Fix jurnal kulit.docx

17
Egyptian Dermatology Online Journal Vol. 4 No 1: 1, June 2008 © 2008 Egyptian Dermatology Online Journal Stevens - Johnson syndrome (SJS) and Toxic Epidermal Necrolysis (TEN) In Sarawak: A Four Years’ Review Yap FBB, MRCP; Wahiduzzaman M, MBBS; Pubalan M, MRCP. Egyptian Dermatology Online Journal 4 (1): 1, June 2008. Department of Dermatology, Sarawak General Hospital, Jalan Hospital, 93586 Kuching, Sarawak Mail to: [email protected] Submitted for Publication: May 10th, 2008 Accepted for publication: May 28th, 2008 Abstrak Latar Belakang dan Tujuan Dilakukan peninjauan kasus secara retrospektif pada pasien yang datang ke rumah sakit umum Sarawak dengan Sindroma Stevens Johnson (SSJ), Nekrolosis Epidermal Toksin (NET) dan SSJ-NET mulai dari Januari 2004 sampai Desember 2007 dengan tujuan untuk menetapkan penyebab dan penatalaksanannya. Metode dan Hasil Dua puluh empat kasus datang dengan 54,2% kasus SSJ, 25% kasus SSJ-NET, 20,8% kasus NET. Tujuh puluh Sembilan persen diantaranya diinduksi oleh obat-obatan. Antikonvulsan adalah penyebab utama, diikuti oleh Allopurinol. Tercatat angka kematian 1

description

jbj

Transcript of Fix jurnal kulit.docx

Page 1: Fix jurnal kulit.docx

Egyptian Dermatology Online Journal Vol. 4 No 1: 1, June 2008

© 2008 Egyptian Dermatology Online Journal

Stevens - Johnson syndrome (SJS) and Toxic Epidermal Necrolysis (TEN) In Sarawak: A

Four Years’ Review

Yap FBB, MRCP; Wahiduzzaman M, MBBS; Pubalan M, MRCP.

Egyptian Dermatology Online Journal 4 (1): 1, June 2008.

Department of Dermatology, Sarawak General Hospital, Jalan Hospital, 93586 Kuching,

Sarawak

Mail to: [email protected]

Submitted for Publication: May 10th, 2008

Accepted for publication: May 28th, 2008

Abstrak

Latar Belakang dan Tujuan

Dilakukan peninjauan kasus secara retrospektif pada pasien yang datang ke rumah sakit

umum Sarawak dengan Sindroma Stevens Johnson (SSJ), Nekrolosis Epidermal Toksin (NET)

dan SSJ-NET mulai dari Januari 2004 sampai Desember 2007 dengan tujuan untuk menetapkan

penyebab dan penatalaksanannya.

Metode dan Hasil

Dua puluh empat kasus datang dengan 54,2% kasus SSJ, 25% kasus SSJ-NET, 20,8%

kasus NET. Tujuh puluh Sembilan persen diantaranya diinduksi oleh obat-obatan. Antikonvulsan

adalah penyebab utama, diikuti oleh Allopurinol. Tercatat angka kematian sebesar 12,5%. Semua

kasus yang terjadi tertolong dengan pemberian immunoglobulin intravena.

Kesimpulan

Dapat disimpulkan bahwa SSJ, SSJ-NET dan NET umumnya diinduksi oleh obat dan

memiliki angka kematian yang tinggi. Pemberian immunoglobulin intravena nampaknya cukup

menjanjikan. Pertimbangan dalam pemberian obat-obatan sangat dibutuhkan. Pengenalan secara

dini sangat penting. Perawatan yang optimal di bagian dermatologi merupakan pilihan yang

terbaik.

1

Page 2: Fix jurnal kulit.docx

Pendahuluan

Sindroma Stevens Johnson (SSJ) dan Nekrolisis Epidermal Toksin (NET) merupakan

penyakit mukokutaneus bullosa yang jarang terjadi. Meskipun jarang dengan insiden 0,05-2

orang per 1 juta populasi pertahunnya, namun cukup memiliki dampak terhadap angka kesakitan

dan angka kematian pada kesehatan masyarakat. Penyebab terbanyak adalah diinduksi oleh obat-

obatan. Hal tersebut juga yang terbanyak terjadi di seluruh dunia.

Penelitian mengenai SSJ dan NET di Malaysia masih sedikit karena kasusnya jarang. Di

Malaysia Timur tidak ada tercatat penelitian mengenai hal ini. Oleh karena itu penelitian kami

bertujuan untuk menetapkan penyebab dan penatalaksanaan terhadap kasus-kasus SSJ, SSJ-NET

dan NET yang datang ke Rumah Sakit Umum Sarawak selama periode 4 tahun mulai dari

Januari 2004 sampai Desember 2007.

Bahan dan Cara

Peninjauan secara retrospektif terhadap kasus-kasus yang datang ke Rumah Sakit Umum

Sarawak dengan SSJ, SSJ-NET dan NET dilakukan selama 4 tahun mulai dari Januari 2004

sampai Desember 2007. Data diperoleh berdasarkan catatan klinik di bagian pencatatan medik.

Diagnosis klinik terhadap SSJ, SSJ-NET dan NET dilakukan berdasarkan ganbaran klinis

dari kasus-kasus tersebut. Tidak dilakukan biopsi kulit. Diklasifikasikan sebagai SSJ, peralihan

SSJ-NET dan NET berdasarkan Bastuji Garin dkk. SSJ digambarkan dengan vesikel-vesikel

yang tersebar luas dan tingkat pengelupasan kulit kurang dari 10% dari luas permukaan tubuh,

SSJ-NET dengan tingkat pengelupasan kulit 10-29% dari luas permukaan tubuh, dan NET

dengan tingkat pengelupasan kulit lebih dari 30% dari luas permukaan tubuh.

Catatan klinik yang diteliti mengenai demografi obat-obatan penyebab, gambaran klinik

dan penatalaksanaanya. Data terkumpul disusun pada microsoft excel dan diolah secara

deskriptif dengan analisis statistik.

Hasil

Tabel I menunjukkan demografi pasien-pasien yang datang ke Rumah Sakit Umum

Sarawak mulai dari Januari 2004 sampai Desember 2007. Total 24 kasus yang datang, 54,2%

SSJ; 25% peralihan SSJ-NET dan 20,8% NET. Dengan jumlah pasien pria 58% diantaranya.

2

Page 3: Fix jurnal kulit.docx

Usia rata-rata yang terjadi pada NET 23,3 tahun, peralihan SSJ-NET 44,5 tahun dan SSJ 40,3

tahun. Dengan interval usia mulai dari 8 sampai 73 tahun.

Tabel I : Data Demografi Pasien

SSJ SSJ-NET

NET

Kasus 13 6 5Sex

Pria 10 2 2Wanita 3 4 3

UsiaUmur

rata-rata40,3 44,5 25,4

Rentang Umur

13-70 8-73 10-42

RasChina 4 2 1

Malaysia

3 3 2

Iban 4 0 1Bidayuh 2 1 1

Tujuh puluh sembilan persen dari kasus diinduksi oleh obat-obatan. Antikonvulsan dan

allopurinol merupakan penyebab utama masing-masing menyumbang antara 5-7 kasus.

Pengobatan tradisional tercatat pada 2 kasus. Obat-obatan lainnya termasuk antibiotik, obat anti

inflamasi non steroid, obat sulfa dan obat anti helminthes.

Tabel II : Penggunan Obat

Empat kasus diberi antikonvulsan selama

gangguan nyeri sedangkan 2 kasus diberi

selama kejang untuk mencegah terjadinya

perdarahan intrakranial. Hanya satu kasus

3

SJS (n=11)

SJS-NET (n=5)

NET (n=3)

AntikonvulsanCarbamazepine 2 2 1Phenytoin 2 0 0

Non Steroidal Anti Inflammatory DrugsIbuprofen 0 1 0Asam mefenamat

0 0 1

Obat TradisionalAsam urat 0 1 0Obat herbal china

0 0 1

Anti goutAllopurinol 4 1 0

Lain-lainSulfasalazine 1 0 0Amoksisilin 1 0 0Albendazol 1 0 0

Page 4: Fix jurnal kulit.docx

yang diberikan antikonvulsan selama epilepsi. Semua kasus Allopurinal terjadi pada pemberian

untuk hiperurisemia asimptomatik.

Tabel III menggambarkan waktu inkubasi, sebagai contoh rata-rata waktu mulainya

pemberian obat sampai munculnya onset penyakit intervalnya 4,7 hari pada NET dan 21,6 hari

pada SSJ. Kasus rawat inap di Rumah Sakit pasien dengan NET lebih lama, dengan perkiraan

sekitar 12,4 hari dibandingkan SSJ hanya 8,9 hari. (Tabel IV).

Tabel III : Masa Inkubasi Obat

Tabel IV: Waktu Rawat Inap di RS

Tabel V menggambarkan catatan pengobatan. Semua pasien dengan SSJ dan dua per tiga

kasus SSJ-NET diberikan kortikosteroid. Delapan puluh persen kasus NET diberikan

imunoglobulin intravena.

Tabel V : Hasil Pengobatan

SSJ SSJ-

NET

NET

Obat

Kortikosteroid 13 4 1

4

SSJ SSJ-

NET

NET

Rata-

rata

(Hari)

21,6 12,1 4,7

Rentang

(hari)

2-40 1-21 2-10

SJS SJS-

NET

NET

Rata-

rata(hari)

8,9 9,2 12,4

Rentang

(hari)

2-46 2-23 7-19

Page 5: Fix jurnal kulit.docx

IVIG 0 0 4

Cyclosporine 0 1 0

Hanya

dirawat

0 1 0

Hasil

Hidup 13 4 4

Meninggal 0 2 1

Hanya ada tiga kematian yang tercatat dengan angka kematian 12,5%. Hal ini terjadi

akibat acute respiratory distress syndrome (ARDS) dan sepsis. Obat penyebabnya adalah jamu

asam urat yang mengandung fenilbutazon (sejenis obat inflamasi non steroid) pada satu kasus

sedangkan tidak ada obat pada dua kasus lainnya. Mereka diberikan kortikosteroid dan

siklosporin. Semua kasus NET yang diberi imunoglobulin intravena dapat diselamatkan.

Angka kesakitan yang terlihat seperti skin dyspigmentation (52%), nail dystrophies

(10%) dan komplikasi pada mata (10%). Dua pasien mengalami gangguan penglihatan akibat

keratitis yang hebat.

Diskusi

Spektrum penyakit ini mulai dari SSJ sampai NET umumnya disebabkan oleh induksi

obat. Kami menemukan bahwa 4 dari 5 kasus yag datang adalah akibat induksi obat. Penelitian

regional dan internasional mengutip angka 50% sampai 90% kasus.

Antikonvulsan merupakan salah satu yang paling sering menjadi agen penyebab.

Perkiraan insiden per 10.000 pengguna baru adalah 1 sampai 10 bergantung pada agen yang

digunakan. Reaksi obat paling sering muncul pada obat yang lambat dimetabolisme akibat

polimorfik genetik. Hipersensitivitas terhadap karbamazepine, polimorfisme terjadi pada posisi

gen 308 dan 328 dari regio promoter TNF-£.

SSJ dan NET dianggap disebabkan akibat gangguan T cell mediated yang mana aktivasi

dari limfosit T CD 8 menyebabkan destruksi dan apoptosis dari keratinosit. Obat-obatan bisa

mengaktivasi T cell dengan cara bertindak sebagai hapten, prohapten, atau melalui interaksi

farmakologi antar obat secara langsung, molekul Major Histocompability Complex (MHC) dan

5

Page 6: Fix jurnal kulit.docx

reseptor T cell. Hal tersebut dijadikan dalil bahwa karbamazepin yang secara kimia dalam bentuk

inert dapat berikatan dengan MHC dan reseptor T cell yang menyebabkan aktivasi T cells

sehingga mengakibatkan terjadinya SSJ dan NET.

Kami menemukan bahwa 36% kasus disebabkan oleh antikonvulsan. Di antara

antikonvulsan, penyebab utama (71%) disebabkan oleh karbamazepine. Ini juga terjadi di India,

Taiwan, Singapore, dan Timur Laut Malaysia. Peningkatan penggunaan antikonvulsan pada

penanganan nyeri dan profilaksis pada pasien bedah saraf mungkin menjelaskan hal ini.

Keuntungan penggunaan profilaks antikonvulsan pada perawatan krisis neurologik merupakan

hal yang kontroversi dan sering tidak berdasarkan bukti. Karbamazepine menginduksi SSJ dan

NET juga ditemukan lebih sering pada Han Chinese dengan fenotipe HLA-B1502 di Taiwan. Ini

mungkin menjelaskan kejadian di Singapura dan beberapa kasus kami meskipun tidak dilakukan

penentuan fenotipe.

Kasus-kasus akibat reaksi obat yang tidak diinginkan pada karbamazepine sebaiknya

tidak diberikan antikonvulsan aromatik lainnya seperti fenitoin dan fenobarbital karena dapat

terjadi reaksi silang antar obat. Mockenhaupt dkk. menemukan bahwa SSJ dan TEN terjadi pada

1-1000 pengguna baru antikonvulsan aromatik dan 2,5 per 1000 pengguna baru Lamotrigine,

yang merupakan kelas antikonvulsan terbaru. Sodium valproat dan antikonvulsan baru lainnya

jarang menyebabkan reaksi obat di kulit yang tidak diinginkan. Oleh karena itu, kami

menganjurkan bahwa antikonvulsan aromatik harus digunakan secara hati-hati. Sebaiknya

digunakan alternatif yang lebih aman untuk mengatasi nyeri. Sebaiknya juga digunakan secara

hati-hati pada keturunan Han Chinese.

Allopurinol berkontribusi pada 26% kasus kami. Halevy dkk menemukan bahwa di Eropa

dan Israel, Allopurinol merupakan penyebab yang paling sering pada SSJ dan NET. Mereka

menemukan adanya peningkatan resiko pada dosis 200 mg per hari atau lebih. Semua kasus kami

yang mendapatkan 300 mg per hari seperti pada form yang tersedia di malaysia. Halevy dkk

tidak menemukan peningkatan resiko Allopurinol dalam menginduksi SSJ dan NET dengan co

medication dengan diuretik, aminopenisilin, angiotensin converting enzymes inhibitors (ACEI),

non steroidal anti-inflammatory drugs (NSAID) dan aspirin. Pada Han Chinese, HLA-B5801

allele dihubungkan dengan reaksi yang tidak diinginkan pada kulit yang berat akibat Allopurinol.

Allopurinol ditemukan pada semua kasus hiperurisemia asimptomatik. Penelitian lainnya juga

menyatakan indikasi yang tidak tepat untuk allopurinol lebih dari 86% pasien. Sehingga, kami

6

Page 7: Fix jurnal kulit.docx

merekomendasikan kebijaksanaan dalam pembuatan resep terhadap Allopurinol. Petunjuk

peresepan Allopurinol sebaiknya ditetapkan di Malaysia untuk mencegah terjadinya penggunaan

yang tidak tepat. Ini diharapkan akan mengurangi ancaman hidup akibat reaksi obat yang tidak

diinginkan akibat Allopurinol.

Resiko terbesar untuk perkembangan SSJ dan NET dengan penggunaan obat terjadi

melalui 2 bulan insisi. Kami juga mencatat yang sama dengan periode inkubasi paling panjang

hanya 40 hari. Menariknya kami juga mengamati bahwa periode rata-rata inkubasi yang paling

pendek dihubungkan dengan gambaran klinik yang lebih berat. Penggunaan ini perlu perbaikan

yang lebih jauh melalui penelitian dimasa yang akan datang agar memiliki nilai prognostik yang

signifikan.

Seluruh kematian yang kami catat adalah 12,5% dengan kematian akibat SSJ-NET 33,3%

dan NET 20%. Angka kematian yang tercatat berkisar antara 5% sampai 40%. Dua dari tiga

kematian adalah anak-anak dengan penyebab terkait obat tidak terbukti. Kami menduga bahwa

mereka mendapat infeksi virus yang sangat berat dan mungkin sepsis akibat infeksi bakteri

sekunder. Kemudian imunitasnya juga ditekan oleh penggunaan kortikosteroid dan siklosporin

yang berlanjut pada kematian. Oleh karena itu, obat-obat imunosupresif sebaiknya digunakan

secara hati-hati khususnya pada penderita infeksi. Kortikosteroid sistemik tidak menguntungkan

dalam mengatasi kasus SSJ dan NET secara dini dan merugikan dalam bentuk yang lebih lanjut.

Kami mencatat 100% yang mampu bertahan dari kasus NET adalah yang diberikan

imunoglobulin intravena. Imunoglobulin intravena adalah derivat dari sejumlah plasma dari

beberapa ribu pendonor dan mengandung IgG. Menghambat interaksi fas-fas ligand dengan

mencegah ikatan fas terhadap ligand maka dapat mencegah apoptosis dari keratosit. Stella dkk,

di turin mencatat penurunan angka kematian dari 75% menjadi 26% dengan penggunaan

imunoglobulin intravena. Pada peninjauan dari 8 penelitian terhadap penggunaan imunoglobulin

intravenapada SSJ dan NET, French dkk, menemukan bahwa 6 penelitian menilai keuntungan

penggunaan imunoglobulin terhadap kejadian kematian akibat NET. Dengan demikian,

penggunaan imunoglobulin intravena pada NET sangat menjanjikan. Penelitian secara prospektif

sebaiknya dilakukan di Malaysia untuk menetapkan efek dari pengunaan imunoglobulin

intravena sebagai pengobatan lini pertama pada NET.

Kesimpulan

7

Page 8: Fix jurnal kulit.docx

Kami menyimpulkan bahwa obat-obatan terutama antikonvulsan dan Allopurinol adalah

penyebab utama SSJ dan NET. Dengan demikian, pencatatan untuk antiepileptik dan Allopurinol

akan membantu menetapkan insiden nasional SSJ dan NET dalam pengobatan. Ini selanjutnya

akan memperluas pengetahuan kita terhadap reaksi ini. Angka kematian akibat SSJ dan NET

meninggalkan kemajuan yang cukup besar di bidang kedokteran. Penggunaan imunoglobulin

intravena cukup menjanjikan. Penelitian secara prospektif dalam pnggunaan imunoglobulin

intravena pada SSJ dan NET akan membantu menetapkan keuntungannya pada masyarakat.

Selain itu, juga dapat ditetapkan pedoman dalam penggunaan imunoglobulin intravena. Terakhir,

kami merekomendasikan kebijaksanaan dalam pengggunaan obat-obatan untuk mencegah erupsi

obat iatrogenik dengan angka kematian yang tinggi.

Referensi

1. Rzany B, Mockenhunpt M, Baur S et al., Epidemiology of erythema exsudativum multiforme

majus, Stevens-Johnson syndrome and toxic epidermal necrolysis in Germany (1990-1992):

Structure and results of a population-based registry, J Clin Epidemiol. 49(7): 769- 73, 1996.

2. Li LF, MaC, Epidemiological study of severe cutaneous adverse drug reactions in a city

district in China, Clin Exp Dermatol. 31(5): 642- 7, 2006.

3. Schopf E, Stuhmer A, Rzany B, Victor N, Zentgraf R, Kapp JF, Toxic epidermal necrolysis

and Stevens-Johnson syndrome: An epidemiologic study from West Germany, Arch

Dermatol. 127: 839- 42, 1991.

4. Kamaliah MD, Zainal D, Mokhtar N, Nazmi N, Erythema multiforme, Stevens Johnson

syndrome and toxic epidermal necrolysis in north eastern Malaysia, Int J Dermatol. 37: 520-

3, 1998.

5. Yamane Y, Aihara M, Ikezawa Z, Analysis of Stevens-Johnson syndrome and toxic

epidermal necrolysis in Japan from 2000-2006, Allergol Int. 56(4): 419- 25, 2007.

6. Bastuji-Garin S, Rzany B, Stern RS, A clinical classification of cases of toxic epidermal

necrolysis, Stevens-Johnson syndrome and erythema multiforme, Arch Dermatol. 129: 92- 6,

1993.

7. Auquier-Dunant A, Mockenhaupt M, Naldi L, Correia O, Schroder W, Correlations between

clinical patterns and causes of erythema multiforme majus, Stevens-Johnson syndrome and

toxic epidermal necrolysis, Arch Dermatol. 138: 1019- 24, 2002.

8

Page 9: Fix jurnal kulit.docx

8. Devi K, Sandhya G, Criton S, Suja V, Sridevi PK, Carbamazepine – The commonest cause

of toxic epidermal necrolysis and Stevens-Johnson syndrome: A study of 7 years, Indian J

Dermatol Venereol Leprol. 71: 325- 28, 2005.

9. Mockenhaupt M, Messenhaimer J, Tennis P, Schlingmann J, Risk of Stevens-Johnson

syndrome and toxic epidermal necrolysis in new users of anticonvulsants, Neurology. 64:

1134- 8, 2005.

10. Pirmohamed M, Lin K, Chadwick D, Park BK, TNF-alpha promoter region gene

polymorphism in carbamazepinehypersensitive patients, Neurology. 56: 890- 6, 2001.

11. Kehren J, Desvignes C, Krasteva M et al., Cytotoxicity is mandatory for CD8 (+) T cell-

mediated contact hypersensitivity, J Exp Med. 189: 779- 86, 1999.

12. Pichler WJ, Delayed drug hypersensitivity reactions, Ann Intern Med. 139: 683- 93, 2003.

13. Khoo AKM, Foo CL, Toxic epidermal necrolysis in a burns centre: a 6 year review, Burns.

22: 275- 8, 1996.

14. Liu KC, Bhardwaj A, Use of prophylactic anticonvulsants in neurologic critical care: A

critical appraisal, Neurocrit Care. 7(2): 175-84, 2007.

15. Chung WH, Hung SI, Hong HS et al., Medical genetics: a marker for Stevens-Johnson

syndrome, Nature. 428: 486, 2004.

16. Halevy S, Ghislain PD, Mockenhaupt M et al., Allopurinol is the most common cause of

Stevens-Johnson syndrome and toxic epidermal necrolysis in Europe and Isreal, J Am Acad

Dermatol. 2007 doi:10.1016/j.jaad.2007.08.036. Published online October 3, 2007.

17. Hung SI, Chung WH, Liou LB et al., HLA-B5801 allele as a genetic marker for severe

cutaneous adverse reactions caused by Allopurinol, Proc Natl Acad Sci USA. 102: 4134- 9,

2005.

18. Bellamy N, Brooks PM, Emmerson BT, Gilbert JR, Campbell J, McCredie M, A survey of

current prescribing practices of antiinflammatory and urate lowering drugs in gouty arthritis

in New South Wales and Queensland, Med J Aust. 151: 531- 7, 1989.

19. Stuart RA, Gow PJ, Bellamy N, Campbell J, Grigor R, A survey of current prescribing

practices of anti-inflammatory and uratelowering drugs in gouty arthritis, NZ Med J. 104:

115-7, 1991.

20. Ghislain PD, Roujeau JC, Treatment of severe drug reactions: Stevens- Johnson syndrome,

toxic epidermal necrolysis and hypersensitivity syndrome, Dermatol Online J. 8(1): 5, 2002.

9

Page 10: Fix jurnal kulit.docx

21. Pereira FA, Mudgil AV, Rosmarin DM, Toxic epidermal necrolysis, J Am Acad Dermatol.

56: 181- 200, 2007.

22. Stella M, Clemete A, Bollero D, Risso D, Dalmasso P, Toxic epidermal necrolysis (TEN)

and Stevens-Johnson syndrome (SJS): Experience with high dose intravenous immuno-

globulins and topical conservative approach- A retrospective review, Burns. 33: 452- 9,

2006.

23. French LE, Trent JT, Kerdel FA, Use of intravenous immunoglobulin in toxic epidermal

necrolysis and Stevens-Johnson syndrome: Our current understanding, International

Immunopharmacology. 6: 543- 9, 2006.

Journal Reading

STEVENS-JOHNSON SYNDROM (SJS) AND TOXIC EPIDERMAL NECROLYSIS (TEN) IN SARAWAK : A

FOUR YEARS’S REVIEWYap FBB, MRCP; Wahiduzzaman M, MBBS; Pubalan M, MRCP

10

Page 11: Fix jurnal kulit.docx

Pembimbing :

Dr. Farida Hartati, Msc, Sp.KK

Oleh :

Irmawan Farindra 06.06.0025

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITRAAN KLINIK MADYA DI BAGIAN

KULIT DAN KELAMIN RSUD PATUH PATUT PADJU GERUNG

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR

2013

11