FOTOGENIAL EDISI 2

70
FOTOGENIAL BULETIN FOTO BULANAN LEMBAGA PERS MAHASISWA SPIRIT MAHASISWA EDISI KEDUA 2014 FACEBOOK SPIRIT -MAHASISWA WARTA KAMPUS UNIVERSITAS TRUNOJOYO TWITTER SPIRIT -MAHASISWA @LPMSM & @WARTAUTM WEB/BLOG SPIRIT -MAHASISWA HTTP://WWW.SPIRIT-MAHASISWA.BLOGSPOT.COM E-MAIL SPIRIT -MAHASISWA [email protected] DIPERUNTUKAN BAGI MAHASISWA UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA DAN SEKITARNYA IHWAL STREET PHOTOGRAPHY FOTO PANGGUNG EUFORIA MEMBUAT ALIRAN FOTO EMBONGAN

description

DOWNLOAD BULETIN FOTOGENIAL BULETIN FOTOGRAFI LEMBAGA PERS MAHASISWA SPIRIT MAHASISWA

Transcript of FOTOGENIAL EDISI 2

Page 1: FOTOGENIAL EDISI 2

FOTOGENIALBULETIN FOTO BULANAN

LEMBAGA PERS MAHASISWA SPIRIT MAHASISWA

EDISIKEDUA2014

FACEBOOK SPIRIT -MAHASISWAWARTA KAMPUS UNIVERSITAS TRUNOJOYO

TWITTER SPIRIT -MAHASISWA@LPMSM & @WARTAUTM

WEB/BLOG SPIRIT -MAHASISWAHTTP://WWW.SPIRIT-MAHASISWA.BLOGSPOT.COM

E-MAIL SPIRIT [email protected] DIPERUNTUKAN BAGI MAHASISWA UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA DAN SEKITARNYA

IHWAL STREET PHOTOGRAPHY

FOTO PANGGUNG

EUFORIA MEMBUAT ALIRAN

FOTO EMBONGAN

Page 2: FOTOGENIAL EDISI 2

2 • Designfreebies Magazine • www.designfreebies.org

BERGUNA BAGI SESAMA DAN TETAP GUYUB UNTUK SEMUA(BY : LEMBAGA PERS MAHASISWA SPIRIT MAHASISWA)

FOTOGENIALLEMBAGA PERS MAHASISWA SPIRIT MAHASISWA

Page 3: FOTOGENIAL EDISI 2

Designfreebies Magazine • www.designfreebies.org • 3

Pimpinan UmumGhinan Salman Pimpinan RedaksiNofianto Puji Imawan

SekertarisRiris Aditia Nigrum

Sekertaris RedaksiMubarokatin

Design / LayoutDiyan Tri Utari

FotograferToto PratomoNofianto P. I.Diyan Tri Utari

KontributorHery Amariansyah

Crew Iskak HakikiIke Dewi LestariDafir FalahMustaji

LEMBAGA PERS MAHASISWASPIRIT-MAHASISWABULETIN FOTOGENIALEDISI KHUSUS 2014

FOTOGENIALBULETIN FOTO BULANAN

LEMBAGA PERS MAHASISWA SPIRIT MAHASISWA

EDISIKEDUA2014

FACEBOOK SPIRIT -MAHASISWAWARTA KAMPUS UNIVERSITAS TRUNOJOYO

TWITTER SPIRIT -MAHASISWA@LPMSM & @WARTAUTM

WEB/BLOG SPIRIT -MAHASISWAHTTP://WWW.SPIRIT-MAHASISWA.BLOGSPOT.COM

E-MAIL SPIRIT [email protected] DIPERUNTUKAN BAGI MAHASISWA UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA DAN SEKITARNYA

PERJALANAN PANJANG STREET FOTOGRAFI

MENUNGGU ATAU MENCARI “MOMENT”

KRITIK FOTOGRAFI

FOTO EMBONGAN

Buletin Fotogenial yang menjadi Buletin Fotografi Pertama dilingkungan Universitas Trunojoyo Madura (UTM). Begitu juga disekitar Madura, yang diproduksi dalam bentuk Online. Buletin dua bulanan yang fokus mengangkat wacana, karya, dan tema mengenai dunia fotografi dan karya foto ini. Ingin menyuguhkan sebuah bentuk kepedulian untuk perkembangan dunia fotografi dan sumbangsih karya fotografi kepada masyarakat Madura khususnya UTM. Karena dirasa dunia fotografi disini mengalami permasalahan yang membuat aktualisasi, kegiatan, perkumpulan, dan wacana mengenai fotografi begitu juga karya foto, yang kurang dan cenderung mati suri. Maka Buletin Fotogenial ingin bersama-sama menjadi wadah dan perantara untuk megem-bangkan dunia fotografi beserta memberikan wadah bagi penik-mat atau pecinta foto dan tentunya fotografer dalam berkarya.

Pada terbitan yang kedua ini, setelah Buletin Fotogenial yang perdana membahas mengenai “Apresiasi & Ekspresi”. Yang telah terbit Agustus 2014 lalu. Telah mendapat banyak sekali apre-siasi dan sambutan baik dari penikmat dan pencinta fotografi. Sehingga, kali ini Buletin Fotogenial akan mengangkat tema “Foto Embongan” sebagai fokus tema di terbitan edisi kedua dibulan Oktober 2014. Apa itu “Foto Embongan” Foto Embongan ini pada akhirnya bukan sebuah genre fotografi yang semata-mata berhubungan dengan Embongan (Jalanan), melainkan men-genai sebuah pendekatan. Pencapaian estetika Foto Embongan memang hanya dimungkinkan karena perkembangan teknologi, yang memungkinkan kamera merekam sepersekian detik dan sekarang menangkap gambar dalam cahaya yang makin sedikit. Foto Embongan menyingkapkan formasi-formasi dari kehidupan sehari-hari yang tak sempat kita lihat dengan saksama.

Tapi proses penangkapan momen-momen itu mengantar foto-grafer dan kritikus pada pertanyaan yang terus-menerus diuji: Apa hubungan fotografer dengan yang difoto? Apa hubun

SALAM REDAKSI

Page 4: FOTOGENIAL EDISI 2

4 • Designfreebies Magazine • www.designfreebies.org

Buletin Fotogenial yang menjadi Buletin Fotografi Pertama dilingkun-gan Universitas Trunojoyo Madura (UTM). Begitu juga disekitar Madura, yang diproduksi dalam bentuk Online. Buletin dua bulanan yang fokus men-gangkat wacana, karya, dan tema mengenai dunia fotografi dan karya foto ini. Ingin menyuguhkan sebuah bentuk kepedulian untuk perkemban-gan dunia fotografi dan sumbangsih karya fotografi kepada masyarakat Madura khususnya UTM. Karena dirasa dunia fotografi disini mengalami per-masalahan yang membuat aktualisasi, kegiatan, perkumpulan, dan wacana mengenai fotografi begitu juga karya foto, yang kurang dan cenderung mati suri. Maka Buletin Fotogenial ingin bersama-sama menjadi wadah dan perantara untuk megembangkan dunia fotografi beserta memberikan wadah bagi penikmat atau pecinta foto dan tentunya fotografer dalam berkarya.

Pada terbitan yang kedua ini, setelah Buletin Fotogenial yang perdana mem-bahas mengenai “Apresiasi & Ekspresi”. Yang telah terbit Agustus 2014 lalu. Telah mendapat banyak sekali apre-siasi dan sambutan baik dari penikmat dan pencinta fotografi. Sehingga, kali ini Buletin Fotogenial akan mengang-kat tema “Foto Embongan” sebagai fokus tema di terbitan edisi kedua dibulan Oktober 2014. Apa itu “Foto Embongan” Foto Embongan ini pada akhirnya bukan sebuah genre foto-

grafi yang semata-mata berhubungan dengan Embongan (Jalanan), melain-kan mengenai sebuah pendekatan. Pencapaian estetika Foto Embongan memang hanya dimungkinkan kare-na perkembangan teknologi, yang memungkinkan kamera merekam sep-ersekian detik dan sekarang menang-kap gambar dalam cahaya yang makin sedikit. Foto Embongan menyingka-pkan formasi-formasi dari kehidupan sehari-hari yang tak sempat kita lihat dengan saksama.

Tapi proses penangkapan momen-momen itu mengantar fotografer dan kritikus pada pertanyaan yang terus-menerus diuji: Apa hubungan fotografer dengan yang difoto? Apa hubungan subyek dengan obyek. Fotografer Embongan berselancar dalam aliran yang dinamis. Posisinya ambigu jika bukan tak stabil. Ia harus tak terlihat, tak mengganggu. Tapi ia juga tak boleh mengambil gam-bar dengan kamera tersembunyi. Ia harus tetap terbuka. Ia harus menjadi sewajar-wajarnya. Ini artinya ia men-imbang hubungannya dengan obyek (ataukah justru subyek) fotonya. Jika obyek (ataukah subyek) fotonya ter-sadar, si Fotografer juga harus bisa bersikap terbuka untuk mengatasi masalah yang timbul. Bisa saja orang tersebut tidak rela, bisa juga baik-baik saja. Tapi renungan pengalaman Fotografer Embongan bisa membuat Foto Embongan menyumbang pada dunia wacana tentang hubungan

antara subyek-obyek, antarmanusia, antara ruang privat dan ruang pub-lik, yang terus-menerus dipertanyakan dan dirumuskan ulang. Hal itu mung-kin adalah sebuah pertanyaan etika lebih daripada estetika.

Berdasarkan pengamatan kasar, kita bisa mencirikan Foto Embongan seba-gai: Memotret ruang publik, bukan ruang privat. Ruang publik bisa dalam makna konkret, seperti jalan, taman, kota, pasar, kendaraan umum dan sejenisnya; bukan kamar kerja, kamar tamu, ruang tidur, bak mandi dan sejenisnya. Bisa juga dalam makna konseptual, yaitu relasi manusia den-gan dunia publik (eksterioritas); bukan dunia batin manusia. Memotret manu-sia, makhluk hidup dan relasi di antara mereka maupun dengan hubungan dengan benda-benda yang memban-gun suasana di ruang publik; bukan memotret arsitektur. Memotret tanpa melakukan penyutradaraan.

Kenapa Foto Embongan memusatkan diri pada ruang publik. Ruang publik menunjukkan tingkat dan bentuk per-adaban masyarakat yang bersangku-tan. Melalui ruang publik kita melihat bagaimana negosiasi di antara pihak-pihak terjadi. Masyarakat maju dan terbuka, misalnya, menghargai per-bedaan dan menjaga hak asasi manu-sia. Rasa aman juga terlihat di ruang publik. Itu tercermin dari bagaimana orang bersikap dan berpakaian di jalan. Di ruang publik terjadi hubun-

SALAM REDAKSI

Page 5: FOTOGENIAL EDISI 2

Designfreebies Magazine • www.designfreebies.org • 5

gan dan negosiasi di antara orang yang anonim (tak saling kenal) Potensi ketegangan tinggi (sekalipun bukan wilayah atau masa konflik). Lebih dari 50% penduduk dunia tinggal di perko-taan. Maka, kota adalah lokasi sangat penting dalam kehidupan manusia dewasa ini.

Kenapa dinamakan Foto Embongan? Jika obyek/subyek foto tidak harus berada di jalan (Embong), tetapi bisa juga di ruang publik lain (taman, bis atau kereta dan lain-lain), kenapa dis-ebut Foto Embongan? Dalam seja-rahnya, pada awalnya para fotografer menghasilkan foto-foto “sejenis” itu di jalan. Yang dimaksud foto “sejenis itu” adalah adalah yang candid (tidak dis-utradarai, tidak disetting, dll), merekam emosi sebuah kota melalui kombinasi pelbagai elemen yang dinamis. Lalu, pada akhirnya pendekatan “sejenis itu” digunakan juga di ruang pub-lik yang lain. Maka, Foto Embongan juga merupakan sebuah pendekatan. Foto Embongan bukan cuma berk-enaan dengan lokasi, melainkan sebuah konsep. Bukan perkara makna, foto memang memiliki kekayaan tersendiri didalamnya. Bagaimana sebuah foto mempengaruhi banyak mata dan pikiran. Kekuatan apa yang dimiliki sebuah foto. Sehingga mitos-mitos mengenai kesubjektifan foto menjadi tercipta. Itu lah foto, yang pernah membuat kita menjadi menen-gok sejarah dan terperangah oleh indahnya realita yang beku. Namun

fotografi kini sedang terjangkit pen-yakit yang namanya kasta. Perbedaan, pengelompokan, pembagian, pemi-sahan, dan pemecahan berdasarkan aliran dan pemahaman bahkan ide-ologi. Semakin menjadi fenomena. Banyak aliran dan banyak pemahaman yang dianggap jauh berbeda. Padahal hakikatnya semua untuk sebuah foto. Dan fotografi sebagai perantaranya. Sedangkan aliran dianggap seba-gai fokus dan keputusan yang harus diambil. Sehingga muncul kelom-pok-kelompok yang masing-masing mendewakan alirannya masing-mas-ing. Banyak yang bedebat antara mana yang bagus dan tidak atau bahkan mana yang lebih baik dalam Fotografi. Foto memang subjektif, namun jangan sampai kesubyektifan itu membuat timbulnya pembeda-pembeda dan sekat-sekat diantara kelompok atau individu dalam berkarya dengan foto melalui Fotografi. Sulit memang bila penilaian adalah sebuah penghaki-man atas karya foto dan Fotografer. Yang berada diluar foto,

Penilaian itu adalah kenyataan dit-erima atau tidaknya oleh masyarakat, lingkungan, dan diri sendiri. Tidak hanya menyuguhkan sebuah waca-na mengenai Foto Embongan. Tetapi dalam beberapa Rubrik Buletin Fotogenial. Ada Rubrik yang memba-has mengenai “Moment” dalam foto-grafi. Bagaimana moment itu sendiri. Apakah moment itu dicari, ditemukan, ditunggu, atau tiba-tiba secara spon-

tan muncul. Dan seberapa penting moment dalam fotografi.

Begitu juga pembahasan mengenai “Kritik Fotografi”, sangat jarang sekali hal ini dibahas sebagai pembahasan dan wacana. Mungkin yang banyak adalah kritik karya foto. Sehingga redaksi memutuskan bahwa wacana mengenai kritik fotografi perlu sebagai penyeimbang dan koreksi mengenai perkembangan fotografi dalam ling-kup Madura khususnya UTM. Semoga dengan terbitnya Buletin Fotogenial Edisi Kedua 2014 ini. Redaksi Lembaga Pers Mahasiswa Spirit Mahasiswa bisa memberikan sumbangsih dan variasi dalam wacana dan karya mengenai Fotografi dan Foto.

Terimakasih untuk pembaca semoga apa yang dipesankan dalam Buletin Fotogenial ini bisa diterima dan bisa menjadi bahan diskusi demi kebaikan bersama dalam dunia fotografi ber-serta pembahasan lebih lanjut.

T.T.DPimpinan Redaksi

FOTOGENIALBULETIN FOTO BULANAN

LEMBAGA PERS MAHASISWA SPIRIT MAHASISWA

EDISIKEDUA2014

FACEBOOK SPIRIT -MAHASISWAWARTA KAMPUS UNIVERSITAS TRUNOJOYO

TWITTER SPIRIT -MAHASISWA@LPMSM & @WARTAUTM

WEB/BLOG SPIRIT -MAHASISWAHTTP://WWW.SPIRIT-MAHASISWA.BLOGSPOT.COM

E-MAIL SPIRIT [email protected] DIPERUNTUKAN BAGI MAHASISWA UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA DAN SEKITARNYA

PERJALANAN PANJANG STREET FOTOGRAFI

MENUNGGU ATAU MENCARI “MOMENT”

KRITIK FOTOGRAFI

FOTO EMBONGAN

SALAM REDAKSI

Page 6: FOTOGENIAL EDISI 2

6 • Designfreebies Magazine • www.designfreebies.org

FOTO EMBONGANBukan Sekadar Foto Yang Diambil Di Jalanan (Embongan).Atau Sekadar Sebuah Aliran Bahkan Suatu Pendekatan. Namun Bentuk Emosi & Realita Nyata Yang Tersisihkan.

Page 7: FOTOGENIAL EDISI 2

Designfreebies Magazine • www.designfreebies.org • 7

FOTO EMBONGANLANGKAH BESI. Seorang anak-anak yang mengemis diperempatan Krian Sidoarjo 18 Juli 2014. LPM-SM/NOFIANTO P.l

Page 8: FOTOGENIAL EDISI 2

8 • Designfreebies Magazine • www.designfreebies.org

“HIIH..” Bangkai Ayam Yang Terlindas Mobil Di Jln. Raya Surabaya-Jombang, Agustus 2014. LPM-SM/NOFIANTO P. I

Page 9: FOTOGENIAL EDISI 2

Designfreebies Magazine • www.designfreebies.org • 9

SHOCK

“SHOCK”. Ekspresi Beberapa Orang Di Depan Makam Wr. Soepratman Surabaya. Agustus 2014. LPM-SM/NOFIANTO P. I

PROLOG

BERGUNA BAGI SESAMA DAN TETAP GUYUB UNTUK SEMUA(BY : LEMBAGA PERS MAHASISWA SPIRIT MAHASISWA)

Page 10: FOTOGENIAL EDISI 2

10 • Designfreebies Magazine • www.designfreebies.org

Street photography, anehnya, sejauh ini tidak diterjemahkan menjadi “fotografi jalanan”. Mengenai itu saya tidak tahu alasannya. Tapi, nama ini pada akhirnya bukan sebuah genre fotografi yang semata-mata berhubungan dengan lokasi (jalanan), melainkan mengenai sebuah pendekatan. Latar Belakang Pada awalnya, istilah “street photography” belum dipakai. Tapi cikal-bakal pendekatan ini bisa ditelusuri dari ditemukannya kamera kecil dan lensa bukaan besar yang dapat merekam pada kondisi cahaya kurang dan juga film cepat (pada 1920-an).

Film cepat adalah film yang memungkinkan juru foto memotret dengan kecepatan cukup tinggi sehingga bisa merekam kejadian (bukan setting atau pose). Kamera dan film sebelumnya hanya mengizinkan

IHWAL STREET PHOTOGRAPHY

foto setting yang subyeknya dipaksa berpose diam selama beberapa detik. Studio foto abad ke-19 biasa dilengkapi dengan pencengkeram leher dan lain-lain piranti untuk menahan orang dalam posisi diam sebab pengambilan sebuah potret bisa saja memakan waktu lebih dari 30 detik. Kamera dan film cepat bisa

mengambil gambar dalam sepersekian detik.

Cikal-bakal pendekatan street photography berhubungan dengan perkembangan teknologi. Mulailah juru potret abad ke-20—saat itu masih terutama di Eropa dan Amerika—merekam gambar kejadian sehari-hari yang tidak disutradarai atau diset. Teknologi memungkinkan kesadaran visual baru. Yang dulu tak mungkin kini mungkin. Yang dulu tak kelihatan kini kelihatan. Orang mulai memotret di jalan, taman dan sudut kota. Akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 adalah periode khas yang disebut juga sebagai era fin de siècle. Ada kesadaran akan dekadensi di Barat dan ada harapan baru. Negeri-negeri Barat masih menguasai belahan lain dunia dalam kolonialisme tahap lanjut.

Oleh : Erik Prasetya

MIGUEL COVARRUBIAS

wawasan

Page 11: FOTOGENIAL EDISI 2

Designfreebies Magazine • www.designfreebies.org • 11

• Fotografi Dokumenter (Documentary Photography) • Fotografi Jurnalistik (Journalistic Photography) • Fotografi Jalanan (Street Photography)—meskipun nama ini belum dipakai sampai sekitar 1990-an

Apa perbedaan fotografi dokumenter, jurnalistik dan jalanan?

DOCUMENTARY JOURNALISTIC STREET PHOTOGRAPHY

Boleh mengeset/ menyutradari Kelengkapan informasi diutamakan Obyektif Estetika bukan prioritas

Tegangan tinggi Ada peristiwa dramatis Paradigmatik Elemen harus kuat dan dramatis/kontras-kontras dalam masyarakat.

Candid (ingin menangkap keaslian suasana/emosi suatu ruang publik) Kelengkapan informasi tidak diutamakan Estetika diutamakan (sebab emosi dihadirkan lewat estetika)

Tegangan rendah Sehari-hari/banal Sintagmatik Elemen bisa lemah/ tidak dramatis tetapi membangun suatu komposisi visual

Sekali lagi, istilah “street photography” tampaknya belum dipakai secara khusus sebagai sebuah genre sampai menjelang 1990-an. Ketiga pendekatan fotografi itu saling berpisah maupun bertumpangan. Namun, ada bidang-bidang tempat ketiganya terbedakan seperti disebutkan pada tabel di atas. Pada era itu fotografi dokumenter sangat banyak berkembang di negeri-negeri jajahan. Para pemilik perkebunan, pabrik gula dan usaha lain di negeri jajahan asyik membuat dokumentasi

tentang estat-nya, untuk kepentingan perusahaan maupun pribadi. Keasyikan ini dibarengi dengan minat antropologis yang romantis dan sangat bertumbuh di era itu.

Ini terjadi di seluruh dunia, termasuk Hindia Belanda. Fotografi dokumenter sangat subur di Hindia Belanda. Orang kulit putih mulai mendidik fotografer pribumi—yang pertama tercatat adalah Kassian Cephas (yang antara lain sangat berjasa memotret seluruh panil Borobudur,

termasuk panil Karmawibangga yang kini tertutup lagi). Foto-foto dari era ini terutama menggunakan pendekatan dokumenter, baik yang setting maupun tidak. Orang-orang seperti Miguel Covarrubias juga menghasilkan karya di genre ini dalam perjalanan bulan madunya ke Nusantara.

Sementara itu, fotografi jurnalistik cenderung maju di wilayah maupun tahun-tahun bermasalah. Misalnya era perang. Genre ini memang menekankan adanya “tegangan tinggi”

wawasan

Page 12: FOTOGENIAL EDISI 2

12 • Designfreebies Magazine • www.designfreebies.org

pada suatu peristiwa. Masalah besar menghasilkan berita bagus (bad news is good news). Bencana menghasilkan foto bagus. Foto jurnalistik dari zaman itu yang terkenal sampai sekarang kebanyakan mengenai perang dan kelaparan.

Ada kecenderungan para fotografer menggunakan genre dokumenter, jurnalistik dan pendekatan eksotik ketika memotret negeri jajahan dan masa/wilayah konflik. Dengan kata lain, ketika memotret sesuatu yang bukan dirinya (liyan). Tapi, ketika mereka kembali ke kota tinggalnya, mereka menggunakan cara pandang yang berbeda. Mereka memakai apa yang menjadi cikal-bakal pendekatan street photography.

Dua tokoh yang harus disebut adalah Henri Cartier-Bresson dan Robert Capa (dua di antara pendiri agen foto Magnum). Capa sangat menonjol dalam karya jurnalistik perang. Bresson cenderung pada dokumenter human interest. Ia pernah ke Hindia Belanda dan membikin foto-foto dokumenter yang eksotis yang sangat lain dari pendekatannya di kampung halamannya. Karya-karyanya tentang Nusantara tak pernah terlalu dihargai, karena dianggap kurang istimewa. Bresson sangat berjasa dan sangat dikenang justru dalam karya foto tentang kotanya sendiri, Paris. Ia senang menyebut dirinya “fotografer surrealis”.

Bresson adalah bagian dari “aktivis” gerakan Dada (Dadaisme). Fotografer lain dalam gerakan ini adalah Man Ray (Emmanuel Radnitksy)—yang terkenal dengan eksperimen pemutarbalikan proses kamar gelap. (Obyek foto Manray kebanyakan adalah benda dan model.) Seperti diketahui, gerakan seni Dadaisme bereaksi terhadap kegundahan setelah Perang Dunia I. Perang Dunia I dan bangkitnya fasisme di Jerman dan Italia menghancurkan rasa percaya banyak orang Eropa pada rasionalisme yang diagungkan sejak Abad Pencerahan. Perang dan fasisme menunjukkan bahwa manusia ternyata tidak rasional (atau rasio manusia ternyata tidak membawa kemuliaan atau keselamatan). Andre

Breton, salah seorang tokoh gerakan ini, menggabungkan antirasionalitas Dada dengan eksplorasi bawah sadar ala Sigmund Freud menjadi rumusan yang disebut surrealisme dalam Manifesto Surealisme: “. . .ciptaan benak yang murni. . .lahir dari jukstaposisi (penyejajaran) dua realitas yang agak berjarak. [. . .] Pertemuan tak terduga antara mesin jahit dengan payung di meja bedah.”

Para seniman gerakan Dada, termasuk Bresson dan Man Ray, menjelajahi wilayah-wilayah irasional manusia atau kenyataan-kenyataan lain yang tak terkuasai. Sedangkan Capa menjelajahi kenyataan muram dan ironi perang. Man Ray menghasilkan eksperimen foto yang

MAN RAY (EMMANUEL RADNITKSY)

Page 13: FOTOGENIAL EDISI 2

Designfreebies Magazine • www.designfreebies.org • 13

mengacaukan positif dan negatif.

Menurut saya Bressonlah yang menyumbang paling besar pada apa yang kemudian menjadi street photography. Ia merumuskan apa yang disebutnya “decisive moment”: “Fotografi adalah pengenalan atas fakta secara langsung dan segera serta merupakan pengorganisasian ketat atas bentuk-bentuk visual yang menyatakan dan memaknai fakta tersebut.”

Bisa dikatakan, “momen menentukan” adalah momen “langsung dan segera” ketika elemen-elemen membentuk susunan sedemikian rupa sehingga menciptakan makna baru, atau “fakta” yang dimaksud Bresson, yang pada karyanya bersifat surrealistik. Momen menentukan ini menyatukan ide, mata, perasaan, pada satu aksis. Ia memang menyebut dirinya fotografer surrealistik. Di sini, jika di luar decisive moment sebuah foto dimaknai secara representasional, pada decisive moment sebuah gambar sekaligus juga menjadi presentasi atas dirinya.

Bisa kita katakan, foto yang jitu tidak lagi hanya merupakan wakil dari peristiwa apa yang sesungguhnya terjadi di luar bingkai, tidak lagi/hanya dimaknai sebagai dokumentasi realitas, tetapi juga menawarkan suatu kesadaran baru lewat citraan visual yang dihadirkan. Di sini, susunan sintagmatis antarelemen di

dalam bingkai lebih penting daripada hubungan paradigmatis gambar itu dengan realitas yang dulu direkamnya. Rumusan “decisive moment” ini sangat mempengaruhi (tapi bukan membatasi) perkembangan genre fotografi yang kemudian menjadi street photography.

Penyingkapan dan Estetika

Kekhasan fotografi, dibanding seni lukis, adalah pada kepercayaan manusia bahwa foto merekam kenyataan. Di “balik” sebuah foto selalu (pernah) ada kenyataan. Seni lukis bisa mulai dari kekosongan, tapi fotografi adalah “cahaya (photo) yang menulis (grafe)” dari alam benda nyata. Yang bukan ciptaan manusia besar perannya dalam fotografi. Dalam setiap foto diasumsikan ada penyingkapan kenyataan. Setidaknya, harapan atau tuntutan penyingkapan kenyataan sampai sekarang berlaku pada tiga genre yang disebut di atas: dokumenter, jurnalistik, dan fotografi jalanan. (Fotografi yang dipakai sebagai medium seni rupa berada di luar kategori ini.) Jadi, penyingkapan adalah bagian penting dari street photography.

Ada dorongan menyingkapkan kenyataan yang jauh (di tanah eksotik atau wilayah konflik), ada pula dorongan untuk menyingkapkan kenyataan yang terjadi dalam sepersekian detik. Ini berhubungan dengan teknologi

kamera kecil dan film cepat yang memungkinkan penguasaan ruang (mobilitas ke tempat jauh) dan penguasaan waktu yang baru (mengetahui yang cepat). Keduanya menyumbang kepada perkembangan dan industri fotografi. Tapi dorongan yang kedua agaknya yang lebih berpengaruh pada perkembangan awal street photography. Yang perlu dicatat juga adalah perkembangan teknologi cetak. Di akhir abad ke-19 percetakan mulai menggunakan teknologi half tone—reproduksi gambar dengan menggunakan dot atau titik-titik yang berbeda ukuran sehingga gradasi warna kelabu bisa dicapai. (William Fox Talbot yang memperkenalkannya pada 1850.) Orang mulai bisa mendapatkan gambar yang lumayan bermutu pada media cetak, yang semakin mendekati foto hasil kamar gelap.

Di Amerika Serikat terbit

ANDRE BRETON

Page 14: FOTOGENIAL EDISI 2

14 • Designfreebies Magazine • www.designfreebies.org

majalah Life pada pertengahan dekade 1930-an, yang memproklamasikan manifesto: “untuk melihat kehidupan; melihat dunia; saksi mata kejadian penting, melihat wajah kemiskinan, gestur kebanggaan, hal-hal yang baru: mesin, tentara, bayangan di hutan, di bulan. . .sesuatu di balik tembok, di dalam ruangan, sesuatu yang berbahaya. . .” (Majalah Life yang terbit pada 1930-an ini membeli nama majalah Life yang telah ada sebelumnya.)

Industri-industri penerbitan tersebut menumbuhkan minat terhadap peristiwa sehari-hari. Media massa memberi penugasan pada para juru foto untuk menggarap tema-tema human interest atau apa yang saat itu sering disebut “in depth reportage”. Muncullah nama-nama seperti: Margaret Bourk-White, Walker Evans dan lain-lain.

Yang penting disebut di sini adalah Robert Frank. Frank menghasilkan The Americans. Ia menawarkan antitesis dari “decisive moment” Bresson untuk merekam jalanan dan ruang publik. Momen menentukann Bresson adalah momen saat fotografer memencet tombol kameranya dan ketika itu mata, kamera dan elemen peristiwa berada di satu aksis. Bagi Frank tidak begitu. Bagi dia, fotografer mengambil banyak gambar. Yang menentukan bukanlah decisive moment, melainkan pilihan terhadap kontak-print. Kontak-print adalah

lembaran berisi deretan cetakan foto dalam ukuran kecil yang biasa dibuat fotografer pada masa itu untuk memilih foto terbaik yang akan dicetak dalam ukuran besar dan proses yang lebih serius.

Di sini kita melihat wakil dari dua pendapat dari pendekatan yang akan terus dirasakan dalam street photography. Yang pertama, Bresson (kebetulan Eropa dan seniman) menyiratkan bahwa fotografer mengamati dengan saksama suatu lokasi dan kejadian di dalamnya, masuk ke dalamnya dengan perhitungan-perhitungan, dan mengambil gambar yang jitu ketika sesuatu yang samar-samar telah ia perkirakan terjadi. Pengamatan dan proses menaksir terjadi di sini. Yang kedua, Frank (kebetulan AS, yang kental dengan tradisi empiris dan fotografer profesional) menyiratkan bahwa fotografer mengambil gambar dengan intuisi spontan dan kecepatan. Fotografer belum tentu sadar betul apa yang ia jepret. Barulah, setelah melewati proses kamar gelap, ia melihat pada kontak-print dan memilih mana foto yang terbaik. Di sini, proses seleksi terjadi pada kontak-print; setelah gambar tercipta, bukan sebelum gambar tercipta.

Saya sendiri berpendapat bahwa akhirnya pada fotografer jalanan (bahkan juga pewarta foto dan pembuat dokumentasi) menggunakan kedua pendekatan bersaman atau

bergantian. Ia bisa mengamat-amati lokasi dan menebak peristiwa yang akan mencipta gambar bagus dan menunggu jika peristiwa itu terjadi. Ia bisa juga secara intuitif-spontan membidik lebih cepat daripada kesadaran. Satu poin penting yang ingin saya katakan adalah dalam kedua pendekatan itu, sebetulnya kita bisa melihat adanya dua hal berkelindan: penyingkapan dan estetika. Bresson mencoba menyingkapkan apa yang bagi mata biasa tersembunyi karena kecepatan sekaligus yang tersingkap itu merupakan formasi yang estetis. Demikian pula, ketika Frank memilih rekaman peristiwa (singkapan peristiwa) pada kontak-print, ia memilih yang memiliki nilai estetik pula.

Titik puncak awal peneri-maan foto sebagai karya seni ada-lah ketika John Szarkowsky, kurator Museum of Modern Art, memamer-kan karya-karya Lee Friedlander, Garry Winogrand dan Dianne Arbus sebagai “new documents, the new trend in photography”. Pada pameran ini karya-karya dengan pendekatan “snapshot aesthetics” dalam artian menghad-irkan subyek keseharian yang banal dengan pendekatan yang tampak sep-erti foto snapshot, diterapkan dengan tujuan bukan untuk menggambarkan, akan tetapi untuk mengetahui/men-cari penyingkapan kehidupan dari foto.

Page 15: FOTOGENIAL EDISI 2

Designfreebies Magazine • www.designfreebies.org • 15

Apa saja unsur-unsur pembangun estetika dalam seni rupa dan fotografi?

SENI RUPA FOTOGRAFI JURNALISTIK

Bentuk Titik Garis Cahaya Warna Tekstur Massa Ruang Volume Komposisi . . .

Black & white tonal range Kontras subyek Kontras film Kontras negatif Kertas film Format film P o V Lensa Sudut Depth of Field GERAK KOMPOSISI YANG MENGEJUTKAN

Perkembangan Sekarang

Istilah “street photography” mulai ramai dipakai pada 1990-an. Pada era yang sama, jumlah penduduk dunia yang tinggal di perkotaan mulai mencapai 50% (sekarang telah lebih dari setengah penduduk dunia tinggal di perkotaan). Street photography berkembang bersamaan, atau barangkali memang berminat pada perkembangan ruang publik di perkotaan. Kota-kota di Asia juga telah menjadi metropolis tingkat dunia. (India masih cukup dominan menyumbang obyek dan lokasi street photography.)

Street photography pun biasanya merujuk pada genre fotografi yang merekam ruang publik secara

candid (tidak diset) dan terpikat pada relasi unsur-unsur di ruang publik itu, bukan kedalaman batin individu obyek/subyek foto (bandingkan Diane Arbus atau Nobuyoshi Araki).

Menurut saya street photography bisa dibedakan dari snapshot. Snapshot, yang juga perkembangan akibat teknologi kamera poket (dan sekarang kamera ponsel), merujuk pada segala foto yang dihasilkan secara cepat, biasanya tanpa perhitungan artistik matang, dengan fasilitas otomatis.

Tersedianya bermacam fasilitas auto pada kamera (auto focus, speed, iso, flash dan lainnya) termasuk program histamatik untuk pascaproduksi, membuat proses

memotret jadi sederhana tapi tetap menghasilkan kualitas foto yang baik. Hal ini menjadi pemicu banyak praktisi fotografi untuk memotret dengan cara snapshot. “Point and shoot” adalah jargonnya. Snapshot masih membutuhkan beberapa kriteria lagi untuk menjadi karya street photography. Ia perlu memenuhi komposisi elemen yang menciptakan tawaran makna baru, baik berkat decisive moment (seperti yang dikatakan Bresson) maupun berkat “seleksi kontak print” (seperti yang dikatakan Frank).

Jakarta & Estetika Banal

Sebagai praktisi street photography di Jakarta, saya menyadari bahwa kota ini memiliki

Page 16: FOTOGENIAL EDISI 2

16 • Designfreebies Magazine • www.designfreebies.org

karakter yang berbeda dari kota-kota Eropa dan Amerika Serikat, di mana genre ini pada awalnya berkembang. Jakarta juga berbeda dari India dan kota-kota Asia lain yang terletak jauh dari khatulistiwa. Perbedaan geografis utama itu adalah perbedaan “tata cahaya” kota. Jakarta memiliki pencahayaan yang datar.

Golden hours bukan karakter utama kota ini. Padahal, fotografer dibentuk untuk menciptakan gambar bagus dengan resep jam-jam emas tersebut, yaitu ketika ketinggian matahari terhadap obyek sekitar atau di bawah 45° (dan ini pun dibentuk lebih awal lagi oleh seni lukis).

Tata cahaya semacam itu hanya wajar di wilayah lintang tinggi di Utara maupun Selatan. Golden hours di Jakarta hanya terjadi sekitar setengah jam di pagi hari dan setengah jam sore hari. Itu pun jika langit tidak keruh.

Mempertahankan resep jam-jam emas adalah memotret sebagian kecil Jakarta saja. Estetika yang terbentuk dari seni rupa dan geografi Barat tidak cukup proporsional untuk memotret peristiwa sehari-hari dan banal di Jakarta. Karena itu, saya mengajukan Estetika Banal sebagai suatu pendekatan street photography yang lahir dari Jakarta:

Tidak memotret drama/peristiwa besar, melainkan memotret

hal sehari-hari yang menjadi bagian hidup fotografer (bukan memotret yang eksotis, seperti kemiskinan yang diromantisasi dan sejenisnya) Hubungan fotografer dengan yang dipotret lebih dialogis ketimbang subyek-obyek ataupun instruktif. (Fotografer tidak boleh menyuruh atau menyutradarai orang yang ia potret agar memenuhi rencananya. Fotografer juga tidak mencari obyek eksotis yang merupakan liyan bagi dirinya) Mencari pola-pola sintagmatik yang tepat/proporsional untuk menggambarkan yang paradigmatik.

Sumbangan Street Photography

Pencapaian estetika street photography memang hanya dimungkinkan karena perkembangan teknologi, yang memungkinkan kamera merekam sepersekian detik dan sekarang menangkap gambar dalam cahaya yang makin sedikit. Street photography menyingkapkan formasi-formasi dari kehidupan sehari-hari yang tak sempat kita lihat dengan saksama. Tapi proses penangkapan momen-momen itu mengantar fotografer dan kritikus

ROBERT CAPApada pertanyaan yang terus-menerus diuji: Apa hubungan fotografer dengan yang difoto? Apa hubungan subyek dengan obyek?

Dari pengalaman saya seba-gai praktisi street photography, saya tahu bahwa fotografer jalanan ber-selancar dalam aliran yang dinamis. Posisinya ambigu jika bukan tak stabil. Ia harus tak terlihat, tak mengganggu. Tapi ia juga tak boleh mengambil gambar dengan kamera tersembu-nyi. Ia harus tetap terbuka. Ia harus menjadi sewajar-wajarnya. Ini artinya ia menimbang hubungannya dengan obyek (ataukah justru subyek) fotonya. Jika obyek (ataukah subyek) fotonya tersadar, si fotografer juga harus bisa bersikap terbuka untuk mengatasi masalah yang timbul.

Bisa saja orang tersebut tidak rela, bisa juga baik-baik saja. Tapi renungan pengalaman fotografer jala-nan bisa membuat street photography menyumbang pada dunia wacana ten-tang hubungan antara subyek-obyek, antarmanusia, antara ruang privat dan ruang publik, yang terus-menerus dipertanyakan dan dirumuskan

Page 17: FOTOGENIAL EDISI 2

Designfreebies Magazine • www.designfreebies.org • 17

Apa itu Street Photography? Berdasarkan pengamatan kasar, kita bisa mencirikan street photography sebagai:

• Memotret ruang publik, bukan ruang privat. Ruang publik bisa dalam makna konkret, seperti jalan, taman, kota, pasar, kendaraan umum dan sejenisnya; bukan kamar kerja, kamar tamu, ruang tidur, bak mandi dan sejenisnya. Bisa juga dalam makna konseptual, yaitu relasi manusia dengan dunia publik (eksterioritas); bukan dunia batin manusia.

• Memotret manusia, makhluk hidup dan relasi di antara mereka maupun dengan hubungan dengan benda-benda yang membangun suasana di ruang publik; bukan memotret arsitektur.

• Memotret tanpa melakukan penyutradaraan.

Kenapa Street Photography memusatkan diri pada ruang publik, terutama kota?

• Ruang publik menunjukkan tingkat dan bentuk peradaban masyarakat yang bersangkutan. Melalui ruang publik kita melihat bagaimana negosiasi di antara pihak-pihak terjadi. Masyarakat maju dan terbuka, misalnya, menghargai perbedaan dan menjaga hak asasi manusia. Rasa aman juga terlihat di ruang publik. Itu tercermin dari bagaimana orang bersikap dan berpakaian di jalan.

• Di ruang publik terjadi hubungan dan negosiasi di antara orang yang anonim (tak saling kenal) • Potensi ketegangan tinggi (sekalipun bukan wilayah atau masa konflik). Lebih dari 50% penduduk

dunia tinggal di perkotaan. Maka, kota adalah lokasi sangat penting dalam kehidupan dewasa ini.

Kenapa dinamakan Street Photography?

• Jika obyek/subyek foto tidak harus berada di jalan, tetapi bisa juga di ruang publik lain (taman, bis atau kereta dan lain-lain), kenapa disebut street photography?

• Dalam sejarahnya, pada awalnya para fotografer menghasilkan foto-foto “sejenis” itu di jalan. • Yang dimaksud foto “sejenis itu” adalah adalah yang candid (tidak disutradarai), merekam emosi

sebuah kota melalui kombinasi pelbagai elemen yang dinamis. • Lalu, pada akhirnya pendekatan “sejenis itu” digunakan juga di ruang publik yang lain. • Maka, street photography juga merupakan sebuah pendekatan. Street photography bukan cuma

berkenaan dengan lokasi jalanan, melainkan sebuah konsep.

wawasan

Page 18: FOTOGENIAL EDISI 2

18 • Designfreebies Magazine • www.designfreebies.org

LEMBAGA PERS MAHASISWASPIRIT-MAHASISWABULETIN FOTOGENIALEDISI KHUSUS 2014

Page 19: FOTOGENIAL EDISI 2

Designfreebies Magazine • www.designfreebies.org • 19

LEMBAGA PERS MAHASISWASPIRIT-MAHASISWABULETIN FOTOGENIALEDISI KHUSUS 2014

NABUH. Anak-anak desa cidoran membangunkan warga untuk sahur di Jombang. 9 Juni 2014. LPM-SM/NOFIANTO P.l

Page 20: FOTOGENIAL EDISI 2

20 • Designfreebies Magazine • www.designfreebies.org

LEMBAGA PERS MAHASISWASPIRIT-MAHASISWABULETIN FOTOGENIALEDISI KHUSUS 2014

Page 21: FOTOGENIAL EDISI 2

Designfreebies Magazine • www.designfreebies.org • 21

LEMBAGA PERS MAHASISWASPIRIT-MAHASISWABULETIN FOTOGENIALEDISI KHUSUS 2014

KONTRAS. Kesenjangan yang nampak dari pemuda relawan Palestina saat mencari sum-bangan dan pengemis tua diantara lalu lalang pejalankaki di Benteng Pancasila Mojokerto. 17 Juni 2014. LPM-SM/NOFIANTO P.l

Page 22: FOTOGENIAL EDISI 2

22 • Designfreebies Magazine • www.designfreebies.org

LEMBAGA PERS MAHASISWASPIRIT-MAHASISWABULETIN FOTOGENIALEDISI KHUSUS 2014

Page 23: FOTOGENIAL EDISI 2

Designfreebies Magazine • www.designfreebies.org • 23

LEMBAGA PERS MAHASISWASPIRIT-MAHASISWABULETIN FOTOGENIALEDISI KHUSUS 2014

MAKAM PAHLAWAN. Pemuda bermain bola dipelataran makam pahlawan Jombang. 30 Juli 2014. LPM-SM/NOFIANTO P.l

Page 24: FOTOGENIAL EDISI 2

24 • Designfreebies Magazine • www.designfreebies.org

LEMBAGA PERS MAHASISWASPIRIT-MAHASISWABULETIN FOTOGENIALEDISI KHUSUS 2014

BERKIBAR. Pemuda yang menari dan mengibarkan bendera ditengah lalu lalang pegunjung Benteng Pancasila Mojokerto. LPM-SM/NOFIANTO P.l

Page 25: FOTOGENIAL EDISI 2

Designfreebies Magazine • www.designfreebies.org • 25

LEMBAGA PERS MAHASISWASPIRIT-MAHASISWABULETIN FOTOGENIALEDISI KHUSUS 2014

Page 26: FOTOGENIAL EDISI 2

26 • Designfreebies Magazine • www.designfreebies.org

LEMBAGA PERS MAHASISWASPIRIT-MAHASISWABULETIN FOTOGENIALEDISI KHUSUS 2014

Page 27: FOTOGENIAL EDISI 2

Designfreebies Magazine • www.designfreebies.org • 27

LEMBAGA PERS MAHASISWASPIRIT-MAHASISWABULETIN FOTOGENIALEDISI KHUSUS 2014

BANG-BANG SRUT. Bangkai kucing ditengah Jl. Raya Jombang-Surabaya yang telindas mobil di Peterongan-Jombang. LPM-SM/NOFIANTO P.l

Page 28: FOTOGENIAL EDISI 2

28 • Designfreebies Magazine • www.designfreebies.org

LEMBAGA PERS MAHASISWASPIRIT-MAHASISWABULETIN FOTOGENIALEDISI KHUSUS 2014

Page 29: FOTOGENIAL EDISI 2

Designfreebies Magazine • www.designfreebies.org • 29

LEMBAGA PERS MAHASISWASPIRIT-MAHASISWABULETIN FOTOGENIALEDISI KHUSUS 2014

AYEM. Dua anak kecil yang tertidur pulas dibawah gerobak orang tuanya yang menjual petasan di Mojokerto. LPM-SM/NOFIANTO P.l

Page 30: FOTOGENIAL EDISI 2

30 • Designfreebies Magazine • www.designfreebies.org

Perkembangan fotografi di Indonesia diwarnai dengan ber-munculannya kategori-kategori baru. Popularitas fotografi mendorong pelakunya menciptakan gerakan mere-ka sendiri, tandanya bisa kita lihat dari kemunculan kelompok-kelompok sep-erti lomografi, fotografi lubang jarum, fotografi landscape, fotografi budaya, fotografi manual, fotografi arsitektur, fotografi panggung dan lain seba-gainya.

Perkembangan kelompok pelaku fotografi yang mengkhususkan fotografi pada fokus selera masing-masing itu alih-alih dilihat sebagai perkembangan dan eksplorasi atas hobi memotret objek tertentu malah dilihat sebagai perkembangan genre. Perkembangan kategori itu pada dasarnya merujuk pada penggunaan alat dan teknik tertentu serta pada selera membidik objek tertentu.

Pelaku fotografi di Indonesia masih sibuk dalam upaya mengkotak-kotakan diri mereka pada perbedaan teknik dan objek, sambil tetap meny-

ibukan diri dengan perdebatan esteti-ka dalam karya foto yang masih cend-erung normatif: bagus atau tidak dan (yang paling klasik) seni atau bukan. Sedangkan di luar negeri sana, seperti Singapore International Photography Festival (SIPF) dan Angkor Photo Festival (Kamboja) mereka sudah mewacanakan fotografi lebih jauh meninggalkan kita.

Kehadiran fotografi dalam keseharian kita tidak terlepas dari hakikat dasar foto yang merupakan teknik menghadirkan ulang kenyataan

secara presisi dan bagaimana teknolo-gi itu kawin dengan teknologi komuni-kasi. Industri teknologi fotografi yang semakin hari makin dekat dengan keseharian kita, menjadi syarat utama bagi kualitas telepon genggam mem-buat fotografi merajai cara kita mem-presentasikan diri kita, secara sosial budaya dan estetika.  Tampaknya segala bentuk aktifitas manusia tidak lepas dari bidikan kamera, apalagi aktifitas itu bernuansa seni. Presentasi kehidupan melalui foto membuat isti-lah estetisasi kehidupan sehari-hari makin nyata.

Euforia Membuat Aliran (Fotografi Panggung)Oleh : Andry Prasetyo

wawasan

Page 31: FOTOGENIAL EDISI 2

Designfreebies Magazine • www.designfreebies.org • 31

Namun, satu hal yang juga selalu gatal dilakukan manusia, khu-susnya orang Indonesia, adalah gatal membuat kategori baru. Seakan loyali-tas terhadap aktifitas memotret objek tertentu menjadi pencapaian yang membuatnya seakan berbeda den-gan yang lainnya. Kita suka membuat judul. Setidaknya itu yang bisa kita lihat dari artikel Doni Muhammada Nur yang berjudul “Tiga Puluh Tahun Membidik Pentas” (02/09). Artikel ini merupakan ulasan pameran tunggal Herman Efendi yang digelar di GK Patanjala, kampus STSI Bandung, 9 – 12 Agustus lalu.

Menyoal Fotografi Panggung

Doni, mengutip Herman, mengatakan bahwa karakteristik fotografi pang-gung adalah foto yang menonjolkan efek tematik dan karakter. Lalu dengan mengutip The Focal Encyclopedia of Photography Doni menekankan bahwa fotografi panggung adalah pemotre-tan adegan dalam pagelaran seni.

Bidang fotografi panggung merupakan sesuatu yang spesial bagi para pemotret profesional atau amatir karena fotografi ini membutuhkan konsentrasi, kemahiran bereksplorasi, keterampilan teknis dan keterampilan artistik. Kemudian Doni memaparkan bahwa pantangan dalam pemotretan panggung adalah dilarang mengguna-kan lampu kilat, menghalangi penon-ton dan sebagainya.

Saya lalu bertanya-tanya, apakah dalam praktik pemotretan yang lainnya kaidah-kaidah tersebut tidak diperlukan? Saya menganggap kaidah-kaidah tersebut diada-ada-kan demi terbentuknya spesialisasi suatu aliran. Padahal, dalam praktik memotret objek apapun, kaidah-kai-dah tersebut tetap berlaku. Dalam pemikiran saya, memotret merupa-kan interaksi antara pemotret dengan objeknya. Lingkungan objek adalah latarnya. Dan konsekuensinya adalah adanya kaidah-kaidah atau norma-norma tertentu yang harus ditoler-ansi. Konsekuensi selanjutnya ada-lah bahwa teknik memotret haruslah mengikuti norma yang berlaku di seki-tar objek. Sebagai fotografer doku-menter, saya selalu menggunakan strategi-strategi yang berbeda-beda ketika memotret. Ketika memotret objek di jalan raya berbeda dengan objek di atas panggung. Namun, bukan berarti perbedaan itu bisa dijadikan landasan bagi terbentuknya aliran.

Analisis mengenai karya fotografi panggung, jika memang bisa disebut sebagai aliran, seharusnya dititikberatkan pada bagaimana sang fotografer mampu merekam drama yang ada di atas panggung. Elemen-elemen yang hadir di atas panggung merupakan bahan dasar yang akan berinteraksi dengan insting dan olah rasa sang fotografer. Lewat karya yang disebut fotografi panggung, karya foto seharusnya bisa mewakili cerita yang

terjadi di panggung. Jadi bukan sema-ta-mata persoalan estetika.

Sayangnya, Doni hanya men-gapresiasi karya Herman Efendi dari kaidah estetika yang ideasional dan teknikal secara teoritis, dan tulisan-nya tidak bisa membuat saya sebagai pembaca masuk ke dalam dunia pang-gung yang sedang ingin disampaikan Herman Efendi.

Bagi saya, fotografi pang-gung sendiri bukanlah suatu aliran. Jika disebut aliran bisa jadi itu han-yalah sebuah gimmick agar publik lebih mudah mengapresiasi. Secara teknik fotografi panggung tidak ber-beda dengan yang lainnya, semen-tara secara kaidah seperti yang saya katakan di atas, juga berlaku bagi praktik memotret yang lain. Hanya saja, harus diakui, sejak peradaban memasuki budaya pop pertunjukkan di panggung menjadi primadona.

Menghadirkan ulang gemer-lap dan drama di panggung menjadi salah satu elemen penting industri budaya populer. Fotografi panggung, jika demikian, seharusnya diletakan dalam konteks perkembangan seni pertunjukan. Biar makin sahih. Namun, tampaknya para fotografernya lebih suka menempatkan fotografi untuk fotografi.

wawasan

Page 32: FOTOGENIAL EDISI 2

32 • Designfreebies Magazine • www.designfreebies.org

BERKIBAR !

SUMPAH PEMUDA 28 OKTOBER 2014, BY : LPM-SM

Page 33: FOTOGENIAL EDISI 2

Designfreebies Magazine • www.designfreebies.org • 33

SAFETY. Seorang ibu yang mengendong anaknya yang ditutupi kerudung pada perempatan di Sepanjang Sidoarjo. LPM-SM/NOFIANTO P.l

Page 34: FOTOGENIAL EDISI 2

34 • Designfreebies Magazine • www.designfreebies.org

LEMBAGA PERS MAHASISWASPIRIT-MAHASISWABULETIN FOTOGENIALEDISI KHUSUS 2014

FREE EXPRESI. Berbagai ekspresi anak-anak saat melakukan aktivitas di Jombang-Mojokerto. LPM-SM/NOFIANTO P.l

FREE EXPRESI. Berbagai ekspresi anak-anak saat melakukan aktivitas di Jombang-Mojokerto. LPM-SM/NOFIANTO P.l

Page 35: FOTOGENIAL EDISI 2

Designfreebies Magazine • www.designfreebies.org • 35

LEMBAGA PERS MAHASISWASPIRIT-MAHASISWABULETIN FOTOGENIALEDISI KHUSUS 2014

FREE EXPRESI. Berbagai ekspresi anak-anak saat melakukan aktivitas di Jombang-Mojokerto. LPM-SM/NOFIANTO P.l

FREE EXPRESI. Berbagai ekspresi anak-anak saat melakukan aktivitas di Jombang-Mojokerto. LPM-SM/NOFIANTO P.l

Page 36: FOTOGENIAL EDISI 2

36 • Designfreebies Magazine • www.designfreebies.org

LEMBAGA PERS MAHASISWASPIRIT-MAHASISWABULETIN FOTOGENIALEDISI KHUSUS 2014

OIL MANOIL MAN. Seorang pekerja bagunan yang memasang atap di sebuah SPBU di Balongbendo Mojokerto. LPM-SM/NOFIANTO P.l

Page 37: FOTOGENIAL EDISI 2

Designfreebies Magazine • www.designfreebies.org • 37

LEMBAGA PERS MAHASISWASPIRIT-MAHASISWABULETIN FOTOGENIALEDISI KHUSUS 2014

TAK-TUNG. Ekspresi lucu Adit anak kecil yang menabu gendang pada latihan kudalumping anak-anak di Jombang. LPM-SM/NOFIANTO P.l

Page 38: FOTOGENIAL EDISI 2

38 • Designfreebies Magazine • www.designfreebies.org

“Solo International Etnic Music (SIEM)”

Peristiwa pementasan sebuah karya seni yang sarat akan adegan dan susunan artistik, dapat menjadi sebuah sasaran pemotretan yang menarik, dinamis, ekspresif dan mengandung nilai keindahan di mata seorang pemotret. Realitas sebuah peristiwa yang terjadi saat pemen-tasan, menjadi tantangan tersendiri bagi pemotret untuk menciptakan karya fotografi pertunjukan yang memiliki kaidah estetika fotografi, baik segi ideasional maupun teknikal.

Peristiwa dan setting artistik panggung pertunjukan dalam penger-tian susunan pentas sudah tertata; tata cahaya, tata busana, gerak laku dan peristiwanya semua sudah diatur. Tinggal bagaimana mata dan tangan pemotret mampu mengabadikan ade-gan tersebut melalui cara pandang kamera, menjadi karya seni rupa ber-bentuk 2D (dua dimensional), yaitu foto Panggung.

Foto Panggung di Indonesia lebih bersifat dokumentatif, artinya fotografi dijadikan sebagai media untuk

merekam peristiwa pemanggungan dan hasil rekam gambarnya tak lebih hanyalah untuk menunjukkan sebuah fakta atau pembuktian atas kejadian suatu proses pemanggungan. Selain videografi, fotografi sebagai dokemen-tasi seni pertunjukan dianggap efektif dalam merangkum semua peristiwa di atas panggung dari pada teks tulisan tangan atau lukisan sekali pun, karena mampu mencatat lebih cepat dan aku-rat. Effendi (2004: 110) menegaskan

bahwa penggunaan media fotografi sebagai media dokumentasi menjadi suatu kebenaran yang lebih akurat dibandingkan tulisan dan gambar tan-gan yang bisa dipengaruhi penafsiran subjektif si penulis, penggambar atau pengarang. Di sisi ini, akurasi bahasa ungkap tampilan fotografi lebih ung-gul sebagai dokumentasi karena sifat realistik yang dimilikinya, sampai akh-irnya Foto Panggung mampu berdiri sendiri sebagai fotografi seni.

Foto Panggung Oleh : Sandi Jaya Saputra

wawasan

Page 39: FOTOGENIAL EDISI 2

Designfreebies Magazine • www.designfreebies.org • 39

Kondisional fungsi Foto Panggung sebagai dokumentasi seni pertunjukan, oleh Nalan dijelaskan bahwa keadaan awal Foto Panggung cenderung belum dijadikan foto seni, tapi hanya sebatas dokumentasi. Kalau foto seni berbeda, sudah menunjukan apa yang sedang kita rasakan. Di nega-ra maju kehadiran Foto Panggung sudah terdapat pemilahan spesialisasi, antara lain fotografi panggung balet, teater, dan musik dengan pemotretnya masing-masing.

Pengkhususan demikian lebih disebabkan karena setiap pementasan dari ketiga genre seni pertunjukan tersebut memiliki karakteristik yang berbeda, oleh karenanya muncul pro-fesi fotografer balet (tari), fotografer teater, dan fotografer musik yang memiliki skil dan kemahiran dibidan-gnya masing-masing.

Sedangkan di Indonesia lebih bersifat borongan, di antara ketiga klasifikasi pemotret seni pentas (teat-er, tari dan musik) dilakoni semua oleh seorang pemotret, akibat langkanya peminat pemotret panggung. Karakteristik Foto Panggung

lebih menonjolkan efek tematik dan karakter. Tampilan Foto Panggung pementasan teater banyak yang memunculkan aspek dramatik, karak-ter subjek dan indahnya setting artis-tik panggung. Movement (pergerakan) dan gesture (gerak tubuh) subjek sebagai unsur koreografi, hadir lebih terfokus pada Foto Panggung per-tunjukan tari. Dalam hal ini aspek manusia (penari) dalam pentas seni pertunjukan tari menjadi kunci utama atas pemunculan karakteristik Foto Panggung tari, sedangkan pada foto pergelaran musik rakyat (karawitan) lebih kaya ikon. Ikonitas dalam Foto Panggung karawitan, dapat di’baca’ melalui visualisasi waditra atau inst-rumen musik dalam bentuk 2D-nya penangkapan mata pemotret mela-lui alat bantu kamera sebagai objek perekaman.

Tetapi aktivitas penabuh gamelan yang ekspresif, sering juga hadir sebagai tanda dalam tampilan foto. Sekilas pandang, tematik Foto Panggung agak sulit ditanggapi, namun pembedaan setiap jenis seni pertunjukan mudah dikenali. Di sinilah perlunya pembacaan foto yang detil,

guna mengungkap tema, ikon, dan efek teknis yang terdapat di Foto Panggung.

Solo International Etnic Music merupakan salah satu even kul-tural pementasan musik akbar yang diselenggarakan secara berkelanjutan di Kota Solo. Melalui pertunjukkan dengan panggung yang megah, tata-panggung yang artistik dan didukung penataan lampu dengan kekuatan puluhanribu watt, serta penghadiran musisi yang berasal dari berbagai negara sehingga menyedot perhatian masyarakat banyak serta media massa. Pertunjukkan tahun pertama, 2007, banyak kalangan mengatakan sukses, meskipun ukuran sukses bisa relatif. Jika penonton boleh menjadi salah satu indikatornya, kedatangan lebih dari lima puluh ribu orang selama per-tunjukan berlangsung, catatan sendiri bagi seni pertunjukan Indonesia.

Teknik Penciptaan Foto Panggung

Penciptaan Foto Panggung SIEM memerlukan ketepatan teknik yang jitu untuk mendapatkan Foto Panggung kualitas baik. Teknis pemo-

wawasan

Page 40: FOTOGENIAL EDISI 2

40 • Designfreebies Magazine • www.designfreebies.org

tretan merupakan unsur dasar yang harus dilalui seorang pemotret pang-gung, karena proses fotografi pada intinya adalah tahapan kerja teknik. Pada kasus pemotretan pertunjukkan SIEM, dengan subjek sasaran pertun-jukan musik dapat dilakukan dengan beberapa trik dan teknik, antara lain dengan menggunakan film berkecepa-tan tinggi (kamera digital dengan ISO tinggi), menggunakan lensa tele yang panjang /lensa zoom yang sesuai, menggunakan alat bantu tripod atau kaki tiga kamera untuk mengurangi risiko kegoyangan. Pada pementasana SIEM.

Foto Panggung SIEM meru-pakan upaya ‘pembekuan’ yang tak terulang dari bentuk ungkap musisi panggung yang mementaskan kary-anya. Sangat disayangkan apabila peristiwa pementasan yang hanya sesaat itu, tidak ada pemotret yang mampu mengabadikan dengan hasil foto yang sempurna. Kegagalan terse-but dapat diantisipasi dengan teknik braketing baik secara pencahayaan maupun sudut pandang. Ide dan kon-sep yang bagus, teknik pemotretan yang andal, tampilan yang indah, serta

kesan yang penuh makna adalah satu kesatuan (unity) dalam ungkapan bahasa fotografi, artinya tanpa salah satu unsur tersebut, estetika sebuah karya fotografi hanya akan menjadi ‘pengisi ruang hampa’ tanpa penon-ton yang memperhatikan. Jadi foto yang baik adalah foto yang mampu memunculkan unsur estetik fotogarfi yang terdiri dari aspek ideasional dan teknikal dalam satu kesatuan.

Saat pertunjukkan SIEM ber-langsung, komunikasi interaktif dua arah antara pemotret dengan musisi yang sedang beraksi di atas pang-gung tidak akan mungkin dapat ter-jalin, karena subjek sudah diatur oleh beberapa arahan penata, koreografer,

sutradara, penata lampu, penata set panggung dan sebagainya. Sehingga pose pemusik tidak dapat memen-uhi keinginan pemotret. Justru semua arahan dan penataan pentas tersebut dapat mempermudah tugas pemotret dalam merekam, yakni tinggal mem-bidikan kamera, menunggu momen bagus dan segera mengabadikan-nya. Seorang pemotret hanya meng-abadikan subjek yang sudah diatur orang lain, ia berhak memilih adegan yang paling bagus atau menarik, lalu merekamnya menjadi karya fotografi yang terang, tajam, dan harmoni.

Fungsi pemotret dalam pros-es penciptaan karya Foto Panggung SIEM ialah mentransformasikan seni

Page 41: FOTOGENIAL EDISI 2

Designfreebies Magazine • www.designfreebies.org • 41

pentas ke bentuk seni foto. Sebagai seorang ‘transformer’, pemotret diharuskan mengetahui kondisional subjek yang akan dirubah-bentukkan dan menguasai apa hasil ‘transform’-nya, ia harus mengenal aneka subjek yang ditampilkan dalam pertunjuk-kan SIEM seperti lighting, movement, properti, kostum, make-up, adegan dan artistik panggung, semua elemen tersebut diabadikan pemotret dengan segala kondisional yang dibawanya, mood, skill, sense of art dan experi-ence pemotret pada saat perekaman.

Supaya lebih mudah dalam pemotretan peristiwa di atas pentas, seorang pemotret panggung diusaha-kan untuk menonton pra pertunjukan

atau gladi bersih dari pementasan itu, sehingga momen-momen yang akan dipotret sudah terbaca dalam memori pemotretnya. Selain itu, mempelajari gladi resik membantu seorang foto-grafer untuk mendapatkan tempat berdiri terbaik dan juga arah cahaya yang tepat.

Estetis Foto Panggung

Pandangan atau apresiasi seseorang terhadap Foto Panggung tidak selalu tunggal, karena urusan seni adalah perasaan atau senses. Maka hal demikian dapat menyebab-kan persepsi estetika atas penilaian terhadap Foto Panggung menjadi plu-ral dan berbeda di antara para apre-

siator, karena setiap orang memiliki perbedaan pandangan, pengalaman dan latar belakang. Mengingat seni menurut bahasa ungkap Tolstoy ada-lah transfer of feeling (Soedarso Sp, 2006: 9), maka keindahan setiap karya Foto Panggung SIEM akan memiliki multi-interpretasi subyektif.

Nilai estetik karya seni menurut Parker dapat dikategori-kan berkualitas, kalau karya tersebut memiliki enam ciri yang prinsipil, sep-erti: adanya kesatuan; bertema; ter-dapat variasi menurut tema; memiliki keseimbangan; adanya perkembangan yang berkelanjutan; dan terdapat tata jenjang (Gie, 2004: 76-77). Sedang estetika fotografi meliputi dua tata-ran, estetika pada tataran ideational dan estetika pada tataran technical (Soedjono, 2006: 8-18).

Estetika fotografiyang meliputi aspek komposisi, framing, angle, focusing, tematik, pose dan desain fotografis serta ide dan kon-sep pemotret dalam penciptaannya. Pengkomposisian yang baik, penera-pan frameview yang harmonis, sudut pengambilan gambar yang tepat, fokus

Page 42: FOTOGENIAL EDISI 2

42 • Designfreebies Magazine • www.designfreebies.org

yang tajam, temanya jelas, gerakan atau pose dan desain fotografis yang bagus, merupakan unsur keindahan yang terkandung dalam sebuah karya fotografi.

Keindahan Foto Panggung yang tercipta dari pementasan SIEM 2011, dapat menampakkan karak-ter musisinya yang ditopang dengan tampilan tata busana dan tata rias sebagai penghias subjek. Penonjolan yang lain, seperti penataan artistik dan lighting pentas akan terekam mempesona menghiasi tampilan Foto Panggung SIEM.

Pada Foto Panggung musik yang digabungkan dengan tar-ian, lebih menonjolkan efek gerakan (movement) para penari, itulah bagi-an utama dari unsur keindahan Foto Panggung tari. Penataan setting artis-tik dan karakter pemain tidak begitu penting ditonjolkan. Ada yang lebih menarik manakala seseorang harus mengapresiasi Foto Panggung musik etnik, adanya perpaduan antara subjek diam ditambah subjek yang bergerak cepat: musisi yang satu pause dan para penarinya loncat atau berlari

dengan gerakan yang distilasi dalam tataan koreografi.

Hal yang tidak kalah penting sebagai menunjang keindahan dalam penciptaan Foto Panggung adalah: Pertama, penataan cahaya atau light-ing yang tepat dengan blocking (isti-lah teater: gerak laku) pemain dalam pertunjukan, dan movement (gerakan) serta komposisi koreografi penari dalam pertunjukan musik dan tari. Varian warna-warni dan intensitas lampu menjadi sangat dominan mem-percantik tampilan foto. Pencahayaan pentas SIEM merupakan faktor esen-sial dalam proses penciptaan karya Foto Panggung, “Light is one of the photogrpher’s most essential pieces

of equipment” (Schwarz, 1986: 41). Pencahayaan lampu pentas SIEM yang penuh warna akan menciptakan efek visual yang lebih variatif, juga karena dalam pemotretan SIEM ‘tidak dibe-narkan’ memakai lampu kilat atau blitz. Kedua, Movement atau gerakan musisi, semakin fantastik action atau laku (blocking pemeran dan koreo-grafi penari) objek di atas panggung, semakin indah hasil fotonya. Ketiga, peristiwa pemanggungan berupa ade-gan yang penuh spectacle (memukau) atau adegan yang dapat memukau penonton, akan mengisi komposisi tampilan Foto Panggung yang baik.

Adegan ini selalu dinanti oleh pemotret untuk dijadikan momen

Page 43: FOTOGENIAL EDISI 2

Designfreebies Magazine • www.designfreebies.org • 43

‘istimewa’ dalam setiap bidikannya. Keempat, “sense of art” atau kepekaan rasa tentang keindahan seni setiap bentuk seni pertunjukan. Ketika pemotretnya sudah mengenyam pen-galaman berkesenian yang panjang dan komplek, maka berkemungki-nan dapat menyalurkan pengalaman kepekaan rasa seninya lewat karya Foto Panggung.

Pesatnya perkembangan teknologi fotografi digital saat ini, semakin meyakinkan bagi kita akan banyaknya orang yang dapat mel-akukan kegiatan fotografis dengan mendokumentasikan setiap peristiwa yang terjadi di sekitar kita. Foto-foto tersebut dapat kita jumpai di hala-

man jejaring sisoal maupun halaman media massa yang dapat diakses oleh jutaan mata manusia. Sehingga hal tersebut menuntut setiap orang untuk dapat menampilkan foto yang memi-liki nilai lebih baik dari segi teknis maupun estetis.

Tak ubahnya peristiwa pang-gung Solo International Etnic Music 2011 yang menyita perhatian pulu-han ribu pemirsa dan media massa baik local, nasional dan internasional. Foto-foto SIEM tersebut di tampilkan di halaman utama koran di atas, meru-pakan hasil kegiatan fotografis yang dilakukan oleh para fotografer dengan mengkolaborasikan unsur intelligence dan experience setiap fotografer

serta sesuai dengan kebijakan media masing-masing. Konsepnya jelas, yaitu mentransformasikan realitas ambang ke realitas baru, dari tontonan pemanggungan menjadi tampilan dua dimensional fotografi yang memiliki nilai estetis. Ide yang unik, kompo-sisi dan pembingkaian pandang yang harmonis, orisinalitas tampilan, daya pukau, kekuatan ekspresi subjek dan ketepatan teknik mutlak diperlukan dalam setiap penghadiran karya Foto Panggung.

Page 44: FOTOGENIAL EDISI 2

44 • Designfreebies Magazine • www.designfreebies.org

LEMBAGA PERS MAHASISWASPIRIT-MAHASISWABULETIN FOTOGENIALEDISI KHUSUS 2014

AYO. Santo pemuda penabu bedug keliling kampung untuk membangunkan sahur di Jombang. LPM-SM/NOFIANTO P.l

Page 45: FOTOGENIAL EDISI 2

Designfreebies Magazine • www.designfreebies.org • 45

LEMBAGA PERS MAHASISWASPIRIT-MAHASISWABULETIN FOTOGENIALEDISI KHUSUS 2014

Page 46: FOTOGENIAL EDISI 2

46 • Designfreebies Magazine • www.designfreebies.org

LEMBAGA PERS MAHASISWASPIRIT-MAHASISWABULETIN FOTOGENIALEDISI KHUSUS 2014

MANCIK. Kaki seorang pemuda penabu bedug saat membagun-kan sahur warga kampung di Jombang. LPM-SM/NOFIANTO P.l

Page 47: FOTOGENIAL EDISI 2

Designfreebies Magazine • www.designfreebies.org • 47

LEMBAGA PERS MAHASISWASPIRIT-MAHASISWABULETIN FOTOGENIALEDISI KHUSUS 2014

BANG-RED. Pemuda penabuh bedug yang semangat menabuh bedug agar warga dapat sahur tepat waktu di Jombang. LPM-SM/NOFIANTO P.l

Page 48: FOTOGENIAL EDISI 2

48 • Designfreebies Magazine • www.designfreebies.org

LEMBAGA PERS MAHASISWASPIRIT-MAHASISWABULETIN FOTOGENIALEDISI KHUSUS 2014

Page 49: FOTOGENIAL EDISI 2

Designfreebies Magazine • www.designfreebies.org • 49

LEMBAGA PERS MAHASISWASPIRIT-MAHASISWABULETIN FOTOGENIALEDISI KHUSUS 2014

LITLE GUN. Pistol mainan berukuran kecil yang digunakan Alan untuk bermain tembak-temba-kan di rumah Jombang. LPM-SM/NOFIANTO P.l

Page 50: FOTOGENIAL EDISI 2

50 • Designfreebies Magazine • www.designfreebies.org

LEMBAGA PERS MAHASISWASPIRIT-MAHASISWABULETIN FOTOGENIALEDISI KHUSUS 2014

DAHULU. Tandon air yang menjadi simbol atau lambang kabupaten Jombang yang sudah lama tidak terawat dan terancam dirubuhkan di Mojoagung-Jombang. LPM-SM/NOFIANTO P.l

Page 51: FOTOGENIAL EDISI 2

Designfreebies Magazine • www.designfreebies.org • 51

LEMBAGA PERS MAHASISWASPIRIT-MAHASISWABULETIN FOTOGENIALEDISI KHUSUS 2014

Page 52: FOTOGENIAL EDISI 2

52 • Designfreebies Magazine • www.designfreebies.org

LEMBAGA PERS MAHASISWASPIRIT-MAHASISWABULETIN FOTOGENIALEDISI KHUSUS 2014

MAKAM LAPANG. Makam pahlawan di Jombang yang dijadikan arena bermain bola anak-anak sekitar, dikarenakan semakin sedikit lapangan bermain didaerah tersebut. Sehingga diwaktu sore daerah tersebut dijadikan lapangan ber-main bola. LPM-SM/NOFIANTO P.l

STREET ART. Seni jalanan yang terpampang di gang-gang di Jln Mawar daerah Pasar Legi Jombang. LPM-SM/NOFIANTO P.l

Page 53: FOTOGENIAL EDISI 2

Designfreebies Magazine • www.designfreebies.org • 53

SAFE PRAYSAFE PRAY. Pemberitahuan untuk mengucapkan do’a sebelum melakukan perjalanan di terminal Mojoagung Jombang. LPM-SM/NOFIANTO P.l

Page 54: FOTOGENIAL EDISI 2

54 • Designfreebies Magazine • www.designfreebies.org

LEMBAGA PERS MAHASISWASPIRIT-MAHASISWABULETIN FOTOGENIALEDISI KHUSUS 2014

NYEPIT. Beberapa rutinitas dan realitas yang terjadi di sekitaran perempatan Krian Sidoarjo. LPM-SM/NOFIANTO P.l

KACANG. Beberapa rutinitas dan realitas yang terjadi di sekitaran perempatan Krian Sidoarjo. LPM-SM/NOFIANTO P.l

Page 55: FOTOGENIAL EDISI 2

Designfreebies Magazine • www.designfreebies.org • 55

LEMBAGA PERS MAHASISWASPIRIT-MAHASISWABULETIN FOTOGENIALEDISI KHUSUS 2014

BANGKAI AYAM. realitas yang terjadi di seki-taran perempatan Krian Sidoarjo. LPM-SM/NOFIANTO P.l

KEMILAU. Beberapa rutinitas dan realitas yang terjadi di sekitaran perempatan Krian Sidoarjo. LPM-SM/NOFIANTO P.l

Page 56: FOTOGENIAL EDISI 2

56 • Designfreebies Magazine • www.designfreebies.org

LEMBAGA PERS MAHASISWASPIRIT-MAHASISWABULETIN FOTOGENIALEDISI KHUSUS 2014

JUM’AT LEGI. Aktivitas ibu-ibu penjual bunga musiman di pinggir jalan sekitar Kota Mojokerto. LPM-SM/NOFIANTO P.l

Page 57: FOTOGENIAL EDISI 2

Designfreebies Magazine • www.designfreebies.org • 57

LEMBAGA PERS MAHASISWASPIRIT-MAHASISWABULETIN FOTOGENIALEDISI KHUSUS 2014

JUM’AT LEGI

JUM’AT LEGI. Aktivitas ibu-ibu penjual bunga musiman di pinggir jalan sekitar Kota Mojokerto. LPM-SM/NOFIANTO P.l

Page 58: FOTOGENIAL EDISI 2

58 • Designfreebies Magazine • www.designfreebies.org

LEMBAGA PERS MAHASISWASPIRIT-MAHASISWABULETIN FOTOGENIALEDISI KHUSUS 2014

LIHAT BELAKANG. Orang gila yang nampak dari spion pengendara motor di Peterongan Jombang. LPM-SM/NOFIANTO P.l

Page 59: FOTOGENIAL EDISI 2

Designfreebies Magazine • www.designfreebies.org • 59

LEMBAGA PERS MAHASISWASPIRIT-MAHASISWABULETIN FOTOGENIALEDISI KHUSUS 2014

Page 60: FOTOGENIAL EDISI 2

60 • Designfreebies Magazine • www.designfreebies.org

LEMBAGA PERS MAHASISWASPIRIT-MAHASISWABULETIN FOTOGENIALEDISI KHUSUS 2014

LOOK. Ekspresi pemuda yang menonton drag race di Mojoagung Jombang. LPM-SM/NOFIANTO P.l

LOOK. Ekspresi pemuda yang menonton drag race di Mojoagung Jombang. LPM-SM/NOFIANTO P.l

Page 61: FOTOGENIAL EDISI 2

Designfreebies Magazine • www.designfreebies.org • 61

FOTOGENIALBUKAN

SEKADARFOTO

LEMBAGA PERS MAHASISWA SPIRIT MAHASISWA

LPM-SM

Page 62: FOTOGENIAL EDISI 2

62 • Designfreebies Magazine • www.designfreebies.org

LEMBAGA PERS MAHASISWASPIRIT-MAHASISWABULETIN FOTOGENIALEDISI KHUSUS 2014

WUIH. Pekerja bagunan yang sedang mengelas bagian atap sebuah ruko di Jln Mayjen-Sungkono Surabaya. LPM-SM/NOFIANTO P.l

Page 63: FOTOGENIAL EDISI 2

Designfreebies Magazine • www.designfreebies.org • 63

LEMBAGA PERS MAHASISWASPIRIT-MAHASISWABULETIN FOTOGENIALEDISI KHUSUS 2014

Page 64: FOTOGENIAL EDISI 2

64 • Designfreebies Magazine • www.designfreebies.org

MINIATURE PLANELEMBAGA PERS MAHASISWASPIRIT-MAHASISWABULETIN FOTOGENIALEDISI KHUSUS 2014

MINIATURE PLANE. Mainan pesawat-pesawatan dari plastic yang berisi karbit nampak terbang di Benteng Pancasila Mojokerto. LPM-SM/NOFIANTO P.l

Page 65: FOTOGENIAL EDISI 2

Designfreebies Magazine • www.designfreebies.org • 65

MINIATURE PLANELEMBAGA PERS MAHASISWASPIRIT-MAHASISWABULETIN FOTOGENIALEDISI KHUSUS 2014

MINIATURE PLANE. Mainan pesawat-pesawatan dari plastic yang berisi karbit nampak terbang di Benteng Pancasila Mojokerto. LPM-SM/NOFIANTO P.l

Page 66: FOTOGENIAL EDISI 2

66 • Designfreebies Magazine • www.designfreebies.org

BACK TRUCK

LEMBAGA PERS MAHASISWASPIRIT-MAHASISWABULETIN FOTOGENIALEDISI KHUSUS 2014

BACK TRUCK. Sebuah gambar dibelakang bak truck yang nampak gagah di Medaeng Surabaya. LPM-SM/NOFIANTO P.l

Page 67: FOTOGENIAL EDISI 2

Designfreebies Magazine • www.designfreebies.org • 67

LEMBAGA PERS MAHASISWASPIRIT-MAHASISWABULETIN FOTOGENIALEDISI KHUSUS 2014

HARD SUNHARD SUN. pegawai PLN yang berada di mobil bak terbuka milik PLN saat terjebak macet di Krian Sidoarjo. LPM-SM/NOFIANTO P.l

Page 68: FOTOGENIAL EDISI 2

68 • Designfreebies Magazine • www.designfreebies.org

LEMBAGA PERS MAHASISWASPIRIT-MAHASISWABULETIN FOTOGENIALEDISI KHUSUS 2014

PRIT-PRITPRIT. Juru sebarang yang bekerja menyebrangkan kendaraan yang ingin putar balik di jalanan Mojoagung Jombang. LPM-SM/NOFIANTO P.l

THAKS MBAH. Pemilik toko bahan-bahan plastik yang meny-uplai barang bersama salah satu pegawainya di Jombang. LPM-SM/NOFIANTO P.l

Page 69: FOTOGENIAL EDISI 2

Designfreebies Magazine • www.designfreebies.org • 69

LPM-SM

BUKAMATAPADAREALITA

BUKAMATAPADAREALITA

LEMBAGA PERS MAHASISWA SPIRIT MAHASISWA

LEMBAGA PERS MAHASISWA SPIRIT MAHASISWA

Page 70: FOTOGENIAL EDISI 2

BULETIN FOTOGENIALFACEBOOK SPIRIT -MAHASISWA

WARTA KAMPUS UNIVERSITAS TRUNOJOYO

TWITTER SPIRIT -MAHASISWA@LPMSM & @WARTAUTM

WEB/BLOG SPIRIT -MAHASISWAHTTP://WWW.SPIRIT-MAHASISWA.BLOGSPOT.COM

E-MAIL SPIRIT [email protected]

LEMBAGA PERS MAHASISWAS P I R I T M A H A S I S W A

RITUAL. Dua orang yang sedang berdoa di tengah rute jalan demi kelancaran karnaval satu suro di Kediri. LPM-SM/TOTO PRATOMO