluent dan kemampuan bertahan operasi dalam waktu yang
panjang tidak begitu baik.
Aliran bertenaga ganda melalui sistem kolam
Merupakan modifikasi dari aliran konvensional. SIstem ini terdiri dari complete-mix lagoon
diikuti dengan 2 atau 3 kolam fakultatif yang disediakan pada kolam pengendapan. Dari
dasar tersebut dapat disimpulkan bahwa pengolahan sekunder mencakup fungsi sebagai
berikut :
1. Biokonversi dari substrat influent menuju biomass pada produk akhir.
2. Flokulasi biomass
3. Pemisahan padatan
4. Stabilisasi padatan
5. Penyimpanan padatan sampai padatan dapat digunakan kembali.
Fungsi2 di atas dapat optimum pada aliran bertenaga ganda system kolam. Pemisahan
padatan, penstabilan, dan penyimpanan dapat terselesaikan dengan kolam fakultatif diikuti
dengan complete-mix lagoon. Untuk meminimalisir pertumbuhan alga, waktu tinggal harus
dibatasi dan kolam fakultatif harus dibagi dalam beberapa bagian.
Waktu tinggal hidrolik untuk complete-mix lagoon bervariasi dari 1.5 hingga 3 hari. EnergI
input pada complete-mix lagoon sekitar 0.6Kw/103 M3 (30bp/Mgal). Total waktu tertahan
untuk kolam fakultatif adalah 3 hari. EnergI input pada kolam fakultatif sekitar 1 sampai
1.25 Kw/103 M3 (5 sampai 6.25bp/Mgal). Waktu detensi keseluruhan untuk kedua kolam
adalah 4.5 sampai 6 hari.
Kelebihan dan Kekurangan
Aerated Lagoon | 7
Kelebihan :
- Membutuhkan lahan yang lebih kecil dibandingkan kolam fakultatif
- Kuantitas lumpur pada pembuangan akan relatif lebih kecil dibandingkan dengan
proses pengolahan sekunder lainnya
Kekurangan :
- Aerated Lagoons tidak seefektif facultative ponds dalam penghilangan NH3 atau
fosfor, kecuali dalam perancangan untuk proses nitrifikasi
- Terdapat kemungkinan akan terjadinya pembentukan es pada permukaan
- Membutuhkan energi masukan
- Dapat mengurangi laju terjadinya aktivitas biologis selama musim dingin
Kriteria Desain
Tabel 1 : Tabel karakteristik desian kolam aerasi
Parameter Satuan Range
TSS mg/L 100 - 400
VSS/TSS - 70 - 80
Solids retention time, SRT hari 03-06
Hydraulic retention time, τ hari 03-06
Overall BOD removal rate 1/hari 0.5 - 1.5
Koefisien temperatur (teta) - 1.04
Kedalaman meter 02-05
Regime pengadukan - Partially mixed
Daya minimum kW/103m3 5.0 - 8.0
Y (biomass yield) gr/gr 0.4 - 0.8
Ks (half velocity constant) gr/m3 25 - 100
α - 0.8 - 1.2
β - 0.9 – 1
AOTR (Aerator Oxygen Transfer Rate)
kg O2/kWh 1.2 - 2.4
kd gr VSS /gr VSS.d 0.06 - 0.15
K gr COD/ gr VSS.d 02-10
Sumber: Metcalf & Eddy, 2003
Rumus yang digunakan
Aerated Lagoon | 8
1. Dengan estimasi SRT, maka luas permukaan kolam dapat dihitung dengan :
Vair = Volume air pada kolam, m3 ǀ Q = debit, m3/hari
2. Menghitung Volume kolam aerasi yang dibutuhkan
Vkolam aerasi = Volume kolam aerasi, m3ǀ P = panjang, mǀ L = lebar, m
H = kedalaman, m ǀ freeboard = tinggi jagaan, m
3. Suhu air kolam dihitung dengan menggunakan persamaan :
QAf
QTAfTT ia
w
= C
TW = suhu air di kolam aerasi oC | A = luas area kolam aerasi, m2
f = faktor proporsionalitas ; sebesar 0.5 berdasarkan Metcalf & Eddy
Ta = suhu udara oC | Ti = suhu air limbah oC | Q = debit, m3/hari
4. Estimasi effluent BOD(s) diukur pada outlet kolam :
S =Ks 1+ kd( )SRTéë ùû
SRT Yk - kd( ) -1 = g/m3
S = konsentrasi BOD effluent, g/m3| KS = half velocity constant g/m3
kd =endogenous decay coefficient, g VSS/g VSS . d | SRT = solid retention tim, hari
Y = biomass yield | k = maximum specific substrate utilization rate, g COD/g VSS . d
5. Koreksi BOD removal rate per suhu :
kT = koreksi BOD removal rate per suhu | θ = 1.04
6. Konsentrasi Padatan Biologis :
X = konsentrasi padatan biologis | SO = BOD influent
7. TSS effluent sebelum sedimentasi :
TSS = total suspended solid effluent sebelum sedimentasi, g/m3
TSSin = total suspended solid influent, g/m3
Aerated Lagoon | 9
8. Total padatan biologis per hari :
PX bio = total padatan biologis per hari, kg/hari
9. Kebutuhan oksigen :
RO = kebutuhan oksigen per hari, kg/hari
BOD = biochemical oxygen demand
COD = chemical oxygen demand
10. Rasio RO dan oksigen removed :
Rasio = rasio RO dan oksigen removed, kg O2/kg BOD
11. Standard Oxygen Transfer Rate :
SOTR = standard oxygen transfer rate, kg/hari
α dan : konstanta aerator
Cs,t,h : konsentrasi saturasi oksigen (berdasarkan table appendix E Metcalf&Eddy)
12. Energi yang dibutuhkan :
E = energi yang dibutuhkan aerator
AOTR = aerator oxygen transfer rate, kg O2/kWh
13. Tenaga yang dibutuhkan :
Tenaga = tenaga yang dibutuhkan, kW
Daya minimum = daya untuk menyalakan aerator, kW/103 m3
Perhitungan
Aerated Lagoon | 10
Perhitungan akan desain kolam aerated lagoon tipe flow through didasarkan pada
rumus yang terdapat pada buku Metcalf & Eddy.
Diketahui: Q = 1500 m3/hari
BOD influen = 250 mg/L. Karena sudah melalui primary treatment, maka
sudah berkurang 25%, maka BOD influen menjadi 187.5 mg/L
Suhu udara = 32 0C
Rasio BOD/COD = 0.625
Estimasi TSS influen = 200 mg/L.Karena sudah melalui primary treatment,
maka sudah berkurang 65%, maka TSS influen menjadi 70 mg/L
1. Dengan estimasi SRT 5 hari, maka luas permukaan kolam dapat dihitung dengan :
Luas dasar kolam aerasi (tanpa freeboard), dengan estimasi ketinggian kolam 4,5 m
Dimensi kolam aerasi ditentukan dengan menggunakan estimasi kedalaman yang
telah ditambahkan freeboard sebesar 0.5 m. Panjang dan lebar kolam aerasi
diusahakan agar berbentuk persegi, sehingga estimasi panjang dan lebar sebesar 40
m dan 42 m.
2. Dengan luas permukaan seluas 1680 m2, dihitung suhu air kolam.
Estimasi suhu udara sebesar 32o C dan suhu air limbah sebesar 35o C karena pada
umumnya suhu air limbah lebih panas dibanding suhu udara.
Aerated Lagoon | 11
QAf
QTAfTT ia
w
Tw =(1666.7m2 ´0.5´32°C)+ (1500m
3
day´35°C)
(1666.7m2 ´0.5)+1500m3
day
= 33.9 C
3. Estimasi effluent BOD(s) diukur pada outlet kolam :
S =Ks 1+ kd( )SRTéë ùû
SRT Yk - kd( ) -1 = g/m3
S =100g 1+ 0.1( )5hariéë ùû
5hari (0.6´ 5)- 0.1( ) -1= 11.1 g/m3
4. Koreksi BOD removal rate per suhu :
5. Konsentrasi Padatan Biologis :
6. TSS effluent sebelum sedimentasi :
7. Total padatan biologis per hari :
Aerated Lagoon | 12
8. Kebutuhan oksigen :
9. Rasio RO dan oksigen removed :
10. Standard Oxygen Transfer Rate :
SOTR
355.5 kg/hari
11. Energi yang dibutuhkan :
E
kW
12. Tenaga yang dibutuhkan :
= 48.8 kW
Aerated Lagoon | 13
13. Menentukan banyak aerator
Berdasarkan tenaga yang dibutuhkan, maka jumlah aerator yang memungkinkan
yaitu:
4 – 12.5 kW
5 – 10 kW
9 – 5.5 kW
Gambar 3 Skema aerator pada bak aerasi (a) 4 aerator (b) 5 aerator (c) 9 aerator
Sumber: Ilustrasi penulis, 2014
(a) (b)
(c)
Aerated Lagoon | 14
Algoritma Perhitungan Aerated Lagoons
Menentukan Banyak Aerator
Menghitung Tenaga yang Dibutuhkan
Menghitung Energi yang Dibutuhkan
Menghitung SOTR
Menghitung Rasio Kebutuhan Oksigen dan Oksigen yang Hilang
Menghitung Kebutuhan Oksigen
Menghitung Total Padatan Biologis
Menghitung TSS Effluent Sebelum Sedimentasi
Menghitung Padatan Biologis
Menghitung Koreksi BOD Removal
Menghitung Effluent BOD
Menghitung Suhu Air Kolam
Mengitung Volume Kolam Aerasi Kedalaman + freeboard (50cm)
Menghitung Luas Permukaan Kolam mengestimasi SRT Vair = Q x SRT
Jika efluen BOD tidak memenuhi baku mutu
Estimasi SRT
Estimasi
kedalaman
Estimasi K,
Ks, kd, Y
Estimasi α, β
Estimasi AOTR
Estimasi daya
minimum
Aerated Lagoon | 15
Kesimpulan
Dengan estimasi SRT selama 5 hari dan kedalaman kolam tsnps freeboard 4.5 m, debit Q
= 1500 m3/hari, BOD influen pada secondary treatment 187.5 mg/L, maka unit aerated
lagoon dengan tipe aerobic flow through partially mixed dapat menghasilkan effluen
dengan konsentrasi BOD yang memenuhui baku mutu lingkungan PP no. 82 tahun 2001
tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air, yaitu sebesar 11.1
mg/L, dimana mutu air dapat diklasifikasikan dalam kelas IV yang memiliki konsentrasi
BOD maksimum sebesar 12 mg/L. Untuk menghasilkan konsentrasi BOD yang sesuai
dengan batu muku lingkungan, maka diperlukan sejumlah 2 buah aerator dengan energi
12,5 kW, 5 buah aerator dengan energi 10 kW, atau 9 buah aerator dengan energi 5.5
kW.
Referensi
Metcalf & Eddy, 2003, Wastewater Engineering, Treatment and Reuse, California,
McGraw Hill Companies Inc.
Rich, Lenvill G., 1980, Low Maintenance, Mechanically Simple Wastewater Treatment
Systems, USA, McGraw Hill Companies Inc.
http://www.lagoonsonline.com/technote5.htm diakses pada 11 Mei 2014 11.00 WIB
TUGAS BESAR UNIT OPERASI DAN PROSES
PENGOLAHAN BIOLOGIS
TRICKLING FILTER
DI SUSUN OLEH :
Martha Theresia Juliana Siregar (1206261541)
M. Ali Habibie (1206243816)
Rania Amalia F. Alatas (1206261636)
William Ishak Sinaga (1206261560)
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK 2014
Trickling Filter| 2
Teori Dasar Trickling Filter
Trickling Filter telah digunakan dalam pengolahan air limbah biologis dari air limbah domestik
maupun industri selama hampir 100 tahun. Trickling Filter ini merupakan suatu reaktor untuk
menghilangkan materi organik yang terdapat dalam air limbah dengan pengolahan sistem aerobik,
dimana terdapat media batu atau plastik sebagai media bagi mikroorganisme tumbuh dan membentuk
suatu lapisan biofilm, kemudian air limbah dialirkan secara kontinyu melalui lapisan biofilm yang
terbentuk pada media. Proses pada Trickling Filter hampir sama dengan Rotary Biological Contractors
(RBC) yaitu mikroorganisme yang akan dikembangkan, memiliki media dalam perkembangbiakannya.
Pada saat proses berlangsung medium Trickling Filter yang digunakan tetap pada tempatnya, sementara
RBC melakukan rotasi. Kemudian, pengolahan terjadi sebagai cairan yang mengalir diatas attached
biofilm.
Reaktor dengan media batu
memiliki kedalaman antara 0,9-2,5m (3-
8ft) dan yang biasanya digunakan rata-
rata pada kedalaman 1,8m (6ft). Bed
media batu tersebut biasanya berbentuk
sirkulair dan air limbah dialirkan dari atas
bed dengan menggunakan rotary
distributor.
Sumber : industrial-landscape.com
Sumber : www.wastewatersystem.net
Trickling Filter| 3
Beberapa bangunan Trickling Filter yang konvensional dengan penggunaan batu sebagai
medianya kini beralih menggunakan plastik agar dapat menambah kapasitas pengolahannya. Sehingga,
pada saat ini hampir semua bangunan Trickling Filter menggunakan plastik. Reaktor yang menggunakan
media plastik dibangun dengan bentuk lingkaran maupun persegi dengan kedalaman bervariasi dari 4 –
12 m (14 – 40 ft).
Sumber : www.staffs.ac.uk
Sumber : www.staffs.ac.uk
Sistem kerja dari Trickling Filter ini adalah terbentuknya lapisan tebal oleh perkembangan
mikroorganisme, sehingga oksigen tidak dapat menembus media dan organisme anaerobik pun
berkembang. Karena biological fill berkembang terus, maka mikroorganisme yang dekat dengan
permukaan akan kehilangan kemampuannya untuk melekat pada media, sehingga akhirnya bagian
lapisan mengelupas dan jatuh ke filter. Partikel padat yang jatuh tadi akan dibawa oleh sistem
pengeringan ke clarifier untuk dihilangkan dari air limbah.
Trickling Filter| 4
Terdapat komponen tambahan yang mencakup di dalam Trickling Filter, yaitu dosis air limbah
atau sistem aplikasi dan underdrain. Underdrain adalah suatu sistem yang sangat penting yang ada di
reaktor, yaitu untuk menampung effluent dari air yang telah
diolah dan tempat sirkulasi udara. Effluent dari Trickling
Filter dialirkan ke bangunan sedimentasi dimana adanya
recycle dari bangunan sedimentasi ke Trickling Filter. Fungsi
dari recycle ini adalah untuk memelihara atau menjaga
lapisan biofilm agar tetap tumbuh. Karena pembentukan
lapisan ini mempunyai prinsip dasar pengolahan Trickling
Filter agar dapat meremoval BOD dari air limbah.
Sumber : www.wastewatersystem.net
Influent air limbah yang akan masuk kebangunan Trickling Filter yang berbentuk lingkaran
menggunakan bahan–bahan pipa yang berlubang dan berputar diatas bangunan.
Sumber : kusterszima.com
Sedangkan, pada Trickling Filter yang berbentuk persegi menggunakan lengan – lengan yang
mempunyai nozzle yang tetap (fixed nozlle) atau tidak berputar.
Trickling Filter| 5
Pada bangunan Trickling Filter pengolahan pertama sangat diperlukan agar benda – benda kasar
tersaring dan tidak masuk dalam pengolahan Trickling Filter, karena akan mengganggu proses.
Lapisan yang terbentuk pada media batu atau plastik di dalam Trickling Filter terdiri dari
mikroorganisme untuk menguraikan bahan – bahan substrat yang akan diremoval dari air limbah. Proses
biologis yang terjadi di Trickling Filter ini adalah proses aerobik dan adanya bakteri fakultatif Bakteri
fakultatif adalah bakteri yang pertama kali mengikat bahan–bahan organik yang ada dalam air limbah.
Juga bersamaan dengan bakteri aerobik dan an-aerobik), jamur, algae, dan protozoa. Terdapat juga
binatang yang lebih besar seperti larva serangga.
Proses yang terjadi pada Bangunan Trickling Filter
Bahan-bahan organik yang ada dalam air limbah diuraikan oleh mikro-organisme yang
menempel pada media filter. Bahan organik sebagai subtrat yang terlarut dalam air limbah diadsorbsi ke
dalam biofilm atau lapisan berlendir.
Pada bagian luar lapisan biofilm, bahan organik kemudian diuraikan mikroorganisme aerobik.
Pertumbuhan mikroorganisme akan mempertebal lapisan biofilm. Oksigen yang terdifusi dapat
dikonsumsi sebelum biofilm mencapai ketebalan maksimum. Pada saat mencapai ketebalan penuh
maka oksigen dapat mencapai penetrasi secara penuh, sehingga pada bagian dalam atau pada
permukaan media akan berada pada kondisi an-aerobik.
Pada saat lapisan biofilm mengalami penambahan ketebalan, bahan organik yang diadsorb
dapat diuraikan oleh mikroorganisme, namun tidak mencapai mikroorganisme yang berada di
permukaan media. Dengan kata lain tidak tersedia bahan organik untuk sel karbon pada bagain
permukaan media, sehingga organisme sekitar permukaan media mengalami fase endogenous
(kematian). Pada akhirnya mikroorganisme sebagai biofilm tersebut akan lepas dari media. Cairan yang
masuk akan turut melepas / mencuci dan mendorong biofilm keluar. Setelah itu lapisan biofilm baru
akan segera mulai tumbuh. Fenomena lepasnya biofilm dari media disebut sebagai sloughing dan hal ini
berfungsi sebagai beban organik dan beban hidrolik pada Tricking Filter tersebut. Beban hidrolik
(Hydroulic Loading) memberikan kecepatan daya gerus biofilm, sedangan beban organik (Organic
Loading) memberikan kontribusi pada laju metabolisme dalam biofilm.
Trickling Filter| 6
Trickling Filter terdiri dari suatu bak dengan media permeabel untuk pertumbuhan
mikroorganisme. Berikut ini adalah kriteria desain dari Trickling Filter:
- Rock or slag beds : Diameter dapat mencapai 60,96m (200 ft), kedalaman sekitar 0,9-2,4m (3-8 ft)
dengan ukuran batu yang bervariasi yaitu 2,5-10,2cm (1-4 inc). Kebanyakan media menggunakan
batu dapat menyediakan 149m2/m3 untuk area permukaan dan 40% ruang kosong.
- Plastik : diameter 6-12m (20-40 ft) dengan kedalaman 4,3-12,2m (14-40 ft).
Dalam mendesain sistem Trickling Filter untuk air limbah juga perlu didesain juga sitem distribusinya.
Rotary hydraulic distribution biasa digunakan sebagai standar dalam proses ini, namun fixed nozzle juga
biasa digunakan pada reaktor yang berbentuk persegi atau persegi panjang. Berikut adalah empat
kategori desain filter berdasarkan beban organik, beban unit cairan, dan kemampuan recycle dari
Trickling Filter:
- Low-rate Filters :
Filter yang dikembangkan pertama kali dengan beban organik 200-800 lb BOD5/ac-ft-day (5-20 lb
BOD5/1000ft3-day) dan kemampuan recycle-nya hanya sementara seperti pada malam hari saat air
limbah tidak memadai untuk melakukan rotatory distributor. Biasanya Low-rate trickling filters
hanya memiliki satu tahapan saja. Low-rate trickling filters ini dapat mencapai penghilangan BOD5
sampai 90%-95% dan dapat menitrifikasi lebih baik walaupun volume media yang dibutuhkan lebih
besar. Low-rate Trickling filters ini dapat menghasilkan 12-25 mg/l BOD5 dan hasil nitrifikasi yang
baik.
- Intermediate Rate Filters :
Filter ini tidak terlalu umum digunakan dan mungkin atau tidak mungkin untuk melakukan recycle
yang berkelanjutan. Recycle dapat dilakukan selama aliran air rendah untuk mengubah rotatory
distributor. Intermediate Rate Filters memiliki satu atau dua tahapan selama prosesnya. Pada dua
tahapan mampu menghilangkan BOD5 sebanyak 85%-90%. Effluent yang dihasilkan akan memiliki
konsentrasi 20-30 mg/l BOD5.
- High-rate Trickling Filters:
Menggunakan filter ini proses recycle dapat berlangsung secara terus menerus. Sistem high-rate ini
dapat memiliki satu dan dua tahapan. Pada satu tahapan dapat menghilangkan BOD5 mencapai
75%-80% dan nilai effluennya adalah 40-50 mg/l BOD5. Sedangkan pada dua tahapan dapat
menghilangkan BOD5 sampai 85%-90% dan effluen 20-30 mg/l BOD5. Pada High-rate Trickling Filters,
bahkan yang memiliki 2 tahapan tidak dapat menghasilkan nilai nitrifikasi yang tinggi pada effluent.
Trickling Filter| 7
- Super-rate Trickling Filters :
Memiliki proses recycle yang berkelanjutan. Media yang digunakan selalu plastik sintetis yang
memiliki luas permukaan yang lebih besar 2 sampai 5 kali dari media batu. Karena pertumbuhan
bakteri berbanding lurus dengan luas permukaan, maka pertumbuhan bakteri pada media plastik
juga 2-5 kali lebih baik dari media batu.
Trickling Filter biasanya dibangun menggunakan tangki dengan beton yang kokoh dan dengan
diameter 10-250 ft (3-76m). Interval standar diameter adalah 5 ft(1,52m). Air limbah didistribusikan
pada bagian atas dengan suatu lengan distributor yang dapat berputar. Filter juga dilengkapi dengan
underdrain untuk mengumpulkan biofilm yang mati untuk kemudian diendapkan dalam bak
sedimentasi. Bagian cairan yang keluar biasanya dikembalikan lagi ke Trickling Filter sebagai air
pengencer air baku yang diolah.
Filter Performance:
Persamaan kinetik ini ditemukan oleh Velz (1948). Dia mengamati bahwa laju penyisihan materi organik
per interval kedalaman adalah berbanding lurus dengan sisa bahan organik yang dihilangkan.
Dimana :
LD = removable ultimate first stage BOD concentration
L = removable ultimate first stage BOD concentration applied to the bed
k = rate constant
D = depth of bed (ft, m)
Pada row-rate filters, Veltz menemukan nilai k adalah 0,175.(0,574) dan penyisihannya dapat
mencapai 90%. Untuk high-rate filters dapat menyisihkan 78,4% dan nilai k adalah 1,505(0,494).
Kemudian Veltz mengembangkan rumus tersebut menjadi k2=k20.1047T2 dimana k2 konstan pada suhu
T2⁰C dan k20 konstan pada suhu 20⁰C, untuk koreksi bahwa kecepatan akan konstan walaupun terjadi
perubahan suhu.
Trickling Filter| 8
Eckenfelder (1970) mengembangkan persamaan tersebut menjadi:
Dimana :
St = konsentrasi substrat pada filter effluent (m/v)
S0 = konsentrasi substrat dan filter (m/v)
K = konstant
AS = spesifik luas permukaan (luas/volume)
D = kedalaman filter
QL = beban unit cairan atau beban permukaan
m,n = konstanta eksperimen (nilai n tergantung dari karakteristik aliran dan biasanya sekitar 0,5-0,6)
Salah satu persamaan kinetik yang paling sering adalah:
Dimana :
C = 2,5 untuk satuan USCS dan 5,358 untuk satuan SI
Nilai St dan S0 menggambarkan flowsheet dan jika tidak terjadi recycle maka St=S0.
Pada umumnya Trickling Filter tidak dapat mengurangi BOD lebih dari 85%. Namun, secara umum lebih
mudah dan lebih murah dibandingkan proses lumpur aktif.
Kelebihan menggunakan Trickling FIlter:
o Tidak memerlukan lahan yang terlalu luas serta mudah pengoperasiannya,
o Sangat ekonomis dan praktis,
o Tidak membutuhkan pengawasan yang ketat,
o Suplai oksigen dapat diperoleh secara alamiah melalui permukaan paling atas media,
Trickling Filter| 9
Kekurangan menggunakan Trickling FIlter :
o Tidak bisa diisi dengan beban volume yang tinggi mengingat masa biologi pada filter akan bertambah
banyak sehingga bisa menimbulkan penyumbatan filter,
o Timbulnya bau yang tidak sedap,
o Prosesnya sering terganggu oleh lalat-lalat yang datang menghampiri.
gbr. Aliran pada trickling filter
Sumber: Reynold/Richards
Kriteria desain Trickling Filter:
Tabel 1. Kriteria desain
Aplikasi Loading Effluent quality
Unit Range Unit Range
Secondary
treatment Kg BOD/m3.d 0,3-1,0
BOD, mg/L 15 – 30
TSS, mg/L 15 – 30
Combined BOD
removal and
nitrification
kg BOD/m3.d 0,1-0,3 BOD, mg/L < 10
g TKN/m2.d 0,2-1,0 NH4N, mg/L <3
Tertiary
nitrification g NH4N/m2.d 0,5-2,5 NH4N, mg/L 0,5 – 3
Partial BOD
removal Kg BOD/m3.d 1,5-4,0 %BOD removal 40 – 70
Sumber: Metcalf & Eddy
Trickling Filter| 10
Tabel 2. Kriteria desain Trickling Filter
Design
Characteristics
Low or
standar rate
Intermediate
rate High rate High rate Raughing
Type of packing Rock Rock Rock Plastic Rock/plastic
Hydraulic
Loading, kg
BOD/m3.d
1 – 4 4 – 10 10 – 40 10 – 75 40 – 200
Recirculation
ratio 0 0 – 1 1 – 2 1 – 2 0 – 2
Filter flies Many Varies Few Few Few
Sloughing Intermitlent Intermitlent Continuous Continuous Continuous
Depth,m 1,8 – 2,4 1,8 – 2,4 1,8 - 2,4 3,0 – 12,2 0,9 - 6
BOD removal
efficiency, % 80 – 90 50 – 80 50 – 90 60 – 90 40 - 70
Effluen quality Well nitrified Some nitrified No
nitrification
No
nitrification
No
nitrification
Power,
kW/103.m3 2 – 4 2 – 8 6 – 10 6 – 10 10 - 20
Sumber: Metcalf & Eddy
Tabel 3. Kriteria Desain Trickling Filter
Item Low Rate Filter Intermediate Rate
Filter High Rate Filter
Super Rate (Roughing) Filter
Hydraulic loading, gal/min-ft2
MG/acre-day
0,017-0,07 1-4
0,07-0,2 4-10
0,2-0,7 10-40
0,7-3,4 40-200
Organic loading, lb/1000 ft3-day lb/acre-ft-day
5-20 200-800
15-30 650-1300
20-60 800-2600
50-380 2000-16000
Depth, ft 5-10 4-8 3-6,6 14-40
Recirculation ratio 0 0-1 1-3 1-4
Filter Media Rock, slag, etc Rock, slag, etc Rock, slag, synthetic materials
synthetic materials, redwood
Power requirements,
0,07-0,15 0,07-0,03 0,22-0,38 0,38-0,76
Trickling Filter| 11
hp/1000ft3
Filter flies Many Intermediate Few, larvae are washed away
Few or none
Sloughing Dosing Intervals
Intermittent Not more than 5
min (generally intermittent)
Intermittent 15-60 sec
(continous)
Continous Not more than 15
sec (continous)
Continous
Effluent Usually fully
nitrified Partially nitrified Nitrified at low
loadings
Nitrified at low loadings
Sumber: Reynold/Richards
Tabel 4. Trickling Filter dosing rate as a function of BOD loading
BOD loading
kg/m3.d
Operating dose
mm/pass
Flushing dose
mm/pass
0,25 10 – 30 ≥ 200
0,50 15 – 45 ≥ 200
1,00 30 – 90 ≥ 300
2,00 40 – 120 ≥ 400
3,00 60 – 180 ≥ 600
4,00 80 – 240 ≥ 800
Sumber: Metcalf & Eddy
Dengan menggunakan High Rate Filter dengan media rock berdasarkan nilai nitrifikasi yang tidak
diketahui, sehingga memiliki High Rate Filter yang memiliki nilai Nitrified at low loadings.
Trickling Filter| 12
Cara menentukan kriteria desain Trickling Filters:
Diketahui:
Debit
BOD
So : 30% dari BOD awal
St : asumsi BOD removal efficiency
R : asumsi Recirculation Ratio
St : sesuai dengan nilai asumsi
BOD removal efficinecy
Dimensi bak Trickling Filter
Beban Hidrolik:
H : Asumsi sesuai kriteria
Jika nilai q sudah memenuhi
kriteria maka dilanjutkan dengan
menghitung A
Volume Packing:
V = A x H
Waktu tinggal (detention time):
Rotatory Distributor:
Asumsi : wet rate, dosis operasi, dan dosis
flushing sesuai nilai q dan kriteria desain
Desain pompa
Daya pompa:
Efisiensi Pompa:
asumsi sesuai dengan
kriteria pompa
J
i
k
a
t
i
d
a
k
s
e
s
u
a
i
k
r
i
t
e
a
Jika tidak sesuai kriteria
Trickling Filter| 13
Contoh:diketahui
Q = 1500 m3/hari = 17,36 L/s = 0,017 m3/s
BOD = 250 mg/L
Nilai So adalah 30% dari nilai BOD awal karena telah melewati proses primary treatment
Maka So = 70% x 250 = 175 mg/L
Asumsi : BOD Removal Efficiency = 85%
(sesuai dengan tabel 2 sumber : Metcalf & Eddy dengan rentang 60-90%)
Maka St = 15% x 175 = 26,25 mg/L (sisa)
Asumsi : Recirculation Ratio = 1
(sesuai dengan tabel 2 sumber : Metcalf & Eddy dengan rentang 1-2)
Maka dengan nilai efisiensi yang telah ditetapkan diatas dapat ditentukan nilai St :
Perhitungan dimensi bak Trickling Filter :
K1 (domestik) = 0,21 (L/s)0,5/m2 (sumber: Metcalf and Eddy halaman 918)
(sumber: Metcalf and Eddy halaman 918)
Cek K2 untuk temperatur minimal 32 ˚C maka dihitung dengan :
(sumber: Metcalf and Eddy halaman 917)
Trickling Filter| 14
(Hydraulic Loading) Beban Hidrolik :
Asumsi : Depth = 2 m
(sesuai dengan tabel 2 sumber : Metcalf & Eddy dengan rentang 1,8-2)
Beban hidrolik =
(sumber: Metcalf and Eddy halaman 917)
(sesuai dengan tabel 2 sumber : Metcalf & Eddy dengan rentang 10
< q < 40
)
Tower Area :
= 59,86 m2
Volume Packing :
Volume Packing = A x H = 59,86 m2 x 2 m = 119,72 m3
Tower Diameter :
Maka diperoleh diameter =
Diameter = 8,73 m dengan jagaan 0,5 m
Volume packing koreksi :
Pengecekan :
Waktu detensi
Trickling Filter| 15
Rotary Distributor :
Asumsi : wet rate = 1,5 L/m2 (sumber: Metcalf and Eddy halaman 917)
Beban hidrolik = 0,29 L/m2s
Beban sirkulasi = Asumsi wet rate - Beban hidrolik
Beban sirkulasi = 1,5 – 0,29 = 1,21 L/m2s
Ratio resirkulasi = Beban sirkulasi : Beban hidrolik
Ratio resirkulasi (R) = 1
Debit resirkulasi = Q x R = 17,36 x 1 = 17,36 L/s
Dosis operasi = 70 mm/pass
(karena Organic Loading =
, sesuai dengan Tabel 4. Trickling Filter dosing rate as a function
of BOD loading dengan rentang dosis operasi 40-120)
Dosis flushing = 450 mm/pass
(karena Organic Loading =
, sesuai dengan Tabel 4. Trickling Filter dosing rate as a function
of BOD loading dengan rentang dosis flushing ≥ 400)
Jumlah Lengan Rotasi (A) untuk 2 unit
n (flushing) =
n =
= 0,046 rev/min
n (operasi) =
= 0,3 rev/min
Desain Pompa :
Asumsi wet rate = 1,5 L/m2s (sumber: Metcalf and Eddy)
Rate pompa = Wet rate x A = 1,5 L/m2s x 59.86 m2 = 89,79 L/s
Efisiensi Pompa = 80 %
Daya pompa = (1000 x (0.017) x 1000 x 2)/80% = 42500 watt = 42,5 kW
Jika dikonversi menjadi kW/103m3 menjadi :
Trickling Filter| 16
Tabel 4. Kriteria Desain Hasil Perhitungan
Design
Characteristics Kriteria Desain
Type of packing Rock Rock
Hydraulic Loading,
kg BOD/m3.d 10 – 40
Recirculation ratio 1 – 2 1
Filter flies Few Few
Sloughing Continuous Continuous
Depth,m 1,8 - 2,4 2
BOD removal
efficiency, % 50 – 90 80
Effluen quality No nitrification No nitrification
Power, kW/103.m3 6 – 10
Sumber: Olahan Penulis (2014)
Trickling Filter| 17
Referensi :
- Metcalf & Eddy. Wastewater Treatment and Reuse, Fourth Edition. Mc-Graw Hill Higher Education,
2003.
- Metcalf & Eddy. Wastewater Engineering : Treatment Disposal Reuse, Second Edition. Tata Mc-
Graw Hill Publishing Company LTD, New Delhi, 1979.
- http://digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-17462-2308100544-Presentation.pdf
(Diakses pada 05/05/2014 – Pukul : 21.49)
- Dr.Ir.Tri Widjaja, M. Eng. Pengolahan Limbah Cair Secara Biologis 2. Jurusan Teknik Kimia FTI – ITS.
- http://www.pu.go.id/uploads/services/infopublik20130214170612.pdf
(Diakses pada 03/05/14 – Pukul : 11.06)
- http://water.epa.gov/scitech/wastetech/upload/2002_06_28_mtb_trickling_filter.pdf
(Diakses pada 03/05/14 – Pukul : 11.07)
- http://water.me.vccs.edu/courses/env110/lesson15.htm
(Diakses pada 03/05/14 – Pukul : 11:08)
- http://onlimo.bppt.go.id/Publikasi/BukuAirLimbahDomestikDKI/BAB6TRICKLINGFILTER.pdf
(Diakses pada 05/05/14 – Pukul : 12.05)
- http://www.staffs.ac.uk/schools/sciences/consultancy/dladmin/zCIWEMWWT/Activity5/act5.html
(Diakses pada 10/05/2014 – Pukul : 18.58)
- http://kusterszima.com/kusters-water/products/biological/trickling-filter-rotary-distributors/
(Diakses pada 10/05/2014 – Pukul : 20.35)
RANGKUMAN UNIT OPERASI DAN PROSES
PENGOLAHAN LUMPUR
PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
2014
Andrew Alexander 1006680663
David Immanuel Siahaan 1006773811
Dila Anandatri 1006680764
Dhiyondi Arnosa 1106054643
Hanindito Andhika 1106015850
SLUDGE THICKENING
Pada banyak instalasi pengolahan limbah, terutama yang berskala besar, lumpur fresh
melalui proses thickening dengan tujuan untuk meningkatkan kandungan solid sebelum menuju
proses digestion. Thickening sebelum digestion menjadi lebih umum dilakukan karena ini
mengurangi volume lumpur fresh, dengan demikian ini akan memperkecil ukuran digester yang
dibutuhkan, dan jumlah supernatant liquor yang harus dibuang. Thickening bisa dilakukan dengan
gravity thickener, yang merupakan paling banyak digunakan, atau dengan menggunakan centrifuges
(mesin pemutar). Gravity thickener hampir sama dengan circular clarifiers; tipe yang paling umum
mempunyai pickets vertikal yang dipasang pada trusswork untuk bagian bawah scraper blades.
Pickets memanjang sampai setengah dari kedalaman tangki, dan ketika pickets menyapu lumpur
maka mereka akan memecahkan sludge arching dan melepaskan sebanyak entrained water. Gravity
thickener biasanya mengentalkan lumpur sekitar dua kali dari kandungan solid aslinya, dengan
demikian akan mengurangi volume dari lumpur fresh sampai sekitar setengah dari volume aslinya.
Surface loading biasanya sekitar 600 sampai 800 gal/day-ft2 (24.4 sampai 32.6 m3/day-m2)
berdasarkan aliran supernatant. Beban solid yang diperbolehkan dalam lb/day-ft2 (kg/d-m2)
tergantung dengan sifat dari lumpur itu sendiri. Thickening dari bermacam-macam lumpur telah
memberikan persen solid dalam thickened flow seperti berikut ini:
1. Raw primary sludges pada 20 sampai 30 lb/day-ft2 (97.6 sampai 146 kg/d-m2) memberikan
8% sampai 10% solid.
2. Campuran raw primary sludges dengan waste activated sludge pada 6 sampai 10 lb/day-ft2
(29.3 sampai 48.8 kg/d-m2) memberikan 5% sampai 8% solid.
3. Campuran raw primary dengan trickling filter humus pada 10 sampai 12 lb/day-ft2 (48.8
sampai 58.6 kg/d-m2) memberikan 7% sampai 9% solid.
4. Waste activated sludge pada 5 sampai 6 lb/day-ft2 (24.4 sampai 29.3 kg/d-m2) memberikan
2.5% sampai 3% solid.
5. Trickling filter humus pada 8 sampai 10 lb/day-ft2 (39.1 sampai 48.8 kg/d-m2) memberikan
7% sampai 9% solid.
TUGAS BESAR UNIT OPERASI DAN PROSES
SLUDGE THICKENER
KELOMPOK 2
AMIRUL AKBAR ROSADI (1106011726)
ANNISA PRAMESTI PUTRI (1106054624)
AVIA RIZKI NOORDIANY (1106015996)
FUJI ASTUTI JALIL (1106022433)
LUCIA LARAS UTARI (1106054681)
PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK 2014
Sludge Thickener
A. Definisi dan Fungsi
Pengolahan lumpur menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari suatu instalasi
pengolahan air limbah ataupun air bersih. Inti dari pengolahan lumpur adalah
mengurangi kadar air, menstabilkan, serta menghilangkan mikroorganisme patogen.
Pengentalan atau thickening merupakan suatu proses untuk memekatkan lumpur dan
mengurangi volume lumpur dengan membuang supernatannya.Supernatan adalah
cairan atau fase cair di dalam lumpur yang akan terpisah dengan fase padatannya.
Contohnya, jika konsentrasi padatan dalam lumpur semula sebesar 3%, maka setelah
melewati proses thickening konsentrasi padatan dalam lumpur akan bertambah
menjadi 6% sehingga terjadi pengurangan volume sebesar 100 % - (
) % = 50%.
Setelah melewati thickener, kadar padatan pada lumpur akan meningkat.
Lumpur yang diolah dalam unit thickener ini merupakan lumpur yang berasal dari dari
bak pengendapan baik primer maupun sekunder dan pengolahan biologis untuk
pengolahan air limbah serta dari unit sedimentasi dan filtrasi untuk pengolahan air
bersih. Pemekatan lumpur untuk air limbah maupun air bersih akan membantu
mengurangi volume residu, meningkatkan kinerja operasional, dan mengurangi biaya
untuk proses penyimpanan, pemrosesan, transfer, dan pembuangan lumpur. Terdapat
beberapa metode thickening yang biasa dilakukan, yaitu :
Metode gravitasi
Metode flotation
Metode setrifugasi
Pengurangan volume yang diperoleh dengan konsentasi lumpur bermanfaat untuk
proses penglahan selanjutnya, seperti digestion, dewatering, drying and combustion.
Dengan memperhatikan:
Kapasitas tangki dan peralatan yang dibutuhkan
Jumlah bahan kimia yang diperlukan untuk sludge conditioning
Jumlah panas yang dibutuhkan oleh digester dan jumlah bahan
bakar tambahan yang dibutuhkan untuk drying atau combustion.
Metode thickening yang cukup terkenal adalah gravity thickening. Sesuai dengan
namanya, gravity thickener berbentuk dan bekerja seperti halnya suatu tangki
pengendap atau clarifier dimana dalam proses ini terjadi pemanfaatan gaya gravitasi
untuk memisahkan air dari dalam sludge.. Padatan dengan densitas tinggi akan
mengendap ke dasar tangki dan membentuk lapisan lumpur yang lebih kental. Unit
ini secara gravitasi akan meningkatkan kadar padatan dalam lumpur menjadi sekitar
6 % – 12%. Secara periodik, endapan lumpur kental yang sudah dipekatkan ini
dikeluarkan dari dasar tangki untuk ditangani lebih lanjut di dalam tahap stabilisasi
atau tahap pemisahan air. Lumpur yang sudah dipekatkan mempunyai sludge volume
ratio (SVR) sebesar 0,5 – 2. SVR adalah volume sludge blanket yang terbentuk di
thickener dibagi dengan volume lumpur yang dibuang. Supernatan yang dihasilkan
dari thickener ini (di zone of clear liquid) masih mempunyai nilai BOD yang besar,
karena itu air dikembalikan ke unit pengolahan limbah agar zat organiknya direduksi.
Unit gravity thickener dapat biasanya berbentuk sirkular yang dilengkapi
dengan dasar kerucut yang terhubung dengan scrapper di dasar Gravity thickener
terbagi menjadi beberapa zona yaitu:
a. Clear zone: zona paling atas yang merupakan
tempat bagi air yang berhasil dipisahkan dari
lumpur untuk kemudian dikeluarkan dari
dalam sistem dan diresirkulasi (dialirkan
kembali) ke sistem pengolahan.
b. Feed zone: zona ini memiliki karakteristik
konsentrasi solid yang seragam.
c. Thickening zone: merupakan zona yang
berada di bawah feed zone.
. Gravity thickener didesain berdasarkan solid loading dan thickener overflow rate.
Beban hidrolis yang tinggi dapat menyebabkan excessive solids carryover.
Sebaliknya, low hydraulic loading dapat menyababkan kondisi septik, bau, dan
floating sludge. Pada saat operasi, sludge blanket dijaga untuk berada di bagian
bawah thickener untuk mempertahankan konsentrasi lumpur
Gambar potongan unit sludge thickener
Tampak atas unit sludge thickener
B. Kriteria Desain
Thickening Pengolahan Air Bersih
Parameter Rentang Nilai
Alumunium Besi Kapur Filter Backwash
Specific gravity dari padatan 1.2 – 1.5 1.2 – 1.8 1.9 – 2.4 1- 1.025
Specific gravity dari lumpur 1.025 – 1.1 1.05 – 1.1 1.01 -1.2
Tidak Ada
kriteria
Volume lumpur 0.1 -3 % 0.1 – 3% 0.3 – 5% 3 – 10%
Kecepatan pengendapan 2.2 – 5.5
m/jam
1 – 5
m/jam
0.4 – 3.6
m/jam
<0.12 m/jam
Beban Solid 15 – 80
kg/hari –m2
15 – 80
kg/hari –
m2
100 -300
kg/hari –
m2
Tidak Ada
kriteria
Diameter Thickener 3 – 50 m 3 – 50 m 3 – 50 m Tidak ada
kriteria
Tinggi Thickener 3- 6 m 3 – 6 m 4 – 6 m Tidak ada
kriteria
Sumber: Mackenzie (2010)
Thickening Pengolahan Air Limbah
Jenis Lumpur
Konsentrasi
Influen
Konsentrasi Lumpur
Setelah Dipadatkan
Hydraulic
Loading
Solids
Loading
Solids
Capture
Overflow,
TSS
% % m3/m2.hari kg/m2.hari % mg/L
Primer 1-7 5-10 24-33 90-144 85-98 300-1000
Trickling filter 1-4 2-6 2-6 35-50 80-92 200-1000
Lumpur aktif 0,2-1,5 2-4 2-4 10-35 60-85 200-1000
Kombinasi
primer
dan lumpur aktif
0,5-2
4-6
4-10
25-80
85-92
300-800
Sumber: Qasim,1985
C. Perhitungan Desain
Perhitungan volume lumpur yang masuk ke unit gravity thickener dan harus
diolah tiap hari berasal dari primary sedimentation, biological treatment, dan
final clarifier:
Volume lumpur (VL) = VL primary sedimentation + VL Pengolahan biologis+ VL
secondary clarifier .................(m3/hari)
Perhitungan berat lumpur yang masuk ke unit gravity thickener dan harus diolah
tiap hari berasal dari primary sedimentation, biological treatment, dan final
clarifier:
Berat lumpur (WL) = WL primary sedimentation + WL pengolahan biologis + WL
secondary clarifier.................................(kg/hari)
Perhitungan persentase solid
Perhitungan dimensi thickener
a. Luas total area yang dibutuhkan adalah
b. Perhitungan beban hidrolik
Beban hidrolik desain adalah 4 m3/m
2hari. Dilakukan pengenceran dengan
penambahan air apabila perhitungan beban hidrolik tidak memenuhi krieria.
c. Perhitungan solid loading
d. Perhitungan dimensi thickener
Diketahui berat jenis larutan air limbah dalam tanki adalah 1,01 kg/m3.
Maka diperoleh luas sebenarnya
e. Perhitungan tinggi
Diasumsikan thickener underflow solid 20%
- Perhitungan fraksi solid di thickening zone
- Perhitungan tinggi thickening
Tinggi jagaan didesain 0,5 m
Tinggi zona air jernih didesain sebesar 1 m, zona pengendapan 2 m.
- total tinggi thickener
- Kedalaman pada pusat unit didesain untuk pengambilan lumpur :
Desain blending tank
a. Dimensi
Waktu tinggal (Td) = x jam
Kedalaman = x m (ditambah jagaan sebesar 0,5 m)
b. Pengadukan dalam blending tank menggunakan paddle
Daya yang dibutuhkan :
G = 60/s µ = 2,004 10-3
N.s/m2 η = 75% (Syed R. Qasim, 1985)
Desain kadar pengambilan lumpur
Jumlah lumpur diambil
kadar pengambilannya adalah
Pengecekan nilai SVR
Daya pompa =
Sumber: Qasim, 1984
1
Anaerobic Digestion
Anggi Atesa 1206216992
Delly Astria Darwin 1206216973
Laurensius Varianka 1206240322
Safira Mayasati 1206240165
Tantri Yessa 1206216802
PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK 2014
2
ANAEROBIC DIGESTION
Anaerobik Digestion atau Pencernaan Anaerobik adalah oksidasi secara biologis materi organik
yang terdegradasi oleh mikroorganisme dalam keadaan anaerobik. Sludge atau lumpur adalah padatan
yang mengendap dan hilang saat cairan dengan suspense solid melewati tangki pengendapan. Macam-
macam lumpur dari sistem pengolahan air limbah :
1. Raw / Primary Sludge adalah lumpur dari primary settling pada air limbah yang belum diolah
2. Waste Activated Sludge adalah lumpur yang diproduksi oleh proses activated sludge
3. Trickling Filter Secondary Sludge / Humus adalah lumpur yang berasal dari pengendapan kedua
trickling filter efluent
4. Secondary Sludge adalah lumpur dari secondary clarifier atau activated sludge atau trickling
filter
5. Fresh Sludge adalah lumpur organik yang belum diolah sama sekali
6. Digested Sludge adalah lumpur yang mengalami oksidasi biologis
7. Dewatered Sludge adalah lumpur yang memiliki kehilangan air yang besar
Perubahan yang dialami lumpur organic secara fisik, kimia, dan biologis pada pencernaan anaerobik,
dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 1. Perubahan Lumpur Organic
Before Digestion (Sebelum Pencernaan) After Digestion (Setelah Pencernaan)
Volatile Solid 45% - 70% (Primary Sludge) Volatile Solid 32% - 48%
65% - 75% (Trickling Filter Humus)
Dry Solid 4% - 6% Dry Solid 8% - 13%
Specific
Grafity 1.01
Specific
Grafity 1.03 - 1.05
Sulit memisahkan air dengan solid, solid akan
terdekomposisi pada keadaan anaerobik
Air akan terpisah dari solid, solid stabil dan tidak
dapat terdegradasi
Warna Tan (Gelap) Warna Kehitaman
Fuel Value 15100 - 18600 kJ/kg Fuel Value 8100 - 9300 kJ/kg
3
Dasar Proses
Anaerobik digestion melepaskan mikroba yang akan berkembang pada suatu lingkungan dimana tidak
ada molekul oksigen dan ada materi organik dalam jumlah besar, seperti reaksi berikut :
Combined Oxygen : CO32-, SO4
-2, NO3-1, dan PO4
-3
End Product : H2S, H2, N2, CO2, CH4
Organic Matter : sebagai sumber makanan mikroba
Langkah yang dilakukan mikroba selama proses pencernaan anaerobic terdiri dari 3 tahapan yaitu :
1. Liquefaction of solids (Pencairan solid)
2. Digestion of soluble solid (Pencernaan solid yang terlarut)
3. Gas production (Produksi gas)
Proses pencernaan (digestion) dilakukan oleh dua kelompok mikroorganisme yaitu :
1. The organic-acid-forming heterotrophs
Menggunakan substrat organik kompleks, seperti karbohidrat (gula, zat pati, dan selulosa atau serat
tumbuhan), protein (bahan makanan dari tumbuhan dan hewan), fats dan oil (minyak tumbuhan
dan minyak hewani), dan produk degradasinya dan memproduksi asam organik.
Penghasil asam organik adalah mikroorgnaisme tana dan anaerob yang fakultatif, yaitu
Pseudomonas, Flavobacterium, Alcaligenes, Escherichia dan Aerobacter. Asam organic yang menjadi
end product dari karbohidrat, protein, fat dan oil biasanya disebut volatile acid.
2. The methane-producing heterothrops
Menggunakan asam organic (organic acid) yang terbentuk sebagai substrat dan memproduksi
metana dan karbon dioksida. Produksi metana berjalan lebih lambat daripada produksi asam dan
memerlukan pH dengan kisaran 6.7 - 7.4.
Gas yang diiproduksi dalam operasi pencernaan adalah 55% - 75% metana, 25% - 45% karbon
dioksda, dan sisa-sisa gas lain seperti hydrogen sulfide, hidrogem dan nitrogen. Penghasil metana
4
adalah bakteri Methanococcus, Methanabacterium, dan Methanoscarcina. Langkah produksi
metana dari solid organic yang ditemukan pada air limbah adalah sebagai berikut :
Gambar 1. Langkah Produksi Metana dari solid organic
Sumber : Reynold/Richards.1996. Unit Operations and Processes in Environmental Engineering Second Edition.
Boston
Konvensional atau digester tingkat rendah memiliki tingkat pengadukan feeding, dan penarikan
lumpur yang berselang-selang. Digester tingkat rendah adalah reaktor biologis dengan aliran semi-
kontinu tanpa recycle. Sedangkan digester tingkat tinggi memiliki pengadukan secara kontinu serta
feeding dan penarikan lumpur yang kontinu atau berselang-selang. Digester tingkat tinggi adalah
reaktor biologis dengan aliran kontinu tanpa recycle.
5
Tabel 2. Parameter Tipe Desain dan Operasional untuk Digester Tingkah Tinggi dan Rendah
Sumber : Reynold/Richards.1996. Unit Operations and Processes in Environmental Engineering Second Edition.
Boston
Tabel 3. Parameter Misophilic Anaerobic Digestion
Sumber : Reynold/Richards.1996. Unit Operations and Processes in Environmental Engineering Second Edition.
Boston
6
Digester tingkat rendah atau konvensional memiliki waktu pengolahan limbah selama 30-60
hari dengan beban organik 0.64-1.06 kg/m3-day dan waktu pengadukan, pemberian seeding dan
pengambilan lumpur yang berselang dalam sistem bertingkat kecuali pengadukan telah selesai. Waktu
penguraian dibutuhkan untuk menguraikan 90% dari padatan yang dapat diuraikan dari lumpur
pertama, sedangkan temperatur penguraian ditunjukan pada tabel.
Tabel 4. Waktu Penguraian
Sumber : Reynold/Richards.1996. Unit Operations and Processes in Environmental Engineering Second Edition.
Boston
Rentang mesofilik dapat mencapai suhu 42.2oC sedangkan rentang termofilik terdapat diatas
42.2oC. waktu penguraian dari penguraian mesofilik akan berkurang seiring dengan bertambahnya
temperatur optimum dimana mencapai 35oC. kenaikan tingkat penguraian dengan kenaikan temperatur
terjadi dikarenakan proses mikroorganisme, pada saat suhu diatas 35oC , waktu penguraian mesofilik
akan meningkat. Dalam cuaca yang dingin, digester akan dipanaskan sampai suhu optimum antara 29.4
oC samaoai 37.8 oC. untuk rentang termofilik, suhu optimum adalah 54.4 oC, sehingga pada banyak
7
percobaan, penguraian termofiliksulit untuk diterapkan karena sensitif terhadap perubahan lingkungan.
Pernguraian konvensional terdiri dari satu tingkat dan memiliki tutup mengambang ataupun tutup yang
tetap. Digester ini memiliki diameter standart 4.57-38.1 m dengan 1.52 m interval. Untuk tutup yang
mengambang, saat lumpur dimasukkan, recycle dilakukan dengan memberikan lumpur yang telah
diuraikan pada lumpur yang baru masuk yang biasanya dilakukan dalam bagian tengah tank dan dalam
kubah gas penutup. Debit yang keluar di kubah gas akan memecah kotoran atau lemak yang
mengambang ke antar permukaan air dan gas. Ketika lumpur ditambahkan, tidak ada supernatan
ataupun lumpur yang teruraikan yang kembali dan lumpur yang baru biasanya ditambahkan secara
teratur. Setelah penambahan lumpur yang baru kedalam tangki, pendaur ulangan lumpur berhenti,
dengan lumpur yang telah diuraikan berada pada bagian bawah digester dan supernatan pada bagian
atas. Air biasanya diberikan selama prosess penguraian dan cairan supernatan diambil dari digester
setiap beberapa hari.
Lumpur yang telah diuraikan biasanya akan diambil selama dua minggu sekali. Apabila digester
menggunakan tempat kering terbuka dan cuaca dalam keadaan hujan, lumpur tidak akan diambil dan
akan tetap didiamkan dalam digester sampai keadaan cuaca memungkinkan. Gas yang dihasilkan selama
proses penguraian akan dikumpulkan dalam kubah yang berada pada tengah tengah tutup yang
mengambang. Jika lumpur ditambahkan selama periode waktu tertentu dan lumpur yang tidak teruraika
serta supernatan diambil maka tutup akan terangkat. Begitu juga saat lumbur yang teruraikan dan
supernatan diambil, maka tutup akan menurun secara perlahan.
8
Gambar 2. Digestion time versus temperature for conventional digester
Sumber : Reynold/Richards.1996. Unit Operations and Processes in Environmental Engineering Second Edition.
Boston
Pada digester dengan tutup yang tetap, terdapat batasa dalam penambahan lumpur baru serta
batasan dari lumpur yang telah diolah dan supernatan yang dapat diambil dalam satu waktu. Ketika
lumpur baru ditambahkan dan tidak ada lumpur yang telah diuraikan serta supernatan yang diambil, gas
akan terkompres dan tekanan maksimum yang diijinkan sebesar 203 mm kolom air. Ketika lumpur atau
supenatan diambil gas akan menyebar dan tekanan akan menurun sehingga tekanan minimum yang
diijinkan sebesar 76mm kolom air. Digester dengan kolom yang tetap memiliki permasalah dengan
lemak yang mengambang pada bagian atas supernatan. Ketika lemak mengering, akan terdapat
akumulasi lemak dan sering menyebabkan masalah operasional. Sehingga penggunaan digester dengan
tutup tetap digunakan apabila populasi penduduk kurang dari 10,000 orang.
9
Gambar3. Floating Cover digester
Sumber : Reynold/Richards.1996. Unit Operations and Processes in Environmental Engineering Second Edition.
Boston
Two Stage Digesters
Sebuah sistem two stage digestersseperti yang ditunjukkan pada 19.1 dan 19.11 biasanya
diberikan ketika populasi desain sekitar 30.000 sampai 50.000 orang. Pada tahap pertama, tindakan
biokimia utama adalah pencairan padatan organik, pencernaan bahan organik terlarut dan gasifikasi.
Pada tahap kedua beberapa gasifikasi terjadi. Penggunaan utama adalah pemisahan supernatan,
10
penyimpanan gas dan dicerna penyimpanan lumpur. Tahap pertama pada digester tingkat tinggi
biasanya menggunakan penutup tetap dan continuous mixing, sedangkan tahap kedua digester
konvensional biasanya menggunakan penutup mengambang dan pencampuran berselang(intermittent
mixing). Pembebanan organik diterapkan pada tahap pertama umumnya besaran lebih besar dari pada
beban diterapkan pada tahap kedua.
Egg Shaped Digesters
Egg Shaped Digestersmerupakan merupakan digester anaerobik tingkat tinggi menggunakan
pompa daur ulang eksternal atau cara lain untuk pencampuran isi digester . Tank-tank terbuat dari
beton bertulang baik atau baja . Egg Shaped Digestersmemiliki beberapa keunggulan dibandingkan
dengan silinder :
1 . Hampir tidak ada grit terakumulasi di dasar tangki karena sisi kerucut begitu
curam yang grit disimpan pada suspensi
2 . Lebih baik pencampuran
3 . Pengendalian yang lebih baik dari sampah di bagian atas digester
4 . Kebutuhan lahan yang lebih kecil
Kelemahan dari digester tersebut dibandingkan dengan yang silinder adalah bahwa:
1 . Lebih mahal
2 . Penggunaan tidak biasa dibatasi karena height restricts , terutama di
dekat daerah pemukiman .
Jika volume digester kurang dari 750.000 gal ( 2840 m3 ) , pencampuran biasanya disediakan oleh draft
tube dan impeller atau draft tube dan pompa jet dalam digester
11
Gambar 4.Egg Shaped High Rate Anaerobic Digester Installation
Sumber : Reynold/Richards.1996. Unit Operations and Processes in Environmental Engineering Second Edition.
Boston
Digester Operation
Kebanyakan digester yang dipanaskan sampai 85 sampai 100 (29,4 sampai 37,8 ) selama
cuaca dingin untuk memberikan waktu pencernaan yang cepat . The digester gas yang dihasilkan dapat
dengan mudah digunakan untuk keperluan pemanasan. Kisaran pH optimum 7,0-7,2 biasanya dapat
dipertahankan jika lumpur segar setiap hari ditambah diunggulkan dengan benar dan penambahan
lumpur dan penarikan tidak berlebihan . Biasanya , pengasaman tidak akan terjadi jika padatan kering
ditambahkan atau ditarik setiap hari tidak melebihi 3 % sampai 5 % dari kering padatan dalam digester .
Pengasaman ditandai dengan penurunan pH , penghambatan bakteri metana , penurunan produksi gas ,
dan penurunan kandungan metana dari gas lumpur . Kemungkinan ada bau busuk , berbusa , dan
lumpur yang mengambang . Pengasaman mungkin sementara dikendalikan dengan menambahkan
kapur untuk meningkatkan pH. Namun , solusi permanen membutuhkan perubahan kondisi lingkungan
sehingga produsen metana tidak terhambat dan pencernaan dapat terjadi .
12
Jika penambahan harian lumpur segar mengandung zat penghambat seperti logam berat , hal
tersebut dapat mengganggu proses pencernaan . Ketika ini terjadi, sumber bahan penghambatan harus
dihilangkan sebelum mengosongkan digester dan me-restartkembali. Supernatan dari minuman keras
adalah air yang dilepaskan selama proses pencernaan , mungkin memiliki BOD5 setinggi 2000 mg/L dan
padatan tersuspensi konsentrasi setinggi 1000 mg/L . Biasanya secara bertahap akan terjadifed backke
influen dan clarifier primer. Tingkat pencernaan yang dicapai dapat diukur dengan penurunan padatan
volatil dan jumlah gas lumpur yang dihasilkan. Tabel 19.2 menunjukkan sebuah hasil dari kondisi umum
untuk mesofilik lumpur pencernaan dan juga memberikan analisis gas dan jumlah produksi gas dalam
digester anaerobik dioperasikan dengan benar .
Digester Volume
Volume mencerna lumpur dalam digester merupakan fungsi dari volume lumpur segar
ditambahkan setiap hari, volume lumpur dicerna diproduksi setiap hari, dan waktu pencernaan yang
diperlukan dalam beberapa hari. Volume tambahan harus disediakan untuk supenatan dari minuman
keras, penyimpanan gas, dan penyimpanan daripencernaan lumpur. Volume yang diperlukan untuk
penyimpanan gas biasanya relatif kecil dibandingkan dengan total volume digester. Percobaan
BatchDigestiontelah menunjukkan bahwa jika supernatan dihapus dari batch mencerna lumpur seperti
yang diproduksi, volume lumpur dicerna tersisa terhadap waktu pencernaan merupakan fungsi
parabola. Untuk fungsi parabola, volume rata-rata adalah volume awal minus dua pertiga perbedaan
antara volume awal dan akhir. Dengan demikian volume mencerna lumpur, Vavg, diberikan oleh
Vavg = V1 – 2/3 (V1-V2) (19.6)
Dimana,
Vavg = rata-rata volume mencerna lumpur ,
V1 = volume lumpur segar ditambahkan setiap hari
V2= volume lumpur dicerna diproduksi setiap hari,
Waktu pencernaan merupakan fungsi dari suhu operasi tangki dan dapat diperkirakan dari 19. 5 untuk
lumpur kota dirawat di digester konvensional atau rendah-tingkat. Penurunan volume lumpur selama
pencernaan terutama karena pelepasan air dari padatan lumpur. Volume total lumpur dalam digester
(baik mencerna dan dicerna sludge) diberikan oleh
Vs = Vavg x td + V2 x ts (19.7)
Dimana,
13
Vs = total volume lumpur,
Vavg = rata-rata volume mencerna lumpur,
td= waktu yang dibutuhkan untuk pencernaan, hari
V2= volume lumpur dicerna,
ts= waktu yang disediakan untuk penyimpanan lumpur, hari
Volume lumpur biasanya menempati bagian bawah digester, dan cairan supernatan menempati bagian
atas digester, sehingga total volume digester, Vt adalah
Vt =2 Vs (19.8)
dimana
Vt = volume total digester,
Persyaratan digester dari sebagian besar Departemen Kesehatan Negara didasarkan pada
volume pencernaan per kapita yang disajikan. Kriteria ini adalah untuk total volume yang dibutuhkan,
yang meliputi mencerna lumpur, supernatan minuman keras, gas, dan dicerna penyimpanan lumpur.
Nilai-nilai khas untuk digester tingkat rendah dan tinggi untuk berbagai jenis lumpur kota ditunjukkan
pada tabel 19.1. Digester juga dapat dirancang atas dasar pembebanan organik yaitu, pon padatan
volatil tambah per hari – day) atau waktu tinggal meancell.Waktu tinggal mean cell,
C, berdasarkan padatan yang dihasilkan per hari di lumpur dicerna diberikan oleh
C=
(19.9)
Dimana,
C= Rata-rata waktu tinggal sel, hari
X = Kilogram dari padatan kering dalam digester
= Kilogramdari hari padat kering hasilper hari dalam lumpur yang dicerna.
Rata-rata waktu tinggal sel juga sering disebut sebagai waktu retensi padatan ( s). Desain
digester tingkat tinggi sering dilakukan dengan menggunakan waktu tinggal sel rata-rata, C. Untuk
digester tingkat tinggi, pencampuran merupakan kontinu, sehingga sistem adalah, aliran kontinu reaktor
biologis tercampur tanpa recycle, karena jumlah sel dalam umpan dari digester diabaikan dibandingkan
dengan sel-sel dalam digester dan dicerna aliran lumpur, rata-rata waktu tinggal sel ( C), kira-kira ama
dengan waktu tinggal hidrolik ( H ), dan juga untuk retensi padatan waktu ( s), seperti mengurangi
rata-rata waktu tinggal sel, waktu minimum ) akan dicapai dimana sel-sel dicuci dari sistem lebih
14
cepat daripada mereka dapat berkembang biak. Nilai-nilai yang disarankan rata-rata waktu tinggal sel
minimum diberikan dalam Tabel 19.3 (McCarty, 1964). Karena waktu tinggal sel minimum )
adalah kondisi kritis. θCjauh lebih lama dari waktu yang minimum. Biasanya, desain rata-rata waktu
tinggal sel adalah 2,5 kali minimum. Volume untuk digester tingkat tinggi diberikan oleh
V = Q C = Q H (19.10)
Dimana,
V = total volume digester,
Q = aliran lumpur segar,
C= desain berarti waktu tinggal sel, hari
H= desain hidrolik waktu tinggal, hari
Tabel 5.Suggested Values of the Minimum Mean Cell Residence Time Sumber : Reynold/Richards.1996. Unit Operations and Processes in Environmental Engineering
Second Edition. Boston
Moisture - Weight Relationship
Berat jenis lumpur basah atau kering (s), tergantung pada content air , kandungan padatan , dan berat
jenis padatan kering , Ss. Persen air atau kadar air ( w) diberikan oleh
w =
(19.11)
Dimana,
w= persen air
= berat air
= berat padatan kering
TEMPERATURE ( )
18 11
24 8
30 6
35 4
40 4
15
Persen padatan ( s) diberikan oleh formula dari
s =( 100 - w ) =
(19.12)
Berat jenis kering padatan lumpur ( Ss) adalah sebuah fungsi dari berat jenis dari fraksi yang mudah
menguap dan tetap. Jika persen bahan volatile Pv dan persen bahan tetap tetap adalah Pf , berikut ini
dapat ditulis :
+
(19.13)
Mengatur ulang Persamaan dar ( 19.13 )
Ss =
(19.14)
Untuk tujuan engineering , berat jenis fraksi volatile (Sv) , dapat dianggap sebagai 1,0 dan fraksi tetap
(Sf) sebesar 2,5 . Substitusi ke Persamaan ( 19.14 ) dan dihasilkan
Ss =
(19.15)
Berat jenis lumpur basah (s), dapat ditentukan dari persamaan
+
(19.16)
Sludge Quantities and solids concentrations
Telah memungkinkan, dari evaluasi sejumlah besar data operasional dan catatan, untuk
membuat perkiraan jumlah lumpur yang diproduksi di rencana pengolahan air limbah kota dan juga
untuk memperkirakan konsentrasi padatan, fraksi stabil dan tetap, dan karakteristik terkait lainnya.
16
Tabel 6. Sludge Solids Contributions and Solid Content
Sumber : Reynold/Richards.1996. Unit Operations and Processes in Environmental Engineering Second Edition.
Boston
Digunakan tanpa banyak reservasi karena mereka telah ditemukan untuk menjadi relatif
konsisten. Namun, kontribusi padatan kering dalam pound per kapita per hari harus digunakan dengan
hati-hati karena mereka bervariasi dari satu plant ke plant. Menentukan pon lumpur primer yang
diproduksi per hari membutuhkan konsentrasi influen padatan tersuspensi, fraksi padatan tersuspensi
dihapus biasanya 0,6 sampai 0,65, dan debit influen dari air limbah.
17
Menentukan pon padatan sekunder dari proses lumpur aktif memerlukan pon BOD5 atau COD dihapus
per hari
Digester Heat Requirement
Pada iklim sedang dan dingin, perlu untuk memanaskan digester selama musim dingin untuk
memantain suhu digester dalam kisaran yang diinginkan. Panas yang diberikan harus cukup untuk
1. Meningkatkan suhu lumpur segar yang masuk ke suhu di digester dan
2. Membuat kerugian panas dari digester melalui dinding, bawah dan penutup.
Panas yang dibutuhkan untuk menaikkan suhu dari lumpur segar yang masuk ke suhu digester adalah
Digester Gas Utilization
Metode yang biasa digunakan untuk mengunakan gas lumpur adalah untuk tujuan pemanasan
dan untuk regenerasi daya. Pembakaran internal bahan bakar atau turbin gas bisa digunakan untuk
mengarahkan kompresor udara, pompa, dan generator untuk produksi listrik. Bila pemanfaatan fasilitas
gas luas, seharusnya gas tersebut haruslah tergesek agar dapat mengurangi tingkat korosi. Jumlah
18
lumpur yang diproduksi sekitar 65%-100% dari rekrutmen energi untuk unit pengolahan air limbah
perkotaan.
Fertilizer Value of Dried Sludge
Lumpur yang kering karena panas lebih steril dan bisa digunakan di berbagai hasil tanaman,
sebaliknya lumpur yang kering karena udara sebaiknya tidak digunakan pada tanaman yang dikonsumsi
manusia.
Fluid Properties of Sludge
Pergerakan head-loss untuk lumpur organik limbah perkotaan diestimasikan dengan formula
hidrolik, seperti dengan persamaan Hazen-Williams. Head loss bergantung pada lumpur natural, tipe
aliran, bahan padatan, dan suhu. Lumpur aktif biasanya mempunyai bahan padatan dari 0.5% sampai
1.5%. Persamaan Hazen-Williams untuk aliran popa adalah:
Di mana:
V = kecepatan (m/s)
C = 1.318 untuk satuan USCS dan 0.8464 untuk satuan SI
CHW = koefisien gesek Hazen-Williams
R = jari-jari hidraulik
S = kemiringan gradien energi
Sludge Thickening
Dalam beberapa pengolahan limbah perkotaan, lumpur ditebalkan untuk peningkatan bahan
padatan dalam pengolahan lumpur. Penebalan dapat diselesaikan dengan penebalan gravitasi, yaitu
yang biasa digunakan, atau dengan sentrigugal. Penebalan gravitasi biasanyamembuat penebalan
lumpur sebesar dua kali dari bahan padatan awal, yang akan membuat terjadinya penurunan volume
lumpur sekitar setengah dari volume aslinya. Surface loading biasanya 600 sampai 800 gal/day-ft2 (24.4
to 32.6 m3/day-m2) berdasarkan aliran permukaan. Penebalan berbagai macam lumpur ditunjukkan
dalam penebalan aliran:
1. Lumpur primer pada 20 - 30 lb/hari-ft2 (97.6 - 146 kg/hari-m2) menyebabkan terdapatnya 8% -
10% padatan
2. Campuran lumpur baku dan limbah lumpur aktif pada 6 - 10 lb/hari-ft2 (29.3 – 48.8 kg/hari-m2)
menyebabkan terdapatnya 5% - 8% padatan
19
3. Campuran lumpur primer dan trickling filter humus pada 10 - 12 lb/hari-ft2 (48.8 – 58.6 kg/hari-
m2) menyebabkan terdapatnya 7% - 9% padatan
4. Limbah lumpur aktif pada 5 - 6 lb/hari-ft2 (24.4 – 29.3 kg/hari-m2) menyebabkan terdapatnya
2.5% - 3% padatan
5. Ttickling filter humus pada 8 - 10 lb/hari-ft2 (39.1 – 48.8 kg/hari-m2) menyebabkan terdapatnya
7% - 9% padatan (EPA, 1979).
Sludge Dewatering
Pengolahan lumpur anaerobik dapat dikeringkan dengan cara pengeringan udara, penyaringan
vakum, mesin pemutar, penyaringan tekan, dan kolam lumpur. Lumpur dengan pengeringan udara pada
kolam pasir dapat memiliki bahan padatan sebesar 30%-45% dan dapat menghilangkan padatan sekali
sebesar 25%.
Penyaringan vakum yang berasal dari kondisi pengolahan kimia lumpur primer pada
penyaringan loading 5 – 8 lb/hr-ft2 (24.4 – 39.1 kg/h-m2) dapat memproduksi sampai 25% - 32%.
Sedangkan Penyaringan vakum yang berasal dari kondisi kimiawi pengolahan campuran dari lumpur
primer dan sekunder di filter loadings pada 3.5 – 6 lb/hr-ft2 (17.1 – 29.3 kg/h-m2) dapat memproduksi
sampai 14% - 22%. Mesin pemutar pada kondisi kimia pengolahan lumpur primer dapat memproduksi
sebesar 28% - 35% padatan dan esin pemutar pada kondisi kimia pengolahan lumpur campuran primer
dan sekunder dapat memproduksi sebesar 15% - 30% padatan.
Ketika sludge lagoons digunakan untuk pengeringan, penambahan pengolahan lumpur adalah
sekitar kedalaman 2.0-ft (0.61-m). Ketika lagoon sudah terisi dengan lumpur kering, lumpur dihilangkan
dan biasanya sekitar 2.2 – 2.4 lb/hr-ft2 (35.3 – 38.5 kg/h-m2).
Referensi :
Reynold/Richards.1996. Unit Operations and Processes in Environmental Engineering Second
Edition. Boston
TUGAS UNIT OPERASI DAN PROSES
RANGKUMAN SLUDGE TREATMENT
ANAEROBIC DIGESTION
Kelompok 4:
Ariessyawtra R.L (1206249750)
Dita Ayu Dwi P (1206216935)
Febriana Sya’ Baniah (1206216866)
Iqbal Zaglul Pasya (1206261491)
Romaita Ardzillah (1206216834)
PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
2014
Anaerobic Digestion | 1
ANAEROBIC DIGESTION
Process Fundamentals
Anaerobic digestion ialah proses dimana mikroorganisme memecah bahan biodegradable
dalam kondisi anerobic (tanpa oksigen). Atau proses biologis yang menghasilkan gas terutama
terdiri dari metana (CH4) dan karbon dioksida (CO2) atau dikenal sebagai biogas. Gas-gas ini
dihasilkan dari limbah organik seperti kotoran ternak, limbah pengolahan makanan, dll.
+ + Energy untuk sel + CH4 + CO2 +
Sumber kombinasi oksigen meliputi CO3-2
, SO4-2
, NO3-1
, dan PO4-3
.
Other end product = H2S , H2 dan N2.
Tiga tahap yang dilalui mikroorganisme selama Anaerobic digestion ialah :
1. Liquefaction of solid ( Pencairan padatan)
2. Digestion atau pencernaan dari padatan yang dapat larut
3. Produksi gas
Dua group mikroorganisma yang menyelesaikan proses digestion atau pencernaan ialah :
1. The organic- acid-forming heterotrops,
Menggunakan substrats yang kompleks seperti korbohidrate, protein , lemak dan minyak
2. The methane –producing heterotophis.
Breakdown dari karbohidrat ialah :
Karbohidrat simple sugar Alcohol Aldehydes orgaic acid
Breakdown dari karbohidrat ialah :
Protein Amino acids Organic Acid NH3
Breakdown dari oil :
Fats and oil Organic Acid
Perincian akhir dari karbohidrat, protein, dan lemak serta minyak biasa disebut dengan sebutan
volatile acids. Reaksi dari bakteri methane ialah :
Organic acid CH4 + CO2
Gas yang di produksi dengan baik oleh proses penyederhanaan ini ialah meliputi 55% - 75%
methane, 25% - 45% karbondioksida, dan jumlah sisanya ialah gas, seperti hydrogen sulfide,
hydrogen dan nitrogen.
Senyawa
Organik
Kombinasi
Oksigen
Anaerobic
MIcroba
Sel baru Other
end
product
Anaerobic Digestion | 2
Gambar 1. Sistematik diagram untuk produksi methan
dari limbah kompleks seperti lumpur hasil limbah domestik
Sumber: Reynold&Richard, 1996
Konvensional atau low rate digester memiliki pengadukan yang sebentar di setiap
bagiannya yaitu pada saat pemasukan lumpur dan pengambilan lumpur kembali. Ketika
pengadukan tidak selesai, maka konten digester membuat stratifikasi. Dan High rate digester
memiliki pengadukan yang berlanjut,
Low Rate Digester
Low rate atau konvensional dogester memiliki waktu proses selama 30 sampai 60 hari,
organik solid loadingnya yaitu 0.64nsampai 1,60 kg/m3 hari, Pengadukan, dan pemasukan serta
pengambilan lumpur yang sebnetar sebentar . Pembuatan stratifikasi akan di terima ketika
pengadukan telah selesai. Untuk konvensional atau flow rate biasanya memiliki single stage.
Tabel 1. Tipe Desain dan Parameter Operasional untuk Standard-Rate dan High-Rate Anaerobic
Digester
Parameter Low Rate High Rate
Digestion time , days 30-60 10-20
Organic Solid Loading (kg
vss/m3day)
0.64-1.60 2.40-6.40
Volume Kriteria (ft3/kapita)
a. Primary sludge 2-3 1
-2
b. Primary and tricking filter
sludge 4-5 2
- 3
c. Primary sludge and waste
actvited sludge 4-6 2
- 4
Mixture of primary and secondary
sludge feed concentration 2-5 4-6
Anaerobic Digestion | 3
Digester underflow 4-8 4-6
Sumber: Reynold&Richard, 1996
High Rate Digester
Pada highrate digester (pengolahan lumpur tingkat tinggi) ada tiga kategori sistem
pengolahan anaerobik . Kategori pertama adalah digester anaerobik konvensional , yang
mencakup dua desain dasar dan satu lagi yang menggabungkan keduanya. Tingkat digester
standar adalah sistem pengobatan yang paling dasar. Mencampur sampah semata-mata oleh
gerakan gas melalui materi padat dan ke bagian atas tangki ; tidak ada pencampuran eksternal .
Proses ini sangat tidak efisien , untuk itu menggunakan hanya 50 persen dari volume total limbah
, dan membutuhkan padatan yang sangat panjang waktu retensi ( SRT ) , biasanya lebih besar
dari 30 hari ( Owen , 212 ) .Digester tingkat tinggi membutuhkan waktu pencernaan 10-20 hari
dan pemuatan padatan oraganik 0.15 sampai 0.40 vss/day ft3 (2.40 sampai 6.40 kg/hari m
3).
Untuk memperbaiki digester tarif standar , insinyur menciptakan digester tinggi tingkat
yang menggabungkan pencampuran eksternal untuk proses. Pencampuran tambahan ini
meningkatkan proses sangat dengan mengurangi SRT diperlukan untuk antara 6 dan 30 hari
sambil meningkatkan tingkat pembebanan organik sekitar 5 kali .
Gambar 2. High Rate Digester
Sumber: www.fao.org
Two Stage Digester
Tahap kedua digester merupakan kombinasi dari tinggi dan standar digester tingkat ,
menempatkan digester tinggi tingkat sebelum tingkat digester standar. Susunan ini dilakukan
untuk “ menebal “ limbah pada langkah kedua dan bantuan dalam pengumpulan gas digester .
Namun demikian , sistem ini sering gagal untuk benar-benar memisahkan sampah , membuat
pengaturan ini tidak efisien dan tidak praktis ( Metcalf & Eddy , 612 ) .
Anaerobic Digestion | 4
Egg Shaped Digester
Digester berbentuk lonjong ini menyerupai telur ditempatkan secara vertikal
diujungnya.Egg shaped ini digunakan oleh negara Jepang dan beberapa negara diEropa dan
Amerika.
Pada digester yang berbentuk lonjong ini menawarkan beberapa keuntungan :
Hampir tidak adanya grit yang terakumulasi didasar tangki karena sisinya yang kerucut
yag begitu curam dan gritnya yang disimpan didalam suspensi
Pengadukan yang lebih baik
Pengontrollan sampah yang lebih baik diatas digester
Pemakaian lahan/tempat yang kecil
Kerugiannya atau kekurangan dari silinder ada dua :
Harganya yang lebih mahal
Tingginya yang biasa mereka membatasi penggunaannya terutama di dekat daerah
pemukiman
Gambar 3. Digester operation
Sumber: www.esru.strath.ac.uk
Pada biasanya digester menggunkan pemanasan suhu 85oF sampai 100
oF (29
oC sampai
37.8oC) pada suhu yang dingin diberikan kecepatan untuk waktu pencernaan.tujuannya adalah
untuk mempermudah produksi pemanasan.Jarak pH yang umum digunakan adalah 7-7.2 yang
bisa diatur untuk lumpur yang masih segar atau baru.Biasanya pengoksidasian tidakakan terjadi
pada solid yang kering tidak melebhi 3%-5% didalam digester.Cairan supernatant adalah air
yang dikeluarkan selama proses pencernaan,menggunakan BOD5 sebesar 2000 mg/l dan
consentrai padatan yang tersusensi sebesar 1000 mg/l.biasanya makanan akan kembali ke
primary clarifier secara bertahap.
Anaerobic Digestion | 5
Digester Heat Requirements
Panas yang diberikan ke dalam digester harus meningkatkan temperatur lumpur baru
yang masuk untuk disesuaikan temperaturnya dengan digester dan mengganti panas yang
hilang selama proses melalui dinding, dasar, maupun penutup dari digester. Biasanya
panas yang diperlukan untuk memanaskan lumpur yang baru masuk lebih besar
dibandingkan dengan panas yang dibutuhkan untuk mengganti panas yang hilang dalam
digester
Panas yang dibutuhkan untuk memanaskan lumpur yang baru masuk dapat dihitung
dengan menggunakan rumus:
dimana
Qs = Btu/hr (J/h) required
P = Pounds (kg) of fresh day sludge solids added per day
Ps = percent dry solids in the fresh sludge
Td = temperature in digester, oF (
oC)
Ts = Temperature of the fresh sludge, oF (
oC)
Cp = specific heat constant, equal to 1.0 Btu/lb-oF (4200 J/kg-
oC)
Panas yang dibutuhkan untuk mengganti panas yang hilang dapat dikeathui dengan
rumus:
dimana
Qd = Btu/hr (J/h) required
C = coefficien of heat flow, Btu/ft2-
hr-oF (J/m
2-h-
oC)
A = surface area, ft2 (m
2)
ΔT = difference between the tank temperature and the outside materialbeing
considered, oF (
oC)
Anaerobic Digestion | 6
Metode yang sering digunakan untuk memenuhi kebutuhan panas dalam digester ini
adalah dengan menggunkan pemanas air atau heat exchanger seperti gambar 1
Gambar 1. Externally Heated Digester
Masalah yang sering dihadapi dalam heat exchanger ini adalah adanya lapisan lumpur
yang mengendap dalam pipa sehingga dapat menurunkan efisiensi termal dari heat
exchanger tersebut.
Pemanfaatan gas digester
Metodeyang biasa dilakukan dalam pemanfaatan gas lumpur hasil proses dalam
digester adalah untuk tujuan pemanasan atau pembangkit daya listrik. Untuk
pemanfaatan dengan menggunakan mesin pembakaran internal atau turbin gas, gas
yang dihasilkan harus melalui proses scrubbing terlebih dahulu untuk mengurangi sifat
korosifnya. Mesin tersebut dapat digunakan untuk menggerakkan kompresor udara,
pompa, dan geerator untuk produktifitas elektrik.
Jumlah produksi gas yang dihasilkan oleh digester dalam suatu unit pengolahan
limbah domestik dapat memenuhi 65%-100% kebutuhan energi tergantung pada
secondary treatment yang digunakan.
Anaerobic Digestion | 7
Sisa dari gas lumpur dalam digester yang tidak digunakan biasanya habis terbakar
dalam prosesnya
Pengumpulan gas dan sistem sirkulasi untuk pemanfaatan gas ini harus mempunyai
peralatan yang aman seperti perangkap kondensat, katup pengatur tekanan, mesin,
turbin, dan saluran pembuangan limbah gas.
Fertilizer value of dried sludge
Lumpur hasil pengolahan digester tidak digunakan begitu saja sebagai pupuk dengan
alasan higienis dan masalah estetika
Lumpur hasil digester yang telah dikeringkan tidak digunakan untuk tanaman yang
dimakan mentah oleh manusia seperti sayur-sayuran
Lumpur ini juga dapat digunakan sebagai penyubur tanah
Fluid properties of sludge
Nilai total kehilangan friksi tergantung pada keadaan lumpur seperti tipe aliran,
kandungan zat padat, dan temperatur.
Nilai kehilangan gesekan friksi dalam unit pengolahan limbah doemstik dapat
diestimasi dengan formula hidrolik seperti persamaan Hazen-Williams berikut
dimana
V = velocity, ft/sec (m/s)
C = 1,318 for USCS units and 0,8464 for SI units
CHW = Hazen William friction coefficient
R = hydraulic radius, ft (m)
S = slope of the energy gradient
Anaerobic Digestion | 8
Referensi
Metcalf and Eddy. 2003. Wastewater Engineering Treatment and Reuse Fourth Edition.
McGraw-Hill Companies, Inc.
Reynolds and Richards. 1996. Unit Operation and Processes in Environmental Engineering
Second Edition. Boston: PWS Publishing Company.
www.esru.strath.ac.uk
www.fao.org
Anaerobic Digestion
Kelompok : 5
Nama Kelompok : Astrid Astari (1206247341) Ayu Meiliasari (1206246465) Gisda Pratika Sari (1206241786) Jonathan M. Sitorus (1206261503) Monica Fakhrizal (1206216891)
I. Pendahuluan
Anaerobic digestion atau pencernaan anaerob merupakan proses yang paling umum digunakan
untuk menguraikan air limbah yang terkandung dalam lumpur primer. Lumpur primer ialah padatan
yang mengendap dari air limbah pada tangki pengendapan setelah air limbah melewati grit
chambers/ruang grit. Endapan material menunjukkan 40% sampai 60% padatan tersuspensi yang
terdapat pada air limbah. Hal ini menunjukkan terdapat 25% sampai 35% BOD pada air limbah tersebut.
BOD adalah ukuran dari bahan organik biodegradable dalam air limbah. BOD ditentukan dari
jumlah oksigen yang diperlukan untuk memetabolisme bahan organik dalam air. Lumpur sekunder dari
clarifier juga dialirkan menuju digester. Lumpur sekunder dihasilkan saat aliran dari tangki pengendapan
masuk ke dalam ruang aerasi dan bakteri aerob mengubah organic terlarut menjadi karbondioksida, air
dan padatan. Padatan tersebut kemudian mengendap pada clarifier.
Anaerobic digestion lebih disukai untuk mengurangi beban organik yang tinggi pada lumpur
primer karena pertumbuhan pesat biomassa yang akan terjadi apabila lumpur diolah secara aerob.
Dekomposisi aerob menghasilkan biomassa yang jauh lebih kecil dari proses aerob. Anaerobic digestion
juga mengubah lumpur sebanyak mungkin sebagai hasil akhir produk, seperti cairan dan gas ketika
menghasilkan residu sesedikit mungkin. Cairan dalam bentuk supernatant dari digester dikirim kembali
melalui mesin industri untuk pengolahan selanjutnya. Oleh karena itu, pada fasilitas pengolahan limbah,
proses aerob dan anaerob bekerja sama untuk mendapatkan BOD removal di atas 95%.
Anaerobic digester lumpur dirancang untuk mendorong pertumbuhan bakteri anaerob,
khususnya metana mnghasilkan bakteri yang dapat menurunkan padatan organic dengan mereduksinya
menjadi zat terlarut dan gas, sebagian besar karbondioksida dan metana.
Terdapat 3 tahap pada anaerobic digestion. Tahap pertama yaitu produksi karbondioksida dan
asam organic dari fermentasi. Tahap kedua ialah metabolisme asam organic menjadi hydrogen,
karbondioksida dan asam organic lainnya. Tahap ketiga menggunakan produk dari hasil tahap
sebelumnya untuk menghasilkan metana dari karbondioksida, hydrogen, dan asam asetat. Lumpur yang
tersisa relative stabil dan inert. Dari 50% sampai 60% organic dimetabolisme oleh kurang dari 10%
biomassa yang terkonversi.
Proses anaerob terdiri dari 2 tipe dasae bakteri, yaitu pembentuk asam dan pembentuk metana.
Pembentuk asam adalah bakteri fakultatif anaerob dan termasuk organisme yang melarutkan padatan
orgnik melalui proses hidrolisis. Produk yang larut kemudian difermentasi menjadi asam dan alcohol
dengan berat molekul rendah. Pembentuk metana merupakan anaerob sempurna yang mengkonversi
asam dan alcohol bersama dengan hidogen dan karbondioksida menjadi metana.
Stabilitas dari proses anaerob sulit untuk dipertahankan karena keseimbangan untuk beberapa
populasi mikroba diperlukan. Penghasil metana sensitive terhadap kondisi. Mereka akan terpengaruh
oleh perubahan pH pada digesting sludge.
II. Deskripsi Anaerobic Digestion Process
Tujuan dari proses anaerob ialah untuk mengkonversi lumpur untuk mengakhiri produk cairan
dan gas sambil memproduksi biomassa sesedikit mungkin. Proses ini jauh lebih ekonomis dibanding
aerobic digestion.
Anaerobic digestion dilakukan dalam empat tahap:
- Hydrolysis
Pada tahapan ini, molekul organic kompleks dipecah menjadi gula sederhana, asam amino, dan
asam lemak. Pada kebanyakan kasus, biomassa terdiri dari polimer organic yang besar. Pada
digester anaerobic, rantai tersebut harus dipecah menjadi bagian-bagian penyusun yang lebih
kecil untuk mengakses potensi energy material. Proses memecah rantai ini dan melarutkan
molekul yang lebih kecil ke dalam larutan disebut hidrolisis.
- Acidogenesis
Asetat dan hydrogen yang dihasilkan pada tahap pertama dapat digunakan langsung oleh
metanogen. Sedangkan molekul lain seperti asam lemak volatile dengan panjang rantai lebih
besar dari asetat pertama harus mengalami proses katabolisme untuk menjadi senyawa yang
dapat langsung digunakan oleh metanogen. Pada proses ini, asam lemak volatile dihasilkan
bersama dengan ammonia, karbon dioksida, dan hydrogen sulfide, serta produk sampingan
lainnya.
- Acetogenesis
Tahap selanjutnya ada acetogenesis. Di sini, molekul yang telah dihasilkan pada proses
acidogenesa selanjutnya dicerna oleh acetogens untuk menghasilkan sebagian besar asam
asetat, serta karbon dioksida, dan hydrogen.
- Metanogenesis
Tahap terakhir dalam anaerobic digestion adalah proses metanogenesis. Di sini, metanogen
mengubah produk yang telah dihasilkan sebelumnya menjadi metana, karbon dioksida, dan air.
Komponen ini membentuk sebagian besar biogas yang dipancarkan dari sistem.
Berikut adalah persamaan kimia sederhana untuk keseluruhan proses di atas:
C6H12O6 3CO2 + 3CH4
Gambar 1. Tahapan pada Proses Digaster Anaerobic
Sumber: http://www.nnfcc.co.uk/publications/nnfcc-renewable-fuels-and-energy-factsheet-anaerobic-digestion
Ketika beroperasi dengan benar, digester menerima lumpur, primer dan sekunder, dari proses
pengolahan lainnya. Lumpur tersebut kemudian ditahan dalam tangki selama 10 sampai 90 hari
tergantung pada sistem. Lumpur masuk ke dalam digester, kemudian metana, karbon dioksida dan
hidrogen sulfida keluar gas outlet, supernatan, dari air yang dihasilkan oleh proses dan air dalam
lumpur, ditarik seperlunya dan dikirim kembali melalui mesin industri dan lumpur stabil ditarik dari
bawah untuk menuju ke bed pengeringan/drying beds.
Proses Penting
Digester anaerob menggunakan mikroba yang berkembang di lingkungan yang dimana tidak
terdapat oksigen molekular dan terdapat sejumlah besar sengawa organik. Material organik merupakan
sumber makanan dari mikroba dan mereka mengubahnya menjadi material teroksidasi, sel baru, energi
untuk proses hidupnya, dan beberapa produk akhir gas seperti metana dan karbon dioksida
Aksi mikrobial dari combined oxygen berisi 3 tahap:
- Liquefaction of solids (pencairan padatan)
- Digestion of the soluble solids (pencernaan padatan terlarut)
- Produksi gas
Digesti dicapai oleh dua kelompok mikroorganisme, yaitu:
- The organic acid-forming heterothrops
Menggunakan substrat organik kompleks seperti karbohidrat, protein, lemak, minyak &
produk degradasinya, dan produksi asam lemak organik terutama asetat dan propionik dengan
beberapa asam butirat dan valeric.
- The methane-producing heterothrops
Hasil akhir pemecahan karbohidrat, protein, lemak, dan minyak merupakan asam lemak
organik yang biasanya disebut asam volatil. Kebanyakan bakteri pembentuk asam organic
merupakan mikroorganisme tanah dan merupakan anaerob fakultatif. Golongan mikroba yang
biasanya terdapat pda digerter anaerob yaitu; McKinney (1962): Pseudomonas, Flavobacterium,
Alcaligenes, Ascherichia, dan Aerobacter. Kemuadian Methane-producing heterothrops
menggunakan asam organic yang diproduksi dari acid-forming heterothrops sebagai substrat
dan menghasilkan metana dan karbon dioksida.
Gas yang dihasilkan pada digester yaitu sebanyak 55% hingga 75% metana, 25% hingga 45%
karbon dioksida dan memiliki sejumlah jejak gas seperti hydrogen sulfide, hydrogen dan nitrogen.
Beberapa karbon dioksida dari aksi microbial bereaksi dengan air yang tersedia untuk membangun
sistem penyangga bikarbonat. Pada digester, asam organik dimanfaatkan secepat mereka dihasilkan.
Sustem penyangga bikarbonat memberikan fleksibilitas terhadap operasi karena pada limit tertentu,
asam tersebut dapat untuk sementara menghasilkan lebih cepat daripada ia teruraikan dan sistem
penyangga akan mempertahankan pH pada kisaran yang tepat. Jika misalnya sejumlah besar asam
dihasilkan, sistem penyagga akan melemah dan pH akan turun sehingga menghalangi produksi metana.
III. Konfigurasi Digester anaerobik
Digester anaerobic dapat dirancang untuk beroperasi menggunakan sejumlah konfigurasi proses
yang berbeda, diantaranya batch atau kontinyu, suhu (mesofilik atau termofilik), solids content (padatan
tinggi atau rendah), dan kompleksitas (single stage atau multi stage).
- Batch atau Kontinyu
Dalam biomassa, sistem batch ditambahkam ke reactor pada awal proses. Dalam bentuk batch,
proses yang paling sederhana memerlukan inokulasi dengan bahan yang telah diproses untuk
memulai anaerobic digestion. Pada proses ini, produksi biogas akan terbentuk dengan distribusi
normal dari waktu ke waktu. Keuntungan dari batch digestion ini adalah prosesnya yang
sederhana, memerlukan lebih sedikit peralatan, harganya lebih murah disbanding yang lain, dan
biogas yang dihasilkan konstan dikarenakan menggunakan lebih dari satu batch reactor.
- Suhu
Terdapat dua tingkatan temperature untuk anaerobic digester yang menetukan spesies
metanogen dalam digester, yaitu mesofilik dan termofilik digestion. Mesofilik digestion
berlangsung optimal pada suhu 30o-38o C, atau pada suhu kamar antara 20o-45o C, dimana
meshopiles merupakan mikroorganisme utamanya. Termofilik digestion berlangsung optimal
pada suhu 49o-57o C, dimana thermophiles adalah mikroorganisme utamanya.
- Kandungan Padatan
Terdapat 3 tingkatan kandungan padatan untuk anaerobic digaster, yaitu padatan tinggi
(substrat kering-stackable), padatan tinggi (substrat basah dapat dipompakan), dan padatan
rendah (substrat basah dapat dipompakan).Padatan tinggi (kering) digester dirancang untuk
memproses bahan dengan kandungan padatan 25% – 40%. Padatan tersebut dirancang untuk
memproses substrat padat tanpa penambahan air, tidak seperti halnyadigester basah yang
memproses lumpur dengan dipompa. Padatan tinggi (basah) digester memproses slurry yang
tebal dan memerlukan masukan energy yang banyak untuk bergerak serta memproses bahan
baku. Rendah padatan (basah) digester dapat mengangkut bahan melalui sistem pompa
menggunakan standar yang memerlukan masukan energy yang lebih rendah secara signifikan.
- Kompleksitas
Pada single stage digestion system semua reaksi biologis terjadi pada a single sealed reactor
atau holding tank. Single stage digestion memiliki kelebihan dalam mengurangi biaya konstruksi,
namun control yang dihasilkan kurang dari reaksi yang terjadi dalam sistem. Pada multi-stage
(two-stage) digestion system, pembuluh digestion yang berbeda dioptimalkan untuk membawa
control yang maksimum dari bakteri yang hidup dalam digaster.
Gambar 2. Single stage Digester Anaerobic
Sumber: http://water.me.vccs.edu/courses/env108/anaerobic.htm
Gambar di atas menunjukan aerobic digester standar. Reactor untuk anaerobic digester terdiri
dari tangki tertututp dengan penutup rapat udara. Pabrik pengolahan memproses kurang dari
4000 meter3/hari air limbah, dan seringnya menggunakan standar digestion untuk alasan
ekonomis dan operasi yang sederhana. Lumpur terpisah dalam reaktor seperti yang ditunjukkan,
meskipun beberapa pencampuran terjadi di zona pencernaan aktif dan dalam supernatan
karena penarikan dan pengembalian lumpur panas. Sludge diumpankan ke reaktor secara
intermiten dan supernatan ditarik dan dikembalikan ke unit pengolahan sekunder. Lumpur yang
telah dicerna diakumulasi di bawah untuk menunggu removal menuju fasilitas pembuangan
lumpur.
Gambar 3. Two Stage Digerter Anaerobic
Sumber : http://water.me.vccs.edu/courses/env108/anaerobic.htm
Digester tingkat tinggi lebih efisien dan seringnya memerlukan volume kurang dari digester satu
tahap. Pada tahap pertama lumpur secara mekanik dicampur untuk memastikan kontak yang
lebih baik antara organik dan bakteri. Unit dipanaskan untuk meningkatkan tingkat metabolisme
mikroorganisme, sehingga mempercepat proses pencernaan. Pada tahap kedua lumpur
diperbolehkan untuk stratifikasi dan terpisah menjadi lapisan-lapisan. Hanya sedikit gas yang
dihasilkan pada tahap kedua. Tahap kedua tidak melalui proses pemanasan karena produksi gas
tidak terjadi pada tahap ini. Supernatan, sampah dan digested sludge ditarik keluar dari unit.
IV. Jenis-jenis Digester Anaerob
1. Low-Rate Digester
Memiliki waktu digesti 30-60 hari, beban padatan organic 0.64 – 1.60 kg/m3-hari, intermittent
mixing, intermittent feeding, dan penarikan lumpur. Waktu digesti dibutuhkan untuk mencerna 90% dari
padatan degradable pada lumpur primer sebagai fungsi dari temperatur digesti. Kisaran Mesophilic
meluas hingga 108oF, dimana kisaran thermophillic yaitu diatas 108oF. Waktu digesti untuk mesophilic
digestion menurun seiring peningkatan temperatur hingga temperatur optimumnya 98oF. Diatas 98oF
waktu digesti mesophillic akan meningkat. Pada cuaca dingin, digester akan dipanaskan hingga mencapai
suhu optimum, kirasa suhu pemanasan biasanya antara 85oF-100oF. Untuk thermophillic, suhu
optimumnya yaitu 130oF.
Digester ini terdapat stratifikasi vertikal dan lapisannya dapat dibedakan dari atas ke bawah:
- Lapisan Scum terdiri dari bahan non-biodegradable atau biodegradable lambat (seperti daun,
rambut, kain, plastik dll) mengambang di fase cair. Ketika suhu sangat rendah, lapisan ini dapat
menjadi sulit dan menghambat pelepasan biogas yang dihasilkan.
- Supernatan dari fase cair dengan konsentrasi padatan yang relatif rendah yaitu sebagai hasil dari
proses sedimentasi;
- Zona pencernaan aktif, bagian dari digester anaerobik di mana konversi yang sebenarnya bahan
organik menjadi biogas terjadi;
- Distabilisasi lumpur zona: bagian dari digester di mana menumpuk lumpur dicerna dan dari
mana ia dibuang untuk perawatan tambahan atau pembuangan akhir.
2. High-rate Digester
Kinerja digester tingkat tinggi dapat distimulasi oleh beberapa langkah:
a) Continuous Feeding
Pengenalan kontinyu atau semi-kontinyu kelebihan lumpur membantu menstabilkan kinerja digester.
Intermiten feeding dengan frekuensi sekali per hari atau kurang menyebabkan fluktuasi besar dalam
komposisi dan konsentrasi substrat dan mungkin mengakibatkan kecenderungan untuk mengasam.
b) Pencampuran isi reaktor utama
Pencampuran komposisi homogen cairan campuran dalam digester dan meningkatkan kontak antara
biomassa anaerobik dan lumpur berlebih untuk dicerna. Selain itu, senyawa beracun yang mungkin
dengan cepat diencerkan atas volume reaktor keseluruhan, mengurangi kemungkinan terganggunya
keseimbangan fermentasi. Selanjutnya pembentukan lapisan sampah dihindari, sehingga mencegah
bahaya masalah operasional yang serius .
Metode umum untuk pencampuran:
- memompa campuran cairan dengan pompa eksternal , sering dikombinasikan dengan
pertukaran perpindahan panas
- pencampur mekanik internal
- pencampuran dengan daur ulang dari biogas yang dihasilkan
c) Penebalan dan recycling of digested sludge.
Tarp dan Melbinger ( 1967) menunjukkan keuntungan besar recycling digested sludge dan
mencampurnya dengan kelebihan lumpur. Campuran dapat terkonsentrasi ke padatan yang jauh lebih
tinggi kontennya daripada yang mungkin untuk kelebihan lumpur itu sendiri.
d) Pemanasan
Aktivitas metabolisme bakteri dalam proses pencernaan anaerobik meningkat hingga suhu optimal 35-
37 ° C. Ketika pemanasan digester anaerobik diterapkan, produksi metana biasanya digunakan sebagai
bahan bakar. Pertukaran panas internal atau eksternal dapat digunakan.
3. Two Stage Digester
Biasanya dibutuhkan saat populasi disain melebihi 30000 – 50000 orang. Pada stage pertama,
aksi biokimia utama yaitu pencairan padatan organik, pencernaan material organic soluble, dan
gasifikasi. Pada stage kedua, beberapa gasifikasi terjadi akan tetapi kegunaan utamanya yaitu
pemisahan supernatant, penyimpanan gas, dan penyimpanan lumpur digesti. Stage pertama biasnaya
high-rate digester yang menggunakan fixed cover dan pencampuran kontinyu sedangakan stage kedua
biasanya digester konvensional dengan floating cover dan pencampuran intermittent. Beban organik
yang dimasukkan pada stage pertama biasanya beberapa kali lebih besar daripada beban organik yang
dimasukkan pada stage kedua.
4. Egg-shaped Digester
Digester high-rate anaerobic ini menempatkan sesuatu yang menyerupai telur yang
ditempatkan secara vertikal diujungnya. Merupakan high-rate anaerobic digester yang mengunakan
pompa external recycle atau kegunaan lain untuk mencampurkan isi digester. Egg-shaped digester
menawarkan beberapa kelebihan daripada yang silinder yaitu:
- Pada hakekatnya, tidak terdapat akumulasi kerikil halus pada bawah tangki karena sisi kerucut
begitu curam sehingga grit terus tersimpan dalam suspense
- Pencampuran lebih baik
- Kontrol scum lebih baik pada atas digester
- Lahan yang digunakan lebih sedikit
Kekurangannya yaitu:
- Lebih mahal
- Tingginya yang tidak biasa membatasi penggunaannya tertama pada area didekat perumahan
- Jika volume digester kurang dari 2840 m3, pencampuran akan membutuhkan pompa external
recycle
- Untuk volume digester lebih dari 2840 m3, pencampuran biasanya disediakan draft tube dan
impeller.
V. Operasi Digester
Kebanyakan digester dipanaskan dari 85oF hingga 100oF selama cuaca dingin untuk memberikan
waktu digesti yang cepat. Produksi gas digester dapat dengan mudah digunakan untuk memanaskan.
Kisaran pH optimum 7.0 – 7.2 biasanya dapat dipertahankan jika setia harinya lumpur segar yang
ditambahkan kedalam digester deseeding dengan benar dan penarikan lumpur tidak berlebihan.
Biasanya acidification tidak akan terjadi jika padatan kering ditambahkan atau penarikan tiap harinya
tidak melebihi 3% - 5% dari padatan kering pada digester. Acidification ditandai dengan menurunnya pH,
terhalangnya bakteri metana, penurunan produksi gas, penurunan isi metana dari gas lumpur, dan bau
yang busuk, berbuih, dan lumpur yang mengambang. Acidification dapat sementara dikontrol dengan
menambahkan lime untuk meningkatkan pH, akan tetapi solusi permanennya membutuhkan perubahan
kondisi lingkungan sehingga penghasil metana tidak terhalang dan perncernaan dapat terjadi.
Jika penambahan lumpur segar mengandung zat penghalang seperti logam berat, mereka dapat
mengganggu proses digesti. Jika terjadi, sumber zat penghalang harus dihilangkan dengan
mengosongkan digester. Cairan supernatant merupakan air yang dilepas selama digesti. Harus memiliki
BOD5 sebesar 2000 mg/L dan padatan tersuspensi setinggi 1000 mg/L.
VI. Aplikasi Digester Anaerobik
Pada zaman sekarang, teknologi anaerobic digestion banyak diaplikasikan dalam berbagai bidang,
diantaranya yaitu:
- Pengolahan limbah
Anaerobic digestion sangat cocok untuk menguraikan bahan organik dan umumnya digunakan
untuk pengolahan limbah. Di beberapa negara yang mengumpulkan limbah rumah tangga,
penggunaan fasilitas anaerobic digestion ini dapat membantu mengurangi jumalh sampah yang
memerlukan transportasi yang cukup jauh ke TPA. Hal tersebut dapat mengurangi biaya
transportasi serta mengurangi emisi karbon dari kendaraan.
- Pembangkit listrik
Metana dan listrik yang dihasilkan dalam fasilitas anaerobic digestion dapat digunakan untuk
menggantikan energy yang berasal dari bahan bakar fosil, dan dengan demikian dapat
mengurangi emisi gas rumah kaca, karena karbon dalam bahan biodegradable merupakan
bagian dari siklus karbon.
VII. Referensi
- http://www.nnfcc.co.uk/publications/nnfcc-renewable-fuels-and-energy-factsheet-anaerobic-
digestion (diakses pada 28 Mei pukul 01.11)
- http://www.bioprocesscontrol.com/en/products/ampts/overview/?gclid=CKOpvam7zL4CFZcWj
godXkcAzA (diakses pada 27 Mei pukul 23.00)
- http://www.seas.ucla.edu/stenstro/r/r10 (diakses pada 28 Mei pukul 01.20)
- http://www.biogas-info.co.uk/ (diakses pada 27 Mei pukul 01.25)
- http://www.omafra.gov.on.ca/english/engineer/facts/07-057.tm (diakses pada 28 Mei
pukul 01.50)
- http://www.epa.gov/agstar/anaerobic/ad101/anaerobic-digesters.html (diakses pada 28 Mei
pukul 01.57)
TUGAS RANGKUMAN
UNIT OPERASI DAN PROSES
AEROBIC DIGESTION
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 6 : 1. BAYUDHA DESGA PUTRANTO (1206216922)
2. DHANI ANISA R (1206216821)
3. UKHTIY AFIFAH (1206243204)
4. GHANIS MAHDIANA (1206261604)
5. CINDY RUTH MAHARINI (1206255665)
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDONESIA
2014
1. Pengertian/ Definisi Tentang Digester Aerob
Aerobic digestion dapat diartikan sebagai oksidasi biologis dari lumpur organik
pada kondisi aerob (kontak dengan udara). Ada beberapa tipe lumpur yang berhasil
diolah oleh aerobic digestion antara lain adalah : 1) lumpur aktif limbah, 2) lumpur
primer dan lumpur aktif limbah, 3) lumpur sekunder tricking filter (humus), dan 4) )
lumpur primer dan lumpur sekunder tricking filter (humus).
Kelebihan dari aerobic digestion dibandingkan dengan anaerobic digestion
adalah sedikitnya masalah pada operasional, kontrol laboratorium dan pengecekan rutin
yang lebih sedikit, konsentrasi BOD yang lebih rendah di dalam cairan supernatannya,
dan biaya yang lebih murah. Sedangkan kekurangannya adalah energi yang dibutuhkan
lebih besar karena jumlah aerasi dan pengadukan yang cukup besar, kemudia metana
yang seharusnya bisa digunakan oleh produk tidak dihasilkan, dan lumpur yang telah
dicerna memiliki muatan solid yang lebih rendah, selain itu volume lumpur yang
dikeringkan (dewatered) lebih banyak.
Gambar 1. Batch-Operated Aerobic Digester (Sumber : Reynold)
Makanan lumpur masuk dan mengendap di setengah tangki bawah dan
kebanyakan cairan atau supernatan akan menempati bagian setengah tangki atas.
Pengeruk lumpur (sludge rakes) memiliki tiang-tiang vertikal yang dipasang di dalamnya,
sehingga saat pengeruk bergerak maka tiang pengeruk akan mengeruk massa lumpur.
Massa lumpur akan berisi kantong air yang tertahan dan saat tiang melewatinya maka
kantong air akan rusak dan air akan bergerak secara vertikal ke atas menuju cairan
supernatan diatas massa lumpur. Karena kantong air dilepaskan, maka muatan padatan
akan bertambah dan lumpur yang menebal dihilangkan dari bawah tangki. Supernatan
akan meninggalkan bagian atas tangki dan dikembalikan pada bagian awal pengolahan.
Arobic digester biasanya membuituhkan pengental baik di bagian hulu maupun
hilir. Jika lumpur sekunder dikeluarkan pada bagian kepala aliran dari primary clarifier,
muatan padatan akan menjadi 4% hingga 6% sehingga alat pengental (thickener) tidak
lagi dibutuhkan. Di dalam kondisi ini primary clarifier harus berukuran lebih besar, tetapi
biaya tambahan dapat meringankan biaya dari alat pengental. Pada umumnya alat
pengental berada di bagian depan digester, seperti gambar 2. Lumpur yang masih baru
akan mengental sebelum proses digestion yang akan membuat volume digester lebih
kecil dibandingkan volume alat pengental (thickener) jika desain berdasarkan waktu
detensi sludge flow. Jika alat pengental menggandakan konten padatan pada lumpur,
volume digester akan satu setengah dari volume alat pengental.
Gambar 2. Continous-Flow Aerobic Digester System with Thickener Prior to
Digester (Sumber : Reynold)
Gambar 3. Continous-Flow Aerobic Digester System with Thickener
Downstream from Digester (Sumber : Reynold)
Pada gambar 2 dan 3, aerasi akna dihentikan sehingga lumpur akan mengendap
dan mengental sebelum proses removal. Ini akan mengurangi volume lumpur yang akan
dikeringkan sehingga mengurangi biaya daripada pengeringan (dewatering). Lumpur
dapat diambil dari sistem aerasi seperti pada gambar 2 dan 3. Pada gambar 3
pengamnbilan dilakukan dari recycle line dan pengambilan akna terus berlanjut. Aliran
lumpur yang akan diolah konsentrasi solidnya sangat penting untuk dihitung secara
akurat, sebab akan berefek pada desain dari digester, thickener-clarifier, fasilitas
digenster lainnya.
Digester aerob (aerobic digester) adalah unit proses yang difokuskan pada
pengolahan lumpur biologis (bioflok) yang berasal dari IPAL dan berlangsung secara
aerob. Selain itu, digester (baik aerob maupun anerob) ini pun dikelompokkan ke dalam
satu paket pengolah lumpur dengan Imhoff. Tujuan pengolahan dengan digester aerob
adalah meniadakan zat organik tak terlarut dalam kondisi aerob yang bisa dilaksanakan
di dalam tiga kondisi reaktor, yaitu reaktor teraduk sempurna (CSTR, completely stirred
tank reactor) tanpa dan dengan resirkulasi dan reaktor batch. Sistem batch jarang
diterapkan di lapangan tetapi sering digunakan untuk menentukan data desain di
laboratorium. Kinerja CSTR tanpa resirkulasi relatif sama dengan kinerja CSTR dengan
resirkulasi sehingga yang lebih banyak diterapkan adalah CSTR tanpa resirkulasi karena
lebih ekonomis.
Digester aerob ini tampak atasnya berbentuk lingkaran dengan kedalaman
maksimum 5 m. Pengadukan di dalam reaktor diasumsikan sempurna yang transfer
oksigennya berasal dari aerator. Udara bebas juga dapat dijadikan sumber oksigen
dengan cara membuka bagian atas reaktornya. Bisa juga oksigennya berupa oksigen
murni sehingga bagian atas reaktornya ditutup. Pengoperasian instalasi kecil biasanya
dilakukan dengan sistem batch, sedangkan di instalasi besar dilakukan dengan sistem
kontinu sehingga diperlukan unit sedimentasi untuk mengendapkan sludge yang
diolah.
2. Kelebihan dan Kelemahan Digester Aerob
Digester aerob digunakan untuk mengolah lumpur sekunder yang dihasilkan dari
proses lumpur aktif atau trickling filter yang banyak mengandung biosolid dengan reaksi
dekomposisi mikrobiologi. Proses ini dapat digunakan untuk mengolah lumpur primer
dengan syarat kandungan organiknya di atas 60% namun, sebetulnya lebih ekonomis
jika diolah dengan digester anaerob. Ini dilakukan karena kehadiran sejumlah besar zat
organik non-mikrobial yang akan diubah menjadi biomassa sehingga membutuhkan
banyak oksigen pada proses aerob dan membentuk lebih banyak sisa lumpur
dibandingkan dengan digester anaerob.
Di bawah ini adalah beberapa kelebiham digester aerob:
1. Produk akhir olahannya relatif stabil, seperti humus, tidak bau, mudah dibuang.
2. Kadar zat organik terlarut biodegradable sangat sedikit.
3. Karakteristik pengeringan lumpurnya cukup baik.
4. Biaya konstruksinya lebih murah dibandingkan dengan proses anaerob.
5. Jika yang diolah lumpur sekunder, maka efisiensi reduksi zat organik hampir
sama dengan proses digester anaerob.
6. Lebih subur (pupuknya) jika dibandingkan dengan digester anaerob.
7. Konsentrasi limbahnya lebih kecil sehingga tidak perlu sludge thickening.
8. Reaktornya sederhana sehingga relatif lebih murah daripada digester anaerob.
9. Kesulitan operasinya sedikit daripada digester anaerob sehingga tenaga kerjanya
boleh yang kurang terlatih.
Selain keunggulannya tersebut, ada beberapa kelemahan digester aerob:
1. Perlu energi untuk memasok oksigen sehingga biaya operasi-rawatnya lebih
mahal daripada digester anaerob.
2. Reaktor tidak menghasilkan energi biogas karena tidak terbentuk metana.
3. Sludge hasil olahan tidak selalu terklarifikasi dengan baik sehingga
supernatannya mungkin masih mengandung padatan tersuspensi (SS, suspended
solid).
4. Jika digunakan untuk mengolah lumpur primer maka lebih banyak dihasilkan sisa
sludge daripada digester anaerob.
5. Efisiensi bervariasi karena bergantung pada temperatur sehingga perlu ada
kendali temperatur.
3. Pertimbangan dalam Pembuatan Desain dan Kinerja Operasi
Hakikat digester aerob untuk lumpur sekunder adalah CSTR yang hanya menerima
sel mikroba (bioflok). Karena zat organik biodegradable terlarut (soluble) di influennya
sangat sedikit maka reaksi yang terjadi hanyalah celluler death dan decay (kematian dan
kerusakan sel mikroba). Kerusakan sel dapat dinyatakan dengan reaksi orde pertama
sehingga konsentrasi sel di dalam reaktor akan berkurang jika waktu detensi hidrolisnya
bertambah. Kinerja digester ini bergantung pada (minimal) tiga hal dan ketiganya perlu
ditetapkan lebih dulu dalam mendesain digester, yaitu volume reaktor, kebutuhan
oksigen, dan power input. Ketiga hal tersebut ialah:
1. Model matematis
Model ini digunakan untuk menghitung kebutuhan volume reaktor yang juga
berkorelasi dengan luas lahan yang diperlukan. Pada mulanya volume reaktor
dihitung dengan cara volumetric loading (massa VSS per volume harian; VSS: volatile
suspended solid) tetapi dengan perkembangan kinetika proses digunakanlah
rekayasa reaktor, yaitu kombinasi antara persamaan laju reaksi dan neraca massa.
2. Nilai parameter
Persamaan-persamaan desain dapat digunakan jika nilai-nilai parameter atau
konstanta laju reaksi dan kebutuhan oksigennya sudah diketahui. Semua
parameternya ditentukan dengan uji di laboratorium dan diharapkan sama dengan
kondisinya pada skala pilot maupun skala penuh (lapangan). Diantara parameter nya
adalah:
Volatile sludge concentration
Mixed liquor alkalinity
Nitrate concentration
BOD of the digesting sludge
Oxygen uptake rate
3. Pengaruh kondisi lingkungan.
A. Mixing
Jika pengadukannya tidak cukup maka akan terjadi pengendapan di dalam
reaktor sehingga mengurangi volume efektifnya. Hal ini mengakibatkan
terjadinya kondisi anaerob. Pengurangan volume dan kondisi anaerob tersebut
dapat mengurangi efisiensi proses pengolahan.
B. Temperatur
Seperti pada teknologi pengolahan air limbah, pengolahan lumpur secara
bioproses pun sangat bergantung pada temperatur karena melibatkan mikroba
dalam pengolahannya.
C. pH
Sejumlah konstanta laju reaksi bergantung pada pH. Ada studi yang
menyatakan bahwa hasil optimal pengolahan terjadi pada pH 6,5 - 8,0.
Perubahan pH dapat terjadi selama proses digesi akibat nitrifikasi yang
besarnya bergantung pada konsentrasi nitrogen organik dan alkalinitas di
dalam sludge.
Digester aerobik biasanya dibangun sebagai reaktor tercampur sempurna. Reaktor
secara kontinu dapat diberi makan dengan kelebihan lumpur. Tujuan dari pencernaan
adalah untuk mengurangi fraksi bahan organik biodegradable sampai ke level (dalam
praktek antara 10 - 20% dari padatan yang mudah menguap) bahwa lumpur dicerna
dapat dibuang tanpa masalah. Untuk desain digester aerobik faktor-faktor berikut
adalah penting :
1. Arus dan komposisi lumpur yang akan dicerna
2. Fraksi maksimum lumpur aktif yang tersisa setelah pencernaan
3. Suhu pencernaan
4. Konfigurasi lumpur digester aerobik: yaitu jumlah digester secara seri atau
paralel.
Ketiga poin yang diperlukan dalam mendesain digester aerob tersebut tidak serta
merta mudah dalam penerapannya. Digester aerob masih jarang diterapkan. Sebagian
besar literatur tentang digester aerob hanya menguraikan studi laboratorium dan skala
pilot. Hanya sedikit yang datanya berasal dari instalasi yang fullscale. Sekadar contoh,
ada instalasi digester aerob di Canada, terdiri atas tujuh unit dan bersifat CSTR dengan
modus operasi fill-and-draw atau SBR. Waktu detensi hidrolisnya cukup panjang, yaitu
14 s.d 360 hari dengan kecepatan injeksi udara antara 8,4 s.d 30 cfm/1000 ft3 dan
konsentrasi lumpur 20.000 mg/l. Masalahnya, terjadi pengendapan lumpur sehingga
volume efektifnya berkurang dan menurunkan efisiensinya.
Terlepas dari kekurangan itu, ada yang menyatakan bahwa digester aerob dapat
mengolah lumpur sekunder hingga konsentrasi 60.000 mg/l. Betul ataukah tidak,
sebagai hasil perkembangan teknologi di bidang pengolahan lumpur, digester aerob
dapat diapresiasi sebagai alternatif untuk stabilisasi lumpur biologi yang menjadi
konsekuensi logis dalam pengoperasian IPAL.
4. Aerobic Biochemical Equations
Persamaan umum pada biokimia untuk aerobic digestion dari primary sludge adalah
Aerobic microbes Organic matter + O2 new cells + energy for cells + CO2 + H2O + other end products Produk terakhir yang lain adalah NH4
+ , NO2- , NO3
-, dan PO3-3.
Kinetics of Aerobic Biological Oxidation
Dimana,
dX = perubahan
dt = interval waktu
Kd = konstanta degradasi
X = konsentrasi dari biodegradable material di suatu waktu t
Design Considerations
Parameter Design Aerobic Digester
Parameter Value
Hydraulic detention time, days at 20oC
Primary and waste activated sludge or trickling filter sludge 18-22
Waste activated sludge from a biosorption or contact stabilization plant (no primary settling) 16-18
Waste activated sludge 12-16
Minimum design mean cell residence time , θc, days
Primary and waste activated sludge 15-20
Waste activated sludge 10--15
Maximum design mean cell residence time , θc, days 45-60
Solids concentration, mg/l up to 50.000
Organic loading
lb volatile solids per ft3-day 0.04-0.20
(kg volatile solids per m3-day) 0.64-3.20
Volume loading
ft3 per capita 1.5-4
(m3 per capita) 0.043-0.113
Operating temperature >15OC
Volatile solids destruction, % 40-75
Typical, % 65
Solids destruction, % 35-55
Oxygen requirements
Primary sludge, lbO2/lb BOD5 destroyed (kg/kg) 1.9
Waste activated sludge, lb O2/lb solids destroyed (kg/kg) 2.0
Trickling filter humus, lb O2/lb solids destroyed (kg/kg) 2.0
Minimum dissolved oxygen , mg/l 2.0
Mixing requirements
Diffused aeration for primary and waste activated sludge, scfm/1000 ft3 (m3/min-1000m3) >60
Diffused aeration for waste activated sludge, scfm/1000 ft3 (m3/min-1000m3) 20-40
Mechanical aeration for primary and waste activated sludge or waste activated sludge,
hp/1000ft3 0.75-1.50
(Kw/1000m3) 19.8-39.5
Hydrolic detention time
θh2 = θh20 . θ20-T2
dimana,
θh2 = hydrolic detention time di hari dengan T2 (OC)
θh20 = hydrolic detention time di 20oC
T2 = temperature , oC
Mean cell residence time , θc
θc =
dimana,
X = Pounds (kg) dari solid di digester
∆X = Pounds (kg) dari produksi solid per hari di digested sludge
Degradation constants (Kd)
Type Sludge Temperature(OC) Solids Concentration
(mg/l) Kd(days-1)
Primary and waste activated sludge 15 32000 0.017
Primary and waste activated sludge 20 32000 0.018
Primary and waste activated sludge 35 32000 0.177
Primary and waste activated sludge - - 0.30
Waste activated sludges Municipal wastes 25 7800 0.71
Municipal wastes 25 12400 0.62
Municipal wastes 25 15050 0.51
Municipal wastes 25 21260 0.44
Municipal wastes 25 22700 0.34
Municipal wastes - - 0.28
Municipal and textile waste - - 0.43
Pharmaceutical waste - - 0.46
Spent sulfite liquor waste - - 0.19
Primary and waste activated sludge Pulp and paper waste - - 0.14
Sumber :
Metcalf & Eddy. Wastewater Treatment and Reuse, Fourth Edition. Mc-Graw Hill
Higher Education, 2003.
Reynold / Richards Unit Operations and Processes in Environmental Engineering, ,
second edition, 1996
http://www.wastewaterhandbook.com/webpg/th_sludge_82aerobic_digestion.htm
TUGAS UNIT OPERASI DAN PROSES
RANGKUMAN SLUDGE TREATMENT
AEROBIC DIGESTION
Kelompok 7:
Deira Ramadhania ( 1206261610)
Dian Rahayu P. (1206216885)
Lina Lubnah (1206238173)
Mario Yehuda (1206261586)
Yaumil Linahtadya (1206216954)
PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
2014
Aerobic digestion dapat dikatakan sebagai oksidasi biologi lumpur organic
pada saat kondisi aerob. Proses ini hampir sama dengan proses lumpur aktif
dikarenakan kesamaan dalam penggunaan tangki dan bak aerasi. Tujuan dari proses
digestion adalah mengurangi jumlah dari zat-zat organik dan jumlah mikroorganisme
yang dapat menyebabkan penyakit-penyakit yang ada di dalam lumpur sekunder. Tipe
dari lumpur yang biasanya diproses pada aerobic digestion yaitu waste activated
sludge, primary and waste activated sludge, tirckling filter secondary sludge (humus)
dan primary and trickling filter secondary sludge (humus). Cara pengolahan yang
paling umum digunakan dalam pengolahan ini adalah anaerobic digestion, aerobic
digestion, dan composting.
Keunggulan dari sistem pengolahan digester aerob adalah produk akhir
digester memiliki olahan yang lebih stabil, dan kadar zat organik terlarut
biodegradable sangat sedikit di supernatan. Kemudian biaya konstruksi yang lebih
murah dibandingkan denan proses anaerob, dan juga jika yang diolah adalah lumpur
sekunder, efisiensi reduksi zat organik hampir sama dengan proses digester anaerob.
Dan juga konsentrasi limbahnya yang dihasilkan lebih kecil hingga proses sludge
thickening tidak dibutuhkan, dan juga operasionalnya lebih mudah dibandingkan
dengan operasional proses anaerob.
Tetapi kelemahan dari proses aerob adalah proses memasukan oksigen ke
dalam reaktor membutuhkan energ yang cukup besar. Juga terkadang lumpur hasil
olahan digester tidak terklarifikasi dengan baik sehingga supernatanya mungkin masih
memiliki suspended solid.
Mayoritas sistem yang digunakan yaitu continuous-flow. Kelebihan dari sistem
ini tidak hanya karena biaya yang murah namun memberikan kondisi lingkungan yang
relatif konstan yang dapat membantu dalam proses pengolahan yang cepat. Pada
sistem continuous-flow pada pengoperasiannya tidak menggunakan pengental.
Aerobic digesters biasanya membutuhkan pengental baik di hulu atau hilir dari
digester.
Aerobic Biochemcial Equations
Pada saat primary sludge dicampurkan dengan limbah dari lumpur aktif atau
humus trickling filter dan kombinasinya merupakan pengolahan aerobik. Pada proses
tersebut akan terjadi oksidasi dari senyawa organik pada primary sludge dan
endogenous oxidation dari massa sel yang dihasilkan pada oksidasi biologi dan dari
lumpur aktif atau saringan humus. Persamaan biokimia yang umumnya terjadi di
aerobic digestion pada primary sludge solids adalah
Senyawa organik + O2 + Energi untuk sel + CO2 + H2O + produk
akhir
Beberapa produk akhir lainnya meliputi NH4+, NO2
-, NO3
- dan PO4
-3. Selama oksidasi
niologi, sebagian besar nitrogen berubah menjadi ion nitrat.
Jumlah dari massa sel yang ada berasal dari limbah dari lumpur aktif atau
trickling filter humus dan massa sel yang hidup diproduksi dari oksidasi pada primary
solid. Persamaan yang dihasilkan yaitu
C5H7NO2 + 5O2 5CO2 + 2H2O + NH3
pH dari lumpur pengolahan tergantung pada kapasitas penyangga dari sistem
dan mungkin akan turun serendah 5-6 pada saat hydraulic detention time yang
panjang. Penurunan pH mungkin terjadi dikarenakan adanya karbon dioksida yang
dihasilkan yang mana akan menurunkan pH pada sistem dan meningkatkan
konsentarsi ion nitrat.
Aerobic sludge digestion biasanya digunakan pada instalasi kecil untuk
menstabilisasi material organik pada lumpur. Dalam pengolahan air di instalasi IPAL
maupun IPAM, pada pengolahan zat organik terlarut dalam air limbah secara anaerob
selalu menghasilkan mikroba, biomassa atau lumpur, yang juga baisa dsebut dengan
secondary sludge. Dan digester aerob ini berguna untuk mengolah lumpur-lumpur sisa
pengolahan (byproduct) tersebut, contohnya seperti timbulan lumpur dalam
pengolahan air limbah.
Dalam byproduct pengolahan air limbah, lumpur yang dihasilkan harus di
buang dengan cara yang aman dan efektif. Karena lumpur sekunder ini bisa saja
terkontaminasi oleh zat-zat organik dan non-organik yang beracun.
Prosesnya melibatkan aerasi pada lumpur untuk periode waktu tertentu dalam
suatu tangki terbuka. Prosesnya mirip dengan proses lumpur aktif (activated sludge)
dan melibatkan oksidasi langsung suatu material biodegradable dan oksidasi sel – sel
mikroba. Berikut adalah skema alur proses aerobic digestion:
Aerobic
Microb celss
Gambar 1. Skema Alur Sistem Aerobic Digestion
Sumber: Qasim (2000)
Parameter – parameter yang penting dalam proses aerobic sludge
digestionantara lain udara atau oksigen yang dibutuhkan, waktu aerasi, usia lumpur,
suhu, biodegradable volatile solids, berbagai kebutuhan dalam pengolahan lumpur,
dan kualitas supernatant (air sisa lumpur yang telah mengendap). Pada prakteknya
akhir – akhir ini, dibutuhkan waktu detensi sekitar 15 hari untuk mencapai 40 – 50%
penurunan volatile solids. Oksigen yang dibutuhkan dapat berkisar dari 3 hingga 30
mg per jam per gram volatile solids pada saat aerasi. Ketika terjadi nitrifikasi, pH dan
alkalinitas akan berkurang.
Kinetics of Aerobic Biological Oxidation
Laju oxidasi aerobic dari material padatan organik dapat direpresentasikkan
dalam persamaan biokimia orde satu palsu :
dX = perubahan dalam biodgredable materi organik
dt = interval waktu
Kd = laju reaksi dari penurunan konstan
X = konsentrasi dari zat biodegredable dalam setiap waktu t
Diintegralkan :
Xt dan X0 menyatakan materi biodgredable pada waktu t = t dan t = 0. Dari integrasi
didapat
Pertimbangan Disain
Gambar 2. Disain Parameter aerobic digester
Sumber : Reynold (1982)
Untuk hydraulic detention time sama dengan digester volume dibagi feed
sludge flowrate. Jika recycle lumpur digunakkan, recycle sludge flowrate tidak
dimasukkan dalam perhitungan. Hydraulic detention time bergantung pada sifat dari
lumpur dan temperatur kerja. Limbah lumpur aktif dapat lebih mudah didegredasi
daripada campuran dari primary dan limbah lumpur aktif. Dengan demikian,
hydraulic detention time akan berkurang. Dalam tabel diatas adalah hydraulic
detention time waktu suhu biasanya untuk bermacam-macam lumpur, yaitu 20o.
Hydraulic detention time yang dibutuhkan pada temperatur selain 20 didapat dengan
persamaan:
Nilai range dari 1.02 – 1.11, namun, kebanyakan nilai berada diatas setengah dari
range tersebut. Karena kontak udara dengan air menggunakan aerator, maka
diasumsikan bahwa temperatur dari dgester content mendekati suhu bulanan.
Untuk mean cell residence time, c, atau solid retention time, s, dinyatakan :
X = massa padatan dalam digester
= masa padatan yang dihasilkan tiap harinya dalam digested sludge
Padatan dapat termasuk total atau volatile. Jika digunakan thickener,
konsentrasi padatan pada digester akan lebih besar daripada feed sludge, dan mean
cell residence time akan lebih besar daripada hydraulic detention time.
Degredation constant, Kd, bergantung pada sifat lumpur, konsentrasi padatan,
dan suhu. Semakin mudah lumpur didegredasi, akan memiliki nilai Kd yang tinggi.
Semakin tinggi consentrasi lumpur, nilai Kd menurun.
Konsentrais solid mungkin lebih dari 50.000 mg/L, bagaimanapun, range
biasanya 25.000 – 35.000 mg/L. Maka perlu untuk mendisain thickener-clarifier yang
sesuai agar padatan dapat ditangani pada level tersebut. Kebutuhan pengadukkan
untuk menjaga padatan dalam suspensi harus diketahui untuk hal penambahan
oksigen yang dibutuhkan.
Organic loading, berdasarkan data, berada dalam range 0.04 – 0.20 lb dari
volatile solids per day-ft3 (0.064 – 3.2 kg/day-m
3). Biasanya, pada disain aerobic
digester berdasar pada hydraulic detention time dan solid retention time,
bagaimanapun, organic loading harus diketahui.volumetric loading terungkap dalam
population equivalent biasanya dari 1.5 – 4 ft3/cap equivalent (0.042 – 0.113 m
3/cap).
Derajat penurunan volatile solid berdasar pada sifat lumpur, hydraulic
detention time, solid retention time, dan temperatur kerja, dengan syarat tidak ada
substansi beracun.
Kebutuhan maksimum oksigen untuk primary sludge pada aerobic digestion
adalah 1.9 kg/kg BOD5 destroyed. Kebutuhan pengadukan terutama bergantung pada
sifat lumpur, konsentrasi padatan, temperatur lumpur, dan kedalaman tangki.
Tangki yang digunakan untuk aerobic digestion hampir sama dengan
activated sludge process, dan keduanya menggunakan diffused compressed air dan
aerasi mekanik.
Thickener-clarifier digunakan untuk sistem aerobic digester harus memiliki
senduk-busa permukaan untuk menghilangkan materi yang mengambang, seperti
lemak.
Tugas Rangkuman Unit Operasi dan Proses
Aerobic Digester
Kelompok 8
Ani Marlina (1206244876)
Azzahrani Gusgitasari (1206244296)
Fikry Eswara Adi (1206261623)
Haniena Divi (1206216960)
Reigina Sandraty (1206246622)
Program Studi Teknik Lingkungan
Departemen Teknik Sipil
Fakultas Teknik
Universitas Indonesia
Depok
2014
Aerobic digestion dapat didefinisikan sebagai oksidasi biologis lumpur organik dalam
kondisi aerob. Sebagian besar mikroba yang digunakan bersifat fakultatif, tetapi beberapa di
antaranya bersifat obligat aerob seperti bakteri nitrifikasi. Aerobic digester biasanya digunakan
untuk mengolah sisa lumpur aktif dan biasanya digunakan untuk unit pengolahan dalam skala
kecil hingga menengah.
Keuntungan penggunaan aerobic digestion dibandingkan dengan anaerobic digestion di
antaranya yaitu:
- resiko permasalahan operasional cenderung lebih kecil
- konsentrasi BOD pada supernatant lebih kecil
- biaya modal pembuatan aerobic digestion lebih murah
Kelemahan penggunaan aerobic digestion dibandingkan dengan anaerobic digestion di
antaranya yaitu:
- energi yang dibutuhkan lebih banyak akibat banyaknya aerator yang digunakan serta
proses pengadukan yang dilakukan.
- proses aerobic digestion tidak menghasilkan metana yang seharusnya dapat
dimanfaatkan
- digested sludge memiliki kandungan padatan yang rendah sehingga volume lumpur
yang akan dihilangkan airnya memiliki volume yang besar.
Mayoritas aerobic digester dioperasikan dengan sistem aliran kontinu sebab dengan
sistem tersebut biaya operasional yang digunakan lebih rendah dan kondisi lingkungannya relatif
konstan sehingga proses pengolahan dapat dilakukan dengan lebih cepat. Dengan sistem aliran
kontinu ini dibutuhkan pula adanya thickener.
Lumpur masuk dan mengendap ke setengah bagian bawah tank dan sebagian besar
cairannya menempati setegah bagian atas tank. Sementara itu, pengeruk lumpur dalam unit ini
dilengkapi dengan tiang pancang yang juga membantu mengeruk lumpur. Saat tiang pancang
tersebut mengeruk lumpur, maka kantung air yang terkandung dalam lumpur dapat rusak dan
terpisah dari lumpur dan berpindah secara vertikal ke bagiaan cairan di atas tumpukan lumpur di
bagian bawah. Air yang berpindah tersebut, membuat kandungan padatan meningkat sehingga
massa lumpur menebal di bagian dasar tank dan lumpur dapat dihilangkan. Kandungan padatan
yang terdapat pada lumpur tersebut biasanya lebih besar 2 atau 5 kali dari kandungan padatan
pada lumpur yang masuk. Cairan yang tadi naik kemudian akan kembali ke bagian atas dari unit
pengolahan.
Jika suatu unit digester tidak memiliki thickener, kandungan padatan dalam digester akan
sama dengan kandungan padatan pada lupur yang masuk dan mean cell residence time akan
sama dengan hydraulic detention time. Sedangkan jika menggunakan thickener, kandungan
padatan di digester bernilai beberapa kali lebih besar dari kandungan padatan pada lumpur yang
masuk, di mana hal ini merupakan hasil yang diharapkan untuk membuat mean cell residence
time yang lebih lama.
Hal penting yang harus dilakukan yaitu mengestimasi besarnya aliran lumpur yang akan
diolah secara akurat beserta dengan kandungan padatan di dalamnya, sebab faktor tersebut
sangat mempengaruhi desain digester, thickener, dan fasilitas digester lainnya untuk
menghasilkan pemisahan padatan- cairan yang efektif
.
Aerobic Biochemical Equation
Saat primary sludge bercampur dengan waste activated sludge atau trickling filter
humus pada proses aerobic digestion, akan terjadi oksidasi zat organik pada primary
sludge dan oksidasi endogenous massa sel yang dihasilkan dari oksidasi biologis pada
lumpur aktif atau filter humus.
Secara umum persamaan biokimia untuk Aerobic Digestion dari primary Sludge yaitu :
Aerobic
Organic matter + O2 New Cells + Energy for cells + CO2 + H2O + Other end Product
Microbe
Other end Product ( NH4+, NO2
-, NO3
-, dan PO4
-)
Selama berlangsungnya oksidasi biologis, nitrogen dalam jumlah yang cukup di
konversikan menjadi ion nitrat. Oksigen yang dibutuhkan pada proses ini yaitu 1,47 - 1,9
lb O2/lb BOD5 yang dihilangkan. Jika lebih dari 1,47 lb O2/lb BOD5 yang dihilangkan,
kelebihannya merupakan jumlah kebutuhan oksigen untuk nitrifikasi.
a. Persamaan biokimia pada endogenous decay sel dengan nitrogen yang berubah
menjadi amonia.
C5H7NO2 + 5O2 5CO2 + 2H2O + NH3
Dari persamaan ini kebutuhan akan jumlah oksigen yaitu 1,42 lb oksigen/lb cells.
b. Persamaan Biokimia untuk semua endogenous decay massa sel untuk membentuk
NO3- sebagai salah satu produk yang dihasilkan.
C5H7NO2 + 7O2 5CO2 + 3H2O + H+ + NO3-
Dari persamaan ini kebutuhan akan jumlah oksigen yaitu 1,98 lb oksigen/lb massa
sel yang dioksidasi.
Pada Aerobic Digestion, pH lumpur yang dihasilkan tergantung pada kapasitas
penyangga sistem dan dapat turun hingga 5 – 6 dengan waktu tinggal yang panjang
namun itu tidak menghalangi kegiatan mikroba. Dengan menurunnya pH, kemungkinan
akan dapat menaikkan konsentrasi ion nitrat.
Kinetic of Aerobic Bioligical Oxidation
Laju oksidasi dari material padatan organik dapat direpresentasikan dengan
menggunakan persamaan biokimia pseudo-first-order yaitu
Dimana :
dX = perubahan materi organik terbiodegradasi
dt = interval waktu
Kd = laju reaksi atau konstanta degradasi
X = konsentrasi materi terbiodegrasi pada waktu t
Melalui integrasi antara batasan tertentu dimana Xt dan X0 merepresentasikan materi
terbiodegradasi pada saat t = t dan t = 0 menghasilkan :
Persamaan tersebut akan menunjukkan garis lurus jika diplot dalam grafik dengan Xt/X0
sebagai nilai di sumbu y dan t sebagai nilai di sumbu x serta nilai kemiringan (–
Kd/2,303).
Tabel 1. Parameter Desain Aerobic Digester
Parameter Value
Hydraulic Detention Time, days at 20oC
- Primary and waste activated sludge or trickling filter sludge
- Waste activated sludge from a biosorption or contactstabilization plant
(no primary settling)
- Waste activated sludge
18-22
16-18
12-16
Minimum Design Mean Cell Residence Time, c, days
- Primary and waste activated sludge
- Waste acrivated sludge
15-20
10-15
Maximum Design Mean Cell Residence Time, c, days 45-60
Solids Concentration, mg/L Up to 50.000
Organic loading
- lb volatile solids per ft3-day
- kg volatile solids per m3-day
0.04-0.20
0.64-3.20
Volume loading
- ft3 per capita
- m3 per capita
1.5-4
0.042-0.113
Operating temperature 15oC
Volatile Solids Destruction, %
- Typical, %
40-75
65
Solids Destruction, % 35-55
Oxygen Requirements
- Primary sludge, lb O2/lb BOD5 destroyed (kg/kg)
- Waste activated sludge, lb O2/lb solids destroyed (kg/kg)
- Trickling filter humus, lb O2/lb solids destroyed (kg/kg)
1.9
2.0
2.0
Minimum Dissolved Oxygen, mg/L 2.0
Mixing Requirements
- Diffused aeration for primary and waste activated sludge, scfm/1000 ft3
(m3/min-1000 m
3)
- Diffused aeration for waste activated sludge, scfm/1000 ft3 (m
3/min-
1000 m3)
- Mechanical aeration for primary and waste activated sludge or waste
activated sludge,
- hp/1000 ft3
- kW/1000 m3
60
20-40
0.75-1.5
19.8-39.5 Sumber: Reynolds, et. al. 1996. Unit Operations and Processes in Enironmental Engineering. PWS Publishing
Company.
Dalam Tabel 1, parameter hydraulic detention time yang diberikan adalah untuk temperatur
operasi 20oC. Untuk temperatur operasi selain 20
oC, dapat menggunakan rumus:
Ket. = hydraulic detention time pada suhu T2 (
oC).
= hydraulic detention time pada suhu 20
oC.
Oxygen requirement:
Untuk waktu tinggal sel, c, atau waktu tinggal solid, s, dapat menggunakan rumus:
Ket. X = lb (kg) solids dalam digester
ΔX= lb (kg) solids yang dihasilkan dalam lumpur yang telah melewati digester per hari
Tabel 2. Kecepatan Reaksi atau Konstanta Degradasi (Kd)
Type Sludge Temperature
(oC)
Solids Concentration
(mg/L) Kd (days
-1)
Primary and Waste Activated Sludges 15 32.000 0.017
Primary and Waste Activated Sludges 20 32.000 0.18
Primary and Waste Activated Sludges 35 32.000 0.177
Primary and Waste Activated Sludges - 0.3
Waste Activated Sludges
- Municipal Wastes
- Municipal Wastes
- Municipal Wastes
- Municipal Wastes
- Municipal Wastes
- Municipal Wastes
- Municipal and Textile Waste
25
25
25
25
25
-
-
7.800
12.400
15.050
21.260
22.700
-
-
0.71
0.62
0.51
0.44
0.34
0.28
0.43
- Pharmaceutical Waste
- Spent Sulfite Liquor Waste
-
-
-
-
0.46
0.19
Primary and Waste Activated Sludge
- Pulp and Paper Waste
-
-
0.14 Sumber: Reynolds, et. al. 1996. Unit Operations and Processes in Enironmental Engineering. PWS Publishing
Company.
Sumber
Reynold, T. D. dan Richard, P. A. (1996). Unit Operation and Process In Environmental Engineering,
2nded. Boston: PWS Publishing Company.
Dewatering: Rotary Vacuum Filter | 1
RANGKUMAN UNIT OPERASI DAN PROSES
DEWATERING: ROTARY VACUUM FILTER
Kelompok 9
An Nisa Rizkiyani (1206216815)
Dwi Shara (1206241086)
Fatma Nur Rosana (1206239434)
Muhammad Idham (1206261592)
Zafrazad Adiba (1206216872)
Program Studi Teknik Lingkungan
Fakultas Teknik
Universitas Indonesia
2014
Dewatering: Rotary Vacuum Filter | 2
DEWATERING: ROTARY VACUUM FILTER
Menurut Richard dan Reynolds (1996) dewatering adalah menghilangkan air sebanyak
mungkin dari lumpur sehingga volume lumpur untuk proses selanjuntnya sudah diminimalisir.
Sedangkan menurut Tchobanoglous, Burton, dan Stensel (2002) dewatering merupakan unit operasi
fisik yang digunakan untuk mengurangi kandungan air yang terdapat dalam lumpur dan biosolid.
Beberapa yang teknik digunakan dalam peralatan dewatering untuk menghilangkan air dari solid
bergantung pada evaporasi dan perkolasi alami. Peralatan yang biasa digunakan untuk dewatering
diantaranya rotary vacuum filter, centrifuges, drying beds, lagoons, filter presses, continuous belt
filter presses, dan thermal drying. Berikut ini akan dibahas mengenai rotary vacuum filter.
Rotary Vacuum Filter
Peralatan yang paling umum digunakan untuk dewatering jenis mekanis adalah rotary
vacuum filter. Rotary vacuum filter adalah sebuah filter yang bekerja secara berkelanjutan
(continuous) di mana bagian yang solid dari sebuah campuran dipisahkan oleh filter yang hanya
dapat dilalui oleh liquid atau gas, dalam hal ini keadaan vakum diperlukan untuk mengakumulasi zat
padat di permukaan. Ada berbagai jenis filter vakum yang digunakan dalam sistem pengolahan air,
yaitu drum scraper blade type, belt filter, dan coil type filter dengan media filter cloth, wire mesh,
atau coil springs. Vakum dengan scraper blade dioperasikan merupakan sistem yang paling umum
digunakan yang melibatkan scrapping langsung dari pembentukan cake pada permukaan mesh atau
permukaan filter sintetis.
1. Karakteristik Rotary Vacuum Filter
Gambar 1. Rotary Vacuum Filter (Jenis Drum)
Sumber: Richards dan Reynolds (1996)
Dewatering: Rotary Vacuum Filter | 3
Vakum rotasi tersusun dari sebuah drum besar dengan lubang kecil yang berisi air limbah
didalamnnya dan berotasi pada final clarifier pada sistem pengolahan air limbah. Vakum rotasi ini
sering digunakan untuk menghilangkan kandungan air dan mengekstraksi lumpur basah sehingga
output yang dihasilkan dalam keadaan jernih dapat dihasilkan. Dalam sistem vakum rotasi terdapat
perbedaan dengan unit pengolahan lainnya, yaitu vakum secara terus menerus digunakan untuk
menekan cairan limbah yang terdapat didalamnnya melalui media filter sehingga pemisahan
padatan dengan air dapat tercapai.
2. Skema Proses Rotary Vacuum Filter
Gambar 2. Skema Rotary Vacuum Filter (Jenis Drum)
Sumber: http://www.komline.com
Gambar 2 menunjukkan skema proses rotary vacuum filter jenis drum dengan sebuah
medium filter di permukaannya. Drum berputar secara perlahan melalui sludge vat di mana selama
perputaran tersebut tekanan vakum menarik liquid melalui media filter menyebabkan terbentuknya
sludge cake. Tekanan vakum mendorong udara melalui cake dan udara tersebut akan mendorong
liquid masuk ke dalam drum. Perpipaan di dalam drum disusun sehingga keberadaan vakum dalam
sektor ditunjukkan pada cake formation dan dewatering. Filtrat dan aliran udara akan melalui pipa
kemudian masuk ke katup dan bermuara di vakum receiver di mana liquid dipisahkan dari aliran
udara. Dalam sektor discharged, cake akan dilepas dengan aliran dari tekanan udara melalui
medium, dan scraper mengupasnya (peeling) dari drum. Sebelum drum direndam kembali dalam
sludge vat, medium dicuci menggunakan spray jet yang digabungkan dengan cairan asam agar
pembersihan menjadi lebih sempurna. Selanjutnya proses akan berulang kembali. Terkadang
terdapat juga agigator bertekanan tinggi yang sudah terpasang di dalam drum untuk membantu
menciptakan getaran dan melonggarkan kue lumpur. Tergantung pada jumlah padatan yang ada
Dewatering: Rotary Vacuum Filter | 4
dalam air limbah, sistem yang terdiri dari stainless steel yang saling berhubungan harus cukup baik
untuk penggunaan aplikasi secara umum.
3. Kelebihan dan Kekurangan Rotary Vacuum Filter
Terdapat kelebihan dan kekurangan dalam penggunaan alat rotary vacuum filter untuk
proses dewatering. Kelebihan dan kekurangan alat tersebut adalah sebagai berikut.
a. Kelebihan rotary vacuum filter
- Memiliki kemampuan filtrasi yang tinggi
- Desain dapat disesuaikan dengan penggunaan
- Hasil pencucian cake lebih efektif
- Dapat digunakan untuk proses filtrasi tekanan tinggi
- Filter yang digunakan dapat bertahan lama
- Perawatan mudah
b. Kekurangan rotary vacuum filter
- Cake yang terbentuk membutuhkan waktu pengeringan yang lama untuk mencapai titik
kelembaban
- Filtrat membutuhkan pemisahan yang relaif lebih sulit
- Cake membutuhkan washing lebih dari sekali
4. Perhitungan
Menurut Coackley (1958) perhitungan vacuum filtration dapat dilakukan dengan rumus-rumus
berikut.
a. Persamaan dasar vacuum filtration
di mana
= volume of filtrate
= time
= vacuum pressure differensial
= filter area
=
= weight or mass of the dry sludge solids per unit volume of filtrate
= specific resistance of the sludge cake
= specific resistance of the filter medium
Dewatering: Rotary Vacuum Filter | 5
Untuk constant vacuum pressure, persamaan di atas dapat diintegrasi sehingga memeberikan
persamaan berikut.
b. Specific resistance
Nilai berasal dari persamaan dengan nilai pada sumbu-y dan nilai pada
sumbu-x akan membentuk garis lurus.
c. Weight or mass of solids per unit volume of filtrate
di mana
= weight or mass of solids per unit volume of filtrate
= specific weight of water
= dry solids content in the unfiltered sludge expressed as a fraction
= dry solids content in the cake sludge as a fraction
= density of water
d. Filter yield
di mana
= filter yield
= vacuum pressure differensial
= weight or mass of solids per unit volume of filtrate
= ratio of form timr to cycle time
=
= specific resistance of the sludge cake
= cycle time of rotating drum
= acceleration due to gravity
Dewatering: Rotary Vacuum Filter | 6
Referensi
http://www.amrclearinghouse.org/Sub/SCARLIFTReports/ErnestMine/Section%206.pdf
Reynolds, Tom D, dkk. 1996. Unit Operation and Processes in Environmental Engineering. Boston:
PWS Publishing Company.
Tchobanoglous G, dkk. 2002. Wastewater Engineering Trearment and Reuse, Fourth Edition.
Singapore: McGraw-Hill.
KELAS UNIT OPERASI DAN PROSES
Dr. Ir. Setyo Sarwanto Moersidik, DEA
TUGAS RANGKUMAN DEWATERING : FILTER PRESS
Disusun oleh :
Achmad Fauzan (1206237196)
Afifah Medivia F. (1206241754)
Aulia Primananda (1206217036)
Gita Lestari P. (1206217004)
Habibatul Isma A. (1206249643)
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
2014
1
PENDAHULUAN
Setelah melalui proses pengolahan secara biologis, baik dengan Activated Sludge
maupun Suspended Sludge, dihasilkan keluaran lumpur yang nantinya akan langsung dibuang
(waste sludge) dan yang akan diresirkulasi kembali ke bak aerasi (return sludge). Dalam
praktiknya, lumpur yang akan langsung dibuang (waste sludge) memerlukan pengolahan lagi
agar efluen yang dihasilkan aman untuk lingkungan. Bentuk efluen lumpur yang dihasilkan
dalam bentuk biosolid, komponen organik dalam biosolid tersebut ketika diolah dapat
digunakan kembali untuk proses stabilisasi dan composting. Terdapat beberapa metode dasar
yang digunakan untuk mengolah biosolid, yaitu (1) menghilangkan kandungan air dari
biosolid menggunakan metode thickening, conditioning, dewatering, dan drying; (2)
menstabilkan material organik dalam biosolid dengan metode digestion,composting, dan
inceneration (Metcalf & Eddy, 1972).
Dewatering adalah suatu proses dalam unit operasi yang digunakan untuk mengurangi
kandungan air dari lumpur dan biosolid yang dihasilkan dari proses pengolahan biologis.
Fungsi proses dewatering dilakukan karena beberapa hal sebagai berikut,
Meminimalisasi biaya pembuangan biosolid dan lumpur buangan ke biosolid landfill
Lumpur yang kandungan airnya sedkit (kering) lebih mudah diolah daripada lumpur
yang kental atau liquid, lumpur kering tersebut akan lebih mudah diangkut dengan
traktor maupun belt-conveyor
Dewatering digunakan untuk menaikkan nilai kalor jenis lumpur dengan proses
pembakaran sehingga kelembaban berkurang
Dewatering dapat menghilangkan bau yang dihasilkan lumpur
Dewatering dibutuhkan untuk mengurangi produksi air lindi yang menyebabkan bau
busuk pada biosolid landfill
Dewatering memiliki beberapa tipe untuk mengurangi kandungan air dalam biosolid, yaitu
centrifugation, belt-filter press, filter press, drying beds, dan lagoon. Pemilihan tipe dan jenis
peralatan yang digunakan bergantung pada jenis, karakteristik dan produksi lumpur yang
dihasilkan pada masing-masing dewatering. Dimensi pada unit dewatering juga dapat
mempengaruhi pemilihan tipe dan peralatan yang digunakan.
2
PEMBAHASAN
DEWATERING : FILTER PRESS
Filtering merupakan jenis dari pengolahan lumpur dengan proses dewatering. Pada filter
press, dewatering (penghilangan kandungan air pada lumpur) dilakukan pada kondisi
tekanan yang sangat tinggi. Dengan menggunakan filter press, dapat dihasilkan konsentrasi
padatan solid yang tinggi, filtrat yang tersaring lebih jernih, dan solid yang dihasilkan lebih
banyak. Adapun kekurangan dari filter press yaitu adanya kompleksitas secara mekanis,
mahalnya harga zat kimia yang digunakan , dibutuhkan jumlah pekerja yang banyak, dan
bahan penyaring (filter cloth) tidak tahan lama.
A. Jenis Filter Press
Ada dua jenis filter press yang umum digunakan yaitu, recessed-plate filter press untuk
unit yang memiliki volume tetap dan recessed-plate filter press untuk unit yang memiliki
volume yang bervariasi. Berikut penjelasan mengenai masing-masing jenis filter press,
1. Fixed-Volume, Recessed-Plate Filter Press, merupakan alat filter press yang
dilengkapi dengan beberapa cetakan persegi (rectangular plates) yang pipih pada
kedua sisinya (recessed on both sides). Cetakan persegi ini diletakkan pada posisi
vertikal dengan bagian atas yang bisa digerakkan (movable head). Filter cloth
dipasang pada pada tiap plates (cetakan). Masing-masing plates digabungkan dengan
suatu mekanisme gaya sehingga mampu menutup dan menahan tekanan yang
diberikan selama proses filtrasi. Hydraulic rams digunakan untuk menyatukan plates.
Gambar 1. Fixed-Volume, Recessed-Plate Filter Press
Sumber : Metcalf & Eddy, Inc Page 1569
3
Mekanisme kerja Filter Press sebagai berikut :
Gambar 2. Skema cara kerja Fixed-Volume, Recessed-Plate Filter Press
Sumber : Metcalf & Eddy, Inc Page 1568
2. Variable-volume, Recessed-Plate Filter Press, atau biasa disebut dengan “diaphragm
press”. Secara umum, tipe filter ini memiliki bagian yang sama seperti tipe Fixed-
Volume, Recessed-Plate Filter Press. Namun, pada unit disertakan difragma elastis
(rubber diaphragm) yang ditempatkan dibelakang media filter. Diafragma elastis ini
akan menyempit sampai pada tekanan maksimum sehingga mengurangi volume cake
lumpur selama tahapan kompresi. Dibutuhkan waktu 10 s.d. 20 menit untuk mengisi
penuh cetakan dan 15 s.d. 30 menit untuk memberikan tekanan konstan selama proses
dewatering sehingga menghasilkan komponen solid yang diinginkan.
Gambar 3. Potongan melintang dari Variable-volume,Recessed-Plate Filter Press
Sumber : Metcalf & Eddy, Inc Page 1569
lumpur dipompakan
DIberikan Tekanan 690 - 1550 kN/m2, plates bergabung
cairan keluar ke filter clothes
plates berpisah kembali
lumpur dipindahkan
4
B. Perbedaan antara Fixed-volume dan Variable-volume
Fixed-volume Variabel-volume
Tekanan tetap pada awal dan akhir :
690-1550 kN/m2
Tekanan yang bervariasi,
*tekanan awal : 690 – 860 kN/m2
*tekanan akhir : 1380 – 2070 kN/m2
Waktu operasi : 2-5 jam Waktu kompresi : 1 menit
Ketebalan cake lumpur : 25 – 38 mm Membutuhkan perawatan yang apik
Kandungan air pada cake : 48 – 70 % Dapat mengolah bermacam-macam
lumpur dengan produk keluaran yang
baik
C. Pertimbangan dalam mendesain Filter Press
Hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam mendesain instalasi Filter Press :
(1) Adanya ventilasi yang memadai dalam unit dewatering
(2) Tersedianya sistem pencucian dalam kondisi tekanan yang sangat tinggi
(3) Tersedianya sistem sirkulasi asam untuk mengurangi Ca saat menggunakan kapur
(4) Sebuah penggiling lumpur pada tangki conditioning
(5) Pemecah cake lumpur (cake shredder)
(6) Peralatan untuk perawatan plates
D. Kriteria dalam Unit Filter Press
Rata-rata pembebanan = 13.000 lb/hari (6030 kg/hari) TSS kering
Maksimum pembebanan = 25.000 lb/hari (11.340 kg/hari) TSS kering
Konsentrasi lumpur rata-rata = 3,0 %
Konsentrasi lumpur minimum = 2,0 %
Waktu siklus total =3,5 jam (termasuk pembersihan dan pengambilan
lumpur)
Padatan solids rata-rata = 40%
Padatan solids minimum = 30%
Densitas padatan = 70 lb/ft3 (1120 kg/m
3)
5
Bahan kimia = 100 lb FeCl/ton (50 kg/t) solids kering + 200 lb
kapur/ton (100 kg/t) solids kering
E. Flowchat Perhitungan
F. Perhitungan
1. Menentukan Moisture Content
MC =
x 100 %
2. Menentukan Solid Content
SC =
x 100 %
3. Menentukan Volume Produk Lumpur
Wet Biosolids = Produk lumpur (L/day) x (7 days/week) x (1 kg/ 103 g) x (Spesific
gravity)
Dry Solids = Produk Wet Biosolids (kg/ week) x % Solid yang terkandung
4. Menentukan Produk Lumpur yang Diolah
Daily rate = Volume Produk Lumpur (kg/week)/ waktu operasi per week
(day/week)
Hourly rate = Daily rate (kg/ week) / waktu operasi per hari (h/day)
5. Menentukan Luas Filtrasi
L = Daily rate (kg/h) / Filter Press loading rate (kg/m.h)
Moisture Content
MC =
Solid Content
SC =
Volume Produk Lumpur
- Wet Bisolids
- Dry Solids
Produk lumpur yang
diolah
- Daily
- Hourly
Luas Filtrasi (A)
Filter Press
Asumsi tekanan (P)
yang diberikan Filtrate Flowrate
Solids Capture Waktu
Operasi
6
6. Menentukan Filtrate Flowrate
- Menentukan Daily Solids Balance Equation
Solid dalam sludge feed (L/d) = solid dalam sludge cake (L/d) + solid dalam
filtrate (L/d)
- Menentukan Flowrate Equation
Sludge flowrate (L/d) + washwater flowrate (L/d) = filtrate flowrate (L/d) + cake
flowrate (L/d)
- Menggunakan mass balance
7. Menentukan Solids Capture
Solids Capture =
8. Menentukan Waktu Operasi
Waktu Operasi = Jumlah dry solids (kg/d) / Filter Press loading rate (kg/m.h) x L
filtrat (m)
G. DAFTAR PUSTAKA
Tchobanoglous, G, Burton, F.L, Stensel, H.D. 2003. Wastewater Engineering Treatment and
Reuse 4th Edition. Metcalf & Eddy, Inc.
TUGAS RANGKUMAN UNIT OPERASI DAN PROSES
SLUDGE TREATMENT: BELT FILTER PRESS
DISUSUN OLEH :
Gian Ratulangi (1206249492)
Irene Almakusuma Lucas (1206216903)
Rohmatun Inayah (1206216916)
Sunartriasih (1206216840)
Vidya Ismayanti (1206217010)
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK 2014
1) Definisi dan Fungsi Belt Filter Press
Belt press filter adalah suatu unit pengolahan air dalam bidang teknik
lingkungan yang biasa terdapat dalam IPAL. Belt press filter selain dipakai pada
IPAL, dapat juga dipakai pada bidang industri kimia dan pertambangan. Belt press
filter dipakai untuk memisahkan partikel solid dengan liquid, atau biasa disebut
dengan istilah dewatering. Pada IPAL Belt filter press digunakan untuk
menghilangkan liquid dari sludge (lumpur). Pada dasarnya belt press
filter,penghilangan cairan lumpur dicapai dengan membawa lumpur antara dua sabuk
bergerak (moving belts) yang bergerak dan memanfaatkan tegangan secara hidrolis
yang akan memeras keluar cairan yang terperangkap di antara padatan dan pisahkan
secara menggunakan filtrate trays.
2) Kriteria Belt Filter Press
Gambar 1. Tiga langkah dasar Belt Filter Press
Sumber: Design information report EPA
Beltfilter press terdiri dari dua belt berpori. Biosolid terletak di antara dua belt berpori
(lihat Figure32.1). Belt ditarik dengan ketat secara bersamaan melewati serangkaian rol untuk
memeras air keluar dari biosolid. Polimer ditambahkan ke biosolids sebelum biosolid
dimasukkan ke dalam unit. Biosolid kemudian didistribusikan melewati salah satu belt untuk
memungkinkan sebagian air untuk terkuras atau terperas oleh gravitasi.
Pada sistem Belt Filter Press kira-kira terdapat 20 mesin atau perangkat yang setiap
mesin atau perangkatnya menghasilkan kualitas hasil yang sedikit berbeda, kelebihan berbeda
serta karakteristik operasi. Alat penekan atau pemeras tersedia dengan lebar 0.5-3.5 meter.
Komponen utama pada Belt Filter Press yaitu frame, belts, bantalan gulung, sabuk berjalan,
sistem pengatur tensi atau tekanan serta akat pengontrol dan pengendalinya. Komponen
lainnya yang juga digunakan yaitu komponen guna proses flokulasi, tempat pelepasan lumpur
dengan konsentrasi padatan yang tinggi atau cake, serta alat pemantau cake.
Sabuk berjalan terbuat dari woven syinthetic fiber, secara umum termasuk
monofilament polyester seperti rayon. Tersedia pula sabuk berjalan berbahan nilon namun
hanya dapat digunakan pada kondisi pH tertentu. Terdapat pula sabuk berjalan yang tersedia
dari material-material lainnya, tergantung kebutuhan dan kondisi.
Endapan dari tahap primary dan secondary treatment yang selanjutnya akan diolah
atau dilanjutkan pada proses belt filter press sesingga kandungan solidnya diatas 15% yang
disebut dengan sludge cake, memiliki karakter sebagai berikut:
Tabel 1. Karakter endapan primary dan secondary treatment
Sumber: Jurnal karakteristik lupur limbah industri di IPAL JABABEKA
Design dari sistem belt filter press membutuhkan beberapa kordinasi dan beberapa
pertimbangan. Hal ini dikarenakan hasil yang didapatkan dari sistem bergantung pada kondisi
endapan atau lumpur olahan dan keberlanjutan dari sludge feed yang di monitoring dan di
kontrol guna mengidentifikasi dan merespon jika terdapat kesalahan atau kerusakan yang
terjadi pada alat sehingga mempengaruhi kinerja alat tersebut atau jika terjadi perubahan
karakteristik endapan. Terdapat beberapa permasalahan yang sering kali terjadi dalam
pengoperasian sistem Belt Filter Press, penyebab dan solusinya yaitu :
Tabel 1. Penyebab dan cara penanggulangan permasalahan pada Belt Filter Press.
Sumber: Design information report EPA
Beberapa pertimbangan dan rekomendasi guna keberlangsungan sistem Belt Filter
Press yang lebih baik dapat diklasifikasi menjadi:
1. Faktor Alat
Alat yang digunakan disarankan memiliki material yang dapat bertahan lama,
konstruksi alat yang kokoh dan memiliki lapisan frames yang baik, panjang waktu
paling tidak 100.000 jam atau L-10 live, menggunakan alat pemutar yang kuat,
menyediakan sistem treking atau pengatur tensi uang berkelanjutan atau bekerja terus
menerus, serta faktor yang cukup penting lainnya yaitu untuk belts atau sabuk berjalan
sebaiknya enggunakan material jenis woven.
2. Tampilan atau Hasil
Mengkonsultasikan mengenai alat pada tahap awal pendesignan, diadakan
pengetesan selama proses pendesignan, kualitas peralatan spesifik yang tinggi.
3. Sistem pendukung
Sistem pendukung merupakan hal-hal tambahan yang dapat dilakukan atau
digunakan guna kelebih sempurnaan sistem yaitu misalnya penyediaan ventilasi guna
pengontrol bau pada sistem.
4. Pengontrolan
Penggunaan monitor selama pengontrlan cukup baik guna membantu
pemantauan. Menggunakan sistem kontrol yang terintegrasi antara peralatan dengan
tombol kontrol yang dilatekan pada lokasi yang aman terlindung dari kelembaban,
corrosive atau perkaratan.
5. Keamanan
Faktor keamanam menjadi faktor yang penting dalam sistem Belt Filter Press.
Hal ini dapat mempengaruhi kinerja dan hasil dari sistem pengolahan sendiri. hal yang
dapat dilakukan misalnya dengan mengedukasi oprator mengenai pentingnya
keamanan dan keselamatan kerja.
6. Pengoperasian
Pengoprasian menjadi salah satu faktor penting dalam sistem ini. Memonitor
kinerja sistem hingga menjadi kondisi optimum, mengkondisikan endapan dan variasi
kualitas feed sludge.
7. Pelatihan terhadap operator
Operator dapat menjadi salah satu parameter yang sangat penting dan sering
kali menjadi salah satu parameter yang dapat menyumbangkan tingkat kesalahan atau
human error. Dibutuhkan suatu training atau pelatihan bagi operator guna mengurangi
potensi kesalahan dan meningkatkan skill. Selain itu melakukan pula pelatihan untuk
merawat peralatan yang ada.
Tabel 2. Hasil dari Belt Filter Press
Sumber: Design information report EPA
3) Rumus Penghitungan Belt Filter Press
Hydraulic Loading Rate
Hydraulicloading pada belt didapat dari perhitungan gpm flow per foot atau lebar belt (Figure
32.2):
Biosolids Feed Rate
Biosolidfeed rate pada beltfilter press tergantung pada beberapa faktor, antara lain biosolid
(lb/hari) yang harus dikeringkan, solids feed rate maksimum(lb/jam) yang akan menghasilkan
cake dengan tingkat kekeringan yang dapat diterima, dan jumlah jam per hari belt press
beroperasi. Persamaanyang digunakan dalam menghitung biosolid feed rate adalah:
Solids Loading Rate
Solids loading rate dapat dinyatakan dalam pound per jam (lb/jam) atau sebagai ton per jam
(ton/jam). Dalam kasus lainnya, perhitungan juga dapat didasarkan pada biosolid yang
mengalir ke belt press dan persen konsentrasi total suspended solid (TSS) dalam mg/L dari
biosolid. Persamaan yang digunakan untuk menghitung solids loading rate adalah:
Flocculant Feed Rate
Flocculant feed rate dapat dihitung dengan cara sebagai berikut:
Flocculant Dosage
Setelah menghitung solids loading rate (ton/jam) dan flocculant feed rate (lb/jam),
dosisflokulan dalam pon/ton dapat ditentukan. Persamaan yang digunakan untuk menentukan
dosis flokulan adalah:
TSS (Total Suspended Solid)
Feed biosolds solid terdiri dari dua jenis padatan:
Padatan tersuspensi yang tidak melewati pad fiber glass filter dan dapat
diklasifikasikan sebagai total suspended solid (TSS)
Padatan terlarut yang melewati pad fiber glass filter dan akan juga diklasifikasikan
sebagai total padatan terlarut (TDS)
4) Kelebihan dan Kekurangan Belt Filter Press
Bila dibandingkan dengan filter kompresi lainnya, belt filterpress menggunakan
tekanan yang relatif lebih rendah. Kelebihan lainnya adalah kapasitas olah belt filter press
yang besar dan kandungan padatan kering yang relatif tinggi. Kapasitas alat pengering
lumpur dirancang untuk beban 150-300 kg padatan kering/m lebar wire per jam untuk lumpur
yang sulit dipisahkan airnya, sedangkan untuk lumpur yang mudah dipisahkan airnya 250-
500 kg padatan kering/m lebar wire/jam. Umumnya kadar padatan kering yang bisa dicapai
antara 30-40% atau kandungan air 60-70%, untuk lumpur kimia-fisika dan 22-30% atau
kandungan air 70-78%, untuk lumpur biologi.Filter belt cenderung membuat lebih sedikit
noise dan memiliki waktu startup dan shutdown yang lebih cepat.
Kelemahan Belt Filter Press yaitu membutuhkan biaya operasional yang relatif tinggi
karena penggunaan bahan kimia polielektrolit yang tinggi dan kebutuhan energi listrik yang
besar. Disamping itu maintenance membutuhkan biaya yang lebih tinggi dan operasional
lebih sulit karena permasalahan di belt/wire dan tracking sistem (alat pengarah belt/wire).
Belt penjepit baik bagian atas maupun bawah, setelah melepaskan lumpur, perlu dicuci,
sebelum difungsikan kembali di daerah pengeluaran air.
Belt filter press juga dikenal untuk throughputberkapasitas tinggi, seperti yang
dirancang untuk menangani kelebihan kapasitas. Ia memiliki biaya awal yang rendah dan
biaya energi berjalan rendah, namun jika throughput kurang dari 4 juta galon per hari, belt
filter press mungkin kurang efisien daripada biaya transportasi cair, menyewa fasilitas
pengolahan , atau menggunakan metode dewatering non – mekanis.
Filter sabuk kurang efektif pada pengolahan beberapa feed. Penggunaan filterbelt
akan lebih mahal saat memproses feed dengan konten berbagai padatan karena hal ini
membutuhkan lebih banyak perhatian operator dan meningkatkan biaya staf. Sabuk filter
perlu dicuci sering sehingga membutuhkan sejumlah besar air dan waktu. Air dan
pemborosan waktu, serta biaya yang terkait dapat dikurangi dengan mengotomatisasi sistem
cuci dan menggunakan limbah .
Menurut jurnal BiosolidsTechnology Fact Sheet Belt Filter Press(EPA 832-F-00-057,
September 2000) kelebihan dari Belt Filter Press antara lain:
1) Kebutuhan staf relatif rendah, terutama jika peralatan cukup besar untuk memproses
padatan dalam satu shift (USEPA, 1987).
2) Pemeliharaan relatif sederhana dan biasanya dapat dilakukan oleh petugas
pemeliharaanpengolahan air limbah. Mengganti sabuk adalah pemeliharaan utama
yang membutuhkan biaya cukup besar.
3) Belt Press dapat distartup dan dishutdown lebih cepat dibandingkan dengan
sentrifugal, yang membutuhkan sampai satu jam untuk membangun kecepatan
(Henderson dan Schultz, 1999).
4) Kebisingan yang ditimbulkan Belt Presslebih rendah dibandingkan dengan sentrifugal
(Henderson dan Schultz, 1999).
Adapun kekurangannya antara lain:
1) Menimbulkan bau yang dapat menjadi masalah, akan tetapi dapat dikontrol dengan
ventilasi yang baik dan bahan kimia seperti potassium permanganate, to neutralize
odor-causing compounds (Rudolf, 1992). Beberapa produsen menawarkan peralatan
penutup untuk meminimalisasi bau dan mengurangi uap di udara ruang operasi (Bain
et al.,1999).
2) Belt Press membutuhkan lebih banyak perhatian operator jika feed solids bervariasi
dalam konsentrasi padatan atau bahan organik. Hal ini seharusnya tidak menjadi
masalah jika Belt Press diberi feed dari digester yang dicampur (Henderson dan
Schultz, 1999).
3) Padatan limbah dengan konsentrasi yang lebih tinggi dari minyak dan lemak dapat
mengakibatkan blinding sabuk filter dan cake yang mengandung padatan rendah.
4) Padatan limbah harus disaring dan / atau ground untuk meminimalkan risiko benda
tajam merusak sabuk.
5) Pencucian sabuk di akhir setiap shift, atau lebih sering, dapat memakan waktu dan
memerlukan sejumlah besar air (Henderson dan Schultz, 1999). Sebuah sabuk sistem
cuci otomatis dan penggunaan limbah dapat meminimalkan biaya-biaya ini.
Referensi
Spellman, Frank R. 2013. Handbook of Water and Wastewater Treatment Plant Operations,
Third Edition. Florida: CRC Press.
Spellman, Frank R. 2005. Mathematics Manual for Water and Wastewater Treatment Plant
Operators. Florida: CRC Press.
United State Environmnetal Protection Agency. 2002. Belt Filter Press.
http://water.epa.gov/scitech/wastetech/upload/2002_06_28_mtb_belt_filter.pdf
(diakses pada 28 Mei 2014 pukul 08.00)
Sludge Drying Bed | 1
RANGKUMAN UNIT OPERASI DAN PROSES
SLUDGE DEWATERING:
SLUDGE DRYING BED
Oleh :
Kelompok 12
Anisa Saputri (1206216853)
Paraginta Basaria (1206217023)
Tiara (1206217042)
Wiena Putri Aliya (1206216986)
Zebian Paskalis (1206244081)
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
2014
Sludge Drying Bed | 2
1. Pendahuluan
Banyak teknik yang memenuhi definisi fungsi dasar dari dewatering, namun
dibedakan menjadi berbagai tingkatan. Hal tersebut digunakan untuk perbandingan
perbedaan alat untuk dewatering dan atau pengeringan. Untuk contoh sludge
drying beds dan bak evaporasi dapat digunakan tidak hanya untuk dewater lumpur,
tetapi juga pengeringan konsentrasi padatan lebih dari 50-60%. Kedua cara tersebut
sering digunakan untuk drying/dewatering lumpur perkotaan di United State. Selain
digunakan untuk pengeringan lumpur perkotaan, cara tersebut digunakan pada
pengolahan air limbah juga di United State.
Didesain berdasarkan lama waktu pengeringan (kurang lebih 2 minggu per
cycle) dengan asumsi ketinggian lumpur diatas bed adalah 20-30 cm. Lapisan filter
dibagian dasar berfungsi untuk menahan suspended solid/kadar solid. Pipa perforasi
dibagian bawah berfungsi untuk mengumpulkan filtrat yang harus dikembalikan ke
bagian hulu dari IPAL.
2. Proses Sludge Drying Beds
2.1. Proses secara umum
Sludge drying bed merupakan salah satu metoda dewatering dengan ukuran
kecil hingga medium (maksimum setara dengan 25.000 orang). Pada unit ini,
dewatering terjadi karena evaporasi dan drain (peresapan).Pada musim kemarau,
untuk mencapai kadar solid 30 - 40 % diperlukan waktu 2 - 4 minggu.
Unit sludge drying bed terdiri dari:
bak / bed, berukuran 6 - 9 meter (lebar), 7,5 - 37,5 meter (panjang), 20 - 30
cm (kedalaman lumpur)
pasir, tebal 15 - 25 cm
kerikil, tebal 15 - 30 cm
drain, di bawah kerikil untuk menampung resapan air dari lumpur
Sludge Drying Bed | 3
Gambar 1. Sludge Drying Beds
Sumber: Handbook of Environmental Engineering, Volume 6: Biosolids Treatment Processes
Luas drying bed dapat dihitung dengan persamaan:
A = K (0,01 R + 1,0)
A = luas per kapita, ft2/kap.
K = faktor yang tergantung pada tipe digestion
K = 1,0 untuk anaerobic digestion
K = 1,6 untuk aerobic digestion
R = hujan tahunan, in.
2.2. Pengoperasian pada drying beds
Dewatering pada proses bed pasir melalui 2 perbedaan mekanik, yaitu filtasi
dan evaporasi. Pengeringan air paling penting selama 1-3 hari pertama mengurangi
konsentrasi padatan sebesar 15-25%, selebihnya air akan dihilangkan oleh
evaporasi. Secara umum, semakin tinggi kandungan air awal pada suatu lumpur,
maka fraksi air yang mudah terhilangkan semakin besar. Prosedur operational
semua tipe drying beds :
a. Pompa 8-12 in (20-30 cm) dari penyetabilan lumpur cair ke permukaan
drying bed.
b. Penambahan pendingin kimia secara kontinu, jika pendingin digunakan,
melalui suntikan ke dalam lumpur seperti memompa ke dalam bed.
Sludge Drying Bed | 4
c. Ketika bed diisi ke tingkat yang diinginkan, lumpur dikeringkan pada
konsentrasi padatan yang diinginkan. Variasi konsentrasi antara 18-60%,
tergantung tipe lumpur, proses yang dibutuhkan, tingkat kekeringan yang
dibutuhkan, dll.
d. Pengeringan lumpur secara mekanik maupun manual.
e. Pengulangan siklus.
2.3. Keuntungan dan kerugian
Keuntungan penggunaan sludge drying bed adalah :
- Biaya murah
- Kecilnya jumlah operator dan ahli yang dibutuhkan
- Rendahnya pemakaian energi
- Kurang sensitif terhadap variabilitas lumpur
- Rendah atau tidak adanya pemakaian bahan kimia
- Lebih tinggi padatan kue kering dibandingkan pada metode mekanis
sepenuhnya
Kerugian penggunaan sludge drying bed adalah :
- Membutuhkan lahan yang lebih banyak dibandingkan dengan metode
mekanis sepenuhnya
- kurangnya pendekatan desain rekayasa rasional memungkinkan analisis
ekonomi teknik suara
- membutuhkan lumpur yang stabil
- harus di desain dengan penuh perhatian terhadap dampak iklim
- lebih memungkinkan jika digunakan secara umum/publik
- pada proses penyisihan bergantung pada pekerja/buruh
Sludge Drying Bed | 5
3. Tipe Sludge Drying Bed
3.1. Conventional Sand Drying Bed
Sand drying beds adalah tipe yang tertua dan yang paling sering digunakan.
Variasi desain memungkinkan dan termasuk dengan layout pipa drainase,
ketebalan, dan tipe kerikil dan lapisan pasir, serta material konstruksi. Bed dapat
dibangun dengan atau tanpa ketentuan mesin penyisih lumpur dan atap.
Untuk membuat drying bed persegi panjang dengan dimensi 15-60 ft (4,5-18
m) lebar, 50-150 ft (15-47 m) panjang dengan sisi vertikal. Biasanya 4-9in (10-23 cm)
pasir ditempatkan pada 8-18 in (20-46 cm) kerikil atau batu. Umumnya, pasir 0,012-
0,05 in (0,3-1,2 mm) pada ukuran efektif dan memiliki koefisien seragam kurang dari
5. Kerikil biasanya memiliki tingkatan dari 1/8-1in (0,3-2,5 cm) pada ukuran efektif.
Normalnya, pipa underdrain terbuat dari tanah liat, tapi kini pipa plastik sudah
diperbolehkan. Pipa harus kurang dari 4 in (100mm), memiliki spasi 8-20 ft (2,4-6 m)
terpisah, dan memiliki minimum lereng 1%
3.2. Paved Drying Beds
Semenjak 1950, paved drying beds (drying beds beraspal) memiliki fungsi
terbatas. Normalnya, bed berbentuk persegi panjang dan 20-50 ft (5-15 m) lebar,
70-150 ft (21-46 m) panjangnya dengan sisi vertikal. Biasanya digunakan lapisan
aspal atau beton. Normalnya, lapisan pada 8-12 in (20-30cm) dibangun atas pasir
atau kerikil. Lapisan minimum 1,5% kemiringan menuju area drainase. Area tidak
beraspal 2-3 ft (0,6-1 m) lebarnya ditempatkan bersebelahan atau dari tengah ke
bawah area drainase. Pipa yang digunakan berdiameter minimum 4 in (100mm)
untuk mengalirkan air drainase. Paved drying beds dapat dibangun dengan atau
tanpa atap. Pada jumlah lumpur tertentu, paved drying beds membutuhkan lahan
yang lebih luas dibandingkan dengan sand beds. Keuntungan utamanya adalah
bahwa dari awal hingga akhir mesin dapat digunakan untuk menyisihkan lumpur
dan mengurangi pemeliharaan beds.
Sludge Drying Bed | 6
3.3. Wedge-Wire Drying Beds
Wedge-wire drying beds sudah banyak sukses digunakan di Inggris lebih dari
20 tahun untuk dewatering atau pengeringan lumpur air limbah industri ataupun
perumahan. Digunakan di Amerika semenjak awal tahun 1970, dimana terdapat 18
instalasi wedge-wire. 10 dari instalasi ini digunakan untuk lumpur air limbah
perkotaan. Pada wedge-wire drying beds, bubur lumpur dimasukkan ke horizontal,
media drainase yang relative terbuka, dimana menghasilkan filtrat yang bersih dan
menyediakan tingkat drainase yang wajar. Tipe penampang wedge-wire bed
ditunjukkan pada gambar 3.1. Bed terdiri dari baskom dangkal persegi panjang yang
kedap air dilengkapi dengan sebuah panel wadgewater lantai palsu. Panel memiliki
slot pembuka 0,01 in (0,25 mm). Lantai palsu ini terbuat kedap air dengan gala
dimana panel sebagai dinding. Katup keluaran untuk mengontrol tingkat drainase
diletakkan dibawah lantai palsu.
Gambar 3.1 Penampang wedge-wire drying bed
Sumber: Handbook of Environmental Engineering, Volume 6: Biosolids Treatment Processes
Keuntungan dalam penggunaan wedge-wire drying beds adalah
- tidak menyumbat media
- drainase konstan dan cepat
Sludge Drying Bed | 7
- lebih tinggi tingkat keluaran dibandingkan dengan sand bed
- mudah dirawat
- lumpur yang sulid dikeringkan, seperti misalnya dengan aerobik, dapat
dikeringkan
- dibandingkan dengan sand beds, lumpur yang dikeringkan lebih mudah
untuk disingkirkan
prosedur yang digunakan dalam pengeringan lumpur diawali dengan pergerakan air
atau keluaran menuju unit wedge-wire hingga kedalaman mencapai 1in (25 mm),
melebihi sekat wedge-wire. Air berperan sebagai bantalan yang mengizinkan
penambahan lumpur untuk mengapung tanpa menyebabkan tekanan ke atas atau
ke bawah pada permukaan wedge-wire. air lebih lanjut mencegah kompresi atau
gangguan partikel koloid pada lumpur. Setelah bed terisi oleh lumpur, pada awalnya
memisahkan lapisan air dan air drainase diizinkan untuk meresap jauh pada tingkat
control melalui katup keluaran. Setelah air bebas sudah dikeringkan, lumpur lebih
lanjut terkonsentrasi pada drainase dan evaporasi sampai terdapat penyisishan
lumpur yang diinginkan.
3.4. Vacuum-Assisted Drying Beds
Vacuum-assisted drying beds yang beroperasi saat ini hanya dua, 20ft (6m)
dari 40ft (12 m) unit yang dibangun pada 1976 di kota Sunrise, Florida. Alat ini
mengeringkan air pada kondisi lumpur aerobik mendapatkan 2% konsentrasi
padatan, dimana terbuang dari kontak penstabilan alat pengolahan air limbah.
Komponen utama dari fasilitas ini adalah :
- lempengan tanah bawah yang terdiri dari beton bertulang
- lapisan stabil agregat yang tebalnya beberapa inch, mendukung untuk
multi-media filter atas yang kaku. Ruang ini juga untuk ruang vakum dan
tersambung ke pompa vakum.
Sludge Drying Bed | 8
- Multi-media filter atas yang kaku diletakkan pada pendukung agregat.
Lumpur kemudian digunakan untuk permukaan media.
Urutan pengoperasiannya adalah sebagai berikut:
- Lumpur memasuki permukaan filter dengan aliran gravitasi pada tingkat
debit 150 gpm (9,4 L/s) dan kedalaman 12-18in (30-46 cm)
- Pengeringan filtrat melalui filter multi-media menuju tuang yang
mengandung agregat kemudian menuju ke tempat air berkumpul,
selanjutnya di pompa kembali ke alat dengan pompa yang dapat bekerja
sendiri
- Ketika seluruh permukaan filter multi-media dipenuhi lumpur, system
vakum dimulai dan menjaganya pada 1-2 in.Hg (3-34 kN/m2)
Dibawah kondisi cuaca yang baik, system pengeringan ini mencairkan lumpur
secara aerobik hingga 12% konsentrasi padatan dalam 24 jam tanpa adanya
penambahan polimer, dan pada level yang sama 8 jam jika diberikan penambahan
polimer. Lumpur tertentu dari 12% konsentrasi padatan mampu diangkat dari bed
dengan garpu atau peralatan mekanis. Lumpur akan dikeringkan lebih lanjut hingga
20% konsentrasi padatan dalam 48 jam.
4. Aplikasi dan Batasan-Batasan Proses
Biasanya sludge drying sand beds digunakan untuk memisahkan air dari
lumpur pada unit dengan skala yang kecil. Hal ini dikarenakan sedikitnya perhatian
maupun keahlian yang dibutuhkan oleh operator. Meskipun demikian, proses air-
drying biasanya terbatas hanya pada lumpur yang sudah diolah atau stabilized
sludge, hal ini dikarenakan lumpur yang masih mentah cenderung berbau tidak
sedap, memicu datangnya serangga-serangga pengganggu, dan tidak dapat kering
dengan memuaskan pada kedalaman tertentu. Minyak pada lumpur mentah juga
dapat menyumbat sandbed yang akan menimbulkan permasalahan yang cukup
Sludge Drying Bed | 9
serius pada proses pembuangan. Desain dan penggunaan dari drying beds
dipengaruhi oleh kondisi cuaca dan karakteristik dari lumpur itu sendiri. Operasi unit
dapat terhambat apabila terjadi hujan atau cuaca dingin yang berkepanjangan.
5. Cara Kerja Proses, Teori, dan Prinsip Dasar
Cake dengan persentase padatan 40-45% dapat dicapai dengan waktu tinggal
2-6 minggu pada kondisi cuaca yang baik dan dengan pengolahan yang baik pada
secondary, primary, atau mixed sludge. Dengan campuran bahan kimia, proses
dewatering dapat dipersingkat waktunya hingga 50% atau bahkan lebih. Padatan
yang mengandung 85-90% sebenarnya dapat dicapai dengan sludge drying beds,
namun waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkan hasil tersebut tidak praktis.
Variabel yang mempengaruhi desain drying beds adalah:
a. Kondisi lumpur
b. Karakteristik lumpur
c. Permeabilitas tanah
d. Harga dan ketersediaan lahan
Proses air-drying pada lumpur sangatlah sensitif terhadap kondisi cuaca.
Hujan akan memperpanjang waktu pengeringan, meskipun efek hujan dapat
diabaikan apabila sudah terjadi penyusutan dan cracking pada lumpur. Hujan juga
dapat mengurangi nilai dari lumpur untuk menjadi pupuk, hal ini dikarenakan hujan
melarutkan nutrien-nutrien penting. Temperatur udara, kelembaban relatif,
persentase sinar matahari, dan kecepatan angin yang berhembus juga dapat
mempengaruhi kelajuan penguapan air dari lumpur. Pada musim panas atau
keadaan yang memiliki suhu dan kelembaban tinggi, kelajuan pengeringan dapat
bernilai dua hingga tiga kali lebih cepat daripada musim dingin atau kondisi cuaca
dengan suhu yang rendah. Oleh karena itu biasanya pada saat musim dingin, lumpur
akan diolah dengan digester sementara pada saat musim panas baru diolah dengan
drying beds.
Sludge Drying Bed | 10
Lumpur mentah yang belum diolah tidak dapat mengering semudah lumpur
yang sudah terolah. Kekurangan dari lumpur mentah yaitu bau tak sedap dan
kemungkinan munculnya serangga-serangga pengganggu juga menjadi penghambat
tersendiri. Olah karena itu sludge drying beds biasanya digunakan hanya untuk
lumpur yang telah diolah. Namun demikian, lumpur yang telah diolah berlebihan
dapat mengering lebih lambat pula. Lumpur primer mengering lebih cepat daripada
lumpur sekunder. Demikian pula halnya dengan lumpur yang sudah lama ditinggal
akan mengering lebih lama daripada lumpur yang baru.
Waktu pengeringan dipengaruhi oleh konsentrasi awal padatan pada lumpur.
Hasil laboratorium menunjukkan bahwa banyaknya air yang dapat dibuang menurun
secara linear seiring dengan naiknya konsentarasi padatan, seperti ditunjukkan oleh
Gambar 5.1. Selain itu, waktu pengeringan dan kelembaban cake akan naik seiring
dengan bertambahnya koinsentrasi padatan pada lumpur, seperti ditunjukkan oleh
Gambar 5.2 dan 5.3
Gambar 5.1 Pengaruh konsentrasi solid terhadap banyak air yang dapat dibuang
Sumber: Handbook of Environmental Engineering, Volume 6: Biosolids Treatment Processes
Sludge Drying Bed | 11
Gambar 5.2 Pengaruh konsentrasi solid terhadap waktu pengeringan
Sumber: Handbook of Environmental Engineering, Volume 6: Biosolids Treatment Processes
Gambar 5.3 Pengaruh konsentrasi solid terhadap kelembaban cake
Sumber: Handbook of Environmental Engineering, Volume 6: Biosolids Treatment Processes
Untuk pengeringan optimum beban padatan pada sand beds tidak boleh
melebihi 15 lb padatan kering/ft2 untuk uncovered beds dan 25 lb padatan
Sludge Drying Bed | 12
kering/ft2 untuk covered beds. Kelajuan pengeringan bergantung kepada
kedalaman pemasukan lumpur diatas sand beds. Waktu pengeringan dan
kelembaban dari cake akan bertambah seiring dengan naiknya kedalaman
pemasukan lumpur, seperti ditunjukkan oleh Gambar 5.4 dan 5.5.
Gambar 5.4 Pengaruh kedalaman pemasukan lumpur terhadap waktu pengeringan
Sumber: Handbook of Environmental Engineering, Volume 6: Biosolids Treatment Processes
Gambar 5.5 Pengaruh kedalaman pemasukan lumpur terhadap kelembaban cake
Sumber: Handbook of Environmental Engineering, Volume 6: Biosolids Treatment Processes
Sludge Drying Bed | 13
Kelajuan pengeringan dapat ditingkatkan dengan mengkondisikan lumpur
dengan koagulan organik maupun inorganik. Penambahan bahan kima dapat
menaikkan porositas koagulan, menurunkan kompresi padatan, dan mengurangi
kebutuhan perawatan sand bed. Alum, aluminum chlorohydrate, dan ferrous
sulfate merupakan bahan kimia yang biasa digunakan di Inggris. Banyaknya
koagulan inorganik yang dibutuhkan untuk pengeringan lumpur yang efektif
bergantung pada pH lumpur. Lumpur pada kondisi buffer akan membutuhkan
dosis koagulan yang cukup signifikan sebelum terjadi perubahan. Berbeda dengan
koagulan inorganik, koagulan organik memiliki dosis efektif kurang dari 1% berat
pedatan. Namun demikian, koagulan organik memiliki harga yang lebih mahal
daripada koagulan inorganik.
Penggunaan alat pembersih mekanik dapat menaikkan kelajuan pengeringan
lumpur. Desain alternatif bed yang muncul dalam upaya penggunaan pembersih
mekanik adalah paved beds, wedge wired beds, dan heated beds. Waktu
pengeringan lebih singkat yang dicapai karenak pembersih mekanik dapat
menghilangkan lumpur dengan konten kelembaban yang lebih tinggi daripada
pembersihan manual.
6. Kriteria Desain, Persyaratan, dan Pertimbangan lainnya
6.1. Persyaratan Lahan
Tingkat sludge drying tergantung parameter yang menentukan lahan
minimal yang diperlukan untuk instalasi beds. Open beds membutuhkan area yang
lebih besar dibandingkan dengan covered beds. Eckenfelder dan O’Connor
menyarankan beban padatan tahunan per satuan luas beds untuk berbagai jenis
lumpur air limbah di kisaran 15-27 lb/ft2 seperti pada tabel berikut.
Sludge Drying Bed | 14
tabel 6.1. beban padatan berdasarkan jenis lumpur
Sumber: Handbook of Environmental Engineering, Volume 6: Biosolids Treatment Processes
Persyaratan lahan menurun untuk chemically conditioned sledges. Karena,
semakin tinggi beban padatan yang diizinkan untuk conditioned sludge, penerapan
lumpur yang lebih dalam, dan tingkat pengeringan lebih cepat dari lumpur
tersebut.
6.2. Covered Beds
Covered beds menjadi hal yang penting karena dengan memberikan
penutup untuk drying beds, masalah bau, adanya serangga, serta estetika selama
musim hujan maupun cuaca dingin dapat lebih teratasi. Pada paved, wedge-wire,
dan vacuums beds, penutup ini dapat digunakan, tetapi belum ada data yang
tersedia mengenai bagaimana pengaruhnya untuk beds.
6.3. Sludge Conditioning
Sludge conditioning dapat meningkatkan pengeringan bed secara dramatis,
serta harus dipertimbangan sebagai bagian dari desain. Untuk menguras lumpur
dengan kasus yang sulit, sludge conditioning merupakan pertimbangan yang
sangat diperlukan.
Sludge Drying Bed | 15
6.4. Sludge Removal
Untuk menghilangkan lumpur kering dari drying beds dengan jenis
penghapusan manual, diperlukan 30-40% konsentrasi padatan. Sementara, dengan
sistem pembuangan lumpur mekanik, konsentarasi padatan antara 20-30% dapat
ditangani. Tergantung dengan ukuran bed, unit dapat diolah mirip dengan lift dan
mekanisme pembuangan dengan menggunakan truk sampah, yang tersedia untuk
wedge-wire bed.
6.5. Sidestreams
Sidestream yang hanya dapat digunakan untuk operasi drying bed adalah
larutan drainase bawah. Biasanya, aliran ini diperlakukan dengan daur ulang.
Namun, kandungan nitrogen yang tinggi dari aliran daur ulang harus
dipertimbangkan pengaruhny dalam desain unit hulu di instalasi pengolahan.
6.6. Kriteria Ukuran Bed
Kriteria terbaik mempertimbangkan pembebanan padatan, suhu, kecepatan
angin, curah hujan, karakteristik lumpur, dan konsentrasi padatan. Pada paved
beds, tidak ada kriteria ukuran yang umum.
Sludge Drying Bed | 16
Tabel 6.2. Kriteria ukuran sand bed untuk pengolahan anaerobik
Sumber: Handbook of Environmental Engineering, Volume 6: Biosolids Treatment Processes
Sludge Drying Bed | 17
tabel 6.3 Kriteria ukuran sand bed yang diakui Negara Amerika
Sumber: Handbook of Environmental Engineering, Volume 6: Biosolids Treatment Processes
tabel 6.3 Kebutuhan tenaga kerja berdasarkan sludge drying bed
Sumber: Handbook of Environmental Engineering, Volume 6: Biosolids Treatment Processes
Sludge Drying Bed | 18
7. Dampak Lingkungan dan Konsumsi Energi
Kebutuhan lahan besar. Bau dapat ditimbulkan ketika lumpur susah diolah
dan daerah zona penyangga yang tidak memadai.
Et = Ep + Ems + Est
Keterangan :
Et : Total energi tahunan yang dibutuhkan (Btu/yr)
Esr : Kebutuhan energi pemindahan pasir (Btu/yr)
Ep : Kebutuhan energi pompa (Btu/yr)
Ems : Kebutuhan energi mekanik (Btu/yr)
8. Modal
8.1. Biaya Modal
CC = 25.27 x 104 Q1.35
Keterangan :
CC = biaya konstruksi sands bed
Q = desain pabrik untuk aliran air limbah
Biaya yang terkait termasuk penggalian, proses pemipaan, peralatan, beton, dan
besi.
Cae = 0.2264 x CC
Keterangan :
Cae = biaya untuk teknis dan administrasi
Sludge Drying Bed | 19
Ct = CC + Cae
Ct = biaya total
8.2. Biaya Operasional dan Pemeliharaan
Syarat seorang tenaga kerja adalah bisa membuka area permukaan bed untuk
operasional dan pemeliharaan. Indikasi seorang tenaga kerja termasuk pembuangan
lumpur yang kering dari bed, pemeliharaan pasir, dan weeding jika dibutuhkan.
9. Proses Monitoring
Variabel proses monitoring yang penting membutuhkan pengukuran dan
peralatan monitoring yang direkomendasikan oleh US EPA. Tabel 9 merangkum apa
yang diukur dan peralatan yang digunakan untuk ‘memberi makan’ lumpur, isi bed,
lumpur yang telah dikeringkan, drainase dan limpasan air permukaan, cuaca, dan
atmosfer.
10. Desain dan Contoh Aplikasi
Sebuah pabrik pengolahan air limbah memiliki total lumpur sebesar 0.5 MGD
yang dipompa ke drying beds di ketinggian kepala dinamik sebesar 40 ft
menggunakan kawat terhadap air dengan efisiensi sebesar 60%. Hitung konsumsi
energinya!
Kebutuhan energi pemompaan :
Ep = 3.89 x 106 x Q x (TDH) x
Ep = 3.89 x 106 x 0.50 x 40 x
Ep = 129.7 x 106 Btu/yr
Sludge Drying Bed | 20
Energi mekanik scraping
Ems = (3.2 x 106 x Btu/yr/MGD) x (Q MGD) = 3.2 x 106 x 0.5 = 1.6 x 106 Btu/yr
Energi konsumsi penggantian pasir
Esr = 10% dari Ems = 1.6 x 105 Btu/yr
Total konsumsi energi
ET = Ep + Ems + Esr = 131.46 x 106 Btu/ yr x 2.982 x 10-4 kWh/Btu = 38500 kWh/yr
Sludge Dewatering – Sludge Drying Bed | 1
SLUDGE DEWATERING
Nama Kelompok 13 :
Martha Theresia Juliana Siregar (1206261541)
M. Ali Habibie (1206243816)
Rania Amalia F. Alatas (1206261636)
William Ishak Sinaga (1206261560)
Sludge Drying Beds
I. Deskripsi Proses Sludge Drying Beds
Sejak 1900 penelitian mengenai pengeringan lumpur mengggunakan drying beds
sudah dilakukan dan dengan metode drying beds lebih banyak digunakan pada sludge
dewatering air limbah domestik. Lumpur hasil pengolahan akan lebih cepat kering
daripada lumpur alami.
Khususnya di United States sudah menggunakan metode ini lebih dari 100 tahun.
Dalam penggunaan drying beds memungkinkan diharapkan pada pengolahan yang
sederhana, kondisi hangat melalui daerah yang mendapat banyak cahaya matahari, dan
pengolahan tersebut juga menggunakan beberapa fasilitas yang besar serta bertempat di
iklim utara.
Sludge Drying disediakan untuk lumpur yang dihasilkan dari sedimentasi yang akan
dikeringkan sehingga lebih mudah untuk diatasi. Sludge Drying Beds digunakan untuk
pengeringan lumpur baik dari pengeringan massa lumpur dengan evaporasi dari
permukaan yang terkena dengan udara bebas sekaligus dari cairan dari underdrains akan
digunakan pada pengolahan selanjutnya. Drying beds terdiri dari 4-9 in. pasir yang
ditempatkan di atas 8-18 in. batuan. ukuran dari pasar biasanya 0,3-1,2 mm dan koefisien
keseragamannya adalah kurang dari 5. biasanya batuan tersebut sebesar 1/8-1 in. Drying
beds memiliki undredrains yang dipisahkan dari 8-20 ft. pipa underdrains ini biasanya
memiliki ukuran 4 in yang terbuat dari vitrivikasi lumpur.
Lumpur disebarkan pada beds dengan lapisan 8-12 in. Biasanya pipa pengisi drying
beds terbuat dari besi dan didesain memiliki kecepatan yang rendah yaitu 2,5 ft/s. Pipa
tersebut dirancang untuk mengering pada beds dan ketentuannya dibuat untuk menyiram
Sludge Dewatering – Sludge Drying Bed | 2
dan sebagai tindakan pencegahan pada saat musim dingin. Lumpur tersebut dapat
dipindahkan dari drying beds setelah mengering sehingga dapat dipisahkan. Namun, pada
saat pemindahan lumpur yang sudah kering, lapisan yang terdapat dibawah lumpur tidak
boleh terganggu atau bahkan sampai rusak.
Prosedur dalam Sludge Drying Beds ini adalah yang pertama pompa lumpur ini pada
permukaan drying beds sampai pada batas yang diinginkan (biasanya 20-30 cm).,
kemudian lumpur tersebut akan dikeringkan dari pengeringan ini konsentrasi dari lumpur
dapat berkurang dari 18-60% tergantung dari jenis lumpur. Jika lumpur yang dimasukkan
mengering, pindahan lumpur tersebut secara mekanikal atau manual dan kemudian pompa
lagi lumpur pada sludge drying beds.
II. Kelebihan dan Kekurangan Menggunakan Sludge Drying Beds
Kelebihan:
a. Jika lahan yang tersedia untuk pengeringan sudah ada, ini merupakan sistem yang
paling murah,
b. Biaya modal yang rendah,
c. Tidak terlalu membutuhkan keterampilan operator dan perhatian khusus,
d. Jumlah operator yang sedikit namun harus memiliki kemampuan di bidangnya,
e. Penggunaan energi yang sedikit,
f. Tidak terlalu sensitif untuk variasi lumpur,
g. Sedikit penggunaan bahan kimia,
h. Memiliki kekeringan yang lebih baik daripada metode mekanik.
Kekurangan:
a. Terlalu simpel,
b. Membutuhkan lebih banyak tempat daripada metode mekanik,
c. Membutuhkan stabilized sludge terlebih dahulu,
d. Harus didesain dengan lebih teliti karena adanya perubahan cuaca,
e. Dibutuhkan perhatian khusus pada dampak iklim/cuaca,
f. Lebih cocok untuk umum.
Sludge Dewatering – Sludge Drying Bed | 3
III. Jenis Sludge Drying Beds
III.1 Conventional Sand Drying Beds
Sand Drying Beds adalah metode yang paling tua dan yang paling biasa
digunakan pada drying beds. Pada jenis ini memungkinkan untuk membuat berbagai
variasi desain termasuk tampilan dari pipa drainase, ketebalan, dan tipe dari batuan,
lapisan pasir, dan bahan yang digunakan untuk kontrusksi.
Dimensi yang biasa digunakan pada jenis ini adalah dengan lebar 15-60 ft
(4,5-18 m), panjang 50-150 ft (15-47 m). Biasanya lapisan pasir setebal 4-9 in (10-23
cm) yang diletakkan pada batuan dengan ketebalan 8-18 in. (20-46 cm). (Izrail S.
Turovskiy & P. K. Mthai, 2006). Namun, drying beds biasanya dengan dimensi lebar
20-30 ft (6,9-9,1 m), panjang 25-125 ft (7,6-38.1 m), dan terdiri dari 6-10 in (15-25
cm) lapisan pasir yang terdapat di atas lapisan batu kerikil 6-12 in ( 15-30 cm).
(Reynolds & Richards, 1996).
Kriteria ukuran sludge drying beds diberikan dalam satuan luas bed yang
dibutuhkan untuk dewatering dalam basis meter persegi per kapita. Kriteria yang
Gambar 1 Typical Sand Drying Bed Contruction
Sludge Dewatering – Sludge Drying Bed | 4
lebih baik untuk ukuran bed adalah pada unit loading dalam kilogram padatan kering
per meter persegi per tahun. Kriteria yang dipilih harus mempertimbangkan kondisi
iklim/cuaca seperti diantaranya temperatur, kecepatan angin, dan presipitasi: karakter
biosolids seperti diantaranya pasir/kerikil halus, minyak/lumas, dan kandungan
biologi; dan konsentrasi padatan.
Aplikasi kedalaman berkisar dari 200-400 mm (8-16 in), aplikasi kedalaman
seharusnya menghasilkan nilai optimum solids loading dari 10-15 kg/m2 (2-3 lb/ft
2).
Kebutuhan total waktu pengeringan bergantung pada lumpur kering yang diinginkan
atau sesuai kebutuhan.
Tabel 1. Kriteria Desain Sand Drying Beds untuk Digester Sludge
III.2. Paved Drying Beds
Biasanya jenis ini memiliki bentuk yang rectangular dan memiliki lebar 20-50
ft (5-15 m), panjang 70-150 ft (21-46 m. Paved drying beds ini dapat dibauat
dengan atau tanpa atap. Untuk memuat lebih banyak lumpur, Peved drying beds
ini membutuhkan lebih banyak area daripada sand drying beds. Kelebihan dari
jenis ini adalah dari depan hingga belakang muatan dapat digunkaan untuk
pemindahan lumpul dan mengurangi biaya perawatan.
Sludge Dewatering – Sludge Drying Bed | 5
Gambar 2. Typical Paved Drying Beds Contruction
III.3. Wedge-Wire Drying Beds
Pada wedge-wire drying beds, lumpur masuk dalam salurhan horizontal, media
drainase terbuka dalam sepanjang pembersihan filtrasi dan didukung dengan kecepatan
drainase.
Gambar 3. Penampang Wedge-Wire Drying Bed
Keuntungan penggunaan wedge-wire drying bed:
a. Tidak terbentuk penyumbatan media
b. Drainase cepat dan konstan,
c. Kecepatan dari awal-akhir besar daripada sand beds,
d. Pengaturan bed mudah,
e. Lumpur yang sulit di dewater, seperti aerobically digested dapat di keringkan,
f. Digabungkan dengan sand beds dewater sludge akan lebih mudah untuk penghilangan.
Sludge Dewatering – Sludge Drying Bed | 6
IV. Kriteria Desain
IV.1. Kebutuhan Land
Laju dari lumpur kering tergantung dari pada luas area yang dibutuhkan untuk
instalasi tersebut. Berikut adalah tabel yang merekomendasikan ukuran dari
drying sand beds.
Dari tabel 2 dapat dilihat bahwa open bed membutuhkan ruang yang lebih besar
dari pada closed bed.
Berikut adalah rekomendasi ukuran luas area pada kondisi yang berbeda:
Sludge Dewatering – Sludge Drying Bed | 7
IV.2. Covered Bed
Pada metode sludge drying beds ini akan sangat bermasalah pada saat hujan
turun, salju atau cuaca yang dingin, potensi bau dan serangga yang dihasilkan,
atau masalah setetika sehingga dibuatlah penutup yang dapat melindungi drying
beds. Covered Bed akan memiliki ventilasi sehingga udara dapat masuk dan juga
dapat mengurangi luas area (sesuai tabel 2).
IV.3. Sludge Conditioning
Pengkondisian lumpur dapat secara dramatis meningkatkan pengeringan
dari proses awal-akhir dan seharusnya dipertimbangkan sebagai bagian dari
desain.
IV.4. Sludge Removal
Mayoritas fasilitas di United States menggunakan tenaga kerja manual untuk
menghilangkan lumpur kering dari bed pengering. Dengan jenis penghilangan,
konsentrasi padatan 30-40%. Dengan sistem pembungan lumpur mekanik,
konsentrasi padatan antara 20-30% dapat diatasi. Hal ini tergantung pada ukuran
bed, unit pengolahan seperti lift dan mekanisme pembuangan truk sampah yang
tersedih untuk tempat wedge-wire drying bed.
IV.5. Sidestreams
Mengikuti hasil studi karakteristik dari drainase sand bed di United States;
a. Tipe lumpur = Campuran pencernaan anaerobik dari primary dan lumpur
trickling filter,
b. Bed media = 6 in pasir,
c. Warna = clear, kuning sawo gelap,
d. COD = 300-400 mg/L,
e. BOD5 = 6-66 mg/L,
f. BOD20 = 1900-2360 mg/L (>90% nitrogen).
Sludge Dewatering – Sludge Drying Bed | 8
Referensi
- K, Lawrence Wang, Yan Li, Nazih K. Shammas, and George P. Sakellaropoulos.,
Drying Bed, 2007.
- S, Izrail Turovskiy and P. K. Mathai., Wastewater Sludge Processing, 2006.
- Reynoold, Tom D and Richards, Paul A., Unit Operations and Processes in
Emvironmental Engineering, Second Edition, 1996.