Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit...

401
KUMPULAN TUGAS BESAR UNIT OPERASI DAN PROSES ACTIVATED SLUDGE TREATMENT FOR MUNICIPAL WASTE WATER PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK 2014

description

asdf

Transcript of Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit...

Page 1: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

KUMPULAN TUGAS BESAR UNIT OPERASI DAN PROSES

ACTIVATED SLUDGE TREATMENT FOR MUNICIPAL WASTE WATER

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS INDONESIA

DEPOK 2014

Page 2: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

CONVENTIONAL

ACTIVATED SLUDGE

Andrew Alexander 1006680663

David Immanuel Siahaan 1006773811

Dila Anandatri 1006680764

Dhiyondi Arnosa 1106054643

Hanindito Andhika 1106015850

Page 3: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

DETAIL PERHITUNGAN TANGKI AERASI

ACTIVATED SLUDGE : CONVENTIONAL

Teori :

Lumpur aktif (activated sludge) merupakan teknologi yang digunakan untuk

mengolah limbah. Lumpur aktif adalah proses pertumbuhan mikroba tersuspensi.

Proses ini pada dasarnya merupakan pengolahan aerobik yang mengoksidasi

material organik menjadi CO2 dan H2O, NH4. dan sel biomassa baru. Proses ini

menggunakan udara yang disalurkan melalui pompa blower (diffused) atau melalui

aerasi mekanik. Sel mikroba membentuk flok yang akan mengendap di tangki

penjernihan. Kemampuan bakteri dalam membentuk flok menentukan

keberhasilan pengolahan limbah secara biologi, karena akan memudahkan

pemisahan partikel dan air limbah. Lumpur aktif dicirikan oleh beberapa parameter,

antara lain, Indeks Volume Lumpur (Sludge Volume Index = SVI) dan Stirred Sludge

Volume Index (SSVI).

Penerapan teknologi ini bertujuan untuk menghilangkan limbah organik

sederhana dan mudah terurai, materi organik kompleks seperti warna, bau. Proses

ini juga dapat menghilangkan logam berat. Sasaran dari penerapan teknologi ini

adalah air hasil pengolahan limbah tekstil tidak mencemari lingkungan. Pada masa

ini, metode lumpur aktif merupakan metode pengolahan air limbah yang paling

banyak digunakan, termasuk di Indonesia, hal ini disebabkan metode lumpur aktif

dapat digunakan untuk mengolah air limbah dari berbagai jenis industri seperti

industri pangan, perhotelan, rumah tinggal, sekolah, bahan pabrik dan lain

sebagainya.

Dengan menggunakan proses pengolahan limbah secara konvensional yang

bersifat aerobik (misalnya lumpur aktif, trickling filter atau rotary biology

contactors) ruang yang diperlukan untuk pengolahan menjadi berkurang.

Kelemahan dari sistem ini adalah kebutuhan energi listrik yang tinggi dan adanya

produksi lumpur dari sistem ini, yang membutuhkan perawatan lebih lanjut.

Teknologi ini banyak digunakan untuk pengolahan air limbah kota dari tingkat

menengah ke kota-kota besar di mana tanah telah menjadi hal yang langka.

Namun, sistem lumpur aktif sebenarnya sangat kompleks (misalnya dilihat dari segi

peralatan mekanik, loop resirkulasi, dll). Sistem ini sesuai untuk fasilitas pengolahan

air limbah terpusat. Ini berarti pembangunan saluran limbah jarak jauh dan

ketersediaan staf yang sangat terampil dan terlatih, pasokan listrik konstan,

peralatan teknis (misalnya suku cadang, peralatan pemantauan), biayan operasi

dan pemeliharaan, dan sistem manajemen yang baik merupakan hal-hal yang perlu

Page 4: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

diperhatikan dalam mengolah limbah dengan metode lumpur aktif model

konvensional. Proses keseluruhan dari sistem lumpur aktif, jika berfungsi dengan

baik, sangat efisien untuk pengangkatan settable (pengolahan fisik primer) dan

terlarut, bahan organik koloid (penghilangan biologis dalam lumpur aktif) di hampir

setiap jenis iklim , meskipun penghilangan patogennya rendah.

Keuntungan menggunakan lumpur aktif model konvensional:

Lahan yang dibutuhkan sedikit

Kualitas efluennya tinggi

Tahan terhadap beban kejut dan dapat digunakan untuk berbagai macam tingkat

beban organik dan hidrolik

Sistem terpusat yang efisien

Kekurangan dari lumpur aktif model konvensional:

Membutuhkan energi dalam jumlah besar

Teknis yang kompleks

Tidak semua bagian dan bahan tersedia secara lokal

Tidak cocok untuk aplikasi pada tingkat masyarakat

Biaya konstruksi dan biaya pemeliharaan yang tinggi

Pencampuran air limbah industri dengan limbah domestik dapat menyebabkan

toksisitas

Effluen dan lumpur mungkin memerlukan perawatan lebih lanjut

Page 5: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Conventional Activated Sludge

Karakteristik influen yang diberikan :

BOD : 250 mg/L

COD : BOD/0,6 = 417 mg/L (Asumsi kuantitas COD agar pengolahan biologis dapat digunakan

tanpa melibatkan pengolahan kimiawi)

TSS : 450 mg/L

Qinfluen : 1500 m3/day

Kriteria rancangan Conventional Activated Sludge :

Kriteria Parameter Satuan

Mean Cell Residence Time 5,0 - 15,0 Day

Food to Microbe Ratio (F/M) 0,2 - 0,4 -

Space Loading 0,3 - 0,6 Kg BOD/day-m3

Hydraulic Retention Time 4,0 - 8,0 Hour

MLSS 1500 - 3000 mg/L

Recycle Ratio (R/Q) 0,25 - 1,0 -

BOD Removal Efficiency 85 – 95 %

Flow Regime Plug Flow -

Sumber : Raynold, Tabel 15.4 untuk Conventional Activated Sludge

Perumusan yang digunakan berdasarkan acuan Reynold :

Dimana :

K1 K2 = Reaction Rate Constant terhadap suhu

= Koreksi temperatur 1,03 – 1,06 (Eckenfelder, 1998)

T1 = Temperatur Mix Liquor untuk K1

T2 = Temperatur Mix Liquor untuk K2

Sumber : Raynold, persamaan 15.33

Page 6: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Dimana :

SVI = Sludge Volume Index (mL/mg)

SV = Sludge Volume (mL/L)

SDI = Sludge Volume Index (mg/mL)

MLSS = Mix Liquor Suspended Solid (mg/L)

Dimana :

Q = Debit Influen (L/s)

R = Debit lumpur yang dikembalikan (L/s)

SDI = Sludge Volume Index (mg/mL)

MLSS = Mix Liquor Suspended Solid (mg/L)

Sumber : Raynold, Example 15.3

Dimana :

Q = Debit Influen (L/s)

R = Debit lumpur yang dikembalikan (L/s)

Sr = Konsentrasi BOD lumpur aktif (mg/L)

St = Konsentrasi BOD influen bak aerasi (mg/L)

Sumber : Raynold, Example 15.3

Dimana :

= Hydraulic Retention Time (hour)

K rate = Reaction Rate Constant (K2) (L/gram-hour)

Se = Konsentrasi BOD effluen secondary treatment (mg/L)

St = Konsentrasi BOD influen bak aerasi (mg/L)

X = Mix Liquor Volatile Suspended Solid, MLVSS (mg/L)

Page 7: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Dimana :

= Hydraulic Retention Time (hour)

V = Volume bak aerasi (m3)

Q = Debit influen (L/s)

R = Debit lumpur resirkulasi (L/s)

Sumber : Raynold, persamaan 15.19

Dimana :

= Konsentrasi BOD dalam bak aerasi (mg/L)

V = Volume bak aerasi (m3)

Q = Debit influen (L/s)

R = Debit lumpur resirkulasi (L/s)

Sumber : Raynold, Example 15.8

Dimana :

F/M = Food to Microbe Ratio

= Selisih antara St dengan Se (mg/L)

X = MLVSS (mg/L)

= Hydraulic Retention Time/ 24 hours

Sumber : Raynold, persamaan 15.11

Dimana :

= Mean Cell Residence Time (days)

= Cell yield coefficient

F/M = MLVSS (mg/L)

= Endogenous decay coefficient

Sumber : Raynold, persamaan 15.16

Page 8: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Gambar 1. Skema Conventional Activated Sludge

+ WAS

WAS

Lumpur Primary

Page 9: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Figure 1. Pola iterasi antar komponen parameter Coventinal Activated Sludge, (khusus untuk aliran plug-flow)

Page 10: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Figure 2. Alur perhitungan rancangan Conventional Activated Sludge

Page 11: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Langkah perhitungan yang dilakukan dalam menentukan perancangan :

1) Menentukan MLSS

Berdasarkan rentang yang diberikan dari kriteria MLSS pada Conventional

Aeration adalah 1500 mg/L – 3000mg/L. Dari rentang tersebut penulis memperoleh

angka yang paling ideal adalah 1500 mg/L

2) Menentukan MLVSS

Berdasarkan Reynold, MLVSS yang terkandung dalam MLSS berkisar 70%

hingga 80%. Penulis mengasumsikan 75% dari MLSS adalah MLVSS

3) Menentukan BOD effluen

BOD efluen merupakan asumsi penulis untuk konsentrasi BOD dalam air

limbah setelah melalui reaktor Activated Sludge. Asumsi ini diperoleh dengan

pendekatan iterasi dan menunjukkan hasil yang dapat diterima oleh sebagian besar

parameter kriteria adalah 8,7mg/L.

4) Menentukan Constant Rate Reaction (K rate)

Laju degradasi organik dalam pengolahana air limbah menggunakan

bakteri, dan temperatur sangat berpengaruh dalam proses tersebut. Suhu yang

digunakan dalam pengolahan air limbah ini adalah 32oC, sehingga dibutuhkan

koreksi pada Reaction Rate Constant, sebagai berikut;

Dimana :

K1 K2 = Reaction Rate Constant terhadap suhu

= Koreksi temperatur 1,03 – 1,06 (Eckenfelder, 1998)

T1 = Temperatur Mix Liquor untuk K1

T2 = Temperatur Mix Liquor untuk K2

Page 12: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

K1 yang digunakan penulis adalah Reaction Rate Constant pada limbah cair

domestik pada suhu 25oC dan koreksi temperatur 1,03

5) Menentukan perbandingan R/Q (Recycle Ratio)

Pertama penulis menentukan SVI (Sludge Volume Index). Rentang untuk

SVI adalah 50-150. Berdasarkan iterasi, kadar SVI yang memungkinkaan berkisar

dari 136 mg/L - 150mg/L. Penulis menggunakan 135mg/L sebagai acuan SVI.

Dengan menggunakan perumusan dibawah dapat diperoleh SV;

Berikutnya penulis dapat menetukan Seludge Volume Index (SDI) dengan

perumusan sebagai berikut;

mg/l

Dengan diperolehnya SDI, maka dapat ditentukan mass balance aliran resirkulasi;

Page 13: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

6) Menentukan St

Menggunakan persamaan mass balance pada tahap sebelumnya, penulis

dapat menentukan deabit return sludge dan konsentrasi BOD gabungan yang

masuk ke dalam reaktor;

Dimana :

So = Kadar BOD Influen

Sr = Kadar BOD return sludge (Sr = Se)

St = Campuran kadar BOD dalam reaktor

Diasumsikan ada penghilangan 30% BOD pada saat melewari primary treatment.

Dengan ini dapat ditentukan effisiensitas penghilangan BOD adalah 93,8% ~ 94%

7) Menentukan Hydraulic Retention Time

(persamaan 15.28 buku Operation and Process oleh

Reynolds∕Richards)

8) Menentukan Volume bak Conventional Aeration Activated Sludge

Volume bak dapat diperoleh dengan rumusan berikut ;

Page 14: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

9) Menentukan Space Loading

Space loading dapat diperoleh dengan rumusan berikut :

Space loading =

10) Menentukan Food to Microbe Ratio

11) Menentukan Mean Cell Residence Time

Diketahui pada perhitungan sebelumnya nilai F/M rasio adalah 0,44

Berdasarkan tabel 15.6 Operation and Process oleh Reynolds/Richards , nilai :

Y = 0.4 – 0.8 (mg VSS*/ mg BOD) nilai yang diambil adalah 0.4 (mg VSS*/ mg BOD)

Ke = 0.025 – 0.075 (day-1) nilai yang diambil adalah 0.075 (day-1)

Catatan * adalah nilai MLVSS, satuan Y adalah kebalikan dari satuan F/M rasio

Menghitung nilai ( )

Page 15: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Kesimpulan dari hasil pehitungan

Kriteria Paramter Hasil Perhitungan Itrasi

Satuan

Mean Cell Residence Time 5,0 - 15,0 9,9 Day

Food to Microbe Ratio (F/M) 0,2 - 0,4 0,44 -

Space Loading 0,3 - 0,6 0,56 Kg BOD/day-m3

Hydraulic Retention Time 4,0 - 8,0 8,0 Hour

MLSS 1500 - 3000 1500 mg/L

Recycle Ratio (R/Q) 0,25 - 1,0 0,254 -

BOD Removal Efficiency 85 - 95 95,0 %

Flow Regime Plug Flow - -

Page 16: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

SLUDGE THICKENING

Pada banyak instalasi pengolahan limbah, terutama yang berskala besar, lumpur

fresh melalui proses thickening dengan tujuan untuk meningkatkan kandungan solid

sebelum menuju proses digestion. Thickening sebelum digestion menjadi lebih umum

dilakukan karena ini mengurangi volume lumpur fresh, dengan demikian ini akan

memperkecil ukuran digester yang dibutuhkan, dan jumlah supernatant liquor yang harus

dibuang. Thickening bisa dilakukan dengan gravity thickener, yang merupakan paling

banyak digunakan, atau dengan menggunakan centrifuges (mesin pemutar). Gravity

thickener hampir sama dengan circular clarifiers; tipe yang paling umum mempunyai

pickets vertikal yang dipasang pada trusswork untuk bagian bawah scraper blades. Pickets

memanjang sampai setengah dari kedalaman tangki, dan ketika pickets menyapu lumpur

maka mereka akan memecahkan sludge arching dan melepaskan sebanyak entrained

water. Gravity thickener biasanya mengentalkan lumpur sekitar dua kali dari kandungan

solid aslinya, dengan demikian akan mengurangi volume dari lumpur fresh sampai sekitar

setengah dari volume aslinya.

Surface loading biasanya sekitar 600 sampai 800 gal/day-ft2 (24.4 sampai 32.6 m3/day-

m2) berdasarkan aliran supernatant. Beban solid yang diperbolehkan dalam lb/day-ft2

(kg/d-m2) tergantung dengan sifat dari lumpur itu sendiri. Thickening dari bermacam-

macam lumpur telah memberikan persen solid dalam thickened flow seperti berikut ini:

1. Raw primary sludges pada 20 sampai 30 lb/day-ft2 (97.6 sampai 146 kg/d-m2)

memberikan 8% sampai 10% solid.

2. Campuran raw primary sludges dengan waste activated sludge pada 6 sampai 10

lb/day-ft2 (29.3 sampai 48.8 kg/d-m2) memberikan 5% sampai 8% solid.

3. Campuran raw primary dengan trickling filter humus pada 10 sampai 12 lb/day-ft2

(48.8 sampai 58.6 kg/d-m2) memberikan 7% sampai 9% solid.

4. Waste activated sludge pada 5 sampai 6 lb/day-ft2 (24.4 sampai 29.3 kg/d-m2)

memberikan 2.5% sampai 3% solid.

5. Trickling filter humus pada 8 sampai 10 lb/day-ft2 (39.1 sampai 48.8 kg/d-m2)

memberikan 7% sampai 9% solid.

Page 17: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

TUGAS BESAR UNIT OPERASI DAN PROSES

TAPERED AERATION

KELOMPOK 2

AMIRUL AKBAR ROSADI (1106011726)

ANNISA PRAMESTI PUTRI (1106054624)

AVIA RIZKI NOORDIANY (1106015996)

FUJI ASTUTI JALIL (1106022433)

LUCIA LARAS UTARI (1106054681)

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS INDONESIA

DEPOK 2014

Page 18: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Tapered Aeration

Activated sludge merupakan pengolahan biologis yang menggunakan pertumbuhan

mikroorganisme untuk menghilangkan BOD dan padatan tersuspensi. Di dalam

pengolahan lumpur aktif terdapat beberapa modifikasi pengolahan diantaranya

conventional, tapered aeration, complete mix, step aeration, contact stabilization,

extended aeration, pure oxygen systems.

Tapered aeration adalah desain pengolahan untuk menyesuaikan kebutuhan oksigen

terlarut di dalam tangki lumpur aktif sepanjang reaktor plug flow. Tapered aeration

mirip dengan pengolahan conventional lumpur aktif. Perbedaannya terletak pada

susunan diffuser. Diffuser yang berdekatan pada influent, membutuhkan lebih

banyak oksigen. Di ujung hulu reaktor kebutuhan oksigen yang tinggi karena BOD5

yang maksimal didalam reaktor. Air difuser berfungsi untuk melarutkan udara

kedalam air sehingga bakteri menjadi aktif. Laju aliran udara ke bak aerasi dapat

meruncing sepanjang cekungan.

Di dalam desain pengolahan konventional maupun tapered aeration, waktu aerasi

biasanya 4-8 jam, sehingga waktu tinggalnya menjadi 5-15 hari, recycle rasio

biasanya berkisar 25-100%, dan konsentrasi MLSS biasanya 1500-3000 mg/l.

Reaktor alir pipa (plug flow reactors) memiliki ciri-ciri utama yaitu :

- Pola aliran adalah plug flow,

- kecepatan aliran volumetris dapat berfariasi secara kontinue ke arah aliran

sebab perubahan densitas,

- setiap elemen fluida mirip sistem tertutup, yaitu tidak ada pencampuran

kearah axial, meskipun terjadi pencampuran sempurna searah radial.

- Setiap elemen fluida memiliki waktu tinggal yang sama seperti yang lain

Page 19: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Kegunaan dari reaktor alir pipa (plug flow reactors) adalah dapat digunakan dalam

operasi skala besar untuk produksi komersial atau di laboratorium, serta pada

operasi lainnya untuk mendapatkan data perancangan. Model reaktor alir

pipabiasanya digunakan untuk sebuah reaktor dimana sistem reaksi (gas atau cair)

mengalizr pada kecepatan relatif tinggi melalui suatu vesel kosong atau vesel berisi

katalis padat.

Sketsa

Gambar 1. Unit pengolahan Tapered Aeration Activated Sludge

Sumber : Buku Unit Operation and Processes in Environmental Engineering, Second Edition,

Reynolds/Richards, copyright © 1996, halaman 430

Page 20: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Pembagian BOD dan kebutuhan oksigen tiap kuarter

Tabel 1. Pembagian BOD dan kebutuhan oksigen tiap kuarterTapered Aeration Activated

Sludge

Kuarter ke- BOD yang diolah (%) Kebutuhan oksigen (%)

1 30 35

2 25 26

3 18 20

4 15 19

Sumber: Pengolahan Penulis

Kriteria Desain

Tabel 2. Parameter Disain dan Operasional untuk Unit Pengolahan Tapered Aeration

Activated Sludge

Kriteria Satuan Nilai

Mean Cell Residence Time (θC) 5 – 15

Food to Microbe Ratio (F/M) 0,2 – 0,4

Space Loading

0,3 – 0,6

Hidrolic RetentionTime (θ) 4 – 8

Mixed Liquor Suspended Solid (MLSS) 1500 – 3000

Recycle Ratio (R/Q) 0,25 – 1,0

BOD Removal Eficiency 85 – 95

Flow Regime PF, DPF

Sumber : Tabel 15.4 Buku Unit Operation and Processes in Environmental Engineering,

Second Edition, Reynolds/Richards, copyright © 1996, halaman 429

Page 21: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Keterangan Rumus yang Digunakan

Q = debit influen [m3/s, m3/hari]

Qw = debit limbah lumpur aktif yang dibuang [m3/s, m3/hari]

S0 = BOD influen [mg/L]

Se = BOD efluen [mg/L]

k = koefisien kinetis [L/g]

= MLVSS [mg/L]

= waktu tinggal [jam, hari]

= waktu tinggal sel rata-rata [jam, hari]

F = makanan mikroorganisme [mg/L]

M = jumlah mikroorganisme [mg/L]

Rumus yang Digunakan

1. Perhitungan Desain Bak

Satuan : mg/L

Konstanta kinetis

Satuan :

MLVSS

Satuan: mg/L

Hydraulic Retention Time

Satuan: jam

Sludge Volume

Satuan : mL/L

Page 22: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Sludge Density Index

Satuan : mg/L

Rasio R/Q

Tanpa Satuan

Volume Bak Aerasi

Satuan : M3

Waktu Aerasi

Satuan : Jam

Food to Microbe Ratio

Tanpa Satuan

Mean Cell Residence Time

Satuan : Hari

Space Loading

Satuan:

2. Reactor Basin

MLVSS dalam reaktor

Satuan: kg

Penghilangan substrat perhari

Satuan:

Pembentukan volatile suspended solids

Page 23: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Satuan:

Qwaste dalam activated sludge

Satuan:

3. Nitrifikasi

[Input] Nitrogen

Satuan:

Nitrogen

Persen Nitrogen pada C5H7O2N adalah

Satuan:

[Output] Nitrogen

perbandingan BOD dengan nitrogen (BOD : N = 100 : 5)

Qout

Satuan:

Satuan:

Mean cell residence time

Satuan: hari

Page 24: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Tanpa Satuan

Nitrogen terkonversi

Satuan: mg/L

Fraksi Mixed Liquor yang terdiri dari nitrifiers

Satuan: %

Laju Nitrifikasi

Satuan:

Detention Time yang dibutuhkan Nitrifiers

Satuan: Jam

Koefisien Oksigen

Satuan:

Oksigen yang dibutuhkan untuk nitrifikasi

Satuan:

Kebutuhan Oksigen

Satuan:

Page 25: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

4. Jumlah dan Daya Aerator

Standar oksigen yang dibutuhkan

SOR =

Satuan: kg/hari

Daya diffuser

P = (ρ g h) (Q + R)

Satuan: watt

Pefektif = x P

Satuan: watt

5. Final Clarifier

Menentukan debit aliran

o Debit Aliran average overflow rate

Satuan:

o Debit Aliranpeak overflow rate

Satuan:

o Debit Aliran peak solids loading

Satuan:

Menentukan luas permukaan untuk setiap kriteria

o Luas Permukaan average overflow rate

Satuan:

o Luas Permukaanpeak overflow rate

Satuan:

Page 26: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

o Luas Permukaanpeak solids loading

Satuan:

Menentukan diameter

Satuan: m

Menentukan volume

Satuan: m3

Menentukan waktu detensi

Satuan: hari

Page 27: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Alogaritma Perhitungan Tapered Aeration

Page 28: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Diketahui :

Influent Flow (Q) = 1500 m3/hari = 62.5 m3/jam

Influent [BOD]5 = 250 mg/L

A. Perhitungan Influent Limbah

Diasumsikan efisiensi penghilangan [BOD]5 pada primary settling adalah 30%

Influent [BOD]5 pada pengolahan biologis

B. Desain Bak

1. Menentukan nilai MLSS

MLSS = 1500 mg/L (berdasarkan Tabel 1)

2. Menentukan BOD5 effluent

BOD Removal Eficiency = 88 % (berdasarkan Tabel 1)

Pembagian pengolahan BOD tiap kuarter

Tabel 2. Pembagian Pengolahan BOD Tiap Kuarter Tapered Aeration Activated

Sludge

Kuarter ke- BOD Influent

(mg/L)

BOD yang diolah

(%)

BOD yang diolah

(mg/L)

BOD Effluent

(mg/L)

1

172.5

30 51,75 120,75

2 25 43,125 77,625

3 18 31,05 46,575

4 15 25,875 20,7

Sumber: Pengolahan Penulis

Page 29: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Berdasarkan Permen LH No.3 Tahun 2010 tentang Baku Mutu Air Limbah

Kawasan Industri, kadar maksimum BOD adalah 50 mg/L, maka nilai BOD effluen

yang diperoleh memenuhi baku mutu.

3. Menentukan nilai Reaction Rate Constants (K)

Digunakan konstanta laju reaksi untuk limbah domestik pada orde 1,

maka nilai K untuk suhu 25 °C sebesar

(Reynold, 1982)

Karena suhu di kawasan Depok dan sekitarnya berkisar 27 °C, maka nilai K yang

digunakan sebesar

4. Menentukan nilai MLVSS (X)

Diasumsikan MLVSS 67% dari MLSS

5. Menentukan Hidrolic RetentionTime (θ)

Page 30: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Memenuhi kriteria pada tabel 1 (4-8 jam).

6. Menentukan Recycle Ratio (R/Q)

a. Sludge Volume Index (SVI)

SVI = 150 L/mg

b. Sludge Density Index (SDI)

c. Recycle Ratio (R/Q)

Memenuhi kriteria pada tabel 1 (0,25-1,0).

7. Menentukan volume bak aerasi

Page 31: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

8. Menentukan dimensi bak aerasi

Kedalaman (h) = 5 m dengan freeboard 0,8 m

Diasumsikan bak bentuk balok dengan lebar (w) : panjang (l) = 3:1

Volume bak desain

Gambar 2. Desain Bak Aerasi Tapered Aeration Activated Sludge

Sumber : Pengolahan Penulis

9. Menentukan Waktu Aerasi

Page 32: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

10. Menentukan Food to Microbe Ratio (F/M)

Memenuhi kriteria pada tabel 1 (0,2-0,4).

11. Menentukan Mean Cell Residence Time (θC)

Y = 0,4 mg VSS/mg BOD (Reynold, 1982)

Ke= 0,025 day-1(Reynold, 1982)

Memenuhi kriteria pada tabel 1 (5-15 hari).

12. Menentukan Space Loading

Tidak memenuhi kriteria pada tabel 1 (0,3-0,6).

Page 33: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Kesimpulan

Tabel 4. Hasil Perhitungan Unit pengolahan Tapered Aeration Activated Sludge

Parameter Range Perhitungan Keterangan

Mean Cell Residence Time, hari 5-15 7,3 Memenuhi

Food to Microbe 0,2-0,4 0,4 Memenuhi

Space Loading kg BOD5/hari-m3 0,3-0,6 0,9 Tidak

Memenuhi

Hydraulic Retention Time, hari 4-8 4 Memenuhi

MLSS mg/L 1500-3000 1500 Memenuhi

Recycle Ratio 0,25-1 0,3 Memenuhi

Flow Regime PF,DPF PF

BOD Removal Efficiency % 85-95 88 Memenuhi

Sumber : Pengolahan Penulis

Page 34: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

C. Perhitungan Reactor Basin

1. Menghitung Massa MLVSS Total dalam Reaktor

2. Menghitung Penghilangan Substrat Per Hari

3. Menghitung Pembentukan Volatile Suspended Solids

4. Menghitung Q Waste Activated Sludge

Page 35: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

D. Nitrifikasi

Diketahui :

Primary Clarifier Efluent [BOD]5= (240 mg/L) (0,88) = 172,5 mg/L

Efluent [BOD]5= 20,7 mg/L

1. Material Balance untuk Nitrogen

**Persen Nitrogen pada C5H7O2N adalah

[Output] menggambarkan jumlah organic dan ammonia nitrogen pada effluen.

Berdasarkan perbandingan BOD dengan nitrogen (BOD : N = 100 : 5). Didapatkan nilai

nitrogen output melalui perbandingan adalah :

Dengan demikian,

Page 36: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

2. Mean Cell Residence Time

Mean cell residence time untuk nitrifiers dapat dihitung dengan menggunakan

asumsi temperatur mixed liquor = 27oC

Design mean cell residence time untuk Nitrifiers adalah:

Untuk removal substrate Mean Cell Residence time desain = 7,3 hari > 1,63 hari.

Jadi diperlukan proses nitrifikasi dan nitrifikasi tidak mengontrol mean cell

residence time.

3. Fraksi Nitrogen yang terkonversi

4. Nitrogen terkonversi

5. Fraksi Mixed Liquor yang terdiri dari nitrifiers

(asumsi Yn = 0.15 kg MLVSS/kg N)

Page 37: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

6. Rate of Nitrification

7. Detention Time yang dibutuhkan Nitrifiers

Karena , detention time untuk nitrifikasi melakukan kontrol.

Kesimpulannya, nitrifikasi dibutuhkan.

E. Menghitung Kebutuhan Oksigen

Dimana :

Or = kebutuhanoksigen (kg/day)

Y’ = koefisienoksigen

k’e= koefisienrespirasi endogenous (kg O2/ kg cell day)

On = oksigen yang dibutuhkanuntuknitrifikasi (kg/day)

Sr = substrat yang dihilangkan (kg/day)

(Buku Unit Operations and Processes in Environmental Engineering,

Reynolds/Richards second edition)

Koefisien Oksigen

Page 38: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Dibutuhkan 4.33 mg oksigen untuk mengkonversi ammonia nitrogn menjadi ion nitrat.

Jumlah oksigen untuk mengkonversikan nitrogen yang ada adalah:

Dengan data tersebut, maka didapat kebutuhan oksigen sebagai berikut:

Kebutuhan oksigen tiap kuarter

Tabel 5. Kebutuhan Oksigen Tiap Kuarter Tapered Aeration Activated Sludge

Kuarter ke- Kebutuhan oksigen total

(%) Kebutuhan

oksigen

1

35 127,2145

2 26 94,5022

3 20 72,694

4 19 69,0593

Sumber : Pengolahan Penulis

F. Menghitung Jumlah dan Daya Aerator

1. Jumlah diffuser

Standar oksigen yang dibutuhkan

Page 39: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

SOR =

=

= 0.566 kg/day

C’sw berdasarkan appendix pada suhu 27° = 8.07 mg/L (Appendix D),

, C

= minimum oksigen di aeration basin, Csw pada suhu standard 20° = 9.17 mg/L

(Appendix D), β = salinity surface tension factor, biasanya 0.9 untuk air limbah).

Fa merupakan oxygen solubility correction factor for elevation dan N merupakan

kebutuhan oksigen hasil perhitungan.

Fa = (1 -

)

= ( 1-

)

= 0.99

Volume udara yang dibutuhkan

Diasumsikan berat udara 1.201 kg/m3dan mengandung 23.2 % oksigen dari

berat udara tersebut

Teori udara yang dibutuhkan sesuai kondisi =

= 2.03

m3/day udara.

Diasumsikan effisiensi difusi udara 8%

Teori udara yang dibutuhkan =

= 25.39 m3/day

Desain udara yang disediakan 150% dari teori udara

Total desain udara pada basin= 25.39 m3/day x 1.5 = 38.087 m3/day

Page 40: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Memilih jenis tabung diffuser

Provide Dacron sock diffuser, standar ukuran tabung 61 cm x 7.5 cm,

pengurangan 0.21 m3standar udara per menit per tabung.

Jumlah tabung diffuser =

= 181.370 tabung ≈ 182 tabung

Jumlah tabung diffuser per baris = 182 / 5 = 36.4 tabung ≈ 37 tabung

Jumlah tabung diffuser per pipa gantung = 37 / 4 = 9.25 tabung ≈ 10 tabung

2. Daya diffuser

P = (ρ g h) (Q + R)

= ( 1000 kg/m3 x 9.81 m/s2 x 5 m) x (0.017 + 0.005) m3/s

= 1079.1 watt

Pefektif = 95% x P

= 0.95 x 1079.1 watt

= 1025.145 watt

G. Menentukan Dimensi Final Clarifier

Tabel 6. Overflow Rate, Solids Loading, dan Kedalaman untuk Secondary Clarifier

(Conventional Activated Sludge)

Kriteria Satuan Nilai

Overflow Rate Average m3/day m2 16,3 – 32,6

Page 41: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Peak m3/day m2 40,8 – 81,6

Solids Loading Average kg/day m2 98 – 147

Peak kg/day m2 244

Kedalaman M 3,7 – 4,6

Sumber : Reynold, Tom D. 1996.Unit Operations and Processes In Environmental

Engineering.

1. Menentukan kriteria yang dipakai

Average overflow rate = 16,5 m3/day m2

Peak overflow rate = 50 m3/day m2

Peak solids loading = 244 kg/day m2

Diasumsikan rasio debit influent pada kondisi peak dan kondisi average= 2,5

2. Menghitung debit aliran untuk setiap kriteria

a. Debit Aliran average overflow rate

b. Debit Aliranpeak overflow rate

c. Debit Aliran peak solids loading

Page 42: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

3. Menentukan luas permukaan untuk setiap kriteria

a. Luas Permukaan average overflow rate

b. Luas Permukaanpeak overflow rate

c. Luas Permukaanpeak solids loading

Page 43: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

4. Menentukan diameter final clarifier

Dipilih luas permukaan average overflow rate karena memiliki luas yang

paling besar.

5. Menentukan Kedalaman Final Clarifier

Kedalaman bak ditentukan dengan menggunakan tabel berikut

Tabel 7. Kedalaman yang Disarankan untuk Final Clarifier pada

Activated Sludge Process

Diameter (m) Kedalaman (m)

< 12,2 3,35

12,2 – 21,3 3,65

21,3 – 30,5 3,95

30,5 – 42,7 4,27

> 42,7 4,57

Sumber : Reynold, Tom D. 1996.Unit Operations and Processes In

Environmental Engineering.

Karena diamerter yang digunakan sebesar 12,2 m, maka kedalaman yang

disarankan sebesar 3,65 m.

Page 44: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Gambar 3. Desain Final Clarifier

Sumber : Pengolahan Penulis

6. Menentukan Volume Final Clarifier

7. Menentukan Waktu Detensi Final Clarifier

H. Menghitung Mass Balance

1. Input

2. Output

Page 45: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

3. Decrease due to reaction

Page 46: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Gambar 4. Mass Balance

Sumber : Pengolahan Penulis

Page 47: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

TUGAS BESAR UNIT OPERASI DAN PROSES

SLUDGE THICKENER

KELOMPOK 2

AMIRUL AKBAR ROSADI (1106011726)

ANNISA PRAMESTI PUTRI (1106054624)

AVIA RIZKI NOORDIANY (1106015996)

FUJI ASTUTI JALIL (1106022433)

LUCIA LARAS UTARI (1106054681)

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS INDONESIA

DEPOK 2014

Page 48: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Sludge Thickener

A. Definisi dan Fungsi

Pengolahan lumpur menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari suatu

instalasi pengolahan air limbah ataupun air bersih. Inti dari pengolahan

lumpur adalah mengurangi kadar air, menstabilkan, serta menghilangkan

mikroorganisme patogen. Pengentalan atau thickening merupakan suatu

proses untuk memekatkan lumpur dan mengurangi volume lumpur dengan

membuang supernatannya.Supernatan adalah cairan atau fase cair di dalam

lumpur yang akan terpisah dengan fase padatannya. Contohnya, jika

konsentrasi padatan dalam lumpur semula sebesar 3%, maka setelah

melewati proses thickening konsentrasi padatan dalam lumpur akan

bertambah menjadi 6% sehingga terjadi pengurangan volume sebesar 100

% - (

) % = 50%. Setelah melewati thickener, kadar padatan pada

lumpur akan meningkat.

Lumpur yang diolah dalam unit thickener ini merupakan lumpur yang

berasal dari dari bak pengendapan baik primer maupun sekunder dan

pengolahan biologis untuk pengolahan air limbah serta dari unit

sedimentasi dan filtrasi untuk pengolahan air bersih. Pemekatan lumpur

untuk air limbah maupun air bersih akan membantu mengurangi volume

residu, meningkatkan kinerja operasional, dan mengurangi biaya untuk

proses penyimpanan, pemrosesan, transfer, dan pembuangan lumpur.

Terdapat beberapa metode thickening yang biasa dilakukan, yaitu :

Metode gravitasi

Metode flotation

Metode setrifugasi

Pengurangan volume yang diperoleh dengan konsentasi lumpur bermanfaat

untuk proses penglahan selanjutnya, seperti digestion, dewatering, drying

and combustion. Dengan memperhatikan:

Page 49: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

- Kapasitas tangki dan peralatan yang dibutuhkan

- Jumlah bahan kimia yang diperlukan untuk sludge conditioning

- Jumlah panas yang dibutuhkan oleh digester dan jumlah bahan bakar

tambahan yang dibutuhkan untuk drying atau combustion.

Metode thickening yang cukup terkenal adalah gravity thickening. Sesuai

dengan namanya, gravity thickener berbentuk dan bekerja seperti halnya

suatu tangki pengendap atau clarifier dimana dalam proses ini terjadi

pemanfaatan gaya gravitasi untuk memisahkan air dari dalam sludge..

Padatan dengan densitas tinggi akan mengendap ke dasar tangki dan

membentuk lapisan lumpur yang lebih kental. Unit ini secara gravitasi

akan meningkatkan kadar padatan dalam lumpur menjadi sekitar 6 % –

12%. Secara periodik, endapan lumpur kental yang sudah dipekatkan ini

dikeluarkan dari dasar tangki untuk ditangani lebih lanjut di dalam tahap

stabilisasi atau tahap pemisahan air. Lumpur yang sudah dipekatkan

mempunyai sludge volume ratio (SVR) sebesar 0,5 – 2. SVR adalah

volume sludge blanket yang terbentuk di thickener dibagi dengan volume

lumpur yang dibuang. Supernatan yang dihasilkan dari thickener ini (di

zone of clear liquid) masih mempunyai nilai BOD yang besar, karena itu

air dikembalikan ke unit pengolahan limbah agar zat organiknya

direduksi.

Unit gravity thickener dapat biasanya berbentuk sirkular yang

dilengkapi dengan dasar kerucut yang terhubung dengan scrapper di

dasar Gravity thickener terbagi menjadi beberapa zona yaitu:

a. Clear zone: zona paling atas yang

merupakan tempat bagi air yang berhasil

dipisahkan dari lumpur untuk kemudian

dikeluarkan dari dalam sistem dan

diresirkulasi (dialirkan kembali) ke sistem

pengolahan.

Page 50: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

b. Feed zone: zona ini memiliki karakteristik konsentrasi solid yang

seragam.

c. Thickening zone: merupakan zona yang berada di bawah feed zone.

. Gravity thickener didesain berdasarkan solid loading dan thickener

overflow rate. Beban hidrolis yang tinggi dapat menyebabkan excessive

solids carryover. Sebaliknya, low hydraulic loading dapat menyababkan

kondisi septik, bau, dan floating sludge. Pada saat operasi, sludge blanket

dijaga untuk berada di bagian bawah thickener untuk mempertahankan

konsentrasi lumpur

Gambar potongan unit sludge thickener

Tampak atas unit sludge thickener

Page 51: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses
Page 52: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

B. Kriteria Desain

Thickening Pengolahan Air Bersih

Parameter Rentang Nilai

Alumunium Besi Kapur Filter Backwash

Specific gravity dari padatan 1.2 – 1.5 1.2 – 1.8 1.9 – 2.4 1- 1.025

Specific gravity dari lumpur 1.025 – 1.1 1.05 – 1.1 1.01 -1.2

Tidak Ada

kriteria

Volume lumpur 0.1 -3 % 0.1 – 3% 0.3 – 5% 3 – 10%

Kecepatan pengendapan 2.2 – 5.5

m/jam

1 – 5

m/jam

0.4 – 3.6

m/jam

<0.12 m/jam

Beban Solid 15 – 80

kg/hari –m2

15 – 80

kg/hari –

m2

100 -300

kg/hari –

m2

Tidak Ada

kriteria

Diameter Thickener 3 – 50 m 3 – 50 m 3 – 50 m Tidak ada

kriteria

Tinggi Thickener 3- 6 m 3 – 6 m 4 – 6 m Tidak ada

kriteria

Sumber: Mackenzie (2010)

Thickening Pengolahan Air Limbah

Jenis Lumpur

Konsentrasi

Influen

Konsentrasi Lumpur

Setelah Dipadatkan

Hydraulic

Loading

Solids

Loading

Solids

Capture

Overflow,

TSS

% % m3/m2.hari kg/m2.hari % mg/L

Primer 1-7 5-10 24-33 90-144 85-98 300-1000

Trickling filter 1-4 2-6 2-6 35-50 80-92 200-1000

Lumpur aktif 0,2-1,5 2-4 2-4 10-35 60-85 200-1000

Kombinasi

primer

dan lumpur aktif

0,5-2

4-6

4-10

25-80

85-92

300-800

Sumber: Qasim,1985

Page 53: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

C. Perhitungan Desain

Perhitungan volume lumpur yang masuk ke unit gravity thickener dan

harus diolah tiap hari berasal dari primary sedimentation, biological

treatment, dan final clarifier:

Volume lumpur (VL) = VL primary sedimentation + VL Pengolahan

biologis+ VL secondary clarifier .................(m3/hari)

Perhitungan berat lumpur yang masuk ke unit gravity thickener dan

harus diolah tiap hari berasal dari primary sedimentation, biological

treatment, dan final clarifier:

Berat lumpur (WL) = WL primary sedimentation + WL pengolahan

biologis + WL secondary clarifier.................................(kg/hari)

Perhitungan persentase solid

Perhitungan dimensi thickener

a. Luas total area yang dibutuhkan adalah

b. Perhitungan beban hidrolik

Page 54: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Beban hidrolik desain adalah 4 m3/m

2hari. Dilakukan pengenceran

dengan penambahan air apabila perhitungan beban hidrolik

tidak memenuhi krieria.

c. Perhitungan solid loading

d. Perhitungan dimensi thickener

Diketahui berat jenis larutan air limbah dalam tanki adalah 1,01

kg/m3.

Maka diperoleh luas sebenarnya

e. Perhitungan tinggi

Diasumsikan thickener underflow solid 20%

- Perhitungan fraksi solid di thickening zone

Page 55: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

- Perhitungan tinggi thickening

Tinggi jagaan didesain 0,5 m

Tinggi zona air jernih didesain sebesar 1 m, zona pengendapan 2

m.

- total tinggi thickener

- Kedalaman pada pusat unit didesain untuk pengambilan lumpur

:

Desain blending tank

a. Dimensi

Waktu tinggal (Td) = x jam

Kedalaman = x m (ditambah jagaan sebesar 0,5 m)

Page 56: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

b. Pengadukan dalam blending tank menggunakan paddle

Daya yang dibutuhkan :

G = 60/s µ = 2,004 10-3

N.s/m2 η = 75% (Syed R. Qasim, 1985)

Desain kadar pengambilan lumpur

Jumlah lumpur diambil

kadar pengambilannya adalah

Pengecekan nilai SVR

Daya pompa =

Sumber: Qasim, 1984

Page 57: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

1 | P a g e

ACTIVATED SLUDGE TREATMENT FOR MUNICIPAL WASTE WATER

COMPLETELY MIXED

Anggi Atesa 1206216992

Delly Astria Darwin 1206216973

Laurensius Varianka 1206240322

Safira Mayasati 1206240165

Tantri Yessa 1206216802

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS INDONESIA

DEPOK 2014

Page 58: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

2 | P a g e

ACTIVATED SLUDGE

Perbedaan utama dari pengolahan secara aerob dan anaerob terletak pada

kondisi lingkungannya. Pada pengolahan secara aerob, kehadiran oksigen mutlak

diperlukan untuk metabolisme bakteri, sementara pada kondisi anaerob sebaliknya.

Berikut ini adalah beberapa perbedaan utama antara pengolahan secara aerob dan

anaerob menurut Eckenfelder, et.al (1988):

1. Temperatur

Temperatur mempengaruhi proses aerob maupun anaerob. Pada proses

anaerob, diperlukan temperatur yang lebih tinggi untuk mencapai laju reaksi

yang diperlukan.

2. pH dan Alkalinitas

Proses aerob bekerja paling efektif pada kisaran pH 6,5 – 8,5. Pada reaktor

aerob yang dikenal dengan istilah completely mixed activated sludge (CMAS),

terjadi proses netralisasi asam dan basa sehingga biasanya tidak diperlukan

tambahan bahan kimia selama BOD kurang dari 25 mg/L.

Sementara itu proses anaerob yang memanfaatkan bakteri methanogen

lebih sensitif pada pH dan bekerja optimum pada kisaran pH 6,5 – 7,5.

Sekurang-kurangnya, pH harus dijaga pada nilai 6,2 dan jika konsentrasi

sulfat cukup tinggi maka kisaran pH sebaiknya berada pada pH 7 – 8 untuk

menghindari keracunan H2S.

Alkalinitas bikarbonat sebaiknya tersedia pada kisaran 2500 hingga 5000

mg/L untuk mengatasi peningkatan asam-asam volatil dengan menjaga

penurunan pH sekecil mungkin. Biasanya dilakukan penambahan bikarbonat

ke dalam reaktor untuk mengontrol pH dan alkalinitas.

3. Produksi Lumpur dan Kebutuhan Nutrien

Bagi kebanyakan air limbah, produksi lumpur yang dihasilkan dari

pengolahan

aerob adalah sebesar 0,5 kg VSS/ kg COD tersisihkan.

Sementara itu, pada pengolahan anaerob, produksi lumpur adalah sebanyak

0,1 kg VSS/kg COD tersisihkan. Pada pengolahan aerob, konsentrasi nitrogen

yang perlu ditambahkan adalah 8-12 persen dan fosfor sebesar 1,5-2,5 persen.

Sebagai “ rule of thumb”, kebutuhan nutrien pada pengolahan anaerob

adalah seperlima dari proses aerob.

Page 59: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

3 | P a g e

Tabel 1. Perbandingan Kondisi Aerob dan Anaerob

Parameter Aerob Anaerob

Kebutuhan energi Tinggi Rendah

Tingkat pengolahan 60-90% 95%

Produksi lumpur Tinggi Rendah

Stabilitas proses terhadap

toksik dan perubahan beban

Sedang sampai tinggi Rendah sampai sedang

Kebutuhan nutrien Tinggi untuk beberapa

limbah industry

Rendah

Bau Tidak terlalu berpotensi

menimbulkan bau

Berpotensi menimbulkan

bau

Kebutuhan alkalinitas Rendah Tinggi untuk beberapa

limbah industri

Produksi biogas Tidak ada Ada (dapat dimanfaatkan

sebagai sumber energi)

Start-up time 2 – 4 minggu 2 – 4 bulan

Sumber : Eckenfelder, W.W., Patoczka, J.B., and Pulliam, G.W.(1988).Anaerobic Versus Aerobic

Treatment In The USA.in: Anaerobic Digestion 1988, E.R.Hall and P.N.Hobson(eds.),Pergamon Press

New York.

Proses activated sludge memanfaatkan mikroorganisme aerob untuk melakukan

perombakan zat-zat organik dari air limbah. Lumpur yang dimaksud di dalam sistem

activated sludge adalah mikroorganisme itu sendiri. Konsumsi zat-zat organik tersebut

bisa diibaratkan dengan makanan. Dengan memakan zat-zat organik dari dalam air

limbah, maka mikroorganisme dapat tumbuh (memperbanyak diri).

Apabila pertumbuhan ini tidak terkendali maka clarifier akan dipenuhi oleh

lumpur dan akan terbentuk suatu lapisan yang dikenal dengan istilah sludge blanket.

Selain itu, lumpur yang tidak terkontrol jumlahnya dapat terbawa ke efluen

menyebabkan konsentrasi BOD dan suspended solid yang tinggi. Untuk mencegah hal-

hal tersebut perlu dilakukan mekanisme pengendalian dari beberapa aspek di bawah ini:

Page 60: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

4 | P a g e

1. Food-to-Microorganism ratio (F/M ratio)

Food menunjukkan jumlah BOD, sementara Microorganism menunjukkan

jumlah mikroba di dalam air limbah yang direpresentasikan melalui konsentrasi MLVSS

(mixed liquor volatile suspended solids). F/M ratio (hari-1) dapat diketahui dengan

rumus:

Qww = debit air limbah yang masuk ke proses activated sludge (m3/hari)

BOD = konsentrasi BOD (mg/L)

V = volume reaktor activated sludge (m3)

MLVSS = konsentrasi mikroorganisme (mg/L)

Untuk proses yang hanya melibatkan penyisihan BOD, nilai F/M biasanya

berkisar antara 0.25-0.45 / hari. Jika proses melibatkan nitrifikasi, maka rasio F/M

biasanya 0.1/hari atau kurang.

2. Mean Cell Residence Time (MCRT)

MCRT ini juga bisa dipakai untuk menentukan jumlah optimum lumpur. Secara

teoritis, MCRT artinya adalah jumlah hari dimana mikroorganisme tinggal di dalam

reaktor activated sludge sebelum dikeluarkan dari sistem. MCRT yang lama berarti lebih

banyak lumpur yang tertahan di dalam sistem sehingga meningkatkan konsentrasi MLSS

(mixed liquor suspended solids). Sebaliknya, jika MCRT terlalu sebentar maka kita tidak

akan memperoleh konsentrasi MLSS yang mencukupi.

Rumus dasar untuk penghitungan MCRT yaitu massa solid di dalam activated sludge

dibagi massa solid yang meninggalkan sistem. MCRT dihitung dalam satuan hari. Cara

lain yang lebih sederhana untuk menghitung MCRT yaitu:

= volume liquid di dalam reaktor biologi (m3)

= debit MLSS yang dibuang (m3/hari)

Untuk sistem activated sludge yang hanya mengolah BOD, MCRT biasanya

berkisar antara 1 hingga 3 hari. Sementara itu jika proses nitrifikasi juga terjadi maka

MCRT antara 4-10 hari dan 20 hari atau lebih untuk proses extended aeration.

Page 61: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

5 | P a g e

COMPLETELY MIXED REACTORS

Gambar 1. Skema Completely Mixed

Sumber: Journal Activated Sludge Process Schematics

Keuntungan :

1. Memungkinkan nitrifikasi baik karena nilai COD seragam bernilai rendah

2. Mampu menangani beban puncak dan zat encer beracun

3. Digunakan dalam sistem yang lebih kecil

Kekurangan :

1. Volume yang lebih besar, aerasi tinggi

2. Tidak banyak fleksibilitas operasional

3. Terkait dengan ketidakstabilan biomassa seperti sludge bulking

Menurut Carlos D.M. Filipe, C.P. Leslie Grady, Jr. dalam Biological Wastewater

Treatment, Second Edition, Revised and Expanded. Dasar Desain Proses untuk kasus

steady-state, tugas pertama dalam proses desain adalah menetapkan suhu

berkelanjutan maksimum dan minimum mungkin ditemui dalam sistem lumpur aktif.

Parameter suhu disesuaikan digunakan dalam pemilihan SRT desain. Completely mixed

process bertujuan pencampuran sesaat dari limbah influen dan return sludge dengan

seluruh isi tangki aerasi. Diperpanjang proses aerasi beroperasi pada beban organik

rendah memproduksi kuantitas yang lebih rendah juga stabilized sludge.

Page 62: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

6 | P a g e

Gambar 2. Completely Mixed Activated Sludge Process

Sumber : Reynold/Richards.1996. Unit Operations and Processes in Environmental Engineering

Second Edition. Boston

Menurut Reynolds/Richards. 1996. dalam Unit Operations and Processes in

Environmental Engineering Second Edition. Boston: PWS Publishing Company, pada

completely mixed reactor, pengadukan yang cukup dibutuhkan untuk menghasilkan

campuran yang sempurna, yang mengasumsikan bahwa fluida yang akan masuk reaktor

seketika tercampur dengan fluida yang sudah ada dalam reaktor. Konten reaktor sama

diseluruh volume tangki. Jika pengadukan memadai, dan fluida tidak terlalu kental atau

pekat (air limbah), asumsi pencampuran yang sempurna (completely mix) dapat terjadi.

Pada completely mixed reactor, nomor dispersi adalah dari 4 sampai tak terhingga.

Biasanya digunakan tangki aerasi yang berbentuk lingkaran atau persegi sebagai bak

reaktor.

Setelah preliminary dan primary treatment, clarified wastewater flow (Q)

memasuki reaktor dan secara cepat menyebar ke seluruh reaktor. Recycled activated

sludge flow (R), langsung dialirkan ke dalam reaktor disekitar aerator sehingga dengan

cepat dapat tercampur diseluruh reaktor. Sejak recycle sludge flow (R) mengandung

active biological solid, introduksi ke dalam reaktor dilakukan dengan cara menanamkan

reaktor dengan massa mikroba aktif. Metode introduksi R lainnya adalah mencampur R

dengan Q, untuk menanam air limbah yang akan masuk dengan active biological solid. Q

dan R masuk ke dalam reaktor, lalu dengan cepat menyebar ke seluruh volume reaktor.

Introduksi R ke dalam reaktor secara langsung, membantu meminimalisir

pengaruh material yang beracun pada feed wastewater. Konten dalam reaktor sama

diseluruh volume reaktor dan memiliki karakteristik yang sama dengan effluent reaktor.

Dalam reaktor, active biological solid menyerap materi organik (larut dan tidak terlarut)

Page 63: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

7 | P a g e

dan mengoksidasi material ini untuk menghasilkan produk aerobic dan mensintesis sel

mikroba baru.

Completely mixed activated sludge process ini unik karena konten diseluruh

reaktor memiliki karakteristik yang sama dengan aliran cairan yang keluar reaktor.

Sehingga konsentrasi substrat terlarut dalam reaktor sama dengan yang ada pada aliran

yang keluar dan effluen akhir. Total konsentrasi substrat di reaktor, larut maupun tidak

larut, pada dasarnya memiliki konsentrasi yang sama dengan yang ada pada aliran

menuju final clarifier dan final effluent.

Kelebihan menggunakan completely mixed activated sludge, adalah :

1. Penyetaraan maksimum pada tingkat penyerapan oksigen

2. Meredam maksimum beban yang masuk karena beban secara cepat terdispersi

ke seluruh volume reaktor

3. Netralisasi maksimum produksi karbondioksida selama bio-oksidasi aerobik

4. Reduksi maksimum toksisitas pada beban beracun karena degan mudah

tercampur ke seluruh volume reaktor

5. Kondisi lingkungannya relative sama untuk active biological mass

6. Fleksibilitasnya lebih besar dibandingkan dengan proses lain

Kekurangan menggunakan completely mixed process, adalah:

1. Volume untuk penghilangan organik yang diberikan untuk organik terlarut

dalam

air limbah harus lebih besar dari pada volume pada proses konvensional atau

kebanyakan proses lainnya.

Rate of Substate Utilization :

-1

X

dS1

dt

æ

èç

ö

ø÷ = KS1

Material Balance :

Accumulation = Input – Decrease due to reaction – Output

Dari kedua persamaan diatas, diperoleh persamaan baru yaitu :

Page 64: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

8 | P a g e

q =Si- St

KXSt

Si- St

Xq= KSt

Volume Completely Mixed Reactor :

V =Qq

Gambar 3. Complete-mix activated sludge

Sumber: Metcalf. 2003 .Wastewater Engineering Treatment and Reuse. Mc.Graw-Hill

Menurut (Metcalf, 2003), tipikal dari complete mix pada proses pengolahan

lumpur aktif ditunjukkan pada gambar 8-15. Limbah dari tangki sedimentasi primer dan

kembali lumpur aktif daur ulang diperkenalkan biasanya di beberapa titik dalam reaktor,

karena isi tangki yang secara menyeluruh dicampurkan, organic load, organic demand,

dan konsentrasi substrat yang seragam di seluruh tangki aerasi pada rasio F / M rendah .

Perawatan harus diambil untuk menjamin bahwa reaktor complete mix

pengolahan lumpur aktif baik apabila dicampur dan feed influen dan efluen dengan titik

penarikan dipilih untuk mencegah hubungan arus pendek dari air limbah yang tidak

diolah atau diolah secara parsial. Reaktor campuran lengkap biasanya dikonfigurasi

dalam bentuk persegi, persegi panjang, atau bulat. Dimensi tangki depand terutama

pada ukuran, jenis, dan pencampuran pola peralatan aerasi. Berikut merupakan langkah-

Page 65: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

9 | P a g e

langkah dalam pendekatan komputasi yang digunakan dalam desain dari proses lumpur

aktif :

1) Memperoleh influen limbah air.

2) Menentukan persyaratan limbah dalam hal N N , konsentrasi TSS dan BOD .

3) Memilih yang sesuai keselamatan nitrifikasi untuk SRT desain berdasarkan

puncak yang diharapkan atau rata-rata faktor TKN loadings. Faktor keamanan

mungkin berbeda dari sebesar 1,3-2,0.

4) Memilih konsentrasi DO minimum untuk aerasi baskom

5) Konsentrasi DO minimum sebesar 2,0 mg/l direkomendasikan untuk nitrifikasi .

6) Menentukan laju pertumbuhan spesifik maksimum nitrifikasi berdasarkan suhu

kolam aerasi dan konsentrasi DO

7) Tentukan laju pertumbuhan spesifik MIU dan SRT

8) Mendapatkan SRT desain dengan menerapkan faktor keamanan ke langkah 6 .

9) Menentukan produksi biomassa .

10) Lakukan keseimbangan nitrogen untuk menentukan NOx , konsentrasi NH4 - N

teroksidasi

11) Menghitung massa VSS dan massa TSS untuk cekungan aerasi .

12) Memilih konsentrasi MLSS desain dan menentukan volume kolam aerasi dan

waktu tinggal hidrolik .

13) Menentukan produksi lumpur secara keseluruhan dan mengamati hasil .

14) Menghitung permintaan oxygendemand .

15) Menentukan apakah penambahan alkalinitas diperlukan .

16) Mendesain clarifier sekunder .

17) Mendesain sistem transfer aerasi oksigen .

18) Merangkum kualitas limbah akhir .

19) Mempersiapkan tabel ringkasan desain .

Konsep desain utama adalah pemilihan SRT desain, pemilihan kinetik, dan

koefisien stoikiometri, dan penerapan keseimbangan massa telah sesuai.

Menurut Springfield dalam Complete Mix Activated Sludge, The Complete Mix

Activated Sludge (CMAS) merupakan proses menghilangkan bahan terlarut, materi

tersuspensi serta amonia dengan menggunakan organisme yang akan memakan materi

tersebut. Udara juga berperan penting dalam proses ini dengan cara ditiupkan pada bak,

baik dengan menggunakan kipas ataupun dengan menggunakan difusor, untuk

Page 66: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

10 | P a g e

mencampur limbah dengan organisme. The Complete Mix Activated Sludge (CMAS)

dapat menangani beban lumpur lebih baik daripada proses lainnya karena konsentrasi

lumpur aktif sama dan identik. keuntungan lainnya proses nitrifikasi pada sistem ini

dapat berlangsung dengan baik karena pembentukan COD yang rendah, dapat

menampung beban volume yang besar, dapat menghilangkan materi beracun, dan

menggunakan sistem yang lebih kecil.

Sedangkan kekurangan dari sistem ini adalah dengan volume yang besar

dibutuhkan biaya aerasi yang besar juga, pengoperasian yang tidak mudah. Effluen dari

trikking filter akan bercampur dengan lumpur aktif yang dikembalikan dan dimasukkan

kembali ke sistem dari awal. Udara akan terus ditambahkan sampai nilai oksigen dalam

air melebihi 1 mg/L. Flok biologis terdiri dari bakteri, protozoa, rotifers, dan nematodes.

Flok ini digunakan untuk mengoksidasi ammonia serta flok tersebut akan membentuk

kembali menjadi lumpur aktif kurang lebih 95% dari total keseluruhan yang ada.

Organisme ini tumbuh dan berkembang dengan memakan material yang terdegradasi

seperti protein, karbohidrat, lemak dan komponen lainnya. Flok yang baik dapat dilihat

dari adanya organisme yang lebih kompleks seperti protozoa dan rotifers.

Page 67: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

11 | P a g e

Rumus – rumus yang digunakan :

1. Menentukan Reaction Rate Constant (K)

K1, K2 = reaction rate constants at the respective temperatures, T1 and T2 ,C

= temperature correction coefficient

T1 = temperature of the mixed liquor C, for K1

T2 = temperature of the mixed liquor C, for K2

Sumber :Tom D. Reynolds, Unit Operation and Processes in Environmental

Engineering, 1996, Eq 15.33

2. Hyraulic Retention Time

X

X

Sumber :Tom D. Reynolds, Unit Operation and Processes in Environmental

Engineering, 1996, Eq 15.28

3. Menghitung Volume Aeration Tank

Sumber :Tom D. Reynolds, Unit Operation and Processes in Environmental

Engineering, 1996, Eq 15.19

4. Space Volumetric Loading

5. Food to Microbe Ratio

Sumber :Tom D. Reynolds, Unit Operation and Processes in Environmental

Engineering, 1996, Eq 15.10

6. BOD Removal Efficiency

Page 68: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

12 | P a g e

7. Mean Cell Residence Time

Sumber :Tom D. Reynolds, Unit Operation and Processes in Environmental

Engineering, 1996, Eq 15.11

Sumber :Tom D. Reynolds, Unit Operation and Processes in Environmental

Engineering, 1996, Eq 15.14

Berikut ini adalah algoritma perhitungan serta penjelasannya :

Page 69: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

13 | P a g e

Menghitung nilai BOD pada saat memasuki Secondary Clarifier (30 % BOD hilang)

Mencari nilai koef K pada suhu 32o

Menentukan MLSS sesuai dengan range pada

kriteria desian

X

Menetukan nilai MLVSS

Menetukan nilai Sludge Volume Index

Menetukan nilai Sludge Density Index (SDI)

Menetukan nilai

X

Menetukan nilai Hydraulic Retention Time (HRT)

Menetukan nilai

Menetukan nilai dengan asumsi menggunakan kedalaman 6 m (menggunakan difusor)

Menghitung nilai Space Volumetric Loading

Menghitung nilai Food to Microbe Ratio

Menghitung nilai BOD Removal Efficiency (E)

Menghitung nilai Mean Cell Residence Time

Ket: Garis panah merah menandakan apabila pada perhitungan kriteria desain tidak terpenuhi maka perhitungan harus dilakukan seperti gambar.

Page 70: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

14 | P a g e

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

(8)

Menghitung nilai BOD pada saat memasuki Secondary Clarifier (30 % BOD hilang)

Mencari nilai koef K pada suhu 32o

Menentukan MLSS sesuai dengan range pada kriteria desian

X

Menetukan nilai MLVSS

Menetukan nilai Sludge Volume Index

Menetukan nilai Sludge Density Index (SDI)

Menetukan nilai

Sesuai Kriteria Tidak Sesuai Kriteria

kembali ke nomer 3

X

Menetukan nilai Hydraulic Retention Time (HRT)

Tidak Sesuai Kriteria

kembali ke nomer 3

Sesuai Kriteria

Page 71: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

15 | P a g e

(9)

(10)

(11)

(12)

(13)

(14)

Menetukan nilai

Menetukan nilai dengan asumsi menggunakan kedalaman 6 m (menggunakan difusor)

Menghitung nilai Space Volumetric Loading

Tidak Sesuai Kriteria

kembali ke nomer 3 atau 10

(mengubah kedalaman)

Sesuai Kriteria

Menghitung nilai Food to Microbe Ratio

Sesuai Kriteria

Tidak Sesuai Kriteria

kembali ke nomer 3 atau 10

(mengubah kedalaman)

Menghitung nilai BOD Removal Efficiency (E)

Menghitung nilai Mean Cell Residence Time

Sesuai Kriteria

Tidak Sesuai Kriteria

kembali ke nomer 3 atau 10

(mengubah kedalaman)

Page 72: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

16 | P a g e

Completely Mixed Activated Sludge Process

Sumber : Reynold/Richards.1996. Unit Operations and Processes in Environmental Engineering Second

Edition. Boston

KRITERIA DESAIN

Type of Process : Completely Mixed

Mean Cell Residence Time (θc) : 5 – 30 days

Food-to-Microbe ratio : 0.1 – 0.6

Space Loading : 0.8 – 2.0

Hydraulic Retention Time : 3 – 6 jam

In Aeration Basin

MLSS : 2500 – 4000 mg/l

Recycle Ratio (R/Q) : 0.25 – 1.5

Flow Regime : CM

BOD Removal Efficiency : 85 – 95 %

COD Removal Efficiency : 80 – 85 %

DIKETAHUI

…………………………………………………………….……. 30 % BOD dianggap hilang pada primary

clarifier (70% x 250 (BOD)

Page 73: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

17 | P a g e

(Kepmen LH no 112 tahun 2003 : <100mg/l)

……………… Tom D. Reynolds, Unit Operation and Processes in Environmental

Engineering, 1996, Tabel 15.1.

X

Recycle Ratio

1. Sludge Volume Index (SVI)

2. Sludge Density Index (SDI)

.................................................................... memenuhi range (0.25 - 1.5)

(Tom D. Reynolds, Unit Operation and Processes in Environmental Engineering, 1996,

Tabel 15.4)

Page 74: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

18 | P a g e

Hydraulic Retention Time (HRT)

X

….................................................................... memenuhi range (3 – 6 jam)

(Tom D. Reynolds, Unit Operation and Processes in Environmental Engineering, 1996,

Tabel 15.4)

Volume Aerator

Dimensi

V = 360.57 m3

H = 5.5 m = 6 m

Page 75: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

19 | P a g e

Gambar 5. Dimensi bak aerasi

Space Volumetric Loading

.............................................. memenuhi range (0.8–2.0)

(Tom D. Reynolds, Unit Operation and Processes in Environmental Engineering, 1996,

Tabel 15.4)

Food to Microbe Ratio

Page 76: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

20 | P a g e

................................................................... memenuhi range (0.1 – 0.6)

(Tom D. Reynolds, Unit Operation and Processes in Environmental Engineering, 1996,

Tabel 15.4)

BOD Removal Efficiency (E)

....................................................................memenuhi range (85 - 95) %

(Tom D. Reynolds, Unit Operation and Processes in Environmental Engineering, 1996,

Tabel 15.4)

Mean Cell Residence Time

............................................................... memenuhi range (5-30)hari

(Tom D. Reynolds, Unit Operation and Processes in Environmental Engineering, 1996,

Tabel 15.4)

Page 77: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

21 | P a g e

SUMMARY

Type ϴc

(days) F/M

Space Loading ϴ

(hour)

MLSS R/Q

Flow BOD (kg BOD/day-

m3) (mg/l) Regime Removal(%)

CM 5.0-30 0.1-0.6 0.8-2.0 3.0-6.0 2500-4000 0.25-1.5 CM 85-95

Actual 29 0.58 1.25 3.09 3100 0.869 CM 92

Kesesuaian Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai

Hasil yang didapatkan semuanya sesuai dengan kriteria desain yang ada

Referensi :

Eckenfelder, W.W., Patoczka, J.B., and Pulliam, G.W.(1988).Anaerobic Versus Aerobic

Treatment In The USA.in: Anaerobic Digestion 1988, E.R.Hall and

P.N.Hobson(eds.),Pergamon Press New York.

Water Environment Federation (2008). Operation of Municipal Wastewater Treatment

Plants – MOP 11, (6th Edition).. WEF + McGraw-Hill

Reynold/Richards.1996. Unit Operations and Processes in Environmental Engineering

Second Edition. Boston

Journal Activated Sludge Process Schematics

Carlos D.M. Filipe, C.P. Leslie Grady, Jr. dalam Biological Wastewater Treatment, Second

Edition, Revised and Expanded.

Metcalf. 2003 .Wastewater Engineering Treatment and Reuse. Mc.Graw-Hill

Springfield dalam Complete Mix Activated Sludge, The Complete Mix Activated Sludge

(CMAS)

Page 78: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

TUGAS UNIT OPERASI DAN PROSES

PERHITUNGAN DESAIN PROSES LUMPUR AKTIF

STEP AERATION

Kelompok 4:

Ariessyawtra R.L (1206249750)

Dita Ayu Dwi P (1206216935)

Febriana Sya’ Baniah (1206216866)

Iqbal Zaglul Pasya (1206261491)

Romaita Ardzillah (1206216834)

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA

DEPOK

2014

Page 79: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Step Aeration | 1

ACTIVATED SLUDGE TIPE STEP AERATION

Proses pengolahan air limbah secara biologis dengan sistem biakan

tersuspensi (Suspended Growth) telah digunakan secara luas di seluruh dunia

untuk pengolahan air limbah domestik. Proses ini secara prinsip merupakan

proses aerobik dimana senyawa organik dioksidasi menjadi CO2 dan H2O, NH4

dan sel biomassa baru. Sistem pengolahan air limbah dengan biakan tersuspensi

yang paling umum dan telah digunakan secara luas yakni proses pengolahan

dengan Sistem Lumpur Aktif (Activated Sludge Process).

Pengolahan air limbah dengan proses lumpur aktif secara umum terdiri

daribak pengendap awal, bak aerasi, dan bak pengendap akhir, serta bak

khlorinasi untuk membunuh bakteri patogen. Keunggulan proses lumpur aktif ini

adalah dapat megolah air limbah dengan BOD yang besar, sehingga tidak

memerlukan tempat yang besar. Proses ini cocok digunakan untuk mengolah air

limbah dalam jumlah yang besar. Sedangkan beberapa kelemahannya antara lain

yakni terjadi buih, serta jumlah lumpur yang dihasilkan cukup besar. Selain itu

memerlukan keterampilan operator yang cukup.

Variabel perencanaan (design variabel) yang umum digunakan dalam

proses pengolahan air limbah dengan sistem lumpur aktif (Davis dan Cornwell,

1985; Verstraete dan van Vaerenbergh, 1986) adalah sebagai berikut:

1. Beban BOD: adalah jumlah massa BOD di dalam air limbah yang masuk

(influen) dibagi dengan volume reaktor

Dimana:

Q = debit air limbah yang masuk (m3/hari)

S0 = Konsentrasi BOD di dalam air limbah yang masuk (kg/m3)

V = Volume reaktor (m3)

2. Mixed-liquor suspended solids (MLSS) adalah jumlah total dari padatan

tersuspensi yang berupa material organik dan mineral, termasuk di dalamnya

adalah mikroorganisme. MLSS ditentukan dengan cara menyaring lumpur

Page 80: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Step Aeration | 2

campuran dengan kertas saring kemudian filter dikeringkan pada temperatur

105o C

3. Mixed-liquor volatile suspended solids (MLVSS) diukur dengan memanaska

terus sampel filter yang telah kering pada 600 – 650o C dan nilainya mendekati

65-75% dari MLSS

4. Food – to – microorganism ratio atau Food – to – mass ratio disingkat F/M

ratio yang menunjukkan jumlah zat organik (BOD) yang dihilangkan dibagi

dengan jumlah massa mikroorganisme di dalam bak aerasi atau reaktor.

Besarnya nilai F/M ratio umumnya ditunjukkan dalam kilogram BOD per

kilogram MLSS per hari (Curds dan Hawkes, 1983; Nathanson, 1986). Rasio

dimana :

Q = Laju alir limbah m3 per hari

So = Konsentrasi BOD di dalam air limbah yang masuk ke bak

aerasi (reaktor) (kg/m3)

S = Konsentrasi BOD di dalam efluen (kg/m3)

V = Volume reaktor atau bak aerasi (m3)

5. Hidraulic Retention Time (HRT) adalah waktu rata-rata yang dibutuhkan oleh

larutan influen masuk dalam tangki aerasi untuk proses lumpur aktif, nilainya

berbanding terbalik dengan laju pengenceran (dilution rate, D) (Sterritt dan

Lester, 1988)

dimana:

V = Volume Reaktor atau bak aerasi (m3)

Q = Debit air limbah yang masuk ke dalam tangki aerasi (m3/jam)

D = Laju pengenceran (jam-1

)

6. Rasio sirkulasi lumpur (Hydraulic Recycle Ratio) adalah perbandingan antara

jumlah lumpur yang disirkulasikan ke bak aerasi dengan jumlah air limbah

yang masuk ke dalam bak aerasi.

Page 81: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Step Aeration | 3

7. Umur Lumpur (sludge age) menunjukkan waktu tinggal rata-rata

mikroorganisme dala sistem lumpur aktif, nilainya berbanding terbalik dengan

laju pertumbuhan mikroba

Sistem Aerasi Bertingkat (Step Aeration)

Limbah hasil dari pengolahan primer (pengendapan) masuk dalam tangki

aerasi melalui beberapa lubang atau saluran, sehingga meningkatkan distribusi

dalam tangki aerasi dan membuat lebih efisien dalam penggunaan oksigen di

sepanjang tangki reaktor. Hal ini dibuat dengan membuat debit dari masing-

masing saluran sama dengan ¼ dari total debit influen. Proses ini dapat

meningkatkan kapasitas sistem pengolahan. Diagram proses pengolahan air

limbah dengan sistem “Step Aeration” dan kriteria perencanaan.

Gambar 1. Proses Step Aeration

Sumber: Reynold & Richard, Second Edition, 1996

Tabel 1.Kelebihan dan Kekurangan dari Sistem Step Aeration

Kelebihan Kekurangan

1. Mendistribusikan beban untuk

menyediakan keseragaman

oksigen yang lebih baik

1. Operasi yang lebih kompleks

2. Aliran yang terbagi biasanya

tidak terukur atau secara akurat

Page 82: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Step Aeration | 4

2. Operasi yang fleksibel (jika satu

bagian rusak beban dapat

dialihkan ke bagian lainnya)

3. Dapat diadaptasikan ke banyak

skema operasi termasuk proses

aerobik proses

diketahui

3. Desain lebih kompleks untuk

sistem aerasi dan proses

Sumber : Metcalf & Eddy, Fourth Edition

Tabel 2.Kriteria Desain dari Sistem Step Aeration

Kriteria Desain Nilai

Mean Cell Residence, Time Days 5 – 15

Food to microbe Ratio 0.2 - 0.4

Lb BOD5 (day-1000 ft2) 40 – 60

Kg BOD5 (day-m3) 0.6 – 1.0

Hydraulic Retention Time in Retention

Basin (hour)

3 – 5

Mixed Liquor Suspended Sold (MLSS) 2000 – 3500

Recycle Ratio (R/Q) 0.25 – 0.75

Flow Regime PF, PDF

BOD Removal Efficiency (%) 85 – 95

Sumber: Metcalf & Eddy, Fourth Edition

Diketahui nilai :

Q (m2 / hari) 1500

Q (m3 / jam) 62.5

BOD (mg / L) 250

COD (0.65 x BOD ) 152.5

T (°C) 32°

SS (mg/L) 450

Q = 1500 m3/ hari = 62.5 m

3/hari =17.361 L/s = 0.017361 m

3/s

Page 83: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Step Aeration | 5

Perhitungan dan desain :

1. Menentukan MLSS ( mixed liquor suspended solid)

MLSS = (2000 – 3500) mg/L

(berdasarkan Table 15.4 Design and Operational Parameter for Activated

Sludge Treatment of Municipal Wastewater, Halaman 492, Reynold/Richard)

Maka dipilih MLSS = 2000 mg/L

2. Menentukan BOD Removal Efficiency

BOD Removal Efficiency = (85 – 95)%

(berdasarkan Table 15.4 Design and Operational Parameter for Activated

Sludge Treatment of Municipal Wastewater, Halaman 492, Reynold/Richard)

Maka Dipilih BOD Removal Efficiency = 85%

3. Menentukan BOD Removal Effluen

Primary sedimentation mengurangi (25 – 40)% BOD (5.7 Primary

Sedimentation, Halaman 396, Metcalf & Edy), sehingga :

Efisiensi Pengurangan BOD pada Primary Sedimentation = (60 – 75)%

Maka Dipilih Efisiensi = 75%

So baru = 75% x So lama

= 0.75 x 250 mg/ L

= 187,5 mg/L

Persen removal yaituantara 85%-95%, (Activated Sludge, Halaman 441,

Reynolds/Richards), dandipilih percent removal sebesar 85%.

BODeffluen = Se

=So baru – ( Sobaru x percent removal)

= 187,5 mg/L – (187,5 x 85%) mg/L

= 28,125 mg/L

Berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 112 tahun 2003

tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik, kadar maksimum BOD pada air

buangan adalah 100 mg/L. Dengan demikian air limbah yang diproses dengan

step aeration ini memenuhi standar.

Page 84: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Step Aeration | 6

4. Menentukan nilai K untuk suhu 32oC

Nilai K (Konstanta Laju Reaksi) untuk air limbah domestik pada suhu 25oC

adalah

K= 1.717

(Table 15.1 Reaction and Rate Constants for Some

Selected Wastewater, Halaman 421, Reynolds/Richard).

Untuk suhu 32oC maka nilai K harus dihitung ulang dengan persamaan:

K2 = K1 . θ(T2 – T1)

( Temperature Effect, Halaman 450, Reynolds/Richards)

θ = 1.03 – 1.09 (Eckenfelder, 1989)

T2 = Suhu daerah setempat (oC)

T1 = Suhu ruangan25oC

K2 = K1 . θ(T2 – T1)

K2 = 1,717 . 1.03(32-25)

K2 = 2.11

5. Menentukan Nilai MLVSS

Nilai MLVSS adalalah 68% dari MLSS.

=0,68×

=0,68×2000 /

=1360 /

Sehingga nilai MLVSS 1360 mg/L

6. Menentukan Sludge Ratio (R/Q)

SVI berada dalam rentang 50 mg/L – 150 mg / L, dipilih 150 mg /L

a) Sludge Volume Index

Page 85: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Step Aeration | 7

b) Sludge Density Index (SDI)

c) Recycle Ratio (R/Q )

( 0) + ( ) =( + )

Q(0) + R(6666.67 mg/L = (Q+R) (2000)

0 + 6666.67 R = 2000Q +2000R

4666.67R = 2000Q

R/Q = 0.43

Pada kriteria bak sedimentasi terdapat kriteria R/Q ratio adalah 0.25 –

0.75sehingga membuktikan bahwa hasil perhitungan yang menggambarkan

desain sesuai atau memenuhi kriteria)

7. Menentukan Hydraulic Retention Time (θ)

( eq. 15.18 Halaman 431, Reynolds/Richards)

15 = e-2.87 θ

2.87 jam-1

θ = ln (6.67)

Page 86: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Step Aeration | 8

θ = ln(6.67) x 2.87 jam = 5.44 jam → sesuai (kriteria : 3-5 jam, standar deviasi

yang diperbolehkan adalah ± 10%, sehingga criteria designnya menjadi 2,7-5,5

jam)

8. Menentukan volume bak aerasi

= 0.43

V = (Q + R) θ

V = (Q + 0.43Q) θ

V = (1.43 x62.5m3/ jam) x (5,44 jam)

= 486.2 m3

9. Menentukan waktu aerasi

10. Menentukan Food To Microbe Ratio

(eq. 15.10, Halaman 425, Reynolds/Richard)

Diketahui berdasarkan table kriteria bak sedimentasi diatas nilai Food –to-

Microbe Ratio berada dalam rentang 0.2-0.4 yang berarti nilai 0.38 hasil

memenuhi criteria

Page 87: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Step Aeration | 9

11. Menentukan Mean Cell Residence Time

(eq. 15.16 Halaman 426, Reynolds/ Richard)

Diketahui bahwa

Y = 0,6 mg VSS/mg BOD (Reynold, 1982)

Ke= 0,05 day-1(Reynold, 1982)

Diketahui berdasarkan table criteria bak sedimentasi di atas nilai dalam

rentang 5-15 hari yang berarti nilai 6 hari hasil memenuhi kriteria

12. Menentukan space/volumetric loading

=

Pada kriteria bak sedimentasi terdapat kriteria Space Loading ialah 0.6-

1.0

sehingga membuktikan bahwa hasil perhitungan dengan nilai

yang menggambarkan desain sesuai atau memenuhi kriteria)

13. Menentukan Dimensi Bak Aerasi

Pada aerasi ini dipilih tipe difusi yang memiliki rentang kedalaman (5-6) m

dan perbandingan antara panjang:lebar = 3:1

Maka dipilih Kedalaman = 5 m

V = 486.192 m3

Luas = V/h = 486.192 m3/5m = 97.2384 m

2

Luas = (3L) L

Luas = 3 L2

Page 88: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Step Aeration | 10

L = (Luas/3)0.5

L = (97.2384/3)0.5

= 5.69 m = 5.7 m

P = 5.7 x 3 = 17.01 m

Mean

Cell

Residence

Time (Ɵ,

hari)

Food-

to-

Microbe

Ratio

Space

Loading kg

BOD5/hari-

m3

Hydraulic

Retention

Time (Ɵ,

hari)

MLSS

(mg/L)

Recycle

Ratio

(R/Q)

Flow

Regime

BOD

Removal

Efficiency,

%

5-15 0.2-0.4 0.6-1.0 3-5

(2.7-5.5)

2000-

3500

0.25-

0.75

PF,

PDF

85-95

6 0.38 0.827 5.44 2000 0.43 85

KebutuhanOksigen

Kebutuhan oksigen dapat ditentukan dengan persamaan sebagai berikut

Or = Y’Sr + k’e X + On

Dimana :

Or = kebutuhan oksigen (kg/day)

Y’ = koefisien oksigen

k’e = koefisien respirasi endogenous (kg O2/ kg cell day)

On = oksigen yang dibutuhkan untuk nitrifikasi (kg/day)

16.60 m

5.53m

5 m

Page 89: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Step Aeration | 11

Sr = substrat yang dihilangkan (kg/day)

(Reynold, 1982)

1. Menentukan kriteria yang digunakan

Y’ = 0,62 mg oksigen / mg BOD(Reynold, 1982)

k’e = 0,09 mg oxygen/mg MLVSS-day(Reynold, 1982)

Y = 0,6 mg MLVSS/mg BOD (Reynold, 1982)

Ke= 0,05 day-1 (Reynold, 1982)

4,33 mg oksigen dibutuhkan untuk mengubah 1 mg nitrogen ammonia

menjadi ion nitrat (Eckenfelder,1989)

Asumsikan

Jumlah organic dan amonia nitrogen pada primary effluent = 30 mg/L

2. Menentukan massa MLVSS dalam reactor

= ×

=486 3 × 1360

× 1000

×

=660,96

3. Menentukan subsrat yang dihilangkan per hari

= 5 − 5 ×

= (250

– 28,125

) x 17,361

x

x

= 332, 81 kg BOD5

4. Menetukan Volatile suspended solid yang dihasilkan

= −

= (0.6

x 332,81

)- (

x 660.96 kg)

= 166.638

Page 90: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Step Aeration | 12

5. Menentukan jumlah nitrogen yang dinitrifikasi

Jumlah nitrogen yang dinitrifikasi dapat ditentukan dengan persamaan

mass balance

〔 〕 = 〔 〕+ 〔 h 〕 +

〔 〕

a. Untuk menentukan input

Input = Q x jumlah organic dan ammonia nitrogen pada primary

effluent.

= 17.361

x 30

x

x

= 44,99

≈ 45

b. Menentukan nitrogen yang hilang akibat sintesis (pengendapan lumpur)

Asumsikan

Rumus senyawa organic = C5H7O2N

Mr = 113

Persentase nitrogen dalamsenyawa organic

x 100%=12,39%

the decrease due to synthesis = Xwx Persentase nitrogen

= 166.638

x 12,39 %

= 20.64

c. Menentukan output

Asumsikan

Nitrogen terkonversi 100%, maka output = 0

d. Menentukan nitrogen yang dinitrifikasi

〔decrease due to nitrification 〕= 45

- 20.64

= 24,36

e. Menentukankebutuhanoksigen

Or = Y’Sr + k’e X + On

Page 91: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Step Aeration | 13

= ( 0.62

x 332, 81

) + (

x 660,96 kg MLVSS) +

(24,36

X 4.33

= 371.3074

14. DayaDifusor

P = ρ .g. h . Q

= 1000.

. 9.81

. 5 m. (0.017361

+0.43

)

P = 21943 watt

= 21.943 Kw

Efisiensi daya

η = 8%. P

= 0.08 X 21.943 Kw

= 1.75544 Kw

Daya Efektif

P efektif = P – η

= 21.943 – 1.75544

=20.18756 Kw

15. Mass balanced

Input

Q=62.5 m3/jam x 24 jam/hari=1500 m

3/hari

BOD5 Effluent = 187.5 mg/l

Proses

Qr = rasio

= 1500 m

3/s x 0,43 = 645m

3/hari

Qw = (

Diasumsikan removal SS = 65 %

Specific gravity 1,2 m/s2 (air limbah domestic di Indonesia)

Page 92: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Step Aeration | 14

Qw = (

)

= 36.56 m3/ hari

BOD5 proses =

0= +( BOD5 )

Se = 28.125 /

0= + ( BOD5 )

BOD5 proses = 372,23 mg/m3

= 0.37223 gram/m

3

BOD5 process Activated Sludge adalah 0.37223 gram/m3

Output

Q output = Q in – Q pro

= 1500 m3 / hari – 36.56 m

3 / hari

= 1463.44 m3 / hari

BOD5 effluent = 28.125 mg/L

Skema Mass Balanced

Qinput = 1500 m3/ hari

BOD5 Influent = 187.5 mg/L Qoutput = 1463.44 m

3/ hari

BOD5 effluent = 28.125 mg/L

Qreturn = 645 m3

/ hari

Qwaste = 36,56 m3

/ hari

Page 93: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Step Aeration | 15

16. Mendesain Secondary Clarifier

a) Design flow to the secondary clarifier

Q + Qr – Qw

= Q + Qr – Qw

= 1500 m3/ hari + 645 m

3/ hari -36.56 m

3/ hari

= 2108.44 m3 / hari

b) Design flow for each secondary clarifier

Diasumsikan jumlah secondary clarifier 4 buah

=

c) Area

Diasumsikan SOR = 15 m / hari

=

35,14 m

2

d) Diameter of Secondary Clarifier

Diameter =

=

= 6.69 m

e) Check the overflow rate at average design flow (15-40 m/ hari)

Overflow rate =

=

= 15,00028458 m/ hari ≈15 m/hari

(OK)

f) Detention time

Depth of clarifier = 5m

Volume of the clarifier =

x 2

x h

=

x 6.69

2x 5

= 175.76 m3

Page 94: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Step Aeration | 16

Detention Time =

=

= 0.33 hari = 8 jam.

Page 95: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Step Aeration | 17

Flowchart Step Aeration

Page 96: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Step Aeration | 18

Flowchart Kebutuhan

Oksigen

Page 97: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Step Aeration | 19

Gambar 2. Unit Step Aeration

Sumber: www.google.com

Referensi

http://www.kelair.bppt.go.id/Publikasi/BukuAirLimbahDomestikDKI/BAB4PRO

PRO.pdf

Metcalf and Eddy. 2003. Wastewater Engineering Treatment and Reuse Fourth

Edition. McGraw-Hill Companies, Inc.

Reynolds and Richards. 1996. Unit Operation and Processes in Environmental

Engineering Second Edition. Boston: PWS Publishing Company.

Page 98: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

ACTIVATED SLUDGE TREATMENT

FOR MUNICIPAL WASTEWATER

MODIFIED AERATION

Kelompok 5

Astrid Astari (1206247341)

Ayu Meiliasari (1206246465)

Monica Fakhrizal (1206216891)

Gisda Pratikasari (1206241786)

Jonathan M. Sitorus (1206261503)

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS INDONESIA

DEPOK 2014

Page 99: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

1

Pengolahan limbah cair paling efektif dilakukan secara biologis dibandingkan dengan

kimia dan fisika. Pengolahan secara biologis yaitu pengolahan yang memanfaatkan

mikroorganisme sebagai katalis untuk menguraikan material-material di dalam air limbah

tersebut. Material yang terurai dijadikan tempat berkembang biak bagi mikroorganisme itu

sendiri. Beberapa contoh pengolahan biologis diantaranya lumpur aktif (activated sludge),

attached growth filtration, dan pengolahan-pengolahan dengan proses aerob lainnya.

LUMPUR AKTIF

Proses lumpur aktif adalah salah satu proses pengolahan air limbah secara biologi,

dimana air limbah dan lumpur aktif dicampur dalam suatu reaktor atau tangki aerasi. Padatan

biologis aktif akan mengoksidasi kandungan zat di dalam air limbah secara biologis, yang di

akhir proses akan dipisahkan dengan sistem pengendapan.

Mixed liquor adalah campuran antara aliran air limbah dan aliran limpur aktif yang

dikembalikan sebelum masuk ke reaktor. Setelah memasuki aerator, lumpur aktif

memanfaatkan zat-zat organik yang terdapat dalam limbah untuk mendegradasinya. Kondisi

aerobik pada proses ini dibuat dengan beberapa cara, diantaranya penyebaran udara tekan,

injeksi oksigen murni, dan aerasi permukaan secara mekanik.

Pada clarifier, lumpur aktif mengendap terpisah dengan cairan yang keluar sebagai

efluen. Lumpur yang terendap tersebut sebagian dicampurkan dengan umpan/feed yang

masuk, dan sebagian endapan tersebut dibuang untuk menjaga rasio umpan per

mikroorganisme (F/M). Dalam reactor, bahan-bahan organik didegradasi oleh

mikroorganisme dengan persamaan stoikiometri.

Modified Aeration Tanks

A. Penjelasan Sistem

Proses ini digunakan pada pengolahan menengah guna mereduksi/mengurangi beban

organik pada proses selanjutnya. Modified aeration didesain untuk memperoleh tingkat

pengolahan yang lebih rendah dibanding dengan proses lainnya. Kriteria dari modified

aeration ini diantaranya menggunakan mechanical surface aerator dalam prosesnya, biaya

relatif murah, serta tidak menghasilkan derajat kemurnian yang tinggi. Modified aeration

Page 100: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

2

serupa dengan pengolahan konvensional, yaitu dengan menggunakan periode aerasi yang

lebih pendek, MLSS rendah, dan rasio F/M tinggi.

Pada modified aeration terdapat 2 tangki yang berisi 3 stage/tingkatan pada masing-

masing tangki. Tiap tingkatan tersebut dilengkapi dengan mechanical surface aerator.

Aerator ini merupakan tempat terjadinya proses awal dari dua buah proses lumpur aktif

biologis. Terdapat sekitar 60% dari material organic (BOD) dihilangkan.

Effluen dari grit chamber dikombinasikan dengan lumpur yang dikembalikan dari

tangki pengendapan modified aeration mengalir ke tangki modified aeration. Aliran yang

dikombinasikan yaitu merupakan ”cairan campuran”. Oksigen didorong kedalam cairan

campuran melalui mechanical surface aerator untuk mempertahankan lingkungan aerob,

untuk proses/perlakuan biologis yang terjadi selama proses mencampur untuk

mempertahankan padatan tetap pada suspense, dan untuk memastikan partikel lumpur aktif

saling bersentuhan dengan air limbah yang datang. Mikroorganisme pada return sludge

secara terus-menerus didaur ulang kembali ke bagian atas tangki modified aeration. Makanan

untuk mikroorganisme yaitu material organik yang ada pada air limbah influent. Tujuan dari

proses ini yaitu agar mikroorganisme terkonversi dari padatan tidak dapat mengendap ke

padatan yang dapat mengendap.

Kontrol bau: tangki MA dilapisi dengan panel aluminium untuk mengontrol bau yang

timbul. Headspace dibawah lapisan dilepaskan (melalui kipas sentrifugal) ke 4 biofilter.

Biofilter merupakan struktur beton (kurang lebih memiliki panujang 40 kaki, lebar 25 kaki,

dan kedalaman 4 kaki) yang berisi media bed berisi campuran jerami, kompos dedaunan, dan

serpihan kayu. Udara yang berbau dari bawah lapisan tangki MA didorong keluar melalui

bagian bawah media biofilter. Selanjutnya, bakteri yang hidup di dalam media penghilangan

mengonsumsi senyawa penyebab bau pada sistem udara. Biofilter-biofilter tersebut terbuka di

atmosfer, dan udara yang meninggalkan biofilter pada hakekatnya bebas dari senyawa

penghasil bau.

Page 101: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

3

Gambar 1.1. Proses AliranPengolahan Lumpur Aktif

Gambar 1.2.Modified Aeration Tank

Tipe

Proses

Titik

tengah

waktu

tingga

l, hari

F/M

Rasi

o

Space Loading HRT

pada

bak

aerasi

, jam

MLS

S,

mg/l

Rasio

resirkulas

i, R/Q

Regim

e

Aliran

Efisien

si BOD

remova

l (%)

lb

BOD5/da

y-1000ft3

Kg

BOD5/da

y-m3

Modifie

d

aeration

0.2 –

0.5

1.5 –

5.0 75 - 150 1.2 – 2.4

1.5 -

3

200 –

500

0.05 –

0.15

PF,

DPF 60 - 75

Tabel 15.4. Desain dan Parameter Operasional Pengolahan Lumpur Aktif Limbah Domestik

Tabel desain dan parameter operasional di atas menunjukkan rentang optimum dalam

pembuatan desain pengolahan lumpur aktif. Waktu tinggal yang diperlukan pada modified

aeration yaitu pada rentang 0.2 hingga berarti 0.5 hari. Rasio umpan per mikroorganisme

Page 102: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

4

(F/M) berkisar antara 1,5 sampai 5. Rentang tersebut relatif tinggi yang menunjukkan jumlah

makanan jauh lebih besar dibandingkan jumlah mikroorganisme yang ada. Rasio umpan per

mikroorganisme (F/M) merupakan indikasi beban organik yang masuk ke dalam sistem

lumpur aktif, diwakili dengan kg BOD per kg MLSS per hari. Rasio F/M dikontrol oleh laju

sirkulasi lumpur aktif. Semakin sedikit rasio F/M mengindikasikan bahwa mikroorganisme

dalam tangki dalam kondisi lapar, maka semakin efisien pengolahan limbah tersebut.

Parameter desain selanjutnya yaitu space loading atau ruang pemuatan, yang

merupakan perbandingan antara berat BOD5 dengan volume per hari. Space loading pada

modified aeration berada pada rentang 75 – 150 pada satuan SI, dan dikonversikan ke dalam

SNI menjadi 1.2 – 2.4

waktu yang diperlukan influen masuk ke dalam tangki aerasi untuk proses lumpur aktif

dinyatakan sebagai Hydraulic Retention Time (HRT). Besar HRT berbanding terbalik dengan

laju pengenceran, sedangkan waktu tinggal berbanding terbalik dengan pertumbuhan

mikroba. HRT dapat dihitung dengan:

T = = V/Q

Kondisi sesungguhnya adalah actual = r 1

θ

Pada modified aeration, HRT atau waktu yang dibutuhkan relatif cepat yaitu berada pada

rentang 1,5 sampai dengan 3 jam, yang berarti rasio antara volume dan debit bernilai 1,5 – 3

jam.

MLSS (mixed liquor suspended solids), adalah jumlah total padatan tersuspensi

berupa material organik dan mineral, termasuk pula mikroorganisme. MLSS ditentukan

dengan menyaring lumpuran dengan filter dan dikeringkan pada suhu 105o. MLSS pada tipe

proses ini rendah, yaitu hanya berkisar 200 – 500 mg/l. Hal ini mengindikasikan bahwa hanya

terdapat sedikit material organik, mineral, dan mikroorganisme yang terkandung di

dalamnya. Sedangkan MLVSS (mixed liquor volatile ss), mewakili material organik pada

MLSS sehingga berjumlah lebih sedikit dibanding MLSS. Ditentukan dengan memanaskan

terus hingga suhu 600 – 6500, nilainya mencapai 65% - 75% dari MLSS.

Rasio resirkulasi adalah perbandingan antara debit lumpur yang dikembalikan ke

tangki aerasi terhadap debit air yang diolah. Rasio resirkulasi pada modified aeration bernilai

rendah yang menunjukkan debit aliran lumpur yang dikembalikan jauh lebih kecil

Page 103: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

5

dibandingkan debit air yang diolah. Rarsio resirkulasi dihitung dengan rumus r = Qr/Q.

Efisiensi BOD removal menunjukkan tingkat efisiensi dalam penghilangan BOD yang

terkandung. Pada proses ini efisiensi BOD removal berada pada rentang 85 – 95%.

Formulas :

Sumber: Reynolds

- Menentukan K, reaction rate constant

Keterangan :

K1,K2 = Reaction rate constants at respective temperatures

θ = Temperature correction coeeficient(1,03 – 1,09) (Eckenf elder, 1989)

T1, T2 = temperature of the mixed liquor

- Hydraulic Retention TimeatauDetention Time

Keterangan:

= Hydraulic Retention Time (jam atau hari)

K = Koefisien kinetis (L/g)

X = MLVSS (mg/L)

So = BOD Influen (mg/L)

St = BOD Effluen (mg/L)

- BOD Removal Efficiency

Keterangan:

So = BOD Influen (mg/L)

St = BOD Effluen (mg/L)

Page 104: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

6

- Recycle Ratio

Keterangan:

SVI = Sludge Volume Index (mL/g)

SV = Sludge Volume (mL/L)

Q = Debit Influen (m3/detik atau m

3/hari)

R = Lumpur yang dirersikulasi

- Sludge Density Index

Keterangan:

SDI = Sludge Density Index (g/mL)

- Volume Aeration Tank

Keterangan:

V = Volume bak (m3)

Q = Debit Influen (m3/detik atau m

3/hari)

= Hydraulic Retention Time atau Waktu Tinggal (Jam atau Hari)

- Dimensi Aeration Tank

Bak diasumsikan berbentuk balok, dengan perbandingan p : l adalah 3 : 1. p< 50 m

- Space Loading

Keterangan :

Q = Debit Influen (m3/detik atau m

3/hari)

So = BOD Influen (mg/L) V = Volume Bak (m3)

Space loading =

Page 105: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

7

- Food-To-Microbe

Keterangan :

F = Makanan Mikroorganisme (mg/L)

M = Jumlah Mikroorganisme (mg/L)

Q = Debit Influen (m3/detik atau m

3/hari)

X = MLVSS (mg/L)

= So - St

- Mean Cell Residence Time

- MenghitungKebutuhanOksigen

Dimana :

Or = kebutuhanoksigen (kg/day)

Y’ = koefisienoksigen

k’e= koefisienrespirasi endogenous (kg O2/ kg cell day)

On = oksigen yang dibutuhkanuntuknitrifikasi (kg/day)

Sr = substrat yang dihilangkan (kg/day)

(Buku Unit Operations and Processes in Environmental Engineering,

Reynolds/Richards second edition)

- Koefisien Oksigen

(Buku Unit Operations and Processes in Environmental Engineering,

Reynolds/Richards second edition)

Page 106: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

8

- The total mass of MLVSS in the reactor (kg)

Keterangan:

X = Massa MLVSS dalam reaktor (kg/hari)

V = Volume bak (m3)

- The substrate removed per day (kg)

Keterangan:

Sr = Substrat yang dihilangkan (kg/hari)

Q = Debit Influen (m3/detik atau m

3/hari)

- The volatile suspended solids produced

Keterangan:

Xw = Voletile Suspended Solids Produced (kg MLVSS/hari)

Y = Cell Yield Coeficient (lb/lb atau kg/kg)

Sr = Substrat yang dihilangkan (kg/hari)

Ke = Koefiesien sel endogen

= MLVSS (mg/L)

- A material balance for the nitrogen

Cell : C5H7O2N Mr = 113

Page 107: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

9

- The waste activated sludge flow(L/s)

- Power aerator (watt)

- Secondary Clarifier

Sumber: Metcalf

- Theoretical oxygen requirements

- Laju Aliran Lumpur Buangan dari Bak Aerasi (Qwa)

Page 108: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

10

Dimana:

X = konsentrasi MLVSS yang ada di bakaerasi mg/L

θc = mean cell,hari

Xc = konsentrasiefluen x 0,8 mg/L

Qwa = lumpurbuangan , m3/hari

- Menghitungobserved yield

Kd (decay coefficient) = 0,06/ hari

- Pertambahan Massa MLVSS

- Pertambahan dalam MLSS (atau TSS)

- Kehilangan TSS dalam Efluen

- Theoritical Air Required

Asumsi : berat udara 1,2 kg/m3dan mengandung 23,2% berat oksigen

Theoritical Air :

Page 109: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

11

- Actual Air Required

- Air supplied per kg of BOD5 removed

- Air supplied per m3 of wastewater treated

- Air supplied per m3 of aeration tank

Perhitungan

Kriteria Desain

(Tom D. Reynolds, Unit Operation and Processes in Environmental Engineering, 1996, Tabel

15.4)

Air (m3/hari ) =

Page 110: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

12

Type of Process : Modified Aeration

MeanCellResidence Time (θc) : 0,2 – 0,5 days

Food-to-Microberatio : 1,5 – 5,0

SpaceLoading : 1,2 – 2,4 kg/m3 hari

HydraulicRetention Time : 1,5 – 3 jam

In Aeration Basin

MLSS : 200 – 500 mg/l

RecycleRatio (R/Q) : 5 – 15 %

FlowRegime : PF & DPF

BOD RemovalEfficiency : 60 - 75 %

A. Desain Bak

Modified Aeration Sludge Process

Diketahui :

Q = 17,36 L/s = 0.017 m3/s

BOD Influent Primary Treatment = 250 mg/l = 0.25 g/l

T = 32o

Diasumsikan bahwa primary treatment terjadi penghilangan sebesar 30%. Maka:

So = 70 % x 250 = 175 (removal 30 % pada primary clarifier)

Se = 65 mg/l (sesuai dengan rentang efisiensi BOD removal = 0,62)

Municipal (domestic) Jakarta

Menetukan K:

Dimana,

K1 , K2 = Reaction rate constant at respective temperature

= Temperature correction coefficient (1.03 – 1.09 *Eckenfelder, 1989)

T1 , T2 = Temperature of the mixed liquor

K1 = 1.717 L/gr (Tom D. Reynolds, Unit Operation and Processes in Environmental

Engineering, 1996, Tabel 15.1)

Page 111: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

13

Mengasumsikan MLSS (range 200-500 mg/L)

MLSS = 400 mg/l

MLVSS =

× 280 mg/l

= 0.196 gr/l

I. Recycle Ratio

Sludge Volume Index (SVI)

SVI = 150 ml/gr (SVI yang biasa digunakan antara range 50-150 ml *Reynold,

Unit Operation and Process page 414)

→ 150 ml/gr =

SV = 60 ml/L

Sludge Density Index (SDI)

SDI =

SDI = 6.67 mg/ml = 6666.67 mg/L

memenuhi range (5 – 15%); (Tom D. Reynolds, Unit

Operation and Processes in Environmental Engineering, 1996, Tabel 15.4)

Return Sludge

R =

× Q = 95.74 m

3/hari (1.11 L/s)

R = 1.11 L/s

II. Hydraulic Retention Time (HRT)

θ = 2.86 jam, memenuhi syarat θcompletelymixed= 1.5 - 3 jam (Tom D.

Reynolds, Unit Operation and Processes in Environmental Engineering, 1996,

Tabel 15.4)

SVI =

Q (0) + R (20000) = (Q+R) (500)

θ =

Page 112: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

14

space

V =

V = 178.88 m3

III. Aeration Tank Dimentions

Bentuk dari reactor diasumsikan berbentuk balok, dengan H = 3 m

Perbandingan P : L = 2 : 1

H = 3 m ≈ 3.5 m

Rectangular Tank

p = 2 l

Q/H = p . l = 2l . l = 2l2

Q/H = 2l2

l = 5.46 m ≈ 6 m

p = 10.92 ≈ 11 m

Cek Volume :

V = p × l × t = 11 m × 6 m × 3.5 m = 231 m3

IV. Space Volumetric Loading:

=

Space Loading =

Tidak memenuhi kriteria dengan range (1.2 –

2.4) ;(Tom D. Reynolds, Unit Operation and Processes in Environmental Engineering,

1996, Tabel 15.4)

V = (Q+R)× θ

Space Loading =

Page 113: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

15

V. Food-to-Microbe Ratio

memenuhi range (1,5 – 5.0); (Tom D.

Reynolds, Unit Operation and Processes in Environmental Engineering, 1996, Tabel

15.4)

VI. BOD Removal Efficiency (E)

E = 62.85 % Memenuhi range (60 - 75)%; (Tom D. Reynolds, Unit

Operation and Processes in Environmental Engineering, 1996, Tabel 15.4)

VII. Mean Cell Residence Time (θc)

θc =

= 0.63 hari

0.6 hari tidak memenuhi kriteria (0.2 - 0.5 hari); (Tom D. Reynolds, Unit

Operation and Processes in Environmental Engineering, 1996, Tabel 15.4)

B. Kebutuhan Oksigen dan Energi

Y = yield coefficient. Mass microbes produced/ mass substrate utilized

= 0,60 mg MLVSS/ mg BOD5 (Reynold, 1982)

Y’ = oxygen coefficient. Mass oxygen/ mass substrate utilized

= 0,62 mg oxygen/ mg BOD5 removed (Reynold, 1982)

Ke = endogenous coefficient, mass cell/ (toital mass cells) (day) (Reynold, 1982)

Ke’ = endogenous respiration coefficient, mass oxygen/ (mass cells)(day)

= 0,09 mg oxygen/mg MLVSS-day (Reynold, 1982)

E =

θc =

Page 114: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

16

I. Aeration Time

Pers (1)

W = thousands of kg activated sludge in the aeration tank

=

W Ɵi = 1.998 x 10-5

Pers (2)

=

= 0.25

Persamaan (1) dan (2)

0.031248 2 = 5,41 x 10-5

= 0,0089 jam

II. Total massa MLVSS di reactor

= 176.23 m3 x

= 75.9 kg

III. Substrat yang dihilangkan per hari

Sr =

BOD5

IV. Volatile suspended solid yang dihasilkan

= (0,6 x 165) – (0,06 x 75.9)

= 94.446 kg MLVSS / hari

W =

= V x MLSS

Sr = (S0- Se) Q

Xw = Y Sr – ke X

Page 115: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

17

V. Nutrisi

- Mencari jumlah ammonia nitrogen dalam influen:

Perbandingan BOD : N : P = (100-60) : (5-3) : 1

Jumlah ammonia nitrogen dalam

=

x 175

= 14,583 mg/L

- Menentukan Input

Total massa N per hari = Q x jumlah ammonia nitrogen dalam influent

=

= 21,87 kg N/hari

- Menentukan nitrogen yang hilang akibat sintesis (pengendapan lumpur)

Asumsi:

Rumus senyawa organik = C5H7O2N

Mr = 113

Persentase nitrogen dalam senyawa organik =

Pengurangan Nitrogen karena sintesa = Xw x nitrogen dalam sel

= 94.446 x 0,129

= 12.19 kg N/hari

- Menentukan jumlah nitrogen dalam tangki

Nitrogen dalam tangki = [output] - [pengurangan sintesa]

= 21,87 – 12.19

= 6.686 kg N/hari

VI. Kebutuhan Oksigen

Dimana :

Or = kebutuhan oksigen (kg/day)

influent =

x S0

Page 116: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

18

Y’ = koefisien oksigen

k’e = koefisien respirasi endogenous (kg O2/ kg cell day)

On = oksigen yang dibutuhkan untuk nitrifikasi (kg/day)

Sr = substrat yang dihilangkan (kg/day)

Y = koefisien Yield

Or =

= 151.07 kg oksigen/hari

VII. Power Aerator

P =1

x 9,81

x 3 m x ( 17,36 L/s + 1.108 L/s) x

= 0,543 watt

C. Secondary Clarifier

I. Design flow to the secondary clarifier

= 1500 m3/hari + 95.74 m

3/hari – 133.51 m

3/hari

= 1462.24 m3/hari

II. Design flow for each secondary clarifier

=

=

365.56 m

3/hari

III. Area

Asumsi SOR = 15 m/hari (15-40 m/hari *Sumber : Fatma Husen)

Area =

= 24.02 m2

Q + Qr - Qw

Page 117: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

19

IV. Diameter of secondary clarifier

=

= 5.57 m

V. Check the overflow raqte at average design flow (15-40 m/hari Sumber : Fatma

Husen)

VI. Detention Time

Depth of clarifier: 0.5 Diameter (untuk mencapai volume optimum)

Depth of clarifier: 2.77 m

Volume of the clarifier:

=

=

= 0.186 hari = 4.46 jam

VII. The waste activated sludge flow

Q waste =

= 481.87 m3/hari

D. Mass Balance

Q = 0.017 m3/s

Qw = 337.31 m3/hari

X =

= 1468.8

– 337.31

= 1131.49

Diameter =

Overflow rate =

Detention Time =

Qw =

QR = Q - Qw

Page 118: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

20

Konversi:

QR = 1131.49

x 1000

x

x

= 13.096 L/s

Qw = 13.096

x 1000

x

x

= 0.15 L/s

Q = 1468.8

x 1000

x

x

= 17 L/s

0 = (Q + QR)X - QwXr

0 =

Xr =

= 200.64

Summary :

TYPE

Θc

F/M

Space

Loading θ MLSS

R/Q Flow

Regime

BOD

Removal

Day kg BOD/

day-m3 hour mg/l %

MA 0.2 – 0.5 1.5 – 5 1.2 – 2.4 1.5 - 3 200 – 500 0.05 –

0.15 PF, DPF 60 - 75

actual 0.6 3.29 1.14 2.86 500 0.064 PF, DPF 62.85

Keterangan Tidak

memenuhi memenuhi

Tidak

memenuhi memenuhi memenuhi memenuhi memenuhi

Parameter yang diperoleh dari hasil perhitungan tidak semua masuk ke dalam kriteria

desain, yaitu parameter waktu tinggal yang melebihi rentang kriteria dan space

loading yang besarnya kurang dari rentang kriteria. Namun untuk kondisi kota Jakarta

dengan suhu 32⁰C, pengolahan ini memiliki keuntungan yaitu waktu tinggal hidrolis

(HRT) lebih cepat sehingga walaupun tidak masuk ke dalam kriteria, hal ini dapat

diterima. Sehingga:

Q = 17.36 L/s

BOD InfluentPrimaryTreatment = 250 mg/l

Effluent BOD = 49 mg/l

Secondary treatment dengan modified aeration dapat diterima.

Page 119: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

21

Gambar 1.3. Sketsa Mass Balance Mixed Liquor Suspended Solids

1500 m3/hari – 337.37 m3/hari = 1162,63 m3/hari

0 = (17,361 L/s + 13,45 L/s) (280 mg/L) – (3,9 L/s)( )

L

Sketsa Mass Balance

(Q + Qr) = 30,81

m3/hari

X = 280 Kg MLVSS/hari

BOD5 = 250

mg/L

Q = 1500

m3/hari

Aeration Basins

MLSS (X) = 400

mg/L

MLVSS = 280 mg/L R + = 1500 m3/hari

= MLVSS/hari

R = 95.74 m3/hari

= 2212 kg MLVSS/hari

= 337,37 m3/hari

= LVSS/hari

= 1162,63 m3/hari

= /hari

Page 120: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

22

REFERENSI

Tom P.Reynolds, Paul Richards. 1996. Unit Operation and Process in Environmental

Engineering - Second Edition. United Stated : PWS Publishing Company.

PPT Unit Operation and Process in Environmental “Biological Waste Treatment”.

http://nptel.ac.in/courses/105105048/M17_L25.pdf (4 Mei2014 pukul 18.30)

http://web.cecs.pdx.edu/~fishw/UO_Ch17-6WW.pdf (4 Mei 2014 pukul 18.30)

http://eprints.undip.ac.id/13794/1/Artikel.pdf (4 Mei 2014 pukul 19.00)

http://www.sbrsa.com/tour/modified-aeration-tanks/ (9 Mei 2014 pukul 17.00)

Qasim, Syed R. 1998. Wastewater Treatment Plants: Planning, Design, and

Operation, Second Edition. CRC Press.

Metcalf & Eddy. Wastewater Engineering: Treatment and Reuse (4th

Edition)

Page 121: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

23

Lampiran

Algoritma :

Kriteria Desain

K1, K2, Ɵ

Recycle

ratio

HRT

SVI

Dimensi

bak

MLSS

Volume

Se

F/M ratio

Space

loading

Ɵc

% BOD

removal

Aeration

time (Ɵi)

N2 yang

hilang

Kebutuhan

O2 (OR)

VSS yang

dihasilkan

(Xw)

Massa

MLVSS

Substrat

hilang/hari

Kebutuhan

Oksigen

Power

Aerator

Secondary

Clarifier

Overflow

rate

Diameter

Area

Design flow

II

Mass Balance

Design flow

I

Detention

time

Ya

*Design flow I: Design flow to the

secondary clarifier

Design flow II: Design flow for each

secondary clarifier

Q waste

Diagram

MB

BOD5 AS

Q return

Q waste

Ya

Ya

Ya

Ya

Ya

Ya

Tidak

Ya

Page 122: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

C o n t a c t S t a b i l i z a t i o n | 1

TUGAS UNIT OPERATION AND PROCESSES

CONTACT STABILIZATION

KELOMPOK 6

BAYUDHA DESGA PUTRANTO (1206216922)

DHANI ANISA R (1206216821)

UKHTIY AFIFAH (1206243204)

GHANIS MAHDIANA (1206261604)

CINDY RUTH MAHARINI (1206255665)

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS INDONESIA

2014

Page 123: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

C o n t a c t S t a b i l i z a t i o n | 2

1. PENGERTIAN CONTACT STABILIZATION

Semua air buangan yang biodegradable dapat diolah secara biologi. Sebagai

pengolahan sekunder, pengolahan secara biologi dipandang sebagai pengolahan yang

paling murah dan efisien. Dalam beberapa dasawarsa telah berkembang berbagai

metode pengolahan biologi dengan segala modifikasinya. Salah satu modifikasi yang

digunakan adalah dengan kontak stabilisasi. Kontak stabilisasi adalah modifikasi dari

proses lumpur aktif konvensional.

Pada kontak stabilisasi bekerja menggunakan 2 tangki aerasi yaitu, Contact

tank yang berfungsi untuk mengadsorbsi bahan organik untuk proses lumpur aktif, pada

bak kontak sebelumnya sudah diberi mikroorganisme dan diinjeksikan udara. Waktu

tinggal air limbah pada bak kontak kurang lebih 4 - 6 jam. Pada bak kontak inilah terjadi

perombakan air limbah oleh mikroorganisme, degradasi COD dan BOD pada bak kontak

ini dapat mencapai 90-95%. Yang perlu diperhatikan dalam bak kontak adalah distribusi

udara, distribusi udara harus merata dan tinggi cairan dalam bak kontak ditentukan

(diasumsikan), tinggi cairan ini akan mempengaruhi head loss pada blower, effisiensi

blower kurang lebih 40-50 %, jika tinggi air limbah pada bak kontak 2 m, maka blower

yang dipergunakan mempunyai head loss 4-5 m. Dengan waktu kontak yang telah

ditetapkan maka dimensi baka dapat dihitung. Air limbah yang tercampur

mikroorganisme pada bak kontak ini selanjutnya dialirkan secara gravitas (atau

dipompa) menuju clarifier.

Tangki aerasi kedua adalah Stabilization tank yang berfungsi untuk mengoksidasi

bahan organik yang telah diadsorbsi, pada bak stabilisasi ini, mikroorganisme

diistirahatkan, waktu tinggal mikroorganisme dalam bak stabilisasi ini mencapai 3-4 jam,

selanjutnya dialirkan secara gravitasi (atau dipompa) menuju bak kontak dan demikian

seterusnya. Pada bak stabilisasi juga diinjeksikan udara. Dengan waktu tinggal 3-4 jam

dapat dirancang dimensi bak stabilisasi ini.

Page 124: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

C o n t a c t S t a b i l i z a t i o n | 3

Gambar 1. Pengolahan air limbah dengan teknologi kontak-stabilisasi

2. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN CONTACT STABILIZATION

Dalam reaktor pertumbuhan tersuspensi, mikroorganisme tumbuh dan

berkembang dalam keadaan tersuspensi. Proses lumpur aktif yang banyak dikenal

berlangsung dalam reaktor jenis ini. Proses lumpur aktif terus berkembang dengan

berbagai modifikasinya contohnya kontak-stabilisasi. Dibandingkan dengan proses

lumpur aktif konvensional yang lain, kontak stabilisasi mempunyai beberapa kelebihan,

yaitu efisiensi penurunan BOD dapat mencapai 85%-95% dan lumpur yang dihasilkan

lebih sedikit. Selain efisiensi yang lebih tinggi , kontak stabilisasi mempunyai kelebihan

yang lain, yaitu waktu detensi hidrolis total lebih pendek (4-6 jam), kemudahan dalam

pengoperasian dan perawatan bak kontak yang cukup sederhana. Biaya yang

dikeluarkan untuk merawat dan mengoperasikan sistem kontak stabilitationpun juga

relatif murah, namun dalam pembuatan dan perancangannya memerlukan dana yang

besar.

Kelemahan kolam stabilisasi adalah dalam pengoperasian dan sistem

perancangannya membutuhkan lahan yang luas, sehingga perlu adanya estimasi dana

yang besar untuk menyiapkan lahan yang luas dan berdampak pada mahalnya biaya

investor yang berinvestasi pada proyek pengolahan air ini. Selain itu dari segi estetika,

kolam stabilisasi sering menimbulkan bau yang diakibatkan proses biodegradasi

anaerob.

Page 125: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

C o n t a c t S t a b i l i z a t i o n | 4

3. RUMUS-RUMUS YANG DIPAKAI DALAM CONTACT STABILIZATION

Rumus : Sumber Reynolds

1. Menentukan K, reaction rate constant

𝐾2 = 𝐾1.𝜃 (𝑇2−𝑇1)

Keterangan :

K1,K2 = Reaction rate constants at respective temperatures

θ = temperature correction coeeficient (1,03 – 1,09) (Eckenf elder, 1989)

T1, T2 = temperature of the mixed liquor

2. Hydraulic Retention Time atau Detention Time

𝜃

𝐾 𝑆

Keterangan :

θ = Hydraulic Retention Time, (jam)

S0 = BOD influen, (mg/L)

Se = BOD effluen, (mg/L)

K = 2,11 L/g jam untuk daerah kota (suhu 32oC)

X = MLVSS, (mg/L)

Se = BOD effluen, (mg/L)

3. BOD Removal Efficiency

𝑅 𝑚𝑜𝑣 𝑙 𝑛 𝑦

Keterangan :

S0 = BOD influen, (mg/L)

Se = BOD effluen, (mg/L)

4. Recycle Ratio

Keterangan :

Q = Debit, (L/s)

R = Return Sludge, (L/s)

Page 126: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

C o n t a c t S t a b i l i z a t i o n | 5

SDI = Sludge Density Index, (mg/L)

MLSS = Mixed Liquor Suspended Solid, (mg/L)

SVI = Sludge Volume Index, (L/mg)

SV = Sludge Volume, (mL/L)

5. Sludge Density Index

Keterangan :

SDI = Sludge Density Index, (mg/L)

MLSS = Mixed Liquor Suspended Solid, (mg/L)

SV = Sludge Volume, (mL/L)

6. Volume Aeration Tank

𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚 = (𝑄+𝑅) 𝜃

Keterangan :

Q = Debit, (L/s)

R = Return Sludge, (L/s)

7. Dimensi Aeration Tank

Bak diasumsikan berbentuk balok, dengan perbandingan p : l adalah 3 : 1. p < 50 m

8. Space Loading

𝑆

Keterangan :

Q = Debit, (L/s)

S0 = BOD influen, (mg/L)

SV = Sludge Volume, (mL/L)

9. Food-To-Microbe

Keterangan :

F/M = Food to Microbe

Page 127: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

C o n t a c t S t a b i l i z a t i o n | 6

ΔS =

X = MLVSS, (mg/L)

Δt = θ = Hydraulic Retention Time, (jam)

10. Mean Cell Residence Time

Keterangan :

θC = Mean cell residence time, (hari)

V = Volume, (m3)

MLSS = Mixed Liquor Suspended Solid, (mg/L)

Q = Debit, (L/s)

R = Return Sludge, (L/s)

11. The total mass of MLVSS in the reactor (kg)

∑ =𝑉 𝑥 𝑀𝐿𝑉𝑆𝑆

Keterangan :

∑ = Total massa MLVSS, (Kg)

𝑉 = Volume, (m3)

MLVSS = Mixed Liquor Volatile Suspended Solid, (mg/L)

12. The substrate removed per day (kg)

𝑆𝑟 = ( 5 𝑛 𝑙𝑢 𝑛− 5 𝑙𝑢 ) 𝑥 (𝑄+𝑅)

Keterangan :

𝑆𝑟 = Substrat Removal, (kg 5)

5 𝑛 𝑙𝑢 𝑛 = mg/L

5 𝑙𝑢 n = mg/L

𝑄 = Debit, (L/s)

𝑅 = Return Sludge, (L/s)

13. The volatile suspended solids produced

𝑤=𝑌𝑆𝑟− 𝑘 ∑

Keterangan :

𝑤 = volatile suspended solids, (kg MLVSS/ hari)

Page 128: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

C o n t a c t S t a b i l i z a t i o n | 7

Y = 0,6 mg VSS / mg BOD5

𝑆𝑟 = Substrat Removal, (kg 5)

𝑘 = konstanta tingkatan derajat pertama BOD (0,5-1,5)

∑ = Total massa MLVSS, (Kg)

14. A material balance for the nitrogen

[ 𝑛𝑝𝑢𝑡] = [𝑜𝑢𝑡𝑝𝑢𝑡] + [𝑑 𝑟 𝑠 𝑑𝑢 𝑡𝑜 𝑠𝑦𝑛𝑡h 𝑠 𝑠] + [𝑑 𝑟 𝑠 𝑑𝑢 𝑡𝑜 𝑛 𝑡𝑟 𝑡 𝑜𝑛]

𝑛𝑝𝑢𝑡= (𝑄+𝑅) 𝑥 𝑗𝑢𝑚𝑙 h 𝑜𝑟𝑔 𝑛 𝑘 𝑑 𝑛 𝑚𝑜𝑛 𝑛 𝑡𝑟𝑜𝑔 𝑛 𝑝 𝑑 𝑝𝑟 𝑚 𝑟𝑦 f𝑙𝑢 𝑛

Cell : C5H7O2N Mr = 113

𝑝 𝑟𝑠 𝑛𝑡 𝑠 𝑛 𝑡𝑟𝑜𝑔 𝑛 =

𝑥 100% = 12,39%

𝑡h 𝑑 𝑟 𝑠 𝑑𝑢 𝑡𝑜 𝑠𝑦𝑛𝑡h 𝑠 𝑠 = 𝑤 𝑥 𝑝 𝑟𝑠 𝑛𝑡 𝑠 𝑛 𝑡𝑟𝑜𝑔 𝑛

[ 𝑛𝑝𝑢𝑡] − [𝑑 𝑟 𝑠 𝑑𝑢 𝑡𝑜 𝑠𝑦𝑛𝑡h 𝑠 𝑠] = [𝑜𝑢𝑡𝑝𝑢𝑡] + [𝒅𝒆𝒄𝒓𝒆𝒂𝒔𝒆 𝒅𝒖𝒆 𝒕𝒐

𝒏𝒊𝒕𝒓𝒊𝒇𝒊𝒄𝒂𝒕𝒊𝒐𝒏]

15. The waste activated sludge flow (L/s)

𝑄𝑤 =

Keterangan :

Qw = debit lumpur terbuang (mg/L)

Xw = volatile suspended solids, (kg MLVSS/ hari)

MLVSS = Mixed Liquor Volatile Suspended Solid, (mg/L)

16. Power aerator (watt)

Keterangan :

𝑃 = Power aerator, (watt)

𝜌 = Massa jenis, (kg/L)

𝑔 = Percepatan gravitasi, (m2/s)

h = Kedalaman, (m)

𝑄 = Debit, (L/s)

𝑅 = Return Sludge, (L/s)

Sumber Medcalf

17. Theoretical oxygen requirements

Page 129: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

C o n t a c t S t a b i l i z a t i o n | 8

2 (

) =

Keterangan :

2 = kebutuhan oksigen teoritis (𝑘𝑔/𝑑 𝑦)

Q = Debit, (L/s)

18. Laju aliran lumpur buangan dari bak aerasi (Qwa)

Keterangan :

X = konsentrasi MLVSS yang ada di bak aerasi, mg/L

θc = mean cell, hari

Xc = konsentrasi efluen x 0,8 mg/L

Qwa = lumpur buangan, m3/hari

19. Menghitung observed yield

Keterangan :

Yobs = observed yield

Kd = decay coefficient = 0,06/ hari

20. Pertambahan Massa MLVSS

𝑃𝑠(𝑘𝑔/𝑑 𝑦) =

Keterangan :

Ps = pertambahan massa (𝑘𝑔/𝑑 𝑦)

Yobs = observed yield

Q = Debit, (L/s)

S0 = BOD influen, (mg/L)

S = substrat efluen, (mg/L)

21. Pertambahan dalam MLSS (atau TSS)

𝑃𝑠𝑠 (𝑘𝑔/𝑑 𝑦) =

Keterangan :

Page 130: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

C o n t a c t S t a b i l i z a t i o n | 9

Pss = Pertambahan dalam MLSS (atau TSS)

Ps = pertambahan massa MLVSS (𝑘𝑔/𝑑 𝑦)

22. Kehilangan TSS dalam Efluen

𝑃 (𝑘𝑔/𝑑 𝑦)= (𝑄−𝑄𝑤 ) 𝑥 𝑆

Keterangan :

Pe = kehilangan TSS dalam efluen (𝑘𝑔/𝑑 𝑦)

Q = Debit, (L/s)

Qwa = lumpur buangan, m3/hari

Se = BOD efluen, (mg/L)

23. Theoritical Air Required

Asumsi : berat udara 1,2 kg/m3 dan mengandung 23,2% berat oksigen

Theoritical Air =

24. Actual Air Required

Air =

25. Air supplied per kg of BOD5 removed

Air =

Keterangan :

Q = Debit, (L/s)

S0 = BOD influen, (mg/L)

Se = BOD efluen, (mg/L)

26. Air supplied per m3 of wastewater treated

Air =

Keterangan :

Q = Debit, (L/s)

27. Air supplied per m3 of aeration tank

Page 131: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

C o n t a c t S t a b i l i z a t i o n | 10

Air =

Gambar 2. Bak kontak (kiri) dan bak kontak stabilisasi (kanan)

Page 132: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

C o n t a c t S t a b i l i z a t i o n | 11

A. Perhitungan Desain

1. Bak Kontak (Contact Tank)

Tabel 1. Parameter Desain dan Operasional Bak Kontak

Parameter Satuan Berdasarkan Buku Reynold

Mean cell residence time (θc) Hari 5 – 15

Food to microbe (F.M) ratio - 0,2 - 0,6

Space loading Kg BOD5/hari-m3 1,0 - 1,2

Hydraulic retention time θ Jam 0,5 - 1,0

MLSS (mg/L) 1000 – 3000

Recycle Ratio (R/Q) - 0,5 - 1,5

BOD removal efficiency % 80 – 90

Sumber : Buku Unit Operations and Processes in Environmental Engineering,

Reynolds/Richards

Diketahui :

Q =

x

BOD = 250 mg/L

BOD influen = So = = (karena 30% BOD telah

diolah pada Primary Treatment)

BOD effluen = Se = mg/L (baku mutu air limbah domestik untuk BOD = 20

– 30 mg/L) 𝑘2 =

MLSS = (dengan rentang 2000 – 3000)

MLVSS = 68% x MLSS =

Page 133: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

C o n t a c t S t a b i l i z a t i o n | 12

Ya

Masalah Q = 1500 m3/hari BOD =250 mg/L

Menghitung So

Ya

Ya

Ya

Tidak

Tidak

Tidak

Menghitung

MLVSS

Menentukan Se (20-

30 mg/l)

MLSS (2000-3000 mg/l)

SVI (50-150 mg/l)

Menghitung

SV

Menghitung

SDI Menghitung R/Q

(0,5-1,5)

Menghitung

R

Menentukan MLSS

Menentukan

SVI

Menghitung

S’o Menghitung θ (0,5-

1 jam)

Menghitung BOD

removal Eficiency

(80%-90%)

Menghitung V

Menghitung

Dimensi

Menghitung Space

Loading (1-1,2 Kg

BOD5/hari-m3)

Tidak

Menghitung F/M

(0,2-0,6)

Ya

Ya

Menghitung θc (5-

15 hari)

Tidak

Tidak

Selesai

Algoritma Bak

Kontak

Page 134: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

C o n t a c t S t a b i l i z a t i o n | 13

Langkah penyelesaian :

1. Recycle Ratio :

Sludge Volume Index (SVI)

SVI = =

dengan rentang

(sumber : Reynolds/Richards, Unit Operations and Processes in Environmental Engineering,

Second Edition, 1996)

2. SVI =

SV =

3. Sludge Density Index (SDI)

SDI =

4. R/Q ratio

0.645 (0,5 < R/Q < 1,5)

5. Return Sludge

(

)

(

) (

) (

) (

)

6. S0 Setelah Menerima Return Sludge

𝑄 𝑄 𝑄 𝑆 𝑜 𝑄 𝑆 𝑜

Page 135: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

C o n t a c t S t a b i l i z a t i o n | 14

7. Hydraulic Detention Time

(0,5-1 jam)

8. BOD Removal Efficiency

(80%-90%)

9. Volume

Dimana R adalah return sludge dari bak stabilisasi

3

10. Dimensi

Kedalaman (h) = 4 m

2

Page 136: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

C o n t a c t S t a b i l i z a t i o n | 15

11. Space Loading

(

𝐿𝑠

𝑚𝑔𝐿 )

𝑥 𝑘𝑔

𝑚𝑔 𝑥

𝑠

𝑗 𝑚 𝑥

𝑗 𝑚

𝑟

(1

- 1,2

)

12. F/M Ratio

(0,2-0,6)

13. Mean Cell Residence Time

𝐿𝑠

𝑠𝑗 𝑚

𝑗 𝑚 𝑟

i (5 hari - 15 hari)

Page 137: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

C o n t a c t S t a b i l i z a t i o n | 16

Kesimpulan :

Parameter Satuan Berdasarkan Buku

Reynold

Berdasarkan

Perhitungan

Keterangan

Mean cell

residence time

(θc)

Hari 5 - 15 14,02 Memenuhi

Food to microbe

(F.M) ratio - 0,2 - 0,6 2

Tidak

memenuhi

Space loading Kg BOD5/hari-m3 1,0 - 1,2 2 Tidak

memenuhi

Hydraulic

retention time θ Jam 0,5 - 1,0 1 Memenuhi

MLSS (mg/L) 1000 – 3000 2800 Memenuhi

Recycle Ratio

(R/Q) - 0,5 - 1,5 0,645 Memenuhi

BOD removal

efficiency % 80 – 90 82,85 Memenuhi

2. Bak Stabilisasi (Stabilization Tank)

Tabel 1. Parameter Desain dan Operasional Bak Kontak

Parameter Satuan Berdasarkan Buku Reynold

Mean cell residence time (θc) Hari 5 – 15

Food to microbe (F.M) ratio - 0,2-0,6

Space loading Kg BOD5/hari-m3 1,0 - 1,2

Hydraulic retention time θ Jam 3 – 6

MLSS (mg/L) 4000 – 10000

Recycle Ratio (R/Q) - 0,5 - 1,5

BOD removal efficiency % 80 – 90

Sumber : Reynolds/Richards, Unit Operations and Processes in Environmental

Engineering, Second Edition, 1996

Page 138: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

C o n t a c t S t a b i l i z a t i o n | 17

Ya

Masalah Q = 1500 m3/hari BOD =250 mg/L

Menghitung So

Ya

Ya

Ya

Tidak

Tidak

Tidak

Menghitung

MLVSS

Menentukan Se (20-

30 mg/l)

MLSS (1000-3000 mg/l)

SVI (50-150 mg/l)

Menghitung

SV

Menghitung

SDI Menghitung R/Q

(0,5-1,5)

Menghitung

R

Menentukan MLSS

Menentukan

SVI

Menghitung

S’o Menghitung θ (0,5-

1 jam)

Menghitung BOD

removal Eficiency

(80%-90%)

Menghitung V

Menghitung

Dimensi

Menghitung Space

Loading (1-1,2 Kg

BOD5/hari-m3)

Tidak

Menghitung F/M

(0,2-0,6)

Ya

Ya

Menghitung θc (5-

15 hari)

Tidak

Tidak

Selesai

Algoritma Bak

Stabilisasi

Page 139: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

C o n t a c t S t a b i l i z a t i o n | 18

Q =

x

BOD = 250 mg/L

BOD influen = S’o = 98 mg/L

BOD effluen = Se = mg/L 𝑘2 =

MLSS = (dengan rentang 4000-10000)

MLVSS = 68% x MLSS =

1. Recycle Ratio

Sludge Volume Index (SVI)

SVI = =

dengan rentang

(sumber : modul laboratorium lingkungan)

2. SVI =

SV =

3. Sludge Density Index (SDI)

SDI =

4. R/Q ratio

1 (0,5 < R/Q < 1,5)

5. Return Sludge

(

)

(

) (

) (

) (

)

4233 mg/L) = 71180,1 mg/L

Page 140: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

C o n t a c t S t a b i l i z a t i o n | 19

6. S0 Setelah Menerima Return Sludge

7. Hydraulic Detention Time

(3jam - 6 jam)

8. BOD Removal Efficiency

(80% - 90%

9. Volume

Dimana R adalah return sludge dari bak stabilisasi

3

10. Dimensi

Kedalaman (h) = 4 m

2

Page 141: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

C o n t a c t S t a b i l i z a t i o n | 20

11. Space Loading

(1

– 1,2

)

12. F/M Ratio

(0,2 – 0,6)

13. Mean Cell Residence Time

i (5-15 hari)

Page 142: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

C o n t a c t S t a b i l i z a t i o n | 21

Kesimpulan :

Parameter Satuan Berdasarkan Buku

Reynold

Berdasarkan

Perhitungan Keterangan

Mean cell

residence time (θc)

Hari 5 - 15 39 Tidak

Memenuhi

Food to microbe

(F.M) ratio

- 0,2 - 0,6 0.2 Memenuhi

Space loading Kg

BOD5/hari-

m3

1,0 - 1,2 0,3

Memenuhi

Hydraulic retention

time θ

Jam 0,5 - 1,0 3 Tidak

Memenuhi

MLSS (mg/L) 1000 – 3000 4100 Memenuhi

Recycle Ratio (R/Q) - 0,5 - 1,5 1,5 Memenuhi

BOD removal

efficiency

% 80 – 90 94 Tidak

Memenuhi

2.1 Perhitungan Secondary Clarifier

Bak secondary clarifier berfungsi untuk mengendapkan flok-flok yang terbentuk,

yang berasal dari effluent activated sludge yang akan diresirkulrifier. Claasikan kembali

sebagai return sludge. Clarifier berbentuk circular yang dilengkapi dengan scrapper

mekanis. Berdasarkan operasionalnya, secondary clarifier memiliki dua fungsi, yaitu :

1. Memisahkan MLSS dari air buangan yang diolah

2. Memadatkan lumpur

Page 143: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

C o n t a c t S t a b i l i z a t i o n | 22

Diketahui :

Kriteria secondary clarifier berdasarkan buku Unit Operations and Processes in

Environmental Engineering yang diterbitkan Reynolds/Richards

Tabel 1. Kriteria clarifier

Type of treatment Overflow rate (m3/day-m2)

Solids loading

(kg/day-m2) Depth (m)

Average Peak Average Peak

Activated sludge (except

extended aeration) 16,3 - 32,6 40,8 - 81,6 98 - 147 244 3,7 - 4,6

Sumber : Buku Unit Operations and Processes in Environmental Engineering, Reynolds/Richards

Tank diameter(m) Side water depth (m)

<12,2 3,35

12,2 – 21,3 3,65

21,3 – 30,5 3,96

30,5 – 42,7 4,27

>42,7 4,57

Langkah-langkah yang harus dilakukan adalah :

1. Memilih average overflow rate pada rentang 16,3 - 32,6

Average overflow rate yang dipilih = 20,2 m3/day-m2

2. Memilih peak overflow rate pada rentang 40,8 - 81,6

Peak overflow rate yang dipilih = 60,5 m3/day-m2

3. Memilih average solid loading pada rentang 98 - 147

Average solid loading yang dipilih = 120,8 kg/day-m2

4. Memasukkan nilai peak solid loading

Peak solid loading = 244 kg/day-m2

5. Menghitung nilai R (mixed liquor flow), MLSS, dan aliran puncak

R = 17 L/s = 1468,8

MLSS = 2800 mg/L

Page 144: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

C o n t a c t S t a b i l i z a t i o n | 23

2,5

Perhitungan :

𝑣 𝑟 𝑔 𝑚 𝑥 𝑑 𝑙 𝑞𝑢𝑜𝑟 𝑙𝑜𝑤 𝑅 𝑚

𝑟

𝑃 𝑘 𝑚 𝑥 𝑑 𝑙 𝑞𝑢𝑜𝑟 𝑙𝑜𝑤 𝑃 𝑘 𝑜𝑢𝑟𝑙𝑦 𝑛 𝑙𝑢 𝑛𝑡 𝑙𝑜𝑤

𝑣 𝑟 𝑔 𝑜𝑢𝑟𝑙𝑦 𝑙𝑜𝑤 𝑥 𝑅 𝑅

𝑥 𝑚

𝑟

𝑇 𝑟 𝑜𝑟 𝑙 𝑟 𝑡 𝑜𝑛 𝑠 𝑑 𝑜𝑛 𝑡 𝑣 𝑟 𝑔 𝑙𝑜𝑤 𝑅

𝑣 𝑟 𝑔 𝑙𝑜𝑤 𝑟 𝑡

𝑚

𝑇 𝑟 𝑜𝑟 𝑙 𝑟 𝑡 𝑜𝑛 𝑠 𝑑 𝑜𝑛 𝑡 𝑣 𝑟 𝑔 𝑙𝑜𝑤

𝑥

𝑚

𝑇 𝑝 𝑘 𝑠𝑜𝑙 𝑑 𝑙𝑜𝑤 𝑡 𝑝 𝑘 mixed liquor flow x MLSS

𝑚

𝑟 𝑥

𝑚𝑔

𝐿 𝑥

𝐿

𝑚 𝑥

𝑘𝑔

𝑚𝑔

𝑘𝑔

𝑟

𝑡 𝑟 𝑜𝑟 𝑠𝑜𝑙 𝑑 𝑙𝑜 𝑑 𝑛𝑔 𝑝 𝑘 𝑠𝑜𝑙 𝑑 𝑙𝑜𝑤

𝑝 𝑘 𝑠𝑜𝑙 𝑑 𝑙𝑜 𝑑 𝑛𝑔

𝑚

𝑡 𝑟 𝑜𝑟 𝑠𝑜𝑙 𝑑 𝑙𝑜 𝑑 𝑛𝑔

√𝒕𝒉𝒆 𝒂𝒓𝒆𝒂 𝒇𝒐𝒓 𝒔𝒐 𝒊𝒅 𝒐𝒂𝒅𝒊𝒏𝒈

√ 𝑥

Page 145: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

C o n t a c t S t a b i l i z a t i o n | 24

2.2 Reactor Basin

Kebutuhan oksigen : Or = Y'Sr + k'eX + On

Diketahui : Bak kontak

V = 9095,34 m3 R/Q = 0,6

MLSS = 2800 mg/L MLVSS = 1904 mg/L SDI = 6666,67 mg/L Y = 0.4 - 0.8 mg VSS/mg BOD5

Y = 0,7 Y + Y' = 1 Y' = 0,3 mg oksigen/mg MLVSS-day

ke = 0.025 - 0.075 day-1

ke = 0,04 day-1 BOD5 influen = 175 mg/L BOD5 effluen = 30 mg/L Q = 1500 17,361 R = 10,43

C5H7O2N = 113 (Mr) Jumlah organik nitrogen = 20 mg/L

Menentukan MLSS

(4000 - 10000) Mencari MLVSS

Mencari massa total MLVSS dalam

reaktor (X)

Mencari Sr Mencari nilai Volatile

Suspended Solids (Xw)

Mencari Material Balance untuk

nitrogen

Mencari jumlah oksigen yang

dibutuhkan (Or)

Mencari nilai aliran lumpur aktif (Qw)

Mencari nilai daya atau Power Aerator

(P)

Page 146: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

C o n t a c t S t a b i l i z a t i o n | 25

Hasil :

X (m3) 17317,53

Sr (kg) 18528,44

Xw (kg MLVSS/day) 12277,21

Input (kg/day) 2610,02

Persen nitrogen 0,12

Decrease due to synthesis (kg N/day) 1521,07

Or (kg oxygen/day) 12317,56

Qw (L/s) 0,00

P (Watt) 133,36

1. Total massa MLVSS dalam reaktor

2. Substrat yang berkurang tiap harinya

(

) (

)

3. Volatile Suspended Solids

(

) (

)

4. Material Balance untuk Nitrogen

Input

(

) 30

Decrease due to synthesis

Page 147: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

C o n t a c t S t a b i l i z a t i o n | 26

Oksigen yang dibutuhkan

(

) (

)

5. Aliran Lumpur Aktif Buangan

6. Power Aerator

(

)

Page 148: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

C o n t a c t S t a b i l i z a t i o n | 27

2.3 Perhitungan Mass Balance

Langkah-langkah pengerjaan :

- Menghitung nilai flow dan BOD5 saat aliran masuk (input/influent)

- Menghitung nilai flow dan BOD5 saat aliran keluar (output/effluent)

- Menghitung nilai flow dan BOD5 yang berkurang saat reaksi (decrease due to

reaction)

Perhitungan :

I. Input

𝑙𝑜𝑤 𝑄𝑜 𝐿

𝑠 𝑥

𝑚

𝐿 𝑥

𝑠

𝑗 𝑚 𝑥

𝑗 𝑚

𝑟

𝑙𝑜𝑤 𝑚

𝑟

𝑛 𝑙𝑢 𝑛 𝑆𝑜 𝑚𝑔

𝐿 𝑥

𝐿

𝑚

𝑚𝑔

𝑚

II. Output

𝑙𝑜𝑤 𝑄 𝑄𝑤 𝑄 𝐿

𝑠

𝐿

𝑠

𝐿

𝑠

𝑙𝑢 𝑛 𝑆 𝑚𝑔

𝐿 𝑥

𝐿

𝑚

𝑚𝑔

𝑚

INFLUENT

FLOW

BOD5

EFFLUENT

PENGURANGAN SAAT

REAKSI

Page 149: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

C o n t a c t S t a b i l i z a t i o n | 28

III. Decrease due to reaction

𝑙𝑜𝑤 𝑅 𝐿

𝑠 𝑥

𝑚

𝐿 𝑥

𝑠

𝑗 𝑚 𝑥

𝑗 𝑚

𝑟

𝑙𝑜𝑤 𝑚

𝑟

[ 𝑛𝑝𝑢𝑡] [𝑜𝑢𝑝𝑢𝑡] [𝑑 𝑟 𝑠 𝑑𝑢 𝑡𝑜 𝑟 𝑡 𝑜𝑛]

𝑄𝑜𝑆𝑜 𝑄 𝑆 𝑅[ 𝑑 𝑡 𝑣 𝑡 𝑑 𝑠𝑙𝑢𝑑𝑔 ]

𝑥 𝑥 [ 𝑑 𝑡 𝑣 𝑑 𝑠𝑙𝑢𝑑𝑔 ]

[ 𝑑 𝑡 𝑣 𝑑 𝑠𝑙𝑢𝑑𝑔 ] 𝑚𝑔

𝑚

Page 150: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

C o n t a c t S t a b i l i z a t i o n | 29

REFERENSI

Metcalf & Eddy. Wastewater Treatment and Reuse, Fourth Edition. Mc-Graw Hill

Higher Education, 2003.

Reynold / Richards Unit Operations and Processes in Environmental Engineering, ,

second edition, 1996

Page 151: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

TUGAS BESAR UNIT OPERATION AND PROCESSES

HIGH RATE AERATION

Deira Ramadania (1206261610)

Dian Rahayu Pujiastuti (1206216885)

Lina Lubnah (1206238173)

Mario Yehuda (1206261586)

Yaumil Linahtadya Imani (1206216954)

UNIVERSITAS INDONESIA

FAKULTAS TEKNIK

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

DEPOK

2014

Page 152: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

High Rate Aeration | 2

I. Dasar Teori

Pada proses activated sludge, mikroorganisme bercampur secara merata dengan

bahan – bahan organik sehingga mereka dapat tumbuh dan menstabilkan bahan organik

tersebut. Ketika mikroorganisme dicampur dengan limbah yang yang masuk dan oksigen

disediakan oleh aerasi, organisme akan terflokulasi untuk membentuk sejumlah mikroba flok

yang disebut activated sludge. Campuran dari activated sludge dan air limbah dalam bak

aerasi disebut mixed liquor. Mixed liquor mengalir dari bak aerasi menuju secondary clarifier,

dimana activated sludge akan mengendap. Sebagian lumpur yang mengendap akan

dikembalikan ke bak aerasi untuk menjaga rasio F/M agar material organik dapat dihilangkan

dengan cepat. Karena lebih banyak activated sludge yang dihasilkan dibandingkan dengan

yang dapat digunakan dalam proses, sebagian lumpur tersebut dibuang dari bak aerasi atau

dari pipa returned sludge untuk diolah pada sludge-handling system dan akhirnya dibuang.

Udara tersedia dalam bak aerasi baik melalui diffuser ataupun melalui mechanical mixers.

Gambar 1. Flow Sheet of an Activated Sludge System

Sumber: http://nptel.ac.in

Ada berbagai macam modifikasi dari proses activated sludge. Modifikasi ini

dibedakan berdasarkan pola pencampuran dan aliran (mixing and flow pattern) dalam bak

aerasi dan dengan cara apa mikroorganisme dicampur dengan air limbah yang masuk.

Beberapa tipe reaktor biologis (bak aerasi), yaitu plug-flow, completely-mixed, dan arbitrary

Page 153: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

High Rate Aeration | 3

flow. Dalam reaktor plug-flow, partikel masuk melewati tangki dan dibuang secara terus

menerus. Tipe aliran ini diterapkan pada bak yang panjang dan sempit. Dalam reaktor

completely-mixed, partikel yang masuk segera tersebar ke seluruh bagian bak. Completely-

mixed dapat diterapkan pada bak berbentuk bulat atau kotak. Reaktor arbitrary flow

menggunakan pencampuran sebagian (diantara reaktor plug-flow dan completely-mixed).

Modifikasi dari proses activated sludge antara lain konvensional, tapered aeration,

step aeration, complete-mix, modified aeration, high-rate aeration, extended aeration,

single-stage nitrification, separate stage nitrification, deep-shaft reactor, sequencing batch

reactor, contact stabilization, Kraus process, dan high-purity oxygen system. Proses – proses

tersebut berbeda satu sama lain dalam hal penerapan influen, pemanfaatan

mikroorganisme, dan perakitan desainnya.

High rate aeration merupakan salah satu modifikasi proses activated sludge dimana

prosesnya menggunakan penerapan konsentrasi MLSS yang tinggi dan beban volumetrik

yang tinggi. Dengan begitu, mean cell residence time dapat menjadi rendah dan rasio F/M

yang tinggi pun dapat tercapai. Proses ini ditandai dengan rasio resirkulasi lumpur yang

tinggi, beban organik yang tinggi, dan periode aerasi yang tidak terlalu lama. Aerasi dan

mixing didapat melalui mechanical mixers. Kualitas effluen yang dihasilkan dari proses ini

pun akan memiliki konsentrasi BOD dan TSS yang lebih rendah dibandingkan dengan proses

lainnya. Namun akibat high loading yang diterapkan pada proses ini, pengoperasiannya pun

harus dengan perawatan yang baik.

Kelebihan dari high rate aeration antara lain memiliki waktu aerasi yang singkat,

yaitu hanya sekitar 0.5 – 2 jam sehingga dapat menghilangkan BOD dengan cepat pada fase

pertumbuhan eksponensial lumpur biologis. Lalu beban volumetrik yang dioperasikan dalam

sistem dapat mencapai 500 lb/1000 ft3. Proses ini juga dapat dimanfaatkan pada

penanganan dan pengolahan untuk skala kecil hingga untuk skala besar. Keunggulan lainnya

adalah dapat mengeliminasi bahan organik, dicapainya oksidasi dan nitrifikasi, terlaksananya

proses nitrifikasi secara biologis tanpa menambahkan bahan kimia, dapat mengeliminasi

fosfor biologis, mampu melakukan pemisahan padatan atau cairan, terjadinya stabilisasi

lumpur, dan mampu mengurangi padatan tersuspensi sebesar 97%.

Namun high rate aeration ini juga memiliki sedikit kekurangan dalam kualitas effluen

dan lumpurnya. Walaupun BOD dalam air dapat dihilangkan hingga 75% – 90%, tapi

effluennya masih mengandung padatan BOD dan BOD terlarut dalam jumlah yang cukup

signifikan. Laju penggunaan substrat yang tinggi pun mengakibatkan pengendapan yang

buruk pada lumpur di dalam final clarifier. Juga ada kemungkinan terjadi bulking pada

Page 154: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

High Rate Aeration | 4

lumpur aktif, buih, dan menghasilkan lumpur dalam jumlah yang cukup besar. Kekurangan

lainnya dari proses ini adalah tidak dapat menghilangkan warna dari limbah industri dan

dapat meningkatkan warna melalui oksidasi, serta memerlukan waktu tinggal yang tepat

disebabkan daur ulang biomassa dimana dapat menyebabkan konsentrasi biomassa yang

tinggi di dalam bak aerasi.

Gambar 2. Diagram Proses High Rate Aeration

Sumber: Unit Operation and Process in Environmental Engineering (Reynold, 1996)

Tabel 1.Kriteria Desain untuk Proses High Rate Aeration

BOD Removal

Efficiency

Hydraulic

Retention Time ( )

Recycle

Ratio F/M Ratio

Space

Loading

Mean Cell

Residence Time

(75-90)% (2-4) jam 1 – 5 (0,4 – 1,5) (1,6 – 16)

kg/hari-m3 (5-10) hari

Sumber: Unit Operation and Process In Environmental Engineering (Reynold, 1996)

II. Kumpulan Rumus yang Digunakan (Sumber: Reynold, 1996)

- Penghitungan Kriteria Desain

a. Menentukan BOD Removal Efficiency

Keterangan:

So = BOD influen ( )

St = BOD effluen ( )

b. Menentukan K (reaction rate constant)

Page 155: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

High Rate Aeration | 5

Keterangan:

K1, K2 = Reaction rate constants at respective temperatures

θ = Temperature correction coefficient (1.03 – 1.09) (Eckenfelder, 1989)

T1, T2 = Temperature of the mixed liquor

c. Menentukan Hydraulic Retention Time atau Detention Time

Keterangan:

= Hydraulic Retention Time (jam atau hari)

K = Koefisien kinetis (L/g)

= MLVSS (mg/L)

So = BOD influen ( )

St = BOD effluen ( )

d. Menentukan Recycle Ratio

Keterangan:

SDI = Sludge Density Index (g/mL)

SVI = Sludge Volume Index (mL/g)

SV = Sludge Volume (mL/L)

Q = Debit influen ( )

R = Lumpur yang diresirkulasi

e. Menentukan Volume Aeration Tank

Keterangan:

V = Volume bak (m3)

Q = Debit influen ( )

= Hydraulic Retention Time atau waktu tinggal (jam atau hari)

Page 156: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

High Rate Aeration | 6

f. Menentukan Dimensi Aeration Tank

Bak diasumsikan berbentuk rectangular, dengan perbandingan p : l = 2 : 1

g. Menentukan Food-To-Microbe Ratio

Keterangan:

F = Makanan mikroorganisme (mg/L)

M = Jumlah mikroorganisme (mg/L)

Q = Debit influen ( )

= MLVSS (mg/L)

So = BOD influen ( )

St = BOD effluen ( )

V = Volume bak (m3)

h. Menentukan Space Loading

Space loading =

Keterangan:

Q = Debit influen ( )

So = BOD influen ( )

V = Volume bak (m3)

i. Menentukan Mean Cell Residence Time

Keterangan:

= Waktu tinggal rata-rata mikroorganisme (jam)

Q = Debit influen ( )

R = Lumpur yang diresirkulasi

- Penghitungan Oxygen Requirement

Dimana:

Or = Kebutuhan oksigen (kg/hari)

Page 157: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

High Rate Aeration | 7

Y’ = Koefisien oksigen

k’e = Koefisien respirasi endogenous (kg O2/kg cell day)

On = Oksigen yang dibutuhkan untuk nitrifikasi (kg/hari)

Sr = Substrat yang dihilangkan (kg/hari)

= MLVSS (mg/L)

a. Menghitung total mass of MLVSS dalam reaktor (kg)

Keterangan:

= massa MLVSS dalam reaktor (kg)

V = Volume bak (m3)

b. Menghitung substrate removed per hari

Keterangan:

Sr = Substrat yang dihilangkan (kg/hari)

Q = Debit influen ( )

c. Menghitung volatile suspended solids produced

Keterangan:

Xw = Volatile suspended solids produced (kg MLVSS/hari)

Y = Cell yield coeficient (lb/lb atau kg/kg)

Sr = Substrat yang dihilangkan (kg/hari)

= Koefisien sel endogen

= MLVSS (mg/L)

d. Menghitung jumlah nitrogen yang dinitrifikasi

-

- Cell: C5H7O2N Mr = 113

Page 158: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

High Rate Aeration | 8

-

Keterangan:

Q = Debit influen ( )

Xw = Volatile suspended solids produced (kg MLVSS/hari)

e. Menghitung power aerator (watt)

Keterangan:

P = Power aerator (watt)

= Massa jenis (kg/m3)

g = Percepatan gravitasi (m/s2)

h = Kedalaman (m)

Q = Debit influen ( )

R = Lumpur yang diresirkulasi

f. Menghitung waste activated sludge flow

Keterangan:

Qw = Waste activated sludge flow ( )

Xw = Volatile suspended solids produced (kg MLVSS/hari)

- Penghitungan Mass Balance

Keterangan: Q = Debit influen ( )

Qw = Waste activated sludge flow ( )

= MLVSS (mg/L)

Page 159: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

High Rate Aeration | 9

III. Flow Chart High Rate Aeration

High Rate

Aeration

Kriteria

Desain

BOD effluent

Hydraulic

Retention Time

Recycle Ratio

SVI

Volume

Estimasi H

dan P:L

Dimensi Bak

Rasio F/M

Space Loading

Kebutuhan

Oksigen

Substrat per

Hari

VSS yang

dihasilkan (Xr)

Mass

Balance

Nitrogen yang

dinitrifikasi

Kebutuhan

Oksigen (Or)

Power

Q waste

Q return

Diagram Mass

Balance

Tidak

Ya

Ya

Ya

Tidak

Tidak

Ya

Ya

Ya

Ya

Ya

Ya

Ya

Tidak

% BOD

Removal

K1, K2,

Mean cell Residence

Time

Ya

Ya

End

Menentukan

Y’, k’e, Y, ke

[MLVSS]

MLSS

Massa

MLVSS

Keterangan: Ya = sudah memenuhi kriteria

Tidak = belum memenuhi kriteria

Page 160: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

High Rate Aeration | 10

IV. Perhitungan

Ditentukan: Q = 1500 m3/hari

T = 320C

BOD5 influen = 250 mg/L

- Penghitungan Kriteria Desain

Langkah Pengerjaan:

1. % BOD removal

% BOD removal =

x 100 %

=

x 100 %

= 88%; (dengan range 75% - 90%) → memenuhi kriteria

2. Hydraulic Retention Time ( )

Diasumsikan: K1 = 0.4, dari range 0.3 – 0.4 (Reynold, 1996) pada suhu 250C

, dari range 1.03 – 1.09 (Eckenfelder, 1989)

K2 = 0.4 x = 0.6014 L/(g)(MLVSS)(Hr)

Diasumsikan: MLSS = 6500 mg/L, dari range 4000 – 10000 mg/L (Reynold, 1996)

= MLVSS = 70% x MLSS = 70% x 6500 mg/L = 4550 mg/L = 4.55 gr/L

=

= 2,68 jam; (dengan range 2 jam – 4 jam) → memenuhi kriteria

3. Recycle Ratio

Diasumsikan: SVI = 125 mL/g, dari kisaran 50 – 150 mL/g (Sumber: Modul Praktikum

Laboratorium Lingkungan)

- Sludge volume (SV) =

=

= 568,75 ml/L

- Sludge density index (SDI) =

=

= 8 g/L = 8000 mg/L

Page 161: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

High Rate Aeration | 11

Q (0) + R(8000) = (Q + R) x 4550

8000 R = 4550 Q + 4550 R

3450 R = 4550 Q

=

; (dengan range 1 – 5) → memenuhi kriteria

4. Dimensi Bak

Diketahui: Q = 1500 m3/hari

Berdasarkan Reynold (1996), perhitungan volume untuk reaktor dengan jenis flow

regime completely mixed adalah (Q x θ). Penggunaan rumus volume (Q+R) x θ adalah

untuk jenis flow regime plug flow dan dispersed plug flow.

Volume =

=

= 167,482 m3

Untuk dimensi, diasumsikan bentuk dari reaktor adalah rectangular, dengan H = 5

m. Dan perbandingan P : L = 2 : 1.

167,482 m3 = (2L) x L x 5 m

L² = 16,7482 m²

L = 4m, maka didapatkan besar P = 8 m

5. Rasio F/M

5 m

P

L

Page 162: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

High Rate Aeration | 12

= 0,433; (dengan range 0,4 – 1,5) → memenuhi kriteria

6. Space Loading

Space Loading

= 2,24 kg BOD5/hari-m3; (dengan range 1,6 – 16) → memenuhi

kriteria

7. Mean cell Residence Time ( )

Diasumsikan: Y = 0.5

dan = 0,1.

(Pada limbah domestik,

dan

).

= 0,1165 → ; (dengan range 5 – 10) → memenuhi kriteria

- Penghitungan Oxygen Requirement

Dimana :

Or = kebutuhan oksigen (kg/day)

Y’ = koefisien oksigen

k’e = koefisien respirasi endogenous (kg O2/ kg cell day)

On = oksigen yang dibutuhkan untuk nitrifikasi (kg/day)

Sr = substrat yang dihilangkan (kg/day)

Y = koefisien Yield

Page 163: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

High Rate Aeration | 13

Langkah Pengerjaan:

1. Menentukan kriteria yang digunakan

Y’ = 0,62 kg oksigen/kg BOD (Reynold, 1996)

k’e = 0,09 kg oxygen/kg MLVSS-day (Reynold, 1996)

Y = 0,5 kg MLVSS/kg BOD (Reynold, 1996)

Ke= 0,1 day-1 (Reynold, 1996)

4,33 mg oksigen dibutuhkan untuk mengubah 1 mg nitrogen amonia menjadi ion nitrat

(Eckenfelder,1989)

2. Menentukan massa MLVSS dalam reaktor

Dari perhitungan sebelumnya: V = 167.48 m3

MLVSS = 4550 mg/L

) = 762,04 kg

3. Menentukan substrat yang dihilangkan per hari

Diketahui: BOD5 influen = 250 mg/L

Q = 1500 m3/hari

= 330 Kg/hari

4. Menentukan volatile suspended solid yang dihasilkan

= 159,90

5. Menentukan jumlah nitrogen yang dinitrifikasi

Jumlah nitrogen yang dinitrifikasi dapat ditentukan dengan persamaan mass balance,

yaitu:

Page 164: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

High Rate Aeration | 14

a. Menentukan input

Diasumsikan: Jumlah organik dan amonia nitrogen pada primary effluent = 40 mg/L.

b. Menentukan nitrogen yang hilang akibat sintesis (pengendapan lumpur)

Asumsi: Rumus senyawa organik = C5H7O2N

Mr = 113

Persentase nitrogen dalam senyawa organik =

c. Menentukan output

Asumsi: Nitrogen terkonvensi 100 %, maka output = 0

d. Menentukan nitrogen yang dinitrifikasi

+

6. Menentukan kebutuhan oksigen

Page 165: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

High Rate Aeration | 15

7. Menentukan power aerator

Diasumsikan: H bak = 5 m

8. Menghitung waste activated sludge flow

Page 166: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

High Rate Aeration | 16

- Penghitungan dengan Mass Balance

Gambar 3. Sketsa Mass Balance Mixed Liquor Suspended Solids (MLSS)

Diketahui: Q = 1500 m3/hari

Dari hasil perhitungan sebelumnya: Qw = 35.143 m3/hari

= 4550 mg/L

Konversi satuan:

Page 167: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

High Rate Aeration | 17

V. Kesimpulan

Tabel 4. Kesimpulan Design High Rate Aeration

BOD

Removal

Efficiency

Hydraulic

Retention

Time ( )

Recycle

Ratio F/M Ratio Space Loading

Mean Cell

Residence

Time

Literatur

(Reynold, 1996) (75-90) % (2-4) jam 1 – 5 (0,4 – 1,5)

(1,6 – 16)

kg/hari-m3 (5-10) hari

Hasil

Perhitungan 88 % 2,68 jam 1,32 0,433

2,24

kg/ hari-m3 8,582 hari

Kesimpulan Memenuhi

kriteria

Memenuhi

kriteria

Memenuhi

kriteria

Memenuhi

kriteria

Memenuhi

kriteria

Memenuhi

kriteria

Q + R = 3478,26 m3/hari

X = 762,04 kg MLVSS/hari

BOD5 = 250 mg/L

Q = 1500 m3/hari

Aeration Basins

MLSS (X) = 6500 mg/L

MLVSS = 4550 mg/L

R + = 2013,403 m3/hari

= 84,302 kg MLVSS/hari

R = 1978,26 m3/hari

= 84,302 kg MLVSS/hari

= 35,143 m3/hari

= 84,302 kg MLVSS/hari

= 1464,86 m3/hari

= 330 kg/hari

= 677,738 kg MLVSS/hari

Secondary

clarifier

Page 168: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

High Rate Aeration | 18

VI. Referensi

Nazih K., et al. 2009. Biological Treatment Processes: Volume 8. USA: Humana Press.

Metcalf & Eddy. 1981. Wastewater Engineering: Treatment and Reuse (Fourth Edition).

McGraw Hill Companies, Inc.

Reynold, Tom D & Richards, Paul A. 1996. Unit Operations and Processes in Environmental

Engineering. PWS Publishing Company.

Qasim, Syed R. 2000. Wastewater Treatment Plants: Planning, Design, and Operation

(Second Edition). Florida: CRC Press LLC.

Eckenfelder, W. Wesley & Musterman, Jack L. 1995. Activated Sludge Treatment of Industrial

Wastewater. Switzerland: Technomic Publishing Company, Inc.

Page 169: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Extended Aeration 1

TUGAS BESAR

UNIT OPERASI DAN PROSES

EXTENDED AERATION

Kelompok 8

Ani Marlina S. 1206244876

Azzahrani Gusgitasari 1206244296

Fikry Eswara Adi 1206261623

Haniena Divi 1206216960

Reigina Sandriaty 1206246622

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS INDONESIA

DEPOK

2014

Page 170: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Extended Aeration 2

Extended Aeration

I. Penjelasan Sistem

Extended Aeration adalah sebuah sistem dari proses pengolahan air limbah

dengan menggunakan lumpr aktif tanpa pengendapan primer dan memiliki waktu tinggal

(Hydraulic Retention Time) yang panjang. Sistem ini dikembangkan untuk meminimalisir

produksi lumpur aktif yang tidak terpakai dengan membiarkan terjadinya pembusukan

endogenous dari lumpur secara besar-besaran. Sistem ini didisain agar jumlah sel yang

yang disintesis setara dengan jumlah sel yang mengalami pembusukan sehingga secara

teoritis tidak ada berat bersih yang dihasilkan. Bentuk dari bak aerasi pada system ini

dapat berbentuk persegi, persegi panjang, bulat, dan seperti lapangan pacuan kuda. Bak

aerasi yang memiliki bentuk bulat atau persegi memiliki model aliran completely mixed

sedangkan bak aerasi berbentuk persegi panjang memiliki model aliran dispersed plug

flow dan bak aerasi berbentuk seperti lapangan pacuan kuda memiliki model aliran

mendekati plug flow.

Gambar 1.Fasilitas Extended Aeration

Sumber: http://www.zsenviro.com/ExtendedAeration.aspx

Page 171: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Extended Aeration 3

Tabel 1. Kelebihan dan Batasan dari Extended Aeration

Kelebihan Batasan

Kualitas effluent yang tinggi Energi yang digunakan untuk aerasi tinggi

Desain dan operasi tidak rumit Ukuran bak aerasi besar

Dapat menerima shock / toxic loads Hanya dapat digunakan untuk instalasi skala kecil

Produksi lumpur aktif rendah

Sumber: Metcalf & Eddy halaman 748

Plug flow reactor (PFR) atau model reactor alir pipa (RAP) merupakan reaktor di

mana reaksi kimia berlangsung secara kontinu sepanjang sistem aliran. Reaktor alir pipa

sering juga disebut sebagai reactor alir sumbat atau Continuous Tubular Reaktors (CTRs).

Reaktor ini memiliki karakteristik dalam mekanisme reaksi. Pada umumnya karakteristik

reaktor alir pipa pada kondisi ideal yaitu:

1. Reaktor ini biasanya berupa tube (tabung) yang bereaksi dengan aliran fluida

2. Diasumsikan tidak terjadi pengadukan (mixing)

3. Aliran plug merupakan jenis aliran yang terjadi pada reactor.

4. Sebagian besar mixing dari jenis reactor ini beroperasi pada level intermediet.

5. Pencampuran sempurna dalam dimensi radial (konsentrasi seragam).

6. Tidak ada pencampuran (mixing) pada aliran aksial atau tidak terjadi dispersi aksial

(aliran terpisah).

Page 172: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Extended Aeration 4

Tidak

Ya Hitung

Power Aerator

Asumsi H

End

Ya

Tidak

Ya

Tidak

Hitung

Space Loading

Space

looading

Ya

Asumsi SVI

Tidak

Tidak

Asumsi Y & Ke

Ya

Tidak

Asumsi k

Ya Tidak

Asumsi Se

Asumsi MLSS

Algoritma Extended

Aeration Masalah

Q = 1500 m3/hari So =250 mg/L

Hitung efisiensi

Hitung θ

θ

Hitung SV

Hitung SDI

Hitung R/Q

R/Q

Hitung R

Hitung Volume

Hitung Dimensi

Hitung F/M

F/M

Hitung θC

θc

E

Page 173: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Extended Aeration 5

Gambar 2. Sketsa Proses Lumpur Aktif Extended Aeration

Sumber :Reynold, T. D. dan Richard, P. A. (1996). Unit Operation and Process In Environmental Engineering, 2nded. Boston: PWS Publishing Company.

Tabel 2.Kriteria Desaindan Parameter Operasional untuk tipe Extended Aeration

Parameter Kriteria Desain

Mean Cell Residence Time, (θc., days) 20 – 30

Food to Microbe Ratio 0,05 – 0,15

Space Loading, (lb BOD5/day-1000ft3) 10 – 25

Space Loading, (kg BOD5/day-m3) 0,16 – 0,4

Hydraulic Retention Time, (θ, hr) 18 – 36

MLSS, (mg/L) 3000 – 6000

Recycle Ratio, (R/Q) 0,75 – 1,50

Flow Regime Plug Flow, Dispersed Plug Flow

BOD Removal Efficiency, (%) 75 – 95

Sumber :Reynold, T. D. dan Richard, P. A. (1996). Unit Operation and Process In Environmental

Engineering, 2nded. Boston: PWS Publishing Company.

Bak

Sedimentasi

Q, S0 Q+R, S0 Q+R, Se Se, Q – Qas

Bak Aerasi

R, St Qas

Pompa Recycled Activated Sludge

Qw

Page 174: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Extended Aeration 6

II. Rumus yang digunakan dalam Extended Aeration

Rumus yang digunakan dalam perhitungan Activated Sludge pada tipe proses Extended

Aeration. Data yang diketahui berupa debit, BOD serta suhu limbah.

Rate Coefficient (tergantung pada temperatur)

Dimana,

: 1.717 L/gr jam, untuk limbah domestik

(Sumber: Reynolds halaman 421)

θ : Faktor koreksi temperatur rate coefficient, berkisar 1.03 – 1.09

(Sumber: Reynolds halaman 450)

T : Temperatur mixed liquor

Dengan jumlah MLSS yang ditentukan sesuai kriteria pada extended

aeration maka MLVSS dapat ditentukan dengan :

MLVSS = 0,68 x MLSS

Dimana,

MLVSS : Berkisar 0.65 – 0.8 MLSS

Hydraulic Retention Time atau waktu tinggal selama proses (θ),

Dimana,

SO : jumlah BOD influen (mg/L)

Se : jumlah BOD efluen (mg/L)

k : koefisien kinetis (L/g)

x : MLVSS (mg/L)

BOD Removal Efficiency (E)

Page 175: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Extended Aeration 7

Recyle Ratio

a. Sludge Volume Index (SVI)

Dimana,

SVI : Berkisar 50 – 150 ml/gr (Sumber: Reynolds halaman 414)

SV : Volume lumpur aktif (mL/1 L limbah)

MLSS : Mixed Liquor Suspended Solid (mg/L)

b. Sludge Density Index (SDI)

Dimana,

SV : volume lumpur aktif (mL/1 L limbah)

MLSS : Mixed Liquor Suspended Solid (mg/L)

c. Recycle Ratio (R/Q), perbandingan antara lumpur yang digunakan

kembali dengan debit limbah infuen dapat dicari dengan

menggunakan persamaan ini :

Volume Lumpur yang dikembalikan kedalam bak aerasi (Return Sludge),

Dimana,

R/Q : recycle ratio

Q : debit

Volume Bak Aerasi

Dimana,

Q : debit influen (m3/hari)

R : return sludge (m3/hari)

θ : detention time (hari)

Page 176: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Extended Aeration 8

Space Loading

Food–To–Microbe Ratio , perbandingan antara substrat dengan

mikrobakteri dalam bak aerasi.

Mean Cell Retention Time , waktu hidup mikroba (hari)

Dimana,

: Endogenous decay coefficient

: Yield coefficient, berkisar 0.4 – 0.8

: 0.12 hari-1 (Sumber: Metcalf & Eddy halaman 714)

T : Temperatur mixed liquor

θ : Faktor koreksi temperature Mean Cell Retention Time, berkisar

1.065 – 1.085

(Sumber: Reynolds halaman 451)

Perhitungan Kebutuhan Oksigen

Total massa MLVSS dalam reactor (

Substrat yang hilang per hari (Sr)

Produksi Volatile Suspended Solids(XW)

Page 177: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Extended Aeration 9

Debit Lumpur yang Dibuang (QW)

Nitrifikasi

Kebutuhan Oksigen dalam bak aerasi

Dimana,

: Koefisien oksigen

: Endogenous respiration coefficient (kg O2/kg cell hari)

: Kebutuhan oksigen untuk nitrifikasi (kg/hari)

Daya aerator

Daya Aerator =

Dimana,

ρ : massa jenis limbah (kg/m3), tergantung dengan suhu

g : percepatan gravitasi (m/s2)

h : kedalaman bak (m)

Q : debit influen (m3/hari)

R : debit return sludge (m3/hari)

III. Perhitungan Extended Aeration

Diketahui:

, tidak melalui primary treatment sehingga BOD

influen tetap nilainya.

Page 178: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Extended Aeration 10

Asumsi :

Jawab:

1. Mencari nilai K yang sesuai dengan suhu yang diketahui yaitu 32

2. Hydraulic Retention Time, waktu tinggal selama proses

(Tidak memenuhi kriteria disain)

3. Efisiensi penyisihan BOD

(Memenuhi kriteria disain)

4. Recycle ratio (dalam 1 liter lumpur aktif yang dihasilkan)

a. Sludge Volume Index

Page 179: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Extended Aeration 11

b. Sludge Density Index

(Memenuhi kriteria disain)

5. Volume bak aerasi

6. Dimensi bak aerator (menggunakan diffusor)

Diasumsikan bak perbandingan panjang dan lebar P : L = 2 : 1

7. Space loading

(Tidak memenuhi kriteria disain)

Page 180: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Extended Aeration 12

8. Food-to-microbe ratio

(Tidak memenuhi kriteria disain)

9. Mean cell retention time

(Tidak memenuhi kriteria disain)

Kebutuhan Oksigen

1) Total massa MLVSS dalam bak aerasi

2) Substrat yang hilang per hari

3) Produksi volatile suspended solids

Page 181: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Extended Aeration 13

4) Debit lumpur aktif yang dibuang

5) Nitrifikasi

Asumsi:

BOD : N : P= 250 : 10 : 2.5 = 100 : 4 : 1 (Sesuai dengan ketentuan, sehingga

terjadi nitrifikasi)

Asumsi:

Bacterial formula C5H7O2N (Mr = 113)

(Sumber: Handbook of Water and Wastewater Microbiology halaman 158)

Persentase nitrogen =

× 100%= 12.39%

he d h = ×

h h =

× 12.39%

=

Nitrogen yang dinitrifikasi

D =

=

Page 182: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Extended Aeration 14

6) O2 Requirement

= 0.62 mg O2/ mg BOD (Reynolds 1982)

= 0.09 mg O2/ mg MLVSS-hari (Reynolds 1982)

= 0.6 mg MLVSS/ mg BOD (Reynolds 1982)

= 0.32 hari-1 (Reynolds 1982)

4.33 mg oksigen dibutuhkan untuk mengubah 1 mg nitrogen ammonia menjadi ion

nitrat (Sumber: Eckenfelder, 1989)

= 1951.15

7) Daya Aerator

Daya Aerator =

Massa jenis pada suhu 32°C = 0,995 kg/m3

Daya Aerator =

Daya Aerator=

Page 183: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Extended Aeration 15

Secondary Clarifier

Tabel 3.Overflow Rate, Solids loading, dan kedalaman untuk Secondary Clarifier

Kriteria Satuan Nilai

Overflow Rate Average m3/ hari m2 8.15 – 16.3

Peak m3/ hari m2 32.6

Solids Loading Average kg/ hari m2 98 – 147

Peak kg/ hari m2 244

Kedalaman M 3.7 – 4.6

Sumber :Reynold, T. D. dan Richard, P. A. (1996). Unit Operation and Process in

Environmental Engineering, 2nded. Boston: PWS Publishing Company.

Asumsi:

Average overflow rate = 12.225 m3/ hari m2

Peak overflow rate = 32.6 m3/ hari m2

Peak solids loading = 244 kg/ hari m2

Rasio debit influen pada kondisi peak dan kondisi average = 2.5

1. Debit aliran

Debit aliran average overflow rate

Debit aliran peak overflow rate

Page 184: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Extended Aeration 16

Debit aliran peak solid loading

2. Luas Permukaan

Luas permukaan average overflow rate

Luas permukaan peak overflow rate

Luas permukaan peak solids loading

Page 185: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Extended Aeration 17

3. Diameter Secondary Clarifier

Dipilih luas permukaan average overflow rate karena memiliki luas yang paling besar

4. Kedalaman Secondary Clarifier

Kedalaman bak ditentukan dengan menggunakan tabel berikut:

Tabel 4.Kedalaman yang disarankan untuk secondary clarifier pada extended

aeration

Diameter (m) Kedalaman (m)

< 12.2 3.35

12.2 – 21.3 3.65

21.3 – 30.5 3.95

30.5 – 42.7 4.27

>42.7 4.57

Sumber :Reynold, T. D. dan Richard, P. A. (1996). Unit Operation and Process In

Environmental Engineering, 2nded. Boston: PWS Publishing Company.

Berdasarkan perhitungan, diameter secondary clarifier sebesar 15.11 m maka

kedalaman secondary clarifier dapat ditentukan yaitu sebesar 3.65 m.

Page 186: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Extended Aeration 18

Mass Balance

1. Input

2. Proses

× 5

3. Output

Cek:

Input = output + proses

Page 187: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Extended Aeration 19

IV. Kesimpulan

Tabel 5.Kesimpulan

No. Parameter Satuan Batas Hasil Perhitungan Kesimpulan

1. Hidraulic retention time

Jam 18-36 2.58 Tidak memenuhi

2. BOD removal efficiency

% 75-95 92 % Memenuhi

3. SDI mg/L - 6850 -

4. SVI ml/g 50-150 146 Memenuhi

5. Recycle ratio R/Q 0.75-1.5 0.89 Memenuhi

6. Return sludge L/s - 15.45 -

7. Volume bak aerasi m3 - 304.76 -

8. Dimensi bak aerasi

Panjang m - 13.2 -

Lebar m - 6.6 -

Tinggi m - 3.5 -

9. Space loading

0.16-0.4 1.23 Tidak memenuhi

10. F/M ratio 0.05-0.15 0.042 Tidak memenuhi

14. Mean cell retention time

Hari 20-30 11 Tidak memenuhi

AERASI

15. Total massa MLVSS Kg - 642.434 -

16. Substrat hilang (per hari)

- 652 -

Page 188: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Extended Aeration 20

17. Produksi VSS

- 250.82 -

18. Debit lumpur aktif yang dibuang

m3/hari - 118.98 -

19. Nitrifikasi

- 343.9 -

20. Kebutuhan Oksigen

- 1951.15 -

21. Daya Aerator kWh - 3.73 x 1010 -

SECONDARY CLARIFIER

22. Debit Aliran

Average Overflow Rate

m3/hari - 2189.86 -

Peak Overflow Rate m3/hari - 4439.72 -

Peak Solid Loading kg/hari - 13763.13 -

23. Luas Permukaan

Average Overflow Rate

m2 - 179.13 -

Peak Overflow Rate m2 - 136.19 -

Peak Solid Loading m2 - 56.41 -

24. Dimensi Clarifier

Diameter m - 15.11 -

Kedalaman m - 3.65 -

MASS BALANCE

25. Input

Qinput m3/hari - 1500 -

BOD5influen mg/L - 250 -

Page 189: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Extended Aeration 21

26. Proses

Qreturn m3/hari - 1335 -

BOD5 activated sludge

mg/L - 258.43 -

27. Output

Qout m3/hari - 1381.02 -

BOD5efluen mg/L - 20 -

Sumber : Olahan Penulis

Gambar 3. Diagram

Sumber : Olahan Penulis

MLSS = 3100 mg/L

MLVSS = 2108 mg/L

Q W + R = 1453.98 m³/hari

XW + XR = 6834.06 Kg/hari

Q – QW = 1381.02 m³/hari

SR = 652 Kg/hari Q + R = 2835 m³/hari

Se = 20 mg/L

Q = 1500 m³/hari

S0 = 250 mg/L

Q + R = 2835 m³/hari

S0 = 250 mg/L

Q W = 118.98 m³/hari

XW = 250.82 Kg/hari

R = 1335 m³/hari

XR = 6583.24 Kg/hari

Page 190: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Extended Aeration 22

V. Referensi

Metcalf & Eddy, 2003, Wastewater Engineering, Treatment and Reuse, California, McGraw

Hill Companies Inc.

Reynold, T. D. dan Richard, P. A. (1996). Unit Operation and Process in Environmental

Engineering, 2nded. Boston: PWS Publishing Company.

Page 191: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Pure Oxygen | 1

TUGAS UNIT OPERASI DAN PROSES

PENGOLAHAN LUMPUR AKTIF JENIS PURE OXYGEN

Kelompok 9

An Nisa Rizkiyani (1206216815)

Dwi Shara (1206241086)

Fatma Nur Rosana (1206239434)

Muhammad Idham (1206261592)

Zafrazad Adiba (1206216872)

Asisten :

Tuti Ferina

Program Studi Teknik Lingkungan

Fakultas Teknik

Universitas Indonesia

2014

Page 192: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Pure Oxygen | 2

PENGOLAHAN LUMPUR AKTIF JENIS PURE OXYGEN

Pengolahan lumpur aktif adalah sistem pengolahan dengan menggunakan bakteri aerobik

yang dibiakkan dalam tangki aerasi yang bertujuan untuk menurunkan organik karbon atau organik

nitrogen. Dalam hal menurunkan organik, bakteri yang berperan adalah heterotrof. Sumber energi

berasal dari oksidasi senyawa organik dan sumber karbon adalah organik karbon. BOD dan COD

dipakai sebagai ukuran atau satuan yang menyatakan konsentrasi organik karbon, dan selanjutnya

disebut sebagai substrat.

Gambar 1. Bak Reaktor pada Bangunan Lumpur Aktif Pure Oxygen

Sumber: Reynolds dan Richards (1996). Unit Operation and Process in Environmental Engineering, 2nd ed.

Boston : PWS Publishing Company

Namun, high purity oxygen pada proses pengolahan lumpur aktif menggunakan tangki aerasi

tertutup dengan tekanan rendah dan high purity oxygen sebagai penyedia oksigen bukan udara.

Tangki yang terpisah berfungsi untuk memberikan serangkaian reaktor biologis tercampur, dan alat

pemutar, seperti turbin yang digunakan untuk pencampuran. Tekanan parsial oksigen di atmosfer

dalam cairan yang dikombinasikan adalah sekitar 0,8 atm, sehingga konsentrasi kejenuhan oksigen

dalam cairan campuran adalah sekitar 4 kali konsentrasi yang biasanya ditemui. High purity oxygen

diinjeksikan ke tangki aerasi dan diresirkulasi. Keuntungannya adalah mempunyai F/M ratio dan

volumetric loading yang tinggi, serta HRT yang lebih pendek.

Page 193: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Pure Oxygen | 3

Tabel 1. Parameter Desain dan Operasional untuk Pengolahan Activated Sludge Jenis Pure Oxygen

Residence

time, θ

(days)

Food-to-

microbe

ratio

Space loading

(kg BOD5/day m3)

Hydraulic

retention

time in

aeration

basin, θ

(hr)

MLSS

(mg/L)

Recycle

ratio,

R/Q

Flow

regime

BOD

removal

efficiency

(%)

8 – 20 0.25 – 1 1.6 – 3.2 1 – 3 3000 – 8000 0.25 – 0.5 CM 85 – 95

Sumber: Reynolds dan Richards (1996). Unit Operation and Process in Environmental Engineering, 2nd edition.

Boston: PWS Publishing Company.

Teknologi High Purity Oxygen Activated Sludge meningkatkan konsentrasi oksigen yang

sebelumnya sebesar 20% dapat ditingkatkan menjadi 20-60%. Adapun kelebihan teknologi High Purity

Oxygen Activated Sludge proses:

Lima kali adanya transfer oksigen dari udara

Volume yang lebih kecil

Konsentrasi MLSS yang tinggi

Adapun kekurangan dari teknologi ini adalah :

Mahal dalam membeli tangki yang tinggi kualitas untuk menjaga sirkulasi gas

Tidak fleksibel (hanya proses aerobic saja)

Dapat meningkatkan tingkat alkalinitas pada air

Menurunnya kadar oksigen pada air dalam proses pengolahan air limbah dikarenakan

meningkatnya polutan dalam air

Dapat terjadi gagal dalam aerasi jika terjadi kerusakan mesin dalam aerator yang

menyebabkan gagalnya kadar nitrogen tereliminasi pada proses ini.

Dalam sistem pengolahan air limbah, sering kali muncul berbagai masalah. Salah satu masalah

yang dapat terjadi ialah saat sistem kekurangan oksigen. Masalah tersebut tentunya dapat

mempengaruhi efisiensi dan kinerja dari sistem. Masalah-masalah yang dapat terjadi dalam

pengolahan air limbah yaitu :

Kekurangan oksigen pada unit lumpur aktif

Kegagalan sistem aerasi

Penghilangan nitrogen yang tidak memadai

Page 194: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Pure Oxygen | 4

Bahaya korosi dan masalah bau yang dapat terjadi ketika air limbah dialirkan melalui pipa

bertekanan

Masalah tersebut dapat diatasi dengan :

Menyuntikkan oksigen murni kedalam unit pengolahan

Memurnikan air limbah dengan oksigen murni

Aerobic Sealing dengan menggunakan oksigen murni

Skema Proses Lumpur Aktif Pure Oxygen

Gambar 2. Proses Lumpur Aktif Pure Oxygen

Sumber: Reynolds dan Richards (1996). Unit Operation and Process in Environmental Engineering, 2nd edition.

Boston: PWS Publishing Company.

Rumus-rumus yang digunakan

Rumus-rumus yang digunakan dalam perhitungan desain dan operasional lumpur aktif pure

oxygen berdasarkan Unit Operation and Process in Environmental Engineering, 2nd edition oleh

Reynolds and Richards.

Page 195: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Pure Oxygen | 5

1. Perhitungan Kriteria Desain

Konstanta Laju Reaksi, K

Dengan:

K1, K2 = Konstanta laju reaksi pada masing-masing suhu, T1 dan T2, °C

Ѳ = Koefisien koreksi suhu (1,03 - 1.09)

T1 = Suhu mixed liquor (°C) untuk K1

T2 = Suhu mixed liquor (°C) untuk K2

Hydraulic Retention Time

Dengan:

Si = (mg/L)

St = (mg/L)

K = konstanta mixed liquor sesuai T2

= MLVSS (Mixed Liquor Volatile Suspended Solid) (mg/L)

Sludge Volume Index (SVI)

SVI = sludge volume index kisaran (100 – 150) mL/gr sesuai asumsi

SV = Sludge Volume

Sludge Density Index (SDI)

SDI = Sludge Density Index (mg/L)

MLSS = Mixed Liquor Suspended Solid (mg/L)

SV = Sludge Volume

Rasio resirkulasi lumpur (R/Q)

Q = Debit influen (m3/day)

Page 196: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Pure Oxygen | 6

R = Debit resirkulasi lumpur (m3/day)

SDI = Sludge Density Index (mg/L)

MLSS = Mixed Liquor Suspended Solid (mg/L)

Efesiensi BOD Removal

Ƞ = Efisiensi penghilangan BOD (%)

Si= (mg/L)

St = (mg/L)

Volume Tangki Aerasi

V = Volume tangki aerasi (m3)

Q = Debit influen (m3/hari)

Ѳ = Hydraulic Retention Time (jam)

Space Loading

Dengan:

Q = debit influen 1 unit (m3/day)

Si = Substrat influen (mg/L)

V = volume bak aerasi (m3)

Perbandingan Food dan Microorgansim (F/M)

F/M = Food-to-Microbe ratio (kg/kg.day)

Q = Debit influen (m3/hari)

Si = (mg/L)

Page 197: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Pure Oxygen | 7

St = (mg/L)

V = Volume bak aerasi (m3)

= MLVSS (mg/L)

Mean Cell Residence Time

ѲC = Mean Cell Residence Time (day)

Y = Cell yield coefficient (mg)

F/M = Food-to-Microbe ratio (kg/kg.day)

ke = endogenous decay coefficient (/day)

2. Perhitungan Kebutuhan Oksigen

The total mass of MLVSS dalam reaktor (kg)

Keterangan:

= MLVSS (kg)

V = Volume bak aerasi (m3)

The substrate removed per hari

Keterangan:

Sr = Substrat yang dihilangkan (kg/hari)

Q = Debit influen ( )

R = Return Sludge )

The volatile suspended solids produced

Keterangan:

Xw = Volatile suspended solids produced(kg MLVSS/hari)

Y = Cell yield coeficient (lb/lb atau kg/kg)

Sr = Substrat yang dihilangkan (kg/hari)

= Koefisien sel endogen

Page 198: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Pure Oxygen | 8

= MLVSS (mg/L)

A material balance for nitrogen

-

- Cell : C5H7O2N Mr = 113

-

Keterangan:

Q = Debit influen ( )

Xw = Volatile suspended solids produced(kg MLVSS/hari)

Kebutuhan Oksigen

Dimana:

Or = Kebutuhan oksigen (kg/hari)

Y’ = Koefisien oksigen

k’e= Koefisien respirasi endogenous (kg O2/kg cell day)

On = Oksigen yang dibutuhkan untuk nitrifikasi (kg/hari)

Sr= Substrat yang dihilangkan (kg/hari)

= MLVSS (mg/L)

Waste activated sludge flow

Keterangan:

Qw = Waste activated sludge flow( )

Xw = Volatile suspended solids produced(kg MLVSS/hari)

Power aerator (watt)

Keterangan:

Page 199: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Pure Oxygen | 9

P = Power aerator (watt)

= Massa jenis (kg/m3)

g = Percepatan gravitasi (m/s2)

h = Kedalaman (m)

Q = Debit influen ( )

R = Lumpur yang diresirkulasi

3. Perhitungan Secondary Clarifier

Menghitung debit aliran untuk setiap kriteria

Average mixed liquor flow = Q + R

Peak mixed liquor flow =

The peak solid flow = the peak mixed liquor flow x MLSS

Keterangan: Q = Debit influen ( )

R = Recycle Rate

Menentukan luas permukaan untuk setiap kriteria

The area for clarification based on the average flow =

The area for clarification based on the average flow =

The area for solid loading =

Menentukan diameter final clarifier

4. Perhitungan Mass Balance

[input] = [output] + [decrease due to reaction]

Algoritma Perhitungan Pure Oxygen

Page 200: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Pure Oxygen | 10

Tidak memenuhi

kriteria

Algoritma Perhitungan Kriteria Desain

Tidak memenuhi kriteria

Page 201: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Pure Oxygen | 11

Algoritma Kebutuhan Oksigen

Algoritma Secondary Clarifier

Algoritma Mass Balance

Page 202: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Pure Oxygen | 12

A. Perhitungan Desain dan Operasional Lumpur Aktif Pure Oxygen

Air buangan dari suatu industri diolah dengan proses activated sludge dengan karakteristik air

buangan sebagai berikut.

Debit (Q) = 1500 m3/hari

BOD = 250 mg/L

COD = 416,67 mg/L

Suhu (T) = 32oC

Primary Treatment BOD = 30%

SS = 80%

Sehingga dapat menentukan hydraulic retention time dalam bak aerasi, indeks volume lumpur

(SVI), indeks densitas lumpur (SDI), rasio resirkulasi lumpur (R/Q), efesiensi BOD removal, volume

tangki aerasi, space loading, perbandingan food dan microorganism (F/M), dan mean cell residence

time dengan rumus yang telah disebutkan sebelumnya.

Menurut Reynolds dan Richards (1996), dalam proses activated sludge, konstanta laju reaksi,

K, bergantung pada suhu. Dengan T1 adalah suhu mixed liquor (oC) untuk K1, T2 adalah suhu mixed

liquor (oC) untuk K2,dan θ adalah koefisien koreksi suhu yang biasanya berada pada rentang 1.03

sampai 1.09 (Eckenfelder, 1989). Dalam perhitungan ini digunakan koefisien koreksi suhu sebesar

1.03, sehingga nilai K2 adalah

Dan sebesar 30% BOD sudah berkurang melewati primary treatment, maka

Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 03 Tahun 2010 tentang Baku Mutu

Air Limbah bagi Kawasan Industri, effluen COD harus kurang dari 100 mg/L. Dengan mengasumsikan

BOD yang tidak terbiodegradasi adalah 80 mg/L, maka nilai St

Page 203: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Pure Oxygen | 13

Kemudian dilakukan perhitungan bak aerasi sebagai berikut.

Efesiensi BOD removal (%)

Efisiensi BOD removal

Jadi, memenuhi parameter dalam rentang 85% sampai 95%.

Hydraulic retention time dalam bak aerasi

Dengan parameter MLSS untuk pure oxygen berada pada rentang 3000 sampai 8000 mg/L,

diasumsikan MLSS yang digunakan dalam perhitungan ini sebesar 3300 mg/L. Dan nilai adalah

desain MLVSS (g/L) dikali dengan 70% MLSS, maka

Maka, hydraulic retention dalam bak aerasi dapat adalah

Jadi, memenuhi parameter dalam rentang 1 sampai 3 jam

Rasio Resirkulasi Lumpur

a. Indeks Volume Lumpur (SVI)

Dengan kisaran nilai indeks volume lumpur (SVI) adalah 100 sampai 150 ml/g, dalam

melakukan perhitungan ini diasumsikan nilai SVI sebesar 100 mL/gr.

Dapat diketahui nilai Sv sebesar

Page 204: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Pure Oxygen | 14

5,35 m

5,35 m

b. Indeks Densitas Lumpur (SDI)

SDI merupakan kebalikan dari SVI, maka SDI memiliki nilai sebesar

Sehingga rasio resirkulasi lumpur dapat diketahui besarnya dengan melakukan perhitungan

sebagai berikut.

Jadi, memenuhi parameter dengan rentang 0.25 sampai 0.5

Volume tangki aerasi

Perhitungan volume tangki aerasi untuk jenis reaktor completely mixed, menurut Richards dan

Reynolds (1996) dapat dihitung dengan

Sehingga volume yang digunakan sebesar

Dimensi

Dengan volume 114.5 m3 dan asumsi kedalaman tangki 4 m, maka tangki tersebut memilki

panjang dan lebar sisi

4 m

Page 205: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Pure Oxygen | 15

Space loading

Jadi, memenuhi parameter dengan rentang 1.6 sampai 3.2 kg/hari.m3

Perbandingan food dan microorgansim (F/M)

Jadi, memenuhi parameter dengan rentang 0.25 sampai 1.0

Mean cell residence time

Untuk limbah domestik, menurut Reynolds dan Richards (1996) dapat dicari dengan persamaan

Berdasarkan Tabel 15.6 Typical Monod Growth and Kinetic Coefficient for the Activated

Sludge Process Treating Municipal Wastewater, range untuk nilai Y ialah berada pada 0,4-0,8 mg

MLVSS/mg BOD5. Sementara untuk nilai ke berada dalam range 0,025-0,075 /day.

Nilai Y yang digunakan dalan perhitungan ini sebesar 0.7, dan nilai ke yang digunakan dalam

perhitungan ini adalah 0.075, maka

Jadi, tidak memenuhi parameter dengan rentang 8 – 20 hari

Page 206: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Pure Oxygen | 16

Tabel 2. Perbandingan nilai parameter dengan hasil perhitungan lumpur aktif pure oxygen

Parameter Literatur Perhitungan

Efesiensi BOD Removal (%) 86 – 95 89

Retention Time (jam) 1 – 3 1.83

Rasio Resirkuasi Lumpur, R/Q 0.2 – 0.5 0.49

Space Loading (kg/hari.m3) 1.6 – 3 2 2.29

Perbandingan Food and Microorganism, F/M 0.25 – 1.0 0.88

Mean Cell Residence Time (hari) 8 – 20 3,61

Sumber: Analisis Penulis (2014)

B. Perhitungan Kebutuhan Oksigen

Plug-flow atau dispersed plug-flow reactor basin berbentuk persegi berbahan dasar beton dan

menggunakan udara. Udara diffuser biasanya diberikan hingga 0.46 sampai 0.76 meter dari dasar

tangki.

Kebutuhan oksigen dapat ditentukan berdasarkan rumus berikut.

Qr = Y’Sr + K’e + On

Dengan:

Qr = kebutuhan oksigen (kg/day)

Y’ = koefisien oksigen

Sr = substrat yang dihilangkan (kg/day)

On = oksigen yang dibutuhan untuk nitrifikasi (kg/day)

K’e = koefisien respirasi endogenous (kg O2/day)

Diketahui :

Bak aerasi

Volume = 114.5m3

MLSS = 3300 mg/L

MLVSS = 2310 mg/L

SDI = 10 mg/mL

SDI = 10000 mg/L

SVI = 100 mg/L

SV = 330

Y = 0.3

Y’ = 1 – 0.3 = 0.7

Ke (0.025 – 0.075) = 0.075/day

BOD inffluen = 175 mg/L

BOD effluen = 20 mg/L

R/Q = 0.49

K’e = 0.09 mg O2/BOD removal

Page 207: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Pure Oxygen | 17

∑organik & amonia nitrogen 30

Nilai K’e didapatkan berdasarkan dari konversi sebesar 4,33 mg oksigen dibutuhkan untuk mengubah

1 mg nitrogen ammonia menjadi ion nitrat. (Sumber : Eckenfelder, 1989)

The total mass of MLVSS in the reactor

= 114.5 m3 x 2310 mg/L x 1000 L/ m3 x kg/ 106 mg

= 264.50 kg

The substrate removed per day

Sr = (BOD5 inffluen – BOD5 effluen) x (Q + R)

= (175 – 20)mg/L x (17.36 L/s + 8.51 L/s) x 86400 s/day x kg/ 106 mg

= 346.45 kg BOD5/day

The volatile suspended solids produced

Xw = Y.Sr - Ke.

= (0.7 x 346.45 kg/day) – (0.05/day x 264.50 kg)

= 229.29 kg MLVSS/day

A material balance for nitrogen

[input] = [output] + [decrease due to synthesis] + [decrease due to nitrification]

= (Q+R) x jumlah organik dan ammonia nitrogen pada primary effluent

= (17.36 L/s + 8.51 L/s) x 86400 s/day x kg/ 106 mg x 30 mg/L

= 67.055 kg/day

Cell : C5H7O2N > Mr = 113

% Nitrogen =

The decrease to due synthesis = Xw x % Nitrogen

= 229.29 kg MLVSS/day x 12.39 %

= 28.41 kg N/day

Page 208: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Pure Oxygen | 18

[input] - [decrease due to synthesis] = [output] + [decrease due to nitrification]

[output] + [decrease due to nitrification] = 28.41 kg N/day

0 + [decrease due to nitrification] = 67.055 – 28.41

[decrease due to nitrification] = 38.65 kg N/day

Oksigen yang dibutuhkan :

Qr = Y’Sr + K’t + On

= (0.3 x 229.29 kg/day) + (0.09/day x 264.50 kg) + (38.65 kg N/day x 4.33 mg O2/kg N)

= 259.95 kg O2/day

The waste activated sludge flow

= 99259.74 L/day

Power aerator

P = 𝛒gh (Q+R)

= 1000 kg/m3 x 9.8 m/s2 x 4 m x (17.36 L/s + 8.51 L/s) x m3/1000L

= 1014.104 Watt

C. Perhitungan Secondary Clarifier Pure Oxygen

Tabel 3. Kriteria Secondary Clarifier

Type of treatment Overflow rate (m3/m2 day) Solids loading (kg/m2 day)

Depth (m) Average Peak Average Peak

Activated sludge (except

extended aeration) 16.3 - 32.6 40.8 - 81.6 122 - 171 244 3.7 - 4.6

Sumber: Reynolds dan Richards (1996). Unit Operation and Process in Environmental Engineering, 2nd edition.

Boston: PWS Publishing Company.

Page 209: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Pure Oxygen | 19

Average overflow rate = 24.45 m3/m2 day

Peak overflow rate = 61.12 m3/m2 day

Peak solids loading = 244 kg/ m2 day

= 3

Depth = 4.15 meter

Perhitungan Debit Detiap Kriteria

Average mixed liquor flow = Q + R

= Q + 0.49 R

= (1500 + 0.49 (1500)) m3/day

= 2235 m3/day

Peak mixed liquor flow =

= (3 x 1500) + 1500

= 6000 m3/day

The peak solid flow = the peak mixed liquor flow x MLSS

= 19800 m3/day x 3300 mg/L x 1000 L/ m3 x kg/ 106 mg

= 19800 kg/day

Perhitungan Luas Permukaan Setiap Kriteria

The area for clarification based on the average flow

=

=

= 306.75 m2

Page 210: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Pure Oxygen | 20

The area for clarification based on the average flow

=

=

= 73.53 m2

The area for solid loading

=

=

= 81.15 m2

Perhitungan Diameter Final Clarifier

Setelah menghitung luas permukaan setiap kriteria dapat juga dihitung diameter pada final clarifier

untuk pure oxgen. Penentuan diameter final clarifier untuk pure oxygen dilihat berdasarkan luas

permukaan (area) yang memiliki nilai paling besar. Dari ketiga perhitungan tersebut dapat

disimpulkan bahwa the area for solid loading dapat digunakan dalam perhitungan diameter final

clarifier.

Maka kedalaman yang sesuai dengan kriteria diameter 10.16 m adalah 4 m. Sehingga dimensi bak

secondary clarifier adalah : D = 10.16 m ; H = 4 m.

Page 211: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Pure Oxygen | 21

D. Perhitungan Mass Balance

Input

Output

Decrease due to reaction

[input] = [output] + [decrease due to reaction]

Q0S0 = QtSt + R[BOD5 pada lumpur aktif]

Page 212: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Pure Oxygen | 22

Q+R = 2235 m3/hari

X= 264.50 kg MLVSS/hari

Kesimpulan

Tabel 4. Hasil Perhitungan Desain dan Parameter Bak Aerasi

Parameter Literatur Perhitungan

Efesiensi BOD Removal (%) 86 – 95 89

Retention Time (jam) 1 – 3 1.83

Rasio Resirkuasi Lumpur, R/Q 0.2 – 0.5 0.49

Space Loading (kg/hari.m3) 1.6 – 3 2 2.29

Perbandingan Food and Microorganism, F/M 0.25 – 1.0 0.88

Mean Cell Residence Time (hari) 8 – 20 3,61

BOD Efluen, St (mg/L) - 20

MLVSS (mg/L) - 2310

SVI (mg/L) 100 - 150 100

SV - 330

SDI (mg/L) 0.25 - 0.5 0.49

Volume (m3) - 114.5

Dimensi

Tinggi (m) - 4

Panjang (m) - 5.35

Lebar (m) - 5.35

Sumber: Analisa Penulis (2014)

Bak Aerasi

MLSS = 3300 mg/L

MLVSS (X) = 2310 mg/L

Final

Clarifier

Q = 1500 m3/hari

BOD5 = 175 mg/L

Qw = 99.26 m3/hari

Qe = 1400.74 m3/hari

St = 20 mg/L

R = 735 m3/hari

St = 20 mg/L

Qw = 99.26 m3/hari

RECYCLES

PUMP

Page 213: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Pure Oxygen | 23

Tabel 5. Hasil Perhitungan Bak Reaktor

Parameter Hasil

Oksigen yang dibutuhkan (kg O2/day) 6370.88

Power Aerator (watt) 24.34

Sumber: Analisa Penulis (2014)

Tabel 6. Hasil Perhitungan Kesetimbangan Masa

Parameter Hasil

BOD5 influen (mg/m3) 0.175

BOD5 efluen (mg/m3) 0.02

BOD5 pada lumpur aktif (mg/m3) 0.32

Sumber: Analisa Penulis (2014)

Referensi

Metcald & Eddy, Inc. 1991. Wastewater Engineering : Treatment, Disposal, and Reuse. 3rd ed.

Singapore : McGraw-Hill.

Reynolds, Tom D, dkk. 1996. Unit Operation and Processes in Environmental Engineering. Boston:

PWS Publishing Company.

http://www.lindeplin.hr/dat/wastewatertreatment_e.pdf (7 Mei 2014, 20.00)

http://nepis.epa.gov (7 Mei 2014, 20.15)

www.ejournal.aessangli.in/ASEEJournals/C10.doc (7 Mei 2014, 20.15)

Page 214: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

O x y d a t i o n D i t c h | 1

UNIT OPERASI DAN PROSES

OXYDATION DITCH

KELOMPOK : 10

Afifah Meydifia

Ahmad Fauzan

Aulia Primananda

Gita Lestari Putri

Habibatul Isma

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS INDONESIA

2014

Page 215: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

O x y d a t i o n D i t c h | 2

Oxydation Ditch

I. Teori Dasar

Oxydation ditch merupakan modifikasi dari pengolahan biologis Activated sludge yang

memanfaatkan waktu tinggal bakteri yang lama (Retention Time) untuk membiodegradasi organik.

Umumnya, tipe ini merupakan tipe dari Completely Mixed System, tetapi dapat pula dimodifikasi

mendekati model Plug-flow system. Saluran Oxydation ditch berbentuk cincin atau oval yang

dilengkapi dengan aerasi mekanis dan peralatan pengaduk (brush rotator). Air buangan yang sudah

melewati tahap screening masuk ke saluran dan bercampur dengan return activated sludge. Air

buangan biasanya hanya menerima preliminary treatment (seperti Screening dan Grit Removal)

sebelum masuk ke reaktor karena kebanyakan unit ini tidak memiliki sistem primary clarifier

(koagulasi-flokulasi).

Untuk pengadukan dan aerasi digunakan brush-type atau surface –type mechanical aerator

untuk menyirkulasi air buangan (mixed liquor). Proses pengadukan ini memasukkan oksigen kedalam

air buangan untuk meningkatkan pertumbuhan mikroorganisme dan kecepatan kontak

mikroorganisme terhadap limbah yang datang. Aerasi ini meningkatkan konsentrasi DO dan

mengurangi kotoran limbah atau suspended solids sepanjang paritnya. Saat air buangan

meninggalkan zona aerasi, DO turun dan denitrifikasi terjadi. Pada tipe ini digunakan juga tangki

secondary treatment. Karena waktu aerasi dan residence time yang lama, pembelahan sel biasanya

ada di final effluent. Oleh karena itu, SS efluentnya tinggi jika dibandingkan dengan modifikasi proses

lumpur aktif lain.

Gambar 1. Sketsa Oxydation Ditch

Sumber :Reynolds Tom D., Richards Paul A.. 1996.Unit Operations and Processes in Environmental

Engineering 2nd Edition. United States of America.

Page 216: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

O x y d a t i o n D i t c h | 3

Oxidation Ditch dapat diaplikasikan pada instalasi yang membutuhkan nitrifikasi karena bak

yang digunakan dapat diatur dimensinya sesuai dengan waktu tinggal bakteri (Solid Retention Time)

untuk menciptakan nitrifikasi pada suhu yang minimum air limbah. Teknologi ini efektif digunakan

pada instalasi kecil/suatu komunitas/institusi yang terisolasi. Teknologi ini pertama kali dibangun di

Voorschoten, Belanda, pada tahun 1954. Lalu, mulai banyak digunakan ( >9200 unit instalasi di USA

hingga tahun 1998.

Tabel 1. Kriteria Desain

F/M 0.05-0.15

Space Loading, lb BOD5/day-1000 ft3 10-25

Space Loading, kg BOD5/day- m3 0.16-0.40

Hydraulic Retention Time, θ, hr 18-36

Mean Cell Residence Time, θc, days 20-30

Recycle Ratio, % 75-150

MLSS Concentration, mg/l 3000-6000

BOD Removal, % 75-95

Sumber :Reynolds Tom D., Richards Paul A.. 1996.Unit Operations and Processes in

Environmental Engineering 2nd Edition. United States of America.

Kelebihan :

Proses yang paling mungkin dilakukan (paling banyak diaplikasikan)

Pengoperasian yang sederhana

Mengolah racun/limbah tanpa memengaruhi kualitas effluent desain

Ekonomis untuk instalasi kecil

Penggunaan energi yang lebih sedikit dari Extended Aeration

Menghasilkan effluent dengan kualitas sangat baik

Menghasilkan lumpur yang mudah distabilkan

Sedikit memproduksi biosolid

Bisa diaplikasikan untuk menghilangkan organik

Kekurangan :

Berstruktur luas dan membutuhkan tanah yang lapang

F/M rendah

Membutuhkan surat kepemilikan dan surat izin pada beberapa modifikasinya

Energi untuk aerasi lebih besar darsi CMAS dan plug-flow

Perluasan instalasi sulit dilakukan

Page 217: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

O x y d a t i o n D i t c h | 4

Gambar 2 .Reaktor Oxydation Ditch di USA Sumber : Mixing System, Inc.

Page 218: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

O x y d a t i o n D i t c h | 5

II. Alur Kerja Perhitungan

1. DESIGN BAK AERASI

Tidak

Ya

Ya

Ya

Ya

Ya

Hitung θc

θc

Masalah

Q = 1500 m3/s

So=250 mg/L

Hitung Efisiensi

E

Se (asumsi) PP

No 3/2010

START

θ

Hitung F/M

F/M

Hitung θ

MLVSS (asumsi) K

(asumsi)

Hitung SV SVI (asumsi)

Hitung SDI

Hitung R/Q

R/Q

Hitung R Hitung Volume Hitung Dimensi H

(asums

i)

Hitug Power

Aerator

Hitung Space

Loading

Space

Loading End

Ya

Tidak

Tidak

Tidak

Tidak

Tidak

Page 219: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

O x y d a t i o n D i t c h | 6

Rumus yang digunakan :

K2=K1 x θ(T2-T1)

Q (0) + R (SDI) = (Q +R)( )

Keterangan

Q = debit influen [m3/s, m3/hari]

S0 = BOD influen [mg/L]

Se = BOD efluen [mg/L]

K = koefisien kinetis [L/g]

= MLVSS [mg/L]

= waktu tinggal [jam, hari]

= waktu tinggal sel rata-rata [jam, hari]

F = makanan mikroorganisme [mg/L]

M = jumlah mikroorganisme [mg/L]

R = debit lumpur yang dikembalikan [m3/s, m3/hari]

SVI = Sludge Volume Index [ml/g]

SDI = Sludge Density Index [mg/L]

E = Efisiensi (%)

= massa jenis air [kg/m3]

g = percepatan gravitasi [m/s2]

h = kedalaman bak [m]

Page 220: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

O x y d a t i o n D i t c h | 7

2. MASS BALANCE

Hitung Qw

Hitung QR

Diketahui:

Q = 1500 m3/L

Hitung massa MLVSS

Start

MLVSS (asumsi)

Hitung Sr

Sr

So, Se,

R

Hitung Xw

Xw

Y, Ke

(asumsi)

Qw

Qr

Hitung XR dengan prinsip mass balance

Xr

Gambar Skema

Mass balance

End

Page 221: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

O x y d a t i o n D i t c h | 8

Rumus yang digunakan :

X = V.

= (BOD5 influent – BOD5 effluent)

Keterangan :

Sr = substrat yang dihilangkan (kg/day)

X =Total Massa MLVSS

[mg/L]

Q = debit influen [m3/s, m3/hari]

R = debit lumpur yang dikembalikan [m3/s, m3/hari]

Xw = VSS yang dihasilkan

Qw = debit lumpur aktif [m3/s, m3/hari]

III. Perhitungan

untuk 1 unit

T2 = 320C

(berdasarkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 3

tahun 2010 tentang Baku Mutu Limbah Industri, maks BOD 50 mg/L)

K1 = 1,717 L/g – jam (tabel 15.1 Reynolds, municipal wastewater)

Page 222: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Oxydation Ditch | 9

T1 =250C

θ (koreksi temperatur) = 1,05 Rentang : 1,03-1,09 (Eckenfelder, 1989)

(asumsi)

MLVSS = 0,68 – 0,80 MLSS

1. Menghitung Koefisien Kinetis Berdasarkan Temperatur

2. Menghitung BOD Removal Efficiency (E)

Sesuai kriteria desain 75 % - 95% berdasarkan buku Unit Operation and Process In

Environmental Engineering (Reynold, 1996).

3. Menghitung Hydraulic Retention Time (θ)

Tidak sesuai kriteria desain 18 – 36 jam berdasarkan buku Unit Operation and Process In

Environmental Engineering (Reynold, 1996).

4. Menghitung Food – To – Microbe ratio :

Tidak sesuai dengan kriteria desain 0,05 – 0,15 berdasarkan buku Unit Operation and

Process In Environmental Engineering (Reynold, 1996).

5. Menghitung Mean Cell Residence Time

Berdasarkan tabel 15.6 buku Unit Operation and Processes Environmental Engineering, Second

Edition, Richards/Reynolds :

Y = 0,4 – 0,8 mg VSS*/ mg BOD nilai yang dipilih adalah Y = 0,4 mg VSS*/ mg BOD

Page 223: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Oxydation Ditch | 10

Ke = 0,025 – 0,075 day-1 nilai yang dipilih adalah 0,075 day-1

Tidak sesuai dengan kriteria desain 20 – 30 berdasarkan buku Unit Operation and Process In

Environmental Engineering (Reynold, 1996).

6. Menghitung Recycle Ratio

a) Sludge volume Index (SVI) 50-150 ml/g berdasarkan buku Unit Operation and Process In

Environmental Engineering (Reynold, 1996).

b) Sludge Density Index (SDI)

Sesuai kriteria desain 0,75 -1,5 berdasarkan buku Unit Operation and Process In

Environmental Engineering (Reynold, 1996).

7. Menghitung Debit Recycle Lumpur

Page 224: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Oxydation Ditch | 11

8. Menentukan Volume Bak Aerasi (V)

m3

9. Menghitung Dimensi Unit

m3

Jumlah unit = 1

(asumsi dari contoh soal di Reynolds, belum termasuk jagaan, jika ditambah jagaan

menjadi 2,3 m )

Dasar bak memiliki bentuk oval, A : B = 3:1, dimana A adalah jari-jari minor dan B adalah jari-

jari mayor

Dimensi:

A = m

B =

h =

10. Menentukan Space Loading

Tidak sesuai dengan kriteria desain 0,16 - 0,40 berdasarkan buku Unit Operation and Process

In Environmental Engineering (Reynold, 1996).

h = 2,3 m

A = 4,263 m

B = 12,789 m

Gambar 3 .Dimensi Desain Unit Oxydation Ditch

Page 225: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Oxydation Ditch | 12

11. Menentukan power aerator

Mass Balance

1. Total Massa MLVSS Dalam Reaktor

= V. MLVSS

=

2. Substrat yang Dihilangkan Per Hari

3. Volatile suspended solids yang Dihasilkan

Y = 0,6 mg MLVSS/mg BOD (Reynold, 1982)

Ke = 0,05 day-1 (Reynold, 1982)

= 330,518

4. Debit Lumpur Aktif

Mass Balance

Page 226: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Oxydation Ditch | 13

1500 m3/hari – 113,036 m3/hari = 1386,964 m3/hari

0 = (16,053 L/s)(XR) – (17,36 L/s + 16,053 L/s) (2924 mg/L)

L

Gambar 4 .Skema Mass Balance Oxydation Ditch

Q + R = 26671,892 m3/hari

X = 1001,683 Kg MLVSS/hari

BOD5 = 250 mg/L

Q = 1500 m3/hari

R + = 1284,928 m3/hari

+

= 9459.617 kg MLVSS/hari

R = 1126,970 m3/hari

= 9129,099 kg MLVSS/hari

= 113,036 m3/hari

= 330,518 Kg MLVSS/hari

= 25386,964 m3/hari

= 12,5 mg/L

=671,165 kg MLVSS/hari

Aeration Basins

MLSS (X) = 4300 mg/L

MLVSS = 2924 mg/L

Secondary

Clarifier

Page 227: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Oxydation Ditch | 14

IV. Kesimpulan

Tabel 2. Kesesuaian Perhitungan

Kesesuaian Perhitungan

MLSS Concentration

Hydraulic Retention Time (θ)

BOD Removal Efficiency

(E)

Recycle Ration (R/Q)

Space Loading

Food to Microbe

Ratio (F/M)

Mean Cell Residence Time

Kriteria desain

3000-6000 mg/L

18 – 36 jam

75 % - 95 %

0,75 – 1,5

m3

/ hari

0,16 – 0,4

kg/m3

. hari

0,05 - 0,15

20 – 30 hari

Aktual 4300 3,077 jam 95 % 0,781 m3

/ hari

1,095

kg/m3

.hari 0,634 5,065 hari

Oxidation ditch tidak cocok digunakan jika air limbah mempunyai debit sebesar 1500 m3/hari dan

BOD influen sebesar 250 mg/L. Hal tersebut dapat dilihat dari tabel kesesuain perhitungan di atas,

dari 7 kriteria desain, hanya 3 yang memenuhi kriteria desain. Hal ini disebabkan karena Oxidation

Ditch tidak cocok digunakan dengan debit yang besar. Berdasarkan Wastewater Technology Fact

Sheet EPA 832-F-00-016 yang dikeluarkan US EPA pada September 2002, Oxidation Ditch yang

merupakan bagian dari Extended Aeration memiliki batasan debit yaitu sebesar 0,002-0,1 MGD (7,57-

378,54 m3/hari).

Page 228: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

1 | RBC

TUGAS BESAR UNIT OPERASI DAN PROSES

PENGOLAHAN BIOLOGIS

ROTATING BIOLOGICAL CONTACTOR

DISUSUN OLEH :

Gian Ratulangi (1206249492)

Irene Almakusuma Lucas (1206216903)

Rohmatun Inayah (1206216916)

Sunartriasih (1206216840)

Vidya Ismayanti (1206217010)

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA

DEPOK 2014

Page 229: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

2 | RBC

I. PENGERTIAN

RBC atau Rotating Biological Contactors merupakan sebuah film reaktor biologis

yang terdiri dari media melingkar (terbuat dari polystyrene atau polyvinyl) yang terpasang

pada poros horizontal (shaft) yang terendam sebagian dalam bak yang berisi air limbah.

RBC ini merupakan satu di antara berbagai jenis teknologi pada pengolahan air limbah yang

menggunakan reaktor berupa film. Teknologi ini cocok digunakan dalam mengolah air

limbah perkotaan maupun industri, pada tahap pengolahan sekunder(Secondary Treatment)

maupun pengolahan lanjut (Advanced Treatment).

Dinamakan contactor (penghubung; pengontak), karena sistem ini memang didesain

untuk menangani air limbah secara biologis, dimana pengadaan kontak antara zat organik,

bakteri dan / atau mikroorganisme lain yang ada, serta paparan oksigen yang cukup,

diharapkan mampu menghilangkan parameter MLSS (Mixed Liquor Suspended Solids) yang

didalammnya terdapat MLVSS (Mixed Liquor Volatile Suspended Solid). Zat organik yang

terkandung pada limbah harus dihilangkan atau setidaknya dikurangi keberadaannya

dengan cara dioksidasi oleh mikroorganisme (zat organik dikonsumsi dan dijadikan sebagai

makanan) dengan menggunakan oksigen sebagai pemicu. Untuk mengoksidasi kandungan

zat organik yang ada, mikroorganisme membutuhkan keberadaan oksigen yang cukup agar

zat organik teroksidasi sempurna.

Oksigen yang dibutuhkan mikroorganisme untuk mengoksidasi zat organik disebut

BOD atau Biochemical Oxidation Demand (Kebutuhan Oksigen Biokimia), maka dari itu

konsentrasi BOD yang ada nilainya representatif terhadap jumlah zat organik yang akan

dikonsumsi oleh mikroorganisme tersebut. Maka dari itulah, BOD diistilahkan sebagai feed,

atau umpan agar proses oksidasi dapat berlangsung.

Sementara disebut rotating atau berputar diakarenakan media melingkar sebagai

film reaktor biologis ini pada operasinya akan dibuat berputar, untuk menciptakan kondisi

dimana oksigen akan terpaparkan dengan cukup. Proses inilah yang dinamakan aerasi, yaitu

proses optimalisasi kontak antara mikroorganisme dengan oksigen.

Page 230: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

3 | RBC

Gambar 1. Tipe RBC pada sistem pengolahan air limbah

Sumber: Water Process Equipment

II. PROSES KERJA RBC

Ketika air limbah mengalir melalui bak, media berbahan plastik tersebut akan

berotasi perlahan dengan kecepatan 1 atau 2 rotasi per menit/rpm (pada sumber lain

disebutkan 1-1.6 rpm). Dalam proses tersebut, media plastik yang kurang lebih sebesar 35%

- 40% dari bagiannya akan terendam dan berkontak dengan air limbah, sementara bagian

lainnya berkontak dengan udara. Saat unit berkontak dengan udara atmosfir, terjadi aerasi

dimana air limbah yang ada akan terpapar oleh oksigen secara signifikan dan mempengaruhi

proses biologis yang terjadi antara mikroorganisme dengan zat organik. Bakteri dan

mikroorganisme lainnya secara alami terdapat dalam air limbah dan berkembang diatas

permukaan media rotasi.

Dalam 1 sampai 2 minggu, bakteri akan membentuk semacam lapisan lumpur atau

lendir (biofilm) secara permanen, diseluruh permukaan media, yang mana pertumbuhannya

didukung karena keadaan yang lembab. Ketebalan biofilm yang terbentuk berkisar pada 1-2

mm. Lumpur biologis tersebut menyerap material organik terlarut dari air limbah ketika

media tersebut terdam dalam bak berisi air limbah. Ketika media tersebut berotasi, kondisi

aerobik menyebabkan pemecahan material organik (BOD dan COD). Rotasi media tersebut

juga menyebabkan kandungan amonium mengalami nitrifikasi, dan kandungan karbon

organik teroksidasi oleh bermacam-macam mikroorganisme. Rotasi tersebut juga

meningkatkan perkembangan biofilm pada saat yang sama. Biomassa berlebih pada media

Page 231: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

4 | RBC

akan lepas karena gaya geser rotasi dan padatan yang terlepas akan dipertahankan dalam

suspensi karena pencampuran oleh rotasi media dalam bak air limbah. Padatan tersebut

akan dibuang bersamaan dengan effluent. Beberapa pengulangan tahap RBC memperbesar

nilai efisiensi pengolahan.

Gambar 2. Rotating Biological Contactor tampak melintang

Sumber: Metcalf and Eddy Inc., 2003

Gambar 3. (a)(b) RBC koevensional, (c) skema perputaran biodisk, (d) contoh RBC pada instalasi

Sumber: Metcalf and Eddy Inc., 2003

Page 232: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

5 | RBC

Umumnya mesin mekanik digunakan untuk memutar RBC, namun unit pendorong

udara juga dapat digunakan. Dalam unit pendorong udara, susunan jeluk (seperti mangkuk

atau cangkir) dipasang pada keliling media melingkar dan aerasi yang menyebar digunakan

untuk mengarahkan udara menuju jeluk hingga pada akhirnya mengakibatkan rotasi. RBC

membutuhkan pretreatment dari primary clarifier atau fine screens dan secondary

clarification untuk pemisahan cairan dengan padatan.

Desain submerged RBC yang terendam 70% - 90% dan unit pendorong udara

digunakan untuk menyediakan oksigen dan rotasi. Keuntungan dari submerged unit antara

lain mengurangi beban pada shaft dan bearings, meningkatkan control biomass oleh agitasi,

kemampuan untuk menggunakan rangkaian disk yang lebih besar, dan mengurangi retrofit

pada tangki aerasi. Karena kadungan DO yang rendah pada air limbahnya, aktivitas

degradasi biologi oleh submerged unit dapat menjadi kekurangan oksigen. Untuk mencegah

pertumbuhan alga, plastic disk harus dilindungi dari ultraviolet dan pencegah kehilangan

panas yang besar saat musim dingin. RBC baik digunakan untuk pengolahan domestik dan

air limbah industri. RBC dapat digunakan untuk degradasi aerobik material organik,

nitrifikasi, denitrifikasi, roughing, secondary treatment, dan polishing.

Sistem RBC memiliki efisiensi penghilangan BOD sebesar 90% dalam pemakaian 1-2

jam. Keutungan lainnya dapat dioprasikan dengan mudah dan sumber energi yang

digunakan cenderung murah. Namun sistem RBC cenderung rentan terhadap perubahan

iklim dan temperatur rendah bila tidak diletakkan di dalam ruangan. Performa sistem akan

berkurang secara signifikan jika berada pada temperatur dibawah 550F.

Gambar 4. Skema unit RBC

Sumber: Metcalf and Eddy Inc., 2003

Page 233: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

6 | RBC

III. Prinsip dan Konsep Proses

Proses RBC bergantung pada biomass yang tersedia. Kontak yang terjadi secara efektif

antara biomass dan substrat, nutrients yang dibutuhkan dan oksigen, dan waktu detensi

yang mencukupi untuk mengoptimalkan dampaknya.

Design RBC harus mencakup pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut:

1. Staging of RBC units

Staging adalah kompartementalisasi disk RBC menjadi beberapa rangkaian sel.

Berdasarkan transfer massa dan dasar kinetic bologis, substrate removal yang tinggi

akan terjadi apabila biofilm RBC mengandung kandungan substrat yang tinggi dalam

cairannya.

2. Loading criteria

Table 1. Loading Criteria

Sumber: Metcalf and Eddy Inc., 2003

3. Effluent characteristic

Treatment dengan sistem RBC didesain untuk memenuhi tahapan

secondary treatment atau pengolahan tingkat lanjut. Karakterisktik effluent BOD

Page 234: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

7 | RBC

untuk secondary treatment sebanding dengan kualitas pengolahan lumpur aktif.

RBC dapat digunakan untuk mengolah BOD, amonia nitrogen dan nitrifikasi pada

effluen sekunder.

IV. Kelebihan dan Kekurangan

Dari sebuah peninjauan diketahui bahwa RBC dapat menjadi pilihan terbaik untuk

instalasi pengolahan air limbah karena terbukti tidak rumit, dapat diandalkan dalam

performa, serta menggunakan energi yang lebih rendah (Williams, 2011)

Kelebihan/keutamaan aplikasi RBC pada suatu unit pengolahan air limbah (berdasarkan

testimoni dari perusahaan-perusahaan terkemuka dunia):

Merupakan solusi unit pengolahan air limbah yang sangat ekonomis dan tepat,

terutama dalam kebertahanan (durability) dan kesehatan (health). (VRI Environmental

Services)

Memiliki durabilitas yang besar serta membutuhkan perawatan yang rendah (Groose Ile

Wastewater Treatment Plant)

Unit pengolahan yang paling baik dalam hal kemudahan perawatan dan penggunaan,

serta tidak menimbulkan bau yang tidak sedap (Handy Township Wastewater Treatment

Plant)

Memiliki efisiensi energi yang besar serta kemudahan pada perawatan, khususnya

untuk Municipal WWTP.

V. Rumus

- Menetukan jumlah shaft RBC yang dibutuhan tahap-tahap, yaitu:

Tahap pertama dengan menghitung BOD loading dengan fungsi:

BOD loading = konsentrasi BOD x flow rate

Tahap kedua dengan menentukan Disk Area Require dengan fungsi:

Disk area require =

Tahap tiga dengan menentukan jumlah shaft atau number of shaft dengan fungsi:

Number of shaft =

Flowrate/train =

- Menghitung konsentrasi BOD per stage diperlukan nilai As/Q, dengan fungsi:

Page 235: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

8 | RBC

As/Q =

Menghitung nilai Si dengan fungsi:

- Menghitung organic dan hydraulic loading

Organic loading =

Diketahui :debit dan BOD influent

BOD Loading: Konsentrasi BOD x flow rate

BOD per stage

Asumsikan jumlah train per stage

Disk Area Require:

Asumsikan nilai maximum organic loading

Number of shaft:

Nilai standar densitas disk: 9300m2/shaft

Sesuai criteria design

Tidak sesuai criteria design

Hydraulic Loading:

Organic loading:

Page 236: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

9 | RBC

VI. Perhitungan Desain

Diketahui:

Flowrate = 1500 m3/d

BOD = 250 g/m3

T = 320 C

Langkah Kerja:

1. Mengasumsikan efisiensi penghilangan BOD pada terjadi pada tahap pengolahan

sebelumnya atau tahap pengolahan primer adalah 20%, sehingga effluen

pengolahan primer/ influen untuk pengolahan selanjutnya yaitu tersisa konsentrasi

BOD sebanyak 200 g/m3

2. Menetukan jumlah shaft RBC yang dibutuhan untuk tahap pertama:

Tahap pertama dengan menghitung BOD loading dengan fungsi:

BOD loading = konsentrasi BOD x flow rate

BOD loading = 200 g/m3 x 1500 m3/d

= 300,000 g/d

Tahap kedua dengan menentukan Disk Area Require dengan fungsi:

Disk area require =

Asumsi organic loading maximum untuk setiap tahap adalah 27 g BOD/m2.d. Angka

ini didapatkan dari Table 1. Loading Criteria, pada Maximum 1 st-organic loading

bagian BOD. Didapati rentang BOD removal yaitu 24-30 g BOD/m2.d, maka

diasumsikan dengan mengambil angka tengah yaitu 27 g BOD/m2.d.

Disk area require =

= 11,111.111 m2

Tahap tiga dengan menentukan jumlah shaft atau number of shaft dengan fungsi:

Number of shaft =

Standar densitas disk sebesar 9300 m2/shaft

Number of shaft =

Page 237: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

10 | RBC

= 1.19

Sehingga 1 tahap menggunakan 2 shaft

3. Mengasumsikan jumlah train per stage, jumlah train per stage yang akan digunakan

2 train dengan 2 stages/train.

=

= 750 m3/day

4. Menghitung konsentrasi BOD per stage

Stage 1

S0 = 200 g BOD/ m3. Untuk mencari S1 diperlukan nilai As/Q, dengan fungsi:

As/Q =

=

= 12.4 day/m

Menghitung nilai Si dengan fungsi:

Maka :

= 36.76 g BOD/ m3 = 36.76 mg BOD/L

Stage 2

Maka :

Page 238: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

11 | RBC

= 13.79 g BOD/ m3 = 13.79 mg BOD/L

Konsentrasi BOD di stage 2 sudah memenuhi criteria design yaitu berada dalam

rentang nilai 15 – 30 mg/L

5. Menghitung organic dan hydraulic loading

Organic loading =

Organic loading =

= 8.06 g BOD/ m2/d

Nilai Organic Loading memenuhi criteria design yaitu berada dalam rentang nilai 4-

10 g BOD/ m2/d

Hydraulic loading =

Hydraulic loading =

= 0.04 m3/m2.d

Nilai Hydraulic Loading tidak memenuhi criteria design karena tidak berada dalam

rentang nilai 0.08 – 0.16 m3/m2.d

VII. Referensi

Duggal, Dr. K.N.. Elements of Environmental Engineering. 2013. New Delhi, India : S.

Chand & Company Pvt. Ltd.

Halling-Sorensen, B., S. E. Jorgensen. 1993. Studies in Environmental Engineering

Science 54 : The Removal of Nitrogen Compounds from Wastewater. Amsterdam,

Netherlands : Elsevier.

Handbook of environmental engineering: Flotation technology. Volume 12. 2010.

London : Humana press.

Metcalf & Eddy, Inc. 2003. Water Engineering: Treatment and Reuse (Fourth Edition).

USA: McGraw Hill

Page 239: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

12 | RBC

Patwardhan, A. W. 2003. Rotating Biological Contactors: A Review. American Chemical

Society, Ind. Eng. Chem. Res. 2003, 42, 2035-2051

Water Environtmental Federation. 2003. Wastewater Plant Pesign. Great Britain: TJ

International Ltd.

Williams, 2011. Energy Usage Comparison between Activated Sludge Treatment and

Rotating Contactor Treatment of Municipal Wastewater. Grand Rapids, Michigan

Page 240: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Aerated Lagoon | 1

TUGAS BESAR UNIT OPERASI DAN PROSES

PENGOLAHAN BIOLOGIS

AERATED LAGOON

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA

DEPOK 2014

Aerated Lagoon

Page 241: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Aerated Lagoon | 2

Pengertian

Suspended Growth Aerated Lagoon adalah kolam alami yang relatif tidak begitu dalam

dengan variasi ketinggian 2 – 5 m, dan dilengkapi dengan aerator. Aerator dipergunakan

sebagai penyedia oksigen untuk pengolahan biologis limbah dan untuk menjaga agar

padatan biologis tetap tersuspensi di air. Suspended Growth Aerated Lagoon dapat

dioperasikan dengan basis flow-through atau dengan solids recycle.

Gambar 1. Diagram alir aerated lagoon

Sumber: https://www.ec.gc.ca

Gambar 2. Aerated lagoon

Sumber: http://www.lagoonsonline.com

Tipe-tipe Suspended Growth Aerated Lagoon

Page 242: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Aerated Lagoon | 3

Tipe dasar dari proses suspended growth aerated lagoon diklasifikasikan berdasarkan

bagaimana cara menangani padatan (Arceivala, 1998):

1. Kolam fakultatif tercampur sebagian

2. Kolam flow through aerobik dengan pencampuran sebagian

3. Kolam aerobik dengan penggunaan kembali padatan

Perbedaan cara penanganan padatan yang terbentuk akan mempengaruhi efisiensi, daya

yang dibutuhkan, waktu tinggal hidraulik dan padatan, pembuangan lumpur, dan

pertimbangan lingkungan.

Kolam fakultatif tercampur sebagian. Pada sistem ini, input energi yang masuk hanya dapat

mencukupi tersedianya oksigen untuk kebutuhan pengolahan biologi, namun tidak dapat

menjaga padatan dalam bentuk tersuspensi. Oleh karena itu, sebagian dari biosolid akan

ikut mengendap bersamaan dengan padatan yang masuk bersama limbah. Kemudian,

padatan yang mengendap akan mengalami penguraiansecara anaerob. Kolam fakultatif kini

sudah jarang digunakan karena kesulitan dan ketidakpraktisan penggunaannya.

Kolam flow through aerobik dengan pencampuran sebagian. Tipe kolam aerasi yang

alirannya mengalami pengadukan sebagian, energi yang masuk hanya memenuhi oksigen

yang dibutuhkan untuk pengolahan biologis.Namun, tidak cukup untuk menjaga semua

padatan dalam bentuk tersuspensi. Di dalam tipe ini, hydraulic retention time sama dengan

solid retention time (HRT=SRT).

Kolam aerobik dengan penggunaan kembali padatan. Tipe kolam aerasi dengan resirkulasi

padatan, pada dasarnya sama dengan proses extended aeration activated sludge dengan

perbedaan kolam yang digunakan pada sistem kolam diperkuat dengan kolam reaktor beton

dan hydraulic retention time pada kolam lebih lama dibandingkan dengan proses extended

aeration konventional. Aerobic Lagoon with Solids Recycle juga membutuhkan aerasi yang

lebih banyak daripada Aerobic Flow-Through Partially Mixed Lagoon.

Pertimbangan Proses Desain untuk Flow-Through Lagoons

Proses desain yang harus diperhatikan untuk Flow-Through Lagoon adalah penghilangan

BOD, karakteristik effluen, efek suhu, kebutuhan oksigen, energi yang digunakan untuk

pengadukan, dan pemisahan padatan.

Penghilangan BOD

Page 243: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Aerated Lagoon | 4

Dasar dari desain Flow-Through Lagoon adalah SRT, dimana dalam kasus ini SRT = HRT

dalam kondisi ideal. Penentuan SRT untuk meyakinkan bahwa mikroorganisme yang

tersuspensi akan membentuk bioflokulen dengan lebih mudah dengan sedimentasi dan

memberikan safety factor yang cukup. Kolam aerasi digunakan untuk pengolahan limbah

domestik dengan variasi waktu 3-6 hari. Ketika nilai SRT sudah ditentukan maka dapat

diestimasi konsentrasi substrat yang terlarut pada effluen, dan dihitung efisiensi

removalnya. Umumnya nilai k bervariasi dari 0.5 – 1.5 d-1. Pada kolam yang sangat besar

volume yang dibutuhkan didistribusikan ke 2 atau 3 kolam sehingga persamaan yang

digunakan :

Cn =

=

Dimana

n = nomor kolam

V = volume, m3

Q = flowrate, m3/s

Karakteristik Effluen

Karakteristik yang penting dari effluen pada kolam aerasi termasuk konsentrasi BOD dan

TSS. Effluen dari Flow-Through Lagoon harus memenuhi standar minimum dari secondary

treatment, dan membutuhkan fasilitas sedimentasi.

Suhu

Efek dari suhu merupakan pertimbangan yang penting dalam desain karena sering

dioperasikan pada lokasi dengan kondisi iklim yang beragam. Efek yang paling penting

adalah mengurangi aktivitas biologis dan efisiensi pengolahan, serta pembentukan es.

Kebutuhan Oksigen

Berdasarkan hasil operasi yang diperoleh dari sejumlah instalasi industri dan domestik,

jumlah oksigen yang dibutuhkan bervariasi dari 0,7 sampai 1,4 kali jumlah BOD yang

dihilangkan.

Persyaratan Pencampuran

Page 244: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Aerated Lagoon | 5

Kemampuannya untuk mempertahankan padatan dalam suspensi adalah fungsi dari

beberapa variabel termasuk jenis dan desain dari sistem aerasi, konsentrasi dan sifat dari

padatan tersuspensi, suhu kandungan kolam, dan ukuran kolam. Energi yang masuk dengan

kecepatan rendah pada aerator dapat dihitung dengan : P = 0,004X + 5 untuk X 2000 mg/L,

dimana X adalah total padatan tersuspensi.

Solid separation

Pemisahan padatan dari aliran pertumbuhan tersuspensi melalui aerasi kolam (Aerated

Lagoons) dicapai paling sering dangkal tanah cekungan kolam sedimentasi yang dirancang

secara tegas untuk tujuan tersebut, atau di fasilitas penyelesaian yang lebih konvensional.

Saat cekungan tanah besar digunakan, hal-hal berikut sangat penting untuk diperhatikan

dengan seksama:

1. Waktu tinggal (Detention Time) harus memadai untuk menerima tingkat

penghapusan padatan tersuspensi yang diinginkan

2. Volume yang cukup harus disediakan untuk penyimpanan lumpur

3. Pertumbuhan alga harus diminimalisir

4. Bau yang mungkin meningkat seiring dengan dekomposisi anaerobic dari lumpur

yang terakumulasi harus dikontrol

5. Lapisan yang dibutuhkan harus dinilai.

Pada banyak kasus, waktu tinggal minimum adalah 1 hari untuk mendapatkan pemisahan

padatan. Jika digunakan waktu tinggal 1 hari, ketentuan yang memadai harus dibuat untuk

penyimpanan lumpur, maka padatan yang terakumulasi tidak akan mereduksi waktu tinggal

likuid yang sesungguhnya. Selanjutnya, jika semua padatan diteruskan pada pola local,

mungkin dibutuhkan untuk meningkatkan waktu tinggal untuk menetralkan efek dari

rendahnya distribusi hidrolik. Dibawah kondisi anaerobic, sekitar 40-60% volatile suspended

solid (VSS) akan terdegradasi setiap tahun. Dengan asumsi bahwa kinetika penghapusan

urutan pertama berlaku, ekspresi berikut dapat digunakan untuk memperkirakan

Dua masalah yang sering dihadapi dengan penggunaan kolam pengendapan adalah

pertumbuhan alga dan produksi bebauan. Pertumbuhan alga biasanya dapat dikontrol

dengan membatas waktu tinggal hidrolik (HDT) sekitar 2 hari atau kurang. Jika waktu tinggal

yang digunakan lebih lama, maka alga dapat dikurangi dengan menggunakan rock filter atau

microstrainer. Bau yang muncul dari dekomposisi secara anaerobic dapat dikontrol dengan

Page 245: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Aerated Lagoon | 6

menjaga kedalaman air minimum 1meter (3ft). pada aera air yang ektrem, kedalaman lebih

dari 2m dibutuhkan untuk menghilangkan bau,m khususnya hydrogen sulfide.

Jika lahan untuk pengendapan besar tidak tersedia, dapat digunakan fasilitas pengendapan

konvensional. Seperti sudah disinggung sebelumnya, dimana dibutuhkan penyisihan solid

effluent yang lebih besar, maka dibutuhkan saringan pasir/batu lambat. Saringan batu, yang

lebih efektif dalam penyisihan alga, terdiri dari tempat rendaman batu di mana kolam

limbah melewati secara vertikal maupun horizontal. Walaupun saringan batu lebih efektif

dan mudah dijaga, kualitas effluent dan kemampuan bertahan operasi dalam waktu yang

panjang tidak begitu baik.

Aliran bertenaga ganda melalui sistem kolam

Merupakan modifikasi dari aliran konvensional. SIstem ini terdiri dari complete-mix lagoon

diikuti dengan 2 atau 3 kolam fakultatif yang disediakan pada kolam pengendapan. Dari

dasar tersebut dapat disimpulkan bahwa pengolahan sekunder mencakup fungsi sebagai

berikut :

1. Biokonversi dari substrat influent menuju biomass pada produk akhir.

2. Flokulasi biomass

3. Pemisahan padatan

4. Stabilisasi padatan

5. Penyimpanan padatan sampai padatan dapat digunakan kembali.

Fungsi2 di atas dapat optimum pada aliran bertenaga ganda system kolam. Pemisahan

padatan, penstabilan, dan penyimpanan dapat terselesaikan dengan kolam fakultatif diikuti

dengan complete-mix lagoon. Untuk meminimalisir pertumbuhan alga, waktu tinggal harus

dibatasi dan kolam fakultatif harus dibagi dalam beberapa bagian.

Waktu tinggal hidrolik untuk complete-mix lagoon bervariasi dari 1.5 hingga 3 hari. EnergI

input pada complete-mix lagoon sekitar 0.6Kw/103 M3 (30bp/Mgal). Total waktu tertahan

untuk kolam fakultatif adalah 3 hari. EnergI input pada kolam fakultatif sekitar 1 sampai

1.25 Kw/103 M3 (5 sampai 6.25bp/Mgal). Waktu detensi keseluruhan untuk kedua kolam

adalah 4.5 sampai 6 hari.

Kelebihan dan Kekurangan

Page 246: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Aerated Lagoon | 7

Kelebihan :

- Membutuhkan lahan yang lebih kecil dibandingkan kolam fakultatif

- Kuantitas lumpur pada pembuangan akan relatif lebih kecil dibandingkan dengan

proses pengolahan sekunder lainnya

Kekurangan :

- Aerated Lagoons tidak seefektif facultative ponds dalam penghilangan NH3 atau

fosfor, kecuali dalam perancangan untuk proses nitrifikasi

- Terdapat kemungkinan akan terjadinya pembentukan es pada permukaan

- Membutuhkan energi masukan

- Dapat mengurangi laju terjadinya aktivitas biologis selama musim dingin

Kriteria Desain

Tabel 1 : Tabel karakteristik desian kolam aerasi

Parameter Satuan Range

TSS mg/L 100 - 400

VSS/TSS - 70 - 80

Solids retention time, SRT hari 03-06

Hydraulic retention time, τ hari 03-06

Overall BOD removal rate 1/hari 0.5 - 1.5

Koefisien temperatur (teta) - 1.04

Kedalaman meter 02-05

Regime pengadukan - Partially mixed

Daya minimum kW/103m3 5.0 - 8.0

Y (biomass yield) gr/gr 0.4 - 0.8

Ks (half velocity constant) gr/m3 25 - 100

α - 0.8 - 1.2

β - 0.9 – 1

AOTR (Aerator Oxygen Transfer Rate)

kg O2/kWh 1.2 - 2.4

kd gr VSS /gr VSS.d 0.06 - 0.15

K gr COD/ gr VSS.d 02-10

Sumber: Metcalf & Eddy, 2003

Rumus yang digunakan

Page 247: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Aerated Lagoon | 8

1. Dengan estimasi SRT, maka luas permukaan kolam dapat dihitung dengan :

Vair = Volume air pada kolam, m3 ǀ Q = debit, m3/hari

2. Menghitung Volume kolam aerasi yang dibutuhkan

Vkolam aerasi = Volume kolam aerasi, m3ǀ P = panjang, mǀ L = lebar, m

H = kedalaman, m ǀ freeboard = tinggi jagaan, m

3. Suhu air kolam dihitung dengan menggunakan persamaan :

QAf

QTAfTT ia

w

= C

TW = suhu air di kolam aerasi oC | A = luas area kolam aerasi, m2

f = faktor proporsionalitas ; sebesar 0.5 berdasarkan Metcalf & Eddy

Ta = suhu udara oC | Ti = suhu air limbah oC | Q = debit, m3/hari

4. Estimasi effluent BOD(s) diukur pada outlet kolam :

S =Ks 1+ kd( )SRTéë ùû

SRT Yk - kd( ) -1 = g/m3

S = konsentrasi BOD effluent, g/m3| KS = half velocity constant g/m3

kd =endogenous decay coefficient, g VSS/g VSS . d | SRT = solid retention tim, hari

Y = biomass yield | k = maximum specific substrate utilization rate, g COD/g VSS . d

5. Koreksi BOD removal rate per suhu :

kT = koreksi BOD removal rate per suhu | θ = 1.04

6. Konsentrasi Padatan Biologis :

X = konsentrasi padatan biologis | SO = BOD influent

7. TSS effluent sebelum sedimentasi :

TSS = total suspended solid effluent sebelum sedimentasi, g/m3

TSSin = total suspended solid influent, g/m3

Page 248: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Aerated Lagoon | 9

8. Total padatan biologis per hari :

PX bio = total padatan biologis per hari, kg/hari

9. Kebutuhan oksigen :

RO = kebutuhan oksigen per hari, kg/hari

BOD = biochemical oxygen demand

COD = chemical oxygen demand

10. Rasio RO dan oksigen removed :

Rasio = rasio RO dan oksigen removed, kg O2/kg BOD

11. Standard Oxygen Transfer Rate :

SOTR = standard oxygen transfer rate, kg/hari

α dan : konstanta aerator

Cs,t,h : konsentrasi saturasi oksigen (berdasarkan table appendix E Metcalf&Eddy)

12. Energi yang dibutuhkan :

E = energi yang dibutuhkan aerator

AOTR = aerator oxygen transfer rate, kg O2/kWh

13. Tenaga yang dibutuhkan :

Tenaga = tenaga yang dibutuhkan, kW

Daya minimum = daya untuk menyalakan aerator, kW/103 m3

Perhitungan

Page 249: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Aerated Lagoon | 10

Perhitungan akan desain kolam aerated lagoon tipe flow through didasarkan pada

rumus yang terdapat pada buku Metcalf & Eddy.

Diketahui: Q = 1500 m3/hari

BOD influen = 250 mg/L. Karena sudah melalui primary treatment, maka

sudah berkurang 25%, maka BOD influen menjadi 187.5 mg/L

Suhu udara = 32 0C

Rasio BOD/COD = 0.625

Estimasi TSS influen = 200 mg/L.Karena sudah melalui primary treatment,

maka sudah berkurang 65%, maka TSS influen menjadi 70 mg/L

1. Dengan estimasi SRT 5 hari, maka luas permukaan kolam dapat dihitung dengan :

Luas dasar kolam aerasi (tanpa freeboard), dengan estimasi ketinggian kolam 4,5 m

Dimensi kolam aerasi ditentukan dengan menggunakan estimasi kedalaman yang

telah ditambahkan freeboard sebesar 0.5 m. Panjang dan lebar kolam aerasi

diusahakan agar berbentuk persegi, sehingga estimasi panjang dan lebar sebesar 40

m dan 42 m.

2. Dengan luas permukaan seluas 1680 m2, dihitung suhu air kolam.

Estimasi suhu udara sebesar 32o C dan suhu air limbah sebesar 35o C karena pada

umumnya suhu air limbah lebih panas dibanding suhu udara.

Page 250: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Aerated Lagoon | 11

QAf

QTAfTT ia

w

Tw =(1666.7m2 ´0.5´32°C)+ (1500m

3

day´35°C)

(1666.7m2 ´0.5)+1500m3

day

= 33.9 C

3. Estimasi effluent BOD(s) diukur pada outlet kolam :

S =Ks 1+ kd( )SRTéë ùû

SRT Yk - kd( ) -1 = g/m3

S =100g 1+ 0.1( )5hariéë ùû

5hari (0.6´ 5)- 0.1( ) -1= 11.1 g/m3

4. Koreksi BOD removal rate per suhu :

5. Konsentrasi Padatan Biologis :

6. TSS effluent sebelum sedimentasi :

7. Total padatan biologis per hari :

Page 251: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Aerated Lagoon | 12

8. Kebutuhan oksigen :

9. Rasio RO dan oksigen removed :

10. Standard Oxygen Transfer Rate :

SOTR

355.5 kg/hari

11. Energi yang dibutuhkan :

E

kW

12. Tenaga yang dibutuhkan :

= 48.8 kW

Page 252: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Aerated Lagoon | 13

13. Menentukan banyak aerator

Berdasarkan tenaga yang dibutuhkan, maka jumlah aerator yang memungkinkan

yaitu:

4 – 12.5 kW

5 – 10 kW

9 – 5.5 kW

Gambar 3 Skema aerator pada bak aerasi (a) 4 aerator (b) 5 aerator (c) 9 aerator

Sumber: Ilustrasi penulis, 2014

(a) (b)

(c)

Page 253: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Aerated Lagoon | 14

Algoritma Perhitungan Aerated Lagoons

Menentukan Banyak Aerator

Menghitung Tenaga yang Dibutuhkan

Menghitung Energi yang Dibutuhkan

Menghitung SOTR

Menghitung Rasio Kebutuhan Oksigen dan Oksigen yang Hilang

Menghitung Kebutuhan Oksigen

Menghitung Total Padatan Biologis

Menghitung TSS Effluent Sebelum Sedimentasi

Menghitung Padatan Biologis

Menghitung Koreksi BOD Removal

Menghitung Effluent BOD

Menghitung Suhu Air Kolam

Mengitung Volume Kolam Aerasi Kedalaman + freeboard (50cm)

Menghitung Luas Permukaan Kolam mengestimasi SRT Vair = Q x SRT

Jika efluen BOD tidak memenuhi baku mutu

Estimasi SRT

Estimasi

kedalaman

Estimasi K,

Ks, kd, Y

Estimasi α, β

Estimasi AOTR

Estimasi daya

minimum

Page 254: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Aerated Lagoon | 15

Kesimpulan

Dengan estimasi SRT selama 5 hari dan kedalaman kolam tsnps freeboard 4.5 m, debit Q

= 1500 m3/hari, BOD influen pada secondary treatment 187.5 mg/L, maka unit aerated

lagoon dengan tipe aerobic flow through partially mixed dapat menghasilkan effluen

dengan konsentrasi BOD yang memenuhui baku mutu lingkungan PP no. 82 tahun 2001

tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air, yaitu sebesar 11.1

mg/L, dimana mutu air dapat diklasifikasikan dalam kelas IV yang memiliki konsentrasi

BOD maksimum sebesar 12 mg/L. Untuk menghasilkan konsentrasi BOD yang sesuai

dengan batu muku lingkungan, maka diperlukan sejumlah 2 buah aerator dengan energi

12,5 kW, 5 buah aerator dengan energi 10 kW, atau 9 buah aerator dengan energi 5.5

kW.

Referensi

Metcalf & Eddy, 2003, Wastewater Engineering, Treatment and Reuse, California,

McGraw Hill Companies Inc.

Rich, Lenvill G., 1980, Low Maintenance, Mechanically Simple Wastewater Treatment

Systems, USA, McGraw Hill Companies Inc.

http://www.lagoonsonline.com/technote5.htm diakses pada 11 Mei 2014 11.00 WIB

Page 255: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

TUGAS BESAR UNIT OPERASI DAN PROSES

PENGOLAHAN BIOLOGIS

TRICKLING FILTER

DI SUSUN OLEH :

Martha Theresia Juliana Siregar (1206261541)

M. Ali Habibie (1206243816)

Rania Amalia F. Alatas (1206261636)

William Ishak Sinaga (1206261560)

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA

DEPOK 2014

Page 256: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Trickling Filter| 2

Teori Dasar Trickling Filter

Trickling Filter telah digunakan dalam pengolahan air limbah biologis dari air limbah domestik

maupun industri selama hampir 100 tahun. Trickling Filter ini merupakan suatu reaktor untuk

menghilangkan materi organik yang terdapat dalam air limbah dengan pengolahan sistem aerobik,

dimana terdapat media batu atau plastik sebagai media bagi mikroorganisme tumbuh dan membentuk

suatu lapisan biofilm, kemudian air limbah dialirkan secara kontinyu melalui lapisan biofilm yang

terbentuk pada media. Proses pada Trickling Filter hampir sama dengan Rotary Biological Contractors

(RBC) yaitu mikroorganisme yang akan dikembangkan, memiliki media dalam perkembangbiakannya.

Pada saat proses berlangsung medium Trickling Filter yang digunakan tetap pada tempatnya, sementara

RBC melakukan rotasi. Kemudian, pengolahan terjadi sebagai cairan yang mengalir diatas attached

biofilm.

Reaktor dengan media batu

memiliki kedalaman antara 0,9-2,5m (3-

8ft) dan yang biasanya digunakan rata-

rata pada kedalaman 1,8m (6ft). Bed

media batu tersebut biasanya berbentuk

sirkulair dan air limbah dialirkan dari atas

bed dengan menggunakan rotary

distributor.

Sumber : industrial-landscape.com

Sumber : www.wastewatersystem.net

Page 257: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Trickling Filter| 3

Beberapa bangunan Trickling Filter yang konvensional dengan penggunaan batu sebagai

medianya kini beralih menggunakan plastik agar dapat menambah kapasitas pengolahannya. Sehingga,

pada saat ini hampir semua bangunan Trickling Filter menggunakan plastik. Reaktor yang menggunakan

media plastik dibangun dengan bentuk lingkaran maupun persegi dengan kedalaman bervariasi dari 4 –

12 m (14 – 40 ft).

Sumber : www.staffs.ac.uk

Sumber : www.staffs.ac.uk

Sistem kerja dari Trickling Filter ini adalah terbentuknya lapisan tebal oleh perkembangan

mikroorganisme, sehingga oksigen tidak dapat menembus media dan organisme anaerobik pun

berkembang. Karena biological fill berkembang terus, maka mikroorganisme yang dekat dengan

permukaan akan kehilangan kemampuannya untuk melekat pada media, sehingga akhirnya bagian

lapisan mengelupas dan jatuh ke filter. Partikel padat yang jatuh tadi akan dibawa oleh sistem

pengeringan ke clarifier untuk dihilangkan dari air limbah.

Page 258: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Trickling Filter| 4

Terdapat komponen tambahan yang mencakup di dalam Trickling Filter, yaitu dosis air limbah

atau sistem aplikasi dan underdrain. Underdrain adalah suatu sistem yang sangat penting yang ada di

reaktor, yaitu untuk menampung effluent dari air yang telah

diolah dan tempat sirkulasi udara. Effluent dari Trickling

Filter dialirkan ke bangunan sedimentasi dimana adanya

recycle dari bangunan sedimentasi ke Trickling Filter. Fungsi

dari recycle ini adalah untuk memelihara atau menjaga

lapisan biofilm agar tetap tumbuh. Karena pembentukan

lapisan ini mempunyai prinsip dasar pengolahan Trickling

Filter agar dapat meremoval BOD dari air limbah.

Sumber : www.wastewatersystem.net

Influent air limbah yang akan masuk kebangunan Trickling Filter yang berbentuk lingkaran

menggunakan bahan–bahan pipa yang berlubang dan berputar diatas bangunan.

Sumber : kusterszima.com

Sedangkan, pada Trickling Filter yang berbentuk persegi menggunakan lengan – lengan yang

mempunyai nozzle yang tetap (fixed nozlle) atau tidak berputar.

Page 259: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Trickling Filter| 5

Pada bangunan Trickling Filter pengolahan pertama sangat diperlukan agar benda – benda kasar

tersaring dan tidak masuk dalam pengolahan Trickling Filter, karena akan mengganggu proses.

Lapisan yang terbentuk pada media batu atau plastik di dalam Trickling Filter terdiri dari

mikroorganisme untuk menguraikan bahan – bahan substrat yang akan diremoval dari air limbah. Proses

biologis yang terjadi di Trickling Filter ini adalah proses aerobik dan adanya bakteri fakultatif Bakteri

fakultatif adalah bakteri yang pertama kali mengikat bahan–bahan organik yang ada dalam air limbah.

Juga bersamaan dengan bakteri aerobik dan an-aerobik), jamur, algae, dan protozoa. Terdapat juga

binatang yang lebih besar seperti larva serangga.

Proses yang terjadi pada Bangunan Trickling Filter

Bahan-bahan organik yang ada dalam air limbah diuraikan oleh mikro-organisme yang

menempel pada media filter. Bahan organik sebagai subtrat yang terlarut dalam air limbah diadsorbsi ke

dalam biofilm atau lapisan berlendir.

Pada bagian luar lapisan biofilm, bahan organik kemudian diuraikan mikroorganisme aerobik.

Pertumbuhan mikroorganisme akan mempertebal lapisan biofilm. Oksigen yang terdifusi dapat

dikonsumsi sebelum biofilm mencapai ketebalan maksimum. Pada saat mencapai ketebalan penuh

maka oksigen dapat mencapai penetrasi secara penuh, sehingga pada bagian dalam atau pada

permukaan media akan berada pada kondisi an-aerobik.

Pada saat lapisan biofilm mengalami penambahan ketebalan, bahan organik yang diadsorb

dapat diuraikan oleh mikroorganisme, namun tidak mencapai mikroorganisme yang berada di

permukaan media. Dengan kata lain tidak tersedia bahan organik untuk sel karbon pada bagain

permukaan media, sehingga organisme sekitar permukaan media mengalami fase endogenous

(kematian). Pada akhirnya mikroorganisme sebagai biofilm tersebut akan lepas dari media. Cairan yang

masuk akan turut melepas / mencuci dan mendorong biofilm keluar. Setelah itu lapisan biofilm baru

akan segera mulai tumbuh. Fenomena lepasnya biofilm dari media disebut sebagai sloughing dan hal ini

berfungsi sebagai beban organik dan beban hidrolik pada Tricking Filter tersebut. Beban hidrolik

(Hydroulic Loading) memberikan kecepatan daya gerus biofilm, sedangan beban organik (Organic

Loading) memberikan kontribusi pada laju metabolisme dalam biofilm.

Page 260: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Trickling Filter| 6

Trickling Filter terdiri dari suatu bak dengan media permeabel untuk pertumbuhan

mikroorganisme. Berikut ini adalah kriteria desain dari Trickling Filter:

- Rock or slag beds : Diameter dapat mencapai 60,96m (200 ft), kedalaman sekitar 0,9-2,4m (3-8 ft)

dengan ukuran batu yang bervariasi yaitu 2,5-10,2cm (1-4 inc). Kebanyakan media menggunakan

batu dapat menyediakan 149m2/m3 untuk area permukaan dan 40% ruang kosong.

- Plastik : diameter 6-12m (20-40 ft) dengan kedalaman 4,3-12,2m (14-40 ft).

Dalam mendesain sistem Trickling Filter untuk air limbah juga perlu didesain juga sitem distribusinya.

Rotary hydraulic distribution biasa digunakan sebagai standar dalam proses ini, namun fixed nozzle juga

biasa digunakan pada reaktor yang berbentuk persegi atau persegi panjang. Berikut adalah empat

kategori desain filter berdasarkan beban organik, beban unit cairan, dan kemampuan recycle dari

Trickling Filter:

- Low-rate Filters :

Filter yang dikembangkan pertama kali dengan beban organik 200-800 lb BOD5/ac-ft-day (5-20 lb

BOD5/1000ft3-day) dan kemampuan recycle-nya hanya sementara seperti pada malam hari saat air

limbah tidak memadai untuk melakukan rotatory distributor. Biasanya Low-rate trickling filters

hanya memiliki satu tahapan saja. Low-rate trickling filters ini dapat mencapai penghilangan BOD5

sampai 90%-95% dan dapat menitrifikasi lebih baik walaupun volume media yang dibutuhkan lebih

besar. Low-rate Trickling filters ini dapat menghasilkan 12-25 mg/l BOD5 dan hasil nitrifikasi yang

baik.

- Intermediate Rate Filters :

Filter ini tidak terlalu umum digunakan dan mungkin atau tidak mungkin untuk melakukan recycle

yang berkelanjutan. Recycle dapat dilakukan selama aliran air rendah untuk mengubah rotatory

distributor. Intermediate Rate Filters memiliki satu atau dua tahapan selama prosesnya. Pada dua

tahapan mampu menghilangkan BOD5 sebanyak 85%-90%. Effluent yang dihasilkan akan memiliki

konsentrasi 20-30 mg/l BOD5.

- High-rate Trickling Filters:

Menggunakan filter ini proses recycle dapat berlangsung secara terus menerus. Sistem high-rate ini

dapat memiliki satu dan dua tahapan. Pada satu tahapan dapat menghilangkan BOD5 mencapai

75%-80% dan nilai effluennya adalah 40-50 mg/l BOD5. Sedangkan pada dua tahapan dapat

menghilangkan BOD5 sampai 85%-90% dan effluen 20-30 mg/l BOD5. Pada High-rate Trickling Filters,

bahkan yang memiliki 2 tahapan tidak dapat menghasilkan nilai nitrifikasi yang tinggi pada effluent.

Page 261: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Trickling Filter| 7

- Super-rate Trickling Filters :

Memiliki proses recycle yang berkelanjutan. Media yang digunakan selalu plastik sintetis yang

memiliki luas permukaan yang lebih besar 2 sampai 5 kali dari media batu. Karena pertumbuhan

bakteri berbanding lurus dengan luas permukaan, maka pertumbuhan bakteri pada media plastik

juga 2-5 kali lebih baik dari media batu.

Trickling Filter biasanya dibangun menggunakan tangki dengan beton yang kokoh dan dengan

diameter 10-250 ft (3-76m). Interval standar diameter adalah 5 ft(1,52m). Air limbah didistribusikan

pada bagian atas dengan suatu lengan distributor yang dapat berputar. Filter juga dilengkapi dengan

underdrain untuk mengumpulkan biofilm yang mati untuk kemudian diendapkan dalam bak

sedimentasi. Bagian cairan yang keluar biasanya dikembalikan lagi ke Trickling Filter sebagai air

pengencer air baku yang diolah.

Filter Performance:

Persamaan kinetik ini ditemukan oleh Velz (1948). Dia mengamati bahwa laju penyisihan materi organik

per interval kedalaman adalah berbanding lurus dengan sisa bahan organik yang dihilangkan.

Dimana :

LD = removable ultimate first stage BOD concentration

L = removable ultimate first stage BOD concentration applied to the bed

k = rate constant

D = depth of bed (ft, m)

Pada row-rate filters, Veltz menemukan nilai k adalah 0,175.(0,574) dan penyisihannya dapat

mencapai 90%. Untuk high-rate filters dapat menyisihkan 78,4% dan nilai k adalah 1,505(0,494).

Kemudian Veltz mengembangkan rumus tersebut menjadi k2=k20.1047T2 dimana k2 konstan pada suhu

T2⁰C dan k20 konstan pada suhu 20⁰C, untuk koreksi bahwa kecepatan akan konstan walaupun terjadi

perubahan suhu.

Page 262: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Trickling Filter| 8

Eckenfelder (1970) mengembangkan persamaan tersebut menjadi:

Dimana :

St = konsentrasi substrat pada filter effluent (m/v)

S0 = konsentrasi substrat dan filter (m/v)

K = konstant

AS = spesifik luas permukaan (luas/volume)

D = kedalaman filter

QL = beban unit cairan atau beban permukaan

m,n = konstanta eksperimen (nilai n tergantung dari karakteristik aliran dan biasanya sekitar 0,5-0,6)

Salah satu persamaan kinetik yang paling sering adalah:

Dimana :

C = 2,5 untuk satuan USCS dan 5,358 untuk satuan SI

Nilai St dan S0 menggambarkan flowsheet dan jika tidak terjadi recycle maka St=S0.

Pada umumnya Trickling Filter tidak dapat mengurangi BOD lebih dari 85%. Namun, secara umum lebih

mudah dan lebih murah dibandingkan proses lumpur aktif.

Kelebihan menggunakan Trickling FIlter:

o Tidak memerlukan lahan yang terlalu luas serta mudah pengoperasiannya,

o Sangat ekonomis dan praktis,

o Tidak membutuhkan pengawasan yang ketat,

o Suplai oksigen dapat diperoleh secara alamiah melalui permukaan paling atas media,

Page 263: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Trickling Filter| 9

Kekurangan menggunakan Trickling FIlter :

o Tidak bisa diisi dengan beban volume yang tinggi mengingat masa biologi pada filter akan bertambah

banyak sehingga bisa menimbulkan penyumbatan filter,

o Timbulnya bau yang tidak sedap,

o Prosesnya sering terganggu oleh lalat-lalat yang datang menghampiri.

gbr. Aliran pada trickling filter

Sumber: Reynold/Richards

Kriteria desain Trickling Filter:

Tabel 1. Kriteria desain

Aplikasi Loading Effluent quality

Unit Range Unit Range

Secondary

treatment Kg BOD/m3.d 0,3-1,0

BOD, mg/L 15 – 30

TSS, mg/L 15 – 30

Combined BOD

removal and

nitrification

kg BOD/m3.d 0,1-0,3 BOD, mg/L < 10

g TKN/m2.d 0,2-1,0 NH4N, mg/L <3

Tertiary

nitrification g NH4N/m2.d 0,5-2,5 NH4N, mg/L 0,5 – 3

Partial BOD

removal Kg BOD/m3.d 1,5-4,0 %BOD removal 40 – 70

Sumber: Metcalf & Eddy

Page 264: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Trickling Filter| 10

Tabel 2. Kriteria desain Trickling Filter

Design

Characteristics

Low or

standar rate

Intermediate

rate High rate High rate Raughing

Type of packing Rock Rock Rock Plastic Rock/plastic

Hydraulic

Loading, kg

BOD/m3.d

1 – 4 4 – 10 10 – 40 10 – 75 40 – 200

Recirculation

ratio 0 0 – 1 1 – 2 1 – 2 0 – 2

Filter flies Many Varies Few Few Few

Sloughing Intermitlent Intermitlent Continuous Continuous Continuous

Depth,m 1,8 – 2,4 1,8 – 2,4 1,8 - 2,4 3,0 – 12,2 0,9 - 6

BOD removal

efficiency, % 80 – 90 50 – 80 50 – 90 60 – 90 40 - 70

Effluen quality Well nitrified Some nitrified No

nitrification

No

nitrification

No

nitrification

Power,

kW/103.m3 2 – 4 2 – 8 6 – 10 6 – 10 10 - 20

Sumber: Metcalf & Eddy

Tabel 3. Kriteria Desain Trickling Filter

Item Low Rate Filter Intermediate Rate

Filter High Rate Filter

Super Rate (Roughing) Filter

Hydraulic loading, gal/min-ft2

MG/acre-day

0,017-0,07 1-4

0,07-0,2 4-10

0,2-0,7 10-40

0,7-3,4 40-200

Organic loading, lb/1000 ft3-day lb/acre-ft-day

5-20 200-800

15-30 650-1300

20-60 800-2600

50-380 2000-16000

Depth, ft 5-10 4-8 3-6,6 14-40

Recirculation ratio 0 0-1 1-3 1-4

Filter Media Rock, slag, etc Rock, slag, etc Rock, slag, synthetic materials

synthetic materials, redwood

Power requirements,

0,07-0,15 0,07-0,03 0,22-0,38 0,38-0,76

Page 265: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Trickling Filter| 11

hp/1000ft3

Filter flies Many Intermediate Few, larvae are washed away

Few or none

Sloughing Dosing Intervals

Intermittent Not more than 5

min (generally intermittent)

Intermittent 15-60 sec

(continous)

Continous Not more than 15

sec (continous)

Continous

Effluent Usually fully

nitrified Partially nitrified Nitrified at low

loadings

Nitrified at low loadings

Sumber: Reynold/Richards

Tabel 4. Trickling Filter dosing rate as a function of BOD loading

BOD loading

kg/m3.d

Operating dose

mm/pass

Flushing dose

mm/pass

0,25 10 – 30 ≥ 200

0,50 15 – 45 ≥ 200

1,00 30 – 90 ≥ 300

2,00 40 – 120 ≥ 400

3,00 60 – 180 ≥ 600

4,00 80 – 240 ≥ 800

Sumber: Metcalf & Eddy

Dengan menggunakan High Rate Filter dengan media rock berdasarkan nilai nitrifikasi yang tidak

diketahui, sehingga memiliki High Rate Filter yang memiliki nilai Nitrified at low loadings.

Page 266: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Trickling Filter| 12

Cara menentukan kriteria desain Trickling Filters:

Diketahui:

Debit

BOD

So : 30% dari BOD awal

St : asumsi BOD removal efficiency

R : asumsi Recirculation Ratio

St : sesuai dengan nilai asumsi

BOD removal efficinecy

Dimensi bak Trickling Filter

Beban Hidrolik:

H : Asumsi sesuai kriteria

Jika nilai q sudah memenuhi

kriteria maka dilanjutkan dengan

menghitung A

Volume Packing:

V = A x H

Waktu tinggal (detention time):

Rotatory Distributor:

Asumsi : wet rate, dosis operasi, dan dosis

flushing sesuai nilai q dan kriteria desain

Desain pompa

Daya pompa:

Efisiensi Pompa:

asumsi sesuai dengan

kriteria pompa

J

i

k

a

t

i

d

a

k

s

e

s

u

a

i

k

r

i

t

e

a

Jika tidak sesuai kriteria

Page 267: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Trickling Filter| 13

Contoh:diketahui

Q = 1500 m3/hari = 17,36 L/s = 0,017 m3/s

BOD = 250 mg/L

Nilai So adalah 30% dari nilai BOD awal karena telah melewati proses primary treatment

Maka So = 70% x 250 = 175 mg/L

Asumsi : BOD Removal Efficiency = 85%

(sesuai dengan tabel 2 sumber : Metcalf & Eddy dengan rentang 60-90%)

Maka St = 15% x 175 = 26,25 mg/L (sisa)

Asumsi : Recirculation Ratio = 1

(sesuai dengan tabel 2 sumber : Metcalf & Eddy dengan rentang 1-2)

Maka dengan nilai efisiensi yang telah ditetapkan diatas dapat ditentukan nilai St :

Perhitungan dimensi bak Trickling Filter :

K1 (domestik) = 0,21 (L/s)0,5/m2 (sumber: Metcalf and Eddy halaman 918)

(sumber: Metcalf and Eddy halaman 918)

Cek K2 untuk temperatur minimal 32 ˚C maka dihitung dengan :

(sumber: Metcalf and Eddy halaman 917)

Page 268: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Trickling Filter| 14

(Hydraulic Loading) Beban Hidrolik :

Asumsi : Depth = 2 m

(sesuai dengan tabel 2 sumber : Metcalf & Eddy dengan rentang 1,8-2)

Beban hidrolik =

(sumber: Metcalf and Eddy halaman 917)

(sesuai dengan tabel 2 sumber : Metcalf & Eddy dengan rentang 10

< q < 40

)

Tower Area :

= 59,86 m2

Volume Packing :

Volume Packing = A x H = 59,86 m2 x 2 m = 119,72 m3

Tower Diameter :

Maka diperoleh diameter =

Diameter = 8,73 m dengan jagaan 0,5 m

Volume packing koreksi :

Pengecekan :

Waktu detensi

Page 269: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Trickling Filter| 15

Rotary Distributor :

Asumsi : wet rate = 1,5 L/m2 (sumber: Metcalf and Eddy halaman 917)

Beban hidrolik = 0,29 L/m2s

Beban sirkulasi = Asumsi wet rate - Beban hidrolik

Beban sirkulasi = 1,5 – 0,29 = 1,21 L/m2s

Ratio resirkulasi = Beban sirkulasi : Beban hidrolik

Ratio resirkulasi (R) = 1

Debit resirkulasi = Q x R = 17,36 x 1 = 17,36 L/s

Dosis operasi = 70 mm/pass

(karena Organic Loading =

, sesuai dengan Tabel 4. Trickling Filter dosing rate as a function

of BOD loading dengan rentang dosis operasi 40-120)

Dosis flushing = 450 mm/pass

(karena Organic Loading =

, sesuai dengan Tabel 4. Trickling Filter dosing rate as a function

of BOD loading dengan rentang dosis flushing ≥ 400)

Jumlah Lengan Rotasi (A) untuk 2 unit

n (flushing) =

n =

= 0,046 rev/min

n (operasi) =

= 0,3 rev/min

Desain Pompa :

Asumsi wet rate = 1,5 L/m2s (sumber: Metcalf and Eddy)

Rate pompa = Wet rate x A = 1,5 L/m2s x 59.86 m2 = 89,79 L/s

Efisiensi Pompa = 80 %

Daya pompa = (1000 x (0.017) x 1000 x 2)/80% = 42500 watt = 42,5 kW

Jika dikonversi menjadi kW/103m3 menjadi :

Page 270: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Trickling Filter| 16

Tabel 4. Kriteria Desain Hasil Perhitungan

Design

Characteristics Kriteria Desain

Type of packing Rock Rock

Hydraulic Loading,

kg BOD/m3.d 10 – 40

Recirculation ratio 1 – 2 1

Filter flies Few Few

Sloughing Continuous Continuous

Depth,m 1,8 - 2,4 2

BOD removal

efficiency, % 50 – 90 80

Effluen quality No nitrification No nitrification

Power, kW/103.m3 6 – 10

Sumber: Olahan Penulis (2014)

Page 271: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Trickling Filter| 17

Referensi :

- Metcalf & Eddy. Wastewater Treatment and Reuse, Fourth Edition. Mc-Graw Hill Higher Education,

2003.

- Metcalf & Eddy. Wastewater Engineering : Treatment Disposal Reuse, Second Edition. Tata Mc-

Graw Hill Publishing Company LTD, New Delhi, 1979.

- http://digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-17462-2308100544-Presentation.pdf

(Diakses pada 05/05/2014 – Pukul : 21.49)

- Dr.Ir.Tri Widjaja, M. Eng. Pengolahan Limbah Cair Secara Biologis 2. Jurusan Teknik Kimia FTI – ITS.

- http://www.pu.go.id/uploads/services/infopublik20130214170612.pdf

(Diakses pada 03/05/14 – Pukul : 11.06)

- http://water.epa.gov/scitech/wastetech/upload/2002_06_28_mtb_trickling_filter.pdf

(Diakses pada 03/05/14 – Pukul : 11.07)

- http://water.me.vccs.edu/courses/env110/lesson15.htm

(Diakses pada 03/05/14 – Pukul : 11:08)

- http://onlimo.bppt.go.id/Publikasi/BukuAirLimbahDomestikDKI/BAB6TRICKLINGFILTER.pdf

(Diakses pada 05/05/14 – Pukul : 12.05)

- http://www.staffs.ac.uk/schools/sciences/consultancy/dladmin/zCIWEMWWT/Activity5/act5.html

(Diakses pada 10/05/2014 – Pukul : 18.58)

- http://kusterszima.com/kusters-water/products/biological/trickling-filter-rotary-distributors/

(Diakses pada 10/05/2014 – Pukul : 20.35)

Page 272: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

RANGKUMAN UNIT OPERASI DAN PROSES

PENGOLAHAN LUMPUR

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS INDONESIA

DEPOK

2014

Page 273: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Andrew Alexander 1006680663

David Immanuel Siahaan 1006773811

Dila Anandatri 1006680764

Dhiyondi Arnosa 1106054643

Hanindito Andhika 1106015850

SLUDGE THICKENING

Pada banyak instalasi pengolahan limbah, terutama yang berskala besar, lumpur fresh

melalui proses thickening dengan tujuan untuk meningkatkan kandungan solid sebelum menuju

proses digestion. Thickening sebelum digestion menjadi lebih umum dilakukan karena ini

mengurangi volume lumpur fresh, dengan demikian ini akan memperkecil ukuran digester yang

dibutuhkan, dan jumlah supernatant liquor yang harus dibuang. Thickening bisa dilakukan dengan

gravity thickener, yang merupakan paling banyak digunakan, atau dengan menggunakan centrifuges

(mesin pemutar). Gravity thickener hampir sama dengan circular clarifiers; tipe yang paling umum

mempunyai pickets vertikal yang dipasang pada trusswork untuk bagian bawah scraper blades.

Pickets memanjang sampai setengah dari kedalaman tangki, dan ketika pickets menyapu lumpur

maka mereka akan memecahkan sludge arching dan melepaskan sebanyak entrained water. Gravity

thickener biasanya mengentalkan lumpur sekitar dua kali dari kandungan solid aslinya, dengan

demikian akan mengurangi volume dari lumpur fresh sampai sekitar setengah dari volume aslinya.

Surface loading biasanya sekitar 600 sampai 800 gal/day-ft2 (24.4 sampai 32.6 m3/day-m2)

berdasarkan aliran supernatant. Beban solid yang diperbolehkan dalam lb/day-ft2 (kg/d-m2)

tergantung dengan sifat dari lumpur itu sendiri. Thickening dari bermacam-macam lumpur telah

memberikan persen solid dalam thickened flow seperti berikut ini:

1. Raw primary sludges pada 20 sampai 30 lb/day-ft2 (97.6 sampai 146 kg/d-m2) memberikan

8% sampai 10% solid.

2. Campuran raw primary sludges dengan waste activated sludge pada 6 sampai 10 lb/day-ft2

(29.3 sampai 48.8 kg/d-m2) memberikan 5% sampai 8% solid.

Page 274: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

3. Campuran raw primary dengan trickling filter humus pada 10 sampai 12 lb/day-ft2 (48.8

sampai 58.6 kg/d-m2) memberikan 7% sampai 9% solid.

4. Waste activated sludge pada 5 sampai 6 lb/day-ft2 (24.4 sampai 29.3 kg/d-m2) memberikan

2.5% sampai 3% solid.

5. Trickling filter humus pada 8 sampai 10 lb/day-ft2 (39.1 sampai 48.8 kg/d-m2) memberikan

7% sampai 9% solid.

Page 275: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

TUGAS BESAR UNIT OPERASI DAN PROSES

SLUDGE THICKENER

KELOMPOK 2

AMIRUL AKBAR ROSADI (1106011726)

ANNISA PRAMESTI PUTRI (1106054624)

AVIA RIZKI NOORDIANY (1106015996)

FUJI ASTUTI JALIL (1106022433)

LUCIA LARAS UTARI (1106054681)

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS INDONESIA

DEPOK 2014

Page 276: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Sludge Thickener

A. Definisi dan Fungsi

Pengolahan lumpur menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari suatu instalasi

pengolahan air limbah ataupun air bersih. Inti dari pengolahan lumpur adalah

mengurangi kadar air, menstabilkan, serta menghilangkan mikroorganisme patogen.

Pengentalan atau thickening merupakan suatu proses untuk memekatkan lumpur dan

mengurangi volume lumpur dengan membuang supernatannya.Supernatan adalah

cairan atau fase cair di dalam lumpur yang akan terpisah dengan fase padatannya.

Contohnya, jika konsentrasi padatan dalam lumpur semula sebesar 3%, maka setelah

melewati proses thickening konsentrasi padatan dalam lumpur akan bertambah

menjadi 6% sehingga terjadi pengurangan volume sebesar 100 % - (

) % = 50%.

Setelah melewati thickener, kadar padatan pada lumpur akan meningkat.

Lumpur yang diolah dalam unit thickener ini merupakan lumpur yang berasal dari dari

bak pengendapan baik primer maupun sekunder dan pengolahan biologis untuk

pengolahan air limbah serta dari unit sedimentasi dan filtrasi untuk pengolahan air

bersih. Pemekatan lumpur untuk air limbah maupun air bersih akan membantu

mengurangi volume residu, meningkatkan kinerja operasional, dan mengurangi biaya

untuk proses penyimpanan, pemrosesan, transfer, dan pembuangan lumpur. Terdapat

beberapa metode thickening yang biasa dilakukan, yaitu :

Metode gravitasi

Metode flotation

Metode setrifugasi

Pengurangan volume yang diperoleh dengan konsentasi lumpur bermanfaat untuk

proses penglahan selanjutnya, seperti digestion, dewatering, drying and combustion.

Dengan memperhatikan:

Kapasitas tangki dan peralatan yang dibutuhkan

Jumlah bahan kimia yang diperlukan untuk sludge conditioning

Jumlah panas yang dibutuhkan oleh digester dan jumlah bahan

bakar tambahan yang dibutuhkan untuk drying atau combustion.

Page 277: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Metode thickening yang cukup terkenal adalah gravity thickening. Sesuai dengan

namanya, gravity thickener berbentuk dan bekerja seperti halnya suatu tangki

pengendap atau clarifier dimana dalam proses ini terjadi pemanfaatan gaya gravitasi

untuk memisahkan air dari dalam sludge.. Padatan dengan densitas tinggi akan

mengendap ke dasar tangki dan membentuk lapisan lumpur yang lebih kental. Unit

ini secara gravitasi akan meningkatkan kadar padatan dalam lumpur menjadi sekitar

6 % – 12%. Secara periodik, endapan lumpur kental yang sudah dipekatkan ini

dikeluarkan dari dasar tangki untuk ditangani lebih lanjut di dalam tahap stabilisasi

atau tahap pemisahan air. Lumpur yang sudah dipekatkan mempunyai sludge volume

ratio (SVR) sebesar 0,5 – 2. SVR adalah volume sludge blanket yang terbentuk di

thickener dibagi dengan volume lumpur yang dibuang. Supernatan yang dihasilkan

dari thickener ini (di zone of clear liquid) masih mempunyai nilai BOD yang besar,

karena itu air dikembalikan ke unit pengolahan limbah agar zat organiknya direduksi.

Unit gravity thickener dapat biasanya berbentuk sirkular yang dilengkapi

dengan dasar kerucut yang terhubung dengan scrapper di dasar Gravity thickener

terbagi menjadi beberapa zona yaitu:

a. Clear zone: zona paling atas yang merupakan

tempat bagi air yang berhasil dipisahkan dari

lumpur untuk kemudian dikeluarkan dari

dalam sistem dan diresirkulasi (dialirkan

kembali) ke sistem pengolahan.

b. Feed zone: zona ini memiliki karakteristik

konsentrasi solid yang seragam.

c. Thickening zone: merupakan zona yang

berada di bawah feed zone.

. Gravity thickener didesain berdasarkan solid loading dan thickener overflow rate.

Beban hidrolis yang tinggi dapat menyebabkan excessive solids carryover.

Sebaliknya, low hydraulic loading dapat menyababkan kondisi septik, bau, dan

floating sludge. Pada saat operasi, sludge blanket dijaga untuk berada di bagian

bawah thickener untuk mempertahankan konsentrasi lumpur

Page 278: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Gambar potongan unit sludge thickener

Tampak atas unit sludge thickener

Page 279: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

B. Kriteria Desain

Thickening Pengolahan Air Bersih

Parameter Rentang Nilai

Alumunium Besi Kapur Filter Backwash

Specific gravity dari padatan 1.2 – 1.5 1.2 – 1.8 1.9 – 2.4 1- 1.025

Specific gravity dari lumpur 1.025 – 1.1 1.05 – 1.1 1.01 -1.2

Tidak Ada

kriteria

Volume lumpur 0.1 -3 % 0.1 – 3% 0.3 – 5% 3 – 10%

Kecepatan pengendapan 2.2 – 5.5

m/jam

1 – 5

m/jam

0.4 – 3.6

m/jam

<0.12 m/jam

Beban Solid 15 – 80

kg/hari –m2

15 – 80

kg/hari –

m2

100 -300

kg/hari –

m2

Tidak Ada

kriteria

Diameter Thickener 3 – 50 m 3 – 50 m 3 – 50 m Tidak ada

kriteria

Tinggi Thickener 3- 6 m 3 – 6 m 4 – 6 m Tidak ada

kriteria

Sumber: Mackenzie (2010)

Thickening Pengolahan Air Limbah

Jenis Lumpur

Konsentrasi

Influen

Konsentrasi Lumpur

Setelah Dipadatkan

Hydraulic

Loading

Solids

Loading

Solids

Capture

Overflow,

TSS

% % m3/m2.hari kg/m2.hari % mg/L

Primer 1-7 5-10 24-33 90-144 85-98 300-1000

Trickling filter 1-4 2-6 2-6 35-50 80-92 200-1000

Lumpur aktif 0,2-1,5 2-4 2-4 10-35 60-85 200-1000

Kombinasi

primer

dan lumpur aktif

0,5-2

4-6

4-10

25-80

85-92

300-800

Sumber: Qasim,1985

Page 280: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

C. Perhitungan Desain

Perhitungan volume lumpur yang masuk ke unit gravity thickener dan harus

diolah tiap hari berasal dari primary sedimentation, biological treatment, dan

final clarifier:

Volume lumpur (VL) = VL primary sedimentation + VL Pengolahan biologis+ VL

secondary clarifier .................(m3/hari)

Perhitungan berat lumpur yang masuk ke unit gravity thickener dan harus diolah

tiap hari berasal dari primary sedimentation, biological treatment, dan final

clarifier:

Berat lumpur (WL) = WL primary sedimentation + WL pengolahan biologis + WL

secondary clarifier.................................(kg/hari)

Perhitungan persentase solid

Perhitungan dimensi thickener

a. Luas total area yang dibutuhkan adalah

b. Perhitungan beban hidrolik

Beban hidrolik desain adalah 4 m3/m

2hari. Dilakukan pengenceran dengan

penambahan air apabila perhitungan beban hidrolik tidak memenuhi krieria.

Page 281: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

c. Perhitungan solid loading

d. Perhitungan dimensi thickener

Diketahui berat jenis larutan air limbah dalam tanki adalah 1,01 kg/m3.

Maka diperoleh luas sebenarnya

e. Perhitungan tinggi

Diasumsikan thickener underflow solid 20%

- Perhitungan fraksi solid di thickening zone

- Perhitungan tinggi thickening

Tinggi jagaan didesain 0,5 m

Tinggi zona air jernih didesain sebesar 1 m, zona pengendapan 2 m.

Page 282: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

- total tinggi thickener

- Kedalaman pada pusat unit didesain untuk pengambilan lumpur :

Desain blending tank

a. Dimensi

Waktu tinggal (Td) = x jam

Kedalaman = x m (ditambah jagaan sebesar 0,5 m)

b. Pengadukan dalam blending tank menggunakan paddle

Daya yang dibutuhkan :

G = 60/s µ = 2,004 10-3

N.s/m2 η = 75% (Syed R. Qasim, 1985)

Desain kadar pengambilan lumpur

Jumlah lumpur diambil

kadar pengambilannya adalah

Page 283: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Pengecekan nilai SVR

Daya pompa =

Sumber: Qasim, 1984

Page 284: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

1

Anaerobic Digestion

Anggi Atesa 1206216992

Delly Astria Darwin 1206216973

Laurensius Varianka 1206240322

Safira Mayasati 1206240165

Tantri Yessa 1206216802

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS INDONESIA

DEPOK 2014

Page 285: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

2

ANAEROBIC DIGESTION

Anaerobik Digestion atau Pencernaan Anaerobik adalah oksidasi secara biologis materi organik

yang terdegradasi oleh mikroorganisme dalam keadaan anaerobik. Sludge atau lumpur adalah padatan

yang mengendap dan hilang saat cairan dengan suspense solid melewati tangki pengendapan. Macam-

macam lumpur dari sistem pengolahan air limbah :

1. Raw / Primary Sludge adalah lumpur dari primary settling pada air limbah yang belum diolah

2. Waste Activated Sludge adalah lumpur yang diproduksi oleh proses activated sludge

3. Trickling Filter Secondary Sludge / Humus adalah lumpur yang berasal dari pengendapan kedua

trickling filter efluent

4. Secondary Sludge adalah lumpur dari secondary clarifier atau activated sludge atau trickling

filter

5. Fresh Sludge adalah lumpur organik yang belum diolah sama sekali

6. Digested Sludge adalah lumpur yang mengalami oksidasi biologis

7. Dewatered Sludge adalah lumpur yang memiliki kehilangan air yang besar

Perubahan yang dialami lumpur organic secara fisik, kimia, dan biologis pada pencernaan anaerobik,

dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 1. Perubahan Lumpur Organic

Before Digestion (Sebelum Pencernaan) After Digestion (Setelah Pencernaan)

Volatile Solid 45% - 70% (Primary Sludge) Volatile Solid 32% - 48%

65% - 75% (Trickling Filter Humus)

Dry Solid 4% - 6% Dry Solid 8% - 13%

Specific

Grafity 1.01

Specific

Grafity 1.03 - 1.05

Sulit memisahkan air dengan solid, solid akan

terdekomposisi pada keadaan anaerobik

Air akan terpisah dari solid, solid stabil dan tidak

dapat terdegradasi

Warna Tan (Gelap) Warna Kehitaman

Fuel Value 15100 - 18600 kJ/kg Fuel Value 8100 - 9300 kJ/kg

Page 286: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

3

Dasar Proses

Anaerobik digestion melepaskan mikroba yang akan berkembang pada suatu lingkungan dimana tidak

ada molekul oksigen dan ada materi organik dalam jumlah besar, seperti reaksi berikut :

Combined Oxygen : CO32-, SO4

-2, NO3-1, dan PO4

-3

End Product : H2S, H2, N2, CO2, CH4

Organic Matter : sebagai sumber makanan mikroba

Langkah yang dilakukan mikroba selama proses pencernaan anaerobic terdiri dari 3 tahapan yaitu :

1. Liquefaction of solids (Pencairan solid)

2. Digestion of soluble solid (Pencernaan solid yang terlarut)

3. Gas production (Produksi gas)

Proses pencernaan (digestion) dilakukan oleh dua kelompok mikroorganisme yaitu :

1. The organic-acid-forming heterotrophs

Menggunakan substrat organik kompleks, seperti karbohidrat (gula, zat pati, dan selulosa atau serat

tumbuhan), protein (bahan makanan dari tumbuhan dan hewan), fats dan oil (minyak tumbuhan

dan minyak hewani), dan produk degradasinya dan memproduksi asam organik.

Penghasil asam organik adalah mikroorgnaisme tana dan anaerob yang fakultatif, yaitu

Pseudomonas, Flavobacterium, Alcaligenes, Escherichia dan Aerobacter. Asam organic yang menjadi

end product dari karbohidrat, protein, fat dan oil biasanya disebut volatile acid.

2. The methane-producing heterothrops

Menggunakan asam organic (organic acid) yang terbentuk sebagai substrat dan memproduksi

metana dan karbon dioksida. Produksi metana berjalan lebih lambat daripada produksi asam dan

memerlukan pH dengan kisaran 6.7 - 7.4.

Gas yang diiproduksi dalam operasi pencernaan adalah 55% - 75% metana, 25% - 45% karbon

dioksda, dan sisa-sisa gas lain seperti hydrogen sulfide, hidrogem dan nitrogen. Penghasil metana

Page 287: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

4

adalah bakteri Methanococcus, Methanabacterium, dan Methanoscarcina. Langkah produksi

metana dari solid organic yang ditemukan pada air limbah adalah sebagai berikut :

Gambar 1. Langkah Produksi Metana dari solid organic

Sumber : Reynold/Richards.1996. Unit Operations and Processes in Environmental Engineering Second Edition.

Boston

Konvensional atau digester tingkat rendah memiliki tingkat pengadukan feeding, dan penarikan

lumpur yang berselang-selang. Digester tingkat rendah adalah reaktor biologis dengan aliran semi-

kontinu tanpa recycle. Sedangkan digester tingkat tinggi memiliki pengadukan secara kontinu serta

feeding dan penarikan lumpur yang kontinu atau berselang-selang. Digester tingkat tinggi adalah

reaktor biologis dengan aliran kontinu tanpa recycle.

Page 288: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

5

Tabel 2. Parameter Tipe Desain dan Operasional untuk Digester Tingkah Tinggi dan Rendah

Sumber : Reynold/Richards.1996. Unit Operations and Processes in Environmental Engineering Second Edition.

Boston

Tabel 3. Parameter Misophilic Anaerobic Digestion

Sumber : Reynold/Richards.1996. Unit Operations and Processes in Environmental Engineering Second Edition.

Boston

Page 289: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

6

Digester tingkat rendah atau konvensional memiliki waktu pengolahan limbah selama 30-60

hari dengan beban organik 0.64-1.06 kg/m3-day dan waktu pengadukan, pemberian seeding dan

pengambilan lumpur yang berselang dalam sistem bertingkat kecuali pengadukan telah selesai. Waktu

penguraian dibutuhkan untuk menguraikan 90% dari padatan yang dapat diuraikan dari lumpur

pertama, sedangkan temperatur penguraian ditunjukan pada tabel.

Tabel 4. Waktu Penguraian

Sumber : Reynold/Richards.1996. Unit Operations and Processes in Environmental Engineering Second Edition.

Boston

Rentang mesofilik dapat mencapai suhu 42.2oC sedangkan rentang termofilik terdapat diatas

42.2oC. waktu penguraian dari penguraian mesofilik akan berkurang seiring dengan bertambahnya

temperatur optimum dimana mencapai 35oC. kenaikan tingkat penguraian dengan kenaikan temperatur

terjadi dikarenakan proses mikroorganisme, pada saat suhu diatas 35oC , waktu penguraian mesofilik

akan meningkat. Dalam cuaca yang dingin, digester akan dipanaskan sampai suhu optimum antara 29.4

oC samaoai 37.8 oC. untuk rentang termofilik, suhu optimum adalah 54.4 oC, sehingga pada banyak

Page 290: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

7

percobaan, penguraian termofiliksulit untuk diterapkan karena sensitif terhadap perubahan lingkungan.

Pernguraian konvensional terdiri dari satu tingkat dan memiliki tutup mengambang ataupun tutup yang

tetap. Digester ini memiliki diameter standart 4.57-38.1 m dengan 1.52 m interval. Untuk tutup yang

mengambang, saat lumpur dimasukkan, recycle dilakukan dengan memberikan lumpur yang telah

diuraikan pada lumpur yang baru masuk yang biasanya dilakukan dalam bagian tengah tank dan dalam

kubah gas penutup. Debit yang keluar di kubah gas akan memecah kotoran atau lemak yang

mengambang ke antar permukaan air dan gas. Ketika lumpur ditambahkan, tidak ada supernatan

ataupun lumpur yang teruraikan yang kembali dan lumpur yang baru biasanya ditambahkan secara

teratur. Setelah penambahan lumpur yang baru kedalam tangki, pendaur ulangan lumpur berhenti,

dengan lumpur yang telah diuraikan berada pada bagian bawah digester dan supernatan pada bagian

atas. Air biasanya diberikan selama prosess penguraian dan cairan supernatan diambil dari digester

setiap beberapa hari.

Lumpur yang telah diuraikan biasanya akan diambil selama dua minggu sekali. Apabila digester

menggunakan tempat kering terbuka dan cuaca dalam keadaan hujan, lumpur tidak akan diambil dan

akan tetap didiamkan dalam digester sampai keadaan cuaca memungkinkan. Gas yang dihasilkan selama

proses penguraian akan dikumpulkan dalam kubah yang berada pada tengah tengah tutup yang

mengambang. Jika lumpur ditambahkan selama periode waktu tertentu dan lumpur yang tidak teruraika

serta supernatan diambil maka tutup akan terangkat. Begitu juga saat lumbur yang teruraikan dan

supernatan diambil, maka tutup akan menurun secara perlahan.

Page 291: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

8

Gambar 2. Digestion time versus temperature for conventional digester

Sumber : Reynold/Richards.1996. Unit Operations and Processes in Environmental Engineering Second Edition.

Boston

Pada digester dengan tutup yang tetap, terdapat batasa dalam penambahan lumpur baru serta

batasan dari lumpur yang telah diolah dan supernatan yang dapat diambil dalam satu waktu. Ketika

lumpur baru ditambahkan dan tidak ada lumpur yang telah diuraikan serta supernatan yang diambil, gas

akan terkompres dan tekanan maksimum yang diijinkan sebesar 203 mm kolom air. Ketika lumpur atau

supenatan diambil gas akan menyebar dan tekanan akan menurun sehingga tekanan minimum yang

diijinkan sebesar 76mm kolom air. Digester dengan kolom yang tetap memiliki permasalah dengan

lemak yang mengambang pada bagian atas supernatan. Ketika lemak mengering, akan terdapat

akumulasi lemak dan sering menyebabkan masalah operasional. Sehingga penggunaan digester dengan

tutup tetap digunakan apabila populasi penduduk kurang dari 10,000 orang.

Page 292: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

9

Gambar3. Floating Cover digester

Sumber : Reynold/Richards.1996. Unit Operations and Processes in Environmental Engineering Second Edition.

Boston

Two Stage Digesters

Sebuah sistem two stage digestersseperti yang ditunjukkan pada 19.1 dan 19.11 biasanya

diberikan ketika populasi desain sekitar 30.000 sampai 50.000 orang. Pada tahap pertama, tindakan

biokimia utama adalah pencairan padatan organik, pencernaan bahan organik terlarut dan gasifikasi.

Pada tahap kedua beberapa gasifikasi terjadi. Penggunaan utama adalah pemisahan supernatan,

Page 293: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

10

penyimpanan gas dan dicerna penyimpanan lumpur. Tahap pertama pada digester tingkat tinggi

biasanya menggunakan penutup tetap dan continuous mixing, sedangkan tahap kedua digester

konvensional biasanya menggunakan penutup mengambang dan pencampuran berselang(intermittent

mixing). Pembebanan organik diterapkan pada tahap pertama umumnya besaran lebih besar dari pada

beban diterapkan pada tahap kedua.

Egg Shaped Digesters

Egg Shaped Digestersmerupakan merupakan digester anaerobik tingkat tinggi menggunakan

pompa daur ulang eksternal atau cara lain untuk pencampuran isi digester . Tank-tank terbuat dari

beton bertulang baik atau baja . Egg Shaped Digestersmemiliki beberapa keunggulan dibandingkan

dengan silinder :

1 . Hampir tidak ada grit terakumulasi di dasar tangki karena sisi kerucut begitu

curam yang grit disimpan pada suspensi

2 . Lebih baik pencampuran

3 . Pengendalian yang lebih baik dari sampah di bagian atas digester

4 . Kebutuhan lahan yang lebih kecil

Kelemahan dari digester tersebut dibandingkan dengan yang silinder adalah bahwa:

1 . Lebih mahal

2 . Penggunaan tidak biasa dibatasi karena height restricts , terutama di

dekat daerah pemukiman .

Jika volume digester kurang dari 750.000 gal ( 2840 m3 ) , pencampuran biasanya disediakan oleh draft

tube dan impeller atau draft tube dan pompa jet dalam digester

Page 294: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

11

Gambar 4.Egg Shaped High Rate Anaerobic Digester Installation

Sumber : Reynold/Richards.1996. Unit Operations and Processes in Environmental Engineering Second Edition.

Boston

Digester Operation

Kebanyakan digester yang dipanaskan sampai 85 sampai 100 (29,4 sampai 37,8 ) selama

cuaca dingin untuk memberikan waktu pencernaan yang cepat . The digester gas yang dihasilkan dapat

dengan mudah digunakan untuk keperluan pemanasan. Kisaran pH optimum 7,0-7,2 biasanya dapat

dipertahankan jika lumpur segar setiap hari ditambah diunggulkan dengan benar dan penambahan

lumpur dan penarikan tidak berlebihan . Biasanya , pengasaman tidak akan terjadi jika padatan kering

ditambahkan atau ditarik setiap hari tidak melebihi 3 % sampai 5 % dari kering padatan dalam digester .

Pengasaman ditandai dengan penurunan pH , penghambatan bakteri metana , penurunan produksi gas ,

dan penurunan kandungan metana dari gas lumpur . Kemungkinan ada bau busuk , berbusa , dan

lumpur yang mengambang . Pengasaman mungkin sementara dikendalikan dengan menambahkan

kapur untuk meningkatkan pH. Namun , solusi permanen membutuhkan perubahan kondisi lingkungan

sehingga produsen metana tidak terhambat dan pencernaan dapat terjadi .

Page 295: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

12

Jika penambahan harian lumpur segar mengandung zat penghambat seperti logam berat , hal

tersebut dapat mengganggu proses pencernaan . Ketika ini terjadi, sumber bahan penghambatan harus

dihilangkan sebelum mengosongkan digester dan me-restartkembali. Supernatan dari minuman keras

adalah air yang dilepaskan selama proses pencernaan , mungkin memiliki BOD5 setinggi 2000 mg/L dan

padatan tersuspensi konsentrasi setinggi 1000 mg/L . Biasanya secara bertahap akan terjadifed backke

influen dan clarifier primer. Tingkat pencernaan yang dicapai dapat diukur dengan penurunan padatan

volatil dan jumlah gas lumpur yang dihasilkan. Tabel 19.2 menunjukkan sebuah hasil dari kondisi umum

untuk mesofilik lumpur pencernaan dan juga memberikan analisis gas dan jumlah produksi gas dalam

digester anaerobik dioperasikan dengan benar .

Digester Volume

Volume mencerna lumpur dalam digester merupakan fungsi dari volume lumpur segar

ditambahkan setiap hari, volume lumpur dicerna diproduksi setiap hari, dan waktu pencernaan yang

diperlukan dalam beberapa hari. Volume tambahan harus disediakan untuk supenatan dari minuman

keras, penyimpanan gas, dan penyimpanan daripencernaan lumpur. Volume yang diperlukan untuk

penyimpanan gas biasanya relatif kecil dibandingkan dengan total volume digester. Percobaan

BatchDigestiontelah menunjukkan bahwa jika supernatan dihapus dari batch mencerna lumpur seperti

yang diproduksi, volume lumpur dicerna tersisa terhadap waktu pencernaan merupakan fungsi

parabola. Untuk fungsi parabola, volume rata-rata adalah volume awal minus dua pertiga perbedaan

antara volume awal dan akhir. Dengan demikian volume mencerna lumpur, Vavg, diberikan oleh

Vavg = V1 – 2/3 (V1-V2) (19.6)

Dimana,

Vavg = rata-rata volume mencerna lumpur ,

V1 = volume lumpur segar ditambahkan setiap hari

V2= volume lumpur dicerna diproduksi setiap hari,

Waktu pencernaan merupakan fungsi dari suhu operasi tangki dan dapat diperkirakan dari 19. 5 untuk

lumpur kota dirawat di digester konvensional atau rendah-tingkat. Penurunan volume lumpur selama

pencernaan terutama karena pelepasan air dari padatan lumpur. Volume total lumpur dalam digester

(baik mencerna dan dicerna sludge) diberikan oleh

Vs = Vavg x td + V2 x ts (19.7)

Dimana,

Page 296: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

13

Vs = total volume lumpur,

Vavg = rata-rata volume mencerna lumpur,

td= waktu yang dibutuhkan untuk pencernaan, hari

V2= volume lumpur dicerna,

ts= waktu yang disediakan untuk penyimpanan lumpur, hari

Volume lumpur biasanya menempati bagian bawah digester, dan cairan supernatan menempati bagian

atas digester, sehingga total volume digester, Vt adalah

Vt =2 Vs (19.8)

dimana

Vt = volume total digester,

Persyaratan digester dari sebagian besar Departemen Kesehatan Negara didasarkan pada

volume pencernaan per kapita yang disajikan. Kriteria ini adalah untuk total volume yang dibutuhkan,

yang meliputi mencerna lumpur, supernatan minuman keras, gas, dan dicerna penyimpanan lumpur.

Nilai-nilai khas untuk digester tingkat rendah dan tinggi untuk berbagai jenis lumpur kota ditunjukkan

pada tabel 19.1. Digester juga dapat dirancang atas dasar pembebanan organik yaitu, pon padatan

volatil tambah per hari – day) atau waktu tinggal meancell.Waktu tinggal mean cell,

C, berdasarkan padatan yang dihasilkan per hari di lumpur dicerna diberikan oleh

C=

(19.9)

Dimana,

C= Rata-rata waktu tinggal sel, hari

X = Kilogram dari padatan kering dalam digester

= Kilogramdari hari padat kering hasilper hari dalam lumpur yang dicerna.

Rata-rata waktu tinggal sel juga sering disebut sebagai waktu retensi padatan ( s). Desain

digester tingkat tinggi sering dilakukan dengan menggunakan waktu tinggal sel rata-rata, C. Untuk

digester tingkat tinggi, pencampuran merupakan kontinu, sehingga sistem adalah, aliran kontinu reaktor

biologis tercampur tanpa recycle, karena jumlah sel dalam umpan dari digester diabaikan dibandingkan

dengan sel-sel dalam digester dan dicerna aliran lumpur, rata-rata waktu tinggal sel ( C), kira-kira ama

dengan waktu tinggal hidrolik ( H ), dan juga untuk retensi padatan waktu ( s), seperti mengurangi

rata-rata waktu tinggal sel, waktu minimum ) akan dicapai dimana sel-sel dicuci dari sistem lebih

Page 297: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

14

cepat daripada mereka dapat berkembang biak. Nilai-nilai yang disarankan rata-rata waktu tinggal sel

minimum diberikan dalam Tabel 19.3 (McCarty, 1964). Karena waktu tinggal sel minimum )

adalah kondisi kritis. θCjauh lebih lama dari waktu yang minimum. Biasanya, desain rata-rata waktu

tinggal sel adalah 2,5 kali minimum. Volume untuk digester tingkat tinggi diberikan oleh

V = Q C = Q H (19.10)

Dimana,

V = total volume digester,

Q = aliran lumpur segar,

C= desain berarti waktu tinggal sel, hari

H= desain hidrolik waktu tinggal, hari

Tabel 5.Suggested Values of the Minimum Mean Cell Residence Time Sumber : Reynold/Richards.1996. Unit Operations and Processes in Environmental Engineering

Second Edition. Boston

Moisture - Weight Relationship

Berat jenis lumpur basah atau kering (s), tergantung pada content air , kandungan padatan , dan berat

jenis padatan kering , Ss. Persen air atau kadar air ( w) diberikan oleh

w =

(19.11)

Dimana,

w= persen air

= berat air

= berat padatan kering

TEMPERATURE ( )

18 11

24 8

30 6

35 4

40 4

Page 298: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

15

Persen padatan ( s) diberikan oleh formula dari

s =( 100 - w ) =

(19.12)

Berat jenis kering padatan lumpur ( Ss) adalah sebuah fungsi dari berat jenis dari fraksi yang mudah

menguap dan tetap. Jika persen bahan volatile Pv dan persen bahan tetap tetap adalah Pf , berikut ini

dapat ditulis :

+

(19.13)

Mengatur ulang Persamaan dar ( 19.13 )

Ss =

(19.14)

Untuk tujuan engineering , berat jenis fraksi volatile (Sv) , dapat dianggap sebagai 1,0 dan fraksi tetap

(Sf) sebesar 2,5 . Substitusi ke Persamaan ( 19.14 ) dan dihasilkan

Ss =

(19.15)

Berat jenis lumpur basah (s), dapat ditentukan dari persamaan

+

(19.16)

Sludge Quantities and solids concentrations

Telah memungkinkan, dari evaluasi sejumlah besar data operasional dan catatan, untuk

membuat perkiraan jumlah lumpur yang diproduksi di rencana pengolahan air limbah kota dan juga

untuk memperkirakan konsentrasi padatan, fraksi stabil dan tetap, dan karakteristik terkait lainnya.

Page 299: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

16

Tabel 6. Sludge Solids Contributions and Solid Content

Sumber : Reynold/Richards.1996. Unit Operations and Processes in Environmental Engineering Second Edition.

Boston

Digunakan tanpa banyak reservasi karena mereka telah ditemukan untuk menjadi relatif

konsisten. Namun, kontribusi padatan kering dalam pound per kapita per hari harus digunakan dengan

hati-hati karena mereka bervariasi dari satu plant ke plant. Menentukan pon lumpur primer yang

diproduksi per hari membutuhkan konsentrasi influen padatan tersuspensi, fraksi padatan tersuspensi

dihapus biasanya 0,6 sampai 0,65, dan debit influen dari air limbah.

Page 300: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

17

Menentukan pon padatan sekunder dari proses lumpur aktif memerlukan pon BOD5 atau COD dihapus

per hari

Digester Heat Requirement

Pada iklim sedang dan dingin, perlu untuk memanaskan digester selama musim dingin untuk

memantain suhu digester dalam kisaran yang diinginkan. Panas yang diberikan harus cukup untuk

1. Meningkatkan suhu lumpur segar yang masuk ke suhu di digester dan

2. Membuat kerugian panas dari digester melalui dinding, bawah dan penutup.

Panas yang dibutuhkan untuk menaikkan suhu dari lumpur segar yang masuk ke suhu digester adalah

Digester Gas Utilization

Metode yang biasa digunakan untuk mengunakan gas lumpur adalah untuk tujuan pemanasan

dan untuk regenerasi daya. Pembakaran internal bahan bakar atau turbin gas bisa digunakan untuk

mengarahkan kompresor udara, pompa, dan generator untuk produksi listrik. Bila pemanfaatan fasilitas

gas luas, seharusnya gas tersebut haruslah tergesek agar dapat mengurangi tingkat korosi. Jumlah

Page 301: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

18

lumpur yang diproduksi sekitar 65%-100% dari rekrutmen energi untuk unit pengolahan air limbah

perkotaan.

Fertilizer Value of Dried Sludge

Lumpur yang kering karena panas lebih steril dan bisa digunakan di berbagai hasil tanaman,

sebaliknya lumpur yang kering karena udara sebaiknya tidak digunakan pada tanaman yang dikonsumsi

manusia.

Fluid Properties of Sludge

Pergerakan head-loss untuk lumpur organik limbah perkotaan diestimasikan dengan formula

hidrolik, seperti dengan persamaan Hazen-Williams. Head loss bergantung pada lumpur natural, tipe

aliran, bahan padatan, dan suhu. Lumpur aktif biasanya mempunyai bahan padatan dari 0.5% sampai

1.5%. Persamaan Hazen-Williams untuk aliran popa adalah:

Di mana:

V = kecepatan (m/s)

C = 1.318 untuk satuan USCS dan 0.8464 untuk satuan SI

CHW = koefisien gesek Hazen-Williams

R = jari-jari hidraulik

S = kemiringan gradien energi

Sludge Thickening

Dalam beberapa pengolahan limbah perkotaan, lumpur ditebalkan untuk peningkatan bahan

padatan dalam pengolahan lumpur. Penebalan dapat diselesaikan dengan penebalan gravitasi, yaitu

yang biasa digunakan, atau dengan sentrigugal. Penebalan gravitasi biasanyamembuat penebalan

lumpur sebesar dua kali dari bahan padatan awal, yang akan membuat terjadinya penurunan volume

lumpur sekitar setengah dari volume aslinya. Surface loading biasanya 600 sampai 800 gal/day-ft2 (24.4

to 32.6 m3/day-m2) berdasarkan aliran permukaan. Penebalan berbagai macam lumpur ditunjukkan

dalam penebalan aliran:

1. Lumpur primer pada 20 - 30 lb/hari-ft2 (97.6 - 146 kg/hari-m2) menyebabkan terdapatnya 8% -

10% padatan

2. Campuran lumpur baku dan limbah lumpur aktif pada 6 - 10 lb/hari-ft2 (29.3 – 48.8 kg/hari-m2)

menyebabkan terdapatnya 5% - 8% padatan

Page 302: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

19

3. Campuran lumpur primer dan trickling filter humus pada 10 - 12 lb/hari-ft2 (48.8 – 58.6 kg/hari-

m2) menyebabkan terdapatnya 7% - 9% padatan

4. Limbah lumpur aktif pada 5 - 6 lb/hari-ft2 (24.4 – 29.3 kg/hari-m2) menyebabkan terdapatnya

2.5% - 3% padatan

5. Ttickling filter humus pada 8 - 10 lb/hari-ft2 (39.1 – 48.8 kg/hari-m2) menyebabkan terdapatnya

7% - 9% padatan (EPA, 1979).

Sludge Dewatering

Pengolahan lumpur anaerobik dapat dikeringkan dengan cara pengeringan udara, penyaringan

vakum, mesin pemutar, penyaringan tekan, dan kolam lumpur. Lumpur dengan pengeringan udara pada

kolam pasir dapat memiliki bahan padatan sebesar 30%-45% dan dapat menghilangkan padatan sekali

sebesar 25%.

Penyaringan vakum yang berasal dari kondisi pengolahan kimia lumpur primer pada

penyaringan loading 5 – 8 lb/hr-ft2 (24.4 – 39.1 kg/h-m2) dapat memproduksi sampai 25% - 32%.

Sedangkan Penyaringan vakum yang berasal dari kondisi kimiawi pengolahan campuran dari lumpur

primer dan sekunder di filter loadings pada 3.5 – 6 lb/hr-ft2 (17.1 – 29.3 kg/h-m2) dapat memproduksi

sampai 14% - 22%. Mesin pemutar pada kondisi kimia pengolahan lumpur primer dapat memproduksi

sebesar 28% - 35% padatan dan esin pemutar pada kondisi kimia pengolahan lumpur campuran primer

dan sekunder dapat memproduksi sebesar 15% - 30% padatan.

Ketika sludge lagoons digunakan untuk pengeringan, penambahan pengolahan lumpur adalah

sekitar kedalaman 2.0-ft (0.61-m). Ketika lagoon sudah terisi dengan lumpur kering, lumpur dihilangkan

dan biasanya sekitar 2.2 – 2.4 lb/hr-ft2 (35.3 – 38.5 kg/h-m2).

Referensi :

Reynold/Richards.1996. Unit Operations and Processes in Environmental Engineering Second

Edition. Boston

Page 303: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

TUGAS UNIT OPERASI DAN PROSES

RANGKUMAN SLUDGE TREATMENT

ANAEROBIC DIGESTION

Kelompok 4:

Ariessyawtra R.L (1206249750)

Dita Ayu Dwi P (1206216935)

Febriana Sya’ Baniah (1206216866)

Iqbal Zaglul Pasya (1206261491)

Romaita Ardzillah (1206216834)

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA

DEPOK

2014

Page 304: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Anaerobic Digestion | 1

ANAEROBIC DIGESTION

Process Fundamentals

Anaerobic digestion ialah proses dimana mikroorganisme memecah bahan biodegradable

dalam kondisi anerobic (tanpa oksigen). Atau proses biologis yang menghasilkan gas terutama

terdiri dari metana (CH4) dan karbon dioksida (CO2) atau dikenal sebagai biogas. Gas-gas ini

dihasilkan dari limbah organik seperti kotoran ternak, limbah pengolahan makanan, dll.

+ + Energy untuk sel + CH4 + CO2 +

Sumber kombinasi oksigen meliputi CO3-2

, SO4-2

, NO3-1

, dan PO4-3

.

Other end product = H2S , H2 dan N2.

Tiga tahap yang dilalui mikroorganisme selama Anaerobic digestion ialah :

1. Liquefaction of solid ( Pencairan padatan)

2. Digestion atau pencernaan dari padatan yang dapat larut

3. Produksi gas

Dua group mikroorganisma yang menyelesaikan proses digestion atau pencernaan ialah :

1. The organic- acid-forming heterotrops,

Menggunakan substrats yang kompleks seperti korbohidrate, protein , lemak dan minyak

2. The methane –producing heterotophis.

Breakdown dari karbohidrat ialah :

Karbohidrat simple sugar Alcohol Aldehydes orgaic acid

Breakdown dari karbohidrat ialah :

Protein Amino acids Organic Acid NH3

Breakdown dari oil :

Fats and oil Organic Acid

Perincian akhir dari karbohidrat, protein, dan lemak serta minyak biasa disebut dengan sebutan

volatile acids. Reaksi dari bakteri methane ialah :

Organic acid CH4 + CO2

Gas yang di produksi dengan baik oleh proses penyederhanaan ini ialah meliputi 55% - 75%

methane, 25% - 45% karbondioksida, dan jumlah sisanya ialah gas, seperti hydrogen sulfide,

hydrogen dan nitrogen.

Senyawa

Organik

Kombinasi

Oksigen

Anaerobic

MIcroba

Sel baru Other

end

product

Page 305: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Anaerobic Digestion | 2

Gambar 1. Sistematik diagram untuk produksi methan

dari limbah kompleks seperti lumpur hasil limbah domestik

Sumber: Reynold&Richard, 1996

Konvensional atau low rate digester memiliki pengadukan yang sebentar di setiap

bagiannya yaitu pada saat pemasukan lumpur dan pengambilan lumpur kembali. Ketika

pengadukan tidak selesai, maka konten digester membuat stratifikasi. Dan High rate digester

memiliki pengadukan yang berlanjut,

Low Rate Digester

Low rate atau konvensional dogester memiliki waktu proses selama 30 sampai 60 hari,

organik solid loadingnya yaitu 0.64nsampai 1,60 kg/m3 hari, Pengadukan, dan pemasukan serta

pengambilan lumpur yang sebnetar sebentar . Pembuatan stratifikasi akan di terima ketika

pengadukan telah selesai. Untuk konvensional atau flow rate biasanya memiliki single stage.

Tabel 1. Tipe Desain dan Parameter Operasional untuk Standard-Rate dan High-Rate Anaerobic

Digester

Parameter Low Rate High Rate

Digestion time , days 30-60 10-20

Organic Solid Loading (kg

vss/m3day)

0.64-1.60 2.40-6.40

Volume Kriteria (ft3/kapita)

a. Primary sludge 2-3 1

-2

b. Primary and tricking filter

sludge 4-5 2

- 3

c. Primary sludge and waste

actvited sludge 4-6 2

- 4

Mixture of primary and secondary

sludge feed concentration 2-5 4-6

Page 306: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Anaerobic Digestion | 3

Digester underflow 4-8 4-6

Sumber: Reynold&Richard, 1996

High Rate Digester

Pada highrate digester (pengolahan lumpur tingkat tinggi) ada tiga kategori sistem

pengolahan anaerobik . Kategori pertama adalah digester anaerobik konvensional , yang

mencakup dua desain dasar dan satu lagi yang menggabungkan keduanya. Tingkat digester

standar adalah sistem pengobatan yang paling dasar. Mencampur sampah semata-mata oleh

gerakan gas melalui materi padat dan ke bagian atas tangki ; tidak ada pencampuran eksternal .

Proses ini sangat tidak efisien , untuk itu menggunakan hanya 50 persen dari volume total limbah

, dan membutuhkan padatan yang sangat panjang waktu retensi ( SRT ) , biasanya lebih besar

dari 30 hari ( Owen , 212 ) .Digester tingkat tinggi membutuhkan waktu pencernaan 10-20 hari

dan pemuatan padatan oraganik 0.15 sampai 0.40 vss/day ft3 (2.40 sampai 6.40 kg/hari m

3).

Untuk memperbaiki digester tarif standar , insinyur menciptakan digester tinggi tingkat

yang menggabungkan pencampuran eksternal untuk proses. Pencampuran tambahan ini

meningkatkan proses sangat dengan mengurangi SRT diperlukan untuk antara 6 dan 30 hari

sambil meningkatkan tingkat pembebanan organik sekitar 5 kali .

Gambar 2. High Rate Digester

Sumber: www.fao.org

Two Stage Digester

Tahap kedua digester merupakan kombinasi dari tinggi dan standar digester tingkat ,

menempatkan digester tinggi tingkat sebelum tingkat digester standar. Susunan ini dilakukan

untuk “ menebal “ limbah pada langkah kedua dan bantuan dalam pengumpulan gas digester .

Namun demikian , sistem ini sering gagal untuk benar-benar memisahkan sampah , membuat

pengaturan ini tidak efisien dan tidak praktis ( Metcalf & Eddy , 612 ) .

Page 307: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Anaerobic Digestion | 4

Egg Shaped Digester

Digester berbentuk lonjong ini menyerupai telur ditempatkan secara vertikal

diujungnya.Egg shaped ini digunakan oleh negara Jepang dan beberapa negara diEropa dan

Amerika.

Pada digester yang berbentuk lonjong ini menawarkan beberapa keuntungan :

Hampir tidak adanya grit yang terakumulasi didasar tangki karena sisinya yang kerucut

yag begitu curam dan gritnya yang disimpan didalam suspensi

Pengadukan yang lebih baik

Pengontrollan sampah yang lebih baik diatas digester

Pemakaian lahan/tempat yang kecil

Kerugiannya atau kekurangan dari silinder ada dua :

Harganya yang lebih mahal

Tingginya yang biasa mereka membatasi penggunaannya terutama di dekat daerah

pemukiman

Gambar 3. Digester operation

Sumber: www.esru.strath.ac.uk

Pada biasanya digester menggunkan pemanasan suhu 85oF sampai 100

oF (29

oC sampai

37.8oC) pada suhu yang dingin diberikan kecepatan untuk waktu pencernaan.tujuannya adalah

untuk mempermudah produksi pemanasan.Jarak pH yang umum digunakan adalah 7-7.2 yang

bisa diatur untuk lumpur yang masih segar atau baru.Biasanya pengoksidasian tidakakan terjadi

pada solid yang kering tidak melebhi 3%-5% didalam digester.Cairan supernatant adalah air

yang dikeluarkan selama proses pencernaan,menggunakan BOD5 sebesar 2000 mg/l dan

consentrai padatan yang tersusensi sebesar 1000 mg/l.biasanya makanan akan kembali ke

primary clarifier secara bertahap.

Page 308: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Anaerobic Digestion | 5

Digester Heat Requirements

Panas yang diberikan ke dalam digester harus meningkatkan temperatur lumpur baru

yang masuk untuk disesuaikan temperaturnya dengan digester dan mengganti panas yang

hilang selama proses melalui dinding, dasar, maupun penutup dari digester. Biasanya

panas yang diperlukan untuk memanaskan lumpur yang baru masuk lebih besar

dibandingkan dengan panas yang dibutuhkan untuk mengganti panas yang hilang dalam

digester

Panas yang dibutuhkan untuk memanaskan lumpur yang baru masuk dapat dihitung

dengan menggunakan rumus:

dimana

Qs = Btu/hr (J/h) required

P = Pounds (kg) of fresh day sludge solids added per day

Ps = percent dry solids in the fresh sludge

Td = temperature in digester, oF (

oC)

Ts = Temperature of the fresh sludge, oF (

oC)

Cp = specific heat constant, equal to 1.0 Btu/lb-oF (4200 J/kg-

oC)

Panas yang dibutuhkan untuk mengganti panas yang hilang dapat dikeathui dengan

rumus:

dimana

Qd = Btu/hr (J/h) required

C = coefficien of heat flow, Btu/ft2-

hr-oF (J/m

2-h-

oC)

A = surface area, ft2 (m

2)

ΔT = difference between the tank temperature and the outside materialbeing

considered, oF (

oC)

Page 309: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Anaerobic Digestion | 6

Metode yang sering digunakan untuk memenuhi kebutuhan panas dalam digester ini

adalah dengan menggunkan pemanas air atau heat exchanger seperti gambar 1

Gambar 1. Externally Heated Digester

Masalah yang sering dihadapi dalam heat exchanger ini adalah adanya lapisan lumpur

yang mengendap dalam pipa sehingga dapat menurunkan efisiensi termal dari heat

exchanger tersebut.

Pemanfaatan gas digester

Metodeyang biasa dilakukan dalam pemanfaatan gas lumpur hasil proses dalam

digester adalah untuk tujuan pemanasan atau pembangkit daya listrik. Untuk

pemanfaatan dengan menggunakan mesin pembakaran internal atau turbin gas, gas

yang dihasilkan harus melalui proses scrubbing terlebih dahulu untuk mengurangi sifat

korosifnya. Mesin tersebut dapat digunakan untuk menggerakkan kompresor udara,

pompa, dan geerator untuk produktifitas elektrik.

Jumlah produksi gas yang dihasilkan oleh digester dalam suatu unit pengolahan

limbah domestik dapat memenuhi 65%-100% kebutuhan energi tergantung pada

secondary treatment yang digunakan.

Page 310: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Anaerobic Digestion | 7

Sisa dari gas lumpur dalam digester yang tidak digunakan biasanya habis terbakar

dalam prosesnya

Pengumpulan gas dan sistem sirkulasi untuk pemanfaatan gas ini harus mempunyai

peralatan yang aman seperti perangkap kondensat, katup pengatur tekanan, mesin,

turbin, dan saluran pembuangan limbah gas.

Fertilizer value of dried sludge

Lumpur hasil pengolahan digester tidak digunakan begitu saja sebagai pupuk dengan

alasan higienis dan masalah estetika

Lumpur hasil digester yang telah dikeringkan tidak digunakan untuk tanaman yang

dimakan mentah oleh manusia seperti sayur-sayuran

Lumpur ini juga dapat digunakan sebagai penyubur tanah

Fluid properties of sludge

Nilai total kehilangan friksi tergantung pada keadaan lumpur seperti tipe aliran,

kandungan zat padat, dan temperatur.

Nilai kehilangan gesekan friksi dalam unit pengolahan limbah doemstik dapat

diestimasi dengan formula hidrolik seperti persamaan Hazen-Williams berikut

dimana

V = velocity, ft/sec (m/s)

C = 1,318 for USCS units and 0,8464 for SI units

CHW = Hazen William friction coefficient

R = hydraulic radius, ft (m)

S = slope of the energy gradient

Page 311: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Anaerobic Digestion | 8

Referensi

Metcalf and Eddy. 2003. Wastewater Engineering Treatment and Reuse Fourth Edition.

McGraw-Hill Companies, Inc.

Reynolds and Richards. 1996. Unit Operation and Processes in Environmental Engineering

Second Edition. Boston: PWS Publishing Company.

www.esru.strath.ac.uk

www.fao.org

Page 312: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Anaerobic Digestion

Kelompok : 5

Nama Kelompok : Astrid Astari (1206247341) Ayu Meiliasari (1206246465) Gisda Pratika Sari (1206241786) Jonathan M. Sitorus (1206261503) Monica Fakhrizal (1206216891)

I. Pendahuluan

Anaerobic digestion atau pencernaan anaerob merupakan proses yang paling umum digunakan

untuk menguraikan air limbah yang terkandung dalam lumpur primer. Lumpur primer ialah padatan

yang mengendap dari air limbah pada tangki pengendapan setelah air limbah melewati grit

chambers/ruang grit. Endapan material menunjukkan 40% sampai 60% padatan tersuspensi yang

terdapat pada air limbah. Hal ini menunjukkan terdapat 25% sampai 35% BOD pada air limbah tersebut.

BOD adalah ukuran dari bahan organik biodegradable dalam air limbah. BOD ditentukan dari

jumlah oksigen yang diperlukan untuk memetabolisme bahan organik dalam air. Lumpur sekunder dari

clarifier juga dialirkan menuju digester. Lumpur sekunder dihasilkan saat aliran dari tangki pengendapan

masuk ke dalam ruang aerasi dan bakteri aerob mengubah organic terlarut menjadi karbondioksida, air

dan padatan. Padatan tersebut kemudian mengendap pada clarifier.

Anaerobic digestion lebih disukai untuk mengurangi beban organik yang tinggi pada lumpur

primer karena pertumbuhan pesat biomassa yang akan terjadi apabila lumpur diolah secara aerob.

Dekomposisi aerob menghasilkan biomassa yang jauh lebih kecil dari proses aerob. Anaerobic digestion

juga mengubah lumpur sebanyak mungkin sebagai hasil akhir produk, seperti cairan dan gas ketika

menghasilkan residu sesedikit mungkin. Cairan dalam bentuk supernatant dari digester dikirim kembali

melalui mesin industri untuk pengolahan selanjutnya. Oleh karena itu, pada fasilitas pengolahan limbah,

proses aerob dan anaerob bekerja sama untuk mendapatkan BOD removal di atas 95%.

Anaerobic digester lumpur dirancang untuk mendorong pertumbuhan bakteri anaerob,

khususnya metana mnghasilkan bakteri yang dapat menurunkan padatan organic dengan mereduksinya

menjadi zat terlarut dan gas, sebagian besar karbondioksida dan metana.

Page 313: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Terdapat 3 tahap pada anaerobic digestion. Tahap pertama yaitu produksi karbondioksida dan

asam organic dari fermentasi. Tahap kedua ialah metabolisme asam organic menjadi hydrogen,

karbondioksida dan asam organic lainnya. Tahap ketiga menggunakan produk dari hasil tahap

sebelumnya untuk menghasilkan metana dari karbondioksida, hydrogen, dan asam asetat. Lumpur yang

tersisa relative stabil dan inert. Dari 50% sampai 60% organic dimetabolisme oleh kurang dari 10%

biomassa yang terkonversi.

Proses anaerob terdiri dari 2 tipe dasae bakteri, yaitu pembentuk asam dan pembentuk metana.

Pembentuk asam adalah bakteri fakultatif anaerob dan termasuk organisme yang melarutkan padatan

orgnik melalui proses hidrolisis. Produk yang larut kemudian difermentasi menjadi asam dan alcohol

dengan berat molekul rendah. Pembentuk metana merupakan anaerob sempurna yang mengkonversi

asam dan alcohol bersama dengan hidogen dan karbondioksida menjadi metana.

Stabilitas dari proses anaerob sulit untuk dipertahankan karena keseimbangan untuk beberapa

populasi mikroba diperlukan. Penghasil metana sensitive terhadap kondisi. Mereka akan terpengaruh

oleh perubahan pH pada digesting sludge.

II. Deskripsi Anaerobic Digestion Process

Tujuan dari proses anaerob ialah untuk mengkonversi lumpur untuk mengakhiri produk cairan

dan gas sambil memproduksi biomassa sesedikit mungkin. Proses ini jauh lebih ekonomis dibanding

aerobic digestion.

Anaerobic digestion dilakukan dalam empat tahap:

- Hydrolysis

Pada tahapan ini, molekul organic kompleks dipecah menjadi gula sederhana, asam amino, dan

asam lemak. Pada kebanyakan kasus, biomassa terdiri dari polimer organic yang besar. Pada

digester anaerobic, rantai tersebut harus dipecah menjadi bagian-bagian penyusun yang lebih

kecil untuk mengakses potensi energy material. Proses memecah rantai ini dan melarutkan

molekul yang lebih kecil ke dalam larutan disebut hidrolisis.

- Acidogenesis

Asetat dan hydrogen yang dihasilkan pada tahap pertama dapat digunakan langsung oleh

metanogen. Sedangkan molekul lain seperti asam lemak volatile dengan panjang rantai lebih

besar dari asetat pertama harus mengalami proses katabolisme untuk menjadi senyawa yang

dapat langsung digunakan oleh metanogen. Pada proses ini, asam lemak volatile dihasilkan

Page 314: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

bersama dengan ammonia, karbon dioksida, dan hydrogen sulfide, serta produk sampingan

lainnya.

- Acetogenesis

Tahap selanjutnya ada acetogenesis. Di sini, molekul yang telah dihasilkan pada proses

acidogenesa selanjutnya dicerna oleh acetogens untuk menghasilkan sebagian besar asam

asetat, serta karbon dioksida, dan hydrogen.

- Metanogenesis

Tahap terakhir dalam anaerobic digestion adalah proses metanogenesis. Di sini, metanogen

mengubah produk yang telah dihasilkan sebelumnya menjadi metana, karbon dioksida, dan air.

Komponen ini membentuk sebagian besar biogas yang dipancarkan dari sistem.

Berikut adalah persamaan kimia sederhana untuk keseluruhan proses di atas:

C6H12O6 3CO2 + 3CH4

Gambar 1. Tahapan pada Proses Digaster Anaerobic

Sumber: http://www.nnfcc.co.uk/publications/nnfcc-renewable-fuels-and-energy-factsheet-anaerobic-digestion

Ketika beroperasi dengan benar, digester menerima lumpur, primer dan sekunder, dari proses

pengolahan lainnya. Lumpur tersebut kemudian ditahan dalam tangki selama 10 sampai 90 hari

tergantung pada sistem. Lumpur masuk ke dalam digester, kemudian metana, karbon dioksida dan

hidrogen sulfida keluar gas outlet, supernatan, dari air yang dihasilkan oleh proses dan air dalam

lumpur, ditarik seperlunya dan dikirim kembali melalui mesin industri dan lumpur stabil ditarik dari

bawah untuk menuju ke bed pengeringan/drying beds.

Proses Penting

Page 315: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Digester anaerob menggunakan mikroba yang berkembang di lingkungan yang dimana tidak

terdapat oksigen molekular dan terdapat sejumlah besar sengawa organik. Material organik merupakan

sumber makanan dari mikroba dan mereka mengubahnya menjadi material teroksidasi, sel baru, energi

untuk proses hidupnya, dan beberapa produk akhir gas seperti metana dan karbon dioksida

Aksi mikrobial dari combined oxygen berisi 3 tahap:

- Liquefaction of solids (pencairan padatan)

- Digestion of the soluble solids (pencernaan padatan terlarut)

- Produksi gas

Digesti dicapai oleh dua kelompok mikroorganisme, yaitu:

- The organic acid-forming heterothrops

Menggunakan substrat organik kompleks seperti karbohidrat, protein, lemak, minyak &

produk degradasinya, dan produksi asam lemak organik terutama asetat dan propionik dengan

beberapa asam butirat dan valeric.

- The methane-producing heterothrops

Hasil akhir pemecahan karbohidrat, protein, lemak, dan minyak merupakan asam lemak

organik yang biasanya disebut asam volatil. Kebanyakan bakteri pembentuk asam organic

merupakan mikroorganisme tanah dan merupakan anaerob fakultatif. Golongan mikroba yang

biasanya terdapat pda digerter anaerob yaitu; McKinney (1962): Pseudomonas, Flavobacterium,

Alcaligenes, Ascherichia, dan Aerobacter. Kemuadian Methane-producing heterothrops

menggunakan asam organic yang diproduksi dari acid-forming heterothrops sebagai substrat

dan menghasilkan metana dan karbon dioksida.

Gas yang dihasilkan pada digester yaitu sebanyak 55% hingga 75% metana, 25% hingga 45%

karbon dioksida dan memiliki sejumlah jejak gas seperti hydrogen sulfide, hydrogen dan nitrogen.

Beberapa karbon dioksida dari aksi microbial bereaksi dengan air yang tersedia untuk membangun

sistem penyangga bikarbonat. Pada digester, asam organik dimanfaatkan secepat mereka dihasilkan.

Sustem penyangga bikarbonat memberikan fleksibilitas terhadap operasi karena pada limit tertentu,

asam tersebut dapat untuk sementara menghasilkan lebih cepat daripada ia teruraikan dan sistem

Page 316: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

penyangga akan mempertahankan pH pada kisaran yang tepat. Jika misalnya sejumlah besar asam

dihasilkan, sistem penyagga akan melemah dan pH akan turun sehingga menghalangi produksi metana.

III. Konfigurasi Digester anaerobik

Digester anaerobic dapat dirancang untuk beroperasi menggunakan sejumlah konfigurasi proses

yang berbeda, diantaranya batch atau kontinyu, suhu (mesofilik atau termofilik), solids content (padatan

tinggi atau rendah), dan kompleksitas (single stage atau multi stage).

- Batch atau Kontinyu

Dalam biomassa, sistem batch ditambahkam ke reactor pada awal proses. Dalam bentuk batch,

proses yang paling sederhana memerlukan inokulasi dengan bahan yang telah diproses untuk

memulai anaerobic digestion. Pada proses ini, produksi biogas akan terbentuk dengan distribusi

normal dari waktu ke waktu. Keuntungan dari batch digestion ini adalah prosesnya yang

sederhana, memerlukan lebih sedikit peralatan, harganya lebih murah disbanding yang lain, dan

biogas yang dihasilkan konstan dikarenakan menggunakan lebih dari satu batch reactor.

- Suhu

Terdapat dua tingkatan temperature untuk anaerobic digester yang menetukan spesies

metanogen dalam digester, yaitu mesofilik dan termofilik digestion. Mesofilik digestion

berlangsung optimal pada suhu 30o-38o C, atau pada suhu kamar antara 20o-45o C, dimana

meshopiles merupakan mikroorganisme utamanya. Termofilik digestion berlangsung optimal

pada suhu 49o-57o C, dimana thermophiles adalah mikroorganisme utamanya.

- Kandungan Padatan

Terdapat 3 tingkatan kandungan padatan untuk anaerobic digaster, yaitu padatan tinggi

(substrat kering-stackable), padatan tinggi (substrat basah dapat dipompakan), dan padatan

rendah (substrat basah dapat dipompakan).Padatan tinggi (kering) digester dirancang untuk

memproses bahan dengan kandungan padatan 25% – 40%. Padatan tersebut dirancang untuk

memproses substrat padat tanpa penambahan air, tidak seperti halnyadigester basah yang

memproses lumpur dengan dipompa. Padatan tinggi (basah) digester memproses slurry yang

tebal dan memerlukan masukan energy yang banyak untuk bergerak serta memproses bahan

baku. Rendah padatan (basah) digester dapat mengangkut bahan melalui sistem pompa

menggunakan standar yang memerlukan masukan energy yang lebih rendah secara signifikan.

- Kompleksitas

Page 317: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Pada single stage digestion system semua reaksi biologis terjadi pada a single sealed reactor

atau holding tank. Single stage digestion memiliki kelebihan dalam mengurangi biaya konstruksi,

namun control yang dihasilkan kurang dari reaksi yang terjadi dalam sistem. Pada multi-stage

(two-stage) digestion system, pembuluh digestion yang berbeda dioptimalkan untuk membawa

control yang maksimum dari bakteri yang hidup dalam digaster.

Gambar 2. Single stage Digester Anaerobic

Sumber: http://water.me.vccs.edu/courses/env108/anaerobic.htm

Gambar di atas menunjukan aerobic digester standar. Reactor untuk anaerobic digester terdiri

dari tangki tertututp dengan penutup rapat udara. Pabrik pengolahan memproses kurang dari

4000 meter3/hari air limbah, dan seringnya menggunakan standar digestion untuk alasan

ekonomis dan operasi yang sederhana. Lumpur terpisah dalam reaktor seperti yang ditunjukkan,

meskipun beberapa pencampuran terjadi di zona pencernaan aktif dan dalam supernatan

karena penarikan dan pengembalian lumpur panas. Sludge diumpankan ke reaktor secara

intermiten dan supernatan ditarik dan dikembalikan ke unit pengolahan sekunder. Lumpur yang

telah dicerna diakumulasi di bawah untuk menunggu removal menuju fasilitas pembuangan

lumpur.

Page 318: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Gambar 3. Two Stage Digerter Anaerobic

Sumber : http://water.me.vccs.edu/courses/env108/anaerobic.htm

Digester tingkat tinggi lebih efisien dan seringnya memerlukan volume kurang dari digester satu

tahap. Pada tahap pertama lumpur secara mekanik dicampur untuk memastikan kontak yang

lebih baik antara organik dan bakteri. Unit dipanaskan untuk meningkatkan tingkat metabolisme

mikroorganisme, sehingga mempercepat proses pencernaan. Pada tahap kedua lumpur

diperbolehkan untuk stratifikasi dan terpisah menjadi lapisan-lapisan. Hanya sedikit gas yang

dihasilkan pada tahap kedua. Tahap kedua tidak melalui proses pemanasan karena produksi gas

tidak terjadi pada tahap ini. Supernatan, sampah dan digested sludge ditarik keluar dari unit.

IV. Jenis-jenis Digester Anaerob

1. Low-Rate Digester

Memiliki waktu digesti 30-60 hari, beban padatan organic 0.64 – 1.60 kg/m3-hari, intermittent

mixing, intermittent feeding, dan penarikan lumpur. Waktu digesti dibutuhkan untuk mencerna 90% dari

padatan degradable pada lumpur primer sebagai fungsi dari temperatur digesti. Kisaran Mesophilic

meluas hingga 108oF, dimana kisaran thermophillic yaitu diatas 108oF. Waktu digesti untuk mesophilic

digestion menurun seiring peningkatan temperatur hingga temperatur optimumnya 98oF. Diatas 98oF

waktu digesti mesophillic akan meningkat. Pada cuaca dingin, digester akan dipanaskan hingga mencapai

Page 319: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

suhu optimum, kirasa suhu pemanasan biasanya antara 85oF-100oF. Untuk thermophillic, suhu

optimumnya yaitu 130oF.

Digester ini terdapat stratifikasi vertikal dan lapisannya dapat dibedakan dari atas ke bawah:

- Lapisan Scum terdiri dari bahan non-biodegradable atau biodegradable lambat (seperti daun,

rambut, kain, plastik dll) mengambang di fase cair. Ketika suhu sangat rendah, lapisan ini dapat

menjadi sulit dan menghambat pelepasan biogas yang dihasilkan.

- Supernatan dari fase cair dengan konsentrasi padatan yang relatif rendah yaitu sebagai hasil dari

proses sedimentasi;

- Zona pencernaan aktif, bagian dari digester anaerobik di mana konversi yang sebenarnya bahan

organik menjadi biogas terjadi;

- Distabilisasi lumpur zona: bagian dari digester di mana menumpuk lumpur dicerna dan dari

mana ia dibuang untuk perawatan tambahan atau pembuangan akhir.

2. High-rate Digester

Kinerja digester tingkat tinggi dapat distimulasi oleh beberapa langkah:

a) Continuous Feeding

Pengenalan kontinyu atau semi-kontinyu kelebihan lumpur membantu menstabilkan kinerja digester.

Intermiten feeding dengan frekuensi sekali per hari atau kurang menyebabkan fluktuasi besar dalam

komposisi dan konsentrasi substrat dan mungkin mengakibatkan kecenderungan untuk mengasam.

b) Pencampuran isi reaktor utama

Pencampuran komposisi homogen cairan campuran dalam digester dan meningkatkan kontak antara

biomassa anaerobik dan lumpur berlebih untuk dicerna. Selain itu, senyawa beracun yang mungkin

dengan cepat diencerkan atas volume reaktor keseluruhan, mengurangi kemungkinan terganggunya

keseimbangan fermentasi. Selanjutnya pembentukan lapisan sampah dihindari, sehingga mencegah

bahaya masalah operasional yang serius .

Metode umum untuk pencampuran:

- memompa campuran cairan dengan pompa eksternal , sering dikombinasikan dengan

pertukaran perpindahan panas

- pencampur mekanik internal

- pencampuran dengan daur ulang dari biogas yang dihasilkan

Page 320: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

c) Penebalan dan recycling of digested sludge.

Tarp dan Melbinger ( 1967) menunjukkan keuntungan besar recycling digested sludge dan

mencampurnya dengan kelebihan lumpur. Campuran dapat terkonsentrasi ke padatan yang jauh lebih

tinggi kontennya daripada yang mungkin untuk kelebihan lumpur itu sendiri.

d) Pemanasan

Aktivitas metabolisme bakteri dalam proses pencernaan anaerobik meningkat hingga suhu optimal 35-

37 ° C. Ketika pemanasan digester anaerobik diterapkan, produksi metana biasanya digunakan sebagai

bahan bakar. Pertukaran panas internal atau eksternal dapat digunakan.

3. Two Stage Digester

Biasanya dibutuhkan saat populasi disain melebihi 30000 – 50000 orang. Pada stage pertama,

aksi biokimia utama yaitu pencairan padatan organik, pencernaan material organic soluble, dan

gasifikasi. Pada stage kedua, beberapa gasifikasi terjadi akan tetapi kegunaan utamanya yaitu

pemisahan supernatant, penyimpanan gas, dan penyimpanan lumpur digesti. Stage pertama biasnaya

high-rate digester yang menggunakan fixed cover dan pencampuran kontinyu sedangakan stage kedua

biasanya digester konvensional dengan floating cover dan pencampuran intermittent. Beban organik

yang dimasukkan pada stage pertama biasanya beberapa kali lebih besar daripada beban organik yang

dimasukkan pada stage kedua.

4. Egg-shaped Digester

Digester high-rate anaerobic ini menempatkan sesuatu yang menyerupai telur yang

ditempatkan secara vertikal diujungnya. Merupakan high-rate anaerobic digester yang mengunakan

pompa external recycle atau kegunaan lain untuk mencampurkan isi digester. Egg-shaped digester

menawarkan beberapa kelebihan daripada yang silinder yaitu:

- Pada hakekatnya, tidak terdapat akumulasi kerikil halus pada bawah tangki karena sisi kerucut

begitu curam sehingga grit terus tersimpan dalam suspense

- Pencampuran lebih baik

- Kontrol scum lebih baik pada atas digester

- Lahan yang digunakan lebih sedikit

Kekurangannya yaitu:

Page 321: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

- Lebih mahal

- Tingginya yang tidak biasa membatasi penggunaannya tertama pada area didekat perumahan

- Jika volume digester kurang dari 2840 m3, pencampuran akan membutuhkan pompa external

recycle

- Untuk volume digester lebih dari 2840 m3, pencampuran biasanya disediakan draft tube dan

impeller.

V. Operasi Digester

Kebanyakan digester dipanaskan dari 85oF hingga 100oF selama cuaca dingin untuk memberikan

waktu digesti yang cepat. Produksi gas digester dapat dengan mudah digunakan untuk memanaskan.

Kisaran pH optimum 7.0 – 7.2 biasanya dapat dipertahankan jika setia harinya lumpur segar yang

ditambahkan kedalam digester deseeding dengan benar dan penarikan lumpur tidak berlebihan.

Biasanya acidification tidak akan terjadi jika padatan kering ditambahkan atau penarikan tiap harinya

tidak melebihi 3% - 5% dari padatan kering pada digester. Acidification ditandai dengan menurunnya pH,

terhalangnya bakteri metana, penurunan produksi gas, penurunan isi metana dari gas lumpur, dan bau

yang busuk, berbuih, dan lumpur yang mengambang. Acidification dapat sementara dikontrol dengan

menambahkan lime untuk meningkatkan pH, akan tetapi solusi permanennya membutuhkan perubahan

kondisi lingkungan sehingga penghasil metana tidak terhalang dan perncernaan dapat terjadi.

Jika penambahan lumpur segar mengandung zat penghalang seperti logam berat, mereka dapat

mengganggu proses digesti. Jika terjadi, sumber zat penghalang harus dihilangkan dengan

mengosongkan digester. Cairan supernatant merupakan air yang dilepas selama digesti. Harus memiliki

BOD5 sebesar 2000 mg/L dan padatan tersuspensi setinggi 1000 mg/L.

VI. Aplikasi Digester Anaerobik

Pada zaman sekarang, teknologi anaerobic digestion banyak diaplikasikan dalam berbagai bidang,

diantaranya yaitu:

- Pengolahan limbah

Anaerobic digestion sangat cocok untuk menguraikan bahan organik dan umumnya digunakan

untuk pengolahan limbah. Di beberapa negara yang mengumpulkan limbah rumah tangga,

penggunaan fasilitas anaerobic digestion ini dapat membantu mengurangi jumalh sampah yang

Page 322: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

memerlukan transportasi yang cukup jauh ke TPA. Hal tersebut dapat mengurangi biaya

transportasi serta mengurangi emisi karbon dari kendaraan.

- Pembangkit listrik

Metana dan listrik yang dihasilkan dalam fasilitas anaerobic digestion dapat digunakan untuk

menggantikan energy yang berasal dari bahan bakar fosil, dan dengan demikian dapat

mengurangi emisi gas rumah kaca, karena karbon dalam bahan biodegradable merupakan

bagian dari siklus karbon.

VII. Referensi

- http://www.nnfcc.co.uk/publications/nnfcc-renewable-fuels-and-energy-factsheet-anaerobic-

digestion (diakses pada 28 Mei pukul 01.11)

- http://www.bioprocesscontrol.com/en/products/ampts/overview/?gclid=CKOpvam7zL4CFZcWj

godXkcAzA (diakses pada 27 Mei pukul 23.00)

- http://www.seas.ucla.edu/stenstro/r/r10 (diakses pada 28 Mei pukul 01.20)

- http://www.biogas-info.co.uk/ (diakses pada 27 Mei pukul 01.25)

- http://www.omafra.gov.on.ca/english/engineer/facts/07-057.tm (diakses pada 28 Mei

pukul 01.50)

- http://www.epa.gov/agstar/anaerobic/ad101/anaerobic-digesters.html (diakses pada 28 Mei

pukul 01.57)

Page 323: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

TUGAS RANGKUMAN

UNIT OPERASI DAN PROSES

AEROBIC DIGESTION

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 6 : 1. BAYUDHA DESGA PUTRANTO (1206216922)

2. DHANI ANISA R (1206216821)

3. UKHTIY AFIFAH (1206243204)

4. GHANIS MAHDIANA (1206261604)

5. CINDY RUTH MAHARINI (1206255665)

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS INDONESIA

2014

Page 324: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

1. Pengertian/ Definisi Tentang Digester Aerob

Aerobic digestion dapat diartikan sebagai oksidasi biologis dari lumpur organik

pada kondisi aerob (kontak dengan udara). Ada beberapa tipe lumpur yang berhasil

diolah oleh aerobic digestion antara lain adalah : 1) lumpur aktif limbah, 2) lumpur

primer dan lumpur aktif limbah, 3) lumpur sekunder tricking filter (humus), dan 4) )

lumpur primer dan lumpur sekunder tricking filter (humus).

Kelebihan dari aerobic digestion dibandingkan dengan anaerobic digestion

adalah sedikitnya masalah pada operasional, kontrol laboratorium dan pengecekan rutin

yang lebih sedikit, konsentrasi BOD yang lebih rendah di dalam cairan supernatannya,

dan biaya yang lebih murah. Sedangkan kekurangannya adalah energi yang dibutuhkan

lebih besar karena jumlah aerasi dan pengadukan yang cukup besar, kemudia metana

yang seharusnya bisa digunakan oleh produk tidak dihasilkan, dan lumpur yang telah

dicerna memiliki muatan solid yang lebih rendah, selain itu volume lumpur yang

dikeringkan (dewatered) lebih banyak.

Gambar 1. Batch-Operated Aerobic Digester (Sumber : Reynold)

Page 325: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Makanan lumpur masuk dan mengendap di setengah tangki bawah dan

kebanyakan cairan atau supernatan akan menempati bagian setengah tangki atas.

Pengeruk lumpur (sludge rakes) memiliki tiang-tiang vertikal yang dipasang di dalamnya,

sehingga saat pengeruk bergerak maka tiang pengeruk akan mengeruk massa lumpur.

Massa lumpur akan berisi kantong air yang tertahan dan saat tiang melewatinya maka

kantong air akan rusak dan air akan bergerak secara vertikal ke atas menuju cairan

supernatan diatas massa lumpur. Karena kantong air dilepaskan, maka muatan padatan

akan bertambah dan lumpur yang menebal dihilangkan dari bawah tangki. Supernatan

akan meninggalkan bagian atas tangki dan dikembalikan pada bagian awal pengolahan.

Arobic digester biasanya membuituhkan pengental baik di bagian hulu maupun

hilir. Jika lumpur sekunder dikeluarkan pada bagian kepala aliran dari primary clarifier,

muatan padatan akan menjadi 4% hingga 6% sehingga alat pengental (thickener) tidak

lagi dibutuhkan. Di dalam kondisi ini primary clarifier harus berukuran lebih besar, tetapi

biaya tambahan dapat meringankan biaya dari alat pengental. Pada umumnya alat

pengental berada di bagian depan digester, seperti gambar 2. Lumpur yang masih baru

akan mengental sebelum proses digestion yang akan membuat volume digester lebih

kecil dibandingkan volume alat pengental (thickener) jika desain berdasarkan waktu

detensi sludge flow. Jika alat pengental menggandakan konten padatan pada lumpur,

volume digester akan satu setengah dari volume alat pengental.

Gambar 2. Continous-Flow Aerobic Digester System with Thickener Prior to

Digester (Sumber : Reynold)

Page 326: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Gambar 3. Continous-Flow Aerobic Digester System with Thickener

Downstream from Digester (Sumber : Reynold)

Pada gambar 2 dan 3, aerasi akna dihentikan sehingga lumpur akan mengendap

dan mengental sebelum proses removal. Ini akan mengurangi volume lumpur yang akan

dikeringkan sehingga mengurangi biaya daripada pengeringan (dewatering). Lumpur

dapat diambil dari sistem aerasi seperti pada gambar 2 dan 3. Pada gambar 3

pengamnbilan dilakukan dari recycle line dan pengambilan akna terus berlanjut. Aliran

lumpur yang akan diolah konsentrasi solidnya sangat penting untuk dihitung secara

akurat, sebab akan berefek pada desain dari digester, thickener-clarifier, fasilitas

digenster lainnya.

Digester aerob (aerobic digester) adalah unit proses yang difokuskan pada

pengolahan lumpur biologis (bioflok) yang berasal dari IPAL dan berlangsung secara

aerob. Selain itu, digester (baik aerob maupun anerob) ini pun dikelompokkan ke dalam

satu paket pengolah lumpur dengan Imhoff. Tujuan pengolahan dengan digester aerob

adalah meniadakan zat organik tak terlarut dalam kondisi aerob yang bisa dilaksanakan

di dalam tiga kondisi reaktor, yaitu reaktor teraduk sempurna (CSTR, completely stirred

tank reactor) tanpa dan dengan resirkulasi dan reaktor batch. Sistem batch jarang

diterapkan di lapangan tetapi sering digunakan untuk menentukan data desain di

laboratorium. Kinerja CSTR tanpa resirkulasi relatif sama dengan kinerja CSTR dengan

resirkulasi sehingga yang lebih banyak diterapkan adalah CSTR tanpa resirkulasi karena

lebih ekonomis.

Page 327: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Digester aerob ini tampak atasnya berbentuk lingkaran dengan kedalaman

maksimum 5 m. Pengadukan di dalam reaktor diasumsikan sempurna yang transfer

oksigennya berasal dari aerator. Udara bebas juga dapat dijadikan sumber oksigen

dengan cara membuka bagian atas reaktornya. Bisa juga oksigennya berupa oksigen

murni sehingga bagian atas reaktornya ditutup. Pengoperasian instalasi kecil biasanya

dilakukan dengan sistem batch, sedangkan di instalasi besar dilakukan dengan sistem

kontinu sehingga diperlukan unit sedimentasi untuk mengendapkan sludge yang

diolah.

2. Kelebihan dan Kelemahan Digester Aerob

Digester aerob digunakan untuk mengolah lumpur sekunder yang dihasilkan dari

proses lumpur aktif atau trickling filter yang banyak mengandung biosolid dengan reaksi

dekomposisi mikrobiologi. Proses ini dapat digunakan untuk mengolah lumpur primer

dengan syarat kandungan organiknya di atas 60% namun, sebetulnya lebih ekonomis

jika diolah dengan digester anaerob. Ini dilakukan karena kehadiran sejumlah besar zat

organik non-mikrobial yang akan diubah menjadi biomassa sehingga membutuhkan

banyak oksigen pada proses aerob dan membentuk lebih banyak sisa lumpur

dibandingkan dengan digester anaerob.

Di bawah ini adalah beberapa kelebiham digester aerob:

1. Produk akhir olahannya relatif stabil, seperti humus, tidak bau, mudah dibuang.

2. Kadar zat organik terlarut biodegradable sangat sedikit.

3. Karakteristik pengeringan lumpurnya cukup baik.

4. Biaya konstruksinya lebih murah dibandingkan dengan proses anaerob.

5. Jika yang diolah lumpur sekunder, maka efisiensi reduksi zat organik hampir

sama dengan proses digester anaerob.

6. Lebih subur (pupuknya) jika dibandingkan dengan digester anaerob.

7. Konsentrasi limbahnya lebih kecil sehingga tidak perlu sludge thickening.

8. Reaktornya sederhana sehingga relatif lebih murah daripada digester anaerob.

9. Kesulitan operasinya sedikit daripada digester anaerob sehingga tenaga kerjanya

boleh yang kurang terlatih.

Page 328: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Selain keunggulannya tersebut, ada beberapa kelemahan digester aerob:

1. Perlu energi untuk memasok oksigen sehingga biaya operasi-rawatnya lebih

mahal daripada digester anaerob.

2. Reaktor tidak menghasilkan energi biogas karena tidak terbentuk metana.

3. Sludge hasil olahan tidak selalu terklarifikasi dengan baik sehingga

supernatannya mungkin masih mengandung padatan tersuspensi (SS, suspended

solid).

4. Jika digunakan untuk mengolah lumpur primer maka lebih banyak dihasilkan sisa

sludge daripada digester anaerob.

5. Efisiensi bervariasi karena bergantung pada temperatur sehingga perlu ada

kendali temperatur.

3. Pertimbangan dalam Pembuatan Desain dan Kinerja Operasi

Hakikat digester aerob untuk lumpur sekunder adalah CSTR yang hanya menerima

sel mikroba (bioflok). Karena zat organik biodegradable terlarut (soluble) di influennya

sangat sedikit maka reaksi yang terjadi hanyalah celluler death dan decay (kematian dan

kerusakan sel mikroba). Kerusakan sel dapat dinyatakan dengan reaksi orde pertama

sehingga konsentrasi sel di dalam reaktor akan berkurang jika waktu detensi hidrolisnya

bertambah. Kinerja digester ini bergantung pada (minimal) tiga hal dan ketiganya perlu

ditetapkan lebih dulu dalam mendesain digester, yaitu volume reaktor, kebutuhan

oksigen, dan power input. Ketiga hal tersebut ialah:

1. Model matematis

Model ini digunakan untuk menghitung kebutuhan volume reaktor yang juga

berkorelasi dengan luas lahan yang diperlukan. Pada mulanya volume reaktor

dihitung dengan cara volumetric loading (massa VSS per volume harian; VSS: volatile

suspended solid) tetapi dengan perkembangan kinetika proses digunakanlah

rekayasa reaktor, yaitu kombinasi antara persamaan laju reaksi dan neraca massa.

2. Nilai parameter

Persamaan-persamaan desain dapat digunakan jika nilai-nilai parameter atau

konstanta laju reaksi dan kebutuhan oksigennya sudah diketahui. Semua

Page 329: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

parameternya ditentukan dengan uji di laboratorium dan diharapkan sama dengan

kondisinya pada skala pilot maupun skala penuh (lapangan). Diantara parameter nya

adalah:

Volatile sludge concentration

Mixed liquor alkalinity

Nitrate concentration

BOD of the digesting sludge

Oxygen uptake rate

3. Pengaruh kondisi lingkungan.

A. Mixing

Jika pengadukannya tidak cukup maka akan terjadi pengendapan di dalam

reaktor sehingga mengurangi volume efektifnya. Hal ini mengakibatkan

terjadinya kondisi anaerob. Pengurangan volume dan kondisi anaerob tersebut

dapat mengurangi efisiensi proses pengolahan.

B. Temperatur

Seperti pada teknologi pengolahan air limbah, pengolahan lumpur secara

bioproses pun sangat bergantung pada temperatur karena melibatkan mikroba

dalam pengolahannya.

C. pH

Sejumlah konstanta laju reaksi bergantung pada pH. Ada studi yang

menyatakan bahwa hasil optimal pengolahan terjadi pada pH 6,5 - 8,0.

Perubahan pH dapat terjadi selama proses digesi akibat nitrifikasi yang

besarnya bergantung pada konsentrasi nitrogen organik dan alkalinitas di

dalam sludge.

Digester aerobik biasanya dibangun sebagai reaktor tercampur sempurna. Reaktor

secara kontinu dapat diberi makan dengan kelebihan lumpur. Tujuan dari pencernaan

adalah untuk mengurangi fraksi bahan organik biodegradable sampai ke level (dalam

praktek antara 10 - 20% dari padatan yang mudah menguap) bahwa lumpur dicerna

dapat dibuang tanpa masalah. Untuk desain digester aerobik faktor-faktor berikut

adalah penting :

Page 330: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

1. Arus dan komposisi lumpur yang akan dicerna

2. Fraksi maksimum lumpur aktif yang tersisa setelah pencernaan

3. Suhu pencernaan

4. Konfigurasi lumpur digester aerobik: yaitu jumlah digester secara seri atau

paralel.

Ketiga poin yang diperlukan dalam mendesain digester aerob tersebut tidak serta

merta mudah dalam penerapannya. Digester aerob masih jarang diterapkan. Sebagian

besar literatur tentang digester aerob hanya menguraikan studi laboratorium dan skala

pilot. Hanya sedikit yang datanya berasal dari instalasi yang fullscale. Sekadar contoh,

ada instalasi digester aerob di Canada, terdiri atas tujuh unit dan bersifat CSTR dengan

modus operasi fill-and-draw atau SBR. Waktu detensi hidrolisnya cukup panjang, yaitu

14 s.d 360 hari dengan kecepatan injeksi udara antara 8,4 s.d 30 cfm/1000 ft3 dan

konsentrasi lumpur 20.000 mg/l. Masalahnya, terjadi pengendapan lumpur sehingga

volume efektifnya berkurang dan menurunkan efisiensinya.

Terlepas dari kekurangan itu, ada yang menyatakan bahwa digester aerob dapat

mengolah lumpur sekunder hingga konsentrasi 60.000 mg/l. Betul ataukah tidak,

sebagai hasil perkembangan teknologi di bidang pengolahan lumpur, digester aerob

dapat diapresiasi sebagai alternatif untuk stabilisasi lumpur biologi yang menjadi

konsekuensi logis dalam pengoperasian IPAL.

4. Aerobic Biochemical Equations

Persamaan umum pada biokimia untuk aerobic digestion dari primary sludge adalah

Aerobic microbes Organic matter + O2 new cells + energy for cells + CO2 + H2O + other end products Produk terakhir yang lain adalah NH4

+ , NO2- , NO3

-, dan PO3-3.

Kinetics of Aerobic Biological Oxidation

Dimana,

Page 331: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

dX = perubahan

dt = interval waktu

Kd = konstanta degradasi

X = konsentrasi dari biodegradable material di suatu waktu t

Design Considerations

Parameter Design Aerobic Digester

Parameter Value

Hydraulic detention time, days at 20oC

Primary and waste activated sludge or trickling filter sludge 18-22

Waste activated sludge from a biosorption or contact stabilization plant (no primary settling) 16-18

Waste activated sludge 12-16

Minimum design mean cell residence time , θc, days

Primary and waste activated sludge 15-20

Waste activated sludge 10--15

Maximum design mean cell residence time , θc, days 45-60

Solids concentration, mg/l up to 50.000

Organic loading

lb volatile solids per ft3-day 0.04-0.20

(kg volatile solids per m3-day) 0.64-3.20

Volume loading

ft3 per capita 1.5-4

(m3 per capita) 0.043-0.113

Operating temperature >15OC

Volatile solids destruction, % 40-75

Typical, % 65

Solids destruction, % 35-55

Oxygen requirements

Primary sludge, lbO2/lb BOD5 destroyed (kg/kg) 1.9

Waste activated sludge, lb O2/lb solids destroyed (kg/kg) 2.0

Trickling filter humus, lb O2/lb solids destroyed (kg/kg) 2.0

Minimum dissolved oxygen , mg/l 2.0

Mixing requirements

Diffused aeration for primary and waste activated sludge, scfm/1000 ft3 (m3/min-1000m3) >60

Diffused aeration for waste activated sludge, scfm/1000 ft3 (m3/min-1000m3) 20-40

Mechanical aeration for primary and waste activated sludge or waste activated sludge,

hp/1000ft3 0.75-1.50

(Kw/1000m3) 19.8-39.5

Page 332: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Hydrolic detention time

θh2 = θh20 . θ20-T2

dimana,

θh2 = hydrolic detention time di hari dengan T2 (OC)

θh20 = hydrolic detention time di 20oC

T2 = temperature , oC

Mean cell residence time , θc

θc =

dimana,

X = Pounds (kg) dari solid di digester

∆X = Pounds (kg) dari produksi solid per hari di digested sludge

Degradation constants (Kd)

Type Sludge Temperature(OC) Solids Concentration

(mg/l) Kd(days-1)

Primary and waste activated sludge 15 32000 0.017

Primary and waste activated sludge 20 32000 0.018

Primary and waste activated sludge 35 32000 0.177

Primary and waste activated sludge - - 0.30

Waste activated sludges Municipal wastes 25 7800 0.71

Municipal wastes 25 12400 0.62

Municipal wastes 25 15050 0.51

Municipal wastes 25 21260 0.44

Municipal wastes 25 22700 0.34

Municipal wastes - - 0.28

Municipal and textile waste - - 0.43

Pharmaceutical waste - - 0.46

Spent sulfite liquor waste - - 0.19

Primary and waste activated sludge Pulp and paper waste - - 0.14

Page 333: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Sumber :

Metcalf & Eddy. Wastewater Treatment and Reuse, Fourth Edition. Mc-Graw Hill

Higher Education, 2003.

Reynold / Richards Unit Operations and Processes in Environmental Engineering, ,

second edition, 1996

http://www.wastewaterhandbook.com/webpg/th_sludge_82aerobic_digestion.htm

Page 334: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

TUGAS UNIT OPERASI DAN PROSES

RANGKUMAN SLUDGE TREATMENT

AEROBIC DIGESTION

Kelompok 7:

Deira Ramadhania ( 1206261610)

Dian Rahayu P. (1206216885)

Lina Lubnah (1206238173)

Mario Yehuda (1206261586)

Yaumil Linahtadya (1206216954)

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA

DEPOK

2014

Page 335: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Aerobic digestion dapat dikatakan sebagai oksidasi biologi lumpur organic

pada saat kondisi aerob. Proses ini hampir sama dengan proses lumpur aktif

dikarenakan kesamaan dalam penggunaan tangki dan bak aerasi. Tujuan dari proses

digestion adalah mengurangi jumlah dari zat-zat organik dan jumlah mikroorganisme

yang dapat menyebabkan penyakit-penyakit yang ada di dalam lumpur sekunder. Tipe

dari lumpur yang biasanya diproses pada aerobic digestion yaitu waste activated

sludge, primary and waste activated sludge, tirckling filter secondary sludge (humus)

dan primary and trickling filter secondary sludge (humus). Cara pengolahan yang

paling umum digunakan dalam pengolahan ini adalah anaerobic digestion, aerobic

digestion, dan composting.

Keunggulan dari sistem pengolahan digester aerob adalah produk akhir

digester memiliki olahan yang lebih stabil, dan kadar zat organik terlarut

biodegradable sangat sedikit di supernatan. Kemudian biaya konstruksi yang lebih

murah dibandingkan denan proses anaerob, dan juga jika yang diolah adalah lumpur

sekunder, efisiensi reduksi zat organik hampir sama dengan proses digester anaerob.

Dan juga konsentrasi limbahnya yang dihasilkan lebih kecil hingga proses sludge

thickening tidak dibutuhkan, dan juga operasionalnya lebih mudah dibandingkan

dengan operasional proses anaerob.

Tetapi kelemahan dari proses aerob adalah proses memasukan oksigen ke

dalam reaktor membutuhkan energ yang cukup besar. Juga terkadang lumpur hasil

olahan digester tidak terklarifikasi dengan baik sehingga supernatanya mungkin masih

memiliki suspended solid.

Mayoritas sistem yang digunakan yaitu continuous-flow. Kelebihan dari sistem

ini tidak hanya karena biaya yang murah namun memberikan kondisi lingkungan yang

relatif konstan yang dapat membantu dalam proses pengolahan yang cepat. Pada

sistem continuous-flow pada pengoperasiannya tidak menggunakan pengental.

Aerobic digesters biasanya membutuhkan pengental baik di hulu atau hilir dari

digester.

Aerobic Biochemcial Equations

Pada saat primary sludge dicampurkan dengan limbah dari lumpur aktif atau

humus trickling filter dan kombinasinya merupakan pengolahan aerobik. Pada proses

tersebut akan terjadi oksidasi dari senyawa organik pada primary sludge dan

Page 336: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

endogenous oxidation dari massa sel yang dihasilkan pada oksidasi biologi dan dari

lumpur aktif atau saringan humus. Persamaan biokimia yang umumnya terjadi di

aerobic digestion pada primary sludge solids adalah

Senyawa organik + O2 + Energi untuk sel + CO2 + H2O + produk

akhir

Beberapa produk akhir lainnya meliputi NH4+, NO2

-, NO3

- dan PO4

-3. Selama oksidasi

niologi, sebagian besar nitrogen berubah menjadi ion nitrat.

Jumlah dari massa sel yang ada berasal dari limbah dari lumpur aktif atau

trickling filter humus dan massa sel yang hidup diproduksi dari oksidasi pada primary

solid. Persamaan yang dihasilkan yaitu

C5H7NO2 + 5O2 5CO2 + 2H2O + NH3

pH dari lumpur pengolahan tergantung pada kapasitas penyangga dari sistem

dan mungkin akan turun serendah 5-6 pada saat hydraulic detention time yang

panjang. Penurunan pH mungkin terjadi dikarenakan adanya karbon dioksida yang

dihasilkan yang mana akan menurunkan pH pada sistem dan meningkatkan

konsentarsi ion nitrat.

Aerobic sludge digestion biasanya digunakan pada instalasi kecil untuk

menstabilisasi material organik pada lumpur. Dalam pengolahan air di instalasi IPAL

maupun IPAM, pada pengolahan zat organik terlarut dalam air limbah secara anaerob

selalu menghasilkan mikroba, biomassa atau lumpur, yang juga baisa dsebut dengan

secondary sludge. Dan digester aerob ini berguna untuk mengolah lumpur-lumpur sisa

pengolahan (byproduct) tersebut, contohnya seperti timbulan lumpur dalam

pengolahan air limbah.

Dalam byproduct pengolahan air limbah, lumpur yang dihasilkan harus di

buang dengan cara yang aman dan efektif. Karena lumpur sekunder ini bisa saja

terkontaminasi oleh zat-zat organik dan non-organik yang beracun.

Prosesnya melibatkan aerasi pada lumpur untuk periode waktu tertentu dalam

suatu tangki terbuka. Prosesnya mirip dengan proses lumpur aktif (activated sludge)

dan melibatkan oksidasi langsung suatu material biodegradable dan oksidasi sel – sel

mikroba. Berikut adalah skema alur proses aerobic digestion:

Aerobic

Microb celss

Page 337: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Gambar 1. Skema Alur Sistem Aerobic Digestion

Sumber: Qasim (2000)

Parameter – parameter yang penting dalam proses aerobic sludge

digestionantara lain udara atau oksigen yang dibutuhkan, waktu aerasi, usia lumpur,

suhu, biodegradable volatile solids, berbagai kebutuhan dalam pengolahan lumpur,

dan kualitas supernatant (air sisa lumpur yang telah mengendap). Pada prakteknya

akhir – akhir ini, dibutuhkan waktu detensi sekitar 15 hari untuk mencapai 40 – 50%

penurunan volatile solids. Oksigen yang dibutuhkan dapat berkisar dari 3 hingga 30

mg per jam per gram volatile solids pada saat aerasi. Ketika terjadi nitrifikasi, pH dan

alkalinitas akan berkurang.

Page 338: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Kinetics of Aerobic Biological Oxidation

Laju oxidasi aerobic dari material padatan organik dapat direpresentasikkan

dalam persamaan biokimia orde satu palsu :

dX = perubahan dalam biodgredable materi organik

dt = interval waktu

Kd = laju reaksi dari penurunan konstan

X = konsentrasi dari zat biodegredable dalam setiap waktu t

Diintegralkan :

Xt dan X0 menyatakan materi biodgredable pada waktu t = t dan t = 0. Dari integrasi

didapat

Page 339: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Pertimbangan Disain

Gambar 2. Disain Parameter aerobic digester

Sumber : Reynold (1982)

Untuk hydraulic detention time sama dengan digester volume dibagi feed

sludge flowrate. Jika recycle lumpur digunakkan, recycle sludge flowrate tidak

dimasukkan dalam perhitungan. Hydraulic detention time bergantung pada sifat dari

lumpur dan temperatur kerja. Limbah lumpur aktif dapat lebih mudah didegredasi

daripada campuran dari primary dan limbah lumpur aktif. Dengan demikian,

hydraulic detention time akan berkurang. Dalam tabel diatas adalah hydraulic

detention time waktu suhu biasanya untuk bermacam-macam lumpur, yaitu 20o.

Hydraulic detention time yang dibutuhkan pada temperatur selain 20 didapat dengan

persamaan:

Page 340: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Nilai range dari 1.02 – 1.11, namun, kebanyakan nilai berada diatas setengah dari

range tersebut. Karena kontak udara dengan air menggunakan aerator, maka

diasumsikan bahwa temperatur dari dgester content mendekati suhu bulanan.

Untuk mean cell residence time, c, atau solid retention time, s, dinyatakan :

X = massa padatan dalam digester

= masa padatan yang dihasilkan tiap harinya dalam digested sludge

Padatan dapat termasuk total atau volatile. Jika digunakan thickener,

konsentrasi padatan pada digester akan lebih besar daripada feed sludge, dan mean

cell residence time akan lebih besar daripada hydraulic detention time.

Degredation constant, Kd, bergantung pada sifat lumpur, konsentrasi padatan,

dan suhu. Semakin mudah lumpur didegredasi, akan memiliki nilai Kd yang tinggi.

Semakin tinggi consentrasi lumpur, nilai Kd menurun.

Konsentrais solid mungkin lebih dari 50.000 mg/L, bagaimanapun, range

biasanya 25.000 – 35.000 mg/L. Maka perlu untuk mendisain thickener-clarifier yang

sesuai agar padatan dapat ditangani pada level tersebut. Kebutuhan pengadukkan

untuk menjaga padatan dalam suspensi harus diketahui untuk hal penambahan

oksigen yang dibutuhkan.

Organic loading, berdasarkan data, berada dalam range 0.04 – 0.20 lb dari

volatile solids per day-ft3 (0.064 – 3.2 kg/day-m

3). Biasanya, pada disain aerobic

digester berdasar pada hydraulic detention time dan solid retention time,

bagaimanapun, organic loading harus diketahui.volumetric loading terungkap dalam

population equivalent biasanya dari 1.5 – 4 ft3/cap equivalent (0.042 – 0.113 m

3/cap).

Derajat penurunan volatile solid berdasar pada sifat lumpur, hydraulic

detention time, solid retention time, dan temperatur kerja, dengan syarat tidak ada

substansi beracun.

Kebutuhan maksimum oksigen untuk primary sludge pada aerobic digestion

adalah 1.9 kg/kg BOD5 destroyed. Kebutuhan pengadukan terutama bergantung pada

sifat lumpur, konsentrasi padatan, temperatur lumpur, dan kedalaman tangki.

Tangki yang digunakan untuk aerobic digestion hampir sama dengan

activated sludge process, dan keduanya menggunakan diffused compressed air dan

aerasi mekanik.

Thickener-clarifier digunakan untuk sistem aerobic digester harus memiliki

senduk-busa permukaan untuk menghilangkan materi yang mengambang, seperti

lemak.

Page 341: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses
Page 342: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Tugas Rangkuman Unit Operasi dan Proses

Aerobic Digester

Kelompok 8

Ani Marlina (1206244876)

Azzahrani Gusgitasari (1206244296)

Fikry Eswara Adi (1206261623)

Haniena Divi (1206216960)

Reigina Sandraty (1206246622)

Program Studi Teknik Lingkungan

Departemen Teknik Sipil

Fakultas Teknik

Universitas Indonesia

Depok

2014

Page 343: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Aerobic digestion dapat didefinisikan sebagai oksidasi biologis lumpur organik dalam

kondisi aerob. Sebagian besar mikroba yang digunakan bersifat fakultatif, tetapi beberapa di

antaranya bersifat obligat aerob seperti bakteri nitrifikasi. Aerobic digester biasanya digunakan

untuk mengolah sisa lumpur aktif dan biasanya digunakan untuk unit pengolahan dalam skala

kecil hingga menengah.

Keuntungan penggunaan aerobic digestion dibandingkan dengan anaerobic digestion di

antaranya yaitu:

- resiko permasalahan operasional cenderung lebih kecil

- konsentrasi BOD pada supernatant lebih kecil

- biaya modal pembuatan aerobic digestion lebih murah

Kelemahan penggunaan aerobic digestion dibandingkan dengan anaerobic digestion di

antaranya yaitu:

- energi yang dibutuhkan lebih banyak akibat banyaknya aerator yang digunakan serta

proses pengadukan yang dilakukan.

- proses aerobic digestion tidak menghasilkan metana yang seharusnya dapat

dimanfaatkan

- digested sludge memiliki kandungan padatan yang rendah sehingga volume lumpur

yang akan dihilangkan airnya memiliki volume yang besar.

Mayoritas aerobic digester dioperasikan dengan sistem aliran kontinu sebab dengan

sistem tersebut biaya operasional yang digunakan lebih rendah dan kondisi lingkungannya relatif

konstan sehingga proses pengolahan dapat dilakukan dengan lebih cepat. Dengan sistem aliran

kontinu ini dibutuhkan pula adanya thickener.

Lumpur masuk dan mengendap ke setengah bagian bawah tank dan sebagian besar

cairannya menempati setegah bagian atas tank. Sementara itu, pengeruk lumpur dalam unit ini

dilengkapi dengan tiang pancang yang juga membantu mengeruk lumpur. Saat tiang pancang

tersebut mengeruk lumpur, maka kantung air yang terkandung dalam lumpur dapat rusak dan

terpisah dari lumpur dan berpindah secara vertikal ke bagiaan cairan di atas tumpukan lumpur di

bagian bawah. Air yang berpindah tersebut, membuat kandungan padatan meningkat sehingga

Page 344: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

massa lumpur menebal di bagian dasar tank dan lumpur dapat dihilangkan. Kandungan padatan

yang terdapat pada lumpur tersebut biasanya lebih besar 2 atau 5 kali dari kandungan padatan

pada lumpur yang masuk. Cairan yang tadi naik kemudian akan kembali ke bagian atas dari unit

pengolahan.

Jika suatu unit digester tidak memiliki thickener, kandungan padatan dalam digester akan

sama dengan kandungan padatan pada lupur yang masuk dan mean cell residence time akan

sama dengan hydraulic detention time. Sedangkan jika menggunakan thickener, kandungan

padatan di digester bernilai beberapa kali lebih besar dari kandungan padatan pada lumpur yang

masuk, di mana hal ini merupakan hasil yang diharapkan untuk membuat mean cell residence

time yang lebih lama.

Hal penting yang harus dilakukan yaitu mengestimasi besarnya aliran lumpur yang akan

diolah secara akurat beserta dengan kandungan padatan di dalamnya, sebab faktor tersebut

sangat mempengaruhi desain digester, thickener, dan fasilitas digester lainnya untuk

menghasilkan pemisahan padatan- cairan yang efektif

.

Aerobic Biochemical Equation

Saat primary sludge bercampur dengan waste activated sludge atau trickling filter

humus pada proses aerobic digestion, akan terjadi oksidasi zat organik pada primary

sludge dan oksidasi endogenous massa sel yang dihasilkan dari oksidasi biologis pada

lumpur aktif atau filter humus.

Page 345: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Secara umum persamaan biokimia untuk Aerobic Digestion dari primary Sludge yaitu :

Aerobic

Organic matter + O2 New Cells + Energy for cells + CO2 + H2O + Other end Product

Microbe

Other end Product ( NH4+, NO2

-, NO3

-, dan PO4

-)

Selama berlangsungnya oksidasi biologis, nitrogen dalam jumlah yang cukup di

konversikan menjadi ion nitrat. Oksigen yang dibutuhkan pada proses ini yaitu 1,47 - 1,9

lb O2/lb BOD5 yang dihilangkan. Jika lebih dari 1,47 lb O2/lb BOD5 yang dihilangkan,

kelebihannya merupakan jumlah kebutuhan oksigen untuk nitrifikasi.

a. Persamaan biokimia pada endogenous decay sel dengan nitrogen yang berubah

menjadi amonia.

C5H7NO2 + 5O2 5CO2 + 2H2O + NH3

Dari persamaan ini kebutuhan akan jumlah oksigen yaitu 1,42 lb oksigen/lb cells.

b. Persamaan Biokimia untuk semua endogenous decay massa sel untuk membentuk

NO3- sebagai salah satu produk yang dihasilkan.

C5H7NO2 + 7O2 5CO2 + 3H2O + H+ + NO3-

Dari persamaan ini kebutuhan akan jumlah oksigen yaitu 1,98 lb oksigen/lb massa

sel yang dioksidasi.

Pada Aerobic Digestion, pH lumpur yang dihasilkan tergantung pada kapasitas

penyangga sistem dan dapat turun hingga 5 – 6 dengan waktu tinggal yang panjang

namun itu tidak menghalangi kegiatan mikroba. Dengan menurunnya pH, kemungkinan

akan dapat menaikkan konsentrasi ion nitrat.

Page 346: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Kinetic of Aerobic Bioligical Oxidation

Laju oksidasi dari material padatan organik dapat direpresentasikan dengan

menggunakan persamaan biokimia pseudo-first-order yaitu

Dimana :

dX = perubahan materi organik terbiodegradasi

dt = interval waktu

Kd = laju reaksi atau konstanta degradasi

X = konsentrasi materi terbiodegrasi pada waktu t

Melalui integrasi antara batasan tertentu dimana Xt dan X0 merepresentasikan materi

terbiodegradasi pada saat t = t dan t = 0 menghasilkan :

Persamaan tersebut akan menunjukkan garis lurus jika diplot dalam grafik dengan Xt/X0

sebagai nilai di sumbu y dan t sebagai nilai di sumbu x serta nilai kemiringan (–

Kd/2,303).

Page 347: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Tabel 1. Parameter Desain Aerobic Digester

Parameter Value

Hydraulic Detention Time, days at 20oC

- Primary and waste activated sludge or trickling filter sludge

- Waste activated sludge from a biosorption or contactstabilization plant

(no primary settling)

- Waste activated sludge

18-22

16-18

12-16

Minimum Design Mean Cell Residence Time, c, days

- Primary and waste activated sludge

- Waste acrivated sludge

15-20

10-15

Maximum Design Mean Cell Residence Time, c, days 45-60

Solids Concentration, mg/L Up to 50.000

Organic loading

- lb volatile solids per ft3-day

- kg volatile solids per m3-day

0.04-0.20

0.64-3.20

Volume loading

- ft3 per capita

- m3 per capita

1.5-4

0.042-0.113

Operating temperature 15oC

Volatile Solids Destruction, %

- Typical, %

40-75

65

Solids Destruction, % 35-55

Oxygen Requirements

- Primary sludge, lb O2/lb BOD5 destroyed (kg/kg)

- Waste activated sludge, lb O2/lb solids destroyed (kg/kg)

- Trickling filter humus, lb O2/lb solids destroyed (kg/kg)

1.9

2.0

2.0

Minimum Dissolved Oxygen, mg/L 2.0

Mixing Requirements

- Diffused aeration for primary and waste activated sludge, scfm/1000 ft3

(m3/min-1000 m

3)

- Diffused aeration for waste activated sludge, scfm/1000 ft3 (m

3/min-

1000 m3)

- Mechanical aeration for primary and waste activated sludge or waste

activated sludge,

- hp/1000 ft3

- kW/1000 m3

60

20-40

0.75-1.5

19.8-39.5 Sumber: Reynolds, et. al. 1996. Unit Operations and Processes in Enironmental Engineering. PWS Publishing

Company.

Dalam Tabel 1, parameter hydraulic detention time yang diberikan adalah untuk temperatur

operasi 20oC. Untuk temperatur operasi selain 20

oC, dapat menggunakan rumus:

Page 348: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Ket. = hydraulic detention time pada suhu T2 (

oC).

= hydraulic detention time pada suhu 20

oC.

Oxygen requirement:

Untuk waktu tinggal sel, c, atau waktu tinggal solid, s, dapat menggunakan rumus:

Ket. X = lb (kg) solids dalam digester

ΔX= lb (kg) solids yang dihasilkan dalam lumpur yang telah melewati digester per hari

Tabel 2. Kecepatan Reaksi atau Konstanta Degradasi (Kd)

Type Sludge Temperature

(oC)

Solids Concentration

(mg/L) Kd (days

-1)

Primary and Waste Activated Sludges 15 32.000 0.017

Primary and Waste Activated Sludges 20 32.000 0.18

Primary and Waste Activated Sludges 35 32.000 0.177

Primary and Waste Activated Sludges - 0.3

Waste Activated Sludges

- Municipal Wastes

- Municipal Wastes

- Municipal Wastes

- Municipal Wastes

- Municipal Wastes

- Municipal Wastes

- Municipal and Textile Waste

25

25

25

25

25

-

-

7.800

12.400

15.050

21.260

22.700

-

-

0.71

0.62

0.51

0.44

0.34

0.28

0.43

Page 349: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

- Pharmaceutical Waste

- Spent Sulfite Liquor Waste

-

-

-

-

0.46

0.19

Primary and Waste Activated Sludge

- Pulp and Paper Waste

-

-

0.14 Sumber: Reynolds, et. al. 1996. Unit Operations and Processes in Enironmental Engineering. PWS Publishing

Company.

Page 350: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Sumber

Reynold, T. D. dan Richard, P. A. (1996). Unit Operation and Process In Environmental Engineering,

2nded. Boston: PWS Publishing Company.

Page 351: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Dewatering: Rotary Vacuum Filter | 1

RANGKUMAN UNIT OPERASI DAN PROSES

DEWATERING: ROTARY VACUUM FILTER

Kelompok 9

An Nisa Rizkiyani (1206216815)

Dwi Shara (1206241086)

Fatma Nur Rosana (1206239434)

Muhammad Idham (1206261592)

Zafrazad Adiba (1206216872)

Program Studi Teknik Lingkungan

Fakultas Teknik

Universitas Indonesia

2014

Page 352: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Dewatering: Rotary Vacuum Filter | 2

DEWATERING: ROTARY VACUUM FILTER

Menurut Richard dan Reynolds (1996) dewatering adalah menghilangkan air sebanyak

mungkin dari lumpur sehingga volume lumpur untuk proses selanjuntnya sudah diminimalisir.

Sedangkan menurut Tchobanoglous, Burton, dan Stensel (2002) dewatering merupakan unit operasi

fisik yang digunakan untuk mengurangi kandungan air yang terdapat dalam lumpur dan biosolid.

Beberapa yang teknik digunakan dalam peralatan dewatering untuk menghilangkan air dari solid

bergantung pada evaporasi dan perkolasi alami. Peralatan yang biasa digunakan untuk dewatering

diantaranya rotary vacuum filter, centrifuges, drying beds, lagoons, filter presses, continuous belt

filter presses, dan thermal drying. Berikut ini akan dibahas mengenai rotary vacuum filter.

Rotary Vacuum Filter

Peralatan yang paling umum digunakan untuk dewatering jenis mekanis adalah rotary

vacuum filter. Rotary vacuum filter adalah sebuah filter yang bekerja secara berkelanjutan

(continuous) di mana bagian yang solid dari sebuah campuran dipisahkan oleh filter yang hanya

dapat dilalui oleh liquid atau gas, dalam hal ini keadaan vakum diperlukan untuk mengakumulasi zat

padat di permukaan. Ada berbagai jenis filter vakum yang digunakan dalam sistem pengolahan air,

yaitu drum scraper blade type, belt filter, dan coil type filter dengan media filter cloth, wire mesh,

atau coil springs. Vakum dengan scraper blade dioperasikan merupakan sistem yang paling umum

digunakan yang melibatkan scrapping langsung dari pembentukan cake pada permukaan mesh atau

permukaan filter sintetis.

1. Karakteristik Rotary Vacuum Filter

Gambar 1. Rotary Vacuum Filter (Jenis Drum)

Sumber: Richards dan Reynolds (1996)

Page 353: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Dewatering: Rotary Vacuum Filter | 3

Vakum rotasi tersusun dari sebuah drum besar dengan lubang kecil yang berisi air limbah

didalamnnya dan berotasi pada final clarifier pada sistem pengolahan air limbah. Vakum rotasi ini

sering digunakan untuk menghilangkan kandungan air dan mengekstraksi lumpur basah sehingga

output yang dihasilkan dalam keadaan jernih dapat dihasilkan. Dalam sistem vakum rotasi terdapat

perbedaan dengan unit pengolahan lainnya, yaitu vakum secara terus menerus digunakan untuk

menekan cairan limbah yang terdapat didalamnnya melalui media filter sehingga pemisahan

padatan dengan air dapat tercapai.

2. Skema Proses Rotary Vacuum Filter

Gambar 2. Skema Rotary Vacuum Filter (Jenis Drum)

Sumber: http://www.komline.com

Gambar 2 menunjukkan skema proses rotary vacuum filter jenis drum dengan sebuah

medium filter di permukaannya. Drum berputar secara perlahan melalui sludge vat di mana selama

perputaran tersebut tekanan vakum menarik liquid melalui media filter menyebabkan terbentuknya

sludge cake. Tekanan vakum mendorong udara melalui cake dan udara tersebut akan mendorong

liquid masuk ke dalam drum. Perpipaan di dalam drum disusun sehingga keberadaan vakum dalam

sektor ditunjukkan pada cake formation dan dewatering. Filtrat dan aliran udara akan melalui pipa

kemudian masuk ke katup dan bermuara di vakum receiver di mana liquid dipisahkan dari aliran

udara. Dalam sektor discharged, cake akan dilepas dengan aliran dari tekanan udara melalui

medium, dan scraper mengupasnya (peeling) dari drum. Sebelum drum direndam kembali dalam

sludge vat, medium dicuci menggunakan spray jet yang digabungkan dengan cairan asam agar

pembersihan menjadi lebih sempurna. Selanjutnya proses akan berulang kembali. Terkadang

terdapat juga agigator bertekanan tinggi yang sudah terpasang di dalam drum untuk membantu

menciptakan getaran dan melonggarkan kue lumpur. Tergantung pada jumlah padatan yang ada

Page 354: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Dewatering: Rotary Vacuum Filter | 4

dalam air limbah, sistem yang terdiri dari stainless steel yang saling berhubungan harus cukup baik

untuk penggunaan aplikasi secara umum.

3. Kelebihan dan Kekurangan Rotary Vacuum Filter

Terdapat kelebihan dan kekurangan dalam penggunaan alat rotary vacuum filter untuk

proses dewatering. Kelebihan dan kekurangan alat tersebut adalah sebagai berikut.

a. Kelebihan rotary vacuum filter

- Memiliki kemampuan filtrasi yang tinggi

- Desain dapat disesuaikan dengan penggunaan

- Hasil pencucian cake lebih efektif

- Dapat digunakan untuk proses filtrasi tekanan tinggi

- Filter yang digunakan dapat bertahan lama

- Perawatan mudah

b. Kekurangan rotary vacuum filter

- Cake yang terbentuk membutuhkan waktu pengeringan yang lama untuk mencapai titik

kelembaban

- Filtrat membutuhkan pemisahan yang relaif lebih sulit

- Cake membutuhkan washing lebih dari sekali

4. Perhitungan

Menurut Coackley (1958) perhitungan vacuum filtration dapat dilakukan dengan rumus-rumus

berikut.

a. Persamaan dasar vacuum filtration

di mana

= volume of filtrate

= time

= vacuum pressure differensial

= filter area

=

= weight or mass of the dry sludge solids per unit volume of filtrate

= specific resistance of the sludge cake

= specific resistance of the filter medium

Page 355: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Dewatering: Rotary Vacuum Filter | 5

Untuk constant vacuum pressure, persamaan di atas dapat diintegrasi sehingga memeberikan

persamaan berikut.

b. Specific resistance

Nilai berasal dari persamaan dengan nilai pada sumbu-y dan nilai pada

sumbu-x akan membentuk garis lurus.

c. Weight or mass of solids per unit volume of filtrate

di mana

= weight or mass of solids per unit volume of filtrate

= specific weight of water

= dry solids content in the unfiltered sludge expressed as a fraction

= dry solids content in the cake sludge as a fraction

= density of water

d. Filter yield

di mana

= filter yield

= vacuum pressure differensial

= weight or mass of solids per unit volume of filtrate

= ratio of form timr to cycle time

=

= specific resistance of the sludge cake

= cycle time of rotating drum

= acceleration due to gravity

Page 356: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Dewatering: Rotary Vacuum Filter | 6

Referensi

http://www.amrclearinghouse.org/Sub/SCARLIFTReports/ErnestMine/Section%206.pdf

Reynolds, Tom D, dkk. 1996. Unit Operation and Processes in Environmental Engineering. Boston:

PWS Publishing Company.

Tchobanoglous G, dkk. 2002. Wastewater Engineering Trearment and Reuse, Fourth Edition.

Singapore: McGraw-Hill.

Page 357: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

KELAS UNIT OPERASI DAN PROSES

Dr. Ir. Setyo Sarwanto Moersidik, DEA

TUGAS RANGKUMAN DEWATERING : FILTER PRESS

Disusun oleh :

Achmad Fauzan (1206237196)

Afifah Medivia F. (1206241754)

Aulia Primananda (1206217036)

Gita Lestari P. (1206217004)

Habibatul Isma A. (1206249643)

UNIVERSITAS INDONESIA

DEPOK

2014

Page 358: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

1

PENDAHULUAN

Setelah melalui proses pengolahan secara biologis, baik dengan Activated Sludge

maupun Suspended Sludge, dihasilkan keluaran lumpur yang nantinya akan langsung dibuang

(waste sludge) dan yang akan diresirkulasi kembali ke bak aerasi (return sludge). Dalam

praktiknya, lumpur yang akan langsung dibuang (waste sludge) memerlukan pengolahan lagi

agar efluen yang dihasilkan aman untuk lingkungan. Bentuk efluen lumpur yang dihasilkan

dalam bentuk biosolid, komponen organik dalam biosolid tersebut ketika diolah dapat

digunakan kembali untuk proses stabilisasi dan composting. Terdapat beberapa metode dasar

yang digunakan untuk mengolah biosolid, yaitu (1) menghilangkan kandungan air dari

biosolid menggunakan metode thickening, conditioning, dewatering, dan drying; (2)

menstabilkan material organik dalam biosolid dengan metode digestion,composting, dan

inceneration (Metcalf & Eddy, 1972).

Dewatering adalah suatu proses dalam unit operasi yang digunakan untuk mengurangi

kandungan air dari lumpur dan biosolid yang dihasilkan dari proses pengolahan biologis.

Fungsi proses dewatering dilakukan karena beberapa hal sebagai berikut,

Meminimalisasi biaya pembuangan biosolid dan lumpur buangan ke biosolid landfill

Lumpur yang kandungan airnya sedkit (kering) lebih mudah diolah daripada lumpur

yang kental atau liquid, lumpur kering tersebut akan lebih mudah diangkut dengan

traktor maupun belt-conveyor

Dewatering digunakan untuk menaikkan nilai kalor jenis lumpur dengan proses

pembakaran sehingga kelembaban berkurang

Dewatering dapat menghilangkan bau yang dihasilkan lumpur

Dewatering dibutuhkan untuk mengurangi produksi air lindi yang menyebabkan bau

busuk pada biosolid landfill

Dewatering memiliki beberapa tipe untuk mengurangi kandungan air dalam biosolid, yaitu

centrifugation, belt-filter press, filter press, drying beds, dan lagoon. Pemilihan tipe dan jenis

peralatan yang digunakan bergantung pada jenis, karakteristik dan produksi lumpur yang

dihasilkan pada masing-masing dewatering. Dimensi pada unit dewatering juga dapat

mempengaruhi pemilihan tipe dan peralatan yang digunakan.

Page 359: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

2

PEMBAHASAN

DEWATERING : FILTER PRESS

Filtering merupakan jenis dari pengolahan lumpur dengan proses dewatering. Pada filter

press, dewatering (penghilangan kandungan air pada lumpur) dilakukan pada kondisi

tekanan yang sangat tinggi. Dengan menggunakan filter press, dapat dihasilkan konsentrasi

padatan solid yang tinggi, filtrat yang tersaring lebih jernih, dan solid yang dihasilkan lebih

banyak. Adapun kekurangan dari filter press yaitu adanya kompleksitas secara mekanis,

mahalnya harga zat kimia yang digunakan , dibutuhkan jumlah pekerja yang banyak, dan

bahan penyaring (filter cloth) tidak tahan lama.

A. Jenis Filter Press

Ada dua jenis filter press yang umum digunakan yaitu, recessed-plate filter press untuk

unit yang memiliki volume tetap dan recessed-plate filter press untuk unit yang memiliki

volume yang bervariasi. Berikut penjelasan mengenai masing-masing jenis filter press,

1. Fixed-Volume, Recessed-Plate Filter Press, merupakan alat filter press yang

dilengkapi dengan beberapa cetakan persegi (rectangular plates) yang pipih pada

kedua sisinya (recessed on both sides). Cetakan persegi ini diletakkan pada posisi

vertikal dengan bagian atas yang bisa digerakkan (movable head). Filter cloth

dipasang pada pada tiap plates (cetakan). Masing-masing plates digabungkan dengan

suatu mekanisme gaya sehingga mampu menutup dan menahan tekanan yang

diberikan selama proses filtrasi. Hydraulic rams digunakan untuk menyatukan plates.

Gambar 1. Fixed-Volume, Recessed-Plate Filter Press

Sumber : Metcalf & Eddy, Inc Page 1569

Page 360: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

3

Mekanisme kerja Filter Press sebagai berikut :

Gambar 2. Skema cara kerja Fixed-Volume, Recessed-Plate Filter Press

Sumber : Metcalf & Eddy, Inc Page 1568

2. Variable-volume, Recessed-Plate Filter Press, atau biasa disebut dengan “diaphragm

press”. Secara umum, tipe filter ini memiliki bagian yang sama seperti tipe Fixed-

Volume, Recessed-Plate Filter Press. Namun, pada unit disertakan difragma elastis

(rubber diaphragm) yang ditempatkan dibelakang media filter. Diafragma elastis ini

akan menyempit sampai pada tekanan maksimum sehingga mengurangi volume cake

lumpur selama tahapan kompresi. Dibutuhkan waktu 10 s.d. 20 menit untuk mengisi

penuh cetakan dan 15 s.d. 30 menit untuk memberikan tekanan konstan selama proses

dewatering sehingga menghasilkan komponen solid yang diinginkan.

Gambar 3. Potongan melintang dari Variable-volume,Recessed-Plate Filter Press

Sumber : Metcalf & Eddy, Inc Page 1569

lumpur dipompakan

DIberikan Tekanan 690 - 1550 kN/m2, plates bergabung

cairan keluar ke filter clothes

plates berpisah kembali

lumpur dipindahkan

Page 361: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

4

B. Perbedaan antara Fixed-volume dan Variable-volume

Fixed-volume Variabel-volume

Tekanan tetap pada awal dan akhir :

690-1550 kN/m2

Tekanan yang bervariasi,

*tekanan awal : 690 – 860 kN/m2

*tekanan akhir : 1380 – 2070 kN/m2

Waktu operasi : 2-5 jam Waktu kompresi : 1 menit

Ketebalan cake lumpur : 25 – 38 mm Membutuhkan perawatan yang apik

Kandungan air pada cake : 48 – 70 % Dapat mengolah bermacam-macam

lumpur dengan produk keluaran yang

baik

C. Pertimbangan dalam mendesain Filter Press

Hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam mendesain instalasi Filter Press :

(1) Adanya ventilasi yang memadai dalam unit dewatering

(2) Tersedianya sistem pencucian dalam kondisi tekanan yang sangat tinggi

(3) Tersedianya sistem sirkulasi asam untuk mengurangi Ca saat menggunakan kapur

(4) Sebuah penggiling lumpur pada tangki conditioning

(5) Pemecah cake lumpur (cake shredder)

(6) Peralatan untuk perawatan plates

D. Kriteria dalam Unit Filter Press

Rata-rata pembebanan = 13.000 lb/hari (6030 kg/hari) TSS kering

Maksimum pembebanan = 25.000 lb/hari (11.340 kg/hari) TSS kering

Konsentrasi lumpur rata-rata = 3,0 %

Konsentrasi lumpur minimum = 2,0 %

Waktu siklus total =3,5 jam (termasuk pembersihan dan pengambilan

lumpur)

Padatan solids rata-rata = 40%

Padatan solids minimum = 30%

Densitas padatan = 70 lb/ft3 (1120 kg/m

3)

Page 362: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

5

Bahan kimia = 100 lb FeCl/ton (50 kg/t) solids kering + 200 lb

kapur/ton (100 kg/t) solids kering

E. Flowchat Perhitungan

F. Perhitungan

1. Menentukan Moisture Content

MC =

x 100 %

2. Menentukan Solid Content

SC =

x 100 %

3. Menentukan Volume Produk Lumpur

Wet Biosolids = Produk lumpur (L/day) x (7 days/week) x (1 kg/ 103 g) x (Spesific

gravity)

Dry Solids = Produk Wet Biosolids (kg/ week) x % Solid yang terkandung

4. Menentukan Produk Lumpur yang Diolah

Daily rate = Volume Produk Lumpur (kg/week)/ waktu operasi per week

(day/week)

Hourly rate = Daily rate (kg/ week) / waktu operasi per hari (h/day)

5. Menentukan Luas Filtrasi

L = Daily rate (kg/h) / Filter Press loading rate (kg/m.h)

Moisture Content

MC =

Solid Content

SC =

Volume Produk Lumpur

- Wet Bisolids

- Dry Solids

Produk lumpur yang

diolah

- Daily

- Hourly

Luas Filtrasi (A)

Filter Press

Asumsi tekanan (P)

yang diberikan Filtrate Flowrate

Solids Capture Waktu

Operasi

Page 363: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

6

6. Menentukan Filtrate Flowrate

- Menentukan Daily Solids Balance Equation

Solid dalam sludge feed (L/d) = solid dalam sludge cake (L/d) + solid dalam

filtrate (L/d)

- Menentukan Flowrate Equation

Sludge flowrate (L/d) + washwater flowrate (L/d) = filtrate flowrate (L/d) + cake

flowrate (L/d)

- Menggunakan mass balance

7. Menentukan Solids Capture

Solids Capture =

8. Menentukan Waktu Operasi

Waktu Operasi = Jumlah dry solids (kg/d) / Filter Press loading rate (kg/m.h) x L

filtrat (m)

G. DAFTAR PUSTAKA

Tchobanoglous, G, Burton, F.L, Stensel, H.D. 2003. Wastewater Engineering Treatment and

Reuse 4th Edition. Metcalf & Eddy, Inc.

Page 364: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

TUGAS RANGKUMAN UNIT OPERASI DAN PROSES

SLUDGE TREATMENT: BELT FILTER PRESS

DISUSUN OLEH :

Gian Ratulangi (1206249492)

Irene Almakusuma Lucas (1206216903)

Rohmatun Inayah (1206216916)

Sunartriasih (1206216840)

Vidya Ismayanti (1206217010)

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA

DEPOK 2014

Page 365: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

1) Definisi dan Fungsi Belt Filter Press

Belt press filter adalah suatu unit pengolahan air dalam bidang teknik

lingkungan yang biasa terdapat dalam IPAL. Belt press filter selain dipakai pada

IPAL, dapat juga dipakai pada bidang industri kimia dan pertambangan. Belt press

filter dipakai untuk memisahkan partikel solid dengan liquid, atau biasa disebut

dengan istilah dewatering. Pada IPAL Belt filter press digunakan untuk

menghilangkan liquid dari sludge (lumpur). Pada dasarnya belt press

filter,penghilangan cairan lumpur dicapai dengan membawa lumpur antara dua sabuk

bergerak (moving belts) yang bergerak dan memanfaatkan tegangan secara hidrolis

yang akan memeras keluar cairan yang terperangkap di antara padatan dan pisahkan

secara menggunakan filtrate trays.

2) Kriteria Belt Filter Press

Gambar 1. Tiga langkah dasar Belt Filter Press

Sumber: Design information report EPA

Beltfilter press terdiri dari dua belt berpori. Biosolid terletak di antara dua belt berpori

(lihat Figure32.1). Belt ditarik dengan ketat secara bersamaan melewati serangkaian rol untuk

Page 366: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

memeras air keluar dari biosolid. Polimer ditambahkan ke biosolids sebelum biosolid

dimasukkan ke dalam unit. Biosolid kemudian didistribusikan melewati salah satu belt untuk

memungkinkan sebagian air untuk terkuras atau terperas oleh gravitasi.

Pada sistem Belt Filter Press kira-kira terdapat 20 mesin atau perangkat yang setiap

mesin atau perangkatnya menghasilkan kualitas hasil yang sedikit berbeda, kelebihan berbeda

serta karakteristik operasi. Alat penekan atau pemeras tersedia dengan lebar 0.5-3.5 meter.

Komponen utama pada Belt Filter Press yaitu frame, belts, bantalan gulung, sabuk berjalan,

sistem pengatur tensi atau tekanan serta akat pengontrol dan pengendalinya. Komponen

lainnya yang juga digunakan yaitu komponen guna proses flokulasi, tempat pelepasan lumpur

dengan konsentrasi padatan yang tinggi atau cake, serta alat pemantau cake.

Sabuk berjalan terbuat dari woven syinthetic fiber, secara umum termasuk

monofilament polyester seperti rayon. Tersedia pula sabuk berjalan berbahan nilon namun

hanya dapat digunakan pada kondisi pH tertentu. Terdapat pula sabuk berjalan yang tersedia

dari material-material lainnya, tergantung kebutuhan dan kondisi.

Endapan dari tahap primary dan secondary treatment yang selanjutnya akan diolah

atau dilanjutkan pada proses belt filter press sesingga kandungan solidnya diatas 15% yang

disebut dengan sludge cake, memiliki karakter sebagai berikut:

Tabel 1. Karakter endapan primary dan secondary treatment

Sumber: Jurnal karakteristik lupur limbah industri di IPAL JABABEKA

Page 367: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Design dari sistem belt filter press membutuhkan beberapa kordinasi dan beberapa

pertimbangan. Hal ini dikarenakan hasil yang didapatkan dari sistem bergantung pada kondisi

endapan atau lumpur olahan dan keberlanjutan dari sludge feed yang di monitoring dan di

kontrol guna mengidentifikasi dan merespon jika terdapat kesalahan atau kerusakan yang

terjadi pada alat sehingga mempengaruhi kinerja alat tersebut atau jika terjadi perubahan

karakteristik endapan. Terdapat beberapa permasalahan yang sering kali terjadi dalam

pengoperasian sistem Belt Filter Press, penyebab dan solusinya yaitu :

Tabel 1. Penyebab dan cara penanggulangan permasalahan pada Belt Filter Press.

Sumber: Design information report EPA

Beberapa pertimbangan dan rekomendasi guna keberlangsungan sistem Belt Filter

Press yang lebih baik dapat diklasifikasi menjadi:

1. Faktor Alat

Alat yang digunakan disarankan memiliki material yang dapat bertahan lama,

konstruksi alat yang kokoh dan memiliki lapisan frames yang baik, panjang waktu

paling tidak 100.000 jam atau L-10 live, menggunakan alat pemutar yang kuat,

menyediakan sistem treking atau pengatur tensi uang berkelanjutan atau bekerja terus

menerus, serta faktor yang cukup penting lainnya yaitu untuk belts atau sabuk berjalan

sebaiknya enggunakan material jenis woven.

2. Tampilan atau Hasil

Mengkonsultasikan mengenai alat pada tahap awal pendesignan, diadakan

pengetesan selama proses pendesignan, kualitas peralatan spesifik yang tinggi.

3. Sistem pendukung

Page 368: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Sistem pendukung merupakan hal-hal tambahan yang dapat dilakukan atau

digunakan guna kelebih sempurnaan sistem yaitu misalnya penyediaan ventilasi guna

pengontrol bau pada sistem.

4. Pengontrolan

Penggunaan monitor selama pengontrlan cukup baik guna membantu

pemantauan. Menggunakan sistem kontrol yang terintegrasi antara peralatan dengan

tombol kontrol yang dilatekan pada lokasi yang aman terlindung dari kelembaban,

corrosive atau perkaratan.

5. Keamanan

Faktor keamanam menjadi faktor yang penting dalam sistem Belt Filter Press.

Hal ini dapat mempengaruhi kinerja dan hasil dari sistem pengolahan sendiri. hal yang

dapat dilakukan misalnya dengan mengedukasi oprator mengenai pentingnya

keamanan dan keselamatan kerja.

6. Pengoperasian

Pengoprasian menjadi salah satu faktor penting dalam sistem ini. Memonitor

kinerja sistem hingga menjadi kondisi optimum, mengkondisikan endapan dan variasi

kualitas feed sludge.

7. Pelatihan terhadap operator

Operator dapat menjadi salah satu parameter yang sangat penting dan sering

kali menjadi salah satu parameter yang dapat menyumbangkan tingkat kesalahan atau

human error. Dibutuhkan suatu training atau pelatihan bagi operator guna mengurangi

potensi kesalahan dan meningkatkan skill. Selain itu melakukan pula pelatihan untuk

merawat peralatan yang ada.

Tabel 2. Hasil dari Belt Filter Press

Page 369: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Sumber: Design information report EPA

Page 370: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

3) Rumus Penghitungan Belt Filter Press

Hydraulic Loading Rate

Hydraulicloading pada belt didapat dari perhitungan gpm flow per foot atau lebar belt (Figure

32.2):

Biosolids Feed Rate

Biosolidfeed rate pada beltfilter press tergantung pada beberapa faktor, antara lain biosolid

(lb/hari) yang harus dikeringkan, solids feed rate maksimum(lb/jam) yang akan menghasilkan

cake dengan tingkat kekeringan yang dapat diterima, dan jumlah jam per hari belt press

beroperasi. Persamaanyang digunakan dalam menghitung biosolid feed rate adalah:

Solids Loading Rate

Solids loading rate dapat dinyatakan dalam pound per jam (lb/jam) atau sebagai ton per jam

(ton/jam). Dalam kasus lainnya, perhitungan juga dapat didasarkan pada biosolid yang

mengalir ke belt press dan persen konsentrasi total suspended solid (TSS) dalam mg/L dari

biosolid. Persamaan yang digunakan untuk menghitung solids loading rate adalah:

Flocculant Feed Rate

Flocculant feed rate dapat dihitung dengan cara sebagai berikut:

Flocculant Dosage

Page 371: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Setelah menghitung solids loading rate (ton/jam) dan flocculant feed rate (lb/jam),

dosisflokulan dalam pon/ton dapat ditentukan. Persamaan yang digunakan untuk menentukan

dosis flokulan adalah:

TSS (Total Suspended Solid)

Feed biosolds solid terdiri dari dua jenis padatan:

Padatan tersuspensi yang tidak melewati pad fiber glass filter dan dapat

diklasifikasikan sebagai total suspended solid (TSS)

Padatan terlarut yang melewati pad fiber glass filter dan akan juga diklasifikasikan

sebagai total padatan terlarut (TDS)

4) Kelebihan dan Kekurangan Belt Filter Press

Bila dibandingkan dengan filter kompresi lainnya, belt filterpress menggunakan

tekanan yang relatif lebih rendah. Kelebihan lainnya adalah kapasitas olah belt filter press

yang besar dan kandungan padatan kering yang relatif tinggi. Kapasitas alat pengering

lumpur dirancang untuk beban 150-300 kg padatan kering/m lebar wire per jam untuk lumpur

yang sulit dipisahkan airnya, sedangkan untuk lumpur yang mudah dipisahkan airnya 250-

500 kg padatan kering/m lebar wire/jam. Umumnya kadar padatan kering yang bisa dicapai

antara 30-40% atau kandungan air 60-70%, untuk lumpur kimia-fisika dan 22-30% atau

kandungan air 70-78%, untuk lumpur biologi.Filter belt cenderung membuat lebih sedikit

noise dan memiliki waktu startup dan shutdown yang lebih cepat.

Kelemahan Belt Filter Press yaitu membutuhkan biaya operasional yang relatif tinggi

karena penggunaan bahan kimia polielektrolit yang tinggi dan kebutuhan energi listrik yang

besar. Disamping itu maintenance membutuhkan biaya yang lebih tinggi dan operasional

lebih sulit karena permasalahan di belt/wire dan tracking sistem (alat pengarah belt/wire).

Page 372: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Belt penjepit baik bagian atas maupun bawah, setelah melepaskan lumpur, perlu dicuci,

sebelum difungsikan kembali di daerah pengeluaran air.

Belt filter press juga dikenal untuk throughputberkapasitas tinggi, seperti yang

dirancang untuk menangani kelebihan kapasitas. Ia memiliki biaya awal yang rendah dan

biaya energi berjalan rendah, namun jika throughput kurang dari 4 juta galon per hari, belt

filter press mungkin kurang efisien daripada biaya transportasi cair, menyewa fasilitas

pengolahan , atau menggunakan metode dewatering non – mekanis.

Filter sabuk kurang efektif pada pengolahan beberapa feed. Penggunaan filterbelt

akan lebih mahal saat memproses feed dengan konten berbagai padatan karena hal ini

membutuhkan lebih banyak perhatian operator dan meningkatkan biaya staf. Sabuk filter

perlu dicuci sering sehingga membutuhkan sejumlah besar air dan waktu. Air dan

pemborosan waktu, serta biaya yang terkait dapat dikurangi dengan mengotomatisasi sistem

cuci dan menggunakan limbah .

Menurut jurnal BiosolidsTechnology Fact Sheet Belt Filter Press(EPA 832-F-00-057,

September 2000) kelebihan dari Belt Filter Press antara lain:

1) Kebutuhan staf relatif rendah, terutama jika peralatan cukup besar untuk memproses

padatan dalam satu shift (USEPA, 1987).

2) Pemeliharaan relatif sederhana dan biasanya dapat dilakukan oleh petugas

pemeliharaanpengolahan air limbah. Mengganti sabuk adalah pemeliharaan utama

yang membutuhkan biaya cukup besar.

3) Belt Press dapat distartup dan dishutdown lebih cepat dibandingkan dengan

sentrifugal, yang membutuhkan sampai satu jam untuk membangun kecepatan

(Henderson dan Schultz, 1999).

4) Kebisingan yang ditimbulkan Belt Presslebih rendah dibandingkan dengan sentrifugal

(Henderson dan Schultz, 1999).

Adapun kekurangannya antara lain:

1) Menimbulkan bau yang dapat menjadi masalah, akan tetapi dapat dikontrol dengan

ventilasi yang baik dan bahan kimia seperti potassium permanganate, to neutralize

odor-causing compounds (Rudolf, 1992). Beberapa produsen menawarkan peralatan

penutup untuk meminimalisasi bau dan mengurangi uap di udara ruang operasi (Bain

et al.,1999).

Page 373: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

2) Belt Press membutuhkan lebih banyak perhatian operator jika feed solids bervariasi

dalam konsentrasi padatan atau bahan organik. Hal ini seharusnya tidak menjadi

masalah jika Belt Press diberi feed dari digester yang dicampur (Henderson dan

Schultz, 1999).

3) Padatan limbah dengan konsentrasi yang lebih tinggi dari minyak dan lemak dapat

mengakibatkan blinding sabuk filter dan cake yang mengandung padatan rendah.

4) Padatan limbah harus disaring dan / atau ground untuk meminimalkan risiko benda

tajam merusak sabuk.

5) Pencucian sabuk di akhir setiap shift, atau lebih sering, dapat memakan waktu dan

memerlukan sejumlah besar air (Henderson dan Schultz, 1999). Sebuah sabuk sistem

cuci otomatis dan penggunaan limbah dapat meminimalkan biaya-biaya ini.

Referensi

Spellman, Frank R. 2013. Handbook of Water and Wastewater Treatment Plant Operations,

Third Edition. Florida: CRC Press.

Spellman, Frank R. 2005. Mathematics Manual for Water and Wastewater Treatment Plant

Operators. Florida: CRC Press.

United State Environmnetal Protection Agency. 2002. Belt Filter Press.

http://water.epa.gov/scitech/wastetech/upload/2002_06_28_mtb_belt_filter.pdf

(diakses pada 28 Mei 2014 pukul 08.00)

Page 374: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Sludge Drying Bed | 1

RANGKUMAN UNIT OPERASI DAN PROSES

SLUDGE DEWATERING:

SLUDGE DRYING BED

Oleh :

Kelompok 12

Anisa Saputri (1206216853)

Paraginta Basaria (1206217023)

Tiara (1206217042)

Wiena Putri Aliya (1206216986)

Zebian Paskalis (1206244081)

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS INDONESIA

DEPOK

2014

Page 375: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Sludge Drying Bed | 2

1. Pendahuluan

Banyak teknik yang memenuhi definisi fungsi dasar dari dewatering, namun

dibedakan menjadi berbagai tingkatan. Hal tersebut digunakan untuk perbandingan

perbedaan alat untuk dewatering dan atau pengeringan. Untuk contoh sludge

drying beds dan bak evaporasi dapat digunakan tidak hanya untuk dewater lumpur,

tetapi juga pengeringan konsentrasi padatan lebih dari 50-60%. Kedua cara tersebut

sering digunakan untuk drying/dewatering lumpur perkotaan di United State. Selain

digunakan untuk pengeringan lumpur perkotaan, cara tersebut digunakan pada

pengolahan air limbah juga di United State.

Didesain berdasarkan lama waktu pengeringan (kurang lebih 2 minggu per

cycle) dengan asumsi ketinggian lumpur diatas bed adalah 20-30 cm. Lapisan filter

dibagian dasar berfungsi untuk menahan suspended solid/kadar solid. Pipa perforasi

dibagian bawah berfungsi untuk mengumpulkan filtrat yang harus dikembalikan ke

bagian hulu dari IPAL.

2. Proses Sludge Drying Beds

2.1. Proses secara umum

Sludge drying bed merupakan salah satu metoda dewatering dengan ukuran

kecil hingga medium (maksimum setara dengan 25.000 orang). Pada unit ini,

dewatering terjadi karena evaporasi dan drain (peresapan).Pada musim kemarau,

untuk mencapai kadar solid 30 - 40 % diperlukan waktu 2 - 4 minggu.

Unit sludge drying bed terdiri dari:

bak / bed, berukuran 6 - 9 meter (lebar), 7,5 - 37,5 meter (panjang), 20 - 30

cm (kedalaman lumpur)

pasir, tebal 15 - 25 cm

kerikil, tebal 15 - 30 cm

drain, di bawah kerikil untuk menampung resapan air dari lumpur

Page 376: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Sludge Drying Bed | 3

Gambar 1. Sludge Drying Beds

Sumber: Handbook of Environmental Engineering, Volume 6: Biosolids Treatment Processes

Luas drying bed dapat dihitung dengan persamaan:

A = K (0,01 R + 1,0)

A = luas per kapita, ft2/kap.

K = faktor yang tergantung pada tipe digestion

K = 1,0 untuk anaerobic digestion

K = 1,6 untuk aerobic digestion

R = hujan tahunan, in.

2.2. Pengoperasian pada drying beds

Dewatering pada proses bed pasir melalui 2 perbedaan mekanik, yaitu filtasi

dan evaporasi. Pengeringan air paling penting selama 1-3 hari pertama mengurangi

konsentrasi padatan sebesar 15-25%, selebihnya air akan dihilangkan oleh

evaporasi. Secara umum, semakin tinggi kandungan air awal pada suatu lumpur,

maka fraksi air yang mudah terhilangkan semakin besar. Prosedur operational

semua tipe drying beds :

a. Pompa 8-12 in (20-30 cm) dari penyetabilan lumpur cair ke permukaan

drying bed.

b. Penambahan pendingin kimia secara kontinu, jika pendingin digunakan,

melalui suntikan ke dalam lumpur seperti memompa ke dalam bed.

Page 377: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Sludge Drying Bed | 4

c. Ketika bed diisi ke tingkat yang diinginkan, lumpur dikeringkan pada

konsentrasi padatan yang diinginkan. Variasi konsentrasi antara 18-60%,

tergantung tipe lumpur, proses yang dibutuhkan, tingkat kekeringan yang

dibutuhkan, dll.

d. Pengeringan lumpur secara mekanik maupun manual.

e. Pengulangan siklus.

2.3. Keuntungan dan kerugian

Keuntungan penggunaan sludge drying bed adalah :

- Biaya murah

- Kecilnya jumlah operator dan ahli yang dibutuhkan

- Rendahnya pemakaian energi

- Kurang sensitif terhadap variabilitas lumpur

- Rendah atau tidak adanya pemakaian bahan kimia

- Lebih tinggi padatan kue kering dibandingkan pada metode mekanis

sepenuhnya

Kerugian penggunaan sludge drying bed adalah :

- Membutuhkan lahan yang lebih banyak dibandingkan dengan metode

mekanis sepenuhnya

- kurangnya pendekatan desain rekayasa rasional memungkinkan analisis

ekonomi teknik suara

- membutuhkan lumpur yang stabil

- harus di desain dengan penuh perhatian terhadap dampak iklim

- lebih memungkinkan jika digunakan secara umum/publik

- pada proses penyisihan bergantung pada pekerja/buruh

Page 378: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Sludge Drying Bed | 5

3. Tipe Sludge Drying Bed

3.1. Conventional Sand Drying Bed

Sand drying beds adalah tipe yang tertua dan yang paling sering digunakan.

Variasi desain memungkinkan dan termasuk dengan layout pipa drainase,

ketebalan, dan tipe kerikil dan lapisan pasir, serta material konstruksi. Bed dapat

dibangun dengan atau tanpa ketentuan mesin penyisih lumpur dan atap.

Untuk membuat drying bed persegi panjang dengan dimensi 15-60 ft (4,5-18

m) lebar, 50-150 ft (15-47 m) panjang dengan sisi vertikal. Biasanya 4-9in (10-23 cm)

pasir ditempatkan pada 8-18 in (20-46 cm) kerikil atau batu. Umumnya, pasir 0,012-

0,05 in (0,3-1,2 mm) pada ukuran efektif dan memiliki koefisien seragam kurang dari

5. Kerikil biasanya memiliki tingkatan dari 1/8-1in (0,3-2,5 cm) pada ukuran efektif.

Normalnya, pipa underdrain terbuat dari tanah liat, tapi kini pipa plastik sudah

diperbolehkan. Pipa harus kurang dari 4 in (100mm), memiliki spasi 8-20 ft (2,4-6 m)

terpisah, dan memiliki minimum lereng 1%

3.2. Paved Drying Beds

Semenjak 1950, paved drying beds (drying beds beraspal) memiliki fungsi

terbatas. Normalnya, bed berbentuk persegi panjang dan 20-50 ft (5-15 m) lebar,

70-150 ft (21-46 m) panjangnya dengan sisi vertikal. Biasanya digunakan lapisan

aspal atau beton. Normalnya, lapisan pada 8-12 in (20-30cm) dibangun atas pasir

atau kerikil. Lapisan minimum 1,5% kemiringan menuju area drainase. Area tidak

beraspal 2-3 ft (0,6-1 m) lebarnya ditempatkan bersebelahan atau dari tengah ke

bawah area drainase. Pipa yang digunakan berdiameter minimum 4 in (100mm)

untuk mengalirkan air drainase. Paved drying beds dapat dibangun dengan atau

tanpa atap. Pada jumlah lumpur tertentu, paved drying beds membutuhkan lahan

yang lebih luas dibandingkan dengan sand beds. Keuntungan utamanya adalah

bahwa dari awal hingga akhir mesin dapat digunakan untuk menyisihkan lumpur

dan mengurangi pemeliharaan beds.

Page 379: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Sludge Drying Bed | 6

3.3. Wedge-Wire Drying Beds

Wedge-wire drying beds sudah banyak sukses digunakan di Inggris lebih dari

20 tahun untuk dewatering atau pengeringan lumpur air limbah industri ataupun

perumahan. Digunakan di Amerika semenjak awal tahun 1970, dimana terdapat 18

instalasi wedge-wire. 10 dari instalasi ini digunakan untuk lumpur air limbah

perkotaan. Pada wedge-wire drying beds, bubur lumpur dimasukkan ke horizontal,

media drainase yang relative terbuka, dimana menghasilkan filtrat yang bersih dan

menyediakan tingkat drainase yang wajar. Tipe penampang wedge-wire bed

ditunjukkan pada gambar 3.1. Bed terdiri dari baskom dangkal persegi panjang yang

kedap air dilengkapi dengan sebuah panel wadgewater lantai palsu. Panel memiliki

slot pembuka 0,01 in (0,25 mm). Lantai palsu ini terbuat kedap air dengan gala

dimana panel sebagai dinding. Katup keluaran untuk mengontrol tingkat drainase

diletakkan dibawah lantai palsu.

Gambar 3.1 Penampang wedge-wire drying bed

Sumber: Handbook of Environmental Engineering, Volume 6: Biosolids Treatment Processes

Keuntungan dalam penggunaan wedge-wire drying beds adalah

- tidak menyumbat media

- drainase konstan dan cepat

Page 380: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Sludge Drying Bed | 7

- lebih tinggi tingkat keluaran dibandingkan dengan sand bed

- mudah dirawat

- lumpur yang sulid dikeringkan, seperti misalnya dengan aerobik, dapat

dikeringkan

- dibandingkan dengan sand beds, lumpur yang dikeringkan lebih mudah

untuk disingkirkan

prosedur yang digunakan dalam pengeringan lumpur diawali dengan pergerakan air

atau keluaran menuju unit wedge-wire hingga kedalaman mencapai 1in (25 mm),

melebihi sekat wedge-wire. Air berperan sebagai bantalan yang mengizinkan

penambahan lumpur untuk mengapung tanpa menyebabkan tekanan ke atas atau

ke bawah pada permukaan wedge-wire. air lebih lanjut mencegah kompresi atau

gangguan partikel koloid pada lumpur. Setelah bed terisi oleh lumpur, pada awalnya

memisahkan lapisan air dan air drainase diizinkan untuk meresap jauh pada tingkat

control melalui katup keluaran. Setelah air bebas sudah dikeringkan, lumpur lebih

lanjut terkonsentrasi pada drainase dan evaporasi sampai terdapat penyisishan

lumpur yang diinginkan.

3.4. Vacuum-Assisted Drying Beds

Vacuum-assisted drying beds yang beroperasi saat ini hanya dua, 20ft (6m)

dari 40ft (12 m) unit yang dibangun pada 1976 di kota Sunrise, Florida. Alat ini

mengeringkan air pada kondisi lumpur aerobik mendapatkan 2% konsentrasi

padatan, dimana terbuang dari kontak penstabilan alat pengolahan air limbah.

Komponen utama dari fasilitas ini adalah :

- lempengan tanah bawah yang terdiri dari beton bertulang

- lapisan stabil agregat yang tebalnya beberapa inch, mendukung untuk

multi-media filter atas yang kaku. Ruang ini juga untuk ruang vakum dan

tersambung ke pompa vakum.

Page 381: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Sludge Drying Bed | 8

- Multi-media filter atas yang kaku diletakkan pada pendukung agregat.

Lumpur kemudian digunakan untuk permukaan media.

Urutan pengoperasiannya adalah sebagai berikut:

- Lumpur memasuki permukaan filter dengan aliran gravitasi pada tingkat

debit 150 gpm (9,4 L/s) dan kedalaman 12-18in (30-46 cm)

- Pengeringan filtrat melalui filter multi-media menuju tuang yang

mengandung agregat kemudian menuju ke tempat air berkumpul,

selanjutnya di pompa kembali ke alat dengan pompa yang dapat bekerja

sendiri

- Ketika seluruh permukaan filter multi-media dipenuhi lumpur, system

vakum dimulai dan menjaganya pada 1-2 in.Hg (3-34 kN/m2)

Dibawah kondisi cuaca yang baik, system pengeringan ini mencairkan lumpur

secara aerobik hingga 12% konsentrasi padatan dalam 24 jam tanpa adanya

penambahan polimer, dan pada level yang sama 8 jam jika diberikan penambahan

polimer. Lumpur tertentu dari 12% konsentrasi padatan mampu diangkat dari bed

dengan garpu atau peralatan mekanis. Lumpur akan dikeringkan lebih lanjut hingga

20% konsentrasi padatan dalam 48 jam.

4. Aplikasi dan Batasan-Batasan Proses

Biasanya sludge drying sand beds digunakan untuk memisahkan air dari

lumpur pada unit dengan skala yang kecil. Hal ini dikarenakan sedikitnya perhatian

maupun keahlian yang dibutuhkan oleh operator. Meskipun demikian, proses air-

drying biasanya terbatas hanya pada lumpur yang sudah diolah atau stabilized

sludge, hal ini dikarenakan lumpur yang masih mentah cenderung berbau tidak

sedap, memicu datangnya serangga-serangga pengganggu, dan tidak dapat kering

dengan memuaskan pada kedalaman tertentu. Minyak pada lumpur mentah juga

dapat menyumbat sandbed yang akan menimbulkan permasalahan yang cukup

Page 382: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Sludge Drying Bed | 9

serius pada proses pembuangan. Desain dan penggunaan dari drying beds

dipengaruhi oleh kondisi cuaca dan karakteristik dari lumpur itu sendiri. Operasi unit

dapat terhambat apabila terjadi hujan atau cuaca dingin yang berkepanjangan.

5. Cara Kerja Proses, Teori, dan Prinsip Dasar

Cake dengan persentase padatan 40-45% dapat dicapai dengan waktu tinggal

2-6 minggu pada kondisi cuaca yang baik dan dengan pengolahan yang baik pada

secondary, primary, atau mixed sludge. Dengan campuran bahan kimia, proses

dewatering dapat dipersingkat waktunya hingga 50% atau bahkan lebih. Padatan

yang mengandung 85-90% sebenarnya dapat dicapai dengan sludge drying beds,

namun waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkan hasil tersebut tidak praktis.

Variabel yang mempengaruhi desain drying beds adalah:

a. Kondisi lumpur

b. Karakteristik lumpur

c. Permeabilitas tanah

d. Harga dan ketersediaan lahan

Proses air-drying pada lumpur sangatlah sensitif terhadap kondisi cuaca.

Hujan akan memperpanjang waktu pengeringan, meskipun efek hujan dapat

diabaikan apabila sudah terjadi penyusutan dan cracking pada lumpur. Hujan juga

dapat mengurangi nilai dari lumpur untuk menjadi pupuk, hal ini dikarenakan hujan

melarutkan nutrien-nutrien penting. Temperatur udara, kelembaban relatif,

persentase sinar matahari, dan kecepatan angin yang berhembus juga dapat

mempengaruhi kelajuan penguapan air dari lumpur. Pada musim panas atau

keadaan yang memiliki suhu dan kelembaban tinggi, kelajuan pengeringan dapat

bernilai dua hingga tiga kali lebih cepat daripada musim dingin atau kondisi cuaca

dengan suhu yang rendah. Oleh karena itu biasanya pada saat musim dingin, lumpur

akan diolah dengan digester sementara pada saat musim panas baru diolah dengan

drying beds.

Page 383: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Sludge Drying Bed | 10

Lumpur mentah yang belum diolah tidak dapat mengering semudah lumpur

yang sudah terolah. Kekurangan dari lumpur mentah yaitu bau tak sedap dan

kemungkinan munculnya serangga-serangga pengganggu juga menjadi penghambat

tersendiri. Olah karena itu sludge drying beds biasanya digunakan hanya untuk

lumpur yang telah diolah. Namun demikian, lumpur yang telah diolah berlebihan

dapat mengering lebih lambat pula. Lumpur primer mengering lebih cepat daripada

lumpur sekunder. Demikian pula halnya dengan lumpur yang sudah lama ditinggal

akan mengering lebih lama daripada lumpur yang baru.

Waktu pengeringan dipengaruhi oleh konsentrasi awal padatan pada lumpur.

Hasil laboratorium menunjukkan bahwa banyaknya air yang dapat dibuang menurun

secara linear seiring dengan naiknya konsentarasi padatan, seperti ditunjukkan oleh

Gambar 5.1. Selain itu, waktu pengeringan dan kelembaban cake akan naik seiring

dengan bertambahnya koinsentrasi padatan pada lumpur, seperti ditunjukkan oleh

Gambar 5.2 dan 5.3

Gambar 5.1 Pengaruh konsentrasi solid terhadap banyak air yang dapat dibuang

Sumber: Handbook of Environmental Engineering, Volume 6: Biosolids Treatment Processes

Page 384: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Sludge Drying Bed | 11

Gambar 5.2 Pengaruh konsentrasi solid terhadap waktu pengeringan

Sumber: Handbook of Environmental Engineering, Volume 6: Biosolids Treatment Processes

Gambar 5.3 Pengaruh konsentrasi solid terhadap kelembaban cake

Sumber: Handbook of Environmental Engineering, Volume 6: Biosolids Treatment Processes

Untuk pengeringan optimum beban padatan pada sand beds tidak boleh

melebihi 15 lb padatan kering/ft2 untuk uncovered beds dan 25 lb padatan

Page 385: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Sludge Drying Bed | 12

kering/ft2 untuk covered beds. Kelajuan pengeringan bergantung kepada

kedalaman pemasukan lumpur diatas sand beds. Waktu pengeringan dan

kelembaban dari cake akan bertambah seiring dengan naiknya kedalaman

pemasukan lumpur, seperti ditunjukkan oleh Gambar 5.4 dan 5.5.

Gambar 5.4 Pengaruh kedalaman pemasukan lumpur terhadap waktu pengeringan

Sumber: Handbook of Environmental Engineering, Volume 6: Biosolids Treatment Processes

Gambar 5.5 Pengaruh kedalaman pemasukan lumpur terhadap kelembaban cake

Sumber: Handbook of Environmental Engineering, Volume 6: Biosolids Treatment Processes

Page 386: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Sludge Drying Bed | 13

Kelajuan pengeringan dapat ditingkatkan dengan mengkondisikan lumpur

dengan koagulan organik maupun inorganik. Penambahan bahan kima dapat

menaikkan porositas koagulan, menurunkan kompresi padatan, dan mengurangi

kebutuhan perawatan sand bed. Alum, aluminum chlorohydrate, dan ferrous

sulfate merupakan bahan kimia yang biasa digunakan di Inggris. Banyaknya

koagulan inorganik yang dibutuhkan untuk pengeringan lumpur yang efektif

bergantung pada pH lumpur. Lumpur pada kondisi buffer akan membutuhkan

dosis koagulan yang cukup signifikan sebelum terjadi perubahan. Berbeda dengan

koagulan inorganik, koagulan organik memiliki dosis efektif kurang dari 1% berat

pedatan. Namun demikian, koagulan organik memiliki harga yang lebih mahal

daripada koagulan inorganik.

Penggunaan alat pembersih mekanik dapat menaikkan kelajuan pengeringan

lumpur. Desain alternatif bed yang muncul dalam upaya penggunaan pembersih

mekanik adalah paved beds, wedge wired beds, dan heated beds. Waktu

pengeringan lebih singkat yang dicapai karenak pembersih mekanik dapat

menghilangkan lumpur dengan konten kelembaban yang lebih tinggi daripada

pembersihan manual.

6. Kriteria Desain, Persyaratan, dan Pertimbangan lainnya

6.1. Persyaratan Lahan

Tingkat sludge drying tergantung parameter yang menentukan lahan

minimal yang diperlukan untuk instalasi beds. Open beds membutuhkan area yang

lebih besar dibandingkan dengan covered beds. Eckenfelder dan O’Connor

menyarankan beban padatan tahunan per satuan luas beds untuk berbagai jenis

lumpur air limbah di kisaran 15-27 lb/ft2 seperti pada tabel berikut.

Page 387: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Sludge Drying Bed | 14

tabel 6.1. beban padatan berdasarkan jenis lumpur

Sumber: Handbook of Environmental Engineering, Volume 6: Biosolids Treatment Processes

Persyaratan lahan menurun untuk chemically conditioned sledges. Karena,

semakin tinggi beban padatan yang diizinkan untuk conditioned sludge, penerapan

lumpur yang lebih dalam, dan tingkat pengeringan lebih cepat dari lumpur

tersebut.

6.2. Covered Beds

Covered beds menjadi hal yang penting karena dengan memberikan

penutup untuk drying beds, masalah bau, adanya serangga, serta estetika selama

musim hujan maupun cuaca dingin dapat lebih teratasi. Pada paved, wedge-wire,

dan vacuums beds, penutup ini dapat digunakan, tetapi belum ada data yang

tersedia mengenai bagaimana pengaruhnya untuk beds.

6.3. Sludge Conditioning

Sludge conditioning dapat meningkatkan pengeringan bed secara dramatis,

serta harus dipertimbangan sebagai bagian dari desain. Untuk menguras lumpur

dengan kasus yang sulit, sludge conditioning merupakan pertimbangan yang

sangat diperlukan.

Page 388: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Sludge Drying Bed | 15

6.4. Sludge Removal

Untuk menghilangkan lumpur kering dari drying beds dengan jenis

penghapusan manual, diperlukan 30-40% konsentrasi padatan. Sementara, dengan

sistem pembuangan lumpur mekanik, konsentarasi padatan antara 20-30% dapat

ditangani. Tergantung dengan ukuran bed, unit dapat diolah mirip dengan lift dan

mekanisme pembuangan dengan menggunakan truk sampah, yang tersedia untuk

wedge-wire bed.

6.5. Sidestreams

Sidestream yang hanya dapat digunakan untuk operasi drying bed adalah

larutan drainase bawah. Biasanya, aliran ini diperlakukan dengan daur ulang.

Namun, kandungan nitrogen yang tinggi dari aliran daur ulang harus

dipertimbangkan pengaruhny dalam desain unit hulu di instalasi pengolahan.

6.6. Kriteria Ukuran Bed

Kriteria terbaik mempertimbangkan pembebanan padatan, suhu, kecepatan

angin, curah hujan, karakteristik lumpur, dan konsentrasi padatan. Pada paved

beds, tidak ada kriteria ukuran yang umum.

Page 389: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Sludge Drying Bed | 16

Tabel 6.2. Kriteria ukuran sand bed untuk pengolahan anaerobik

Sumber: Handbook of Environmental Engineering, Volume 6: Biosolids Treatment Processes

Page 390: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Sludge Drying Bed | 17

tabel 6.3 Kriteria ukuran sand bed yang diakui Negara Amerika

Sumber: Handbook of Environmental Engineering, Volume 6: Biosolids Treatment Processes

tabel 6.3 Kebutuhan tenaga kerja berdasarkan sludge drying bed

Sumber: Handbook of Environmental Engineering, Volume 6: Biosolids Treatment Processes

Page 391: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Sludge Drying Bed | 18

7. Dampak Lingkungan dan Konsumsi Energi

Kebutuhan lahan besar. Bau dapat ditimbulkan ketika lumpur susah diolah

dan daerah zona penyangga yang tidak memadai.

Et = Ep + Ems + Est

Keterangan :

Et : Total energi tahunan yang dibutuhkan (Btu/yr)

Esr : Kebutuhan energi pemindahan pasir (Btu/yr)

Ep : Kebutuhan energi pompa (Btu/yr)

Ems : Kebutuhan energi mekanik (Btu/yr)

8. Modal

8.1. Biaya Modal

CC = 25.27 x 104 Q1.35

Keterangan :

CC = biaya konstruksi sands bed

Q = desain pabrik untuk aliran air limbah

Biaya yang terkait termasuk penggalian, proses pemipaan, peralatan, beton, dan

besi.

Cae = 0.2264 x CC

Keterangan :

Cae = biaya untuk teknis dan administrasi

Page 392: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Sludge Drying Bed | 19

Ct = CC + Cae

Ct = biaya total

8.2. Biaya Operasional dan Pemeliharaan

Syarat seorang tenaga kerja adalah bisa membuka area permukaan bed untuk

operasional dan pemeliharaan. Indikasi seorang tenaga kerja termasuk pembuangan

lumpur yang kering dari bed, pemeliharaan pasir, dan weeding jika dibutuhkan.

9. Proses Monitoring

Variabel proses monitoring yang penting membutuhkan pengukuran dan

peralatan monitoring yang direkomendasikan oleh US EPA. Tabel 9 merangkum apa

yang diukur dan peralatan yang digunakan untuk ‘memberi makan’ lumpur, isi bed,

lumpur yang telah dikeringkan, drainase dan limpasan air permukaan, cuaca, dan

atmosfer.

10. Desain dan Contoh Aplikasi

Sebuah pabrik pengolahan air limbah memiliki total lumpur sebesar 0.5 MGD

yang dipompa ke drying beds di ketinggian kepala dinamik sebesar 40 ft

menggunakan kawat terhadap air dengan efisiensi sebesar 60%. Hitung konsumsi

energinya!

Kebutuhan energi pemompaan :

Ep = 3.89 x 106 x Q x (TDH) x

Ep = 3.89 x 106 x 0.50 x 40 x

Ep = 129.7 x 106 Btu/yr

Page 393: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Sludge Drying Bed | 20

Energi mekanik scraping

Ems = (3.2 x 106 x Btu/yr/MGD) x (Q MGD) = 3.2 x 106 x 0.5 = 1.6 x 106 Btu/yr

Energi konsumsi penggantian pasir

Esr = 10% dari Ems = 1.6 x 105 Btu/yr

Total konsumsi energi

ET = Ep + Ems + Esr = 131.46 x 106 Btu/ yr x 2.982 x 10-4 kWh/Btu = 38500 kWh/yr

Page 394: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Sludge Dewatering – Sludge Drying Bed | 1

SLUDGE DEWATERING

Nama Kelompok 13 :

Martha Theresia Juliana Siregar (1206261541)

M. Ali Habibie (1206243816)

Rania Amalia F. Alatas (1206261636)

William Ishak Sinaga (1206261560)

Sludge Drying Beds

I. Deskripsi Proses Sludge Drying Beds

Sejak 1900 penelitian mengenai pengeringan lumpur mengggunakan drying beds

sudah dilakukan dan dengan metode drying beds lebih banyak digunakan pada sludge

dewatering air limbah domestik. Lumpur hasil pengolahan akan lebih cepat kering

daripada lumpur alami.

Khususnya di United States sudah menggunakan metode ini lebih dari 100 tahun.

Dalam penggunaan drying beds memungkinkan diharapkan pada pengolahan yang

sederhana, kondisi hangat melalui daerah yang mendapat banyak cahaya matahari, dan

pengolahan tersebut juga menggunakan beberapa fasilitas yang besar serta bertempat di

iklim utara.

Sludge Drying disediakan untuk lumpur yang dihasilkan dari sedimentasi yang akan

dikeringkan sehingga lebih mudah untuk diatasi. Sludge Drying Beds digunakan untuk

pengeringan lumpur baik dari pengeringan massa lumpur dengan evaporasi dari

permukaan yang terkena dengan udara bebas sekaligus dari cairan dari underdrains akan

digunakan pada pengolahan selanjutnya. Drying beds terdiri dari 4-9 in. pasir yang

ditempatkan di atas 8-18 in. batuan. ukuran dari pasar biasanya 0,3-1,2 mm dan koefisien

keseragamannya adalah kurang dari 5. biasanya batuan tersebut sebesar 1/8-1 in. Drying

beds memiliki undredrains yang dipisahkan dari 8-20 ft. pipa underdrains ini biasanya

memiliki ukuran 4 in yang terbuat dari vitrivikasi lumpur.

Lumpur disebarkan pada beds dengan lapisan 8-12 in. Biasanya pipa pengisi drying

beds terbuat dari besi dan didesain memiliki kecepatan yang rendah yaitu 2,5 ft/s. Pipa

tersebut dirancang untuk mengering pada beds dan ketentuannya dibuat untuk menyiram

Page 395: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Sludge Dewatering – Sludge Drying Bed | 2

dan sebagai tindakan pencegahan pada saat musim dingin. Lumpur tersebut dapat

dipindahkan dari drying beds setelah mengering sehingga dapat dipisahkan. Namun, pada

saat pemindahan lumpur yang sudah kering, lapisan yang terdapat dibawah lumpur tidak

boleh terganggu atau bahkan sampai rusak.

Prosedur dalam Sludge Drying Beds ini adalah yang pertama pompa lumpur ini pada

permukaan drying beds sampai pada batas yang diinginkan (biasanya 20-30 cm).,

kemudian lumpur tersebut akan dikeringkan dari pengeringan ini konsentrasi dari lumpur

dapat berkurang dari 18-60% tergantung dari jenis lumpur. Jika lumpur yang dimasukkan

mengering, pindahan lumpur tersebut secara mekanikal atau manual dan kemudian pompa

lagi lumpur pada sludge drying beds.

II. Kelebihan dan Kekurangan Menggunakan Sludge Drying Beds

Kelebihan:

a. Jika lahan yang tersedia untuk pengeringan sudah ada, ini merupakan sistem yang

paling murah,

b. Biaya modal yang rendah,

c. Tidak terlalu membutuhkan keterampilan operator dan perhatian khusus,

d. Jumlah operator yang sedikit namun harus memiliki kemampuan di bidangnya,

e. Penggunaan energi yang sedikit,

f. Tidak terlalu sensitif untuk variasi lumpur,

g. Sedikit penggunaan bahan kimia,

h. Memiliki kekeringan yang lebih baik daripada metode mekanik.

Kekurangan:

a. Terlalu simpel,

b. Membutuhkan lebih banyak tempat daripada metode mekanik,

c. Membutuhkan stabilized sludge terlebih dahulu,

d. Harus didesain dengan lebih teliti karena adanya perubahan cuaca,

e. Dibutuhkan perhatian khusus pada dampak iklim/cuaca,

f. Lebih cocok untuk umum.

Page 396: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Sludge Dewatering – Sludge Drying Bed | 3

III. Jenis Sludge Drying Beds

III.1 Conventional Sand Drying Beds

Sand Drying Beds adalah metode yang paling tua dan yang paling biasa

digunakan pada drying beds. Pada jenis ini memungkinkan untuk membuat berbagai

variasi desain termasuk tampilan dari pipa drainase, ketebalan, dan tipe dari batuan,

lapisan pasir, dan bahan yang digunakan untuk kontrusksi.

Dimensi yang biasa digunakan pada jenis ini adalah dengan lebar 15-60 ft

(4,5-18 m), panjang 50-150 ft (15-47 m). Biasanya lapisan pasir setebal 4-9 in (10-23

cm) yang diletakkan pada batuan dengan ketebalan 8-18 in. (20-46 cm). (Izrail S.

Turovskiy & P. K. Mthai, 2006). Namun, drying beds biasanya dengan dimensi lebar

20-30 ft (6,9-9,1 m), panjang 25-125 ft (7,6-38.1 m), dan terdiri dari 6-10 in (15-25

cm) lapisan pasir yang terdapat di atas lapisan batu kerikil 6-12 in ( 15-30 cm).

(Reynolds & Richards, 1996).

Kriteria ukuran sludge drying beds diberikan dalam satuan luas bed yang

dibutuhkan untuk dewatering dalam basis meter persegi per kapita. Kriteria yang

Gambar 1 Typical Sand Drying Bed Contruction

Page 397: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Sludge Dewatering – Sludge Drying Bed | 4

lebih baik untuk ukuran bed adalah pada unit loading dalam kilogram padatan kering

per meter persegi per tahun. Kriteria yang dipilih harus mempertimbangkan kondisi

iklim/cuaca seperti diantaranya temperatur, kecepatan angin, dan presipitasi: karakter

biosolids seperti diantaranya pasir/kerikil halus, minyak/lumas, dan kandungan

biologi; dan konsentrasi padatan.

Aplikasi kedalaman berkisar dari 200-400 mm (8-16 in), aplikasi kedalaman

seharusnya menghasilkan nilai optimum solids loading dari 10-15 kg/m2 (2-3 lb/ft

2).

Kebutuhan total waktu pengeringan bergantung pada lumpur kering yang diinginkan

atau sesuai kebutuhan.

Tabel 1. Kriteria Desain Sand Drying Beds untuk Digester Sludge

III.2. Paved Drying Beds

Biasanya jenis ini memiliki bentuk yang rectangular dan memiliki lebar 20-50

ft (5-15 m), panjang 70-150 ft (21-46 m. Paved drying beds ini dapat dibauat

dengan atau tanpa atap. Untuk memuat lebih banyak lumpur, Peved drying beds

ini membutuhkan lebih banyak area daripada sand drying beds. Kelebihan dari

jenis ini adalah dari depan hingga belakang muatan dapat digunkaan untuk

pemindahan lumpul dan mengurangi biaya perawatan.

Page 398: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Sludge Dewatering – Sludge Drying Bed | 5

Gambar 2. Typical Paved Drying Beds Contruction

III.3. Wedge-Wire Drying Beds

Pada wedge-wire drying beds, lumpur masuk dalam salurhan horizontal, media

drainase terbuka dalam sepanjang pembersihan filtrasi dan didukung dengan kecepatan

drainase.

Gambar 3. Penampang Wedge-Wire Drying Bed

Keuntungan penggunaan wedge-wire drying bed:

a. Tidak terbentuk penyumbatan media

b. Drainase cepat dan konstan,

c. Kecepatan dari awal-akhir besar daripada sand beds,

d. Pengaturan bed mudah,

e. Lumpur yang sulit di dewater, seperti aerobically digested dapat di keringkan,

f. Digabungkan dengan sand beds dewater sludge akan lebih mudah untuk penghilangan.

Page 399: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Sludge Dewatering – Sludge Drying Bed | 6

IV. Kriteria Desain

IV.1. Kebutuhan Land

Laju dari lumpur kering tergantung dari pada luas area yang dibutuhkan untuk

instalasi tersebut. Berikut adalah tabel yang merekomendasikan ukuran dari

drying sand beds.

Dari tabel 2 dapat dilihat bahwa open bed membutuhkan ruang yang lebih besar

dari pada closed bed.

Berikut adalah rekomendasi ukuran luas area pada kondisi yang berbeda:

Page 400: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Sludge Dewatering – Sludge Drying Bed | 7

IV.2. Covered Bed

Pada metode sludge drying beds ini akan sangat bermasalah pada saat hujan

turun, salju atau cuaca yang dingin, potensi bau dan serangga yang dihasilkan,

atau masalah setetika sehingga dibuatlah penutup yang dapat melindungi drying

beds. Covered Bed akan memiliki ventilasi sehingga udara dapat masuk dan juga

dapat mengurangi luas area (sesuai tabel 2).

IV.3. Sludge Conditioning

Pengkondisian lumpur dapat secara dramatis meningkatkan pengeringan

dari proses awal-akhir dan seharusnya dipertimbangkan sebagai bagian dari

desain.

IV.4. Sludge Removal

Mayoritas fasilitas di United States menggunakan tenaga kerja manual untuk

menghilangkan lumpur kering dari bed pengering. Dengan jenis penghilangan,

konsentrasi padatan 30-40%. Dengan sistem pembungan lumpur mekanik,

konsentrasi padatan antara 20-30% dapat diatasi. Hal ini tergantung pada ukuran

bed, unit pengolahan seperti lift dan mekanisme pembuangan truk sampah yang

tersedih untuk tempat wedge-wire drying bed.

IV.5. Sidestreams

Mengikuti hasil studi karakteristik dari drainase sand bed di United States;

a. Tipe lumpur = Campuran pencernaan anaerobik dari primary dan lumpur

trickling filter,

b. Bed media = 6 in pasir,

c. Warna = clear, kuning sawo gelap,

d. COD = 300-400 mg/L,

e. BOD5 = 6-66 mg/L,

f. BOD20 = 1900-2360 mg/L (>90% nitrogen).

Page 401: Gabungan Tugas Besar Pengolahan Biologis Dengan Lumpur Aktiv Dan Rangkuman Pengolahan Lumpur Unit Operasi Dan Proses

Sludge Dewatering – Sludge Drying Bed | 8

Referensi

- K, Lawrence Wang, Yan Li, Nazih K. Shammas, and George P. Sakellaropoulos.,

Drying Bed, 2007.

- S, Izrail Turovskiy and P. K. Mathai., Wastewater Sludge Processing, 2006.

- Reynoold, Tom D and Richards, Paul A., Unit Operations and Processes in

Emvironmental Engineering, Second Edition, 1996.